hasil penelitian pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of hasil penelitian pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi ...
i
HASIL PENELITIAN
PEMBERDAYAAN APARATUR BERBASIS KOMPETENSI
PADA KANTOR BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
EMPOWERMENT APPARATUS ON A COMPETENCY-BASED
STAFFING AGENCY REGIONAL OFFICES IN
SOUTH SULAWESI PROVINCE
S A M S I R
10A05057
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016
ii
PEMBERDAYAAN APARATUR BERBASIS KOMPETENSI
PADA KANTOR BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Disertasi
Sebagai Salah Satu Syaratuntuk Mencapai Derajat
Doktor
Program Studi
IlmuAdministrasi Publik
Disusun dan Diajukan oleh
S A M S I R
kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2016
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Kantor
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Nama Mahasiswa : S A M S I R
Nomor Pokok : 10A05057
Program Studi : Ilmu Administrasi Publik
Menyetujui,
Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si.
Promotor
Prof. Dr. Fakhri Kahar, M.Si. Prof. Dr. Suradi Tahmir, M.S.
Kopromotor Kopromotor
Mengetahui:
Ketua Direktur
Program Studi Program Pascasarjana
IlmuAdministrasi Publik, UniversitasNegeri Makassar,
Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si. Prof. Dr. Jasruddin, M.Si. NIP. 19650522 199003 1 002 NIP. 19641222 199103 1 002
iv
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penyusunan dan penulisan disertasi dengan judul “Pemberdayaan Aparatur
Berbasis Kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan” dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW.
Penulisan disertasi ini merupakan suatu proses perjuangan yang panjang
dan sungguh melelahkan, permasalahan yang muncul selama proses penulisan
bukanlah sedikit melainkan kompleks dan beragam. Posisi Penulis sebagai
komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan yang
setiap saat disibukkan dengan pelaksanaan tahapan Pemilu dan Pemilukada
Provinsi dan 24 Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan, merupakan salah satu
permasalahan yang dihadapi penulis. Di sisi lain, sebagai mahasiswa yang harus
menyiapkan waktu untuk proses pengumpulan data penelitian, juga merupakan
permasalahan tersendiri yang harus dihadapi penulis.
Namun, berkat arahan dan bimbingan promotor dan kopromotor, dengan
kesungguhan, kesabaran, ketulusan, dan keikhlasan memberi petunjuk dan
strategi, sehingga penulisan disertasi dapat diselesaikan. Oleh karena itu, sebagai
ungkapan rasa terima kasih dan penghargaan, sudah sepatuhnya penulis
menyampaikan apresiasi kepada Bapak Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si. selaku
v
promotor dan Prof. Dr. Fakhri Kahar, M.Si. dan Prof. Dr. Suradi Tahmir, M.S.
selaku Kopromotor dalam penulisan disertasi ini.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Tim penguji
disertasi Bapak Prof. Dr. Rifdan, M.Si., Ibu Prof. Dr. Andi Kasmawaty, M.Hum
dan Bapak Dr. H. Muhammad Said Saggaf, M.Si. selaku Tim Penilai Internal
serta Dr. H. Anwar Parawangi, S.IP., M.Si selaku Penguji Eksternal. Dan
Bapak Ir. H. Agus Arifin Nu’mang, M.S. selaku Wakil Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan yang senantiasa memberi dorongan dan motivasinya dan Bapak
Ir. H. Abdul Latief, M.Si., M.M. selaku Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan serta Bapak Ir. H. Muhammad Tamzil, M.P. selaku Kepala Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Bidang, Kepala Sub
Bidang serta Staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, yang
telah memberi izin penelitian dan memberikan data yang diperlukan dalam
penulisan disertasi ini.
Keberhasilan ini tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama berbagai pihak
yang telah mendukung penulisan disertasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Dr. H. Muhammad Saiful Saleh, M.Si. selaku Ketua
BPH Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan semangat dan
nasehatnya dan Bapak Dr. H. Abdul Rahman Rahim, SE., M.M, selaku Rektor
Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan izin belajar,
dorongan moril dan materil untuk menyelesaikan studi. Ucapan terima kasih juga
di sampaikan kepadaBapak Prof. Dr. Husain Syam, M.TP.,selaku Rektor
Universitas Negeri Makassar, Bapak Prof. Dr. Jasruddin, M.Si. selaku Direktur
vi
program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar, para Asisten Direktur
Pascasarjana, Ketua Program studi Ilmu Administrasi Publik,
Bapak Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si yang telah mendorong, memacu dan selalu
mengingatkan penulis untuk menyelesaikan studi serta segenap civitas akademika
Universitas Negeri Makassar.
