INTRAPRENEURSHIP DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN ...

11
Jurnal Psikologi Udayana Edisi Khusus Psikologi Umum, 63-73 Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana ISSN: 2354 5607 63 INTRAPRENEURSHIP DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA MANAJER TOKO MODERN Agustini Kurnia dan Nicholas Simarmata Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana [email protected] Abstrak Persaingan yang ketat antar toko modern menjadi tantangan bagi organisasi yang bergerak dalam usaha toko modern, agar mampu bertahan dan mencapai kesuksesan organisasi. Oleh karena itu, manajer toko modern dituntut untuk mampu melakukan pengambilan keputusan sebagai tindakan nyata dalam menghadapi tantangan tersebut. Pengambilan keputusan merupakan proses penting untuk mencapai tujuan organisasi (Luthans, 2006), yang mana pengambilan keputusan tersebut dilakukan oleh manajer, sebab manajer merupakan pemain kunci dalam sebuah proses pengambilan keputusan (Socea, 2012). Sementara itu, untuk mampu mengantisipasi adanya perubahan era globalisasi dan menghadapi persaingan, maka intrapreneurship hadir menjadi konsep kreativitas dan sebuah inovasi yang jika dimiliki oleh manajer toko modern, dapat memberikan kontribusi penting dalam pengambilan keputusan manajer toko modern itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara intrapreneurship dan pengambilan keputusan pada manajer toko modern. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan analisis regresi sederhana. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan skala penelitian yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya kepada 103 manajer toko modern di Provinsi Bali, Indonesia. Data penelitian mengikuti distribusi normal dan linear. Hasil dari penelitian menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,770 dan probabilitas 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara intrapreneurship dengan pengambilan keputusan pada manajer toko modern. Sumbangan dari variabel intrapreneurship terhadap variabel pengambilan keputusan adalah sebesar 59,3%. Kata Kunci: intrapreneurship, pengambilan keputusan, manajer, toko modern Abstract Tight competition between modern stores is a challenge for organizations of modern store in order to survive and achieve the organization's success. Therefore, the modern store manager is required to make decision as the real action to face that challenge. Decision making is an important process to achieve organization's goals (Luthans, 2006), in which decision-making is done by the manager, because the manager as a key player in the decision- making process (Socea, 2012). Meanwhile, to anticipate a change in the era of globalization and competition, intrapreneurship comes into creativity and an innovative concept that if possessed by modern store manager, it can give an important contribution in the decision making of modern store manager. This research aims to determine whether there is a relationship between intrapreneurship and decision-making of modern store manager. This research is a quantitative method with simple regression analysis. Data is collected through research scales that have been tested for validity and reliability to the 103 modern store managers in the province of Bali, Indonesia. Research data shows normal distribution and linear. The result shows the correlation coefficient is 0.770 and probability at 0.000 (p <0.05). It means that there is a positive and significant relationship between intrapreneurship and decision-making of modern store manager. Contribution of intrapreneurship variable to decision making variable is 59.3%. Key words: intrapreneurship, decision making, manager, modern store

Transcript of INTRAPRENEURSHIP DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN ...

Jurnal Psikologi Udayana

Edisi Khusus Psikologi Umum, 63-73

Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

ISSN: 2354 5607

63

INTRAPRENEURSHIP DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PADA MANAJER TOKO MODERN

Agustini Kurnia dan Nicholas Simarmata Program Studi Sarjana Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

[email protected]

Abstrak

Persaingan yang ketat antar toko modern menjadi tantangan bagi organisasi yang bergerak dalam usaha toko modern,

agar mampu bertahan dan mencapai kesuksesan organisasi. Oleh karena itu, manajer toko modern dituntut untuk

mampu melakukan pengambilan keputusan sebagai tindakan nyata dalam menghadapi tantangan tersebut.

Pengambilan keputusan merupakan proses penting untuk mencapai tujuan organisasi (Luthans, 2006), yang mana

pengambilan keputusan tersebut dilakukan oleh manajer, sebab manajer merupakan pemain kunci dalam sebuah

proses pengambilan keputusan (Socea, 2012). Sementara itu, untuk mampu mengantisipasi adanya perubahan era

globalisasi dan menghadapi persaingan, maka intrapreneurship hadir menjadi konsep kreativitas dan sebuah inovasi

yang jika dimiliki oleh manajer toko modern, dapat memberikan kontribusi penting dalam pengambilan keputusan

manajer toko modern itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

intrapreneurship dan pengambilan keputusan pada manajer toko modern.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan analisis regresi sederhana. Pengumpulan data dilakukan

dengan menyebarkan skala penelitian yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya kepada 103 manajer toko modern

di Provinsi Bali, Indonesia. Data penelitian mengikuti distribusi normal dan linear. Hasil dari penelitian

menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,770 dan probabilitas 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti ada hubungan yang

positif dan signifikan antara intrapreneurship dengan pengambilan keputusan pada manajer toko modern.

Sumbangan dari variabel intrapreneurship terhadap variabel pengambilan keputusan adalah sebesar 59,3%.

Kata Kunci: intrapreneurship, pengambilan keputusan, manajer, toko modern

Abstract

Tight competition between modern stores is a challenge for organizations of modern store in order to survive and

achieve the organization's success. Therefore, the modern store manager is required to make decision as the real

action to face that challenge. Decision making is an important process to achieve organization's goals (Luthans,

2006), in which decision-making is done by the manager, because the manager as a key player in the decision-

making process (Socea, 2012). Meanwhile, to anticipate a change in the era of globalization and competition,

intrapreneurship comes into creativity and an innovative concept that if possessed by modern store manager, it can

give an important contribution in the decision making of modern store manager. This research aims to determine

whether there is a relationship between intrapreneurship and decision-making of modern store manager.

This research is a quantitative method with simple regression analysis. Data is collected through research scales that

have been tested for validity and reliability to the 103 modern store managers in the province of Bali, Indonesia.

Research data shows normal distribution and linear. The result shows the correlation coefficient is 0.770 and

probability at 0.000 (p <0.05). It means that there is a positive and significant relationship between intrapreneurship

and decision-making of modern store manager. Contribution of intrapreneurship variable to decision making variable

is 59.3%.

Key words: intrapreneurship, decision making, manager, modern store

A. Kurnia dan N. Simarmata

64

LATAR BELAKANG

Perubahan era globalisasi saat ini tidak dapat

dipungkiri telah memberikan pengaruh terhadap

keberlangsungan organisasi. Salah satu faktanya yaitu adanya

krisis ekonomi global pada tahun 2008 yang masih menjadi

ancaman bagi sejumlah negara di dunia, termasuk di

Indonesia. Krisis ekonomi global tidak hanya menyerang

perekonomian Indonesia, namun juga mengakibatkan sekitar

30.000 pekerja kehilangan pekerjaannya (Purna, Hamidi, &

Prima, 2009). Krisis tersebut menunjukkan bahwa perubahan

era globalisasi memang menjadi suatu bentuk faktor eksternal

yang memberikan pengaruh bagi organisasi dan hal tersebut

menjadi faktor yang tidak dapat dikendalikan organisasi

(Gómez-Mejia, Balkin, & Cardy, 2010). Dari sudut pandang

sektoral, organisasi yang terkena imbas krisis ekonomi global

pun tidak hanya mencakup di sektor finansial saja, tetapi juga

merambah pada sektor-sektor lainnya termasuk diantaranya

adalah sektor perdagangan.

