Interaction of pH, CO2, Alkalinity, and Hardness

12
INTERAKSI pH, KARBONDIOKSIDA, ALKALINITAS DAN HARDNESS DI KOLAM IKAN* (* “Interactions of pH, Carbon Dioxide, Alkalinity and Hardness in Fish Pond” by William A. Wurts and Robert M. Durborow in SRAC Publication no 464) Kualitas air di kolam dipengaruhi oleh interaksi banyak komponen kimiawi. Karbondioksida, pH, alkalinitas dan hardness (kesadahan) yang saling berhubungan dan sangat berpengaruh terhadap produktivitas kolam, tingkat stress dan kesehatan ikan, ketersediaan oksigen dan toksisitas ammonia, seperti halnya logam-logam tertentu. Kebanyakan gambaran kualitas air tak konstan/tetap. Konsentrasi karbondioksida dan pH berfluktuasi atau bergeser tiap hari. Alkalinitas dan hardness relatif stabil meski berubah juga, biasanya dalam kisaran mingguan hingga bulanan, bergantung pada pH atau kandungan mineral air dan tanah dasar. 1. pH DAN KARBONDIOKSIDA Ukuran yang mengindikasikan apakah air asam atau basa disebut pH. Lebih tepatnya, pH mengindikasikan konsentrasi ion hidrogen dalam air dan didefinisikan sebagai logaritma negatif dari mol konsentrasi ion hidrogen (-log [H + ]). Air dianggap asam jika pH kurang dari 7 dan basa jika pH diatas 7. Kebanyakan nilai pH berkisar antara 0 dan 14. Kisaran pH yang direkomendasikan untuk budidaya adalah 6,5 – 9.0 (Gambar 1). 1

Transcript of Interaction of pH, CO2, Alkalinity, and Hardness

INTERAKSI pH, KARBONDIOKSIDA, ALKALINITAS DAN HARDNESS

DI KOLAM IKAN* (* “Interactions of pH, Carbon Dioxide, Alkalinity and Hardness in Fish Pond” by William A.

Wurts and Robert M. Durborow in SRAC Publication no 464)

Kualitas air di kolam dipengaruhi oleh interaksi banyak komponen kimiawi.

Karbondioksida, pH, alkalinitas dan hardness (kesadahan) yang saling

berhubungan dan sangat berpengaruh terhadap produktivitas kolam, tingkat

stress dan kesehatan ikan, ketersediaan oksigen dan toksisitas ammonia, seperti

halnya logam-logam tertentu. Kebanyakan gambaran kualitas air tak

konstan/tetap. Konsentrasi karbondioksida dan pH berfluktuasi atau bergeser tiap

hari. Alkalinitas dan hardness relatif stabil meski berubah juga, biasanya dalam

kisaran mingguan hingga bulanan, bergantung pada pH atau kandungan mineral

air dan tanah dasar.

1. pH DAN KARBONDIOKSIDA

Ukuran yang mengindikasikan apakah air asam atau basa disebut pH. Lebih

tepatnya, pH mengindikasikan konsentrasi ion hidrogen dalam air dan

didefinisikan sebagai logaritma negatif dari mol konsentrasi ion hidrogen (-log

[H+]). Air dianggap asam jika pH kurang dari 7 dan basa jika pH diatas 7.

Kebanyakan nilai pH berkisar antara 0 dan 14. Kisaran pH yang direkomendasikan

untuk budidaya adalah 6,5 – 9.0 (Gambar 1).

1

Ikan dan vertebrata lainnya mempunyai rata-rata pH darah 7,4. Darah ikan

kontak sangat dekat dengan air (terpisahkan hanya 1 atau 2 sel), melalui

pembuluh darah insang dan kulit. Kisaran pH air kolam yang dikehendaki sangat

mendekati pH darah ikan (yakni 7,0 – 8,0). Ikan bisa stress dan mati jika pH drop

dibawah 5 (sangat asam) atau naik diatas 10 (misalnya di alkalinitas rendah

kaitannya dengan intesitas fotosintesa oleh alga/fitoplankton atau lumut yang

padat).

pH kolam terus bervariasi karena respirasi dan fotosintesis. Setelah

matahari terbenam, konsentrasi DO menurun karena fotosintesis berhenti dan

seluruh tanaman dan hewan di kolam mengkonsumsi oksigen (respirasi). Di kolam

yang padat tebarnya tinggi, konsentrasi karbondioksida meningkat sebagai hasil

dari respirasi. CO2 bebas dilepaskan saat respirasi bereaksi dengan air,

menghasilkan asam karbonat (H2CO3) temperatur (°C) dan pH menjadi lebih

rendah.