Dukungan, kerjasama dan motivasi yang diberikan oleh teman sejawat
pada Program studi Ilmu Administrasi Publik Angkatan 2010 dalam penulisan
disertasi ini, terima kasih untuk semuanya dan terkhusus kepada
Samsul Rizal, SE., M.M , Ismail Rasulong, SE., M.M dan Kahar Saleh, S.Sos.
serta teman seperjuangan di Universitas Muhammadiyah Makassarsebagai “Tim
KM 515 3R”.
Kebersamaan dan perhatian selama perkuliahan sampai kepada
penyelesaian disertasi juga selalu diberikan oleh keluarga dengan penuh kasih dan
sayang. Oleh karena itu, sebagai bentuk kebersamaan dalam
perjuangan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada istri tercinta
Rahma Nur, S.Pd, M.Pd dan anak - anak tersayang A. Anifah Nutqhi Syam,
A. Muhammad Izzul Moeslimin Syam dan A. Muhammad Rafli Aidillah Syam.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada kedua orang tua
Bapak Abdul Rahim dan Subaedah (almarhum.) serta kedua mertua
Drs. H. A.Muhammad Nurdin Sahib (alm) dan Tasmawati yang senantiasa berdoa
untuk meraih keberhasilan ini.
vii
Akhirnya, penulis berharap disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi
pemberdayaan aparatur yang berbasis kompetensi dan bermanfaat dalam
pengembangan Ilmu Administrasi Publik.
Makassar,
Desember 2016 S a m s i r
viii
PERNYATAAN KEORISINILAN DISERTASI
Saya, Samsir
NomorPokok: 10A05057
Menyatakanbahwadisertasi yang
berjudul“PemberdayaanAparaturBerbasisKompetensipada Kantor
BadanKepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.”merupakankaryaasli.
Seluruh ide yang ada di dalamdisertasiini, kecuali yang sayanyatakankutipan,
merupakan ide yang sayasusunsendiri.Selainitu, tidakadabagiandaridisertasiini
yang telahsayagunakansebelumnyauntukmemperolehgelaratausertifikatakademik.
Jikapernyataan di atasterbuktisebaliknya,
makasayabersediamenerimasanksi yang ditetapkanoleh PPs UniversitasNegeri
Makassar.
Tandatangan …………………………………, Tanggal2 Desember 2016
ix
ABSTRAK
SAMSIR, 2016. Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Kantor
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. (Dibimbing oleh
Promotor Haedar Akib serta Kopromotor Fakhri Kahar dan Suradi Tahmir).
Tujuan penelitian ini adalah (i) untuk menganalisis dan menjelaskan
pemberian kewenangan, pengembangan kompetensi, dan pengambilan keputusan
aparatur berbasis Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan; (ii) untuk
menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor determinan terhadap keefektifan
pemberdayaan aparatur berbasis Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan; dan
(iii) untuk menganalisis dan menjelaskan prototype pemberdayaan aparatur yang
sesuai dengan kondisi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif (cualitatif
deskriptif) dan fenomenalogis (fenomenologys research) dengan teknik
pengumpulan data menggunakan metode pengamatan, wawancara, dan melalui
dokumentasi yang dapat dijadikan sebagai penjelasan dan keterangan yang
diperoleh melalui informan, baik pejabat, maupun aparatur pada Kantor Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (i) Pemberian kewenangan pada
aparatur dilakukan oleh pimpinan kepada pegawai dengan tetap
mempertimbangan kompetensi yang dimiliki. (ii) Pengembangan Kompetensi
diberikan kepada setiap aparatur, meskipun belum secara merata karena masih di
dominasi bidang/bagian dan pegawai tertentu.(iii) kemudian Pengambilan
keputusan dengan melibatkan aparatur, mulai dari Eselon II, III, dan IV, kecuali
hal yang bersifat strategi, Kepala Badan hanya meminta saran dan masukan dari
pejabat tertentu, (vi) Faktor-faktor determinan terhadap keefektifan pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi adalah lingkungan kerja, Komitmen pimpinan,
pemanfaatan teknologi, pengawasan, dan budaya kerja organisasi; dan (v)
Prototype pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan adalah mengacu pada Model Pemberdayaan Khan
(2007) yang kemudian dikembangkan menjadi Prototype Model Pemberdayaan
Aparatur (2016).