Sektor perdagangan memegang peranan penting bagi

perekonomian nasional. Kontribusi sektor perdagangan seperti

perdagangan besar dan ritel (retail and wholesale) dalam

pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada

tahun 2008 mencapai 11,1% (Pangestu, 2009). Akan tetapi,

menurut Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (2013), pada tahun

2009 PDB sektor perdagangan di Indonesia tidak mampu

menunjukkan adanya pertumbuhan (0,0%). Hal ini menjadi

suatu kondisi buruk jika dibandingkan tahun sebelumnya yang

mana PDB tumbuh sebesar 7,0%. PDB adalah indikator untuk

mengukur kinerja ekonomi suatu negara yang dilakukan

dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau

produksi nasional setiap tahunnya (Khalsum, 2011).

Kemerosotan tajam PDB di sektor perdagangan ini terjadi

sebagai dampak lanjutan dari adanya krisis ekonomi global.

Dengan adanya krisis ekonomi global, maka menjadi

tantangan bagi perdagangan Indonesia sebab tidak ada yang

dapat memastikan kapan tepatnya perekonomian dunia akan

pulih dan di sisi lain, perdagangan Indonesia menjadi

katalisator penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia

(Pangestu, 2009).

Salah satu bentuk organisasi yang bernaung dibawah

sektor perdagangan diwujudkan dalam bentuk usaha toko

modern. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 112 Tahun 2007, toko modern merupakan toko yang

memiliki sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis

barang secara eceran yang berbentuk minimarket,

supermarket, department store, hypermarket, ataupun grosir

yang berbentuk perkulakan. Beberapa contoh dari toko

modern yang telah berdiri dan beroperasi di Indonesia

diantaranya yaitu Circle K (minimarket), Alfamart

(minimarket), Hero (supermarket), Hypermart (hypermarket),

Carrefour (hypermarket), Matahari (department store), dan

Lotte mart whole sale (grosir). Dalam upaya untuk

menghadapi krisis ekonomi global, organisasi yang bergerak

dalam usaha toko modern pun perlu memantau faktor

eksternal tersebut secara konstan sebagai peluang dan juga

ancaman bagi organisasi (Gómez-Mejia, Balkin, & Cardy,

2010).

Selain itu, krisis ekonomi global juga menjadi

peluang sekaligus ancaman bagi persaingan antar toko modern

dari tahun ke tahun. Menurut Business Watch Indonesia

(BWI), usaha toko modern di Indonesia telah mengalami

perkembangan yang pesat sejak tahun 2000 (Yustiningsih,

2005). Pada tahun 2011, jumlah toko modern semakin

meningkat yakni mencapai hingga 18.152 toko modern yang

telah berdiri di Indonesia (Aprilia, 2011). Tidak hanya itu,

pada tahun 2011 omzet toko modern pun dapat mencapai

hingga Rp 110 triliun dengan jumlah pendapatan terbesarnya

merupakan kontribusi dari toko modern dalam bentuk

hypermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan

supermarket (Indonesian Commercial Newsletter, 2011). Hal

ini menunjukkan bahwa usaha toko modern menjadi usaha

menjanjikan sehingga semakin banyak toko modern didirikan

dari tahun ke tahun dan menyebabkan semakin ketat pula

persaingan yang terjadi antar toko modern.

Persaingan ketat antar toko modern tersebut turut

menjadi tantangan bagi organisasi yang bergerak dalam usaha

toko modern, agar mampu bertahan dan mencapai kesuksesan

organisasi. Oleh karena itu, maka diperlukan strategi sumber

daya manusia yang merujuk pada upaya untuk menggunakan

sumber daya manusia dalam membantu organisasi untuk

mendapatkan atau mempertahankan keunggulan dibandingkan

dengan pesaingnya dalam persaingan pasar (Gómez-Mejia,

Balkin, & Cardy, 2010). Sumber daya manusia merupakan

faktor internal organisasi yang akan menjadi kekuatan bagi

organisasi (Handriani, 2011). Sumber daya manusia

yang dalam hal ini adalah pihak manajemen, harus lebih

memberikan perhatiannya pada faktor yang menjadi

tantangannya sehingga dapat keluar dari ancaman krisis,

mampu bersaing dan juga dapat memberikan kepuasan bagi

stakeholders organisasi (Anu, 2008). Hal tersebut dapat

dicapai dengan jalan pihak manajemen harus mampu dalam

pengambilan keputusan sebagai tindakan nyata untuk

menghadapi tantangan organisasi. Pihak manajemen dituntut

mampu melakukan pengambilan keputusan sebab

pengambilan keputusan menjadi aktivitas utama yang

dilakukan manajemen (Al-Tarawneh, 2012) dan merupakan

proses penting dalam mencapai tujuan organisasi (Luthans,

2006). Ini menunjukkan bahwa kesuksesan suatu organisasi

toko modern sangat ditentukan dari pengambilan keputusan

oleh pihak manajemen dalam organisasi tersebut.

Sebagai bagian dalam manajemen, maka

pengambilan keputusan menjadi salah satu tanggung jawab

yang penting bagi seorang manajer. Menurut Socea (2012),

INTRAPRENEURSHIP DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJER TOKO MODERN

65

seorang manajer adalah sebagai pemain kunci dalam sebuah

proses pengambilan keputusan dalam suatu organisasi.

Kualitas keputusan manajer nantinya akan mempengaruhi

peluang-peluang karier, pemberian penghargaan, dan

kepuasan kerja manajer. Selain itu, keputusan dari manajer

juga akan memberikan kontribusi pada keberhasilan dan

kegagalan organisasi (Kreitner & Kinicki, 2005).

Secara umum, pengambilan keputusan adalah

pembuatan pilihan antara dua alternatif atau lebih (Robbins,

2003). Spesifiknya, pengambilan keputusan merupakan suatu

proses yang selalu terjadi dan merupakan denyut nadi dari

berjalannya suatu organisasi (Sudirman dalam Pratama, 2011).

Efektivitas dari suatu pengambilan keputusan dilihat dari

proses pengambilan keputusan yang dilakukan individu (Putti

dalam Rengganis, 2005; Drucker dalam Maciariello, 2006;

Hamid, 2011).

Sementara itu, terdapat beberapa hal yang dapat

mempengaruhi pengambilan keputusan manajer, yang dalam

hal ini adalah manajer toko modern, yaitu kepribadian,

kecenderungan pengambilan risiko (Dewanny, 2006;

Gitosudarmo & Sudita, 2013), kemampuan kognitif dan

pengetahuan (Dewanny, 2006; Siagian dalam Pratama, 2011),

jenis kelamin (Dewanny, 2006; Lizárraga, Baquedano, &

Cardelle-Elawar, 2007), pengalaman (Dewanny, 2006;

Dietrich, 2010), budaya (Robbins, 2003; Siagian dalam

Pratama, 2011) dan cara pengambilan keputusan oleh orang

lain (Siagian dalam Pratama, 2011). Namun, agar dapat

mengantisipasi adanya perubahan era globalisasi, menangkap

peluang-peluang baru untuk menghadapi persaingan dan

menangkal masalah-masalah yang dihadapi organisasi, maka

intrapreneurship hadir menjadi suatu hal yang relevan dan

layak untuk diteliti hubungannya dengan pengambilan

keputusan pada manajer toko modern.