H2O + CO2 → H2CO3 → H+ + HCO3-

2

Tabel berikut merupakan ringkasan perubahan relatif DO, CO2 dan pH selama 24

jam (Tucker, 1984).

Waktu Perubahan

DO CO2 pH

Siang Meningkat Menurun Meningkat Malam Menurun Meningkat Menurun

Karbondioksida jarang bersifat toksik secara langsung terhadap ikan.

Namun demikian, konsentrasi yang tinggi mengakibatkan pH air kolam drop dan

membatasi kapasitas darah ikan untuk transport oksigen karena pH darah di

insang juga menjadi lebih rendah. Pada konsentrasi DO (misalnya 2 ppm), ikan

mati lemas karena level CO2 tinggi dan tak berpengaruh jika CO2 rendah.

Di tandon atau perairan alami, CO2 jarang melebihi 5 – 10 ppm. Konsentrasi

CO2 tinggi hampir selalu disertai dengan konsentrasi DO rendah (respirasi tinggi);

aerasi yang digunakan untuk meningkatkan DO rendah akan membantu

membuang kelebihan CO2 dengan meningkatkan difusi balik ke atmosfer. Level

CO2 yang kronis dapat di-treatment secara kimia dengan Ca(OH)2. Kira-kira 1 ppm

Ca(OH)2 akan membuang 1 ppm CO2 . Treatment ini jangan diterapkan di perairan

yang kapasitas buffer-nya miskin (alkalinitas rendah) karena pH akan meningkat

hingga level yang mematikan ikan. Dan juga, membahayakan ikan jika Ca(OH)2

diberikan ke perairan dengan konsentrasi ammonia tinggi. pH tinggi

meningkatkan toksisitas ammonia.

3

2. Alkalinitas

Jumlah basa yang ada di air didefinisikan apa yang disebut alkalinitas. Basa

umum yang ditemukan di kolam ikan meliputi karbonat, bikarbonat, hidroksida

dan pospat. Karbonat dan bikarbonat adalah komponen alkalinitas yang paling

umum dan paling penting. Alkalinitas diukur dengan jumlah asam (ion hidrogen)

air yang dapat terabsorb (buffer) sebelum mencapai pH yang ditunjukkan. Total

alkalinitas dinyatakan sebagai mg/l atau ppm kalsium karbonat (mg/l atau ppm

CaCO3). Kisaran total alkalinitas yang diinginkan untuk budidaya ikan antara 75 -

200 mg/l CaCO3.

Alkalinitas karbonat-bikarbonat (dan hardness) di air permukaan dan air bor

dihasilkan terutama dari interaksi CO2, air, dan batu kapur. Air hujan secara alami

bersifat asam karena terekspos terhadap CO2 atmosfer. Setelah air hujan jatuh ke

tanah, tiap tetes air hujan menjadi jenuh dengan CO2; dan pH menjadi lebih

rendah. Air bor dipompa dari reservoir/sumber air bawah tanah alami yang besar

atau kecil, yang membentuk kantong-kantong air bawah tanah (groundwater).

Tipikalnya, air bawah tanah konsentrasi CO2-nya tinggi dan pH dan konsentrasi DO

rendah.

Karbondioksida tinggi di air bawah tanah karena proses bakterial di tanah

dan beragam underground, pembentukan partikel mineral melalui gerakan air.

Setelah air tanah -atau air hujan- mengalir dan menapis tanah dan bentukan

bebatuan bawah tanah yang mengandung batu kapur kalsitik (CaCO3) atau batu

kapur dolomite [CaMg(CO3)2], asiditas yang dihasilkan oleh CO2 akan melarutkan

limestone dan membentuk garam-garaman bikarbonat kalsium dan magnesium:

4

CaCO3 + H2O + CO2 → Ca2+ + HCO3-

atau

CaMg(CO3)2 + H2O + 2CO2 → Ca2+ + Mg2+ + 4HCO3-

Air yang dihasilkan akan meningkat alkalinitas, pH dan hardness-nya.

