hasil penelitian pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi ...

484
i HASIL PENELITIAN PEMBERDAYAAN APARATUR BERBASIS KOMPETENSI PADA KANTOR BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN EMPOWERMENT APPARATUS ON A COMPETENCY-BASED STAFFING AGENCY REGIONAL OFFICES IN SOUTH SULAWESI PROVINCE S A M S I R 10A05057 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2016

Transcript of hasil penelitian pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi ...

i

HASIL PENELITIAN

PEMBERDAYAAN APARATUR BERBASIS KOMPETENSI

PADA KANTOR BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH

PROVINSI SULAWESI SELATAN

EMPOWERMENT APPARATUS ON A COMPETENCY-BASED

STAFFING AGENCY REGIONAL OFFICES IN

SOUTH SULAWESI PROVINCE

S A M S I R

10A05057

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2016

ii

PEMBERDAYAAN APARATUR BERBASIS KOMPETENSI

PADA KANTOR BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syaratuntuk Mencapai Derajat

Doktor

Program Studi

IlmuAdministrasi Publik

Disusun dan Diajukan oleh

S A M S I R

kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2016

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Kantor

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

Nama Mahasiswa : S A M S I R

Nomor Pokok : 10A05057

Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

Menyetujui,

Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si.

Promotor

Prof. Dr. Fakhri Kahar, M.Si. Prof. Dr. Suradi Tahmir, M.S.

Kopromotor Kopromotor

Mengetahui:

Ketua Direktur

Program Studi Program Pascasarjana

IlmuAdministrasi Publik, UniversitasNegeri Makassar,

Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si. Prof. Dr. Jasruddin, M.Si. NIP. 19650522 199003 1 002 NIP. 19641222 199103 1 002

iv

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga

penyusunan dan penulisan disertasi dengan judul “Pemberdayaan Aparatur

Berbasis Kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan” dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW.

Penulisan disertasi ini merupakan suatu proses perjuangan yang panjang

dan sungguh melelahkan, permasalahan yang muncul selama proses penulisan

bukanlah sedikit melainkan kompleks dan beragam. Posisi Penulis sebagai

komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan yang

setiap saat disibukkan dengan pelaksanaan tahapan Pemilu dan Pemilukada

Provinsi dan 24 Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan, merupakan salah satu

permasalahan yang dihadapi penulis. Di sisi lain, sebagai mahasiswa yang harus

menyiapkan waktu untuk proses pengumpulan data penelitian, juga merupakan

permasalahan tersendiri yang harus dihadapi penulis.

Namun, berkat arahan dan bimbingan promotor dan kopromotor, dengan

kesungguhan, kesabaran, ketulusan, dan keikhlasan memberi petunjuk dan

strategi, sehingga penulisan disertasi dapat diselesaikan. Oleh karena itu, sebagai

ungkapan rasa terima kasih dan penghargaan, sudah sepatuhnya penulis

menyampaikan apresiasi kepada Bapak Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si. selaku

v

promotor dan Prof. Dr. Fakhri Kahar, M.Si. dan Prof. Dr. Suradi Tahmir, M.S.

selaku Kopromotor dalam penulisan disertasi ini.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Tim penguji

disertasi Bapak Prof. Dr. Rifdan, M.Si., Ibu Prof. Dr. Andi Kasmawaty, M.Hum

dan Bapak Dr. H. Muhammad Said Saggaf, M.Si. selaku Tim Penilai Internal

serta Dr. H. Anwar Parawangi, S.IP., M.Si selaku Penguji Eksternal. Dan

Bapak Ir. H. Agus Arifin Nu’mang, M.S. selaku Wakil Gubernur Provinsi

Sulawesi Selatan yang senantiasa memberi dorongan dan motivasinya dan Bapak

Ir. H. Abdul Latief, M.Si., M.M. selaku Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan serta Bapak Ir. H. Muhammad Tamzil, M.P. selaku Kepala Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Bidang, Kepala Sub

Bidang serta Staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, yang

telah memberi izin penelitian dan memberikan data yang diperlukan dalam

penulisan disertasi ini.

Keberhasilan ini tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama berbagai pihak

yang telah mendukung penulisan disertasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada Bapak Dr. H. Muhammad Saiful Saleh, M.Si. selaku Ketua

BPH Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan semangat dan

nasehatnya dan Bapak Dr. H. Abdul Rahman Rahim, SE., M.M, selaku Rektor

Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan izin belajar,

dorongan moril dan materil untuk menyelesaikan studi. Ucapan terima kasih juga

di sampaikan kepadaBapak Prof. Dr. Husain Syam, M.TP.,selaku Rektor

Universitas Negeri Makassar, Bapak Prof. Dr. Jasruddin, M.Si. selaku Direktur

vi

program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar, para Asisten Direktur

Pascasarjana, Ketua Program studi Ilmu Administrasi Publik,

Bapak Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si yang telah mendorong, memacu dan selalu

mengingatkan penulis untuk menyelesaikan studi serta segenap civitas akademika

Universitas Negeri Makassar.

Dukungan, kerjasama dan motivasi yang diberikan oleh teman sejawat

pada Program studi Ilmu Administrasi Publik Angkatan 2010 dalam penulisan

disertasi ini, terima kasih untuk semuanya dan terkhusus kepada

Samsul Rizal, SE., M.M , Ismail Rasulong, SE., M.M dan Kahar Saleh, S.Sos.

serta teman seperjuangan di Universitas Muhammadiyah Makassarsebagai “Tim

KM 515 3R”.

Kebersamaan dan perhatian selama perkuliahan sampai kepada

penyelesaian disertasi juga selalu diberikan oleh keluarga dengan penuh kasih dan

sayang. Oleh karena itu, sebagai bentuk kebersamaan dalam

perjuangan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada istri tercinta

Rahma Nur, S.Pd, M.Pd dan anak - anak tersayang A. Anifah Nutqhi Syam,

A. Muhammad Izzul Moeslimin Syam dan A. Muhammad Rafli Aidillah Syam.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada kedua orang tua

Bapak Abdul Rahim dan Subaedah (almarhum.) serta kedua mertua

Drs. H. A.Muhammad Nurdin Sahib (alm) dan Tasmawati yang senantiasa berdoa

untuk meraih keberhasilan ini.

vii

Akhirnya, penulis berharap disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi

pemberdayaan aparatur yang berbasis kompetensi dan bermanfaat dalam

pengembangan Ilmu Administrasi Publik.

Makassar,

Desember 2016 S a m s i r

viii

PERNYATAAN KEORISINILAN DISERTASI

Saya, Samsir

NomorPokok: 10A05057

Menyatakanbahwadisertasi yang

berjudul“PemberdayaanAparaturBerbasisKompetensipada Kantor

BadanKepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.”merupakankaryaasli.

Seluruh ide yang ada di dalamdisertasiini, kecuali yang sayanyatakankutipan,

merupakan ide yang sayasusunsendiri.Selainitu, tidakadabagiandaridisertasiini

yang telahsayagunakansebelumnyauntukmemperolehgelaratausertifikatakademik.

Jikapernyataan di atasterbuktisebaliknya,

makasayabersediamenerimasanksi yang ditetapkanoleh PPs UniversitasNegeri

Makassar.

Tandatangan …………………………………, Tanggal2 Desember 2016

ix

ABSTRAK

SAMSIR, 2016. Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Kantor

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. (Dibimbing oleh

Promotor Haedar Akib serta Kopromotor Fakhri Kahar dan Suradi Tahmir).

Tujuan penelitian ini adalah (i) untuk menganalisis dan menjelaskan

pemberian kewenangan, pengembangan kompetensi, dan pengambilan keputusan

aparatur berbasis Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan; (ii) untuk

menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor determinan terhadap keefektifan

pemberdayaan aparatur berbasis Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan; dan

(iii) untuk menganalisis dan menjelaskan prototype pemberdayaan aparatur yang

sesuai dengan kondisi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif (cualitatif

deskriptif) dan fenomenalogis (fenomenologys research) dengan teknik

pengumpulan data menggunakan metode pengamatan, wawancara, dan melalui

dokumentasi yang dapat dijadikan sebagai penjelasan dan keterangan yang

diperoleh melalui informan, baik pejabat, maupun aparatur pada Kantor Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (i) Pemberian kewenangan pada

aparatur dilakukan oleh pimpinan kepada pegawai dengan tetap

mempertimbangan kompetensi yang dimiliki. (ii) Pengembangan Kompetensi

diberikan kepada setiap aparatur, meskipun belum secara merata karena masih di

dominasi bidang/bagian dan pegawai tertentu.(iii) kemudian Pengambilan

keputusan dengan melibatkan aparatur, mulai dari Eselon II, III, dan IV, kecuali

hal yang bersifat strategi, Kepala Badan hanya meminta saran dan masukan dari

pejabat tertentu, (vi) Faktor-faktor determinan terhadap keefektifan pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi adalah lingkungan kerja, Komitmen pimpinan,

pemanfaatan teknologi, pengawasan, dan budaya kerja organisasi; dan (v)

Prototype pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan adalah mengacu pada Model Pemberdayaan Khan

(2007) yang kemudian dikembangkan menjadi Prototype Model Pemberdayaan

Aparatur (2016).

Kata kunci : Pemberdayaan Aparatur, Kompetensi, Kepegawaian.

263

x

ABSTRACT

SAMSIR, 2016. Empowerment Apparatus on a Competency-Based Staffing

Agency Regional Offices in South Sulawesi Province.(Supervised by Promoter

HaedarAkib as well as CopromoterFakhri KaharandSuradi Tahmir).

Empowerment is a very important part of ..................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

The research aims at (i) .................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

The finding indicate that (i) ...........................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Key word: empowerment apparatus, competence, officialdom nomina.

xi

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA

PERNYATAAN KEORISINILAN DISERTASI

ABSTRAK

ABSTRACT

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR SINGKATAN

iv

vii

viii

x

xi

ix

xiv

xvii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sumber Daya Manusia

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

2. Pengembangan Sumber Daya Manusia

3. Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik

4. Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Publik

B. Pemberdayaan

1

1

9

9

10

12

12

12

17

37

39

42

xii

BAB III

1. Konsep Pemberdayaan

2. Model Pemberdayaan

3. Pemberdayaan Aparatur

4. Pemberdayaan dan Kinerja Aparatur

5. Tujuan, Hakikat, dan Pendekatan

PemberdayaanAparatur PNS

6. Prinsip dan Karakteristik Pemberdayaan Aparatur

PNS

C. Kompetensi Aparatur

D. Faktor-faktor Determina

1. Karakteristik Organisasi

2. Karakteristik Lingkungan

3. Karakteristik Pekerja

4. Kebijakan dan Praktek Manajemen

5. Faktor Lingkungan Kerja

6. Komitmen Kepemimpinan

7. Budaya Kerja Organisasi

E. Kerangka Pikir

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

C. Sumber Data

D. Sasaran dan Fokus Penelitian

E. Deskripsi Fokus

42

67

72

81

87

90

106

110

111

112

113

116

122

129

130

134

134

134

135

136

138

139

xiii

BAB IV

BAB V

F. Instrumen Penelitian

G. Teknik Pengumpulan dan Pengabsahan Data

H. Teknik Analisis Data

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

A. Sejarah Perkembangan Badan Kepegawaian Daerah

B. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

1. Visi dan Misi

2. Tujuan

3. Sasaran

C. Strategi, Kebijakan dan Nilai-nilai Organisasi

1. Strategi

2. Kebijakan

3. Nilai-nilai Organisasi

D. Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

1. Struktur Organisasi Badan Kepegawaian Daerah

2. Keadaan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah

3. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Kepegawaian

Daerah

4. Tupoksi dan Rincian Tugas Jabatan Strukturan BKD

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

1. Pemberian Kewenangan

139

142

145

145

146

146

147

148

149

149

149

150

151

151

153

155

156

190

190

190

194

xiv

2. Pengembangan Kompetensi

3. Pengambilan Keputusan

B. Faktor-Faktor Determinan yang Berpengaruh Terhadap

Keefektifan Pemberdayaan Aparatur Berbasis

Kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

1. Lingkungan Kerja

2. Komitmen pimpinan

3. Pemanfaatan Teknologi

4. Pengawasan

5. Budaya Kerja Organisasi

C. Pembahasan

1. Pemberian Kewenangan, Pengembangan

Kompetensi, dan Pengambilan Keputusan Aparatur

pada Kantor BadanKepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

2. Faktor-faktor Determinan terhadap Keefektifan

Pemberdayaan Aparatur pada Kantor Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

3. Prototype Pemberdayaan Aparatur Berbasis

Kompetensi pada Kantor Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

4. Proposisi

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

PUSTAKA

197

199

204

204

207

210

213

216

219

219

227

231

249

259

xv

BAB VI

DAFTAR

263

263

266

268

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Matriks Instrumen Penelitian

Lampiran 2. DaftarNama-nama Informan

Lampiran 3. Deskripsi Hasil Wawancara Informan

Lampiran 4. Analisis Data Hasil Wawancara

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

Lampiran 5. SK. Pengangkatan Promotor dan Kopromotor

Lampiran 6. Undangan Tim Penguji Seminar Proposal

Lampiran 7. SK. HasilPerbaikan Seminar Proposal

Lampiran 8. Surat Izin Penelitian dari PPs. UNM Makassar

Lampiran 9. IzinPenelitiandari BKPMD

Lampiran 10. Surat Keterangan dari BKD Provinsi

282

282

286

287

305

343

352

353

354

355

356

357

xvi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

4.1

4.2

4.3

Keadaan pegawai berdasarkan golongan/ruang Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

Keadaan pegawai berdasarkan jenjang pendidikan Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

Keadaan pegawai berdasarkan eselon Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

153

154

154

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1

4.1

Bagan Kerangka Pikir

Struktur Organisasi BKD Provinsi Sulawesi Selatan

berdasarkan Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9

Tahun 2008

133

152

xviii

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Arti

PNS : Pegawai Negeri Sipil

CPNS : Calon Pegawai Negeri Sipil

SDM : Sumber Daya Manusia

MSDM : Manajemen Sumber Daya Manusia

PSDM : PengembanganSumber DayaManusia

PSDMS : PengembanganSumber DayaManusia Stratejik

BKD : Badan Kepegawaian Daerah

ASN : Aparatur Sipil Negara

OADI : Observasi, Asses, Design, Implementation

UU : Undang-Undang

KKN : Kolusi, Korupsi, Nepotisme

MenPAN-RB : Menteri Negara PendayagunaanAparatur Negara

danReformasiBirokrasi

Diklat : Pendidikan dan Latihan

Tupoksi : Tugas Pokok dan Fungsi

xix

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemberdayaan aparatur merupakan bagian yang sangat penting untuk

meningkatkan kapasitas atau kemampuan aparatur, baik kapasitas secara

fungsional maupun secara konseptual dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

Hal ini berkaitan dengan ketersediaan tenaga-tenaga yang memiliki kompetensi

dan daya dukung aparatur yang handal, cakap, dan memiliki kemampuan untuk

menyelesaikan berbagai tugas pokok dan fungsi yang dipercayakan kepadanya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita

bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun

aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari

intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, serta mampu

menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan

peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian

pada pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara, untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas

pemerintahan dan pembangunan diperlukan pegawai negeri sipil yang

professional dalam melaksanakan tugas, menciptakan lingkungan kerja yang

1

2

nondiskriminatif, membertanggung jawabkan tindakan dan kinerjanya kepada

publik, memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program

pemerintah, memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat,

tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna dan santun.

Pegawai negeri sipil sebagai bagian integral dari aparat pemerintah

memiliki peranan yang sangat menentukan untuk mencapai tujuan

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, khususnya di tingkat daerah, di

samping itu pegawai negeri sipil diharuskan pula meningkatkan prestasi kerja, dan

peningkatan perannya sebagai perencana, pelaksana dan pengawas

penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui

pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang berintegritas, profesional, dan

bertanggungjawab. Hal ini mengharuskan pegawai negeri sipil memiliki

kompetensi dalam melaksanakan dan memberi pelayanan kepada publik secara

maksimal.

Kompetensi merupakan unsur yang sangat penting dan mendapat perhatian

dalam manajemen sumber daya aparatur, lebih spesifik dalam kaitannya dengan

pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan. Kebijakan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) yang

antara lain menegaskan bahwa kompetensi merupakan persyaratan dan

pertimbangan penting dalam penataan Pegawai Negeri Sipil. Manajemen sumber

daya aparatur negara harus berbasis kompetensi yang mencakup pada semua

aspek dalam pengolahan manajemen sumber berdaya manusia (human resources

development).

3

Perubahan regulasi tersebut mengisyaratkan secara mendasar tentang

bagaimana manajemen kepegawaian yang lebih berorientasi kepada

profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang bertugas

memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil dan merata dalam

penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, pembangunan. Untuk

melaksanakan tugas pelayanan masyarakat tersebut, SDM aparatur dituntut

memiliki profesionalisme, memiliki wawasan global, dan mampu berperan

sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pembinaan dan pengembangan SDM aparatur perlu terus mendapat

perhatian, terutama berkaitan dengan strategi peningkatan kualitas dan

kompetensinya dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab pelayanan publik.

Pembentukan sosok sumber daya manusia aparatur memang memerlukan waktu

dan proses, serta upaya yang tidak boleh berhenti sampai lahirnya aparatur yang

memiliki kemampuan dan kompetensi yang memadai. Dengan kompetensi

tersebut aparatur dapat bekerja secara profesional dan siap untuk diberdayakan

pada semua level atau tingkatan pekerjaan yang tersedia.

Berdasarkan harapan tersebut di atas, perlu dilakukan upaya peningkatan

kualitas sumber daya manusia pegawai itu sendiri guna meningkatkan

kompetensinya dalam meningkatkan prestasi kerja mereka melalui strategi

pemberdayaan aparatur. Pemberdayaan aparatur merupakan alat yang penting

untuk memperbaiki kinerja aparatur sehingga pelayanan yang diberikan kepada

masyarakat dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.

4

Makmur (2008: 45) mengemukakan bahwa keuntungan utama adanya

upaya pemberdayaan adalah peningkatan kinerja dan hasil semakin besar pula

kerena setiap anggota masyarakat dan aparat pemerintah merasa memiliki

tanggungjawab. Karena itu, dengan pemberdayaan, pegawai merasa diberdayakan

akan dapat meningkatkan kepribadian, prestasi kerja serta dapat meningkatkan

disiplin kerja yang tinggi. Lebih jauh Nisjar (dalam Sedarmayanti, 2003: 46),

bahwa pemberdayaan dapat dilakukan melalui pendelegasian wewenang atau

pemberian wewenang, sehingga diharapkan orang lebih fleksibel, efektif, inovatif,

kreatif, etos kerja tinggi yang pada akhirnya produktivitas organisasi menjadi

meningkat.

Noe A. Raymond, (2010: 123) mengemukakan bahwa pemberdayaan

adalah merupakan pemberian tanggungjawab dan wewenang kepada pegawai

dalam mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya serta pengambilan

keputusan.

Khan (2007 : 126), mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah

terciptanya hubungan antara individu yang berkelanjutan untuk membangun

kepercayaan antar pegawai dan pimpinan atau manajemen organisasi. Khan

mengemukakan bahwa dalam pemberdayaan diperlukakan adanya pemdelegasian

(pemberian) kewenangan/ tugas yang penting bagi pegawai, pemberian

kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan kompetensi, memberikan

kesempatan kepada pegawai untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,

menyediakan pelatihan untuk menunjang kebutuhan terkait pekerjaan yang di

emban pegawai, menciptakan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan lintas

5

kompetensi (cros training), serta pengembangan saling percaya dan mendukung

antara pimpinan dan pegawai dan memandang pegawai sebagai mitra strategis

serta membantu menyelesaikan pekerjaan yang prioritas dan tujuan.

Cook dan Macaulay (2009 : 32), Pemberdayaan merupakan perubahan

yang terjadi pada filsafat manajemen yang dapat membantu menciptakn suatu

lingkungan di mana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan

energinya untuk meraih tujuan organisasi. Lebih lanjut Cook dan Macaulay,

mengemukakan bahwa pemberdayaan terjadi bila pimpinan memiliki sikap

mendorong adanya keterbukaan, mendelegasikan wewenang, mengatur kinerja,

mengembangkan orang-orang, menawarkan kerjasama, berkomunikasi secara

efisien, mendorong adanya inovasi, dan menyelesaikan masalah.

Winarty (2003: 54-60) langkah-langkah yang di perlukan dalam

pemberdayaan aparatur pada dasarnya dilakukan dengan cara, yaitu:

(1) Dukungan dari pimpinan, (2) Pendelegasian wewenang, (3) Bimbingan,

(4) Kemampuan sistem informasi, (5) Dukungan dari organisasi, (6) Kinerja

organisasi publik, (7) Kebutuhan leaming & growth bagi aparatur, (8) Kepuasan

pegawai, (9) Motivasi.

Pemberdayaan dapat terwujud jika pegawai dapat menghilangkan

kebiasaan menunggu perintah, petunjuk, atau pengarahan pimpinan (atasan),

tanpa itu semua, maka ketergantungan. Tampubolon (2001: 169) mengatakan

”Pemberdayaan tidak akan terjadi apabila orang hanya menunggu perintah,

petunjuk, atau pengarahan dari pimpinan (atasan), sebab prakarsa, inovasi, dan

kreativitas tidak berkembang, yang berkembang adalah ketergantungan”.

6

Kemudian Gaspersz (1997: 89) mengatakan karyawan merasa terberdaya

(empowered employees) apabila mereka merasa: (1) Pekerjaan mereka merupakan

milik mereka, (2) Mereka bertanggung jawab, (3) Mereka mengetahui di mana

mereka berada, (4) Mereka memiliki beberapa pengendalian atas pekerjaan

mereka.

Siagian (2001: 34), juga mengatakan bahwa salah satu bentuk

pemberdayaan yang diberikan kepada pegawai ialah dengan memberikan

kesempatan kepada mereka untuk mengambil keputusan tentang berbagai hal

yang menyangkut pekerjaannya. Kemudian Soejono (2000: 21), menyatakan

bahwa pemberdayaan telah berhasil, manakala pimpinan memberikan kekuasaan

kepada bawahannya sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan

pimpinan mempercayai bawahannya. Stewart (2000: 22-23), mempertajam bahwa

pemberdayaan bukan hanya sebatas pada pendelegasian wewenang melainkan

merupakan cara yang amat praktis dan produktif mendapatkan yang terbaik dari

diri kita dan dari staf kita, karena mereka dekat dengan pelanggan. Dengan

demikian, pemberdayaan terjadi jika kekuasaan atau power mengalir kepada

pegawai/staf yang depan, sehingga didalam dirinya ada rasa memiliki dan

mengendalikan tugas-tugasnya (Soejono, 2000: 231).

Aparatur pemerintah perlu dibekali dengan pegetahuan, kecakapan dan

kemampuan yang menunjang dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.

Hanya saja yang perlu diingat bahwa potensi yang dimiliki setiap aparatur

tentunya berbeda satu sama lainnya, dan potensi itu dapat diarahkan dan

dikembangkan agar dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan melalui

7

peningkatan kompetensi maka aparatur harus diberikan kesempatan dan

dimampukan untuk melakukannya.

Kompetensi secara umum berarti kemampuan dan karakteristik yang

dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang dapat berupa pengetahuan,

keterampilan, sikap dan perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawab serta jabatan diembannya. Melalui kompetensi tersebut itulah

aparatur dapat menghasilkan kinerja serta memiliki semangat pengabdian dan

dedikasi yang tinggi untuk melayani masyarakat, dengan bersikap profesioanl,

rasional, dan transparan.

Peningkatan kompetensi aparatur merupakan upaya yang mutlak harus

dilakukan terutama dalam proses pemberdayaan aparatur itu sendiri. Bernardin

dan Joyce, (2013: 43) mengemukakan bahwa orang yang memiliki potensi dan

kompetensi adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan (Knowledge), kecakapan

atau keahlian (Skill), kemampuan (Ability), and Others disingkat KSAOs. Menurut

Muins (2000: 40) ada tiga jenis kompetensi yang perlu dimiliki, yaitu:

(1) Kompetensi profesi, (2) Kompetensi individu, (3) Kompetensi sosial. Sedang

menurut Prayitno, Tim Peneliti Badan Kepegawaian Negara (BKN, 2003: 11),

standar kompetensi mencakup tiga hal, yaitu: (1) Pengetahuan (knowledge),

(2) Keterampilan (skills), (3) Sikap (attitude). Pendapat lain dikemukakan oleh

Suprapto (2002: 3) kualifikasi PNS dapat ditinjau dari tiga unsur utama, yaitu:

(1) Keahlian (skill), (2) Kemampuan teknis, (3) Sifat-sifat personil yang baik.

Untuk keahlian dapat dilihat dari (1) pengalaman yang dimiliki sesuai dengan

tugas yang dilakukan, (2) memiliki pengetahuan yang mendalam di bidangnya,

8

(3) memiliki wawasan yang luas di bidangnya, (4) beretika dalam melaksanakan

tugasnya. Kemampuan teknis dilihat dari kemampuan memahami tugas-tugas

yang diberikan kepadanya. Sedangkan etika adalah sifat-sifat yang harus dimiliki

seseorang pegawai meliputi disiplin, jujur, sabar, memiliki motivasi, terbuka

objektif, pandai berkomunikasi dan terlatih.

Organisasi dapat dikatakan sukses bila organisasi tersebut melandaskan

kegiatannya dengan kreativitas inovasi yang tinggi, pengetahuan (knowledge), dan

keterampilan/keahlian (skill) dari pegawainya termasuk di dalamnya kemampuan

menjalankan tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepadanya.

Kemampuan aparatur dalam menjalankan tugasnya banyak yang lahir dari

kesadaran untuk memberikan pelayanan yang terbaik, karena kesadaran

menjalankan tanggungjawab, dan juga karena kemampuan menjalankan

pekerjaannya. Namun tidak sedikit aparatur yang belum mampu menjalankan

kewajiban, tugas dan tanggungjawabnya karena berbagai hal, seperti pendidikan

yang tidak lagi sesuai tuntutan zaman yang berkembang, rendahnya kesadaran

pegawai melaksanakan tugas dan kewajibannya serta masih banyaknya pegawai

yang belum diberdayakan secara maksimal, sekalipun mereka memiliki

kemampuan dan kecakapan yang memadai. Termasuk di antaranya adalah banyak

aparatur yang memiliki kualifikasi pendidikan formal yang tinggi tapi belum

diberdayakan. (Wawancara: AH, Tanggal 8 Januari 2015).

Kemudian masih kurangnya pendelegasian kewenangan dan keterlibatan

aparatur dalam proses pengambilan keputusan, hal ini menyebabkan akan

lemahnya rasa tanggungjawab dan kepedulian terhadap program atau aktifitas

9

kantor, malah pegawai terlihat lebih bebas dan merasa lepas dari beban

tanggungjawabnya. Kemudian masalah ketepatan waktu, tanggungjawab, masih

seringnya pegawai terlambat masuk yang tidak sesuai dengan jam kerja yang

sudah menjadi ketetapan, seringnya keluar pada jam-jam dinas tanpa ada

keterangan yang jelas, kurangnya tingkat disiplin, kurangnya kecakapan dalam

menyelesaikan pekerjaan, seringnya pegawai menunda-nunda pekerjaan yang ada

sehingga menumpuk, yang pada gilirannya membuat pekerjaan tidak efektif,

bekerja bila ada atasan yang menyebabkan kinerja menjadi kurang baik.

Untuk meningkatkan produktivitas kerja organisasi tidak hanya menuntut

kerja keras kepada pegawai tetapi yang sangat dibutuhkan adalah bekerja lebih

cerdas, yang ditandai dengan adanya kompetensi. Sementara yang muncul adalah

kecenderungan aparatur dalam melaksanakan program kegiatan masih sangat

standar dan sangat normatif, kurang kreatif dan tingkat percaya dirinya yang

masih rendah. Padahal yang dibutuhkan adalah sosok pegawai negeri sipil yang

mampu memainkan peranan yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan. (Wawancara: IS, Tanggal 12 Januari 2015).

Fenomena lain yang mencuat adalah aparatur dalam melaksanakan

aktivitasnya ada kecenderungan lamban, serta kaku karena pegawai selalu

menunggu perintah atasan, terjadinya produktivitas kerja yang rendah, masih

sering terjadi overlapping dalam tugas dan fungsi serta pelaksanaan program,

mutu pelayanan yang kurang optimal, mekanisme kerja yang tidak efisien karena

secara administratif tidak menumbuhkan the right man on the right plece. Di

samping itu, sumber daya aparatur juga dihadapkan pada berapa permasalahan

10

yang sangat urgen yaitu kualitas sumber daya yang dipandang cukup memiliki

pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan, namun tidak diposisikan secara tepat

dalam penempatan aparatur sesuai dengan kompetensi dasar dan bidang masing-

masing pegawai. Masih sangat terbatasnya keinginan pimpinan untuk serius

melakukan tes kelayakan dan kepatutan (fit and propert test) dalam rangka

penempatan ataupun promosi pegawai. (Wawancara: NS Tanggal 12 Januari

2015).

Berdasarkan beberapa fenomena yang muncul tersebut, jelas menunjukkan

bahwa pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi merupakan suatu hal yang

mutlak, hal ini berlaku mulai dari tingkat bawahan operasional hingga tingkat

pimpinan tertinggi dalam organisasi. Adanya pemberdayaan bagi aparatur harapan

yang muncul adalah peningkatan kinerja dan hasil semakin besar karena adanya

rasa tanggungjawab dari setiap aparatur.

Oleh karena itu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian,

terutama mengungkap secara empiris tentang ”Pemberdayaan Aparatur

Berbasis Kompetensi pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.”

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari pemaparan latar belakang di atas, maka fokus masalah

yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan pemberdayaan aparatur melalui pemberian

kewenangan, pengembangan kompetensi, dan pengambilan keputusan berbasis

11

Pengetahuan, Keterampilan dan Kemampuan pada Kantor Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan?

2. Faktor-faktor apakah yang determinan terhadap pemberdayaan aparatur

berbasis Pengetahuan, Keterampilan dan Kemampuan pada Kantor Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan?

3. Bagaimana prototype pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi aparatur pada

Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian yang ada, maka

secara khusus penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Menganalisis dan menjelaskan tentang pelaksanaan pemberdayaan aparatur

melalui pemberian kewenangan, pengembangan kompetensi, dan pengambilan

keputusan berbasis Pengetahuan, Keterampilan dan Kemampuan pada Kantor

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang determinan terhadap

pemberdayaan aparatur berbasis Pengetahuan, Keterampilan dan Kemampuan

pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

3. Menganalisis dan menjelaskan Prototype pemberdayaan aparatur yang sesuai

dengan kondisi aparatur pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

12

D. Manfaat Hasil Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut di atas, maka manfaat hasil

penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi terhadap pengkajian dalam

manajemen sumber daya manusia khususnya yang berkaitan dengan model

pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada instansi pemerintah baik

tingkat propinsi maupun pada tingkat pemerintah kabupaten/kota.

b. Bagi civitas akademika diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap

pengembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai model pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi pada Instansi Pemerintah.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menjadi acuan bagi para pimpinan dalam pemerintahan terutama

dalam melakukan evaluasi diri, organisasi dan melakukan perbaikan sistem

dalam rangka peningkatan pemberdayaan aparatur yang memiliki

kompetensi.

b. Sebagai bahan masukan atau kajian dalam menentukan prototype

pemberdayaan aparatur yang berbasis pengetahuan, kecakapan dan

kemampuan yang sesuai dengan organisasi pemerintahan terutama di

tingkat daerah.

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sumber Daya Manusia

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai

masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer, dan tenaga kerja

lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi

mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi

SDM adalah departemen sumber daya manusia atau Human Resource Department

(HRD).

Sumber Daya Manusia (SDM) atau human resource dalam konteks

usaha/bisnis adalah orang yang bekerja dalam suatu organisasi yang sering pula

disebut karyawan (employee), sedangkan dalam konteks pemerintahan berarti

pegawai. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) berkaitan dengan

kebijakan (policy) dan praktek-praktek yang perlu dilaksanakan oleh manajer

mengenai aspek-aspek SDM dalam manajemen kerja. SDM merupakan salah satu

faktor yang sangat penting/asset perusahaan di samping faktor yang lain seperti

modal atau pembiayaan, teknologi. Oleh karena itu, SDM harus dikelola dengan

baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi sebagai salah satu

fungsi dalam organisasi/perusahaan yang dikenal dengan MSDM.

Sumber daya dibutuhkan dari interaksi antara manusia yang selalu mencari

sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan atau sesuatu yang tidak

12

13

dimilikinya. Dengan kata lain, sumber daya manusia merupakan abstraksi yang

mencerminkan appraisal manusia dan berhubungan dengan suatu fungsi/operasi.

MSDM merupakan perubahan terminologi dari manajemen personalia ke konsep

MSDM melalui proses yang sejalan dengan perkembangan ilmu manajemen.

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah Manajemen

personalia terkait dengan fungsi staffing, yaitu mengelola proses rekruitmen,

penempatan, menetapkan standar performance dan kompensasi, konseling,

training dan pengembangan karyawan. Proses ini dikatakan sebagai suatu seni

untuk melaksanakan suatu perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan

sehingga efektivitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan semaksimal

mungkin dalam mencapai tujuan. Dalam melaksanakan semuanya itu diperlukan

sumber daya manusia yang mampu mengimplementasikan berbagai aktivitas

organisasi.

Pada dasarnya sumber daya manusia harus dikelola dengan baik, berarti

perlu dilatih untuk dikembangkan melalui program pengembangan.

Pengembangan dimaksud dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan atau sistem

magang aktif terlibat untuk mencapai tujuan kariernya dan tujuan

perusahaan/organisasi.

Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang manajemen

personalia atau manajemen sumber daya manusia, antara lain menurut Miner dan

Miner yang dikutip oleh Hasibuan (2001: 11) bahwa “Manajemen personalia

didefenisikan sebagai suatu proses, pengembangan, menerapkan, dan menilai

14

kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, metode-metode, dan program-program

yang berhubungan dengan individu karyawan dalam organisasi.”

Gomes (2002: 5) berpendapat bahwa “Manajemen sumber daya manusia

adalah pengembangan dan pemanfaatan personil bagi pencapaian yang efektif

mengenai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan individu, organisasi, masyarakat,

nasional dan internasional.”

Flippo (2000: 11) berpendapat bahwa ”Manajemen personalia adalah

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, kompensasi, pengintegrasian,

pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan, dengan maksud terwujudnya tujuan

perusahaan, individu, karyawan dan masyarakat.“

Jackson, (2001: 4) berpendapat bahwa “Manajemen sumber daya manusia

berhubungan dengan sistem rancang formal dalam suatu organisasi untuk

menentukan efektivitas dan efisiensi dilihat dari bakat seseorang untuk

mewujudkan sasaran suatu suatu organisasi.”

Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen

personalia ataupun MSDM mencakup 2 fungsi yaitu: fungsi manajemen, yaitu:

1) Perencanaan (Planning), yaitu manajer yang efektif menyadari bahwa

perencanaan merupakan bagian terpenting. Bagi manajer personalia

perencanaan berarti menentukan program yang akan membantu tercapainya

sasaran yang akan direncanakan. Penetapan tujuan ini memerlukan partisipasi

aktif dari manajer personalia, sesuai dengan pengetahuannya di bidang

sumber daya manusia. Manajemen lebih berorientasi pada kegiatan

menentukan sebelumnya sasaran yang ingin dicapai dan memikirkan cara

15

serta sasaran-sasaran pencapaiannya. Sasaran yang ingin dicapai adalah

parameter (ukuran berbandingan) bagi setiap pemimpin untuk menentukan

sederetan aktivitas yang harus dilaksanakan, agar setiap bawahan dapat

memberikan kontribusi maksimal dan positif.

2) Pengorganisasian (Organizing), yaitu setelah merencanakan pekerjaan setiap

individu mempunyai perbedaan dalam berbagai hal. Tugas manajer

menyelaraskan perbedaan-perbedaan tiap individu dengan tujuan agar tidak

terjadi konflik dalam organisasi. Untuk itu, diperlukan pengarahan agar

semua anggota organisasi melakukan pekerjaan mereka sesuai dengan yang

telah ditetapkan. Pengorganisasian dibutuhkan dalam menjalin relasi di antara

aktivitas kerja, penggunaan tenaga manusia dan pemanfaatan semua unsur

fisik melalui struktur formal, dengan tugas-tugas dan otoritas sendiri-sendiri.

3) Pengarahan (Directing), Dalam lingkungan pekerjaan setiap individu

memiliki perbedaan dalam berbagai hal. Tujuan manager menyelaraskan

perbedaan-perbedaan tiap individu dengan tujuan agar tidak terjadi konflik

dalam organisasi. Untuk itu, diperlukan pengarahan agar semua anggota

organisasi melakukan pekerjaan mereka sesuai dengan yang telah ditetapkan.

4) Pengendalian (Controlling), Pengendalian adalah fungsi manajemen yang

berhubungan dengan pengaturan kegiatan agar sesuai dengan rencana

personalia yang sebelumnya telah dirumuskan sehingga memperoleh hasil

pekerjaan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Kemudian, fungsi operasional dalam manajemen personalia ataupun MSDM

mencakup, yaitu :

16

1) Pengadaan tenaga kerja (Procurement). Fungsi pengadan tenga kerja

merupakan fungsi MSDM yang pertama dimana fungsi ini bertujuan untuk

memperoleh jenis dan jumlah yang tepat agar dapat mencapai sasaran

organisasi. Penentuan SDM yang akan dipilih harus melalui beberapa tahap

seleksi, hal ini dilakukan agar tenaga kerja yang terpilih benar-benar

diperlukan.

2) Pengembangan (Development). Tenaga kerja yang telah ada memerlukan

adanya pengembangan-pengembangan yang diselaraskan dengan

pengembangan organisasi dan tujuan yang ingin dicapai

organisasi.Pengembangan ini dapat dilakukan melalui pendidikan dan

pengembangan berkesinambungan.

3) Kompensasi (Compensation). Fungsi ini merupakan peberian penghargaan

yang adil dan layak terhadap para karyawan sesuai dengan sumbangan

mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Pemberian gaji merupakan

pemberian kompensasi secara langsung, tunjangan dan pelayanan merupakan

kompensasi tidak langsung.

4) Integrasi (Integration). Integrasi berhubungan dengan keinginan organisasi

dan individual karyawan. Keinginan-keinginan ini kemudian disesuaikan,

integrasi ini penting agar terjalin kesepakatan yang baik antara atasan dan

bawahan. Dalam fungsi integrasi ini organisasi perlu memahami perasaan dan

sikap para karyawan, serta masyarakat untuk dipertimbangkan dalam

pembuatan kebijaksanaan organisasi.

17

5) Pemeliharaan (Maintenance). Kemampuan merupakan salah satu faktor

penting bagi tercapainya tujuan dan tugas organisasi, meningkatkan dan

mempertahankan kondisi fisik yang berupa kesehatan dan keselamatan kerja

karyawan. Dalam hal ini seluruh tenaga kerja dan manajer akan merasa aman

dan tentram.

6) Pemutusan Hubungan Kerja (Separation). Pemutusan hubungan kerja

merupakan salah satu fungsi dalam organisasi yang harus dijalani atau

dihadapi oleh setiap karyawan. Dalam hal ini organisasi bertanggung jawab

kepada setiap tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja tersebut harus sesuai

dengan ketentuan-ketentuan dan organisasi harus menjamin bahwa

masyarakat yang dikembalikan tersebut berada dalam keadaan sebaik

mungkin. Pemutusan hubungan kerja tersebut dapat berupa pensiun,

pemberhentian sementara, penempatan luar dan pemecatan. Dapat dikatakan

bahwa keseluruhan kegiatan di dalam suatu organisasi yang diawali dengan

tahap perekrutan, pengembangan sampai kepada pemeliharaan merupakan

suatu hal yang secara tidak langsung dapat membentuk tiap individu tenaga

kerja untuk lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaanya.

Dalam hal ini kita dapat mengatakan, bahwa dalam suatu organisasi

sumber daya manusia merupakan salah satu faktor terpenting. Oleh karena itu,

SDM memiliki berbagai kemampuan dan inspirasi yang dapat mengembangkan

organisasi ke arah yang lebih kompeten atau lebih kompetitif.

18

2. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Peranan manusia dalam suatu organisasi pemerintahan semakin diyakini

kepentingannya sebagaiman tujuan organisasi tidak mungkin akan terwujud tanpa

peran aktif dari manusia yang mengelola pemerintahan tidak akan berjalan tanpa

adanya peran serta SDM. Meskipun sudah ada teknologi yang serba otomatis

kemajuan teknologi tidak akan menggeser peran SDM secara keseluruhan oleh

suatu lembaga karena ada hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh teknologi

manusia merupakan sumber daya yang berbeda dengan sumber daya yang

lainnya. Karena manusia mempunyai kemampuan berfikir, perasaan dan tingkah

laku yang berbeda, maka itu diperlukan kemampuan yang baik dalam manajemen

SDM aparatur yang dikelola dengan efektif dan efisien.

Pengembangan sumber daya manusia meliputi aktivitas-aktivitas yang

diarahkan terhadap pembelajaran organisasi, baik dalam level manajerial maupun

personal. Pengembangan sumber daya manusia terwujud dalam aktivitas-aktivitas

yang ditujukan untuk merubah perilaku organisasi. Pengembangan sumber daya

manusia menunjukkan suatu upaya yang sengaja dengan tujuan mengubah

perilaku anggota organisasi atau paling tidak meningkatkan kemampuan

organisasi yang berubah. Jadi ciri pengembangan sumber daya manusia adalah

aktivitas yang diarahkan pada perubahan perilaku.

Sementara sumber daya manusia dapat didefenisikan sebagai suatu

keseluruhan orang-orang dalam organisasi yang memberikan kontribusi terhadap

jalannya organisasi dalam mencapai tujuannya. Sebagai sumber daya utama dalam

mengembangkan dan mencapai tujuan organisasi, maka perhatian terhadap

19

sumber daya manusia harus diberikan terutama dalam kondisi dan situasi

lingkungan yang serba tidak pasti. Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa

penempatan pegawai yang tepat tidak selalu menyebabkan keberhasilan. Kondisi

lingkungan yang cenderung berubah dan kompetensi aparatur yang semakin

berkembang dalam organisasi mengharuskan organisasi terus menerus melakukan

penyesuaian.

Sumber daya manusia merupakan unsur yang paling penting dalam

organisasi. Oleh karena itu sumber daya manusia harus mendapatkan perhatian

yang serius agar sasaran organisasi dapat tercapai secara maksimal sesuai harapan

yang diinginkan. Salah satu sasaran yang dapat digunakan oleh para manajer/

pimpinan dalam rangka melaksanakan investasi dan perhatian terhadap sumber

daya manusia adalah dengan melakukan pengembangan kualitas terhadapat

sumber daya manusia aparatur.

Untuk memahami pengertian sumber daya manusia, Nawawi (2001: 37)

menyatakan sebagai berikut:

Pengertian sumber daya manusia perlu dibedakan antarara pengertiannya

secara makro dan mikro. Pengertian sumber daya manusia secara makro

adalah semua manusia sebagai penduduk atau warga negara atau dalam

batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang

sudah maupun yang belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). Sumber

daya manusia dalam arti mikro secara sederhana adalah manusia atau orang

yang bekerja atau menjadi anggota suatu organisasi yang disebut personil,

pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja, dan lain-lain.

Dari pengertian sebagaimana dikemukakan di atas menunjukkan bahwa

uraian-uraian mengenai sumber daya manusia harus ditempatkan dalam

kedudukan yang sebenarnya, yaitu sebagai sumber daya manusia makro dan

mikro. Secara mikro berarti sukses organisasi dalam mencapai tujuannya tidak

20

sekedar ditentukan oleh jumlah sumber daya manusia yang dipekerjakannya,

tetapi sangat dipengaruhi oleh kualitas dan sifat kompetitifnya.

Dapat dipahami bahwa sumber daya manusia harus diartikan sebagai

sumber dari kekuatan yang berasal dari manusia-manusia yang dapat

didayagunakan oleh organisasi. Dengan demikian, istilah sumber daya manusia

adalah manusia bersumber daya dan merupakan kekuatan (power). Hal ini relevan

dengan kerangka berpikir bahwa agar menjadi sebuah kekuatan, sumber daya

manusia ditingkatkan kualitas dan kompetensinya.

Pengembangan sumber daya manusia dapat dipahami sebagai penyiapan

individu pegawai untuk memikul tanggungjawab yang berbeda atau lebih tinggi di

dalam organisasi. Pengembangan biasanya berhubungan dengan peningkatan

kemampuan intelektual atau emosial yang diperlukan untuk menunaikan

pekerjaan yang lebih baik. Pengembangan sumber daya manusia berpijak pada

fakta bahwa individu pegawai membutuhkan pengetahuan, keahlian, dan

kemampuan yang berkembang supaya ia mampu bekerja dengan baik.

Pengembangan sumber daya manusia dapat diwujudkan melalui pengembangan

karier, pendidikan, maupun pelatihan. Melalui pengembangan sumber daya

manusia yang tepat, maka ketergantungan organisasi terhadap rekruitmen sumber

daya manusia baru akan berkembang.

Pengembangan SDM yang terarah dan terencana disertai pengelolaan yang

baik akan dapat menghemat sumber daya lainnya atau setidak-tidaknya

pengolahan dan pemakaian sumber daya organisasi dapat secara berdaya guna dan

berhasil guna. Siagian, (1996: 182) mengemukakan bahwa pengembangan SDM

21

merupakan keharusan mutlak bagi suatu organisasi dalam menghadapi tuntutan

tugas sekarang maupun dan terutama untuk menjawab tantangan masa depan.

Kondisi “conditio sine quanon” ini dapat dikategorikan sebagai bentuk investasi

yaitu human investasi. Meskipun program orientasi pengembangan ini memakan

waktu dan dana, semua organisasi mempunyai keharusan untuk melaksanakannya,

dan menyebut biaya-biaya untuk berbagai program tersebut sebagai investasi

dalam SDM.

Handoko (1998: 103), menjelaskan:

Ada dua tujuan utama dalam hal ini pertama, pengembangan dilakukan

untuk menutup “gap” antara kecakapan atau kemampuan aparatur dengan

permintaan jabatan. Kedua, program tersebut diharapkan dapat

meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam mencapai

sasaran-sasaran kerja yang ditetapkan.

Pencapaian keselarasan tujuan tersebut tentunya harus ditempuh melalui

suatu proses tahapan panjang yang dimulai dari perencanaan sampai dengan

pengelolaan dan pemeliharaan potensi SDM. Kemudian Notoatmodjo, (1998: 2-3)

memberi pendapat, yaitu:

Secara makro pengembangan sumber daya manusia (human resourses

development) merupakan suatu proses peningkatan kualitas atau

kemampuan manusia, yaitu mencakup perencanaan, pengembangan dan

pengelolaan sumber daya manusia.

Dalam hal ini, selanjutnya Handoko (1998: 104) memberikan juga pokok

pikirannya, yaitu:

Pengembangan SDM mempunyai ruang lingkup lebih luas dalam upaya

memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-

sifat kepribadian, sehingga dapat memegang tanggungjawab dimasa yang

akan datang.

22

Ada empat aspek yang terkandung dalam pengembangan sumberdaya

manusia yang meliputi “capacity, equity, empowerment, and sustainability”.

Rryant dan Write (1987:15), mengatakan bahwa setiap upaya pengembangan

haruslah memberikan penekanan bahwa kapasitas yaitu upaya meningkatkan

kemampuan beserta energi yang diperlukan oleh sumber daya manusia. Setelah

itu penekanan diberikan pada aspek pemerataan dalam rangka menghindari

perpecahan di dalam masyarakat yang dapat menghancurkan kapasitanya. Selain

itu juga harus mendapat perhatian adalah aspek pemberian kekuasaan dan

kewenangan yang lebih besar kepada masyarakat, dengan harapan agar hasil

pembangunan dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Karena

aspirasi dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan dapat lebih meningkat.

Di samping adanya wewenang untuk memberikan korekasi terhadap kebijakan

dan keputusan yang diambil tentang sumber daya , maka terakhir adalah aspek

keberlanjutan atau kelangsungan yang harus diperhatikan mengingat keterbatasan

sumber daya yang ada.

Pada sisi lain pengembangan SDM tidak hanya sebatas menyangkut

internal SDM sendiri (yaitu antara lain pengetahuan, kemampuan, sikap, tanggung

jawab) namun juga terkait dengan kondisi eksternal, seperti lingkungan

organisasi. Hal ini tercermin dari tuntutan pengembangan SDM sendiri yang pada

dasarnya timbul karena pertimbangan: (1) pengetahuan karyawan yang perlu

pemutakhiran, (2) masyarakat selalu berkembang dinamis dengan mengalami

pergeseran nilai-nilai tertentu, (3) persamaan hak memperoleh pekerjaan,

(4) kemungkinan perpindahan pegawai yang merupakan kenyataan dalam

23

kehidupan organisasional (Siagian, 1996: 199). Berbagai tuntutan tersebut secara

bersamaan saling mempengaruhi pelaksanaan dan arah pengembangan SDM, baik

menyangkut internal manusianya maupun lingkungan eksternal.

Pada bagian lain dalam ruang lingkup organisasi, faktor yang

mempengaruhi pengembangan SDM ini dapat dibagi ke dalam faktor internal

yaitu mencakup keseluruhan kehidupan yang dapat dikendalikan organisasi,

meliputi: (1) misi dan tujuan organisasi, (2) strategi pencapaian tujuan, (3) sifat

dan jenis pekerjaan dan (4) jenis teknologi yang digunakan. Serta faktor eksternal,

yang meliputi: (1) kebijaksanaan pemerintah, (2) sosio budaya masyarakat,

(3) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Notoatmodjo, 1998: 8-10).

Secara khusus dalam pengembangan SDM yang menyangkut peningkatan segala

potensi internal kemampuan diri manusia ini adalah didasarkan fakta bahwa

seseorang karyawan akan membutuhkan serangkaian pengetahuan, keahlian dan

kemampuan yang berkembang untuk bekerja dengan baik dalam suksesi posisi

yang ditemui selama karier.

Dalam hal ini merupakan persiapan karier jangka panjang seseorang

(Simamora, 1995: 287). Sehingga cakupan pengembangan SDM selanjutnya

adalah terkait dengan sistem karier yang diterapkan oleh organisasi dan

bagaimana SDM yang ada dapat mengakses sistem yang ada dalam rangka

mendukung harapan-harapan kerjanya (Simamora, 1995: 323).

Pengembangan SDM pada dasarnya merupakan kegiatan terpadu yang

dilakukan manajemen dalam rangka meningkatkan nilai tambah pegawai guna

meningkatkan produktivitas organisasi dan sekaligus dalam rangka

24

mempersiapkan pegawai untuk melaksanakan tugas pada jenjang yang lebih

tinggi. Menurut Wahyudi (1996: 15) bahwa kegiatan-kegiatan dalam ruang

lingkup pengembangan sumber daya manusia (development of personnal) ini

bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan SDM yang telah

dimiliki, sehingga tidak akan tertinggal oleh perkembangan organisasi serta ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Pengembangan SDM dalam suatu organisasi adalah upaya peningkatan

kemampuan aparatur yang dalam penelitian ini dilakukan melalui pendidikan dan

pelatihan dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif.

Pengembangan SDM dirasakan sangat mendesak, karena SDM merupakan

sumber daya terpenting yang dimiliki oleh suatu organisasi. Salah satu

implikaksinya ialah bahwa investasi terpenting yang mungkin dilakukan oleh

suatu organisasi adalah dibidang SDM. Salim (2002: 25) memberikan pengertian

bahwa sumber daya manusia adalah kekuatan daya pikir dan berkarya manusia

yang perlu dibina dan digali serta dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-

baiknya.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa SDM

merupakan kekuatan dan kemampuan yang terdapat pada manusia yang dapat

diberikan terhadap usaha kerja yang menghasilkan sesuatu, baik untuk dirinya

sendiri, organisasi maupun untuk kepentingan masyarakat luas. Menurut Irawan

(1997: 8) memberikan pengertian pengembangan sumber daya manusia adalah

mempunyai cakupan makna yang luas, namun secara umum pengembangan

sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu proses merekayasa

25

perilaku kerja pegawai sedemikian rupa, sehingga pegawai dapat mewujudkan

kinerja yang optimal.

Selanjutnya Awaloedin menyebutkan bahwa pengembangan sumber daya

manusia dalam arti luas adalah seluruh proses pembinaan untuk meningkatkan

kualitas serata taraf hidup manusia dari suatu negara, sedangkan dalam arti sempit

pengembangan SDM adalah peningkatan pendidikan dan pelatihan atau usaha

menambah pengetahuan dan keterampilan sebagai proses yang tanpa akhir

terutama pengembangan itu sendiri.

Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengan

pengembangan SDM maka akan meningkatkan kinerja pegawai sebagaimana

tujuan pengembangan SDM adalah meningkatkan potensi yang dimiliki oleh

SDM sebagai upaya meningkatkan profesionalisme.

Nadler (2005: 13) mengatakan bahwa pengembangan SDM sebagai

pengalaman yang diorganisir pada periode waktu tertentu untuk menentukan

kemungkinan perubahan kinerja, atau secara umum meningkatkan kemampuan

individu. Pengembangan SDM berkaitan dengan peningkatan kemampuan

pengetahuan, keterampilan dan sikap individu yang diwujudkan dalam bentuk

kinerja. Di sisi lain Emmerdji (2005: 14), merumuskan pengembangan SDM

merupakan: (1) kreasi sumber daya manusia, (2) pengembangan, (3) menyusun

struktur (upah) sesuai peluang kerja yang ada.

Flippo (2002) menyatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia

merupakan suatu proses dari pendidikan dan latihan, yaitu:

26

1. Pendidikan

Berkaitan dengan pengetahuan secara umum. Terdapat dua level utama

yang perlu mendapatkan perhatian dalam pendidikan, yaitu manajer

organisasi dan tenaga operasional.

a. Manajer organisasi (manajerial)

Pendidikan bagi manajer/pimpinan organisasi ditujukan dengan

berfokus pada peningkatan kemampuan pengetahuan manajer/

pimpinan serta kemampuan manajerial organisasi untuk terampil

dalam pengambilan keputusan.

b. Staf pegawai (operasional)

Pendidikan bagi staf pegawai operasional dapat dilakukan melalui

pelatihan kerja dan apprenticeship, dimana pendidikan tersebut

bertujuan agar dapat meningkatkan produktivitas kerja, mengurangi

biaya-biaya yang dikeluarkan oleh organisasi, meningkatkan moral,

serta mempromosikan stabilitas dan fleksibilitas organisasi.

2. Pelatihan

Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pegawai dalam mengembag

tugas dan pekerjaan tertentu sesuai dengan pekerjaan terakhir yang

diemban oleh pegawai. Pelatihan juga dilakukan dalam rangka updating

pegawai.

Menurut Papayungan (dalam Alfia dkk, 1998: 4-5) untuk

memformulasikan pengembangan SDM, maka sangatlah penting mengadakan

27

terlebih dahulu evaluasi sistematis terhadap masalah dan kebutuhan-kebutuhan

sumber daya manusia.

Kemudian Schuler dan Youngblood (1999: 16) mengemukakan:

Pengembangan sumber daya manusia pada suatu organisasi akan mencakup

berbagai faktor seperti: “pendidikan dan latihan, perencanaan dan

manajemen karier, pengembangan kualitas dan produktivitas kerja, serta

pengembangan kesehatan dan keamanan kerja.

Mengenai arti pentingnya pengembangan sumber daya manusia,

Heidjrachman dan Husnan (1993) mengemukakan bahwa sesudah aparatur

diperoleh, sudah selayaknya kalau mereka dikembangkan. Pengembangan

dilakukan untuk meningkatkan keterampilan melalui latihan (training), yang

diperlukan untuk dapat menjalankan tugas dengan baik. Kegiatan ini makin

menjadi penting karena berkembangnya teknologi dan makin kompleksnya tugas-

tugas pimpinan.

Hingga hasil temuan dari Taylor sebagai Bapak Scientific Management,

orang masih beranggapan bahwa pengembangan pegawai bukanlah tugas dari para

pimpinan. Pendapat yang demikian itu, dalam praktek dewasa ini masih dianut

oleh segolongan pemimpin terlebih-lebih mereka yang belum menyadari beberapa

peranan pengembangan pegawai itu sebagai salah satu cara terbaik untuk

merealisir tujuan organisasi yang di pimpinnya.

Wirawan dkk. (2009: 91) memberikan pengertian pengembangan pegawai

adalah:

Mempunyai cakupan makna yang sangat luas, namun secara umum

pengembangan pegawai dapat didefenisikan sebagai suatu proses

merekayasa perilaku kerja pegawai sedemikian rupa, sehingga pegawai

dapat menunjukkan kinerja yang optimal.

28

Sebagai kata kunci pengembangan aparatur adalah rekayasa perilaku

(behavior engginering) dari aparatur yang artinya rekayasa perilaku mengandung

makna tersirat bahwa perilaku sesungguhnya dapat diubah dan diperbaiki dari

keadaan yang baik dan kepada yang lebih baik, namun perlu diperhatikan bahwa

perekayasaan perilaku ini harus dilaksanakan secara sadar, baik oleh organisasi

maupun oleh apartaur yang bersangkutan. Proses secara sadar bahwa

pengembangan aparatur harus melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi yang sistematik demi mencapai tujuan pengembangan itu sendiri.

Sedangkan Awaloedin (1993: 94) menyebutkan:

Pengembangan SDM dalam arti luas adalah seluruh proses pembinaan untuk

meningkatkan kualitas serta taraf hidup manusia dari suatu negara,

sedangkan dalam arti sempit pengembangan SDM adalah peningkatan diklat

atau usaha menambah pengetahuan dan keterampilan sebagai proses yang

tanpa akhir, terutama pengembangan itu sendiri.

Tuntutan kuat mengenai pentingnya pengembangan SDM pada dasarnya

timbul karena empat alasan utama, yaitu:

1. Perlunya pemuktahiran pengetahuan karyawan.

2. Perubahan keadaan sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta pergeseran nilai budaya.

3. Persamaan hak memperoleh pekerjaan dan meraih prestasi.

4. Kemungkinan perpindahan pegawai sehingga jabatan-jabatan yang lowongan

perlu diisi.

Siagian (1995: 191) menyebutkan manfaat dari pengembangan SDM

yaitu:

1. Meningkatkan produktivitas kerja perusahaan.

29

2. Terwujudnya hubungan kerja yang serasi antara SDM.

3. Mempercepat pengambilan keputusan yang tepat.

4. Meningkatkan semangat dan kegairahan kerja.

5. Pimpinan akan terdorong untuk menggunakan.

6. Komunikasi akan berjalan lebih efektif.

7. Meningkatkan rasa kelompok dan suasana kekeluargaan dalam

organisasi.

Tujuan pengembangan sumber daya manusia menurut Martoyo (2002: 45)

menyebutkan ada delapan jenis tujuan, yaitu:

1. Produktivitas personil organisasi (productivity)

2. Kualitas produk organisasi (quality)

3. Perencanaan sumber daya manusia (human resources planning)

4. Semangat personil dan iklim organisasi (morale)

5. Meningkatkan secara kompensasi secara tidak langsung (indirect

compensation)

6. Kesehatan dan keselamatan kerja (health and safety)

7. Pencegahan merosotnya kemampuan personil (absolerence

prevention)

8. Pertumbuhan kemampuan personil (personil growth)

Pengembangan sumber daya manusia organisasi memiliki tujuan-tujuan

tertentu, baik secara eksternal maupun secara internal, Donni Juli Priansa (2014:

148-149). Adapun tujuan pengembangan sumber daya manusia secara internal,

adalah sebagai berikut:

30

1. Meningkatkan produktivitas kerja

Produktivitas kerja pegawai dalam organisasi terkait dengan kualitas maupun

kuantitas kerja yang dihasilkannya. Peningkatan produktivitas kerja pegawai

dapat dilakukan melalui pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan

sumber daya manusia dalam organisasi akan meningkatkan kemampuan

manajerial, kemampuan berpikir, maupun kemampuan teknis pegawai.

a. Kemampuan manajerial, yaitu kemampuan untuk mengatur atau

memanajemen suatu prosedur pekerjaan sehingga dapat berjalan secara

baik dan sesuai dengan rencana.

b. Kemampuan berpikir, yaitu merupakan kemampuan pegawai untuk dapat

menggunakan pikirannya dalam pekerjaan sehingga individu pegawai

bukanlah sebuah benda yang dapat diperintah apa saja, namun merupakan

pegawai yang memiliki akal dan pikiran untuk dikembangkan.

c. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan pegawai dalam menggunakan

perlengkapan dan peralatan yang ada di dalam organisasi.

2. Melakukan efisiensi

Pengembangan sumber daya manusia, baik pada level manajerial maupun

operasional dalam suatu organisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi.

Efisiensi organisasi sangatlah penting untuk meningkatkan daya saing

organisasi di tengah persaingan dengan organisasi lain. Efisiensi dapat berupa

tenaga,waktu, biaya, dan bahan baku, serta berkurangnya kerusakan dari

mesin-mesin sehingga efisiensi dapat dikatakan suatu tindakan yang sangat

31

penting dan sangat berguna bagi organisasi untuk dapat meningkatkan hasil

yang diinginkan organisasi tersebut.

3. Meningkatkan efektivitas

Pengembangan sumber daya manusia yang tepat akan mampu meningkatkan

efektivitas organisasi. Organisasi yang efektif adalah organisasi yang mampu

merancang program pengembangan organisasi dan berhasil melaksanakan

program-program tersebut melebihi harapan-harapan yang ada di dalamnya.

4. Pencegahan kerusakan

Banyak pegawai yang tidak mampu memfungsikan atau memanfaatkan

peralatan dan perlengkapan kantor dengan semestinya sehingga menyebabkan

resiko kerusakan peralatan dan perlengkapan kantor menjadi lebih tinggi.

Melalui pengembangan sumber daya manusia yang tepat, diharapkan

kerusakan peralatan dan perlengkapan yang ada di kantor dapat dikurangi

karena pegawai dapat memanfaatkan dengan baik peralatan dan perlengkapan

yang ada di kantor.

5. Mengurangi kecelakaan kerja

Pengembangan sumber daya manusia juga bermanfaat bagi pengurangan

kecelakaan kerja. Dengan demikian, jika pegawai yang bekerja tidak

mengalami kecelakaan, maka sudah dapat dipastikan bahwa pegawai tersebut

sudah terampil dan profesional dalam melaksanakan pekerjaannya.

Organisasi yang tidak mampu melakukan pengembangan sumber daya manusia

dengan tepat cenderung akan sering menempatkan pegawai yang tidak tepat

32

pada pekerjaan yang diembannya sehingga resiko terjadinya kecelakaan kerja

menjadi semakin tinggi.

6. Meningkatkan pelayanan internal

Pengembangan sumber daya manusia yang tepat akan mampu meningkatkan

pelayanan internal yang lebih optimal, terutama bagi pelanggan internal yaitu

seluruh pegawai yang ada di dalam organisasi. Peningkatan pelayanan internal

tersebut, dimana setiap pegawai menyadari dan memahami pentingnya

keterlibatan untuk mensukseskan seluruh pekerjaan yang ada di organisasi dan

bukan hanya pekerjaaan yang ada di unit kerja, akan menggerakkan roda

organisasi mencapai visi organisasi dengan lebih optimal.

7. Moral pegawai

Moral pegawai sangat penting bagi organisasi, karena dengan moral pegawai

yang baik maka setiap hasil pekerjaan sesuai dengan apa yang diinginkan

organisasi. Dengan adanya pengembangan pegawai, maka moral pegawai

diharapkan akan lebih baik, dimana keahlian dan keterampilan serta

kemampuan yang dimiliki pegawai sesuai dengan pekerjaannya, sehingga

pegawai bekerja bersemangat dan antusias dalam menyelesaikan setiap

pekerjaan dengan hasil yang memuaskan bagi organisasi.

8. Karier

Persyaratan suatu jabatan menitikberatkan pada syarat-syarat individual yang

dibutuhkan untuk mengemban jabatan dan pekerjaan dengan lebih optimal.

Jabatan dalam organisasi menuntut adanya dukungan pendidikan dan

pengalaman pelatihan yang saling menunjang. Melalui pendidikan dan

33

pelatihan yang tepat bagi pegawai diharapkan akan memberikan kesempatan

karier yang lebih luas, bahkan pegawai diberi kesempatan untuk duduk dilevel

strategis yang ada di dalam organisasi, karena organisasi memberikan

kesempatan kepada siapa saja yang mau terlibat untuk pengembangan

organisasi.

9. Kepemimpinan

Suatu organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang cakap, dimana dia

harus mampu mengelola segala kegiatan dan aktivitas yang ada dalam

organisasi.pengembangan perlu dilakukan pula kepada pemimpin mengingat

jabatan pemimpin memegang peranan yang sangat vital. Tugas seorang

pemimpin tidak hanya berhubungan dengan orang yang berada di atas tetapi ia

juga harus mampu berhubungan dengan orang-orang yang ada di bawahnya.

Dengan adanya pengembangan tersebut, diharapkan seorang pemimpin dapat

melakukan tugasnya secara baik, sehingga keberhasilan ataupun kegagalan

yang diperoleh organisasi, bergantung pada bagaimana pemimpin dalam

mengatur, menjaga dan menjalankan setiap rencana yang telah ditetapkan

dengan adanya komunikasi yang baik antara atasan dengan bawahan.

10. Suksesi kepemimpinan

Pengembangan sumber daya manusia yang tepat juga akan menggerakkan

siklus kepemimpinan yang ada di dalam organisasi. Organisasi akan

mendorong calon-calon pemimpin yang berasal dari internal organisasi untuk

berkembang, sehingga suksesi kepemimpinan yang ada di dalam organisasi

akan berjalan dengan baik.

34

11. Kompensasi

Pengembangan sumber daya manusia dapat meningkatkan kompetensi dan

keterampilan sumber daya manusia sehingga pekerjaan yang diembannya akan

lebih efektif dan efisienserta pegawai mampu mengemban pekerjaan dengan

lebih banyak. Dengan demikian akan meningkatkan kompensasi yang diterima

oleh pegawai dari organisasi. Konsep ini dilakukan melalui insentif berbasis

kinerja (BK), dimana pegawai yang memiliki konpetensi dan keterampilan

yang tinggi dan mampu untuk mengemban pekerjaan yang lebih efektif,

efisien, serta dalam beban kerja yang tinggi akan memperoleh penghasilan

tambahan berupa insentif yang besarannya ditentukan atas kinerja pegawai itu

sendiri.

Adapun tujuan pengembangan sumber daya manusia secara eksternal,

adalah sebagai berikut:

1. Tuntutan pelanggan

Keterbukaan data dan informasi menyebabkan pegawai semakin tinggi

pengetahuannya sehingga ketika mereka menggunakan produk akan cenderung

lebih kritis dibandingkan dengan sebelumnya. Untuk itu organisasi perlu

mempersiapkan pegawai-pegawai yang tepat melalui pengembangan SDM

yang tepat pula. Pegawai tersebut kelak akan berhadapan langsung dengan

pelanggan. Pegawai yang mampu mengemban pekerjaannya dengan

profesional akan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga pelanggan

akan lebih puas.

2. Globalisasi

35

Globalisasi mendorong setiap organisasi untuk mampu perusahaan

multinasional atau organisasi yang berskala global untuk meraih keberhasilan

di tingkat global. Hal tersebut mendorong setiap organisasi untuk

mempersiapkan pegawainya yang mampu mengemban tugas di tingkat global.

Pegawai berprestasi global menjadi kebutuhan strategis.

3. Persaingan bisnis

Persaingan bisnis antar organisasi semakin meningkat untuk itu dibutuhkan

Pengembangan sumber daya manusia yang tepat, yang mampu menghasilkan

SDM yang berkompetensi yang dapat bersaing dengan SDM organisasi lain.

4. Semakin tingginya biaya pegawai

Biaya pegawai dewasa ini semakin tinggi karena semakin tingginya tuntutan

kebutuhan pegawai baik secara personal maupun keluarganya. Untuk itu

Pengembangan sumber daya manusia diperlukan agar organisasi dapat

mempekerjakan pegawai dalam jumlah yang ramping namun mampu

mengemban pekerjaan yang lebih banyak dan efektif. Dengan demikian, profit

organisasi akan meningkat yang selanjutnya akan didistribusikan bagi

kesejahteraan pegawai.

5. Semakin langkanya sumberdaya energi

Sumberdaya energi semakin langka dan semakin mahal, untuk itu organisasi

dituntut agar mampu melakukan efisiensi danh melaksanakan kegiatan

operasional yang lebih efektif. Pengembangan sumber daya manusia berperan

dalam menghasilkan pegawai yang memiliki kesadaran bahwa sumberdaya

36

energi semakin mahal dan ia harus menjadi pionir untuk menemukan

sumberdaya energi yang terbarukan.

Sedangkan menurut Manullang (1998: 43-44) tujuan pengembangan

sumber daya manusia adalah:

1. Mengenalkan seorang pegawai baru dengan organisasi, kebijakan-

kebijakan dengan prosedur melalui suatu program induksi.

2. Mengisi keperluan-keperluan akan tenaga kerja dengan memakai

penarikan tenaga kerja intern maupun ekstern.

3. Meningkatkan kemampuan dan pegawai dalam posisinya sekarang.

Sedangkan manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan SDM menurut

Schuler (1992: 34), yaitu:

1. Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk, dalam hal ini

kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini,

yang rasanya kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk

dapat mencapai efektifitas kerja sebagaimana yang diharapkan oleh

organisasi.

2. Meningkatkan produktivitas, dengan mengikuti kegiatan

pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan

keterampilan dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi pelaksanaan

pekerjaan mereka. Dengan demikian diharapkan juga secara tidak

langsung meningkatkan produktivitas kerjanya.

3. Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja, dengan semakin

banyaknya keterampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih

37

fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan

adanya perubahan yang terjadi dilingkungan organisasi. Misalnya bila

organisasi memerlukan aparatur dengan kualifikasi tertentu, maka

organisasi tidak perlu lagi menambah aparatur yang baru, oleh karena

aparatur yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan

tersebut.

4. Meningkatkan komitmen aparatur, dengan melalui kegiatan

pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki persepsi yang baik

tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan

komitmen kerja aparatur serta dapat memotivasi untuk menampilkan

kinerja yang baik.

5. Mengurangi turn over dan absensi, bahwa dengan semakin besarnya

komitmen aparatur terhadap organisasi akan memberikan dampak

terhadap adanya pengurangan tingkat turn dan absensi. Dengan

demikian juga berarti meningkatkan produktivitas organisasi.

3. Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu

instrumen penting bagi organisasi dalam mencapai berbagai tujuannya. Bagi

sektor publik, tanggung jawab besar birokrasi dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur

yang profesional dan kompeten. Dalam konteks reformasi birokrasi, MSDM

merupakan salah satu pilar perbaikan di samping aspek kelembagaan dan sistem

(Kompas, edisi 06 Juni 2011). Utilisasi SDM aparatur secara efektif dan efisien

38

menjadi fungsi utama MSDM bagi birokrasi mulai dari perencanaan hingga tahap

terminasi SDM.

Peran MSDM di sektor publik menjadi sangat kritis dan berbeda

kondisinya dengan sektor privat (Boselie, et al, 2003). Secara historis, konsep-

konsep yang berkembang dalam MSDM memang berawal dari kegiatan usaha

sektor privat. Bagi perusahaan, MSDM tidak hanya sekadar merupakan instrumen

utilisasi pegawai. MSDM di sektor privat sebagaimana dikatakan Stroh &

Caligiuri (1998) sekaligus merupakan sumber kekuatan bagi perusahaan dalam

mencapai keunggulan bersaing di era global seperti saat ini. MSDM dapat

berfungsi secara efektif di sektor privat, sementara tidak demikian halnya di

sektor publik. Salah satu faktor penentu efektivitas MSDM berkaitan dengan

budaya organisasi sektor privat yang sangat kontras dengan sektor publik. Selain

budaya, iklim organisasi yang tidak kondusif dan nilai-nilai manajerial yang tidak

relevan dengan perubahan menjadi ganjalan birokrasi dalam mencapai efektivitas

organisasi.

Budaya dan iklim organisasi serta nilai-nilai manajerial dapat

mendukung pencapaian keunggulan bersaing organisasi sebagaimana

dikembangkan Glonaz & Lees (2001), dimaksudkan untuk mendeskripsikan

fenomena dan pengantar pengembangan model MSDM dalam sektor publik

sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk membangun birokrasi yang kuat

dalam memberi pelayanan yang mendukung peningkatan daya saing bangsa

Indonesia.

39

Dalam sektor publik, MSDM diartikan sebagai instrumen pendukung bagi

proses transformasi organisasi yang mengubah input menjadi output yang

nantinya akan mempunyai nilai tambah bagi organisasi/instansi serta masyarakat

luas. MSDM sektor publik memusatkan kajiannya pada pencapaian kepuasaan

masyarakat sebagai customer yang harus dilayani.

Secara umum, menurut pandangan berbagai pakar, seorang pegawai negeri

harus mempunyai nilai-nilai: 1).Tanggung jawab (responsif), 2). Profesionalitas,

3). Kejujuran, 4). Kebebasan (otonomi), 5). Keadilan, 6). Idealisme.

Faktor lingkungan ikut mempengaruhi munculnya masalah-masalah

manajemen kepegawaian (SDM) pada sektor publik, yang meliputi : 1). Sistem

politik, 2). Kondisi perekonomian nasional, 3). Globalisasi, 4). Faktor sosial

budaya, 5). Dan lain-lain.

4. Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Publik

Pegawai sebagai sumber daya manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam

suatu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan

berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola

dan diurus oleh manusia.

Dewasa ini banyak organisasi publik dan swasta yang berupaya untuk

mempertahankan keberadaan atau eksistensi perusahaan atau organisasinya.

Banyak upaya dari organsasi publik dan swasta tersebut yang menekankan kepada

karyawan ataupun pegawainya untuk dibina lebih mendalam, yang dimaksudkan

akan memberikan pengaruh pada kinerja dan memberikan output dan outcome

bagi organisasi. Upaya yang dilakukan organisasi dalam pembinaan dan

40

peningkatan pegawainya dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

sangat bervariasi antara organisasi publik maupun organisasi privat. Keberagaman

dari upaya tersebut tergambar pada nilai-nilai yang coba ditanamkan oleh

organisasi pada pegawainya, sehingga harapan dari peningkatan SDM dapat

memenuhi standar yang diinginkan.

Pengertian pengembangan dalam organisasi secara umum sebagaimana

penjelasan pengertian pengembangan menurut pemerintah dalam Peraturan

Pemerintah No. 100 Tahun 2000, tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil

dalam Jabatan Struktural sebagai pedoman dalam pengembangan organisasi

sektor publik, sebagai berikut:

Pengembangan pegawai sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas,

seperti: kecakapan, pengetahuan, keahlian dan karakter pegawai dilakukan

melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan

kepada pegawai harus sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan, sehingga

peningkatan kualitas pegawai akan benar-benar terpenuhi.

Sedangkan pengertian pengembangan pegawai atau karyawan dalam

organisasi menurut Armstrong lebih inklusif, bahwa pengembangan sumber daya

manusia stratejik (PSDMS) adalah mengenai pengembangan suatu organisasi

pembelajaran dan kebutuhan akan kesempatan belajar, pengembangan dan

pelatihan dalam rangka untuk memperbaiki kinerja individu, tim, dan organisasi.

Hal ini dipertegas oleh Walton (dalam Armstrong, 2003) yang

mengatakan:

Pengembangan sumber daya manusia stratejik termasuk mengenalkan,

menghilangkan, memodifikasi, mengarahkan dan memandu proses serta

tanggung jawab dalam suatu acara di mana semua individu dan tim

diperlengkapi dengan keterampilan, pengetahuan dan kompetensi yang

mereka perlukan untuk melaksanakan tugas saat ini dan yang akan datang

yang diperlukan oleh organisasi.

41

Pengembangan sumber daya manusia stratejik memiliki pandangan yang

luas dan jangka panjang dalam strategisnya untuk mendukung pencapaian tujuan

organisasi. Strategi pengembangan sumber daya manusia (PSDM) dikembangkan

dari organisasi privat, yang memiliki peran positif dalam membantu untuk

memastikan pencapaian tujuannya. Untuk melakukan hal ini, penting untuk

mengembangkan dasar keterampilan dan modal intelektual yang diperlukan

organisasi, seperti memastikan bahwa kualitas orang yang tepat tersedia untuk

memenuhi kebutuhan sekarang dan masa depan.

Pengembangan sumber daya manusia stratejik dikembangkan dalam

organisasi privat dengan memperhitungkan aspirasi dan kebutuhan individu.

Meningkatnya manfaat dalam aspek kemampuan kerja di dalam organisasi

merupakan pertimbangan utama kebijakan pengembangan sumber daya manusia

(PSDM). Kebijakan PSDM sangat berhubungan dengan aspek MSDM, yaitu

melakukan investasi dalam manusia dan mengembangkan modal manusia milik

organisasi.

Sedangkan pemahaman pengembangan pegawai dan pelatihan dijelaskan

secara berbeda sebagaimana disebutkan Handoko (2001) dan Simamora (dalam

Sulistiyani, 2003) bahwa “Pelatihan (training) diarahkan untuk membantu

karyawan menunaikan kepegawaian mereka saat ini secara lebih baik, sedangkan

pengembangan (development) adalah mewakili suatu investasi yang berorientasi

ke masa depan dalam diripegawai.”

Pendapat tersebut juga dipertajam oleh Siagian (2007) sebagaimana

disebutkan berikut ini:

42

Memang benar penekanan pelatihan adalah untuk peningkatan kemampuan

melaksanakan tugas sekarang, sedangkan pengembangan menekankan

peningkatan kemampuan melaksanakan tugas baru di masa depan. Akan

tetapi karena keterkaitan antara keduanya sangat erat, perbedaan eksentuasi

tersebut bukan hal yang perlu ditonjolkan meskipun perlu mendapat

perhatian. Dinyatakan dengan cara lain, pelatihan adalah suatiu bentuk

investasi jangka pendek, sedangkan pengembangan merupakan investasi

sumber daya manusia jangka panjang.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pengembangan pegawai merupakan suatu proses pembelajaran yang dituangkan

dalam bentuk pelatihan, baik pelatihan secara langsung maupun tidak langsung

kepada pegawai. Pendidikan pelatihan yang diberikan tidak hanya akan

memberikan kemajuan pada skill motorik pegawai, namun lebih dari itu akan

berdampak pada emosional pegawai dalam kinerjanya di dalam organisasi.

B. Pemberdayaan

1. Konsep Pemberdayaan

Secara konseptual pemberdayaan yang dikenal dari bahasa Inggris yaitu

"Empowerment" adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari

perkembangan alam pikiran dan kebudayaan umat manusia. Memahami konsep

pemberdayaan secara benar, memerlukan upaya pemahaman latar belakang

kontekstual yang melahirkannya. Konsep tentang pemberdayaan telah diterima

dan digunakan, mungkin dengan pengertian dan persepsi yang berbeda satu

dengan yang lain. Pemakaian konsep tersebut secara kritikal meminta adanya

telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.

Istilah pemberdayaan pertama kali digunakan oleh aktivis Gerakan Black

Panther dalam mobilisasi politik di USA pada 1960-an. Konsep ini domain

43

selama dekade 1970-an. Pertengahan dekade 1980-an, Gerakan Kaum Wanita

mempopulerkan kembali konsep pemberdayaan. Kini konsep “pemberdayaan”

telah masuk ke berbagai disiplin ilmu, baik pada tataran teori maupun praktek.

Bahkan, istilah “pemberdayaan” telah menjadi suatu kata elastis, yang digunakan

dalam berbagai konteks, sehingga mengaburkan makna yang sebenarnya (Aithai,

2005). Makna pemberdayaan menurut kamus Oxford seperti dikutip dari situs

Emporwer mentillustrated.com (2005) bahwa kata “empower” sinonim dengan

memberi daya atau kekuasaan kepada. Ada dua citra pemberdayaan, yaitu:

a. Yang memberi manfaat baik kepada pihak yang memberi kuasa maupun

kepada pihak yang mendapat kuasa. Tipe inilah yang disebut sebagai

pemberdayaan (empowerment), dan

b. Kekuasaan didapat oleh pihak yang sebelumnya tidak berkuasa melalui

perjuangan sendiri.

Hal ini disebut sebagai “self-empowerment” atau pemberdayaan sendiri.

Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai mitra kekuasaan

(power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup asas sosial, ekonomi,

budaya, politik dan kelembagaan. Korten (1984) menjelaskan bahwa gerakan

pemberdayaan diawali dari munculnya paradigma pembangunan yang berpusat

pada manusia, yang diakui sebagai “pembangunan alternatif” misalnya, menyebut

ciri-ciri paradigma pembangunan berpusat pada rakyat, sebagai berikut:

(1) Logika yang dominan dari paradigma ini adalah logika mengenai suatu

ekologi manusia yang seimbang, (2) Sumber daya utama berupa sumber daya

informasi dan prakarsa kreatif yang tak habis-habisnya, dan (3) Tujuan utamanya

44

adalah pertumbuhan manusia yang didefinisikan sebagai perwujudan yang lebih

tinggi dari potensi manusia.

Kata pemberdayaan terkait dengan penggalian dan pengembangan potensi

masyarakat. Kartasasmita (1996) mengatakan bahwa “Setiap manusia dan

masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan, sehingga pemberdayaan

adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan

motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta untuk

mengembangkannya.” Untuk memberdayakan manusia diperlukan pendekatan

utama adalah bahwa manusia tidak dijadikan sebagai objek melainkan subjek dari

berbagai upaya pembangunan. Oleh karena itu, Kartasasmita (1997: 29)

mengatakan pemberdayaan harus mengikuti pendekatan-pendekatan sebagai

berikut:

a. Upaya pemberdayaan harus terarah (targeted).

b. Program pemberdayaan harus langsung mengikutsertakan atau bahkan

dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran.

c. Menggunakan pendekatan kelompok.

Pemberdayaan menurut Kamus Bahasa Indonesia (Suwatno dan Priansa,

2011: 182) secara etimologis berasal dari kata daya yang berarti kemampuan

untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak, Mendapat awalan ber-

menjadi “berdaya” artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai

akal (cara dan sebagainya) untuk mengatasi sesuatu. Mendapat awalan dan

akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan dapat diartikan sebagai usaha atau

proses menjadikan untuk membuat mampu, membuat dapat bertindak atau

45

melakukan sesuatu. Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan

(empowerment), berasal dari kata “power” yang berarti kekuasaan atau

keberdayaan (Suharto, 2010: 57). Karena, ide utama pemberdayaan bersentuhan

dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasan seringkali diartikan dengan

kemampuan untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan,

terlepas dari keinginan dan minat mereka. Kekuasan senantiasa hadir dalam

kontek relasi sosial antar manusia.

Upaya atau proses untuk mengurangi kebergantungan pegawai kepada

atasannya dan memberi penekanan pada pengendalian individu pada

tanggungjawab terhadap pekerjaan yang harus dilakukannya, disebut

pemberdayaan (empowerment). Pemberdayaan adalah mentransfer pengarahan

yang biasanya datang dari sumber luar (biasanya dari atasan langsung) kepada

sumber dari dalam (datang dari keinginan individunya sendiri untuk melakukan

pekerjaannya dengan baik). Jadi proses pemberdayaan berkaitan dengan

memberikan kemampuan dan wewenang kepada individu untuk dapat mengambil

keputusan sendiri tanpa tergantung kepada atasannya. Tujuan pemberdayaan

adalah agar organisasi berisikan orang-orang yang bersemangat dan commited

dengan pekerjaannya karena mereka merasa senang dan percaya kepada dirinya

bahwa pekerjaan itu dapat terselesaikan dengan baik dan benar.

Ada berbagai perbedaan definisi pemberdayaan yang dikemukakan oleh

para ahli. Ife (1995: 56), pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan

orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. Kemudian Swift dan Levin (1987:

xiii) menyatakan pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali

46

kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial. Bennis dan Mische (1995: 45)

mengemukakan definisi pemberdayan berarti menghilangkan batasa birokratis

yang mengotak-ngotakkan orang dan membuat mereka menggunakan seefektif

mungkin keterampilan, pengalaman, energi dan ambisinya.

Pendapat tersebut menjelaskan tentang kondisi birokrasi saat ini sudah

seharusnya mengalami perubahan dengan menghilangkan tradisi-tradisi birokrasi

yang kaku sehingga proses penggalian kemampuan yang dimiliki setiap pegawai

dalam organisasi dapat berjalan maksimal dalam rangka mencapai tujuan

organisasi.

Konsep pemberdayaan pada hakekatnya berdasarkan kepercayaan bahwa

pegawai membutuhkan organisasi sama besarnya seperti organisasi juga

membutuhkan mereka, dan pemimpin memahami bahwa pegawai merupakan aset

yang paling berharga bagi organisasi. Dalam suatu organisasi yang berdaya,

pegawai jangan berharap untuk diberi tahu apa yang harus mereka kerjakan, tetapi

mereka harus tahu apa yang harus dikerjakan. Peranan utama pimpinan di sini,

adalah untuk mendukung dan untuk menstimulasi pegawai/karyawannya,

bekerjasama untuk mengatasi hambatan yang lintas fungsi, dan bekerja untuk

menghilangkan rasa ketakutan yang ada dalam timnya. Pegawai mempunyai rasa

tanggungjawab hingga diluar tugasnya, karena ia merasa bertanggung jawab

untuk membuat organisasinya secara keseluruhan menjadi lebih baik.

Dalam konteks manajemen kepegawaian, pemberdayaan Pegawai Negeri

Sipil secara definitif diartikan sebagai proses kegiatan memberi daya (energy,

power), kemampuan (competence), kewenangan (authority) kepada Pegawai

47

Negeri Sipil, dari kurang berdaya menjadi lebih berdaya, berakal, berkemampuan,

sehingga lebih mampu menyelesaikan pekerjaan, atau mengatasi suatu masalah.

Memberi dorongan psikologis agar merasa lebih berdaya, lebih berkemampuan,

serta memiliki kesadaran dan motivasi untuk berprestasi. Dalam hal ini berdaya,

berakal dan berkemampuan, tentunya yang berkaitan dengan kompetensi jabatan,

disamping dukungan aspek kewenangan, tanggungjawab, peran, dan kepercayaan

yang diberikan oleh manajemen organisasi.

Menurut Bookman dan Morgen (1988: 4) yang dikutip Medelina K.

Hendytio dan J. Babari dalam Pemberdayaan Kelompok Kerja, bahwa

pemberdayaan adalah usaha menumbuhkan keinginan pada seseorang untuk

mengaktualisasikan diri, melakukan mobilitas ke atas, serta memberikan

pengalaman psikologis yang membuat seseorang merasa berdaya. Pemberdayaan

juga berarti menumbuhkan dorongan dari dalam diri seseorang untuk perbaikan

keadaan diri dan lingkungan.

Selanjutnya Mc.Clelland (1961: 31) dengan teori Need for achievement

menyatakan bahwa kegagalan pembangunan suatu masyarakat disebabkan karena

warga masyarakat tidak memiliki motivasi untuk berprestasi atau tidak memiliki

need for achievement. Warga masyarakat bersikap vatalistis dan menerima

nasibnya tanpa perlawanan. Oleh karena itu agar pembangunan masyarakat

berhasil, sikap masyarakat harus diubah dan didorong untuk memiliki Need for

achievement.

Searah dengan Mc.Clelland, Freire menyatakan bahwa pemberdayaan

adalah untuk menumbuhkan kesadaran atau dorongan dalam diri seseorang dan

48

secara implicit dinyatakan perlunya intervensi atau stimulasi yang berasal dari

luar. Keinginan seseorang untuk berkembang atau dorongan untuk mengubah

keadaan tidak terlepas dari kemampuan individual yang ditentukan oleh tingkat

pendidikan, keterampilan, lingkungan, serta konteks budaya dalam lingkungan

yang melingkupi antara lain interelasi antar anggota kelompok serta distribusi

kekuasaan dalam kelompok.

Teori tersebut apabila diasosiasikan ke dalam konteks penyelenggaraan

manajemen PNS, maka pemberdayaan PNS dapat didefinisikan sebagai proses

menumbuhkan kesadaran dan sebagai cara untuk memotivasi sehingga setiap

individu PNS secara psikologis terdorong untuk senantiasa meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan profesionalitasnya. Atau paling tidak pemberdayaan

PNS sebagai upaya untuk lebih meningkatkan motivasi atau dorongan untuk

berprestasi (need for achievement). Ketidakberdayaan PNS dapat menjadi

penghambat dalam menghadapi dinamika perubahan kualitas masyarakat. Oleh

karena itu pemberdayaan PNS sebenarnya merupakan bagian integral dari upaya

pemerintah untuk menghadapi tantangan perubahan masyarakat nasional maupun

global.

Konsepsi operasional pemberdayaan pegawai negeri sipil dilaksanakan

dengan melibatkan unsur-unsur manajemen sumber daya, melalui langkah-

langkah kegiatan yang ditujukan untuk memperkuat potensi baik aspek

pengetahuan, keterampilam maupun sikap unjuk kerja, antara lain misalnya

melalui pendidikan dan pelatihan, memberi akses dan fasilitas agar pegawai

negeri sipil memperoleh kebebasan dan kemandirian berinisiatif, berinovasi, serta

49

berkreasi mengintroduksi hal-hal baru untuk mengoptimalkan kinerjanya. Di

samping hal tersebut, dari pengertian pemberdayaan juga terkandung dan tersirat

bahwa kemandirian atau profesionalisme pegawai negeri sipil merupakan suatu

yang sangat mendasar. Oleh karena itu untuk menciptakan iklim bagi terwujudnya

kemandirian atau profesionalisme tersebut dilaksanakan melalui langkah-langkah

penetapan kejelasan tugas fungsi, uraian tugas, wewenang, tanggungjawab, dan

perbaikan mekanisme manajemen karier.

Pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil pada hakekatnya sebagai proses tata

kelola potensi dan optimalisasi pemanfaatannya dari setiap individu pegawai

negeri sipil, dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan kinerja organisasi.

Pemberdayaan pegawai negeri sipil dilaksanakan sebagai langkah strategis untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi, melalui proses analisis terhadap

kompetensi dan sistemik manajemen organisasi secara komprehensif.

Sulistiyani (2004: 7) menjelaskan bahwa secara ”etimologis pemberdayaan

berasal dari kata dasar ”daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan”. Bertolak

dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk

memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau pemberian daya, kekuatan

atau kemampuan, dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau

belum berdaya.

Dengan kata lain, pemberdayaan adalah memberikan pegawai

keterampilan dan kewenangan yang penuh untuk mengabil keputusan yang

biasanya secara tradisional itu dilakukan oleh manajer/atasannya. Jadi

50

pemberdayaan adalah memberikan anggota atau pegawai wewenang penuh.

Kegiatan ini kritikal terutama pada organisasi yang berbasis kerja sama tim.

Pendapat lain dikemukakan Parsons, et al., (1994: 106):

Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup

kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas, dan

mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang

mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang

memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi

perhatiannya.

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, dapat dijelaskan bahwa

proses pemberdayaan dimulai dari kebijakan pimpinan untuk memberikan

tanggungjawab yang lebih besar kepada staf terutama yang berada di garis depan

tanpa membatasi pribadi seseorang untuk menjadi dirinya sendiri.

Noe A. Raymond, (2010: 123) mengemukakan bahwa pemberdayaan

adalah merupakan pemberian tanggungjawab dan wewenang kepada pegawai

dalam mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya serta pengambilan

keputusan.

Sementara Rob Brown (dalam Priansa, 2014: 222) menyatakan bahwa

pemberdayaan erat hubungannya dengan profesionalisme yang awalnya selalu

dimiliki oleh individual. Hal ini memberi petunjuk bahwa upaya pemberdayaan

sangat berkaitan erat dengan peningkatan profesionalisme aparatur dalam

organisasi termasuk dalam organisasi publik yang saaat ini terus dipertanyakan.

Khan (2007 : 126), mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah

terciptanya hubungan antara individu yang berkelanjutan untuk membangun

kepercayaan antar pegawai dan pimpinan atau manajemen organisasi. Khan

51

mengemukakan bahwa dalam pemberdayaan, diperlukakan adanya pemdelegasian

(pemberian) kewenangan/ tugas yang penting bagi pegawai, pemberian

kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan kompetensi, memberikan

kesempatan kepada pegawai untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,

menyediakan pelatihan untuk menunjang kebutuhan terkait pekerjaan yang di

emban pegawai, menciptakan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan lintas

kompetensi (cros training), serta pengembangan saling percaya dan mendukung

antara pimpinan dan pegawai dan memandang pegawai sebagai mitra strategis

serta membantu menyelesaikan pekerjaan yang prioritas dan tujuan.

Cook dan Macaulay (2009 : 32), Pemberdayaan merupakan perubahan

yang terjadi pada filsafat manajemen yang dapat membantu menciptakn suatu

lingkungan di mana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan

energinya untuk meraih tujuan organisasi. Lebih lanjut Cook dan Macaulay,

mengemukakan bahwa pemberdayaan terjadi bila pimpinan memiliki sikap

mendorong adanya keterbukaan, mendelegasikan wewenang, mengatur kinerja,

mengembangkan orang-orang, menawarkan kerjasama, berkomunikasi secara

efisien, mendorong adanya inovasi, dan menyelesaikan masalah.

Kemudian Yudoyono (2001: 71) lebih memperjelas, pemberdayaan

adalah:

Dari sisi aparatur pemerintah, perbaikan kualitas harus dimulai dengan

menggunakan suatu sistem yang benar-benar menjamin diperolehnya

sumber daya yang mempunyai kualitas dasar yang baik, pembinaan melalui

penempatan/penugasan yang mendidik dan pengembangan melalui program

pendidikan dan pelatihan yang memungkinkan tersedianya tenaga-tenaga

siap pakai.

52

Pemberdayaan merupakan pemberian tanggungjawab dalam upaya

pengembangan pegawai sehingga pegawai memiliki kekuatan (power) untuk

mengambil keputusan secara pribadi dalam penyelesaian tugas-tugasnya.

Pemimpin juga memberi kesempatan kepada semua anggota organisasi dalam

pengambilan keputusan-keputusan dalam organisasi.

Konsep pemberdayaan juga dikemukakan oleh Sugandi (2011: 180)

dengan mengartikan:

Konsep pemberdayaan, yaitu sebagai upaya pemberian otonomi,

wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu

organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat

menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin.

Kemudian Richard Caver (dalam Makmur, 2008: 56), pemberdayaan

adalah ketersediaan individu-individu di bawah situasi dan kondisi yang tepat

untuk mengembang tanggungjawab pribadi untuk memperbaiki situasi dimana

mereka berada. Berdasarkan pendapat Richard Carver tersebut dapat dipahami

bahwa keberadaan individu adalah untuk memberikan kontribusi dalam

organisasi. Individu tersebut dipersiapkan secara matang dengan peningkatan

kemampuannya dan ditempatkan pada tempat dan waktu yang tepat. Hal ini

mengindikasikan bahwa pemberdayaan sumber daya manusia mempersiapkan

individu yang tepat pada posisi dan waktu yang tepat pula.

Sedangkan Clutterbuck yang dikutip Makmur (2008: 54) menjelaskan

pemberdayaaan sebagai berikut:

Mendefinisikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan

memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggungjawab

pribadi atas upaya mereka memperbaiki cara melaksanakan pekerjaan-

pekerjaan mereka dan menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan

organisasi.

53

Definisi Clutterbuck tersebut paling tidak memiliki lima dimensi, yaitu:

(1) mendorong, (2) tanggungjawab, (3) memperbaiki cara kerja, (4) menyumbang

(kontribusi), dan (5) pencapaian tujuan.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok

rentan dan lemah, untuk (1) memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif

yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan

memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan, dan

(2) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang

mempengaruhi mereka.

Sedangkan Sedarmayanti (2000: 75), mengemukakan bahwa dalam konsep

pemberdayaan menampakkan dua kecenderungan, yaitu:

1) Pemberdayaan menekankan kepada proses memberikan atau

mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada

masyarakat, organisasi, atau individu agar menjadi lebih berdaya. Proses ini

sering disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan,

2) menekankan pada proses menstimulasi, mendorong dan memotivasi

individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan

apa yang menjadi pilihan hidupnya. Proses ini disebut sebagai

kecenderungan sekunder dari makna pemberdayaan.

Berdasarkan penjelasan di atas, pemberdayaan merupakan kecenderungan

proses menuju kekuasaan, kekuatan atau kemampuan individu seseorang agar

lebih berdaya dalam mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai

kemampuan untuk menentukan apa yang akan menjadi pilihan hidupnya karena

dengan adanya kekuasaan yang dimiliki maka seseorang akan dapat menduduki

jabatan yang tinggi untuk menentukan taraf hidup yang lebih baik dari

sebelumnya melalui berbagai kegiatan dan proses.

54

Dengan kata lain, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai

proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan

atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu

yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan

menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan

sosial yaitu manusia yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai

pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang

bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu

menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam

kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator

keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Menurut Richard Carver (dalam Makmur, 2008: 56), pemberdayaan

adalah ketersediaan individu-individu di bawah situasi dan kondisi yang tepat

untuk mengemban tanggungjawab pribadi untuk memperbaiki situasi dimana

mereka berada. Dari pendapat yang dikemukakan Richard Carver dapat dipahami

bahwa keberadaan individu adalah untuk memberikan kontribusi dalam

organisasi. Individu-individu dalam organisasi dipersiapkan secara matang

misalnya dengan peningkatan kemampuannya dan ditempatkan pada tempat dan

waktu yang tepat. Hal ini, mengindikasikan bahwa pemberdayaan SDM

mempersiapkan individu yang tepat pada posisi waktu yang tepat.

Berkenaan dengan konsep pemberdayaan, Sugandi (2011: 180)

mengartikan konsep pemberdayaan (empowerment), yaitu:

55

Sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada

setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk

kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin.

Konsep pemberdayaan sangat relevan pada semua organisasi baik

organisasi publik maupun organisasi privat, dimana pemberdayaan menghasilkan

anggota organisasi yang termotivasi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya

sehingga memungkinkan kreativitas individu. Dengan kreatifitas, individu dapat

menjadi bagian dari organisasi pembelajar sehingga dapat mengantisipasi

perubahan yang terus menerus terjadi dan memberi dampak terhadap

kelangsungan organisasi.

Berikutnya Stephen R. Covey (dalam Nawawi, 2006: 350) mengemukakan

pendapatnya mengenai ide pemberdayaan, sebagai berikut:

Pemberdayaan adalah memperbesar kekuatan atau daya (power) yang

dimiliki oleh karyawan/anggota organisasi melalui kesempatan

menyampaikan kreatifitas, ikut serta dalam melakukan aktivitas, menggali

kapasitas dan potensi yang belum dimanfaaatkan, dll.

Pendapat di atas bermakna bahwa peranan pimpinan dalam pemberdayaan

anggota organisasi adalah memfasilitasi proses pendayagunaannya melalui

pelatihan, konseling, pelimpahan wewenang, pemberian penghargaan, memberi

keteladan, dan pekerjaan yang lebih menantang.

Selanjutnya Suhendra (2006: 74) berpendapat bahwa pemberdayaan yaitu

suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis, secara sinergis mendorong

keterliatan semua potensi yang ada sevara evolutif, dengan keterlibatan semua

potensi.

Menurut Moelijono et.el., (2007: 189) pemberdayaan adalah berusaha

dengan sungguh-sungguh untuk mencapai suatu tujuan (daya guna). Pengertian ini

56

diinterpretasikan bahwa pemberdayaan aparatur adalah suatu upaya yang

sungguh-sungguh pemerintah yang diperuntukkan kepadanya dalam mengemban

tugas sebagai pelayan masyarakat, berjalan sesuai dengan tujuan.

Sementara Sumodiningrat dan Gunawan (dalam Sugandi, 2011: 180)

menjelaskan bahwa apa dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide

pemberdayaan memiliki dua kecenderungan adalah sebagai berikut:

Pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang

memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau

kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih

berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset

material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui

organisasi; dan kedua, kecenderunagn sekunder, yaitu kecenderungan

sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses member

stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai

kemampuan atau keberdayaan untuk menetukan apa yang menjadi pilihan

hidupnya melalui proses dialog.

Menurut Makmur (2008: 119) mengemukakan dua faktor yang

menyebabkan gagalnya pelaksanaan pemberdayaan dalam suatu organisasi

pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan lainnya, yaitu:

(1) ketidakmampuan anggota organisasi yang bersangkutan, terutama

dibidang science (berwawasan keilmuan), skill (keterampilan), knowledge

(pengetahuan) dan kesehatan, baik fisik maupun rohani, (2) ketidak-

berdayaan yang disebabkan adanya tekanan atau ancaman pihak lain, baik

secara internal maupun eksternal.

Keuntungan utama adanya upaya pemberdayaan dalam organisasi adalah

peningkatan kinerja sehingga hasilnya semakin besar pula karena setiap anggota

organisasi, anggota masyarakat, maupun aparatur pemerintah merasa memiliki

rasa tanggungjawab.

Hal senada juga diungkapkan oleh Soerjono (2000: 21) menyatakan bahwa

pemberdayaan telah berhasil, manakala pimpinan memberikan kekuasaan kepada

57

bawahannya sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan

pimpinan mempercayai bawahannya.

Keberhasilan dalam pemberdayaan sangat dipengaruhi oleh keinginan dan

kehendak. Hal ini bukan hanya dapat mengontrol perbuatan-perbuatan atau

kemampuan-kemampuan lain. Kehendak dapat memutuskan atau menentukan

suatu kegiatan serta pekerjaan yang akan dilaksanakan, tetapi kehendak tidak

dapat melaksanakan pekerjaan atau kegiatan. Kehendak hanyalah berlandaskan

pada pemikiran kognitif (akal atau rasio), sedangkan tindakan berlandas pada

pemikiran konatif (karsa) pada setiap manusia.

Komponen utama pemberdayaan adalah anggota organisasi, pemerintah

dan masyarakat. Makmur (2007: 120-121) mengemukakan tujuan dan makna

pemberdayaan, sebagai berikut:

1. Menciptakan kemandirian dan kepercayaan diri anggota organisasi,

pemerintah, maupun anggota masyarakat. Kepercayaan diri dan

kemandirian dalam menghadapi berbagai hambatan atau tantangan

hidup dapat melahirkan kekuatan atau ketahanan diri untuk tidak

mengantungkan harapannya kepada pihak lain. Dengan tertanamnya

rasa kemandirian dan kepercayaan diri, setiap manusia akan terhindar

pengaruh-pengaruh negatif di sekitar lingkungannya.

2. Memiliki kegesitan dan proaktif, pemberdayaan manusia dapat

menciptakan kegesitan dan memiliki daya dorong untuk proaktif

mencari kegiatan yang dapat lebih menguntungkan. Manusia yang

gesit dan proaktif memiliki kompetensi atau kemampuan, baik dari

58

segi pola pikir yang berwawasan keilmuan dan pola pikir yang

berwawasan spiritual maupun ketahan fisik manusia akan mampu

memenangkan dalam dunia persaingan.

3. Memiliki pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill),

pengetahuan merupakan sumber keterampilan dalam melaksanakan

suatu kegiatan yang hasilnya lebih menguntungkan. Pengetahuan dan

keterampilan tinggi yang dimiliki oleh masyarakat dan aparatur

pemerintah yang bersangkutan akan memberikan kepercayaan diri

tinggi pula serta dapat memanfaatkan knowledge dan skill-nya dalam

pertandingan kompetitif dengan solusi menang-menang (wins-wins

solution), bukan solusi menang-kalah (wins-losses solution), sehingga

dapat menciptakan ketidakberdayaan.

4. Kepatutan (conviction) dan kesadaran (consciousness), kehidupan

manusia senantiasa diatur oleh suatu ketentuan hidup yang perlu ditaati

dan sadar menciptakan keteraturan dan keharmonisan, baik dalam

melakukan kegiatan maupun dalan pergaulan. Kepatuhan dan

kesadaran terhadap norma-norma sebagai fundamental kehidupan

bermasyarakat, berorganisasi, berumah tangga, dan sebagainya

menjadi terapi yang tepat serta mozaik dalam upaya meningkatkan

pemberdayaan, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain.

Pemberdayaan harus dimulai dari suatu proses yang dilandasi kebenaran

dan kejujuran dalam memanfaatkan budaya, kekuasaan, dan sumber daya

(resource) lainnya. Dari setiap anggota aparatur pemerintah. Penilaian tentang

59

pemberdayaan tentunya akan mengarah kepada kesadaran yang lebih luas

mengenai apa yang perlu mendapat perhatian atau upaya apa yang perlu mendapat

perhati atau upaya apa yang perlu diubah dan apa yang tidak perlu diubah.

Pemberdayaan bukan muncul begitu saja, tetapi merupakan suatu proses yang

memerlukan perencanaan menyeluruh, pemikiran yang mendalam, prosedur yang

benar, pemantauan yang tepat, dan peningkatan terus-menerus dari seluruh aspek

kehidupan manusia.

Berdasarkan konsepsi tersebut, pemberdayaan dalam konteks

pengembangan sumber daya manusia organisasi ditempatkan tidak hanya menjadi

gerakan dalam meningkatkan produktifitas kerja, tetapi pemberdayaan dijadikan

sebagai budaya organisasi. Hal ini berarti memperkenankan mereka untuk

mengembangkan suatu perasaan memiliki bagian-bagian dari proses, khususnya

yang menjadi tanggungjawab mereka. Sementara itu, dalam waktu yang sama

menuntut mereka menerima suatu bagian tanggung jawab dan kepemilikan yang

lebih luas dari keseluruhan proses.

Safaria (2004: 215) mengemukakan bahwa ada lima elemen pokok yang

harus terpenuhi sebelum bawahan dapat diberdayakan secara sesungguhnya untuk

menghasilkan kinerja yang tinggi yaitu informasi, pengetahuan, makna,

kekuasaan, dan hadiah.

Bawahan menerima informasi yang menyeluruh tentang kinerja organisasi.

Organisasi yang menerapkan pemberdayaan, menciptkan pintu informasi yang

luas bagi karyawannya. Bawahan juga menerima pengetahuan dan keterampilan

untuk memberikan kontribusi bagi tujuan organisasi. Organisasi

60

menyelenggarakan pelatihan yang intensif untuk mentransfer pengetahuan dan

keterampilan ini akan meningkatkan kompetensi aparatur, sehingga mereka bisa

memberikan kontribusi yang lebih baik bagi organisasi. Dan tentu saja mejadikan

pegawai berdaya dalam memikul wewenang dan tanggung jawab.

Bawahan mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk membuat

keputusan penting. Organisasi juga memberikan kekuasaan dan wewenang kepada

pegawai untuk mengambil keputusan yang diperlukan agar tugastugasnya dapat

selesai lebih efektif.

Stephen R. Covey (dalam Nawawi, 2006: 354) mengemukakan prinsip-

prinsip pemberdayaan yang terdiri dari:

1. Pekerja/anggota organisasi harus ditempatkan sebagai sumber daya

manusia yang penting,

2. Merealisasikan secara maksimum keikutsertaan para pekerja/anggota

organisasi,

3. Tim kerja (Team Work) sangat penting dilaksanakan dengan

memberikan penghargaan/ganjaran (reward),

4. Kegiatan mengembangkan personal dan profesionalisme harus

dilaksanakan secraa berkelanjutan,

5. Pemberian tanggungjawab dan akuntabilitas (pertanggungjawaban yang

bersifata terbuka) harus dilakukan secara maksimal,

6. Perluasan pendelegasian wewenang dilaksanakan sebagai proses

berkelanjutan,

7. Hierarki jabatan harus diminimalisir,

61

8. Dukungan dari kepemimpinan organisasi merupakan unsure yang

sangat penting, dan

9. Dibutuhkan berbagai variasi dalam pemberdayaan secara

organisasional.

Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan

pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai

sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan sesungguhnya

tidak terbatas pada pengertian di atas. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi.

Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antar manusia. Kekuasaan

tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat

berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, Suharto (2005: 58)

mengemukakan:

Pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep

yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses

pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) Bahwa kekuasaan dapat

berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin

terjadi dengan cara apapun, (2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep

ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan

dinamis.

Bennis dan Mische (dalam Sedarmayanti, 1999), pemberdayaan berarti

menghilangkan batasan birokratis yang mengkotak-kotakkan orang dan membuat

mereka menggunakan seefektif mungkin keterampilan, pengalaman, energi dan

ambisinya. Ini berarti memperkenalkan mereka untuk mengembangkan suatu

perasaan memiliki bagian-bagian dari proses, khususnya yang menjadi tanggung

jawab mereka. Sementara pada waktu yang sama menuntut mereka menerima

62

suatu bagian tanggungjawab dan kepemilikan yang lebih luas dari keseluruhan

proses.

Dapat diperoleh gambaran pendapat Pranarka & Vidhyandika (1996):

Pemberdayaan adalah proses pemberian atau pelimpahan kekuasaan,

kekuatan dan kemampuan kepada baik individu, masyarakat maupun kepada

organisasi, selain daripada itu pemberdayaan juga merupakan pemberian

stimulasi dorongan dan motivasi kepada individu yang berada dalam

organisasi sehingga pemberdayaan merupakan suatu dukungan baik kepada

organisasi itu sendiri maupun kepada manusia, sarana dan dana sebagai

sumber daya organisasi.

Menurut Webster dalam Oxford English Dictionary, kata "Empower"

mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power or authority to,

dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Konsep tersebut di atas

dapat diartikan bahwa (1) Pemberdayaan merupakan pemberian kekuasaan,

mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas kepada pihak lain,

(2) Pemberdayaan adalah sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau

keberdayaan.

Pemberdayaan murni memerlukan waktu yang tidak sedikit tetapi akan

mengalir ke seluruh organisasi dan menyebabkan perubahan di seluruh bagian

organisasi. Permulaan untuk melakukan proses pemberdayaan, harus berdasarkan

penilaian jujur tentang budaya dalam organisasi pada saat terakhir. Penilaian

tersebut akan mengarah kepada suatu kesadaran yang lebih mendalam tentang apa

yang perlu diubah, mengapa perlu diubah, dan apa hambatan utamanya.

Pemberdayaan tidak timbul begitu saja hanya karena pimpinan memberitahu

stafnya bahwa mereka sekarang telah diberi wewenang dan kemudian akan

berhasil pada saat mereka bekerja. Pemberdayaan merupakan proses yang

63

memerlukan perencanaan menyeluruh, pemikiran mendalam tentang mekanisme

pemantauan dan peningkatan secara terus menerus. Rencana untuk mengadakan

pemberdayaan akan memberi dasar membentuk kejadian penting dan mengukur

prestasi.

Shardlow (dalam Adi, 2003: 54) melihat bahwa pemberdayaan pada

intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha

mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa

depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan tergantung pada

kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sendiri, karena kemiskinan

mencerminkan ketiadaan pilihan bagi seseorang. Dasar pandangannya adalah

bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya,

yaitu meningkatkan kemampuan manusia. Bagian yang tertinggal dalam manusia

harus ditingkatkan kemampuannya dengan mengembangkan dan

mendinamisasikan potensinya, dengan kata lain memberdayakannya (The

Commission Global Goverment ).

Pemberdayaan adalah upaya memberdayakan (mengembangkan klien dari

keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya) guna mencapai

kehidupan yang lebih baik. Jadi pemberdayaan aparatur adalah upaya

mengembangkan aparatur dari keadaan kurang atau tidak berdaya menjadi punya

daya dengan tujuan agar aparatur tersebut dapat mencapai/memperoleh kehidupan

yang lebih baik. Payne (1997: 266) mengatakan, sebagai berikut:

"to help clients gain power of decision and action over their own lives by

reducing the effect of social or personal blocks to exercising cacity and self-

confidence to use power and by transferring power from the environment to

clients" Artinya bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat adalah untuk

64

membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan

menentukan tindakan yang akan mereka lakukan yang terkait dengan diri

mereka sendiri, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial

dalam melakukan tindakan.

Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya

diri pada masyarakat untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui

transfer daya dari lingkungannya.

Shardlow (1998: 32) menjelaskan bahwa pengertian mengenai

pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok maupun

komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan

untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Gagasan ini

mengartikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong klien untuk menentukan

sendiri apa yang hams ia lakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi

permasalahan yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan

penuh dalam membentuk hari depannya. Pemberdayaan aparatur mengacu kepada

kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang

sudah dimiliki sendiri oleh aparatur. Jadi, pendekatan pemberdayaan aparatur

bertitik berat pada pentingnya aparatur yang mandiri sebagai suatu sistem yang

mengorganisir diri mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan

kepada individu bukan sekedar objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku

pembangunanyan ikut menentukan masa depan dan kehidupan aparatur.

Secara umum, dalam kaitannya dengan masyarakat sebagai objek yang

akan diberdayakan, Setiana (2002: 8), mengemukakan:

Pemberdayaan adalah upaya memberikan motivasi atau dorongan kepada

aparatur agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk

65

menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi

permasalahan yang mereka hadapi.

Rakyat berada dalam posisi yang tidak berdaya (powerless). Posisi yang

demikian memberi ruang yang lebih besar terhadap penyalahgunaan kekuasaan

yang berimplikasi terhadap pelanggaran hak-hak. Dengan demikian, aparatur

harus diberdayakan sehingga memiliki kekuatan posisi tawar (empowerment of

the powerless).

Pemberdayaan (empowerment) dalam studi kepustakaan memiliki

kecenderungan dalam dua proses: (1) Proses pemberdayaan yang menekankan

pada proses pemberian atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau

kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya, dan

(2) Menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu

agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang

menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Proses yang pertama merupakan

suatu pendekatan alternatif tehadap pembangunan yang menempatkan prioritas

pada kaum miskin.

Dalam hal ini menurut John Friedman (t.t.) mengemukakan:

Pembangunan alternatif menekankan keutamaan politis untuk melindungi

kepentingan rakyat. Selanjutnya, tujuan dari pembangunan alternatif adalah

memanusiakan suatu sistem yang membungkam mereka dan untuk

mencapai tujuan ini diperlukan bentuk-bentuk perlawanan dan perjuangan

politis yang menekankan hak-hak mereka sebagai manusia.

Kartasasmita, menyatakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat dapat

dilihat dari tiga sisi, yaitu:

(1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat berkembang (enabling), (2) memperkuat potensi atau daya

yang dimiliki masyarakat (empowering), dan (3) memberdayakan

66

mengandung pula arti melindungi kelompok lemah agar tidak tertindas oleh

kelompok kuat, dan mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang

serta eksplotasi yang kuat atas yang lemah (Setiana 2005: 6).

Pada intinya, pemberdayaan aparatur bukan membuat aparatur makin

tergantung pada program-program pemberian (charity). Karena tujuan akhirnya

adalah memandirikan aparatur, dan membangun kemampuan untuk memajukan

diri kearah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. Pemberdayaan

aparatur adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian aparatur dalam

meningkatkan taraf hidupnya. Pemberdayaan aparatur dilakukan dengan

menempatkan aparatur sebagai pihak utama atau pusat pengembangan dengan

sasarannya adalah aparatur yang terpinggirkan.

Pemberdayaan aparatur bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

aparatur guna menganalisa kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang perlu

diatasi. Yang intinya adalah melibatkan partisipasi aparatur dalam proses

pemberdayaan aparatur. Pemberdayaan aparatur bertitik tolak untuk

memandirikan aparatur agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan

sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun SDM.

Pemberdayaan aparatur akan meningkatkan kemampuan aparatur untuk

menyampaikan kebutuhannya kepada instansi-instansi pemberi pelayanan. Di

dalam melakukan pemberdayaan keterlibatan aparatur yang akan diberdayakan

sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara

maksimal. Kartasasmita (1996: 249) memberikan pendapat sebagai berikut:

Program yang mengikutsertakan aparatur, serta memiliki beberapa tujuan

agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali

kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan

67

(empowering) aparatur dengan pengalaman merancang, melaksanakan dan

mempertanggung-jawabkan upaya peningkatan diri.

Untuk itu diperlukan suatu perencanaan pembangunan yang didalamnya

terkandung prinsip-prinsip pemberdayaan aparatur. Dalam perencanaan

pembangunan seperti ini, terdapat dua pihak yang memiliki hubungan yang sangat

erat yaitu pertama, pihak yang memberdayakan (Community Worker) dan kedua,

pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak haras saling

mendukung sehingga aparatur sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan

hanya dijadikan objek, tapi lebih diarahkan sebagai subjek (pelaksana).

Pemberdayaan merupakan suatu bentuk upaya memberikan

kekuatan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan berbagai bentuk inovasi

kreatif sesuai dengan kondisi, yang secara potensial dimiliki. Di samping itu

secara bertahap aparatur juga didorong untuk meningkatkan kapasitas dirinya

untuk mengambil peran yang sejajar dengan mereka yang lebih berdaya melalui

proses penyadaran.

Siagian (2001: 34) menyatakan bahwa salah satu bentuk pemberdayaan

yang memberikan kepada pegawai ialah dengan memberikan kesempatan kepada

mereka untuk mengambil keputusan tentang berbagai hal yang menyangkut

pekerjaannya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa pemberdayaan

merupakan pemberian tanggungjawab dalam upaya pengembangan pegawai

sehingga pegawai memiliki kekuatan (power) untuk mengambil keputusan secara

pribadi dalam penyelesaian tugas-tugasnya. Pemimpin juga memberi kesempatan

68

kepada semua anggota organisasi dalam pengambilan keputusan-keputusan

organisasi. Dan sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Noe A. Raymond,

(2010: 123) yang mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah merupakan

pemberian tanggungjawab dan wewenang kepada pegawai dalam

mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya serta pelibatan pegawai dalam

pengambilan keputusan.

Berdasarkan uraian dan berbagai pendapat di atas, maka penulis dalam

melakukan penelitian terkait pemberdayaan aparatur mengacu pada teori yang

dikemukakan oleh Noe A. Raymond, (2010: 123) yang mengemukakan bahwa

pemberdayaan adalah merupakan pemberian tanggungjawab dan wewenang

kepada pegawai dalam mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya serta

pelibatan pegawai dalam pengambilan keputusan. Agar aparatur dapat berdaya

guna dan berhasil guna sehingga dapat memberikan kontribusi secara maksimal

pada pencapaian tujuan organisasi. Kemudian diperkuat oleh Siagian (2001: 34)

pemberdayaan yang memberikan kepada pegawai ialah dengan memberikan

kesempatan kepada mereka untuk mengambil keputusan tentang berbagai hal

yang menyangkut pekerjaannya. Dan Khan (2007 :127) tentang model

pemberdayaan aparatur.

2. Model Pemberdayaan

Pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan memungkinkan individu

pegawai atau staf untuk mengemban tanggungjawab pribadi atas upaya mereka

memperbaiki cara mereka melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka dan

menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

69

Pemberdayaan pegawai dalam satu organisasi memerlukan perubahan

besar dalam sikap para manajer dan filosofi organisasi terhadap peranan staf/

pegawai dalam proses pelibatan untuk pemecahan masalah. Pemberdayaan akan

mendorong pegawai akan lebih kreatif dan berani mengambil resiko, di mana ini

merupakan komponen kunci yang diperlukan oleh organisasi dalam meningkatkan

kemampuan berkompetisi di era yang penuh perubahan.

Keberhasilan pimpinan organisasi dalam melakukan pemberdayaan kepada

pegawainya sangat tergantung pada model pemberdayaan yang terapkan dalam

organisasi.

Khan (2007 : 127) menggambarkan sebuah model pemberdayaan yang

dapat dikembangkan dalam sebuah organisasi untuk menjamin keberhasilan

proses pemberdayaan dalam organisasi.

Gambar: Model Pemberdayaan Khan

Gambaran model pemberdayaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Desire (Keinginan)

Tahap pertama dalam model pemberdayaan adalah mendelegasikan dan

melibatkan pekerja/pegawai yang termasuk hal ini, antara lain:

Desire Trust Confident

Communication Accountability Credibility

70

1) Pegawai diberi kesempatan untuk mengidentifikasi permasalahan yang

sedang berkembang.

2) Memperkecil directive personality dan memperluas keterlibatan

pegawai/pekerja.

3) Mendorong terciptanya prespektif baru dan memikirkan kembali strategi

kerja.

4) Menggambarkan keahlian team dan melati karyawan/pegawai untuk

menguasai sendiri (self control).

b. Trust (Kepercayaan)

Setelah adanya keinginan (desire) dari manajer untuk melakukan

pemberdayaan, langka selanjutnya adalah membangun kepercayaan antara

manajemen dan pegawai/karyawan. Adanya saling percaya di antara anggota

organisasi akan tercipta kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan

saran adanya rasa takut. Hal yang termasuk dalam trust (kepercayaan) antara

lain:

a. Memberikan kesempatan kepada karyawan/pegawai untuk berpartisipasi

dalam pembuatan kebijakan.

b. Menyediakan waktu dan sumber daya yang mencukupi bagi

karyawan/pegawai dalam menyelesaikan kerja.

c. Menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan kerja.

d. Menghargai perbedaan pandangan dan menghargai kesuksesan yang dirasi

karyawan/pegawai.

e. Menyediakan akses yang cukup.

71

c. Confident (Kepercayaan diri)

Kepercayaan diri menimbulkan rasa saling percaya antar karyawan/pegawai

dengan menghargai terhadap kemampuan yang dimiliki oleh pegawai/

karyawan. Hal yang termasuk tindakan yang menimbulkan confident

(kepercayaan diri) antara lain:

1) Mendelegasikan tugas yang penting kepada karyawan/pegawai.

2) Menggali ide dan saran dari pegawai/karyawan.

3) Memperluas tugas dan membangun jaringan antar departemen.

4) Menyediakan jadwal job instruction dan mendorong penyelesaian yang

baik.

d. Credibility (Kredibilitas)

Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan

kerja yang mendorong kompetisi yang sehat sehingga tercipta organisasi yang

memiliki performance yang tinggi. Hal yang termasuk credibility antara lain:

1) Memandang karyawan/pegawai sebagai partner strategis.

2) Peningkatan target di semua bagian pekerjaan.

3) Memperkenalkan inisiatif individu untuk melakukan perubahan melalui

partisipasi.

4) Membantu menyelesaikan perbedaan-perbedaan dalam penentuan tujuan

dan prioritas.

e. Accountability (Pertanggung jawaban)

Tahap dalam proses pemberdayaan selanjutnya adalah pertanggung jawaban

karyawan/pegawai pada wewenang yang diberikan. Dengan menetapkan

72

secara konsisten dan jelas tentang peran, standar dan tujuan tentang penilaian

terhadap kinerja pegawai, tahap ini sebagai sarana evaluasi terhadap kinerja

pegawai/karyawan dalam menyelesaikan dan tanggung jawab terhadap

wewenang yang diberikan. Hal yang termasuk accountability antara lain:

1) Menggunakan jalur trainning dalam mengevaluasi kinerja pegawai.

2) Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas.

3) Melibatkan pegawai/karyawan dalam penentuan standar dan ukuran.

4) Memberikan bantuan kepada karyawan/pegawai dalam menyelesaikan

beban kerja.

5) Menyediakan periode dan waktu pemberian feed back.

f. Communication (Komunikasi)

Komunikasi adalah keterbukaan dalam berkomunikasi guna menciptakan

saling memahami antara pegawai/karyawan dan pimpinan. Keterbukaan ini

dapat diwujudkan dengan adanya kritik dan saran terhadap hasil dan prestasi

yang dilakukan karyawan/pegawai. Hal yang termasuk dalam komunikasi

antara lain:

1) Menetapkan kebijakan open door communication.

2) Menyediakan waktu untuk mendapatkan informasi dan mendiskusikan

permasalahan secara terbuka.

3) Menciptakan kesempatan untuk crosstrainning.

Selain model pemberdayaan yang dapat dikembangkan dalam suatu

organisasi yang telah dikemukakan di atas, maka akan dikemukakan pendapat

73

Tracy tentang prinsip-prinsip yang digunakan dalam memberdayakan pegawai/

karyawan dalam organisasi.

Tracy mengemukakan ada 10 prinsip-prinsip untuk memberdayakan

pegawai/karyawan yang dikenal dengan nama Piramida Pemberdayaan atau The

Power Pyramid. Kesepuluh prinsip pemberdayaan pegawai/karyawan adalah

sebagai berikut:

a. Rumuskan dengan jelas tanggung jawab pegawai/anggota masing-

masing.

b. Berikanlah pegawai/karyawan kewenangan sesuai tanggung jawab

yang dibebankan kepadanya.

c. Tentukan standar keberhasilan yang baik itu seperti apa.

d. Berikan pegawai/anggota pelatihan yang memungkinkan mereka dapat

memenuhi standar tersebut.

e. Berikan staf/pegawai pengetahuan dan informasi yang diperlukan.

f. Berikan staf/pegawai umpan balik mengenai kinerjanya.

g. Hargai atau akui keberhasilan staf/karyawan.

h. Percaya kepada pegawai/staf.

i. Berikan staf/pegawai kesempatan berbuat walaupun mungkin dapat

gagal.

j. Perlakukan staf/pegawai dengan baik dan terhormat.

3. Pemberdayaan Aparatur

Pemberdayaan berasal dari kata empowering, asal kata dari power yang

artinya control, authority, dominion. Awalan em- artinya to put on to atau to

74

cover with jelasnya more power. Jadi empowering is passing on authority and

responsibility yaitu lebih berdaya dari sebelumnya. yang makna sebenarnya

adalah “to give official authority or legal power, to make one able to do

something” (Akim, 2005). Dalam arti wewenang dan tanggungjawabnya

termasuk kemampuan individual yang dimilikinya. Dari penjelasan ini, jelaslah

bahwa pemberdayaan adalah suatu konsep yang mengandung makna perubahan

yang terjadi pada diri seseorang, atau dengan kata lain pemberdayaan bertujuan

mengangkat harga diri seseorang, dimana dalam keseharianya dalam melakukan

pekerjaan tidak lagi ketergantungan dengan pimpinan serta memiliki kewenangan

dalam melaksanakan tugasnya.

Brown (dalam Hendrayady, 2006: 32) menyatakan, Empowerment terjadi

manakala “when power goes to employees who then experience a sence of

ownership and control over” yang maknanya adalah peningkatan tanggungjawab

pegawai. Sedangkan William (dalam Hendrayady, 2006: 32) mengemukakan

“Empawered individuals know that their jobs belong to them. Given a say ii how

things are done, employees feel more responsible. When they feel responsible, the

show more initiative in their work, get more done, and enjoy their work more”

yang maknanya apabila pegawai merasa bertanggungjawab maka mereka akan

menunjukkan lebih mempunyai inisiatif, hasil pekerjaannya lebih Banyak dan

mereka akan lebih menikmati pekerjaannya. Sejak terbitnya buku Reinventing

Government oleh David Osborne dan Gabler (1992), pengertian empowering

mempunyai konotasi lain. Dimulai dengan konsep trepreneurial spirit yang

seharusnya ada pada birokrasi yang diartikan bahwa empowerment adalah sesuatu

75

peningkatan kemampuan yang sesunggunhnya potensinya ada, dimulai dari status

kurang berdaya menjadi lebih berdaya, sehingga lebih bertanggungjawab. Dengan

demikian, makna dari pemberdayaan adalah memberikan kewenangan penuh

kepada seseorang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki untuk melakukan tugas

dan fungsinya secara bertanggungjawab.

Pemberdayaan merupakan upaya manajemen untuk meningkatkan

kemampuan dan kapasitas pegawai dari keadaan yang ada sekarang atau dari

kurang berdaya menjadi lebih berdaya sehingga pegawai semakin profesional

dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Saefullah (2007:

192) mengemukakan bahwa semakin berdaya atau semakin memiliki kekuatan

aparatur maka akan meningkatkan kemampuannya untuk menciptakan sikap

profesionalisme dalam memberi pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya.

Hal senada juga diungkapkan Hunghes, Ginnet dan Curphy (2006: 539),

mereka berpendapat bahwa pemberdayaan itu akan membuat pegawai semakin

kuat, artinya ada perubahan sebelum ada pemberdayaan. Pemberdayaan ada jika

aparatur dapat menghilangkan budaya menunggu perintah, petunjuk, atau

pengarahan dari pimpinan. Pemberdayaan secara umum dapat diartikan “lebih

berdaya dari sebelumnya, baik dalam hal wewenang, tanggungjawab, maupun

kemampuan individual yang memilikinya”. Sedangkan aparatur dalam hal ini

SDM adalah tenaga atau kekuatan (energy dan power) yang melekat pada

manusia dalam arti dapat ditunjukan dalam hal tenaga, daya, kemampuan,

keberadaan, peranan, wewenang, dan tanggungjawab memiliki kemampuan

(competency), yaitu: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap

76

(attitude). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan aparatur

(SDM) adalah suatu usaha/upaya untuk lebih memberdayakan “daya” yang

dimiliki oleh manusia itu sendiri berupa kompetensi (competency, wewenang

(authority), dan tanggungjawab (responsibility) dalam rangka meningkatkan

kinerja (performance) organisasi.

Aparatur merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

lembaga pemerintahan disamping faktor lain, seperti anggaran, alat-alat yang

berbasis teknologi, dan merupakan asset yang paling penting yang harus dimiliki

oleh suatu instansi pemerintah yang mana untuk menghasilkan kinerja yang lebih

baik dan efisien dalam melaksanakan tugas yang diberikan. Oleh karena itu,

sumber daya aparatur harus dikelolah dengan baik untuk meningkatkan efektivitas

dan efisiensi organisasi pemerintahan untuk mewujudkan profesionalisme

pegawai dalam melakukan pekerjaan. Hal inji sejalan dengan pendapat Soewarno

Handayaningrat (dalam Suwatno, 2001: 154):

Aparatur adalah aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam

penyelenggaraan pemerintahan atau negara, sebagai alat untuk mencapai

tujuan nasional. Aspek organisasi itu terutama pengorganisasian atau

kepegawaian.

Berdasarkan pandangan di atas, aparatur merupakan aspek administrasi

yang perlu diberdayakan dimana sangat dibutuhkan oleh pemerintah dalam

penyelenggaraan pemerintahan yang mana sebagai alat untuk pencapaian tujuan

demi mendapatkan hasil yang diharapkan terutama dalam hal pengorganisasian

atau kepegawaian demi terciptanya aparatur yang profesional dan dapat

meningkatkan produktivitas kinerja pegawai.

77

Pamudji (2004: 21) mendeskripsikan tentang konsep mengenai aparatur

sebagai berikut:

Aparatur merupakan alat atau sarana pemerintahan atau negara untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatannya yang kemudian terkelompok ke dalam

fungsi-fungsi, di antaranya pelayanan publik, dalam pengertian aparatur

tercakup aspek manusia (personil), kelembagaan (institusi), dan tata laksana.

Sedangkan menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999,

tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-

pokok Kepegawaian, dinyatakan:

Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas

untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur,

adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah dan

pembangunan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-

pokok Kepegawaian pasal 3 tersebut, aparatur harus dapat melaksanakan tugas

dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan untuk pencapaian tujuan demi untuk

mendapatkan hasil yang diharapkan dalam pengorganisasian untuk mendapatkan

aparatur yang profesional dan mendapatkan imbalan atau gaji dari hasil

pekerjaannya.

Untuk mengetahui tolak ukur pemberdayaan yang diberikan kepada

aparatur, para ahli organisasi dan manajemen merumuskan dimensi-dimensi

pemberdayaan. Adapun dimensi pemberdayaan menurut Mc Shane and Glinow

(2005: 191) terdapat empat dimensi pemberdayaan, yaitu: (1) Self Determination,

(2) Meaning, (3) Competence, (4) Impact. Luthans (2005: 423) mengemukakan

ada tiga dimensi pemberdayaan yaitu: (1) Innovation,( 2) Acces to information,

(3) Accountability dan Responsibility. Hughes (2006: 537) mengemukakan bahwa

78

terdapat dua jenis pemberdayaan baik dalam skop makro maupun dalam skop

mikro. Pemberdayaan secara makro dimensinya: (1) Motivation, (2) Learning,

(3) Stress. pemberdayaan secara mikro dimensinya: (1) Self determined,

(2) Meaning, (3) Competence, (4) Influence. Stewart (1994: 112-127) berpendapat

bahwa dimensi-dimensi pemberdayaan, meliputi: (1) Envision, (2) Educate,

(3) Eliminate, (4) Express, (5) Enthuse, (6) Equip, (7) Evaluate, (8) Expect.

Sedangkan Clutterbuck dan Karnaghan (2003: 209) mengemukakan bahwa

dimensi-dimensi pemberdayaan terdiri dari: (1) Tujuan-tujuan, (2) Sikap-sikap

manajemen, (3). Pelatihan dan Pengembangan, (4) Seleksi dan Rekruitmen

karyawan, (5) Struktur dan Sistem.

Untuk memperoleh hasil yang maksimal mengenai pemberdayaan menurut

Handoko dan Tjiptono Said, (2003: 22), dibutuhkan lima strategi, yaitu:

a. No Discretion, menggambarkan tugas yang sangat rutin dan repetitif,

pegawai tidak ikut merancang pekerjaan. Pemantauannya pun diserahkan

kepada orang lain. Dengan demikian, tidak terdapat wewenang

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan job content dan job

context.

b. Task Setting, yaitu aparatur diberikan tanggungjawab penuh terhadap

keputusan atas job content dan sedikit tanggungjawab atas job context.

Aparatur diberdayakan dalam membuat keputusan mengenai cara terbaik

untuk merampungkan tugas yang diberikan. Dalam hal ini manajemen

menetapkan misi dan tujuan, sedangkan pegawai diberdayakan cara

terbaik untuk diwujudkan.

79

c. Participatory Empowerment, dimana pegawai dilibatkan dalam sebagian

pengambilan keputusan atas job content maupun job context. Aparatur

dilibatkan dalam identifikasi masalah, pengembangan alternatif, dan

rekomendasi alternatif dalam job content. aparatur juga dilibatkan untuk

aktivitas yang sama di dalam pengambilan keputusan yang berkaitan

dengan job context.

d. Mission Defining, dimana aparatur diberdayakan untuk memutuskan job

context saja.

e. Self Management, yaitu memberikan wewenang penuh kepada aparatur

untuk mengambil keputusan mengenai job content dan job context.

Untuk itu dibutuhkan kepercayaan atas kemampuan aparatur untuk

menggunakan empowerment tersebut guna meningkatkan efektivitas

organisasi, dilain pihak diperlukan pula keterlibatan tinggi dari para

aparaturdalam mengembangkan misi dan tujuan organisasi.

Pemberdayaan juga dapat dipandang sebagai konsep yang berkaitan

dengan kekuasaan (power). Istilah kekuasaan seringkali identik dengan

kemampuan individu untuk membuat dirinya atau pihak lain melakukan apa yang

diinginkan. Djohani (2003), pemberdayaan adalah suatu proses yang memberikan

daya/kekuasaan (power) kepada pihak yang lemah (powerless), dan mengurangi

kekuasaan (disempowered) kepada pihak yang terlalu berkuasa (powerfull)

sehingga terjadi keseimbangan. Demikian pula menurut Rappaport (1984: 17),

pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas

diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya. Pengertian

80

tersebut menekankan pada aspek pendelegasian kekuasaan, memberi wewenang,

atau pengalihan kekuasaan kepada individu sehingga mampu mengatur diri dan

lingkungannya sesuai dengan keinginan, potensi, dan kemampuan yang

dimilikinya.

Secara lebih rinci Slamet (2003: 13), menekankan bahwa hakekat

pemberdayaan adalah bagaimana membuat masyarakat mampu membangun

dirinya dan memperbaiki kehidupannya sendiri. Istilah mampu disini mengandung

makna: berdaya, paham, termotivasi, memiliki kesempatan, melihat dan

memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu sebagai alternatif,

mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan

menangkap informasi, serta mampu bertindak sesuai inisiatif.

Dalam pelaksanaannya pemberdayaan memiliki makna sebagai dorongan

atau motivasi, bimbingan atau pendampingan dalam meningkatkan kemampuan

individu dan masyarakat untuk mampu mandiri. Upaya tersebut merupakan

sebuah tahapan dari proses pemberdayaan dalam mengubah perilaku, mengubah

kebiasaan lama menuju perilaku baru yang lebih baik, dalam meningkatkan

kualitas hidup dan kesejahteraannya.

Suharto (2011: 12), mengemukakan empat indikator pemberdayaan, yaitu:

kegiatan yang terencana dan kolektif, memperbaiki kehidupan masyarakat,

perioritas bagi kelompok lemah atau kurang beruntung serta dilakukan melalui

program peningkatan kapasitas.

Pemberdayaan aparatur tidak dapat terlepas dari kegiatan manajemen

sumber daya manusia yang dititik beratkan untuk menciptakan aparatur

81

pemerintah yang berkualitas. Upaya pemberdayaan sumber daya aparatur

merupakan salah satu faktor terpenting yang perlu mendapat perhatian demi

tercapainya tujuan organisasi pemerintahan. Pemberdayaan aparatur merupakan

cara untuk mendapatkan aparatur yang berkualitas dan dapat menciptakan

kemandirian dan kepercayaan akan kemampuan yang dimiliki.

Menurut Sarundajang (1997: 214), mengemukakan pemberdayaan aparatur

adalah:

Usaha untuk meningkatkan kemampuan melalui pengadaan, pembinaan

karier, pendidikan dan latihan, sistem penggajian, serta pengelolaan

administrasi yang dipergunakan kepada pegawai negeri sehingga unsur

aparatur negara diserahi tugas dalam suatu jabatan.

Pemberdayaan aparatur pemerintah merupakan usaha untuk meningkatkan

kemampuan dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan

yang dilakukan dengan melalui berbagai proses atau tahapan yang dilakukan

melalui pengadaan, pembinaan karier, pendidikan dan latihan, sistem penggajian,

serta pengelolaan administrasi guna terciptanya efektivitas dan efisiensi kerja

aparatur yang diharapkan dan dapat meningkatkan kemajuan dan peningkatan

dari tujuan pemerintah dan pembangunan dalam suatu negara.

Lebih lanjut. Atep (2003: 75), mengemukakan beberapa hal yang harus

dilakukan oleh organisasi pemerintah pusat dan daerah dalam menerapkan

pemberdayaan aparatur, yaitu:

1) Para pemimpin/manajer dan penyelia membagi tanggung jawabnya

kepada bawahannya. 2) Melatih menyelia dan bawahannya bagaimana

pendelegasian dan menerima tanggung jawab. 3) Melakukan komunikasi

dan umpan balik dari pemimpin penyelia kepada bawahannya.

4) Memberikan penghargaan dan pengakuan sebagai hasil dari evaluasi

kepada pegawai atas jasa dan kontribusinya kepada organisasi.

82

Menurut Suyitno (2002: 127), ada beberapa faktor yang menghambat

dalam pemberdayaan aparatur, di antaranya adalah:

a. Penolakan di level pimpinan/manajer, menyangkut ketidak-amanan,

ego, nilai-nilai pribadi, pelatihan manajemen, karakteristik pimpinan,

ketidak terlibatan pimpinan, struktur organisasi, dan manajemen yang

tidak sesuai.

b. Sulitnya waktu belajar. Faktor lain yang dianggap penting dalam

pengelolaan SDM agar dapat kinerja pelayanan yang optimal adalah

pemberian kesempatan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai. Adapun

tujuan pendidikan dan latihan bagi pegawai dari memutakhirkan

kemampuan dan keterampilan pegawai seiring dengan perkembangan

teknologi dalam membantu pemecahan permasalahan dalam organisasi,

perkembangan karier, dan orientasi pegawai dalam organisasi.

Sedangkan manfaat pendididikan bagi pegawai adalah meningkatkan

kualitas dan produktivitas, serta meminimalisir waktu dalam memenuhi

standar kinerja, menumbuhkan loyalitas dan kerjasama, memenuhi

perencanaan SDM, dan pengembangan kemampuan pribadi.

c. Visi organisasi yang tidak jelas. Visi organisasi menjadi syarat penting

dalam merencanakan pembedayaan pegawai.

d. Keinginan yang tinggi, tindak lanjutnya lemah. Sering dijumpai

keinginan individu dan kelompok cukup tinggi, namun

implementasinya sangat lemah karena berbagai faktor internal dan

eksternal.

83

e. Takut berubah. Sering timbul pertanyaan mengapa harus menetapkan

cara-cara baru, kalau cara lama saja kita sudah aman.

Individu/kelompok sudah puas dan nyaman dengan cara kerja yang

sudah berjalan.

4. Pemberdayaan dan Kinerja Aparatur

Dalam kaitan dengan pelaksanaan pemerintahan di daerah, pemberdayaan

aparatur yang semakin baik akan meningkatkan kinerja aparatur. Hal ini sesuai

dengan 6 manfaat dari pemberdayaan, yaitu:

a. Meningkatkan kualitas, inovasi, loyalitas, rasa berprestasi pegawai.

b. Meningkatkan kreativitas dan komitmen para pegawai.

c. Salah satu aspek penting bagi keberhasilan masa transisi dari organisasi

birokratik keorganisasian yang berdasarkan tim.

d. Meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.

e. Alat penting untuk memperbaiki kinerja melalui penyebaran pembuatan

keputusan dan tanggungjawab karena mendorong keterlibatan para pegawai.

f. Dapat menyadarkan, mendukung, mendorong dan membantu

mengembangkan potensi yang terdapat pada diri individu sehingga menjadi

manusia yang mandiri tetapi tetap berkepribadian.

Said (2005: 23-25) mengemukakan bahwa untuk mewujudkan

pemberdayaan aparatur guna meningkatkan kinerja organisasi, maka perlu

diterapkan suatu solusi etika bekerja dan nilai dalam kepegawaian dengan

pendekatan 6 Dasar, sebagai berikut:

a. Nilai Dasar Personal (Basic personal Values), meliputi:

84

1) Kepercayaan, kecurigaan antar sesama pegawai, dalam segala aspek perlu

dihilangkan, sehingga dapat menciptakan sinergi dalam melakukan

pekerjaan.

2) Bertanggungjawab, karena rasa saling curiga tidak ada lagi di antara

pegawai, sehingga memungkinkan semua pegawai merasa memiliki,

sekaligus merasa bertanggungjawab terhadap semua kegiatan organisasi.

3) Bersunguh-sungguh, pegawai dalam menghadapi tugas dari

tanggungjawab yang diembannya, bersungguh-sungguh untuk

menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi.

4) Pengabdian, dalam aspek pengabdian disini karena semua pegawai merasa

diberdayakan, maka tugas-tugas yang diberikan dijadikan sebagai suatu

tugas pengabdian yang menuntut pengorbanan.

5) Ketertiban, yang dimaksud dalam ketertiban di sini, adalah segala

penugasan yang diberikan secara tertib dilaksanakan dengan penuh

tanggungjawab.

6) Bekerjasama, setiap permasalahan yang terjadi selalu dilaksanakan secara

bersama-sama tanpa suatu beban yang berlainan dan perlakuan dan

pengakuan yang khusus dari hasil yang dicapai.

7) Bersih diri, karena adanya kerjasama yang baik di antara pegawai,

memungkinkan saling mengawasi satu sama lain guna menciptakan

pemerintahan yang bersih.

8) Rajin dan tekun, karena merasa memiliki sikap kerajinan menjadi sesuatu

kebutuhan setiap pegawai.

85

9) Lemah lembut, nampak keramahtamahan dalam memberikan pelayanan.

b. Nilai yang berfokus pada kebiasaan (Custome Focussed Values), meliputi:

1) Mulia, dalam melakukan aktivitasnya menunjukkan pegawai yang patut

dihargai, karena dalam bekerja selalu menjaga konsistensi tindakan yang

dilakukan.

2) Sabar, dalam memberikan pelayanan maupun dalam menghadapi

permasalahan selalu mengutamakan kesabaran daripada emosional yang

tidak mencerminkan sebagai pegawai.

3) Sopan, dalam berkomunikasi dengan orang lain selalu menjaga tatakrama.

4) Ramah, rasa bersahabat di antara sesama pegawai maupun terhadap orang

yang dilayani.

c. Nilai Kepemimpinan (Leadership Values), meliputi:

1) Adil, dalam membuat keputusan selalu berusaha menciptakan rasa adil di

antara sesama pegawai tanpa adanya kesan diskriminasi.

2) Berani, tegas dan tanpa ragu-ragu dalam mengambil keputusan.

3) Bersedia menerima, menghargai setiap pendapat pegawai yang ada dalam

lingkungannya maupun yang dilingkungan organisasinya.

d. Nilai Profesional (Professional Values), meliputi:

1) Pengetahuan, memiliki wawasan yang luas untuk mempertimbangkan

segala aspek dalam menentukan kebijakan.

2) Memiliki daya cipta, selalu berusaha untuk menciptakan sesuatu dan

sekaligus mendorong setiap pegawai untuk menemukan sesuatu yang baru

dan bermanfaat bagi organisasi.

86

3) Pembaharuan, tidak terikat terhadap sesuatu yang biasanya yang menurut

perkembangan tidak sesuai lagi untuk diterapkan.

4) Kejujuran intelektual, tidak mengakui terhadap sesuatu ia ciptakan

menurut pikirannya adalah hasil ciptaan dari orang lain.

5) Bertanggungjawab, terhadap setiap masalah yang dihadapi selalu

dipertanggungjawabkan tanpa harus meminta pada orang lain untuk

bertanggung jawab.

6) Tidak memihak, dalam menyelesaikan masalah tidak berdiri disalah satu

pihak.

e. Nilai Kualitas dan Produktivitas (Productivity/Quality Values), meliputi:

1) Berproduksi, hasil yang dicapai selalu dapat dimanfaatkan oleh orang lain.

2) Berkualitas, hasil yang dimanfaatkan orang lain tersebut sekaligus

berkualitas.

f. Nilai Umum (Universal Values), meliputi:

1) Berterima kasih, menyampaikan suatu penghargaan terhadap siapa saja

yang diketahui berhasil.

2) Kepercayaan, selalu memberikan penugasan kepada siapa saja yang

memiliki kompetensi tanpa harus mencurigai.

3) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, saling meyakinkan satu sama

lain bahwa segala sesuatu yang dicapai itu adalah berkat kekuasaan Tuhan,

dan berusaha menghindari segala perbuatan yang tercela.

