Jurnal hiu lipi

41

Transcript of Jurnal hiu lipi

KATA PENGANTAR

Penelitian Keanekaragaman Hayati Ikan Hiu dan Ikan I h n Pari (Elasmobranchii) di Indonesia, merupakan salah satu diantara beberapa kegiatan pada Proyek Kompetitif Pengembangan Iptek, Sensus Biota Laut CoML Lembaga llmu pengetahuan Indonesia. Kegiatan penelitian ini adalah rencana penelitian empat tahunan (periode 2004 - 2007). Pada tahnn pertama (2004) telah dilakukan di beberapa daerah di Pulau Jawa, Bali dan Lombok ; Propinsi Banten, Propinsi Jawa Barat, Propinsi DKI-Jakarta, Propinsi Jawa Tengah, Propinsi DI- Jokyakarta, Propinsi Jawa Timur, dan Propinsi Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada tahun ke dua (2005) telah pula dilaksanakan penelitian dengan menetapkan enam daerah penelitian yakni; Propinsi Bangka Belitung (Pangkal Pinang), Kalimantan Barat (Pontianak), Kalimantan Tengah (Palangka Raya), Kalimantan Selatan (Banjarmasin), Kalimantan Timur (Samarinda) dan Propinsi Jawa Tengah (Kab. Batang). Untuk tahun ke tiga (2006) dilakukan penelitian di empat lokasi yakni; Propinsi Banten (Serang), Kalimantan Barat (Pontianak), Kalimantan Timur (Samarinda) dan Kab. Batang (Jawa Tengah). Untuk tahun ke empat atau terakhir (2007) penelitian difokuskan hanya di Kab. Batang (Jawa Tengah).

Laporan akhir ini adalah merupakan laporan kumulatif yang dirangkum dari seluruh hasil kegiatan selama 2004 s.d 2007. H a d yang disajikan meliputi h a d kegiatan dilapangan dan analisa di laboratorium P20-LPI. Kegiatan peyusunan laporan akhir ini teIah dilakukan dalam waktu terbatas. Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan didalam mengolah data atau analisis terdapat ketidak cermatan. Untuk itu atas nama tim kami dengan segala seuang hati akan menampung sernna kritik dan saran demi penyempurnaan dimasa yang akan datang. Mudah- mudahan dalam waktu tidak terlalu lama segala kekurangan akan dapat disempumakan dalam publikasi-publikasi ilmiah oleh para peneliti yang telah menangani penelitian ini.

Selama kegiatan dan survey lapangan Tim survey telah mendapat sambutan baik dan bantuan moril ataupun materil dari berbagai pihak mulai dari jajaran imtansi terkait, perguruan tinggi, sampai masyarakat nelayan setempat di sentra-sentra produksi, untuk itu kami menyampaikan rasa hormat yang setinggi-tinggi tingginya, dan terimakasih sebesar-besamya atas bantuan dan kerjasamanya.

Kepada Bpk. Kepala LIPI, Bpk Deputy IPK-LPI, BpklIbu Tim Monitoring d m evaluasi (Monev) Serrsus Biota Laut, Bpk Kapusfit Oseanografi LPI, Bpk Koordinator Sub-program Sensus Biota Laut, Teman-teman peneliti dan Karyawan di P20-LIP1 yang telah membantu tugas penelitian elasmobranchii ini atas nama tim kami mengucapkan terimakasih.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan penelitian. Semoga laporan ini &pat mencapai tujuan dan sasarannya sehingga bermanfaat adanya.

Jakarta, 27 Juli 2008,-

Tim Peneliti; Drs. Mohammad Adrim Priyo Agustono Drs. Indra Aswandy Asep Rasyidin Fahmi Spi. M.Phi1. Dra.Irma Sita Ar1izaM.s~.

dampak negatif yang diduga akan tejadi misalnya pembatasan perdagangan oleh

masyarakat dunia intemasional terhadap produk elasmohranchii asal Indonesia. Terkait

uraian diatas, hasil dari kegiatan penelitian nantinya diharapkan dapat memberi

masukan (solusi) berharga dalam upaya menciptakan ketahanan pangan dan keamanan

pangan secara nasional, khususnya yang bersumber pada protein hewani ikan laut.

Kegiatan PeogumpuIan data:

Kegiatan pengumpulan data dilapangan dilakukan dengan tahapan sebagai

berikut:

1. Pengumpulan data primer dengan melakukan hnjungan ke sentra produksi di

Tempat Pendaratan Ikan- (TPI) dari berbagai sentra produksi di Indonesia

(Gambar 1).

2. ldentifikasi species hiu dan pari dilahkan dilapangan secara cepat dan tepat

(rapid ussessment) dengan teknik yang telah dikuasai. Teknik tersebut

mengikuti cara yang digunakan White et al., (2006). Bagi ikan-ikan yang

ternyata memang sangat sukar diidentifikasi dilapangan akan dianatisis atau

diidentifikasi di Laboratorium P20 - LIPI.

Gambar 1 : Lokasi tempat penelitian ( & ) ikan hiu dan pari (Elasmobranchii) di TPI tahun 2004 s.d 2007.

4

H~mantura pastinacoides. Glyptys sp. diduga sebagai "new species" di jurnpai di

Kcc. Samuda, Kab. Sampit. Di Kalimantan Barat dijumpai 42 jenis (759 indiv), terdiri

dari 18 jenis hiu & 24 jenis pari. Jenis dominan Himantura gerrardi (sparse),

Dasyatis kuhlii, Himantura jenkimzi dan Scoliodon iaticaudus. Di Kalimantan Tmur

dijumpai 26 jenis (554 indiv), terdiri dari 14 jenis hiu & 12 jcnis pari. Jenis dominan

Dasyatis kuhlii, Paragaleus tengi, Carcharhinus brevipinna, dan Carcharhinus

sorrah.

Tahun 2006, dari hasil pengamatan di Kalimantan Barat diperoleh 19 jenis

(370 indiv) elasmobranchii, terdiri dari 3 jenis hiu &I6 jenis pari. Jenis dominan;

Dasyatis kuhlri, Hirnantura walga, dan Dasyatis zugei. Di Kalimantan Timur

dijumpai 20 jenis (125 indiv), terdiri dari 6 jenis hiu & 14 jenis pari. Jenis yang

menonjol; Himantura gerrardi, Himantura pastinacoides, dan Pastinachus

solocirosiris.

Penelitian elasmobranchii di Kab. Batang Jawa tengah pada tahun 2005

berhasil menjumpai 35 jenis (14.367 indiv) terdiri dari hiu 10 jenis & 25 jenis pari.

Jenis-jenis dorninan adalah; Himantura gerrardi, Dasyatis kuhlii ,Himantura uarnak,

Aetoplatea zonura, dan Himantura jenkinsii. Pada tahun 2006 di Batang di jumpai

29 jenis (3.591) terdiii dari 8 jenis hiu & 21 jenis pari. Jenis-jenis yang dominan

adalah; H~mantura gerrardi, Dasyatis kuhlii ,Himantura uarnak, Aetoplatea zonura,

dun Himantura jenkinsii. Jenis pari Himantura gerrardi (dorninan) mencapai 64 %

dari total individu pari dan hiu.

Tahun 2007, penelitian di fokuskan di Kab. Batang dan jenis Himaniura

gerrardi merupakan jenis yang utama untuk didalami aspek biologi dan

perikanannya. Jenis elasmobranchii lainnya dijumpai sebanyak > 27 jenis (8.670

indiv). Rata-rata tiap kapal mendaratkan antara 5-15 jenis elasmobranchii per unit

kapal.

Dari hasil identifiasi selama penelitian bcrlangsung, dijumpai berbagai jenis

yang tidak tercantum didalam publikasi yang ada, baik jenis dan juga sebarannya.

Hasil tersebut diduga merupakan catatan barn (new record), dan bahkan berpotensi

menghasillcan jenis baru (new species). Beberapa jcnis diantaranya yakni;

Jawa, Lombok Rhinobatospenggali Last, White & Fahmi, 2006 + new species Atelomycterus baliewis White, Last & Dharmadi, 2005 + new record Squatina legnota Last & White, 2008 + new record Dasyatis microps (Annandale, 1908) 3 new record

Okamejei cf boesemani (Ishihara, 1987) 3 new record 0. cfpowelli (Alcock, 1898) + new record Dipturus johunnisdavisi Alcock, 1899 + new'record Megachusmapelagios White, Fahmi, Adrim & Sumadiharga +new

record Deania calcea +new record

Kalimantan Glyphis sp. + poss. New species Himanturapastinacoides (Bleeker, 1852) 3 new record Himantura lobistoma+ new record Pastinachus solocirostris Last, Manjaji & Yearsley, 2005 + new

record Paragaleus tengi 3 new record

Ukuraa tubuh (size):

Hasil pengamatan di lokasi pendaratan ikan di Utara Jawa Tengah

menunjukkan bahwa Ran Pari daii jenis Da~yatis kuhlii (jenis dominan) tertangkap

oleh nelayan &lam ukuran bervariasi antara 170 - 350 mm (WD). Hasil tersebut

temyata lebih rendah dari ukuran maksimum yang pemah dijumpai &lam penelitian

sebelumnya. Menurut Last dan Compagno, dalam Carpenter (1999) ukuran

maksimum ikan tersebut adalah 380 mm. Kasil tersebut mengindikasikan bahwa

populasi Dasyatis kuhlii di perairan Laut Jawa tengab mengalami tekanan (depleting).