Kata kunci : Pemberdayaan Aparatur, Kompetensi, Kepegawaian.
263
x
ABSTRACT
SAMSIR, 2016. Empowerment Apparatus on a Competency-Based Staffing
Agency Regional Offices in South Sulawesi Province.(Supervised by Promoter
HaedarAkib as well as CopromoterFakhri KaharandSuradi Tahmir).
Empowerment is a very important part of ..................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
The research aims at (i) .................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
The finding indicate that (i) ...........................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
Key word: empowerment apparatus, competence, officialdom nomina.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA
PERNYATAAN KEORISINILAN DISERTASI
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
iv
vii
viii
x
xi
ix
xiv
xvii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sumber Daya Manusia
1. Manajemen Sumber Daya Manusia
2. Pengembangan Sumber Daya Manusia
3. Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik
4. Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Publik
B. Pemberdayaan
1
1
9
9
10
12
12
12
17
37
39
42
xii
BAB III
1. Konsep Pemberdayaan
2. Model Pemberdayaan
3. Pemberdayaan Aparatur
4. Pemberdayaan dan Kinerja Aparatur
5. Tujuan, Hakikat, dan Pendekatan
PemberdayaanAparatur PNS
6. Prinsip dan Karakteristik Pemberdayaan Aparatur
PNS
C. Kompetensi Aparatur
D. Faktor-faktor Determina
1. Karakteristik Organisasi
2. Karakteristik Lingkungan
3. Karakteristik Pekerja
4. Kebijakan dan Praktek Manajemen
5. Faktor Lingkungan Kerja
6. Komitmen Kepemimpinan
7. Budaya Kerja Organisasi
E. Kerangka Pikir
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
C. Sumber Data
D. Sasaran dan Fokus Penelitian
E. Deskripsi Fokus
42
67
72
81
87
90
106
110
111
112
113
116
122
129
130
134
134
134
135
136
138
139
xiii
BAB IV
BAB V
F. Instrumen Penelitian
G. Teknik Pengumpulan dan Pengabsahan Data
H. Teknik Analisis Data
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Sejarah Perkembangan Badan Kepegawaian Daerah
B. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
1. Visi dan Misi
2. Tujuan
3. Sasaran
C. Strategi, Kebijakan dan Nilai-nilai Organisasi
1. Strategi
2. Kebijakan
3. Nilai-nilai Organisasi
D. Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
1. Struktur Organisasi Badan Kepegawaian Daerah
2. Keadaan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah
3. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Kepegawaian
Daerah
4. Tupoksi dan Rincian Tugas Jabatan Strukturan BKD
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
1. Pemberian Kewenangan
139
142
145
145
146
146
147
148
149
149
149
150
151
151
153
155
156
190
190
190
194
xiv
2. Pengembangan Kompetensi
3. Pengambilan Keputusan
B. Faktor-Faktor Determinan yang Berpengaruh Terhadap
Keefektifan Pemberdayaan Aparatur Berbasis
Kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
1. Lingkungan Kerja
2. Komitmen pimpinan
3. Pemanfaatan Teknologi
4. Pengawasan
5. Budaya Kerja Organisasi
C. Pembahasan
1. Pemberian Kewenangan, Pengembangan
Kompetensi, dan Pengambilan Keputusan Aparatur
pada Kantor BadanKepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
2. Faktor-faktor Determinan terhadap Keefektifan
Pemberdayaan Aparatur pada Kantor Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
3. Prototype Pemberdayaan Aparatur Berbasis
Kompetensi pada Kantor Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
4. Proposisi
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
PUSTAKA
197
199
204
204
207
210
213
216
219
219
227
231
249
259
xv
BAB VI
DAFTAR
263
263
266
268
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Matriks Instrumen Penelitian
Lampiran 2. DaftarNama-nama Informan
Lampiran 3. Deskripsi Hasil Wawancara Informan
Lampiran 4. Analisis Data Hasil Wawancara
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian
Lampiran 5. SK. Pengangkatan Promotor dan Kopromotor