3. Konsentrasi Alkalinitas, pH, dan Karbondioksida

Di air yang beralkalinitas sedang hingga tinggi (kapasitas buffering-nya baik)

dan level hardness yang serupa, pH-nya netral atau agak basa (7,0 hingga 8,3) dan

fluktuasinya tak besar. Jumlah CO2 yang lebih tinggi (yakni asam karbonat) atau

asam-asam lainnya diperlukan untuk menurunkan pH karena lebih basa untuk

menetralisir atau buffer asam. Hubungan antara alkalinitas, pH dan CO2 bisa

ditunjukkan pada Tabel 2. Angka (faktor) yang ada dalam table tersebut yang

terkait pH dan suhu air yang terukur dikalikan dengan nilai alkalinitas yang terukur

(mg/l sebagai CaCO3). Hasil dari bilangan-bilangan ini mengestimasikan

konsentrasi CO2 (mg/l).

Contohnya, Pak Itang mengukur pH 7,2, suhu air 25 °C dan total alkalinitasnya 103 mg/l di kolam

ikannya. Ia menentukan faktor koresponden 0,124 dari table 2 dan mengalikan angka ini dengan

alkalinitas yang terukur, 103 mg/l. hasilnya menunjukkan estimasi konsentrasi CO2 dalam kolamnya:

0,124x 103 mg/l alkalinitas = 12.8 mg/l CO2 .

5

Tabel 2. Faktor untuk menghitung konsentrasi CO2 di air dengan pH, suhu, dan

alkalinitas yang sudah diketahui.

pH Temperatur (°C)

5 10 15 20 25 30 35

6,0 2,915 2,539 2,315 2,112 1,970 1,882 1,839 6,2 1,839 1,602 1,460 1,333 1,244 1,187 1,160 6,4 1,160 0,010 0,921 0,841 0,784 0,749 0,732 6,6 0,732 0,637 0,582 0,531 0,495 0,473 0,462 6,8 0,462 0,402 0,367 0,335 0,313 0,298 0,291 7,0 0,291 0,254 0,232 0,211 0,197 0,188 0,184 7,2 0,184 0,160 0,146 0,133 0,124 0,119 0,116 7,4 0,116 1,101 0,092 0,084 0,078 0,075 0,073 7,6 0,073 0,064 0,058 0,053 0,050 0,047 0,046 7,8 0,046 0,040 0,037 0,034 0,031 0,030 0,030 8,0 0,029 0,025 0,023 0,021 0,020 0,019 0,018 8,2 0,018 0,016 0,015 0,013 0,012 0,012 0,011 8,4 0,012 0,010 0,009 0,008 0,008 0,008 0,007

Metode ini memerlukan pengukuran pH dari air sampel secara langsung,

tidak lebih dari 30 menit dari pengambilan sampel untuk meminimalisir

kesalahan/error. Namun karena banyak sumber error yang bisa terjadi dengan

cara ini, maka lebih akurat apabila dilakukan pengukuran CO2 cara langsung,

menggunakan prosedur kimiawi.

4. Alkalinitas, pH dan Fotosintesa

Basa berkaitan dengan reaksi alkalinitas dengan menetralisir asam.

Karbonat dan bikarbonat dapat bereaksi baik dengan asam maupun basa dan

buffer (meminimalkan) perubahan pH. pH dari air ber-buffer kuat biasanya

berfluktuasi antara 6,5 dan 9,0. Di perairan dengan alkalinitas rendah, pH dapat

sangat rendah yang membahayakan (CO2 dan asam karbonat dari respirasi) atau

level tinggi yang membahayakan (fotosintesa yang cepat) –Gambar 2.

6

Fitoplankton sangat mikroskopis atau hampir mikroskopis merupakan

tanaman air yang sangat berpengaruh terhadap sebagian besar oksigen

(fotosintesis) dan produktivitas primer di kolam. Dengan menstabilkan pH pada

atau diatas 6.5, alkalinitas meningkatkan produktifitas fitoplankton (kesuburan

kolam) dengan meningkatkan ketersediaan nutrien (konsentrasi pospat terlarut).

Alkalinitas pada atau diatas 20 mg/l menahan CO2 dan meningkatkan konsentrasi

yang tersedia untuk fotosintesa.

