Karya Tulis Ilmiah Poltekes Kemenkes Palembang

67
HUBUNGAN KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DAN POLIFARMASI DENGAN POTENSI MEDICATION ERROR PADA RESEP IN HEALTH PENYAKIT GASTRITIS DI APOTEK SEHAT BERSAMA PERIODE FEBRUARI – APRIL 2014 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Kesehatan OLEH: ARIEF WIBISANA NIM: PO.71.39.0.11.008 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG JURUSAN FARMASI 2014

Transcript of Karya Tulis Ilmiah Poltekes Kemenkes Palembang

HUBUNGAN KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP DAN POLIFARMASI DENGAN POTENSI MEDICATION ERROR

PADA RESEP IN HEALTH PENYAKIT GASTRITIS DI APOTEK SEHAT BERSAMA PERIODE

FEBRUARI – APRIL 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Kesehatan

OLEH: ARIEF WIBISANA

NIM: PO.71.39.0.11.008

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

JURUSAN FARMASI 2014

HALAMAN PERSEMBAHAN

Motto :

� “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (Q.S. Asy-Syarh : 6),

� “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan

bersyukur)” (Q.S. Ad-Duha : 11),

� “Orang-orang yang suka berkata jujur mendapatkan tiga hal,

kepercayaan, cinta, dan rasa hormat” (Ali bin Abi Thalib RA),

� “Semakin tinggi ilmunya, semakin merunduk dan semakin beriman

kepada Allah SWT”.

Dedikasi :

“KTI ini kupersembahkan untuk :

� Kedua orang tuaku, Ayahanda (Alm) Aswawarman, S.Kp, M.Kes. dan

Ibunda Eri Suzanna, AMG., ku tercinta,

� Saudaraku (Indah Angriani, S.Kom., Afif Dwi Pasana, Amd.Kep.,

Fatma Juwita dan Bima Asrullah),

� Teman-teman yang selalu ada disaat suka dan duka (Amirul

Mukminin, AMF., Muhammad Rio Gumay, AMF., Firmansyah,

AMF),

� Teman-teman seperjuangan Akademi Farmasi Angkatan 2011-2014,

� Almamaterku, Poltekes Kemenkes Palembang”.

BIODATA

Nama : Arief Wibisana

Nama Panggilan : Arief

Tempat Tanggal Lahir : Curup, 04 Oktober 1993

Alamat : Jl.Purwodadi, RT: 017. RW: 005. Desa Tempel

Rejo, Curup Selatan, Bengkulu

Agama : Islam

Nama Orang Tua

Ayah : Aswawarman

Ibu : Eri Suzana

Jumlah Saudara : 4

Anak Ke : 2

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 41 Curup

2. SMP Negeri 1 Curup

3. SMA Negeri 1 Curup

RINGKASAN

Latar Belakang : Medication Error (ME) adalah kejadian yang merugihkan pasien akibat pemakaian obat, tindakan, dan perawatan selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Salah satu faktor penyebab terjadinya medication error adalah kegagalan komunikasi antara prescriber dengan dispenser. Faktor lain yang berpotensi cukup tinggi untuk terjadinya medication error dan sering dijumpai adalah penggunaan 2 macam obat atau lebih. Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error oleh seorang farmasis adalah melakukan skrining resep dan tinjauan kerasionalan diantaranya polifarmasi dan interaksi obat.

Metode Penelitian : Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian non-eksperimental dengan pendekatan analitik. Sampel penelitian ini adalah semua Resep InHealth Penyakit Gastritis di Apotek Sehat Bersama pada bulan Februari – April 2014. Uji statistik menggunakan Spearman Correlations.

Hasil : Setelah dilakukan uji statistik didapat bahwa, ada hubungan antara kelengkapan administratif resep dengan potensi medication error, tidak ada hubungan antara polifarmasi dengan potensi medication error, ada hubungan antara interaksi obat dengan potensi medication error.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, kelengkapan administratif resep dan interaksi obat mempengaruhi potensi medication error, sedangkan polifarmasi tidak mempengaruhi.

i

KATA PENGANTAR

Asalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, dengan judul “Hubungan Kelengkapan Administratif Resep Dan Polifarmasi Dengan Potensi Medication Error Pada Resep InHealth Penyakit Gastritis di Apotek Sehat B ersama Periode Februari - April 2014” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari perhatian, bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak yang sungguh berarti bagi penulis. Dengan rasa tulus ikhlas dan dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Ibu Dra. Sarmalina Simamora, Apt, M.Kes selaku dosen pembimbing yang

senantiasa memberikan bimbingan, arahan,dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. Ibu Dra. Ratnaningsih DA, Apt, M.Kes selaku Ketua Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Palembang.

3. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Politeknik Kesehatan Palembang Jurusan Farmasi.

4. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moril dan materil serta motivasi dan doanya.

5. Teman-teman satu angkatan yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari akan keterbatasan, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki. Sehingga penulis Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Akhirnya penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palembang, Juni 2014

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERSEMBAHAN

BIODATA

RINGKASAN

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian .................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Medication Error ....................................................................... 5

B. Resep Obat Yang Rasional ...................................................... 11

C. Kelengkapan Resep ................................................................. 12

D. Polifarmasi ................................................................................ 13

E. Interaksi Obat ........................................................................... 14

F. Gastritis .................................................................................... 15

G. Kerangka Teori ......................................................................... 25

H. Hipotesis .................................................................................. 25

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ........................................................................ 26

B. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 26

C. Populasi dan Sampel ................................................................ 26

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...................................................... 26

E. Cara Pengumpulan Data .......................................................... 27

F. Alat Pengumpulan Data ............................................................ 27

iii

G. Variabel Penelitian .................................................................... 27

H. Definisi Operasional ................................................................. 27

I. Kerangka Operasional .............................................................. 30

J. Cara Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil ......................................................................................... 31

B. Pembahasan ............................................................................ 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................... 39

B. Saran ........................................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 40

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 43

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel

1. Kesalahan Identitas Dokter .............................................................. 31

2. Kesalahan Penulisan ........................................................................ 31

3. Kesalahan Identitas Pasien ............................................................. 32

4. Karakteristik Polifarmasi ................................................................... 32

5. Karakteristik Interaksi Obat ......................................................... 33

6. Karakteristik Potensi Medication Error ......................................... 34

7. Potensi Medication Error dengan Kelengkapan Administratif

Resep ....................................................................................... 34

8. Potensi Medication Error dengan Polifarmasi .............................. 34

9. Potensi Medication Error dengan Interaksi Obat ......................... 34

10. Hasil Analisa Statistik Sprearman Correlations ........................... 35

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran

1. Data Penelitian ....................................................................................... 43

2. Formularium Obat InHealth 2014 ......................................................... 51

3. Analisa Spearman Correlations Kelengkapan Administratif Resep

Polifarmasi dan Interaksi Obat dengan Potensi Medication error ............. 54

4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ......................................... 55

5. Dokumentasi .................................................................................... 56

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Medication Error (ME) adalah kejadian yang merugihkan pasien akibat

pemakaian obat, tindakan, dan perawatan selama dalam penanganan tenaga

kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah (MENKES, 2004). Data tentang

kejadian medication error terutama di indonesia tidak banyak diketahui. Hal

tersebut kemungkinan karena tidak teridentifikasi secara nyata, tidak dapat

dibuktikan, atau tidak dilaporkan (Siregar, dkk. 2006).