Lampiran 6. Undangan Tim Penguji Seminar Proposal
Lampiran 7. SK. HasilPerbaikan Seminar Proposal
Lampiran 8. Surat Izin Penelitian dari PPs. UNM Makassar
Lampiran 9. IzinPenelitiandari BKPMD
Lampiran 10. Surat Keterangan dari BKD Provinsi
282
282
286
287
305
343
352
353
354
355
356
357
xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
4.1
4.2
4.3
Keadaan pegawai berdasarkan golongan/ruang Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Keadaan pegawai berdasarkan jenjang pendidikan Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Keadaan pegawai berdasarkan eselon Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
153
154
154
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1
4.1
Bagan Kerangka Pikir
Struktur Organisasi BKD Provinsi Sulawesi Selatan
berdasarkan Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9
Tahun 2008
133
152
xviii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Arti
PNS : Pegawai Negeri Sipil
CPNS : Calon Pegawai Negeri Sipil
SDM : Sumber Daya Manusia
MSDM : Manajemen Sumber Daya Manusia
PSDM : PengembanganSumber DayaManusia
PSDMS : PengembanganSumber DayaManusia Stratejik
BKD : Badan Kepegawaian Daerah
ASN : Aparatur Sipil Negara
OADI : Observasi, Asses, Design, Implementation
UU : Undang-Undang
KKN : Kolusi, Korupsi, Nepotisme
MenPAN-RB : Menteri Negara PendayagunaanAparatur Negara
danReformasiBirokrasi
Diklat : Pendidikan dan Latihan
Tupoksi : Tugas Pokok dan Fungsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemberdayaan aparatur merupakan bagian yang sangat penting untuk
meningkatkan kapasitas atau kemampuan aparatur, baik kapasitas secara
fungsional maupun secara konseptual dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Hal ini berkaitan dengan ketersediaan tenaga-tenaga yang memiliki kompetensi
dan daya dukung aparatur yang handal, cakap, dan memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan berbagai tugas pokok dan fungsi yang dipercayakan kepadanya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita
bangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dibangun
aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian
pada pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara, untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan diperlukan pegawai negeri sipil yang
professional dalam melaksanakan tugas, menciptakan lingkungan kerja yang
1
2
nondiskriminatif, membertanggung jawabkan tindakan dan kinerjanya kepada
publik, memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program
pemerintah, memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat,
tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna dan santun.
Pegawai negeri sipil sebagai bagian integral dari aparat pemerintah
memiliki peranan yang sangat menentukan untuk mencapai tujuan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, khususnya di tingkat daerah, di
samping itu pegawai negeri sipil diharuskan pula meningkatkan prestasi kerja, dan
peningkatan perannya sebagai perencana, pelaksana dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui
pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang berintegritas, profesional, dan
bertanggungjawab. Hal ini mengharuskan pegawai negeri sipil memiliki
kompetensi dalam melaksanakan dan memberi pelayanan kepada publik secara
maksimal.
Kompetensi merupakan unsur yang sangat penting dan mendapat perhatian
dalam manajemen sumber daya aparatur, lebih spesifik dalam kaitannya dengan
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan. Kebijakan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) yang
antara lain menegaskan bahwa kompetensi merupakan persyaratan dan
pertimbangan penting dalam penataan Pegawai Negeri Sipil. Manajemen sumber
daya aparatur negara harus berbasis kompetensi yang mencakup pada semua
aspek dalam pengolahan manajemen sumber berdaya manusia (human resources
development).