Intrapreneurship adalah suatu proses yang terkait

inovasi, melakukan usaha yang berisiko dan berawal dari

tindakan proaktif dalam suatu organisasi (Miller dalam

Kurniawan & Winata, 2012). Intrapreneurship disebut juga

internal entrepreneurship (Winarno, 2011). Menurut de Jong,

Parker, Wennekers, & Wu (2011), tiga dimensi dari

intrapreneurship, yaitu inovasi, pengambilan risiko, dan

proaktif. Sedangkan intrapreneur adalah individu yang bekerja

dalam lingkungan organisasi yang berfokus pada inovasi dan

kreativitas, sekaligus mentransformasikan ide-idenya demi

mencapai keberhasilan (Carland & Carland, 2007).

Seorang intrapreneur akan membuat keputusan

bahkan ketika intrapreneur tersebut dihadapkan pada

kesulitan. Hal ini disebabkan karena individu tersebut yakin

terhadap ide, pendapat dan tindakannya serta bersedia untuk

menerima kesalahannya dan belajar (Hamilton, 2008).

Selain itu, intrapreneurship disebut sebagai konsep

kreatif dan sebuah inovasi (Arslan & Cevher, 2008). Oleh

karena intrapreneurship memiliki kreativitas didalamnya,

sehingga hal ini akan membuat manajer toko modern memiliki

tendensi untuk mencapai pengambilan keputusan yang

optimal, sebab Robbins (2003) menyatakan bahwa

pengambilan keputusan yang optimal membutuhkan

kreativitas. Kreativitas pada intrapreneurship menunjukkan

bahwa individu memiliki kemampuan dalam memproduksi

gagasan-gagasan baru dan bermanfaat. Kreativitas juga

membuat pengambil keputusan untuk menjadi lebih

menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat

masalah yang tidak dapat dilihat oleh orang lain serta

membantu dalam identifikasi semua alternatif yang ada

(Robbins, 2003). Tidak hanya itu, seorang manajer toko

modern yang memiliki intrapreneurship juga akan

menunjukkan adanya inovasi dalam menjalankan perannya,

termasuk dalam peran pengambilan keputusan. Adanya

inovasi dalam pengambilan keputusan menunjukkan

bagaimana kreativitas individu berperan dalam pengambilan

keputusan yang optimal (Gornstein & Shepherd, 2005).

Intrapreneurship telah menjadi bukti senjata

kesuksesan bagi sejumlah organisasi seperti Apple, Google,

Toyota, Intel, Sun Microsystems, dan organisasi lainnya di

Amerika, Eropa, Afrika dan Asia (Haller, 2012). Dengan

demikian, maka intrapreneurship penting untuk dibangun dan

dipertahankan dalam organisasi demi mengelola strategi yang

menguntungkan dalam berkompetisi di era globalisasi saat ini

(Molina & Callahan, 2009), termasuk dikembangkan dalam

pengambilan keputusan manajer toko modern.

Berdasarkan paparan di atas, adanya perubahan era

globalisasi yang terjadi saat ini dan persaingan ketat antar toko

modern akan memberikan pengaruh terhadap keberlangsungan

organisasi toko modern, sehingga manajer dituntut untuk

melakukan pengambilan keputusan yang optimal demi

kesuksesan organisasi. Milkman, Chugh, & Bazerman (2009)

juga menyatakan bahwa pengambilan keputusan menjadi hal

yang penting dan masih membutuhkan fokus dari bidang

psikologi mengenai upaya untuk meningkatkan pengambilan

keputusan. Sementara itu, intrapreneurship hadir menjadi

konsep kreativitas dan sebuah inovasi yang jika dimiliki oleh

manajer toko modern maka hal ini dapat memberikan

kontribusi penting dalam pengambilan keputusan manajer

toko modern. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat

hubungan antara intrapreneurship dan pengambilan keputusan

pada manajer toko modern.

METODE

Variabel dan definisi operasional

Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi obyek

pengamatan penelitian (Suryabrata, 2000). Variabel juga

merupakan operasionalisasi konsep yang terdiri dari tiga ciri

yaitu dapat diukur, membedakan objek dari objek lain dalam

A. Kurnia dan N. Simarmata

66

satu populasi dan nilainya bervariasi (Purwanto, 2010).

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

variabel bebas dan variabel tergantung.

Variabel bebas merupakan variabel yang

mempengaruhi perubahan atau timbulnya variabel tergantung

(Sugiyono, 2012). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

intrapreneurship.

Sementara itu, variabel tergantung merupakan

variabel yang dipengaruhi dari variabel bebas (Sugiyono,

2012). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah

pengambilan keputusan.

Berikut ini adalah definisi operasional masing-

masing variabel:

1. Intrapreneurship

Intrapreneurship adalah proses kreatif yang dimiliki

individu dalam organisasi, terdiri dari dimensi inovasi,

pengambilan risiko, dan proaktif serta diukur dengan

menggunakan skala intrapreneurship.

2. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif

terbaik diantara dua alternatif atau lebih, terjadi dalam situasi

yang mengharuskan individu untuk membuat prediksi ke

depan untuk mencapai hasil akhir yang diinginkan dan terdiri

dari elemen menetapkan tujuan, mengidentifikasi

permasalahan, mengembangkan berbagai alternatif solusi,

penilaian dan memilih sebuah alternatif, serta melaksanakan

keputusan, evaluasi dan pengendalian. Variabel ini diukur

dengan menggunakan skala pengambilan keputusan.

Responden

Responden dipilih melalui teknik cluster random

sampling dari populasi berupa manajer toko modern di Bali.

Dalam penelitian ini, respondennya adalah 103 manajer toko

modern di Bali, merupakan manajer dari divisi apapun dalam

organisasi toko modern yang berjenis kelamin pria atau

wanita, memiliki pengalaman kerja selama minimal satu

tahun, dan memiliki pendidikan minimal diploma agar dapat

memberikan respon pada skala penelitian secara tepat.

Manajer yang memiliki pengalaman kerja selama satu tahun

atau lebih mengasumsikan bahwa individu telah mampu

memahami dan mengetahui situasi maupun kondisi

organisasinya (Paulus, 2013).

Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014,

yaitu dilangsungkan pada 4 toko modern di kabupaten Badung

dan 7 toko modern di kotamadya Denpasar, Bali.

Alat ukur

Alat ukur dalam penelitian ini adalah skala

penelitian, terdiri dari skala pengukur intrapreneurship dan

skala pengukur pengambilan keputusan. Skala

intrapreneurship merupakan skala adaptasi dari Deinta (2013)

yang reliabilitasnya sebesar 0,73. Skala tersebut adalah skala

yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi intrapreneurship

menurut de Jong, Parker, Wennekers, & Wu (2011), yaitu

inovasi, pengambilan risiko, dan proaktif. Sementara itu, skala

pengambilan keputusan merupakan skala yang dibuat sendiri

oleh peneliti berdasarkan elemen-elemen dasar proses

pengambilan keputusan dari Gitosudarmo & Sudita (2013),

yaitu menetapkan tujuan, mengidentifikasi permasalahan,

mengembangkan berbagai alternatif solusi, penilaian dan

memilih sebuah alternatif, serta melaksanakan keputusan,

evaluasi dan pengendalian.

