i'jâz al-ilmi proses penciptaan manusia - Repository UIN ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of i'jâz al-ilmi proses penciptaan manusia - Repository UIN ...
I’JÂZ AL-ILMI
PROSES PENCIPTAAN MANUSIA
(Analisis Relasi al-Qur'an Dengan Sains)
Tesis
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister
Agama (M.Ag)
Dalam Program Study Ilmu al-Qur'an Dan Tafsir
Oleh
Adi Hefyansyah
NIM 1583093
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah swt kepada Nabi
Muhammad saw melalui malaikat jibril untuk disampaikan dan diajarkan kepada umat
manusia. Bila al-Qur’an dihubungkan dengan konteks kemu’jizatan1 berarti al-Qur’an adalah
kalam Allah swt yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw yang memiliki kekuatan yang
luar biasa yang tidak dapat ditandingi oleh manusia untuk membuat seperti al-Qur’an bahkan
satu surat sekalipun atau satu ayat pun meski mereka berupaya bekerja sama saling tolong
menolong dalam mewujudkannya2. Hal ini telah terbukti, dimana orang-orang Arab yang ahli
dalam bahasa dan sastra tidak bisa menandingi kehebatan susunan al-Qur’an. Karena al-Qur’an
mengungguli semua yang dilontarkan oleh orang yang meragukan risalah Nabi Muhammad
saw. Di dalam al-Qur’an juga berisi tentang hal-hal yang gaib, peristiwa-peristiwa yang akan
terjadi serta berisi tentang ilmu pengetahuan yang berguna bagi kehidupan manusia sepanjang
masa yang merupakan i’jaz Ilmi al-Qur’an.
1 Al-Suyūthī membagi mukjizat para Nabi ke dalam dua macam, yaitu mukjizat hissiyyah (dapat
ditangkap oleh panca indera) dan mukjizat ‘aqliyyah (hanya dapat diperoleh dengan pemikiran). Mukjizat para
Nabi terdahulu digolongkan ke dalam hissiyah yang sesuai dengan umat masing-masing. Sedangkan al-Qur’an
tergolong ke dalam mukjizat ‘aqliyah. jalaludin as-Suyūthī, al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān, (Beirut: Maktabah al-
‘Ashriyyah, 1979), jilid.4, hlm.3. 2 QS. yunus [10]: 38
تم صادقي أم ي قولون افتاه قل فأتوا بسورة مثله وادعوا من استطعتم من دون الله إن كن
Artinya: Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya". Katakanlah: "(Kalau benar yang
kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat
kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar" (Atau) patutkah (mereka
mengatakan, "Muhammad membuat-buatnya.") yakni Nabi Muhammad saw. telah membuatnya sendiri.
(Katakanlah, "Kalau benar yang kalian katakan itu, maka cobalah datangkan sebuah surah seumpamanya) dalam
hal kefasihan dan keparamasastraannya yang kalian buat sendiri, bukankah kalian itu adalah orang-orang Arab
yang fasih dalam berbahasa sama denganku (dan panggillah) untuk membantu dalam hal ini (siapa-siapa yang
dapat kalian panggil selain Allah) selain daripada Allah (jika kalian orang-orang yang benar") bahwasanya al-
Quran itu adalah buatan belaka, niscaya kalian tidak akan mampu melakukannya. Selanjutnya Allah berfirman
(Jalaludin al-Mahali dan Jalaludin as-Suyut, Tafsir al-Jalalain, (Kairo: Dar al-Hadis, cetakan I, 2010), hlm.401.
I'jaz al-Qur'an merupakan sebuah penelitian tentang mukjizat-mu'jizat yang ada pada
al-Qur'an, dan terutama i'jaz al-Qur'an pada ayat-ayat ilmiah menjelaskan tentang kekuasaan
Allah swt. Seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan umat manusia saat
ini telah ditemukan beberapa fakta ilmiah yang belum ditemukan oleh ilmuan terdahulu, dan
pada kenyataan nya bahwa semua penemuan-penemuan itu sudah tercantum dalam al-Qur'an
jauh sebelum para ilmuan menemukan nya. Dan hal ini tentu saja menjadi bukti kuat bahwa al-
Qur'an ini adalah firman dari Allah Swt.
Hasan Zaini menjelaskan bahwa I’jaz (mu’jizat) itu penekanannya adalah kepada
kelemahan orang untuk mendatangkan yang sepertinya, tetapi tujuannya bukanlah semata-mata
untuk melemahkan. Melainkan juga untuk menampakkan kebenaran kitab itu sendiri dan
kebenaran Rasul pembawanya. Hal ini sudah dimaklumi oleh setiap orang yang berakal, karena
memang sejak dahulu sampai sekarang dan bahkan yang akan datang tidak seorang pun yang
sanggup menandinginya,3 sebagaimana berulang-ulang dijelaskan oleh Allah SWT. dalam
firman-Nya.
ظهريا لب عض ب عضهم كان ولو بثله يتون ل القرآن هذا بثل يتوا أن على والن النس اجتمعت لئن قل
Artinya: “Katakannlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa dengan Dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi
sebagian yang lain.” 4
3 Hasan Zaini, Raudatul Hasanah, Ulumul Qur’an, (Batusangkar: STAIN Batusangkar Press, 2010) cet
ke-1, hlm. 186
4 QS. Al-Isra’: 88,Lihat Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 437
Kata “al-Ilmiy” adalah Al-Mukhtashshubil‘Ilmi, artinya mengenai/berdasarkan ilmu
pengetahuan.5 Hasan Zaini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan I’jaz Ilmi al-Qur’an
adalah:
ئل العجاز العلم فهم اخبار القران الكرمي حبقيقة اثباهتا العلم التجريي اخري او ثبت عدم امكان ادراكها ابلوسا ى هللا عليه وسلم البشرية زمن رسول هللا صل
Artinya: “Pemberitaan al-Qur’an al-Karim menurut hakikat, lalu dikuatkan oleh tajribi
(eksperimen) yang baik yang menetapkan bahwa manusia tidak mungkin
mendapatkannya dengan perantara manusia pada masa Rasulullah Saw.”
Dengan demikian, yang dimaksud dengan “I’jaz Ilmi al-Qur’an” adalah pemberitaan
al-Qur’an sebagai kitab suci tentang hakikat sesuatu yang dapat dibuktikan oleh ilmu
eksperimental yang pada saat itu belum tercapai oleh manusia karena keterbatan sarana. Hal
ini merupakan bukti yang menjelaskan kebenaran Nabi Muhammad Saw. sebagai seorang
Rasul tentang apa yang diwahyukan Allah Swt. Dengan menampakkan kelemahan orang-orang
kafir Quraisy untuk menghadapi mu’jizatnya yang abadi6, yaitu al-Qur’anul karim.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt:
( 88بأه ب عد حي )( ولت علمنه ن 87إن هو إله ذكر للعالمي )
Artinya: “Al-Qur’an ini tidak lain hanya peringatan bagi semesta alam. Dan
sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita al-Qur’an setelah beberapa
waktu lagi.”7
Salah satu tujuan utama diturunkannya al-Qur’ân adalah untuk menjadi pedoman
manusia dalam mengatur hidup dan kehidupan mereka agar memperoleh kebahagiaan di dunia
5 A.W Munawwir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia Terlegkap, (Surabaya: Pustaka Progresif,
1997). Edisi kedua, cit ke- 14, hlm. 966. 6 Hasan Zaini, Ulumul Qur’an, Op.cit, hlm. 186
7 QS. Shaad: 87-88.
dan akhirat.8 Allah swt menyebutkan fungsi al-Qur’an itu dalam berbagai ayat, di antaranya:
al-kitâb yang berarti “kitab9, buku” hudan yang berarti “petunjuk”10 , al-furqân11 yang berarti
“pembeda” antara yang hak dan yang batil dan antara yang baik dan yang buruk, rahmat yang
berarti “rahmah”12 dzikr, yang berarti “peringatan”13, syifâ’ yang berarti “penawar hati”14 ,
maw’izhah yang berarti “pelajaran”15 dan tibyân yang berarti “penjelasan” bagi segala
sesuatu16.