Namun yang perlu diingat bahwa di dalam implementasinya,

pemberdayaan aparatur perlu dibarengi oleh dukungan baik dari pimpinan

87

maupun dukungan organisasi sebagai upaya proses pemberdayaan yang

dilakukan. Oleh karena itu, Winarty (2003: 54-60) mengemukakan bahwa

pemberdayaan aparatur pemerintah pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara:

a. Dukungan dari pimpinan, artinya adalah seorang pimpinan berkewajiban

untuk menggali, menyalurkan, membina, serta mengembangkan potensi

pegawainya.

b. Pendelegasian, pemberdayaan erat kaitanya dengan pendelegasian. Oleh

kerena itu, pendelegasian wewenang hendaknya diarahkan agar bawahan

mempunyai inisiatif dalam pengambilan keputusan.

c. Bimbingan, pimpinan sebagai fasilitator dan organisator diharapkan

mampu memberikan bimbingan dan pengarahan kepada bawahannya

dalam mengembangkan kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan

dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya.

d. Kemampuan sistem informasi, tersedianya informasi yang lengkap akan

mempermudah pegawai dalam pelaksanaan pekerjaannya. Semakin

lengkap sistem informasi yang tersedia akan sangat membantu dalam

proses pengambilan keputusan.

e. Dukungan dari organisasi, organisasi dalam hal ini menyediakan fasilitas

yang diperlukan dalam hal pelaksanaan pekerjaan. Baik itu kegiatan diklat,

maupun dalam hal penghargaan kepada pegawai, bisa dalam bentuk

promosi, mutasi untuk menghindari kejenuhan, serta penempatan pegawai

pada jabatan/pekerjaan yang tepat.

88

f. Kinerja organisasi publik, cara termudah dalam mengukur kinerja sektor

publik adalah dengan kriteria efisiensi dan efektivitas.

g. Kebutuhan Learning and Growth bagi aparatur, organisasi yang mampu

bertahan di masa depan adalah organisasi yang melakukan proses learning

dengan baik. Oleh karena itu, dituntut upaya yang sungguh-sungguh dari

aparatur untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya.

h. Kepuasan pegawai, tingkat kepuasan kerja pegawai dapat menunjukkan

suatu keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana aparatur

memandang pekerjaan mereka. Sikap ini dicerminkan oleh moral, disiplin

kerja dan prestasi kerja pegawai.

i. Motivasi, kondisi ini tercermin dari banyaknya saran yang disampaikan

aparatur, banyaknya saran yang dilaksanakan atau direalisasikan,

banyaknya saran yang berhasil guna, serta banyaknya aparatur yang

mengetahui dan mengerti visi misi organisasi.

5. Tujuan, Hakikat, dan Pendekatan Pemberdayaan Aparatur PNS

a. Tujuan Pemberdayaan Aparatur PNS, adalah:

1) Optimalisasi pemanfaatan potensi meliputi aspek pengetahuan kerja,

aspek keterampilan kerja, aspek sikap unjuk kerja, aspek sumberdaya

dan aspek faktor keberhasilan, untuk meningkatkan kinerja individu

dan organisasi.

2) Memperoleh gambaran secara jelas tentang pengetahuan kerja,

keterampilan kerja dan sikap unjuk kerja aparatur dalam melaksanakan

tugas pekerjaan/jabatan.

89

3) Mengidentifikasi minat, bakat dan potensi yang ada pada seorang

aparatur PNS, untuk dipergunakan sebagai input/informasi

pengembangan aspek manajemen pembinaan karier Pegawai Negeri

Sipil.

4) Meningkatkan dayaguna dan hasilguna serta nilai tambah dalam

organisasi.

5) Mengarahkan setiap aparatur Pegawai Negeri Sipil agar mampu

menolong dirinya sendiri, mendidik dirinya sendiri dan

mempekerjakan dirinya sendiri dalam organisasi.

b. Hakikat Pemberdayaan Aparatur PNS, yaitu:

1) Pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil mengacu pada prinsip

agar setiap Pegawai Negeri Sipil dapat menolong dirinya sendiri,

apabila menghadapi permasalahan. Agar dapat mendidik dirinya

sendiri untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya dan

mampu mempekerjakan dirinya sendiri, mampu berinisiatif bekerja

dan berkreasi, berinovasi tanpa menunggu perintah.

2) Pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil secara manajerial untuk

pengelolaan dan pemanfaatan potensi Pegawai Negeri Sipil secara

tidak berlebihan atau di bawah kemampuan, mengoptimalkan atau

mendayagunakan untuk mencapai tingkat produktivitas kerja,

pengembangan kemampuan untuk menjamin kebutuhan kinerja masa

depan.

90

3) Pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan melalui

kebijakan pelatihan dan pengembangan untuk peningkatan kualitas

kinerja dan produktivitas serta penyebarannya. Kebijakan

pemberdayaan untuk peningkatan kemampuan dalam pemanfaatan dan

pengembangan iptek dan wawasan lingkungan strategis, secara

terpadu, terintegrasi lintas sektoral sebagai human investment.

4) Pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil ditransformasikan kearah

pandang dalam manajemen pembinaan Pegawai Negeri Sipil, sebagai

human asset dalam proses produksi dan faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja, yang ditunjukkan dalam pengetahuan kerja,

keterampilan kerja, sikap unjuk kerja, faktor sumberdaya dan faktor

keberhasilan, serta kesempatan karier dalam organisasi, dengan

mempertimbangkan perkembangan teknologi, sehingga dapat

mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang professional, kreatif dan

inovatif.

5) Pada dasarnya pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil dilakukan

sebagai tindakan pengembangan yang diarahkan untuk pencapaian

kinerja dan produktivitas yang tinggi, penyikapan terhadap

permasalahan dan tanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas

pekerjaan/jabatan dalam organisasi, serta ambisi dan kemampuan

untuk maju, baik secara individu atau dalam kelompok.

c. Pendekatan Pemberdayaan Aparatur

91

Pendekatan pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan melalui

prosedur analisis yang bertumpu pada penggalian potensi dengan berbasis

kompetensi dan sumberdaya (Resource-Based Approach) dan untuk

menciptakan serta mengoptimalkan keunggulan yang berbasis kompetensi

sumberdaya (Resource-Based advantage). Pemberdayaan bukan

ditekankan pada pemanfaatan sumberdaya semata, tetapi lebih merupakan

perpaduan pengembangan antara sumberdaya manusia yang sifatnya

tangible, intangible dan very intangible dengan proses pembelajaran

(learning by doing). Pendekatan ini dimaksudkan untuk evaluasi dan

tindak lanjut, serta untuk mendukung kegiatan manajemen pembinaan

Pegawai Negeri Sipil, terutama dalam proses rekrutmen dan seleksi

(recruitment-selection), perencanaan karier (career planning),

pengembangan karier (career development) perencanaan pengalihan tugas

(succesion planning) dan pelatihan dan pengembangan (training and

development). Dengan demikian pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri

Sipil bukan saja untuk analisis potensi, melainkan juga dalam rangka

peningkatan kualitas kinerja dan produktivitas. Oleh karena itu,

pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil juga harus dikaitkan dengan penilaian

kinerja.

6. Prinsip dan Karakteristik Pemberdayaan Aparatur PNS

Pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil pada prinsipnya dilakukan

dengan pendekatan manajemen sumberdaya yang berbasis kompetensi, adalah

untuk pengelolaan dan pemanfaatan potensi, serta karakteristik kemampuan

92

individu Pegawai Negeri Sipil yang meliputi aspek pengetahuan kerja,

keterampilan kerja dan sikap unjuk kerja, sehingga setiap individu Pegawai

Negeri Sipil menjadi kompeten di dalam melaksanakan tugas pekerjaan/jabatanya.

Pendayagunaan aparatur Pegawai Negeri Sipil dilakukan melalui prosedur

OADI (Observasi, Asses, Design, Implementation) dan analisis karakteristik

potensi, untuk memperoleh gambaran dan informasi secara jelas tentang

kemampuan yang meliputi pengetahuan kerja dalam ruang lingkup yang spesifik

sesuai jabatannya (knowledge based workers), kemampuan untuk menampilkan

keterampilan unjuk kerja fisik atau gugus mental (multiskilled workers), tentang

sikap, pandangan, tata nilai, perbuatan, perilaku unjuk kerja dalam melaksanakan

tugas pekerjaan dan jabatan (attitude workers). Pemberdayaan Pegawai Negeri

Sipil yang dilakukan melalui prosedur OADI, juga harus dapat memperoleh

gambaran secara jelas tentang bakat, minat, motivasi, citra diri, sebagai aspek

sumberdaya very intangible, sebagai karakteristik yang esensial yang dapat

menunjukkan faktor-faktor pendorong kinerja superior dan kinerja rata-rata dari

seorang Pegawai Negeri.

Konsepsi pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil secara implisit, terkandung

dan tersirat bahwa kemandirian atau profesionalisme Pegawai Negeri Sipil

merupakan suatu yang sangat mendasar. Oleh karena itu dalam implementasinya,

menciptakan iklim bagi terwujudnya kemandirian atau profesionalisme tersebut

dilaksanakan melalui langkah-langkah penetapan kejelasan tugas fungsi, uraian

tugas, wewenang, tanggungjawab, dan perbaikan mekanisme manajemen karier.

93

C. Kompetensi Aparatur

Secara harfiah, kompetensi berasal dari kata competence yang artinya

kecakapan, kemampuan dan wewenang, Scale (dalam Sutrisno, 2009: 202).

Adapun secara etimologi, kompetensi diartikan sebagai dimensi perilaku keahlian

atau keunggulan seorang pemimpin atau staf mempunyai keterampilan,

pengetahuan, dan perilaku yang baik (Sutrisno, 2009: 202). Bernardin dan Joyce,

(2013: 43) mengemukakan bahwa orang yang memiliki potensi dan kompetensi

adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan (Knowledge), kecakapan atau

keahlian (Skill), kemampuan (Ability), and Others disingkat KSAOs. Echols dan

Shadiliy (2000: 132) pada umumnya diartikan sebagai kecakapan, keterampilan,

kemampuan oleh. Kata kompeten berarti cakap, mampu, terampil. Pada konteks

manajemen SDM, istilah kompetensi mengacu pada atribut atau karakteristik

seseorang yang membuatnya berhasil dalam pekerjaannya.

Menurut Palan (2007: 5) istilah kompetensi merujuk kepada keadaan atau

kualitas mampu dan sesuai. Selanjutnya Mathis and Jackson (2001: 17)

mendefinisikan bahwa kompetensi adalah karakteristik dasar yang dapat

dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu atau tim. Pengelompokkan

kompetensi terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan

kemampuan (abilities).

Menurut Amstrong (Moeheriono, 2014: 6), kompetensi adalah dimensi

tindakan tugas, dimana tindakan tersebut dipakai oleh karyawan untuk

menyelesaikan tugas pekerjaaan mereka dengan memuaskan dan apa yang

diberikan karyawan dalam bentuk yang berbeda-beda dan tingkatan kinerjanya.

94

Selanjutnya Sedarmayanti (2007: 129), berpendapat bahwa keuntungan

menggunakan kompetensi dalam proses seleksi dan rekruitmen adalah

menghindari kesalahan perekrutan dan biaya yang terkait sia-sia, proses belajar

yang lebih cepat dari karyawan baru, dasar pengambilan keputusan (untuk

merekrut) yang kuat, terkait jelas dengan persyaratan jabatan.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang

Pendidikan dan Latihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, kompetensi adalah

kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa

pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam

pelaksanaan tugas dan jabatannya.

Gorden (dalam Sutrisno, 2009: 204), mengemukakan ada beberapa aspek

yang terkandung dalam konsep kompetensi, yaitu:

1. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.

2. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif, dan efektif yang

dimiliki oleh individu.

3. Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk

melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

4. Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan

secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang.

5. Sikap (attitude), yaitu perasan (senang tidak senang, suka tidak suka)

atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.

6. Minat (interest), adalah kecenredungan seseorang untuk melakukan suatu

perbuatan.

95

Kompetensi dapat berupa penguasaan masalah, keterampilan kognitif

maupun keterampilan perilaku, tujuan, perangai, konsep diri, sikap dan nilai.

Setiap orang dapat diukur dengan jelas dan dapat ditunjukkan untuk membedakan

perilaku yang unggul atau yang berprestasi. Penguasaan masalah dan

keterampilan relatif mudah diajarkan, mengubah sikap dan perilaku relatif lebih

sukar. Sedangkan mengubah tujuan dapat dilakukan tetapi prosesnya relatif lebih

panjang, lama dan anggaran yang besar.

Dari definisi-definisi tersebut di atas, terdapat tiga hal pokok yang

tercakup dalam pengertian kompetensi, yaitu:

1. Kompetensi merupakan gabungan berbagai karakteristik individu. Kompetensi

tidak terdiri dari satu karakteristik saja. Kompetensi merupakan gabungan dari

pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap, dan karakteristik dasar lainnya dari

individu: (a) Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang

kognitif, (b) Pemahaman (understanding) yaitu, kedalaman kognitif dan

afektif yang dimiliki oleh individu, (c) Kemampuan (skill) adalah sesuatu

yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang

dibebankan kepadanya, (d) Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang

telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang,

(e) Sikap (attitude) yaitu perasaan (senang tidak senang, suka-tidak suka) atau

reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.

2. Kompetensi selalu berkaitan dengan kinerja atau perilaku. Kompetensi tampil

dalam bentuk kinerja atau perilaku yang dapat diobservasi dan diukur

(measurable). Jika potensi yang belum ditampilkan dalam bentuk perilaku

96

yang dapat observasi atau diukur tidak dapat dikategorikan sebagai

kompetensi.

3. Kompetensi merupakan kriteria yang mampu membedakan mereka yang

memiliki kinerja yang unggul dan sebaliknya. Kompetensi bukan sekedar

aspek-aspek yang menjadi prasyarat suatu jabatan, tetapi merupakan aspek-

aspek penentu keberhasilan kinerja. Hanya karakteristik-karakteristik yang

mendasari kinerja yang berhasil atau efektif yang dapat dikategorikan sebagai

kompetensi.

Kemudian Tovey & Lawlor (2004: 36), kompetensi menegaskan tiga hal

yaitu:

1. Kompetensi harus didemonstrasikan dalam setiap perilaku, bukan hanya

diketahui (pengetahuan). Seseorang disebut kompeten bukan karena dia

mengetahui tetapi dia mampu melakukan suatu pekerjaan.

2. Kompetensi merujuk pada kinerja individu yang memuaskan.

Kompetensi tidak mengenal gradasi kompetensi, misalnya kurang

kompeten, cukup kompeten, atau kompeten sekali. Konsep ini hanya

mengenal kompeten dan tidak kompeten.

3. Karena tidak ada gradasi, konsep kompetensi memerlukan standar yang

independen dan jelas yang berfungsi sebagai alat ukur apakah seseorang

kompeten atau tidak. Standar ini mesti dikeluarkan oleh lembaga yang

diakui oleh berbagai industri dan organisasi yang bergerak dalam bidang

tersebut.

97

Merujuk pada pendapat Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP, 2007)

dan sesuai dengan sistem manajemen SDM berbasis kompetensi, terdapat tiga

pilar yang harus disiapkan apabila suatu organisasi akan menerapkan konsep

kompetensi dalam pengelolaan SDM berbasis kompetensi mendasarkan pada tiga

unsur yang saling terkait yaitu:

1. Standar kompetensi kerja yang harus dijadikan acuan dalam proses

pengukuran kompetensi peserta pendidikan dan latihan. Standar

kompetensi kerja merupakan rumusan tentang kemampuan yang harus

dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang dilandasi oleh

pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja serta sesuai dengan petunjuk

kerja yang dipersyaratkan.

2. Sistem asesmen atau uji kompetensi dan sertifikasi yang independen untuk

mengukur pencapaian kompetensi peserta pendidikan dan latihan. Menurut

Fletcher (2004), asesmen adalah suatu bentuk asesmen yang dilakukan

dengan melakukan spesifikasi suatu hasil belajar secara rinci dan jelas,

sehingga penilai, peserta siklat, atau pihak lainnya dapat melakukan

penilaian yang objektif terhadap pencapaian kompetensi peserta

pendidikan dan latihan tersebut, dan berdasarkan hasil asesmen tersebut

kemudian memberikan sertifikat kompetensi kepada peserta pendidikan

dan latihan tersebut.

3. Sistem pendidikan dan latihan yang mengacu pada standar kompetensi

kerja dan sistem uji kompetensi yang telah ditetapkan. Kurikulum

pendidikan dan latihan harus disusun dan dibuat dengan merujuk pada

98

standar kompetensi kerja, dimana proses pembelajaran diarahkan untuk

pencapaian standar kompetensi ini. Bukti bahwa peserta telah menguasai

kompetensi ini dibuktikan dengan hasil uji kompetensi yang menyatakan

bahwa peserta tersebut telah kompeten.

Kompetensi bukanlah sebuah konsep yang baru di Amerika Serikat,

konsep kompetensi modern mulai diperkenalkan pada awal tahun 70-an. Pada

tahun 1973 misalnya David McClelland, seorang profesor dari Harvard

University mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik yang mendasaryang

dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat

memprediksikan, kinerja yang sangat baik. Dengan kata lain, kompetensi adalah

apayang para outstanding performers lakukan lebih sering pada lebih banyak

situasi dengan hasil yang lebih baik, daripada apa yang dilakukan para average

performers.

Menurut McClelland (1973: 1-14), ada enam komponen kompetensi,

yaitu:

1. Keterampilan (skills) yaitu keahlian atau kecakapan melakukan pekerjaan

dengan baik, contoh kemampuan mengetik, kemampuan mengoperasikan

computer.

2. Pengetahuan (knowledge), kompetensi yang berkaitan dengan informasi

yang dimiliki atau dikuasai seseorang dalam bidang pekerjaan tertentu.

3. Peran sosial yaitu bagaimana seseorang mencitrakan dirinya pada

lingkungan sosial dimana mereka berada (the outer self).

99

4. Citra diri yaitu persepsi individu tentang dirinya (the inner self), melihat

atau memposisikan dirinya sebagai seorang pemimpin.

5. Sifat bawaan (traits) yaitu karakteristik yang relatif konstan pada tingkah

laku seseorang.

6. Motif (motives) yaitu kompetensi yang berkaitan dengan pemikiran atau

niat dasar yang konsisten yang mendorong individu untuk bertindak atau

berperilaku.

Menurut Spencer dan Spencer (1993), Mitrani et.al, (1992),

mengemukakan 5 (lima) karakteristik kompetensi, yaitu:

1. Knowledge atau pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Skor

atas tes pengetahuan sering gagal untuk memprediksi kinerja sumber daya

manusia karena skor tersebut tidak berhasil mengukur pengetahuan dan

keahlian seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. Tes

pengetahuan mengukur kemampuan peserta tes untuk memilih jawaban

yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat

melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya atau

tidak.

2. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik

secara fisik maupun secara mental. Contoh, seorang dokter gigi secara

fisik mempunyai keahlian untuk mencabut dan menambal gigi tanpa harus

merusak saraf. Selain itu kemampuan seseorang programmer komputer

untuk mengorganisasikan 62.000 kode dalam logika yang sekuensial.

100

3. Motives adalah motif yang dimiliki seseorang untuk berprestasi secara

konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada

dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta

mengharapkan umpang balik dalam rangka memperbaiki dirinya.

4. Traits adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau

bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Contoh,

percaya diri (selfconfidence), kontrol diri (self control), stress resistance,

atau ketabahan dan daya tahan (hardiness).

5. Self Concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap

dan nilai diukur melalui tes kepadas responden untuk mengetahui

bagaimana nilai yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang

melakukan kegiatan tertentu.

Berdasarkan karakteristik dari lima kompetensi tersebut di atas, maka

dapat dikemukakan adanya 3 (tiga) kecenderungan yang terjadi, yaitu:

1. Bahwa kompetensi pengetahuan (knowledge competencies) dan keahlian (skill

competencies) cenderung lebih nyata dan relatif berada dipermukaan sebagai

salah satu karakteristik yang dimiliki oleh manusia. Oleh karenas itu

kompetensi pengetahuan (knowledge competencies) dan keahlian (skill

competencies) mudah untuk dikembangkan sehingga program pelatihan

merupakan cara yang baik untuk menjamin tingkat kemampuan sumber daya

manusia.

101

2. Motif kompetensi dan Trait berada pada “personality iceberg” sehingga cukup

sulit untuk dinilai dan dikembangkan sehingga salah satu cara yang paling

efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi.

3. Konsep diri (Self concept), watak/sifat (trait) dan motif kompetensi lebih

tersembunyi, dalam (deeper) dan berada pada titik sentral kepribadian

seseorang. Konsep diri terletak di antara keduanya. Sedangkan sikap dan nilai

seperti percaya diri dapat dirubah melalui pelatihan, psikoterapi sekalipun

memerlukan waktu yang sangat lama dan sulit.

Dengan melihat kecenderungan tersebut, maka dapat memberikan

gambaran pada manajemen bagaimana upaya meningkatkan kualitas sumber daya

manusia ke depan baik dalam perencanaan maupun dalam pengembangannya. Di

samping itu bahwa karakterristik tersebut memiliki hubungan satu dengan yang

lain yang saling menentukan.

Sementara Spencer (dalam Moeheriono, 2012: 5) mengemukakan:

Kompetensi dapat didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari

seseorang yang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam

pekerjaanya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan

kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan,

efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi

tertentu.

Berdasarkan arti kompetensi tersebut di atas, maka banyak mengandung

beberapa makna yang terkandung di dalamnya adalah, sebagai berikut:

1. Karakteristik dasar (underlying characteristic) kompetensi adalah bagian dari

kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai

perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan.

102

2. Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat menyebabkan

atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang artinya jika

mempunyai kompetensi yang tinggi maka akan mempunyai kinerja tinggi pula

(sebab akibat).

3. Kriteria (criterian referenced) dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi

secara nyata akan memprediksikan seseorang dapat bekerja dengan baik, harus

terukur dan spesifik atau terstandar.

Menurut Muins (2000: 40), di dalam organisasi, baik swasta maupun

pemerintahan kompetensi pegawai dapat dibagi ke dalam beberapa jenis

kompetensi, yaitu:

1. Kompetensi profesi, merupakan kemampuan untuk menguasai

keterampilan atau keahlian pada bidang tertentu, sehingga tenaga kerja

mampu bekerja dengan tepat, cepat, teratur dan bertanggungjawab.

2. Kompetensi individu, merupakan kemampuan yang diarahkan pada

keunggulan tenaga kerja, baik penguasaan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK) maupun daya saing kemampuannya terhadap lainnya.

3. Kompetensi sosial, merupakan kemampuan yang diarahkan pada

kemampuan tenaga kerja atau pegawai dalam menyesuaikan diri dengan

lingkungan, sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya di lingkungan

masyarakat maupun dilingkungan internal organisasi.

Competence antara alin yang dijelaskan Murphy (1993: 50), bahwa “bakat,

sifat dan keahlian individu apapun yang dapat dibuktikan, dapat dihubungkan

dengan kinerja efektif dan baik sekali sehingga kemampuan mentransfer pada

103

situasi baru dalam wilayah kerja”. Untuk itu maka kompetensi kerja merupakan

faktor mendasar yang perlu dimiliki seseorang sehingga mempunyai kemampuan

lebih dan membuat berbeda dengan seseorang, yang mempunyai kemampuan rata-

rata atau biasa saja. Karenanya kompetensi mempunyai cakupan komprehensif

seperti:

1. Motif, sebagai kebutuhan dasar seseorang yang mengarahkan cara berfikir dan

bersikap.

2. Sifat, yaitu sifat dasar yang menentukan cara sesorang bertindak dan

bertingkah laku.

3. Citra pribadi, yaitu pandangan seseorang terhadap identitas dan

kepribadiannya sendiri atau self introduction.

4. Peran kemasyarakatan, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya dalam

interaksinya dengan orang lain atau outer self.

5. Pengetahuan, yang adapat dimanfaatkan dalam tugas.

6. Keterampilan, yaitu kemampuan teknis untuk melakukan sesuatu dengan baik.

Selain itu maka kompetensi juga dinyatakan sebagai seperangkat tindakan

cerdas yang penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk

dianggap mampu oleh aparatur dalam melaksanakan tugas-tugaas. Sehingga

elemen kompetensi sebagai bagian dari pengembangan sumber daya aparatur,

adalah landasan kepribadian, penguasaan ilmu dan keterampilan, kemampuan

berkarya, kretifitas, dan membuat prakarsa, sikap dan perilaku menurut tingkat

keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai, serta pemahaman

kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan.

104

Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian ini, yaitu pergeseran paradigma

dan konsep kecakapan menjadi kompetensi ini secara perlahan tetapi pasti telah

menimbulkan implikasi “strategis” yang sangat positif bagi kegiatan perencanaan

dan pengelolaan SDM aparatur di lingkup apapun. Corvey, Roger (dalam Ridha,

2008: 33) mengatakan pula bahwa kompetensi mencakup kompetensi teknis yaitu

pengetahuan dan keahlian untuk mencapai hasil yang telah disepakati atau

kemampuan untuk memikirkan persoalan dan mencari alternatif baru.

Dari uraian tersebut di atas diambil kesimpulan bahwa jika dikaitkan

dengan pandangan Corvey dan Roger, maka setiap aparatur sebagai sumber daya

merasa wajib mengembangkan potensinya sebagai “Human Performace” yang

merupakan perpaduan antara kemampuan dengan motivasi, yang sementara

motivasi adalah penggabungan attitude (sikap) dengan situasi (dinamika

perkembangan) yang terakhir, sehingga terbentuknya attitude merupakan korelasi

nilai knowledge (pengetahuan) dan skill (keterampilan) utamanya bagi Pegawai

Negeri Sipil.

Sedangkan menurut Maarif (2003: 18), menetapkan standar kompetensi

dapat diprioritaskan pada pengetahuan, keterampilan dan sikap, baik yang bersifat

hard competencies maupun soft competencies (soft/generic competencies).

105

Menurut Spencer (dalam Moeheriono, 2012: 17) meliputi enam kelompok

kompetensi, yaitu:

No Kompetensi Generik Deskripsi

1. Kemampuan merencanakan

dan mengimplementasikan

atau achievement orientation,

atau berprestasi.

1. Motivasi untuk berprestasi

2. Perhatian terhadap kejelasan tugas,

ketelitian dan kualitas kerja,

3. Berinisiatif

4. Proaktif dan kemampuan mencari

dan menggunakan informasi

2. Kemampuan melayani atau

custumer service orientation,

atau pelayanan.

1. Empati (interpersonal

understanding)

2. Berorientasi pada pelanggan

(custumer service orientation)

3. Kemampuan memimpin atau

impact and influence, atau

kepemimpinan

1. Kemampuan mengembangkan

orang lain

2. Kemampuan mengarahkan

3. Kemampuan kerja sama kelompok

4. Kemampuan memimpin

kelompok).

4. Kemampuan mengelola atau

organizational awareness/

manajerial

1. Kemampuan mengembangkan

orang lain

2. Kemampuan mengarahkan

3. Kemampuan kerja sama kelompok

4. Kemampuan memimpin kelompok

(team leadership).

5. Kemampuan berpikir

(cognitive) atau analytical

thinking/pemikiran

1. Berpikir analisis (analytical

thinking)

2. Berpikir konseptual

3. Mempunyai keahlian teknis secara

professional.

6. Kemampuan bersikap dewasa

atau self control/kepribadian

1. Kemampuan mengendalikan diri

2. Fleksibil (flexibility)

3. Mempunyai komitmen terhadap

organisasi.

Kesuksesan seseorang dalam bekerja atau dapat dikatakan berkinerja baik,

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik bersifat internal maupun eksternal.

Namun demikian, ditempat kerja tertentu, seseorang mempunyai kemampuan

106

spesifik dan professional, tetapi belum tentu orang tersebut dapat bekerja atau

mempunyai kinerja tinggi lebih baik.

Kompetensi seseorang sangat besar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik

dari internal maupun eksternal, yaitu:

1. Bakat bawaan, bakat yang sudah ada dan melekat sejak mereka dilahirkan.

2. Motivasi kerja yang tinggi.

3. Sikap, motif dan nilai cara pandang.

4. Pengetahuan yang dimiliki baik dari pendidikan formal maupun nonformal.

5. Keterampilan dan keahlian yang dimiliki.

6. Lingkungan hidup dari kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam Undang Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara pasal 69 ayat 1 dinyatakan bahwa pengembangan karier pegawai negeri

sipil dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kerja, dan

kebutuhan instansi pemerintah. Kompetensi sebagaimana dimaksud ayat (1)

meliputi:

1. Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan,

pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis.

2. Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan

struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan.

3. Kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan

dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya

sehingga memiliki wawasan kebangsaan.

107

Dalam pasal 70 ayat (1) Undang Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara dijelaskan bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS)

memiliki hak dan kewajiban untuk mengembangkan kompetensi. Ayat (2)

dijelaskan bahwa pengembangan kompetensi sebagaimana dijelaskan pada

ayat(1) antara lain melalui: pendidikan dan latihan, seminar, kursus dan penataran.

Dalam konteks penyelenggaraan Sistem Administrasi Negara Kesatuan

Republik Indonesia, Kompetensi teknis (technical competence) yaitu kompetensi

mengenai bidang yang menjadi tugas pokok organisasi. Definisi yang sama

dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang

Pendidikan dan Latihan (Diklat) Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam

bidang teknis tertentu untuk melaksanakan tugas masing-masing aparatur. Bagi

Pegawai Negeri Sipil yang belum memenuhi persyaratan kompetensi jabatan

perlu mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis yang berkaitan dengan

persyaratan kompetensi jabatan masing-masing. Kompetensi managerial

(managerial competence) adalah kompetensi yang berhubungan dengan

kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugas organisasi.

Kompetensi manajerial meliputi kemampuan menerapkan konsep dan teknik

perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan evaluasi kinerja unit

organisasi, juga kemampuan dalam melaksanakan prinsip good governance dalam

manajemen pemerintahan dan pembangunan termasuk bagaimana

mendayagunakan kemanfaatan sumber daya pembangunan untuk mendukung

kelancaran pelaksanan tugas.

108

Sedangkan kompetensi sosial (social competence), yaitu kemampuan

melakukan komunikasi yang dibutuhkan oleh organisasi dalam pelaksanaan tugas

pokoknya. Kompetensi sosial dapat dilihat dilingkungan internal seperti

memotivasi sumber daya manusia dan atau peran serta masyarakat guna

meningkatkan produktivitas kerja atau yang berkaitan dengan lingkungan

eksternal seperti, pelaksanaan pola kemitraan, kolaborasi, dan pengembangan

jaringan kerja dengan berbagai lembaga dalam rangka meningkatkan citra dan

kinerja organisasi, terrmasuk bagaimana menunjukkan kepekaan terhadap hak

asasi manusia, nilai-nilai sosial budaya dan sikap tanggap terhadap aspirasi dan

dinamika masyarakat.

Berdasarkan uraian dan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas

terkait kompetensi aparatur, maka penulis mengacuh pada teori yang dikemukakan

oleh Bernardin dan Joyce, (2013: 43) yang mengemukakan bahwa orang yang

memiliki potensi dan kompetensi adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan

(Knowledge), kecakapan atau keahlian (Skill), kemampuan (Ability), and Others

disingkat KSAOs. Untuk melakukan pemberdayaan aparatur dibutuhkan kompetensi

dalam melaksanakan tugas pokok, tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan

berdasarkan ketentuan yang berlaku ditengah persaingan global dan pemberian

pelayanan kepada publik dengan memperhatikan pengetahuan (Knowledge),

kecakapan atau keahlian (Skill), kemampuan (Ability).

D. Faktor-faktor Determinan

Banyak pendapat yang mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi

efektivitas organisasi, namun pada dasarnya pendapat tersebut telah terangkum

109

dalam hasil penelitian Richard M. Steers, seperti teori mengenai pembinaan

organisasi yang menekankan adanya perubahan yang berencana dalam organisasi

yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Jadi, Steers

mengemukakan bahwa keberhasilan pembinaan organisasi akan mengakibatkan

keberhasilan organisasi.

Steers & Porter (dalam Sopiah, 2008: 156) mengatakan bahwa suatu

bentuk komitmen yang muncul bukan saja bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga

melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan

memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan.

Komitmen dapat dilihat dari 3 faktor, yaitu (1) Kepercayaan dan penerimaan yang

kuat atas tujuan dan nilai nilai organisasi, (2) Kemauan untuk mengusahakan

tercapainya kepentingan organisasi, (3) Keinginan yang kuat untuk

mempertahankan keanggotaan organisasi.

Steers dan Porter (dalam Sopiah, 2008: 164) mengemukakan ada sejumlah

faktor yang mempengaruhi komitmen pegawai pada organisasi, yaitu:

1. Faktor personal yang meliputi job expectations, psychologycal contract,

job choice factor karakteristik personal. Keseluruhan faktor ini akan

membentuk komitmen awal.

2. Faktor organisasi, meliputi inisial works experiences, job scope,

supervision, goal consistency organizational. Semua faktor itu akan

membentuk atau memunculkan tanggung jawab

3. Non organizational factor yang meliputi availability of alternative jobs.

Faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya

110

alternatif pekerjaan lain. Jika ada dan lebih baik, tentu pegawai akan

meninggalkannya.

Robbins (2001) mengemukakan bahwa ciri-ciri sikap komitmen adalah:

4. Adanya keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan organisasi

dan nilai-nilai organisasi.

5. Adanya kesediaan untuk berusaha semaksimal mungkin demi organisasi.

6. Adanya keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam

organisasi.

Pendapat lain dikemukakan oleh Hardjito (1997: 65) sebagai berikut:

Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya dipengaruhi oleh

komponen-komponen organisasi yang meliputi : (1) struktur, (2) tujuan,

(3) manusia, (4) hukum (5) prosedur pengoperasian yang berlaku,

(6) teknologi, (7) lingkungan, (8) kompleksitas, (9) spesialisasi,

(10) kewenangan, (11) pembagian tugas.

Selain itu, dalam mencapai efektivitas suatu organisasi sangat dipengaruhi

oleh berbagai faktor yang berbeda-beda tergantung pada sifat dan bidang kegiatan

atau usaha suatu organisasi. Sejalan dengan hal tersebut maka Komberly dan

Rottman (dalam Gibson et. al, 1996: 32) berpendapat bahwa efektivitas

organisasi ditentukan oleh lingkungan, teknologi, pilihan strategi, proses dan

kultur.

Sementara itu, Moore (dalam Sutarto, 1991: 45) mengatakan bahwa

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas organisasi, yaitu: (1) unit

kerja, (2) rentangan control, (3) pengawasan, (4) kepemimpinan,

(5) pendelegasian wewenang, (6) ide-ide bawahan, (7) motivasi dan

(8) spesialisasi.

111

Gulick dan Urwick (dalam Sutarto,1991: 42) mengatakan:

Faktor organisasi yang berpengaruh terhadap efektivitas organisasi, yaitu:

(1) penempatan orang pada struktur, (2) kepemimpinan, (3) kesatuan

perintah, (4) staf khusus dan umum, (5) unit kerjasama, (6) pelimpahan dan

pemakaian azas pengecualian, (7) kesimbangan tanggung jawab dan

wewenang serta (8) rentangan kontrol.

Pendapat tersebut menggambarkan bahwa dalam penempatan seseorang

dalam struktur organisasi harus benar-benar selektif, sesuai dengan kemampuan

yang dimiliki, karena hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja seseorang dan

produktivitas organisasi. Mengenai kepemimpinan merupakan salah satu factor

yang mempengaruhi efektivitas organisasi, karena kepemimpinan berkait dengan

proses mempengaruhi dan menggerakkan seluruh anggota organisasi agar mereka

bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam organisasi juga perlu ada

kesatuan perintah, karena tanpa adanya kesatuan perintah akan menimbulkan

kebingungan, keraguan dan menimbulkan pula tidak jelasnya tanggung jawab.

Garis-garis satuan perintah harus jelas menunjukkan dari siapa saseorang

menerima perintah dan kepada siapa dia bertanggung jawab. Staf khusus dan

umum diperlukan dalam organisasi karena pekerjaan dan aktivitas organisasi

bermacam-macam jenisnya dan ada yang perlu penanganan secara khusus, yang

memerlukan keahlian tertentu. Sedangkan unit kerja dilakukan karena dalam

organisasi terdapat aktivitas untuk menyusun satuan-satuan organisasi yang akan

diserahi bidang kerja tertentu atau fungsi tertentu. Dengan pelimpahan setiap

pejabat dari pucuk pimpinan sampai pejabat paling bawah memiliki wewenang

tertentu dalam bidang tugasnya, sehingga tiap-tiap pekerjaan dapat diselesaikan

pada jenjang yang tepat. Faktor keseimbangan diperhatikan, dimana satuan-satuan

112

organisasi hendaknya ditempatkan pada struktur organisasi sesuai dengan

perannya, satuan organisasi yang memiliki peranan sama penting ditempatkan

pada jenjang organisasi yang setingkat. Sedangkan rentangan control

dimaksudkan untuk menentukan jumlah bawahan langsung yang ideal yang dapat

dipimpin dengan baik oleh seorang atasan tertentu.

Demikian banyak rangkaian kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi

efektivitas organisasi seperti apa yang dikemukakan di atas, tetapi di sini akan

dituliskan empat saja faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas. Adapun

pengaruh 4 faktor tersebut terhadap efektivitas organisasi, sebagai berikut:

1. Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi. Struktur

diartikan sebagai hubungan yang relatif tetap sifatnya, merupakan cara suatu

organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi yang

meliputi faktor-faktor seperti deentralisasi pengendalian, jumlah spesialisasi

pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi dan seterusnya. Secara

singkat struktur diartikan sebagai cara bagaimana orang-orang akan

dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Teknologi menyangkut mekanisme suatu organisasi untuk mengubah

masukan mentah menjadi keluaran jadi. Teknologi dapat memiliki berbagai

bentuk, termasuk variasi-variasi dalam proses mekanisme yang digunakan dalam

produksi, variasi dalam pengetahuan teknis yang dipakai untuk menunjang

kegiatan menuju sasaran. Ciri organisasi yang berupa struktur organisasi meliputi

faktor luasnya desentralisasi. Faktor ini akan mengatur atau menentukan sampai

113

sejauh mana para anggota organisasi dapat mengambil keputusan. Faktor lainnya

yaitu spesialisasi pekerjaan yang membuka peluang bagi para pekerja untuk

mengembangkan diri dalam bidang keahliannya sehingga tidak mengekang daya

inovasi mereka.

Faktor formalisasi berhubungan dengan tingkat adaptasi organisasi

terhadap lingkungan yang selalu berubah, semakin formal suatu organisasi

semakin sulit organisasi tersebut untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Hal

tersebut berpengaruh terhadap efektivitas organisasi karena faktor tersebut

menyangkut para pekerja yang cendenrung lebih terikat pada organisasi dan

merasa lebih puas jika mereka mempunyai kesempatan mendapat tanggung jawab

yang lebih besar dan mengandung lebih banyak variasi jika peraturan dan

ketentuan yang ada dibatasi seminimal mungkin.

Harvey (dalam Steers, 1985:99) menemukan bahwa semakin mantap

teknologi sebuah organisasi, makin tinggi pula tingkat penstrukturannya yaitu

tingkat spesialisasi, sentralisasi, spesifikasi tugas dan lain-lain. Efektivitas

organisasi sebagian besar merupakan hasil bagaimana tingkat Indonesia dapat

sukses memadukan teknologi dengan struktur yang tepat. Keselarasan antara

struktur dan teknologi yang digunakan sangat mendukung terhadap pencapaian

tujuan organisasi.

2. Karakteristik Lingkungan

Karakteristik lingkungan ini mencakup dua aspek yaitu internal dan

eksternal. Lingkungan internal dikenal sebagai iklim organisasi. Yang meliputi

macam-macam atribut lingkungan yang mempunyai hubungan dengan segi-segi

114

dan efektivitas khususnya atribut lingkungan yang mempunyai hubungan dengan

segi-segi tertentu dari efektivitas khususnya atribut diukur pada tingkat individual.

Lingkungan eksternal adalah kekuatan yang timbul dari luar batas

organisasi yang memperngaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi

seperti kondisi ekonomi, pasar dan peraturan pemerintah. Hal ini mempengaruhi

derajat kestabilan yang relatif dari lingkungan, derajat kompleksitas lingkungan

dan derajat kestabilan lingkungan.

Steers (1985: 111) menyimpulkan dari penelitian yang dilakukan para ahli

bahwa keterdugaan, persepsi dan reasionalitas merupakan faktor penting yang

mempengaruhi hubungan lingkungan. Dalam hubungan terdapat suatu pola

dimana tingkat keterdugaan dari keadaam lingkungan disaring oleh para

pengambil keputusan dalam organisasi melalui ketetapan persepsi yang tepat

mengenai lingkungan dan pengambilan keputusan yang sangat rasional akan dapat

memberikan sumbangan terhadap efektivitas organisasi.

3. Karakteristik Pekerja

Karakteristik pekerja berhubungan dengan peranan perbedaan individu

para pekerja dalam hubungan dengan efektivitas. Para individu pekerja

mempunyai pandangan yang berlainan, tujuan dan kemampuan yang berbeda-

beda pula. Variasi sifat pekerja ini yang sedang menyebabkan perilaku orang yang

berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut mempunyai pengaruh langsung

terhadap efektivitas organisasi. Dua hal tersebut adalah rasa keterikatan terhadap

organisasi dan prestasi kerja individu.

115

Menurut Katz dan Kahn (dalam Steers, 1985: 135), peranan tingkah laku

dalam efektivitas organisasi harus memenuhi tiga persyaratan, sebagai berikut:

a. Setiap organisasi harus mampu membawa dan mempertahankan suatu

armada kerja yang mantap yang terjadi dari pekerja pria dan wanita yang

terampil. Berarti disamping mengadakan penerimaan dari penempatan

pegawai, organisasi juga harus mampu memelihara para pekerja dengan

imbalan yang pantas dan memadai sesuai dengan kontribusi individu dan

yang relevan bagi pemuasan kebutuhan individu.

b. Organisasi harus dapat menikmati prestasi peranan yang dapat

diandalkan dari para pekerjanya. Sering terjadi manajer puncak yang

seharusnya memikul tanggung jawab utama dalam merumuskan

kebijakan perusahaan, membuang terlalu banyak waktu untuk keputusan

dan kegiatan sehari-hari yang sepele dan mungkin menarik, akan tetapi

tidak relevan dengan perannya sehingga berkurang waktu yang tersedia

bagi kegiatan ke arah tujuan yang lebih tepat. Setiap anggota bukan

hanya harus bersedia berkarya, tetapi juga harus bersedia melaksanakan

tugas khusus yang menjadi tanggung jawab utamanya.

c. Di samping prestasi peranan yang dapat diandalkan organisasi yang

efektif menuntut agar para pekerja mengusahakan bentuk tingkah laku

yang spontan dan inovatif, job description tidak akan dapat secara

mendetail merumuskan apa yang mereka kerjakan setiap saat, karena bila

terjadi keadaan darurat atau luar biasa individu harus mampu bertindak

atas inisiatif sendiri dan atau luar biasa individu harus mampu bertindak

116

atas inisiatif sendiri dan atau mengambil keputusan dan mengadakan

tanggapan terhadap yang paling baik bagi organisasinya.

4. Kebijakan dan Praktek Manajemen

Karena manajer memainkan peranan sentral dalam keberhasilan suatu

organisasi melalui perencanaan, koordinasi dan memperlancar kegiatan yang

ditujuan ke arah sasaran. Kebijakan yang baik adalah kebijakan tersebut secara

jelas membawa kita ke arah tujuan yang diinginkan. Kebijakan harus dipahami

tidak berarti bahwa kebijakan harus ditulis (Amstrong, 1993: 49). Pada intinya

manajemen adalah tentang memutuskan apa yang harus dilakukan kemudian

melaksanakannya melalui orang-orang (Amstrong, 1993: 14). Definisi ini

menekankan bahwa dalam organisasi merupakan sumber daya terpenting.

Berdasarkan faktor kebijakan dan praktek manajemen ini, sedikitnya

diindentifikasikan menjadi enam variabel yang menyumbang efektivitas yaitu:

(1) penyusunan tujuan strategis, (2) pencarian dan pemanfaatan sumber daya,

(3) menciptakan lingkungan prestasi, (4) proses komunikasi, (5) kepemimpinan

dan pengambilan keputusan dan (6) inovasi dan adaptasi.

Berdasarkan keempat faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi

yang dinyatakan oleh Steers tersebut dapat dijelaskan secara ringkas bahwa:

a. Struktur yang dibangun dan teknologi yang digunakan dalam organisasi

akan sangat berpengaruh terhadap proses dan pencapaian tujuan.

b. Organisasi sebagai organisasi yang terbuka, kelangsungan hidupnya akan

sangat tergantung kepada lingkungan sekitarnya baik yang berada di

dalam organisasi maupun diluar organisasi.

117

c. Bahwa manusia sebagai unsur penting dari organisasi memiliki

kemampuan, pandangan motivasi dan budaya yang berbeda.

d. Kebijakan dan praktek manajemen yang ditetapkan oleh pimpinan dalam

mengatur dan mengendalikan organisasi sangat berpengaruh bagi

organisasi maupun bagi pencapaian tujuan.

Pengertian faktor organisasional menurut Shukor (1991), bahwa organisasi

dan pegawai saling bergantung antara satu sama lain. Pihak organisasi

memerlukan pemikiran, tenaga, kemahiran dan kepakaran yang disumbangkan

oleh pekerja. Sedangkan pegawai tergantung pada apa yang diberikan oleh pihak

organisasi. Minat terhadap pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi komitmen. Jadi pihak organisasi perlu merancang latihan dan

kursus serta menetapkan waktu untuk menyiapkan kerja dan memberi semangat

kepada pegawai supaya dapat memberikan komitmen yang lebih tinggi lagi dalam

pekerjaan mereka.

Menurut Panggabean (2004: 130), faktor utama dalam pekerjaan berkaitan

dengan pekerjaan itu sendiri dimana ia berkaitan dengan cara bagaimana pegawai

menilai tugas tugas yang ada dalam pekerjaannya. Faktor non organisasi

merupakan faktor yang menunju an ciri dari suatu jenis pekerjaan atau faktor

yang membedakan antara suatu pekerjaan denganjenis pekerjaan lainnya. Seorang

pegawai dalam bekerja membutuhkan rekan kerja dan bawahan yang saling

mendukung, saling percaya dan saling menghormati tugas serta wewenang

masing-masing sehingga didapat suatu proses kerja yang saling bersinergi satu

sama lain, dan saling membutuhkan dalam mencapai tujuan organisasi. Pada saat

118

tujuan perusahaan yang diinginkan dapat dicapai dan pencapaian itu didapat dari

suatu proses kerja sama yang baik antar pegawai kemudian keberhasilan itu

dihargai (tidak perlu pakai uang) oleh organisasi di saat itulah komitmen

organisasional pegawai.

Selanjutnya, faktor-faktor organisasional yang juga berpengaruh terhadap

kinerja aparatur, antara lain adalah:

5. Faktor Lingkungan Kerja

Faktor lingkungan kerja merupakan suatu keadaan yang dirasakan oleh

pegawai di sekitar tempat kerjanya atau organisasinya, dalam hal ini meliputi

tuntutan. tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi, dan

kepemimpinan organisasi. Menurut Robbins (2001) tuntutan tugas merupakan

faktor yang dikaitkan pada pekerjaan seseorang. Faktor ini mencakup desain

pekerjaan individu itu, kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik. Desain pekerjaan

individu terdiri dari:

a. Otonomi, yaitu sejauh mana pekerjaan itu memberikan kebebasan,

ketidaktergantungan, dan keleluasaan yang cukup besar kepada individu

dalam menjadwalkan pekerjaan itu, dan dalam menentukan prosedur yang

digunakan dalam menyelesaikan kerja itu.

b. Keragaman tugas, yaitu sejauh mana pekerjaan itu menuntut keragaman

kegiatan yang berbeda, sehingga pegawai dapat menggunakan

keterampilan dan bakat yang berbeda.

Kondisi fisik di tempat kerja juga berpengaruh terhadap kinerja pegawai,

yang meliputi suhu, kebisingan, penerangan, serta ukuran ruangan. Suhu adalah

119

satu variabel dimana terdapat perbedaan individual yang besar. Suhu yang

nyaman bagi seseorang belum tentu dirasakan sama oleh orang lain. Dengan

demikian, adalah penting bahwa karyawan bekerja di lingkungan dimana suhu

diatur sedemikian rupa sehingga berada diantar rentang yang dapat diterima setiap

individu. Tingkat kebisingan yang levelnya tinggi atau tidak dapat diramalkan

cenderung meningkatkan gangguan. Intensitas cahayayang tepat tergantung pada

kesulitan tugas dan kecermatan yang dituntut. Tingkat yang tepat dari intensitas

cahaya juga tergantung pada usia karyawan. Pencapaian kinerja pada tingkat

penerangan lebih tinggi adalah lebih besar untuk karyawan yang lebih tua

dibanding yang muda.

Seorang pegawai dituntut untuk menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu,

membutuhkan kecermatan, ketelitian, dan ketenangan dalam bekerja. Ia akan

memerlukan desain ruangan yang tertutup, tingkat kebisingan rendah, tingkat

pencahayaan yang cukup, suhu udara yang nyaman, serta pilihan desain interior

yang tepat.

Menurut Robbins (2001: 8) pengaturan tempat kerja sangat penting karena

mempengaruhi interaksi formal dan kebutuhan sosial. Dinding dan sekat yang

dihilangkan dengan desain kantor yang terbuka, akan memudahkan karyawan

saling berkomunikasi. Pengaturan ruang kerja sebuah kantor dapat memuat pesan

nonverbal, misalnya sebuah meja yang diletakkan di antara dua kelompok. Hal

tersebut mengungkapkan formalitas dan wewenang dari kepala kantor. Lain

halnya jika, suatu kantor menempatkan kursi-kursi yang memungkinkan orang-

orang duduk berdampingun dan berkomunikasi.

120

Robbins (2001: 6) menjelaskan tuntutan peran berhubungan dengan

tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu

yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-

harapan yang barangkali dirujukkan atau dipuaskan. Peran yang berlebihan beban

terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang

dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran diciptakan bila harapan peran tidak

dipahami dengan jelas dan karyawn tidak pasti mengenal apa yang harus

dikerjakan.

Wolfe dan Snoke (dalam Puspa, 1999: 40) mengungkapkan konflik peran

timbul karena adanya dua perintah yang berbeda yang diterima secara

berbarengan dan pelaksanaan satu perintah saja akan mengakibatkan

terabaikannya perintah yang lain. Barley dan Tolbert (dalam Puspa, 1999: 54)

mengatakan potensi munculnya konflik peran juga dipengaruhi oleh seberapa jauh

lingkungan pengendalian organisasi dimana seorang profesional bekerja

cenderung menekan otonomi mereka. Dominan peran profesional dalam

pelaksanaan aktivitas inti perusahaan (core activities) sangat menentukan tingkat

ancaman terhadap otonomi profesional. Semakin sering manajemen memerlukan

keahlian profesional untuk memecahkan masalah-masalah penting organisasi,

semakin tinggi bargaining power para profesional. Konsekuensi selanjutnya,

semakin besar kemungkinan profesional untuk memperoleh otonomi dalam

pelaksanaan tugas dan semakin besar pula kesempalan profesional untuk bisa

menggunakan mekanisme pengendalian profesinya.

Menurut Robbins, (2001: 5) mengemukakan pendapat sebagai berikut:

121

Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain,

yaitu adanya dukungan sosial dari rekan kerja dan hubungan antar pribadi

yang baik atau buruk. Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi

dalam organisai, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan

diambil. Suatu struktur organisasi menetapkan cara tugas peekrjaan dibagi,

dikelompokkan, dan dikoordinasi secara formal.

Ada enam unsur kunci yang perlu disampaikan kepada manajer bila

mereka merancang struktur organisasinya, yang meliputi:

a. Spesialisasi kerja, yaitu tingkat dimana tugas dalam organisasi dibagi-bagi

menjadi pekerjaan yang terpisah.

b. Departementalisasi, yaitu dasar yang dipakai untuk mengelompokkan

bersama sejumlah pekerjaan.

c. Rantai komando, merupakan garis tidak putus dari wewenang yang

terentang dari puncak organsiasi ke eselon terbawah dan memperjelas

siapa melapor kepada siapa.

d. Rentang kendali, adalah berapa banyak jumlah bawahan yang dapat

diarahkan secara efisien dan efektif oleh seorang manajer.

e. Sentralisasi, yaitu sampai tingkat mana pengambilan keputusan dipusatkan

pada suatu titik tunggal dalam organisasi; desentralisasi yaitu keleluasaan

keputusan dialihkan ke bawah ke karyawan tingkat lebih rendah.

f. Formalisasi, adalah suatu tingkat yang terhadapnya pekerjaan-pekerjaan

dalam organisasi itu dibakukan.

Selanjutnya Robbins (200l: 4) menambahkan pendapatnya terkait struktur

dalam organisasi, sebagai berikut:

Struktur organisasi mempunyai satu dampak baik pada sikap maupun

perilaku, tetapi juga menjadi kendala bagi karyawan sejauh itu membatasi

dan mengawasi apa yang mereka lakukan. Misalnya, organisasi yang

122

distruktur di sekitar tingkat formalisasi dan spesialisasi yang tinggi,

kepatuhan yang keras pada rantai komando, delegasi wewenang yang

terbatas, dan rentang kendali yang sempit memberikan sedikit otonomi

kepada para karyawan. Kendali dalam organisasi semacam itu memang

ketat dan perilaku cenderung beraneka di dalam suatu rentang yang sempit.

Sebaliknya, organisasi yang distrukturkan di sekitar spesialisasi yang

terbatas, formalisasi yang rendah, rentang kendali yang lebar, dan yang

serupa, memberikan kepada para karyawan kebebasan yang lebih besar, dan

karenanya akan dicirikan oleh keanekaragaman perilaku yang lebih besar.

Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja organisasi menurut

Robbins (1977: 6) terdapat tujuh faktor iklim organisasi yang dikembangkan oleh

Litwin dan Stringer, sebagai berikut:

a. Conformity, yaitu perasaan adanya banyak pembatas yang dikenakan

kepada anggota organisasi. Organisasi lebih banyak menentukan

prosedur peraturan, kebijaksanaan, praktek yang harus dilaksanakan oleh

anggotanya, dan pada kemungkinan melaksanakan tugas dengan caranya

sendiri yang dianggap tepat.

b. Responsibility, yaitu tanggung jawab pribadi pada diri anggota organisasi

untuk melaksanakan tugas mereka demi tujuan organisasi, anggota

organisasi dapat mengambil keputusan dan memecahkan persoalan yang

dihadapi tanpa harus melibatkan atasan;

c. Standart, yaitu kualitas pelaksanaan dan mutu produksi yang diutamakan

organisasi. Organisasi menetapkan tujuan yang menantang anggota

organisasi untuk berprestasi.

d. Rewards, yuitu penghargaan dan imbalan untuk suatu pekerjaan yang

dilaksanakan dengan baik.

123

e. Organizational Clarity, yaitu kejelasan tujuan dan kebijaksanaan yang

ditetapkan organisasi. Segala sesuatu diorganisir dengan jelas dan tidak

membingungkan, kabur atau kacau.

f. Warmth and Support, yaitu kehangatan dan pemberian semangat kerja

dalam organisasi, para anggota organisasi saling mempercayai dan saling

membantu.

g. Leadership, yaitu kepemimpinan dalam organisasi, kepemimpinan

ditolak atau dihargai oleh anggota organisasi.

Gibson, Invancevich dan Donnelly (1973: 16) mengembangkan alat ukur

iklim organisasi dengan menggunakan delapan faktor yang terdiri dari:

a. Structure, yaitu derajat dari aturan-aturan yang dikenakan terhadap

anggota organisasi, adanya penekanan atau batasan oleh atasan atau

organisasi terhadap anggota tersebut.

b. Responsibility, yaitu tanggung jawab dari anggota organisasi untuk

berprestasi karena adanya tantangan, tuntutan untuk bekerja, serta

kesempatan untuk merasakan prestasi.

c. Warmth and Support, yaitu dukungan yang lebih bersifat positif pada

situasi kerja, sehingga menumbuhkan rasa tenteram dalam bekerja.

d. Reward, yaitu penghargaan dan imbalan dalam situasi kerja. Hadiah

menunjukkan adanya penerimaan terhadap tingkah laku dan perbuatan,

sedangkan lingkungan menunjukkan adanya penolakan terhadap tingkah

laku dan perbuatannya.

124

e. Conflict, yaitu suasana mcncari menang sendiri di antara sejumlah

individu dan persaingan antara bagian dalam organisasi.

f. Standards, hasil kerja yang diminta dan kejelasan dari pengharapan yang

berhubungan dengan penampilan kerja dalam organisasi.

g. Organizational Identity, yaitu loyalitas kelompok dalam diri organisasi

sehingga menumbuhkan identitas kelompok.

h. Risk Taking, yaitu persepsi anggota organisasi terhadap kebijaksanaan

manajemen tentang adanya kemungkinan-kemungkinan ataupun resiko

dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa indikator dari

faktor lingkungan kerja agar pegawai dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat

waktu adalah: tuntutan tugas (kondisi kerja, tata letak kerja fisik); tuntutan peran

(tekanan, konflik); tuntutan antar pribadi (dukungan sosial); struktur organisasi

dan kepemimpinan organisasi.

6. Komitmen Kepemimpinan

Kepemimpinan mempunyai sifat yang universal dari suatu gejala sosial,

artinya kepemimpinan dapat ditemukan dan terjadi dimana saja dalam setiap

kegiatan bersama asalkan memenuhi unsur-unsur, seperti adanya orang yang

mempengaruhi, dan adanya orang yang dipengaruhi serta mengarahkan pada

tercapainya sesuatu tujuan. Namun yang terpenting dari seorang yang

menjalankan kepemimpinan adalah komitmen dan konsistensi terhadap apa yang

menjadi tujuan yang ingin dicapai dengan membangun kepemimpinan yang

terbuka, komunikatif dan demokrati. Sebab banyak pemimpin tidak mampu

125

menunjukkan komitmennya terhadap anggota dan organisasi yang dipimpinnya.

Sehingga yang terjadi justru konflik, kebingungan dan bahkan membuat

organisasi jauh dari sasaran yang ingin dicapai. Akib (2014 : 7) kepemimpinan

merupakan seni yang ada ilmunya (artistic science) dan sebaliknya kepemimpinan

merupakan ilmu yang ada seninya (scientific art) manakala diterapkan pada

konteks atau lokus yang berbeda, khususnya dalam organisasi berbasis

pengetahuan.

Pamudji (1993: 1-2) menyebutkan bahwa kepemimpinan mempunyai sifat

universal dan dapat merupakan gejala kelompok atau gejala sosial serta adanya

komitmen pimpinan yang kuat mendorong kemajuan organisasi. Dikatakan

bersifat universal karena selalu ditemukan dan diperlukan dalam setiap kegiatan

atau usaha bersama. Artinya setiap kegiatan atau usaha bersama selalu

memerlukan pemimpin dan kepemimpinan, baik kegiatan atau usaha tersebut

melibatkan dua, tiga orang maupun melibatkan sepuluh, seratus bahkan seribu

orang, baik kegiatan atau usaha tersebut bercorak sederhana maupun bercorak

kompleks dan luar biasa besarnya. Dikatakan merupakan gejala kelompok atau

gejala sosial oleh karena pemimpin dan kepemimpinan itu hanya dapat dirasakan

dan nampak apabila terdapat sekelompok orang-orang yang melakukan usaha

bersama atau dengan perkataan lain terdapat suatu kehidupan sosial.

Menurut Yulk (1994: 2) beberapa diskusi yang dapat dianggap cukup

mewakili untuk dijadikan referensi selama dua puluh tahun terakhir ini adalah

sebagai berikut:

126

a. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin

aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai

bersama (Hemhill & Coons dalam Yulk, 1994: 2).

b. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam

suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah

pencapaian satu atap atau beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum,

Wesehler & Massarik dalam Yulk, 1994: 2).

c. Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur

dalam harapan dan interaksi (Stogdill dalam Yulk, 1994: 2).

d. Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada,

dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan

rutin organisasi (Katz & Kahn dalam Yulk, 1994: 2).

e. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah

kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch & Behling

dalam Yulk, 1994: 2)

f. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi pengarahan terhadap

usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan

usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs & Jacques dalam

Yulk, 1994: 2).

g. Para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberi kontribusi

yang efektif terhadap orde sosial, dan yang diharapkan dan dijawabankan

melakukannya (Hosking dalam Yulk, 1994: 2).

127

Terry (1982: 458) merumuskan kepemimpinan sebagai aktivitas

mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.

Sementara itu Stogdil (dalam Sutarto, 1998: 13) memberikan pengertian

kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok

orang yang terorganisir dalam usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan.

Sedangkan Sutarto (1998: 13) mendefinisikan kepemimpinan sebagai rangkaian

kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam

situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Devis (dalam Handoko, 1998: 286-287) mengatakan bahwa ada empat

faktor yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang berkomitmen untuk sukses,

yaitu:

a. Kecerdasan, hampir semua penelitian ditemukan bahwa seorang

pemimpin memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada

pengikutnya.

b. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang lebih luas. Pemimpin rata-

rata mempunyai pengendalian emosi yang stabil, matang dan memiliki

suatu jaringan sosial yang luas di masyarakat.

c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Secara relatif seorang pemimpin

memiliki tingkat motivasi dan dorongan yang tinggi untuk berprestasi.

d. Sikap-sikap hubungan manusiawi. Seorang pemimpin yang sukses akan

menjunjung tinggi harga diri dan martabat para pengikutnya, serta

128

memiliki rasa perhatian dan berorientasi pada kepentingan para

anggotanya.

Pendapat tersebut di atas merumuskan ciri utama yang mempengaruhi

suksesnya kepemimpinan dalam organisasi. Dimana seorang pemimpin harus

memiliki kemampuan intelegensia, kematangan dan keluasan pandangan sosial,

sehingga mampu mengendalikan keadaan yang kritis dan mempunyai keyakinan

serta kepercayaan pada diri sendiri, mempunyai motivasi dan keinginan

berprestasi yang datang dari dalam, mempunyai kemampuan mengadakan

hubungan antar manusia. Jadi keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai

tujuannya juga ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin

organisasi.

Hersey & Blanchard (dalam Sutarto, 1998-b: 137-138) menggabungkan

analisa perilaku tugas dan perilaku hubungan, sehingga diperoleh empat gaya

kepemimpinan, sebagai berikut:

a. Telling yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri; tinggi tugas dan

rendah hubungan, pemimpin memberikan perintah khusus, pengawasan

dilakukan secara ketat, pemimpin menerangkan kepada bawahan apa

yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, kapan harus

dilaksanakan dan dimana harus dilakukan.

b. Selling yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri; tinggi tugas dan tinggi

hubungan, pemimpin menerangkan keputusan, memberikan pengarahan,

dan komunikasi dilakukan secara dua arah.

129

c. Participating yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri; tinggi hubungan dan

rendah tugas, pemimpin maupun bawahan saling memberikan gagasan

dan membuat keputusan bersama.

d. Delegating yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri rendah hubungan

dan rendah tugas, pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan

pelaksanaanya kepada bawahan sepenuhnya.

Konteks ini pemimpin adalah pemberi kemudahan yang membantu

melicinkan jalan ke pencapaian sasaran organisasi. Dalam melaksanakan

kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi, setiap pemimpin memerlukan

dan memiliki kekuasaan/kewenangan dan tanggung jawab yang harus

diimplementasikan secara baik, tepat dan benar. Seorang pemimpin mungkin saja

memiliki berbagai atau lebih dari satu kekuasaan (power) yang melekat pada

dirinya, yang hakekatnya dapat dipergunakan untuk mengendalikan kualitas atau

efektivitas kepemimpinan sesuai kewenangannya.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan lima

kualitas dasar yang selalu dimiliki oleh pemimpin yang berhasil, yaitu:

a. Integritas.

Pemimpin yang baik adalah pribadi berintegritas, karena ini merupakan salah

satu kualitas terpenting dari kepemimpinan. Pemimpin yang memiliki

integritas selalu memelihara standar kelakuan dan performa yang tinggi, baik

buat diri sendiri maupun orang lain. Mereka selalu memberikan contoh baik

dan tidak pernah minta orang lain untuk memenuhi standar yang mereka

sendiri tidak dapat memenuhi.

130

b. Kecerdasan.

Pemimpin yang baik tidak perlu seorang yang jenius tetapi ia jelas memiliki

kecerdasan. Pemimpin yang baik cukup cakap untuk mengenali kekurangan

mereka dan menyadari bahwa mereka tidak tahu semuanya. Pemimpin yang

baik selalu luwes. Mereka memahami perubahan dan dengan cepat dapat

menyesuaikan diri pada metode baru. Seringkali merekalah yang membuka

jalan dan memperkenalkan sistem baru kedalam organisasi mereka.

c. Keberanian.

Pemimpin yang baik harus berani, dengan ketetapan hati untuk tetap

mempertahankan tindakan dan keputusannya serta membela apa yang benar.

Pemimpin yang baik memiliki kepercayaan diri dan bersandar pada

kemampuannya sendiri. Selain itu, pemimpin yang baik mampu

mengembangkan kerjasama tim dan memotivasi orang lain. Mereka tidak

menunda-nunda pekerjaan, dan tidak meneruskan pekerjaan yang tidak

menyenangkan kepada orang lain, tetapi menanganinya langsung.

d. Inisiatif.

Pemimpin yang baik memperagakan inisiatif dengan banyak cara. Mereka

banyak akal, tekun dan cekatan. Mereka selalu memperhatikan kegairahan dan

imajinasi. Pemimpin yang baik mengambil komando. Mereka tidak ragu-ragu

untuk maju kedepan apabila kepemimpinan diperlukan. Mereka mempunyai

inisiatif untuk bertindak cepat dalam keadaan darurat. Sebab itu mereka adalah

penguasa dari tindakan mereka sendiri dan berketerampilan luar biasa untuk

mengembangkan kerjasama dan usaha orang lain.

131

e. Penilaian.

Pemimpin yang baik adalah penilai yang baik setiap saat, karena pada

akhirnya, dengan penilaian ia harus menentukan semua tindakan dan

keputusannya. Penilaian memberikan kepada pemimpin yang baik kesadaran

atas pengaruh mereka kepada pegawai dan situasi yang mengelilinginya.

Kemudian, Kartono (2004 : 86), mengemukakan bahwa kepemimpinan

demokratis menghargai potensi setiap individu mau mendengarkan nasihat dan

sugesti bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan

bidangnya masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota

seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.

Penilaian memberikan pandangan kedalam tentang kebutuhan serta arah

tindakan yang harus diambil. Penilaian memberikan jawaban untuk tindakan yang

tepat, kapan harus bersahabat dan tegas, kapan harus bernegoisasi dan kapan tetap

bertahan. Ki Hajar Dewantara mencetuskan ajaran yang menunjukkan dimana

seharusnya tempat seorang pemimpin, apakah ia di depan, di tengah atau di

belakang. Dengan tempatnya itu seorang pemimpin harus berpedoman sebagai

berikut:

a. Di depan ia harus menjadi suri teladan, yang dalam bahasa Jawa dikatakan

“hing ngarso sung tulodho”

b. Di tengah ia harus memberi semangat atau menimbulkan kehendak bagi

orang lain yang dipimpinnya, yang dalam bahasa Jawa dikatakan “hing

madyo mangun karso”

132

c. Di belakang yang dipimpin ia harus mengawasi supaya bersama-sama

yang dipimpin dapat mencapai tujuan dengan selamat, yang dalam bahasa

Jawa dikatakan “tut wuri handayani”

Thoha menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi

perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perorangan

maupun kelompok. Kepemimpinan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang

menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain ke arah

tercapainya suatu tujuan tertentu.

Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut di atas, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi dan

menggerakkan orang lain, sehingga mereka bertindak dan berperilaku

sebagaimana diharapkan terutama bagi tercapainya tujuan yang diinginkan. Di

samping itu, variabel komitmen kepemimpinan mempunyai pengaruh secara

asimetris terhadap tingkat efektivitas organisasi. Tanpa komitmen kepemimpinan

maka akan sulit mencapai tujuan organisasi.

Jadi komitmen kepemimpinan memiliki posisi yang strategis karena

perannya membawa organisasi pada pencapaian tujuan yang diinginkan atau yang

telah ditetapkan. Pemimpin yang tidak memiliki komitmen yang kuat dalam

memajukan organisasi, maka jutru mempersulit dan bahkan menghambat proses

pencapaian tujuan organisasi. Dengan komitmen Kepemimpinan maka, dapat

organisasi dapat menentukan apakah suatu organisasi mampu mencapai tujuan-

tujuan yang ditetapkan atau tidak. Kepemimpinan merupakan rangkaian kegiatan

penataan yang diwujudkan sebagai kemampuan mempengaruhi orang lain dalam

133

situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah

disepakati.

7. Budaya Kerja Organisasi

Dalam kehidupan masyarakat setiap hari tidak terlepas dari ikatan budaya,

ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga,

organisasi, bisnis maupun pada suatu bangsa. Budaya membedakan masyarakat

satu dengan yang lain dalam berhubungan atau berinteraksi serta bertindak

menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat

menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku

atau bertindak (Robert dan Angelo, 2005).

Abdullah dan Herlin Arisanti (2010: 25) menjelaskan bahwa: 1) Robbins

(1996) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah suatu presepsi bersama yang

dianut oleh anggota-anggota organisasi itu; 2) Schein (1992) menyatakan bahwa

budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk

bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu

beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi.

Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai

suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang

dihadapi; 3) Wood (2001), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan

nilai yang dikembangkan oleh organisasi di mana hal itu menuntun perilaku kerja

dari anggota organisasi itu sendiri.

Budaya kerja organisasi disimpulkan sebagai sistem nilai organisasi yang

dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan

134

perilaku para anggota organisasi. Dalam masyarakat, budaya organisasi

mempengaruhi nilai-nilai/etika individu, sikap-sikap, asumsi-asumsi dan harapan-

harapan individu. Perpaduan budaya masyarakat dan budaya organisasional dapat

menghasilkan dinamika di dalam suatu organisasi.

E. Kerangka Konseptual

Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara disebutkan bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas

pemerintahan dan pembangunan diperlukan pegawai negeri sipil yang profesional,

bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan

berdasarkan sistem prestasi kerja dan system karier yang dititik beratkan pada

sistem prestasi kerja. Dalam Undang-undang tersebut Pegawai Negeri Sipil

berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggaraan tugas

umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan

dan pelayanan publik untuk profesional , bebas dari intervensi politik, serta bersih

dari peraktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Berdasarkan hal tersebut maka, pegawai negeri sipil sebagai bagian

integral dari aparat pemerintah memiliki peranan yang sangat menentukan untuk

mencapai tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan,

khususnya ditingkat daerah. Untuk itu diperlukan upaya-upaya peningkatan

kualitas sumber daya manusia pegawai itu sendiri guna meningkatkan prestasi

kerja melalui strategi pemberdayaan aparatur.

Pemberdayaan aparatur adalah merupakan usaha dan upaya yang

dilakukan untuk meningkatkan kemampuan, memotivasi, dan membangkitkan

135

kesadaran atas potensi yang dimiliki oleh setiap aparatur, serta usaha-usaha

nyata untuk mengembangkannya, dengan harapan apabila hal ini dapat

diwujudkan, maka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya akan lebih optimal.

Salah satu bentuk pemberdayaan yang diberikan kepada pegawai ialah

dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil keputusan

tentang berbagai hal yang menyangkut pekerjaannya. Pembedayaan aparatur

menyangkut upaya bagaimana membuat agar energi dan potensi aparatur

bertambah, sehingga mempunyai kekuatan yang lebih berdaya dari sebelumnya.

Dengan lebih berdaya, maka aparatur semakin lebih mampu menjalankan tugas

dan semakin bertanggungjawab, menjadikan mereka semakin berinisiatif.

Untuk melakukan pemberdayaan aparatur, maka dibutuhkan aparatur yang

memiliki kompetensi yaitu kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh

pegawai yang berupa pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill) dan

kemampuan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya. Melalui

kompetensi tersebut pegawai dapat menghasilkan kinerja serta memiliki semangat

pengabdian yang tinggi untuk melayani masyarakat, bersikap hemat, efisien,

rasional dan transparan. Pemberdayaan aparatur diimplementasikan pada

organisasi melalui pemberian kewenangan yang jelas, pengembangan kompetensi,

pemanfaatan peluang, pemberian tanggungjawab, dan pengembangan budaya

organisasi dan pengembangan saling mendukung. Pemberdayaan aparatur yang

sangat signifikan, strategis, dan konprehensif bagi setiap proses aktivitas

organisasi dan manajemen sehingga dapat mewujudkan kinerja sebagaimana yang

diharapkan.

136

Berdasarkan pemberdayaan aparatur tersebut juga perlu diperhatikan

terkait faktor-faktor organisasional yang berpengaruh dalam pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi. Dengan demikian aparatur yang berdaya adalah

aparatur yang memiliki kesesuaian pekerjaan, pembagian tugas, otonomi dalam

bekerja serta terdapat persamaan akses, serta menemukan model pemberdayaan

aparatur yang efektif.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar bagan Kerangka

Konseptual sebagai berikut :

137

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konseptual

PEMBERDAYAAN

APARATUR

1. Pemberian kewenangan

2. Pengembangan

kompetensi

3. Pengambilan keputusan

PEMBERDAYAAN

APARATUR

APARATUR YANG BERDAYA

1. Ada kewenangan yang diberikan

2. Kesempatan mengembangkan

Kompetensi

3. Pelibatan dalam Pengambilan

Keputusan

PROTOTYPE

PEMBERDAYAAN

APARATUR

FAKTOR-FAKTOR

DETERMINAN

1. Lingkungan Kerja

2. Komitmen pimpinan

3. Pemanfaatan

Teknologi

4. Pengawasan

5. Budaya Kerja

KOMPETENSI

APARATUR

1. Pengetahuan

2. Kecakapan

3. Kemampuan

BADAN KEPEGAWAIAN

DAERAH PROVINSI

SULAWESI SELATAN

138

F. Hasil Penelitian Terdahulu

Pemberdayaan aparatur amat penting bagi peningkatan kinerja suatu

organisasi, sehingga sangat menarik untuk terus mendapatkan perhatian dalam

kajian maupun penelitian. Berikut ini akan dikemukakan pandangan dan hasil

temuan pada ilmuan yang meneliti tentang pemberdayaan aparatur dari berbagai

aspek, yaitu :

1. David Benyamin (2016 : 285), menemukan bahwa daalam pemberian

kewenangan dari atasan kepada bawahan, belum semuanya sesuai kualifikasi

yang ditetapkan dalam analisis jabatan tetapi secara akumulatif telah

menunjukkan kesesuaian, antara kemampuan dengan beban kerja, latar

belakang pendidikan dengan jenis pekerjaan, dan antara keterampilan dengan

pekerjaan/bidang kerjanya. Pemberdayaan yang dilakukan melalui pemberian

kewenangan dan tanggungjawab ternyata dapat mendorong motivasi pegawai

untuk meningkatkan kinerja, karena dalam memberikan kewenangan

didasarkan atas pertimbangan rasional, sehingga dapat menumbuhkan motivasi

kerja pegawai untuk lebih bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilimpahkan.

