Unsur – unsur Hara dalam Tanah Unsur – unsur Hara dalam Tanah
KAJIAN HUKUM PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATRA BARAT NO 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN...
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of KAJIAN HUKUM PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATRA BARAT NO 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN...
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
tentang pendaftaran tanah. Obyek pendaftaran tanah
meliputi:
a. Bidang-bidang tanah yang di punyai dengan hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;
b. Tanah hak pengelolaan;
c. Tanah wakaf;
d. Hak milik atas satuan rumah susun;
e. Hak tanggungan;
f. Tanah negara.
Pendaftaran tanah merupakan kegiatan penting dan
pokok dalam pengelolaan pengaturan tanah di Indonesia.
Kegiatan pendaftaran tanah dimaksudkan untuk menjamin
kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut tentu tidak
terlepas dari fungsi penting dari tanah.
Pemerintah Sumatra Barat mengeluarkan Peraturan
Daerah No. 6 tahun 2008 tentang tanah ulayat dan
pemanfaatanya. Peraturan daerah ini dikelurakan oleh
Pemerintah Daerah Sumatra Barat dengan menimbang Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
yang menyatakan bahwa daerah berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan bahwa pada
Propinsi Sumatera Barat terdapat tanah-tanah dalam
lingkungan masyarakat hukum adat yang pengurusan,
penguasaan dan pemanfaatannya berdasarkan pada ketentuan
hukum adat setempat.
Tujuan pengaturan tanah ulayat dan pemanfaatannya
adalah untuk tetap melindungi keberadaan tanah ulayat
menurut hukum adat minangkabau serta mengambil manfaat
dari tanah termasuk sumber daya alam, untuk kelangsungan
hidup dan kehidupannya secara turun-menurun dan tidak
terputus antar masyarakat hukum adat dengan wilayah yang
bersangkutan.
Asas utama pemanfaatan tanah ulayat di Sumatra Barat
dalam Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2008 tentang tanah
ulayat dan pemanfaatanya adalah “jua indak makan bali,
gadai indak makan sando” yang maksudnya bahwa tanah
ulayat tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat
dipindahtangankan pada orang lain. Tetapi masyarakat
boleh memanfaatkannya, mengelola, mengolah dan
menikmati hasil dari tanah ulayat yang kepemilikannya
tetap menjadi milik komunal dan tidak dapat dijadikan
milik pribadi.
Pembuatan dan penerbitan sertifikat hak atas tanah
merupakan salah satu rangkaian kegiatan pelaksanaan
pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana diatur dalam
UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang
bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi pemegang
hak atas tanah. Disamping itu dengan dilakukannya
pendaftaran tanah secara tertib dan teratur merupakan
salah satu perwujudan dari pada pelaksanaan Tertib
Pertanahan.
Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatra Barat Nomor
6 tahun 2008 tentang tanah ulayat dan pemanfaatanya,
tanah ulayat dapat didaftarkan atau di buatkan
sertifikatnya pada Kantor Pertanahan / BPN (Badan
Pertanahan Nasional) dan PPAT (Pejabar Pembuat Akta
Tanah) atas dasar persetujuan dan kesepakatan bersama
antar anggota kaum adat tersebut. dan jika tanah ulayat
tersebut telah di daftarkan maka status tanah tersebut
berubah menjadi Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Milik, Hak
Kelola; Yang dimana status tanah tersebut berubah dari
status tanah ulayat menjadi status tanah negara.
Dalam ketentuan pasal 9 ayat 1 (satu) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran
tanah. yang termasuk objek pendaftaran tanah hanyalah
bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak
guna usaha, hak pakai, tanah hak pengelolaan, tanah
wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, hak
tanggungan, tanah negara. Tanah ulayat tidak termasuk
dalam objek pendaftaran tanah yang di sebutkan dalam
Pasal 9 ayat 1 (satu) tersebut.
Dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatra Barat Nomor
6 tahun 2008 tentang tanah ulayat dan pemanfaatanya,
tanah ulayat dapat didaftarkan di kantor pertanahan,
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
tanah ulayat tidak termasuk dalam obyek pendaftaran
tanah. Atas hal diatas apakah Peraturan Daerah Provinsi
Sumatra Barat Nomor 6 tahun 2008 masih dapat diberlakukan
mengingat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997
tanah ulayat tidak termasuk dalam obyek pendaftaran
tanah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah di
jelaskan, adapun permasalahan yang penulis ajukan ialah:
1. Apakah hak-hak atas tanah yang merupakan status hukum
tanah negara dapat diberikan kepada status tanah ulayat ?