3
Perubahan regulasi tersebut mengisyaratkan secara mendasar tentang
bagaimana manajemen kepegawaian yang lebih berorientasi kepada
profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang bertugas
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil dan merata dalam
penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, pembangunan. Untuk
melaksanakan tugas pelayanan masyarakat tersebut, SDM aparatur dituntut
memiliki profesionalisme, memiliki wawasan global, dan mampu berperan
sebagai unsur perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembinaan dan pengembangan SDM aparatur perlu terus mendapat
perhatian, terutama berkaitan dengan strategi peningkatan kualitas dan
kompetensinya dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab pelayanan publik.
Pembentukan sosok sumber daya manusia aparatur memang memerlukan waktu
dan proses, serta upaya yang tidak boleh berhenti sampai lahirnya aparatur yang
memiliki kemampuan dan kompetensi yang memadai. Dengan kompetensi
tersebut aparatur dapat bekerja secara profesional dan siap untuk diberdayakan
pada semua level atau tingkatan pekerjaan yang tersedia.
Berdasarkan harapan tersebut di atas, perlu dilakukan upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia pegawai itu sendiri guna meningkatkan
kompetensinya dalam meningkatkan prestasi kerja mereka melalui strategi
pemberdayaan aparatur. Pemberdayaan aparatur merupakan alat yang penting
untuk memperbaiki kinerja aparatur sehingga pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
4
Makmur (2008: 45) mengemukakan bahwa keuntungan utama adanya
upaya pemberdayaan adalah peningkatan kinerja dan hasil semakin besar pula
kerena setiap anggota masyarakat dan aparat pemerintah merasa memiliki
tanggungjawab. Karena itu, dengan pemberdayaan, pegawai merasa diberdayakan
akan dapat meningkatkan kepribadian, prestasi kerja serta dapat meningkatkan
disiplin kerja yang tinggi. Lebih jauh Nisjar (dalam Sedarmayanti, 2003: 46),
bahwa pemberdayaan dapat dilakukan melalui pendelegasian wewenang atau
pemberian wewenang, sehingga diharapkan orang lebih fleksibel, efektif, inovatif,
kreatif, etos kerja tinggi yang pada akhirnya produktivitas organisasi menjadi
meningkat.
Noe A. Raymond, (2010: 123) mengemukakan bahwa pemberdayaan
adalah merupakan pemberian tanggungjawab dan wewenang kepada pegawai
dalam mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya serta pengambilan
keputusan.
Khan (2007 : 126), mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah
terciptanya hubungan antara individu yang berkelanjutan untuk membangun
kepercayaan antar pegawai dan pimpinan atau manajemen organisasi. Khan
mengemukakan bahwa dalam pemberdayaan diperlukakan adanya pemdelegasian
(pemberian) kewenangan/ tugas yang penting bagi pegawai, pemberian
kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan kompetensi, memberikan
kesempatan kepada pegawai untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,
menyediakan pelatihan untuk menunjang kebutuhan terkait pekerjaan yang di
emban pegawai, menciptakan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan lintas
5
kompetensi (cros training), serta pengembangan saling percaya dan mendukung
antara pimpinan dan pegawai dan memandang pegawai sebagai mitra strategis
serta membantu menyelesaikan pekerjaan yang prioritas dan tujuan.
Cook dan Macaulay (2009 : 32), Pemberdayaan merupakan perubahan
yang terjadi pada filsafat manajemen yang dapat membantu menciptakn suatu
lingkungan di mana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan
energinya untuk meraih tujuan organisasi. Lebih lanjut Cook dan Macaulay,
mengemukakan bahwa pemberdayaan terjadi bila pimpinan memiliki sikap
mendorong adanya keterbukaan, mendelegasikan wewenang, mengatur kinerja,
mengembangkan orang-orang, menawarkan kerjasama, berkomunikasi secara
efisien, mendorong adanya inovasi, dan menyelesaikan masalah.
Winarty (2003: 54-60) langkah-langkah yang di perlukan dalam
pemberdayaan aparatur pada dasarnya dilakukan dengan cara, yaitu:
(1) Dukungan dari pimpinan, (2) Pendelegasian wewenang, (3) Bimbingan,
(4) Kemampuan sistem informasi, (5) Dukungan dari organisasi, (6) Kinerja
organisasi publik, (7) Kebutuhan leaming & growth bagi aparatur, (8) Kepuasan
pegawai, (9) Motivasi.
