JENIS ENDEMIK - Balai Taman Nasional Manusela

48
Jalan Kelang Nomor 01 Kotak Pos 09, Kota Masohi, Kab. Maluku Tengah, Prov. Maluku Kantor Balai Taman Nasional Manusela EDISI I 2020

Transcript of JENIS ENDEMIK - Balai Taman Nasional Manusela

Jalan Kelang Nomor 01 Kotak Pos 09, Kota Masohi, Kab. Maluku Tengah, Prov. Maluku

Kantor Balai Taman Nasional Manusela

JENIS ENDEMIKWARISAN ALAM BAGI NUSA INA

E D I S I I 2 0 2 0

Buletin Moluccensis Edisi I 2020 ini mengusung tema “Jenis Endemik: Warisan Alam Bagi Nusa Ina”. Isinya mengupas tentang konsep endemisme, nilai penting je-nis endemik dan, konserva-sinya serta pengenalan ter-hadap jenis-jenis endemik Seram. Ada sedikitnya 43 jenis endemik Pulau Seram yang dikemukakan dalam bu-letin ini. Sebagian diantara-nya mungkin sudah banyak dikenal seperti kakatua maluku atau pakis binaya. Tetapi beberapa jenis lainnya bisa saja belum dikenal karena memang merupakan temuan-temuan baru atau selama ini jarang terekspose. Namun demikian, bagaimanapun jenis-jenis endemik adalah harta yang sa-ngat berharga karena hanya Pulau Seram (Nusa Ina) yang memilikinya; tidak ada tempat lain di dunia ini dimana je-nis-jenis tersebut bisa kita jumpai.

Karena hanya ada di Pulau Seram, jenis-jenis endemik ini menjadi ikon, ciri dan identitas pulau ini. Masyarakat Pu-lau Seram khususnya, dan Maluku pada umumnya, sudah selayaknya bangga atas harta Nusa Ina ini karena menjadi satu-satunya pemilik sumber daya alam nan unik dan tiada duanya. Kebanggaan ini diharapkan akan membuat gairah dan tekad untuk melestarikan jenis-jenis endemik Pulau Seram tersebut. Buletin ini terbit salah satunya bertujuan mengenalkan dan menumbuhkan kecintaan terhadap harta Nusa Ina yang sangat berharga ini.

Ekosisten hutan kawasan Taman Nasional (TN) Manu-sela yang masih asli dan alami dan sebagian besar masih dalam kondisi baik, adalah rumah bagi jenis-jenis endemik Pulau Seram. Masa depan dan kelestarian jenis-jenis ende-mik tersebut sangat tergantung pada keberhasilan penge-lolaan kawasan konservasi seluas 174.545,59 ha ini. Balai TN Manusela sangat bangga berperan dalam pelestarian jenis-jenis endemik Seram serta habitatnya di kawasan Taman Nasional Manusela. Sesuai dengan mandat yang dinyatakan dalam keputusan penunjukkannya, Balai TN Manusela bertanggungjawab untuk menjamin lestarinya ke-indahan dan keunikan alam kawasan ini agar dapat diman-faatkan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahu-an, pendidikan, kebudayaan dan pariwisata.

Akhir kata, kepada para pembaca kami sampaikan sela-mat menikmati sajian kami dalam buletin ini. Mudah-mudah-an Buletin ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pe-ngetahuan bagi para pembaca sekalian.

KATA PENGANTAR

TIM REDAKSIBalai Taman Nasional ManuselaJln. Kelang No 1, Namaelo, Kota Masohi, Maluku Tengah, MalukuTelp. [email protected]@tnmanusela@TNManusela@TamanNasionalManusela

PENANGGUNGJAWAB: Dr.Ir. Ivan Yusfi Noor, M.Si.REDAKTUR: Sugeng Handoyo, S.Hut.EDITOR: Iik Ikhwan Puadin, S.PDESIGN GRAFIS: Mangiring.C.Sibarani, S.HutSEKRETARIAT: Faizah, S.HutFathin Hanana Harahap, S.Hut

PENULIS: Dr.Ir. Ivan Yusfi Noor, M.Si.Sugeng Handoyo, S.Hut.Mangiring.C.Sibarani, S.Hut.Fathin Hanana Harahap, S.Hut.Ade Muliyanto, S.Agr.Sartika Sinulingga, S.Si.Mateus Krista Pratama Putra, S.SiKONTRIBUTOR: Daryanto, S.Hut, Cecep Setiawan, S.P, Boy F. Simanihuruk, S.Hut, Nurhalik Aloatuan, S.Hut, Ibrahim Ely,

PEMBIAYAANDIPA Balai Taman NasionalManusela DITJEN KSDAE TA. 2020

FOTO SAMPULKakatua Maluku (Cacatua moluccensis) sedang bermain dan mencari makan.oleh : Daryanto, S.Hut.

2 E D I T O R I A L

Jenis Endemik PulauSeram dan Konservasinya

Satwa Endemik yang mendapat prioritas pelestarian di Taman Nasional Manusela

Kupu-kupu Sayap Burung Goliat Endemik Seram

Begonia (Begoniaceae)Tanaman Hias Endemik Pulau Seram

Perlindungan & Pengamanan Jenis-Jenis Endemik Di Kawasan Taman Nasional Manusela

Mengenal BurungEndemik Pulau Seram

Pakis Binaya Vegetasi Endemik Tertinggi di Kepulauan Maluku

Literatur

DAFTAR ISI

4 10

18

33

38

26

34

44

3

KONSEP ENDEMISME

ENDEMISME DAN KONSERVASIIstilah endemik bagi suatu spesies, khususnya yang memiliki wilayah geografi yang sempit, memberi makna spesial bagi spesies tersebut. Contohnya, pakis binaya. Jenis ini hanya ditemukan hidup di Pun-cak Gunung Binaya. Status endemik bagi pakis binaya menunjukkan bahwa jenis ter-sebut memiliki daerah sebaran terbatas, yakni hanya di sekitar Puncak Gunung Binaya. Se-cara umum disepakati bahwa jenis-jenis dengan sebaran terbatas seperti ini sangat ra-wan terhadap kepunahan. Sekali populasinya meng-alami gangguan yang sangat fatal, tidak ada lagi harapan bagi kelestarian jenisnya karena populasi setempat adalah satu-satu-

KONSEP ENDEMISME

Dr.Ir. Ivan Yusfi Noor, M.Sc

enis Endemik Pulau Seram Konservasinya

onsep endemisme berkaitan erat de-ngan konsep keunikan. Menurut ka-mus besar bahasa Indonesia, [unik] mengandung makna: 1) tersendiri dalam bentuk atau jenisnya; 2) lain

daripada yang lain; 3) tidak ada persamaan. Da-lam biologi, ketika konsep keunikan diterapkan pada suatu jenis/spesies dengan mempertimbang-kan sebarannya secara geografis di situlah mun-cul konsep endemisme. Jadi suatu jenis flora atau fauna, dikatakan endemik apabila jenis tersebut unik pada suatu wilayah geografi tertentu dan, ia merupakan jenis asli yang hanya bisa ditemukan di wilayah geografi itu dan tidak ditemukan di wilayah lain. Contoh populer bagi jenis endemik adalah ja-lak bali. Jalak bali adalah jenis asli Pulau Bali yang berbeda/ lain daripada jenis jalak lainnya, dan yang hanya ada di Pulau Bali (wilayah geografi) serta ti-dak ada di tempat lain manapun di dunia ini.

Pengertian endemisme seringkali kita dengar da-lam konteks cakupan wilayah geografis yang be-ragam. Misalnya, jalak bali (Leucopsar rotchildii) yang endemik Pulau Bali; nuri maluku (Eos bor-nea) yang endemik Kepulauan Maluku; paku bina-ya yang endemik Puncak Gunung Binaya, di Pulau Seram; wombat (Vombatus ursinus) yang endemik Benua Australia; burung puffin (Fratercula arctica) yang endemik Kutub Utara. Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa cakupan wilayah endemisme bisa sangat sempit seperti ‘endemik Gunung Bi-naya’ atau sangat luas seperti ‘endemik Benua Australia’. Namun demikian, secara umum, se-makin sempit wilayah geografis yang menjadi ca-kupan, semakin ‘penting’ jenis endemik itu secara biologis dan konservasi.

K

J&

4

WILAYAH WALLACEA MERUPAKAN PUSAT ENDEMISME

nya sumber individu bagi kelangsungan hidup jenisnya. Dengan demikian, jenis-jenis endemik beserta habitatnya sangat perlu untuk mendapatkan prioritas pelestarian.

Walacea adalah wilayah biogeografis yang memisahkan Asia dengan Australia. Wilayah ini merujuk pada seke-lompok pulau-pulau yang secara geografis memben-

tang dari Selat Makassar, Laut Sulawesi dan Selat Lombok di bagian Barat hingga Pulau Halmahera, Pulau Seram dan

Kepulauan Kei di selelah Timur. Secara umum, wilayah ini dikenal mencakup Pulau Sulawesi serta pulau-pulau

di sekitarnya, Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku. Pulau-pulau umumnya dikenal luas sebagai pusat jenis-jenis yang memiliki sebaran terbatas dan se-kaligus dipandang memiliki tingkat endemisme yang tinggi (Whittaker & Fernandez-Palacios, 2007).

Secara geologi, wilayah Wallacea yang terdiri atas pulau-pulau ini, sejak zaman es terakhir (25.000 tahun yang lalu) berada dalam kondisi yang relatif terisolasi dari paparan Sunda di barat dan papar-

an Sahul di bagian timur. Kondisi ini selanjutnya

Paku pohon endemik TN Manusela (Alsophila binayana dan Sphaeropteris pukuana) di puncak G. Binaya

Sumber: Bahan presentasi Tejedor & Wardani (2019)

5

menciptakan situasi yang memungkinkan terjadinya proses spesiasi yang menye-babkan terbentuknya spesies-spesies/je-nis-jenis fauna endemik yang unik daerah ini. Karakter wilayah yang berupa kepulau-an menjadi faktor utama terjadinya spesia-si yang mengarah pada terbentuknya spe-sies endemik (Moore, 2019).

Nama Wallacea bagi wiayah ini sendiri diambil dari nama seorang naturalis yak-ni Alfred Russel Wallace, salah seorang pencetus teori evolusi di samping Charles Darwin. Melalui penelitiannya di Kepulau-an Nusantara, selama kurun waktu 1854 hingga 1862), Walace menghasilkan dua teori yang terkenal yakni: 1) Garis Wallace 2) Seleksi alam, yang menjadi jantung teori evolusi (Dhuroruddin, 2015).

Wilayah Wallacea ini secara internasional dikenal sebagai sebagai biodiversity hot-spot (Conservation International 2020). yakni suatu wilayah yang memiliki keane-karagaman tinggi, tingkat endemisitas ting-gi dan tingkat keterancaman yang tinggi pula. Dengan sifat-sifat ini wilayah Walla-cea menjadi wilayah yang sangat penting untuk dilestarikan/dikonservasi.Wallacea adalah habitat bagi 697 spesies/jenis burung, dimana 249 jenis (36%) me-rupakan jenis endemik yang hanya ada di

Wilayah Wallacea

wilayah ini. Laju endemisitas bahkan me-ningkat secara impresif (44%) jika hanya jenis burung-burung penetap (yang tidak bermigrasi) yang dipertimbangkan. Untuk golongan mamalia, Wallacea juga memi-liki total 201 jenis mamalia, dan 123 jenis diantaranya endemik. Jika 81 jenis kelela-war yang memiliki kemampuan penyebar-an tinggi dikeluarkan dari daftar 201 jenis mamalia tersebut di atas, maka laju ende-misitas meningkat hingga 93% (Supriatna, 2017).

Di Kepulauan Maluku, terdapat 116 jenis sebaran terbatas dan 90 jenis diantaranya adalah jenis endemik. Stattersfield dkk. (1998) mengungkapkan bahwa jenis-jenis endemik maluku tersebut tercakup di da-lam 6 (enam) Daerah Burung Endemik yang ada di Kepulauan Maluku yakni: 1) Pulau-pulau di Laut Banda, 2) Buru, 3) Se-ram, 4) Maluku Utara, 5) Timor dan Wetar dan 6) Kepulauan Banggai dan Sula. Dae-rah Burung Endemik menunjukkan bahwa daerah bersangkutan penting bagi pelesta-rian jenis-jenis burung yang penting secara global.

6

ulau Seram adalah pulau terbe-sar/terluas di Kepulauan Maluku. Luasnya mencapai 18.625 km2. Sebagai bagian dari Wilayah

Wallacea, Pulau Seram juga dikenal me-miliki banyak jenis endemik. Catatan pa-ling lengkap mengenai jenis endemik di P. Seram datang dari kelompok burung. Menurut Eaton dkk. (2016), P. Seram se-tidaknya memiliki 34 jenis burung endemik yang terdiri atas 11 jenis endemik maluku dan 23 jenis endemik P. Seram. Jenis en-demik maluku berarti jenis tersebut hanya terdapat di Kepulauan Maluku dan tidak ada di tempat lain. Namun, di Kepulauan Maluku jenis ini bisa dijumpai di lebih dari satu pulau. Sedangkan jenis endemik P. Seram berarti hanya dapat dijumpai di Pu-lau Seram.