Skala penelitian berisi sejumlah pernyataan tertulis

(item) yang akan diberikan kepada responden. Pada skala

penelitian, responden diwajibkan untuk memilih salah satu

dari 4 alternatif jawaban yang tersedia pada setiap pernyataan.

Adapun empat alternatif jawaban yang dapat dipilih salah satu

oleh responden menggunakan skala Likert yaitu: (1) sangat

tidak setuju (STS), (2) tidak setuju (TS), setuju (S), sangat

setuju (SS).

Skala intrapreneurship dan pengambilan keputusan

ini selanjutnya akan menghasilkan jenis data interval yaitu

data yang berada dalam suatu interval skala sehingga dapat

dijumlahkan (Purwanto, 2010). Sugiyono (2013) juga

menjelaskan bahwa data interval merupakan data kuantitatif

kontinum yang memiliki jarak yang sama dan tidak memiliki

nilai nol absolut.

Sebelum diberikan pada responden penelitian,

peneliti melakukan pengujian terhadap skala, yang mana

pengujian hanya dilakukan terhadap skala pengambilan

keputusan sebab skala intrapreneurship merupakan skala yang

diadaptasi oleh peneliti. Skala pengambilan keputusan

diujicobakan terlebih dahulu kepada 30 orang manajer toko

modern X di kabupaten Badung dan toko modern Y di

kotamadya Denpasar, untuk mengetahui validitas dan

reliabilitasnya. Validitas yang diukur pada penelitian ini yaitu

validitas isi yang terdiri dari validitas tampang dan logis.

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui

pengujian isi tes dengan analisis rasional atau dapat dikatakan

melalui professional judgement untuk melihat sejauh mana

item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek

yang hendak diukur (Azwar, 2010). Validitas tampang dilihat

dari format penampilan tes, sedangkan validitas logis dilihat

INTRAPRENEURSHIP DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJER TOKO MODERN

67

dari sejaumana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri

atribut yang hendak diukur (Azwar, 2012). Dengan demikian,

maka pengukuran validitas isi dilakukan dengan professional

judgement oleh dosen pembimbing skripsi.

Uji kesahihan item dalam penelitian ini dilakukan

dengan perhitungan korelasi antara distribusi skor pada setiap

item dengan skor total skala itu sendiri, yaitu dengan

menggunakan formula korelasi product moment melalui

program bantu Statistical Package for Social Service (SPSS)

15.00. Kriteria uji kesahihan item yang digunakan dalam

penelitian ini adalah riX ≥0,30. Sementara itu, pengukuran reliabilitas dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal

dengan teknik single trial administration. Melalui pendekatan

ini, maka pengujian reliabilitas menggunakan formula

Cronbach’s Alpha melalui program bantu SPSS 15.00. Hasil

pengujian reliabilitas dapat dilihat melalui angka koefisien

reliabilitas alpha. Angka minimal koefisien reliabilitas alpha

agar pengujian dikatakan reliabel adalah 0,65 (Aiken dalam

Purwanto, 2010).

Setelah melalui tahap pengujian validitas dan

reliabilitas tersebut, diperoleh bahwa skala pengambilan

keputusan memiliki 28 item sahih dengan koefisien reliabilitas

0,928.

Metode pengumpulan data

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan

dengan pengukuran terhadap dua variabel penelitian, yaitu

intrapreneurship dan pengambilan keputusan. Kedua variabel

tersebut diukur dengan menggunakan skala penelitian (skala

intrapreneurship dan skala pengambilan keputusan).

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan skala

penelitian ke toko modern yang manajernya terpilih sebagai

sampel dalam penelitian ini melalui cluster random sampling

dari populasi berupa manajer toko modern di provinsi Bali.

Melalui data toko modern yang peneliti dapatkan dari Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali tahun 2013,

maka pengumpulan data dilaksanakan pada 11 toko modern

dari kabupaten Badung dan kotamadya Denpasar.

Teknik analisis data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

dengan bentuk studi korelasional yang menggunakan teknik

analisis regresi sederhana. Analisis regresi sederhana

digunakan dalam penelitian ini untuk melihat hubungan antara

variabel bebas yaitu intrapreneurship dengan variabel

tergantung yaitu pengambilan keputusan, dan sekaligus

melakukan prediksi, bagaimana perubahan nilai variabel

pengambilan keputusan bila nilai variabel intrapreneurship

naik atau turun nilainya. Analisis data dilakukan dengan

program bantu SPSS 15.00.

HASIL PENELITIAN

Sebelum mengetahui hubungan antara variabel yang

diteliti, peneliti terlebih dahulu melakukan uji asumsi yang

meliputi uji normalitas dan uji linearitas sebagai syarat untuk

uji statistik parametrik dan agar analisis regresi sederhana

dapat dilakukan.

Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik Kolmogorov-Smirnov melalui program

bantu SPSS 15.00. Suatu data dapat dikatakan normal apabila

hasil uji normalitasnya tidak signifikan (p>0,05). Berikut ini

merupakan hasil dari uji normalitas:.

Pada tabel 1, terlihat bahwa kedua variabel memiliki

taraf signifikansi di atas 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa

kedua variabel memiliki distribusi data normal.

Sementara itu, uji linearitas pada penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui apakah variabel intrapreneurship

dan variabel pengambilan keputusan memiliki hubungan yang

linear atau tidak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan

program SPSS 15.00. Jika nilai probabilitas yang dihasilkan

berada di bawah taraf signifikansi 0,05, maka hubungannya

dinyatakan linear. Berikut ini merupakan hasil dari uji

linearitas:

Berdasarkan tabel 2, terlihat bahwa taraf signifikansi

untuk linearitas berada dibawah 0,05 (p<0,05) yaitu sebesar

0,000. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa

hubungan antara skor variabel intrapreneurship dan variabel

pengambilan keputusan telah menunjukkan adanya hubungan

yang linear.

Selanjutnya, untuk melihat hubungan

intrapreneurship dan pengambilan keputusan, peneliti

melakukan analisis regresi sederhana dengan bantuan SPSS

15.00. Berikut ini adalah hasil dari analisis regresi sederhana

pada SPSS 15.00 yang terdiri dari uji F, uji signifikansi

parameter individual, dan besarnya sumbangan efektif variabel

intrapreneurship terhadap variabel pengambilan keputusan:

A. Kurnia dan N. Simarmata

68

Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah model

regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel

tergantung (Santoso, 2005), yang mana hal tersebut terlihat

apabila nilai signifikansi menunjukkan nilai lebih kecil dari

0,05 (p<0,05). Pada tabel Hasil Uji F (tabel 3), diperoleh

bahwa F hitung adalah 146,908 dengan nilai signifikansi

sebesar 0,000. Hal ini berarti model regresi dapat dipercaya

untuk memprediksi kontribusi variabel bebas yaitu

intrapreneurship terhadap variabel tergantung yaitu

pengambilan keputusan.

Sementara itu, pada tabel hasil uji signifikansi

parameter individual (tabel 4) terlihat bahwa arah hubungan

yang terjadi antara intrapreneurship dan pengambilan

keputusan menunjukkan arah hubungan yang positif, yang

mana hal tersebut dibuktikan dari nilai koefisien regresi

(kolom B), yaitu (+)1,535. Tanda positif (+) berarti semakin

tinggi intrapreneurship akan semakin tinggi pula pengambilan

keputusan, sebaliknya, semakin rendah intrapreneurship akan

semakin rendah pula pengambilan keputusan.

