Inseminasi Buatan (IB) Sebagai Sarana Peningkatan Populasi dan Mutu Genetik Ternak Sapi Perah dan...
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Inseminasi Buatan (IB) Sebagai Sarana Peningkatan Populasi dan Mutu Genetik Ternak Sapi Perah dan...
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara bagian di
Benua Asia yang memiliki 2 iklim yaitu tropis dan
subtropis. Selain itu, Indonesia juga memiliki daratan
luas sehingga cocok untuk pengembangan beberapa jenis
ternak guna peningkatan mutu genetik seperti ternak
ruminansia, pseudo ruminansia dan monogastrik.
Peningkatan mutu genetik berhubungan dengan manajemen
reproduksi yang baik sehingga nantinya dapat
menghasilkan kemampuan keturunan secara berkelanjutan.
Salah satu indikator performans reproduksi
ternak betina adalah keberhasilan kebuntingan untuk
menghasilkan ternak dengan kemampuan produksi yang
baik. Kebuntingan berkaitan dengan metode perkawinan.
Perkawinan secara alami diduga dapat menghasilkan
kemampuan kebuntingan yang rendah karena penanganan
ternak yang akan dikawinkan tidak intensif sehingga
terdapat berbagai alasan antara lain kurangnya kontrol
terhadap manajemen estrus, ratio ternak jantan
dan betina yang tidak seimbang dan adanya beberapa
ekor ternak betina yang tidak mampu untuk bunting.
Alternatif perkawinan ternak selain secara alami
adalah perkembangan teknologi reproduksi yaitu Teknik
2
Inseminasi Buatan (IB), teknik ini ditemukan pertama
kali oleh Lazaro Spallanzani (1780) dengan inseminasi
buatan pertama kali pada anjing. Menurut (Siregar dan
sitorus , 1977) IB mulai dilaksanakan di Indonesia pada
tahun 1952 oleh Balai Penyelidikan Hewan di Bogor
(sekarang Balai Penelitian Ternak) pada sapi-sapi
perahnya. Namun pelaksanaan IB dapat dikatakan mulai
berkembang semenjak dimulainya penggunaan semen beku
pada sapi-sapi perah di daerah Bogor dan sekitarnya
pada tahun 1972 oleh Lembaga Penelitian Ternak. Awal
1973, Direktorat Jenderal Peternakan mengembangkan
kembali IB, terutama setelah mendapat bantuan semen
beku dari Selandia Baru sehingga mulai mengintensifkan
dan menyebarluaskan pelaksanaan IB pada sapi perah dan
sapi potong ke beberapa daerah di seluruh pulau Jawa.
Inseminasi Buatan (IB) diharapkan mempunyai peran
besar dalam meningkatkan keberhasilan kebuntingan
dan guna perbaikan mutu genetik keturunannya.
B. Perumusan Masalah
Inseminasi Buatan (IB) merupakan teknologi
reproduksi yang telah berkembang hingga saat ini di
Indonesia dengan menggunakan semen beku dan semen cair,
akan tetapi pemanfaatan dan penyebaran teknologi
inseminasi buatan masih belum optimal diberikan kepada
peternak sebagai sarana peningkatan mutu genetik ternak
sapi perah dan potong. Oleh karena itu, peternak perlu
3
mengetahui IB dapat menggunakan semen beku dan semen
cair yang memiliki kemampuan produktifitas tinggi
sehingga diperlukan peranan pemerintah dan praktisi
agar seluruh lapisan masyarakat peternak dapat
memanfaatkan teknologi IB untuk perbaikan mutu genetik
ternak kedepannya.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah
mempelajari, memanfaatkan dan ikut berperan dalam
penyebaran teknologi inseminasi buatan pada sapi perah
dan sapi potong.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari penulisan karya tulis
ilmiah ini adalah memberikan informasi akan pentingnya
serta manfaat pelaksanaan inseminasi buatan yang merata
ke seluruh tempat di Indonesia kepada pembaca sebagai
salah satu upaya peningkatan populasi dan perbaikan
mutu genetik ternak sapi perah dan potong.
E. Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan karya tulis ilmiah ini
adalah Produksi Ternak dalam bidang Ternak Perah,
Ternak Potong dan Teknologi Reproduksi hewan yaitu
mempelajari kemampuan sapi dalam produksi susu dan
daging serta pengembangan teknologi reproduksi untuk
4
perkawinan silang ternak dalam peningkatan produk
tersebut.
II. TELAAH PUSTAKA
A. Bangsa – bangsa sapi yang unggul guna koleksi
semen
Bangsa sapi perah yang cocok dikembangkan dengan
kondisi di Indonesia sebagai ternak untuk peningkatan
populasi dan mutu genetik adalah sapi Fries Hollands
atau disebut juga FH, sapi ini berasal dari negara
Belanda Utara dengan kriteria sebagai berikut : bobot
badan Ideal sapi FH betina dewasa sekitar 625 kg dan
jantan dewasa sekitar 860 kg, produksi susu sapi FH di
Indonesia rata-rata 10 liter/ ekor per hari atau lebih
kurang 30.050 kg per laktasi dan bobot anak sapi FH
yang baru dilahirkan mencapai 43 kg. Bangsa sapi FH
nantinya dapat disilangkan dengan bangsa sapi lokal
Indonesia sehingga nantinya dapat menghasilkan bangsa
sapi PFH yang memiliki kemampuan produksi tidak berbeda
dengan sapi FH yaitu rata-rata dapat menghasilkan susu
8 liter/ ekor perhari.