Dengan demikian para pegawai merasa terpacu untuk meningkatkan

kinerjanya.

Pemberdayaan pegawai juga dipengaruhi oleh adanya kompetensi aparatur

yang berbeda, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan latar

belakang pendidikan diantara pegawai. Belum adanya kesempatan yang

diberikan untuk mengikuti pendidikan dan latihan kepada pegawai yang

139

disebabkan karena terbatasnya alokasi anggaran dan tingkat kebutuhan

lembaga, sehingga berpengaruh terhadap pengembangan kemampuan pegawai.

2. Coddy Simanjuntak (2013 : 21), mengemukakan bahwa terdapat dua indikator

pemberdayaan aparatur yang perlu mendapat perhatian serius oleh pemerintah

adalah melakukan pelimpahan atau pendelegasian kewenangan kepada staf

terdepan untuk pengambilan keputusan operasional dalam mengefektifkan

pelayanan publik terutama pelaksanaan kegiatan operasionalisasi organisasi

dan yang kedua adalah mengikutsertakan aparatur dalam program pendidikan

dan latihan untuk peningkatan kompetensi aparatur serta peningkatan kinerja

secara efektif.

3. Robiq Yunianto (2010: 322), mengemukakan manajemen yang

memberdayakan lebih menekankan pada distribusi kewenangan guna mencapai

tujuan organisasi yang lebih efektif dan efisien, karenanya lebih dapat

mendorong semangat kreativitas dan tanggungjawab bawahan sebagai

penerima wewenang. Ada komitmen yang cukup kuat dari pimpinan, namun

operasionalisasi komitmen harus tetap diupayakan agar dapat semakin

memantapkan proses pemberdayaan melalui pendelegasian wewenang dalam

pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya organisasi sesuai bidang

tugas masing-masing. Dalam penelitian ini ditemukan belum adanya rincian

wewenang formal dari atasan kepada bawahan, sehingga pegawai sekedar

menjalankan rutinitas pekerjaan yang kurang strategis dalam mewujudkan Visi

dan Misi organisasi.

140

Pemberdayaan aparatur ditempuh melalui serangkaian aktivitas penetapan visi,

misi dan hasil yang dikehendaki bersama, pendelegasian wewenang, dan

pengelolaan sumber daya organisasi, serta evaluasi pertanggungjawaban atas

hasil yang dicapai, menunjukkan isyarat kurang seriusnya/ketidaksungguhan

pimpinan dalam organisasi pendelegasian wewenang hanya terjadi pada hal-

hal/kegiatan yang bersifat rutin dan kurang strategis bagi pengembangan

kompetensi dan kireativitas aparatur. Evaluasi terhadap proses itu hanya

dimaknai sebagai laporan hasil kegiatan secara lisan dan tertulis.

134

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif (cualitatif deskriptif) dengan pendekatan fenomenalogis (fenomenologys

research). Pendekatan deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena

peneliti berusaha untuk menjelaskan variabel penelitian dengan memberikan

penjelasan secara mendalam berdasarkan hasil wawancara kepada informan.

Sedangkan pendekatan fenomenalogis digunakan untuk menjelaskan fenomena

yang terjadi dilapangan pada saat peneliti melakukan observasi dan wawancara

pada Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan

metode pengamatan, wawancara, dan melalui dokumentasi yang dapat dijadikan

sebagai penjelasan dan keterangan yang diperoleh melalui informan, baik pejabat,

maupun aparatur birokrasi mengenai Pemberdayaan Aparatur Berbasis

Kompetensi pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 15 Juni 2015 sampai dengan 15 Juni

2016 di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan

Sekretariat Daerah Provinsi. Lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan

134

135

pertimbangan bahwa Kantor Badan Kepegawaian Daerah memiliki aparatur yang

memiliki kompetensi tetapi belum diberdayakan secara maksimal. Di samping

Badan Kepegawaian Daerah memiliki referensi terhadap pemberdayaan aparatur

yang berbasis kompetensi pada Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan.

C. Sumber Data

Penelitian ini berupaya mengumpulkan data yang terkait dengan

pemberdayaan aparatur yang dilaksanakan pada kantor Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang berbasis kompetensi. Terkait dengan hal

tersebut, maka peneliti membutuhkan sumber data, yaitu :

1. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti yang bersumber dari informan

melalui wawancara dan hasil observasi peneliti mengenai pemberdayaan

aparatur pemerintahan yang berbasis pengetahuan, kecakapan dan kemampuan

pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang dipandang

kompeten dan representatif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian

ini yaitu Kepala Badan Kepegawaian Daerah, Sekretaris Badan Kepegawaian

Daerah, Beberapa Kepala Bidang, Kepala Sub Bidang dan Staf Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti berupa data yang sudah ada

pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan yang telah

dikumpulkan oleh pihak lain, seperti laporan kinerja pegawai, keadaan

pegawai (jabatan/pangkat/golongan/pendidikan), dan sebagainya. Sumber

data diperoleh dari Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

136

Selatan yang sudah disajikan melalui laporan-laporan, Papan Bicara, Buku

Profil BKD dan karya ilmiah dan hasil penelitian yang relevan.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data lain, yaitu:

1. Studi lapangan, dengan cara pengumpulan data primer secara langsung yang

bersumber dari pemgamatan terhadap objek yang diteliti dengan

menggunakan observasi dan wawancara secara langsung terhadap informan

yang telah dipilih yaitu Sekretaris Daerah Provinsi, Kepala Badan, Kepala

Bidang, Kepala Sub Bidang dan beberapa staf pegawai Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Studi kepustakaan di gunakan untuk pengumpulan data sekunder yang

bersumber dari literatur, buku, jurnal ilmiah baik nasional maupun jurnal

internasional, buletin dan majalah-majalah serta tulisan-tulisan yang berkaitan

dengan pemberdayaan aparatur dalam organisasi pemerintahan.

D. Sasaran dan Fokus Penelitian

1. Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah informan yang terlibat baik langsung maupun

tidak langsung dalam pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun informan dalam

penelitian ini adalah, sebagai berikut:

a. Sekretaris Daerah Provinsi.

b. Kepala Badan Kepegawaian Daerah.

c. Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah.

137

d. Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Karier.

e. Kepala Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian.

f. Kepala Bidang Kinerja dan Kesejahteraan Pegawai.

g. Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian Kepegawaian.

h. Kepala Sub Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai.

i. Kepala Sub Bidang Pengelolaan Data Elektronik.

j. Kepala Sub Bidang Konseling dan Kedudukan Hukum.

k. Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian

Kepegawaian.

l. Staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Informan dipilih tersebut dengan alasan bahwa dipandang kompeten dan

representatif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Di samping itu,

informan yang dipilih tersebut adalah pelaku langsung di lapangan (aparatur).

2. Fokus Penelitian

a. Pemberdayaan melalui pemberian kewenangan, pengembangan

kompetensi, dan pengambilan keputusan aparatur berbasis pengetahuan,

kecakapan, dan kemampuan pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan.

b. Faktor-faktor yang determinan terhadap pemberdayaan aparatur berbasis

berbasis pengetahuan, kecakapan, dan kemampuan pada Kantor Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan?

138

c. Prototype pemberdayaan yang berbasis kompetensi yang sesuai dengan

kondisi aparatur pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

E. Deskripsi Fokus Penelitian

1. Pemberdayaan Aparatur melalui pemberian kewenangan yaitu pimpinan

memberikan kewenangan atau kekuasaan kepada bawahan untuk

melaksanakan tugas-tugas tertentu dengan sekaligus meminta pertanggung

jawaban atas penyelesaian tugas-tugas dalam rangka pencapaian tujuan yanjg

telah di rencanakan.

2. Pemberdayaan Aparatur melalui pengembangan kompetensi adalah pemberian

kesempatan kepada pegawai untuk mengembankan kemampuan dan

karakteristik yang dimiliki berupa pengetahuan, kecakapan, dan Kemampuan

yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya.

3. Pemberdayaan Aparatur melalui pengambilan keputusan adalah adanya

pelibatan pegawai dalam setiap proses pengambilan suatu keputusan yang

efektif sesuai situasi dan kondisi yang dihadapi Badan Kepegawaian Daerah.

4. Pemberdayaan Aparatur melalui Pemanfaatan Peluang adalah Memanfaatkan

peluang yang diberikan kepada pegawai untuk meningkatkan kompetensi

sesuai bidang kerja masing-masing.

5. Pemberdayaan Aparatur melalui Pengembangan saling mendukung adalah

terciptanya suasana saling mendukung antara pimpinan dan pegawai untuk

pencapaian tujuan dan program organisasi melalui kegiatan bersama satu sama

lain.

139

6. Faktor-faktor organisasional yang berpengaruh, yaitu komponen-komponen

yang memungkinkan berpengaruh terhadap pemberdayaan aparatur berbasis

kompetensi, yaitu: lingkungan kerja, kepemimpinan, pengawasan, dan budaya

organisasi.

F. Instrumen Penelitian

Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (human

instrument) dengan menggunakan pedoman wawancara dan pedoman observasi.

Selanjutnya dilakukan validasi untuk menjamin validitas instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini, yaitu peneliti melakukan validasi pada pedoman

wawancara dan pedoman observasi sesuai kerangka yang disarankan para ahli

dan di bawah bimbingan promotor dan kopromotor. Dan untuk peneliti sendiri

berusaha menambah pemahaman metode penelitian kualitatif, berusaha

menguasai teori pada bidang yang diteliti, kesiapan dan bekal keterampilan pada

saat melakukan penelitian di lapangan.

G. Teknik Pengumpulan dan Pengabsahan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah, sebagai berikut:

a. Wawancara langsung dan mendalam dengan informan, dengan mengajukan

sejumlah pertanyaan terstruktur kepada informan yang telah dipilih terkait

dengan permasalahan dalam penelitian. Hasil wawancara digunakan sebagai

dasar untuk menjustifikasi kebenaran dari hasil penilaian terkait tanggapan

pegawai terhadap Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Kantor

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

140

b. Observasi dengan melakukan pengamatan langsung kepada aparatur yang

sedang melaksanakan tugas-tugas rutin pada Badan Kepegawaian Daearah

sebagai wilayah observasi. mengamati dan membaca dokumen laporan

kegiatan yang sudah dilasanakan.

c. Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang terkait dengan

fokus penelitian melalui penelusuran dan catatan dokumen-dokumen yang

sudah ada serta melalui pengambilan gambar pada saat pelaksanaan diklat,

workhsop, seminar, pelantikan pejabat di kantor Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Pengabsahan Data

Data penelitian yang telah dikumpulkan diharapkan dapat menghasilkan

penelitian yang bermutu. Oleh karena itu, peneliti melakukan pengabsahan data

sebagai berikut:

a. Kredibilitas (Credibility)

Untuk menjamin perolehan data yang kredibel, maka peneliti melakukan

langkah-langkah, sebagai berikut:

1) Perpanjangan masa pengamatan

Peneliti melalukan perpanjangan masa pengamatan dengan melakukan

beberapa kali turun kelokasi penelitian karena data yang dianggap belum

cukup yaitu dengan melakukan pengumpulan data, pengamatan dan

wawancara kembali kepada para informan baik dalam bentuk pengecekan

data maupun mendapatkan data yang belum diperoleh sebelumnya. Oleh

karena itu, peneliti berusaha turun kelapangan dan menghubungi kembali

141

para informan terutama Kepala bidang dan kepala sub bidang dan

mengumpulkan data sekunder yang masih diperlukan dalam penyusunan

laporan penelitian.

2) Pencermatan pengamatan

Data yang diperoleh peneliti pada lokasi penelitian diamati secara cermat

untuk memperoleh temuan yang bermakna. Yaitu melakukan perekaman

pada saat wawancara dengan para informan terutama Bapak Sekretaris

Daerah provinsi dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah, baik dalam

bentuk tulisan catatan-catatan maupun dalam rekaman suara/visual, selama

berada di lokasi penelitian karena informan tersebut tidak memiliki waktu

yang cukup untuk dilakukan wawancara berulang.

3) Triangulasi.

Untuk keperluan triangulasi maka dilakukan tiga cara, yaitu:

a) Triangulasi sumber

Peneliti melakukan triangulasi sumber dengan cara pengecekan dari

pejabat yang memiliki keterkaitan dengan kepegawaian sampai ke staf

pegawai yang menjadi informan yang terdiri dari beberapa Kepala

Bidang dan sub bidang serta beberapa staf yang menjadi sumber

informasi.

b) Triangulasi waktu

Peneliti melalukan wawancara kepada pegawai pada waktu sedang

berada di kantor melakukan aktivitas dan sedang tidak beraktivitas di

luar kantor. Dengan tujuan ingin membandingkan data yang diperoleh

142

dengan suasana formal atau resmi di kantor Badan Kepegawaian

Daerah dan suasana kekeluargaan di luar jam kantor di warkop dan

masjid. Hal ini ingin mengetahui apakah hasil wawancara yang

dilakukan di kantor memiliki jawaban yang sama dengan hasil

wawancara di luar kantor. Apabila jawaban sama, maka peneliti dapat

meyakini kebenarannya. Sebaliknya, jika terjadi perbedaan antara

jawaban yang diperoleh di kantor dan di luar kantor, maka peneliti

akan melakukan penelusuran lebih dalam sampai informannya jenuh.

d). Kecukupan referensi.

Penenliti menggunakan alat rekaman wawancara yaitu melalui Tipe

recorder dan Handphone untuk menjaga orisinalitas data yang diperoleh

dari informan dan memperhatikan dokumen-dokumen yang ada.

H. Teknik Analisis Data

Fokus analisis data dalam penelitian ini adalah deskriftif kualitatif, yaitu

dimulai dari pengumpulan, pengintegrasian, dan penafsiran data merupakan suatu

kesatuan yang simultan. Hal ini dilakukan pada saat pengumpulan data

berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada

saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang

diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah analisis terasa belum

memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaannya lagi sampai tahap

tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.

1. Pengumpulkan Data (Data Collection)

143

Peneliti melakukan pengumpulan data hasil studi pendahuluan sebelum ke

lapangan dan menganalisis data tersebut untuk keperluan penentuan fokus

penelitian dan pengumpulan data setelah di lapangan.

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu

dicatat secara teliti dan rinci dengan merangkum, dimana peneliti hanya

memilih hal-hal yang pokok, serta menfokuskan pada hal-hal yang penting

sesuai dengan fokus dan masalah penelitian. Peneliti merangkum dengan

menggunakan peralatan elektronik yaitu Laptop, dengan membuat kode-kode

tertentu.

3. Penyajian Data (Data Display)

Peneliti melakukan dalam bentuk uraian singkat yang bersifat naratif untuk

memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya terkait hasil penelitian

dilapangan melalui wawancara dan observasi.

4. Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification)

Peneliti melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi terhadap hasil

wawancara terhadap informan. Kesimpulan awal yang dikemukakan oleh

peneliti masih bersifat sementara, dan mengalami perubahan karena peneliti

menemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan

data berikutnya setelah kembali melakukan peNelitian dilapangan.

144

Model Analisis Miles and Huberman adalah sebagai berikut:

Data

Collection

Data

Display

Data

Condensation Conclution

Drawing/Veriling

1 3

2

4

145

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

A. Sejarah Perkembangan Badan Kepegawaian Daerah

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah

satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada pada lingkup Pemerintah

Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan pengembangan dari lembaga

kepegawaian yang ada sebelumnya.

Ketika pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melakukan restrukturisasi

organisasi pada tahun 2000, sebagai implikasi ditetapkannya Undang-Undang RI

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka desain organisasi

Biro Kepegawaian Sekretariat Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Selatan

berubah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah RI

Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, Keputusan

Presiden RI Nomor 159 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Badan

Kepegawaian Daerah, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.

Adapun yang menjabat Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan yang pertama sejak perubahan tersebut adalah Drs. Supomo

Guntur. Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan menempati salah

satu gedung di Kawasan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan terletak di jalan Jend.

Urip Sumoharjo No. 269 Makassar sampai sekarang.

145

146

Struktur organisasi yang baru ini dituangkan melalui Peraturan Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi

dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencana Pembangunan Daerah, Lembaga

Teknis Daerah, dan Lembaga Lain Provinsi Sulawesi Selatan. Terakhir dengan

Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2011.

Selama terbentuknya dan perubahan dari biro kepegawaian menjadi Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan telah berganti beberapa

pimpinan, yaitu : 1) Drs. Supomo Guntur (2001-2002), 2) Drs. H. Muhammad

Arsyad Kale, M.Si. (2002-2004), 3) Drs. H. Tajuddin Noer, M.M. (2004-2005), 4)

Drs. H. Tandeng Tugi, M.Si. (2005-2007), 5) Dra. Hj. A. Murni Amien Situru,

M.Si. (2007-2012), 6) Drs. H Tautoto TR, M.Si (2012-2013), 7) H. Mustari Soba,

SH, M.Si (2013-2015), 8) Ir. H. Muhammad Tamzil, MP (2015-Sekarang).

B. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi adalah lembaga teknis daerah

provinsi yang merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam

melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kepegawaian,

yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan

bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

1. Visi dan Misi

Adapun Visi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yaitu

“Terwujudnya Pegawai Negeri Sipil Provinsi Sulawesi Selatan yang Profesional,

Berkinerja dan Sejahtera.”

147

Misi organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian

tujuan organisasi. Adapun misinya adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kualitas profesionalisme Pegawai Negeri Sipil.

b. Menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil berbasis kompetensi

dan kinerja.

c. Penguatan kapasitas Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan untuk mendorong profesionalisme, kompetensi dan kinerja

Pegawai Negeri Sipil.

d. Melakukan pembinaan, pengawasan, dan koordinasi dalam

penyelenggaraan manajemen Pegawai Negeri Sipil sesuai urusan dalam

tingkatan pemerintahan.

e. Meningkatkan kualitas layanan administrasi kepegawaian yang didukung

dengan sistem informasi kepegawaian berbasis teknologi informatika dan

komunikasi.

2. Tujuan

Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam

melaksanakan program dan kegiatannya memiliki tujuan yang telah dirumuskan

sebagai berikut:

a. Terwujudnya peningkatan kapasitas dan profesionalisme sumber daya

aparatur berbasis kompetensi.

b. Terwujudnya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas

manajemen untuk mendorong profesionalisme, kompetensi, dan kinerja

sumber daya aparatur.

148

c. Terwujudnya sumber daya aparatur yang sejahtera dan berdisiplin tinggi.

d. Terwujudnya pelayanan prima administrasi kepegawaian berbasis

teknologi Informasi dan komunikasi.

3. Sasaran

Tujuan yang telah dirumuskan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan, kemudian ditetapkanlah indikator kinerja melalui sasaran yang

akan dilaksanakan, yaitu :

a. Terwujudnya peningkatan kapasitas dan profesionalisme sumber daya

aparatur berbasis kompetensi, dengan sasaran meningkatkan kapasistas

dan profesionalisme sumber daya aparatur berbasis kompetensi.

b. Terwujudnya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas

manajemen untuk mendorong profesionalisme, kompetensi, dan kinerja

sumber daya aparatur, dengan sasaran menguatnya kapasitas kelembagaan

dan manajemen.

c. Terwujudnya sumber daya aparatur yang sejahtera dan berdisiplin tinggi,

dengan sasaran meningkatnya disiplin aparatur dan kesejahteraan pegawai.

d. Terwujudnya pelayanan prima administrasi kepegawaian berbasis

teknologi Informasi dan komunikasi, dengan sasaran meningkatnya

kualitas pelayanan administrasi kepegawaian.

149

C. Strategi, Kebijakan dan Nilai-nilai Organisasi

1. Strategi

Strategi disusun secara optimal untuk mewujudkan tujuan yang

dirumuskan dan dirancang secara konseptual, analitik, rasional dan komprehensif,

dengan mengunakan analisis SWOT, telaah ini menganalisis faktor peluang

(opportunity), tantangan/ancaman (threats), kekuatan (strenght), dan kelemahan

(weakness).

Berdasarkan hasil analisis SWOT, pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan, maka terdapat 4 (empat) strategi yang muncul

berdasarkan konsensus dan keterkaitan dengan misi dan tujuan organisasi, yaitu:

a. Meningkatkan profesionalisme pegawai dengan dana yang memadai.

b. Pegawai yang profesional dengan renumerasi yang adil, layak dan

kompetitif.

c. Tingkatkan kinerja aparatur yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.

d. Penerapan Simpeg dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk

tingkatkan kinerja aparatur.

2. Kebijakan

Kebijakan yang ditempuh untuk menetapkan program dan kegiatan untuk

mencapai tujuan organisasi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan sistem manajemen sumber daya aparatur berbasis

kompetensi.

150

b. Mengembangkan infrastruktur sumber daya aparatur.

c. Mengembangkan sistem penataan organisasi BKD Provinsi Sulawesi

Selatan berbasis pada misi (mission-driven organization).

d. Menegakkan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian.

e. Mengembangkan sistem budaya kerja dan etos kerja Pegawai Negeri Sipil.

f. Mengembangkan sistem insentif berbasis kinerja.

g. Mengembangkan sistem pelayanan administrasi kepegawaian berbasis

TIK.

3. Nilai-nilai Organisasi

Adapun nilai-nilai kehidupan yang mendasari visi dan misi Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan adalah:

a. Pegawai Negeri Sipil yang Profesional.

Pegawai Negeri Sipil yang kompeten di bidangnya, memiliki pengetahuan,

keahlian (skill), keterampilan, berwawasan luas, menjunjung tinggi etika

profesi, memiliki dedikasi, komitmen dan tanggungjawab terhadap tugas

dan jabatannya, serta perilaku disiplin dan mempunyai integritas yang

tinggi.

b. Pegawai Negeri Sipil yang berkinerja.

Kinerja Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan,

pengalaman dan kesungguhan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan,

dengan sub unsur prestasi kerja, yaitu:

1) Mempunyai kecakapan dan menguasai segala seluk beluk bidang

tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya.

151

2) Mempunyai keterampilan dalam melaksanakan tugasnya.

3) Mempunyai pengalaman di bidang tugasnya dan bidang lain yang

berhubungan dengan tugasnya.

4) Bersungguh-sungguh dan tidak mengenal waktu dalam melaksanakan

tugasnya.

5) Mempunyai kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani yang baik.

6) Melaksanakan tugas secara berdaya guna dan berhasil guna.

7) Hasil kerjanya melebihi hasil kerja rata-rata yang ditentukan, baik

dalam arti mutu maupun dalam arti jumlah.

c. Pegawai Negeri Sipil yang sejahtera.

Pegawai Negeri Sipil memenuhi standar kehidupan yang layak untuk diri

dan keluargannya. Kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil diwujudkan

dengan memperhitungkan beban kerja dan prestasi kerja/produktivitas

marjinal, serta didukung dengan sistem penghargaan yang adil dan

rasional sehingga mampu menumbuhkan motivasi peningkatan kinerja

dan terciptanya Pegawai Negeri Sipil yang bersih dari KKN.

D. Organisasi Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan

1. Struktur Organisasi Badan Kepegawaian Daerah

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun

2011 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah, dan Lembaga Lain

152

Provinsi Sulawesi Selatan, Struktur Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan, sebagai berikut:

Gambar 4.1 Struktur Organisasi BKD Provinsi Sulawesi Selatan

berdasarkan Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9

Tahun 2008

Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Januari 2016.

KEPALA

BADAN

SEKRETARIS

KELOMPOK

JABATAN

FUNGSIONAL

SUBAG UMUM

DAN

KEPEGAWAIAN

SUBAG

PROGRAM

SUBAG

KEUANGAN

BIDANG PERENCANAAN & PENGEMBANGAN

KARIER

BIDANG MUTASI &

INFORMASI KEPEGAWAIAN

BIDANG KINERJA &

KESEHATERAAN PEGAWAI

BIDANG INFORMASI &

PENGENDALIAN PEGAWAI

SUBID PERENCANAAN

& PENGEMB. PEGAWAI

SUBID KEPANGKATAN DAN PENSIUN

SUBID KONSELING DAN

KEDUDUKAN HUKUM

SUBID PEMBINAAN &

KEPENGENDALIAN KEPEGAWAIAN

SUBID MUTASI JABATAN

SUBID LAYANAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

SUBID KINERJA DAN

PENGHARGAAN

SUBID PENGOLAHAN DATA & TATA

NASKAH

153

2. Keadaan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah

Dalam melaksanakan program dan kegiatan pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan serta dalam rangka mewujudkan visi dan misi

terutama dalam meningkatkan kualitas profesionalisme Pegawai Negeri Sipil dan

menyelenggarakan manajemen kepegawaian berbasis kompetensi dan berkinerja,

maka Badan Kepegawaian Daerah didukung oleh aparatur yang memadai.

Berikut ini akan dikemukakan keadaan pegawai berdasarkan golongan/

ruang dalam lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

Tahun 2016.

Tabel 4.2 Keadaan pegawai berdasarkan golongan/ruang Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

No

Golongan/Ruang

Jenis Kelamin

Jumlah

L P

1. I/c 1 - 1

2. I/d - - -

3. II/a 2 - 2

4. II/b 3 2 5

5. II/c - - -

6. II/d - 5 5

7. III/a 9 3 12

8. III/b 10 10 20

9. III/c 9 6 15

10. III/d 4 4 8

11. IV/a 3 2 5

12. IV/b 2 1 3

13. IV/c - - -

14 IV/d 1 - 1

J u m l a h 44 33 77

Sumber: Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,

Januari 2016.

154

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat dikemukakan bahwa rata-rata

golongan/ ruang pegawai dalam lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan berada pada golongan/ruang III dengan jumlah 55 pegawai dan

IV berjumlah 9 pegawai, untuk tahun 2016.

Kemudian berikut ini akan disajikan data pegawai berdasarkan jenjang

pendidikan formal pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

Tahun 2016, adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Keadaan pegawai berdasarkan jenjang pendidikan pada

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

No

Pendidikan

Jenis Kelamin

Jumlah L P

1. Sekolah Dasar - - -

2. SLTP 1 - 1

3. SLTA 9 3 12

4. Diploma I - - -

5. Diploma II - - -

6. Diploma III/Akademi 1 3 4

7. Diploma IV 2 1 3

8. Sarjana (Sl) 24 22 46

9. Magister (S2) 7 4 11

10. Doktor (S3) - - -

J u m l a h 44 33 77

Sumber: Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,

Januari 2016.

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, dapat dikemukakan bahwa Keadaan pegawai

berdasarkan jenjang pendidikan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan adalah 46 pegawai yang memiliki jenjang pendidikan sarjana

(S1) dan 11 pegawai memiliki jenjang pendidikan Magister (S2), serta masih

terdapat 20 pegawai yang memiliki jenjang Pendidikan SLTP,SLTA dan

Diploma. Di samping itu, untuk tahun anggaran 2016 terdapat 8 pegawai dalam

155

lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang melanjutkan

pendidikan ke jenjang Sarjana (S1) sebanyak 3 orang dan Magister (S2) sebanyak

5 orang.

Selanjutnya, akan dikemukakan keadaan pegawai berdasarkan eselon

pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2016,

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Keadaan pegawai berdasarkan eselon Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

No Uraian Jenis Kelamin Jumlah

L P

1. ESELON I - - -

2. ESELON II 1 - 1

3. ESELON III 3 2 5

4 ESELON IV 7 4 11

J u m l a h 11 6 17

Sumber: Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,

Januari 2016.

Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dapat dikemukakan bahwa Keadaan

pegawai berdasarkan eselon pada lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan adalah 11 pegawai yang memiliki jabatan Eselon IV dan 5

pegawai memiliki jabatan Eselon III, serta 1 pegawai yang memiliki jabatan

Eselon II.

Berikut, dikemukakan keadaan pegawai berdasarkan tingkat

pendidikan, golongan/ruang dan jabatan pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2016, sebagai berikut:

156

Tabel 4.5 Keadaan pegawai berdasarkan Tingkat Pendidikan,

Golongan/Ruang dan Jabatan pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

No Pendidikan Jenis Kelamin Gol/

Ruang

Jabatan

L P

1. SLTA/D3/D4 12 7 II/III Staf, Sub bid.

2. SARJANA (S1) 24 22 III/IV Kasubag, Kabid,

Kasubid.

3. MAGISTER

(S2)

7 4 III/IV Kepala Badan,

Sek Badan,

Kabid.

4 DOKTOR (S3) - - - -

J u m l a h 43 33 76 -

Sumber: Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,

Januari 2016.

3. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Kepegawaian Daerah

a. Tugas Pokok

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6

Tahun 2011, Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

mempunyai tugas penyelenggaraan urusan di bidang kepegawaian berdasarkan

asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

b. Fungsi Badan Kepegawaian Daerah

Adapun fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

adalah:

1) Perumusan kebijakan teknis di bidang kepegawaian daerah yang meliputi:

perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan informasi kepegawaian,

kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan pengendalian pegawai.

2) Pengkoordinasian penyusunan perencanaan di bidang kepegawaian daerah

meliputi: perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan informasi

157

kepegawaian, kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan

pengendalian pegawai.

3) Pembinaan dan penyelenggaraan tugas di bidang kepegawaian daerah yang

meliputi: perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan inforemasi

kepegawaian, kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan

pengendalian kepegawaian.

4) Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan gubernur sesuai dengan tugas

dan fungsinya.

4. Tupoksi dan Rincian Tugas Jabatan Strukturan BKD

Penjabaran dari Tupoksi dan rincian tugas jabatan struktural pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Peraturan Gubernur

Sulawesi Selatan Nomor 17 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan

Rincian Tugas Jabatan Struktural pada Badan Kepegawaian Daerah sebagai

berikut:

a. Kepala Badan

Badan Kepegawaian Daerah dipimpin oleh Kepala Badan yang

mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan di bidang kepegawaian

berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut di atas, Kepala Badan

Kepegawaian Daerah mempunyai fungsi, yaitu:

1) Perumusan kebijakan teknis di bidang kepegawaian daerah yang meliputi

perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan informasi kepegawaian,

158

kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan pengendalian

kepegawaian.

2) Mengkoordinasikan penyusunan perencanaan di bidang kepegawaian daerah

yang meliputi: perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan informasi

kepegawaian, kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan

pengendalian kepegawaian.

3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kepegawaian daerah yang

meliputi: perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan informasi

kepegawaian, kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan

pengendalian kepegawaian.

4) Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.

Selanjutnya penjabaran dari Tugas Pokok dan Fungsi Badan

Kepegawaian Daerah dengan rincian sebagai berikut:

1) Menyusun rencana kegiatan Badan Kepegawaian Daerah sebagai pedoman

dalam pelaksanaan tugas.

2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan

sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan

bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan.

4) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, dan atau menandatangani

naskah dinas.

5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

159

6) Merencanakan dan merumuskan peraturan perundang-undangan daerah di

bidang kepegawaian sesuai norma, standar dan prosedur yang telah

ditetapkan oleh pemerintah.

7) Merencanakan dan merumuskan kebijakan jangka panjang, jangka

menengah dan jangka pendek pengembangan kapasitas Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan serta pengembangan kapasitas sumber

daya aparatur daerah.

8) Merumuskan dan menyelenggarakan kebijakan manajemen Pegawai Negeri

Sipil berbasis kompetensi.

9) Menyelenggarakan pembinaan teknis, pengawasan, dan pengkoordinasian

pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan urusan dalam

tingkatan pemerintahan.

10) Menyelenggarakan pembinaan teknis, pengawasan dan pengendalian

pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian sesuai

dengan urusan dalam tingkatan pemerintahan.

11) Merumuskan dan menyelenggarakan kebijakan peningkatan kinerja dan

kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil daerah.

12) Menyelenggarakan pembinaan mental Pegawai Negeri Sipil daerah.

13) Menyelenggarakan pembinaan teknis, dan pengkoordinasian pelaksanaan

pemutakhiran data dan penyajian data Pegawai Negeri Sipil daerah

berbasis teknologi informatika dan komunikasi untuk skala provinsi dan

kabupaten/kota.

160

14) Menyelenggarakan dan meningkatkan kualitas layanan administrasi

kepegawaian dan pemeliharaan tata naskah/arsip kepegawaian.

15) Menyelenggarakan kebijakan urusan program, keuangan, umum

perlengkapan, dan kepegawaian dalam lingkup Badan Kepegawaian

Daerah.

16) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Badan Kepegawaian Daerah

dan memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan

perumusan kebijakan.

17) Menyelenggarakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan

sesuai bidang tugas untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

b. Sekretariat

Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang mempunyai tugas

pokok mengkoordinasikan kegiatan, memberikan pelayanan teknis dan

administrasi urusan umum dan kepegawaian, keuangan, serta penyusunan

program dalam lingkungan Badan Kepegawaian Daerah.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut di atas sekretatis mempunyai

fungsi sebagai berikut:

1) Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan.

2) Pengelolaan urusan umum dan administrasi kepegawaian.

3) Pengelolaan administrasi keuangan.

4) Pengkoordinasian dan penyusunan program serta pengolahan dan penyajian

data.

5) Pengelolaan dan pembinaan organisasi dan tatalaksana.

161

6) Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.

Berdasarkan tugas pokok dan fungsi sekretaris di atas maka rinciannya

sebagai berikut:

1) Menyusun rencana kegiatan sekretariat sebagai pedoman dalam pelaksanaan

tugas.

2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan

sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan

bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan

4) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, dan atau menandatangani

naskah dinas.

5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

6) Melaksanakan koordinasi kepada seluruh bidang serta menyiapkan bahan

penyusunan program Badan Kepegawaian Daerah.

7) Melaksanakan koordinasi perencanaan dan perumusan kebijakan teknis

dilingkungan Badan Kepegawaian Daerah.

8) Melaksanakan koordinasi pelaksanaan kegiatan dalam lingkungan Badan

Kepegawaian Daerah sehingga terwujud koordinasi, sinkronisasi dan

integrasi pelaksanaan kegiatan.

9) Mengkoordinasikan pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi penyusunan

laporan akuntabilitas kinerja Badan Kepegawaian Daerah.

10) Mengkoordinasikan dan melaksanakan pengolahan dan penyajian data dan

informasi.

162

11) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pelayanan ketatausahaan

12) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pelayanan administrasi umum dan

kepegawaian.

13) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pelayanan administrasi keuangan.

14) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan organisasi

dan tatalaksana dalam lingkungan Badan Kepegawaian Daerah.

15) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan urusan rumah tangga

Badan Kepegawaian Daerah.

16) Melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan kehumasan.

17) Melaksanakan dan mengkoordinasikan administrasi pengadaan,

pemeliharaan dan penghapusan barang.

18) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas sekretariat dan memberikan

saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.

19) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan sesuai dengan

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

Sekretaris terdiri atas 3 (tiga) Sub Bagian, yaitu:

1) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dipimpin oleh Kepala Sub Bagian

yang mempunyai tugas pokok melakukan urusan ketatausahaan,

administrasi pengadaan, pemeliharaan dan penghapusan barang, urusan

rumah tangga serta mengelola administrasi kepegawaian.

Rincian tugas pokok dan fungsi sebagaimana dimaksud sebagai berikut:

163

a) Menyusun rencana kegiatan sub bagian umum dan kepegawaian

sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.

b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk

pelaksanaan tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas

berjalan lancar.

c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan

kegiatan bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum

dilaksanakan.

d) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, naskah dinas untuk

menghindari kesalahan.

e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

f) Melakukan pengklasifikasian surat menurut jenisnya.

g) Melakukan administrasi dan pendistribusian naskah dinas masuk dan

keluar.

h) Menata dan melakukan pengarsipan naskah dinas dan pengelolaan

perpustakaan.

i) Melaksanakan persiapan rapat dinas, upacara bendera, kehumasan, dan

keprotokolan.

j) Mengelola sarana dan prasarana serta melakukan urusan rumah tangga.

k) Mengkoordinasikan dan melakukan pemeliharaan kebersihan dan

pengelolaan keamanan lingkungan kantor.

l) Menyiapkan bahan dan menyusun rencana kebutuhan, pemeliharaan,

dan penghapusan barang.

164

m) Menyiapkan bahan dan menyusun administrasi pengadaan,

pendistribusian, pemeliharaan, inventarisasi, dan penghapusan barang.

n) Menyiapkan bahan dan menyusun daftar inventarisasi barang serta

menyusun laporan barang inventaris.

o) Menyiapkan bahan, mengelola dan menghimpun daftar hadir pegawai

dalam lingkungan Badan Kepegawaian Daerah.

p) Menyiapkan bahan dan mengelola administrasi suarat tugas dan

perjalanan dinas pegawai.

q) Menyiapkan bahan, mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan

organisasi dan tatalaksana.

r) Menyiapkan bahan dan menyusun rencana formasi, informasi jabatan,

dan bezetting pegawai dalam lingkungan Badan Kepegawaian Daerah.

s) Menyiapkan bahan dan mengelola administrasi kepegawaian meliputi

usul kenaikan pangkat, perpindahan, pensiun, penilaian pelaksanaan

pekerjaan, kenaikan gaji berkala, cuti, izin, masa kerja, peralihan

status, dan layanan administrasi kepegawaian lainnya.

t) Menyiapkan bahan usulan pemberian tanda penghargaan, dan tanda

jasa Pegawai Negeri Sipil dalam lingkup Badan Kepegawaian Daerah.

u) Menyiapakan bahan perumusan kebijakan pembinaan, peningkatan

kompetensi, disiplin dan kesejahteraan pegawai negeri sipil dalam

lingkup Badan Kepegawaian Daerah.

v) Mengembangkan penerapan sistem informasi kepegawaian berbasis

teknologi informasi.

165

w) Menghimpun dan mensosialisasikan peraturan perundang-undangan di

bidang kepegawaian.

x) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Sub Bagian Umum dan

Kepegawaian dan memberikan saran pertimbangan kepada atasan

sebagai bahan perumusan kebijakan.

2) Sub Bagian Keuangan

Tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas dirinci sebagai berikut:

a) Menyusun rencana kegiatan sub bagian keuangan sebagai pedoman

dalam pelaksanaan tugas.

b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk

pelaksanaan tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas

berjalan lancar.

c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan

kegiatan bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum

dilaksanakan.

d) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, naskah dinas untuk

menghindari kesalahan.

e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

f) Menyiapkan bahan dan menyusun dokumen pelaksanaan kegiatan dan

anggaran.

g) Menyiapkan bahan atau data untuk perhitungan anggaran dan

perubahan anggaran.

166

h) Melakukan verifikasi kelengkapan administrasi permintaan

pembayaran.

i) Meneliti kelengkapan uang persediaan, ganti uang, tambahan uang,

pembayaran gaji, tunjangan, dan penghasilan lainnya untuk menjadi

bahan proses lebih lanjut.

j) Mengkoordinasikan dan menyusun rencana kerja anggaran.

k) Mengelola pembayaran gaji pegawai.

l) Melakukan verifikasi harian atas penerimaan keuangan.

m) Melakukan akuntansi pengeluaran dan penerimaan keuangan.

n) Melakukan verifikasi pertanggungjawaban keuangan.

o) Menyiapkan bahan dan menyusun laporan keuangan.

p) Menyusun realisasi perhitungan anggaran.

q) Mengevaluasi pelaksanaan tugas bendaharawan.

r) Menginventarisasi sumber-sumber penerimaan keuangan.

s) Menggali sumber-sumber penerimaan baru yang potensial.

t) Melakukan pencatatan pemungutan dan pelaporan pendapatan asli

daerah.

u) Mengumpulkan bahan, mengkoordinasikan dan menindaklanjuti

laporan hasil pemeriksaan.

v) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Sub Bagian Keuangan dan

memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan

perumusan kebijakan.

167

w) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

dengan bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan

tugas.

3) Sub Bagian Program

Tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas dirinci sebagai berikut:

a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bagian Program sebagai pedoman

dalam pelaksanaan tugas.

b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk

pelaksanaan tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas

berjalan lancar.

c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan

kegiatan bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum

dilaksanakan.

d) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, naskah dinas untuk

menghindari kesalahan.

e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

f) Perencanaan program dan anggaran.

g) Menyiapkan bahan dan mensosialisasikan peraturan perundang-

undangan, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis di bidang

penyusunan program.

h) Menyiapkan bahan, mengkoordinasikan dan menyusun rancangan

rencana stratejik.

168

i) Mengumpulkan bahan dan menyusun pengusulan rencana anggaran

pendapatan dan belanja Badan Kepegawaian Daerah.

j) Menghimpun dan menyajikan data dan informasi program dan kegiatan

Badan Kepegawaian Daerah.

k) Mengelola dan melakukan pengembangan sistem penyajian data

berbasis teknologi informasi.

l) Mengumpulkan bahan dan menyusun laporan kinerja Badan

Kepegawaian Daerah.

m) Menyiapkan bahan dan melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja.

n) Mengumpulkan bahan dan menyusun laporan kegiatan tahunan.

o) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Sub Bagian Program dan

memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan

perumusan kebijakan.

p) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasansesuai

dengan bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan

tugas.

c. Bidang Perencanaan dan Pengembangan Karier

Bidang Perencanaan dan Pengembangan Karier dipimpin oleh Kepala

Bidang yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas kepala

Badan dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan rekruitmen Calon Pegawai

Negeri Sipil (CPNS), pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam

dan dari jabatan struktural/fungsional, serta menyiapkan calon peserta

pendidikan dan latihan.

169

Untuk melaksanakan tugas-tugas kepala Bidang Perencanaan dan

Pengembangan Karier mempunyai fungsi:

1) Perencanaan dan penyiapan bahan penyusunan formasi CPNS/PNS daerah

provinsi dan daerah kabupaten/kota.

2) Perencanaan dan penyiapan bahan pelaksanaan rekruitmen CPNS daerah

provinsi dan koordinasi pengusulan penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP)

calon Pegawai Negeri Sipil daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.

3) Penyiapan bahan administrasi pengangkatan dan penetapan CPNS/PNS

daerah provinsi dan koordinasi pelaksanaan pengangkatan CPNS/PNS

daerah kabupaten/kota.

4) Penyiapan bahan kebijakan teknis seleksi berbasis kompetensi dalam

pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan

struktural/fungsional serta calon perserta pendidikan kedinasan,diklat

jabatan struktural, ujian dinas, tugas belajar, dan izin belajar.

5) Penyiapan bahan administrasi pelaksanaan seleksi calon peserta pendidikan

kedinasan/ikatan dinas, diklat jabatan struktural, diklat prajabatan, dan

ujian dinas/ujian jabatan, tugas belajar, dan izin belajar.

6) Penyiapan bahan kebijakan dan koordinasi dalam pengangkatan,

pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan

struktural/fungsional PNS daerah provinsi dan jabatan struktural eselon II

PNS daerah kabupaten/kota.

7) Penyiapan bahan penyusunan jalur pengembangan karier PNS daerah

Provinsi.

170

8) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang sesuai dengan bidang tugasnya.

Tugas pokok dan fungsinya sebagaimana dimaksud di atas dirinci

sebagai berikut:

1) Menyusun rencana kegiatan Bidang Perencanaan dan Pengembangan

Karier sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.

2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada

bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan

untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.

4) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf, dan/atau menandatangani naskah

dinas.

5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

6) Mengumpulkan bahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan formasi, rekruitmen, pengangkatan/pemindahan/

pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural, serta diklat/ujian

kedinasan.

7) Merencanakan dan menyiapkan bahan pengusulan dan koordinasi

penetapan formasi CPNS/PNS daerah provinsi dan CPNS daerah

Kabupaten/Kota.

8) Merencanakan dan menyiapkan bahan penerimaan CPNS daerah provinsi

berbasis kompetensi.

9) Menyiapkan bahan pengusulan penetapan nomor Induk Pegawai (NIP)

CPNS daerah Provinsi.

171

10) Mengkoordinasikan pelaksanaan pengusulan penetapan nomor Induk

Pegawai (NIP) CPNS daerah Kabupaten/Kota.

11) Menyiapkan bahan pengangkatan dan penetapan CPNS/PNS daerah

provinsi serta mengkoordinasikan pelaksanaan pengangkatan CPNS

daerah Kabupaten/Kota.

12) Merencanakan dan menyiapkan bahan kebijakan seleksi berbasis

kompetensi dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam

dan dari jabatan struktural/fungsional.

13) Menyiapkan bahan administrasi pelaksanaan pengangkatan, pemindahan,

dan pemberhentian PNSD dalam dan dari jabatan struktural/fungsional.

14) Merencanakan, mengkoordinasikan dan menyiapkan bahan administrasi

pelaksanaan seleksi calon peserta pendidikan kedinasan/ikatan dinas,

diklat jabatan struktural, diklat prajabatan, dan ujian dinas/ujian jabatan.

15) Merencanakan dan menyiapkan bahan kebijakan teknis penyusunan jalur

PNS karier daerah provinsi.

16) Merencanakan dan menyiapkan bahan pelaksanaan orientasi tugas dan

prajabatan CPNSD.

17) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas di bidang perencanaan dan

pengembangan karier dan memberikan saran pertimbangan kepada atasan

sebagai bahan perumusan kebijakan.

18) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

172

Bidang perencanaan dan pengembangan karier terdiri atas 2 (dua) sub

bidang, yaitu:

1) Sub Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai

Sub Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai dipimpin oleh

kepala sub bidang yang mempunyai tugas pokok melakukan rekruitmen CPNS,

melakukan seleksi pendidikan kedinasan/ikatan dinas, ujian dinas/jabatan,

tugas belajar dan izin belajar.

Tugas pokok sebagaimana di atas dirinci sebagai berikut:

a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Perencanaan dan Pengembangan

Pegawai sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.

b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan

tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan

bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan.

d) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, naskah dinas untuk

menghindari kesalahan.

e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

f) Melakukan penyusunan perencanaan formasi CPNSD/PNSD dan usul

penetapan formasi CPNSD daerah provinsi

g) Melakukan koordinasi usul penetapan formasi CPNS daerah

kabupaten/kota.

173

h) Melakukan seleksi penerimaan CPNS daerah provinsi berbasis kompetensi.

i) Melakukan usul penetapan nomor induk pegawai (NIP) Calon Pegawai

Negeri Sipil daerah provinsi.

j) Melakukan penyiapan bahan administrasi pengangkatan dan penetapan

Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil daerah provinsi.

k) Melakukan koordinasi pelaksanaan penerimaan CPNS daerah Kabupaten/

Kota dan usul penetapan nomor induk pegawai (NIP) Calon Pegawai Negeri

Sipil Kabupaten/Kota.

l) Menyiapkan bahan penyelenggaraan orientasi tugas dan prajabatan bagi

CPNS daerah provinsi.

m) Melakukan penyiapan bahan administrasi penetapan CPNS menjadi PNS

daerah provinsi, dan koordinasi pelaksanaan pengangkatan CPNS daerah

Kabupaten/Kota.

n) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

2) Sub Bidang Mutasi Jabatan

Sub Bidang Mutasi Jabatan dipimpin oleh kepala sub bidang yang

mempunyai tugas pokok melakukan mutasi jabatan struktural/fungsional dan

pemeliharaan data jabatan.

Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci sebagai

berikut:

a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Mutasi Jabatan sebagai pedoman

dalam melaksanakan tugas.

174

b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan

tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan

bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan.

d) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf naskah dinas untuk

menghindari kesalahan.

e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

f) Melakukan perencanaan dan pelaksanaan mutasi jabatan struktural dan atau

fungsional PNS daerah provinsi berbasis kompetensi.

g) Mengumpulkan bahan dan analisis data jabatan struktural dan jabatan

fungsional.

h) Membuat daftar dan naskah keputusan pengangkatan, pemindahan dan

pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural dan jabatan fungsional

PNS daerah provinsi.

i) Melakukan penyelenggaraan acara pelantikan dan serah terima jabatan

struktural PNS daerah provinsi sesuai peraturan perundang-undangan dan

ketentuan yang berlaku.

j) Menyusun data rekam jejak jalur pengembangan karier PNS daerah

provinsi.

k) Menyiapkan bahan administrasi dan koordinasi pengusulan pengangkatan,

pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural sekretariat

daerah provinsi dan kabupaten/kota.

175

l) Menyiapkan bahan administrasi dan koordinasi pengusulan, pengangkatan,

pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural eselon II

PNS daerah kabupaten/kota.

m) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Sub Bidang Mutasi Jabatan dan

memberikan saran pertimbangan pegawai dan memberikan saran

pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.

n) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

d. Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian

Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian dipimpin oleh kepala

bidang yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas kepala

badan dalam perumusan kebijakan dan dalam pelaksanaan mutasi kepegawaian

serta layanan dan informasi administrasi kepegawaian.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Bidang Mutasi dan

Informasi Kepegawaian mempunyai fungsi:

1) Pelaksanaan mutasi kepangkatan dan pensiun Pegawai Negeri Sipil.

2) Pelaksanaan permindahan Pegawai Negeri Sipil antar satuan kerja

perangkat daerah, antar wilayah kerja, dan antar instansi.

3) Pemberian layanan dan informasi administrasi kepegawaian.

4) Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.

Tugas pokok dan fungsi sebagaimana dimaksud di atas dirinci sebagai

berikut:

176

1) Menyusun rencana kegiatan bidang mutasi dan informasi kepegawaian

sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.

2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada

bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan

untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.

4) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf, dan/atau menandatangani naskah

dinas.

5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

6) Mengumpulkan bahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan kenaikan pangkat dan pensiun Pegawai Negeri Sipil.

7) Merencanakan dan menyiapkan bahan analisis mutasi kepangkatan dan

pensiun Pegawai Negeri Sipil.

8) Menyiapkan bahan penetapan dan menyusunan kenaikan pangkat Pegawai

Negeri Sipil daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

9) Menyiapkan bahan penetapan dan mengusulan pensiun Pegawai Negeri

Sipil daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

10) Menyiapkan bahan penetapan dan pengusulan perpindahan antar satuan

kerja perangkat daerah, antarwilayah kerja, dan antar instansi, Pegawai

Negeri Sipil daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, pengangkatan dari

CPNSmenjadi PNS, peninjauan masa kerja, kenaikan gaji berkala, dan

177

pemberian izin dan cuti sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

11) Menyiapkan bahan kebijakan pemberian layanan dan infoermasi

administrasi kepegawaian berbasis pelanggan.

12) Memberikan layan dan informasi administrasi kepegawaian.

13) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang Mutasi dan Informasi

Kepegawaian dan memberikan saran pertimbangan pegawai dan

memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan

kebijakan.

14) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian terdiri atas 2 (dua) sub

bidang yang berada di bawahnya, yaitu :

1) Sub Bidang Kepangkatan dan Pensiun

Sub Bidang Kepangkatan dan Pensiun dipimpin oleh kepala sub bidang

yang mempunyai tugas pokok melakukan mutasi kepangkatan, pemberhentian,

dan pensiun Pegawai Negeri Sipil sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Tugas pokok sebagaimana dimaksud tersebut di atas dirinci sebagai

berikut:

a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Kepangkatan dan Pensiun sebagai

pedoman dalam pelaksanaan tugas.

178

b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan

tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan

untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.

d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari

kesalahan.

e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

f) Mengumpulkan bahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan kepangkatan dan pensiun Pegawai Negeri Sipil.

g) Melakukan koordinasi pelaksanaan, pengusulan, dan penetapan keputusan

kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil daerah provinsi dan

Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

h) Melakukan koordinasi pelaksanaan, pengusulan, dan penetapan, keputusan

pensiun PNS daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

i) Melakukan koordinasi pelaksanaan, pengusulan, dan penetapan, keputusan

pemberhentian PNS daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

j) Memberikan layanan dan informasi prosedur mutasi kepangkatan,

pemberhentian, dan pensiun Pegawai Negeri Sipil.

179

k) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang Kepangkatan dan

Pensiun dan memberikan saran pertimbangan pegawai dan memberikan

saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.

l) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

2) Sub Bidang Layanan Administrasi Kepegawaian

Tugas pokok dirinci, sebagai berikut:

a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Layanan Administrasi

Kepegawaian sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.

b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan

tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan

untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.

d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari

kesalahan.

e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

f) Menyiapkan dan mengolah bahan penetapan keputusan perpindahan

Pegawai Negeri Sipil antar satuan kerja perangkat daerah provinsi,

antardaerah kabupaten/kota, serta dari daerah kabupaten/kota ke daerah

provinsi atau sebaliknya di wilayah Sulawesi Selatan.

g) Menyiapkan dan mengolah bahan usul perpindahan PNS di wilayah

Sulawesi Selatan ke daerah kabupaten/kota/provinsi/instansi lain atau

sebaliknya.

180

h) Menyiapkan bahan analisis pengusulan, pelaporan, dan penyelesaian

naskah keputusan administrasi kepegawaian meliputi, pengangkatan

Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil, peralihan

status kepegawaian, peninjauan masa kerja, kenaikan gaji berkala, dan

pelayanan administrasi pemberian izin dan cuti.

i) Memberikan layanan dan informasi administrasi kepegawaian, meliputi

prosedur pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai

Negeri Sipil, peralihan status kepegawaian, peninjauan masa kerja,

kenaikan gaji berkala, dan pelayanan administrasi pemberian izin dan cuti.

j) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang kepangkatan dan

pensiun dan memberikan saran pertimbangan pegawai dan memberikan

saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.

k) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

e. Bidang Kinerja dan Kesejahteraan Pegawai

Bidang Kinerja dan Kesejahteraan Pegawai dipimpin oleh seorang

kepala bidang yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas

Kepala Badan dalam perumusan kebijakan dan dalam pelaksanaan pembinaan

peningkatan kinerja, penyelenggaraan kesejahteraan dan kesehatan,

penghargaan, konseling, dan pembinaan disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut pada ayat (1), Kepala Bidang

Kinerja dan kesejahteraan pegawai mempunyai fungsi sebagai berikut:

181

1) Perencanaan dan penyiapan bahan kebijakan teknis penilaian kinerja

kelembagaan dan sumber daya aparatur serta konseling Pegawai Negeri

Sipil.

2) Menyiapkan bahan administrasi penyelesaian kedudukan hukum dan

sengketa hukum Pegawai Negeri Sipil.

3) Perencanaan dan penyiapan bahan kebijakan teknis penyelenggaraan

kesejahteraan dan kesehatan serta pemberian penghargaan dan tanda jasa

Pegawai Negeri Sipil.

4) Penyiapan rumusan kebijakan pembinaan disiplin aparatur.

5) Penyiapan bahan daftar urutan kepangkatan.

6) Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.

Tugas pokok dan fungsi tersebut di atas dapat dirincisebagai berikut:

1) Menyusun rencana kegiatan bidang kinerja dan kesejahteraan pegawai

sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.

2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada

bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan

untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.

4) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf, dan/atau menandatangani naskah

dinas.

5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

182

6) Merencanakan dan menyiapkan rumusan kebijakan teknis penguatan

kapasitas kelembagaan Badan Kepegawaian Daerah dan sumber daya

aparatur.

7) Merencanakan dan menyiapkan bahan analisis, dan mengkoordinasikan

pelaksanaan penilaian kinerja kelembagaan dan kinerja sumber daya

aparatur.

8) Menyiapkan bahan administrasi penyelesaian tindakan administratif

pelanggaran dan sengketa hukum serta penetapan kedudukan hukum

Pegawai Negeri Sipil.

9) Merencanakan, menyiapkan rumusan kebijakan, dan pelaksanaan

pembinaan dan peningkatan derajat kesejahteraan dan kesehatan PNS.

10) Menganalisis dan menginventarisasi peraturan perundang-undangan bidang

kepegawaian.

11) Melaksanakan konseling dan bina mental Pegawai Negeri Sipil.

12) Melaksanakan pemberian penghargaan dan tanda jasa.

13) Menyiapkan bahan analisis dan kebijakan pembinaan disiplin aparatur.

14) Menyiapkan bahan penyusunan daftar urutan kepangkatan.

15) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang kinerja dan

kesejahteraan pegawai dan memberikan saran pertimbangan pegawai dan

memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan

kebijakan.

16) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

183

Bidang Kinerja dan Kesejahteran Pegawai pada badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 2 (dua) sub bidang yaitu sebagai

berikut:

1) Sub Bidang Konseling dan Kedudukan Hukum

Sub Bidang Konseling dan Kedudukan Hukum dipimpin oleh kepala

sub bidang yang mempunyai tugas pokok melakukan konseling, menyelesaikan

tindakan administratif pelanggaran dan sengketa hukum, penetapan kedudukan

hukum serta pembinaan disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dirinci sebagai

berikut:

a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Konseling dan Kedudukan Hukum

sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.

b) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan

sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan

untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.

d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari

kesalahan.

e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

f) Menganalisis, menyusun kebijakan dan melakukan konseling dan bina

mental Pegawai Negeri Sipil.

g) Melakukan penyiapan bahan analisis, usulan dan penyelesaian kedudukan

hukum Pegawai Negeri Sipil meliputi pengambilan sumpah dan janji PNS,

184

menyelesaikan tindakan administrasi pelanggaran dan sengketa hukum,

kartu PNS, kartu suami dankartu istri.

h) Melakukan penetapan kedudukan hukum Pegawai Negeri Sipil.

i) Menganalisis, menyusun kebijakan dan melakukan pembinaan disiplin

aparatur.

j) Melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan bidang

kepegawaian.

k) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang konseli dan kedudukan

hukum dan kesejahteraan pegawai dan memberikan saran pertimbangan

pegawai dan memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan

perumusan kebijakan.

l) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

2) Sub Bidang Kinerja dan Penghargaan

Sub Bidang Kinerja dan Penghargaan dipimpin oleh kepala sub bidang

yang mempunyai tugas pokok melakukan penilaian kinerja, penyelenggaraan

kesejahteraan dan kesehatan serta pemberian penghargaan dan tanda jasa

Pegawai Negeri Sipil.

Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci sebagai

berikut:

a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Kinerja dan penghargaan sebagai

pedoman dalam pelaksanaan tugas.

185

b) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan

sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan

untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.

d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari

kesalahan.

e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

f) Menganalisis,menyusun kebijakan dan melakukan pengembangan kapasitas

kelembagaan Badan Kepegawaian Daerah dan sumber daya aparatur.

g) Menganalisis, menyusun kebijakan dan melakukan penilaian kinerja

kelembagaan Badan Kepegawaian Daerah dan kinerja PNS daerah provinsi.

h) Melakukan permbinaan dan peningkatan derajat kesejahteraan dan

kesehatan PNS.

i) Melakukan pemberian penghargaan dan tanda jasa PNS.

j) Menyusun daftar urutan kepangkatan Pegawai Negeri Sipil.

k) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang kinerja dan penghargaan

dan kedudukan hukum dan kesejahteraan pegawai dan memberikan saran

pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.

l) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

f. Bidang Informasi dan Pengendalian Kepegawaian

Bidang Informasi dan Pengendalian Kepegawaian dipimpin oleh

kepala bidang yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas

186

Kepala Badan dalam perumusan kebijakan dan dalam pelaksanaan pembinaan,

pengawasan, pengendalian, dan pengkoordinasian atas penyelenggaraan

manajemen Pegawai Negeri Sipil dan pelaksanaan peraturan perundang-

undangan bidang kepegawaian serta melakukan pemutakhiran dan penyajian

data Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, kepala Bidang Informasi

dan Pengendalian Kepegawaian mempunyai tugas, sebagai berikut:

1) Peningkatan profesionalisme dan kompetensi Pegawai Negeri Sipil daerah.

2) Penguatan Kapasitas Badan Kepegawaian Daerah untuk mendorong

profesionalisme dan kinerja sumber daya aparatur daerah.

3) Penyelenggaraan manajemen Pegawai Negeri Sipil berbasis kompetensi.

4) Pembinaan, pengawasan dan pengkoordinasian penyelenggaraan

manajemen Pegawai Negeri Sipil dan mengendalikan pelaksanaan

peraturan perundang-undanganbidang kepegawaian sesuai urusan dalam

tingkatan pemerintahan.

5) Peningkatan kualitas layanan administrasi kepegawaian yang didukung

dengan sistem informasi kepegawaian yang berbasis teknologi informatika

dan komunikasi.

6) Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.

Tugas pokok dan fungsi sebagaimana dimaksud di atas, dirinci sebagai

berikut:

1) Menyusun rencana kegiatan bidang informasi dan pengendalian

kepegawaian sebagai pedoman dalam pelaksanan tugas.

187

2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanan tugas kepada bawahan

sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.

3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan

bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan.

4) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf, dan/atau menandatangani naskah

dinas.

5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

6) Merencanakan dan menyiapkan rumusan kebijakan teknis pembinaan dsan

pengawasan penyelenggaraan manajemen Pegawai Negeri Sipil di daerah

provinsi.

7) Merencanakan dan mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan manajemen PNS di daerah kabupaten/kota.

8) Merencanakan dan menyiapkan rumusan kebijakan teknis pengawasan dan

pengendalian atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang

kepegawian didaerah provinsi.

9) Merencanakan dan mengkoordinasi pengawasan dan pengendalian atas

pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian di daerah

kabupaten/kota.

10) Menyiapkan bahan kajian dan evaluasi atas penyelenggaraan manajemen

PNS dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian

di daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.

188

11) Merencanakan dan menyiapkan rumusan kebijakan teknis pelaksanaan

pemutakhiran dan penyajian data PNS berbasis teknologi informasi dan

komunikasi di daerah provinsi.

12) Merencanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pemutakhiran dan

penyajian data PNS berbasis teknologi informatika dankomunikasi di

daerah kabupaten/kota.

Bidang Informasi dan pengendalian kepegawaian terdiri atas:

1) Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian

Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian

dipimpin oleh kepala sub bidang yang mempunyai tugas pokok melakukan

pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan manajemen Pegawai Negeri

Sipil serta pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan perasturan

perundang-undangan bidang kepegawaian di daerah.

Tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas dirinci sebagai berikut:

a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan

Pengendalian Kepegawaian sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.

b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan

tugas kepada bawahan sehinggas pelaksanaan tugas berjalan lancar.

c) Memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan

bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan.

189

d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari

kesalahan.

e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

f) Melakukan kebijakan teknis pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan

manajemen PNS di daerah provinsi.

g) Mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan

manajemen Pegawai Negeri Sipil di daerah Kabupaten/kota.

h) Melakukan kebijakan teknis pengawasan dan pengendalian pelaksanaan

peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian di daerah provinsi.

i) Mengkoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan

perundang-undangan bidang kepegawaian di daerah Kabupaten/kota.

j) Melakukan kajian dan evaluasi atas penyelenggaraan manajemen Pegawai

Negeri Sipil dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang

kepegawaian di daerah provinsi dan Kabupaten/Kota.

k) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas bidang Sub Bidang Pembinaan,

Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian dan memberi saran dan

pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.

l) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

2) Sub Bidang Pengolahan Data Elektronik dan Tata Naskah

Sub Bidang Pengolahan Data Elektronik dan Tata Naskah dipimpin oleh

kepala sub bidang yang mempunyai tugas pokok melakukan pemutakhiran dan

190

penyajian data Pegawai Negeri Sipil serta pemeliharaan tata naskah/arsip Pegawai

Negeri Sipil.

Tugas pokok, di rinci sebagai berikut:

a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Pengolahan Data Elektronik dan

Tata Naskah sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.

b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan

tugas kepada bawahan sehinggas pelaksanaan tugas berjalan lancar.

c) Memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan

bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum

dilaksanakan.

d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari

kesalahan.

e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.

f) Melakukan pemutakhiran dan penyajian data Pegawai Negeri Sipil

berbasisi teknologi informatika dan komunikasi di daerah provinsi.

g) Melakukan koordinasi atas pelaksanaan pemutakhiran dan penyajian data

Pegawai Negeri Sipil di daerah kabupaten/kota.

h) Melakukan kajian dan evaluasi atas pelaksanaan pemutakhiran dan

penyajian data Pegawai Negeri Sipil di daerah provinsi dan di daerah

kabupaten/kota.

i) Melakukan pemeliharaan tata naskah/arsip Pegawai Negeri Sipil secara

dinamis.

191

j) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas bidang Bidang Pengolahan

Data Elektronik dan Tata Naskah dan memberi saran dan pertimbangan

kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.

k) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai

bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.

190

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

1. Pemberian Kewenangan

Pemberian kewenangan adalah suatu pelimpahan hak atau kekuasaan

pimpinan terhadap bawahannya untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan

sekaligus meminta pertanggungjawaban atas penyelesaian tugas-tugas tersebut.

Untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

khususnya berkaitan dengan masalah pemberian kewenangan berbasis

pengetahuan (Knowledge), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap

pihak-pihak yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di

antaranya sebagai berikut:

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan

Karier, adalah sebagai berikut:

“Terkadang ada penyerahan kewenangan yang bersifat khusus kepada

aparatur tertentu dengan memperhatikan pengetahuan yang dimiliki aparatur

pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan terutama

terkait tugas dan fungsi masing-masing aparatur/pegawai negeri sipil, Cuma

memberikan wewenang itu terkadang hanya diperuntukan kepada pegawai

atau pimpinan tertentu”. (Wawancara: NS, 16 Desember 2015).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, maka dapat dijelaskan

bahwa organisasi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam

190

191

mewujudkan peningkatan kapasitas dan profesionalisme sumber daya aparatur

berbasis pengetahuan terdapat uraian tugas dan fungsi serta kewenangan setiap

aparatur/pegawai negeri sipil, yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh

yang merupakan tanggung jawab bagi setiap aparatur. Di samping itu pimpinan

terkadang memberikan wewenang khusus kepada pegawai untuk

menyelenggarakan tugas kedinasan lain sesuai bidang tugasnya untuk

mendukung kelancaran pelaksanan tugas-tugas berdasarkan Tugas pokok dan

fungsi yang ada dengan tetap memperhatikan pengetahuan yang dimiliki,

sekalipun pemberian wewenang itu terkadang hanya diperuntukan kepada

pegawai atau pimpinan tertentu.

Kemudian, hasil wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan

Pengendalian Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan, mengatakan bahwa :

”..... ada uraian tugas dan kewenangan pada tiap pegawai berdasarkan

pengetahuan yang dimiliki dalam menguasai bidang tugas yang

dilaksanakan dan dijelaskan dalam Peraturan Daerah untuk eselon II dan

III, sedangkan untuk eselon IV melalui Peraturan Gubernur (Pergub), yaitu

Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah

Provinsi Sulawesi Selatan, akan tetapi biasanya pemberian kewenangan itu

belum merata kepada aparatur yang ada, sehingga ada yang merasa

memiliki kerja yang banyak tapi ada juga ada yang sedikit. ” (Wawancara:

LL, 16 Desember 2015).

Pelaksanaan pemberian kewenangan kepada aparatur dalam rangka

pelaksanaan tugas-tugas yang telah ditetapkan dilakukan mulai dari tingkat

pimpinan atau Kepala Badan, Kepala Bidang, Kepala Sub Bidang serta staf

dengan melihat kapasitas aparatur dalam penguasaan pekerjaan. Agar tujuan

organisasi dapat terlaksana dengan baik maka badan kepegawaian daerah

192

memiliki uraian tugas dan kewenangan pada tiap pegawai, dan hal itu dijelaskan

dalam Peraturan Daerah untuk eselon II dan III, sedangkan untuk eselon IV

melalui Peraturan Gubernur (Pergub), yaitu Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan

Kemudian berdasarkan hasil wawancara kepada Kepala Bidang Kinerja

dan Kesejahteraan Pegawai, di kemukakan bahwa :

”Pelaksanaan kegiatan pada organisasi Badan Kepegawaian Daerah terdapat

uraian tugas, fungsi serta kewenangan para pegawai mulai dari tingkat

Kepala Badan, Sekretaris, Kepala Bagian, sampai kepada staf/pegawai.

Kami diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh atas tugas pokok dan

fungsi termasuk tugas lainnya dengan tetap mengacuh pada pengetahuan

aparatur terkait pemahaman dan penguasaan tugas yang diberikan

berdasarkan peraturan-peraturan kepegawaian .” (Wawancara: SE, 16

Desember 2015).

Kemudian hasil wawancara dengan Staf Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan, menyatakan bahwa :

”Pemberian kewenangan kepada aparatur dilakukan secara berjenjang

sesuai dengan pembagian tugas yang akan dikerjakan dan proses

pertanggung jawaban pun dilakukan secara berjenjang terutama kepada

atasan langsung dari setiap aparatur dengan tetap mengacuh pada

pengetahuan dan penguasaan tugas dan wewenang yang diberikan.”

(Wawancara: IRS, 16 Desember 2015)

Dipertegas oleh Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan melalui hasil wawancara, sebagai berikut :

”Selaku pimpinan terkadang memberikan kewenangan kepada kepala

bidang, Kepala sub bidang dalam melaksanakan tugas tertentu dengan tetap

mempertimbangkan kompetensi terutama pengetahuan yang dimiliki

aparatur dalam pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut, meskipun kami

sadari bahwa aparatur masih memiliki keterbatasan untuk itu, dimana

Tupoksi pejabat struktural itu sendiri, diatur dalam Peraturan Gubernur

Nomor 17 tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas

Jabatan Struktural pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan, disamping itu juga kami mendistribusikan dan memberi petunjuk

193

pelaksanan tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan

lancar.” (Wawancara: MT, 28 April 2016).

Kemudian, Untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan khususnya berkaitan dengan masalah pemberian kewenangan berbasis

Ketrampilan (Skill), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-pihak

yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai

berikut:

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi

Kepegawaian, mengemukakan bahwa :

”Dalam pelaksanaan kegiatan dan tugas-tugas yang ada, kami diberi

kewenangan untuk melaksanakannya dengan tetap memperhatikan

ketrampilan yang dimiliki aparatur untuk mampu melaksanakan tugas dan

kewenangan tersebut dan ini diuraikan dalam Tupoksi melalui Surat

Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan walaupun penguasaan keterampilan

aparatur masih sangat terbatas.” (Wawancara: IS, 16 Desember 2015).

Pendapat lain dikemukakan kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan

dan Pengendalian, sebagai berikut :

“Ada pemberian kewenangan kepada pegawai dengan tetap memperhatikan

keterampilan yang dikuasai untuk melaksanakan kewenangan dengan baik

dan penuh rasa tanggung jawab. walaupun pemberian kewenangan itu masih

sebatas pada pegawai tertentu dan cenderung orang yang sama”.

(Wawancara: SM, 16 Desember 2015).

Dalam pelaksanaan kegiatan dan tugas-tugas pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan diuraikan dalam Tupoksi melalui

Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan. dan sebagai aparatur menjadi

kewajiban, yang harus dilaksanakan dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.

194

Hasil wawancara juga dikemukakan oleh Staf Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan lainnya, sebagai berikut:

”Ada uraian tugas dan fungsi serta kewenangan yang diberikan kepada kami

dalam melaksanakan program dan Tupoksi pegawai dengan tetap mengacu

pada potensi dan keterampilan yang dimiliki pegawai yang dijabarkan

dalam tugas pokok pejabat Eselon II, III dan IV atasan langsung PNS yang

bersangkutan, dimana Tupoksi pejabat struktural diatur dalam Peraturan

Gubernur Nomor 17 tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian

Tugas Jabatan Struktural pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.” (Wawancara: SL, 12 Januari 2016).

Lebih lanjut hasil wawancara dengan staf yang lain, mengatakan:

”Tugas pokok pada setiap staf dapat dilihat dalam SKP masing-masing

pegawai yang ditetapkan setiap awal tahun sebagai perjanjian kinerja antara

atasan langsung kepada bawahan dan bagi kami, hal ini yang menjadi

pedoman dalam setiap melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan

dan tetap mempertimbangkan kemampuan aparatur dalam

melaksanakannya.” (Wawancara: AAH, 12 Januari 2016).

Hasil wawancara Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan mempertegas, bahwa :

”Selaku Sekretaris pada BKD yang diberi tugas pokok menyelenggarakan

urusan kepegawaian selalu memberikan kewenangan kepada aparatur baik

pada pejabat Eselon III dan IV dengan tetap mempertimbangkan

keterampilan yang dimiliki dan dikuasai oleh pegawai, meskipun kami

sadari bahwa aparatur masih memiliki keterbatasan dalam penguasaan skill,

serta tetap mengacuh pada Tupoksi pejabat struktural itu sendiri, yang diatur

dalam Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2009 tentang Tugas Pokok,

Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan Struktural pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.” (Wawancara: AH, 16 Desember 2015).

Untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

khususnya berkaitan dengan masalah pemberian kewenangan berbasis

kemampuan (ability), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-

195

pihak yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya

sebagai berikut:

Hasil wawancara kepada Kepala Bidang Kinerja dan Kesejahteraan

Pegawai, di kemukakan bahwa :

”pimpinan memberikan kewenangan dan tanggung jawab penuh atas tugas

pokok dan fungsi termasuk tugas lainnya kepada kami dengan tetap

mengacu pada kemampuan yang dimiliki aparatur untuk dapat

melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan pimpinan tersebut.”

