karya ilmiah batubara
-
Upload
istakprind -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of karya ilmiah batubara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Loa Kulu merupakan sebuah kecamatan yang terletak di
wilayah tengah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan
Timur. Kecamatan Loa Kulu memiliki luas wilayah mencapai
1.405,7 km2 yang dibagi dalam 9 desa dengan jumlah
penduduk mencapai 31.523 jiwa (2005).
Pada akhir abad ke-19, orang merantau ke Kalimantan
Timur bertujuan mencari pekerjaan yang bisa menghasilkan
banyak uang. Salah satunya adalah mereka bekerja di
perusahaan-perusahaan batubara. Pada masa pemerintahan
kolonial Hindia Belanda, Loa Kulu merupakan daerah
penghasil batu bara yang cukup besar. Perusahaan
penambangan yang terkenal adalah Oost Borneo Maatschapij
(OBM).
Eksploitasi batu bara di Kecamatan Loa Kulu berakhir
pada tahun 1970, tepat 2 tahun setelah diambil alih PN
Tambang Batu Bara dari OBM pada tahun 1968. Sejak itu,
Loa Kulu yang semula ramai berangsur-angsur mulai sepi
ditinggalkan ribuan pekerja tambang.
Pada akhir tahun 2008, tambang batu bara telah dibuka
kembali. Loa Kulu yang semula sepi berangsur-angsur ramai
kembali. Orang-orang dari berbagai daerah berdatangan.
Kebanyakan dari mereka berasal dari Pulau Jawa dan
Sulawesi. Mereka biasanya tinggal di rumah-rumah penduduk
dengan cara menyewa atau mengontrak. Selain pendatang
dari luar daerah, warga disekitar daerah penambangan juga
dipekerjakan. Tidak kurang dari seribu warga Loa Kulu
yang semula bekerja di perusahaan-perusahaan kayu mulai
pindah bekerja ke perusahaan-perusahaan batu bara. Hal
ini dikarenakan bekerja di perusahaan batu bara lebih
menjanjikan dibanding bekerja di perusahaan kayu yang
kebanyakan mulai bangkrut. Mencarai penghasilan dengan
cara bekerja di penambangan batu bara memang sedang trend
di daerah Loa Kulu.
Penambangan batu bara di Loa Kulu dilakukan dengan cara
pengupasan yaitu membuka lahan yang mengandung batu bara
sampai kedalaman tertentu. Hal ini dilakukan pada areal
yang luas sehingga mempengaruhi keadaan struktur tanah.
Disamping berubahnya struktur tanah, juga ada dampak-
dampak lain yang dirasakan oleh masyarakat sekitar
penambangan termasuk penulis yang merupakan warga Loa
kulu.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis menarik
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa dampak positif penambangan batu bara di
Loa Kulu?
2. Apadampak negatif penambangan batu bara di
Loa Kulu?
3. Bagaimana cara penanggulangan dampak dari
penambangan batu bara di Loa Kulu?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
4. Untuk mengetahui dampak positif penambangan
batu bara di Loa Kulu.
5. Untuk mengetahui dampak negatif penambangan
batu bara di Loa Kulu.
6. Untuk mengetahui cara penanggulangan dampak
dari penambangan batu bara di Loa Kulu.
D. Manfaat Penelitian
Setelah melakukan studi pustaka dan penyusunan makalah
ini, penulis mengharapkan :Makalah ini sebagai bahan
pembelajaran di sekolah-sekolah yang sesuai dengan bidang
pembelajarannya seperti pelajaran Geologi.
1. Agar para siswa mengetahui dampak positif dari
penambangan batu bara.
2. Agar para siswa mengetahui dampak negatif dari
penambangan batu bara.
3. Untuk mempelajari cara exsplorasi batu bara.
4. Untuk mempelajari jenis-jenis batu bara yang ada
di Loa Kulu.
5. Untuk mengetahui cara pembentukan batu bara.
6. Siswa mengetahui cara menanggulangi limbah batu
bara.
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Batu Bara
Batu bara adalah termasuk salah satu bahan bakar
fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang
dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses
pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-
sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui
dalam berbagai bentuk.