Dari golongan tumbuhan, P. Seram memiliki beberapa jenis endemik. Yang terpenting tentu saja paku binaya (Alsop-

JENIS-JENIS ENDEMIK DI PULAU SERAM

No Nama_ID Nama_ILTingkat

Endemisitas No Nama_ID Nama_ILTingkat

EndemisitasM S TN M S TN

BURUNG1 Uncal Ambon Macropygia amboinensis √ 26 Brinji-mas seram Thapsinillas affinis √

2 Merpati-gunung Seram Gymnophaps stalkeri √ 27 Kacamata seram Zosterops stalkeri √

3 Pergam mata-putih Seram Ducula neglecta √ 28 Sikatan buru Ficedula buruensis √

4 Walet seram Aerodramus ceramensis √ 29 Cikrak seram Seicercus ceramensis √5 Elang-alap maluku Tachyspiza erythrauchen √ 30 Kecici-belalang seram Locustela musculus √6 Serak seram Tyto almae √ 31 Perling maluku Aplonis mysolensis √7 Punggok seram Ninox squamipila 32 Anis seram Geokichla joiceyi √8 Raja udang Lazuli Todirhamphus lazuli √ 33 Cabai kelabu Dicaeum vulneratum √9 Kakatua seram 1) Cacatua moluccensis √ 34 Raja-perling seram Basilornis corythaix √

10 Nuri maluku Eos bornea √ TUMBUHAN11 Nuri telinga biru Eos semilarvata √ 35 Pakis binaya Alsophila binayana √12 Nuri tengkuk-ungu Lorius domicella √ 36 Paku pohon Sphaeropteris pukuana √13 Isap-maadu seram Lichmera monticola √ 37 Paku pohon Dicksonia ceramica √14 Myzomela seram Myzomela blasii √ 38 Paku pohon Alsophila ternatea √15 Cikukua seram Philemon subcomiculatus √ 39 Paku pohon Alsophila ohaensis √16 Kepudang seram Oriolus forsteni √ 40 Paku pohon Alsophila amboinensis √17 Kancilan mas Pachycephala pectoralis √ 41 Begonia Begonia galeolepis √18 Kancilan Drab Pachycephala griseonota √ 42 Begonia Begonia manuselaensis √

19 Kepudang-sungu maluku Coracina atriceps √ 43 Begonia Begonia mufidahkallae √

20 Kepudang-sungu pucat Coracina ceramensis √

21 Kipasan seram Rhipidura dedemi √22 Kipasan Rhipidura cinerea √23 Srigunting lencana Dicrurus amboinensis √24 Kehicap maluku Myiagra galeata √25 Gagak seram Corvus violaceus √

Keterangan: ID (Indonesia), IL (Ilmiah), M (Maluku), S (Seram), TN (Taman Nasional Manusela)

hila binayana) karena jenis ini hanya ada di Gunung Binaya, puncak tertinggi di P. Seram dan Kepulauan Maluku. Selain itu, juga ada 5 (lima) jenis paku pohon lainnya yang juga endemik (Tejedor & Wardani, 2019). Hasil penelitian lain dari LIPI meng-ungkapkan bahwa terdapat 3 (tiga jenis) tanaman begonia yang endemik P. Seram (Ardi & Thomas 2015; Ardhaka dkk. 2016; Ardaka & Ardi 2019).

Dua jenis burung, yakni kakatua malu-ku dan nuri tengkuk-ungu memiliki sejarah yang unik. Keduanya kini dianggap seba-gai jenis yang hanya dapat dijumpai di P. Seram sehingga sering disebut sebagai kakatua seram dan nuri kepala-hitam se-ram, seolah-olah keduanya endemik P Se-ram. Namun sesungguhnya, di masa lalu keduanya memiliki sebaran yang lebih luas yakni mencakup pulau-pulau Ambon, Ha-ruku, Saparua dan Nusa Laut. Tetapi, ka-rena sejarah penangkapan dan kehilangan

P

BEBERAPA JENIS ENDEMIK DI MALUKU DAN PULAU SERAM7

habitat, populasi di keempat pulau tersebut kini sudah dianggap punah.Sekarang tinggal P Seram yang menjadi harapan bagi kelangsungan hidup populasi kakatua maluku dan nuri tengkuk-ungu.TAMAN NASIONAL MANUSELA: BENTENG TERAKHIR PELESTARIAN JENIS ENDEMIK P. SERAM.

Jenis endemik pada umumnya sangat rentan terhadap kepunahan. Oleh sebab itu jenis-jenis endemik beserta habitatnya sangat perlu untuk mendapatkan prioritas pelestarian. Di P Seram, jenis-jenis endemik hidup pada berbagai fungsi hutan: Hutan Produksi (HP), Hutan Lindung (HL) dan Hutan Konservasi (HK). Bahkan sebagian juga hidup pada areal di luar kawasan hutan. Masa depan jenis-jenis endemik ini sangat bergantung pada kelestarian 1.551.280,23 ha kawasan hutan yang telah ditunjuk oleh pemerintah, termasuk di-antaranya 174.545,59 ha Hutan Konservasi yang dikenal sebagai Taman Nasonal (TN) Manusela.

TN Manusela telah ditetapkan oleh pemerintah pada tahun 2014 dan luasnya mencakup sekitar 10% dari luas P. Seram, atau 11,25 % dari luas kawasan hutan pulau ini. Sebagai hutan konser-vasi, kawasan taman nasional ini mengemban fungsi pokok untuk melindungi sistem penyangga kehidupan, mengawetkan keanekaragaman ha-yati dan memanfaatkan sumber daya alam secara lestari. Sesuai keputusan penunjukannya, mandat dari dibentuknya TN Manusela adalah menjamin lestarinya keindahan dan keunikan alam agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pengem-bangan ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudaya-an dan pariwisata.

Ekosistem hutan TN Manusela adalah contoh hutan asli P Seram, dengan luasan besar, yang masih tersisa di pulau ini. Dengan kondisi ekosis-tem hutannya yang masih asli dan baik, TN Manu-sela adalah harapan hidup bagi populasi berbagai jenis endemik P Seram. Bahkan, untuk jenis paku pohon (Alsophila binayana dan Sphaeropteris pukuana) dan begonia (Begonia manuselaensis), TN Manusela adalah satu-satunya habitat dimana ketiganya bisa hidup dan dapat dijumpai. Jadi ti-dak terlalu berlebihan apabila dikatakan bahwa TN Manusela adalah benteng terakhir bagi pelestarian jenis-jenis endemik yang ada di Pulau Seram.

DAFTAR PUSTAKA

Ardhaka IM, Ardi WH, Undaharta NKE. & Tirta IG. 2016. Satu jenis baru Begonia dari Taman Nasional Manusela, Seram. Reinwardtia 15(1): 61 – 64.

Ardaka IM & Ardi WH. 2019. A new spe-cies of Begonia (Begoniaceae) from the Moluccas, Indonesia. Gardens’ Bulletin Singapore 71 (2): 415–419

Ardi WH & Thomas DC. 2015. Studies on Begonia (Begoniaceae) of the Molucca Islands II: A new species from Seram, Indonesia. The Gar-den’s Bulletin Singapore 67 (2): 297–303.

Conservation International. 2020. Bio-diversity Hotspots. Diunduh 2 November 2020 dari https://www.conservation.org/priorities/biodiversity-hotspots.

Dhurorudin. 2015. Alfred Russel Wllace: Pencetus Teori Seleksi Alam dan Garis Imajiner Nusantara. Diun-duh 30 Oktober 2020 dari https:// http://lipi.go.id/

Eaton J, van Balen B, Brickle N dan Rhe-indt F. 2016. Birds of the Indone-sian Archipelago: Greater Sun-das and Wallacea. Lynx.

Kealy, S., Louys, J. and O’Connor, S., 2016. Islands under the sea: a review of early modern human dispersal routes and migration hypotheses through Wallacea. The Journal of Island and Coastal Archaeology, 11(3), pp.364-384

Moore D. 2019. Why is the Wallacea re-gion so biologically interesting?. Diunduh 30 Oktober 2020 dari https:// https://www.opwall.com/.

Stattersfield AJ, Crosby MJ, Long AJ dan Wege DC. 1998. Endemic Bird Areas of the World. Priorities for biodiversity conservation. Bird-Life Conservation Series 7. Cam-bridge. BirdLife International.

Supriatna J. 2017. Wallacea: a living laboratory of evolution. Diunduh 2 November 2020 dari The Con-versation, https:// https://thecon-versation.com/id.

Whittaker RJ, Fernandez-Palacios JM. 2007. Island Biogeography. Ox-ford Univ Press, Oxford, UK. 2nd Ed.

T A M A N N A S I O N A L M A N U S E L A M E R U P A K A N H A R T A N U S A I N A , R U M A H S A T W A D A N T U M B U H A N E N D E M I K8

T A M A N N A S I O N A L M A N U S E L A M E R U P A K A N H A R T A N U S A I N A , R U M A H S A T W A D A N T U M B U H A N E N D E M I K

JENIS-JENIS ENDEMIK DI PULAU SERAM SANGAT BERGANTUNG PADA KAWASAN HUTAN.

KAWASAN KONSERVASI

HUTAN LINDUNG

HUTAN PRODUKSI TERBATAS

HUTAN PRODUKSI

HUTAN PRODUKSI KONVERSI

AREAL PENGGUNAAN LAHAN

Persentase Penggunaan Lahan dengan Luas

Daratan Pulau Seram

LUAS KAWASAN HUTAN 1.551.280,23 Ha LUAS DARATAN PULAU SERAM 1.737.053 Ha 83,92 % Persentase Kawasan Konservasi

dengan daratan Pulau Seram

Foto: Drone tnmanusela

9

PULAU SERAM (Topografi,Geografi dan Vegetasi)

1. Sugeng Handoyo, S.Hut. 2. Mangiring.C.Sibarani, S.Hut

KEPULAUAN MALUKUKepulauan ini terdiri atas

pulau-pulau yang secara geolo-gis kompleks. Terletak di antara Sulawesi dan Papua, kepulau-an yang secara biologis sangat kaya, tetapi masih sedikit dite-liti ini, terdiri dari ± 559 pulau. Beberapa pulau-pulaunya yang terbesar/terluas adalah. Pulau Buru, P. Seram, P. Halmahera, P. Obi dan P. Bacan Selain itu di kepulauan ini juga terdapat sebuah busur pulau-pulau ke-cil yang jarang dikunjungi yang terletak memanjang di wila-yah sebelah tenggara. Di sini terdapat Kepulauan Kai, Kep Aru, P. Yamdena dan rangkai-an pulau-pulau kecil di sebelah tenggara P. Seram. Kepulauan Maluku juga mencakup pu-lau-pulau kecil yang terisolasi seperti Mayu, Tifore, Kep. Ban-da dan Manuk di Laut Banda. Semua pulau yang telah dise-butkan di atas, secara adminis-tratif termasuk dalam Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara.

Seperti Sulawesi, habitat utama di Kep. Maluku adalah hutan tropis basah selalu hijau. Komponen flora di hutan-hutan ini benar-benar di dominasi tumbuhan Malesia (Whitmore 1981). Sejumlah peneliti ber-pendapat bahwa secara kese-luruhan keragaman jenis flora Kep. Maluku relatif rendah dan jumlah jenis endemiknya sedikit, walaupun keadaan ini mungkin mencerminkan sangat kurangnya koleksi botani di kawasan ini (lihat van Balgooy 1984).

E NG E NA L BU RU NG E N DE M I K P U L AU SE R A M

ulau Seram yang lu-asnya 18.410 km2, adalah pulau terbesar

di Kepulauan Maluku (tetapi hanya sedikit lebih luas dari pada Pulau Halmahera). Pulau yang berbentuk pan-jang dan didominasi oleh gunung-gunung ini memiliki puncak tertinggi di Kepulau-an Maluku, yaitu Gunung Binaia (3.027 m).

Dataran pesisirnya ke-banyakan sangat sempit, kecuali di bagian timur laut di mana dataran aluvial yang luas di selingi datar-an rendah berawa. Sitem lahan semacam ini adalah sistem lahan yang paling luas di Kep. Maluku. Gu-nung-gunungnya keba-nyakan terdiri dari formasi batu kapur tersier, dan ter-dapat formasi batuan ultra-basa yang luas di bagian barat.

Dataran aluvium men-dukung hutan pamah basah tropis yang tinggi, yang di-cirikan oleh Shorea selani-ca (satu-satunya jenis dari

suku Dipterocarpaceae di Seram), Canarium, Elaeo-carpus sphaericus, Calop-hyllum, Instia dan Myristica. Hutan ini memiliki tajukn agak terbuka, dengan la-pisan tumbuhan bawahnya agak jarang. Lantai hutan-nya sering disapu bersih oleh banjir pada musim penghujan. Di sepanjang sungai-sungai utamanya, hutan pamah dicirikan oleh Octomeles sumatrana, Eu-calyptus deglupta (Camera-re), Pometia pinnata, Ca-suarina eguisetifolia, Ficus, Litsea, dan Eugenia.

Habitat dataran rendah lainnya adalah hutan mang-rove (terutama sepanjang pesisir utara), hutan pantai (terutama dipesisir utara yang berpasir) dan pe-tak-petak hutan rawa datar-an rendah. Hutan rawa ini dicirikan oleh Nauclea, Bar-ringtonia racemosa, Ficus nodosa dan gelam Melale-uca leucodendron.

Hutan pegunungan di-mulai pada ketinggian di

P

Sumber: tnmanusela

M10

TAMAN NASIONAL MANUSELA BURUNG-BURUNG ENDEMIK DI TAMAN NASIONAL MANSUELA

BURUNG

Burung paruh bengkok adalah kelom-pok burung dari Famili Psittacidae yang, di Kepulauan Maluku, terdiri atas kakatua, nuri, betet dan perkici. Istilah burung paruh bengkok diambil dan diterjemahkan dari kata dalam Bahasa Inggris yakni Parrot.

Wilayah Indonesia bagian Timur, khu-susnya Maluku dan Papua, adalah habitat dan surga bagi lebih dari 80 jenis burung paruh bengkok (nuri, kakatua, betet, serin-dit dan perkici). Dari jumlah itu, 34 jenis di-antaranya hidup di Kepulauan Maluku (Ma-luku dan Maluku Utara) dan 10 jenis ada di P. Seram, termasuk Taman Nasional Ma-nusela. Taman Nasional Manusela dikenal sebagai surganya burung paruh bengkok.

Dari sepuluh jenis burung paruh beng-kok yang ada di TN Manusela,3 jenis di antaranya adalah jenis burung endemik. Selain itu, masih ada 19 jenis burung lain di luar kelompok paruh bengkok yang juga masuk dalam kategori jenis burung ende-mik. Berikut ini adalah uraian singkat dari jenis-jenis burung dendemik yang ada di TN Manusela.

E NG E NA L BU RU NG E N DE M I K P U L AU SE R A M

atas 500 m dpl, dan terdiri dari jenis-jenis khas seperti konifer Agathis alba, Dacrydi-um sp., pasang (Lithocarpus sp.), Casta-nopsis, Casuarina, Duabanga moluccana, Diospyros, Calophyllum, Pterocarpus dan Pinanga. Di hutan pegunungan, kebanyak-an pohon tertutup rapat oleh lumut, lumut kerak dan paku.

Tumbuhan lapisan tajuk bawah umum-nya jarang, namun kadang-kadang terda-pat tutupan rotan Calamus sp. yang rapat. Semakin tinggi elevasi, tinggi rata-rata tajuk hutan semakin rendah, dan di atas ketinggian 2.500 m hutan ini menjadi hu-tan ”elfin” dengan tumbuhan bawah rapat yang terdiri dari jenis-jenis Impatiens, Bur-mannia, Dianella, Rhododendron, perdu Ericaceae, anggrek tanah dan paku-paku-an. Puncak gunung-gunung tertingginya gundul.

