Inseminasi Buatan (IB) Sebagai Sarana Peningkatan Populasi dan Mutu Genetik Ternak Sapi Perah dan...

36
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara bagian di Benua Asia yang memiliki 2 iklim yaitu tropis dan subtropis. Selain itu, Indonesia juga memiliki daratan luas sehingga cocok untuk pengembangan beberapa jenis ternak guna peningkatan mutu genetik seperti ternak ruminansia, pseudo ruminansia dan monogastrik. Peningkatan mutu genetik berhubungan dengan manajemen reproduksi yang baik sehingga nantinya dapat menghasilkan kemampuan keturunan secara berkelanjutan. Salah satu indikator performans reproduksi ternak betina adalah keberhasilan kebuntingan untuk menghasilkan ternak dengan kemampuan produksi yang baik. Kebuntingan berkaitan dengan metode perkawinan. Perkawinan secara alami diduga dapat menghasilkan kemampuan kebuntingan yang rendah karena penanganan ternak yang akan dikawinkan tidak intensif sehingga terdapat berbagai alasan antara lain kurangnya kontrol terhadap manajemen estrus, ratio ternak jantan dan betina yang tidak seimbang dan adanya beberapa ekor ternak betina yang tidak mampu untuk bunting. Alternatif perkawinan ternak selain secara alami adalah perkembangan teknologi reproduksi yaitu Teknik

Transcript of Inseminasi Buatan (IB) Sebagai Sarana Peningkatan Populasi dan Mutu Genetik Ternak Sapi Perah dan...

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara bagian di

Benua Asia yang memiliki 2 iklim yaitu tropis dan

subtropis. Selain itu, Indonesia juga memiliki daratan

luas sehingga cocok untuk pengembangan beberapa jenis

ternak guna peningkatan mutu genetik seperti ternak

ruminansia, pseudo ruminansia dan monogastrik.

Peningkatan mutu genetik berhubungan dengan manajemen

reproduksi yang baik sehingga nantinya dapat

menghasilkan kemampuan keturunan secara berkelanjutan.

Salah satu indikator performans reproduksi

ternak betina adalah keberhasilan kebuntingan untuk

menghasilkan ternak dengan kemampuan produksi yang

baik. Kebuntingan berkaitan dengan metode perkawinan.

Perkawinan secara alami diduga dapat menghasilkan

kemampuan kebuntingan yang rendah karena penanganan

ternak yang akan dikawinkan tidak intensif sehingga

terdapat berbagai alasan antara lain kurangnya kontrol

terhadap manajemen estrus, ratio ternak jantan

dan betina yang tidak seimbang dan adanya beberapa

ekor ternak betina yang tidak mampu untuk bunting.

Alternatif perkawinan ternak selain secara alami

adalah perkembangan teknologi reproduksi yaitu Teknik

2

Inseminasi Buatan (IB), teknik ini ditemukan pertama

kali oleh Lazaro Spallanzani (1780) dengan inseminasi

buatan pertama kali pada anjing. Menurut (Siregar dan

sitorus , 1977) IB mulai dilaksanakan di Indonesia pada

tahun 1952 oleh Balai Penyelidikan Hewan di Bogor

(sekarang Balai Penelitian Ternak) pada sapi-sapi

perahnya. Namun pelaksanaan IB dapat dikatakan mulai

berkembang semenjak dimulainya penggunaan semen beku

pada sapi-sapi perah di daerah Bogor dan sekitarnya

pada tahun 1972 oleh Lembaga Penelitian Ternak. Awal

1973, Direktorat Jenderal Peternakan mengembangkan

kembali IB, terutama setelah mendapat bantuan semen

beku dari Selandia Baru sehingga mulai mengintensifkan

dan menyebarluaskan pelaksanaan IB pada sapi perah dan

sapi potong ke beberapa daerah di seluruh pulau Jawa.

Inseminasi Buatan (IB) diharapkan mempunyai peran

besar dalam meningkatkan keberhasilan kebuntingan

dan guna perbaikan mutu genetik keturunannya.

B. Perumusan Masalah

Inseminasi Buatan (IB) merupakan teknologi

reproduksi yang telah berkembang hingga saat ini di

Indonesia dengan menggunakan semen beku dan semen cair,

akan tetapi pemanfaatan dan penyebaran teknologi

inseminasi buatan masih belum optimal diberikan kepada

peternak sebagai sarana peningkatan mutu genetik ternak

sapi perah dan potong. Oleh karena itu, peternak perlu

3

mengetahui IB dapat menggunakan semen beku dan semen

cair yang memiliki kemampuan produktifitas tinggi

sehingga diperlukan peranan pemerintah dan praktisi

agar seluruh lapisan masyarakat peternak dapat

memanfaatkan teknologi IB untuk perbaikan mutu genetik

ternak kedepannya.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah

mempelajari, memanfaatkan dan ikut berperan dalam

penyebaran teknologi inseminasi buatan pada sapi perah

dan sapi potong.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dari penulisan karya tulis

ilmiah ini adalah memberikan informasi akan pentingnya

serta manfaat pelaksanaan inseminasi buatan yang merata

ke seluruh tempat di Indonesia kepada pembaca sebagai

salah satu upaya peningkatan populasi dan perbaikan

mutu genetik ternak sapi perah dan potong.

E. Ruang Lingkup Penulisan

Ruang lingkup penulisan karya tulis ilmiah ini

adalah Produksi Ternak dalam bidang Ternak Perah,

Ternak Potong dan Teknologi Reproduksi hewan yaitu

mempelajari kemampuan sapi dalam produksi susu dan

daging serta pengembangan teknologi reproduksi untuk

4

perkawinan silang ternak dalam peningkatan produk

tersebut.