Di Kalimantan Timur (Manggar) ukuran ikan tersebut mencapai 395 mm, dan di

Kalimantan Barat (Sei Kakap) di jumpai ukuran maksimum ikan jantan (8) mencapai

465 mm dengan berat 3,8 kg. Hal tersebut memberikan indikasi bahwa populasi di

daerah penangkapan masih alami. Hasil tersebut mempakan record bam dalam dunia

ilmu pengetahuan. Ikan pari b i t i k (kernbang) dari jenis Himantura gerrardi , juga

m e ~ p a k a n jenis dominan dan umum dijumpai di Indonesia. Di Laut Jawa dan

sekitamya boleh dikatakan populasinya melimpah.Ukuran tubuh ikan yang tertangkap

berkisar antara 130 - 889 mm (WD) dengan berat 0,35 - 29,5 kg. Walaupun

tertangkap secara intensif, tetapi dari hasil penelitian dibeberapa lokasi seperti di

Prop. Banten dan Kalimantan Timur temyata ikan jenis tersebut masih dijumpai

bemkuran >950 mm dengan berat 29,5 kg. Menurut Last d m Compagno, dalam

Carpenter (1999) ukuran maksimum ikan tersebut adalah 900 mm. Hasil tersebut

me~pctkan record baru lagi dalam dunia ilmu pengetahuan.

Beberapa jenis elasmobranchii yang dijumpai dalam ukuran maksimum

melebihi catatan ukuran FA0 dan merupakan temuan penting disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2: Temuan penting tentang ukuran tubuh (size) ikan jenis-jenis tertentu dari

elasmobranchii yang melampaui ukuran tubuh (mm) temuan FA0 1998,

SPECIES

Ukuran tubuh maksimum

Hasil penelitian 2004 s.d. 2007

(mm) - - -

Aetobatus guttatus ] 1120

Aetomylaeus milvus 510

Aetomylaeus nichofii 870

Aetomylaeus maculatus I 910

Aetoplatea zonura

Gymnura poecilura

Dasyatis microps 2320 I

Himanrura gerrardi 1 1040

Himantura granulata 1 1040

Himantura jenkinsii

Himantura fai

Himantura irnbricata

Himantura toshi

Himantura uarnacoides 1200

Rhizoprionodon oligoIim 730

Scoliodon laticaudus 770

Ukuran tubuh maksimum FA0

1998,1999

(mm)

850

Kab. Batang

Kal-Sel

Kal-Sel

Kab. Batang

Kab.Batang

Prop. Babel

Banten

Kal-Sel

Kal-Sel

Kab.Batang

DKI- Jak

I

Temuan penting lainnya adalah tentang ikan langka hiu gergaji dari jenis

Pristis microdon Latham, 1851, tertangkap oleh nelayan diperairan Prop. Bangka

Belitung. Ikan jenis tersebut tertangkap di perairan sekitar Toboali (Selatan Pulau

Bangka). Ukuran tubuh ikan tersebut diperkirakan 5 7 meter dengan berat *I ton.

Ukuran moncong yang diperoleh mencapai panjang 1,3 meter.

Reproduksi & Ratio kelamin:

Di Kaltim tiga jenis ikan pari dan hiu yang didapsti tengah bunting yakni dari

jenis Paragaleus tengi, Carcharhinus amblyrhynchos, dan Rhrzoprronodon cf.

1 acutus, secara berurutan jumlah anak (bayi) yang dikandung $2 dan $ adalah 1 & 2, 2

& 1, dan 3 & 2. Indikasi ini menunjukkan bahwa refatif amat rendah tingkat I reproduksi untuk berkembang biak bagi hewan-hewan tersebut. Dari 47 individu 9

jenis Paragaleus tengi yang dijumpai, hanya terdapat satu ekor saja individu ikan

tengah bunting berarti hanya sebesir 2,l % saja dari total betina yang ada. Pada ha1

dari segi ukuran tubuh (TL) dari data yang diperoleh angka kisaran amat beragam

yakni atara kisaran 350 s.d. 925 mm TL.

Ratio kelamin pada ikan hiu jenis Paragaleus tengr adalah 9 : $ = 1 : 0,6.

Ikan hiu dari jenis Carcharhinus amblyrJgmchos dengan ratio kelamin; Q : $ = 1 :

2,2 dijumpai individu yang hamil * 9 % dari populasi. Lebih besarnya populasi ikan

Q dibandingkan dengan populasi $ tercennin dari embryo yang ada yakni 2 dan 1.

Untuk hiu pisang dari jenis Rhizoprionodon cf. acufus rasio populasi betina

dan jantan adalah Q : 8 = 1 : 7,7. Angka perbandingan tersebut t e r i n d i i dari

jumlah anak atau embryo (9 & $ ; 3 & 2) yang dijumpai pada induk dewasa pada

ukuran 910 mm. dengan berat 3,6 kg, bahwa populasi betina lebih besar dari populasi

jantan. Kondisi seperti itu secara alami tingkat reproduksi dari jenis tersebut lebii

tejamin, namun penelitian lanjutan amat diperlukan terutama guna pembuktian

iimiah yang lebih akurat tentang reproduksinya.

Ikan pari jenis Dasyatis kuhlii dan Himantura gerrardz adalah jenis dominan,

dan umum dijumpai. Oleh sebab itu dapat diusulkan untuk dijadiian parameter dalam

kajian terhadap pengelolaan elasmobranchii, terutama di Laut Jawa dan sekitarnya.

Ikan pari jenis Dasyatis kuhlii; Ikan jenis ini dijumpai 5 319 individu (ikan

yang dapat diamati). Namun dari estimasi diperkirakan sekitar 2.515 individu yang

pdiipdl
Rectangle

tidak terpantau secara tepat. Dengan demikian total ikan pari dari jenis D. kuhlii yang

didaratkan di TPI * 2.834 individu. Angka rasio jantan dengan betina adalah $ : Q =

1 : 1,42. Kisaran ukuran tubuh adalah 165 - 345 mm @W). Berat tubuh berkisar

antara 0,l - 0,3 kg. Untuk ikan jantan, ukuran klasper dewasa berkisar antara 35 - 46

mm (FC). Ukuran tubuh ikan tersebut ketika mulai dewasa adalah mencapai 2190 mm

(DW), dengan ukuran klasper 16,5 mm (FC). Dari seluruh ikan jantan yang dijumpai

tersebut, hanya separuh (50%) yang telah dewasa (FC), selebihnya pradewasa (NFC),

sedangkan juvenil (NC) tidak dijumpai.

Ikan pari jenis Himantura gerrardi: Selama penelitian ikan jenis tersebut

dijumpai sebanyak & 2.319 individu. Perbandingan ikan 3 : 9 adalah 1 : 1,17. Ukuran

tubuh berkisar antara 180 - 899 mm. Kisaran berat 0,l - 16,0 kg. Tubuh ikan betina

berkisar antara 180 - 889 mm @W). than betina memiliki kisaran ukuran tubuh

antara 103 - 705 mm (DW). Untuk ikan 3 yang telah matang klasper (FC) dijumpai

pada ukuran 2 490 mm (WD). Ukuran klasper dewasa berkisar antara 32,4 - 84,O

mm (FC). Untuk ukuran individu yang tergolong pradewasa (MC) panjang klasper

berkisar antara 24,3 - 84,0, dengan kisaran 420 - 470 mm @W). Ukuran klasper

jantan belum dewasa (juvenile) berkisar antara 7,2 - 23,s mm (NC) deugan ukuran

tubuh < 490 (DW). Untuk ikan betina yang tengah mengandung bayi (bunting) dapat

terdeteksi sebanyak 18 individu pada ukuran 2540 mm (DW).

Makanan (Stomach content):

Analisis dari sampel isi perut dilakukan pada kelompok ikan pari dari

beberapa jenis yakni; Himantura uarnak. Dari pengamatan isi peNt ikan tersebut

dijumpai komponen makanan, antara lain ikan, krustase, cumi, ekhinodermata, dan

lain-lain. Komponen makanan yang diperoleh &pat menberikan indikasi tentang

habitat dimana ikan pari tersebut hidup. Ikan pari dari jenis Himantum uarnak,

temyata memiliki komponen makanan yang beragam. Jika dilihat dari berat basah

(biomas) maka bagian utama makanannya adalah ikan, setelah itu krustase yang

terdiri dari Paneid, Stomatopoda, Crab, Squid, dl1 Tabel 3.

Hasil dari dua jenis ikan pari Himantura uamak dan Himantura fai dapat

diduga bahwa kedua hewan tersebut hidup di dasar perairan pada daerah berlumpur.