Kawasan konservasi yang terletak di Pulau Seram ini memiliki luas ±1.890 km2 (174.545,59 Ha) sesuai dengan Su-rat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 2583/Menhut-VII/KUH/2014. Kawasan hutan ini hampir seluruhnya berupa eko-sistem hutan asli dan alami yang masih baik kondisinya. Kaya akan keanekara-gaman hayati, ekosistem hutan TN Manu-sela, memiliki setidaknya 196 jenis burung (12% dari seluruh burung di Indonesia yang berjumlah 1,539 jenis); dan 22 jenis diantaranya merupakan jenis yang tidak ada ditempat lain (endemik),

TN. Manusela merupakan bagian dari daerah burung endemik (EBA) P. Seram, yang mendukung seluruh jenis endemik Seram.

Burung merupakan salah satu kelom-pok vertebrata terbesar yang banyak dike-nal. Diperkirakan ada sekitar 9.000 jenis yang tersebar di seluruh permukaan bumi. Kelompok ini menempati setiap tipe habi-

Sumber: tnmanusela

tat yang ada, mulai dari khatulistiwa sam-pai daerah kutub. Dimana saja ditemukan pohon yang tumbuh, atau terdapat ikan, serangga dan avertebrata lainnya, di situ ada burung yang mencari kehidupan se-bagai pemakan biji-bijian, buah atau nek-tar; sebagai pemangsa yang memakan serangga, ikan atau hewan lainnya; atau bahkan sebagai pemakan bangkai (Noor, 2014)

Burung-burung tampil dengan aneka warna yang cerah, suara-suara yang indah dan khas, bentuk tubuh yang beragam dan menakjubkan serta cara hidup yang ber-beda-beda. Semua karakteristik itu men-jadikan burung memiliki pesona yang me-nyebabkan orang senang untuk melihat, mendengarkan suaranya hingga memeli-haranya (Noor, 2014)

11

BURUNG ISAP MADUBurung-burung isap madu terdiri dari suku be-sar Australo-Papua yang umumnya memiliki paruh melengkung yang runcing untuk makan nektar dari semak dan pohon yang sedang ber-bunga, serta serangga yang berkumpul di sana. Suku ini meliputi Cikukua yang besar dan ribut.

Kakatua MalukuCacatua moluccensis Gmelin (Salmon-crested Cockatoo) Ciri-ciri: Tinggi mencapai 46 - 52 cm. Jambul merah-jam-bu bang-bang tua. Bagian bawah dan bulu terbang ber-warna merah-jambu bang-bang tua; ekor bawah jingga kuning dan merah-jambu bang-bang tua. Persebaran: Endemik di Maluku S: Seram, Ambon, Haruku dan Saparua. Status habitat: Jenis terancam punah. Dulu umum, jenis ini sekarang langka sampai tidak umum. Menghuni hutan primer dan sekunder yang tinggi; juga hutan yang rusak. Dari permukaan laut sampai ketinggian 1000 m.

Kasturi tengkuk unguLorius domicella Linnae-us (Purple-naped Lory ) Ciri-ciri: Tinggi mencapai 28 cm. Sebagian besar merah; tudung hitam; kedua sayap hijau; pita-dada ku-ning bervariasi; ekor pen-dek-gemuk. Persebaran:

Endemik di Seram dan Ambon, Maluku S; juga pernah ditemukan di

Pulau Buru (feral?). Status habitat: Tidak umum; tidak ada catatan baru dari Ambon, atau dari Buru. Menghuni hutan; dari ketinggian 400 - 900 + m

Nuri telinga BiruEos semilarvata Bonaparte (Blue-eared Lory)Ciri-ciri: Tinggi mencapai 24 cm. Sebagian besar merah; dagu, pipi dan penutup telinga biru-telang; perut bawah biru.Persebaran: Endemik di Seram, Maluku S. Status habitat: Umum, Menghuni hutan primer

pegunungan. Dari permukaan laut 1200 m sampai ketinggian 2490 m, kadang rendah pada ketinggian 600 m.

Myzomela SeramMyzomela blasii Salvodori (Drab

Myzomela / Drab Honeyeater)Ciri-ciri: Tinggi mencapai 11,5 cm. Bagian atas zaitun; bagian bawah abu-abu kekuningan pucat. Tenggorokan dan dada bersisik. Betina: Mahkota abu-abu dan lebih pucat; kulit di sekeliling mata gundul. Perse-

baran: Endemik di Maluku S: Seram, Buano, Ambon. Status habitat: Jenis yang kurang dikenal. Menghuni hutan pada ketinggian 150 – 2200 m (sebagian besar pada ketinggian 600 – 700 m).Dari permukaan laut 1200 m sampai ketinggian 2490 m, kadang rendah pada ketinggian 600 m.

Isap- Madu SeramLichmera monticola Stre-

semann (Spectacled Honeyeater)

Ciri-ciri: Tinggi mencapai 14,5 – 16,5 cm. Bercak-teli-nga putih kekuningan; ling-karan-mata putih; dada bertotol dan bercoret;

sayap kuning zaitun. Betina: lingkaran-mata gundul (tidak berbulu). Persebaran: Endemik di Seram, Maluku S. Status habitat: Umum. Menghuni hutan dan khususnya hutan kerangas pada ketinggian yang tinggi. Tercatat pada ketinggian 900 – 2490 m (paling umum di atas 1200 m) dan sekali pada ketinggian 600 m.

12

Sumber Foto:Kakatua Maluku - tnmanuselaKasturi Tengkuk Ungu - tnmanuselaNuri Telinga Biru - tnmanuselaIsap Madu Seram - Marcel HolyoakMyzomela Seram - tnmanuselaCikukua Seram - tnmanuselaKepundang Seram - tnmanuselaRaja Perling Seram - tnmanuselaCabai Kelabu - tnmanusela

BURUNG PERLING

Burung-burung berukuran sedang, dengan ekor pendek dan paruh runcing, kuat. Suka berke-lompok dan umumnya hidup di pepohonan. Ter-bangnya cepat dan lurus.

BURUNG KEPUNDANG SUNGU

Kepundang Sungu adalah bu-rung-burung berukuran sedang, ter-

utama dengan berbagai warna abu-abu te-tapi dengan sedikit hitam dan putih pada bulu-bulunya. Cukup mencolok dan sering merupakan burung-burung yang ribut di ta-juk atau lapisan tengah, tetapi taksonomi-

nya rumit.

BURUNG CABAI

Suku Oriental ini beranggotakan burung-burung kecil berwarna-warni yang terus menerus ber-pindah-pindah dari satu semak ke semak la-innya dengan terbang tidak teratur, suaranya tajam dan pendek. Burung cabai ini mirip de-ngan burung madu dalam hal habitat dan peri-lakunya, tetapi tubuhnya lebih pendek gemuk, paruhnya juga lebih pendek dan gemuk. Jantan memiliki warna-warna terang tetapi umumnya tidak mengilap.

Cabai KelabuDicaeum vulneratum Wallace (Ashy Flower-pecker). Ciri-ciri: Tinggi menca-pai 8 – 8,5 cm. Bagian atas kecokla- tan tua; bagian bawah ke-abu -abuan ;

tunggir merah. Jantan: bercak-dada merah. Be-tina: penutup ekor bawah kemerahan. Persebaran: Endemik di Maluku S : Boano, Seram, Ambon, Sa-parua, Gorong dan L. Seram (Manawoka). Status habitat: Umum. Menghuni hutan primer dan sekunder, hutan pesisir, tepi hutan dan lahan semi budidaya. Dari permukaan laut sampai ketinggian 2100 m (sebagian besar di bawah sekitar 1000 m) (Seram).

Raja-Perling SeramBasilornis corythaix Wagler (Long-crested Myna). Ciri-ciri: Tinggi mencapai 26 cm. Hitam, jambul pada mahkota belakang khas, tegak; kulit di-sekeliling mata seperti kacamata pucat. Persebaran: Endemik di Seram, Maluku S. Status ha-

bitat: Tidak umum. Menghuni tepi hutan, hutan se-kunder yang tinggi, kebun dengan hutan perbukitan, lahan budidaya yang tumbuhnya cepat dan sedikit pohonnya. Dataran rendah (kebanyakan di atas 200 sampai 900 m).

Kepundang SeramO r i o l u s f o r s t e - n i Bonaparte (Seram Oriole / Grey Collared Oriole) Ciri-ciri: Tinggi men-capai 31,5 cm. Bagian atas coklat zaitun tua; bagian bawah lebih pucat dan lebih kekun-ingan; kerah leher be-lakang abu-abu; kulit di sekeliling mata gundul. Persebaran: Endemik di Ma-luku, Seram, Buano, Ambon. Status habitat: Cukup umum di hutan pamah primer, kurang umum di dataran tinggi. Dari permukaan laut sampai ketinggian 1100 m.

Cikukua SeramPhilemon subcorniculatus Hom-bron & Jacquinot (Seram Friarbird)Ciri-ciri: Tinggi mencapai 35 cm. Coklat zaitun, bagi-an bawah lebih pucat; muka gundul gelap, bercak-mata ber-variasi coklat kekuningan hingga kemerahan; leher belakang abu-abu; dada kekuning-an; kenop pada paruh tidak jelas. Persebaran: En-demik di Seram, Maluku S. Status habitat: Sangat umum. Menghuni hutan, tepi hutan, mangrove dan perkebunan kelapa di pesisir. Dari permukaan laut sampai ketinggian 1100 m.

13

BURUNG KACAMATA

Sebagai suatu suku, kacamata dapat sege-ra dikenali dari bulunya yang berwarna zaitun dan cincin putih yang melingkari matanya, serta kebiasannya terbang dari pohon ke pohon da-lam kelompok longgar. Namun demikian jenis yang berbeda sangat membingungkan bagi para amatir. beberapa jenis lebih hijau, lainnya lebih kuning, sementara ada beberapa yang ti-dak memiliki lingkar mata yang merupakan asal nama burung ini. Burung kecil ini sangat aktif di lapisan tengah dan atas tajuk.

BURUNG SIKATAN

Burung Sikatan adalah suku pemakan serang-ga yang bervariasi dan sering berwarna-warni. Umumnya dijumpai dilapisan bawah atau te-ngah hutan, diam-diam mencari makan pada dahan-dahan dan sesekali terbang keluar un-tuk menangkap serangga udara.

Kipasan Dada lurik-CinereaRhipidura cinerea Walla-

ce (Northern Fan-tail-Cinerea/ Seram

Fantail). Ciri-ciri: R. cinerea memiliki kemiripan dengan R.r. bouru-

ensis tetapi dada lebih abu-aabu dan berbintuk-bintik putih tidak jelas; perut putih.

Persebaran: Endemik Seram. Status habitat: Cukup umum, menghuni hutan primer dan sekunder dan tepi hutan; juga lahan budidaya yang pohonnya sedikit, semak yang terbuka dan secara lokal meng-rove. dari ketinggian permukaan air laut hingga 900 m di lahan semi budidaya. Dari permukaan laut sampai ketinggian 2100 m (sebagian besar di bawah sekitar 1000 m) (Seram).

Kipasan seramRhipidura dedemi Van Oort (Stre-aky-breasted Fantail)Ciri-ciri: Tinggi mencapai 13,5 cm. Ekor berkipas; mantel dan sebagian ekor merah-karat; pita-leher depan hitam; dada ber-coret. Ekor lebih pendek daripada kipasan lainnya. Tinggi mencapai 14 cm. lingkaran-mata putih; dahi ke-putih-putihan; kepala; tenggorokan dan dada abu-abu zaitun tua; penutup ekor bawah kuning. Persebaran: Endemik di Seram, Maluku S. Status habitat: Umum. Menghuni hutan, tetapi tidak ada di pesisir. Dari datar-an rendah sampai ketinggian 2200 m.

Kacamata SeramZosterops stalkeri Ogilvie-Grant (Seram white-eye)Telah diteliti oleh Pamela C. Rasmussen et al. (2000). Bahwa jenis ini lebih spesifik terpisah. Ciri-ciri: lebih pucat lebih puca t , lebih dalam, dan lebih luas di pangkalan. Cincin pada matanya lebih sempit dan putus di bagian depan. Mah-kota dan sisi kepala berwarna hitam dan dibagian atas kepala berwarna perunggu gelap. bagian belakang (Kloaka) berwarna khas kuning-perunggu. Sisi bagian dada dan sayap berwarna putih keabu-abuan, bulu-bulu bagian terluar berwarna oranye-kuning, bagian paha putih keabu-abuan, dan ekor atas berwarna hitam kecoklatan. warna bagian tenggorokan lebih hijau dan lebih menyebar,serta lebih dominan campuran hitam di bulu bagian dagu. Suara lebih khas. Pemakan: serang-ga, nektar dan buah-buahan Persebaran: Endemik di Seram. Status habitat: Hutan terbuka, di daerah permukiman penduduk.

14

Sumber Foto:Kipasan dada lurik - tnmanuselaKipasan Seram - tn ManuselaKacamata Seram - tnmanuselaSrigunting lencana- tnmanuselaWalet Seram - Lucas DeCiccoBrinji Emas Seram - tnmanusela

BURUNG SRIGUNTINGTerkenal dengan kemampuannya dalam meni-rukan suara burung lain, tetapi selain itu burung srigunting juga terkenal dengan akal liciknya terutama dalam mencari makanan. Di habitat alaminya, burung ini akan mencoba merebut makanan yang dibawa burung lain dengan cara menakut-nakutinya menggunakan suara burung predator yang telah ia kuasai. Di Indo-nesia, terdapat beberapa jenis burung srigun-ting dan semuanya itu masing-masing memiliki kemampuan meniru suara burung yang cukup baik.

Merupakan burung dengan sayap meruncing, berekor panjang, berwarna hitam dengan ba-gian bawah tubuhnya berwarna coklat. Burung walet hidup di pantai serta daerah permukim-an, menghuni gua atau ruang besar, seperti bubungan kosong. Burung Walet tidak dapat bertengger karena memiliki kaki yang sangat pendek sehingga sangat jarang berdiri di atas tanah tetapi bisa menempel pada dinding tem-bok atau atap. Mampu terbang ditempat gelap dengan bantuan Ekolokasi. Bersarang secara berkelompok dengan sarang yang dibuat dari air liur. Sarang ini banyak diperdagang-kan orang untuk dibuat sup atau bahan obat-obatan.

BURUNG WALET

Walet SeramAerodramus cera-mensis van Oort (Seram Swiftlet)Persebaran: Seram. Status dan Habitiat: Cukup umum. Adi di hutan, habitat yang rusak dan da-erah terbuka. ditemukan dari dataran rendah sampai

2500 m

Termasuk kelompok bu-rung dari keluarga cu-cak-cucakan Pycnono-tidae. Burung ini juga masih memiliki hubungan kekerabatan dengan cu-cakrowo, trucukan, dan juga burung kutilang. Du-lunya burung brinji-emas atau burung Golden bulbul termasuk jenis tunggal dengan nama latin yaitu Thapsinillas affinis. Spesies ini ternyata terdiri dari sembilan subspesies atau ras. Untuk wilayah persebarannya meliputi da-erah Sulawesi, Kepulauan Sulawesi, dan juga di Maluku.