Salah satu faktor penyebab terjadinya medication error adalah kegagalan

komunikasi (salah interpretasi) antara prescriber (penulis resep) dengan

dispenser (pembaca resep) (Rahmawati dan Oetari, 2002). Menurut Cohen

(1999) salah satu faktor yang meningkatkan resiko kesalahan dalam pengobatan

adalah resep. Kelengkapan resep merupakan aspek yang sangat penting dalam

peresepan karena dapat membantu mengurangi terjadinya medication error.

Sebuah studi di yogyakarta (2010) terhadap sebuah rumah sakit swasta

menunjukkan bahwa dari 229 resep, ditemukan 226 resep yang terdapat

medication error. Dari 226 medication error, 99,12% merupakan kesalahan

peresepan, 3,02% merupakan kesalahan farmasetik dan 3,66% merupakan

kesalahan penyerahan. Sebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat

dari resep yang tidak lengkap (Perwitasari, dkk. 2010).

Faktor lain yang berpotensi cukup tinggi untuk terjadinya medication error

dan sering dijumpai adalah penggunaan 2 macam obat atau lebih. Pemberian

obat secara polifarmasi sering menimbulkan interaksi obat, baik yang bersifat

2

meningkatkan maupun yang meniadakan efek obat. Interaksi obat yang

ditimbulkan dapat menyebabkan efek samping obat atau efek obat yang tidak

diinginkan. Pada penelitian yang dilakukan (Terrie, 2004) menyatakan bahwa

efek samping obat terjadi 6% pada pasien yang mendapat 2 macam obat,

meningkat 50% pada pasien yang mengonsumsi 5 macam obat, dan 100%

ketika lebih dari 8 obat yang digunakan.

Berdasarkan laporan yang diterima Tim Kesehatan Pasien RS (KP-RS)

R.K. Charitas kejadian tidak diinginkan yang terjadi selama lima tahun terakhir,

yang berkaitan dengan obat (ME) sebanyak 76 kasus (26%) dari seluruh

kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi. Meskipun sebagian besar kasus tidak

terjadi dampak yang fatal, beberapa diantaranya termasuk kategori bermakna

secara klinis (Simamora, dkk. 2011).

Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error

oleh seorang farmasis adalah melakukan skrining resep yang meliputi

kelengkapan resep (identitas dokter, identitas pasien, nomer ijin praktek dokter

[SIP], tempat dan tanggal resep, tanda R/, nama obat dan jumlahnya, aturan

pakai, serta paraf dokter) dan tinjauan kerasionalan diantaranya polifarmasi dan

interaksi obat.

Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan

yang paling sering terjadi. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari

jumlah penduduk setiap tahun. Sedangkan di Asia Tenggara, insiden gastritis

sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahun. Angka kejadian gastritis di

Indonesia cukup tinggi, yaitu 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk.

Menurut Maulidiyah dan Unun pada tahun 2006, angka kejadian gastritis pada

keluhan saluran cerna di Surabaya mencapai 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan

3

di Medan sebesar 91,6% (Yulida, dkk. 2013). Tidak diketahui dengan pasti

datanya di Palembang, namun diyakini kasus gastritis cukup tinggi terjadi disini.

Apotek Sehat Bersama terletak berseberangan dengan RSUP Dr.

Mohammad Hoesin Palembang. Apotek ini memiliki jumlah pengunjung dan

peresepan yang cukup tinggi setiap harinya. Hal ini memungkinkan terjadinya

medication error di Apotek tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik kelengkapan administrasi resep yang berpotensi

ME pada resep penyakit gastritis?

2. Bagaimana karakteristik polifarmasi yang berpotensi ME pada resep

penyakit gastritis?

3. Seberapa besar frekuensi kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi

yang berpotensi ME pada resep penyakit gastritis?

4. Apakah ada hubungan kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi

dengan potensi ME pada resep penyakit gastritis?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menilai hubungan kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi

dengan potensi medication error pada resep inhealth penyakit gastritis di

Apotek Sehat Bersama Palembang Periode Februari – April 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Mengindentifikasi karakteristik kelengkapan administrasi resep yang

berpotensi medication error pada resep penyakit gastritis.

4

b. Mengindentifikasi karakteristik polifarmasi yang berpotensi medication

error pada resep penyakit gastritis.

c. Mengukur frekuensi kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi

yang berpotensi medication error pada resep penyakit gastritis.

d. Mengetahui hubungan kelengkapan administrasi resep dan polifarmasi

dengan potensi medication error pada resep penyakit gastritis.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan manfaat lain :

1. Bagi apotek, dapat dijadikan informasi dalam peningkatan pelayanan

kefarmasian dan keselamatan pasien.

2. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Medication Error

1. Definisi

Medication Error (ME) adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan

yang masih berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi

kesehatan, pasien atau konsumen, dan seharusnya dapat dicegah (Cohen,

1991). Selain itu, kesalahan pengobatan (medication error) dapat didefinisikan

sebagai semua kejadian yang merugihkan pasien akibat pemakaian obat,

tindakan, dan perawatan selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang

sebetulnya dapat dicegah (MENKES, 2004). Definisi yang terbaru dari

kesalahan pengobatan adalah kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan

tidak sesuai atau yang dapat mencelakakan pasien dimana prosedur

pengobatan tersebut masih berada di bawah kontrol praktisi kesehatan

(Fowler, 2009).

2. Kejadian Medication Error

Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase

transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien (Cohen,

1991).

a. Prescribing Errors

Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase

penulisan resep. Fase ini meliputi:

6

1) Kesalahan resep

2) Kesalahan karena yang tidak diotorisasi

3) Kesalahan karena dosis tidak benar

4) Kesalahan karena indikasi tidak diobati

5) Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan

b. Transcription Errors

Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep

untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan

yang tidak jelas. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan

signature juga dapat terjadi pada fase ini. Jenis kesalahan obat yang

termasuk transcription errors, yaitu:

1) Kesalahan karena pemantauan yang keliru

2) Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)

3) Kesalahan karena interaksi obat

c. Administration Error

Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi pada

proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan

pasien atau keluarganya. Jenis kesalahan obat yang termasuk

administration errors yaitu :

1) Kesalahan karena lalai memberikan obat

2) Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru

3) Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru

4) Kesalahan karena tidak patuh

5) Kesalahan karena rute pemberian tidak benar

6) Kesalahan karena gagal menerima obat

7

d. Dispensing Error

Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga

penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu kemungkinan terjadinya

error adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan karena

kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena

berdekatan letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang

akan diracik, ataupun salah dalam pemberian informasi. Jenis kesalahan

obat yang termasuk Dispensing errors yaitu :

1) Kesalahan karena bentuk sediaan

2) Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru

3) Kesalahan karena pemberian obat yang rusak

3. Faktor Penyebab

Menurut Cohen (1991) dari fase-fase medication error, dapat dikemukakan

bahwa faktor penyebabnya dapat berupa:

a. Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun

secara lisan (antar pasien, dokter dan apoteker).

b. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi,

sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya).

c. Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan).

d. Edukasi kepada pasien kurang.

e. Peran pasien dan keluarganya kurang.