Bangsa sapi potong yang berpotensi dalam peningkatan
populasi dan peningkatan mutu genetik melalui pejantan
unggul menurut BIB Lembang, (2011) adalah :
5
1. Simmental dengan keunggulan berat lahir umumnya
lebih besar daripada Limousin; pertumbuhan yang
cepat dengan pertambahan berat badan harian 0,9
– 1,2 kg; berat badan jantan umur 2 tahun 800 -
900 kg; berat jantan dewasa 1000 – 1200 kg;
berat badan sapi betina 700 – 800 kg; karkas
tinggi dengan sedikit lemak.
2. Limousin dengan keunggulan pertumbuhan cepat
dengan PBBH 1,0 – 1,4 kg, umur 2 tahun,
memiliki berat badan 800 – 900 kg; berat jantan
dewasa 1000 – 1100 kg; kualitas daging baik;
dikenal dan disukai peternak.
3. Brahman dengan keunggulan tidak mempunyai
masalah dalam beranak; cocok terhadap iklim
yang panas dan bercurah hujan tinggi; penyakit
mata dan tahan terhadap “footroot”; tahan
terhadap penyakit internal (cacing), parasit
eksternal (caplak) dan penyakit kembung perut
(bloat).
4. Ongole dengan keunggulan dapat digunakan
sebagai ternak kerja dan pedaging; tahan
terhadap panas karena permukaan kulit yang luas
dengan adanya gelambir yang besar; berkaki kuat
dan lurus dan mampu beradaptasi terhadap
kualitas pakan yang jelek.
Kualitas sapi perah dan sapi potong yang unggul akan
menaikkan kualitas sapi-sapi di daerah pedesaan yang
6
umumnya melakukan perkawinan asal, tanpa memperhatikan
kualitas pejantan sehingga tidak ikut meningkatkan mutu
genetik ternak. Semen ternak unggul ditampung dan di
uji di Balai Inseminasi Buatan Lembang serta Singosari
yang nantinya dijadikan produk semen beku untuk dapat
disebarkan keseluruh indonesia dalam proses inseminasi
buatan sehingga menjadi salah satu bentuk peningkatan
mutu genetik dan populasi ternak di indonesia.
B. Inseminasi Buatan
Menurut Hafez dan Hafez (2000) Inseminasi buatan
merupakan teknik yang berhasil di bidang pemuliaan
ternak dengan metoda-metoda praktis yang telah
dilakukan dan pelayanan untuk menaikkan mutu sapi agar
menghasilkan keuntungan bagi para peternak. Tahun 1985
di Amerika Serikat keberhasilan IB memungkinkan
didirikannya organisasi inseminasi buatan komersial
yang menjangkau daerah luas. Peternakan kecil dengan
jumlah sapi betina yang sedikit dapat dikelola bila
peternakan ini menggunakan pejantan dengan daya
pembuahan yang tinggi dan mutu genetik yang luar biasa,
dengan pertimbangan peternak tidak keberatan bila
membayar biaya lebih tinggi demi menghasilkan keturunan
yang baik produksinya.
Menurut Tagama, (2005) inseminasi buatan merupakan
salah satu kemajuan bioteknologi reproduksi yang cukup
penting karena mampu memperbaiki mutu genetik ternak.
7
Hal tersebut dimungkinkan, karena hanya dengan sedikit
jumlah pejantan yang terseleksi ketat dapat memproduksi
spermatozoa dalam jumlah yang cukup untuk
menginseminasi beribu-ribu betina per tahun, sementara
dengan kawin alam relatif hanya sedikit keturunan
(progeny) per betina terseleksi yang dapat diproduksi per
tahun, sekali pun dengan transfer embrio. Keuntungan
utama dari inseminasi buatan adalah perbaikan mutu
genetik, pengendalian penyakit kelamin, tersedianya
catatan perkawinan (recording) akurat yang penting untuk
pengelolaan peternakan dengan baik, ekonomis dan
terjaminnya keamanan dengan mengeliminasi pejantan yang
berbahaya di peternakan.
Menurut Luthan, (2010) untuk mendapatkan hasil yang
baik ketika pelaksanaan inseminasi buatan harus
diperhatikan beberapa hal yaitu proses seleksi pada
sapi jantan dapat dilakukan berdasarkan rekor tetua
berdasar performans individu (Performance Testing). Pada
seleksi individu, setiap ternak jantan harus melewati
pemeriksaan Breeding Soundness yang meliputi : performans
jantan, penilaian alat kelamin, uji fertilitas, bebas
dari penyakit menular reproduksi, kondisi tubuh (Body
Scoring Condition), serta mempunyai kaki dan kuku belakang
yang sehat. Kualitas semen serta pengolahan semen yang
baik secara langsung memberikan kontribusi dalam
meningkatkan kualitas dari anak yang dilahirkan.
Efisiensi dari pejantan secara optimal dengan
8
memanfaatkan setiap ejakulat yang dihasilkan untuk
mengawini dan membuahi banyak betina akan meningkatkan
kuanititas ternak.
C. Proses Inseminasi Buatan menggunakan semen cair
dan semen beku
Menurut Luthan, (2010) semen cair adalah semen segar
yang telah di encerkan dengan bahan pengencer semen dan
di simpan pada suhu 3–5oC (dalam lemari es), dapat
digunakan untuk IB dalam waktu 3 sampai dengan 4 hari.