BURUNG BRINJI EMASBrinji Emas SeramThapsinillas affinis Hombron & JacquinotCiri-ciri: lebih besar jika dibandingkan dengan kedua kerabatnya yang lain.Panjang tubuhnya kurang lebih juga sekitar 26 cm. Tubuh pada bagian atas ditutupi oleh bulu–bulu dengan warna zaitun kekuningan. Ke-mudian untuk tubuh bagian bawah semuanya memiliki warna kuning. Persebaran: Brinji-emas seram juga ter-masuk jenis burung endemik Indonesia. Burung ini me-miliki wilayah persebaran hanya di Ambon dan Seram. Dua wilayah tersebut masih berada di wilayah Provinsi Maluku. Status dan Habitat: Spesies ini hidup pada habitat yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan lebat dan juga rapat. Misalnya saja seperti hutan, semak, dan juga lahan perkebunan. Makanan yang disukainya yaitu berupa buah-buahan dan juga serangga seperti halnya kumbang dan juga ulat.

Srigunting lencanaDicrurus bracteatus amboinensis Gray, GR (Spangled Drongo)Ciri-ciri: Srigunting lencana memi-

liki ukuran tubuh sepanjang 27 cm, dengan bentuk ekor yang bercabang dan melengkung. Tubuhnya berwarna kehitaman yang akan terlihat mengkilap ke-

biruan jika terkena cahaya. Iris ma-tanya berwarna merah terang. Makanan

utamanya adalah serangga dan binatang-bina-tang kecil. Persebaran: Endemik Seram. Status ha-bitat: Burung ini kerap bertengger di cabang-cabang pohon di hutan, tepi hutan, kebun, serta habitat terbuka untuk memantau wilayah kekuasaan (teritorial) dari kemunculan serangga atau burung lain yang terlihat membawa serangga

15

Kecici belalang seram / Ceret Coklat

L o c u s t e l l a c a s t a -nea musculus Strese-

mann (Seram Bush-War-bler/ Chestnut-backed Bush-Warbler).Dulu dikenal sebagai Brady-pterus castaneus musculus Ciri-ciri: bagian atas dan muka coklat-tanah, alis putih kecil, tenggorokan dan dada keabu-abuan terang de-ngan putih di tengah-tengahnya, bagian bawah lebih kecoklatan, lebih gelap dan sisi perut lebih merah-karet. Mirip dengan L.c. disturbans di pulau Buru. Perse-baran: Endemik Seram. Status dan habitat: Cukup umum. di lantai hutan pegunungan khususnya daerah yang ditumbuhi rumpun bambu rimbun. berada dike-tinggian 850 hingga 2290 meter diatas permukaan air laut.

Pergam mataputih seramDucula neglecta Schlegel (Seram Imperial-Pigeon).Ciri-ciri: mirip dengan D.a.polia, namun lingkar-an mata putih dan penutup ekor bawah abu-abu keme-rah-jambuan pucat. Per-sebaran: Boano, Seram, Ambon, Saparua. Status dan

habitat: umum. menghuni hutan primer dan tepi hutan, hutan sekunder yang tinggi, lahan budidaya yang po-honnya jarang dan mangrove. Dari permukaan laut sampai keringgian 800 meter.

Gagak SeramCorvus violaceus Bonaparte (Violaceous Crow).Ciri-ciri: lebih kecil dan lebih kusam, paruh lebih pendek dari jenis Corvus enca lainnya.Per-sebaran: Seram. Status dan habitat: Cukup umum, seba-gian besar di pesisir dan daratan rendah, sekitar permukiman penduduk, dan di lahan budidaya yang pohonnya sedikit, termasuk kebun kelapa, kurang umum di semak sekunder, tepi hutan dan hutan yang rusak berat, hutan mangrove dan rawa-rawa. dari keringgian permukaan laut sampai ketinggian 1000 m

Cikrak Seram/ Cikrak Pulau (Ceremensis)Seicercus ceramensis Bonaparte ( Island Leaf-Warb-ler-ceramensis).dulu dikenal dengan ph-ylloscopus poliocephalus

ceremensis. Persebaran: Seram dan Ambon. Status dan habitat: Cukup umum. menghuni hutan primer dan sekunder, sekitar 600-2470 meter di atas permukaan air laut.

Merpati gunungGymnophaps stalkeri Ogilvie-Grant (Seram Mountain-Pigeon).Ciri-ciri: muka dan dada merah-jambu bungalan tuaPersebaran: Endemik Seram. Status dan habi-tat: cukup umum. Sebagian besar m e n g h u n i hutan perbukitan dan hutan pegunungan, kadang me-ngunjungi hutan pamah dan hutan yang rusak sebagai tempat mencari makan. berada disekitar 400-2250 meter diatas permukaan air laut

Anis SeramGeokichla joiceyi Rothschild & Hartert (Seram thrush).Ciri-ciri: mirip Z.d.dumasi namun punggung bawahnya hitam sabak; palang-sayap satu; penutup ekor bawah warna hitam, berujung putih lebar, dan penutup sayap bawah warna hitam. Persebe-ran: Endemik Seram. Status dan habitat: Cukup umum secara lokal, menghuni hutan sampai dengan ketinggian 1280 meter diatas permukaan air laut.

16

Serak SeramTyto almae Jonsson(Seram Masked-Owl)Ciri-ciri: Panjang sayap 252 mm; tarsus 63,6 mm; ekor 116 mm; berat 540 g. Suara T.almae hampir mirip dengan T.s.cavelii, T.s.so-

rorcula, T.novaehollandiae, dan T.alba.deliculata. meskipun mirip namun tinggi nada suara T.almae sedikit lebih rendah. Area wajah berwarna coklat kayu merah mudah cerah, lebih kehi-taman di lubang mata, dengan bulu pendek yang tidak menutupi lubang telinga. dengan bulu kuning kuning kecoklatan dengan ujung cokelat tua berbatasan de-ngan area wajah di luar lubang telinga. Mahkota, teng-kuk, mantel, dan bulu sayap berwarna oranye cerah, masing-masing bulu dengan garis putih pendek me-nyatu di dalam ujung bulu bintik-bintik kehitaman; pung-gung bawah ke penutup ekor atas dengan lebih banyak bintik berbentuk gelendong dan pucat di dalam ujung bulu yang gelap. Sayap yang lebih besar dan bulu-bulu besar yang terdapat pada sayap, berbentuk simetris dan digunakan untuk terbang berwarna orange coklat terang dengan garis-garis teratur dan sedikit bintik yang

Avibase. 2020. Bird checklists. Diunduh 12 November 2020 dari https://avibase.bsc-eoc.org/checklist.jsp?lang=EN.Bowler, J & Taylor, J., 1993. Daftar Jenis Burung di Pulau Seram. Buku II. Rencana Pengelolaan Taman Nasional

Manusela Tahun 1997 – 2022.Brian J Coates dan K. David Bishop. 2000. Panduan Lapangan Burung-Burung Di Kawasan Wallacea (Sulawesi,

Maluku dan Nusa Tenggara). BirdLife International-Indonesia Proggramme & Dove Publications Pty. Ltd.2000.Budget Birders. 2017. Seram – Indonesia – The Perfect Storm (And People Live Out Here?!). Diunduh 12 November

2020 dari https://budgetbirders.wordpress.com/2017/11/22/seram-indonesia-the-perfect-storm-and-people-live-out-here/#comments

Burung Indonesia. 2020. Daftar Burung Endemis. Diunduh 12 November 2020 dari https://www.burung.org/daftar-burung-endemis.

J.A. Knud et.al. 2013. A new species of masked-owl (Aves:Strigiformes: Tytonidae) from Seram, Indonesia. Zootaxa 3635 (1): 051-061.

Jon Fjeldså, Jeffrey S. Marks, and Chris Sharpe. 2020. Seram Masked Owl. Diunduh 12 November 2020 dari https://birdsoftheworld.org/bow/species/sermao1/cur/introduction.

Munandi Aries. 2014. 12 Spesies burung srigunting di Indonesia dengan suara kicauannya . Diunduh 11 November 2020 dari https://omkicau.com/2014/06/02/12-spesies-burung-srigunting-di-indonesia-dengan-suara-kicauannya/2.

Noor IY. 2014. Jenis-jenis Burung di Tenggarong. Diunduh 2 November 2020 dari https://p3ekalimantan.men-lhk.comRheindt.E.F,& Hutchinson.O.R. 2007. A photoshot odyssey through the confused avian taxonomy of Seram and Buru

(southern Moluccas). BirdingAsia (7):18-38Sujatnika,el, al 1995. Daftar Spesies Burung Sebaran Terbatas di Daerah Burung Endemik Seram. Buku II Rencana

Pengelolaan Taman Nasional Manusela Tahun 1997 – 2022.

lebih gelap di selalanya;. Keseluruhan bagian bawah, termasuk lapisan sayap, kuning kunyit dengan bagian basal bulu putih keabu-abuan, dan bintik-bintik kecil di bawah permukaan yang bundar pada sebagian besar bulu di dada dan perut; tarsi dengan bulu kuning kunyit sampai ke pangkal jari kaki. iris mata berwarna coklat tua, kaki kusam merah muda dengan cakar abu-abu pucat. Kepala besar dan bulat dengan area wajah berbentuk hati, ekor pendek, dan kaki agak panjang seperti ciri khas burung hantu bertopeng dari genus Tyto (Bruce 1999). Ekor T. almae sangat berwarna coklat keemasan dengan garis-garis gelap lebih lebar, tidak menunjukkan bintik-bintik pucat, dan hanya sedikit bintik-bintik gelap di antara sela-sela. Ini tidak seperti bintik-bintik gelap yang lebih luas yang ditemukan di kedua bentuk T. sororcula, yang juga menunjukkan bintik-bintik pucat. Jadi, dengan sayap dan ekor berwarna cokelat keemasan yang lebih luas. Status dan habitat: Berada pada tipe hutan pegunungan berlumut pada ketinggian 1350 meter diatas permukaan air laut dan bersarang diatas pohon pada celah (lobang) alami dengan selongsong kecil dengan lebar kurang lebih 50 m dan panjang 100 m. tinggi pohon sekitar 15 meter.

17

Sumber Foto:Gagak Seram - tnmanuselaPergam mataputih seram - tnmanuselaAnis Seram - budgetbirdersMerpati gunung - tnmanuselaKecici belalang seram - budgetbirdersSerak Seram- tnmanusela

Mangiring.C.Sibarani, S.Hut

SATWA ENDEMIK YANG MENDAPAT PRIORITAS PELESTARIAN DI TAMAN NASIONAL MANUSELA

Pulau seram dengan jumlah burung endemik terbanyak di Indonesia (Birdlife International .2001) diberi status sebagai Endemic Bird Area (EBA) dan Important Bird Areas (IBAs). EBA merupakan area daratan yang penting untuk konservasi burung berbasis habitat karena keunikannya mengandung habitat spesies burung endemik (spesies yang terbatas persebarannya), sedangkan IBAs adalah situs (site) penting secara global untuk konservasi spesies burung dan diper-lukan untuk memastikan kelangsung-an hidup populasi yang layak dari sebagian besar spesies burung di dunia.

Taman Nasional Manusela merupakan wilayah daratan yang mencakup 10% dari EBA. Sehingga dapat dika-takan bahwa Taman Nasi-onal Manusela merupakan situs penting bagi kelang-sungan hidup satwa-sat-wa endemik khususnya satwa burung.

Taman Nasional Manusela memiliki ekosistem yang unik dan cukup lengkap mulai dari

18

ve-ge-tasi

pantai hingga

sub alpine. Kondisi ini membuat

taman nasio-nal ini memiliki

keanekaragaman hayati yang tinggi, khususnya satwa

avivauna (burung) yang khas wallacea. Dari beranekaragam burung, kawasan TN

Manusela memiliki 2 satwa terancam punah yang men-

dapat prioritas untuk diles-tarikan yaitu Kakatua maluku

(Cacatua mollucensis) dan nuri tengkuk-ungu (Lorius domicella). Keduanya dikenal sebagai satwa

liar endemik pulau seram, meskipun beberapa sumber menyatakan bahwa

kedua jenis burung tersebut per-nah ditemukan di pulau-pulau kecil

sekitar pulau seram. Hingga kini masih diperdebatkan apakah populasi

di pulau-pulau sekitar P. Seram tersebut merupakan populasi yang terbentuk

secara alami atau spesies yang yang berkembang di luar habitat/wilayah asli-nya akibat campur tangan manusia baik

disengaja ataupun tidak (introduksi) (van Bemmel, 1948; White dan Bruce, 1986;

Collar et al., 1994; Poulsen dan Jepson, 1996).

Sebagai satwa prioritas TN Manusela, kedua satwa tersebut menjadi sasaran

untuk ditingkatkan jumlah individu popu-lasinya. Penetapan satwa prioritas ini

didasarkan pada SK Direktur Jende-ral KSDAE Nomor 180/IV- KKH/2015 tentang penetapan 25 satwa teran-cam punah prioritas untuk ditingkat-kan populasinya sebesar 10 % pada tahun 2005-2019.

Perhatian kepada kedua jenis ini juga semakin ditingkatkan seiring meningkatnya penangkapan dan perdagangan ilegal terhadapnya di wilayah Maluku. Hal ini tejadi karena kedua jenis burung ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi akibat ba-nyaknya permintaan dari konsumen sebagai binatang peliharaan.Penangkapan burung-burung jenis endemik dan dilindungi, khususnya nuri tengkuk-ungu (Lorius domicella) dan kakatua maluku (Cacatua mo-luccensis) disinyalir juga terjadi di TN Manusela. Namun, dengan upaya pengamanan kawasan yang inten-sif, penangkapan dan perdagangan ilegal kedua jenis tersebut dapat dihindari ataupun dicegah. Terbukti, TN Manusela pernah melakukan upaya hukum terhadap pemburu liar dan pedagang satwaliar ini.

Upaya konkret lain dalam rangka melindungi keberadaan nuri teng-kuk-ungu dan kakatua maluku, mo-nitoring perkembangan populasi se-cara periodik (setiap tahun) di lokasi site monitoring yang telah ditetapkan Balai TN Manusela telah menetap-kan 2 Site Monitoring melalui Surat Keputusan Kepala Balai TN Manu-sela Nomor SK.60/IV- T.38/2014 tanggal 14 November 2014 tentang Penetapan site monitoring spesies prioritas terancam punah Kasturi tengkuk ungu/Nuri Kepala Hitam (Lo-rius domicella) dan Kakatua maluku (Cacatua mollucensis) Lingkup Balai TN Manusela Tahun 2014.