(Wawancara: SE, 16 Desember 2015).

Pendapat lain dikemukakan kepala Sub Bidang Pengelolaan Data

Elektronik, sebagai berikut :

“Ada pemberian kewenangan kepada pegawai yang memiliki kemampuan

tertentu yang dianggap sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab yang

diberikan yang wajib dilaksanakan dengan baik dan penuh rasa tanggung

jawab. walaupun pemberian kewenangan itu masih sebatas pada pegawai

tertentu dan masih cenderung pada orang yang sama”. (Wawancara: SM, 16

Desember 2015).

Kemudian, hasil wawancara Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan mengemukakan, bahwa :

”Selaku Kepala BKD yang diberi tugas pokok menyelenggarakan urusan

kepegawaian selalu memberikan kewenangan kepada aparatur baik pada

pejabat Eselon III dan IV dengan tetap mempertimbangkan kemampuan

yang dimiliki pegawai dalam melaksanakan tugas dan kewenangan yang

diberikan, dengan tetap memperhatikan Peraturan Gubernur Nomor 17

tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan

Struktural pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan.” (Wawancara: MT, 28

April 2016).

Oleh karena itu, dengan tetap mempertimbangan kompetensi berupa

Pengetahuan (knowledge), keterampilan (skiil) dan Kemampuan (ability) yang

dimiliki Pegawai Negeri Sipil yang ada di jajaran Badan Kepegawaian Daerah

196

Provinsi Sulawesi Selatan, maka sesuai hasil penjelasan Kepala Badan dan

Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah, pimpinan dapat memberikan kewenangan

tersebut, berupa:

a. Mengikuti undangan pendidikan dan pelatihan.

b. Mengikuti rapat-rapat pimpinan.

c. Melaksanakan koordinasi pelaksanaan kegiatan Badan.

d. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan.

e. Memberikan saran dan pertimbangan sebagai bahan perumusan kebijakan.

2. Pengembangan Kompetensi

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang

Pendidikan dan Latihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, kompetensi adalah

kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa

pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam

pelaksanaan tugas dan jabatannya.

Untuk mendalami lebih jauh informasi tentang pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

khususnya berkaitan dengan masalah pengembangan kompetensi, terkait

Pengetahuan (knowledge), keterampilan (skiil) dan Kemampuan (ability, penulis

juga melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten memberikan

informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:

Untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

khususnya berkaitan dengan pengembangan kompetensi berbasis pengetahuan

197

(knowledge), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-pihak yang

berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian

Pegawai, adalah sebagai berikut:

”Ya..., saya melihat bahwa aparatur yang ada disini diberi kesempatan

mengembangkan kompetensinya untuk menambah pengetahuan yang

dimilikinya, sepanjang disediakan biaya, walaupun terkadang pegawai tidak

bersedia untuk mengembangkan dirinya dan bersifat acuh.” (Wawancara:

LL, 16 Desember 2015).

Selanjutnya Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pengelolaan

Data Elektronik, mengemukakan bahwa :

“Setiap Aparatur Badan Kepegawaian Daerah diberi kesempatan untuk

mengembangkan kompetensi yang ada padanya untuk menambah

pengetahuan melalui tugas belajar (S2 dan S3), Kecakapan pegawai serta

kemampuannya dan merupakan hak yang dimiliki oleh setiap Aparatur Sipil

Negara yang dijamin berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara. Namun belum secara merata karena masih di

dominasi bidang dan pegawai tertentu.” (Wawancara: FT, 16 Desember

2015).

Kemudian hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Perencanaan dan

Pengembangan Pegawai, adalah sebagai berikut:

“Aparatur yang ada pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan diberi kesempatan

untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya terutama dalam

menambah pengetahuan dan penguasaan atas pekerjaaan dan

tanggungjawab. Namun pemberian kesempatan untuk pengembangan

kompetensi masih di dominasi oleh pegawai tertentu, sehingga terkadang

ada pegawai yang berpikiran cuek.” (Wawancara: WT, 28 April 2016).

Selanjutnya juga dikemukakan hasil wawancara dengan Staf yang lain

pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai

berikut:

198

”Aparatur diberi kesempatan mengembangkan kompetensi terutama

penambah pengetahuan yang dimilikinya berdasarkan tugas dan

kewenangan, yang ditunjang dengan ketersediaan anggaran pengembangan

SDM.” (Wawancara: SL, 12 Januari 2016).

Kemudian untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan khususnya berkaitan dengan pengembangan kompetensi berbasis

keterampilan (skill), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-

pihak yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya

sebagai berikut:

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Kinerja dan Kesejahteraan

Pegawai, mengemukakan bahwa :

“Bagi kami, setiap Aparatur dalam lingkup BKD Sulawesi Selatan diberi

kesempatan untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya untuk

menambah keterampilan dan keahlian, karena merupakan tuntutan bekerja

dalam menunjang profesionalisme aparatur. Pegawai diberi ruang yang

cukup untuk mengikuti pelatihan baik dalam wilayah kerja BKD Sulawesi

Selatan maupun pada tingkat pusat.” (Wawancara: SE, 16 Desember 2015).

Selanjutnya Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan,

Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian, mengemukakan bahwa :

“Setiap Aparatur BKD diberi kesempatan untuk mengembangkan

kompetensi yang ada padanya untuk menambah keterampilan dan

kemampuannya agar dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang

diamanahkan kepadanya. Namun belum secara merata dan terbatasnya

anggaran yang ada.” (Wawancara: SM, 16 Desember 2015).

Kemudian didukung oleh hasil wawancara dengan salah seorang Staf

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”Setiap aparatur pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan diberi kesempatan

yang sama untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya dan

199

disesuaikan dengan jabatan yang diberikan untuk menunjang di dalam

pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur negara yang

mampu memberi pelayanan dengan baik agar keterampilan aparatur

bertambah dan mengikuti perkembangan yang ada terutama dalam

pemberian pelayanan.” (Wawancara: AB, 16 Desember 2015).

Lebih lanjut, untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang

pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan khususnya berkaitan dengan pengembangan

kompetensi berbasis kemampuan (ability), penulis melakukan sejumlah

wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten memberikan informasi dan

penjelasan, di antaranya sebagai berikut:

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan

karier, mengemukakan bahwa :

“Bagi kami, setiap Aparatur dalam lingkup BKD Sulawesi Selatan diberi

kesempatan untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya untuk

memiliki kemampuan yang memadai, karena merupakan tuntutan bekerja

dalam menunjang profesionalisme aparatur. Pegawai diberi ruang yang

cukup untuk mengikuti pelatihan baik dalam wilayah kerja BKD Sulawesi

Selatan maupun pada tingkat pusat.” (Wawancara: NS, 16 Desember 2015).

Selanjutnya Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Konseling dan

Kedudukan Hukum, mengemukakan bahwa :

“bagi kami aparatur yang ada pada Badan Kepegawaian Daerah diberi

kesempatan untuk mengembangkan kompetensi yang ada padanya untuk

memiliki kemampuan dalam bekerja dengan harapan aparatur termotivasi

untuk berprestasi dan memiliki inisiatif yang tinggi, terutama berkaitan

dengan tugas dan tanggungjawabnya.” (Wawancara: MN, 28 April 2016).

Selanjutnya untuk melihat pengembangan kompetensi aparatur

berdasarkan Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan aparatur BKD Provinsi

200

Sulawesi Selatan berikut dikemukakan hasil wawancara Sekretaris Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”Pemerintah provinsi menyadari betapa pentingnya Aparatur yang

berkualitas dengan memiliki kompetensi yang cukup. Sehingga setiap

aparatur diberi kesempatan mengembangkan kompetensi, baik

pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (ability)

yang dimilikinya dengan menyediakan anggaran yang cukup pada

anggaran APBD Provinsi. Setiap tahun aparatur yang ada dalam

lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan diberi kesempatan untuk

melanjutkan pendidikan/sekolah kejenjang yang lebih tinggi S1,S2 bahkan

S3. Disamping itu juga kegiatan pengembangan diri aparatur banyak

dilakukan melalui, pendidikan dan latihan (DIKLAT) penjenjangan,

Kursus-kursus, workshop, Bimbingan teknis, seminar. Tetapi dengan

syarat bahwa aparatur yang bersangkutan bersedia, karena terkadang

aparatur/pegawai yang ditunjuk berdasarkan bidang tugasnya tidak

bersedia dengan berbagai alasan dan dalih.” (Wawancara: AL, 28 April

2016).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, penulis dapat mengemukakan bahwa

pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan khususnya berkaitan dengan masalah pengembangan

kompetensi terkait pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan

(ability) yaitu aparatur diberi kesempatan mengembangkan kompetensi yang

dimilikinya berdasarkan tugas dan kewenangan masing-masing, termasuk diberi

kesempatan untuk melanjutkan pendidikan/sekolah kejenjang yang lebih tinggi

S1,S2 bahkan S3 (bila ada). Disamping itu juga kegiatan pengembangan diri

aparatur banyak dilakukan melalui, pendidikan dan latihan (DIKLAT)

penjenjangan, Kursus-kursus, workshop, Bimbingan teknis, seminar. Dan

ditunjang dengan ketersediaan anggaran pengembangan SDM. Namun belum

secara merata karena masih di dominasi bidang dan pegawai tertentu.

201

3. Pengambilan Keputusan

Kegiatan pengambilan keputusan merupakan salah satu hal yang biasa

dilakukan oleh seorang aparatur pemerintahan terkait dengan jabatannya. Aparatur

yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut, tentunya harus sesuai

dengan Tupoksi aparatur/pegawai dengan tetap memperhatikan aturan dan

perundang-undangan yang berlaku.

Untuk memperoleh informasi lebih mendalam tentang pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan khususnya berkaitan dengan masalah pengambilan keputusan berbasis

pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (ability), penulis

juga melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten memberikan

informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:

Lebih lanjut, untuk mengetahui lebih jauh tentang pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

khususnya berkaitan dengan pengambilan keputusan berbasis pengetahuan

(knowledge), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-pihak yang

berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan, dan Pengembangan

Karier, adalah sebagai berikut:

”Pengambilan keputusan merupakan tugas yang cukup berat untuk

memastikan satu keputusan yang akan dipilih, termasuk pada Badan

Kepegawaian Daerah pengambilan keputusan selalu melibatkan semua

unsur mulai dari Kepala badan, Kepala Bidang dan kepala sub bidang,

dengan tetap memperhatikan pengetahuan yang dimiliki aparatur kaitannya

keputusan yang akan diambil, dengan harapan agar semua tingkatan merasa

punya keterlibatan dalam setiap keputusan yang di ambil, terutama

202

keputusan-keputusan ditengah situasi yang tidak menentu atau yang sering

muncul dengan mendadak.” (Wawancara: NS, 16 Desember 2015).

Selanjutnya hasil wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan

Pengendalian Pegawai, adalah sebagai berikut :

”Ya, pengambilan keputusan semua dilibatkan mulai dari Eselon II, III, dan

IV dengan tetap melihat pengetahuan yang dimiliki aparatur, kemudian

menyampaikan kepada staf apa ada koreksi, usulan, sanggahan atas

keputusan yang diambil dan penerimaan para aparatur cukup baik sepanjang

keputusan dilakukan secara bijaksanan, transparan dan disesuaikan dengan

kemampuan.” (Wawancara: LL, 16 Desember 2015).

Kemudian, hasil wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi

Kepegawaian, adalah sebagai berikut:

”Setiap aparatur dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan yang dikuasainya, dengan

tujuan agar apapun yang diprogramkan persatu tahun anggaran aparatur

mengetahuinya dan yang dilibatkan terutama, administrator, pelaksana, dan

pengawas.” (Wawancara: IS, 16 Desember 2015).

Hasil wawancara dengan salah satu Staf Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”dalam Pengambilan keputusan pada BKD, pimpinan melibatkan

pegawai/aparatur yang dianggap memiliki pengetahuan yang cukup terkait

masalah atau kegiatan yang akan diputuskan, dengan tujuan keputusan yang

diambil sesuai dengan harapan dan ketentuan yang berlaku.” (Wawancara:

AAH, 12 Januari 2016).

Selanjutnya, untuk mengetahui lebih jauh tentang pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

khususnya berkaitan dengan pengambilan keputusan berbasis keterampilan

(skill), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-pihak yang

berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:

203

Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Konseling dan Kedudukan

Hukum, menyatakan bahwa :

”Para pejabat dalam lingkup BKD dilibatkan dalam pengambilan keputusan

sesuai dengan keterampilan dan kemampuan untuk melaksanakan tugas

dengan baik, dengan tujuan agar program persatu tahun anggaran berjalan

diketahui dengan ketentuan selalu mengacuh pada peraturan perundang-

undangan yang berlaku agar tidak melanggar hukum.” (Wawancara: MN, 28

April 2016).

Selanjutnya hasil wawancara dengan Staf Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”Ya, pengambilan keputusan melibatkan semua unsur aparatur terutama

aparatur yang memiliki keahlian dibidang tersebut, kecuali berupa kebijakan

hanya dilaksanakan oleh Pimpinan atau dalam hal ini Kepala Badan.”

(Wawancara: IRS, 12 Januari 2016).

Selanjutnya, untuk mengetahui lebih jauh tentang pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

khususnya berkaitan dengan pengambilan keputusan berbasis kemampuan

(ability), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-pihak yang

berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:

Kemudian, hasil wawancara dengan Kepala Bidang Kinerja dan

Kesejahteraan Pegawai, adalah sebagai berikut:

”Setiap aparatur dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan

berdasarkan kemampuan yang dimiliki dan dikuasainya, sehingga

pengambilan keputusan lebih berkualitas dan berbobot terutama

pertimbangan-pertimbangan rasional dalam rangka pencapaian tujuan dan

kemajuan BKD.” (Wawancara: SE, 16 Desember 2015).

Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Perencanaan dan

Pengembangan Pegawai, adalah sebagai berikut:

204

”Pengambilan keputusan selalu melibatkan semua unsur mulai dari Kepala

badan, Kepala Bidang dan kepala sub bidang dan aparatur lainnya, dengan

tetap memperhatikan kemampuan yang dimiliki aparatur dalam kaitannya

keputusan yang akan diambil, agar semua unsur merasa dilibatkan dan

sekaligus ada rasa tanggungjawab bersama.” (Wawancara: WT, 28 April

2016).

Selanjutnya hasil wawancara dengan Staf Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”kami melihat bahwa pengambilan keputusan pada BKD melibatkan semua

unsur aparatur yang memiliki kemampuan pada bidang yang akan dibahas,

disamping itu pimpinan melakukan komunikasi dan diskusi kepada pegawai

sebelum keputusan diambil dan dilaksanakan.” (Wawancara: AB, 16

Desember 2015).

Selanjutnya untuk melihat pengambilan keputusan berbasis pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (ability), aparatur BKD

Provinsi Sulawesi Selatan berikut dikemukakan hasil wawancara Kepala Kepala

Badan Kepegawaian Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut :

“Pengambilan keputusan mempunyai arti yang sangat penting bagi

kemajuan suatu organisasi terutama karena masa depan organisasi banyak

ditentukan oleh pengambilan keputusan yang efektif, termasuk di

dalamnya BKD Provinsi Sulawesi Selatan. Setiap keputusan yang

ditetapkan selalu melibatkan semua unsur pimpinan dengan

mempertimbangkan kemampuan, pengetahuan dan keahlian aparatur yang

dilibatkan. Serta melihat berbagai aspek terutama aspek hukum dan

ketersediaan SDM dan anggaran.” (Wawancara: MT, 28 April 2016).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka penulis dapat mengemukakan

bahwa pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya berkaitan dengan masalah

pengambilan keputusan berbasis pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill)

dan kemampuan (ability), dapat dikatakan bahwa setiap aparatur dilibatkan dalam

proses pengambilan keputusan (mulai dari Eselon II, III, dan IV), dengan

205

mempertimbangkan berbagai aspek, terutama aspek hukum dan ketersediaan

SDM serta anggaran. Kecuali berupa kebijakan yang hanya dilaksanakan oleh

pimpinan (Kepala Badan).

B. Faktor-Faktor Determinan Terhadap Pemberdayaan Aparatur

Berbasis Kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan

1. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar organisasi

yang memengaruhi seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam

menjalankan tugas dan kewenangan sebagai aparatur badan kepegawaian daerah

berbasis pada pengetahuan, keterampilan dan kemampuan, maka lingkungan kerja

sangat berpengaruh dalam menjalankan program dan kegiatan untuk mencapai

visi dan misi organisasi.

Untuk menggali informasi lebih mendalam tentang pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

khususnya berkaitan dengan faktor-faktor determinan terhadap keefektifan

pemberdayaan aparatur menyangkut lingkungan kerja, penulis juga melakukan

wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten memberikan informasi dan

penjelasan, di antaranya sebagai berikut:

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan

karier, adalah sebagai berikut:

”Sangat penting bagi kami lingkungan kerja yang harmonis dan ketenangan

dalam pelaksanaan tugas-tugas rutin, sebab kami setiap saat ada dikantor

sehingga butuh suasana kerja yang nyaman, teratur serta suasana sekitar

kerja yang bersih dan tersedianya fasilitas yang memadai. Bagi kami

206

lingkungan kerja yang nyaman akan memacu pegawai berprestasi dalam

bekerja.” (Wawancara: NS, 16 Desember 2015).

Hal senada juga dikemukakan melalui Hasil wawancara dengan Kepala

Bidang Kinerja dan Kesejahteraan Pegawai, adalah sebagai berikut:

”Bagi kami faktor yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan

organisasi pada Badan Kepegawaian Daerah adalah terciptanya lingkungan

kerja organisasi yang dapat menunjang pelaksanaan program dan kegiatan.

Dan disini merupakan tugas pimpinan dalam menciptakan suasana

lingkungan kerja yang harmonis, kondusif, nyaman, komunikatif dan

tersedianya fasilitas teknologi mutakhir yang dapat menunjang tugas-tugas

pegawai.” (Wawancara: SE, 16 Desember 2015).

Kemudian hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Perencanaan, dan

Pengembangan Pegawai, sebagai berikut:

”Bagi kami ada tiga hal yang penting dalam membangun dan

mengembangkan suasana kerja kearah yang lebih profesional serta

peningkatan kinerja aparatur, yaitu tersedianya fasilitas-fasilitas kerja yang

memadai dengan pemanfaatan teknologi mutakhir, terpeliharanya hubungan

kerja yang harmonis antara pimpinan dan bawahan, serta terbangunnya

komunikasi yang saling terbuka dan bertanggungjawab.” (Wawancara: WT,

28 April 2016).

Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan

Pengendalian, adalah sebagai berikut:

”Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, lingkungan kerja sangat

berpengaruh terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas pegawai, baik dari

segi suasana kerja yang nyaman, penataan ruang kerja yang teratur maupun

penggunaan teknologi yang sudah tersedia.” (Wawancara: SM, 16

Desember 2015).

Hasil wawancara dengan Staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”Bagi kami, hal yang terpenting dalam mendukung pelaksanaan tugas

pokok adalah terciptanya susasana yang kondusif dimana pimpinan mampu

menjadi pengayom dan teladan bagi bawahannya, di samping itu ruang kerja

207

yang representatif juga sangan berpengaruh dalam melakukan kegiatan

keseharian di kantor.” (Wawancara: IRS, 12 Januari 2016).

Diperkuat hasil wawancara dengan Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan, adalah sebagai berikut:

”Kami berusaha semaksimal mungkin menjaga lingkungan kerja agar tetap

kondusif, karena bagi kami kondisi lingkungan kerja yang kondusif akan

memungkinkan pegawai bekerja secara maksimal tetapi sebaliknya kondisi

lingkungan kerja yang berantakan, selalu muncul konflik dan pertentangan

akan menghambat pekerjaan yang pada akhirnya akan terjadi ketidak-

efisienan dalam bekerja sehingga proses pencapaian tujuan organisasi

terhambat, hal ini tidak kami inginkan terjadi pada kantor Gubernur Provinsi

Sulawesi Selatan. Untuk itu kami berusaha menciptakan lingkungan kerja

organisasi yang harmonis sehingga dapat menunjang pelaksanaan program

dan kegiatan yang telah dicanangkan oleh bapak Gubernur Provinsi

Sulawesi Selatan serta berusaha menciptakan komunikasi dua arah, dan

tetap menjaga agar pegawai memiliki kepatuhan dalam menjalankan tugas

dan tanggungjawab berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.”

(Wawancara: AL, 28 April 2016).

Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara di atas, penulis dapat

mengemukakan bahwa faktor-faktor determinan terhadap keefektifan

pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan, adalah faktor lingkungan kerja seperti suasana budaya

kerja yang harmonis, kondusif, nyaman, komunikatif dan tersedianya fasilitas

teknologi mutakhir yang dapat menunjang tugas-tugas pegawai.

2. Komitmen Pimpinan

Setiap organisasi yang dibentuk mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

Termasuk di dalamnya organisasi pemerintahan dibentuk untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, politik dan

kesejahteraan secara optimal. Begitu pula pada organisasi perusahaan dibentuk

oleh sekolompok orang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dalam usahanya.

208

Namun demikian salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu organisasi

ditentukan oleh adanya komitmen pimpinan yang ada dalam organisasi tersebut.

Selanjutnya, untuk menggali informasi lebih mendalam tentang

pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan khususnya berkaitan dengan komitmen pimpinan,

penulis juga melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten

memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Kinerja dan Kesehateraan

Pegawai, adalah sebagai berikut:

”Salah satu faktor yang sangat mendukung pelaksanakan program yang

telah direncanakan serta dalam rangka meningkatkan kinerja aparatur serta

dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi adalah faktor komitmen

pimpinan yang diterapkan oleh kepala badan yang cenderung terbuka dan

komunikatif kepada semua bawahan tanpa membeda-bedakan mulai pejabat

tinggi sampai kepada pejabat rendahan dan staf. “ ( Wawancara: SE,12

Januari 2016).

Selanjutnya hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Konseling dan

Kedudukan Hukum, mengemukakan bahwa :

“Komitmen pimpinan khususnya pada Badan Kepegawaian Daerah adalah

berusaha komitmen dalam menerapkan kememimpinan yang demokratis,

hal ini dikarenakan pimpinan memberi kepercayaan dan tanggungjawab

kepada setiap bawahan untuk berinovasi dengan melahirkan ide dan gagasan

cerdas dalam bekerja, pegawai diharapkan meningkatkan profesionalisme

dan kinerjanya tanpa harus merasa terbebani atas tugas dan tanggungjawab

yang ada. Kemudian adanya pelibatan bawahan dalam menyusun

perencanaan, dan implementasi program serta kebijakan Organisasi.”

(Wawancara: MN, 12 Januari 2016).

Kemudian lebih lanjut dikemukakan berdasarkan hasil wawancara kepada

Kepala Sub Bidang Pengololaan Data Elektronik, mengemukakan bahwa :

”Salah satu faktor organisasi yang sangat mendukung pelaksanakan tugas

pokok dan fungsi serta kegiatan kami pada Badan Kepegawaian Daerah

209

Provinsi Sulawesi Selatan adalah komitmen pimpinan yang tidak pernah

berubah, baik pada level gubernur, wakil gubernur maupun atasan langsung

kami pada Badan Kepegawaian Daerah, yaitu dengan memberi kepercayaan

dan tanggungjawab kepada setiap bawahan untuk berkreasi dan berinovasi

dalam bekerja termasuk di dalamnya melibatkan dalam perencanaan,

penyusunan rumusan kebijakan, serta memberi motivasi dalam

meningkatkan kualitas profesional pegawai negeri sipil.” (Wawancara: FT,

16 Desember 2015).

Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan

Pengendalian, adalah sebagai berikut:

”komitmen pimpinan yang selalu terbuka dan memiliki rasa tanggungjawab

yang tinggi sangat menunjang tugas kami sebagai kepala sub bidang karena

komitmen kepemimpinannya sangat memungkinkan aparatur untuk selalu

dilibatkan dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan tanpa membeda-

bedakan, memberikan kepercayaan dalam menyusun rencana kegiatan

bidang, melakukan kebijakan teknis pembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan manajemen kepegawaian, dilibatkan dalam rapat-rapat

berdasarkan bidang tugas masing-masing dan diberi kesempatan untuk

berinovasi dalam pelaksanan kegiatan sepanjang tidak bertentangan

perundang-undangan yang berlaku.” (Wawancara: SM, 16 Desember 2015).

Kemudian ditambahkan oleh Kepala Bidang Mutasi dan Informasi

Kepegawaian melalui hasil wawancara, sebagai berikut:

” komitmen pimpinan pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan dalam

melaksanakan kegiatan dan program sangat membantu dan mendukung,

pimpinan memberikan arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Tupoksi

serta memberi kepercayaan kepada pegawai untuk bekerja tanpa harus

merasa tertekan, ada keluwesan.” (Wawancara: IS, 16 Desember 2015).

Selanjutnya Hasil wawancara dengan salah satu Staf Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, mengemukakan bahwa :

”Komitmen pimpinan yang tinggi dalam mendukung aparatur pada Badan

Kepegawaian Daerah sangat menunjang tugas kami sebagai staf, hal ini

disebabkan karena komitmen pimpinan yang berusaha terbuka dan memberi

peluang yang sama pada bawahannya sangat membantu termasuk mampu

memberi bimbingan dan motivasi dalam bekerja sehingga tidak ada beban

secara psikologi bagi kami dalam menyelesaikan tugas-tugas rutin.”

(Wawancara: AB, 12 Januari 2016).

210

Kemudian, hasil wawancara dengan Staf yang lain pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”Suasana kebersamaan dan kekeluargaan sangat kental terlihat di kantor

kami, hal ini karena komitmen pimpinan yang dijalankan tidak rewel dan

tidak suka marah-marah, sehingga kami berusaha bekerja dengan sekuat

tenaga untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan dan

yang terpenting kami dianggap sebagai teman dan partner dalam bekerja.”

(Wawancara: AAH, 28 April 2016).

Hal senada juga dikemukakan oleh salah seorang Staf Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan melalui wawancara, sebagai berikut:

“Dengan kepemimpinan yang dijalankan pada Badan Kepegawaian Daerah

sangat memungkinkan bagi kami untuk dapat bekerja dengan baik termasuk

selalu dilibatkan dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan tanpa membeda-

bedakan. Hal ini menjadi komitmen pimpinan dalam bekerja termasuk,

memberikan kepercayaan penuh dalam menyelesaikan tugas-tugas yang

dibebankan kepada kami, dan menghargai setiap usaha dan pekerjaan yang

telah diselesaikan.” (Wawancara: SM, 12 Januari 2016).

Diperkuat hasil wawancara dengan Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”Pada organisasi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,

komitmen pimpinan dengan membangun kepemimpinan yang terbuka,

demiokratis dan komunikatif sangat membantu pegawai dalam

melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Karena pimpinan menyadari

betul bahwa kesuksesan dalam pelaksanakan tugas pokok dan fungsi

aparatur sangat ditentukan oleh team work/kerja yang solid. Untuk itu pola

kepemimpinan yang diterapkan mengacu pada pola kepemimpinan modern

seperti kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian dalam mengambil resiko,

responsivitas tetapi tidak meninggalkan budaya dan kearifan lokal

masyarakat Sulawesi Selatan seperti sipakatau’, sipakalebbi’, sipakainga

dan sifat kekeluargaan dan kebersamaan di antara semua unsur pada

lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.”

(Wawancara: AH, 16 Desember 2015).

Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara di atas, maka penulis

mengemukakan bahwa faktor determinan terhadap keefektifan pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

211

Selatan adalah faktor komitmen pimpinan yaitu bahwa pimpinan memiliki

komitmen yang tinggi dan tidak muda berubah dalam setiap keputusan dan

kebijakannya dengan selalu mengacu pada pola kepemimpinan modern seperti

kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian dalam mengambil resiko, dan

responsivitas, tetapi tidak meninggalkan budaya dan kearifan lokal masyarakat

Sulawesi Selatan, seperti: sipakatau’, sipakalebbi’, sipakainga dan sifat

kekeluargaan dan kebersamaan dan selalu berkomitmen untuk melaksanakan dan

menerapkannya.

3. Pemanfaatan Teknologi

Teknologi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan, alat-alat, teknik, dan

kegiatan yang digunakan untuk mengubah input menjadi output. Karena itu dapat

dikatakan bahwa teknologi meliputi seluruh proses transformasi yang terjadi

dalam organisasi, yang juga menyangkut mesin-mesin yang digunakan,

pendidikan dan keahlian pegawai, serta prosedur yang digunakan dalam

pelaksanakan seluruh kegiatan. Teknologi mencakup aspek yang lebih luas dan

kegiatan yang jenisnya saling berbeda.

Selanjutnya, untuk menggali informasi lebih mendalam tentang

pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya berkaitan

dengan faktor-faktor determinan terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur

adalah faktor teknologi. Hal ini dipertegas melalui wawancara terhadap pihak-

pihak yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya

sebagai berikut:

212

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian

Kepegawaian, adalah sebagai berikut:

”Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta peningkatan kualitas layanan

administrasi kepegawaian pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan didukung dengan sistem informasi kepegawaian berbasis

teknologi informatika dan komunikasi, yang dapat memudahkan pegawai

bekerja secara efektif .” (Wawancara: LL, 16 Desember 2015).

Kemudian hasil wawancara Kepala Bidang Kinerja dan kesejahteraan

Pegawai, diperoleh informasi sebagai berikut:

”Dalam mewujudkan peningkatan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil

terutama dalam bidang pelayanan kepada seluruh pegawai yang ada pada

lingkup pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan maka penggunaan sistem

komputerisasi berbasis IT sangat mendukung dan memberi kemudahan serta

manfaat yang besar dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Karena dapat

menghemat waktu dan tenaga serta dapat mempercepat proses penyelesaian

pekerjaan secara efektif dan efisien.” (Wawancara: SE, 16 Desember 2015).

Selanjutnya, hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang PDE, adalah

sebagai berikut:

”Salah satu faktor organisasi yang sangat mendukung pelaksanakan tugas

pokok dan fungsi serta kegiatan kami pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan adalah pemanfaatan teknologi yang berbasis pada

sistem komputerisasi dan teknologi informasi, yang dapat memudahkan

pegawai bekerja secara efektif dan efisien.” (Wawancara: FT, 16 Desember

2015).

Hasil wawancara Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Karier,

diperoleh informasi sebagai berikut:

”Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kualitas

profesionalisme Pegawai Negeri Sipil terutama dalam bidang perencanaan

dimana penggunaan sistem komputerisasi sangat mendukung dan memberi

kemudahan dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Di samping fasilitas-

fasilitas lainnya yang dapat menghemat waktu dan tenaga serta dapat

mempercepat penyelesaian pekerjaan.” (Wawancara: NS, 12 Januari 2016).

213

Hasil wawancara dengan staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”Kami mendapatkan kemudahan dalam pelaksanakan tugas keseharian

sebagai pegawai karena tersedianya fasilitas-fasilitas pendukung pelasanaan

kegiatan, prosedur kerja yang baku, sistem jaringan komputer yang bersifat

online sekalipun SDM yang masih terbatas.” (Wawancara: AB, 12 Januari

2016).

Hasil wawancara dengan staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”Kami sangat terbantu dengan adanya fasilitas sarana dan prasarana

terutama fasilitas komputer dalam pengelolaan data, dan sistem pembuatan

pelaporan. Dengan tersedianya teknologi ini semua pekerjaan yang menjadi

tugas dan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kami dapat terselesaikan

tepat waktu.” (Wawancara: AAH, 12 Januari 2016).

Dipertegas melalui hasil wawancara dengan Sekretaris Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan, sebagai berikut:

”Setiap tahun kami menganggarkan melalui APBD terkait penyediaan

fasilitas pendukung terutama sarana dan prasarana kantor maupun fasilitas

yang ada didalamnya yang menunjang pelaksanaan pekerjaan disetiap

SKPD, Kantor, Badan maupun yang lainnya terutaama dalam pengelolaan

data, dan sistem administrasi berbasis teknologi Informasi, sehingga

harapan kami semua pelayanan dapat dimaksimalkan demi terwujudnya

pelayanan prima, tetapi yang terpenting perlu didukung oleh SDM yang

kompeten serta memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi termasuk di

dalamnya ada perhatian khusus bagi pegawai untuk melakukan

pemeliharaan terhadap fasilitas yang sudah ada.” (Wawancara: AL, 28

April 2016).

Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa

informan di atas, maka penulis dapat mengemukakan bahwa salah satu faktor

determinan terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan adalah faktor pemanfaatan

teknologi. Pemanfaatan teknologi yang berbasis pada sistem komputerisasi dan

214

teknologi informasi sangat dibutuhkan oleh pegawai untuk memperlancar tugas-

tugas/pekerjaan. Di samping fasilitas-fasilitas lainnya yang dapat menghemat

waktu dan tenaga serta dapat mempercepat penyelesaian pekerjaan.

4. Pengawasan

Pengawasan adalah salah satu fungsi fundamental manajemen yang pada

hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara apa yang seharusnya

(standard) dengan keadaan situasi yang diperoleh. Melakukan kegiatan

membandingkan kerapkali akan melahirkan adanya penyimpangan-

penyimpangan. Penyimpangan itu disebut gap. Fungsi pengawasan bukan saja

mencakup tindakan mengawasi dan mengkonfrontir fakta adanya penyimpangan

tetapi melakukan koreksi atau perbaikan terhadap deviasi-deviasi yang terjadi.

Selanjutnya, untuk menggali informasi lebih mendalam tentang faktor

determinan khususnya faktor pengawasan yang berpengaruh pada pemberdayaan

aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis juga melakukan

wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten memberikan informasi dan

penjelasan, di antaranya sebagai berikut:

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian

Kepegawaian, adalah sebagai berikut:

”Fungsi Pengawasan adalah Salah satu faktor yang berpengaruh pada

pelaksanaan tupoksi pada organisasi Badan Kepegawaian Daerah, agar lebih

menjamin adanya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya deviasi

pada setiap pelaksanaan program. Sekarang ini aparatur harus lebih hati-hati

karena pengawasan bukan saja dilakukan oleh internal pimpinan tetapi juga

pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga eksternal seperti KPK,

LSM dan masyarakat.” (Wawancara: LL, 12 Januari 2016).

215

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Bidang Perencanaan dan

Pengembangan Karier melalui wawancara, sebagai berikut:

”Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kualitas

profesionalisme Pegawai Negeri Sipil, maka pengawasan sangat diperlukan

agar tidak terjadi kesalahan dan ketimpangan, baik di awal pelaksanaan

pekerjaan dan program maupun pada saat evaluasi dan pelaporan kegiatan

dan program pada setiap bidang dan sub bidang.” (Wawancara: NS, 16

Desember 2015).

Kemudian hasil wawancara dengan Kepala Bidang Kinerja dan

Kesejahteraan Pegawai, adalah sebagai berikut:

”Salah satu faktor yang berpengaruh pada pelaksanaan tugas pokok serta

fungsi yang ada pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan adalah berjalannya pengawasan pimpinan yang efektif, dimana

setiap pegawai dituntut bekerja berdasarkan perundang-undangan yang

berlaku serta ketentuan-ketentuan lainnya. Di samping itu melalui

pengawasan para pegawai berusaha secara bersungguh-sungguh

menjalankan tugas pokoknya dengan penuh rasa tanggungjawab dan

amanah serta yang paling penting adalah bukan hanya sesuai dengan

rencana, akan tetapi juga dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang

tinggi.” (Wawancara: SE, 16 Desember 2015).

Selanjutnya hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan,

Pengawasan, dan Pengendalian Kepegawaian, adalah sebagai berikut:

”Dalam menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan

Kepegawaian Daerah dalam mewujudkan profesionalisme dan

pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil, maka diperlukan pengawasan

pegawai pelaksanaan tugas. Hal ini sangat diperlukan agar dapat

meminimalisasi kesalahan dan kekeliruan.” (Wawancara: SM, 16 Desember

2015).

Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Konseling dan Kedudukan

Hukum, adalah sebagai berikut:

”Pengawasan sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dan kekeliruan,

pimpinan melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan kegiatan

aparatur, sekaligus sebagai bahan evaluasi untuk mengetahui apakah tugas-

tugas tersebut sudah dilaksanakan atau belum, apakah sesuai aturan atau

216

tidak, dan ini dilakukan baik di awal pelaksanaan pekerjaan dan program

maupun pada saat evaluasi dan pelaporan kegiatan dan program pada setiap

bidang dan sub bidang.” (Wawancara: MN, 28 April 2016).

Hasil wawancara dengan staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”Bagi kami pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan selama ini cukup ketat

terutama dalam pelaksanaan kegiatan atau program sehingga membuat

kami bekerja secara sungguh-sungguh terutama menghindari kesalahan

dan deviasi dalam operasionalisasi suatu rencana kerja yang sedang

berlangsung dapat terlaksana dengan baik.” (Wawancara: AAH, 12 Januari

2016).

Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara beberapa informan di

atas, maka penulis dapat mengemukakan bahwa salah satu faktor determinan

terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatanadalah faktor pengawasan. Hal ini

dikumukakan bahwa dalam mewujudkan peningkatan kualitas profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil, maka fungsi pengawasan sangat diperlukan agar tidak

terjadi kesalahan dan ketimpangan, baik di awal pelaksanaan pekerjaan dan

program maupun pada saat evaluasi dan pelaporan kegiatan. Di samping itu

melalui pengawasan pegawai bekerja secara sungguh-sungguh terutama berusaha

menghindari kesalahan dan deviasi dalam operasionalisasi kegiatan pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

5. Budaya Kerja Organisasi

Dalam kehidupan masyarakat ataupun dalam suatu organisasi tidak

terlepas dari ikatan budaya, ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang

bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun pada suatu bangsa.

217

Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam berhubungan atau

berinteraksi serta bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat

anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang

menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak (Robert dan Angelo, 2005).

Salah satu faktor yang determinan dalam pemberdayaan aparatur berbasis

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan adalah faktor budaya kerja organisasi.

Oleh karena itu, untuk menggali informasi lebih mendalam tentang

pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi khususnya berkaitan dengan faktor

budaya kerja organisasi, penulis juga melakukan wawancara terhadap pihak-pihak

yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai

berikut:

Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Perencanaan dan

Pengembangan Pegawai, adalah sebagai berikut:

”Setiap pegawai harus penjunjung tinggi budaya kerja organisasi terutama

yang terkait dengan dedikasi dan loyalitas, selalu disiplin, baik disiplin

waktu, maupun disiplin dalam bekerja, memiliki rasa tanggungjawab yang

tinggi untuk melaksanakan tugas sesuai tupoksinya. Selain itu juga akan

menjadi penilaian bagi pimpinan dalam mempromosikan ke jabatan yang

lebih tinggi. ” (Wawancara: WT, 28 April 2016).

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, menunjukkan bahwa budaya kerja

dalam organisasi dapat menjadi pedoman dan penuntun dalam setiap gerak dan

langka pegawai negeri sipil terkait peningkatan disiplin kerja, rasa tanggungjawab

yang tingggi serta adanya dedikasi dan loyalitas terhadap pimpinan dan

organisasi. Setiap pegawai dituntut untuk meningkatkan profesinalisme dalam

bekerja dengan tetap memperhatikan budaya kerja yang ada.

218

Kemudian hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Konseling dan

Kedudukan Hukum, mengatakan bahwa :

”Sebagai aparatur pemerintah, kami selalu menjaga dan menjunjung tinggi

budaya kerja organisasi terutama dalam menopan kerja dan tugas-tugas

yang telah menjadi tanggung jawab sebagai pegawai, seperti disiplin dan

menjaga keteraturan dalam kerja, Dedikasi dan loyalitas, serta ketekunan

dan kesabaran dalam setiap pekerjaan yang dibebankan.” (Wawancara: MN,

28 April 2016).

Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan

Pengendalian pegawai, adalah sebagai berikut:

”Budaya kerja aparatur pada Badan Kepegawaian daerah Provinsi Sulawesi

Selatan sangat menunjang tugas-tugas keseharian kami terutama budaya

kerja yang disiplin kerja yang tinggi, tertib administrasi, bertanggungjawab

serta saling mendorong dalam melakukan tugas pokok dan fungsi masing-

masing.” (Wawancara: SM, 16 Desember 2015).

Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan

Karier, adalah sebagai berikut:

”Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kualitas

profesionalisme Pegawai Negeri Sipil, maka faktor penting yang dapat

mendukung tercapainya adalah budaya kerja organisasi terutama budaya

kerja yang disiplin dan bertanggungjawab, prinsip-prinsip transparansi, dan

ikhlas dan kejujuran. Di samping budaya-budaya sipakatau (saling

memanusiakan), sipakalebbi (saling menghargai) dan sipakainga (saling

mengingatkan).” (Wawancara: NS, 16 Desember 2015).

Hasil wawancara dengan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:

”Dalam melaksanakan visi, misi dan kebijakan organisasi Badan

Kepegawaian Daerah serta mewujudkan peningkatan kualitas

profesionalisme Pegawai Negeri Sipil, maka salah satu faktor penting

yang dapat mendukung pencapaian tersebut adalah budaya kerja organisasi

terutama peningkatan disiplin kerja pegawai, memiliki rasa

tanggungjawab, bekerja dengan prinsip-prinsip transparansi, ikhlas dalam

bekerja dan menanamkan sifat kejujuran dengan berpedoman pada nilai-

nilai luhur yang telah dirumuskan bersama, yaitu membangun

219

profesionalisme, berkinerja dan peningkatan kesejahteraan. Kemudian

mengimplementasikan budaya yang berkembang dalam masyarakat Bugis

Makassar yaitu, budaya-budaya sipakatau (saling memanusiakan),

sipakalebbi (saling menghargai) dan sipakainga (saling mengingatkan)

dalam melakukan pekerjaan dan program yang ada.” (Wawancara: MT,

28 April 2016).

Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara di atas, penulis

mengemukakan bahwa salah satu faktor determinan terhadap keefektifan

pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah menerapkan

budaya kerja organisasi. yaitu, budaya kerja yang disiplin, bertanggungjawab,

prinsip-prinsip transparansi, ikhlas dan kejujuran, di samping budaya-budaya

“sipakatau” (saling memanusiakan), “sipakalebbi” (saling menghargai), dan

“sipakainga” (saling mengingatkan) dalam melakukan pekerjaan dan program

yang ada dapat mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

C. Pembahasan

1. Pemberdayaan Aparatur melalui Pemberian Kewenangan,

Pengembangan Kompetensi, dan Pengambilan Keputusan berbasis

Kompetensi pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan

a. Pemberian Kewenangan

Seorang pimpinan dalam organisasi sebagai manusia biasa mempunyai

kemampuan, waktu, dan perhatian yang sangat terbatas, untuk itu tidaklah

mungkin seorang pimpinan dapat melaksanakan tugasnya sendiri, sungguh pun

pimpinan itu harus bertanggung jawab akan pelaksanaan dengan baik. Seorang

pimpinan perlu mendelegasikan sebagian tugasnya kepada bawahannya.

220

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam

melaksanakan program pemberian kewenangan kepada aparaturnya, yang mana

telah tertuang secara jelas dan rinci dalam penjabaran tugas dan fungsi (Tupoksi)

aparatur mulai dari tingkat Kepala Badan, Sekretaris, Kepala Bagian, sampai

kepada staf/pegawai sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 17

tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan Struktural

pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Dengan demikian, masalah pemberian/pendelegasian wewenang bagi para

aparatur pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

secara umum telah berjalan sesuai dengan Tupoksi yang ada di masing-masing

bagian dengan tetap memperhatikan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi

oleh yang bersangkutan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Manullang (1987) bahwa di dalam

mendelegasikan wewenang, agar proses delegasi itu berjalan efektif, ada empat

hal yang harus diperhatikan, yaitu:

1) Pendelegasian wewenang harus dibarengi adanya pertanggung jawaban.

2) Wewenang yang harus didelegasikan harus memberikan kepada orang

yang tepat, baik dilihat dari sudut kualifikasi maupun dari sudut fisik.

3) Mendelegasikan wewenang kepada seseorang, harus dibarengi dengan

pemberian motivasi.

4) Pejabat yang mendelegasikan kekuasaan harus membimbing dan

mengawasi orang yang menerima delegasi wewenang.

221

Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam hal-hal tertentu

seorang pimpinan kadang tidak berani melakukan pelimpahan kewenangan dalam

organisasi yang dipimpinnya dengan beberapa alasan tertentu. Hal ini dibenarkan

oleh Stoner (1996) yang mengatakan bahwa banyak dijumpai para pemimpin yang

tampaknya enggan untuk melakukan pelimpahan kewenangan dalam organisasi

yang dipimpinnya, keengganan sementara pimpinan untuk melakukan pelimpahan

sebagian wewenang dengan alasan, sebagai berikut:

1) Perasaan yang tidak aman. Para pimpinan bertanggung jawab atas

kegiatan bawahannya, dan membuat mereka enggan untuk mengambil

resiko dalam melimpahkan wewenang.

2) Pimpinan takut kehilangan kekuasaan bila bawahan terlalu baik

melaksanakan tugas.

3) Ketidakmampuan pimpinan. Sebagian pimpinan sangat lemah dalam

membuat perencanaan ke depan dan menentukan tugas mana yang

harus dilimpahkan kepada siapa atau dalam menciptakan suatu sistem

pengendalian atau selalu bisa memantau kegiatan bawahan.

4) Ketidakpercayaan kepada bawahan.

Oleh karena itu, menurut Nitisemito (1981), untuk kelancaran dalam

memberikan wewenang, maka ada beberapa teknis khusus untuk melakukan

pelimpahan wewenang, yaitu: 1). Menentukan terlebih dahulu sasaran. 2).

Tentukan tanggung jawab dan otoritas. 3). Berikan motivasi kepada bawahan. 4).

5). Memberikan penekanan kepada bawahan agar dapat merampungkan pekerjaan

yang diberikan. 6). Berikan latihan kepada bawahan. 7). Lakukan pengendalian.

222

Kemudian Stewart, (2000 : 74), mengemukakan bahwa dengan

pemberdayaan aparatur, akan lebih mengetahui, menyukai dan lebih

mempertanggung jawabkan pekerjaan mereka, sehingga semakin besar juga hasil

kontribusi mereka dalam perwujudan visi dan misi organisasi. Kemudian Soejono

(2000 : 231), menegaskan bahwa pemberdayaan terjadi jika kekuasaan/

kewenangan diberikan aparat dalam bekerja, sehingga dalam dirinya muncul rasa

percaya diri dan rasa memiliki dalam mengendalikan tugas-tugasnya.

Sedangkan pada penelitian terdahulu oleh Simanjuntak (2013: 21),

mengemukakan bahwa terdapat dua indikator pemberdayaan aparatur yang perlu

mendapat perhatian serius salah satu diantaranya adalah melakukan pelimpahan

atau pendelegasian kewenangan kepada staf terdepan.

Pendapat lain dikemukakan Robiq Yunianto (2010 : 322), bahwa pimpinan

yang memberdayakan aparaturnya yaitu lebih menekankan pada distribusi

kewenangan guna mencapai tujuan organisasi yang lebih efektif dan efisien,

karenanya lebih dapat mendorong semangat kreativitas dan tanggungjawab

bawahan sebagai penerima wewenang

Lebih lanjut Khan (2007: 126), mengemukakan bahwa pemberdayaan

pegawai perlu dilakukan dengan mendelegasikan atau memberikan

kewenangan/tugas yang penting bagi pegawai, sekaligus

mempertanggungjawabkannya.

Sedangkan Noe, (2010: 123) mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah

merupakan pemberian tanggungjawab dan wewenang kepada pegawai dalam

mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya serta pengambilan keputusan.

223

Kemudian penelitian Benyamin (2016 : 285) mengemukakan bahwa

pemberdayaan yang dilakukan melalui pemberian kewenangan dan

tanggungjawab ternyata dapat mendorong motivasi pegawai untuk meningkatkan

kinerja, karena dalam memberikan kewenangan didasarkan atas pertimbangan

rasional, sehingga dapat menumbuhkan motivasi kerja pegawai untuk lebih

bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilimpahkan.

Dengan demikian, menurut penulis bahwa seorang aparatur dengan

mempertimbangkan kompetensi yang dimilikinya dapat diberikan wewenang

untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dengan penuh dedikasi dan loyalitas

yang tinggi. Dengan pelimpahan kewenangan tersebut pegawai merasa diberi

kepercayaan serta termotivasi dan sekaligus mendorong kepada pegawai untuk

bertanggungjawab atas kewenangan tersebut, dengan tetasp memperhatikan

pengatahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas

dan kewenangan yang diberikan.

Untuk Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemberian

kewenangan dilakukan berdasarkan uraian tugas dan kewenangan pada tiap

pegawai, dan dijelaskan dalam Peraturan Daerah untuk eselon II dan III,

sedangkan untuk eselon IV melalui Peraturan Gubernur (Pergub), yaitu Perda

Nomor 12 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan, akan tetapi biasanya pemberian kewenangan itu belum merata

kepada aparatur yang ada, sehingga ada yang merasa memiliki beban kerja dan

tanggung jawab berat tetapi dilain pihak ada aparatur yang sedikit beban kerjanya.

224

Berdasarkan hasil wawancara penulis lakukan terkait pemberian

kewenangan kepada aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan, maka dapat dijelaskan bahwa organisasi Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kapasitas dan

profesionalisme sumber daya aparatur berbasis kompetensi terdapat uraian tugas

dan fungsi serta kewenangan setiap aparatur/pegawai negeri sipil terlaksana. Di

samping itu pimpinan terkadang memberikan wewenang khusus kepada pegawai

untuk menyelenggarakan tugas kedinasan lain sesuai bidang tugasnya untuk

mendukung kelancaran pelaksanan tugas-tugas berdasarkan Tugas pokok dan

fungsi yang ada.

Pemberian kewenangan aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan, pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan sudah

terlaksana, dimana pimpinan memberikan kewenangan kepada pegawai dengan

tetap mempertimbangan kompetensi yang dimiliki, walaupun pemberian

kewenangan itu masih sebatas pada pegawai tertentu dan cenderung orang yang

sama.

b. Pengembangan Kompetensi

Dalam melaksanakan pekerjaannya, aparatur diberi kesempatan

mengembangkan kompetensi yang dimilikinya berdasarkan tugas dan

kewenangan, yang ditunjang dengan ketersediaan anggaran pengembangan

sumber daya manusia.

Berdasarkan temuan penulis di lapangan dapat dikemukakan bahwa

pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada

225

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya yang berkaitan

dengan masalah pengembangan kompetensi adalah aparatur diberi kesempatan

mengembangkan kompetensi yang dimilikinya berdasarkan tugas dan

kewenangan masing-masing, yang ditunjang dengan ketersediaan anggaran

pengembangan SDM. Adapun bentuk pengembangan kompetensi yang diberikan

kepada aparatur adalah mengutus aparatur untuk mengikuti kursus, workshop,

magang, bimbingan teknis, seminar-seminar, serta Diklat penjenjangan jabatan.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka dalam pasal 70 ayat (1) Undang

Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dijelaskan bahwa

setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki hak dan kewajiban untuk

mengembangkan kompetensi. Ayat (2) dijelaskan bahwa pengembangan

kompetensi sebagaimana dijelaskan pada ayat(1) antara lain melalui: pendidikan

dan latihan, seminar, kursus dan penataran.

Dalam konteks penyelenggaraan Sistem Administrasi Negara Kesatuan

Republik Indonesia, Kompetensi teknis (technical competence) yaitu kompetensi

mengenai bidang yang menjadi tugas pokok organisasi. Definisi yang sama

dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang

Pendidikan dan Latihan (Diklat) Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam

bidang teknis tertentu untuk melaksanakan tugas masing-masing aparatur. Bagi

Pegawai Negeri Sipil yang belum memenuhi persyaratan kompetensi jabatan

perlu mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis yang berkaitan dengan

persyaratan kompetensi jabatan masing-masing. Kompetensi managerial

(managerial competence) adalah kompetensi yang berhubungan dengan

226

kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugas organisasi.

Kompetensi manajerial meliputi kemampuan menerapkan konsep dan teknik

perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan evaluasi kinerja unit

organisasi, juga kemampuan dalam melaksanakan prinsip good governance dalam

manajemen pemerintahan dan pembangunan termasuk bagaimana

mendayagunakan kemanfaatan sumber daya pembangunan untuk mendukung

kelancaran pelaksanan tugas.

Sedangkan kompetensi sosial (social competence), menurut Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Latihan (Diklat)

Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu kemampuan melakukan komunikasi

yang dibutuhkan oleh organisasi dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Kompetensi

sosial dapat dilihat dilingkungan internal seperti memotivasi sumber daya

manusia dan atau peran serta masyarakat guna meningkatkan produktivitas kerja

atau yang berkaitan dengan lingkungan eksternal seperti, pelaksanaan pola

kemitraan, kolaborasi, dan pengembangan jaringan kerja dengan berbagai

lembaga dalam rangka meningkatkan citra dan kinerja organisasi, terrmasuk

bagaimana menunjukkan kepekaan terhadap hak asasi manusia, nilai-nilai sosial

budaya dan sikap tanggap terhadap aspirasi dan dinamika masyarakat.

Sementara Rob Brown (dalam Priansa, 2014: 222), menyatakan bahwa

pemberdayaan erat hubungannya dengan profesionalisme dan pengembangan

kompetensi aparatur. Hal ini memberi petunjuk bahwa upaya pemberdayaan

sangat berkaitan erat dengan peningkatan profesionalisme aparatur dalam

organisasi termasuk dalam organisasi publik yang saaat ini terus dipertanyakan.

227

Kemudian Khan (2007 : 126), mengemukakan bahwa pemberdayaan

pegawai perlu dilakukan dengan memberi kesempatan kepada pegawai untuk

mengembangkan kemampuan/kompetensinya, serta mendorong terciptanya

perspektif baru dan memikirkan strategi dalam pengembangan pekerjaan.

Cook dan Macaulay (2009 : 32), mengemukakan bahwa pemberdayaan

terjadi bila pimpinan memiliki sikap mendorong adanya keterbukaan, serta

mengembangkan orang-orang/pegawai untuk memiliki kompetensi yang cukup

dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

Sedangkan Noe, (2010: 123) mempertegas dengan mengemukakan bahwa

selain pemberian kewenangan dan tanggungjawab maka, salah satu indikator

pemberdayaan adalah pemberian kesempatan kepada pegawai dalam

mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya.

Berdasarkan dengan hasil pengamatan peneliti dilapangan bahwa aparatur

yang ada di kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan diberi

kesempatan yang sama untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya,

terutama aparatur yang ingin melanjutkan pendidikan kejenjang D3, Sarjana (S1)

sampai kepada program Doktor (S3). Namun belum secara merata karena masih

di dominasi bidang dan pegawai tertentu.

Dengan demikian, setiap aparatur pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan

diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan kompetensi yang

dimilikinya dan disesuaikan dengan jabatan yang diberikan untuk menunjang di

dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur negara.

228

Di samping itu juga kegiatan pengembangan diri aparatur banyak

dilakukan melalui, pendidikan dan latihan (DIKLAT) penjenjangan, Kursus-

kursus, workshop, Bimbingan teknis, seminar. Walaupun terkadang aparatur yang

bersangkutan ditunjuk tidak bersedia dengan berbagai alasan dan dalih.

Berikut ini di kemukakan keadaan pegawai yang memiliki jenjang

pendidikan D3/D4, Sarjana (S1) sampai Magister (S2) pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan bulan Mei 2016.

Tabel 5.1 Keadaan pegawai yang memiliki jenjang pendidikan D3,

Sarjana (S1) sampai Magister (S2) Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

No

Pendidikan

Jenis Kelamin

Jumlah L P

1. Diploma III/Akademi 1 3 4

2. Diploma IV 2 1 3

3. Sarjana (Sl) 24 22 46

4. Magister (S2) 7 4 11

5. Doktor (S3) - - -

J u m l a h 34 30 64

Sumber : Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan, Mei 2016.

c. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya

suatu organisasi, terutama karena masa depan suatu organisasi banyak ditentukan

oleh pengambilan keputusan sekarang. Pengambilan keputusan yang efektif akan

mengantar organisasi dapat mencapai tujuan, program, strategi dan kebijakan

termasuk di dalamnya Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Pengambilan keputusan merupakan tugas yang cukup berat untuk

memastikan satu keputusan yang akan dipilih. Pengambilan keputusan

229

mempunyai arti yang sangat penting bagi kemajuan suatu organisasi terutama

karena masa depan organisasi banyak ditentukan oleh pengambilan keputusan

yang efektif. Setiap keputusan yang ditetapkan selalu melibatkan semua unsur

pimpinan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, terutama aspek hukum dan

ketersediaan SDM dan anggaran.

Berdasarkan temuan penulis di lapangan disimpulkan bahwa

pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan khususnya yang berkaitan dengan masalah

pengambilan keputusan berbasis pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

terlaksana, dengan melibatkan pegawai dalam proses pengambilan keputusan

terutama (Eselon II, III, dan IV), kecuali berupa kebijakan yang hanya

dilaksanakan oleh pimpinan (Kepala Badan).

Hal ini sejalan dengan pendapat Priansa (2014 : 228-229), yang

mengemukakan bahwa pelibatan atau partisipasi pegawai dalam pengambilan

keputusan merupakan salah satu strategi dalam memberdayakan pegawai. Hal

tersebut merupakan perhatian dari organisasi terhadap pegawainya dan

menggambarkan sejauhmana komitmen pegawai terlibat dalam organisasi.

Keterlibatan pegawai dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara

langsung maupun tidak langsung, dimana dampaknya dapat dirasakan oleh

organisasi.

Keterlibatan pegawai dalam pengambilan keputusan perlu didukung oleh

pengetahuan yang memadai, yang terkait dengan pekerjaan yang di embangnya.

Karena pegawaidalam level operasional biasanya lebih memahami seluk beluk

230

pekerjaannya secara mendalam dibandingkan dengan pimpinan selama ini.

Dengan demikian, keputusan pimpinan yang didukung dan seiring dengan

pegawai dalam level yang lebih rendah akan menyebabkan keputusan yang

diambil lebih tepat, sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya dihadapi

dilapangan, Priansa (2014 :229).

Menurut Hubeis (2003: 9), pengambilan keputusan adalah proses

pembuatan keputusan mulai ketika suatu masalah muncul dan berakhir ketika satu

alternatif keputusan sudah dipilih. Pembuatan keputusan sebagai “The process

through which of action is chosen” jadi pembuatan keputusan adalah sebagai

kegiatan-kegiatan yang meliputi perumusan masalah, pembahasan alternatif-

alternatif, dan menilai serta memilih alternatif bagi penyelesaian masalah.

Sedangkan pada penelitian terdahulu oleh Simanjuntak (2013 : 21),

mengemukakan bahwa pemerintah perlu adanya pelibatan aparatur yang ada pada

level tertentu untuk terlibat dalam mengambil keputusan yang bersifat operasional

dalam mengefektifkan pelayanan publik.

Selanjutnya Khan (2007: 126), mengemukakan bahwa pemberdayan

pegawai dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pegawai diberi kesempatan untuk

mengidentifikasi permasalahan yang sedang berkembang dan mencari solusi

pemecahannya, kemudian memberikan kesempatan kepada pegawai untuk

berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan serta mendelegasikan tugas-tugas yang

penting kepada pegawai.

231

Sejalan dengan pendapat Khan di atas, maka Noe, (2010: 123)

mengemukakan bahwa salah satu indikator pemberdayaan aparatur yang

dilakukan oleh organisasi adalah dengan melibatkan pegawai dalam proses-proses

pengambilan keputusan. Hal ini di sadari bahwa dengan pelibatan pegawai atau

aparatur dalam setiap pengambilan keputusan akan berdampak kepada pegawai,

yaitu akan muncul rasa tanggung jawab, motivasi serta kepercayaan yang tinggi

untuk terlibat secara maksimal dalam setiap kegiatan atau program yang

dilaksanakan.

Pengambilan keputusan merupakan tugas yang cukup berat untuk

memastikan satu keputusan yang akan dipilih, termasuk pada Badan Kepegawaian

Daerah pengambilan keputusan selalu melibatkan semua unsur mulai dari Kepala

badan, Kepala Bidang dan kepala sub bidang, dengan harapan agar semua

tingkatan merasa punya keterlibatan dalam setiap keputusan yang di ambil,

terutama keputusan-keputusan ditengah situasi yang tidak menentu atau yang

sering muncul dengan mendadak.

Dalam situasi yang terkadang tidak menentu atau mendadak, maka

terkadan pengambilan keputusan pada Badan Kepegawaian Daerah semua unsur

pimpinan dilibatkan mulai dari Eselon II, III, dan IV, kemudian pejabat Eselon

tersebut menyampaikan kepada masing-masing pimpinan bidang dan sub, bagian,

untuk melakukan koreksi, usulan, sanggahan atas keputusan yang diambil dan

penerimaan para aparatur cukup baik sepanjang keputusan dilakukan secara

bijaksana, transparan dan disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan

organisasi.

232

Berdasarkan hasil wawancara penulis kepada beberapa informan pada

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dapat dikemukakan bahwa

Setiap aparatur dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dengan tetap

memperhatikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan aparatur mulai dari

Eselon II, III, dan IV, dengan tujuan agar apapun yang menjadi keputusan

organisasi dalam satu tahun anggaran, pegawai dapat mengetahuinya, serta dapat

diimplementasikan dengan penuh rasa tanggungjawab. Pimpinan menyadari

bahwa aparatur yang ada pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan memiliki kompetensi yang cukup memadai untuk dilibatkan dalam proses

pengambilan keputusan.

Menurut pendapat penulis, apabila pegawai dilibatkan dalam proses

pengambilan keputusan maka pegawai akan lebih bertanggungjawab terhadap

keputusan yang ambil tersebut, karena pegawai merasa pimpinan memberi

kepercayaan kepada mereka. Di samping itu pegawai merasa dihargai dan

dilibatkan untuk menentukan masa depan organisasi sehingga pegawai lebih

termotivasi dalam meningkatkan kinerja dan prestasi kerjanya yang pada akhirnya

akan bermuara pada proses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

2. Faktor-faktor Determinan Terhadap Pemberdayaan Aparatur pada

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

a. Lingkungan Kerja

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, lingkungan kerja sangat

berpengaruh terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas pegawai baik dari segi

suasana kerja yang nyaman, penataan ruang kerja yang teratur maupun

penggunaan teknologi yang sudah tersedia.

233

Berdasarkan temuan penulis di lapangan disimpulkan bahwa faktor

determinan terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan adalah lingkungan kerja yang harmonis, kondusif, nyaman,

komunikatif dan tersedianya fasilitas teknologi mutakhir yang dapat menunjang

tugas-tugas pegawai.

Salah satu faktor determinan dalam pemberdayaan aparatur berbasis

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan adalah faktor lingkungan kerja. Perilaku elemen-

elemen organisasi dan juga efektivitasnya sangat dipengaruhi oleh keadaan

lingkungan kerja. Karakteristik organisasi seperti struktur, sasaran, teknologi dan

strategi, hingga suatu derajat tertentu sebenarnya dipengaruhi oleh kondisi

lingkungannya. Karena itu, untuk memperoleh pemahaman yang utuh mengenai

suatu organisasi diperlukan adanya pengertian yang sempurna mengenai keadaan

lingkungan kerja organisasi.

Lingkungan kerja yang dimaksud adalah tersedianya fasilitas kerja dengan

pemanfaatan teknologi modern, terpeliharanya hubungan kerja yang harmonis

antara pimpinan dengan bawahan melalui komunikasi dua arah, dan yang paling

penting ialah tingkat kepatuhan pegawai dalam menjalankan tugas dan

tanggungjawab serta dukungan dan kepercayaan dari masyarakat.

Untuk mencapai tujuan organisasi badan kepegawaian daerah dilandasi

nilai-nilai luhur yang telah dirumuskan bersama, nilai-nilai yang dimaksud

234

menjadi nilai kehidupan organisasi, yaitu profesional, berkinerja dan sejahtera,

perlu didukung oleh lingkungan kerja organisasi.

Lingkungan kerja yang harmonis dan ketenangan dalam pelaksanaan

tugas-tugas rutin, merupakan hal yang sangat penting bagi proses pencapain

tujuan organisasi. Pegawai setiap saat berada dikantor sehingga butuh suasana

kerja yang nyaman, teratur serta suasana sekitar kerja yang bersih dan

tersedianya fasilitas yang memadai. Lingkungan kerja yang nyaman akan memacu

pegawai berprestasi dalam bekerja.

Dalam pelaksanaan program dan pencapaian tujuan organisasi pada Badan

Kepegawaian Daerah sangat diharapkan terciptanya lingkungan kerja organisasi.

Dan disini merupakan tugas pimpinan dalam menciptakan suasana lingkungan

kerja yang harmonis, kondusif, nyaman, komunikatif dan tersedianya fasilitas

teknologi mutakhir yang dapat menunjang tugas-tugas pegawai.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui sekretaris Daerah Provinsi,

mengemukakan bahwa Pimpinan berusaha semaksimal mungkin menjaga

lingkungan kerja agar tetap kondusif. Karena kondisi lingkungan kerja yang

kondusif akan memungkinkan pegawai bekerja secara maksimal tetapi sebaliknya

kondisi lingkungan kerja yang berantakan, selalu muncul konflik dan

pertentangan akan menghambat pekerjaan yang pada akhirnya akan terjadi

ketidak-efisienan dalam bekerja sehingga proses pencapaian tujuan organisasi

terhambat, hal ini tidak diinginkan terjadi pada kantor Gubernur Provinsi

Sulawesi Selatan. Untuk itu pimpinan berusaha menciptakan lingkungan kerja

235

organisasi yang harmonis sehingga dapat menunjang pelaksanaan program dan

kegiatan yang telah dicanangkan oleh bapak Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan.

Di samping itu, pimpinan berusaha menciptakan komunikasi dua arah

antara pimpinan dengan bawahan dan sebaliknya, serta tetap menjaga agar

pegawai memiliki kepatuhan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab

berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Pengamatan penulis di lapangan dan didukung oleh hasil

wawancara kepada beberapa informan pada Badan Kepegawaian Daerah maka

dapat dikemukakan bahwa faktor lingkungan kerja organisasi sangat menentukan

pelaksanaan pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

b. Komitmen Pimpinan

Kepemimpinan yang baik merupakan salah satu syarat utama dalam

menunjang kelancaran proses pelaksanaan kegiatan dan program dalam

organisasi. Dalam teori kepemimpinan dijelaskan bahwa seseorang disebut

sebagai pemimpin jika ia mampu mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu

sesuai apa yang diinginkannya. Sedangkan kepemimpinan yang efektif adalah

kepemimpinan yang menekankan pada perilaku pemimpin dari pada sifat-sifat

pemimpin yang ada. Siapa pun yang menduduki peran pemimpin diharapkan

untuk dapat bertindak secara efektif dan memiliki komitmen yang kuat sebagai

seorang pemimpin.

Orang-orang yang memegang peranan penting dalam organisasi tersebut di

antaranya adalah unsur pemimpin. Tidak ada organisasi tanpa pemimpin, karena

236

organisasi tanpa pemimpin maka organisasi bisa kacau. Pada umumnya, seorang

pemimpin dalam organisasi memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang menonjol

dari bawahannya sebagai suatu kemampuan atau daya lebih yang dimilikinya,

seperti kecerdasan, kharisma, tegas, berani, bertanggung jawab, disiplin, teladan

dan yang terpenting adalah adanya komitmen pimpinan yang kuat, terbuka dan

komunikatif. Tetapi keberhasilan suatu organisasi tidaklah semata-mata

ditentukan oleh sifat-sifat dan komitmen kepemimpinan demikian, karena tidak

semua orang yang memimpin memiliki kesempurnaan, bahkan situasi dan kondisi

yang dihadapi setiap organisasi berbeda-beda, sehingga membutuhkan sifat-sifat

kepemimpinan yang berbeda pula.

Berdasarkan temuan penulis di lapangan dikemukakan bahwa faktor kedua

yang determinan terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan adalah faktor komitmen pimpinan. Pola kepemimpinan

yang diterapkan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

mengacu pada pola kepemimpinan modern dan demokratis, diantaranya

kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian dalam mengambil resiko, dan

responsivitas, tetapi tidak meninggalkan budaya dan kearifan lokal masyarakat

Sulawesi Selatan, seperti: sipakatau’, sipakalebbi’, sipakainga, dan sifat

kekeluargaan dan kebersamaan dengan berusaha komitmen untuk

melaksanakannya.

Disamping menggunakan pendekatan modern (umum), juga yang tidak

kalah pentingnya adalah menggunakan pendekatan budaya setempat (local

237

culture) yang menjadi ciri-ciri masyarakat Bugis Makassar di Sulawesi Selatan

secara turun-temurun, seperti sipakatau’, sipakalebbi’, sipakainga, dan sifat

kekeluargaan dan kebersamaan. Dan hal ini dipandang lebih mudah dipahami dan

diikuti oleh para aparatur setempat dalam pelaksanaan tugas-tugas sehari-hari

pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Di samping itu, dengan komitmen pimpinan yang kuat dan tidak mudah

berubah, penerapan gaya kepemimpinan yang cenderung menggunakan gaya

kepemimpinan demokratis, yaitu gaya kepemimpinan di mana pengambilan

keputusan diambil secara demokratis (kombinasi antara top-down dengan botton-

up) dengan tetap memperhatikan jenis kegiatan dan situasi serta kondisi yang ada

dapat terlaksana secara efektif.

Seiring dengan hal tersebut di atas, Sutarto (2001: 15) mengemukakan

bahwa kepemimpinan yang mudah untuk dipahami adalah rangkaian kegiatan

penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi

tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Selanjutnya Universitas OHIO dan Universitas MICHIGAN (dalam Sutarto,

2001: 15) membedakan adanya 2 (dua) macam perilaku kepemimpinan, yaitu:

Initiating Structur (struktur tugas) atau The Job Centered (terpusat pada

pekerjaan) dan ”Consideration” (tenggang rasa) atau The Employee Centered

(terpusat pada pegawai).

Perilaku kepemimpinan terpusat pada pekerjaan (The Job Centered)

mengandung ciri-ciri sebagai berikut:1). Mengutamakan tercapaianya tujuan. 2).

Mementingkan produksi yang tinggi, 3). Mengutamakan penyelesaian tugas

238

menurut jadwal yang telah ditetapkan. 4). Lebih banyak melakukan pengarahan.

5). Melaksanakan tugas dengan melalui prosedur kerja yang ketat. 6). Melakukan

pengawasan secara ketat. 7). Penilaian terhadap pejabat semata-mata berdasarkan

hasil kerja.

Sedangkan perilaku kepemimpinan terpusat pada pegawai (The Employee

Centered) mengandung ciri-ciri sebagai berikut: 1). Memperhatikan kebutuhan

bawahan. 2). Berusaha menciptakan suasana saling percaya.3). Berusaha

menciptakan suasana saling harga menghargai.4). Simpati terhadap perasaan

bawahan.5). Memiliki sikap bersahabat. 6). Menumbuhkan peran serta bawahan

dalam pembuatan keputusan dan kegiatan lainnya. 7). Lebih mengutamakan

pengarahan diri, mendisiplinkan diri, serta mengontrol diri.

Kemudian Devis (dalam Handoko, 1998: 286-287) mengatakan bahwa ada

empat faktor yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang sukses, yaitu:

a. Kecerdasan, hampir semua penelitian ditemukan bahwa seorang

pemimpin memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada

pengikutnya.

b. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang lebih luas. Pemimpin rata-

rata mempunyai pengendalian emosi yang stabil, matang dan memiliki

suatu jaringan sosial yang luas di masyarakat.

c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Secara relatif seorang pemimpin

memiliki tingkat motivasi dan dorongan yang tinggi untuk berprestasi.

d. Sikap-sikap hubungan manusiawi. Seorang pemimpin yang sukses akan

menjunjung tinggi harga diri dan martabat para pengikutnya, serta

239

memiliki rasa perhatian dan berorientasi pada kepentingan para

anggotanya.

Pendapat tersebut di atas merumuskan ciri utama yang mempengaruhi

suksesnya kepemimpinan dalam organisasi. Dimana seorang pemimpin harus

memiliki kemampuan intelegensia, kematangan dan keluasan pandangan sosial,

sehingga mampu mengendalikan keadaan yang kritis dan mempunyai keyakinan

serta kepercayaan pada diri sendiri, mempunyai motivasi dan keinginan

berprestasi yang datang dari dalam, mempunyai kemampuan mengadakan

hubungan antar manusia dan yang terpenting pimpinan memiliki komitmen yang

kuat untuk mengimplementasikannya.

Dengan demikian, maka keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai

tujuannya secara efektif, efisien dan akuntabel juga ditentukan oleh kemampuan

yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam berkomitmen pada suatu organisasi.

Dengan demikian, Seperti diutarakan oleh para ahli bahwa faktor

komitmen kepemimpinan merupakan kunci sukses dalam penyelenggaraan

pemerintahan termasuk pada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi

Sulawesi Selatan.

Pemimpin harus punya komitmen untuk mengatur, mengendalikan dan

mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Theo Haiman and

Raymond L Helgert (1982).

Salah satu faktor yang sangat mendukung pelaksanakan program dan

kegiatan yang telah direncanakan oleh Badan Kepegawaian Daerah dan untuk

meningkatkan kinerja aparatur serta dalam melaksanakan tugas pokok dan

240

fungsinya, maka faktor komitmen pimpinan sangat menentukan. Komitmen

Kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala Badan adalah kepemimpinan yang

cenderung terbuka dan komunikatif kepada semua bawahan tanpa membeda-

bedakan mulai pejabat tinggi sampai kepada pejabat rendahan dan staf.