Penampungan semen (Vagina buatan /
elektroejakulator)
Evaluasi semen (Kualitas layak)
Penghitungan dosis dan pengenceran (bahan pengencer)
Penyimpanan (3–5oC/lemari es)
Inseminasi (keteter IB)
Gambar 1. Alur proses pembuatan semen cair
Proses semen cair dapat disimpan untuk waktu yang
tidak lama, namun semen beku dapat disimpan dalam waktu
yang lebih lama dengan cairan N2 cair.
Semen beku adalah semen segar yang telah di
encerkan sesuai dosis dengan bahan pengencer semen yang
mengandung krioprotektan (gliserol).
9
Penampungan semen (Vagina buatan)
Evaluasi semen (kualitas layak)
Penghitungan dosis dan pengenceran (bahan pengencer)
Ekuilibrasi pada suhu 4oC selama 4-6 jam
Pengemasan (straw mini 0.25 ml)
Pembekuan (pada uap N2 cair)
Penyimpanan (pada kontainer)
Inseminasi buatan
Gambar 2. Alur proses pembuatan semen beku
III. METODE PENULISAN
A. Objek Penulisan
10
Objek penulisan pada penulisan karya tulis ilmiah
ini adalah Peningkatan Populasi dan Mutu Genetik Ternak
Sapi Perah dan Potong di Indonesia Menggunakan Aplikasi
Inseminasi Buatan.
B. Dasar pemilihan Objek Penulisan
Pemilihan objek pada karya tulis ini adalah
didasarkan pada :
1. Kurangnya populasi ternak sapi perah dan potong
untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani
masyarakat Indonesia
2. Pemanfaatan Inseminasi Buatan yang belum
dimaksimalkan oleh seluruh peternak di Indonesia
3. Potensi ternak unggul belum merata ke seluruh
daerah
C. Waktu, Tempat, dan Cara Kerja Penulisan
Penulisan karya tulis ini dimulai pada tanggal 4
April 2013 sampai dengan 10 April 2013 bertempat di
Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto.
Cara kerja penulisan :
Tahap I : Persiapan Penulisan
Meliputi penggalian ide, membuat kerangka,
studi pustaka, mengumpulkan informasi
ilmiah dan mempersiapkan sarana dan
prasarana dalam penulisan.
11
Tahap II : Pelaksanaan Penulisan
Cara penyusunan karya tulis ilmiah ini
sesuai dengan Pedoman Pemilihan Mahasiswa
Berprestasi Program Sarjana tingkat
Perguruan Tinggi/ Wilayah/ Nasional
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Pembelajaran Dan Kemahasiswaan
tahun 2012. Konsultasi, diskusi dan arahan
dari dosen pembimbing. Mencari data-data
yang diperlukan; bahan-bahan penulisan dari
jurnal ilmiah, artikel ilmiah, laporan
hasil penelitian, skripsi, thesis,
internet, dan referensi pendukung yang
lainya.
Tahap III : Tahap Akhir Penulisan
Memperbaiki dan mengkaji isi materi
penulisan dan presentasi Karya Tulis
Mahasiswa.
D. Sumber Data
Data yang dipakai pada karya tulis ini berasal dari
jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, skripsi,
internet, proceeding buku teks dan referensi pendukung
yang lainya.
E. Metode Pengumpulan Data
12
Data karya tulis ini dikumpulkan dari jurnal ilmiah,
laporan hasil penelitian, skripsi, prociding dan
referensi pendukung yang lainya.
F. Metode Penulisan
Karya tulis ini dibuat dengan menggunakan metode
studi kepustakaan, browsing internet dan konsultasi.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan dalam penulisan karya
tulis ilmiah ini mengacu pada Pedoman Pemilihan
Mahasiswa Berprestasi Program Sarjana tingkat Perguruan
Tinggi/Wilayah/Nasional Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Direktorat Pembelajaran Dan Kemahasiswaan
tahun 2012.
IV. ANALISIS DAN SINTESIS
Kenyataan saat ini mengenai pemenuhan daging sapi
dan susu masih kurang Berdasarkan road map
pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014,
13
ditargetkan penyediaan daging sapi produksi lokal
sebesar 420,3 ribu ton (90%) dan dari impor sapi
bakalan setara daging dan impor daging sebesar
46,6 ribu ton (10%) (Blue Print P2SDS 2014).
Sampai saat ini Indonesia masih mengimpor sapi
bakalan dan daging sapi sekitar 30% dari total
kebutuhan. Data ini menunjukkan bahwa perlu usaha keras
untuk meningkatkan produksi sapi dan daging dalam
negeri. Peran IPTEK dalam peningkatan populasi dan
mutu genetik ternak Indonesia untuk memenuhi
kebutuhan daging nasional menjadi sangat strategis.
Menurut BPS (2011) pemenuhan kebutuhan susu di
Indonesia pada tahun 2011 tercatat bahwa masih
mengimpor 70 % dari luar negeri, dengan populasi ternak
perah 488.000 ekor dan produksi susu 36,460,640 liter.
Konsumsi susu di Indonesia hanya sebesar 12,85 liter
susu per kapita per tahun. Jumlah tersebut memang
meningkat tipis dibanding tahun sebelumnya sebesar
11,95 liter susu per kapita per tahun. Jumlah konsumsi
susu Indonesia masih kalah dibanding dengan Malaysia
(50,9 liter), India (47,1 liter), Singapura (44,5
liter), Thailand (33,7 liter), Vietnam (14,3 liter) dan
Filipina (13,7 liter).