II. TELAAH PUSTAKA

A. Bangsa – bangsa sapi yang unggul guna koleksi

semen

Bangsa sapi perah yang cocok dikembangkan dengan

kondisi di Indonesia sebagai ternak untuk peningkatan

populasi dan mutu genetik adalah sapi Fries Hollands

atau disebut juga FH, sapi ini berasal dari negara

Belanda Utara dengan kriteria sebagai berikut : bobot

badan Ideal sapi FH betina dewasa sekitar 625 kg dan

jantan dewasa sekitar 860 kg, produksi susu sapi FH di

Indonesia rata-rata 10 liter/ ekor per hari atau lebih

kurang 30.050 kg per laktasi dan bobot anak sapi FH

yang baru dilahirkan mencapai 43 kg. Bangsa sapi FH

nantinya dapat disilangkan dengan bangsa sapi lokal

Indonesia sehingga nantinya dapat menghasilkan bangsa

sapi PFH yang memiliki kemampuan produksi tidak berbeda

dengan sapi FH yaitu rata-rata dapat menghasilkan susu

8 liter/ ekor perhari.

Bangsa sapi potong yang berpotensi dalam peningkatan

populasi dan peningkatan mutu genetik melalui pejantan

unggul menurut BIB Lembang, (2011) adalah :

5

1. Simmental dengan keunggulan berat lahir umumnya

lebih besar daripada Limousin; pertumbuhan yang

cepat dengan pertambahan berat badan harian 0,9

– 1,2 kg; berat badan jantan umur 2 tahun 800 -

900 kg; berat jantan dewasa 1000 – 1200 kg;

berat badan sapi betina 700 – 800 kg; karkas

tinggi dengan sedikit lemak.

2. Limousin dengan keunggulan pertumbuhan cepat

dengan PBBH 1,0 – 1,4 kg, umur 2 tahun,

memiliki berat badan 800 – 900 kg; berat jantan

dewasa 1000 – 1100 kg; kualitas daging baik;

dikenal dan disukai peternak.

3. Brahman dengan keunggulan tidak mempunyai

masalah dalam beranak; cocok terhadap iklim

yang panas dan bercurah hujan tinggi; penyakit

mata dan tahan terhadap “footroot”; tahan

terhadap penyakit internal (cacing), parasit

eksternal (caplak) dan penyakit kembung perut

(bloat).

4. Ongole dengan keunggulan dapat digunakan

sebagai ternak kerja dan pedaging; tahan

terhadap panas karena permukaan kulit yang luas

dengan adanya gelambir yang besar; berkaki kuat

dan lurus dan mampu beradaptasi terhadap

kualitas pakan yang jelek.

Kualitas sapi perah dan sapi potong yang unggul akan

menaikkan kualitas sapi-sapi di daerah pedesaan yang

6

umumnya melakukan perkawinan asal, tanpa memperhatikan

kualitas pejantan sehingga tidak ikut meningkatkan mutu

genetik ternak. Semen ternak unggul ditampung dan di

uji di Balai Inseminasi Buatan Lembang serta Singosari

yang nantinya dijadikan produk semen beku untuk dapat

disebarkan keseluruh indonesia dalam proses inseminasi

buatan sehingga menjadi salah satu bentuk peningkatan

mutu genetik dan populasi ternak di indonesia.

B. Inseminasi Buatan

Menurut Hafez dan Hafez (2000) Inseminasi buatan

merupakan teknik yang berhasil di bidang pemuliaan

ternak dengan metoda-metoda praktis yang telah

dilakukan dan pelayanan untuk menaikkan mutu sapi agar

menghasilkan keuntungan bagi para peternak. Tahun 1985

di Amerika Serikat keberhasilan IB memungkinkan

didirikannya organisasi inseminasi buatan komersial

yang menjangkau daerah luas. Peternakan kecil dengan

jumlah sapi betina yang sedikit dapat dikelola bila

peternakan ini menggunakan pejantan dengan daya

pembuahan yang tinggi dan mutu genetik yang luar biasa,

dengan pertimbangan peternak tidak keberatan bila

membayar biaya lebih tinggi demi menghasilkan keturunan

yang baik produksinya.

Menurut Tagama, (2005) inseminasi buatan merupakan

salah satu kemajuan bioteknologi reproduksi yang cukup

penting karena mampu memperbaiki mutu genetik ternak.

7

Hal tersebut dimungkinkan, karena hanya dengan sedikit

jumlah pejantan yang terseleksi ketat dapat memproduksi

spermatozoa dalam jumlah yang cukup untuk

menginseminasi beribu-ribu betina per tahun, sementara

dengan kawin alam relatif hanya sedikit keturunan

(progeny) per betina terseleksi yang dapat diproduksi per

tahun, sekali pun dengan transfer embrio. Keuntungan

utama dari inseminasi buatan adalah perbaikan mutu

genetik, pengendalian penyakit kelamin, tersedianya

catatan perkawinan (recording) akurat yang penting untuk

pengelolaan peternakan dengan baik, ekonomis dan

terjaminnya keamanan dengan mengeliminasi pejantan yang

berbahaya di peternakan.