Lebih lanjut, kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan pada Kantor

Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan dan khususnya pada Badan Kepegawaian

Daerah adalah kepemimpinan yang berkomitmen untuk membangun

kepemimpinan yang terbuka, komunikatif dan demokratis. Hal ini karena

pimpinan memberi kepercayaan dan tanggungjawab kepada setiap bawahan untuk

berinovasi dengan melahirkan ide dan gagasan cerdas dalam bekerja, kemudian

pegawai diharapkan meningkatkan profesionalisme dan kinerjanya tanpa harus

merasa terbebani atas tugas dan tanggungjawab yang ada. Dan kepemimpinan

yang memberi pelibatan bawahan dalam menyusun perencanaan, dan

implementasi program serta kebijakan Organisasi.

Sejalan dengan hal tersebut, Kartono (2004 : 86), mengemukakan bahwa

kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu mau mendengarkan

nasihat dan sugesti bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis

dengan bidangnya masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas setiap

anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.

Komitmen kepemimpian pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan sangat menunjang tugas-tugas pegawai karena pimpinan

memberi peluang kepada aparatur untuk selalu dilibatkan dalam pelaksanaan

tugas-tugas kedinasan tanpa membeda-bedakan, memberikan kepercayaan dalam

241

menyusun rencana kegiatan bidang, melakukan kebijakan teknis pembinaan dan

pengawasan penyelenggaraan manajemen kepegawaian, aparatur dilibatkan dalam

rapat-rapat berdasarkan bidang tugas masing-masing dan aparatur diberi

kesempatan untuk berinovasi dalam pelaksanan kegiatan sepanjang tidak

bertentangan perundang-undangan yang berlaku.

Hal ini juga menjadi pertimbangan dan disadari betul bahwa kesuksesan

dalam pelaksanakan tugas pokok dan fungsi aparatur sangat ditentukan oleh team

work/kerja yang solid. Untuk itu pola kepemimpinan yang diterapkan mengacu

pada pola kepemimpinan modern seperti kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian

dalam mengambil resiko, responsivitas tetapi tidak meninggalkan budaya dan

kearifan lokal masyarakat Sulawesi Selatan seperti sipakatau’, sipakalebbi’,

sipakainga dan sifat kekeluargaan dan kebersamaan di antara semua unsur pada

lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dengan komitmen

pimpinan yang kuat untuk berusaha mencapai visi dan misi organisasi.

c. Pemanfaatan Teknologi

Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa untuk peningkatan

efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja, suatu organisasi tidak punya pilihan

lain kecuali memanfaatkan berbagai kemajuan dan terebosan yang terjadi di

bidang teknologi.

Berdasarkan temuan penulis di lapangan disimpulkan bahwa selain faktor

lingkungan kerja dan kepemimpinban, maka penulis menemukan bahwa faktor

determinan terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (ability) pada Badan

242

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah pemanfaatan teknologi

yang berbasis pada sistem komputerisasi dan teknologi informasi sangat

dibutuhkan oleh pegawai untuk memperlancar tugas-tugas/pekerjaan mereka.

Hal ini sejalan dengan pendapat Thompson (tanpa tahun), bahwa

organisasi adalah sebuah sistem terbuka, dan teknologi organisasi merupakan

cerminan dari kondisi lingkungan organisasi dan juga jenis kegiatan internal yang

terjadi dalam organisasi. Berdasarkan pendapat tersebut, Thompson

mengelompokkan teknologi organisasi menjadi tiga jenis, yang masing-masing

menggambarkan jenis hubungan yang terjadi dengan konsumen maupun jenis

kegiatan internal yang terjadi dalam organisasi, yaitu:

1) Teknologi perantara (mediating technology)

Digunakan untuk menghubungkan beberapa klien yang satu sama lain

tidak dapat berhubungan secara langsung, misalnya jika hubungan

langsung tersebut memerlukan biaya besar, ataupun karena terlalu

rumit untuk dilaksanakan. Contoh dari jenis teknologi ini adalah bursa

saham, yang menghubungkan penjual saham dengan pihak yang ingin

membeli saham.

2) Teknologi rangkaian panjang (long linked technology)

Pada jenis teknologi ini kegiatan organisasi terdiri dari tahapan-

tahapan kegiatan yang berurutan. Hasil dari suatu kegiatan menjadi

output bagi kegiatan berikutnya, berurutan, hingga akhirnya produk

siap untuk digunakan oleh konsumen. Contoh dari jenis teknologi ini

243

adalah pabrik mobil yang menghasilkan mobil melalui serangkaian

kegiatan yang saling berurutan.

3) Teknologi intensif (intensif technology)

Teknologi intensif merupakan kumpulan dari beberapa jenis pelayanan

khusus, yang keseluruhannya digabungkan untuk melayani klien.

Teknologi intensif ini umumnya digunakan pada kegiatan yang

mempunyai akibat yang cukup berarti pada klien, sehingga klien bisa

mengalami perubahan. Contoh dari teknologi intensif adalah sebuah

perguruan tinggi, dimana unit-unit khusus seperti bagian pendidikan,

bagian administrasi, laboratoium, dan perpustakaan, bersama-sama

melayani kepentingan mahasiswa.

Teknologi sangat menunjang dalam penciptaan kualitas kerja pegawai.

Apalagi dalam era globalisasi saat ini yang menuntut penggunaan teknologi yang

mutakhir dalam penyelesaian segala pekerjaan dalam kehidupan. Menurut Moenir

(dalam Ahmad, 2010: 195), teknologi/sarana merupakan segala sejenis peralatan,

perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu

dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan

orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja itu. Fungsi

teknologi ini, antara lain:

1) Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaaan, sehingga dapat

menghemat waktu.

2) Meningkatkan produktivitas baik barang maupun jasa.

3) Kualitas produk yang lebih baik dan terjamin.

244

4) Lebih mudah dan sederhana dalam bergerak para pelakunya.

5) Menimbulkan rasa nyaman bagi orang-orang yang berkepentingan.

6) Menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan,

sehingga dapat mengurangi sifat emosional mereka.

Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta peningkatan kualitas layanan

administrasi kepegawaian pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan didukung dengan sistem informasi kepegawaian berbasis teknologi

informatika dan komunikasi, yang dapat memudahkan pegawai bekerja secara

efektif.

Dalam mewujudkan peningkatan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil

terutama dalam bidang pelayanan kepada seluruh pegawai yang ada pada lingkup

pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan maka penggunaan sistem komputerisasi

berbasis IT sangat mendukung dan memberi kemudahan serta manfaat yang besar

dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Karena dapat menghemat waktu dan

tenaga serta dapat mempercepat proses penyelesaian pekerjaan secara efektif dan

efisien.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kualitas

profesionalisme Pegawai Negeri Sipil terutama dalam bidang perencanaan

dimana penggunaan sistem komputerisasi sangat mendukung dan memberi

kemudahan dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Di samping fasilitas-

fasilitas lainnya yang dapat menghemat waktu dan tenaga serta dapat

mempercepat penyelesaian pekerjaan.

245

Setiap tahun Pemerintah Provinsi menganggarkan melalui APBD terkait

penyediaan fasilitas pendukung terutama sarana dan prasarana kantor maupun

fasilitas yang ada didalamnya yang menunjang pelaksanaan pekerjaan disetiap

SKPD, Kantor, Badan maupun yang lainnya, terutama dalam pengelolaan data,

dan sistem administrasi berbasis teknologi Informasi, sehingga harapan

pemerintah Provinsi semua pelayanan dapat dimaksimalkan demi terwujudnya

pelayanan prima, tetapi yang terpenting perlu didukung oleh SDM yang kompeten

serta memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi termasuk di dalamnya ada

perhatian khusus bagi pegawai untuk melakukan pemeliharaan terhadap fasilitas

yang sudah ada.

Berdasarkan hasil wawancara penulis pada informan dilokasi penelitian

maka dapat dikemukakan bahwa faktor pemanfaatan teknologi juga berpengaruh

terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan (knowledge),

keterampilan (skill) dan kemampuan (ability) pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan. hal ini berdasarkan wawancara kepada informan

bahwa pemanfaatan teknologi informasi sangat dibutuhkan oleh pegawai untuk

memperlancar tugas-tugas/pekerjaan mereka. Di samping itu, penggunaan sistem

komputerisasi berbasis IT sangat mendukung dan memberi kemudahan serta

manfaat yang besar dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Karena dapat

menghemat waktu dan tenaga serta dapat mempercepat proses penyelesaian

pekerjaan secara efektif dan efisien.

d. Pengawasan

246

Secara konseptual pengawasan sangat penting, hal ini berangkat dari

kenyataan bahwa manusia penyelenggara kegiatan atau program merupakan

makhluk yang tidak sempurna dan secara inheren memiliki keterbatasan, baik

dalam arti interpretasi makna suatu rencana, kemampuan, pengetahuan, maupun

keterampilan. Artinya, dengan itikad yang baik, dedikasi dan loyalitas yang tinggi

dan pengerahan kemampuan secara utuh, para pegawai dalam melaksanakan

kegiatan operasioanal mungkin saja berbuat kesalahan. Kenyataan menunjukkan

bahwa tidak semua anggota organisasi yang selalu menampilkan perilaku

demikian. Sengaja atau tidak, perilaku negatif ada kalanya muncul dan

berpengaruh pada kinerja seseorang yang faktor-faktor penyebabnya pun

beraneka ragam. Menghadapi kemungkinan demikian maka pengawasan mutlak

perlu dilakukan.

Pengawasan dimaksudkan untuk lebih menjamin bahwa semua kegiatan

yang diselenggarakan dalam suatu organisasi didasarkan pada suatu rencana

termasuk suatu strategi yang telah ditetapkan sebelumnya tanpa perlu

mempersoalkan pada tingkat manajerial mana rencana tersebut disusun dan

diterapkan. Pengawasan dilakukan untuk mencegah terjadinya deviasi dalam

operasionalisasi suatu rencana sehingga berbagai kegiatan operasional yang

sedang berlangsung terlaksana dengan baik, dalam arti bukan hanya sesuai dengan

rencana, akan tetapi juga dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang setinggi

mungkin.

Ada beberapa dimensi-dimensi pengawasan yang perlu dipahami oleh

pengawas, agar pengawasan dapat berjalan dengan baik. Robbins and Coulter

247

(2005: 460) menyebut ada 4 (empat) dimensi pengawasan, yaitu: (1) Dimensi

penetapan standar (Standards), (2) Dimensi pengukuran (Measurements),

(3) Dimensi membandingkan (Comparison), dan (4) Dimensi melakukan tindakan

(Action). Sedangkan Handoko (1998: 363) mengemukakan 5 (lima) dimensi

pengawasan, yaitu: (1) Penetapan standar hasil yang diinginkan;

(2) Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (3) Pengukuran pelaksanaan

kegiatan; (4) Pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisis

penyimpangan; dan (5) Pengambilan tindakan korektif bila diperlukan.

Selain dimensi-dimensi pengawasan tersebut, yang tidak kalah pentingnya

dalam setiap proses pengawasan adalah manfaat terpenting dari pengawasan itu

sendiri, yaitu: (1) tersedianya bahan informasi bagi manajemen tentang situasi

nyata dalam mana organisasi berada, (2) dikenalinya faktor-faktor pendukung

terjadinya operasionalisasi rencana dengan efisien dan efektif, (3) pemahaman

tentang berbagai faktor yang menimbulkan kesulitan dalam penyelenggaraan

berbagai kegiatan operasional, (4) langkah-langkah apa yang segera dapat diambil

untuk menghargai kinerja yang memuaskan, dan (5) Tindakan preventif apa yang

segera dapat dilakukan agar deviasi dari standar tidak terus berlanjut.

Faktor Pengawasan juga merupakan salah satu faktor yang determinan

terhadap pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan (knowledge), keterampilan

(skill) dan kemampuan (ability). Karena hali ini berpengaruh pada pelaksanaan

tupoksi pada organisasi Badan Kepegawaian Daerah. Ini dimaksudkan agar lebih

menjamin adanya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya deviasi pada

setiap pelaksanaan program. Sekarang ini aparatur harus lebih hati-hati karena

248

pengawasan bukan saja dilakukan oleh internal pimpinan tetapi juga pengawasan

yang dilakukan oleh lembaga-lembaga eksternal seperti KPK, LSM dan

masyarakat.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kualitas

profesionalisme Pegawai Negeri Sipil, maka pengawasan sangat diperlukan agar

tidak terjadi kesalahan dan ketimpangan dalam pelaksanaan kegiatan dan tugas-

tugas rutin, baik di awal pelaksanaan pekerjaan dan program maupun pada saat

evaluasi dan pelaporan kegiatan dan program pada setiap bidang dan sub bidang.

Berdasarkan temuan penulis melalui wawancara dan pegamatan di

lapangan disimpulkan bahwa faktor pengawasan berpengaruh terhadap

keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan (knowledge),

keterampilan (skill) dan kemampuan (abilit) pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan. Khususnya dalam mewujudkan peningkatan kualitas

profesionalisme aparaturl. Fungsi pengawasan sangat diperlukan agar tidak terjadi

kesalahan dan ketimpangan, serta lebih menjamin adanya pencegahan terhadap

kemungkinan terjadinya deviasi pada setiap pelaksanaan program baik di awal

pelaksanaan pekerjaan dan program maupun pada saat evaluasi dan pelaporan

kegiatan.

e. Budaya Kerja Organisasi

Budaya kerja organisasi dimaksudkan sebagai sistem nilai organisasi yang

dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan

perilaku para anggota organisasi. Dalam masyarakat, budaya organisasi

249

mempengaruhi nilai-nilai/etika individu, sikap-sikap, asumsi-asumsi dan harapan-

harapan individu. Perpaduan budaya masyarakat dan budaya organisasional dapat

menghasilkan dinamika di dalam suatu organisasi.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis di lapangan

dikemukakan bahwa salah satu faktor determinan terhadap keefektifan

pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill)

dan kemampuan (ability) pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan adalah budaya kerja organisasi terutama budaya kerja yang disiplin,

bertanggungjawab, prinsip-prinsip transparansi, ikhlas dan kejujuran, di samping

budaya-budaya lokal masyarakat Sulawesi Selatan, seperti: “sipakatau” (saling

memanusiakan), “sipakalebbi” (saling menghargai), dan “sipakainga” (saling

mengingatkan) dalam melakukan pekerjaan dan program yang ada dapat

mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan.

Sejalan dengan kenyataan di atas, Robert dan Angelo (2005),

menyebutkan tiga definisi karakteristik budaya organisasi yang penting. Pertama,

budaya organisasi diberikan kepada para karyawan baru melalui proses sosialisasi.

Kedua, budaya organisasi mempengaruhi perilaku kita di tempat kerja. Ketiga,

budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang berbeda.

Pengembangan budaya kerja organisasi dalam praktek administrasi

pemerintahan sesuai keputusan MENPAN No.25/Kep/M.PAN/4/2004 bertujuan

untuk menumbuhkembangkan semangat/etos kerja, disiplin, dan tanggungjawab

moral individu aparatur, sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

250

dan kinerja organisasi pemerintahan dalam fungsi pelayanan kepada masyarakat.

Nilai-nilai budaya kerja tersebut tercermin dalam 17 perilaku (persepsi, sikap, dan

cara kerja), sebagai berikut: 1). Komitmen terhadap visi, misi dan tujuan

organisasi, 2). Wewenang dan tanggung jawab, 3). Keikhlasan dan kejujuran, 4).

Integritas dan profesionalisme, 5). Kreativitas dan kepekaan (sensivitas) terhadap

lingkungan tugas, 6). Kepemimpinan dan keteladanan, 7). Kebersamaan dan

dinamika kelompok/organisasi, 8). Ketepatan (keakurasian) dan kecepatan, 9).

Rasionalitas dan emosi, 10). Keteguhan dan ketegasan, 11). Disiplin dan

keteraturan kerja, 12). Keberanian dan kearifan dalam mengambil

keputusan/menangani konflik, 13). Dedikasi dan loyalitas, 14). Semangat dan

motivasi, 15). Ketekunan dan kesabaran, 16). Keadilan dan keterbukaan, 17).

Penguasaan Iptek yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas/pekerjaan.

Ibrahim (2007: 34) menjelaskan sasaran jangka pendek dan menengah

yang ingin dicapai dari pengembangan budaya kerja aparatur tersebut adalah

untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai moral dan budaya kerja produktif kepada

setiap aparatur negara yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila, agama, tradisi,

dan nilai-nilai kerja produktif modern, sesuai perkembangan Iptek. Selanjutnya,

dapat memperbaiki persepsi, pola pikir, dan perilaku aparatur negara yang

menyimpang dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan

kepada masyarakat, sekaligus untuk mempercepat pemberantasan praktek kolusi,

korupsi, dan nepotisme (KKN). Sasaran lainnya adalah meningkatkan kinerja

aparatur negara melalui kelompok-kelompok kerja dan forum-forum profesional

agar lebih peka, kreatif dan dinamis untuk kesejahteraan dan pelayanan

251

masyarakat serta daya saing baik di dalam maupun di luar negeri, serta juga

memperbaiki citra aparatur negara dan meningkatkan kepercayaan (trust)

masyarakat kepada pemerintah.

Aparatur pemerintah pada Badan Kepegawaian Daerah selalu menjaga dan

menjunjung tinggi budaya kerja organisasi terutama dalam menopan kerja dan

tugas-tugas yang telah menjadi tanggung jawab sebagai pegawai, seperti disiplin

dan menjaga keteraturan dalam kerja, Dedikasi dan loyalitas, serta ketekunan dan

kesabaran dalam setiap pekerjaan yang dibebankan.

3. Prototype Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Kantor

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

Reformasi birokrasi di bidang kepegawaian yang dilaksanakan melalui

transformasi sistem Manajemen Sumberdaya Manusia Pegawai Negeri Sipil

(MSDM-PNS) berbasis kompetensi dalam sistem kepegawaian "unified" sangat

relevan dengan Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah merupakan paradigma

yang memberi arah bagi upaya pemberdayaan SDM-PNS di dalam rangka

mewujudkan PNS yang profesional, bertanggungjawab, jujur dan adil,

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014.

Amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, antara lain ditegaskan

bahwa perlunya dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas,

profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,

kolusi dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi

masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan

252

kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam pelaksanaan ketentuan tersebut,

kebijakan pemberdayaan diarahkan untuk mencapai dayaguna, hasilguna dan nilai

tambah Pegawai Negeri Sipil dalam organisasi, dengan menciptakan keunggulan

yang berbasis sumberdaya (resource based advantage). Amanat tersebut secara

filosofis harus kita maknai sebagai tanggungjawab profesi yang senantiasa

dituntut untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan profesionalitas

dalam mengemban wewenang dan tanggung jawab pelaksanaan tugas-tugas

jabatan sebagai aparatur pemerintahan.

Dalam kontek penyelenggaraan manajemen PNS, amanat tersebut,

sungguh mengingatkan semua PNS, yang senantiasa dituntut terus mendorong

semangat diri, memotivasi diri, untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas jabatan. Setiap bidang kemampuan

yang senantiasa dikembangkan, harus kita maknai sebagai cerminan

tanggungjawab profesi dan respon dinamika pelaksanaan tugas jabatan, serta

sebagai pemenuhan tuntutan perubahan kualitas kemampuan diri, yang terjadi

seiring perkembangan kualitas masyarakat yang kita dilayani dengan segala

kompleksitas permasalahannya, sehingga perubahan itu sendiri telah menjadi

sesuatu yang permanen. Oleh karena itu, kebijakan penyelenggaraan manajemen

PNS dalam rangka pemberdayaan aparatur PNS, dituntut lebih dan mampu

mengenali secara cepat dan tepat, setiap tuntutan perubahan baru, dengan

kecermatan prediksi dan analisis seakurat mungkin.

253

Pemberdayaan aparatur dalam satu organisasi memerlukan perubahan

besar dalam sikap para manajer dan filosofi organisasi terhadap peranan staf/

pegawai dalam proses pelibatan untuk pemecahan masalah. Pemberdayaan akan

mendorong pegawai akan lebih kreatif dan berani mengambil resiko, di mana ini

merupakan komponen kunci yang diperlukan oleh organisasi dalam meningkatkan

kemampuan berkompetisi di era yang penuh perubahan.

Hal ini dipertegas oleh Siagian, (1996: 182) yang mengemukakan bahwa

pengembangan SDM merupakan keharusan mutlak bagi suatu organisasi dalam

menghadapi tuntutan tugas sekarang maupun dan terutama untuk menjawab

tantangan masa depan.

Baik-buruknya suatu pemerintahan sangat tergantung pada baik-buruknya

mesin birokrasi sebagai penyelenggara pemerintahan. Sementara itu, birokrasi

pemerintah sangat bergantung pada SDM aparaturnya (PNS) di dalamnya sebagai

aparatur penyelenggara pemerintah. Aparatur negara merupakan salah satu pilar

dalam mewujudkan Good Governance bersama dengan dua pilar lainnya, yaitu

dunia usaha (corporate governance) dan masyarakat (civil society). Ketiga unsur

tersebut harus berjalan selaras dan serasi sesuai dengan peran dan tanggung jawab

masing-masing. Aparatur sebagai penyelenggara negara dan pemerintahan

bertanggungjawab untuk merumuskan sekaligus melaksanakan langkah strategis

dan upaya kreatif guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil,

demokratis dan bermartabat. Untuk itu, akuntabilitas kinerja setiap penyelenggara

negara dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya harus selalu ditingkatkan

dan menjadi fokus perhatian bagi pemerintah.

254

Untuk mencapai itu semua dibutuhkan sosok SDM aparatur (PNS) yang

profesional, yang mempunyai sikap dan perilaku yang penuh kesetiaan, ketaatan,

disiplin, bermoral, bermental baik, akuntabel dan memiliki kesadaran yang tinggi

terhadap tanggung jawab sebagai pelayan publik yang baik. Untuk mendukung

tujuan ini diperlukan suatu sistem pendayagunaan SDM aparatur yang baik dan

tepat sebagai suatu proses berkelanjutan dari manajemen sumber daya aparatur.

Saat ini, dasar hukum yang digunakan dalam pendayagunaan SDM aparatur di

Indonesia adalah UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Dalam kenyataannya, pada umumnya implementasi kebijakan tersebut

ternyata belum seperti yang diharapkan. Kondisi SDM aparatur saat ini masih

jauh dari profesional. Hal ini terlihat dari rendahnya kinerja pegawai yang ada,

kurang baiknya pelayanan yang diberikan, rendahnya gaji yang diterima,

maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di kalangan PNS, tidak

efektifnya pelaksanaan diklat pegawai, tidak jelasnya jenjang karier PNS dan

masih banyak gambaran lainnya yang menunjukkan masih kurang bagusnya

potret PNS di Indonesia. Gambaran tersebut memberikan indikasi adanya sesuatu

yang salah dalam pengelolaan kepegawaian (PNS) di Indonesia yang berdampak

kurang berdayagunanya Pegawai Negeri Sipil Indonesia.

Kondisi di atas sangat erat kaitannya dengan sistem pengelolaan pegawai

(model pemberdayaan aparatur) yang saat ini diterapkan oleh organisasi.

Pengelolaan kepegawaian pada dasarnya bertujuan untuk mengelola atau

mengatur sehingga kemampuan pegawai dapat lebih ditingkatkan supaya lebih

berdaya guna dan berhasil guna yang pada akhirnya pelaksanaan tugas

255

pemerintahan dan pembangunan yang menjadi tanggung jawabnya dapat

dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Dalam kerangka mewujudkan tujuan tersebut sistem pengelolaan

kepegawaian (model pemberdayaan aparatur) perlu disusun secara baik dan benar

agar dapat memenuhi harapan tersebut. Oleh karena itu, keberhasilan pimpinan

organisasi dalam melakukan pemberdayaan kepada pegawainya sangat tergantung

pada model pemberdayaan yang terapkan dalam organisasi tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, penulis menemukan sebuah

model pemberdayaan yang dapat dikembangkan dalam sebuah organisasi untuk

menjamin keberhasilan proses pemberdayaan dalam organisasi tersebut yang

merupakan hasil pengembangan dari Model Pemberdayaan Khan (2007 :127).

Prototype tersebut merupakan model pemberdayaan yang dipandang sesuai

dengan kondisi aparatur pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan yang oleh penulis diberi nama Prototype Pemberdayaan

Aparatur (2016). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

256

Gambar 5.2 Prototype Pemberdayaan Aparatur (2016)

Keterangan:

Desire = keinginan

Trust = kepercayaan

Confident = kepercayaan diri

Credibility = kredibilitas

Creativity = kreatif

Accountability = tanggung jawab

Communicaton= komunikasi

Leadership = kepemimpinan

Local Culture = budaya lokal

Desire Trust Confident

Communication

Accountability

Credibility

Local Culture

sipakatau

(saling memanusiakan)

sipakalebbi

(saling menghargai)

sipakainga

(saling mengingatkan)

Leadership

Creativity

257

Penjelasan mengenai Prototype Pemberdayaan Aparatur (2016) tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Keinginan (Desire)

Tahap pertama dalam model pemberdayaan adalah mendelegasikan dan

melibatkan pekerja/pegawai yang termasuk hal ini, antara lain adalah:

1) Pegawai diberi kesempatan untuk mengidentifikasi permasalahan yang

sedang berkembang.

2) Memperkecil kepribadian direktif (directive personality) dan memperluas

keterlibatan pegawai.

3) Mendorong terciptanya prespektif baru dan memikirkan kembali strategi

dalam mengemban pekerjaan.

4) Menggambarkan keahlian tim serta melatih karyawan/pegawai untuk

mengawasi dirinya sendiri (self control).

b. Kepercayaan (Trust)

Setelah adanya keinginan (desire) dari manajemen untuk melakukan

pemberdayaan, langka selanjutnya adalah membangun kepercayaan antara

pihak manajemen organisasi dan pegawai. Adanya saling percaya di antara

anggota organisasi akan tercipta kondisi yang baik untuk pertukaran

informasi dan saran. Hal yang termasuk dalam trust (kepercayaan) antara lain

adalah:

1) Memberikan kesempatan kepada pegawai untuk berpartisipasi dalam

pembuatan kebijakan yang berlaku bagi organisasi.

258

2) Menyediakan waktu dan sumber daya yang mencukupi bagi pegawai

dalam menyelesaikan pekerjaan.

3) Menyediakan pelatihan yang memadai untuk menunjang kebutuhan

terkait pekerjaan yang diemban pegawai.

4) Menghargai perbedaan pandangan dan menghargai kesuksesan yang

diraih oleh pegawai.

5) Menyediakan akses informasi yang cukup bagi pegawai sehingga pegawai

akan memperoleh informasi dengan baik.

c. Kepercayaan diri (Confident)

Saling percaya akan menimbulkan kepercayaan diri pegawai sekaligus

menghargai kemampuan yang dimiliki oleh pegawai. Hal yang termasuk

tindakan yang menimbulkan confident (kepercayaan diri) antara lain adalah:

1) Mendelegasikan tugas yang penting kepada pegawai.

2) Menggali ide dan saran dari pegawai.

3) Memperluas tugas serta membangun jaringan antar departemen atau

bagian yang ada dalam organisasi.

4) Menyediakan jadwal job instruction serta mendorong penyelesaian

pekerjaan dengan baik.

d. Kredibilitas (Credibility)

Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan

kerja yang mendorong kompetisi yang sehat sehingga tercipta organisasi yang

memiliki kinerja organisasi yang tinggi. Hal yang termasuk credibility antara

lain adalah:

259

1) Memandang pegawai sebagai mitra atau partner strategis.

2) Peningkatan target dalam semua bagian dan level pekerjaan.

3) Memperkenalkan inisiatif individu untuk melakukan perubahan melalui

partisipasi.

4) Membantu menyelesaikan perbedaan-perbedaan dalam penentuan tujuan

dan prioritas.

e. Kreativitas (Creativity)

Dalam proses pemberdayan aparatur yang berbasis pada pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan dibutuhkan kreativitas baik dari pimpinan

organisasi, maupun aparatur atau pegawai dalam melaksanakan tugas dan

tanggungjawabnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang telah

diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dan menurut penulis Tahapan

dalam proses pemberdayaan selanjutnya adalah adanya kreativitas

(creativity). Pemberdayaan aparatur dapat berjalan secara maksimal bila

organisasi memiliki kemampuan kreativitas bagi para pegawainya dalam

melakukan tugas dan tanggung jawab. Realisasi fungsi dan peran pemimpin

mengacu pada filosofi bahwa organisasi tempatnya bekerja para pegawai memiliki

bakat tersembunyi, solusi kreatif, dan kapabilitas untuk bersaing dan berubah demi

untuk kemajuan dan pencapaian tujuan organisasi. Hal yang termasuk creativity

antara lain adalah :

1). Berusaha untuk tetap memanfaatkan kesempatan untuk terus belajar

2). Berpikir imajinatif dengan harapan ide-ide bermunculan.

3). Selalu ingin tahu bagaimana sesuatu pekerjaan dapat terselesaikan.

260

4). Memiliki keinginan untuk selalu mencoba pengalaman yang baru.

f. Akuntabilitas (Accountability).

Tahap dalam proses pemberdayaan selanjutnya adalah pertanggung jawaban

pegawai pada wewenang yang diberikan dengan tujuan untuk menetapkan

secara konsisten dan jelas tentang peran, standar dan tujuan tentang penilaian

terhadap kinerja pegawai, tahap ini merupakan sarana evaluasi terhadap

kinerja pegawai dalam menyelesaikan dan tanggung jawab terhadap

wewenang yang telah diberikan. Hal yang termasuk accountability antara lain

adalah:

1) Menggunakan jalur pelatihan (trainning) dalam mengevaluasi kinerja

pegawai.

2) Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas.

3) Melibatkan pegawai dalam penentuan standar dan ukuran.

4) Memberikan bantuan kepada pegawai dalam menyelesaikan beban kerja.

5) Menyediakan periode dan waktu pemberian feed back.

g. Komunikasi (Communication).

Langkah terakhir adalah adanya komunikasi yang terbuka untuk menciptakan

saling memahami antara pegawai dan pihak manajemen. Keterbukaan ini

dapat diwujudkan dengan adanya kritik dan saran terhadap hasil dan prestasi

yang dilakukan pegawai. Hal yang termasuk dalam komunikasi antara lain

adalah:

1) Menetapkan kebijakan pintu komukasi yang terbuka (open door

communication).

261

2) Menyediakan waktu untuk mendapatkan informasi dan mendiskusikan

permasalahan secara terbuka.

3) Menciptakan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan lintas kompetensi

(cross training).

h. Kepemimpinan (Leadership).

Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang atau

sekelompok orang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut

mau mengikuti keinginan terhadap orang atau sekelompok orang yang

mempengaruhi tersebut.

Menurut penulis salah satu hal yang penting dalam pemberdayaan aparatur

dalam organisasi pada masa sekarang ini adalah kepemimpinan. Hal ini

didasarkan bahwa dalam penunjang tercapainya tujuan organisasi yang

efektifitas, efisiensi dan rasionalitas di butuhkan pola kepemimpinan yang

efektif.

Menurut Akib (2014 : 11), melalui kepemimpinan dalam organisasi, maka

kemampuan orang-orang yang dipimpin dapat ditingkatkan; ingin berkembang

seiring dengan tuntutan zaman; ingin dianggap penting, dibutuhkan, berguna,

sukses, dihargai dan direspek; ingin mengembangkan hubungan yang baik

dengan sesama pemimpin dan orang-orang yang dipimpin termasuk dengan

pesaing; mengharapkan pekerjaan yang bermakna; ingin memperoleh

penghargaan dan pengakuan atas prestasi yang diraih; menginginkan

pendekatan kepemimpinan yang diarahkan oleh dirinya; menginginkan

organisasinya berhasil dan mencapai tujuan yang ditetapkan; dan sebagainya

262

Kepemimpinan didasarkan pada kapabilitas manajemen dalam menerapkan

model, tipe atau gaya kepemimpinan yang sesuai dengan konteks dan

bawahan yang dipimpin (Akib, 2011). Selanjutnya dikatakan bahwa sifat

kepemimpinan yang diperlukan sejatinya berbeda-beda menurut waktu dan

konteksnya. Dan dibutuhkan kepemimpinan kreatif yaitu, kreatif adaptif dan

inovatif (Akib, 2005).

Secara akademis, pentingnya kepemimpinan didasarkan pada beberapa alasan.

Pertama, kepemimpinan merupakan topik yang paling banyak menarik

perhatian para akademisi, praktisi, dan masyarakat pada umumnya. Kedua,

kualitas kepemimpinan membuat adanya perbedaan, karena seringkali

pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang khas atau berbeda pada

situasi dan kondisi berbeda. Ketiga, studi tentang kepemimpinan dianggap

penting karena gaya kepemimpinan sifatnya kompleks (Bass, 1990; Wart dan

Dicke, 2008: 3). Akib (2014 : 7) kepemimpinan merupakan seni yang ada

ilmunya (artistic science) dan sebaliknya kepemimpinan merupakan ilmu

yang ada seninya (scientific art) manakala diterapkan pada konteks atau

lokus yang berbeda, khususnya dalam organisasi berbasis pengetahuan.

Dan Pola kepemimpinan yang diterapkan dalam pemberdayaan adalah,

meliputi:

1) Top-down, yaitu kepemimpinan di mana pengambilan keputusan

bersumber dari atas (pimpinan) kemudian mengalir ke bawah (pegawai).

263

2) Botton-up, yaitu kepemimpinan di mana pengambilan keputusan

bersumber dari bawah (pegawai)lalu memberi masukan ke atas

(pimpinan).

3) Demokratis, yaitu kepemimpinan di mana pengambilan keputusan diambil

secara demokratis dengan melibatkan komponen-komponen yang

dianggap memiliki kompetensi ( pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan) terhadap keputusan yang akan diambil, atau kombinasi

antara top-down dengan botton-up dimana sangat dipengaruhi jenis

kegiatan serta situasi dan kondisi.

i. Budaya lokal (Local Culture).

Budaya lokal yang dimaksudkan adalah budaya yang berkembang secara

turun-temurun bagi masyarakat Sulawesi Selatan yang telah menjadi ciri khas

dalam setiap kegiatan kemasyarakatan, meliputi:

1) Sipakatau’ (saling memanusiakan), yaitu sikap yang memanusiakan

manusia seutuhnya dalam kondisi apapun. Kita seharusnya saling

menghormati sesama manusia tanpa melihat jabatan, kedudukan, atau

pangkat yang dia miliki termasuk dia miskin atau kaya atau dalam keadaan

apapun.

2) Sipakalebbi’ (saling menghargai), yaitu wujud apresiasi sifat yang mampu

melihat sisi baik dari orang lain dan memberikan ucapan, bertutur kata

yang baik atas prestasi yang diraihnya, bertutur kata yang baik antara yang

muda dengan yang tua, dan sebagainya. Pimpinan dan bawahan saling

menghargai, tidak karena pimpinan lalu seenaknya menyuruh atau

264

memerintah tetapi penuh rasa penghargaan terutama adat kesopanan dan

santun. Baik yang tua ke yang muda ataupun yang muda ke yang tua,

sehingga harmonisasi organisasi dapat tercipta.

3) Sipakainga’ (saling mengingatkan), yaitu sifat saling mengingatkan yang

harus dimiliki oleh setiap manusia demi keseimbangan kehidupan.

Kekeliruan yang terjadi sebagai manusia perlu diingatkan agar tidak jauh

menyimpang dan tetap berada pada koridor aturan organisasi.

Berdasarkan prototype pemberdayaan aparatur yang telah

dikemukakan di atas, maka terdapat perbedaan antara model pemberdayaan

yang dikemukakan oleh Khan (2007 :127) dengan prototype pemberdayaan

aparatur 2016, yaitu terdapat faktor Kreativitas (Creativity), Kepemimpinan

(Leadership), dan Budaya lokal (Local Culture).

Bagi penulis pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan

(Knowledge), keterampilan (Skill) dan kemampuan (Ability) dibutuhkan

faktor kreativitas dalam pelaksanakan/pengimplementasikan program atau

tugas yang dibebankan kepada aparatur dengan memperhatikan kreativitas

antara lain : berusaha untuk tetap memanfaatkan kesempatan untuk terus

belajar, berpikir imajinatif dengan harapan ide-ide bermunculan, selalu ingin

tahu bagaimana sesuatu pekerjaan dapat terselesaikan, memiliki keinginan

untuk selalu mencoba pengalaman yang baru kemudian masuk kepada faktor

pertanggungjawaban.

Kemudian faktor Kepemimpinan (Leadership), setelah melakukan

wawancara kepada para informan , maka penulis berkesimpulan bahwa faktor

265

kepemimpinan sangat penting dalam melakukan pemberdayaan aparatur

berbasis pengetahuan (Knowledge), keterampilan (Skill) dan kemampuan

(Ability). Karena kepemimpinan yang terbuka, demokratis dengan

memperhatikan situasi dan keadaan organisasi memberi peluang kepada

pegawai/aparatur untuk lebih berdaya, kreatif, inovatif dalam bekerja. Pola

kepemimpinan yang memperhatikan kepemimpinan Top-down, Botton-up dan

demokratis. Dan kepemimpinan yang didukung oleh Budaya lokal (Local

Culture). Yaitu budaya yang berkembang secara turun-temurun bagi

masyarakat Sulawesi Selatan yang telah menjadi ciri khas dalam setiap

kegiatan kemasyarakatan, seperti : Sipakatau’ (saling memanusiakan),

Sipakalebbi’ (saling menghargai), Sipakainga’ (saling mengingatkan).

4. Proposisi

Berdasarkan pembahasan dan temuan penelitian yang dibahas

sebelumnya, maka penulis mengemukakan beberapa proposisi yang terangkai

satu sama lainnya, yaitu:

1. Pemberdayaan aparatur melalui pemberian kewenangan,

pengembangan kompetensi, dan pengambilan keputusan aparatur

berbasis berbasis pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan

kemampuan (ability), maka Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan telah melaksanakan pemberdayaan terhadap aparatur

demi terwujudnya pegawai negeri sipil yang profesional, berkinerja

dan sejahtera.

266

2. Faktor-faktor determinan terhadap pemberdayaan aparatur berbasis

pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan

(ability), pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan adalah lingkungan kerja organisasi dengan menciptakan

suasana lingkungan kerja yang harmonis, kondusif, nyaman,

komunikatif dan tersedianya fasilitas teknologi mutakhir yang dapat

menunjang tugas-tugas pegawai, terbangunnya komunikasi yang

saling terbuka dan bertanggungjawab. Komitmen pimpinan yang

terbuka, komunikatif dan demokratis kepada semua bawahan tanpa

membeda-bedakan, kepempinan yang memberi kepercayaan dan

tanggungjawab kepada setiap bawahan untuk berinovasi dengan

melahirkan ide dan gagasan cerdas dalam bekerja, kepemimpinan

yang memberi peluang kepada aparatur untuk selalu dilibatkan dalam

pelaksanaan tugas-tugas kedinasan. Pemanfaatan Teknologi adalah

penggunaan sistem komputerisasi berbasis IT sangat mendukung dan

memberi kemudahan serta manfaat yang besar dalam setiap kegiatan

yang dilaksanakan. teknologi sangat dibutuhkan oleh pegawai untuk

memperlancar tugas-tugas/pekerjaan serta didukung oleh SDM yang

kompeten. Faktor Pengawasan dilakukan agar lebih menjamin adanya

pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya deviasi pada setiap

pelaksanaan program, pengawasan juga diperlukan agar tidak terjadi

kesalahan dan ketimpangan dalam pelaksanaan kegiatan dan tugas-

tugas rutin, baik di awal pelaksanaan pekerjaan dan program maupun

267

pada saat evaluasi dan pelaporan kegiatan dan program pada setiap

bidang dan sub bidang. dan Budaya kerja organisasi, yaitu budaya

kerja yang disiplin, bertanggungjawab, prinsip-prinsip transparansi,

ikhlas dan kejujuran, budaya-budaya lokal masyarakat Sulawesi

Selatan, seperti: “sipakatau” (saling memanusiakan), “sipakalebbi”

(saling menghargai), dan “sipakainga” (saling mengingatkan) dalam

melakukan pekerjaan dan program yang ada dapat mendukung

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan.

Berdasarkan proposisi-proposisi di atas, maka penulis merumuskan

proposisi mayor yaitu bahwa pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (ability), dilaksanakan

dengan pemberian kewenangan kepada Aparatur melalui uraian tugas dan

fungsi serta kewenangan yang diberikan kepada pegawai dijabarkan dalam

tugas pokok pejabat Eselon II, III dan IV atasan langsung PNS yang

bersangkutan, dimana Tupoksi pejabat struktural diatur dalam Peraturan

Gubernur Nomor 17 tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian

Tugas Jabatan Struktural. Pemberian peluang yang sama dalam pengembangan

kompetensi, dan pelibatan pegawai negeri sipil dalam proses pengambilan

keputusan.

Berdasarkan proposisi mayor di atas, maka penulis dapat merumuskan

Novelty atau kebaruan yang sekaligus merupakan prototype pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi pada kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

268

Sulawesi Selatan yakni Prototype pemberdayaan yang dapat dikembangkan

dalam sebuah organisasi untuk menjamin keberhasilan proses pemberdayaan

dalam organisasi tersebut yang merupakan hasil pengembangan dari Model

Pemberdayaan Khan (2007 : 127). Prototype tersebut merupakan Prototype

pemberdayaan yang dipandang sesuai dengan kondisi aparatur pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang oleh penulis diberi nama

Prototype Pemberdayaan Aparatur (2016).

263

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran mengenai “Pemberdayaan

Aparatur Berbasis Kompetensi pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.” Oleh karena itu, pada bab ini dikemukakan simpulan dan saran

yang berkaitan dengan kondisi nyata di lapangan.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:

a. Pemberdayaan Aparatur melalui Pemberian Kewenangan, pengembangan

kompetensi dan pengambilan keputusan berbasis pengetahuan, keterampilan

dan kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

terlaksana, dengan tetap memperhatikan kemampuan pegawai yang dimiliki

dengan wewenang dan tanggungjawab yang diberikan. Walaupun pemberian

kewenangan, pengembangan kompetensi dan pelibatan pegawai dalam

pengambilan keputusan masih sebatas pada pegawai dan bidang tertentu serta

pegawai yang sama.

b. Faktor-faktor determinan adalah 1). Faktor lingkungan kerja yang harmonis,

kondusif, nyaman, komunikatif, dan tersedianya fasilitas teknologi mutakhir

yang dapat menunjang tugas-tugas pegawai. 2). Faktor Komitmen pimpinan

yang terbuka, komunikatif dan demokratis, seperti: berintegritas (jujur dan

ketulusan hati), kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian dalam mengambil

resiko, responsivitas, kecerdasan dan kepecayaan. 3). Tersedianya Teknologi,

264

berupa peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain Dalam hal ini,

pemanfaatan teknologi yang berbasis pada sistem komputerisasi dan teknologi

informasi, 4). Pengawasan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku

serta ketentuan-ketentuan lainnya, yang dilakukan berjenjang mulai dari

Kepala badan sampai ketingkat staf, 5.).Budaya kerja organisasi seperti budaya

kerja disiplin, bertanggungjawab, tertib administrasi, saling memotivasi,

prinsip-prinsip transparansi, ikhlas dan kejujuran.

c. Prototype pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi aparatur pada Kantor

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan adalah mengacu pada

Model Pemberdayaan Khan (2007 : 127) yang kemudian dikembangkan

menjadi Prototype Pemberdayaan Aparatur (2016), yaitu: a). Desire

(keinginan), b).Trus (kepercayaan), c). Confident (kepercayaan diri), d).

credibility (kredibilitas), e). Creativity ( Kreativitas), f). Accountability

(tanggung jawab), g). Communication (komunikasi), h). Leadership

(kepemimpinan) dan i). Local Culture (budaya lokal). Antara lain

mempertahankan budaya-budaya lokal sipakatau (saling memanusiakan),

sipakalebbi (saling menghargai) dan sipakainga „(saling mengingatkan) dan

sifat kekeluargaan dan kebersamaan di antara semua aparatur.

265

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran,

sebagai berikut:

1. Kepada Kepala BKD Provinsi Sulawesi Selatan kiranya dapat menjadikan

hasil penelitian ini sebagai acuan di dalam pengambilan kebijakan terhadap

para aparatur di lapangan terkait dengan pemberian kewenangan,

pengembangan kompetensi dan pengambilan keputusan berbasis pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan, dengan melibatkan pegawai berdasarkan

kompetensinya dan tidak sebatas pada pegawai tertentu dan cenderung orang

yang sama.

2. Kepada para aparatur secara umum dan aparatur dalam lingkup Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya, kiranya dapat

terus dan berkesinambungan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan sebagai aparatur negara dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat, dengan memperhatikan faktor lingkungan kerja, Komitmen

Pimpinan, pemanfaatan teknologi, pengawasan dan budaya kerja organisasi.

3. Kepada Kepala BKD Provinsi Sulawesi Selatan kiranya dapat

mengimplementasikan prototype pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi

aparatur yang ada pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan demi efektifitas dan

efisiensi kerja organisasi.

266

268

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 2005. Pengaruh Komitmen Terhadap Kepuasan Kerja Auditor:

Motivasi Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Kantor

BPK Yogyakarta, UGM, Yogyakarta).

Abdullah dan Arisanti. H, 2010, Pengaruh Budaya Organisasi, Komitmen

Organisasi dan Akuntabilitas Publik terhadap Kinerja Organisasi,

Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Bengkulu.

Achmad, Mansyur, 2010. Teori Mutakhir Administrasi Publik, Yogyakarta:

Rangkang Education.

Adi. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara.

Ahmad Husnan, 2010. “Analisis Kualitas Kehidupan Kerja, Kinerja, dan

Kepuasan Kerja pada CV. Duta Senenan Jepara”, Volume 8, Nomor 1,

April.

Aithai, V. 2005. Empowerment and Global. Persudas Press.

Akib, Haedar. 2014. Reaktualisasi Gaya Developmental Leadership Dalam

Organisasi Berbasis Pengetahuan. Orasi Ilmiah disampaikan pada Wisuda

Sarjana Institut Ilmu Sosialdan IlmuPolitik, Yayasan Pendidikan Islam

Biak, 11 Oktober 2014. ___________2012. Transformasi Kepemimpinan Publik pada Era Globalisasi. Orasi

Ilmiah pada Wisuda Sarjana IISIP, YAPIS Biak, di Auditorium IISIP Biak, 22

September 2012.

___________2014. Artikulasi Simbolik “Pemimpin Jempolan”. Orasi Ilmiah pada

Wisuda Sarjana dan Dies Natalis IV Universitas Tomakaka Yayasan

Tanratupattanabali, di d’Maleo Hotel and Convention Mamuju, 23 Agustus

2014.

Akim. 2005. Manajemen Personalia: (Managemen Sumber Daya Manusia),

Jakarta: Ghalia Indonesia

Ali, Abdul. 2009. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan Administratif

dan Operasional, Jakarta: Bumi Aksara.

Amin dan Jarot. 2006. “Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan

Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai”, Jurnal Manajemen

Sumber Daya Manusia Vol. 1 No. 1 Desember 2006 : 1 – 14.

269

Anggraeni. 2011. Pengaruh Kemampuan dan Motivasi Terhadap Kinerja

Pegawai pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung: Sekolah

Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ISSN 1412-565X.

Anonim. 1974. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian.

Anonim. Kompetensi PNS, Apa, Mengapa, dan Bagaimana? Sumber

http://bkd.jabarprov.go.id/indeks,php/subMenu/informasi/artikel/detailarti

kel/15.html diakses pada tanggal 28 Desember 2015 pukul 16.35 wita.

Arifin. 2012. Analisis Kualitas Kehidupan Kerja, Kinerja, dan Kepuasan Kerja

pada CV. Duta Senenan Jepara”, Jurnal Economia, Volume 8, Nomor 1,

April 2012.

Armstrong, Harvey and Jim Taylor, (1993), Regional Economics and Policy,

Second Edition, Harvester Wheat sheaf.

Armstrong dan Baron. 1998. Performance Management: the New Realities.

Institute of Personnel and Developmet, 1 Agt 1998.

As‟ad. 1995. The Principle of State and Government Islam, University of

California Press.

Atep Adya Barata. (2003). Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media

Kompetindo.

Awaloedin, 1993. Politics And Governance In Indonesia: The Police In The Era

Of Reformasi. Routledge.

Badan Nasional Sertifikasi Profesi. 2005. Pedoman Penyusunan Standar

Kompetensi Kerja. Jakarta.

Belinda dan Erika. 2011. Sang Pemimpi”. Jakarta : Bentang Pustaka. 22 Maret

2011.

Bendix. 1956. Beyond The Cowboy and The Corporat: A Call to Action in Staw,

B.M., eds, Psychological Dimension of Organizational Behavior. New

York : MacMillan Publishing Company.

Bennis, W. dan Michael Mische. 2000. Organisasi abad 21: reinventing melalui

reeingineering(terj.). Jakarta: PT.Pustaka Binaman Pressindo.

Benyamin David, 2016. Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dalam

Meningkatkan Kinerja Pegawai Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan

Timur, eJournal Administrative Reform, fisip-Unmul.

270

Bernardin, H. John and Joyce E. A. Russell. 2013. Human Resource Management,

An Experiential Approach. New York NY: the McGraw-Hill Companies,

Inc.

Bookman,Ann dan Morgan Sandra. 1998. Women and Politics of Empowerment.

Philadelpia: Temple University Press.

Boselie, P. and T. Van der Wiele. 2001. Employee Perceptions of HRM and TQM

and The Effects on Satisfaction and Intention to leave. MSQ

Special„Service Excellence‟ERIM Report Series Research Management.

pp.1-13.

Bungin, Burhan. 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi,

Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial. Jakarta. Kencana Predana Media

Group.

Bryant dan White. 1987. Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang,

Cetakan Pertama, Alih Bahasa Rusyanto L. Simatupang, Jakarta: LP3ES.

Chungtai, AAmin Ali dan Rohail Zafar. 2006. Antecendents and Consequensces

or Organizational Commitment Among Pakistan University Teacher,

Appliend H.R.M research, 2006, 11 (1) : 39-64.

http://apllyhim.asp.radkard.edu/chungtai.pdf.10 desember 2015.

Clutterbuck dan Karnaghan. 2003. “Essays in Economic Globalization,

Transnational Policies and Vulnerability: public accountability, IOS Press

1989.

Cook S, Macaulay S, 2009. Perfect Empowerment. (terjemahan Mulyasa), Jakarta,

PT. Elex Media Komputerindo.

Dharma, Surya. 2009, “Manajemen Kinerja”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Djohani. 2003. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Jogyakarta: Pusat Studi

Kependudukan dan Kebijakan UGM.

Djokosantoso Moelijono, 2007. Leadership Culture sebagai Jawaban Atas

Tantangan Kepemimpinan di Era Kompetisi Global: Suatu Galang Gagas,

Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia. Lembaga Manajemen Fakultas

Ekonomi Indonesia.Vol.3 :8.

Donni Juni Priansa, 2014. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia, Bandung: Alfabeta.

Echols dan Shadiliy. 2000. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Optimal,

Kerja Sama, UPT Penerbitan dan Percetakan (UNS Press) dengan Fakultas

Pertanian UNIS, Universitas Sebelas Maret

271

Edi, Suharto. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:

PT. Rafika Aditam.

Edwin, Reynaldi dan Martoyo. 2012. Direktori Pemerintahan Republik Indonesia,

Jakarta Pusat: Mitra Info.

Emmerdji, Louis. 2005. Manajemen Pelayaran & Pelabuhan, Jakarta: PT. Dunia

Pustaka Jaya.

Eni. Andari, 2005. Meraih Keunggulan Melalui Pengintegrasian Perencanaan

Sumber Daya Manusia dan Perencanaan Strategik. Edisi Khusus JSB On

Human Resources. Asah Malang.

Faisal, Sanafiah. 2000. Penelitian Kualitatif ; Dasar dan Aplikasinya. Malang.

Yayasan Asih Asuh.

Fletcher. 2004. International Human Resource Management. Psychology Press.

Flippo, Edwin. B. 2000. Management Personal, Edisi Keenam, Cetakan

Kedelapan (Alih bahasa Moh. Masud). Jakarta: Erlangga.

Friedman, John and Clyde Weaver.1979. Territory and function: The evolution of

regional planning. Berkeley: University of California Press.

Gaspersz, Vincent. 1997. Perencanaan Strategik Sektor Publik. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan SPSS. Edisi Kedua.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegora.

Gibson dan kawan-kawan 1996. The Rockfishes of the Northeast Pacific tw

Programming Languages : Principles and Practices, Cengage Learnig

Girvan. 2004. Pengukuran Kinerja berbasis Kompetensi. Edisi revisi. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

Gitosudarmo, dan Sudita. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : BPFE

Yogyakarta

Glonaz, Sadri and Lees B (2001) Developing corporate culture as a competitive

advantage. Journal of Management Development 20 (10): 853–859.

Gomes. 1997. Organizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an

Age of Markets. London: Routledge Curzon

272

Gomes, Fastino Cardoso. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:

Andi.

Gomes, Faustino Cardoso. 2002. Management, Edisi Pertama. Jakarta: Salemba

Empat.

Haiman, Theo and Raymond L. Hilgert. 1982. Supervision: Concept and

Practices of Management, Third Edition. Ohio: South Western Publishing

Co

Hamel, Gary dan Prahalad, C. K, 1994. Competing for The Future, Boston:

Harvard Business School Press.

Handoko, T. Hani. 1998. Manajemen Persnonalia dan Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta : BPFE

_________________ . 1998. Manajemen. Edisi Ke-2, Yogyakarta: BPFE

Handoko dan Tjiptono Said. 2003. Organizing Power in Indonesia: The Politics

of Oligarchy in an Age of Markets. London: Routledge Curzon.

Hardjito Dydiet. 1997. Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian. Jakarta :

Raja Grafindo

Hasibuan, Melayu SP. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi,

Cet. I. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Heidjrachman, Suad dan Husnan. 2002. Manajemen Personalia. Yogyakarta:

Penerbit BPFE.

Hendrayady. 2006. Manajemen dalam era globalisasi, Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo.

Hendytio, Medelina K. dan Babari, J., 1996. “Pemberdayaan kelompok kerja”,

dalam Pemberdayaan: konsep, kebijakan, dan implementasi, Jakarta:

Centre forn Strategic and International Studies (CSIS)

Hersey dan Blanchard. 1995. Exploring The Texture Of Texts: A Guide To Socio-

Rhetorical Interpretations, A&C Black.

Himpunan Peraturan Perundang-undangan dan Petunjuk Teknis Bidang

Kepegawaian, No.43, Tahun 1999

Hubeis, M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui

Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu

273

Manajemen Industri. Fakultas Teknologi Industri: Institut Pertanian

Bogor.

Hunghes, Ginnet dan Curphy. 2006. Analisa Pengaruh Sikap Kerja 5S dan Faktor

Penghambat Penerapan 5S Terhadap Efektivitas kerja Departemen

Produksi di Perusahaan Sepatu, Jurnal PASTI Volume V Edisi 1,

Desember 2011.

Ifa, Susilowati. 2012. Dampak Kepemimpinandan Lingkungan Kerja. Jakarta

press.

Ife, Jim. 1995. Community Development: Creating Community.

Inbar, Dan E. 1996. Planning for innovation in education. UNESCO:

International Institute for Educational Planning.

Irawan, Motik, dan Sakti. 1997. Birokrasi dalam Konsep Profesional. Letter, 1997

May 31: To Dr. Clara Barrus,

Ismail dan Abidin. 2010. Tinjauan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen

Pekerja dalam Organisasi.

Ivancevich, dkk. 2006. Indonesia Customer Statisfaction Management, Alex

Media Komputindo.

Jajang dan Irna. 2009. Kepemimpinan Kepala Sekolah Pengaruhnya Terhadap

Kompetensi, Motivasi, Disertasi Doktor pada UNPAD Bandung: tidak di

terbitkan. Jakarta.

Kane and Stanton. 1994. A Statistical History Of Rugby League – Volume I,

Xlibris Corporation.

Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat Memadukan

Pertumbuhan dan Pemerataan, Jakarta: Pustaka Cidessindo.

Kartono, Kartini. 2004. Pemimpin dan Kepemimpinan, apakah Kepemimpinan

Abnormal itu?, Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.

Kast, D., E. Fremont, dan J. E. Rosenzweig, 1990. Organisasi dan Management.

Jakarta: Bumi Aksara.

Keban, Yeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik.

Yogyakarta: Gava Media.

Keputusan Presiden Republik Indonesia No.159 Tahun 2000 Tentang Pedoman

Badan Kepegawaian.

274

Khan, Sharafat. 2007. The Key to Being a Leader Company; Empowerment. New

Jersey; Journal for Quality and Participation.

Korten. 1984. Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah: Upaya

Membangun Organisasi Efektif dan Efisien melalui Restrukturisasi dan

Pemberdayaan. Bandung: CV. Mandar Maju.

Kristiyanti, 2010. Kebutuhan Manajemen Strategi Dalam Lingkungan Bisnis

Baru, Majalah Ilmiah INFORMATiKA Vol. 1 No. 3 September 2010.

Larson, P.A. 1984. File Organization: Implementation of a Method Gauranteeing

Retrieval in One Access. Communication of The ACM, 27(7), 670-677.

Locke. 1988. Two Treatises of Government Student Edition. Cambridge

University Press

Makmur. 2008. Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

M. Manullang. (1987). Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid 1. Yogyakarta:

Penerbit Andi Offset.

Manullang. 1998. Managemen Personalia. Jakarta : Delli

Mathis and Jackson. 2001. Otonomi Daerah dan Inovasi Kebijakan, governance,

Vol. 1, No. 1, November 2001.

Maarif. 2003. Managemen Personalia, Jakarta : Delli

Maryoto. 2000. Prospek dan Tantangan Ilmu Administrasi Dalam Implementasi

Otonomi Daerah di Indonesia, Universitas Sumatera Utara 2000

MENPAN No.25/Kep/M.PAN/4/2004

Mitrani, Alain.1995. Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi

(Terjemahan). Jakarta: PT. Intermasa.

McClelland. 1973. The Handbook Of Human Resource Development, Wiley.

McClelland, David C., 1987. Human Motivation, Cambridge: Cambridge

University.

275

Mc. Clelland, David C. (1961). The Achieving Society. New York: D. Van

Nostrand Company, Inc

Mulyanto dan Dyah. 2010. Perencanaan dan pengembangan wilayah. Crestpent

Press dan Yayasan Obor Indonesia, 2009.

Murphy. 1993. Annual Review of Nursing Education, FEE.

Mulia, Nasution 2000. Teori Ekonomi Makro: Pendekatan pada Perekonomian

Indonesia,

Moeheriono. 2014. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, Jakarta: Pererbit

Rajawali Pers.

Moeheriono. 2012. Teori Ekonomi Makro: Pendekatan pada Perekonomian

Indonesia. Semarang: Djambatan

Moekijat. 1995. Management Kepegawaian. S.n.,

Muins, Sutan Makmur. 2000. Standar Kompetensi Tenaga Kerja Indonesia,

Manajemen Pembangunan. Nomor 31 Tahun IX Edisi September.

Nadler. 2005. Pandangan Pemilik Badan Usaha Islam Terhadap Akuntabilitas

dan Moralitas, The Indonesian Accounting Review Volume 1, No. 2, July

2005, pages 135 – 144.

Nasucha. 2004. Teori Ekonomi Makro: Pendekatan pada Perekonomian

Indonesia. Semarang: Djambatan

Nawawi, Hadari. 2001. Perencanaan SDM untuk Organisasi Profit dan

Kompetitif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nitisemito, Alex S. 1981. Maketing. Jakarta : Ghalia Indonesia

Noe, Raymond A, Hollebeck, John R, (2010), Human Resource Management,

Gaining A Competitive Adventage, Fourth Edition, New York : McGraw

Hill.

Noralal, Ismail dan Norhasni Zainal Abiddin. 2010. Tinjauan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Komitmen Pekerja terhadap Organisasi: Dinamika Sosial

Ekonomi. Volume 6 No. 1 Edisi Mei 2010.

Notoatmodjo, Soekidjo. 1998. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Edisi

Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Osborne dan Gaebler, 1992. Democratic Govermance. Princeton University Press.

276

Oxford English Dictionary. 1991. 3 ed.Oxford: Oxford University Press.

Palan. 2007. Modernisasi, Bukan Westerisasi: Visi Politik dan Intelektual SDM.

Madani Pustaka.

Pamudji, S. 2004. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Bandung: Bumi

Aksara.

Panggabean, S., Mutiara. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor :

Penerbit Ghalia Indonesia.

Payne,1997. Modern Social Work Theory.Second Edition. MacMillan Press Ltd.,

London. Hal. 266.

Parsons, et al. 1994. The Integration of Social Work Practice. California:

Wadsworth, Inc.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2002 tentang

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia.Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang

Pemerintahan Daerah, Undang Undang No. 25 Tahun 1999 Tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Bandung :

Kuraiko Pratama.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 84 tahun 2000: Pedoman

Organisasi Perangkat Daerah. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999

tentang pemerintahan daerah.

http://www.Indonesia.go.id/produk_uu/pp-84-00_html

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang

Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta.

Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan

Rincian Tugas Jabatan Struktural pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan.

Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 56 Tahun 2010 tentang Tugas

Pokok, Fungsi, dan Rincian Tugas Jabatan Struktural Pada Badan

Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor

9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan

277

Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan

Lemabaga lain Provinsi Sulawesi Selatan.

Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah

Provinsi Sulawesi Selatan.

Prawiro, Suntoro. 1999. Kepemimpinan Bisnis Indonesia di Era Pasar Bebas,

Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 7 Nomor 1, April 1999.

Pranarka, A.M.W.,dan Vidhyandika. 1996. Pemberdayaan (Empowerment) :

Pemberdayaan Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: CSIS

Prayitno (Tim Peneliti BKN). 2003. Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi

Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: Puslitbang BKN.

Prawirosentono. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia, Kebijakan Kinerja

Karyawan. Yogyakarta: BPFE, Yogyakarta Press Company.

Priansa, Juni Donni, 2014. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia, Bandung. Alfabeta.

Puspa, Fitri, 1998. Tipe Lingkungan Pengendalian organisasi, Orientasi

Profesional, Konflik Peran, Kepuasan Kerja dan Kinerja: Suatu Penelitian

Empiris. Tesis- S2 UGM, Yogyakarta.

Ribhan. 2008. Directory of Indonesia Exporters. Gateway Book .

Ridha, Rasyid. 2008. Modernisasi, Bukan Westerisasi: Visi Politik dan

Intelektual SDM. Madani Pustaka.

Rawan. 2010. Meraih Keunggulan Melalui Pengintegrasian Perencanaan Sumber

Daya Manusia dan Perencanaan Strategik. Edisi Khusus JSB On Human

Resources.

Rappaport. 1984. Metode penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R & D. Bandung:

Penerbit Alfabeta.

Robbin, Steven. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat

Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi,

Jakarta: PT. Prenhallindo.

Robbins, Stephen P., Coulter Mary, 2005. Manajemen. International Edition. New

Jersey. Pearson Prentice Hall.

278

Robert, Kreitner dan Kinicki Angelo. 2005. Perilaku Organisasi, buku 1 dan 2,

Jakarta : Salemba Empat.

Safaria, Triantoro. 2004. Kepemimpinan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Salim, Emil, dkk. 2002. Manajemen. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Sarundajang. 1997. Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara. Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan.

Said. 2005. Birokrasi Pemerintahan Orde Baru: Perspektif Kultural dan

Struktural. PT. Raja Grafindo Persada

Saefullah. 2007. The Public Administration (P.A) Genome Project,IAP. Inc.

Salancik, G. 1997. Commitment and the control of organizational behavior

andbelief. Chicago: St. Clair Press.

Salusu, J. 2000. Pengambilan Keputusan Stratejik. Jakarta: Gramedia

Schein, Edgar H, (1992),”Organizational Culture and Leadership”, Jossey Bass,

San Francisco

Sedarmayanti. 2003. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi untuk

Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan. Bandung: CV. Mandar

Maju.

Senge. 2002. Perilaku Organisasi. Jakarta : Gramedia

Setiana. 2002. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan:

Pemberdayaan Guru, Tenaga Kependidikan, dan Masyarakat Dalam

Manajemen Sekolah. Alfabeta

Siagian, Sondang P. 1996. Manajemen Pembangunan Indonesia: Sebuah

Pengantar dan Panduan, Elex Media Komputindo.

Sondang P. Siagian. 2001. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi

Sondang P. Siagian. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusi. Jakarta: Bumi

Aksara.

Sondang P. Siagian. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusi. Jakarta: Bumi

Aksara.

________________ 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi

Aksara

279

________________ 2001. Kerangka Dasar Ilmu Administrasi. Jakarta: Rineka

Cipta.

Simamora, Henry. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama

Cetakan Ketiga. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi YKPN.

Simanjuntak, Coddy, (2013 : 21). Pengaruh Pemberdayaan Aparatur terhadap

peningkatan prestasi Kinerja Pegawai, Studi kasus DiKantor Kecamatan

Malalayang Kota Manado.

Sinambella. (2006). Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.

Soetjipto, Budi W., dkk. (2002),Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jogyakarta: Amara Books.

Sopiah. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia

________________. 2008. Karakteristik Kepribadian: Dunia Belum Berakhir,

PTS Pop

Soejono. 2000. Pemberdayaan Sumber Daya, Jakarta: Lembaga Administrasi

Negara RI.

Spencer, Lyle M. dan Signe M. Spencer. (2003). Competence at work: Models for

Superior Performance. Canada: John Wiley & Sons

Schuler. 1992. Managing Human Resource, Cengange Learning.

Scheider dan Heskeet. 1991. The Theory of Transportation. New York: American

Economic Association

Shukor. Abdul, 1991. Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerjadan Komitmen

Organisasi Terhadap Intensi Keluar”. Tesis UGM Yogyakarta (Tidak

Dipublikasikan).

Steers, Richard M. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Stewart, Mitchel Aileen. 2000. Empowering People (Pemberdayaan Sumber

Daya Manusia). Jogyakarta: Kanisius.

Stoner, James A.F. 1996. Manajemen, Edisi Bahasa Indonesia, Penerbit PT.

Jakarta : Prenhallindo.

Stoner, James A.F. 2006. Management. Englewood Cliffs,N.J. : Prentice Hall, Inc.

280

Stroh, Linda K. & Caligiuri, Paula M., 1998. Strategic human resources: a new

source for competitive advantage in the global arena. The International

Journal of Human Resource Management. 9(1): 1-17

Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sulistiyani Ambar Teguh dan Rosidah, 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia,

Konsep Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik,

edisi kedua, cetakan pertama, Jakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Susilowati. 2010. Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Komitmen

Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Patra Jasa Semarang. Fakultas

Ekonomi Universitas Semarang

Sutarto. 2001. Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press

Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Prenada Media

Group

Supardi. 2008. Pokok-Pokok: Management Kepagawaian, Lembaga Administrasi

Negara. Jakarta: Gramedia.

Suparno Eko Widodo. 2015. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia,

Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Suharto. 2011. Koropsi Di Indonesia, Wikipedia, General Books.

Suprapto. 2002. Manajemen Personalia: (Managemen Sumber Daya Manusia),

Ghalia Indonesia.

Supiyanto. 2012. Hubungan Antara Kedisiplinan Kerja dan Motivasi Kerja

Karyawan Dengan Kinerja Karyawan Pada PT. Industri Kemasan Semen

Gresik”, Prospektus, Tahun IX Nomor 2, Oktober 2011.

Suwatno dan Doni Juni Priansa, (2011). Manajemen SDM dalam Organisasi

Publik dan Bisnis. Bandung : CV Alfabeta.

Shardlow. 1998. Expression and Regulation of Adrenomedullin in the Human

Placenta and Fetal Membranes, University of Melbourne, Department of

obstetrics and Gynaecology.

Swift dan Levin. 1987. Empowerment: An Emerging Mental Health Technology,

Journal of Primary Prevention, USA, 1987: xiii

281

Slamet. 2003. Pokok-Pokok: Management Kepagawaian, Lembaga Administrasi

Negara . Jakarta: Gramedia.

Sugandi, Yogi Suprayogi. 2011. Administrasi Publik: Konsep dan Perkembangan

Ilmu di Indonesia. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Suhendra. 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat. Alfabeta:

cv. Bandung.

Tampubolon, Daulat. 2001. Perguruan Tinggi Bermutu, Paradigma Baru

manajemen pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad ke 21.

Jakarta: Gramedia.

Teguh. 2012. Kinerja Pemerintah Daerah Aparatur. Jakarta: Gramedia

Terry, George R., Franklin S.G. 1982. Principles of Management. Eight Edition.

Homewood: Richard Erwin. Inc.

Thoha, Miftah. 1983. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.

Jakarta: Rajawali

Tovey & Lawlor. 2004. Birogracy: Levels of Socio-economic Development

Theory, Greenwood Publishing Group.

Tracy, Brian. 2006. Pemimpin Sukses. Cetakan Keenam, Penerjemah: Suharsono

dan Ana Budi Kuswandani. Jakarta :Penerbit Pustaka Delapatrasa.

________________. 1999. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Negara, Jakarta.

Umar, Husain. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah; Desentralisasi,

Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. LIPI

Wahyudi. 1996. Etika Administrasi Negara, Rajawali Pers

Walker. 1992. Memahami Good Governance Dalam Perspektif Sumber Daya

Manusia, Bandung: Gava Media

Wibowo, Samodra. 2001. Negeri-negeri Nusantara (dari Modernisasi hingga

Reformasi Administrasi). Jogjakarta: Gadjah Mada University.

282

Winarty, Army. 2003. Pemberdayaan Sumber Daya Aparatur dalam Rangka

Peningkatan Kinerja Organisasi Publik, Jurnal Ilmiah Good Governance

Vol.2 No.1.Jakarta: STIA LAN.

Widyawati. 2009. ”Etika Administrasi Negara, Rajawali Pers

Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba

Empat

Wood, Jack M,. Et al. 2001. Organizational Behaviour: A Global perspective 2nd

Editon. Australia: John Wiley and Sons Australia, Ltd.

Yullyanti. 2009. Analisis Proses Rekrutmen dan Seleksi pada Kinerja Pegawai”,

Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Sept–Des

2009, Volume 16 Nomor 3.

Yudi, Supiyanto. 2011. Merangkai Prestasi Dalam Tantangan, Mitra Gama

Widya.

Yudoyono, Bambang. 2001. Otonomi Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Yulk, Gary. 1994. Leadership in Organization. New York: Prentice-Hall

International Inc.

Yunianto, Robiq. 2010. Pemberdayaan Aparatur untuk meningkatkan Kinerja di

Kecamatan Batu, Kota batu. Journal Wacana FIAUB.

342

6. Menurut

BagaimanaBapak/Ibu,

Sdr (i) faktor apa saja

yang determinan

terhadap keefektifan

pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi

pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan.

LL

SE

Pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi

serta peningkatan

kualitas layanan

administrasi

kepegawaian pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

didukung dengan

sistem informasi

kepegawaian berbasis

teknologi informatika

dan komunikasi, yang

dapat memudahkan

pegawai bekerja

secara efektif’. (Rabu,

16 Desember 2015).

Dalam mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri Sipil,

terutama dalam

bidang pelayanan

kepada seluruh

pegawai yang ada

pada lingkup

Dalam

mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri

Sipil, terutama

dalam bidang

pelayanan kepada

seluruh pegawai

yang ada pada

lingkup

pemerintah

Provinsi Sulawesi

Selatan maka

penggunaan sistem

komputerisasi

berbasis IT sangat

mendukung dan

memberi

kemudahan serta

manfaat yang

besar dalam setiap

kegiatan yang

dilaksanakan.

Karena dapat

menghemat waktu

dan tenaga serta

dapat

Dalam

mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri

Sipil, terutama

dalam bidang

pelayanan kepada

seluruh pegawai

yang ada pada

lingkup

pemerintah

Provinsi Sulawesi

Selatan maka

penggunaan

sistem

komputerisasi

berbasis IT sangat

mendukung dan

memberi

kemudahan serta

manfaat yang

besar dalam setiap

kegiatan yang

dilaksanakan.

Karena dapat

menghemat waktu

dan tenaga serta

Pelaksanaan tugas pokok

dan fungsi serta

peningkatan kualitas

layanan administrasi

kepegawaian pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan

didukung dengan sistem

informasi kepegawaian

berbasis teknologi

informatika dan

komunikasi, yang dapat

memudahkan pegawai

bekerja secara efektif.

Kemudian dengan

teknologi yang tersedia

dapat menghemat waktu

dan tenaga serta dapat

mempercepat proses

penyelesaian pekerjaan

secara efektif dan efisien.

343

FT

pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan

maka penggunaan

sistem komputerisasi

berbasis IT sangat

mendukung dan

memberi kemudahan

serta manfaat yang

besar dalam setiap

kegiatan yang

dilaksanakan. Karena

dapat menghemat

waktu dan tenaga

serta dapat

mempercepat proses

penyelesaian

pekerjaan secara

efektif dan efisien”.

(Rabu,16 Desember

2015).

Salah satu faktor

organisasi yang sangat

mendukung

pelaksanakan tugas

pokok dan fungsi

serta kegiatan kami

pada Badan

mempercepat

proses

penyelesaian

pekerjaan secara

efektif dan efisien.

Aparatur Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

mendapatkan

kemudahan dalam

pelaksanakan

tugas keseharian

karena tersedianya

fasilitas-fasilitas

pendukung

pelasanaan

kegiatan, prosedur

kerja yang baku,

sistem jaringan

komputer yang

bersifat online

sekalipun SDM

yang masih

terbatas.”

dapat

mempercepat

proses

penyelesaian

pekerjaan secara

efektif dan

efisien. Kemudian

Pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi

serta peningkatan

kualitas layanan

administrasi

kepegawaian

pada Badan

didukung dengan

sistem informasi

kepegawaian

berbasis teknologi

informatika dan

komunikasi, yang

dapat

memudahkan

pegawai bekerja

secara efektif.