Sapi-sapi potong di Indonesia mayoritas termasuk ke
dalam spesies Bos Indicus seperti Peranakan ongole yang
memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan panas
dan tahan terhadap penyakit caplak. Sapi tersebut
14
berkembang baik dengan sistem pemeliharaan ekstensif
namun memiliki kekurangan yaitu produktifitas yang
relatif rendah walaupun berada di daerah aslinya, Bos
Indicus membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai
dewasa kelamin, periode kebuntingan yang lebih panjang
dan seringkali terjadi postpartum anestrus yang tinggi
(Parakkasi,1999). Selain sapi-sapi dari spesies Bos
indicus, sapi dari spesies Bos taurus juga banyak
dikembangkan di indonesia antara lain bangsa Simmental
dan Limousin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Bestari (1998) diketahui bahwa sapi persilangan
Simmental X PO memiliki bobot lahir sebesar 33,80 kg
dengan pertambahan bobot badan sebesar 1,18
kg/ekor/hari dan sapi persilangan Limousin X PO
memiliki bobot lahir sebesar 36 kg dengan pertambahan
bobot badan sebesar 1,12 kg/ekor/hari sehingga
keunggulan dari spesies Bos indicus dan Bos taurus dapat
diperoleh dengan mengembangkan persilangan antar kedua
spesies tersebut. Tujuan persilangan adalah untuk
mendapatkan sifat-sifat unggul dan meminimalkan
kelemahan-kelemahan yang dimiliki keduannya.
Menurut penelitian yang dilakukan Liasari, G.H
(2007) dengan pejantan hasil persilangan sapi bangsa PO
dengan Limousin dan Simmental berumur 3,5-4 tahun
dilakukan pemeliharaan intensif pemberian pakan
mengandung protein dalam kandungan konsentrat 12 % dan
TDN sebesar 72 % dengan bobot kategori 1 (500-599 kg),
15
kategori 2 (600-699 kg) dan kategori 3 (700-799kg)
kemudian dipuasakan selama 12 jam sebelum pemotongan
menunjukkan rataan bobot potong kategori 1,2 dan 3
secara berurutan adalah 570,83 kg, 653,27 dan 726,00
kg.
Tabel 1. Rataan ukuran tubuh pada berbagai kategori
bobot potong dan bangsa yang berbeda
Sumber : Liasari, G.H (2007)
Berdasarkan tinggi badan sapi bangsa Limousin memiliki
rataan tinggi 142,5 cm dan bangsa Simmental 140,6 cm.
Baharudin (2005) menyatakan bahwa tinggi badan sapi
hasil IB antara Bos taurus dan Bos indicus adalah 140,21
16
cm; Panjang badan sapi bangsa Limousin memiliki rataan
panjang 157,07 cm dan bangsa Simmental 159,47 cm;
Lingkar dada sapi bangsa Limousin memiliki rataan
205,28 cm dan bangsa Simmental 210,13 cm kemudian skor
kondisi kategori 1 adalah 2,3 (kurus), kategori 2
adalah 3,1 (sedang) serta kategori 3 adalah 3,5 (gemuk)
sehingga menunjukkan perdagingan yang baik ketika
dibandingkan ternak Bos indicus. Menurut Hartati, et al
(2009) data hasil pengukuran karakteristik kuantitatif
sapi Peranakan Ongole terlihat dalam tabel 2.
Tabel 2. Rataan bobot badan dan ukuran morfologi sapi
PO di wilayah pengamatan
18
Saat ini jenis sapi perah yang ada di Indonesia
kebanyakan adalah sapi dari jenis Bos taurus (sapi yang
berasal dari daerah subtropis) yaitu sapi Fries Holland
atau Friesien Holstein disingkat FH. Sapi jenis ini
mempunyai kemampuan menghasilkan susu sebanyak 4500
sampai 5500 liter per masa laktasi di daerah asalnya
(Budi, 2006). Namun, pada daerah tropis seperti
Indonesia sifat tersebut tidak tereksplor secara
maksimal karena kondisi lingkungan di indonesia kurang
menunjang ternak FH untuk berproduksi maksimal seperti
cuaca Indonesia yang ekstrim, meskipun daya adaptasi
ternak ini relatif tinggi Sebenarnya di Indonesia sudah
ada jenis ternak perah yang cocok untuk daerah tropis.
Namun produksi susu ternak dari daerah tropis (Bos
indicus) tersebut masih kalah banyak dengan sapi dari
jenis Bos taurus yaitu hanya sekitar 2000-3000 liter per
laktasi (Budi, 2006). Persilangan dari sapi Bos indicus
(Sahiwal) dengan sapi Bos taurus (FH) diharapkan mampu
menghasilkan Australian Friesian Sahiwal (AFS) menurut
Alexander, G.I (1990) hasil persilangan sapi FH dengan
Sahiwal memiliki Gen masing-masing 50 % dengan sifat
yang muncul pada daerah tropis adalah produksi susu
yang tinggi sekitar 3750 liter per laktasi, susu mudah
keluar dan tahan terhadap parasit internal maupun
eksternal serta kutu.