2. Apakah pengaturan tanah ulayat dan pemberian
sertifikat nya oleh Peraturan Daerah Sumatra Barat Nomor
4 tahun 2008 tentang tanah ulayat dan pemafaatanya akan
menjamin eksistensi tanah ulayat di Sumatra Barat?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan penulis, maka
terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah status tanah negara dapat
diberikan kepada status tanah ulayat.
2. Untuk mengetahui akibat hukum yang terjadi apabila
pendaftaran tanah ulayat dapat dilakukan.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang didapatkan dalam
penelitian ini juga diharapkan hasil penelitianya dapat
bermanfaat sebagai berikut:
1. Sebagai media pengetahuan bagi masyarakat adat yang
berkepentingan mendaftarkan tanah adat mereka.
2. Agar dapat mengetahui lebih dalam terkait pendaftaran
tanah dan sebagai sumbangan pemikiran dalam keagrariaan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh
peneliti di Perpustakaan Universitas Mulawarman,
diketahui bahwa penelitian mengenai KAJIAN HUKUM
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATRA BARAT NO. 6 TAHUN 2008
TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANYA belum pernah
dilakukan dengan pendekatan dan rumusan masalah yang
sama.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini asli
dan belum pernah di teliti baik dari segi materi maupun
lokasi penelitian, dengan demikian keaslian penelitian
ini dapat di pertanggung jawabkan secara terbuka.
F. Landasan Teori
1. Pengertian Pendaftaran Tanah
Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor
24 tahun 1997 mengatakan bahwa pendaftaran tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara
terus menerus, berkesinambungan dan teratur yang
meliputi: pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyalinan, serta pemeliharaan data fisik dan yuridis,
dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang- bidang
tanah dan satuan rumah susun, termasuk pembinaan surat
tanda bukti haknya bagi bidang- bidang tanah yang sudah
ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta
hak- hak tertentu yang membebaninya.
Selain dari pada itu A.P Parlindungan mengatakan
pendaftaran hak atas tanah adalah Pendaftaran ini melalui
suatu penelitian yang sangat teliti dan terarah, sehingga
tidak mungkin asal saja, lebih-lebih lagi bukan tujuan
pendaftaran tersebut untuk sekedar diterbitkannya bukti
pendaftaran tanah saja.1
2. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah1 Irawan Soerodjo SH, M.Si., 2005, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, hal 44
Dasar hukum dalam penyelenggaraan Pendaftaran Tanah
di Indonesia adalah:
a. Undang- Udang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (3) yang
berbunyi bumi dan air dan kekayan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat.
b. Undang- Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria (UUPA) sebagai bentuk dasar pelaksanaan
bunyi Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945, dengan
tujuan meletakan dasar- dasar untuk memberikan kepastian
hukum mengenai hak- hak atas tanah bagi seluruh rakyat
Indonesia.
c. Peraturan Mentri Agraria / Ka. BPN No. 9 TAhun 1999
Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan.
d. Pasal 19 Undang- Undang Pokok Agraria, yang berbunyi:
1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah
diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan- ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 angka (1) ini
meliputi:
a. Pengukuran, Pemetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak- hak atas tanah dan peralihan hak-
hak tersebut.
c. Pemberian surat- surat tanda bukti hak, yang berlaku
sebagai alat bukti yang kuat.
3) Pendaftaran Tanah diselenggarakandengan mengingat
keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalulinta
social ekonomiserta kemungkinan penyelenggaraannya
menurut pertimbangan Mentri Agraria.
4) Dalam Peraturan Pemerintah di atur biaya- biaya yang
bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat di
atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu
dibebaskan dari pembayaran biaya- biaya tersebut.