Foto: tnmanusela

19

Warna tubuh nuri jenis ini pada umumnya merah tua. Pada bagian le-her terdapat “kalung” kuning. Bagian mahkota kepala berwarna hitam de-ngan warna agak violet/ungu dibelakangnya. Warna ungu pada tengkuk inilah yang menjadi pembeda dengan genus Lorius lainnya dan memberi jenis ini nama: nuri tengkuk-ungu. Sayapnya hijau. Mata dan paruhnya merah oranye. Panjang tubuh antara 28—29 cm. Berat antara 200—250 gram. Nuri tengkuk-ungu serupa dengan nuri punggung-kuning (L. chloro-cercus), tetapi dapat dibedakan dengan “kalung” warna kuningnya lebih sempit serta warna ungu pada bagian mahkota kepala belakangnya.

Pada umumnya, kelompok burung nuri memiliki ukuran tubuh yang paling kecil kira-kira 12 cm dan paling besar kira-kira 42 cm. Tubuh Nuri padat, dengan kepala dan leher yang pendek. Nuri tengkuk-ungu beru-kuran sekitar 28 cm. Bulu didominasi warna merah dengan paruh ber-warna orange. Paha berwarna biru keunguan dan sayap sebagian besar berwarna hijau. Burung ini biasanya dijumpai pada areal berbukit dan hu-tan sub-pegunungan dan hutan pegunungan dengan kisaran ketinggian antara 300 – 1.100 mdpl. Dalam sebuah studi terbaru, spesies ini tidak ditemukan pada hutan bekas tebangan (Birdlife International, 2016)

20

Ciri khas Kasturi tengkuk ungu

Ciri khas Kasturi tengkuk ungu

Foto: tnmanusela

Di habitat aslinya, jenis burung ini hidup berkelom-pok, baik sedang bertengger, terbang, dan mencari pakan. Tempat bertengger lebih menyukai di tajuk po-hon pada bagian luar yang terbuka. Suara gaduk akan dikeluarkan, baik sedang terbang maupun sedang bertengger, kecuali sedang makan. Sulit diamati peri-lakunya perkebangbiakannya karena sangat jarang di-jumpai terlihat disarang seperti burung paruh bengkok lainnya.

Kasturi Tengkuk Ungu (Lorius domicella) merupa-kan sering juga disebut Nuri Kepala Hitam dikarenakan adanya warna hitam pada kepalanya seperti memakai topi hitam. Namun demikian selain Lorius domicella yang dikenal sebagai jenis Nuri yang memakai topi hi-tam terdapat juga nuri lainnya yang memiliki mahkota hitam yang hampir mirip diantaranya.

Kakatua maluku merupakan jenis kakatua terbesar dari kelompok kakatua putih dan yang paling mencolok di antara kakatua lainnya di Indonesia. Ciri khas unik yang membuatnya mecolok adalah jambul yang besar dan berwarna merah-jambu salmon mendekati orange. Ciri lain yang membedakan jenis ini antara lain adalah warna kulit sekitar mata yang biru cerah dan bagian bawah ekor berulas oranye kuning dan merah-jambu tua. Paruhnya hitam abu-abu, tungkai abu-abu dan iris coklat tua sampai hitam. Perbedaan ukuran antara yang jantan dan betina hanya sedikit, panjang tubuh jantan dan betina sekitar 52 cm. Kakatua maluku se-ring dikenali dari panggilan keras suaranya dan ciutan melengking yang dapat didengar dari jarak lebih dari satu kilometer (Juniper dan Parr 1998).

Kakatua Maluku merupakan spesies yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi pada perubahan habi-tat. Selain itu tingkat perkembangbiakan yang tinggi dan kurangnya predator serta pesaing di alam menye-babkannya dapat bertahan hidup dengan baik di alam (Smiet, 1985; BirdLife International, 2001). Hai ini juga telah diamati penulis dimana burung kakatua sering di-temui di hutan sekitar permukiman masyarakat sekitar hutan dan disekitar jalan trans Seram-SS.

Berdasarkan kegiatan monitoring yang dilakukan oleh BTN Manusela, beberapa perilaku kakatua malu-ku berhasil dicatat. Ketika memasuki musim berkem-

Lorius domicella

Lorius hypoenochrousLorius lory

Lorius chlorocercusLorius garrulus

Ilustrator by R.H. Porter

Ciri khas Kakatua Maluku

bangbiak, jenis burung ini mempersiapkan sarang dengan membersihkan ran-ting-ranting di pohon sarang dan pohon sekitarnya. Perilaku ini terlihat hampir di setiap kegiatan monitoring. Berdasarkan literatur dilaporkan bahwa kakatua maluku melakukan perkembangbiakan pada rentang waktu selama bulan Mei (Stresemann, 1914) sampai Juli hingga Agustus (Isherwood et al. 1997). BTN Manusela sendiri melakukan monitoring kakatua pada bulan rentang waktu yang kurang lebih sama.

Kakatua maluku menurut Bowler dan Taylor, 1989 merupakan burung yang hidup di dataran rendah, hutan primer, dan jarang ditemui pada ketinggian 600 m, Sedangkan menurut White dan Bruce, 1986, kakatua maluku tidak ditemukan pada ketinggian di atas 1.000 m dpl. Selain itu Marsden (1998) mengatakan bah-wa kakatua maluku dapat hidup di hutan sekunder dengan kepadatan vegetasi yang kurang. Baasanya Kakatua maluku memakan jenis biji-bijian, buah-buahan, serangga dan ulat, dan di beberapa daerah kakatua dapat menjadi hama karena memakan kelapa (Forhaw dan Cooper, 1977), dan juga sering dijumpai mema-kan durian.

Burung Paruh bengkok merupa-kan salah satu kelompok burung yang sangat diminati sebagai hewan peli-haraan karena keunikan baik dari segi bentuk, warna dan kecerdasannya. Tidak terkecuali kelompok burung ka-katua dan nuri. Dari 17 jenis spesies kakatua yang di akui di dunia, 3 dari 6 jenis kakatua di Indonesia terancam punah (Bridlife Internasional, 2001). Dari ketiga spesies tersebut kakatua kaluku merupakan jenis kakatua yang paling terancam punah di Indonesia (Collar et al., 1994; Coates and Bis-hop, 1997). Sedangkan diantara 6 je-nis burung dari genus Lorius di dunia, 3 diantaranya merupakan jenis Lorius yang dapat dijumpai di Indonesia, dan yang paling beresiko mengalami kepu-nahan di alam liar yang tinggi adalah Jenis Lorius domicella (BirdLife Inter-national and Handbook of the Birds of the World, 2016).

Menurut Kinnaird et al. (2003) per-kiraan populasi kakatua maluku pada tahun 1998 sebesar 110.385 ekor de-ngan interval kepercayaan (CI) 95% 62.416 – 195.242. Peneliti lain, Per-sulessy (in litt. 2007), memperkirakan populasi burung kakatua maluku 9.640 ekor pada tahun 2007 dengan kisar-

an jumlah individu di alam antara 10.000 – 99.9999 ekor, atau kisaran individu desawa 6.700 – 67.000 ekor. Untuk populasi nuri tengkuk-ungu, yang sebelumnya diperkirakan me-miliki 2.500-9.999 individu (1.500 – 7.000 individu dewasa), namun akibat penangkapan yang terus me-nerus serta hilangnya habitat popu-lasinya diduga telah menurun hingga mencapai jumlah individu dewasa mencapai 1.000 – 2.499 ekor (IUCN. 2016).

Penurunan populasi kakatua maluku tercatat dimulai pada akhir 1980-an (Bowler dan Taylor, 1989). Penurunan tersebut diakibatkan per-danganan satwa liar untuk hewan peliharaan. Berdasarkan laporan CITES, perdangan dan perburuan kakatua maluku secara besar-besar-an terjadi antara tahun 1983 hingga tahun 1990. Volumenya mencapai 66.654 ekor di ekspor keluar Indo-nesia. Jumlah ini belum termasuk jumlah yang mati selama perburuan (penangkapan) dan pengangkutan serta perdangangan ilegal yang tidak dapat dilacak atau dicatat (Kinnaird et al. 2003).

Sejarah kelam Kakatua Maluku dan Kasturi tengkuk ungu.

22

Perdagangan kakatua maluku dalam rentang waktu 1983 dan 1988 mencapai rata-rata 9.751 ekor pertahun (IUCN. 2016). Puncak kegiatan ekspor burung kakatua maluku terjadi pada tahun 1987 yakni sebasar 11.681 ekor. Namun de-mikian, volume perdagannya pada ta-hun 1990 mengalami pengurangan yang sangat signifikan karena diberlakukan-nya larangan pengkapan burung kaka-tua maluku oleh pemerintah Indonesia (Thomsen et al., 1992).

Pada tahun 1992 kakatua maluku resmi dimasukkan dalam Appendix I CI-TES dikarenakan statistik perdagangan yang mengkhawatirkan (Kinnaird et al.

Spesies prioritas didefinisikan sebagai spesies yang dinilai penting untuk di-konservasi jika dibandingkan dengan spesies-spesies lain. Mengingat bahwa jumlah spesies Indonesia sedemikian banyaknya dan tidak semua spesies di-perlukan upaya konservasi secara intensif, maka diperlukan pemilihan spesies berdasarkan prioritas. Dari 25 spesies yang ditetapkan sebagai spesies prioritas terancam punah di Indonesia, 2 spesies diantaranya terdapat di kawasan Taman Nasional Manusela, yaitu Kakatua Seram (Cacatua mollucensis) dan Nuri Kepala Hitam (Lorius domicella). Jumlah populasi Kakatua Seram (Cacatua mollucensis) pada site monitoring Blok Wailomatan berdasarkan base line data tahun 2014 sebanyak 6 Ekor dan pada site monitoring Blok Illie sebanyak 4 ekor sedangkan Nuri Kepala Hitam (Lorius domicella) pada site monitoring Blok Wailomatan ber-dasarkan base line data tahun 2014 sebanyak 4 Ekor dan pada site monitoring Blok Illie sebanyak 4 ekor. Peningkatan target kinerja IKK masing-masing spesies tersebut adalah sebesar 10% selama 5 tahun atau 2% setiap tahunnya berdasar-kan baseline data tahun 2014.

2003), Di Indonesia sendiri karena status populasinya yang mengkha-watirkan, kakatua maluku ditetapkan sebagai satwa dilindungi dengan dike-luarkannya UU No. 5 Tahun 1990 dan PP No. 7 Tahun 1999. Namun hingga saat ini masih terjadi perburuan dan perdagangan kakatua kaluku dan nuri kepala hitam. Berdasarkan laporan Balai Taman Nasional Manusela, ta-hun 2019 masih terjadi perburuan dan perdagangan kakatua maluku seba-nyak 18 ekor, yang berhasil digagal-kan POLHUT TN Manusela.

BirdLife International, 2001. Threatened Birds of Asia, The Bird Life International Red Data Book. BirdLife Interna-tional, Cambridge.

BirdLife International. 2016. Cacatua moluccensis. The IUCN Red List of Threatened Species 2016: e.T22684784A93046425.http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2016-3.RLTS.T22684784A93046425.en

BirdLife International. 2016. Lorius domicella. The IUCN Red List of Threatened Species 2016: e.T22684586A93036702. http://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2016-3.RLTS.T22684586A93036702.en

Collar, NJ, Crosby, MJ, Stattersfield, AJ, 1994. Birds to Watch 2: the World List of Threatened Birds. BirdLife Conser-vation Series No.4. Birdlife International, Cambridge

Jepson, P., Jarvie, JK, MacKinnon, K., Monk, KA, 2001. Decen tralization and illegal logging spell the end for Indo-nesia’s lowland forests. Science 292, 859–861.

Juniper, T., Parr, M., 1998. Parrots: A Guide to Parrots of the World. Pica Press, Sussex.Kinnaird et al. / Biological Conservation 109 (2003) 227–235 235 Nusa Tenggara and Maluku. The Ecology of Indo-

nesia Ser ies, Vol. V. Periplus, Singapore.Bowler, J., Taylor, J., 1989. An annotated chiecklist of the birds of Manusela National Park, Seram. Kukila 4, 3–33.Marsden, S., 1998. Changes in bird abundance following selective logging on Seram, Indonesia. Conservation Biol-

ogy 12, 605–611. Thomsen, J.B., Edwards, S.R., Mulliken, T.A., 1992. Perceptions, Conservation and Manage-ment of Wild Birds in Trade. TRAFFIC International, Cambridge.

Smiet, F., 1985. Notes on the field status and trade of Moluccan parrots. Biological Conservation 34, 181–194.Stresemann, E., 1914. Die Voget von Seram (Aus den zoologischen Ergebnissen der 111 Freiberger Mulukken-

Expedition). Novitates Zoologicae 21, 358–400.

Peningkatan Satwa prioritas Taman Nasional Manusela

23

PERSEBARAN KAKATUA MALUKU DAN KASTURI TENGKUK UNGU DI TAMAN NASIONAL MANUSELA

24

PERSEBARAN KAKATUA MALUKU DAN KASTURI TENGKUK UNGU DI TAMAN NASIONAL MANUSELA

Ilustrator by I Gede Ema

25

P A K I S B I N A Y AVEGETASI ENDEMIK TERTINGGI DI KEPULAUAN MALUKU1Fathin Hanana Harahap, S.Hut2Dr.Ir. Ivan Yusfi Noor, M.Sc

embahas keanekaragaman jenis endemik yang ada di Taman Nasi-onal (TN) Manusela, mungkin yang pertama kali terbesit adalah bu-rung-burung yang menjadi ikon dari

kawasan ini. Namun, jika kita mencoba menje-lajah ke ketinggian Puncak G. Binaya, kita bisa menemukan jenis tumbuhan yang sangat mena-rik perhatian. Muncul di logo TN Manusela yang menjadi tempat bertenggernya kakatua maluku, tumbuhan endemik yang hidup di tempat paling tinggi di Kepulauan Maluku, itulah pakis binaya Alsophila binayana.

Para pendaki Gunung Binaya, pasti sudah tidak merasa asing akan tumbuhan/paku pohon ini. Tergabung dalam famili Cyatheaceae, pakis binaya merupakan pakis pohon endemik Gunung Binaya yang hanya mendiami areal di sekitar pun-cak Gunung Binaya. Namun demikian, berdasar-kan penelitian Tejedor & Wardani (2019) bukan hanya pakis binaya, paku pohon yang tumbuh di puncak G. Binaya. Ternyata ada satu jenis paku pohon lainnya yang hidup berdampingan dengan pakis binaya di areal puncak G. Binaya. Paku pohon tersebut adalah Sphaeropteris pukuana. Jenis ini juga endemik puncak G. Binaya.