Komponen biota hasil analisis lambung yang di jumpai seperti; biji nangka

(Parupeneus spp), mata belo (Primanthus sp), layur (Trichiurus spp.),' serak

pdiipdl
Rectangle

(Scolopsis sp), dan dari udang-udangan (Paneide) seluruhnya mengidikasikan ha1

tersebut diiana biota yang dimakan hidup di dasar perairan penghuni daerah

berlumpur. Dari komposisi makanan tersebut dapat pula di yakini bahwa ikan pari

tergolong hewan pemangsa utama di dasar perairan yang berada pada level teratas

(Top karnivor) dalam suatu rantai makanan dialam.

Untuk hasil analisa lambung " somach contenf' dari ikan pari jenis Himantura

fai tenyata terdiri dari 83 % komponen ikan-ikan dasar. Kelompok ikan tersebut

antara lain; Parupemus sp., Priacanthus sp., Nemiptem sp., Scolopsis sp., dl].

Kemudian disusul kelompok cumi sebesar 9 %. Sisanya terdiri kelompok kepiting,

udang-udangan, dan lain-lain & 8 %.

Tabel 3: Jenis-jenis kmstase yang terdapat dalam isi lambung (stomach content) ikan pari dari jenis Himantura uarnuk yang didaratkan di TPI-Klidang Lor, Batang Jawa Tengah.

1 I ".\I "IYI"?.ti I 13 ( Charybdis variegata ( Rajungan 1

1

12

1 LEUCOSIIUAE 1 19 1 Leucosia sp. ) ?

ODONTODACTYLIDM2 OdontodacryIus cultriJer (White, 1850) NANNOSQUILLIDAE Manning, 1980 Acanthosquilla multifarciala

BRACHYURA DADTI mmn A c

14 _]

15

Udang pletowpengko Udang p1elotdpengko

Porfums sp. CALAPPIDAE Cdappa lophos (Herbst, 1785)

MACRURA -- PFNAFlnAF.

Rajungan

Kepiting

Lokasi penangkapan (fishing ground)'& alat tangkap:

Lokasi penangkapan elasmobranchii sesungguhnya amat terkait

denganpenangkapan ikan lain (teleostei) yang menjadi target penangkapan ( biasanya

dengan ikan-ikan dasar demersal). Hampir seluruh perairan Laut Jawa dan'sekitarnya

dapat dikatakan daerah "fishing ground" bagi nelayan pukat dasar ( semi trawl,

catrang, lampara dasar, dsb). Daerah penangkapan nelayan di Utara Pulau Jawa

umumnya bergantung kepada besar kacil ukuran kapal. Kapal-kapal besar beroperasi

ke tempat-tempat yang lebih jauh bahkan mencapai perairan Papua atau Indonesia

bagian Timur lainnya. Pada penelitian yang dilakukan di Kab, Batang dan DKI-

Jakarta menunjukkan bahwa sebagian besar kapal >60 GT beroperasi mecapai P.

Kalimantan, Natuna dan perairan Tmur Madura dsb.

Hasil penelitian di Kab. Batang adalah armada pukat catrang merupakan

contoh kasus untuk kapal penangkapan berukuran besar. Salah satu diantara kapal

motor yang mengoperasikan Pukat Cantrang m e m i l i spesitikasi sbb; berukuran

panjang 20 meter. Lebar 8 meter. Panjang lunas 17 meter. Mesh berukuran 70 GT

dengan merk NISAN 8silinder. BBM yang dibutuhkan selama beroperasi sebanyak 40

drum. E,s dibutuhkan sebagai bahan pendingin 45 ton. Kapal motor tersebut

dioperasikan oleh 16 personil ABK yang trampil. Alat tangkap pukat catrang (semi

trawl) yang doperasikan dikedalaman & 20 depa setara dengan 30 meter. Lamanya

waktu operasional paling lama selama satu bulan (30 hari). Tetapi umumnya berkisar

antara 20 hingga 22 hari melaut termasuk lamanya waktu diperjalanan pulang pergi.

Waktu tersebut termasuk pejalanan pulang pergi. Sedikitnya lama wakht

penangkapan berlangsung kurang lebih 15 hari. Lokasi daerah penangkapan (fishing

ground) nelayan catrang memang tergolong jauh. Lokasi penangkapan mereka akan

berubah-ubah setiap melaut tergantung cuaca dan kebiasaan mereka dalarn melaut.

Apabila suatu lokasi sudah dikunjungi untuksatu kali "fishing ground', berikutnya

mereka akan memilih lokasi barn yang kemungkinannya banyak ikan, biasanya

pemilihan lokasi baru tersebut bedasarkan kebiasaan ketika telah sekian lama satu

lokasi tertentu tidak didatangi. Beberapa diantara lokasi penangkapan yang umumnya

mereka datangi antara lain; Serutu, Ketapang, Karimata (Kaliantan Barat), Lambao

(Kalmantan Selatan), Keramean, Karimun (Laut Jawa sebelah T i u r ) . Selain itu juga

meliputi daerah Matasiri, Marabatua (Kalsel), P.Kambing (Perairan Timur Madura).

Tarikan jaring (haul) dilakukan 6 s.d. 10 bahkan kadang-kadang hinggal2 kali satu

hari. Rata-rata tiap kapal dapat melakukan 8 kali tawur per hari. Satu kali tarikan

jaring memakan waktu satu jam. Dengan demikian kegiatan penangkapan hanya

berlangsung selama siang hari, dan pada malam hari ABK dapat beristirahat. Untuk

aktivitas jam kerja para ABK dalam pemasangan jaring biasanya * 12 jam untuk tiap

hari yang dimulai sejak jam 6.00 pagi hingga jam 18.00 sore atau jam 5.00 hingga jam

17.00 sore. Jaring di operasikan pada kedalaman laut 30 s.d 60 m. Biasanya armada

akan mencari lokasi yang memiliki dasar berlumpur untuk mengoperasikan jaring

dasar tersebut. Untuk menduga dasar perairan berlumpur atau tidak digunakan peta

pelayaran oseanografi, dan unit GPS untuk mencari posisi. Berdasarkan pengalaman

bertahun-tabun bagi nelayan catrang tidak sulit untuk menjumpai lokasi dengan dasar

perairan berlumpur yang mereka butuhkan. Daerah yang tersapu jaring diperkirakan

sejauh 6 s.d 9 detik atau rata-rata 8 detik dipeta (Map) navigasi pelayaran.

Selain armada besar diatas, nelayan tradisional melakukan aktivitas

penangkapan menggunakan pancing rawai (rawai dasar). Contoh kasus di Perairan

Mahakam. Nelayan disana mengguuakan mesin perahu berukuran 24 pk merk

Dompeng buatan Cina. Ukuran panjang 10 m. Lebar 1,5 m. Jaring yang digunakan

sebanyak 15 piece. Pancing rawai tersebut dibuat sendiri sedemikian rupa; sebanyak 3

mata pancing dipasang tiap 1 m panjang tali Utama. Panjang tali gantungan tiap mata

pancing 30 cm. Setiap satu teteng memiliki 250 mata pacing. Pelampung kecil

dipasang tiap 14 mata pancing. Setiap perahu penangkap memiliki antara 15 s.d 17

tenteng I piece. Teknik penangkapan diadopsi dari nelayan madura yang datang

kesana untuk kerja sama. Mata pancing sekali gus didatangkan dari madura. Alat

ditebar pada kedalarnan maksimum 3 m di mulut sungai Mahakam. Jenis-jenis

umum yang tertangkap H. gerrardi, H. Uamacoides P. sephen.

Nelayan tradisional pada umumnya melakukan penangkapan tidak jauh dari

tempat tinggal mereka. Secam alami nelayan mewarisi ilmu melaut dari kebiasaan

atau pengalaman turun temurun dari leluhur. Hasil studi kasus dari Muara Mahakam.

Lokasi penangkapan nelayan Sei. Kape adalah di Muara Berau, Tj. MiringlKedutan.

Pada saat bulan Oktober (Musim angin Selatan) daerah ini terlindung, sangat strategis

untuk tempat melepas rawai. Penangkapan otomatis tidak dilakukan di Laut terbuka.

Hanya beroperasi tidak jauh dari pantai dan malah disenangi dekat hutan

mangrovehakau. Daerah musim berikutnya adalah Lapangan Tengah, Pantuan, Tj.

Ajuh, Bayur, Supatin (Tj. Sekian), daerah tersebut dikunjungi pada waktu musim

Utara (praktis terlindung). Daerah penangkapan lainnya terdapat di Selatan disebut Tj.

Burung (Bakapai), Muara Hulu Besar, Ma. Hulu Kecil, Ma. Pengah. Muara Pegah

adalah alur pelayaran bagi kapal yang melintas keluar masuk pelabuhan Samarinda.

Lokasi tersebut menurut mereka adalah paling aman untuk kegiatan penangkapan

ketika muncul Musim angin dari amh Utara Musim Utara).