Pemberdayaan dapat terwujud jika pegawai dapat menghilangkan
kebiasaan menunggu perintah, petunjuk, atau pengarahan pimpinan (atasan),
tanpa itu semua, maka ketergantungan. Tampubolon (2001: 169) mengatakan
”Pemberdayaan tidak akan terjadi apabila orang hanya menunggu perintah,
petunjuk, atau pengarahan dari pimpinan (atasan), sebab prakarsa, inovasi, dan
kreativitas tidak berkembang, yang berkembang adalah ketergantungan”.
6
Kemudian Gaspersz (1997: 89) mengatakan karyawan merasa terberdaya
(empowered employees) apabila mereka merasa: (1) Pekerjaan mereka merupakan
milik mereka, (2) Mereka bertanggung jawab, (3) Mereka mengetahui di mana
mereka berada, (4) Mereka memiliki beberapa pengendalian atas pekerjaan
mereka.
Siagian (2001: 34), juga mengatakan bahwa salah satu bentuk
pemberdayaan yang diberikan kepada pegawai ialah dengan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengambil keputusan tentang berbagai hal
yang menyangkut pekerjaannya. Kemudian Soejono (2000: 21), menyatakan
bahwa pemberdayaan telah berhasil, manakala pimpinan memberikan kekuasaan
kepada bawahannya sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan
pimpinan mempercayai bawahannya. Stewart (2000: 22-23), mempertajam bahwa
pemberdayaan bukan hanya sebatas pada pendelegasian wewenang melainkan
merupakan cara yang amat praktis dan produktif mendapatkan yang terbaik dari
diri kita dan dari staf kita, karena mereka dekat dengan pelanggan. Dengan
demikian, pemberdayaan terjadi jika kekuasaan atau power mengalir kepada
pegawai/staf yang depan, sehingga didalam dirinya ada rasa memiliki dan
mengendalikan tugas-tugasnya (Soejono, 2000: 231).
Aparatur pemerintah perlu dibekali dengan pegetahuan, kecakapan dan
kemampuan yang menunjang dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.
Hanya saja yang perlu diingat bahwa potensi yang dimiliki setiap aparatur
tentunya berbeda satu sama lainnya, dan potensi itu dapat diarahkan dan
dikembangkan agar dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan melalui
7
peningkatan kompetensi maka aparatur harus diberikan kesempatan dan
dimampukan untuk melakukannya.
Kompetensi secara umum berarti kemampuan dan karakteristik yang
dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang dapat berupa pengetahuan,
keterampilan, sikap dan perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab serta jabatan diembannya. Melalui kompetensi tersebut itulah
aparatur dapat menghasilkan kinerja serta memiliki semangat pengabdian dan
dedikasi yang tinggi untuk melayani masyarakat, dengan bersikap profesioanl,
rasional, dan transparan.
Peningkatan kompetensi aparatur merupakan upaya yang mutlak harus
dilakukan terutama dalam proses pemberdayaan aparatur itu sendiri. Bernardin
dan Joyce, (2013: 43) mengemukakan bahwa orang yang memiliki potensi dan
kompetensi adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan (Knowledge), kecakapan
atau keahlian (Skill), kemampuan (Ability), and Others disingkat KSAOs. Menurut
Muins (2000: 40) ada tiga jenis kompetensi yang perlu dimiliki, yaitu:
(1) Kompetensi profesi, (2) Kompetensi individu, (3) Kompetensi sosial. Sedang
menurut Prayitno, Tim Peneliti Badan Kepegawaian Negara (BKN, 2003: 11),
standar kompetensi mencakup tiga hal, yaitu: (1) Pengetahuan (knowledge),
(2) Keterampilan (skills), (3) Sikap (attitude). Pendapat lain dikemukakan oleh
Suprapto (2002: 3) kualifikasi PNS dapat ditinjau dari tiga unsur utama, yaitu:
(1) Keahlian (skill), (2) Kemampuan teknis, (3) Sifat-sifat personil yang baik.