19
Data tersebut memperlihatkan bahwa hasil persilangan
dari sapi Bos taurus dan Bos indicus menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata dari segi kuantitatif dan
produktifitas susu. Harapannya, ketika proses
inseminasi buatan dilaksanakan maka akan terbentuk
ternak lokal atau silangan dengan genetik yang lebih
baik. Selain itu, ternak sapi di seluruh daerah
Indonesia dapat ditingkatkan mutu genetiknya dengan
inseminasi buatan karena dalam proses kawin alam, induk
lokal Indonesia tergolong dalam kelompok induk yang
memiliki postur yang lebih kecil dibandingkan dengan
ternak impor sehingga tidak efektif ketika dilakukan
proses kawin alam.
Inseminasi buatan merupakan teknik yang saat ini
berguna apabila dimanfaatkan dengan maksimal oleh
pihak-pihak yang memiliki wewenang di bidang
pengembangan populasi dan mutu genetik peternakan
seperti pemerintah, akademisi dan peternak sehingga
nantinya dapat dikembangkan keseluruh wilayah
Indonesia. Pengaplikasian teknik inseminasi buatan
untuk digunakan sembarang orang tidak akan bisa karena
membutuhkan keterampilan khusus dalam pelaksanaannya
dan diperlukan pelatihan intensif sehingga prosentasi
kebuntingan tinggi. Manfaat Inseminasi buatan menurut
Toilihere (1993) adalah :
20
1. Mempertinggi penggunaan pejantan-pejantan unggul
dengan memanfaatkan dayaguna genetik unggul.
2. Menghemat biaya, menghindari penyebaran penyakit
yang bahaya dan menghemat biaya pemeliharaan
pejantan yang belum tentu merupakan pejantan
terbaik serta dapat menghindari dari perkawinan
satu darah.
3. Penggunaan semen beku dan cair dengan pejantan
yang unggul setelah di teliti kemampuan genetiknya
kemudian disilangkan dengan ternak betina akan
memperbaiki mutu genetik keturunannya.
4. Memungkinkan perkawinan antara hewan atau ternak
yang terpisah dalam waktu dan tempat, seperti IB
memberi kesempatan untuk mempertinggi mutu ternak
sapi – sapi daerah tropis dengan pejantan dari
negara beriklim sedang dan dingin yang tidak dapat
hidup di daerah tropis.
Menurut Partodihardjo (1987) penerapan inseminasi
buatan merupakan salah satu alternatif untuk
meningkatkan daya guna pejantan, karena dalam satu
kali ejakulasi dapat mengawini ternak betina dalam
jumlah banyak. Sebagai contoh, pada perkawinan
alam seekor pejantan hanya dapat melayani 50 sampai
70 ekor per tahun. Melalui inseminasi buatan,
seekor pejantan dapat melayani 5000 sampai 10.000 ekor
betina per tahun (Toelihere, 1993). Menurut
Johansson dan Rendel (1972) perbaikan mutu genetik yang
21
tinggi (76 %) dapat diharapkan berasal dari seleksi
calon pejantan bagi generasi yang akan datang.
Perkawinan alam yang diduga menghasilkan
kebuntingan yang rendah, dapat diatasi dengan
melakukan perkawinan secara inseminasi buatan.
Pemanfaatan IB menjadi semakin terlihat kegunaannya
setelah melihat manfaat dari penggunaan IB dengan
memanfaatkan semen pejantan unggul yang ditampung untuk
proses pengenceran sehingga dari satu pejantan per
ejakulasi dapat dijadikan berratus-ratus unit semen
beku per mili, seperti contoh menurut Taswin, R.T
(2005) perhitungan komposisi diluter untuk semen beku
sama dengan semen cair, yaitu menggunakan formulasi I
dan II untuk diluter TSH (Total Sperma Hidup) contoh :
dari hasil evaluasi semen diperoleh data volume semen 6
ml, konsentrasi spermatozoa 0,9 x 109 per ml semen,
motilitas spermatozoa 80 % dan normalitas spermatozoa
80 %, jika semen akan diprosesing menjadi semen beku
dengan formula 1 TSH =VolumexKonsentrasixMotilitasxNormalitas
DosisIB (untuksemenbeku) = unit semen
beku, jadi perhitungannya adalah TSH = 6x106x0.8x0.815x106 =
230 unit semen beku. Formula II adalah jika setiap
straw dosisnya ditentukan sebanyak 0. 5 ml, maka
didapat 0.5 ml straw x 230 unit = 115 ml semen yang
diperkaya. 115 ml semen yang diperkaya – 6 ml semen =
109 diluter. Diluter adalah pengencer semen, komposisi
22
diluter untuk mengencerkan 6 ml semen adalah dengan
melihat pedoman komposisi diluter yaitu kuning telur 20
%, sodium sitrat 80 %, penisilin 500 i. u per ml semen
dan streptomisin 1 mg per ml semen. Volume diluter
sebanyak 109 ml terdiri atas kuning telur 22 ml (20 % x
434 ml diluter), sodium sitrat 87 ml (80 % x 434 ml
diluter) sehingga menghasilkan diluter kuning telur
sitrat (KTS) 109 ml. Volume akhir KTS + semen (S) = 115
ml, disebut kuning telur sitrat semen (KTSS), maka zat
antibiotik yang ditambahkan adalah : 500 i. u penisilin
per ml x 115 ml = 57.500 i. u. Penisilin dan 1 mg
streptomisin per ml x 115 ml = 115 mg streptomisin.
Semakin tersebarnya semen beku dan cair yang merata ke
seluruh Indonesia menjadi beberapa unit per mili semen
menjadi sangat bermanfaat ketika digunakan dengan
teknik inseminasi buatan.