Hasil studi kasus lainnya di Perairan Mempawah juga salah satu diantara

kondisi nelayan tradisional di Indonesia. Nelalan Mempawah paling jauh mereka

beroperasi di sekitar P. Temajo, P. Pedamaran, P. Setinjam. Beberapa nelayan ada

yang berani lebih jauh hingga P. Datuk atau P. Pengekek dengan lama waktu

beroperasi mencapai 2 hari. Alat tangkap khusus yang digunakan untuk mendapatkan

ikan pari di daerah ini yakni pancing rawai umpan. Spesifikasi alat tersebut mtara

lain, total jumlah mata pancing berkisar antara 500 s.d. 1000 buah. Biasanya hanya

1000 buah, dengan ukuran pancingnya No. 8 (1,5 inch). Panjang tali utama mencapai

satu kilometer. Jarak antara satu mata pancing ke mata pancing lainnya yakni 1 meter.

Tinggi tali pancing dari tali utama adalah 70 cm. Jaring di operasikan pada

kedalaman 10 s.d 20 meter.

Elasmobranchii sebagai h a d ikutan (by cacth):

Dari hasil tangkapan pukat cantrang diketahui bahwa kelompok

elasmobranchii sebagai h a d sampingan yang memberikan konstribusi penting bagi

usaha penangkapan. Karena nilai jual dari sisi produk relatif tinggi maka

Elasnlobranchii sumbangan pada pendapatan total keseluruhan usaha tangkapan naik

jadi hasil utama. Kondisi tersebutlah yang mendorong para pengusaha armada

penangkapan untuk megoperasikan alat catrang yang cukup efektif didalam memburu

kelompok ikan pari di Laut Jawa dan sekitarnya.

Hasil analisis dari 33 unit kapal penangkapan yang menggunakan pukat

catrang di TPI Klidang Lor Batang. Dari hasil analisis tersebut diketahui bahwa

sebagai hasil sampingan kelompok elasmobranchii tersebut memberikan konstribusi

yang sangat bewariatif yakni 0,7 - 84,1% dari hasil tangkapan per-unit. Untuk setiap

hari ikan elasmobranchii yang ikut dilelang rata-rata 13,3 % dari total ikan laut

keseluruhan.

Aspek Sosial ekonomi:

Hasil studi kasus tahun 2005, tentang peran sosid ekonomi perikanan dan

pemanfaatan ikan hiu dan pan yang tertangkap di Prop. Bangka Belitung &pat

dikemukakan sebagai berikut:

Peran sosial ekonomi perikanan elasmobrancii:

Perikanan hiu dan ikan pari di Bangka Belitung memberikan kontribusi yang

cukup signifkan terhadap perkembangan kine j a perikanan tangkap di daerah tersebut

secara mum. Bersama pelaksanaan kegiatan perikanan tangkap lainnya, perikanan

ini diharapkan dapat mendongkrak perekonomian. Dari total tangkapan yang telah

berlangsung saat ini, perikanan hiu dan pan menyumbang secara signifikan nilai

penerimaan hasil perikanan. Angka tersebut tentu akan bertambah besar apabila

seluruh bagian ikan hiu dan pari hasil tangkapan telah termanfaatkan. Sejauh ini, nilai

tersebut hanya memperhitungkan pemanfaatan sebagian (70%) tubuh ikan hasil

tangkapan di perairan taut Bangka, yang didaratkan di lokasi-lokasi utama seperti Sungai Liat, Riau

Silip dan Belinyu.

Sebagai garnbaran besarnya kontribusi perikanan hiu dan pan tersebut adalah

memperbandingkan besarnya nilai penerimaan yang diperaleh dari perikanan hiu dan pan dengan

rarnan kotor yang diperoleh TPI terpenting di propinsi tersebut. Dari hasil pendapatan daerah terlihat

bahwa total jurnlah penerirnaan dari perikanan hiu dan ikan pari yang didaratkan di Pangkalpinang dari

tahun ke tahun berkisar antara 4 hingga 5 rnilyar rupiah, jurnlah yang sangat dekat dengan angka

rarnan yang tercatat pada TPI Pasir Putih, Pangkalpinang.

Pemanfaatan elasrnobranchii;

Salab satu butir penting dalam IPOA adalah perlunya pencantuman klausul

mengenai optimalisasi manfaat hiu yang tertangkap. Limbah h a m diupayakan

ditekan semaksimal mungkin sedangkan nilai tambah dari produk hams diupayaican

setinggi mungkin. Pada kenyataannya, sejauh ini pengolahan produk hiu di Prop.

Bangka Belitung dan diperkirakan juga terjadi di berbagai tempat lain di Indonesia,

hanya dapat tennanfaatkan sebagian tubuh tertentu belum dapat mencapai maksimum,

dengan demikian nilai tambahnya pun masih sangat terbatas. Di banyak lokasi,

penangkapan hiu bahkan dilakukan hanya untuk memdaratkan bagian tertentu dari

tubuhnya yang paling bernilai ekonomis, seperti sirip, minyak squalen; sementara itu,

bagian lain yang dianggap tidak bernilai ekonomi terbuang menjadi l i b a h , bahkan

ada laporan mengemukakan bahwa material sisa seringkali dibuang di laut. Di Bangka

Belitung, bagian tubuh yang dimanfaatkan tidak lebih dari 70 %, itu pun hanya untuk

keperluan usaha yang tidak mendatangkan nilai tambah terlalu tinggi.

Di Kota Pangkalpinang terdapat beberapa bentuk pengolahan ikan, yaitu

pengasinan (pengeringan), pembuatan kerupuk ikan, abonikan, dan terasi. Bentuk-

bentuk pemanfaatan ikan pari dan hiu disana temyata relatif lebii terbatas dibanding

bentuk pemanfaatan ikan lainnya. Beberapa jenis dan status usaha dari kegiatan

pengolahan untuk jenis ikan hiu dan pari &pat diiangkum sebagai berikut:

a. Pengasinan

Kegiatan ini dilaksanakan di satu unit pengolahan ikan pari yang berlokasi

di Kota Pangkalpinang. Pengasinan ini menggunakan bahan baku

berkualitas tolakan (BSlreject), yang diperoleh di TPI Pasir Putih, dengan

harga berkisar Rp. 1.000 hingga Rp. 1.500kg. Produk bempa ihan pan

asin dijual dengan harga Rp. 4.000kg di tingkat pengolah, atau Rp.

5.000/kg apabila dijual di pasar.

b. Pengeringan

Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh pengumpul. Pengeringan dilakukan

untuk sirip hiu, yang menggunakan bahan baku berupa ikan hiu segar

dengan harga berkisar 10 sld 20 ribu rupiah per kg. Nilai jual bagian

tubuh hiu ini sangat tinggi hingga mencapai Rp. 40.000,-kg. Dengan nilai

jual seperti itu, pengumpul memperoleh keuntungan signifikan

c. Pemanfaatan kulit ikan pari

Keterampilan yang terbatas mengakibatkan pemanfaatan kulit pari hanya

terbatas pada pengolahannya menjadi bahan setengah jadi, yang kemudian

diekspor untuk konsumsi industri kerajinan.

d. Pembuatan fillet ikan hiu

Kegiatan pengolahan ini menggunakan bahan baku yang berupa ikan hiu

maupun ikan pari. Kegiatan inipun dilaksanakan dalam skala yang sangat

terbatas. Pembuat fillet di Bangka Belitung pada umumnya addah

pedagang ikan lang membuka usaha di pasar kota. Potensi nilai tambah

dari kegiatan ini sebenarya cukup besar yaitu mencapai Rp. 17.000,-kg,

tetapi belum diupayakan secara serius.

Sistem pemasaran: Sistem pemasaran ikan pari di Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Sungai Liat

memiliki karakteristik sebagai berikut :

I. Nelayan bebas menjual hasil tangkapannya kemana saja sesuai harga

kesepakatan antara nelayan dan pembeli (oligopson*). Namun pada beberapa

nelayan yang memiliki hubungadiatan hutang piutang antara

nelayanlpemilik kapal dengan pedagang pengumpul maka hasil tangkapan

umumnya dijual kepada pedagang pengumpul tersebut. Pada tingkat ini pasar

yang terbentuk umumnya mengarah pada pasar persaingan sempurna.

2. Antara pedagang pengumpul kecillagen dengan pedagang besarleksportir

hubungan yang terjadi berdasarkan atas kepercayaan, tidak ada pejanjian

bisnis yang menghamskan agen memasok ikan pari sesuai kebutuhan

eksportir. Namun kualitaskesegaran mutu hams disesuaikan dengan

spesifikasiflcualifikasi pihak eksportir.

Pengawasan Mutu &lum Rantai Petnusaran

Pengawasan mutu terhadip suatu produk perikanan sangat penting dilakukan

karena terkait dengan sifat produk perikanan yang mudah busuk (high perisable).