3. Asas-Asas Pendaftaran Tanah
Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
1997 Pendaftaran tanah dilaksanakan dengan asas
sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.
a. Sederhana, berati ketentuan-ketentuan pokok dan
prosedur pendaftaran tanah harus mudah dipahami oleh
pihak-pihak yang berkepentinganm terutama oleh
pemegang hak atas tanah.
b. Aman, berati pendaftaran tanah perlu diselenggarakan
secara teliti dan cermat sehingga hasilnya mampu
memberikan jaminan kepastian hukum.
c. Terjangkau, yaitu pelayanan yang diberikan dalam
rangka pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh
pihak yang memerlukan, terutama dengan memeperhatikan
kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.
d. Mutakhir, artinya tersedia kelengkapan yang memadai
dalam melaksanakan pendafaran tanah dan pemeliharaan
datanya. Data yang tersedia juga harus mutakhir,
sehingga harus dilakukan pendaftaran dan pencatatan
perubahan-perubahan yang tinggal dikemudian hari.
e. Terbuka, artinya setiap saat masyarakat dapat
memperoleh keterangan mengenai data yang benar.
4. Tujuan Pendaftaran Tanah
Tujuan dilakukannya pendaftaran tanah menurut Pasal
3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 adalah sebagai
berikut:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan
hukum kepada pemegang hak atas atas suatu bidang
tanah,satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar agar dengan mudah dapat dibuktikan dirinya
sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Pemberian
kepastian hukum dan perlindungan hukum tersebut
dilakukan dengan cara memberikan sertipikat hak atas
tanah kepada pemegang hak yang bersangkutan. Adapun
jaminan kepastian hukum yang menjadi tujuan
pendaftaran tanah adalah kepastian mengenai status
tanah yang didaftar, kepastian mengenai subyek hak dan
kepastian mengenai obyek hak.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah
dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan rumah susun yang tedaftar. Wujud dari
pelaksanaan fungsi informasi ini adalah data fisik dan
data yuridis dari bidang dan satuan rumah susun yang
sudah terdaftar terbuka untuk umum.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Hal ini dilakukan dengan pendaftaran setiap bidang
tanah dan satuan rumah susun, termasuk pendaftaran
apabila terjadi peralihan, pembebanan dan hapusnya hak
tersebut.
5. Sistem Pengaturan Tanah Adat
Menurut Soedikno Mertokusumo Sistem Pengaturan Tanah
Adat adalah serangkaian wewenang dan kewajiban suatu
masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang
terletak dalam lingkungan wilayahnya.2
2 Sudikno Mertokusumo, 1988, Hukum dan Politik Hukum Agraria, Universitas Terbuka Karunika, jakarta, hal 88
Soedikno Mertokusumo menambahkan bahwa wewenang yang
dimiliki oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanah nya
di bagi menjadi dua, yaitu Wewenang Umum dan Wewenang
Khusus.
a. Wewenang Umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai
wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga
tubuh bumi dan air dan ruang yang ada diatasnya,
sekedar di perlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-
batas tertentu menurut UUPA.
b. Wewenang Khusus yaitu pemegang hak atas tanah
mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai
dengan macam hak atas tanahnya.
6. Sistem Penggunaan tanah adat
Hubungan antara umat manusia dengan tanah sangatlah
erat karena selain tanah sebagai tempat tinggal juga
sebagai tempat berusaha. Bagi masyarakat adat penggunaan
tanah sangatlah penting, karena tanah dimana mereka
berdiam, tanah yang memberi makan mereka, tanah dimana
mereka dimakamkan dan yang menjadi tempat kediaman arwah
leluhurnya, tanah di mana meresap daya-daya hidup,
termasuk juga hidupnya umat itu dan karenanya tergantung
dari padanya.
Menurut Sajuti Thalib dalam bukunya yang berjudul
“Hubungan Tanah Adat dengan Hukum Agraria” bahwa sistem
penggunaan tanah adat itu sebagai berikut:
“system penggunaan tanah adat bagi masyarakat adat
pada umumnya bersifat turun temurun artinya dapat
diwariskan kepada generasi berikutnya dan bersifat abadi,
serta dipergunakan untuk kepentingan masyarakat banyak.
Sehingga bagi masyarakat adat penggunaan tanah itu lebih
mengedepankan nilai-nilai sosial dibandingkan untuk
kepentingan pribadi”.3
Kehidupan masyrakat adat sepenuhnya tergantung
dengan tanah. tanah adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan sehari-hari dengan segala sumber daya yang
ada didalamnya. Ikatan spritual dan kurtural yang kuat
dengan tanah ini bahkan merupakan salah satu ciri yang
paling menonjol yang membedakan dengan masyrakat adat3 Sajuti Thalib, 1985, Hubungan Tanah Adat dengan Hukum Agraria, Bina Aksara, Jakarta, hal 43
dengan penduduk lokal lainya yang hanya memandang tanah
hanya semata-mata barang ekonomi.