4. Pencegahan Medication Error (Senjaya, dkk. 2011)

Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang

menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim

pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui

8

kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan

insiden/kesalahan.

Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :

a. Pemilihan

Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat

diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan obat-

obat sesuai formularium.

b. Pengadaan

Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan

sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor resmi.

c. Penyimpanan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk menurunkan

kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:

1) Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike,

sound-alike medication names) secara terpisah.

2) Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat

menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di

tempat khusus.

3) Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.

d. Skrining Resep

Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication

error melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.

1) Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama dan

nomor rekam medik/ nomor resep.

9

2) Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan

interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau

ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.

3) Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting dalam

pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :

a) Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis

(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui).

b) Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-

tanda vital dan parameter lainnya).

4) Membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.

5) Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan

emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk

memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat

serta memastikan dosisnya.

e. Dispensing

1) Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.

2) Pemberian etiket yang tepat.

3) Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.

4) Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket,

aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat,

kesesuaian resep terhadap isi etiket.

f. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal

yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus

diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :

10

1) Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan

bagaimana menggunakan obat dengan benar.

2) Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan.

3) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat

dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien.

4) Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR)

yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi

mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR

tersebut.

5) Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali

obat yang sudah rusak atau kadaluarsa.

g. Penggunaan Obat

Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien

rawat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerja

sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :

1) Tepat pasien

2) Tepat indikasi

3) Tepat waktu pemberian

4) Tepat obat

5) Tepat dosis

6) Tepat label obat (aturan pakai)

7) Tepat rute pemberian

h. Monitoring dan Evaluasi

Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui

efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan pasien.

11

Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti dengan

melakukan perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.

B. Resep Obat Yang Rasional

Resep adalah sebuah pesanan dalam bentuk tulisan yang diberikan oleh

dokter kepada apoteker. Disamping nama penderitanya, pesanan obat juga

termasuk perintah kepada apoteker dan petunjuk untuk penderita. Resep juga

didefinisikan sebagai pesanan/permintaantertulis dari seorang dokter kepada

apoteker untuk membuat atau menyerahkan obat kepada pasien. Orang atau

petugas yang berhak menulis resep ialah dokter; dokter gigi, terbatas pada

pengobatan gigi dan mulut; serta dokter hewan, terbatas pengobatan untuk

hewan. Resep harus terbaca jelas dan lengkap. Jika resep tidak dapat dibaca

dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada dokter

penulis resep.

Supaya proses pengobatan berhasil maka resepnya harus baik dan benar

(rasional). Resep yang rasional harus memuat (Anief, 2008) :

1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, dan dokter

hewan.

2. Tanggal penulisan resep (inscriptio).

3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.

4. Nama setiap obat atau komponen obat (invocatio).

5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura).

6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai dengan perundang-

undangan yang berlaku (subscriptio).

7. Nama serta alamat pasien.

12

8. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang

jumlahnya melebihi dosis maksimal.

Menurut (WHO, 1995) Peresepan rasional merupakan peresepan dimana

pasien menerima obat yang tepat berdasarkan keperluan klinis dengan dosis,

cara pemberian dan lamanya yang tepat, dan dengan cara yang mendorong

ketaatan pasien (patient compliance), dan dengan harga yang paling murah

terhadap pasien dan komunitas.

C. Kelengkapan Resep

Resep dapat dikenali dengan mengidentifikasi bagian-bagiannya. Menurut

teori, resep terdiri atas lima bagian penting yaitu Invecato, Inscriptio, Praescriptio,

Signatura dan Subcriptio. Penjelasan kelima bagian penting tersebut sebagai

berikut:

1. Invecato yaitu tanda buka penulisan resep dengan R/

2. Inscriptio, yaitu tanggal dan tempat ditulisnya resep

3. Praescriptio atau ordinatio adalah nama obat, jumlah dan cara

membuatnya

4. Signatura, merupakan aturan pakai dari obat yang tertulis

5. Subcriptio adalah Paraf/tanda tangan dokter yang menulis resep

Secara sistematis, Apoteker dapat menilai keabsahan suatu resep secara

administrasi dengan menilai kelengkapan bagian resep tersebut. Menurut

Keputusan Menteri Kesehatan No. 280 tahun 1981 tentang Ketentuan dan Tata

Cara Pengelolaan Apotek, resep yang lengkap harus memuat:

13

1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter

hewan;

2. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat, jumlah

obat, dan cara pemakaian;

3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep;

4. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep;

5. Jenis hewan dan serta nama alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan;

6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang

jumlahnya melebihi dosis maksimal.

D. Polifarmasi (Terrie, 2004)

Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan bersamaan 5 macam atau

lebih obat-obatan oleh pasien yang sama. Namun, polifarmasi tidak hanya

berkaitan dengan jumlah obat yang dikonsumsi. Secara klinis, kriteria untuk

mengidentifikasi polifarmasi meliputi :

1. Menggunakan obat-obatan tanpa indikasi yang jelas.

2. Menggunakan terapi yang sama untuk penyakit yang sama.

3. Penggunaan bersamaan obat-obatan yang berinteraksi.

4. Penggunaan obat dengan dosis yang tidak tepat.

5. Penggunaan obat-obatan lain untuk mengatasi efek samping obat.

Polifarmasi meningkatkan risiko interaksi antara obat dengan obat atau

obat dengan penyakit. Populasi lanjut usia memiliki risiko terbesar karena adanya

perubahan fisiologis yang terjadi dengan proses penuaan. Perubahan fisiologis

ini, terutama menurunnya fungsi ginjal dan hepar, dapat menyebabkan

perubahan proses farmakodinamik dan farmakokinetik obat tersebut.

14

E. Interaksi Obat

1. Definisi

Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat

(drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan

terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi

obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh

diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005).

Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah

efeknya secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat

potensiasi atau antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya

beberapa efek lainnya (BNF 58, 2009).

Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan

toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila

menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang

rendah) (Setiawati, 2007).

2. Mekanisme Interaksi Obat (Hashem, 2005)

Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B)

dengan satu dari dua mekanisme berikut:

a. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya

di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik).

b. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi

farmakokinetik).

15

1) Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B

sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan

kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan

menyebabkan toksisitas).

2) Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon

curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan

menyebabkan perubahan efek secara substansial).

3) Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang

sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik

seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis

karena batas keamanannya lebar.

4) Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas

terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama,

sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium,

sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan.

F. Gastritis

1. Definisi

Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gastritis merupakan suatu

keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat

akut, kronis, difus atau lokal (Prince dan Wilson, 2006). Gastritis dibagi

menjadi 2 yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Gastritis akut adalah

kelainan klinik akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang

khas, biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil. Sedangkan gastritis

kronik merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung

16

yang menahun, yang disebabkan oleh ulkus dan berhubungan dengan

Helicobacter pylori (Mansjoer, 2001).

2. Penyebab

Terjadinya gastritis disebabkan karena produksi asam lambung yang

berlebih, asam lambung yang semula membantu lambung malah merugikan

lambung. Dalam keadaaan normal lambung akan memproduksi asam sesuai

dengan jumlah makanan yang masuk. Tetapi bila pola makan kita tidak

teratur, lambung sulit beradaptasi dan lama kelamaan mengakibatkan

produksi asam lambung yang berlebih (Uripi,2002).

3. Faktor Pemicu Kekambuhan Gastritis

a. Faktor makan (pola makan)

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran

mengenai jumlah, frekuensi dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi tiap

hari (Almatsier, 2004). Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah

satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif

dalam mencegah kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis

membutuhkan pengaturan makanan sebagai upaya untuk memperbaiki

kondisi pencernaan (Uripi, 2002).

b. Faktor obat-obatan

Obat-obatan yang mengandung salisilat (sering digunakan sebagai obat

pereda nyeri) dalam tingkat konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan

gastritis (Uripi, 2002). Efek salisilat terhadap saluran cerna adalah

perdarahan lambung yang berat dapat terjadi pada pemakaian dalam dosis

besar. Salisilat merupakan agen-agen yang sering dikonsumsi oleh

17

masyarakat yang kurang mengerti tentang penggunaan obat (Prince dan

Wilson, 2006).

c. Faktor Psikologis

Stres baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan peningkatan

produksi asam lambung dan gerakan peristaltik lambung. Stres juga akan

mendorong gesekan antar makanan dan dinding lambung menjadi

bertambah kuat (Coleman, 1992). Hal ini dapat menyebabkan terjadinya luka

dalam lambung. Penyakit maag (gastritis) dapat ditimbulkan oleh berbagai

keadaan yang pelik sehingga mengaktifkan rangsangan/iritasi mukosa

lambung semakin meningkat pengeluarannya, terutama pada saat keadaan

emosi, ketegangan pikiran dan tidak teraturnya jam makan.

4. Obat Gastritis (Schmitz, dkk. 2009)

Obat anti Tukak Lambung (Gastritis) dapat digolongkan menjadi antasida,

antagonis histamin H2, penghambat pompa proton, pelindung mukosa, analog

prostaglandin E1, dan peningkat faktor pertahanan lambung.

a. Golongan Antasida

Obat golongan antasida terdiri atas atas aluminium, magnesium, kalsium

karbonat, dan Natrium bikarbonat. Mekanisme kerja antasida yaitu

menetralisis atau mendapar sejumlah asam tetapi tidak melalui efek

langsung, atau menurunkan tekanan esophageal bawah (LES). Kegunaan

antasida sangat dipengaruhi oleh rata-rata disolusi; efek fisiologi kation;

kelarutan air; dan ada atau tidak adanya makanan.

b. Golongan Antagonis Reseptor Histamin H2

Obat golongan antagonis reseptor H2 terdiri atas Simetidin,

Ranitidine,Famotidin, Nisatidin. Mekanisme kerja antagonis reseptor

18

histamin H2 adalah menghambat sekresi asam lambung dengan melakukan

inhibisi kompetitif terhadap reseptor histamin H2 yang terdapat pada sel

parietal dan menghambat sekresi asam lambung yang distimulasi oleh

makanan, ketazol, pentagrastin, kafein, insulin, dan refleks fisiologi vagal.

Struktur kimia untuk ranitidine, famotidin, dan simetidin berbeda, simetidin

mengandung cincin imidazol, famotidin mengandung cincin tiazol, dan

ranitidine mengandung cincin furan.

c. Golongan Penghambat Pompa Proton

Obat golongan penghambat pompa proton terdiri atas omeprazol,

lansoprazol,rabeprazol. Pada pH netral, penghambat pompa proton secara

kimia stabil, larut lemak, dan merupakan basa lemah. Penghambat pompa

proton mengandung gugus sulfinil pada jembatan antara benzimidazol

tersubstitusi dan cincin piridin. Mekanisme kerja penghambat pompa proton

adalah basa lemah netral mencapai sel parietal dari darah dan berdifusi ke

dalam sekretori kanalikuli, tempat obat terprotonasi dan terperangkap. Zat

yang terprotonasi membentuk asam sulfenik dan sulfanilamide.

Sulfanilamide berinteraksi secara kovalen dengan gugus sulfhidril pada sisi

kritis luminal tempat H+,K+-ATPase, kemudian terjadi inhibisi penuh dengan

dua molekul dari inhibitor mengikat tiap molekul enzim.

d. Golongan Pelindung Mukosa

Obat golongan pelindung mukosa yaitu; sukralfat. Mekanisme kerja

sukralfat adalah membentuk kompleks ulser adheren dengan eksudat

protein seperti albumin dan fibrinogen pada sisi ulser dan melindunginya dari

serangan asam, membentuk barier viskos pada permukaan mukosa di

lambung dan duodenum, serta menghambat aktivitas pepsin dan

19

membentuk ikatan garam dengan empedu. Sukralfat sebaiknya dikonsumsi

pada saat perut kososng untuk mencegah ikatan dengan protein dan fosfat.

e. Golongan Analog Prostaglandin E1 ( Misoprostol.)

Mekanisme kerja misoprostol adalah meningkatkan produksi mucus

lambung dan sekresi mukosa, menghambat sekresi asam lambung dengan

kerja langsung ke sel parietal, dan menghambat sekresi asam lambung yang

distimulasi makanan, histamin dan pentagastrin.

f. Golongan Peningkatan Faktor Pertahanan Lambung ( Teprenon )

Mekanisme kerja teprenon adalah meningkatkan mukosa lambung dan

usus besar dari efek merusak yang ditimbulkan NSAIDs baik secara

langsung maupun secara tidak langsung. Teprenon dapat bekerja secara

langsung karena teprenon merupakan sediaan prostaglandin yang

melindungi mukosa lambung dan usus besar dari luka, dan secara tidak

langsung melalui kemampuan sitoprotektifnya yang mudah menyesuaikan

atau percepatan sintesis prostaglandin endogen dengan efek iritasi yang

rendah.

5. Standar pengobatan penyakit gastritis (DEPKES, 2007)

a. Penderita gastritis akut memerlukan tirah baring. Selanjutnya ia harus

membiasakan diri makan teratur dan menghindarkan makanan yang

merangsang.

b. Keluhan akan segera hilang dengan antasida (Al. Hidroksida, Mg

Hidroksida) yang diberikan menjelang tidur, pagi hari, dan diantara

waktu makan.

c. Bila muntah sampai mengganggu dapat diberikan tablet metoklopramid

10 mg, 1 jam sebelum makan.