Sifat ini mengakibatkan nilai produk perikanan sangat rawan terhadap pembahan

mutu. Pada sistem pemasaran di Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Sungai Liat

penanganan ha i l tangkapan ikan pan melaui sistem rantai dingin (cool chain),

pengawasan mutu hanya dilakukan secara organoleptik sederhana. Pengawasan mutu

secara biokimia maupun mikrobiologis tidak pernah dilakukan karena keterbatasan

dan ketidakmampuan untuk melakukannya. Pengawasan mum yang Iebih rinci baru

dilakukan ditingkat eksportir, untuk menghindari penolakan dari pasar luar negeri

yang dituju. Dari h a d penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Kegiatan pemasaran ikan pari mengalami perkembangan sejak awal Tahun 2005

seiring dengan kehadiran jaring dasar sebagai alat tangkap khusus penangkapan

pari dan tingginya perrnintaan dari pasar luar negeri

2. Kegiatan pengolahan masih sangat tradisional dan keterampilan pengolah sangat

terbatas akibatnya ikan pari wnumnya dipasarkan masih dalam bentuk utuh

(primary product) dan dalam bentuk segar (untuk kulit). Nelayan belum dapat

menikmati nilai tambah (added value) dari produk olahan karena keterbatasan

pengetahuan dm keterampilan pengolahan.

3. Pelaku pasar yang terlibat dalam distribusi ikan pari di Kota Pangkalpinang dan

Kabupaten sungai Liat terdiii dari nelayan, pedagang pengumpul besar (agen),

pedagang pengumpul kecil (bakul), pedagang pengecer, dan eksportir. Di tingkat

nelayan ada kebebasan dalam menjual ikan pari tangkapannya sehingga struktur

pasar yang terbentuk mengarah pada persaingan sempum.

4. Pengawasan mutu masih sangat terbatas hanya berupa uji organoleptik,

pengawasan yang lebii ketat baru dilakukan di tingkat eksportir.

Himantura gerrardi:

Pada tahapan akhir kegiatan tahun 2007, salah satu jenis dominan terpilih ikan

pari dari jenis Himantura gerrardi menjadi fokus pengamatan. Jenis ikan pari

tersebut dapat dianggap menjadi salah satu parameter bagi pengelolaan

elasmobarnchii nantinya.

Hasil studi kasus selama penelitian telah dapat diidentifikasi sebanyak 2.013

individu H gerrardi, dengan ratio kelamin ikan 8 : 9 adalah 83 1 : 1.182 indiv.

Untuk perbandingan ratio kelamin tersebut ikan betina lebih banyak. Dengan

demikian secara teoritis angka ratio tersebut tidak menguntungkan bagi populasi ikan

jenis tersebut dimana perbandingan jumlah jantan dan betina tidak seimbang.

Hasil yang diperoleh dari tangkapan nelayan Catrang dan hasil tersebut sangat

bewariasi yakni berkisar antara 889 - 50.159 kg dengan total keseluruhan (22 kapal)

hasilnya adalah 206.465 kg. Untuk hasil rata-rata tiap kapal diperoleh sebesar 9.385 it

10,3358 kg. Dari hasil tersebut juga terlihat bahwa elasmobranchii memberikan

sumbangan sebesar 28.219 kg. Sebagai jenis yang dominan H. gerrardi dari

kelompok pari didaratkan sebanyak 13.888 kg, dengan hasil rata-rata 631 * 1093,751

kg tiap kapal cantrang.

Kelompok ikan pari memberikan kontribusi terbesar (lebih dari 95%) pada

jenis ikan-ikan elasmobranchii yang tertangkap oleh jaring cantrang yang

dioperasikan oleh nelayan Kab. Batang. Jenis ikan pari yang memberikan kontribusi

terbesar berdasarkan biomas hasil tangkapan adalah jenis pari bintang, Himantura

gewardi. Jenis pari ini hampir selalu ditemukan dalam hasil tangkapan jaring

cantrang di lokasi penangkapan nelayan-nelayan Batang dalam jumlah yang cukup

signifikan. Kontribusi rata-rata pari Himantura gerrardi dari total tangkapan ikan

pada tiap kapal cantrang yang didaratkan di TPI Klidang Lor adalah 9,32 * 13,37%

pada tahun 2006 dan 15,68 + 10,8% pada tahun 2007. Kontribusi terendah dari

Himantura gerrardi terhadap total tangkapan kapal cantrang yang disurvei adalah

0,2% di tahun 2006 dan 0,46% (2007). Sedangkan kontribusi tertinggi pada tahun

2006 adalah sebesar 65,62% dari total tangkapan ikan dan 42,32% di tahun 2007.

Adapun sebaran ukuran lebar tubuh H gerrardi yang biasa tertangkap oleh

jaring cantrang adalah pada tahun 2006 dan 2007 adalah antara 400-600 mm. Hasil

uji analisis varians (ANOVA) menunjukkan bahwa rata-rata ukuran tubuh H. gerrardi

pa& tahun 2006 dan tahun 2007 tidak berbeda nyata (F=1,06; B0.05).

Ikan pari jenis Himantura gerrardi diketahui mencapai ukuran dewasa pada

ukuran lebar tubuh 460-480 mm untuk jantan dan di atas 640 mm untuk ikan betina

(White et al., 2006b) sehiigga ukuran umum ikan pari H. gerrardi yang tertangkap

oleh jaring cantmng di Batang me~pakan ukuran dewasa. Berdasarkan data yang

diperoleh selama penelitian, diketahui ukuran dewasa ikan pan jantan dicapai pada

ukuran antara 430-530 mm, sedangkan betina ukuran sekitar 600 mm. Ukuran pada

saat dewasa untuk ikan jantan diperoleh dari kondisi perkembangan alat kelamin

jantan (klasper) bedasarkan tingkat pengapurannya (kalsiiikasi), dirnana ikan jantan

dinyatakan dewasa apabila kondisi klasper telah membesar, mengeras dan

mengandung sperma.

Hasil analisa makanan ikan pari dari jenis H. gerrardi menunjukkan

bahwa bagian terbesar tenyata dari udang-udangan paneid (60 %), kemudian disusul

oleh kelompok kepiting (20 %), dan udang mantis sebanyak (14 %). Sisanya * 6 %

terdiri dari berbagai jenis hewan dan komponen fragmen material yang sukar di

kenali. Dari hasil analisis makanan tersebut bahwa ikan pari menyenagi hidup di

daerah lumpur yang juga menjadi kesukaan biota krustase pada umumnya.

Selama penelitian juga telah dikumpulkan pula i 70 sampel genetik 1 DNA

dari beberapa jenis pari dan hiu tertentu yang diharapkan dapat memperbanyak

koleksi genetik / DNA untuk keragaman genetik &an pari dan hiu terutama

kemgamanan genetik ikan pari jenis Himmtura gerrardi, d m H u m k dari berbagai

unit populasi di Laut Jawa. Beberapa sampel telah dianalisis dan telah di publiiasi

pada majalah Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (OLDI). Selebihnya dihampkan

dapat dianalisis apabila Laboratorium DNA di P20-LIP1 telah terealisasi.

Koleksi referensi;

Terhimpunnya berbagai material koleksi dari berbagai jenis elasmobranchii di

P20-LIP1 selama aktivitas penelitian berlangsung, secara perlahan telah dapat

melengkapi ruangan koleksi referensi biota laut P20-LIPI. Selama penelitian telah

terkumpul pula * 152 specimen koleksi elamobranchii untuk dapat dijadikan rujukm

dalam mendalami sistematik (taksonomi). Beberapa temuan penting diantaranya

specimen dari jenis Megachasma pelagios, dan jenis-jenis hiu dan pari yang

dikemukakan di atas sebagai "new record" tersimpan untuk bahan rujukan tersebut.

Publikasi ilmiah:

Selama tahap awal kegiatan dari 2004 s.d 2007 dapat pula dilaporkan

berbagai publikasi ilmiah yang sudah terbit dan belum terbit. Bebempa diantara

makalah yang mash dalam proses penerbitan pada editor majalah ilmiah tempat

diterbitkan dan ada pula makalah yang sedang dalam proses persiapan akan di

terbitkan di luar negri dimana pada mulanya makalah telah dibacakan pada seminar

JSPS di Jokyakarta.

Tabel 2. Makalah ilmiah yang sudah terbit dan sedang dalam proses penerbitan untuk di iuat di majalah ilmiah dan seminar 1 symposium.

Penulis

White, W. T., Fahmi, M. Adrim & K. Sumadhiharga

Fahmi dan Dharmadi

Apriliani T., 4.H. Purnomo, 3an M. Adrim

Pumomo, A.H., T. Apriliani, dan M. Adrim

Judul Artikel

A Juvenile Megamouth Shark Megachasma pelagios (Lamniformes: Megachasmidae) From Northern Sumahia, Indonesia Status perikanan hiu dan Pengelolaannya

Pola pemasaran ikan pari (rays) di Kota Pangkal Pinang Propimi Bangka

Urgensi Pemasukan aspek sosial ekonomi &lam "National Plan of Action" (Studi kasus Aspek Sosek Sumberdaya Elasmobranchii di Bangka Belitung).

Voi. (No.] Jurnal

Oseana. Vol XXX, 2005. No.1: 1-8

Da1am;Setyaw 2005 an W.B. dkk. W9; Prosiding Pertemuan [Imiah Tahunan IS01 2005. Surabaya 5-6 Juli 2005. lkatan Sarjana Oseanologi Indonesia. Jakarta Da/am:Setyaw 2005 an W.B. dkk ( e 4 ; Prosiding Pertemuan

5-6 Juli 2005.

Yegara

3ingapwa

ndonesia

ndonesia

Indonesia

Klasper dan Nisbah Indonesia. Kelamin Cucut Lanjaman (Carcharhinus farciformis).