B. Umur Batu Bara
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi
tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu
sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340
juta tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batu bara
yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu
bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara
terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 juta tahun yang
lalu, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang
ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti
Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier
(70 - 13 juta tahun lalu) di berbagai belahan bumi lain.
C. Materi Pembentuk Batu Bara
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari
tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan
umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
1. Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium
dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara
dari perioda ini.
2. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah,
merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara
dari perioda ini.
3. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas.
Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di
Eropa dan Amerika Utara. Tumbuhan-tumbuhan tanpa bunga
dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di
iklim hangat.
4. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian
hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji
terbungkus dalam buah, misalnya pinus, mengandung
kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae
seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun
utama batu bara Permian seperti di Australia, India
dan Afrika.
5. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini.
Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan
dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding
gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat
terawetkan.
D. Pembentukan Batu Bara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut
hingga batu bara disebut dengan istilah pembatu baraan
(coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang
terjadi, yakni:
1. Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat
material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk.
Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan
biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan
(dekomposisi) dan kompaksi material organik serta
membentuk gambut.
2. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses
perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya
antrasit.
E. Tahap Eksplorasi
Tahap eksplorasi batu bara umumnya dilaksanakan
melalui empat tahap, yakni survei tinjau, prospeksi,
eksplorasi pendahuluan, dan eksplorasi rinci. Tujuan
penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi
keterdapatan, keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran,
kuantitas, serta kualitas suatu endapan batu barasebagai
dasar analisis/kajian kemungkinan dilakukannya investasi.
Tahap penyelidikan tersebut menentukan tingkat keyakinan
geologi dan kelas sumber daya batu bara yang dihasilkan.
1. Survei Tinjau (Reconnaissance)
Survei tinjau merupakan tahap eksplorasi batu bara
yang paling awal dengan tujuan mengidentifikasi
daerah-daerah yang secara geologis mengandung endapan
batu bara yang berpotensi untuk diselidiki lebih
lanjut serta mengumpulkan informasi tentang kondisi
geografi, tata guna lahan, dan kesampaian daerah.
Kegiatannya, antara lain, studi geologi regional,
penafsiran penginderaan jauh, metode tidak langsung
lainnya, serta inspeksi lapangan pendahuluan yang
menggunakan peta dasar dengan skala sekurang-kurangnya
1:100.000. Prospeksi (Prospecting)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk membatasi
daerah sebaran endapan batu bara yang akan menjadi
sasaran eksplorasi selanjutnya. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini, di antaranya, pemetaan
geologi dengan skala minimal 1:50.000, pengukuran
penampang stratigrafi, pembuatan paritan, pembuatan
sumuran, pemboran uji (scout drilling), pencontohan,
dan analisis. Metode eksplorasi tidak langsung,
seperti penyelidikan geofisika, dapat dilaksanakan
apabila dianggap perlu.
2. Eksplorasi Pendahuluan (Preliminary Exploration)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui
gambaran awal bentuk tiga-dimensi endapan batu bara
yang meliputi ketebalan lapisan, bentuk, korelasi,
sebaran, struktur, kuantitas dan kualitas. Kegiatan
yang dilakukan antara lain, pemetaan geologi dengan
skala minimal 1:10.000, pemetaan topografi, pemboran
dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya,
penampangan (logging) geofisika, pembuatan
sumuran/paritan uji, dan pencontohan yang andal.
Pengkajian awal geoteknik dan geohidrologi mulai dapat
dilakukan.
3. Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui
kuantitas dan kualitas serta model tiga dimensi
endapan batu bara secara lebih rinci. Kegiatan yang
harus dilakukan adalah pemetaan geologi dan topografi
dengan skala minimal 1:2.000, pemboran dan pencontohan
yang dilakukan dengan jarak yang sesuai dengan kondisi
geologinya, penampangan (logging) geofisika, serta
pengkajian geohidrologi dan geoteknik. Pada tahap ini
perlu dilakukan penyelidikan pendahuluan pada batu
bara, batuan, air dan lainnya yang dipandang perlu
sebagai bahan pengkajian lingkungan yang berkaitan
dengan rencana kegiatan penambangan yang diajukan.