Menurut Sugiarti dan Siregar (1998) pelaksanaan
inseminasi buatan berdampak kepada peningkatan
keuntungan peternak sapi perah di daerah jawa barat
yaitu daerah Pengalengan, Kertasari, Lembang dan
Cisarua.
Tabel 3. Parameter produksi dan pendapatan sebelum dan
sesudah perlakuan IB
23
Perlakuan IB sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3,
telah dapat meningkatkan pendapatan peternak yang
besarnya di masing-masing lokasi penelitian adalah Rp
615,02/ekor/hari di Pangalengan, Rp 615,17/ekor/hari di
Kertasari, Rp 601,32/ekor/hari di Lembang dan Rp
301,08/ekor/hari di Cisarua. Besar kecilnya peningkatan
pendapatan tersebut sangat tergantung pada produksi
susu rata-rata dan pertambahan panjang laktasi, setelah
10 bulan laktasi. Produksi susu rata-rata yang semakin
tinggi dengan panjang laktasi yang semakin mendekati 10
bulan akan memberikan peningkatan pendapatan yang
semakin tinggi. Perlakuan yang diberikan pada
pelaksanaan IB berupa optimalisasi masa kosong ( days
open), deteksi berahi yang tepat dan akurat serta
inseminasi yang tepat waktu, telah mampu mengoptimalkan
panjang laktasi yang memberikan dampak terhadap
peningkatan pendapatan peternak. Walaupun perlakuan IB
sebagaimana yang dilakukan pada penelitian ini
memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan
pendapatan peternak, namun dalam implementasinya di
24
lapangan harus ditunjang dengan sarana pelaksanaan IB
yang memadai. Sarana tersebut adalah berupa penyediaan
semen yang berkualitas baik, inseminator yang handal
dan fasilitas pelaksanaan IB yang lengkap.
Menurut Tagama, (2005) teknik inseminasi buatan pada
sapi dengan teknik yang populer karena pelaksanaannya
yaitu teknik yang menggunakan tangan kiri inseminator
dimasukkan ke dalam rektum untuk mencari posisi
serviks, sedangkan tangan kanan memasukkan alat
inseminasi (Gun Inseminator) untuk mendeposisikan semen
dengan tepat. Pelaksanaan inseminasi buatan ada
beberapa tahap yaitu :
1. Perlengkapan inseminasi
Alat-alat yang harus dipersiapkan dengan seksama oleh
inseminator adalah :
a. Kontainer yang terbuat dari baja tahan karat yang
diisi cairan nitrogen cair dengan suhu -196oC.
Semen beku yang telah dikemas saat prosesing dalam
Straw (Jerami Plastik), diletakkan dalam suatu
wadah yang disebut goblet kemudian goblet tersebut
dimasukkan ke dalam wadah yang lebih besar yaitu
canister yang bertangkai terbuat dari baja untuk
memudahkan pengambilan straw, semen beku harus
terendam dengan nitrogen cair untuk memperpanjang
daya simpan.
25
b. Gun Inseminasi yang terbuat dari baja tahan karat
berfungsi mendeposisikan semen ke dalam serviks,
di Indonesia umumnya menggunakan straw yang berisi
semen 0,25 ml.
c. Termos pencair semen digunakan untuk mencairkan
semen sebelum pelaksanaan IB, menurut beberapa
peneliti menyebutkan, bahwa pencairan semen beku
(thawing) untuk mendapatkan hasil yang optimum
adalah kisaran suhu 35-37oC selama 10 sampai 30
detik (Aamdal dan Anderson, 1968).
d. Gunting straw digunakan untuk menggunting ujung
straw.
e. Sarung tangan plastik panjang digunakan untuk
keperluan palpasi rektum.
f. Ember, air dan sabun diperlukan untuk digunakan
sebagai pelicin agar mempermudah palpasi rektum.
g. Handuk digunakan untuk membersihkan vulva.
h. Buku catatan, buku tersebut biasannya disebut
dengan kartu inseminasi digunakan untuk mencatat
tentang aktifitas inseminasi buatan yang di
dalamnya termuat informasi tentang data reproduksi
dari individu betina yang di inseminasi dan juga
data tentang pejantan dari semen yang digunakan,
tentang data individu ternak, mulai aktivitas
estrus, waktu inseminasi, partus, jenis kelamin
anak dan bobot lahir anak.
2. Cara pengambilan semen
26
Pengambilan semen dilakukan dengan mengangkat canister
dari kontainer. Canister diusahakan jangan sampai
melewati leher kontainer dan harus tetap terendam di
dalam N2 cair. Setelah itu, straw diambil menggunakan
pinset kemudian dimasukan ke dalam termos thawing maka
straw sudah dapat digunakan. Untuk mempertahankan
kondisi spermatozoa dalam straw agar tetap prima, maka
suhu kontainer harus dipertahankan pada suhu -196oC,
menurut Piper (1974) perubahan suhu straw sekitar 14-
15oC per detik dan jika straw berada di tempat yang
terbuka selama 7 sampai 9 detik akan merusak kualitas
spermatozoa.
3. Pelaksanaan inseminasi buatan
Straw yang sudah di thawing kemudian dikeringkan
bagian luarnya dengan tissue dan dimasukkan ke dalam
Gun Inseminasi, kemudian bagian ujung straw digunting
dengan gunting khusus. Alat inseminasi di tutup dengan
plastik sheat, bagian pangkalnya di kunci kemudian
gigit alat tersebut.