F a h i , S.J.M. Diet overlap and trophic ~ i ~ h ~ ~ i ~ ~ Blaber, M. shifts in four sympatric Reseaxh Adrim, and I. R. whiprays Journal. Tibbetts Himantura spp. from the

Java Sea, Indonesia Fahmi Divemi@, biology and Thesis S2 dari -

utilization of sdr. di Univ. chondrichthyons in west Quensland central Indonesian Australia.

5

jkheries. ndra Effendi Lgju perhimbuhan ikon Thesis S1. IPB

dun kebiasaan makon ikon Bogor pan' H. umacoides yang didaratkon di TPI Klidang Lor Batang, Java Tengah.

m a Shita Genetic diversity of some LIPI-JSPS ulyza, Ahmad Hirnanfura species from Joint Seminar arajallah, Indonesia. on Coastal ahmi and M. Marine cience. drim Jokyakarta. 1

Adrim,M.

Irma, S. A. dan M. Adrim

Studi pendahuluan Tentang Komposisi jenis dan Kelimpahan Elasmobranchii Hasil Tangkapan Nelayan di Jawa Timur. Hubungan Xtilogenetik antar tiga karakter motif H

gerrardi berdasarkan 12s rRNA dan 16s rRNA DNA

Oseanologi Indonesia. Jakarta. Neptunus Majalah llmiah Kelautan. Universitas Hang Tuah. Surabaya Oseanologi

d m Limnologi di Indonesia.

13 (1): 2006 71 - 82

VOI XXXIII, 42: 2007 57-68.

Indonesia

lndonesia

Kerjasama peoelitiao;

Selama penelitian telah dilakukan berbagi kerjasama dengan berbagai

instansi terkait, dan bahkan dengan pihak luar negri. Kerjasama tersebut antara

lain;

M. Adrim, Fahmi, Siti Balkis dan Dani.

Melakukan kerjasama dengan BBRSEK-DKP, UNPAR-Palangkaraya,

UNTAR-Pontianak, UNLAM-Banjarmasin, PPI- Muara Kintap KALSEL.

Melakukan kerjasama penelitian dengan pihak luar negri:

Dengan Univ. Connecticut (Canada), Univ. Kinsten Jensen

(Florida-Amerika), CSIRO-Ausbalia, dan Inggeris.

Mengikuti workshop elasmobranchii di Philippine (undangan

IUCN).

Melakukan ke rjasama dengan Lab. genetik IPB.

Mengikut sertakan mahasiswa dari perguruan tinggi baik sebagai S1, atau

PKL

dari Univ. PAKUAN dan IPB Bogor.

Mengikut sertakan mahasiswa program S2 (AustraliaIStaf Peneliti P20-LIPI),

dan Sl(UN3RAW-Malang & IPB- Bogor).

Untuk kegiatan kerjasama penelitian dengan pihak luar negri hmgga tahun

2008 di wilayah Kaliianta masih berlangsung.

Poster-poster: 1. Diversitas ikan Pan di

Indonesia 2006 2. Diversitas lkan Hiu di

Indonesia 2006 dm revisi 2008

TERBlT 2006 dan 2008

Indonesia

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian ikan hiu dan pari (Elasmobrabchii) pada 14 lokasi di

Indonesia (2004 -2007), dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Keanekaragaman jenis ikan bertulang rawan hiu dan pari di Indonesia sangat

tinggi yakni mencapai 128 jenis yang tergolong 25 suku dan 9 bangsa (Ordo).

Hasil tersebut sebagian besar berasal dari jenis-jenis yang mendiami laut

dangkal, hanya sedikit sekali fauna elasmobranchii laut dalam. Pada ha1 fauna

elasmobranchii laut dalam di Indonesia diduga jauh lebih be~ariatif . Untuk

itu penelitian biodiversitas elasmobranchii di Indonesia pada waktu mendatang

diharapkan lebii berorientasi kepada laut &lam (laut jeluk).

2. Beberapa jenis dari ikan hiu dan pari yang dijumpai selama penelitian

diperoleh

dengan ukuran melebihi ukuran maksimum yang selama ini diketahui. Hal

tersebut meNp&an rekor baru dan mempakan hasil penting terutama &lam

memberikan indikasi bahwa di beberapa daerah tertentu di Indonesia

(contoh;Kalimantan) masih terdapat populasi ikan yang masih alami dimana

ikan hiu dan pari dapat melangsungkan siklus kehidupan secara optimum.

3. Tiga jenis pari paling dominan dijumpai selama penelitian adalab; Himantura

gerrardi Dasyatis kuhlii, dan Dasyatis zugei. Jenis Himantura gerrardi (pari

pasir, pari lurnpur) merupakan jenis yang sangat umum dan melimpah

populasinya terutama di perairan Laut Jawa dan sekitamya. Hasil uji DNA

menunjukkan bahwa ketiga corak warna tubuh yang berbeda (full spot, sparse

spot, dan no spot) dari jenis yang sama (satu jenis/species).Hasil pengamatan

terhadap tangkapan ikan pari jenis H. gerrardi di peroleh petunjuk bahwa ada

indikasi terjadinya trend penurunan.

4. Penangkapan ikan hiu dan pan terkesan sangat tidak selektif. Ukuran tubuh

ikan yang didaratkan di TPI sebagian besar tergolong b e ~ k u r a n relatif kecil

atau belum mencapai dewasa. Keadaan seperti itu semestinya dapat diiubah

melalui penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat nelayan tertama berkaitan

dengan sifat biologi ikan-ikan elasmobranchii yang memiliki fekunditas yang

rendah. Jika keadaan demikian terns berlanjut proses pemulihan stok

((recovery) dialam akan terhambat dan cepat atau lambat akan terjadi

degradasi yang mengancam pelestarian (sustainability).

5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum ikan-ikan elasmobranchii

tidak mengikuti pengaruh musim. Musim penangkapan dapat berlangsung

sepanjang tahun. Faktor utama yang mempengaruhi naik turunnya produksi

hiu dan pari di Laut Jawa adalah kegiatan upaya penangkapan. Armada

perikanan Canhang adalah penghasil utama produk Elasmobranchii dari Laut

Jawa yang dihasilkan dari by catch. Pengoperasian pukat Canhang

memerlukan kajian mendalam bagi pakar perikanan, dalam kaitannya dengan

penggunaan alat yang tidak tergolong ramah lingkungan, dan pemanfaatan

sumberdaya berkelanjutan.

Rekomendasi:

Rekomendasi yang disajikan sejak laporan Mi 2006 dan disempumakan

hingga 2007 dengan perbaikan redaksi. Bahan tersebut menjadi konsep rekomendasi

untuk laporan kumulatif dengan beberapa tambahan yang diperlukan untuk

penyempumaan.

Konsep pengelolaan yang ditawarkan:

Perkembangan perikanan elasmobranckii, terutama ikan hiu dan pari, telah

memunculkan kekhawatiran masyarakat, biologi, perikanan dan pemerhati masalah

lingkungan. Meskipun penangkapan hiu dan pari telah dilakukan sejak berahad-abad,

kecenderungan terharu menunjukkan adanya peningkatan intensitas penangkapan di

seluruh dunia. Hal ini terutama didorong oleh terbukanya pasar intemasional dengan

harga yang semakin kompetitif, yang diikuti penggunaan teknologi yang semakin

efektif dan wilayah penangkapan yang semakin meluas.

Dan sudut pandang biologi, kekhawatiran tersebut terutama dikaitkan dengan

beberapa karakteristik reproduksi, pertumbuhannya, dan kehidupan elasmobranchii.

Ikan elasmobranchii pada umumnya menunjukkan laju pulih yang lambat karena

produktivitasnya rendah, terkait dengan kematangan seksual yang lambat dicapai d m

sedikitnya anakan yang dihasilkan meskipun tingkat mortalitasnya rendah.

Pertimbangan-pertimbangan di atas merupakan bagian penting dari alasan

yang telah mendorong masyarakat perikanan dunia yang tersebar di berbagai kawasan

untuk mendorong sebuah kesepakatan tentang pengelolaan sumberdaya h i . Dalam

perkembangannya, langkah yang telah ditempuh oleh masyarakat ihniah tersebut

berhasil menggugah FA0 (Food and Agricultural Organization) untuk me~muskan

garis-garis besar yang mengarah pada langkah pengelolaan bersama secara

intemasional. Garis besar tersebut lebii lanjut dikembangkan melalui suatu sen

diskusi yang dilangsungkan di Tokyo dan Roma, yang kemudian menuangkannya

kedalam sebuah dokumen penting yakni; International Plan of Action for

Conservation and Management of Sharks (LPOA-SHARKS). Istilah 'shark' dalam

kesepakatan tersebut mencakup spesies-spesies yang tergabung dalam kelas

Chondroichthyes, yaitu berbagai jenis ikan hiu dan pari.