Alsophila binayana hidup pada ketinggian 2.850-3.000 mdpl, sedangkan Sphaeropteris pukuana dapat dijumpai pada ketinggian 2600-3000 mdpl. Di megahnya puncak tertinggi itu, kedua jenis ini hidup berdampingan dan sampai saat ini banyak masyarakat yang mengira bahwa kedua jenis tersebut adalah tumbuhan dari jenis yang sama.

Namun keeksotisan pakis po-hon tidak sebanding dengan pe-minatnya di Indonesia. Sampai saat ini, masih sangat sedikit di-jumpai peneliti yang melakukan penelitian terhadap pakis pohon. Hal ini menyebabkan minimnya informasi yang bisa diperoleh mengenai jenis-jenis dari tum-buhan tersebut. Sampai tahun 2019, hanya ada satu kali pe-nelitian yang mengusung tema tentang pakis pohon yang ada di dalam kawasan Taman Nasional Manusela. Satu-satunya pene-litian tersebut mengungkap ada sebanyak 20 jenis paku pohon yang hidup dan tersebar di ka-wasan TN Manusela, termasuk Gunung Binaya. Delapan jenis diantaranya merupakan pakis pohon endemik Pulau Seram.

Cyatheaceae atau pakis po-hon bersisik membentuk takson

Sphaeropteris pakuana (M.Kato) Lehnert and Caritico

Alsophila binayana (M.Kato) Lehnert and Coritico

M

26

terbesar dalam aliansi pa-kis pohon. Cyatheaceae, sebuah famili yang me-ngandung lebih dari 600 spesies pakis pohon ber-sisik, telah menimbulkan masalah bagi ahli pterido-logi selama lebih dari satu abad. Cyatheaceae me-rupakan salah satu suku anggota tumbuhan paku (Pteridophyta) yang tergo-long sebagai bangsa paku-paku pohon (Cyatheales). Cyatheaceae (juga dikenal sebagai Alsophilaceae), tidak memiliki rambut se-bagaimana paku pohon lainnya.

Cyatheaceae memiliki sisik (dan seringkali juga duri yang tajam), terutama pada tangkai daun, mes-kipun bulu juga mungkin

terdapat pada daun. Alih-alih kulit kayu dan kayu yang menjadi ciri batang pohon tanaman berbiji, batang pa-kis pohon terdiri dari rimpang yang dimodifikasi untuk tum-buh secara vertikal dan ter-tanam dalam mantel padat dari akar adventif. Batang-nya tegak dan bisa menca-pai ketinggian 25 meter (80 kaki) atau lebih pada bebe-

rapa spesies. Ujung tumbuh bersisik menghasilkan se-kelompok daun besar yang panjangnya bisa mencapai 5 meter (16 kaki), tetapi pada beberapa spesies ha-nya 10–40 cm (sekitar 4–16 inci), ruas-ruasnya terka-dang melengkung dalam. Sori memiliki selaput pelin-dung membran (indusium), yang memiliki berbagai

Sphaeropteris pakuana (M.Kato) Lehnert and Caritico

Alsophila binayana (M.Kato) Lehnert and Coritico

Klasifikasi Alsophila binayana Sphaeropteris pukuana

Kingdom : Plantae Plantae

Phylum : Pteridophyta Tracheophyta

Class : Pteridopsida Polypodiopsida

Order : Cyatheales Cyatheales

Family : Cyatheaceae Cyatheaceae

Genus : Alsophila Sphaeropteris

Spesies : Alsophila binayana Sphaeropteris pukuana

27

Sumber: Bahan presentasi Tejedor & Wardani (2019)

bentuk, termasuk berbentuk payung, ginjal, dan bundar. Sporanya pendek berbentuk bulat dan trilet.

Jenis pakis pohon menjadi sangat langka akibat pengambilan berlebihan oleh manusia untuk membudidayakan anggrek dan tanaman epifit lainnya. Batangnya juga dimanfaatkan untuk diukir menjadi patung dan barang ke-rajinan lainnya yang biasanya dijual kepada wisatawan. Pemerintah telah menanggapi ancaman konservasi ini dengan mendaftarkan sebagian besar pakis pohon di bawah Konvensi Per-dagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam Punah (CITES), yang melarang perdagangan internasional yang melibatkan tanam-an ini tanpa izin khusus. Saat ini, pakis binaya jenis Sphaeropteris pukuana tercantum dalam Appendix II CITES

Saat ini, masalah yang dihadapi dua jenis paku pohon endemik puncak G. Binaya adalah menipisnya harapan/peluang untuk survive dalam jangka panjang. Pada tahun 2019, peneliti pa-kis pohon yang melakukan penelitian di Taman Nasional Manusela meng-klaim bahwa lebih dari setengah vege-tasi pakis pohon yang ada di puncak

telah mati. Data dalam grafik di bawah ini menunjukkan fakta-fakta tentang kematian sebagian besar individu paku pohon, khususnya pakis pohon di pun-cak G. Binaya.

Berdasarkan grafik diatas, diperki-rakan tingkat kematian populasi pakis binaya mencapai 75%. Angka ini dini-lai sangat tinggi dan berpeluang terjadi pertambahan angka kematian. Jumlah pakis binaya yang sudah mati bahkan lebih besar dibandingkan dengan jum-lah pakis binaya yang masih hidup dan bertahan. Hasil perhitungan di lapang-an menunjukkan jumlah individu yang sudah mati sebanyak 850 batang, se-mentara itu jumlah individu yang ma-sih hidup hanya berada di angka 444 batang. Hal ini bisa terjadi diduga dise-babkan oleh pemanasan global yang tinggi, menyebabkan kerusakan yang semakin parah pada bumi dan yang berada diatasnya.

Kondisi perubahan iklim diklaim oleh Tejedor & Wardani (2019) diper-parah oleh regenerasi yang minim bah-kan hampir tidak ada sama sekali. Dari 444 induvidu yang masih hidup, tidak ada satupun pakis muda yang teriden-tifikasi. Hanya terdapat 3 individu pakis

E D OR O Y2260 13 1 0 0

2700 32 2 0 0

2730 41 2 0 0

2770 78 2 0 0

2810 67 22 0 0

2840 45 3 0 0

2870 74 77 0 0

2900 170 115 0 0

2930 170 45 0 0

2960 62 63 0 0

3000 98 109 0 0

E (elevation), D (dead), OR (older), O (old), Y (Young)

Populasi Sphaeropteris pukuana

28

Sum

ber:

Bah

an p

rese

ntas

i Tej

edor

& W

arda

ni (2

019)

yang tergolong tua sementara anak-annya telah habis. Faktor utama yang menjadi dugaan kuat terhadap penye-bab tidak munculnya anakan pakis binaya adalah adanya populasi rusa timor di areal puncak yang memakan anakan yang baru tumbuh. Rusa timor adalah satwa herbivor besar yang di-ketahui memiliki populasi yang cukup besar di Puncak G. Binaya.

Tejedor & Wardani (2019) meng-klaim ada banyak sekali rusa timor yang mendiami puncak Gunung Binaya dan populasi satwa ini menjadi hama bagi pakis binaya. Dugaan tersebut berdasarkan temuan yang mengung-kap adanya bekas gigitan pada anak-an pakis serta banyaknya kotoran rusa disamping pakis-pakis yang telah mati.

Jika individu-individu dewasa paku pohon yang tersisa semakin menua dan kemudian mati, sementara per-mudaaannya tidak berlangsung seca-ra alami dengan tidak adanya anakan yang muncul, maka ancaman kepu-nahan pakis pohon dii puncak G. Bi-naya sudah di depan mata. Apabila sudah tidak ada lagi regenerasi jenis tumbuhan ini, maka kemungkinan be-sar pakis binaya yang kita kenal akan menghilang. Kondisi ini tentu sangat

memprihatinkan. Hanya ada 444 indi-vidu pakis binaya yang tersisa di dunia. Tumbuhan endemik yang sangat unik ini harus segera dilestarikan kedepan-nya.

Melestarikan Paku Pohon di Puncak Gunung Binaya

Pemanasan global adalah masalah yang sangat sulit diatasi. Penyelesai-annya menyangkut komitmen dunia. Dalam konteks ini, dari tingkat tapak, Balai TN Manusela hanya bisa menja-ga agar ekosistem hutan taman nasi-onal yang sebagian besar masih baik tidak mengalami gangguan dan keru-sakan sehingga tidak berkontribusi ter-hadap penambahan emisi gas rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global. Upaya lain yang juga bisa men-jadi kontribusi TN Manusela adalah pemulihan ekosistem yang mengalami kerusakan melalui penanaman kemba-li areal terbuka.

Pendekatan yang paling mungkin/rasional untuk mengatasi ancaman ke-punahan paku pohon puncak Binaya bukan terletak pada aspek pemanasan global, tetapi lebih pada aksi lokal di tingkat tapak. Dua kemungkinan pen-

Sumber: Bahan presentasi Tejedor & Wardani (2019)

Sum

ber:

Bah

an p

rese

ntas

i Tej

edor

& W

arda

ni (2

019)

Alsophila bisquamataHidup di hutan pegunungan dekat ja-lan Muselleinan pada ketinggian 600-2600 m

Alsophila katoiHidup di ketinggian 1700-2250 m.

Alsophila ohaensisHidup di tempat teduh di sepanjang jalan setapak Lelesiru menuju ke Gu-nung Otae pada ketinggian 400-900 m. Jarang hidup berdampingan den-gan jenis pakis lain.

Alsophila murkelensisHidup di lereng curam yang teduh di sepanjang jalan setapak dari Gunung Sinaunia menuju ke Maraina di Pe-gunungan Murkele pada ketinggian 2000-2190 m.

Alsophila mapahuwensisHidup di hutan berlumut di punggung gunung di sepanjang jalan setapak dari Wae Nua ke Gunung Mapahuwe dekat Saunulu pada ketinggian 880-1010 m.

Gymnosphaera ramispinoidesHidup di hutan lumut di sepanjang ja-lan setapak antara Wae Mamahara dan Solea melalui puncak Gunung Kobipoto pada ketinggian 1300-1490 m.

Sphaeropteris trpinnatifidaHidup di ketinggian 0-700 m.

Dicksonia ceramicaHidup di ketinggian 1650-2150 m.

Sejauh ini, selain Alsophila binayana dan Sphaeropteris pakuana spesies pakis endemik yang telah teridentifi-kasi sebagai jenis endemik Pulau Se-ram terdapat 8 jenis yang juga meru-pakan endemik yaitu:

PERSEBARAN PAKIS POHON ENDEMIK

8% ENDEMIK

33% ENDEMIK

50% ENDEMIK

30% ENDEMIK

33% ENDEMIK

13 %ENDEMIK

trunk apex crozier petiole pinnule frond apex

30

Sumber: Bahan presentasi Tejedor & Wardani (2019)

Populasi Rusa Cervus timorensis, sangat melimpah di puncak Gunung Binaya, sehingga menjadi salah satu faktor

menurunnya populasi Pakis Pohon di Puncak Binaya

dekatan/upaya yang bisa diajukan adalah: 1) melindungi anakan paku pohon dari pemangsaan oleh rusa, atau 2) mengurangi atau menghilangkan populasi rusa di areal Puncak G. Binaya. Pendekatan pertama mungkin lebih sulit karena diper-lukan penjagaan yang terus menerus di sekitar Puncak G. Binaya atau pemba-ngunan pagar di sekeliling cluster-cluster gerombolan pohon yang masih tersisa. Pendekatan kedua lebih ringan, karena pengelola tinggal melakukan perburuan di areal puncak untuk mengurangi populasi rusa di puncak G. Binaya. Kegiatan ini dimungkinkan dalam pengelolaan taman nasional melalui pembinaan popula-si. Perburuan yang diperkenankan adalah dengan menetapkan areal buru.

Sampai di sini kita berada di tengah-tengan dua pilihan: melestarikan paku pohon endemik Puncak Binaya atau mempertahankan populasi rusa di puncak G. Binaya. Secara ilmu pengetahuan, populasi paku pohon di puncak G. Binaya sangat berharga dan sangat penting. Kehilangan populasi 2 jenis paku pohon di puncak G. Binaya berarti kepunahan global bagi kedua jenis tersebut karena tidak ada stok polulasi di tempat lain yang akan melanjutkan keberadaan kedua jenis tersebut. Kepunahan jenis/spesies merupakan bencana bagi dunia ilmu pe-ngetahuan. Di lain pihak, kelompok individu rusa timor yang mendiami areal pun-cak G. Binaya adalah sebagian kecil (walaupun jumlah pastinya belum pernah diinventarisasi) dari populasi rusa timor yang hidup di TN Manusela. Rusa timor juga memiliki daerah sebaran dan habitat yang sangat luas meliputi seluruh In-donesia. Kehilangan sebagian kecil individu di puncak G. Binaya tidak akan ber-pengaruh besar terhadap kelestarian dan survival jenisnya. Oleh sebab itu, ada argumentasi yang kuat untuk solusi: melestarikan paku pohon endemik puncak G. Binaya melalui pengurangan populasi rusa timor yang mendiami atau yang berada di kantong populasi puncak G. Binaya.

ukisan Baptism of Christ (1500-1502) karya Giovanni Belline, meru-pakan salah satu bukti bahwa pada abad ke-16, perdagangan satwa eksotis Lorius domicella telah ber-

langsung melalui perdagangan bangsa Ero-pa ke Asia. Diabadikan dalam bentuk lukisan dan dikoleksi sebagai barang berharga bagi para bangsawan.

Coritico, F.P., Amoroso, V.B., Lehnert, M. 2017. New records, names and combi-nations of scaly tree ferns (Cyatheaceae) in eastern Malesia. Blumea Journal of Plant Taxonomy and Plant Geography 62 (1) : 92-96.

Kato, M. 1990. Taxonomic Studies of Pteridophytes of Ambon and Seram (Moluc-cas) Collectedbg Indonesians-Japanese Botanical Expeditions IV.* Tree-fern Families. J. Fac. Sci. Univ. Tokyo III 14 (2) : 369-384.

Reyes, Raquel A.G. (2015) ‘Glimpsing Southeast Asian Naturalia in Glob-al Trade, c.300 BCE -1600 AD.’ In: Henley, David and Schulte Nord-holt, Henk, (eds.), Southeast Asia in the longue durée. Leiden: Brill.