Menurut Luthan, (2010) untuk mendapatkan hasil yang

baik ketika pelaksanaan inseminasi buatan harus

diperhatikan beberapa hal yaitu proses seleksi pada

sapi jantan dapat dilakukan berdasarkan rekor tetua

berdasar performans individu (Performance Testing). Pada

seleksi individu, setiap ternak jantan harus melewati

pemeriksaan Breeding Soundness yang meliputi : performans

jantan, penilaian alat kelamin, uji fertilitas, bebas

dari penyakit menular reproduksi, kondisi tubuh (Body

Scoring Condition), serta mempunyai kaki dan kuku belakang

yang sehat. Kualitas semen serta pengolahan semen yang

baik secara langsung memberikan kontribusi dalam

meningkatkan kualitas dari anak yang dilahirkan.

Efisiensi dari pejantan secara optimal dengan

8

memanfaatkan setiap ejakulat yang dihasilkan untuk

mengawini dan membuahi banyak betina akan meningkatkan

kuanititas ternak.

C. Proses Inseminasi Buatan menggunakan semen cair

dan semen beku

Menurut Luthan, (2010) semen cair adalah semen segar

yang telah di encerkan dengan bahan pengencer semen dan

di simpan pada suhu 3–5oC (dalam lemari es), dapat

digunakan untuk IB dalam waktu 3 sampai dengan 4 hari.

Penampungan semen (Vagina buatan /

elektroejakulator)

Evaluasi semen (Kualitas layak)

Penghitungan dosis dan pengenceran (bahan pengencer)

Penyimpanan (3–5oC/lemari es)

Inseminasi (keteter IB)

Gambar 1. Alur proses pembuatan semen cair

Proses semen cair dapat disimpan untuk waktu yang

tidak lama, namun semen beku dapat disimpan dalam waktu

yang lebih lama dengan cairan N2 cair.

Semen beku adalah semen segar yang telah di

encerkan sesuai dosis dengan bahan pengencer semen yang

mengandung krioprotektan (gliserol).

9

Penampungan semen (Vagina buatan)

Evaluasi semen (kualitas layak)

Penghitungan dosis dan pengenceran (bahan pengencer)

Ekuilibrasi pada suhu 4oC selama 4-6 jam

Pengemasan (straw mini 0.25 ml)

Pembekuan (pada uap N2 cair)

Penyimpanan (pada kontainer)

Inseminasi buatan

Gambar 2. Alur proses pembuatan semen beku

III. METODE PENULISAN

A. Objek Penulisan

10

Objek penulisan pada penulisan karya tulis ilmiah

ini adalah Peningkatan Populasi dan Mutu Genetik Ternak

Sapi Perah dan Potong di Indonesia Menggunakan Aplikasi

Inseminasi Buatan.

B. Dasar pemilihan Objek Penulisan

Pemilihan objek pada karya tulis ini adalah

didasarkan pada :

1. Kurangnya populasi ternak sapi perah dan potong

untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani

masyarakat Indonesia

2. Pemanfaatan Inseminasi Buatan yang belum

dimaksimalkan oleh seluruh peternak di Indonesia

3. Potensi ternak unggul belum merata ke seluruh

daerah

C. Waktu, Tempat, dan Cara Kerja Penulisan

Penulisan karya tulis ini dimulai pada tanggal 4

April 2013 sampai dengan 10 April 2013 bertempat di

Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto.

Cara kerja penulisan :

Tahap I : Persiapan Penulisan

Meliputi penggalian ide, membuat kerangka,

studi pustaka, mengumpulkan informasi

ilmiah dan mempersiapkan sarana dan

prasarana dalam penulisan.

11

Tahap II : Pelaksanaan Penulisan

Cara penyusunan karya tulis ilmiah ini

sesuai dengan Pedoman Pemilihan Mahasiswa

Berprestasi Program Sarjana tingkat

Perguruan Tinggi/ Wilayah/ Nasional

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

Direktorat Pembelajaran Dan Kemahasiswaan

tahun 2012. Konsultasi, diskusi dan arahan

dari dosen pembimbing. Mencari data-data

yang diperlukan; bahan-bahan penulisan dari

jurnal ilmiah, artikel ilmiah, laporan

hasil penelitian, skripsi, thesis,

internet, dan referensi pendukung yang

lainya.

Tahap III : Tahap Akhir Penulisan

Memperbaiki dan mengkaji isi materi

penulisan dan presentasi Karya Tulis

Mahasiswa.

D. Sumber Data

Data yang dipakai pada karya tulis ini berasal dari

jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, skripsi,

internet, proceeding buku teks dan referensi pendukung

yang lainya.

E. Metode Pengumpulan Data

12

Data karya tulis ini dikumpulkan dari jurnal ilmiah,

laporan hasil penelitian, skripsi, prociding dan

referensi pendukung yang lainya.

F. Metode Penulisan

Karya tulis ini dibuat dengan menggunakan metode

studi kepustakaan, browsing internet dan konsultasi.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan karya

tulis ilmiah ini mengacu pada Pedoman Pemilihan

Mahasiswa Berprestasi Program Sarjana tingkat Perguruan

Tinggi/Wilayah/Nasional Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, Direktorat Pembelajaran Dan Kemahasiswaan

tahun 2012.

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

Kenyataan saat ini mengenai pemenuhan daging sapi

dan susu masih kurang Berdasarkan road map

pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014,

13

ditargetkan penyediaan daging sapi produksi lokal

sebesar 420,3 ribu ton (90%) dan dari impor sapi

bakalan setara daging dan impor daging sebesar

46,6 ribu ton (10%) (Blue Print P2SDS 2014).

Sampai saat ini Indonesia masih mengimpor sapi

bakalan dan daging sapi sekitar 30% dari total

kebutuhan. Data ini menunjukkan bahwa perlu usaha keras

untuk meningkatkan produksi sapi dan daging dalam

negeri. Peran IPTEK dalam peningkatan populasi dan

mutu genetik ternak Indonesia untuk memenuhi

kebutuhan daging nasional menjadi sangat strategis.