Nilai signifikansi sebesar p<0,05 yang ditunjukkan

pada tabel 4 (t=12,121 ; p=0,000) memperlihatkan bahwa

variabel intrapreneurship dan variabel pengambilan keputusan

diduga kuat memiliki jenis hubungan sebab-akibat dan bukan

merupakan gejala random.

Secara spesifiknya, pada koefisien regresi (kolom B)

yang menghasilkan angka sebesar 1,535, menunjukkan bahwa

setiap peningkatan 1 nilai dari intrapreneurship akan

meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan sebesar

1,535. Namun sebaliknya, apabila terjadi penurunan

intrapreneurship sebesar 1 nilai, maka diprediksi terjadi

penurunan pula terhadap pengambilan keputusan sebesar

1,535. Hal ini dapat diketahui dari fungsi persamaan model

garis regresi Y = a + bX untuk variabel intrapreneurship dan

pengambilan keputusan yaitu: Y = 21,778 + (1,535)X.

Keterangan :

Y: nilai responden pada variabel tergantung yang

diprediksikan

a: harga konstan atau nilai Y (variabel tergantung) bila X

(variabel bebas) adalah 0

b: angka arah atau koefisien regresi, menunjukkan angka

peningkatan atau penurunan variabel tergantung yang

didasarkan pada variabel bebas

X: nilai responden pada variabel bebas

Selanjutnya, besar sumbangan variabel bebas

(intrapreneurship) terhadap variabel tergantung (pengambilan

keputusan) dapat dilihat pada tabel sumbangan efektif berikut:

Pada kolom R Square menunjukkan angka sebesar

0,593. Angka pada kolom R Square merupakan angka yang

diperoleh dari pengkuadratan nilai R (0,770). R Square dapat

disebut sebagai sumbangan efektif yaitu menunjukkan

seberapa besar sumbangan variabel bebas dalam menjelaskan

variabel tergantung (Santoso, 2005). Pada penelitian ini,

sumbangan variabel intrapreneurship terhadap variabel

pengambilan keputusan adalah sebesar 59,3%. Sementara

pada kolom R, terlihat bahwa besarnya korelasi dari variabel

intrapreneurship dan pengambilan keputusan adalah 0,770.

Peneliti juga melakukan pengkategorisasian skor

skala untuk menambah hasil dalam analisis data penelitian.

Kategorisasi ini bertujuan untuk menempatkan individu ke

dalam kelompok atau golongan yang posisinya berjenjang

menurut kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar,

2012).

Norma kategorisasi skor skala yang digunakan adalah

sebagai berikut:

Melalui norma tersebut, maka peneliti

mengkategorikan skor tiap variabel dalam penelitian ini

menjadi lima jenjang.

Variabel intrapreneurship memiliki skor minimal 14

dan skor maksimal 56, dengan rentang skor 42. Standar

deviasinya (σ) adalah sebesar 7 dengan mean teoretis (μ) sebesar 35. Hasil kategorisasinya adalah tercantum pada tabel

7.

INTRAPRENEURSHIP DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJER TOKO MODERN

69

Berdasarkan analisis kategorisasi pada skala

intrapreneurship, dapat dilihat bahwa responden yang

termasuk dalam kategori Sangat Tinggi yaitu sebesar 28%,

kategori Tinggi sebesar 68%, dan kategori Sedang sebesar 4%.

Hal tersebut juga berarti terdapat sebanyak 29 orang yang

termasuk dalam kategori Sangat Tinggi, sebanyak 70 orang

yang termasuk kategori Tinggi, dan sebanyak 4 orang yang

termasuk dalam kategori Sedang. Dengan demikian, maka

sebagian besar responden penelitian ini berada pada kategori

Tinggi untuk variabel intrapreneurship.

Variabel pengambilan keputusan memiliki skor

minimal 28 dan skor maksimal 112, dengan rentang skor 84.

Standar deviasinya (σ) adalah sebesar 14 dengan mean teoretis (μ) sebesar 70. Hasil kategorisasinya adalah tercantum pada tabel 8.

Berdasarkan analisis kategorisasi pada skala

pengambilan keputusan, dapat dilihat bahwa responden yang

termasuk dalam kategori Sangat Tinggi yaitu sebesar 39,8%,

kategori Tinggi sebesar 58,3%, dan kategori Sedang sebesar

1,9%. Hal tersebut juga berarti terdapat sebanyak 41 orang

yang termasuk dalam kategori Sangat Tinggi, sebanyak 60

orang yang termasuk kategori Tinggi, dan sebanyak 2 orang

yang termasuk dalam kategori Sedang. Dengan demikian,

maka sebagian besar responden penelitian ini berada pada

kategori Tinggi untuk variabel pengambilan keputusan.

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Berdasarkan analisis statistik yang telah dilakukan

dengan analisis regresi sederhana, maka hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara

intrapreneurship dan pengambilan keputusan pada manajer

toko modern. Hal tersebut dibuktikan dari angka korelasi

antara variabel intrapreneurship dan variabel pengambilan

keputusan yaitu sebesar 0,770 dengan angka probabilitas yang

diperoleh adalah sebesar 0,000 (p<0,05). Sesuai dengan

rentang interpretasi angka korelasi menurut Sugiyono (2013),

maka angka korelasi sebesar 0,770 menunjukkan bahwa kedua

variabel memiliki tingkat hubungan yang kuat.

Melalui hasil analisis juga menunjukkan bahwa

model regresi dapat dipercaya untuk memprediksi variabel

pengambilan keputusan, yang mana hubungan antara variabel

intrapreneurship dan variabel pengambilan keputusan adalah

positif dan signifikan serta diduga kuat merupakan hubungan

sebab-akibat. Hal ini dibuktikan dari hasil uji signifikansi

parameter individual yang menunjukkan koefisien regresi

sebesar 1,535, artinya bahwa setiap peningkatan 1 nilai dari

intrapreneurship akan meningkatkan kemampuan pengambilan

keputusan sebesar 1,535. Namun sebaliknya, apabila terjadi

penurunan intrapreneurship sebesar 1 nilai, maka diprediksi

terjadi penurunan pula terhadap pengambilan keputusan

sebesar 1,535. Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan

bahwa apabila terjadi peningkatan pada variabel

intrapreneurship, maka akan terjadi peningkatan pula pada

variabel pengambilan keputusan, begitu juga sebaliknya.

Manajer toko modern dengan intrapreneurship yang

tinggi menunjukkan bahwa ia memiliki jiwa entrepreneurship

yang tinggi dalam perusahaannya. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Antoncic dan Hisrich (dalam Arslan &

Cevher, 2008) bahwa intrapreneurship adalah sebagai adanya

jiwa entrepreneurship dalam perusahaan. Dengan demikian,

sebagai manajer toko modern yang memiliki jiwa

entrepreneurship, maka individu dapat melakukan

pengambilan keputusan secara aktif dan kreatif (Platzek,

2012). Selain itu, manajer toko modern dengan

intrapreneurship yang tinggi adalah manajer toko modern yang

mempunyai kreativitas dan inovasi yang tinggi pula. Gornstein

& Shepherd (2005) menjelaskan bahwa individu yang

memiliki intrapreneurship akan memperlihatkan adanya

inovasi dalam pengambilan keputusan sebab hal ini

menunjukkan bagaimana kreativitas individu berperan dalam

pengambilan keputusan yang optimal. Melalui kreativitas yang

dimilikinya, maka manajer toko modern akan memiliki

tendensi mencapai pengambilan keputusan yang optimal,

sebab Robbins (2003) menyatakan bahwa dengan kreativitas

maka individu akan memiliki kemampuan dalam

memproduksi gagasan-gagasan baru dan bermanfaat.