344

NS

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan adalah

pemanfaatan

teknologi yang

berbasis pada sistem

komputerisasi dan

teknologi informasi,

yang dapat

memudahkan pegawai

bekerja secara efektif

dan efisien.” (Rabu,

16 Desember 2015).

Dalam melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan dalam

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil

terutama dalam

bidang perencanaan

dimana penggunaan

sistem komputerisasi

345

AB

sangat mendukung

dan memberi

kemudahan dalam

setiap kegiatan yang

dilaksanakan. Di

samping fasilitas-

fasilitas lainnya yang

dapat menghemat

waktu dan tenaga

serta dapat

mempercepat

penyelesaian

pekerjaan.” (Rabu, 16

Desember 2015).

Kami mendapatkan

kemudahan dalam

pelaksanakan tugas

keseharian sebagai

pegawai karena

tersedianya fasilitas-

fasilitas pendukung

pelasanaan kegiatan,

prosedur kerja yang

baku, sistem jaringan

komputer yang

bersifat online

sekalipun SDM yang

346

AAH

AL

masih terbatas.”

(Selasa, 12 Januari

2016).

Kami sangat terbantu

dengan adanya

fasilitas sarana dan

prasarana terutama

fasilitas komputer

dalam pengelolaan

data, dan sistem

pembuatan pelaporan.

Dengan tersedianya

teknologi ini semua

pekerjaan yang

menjadi tugas dan

pekerjaan yang

menjadi tanggung

jawab kami dapat

terselesaikan tepat

waktu.” (Selasa, 12

Januari 2016).

Setiap tahun kami

menganggarkan

melalui APBD terkait

penyediaan fasilitas

347

pendukung terutama

sarana dan prasarana

kantor, maupun

fasilitas yang ada

didalamnya yang

menunjang

pelaksanaan pekerjaan

di setiap SKPD,

Kantor, Badan

maupun yang lainnya

terutama dalam

pengelolaan data, dan

sistem

administrasiberbasis

teknologi informasi,

sehingga harapan

kami semua

pelayanan dapat

dimaksimalkan demi

terwujudnya

pelayanan prima,

tetapi yang terpenting

perlu didukung oleh

SDM yang kompeten

serta memiliki

loyalitas dan dedikasi

yang tinggi.” (Kamis,

28 April 2016).

348

7. Menurut

BagaimanaBapak/Ibu,

Sdr (i) faktor apa saja

yang determinan

terhadap keefektifan

pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi

pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan.

LL

Menurut kami

pengawasan adalah

salah satu faktor yang

berpengaruh pada

pelaksanaan tupoksi

pada organisasi badan

Kepegawaian daerah,

hal ini agar lebih

menjamin adanya

pencegahan terhadap

kemungkinan

terjadinya deviasi

pada setiap

pelaksanaan program.

Sekarang ini aparatur

harus lebih hati-hati

karena pengawasan

bukan saja dilakukan

oleh internal pimpinan

tetapi juga

pengawasan yang

dilakukan oleh

lembaga-lembaga

eksternal seperti KPK,

LSM dan

Masyarakat.” (Selasa,

12 Januari 2016).

Dalam

melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

dalam

mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri

Sipil, maka

pengawasan

sangat diperlukan

agar tidak terjadi

kesalahan dan

ketimpangan, baik

di awal

pelaksanaan

pekerjaan dan

program maupun

pada saat evaluasi

dan pelaporan

kegiatan dan

program pada

setiap bidang dan

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

berusaha

mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri

Sipil, maka

pengawasan

sangat diperlukan

agar tidak terjadi

kesalahan dan

ketimpangan, baik

di awal

pelaksanaan

pekerjaan dan

program maupun

pada saat evaluasi

dan pelaporan

kegiatan dan

program pada

setiap bidang dan

sub bidang.

pengawasan yang

dilakukan oleh

Kegiatan pngawasan

dilakukan oleh pimpinan

diharapkan agar aparatur

berusaha bekerja

berdasarkan perundang-

undangan yang berlaku

serta ketentuan-ketentuan

lainnya. Di samping itu

melalui pengawasan para

pegawai berusaha secara

bersungguh-sungguh

menjalankan tugas

pokoknya dengan penuh

rasa tanggungjawab dan

amanah serta yang paling

penting adalah bukan

hanya sesuai dengan

rencana, akan tetapi juga

dengan tingkat efisiensi

dan efektivitas yang tinggi.

349

NS

SE

Dalam melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan dalam

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil,

maka pengawasan

sangat diperlukan agar

tidak terjadi kesalahan

dan ketimpangan,

baik di awal

pelaksanaan pekerjaan

dan program maupun

pada saat evaluasi dan

pelaporan kegiatan

dan program pada

setiap bidang dan sub

bidang.” (Rabu, 16

Desember 2015).

Salah satu faktor yang

berpengaruh pada

pelaksanaan tugas

pokok serta fungsi

sub bidang. Di

samping itu,

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

dalam menerapkan

fungsi

pengawasan, agar

setiap pegawai

berusaha bekerja

berdasarkan

perundang-

undangan yang

berlaku serta

ketentuan-

ketentuan lainnya.

melalui

pengawasan para

pegawai berusaha

secara

bersungguh-

sungguh

menjalankan tugas

pokoknya dengan

penuh rasa

tanggungjawab

dan amanah serta

pimpinan pada

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

selama ini cukup

ketat terutama

dalam

pelaksanaan

kegiatan atau

program sehingga

membuat aparatur

bekerja secara

sungguh-sungguh

terutama

menghindari

kesalahan dan

deviasi dalam

operasionalisasi

suatu rencana

kerja yang sedang

berlangsung dapat

terlaksana dengan

baik.

350

yang ada pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan adalah fungsi

pengawasan, dimana

setiap pegawai

berusaha bekerja

berdasarkan

perundang-undangan

yang berlaku serta

ketentuan-ketentuan

lainnya. Di samping

itu melalui

pengawasan para

pegawai berusaha

secara bersungguh-

sungguh menjalankan

tugas pokoknya

dengan penuh rasa

tanggungjawab dan

amanah serta yang

paling penting adalah

bukan hanya sesuai

dengan rencana, akan

tetapi juga dengan

tingkat efisiensi dan

efektivitas yang

tinggi.” (Rabu, 16

yang paling

penting adalah

bukan hanya

sesuai dengan

rencana, akan

tetapi juga dengan

tingkat efisiensi

dan efektivitas

yang tinggi.”

351

SE

SM

Desember 2015).

Dalam menunjang

pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi

badan Kepegawaian

Daerah dalam

mewujudkan

profesionalisme dan

pemberdayaan

pegawai negeri sipil,

maka diperlukan

pembinaan,

pengawasan dan

pengendalian pegawai

dengan menyusun

rencana kegiatan

sebagai pedoman

dalam pelaksanaan

tugas. Hal ini sangat

diperlukan agar dapat

meminimalisasi

kesalahan dan

kekeliruan.” (Rabu,

16 Desember 2015).

Pengawasan sangat

diperlukan agar tidak

352

MN

terjadi kesalahan dan

kekeliruan, untuk itu

salah satu tugas kami

adalah melakukan

pemantauan,

pengawasan dan

mengevaluasi

pelaksanaan tugas dan

kegiatan aparatur

untuk mengetahui

apakah tugas-tugas

tersebutsudah

dilaksanakan atau

belum, apakah sesuai

aturan atau tidak , dan

ini dilakukan baik

diawal pelaksanaan

pekerjaan dan

program maupun pada

saat evaluasi dan

pelaporan kegiatan

dan program.”

(Kamis, 28 April

2016).

Bagi kami

pengawasan yang

dilakukan oleh

353

pimpinan pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan selama ini

cukup ketat terutama

dalam pelaksanaan

kegiatan atau program

sehingga membuat

kami bekerja secara

sungguh-sungguh

terutama menghindari

kesalahan dan deviasi

dalam

operasionalisasi suatu

rencana kerja yang

sedang berlangsung

dapat terlaksana

dengan baik.” (Selasa,

12 Januari 2016).

354

8. Menurut Bagaimana

Bapak/Ibu, Sdr (i)

faktor apa saja yang

determinan terhadap

keefektifan

pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi

pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan.

WT

MN

Setiap pegawai harus

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi terutama

terkait dengan

dedikasi dan loyalitas,

selalu disiplin, baik

disiplin waktu dan

disiplin dalam

bekerja, memiliki rasa

tanggungjawab yang

tinggi untuk

melaksanakan tugas

sesuai tupoksinya.

Selain itu juga akan

menjadi penilaian

bagi pimpinan dalam

mempromosikan ke

jabatan yang lebih

tinggi.” ( Kamis, 28

April 2016)

Sebagai aparatur

pemerintah, kami

selalu menjaga dan

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi terutama

Setiap pegawai

pada Badan

Kepegawaian

Darah Provinsi

Sulawesi Selatan

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi

terutama terkait

dengan dedikasi

dan loyalitas,

selalu disiplin,

baik disiplin

waktu dan disiplin

dalam bekerja,

memiliki rasa

tanggungjawab

yang tinggi untuk

melaksanakan

tugas sesuai

tupoksinya. Selain

itu juga akan

menjadi penilaian

bagi pimpinan

dalam

mempromosikan

ke jabatan yang

lebih

Setiap pegawai

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi

terutama dalam

menopan kerja

dan tugas-tugas

yang telah

menjadi

tanggungjawab

sebagai pegawai,

seperti disiplin

dan menjaga

keteraturan dalam

bekerja, dedikasi

dan loyalitas,

serta ketekunan

dan kesabaran

dalam setiap

pekerjaan yang

dibebankan.di

samping itu,

budaya kerja

aparatur pada

Badan

Kepegawaian

daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

Pegawai menjunjung tinggi

budaya kerja organisasi

terutama terkait dengan

dedikasi dan loyalitas,

selalu disiplin, baik disiplin

waktu dan disiplin dalam

bekerja, memiliki rasa

tanggungjawab yang tinggi

untuk melaksanakan tugas

sesuai tupoksinya.

Kemudian menerapkan

budaya-budaya yang

berkembang di masyarakat

Bugis Makassar yaitu

budaya-budaya sipakatau

(saling memanusiakan),

sipakalebbi (saling

menghargai) dan

sipakainga (saling

mengingatkan).

355

SM

dalam menopan kerja

dan tugas-tugas yang

telah menjadi

tanggungjawab

sebagai pegawai,

seperti disiplin dan

menjaga keteraturan

dalam bekerja,

dedikasi dan loyalitas,

serta ketekunan dan

kesabaran dalam

setiap pekerjaan yang

dibebankan.’ (Kamis,

28 April 2016).

Budaya kerja aparatur

pada Badan

Kepegawaian daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan sangat

menunjang tugas-

tugas keseharian kami

terutama budaya kerja

yang disiplin kerja

yang tinggi, tertib

administrasi,

bertanggungjawab

serta saling

tinggi.Kemudian

Budaya kerja yang

diterapkan pada

Badan

Kepegawain

Daerah adalah

budaya Bkerja

yang disiplin dan

bertanggungjawab,

prinsip-prinsip

transparansi, dan

ikhlas dan

kejujuran. Di

samping budaya-

budaya sipakatau

(saling

memanusiakan),

sipakalebbi (saling

menghargai) dan

sipakainga (saling

mengingatkan).”

sangat menunjang

tugas-tugas

keseharian

pegawai terutama

budaya kerja yang

disiplin kerja

yang tinggi, tertib

administrasi,

bertanggungjawab

serta saling

mendorong dalam

melakukan tugas

pokok dan fungsi

masing-masing

pegawai.

356

NS

mendorong dalam

melakukan tugas

pokok dan fungsi

masing-masing.”

(Rabu, 16 Desember

2015).

Dalam melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan dalam

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil,

maka faktor penting

yang dapat

mendukung

tercapainya adalah

budaya kerja

organisasi terutama

budaya kerja yang

disiplin dan

bertanggungjawab,

prinsip-prinsip

transparansi, dan

357

MT

ikhlas dan kejujuran.

Di samping budaya-

budaya sipakatau

(saling

memanusiakan),

sipakalebbi(saling

menghargai) dan

sipakainga (saling

mengingatkan).”

(Rabu,16 Desember

2015).

Dalam melaksanakan

Visi, Misi dan

kebijakan organisasi

BKD sereta

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme PNS,

Maka salah satu

faktor pentingyang

dapat mendukung

pencapaian tersebut

adalah budaya kerja

organisasi terutama

peningkatan disiplin

kerja pegawai,

memiliki rasa

358

tanggungjawab,

bekerja dengan

prinsip-prinsip

transparansi, ikhlas

dalam bekerja, dan

menanamkan sifat

kejujuran dengan

berpedoman pada

nilai-nilai yang telah

dirumuskan bersama,

yaitu membangun

profesionalisme,

berkinerja dan

peningkatan

kesejahteraan.

Kemudian

mengimplementasikan

budaya yang

berkembang dalam

masyarakat Bugis

makassar, yaitu

budaya-budaya

sipakatau (saling

memanusiakan),

sipakalebbi (saling

menghargai), dan

sipakainga (saling

mengingatkan) dalam

359

melakukan pekerjaan

dan program yang

ada.” (Kamis, 28

April 2016).

360

Lampiran 5 : Dokumentasi Penelitian

DiklatEselon III

DiklatEselon IV

361

Bimbingan Teknis Eselon III dan IV

Bimbingan Teknis Eselon III dan IV

362

Workshop Peningkatan Kompensi Pegawai

Workshop Peningkatan Kompetensi Pegawai

363

Pelantikan Pejabat Eselon II

Pelantikan Pejabat Eselon III Dan IV

364

Wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian

Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan

Pengendalian

365

Wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengemdalian Pegawai

Foto Bersama Pimpinan dan staf Badan Kepegawaian Daerah

350

5. Menurut Bapak/Ibu,

Sdr (i) faktor apa

saja yang determinan

terhadap keefektifan

pemberdayaan

aparatur berbasis

kompetensi pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

SE

MN

Salah satu faktor yang

sangat mendukung

pelaksanaan program

yang telah direncanakan

serta dalam rangka

meningkatkan kinerja

aparatur serta dalam

melaksanakan rugas

pokok dan fungsi adalah

faktor komitmen

kepemimpinan yang

diterapkan oleh kepala

badan yang cenderung

terbuka dan komunikatif

kepada semua bawahan

tanpa membeda-bedakan

mulai pejabat tinggi

sampai kepada pejabat

rendahan dan staf.”

(Selasa, 12 januari 2016)

Kepemimpinan yang

diterapkan pada Kantor

Gubernur Provinsi

Sulawesi Selatan dan

khususnya pada Badan

kepegawaian Daerah

adalah kepemimpinan

Komitmen

Kepemimpinan

yang diterapkan

pada Kantor

Gubernur Provinsi

Sulawesi Selatan

dan khususnya pada

Badan kepegawaian

Daerah adalah

kepemimpinan yang

demokratis, hal ini

dikarenakan

pimpinan memberi

kepercayaan dan

tanggungjawab

kepada setiap

bawahan untuk

merinovasi dengan

melahirkan ide dan

gagasan cerdas

dalam bekerja

termasuk di

dalamnya

melibatkan dalam

perencanaan,

implementasi

kebijakan

organisasi.Pimpinan

Komitmen

Kepemimpinan

yang diterapkan

pada Kantor

Gubernur

Provinsi Sulawesi

Selatan dan

khususnya pada

Badan

kepegawaian

Daerah adalah

kepemimpinan

yang demokratis,

hal ini

dikarenakan

pimpinan

memberi

kepercayaan dan

tanggungjawab

kepada setiap

bawahan untuk

merinovasi

dengan

melahirkan ide

dan gagasan

cerdas dalam

bekerja termasuk

di dalamnya

Komitmen pimpinan yang

diterapkan pada Kantor

Gubernur Provinsi

Sulawesi Selatan dan

khususnya pada Badan

kepegawaian Daerah

adalah membangun

kepemimpinan yang

terbuka, komunikatif dan

demokratis,

hal ini dikarenakan

pimpinan memberi

kepercayaan dan

tanggungjawab kepada

setiap bawahan untuk

merinovasi dengan

melahirkan ide dan

gagasan cerdas dalam

bekerja termasuk di

dalamnya melibatkan

dalam perencanaan,

implementasi kebijakan

organisasi. Faktor

Komitmen kepemimpinan

yang diterapkan oleh

kepala badan adalah

kemepmipnan yang

cenderung terbuka dan

351

FT

yang demokratis, hal ini

dikarenakan pimpinan

memberi kepercayaan

dan tanggungjawab

kepada setiap bawahan

untuk merinovasi

dengan melahirkan ide

dan gagasan cerdas

dalam bekerja termasuk

di dalamnya melibatkan

dalam perencanaan,

implementasi kebijakan

organisasi.” (Selasa, 12

Januari 2016).

Salah satu faktor

determinani yang sangat

mendukung

pelaksanakan tugas

pokok dan fungsi serta

kegiatan kami pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan adalah

komitmenkepemimpinan

yang dijalankan, baik

pada level gubernur,

memberi

kepercayaan dan

tanggungjawab

kepada setiap

bawahan untuk

berkreasi dan

berinovasi dalam

bekerja termasuk di

dalamnya

melibatkan dalam

perencanaan,

penyusunan

rumusan kebijakan,

serta memberi

motivasi dalam

meningkatkan

kualitas profesional.

Kepemimpinan

yang diterapkan

pada Badan

Kepegawaian

Daerah sangat

menunjang tugas

kami sebagai staf,

hal ini disebabkan

karena gaya

kepemimpinan yang

diterapkan oleh

melibatkan dalam

perencanaan,

implementasi

kebijakan

organisasi.

Kemudian salah

satu faktor yang

sangat

mendukung

pelaksanaan

program yang

telah

direncanakan

serta dalam

rangka

meningkatkan

kinerja aparatur

serta dalam

melaksanakan

rugas pokok dan

fungsi adalah

faktor

kepemimpinan

yang diterapkan

oleh kepala badan

yang cenderung

terbuka dan

komunikatif

komunikatif kepada

semua bawahan tanpa

membeda-bedakan mulai

pejabat tinggi sampai

kepada pejabat rendahan

dan staf.

352

SM

wakil gubernur maupun

atasan langsung kami

pada Badan

Kepegawaian Daerah,

hal ini dikarenakan

pimpinan memberi

kepercayaan dan

tanggungjawab kepada

setiap bawahan untuk

berkreasi dan berinovasi

dalam bekerja termasuk

di dalamnya melibatkan

dalam perencanaan,

penyusunan rumusan

kebijakan, serta

memberi motivasi dalam

meningkatkan kualitas

profesional pegawai

negeri sipil.” (Rabu, 16

Desember 2015).

Kepemimpian yang

diterapkan pada Badan

Kepegawaian daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan sangat

menunjang tugas kami

sebagai kepala sub

pimpinan adalah

kepemimpinan

demokratis yang

mampu memberi

bimbingan dan

motivasi dalam

bekerja sehingga

tidak ada beban

secara psikologi

bagi dalam

melaksanakan tugas

rutin.

kepada semua

bawahan tanpa

membeda-

bedakan mulai

pejabat tinggi

sampai kepada

pejabat rendahan

dan staf.

Pimpinan sangat

membantu dan

mendukung,

pimpinan

memberikan

arahan dan

petunjuk dalam

pelaksanaan

Tupoksi serta

memberi

kepercayaan

kepada pegawai

untuk bekerja

tanpa harus

merasa tertekan,

ada keluwesan

353

bidang karena gaya

kepemimpinannya

sangat memungkinkan

aparatur untuk selalu

dilibatkan dalam

pelaksanaan tugas-tugas

kedinasan tanpa

membeda-bedakan,

memberikan

kepercayaan dalam

menyusun rencana

kegiatan bidang,

melakukan kebijakan

teknis pembinaan dan

pengawasan

penyelenggaraan

manajemen

kepegawaian, dilibatkan

dalam rapat-rapat

berdasarkan bidang

tugas masing-masing

dan diberi kesempatan

untuk berinovasi dalam

pelaksanan kegiatan

sepanjang tidak

bertentangan perundang-

undangan yang

berlaku.” (Rabu, 16

354

IRS

AB

Desember 2015).

Pola kepemimpinan

yang diterapkan pada

BKD Provinsi Sulawesi

Selatan dalam

melaksanakan kegiatan

dan program sangat

membantu dan

mendukung, pimpinan

memberikan arahan dan

petunjuk dalam

pelaksanaan Tupoksi

serta memberi

kepercayaan kepada

pegawai untuk bekerja

tanpa harus merasa

tertekan, ada

keluwesan.” (Rabu, 16

Desember 2015).

Kepemimpinan yang

diterapkan pada Badan

Kepegawaian Daerah

sangat menunjang tugas

kami sebagai staf, hal ini

disebabkan karena gaya

kepemimpinan yang

355

AAH

diterapkan oleh

pimpinan adalah

kepemimpinan

demokratis yang mampu

memberi bimbingan dan

motivasi dalam bekerja

sehingga tidak ada

beban secara psikologi

bagi kami dalam

melaksanakan tugas

rutin.” (Selasa, 12

Januari 2016).

Suasana kebersamaan

dan kekeluargaan sangat

kental lihat dikantor

kami, hal ini karena

pimpinan tidak rewel

dan tidak suka marah-

marah, sehingga kami

berusaha bekerja dengan

sekuat tenaga untuk

menyelesaikan tugas dan

tanggung jawab yang

diberikan dan yang

terpenting kami

dianggap teman dan

partner dalam bekerja.”

356

SM

AH

(Kamis, 28 April 2016).

Dengan kepemimpinan

yang dijalankan pada

badan Kepegawaian

Daerah sangat

memungkinkan bagi

kami untuk dapat

bekerja dengan baik,

termasuk selalu

dilibatkan dalam

pelaksanaan tugas-tugas

kedinasan tanpa

membeda-bedakan,

memberikan

kepercayaan penuh

dalam menyelesaikan

tugas-tugas yang

dibebankan kepada

kami, dan dihargai

setiap usaha dan

pekerjaan yang telah

diselesaikan.” (Selasa,

12 Januari 2016)

Pada BKD Provinsi

Sulawesi Selatan,

pimpinan menyadari

357

betul bahwa kesuksesan

dalam pelaksanakan

tugas pokok dan fungsi

aparatur sangat

ditentukan oleh team

work/kerja yang solid.

Untuk itu pola

kepemimpinan yang

diterapkan mengacu

pada pola

kepemimpinan modern

seperti kedisiplinan,

akuntabilitas, keberanian

dalam mengambil

resiko, responsivitas

tetapi tidak

meninggalkan budaya

dan kearifan lokal

masyarakat Sulawesi

Selatan seperti

sipakatau’, sipakalebbi’,

sipakainga dan sifat

kekeluargaan dan

kebersamaan di antara

semua unsur pada

lingkup BKD Sulawesi

Selatan.” (Rabu, 16

Desember 2015).

358

301

Lampiran 1.Matriks Instrumen Penelitian

No Rumusan Masalah Fokus Masalah Indikator

Fokus Deskripsi

Sumber

Data/

Informan

Ket

1.

Bagaimanapemberian

kewenangan,

pengembangan

kompetensi, dan

pengambilan

keputusan aparatur

berbasis

pengetahuan,

kecakapan dan

kemampuan

(PKK)pada Kantor

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

Pemberian

kewenangan,

pengembangan

kompetensi,dan

pengambilan

keputusan aparatur

berbasis

pengetahuan,

kecakapan dan

kemampuan

(PKK)padaKantor

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

Pemberian

kewenangan

Pengembangan

kompeten

Pengambilan

keputusan

Pelimpahan kewenangan atau

kekuasaan pimpinan terhadap bawahan

untuk melaksanakan tugas-tugas

tertentu dengan sekaligus meminta

pertanggung jawaban atas penyelesaian

tugas-tugas tersebut.

Kemampuan dan karakteristik yang

dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri

Sipil berupa pengetahuan, kecakapan,

dan Kemampuan yang diperlukan

dalam pelaksanaan tugas dan

jabatannya.

Keterlibatanpegawai dalam setiap

proses pengambilan suatu keputusan

yang efisien sesuai situasi dan kondisi

yang dihadapi. Proses itu untuk

menemukan dan menyelesaikan

masalah organisasi.

Kepala

Bidang,

Kepala Sub

Bidang,

Staf.

Sek BKD,

Kepala

Bidang,

Kepala Sub

Bidang,

Staf.

Kepala

BKD,

Kepala

Bidang,

Kepala Sub

Bidang,

Staf.

302

2.

Faktor-faktor

determinan yang

berpengaruh terhadap

keefektifan

pemberdayaan

aparatur berbasis

kompetensi Kantor

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

Faktor determinan

yang berpengaruh

terhadapkeefektifan

pemberdayaan

aparatur pada

Kantor Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

Lingkungan

Kerja

Komitmen

pimpinan

Pemanfaatan

Teknologi

Pengawasan

Tersedianya fasilitas kerja dengan

pemanfaatan teknologi modern,

terpeliharanya hubungan kerja yang

harmonis.

Keinginan pimpinan untuk mendorong

dan menggerakkan pencapaian tujuan

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan melalui kegiatan

pegawai.

Semua sejenis peralatan, perlengkapan

kerja dan fasilitas lain yang berfungsi

sebagai alat utama/pembantu dalam

pelaksanaan pekerjaan.

Kegiatan yang dilakukan untuk lebih

menjamin bahwa semua kegiatan yang

diselenggarakan oleh aparatur Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan didasarkan pada suatu rencana

yang telah ditetapkan.

Sek-Prov,

Kepala

Bidang,

Kepala Sub

Bidang dan

Staf.

Sek BKD,

Kepala

Bidang,

Kepala Sub

Bidang dan

Staf.

Sek-Prov,

Kepala

Bidang,

KepalaSub

Bidang dan

Staf.

Kepala

Bidang,

Kepala Sub

Bidang,

Staf.

303

3.

Bagaimana model

pemberdayaan yang

sesuai dengan

kondisi aparatur pada

Kantor Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan.

Prototype

pemberdayaan yang

sesuai dengan

kondisi aparatur

pada Kantor Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

Budaya Kerja

Organisasi

Menemukan

prototype

pemberdayaan

yang sesuai

kondisi

aparatur pada

Kantor Badan

Kepegawaian

Daerah

Provinsi

Sulawesi

Selatan.

Sistem nilai yang dianut oleh aparatur

padaBadan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan, yang

kemudian mempengaruhi cara bekerja

dan perilaku para pegawai.

Menemukan Prototype pemberdayaan

Aparatur.

Kepala

BKD,

Kepala

Bidang,

Kepala Sub

Bidang,

Staf.

304

Lampiran : 2 Daftar Nama-nama Informan

No Nama Informan Jabatan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

Ir. H. Abdul Latief, Msi, MM

Ir.H.Muhammad Tamzil, MP

Drs. H. Andi Harun

Hj. Nursyamsih, SH.MH

Irwan Syah, SH

Dra. Suraedah, MSi

Ir. Lubis L, MT

Widyawaty T, S.Sos, MH

Ferry P Tambunan

Muhammad Nasir, Bsc

St. Mariani, SE,MM

Irwan Setiawan,SH,MH

A.Ardiansyah Hidayat, SH

Akbar

Sumarlin

Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan

Kepala BKD Provinsi Sulawesi Selatan

Sekretaris BKD Rovinsi Sulawesi Selatan

Kepala Bidang Perencanaan dan

Pengembangan Karier

Kepala Bidang Mutasi dan Informasi

Kepegawaian

Kepala Bidang Kinerja dan Kesejahteraan

Pegawai

Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian

Kepegawaian

Kepala Sub Bidang Prencanaan dan

Pengembangan Pegawai

Kepala Sub Bidang Pengelolaan data

Elektronik

Kepala Sub Bidang Konseling dan

Kedudukan Hukum

Kepala Sub Bidang Pembinaan,

Pengawasan, dan Pengendalian

Kepegawaian

Staf BKD Provinsi Sulawesi Selatan

Staf BKD Provinsi Sulawesi Selatan

Staf BKD Provinsi Sulawesi Selatan

Staf BKD Provinsi Sulawesi Selatan

305

Lampiran 3. Deskripsi Hasil wawancara Informan

No. Pertanyaan Respon

1 2 3

1. Menurut Bapak/Ibu,Sdr (i)

Bagaimana melihat

pelaksanaan pemberian

kewenangan kepada aparatur

berbasis Kompetensi pada

Kantor Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

“Terkadang ada penyerahan kewenangan

yang bersifat khusus kepada aparatur

tertentu dengan memperhatikan

pengetahuan yang dimiliki aparatur pada

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan terutama terkait tugas dan

fungsi masing-masing aparatur/pegawai

negeri sipil, Cuma memberikan wewenang

itu terkadang hanya diperuntukan kepada

pegawai atau pimpinan tertentu”.

(Wawancara: Nursyamsih, Rabu, 16

Desember 2015).

”.... ada uraian tugas dan kewenangan pada

tiap pegawai berdasarkan pengetahuan yang

dimiliki dalam menguasai bidang tugas

yang dilaksanakan dan dijelaskan dalam

Peraturan Daerah untuk eselon II dan III,

sedangkan untuk eselon IV melalui

Peraturan Gubernur (Pergub), yaitu Perda

Nomor 12 Tahun 2009 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan, akan tetapi biasanya

pemberian kewenangan itu belum merata

kepada aparatur yang ada, sehingga ada

yang merasa memiliki kerja yang banyak

tapi ada juga ada yang sedikit.”

(Wawancara: Lubis L, Rabu, 16 Desember

2015).

”Pelaksanaan kegiatan pada organisasi

Badan Kepegawaian Daerah terdapat uraian

tugas, fungsi serta kewenangan para

pegawai mulai dari tingkat Kepala Badan,

Sekretaris, Kepala Bagian, sampai kepada

staf/pegawai. Kami diberi kewenangan dan

tanggung jawab penuh atas tugas pokok dan

fungsi termasuk tugas lainnya dengan tetap

mengacuh pada pengetahuan aparatur

terkait pemahaman dan penguasaan tugas

306

yang diberikan berdasarkan peraturan-

peraturan kepegawaian.” (Wawancara :

Suraedah, Rabu, 16 Desember 2015).

“Pemberian kewenangan kepada aparatur

dilakukan secara berjenjang sesuai dengan

pembagian tugas yang akan dikerjakan dan

proses pertanggung jawaban pun dilakukan

secara berjenjang terutama kepada atasan

langsung dari setiap aparatur dengan tetap

mengacuh pada pengetahuan dan

penguasaan tugas dan wewenang yang

diberikan.” (Wawancara: Irwan Syah, Rabu,

16 Desember 2015).

”Selaku pimpinan terkadang memberikan

kewenangan kepada kepala bidang, Kepala

sub bidang dalam melaksanakan tugas

tertentu dengan tetap mempertimbangkan

kompetensi terutama pengetahuan yang

dimiliki aparatur dalam pelaksanaan tugas

dan wewenang tersebut, meskipun kami

sadari bahwa aparatur masih memiliki

keterbatasan untuk itu, dimana Tupoksi

pejabat struktural itu sendiri, diatur dalam

Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2009

tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian

Tugas Jabatan Struktural pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan, disamping itu juga kami

mendistribusikan dan memberi petunjuk

pelaksanan tugas kepada bawahan sehingga

pelaksanaan tugas berjalan lancar.”

(Wawancara: Muh Tamsil, 28 April 2016).

”Dalam pelaksanaan kegiatan dan tugas-

tugas yang ada, kami diberi kewenangan

untuk melaksanakannya dengan tetap

memperhatikan ketrampilan yang dimiliki

aparatur untuk mampu melaksanakan tugas

dan kewenangan tersebut dan ini diuraikan

dalam Tupoksi melalui Surat Keputusan

Gubernur Sulawesi Selatan walaupun

penguasaan keterampilan aparatur masih

sangat terbatas.” .” (Wawancara: Irwan

Setiawan, 16 Desember 2015).

307

“Ada pemberian kewenangan kepada

pegawai dengan tetap memperhatikan

keterampilan yang dikuasai untuk

melaksanakan kewenangan dengan baik

dan penuh rasa tanggung jawab. walaupun

pemberian kewenangan itu masih sebatas

pada pegawai tertentu dan cenderung orang

yang sama”. (Wawancara: St.Mariani, 16

Desember 2015).

”Ada uraian tugas dan fungsi serta

kewenangan yang diberikan kepada kami

dalam melaksanakan program dan Tupoksi

pegawai dengan tetap mengacu pada

potensi dan keterampilan yang dimiliki

pegawai yang dijabarkan dalam tugas

pokok pejabat Eselon II, III dan IV atasan

langsung PNS yang bersangkutan, dimana

Tupoksi pejabat struktural diatur dalam

Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2009

tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian

Tugas Jabatan Struktural pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.” (Wawancara: Sumarlin, 12

Januari 2016).

”Tugas pokok pada setiap staf dapat dilihat

dalam SKP masing-masing pegawai yang

ditetapkan setiap awal tahun sebagai

perjanjian kinerja antara atasan langsung

kepada bawahan dan bagi kami, hal ini

yang menjadi pedoman dalam setiap

melaksanakan tugas dan kewenangan yang

diberikan dan tetap mempertimbangkan

kemampuan aparatur dalam

melaksanakannya.” (Wawancara: A.

Ardiansyah Hidayat, 12 Januari 2016).

”Selaku Sekretaris pada BKD yang diberi

tugas pokok menyelenggarakan urusan

kepegawaian selalu memberikan

kewenangan kepada aparatur baik pada

pejabat Eselon III dan IV dengan tetap

mempertimbangkan keterampilan yang

dimiliki dan dikuasai oleh pegawai,

308

meskipun kami sadari bahwa aparatur

masih memiliki keterbatasan dalam

penguasaan skill, serta tetap mengacuh pada

Tupoksi pejabat struktural itu sendiri, yang

diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 17

tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi

dan Rincian Tugas Jabatan Struktural pada

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.” (Wawancara: A.Harun,

16 Desember 2015).

”pimpinan memberikan kewenangan dan

tanggung jawab penuh atas tugas pokok dan

fungsi termasuk tugas lainnya kepada kami

dengan tetap mengacu pada kemampuan

yang dimiliki aparatur untuk dapat

melaksanakan tugas dan kewenangan yang

diberikan pimpinan tersebut.” (Wawancara:

Suraedah, 16 Desember 2015).

“Ada pemberian kewenangan kepada

pegawai yang memiliki kemampuan

tertentu yang dianggap sesuai dengan

wewenang dan tanggungjawab yang

diberikan yang wajib dilaksanakan dengan

baik dan penuh rasa tanggung jawab.

walaupun pemberian kewenangan itu masih

sebatas pada pegawai tertentu dan masih

cenderung pada orang yang sama”.

(Wawancara: St. Mariani, 16 Desember

2015).

”Selaku Kepala BKD yang diberi tugas

pokok menyelenggarakan urusan

kepegawaian selalu memberikan

kewenangan kepada aparatur baik pada

pejabat Eselon III dan IV dengan tetap

mempertimbangkan kemampuan yang

dimiliki pegawai dalam melaksanakan

tugas dan kewenangan yang diberikan,

dengan tetap memperhatikan Peraturan

Gubernur Nomor 17 tahun 2009 tentang

Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas

Jabatan Struktural pada BKD Provinsi

Sulawesi Selatan.” (Wawancara:

Muhammad Tamsil, 28 April 2016).

309

2.

Bagaimanamenurut

Bapak/Ibu,Sdr (i) melihat

pengembangan kompetensi

aparatur berbasis kompetensi

pada Kantor Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan.

”Ya..., saya melihat bahwa aparatur yang

ada disini diberi kesempatan

mengembangkan kompetensinya untuk

menambah pengetahuan yang dimilikinya,

sepanjang disediakan biaya, walaupun

terkadang pegawai tidak bersedia untuk

mengembangkan dirinya dan bersifat acuh.”

(Wawancara: Lubis L, 16 Desember 2015).

“Setiap Aparatur Badan Kepegawaian

Daerah diberi kesempatan untuk

mengembangkan kompetensi yang ada

padanya untuk menambah pengetahuan

melalui tugas belajar (S2 dan S3),

Kecakapan pegawai serta kemampuannya

dan merupakan hak yang dimiliki oleh

setiap Aparatur Sipil Negara yang dijamin

berdasarkan Undang-undang Nomor 5

Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Namun belum secara merata karena masih

di dominasi bidang dan pegawai tertentu.”

(Wawancara: Ferry T, 16 Desember 2015).

“Aparatur yang ada pada BKD Provinsi

Sulawesi Selatan diberi kesempatan untuk

mengembangkan kompetensi yang

dimilikinya terutama dalam menambah

pengetahuan dan penguasaan atas

pekerjaaan dan tanggungjawab. Namun

pemberian kesempatan untuk

pengembangan kompetensi masih di

dominasi oleh pegawai tertentu, sehingga

terkadang ada pegawai yang berpikiran

cuek.” (Wawancara: WT, 28 April 2016).

”Aparatur diberi kesempatan

mengembangkan kompetensi terutama

penambah pengetahuan yang dimilikinya

berdasarkan tugas dan kewenangan, yang

ditunjang dengan ketersediaan anggaran

pengembangan SDM.” (Wawancara:

Sumarlin, 12 Januari 2016).

“Bagi kami, setiap Aparatur dalam lingkup

BKD Sulawesi Selatan diberi kesempatan

310

untuk mengembangkan kompetensi yang

dimilikinya untuk menambah keterampilan

dan keahlian, karena merupakan tuntutan

bekerja dalam menunjang profesionalisme

aparatur. Pegawai diberi ruang yang cukup

untuk mengikuti pelatihan baik dalam

wilayah kerja BKD Sulawesi Selatan

maupun pada tingkat pusat.” (Wawancara:

Suraedah, 16 Desember 2015).

“Setiap Aparatur BKD diberi kesempatan

untuk mengembangkan kompetensi yang

ada padanya untuk menambah keterampilan

dan kemampuannya agar dapat

melaksanakan tugas dan tanggungjawab

yang diamanahkan kepadanya. Namun

belum secara merata dan terbatasnya

anggaran yang ada.” (Wawancara:

St.Mariani, 16 Desember 2015).

”Setiap aparatur pada BKD Provinsi

Sulawesi Selatan diberi kesempatan yang

sama untuk mengembangkan kompetensi

yang dimilikinya dan disesuaikan dengan

jabatan yang diberikan untuk menunjang di

dalam pelaksanaan tugas pokok dan

fungsinya sebagai aparatur negara yang

mampu memberi pelayanan dengan baik

agar keterampilan aparatur bertambah dan

mengikuti perkembangan yang ada

terutama dalam pemberian pelayanan.”

(Wawancara: Akbar, 16 Desember 2015).

“Bagi kami, setiap Aparatur dalam lingkup

BKD Sulawesi Selatan diberi kesempatan

untuk mengembangkan kompetensi yang

dimilikinya untuk memiliki kemampuan

yang memadai, karena merupakan tuntutan

bekerja dalam menunjang profesionalisme

aparatur. Pegawai diberi ruang yang cukup

untuk mengikuti pelatihan baik dalam

wilayah kerja BKD Sulawesi Selatan

maupun pada tingkat pusat.” (Wawancara:

Nursyamsih, 16 Desember 2015).

“bagi kami aparatur yang ada pada Badan

311

Kepegawaian Daerah diberi kesempatan

untuk mengembangkan kompetensi yang

ada padanya untuk memiliki kemampuan

dalam bekerja dengan harapan aparatur

termotivasi untuk berprestasi dan memiliki

inisiatif yang tinggi, terutama berkaitan

dengan tugas dan tanggungjawabnya.”

(Wawancara: Muhammad Nasir, 28 April

2016).

”Pemerintah provinsi menyadari betapa

pentingnya Aparatur yang berkualitas

dengan memiliki kompetensi yang cukup.

Sehingga setiap aparatur diberi kesempatan

mengembangkan kompetensi, baik

pengetahuan (knowledge), keterampilan

(skill) dan kemampuan (ability) yang

dimilikinya dengan menyediakan anggaran

yang cukup pada anggaran APBD Provinsi.

Setiap tahun aparatur yang ada dalam

lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi

Selatan diberi kesempatan untuk

melanjutkan pendidikan/sekolah kejenjang

yang lebih tinggi S1,S2 bahkan S3.

Disamping itu juga kegiatan pengembangan

diri aparatur banyak dilakukan melalui,

pendidikan dan latihan (DIKLAT)

penjenjangan, Kursus-kursus, workshop,

Bimbingan teknis, seminar. Tetapi dengan

syarat bahwa aparatur yang bersangkutan

bersedia, karena terkadang

aparatur/pegawai yang ditunjuk

berdasarkan bidang tugasnya tidak bersedia

dengan berbagai alasan dan dalih.”

(Wawancara: Abdul Latief, 28 April 2016).

3. Bagaimanamenurut

Bapak/Ibu, Sdr (i) melihat

keterlibatan aparatur dalam

pengambilan keputusan

berbasis pengetahuan,

kecakapan dan kemampuan

(PKK) pada Kantor Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan.

”Pengambilan keputusan merupakan tugas

yang cukup berat untuk memastikan satu

keputusan yang akan dipilih, termasuk pada

Badan Kepegawaian Daerah pengambilan

keputusan selalu melibatkan semua unsur

mulai dari Kepala badan, Kepala Bidang

dan kepala sub bidang, dengan tetap

memperhatikan pengetahuan yang dimiliki

aparatur kaitannya keputusan yang akan

diambil, dengan harapan agar semua

312

tingkatan merasa punya keterlibatan dalam

setiap keputusan yang di ambil, terutama

keputusan-keputusan ditengah situasi yang

tidak menentu atau yang sering muncul

dengan mendadak.” (Wawancara:

Nursyamsih, 16 Desember 2015).

”Ya, pengambilan keputusan semua

dilibatkan mulai dari Eselon II, III, dan IV

dengan tetap melihat pengetahuan yang

dimiliki aparatur, kemudian menyampaikan

kepada staf apa ada koreksi, usulan,

sanggahan atas keputusan yang diambil dan

penerimaan para aparatur cukup baik

sepanjang keputusan dilakukan secara

bijaksanan, transparan dan disesuaikan

dengan kemampuan.” (Wawancara: Lubis

L, 16 Desember 2015).

”Setiap aparatur dilibatkan dalam proses

pengambilan keputusan berdasarkan

pengetahuan yang dimiliki dan yang

dikuasainya, dengan tujuan agar apapun

yang diprogramkan persatu tahun anggaran

aparatur mengetahuinya dan yang

dilibatkan terutama, administrator,

pelaksana, dan pengawas.” (Wawancara:

Irwan Setiawan, 16 Desember 2015).

”dalam Pengambilan keputusan pada BKD,

pimpinan melibatkan pegawai/aparatur yang

dianggap memiliki pengetahuan yang cukup

terkait masalah atau kegiatan yang akan

diputuskan, dengan tujuan keputusan yang

diambil sesuai dengan harapan dan

ketentuan yang berlaku.” (Wawancara: A

Ardiansyah Hidayat, 12 Januari 2016).

”Para pejabat dalam lingkup BKD

dilibatkan dalam pengambilan keputusan

sesuai dengan keterampilan dan

kemampuan untuk melaksanakan tugas

dengan baik, dengan tujuan agar program

persatu tahun anggaran berjalan diketahui

dengan ketentuan selalu mengacuh pada

peraturan perundang-undangan yang

313

berlaku agar tidak melanggar hukum.”

(Wawancara: Muhammad Nasir, 28 April

2016).

”Ya, pengambilan keputusan melibatkan

semua unsur aparatur terutama aparatur

yang memiliki keahlian dibidang tersebut,

kecuali berupa kebijakan hanya

dilaksanakan oleh Pimpinan atau dalam hal

ini Kepala Badan.” (Wawancara:

Irwansyah, 12 Januari 2016).

”Setiap aparatur dilibatkan dalam proses

pengambilan keputusan berdasarkan

kemampuan yang dimiliki dan dikuasainya,

sehingga pengambilan keputusan lebih

berkualitas dan berbobot terutama

pertimbangan-pertimbangan rasional dalam

rangka pencapaian tujuan dan kemajuan

BKD.” (Wawancara: Suraedah, 16

Desember 2015).

”Pengambilan keputusan selalu melibatkan

semua unsur mulai dari Kepala badan,

Kepala Bidang dan kepala sub bidang dan

aparatur lainnya, dengan tetap

memperhatikan kemampuan yang dimiliki

aparatur dalam kaitannya keputusan yang

akan diambil, agar semua unsur merasa

dilibatkan dan sekaligus ada rasa

tanggungjawab bersama.” (Wawancara:

Widyawati T, 28 April 2016).

”kami melihat bahwa pengambilan

keputusan pada BKD melibatkan semua

unsur aparatur yang memiliki kemampuan

pada bidang yang akan dibahas, disamping

itu pimpinan melakukan komunikasi dan

diskusi kepada pegawai sebelum keputusan

diambil dan dilaksanakan.” (Wawancara:

Akbar, 16 Desember 2015).

“Pengambilan keputusan mempunyai arti

yang sangat penting bagi kemajuan suatu

organisasi terutama karena masa depan

organisasi banyak ditentukan oleh

314

pengambilan keputusan yang efektif,

termasuk di dalamnya BKD Provinsi

Sulawesi Selatan. Setiap keputusan yang

ditetapkan selalu melibatkan semua unsur

pimpinan dengan mempertimbangkan

kemampuan, pengetahuan dan keahlian

aparatur yang dilibatkan. Serta melihat

berbagai aspek terutama aspek hukum dan

ketersediaan SDM dan anggaran.”

(Wawancara: Muhammad Tamsil, 28 April

2016).

4. Menurut Bapak/Ibu Sdr (i)

faktor apa saja yang

determinan terhadap

keefektifan pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi

pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

Sangat penting bagi kami lingkungan kerja

yang harmonis dan ketenangan dalam

melaksanakan tugas-tugas rutin, sebab kami

setiap saat ada dikantor, sehingga butuh

suasana kerja yang nyaman, teratur serta

suasana sekitar kerja yang bersih dan

tersedianya fasilitas yang memadai.”

(Wawancara: Nursyamsih, Rabu, 16

Desember 2015).

Bagi kami ada tiga hal yang penting dalam

membangun dan mengembangkan suasana

kerja kearah yang lebih profesional serta

peningkatan kinerja aparatur, yaitu

tersedianya fasilitas-fasilitas kerja yang

memadai dengan pemanfaatan teknologi

mutakhir, terpeliharanya hubungan kerja

yang harmonis antara pimpinan dan

bawahan, serta terbangunnya komunikasi

yang saling terbuka dan

bertanggungjawab.” (Wawancara:

Widyawati T, Kamis, 28 April 2016).

Bagi kami faktor yang sangat menentukan

dalam pencapaian tujuan organisasi Badan

Kepegawaian Daerah adalah terciptanya

budaya kerja organisasi yang dapat

menunjang pelaksanaan program dan

kegiatan. Dan disini merupakan tugas

pimpinan dalam menciptakan suasana

budaya kerja yang harmonis, kondusif,

nyaman, komunikatif dan tersedianya

fasilitas teknologi mutakhir yang dapat

315

menunjang tugas-tugas pegawai.”

(Wawancara: Suraedah, Rabu, 16 Desember

2015).

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi

lingkungan kerja sangat berpengaruh

terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas

pegawai baik dari segi suasana kerja yang

nyaman, penataan ruang kerja yang teratur

maupun penggunaan teknologi yang sudah

tersedia.” (Wawancara: St Mariani, Rabu,

16 Desember 2015).

Bagi kami, hal yang terpenting dalam

mendukung pelaksanaan tugas pokok adalah

terciptanya susasana yang kondusif dimana

pimpinan mampu menjadi pengayom dan

teladan bagi bawahannya, di samping itu

ruang kerja yang representatif juga sangan

berpengaruh dalam melakukan kegiatan

keseharian di kantor.” (Wawancara: Irwan

Setiawan, Selasa,12 Januari 2016).

Kami berusaha semaksimal mungkin

menjaga lingkungan kerja agar tetap

kondusif, karena bagi kami kondisi

lingkungan yang kondusif akan

memungkinkan pegawai bekerja secara

maksimal tetapi sebaliknya kondisi

lingkungan kerja yang berantakan, selalu

muncul konflik dan pertentangan akan

menghambat pekerjaan yang pada akhirnya

akan terjadi ketidak-efisienan dalam bekerja

sehingga proses pencapaian tujuan

organisasi terhambat. Hal ini tidak kami

inginkan terjadi pada Pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan. Untuk itu kami berusaha

menciptakan budaya kerja organisasi

harmonis sehingga dapat menunjang

pelaksanaan program dan kegiatanyang

telah dicanangkan oleh bapak Gubernur

Sulawesi Selatan serta berusaha menjaga

terpeliharanya hubungan kerja yang

harmonis antara pimpinan dengan bawahan

melalui komunikasi dua arah, dan yang

paling penting ialah menjaga agar pegawai

316

memiliki kepatuhan dalam menjalankan

tugas dan tanggungjawab berdasarkan

perundang-undangan yang berlaku.”

(Wawancara: Abdul Latief, Kamis, 28 April

2016).

5. Menurut Bapak/Ibu Sdr (i)

faktor apa saja yang

determinan terhadap

keefektifan pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi

pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

Salah satu faktor yang sangat mendukung

pelaksanaan program yang telah

direncanakan serta dalam rangka

meningkatkan kinerja aparatur serta dalam

melaksanakan rugas pokok dan fungsi

adalah faktor komitmen pimpinan yang

diterapkan oleh kepala badan yang

cenderung terbuka dan komunikatif kepada

semua bawahan tanpa membeda-bedakan

mulai pejabat tinggi sampai kepada pejabat

rendahan dan staf.” ( Wawancara: SE,

Selasa, 12 januari 2016)

Kepemimpinan yang diterapkan pada

Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan

dan khususnya pada Badan kepegawaian

Daerah adalah kepemimpinan yang

demokratis, hal ini dikarenakan pimpinan

memberi kepercayaan dan tanggungjawab

kepada setiap bawahan untuk merinovasi

dengan melahirkan ide dan gagasan cerdas

dalam bekerja termasuk di dalamnya

melibatkan dalam perencanaan,

implementasi kebijakan organisasi.”

(Wawancara: MN, Selasa, 12 Januari 2016).

Salah satu faktor organisasi yang sangat

mendukung pelaksanakan tugas pokok dan

fungsi serta kegiatan kami pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan adalah kepemimpinan yang

dijalankan, baik pada level gubernur, wakil

gubernur maupun atasan langsung kami

pada Badan Kepegawaian Daerah, hal ini

dikarenakan pimpinan memberi

kepercayaan dan tanggungjawab kepada

setiap bawahan untuk berkreasi dan

berinovasi dalam bekerja termasuk di

dalamnya melibatkan dalam perencanaan,

penyusunan rumusan kebijakan, serta

317

memberi motivasi dalam meningkatkan

kualitas profesional pegawai negeri sipil.”

(Wawancara: Ferry Tambunan, Rabu, 16

Desember 2015).

Kepemimpian yang diterapkan pada Badan

Kepegawaian daerah Provinsi Sulawesi

Selatan sangat menunjang tugas kami

sebagai kepala sub bidang karena gaya

kepemimpinannya sangat memungkinkan

aparatur untuk selalu dilibatkan dalam

pelaksanaan tugas-tugas kedinasan tanpa

membeda-bedakan, memberikan

kepercayaan dalam menyusun rencana

kegiatan bidang, melakukan kebijakan

teknis pembinaan dan pengawasan

penyelenggaraan manajemen kepegawaian,

dilibatkan dalam rapat-rapat berdasarkan

bidang tugas masing-masing dan diberi

kesempatan untuk berinovasi dalam

pelaksanan kegiatan sepanjang tidak

bertentangan perundang-undangan yang

berlaku.” (Wawancara: St. Mariani, Rabu,

16 Desember 2015).

Pola kepemimpinan yang diterapkan pada

BKD Provinsi Sulawesi Selatan dalam

melaksanakan kegiatan dan program sangat

membantu dan mendukung, pimpinan

memberikan arahan dan petunjuk dalam

pelaksanaan Tupoksi serta memberi

kepercayaan kepada pegawai untuk bekerja

tanpa harus merasa tertekan, ada

keluwesan.” (Wawancara: Irwan Syah,

Rabu, 16 Desember 2015).

Kepemimpinan yang diterapkan pada Badan

Kepegawaian Daerah sangat menunjang

tugas kami sebagai staf, hal ini disebabkan

karena gaya kepemimpinan yang diterapkan

oleh pimpinan adalah kepemimpinan

demokratis yang mampu memberi

bimbingan dan motivasi dalam bekerja

sehingga tidak ada beban secara psikologi

bagi kami dalam melaksanakan tugas rutin.”

(Wawancara: Akbar, Selasa, 12 Januari

318

2016).

Suasana kebersamaan dan kekeluargaan

sangat kental lihat dikantor kami, hal ini

karena pimpinan tidak rewel dan tidak suka

marah-marah, sehingga kami berusaha

bekerja dengan sekuat tenaga untuk

menyelesaikan tugas dan tanggung jawab

yang diberikan dan yang terpenting kami

dianggap teman dan partner dalam bekerja.”

(Wawancara: Andi Ardiansyah Hidayat,

Kamis, 28 April 2016).

Dengan kepemimpinan yang dijalankan

pada badan Kepegawaian Daerah sangat

memungkinkan bagi kami untuk dapat

bekerja dengan baik, termasuk selalu

dilibatkan dalam pelaksanaan tugas-tugas

kedinasan tanpa membeda-bedakan,

memberikan kepercayaan penuh dalam

menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan

kepada kami, dan dihargai setiap usaha dan

pekerjaan yang telah diselesaikan.”

(Wawancara: St Mariani, Selasa, 12 Januari

2016)

Pada organisasi Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, pimpinan

menyadari betul bahwa kesuksesan dalam

pelaksanakan tugas pokok dan fungsi

aparatur sangat ditentukan oleh team

work/kerja yang solid dan komitmen

pimpinan dalam melaksanakan

tanggungjawabnya. Untuk itu pola

kepemimpinan yang diterapkan mengacu

pada pola kepemimpinan modern seperti

kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian

dalam mengambil resiko, responsivitas

tetapi tidak meninggalkan budaya dan

kearifan lokal masyarakat Sulawesi Selatan

seperti sipakatau’, sipakalebbi’, sipakainga

dan sifat kekeluargaan dan kebersamaan di

antara semua unsur pada lingkup Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.” (Wawancara: Andi Harun, Rabu,

16 Desember 2015).

319

6. Menurut Bapak/Ibu Sdr (i)

selain faktor lingkungan

kerja dan komitmen

pimpinan, faktor apa lagi

yang determinan terhadap

keefektifan pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi

pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta

peningkatan kualitas layanan administrasi

kepegawaian pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan didukung

dengan sistem informasi kepegawaian

berbasis teknologi informatika dan

komunikasi, yang dapat memudahkan

pegawai bekerja secara efektif’.

(Wawancara: Lubis L, Rabu, 16 Desember

2015).

Dalam mewujudkan peningkatan

profesionalisme pegawai Negeri Sipil,

terutama dalam bidang pelayanan kepada

seluruh pegawai yang ada pada lingkup

pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan maka

penggunaan sistem komputerisasi berbasis

IT sangat mendukung dan memberi

kemudahan serta manfaat yang besar dalam

setiap kegiatan yang dilaksanakan. Karena

dapat menghemat waktu dan tenaga serta

dapat mempercepat proses penyelesaian

pekerjaan secara efektif dan efisien”.

(Wawancara: Suraedah, Rabu,16 Desember

2015).

Salah satu faktor organisasi yang sangat

mendukung pelaksanakan tugas pokok dan

fungsi serta kegiatan kami pada Badan

Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan adalah pemanfaatan teknologi yang

berbasis pada sistem komputerisasi dan

teknologi informasi, yang dapat

memudahkan pegawai bekerja secara efektif

dan efisien.” (Wawancara: Ferry Tambunan,

Rabu, 16 Desember 2015).

Dalam melaksanakan tugas pokok dan

fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan dalam mewujudkan

peningkatan kualitas profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil terutama dalam

bidang perencanaan dimana penggunaan

sistem komputerisasi sangat mendukung

dan memberi kemudahan dalam setiap

320

kegiatan yang dilaksanakan. Di samping

fasilitas-fasilitas lainnya yang dapat

menghemat waktu dan tenaga serta dapat

mempercepat penyelesaian pekerjaan.”

(Wawancara: Nursyamsih, Rabu, 16

Desember 2015).

Kami mendapatkan kemudahan dalam

pelaksanakan tugas keseharian sebagai

pegawai karena tersedianya fasilitas-

fasilitas pendukung pelasanaan kegiatan,

prosedur kerja yang baku, sistem jaringan

komputer yang bersifat online sekalipun

SDM yang masih terbatas.” (Wawancara:

Akbar, Selasa, 12 Januari 2016).

Kami sangat terbantu dengan adanya

fasilitas sarana dan prasarana terutama

fasilitas komputer dalam pengelolaan data,

dan sistem pembuatan pelaporan. Dengan

tersedianya teknologi ini semua pekerjaan

yang menjadi tugas dan pekerjaan yang

menjadi tanggung jawab kami dapat

terselesaikan tepat waktu.” (Wawancara:

AArdiansyah Hidayat,Selasa, 12 Januari

2016).

Setiap tahun kami menganggarkan melalui

APBD terkait penyediaan fasilitas

pendukung terutama sarana dan prasarana

kantor, maupun fasilitas yang ada

didalamnya yang menunjang pelaksanaan

pekerjaan di setiap SKPD, Kantor, Badan

maupun yang lainnya terutama dalam

pengelolaan data, dan sistem

administrasiberbasis teknologi informasi,

sehingga harapan kami semua pelayanan

dapat dimaksimalkan demi terwujudnya

pelayanan prima, tetapi yang terpenting

perlu didukung oleh SDM yang kompeten

serta memiliki loyalitas dan dedikasi yang

tinggi.” (Wawancara: Abdul Latief, Kamis,

28 April 2016).

7. Menurut Bapak/Ibu Sdr (i)

faktor apa lagi yang

determinan terhadap

Menurut kami pengawasan adalah salah

satu faktor yang berpengaruh pada

pelaksanaan tupoksi pada organisasi badan

321

keefektifan pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi

pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

Kepegawaian daerah, hal ini agar lebih

menjamin adanya pencegahan terhadap

kemungkinan terjadinya deviasi pada setiap

pelaksanaan program. Sekarang ini aparatur

harus lebih hati-hati karena pengawasan

bukan saja dilakukan oleh internal

pimpinan tetapi juga pengawasan yang

dilakukan oleh lembaga-lembaga eksternal

seperti KPK, LSM dan Masyarakat.”

(Wawancara: Lubis L, Selasa, 12 Januari

2016).

Dalam melaksanakan tugas pokok dan

fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan dalam mewujudkan

peningkatan kualitas profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil, maka pengawasan

sangat diperlukan agar tidak terjadi

kesalahan dan ketimpangan, baik di awal

pelaksanaan pekerjaan dan program maupun

pada saat evaluasi dan pelaporan kegiatan

dan program pada setiap bidang dan sub

bidang.” (Wawancara: Nursyamsih, Rabu,

16 Desember 2015).

Salah satu faktor yang berpengaruh pada

pelaksanaan tugas pokok serta fungsi yang

ada pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan adalah fungsi

pengawasan, dimana setiap pegawai

berusaha bekerja berdasarkan perundang-

undangan yang berlaku serta ketentuan-

ketentuan lainnya. Di samping itu melalui

pengawasan para pegawai berusaha secara

bersungguh-sungguh menjalankan tugas

pokoknya dengan penuh rasa

tanggungjawab dan amanah serta yang

paling penting adalah bukan hanya sesuai

dengan rencana, akan tetapi juga dengan

tingkat efisiensi dan efektivitas yang

tinggi.” (Wawancara: Suraedah, Rabu, 16

Desember 2015).

Dalam menunjang pelaksanaan tugas pokok

dan fungsi badan Kepegawaian Daerah

dalam mewujudkan profesionalisme dan

pemberdayaan pegawai negeri sipil, maka

322

diperlukan pembinaan, pengawasan dan

pengendalian pegawai dengan menyusun

rencana kegiatan sebagai pedoman dalam

pelaksanaan tugas. Hal ini sangat diperlukan

agar dapat meminimalisasi kesalahan dan

kekeliruan.” (wawancara: St Mariani, Rabu,

16 Desember 2015).

Pengawasan sangat diperlukan agar tidak

terjadi kesalahan dan kekeliruan, untuk itu

salah satu tugas kami adalah melakukan

pemantauan, pengawasan dan mengevaluasi

pelaksanaan tugas dan kegiatan aparatur

untuk mengetahui apakah tugas-tugas

tersebutsudah dilaksanakan atau belum,

apakah sesuai aturan atau tidak , dan ini

dilakukan baik diawal pelaksanaan

pekerjaan dan program maupun pada saat

evaluasi dan pelaporan kegiatan dan

program.” (wawancara: Muhammad Nasir,

Kamis, 28 April 2016).

Bagi kami pengawasan yang dilakukan oleh

pimpinan pada Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan selama ini cukup

ketat terutama dalam pelaksanaan kegiatan

atau program sehingga membuat kami

bekerja secara sungguh-sungguh terutama

menghindari kesalahan dan deviasi dalam

operasionalisasi suatu rencana kerja yang

sedang berlangsung dapat terlaksana dengan

baik.” (Wawancara: AArdiansyah

Hidayat,Selasa, 12 Januari 2016).

8. Menurut Bapak/Ibu Sdr (i)

faktor Lingkungan kerja,

komitmen kepemimpinan,

pemanfaatan teknologi,

pengawasan, faktor apa lagi

yang determinan terhadap

keefektifan pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi

pada Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

Setiap pegawai harus menjunjung tinggi

budaya kerja organisasi terutama terkait

dengan dedikasi dan loyalitas, selalu

disiplin, baik disiplin waktu dan disiplin

dalam bekerja, memiliki rasa

tanggungjawab yang tinggi untuk

melaksanakan tugas sesuai tupoksinya.

Selain itu juga akan menjadi penilaian bagi

pimpinan dalam mempromosikan ke jabatan

yang lebih tinggi.” ( Wawancara:

Widyawaty T, Kamis, 28 April 2016)

323

Sebagai aparatur pemerintah, kami selalu

menjaga dan menjunjung tinggi budaya

kerja organisasi terutama dalam menopan

kerja dan tugas-tugas yang telah menjadi

tanggungjawab sebagai pegawai, seperti

disiplin dan menjaga keteraturan dalam

bekerja, dedikasi dan loyalitas, serta

ketekunan dan kesabaran dalam setiap

pekerjaan yang dibebankan.’ (Wawancara :

Muhammad Nasir, Kamis, 28 April 2016).

Budaya kerja aparatur pada Badan

Kepegawaian daerah Provinsi Sulawesi

Selatan sangat menunjang tugas-tugas

keseharian kami terutama budaya kerja

yang disiplin kerja yang tinggi, tertib

administrasi, bertanggungjawab serta saling

mendorong dalam melakukan tugas pokok

dan fungsi masing-masing.” (Wawancara:

St. Mariani, Rabu, 16 Desember 2015).

Dalam melaksanakan tugas pokok dan

fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan dalam mewujudkan

peningkatan kualitas profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil, maka faktor penting

yang dapat mendukung tercapainya adalah

budaya kerja organisasi terutama budaya

kerja yang disiplin dan bertanggungjawab,

prinsip-prinsip transparansi, dan ikhlas dan

kejujuran. Di samping budaya-budaya

sipakatau (saling memanusiakan),

sipakalebbi (saling menghargai) dan

sipakainga (saling mengingatkan).”

(Wawancara: Nursyamsih, Rabu,16

Desember 2015).

Dalam melaksanakan Visi, Misi dan

kebijakan organisasi BKD sereta

mewujudkan peningkatan kualitas

profesionalisme PNS, Maka salah satu

faktor pentingyang dapat mendukung

pencapaian tersebut adalah budaya kerja

organisasi terutama peningkatan disiplin

kerja pegawai, memiliki rasa

tanggungjawab, bekerja dengan prinsip-

324

prinsip transparansi, ikhlas dalam bekerja,

dan menanamkan sifat kejujuran dengan

berpedoman pada nilai-nilai yang telah

dirumuskan bersama, yaitu membangun

profesionalisme, berkinerja dan peningkatan

kesejahteraan. Kemudian

mengimplementasikan budaya yang

berkembang dalam masyarakat Bugis

makassar, yaitu budaya-budaya sipakatau

(saling memanusiakan), sipakalebbi (saling

menghargai), dan sipakainga (saling

mengingatkan) dalam melakukan pekerjaan

dan program yang ada.” (Wawancara:

Muhammad Tamzil, Kamis, 28 April 2016).

325

Lampiran 4. Analisis Data Hasil Wawancara

N

o

Pertanyaan Inform

an

Deskripsi Hasil

Wawancara

Kondensasi

Data

Data Display ConclutionDrawing/Verific

ation

1. Menurut Bapak/Ibu, Sdr

(i) Bagaimana melihat

pelaksanaan pemberian

kewenangan kepada

aparatur berbasis

Kompetensi pada Kantor

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

NS

“ Terkadang ada

penyerahan

kewenangan yang

bersifat khusus

kepada aparatur

tertentu pada

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

terutama terkait

tugas dan fungsi

masing-masing

aparatur/pegawai

negeri sipil, Cuma

memberikan

wewenang itu

terkadang hanya

diperuntukan

kepada pegawai

atau pimpinan

tertentu ”. (Rabu,

Dalam

melaksanakan

program terdapat

uraian tugas dan

fungsi serta

kewenangan

setiap aparatur,

yang harus

dilaksanakan

dengan baik

yang merupakan

tanggungjawab.

Di samping itu

pimpinan

memberikan

wewenang

khusus kepada

pegawai untuk

menyelenggarak

an tugas

kedinasan lain

sesuai bidangnya

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi

Selatan dalam

melaksanakan

program

berdasarkan

hasil

perencanaan,

terdapat uraian

tugas dan

fungsi serta

kewenangan

setiap

aparatur/pegaw

ai negeri sipil,

yang harus

dilaksanakan

dengan baik

yang

merupakan

Pemberian kewenangan

kepada pegawai dengan tetap

mempertimbangan

kompetensi yang dimiliki

pegawai negeri sipil sudah

terlaksana, walaupun

pemberian kewenangan itu

masih sebatas pada pegawai

tertentu dan cenderung orang

yang sama.

326

LL

16 Desember

2015).

ada uraian tugas

dan kewenangan

pada tiap pegawai,

dan dijelaskan

dalam Peraturan

Daerah untuk

eselon II dan III,

sedangkan untuk

eselon IV melalui

Peraturan

Gubernur

(Pergub), yaitu

Perda Nomor 12

Tahun 2009

tentang Organisasi

dan Tata Kerja

Pemerintah

Provinsi Sulawesi

Selatan, akan

tetapi biasanya

pemberian

kewenangan itu

belum merata

kepada aparatur

yang ada, sehingga

untuk

mendukung

kelancaran

pelaksanaan

tugas-tugas

bardasarkan

tupoksi yang

ada. Adapun

uraian tugas dan

kewenangan

pada tiap

pegawai, dan

dijelaskan dalam

Peraturan Daerah

untuk eselon II

dan III,

sedangkan untuk

eselon IV

melalui

Peraturan

Gubernur

(Pergub), yaitu

Perda Nomor 12

Tahun 2009

tentang

Organisasi dan

Tata Kerja

Pemerintah

tanggungjawab

bagi setiap

aparatur dalam

melaksanakan

amanah

organisasi,yaitu

pada Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi

Selatan. Di

samping itu

pimpinan

memberikan

wewenang

khusus kepada

pegawai untuk

menyelenggara

kan tugas

kedinasan lain

sesuai

bidangnya

untuk

mendukung

kelancaran

pelaksanaan

tugas-tugas

bardasarkan

327

SE

ada yang merasa

memiliki kerja

yang banyak tapi

ada juga ada yang

sedikit. ” (Rabu,

16 Desember

2015).

Pelaksanaan

kegiatan pada

organisasi Badan

Kepegawaian

Daerah terdapat

uraian tugas,

fungsi serta

kewenangan para

pegawai mulai dari

tingkat Kepala

Badan, Sekretaris,

Kepala Bagian,

sampai kepada

staf/pegawai dalam

lingkup Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

Mereka diberi

kewenangan dan

Provinsi

Sulawesi

Selatan.

Pemberian

kewenangan

kepada aparatur

juga dilakukan

secara berjenjang

sesuai dengan

pembagian tugas

yang akan

dikerjakan dan

proses

pertanggung

jawaban pun

dilakukan secara

berjenjang

terutama kepada

atasan langsung

dari setiap

aparatur.

tupoksi yang

ada. uraian

tugas dan

kewenangan

pada tiap

pegawai, dan

dijelaskan

dalam

Peraturan

Daerah untuk

eselon II dan

III, sedangkan

untuk eselon IV

melalui

Peraturan

Gubernur

(Pergub), yaitu

Perda Nomor

12 Tahun 2009

tentang

Organisasi dan

Tata Kerja

Pemerintah

Provinsi

Sulawesi

Selatan.

328

IRS

bertanggung jawab

penuh atas tugas

pokok dan

fungsinya

termasuk tugas

lainnya yang

diberikan

kepadanya

berdasarkan

peraturan-

peraturan

kepegawaian.”

(Rabu, 16

Desember 2015).

Dalam

pelaksanaan

kegiatan pada

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

terdapat uraian

tugas, fungsi dan

kewenangan dan

ini diuraikan

dalam Tupoksi

melalui Surat

329

SM

Keputusan

Gubernur Sulawesi

Selatan.” (Rabu,

16 Desember

2015).

Terdapat uraian

tugas-tugas dan

fungsi serta

kewenangan

setiap

aparatur/pegawai

negeri sipil pada

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan,

yang harus

dilaksanakan

dengan baik

karena merupakan

tanggung jawab

bagi sertiap

aparatur. Di

samping itu

pimpinan sering

kali memberikan

wewenang kepada

330

SL

pegawai untuk

menyelenggarakan

tugas kedinasan

lain sesuai bidang

tugas untuk

mendukung

kelancaran

pelaksanan tugas”.

(Rabu, 16

Desember 2015).

Ada uraian tugas

dan fungsi serta

kewenangan yang

diberikan kepada

kami dalam

melaksanakan

program dan

Tupoksi pegawai

dijabarkan dalam

tugas pokok

pejabat Eselon II,

III dan IV atasan

langsung PNS

yang

bersangkutan,

dimana Tupoksi

pejabat struktural

331

AAH

IRS

diatur dalam

Peraturan

Gubernur Nomor

17 tahun 2009

tentang Tugas

Pokok, Fungsi dan

Rincian Tugas

Jabatan

Struktural.”

(Selasa, 12 Januari

2016).

Tugas pokok pada

setiap staf dapat

dilihat dalam SKP

masing-masing

pegawai yang

ditetapkan setiap

awal tahun sebagai

perjanjian kinerja

antara atasan

langsung. (Selasa,

12 Januari 2016).

Pemberian

kewenangan

kepada aparatur

dilakukan secara

332

berjenjang sesuai

dengan

pembagian tugas

yang akan

dikerjakan dan

proses

pertanggung

jawaban pun

dilakukan secara

berjenjang

terutama kepada

atasan langsung

dari setiap

aparatur.” (Rabu,

16Desember

2015).

2. Bagaimana menurut

Bapak/Ibu,

Sdr (i) melihat

pengembangan

kompetensi aparatur

berbasis

kompetensipadaKantor

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

FT

Setiap Aparatur

Badan

Kepegawaian

Daerah diberi

kesempatan untuk

mengembangkan

kompetensi yang

ada padanya untuk

menambah

pengetahuan

Setiap aparatur

diberi

kesempatan

mengembangkan

kompetensinya

yang ada

padanya untuk

menambah

pengetahuan

melalui tugas

Setiap aparatur

pada Badan

Kepegawaian

Daerah diberi

kesempatan

untuk

mengembangka

n kompetensi

yang ada

padanya untuk

Aparatur yang ada pada

Badan Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan

diberi kesempatan untuk

mengembangkan kompetensi

yang dimilikinya sudah

terlaksana. Namun belum

secara merata karena masih

di dominasi bidang/bagian

dan pegawai tertentu. 263

333

LL

melalui tugas

belajar (S2 dan

S3), Kecakapan

pegawai serta

kemampuannya

dan merupakan

hak yang dimiliki

oleh setiap

Aparatur Sipil

Negara yang

dijamin

berdasarkan

Undang-undang

Nomor 5 Tahun

2014 tentang

Aparatur Sipil

Negara. Namun

belum secara

merata karena

masih di dominasi

bidang dan

pegawai tertentu.”

(Rabu,16

Desember 2015).

Ya..., saya melihat

bahwa aparatur

yang ada disini

belajar (S1, S2

dan S3),

kecakapan

pegawai serta

kemampuannya

berdasarkan

tugas dan

kewenangannya

dan merupakan

hak yang

dimiliki oleh

setiap aparatur

Sipil negara

yang dijamin

berdasarkan

Undang-Undang

Nomor 5 Tahun

2014 tentang

Aparatur Sipil

Negara.

Pemerintah

provinsi

menyediakan

anggaran yang

cukup memadai

melalui APBD

Provinsi. Untuk

pengembangan

menambah

pengetahuan,

kemampuan

melalui tugas

belajar (S1, S2

dan S3),

DIKLAT,

kursus-kursus,

workshop,

bimbingan

teknis dan

merupakan hak

yang dimiliki

oleh setiap

aparatur Sipil

negara yang

dijamin

berdasarkan

Undang-

Undang Nomor

5 Tahun 2014

tentang

Aparatur Sipil

Negara.