F. Tipe Endapan Batu Bara dan Kondisi
1. Tipe Endapan Batu Bara
Secara umum endapan batu bara utama di Indonesia
terdapat dalam tipe endapan batu bara Ombilin,
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Bengkulu. Tipe
endapan batu bara tersebut masing-masing memiliki
karakteristik tersendiri yang mencerminkan sejarah
sedimentasinya. Selain itu, proses pasca pengendapan
seperti tektonik, metamorfosis, vulkanik dan proses
sedimentasi lainnya turut mempengaruhi kondisi geologi
atau tingkat kompleksitas pada saat pembentukan batu
bara.
2. Kondisi Geologi/Kompleksitas
Berdasarkan proses sedimentasi dan pengaruh
tektonik, karakteristik geologi tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama : Kelompok
geologi sederhana, kelompok geologi moderat, dan
kelompok geologi kompleks. Uraian tentang batasan umum
untuk masing-masing kelompok tersebut beserta tipe
lokalitasnya adalah sebagai berikut.
a. Kelompok Geologi Sederhana
Endapan batu baradalam kelompok ini umumnya
tidak dipengaruhi oleh aktivitas tektonik, seperti
sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan batu bara pada
umumnya landai, menerus secara lateral sampai
ribuan meter, dan hampir tidak mempunyai
percabangan. Ketebalan lapisan batu bara secara
lateral dan kualitasnya tidak memperlihatkan
variasi yang berarti. Contoh jenis kelompok ini
antara lain, di lapangan Bangko Selatan dan Muara
Tiga Besar (Sumatera Selatan), Senakin Barat
(Kalimantan Selatan), dan Cerenti (Riau).
b. Kelompok Geologi Moderat
Batu bara dalam kelompok ini diendapkan dalam
kondisi sedimentasi yang lebih bervariasi dan
sampai tingkat tertentu telah mengalami perubahan
pasca pengendapan dan tektonik. Sesar dan lipatan
tidak banyak, begitu pula pergeseran dan perlipatan
yang diakibatkannya relatif sedang. Kelompok ini
dicirikan pula oleh kemiringan lapisan dan variasi
ketebalan lateral yang sedang serta berkembangnya
percabangan lapisan batu bara, namun sebarannya
masih dapat diikuti sampai ratusan meter. Kualitas
batu bara secara langsung berkaitan dengan tingkat
perubahan yang terjadi baik pada saat proses
sedimentasi berlangsung maupun pada pasca
pengendapan. Pada beberapa tempat intrusi batuan
beku mempengaruhi struktur lapisan dan kualitas
batu baranya. Endapan batu barakelompok ini
terdapat antara lain di daerah Senakin, Formasi
Tanjung (Kalimantan Selatan)
c. Kelompok Geologi Kompleks
Batu bara pada kelompok ini umumnya diendapkan
dalam sistim sedimentasi yang komplek atau telah
mengalami deformasi tektonik yang ekstensif yang
mengakibatkan terbentuknya lapisan batu bara dengan
ketebalan yang beragam. Kualitas batu baranya
banyak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang
terjadi pada saat proses sedimentasi berlangsung
atau pada pasca pengendapan seperti pembelahan atau
kerusakan lapisan (wash out).
Pergeseran, perlipatan dan pembalikan (overtumed) yang
ditimbulkan oleh aktivitas tektonik, umum dijumpai dan
sifatnya rapat sehingga menjadikan lapisan batu bara
sukar dikorelasikan. Perlipatan yang kuat juga
mengakibatkan kemiringan lapisan yang terjal. Secara
lateral, sebaran lapisan batu baranya terbatas dan hanya
dapat diikuti sampai puluhan meter. Endapan batu bara
dari kelompok ini, antara lain, diketemukan di Ambakiang,
Formasi Warukin, Ninian, Belahing dan Upau (Kalimantan
Selatan), Sawahluhung (Sawahlunto. Sumatera Barat).
daerah Air Kotok (Bengkulu), Bojongmanik (Jawa Barat),
serta daerah batu bara yang mengalami ubahan intrusi
batuan beku di Bunian Utara (Sumatera Selatan).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.
Menurut Subana (2001), penelitian deskriptif adalah suatu
penelitian yang menuturkan dan menafsirkan data yang
berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel,dan fenomena
yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan
apa adanya.