Berbagai informasi seperti data hasil tangkapan (jenis ikan, kelimpahan,

ukuran, dan tingkat kematangan gonad, dsb), daerah tangkapan (fishing ground) serta

upaya penangkapan (effort) mempakan informasi kunci untuk dapat membuat konsep

pengelolaan yang optimal. Aspek sosial ekonomi terkait dengan kontribusi dan peran

penangkapan hiu d m pari terhadap sejurnlah besar nelayan penangkap juga perlu

dikaji agar konsep pengelolaan yang ditawarkan lebih optimal. Seberapa besar

manfaat yang bisa diambil, jika dibandingkan dengan penurunan potensi sumberdaya

perikanan hiu dan pari tersebut.

Beberapa wilayah perikanan Indonesia menunjukkan kondisi "depleting" yang

mengakibatkan kegiatan penangkapan beralih ke lokasi perairan yang masih banyak

sumberdayanya. Contoh kasus misalnya, nelayan-nelayan di Kabupaten Batang

melakukan ekspansi penangkapan hingga ke perairan Pulau Kalimantan karena

kondisi perairan sekitar sudah melampaui batas tangkap lestari. Bukan tidak mungkin

beberapa tahun kedepan, jika tidak diterapkan konsep pengelolaan yang optimal,

maka sumberdaya perikanan di pemiran sekitar (contoh;Kalimantan, Natuna dan

sekitarnya) akan mengalami ha1 yang serupa. Kondisi yang demikian mengharuskan

pihak pengelola (Pemerintah) untuk mempertimbangkan pembatasan pemberian Kin

penangkapan di daerahdaerah tersebut. Dengan pembatasan jumlah armada tangkap

maka pengeksploitasian sumberdaya dapat dikurangi terkait dengan kelestarian

sumberdaya perikanan khususnya perikanan hiu dan pari dengan tingkat regenerasi

yang lambat.

Penyeleksian jenis alat tangkap yang diiiinkan juga hams diperketat terkait

dengan penggunaan beberapa jenis alat tangkap yang tidak rarnah lingkungan (trawl,

bahan peledak, dan racun) sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup biota di dalam

ekosistem. Pembatasan jumlah hasil tangkapan (pemberian kuota) juga dapat

dilakukan sebagai salah satu langkah awal untuk pengelolaan perikanan hiu dan pari.

Setiap armada memiliki jumlah maksimal tangkapan hin dan pari tentunya jumlah

tersebut hams mempertimbangkan biaya operasional yang hams dikeluarkan terkait

dengan pendapatan yang bisa diterima nelayan penangkap. .

Larangan kegiatan penangkapan pada bulan-bulan tertentu dapat pula

diberlakukan untuk memberikan kesempatan bagi ikan untuk melakukan proses

reproduksi. Namun untuk menerapkan cara pengelolaan ini harus dipertimbangkan

altematif mata pencaharian bagi nelayan penangkap selama tidak melaut. Penciptaan

daerah-daerah konservasi bagi hiu dan pari (protected areas for sharks and rays) pada

perairan berlurnpur, di daerah mangrove, estuaria, dan perairan karang sebagai habitat

hidup hiu dan pari tentu mempakan langkah lain yang dapat ditempuh untuk

menyelarnatkan sumberdaya ikan tersebut. Langkah terakhir dalam pelestarian

sumberdaya perikanan hiu dan pari adalah larangan penangkapan untuk jenis ikan

tertentu (misal; Pristis spp., hiu gergaji, Squalus spp., hiu botol) namun jika langkah

ini diterapkan maka akan berdampak pada hilangnya koniribusi pemanfaatan hiu dan

pari bagi "stake holder" yang terlibat (nelayan, pengolah, pengumpul, pedagang,

maupun pengusaha).

Mengingat keterbafasan waktu untuk penelitian ini dalam memperoleh data

secara optimal belum terwujud, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan atau

penelitian yang bersifat pendalaman (kegiatan bersifat monitoring) untuk

elamobranchii di iasa yang akan datang, sehingga diharapkan hasilnya dapat

memperkuat h a i l penelitian yang sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A.T. 2002. Elasmobranch Fisheries in Peninsular Malaysia. . In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 86 - 92.

Alava, M.N. R., , E. R. 2. Dolumbalo, A. A.Yaptinchay and R.B. Trono. 2002. Fishery and Trade of Whale Sharks and Manta Rays in the Bohol Sea, Phffippines. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysin, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 132 - 148.

Ali, A., Hilmi, A. H., Gambang, A. C., Sade, A., and Razak, S. A. (Eds). (2004). Elasmobranch resources, utilization, trade and management in Malaysia. Malaysia: Marine Fishery Resources Development and Management Department Southeast Asian Fisheries Development Center.

Almada-Villela, P.C. 2002. Pilot Fisheries Socio-economic Survey of Two Coastal Areas in Eastern Sabah. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A.

(eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, LK. 33 - 45.

Anak, N. A. (2002). An overview of sharks in world and regional trade. In S. L. Fowler, T. M. Reed & F. A. Dipper (Eds), Elasmobranch biodiversity, conservation and management: Proceeding of the international seminar and workshop in Sabah, July I997 (pp. 25-32). Gland, Switzerland and Cambridge, UK: TJm SSC Shark Specialist Group.

Allen, G.R., and Swainston, R. 1988. The Marine Fishes of North- Western Australia. Afield guide for anglers and divers. Western Australian Museum. 1988.

Allen, G. R., and M. Adrim. 2003. Review article; Coral Reef Fishes of Jndonesia. Zoological Studies. 42 ( 1 ) ; 1-72.

Anak, N.A. 2002. An Overview of Sharks in World and Regional Trade. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation andManagement: Proceedings of the International Seminar and Workhops, Sabah, AhZaysia, JUL) 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 25 - 32.

Anderson, R.C. 2002. Elasmobranch as a Recreational Resource. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops,

Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. ILTCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 46 - 5 1.

Anderson, R. C. and A. Hafu. 2002. Elasmobranch Fisheries in the Maldive. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 114 - 121.

Anonymous, 2004.Buku Statistik Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batang. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batang, Propinsi Jawa Tengah.

-------------- , 2005.Buku Statistik Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batang. Dmas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batang, Propinsi Jawa Tengah.

, 2006.Buku Statistik Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batang. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batang, Propinsi Jawa Tengah.

Baruf N. C. and J. S. Zartiga. 2002. Shark Fisheries in the Phillipines. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamohranch Biodiversity,

Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 127 - 131.

Biusing, E.R. 2002. Status and Trends of Elasmobranch Fishery in Sabah, Malaysia: A Brief Overview. . In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Consewation and Management Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sahah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 93 - 94.

Bonfil, R. 2002. Trends and patterns in World and Asian Elasmobranch Fisheries. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, 'UK. 15 -24.

Camhi, M. S., Fowler, S., Musick, J., Brautigam, A., and Fordham, S. (1998). Sharks and Their Relatives - Ecology and Consewation. Gland, Switzerland and Cambridge, UK: IUCN SSC Shark Specialist Group.

Cavanagh, R. D., Kyne, P. M., Fowler, S. L., Musick, J. A., and Bennetf M. B. (Eds). (2003). The consentalion status of Australasian chondrichthyans: Report of the IUCN Shark Specialist Group Australia and Oceania regional Red List workshop, Queensland, Australia. Brisbane: The University of Queensland, School of Biomedical Sciences.

Chen, C.T., Liu, K.M., and Joung S.J., Phipps, M.J. 2002. Taiwan's Shark Fishery - An Overview. . In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and il.lrmagemenr: Proceedings of the 1ntemtional Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, JJu]y 1997. WCN

pdiipdl
pdiipdl
pdiipdl
pdiipdl

SSC Shark Specialist Group. land and Cambridge, UK. 95 - 103.

Chen, C.T., K..M. Liu and S. J. Joung. 2002. Preliminary Report on Taiwan's Whale Shark Fisherv. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.)Elamobranch Biodiversiq, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 162 - 167.

Coleman, N. (1996). Australia's Sharks and Rays. NSW Australia: National Book Distributors and Publishers.

Compagno, L.J.V. 1984. FA0 species catalogue. Vo1. 4. Sharks of the world. An annotated and illustrated catalogue shark species known to date. Part 1. Hexanchiformes to Larnniformes. FA0 Fish. Synop., (125)Vo1.4, Pt. 1249

Compagno, L.J.V. 1984. FA0 species catalogue. Val. 4. Sharks of the world. An annotated and illustrated catalogue shark species known to date. Part 2. Carcharhiniformes. FA0 Fish. Synop., (125)V01.4,Pt.2:251-655.

Compagno. L.J.V. 1988. Sharks of the order Carcharhinifomes. Princeton, Now Jersey, Princeton University Press. 572 p.

Compagno, L.J.V. 1998. FA0 species identification guide for fishery purposes.'& Living Marine Resources of The Western Central Pacific. Vol. 2. Cephalopods, crustaceans, holothurians and sharks. In; Carpenter, K.E.; Niem, V.H. (eds). FAO. Rome, 687-1396 p.

Compagno, L.J.V. 1999. FA0 species identification guide for fishery purposes. The living marine resources of thewestern Central Pacific. Vol. 3. Batoid fishes, chimaeras and bony fishes part 1 (Elopidae to Linophrynidae). In; Carpenter, K.E.; Niem, V.H. (eds). FAO. Rome. 1397-2068 p.