Setiap Aparatur

pada Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

334

WT

diberi kesempatan

mengembangkan

kompetensinya,

sepanjang

disediakan biaya,

walaupun

terkadang pegawai

tidak bersedia

untuk

mengembangkan

dirinya dan

bersifat acuh.”

(Rabu, 16

Desember 2015).

Aparatur yang ada

pada BKD

Provinsi Sulawesi

Selatan diberi

kesempatan untuk

mengembangkan

kompetensi yang

dimilikinya.

Namun

pemeberian

kesempatan untuk

pengembangan

kompetensi masih

diri aparatur.

Disamping itu

pemerintah

provinsi

mendukung

aparatur untuk

mengikuti

pendidikan dan

latihan

(DIKLAT),

kursus-kursus,

workshop,

bimbingan

teknis, seminar,

dan kegiatan

lainnya.

Sulawesi

Selatan diberi

kesempatan

mengembangka

n kompetensi

yang

dimilikinya

berdasarkan

tugas dan

kewenangan,

yang ditunjang

dengan

ketersediaan

anggaran

pengembangan

SDM.

335

SL

AB

di dominasi oleh

pegawai tertentu,

sehingga

terkadang ada

pegawai yang

berpikirancuek.

(Kamis, 28 April

2016).

Aparatur diberi

kesempatan

mengembangkan

kompetensi yang

dimilikinya

berdasarkan tugas

dan kewenangan,

yang ditunjang

dengan

ketersediaan

anggaran

pengembangan

SDM.” (Selasa, 12

Januari 2016).

Setiap aparatur

pada BKD

Provinsi Sulawesi

Selatan diberi

336

AL

kesempatan yang

sama untuk

mengembangkan

kompetensi yang

dimilikinya dan

disesuaikan

dengan jabatan

yang

diberikanuntuk

menunjang di

dalam pelaksanaan

tugas pokok dan

fungsinya sebagai

aparatur negara.” (

Rabu, 16

Desember 2015).

Pemerintah

provinsi menyadari

betapa pentingnya

aparatur yang

berkualitas dengan

memiliki

kompetensi yang

cukup,sehingga

setiap aparatur

diberi kesempatan

mengembangkan

337

kompetensi, baik

pengetahuan,

kecakapan,

kemampuan yang

dimilikinya dengan

menyediakan

anggaran yang

cukup pada

anggaran APBD

Provinsi. Kegiatan

pengembangan diri

aparatur banyak

dilakukan melalui

lanjut kejenjang

pendidikan S2 dan

S3, DIKLAT,

kursus-kursus,

workshop,

bimbingan teknis.

Tetapi dengan

syarat bahwa

aparatur yang

bersangkutan

bersedia, karena

terkadang ada

aparatur/pegawai

yang ditunjuk

berdasarkan

338

bidang tugasnya

tidak bersedia

dengan berbagai

alasan dan dalih”.

(Kamis, 28 April

2016). 3. Bagaimana menurut

Bapak/Ibu, Sdr (i)

melihat keterlibatan

aparatur dalam

pengambilan keputusan

berbasis pengetahuan,

kecakapan dan

kemampuan(PKK)padaK

antor Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan.

NS

Pengambilan

Keputusan

merupakan tugas

yang cukup berat

untuk memastikan

satu keputusan

yang akan dipilih,

termasuk pada

badan

Kepegawaian

daerah

pengambilan

keputusan selalu

melibatkan semua

unsur mulai dari

kepala badan,

kepala bidang, dan

kepala sub bidang,

dengan harapan

agar semua

tingkatan merasa

punya

Badan

Kepegawaian

Daerah dalam

proses

pengambilan

keputusan selalu

melibatkan

semua unsur

mulai dari kepala

badan, kepala

bidang, dan

kepala sub

bidang (Eselon

II, III, dan IV)

dengan harapan

agar semua

tingkatan merasa

punya

ketewrlibatan

dalam setiap

keputusan yang

diambil,

Pengambilan

Keputusan

merupakan

tugas yang

cukup berat

untuk

memastikan

satu keputusan

yang akan

dipilih,

termasuk pada

badan

Kepegawaian

daerah

pengambilan

keputusan

selalu

melibatkan

semua unsur

mulai dari

kepala badan,

kepala bidang,

Dalam proses pengambilan

keputusan pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan,

aparatur dilibatkan mulai

dari Eselon II, III, dan IV

sudah terlaksana. Kecuali

hal yang bersifat strategi,

Kepala Badan hanya

meminta saran dan masukan

dari pejabat tertentu

339

LL

ketewrlibatan

dalam setiap

keputusan yang

diambil, terutama

keputusan ditengah

situasi yang tidak

menentu atau yang

sering muncul

dengan

mendadak”. (Rabu,

16 Desember

2015).

Ya, pengambilan

keputusan semua

dilibatkan mulai

dari Eselon II, III,

dan IV, pejabat

Eselon tersebut

menyampaikan

kepada staf apa

ada koreksi,

usulan, sanggahan

atas keputusan

yang diambil dan

penerimaan para

aparatur cukup

baik sepanjang

terutama

keputusan

ditengah situasi

yang tidak

menentu atau

yang sering

muncul dengan

mendadak.

Pengambilan

keputusan

mempunyai arti

yang sangat

penting bagi

kemajuan suatu

organisasi

terutama karena

masa depan

organisasi

banyak

ditentukan oleh

pengambilan

keputusan yang

efektif.

Termasuk di

dalamnya BKD

Provinsi

Sulawesi

Selatan, setiap

dan kepala sub

bidang (Eselon

II, III, dan IV),

dengan harapan

agar semua

tingkatan

merasa punya

keterlibatan

dalam setiap

keputusan yang

diambil,

terutama

keputusan

ditengah situasi

yang tidak

menentu atau

yang sering

muncul dengan

mendadak. Para

pejabat dalam

Lingkup BKD

dilibatkan

dalam

pengambilan

keputusan,

dengan tujuan

agar program

persatu tahun

340

MN

keputusan

dilakukan secara

bijaksanan,

transparan dan

disesuaikan

dengan

kemampuan.”

(Rabu,16

Desember 2015).

Para pejabat dalam

Lingkup BKD

dilibatkan dalam

pengambilan

keputusan, dengan

tujuan agar

program persatu

tahun anggaran

berjalan diketahui

dengan ketentuan

selalu mengacuh

pada peraturan

perundang-

undangan yang

berlaku agar tidak

melanggar

hukum.” (Kamis,

28 April 2016).

keputusan yang

ditetapkan selalu

melibatkan

semua unsur

pimpinan dengan

mempertimbang

kan berbagai

aspek, terutama

aspek hukum,

SDM dan

Anggaran.

anggaran

berjalan

diketahui oleh

semua aparatur,

dengan

ketentuan selalu

mengacuh pada

peraturan

perundang-

undangan yang

berlaku agar

tidak melanggar

hukum.

Kemudian

pengambilan

keputusan

melibatkan

semua unsur

aparatur,

kecuali berupa

kebijakan

hanya

dilaksanakan

oleh Pimpinan

atau dalam hal

ini Kepala

Badan.

341

AAH

IRS

Pengambilan

keputusan

melibatkan Kepala

Badan, Kepala

Bidang, Sub

Bidang dan Sub

Bagian dalam

lingkup Badan

Kepegawaian

Daerah, dan karena

sifatnya adalah

keputusan

kelembagaan,

maka wajib untuk

dijalankan sesuai

ketentuan yang

berlaku.” (Selasa,

12 Januari 2016).

Ya, pengambilan

keputusan

melibatkan semua

unsur aparatur,

kecuali berupa

kebijakan hanya

dilaksanakan oleh

Pimpinan atau

342

MT

dalam hal ini

Kepala Badan.”

(Selasa, 12 Januari

2016).

Pengambilan

keputusan

mempunyai arti

yang sangat

penting bagi

kemajuan suatu

organisasi

terutama karena

masa depan

organisasi banyak

ditentukan oleh

pengambilan

keputusan yang

efektif. Termasuk

di dalamnya BKD

Provinsi Sulawesi

Selatan, setiap

keputusan yang

ditetapkan selalu

melibatkan semua

unsur pimpinan

dengan

mempertimbangka

343

n berbagai aspek,

terutama aspek

hukum, SDM dan

Anggaran.”

(Kamis, 28 April

2016 ). 4. Menurut

BagaimanaBapak/Ibu, Sdr

(i) faktor apa saja yang

determinan terhadap

keefektifan pemberdayaan

aparatur berbasis

kompetensi pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan.

NS

WT

Sangat penting

bagi kami

lingkungan kerja

yang harmonis dan

ketenangan dalam

melaksanakan

tugas-tugas rutin,

sebab kami setiap

saat ada dikantor,

sehingga butuh

suasana kerja yang

nyaman, teratur

serta suasana

sekitar kerja yang

bersih dan

tersedianya

fasilitas yang

memadai.” (Rabu,

16 Desember

2015).

Bagi kami ada tiga

ada tiga hal yang

penting dalam

membangun dan

mengembangkan

suasana kerja

kearah yang

lebih profesional

serta

peningkatan

kinerja aparatur,

yaitu tersedianya

fasilitas-fasilitas

kerja yang

memadai dengan

pemanfaatan

teknologi

mutakhir,

terpeliharanya

hubungan kerja

yang harmonis

antara pimpinan

dan bawahan,

Faktor yang

sangat

menentukan

dalam

pencapaian

tujuan

organisasi

Badan

Kepegawaian

Daerah adalah

terciptanya

budaya kerja

organisasi yang

dapat

menunjang

pelaksanaan

program dan

kegiatan.

merupakan

tugas pimpinan

dalam

menciptakan

Faktor determinan terhadap

keefektifan pemberdayaan

aparatur berbasis kompetensi

adalah Faktor lingkungan

kerja. yaitu tersedianya

fasilitas-fasilitas kerja yang

memadai dengan

pemanfaatan teknologi

mutakhir, terpeliharanya

hubungan kerja yang

harmonis antara pimpinan

dan bawahan, serta

terbangunnya komunikasi

yang saling terbuka dan

bertanggungjawab.

344

hal yang penting

dalam membangun

dan

mengembangkan

suasana kerja

kearah yang lebih

profesional serta

peningkatan

kinerja aparatur,

yaitu tersedianya

fasilitas-fasilitas

kerja yang

memadai dengan

pemanfaatan

teknologi

mutakhir,

terpeliharanya

hubungan kerja

yang harmonis

antara pimpinan

dan bawahan, serta

terbangunnya

komunikasi yang

saling terbuka dan

bertanggungjawab.

” (Kamis, 28 April

2016).

serta

terbangunnya

komunikasi yang

saling terbuka

dan

bertanggungjawa

b. faktor yang

sangat

menentukan

dalam

pencapaian

tujuan organisasi

Badan

Kepegawaian

Daerah adalah

terciptanya

budaya kerja

organisasi yang

dapat menunjang

pelaksanaan

program dan

kegiatan. Dan

disini merupakan

tugas pimpinan

dalam

menciptakan

suasana budaya

kerja yang

suasana budaya

kerja yang

harmonis,

kondusif,

nyaman,

komunikatif

dan tersedianya

fasilitas

teknologi

mutakhir yang

dapat

menunjang

tugas-tugas

pegawai. Dan

ini sejalan

keinginan

Pemerintah

Provinsi yang

berusaha

semaksimal

mungkin

menjaga

lingkungan

kerja agar tetap

kondusif,

karena kondisi

lingkungan

yang kondusif

345

SE

Bagi kami faktor

yang sangat

menentukan dalam

pencapaian tujuan

organisasi Badan

Kepegawaian

Daerah adalah

terciptanya budaya

kerja organisasi

yang dapat

menunjang

pelaksanaan

program dan

kegiatan. Dan

disini merupakan

tugas pimpinan

dalam

menciptakan

suasana budaya

kerja yang

harmonis,

kondusif, nyaman,

komunikatif dan

tersedianya

fasilitas teknologi

mutakhir yang

dapat menunjang

tugas-tugas

harmonis,

kondusif,

nyaman,

komunikatif dan

tersedianya

fasilitas

teknologi

mutakhir yang

dapat menunjang

tugas-tugas

pegawai.”

harmonis,

kondusif,

nyaman,

komunikatif dan

tersedianya

fasilitas

teknologi

mutakhir yang

dapat menunjang

tugas-tugas

pegawai.

akan

memungkinkan

pegawai

bekerja secara

maksimal tetapi

sebaliknya

kondisi

lingkungan

kerja yang

berantakan,

selalu muncul

konflik dan

pertentangan

akan

menghambat

pekerjaan yang

pada akhirnya

akan terjadi

ketidak-

efisienan dalam

bekerja

sehingga proses

pencapaian

tujuan

organisasi

terhambat.

Untuk itu

Perintah

346

SM

IRS

pegawai.” (Rabu,

16 Desember

2015).

Dalam

pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi

lingkungan kerja

sangat

berpengaruh

terutama dalam

menyelesaikan

tugas-tugas

pegawai baik dari

segi suasana kerja

yang nyaman,

penataan ruang

kerja yang teratur

maupun

penggunaan

teknologi yang

sudah tersedia.”

(Rabu, 16

Desember 2015).

Bagi kami, hal

yang terpenting

dalam mendukung

Provinsi

bersama

jajarannya

berusaha

menciptakan

budaya kerja

organisasi

harmonis

sehingga dapat

menunjang

pelaksanaan

program dan

kegiatanyang

telah

dicanangkan

oleh bapak

Gubernur

Sulawesi

Selatan serta

berusaha

menjaga

terpeliharanya

hubungan kerja

yang harmonis

antara pimpinan

dengan

bawahan

melalui

347

AL

pelaksanaan tugas

pokok adalah

terciptanya

susasana yang

kondusif dimana

pimpinan mampu

menjadi pengayom

dan teladan bagi

bawahannya, di

samping itu ruang

kerja yang

representatif juga

sangan

berpengaruh dalam

melakukan

kegiatan

keseharian di

kantor.” (Selasa,12

Januari 2016).

Kami berusaha

semaksimal

mungkin menjaga

lingkungan kerja

agar tetap

kondusif, karena

bagi kami kondisi

lingkungan yang

komunikasi dua

arah, dan yang

paling penting

ialah menjaga

agar pegawai

memiliki

kepatuhan

dalam

menjalankan

tugas dan

tanggungjawab

berdasarkan

perundang-

undangan yang

berlaku.

348

kondusif akan

memungkinkan

pegawai bekerja

secara maksimal

tetapi sebaliknya

kondisi lingkungan

kerja yang

berantakan, selalu

muncul konflik

dan pertentangan

akan menghambat

pekerjaan yang

pada akhirnya

akan terjadi

ketidak-efisienan

dalam bekerja

sehingga proses

pencapaian tujuan

organisasi

terhambat. Hal ini

tidak kami

inginkan terjadi

pada Pemerintah

Provinsi Sulawesi

Selatan. Untuk itu

kami berusaha

menciptakan

budaya kerja

349

organisasi

harmonis sehingga

dapat menunjang

pelaksanaan

program dan

kegiatanyang telah

dicanangkan oleh

bapak Gubernur

serta berusaha

menjaga

terpeliharanya

hubungan kerja

yang harmonis

antara pimpinan

dengan bawahan

melalui

komunikasi dua

arah, dan yang

paling penting

ialah menjaga agar

pegawai memiliki

kepatuhan dalam

menjalankan tugas

dan

tanggungjawab

berdasarkan UU.”

(Kamis, 28 April

2016).

350

5. Menurut Bagaimana

Bapak/Ibu, Sdr (i) faktor

apa saja yang determinan

terhadap keefektifan

pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

SE

MN

Salah satu faktor

yang sangat

mendukung

pelaksanaan

program yang

telah direncanakan

serta dalam rangka

meningkatkan

kinerja aparatur

serta dalam

melaksanakan

rugas pokok dan

fungsi adalah

faktor Komitmen

kepemimpinan

yang diterapkan

oleh kepala badan

yang cenderung

terbuka dan

komunikatif

kepada semua

bawahan tanpa

membeda-bedakan

mulai pejabat

tinggi sampai

kepada pejabat

rendahan dan staf.”

(Selasa, 12 januari

2016)

Kepemimpinan

yang diterapkan

pada Kantor

Gubernur Provinsi

Sulawesi Selatan

Komitmen

pimpinan yang

diterapkan pada

Kantor Gubernur

Provinsi

Sulawesi Selatan

dan khususnya

pada Badan

kepegawaian

Daerah adalah

kepemimpinan

yang demokratis,

hal ini

dikarenakan

pimpinan

memberi

kepercayaan dan

tanggungjawab

kepada setiap

bawahan untuk

merinovasi

dengan

melahirkan ide

dan gagasan

cerdas dalam

bekerja termasuk

di dalamnya

melibatkan

dalam

perencanaan,

implementasi

kebijakan

organisasi.Pimpi

nan memberi

kepercayaan dan

Komitmen

Kepemimpinan

yang diterapkan

pada Kantor

Gubernur

Provinsi

Sulawesi

Selatan dan

khususnya pada

Badan

kepegawaian

Daerah adalah

pimpinan

memberi

kepercayaan

dan

tanggungjawab

kepada setiap

bawahan untuk

merinovasi

dengan

melahirkan ide

dan gagasan

cerdas dalam

bekerja

termasuk di

dalamnya

melibatkan

dalam

perencanaan,

implementasi

kebijakan

organisasi.

Kemudian salah

satu faktor yang

Komitmen pimpinan yang

diterapkan pada Kantor

Gubernur Provinsi Sulawesi

Selatan dan khususnya pada

Badan kepegawaian Daerah

adalah membangun

kepemimpinan yang terbuka,

komunikatif dan demokratis,

hal ini dikarenakan

pimpinan memberi

kepercayaan dan

tanggungjawab kepada setiap

bawahan untuk merinovasi

dengan melahirkan ide dan

gagasan cerdas dalam

bekerja termasuk di

dalamnya melibatkan dalam

perencanaan, implementasi

kebijakan organisasi. Faktor

kepemimpinan yang

diterapkan oleh kepala badan

adalah kemepmipnan yang

cenderung terbuka dan

komunikatif kepada semua

bawahan tanpa membeda-

bedakan mulai pejabat tinggi

sampai kepada pejabat

rendahan dan staf.

351

6. Menurut Bapak/Ibu, Sdr

(i) faktor apa saja yang

determinan terhadap

keefektifan

pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

LL

SE

Pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi

serta peningkatan

kualitas layanan

administrasi

kepegawaian pada

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

didukung dengan

sistem informasi

kepegawaian

berbasis teknologi

informatika dan

komunikasi, yang

dapat

memudahkan

pegawai bekerja

secara efektif’.

(Rabu, 16

Desember 2015).

Dalam

mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri

Dalam

mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri

Sipil, terutama

dalam bidang

pelayanan

kepada seluruh

pegawai yang

ada pada lingkup

pemerintah

Provinsi

Sulawesi Selatan

maka

penggunaan

sistem

komputerisasi

berbasis IT

sangat

mendukung dan

memberi

kemudahan serta

manfaat yang

besar dalam

setiap kegiatan

yang

dilaksanakan.

Dalam

mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri

Sipil, terutama

dalam bidang

pelayanan

kepada seluruh

pegawai yang

ada pada

lingkup

pemerintah

Provinsi

Sulawesi

Selatan maka

penggunaan

sistem

komputerisasi

berbasis IT

sangat

mendukung dan

memberi

kemudahan

serta manfaat

yang besar

dalam setiap

kegiatan yang

Pelaksanaan tugas pokok dan

fungsi serta peningkatan

kualitas layanan administrasi

kepegawaian pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan

didukung dengan sistem

informasi kepegawaian

berbasis teknologi

informatika dan komunikasi,

yang dapat memudahkan

pegawai bekerja secara

efektif. Kemudian dengan

teknologi yang tersedia dapat

menghemat waktu dan

tenaga serta dapat

mempercepat proses

penyelesaian pekerjaan

secara efektif dan efisien.

352

FT

Sipil, terutama

dalam bidang

pelayanan kepada

seluruh pegawai

yang ada pada

lingkup

pemerintah

Provinsi Sulawesi

Selatan maka

penggunaan sistem

komputerisasi

berbasis IT sangat

mendukung dan

memberi

kemudahan serta

manfaat yang

besar dalam setiap

kegiatan yang

dilaksanakan.

Karena dapat

menghemat waktu

dan tenaga serta

dapat

mempercepat

proses

penyelesaian

pekerjaan secara

efektif dan

Karena dapat

menghemat

waktu dan

tenaga serta

dapat

mempercepat

proses

penyelesaian

pekerjaan secara

efektif dan

efisien. Aparatur

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

mendapatkan

kemudahan

dalam

pelaksanakan

tugas keseharian

karena

tersedianya

fasilitas-fasilitas

pendukung

pelasanaan

kegiatan,

prosedur kerja

yang baku,

dilaksanakan.

Karena dapat

menghemat

waktu dan

tenaga serta

dapat

mempercepat

proses

penyelesaian

pekerjaan

secara efektif

dan efisien.

Kemudian

Pelaksanaan

tugas pokok

dan fungsi serta

peningkatan

kualitas layanan

administrasi

kepegawaian

pada Badan

didukung

dengan sistem

informasi

kepegawaian

berbasis

teknologi

informatika dan

353

NS

efisien”. (Rabu,16

Desember 2015).

Salah satu faktor

organisasi yang

sangat mendukung

pelaksanakan tugas

pokok dan fungsi

serta kegiatan

kami pada Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

adalah

pemanfaatan

teknologi yang

berbasis pada

sistem

komputerisasi dan

teknologi

informasi, yang

dapat

memudahkan

pegawai bekerja

secara efektif dan

efisien.” (Rabu, 16

Desember 2015).

sistem jaringan

komputer yang

bersifat online

sekalipun SDM

yang masih

terbatas.”

komunikasi,

yang dapat

memudahkan

pegawai

bekerja secara

efektif.

354

AB

Dalam

melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

dalam

mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri

Sipil terutama

dalam bidang

perencanaan

dimana

penggunaan sistem

komputerisasi

sangat mendukung

dan memberi

kemudahan dalam

setiap kegiatan

yang dilaksanakan.

Di samping

fasilitas-fasilitas

lainnya yang dapat

menghemat waktu

355

AAH

dan tenaga serta

dapat

mempercepat

penyelesaian

pekerjaan.” (Rabu,

16 Desember

2015).

Kami

mendapatkan

kemudahan dalam

pelaksanakan tugas

keseharian sebagai

pegawai karena

tersedianya

fasilitas-fasilitas

pendukung

pelasanaan

kegiatan, prosedur

kerja yang baku,

sistem jaringan

komputer yang

bersifat online

sekalipun SDM

yang masih

terbatas.” (Selasa,

12 Januari 2016).

356

AL

Kami sangat

terbantu dengan

adanya fasilitas

sarana dan

prasarana terutama

fasilitas komputer

dalam pengelolaan

data, dan sistem

pembuatan

pelaporan. Dengan

tersedianya

teknologi ini

semua pekerjaan

yang menjadi

tugas dan

pekerjaan yang

menjadi tanggung

jawab kami dapat

terselesaikan tepat

waktu.” (Selasa,

12 Januari 2016).

Setiap tahun kami

menganggarkan

melalui APBD

terkait penyediaan

fasilitas

pendukung

357

terutama sarana

dan prasarana

kantor, maupun

fasilitas yang ada

didalamnya yang

menunjang

pelaksanaan

pekerjaan di setiap

SKPD, Kantor,

Badan maupun

yang lainnya

terutama dalam

pengelolaan data,

dan sistem

administrasiberbas

is teknologi

informasi,

sehingga harapan

kami semua

pelayanan dapat

dimaksimalkan

demi terwujudnya

pelayanan prima,

tetapi yang

terpenting perlu

didukung oleh

SDM yang

kompeten serta

358

memiliki loyalitas

dan dedikasi yang

tinggi.” (Kamis, 28

April 2016).

7. Menurut

BagaimanaBapak/Ibu,

Sdr (i) faktor apa saja

yang determinan terhadap

keefektifan

pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

LL

NS

Menurut kami

pengawasan adalah

salah satu faktor

yang berpengaruh

pada pelaksanaan

tupoksi pada

organisasi badan

Kepegawaian

daerah, hal ini agar

lebih menjamin

adanya

pencegahan

terhadap

kemungkinan

terjadinya deviasi

pada setiap

pelaksanaan

program. Sekarang

ini aparatur harus

lebih hati-hati

karena

pengawasan

bukan saja

dilakukan oleh

Dalam

melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

dalam

mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri

Sipil, maka

pengawasan

sangat

diperlukan agar

tidak terjadi

kesalahan dan

ketimpangan,

baik di awal

pelaksanaan

pekerjaan dan

program maupun

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi

Selatan

berusaha

mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri

Sipil, maka

pengawasan

sangat

diperlukan agar

tidak terjadi

kesalahan dan

ketimpangan,

baik di awal

pelaksanaan

pekerjaan dan

program

maupun pada

saat evaluasi

Kegiatan pngawasan

dilakukan oleh pimpinan

diharapkan agar aparatur

berusaha bekerja berdasarkan

perundang-undangan yang

berlaku serta ketentuan-

ketentuan lainnya. Di

samping itu melalui

pengawasan para pegawai

berusaha secara bersungguh-

sungguh menjalankan tugas

pokoknya dengan penuh rasa

tanggungjawab dan amanah

serta yang paling penting

adalah bukan hanya sesuai

dengan rencana, akan tetapi

juga dengan tingkat efisiensi

dan efektivitas yang tinggi.

359

internal pimpinan

tetapi juga

pengawasan yang

dilakukan oleh

lembaga-lembaga

eksternal seperti

KPK, LSM dan

Masyarakat.”

(Selasa, 12 Januari

2016).

Dalam

melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

dalam

mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri

Sipil, maka

pengawasan sangat

diperlukan agar

tidak terjadi

pada saat

evaluasi dan

pelaporan

kegiatan dan

program pada

setiap bidang

dan sub bidang.

Di samping itu,

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

dalam

menerapkan

fungsi

pengawasan,

agar setiap

pegawai

berusaha bekerja

berdasarkan

perundang-

undangan yang

berlaku serta

ketentuan-

ketentuan

lainnya. melalui

pengawasan para

pegawai

dan pelaporan

kegiatan dan

program pada

setiap bidang

dan sub bidang.

pengawasan

yang dilakukan

oleh pimpinan

pada Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi

Selatan selama

ini cukup ketat

terutama dalam

pelaksanaan

kegiatan atau

program

sehingga

membuat

aparatur

bekerja secara

sungguh-

sungguh

terutama

menghindari

kesalahan dan

deviasi dalam

360

SE

kesalahan dan

ketimpangan, baik

di awal

pelaksanaan

pekerjaan dan

program maupun

pada saat evaluasi

dan pelaporan

kegiatan dan

program pada

setiap bidang dan

sub bidang.”

(Rabu, 16

Desember 2015).

Salah satu faktor

yang berpengaruh

pada pelaksanaan

tugas pokok serta

fungsi yang ada

pada Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

adalah fungsi

pengawasan,

dimana setiap

pegawai berusaha

berusaha secara

bersungguh-

sungguh

menjalankan

tugas pokoknya

dengan penuh

rasa

tanggungjawab

dan amanah serta

yang paling

penting adalah

bukan hanya

sesuai dengan

rencana, akan

tetapi juga

dengan tingkat

efisiensi dan

efektivitas yang

tinggi.”

operasionalisasi

suatu rencana

kerja yang

sedang

berlangsung

dapat terlaksana

dengan baik.

361

SE

bekerja

berdasarkan

perundang-

undangan yang

berlaku serta

ketentuan-

ketentuan lainnya.

Di samping itu

melalui

pengawasan para

pegawai berusaha

secara bersungguh-

sungguh

menjalankan tugas

pokoknya dengan

penuh rasa

tanggungjawab

dan amanah serta

yang paling

penting adalah

bukan hanya

sesuai dengan

rencana, akan

tetapi juga dengan

tingkat efisiensi

dan efektivitas

yang tinggi.”

(Rabu, 16

362

SM

Desember 2015).

Dalam menunjang

pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi

badan

Kepegawaian

Daerah dalam

mewujudkan

profesionalisme

dan pemberdayaan

pegawai negeri

sipil, maka

diperlukan

pembinaan,

pengawasan dan

pengendalian

pegawai dengan

menyusun rencana

kegiatan sebagai

pedoman dalam

pelaksanaan tugas.

Hal ini sangat

diperlukan agar

dapat

meminimalisasi

kesalahan dan

kekeliruan.”

363

MN

(Rabu, 16

Desember 2015).

Pengawasan sangat

diperlukan agar

tidak terjadi

kesalahan dan

kekeliruan, untuk

itu salah satu tugas

kami adalah

melakukan

pemantauan,

pengawasan dan

mengevaluasi

pelaksanaan tugas

dan kegiatan

aparatur untuk

mengetahui apakah

tugas-tugas

tersebutsudah

dilaksanakan atau

belum, apakah

sesuai aturan atau

tidak , dan ini

dilakukan baik

diawal

pelaksanaan

pekerjaan dan

364

AAH

program maupun

pada saat evaluasi

dan pelaporan

kegiatan dan

program.” (Kamis,

28 April 2016).

Bagi kami

pengawasan yang

dilakukan oleh

pimpinan pada

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

selama ini cukup

ketat terutama

dalam pelaksanaan

kegiatan atau

program sehingga

membuat kami

bekerja secara

sungguh-sungguh

terutama

menghindari

kesalahan dan

deviasi dalam

operasionalisasi

365

suatu rencana kerja

yang sedang

berlangsung dapat

terlaksana dengan

baik.” (Selasa, 12

Januari 2016).

8. Menurut Bagaimana

Bapak/Ibu, Sdr (i) faktor

apa saja yang determinan

terhadap keefektifan

pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi Sulawesi

Selatan.

WT

MN

Setiap pegawai

harus menjunjung

tinggi budaya kerja

organisasi

terutama terkait

dengan dedikasi

dan loyalitas,

selalu disiplin,

baik disiplin waktu

dan disiplin dalam

bekerja, memiliki

rasa

tanggungjawab

yang tinggi untuk

melaksanakan

tugas sesuai

tupoksinya. Selain

itu juga akan

menjadi penilaian

bagi pimpinan

dalam

mempromosikan

Setiap pegawai

pada Badan

Kepegawaian

Darah Provinsi

Sulawesi Selatan

menjunjung

tinggi budaya

kerja organisasi

terutama terkait

dengan dedikasi

dan loyalitas,

selalu disiplin,

baik disiplin

waktu dan

disiplin dalam

bekerja,

memiliki rasa

tanggungjawab

yang tinggi

untuk

melaksanakan

tugas sesuai

Setiap pegawai

menjunjung

tinggi budaya

kerja organisasi

terutama dalam

menopan kerja

dan tugas-tugas

yang telah

menjadi

tanggungjawab

sebagai

pegawai,

seperti disiplin

dan menjaga

keteraturan

dalam bekerja,

dedikasi dan

loyalitas, serta

ketekunan dan

kesabaran

dalam setiap

pekerjaan yang

Pegawai menjunjung tinggi

budaya kerja organisasi

terutama terkait dengan

dedikasi dan loyalitas, selalu

disiplin, baik disiplin waktu

dan disiplin dalam bekerja,

memiliki rasa tanggungjawab

yang tinggi untuk

melaksanakan tugas sesuai

tupoksinya. Kemudian

menerapkan budaya-budaya

yang berkembang di

masyarakat Bugis Makassar

yaitu budaya-budaya

sipakatau (saling

memanusiakan), sipakalebbi

(saling menghargai) dan

sipakainga (saling

mengingatkan).

366

SM

NS

ke jabatan yang

lebih tinggi.” (

Kamis, 28 April

2016)

Sebagai aparatur

pemerintah, kami

selalu menjaga dan

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi

terutama dalam

menopan kerja dan

tugas-tugas yang

telah menjadi

tanggungjawab

sebagai pegawai,

seperti disiplin dan

menjaga

keteraturan dalam

bekerja, dedikasi

dan loyalitas, serta

ketekunan dan

kesabaran dalam

setiap pekerjaan

yang dibebankan.’

(Kamis, 28 April

2016).

tupoksinya.

Selain itu juga

akan menjadi

penilaian bagi

pimpinan dalam

mempromosikan

ke jabatan yang

lebih

tinggi.Kemudian

Budaya kerja

yang diterapkan

pada Badan

Kepegawain

Daerah adalah

budaya Bkerja

yang disiplin dan

bertanggungjawa

b, prinsip-prinsip

transparansi, dan

ikhlas dan

kejujuran. Di

samping budaya-

budaya

sipakatau (saling

memanusiakan),

sipakalebbi

(saling

menghargai) dan

dibebankan.di

samping itu,

budaya kerja

aparatur pada

Badan

Kepegawaian

daerah Provinsi

Sulawesi

Selatan sangat

menunjang

tugas-tugas

keseharian

pegawai

terutama

budaya kerja

yang disiplin

kerja yang

tinggi, tertib

administrasi,

bertanggungjaw

ab serta saling

mendorong

dalam

melakukan

tugas pokok

dan fungsi

masing-masing

pegawai.

367

MT

Budaya kerja

aparatur pada

Badan

Kepegawaian

daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

sangat menunjang

tugas-tugas

keseharian kami

terutama budaya

kerja yang disiplin

kerja yang tinggi,

tertib administrasi,

bertanggungjawab

serta saling

mendorong dalam

melakukan tugas

pokok dan fungsi

masing-masing.”

(Rabu, 16

Desember 2015).

Dalam

melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian

sipakainga

(saling

mengingatkan).”

368

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

dalam

mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri

Sipil, maka faktor

penting yang dapat

mendukung

tercapainya adalah

budaya kerja

organisasi

terutama budaya

kerja yang disiplin

dan

bertanggungjawab,

prinsip-prinsip

transparansi, dan

ikhlas dan

kejujuran. Di

samping budaya-

budaya sipakatau

(saling

memanusiakan),

sipakalebbi(saling

menghargai) dan

369

sipakainga (saling

mengingatkan).”

(Rabu,16

Desember 2015).

Dalam

melaksanakan

Visi, Misi dan

kebijakan

organisasi BKD

sereta mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

PNS, Maka salah

satu faktor

pentingyang dapat

mendukung

pencapaian

tersebut adalah

budaya kerja

organisasi

terutama

peningkatan

disiplin kerja

pegawai, memiliki

rasa

tanggungjawab,

370

bekerja dengan

prinsip-prinsip

transparansi, ikhlas

dalam bekerja, dan

menanamkan sifat

kejujuran dengan

berpedoman pada

nilai-nilai yang

telah dirumuskan

bersama, yaitu

membangun

profesionalisme,

berkinerja dan

peningkatan

kesejahteraan.

Kemudian

mengimplementasi

kan budaya yang

berkembang dalam

masyarakat Bugis

makassar, yaitu

budaya-budaya

sipakatau (saling

memanusiakan),

sipakalebbi (saling

menghargai), dan

sipakainga (saling

mengingatkan)

371

dalam melakukan

pekerjaan dan

program yang

ada.” (Kamis, 28

April 2016).

372

Lampiran4 : Dokumentasi Penelitian

Wawancara Peneliti bersama Kepala BKD Sulawesi Selatan

Foto bersama dengan Kepala BKD Provinsi Sulawesi Selatan

373

Wawancara dengan staf BKD

Wawancara dengan staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi-Selatan.

374

Wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai

Wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian

375

Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan

Pengendalian

Wawancara dan mengamati kinerja Pegawai BKD Provinsi Sulawesi Selatan.

376

Wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengemdalian Pegawai

Foto Bersama Pimpinan dan staf Badan Kepegawaian Daerah

377

DiklatEselon III

DiklatEselon IV

378

Bimbingan Teknis Eselon III dan IV

Bimbingan Teknis Eselon III dan IV

379

Workshop Peningkatan Kompensi Pegawai

Workshop Peningkatan Kompetensi Pegawai

380

Pelantikan Pejabat Eselon II

Pelantikan Pejabat Eselon III Dan IV

5. Menurut

BagaimanaBapak/Ibu,

Sdr (i) faktor apa saja

yang determinan

terhadap keefektifan

pemberdayaan

aparatur berbasis

kompetensi pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

SE

MN

Salah satu faktor yang

sangat mendukung

pelaksanaan program

yang telah

direncanakan serta

dalam rangka

meningkatkan kinerja

aparatur serta dalam

melaksanakan rugas

pokok dan fungsi

adalah faktor

Komitmen

kepemimpinan yang

diterapkan oleh kepala

badan yang cenderung

terbuka dan

komunikatif kepada

semua bawahan tanpa

membeda-bedakan

mulai pejabat tinggi

sampai kepada pejabat

rendahan dan staf.”

(Selasa, 12 januari

2016)

Kepemimpinan yang

diterapkan pada

Kantor Gubernur

Provinsi Sulawesi

Selatan dan

khususnya pada

Badan

kepegawaian Daerah

adalah kepemimpinan

Komitmen

pimpinan yang

diterapkan pada

Kantor Gubernur

Provinsi Sulawesi

Selatan dan

khususnya pada

Badan kepegawaian

Daerah adalah

kepemimpinan yang

demokratis, hal ini

dikarenakan

pimpinan memberi

kepercayaan dan

tanggungjawab

kepada setiap

bawahan untuk

merinovasi dengan

melahirkan ide dan

gagasan cerdas

dalam bekerja

termasuk di

dalamnya

melibatkan dalam

perencanaan,

implementasi

kebijakan

organisasi.Pimpinan

memberi

kepercayaan dan

tanggungjawab

kepada setiap

bawahan untuk

berkreasi dan

berinovasi dalam

bekerja termasuk di

dalamnya

Komitmen

Kepemimpinan

yang diterapkan

pada Kantor

Gubernur

Provinsi Sulawesi

Selatan dan

khususnya pada

Badan

kepegawaian

Daerah adalah

pimpinan

memberi

kepercayaan dan

tanggungjawab

kepada setiap

bawahan untuk

merinovasi

dengan

melahirkan ide

dan gagasan

cerdas dalam

bekerja termasuk

di dalamnya

melibatkan dalam

perencanaan,

implementasi

kebijakan

organisasi.

Kemudian salah

satu faktor yang

sangat

mendukung

pelaksanaan

program yang

telah

direncanakan

Komitmen pimpinan yang

diterapkan pada Kantor

Gubernur Provinsi

Sulawesi Selatan dan

khususnya pada Badan

kepegawaian Daerah

adalah membangun

kepemimpinan yang

terbuka, komunikatif dan

demokratis,

hal ini dikarenakan

pimpinan memberi

kepercayaan dan

tanggungjawab kepada

setiap bawahan untuk

merinovasi dengan

melahirkan ide dan

gagasan cerdas dalam

bekerja termasuk di

dalamnya melibatkan

dalam perencanaan,

implementasi kebijakan

organisasi. Faktor

kepemimpinan yang

diterapkan oleh kepala

badan adalah

kemepmipnan yang

cenderung terbuka dan

komunikatif kepada

semua bawahan tanpa

membeda-bedakan mulai

pejabat tinggi sampai

kepada pejabat rendahan

dan staf.

8. Menurut

BagaimanaBapak/Ibu,

Sdr (i) faktor apa saja

yang determinan

terhadap keefektifan

pemberdayaan

aparatur berbasis

kompetensi pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

LL

SE

Pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi

serta peningkatan

kualitas layanan

administrasi

kepegawaian pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

didukung dengan

sistem informasi

kepegawaian berbasis

teknologi informatika

dan komunikasi, yang

dapat memudahkan

pegawai bekerja

secara efektif’. (Rabu,

16 Desember 2015).

Dalam mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri Sipil,

terutama dalam

bidang pelayanan

kepada seluruh

pegawai yang ada

pada lingkup

pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan

maka penggunaan

sistem komputerisasi

berbasis IT sangat

mendukung dan

memberi kemudahan

serta manfaat yang

Dalam mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri

Sipil, terutama

dalam bidang

pelayanan kepada

seluruh pegawai

yang ada pada

lingkup pemerintah

Provinsi Sulawesi

Selatan maka

penggunaan sistem

komputerisasi

berbasis IT sangat

mendukung dan

memberi

kemudahan serta

manfaat yang besar

dalam setiap

kegiatan yang

dilaksanakan.

Karena dapat

menghemat waktu

dan tenaga serta

dapat mempercepat

proses penyelesaian

pekerjaan secara

efektif dan efisien.

Aparatur Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

mendapatkan

kemudahan dalam

pelaksanakan tugas

Dalam

mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri

Sipil, terutama

dalam bidang

pelayanan kepada

seluruh pegawai

yang ada pada

lingkup

pemerintah

Provinsi Sulawesi

Selatan maka

penggunaan

sistem

komputerisasi

berbasis IT sangat

mendukung dan

memberi

kemudahan serta

manfaat yang

besar dalam setiap

kegiatan yang

dilaksanakan.

Karena dapat

menghemat waktu

dan tenaga serta

dapat

mempercepat

proses

penyelesaian

pekerjaan secara

efektif dan

efisien. Kemudian

Pelaksanaan tugas

Pelaksanaan tugas pokok

dan fungsi serta

peningkatan kualitas

layanan administrasi

kepegawaian pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan

didukung dengan sistem

informasi kepegawaian

berbasis teknologi

informatika dan

komunikasi, yang dapat

memudahkan pegawai

bekerja secara efektif.

Kemudian dengan

teknologi yang tersedia

dapat menghemat waktu

dan tenaga serta dapat

mempercepat proses

penyelesaian pekerjaan

secara efektif dan efisien.

FT

NS

besar dalam setiap

kegiatan yang

dilaksanakan. Karena

dapat menghemat

waktu dan tenaga

serta dapat

mempercepat proses

penyelesaian

pekerjaan secara

efektif dan efisien”.

(Rabu,16 Desember

2015).

Salah satu faktor

organisasi yang sangat

mendukung

pelaksanakan tugas

pokok dan fungsi

serta kegiatan kami

pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan adalah

pemanfaatan

teknologi yang

berbasis pada sistem

komputerisasi dan

teknologi informasi,

yang dapat

memudahkan pegawai

bekerja secara efektif

dan efisien.” (Rabu,

16 Desember 2015).

Dalam melaksanakan

tugas pokok dan

keseharian karena

tersedianya

fasilitas-fasilitas

pendukung

pelasanaan

kegiatan, prosedur

kerja yang baku,

sistem jaringan

komputer yang

bersifat online

sekalipun SDM

yang masih

terbatas.”

pokok dan fungsi

serta peningkatan

kualitas layanan

administrasi

kepegawaian

pada Badan

didukung dengan

sistem informasi

kepegawaian

berbasis teknologi

informatika dan

komunikasi, yang

dapat

memudahkan

pegawai bekerja

secara efektif.

AB

fungsi Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan dalam

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil

terutama dalam

bidang perencanaan

dimana penggunaan

sistem komputerisasi

sangat mendukung

dan memberi

kemudahan dalam

setiap kegiatan yang

dilaksanakan. Di

samping fasilitas-

fasilitas lainnya yang

dapat menghemat

waktu dan tenaga

serta dapat

mempercepat

penyelesaian

pekerjaan.” (Rabu, 16

Desember 2015).

Kami mendapatkan

kemudahan dalam

pelaksanakan tugas

keseharian sebagai

pegawai karena

tersedianya fasilitas-

fasilitas pendukung

pelasanaan kegiatan,

prosedur kerja yang

AAH

AL

baku, sistem jaringan

komputer yang

bersifat online

sekalipun SDM yang

masih terbatas.”

(Selasa, 12 Januari

2016).

Kami sangat terbantu

dengan adanya

fasilitas sarana dan

prasarana terutama

fasilitas komputer

dalam pengelolaan

data, dan sistem

pembuatan pelaporan.

Dengan tersedianya

teknologi ini semua

pekerjaan yang

menjadi tugas dan

pekerjaan yang

menjadi tanggung

jawab kami dapat

terselesaikan tepat

waktu.” (Selasa, 12

Januari 2016).

Setiap tahun kami

menganggarkan

melalui APBD terkait

penyediaan fasilitas

pendukung terutama

sarana dan prasarana

kantor, maupun

fasilitas yang ada

didalamnya yang

menunjang

pelaksanaan pekerjaan

di setiap SKPD,

Kantor, Badan

maupun yang lainnya

terutama dalam

pengelolaan data, dan

sistem

administrasiberbasis

teknologi informasi,

sehingga harapan

kami semua

pelayanan dapat

dimaksimalkan demi

terwujudnya

pelayanan prima,

tetapi yang terpenting

perlu didukung oleh

SDM yang kompeten

serta memiliki

loyalitas dan dedikasi

yang tinggi.” (Kamis,

28 April 2016).

9. Menurut

BagaimanaBapak/Ibu,

Sdr (i) faktor apa saja

yang determinan

terhadap keefektifan

pemberdayaan

aparatur berbasis

kompetensi pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

LL

Menurut kami

pengawasan adalah

salah satu faktor yang

berpengaruh pada

pelaksanaan tupoksi

pada organisasi badan

Kepegawaian daerah,

hal ini agar lebih

menjamin adanya

pencegahan terhadap

kemungkinan

terjadinya deviasi

Dalam

melaksanakan tugas

pokok dan fungsi

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

dalam mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

berusaha

mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri

Sipil, maka

pengawasan

Kegiatan pngawasan

dilakukan oleh pimpinan

diharapkan agar aparatur

berusaha bekerja

berdasarkan perundang-

undangan yang berlaku

serta ketentuan-ketentuan

lainnya. Di samping itu

melalui pengawasan para

pegawai berusaha secara

bersungguh-sungguh

menjalankan tugas

NS

pada setiap

pelaksanaan program.

Sekarang ini aparatur

harus lebih hati-hati

karena pengawasan

bukan saja dilakukan

oleh internal pimpinan

tetapi juga

pengawasan yang

dilakukan oleh

lembaga-lembaga

eksternal seperti KPK,

LSM dan

Masyarakat.” (Selasa,

12 Januari 2016).

Dalam melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan dalam

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil,

maka pengawasan

sangat diperlukan agar

tidak terjadi kesalahan

dan ketimpangan,

baik di awal

pelaksanaan pekerjaan

dan program maupun

pada saat evaluasi dan

pelaporan kegiatan

dan program pada

Sipil, maka

pengawasan sangat

diperlukan agar

tidak terjadi

kesalahan dan

ketimpangan, baik

di awal pelaksanaan

pekerjaan dan

program maupun

pada saat evaluasi

dan pelaporan

kegiatan dan

program pada setiap

bidang dan sub

bidang. Di samping

itu, Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

dalam menerapkan

fungsi pengawasan,

agar setiap pegawai

berusaha bekerja

berdasarkan

perundang-

undangan yang

berlaku serta

ketentuan-ketentuan

lainnya. melalui

pengawasan para

pegawai berusaha

secara bersungguh-

sungguh

menjalankan tugas

pokoknya dengan

penuh rasa

sangat diperlukan

agar tidak terjadi

kesalahan dan

ketimpangan, baik

di awal

pelaksanaan

pekerjaan dan

program maupun

pada saat evaluasi

dan pelaporan

kegiatan dan

program pada

setiap bidang dan

sub bidang.

pengawasan yang

dilakukan oleh

pimpinan pada

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

selama ini cukup

ketat terutama

dalam

pelaksanaan

kegiatan atau

program sehingga

membuat aparatur

bekerja secara

sungguh-sungguh

terutama

menghindari

kesalahan dan

deviasi dalam

operasionalisasi

suatu rencana

pokoknya dengan penuh

rasa tanggungjawab dan

amanah serta yang paling

penting adalah bukan

hanya sesuai dengan

rencana, akan tetapi juga

dengan tingkat efisiensi

dan efektivitas yang

tinggi.

SE

setiap bidang dan sub

bidang.” (Rabu, 16

Desember 2015).

Salah satu faktor yang

berpengaruh pada

pelaksanaan tugas

pokok serta fungsi

yang ada pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan adalah fungsi

pengawasan, dimana

setiap pegawai

berusaha bekerja

berdasarkan

perundang-undangan

yang berlaku serta

ketentuan-ketentuan

lainnya. Di samping

itu melalui

pengawasan para

pegawai berusaha

secara bersungguh-

sungguh menjalankan

tugas pokoknya

dengan penuh rasa

tanggungjawab dan

amanah serta yang

paling penting adalah

bukan hanya sesuai

dengan rencana, akan

tetapi juga dengan

tingkat efisiensi dan

efektivitas yang

tinggi.” (Rabu, 16

tanggungjawab dan

amanah serta yang

paling penting

adalah bukan hanya

sesuai dengan

rencana, akan tetapi

juga dengan tingkat

efisiensi dan

efektivitas yang

tinggi.”

kerja yang sedang

berlangsung dapat

terlaksana dengan

baik.

SE

SM

Desember 2015).

Dalam menunjang

pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi

badan Kepegawaian

Daerah dalam

mewujudkan

profesionalisme dan

pemberdayaan

pegawai negeri sipil,

maka diperlukan

pembinaan,

pengawasan dan

pengendalian pegawai

dengan menyusun

rencana kegiatan

sebagai pedoman

dalam pelaksanaan

tugas. Hal ini sangat

diperlukan agar dapat

meminimalisasi

kesalahan dan

kekeliruan.” (Rabu,

16 Desember 2015).

Pengawasan sangat

diperlukan agar tidak

terjadi kesalahan dan

kekeliruan, untuk itu

salah satu tugas kami

adalah melakukan

pemantauan,

pengawasan dan

mengevaluasi

pelaksanaan tugas dan

MN

kegiatan aparatur

untuk mengetahui

apakah tugas-tugas

tersebutsudah

dilaksanakan atau

belum, apakah sesuai

aturan atau tidak , dan

ini dilakukan baik

diawal pelaksanaan

pekerjaan dan

program maupun pada

saat evaluasi dan

pelaporan kegiatan

dan program.”

(Kamis, 28 April

2016).

Bagi kami

pengawasan yang

dilakukan oleh

pimpinan pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan selama ini

cukup ketat terutama

dalam pelaksanaan

kegiatan atau program

sehingga membuat

kami bekerja secara

sungguh-sungguh

terutama menghindari

kesalahan dan deviasi

dalam

operasionalisasi suatu

rencana kerja yang

sedang berlangsung

AAH

dapat terlaksana

dengan baik.” (Selasa,

12 Januari 2016).

10. Menurut Bagaimana

Bapak/Ibu, Sdr (i)

faktor apa saja yang

determinan terhadap

keefektifan

pemberdayaan

aparatur berbasis

kompetensi pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan.

WT

MN

Setiap pegawai harus

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi terutama

terkait dengan

dedikasi dan loyalitas,

selalu disiplin, baik

disiplin waktu dan

disiplin dalam

bekerja, memiliki rasa

tanggungjawab yang

tinggi untuk

melaksanakan tugas

sesuai tupoksinya.

Selain itu juga akan

menjadi penilaian

bagi pimpinan dalam

Setiap pegawai

pada Badan

Kepegawaian Darah

Provinsi Sulawesi

Selatan menjunjung

tinggi budaya kerja

organisasi terutama

terkait dengan

dedikasi dan

loyalitas, selalu

disiplin, baik

disiplin waktu dan

disiplin dalam

bekerja, memiliki

rasa tanggungjawab

yang tinggi untuk

melaksanakan tugas

Setiap pegawai

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi

terutama dalam

menopan kerja

dan tugas-tugas

yang telah

menjadi

tanggungjawab

sebagai pegawai,

seperti disiplin

dan menjaga

keteraturan dalam

bekerja, dedikasi

dan loyalitas,

serta ketekunan

Pegawai menjunjung

tinggi budaya kerja

organisasi terutama terkait

dengan dedikasi dan

loyalitas, selalu disiplin,

baik disiplin waktu dan

disiplin dalam bekerja,

memiliki rasa

tanggungjawab yang

tinggi untuk

melaksanakan tugas

sesuai tupoksinya.

Kemudian menerapkan

budaya-budaya yang

berkembang di

masyarakat Bugis

Makassar yaitu budaya-

SM

NS

mempromosikan ke

jabatan yang lebih

tinggi.” ( Kamis, 28

April 2016)

Sebagai aparatur

pemerintah, kami

selalu menjaga dan

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi terutama

dalam menopan kerja

dan tugas-tugas yang

telah menjadi

tanggungjawab

sebagai pegawai,

seperti disiplin dan

menjaga keteraturan

dalam bekerja,

dedikasi dan loyalitas,

serta ketekunan dan

kesabaran dalam

setiap pekerjaan yang

dibebankan.’ (Kamis,

28 April 2016).

Budaya kerja aparatur

pada Badan

Kepegawaian daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan sangat

menunjang tugas-

tugas keseharian kami

terutama budaya kerja

yang disiplin kerja

yang tinggi, tertib

sesuai tupoksinya.

Selain itu juga akan

menjadi penilaian

bagi pimpinan

dalam

mempromosikan ke

jabatan yang lebih

tinggi.Kemudian

Budaya kerja yang

diterapkan pada

Badan Kepegawain

Daerah adalah

budaya Bkerja yang

disiplin dan

bertanggungjawab,

prinsip-prinsip

transparansi, dan

ikhlas dan

kejujuran. Di

samping budaya-

budaya sipakatau

(saling

memanusiakan),

sipakalebbi (saling

menghargai) dan

sipakainga (saling

mengingatkan).”

dan kesabaran

dalam setiap

pekerjaan yang

dibebankan.di

samping itu,

budaya kerja

aparatur pada

Badan

Kepegawaian

daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

sangat menunjang

tugas-tugas

keseharian

pegawai terutama

budaya kerja yang

disiplin kerja

yang tinggi, tertib

administrasi,

bertanggungjawab

serta saling

mendorong dalam

melakukan tugas

pokok dan fungsi

masing-masing

pegawai.

budaya sipakatau (saling

memanusiakan),

sipakalebbi (saling

menghargai) dan

sipakainga (saling

mengingatkan).

MT

administrasi,

bertanggungjawab

serta saling

mendorong dalam

melakukan tugas

pokok dan fungsi

masing-masing.”

(Rabu, 16 Desember

2015).

Dalam melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan dalam

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil,

maka faktor penting

yang dapat

mendukung

tercapainya adalah

budaya kerja

organisasi terutama

budaya kerja yang

disiplin dan

bertanggungjawab,

prinsip-prinsip

transparansi, dan

ikhlas dan kejujuran.

Di samping budaya-

budaya sipakatau

(saling

memanusiakan),

sipakalebbi(saling

menghargai) dan

sipakainga (saling

mengingatkan).”

(Rabu,16 Desember

2015).

Dalam melaksanakan

Visi, Misi dan

kebijakan organisasi

BKD sereta

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme PNS,

Maka salah satu

faktor pentingyang

dapat mendukung

pencapaian tersebut

adalah budaya kerja

organisasi terutama

peningkatan disiplin

kerja pegawai,

memiliki rasa

tanggungjawab,

bekerja dengan

prinsip-prinsip

transparansi, ikhlas

dalam bekerja, dan

menanamkan sifat

kejujuran dengan

berpedoman pada

nilai-nilai yang telah

dirumuskan bersama,

yaitu membangun

profesionalisme,

berkinerja dan

peningkatan

kesejahteraan.

Kemudian

mengimplementasikan

budaya yang

berkembang dalam

masyarakat Bugis

makassar, yaitu

budaya-budaya

sipakatau (saling

memanusiakan),

sipakalebbi (saling

menghargai), dan

sipakainga (saling

mengingatkan) dalam

melakukan pekerjaan

dan program yang

ada.” (Kamis, 28

April 2016).

Lampiran4 : Dokumentasi Penelitian

Wawancara Peneliti bersama Kepala BKD Sulawesi Selatan

Foto bersama dengan Kepala BKD Provinsi Sulawesi Selatan

Wawancara dengan staf BKD

Wawancara dengan staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi-Selatan.

Wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai

Wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian

Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan

Pengendalian

Wawancara dan mengamati kinerja Pegawai BKD Provinsi Sulawesi Selatan.

Wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengemdalian Pegawai

Foto Bersama Pimpinan dan staf Badan Kepegawaian Daerah

DiklatEselon III

DiklatEselon IV

Bimbingan Teknis Eselon III dan IV

Bimbingan Teknis Eselon III dan IV

Workshop Peningkatan Kompensi Pegawai

Workshop Peningkatan Kompetensi Pegawai

Pelantikan Pejabat Eselon II

Pelantikan Pejabat Eselon III Dan IV

358

6. Menurut

BagaimanaBapak/Ibu,

Sdr (i) faktor apa saja

yang determinan

terhadap keefektifan

pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi

pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan.

LL

SE

Pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi

serta peningkatan

kualitas layanan

administrasi

kepegawaian pada

Badan Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

didukung dengan

sistem informasi

kepegawaian berbasis

teknologi informatika

dan komunikasi, yang

dapat memudahkan

pegawai bekerja

secara efektif’. (Rabu,

16 Desember 2015).

Dalam mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri Sipil,

terutama dalam

bidang pelayanan

kepada seluruh

pegawai yang ada

pada lingkup

Dalam

mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri

Sipil, terutama

dalam bidang

pelayanan kepada

seluruh pegawai

yang ada pada

lingkup

pemerintah

Provinsi Sulawesi

Selatan maka

penggunaan sistem

komputerisasi

berbasis IT sangat

mendukung dan

memberi

kemudahan serta

manfaat yang

besar dalam setiap

kegiatan yang

dilaksanakan.

Karena dapat

menghemat waktu

dan tenaga serta

dapat

Dalam

mewujudkan

peningkatan

profesionalisme

pegawai Negeri

Sipil, terutama

dalam bidang

pelayanan kepada

seluruh pegawai

yang ada pada

lingkup

pemerintah

Provinsi Sulawesi

Selatan maka

penggunaan

sistem

komputerisasi

berbasis IT sangat

mendukung dan

memberi

kemudahan serta

manfaat yang

besar dalam setiap

kegiatan yang

dilaksanakan.

Karena dapat

menghemat waktu

dan tenaga serta

Pelaksanaan tugas pokok

dan fungsi serta

peningkatan kualitas

layanan administrasi

kepegawaian pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan

didukung dengan sistem

informasi kepegawaian

berbasis teknologi

informatika dan

komunikasi, yang dapat

memudahkan pegawai

bekerja secara efektif.

Kemudian dengan

teknologi yang tersedia

dapat menghemat waktu

dan tenaga serta dapat

mempercepat proses

penyelesaian pekerjaan

secara efektif dan efisien.

359

FT

pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan

maka penggunaan

sistem komputerisasi

berbasis IT sangat

mendukung dan

memberi kemudahan

serta manfaat yang

besar dalam setiap

kegiatan yang

dilaksanakan. Karena

dapat menghemat

waktu dan tenaga

serta dapat

mempercepat proses

penyelesaian

pekerjaan secara

efektif dan efisien”.

(Rabu,16 Desember

2015).

Salah satu faktor

organisasi yang sangat

mendukung

pelaksanakan tugas

pokok dan fungsi

serta kegiatan kami

pada Badan

mempercepat

proses

penyelesaian

pekerjaan secara

efektif dan efisien.

Aparatur Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

mendapatkan

kemudahan dalam

pelaksanakan

tugas keseharian

karena tersedianya

fasilitas-fasilitas

pendukung

pelasanaan

kegiatan, prosedur

kerja yang baku,

sistem jaringan

komputer yang

bersifat online

sekalipun SDM

yang masih

terbatas.”

dapat

mempercepat

proses

penyelesaian

pekerjaan secara

efektif dan

efisien. Kemudian

Pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi

serta peningkatan

kualitas layanan

administrasi

kepegawaian

pada Badan

didukung dengan

sistem informasi

kepegawaian

berbasis teknologi

informatika dan

komunikasi, yang

dapat

memudahkan

pegawai bekerja

secara efektif.

360

NS

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan adalah

pemanfaatan

teknologi yang

berbasis pada sistem

komputerisasi dan

teknologi informasi,

yang dapat

memudahkan pegawai

bekerja secara efektif

dan efisien.” (Rabu,

16 Desember 2015).

Dalam melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan dalam

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil

terutama dalam

bidang perencanaan

dimana penggunaan

sistem komputerisasi

361

AB

sangat mendukung

dan memberi

kemudahan dalam

setiap kegiatan yang

dilaksanakan. Di

samping fasilitas-

fasilitas lainnya yang

dapat menghemat

waktu dan tenaga

serta dapat

mempercepat

penyelesaian

pekerjaan.” (Rabu, 16

Desember 2015).

Kami mendapatkan

kemudahan dalam

pelaksanakan tugas

keseharian sebagai

pegawai karena

tersedianya fasilitas-

fasilitas pendukung

pelasanaan kegiatan,

prosedur kerja yang

baku, sistem jaringan

komputer yang

bersifat online

sekalipun SDM yang

362

AAH

AL

masih terbatas.”

(Selasa, 12 Januari

2016).

Kami sangat terbantu

dengan adanya

fasilitas sarana dan

prasarana terutama

fasilitas komputer

dalam pengelolaan

data, dan sistem

pembuatan pelaporan.

Dengan tersedianya

teknologi ini semua

pekerjaan yang

menjadi tugas dan

pekerjaan yang

menjadi tanggung

jawab kami dapat

terselesaikan tepat

waktu.” (Selasa, 12

Januari 2016).

Setiap tahun kami

menganggarkan

melalui APBD terkait

penyediaan fasilitas

363

pendukung terutama

sarana dan prasarana

kantor, maupun

fasilitas yang ada

didalamnya yang

menunjang

pelaksanaan pekerjaan

di setiap SKPD,

Kantor, Badan

maupun yang lainnya

terutama dalam

pengelolaan data, dan

sistem

administrasiberbasis

teknologi informasi,

sehingga harapan

kami semua

pelayanan dapat

dimaksimalkan demi

terwujudnya

pelayanan prima,

tetapi yang terpenting

perlu didukung oleh

SDM yang kompeten

serta memiliki

loyalitas dan dedikasi

yang tinggi.” (Kamis,

28 April 2016).

364

7. Menurut

BagaimanaBapak/Ibu,

Sdr (i) faktor apa saja

yang determinan

terhadap keefektifan

pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi

pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan.

LL

Menurut kami

pengawasan adalah

salah satu faktor yang

berpengaruh pada

pelaksanaan tupoksi

pada organisasi badan

Kepegawaian daerah,

hal ini agar lebih

menjamin adanya

pencegahan terhadap

kemungkinan

terjadinya deviasi

pada setiap

pelaksanaan program.

Sekarang ini aparatur

harus lebih hati-hati

karena pengawasan

bukan saja dilakukan

oleh internal pimpinan

tetapi juga

pengawasan yang

dilakukan oleh

lembaga-lembaga

eksternal seperti KPK,

LSM dan

Masyarakat.” (Selasa,

12 Januari 2016).

Dalam

melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

dalam

mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri

Sipil, maka

pengawasan

sangat diperlukan

agar tidak terjadi

kesalahan dan

ketimpangan, baik

di awal

pelaksanaan

pekerjaan dan

program maupun

pada saat evaluasi

dan pelaporan

kegiatan dan

program pada

setiap bidang dan

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

berusaha

mewujudkan

peningkatan

kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri

Sipil, maka

pengawasan

sangat diperlukan

agar tidak terjadi

kesalahan dan

ketimpangan, baik

di awal

pelaksanaan

pekerjaan dan

program maupun

pada saat evaluasi

dan pelaporan

kegiatan dan

program pada

setiap bidang dan

sub bidang.

pengawasan yang

dilakukan oleh

Kegiatan pngawasan

dilakukan oleh pimpinan

diharapkan agar aparatur

berusaha bekerja

berdasarkan perundang-

undangan yang berlaku

serta ketentuan-ketentuan

lainnya. Di samping itu

melalui pengawasan para

pegawai berusaha secara

bersungguh-sungguh

menjalankan tugas

pokoknya dengan penuh

rasa tanggungjawab dan

amanah serta yang paling

penting adalah bukan

hanya sesuai dengan

rencana, akan tetapi juga

dengan tingkat efisiensi

dan efektivitas yang tinggi.

365

NS

SE

Dalam melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan dalam

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil,

maka pengawasan

sangat diperlukan agar

tidak terjadi kesalahan

dan ketimpangan,

baik di awal

pelaksanaan pekerjaan

dan program maupun

pada saat evaluasi dan

pelaporan kegiatan

dan program pada

setiap bidang dan sub

bidang.” (Rabu, 16

Desember 2015).

Salah satu faktor yang

berpengaruh pada

pelaksanaan tugas

pokok serta fungsi

sub bidang. Di

samping itu,

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

dalam menerapkan

fungsi

pengawasan, agar

setiap pegawai

berusaha bekerja

berdasarkan

perundang-

undangan yang

berlaku serta

ketentuan-

ketentuan lainnya.

melalui

pengawasan para

pegawai berusaha

secara

bersungguh-

sungguh

menjalankan tugas

pokoknya dengan

penuh rasa

tanggungjawab

dan amanah serta

pimpinan pada

Badan

Kepegawaian

Daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

selama ini cukup

ketat terutama

dalam

pelaksanaan

kegiatan atau

program sehingga

membuat aparatur

bekerja secara

sungguh-sungguh

terutama

menghindari

kesalahan dan

deviasi dalam

operasionalisasi

suatu rencana

kerja yang sedang

berlangsung dapat

terlaksana dengan

baik.

366

yang ada pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan adalah fungsi

pengawasan, dimana

setiap pegawai

berusaha bekerja

berdasarkan

perundang-undangan

yang berlaku serta

ketentuan-ketentuan

lainnya. Di samping

itu melalui

pengawasan para

pegawai berusaha

secara bersungguh-

sungguh menjalankan

tugas pokoknya

dengan penuh rasa

tanggungjawab dan

amanah serta yang

paling penting adalah

bukan hanya sesuai

dengan rencana, akan

tetapi juga dengan

tingkat efisiensi dan

efektivitas yang

tinggi.” (Rabu, 16

yang paling

penting adalah

bukan hanya

sesuai dengan

rencana, akan

tetapi juga dengan

tingkat efisiensi

dan efektivitas

yang tinggi.”

367

SE

SM

Desember 2015).

Dalam menunjang

pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi

badan Kepegawaian

Daerah dalam

mewujudkan

profesionalisme dan

pemberdayaan

pegawai negeri sipil,

maka diperlukan

pembinaan,

pengawasan dan

pengendalian pegawai

dengan menyusun

rencana kegiatan

sebagai pedoman

dalam pelaksanaan

tugas. Hal ini sangat

diperlukan agar dapat

meminimalisasi

kesalahan dan

kekeliruan.” (Rabu,

16 Desember 2015).

Pengawasan sangat

diperlukan agar tidak

368

MN

terjadi kesalahan dan

kekeliruan, untuk itu

salah satu tugas kami

adalah melakukan

pemantauan,

pengawasan dan

mengevaluasi

pelaksanaan tugas dan

kegiatan aparatur

untuk mengetahui

apakah tugas-tugas

tersebutsudah

dilaksanakan atau

belum, apakah sesuai

aturan atau tidak , dan

ini dilakukan baik

diawal pelaksanaan

pekerjaan dan

program maupun pada

saat evaluasi dan

pelaporan kegiatan

dan program.”

(Kamis, 28 April

2016).

Bagi kami

pengawasan yang

dilakukan oleh

369

pimpinan pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan selama ini

cukup ketat terutama

dalam pelaksanaan

kegiatan atau program

sehingga membuat

kami bekerja secara

sungguh-sungguh

terutama menghindari

kesalahan dan deviasi

dalam

operasionalisasi suatu

rencana kerja yang

sedang berlangsung

dapat terlaksana

dengan baik.” (Selasa,

12 Januari 2016).

370

8. Menurut Bagaimana

Bapak/Ibu, Sdr (i)

faktor apa saja yang

determinan terhadap

keefektifan

pemberdayaan aparatur

berbasis kompetensi

pada Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan.

WT

MN

Setiap pegawai harus

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi terutama

terkait dengan

dedikasi dan loyalitas,

selalu disiplin, baik

disiplin waktu dan

disiplin dalam

bekerja, memiliki rasa

tanggungjawab yang

tinggi untuk

melaksanakan tugas

sesuai tupoksinya.

Selain itu juga akan

menjadi penilaian

bagi pimpinan dalam

mempromosikan ke

jabatan yang lebih

tinggi.” ( Kamis, 28

April 2016)

Sebagai aparatur

pemerintah, kami

selalu menjaga dan

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi terutama

Setiap pegawai

pada Badan

Kepegawaian

Darah Provinsi

Sulawesi Selatan

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi

terutama terkait

dengan dedikasi

dan loyalitas,

selalu disiplin,

baik disiplin

waktu dan disiplin

dalam bekerja,

memiliki rasa

tanggungjawab

yang tinggi untuk

melaksanakan

tugas sesuai

tupoksinya. Selain

itu juga akan

menjadi penilaian

bagi pimpinan

dalam

mempromosikan

ke jabatan yang

lebih

Setiap pegawai

menjunjung tinggi

budaya kerja

organisasi

terutama dalam

menopan kerja

dan tugas-tugas

yang telah

menjadi

tanggungjawab

sebagai pegawai,

seperti disiplin

dan menjaga

keteraturan dalam

bekerja, dedikasi

dan loyalitas,

serta ketekunan

dan kesabaran

dalam setiap

pekerjaan yang

dibebankan.di

samping itu,

budaya kerja

aparatur pada

Badan

Kepegawaian

daerah Provinsi

Sulawesi Selatan

Pegawai menjunjung tinggi

budaya kerja organisasi

terutama terkait dengan

dedikasi dan loyalitas,

selalu disiplin, baik disiplin

waktu dan disiplin dalam

bekerja, memiliki rasa

tanggungjawab yang tinggi

untuk melaksanakan tugas

sesuai tupoksinya.

Kemudian menerapkan

budaya-budaya yang

berkembang di masyarakat

Bugis Makassar yaitu

budaya-budaya sipakatau

(saling memanusiakan),

sipakalebbi (saling

menghargai) dan

sipakainga (saling

mengingatkan).

371

SM

dalam menopan kerja

dan tugas-tugas yang

telah menjadi

tanggungjawab

sebagai pegawai,

seperti disiplin dan

menjaga keteraturan

dalam bekerja,

dedikasi dan loyalitas,

serta ketekunan dan

kesabaran dalam

setiap pekerjaan yang

dibebankan.’ (Kamis,

28 April 2016).

Budaya kerja aparatur

pada Badan

Kepegawaian daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan sangat

menunjang tugas-

tugas keseharian kami

terutama budaya kerja

yang disiplin kerja

yang tinggi, tertib

administrasi,

bertanggungjawab

serta saling

tinggi.Kemudian

Budaya kerja yang

diterapkan pada

Badan

Kepegawain

Daerah adalah

budaya Bkerja

yang disiplin dan

bertanggungjawab,

prinsip-prinsip

transparansi, dan

ikhlas dan

kejujuran. Di

samping budaya-

budaya sipakatau

(saling

memanusiakan),

sipakalebbi (saling

menghargai) dan

sipakainga (saling

mengingatkan).”

sangat menunjang

tugas-tugas

keseharian

pegawai terutama

budaya kerja yang

disiplin kerja

yang tinggi, tertib

administrasi,

bertanggungjawab

serta saling

mendorong dalam

melakukan tugas

pokok dan fungsi

masing-masing

pegawai.

372

NS

mendorong dalam

melakukan tugas

pokok dan fungsi

masing-masing.”

(Rabu, 16 Desember

2015).

Dalam melaksanakan

tugas pokok dan

fungsi Badan

Kepegawaian Daerah

Provinsi Sulawesi

Selatan dalam

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme

Pegawai Negeri Sipil,

maka faktor penting

yang dapat

mendukung

tercapainya adalah

budaya kerja

organisasi terutama

budaya kerja yang

disiplin dan

bertanggungjawab,

prinsip-prinsip

transparansi, dan

373

MT

ikhlas dan kejujuran.

Di samping budaya-

budaya sipakatau

(saling

memanusiakan),

sipakalebbi(saling

menghargai) dan

sipakainga (saling

mengingatkan).”

(Rabu,16 Desember

2015).

Dalam melaksanakan

Visi, Misi dan

kebijakan organisasi

BKD sereta

mewujudkan

peningkatan kualitas

profesionalisme PNS,

Maka salah satu

faktor pentingyang

dapat mendukung

pencapaian tersebut

adalah budaya kerja

organisasi terutama

peningkatan disiplin

kerja pegawai,

memiliki rasa

374

tanggungjawab,

bekerja dengan

prinsip-prinsip

transparansi, ikhlas

dalam bekerja, dan

menanamkan sifat

kejujuran dengan

berpedoman pada

nilai-nilai yang telah

dirumuskan bersama,

yaitu membangun

profesionalisme,

berkinerja dan

peningkatan

kesejahteraan.

Kemudian

mengimplementasikan

budaya yang

berkembang dalam

masyarakat Bugis

makassar, yaitu

budaya-budaya

sipakatau (saling

memanusiakan),

sipakalebbi (saling

menghargai), dan

sipakainga (saling

mengingatkan) dalam

375

melakukan pekerjaan

dan program yang

ada.” (Kamis, 28

April 2016).

376

Lampiran 5 : Dokumentasi Penelitian

DiklatEselon III

DiklatEselon IV

377

Bimbingan Teknis Eselon III dan IV

Bimbingan Teknis Eselon III dan IV

378

Workshop Peningkatan Kompensi Pegawai

Workshop Peningkatan Kompetensi Pegawai

379

Pelantikan Pejabat Eselon II

Pelantikan Pejabat Eselon III Dan IV

380

Wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian

Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan

Pengendalian

381

Wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengemdalian Pegawai

Foto Bersama Pimpinan dan staf Badan Kepegawaian Daerah