Dalam penelitian ini, penulis berusaha mendeskripsikan
atau menggambarkan data-data yang telah diperoleh dari
observasi, wawancara dan penelusuran pustaka.
B. Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, penulis melakukan observasi,
penelusuran literatur dari artikel-artikel yang dicari
melalui internet dan melakukan wawancara.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Dampak Positif Penambangan Batu Bara di Loa Kulu
1. Peningkatan Jumlah Lapangan Pekerjaan
Dengan adanya pembukaan penambangan batu bara di
Loa Kulu banyak menyedot masyarakat Loa Kulu bekerja
di pertambangan batu bara. Kira-kira 50% pekerja
setiap perusahaan batu bara adalah masyarakat Loa
Kulu. Ini dapat membantu mengurangi tingkat
pengangguran di daerah Loa Kulu. Seperti halnya di
daerah Jembayan, banyak sopir taksi, pegawai bangunan,
pegawai perusahaan kayu dan pedagang berpindah kerja
menjadi pegawai di perusahaan batu bara.
2. Masyarakat Loa Kulu Mendapatkan Dana Bantuan
Perusahaan batu bara memberikan dana royalti kepada
masyarakat loa kulu sebagai tanda terima kasih karena
masyarakat sekitar Loa Kulu telah memberikan informasi
atas adanya batu bara di sekitar Loa Kulu. Dana
royalti tersebut diberikan kepada forum masing-masing
desa dan akan dikelola oleh forum tersebut. Jadi
setiap bulannya, masyarakat Loa Kulu memperoleh dana
royalti sebesar 2,5 US$ setiap tonnya. Apabila suatu
perusahaan penambang batu bara memproduksi sekitar
satu ponton dengan kapasitas 10.000 ton, maka
perusahaan memproduksi batu bara sebesar 300.000 ton
per bulan. Dari produksi tersebut, maka masyarakat Loa
Kulu akan memperoleh dana royalti sebesar 750.000 US$.
Apabila di kurskan ke rupiah maka masyarakat Loa Kulu
memperoleh uang sebesar Rp. 7.577.625.000,00 yang akan
dibagi kepada 12 desa. Maka dengan dana tersebut
masyarakat Loa Kulu dapat memperbaiki pendidikan,
kesehatan, sarana transportasi dan lain sebagainya.
Contohnya saja di desa Loa Kulu Kota, Forum sudah
memiliki program Rp 141,8 juta untuk penggunaan bidang
Pendidikan, bidang Kesehatan Rp. 106,3 juta, untuk
bidang Kepemudaan dan Sosial Budaya sebesar Rp. 70,9
juta, bidang keagamaan Rp. 70,9 juta, bidang
penanggulangan kemiskinan sebesar Rp. 70,9 juta.
3. Menambah Devisa Daerah
batu bara pemasarannya sebagian diekspor. Salah
satu perusahaan tambang batu bara mengekspor hasil
penambangan ke Filipina, Korea Selatan, dan China.
Biasanya batu bara digunakan untuk pembangkit tenaga
listrik. Komoditi ini telah banyak diusahakan oleh
para investor, akan tetapi jumlah investor yang
beroperasi belum bisa mengeksploitasi seluruh areal
cadangan batu bara yang ada.
B. Dampak Negatif Penambangan Batu Bara di Loa Kulu
1. Banjir
Sebelum ada penambangan batu bara, di desa
Ponoragan yang merupakan salah satu desa di Kecamatan
Loa Kulu jarang terjadi banjir. Kira-kira terjadi
banjir setiap satu tahun sekali. Itupun kalau hujan
deras yang bersamaan dengan pasang air Sungai Mahakam.
Jarangnya terjadi banjir dikarenakan masih banyaknya
pohon-pohon yang akarnya mengikat butir-butir air.
Tapi sekarang sering terjadi banjir yang disebakan
adanya batu bara tersebut karena air hujan tidak bisa
ditampung oleh pohon-pohon yang telah ditebang untuk
pembukaan lahan batu bara. Banjir yang berkepanjangan
ini menyebabkan banyak kerugian bagi petani padi dan
petani ikan. Bagi petani padi banyak sawah yang gagal
panen karena terkena banjir tersebut. Pada saat akan
menebar benih, lahan sawah masih tergenang air yang
disebabkan oleh banjir sehingga para petani tidak bisa
menanam padi dan padi membusuk. Pada saat pertengahan
tanam, hujan deras membuat lahan sawah terendam dan
banjir sehingga padinya membusuk dan gagal panen.