Beyer. Andreas et al. 2016 Voir l’au-delà L’expérience visionnaire et sa représentation dans l’art italien de la Renaissance. Brepols Publisher, Trunhout, Belgium

LLITERATUR

32

Baptism

of Christ (1500-1502) V

icenza, Church of Santa Corona.G

iovanni Belline

Sumber: Civici di Vicenza

Lukisan Belline ini terkenal dengan penggambaran alegoris dari sejarah keselamatan. Di-antara mahluk eksotis lain diketahui pada lukisan tersebut merupakan Kasturi tengkuk ungu yang menarik perhatian Bellini. (DaCosta Kaufmann. 2010 dalam Reyes, Raquel A.G. 2015). Menurut Oskar Bätschmann, Sang pelukis berusaha menggambarkan persatuan Tritunggal dan Inkernasi serta konsekuensi duniawi dari peristiwa-peristiwa tersebut. Kasturi tengguk ungu ditampilkan di samping Kristus yang berdiri, diposisikan agak lebih rendah dari keting-gian lutut, bertengger di atas cabang, dengan latar belakang bebatuan berpasir gelap dan celah-celah bayangan. Kehadiran Kasturi tengguk ungu dalam gambar dapat diinterpretasikan sebagai berikut:1. Seekor burung Kasturi dianggap sebagai pembawa kabar Kaisar; atau, dalam simbolisme

Kristen, mengumumkan secara resmi kedatangan Kristus sebagai wujud manusia.2. Diambil dari negeri yang jauh dan dibawa ke Eropa melalui perdagangan impor Arab, kas-

turi tersebut secara langsung terkait dengan dunia perdagangan dan koleksi eksotika lang-ka. Ditempatkan sangat dekat dengan Kristus, kehadirannya menjadi pengingat niat seni-man untuk menggambarkan peristiwa baptisan Kristus sebagai pewahyuan tentang kodrat ganda-Nya.

Ade Muliyanto, S.Agr

KUPUSAYAP BURUNG GOLIAT ENDEMIK SERAM

ndah dan mempesona merupakan kata yang tepat menggambarkan satwa ini. Rangkaian proses siklus hidupnya

selalu ditandai perubahan ben-tuk (metamorfosis) dan penuh warna. Perubahan sempurna dan menakjubkan, yang pada akhir rangkaian proses terse-but, tercipta makhluk hidup de-ngan keunikan dan keindahan warnanya yang disebut “Kupu-kupu”.

Siklus hidup dan umur kupu-kupu berkisar antara 3 (tiga) sampai dengan 4 (empat) ming-gu. Siklus hidupnya dimulai dari telur yang kemudian berubah menjadi larva (ulat). Selanjut-

nya, larva membentuk kepom-pong (pupa) dan di akhir proses tersebut akhirnya muncul kupu-kupu/imago. Imago membutuh-kan waktu 3 (tiga) hingga 4 (em-pat) jam untuk penyempurnaan warna dan pengeringan sayap sebelum siap untuk terbang mencari makan dan pasangan hidupnya.

Melalui proses metamorfo-sis, ulat-ulat itu akan berubah menjadi kepompong sebelum akhirnya bermetamorfosis lagi menjadi kupu-kupu. Metamor-fosis merupakan rangkaian ta-hapan yang harus dillalui oleh seekor kupu-kupu sepanjang hidupnya.

o.g.procus

o.g.procus

o.g.samson

o.g.samson

I

34

Ornithoptera goliath procus

Kingdom : AnimaliaPhylum : InvertebrataClass : InsectaOrder : LepidopteraFamily : CyatheaceaeGenus : OrnithopteraSpesies : Ornithoptera goliathSub spesies : O.g procus

Terdapat 17.500 jumlah spesies kupu-kupu yang ada di dunia. Indonesia men-duduki urutan kedua di dunia dalam hal keanekaragaman jenis kupu-kupu. Total jumlah jenis kupu-kupu yang ada di Indonesia sebanyak 2.500 jenis. Sementara lebih dari 600 jenis dari jumlah tersebut terdapat di Jawa dan Bali, dan 40% nya merupakan jenis endemik (Amir dan Kahono, 2000).

Kepulauan Maluku memiliki sejumlah jenis kupu-kupu endemik dan salah sa-tunya adalah kupu-kupu sayap burung atau umum dikenal dengan Oernithoptera spp.p. (Inggris = Birdwing). Disebut kupu-kupu sayap burung karena memiliki ukuran sayap yang besar dan terbang lambat mirip burung layang-layang. Oer-nithoptera spp.p. merupakan salah satu anggota dari famili Papilionidae dan me-rupakan salah satu jenis makrolepidotera yang memiliki nilai estetika yang tinggi (Mastrigt dan Rosariyanto 2005), sehingga tak heran banyak orang mengagum-inya keindahannya.

Ornithoptera spp. di Indonesia hanya hidup di bagian timur negeri ini. Spe-sies Ornithop- tera spp. yang termasuk jenis endemik di Kepulauan Maluku, k h u s u s n y a Pulau Seram, adalah Ornithoptera goliath (Indonesia = Kupu-

kupu sayap-burung; Go-liath, Inggris = Goliath Birdwing). Ornithoptera goliath jantan secara umum memiliki sayap dengan perpaduan war-na hitam, kuning dan hijau, dengan tubuhnya berwarna kuning, hitam dan merah. Sedang-kan pada kupu-kupu betina memiliki sayap dengan perpaduan war-na coklat, hitam, putih, dan kuning, dengan tu-buhnya berwarna sama dengan individu jantan. Perbedaannya, individu jantan memiliki sebaran warna merah yang le-bih dominan pada bagi-an thoraks. Perbedaan tampilan antara jantan dan betina menunjukkan kupu-kupu termasuk ke-lompok satwa seksual dimorfisme.

Secara ukuran tubuh, Ornithoptera goliath beti-

na relatif lebih besar diban-dingkan yang jantan. Kami pernah mendapatkan dan melakukan pengukuran panjang tubuh pada salah satu Ornithoptera goliath yang kami jumpai, dan ha-silnya kira-kira 9 cm. Untuk ukuran rentang sayap pada jantan berkisar 10.3 - 20 cm dan panjang sayap de-pan pada jantan 7 – 11 cm. Pada betinanya, ukuran rentang sayap berkisar 13.5 – 22 cm. Panjang sayap de-pan pada jantan 7 – 11 cm sedangkan pada betina 9.4 – 12.5 cm. Ornithoptera go-liath merupakan kupu-kupu terbesar kedua di dunia se-telah Ratu Alexandrae dari Papua Nugini.

Terdapat 5 subspe-sies Ornithoptera goliath yang berada di Indone-sia dari total 7 subspesies yang ada di dunia, yaitu Ornithoptera goliath procus (Seram), Ornithoptera goli-

35

ath goliath (Waigeo), Ornithoptera goli-ath samson (Arfak), Ornithoptera goliath ukihidei (Yapen), dan Ornithoptera goli-ath atlas (Papua Irian Jaya).

Ornithoptera goliath procus memiliki ciri pembeda dengan subspesies lain yaitu pada antan terdapat pembeda pada bagian sayap depan bentuk garis hitam dan pada bagian sayap belakang terdapat pembeda jumlah titik hitam, se-dangkan untuk betina terdapat pembeda pada bagian sayap belakang yaitu se-baran warna kuningnya.

Telur kupu-kupu Ornithoptera go-liath berbentuk bulat, hijau kekuningan dengan ukuran ± 3mm. Pada ulatnya, tubuh Ornithoptera goliath memiliki duri daging. Pada seluruh ulat Papilionodae mempunyai organ “Osmoterium” yang terdapat pada protoraks. Organ osme-terium ini berhubungan dengan kalenjar bau sehingga apabila ulat mengalami gangguan secara otomatis osmoteri-um akan terjulur dan dibarengi dengan semprotan bau wangi khas. Pupa/ke-pompong ditopang oleh benang sutera dengan kepala menghadap ke atas dan ujung belakang menempel pada sub-strat dengan bantalan sutera. Masa pu-pasi berkisar antara 10-15 hari.

Kupu-kupu Ornithoptera goliath sering hinggap di tumbuhan berbu-nga seperti soka (Ixora coccine) dan pagoda (Clerodendrum japonicum) untuk menghisap nektar bunga se-bagai sumber pakannya. Kupu-kupu berbeda jenis dari satu marga yang sama dapat memiliki tingkat kekera-batan yang berbeda dengan tanaman inang. Ada jenis kupu-kupu tertentu yang dapat meletakkan telurnya di beberapa jenis tanaman, tetapi ada pula yang hanya meletakkan telur di jenis tanaman tertentu. Kupu-kupu Ornithoptera goliath hanya dapat me-letakkan telurnya di daun pohon Aris-tholochia tagala (Aristolochiaceae), karena daun itulah yang hanya dapat dimakan ulat yang menetas dari telur.

Ornithoptera goliath procus da-pat dijumpai di kawasan Taman Nasi-onal Manusela di wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Wahai (sebelah utara kawasan) te-patnya di daerah Masihulan-Saleman dan sekitarnya. Sedangkan di Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II (bagian selatan kawasan), kupu-kupu ini dapat dijumpai di daerah Pilli-ana dan sekitarnya.

Foto oleh Ivan Yusfi Noor

36

Di kawasan Taman Nasional Manusela, Ornithoptera goliath procus dapat di-jumpai pada ketinggian 40 – 891 m dpl. Ornithoptera goliath procus biasanya teramati ketika hinggap pada pohon G sedang menghisap nektar bunga. Belum banyak informasi mengenai pola perilaku, waktu dan masa setiap fase metamorp-hosis Ornithoptera goliath procus karenakan belum banyaknya penelitian khusus pada jenis endemik ini. Populasi Ornithoptera goliath procus belum diketahui jum-lahnya karena proses eksplorasi yang dilakukan baru sebatas pada identifikasi jenis dan lokasi perjumpaan.

Kupu-kupu Ornithoptera goliath memiliki nilai penting diantaranya nilai eko-logi, konservasi, pendidikan, estetika dan konservasi, sehingga kupu-kupu sayap burung goliath termasuk jenis yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan masuk Appendix II CITES. Salah satu faktor kupu-kupu sa-yap burung goliath menjadi sangat rentan punah, karena ulat Ornithoptera goli-ath hanya dapat memakan daun pohon Aristholochia tagala (Aristolochiaceae). Dengan demikian tanaman inang ulat menjadi pembatas laju perkembangbiakan Ornithoptera goliath karena bergantung dengan ketersediaan tanaman inangnya. Selain itu, perburuan terhadap kupu-kupu juga menjadi faktor pengurangan po-pulasi kupu-kupu. Pada masa lalu, banyak masyarakat yang melakukan aktivitas perburuan dikarenakan dorongan faktor ekonomi. Kupu-kupu merupakan serang-ga yang memiliki nilai jual yang tinggi khususnya kupu-kupu Ornithoptera goliath yang memiliki keindahan warna dan keunikan ukuran sebagai salah satu kupu-kupu terbesar.

Salah satu upaya yang dilakukan dari Taman Nasional Manusela untuk mengurangi ancaman punahnya kupu-kupu yaitu dengan memberikan program bantuan sarana prasarana pengembangbiakan kupu-kupu pada kelompok ma-syarakat Negeri Saleman. Ini merupakan bagian dari upaya konservasi berbasis pemberdayaan masyarakat dengan melakukan percepatan pengembangbiakan kupu-kupu dan merubah nilai jual kupu-kupu yang tadinya diburu untuk dikolek-si, menjadi obyek/atraksi khas di destinasi wisata dan pendidikan. Unit pengem-bangbiakan seperti ini, dapat menjadi tempat konservasi semi alami dan pusat data dan informasi mengenai kupu-kupu. Keberadaan kupu-kupu dapat menjadi pollinator dan bioindikator lingkungan. Kepunahan jenis tertentu dapat mengindi-kasikan ada sesuatu yang hilang dalam ekosistem.

Achmad A. 2002. Habitat dan Pola Sebaran Kupu-Kupu Jenis Komersil di Hutan Wisata Bantimurung. Majalah Ilmiah Flora dan Fauna. Bantimurung-Sulawesi Selatan.

Amir, Mohammad dan Siti, Kahono. 2000. Kupu (Lepidoptera). Dalam: Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. JICA. Jakarta.

Mastrigt Van H, Rosariyanto E. 2005. Buku Panduan Lapangan : Kupu-kupu untuk wilayah Mamberamo sampai Pegunungan Cyclops., Consevation International-Indonesia Pro-gram. Jakarta.

Noerdjito, Woro .A dan Pudji Aswari. 2003. Metode Survei dan Pemantauan Populasi Sat-wa Seri Keempat Kupu-Kupu Papilionidae. LIPI. Bogor.

Suhara. 2009. Ornithoptera goliath Si Cantik dari Papua. Jurusan Pendidikan Biologi, FMI-PA-UPI. Bandung.

38

Begonia (Begoniaceae)Tanaman Hias Endemik Pulau Seram

Taman Nasional Manusela

Taman Nasional (TN) Manusela yang berada di jantung Pulau Seram merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang berada di Kepulauan Maluku. Kawasan pelestarian alam seluas 174.545,59 Ha ini memiliki keanekaragaman ekosistem yang meliputi Hutan Mangrove, Hutan Karst, Hutan Rawa, Hutan Dataran Rendah, Hutan Pegunungan, Hutan Pantai, Goa serta keanekaragaman flora dan fauna

Salah satu dari beranekaragam flora yang dimiliki TN Manusela adalah tumbuhan dari jenis-jenis Begonia. Begonia (Begoniaceae) meru-pakan salah satu marga terbesar tumbuhan berbunga. Marga Begonia pertama kali diperkenalkan oleh Charles Plumier (1646-1704) seorang pastor yang juga ahli Botani pada abad 17. Charles Plumier mengguna-kan nama Begonia setelah menemukan enam jenis tumbuhan baru di kepulauan Antiles, saat melakukan ekspedisi yang di sponsori Michael Begon (1638-1710). Michael Begon merupakan seorang Gubernur yang juga ahli botani berkebangsaan Perancis di Santo Domingo.

Marga Begonia terdiri atas 1870 jenis yang tersebar di daerah sub-tropis dan tropis Afrika, Amerika, dan Asia. Di Benua Asia, ada sekitar 450 jenis Begonia dan hampir setengahnya ditemukan di Indonesia. Begonia termasuk tumbuhan yang mudah dikenali, karena mempu-nyai ciri-ciri spesifik berupa terna, semak atau menjalar, dengan batang yang berair, dan helaian daun yang tidak simetris (begoniifolia). Begonia (Begoniaceae) merupakan tumbuhan yang berpotensi sebagai tanaman hias karena keunikan daunnya. Pada umumnya helaian daun Begonia tidak simetris atau salah satu belahan daun lebih besar daripada helaian lainnya, sehingga menjadikan Begonia populer dikalangan pecinta tanaman hias.