8 Al-Zarqani menyebutkan tiga maksud utama diturunkan al-Qur’ân yaitu petunjuk bagi manusia dan jin,
pendukung kebenaran Nabi Muhammad saw., dan agar makhluk beribadah kepada Allah Swt dengan
membacanya. Muhammad Abd. al-‘Azim al-Zarqaniy,Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’ân, (Beirut: Dâr al-Fikr,
1988), Jilid.II, hlm.124. 9 QS. al-Baqarah [2]: 2
لك الكتاب ل ريب فيه هدى للمتهقي ذ
Artinya: Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertakwa. 10 QS. an-Naml [27]: 2
هدى وبشرى للمؤمني
Artinya: Untuk menjadi petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman. 11 QS. al-Furqan [25]: 1
ت بارك الهذي ن زهل الفرقان على عبده ليكون للعالمي نذيرا
Artinya: Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi
pemberi peringatan kepada seluruh alam. 12 QS. al-A’raf [7]: 52
ناهم بكتاب فصهلناه على علم هدى ورحة لقوم ي ؤمنون ولقد جئ
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (al-Qur'an) kepada mereka yang Kami
telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman). 13 QS. al-Anbiya’ [21]: 50
ذا ذكر مبارك أن زلناه أفأن تم له منكرون وه
Artinya: Dan al-Qur'an ini adalah peringatan yang mempunyai berkah yang telah Kami turunkan. Maka
mengapa kamu mengingkarinya? 14 QS. al-Isra’ [17]: 82
خسارا ون ن ز ل من القرآن ما هو شفاء ورحة للمؤمني ول يزيد الظهالمي إله
Artinya: (Dan Kami turunkan dari al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian). 15 QS. An-Nahl (16): 125
هو أعلم بن ضله عن سبيله وهو أعلم ابلمهتدين ادع إل سبيل رب ك ابلكمة والموعظة السنة وجادلم ابلهت هي أحسن إنه ربهك
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. 16 QS. Al-Nahl [16]: 89
Dalam kajian ‘ulūm al-Qur’ān, diskursus pembuktian kemampuan al-Qur’an disebut
dengan mu ‘jizah al-Qur’ān atau i ‘jāz al-Qur’ān. Berbagai macam segi (wajh) kemukjizatan
al-Qur’an dinyatakan oleh para ulama ahli ilmu al-Qur’an, baik segi bahasa, segi informasi
gaib, segi keilmuan, dan sebagainya. Orang yang mengkaji al-Qur’ân akan menemukan isyarat
yang jelas. Isyarat yang menunjukkan bahwa Allâh swt telah menjadikan al-Qur’ân sebagai
bukti akan kebenaran risalah Muhammad saw dan mukjizat baginya. Allâh swt menjadikan al-
Qur’ân sebagai kitab hidayah yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya
keimanan dan memberi mereka petunjuk kepada jalan yang benar.
Allâh Swt berfirman:
الميد العزيز صراط إل رب م بذن الن ور إل الظ لمات من النهاس لتخرج إليك أن زلناه كتاب الر
Artinya: “Alîf, lâm râ’. (Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu supaya
kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang
dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji”.17
Dengan demikian pada dasarnya al-Qur’ân saja sudah cukup sebagai petunjuk dan
hidayah keimanan kepada Allâh swt, dan berfungsi sebagaimana mukjizat-mukjizat para Nabi,
karena al-Qur’ân merupakan mukjizat kerasulan yang terakhir.18 Karena al-Qur’ân sendiri
adalah mu’jiz dan Allâh swt menunjukkan kei’jazannya kepada manusia. Maka al-Qur’ân
menantang siapapun untuk menandinginya, yang mana pada masa itu orang-orang kafir
Quraisy mengklaim bahwa al-Qur’ân bukanlah firman Allâh, dan dalam saat yang sama kaum
ؤلء ون زه نا بك شهيدا على ه عث ف كل أمهة شهيدا عليهم من أن فسهم وجئ يان لكل شيء وهدى ورحة وبشرى للمسلمي وي وم ن ب لنا عليك الكتاب تب
Artinya: (Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami, bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari
mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami
turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri).
17 Q.S. Ibrâhim: 1. 18 Al-Zarkasyi, Al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur’ân, (Beirut: Dâr Al-Fikr, 1988), jilid II, hlm. 101.
quraisy ahli dalam aspek sastra arab yang mana mereka merasa amat mahir dalam bidang ini,
maka tidak heran jika tantangan pertama yang dikemukakan al-Qur’ân kepada mereka adalah
“menciptakan susunan kalimat seperti al-Qur’ân (minimal dari segi keindahan dan
ketelitiannya).19 Tantangan ini sama halnya dengan tantangan yang dihadapi oleh Nabi Musa
As terhadap kaumnya yang ketika itu mereka pada puncak tertinggi dalam ilmu sihir oleh
karena itu mu’jizat yang muncul darinya lebih tertuju untuk menantang para tukang sihir pada
waktu itu. Al-Qur’ân pun juga demikian yang menantang kaum Arab yang sedang berada pada
puncak kesusasteraan tertinggi,20 untuk menciptakan karya sastra yang sebanding dengan al-
Qur'an. Tantangan ini disebutkan dalam al-Qur’ân dalam beberapa tingkatan, sebagaimana
disebutkan dalam ayat-ayat berikut ini:
ي ؤمنون ل بل ت قوهله ي قولون أم ف ليأتوا حبديث مثله إن كانوا صادقي ( 33) ي ؤمنون ل بل أم ي قولون ت قوهله (34) صادقي كانوا إن مثله حبديث ف ليأتوا( 33)
Artinya: “Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Qur’ân itu
jika mereka orang-orang yang benar. Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun
apakah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?”.21
Setiap orang yang memiliki rasa bahasa dan pengetahuan tentang berbagai macam
perkataan pasti akan mengetahui perbedaan yang nampak ketika al-Qur'an ini dibandingkan
dengan perkataan para ahli sastra. Setelah itu, pada ayat selanjutnya Allah swt menyebutkan
balasan jika mereka mau beriman sebagaimana pada ayat selanjutnya. Seperti inilah cara yang
digunakan al-Qur'an, menggabung antara targhib (memberikan dorongan) dan tarhib
(menakut-nakuti) agar seorang hamba ketika berharap sambil bersikap cemas, dan ketika takut
sambil tetap berharap dan tidak berputus asa. Ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang
19 M. Quraish Shihab, Mukjizat al- Qur’ân: Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan
Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 1997), cet. I, hlm. 113.