Biasanya petani Loa Kulu panen 3 kali dalam setahun
tapi sekarang panen hanya setahun sekali.
Bagi petani ikan, banyak petani ikan yang lepas ikut
arus air banjir sehingga banyak petani ikan yang rugi
besar. Setelah banjir, petani ikan akan mengeluarkan
dana lebih banyak lagi untuk merenovasi kolam dan
membeli bibit ikan dan para petani ikan harus memulai
lagi dari nol.
2. Penggundulan Hutan
Banyak hutan yang ditebang untuk pembukaan lahan
batu bara baik oleh masyarakat maupun dari pihak
perusahaan batu bara itu sendiri. Dari masyarakat
banyak yang melakukan pembukaan lahan hutan karena
masyarakat menganggap bahwa tanah tersebut adalah
tanah milik leluhurnya dan masyarakatlah yang menjadi
ahli warisnya. Dari hal tersebut maka ditakutkan
terjadi tanah longsor dan banjir karena tidak ada yang
menahan laju air hujan yang langsung jatuh ke tanah.
Dari hujan yang langsung mencapai tanah tersebut akan
mengakibatkan percikan air yang menyebabkan adanya
erosi pada tanah dan terjadi longsor. Jadi, daerah di
tempat yang lebih rendah menjadi korban tanah longsor
dan korban banjir. Selain itu, dampak dari
penggundulan hutan ini banyak hewan lari dari
habitatnya. Sebagai contoh, di daerah dekat Loa Sumber
pernah ada kera yang lumayan besar yang menyebrang
jalan. Padahal dulu tidak ada kera besar yang
menyebrang jalan. Ini bukti bahwa telah terjadi
penggundulan hutan dan merusak habitat kera.
3. Rusaknya Tanah
Tanah bekas penambangan batu bara jarang dapat
untuk ditanami lagi, karena tanah bekas penambangan
batu bara sudah kehilangan humusnya. Seperti di
beberapa daerah di jalan ke Samarinda banyak lobang-
lobang besar bekas adanya penambangan batu bara. Ini
menjadi bukti bahwa setelah adanya pengerukan batu
bara, perusahaan tidak mengadakan reboisasi. Sehingga,
nanti bekas dari pengerukan batu bara ini akan menjadi
lahan yang gundul dan ekologi di daerah batu bara
rawan rusak.
4. Rusaknya Karamba Ikan
Ponton yang membawa batu bara sering kali menabrak
dan menghancurkan keramba petani ikan. Banyak keramba
yang rusak akibat hal tersebut. Beberapa pendapat
mengatakan bahwa kadang terjadi penabrakan keramba
ikan karena adanya kabut yang cukup tebal dan jarak
pandang yang cukup pendek. Sehingga banyak orang yang
hanya melihat saja karambanya yang rusak. Tapi hal ini
diganti rugi oleh pihak perusahaan batu bara.
Kerusakan karamba membuat petani karamba memulai lagi
dari nol.
5. Tanah Longsor
Tanah di perbukitan sekitar penambangan batu bara
banyak yang longsor ketika terjadi hujan, karena hujan
yang turun langsung mencapai tanah. Sehingga, air
hujan yang langsung sampai ke tanah meengakibatkan
percikan-percikan menyebabkan erosi tanah dan terjadi
longsor karena tanah tidak ada yang menahan karena
gundulnya hutan.
6. Limbah Batu Bara
Dampak negatif dari aktifitas pertambangan batu
bara bukan hanya menyebabkan terjadi kerusakan
lingkungan. Melainkan, ada bahaya lain yang saat ini
diduga sering disembunyikan para pengeoloa
pertambangan batu bara di Indonesia. Kerusakan
permanen akibat terbukanya lahan, kehilangan beragama
jenis tanaman, dan sejumlah kerusakan lingkungan lain
ternyata hanya bagian dari dampak negatif yang
terlihat mata.