20

d. Bila nyeri hebat dapat dikombinasikan dengan simetidin 200 mg 2 x

sehari atau ranitidin 150 mg 2 x sehari.

e. Penderita dengan tanda pendarahan seperti hematemesis atau melena

perlu segera dirujuk ke rumah sakit karena kemungkinan terjadi

pendarahan pada tukak lambung yang dapat menjadi perforasi.

6. Interaksi Obat Tukak Lambung (Gastritis) (Harkness, 1989)

a. Antasida

1) Antasida – Amfetamin

Efek amfetamin dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek

samping merugihkan karena kebanyakan amfetamin seperti gelisah,

mudah terangsang, jantung berdebar, penglihatan kabur, dan mulut

kering.

2) Antasida – Simetidin (tagamet)

Efek simetidin dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak dapat

diobati dengan baik.

3) Antasida (yang mengandung magnesium) – Kortikosteroida

Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan terlalu banyak

kalium dan menahan terlalu banyak natrium.

4) Antasida – Prokainamid

Efek prokainamid dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek

samping merugihkan yang tidak dikehendaki karena terlalu banyak

prokainamid, disertai gejala pingsan (akibat penurunan tekanan darah)

dan aritmia ventrikuler.

21

5) Antasida – Pseudoefedrin

Efek pseudoefedrin dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek

samping merugihkan karena terlalu banyak pseudoefedrin. Gejala

yang dilaporkan : jantung berdebar, gelisah dan mudah terangsang,

pusing, halusinasi, dan sifat yang menyimpang dari biasanya.

6) Antasida – Kinidin

Efek kinidin dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek samping

merugihkan karena terlalu banyak kinidin, disertai gejala aritmia

ventrikular, jantung berdebar, sakit kepala, pusing, gangguan

penglihatan, dan telinga berdenging.

7) Antasida – Kinin

Efek kini dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi efek samping

merugihkan karena terlalu banyak kinin. Gejala yang dilaporkan : sakit

kepala, pusing, gangguan penglihatan dan telinga berdenging.

b. Antikolinergika

1) Antikolinergika – Amantadin

Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping secara berlebihan.

Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing, sembelit, kesulitan

kencing, iritasi lambung, nanar, jantung bedebar, mungkin psikosis

toksik.

2) Antikolinergika – Antasida

Efek antikolinergik dapat berkurang. Akibatnya : antikolinergika

mungkin tidak bekerja sebagaimana diharapkan.

22

3) Antikolinergika – Antidepresan

Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara

berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing,

sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar,

jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

4) Antikolinergika – Antidiskinetika

Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara

berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing,

sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar,

jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

5) Antikolinergika – Antihistamin

Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara

berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing,

sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar,

jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

6) Antikolinergika – Antipsikotika

Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara

berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing,

sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar,

jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

7) Antikolinergika – Digoksin

Efek digoksin dapat meningkat. Akibatnya : mungkin terjadi efek

samping karena terlalu banyak digoksin, disertai gejala mual,

gangguan penglihatan, bingung, kehilang selera makan, tak bertenaga,

sakit kepala, dan denyut jantung tidak teratur.

23

8) Antikolinergika – Disopiramid

Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara

berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing,

sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar,

jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

9) Antikolinergika – Levodopa

Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara

berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing,

sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar,

jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

10) Antikolinergika – Kinidin

Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara

berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing,

sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar,

jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

11) Antikolinergika – Kinin

Kombinasi ini dapat menimbulkan efek samping antikolinergik secara

berlebihan. Akibatnya : mulut kering, penglihatan kabur, pusing,

sembelit, kesulitan kencing, iritasi lambung, bicara tidak jelas, nanar,

jantung, berdebar, mungkin psikosis toksik.

c. Simetidin

1) Simetidin – Antasida

Efek simetidin dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak

terobati dengan baik.

24

2) Simetidin – Antikoagulan

Efek simetidin dapat berkurang. Akibatnya : resiko perdarahan

meningkat.

3) Simetidin – Kofein

Efek kofein dapat meningkat. Akibatnya : mungkin terjadi kofeinisme

disertai gejala gelisah dan mudah terangsang, sakit kepala, tremor,

pernapasan cepat, dan insomnia.

4) Simetidin – Fenitoin

Efek fenitoin dapat meningkat. Akibatnya : mungkin terjadi efek

samping merugihkan karena terlalu banyak fenitoin disertai gejala

gangguan penglihatan dan hilangnya koordinasi.

5) Simetidin – Sukralfat

Efek sukralfat dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak

terobati dengan baik.

6) Simetidin – Trankuilansia

Efek trankuilansia dapat meningkat. Akibatnya : efek samping

merugihkan karena terlalu banyak trankuilansia disertai gejala sedasi

berlebihan, mengantuk, hilang koordinasi dan kewaspadaan mental.

d. Sukralfat - Simetidin

1) Kerja sukralfat dapat berkurang. Akibatnya : tukak mungkin tidak

terobati sebagaimana mestinya.

25

G. Kerangka Teori

Sumber : Kerangka Berpikir berdasarkan L. Green dalam Notoatmodjo (2010)

H. Hipotesis

Hi : Ada hubungan antara Kelengkapan Administratif Resep dan Polifarmasi

dengan Potensi Medication Error pada Resep InHealth Penyakit Gastritis di

Apotek Sehat Bersama Periode Februari – April 2014.

Medication Error

Predisposing Factor

- Prescribing Error

- Transcription Error

Enabling Factor

- Administration Error

- Dispensing Error

Reinforcing Factor

- System

- Komunikasi antar

Profesi

- Regulasi

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian non-eksperimental

dengan pendekatan analitik.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April - Juni 2014. Lokasi penelitian

di Apotek Sehat Bersama.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua Resep InHealth Penyakit Gastritis di

Apotek Sehat Bersama pada bulan Februari – April 2014 yang berjumlah

200 resep.

2. Sampel

Semua Populasi dijadikan sampel.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

Resep gastritis tunggal dan campuran yang diberikan sebagai terapi

utama, bukan terapi lain.

27

2. Kriteria Eksklusi

a. Resep yang sulit dibaca.

b. Resep yang ganda (double).

E. Cara Pengumpulan Data

Peneliti mendatangi Apotek Sehat Bersama Palembang, kemudian peneliti

mengumpulkan semua resep gastritis yang dilayani di apotek sehat bersama

pada bulan Februari – April 2014. Selanjutnya, bila ditemukan kesalahan dalam

penulisan resep dilakukan pencontrengan pada format tabel yang telah

disediakan.

F. Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa alat tulis, kertas, kalkulator

dan kamera.

G. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent : Kelengkapan Administratif Resep, Polifarmasi dan

Interaksi obat.