Menurut BPS (2011) pemenuhan kebutuhan susu di

Indonesia pada tahun 2011 tercatat bahwa masih

mengimpor 70 % dari luar negeri, dengan populasi ternak

perah 488.000 ekor dan produksi susu 36,460,640 liter.

Konsumsi susu di Indonesia hanya sebesar 12,85 liter

susu per kapita per tahun. Jumlah tersebut memang

meningkat tipis dibanding tahun sebelumnya sebesar

11,95 liter susu per kapita per tahun. Jumlah konsumsi

susu Indonesia masih kalah dibanding dengan Malaysia

(50,9 liter), India (47,1 liter), Singapura (44,5

liter), Thailand (33,7 liter), Vietnam (14,3 liter) dan

Filipina (13,7 liter).

Sapi-sapi potong di Indonesia mayoritas termasuk ke

dalam spesies Bos Indicus seperti Peranakan ongole yang

memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan panas

dan tahan terhadap penyakit caplak. Sapi tersebut

14

berkembang baik dengan sistem pemeliharaan ekstensif

namun memiliki kekurangan yaitu produktifitas yang

relatif rendah walaupun berada di daerah aslinya, Bos

Indicus membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai

dewasa kelamin, periode kebuntingan yang lebih panjang

dan seringkali terjadi postpartum anestrus yang tinggi

(Parakkasi,1999). Selain sapi-sapi dari spesies Bos

indicus, sapi dari spesies Bos taurus juga banyak

dikembangkan di indonesia antara lain bangsa Simmental

dan Limousin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Bestari (1998) diketahui bahwa sapi persilangan

Simmental X PO memiliki bobot lahir sebesar 33,80 kg

dengan pertambahan bobot badan sebesar 1,18

kg/ekor/hari dan sapi persilangan Limousin X PO

memiliki bobot lahir sebesar 36 kg dengan pertambahan

bobot badan sebesar 1,12 kg/ekor/hari sehingga

keunggulan dari spesies Bos indicus dan Bos taurus dapat

diperoleh dengan mengembangkan persilangan antar kedua

spesies tersebut. Tujuan persilangan adalah untuk

mendapatkan sifat-sifat unggul dan meminimalkan

kelemahan-kelemahan yang dimiliki keduannya.

Menurut penelitian yang dilakukan Liasari, G.H

(2007) dengan pejantan hasil persilangan sapi bangsa PO

dengan Limousin dan Simmental berumur 3,5-4 tahun

dilakukan pemeliharaan intensif pemberian pakan

mengandung protein dalam kandungan konsentrat 12 % dan

TDN sebesar 72 % dengan bobot kategori 1 (500-599 kg),

15

kategori 2 (600-699 kg) dan kategori 3 (700-799kg)

kemudian dipuasakan selama 12 jam sebelum pemotongan

menunjukkan rataan bobot potong kategori 1,2 dan 3

secara berurutan adalah 570,83 kg, 653,27 dan 726,00

kg.

Tabel 1. Rataan ukuran tubuh pada berbagai kategori

bobot potong dan bangsa yang berbeda

Sumber : Liasari, G.H (2007)

Berdasarkan tinggi badan sapi bangsa Limousin memiliki

rataan tinggi 142,5 cm dan bangsa Simmental 140,6 cm.

Baharudin (2005) menyatakan bahwa tinggi badan sapi

hasil IB antara Bos taurus dan Bos indicus adalah 140,21

16

cm; Panjang badan sapi bangsa Limousin memiliki rataan

panjang 157,07 cm dan bangsa Simmental 159,47 cm;

Lingkar dada sapi bangsa Limousin memiliki rataan

205,28 cm dan bangsa Simmental 210,13 cm kemudian skor

kondisi kategori 1 adalah 2,3 (kurus), kategori 2

adalah 3,1 (sedang) serta kategori 3 adalah 3,5 (gemuk)

sehingga menunjukkan perdagingan yang baik ketika

dibandingkan ternak Bos indicus. Menurut Hartati, et al

(2009) data hasil pengukuran karakteristik kuantitatif

sapi Peranakan Ongole terlihat dalam tabel 2.

Tabel 2. Rataan bobot badan dan ukuran morfologi sapi

PO di wilayah pengamatan

17

Sumber : Hartati (2009)

18

Saat ini jenis sapi perah yang ada di Indonesia

kebanyakan adalah sapi dari jenis Bos taurus (sapi yang

berasal dari daerah subtropis) yaitu sapi Fries Holland

atau Friesien Holstein disingkat FH. Sapi jenis ini

mempunyai kemampuan menghasilkan susu sebanyak 4500

sampai 5500 liter per masa laktasi di daerah asalnya

(Budi, 2006). Namun, pada daerah tropis seperti

Indonesia sifat tersebut tidak tereksplor secara

maksimal karena kondisi lingkungan di indonesia kurang

menunjang ternak FH untuk berproduksi maksimal seperti

cuaca Indonesia yang ekstrim, meskipun daya adaptasi

ternak ini relatif tinggi Sebenarnya di Indonesia sudah

ada jenis ternak perah yang cocok untuk daerah tropis.

Namun produksi susu ternak dari daerah tropis (Bos

indicus) tersebut masih kalah banyak dengan sapi dari

jenis Bos taurus yaitu hanya sekitar 2000-3000 liter per

laktasi (Budi, 2006). Persilangan dari sapi Bos indicus

(Sahiwal) dengan sapi Bos taurus (FH) diharapkan mampu

menghasilkan Australian Friesian Sahiwal (AFS) menurut

Alexander, G.I (1990) hasil persilangan sapi FH dengan

Sahiwal memiliki Gen masing-masing 50 % dengan sifat

yang muncul pada daerah tropis adalah produksi susu

yang tinggi sekitar 3750 liter per laktasi, susu mudah

keluar dan tahan terhadap parasit internal maupun

eksternal serta kutu.