Kreativitas juga membuat pengambil keputusan untuk menjadi

lebih menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat

masalah yang tidak dapat dilihat oleh orang lain serta

membantu dalam identifikasi semua alternatif yang ada.

Manajer toko modern dengan intrapreneurship yang

tinggi juga merupakan manajer toko modern yang berani

mengambil risiko, sehingga manajer tersebut memiliki

kecenderungan untuk lebih berani dan tegas serta muatan

keputusan yang dihasilkannya pun akan fokus pada sasaran

dan penuh perhitungan, bukan hanya sekedar spekulasi belaka

(Fahmi, 2011). Tidak hanya itu, intrapreneurship yang dimiliki

oleh manajer toko modern menunjukkan bahwa manajer

tersebut proaktif, artinya individu mempunyai perspektif ke

depan dengan kesadaran yang tinggi terhadap faktor eksternal

dan situasi serta bertindak antisipasi (Rauch, Wiklund,

Lumpkin, & Frese, 2009). Dengan proaktif, maka dapat

mendukung manajer toko modern dalam pengambilan

keputusan sebab pengambilan keputusan membutuhkan

individu yang memiliki pandangan jauh ke depan agar

A. Kurnia dan N. Simarmata

70

tindakan yang dilakukan adalah penuh dengan perencanaan

yang matang dan kemampuan individu untuk berkompetisi

dengan pasar jauh lebih baik dan siap diuji (Fahmi, 2011).

Manajer toko modern yang memiliki intrapreneurship

dapat dikatakan bahwa manajer tersebut adalah seorang

intrapreneur. Foley (2013) menyebutkan bahwa seorang

intrapreneur tidak mudah terjun dalam informasi yang terlalu

awal atau pun menyederhanakan suatu hal terlalu cepat,

mampu menyediakan berbagai pilihan, mampu secara efektif

menyeimbangkan antara tuntutan jangka pendek dan jangka

panjang, mampu menghasilkan solusi kreatif, mampu

menyeimbangkan antara pikiran dan tindakannya serta belajar

dari tindakan yang mereka lakukan, sehingga hal ini akan

mendukung terwujudnya pengambilan keputusan yang efektif

mulai dari menetapkan tujuan, identifikasi masalah,

mengembangkan berbagai alternatif, menilai dan memilih

alternatif, melaksanakan keputusan, hingga melakukan

evaluasi terhadap keputusan tersebut.

Dalam penelitian ini, ditunjukkan pula bahwa nilai dari

sumbangan efektif adalah sebesar 0,593. Hal ini berarti

sumbangan dari variabel intrapreneurship dalam menjelaskan

variabel pengambilan keputusan adalah sebesar 59,3%,

sedangkan sisanya yaitu sebesar 40,7% dipengaruhi oleh

faktor-faktor lain diluar variabel intrapreneurship. Menurut

asumsi peneliti, faktor-faktor lain tersebut adalah faktor-faktor

yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang terdiri dari

kepribadian (Dewanny, 2006; Gitosudarmo & Sudita, 2013),

pengalaman (Dewanny, 2006; Dietrich, 2010), dan orang lain

(Siagian dalam Pratama, 2011).

Dalam pengambilan keputusan, manajer toko modern

dipengaruhi oleh faktor kepribadian. Menurut Gitosudarmo &

Sudita (2013), terdapat dua variabel utama kepribadian yang

berpengaruh terhadap keputusan yang dibuat, yaitu ideologi

versus kekuasaan dan emosional versus objektivitas. Pada

ideologi, pengambil keputusan cenderung memiliki suatu

orientasi ideologi tertentu sehingga keputusannya akan

dipengaruhi oleh suatu filosofi atau prinsip tertentu. Chen

(2006) menambahkan bahwa ideologi akan mempengaruhi

pengambilan keputusan, yang mana ideologi akan berdampak

pada bagaimana suatu masalah diidentifikasi, bagaimana

alternatif dipertimbangkan dan kemudian dipilih. Adanya

perbedaan ideologi memberikan perbedaan alternatif yang

dihasilkan oleh manajer meskipun dihadapkan pada masalah

yang sama. Oleh karena itu, adanya perbedaan ideologi akan

menyebabkan perbedaan dalam proses pengambilan keputusan

yang dilakukan oleh manajer. Sebagai contoh pengambil

keputusan dengan prinsip atau ideologinya adalah Emirsyah

Satar (Direktur Utama Garuda Indonesia periode 2010-2015)

yang juga menjalankan fungsi manajemen sebagai pengambil

keputusan. Emirsyah Satar memiliki prinsip bahwa yang

terpenting adalah do the best to company, sehingga dalam

pengambilan keputusan yang dilakukannya harus memikirkan

jangka panjang bagi perusahaan dan bukan keputusan yang

populis semata (Djauhar, 2012).

Pada bagian kekuasaan, terdapat pula kecenderungan

pengambil keputusan yang mendasarkan keputusannya pada

sesuatu yang secara politis dapat meningkatkan kekuasaannya

secara pribadi. Contohnya, hasil studi menemukan bahwa

manajer di Cina, Taiwan, dan Hongkong percaya jika

menggunakan alasan yang logis dan bukti-bukti nyata

merupakan cara efektif untuk mempengaruhi orang lain dan

untuk mendapatkan kekuasaan (Marianti, 2011). Dengan

demikian, maka pengambilan keputusan yang dilakukan pun

akan didasarkan pada penggunaan alasan logis dan bukti nyata

untuk dapat meningkatkan kekuasaan secara pribadi.

Sedangkan pada variabel emosional versus

objektivitas, pada bagian emosional yaitu terdapat

kecenderungan pengambil keputusan yang emosionalnya

mempengaruhi keputusan yang diambil. Emosional yang

dominan dapat mempengaruhi cara analisis permasalahan,

jenis informasi dan alternatif yang dipertimbangkan dalam

proses pengambilan keputusan. Hal ini menyebabkan

pengambil keputusan cenderung untuk mengabaikan informasi

yang objektif. Contohnya, pada petikan wawancara dalam

buku Kiat 35 CEO Bangkit dari Krisis (dalam Djauhar, 2012),

Indra Wijaya Supriadi (Direktur Utama PT Bank Sahabat

Sampoerna tahun 2012) diwawancarai mengenai pengalaman

pengambilan keputusan yang pernah dilakukannya. Indra

Wijaya mengemukakan, “Saya pernah memiliki suatu otoritas

yang tinggi di GE Finance, saya terlalu percaya dengan

seseorang, saya tidak mendengarkan kata hati sendiri. Ada

satu proposal kredit yang diajukan, kemudian saya setujui.

Padahal hati saya mengatakan bahwa harusnya menolak, tapi

saya terima. Sampai akhirnya terjadi masalah besar. Meski

tidak sampai merusak reputasi, tapi seharusnya itu tidak

terjadi.” Berdasar hasil wawancara tersebut, dalam

pengalamannya sebagai pengambil keputusan, Indra Wijaya

pernah mengalami situasi dimana Indra Wijaya terlalu percaya

dengan seseorang sehingga keputusan yang diambil tidak

objektif.