Tiga spesies Endemik Seram Maluku baru-baru ini telah ditemu-kan di Pulau Seram Taman Nasional Manusela lewat studi taksonomi Begonia Maluku yang dilakukan oleh Kebun Raya Bali dan Bogor. Ketiga jenis Endemik Seram ini adalah: Begonia galeolepis (Ardi dan Thomas. 2015), Begonia nephrophylla (Ardhaka dkk. 2016) dan Begonia manu-selaensis (Ardhaka dan Ardi. 2019).

Sartika Sinulingga, S.Si.

39

Begonia galeolepis ditemukan oleh Ardi dan D.C. Thomas pada tahun 2015 di Pulau Seram, tepat-nya di Taman Nasional Manusela Maluku Indonesia. Begonia gale-olepis merupakan Begonia yang menyerupai Begonia holoserice-oides asal Halmahera (Maluku Utara) dengan batang merayap dan bentuk daun yang tak ber-aturan, namun dapat dibeda-kan dari perbungaan tangkai betina yang lebih pendek dan indumentum yang jarang serta tangkai bunga jantan yang sangat

BEGONIA GALEOLEPIS

panjang pada B. galeolepis. Pada umumnya B. galeole-pis memiliki karakteristik utama yaitu: batang merayap dengan sisik merah pada batang dan daun, perbungaan jantan monochasial (ibu tangkai yang hanya memiliki satu cabang), berbunga sedikit, tangkai pada bunga jantan sangat panjang (hingga 11 cm).

Begonia galeolepis dapat ditemukan di vegetasi hutan hujan tropika dataran rendah, pada ketinggian 20 meter dpl dan dapat tumbuh di dinding kapur yang lembab dan vertikal, serta di tanggul sungai dengan intensitas cahaya matahari penuh. Status konser-vasi saat ini berdasarkan International Union for Conservation of Nature's (IUCN) yakni, dikategorikan kekurangan data/Data Deficient (DD)

A B

C D

E FA. Gambar PenuhB. Tangkai DaunC. BuahD. Sisik Merah

pada batangE. Perbungaan

JantanF. Perbungaan

Betina

Klasifikasi

Divisi Tracheophyta

Ordo Curcubitales

Famili Begoniaceae

Genus Begonia

spesies Begonia galeolepis Ardi & D.C.Thomas

40BEGONIA NEPHROPHYLLA

Begonia nephrophylla merupakan jenis yang menye-rupai Begonia galeolepis dengan batang merayap, sisik berdaging dan bercabang, batang merah, urat pada tangkai permukaan atas daun. Namun dapat dibeda-kan berdasarkan tangkai daun, bentuk daun tangkai bunga jantan dan pada benang sari. Begonia nephrop-hylla memiliki tangkai daun yang lebih pendek, daun yang lebih kecil berbentuk ginjal, tangkai bunga jantan lebih pendek, bunga jantan lonjong, dan benang sari lebih sedikit. Jenis Begonia ini telah ditemukan hidup di Maluku, Desa Sawai, Taman Nasional Manusela, dan telah dibudidayakan. Begonia ini sudah dikoleksi di Herbarium Hortus Botanicus Baliense, Kebun Raya Bali. Begonia nephrophylla dapat ditemukan di vege-tasi hutan hujan tropika dataran rendah primer pada ketinggian 19 meter, tumbuh baik di atas tanah lembab, dan dekat sungai dengan intensitas cahaya matahari yang sedikit. Berdasarkan status konservasi IUCN keku-rangan data/ Data Deficient (DD).

A B C

D

E

FG

HA. Gambar PenuhB. Bunga BetinaC. Bunga JantanD. Permukaan daun abaksialE. Perbungaan JantanF. Perbungaan.G. Permukaan daun adaksialH. Sisik merah di batang dan berbiji

Klasifikasi

Divisi Tracheophyta

Ordo Curcubitales

Famili Begoniaceae

Genus Begonia

spesies Begonia nephrophylla Undaharta & Ardi

41

Terkait dengan kegiatan pemuliaan Begonia, pada tahun 2016 peneliti dari Kebun Raya Bali dan Bogor melakukan ekspedisi terkait genus Begonia di Pulau Seram Maluku. Ekspedisi Begonia berhasil dila-kukan dengan penemuan jenis baru Begonia, dari genus Petermannia. Begonia manuselaensis meru-pakan Begonia jenis baru endemik yang berasal dari Taman Nasional Manusela Pulau Seram, Maluku. B. Manuselaensis memiliki ciri-ciri yakni: perbungaan protogini, bunga jantan berpotongan dua, kepala sari dengan celah sepihak, bunga betina bertepi lima, perbungaan betina berbunga dua atau bunga betina soliter, ovarium tiga lokuler dengan plasentasi aksil dan plasenta bilamellata, dan buah dengan sayap yang sama. B. Manuselaensis dapat hidup di dataran rendah, hutan hujan primer dan dapat tumbuh di atas batuan kapur dengan intensitas cahaya yang sedikit.

BEGONIA MANUSELAENSIS

A. Bunga JantanB. BuahC. DaunD. Perbungaan JantanE. BijiF. Perbungaan BetinaG. Gambar Penuh

A B C

F

E

D

G

Klasifikasi

Divisi Tracheophyta

Ordo Curcubitales

Famili Begoniaceae

Genus Begonia

spesies Begonia manuselaensis Ardhaka & Ardi

42

Begonia mufidahkallae ditemukan oleh Ardaka dan Ardi pada tahun 2019. Jenis ini termasuk tanaman tahunan, semi-tegak, Tinggi 30 cm. Batang bercabang, ber-warna coklat-kemerahan, tepi daun bergerigi, Perbungaan protogini; perbungaan betina berbunga 2 (ada yang satu bunga jantan di antaranya, atau bunga betina tunggal dengan bunga jantan tunggal), panjang tangkai berkisar 5 mm (licin), panjang tangkai bunga 1,5–3,5 cm (berwarna putih, kehijauan atau kemerahan, ber-cabang 3, panjang tangkai buah 5 mm dan tangkai bunga 1,5–2 cm, tidak berbulu.

Persebaran B. mufidahkallae termasuk endemik Pulau Seram, Taman Nasional Manusela. Tumbuhan ini tumbuh secara litofit pada bebatuan kapur pada ketinggian 53 meter pada vegetasi hutan hujan tropika dataran rendah. Penamaan Begonia mufidahkallae diambil dari nama Ibu Mufidah Jusuf Kalla, istri Wakil Presiden

BEGONIA MUFIDAHKALLAE

Berdasarkan status konservasi IUCN, Begonia manuselaensis dikategorikan tingkat resiko rendah Least Concern (LC). B. manuselaensis memiliki kemiripan morfo-logi dengan B. gemella asal Sulawesi Utara. Keduanya memiliki kemiripan, seperti batang merayap yang relatif tipis, perbungaan jantan monokasial dan berbunga sedikit. Namun B. manuselaensis dapat dengan mudah dibedakan dari indumen-tum (penutup trikoma) berupa sisik pipih merah pada bagian vegetatif yang terli-hat pada ranting muda di dekat kuncup yang sangat jarang.

A B

C D

E

F

A. Gambar Penuh. B. Bunga Jantan dan

Betina . C. Perbungaan Betina D. Perbungaan JantanE. Perbungaan BetinaF. Stipule

Klasifikasi

Divisi Tracheophyta

Ordo Curcubitales

Famili Begoniaceae

Genus Begonia

spesies Begonia mufidahkallae Ardhaka & Ardi

Semakin tingginya penikmat tanaman hias di kalangan masyarakat, menjadi-kan besarnya permintaan pasar terhadap tanaman hias jenis Begonia. Berbagai ancamanpun timbul terhadap keberlangsungan hidup Begonia, seperti aktivitas konversi hutan dan penebangan illegal. Tingginya aktivitas pengambilan Begonia secara berlebihan cenderung dilakukan tanpa disertai upaya konservasi dan bu-didaya yang tepat, sehingga mengancam keberadaan Begonia di alam. Hal ini akan berdampak negatif bagi kelestarian jenis Begonia, terkhusus jenis tanaman endemik. Dampak negatif ini bukan hanya faktor manusia, faktor alam juga men-jadi ancaman keberadaan Begonia di habitat aslinya, seperti adanya jenis asing invasif (JAI) yang menggangu jenis asli di habitat tersebut dan faktor-faktor alam lainnya.

Jenis Begonia telah menjadi takson prioritas utama konservasi tumbuhan di Indonesia, sebab: (1) tingkat endemisitas yang tinggi; (2) dapat direintroduksi ke alam; (3) dapat dikonservasi secara ex situ; dan (4) bernilai ekonomi tinggi se-bagai tanaman hias karena keunikan dan keindahan daunnya. Upaya konservasi dan pengurangan aktivitas manusia terhadap pengambilan jenis Begonia sangat penting dilakukan dan harus secara berkelanjutan sehingga dapat mengurangi berbagai ancaman serius terhadap kelangsungan jenis-jenis Begonia.

Konservasi Begonia secara ex situ menjadi salah satu solusi penyelamatan Begonia dari ancaman kepunahan di habitat alaminya, seperti yang dilakukan di Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Eka karya di Bali. Penga-yaan koleksi yang telah dilakukan oleh peneliti LIPI melalui kegiatan eksplorasi diharapkan sebagai sumber plasma nutfah yang penting untuk pemuliaan Bego-nia di Indonesia, khususnya Begonia Endemik dari Taman Nasional Manusela, Pulau Seram.

Ardhaka IM, Ardi WH, Undaharta NKE. & Tirta IG. 2016. Satu jenis baru Begonia dari Taman Nasional Manusela, Seram. Reinwardtia 15(1): 61 – 64.

Ardaka IM & Ardi WH. 2019. A new species of Begonia (Begoniaceae) from the Moluccas, Indonesia. Gardens’ Bulletin Singapore 71 (2): 415–419

Ardi WH & Thomas DC. 2015. Studies on Begonia (Begoniaceae) of the Molucca Islands II: A new species from Seram, Indonesia. The Garden’s Bulletin Sin-gapore 67 (2): 297–303.

43Republik Indonesia yakni Jusuf Kalla. Status konservasi berdasarkan IUCN saat termasuk kedalam Kekurangan Data/ Data Deficient (DD)

ndonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keane-karagaman hayati. Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa

liar atau sekitar 17% satwa hidup di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia. Indonesia menjadi habitat dari 515 jenis mamalia dan juga lebih dari 1.539 jenis burung. Diantara bera-nekaragam jenis tersebut, terdapat 259 jenis mamalia endemik, 384 je-nis burung dan 173 jenis amfibi.

Sebagian kekayaan alam Indo-nesia tersimpan di Propinsi Maluku. Sumber daya alam ini mempunyai peranan penting bagi kehidupan masyarakat baik ditinjau dari segi ekonomi, ilmu pengetahuan, pendi-dikan dan kebudayaan.

Provinsi Maluku yang terdiri dari 1.027 buah pulau besar maupun kecil, dikenal dengan julukan “Provinsi se-ribu pulau“. Terletak di wilayah yang dikenal sebagai wilayah Wallacea, Ma-luku dikenal memiliki flora dan fauna yang khas dan unik. Kondisi demikian menyebabkan Provinsi Maluku memi-liki koleksi flora dan fauna endemik cu-kup tinggi dan sangat penting. Khusus untuk keragaman jenis burung, seki-tar 348 jenis burung dengan 90 jenis merupakan spesies endemik Maluku. Jenis-jenis ini tersebar di 5 DBE (Da-erah Burung Endemik), dengan jumlah spesies burung sebaran terbatas se-banyak 116 jenis. Khusus untuk paruh bengkok (kakatua dan nuri) di Maluku terdapat 32 jenis dan 12 jenis dianta-ranya tidak ada di tempat lain kecuali di Maluku.

I

44

Mateus Krista Pratama Putra, S.Si

PERLINDUNGAN & PENGAMANAN JENIS-JENIS ENDEMIK DI KAWASAN TAMAN NASIONAL MANUSELA

Jenis-jenis endemik yang ada di Pulau Seram, khususnya TN Manuse-la adalah harta yang sangat berharga. Pemanfaatannya harus dilakukan de-ngan mempertimbangkan kaidah-kai-dah konservasi. Salah satunya adalah untuk dimanfaatkan sebagai obyek dan daya taris ekowisata. Namun de-mikian, pemanfaatan yang sifatnya ilegal dan merusak masih saja terjadi. Perburuan liar dan perdagangan ilegal satwaliar masih menjadi ancaman nya-ta bagi sumber daya alam kawasan TN Manusela termasuk jenis-jenis ende-mik Pulau Seram.

Untuk mencegah aktivitas ilegal di atas Polisi Kehutanan Balai TN Ma-nusela melakukan langkah-langkan pencegahan dan penanggulangan per-buruan liar dan perdagangan ilegal sat-waliar dari kawasan TN Manusela.

Taman Nasional Manusela memiliki personil polisi kehutanan yang ber-fungsi dalam penjagaan dan penga-manan kawasan hutan Taman Nasio-nal Manusela dari kegiatan perburuan liar satwa endemik, illegal logging, pe-rambahan hutan dan lain-lain. Berda-sarkan tupoksi (tugas pokok dan fung-si) dari polisi kehutanan, pengamanan hutan dilakukan dengan bebagai pen-dekatan. Pertama, secara Pre-emtif, misalnya melaksanakan sosialisasi tentang satwa dan tumbuhan endemik yang di lindungi di kawasan Taman Nasional Manusela. Kedua, secara preventif melalui kegiatan patroli dan perondaan, penjagaan di pos jaga atau di pondok kerja resort untuk men-cegah terjadinya pelanggaran pencuri-an tumbuhan dan satwa liar endemik yang hidup di dalam kawasan TN Ma-

Foto oleh Mangiring.C.Sibarani

45

nusela. Ketiga secara represif yak-ni dengan melakukan proses hukum terhadap pelaku/tersangka tindak pidana kehutanandengan berda-sarkan Undang-undang no. 5 tahun 1990 tentang KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem).

Aristides, Yoshua dkk. 2016. Perlindungan Satwa Langka Di Indonesia Dari Perspektif Conventi-on On International Trade In Endangered Species Of Flora And Fauna (Cites) Volume 5, No-mor 4. Semarang: Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro.

Sahusilawane John . F. 2018. Keanekaragaman Jenis Burung Di Kawasan Hutan Lindung Gu-nung Sirimau. Ambon: Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon

46

Pre-emtif

Represif

Preventif

47

tnmanusela.menlhk.go.id

@tnmanusela

@TNManusela

@TamanNasionalManusela

[email protected]

Call Center : 08114791000