19

Data tersebut memperlihatkan bahwa hasil persilangan

dari sapi Bos taurus dan Bos indicus menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata dari segi kuantitatif dan

produktifitas susu. Harapannya, ketika proses

inseminasi buatan dilaksanakan maka akan terbentuk

ternak lokal atau silangan dengan genetik yang lebih

baik. Selain itu, ternak sapi di seluruh daerah

Indonesia dapat ditingkatkan mutu genetiknya dengan

inseminasi buatan karena dalam proses kawin alam, induk

lokal Indonesia tergolong dalam kelompok induk yang

memiliki postur yang lebih kecil dibandingkan dengan

ternak impor sehingga tidak efektif ketika dilakukan

proses kawin alam.

Inseminasi buatan merupakan teknik yang saat ini

berguna apabila dimanfaatkan dengan maksimal oleh

pihak-pihak yang memiliki wewenang di bidang

pengembangan populasi dan mutu genetik peternakan

seperti pemerintah, akademisi dan peternak sehingga

nantinya dapat dikembangkan keseluruh wilayah

Indonesia. Pengaplikasian teknik inseminasi buatan

untuk digunakan sembarang orang tidak akan bisa karena

membutuhkan keterampilan khusus dalam pelaksanaannya

dan diperlukan pelatihan intensif sehingga prosentasi

kebuntingan tinggi. Manfaat Inseminasi buatan menurut

Toilihere (1993) adalah :

20

1. Mempertinggi penggunaan pejantan-pejantan unggul

dengan memanfaatkan dayaguna genetik unggul.

2. Menghemat biaya, menghindari penyebaran penyakit

yang bahaya dan menghemat biaya pemeliharaan

pejantan yang belum tentu merupakan pejantan

terbaik serta dapat menghindari dari perkawinan

satu darah.

3. Penggunaan semen beku dan cair dengan pejantan

yang unggul setelah di teliti kemampuan genetiknya

kemudian disilangkan dengan ternak betina akan

memperbaiki mutu genetik keturunannya.

4. Memungkinkan perkawinan antara hewan atau ternak

yang terpisah dalam waktu dan tempat, seperti IB

memberi kesempatan untuk mempertinggi mutu ternak

sapi – sapi daerah tropis dengan pejantan dari

negara beriklim sedang dan dingin yang tidak dapat

hidup di daerah tropis.

Menurut Partodihardjo (1987) penerapan inseminasi

buatan merupakan salah satu alternatif untuk

meningkatkan daya guna pejantan, karena dalam satu

kali ejakulasi dapat mengawini ternak betina dalam

jumlah banyak. Sebagai contoh, pada perkawinan

alam seekor pejantan hanya dapat melayani 50 sampai

70 ekor per tahun. Melalui inseminasi buatan,

seekor pejantan dapat melayani 5000 sampai 10.000 ekor

betina per tahun (Toelihere, 1993). Menurut

Johansson dan Rendel (1972) perbaikan mutu genetik yang

21

tinggi (76 %) dapat diharapkan berasal dari seleksi

calon pejantan bagi generasi yang akan datang.

Perkawinan alam yang diduga menghasilkan

kebuntingan yang rendah, dapat diatasi dengan

melakukan perkawinan secara inseminasi buatan.

Pemanfaatan IB menjadi semakin terlihat kegunaannya

setelah melihat manfaat dari penggunaan IB dengan

memanfaatkan semen pejantan unggul yang ditampung untuk

proses pengenceran sehingga dari satu pejantan per

ejakulasi dapat dijadikan berratus-ratus unit semen

beku per mili, seperti contoh menurut Taswin, R.T

(2005) perhitungan komposisi diluter untuk semen beku

sama dengan semen cair, yaitu menggunakan formulasi I

dan II untuk diluter TSH (Total Sperma Hidup) contoh :

dari hasil evaluasi semen diperoleh data volume semen 6

ml, konsentrasi spermatozoa 0,9 x 109 per ml semen,

motilitas spermatozoa 80 % dan normalitas spermatozoa

80 %, jika semen akan diprosesing menjadi semen beku

dengan formula 1 TSH =VolumexKonsentrasixMotilitasxNormalitas

DosisIB (untuksemenbeku) = unit semen

beku, jadi perhitungannya adalah TSH = 6x106x0.8x0.815x106 =

230 unit semen beku. Formula II adalah jika setiap

straw dosisnya ditentukan sebanyak 0. 5 ml, maka

didapat 0.5 ml straw x 230 unit = 115 ml semen yang

diperkaya. 115 ml semen yang diperkaya – 6 ml semen =

109 diluter. Diluter adalah pengencer semen, komposisi

22

diluter untuk mengencerkan 6 ml semen adalah dengan

melihat pedoman komposisi diluter yaitu kuning telur 20

%, sodium sitrat 80 %, penisilin 500 i. u per ml semen

dan streptomisin 1 mg per ml semen. Volume diluter

sebanyak 109 ml terdiri atas kuning telur 22 ml (20 % x

434 ml diluter), sodium sitrat 87 ml (80 % x 434 ml

diluter) sehingga menghasilkan diluter kuning telur

sitrat (KTS) 109 ml. Volume akhir KTS + semen (S) = 115

ml, disebut kuning telur sitrat semen (KTSS), maka zat

antibiotik yang ditambahkan adalah : 500 i. u penisilin

per ml x 115 ml = 57.500 i. u. Penisilin dan 1 mg

streptomisin per ml x 115 ml = 115 mg streptomisin.