Pertambangan batu bara ternyata menyimpan bahaya
lingkungan yang berbahaya bagi manusia. Bahaya lain
dari pertambangan batu bara adalah air buangan tambang
berupa luput dan tanah hasil pencucian yang
diakibatkan dari proses pencucian batu bara yang lebih
popular disebut Sludge
Saat ini banyak analis pertambangan yang tidak mau
mengekspose secara detail tentang bahaya air cucian
batu bara. Limbah cucian batu bara yang ditampung
dalam bak penampung sangat berbahaya karena mengandung
logam-logam beracun yang jauh lebih berbahaya
dibanding proses pemurnian pertambangan emas yang
mengunakan sianida (CN).
Proses pencucian dilakukan untuk menjadikan batu
bara lebih bersih dan murni sehingga memiliki nilai
jual tinggi. Proses ini dilakukan karena pada saat
dilakukan eksploitasi biasanya batu bara bercampur
tanah dan batuan.
Agar lebih mudah dan murah, dibuatlah bak penampung
untuk pencucian. Kolam penampung itu berisi air cucian
yang bercampur lumpur.
Sluge mengandung bahan kimia karsinogenik yang
digunakan dalam pemrosessan batu bara yang logam berat
beracun yang terkandung di batu bara seperti arsenic,
merkuri, kromium, boron, selenium dan nikel.
Dibandingkan tailing dari limbah luput pertambangan
emas, unsur berancun dari logam berat yang ada limbah
pertambangan batu bara jauh lebih berbahaya. Sayangnya
sampai sekarang tidak ada publikasi atau informasi
dari perusahan pertambangan terhadap bahaya sluge
kepada masyarakat di sekitar pertambangan.
Unsur ini menyebabkan penyakit kulit, gangguan
pencernaan, paru dan penyakit kanker otak. Air sungai
tempat buangan limbah digunakan masyarakat secara
terus menerus. Gejala penyakit itu biasa akan tampak
setelah bahan beracun terakumulasi dalam tubuh
manusia.
Beberapa perusahaan tambang di Kalimantan Timur
ditengarai tidak melakukan pengelolaan water treatmen
terhadap limbah buangan tambang dan juga tanpa
penggunaan bahan penjernih Aluminum Clorida, Tawar dan
kapur. Akibatnya limbah buangan tambang menyebabkan
sungai sarana pembuagan limbah cair berwarna keruh.
Alangkah bijaknya jika perusahaan pertambangan batu
bara tetap memperhatikan kualitas limbah tambangnya
dengan membuat water treatment dan penggunaan bahan
penjernih air hingga limbah buangan aman bagi
masyarakat dan lingkungan.
7. Intrusi Sungai Mahakam
Sedimentasi yang terus berlangsung di Sungai
Mahakam menyebabkan air laut berbalik ke arah hulu
sungai sehingga menyebabkan intrusi air laut sepanjang
120 kilometer dari arah muara atau delta Mahakam.
Intrusi air laut ini tidak hanya menyebabkan penduduk
yang bermukim di sekitar Sungai Mahakam kesulitan
mendapatkan air bersih, tetapi berbagai jenis ikan air
tawar juga ikut musnah.
Hal ini disebabkan adanya pembabatan hutan secara
besar-besaran di bagian hulu dan sekitar daerah aliran
sungai (DAS) sehingga menimbulkan sedimentasi atau
pengendapan lumpur. Sedimentasi ini telah menyebabkan
muara Sungai Mahakam menjadi sangat dangkal, tak
sampai satu meter pada saat air laut sedang surut.
Akibatnya, kapal-kapal besar tidak bisa masuk Sungai
Mahakam pada saat air sedang surut dan harus menunggu
air laut pasang.
Kondisi ini semakin diperburuk lagi dengan kegiatan
tambang emas dan batu bara di bagian hulu Sungai
Mahakam. Sejumlah perusahaan tambang batu bara
diketahui membuang limbahnya langsung ke Sungai
Mahakam sehingga terjadi pencemaran dengan bahan
partikel terlarut (suspended particulate matter/SPM)
yang tinggi dengan konsentrasi 80 miligram/liter.
Bahkan sebuah perusahaan tambang batu bara yang
beroperasi di Kecamatan Loa Kulu, terbukti menutup
sebuah sub daerah aliran sungai Mahakam dan dijadikan
jalan tambang. Padahal, mestinya perusahaan tersebut
membuat gorong-gorong untuk jalan tambang.