20 Al-Zarkasyi, Al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur’ân, hlm. 10. 21Q.S. at-Thûr:33-34.
kafirlah yang kekal di neraka. Adapun orang yang beriman (muslim) meskipun melakukan
dosa besar, maka ia tidak kekal di neraka. Padahal al-Qur’ân turun dengan lisan Arab yang
jelas, bahasanya adalah bahasa Arab, lafazhnya juga Arab dan ’uslub nyapun Arab, akan tetapi
mereka tidak dapat menandinginya.22
Menurut an-Nazhzhâm23 bahwa yang dimaksud dengan I‘jâz adalah Allâh swt
memalingkan (sharafa) orang-orang Arab dengan perkara yang lain dan menantang mereka
mengerahkan kemampuannya untuk menandingi al-Qur’ân. Dan menurutnya seakan-akan
mereka terhalang oleh perkara yang lain untuk dapat menandingi al-Qur’ân. Al-Zarqâni dalam
menyikapi hal ini memberikan tiga alasan: Pertama, bahwa mereka sesungguhnya mempunyai
kemampuan satu dengan yang lainnya mempunyai kelebihan dalam kesastraan Arab akan
tetapi mereka lemah (‘ajaza) untuk menandingi al-Qur’ân. Kedua, jika I‘jâz al-Qur’ân hanya
dari sisi shirfah maka tantangan al-Qur’ân akan hilang bersama dengan habisnya masa
tantangan. Dan hal ini menjadikan al-Qur’ân setelah itu tidak mengandung I‘jâz lagi. Ketiga,
mengambil pendapat al-Qâdhi Abû Bakar al-Baqillâni yang mengatakan bahwa seandainya
I‘jâz hanyalah shirfah padahal sebetulnya mereka mampu menandinginya akan tetapi mereka
tidak dapat melakukannya dikarenakan dihalangi dengan shirfah, maka bukan al-Qur’ânnya
yang mengandung I‘jâz akan tetapi sesuatu yang menghalangi itulah yang mengandung I‘jaz.24
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa keunikan dan keistimewaan al-Qur’ân dari
22 Pembahasan tentang hal ini dapat dilihat pada kitab ar-Risâlah karya al-Imâm as-Syâfi’i, Muqadimah
Tafsir al-Thabari, al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur’ân karya Al-Zarkasyi. Para ahli bahasa sepakat bahwa al-Qur’ân
semuanya adalah bahasa Arab, lihat pula Ahmad Muhammad Jamâl, ‘Ala Mâidah al Qur’ân ma‘ al-Mufassirin
wa al-Kuttâb, (Beirut: Dâr Al-Fikr, 1974), cet. II, hlm. 64. 23 An-Nazhzhâm adalah Ibrahim ibn Siyâr ibn Hâni’ al-Bashri, Abu Ishâq an-Nazhzhâm. Salah seorang
ulama Mu‘tazilah. Beliau menekuni filsafat dan mempunyai paham tersendiri dalam Mu‘tazilah sehingga dia dan
pengikutnya terkenal dengan sebutan an-Nazhzhâmiyah. Dijuluki dengan an-Nazhzhâm dikerenakan
kemahirannya dalam nazham kalam (menyusun kata-kata). Sebagian lainnya menyebutkan bahwa julukan
tersebut dikarenakan profesinya adalah merapikan (nazhama) kancing baju di pasar Al-Bashrah. Semasa mudanya
an-Nazhzhâm banyak bergaul dengan golongan al-Tsanawiyah, al-Samniyah dan para filosof sehingga
pemikirannya banyak dipengaruhi oleh golongan-golongan tersebut. Lebih lengkapnya lihat Abû Mansûr al-
Baghdâdi, al-Farq Bayn al-Firaq, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, tt), hlm. 93-110. 24 Al-Zarkasyi, Al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur’ân, hlm. 105.
segi bahasa merupakan kemukjizatan utama yang ditujukan kepada masyarakat Arab.
Kemukjizatan yang dihadapkan kepada mereka ketika itu bukan dari segi isyarat ilmiah al-
Qur’ân, dan bukan pula segi pemberitaan ghaibnya, karena kedua aspek ini berada di luar
pengetahuan dan kemampuan mereka bahkan merekapun menyadari kelemahan mereka dalam
bidang tersebut.25
Sisi I‘jâz Qur’âni sungguh sangat banyak, dan di antara yang menakjubkan adalah
bahwa Rasulullah saw sebelum turunnya al-Qur’ân tidak mengetahui sedikitpun tentang kitab-
kitab para pendahulunya, kisah-kisahnya, berita dan sejarah mereka. Meskipun demikian
Rasulullah saw menceritakan kejadian-kejadian yang nyata dan sejarah mulai dari terciptanya
Nabi Adam as hingga diutusnya Rasulullah Saw. Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu
semacam ini tidak bisa didapatkan oleh seseorang melainkan dengan cara belajar. Dan kitapun
mengetahui bahwa Rasulullah saw tidak pernah berinteraksi dengan sejarawan atau belajar
kepada mereka, dan beliaupun sama sekali tidak pernah membaca kitab-kitab sejarah. Allâh
Swt berfirman:
المبطلون لرتب إذا وما كنت ت ت لو من ق بله من كتاب ول تط ه بيمينك
Artinya: “Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-Qur’ân) sesuatu kitabpun
dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; Andaikata
(kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang
mengingkari(mu)”.26
Dengan Demikian dapat penulis cermati jika seandainya Rasulullah Saw adalah orang
yang pernah belajar kepada seorang ulama niscaya orang kafir Quraisy pasti mengetahui hal
tersebut. Akan tetapi sejarah tidak pernah mencatat bahwa Rasulullah saw pernah belajar
agama pada seorang guru. Hal ini merupakan bukti bahwa al-Qur’ân bukanlah karya manusia,
25 M. Quraish Shihab, Mukjizat al- Qur’ân: Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan
Pemberitaan Ghaib, hlm. 113. 26 Q.S. al-Ankabût: 48.
akan tetapi merupakan wahyu dari Allâh swt. Berita tentang perkara-perkara yang ghaib juga
merupakan sisi penting dari pembahasan I‘jâz Qur’âni, al-Qur’ân memuat perkara ghaib yang
terjadi pada masa silam, masa ketika Nabi diutus dan masa yang akan datang. Adapun perkara
ghaib yang terjadi pada masa silam tercermin pada kisahkisah para Nabi yang terdahulu, kisah-
kisah umat dan orang-orang sebelum kita. Rasulullâh saw sama sekali tidak mengetahui
perkara tersebut sebelum diturunkan wahyu kepadanya. Allâh swt berfirman:
نوحيها إليك ما كنت ت علمها أنت ول ق ومك من ق بل هذا فاصب إنه العاقبة للمتهقي تلك من أن باء الغيب
Artinya: “Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang kami
wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak
(pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; Sesungguhnya kesudahan yang baik
adalah bagi orang-orang yang bertakwa”. 27
Menurut penulis ini merupakan bukti yang nyata bahwa kisah-kisah tersebut bukanlah
karya Rasulullah saw atau dongeng semata akan tetapi itu adalah wahyu dari Allah Swt, dan
sungguh hal yang sangat mustahil Rasulullah Saw bisa menceritakan kisah-kisah itu dengan
sangat detail yang mana pada masa itu para rahib yahudi pun berselisih pendapat tentang kisah-
kisah para umat terdahulu tersebut.
Saat ini banyak para ilmuan yang membicarakan mengenai ilmu pengetahuan (sains)
dan teknologi, sama halnya dengan al-Qur’an juga membicarakan perkembangan kehidupan
manusia secara ilmiah. Allah Swt dengan kekuasaa-Nya bisa menciptakan makhluk cukup
dengan cara “kun fayakun”. Namun sebagai pembelajaraan kepada manusia, Allah Swt
menciptakan sesuatu juga dijelaskan proses-prosesnya. Seharus nya, manusia harus sadar
bahwa segala sesuatu ada proses-proses perkembangannya, tidak asal jadi.28
27 Q.S. Hûd: 49.
28 Tim Baitul Kilmah, Ensiklopedia Pengetahuan al-Qur’an dan Hadis Jilid 4, (Jakarta:Kamil Pustaka,
2013), hlm. 190.
Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang mengatakan bahwa
manusia berasal dari makhluk yang mempunyai bentuk maupun kemampuan yang sederhana
kemudian mengalami evolusi dan kemudian menjadi manusia seperti sekarang ini. Di lain
pihak, banyak ahli agama yang menentang adanya proses evolusi manusia tersebut. Khususnya
agama Islam yang meyakini bahwa manusia pertama adalah Nabi Adam as. disusul Siti Hawa
dan kemudian keturunan-keturunannya hingga menjadi banyak seperti sekarang ini. Hal ini
didasarkan pada berita-berita dan informasi-informasi yang terdapat pada kitab suci masing-
masing agama yang mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama. Manusia adalah
makhluk ciptaan Allah SWT yang diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Sebagaimana
dalam firman-Nya.
نسان ف أحسن ت قومي لقد خلقنا ال
Artinya:“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya”.29
Allah Swt bersumpah dengan menyebutkan 3 benda pada ayat-ayat sebelum ayat ini
yaitu buah tin, zaitun dan bukit thur sina bahwa Allah Swt bersumpah telah menciptakan
manusia dengan sebaik-baik bentuk dan wujud, dengan pondasi tubuh yang bisa berdiri tegak
dan dengan struktur tubuh yang bisa menyesuaikan hidup dan bertahan hidup di habitat apapun
di muka bumi ini. Dan juga yang dimaksud dengan sebaik-baik penciptaan adalah bahwa Allah
Swt telah menganugrahkan kepada manusia akal, ilmu, lisan yang bisa berbicara sehingga
dengan hal itu maka manusia layak ditempatkan pada posisi seorang khalifa di muka bumi
ini30.
29 QS.At-Tin ayat: 4.
30 Dr. wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir juz.30 hlm.306 (Beirut, dar al-Fikr al-Mu'ashir cetakan tahun
1418H).
Pada proses penciptaan manusia di dalam al-Qur'an, terjadi dengan dua proses yang
berbeda. Proses pertama adalah proses primordial dan tahapan kedua adalah proses biologi.31
Pada proses primordial atau proses penciptaan manusia pertama seperti proses penciptaan Nabi
Adam as dan penciptaan siti hawa, adapun Nabi isa as di kategorikan sama penciptaannya
dengan Nabi adam as, seperti apa yang telah Allah Swt firmankan:
ف يكون كن له قال ثه ت راب من خلقه ل عيسى عند الله كمثل آدم إنه مث
Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman
kepadanya, Jadilah, maka jadilah ia.”32
Sedangkan penciptaan Adam as dan hawa disebutkan pada firman Allah Swt:
نسان من صلصال من حإ مسنون ولقد خلقنا ال
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk”.33
ها زوجها وبثه من هم وات هقوا ا رجال كثريا ونساء ي أي ها النهاس ات هقوا ربهكم الهذي خلقكم من ن فس واحدة وخلق من اإنه الله كان عليكم رقيب الله الهذي تساءلون به والرحام
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya;
dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.34
Ayat-ayat di atas mengandung makna bahwa pada penciptaan manusia pertama Allah
Swt ciptakan dari tanah yang telah Allah Swt beri bentuk yang sempurna, sedangkan pada ayat
31 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Ibid, hlm. 15 32 QS. Ali Imron: 59. 33 QS. Al-Hijr : 26. 34 QS. an-Nisa: 1.
selanjutnya Allah Swt menjadikan manusia pasangannya dari jenis yang sama sehingga dapat
terjadi rasa ketertarikan antara yang satu dengan yang lainnya untuk berkembang
biak.35 Apabila kita amati proses kejadian kedua manusia ini, maka secara tidak langsung
hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui perkawinan adalah usaha untuk
menyatukan kembali tulang rusuk yang telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang
lain. Dengan perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya.
Pada tahapan biologi merupakan sunnatullah atau hukum Allah Swt melalui proses
biologis yang terdapat dalam fisik atau tubuh manusia beserta segala perangkatnya. Proses
biologi ini membedakan hakikat manusia menurut islam dengan makhluk lainnya yang tidak
memiliki ruh dan akal untuk mengambil keputusan saat dewasanya. Proses tersebut sesuai
dengan firman Allah Swt:
نسان خلقنا ولقد فخلقنا علقة الن طفة خلقنا ثه ( 13) مكي ق رار ف نطفة جعلناه ثه ( 12) طي من سللة من ال ( 14) الالقي أحسن الله ف ت بارك آخر خلقا أنشأنه ثه لما العظام فكسون عظاما المضغة فخلقنا ة مضغ العلقة
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu
yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah,
Pencipta yang paling baik”.36
Pada Tafsir Jalalain disebutkan, (Dan) Allah telah berfirman, (Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia) yakni Adam (dari suatu sari pati) lafal Sulaalatin berasal dari
perkataan Salaltusy Syai-a Minasy Syai-i, artinya aku telah memeras sesuatu daripadanya, yang
dimaksud adalah inti sari dari sesuatu itu (berasal dari tanah) lafal Min Thiinin berta'alluq
kepada lafal Sulaalatin. (Kemudian Kami jadikan ia) manusia atau keturunan Adam (dari
35 Daniel Djuned, Antropologi al-Qur’an (Jakarta: Erlangga, 2011), hal. 122-123.
36 QS. Al-Mu’minun: 12-14.
nuthfah) yakni air mani (yang berada dalam tempat yang kokoh) yaitu rahim. (Kemudian air
mani itu Kami jadikan segumpal darah) darah kental (lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging) daging yang besarnya sekepal tangan (dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging) menurut qiraat yang
lain lafal 'Izhaaman dalam dua tempat tadi dibaca 'Azhman, yakni dalam bentuk tunggal. Dan
lafal Khalaqnaa yang artinya menciptakan, pada tiga tempat tadi bermakna Shayyarnaa, artinya
Kami jadikan (kemudian Kami jadikan dia sebagai makhluk yang lain) yaitu dengan ditiupkan
roh ke dalam tubuhnya. (Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik) sebaik-baik
Yang Menciptakan. Sedangkan Mumayyiz dari lafal Ahsan tidak disebutkan, karena sudah
dapat diketahui dengan sendirinya, yaitu lafal Khalqan.37
Proses tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sulalah min thin (inti sari tanah)
2. Nuthfah (air mani)
3. Alaqah (darah yang beku menggantung di rahim)
4. Mudgah (Segumpal daging dan)
5. ‘Idzam (dibalut dengan tulang belulang)
6. Khalqan Ākhar
Selain itu, jika dilihat dari metode dan pendekatannya, maka tampak bahwa yang
digunakan tidak hanya tafsir ayat saja, akan tetapi juga berkaitan dengan penemuan-penemuan
ilmiah saat ini. Namun, beberapa objek, metode dan pendekatan tersebut menyimpan beberapa
persoalan yang akan menentukan kualitas nya sebagai pembuktian mukjizat al-Qur’an. Dari
uraian di atas dapat ditarik dua hal yang kemudian dapat dikembangkan pada pembahasan lebih
lanjut. Pertama, al-Qur’an juga dapat didekati melalui kajian terhadap teks ataupun naskahnya,
khususnya untuk mendapatkan pengetahuan tentang daya kemukjizatan nya dengan metode
penelitian pada Fashâhah al- Qur’ân yang terdapat pada pelelatakn dan penggunaan kosakata
yang tepat. Kedua, metode yang dilakukan oleh para peneliti tersebut dengan
menggunakan.metode perbandingan, dan metode cross check (mencocokkan) dengan realitas.
37 Jalaludin al-Mahali dan jalaludin as-Suyuti, Tafsir al-Jalalain, hlm.184-186.
Berawal dari hal inilah penulis ingin menggali al-Qur’ân lebih dalam ditinjau dari sisi
I'jaz al-ilmi. Yang mana pada Allah Swt menjelaskan tentang kekuasaan nya dalam
menciptakan alam semesta dan juga kekuasaan Allah Swt dalam menciptakan manusia dan
hewan melata di muka bumi. Karenanya, penulis tertarik untuk mengkajinya lebih dalam
khususnya pada sisi ilmu I'jaz dalam sebuah tesis yang berjudul: I‘JÂZ AL-ILMI PROSES
PENCIPTAAN MANUSIA.