Tangan kiri inseminator ditutup dengan sarung tangan
plastik hingga batas lengan yang berfungsi sebagai
pelindung. Bagian luar sarung tangan diberi sabun lunak
dan air sebagai pelicin agar mudah masuk ke dalam
rektum. Selanjutnya tangan kiri tersebut dimasukkan ke
dalam rektum dengan teknik eksplorasi untuk mencari
posisi serviks. Setelah serviks terpegang, maka Gun
27
Inseminasi dimasukkan dimasukkan melalui vagina dengan
tangan kanan sampai menuju serviks. Setelah posisi yang
tepat ditemukan (terbaik adalah pada cincin serviks
yang ke 4) kemudian semen disemprotkan, setelah itu
alat inseminasi ditarik perlahan dari serviks. Untuk
semen cair, yang saat ini jarang digunakan kecuali
dalam kondisi khusus dan untuk hewan-hewan percobaan.
Dalam praktiknya digunakan tabung plastik yang disebut
kateter dengan diameter 4 mm dan panjang 40 cm,
dilengkapi dengan adapter dan syringe (alat penyemprot)
yang diperlukan untuk memompa semen cair ke dalam
tabung penampung dengan prosedur pelaksanaan inseminasi
buatan sama seperti inseminasi buatan semen beku.
(Tagama, T.R. 2005).
Keberhasilan inseminasi buatan ada beberpa faktor yaitu
:
1. Waktu optimum untuk inseminasi
Menurut Salisbury dan VanDenmark (1985) untuk
menentukan waktu inseminasi terbaik tidaklah sederhana
karena proses reproduksi sapi mengikuti suatu siklus.
Meskipun umur spermatozoa lebih panjang daripada ovum,
spermatozoa yang berada di dalam alat kelamin betina
perlu mengalami perubahan-perubahan sebelum spermatozoa
itu dapat membuahi ovum, berarti bahwa pelaksanaan IB
perlu memperhatikan waktu yang tepat terhadap proses-
proses faali yang dialami oleh sapi betina. Menurut
28
Luthan, (2010) faktor-faktor yang harus diperhatikan
sebelum melakukan inseminasi buatan adalah panjang
siklus estrus, lama estrus, waktu ovulasi, umur fertil
spermatozoa (24-36 jam), umur fertil ovum (8-12 jam),
waktu kapasitasi dari sperma.
Gambar 1. Waktu yang tepat untuk inseminasi
Sumber : Luthan, F (2010)
2. Keterampilan inseminator
Kemampuan inseminator sangat berperan terhadap
keberhasilan atau kegagalan dalam pelaksanaan IB. Oleh
karena itu, inseminator perlu banyak melakukan
pelatihan dan pengalaman ternak-ternak yang baru
sehingga nantinya akan terbiasa menangani ternak yang
berbeda. Kegagalan inseminator dalam pelaksanaan IB
dikarenakan kesalahan waktu thawing straw, kesalahan
penanganan ternak, ketidakterampilan dalam
29
mendeposisikan semen, kesalahan penentuan waktu
inseminasi yang tepat, kondisi ternak yang sedang tidak
optimal dan peternak yang terlambat memberi informasi
kondisi ternak yang birahi kepada inseminator.
3. Jumlah air mani untuk inseminasi
Taswin, (2005) menyatakan bahwa 2 cc air mani encer
dan 0,25 cc semen beku cukup untuk membuahi satu indung
telur. Data dari Olds dan Seath (1954) dari
penelitiannya menggunakan 9558 sapi mengatakan tidak
ada perbedaan fertilitas yang nyata bila diinseminasi
dengan jumlah air mani encer yang berkisar antara 0.25
sampai 2.0 cc dengan syarat jumlah spermatozoa cukup
untuk membuahi indung telur. Penggunaan semen beku
dalam inseminasi buatan menggunakan semen yang sudah di
campur dengan bahan pengencer yaitu sebesar 0,25 cc
dengan kandungan spermatozoa yang hidup 2,5 juta yang
sudah diuji di laboratorium baik makroskopik dan
mikroskopik terbukti cukup untuk membuahi satu indung
telur sapi.
Berdasarkan keseluruhan data dan analisis
menunjukkan bahwa penerapan Inseminasi Buatan dengan
menggunakan semen cair maupun semen beku dapat ikut
berperan dalam pembangunan Indonesia di lihat dari sisi
peningkatan populasi dan mutu genetik sehingga
diperlukan kerjasama dari pihak yang terkait guna
pengembangan inseminasi buatan agar menyebar luas
30
keseluruh wilayah Indonesia yang nantinya peternak
dapat lebih mandiri dalam pelaksanaan inseminasi
buatan.
V. PENUTUP
31
A. Kesimpulan
Inseminasi buatan dapat menjadi salah satu
alternatif teknologi peningkatan populasi dan mutu
genetik ternak di Indonesia dengan pemanfaatan pejantan
unggul yang dapat menyumbangkan semen untuk di cairkan
guna pembuatan ratusan semen beku yang nantinya dapat
disebarkan keseluruh pelosok Indonesia. Penyebaran
teknologi inseminasi buatan dapat dilakukan dengan
melakukan pelatihan secara intensif yang dilaksanakan
oleh pemerintah sehingga seluruh lapisan peternak dapat
memanfaatkan teknologi dengan optimal.