C. Penanggulangan Dampak Negatif Penambangan Batu
Bara di Loa Kulu
Dalam menanggulangi dampak negatif dari penambangan
batu bara di Loa Kulu masyarakat, perusahaan tambang batu
bara, dan pemerintah kabupaten telah mengadakan beberapa
usaha untuk menanggulangi dampak tersebut yaitu :
1. Kerusakan Karamba Ikan
Masyarakat memberi lampu pada setiap karamba supaya
ponton batu bara pada saat malam hari atau pada saat
terjadi kabut tidak menabrak karamba warga di sekitar
sungai mahakam. Dari pihak perusahaan tambang batu
bara apabila telah terjadi kecelakan ponton menabrak
karamba ikan, maka para korban mendapatkan ganti rugi
sesuai dengan berat atau ringannya kerusakan karamba
dan ganti rugi ikan yang lepas akibat rusaknya karamba
tersebut.
2. Erosi Tanah Sekitar Sungai Mahakam
Pemerintah Kabupaten mengadakan pemasangan turap di
sepanjang sungai mahakam di Kecamatan Loa Kulu untuk
mencegah adanya erosi tanah akibat air mahakam. Selain
itu, juga mencegah sedimentasi lumpur di sungai
mahakam. Pemasangan turap ini juga berfungsi untuk
mencegah air mahakam agar tidak meluap ke jalan pada
saat terjadi pasang besar.
3. Penanggulangan Limbah Batu Bara
Dalam mengadakan exsplorasi pada tahap pembukaan
singkapan dilakukan penyemprotan air sehingga
menghasilkan lumpur yang bercampur batu bara. Air
tersebut akan mengalir ke sawah penduduk dan sungai.
Hal ini akan bisa menyebabkan gagal panen dan
pencemaran sungai. Agar tidak terjadi hal demikian,
dibuatlah kolam limbah yang bertingkat. Dalam kolam
limbah bertingkat tersebut akan terjadi pengendapan
lumpur dan penyaringan larutan batu bara. Sehingga,
yang keluar dari kolam limbah hanya air.
Di dekat penampungan batu bara sebelum masuk
kompeyor, dibuatkan kolam untuk menampung limbah batu
bara. Karena pada saat hujan, batu bara yang terkena
air akan luntur. Lunturan batu bara tersebut juga sama
bahayanya dengan batu bara apabila masuk ke sungai
karena dapat menyebabkan matinya organisme perairan.
Jadi, di kolam dekat kompeyor akan di tampung hasil
lunturan batu bara dan di tunggu hingga mengendap.
Setelah mengendap, air di kolam tersebut di keluarkan
dengan alkon dan endapan lunturan batu bara di
tinggalkan di kolam penampungan.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dampak dari adanya penambangan batu bara di Loa
Kulu diantaranya meningkatnya jumlah lapangan
pekerjaan, masyarakat Loa Kulu mendapatkan dana
bantuan, menambah devisa negara.
2. Selain membawa dampak positif, penambangan batu
bara juga membawa dampak negatif diantaranya banjir,
penggundulan hutan, rusaknya hutan, rusaknya karamba
ikan, tanah longsor, limbah batu bara, intrusi sungai
mahakam.
3. Dari adanya dampak negatif tersebut masyarakat,
perusahaan tambang batu bara, dan pemkab mengadakan
cara penanggulangan dampak negatif dari penambangan
batu bara. Beberapa hal yang dapat ditanggulangi
antara lain kerusakan karamba ikan, erosi tanah di
sekitar sungai mahakam, dan penanggulangan limbah batu
bara.
B. Saran
Berdasarkan landasan teori dan pembahasan maka penulis
menyarankan :
1. Bagi pemerintah supaya memberikan sanksi kepada
perusahaan tambang batu bara yang membuang limbahnya
langsung ke sungai tanpa ada pengolahan limbah.
2. Bagi perusahaan batu bara sebaiknya mengolah
limbah batu bara terlebih dahulu sebelum dibuang ke
lingkungan.
3. Bagi generasi muda agar melakukan penelitian
terhadap endapan limbah batu bara sebagai sumber energi
baru.