B. Batasan Masalah
Banyak sisi kemu‘jizatan al-Qur’ân, akan tetapi dalam tesis ini lebih difokuskan pada
sisi 'ijaz ilmi dan keterkaitan penemuan ilmiah pada ayat-ayat yang berkaitan dengan 'ijaz ilmi
tersebut. Hal ini dikarenakan pembahasan tersebut merupakan salah satu inti mu’jizat al-
Qur’ân. Karena al-Qur’ân diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai mu'jizat kenabian nya
dan juga ayat-ayat ilmiah yang mana pada masa itu belum teridentifikasi dengan jelas. Maka
atas dasar inilah penulis lebih memfokuskan pada kajian I‘jâz al-'ilmi. Mengingat banyaknya
kandungan I‘jâz yang ada di dalam al-Qur’ân dan banyaknya aspek-aspek ilmiyah yang
terdapat di dalamnya, maka penulis membatasi bahasannya hanya pada ayat-ayat I‘jâz al-'Ilmi
pada proses penciptaan manusia saja.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana ilmu 'Ijaz Ilmi dalam menjelaskan penemuan-penemuan ilmiyah pada ayat-
ayat al-Qur'an?
2. Bagaimana proses penciptaan manusia dalam perspektif I’jaz ilmi?
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah menjawab dua rumusan masalah di atas, dengan
penjabaran:
1. Menganalisis metode al-Qur’an dalam menjelaskan tentang proses penciptaan manusia.
2. Menganalisis ilmu 'Ijaz al-'Ilmi dalam menjelaskan penemuan-penemuan ilmiyah pada
ayat-ayat al-Qur'an.
Adapun manfaat atau signifikansi yang terealisasi dari penelitian ini dapat
dikelompokkan kedalam dua dataran, yaitu secra teoritis dan praktis:
1) Secara Teoritis
Pada dataran teoritis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan
pemahaman terhadap analisis mengenai i'jaz al-Qur'an dari sudut pandang al-Ilmi nya dengan
harapan nantinya dapat dikembangkan dan dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
2) Secara Praktis
Dalam dataran praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan
informasi dan kontribusi pemahaman yang lebih mendalam, dalam mengungkap satu sisi i'jaz
al-Qur'an dari sudut pandang al-Ilmi nya yang belum banyak dikaji, dan secara umum
diharapkan dapat bermanfaat bagi khazanah ilmu pengetahuan, serta terhadap konsep-konsep
aktual terutama mengenai masalah-masalah yang menyangkut ilmu penafsiran al-Qur`ân.
E. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian yang penulis lakukan bukanlah hal yang baru yang belum pernah di bahas
oleh penulis lain sebelumnya. Dalam ranah akademik, penelitian ini dapat diposisikan sebagai
pengembangan dari kajian-kajian yang pernah ada. Dengan demikian penulis perlu
menunjukkan karya-karya yang berkaitan erta yang dijadikan rujukan penting dalam penelitian
ini. Perlu diketahui bahwa I’jaz ‘Ilmi al-Qur’an merupakan pesan-pesan, prinsip-prinsip
keilmuan serta menjadi inspirasi dan motivasi yang mendorong manusia untuk berfikir yang
menambah keyakinan kepada kebenaran al-Qur’an serta menjadi bukti bahwa al-Qur’an
sebagai kitab pegangan sepanjang zaman.
Pembahasan tentang I’jaz al-Qur’an telah lama menjadi perhatian para ulama, sebut
saja Abd al-Qâhir al-Jurjâni dalam dua karyanya yang sangat monumental; Dalâil I’jâz dan
Asrâr al-balâghah lebih mengedepankan pembahasan tentang sisi balaghahnya. Beliau
berusaha memaparkan kekuatan balaghah al-Qur’ân yang dengannya menjadikan al-Qur’ân
mengandung I’jâz. Kitab dalâil I’jâz lebih banyak memuat bahasan ilmu ma’âni sedangkan
Asrâr al-Balâghah lebih banyak membahas ilmu bayân. Adapun penafsiran al-Qur’ân ditinjau
dari sisi kebahasan dengan menggunakan metode penelusuran makna dasar bahasanya telah
dilakukan oleh ‘A’isyah Abdurrahmân Bintusy Syâti‘dalam karya monumentalnya al-Tafsîr
alBayâni lil al-Qur’ân al-Karîm, yang terkenal dengan Tafsir Bintusy Syati’. Kebanyakan
tulisan-tulisan yang ada hanya sekedar penafsiran sebuah surat.
Beberapa karya ulama yang membahas khusus 'ijaz Al-'ilmi pada al-Qur'an seperti al-
mu'jizah al-Qur'an al-karim karya Muhammad al-mutawali as-sya'rawi(1418H) dan kitab
'ijazul al-'ilmi karya abdul majid az-zindani yang mana pada kedua kitab ini mengupas tentang
sisi mu'jizat al-Qur'an pada sisi ilmiah nya , yang bahkan sampai saat ini masih terus di gali
lebih spesifik lagi dan lagi. Dan kebetulan penulis pernah belajar langsung pada penulis kitab
'ijazul al-'ilmi yaitu Prof. Dr.Abdul majid az-Zindani, yang mana pada saat itu penulis pernah
menempuh pendidikan strata I pada universitas Al-iman di Negara republik yaman dan beliau
sebagai rektor dan dosen pengajar pada universitas tersebut.
Dari hasil pengamatan dan analisis penulis dapat kita simpulkan bahwa diperlukan nya
estafet ke penerus ataupun ke para analisis berikutnya agar hal yang telah ditemukan ini dapat
lebih sempurna lagi dan bisa bermanfaat bagi para akademisi selanjutnya.
Di samping itu tesis ini dilengkapi dengan referensi kitab-kitab tafsir yang mu’tabar
seperti Tafsir al-Thabari karya al-Imam al-Thabari, al-Bahr al-Muhîth fi at-Tafsir karya Abu
Hayyan al-Andalûsi, I‘jâz al-Qur’ân karya Abû Bakar Al-Baqillâni dan lainnya. Untuk
penyebutan hadits penulis berusaha mentakhrijnya dengan merujuk pada kitab Shahihain,
Sunan dan Al-Masânid. Sebagaimana diketahui kajian tentang I'jaz al-Qur'an telah banyak
dilakukan oleh para tokoh dari zaman klasik hingga kontemporer.
Karya-karya terkait analisis I'jaz al-Qur'an dapat ditemukan dalam berbagai literatur
dan dalam hal ini penulis tidak menyebutkan satu persatu kajian tersebut secara detail. Penulis
hanya mengungkapkan beberapa karya yang dianggap memiliki kedekatan dalam penelitian.
Adapun kajian tentang metodologi tafsir yang bersifat ilmiah seperti penelitian dari saudara
Masran dengan judul Kemu'jizatan al-Qur'an Menurut Abu Bakar al-Baqillani dan Abdul
Jabbar al-Hamazani38, Fathul Majid dengan judul Pemikiran I'jaz al-Qur'an menurut al-
Baqillani39, dan Uun yusufa dengan judul I'jaz 'Adadi li al-Qur'an (Studi Kritis Diskursus
Rumusan Dalam al-Qur'an)40, penelitian yang dilakukan oleh Masran dalam cukup baik dan
38 Masran "Kemu'jizatan al-Qur'an Menurut Abu Bakar al-Baqillani dan Abdul Jabbar al-
Hamazani"(Studi Komparatif Pemikiran Ilmu Kalam), Tesis Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 1994. 39 Fathul Majid "Pemikiran I'jaz al-Qur'an menurut al-Baqillani"(Studi Kritis Diskursus Rumusan Dalam
al-Qur'an), Tesis Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 1998. 40 Uun yusufa "I'jaz 'Adadi li al-Qur'an" (Studi Kritis Diskursus Rumusan Dalam al-Qur'an, Tesis
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2006.
rapi. Ia tidak hanya mengungkapkan pemikiran kedua tokoh tentang kemu'jizatan al-Qur'an,
tetapi menyampaikan argumen-argumen yang berkaitan dengan ilmu tersebut tentang
permasalahan ilmu kalam. Dalam karya ini Masran merujuk pada semua karya al-Baqillani dan
Abdul jabbar sebagai sumber primer.41 Penelitian ini cukup banyak memberikan informasi
tentang pandangan dan pemikiran kedua tokoh tersebut khususnya pada I'jaz al-Qur'an.