Compagno. L.J.V. 1993. Checklist of Living Elasmobranchs. In; Hamlett, W. (eds.) Sharks, Skates, and Rays. The Biology of .Ha-mobranch Fishes. The Johns Hopkins University Press. Baltimore and London.

Compagno, L.J.V. 2002. Freshwater and Estuarine Elasmobranch Surveys in the Indo-Pacific Region: Threats, Distribution and Speciation. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, FA. (eds.)Elamobranch Biodiversiry, Comervation and Management Proceedings of the international Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 168 - 180.

Compagno, L.J.V. 2002. Review of the Biodiversity of Shark and Chimaeras in the South China Sea and Adjacent Areas. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) EIamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 52 - 63.

DGCF. (2005). Capture fisheries statistics of Indonesia, 1999-2004. Jakarta: Directorate General of Capture Fisheries.

Dudley, R. G., and Harris, K. C. (1987). The fisheries statistics system of Java, Indonesia: operational realities in a developing country. Aquaculture and Fisheries Management, 18,365-374.

Fowler, H.W. 1941. The fishes of the groups Elasmobranchii, Holocaphaii, Isospondyli, and Ostariophysi obtained United States Bureau of Fisherias Steamer BATROSS in 1907 to 1910, chiefly in the Philippine Islands a adjacent seas. Bull. U. S. Natt Mus., 100(13):879 p.

Fowler, S.L. 2002. International Elasmobranch Management and conservation Initiatives. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, FA. (eds.)Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings ofthe International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 209 - 214.

Fowler, SL. 2002. Elasmobranch Biodiversity, Conservation and Management in Sabah. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, FA. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 9 - 14.

Froese, R. and C.V. Garilao. 2002. An Annotated Checklist of Elasmobranchs ofthe South China Sea, with some Global Statistics on Elasmobranch Biodiversity, and an Offer to Taxonomists. . In; Fowler, SL., Reed T. M., and Dipper, FA. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 82 - 85.

Garman, S. 1913. The Plaglostomia. MenL Mus. Comp. Zool. Harv. Univ., 6:515 P.

Gunn, J. S., J. Stevens, T.L.O. Davis, dan B. M. Norman. 1999. Obsevations on the short-term movements and behaviour of whale sharks (Rincodon typus) at Ningaloo Reef, Western Australia. Marine Biology. 135: 553 -559.

Ishihara, H., T. Mochizuki, K.Homrna and T. Taniuchi. 2002. Reproductive Strategy of the Japanese Common Skate (Spiny Rasp Skate) Okamejei kenojei. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, FA. (eds.)Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the Intenurtional Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 236 - 240.

King, M. (1997). Fisheries Biology, Assessment and Management. Fishing News Books, London.

Last, P.R. 2002. Importance of Biological Collections for Future Taxonomic Research in the Indo-West Pacific. . In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 78 - 8 1.

Last, P. R. 2002. Freshwater and Estuarine Elasmobranchs of Australia. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.)Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 185 - 193.

Last, P.R. and L.J.V. Compagno. 2002. Review of the Biodiversity of Rays in the South China Sea and Adjacent Areas. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 64 - 69.

Manjaji, B. M. 2002. Elasmobranchs Recorded from River and Estuaries in Sabah. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Consewation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 194 -198.

Manjaji, B. M. 2002. New Records of Elasmobranch Species from Sabah. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the Internaional Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 70 - 77.

Masuda, H., K. Amaoka, C. Araga, T. Uyano, and T. Yoshino, K. M. Muik (Eds). 1984, TheJishes of the Japan Archipelago. Tokai, Japan, Tokai University Press, 2 vols., 435 p.

Monkolorasit, S. 1984. The cartilaoinous fishes (Class Elasmobranchil) found in Thai waters and adjacent areas, Dept. Fish. BioL, Fac. Fish., Kasetsar-I Univ., Bangkok, 175 p.

Newman, H. E., A. J. Medcraft and J. G. Colman. 2002. Whale Shark Tagging and Ecotourism. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.)Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 230 - 235.

Payne, J. and P. Andau. 2002. Kinabatangan River Conservation Area. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.)Elamohranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sahah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 241 - 242.

Shin Shii-Chiah, C.T Chen, H.M. Chen, L.W, Chen, W.E. Eschmeyer, S.J. Joung, 5,O. Lee, H,K, Mok, K.l Shao, a C.S. Tzeng. 1995. Fishes of Taiwan, 960 p.

Stevens J. D. and Church A. G. 1984. Northern tagging project yields interesting results. Aust. Fish. 43: 6 - 10.

Stevens, J. D. and Wiley, P. D. 1986. Biology of two commercially important carcharhinid sharks from norther Australia. Aus. J. Mar. Freshwater Res. 37: 671 - 688.

Stevens, J. D. and J. M. Lyle. 1989. Biology of three hammerhead sharks (Eusphyra hlochii Sphynza mokarm and S. lewini) from northen Aushalia. Aus. J. Mar. Freshwater Res. 37: 671 - 688.

Stevens, J.D. 1999. Variable Resilience to fishing pressure in two sharks: The significance of different ecological and parameters. Americanfisheries society symposium. 23: 11 - 15.

Stevens, J.D., R. Bonfil, N. K. Dulvy, dan P. A. Walker 2000. The affects of fishing on sharks, rays, and chimaeras (chondroichthyans), and the implications for marine ecosystems. ICES Journal Marine Science, 57: 476-494.

Stevens, J.D., G.J. West, dan K. J. McLouglin. 2000. Movements, recapture patterns, and factors affecting the return rate of carcharinid and other sharks tagged off northern Australia. Mar. Freshwater Res., 5 1: 127 - 141.

Stevens, J. 2002. A Review of Australian Elasmobranch Fisheries. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamohranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sahah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 122 - 126.

Stevens, J., 2002. The Role of Protected Areas in Elasmobranch Fisheries Management and Conservation. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.)Elamohranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sahah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 241 - 242.

Suzuki, T. 2002. Development of Shark Fisheries and Shark Fin Export in Indonesia: Case Study of Karangsong Village,Indramayu, West Java. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.)Elamohranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops,

Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 149 - 157.

Shehe, M.A. and N. S. Jiddawi. 2002. The Status of Shark Fisheries in Zanzibar. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.)Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 158 - 161.

Taniuchi, T. 2002. Outline of Field Surveys for Freshwater Elasmobranchs Conducted by a Japanese Research Team. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.)Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 181 - 184.

TRAFFIC. (2002). A CITES priorities: Sharks and the twelfth meeting of the conference of the parties to CITES. Retrieved 6 February, 2004, fiom http:/l~.traffic.org/news/Sharks~CoP12.pdf.

Pauly, D. 2002. Growth and Mortality of the Basking Shark Cetorhinus maximus and their Implications for Management of Whale Sharks Rhincodon typus. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.)Elamobrmch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Workshops, Sdah, Malaysia, July 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 199 - 208.

Vidthayanon, C. 2002. Elasmobranch Diversity and Status in Thailand. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.) Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedhgs of h e international Seminar and Workhops, Sabah, Malaysia, Ju[y 1997. IUCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 104 - 113.

Visser, T. 2002. FA0 Initiatives for Elasmobranch Fisheries Research and Monitoring. In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.)Elamobranch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the international Seminar and Workshops, Sabah, Malaysia, July 1997. lUCN SSC Shark Specialist Group. TUCN, Gland, Switzerland and Cambridge, UK. 215 - 219.

Walker, T. L. 2002. Review of Fisheries and Processes Impacting Shark Populations of the World In; Fowler, S.L., Reed T. M., and Dipper, F.A. (eds.)Elamobrmch Biodiversity, Conservation and Management: Proceedings of the International Seminar and Worhhops, Sabah, Malaysia, July 1997. KJCN SSC Shark Specialist Group. IUCN, Gland, Switzerland and Cambridg

West, G. J., dan J. D. Stevens. 2001. Archival tagging of shark, Galeorchinus galeus, in Australia: initial results. Environmental Biology of Fishes. 60: 283 - 298.

White, W. T., Last, P. R., Stevens, 5. D., Yearsley, G. K., Fahmi, and Dharmadi. (2006). Economically important sharks and rays of Indonesia. Canberra: ACIAR

White, W. T., Fahmi, Dharmadi, & Potter, I. C. (2003). Preliminavy investigation of artisanal deep-sea chondrichthyan $sheries in Eastern Indonesia. Paper presented at the Conference on the Governance and Management of Deep-sea Fisheries, New Zealand.

White, W. T., Giles, J., Dharmadi, & Potter, I. C. (2006a). Data on the bycatch fishery and reproductive biology of mobulid rays (Myliobatiformes) in Indonesia. Fisheries Research, 82,65-73.

White, W. T., Last, P. R., Stevens, J. D., Yearsley, G. K., Fahmi, & Dharmadi. (2006b). Economically important sharks and rays of Indonesia. Canberra: ACIAR.

Wibowo, S. dan H. Susanto. 1995. Sumberdaya dun Pemanfaatan Hiu. Penebar Swadaya. Jakarta. 156 pp.