B. Saran
1. Perlu kerjasama antara pihak pemerintah, akademisi
dan peternak untuk dapat mewujudkan pengembangan
aplikasi inseminasi buatan.
2. Pemerintah memberikan alat inseminator di setiap
desa peternakan.
32
DAFTAR PUSTAKA
Aamdal, J dan K, Anderson. 1968. Fast Thawingof BullSemen Frozen in Straws. Proc. 6 th. Int. Congr.On Anim, Reprod. And A. I. 973-976.
Alexander, G.I. 1990. Selection Methods Used in TheDevelompment of The AFS Breed of Tropical DairyCattle. http://afstropicaldairybreeds/. Diaksespada tanggal 5 april 2013 pukul 19.00.
Baharudin. 2004. Produktivitas Sapi Potong HasilInseminasi Buatan di Kabupaten Malang. Skripsi.Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,Bogor.
Bestari, J., A. R. Siregar, Y. Sani dan P. Sitomorang.1998. Produktivitas Empat Bangsa Pedet SapiPotong Hasil Inseminasi Buatan di KabupatenAgam Propinsi Sumatera Barat : Perubahan padaBobot badan samapai umur 120 hari. Proc.Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,Bogor.
BIB Lembang. 2011. Koleksi Pejantan Unggul Tahun 2011.BIB Lembang. Bandung.
Blue Print Program Percepatan Swasembada DagingSapi 2014. Direktorat Jenderal Petrnakandan Kesehatan Hewan, Kementerian PertanianRI.
33
BPS. 2011. Produksi Susu Perusahaan Sapi Perah diIndonesia tahun 2011. BPS Pusat Jakarta.
Budi, U. 2006. Dasar Ternak Perah. http://e-course.usu.ac.id/content/peternakan/dasar/textbook.pdf. Diakses pada tanggal 5 april 2013pukul 19.00.
Elliott, F. I. 1994. Studies on Some problems Relatedto The Succesful Artifical Insemination ofDairy Cattle. Ph. D. Thesis, Cornell Univ.
Hartati, Sumadi, T. Hartatik. 2009. IdentifikasiKarakteristik Genetik Sapi Peranakan Ongole diPeternakan Rakyat. Buletin Peternakan Vol.33(2), 64-73.
Hafez, B. dan E.S.E. Hafez. 2000. Reproduction in FarmAnimals. 7th Lippincott Williams and Wilkins. AWolters Kluwer Company
Johansson, I dan J. Rendel.1972. Genetics and AnimalBreeding. Oliver dan Boyd, Edinburg.
Liasari, G. H. 2007. Ukuran Tubuh dan KarakteristikKarkas Sapi Hasil Inseminasi Buatan yangDipelihara Secara Intensif pada BerbagaiKategori Bobot Potong. Skripsi. FakultasPeternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Luthan, F. 2010. Peoman Teknis Alat Mesin dan ULIBBudidaya Ternak Ruminansia. Direktorat BudidayaTernak Ruminansia, Jakarta.
Olds, D., D. M. Seath, M. C. Carpenter dan H,L. Lucas.1953. Interelationships Between Site ofDeposition, Dosage and Number of Spermatozoa inDiluted Semen and Fertility of Dairy CowInseminated Sartificially, J. Dairy Science.,36, 1031.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan TernakRuminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
34
Partodihardjo, 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Piper, A. 1974. Development and Experience With the U.S Straw. Proc. 5 th. Tech. Conf. On A. I. andReprod. Pp. 88-90.
Salisbury, G.W. dan N.L. VanDemark, 1985.Fisiologi Reproduksi Dan Inseminasi BuatanPada Sapi. Gadjah Mada Universitas Press,Yogyakarta.
Siregar , S. B. dan P. S. Sitorus . 1977. Pertumbuhandan produksi susu dari F1 "grading-up" sapiperah Friesien dengan semen beku impor.Lembaran LPP 3:1-9.
Sugiarti, T dan S. B. Siregar . 1999. Effect ofartificial insemination practices on theimprovement of income of dairy cattle farmersin West Java. Jurnal Ilmu Ternak danVeteriner 4(1): 1-6.
Tagama, T.R. 2005.Inseminasi Buatan. BritZ Publisher,Jakarta.
Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak.Angkasa, Bandung.
Toelihere, M. R. 1993. Fisiologi Reproduksi pada TernakSapi. Angkasa, Bandung.
35
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
Nama : I Putu Widi Rejekyana
Tempat Lahir : Cirebon
Tanggal Lahir : 28 Januari 1993
NIM : D1E010045
Program studi : Peternakan
Agama : Hindu
Riwayat Pendidikan
SD : SD Kristen 1 dan SD Kartika III/5
SMP : SMP Negeri 11 Kota Cirebon
SMA : SMA Negeri 5 Kota Cirebon
Perguruan Tinggi :Fakultas Peternakan, Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto
Karya Tulis Ilmiah
36
“Inseminasi Buatan (IB) Sebagai Sarana Peningkatan
Populasi dan Mutu Genetik Ternak Sapi Perah dan Sapi
Potong di Indonesia “
Pengalaman Organisasi
1. Kepala Laboratorium Hidup UP3 Fapet Unsoed 2012 -
sekarang
2. Koordinator Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) Fapet
Unsoed periode 2012-2013
3. Anggota Club Motor Matic Honda Cirebon 2009-
sekarang
4. Anggota muda-mudi Hindu Dharma Indonesia