2. Variabel dependent : Potensi Medication Error.

H. Definisi Operasional

1. Kelengkapan Administratif Resep

Definisi : Persyaratan administratif resep di apotek yang meliputi ;

a. Nama, alamat, SIP dokter

b. Tanggal penulisan resep, tanda R/, nama obat, dosis

28

c. Aturan pemakaian, tanda tangan / paraf dokter

d. Nama, alamat, dan umur pasien

e. Tanda “!” untuk yang melebihi dosis maksimal

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Surat Keputusan MenKes No.280 tahun 1981

Hasil ukur : Skoring dengan kategori ;

a. Lengkap

b. Tidak Lengkap

2. Polifarmasi

Definisi : Penulisan obat yang lebih dari 2 untuk terapi yang sama

pada resep inhealth penyakit gastritis

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Literatur

Hasil ukur : Skoring dengan kategori ;

a. Ada

b. Tidak Ada

3. Interaksi Obat

Definisi : Pemberian dua atau lebih obat yang merugihkan atau

mengurangi kerja dari obat pada resep inhealth penyakit

gastritis

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Literatur

Hasil ukur : Skoring dengan kategori ;

a. Ada

b. Tidak Ada

29

4. Potensi Medication Error

Definisi : Kejadian yang potensial mengakibatkan kesalahan terapi

pada resep inhealth penyakit gastritis di apotek

Cara ukur : Self Assessment

Alat ukur : SK MenKes No.280 tahun 1981 dan Literatur

Hasil ukur : Skoring dengan kategori ;

a. Berpotensi ME

1) Potensi tinggi : 2) Potensi rendah :

- Nama Dokter - Alamat Dokter

- Nama Obat - SIP

- Dosis - Tanggal Resep

- Aturan Pakai - Tanda R/

- Tanda ! untuk yang - Paraf Dokter

melebihi dosis maksimal - Alamat Pasien

- Nama Pasien

- Umur Pasien

- Polifarmasi

- Interaksi Obat

b. Tidak berpotensi ME

1) Resep yang Kelengkapan Administratifnya lengkap

2) Resep yang tidak ada polifarmasinya

3) Resep yang tidak berinteraksi yang merugihkan.

30

I. Kerangka Operasional

J. Cara Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS 16,0 dan

dianalisis menggunakan Spearman Correlations.

Resep

Pencatatan

Apotek

Potensi Medication Error

Kelengkapan Administratif Resep

Polifarmasi Interaksi Obat

Ada Hubungan Tidak Ada Hubungan

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pada awalnya penelitian ini akan dilakukan di RSUD Bari Palembang,

namun terjadi kesulitan untuk melakukan penelitian disana. Oleh karena itu

penelitian ini dilakukan di Apotek Sehat Bersama Palembang. Data yang diambil

adalah resep gastritis pada bulan Februari – April 2014 sebanyak 200 lembar

resep.

1. Karakteristik Kelengkapan Administratif Resep

Kelengkapan Administratif Resep meliputi Identitas Dokter (Nama,

Alamat, SIP), Penulisan (Tanggal, Tanda R/, Nama Obat, Dosis, Aturan pakai,

Paraf, Tanda !), Identitas Pasien (Nama, Alamat, Umur).

Tabel 1. Kesalahan Identitas Dokter

No Identitas Dokter N % 1 2 3

Nama Dokter Alamat SIP

22 33 118

11% 16,5% 59%

Kesalahan Identitas Dokter seperti tidak mencantumkan Nama, Alamat,

dan SIP. Dengan tidak lengkapnya identitas dokter dapat membuat petugas

apotek kesulitan untuk mengklarifikasi resep yang bermasalah.

Tabel 2. Kesalahan Penulisan

No Penulisan N % 1 2 3 4

Tanggal Tanda R/ Aturan Pakai Paraf Dokter

31 11 10 51

15,5% 5,5% 5%

25,5%

32

Kesalahan penulisan yang ditemukan adalah tidak dicantumkan tanggal,

tanda R/, aturan pakai, dan paraf dokter. Tanggal resep menunjukkan kapan

resep tersebut ditulis, dan aturan pakai merupakan indikator penting untuk

pasien dalam menggunakan obat. Sebagai contoh obat-obat antasida tidak

diberi signa “sebelum makan”, “sesudah makan”, atau dikunyah dahulu

sebelum ditelan. Hal ini dapat mempengaruhi efek terapi atau khasiat obat

tersebut.

Tabel 3. Kesalahan Identitas Pasien

No Identitas Pasien N % 1 2 3

Nama Alamat Umur

6 77 106

3% 38,5% 53%

Berdasarkan tabel I, tabel II, tabel III, kesalahan yang paling banyak

adalah tidak mencantumkan Surat Izin Praktek Dokter, kemudian tidak

mencantumkan umur setelahnya. Umur pasien merupakan data yang penting

sebagai acuan dalam penentuan dosis obat. Tidak dicantumkannya umur

dapat menimbulkan kesalahan pengobatan (Medication Error) yang tinggi.

2. Karakteristik Polifarmasi

Polifarmasi yang dimaksud adalah adanya penulisan obat yang lebih dari

dua untuk terapi yang sama, dalam hal ini polifarmasi dari obat gastritis.

Tabel 4. Karakteristik Polifarmasi

Polifarmasi

Total Ada Tidak Ada

N 4 196 200

2% 98% 100%

33

Berdasarkan tabel diatas, ditemukan polifarmasi pada resep penyakit

gastritis di Apotek Sehat Bersama Palembang. Contoh polifarmasi yang

ditemukan adalah penulisan lansoprazole, mucogard, dan antasid dalam satu

resep. Menurut teori polifarmasi yang diberikan dapat meningkatkan efek

samping obat.

3. Karakteristik Interaksi Obat

Interaksi Obat meliputi interaksi obat yang merugihkan atau mengurangi

kerja dari obat gastritis.

Tabel 5. Karakteristik Interaksi Obat

Interaksi Obat

Total Ada Tidak Ada

N 52 148 200

26% 74% 100%

Berdasarkan tabel diatas, ditemukan interaksi obat (merugihkan atau

mengurangi efek obat) yang cukup banyak seperti Sukralfate atau Antasida

dengan lansoprazole, interaksi ini dapat menurunkan bioavaibilitas

lansoprazole. Kemudian terdapat interaksi lainnya seperti obat-obat Antagonis

H2 (ranitidine, famotidine, simetidine) dengan sukralfate, interaksi ini dapat

menurunkan efek dari obat-obat Antagonis H2. Terdapat pula interaksi

Antasida dengan obat-obat Antikolinergika (Metil Prednisolone), interaksi ini

dapat menimbulkan pusing dan jantung berdebar serta efek antikolinergika

tidak bekerja sebagaimana yang diharapkan. Dari kesemua interaksi yang

ditemukan, sangat dimungkinkan berpotensi Medication Error yang tinggi.

34

4. Potensi Medication Error

Potensi Medication Error meliputi Berpotensi (Tinggi, Rendah), dan Tidak

Berpotensi.