Semakin tersebarnya semen beku dan cair yang merata ke

seluruh Indonesia menjadi beberapa unit per mili semen

menjadi sangat bermanfaat ketika digunakan dengan

teknik inseminasi buatan.

Menurut Sugiarti dan Siregar (1998) pelaksanaan

inseminasi buatan berdampak kepada peningkatan

keuntungan peternak sapi perah di daerah jawa barat

yaitu daerah Pengalengan, Kertasari, Lembang dan

Cisarua.

Tabel 3. Parameter produksi dan pendapatan sebelum dan

sesudah perlakuan IB

23

Perlakuan IB sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3,

telah dapat meningkatkan pendapatan peternak yang

besarnya di masing-masing lokasi penelitian adalah Rp

615,02/ekor/hari di Pangalengan, Rp 615,17/ekor/hari di

Kertasari, Rp 601,32/ekor/hari di Lembang dan Rp

301,08/ekor/hari di Cisarua. Besar kecilnya peningkatan

pendapatan tersebut sangat tergantung pada produksi

susu rata-rata dan pertambahan panjang laktasi, setelah

10 bulan laktasi. Produksi susu rata-rata yang semakin

tinggi dengan panjang laktasi yang semakin mendekati 10

bulan akan memberikan peningkatan pendapatan yang

semakin tinggi. Perlakuan yang diberikan pada

pelaksanaan IB berupa optimalisasi masa kosong ( days

open), deteksi berahi yang tepat dan akurat serta

inseminasi yang tepat waktu, telah mampu mengoptimalkan

panjang laktasi yang memberikan dampak terhadap

peningkatan pendapatan peternak. Walaupun perlakuan IB

sebagaimana yang dilakukan pada penelitian ini

memberikan dampak yang nyata terhadap peningkatan

pendapatan peternak, namun dalam implementasinya di

24

lapangan harus ditunjang dengan sarana pelaksanaan IB

yang memadai. Sarana tersebut adalah berupa penyediaan

semen yang berkualitas baik, inseminator yang handal

dan fasilitas pelaksanaan IB yang lengkap.

Menurut Tagama, (2005) teknik inseminasi buatan pada

sapi dengan teknik yang populer karena pelaksanaannya

yaitu teknik yang menggunakan tangan kiri inseminator

dimasukkan ke dalam rektum untuk mencari posisi

serviks, sedangkan tangan kanan memasukkan alat

inseminasi (Gun Inseminator) untuk mendeposisikan semen

dengan tepat. Pelaksanaan inseminasi buatan ada

beberapa tahap yaitu :

1. Perlengkapan inseminasi

Alat-alat yang harus dipersiapkan dengan seksama oleh

inseminator adalah :

a. Kontainer yang terbuat dari baja tahan karat yang

diisi cairan nitrogen cair dengan suhu -196oC.

Semen beku yang telah dikemas saat prosesing dalam

Straw (Jerami Plastik), diletakkan dalam suatu

wadah yang disebut goblet kemudian goblet tersebut

dimasukkan ke dalam wadah yang lebih besar yaitu

canister yang bertangkai terbuat dari baja untuk

memudahkan pengambilan straw, semen beku harus

terendam dengan nitrogen cair untuk memperpanjang

daya simpan.

25

b. Gun Inseminasi yang terbuat dari baja tahan karat

berfungsi mendeposisikan semen ke dalam serviks,

di Indonesia umumnya menggunakan straw yang berisi

semen 0,25 ml.

c. Termos pencair semen digunakan untuk mencairkan

semen sebelum pelaksanaan IB, menurut beberapa

peneliti menyebutkan, bahwa pencairan semen beku

(thawing) untuk mendapatkan hasil yang optimum

adalah kisaran suhu 35-37oC selama 10 sampai 30

detik (Aamdal dan Anderson, 1968).

d. Gunting straw digunakan untuk menggunting ujung

straw.

e. Sarung tangan plastik panjang digunakan untuk

keperluan palpasi rektum.

f. Ember, air dan sabun diperlukan untuk digunakan

sebagai pelicin agar mempermudah palpasi rektum.

g. Handuk digunakan untuk membersihkan vulva.

h. Buku catatan, buku tersebut biasannya disebut

dengan kartu inseminasi digunakan untuk mencatat

tentang aktifitas inseminasi buatan yang di

dalamnya termuat informasi tentang data reproduksi

dari individu betina yang di inseminasi dan juga

data tentang pejantan dari semen yang digunakan,

tentang data individu ternak, mulai aktivitas

estrus, waktu inseminasi, partus, jenis kelamin

anak dan bobot lahir anak.

2. Cara pengambilan semen

26

Pengambilan semen dilakukan dengan mengangkat canister

dari kontainer. Canister diusahakan jangan sampai

melewati leher kontainer dan harus tetap terendam di

dalam N2 cair. Setelah itu, straw diambil menggunakan

pinset kemudian dimasukan ke dalam termos thawing maka

straw sudah dapat digunakan. Untuk mempertahankan

kondisi spermatozoa dalam straw agar tetap prima, maka

suhu kontainer harus dipertahankan pada suhu -196oC,

menurut Piper (1974) perubahan suhu straw sekitar 14-

15oC per detik dan jika straw berada di tempat yang

terbuka selama 7 sampai 9 detik akan merusak kualitas

spermatozoa.