Fitoplankton menggunakan CO2 dalam fotosintesis, pH air kolam meningkat

karena asam karbonat (yakni CO2 ) terbuang. Dan juga, fitoplankton dan tanaman

lainnya dapat mengambil bikarbonat (HCO3) dan membentuk CO2 untuk

fotosintesis, dan melepaskan ion karbonat (CO32- ):

2HCO3- + fitoplankton → CO2 (fotosintesa) + CO3

2- + H2O

CO32- + H2O → HCO3

- + OH- (basa kuat)

8

Karbonat yang dilepaskan (yang diubah dari bikarbonat) oleh tanaman

hidup dapat mengakibatkan pH naik secara drastis (diatas 9) selama periode

fotosintesis yang cepat oleh bloom fitoplankton (alga) yang padat. Naiknya pH

dapat terjadi pada air beralkalinitas rendah (20-50 mg/l) atau pada air yang

alkalinitas bikarbonat-nya sedang hingga tinggi (75-200 mg/l) yang mempunyai

hardness kurang dari 25 mg/l.

Alkalinitas bikarbonat yang tinggi di air ‘lunak’ dihasilkan dari sodium dan

potassium karbonat yang lebih mudah larut daripada karbonat kalsium dan

magnesium yang menyebabkan hardness. Jika terdapat kalsium, magnesium dan

fotosintesis yang menghasilkan karbonat ketika pH lebih besar dari 8.3

membentuk limestone. Kolam dengan alkalinitas dibawah 20 mg//l biasanya tak

mampu menopang bloom fitoplankton dan pH meningkat drastis karena

fotosintesis yang intens.

5. Hardness

Hardness air penting untuk budidaya ikan dan umumnya menyatakan aspek

kualitas air. Hardness merupakan suatu ukuran kuantitas ion divalent (yaitu

garam-garam dengan 2 muatan positif) seperti kalsium, magnesium dan atau besi

di air. Hardness merupakan gabungan garam-garam divalent; namun, kalsium dan

magnesium merupakan sumber hardness yang paling umum.

Hardness biasanya diukur dengan titrasi kimia. Hardness air sampel

dinyatakan dalam mg/l sebagai kalsium carbonat (mg/l CaCO3). Hardness kalsium

9

karbonat merupakan istilah umum yang mengindikasikan total jumlah garam-

garam divalent yang ada dan secara khusus tidak menunjukkan apakah kalsium,

magnesium, dan atau beberapa garam-garam divalent lainnya menyebabkan

hardness air.

Hardness umumnya rancu dengan alkalinitas (total konsentrasi basa).

Kerancuan ini berkaitan dengan istilah yang digunakan untuk menyatakan

keduanya, mg/l CaCO3. Jika limestone yang berpengaruh terhadap hardness dan

alkalinitas, maka konsentrasinya akan serupa (jika tak identik). Namun, ketika

sodium bikarbonat (NaHCO3) yang berpengaruh terhadap alkalinitas

memungkinkan hardness rendah dan alkalinitas tinggi. Air asam, air tanah, atau

air bor biasanya mempunyai hardness rendah atau tinggi dan alkalinitas rendah

atau tak beralkalinitas.

Kalsium dan magnesium sangat esensial dalam proses biologis ikan

(pembentukan tulang dan sisik, pembekuan darah dan reaksi metabolisme

lainnya). Ikan dapat menyerap kalsium dan magnesium secara langsung dari air

atau dari pakannya. kalsium merupakan garam divalent lingkungan yang paling

penting dalam budidaya ikan. Adanya kalsium bebas (ionic) dalam air budidaya

membantu menurunkan hilangnya garam-garam lain (seperti sodium dan

potassium) dari cairan tubuh (yakni darah).

Sodium dan potassium merupakan garam-garam yang paling penting dalam

darah ikan dan sangat kritikal untuk fungsi jantung, saraf, dan otot yang normal.

Riset menunjukkan bahwa kalsium dalam lingkungan juga diperlukan untuk

10

mengabsorb kembali hilangnya garam-garam ini. Dalam air berkalsium rendah,

ikan dapat kehilangan sejumlah sodium dan potassium subtansial ke air (keluar

dari tubuhnya). Energi tubuh digunakan untuk mengabsorb kembali garam-garam

yang hilang tersebut.