Tabel 6. Karakteristik Potensi Medication Error

Berpotensi

Tidak Berpotensi Tinggi Rendah

N 146 30 24

73% 15% 12%

Tabel 7. Potensi Medication Error dengan Kelengkapan Administratif Resep

Tabel 8. Potensi Medication Error dengan Polifarmasi

Tabel 9. Potensi Medication Error dengan Interaksi Obat

Potensi Medication Error

Kelengkapan Administratif Resep Total

Lengkap Tidak Lengkap Tinggi 7 139 146

Rendah 0 30 30 Tidak Berpotensi 24 0 24

Total %

31 15,5%

169 84,5%

200 100%

Potensi Medication Error

Polifarmasi Total

Ada Tidak Ada Tinggi 4 142 146

Rendah 0 30 30 Tidak Berpotensi 0 24 24

Total %

4 2%

196 98%

200 100%

Potensi Medication Error

Interaksi Obat Total

Ada Tidak Ada Tinggi 52 94 146

Rendah 0 30 30 Tidak Berpotensi 0 24 24

Total %

52 26%

148 74%

200 100%

35

Berdasarkan tabel diatas, potensi medication error yang paling banyak

adalah berpotensi tinggi. Potensi ini diakibatkan oleh resep yang banyak tidak

mencantumkan umur pasien pada kelengkapan resep dan banyaknya intraksi

obat yang ditemukan.

5. Hubungan Kelengkapan Administratif Resep Dan Polifarmasi Dengan

Potensi Medication Error

Tabel 10. Hasil Analisa Statistik Spearman Correlations

Hasil statistik Spearman Correlation pada Potensi Medication Error

dengan Kelengkapan Administratif Resep menunjukkan nilai probabilitas

Siq.(2-tailed) sebesar 0.00 < 0.05 α, artinya ada hubungan antara

kelengkapan administratif resep dengan potensi medication error. Namun

dalam pelaksanaannya hal ini tidak terlalu menentukan pengaruh yang besar

karena petugas apotek dapat menanyakan kembali kepada pasien yang

bersangkutan.

Hasil statistik Spearman Correlation pada Potensi Medication Error

dengan Polifarmasi menunjukkan nilai probabilitas Siq.(2-tailed) sebesar

0.227 > 0.05 α, artinya tidak ada hubungan antara polifarmasi dengan potensi

medication error. Walaupun secara statistik tidak menunjukkan adanya

hubungan, tetapi secara klinis polifarmasi sangat mempengaruhi terjadinya

medication error.

KLResep Polifarmasi Interaksi

Spearman's rho PME Correlation Coefficient -.591** .086 .356**

Sig. (2-tailed) .000 .227 .000

N 200 200 200

36

Hasil statistik Spearman Correlation pada Potensi Medication Error

dengan Interaksi Obat menunjukkan nilai probabilitas Siq.(2-tailed) sebesar

0.00 < 0.05 α, artinya ada hubungan antara interaksi obat dengan potensi

medication error.

B. Pembahasan

Salah satu faktor penyebab terjadinya medication error adalah kegagalan

komunikasi (salah interpretasi) antara prescriber (penulis resep) dengan

dispenser (pembaca resep) (Rahmawati dan Oetari, 2002). Faktor lain yang

berpotensi cukup tinggi untuk terjadinya medication error dan sering dijumpai

adalah penggunaan 2 macam obat atau lebih. Pemberian obat secara

polifarmasi sering menimbulkan interaksi obat, baik yang bersifat meningkatkan

maupun yang meniadakan efek obat. Interaksi obat yang ditimbulkan dapat

menyebabkan efek samping obat atau efek obat yang tidak diinginkan.

Skrining Resep merupakan suatu pemeriksaan resep yang dilakukan

petugas apotek setelah resep diterima. Kesalahan dalam penulisan resep dapat

menimbulkan Potensi Medication Error. Dengan dilakukan skrining resep dapat

meminimalisir terjadinya Medication Error pada resep yang diterima.

Pada Keputusan MenKes No.280 tahun 1981 persyaratan administratif

resep meliputi ; Identitas Dokter, Penulisan, Identitas Pasien. Identifikasi

Kelengkapan Administratif Resep dalam Skrinning Resep didapatkan kesalahan

Identitas Dokter; Nama Dokter sebesar 11%, Alamat Dokter sebesar 16,5%, dan

nomer Surat Izin Praktek Dokter sebesar 59%. Nama dokter dan Alamat Dokter

merupakan variabel penelitian yang dimasukkan dalam menentukan karakteristik

identitas dokter. Tidak tercantumnya Nama dan Alamat dapat membuat petugas

penerima resep kesulitan untuk mengklarifikasi resep yang bermasalah.

37

Penulisan Surat Izin Praktek Dokter dalam resep diperlukan untuk keamanan

pasien, bahwa dokter yang bersangkutan mempunyai hak dan dilindungi undang-

undang dalam memberikan pengobatan bagi pasiennya. Namun pada

kenyataannya masih banyak dokter yang tidak mencantumkan SIP. Kesalahan

pada Penulisan; Tanggal sebesar 15,5%, Tanda R/ sebesar 5,5%, Aturan Pakai

sebesar 5%, Paraf Dokter sebesar 25,5%. Penulisan tanggal resep diperlukan

untuk mempermudah pengarsipan dan mengetahui kapan resep tersebut di tulis.

Tanda R/ digunakan sebagai penulisan awal nama obat. Aturan Pakai

merupakan indikator penting untuk pasien dalam menggunakan obat. Sebagai

contoh; obat-obat antasida tidak diberi signa “sebelum makan”, “sesudah

makan”, atau dikunyah dahulu sebelum ditelan. Hal ini dapat mempengaruhi efek

terapi atau khasiat obat tersebut. Paraf dokter merupakan tanda tangan dokter

penulis resep yang tercantum disebelah kanan resep. Paraf dokter tersebut

berfungsi sebagai legalisasi suatu resep sehingga yang menulis resep

bertanggung jawab dengan apa yang ditulisnya. Kesalahan Identitas Pasien;

Nama Pasien sebesar 3%, Alamat Pasien sebesar 38,5%, dan Umur Pasien

sebesar 53%. Nama Pasien dan Alamat Pasien dapat mempermudah petugas

penerima resep menghubungi pasien apabila terjadi kesalahan dalam

penyerahan obat. Umur Pasien merupakan data yang penting sebagai acuan

dalam penentuan dosis obat. Apabila Umur tidak dicantumkan dalam resep maka

tidak dapat dijamin ketepatan dosis yang diberikan dan dapat menimbulkan

kesalahan pengobatan (Medication Error).

Adanya Polifarmasi dalam resep dapat menimbulkan potensi medication

error. Polifarmasi ini dipandang dapat meningkatkan resiko terhadap tubuh,

diantaranya dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kejadian reaksi yang

38

tidak diinginkan. Pada dasarnya semakin banyak seorang pasien mengkonsumsi

obat dapat menimbulkan berbagai resiko diantaranya meningkatnya resiko efek

samping obat yang tidak diinginkan. Dengan demikian semakin banyak obat

yang dikonsumsi, semakin besar pula efek samping yang ditimbulkan.