Sebaliknya, pada pengambil keputusan yang objektif,

maka individu cenderung menghindari adanya kekeliruan

persepsi mengenai permasalahan dan informasi yang terkait

dengannya. Dengan demikian, individu mendasarkan

keputusannya sesuai dengan informasi objektif yang

didapatkannya. Contohnya, pada petikan wawancara dalam

buku Kiat 35 CEO Bangkit dari Krisis (dalam Djauhar, 2012),

Hadi Kasim (Direktur Utama PT. Triputra Investindo Arya),

diwawancarai mengenai pengambilan keputusan di organisasi

yang pernah dilakukannya. Hadi Kasim menyatakan,”Dalam

pengambilan keputusan harus rasional. Karena kalau tidak,

keputusannya lari dari seharusnya. Kalau pakai perasaan, kita

menjadi tidak rasional. Perasaan hanya bisa dipakai kalau

untuk keluarga.” Berdasar hasil wawancara tersebut, maka

INTRAPRENEURSHIP DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJER TOKO MODERN

71

Hadi Kasim mendasarkan keputusannya pada hal-hal yang

rasional sehingga pengambilan keputusannnya objektif.

Selain faktor kepribadian, faktor pengalaman juga

mempengaruhi manajer toko modern dalam pengambilan

keputusan. Apabila pengambilan keputusan yang dilakukan

individu pada masa lalu memberikan hasil yang positif, maka

selanjutnya individu akan cenderung melakukan pengambilan

keputusan dengan cara yang serupa. Namun, apabila

keputusan pada masa lalu memberikan hasil negatif, maka

individu akan cenderung untuk menghindari terjadinya

kesalahan yang sama agar tidak terulang kembali (Dietrich,

2010).

Faktor terakhir yang mempengaruhi pengambilan

keputusan pada manajer toko modern adalah orang lain.

Dalam hal ini, bagaimana individu melihat dan mencontoh

cara orang lain dalam pengambilan keputusan akan

mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan yang

dilakukannya (Siagian dalam Pratama, 2011).

Berdasarkan keseluruhan pembahasan diatas, dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara

intrapreneurship dan pengambilan keputusan pada manajer

toko modern. Sumbangan efektif intrapreneurship terhadap

pengambilan keputusan adalah sebesar 59,3%. Deskripsi data

penelitian pada variabel intrapreneurship menunjukkan bahwa

sebagian besar responden penelitian berada pada kategori

tinggi (68%). Ini berarti sebagian besar responden penelitian

memiliki intrapreneurship yang tinggi. Sementara itu, melalui

deskripsi data penelitian pada variabel pengambilan

keputusan, diperoleh bahwa sebagian besar responden

penelitian berada pada kategori tinggi (58,3%). Ini berarti

sebagian besar responden penelitian memiliki pengambilan

keputusan yang efektif. Terkait dengan yang telah dipaparkan

sebelumnya, maka bagi organisasi toko modern, diharapkan

agar dapat memberikan reward (penghargaan) berupa insentif

finansial maupun non finansial (dapat berupa pengiriman

manajer ke perusahaan untuk melakukan benchmark) bagi

manajer berprestasi yang melalui inovasi, proaktif, dan

pengambilan risiko yang dimilikinya mampu melakukan

pengambilan keputusan efektif serta berkontribusi bagi

kesuksesan organisasi.

Selain itu, organisasi toko modern diharapkan

memfasilitasi manajernya dalam menumbuhkan kesadaran

mengembangkan intrapreneurship melalui penyelenggaraan

pelatihan dan workshop intrapreneurship. Dhewanto (2013)

menyebutkan bahwa intrapreneurship dapat diajarkan dan

dikembangkan, yang mana hal tersebut melalui pelatihan dan

workshop. Pelatihan dan workshop intrapreneurship yang

diberikan sebaiknya mengandung hal-hal seperti mendorong

inovasi, proaktif, dan pengambilan risiko. Pelatihan dan

workshop intrapreneurship tersebut juga diharapkan sifatnya

berkelanjutan dan memuat komponen-komponen yang bersifat

praktis agar manajer memiliki pengalaman secara nyata dalam

meningkatkan kemampuan intrapreneurship sehingga nantinya

mampu menunjang kemampuan pengambilan keputusan yang

efektif. Agar bersinergi antara organisasi dan manajernya,

maka bagi manajer toko modern, diharapkan memiliki

kesadaran dalam meningkatkan kemampuan

intrapreneurshipnya dengan mengikuti pelatihan dan

workshop intrapreneurship.

Bagi peneliti selanjutnya, dengan populasi penelitian

ini yang bersifat heterogen, maka diharapkan untuk

menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak agar lebih

representatif. Untuk memperdalam analisis dan deskripsi data,

dapat ditambahkan dengan penggolongan level manajerialnya

(top level, middle level dan first level manajer) pada posisi

manajer. Dengan sumbangan sebesar 40,7% dari faktor-faktor

lain selain variabel intrapreneurship, maka diharapkan untuk

mengkaji lebih lanjut faktor-faktor lain tersebut yang terkait

dengan pengambilan keputusan sehingga dapat memperkaya

literatur dan menyempurnakan penelitian mengenai

pengambilan keputusan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Tarawneh, H. A. (2012). The main factors beyond decision

making. Management Research, 4 (1), 1-23.

Anu, L. (2008). Fostering intrapreneurship- The New Competitive

Edge. Conference on Global Competition and

Competitiveness of Indian Corporate (pp. 149-156).

Kozhikode: Indian Institute of Management Kozhikode.

Aprilia, E. U. (2011, Maret 15). 2010, Jumlah toko retail turun 1,3

persen. Retrieved November 13, 2013, from Tempo.co:

http://en.tempo.co/read/news/2011/03/15/090320204

Arslan, E. T., & Cevher, E. (2008). Intrapreneurship Enabling

Organizations to Drive innovation. First International

Conference on Management and Economics, (pp. 68-

85). Tirana.

Azwar. S. (2010). Reliabilitas dan Validitas (3rd ed.). Yogyakarta:

Pustaka Pelajar Offset.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Carland, J. C., & Carland, J. W. (2007). Intrapreneurship: A

Requisite for Success. the Entrepreneurial Executive ,

12, 83-94.

Chen, S. S. (2006). The relationship between ideology and decision

making. The Journal of Global Business Management , 2

(3), 140-150.

de Jong, J., Parker, S., Wennekers, S., & Wu, C. (2011). Corporate

Entrepreneurship at the Individual Level: Measurement and

Determinants. Netherlands: EIM, Scientific Analysis of

Entrepreneurship and SMEs.

A. Kurnia dan N. Simarmata

72

Deinta, V. (2013). Hubungan gaya kepemimpinan transformasional

pada atasan langsung terhadap perilaku intrapreneur

karyawan di PT. X. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas

Psikologi. Universitas Ciputra. Surabaya.

Dewanny. (2006). Hubungan antara tingkat stres dengan kemampuan

pengambilan keputusan pada pengusaha kecil di

International Trade Center (ITC) Mangga Dua, Jakarta.

Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi.

Universitas Katolik Atma Jaya. Jakarta.