Kisaran kalsium bebas yang disarankan dalam perairan budidaya adalah 25

hingga 100 ppm (63-250 mg/l CaCO3 hardness). Ikan lele dapat mentolerir

konsentrasi calsium yang rendah asalkan pakannya mengandung level mineral

kalsium minimum, tetapi pertumbuhannya lebih lambat. Hal yang sama, ikan

rainbow trout dapat mentolerir perairan yang free konsentrasi kalsium serendah

10 mg/l jika pH diatas 6,5. Jika budidaya air tawar ikan striped bass, red drum,

atau crawfish harus dipertimbangkan, konsentrasi kalsium bebas berkisar 40-100

ppm (100-250 ppm sebagai CaCO3 hardness), akan lebih baik jika level 100 ppm

(250 ppm kalsium hardness) serupa dengan konsentrasi kalsium darah ikan. Tes

specifik untuk kalsium hardness sebaiknya dilakukan pada sampel air dari sumber

air yang akan dipakai untuk membudidaya ikan-ikan tersebut.

Nilai CaCO3 hardness yang rendah merupakan indikasi kuat bahwa

konsentrasi kalsiumnya rendah. Namun begitu, hardness tinggi tak selalu

mencerminkan konsentrasi kalsium tinggi. Tetapi, karena limestone sangat umum

di tanah dan lapisan bebatuan di Amerika Tenggara, untuk amannya diasumsikan

bahwa hardness tinggi mencerminkan level calsium tinggi.

Nilai CaCO3 hardness 100 mg/l mencerminkan konsentrasi kalsium bebas 40

mg/l (nilai CaCO3 dibagi dengan 2,5) jika hardness diakibatkan oleh adanya

11

kalsium saja. Hal serupa, nilai CaCO3 100 mg/l merepresentasikan nilai magnesium

bebas 24 mg/l (nilai CaCO3 dibagi dengan 4,12) jika hardness diakibatkan oleh

magnesium saja. Faktor-faktor ini (2,5 dan 4,12) terkait dengan berat molekul

CaCO3 dan perbedaan berat atom antara kalsium dan magnesium. Jika hardness

diakibatkan oleh limestone, nilai CaCO3 biasanya merefleksikan gabungan kalsium

dan magnesium bebas dengan kalsium yang menjadi garam divalent yang utama.

Kapur pertanian dapat digunakan untuk meningkatkan konsentrasi kalsium

(dan alkalinitas karbonat dan bikarbonat) di daerah yang perairannya asam atau

air tanah. Namun demikian, pada pH 8,3 atau lebih, kapur pertanian tak akan

larut. Gypsum pertanian (kalsium sulfat) atau kalsium chloride dapat digunakan

untuk meningkatkan level kalsium di perairan lunak beralkali. Pengidentifikasian

sumber air yang cocok mungkin menjadi lebih praktis.

6. Pengaruh pH, Alkalinitas, dan Hardness terhadap Toksisitas Ammonia dan

Logam Berat

Ammonia menjadi lebih toksik jika pH meningkat. Konsentrasi ammonia

toksik (NH3) yang lebih tinggi terbentuk di air yang basa; sedangkan bentuk yang

kurang toksik, ammonium (NH4+) lebih lazim di perairan asam. Karena alkalinitas

meningkatkan pH, ammonia akan lebih toksik di perairan dengan total alkalinitas

tinggi. Hardness tak berhubungan dengan toksisitas ammonia.

Logam seperti copper (Cu, tembaga) dan zinc (ZN) umumnya digunakan di

seputar lingkungan akuatik. Logam-logam ini menjadi lebih mudah larut di

12

lingkungan asam. Bentuk ion terlarut atau bebas dari logam-logam ini beracun

untuk ikan. Total alkalinitas tinggi meningkatkan pH dan terdapat basa yang

mengakibatkan bentuk copper dan zinc yang kurang toksik atau tak larut.

Konsentrasi kalsium dan magnesium (hardness) tinggi memblokir efek copper dan

zinc pada sisi toksiknya. Oleh karena itu, copper dan zinc lebih toksik terhadap

ikan di air asam, ‘lunak’ dengan total alkalinitas rendah.

Idealnya, kolam budidaya sebaiknya pHnya antara 6,5 dan 9,0 dengan total

alkalinitas sedang hingga tinggi (75-200 mg/l) dan kalsium hardness 100-250 mg/l

CaCO3. Banyak prinsip-prinsip kimia abstrak (misal buffering karbonat-bikarbonat)

dan sulit untuk dipahami. Namun demikian, pemahaman fundamental konsep

dan kimia yang mendasari interaksi pH, CO2, alkalinitas, dan hardness diperlukan

untuk manajemen kolam yang efektif dan profitable. Tak ada yang bisa

memungkiri bahwa kualitas air merupakan kimiawi air.

13