Namun, tesis ini belum secara lengkap menyebutkan peran dan dominasi ilmu kalam serta
contoh-contohnya terhadap konsep kemukjizatan al-Qur'an. Sedangkan riset yang dilakukan
oleh Fathul Majid dalam tesis nya juga cukup baik dan rapi. Ia tidak hanya mengungkapkan
pemikiran kedua tokoh tentang kemu'jizatan al-Qur'an saja seperti yang dilakukan oleh Masran
akan tetapi ia berupaya melakukan penelusuran data sejarah tentang aspek kekuasaan, sosial
dan pergulatan pemikiran.42 Namun, tesis ini hanya mengupas tentang I'jaz dari sisi ilmu kalam
dan teologi nya saja padahal menurut penulis sisi balaghah dalam I'jaz al-Qur'an seharusnya
juga berperan penting dan mesti dipaparkan juga karena ilmu kalam dan ilmu balaghah itu
memiliki keterkaitan yang kompleks satu sama lain, akan tetapi penulis tidak akan mampu teori
analisis 'ijaz tanpa hadirnya dua karya penting diatas.
Karya-karya yang terkait dengan penelitian I'jaz al-Qur'an yang lainnya, sebagai salah
satu sumber analisis utama dalam penelitian ini, oleh karena itu 'ijaz al-Qur'an pada aspek yang
lain penting untuk dijelaskan dalam tinjauan pustaka ini. Seperti penelitian saudari Uun yusufa
cukup menarik penjelasan yang fenomenal tentang metode perhitungan untuk rumus-rumus
angka, secara umum, menggunakan perhitungan matematis yang terbatas pada operasi bilangan
umum (pertambahan, perkalian).43 Dan metode ini tidak dilakukan secara murni, tetapi
umumnya mendapatkan pengaruh dari metode perhitungan lain, seperti numerologi dan
41 Masran, Kemu'jizatan al-Qur'an Menurut Abu Bakar al-Baqillani dan Abdul Jabbar al-Hamazani,
hlm. 89. 42 Fathul Majid, Pemikiran I'jaz al-Qur'an menurut al-Baqillani, hlm. 110-115. 43 Uun yusufa, I'jaz 'Adadi li al-Qur'an, hlm. 80-83.
gematria. Selain itu, perhitungan didasarkan pada objek-objek yang tidak terbatas (dalam al-
Qur’an).44 Namun, menurut penulis hal ini banyak sekali pertentangan di berbagai disiplin ilmu
terutama ilmu yang berkaitan dengan ilmu al-Qur'an salah satu contohnya ilmu Qira'at al-
Qur'an dimana ada perbedaan huruf dalam beberapa kosakata pada ayat-ayat al-Qur'an. Tentu
perubahan pada beberapa huruf ini juga akan membuat landasan teori 'Ijaz 'adadi ini tidak bisa
diterapkan. Dan tentu saja makna al-Qur’an yang sesungguhnya dan hukum yang terkandung
lebih penting dari proposisi kesesuaian rumus penggunaan kata tertentu dalam al-Qur’an, oleh
sebab itulah penulis berkepentingan untuk melampirkannya dalam daftar pustaka.
Meskipun semua karya di atas sangat berbeda dengan obyek formal dan obyek material
dalam penelitian penulis, akan tetapi pada bab kedua dijelaskan landasan teori tentang 'ijaz al-
Qur'an dan hal ini menjadi acuan penulis untuk mengkolaborasikan data normatif tentang 'Ijaz
al-Qur'an.
Selain tesis-tesis di atas, penelitian lain yang sangat erat kaitannya dengan kajian
penulis dan menggunakan pola yang sama, telah dilakukan oleh Jumanah binti Kholid Syeikh
Husein, penelitian dengan judul al-Jawanib al-Ilmiyah fi Surati at-Thariq, 45 dan Nur
Hasaniyah dengan judul penelitian al-I’jaz al-Balaghi Dalam Surat ad-Dhuha.46 Pada tesis
karya Jumanah, riset yang ia teliti fokus pada sisi ilmiah pada ayat-ayat dari surat at-Thariq,
dan sungguh riset ini sangat menarik sekali untuk di gali lagi lebih dalam, khususnya pada sisi
'ijaz al-Qur'an yang telah dijelaskan oleh peneliti ini. Penelitian yang dilakukan oleh saudari
Jumanah pada sisi 'ijaz ilmi pada surat at-Thariq, dijelaskan pada penelitian ini tentang 'ijaz al-
'Ilmi bintang sebagai penghias langit dan kompas alam dengan akurasi yang mana pada masa
44 Uun yusufa, I'jaz 'Adadi li al-Qur'an, hlm. 123-127. 45 Jumanah binti Kholid Syeikh Husein, " al-Jawanib al-Ilmiyah fi Surati at-Thariq", Tesis Program
Pascasarjana King Faishal University, al-Hofuf, 2016. 46 Nur Hasaniyah, "al-I’jaz al-Balaghi Dalam Surat ad-Dhuha", Tesis Program Pascasarjana UIN
Syarif Hidaatullah, 2008.
kini dapat di ungkap dengan sangat jelas oleh para ilmuan modern saat ini,47 serta historis dari
perkembangan ilmu 'ijaz al-'Ilmi,48 namun pada riset ini hanya fokus pada ayat-ayat pada surat
at-Thariq saja padahal dalam ilmu Tafsir ada ilmu munasabah ayat per ayat dan surat per surat
dan kurangnya sumber-sumber penelitian ilmiyah yang selaras dengan 'Ijaz al-'Ilmi. Dan pada
penelitian yang kedua membahas tentang 'Ijaz al-Qur'an pada aspek balaghahnya yang
dikhususkan pada surat ad-Dhuha, penulis menjelaskan aspek balaghah pada setiap ayat
dijelaskan munasabah antara satu ayat dengan ayat yang lainnya, sertas munasabah surat ad-
Dhuha dengan surat sebelum dan sesudahnya,49 namun pada riset ini tidak di cantumkan nya
posisi ilmu balaghah dan sampai dimana kaitan nya ilmu balaghah denga ilmu tafsir al-Qur'an.
Kedua tesis diatas perlu penulis masukan dalam kajian pustaka meskipun ada kajian,
objek formal, dan juga batasan penelitiannya yang berbeda dengan batasan penelitian penulis,
sehingga menghasilakn kesimpulan yang berbeda pula dengan kajian penulis, akan tetapi pada
bab ketiga pada penelitian keduan tesis menjelaskan tentang landasan teori 'Ijaz al-'Ilmi dan
teori 'Ijaz al-Balaghi. Dengan demikian penulis dapat menjadikan kedua tesis di atas sebagai
bahan rujukan dan perbandingan.