Adanya Interaksi Obat dapat menyebabkan kegagalan terapi (medication

error) dan efek samping obat. Interaksi obat menimbulkan gangguan yang serius

sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan kematian. Interaksi yang terjadi

merupakan masalah yang besar. Jika dokter tidak mengetahui adanya interaksi

obat, ia mungkin mengambil keputusan pengobatan yang salah dan dapat

menyebabkan medication error yang tinggi.

Setelah melakukan penelitian ini diketahui bahwa Medication Error terjadi

karena Ketidaklengkapan Administratif Resep, adanya Polifarmasi dan adanya

Interaksi Obat pada penulisan resep. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

sebelumnya menyebutkan bahwa Penyebab Medication Error yang terjadi adalah

adanya ketidaksesuaian penulisan instruksi di catatan medik dan di resep.

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang hubungan kelengkapan administratif resep

dan polifarmasi dengan potensi medication error pada resep inhealth penyakit

gastritis di apotek sehat bersama periode februari – april 2014 maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara kelengkapan administratif resep dengan potensi

medication error.

2. Tidak ada hubungan antara Polifarmasi dengan Potensi Medication Error.

3. Ada hubungan antara interaksi obat dengan potensi medication error.

4. Surat Izin Praktek Dokter dan Umur merupakan kesalahan yang terbanyak.

5. Polifarmasi yang ditemukan adalah penulisan Lansoprazole, Mucogard,

dan Antasid dalam satu resep.

B. Saran

1. Disarankan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian tentang Resep

Gastritis yang memiliki Polifarmasi terhadap Potensi Medication Error.

2. Perlunya dilakukan skrining resep secara berkala di Apotek Sehat

Bersama.

40

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, 2004. Penuntun Diet. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Anief, M, 2008. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Cetakan ke- 14. Gajah

Mada University- Press. Yogyakarta. Halaman 10 – 11. Cohen, M.R, 1991. Causes of Medication Error. American Pharmaceutical

Association. Washington DC. Cohen, M.R, 1999. Medical Errors. American Pharmaceutical Association.

Washington DC. Coleman, V, 1992. Stres dan Lambung Anda. Arca. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1981. Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280/MenKes/SK/V/1981. Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004. Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027 MenKes/SK/IX/2004. Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Pedoman Pengobatan Dasar

Di Puskesmas. Jakarta. Fowler, S.B., Sohler, Patricia, Zarillo, D.F, 2009. Bar Code Technology for

Medication Administration: ”Medication Errors and Nurse Satisfaction”. Volume 18. USA.

Harkness, R, 1989. Interaksi Obat. Penerbit: ITB Bandung.

Hashem, 2005. Drug-Drug Herb-Drug & Food-Drug Interaction. Faculty of

Medicine Cairo University. Kairo.

Mansjoer, A, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I Edisi ke Tiga. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Media Aescu lapius. Jakarta.

Martin, J, (Managing Editor), 2009. British National Formulary 58. BMJ Group and RPS Publishing. London.

Notoatmodjo, S, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. P.T Rineka Cipta.

Jakarta.

41

Perwitasari, D.A., Abror, J., Wahyuningsih, I, 2010. Medication error in outpatient of a government hospital in Yogyakarta Indonesia. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research. Vol (1). Yogyakarta.

Piscitelli, Stephen, C., Keith, A., Rodvold, Masur, H, 2005. Drug Interactions in

Infectious Disease. Humana Press Inc. New Jersey. Prince, S.A., Wilson, L.M, 2006. Pathofisiologi: ”Konsep Klinis proses-proses

penyakit”. Edisi 6. volume II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Rahmawati, F., dan Oetari, R.A, 2002. Kajian penulisan resep: “Tinjauan Aspek

Legalitas dan Kelengkapan Resep di Apotek-apotek Kotamadya Yogyakarta”. Majalah Farmasi Indonesia. 13:86-94. Yogyakarta.

Schmitz, G., Lepper, H., Heidrich, M, 2009. Farmakologi dan Toksikologi. Ed III.

Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Senjaya, A., Ridwan, A.j., Lestari, A., dkk, 2011. Medication Error. Makalah

Pelayanan Kefarmasian. Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Depok.

Setiawati, A, 2007. Interaksi obat: ”Farmakologi dan Terapi”. Edisi V. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Gaya Baru. Jakarta.

Simamora, S., Paryanti, Mangunsong, S, 2011. Peran Tenaga Teknis

Kefarmasian Dalam Menurunkan Angka Kejadian Medication Error. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Volume 14. Palembang.

Siregar, Charles, J.P., dan Kumolosasi, E, 2006. Farmasi Klinik Teori dan

Penerapan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Terrie, Y.C, 2004. Understanding and managing polypharmacy in the elderly.

Pharmacy times. Uripi, 2002. Menu Untuk Penderita Hepatitis dan saluran Pencernaan. Puspa

Swara. Jakarta.

[WHO] World Health Organization, 1995. Physical Status: “The Use and

Interpretation of Antropometry”. Geneva.

42

Yulida, E., Oktaviyanti, I.K., Rosida, L, 2013. Gambaran Derajat Infiltrasi Sel Radang dan Infeksi Helicobacter pylori Pada Biopsi Lambung Pasien Gastritis. Berkala Kedokteran. Volume 9. Indonesia.

43

Lampiran 1. Data Penelitian

NO Identitas Dokter Penulisan Identitas Pasien

Polifarmasi Interaksi Obat Nama Alamat SIP Tanggal Tanda

R/ Nama Obat Dosis Aturan

Pakai Paraf Tanda ! Nama Alamat Umur

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

44

23

24

25

26

27

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

45

49

50

51

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

73

74

46

75

76

77

78

79

80

81

82

83

84

85

86

87

88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

47

101

102

103

104

105

106

107

108

109

110

111

112

113

114

115

116

117

118

119

120

121

122

123

124

125

126

48

127

128

129

130

131

132

133

134

135

136

137

138

139

140

141

142

143

144

145

146

147

148

149

150

151

152

49

153

154

155

156

157

158

159

160

161

162

163

164

165

166

167

168

169

170

171

172

173

174

175

176

177

178

50

179

180

181

182

183

184

185

186

187

188

189

190

191

192

193

194

195

196

197

198

199

200

51

Lampiran 2. Formularium Obat InHealth 2014

52

53

54

Lampiran 3. Analisa Spearman Correlations Kelengkapan Administratif Resep Polifarmasi dan Interaksi Obat dengan Potensi Medication Error

KLResep Polifarmasi Interaksi

Spearman's rho PME Correlation Coefficient -.591** .086 .356**

Sig. (2-tailed) .000 .227 .000

N 200 200 200

55

Lampiran 4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

56

Lampiran 5. Dokumentasi