3. Pelaksanaan inseminasi buatan

Straw yang sudah di thawing kemudian dikeringkan

bagian luarnya dengan tissue dan dimasukkan ke dalam

Gun Inseminasi, kemudian bagian ujung straw digunting

dengan gunting khusus. Alat inseminasi di tutup dengan

plastik sheat, bagian pangkalnya di kunci kemudian

gigit alat tersebut.

Tangan kiri inseminator ditutup dengan sarung tangan

plastik hingga batas lengan yang berfungsi sebagai

pelindung. Bagian luar sarung tangan diberi sabun lunak

dan air sebagai pelicin agar mudah masuk ke dalam

rektum. Selanjutnya tangan kiri tersebut dimasukkan ke

dalam rektum dengan teknik eksplorasi untuk mencari

posisi serviks. Setelah serviks terpegang, maka Gun

27

Inseminasi dimasukkan dimasukkan melalui vagina dengan

tangan kanan sampai menuju serviks. Setelah posisi yang

tepat ditemukan (terbaik adalah pada cincin serviks

yang ke 4) kemudian semen disemprotkan, setelah itu

alat inseminasi ditarik perlahan dari serviks. Untuk

semen cair, yang saat ini jarang digunakan kecuali

dalam kondisi khusus dan untuk hewan-hewan percobaan.

Dalam praktiknya digunakan tabung plastik yang disebut

kateter dengan diameter 4 mm dan panjang 40 cm,

dilengkapi dengan adapter dan syringe (alat penyemprot)

yang diperlukan untuk memompa semen cair ke dalam

tabung penampung dengan prosedur pelaksanaan inseminasi

buatan sama seperti inseminasi buatan semen beku.

(Tagama, T.R. 2005).

Keberhasilan inseminasi buatan ada beberpa faktor yaitu

:

1. Waktu optimum untuk inseminasi

Menurut Salisbury dan VanDenmark (1985) untuk

menentukan waktu inseminasi terbaik tidaklah sederhana

karena proses reproduksi sapi mengikuti suatu siklus.

Meskipun umur spermatozoa lebih panjang daripada ovum,

spermatozoa yang berada di dalam alat kelamin betina

perlu mengalami perubahan-perubahan sebelum spermatozoa

itu dapat membuahi ovum, berarti bahwa pelaksanaan IB

perlu memperhatikan waktu yang tepat terhadap proses-

proses faali yang dialami oleh sapi betina. Menurut

28

Luthan, (2010) faktor-faktor yang harus diperhatikan

sebelum melakukan inseminasi buatan adalah panjang

siklus estrus, lama estrus, waktu ovulasi, umur fertil

spermatozoa (24-36 jam), umur fertil ovum (8-12 jam),

waktu kapasitasi dari sperma.

Gambar 1. Waktu yang tepat untuk inseminasi

Sumber : Luthan, F (2010)

2. Keterampilan inseminator

Kemampuan inseminator sangat berperan terhadap

keberhasilan atau kegagalan dalam pelaksanaan IB. Oleh

karena itu, inseminator perlu banyak melakukan

pelatihan dan pengalaman ternak-ternak yang baru

sehingga nantinya akan terbiasa menangani ternak yang

berbeda. Kegagalan inseminator dalam pelaksanaan IB

dikarenakan kesalahan waktu thawing straw, kesalahan

penanganan ternak, ketidakterampilan dalam

29

mendeposisikan semen, kesalahan penentuan waktu

inseminasi yang tepat, kondisi ternak yang sedang tidak

optimal dan peternak yang terlambat memberi informasi

kondisi ternak yang birahi kepada inseminator.

3. Jumlah air mani untuk inseminasi

Taswin, (2005) menyatakan bahwa 2 cc air mani encer

dan 0,25 cc semen beku cukup untuk membuahi satu indung

telur. Data dari Olds dan Seath (1954) dari

penelitiannya menggunakan 9558 sapi mengatakan tidak

ada perbedaan fertilitas yang nyata bila diinseminasi

dengan jumlah air mani encer yang berkisar antara 0.25

sampai 2.0 cc dengan syarat jumlah spermatozoa cukup

untuk membuahi indung telur. Penggunaan semen beku

dalam inseminasi buatan menggunakan semen yang sudah di

campur dengan bahan pengencer yaitu sebesar 0,25 cc

dengan kandungan spermatozoa yang hidup 2,5 juta yang

sudah diuji di laboratorium baik makroskopik dan

mikroskopik terbukti cukup untuk membuahi satu indung

telur sapi.

Berdasarkan keseluruhan data dan analisis

menunjukkan bahwa penerapan Inseminasi Buatan dengan

menggunakan semen cair maupun semen beku dapat ikut

berperan dalam pembangunan Indonesia di lihat dari sisi

peningkatan populasi dan mutu genetik sehingga

diperlukan kerjasama dari pihak yang terkait guna

pengembangan inseminasi buatan agar menyebar luas

30

keseluruh wilayah Indonesia yang nantinya peternak

dapat lebih mandiri dalam pelaksanaan inseminasi

buatan.

V. PENUTUP

31

A. Kesimpulan

Inseminasi buatan dapat menjadi salah satu

alternatif teknologi peningkatan populasi dan mutu

genetik ternak di Indonesia dengan pemanfaatan pejantan

unggul yang dapat menyumbangkan semen untuk di cairkan

guna pembuatan ratusan semen beku yang nantinya dapat

disebarkan keseluruh pelosok Indonesia. Penyebaran

teknologi inseminasi buatan dapat dilakukan dengan

melakukan pelatihan secara intensif yang dilaksanakan

oleh pemerintah sehingga seluruh lapisan peternak dapat

memanfaatkan teknologi dengan optimal.