Dari beberapa karya dan penelitian yang ditemukan, sementara ini ada kesamaan
dengan kajian penulis, yaitu sama-sama mengkaji I'jaz al-Qur'an dan perbedaan nya adalah
bahwa pada kajian ini, penulis tidak hanya menjelaskan tentang kisi-kisi I'jaz al-Qur'an lebih
banyak lagi dan lebih kompleks dari literature-literatur sebelum nya. Dari tinjauan pustaka ini
dapat dipetakan bahwa penelitian ini sebagai kajian ayat-ayat 'ijaz al-'Ilmi pada proses
penciptaan manusia.
47 Jumanah binti Kholid Syeikh Husein, al-Jawanib al-Ilmiyah fi Surati at-Thariq, hlm. 102-110. 48 Jumanah binti Kholid Syeikh Husein, al-Jawanib al-Ilmiyah fi Surati at-Thariq, hlm. 124-128. 49 Nur Hasaniyah, al-I’jaz al-Balaghi Dalam Surat ad-Dhuha, hlm. 85-89.
F. Kerangka Teori
Dalam menganalisa data menentukan fragmentasi realitas fakta yang terdapat dalam
penelitian, penulis menggunakan perangkat Analisis Sintetik Analitik Kuntowijoyo.
Pemakaian perangkat ini diharapkan dapat menjelaskan dan mengungkap makna realitas yang
terdapat dalam penelitian penulis terhadap ‘ijaz al-ilmi proses penciptaan manusia.
Hal penting dari konsep pendekatan teori Kuntowijoyo ini adalah bukan data
historisnya yang penting, tapi pesan moralnya. Bukan bukti objektif empirisnya yang
ditonjolkan, tapi takwil subjektif normatifnya. Hal ini dikarenakan peneliti/penulis lebih
merenungkan pesan-pesan moral al-Qur’an dalam rangkah menyintesiskan penghayatan dan
pengalaman subjektif peneliti/penulis dengan ajaran-ajaran normatif. Melalui pendekatan
pemahaman ini penulis melakukan subjektivikasi terhadap ajaran-ajaran keagamaan dalam
rangka mengembangkan persfektif etik dan moral individual. Ini artinya al-Qur’an telah
berfungsi transformasi psikologis bahkan dapat berfungsi lebih objektif untuk transformasi
kemasyarakatan.
Seperti ayat yang terkait dalam penelitian penulis, “Allah swt perintahkan kepada
malaikat untuk sujud kepada Adam maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabbur
ia termasuk golongan orang-orang kafir”. Atau dalam ayat lainnya “kemudian kami berfirman
kepada malaikat: sujudlah kepada Adam! maka mereka segera bersujud, tetapi iblis enggan dan
angkuh ia tidak termasuk kelompok orang-orang yang sujud, lalu ayat lanjutannya “apakah
yang menghalangimu sehingga tidak bersujud ketika Aku menyuruhmu? iblis menjawab aku
lebih baik dari pada Adam. aku Engkau ciptakan aku dari api sedangkan Adam Engkau
ciptakan dari tanah”. Dalam penggalan cuplikan dan ringkasan contoh ayat ini, tentunya ada
pesan moral, etika dan akan menstransformasi psikologis individual dan masyarakat.
Tapi kemudian timbul persoalan bagaimana, mewujudkan hal itu semua atau
bagaimana studi analisis terhadap ‘ijaz al-ilmi proses penciptaan manusia? jika penulis hanya
menggunakan pendekatan sintetik, maka jawaban atas pertanyaan di atas akan menjadi sangat
subjektif. Maka dalam kaitan ini tentu ada pendekatan lain perlu digunakan untuk
mengoperasionalkan konsep-konsep normatif menjadi objektif dan empiris. Untuk itulah
pendeketan analitik digunakan. Pendekatan ini lebih mengutamakan al-Qur’an sebagai data
awal dalam penelitian.
Namun penulis juga ingin menambahkan dan menggunakan sebuah teori tentang
penciptaan. Dewasa ini banyak para ilmuan yang membicarakan mengenai ilmu pengetahuan
(sains) dan teknologi, sama halnya dengan al-Qur’an juga membicarakan perkembangan
kehidupan manusia secara ilmiah. Allah swt dengan kekuasaa-Nya bisa menciptakan makhluk
cukup dengan cara “kun fayakun”. Namun sebagai pembelajaraan kepada manusia, Allah swt
menciptakan sesuatu juga dijelaskan proses-prosesnya. Di sini pula, manusia harus sadar
bahwa segala sesuatu ada proses-proses perkembangannya, tidak asal jadi.
Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang mengatakan bahwa manusia
berasal dari makhluk yang mempunyai bentuk maupun kemampuan yang sederhana kemudian
mengalami evolusi dan kemudian menjadi manusia seperti sekarang ini. Di lain pihak, banyak
ahli agama yang menentang adanya proses evolusi manusia tersebut. Khususnya agama Islam
yang meyakini bahwa manusia pertama adalah Nabi Adam as disusul Siti Hawa dan kemudian
keturunan-keturunannya hingga menjadi banyak seperti sekarang ini. Teori ini mempunyai
kelemahan karena ada beberapa jenis tumbuhan yang tidak mengalami evolusi dan tetap dalam
keadaan seperti semula. Seperti ganggang biru yang diperkirakan telah ada lebih dari satu
milyar tahun namun hingga sekarang tetap sama. Yang lebih jelas lagi adalah hewan sejenis
biawak atau komodo yang telah ada sejak berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini tetap
ada. Jadi secara jujur dapat kita katakan bahwa teori yang dianggap ilmiah itu ternyata tidak
mutlak karena antara teori dengan kenyataan tidak dapat dibuktikan.
Lain halnya dengan apa yang tertulis dalam kitab, khususnya al-Qur’an. Dalam al-
Qur’an jika dipandukan dengan hasil penelitian ilmiah menemukan titik temu mengenai asal
usul manusia ini. Terwujudnya alam semesta ini berikut segala isinya diciptakan oleh Allah
dalam waktu enam masa. hal ini sesuai dengan firman Allah :
م ثه است وى على العرش الرهحن ا ن هما ف ستهة أيه فاسأل به خبريا لهذي خلق السهماوات والرض وما ب ي
Artinya: “Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam diatas Arsy (Dialah) Yang Maha
Pemurah, maka tanyakanlah itu kepada Yang Maha Mengetahui.”50
Hal ini didasarkan pada berita-berita dan informasi-informasi yang terdapat pada kitab
suci masing-masing agama yang mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama. Untuk itu
dalam penelitian ini akan dijelaskan bagaimana proses kejadian manusia menurut teori al-
Qur’an.
G. METODE PENELITIAN
Metodologi dipahami sebagai cara-cara atau prosedur ilmiah yang digunakan dalam
rangka mengumpulkan, mengolah dan menyajikan serta menganalisa data, guna menemukan
atau menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilaksanakan metode-metode ilmiah.
Pembahasan dalam metode penelitian ini memuat aspek-aspek utama yang digunakan untuk
mendukung pencapaian tujuan penelitian. Aspek-aspek yang dimaksud meliputih jenis data,
sumber data dan tehnik analisa data.
50 QS. al-Furqan: 59.
1. Jenis Penelitian
Penelitian51 ini termasuk penelitian kualitatif yang menggunakan data-data kepustakaan
(library research), dengan demikian penelitian ini fokus pada pengumpulan data-data dari al-
Qur’an mengenai ayat-ayat yang mengandung peristiwa proses penciptaan manusia dan relasi
malaikat dan iblis dengan penciptaannya kemudian mencari data-data tambahan mengenai
penelitian ini. Data-data ini dapat dicari dalam karya-karya mengenai kisah-kisah para Nabi
seperti karya Ibnu Katsir Sahih Qashasul Anbiya’.
2. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data-data yang disajikan
dalam bentuk verbal (kata-kata) bukan dalam bentuk angka-angka statistik yang biasa disebut
sebagai data kuantitatif. Penggunaan data kualitatif berangkat dari sasaran penelitian ini adalah
tulisan-tulisan yang memuat informasi gagasan, pendapat atau pemikiran, informasi yang
dimaksud utamanya yang berkaitan dengan pemikiran para ahli ilmu ‘ijaz dan ahli tafsir di
dalam kitab-kitab mereka.
3. Sumber Data
Data-data dalam penelitian dibagi menjadi dua bagian yaitu data primer dan data
sekunder. Data primernya adalah tafsir Ibnu Katsir dan kitab 'ijazul al-'ilmi karya abdul majid
az-zindani.
Data sekunder untuk penelitian ini adalah buku-buku lain seperti buku atau kitab
literatur sejarah, serta pemikiran-pemikiran yang berkaitan dengan penelitian ini seperti: kitab
Fath al-Rahman li Thalibi Ayat al-Qur’an dijadikan langkah awal dalam menetukan ayat-ayat
yang termasuk dalam penelitian ini. Kitab Mu’jam Muqayis al-Lughah, Mu’jam Mufradati li
51research . Ada ahli mengindonesiakan Researchmahan dari kata bahasa inggris, terje adalahPenelitian
menjadi riset. Kata research berasal dari kata re, yang berarti “kembali” dan to search mencari. Dengan demikian,
arti yang sebenarnya dari research adalah “mencari kembali” Abdurahmat Fathani. Metodologi Penelitian dan
Tehnik Penyusunan Skripsi, (Jakarta, PTRenka Cipta 2006), hlm. 7
Alfaz al-Qur’an serta buku Kamus pintar al-Qur’an, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kitab-
Kitab Tafsir dan ‘ijaz yang membahas ayat-ayat tentang proses penciptaan manusia.
4. Tehnik Pengumpulan Data
Data-data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan metode deskriptif analitis, yaitu
dengan mendeskripsikan fakta-fakta mengenai peristiwa kemudian disusul dengan analisis.
Data-data akan dipaparkan secara rinci dan sistematis disertai dengan penjelasan. dengan
demikian, penelitian ini tidak hannya akan memberikan gambaran mengenai penafsiran kisah
dan proses penciptaan manusia, tetapi juga analisis, tanggapan dan penilian dari peneliti.
Dalam penelitian ini, tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah metode
dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan menghimpun buku-buku dan
dokumetasi yang relevan dengan sumber data dalam penelitian ini, setelah data terkumpul
maka dilakukan penelaahan secara kritis, sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang
diteliti. Sehingga diperoleh data atau informasi untuk dideskripsikan sesuai dengan pokok
masalah.
Kemudian data tersebut selanjutnya dikelompokan menjadi kategori yang ditetapkan
sebagai fokus penelitian, selanjutnya data-data yang telah terseleksi dianalisa. Analisa
merupakan tahapan penting dan menentukan karena dalam tahapan ini data dikerjakan dan
dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga berhasil menjawab persoalan-persolan data
penelitian.
5. Tehnik Analisa Data
Dari hasil temuan dan verifikasi data, maka peneliti menggunakan metode content
analysis, yaitu menganalisa data-data baik literatur atau hasil penelitian lainya yang berkaitan
dengan obyek dan meneliti berbagai tulisan yang berkenaan dengan proses penciptaan
manusia.
Karena kajian ini merupakan jenis penelitian pustaka tentang pemikiran dan pandangan
Ibnu Katsir dan abdul majid az-Zindani. maka penelitian ini termasuk dalam penelitian
kualitatif. Oleh karena itu dalam melakukan pengolahan dan analisis data penelitian digunakan
pendeketan deskriptif analisis. Dalam pendekatan deskriptif peneliti diarahkan untuk mengolah
data yang relevan dengan objek yang telah diungkapkan, kemudian mengupas implikasinya
hingga sejauh sasaran yang ingin dicapai. Pada konsep ini data menjadi sangat diperlukan
karena ia merupakan komponen dari suatu keseluruan guna mengenal tanda, hubungan antar
unit-unitnya dan fungsinya dalam suatu entitas terpadu.
Sebagaimana jamak diketahui, analisa data dalam sebuah penelitian berasal dari
pengumpulan data sebelumnya. Data yang telah terkumpul bila tidak dianalisa hanya menjadi
barang yang tidak bermakna, tidak berarti. Oleh karena itu bisa dipahami bahwa tehnik analisa
data dimaksudkan cara menganalisa data secara sistematis dan objektif. Analisa data
merupakan tahap yang penting dan menentukan, karena dalam tahap ini data dikerjakan dan
dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menjawab dan menyimpulkan persoalan dalam
penelitian.
Untuk memudahkan dalam menganalisa data, peneliti menggunakan tehnik yaitu
deskriptif kualitatif dan content analysis (analisa isi). Deskriptif digunakan untuk menganalisis
dan menyimpulkan data dari pendapat-pendapat yang dikonfirmasikan atau dengan cara
mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan.
Sedangkan content analysis adalah menganalisa makna yang terkandung dalam asumsi,
gagasan atau statemen untuk mendapat pengertian dan kesimpulan. Analisis ini dimaksudkan
untuk menganalisa secara mendalam ide-ide yang digunakan oleh kelompok para pemikir atau
penafsir yang berkaitan dengan persoalan ‘ijaz al-ilmi proses penciptaan manusia.
Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul, dan sudah diklasifikasi sesuai dengan
kelompoknya, baik data primer maupun sekunder, maka selanjutnya data-data tersebut
dianalisa dan diinterpretasikan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang ‘ijaz al-ilmi
proses penciptaan manusia. Dan kemudian mentransformasi serta mengimplementasikan
dalam kehidupan bermasyarakat.
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Untuk memperjelas alur berpikir ilmiah dan sistematis, penelitian ini disusun dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab pertama, pendahuluan, menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta sistematika penulisan
Bab kedua, dalam bab ini penulis berusaha memaparkan tentang ‘ijaz al-ilmi’.
Beberapa analisis yang berkaitan dengan ‘ijaz al-ilmi’dan berbagai bentuk penemuan ilmiah
dalam perspektif i’jaz al-ilmi
Bab ketiga, Diawali dengan pembahasan tentang asal mula penciptaan manusia pada
proses primordial, dan penulis memulai dengan memaparkan ayat-ayat yang berkaitan dengan
proses primordial penciptaan manusia.
Bab keempat, yang merupakan pembahasan utama dari penulisan penelitian ini,
dimulai dengan penjelasan proses penciptaan manusia biologi. Bab ini juga merupakan laporan
penelitian yang akan mencoba menjawab rumusan masalah dengan memaparkan tentang
deskripsi data yang sudah ada yaitu ayat-ayat 'Ijaz al-'Ilmi pada proses penciptaaan manusia,
dan kemudian dilakukan analisa. Analisa yang dimaksud memuat analisa kandungan makna
dan analisa I‘jâz al-ilmi yang terdapat pada ayat-ayat yang berkaitan dengan 'Ijaz al-'Ilmi pada
proses penciptaan manusia, ditinjau dari aspek bahasa, tafsir, ilmu pengetahuan serta
pemaparan dari penemuan-penemuan 'ilmiah saat ini. Analisa ini akan dianggap berhasil
apabila penulis mampu menemukan dan memaparkan kandungan I‘jâz ilmi pada ayat-ayat yang
berkaitan dengan proses penciptaan manusia yang didukung dengan argumen-argumen yang
memadai.
Bab kelima, merupakan kesimpulan akhir dari beberapa uraian pada bab-bab
sebelumnya. Kesimpulan yang dimaksud adalah memuat garis-garis besar dari penelitian yang
penulis lakukan pada ayat-ayat yang berkaitan dengan 'Ijaz al-'Ilmi pada proses penciptaan
manusia. Bab ini ditutup dengan beberapa evaluasi dari hasil penelitian.