7. Dasar Hukum Tentang Pengaturan Dan Penggunaan Tanah Adat
a. Dasar Hukum Pengaturan Tanah Adat
Bahwa pengaturan mengenai tanah adat diatur dalam
Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 Pasal
(3) yaitu dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam
pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang
serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat,
sepanjang menurut kenyataanya masih ada, harus
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dengan negara yang bedasarkan atas persatuan
bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang dan peraturan lain yang lebih tinggi. Dengan
sendirinya hukum agraria itu harus sesuai dengan
kesadaran hukum dari pada rakyat banyak. Oleh karena
rakyat indonesia sebagian besar tunduk pada hukum
adat, maka hukum agraria yang baru tersebut akan
didasarkan pula pada ketentuan-ketentuan hukum adat
itu, sebagai hukum yang asli, yang disempurnakan dan
disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam negara
yang modern dan dalam hubunganya dengan dunia
internasional, serta disesuaikan dengan sosialisme
indonesia. Sebagaimana dimaklumi maka hukum adat dalam
pertumbuhanya tidak terlepas pula dari pengaruh
politik dan masyarakat kolonial yang kapitalis dan
masyarakat swapraja yang feodal. Dengan hapusnya
perbedaan antara hukum adat dan hukum barat dalam
bidang hukum agraria, kesederhanaan hukum pada
hakikatnya akan terselenggarakan pula.
b. Dasar Hukum Penggunaan Tanah Adat
Mengenai penggunaan tanah adat juga diatur dakam
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 Pasal
9 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga Negara
Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai
kesempatan yang sama memperoleh sesuatu atas tanah
serta mendapat manfaat dari hasilnya baik bagi diri
sendiri maupun keluarganya. Didalam menyelengarakan
kesatuan hak itu, undang-undang pokok agraria tidak
menutup mata terhadap masih adanya perbedaan dalam
keadaan masyarakat dan keperluan hak dari golongan-
golongan rakyat. Perbedaan dalam masyarakat dan
keperluan hak golongan rakyat dimana tidak perlu
bertentangan dengan kepentingan hak nasional, yang
dimaksud perbedaan yang didasarkan atas golongan
rakyat adalah adanya hukum adat tersebut.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah
peneltian dengan pendekatan Doktrinal Normatif yaitu
bentuk penelitian yang pada dasarnya mempergunakan atau
mengambil langkah-langkah dari sumber-sumber kepustakaan
seperti literature-literature yang berbentuk dokumen-
dokumen, buku-buku, perundang-undangan serta keterangan
ilmiah4 yang berhubungan dengan judul dan pokok
permasalahan dalam penulisan ini.
4 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Jakarta, hal 87
2. Sumber Data
Data yang penulisan gunakan adalah data sekunder
yaitu penelitian hukum yang dikualifikasian berdasarkan
kekuatan mengikatnya yang terdiri dari bahan primer,
sekunder dan tersier dengan rincian sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang isinya
mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah, yakni:
1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA)
2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah sebagaimana yang telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
3) Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan
Nasional RI Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang isinya
membahas bahan hukum primer sehingga dapat membantu
menganalisa dan membantu bahan hukum primer seperti
Peraturan Perundang-Undangan, hasil-hasil penelitian atau
pendapat pakar hukum serta buku-buku pustaka yang erat
kaitanya dengan penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang bersifat
menunjang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
berupa kamus hukum yang menunjang dengan permasalahan
yang menjadi objek penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Irawan Soerodjo SH, M.Si., 2005, Kepastian Hukum Hak Atas
Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya
Sudikno Mertokusumo, 1988, Hukum dan Politik Hukum
Agraria, Universitas Terbuka Karunika, Jakarta
Sajuti Thalib, 1985, Hubungan Tanah Adat dengan Hukum
Agraria, Bina Aksara, Jakarta
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Hukum,
Mandar Maju, Jakarta
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
Peraturan Daerah No. 6 tahun 2008 tentang tanah ulayat
dan pemanfaatanya
Undang- Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok Agraria (UUPA)