B. Saran

1. Perlu kerjasama antara pihak pemerintah, akademisi

dan peternak untuk dapat mewujudkan pengembangan

aplikasi inseminasi buatan.

2. Pemerintah memberikan alat inseminator di setiap

desa peternakan.

32

DAFTAR PUSTAKA

Aamdal, J dan K, Anderson. 1968. Fast Thawingof BullSemen Frozen in Straws. Proc. 6 th. Int. Congr.On Anim, Reprod. And A. I. 973-976.

Alexander, G.I. 1990. Selection Methods Used in TheDevelompment of The AFS Breed of Tropical DairyCattle. http://afstropicaldairybreeds/. Diaksespada tanggal 5 april 2013 pukul 19.00.

Baharudin. 2004. Produktivitas Sapi Potong HasilInseminasi Buatan di Kabupaten Malang. Skripsi.Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,Bogor.

Bestari, J., A. R. Siregar, Y. Sani dan P. Sitomorang.1998. Produktivitas Empat Bangsa Pedet SapiPotong Hasil Inseminasi Buatan di KabupatenAgam Propinsi Sumatera Barat : Perubahan padaBobot badan samapai umur 120 hari. Proc.Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,Bogor.

BIB Lembang. 2011. Koleksi Pejantan Unggul Tahun 2011.BIB Lembang. Bandung.

Blue Print Program Percepatan Swasembada DagingSapi 2014. Direktorat Jenderal Petrnakandan Kesehatan Hewan, Kementerian PertanianRI.

33

BPS. 2011. Produksi Susu Perusahaan Sapi Perah diIndonesia tahun 2011. BPS Pusat Jakarta.

Budi, U. 2006. Dasar Ternak Perah. http://e-course.usu.ac.id/content/peternakan/dasar/textbook.pdf. Diakses pada tanggal 5 april 2013pukul 19.00.

Elliott, F. I. 1994. Studies on Some problems Relatedto The Succesful Artifical Insemination ofDairy Cattle. Ph. D. Thesis, Cornell Univ.

Hartati, Sumadi, T. Hartatik. 2009. IdentifikasiKarakteristik Genetik Sapi Peranakan Ongole diPeternakan Rakyat. Buletin Peternakan Vol.33(2), 64-73.

Hafez, B. dan E.S.E. Hafez. 2000. Reproduction in FarmAnimals. 7th Lippincott Williams and Wilkins. AWolters Kluwer Company

Johansson, I dan J. Rendel.1972. Genetics and AnimalBreeding. Oliver dan Boyd, Edinburg.

Liasari, G. H. 2007. Ukuran Tubuh dan KarakteristikKarkas Sapi Hasil Inseminasi Buatan yangDipelihara Secara Intensif pada BerbagaiKategori Bobot Potong. Skripsi. FakultasPeternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Luthan, F. 2010. Peoman Teknis Alat Mesin dan ULIBBudidaya Ternak Ruminansia. Direktorat BudidayaTernak Ruminansia, Jakarta.

Olds, D., D. M. Seath, M. C. Carpenter dan H,L. Lucas.1953. Interelationships Between Site ofDeposition, Dosage and Number of Spermatozoa inDiluted Semen and Fertility of Dairy CowInseminated Sartificially, J. Dairy Science.,36, 1031.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan TernakRuminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

34

Partodihardjo, 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Piper, A. 1974. Development and Experience With the U.S Straw. Proc. 5 th. Tech. Conf. On A. I. andReprod. Pp. 88-90.

Salisbury, G.W. dan N.L. VanDemark, 1985.Fisiologi Reproduksi Dan Inseminasi BuatanPada Sapi. Gadjah Mada Universitas Press,Yogyakarta.

Siregar , S. B. dan P. S. Sitorus . 1977. Pertumbuhandan produksi susu dari F1 "grading-up" sapiperah Friesien dengan semen beku impor.Lembaran LPP 3:1-9.

Sugiarti, T dan S. B. Siregar . 1999. Effect ofartificial insemination practices on theimprovement of income of dairy cattle farmersin West Java. Jurnal Ilmu Ternak danVeteriner 4(1): 1-6.

Tagama, T.R. 2005.Inseminasi Buatan. BritZ Publisher,Jakarta.

Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak.Angkasa, Bandung.

Toelihere, M. R. 1993. Fisiologi Reproduksi pada TernakSapi. Angkasa, Bandung.

35

DAFTAR RIWAYAT PENULIS

Nama : I Putu Widi Rejekyana

Tempat Lahir : Cirebon

Tanggal Lahir : 28 Januari 1993

NIM : D1E010045

Program studi : Peternakan

Agama : Hindu

Riwayat Pendidikan

SD : SD Kristen 1 dan SD Kartika III/5

SMP : SMP Negeri 11 Kota Cirebon

SMA : SMA Negeri 5 Kota Cirebon

Perguruan Tinggi :Fakultas Peternakan, Universitas

Jenderal Soedirman, Purwokerto

Karya Tulis Ilmiah

36

“Inseminasi Buatan (IB) Sebagai Sarana Peningkatan

Populasi dan Mutu Genetik Ternak Sapi Perah dan Sapi

Potong di Indonesia “

Pengalaman Organisasi

1. Kepala Laboratorium Hidup UP3 Fapet Unsoed 2012 -

sekarang

2. Koordinator Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) Fapet

Unsoed periode 2012-2013

3. Anggota Club Motor Matic Honda Cirebon 2009-

sekarang

4. Anggota muda-mudi Hindu Dharma Indonesia