Dhewanto, W. (2013). Intrapreneurship: Kewirausahaan Korporasi.

Bandung : Rekayasa Sains.

Dietrich, C. (2010). Decision Making: Factors that Influence

Decision Making, Heuristics Used, and Decision

Outcomes. Student Pulse Academic Journal , 2 (2).

Djauhar, A. (2012). Kiat 35 CEO Bangkit dari Krisis. Jakarta: Gagas

Bisnis Indonesia.

Fahmi, I. (2011). Manajemen Pengambilan Keputusan. Bandung:

Alfabeta.

Foley, S. (2013, November 25). How can you spot intrapreneurial

talent? Retrieved November 29, 2013, from Corporate

Entrepreneurs: http://corporate-

entrepreneurs.com/blog1/2013/11/25/how-can-you-spot-

intrapreneurial-talent/

Gitosudarmo, I., & Sudita, I. N. (2013). Perilaku Keorganisasian.

Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta.

Gómez-Mejia, L. R., Balkin, D. B., & Cardy, R. L. (2010). Managing

Human Resources Global Edition. New Jersey: Pearson.

Gornstein, J., & Shepherd, D. (2005). Innovative Decision Making.

Retrieved Maret 18, 2013, from Persona Global:

http://www.personaglobal.com/admin/material/facts/conten

ts/factsheet_cdm.pdf

Haller, H. E. (2012). What is Intrapreneurship? Retrieved Oktober

20, 2013, from Intrapreneurship Institute:

http://www.intrapreneurshipinstitute.com/

Hamid, A. N. (2011). Makna kompetensi emosi bagi manajer dalam

pengambilan keputusan. Tesis (tidak dipublikasikan).

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Hamilton, B. (2008). Intrapreneurship: Leveraging organisational

talent. Training Journal , 49.

Handriani, E. (2011). Pengaruh Faktor Internal Eksternal.

Entrepreneurial Skill, Strategi dan Kinerja terhadap Daya

Saing UKM di Kabupaten Semarang. Dinamika Sosial

Ekonomi, 7, 47-69.

Indonesian Commercial Newsletter (ICN) (2011, Juni).

Perkembangan Bisnis Ritel Modern. Retrieved Oktober

24, 2013, from Indonesian Commercial Newsletter (ICN)

Data Consult: http://www.datacon.co.id/Ritel-

2011ProfilIndustri.html

Khalsum, U. (2011, April 25). Analisis Interaksi Fiskal dan Moneter

terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia.Tesis (tidak

dipublikasikan). Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kreitner, R., & Kinicki, A. (2005). Perilaku Organisasi, Buku 2, Edisi

Kelima. Jakarta: Salemba Empat.

Kurniawan, J. E., & Winata, M. R. (2012). Motif Intrinsik dan

Ekstrinsik Pada Intrapreneurship Guru. Temu Ilmiah

Nasional Psikologi (pp. 301- 307). Surabaya: Fakultas

Psikologi Universitas Airlangga.

Lizárraga, M. L., Baquedano, M. T., & Cardelle-Elawar, M. (2007).

Factors that affect decision making: gender and age

differences. International Journal of Psychology and

Psychological Therapy , 7 (3), 381-391

Luthans, F. (2006). Perilaku Organisasi Edisi 10. Yogyakarta: ANDI.

Maciariello, J. A. (2006). Peter F. Drucker on executive leadership

and effectiveness (e-book). In F. Hesselbein, & M.

Goldsmith, The leader of the future 2 (pp. 3-27). New

York: John Wiley & Sons, Inc.

Marianti, M. M. (2011). Kekuasaan dan taktik mempengaruhi orang

lain dalam organisasi. Jurnal Administrasi Bisnis , 7 (1),

49-62.

Milkman, K. L., Chugh, D., & Bazerman, M. H. (2009). How Can

Decision Making Be Improved. Association for

Psychological Science , 4, 379-383.

Molina, C., & Callahan, J. L. (2009). Fostering Organizational

Performance: The Role of Learning & Intrapreneurship.

Journal of Europian Industrial Training , 33 (5).

Pangestu, M. E. (2009). Perdagangan Indonesia Dalam Badai Krisis

Global: Posisi dan Harapan Perdagangan Indonesia ke

depan. Jurnal Sekretariat Negara RI (14),

November.

Paulus, M. (2013). Analisa pengaruh penggunaan benchmarking

terhadap keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan.

Business Accounting Review , 1 (2), 39-49.

Peraturan Presiden Republik Indonesia. (2012, Maret 27). Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007.

Retrieved 10 13, 2013, from Jaringan Dokumentasi

dan Informasi Hukum Badan Pemeriksa Keuangan

Republik Indonesia: http://jdih.bpk.go.id/wp-

content/uploads/2012/03/PERPRES-NO-112-TH-2007.pdf

INTRAPRENEURSHIP DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MANAJER TOKO MODERN

73

Platzek, B. P. (2012, Mei). The Role of Intrapreneurship in A

Globally Competitive Technology Business Environment.

Pretoria, Gauteng , Afrika Selatan.

Pratama, D. (2011, Maret 22). Perbedaan Gaya Pengambilan

Keputusan Mahasiswa Psikologi Antara Yang Aktif dan

Tidak Aktif Berorganisasi. Skripsi (tidak dipublikasikan).

Fakultas Psikologi. UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Purna, I., Hamidi, & Prima. (2009, Mei 5). Pengaruh Krisis

Keuangan Global Terhadap Sektor Finansial di Indonesia.

Retrieved 12 Oktober, 2013, from Kementerian

Sekretariat Negara Republik Indonesia:

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&t

ask=view&id=3623

Purwanto. (2010). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi

dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pusat Kebijakan Ekonomi Makro. (2013, Mei 8). Laporan Tim

Kajian Profil Sektor Riil: Sektor Perdagangan, Hotel,

dan Restoran. Retrieved 10 13, 2013, from Kementerian

Keuangan Republik Indonesia Badan Kebijakan Fiskal:

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Profil%20Se

ktor%20Riil.pdf

Rauch, A., Wiklund, J., Lumpkin, G., & Frese, M. (2009).

Entrepreneurial Orientation and Business Performance: An

Assessment of Past Research and Suggestions for the

Future. Entrepreneurship Theory and Practice , 33 (3), 761–787.

Rengganis, D. R. (2005). Peran manajemen diri dan kematangan

emosi terhadap pengambilan keputusan. Tesis (tidak

dipublikasikan). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Robbins, S. P. (2003). Perilaku Organisasi Jilid 1. Jakarta: PT Indeks

Kelompok Gramedia.

Santoso, S. (2005). Mengatasi berbagai masalah statistik dengan

SPSS versi 11,5. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.

Socea, A.-D. (2012). Managerial Decision-Making and Financial

Accounting Information. Procedia - Social and

Behavioral Sciences , 47-55.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan

kombinasi (mixed methods). Bandung: Alfabeta.

Suryabrata, S. (2000). Metodologi penelitian. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada.

Winarno. (2011). Pengembangan Sikap Entrepreneurship dan

Intrapreneurship. Jakarta: Indeks.

Yustiningsih, R. (2005, Desember 15). Pertentangan Ritel Modern vs

Tradisional Makin Menguat. Retrieved Juni 01, 2013,

from Business Watch Indonesia (BWI):

http://www.fair-biz.org/berita.php?id=22