Untuk keahlian dapat dilihat dari (1) pengalaman yang dimiliki sesuai dengan
tugas yang dilakukan, (2) memiliki pengetahuan yang mendalam di bidangnya,
8
(3) memiliki wawasan yang luas di bidangnya, (4) beretika dalam melaksanakan
tugasnya. Kemampuan teknis dilihat dari kemampuan memahami tugas-tugas
yang diberikan kepadanya. Sedangkan etika adalah sifat-sifat yang harus dimiliki
seseorang pegawai meliputi disiplin, jujur, sabar, memiliki motivasi, terbuka
objektif, pandai berkomunikasi dan terlatih.
Organisasi dapat dikatakan sukses bila organisasi tersebut melandaskan
kegiatannya dengan kreativitas inovasi yang tinggi, pengetahuan (knowledge), dan
keterampilan/keahlian (skill) dari pegawainya termasuk di dalamnya kemampuan
menjalankan tugas dan tanggungjawab yang dibebankan kepadanya.
Kemampuan aparatur dalam menjalankan tugasnya banyak yang lahir dari
kesadaran untuk memberikan pelayanan yang terbaik, karena kesadaran
menjalankan tanggungjawab, dan juga karena kemampuan menjalankan
pekerjaannya. Namun tidak sedikit aparatur yang belum mampu menjalankan
kewajiban, tugas dan tanggungjawabnya karena berbagai hal, seperti pendidikan
yang tidak lagi sesuai tuntutan zaman yang berkembang, rendahnya kesadaran
pegawai melaksanakan tugas dan kewajibannya serta masih banyaknya pegawai
yang belum diberdayakan secara maksimal, sekalipun mereka memiliki
kemampuan dan kecakapan yang memadai. Termasuk di antaranya adalah banyak
aparatur yang memiliki kualifikasi pendidikan formal yang tinggi tapi belum
diberdayakan. (Wawancara: AH, Tanggal 8 Januari 2015).
Kemudian masih kurangnya pendelegasian kewenangan dan keterlibatan
aparatur dalam proses pengambilan keputusan, hal ini menyebabkan akan
lemahnya rasa tanggungjawab dan kepedulian terhadap program atau aktifitas
9
kantor, malah pegawai terlihat lebih bebas dan merasa lepas dari beban
tanggungjawabnya. Kemudian masalah ketepatan waktu, tanggungjawab, masih
seringnya pegawai terlambat masuk yang tidak sesuai dengan jam kerja yang
sudah menjadi ketetapan, seringnya keluar pada jam-jam dinas tanpa ada
keterangan yang jelas, kurangnya tingkat disiplin, kurangnya kecakapan dalam
menyelesaikan pekerjaan, seringnya pegawai menunda-nunda pekerjaan yang ada
sehingga menumpuk, yang pada gilirannya membuat pekerjaan tidak efektif,
bekerja bila ada atasan yang menyebabkan kinerja menjadi kurang baik.
Untuk meningkatkan produktivitas kerja organisasi tidak hanya menuntut
kerja keras kepada pegawai tetapi yang sangat dibutuhkan adalah bekerja lebih
cerdas, yang ditandai dengan adanya kompetensi. Sementara yang muncul adalah
kecenderungan aparatur dalam melaksanakan program kegiatan masih sangat
standar dan sangat normatif, kurang kreatif dan tingkat percaya dirinya yang
masih rendah. Padahal yang dibutuhkan adalah sosok pegawai negeri sipil yang
mampu memainkan peranan yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan. (Wawancara: IS, Tanggal 12 Januari 2015).
Fenomena lain yang mencuat adalah aparatur dalam melaksanakan
aktivitasnya ada kecenderungan lamban, serta kaku karena pegawai selalu
menunggu perintah atasan, terjadinya produktivitas kerja yang rendah, masih
sering terjadi overlapping dalam tugas dan fungsi serta pelaksanaan program,
mutu pelayanan yang kurang optimal, mekanisme kerja yang tidak efisien karena
secara administratif tidak menumbuhkan the right man on the right plece. Di
samping itu, sumber daya aparatur juga dihadapkan pada berapa permasalahan
10
yang sangat urgen yaitu kualitas sumber daya yang dipandang cukup memiliki
pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan, namun tidak diposisikan secara tepat
dalam penempatan aparatur sesuai dengan kompetensi dasar dan bidang masing-
masing pegawai. Masih sangat terbatasnya keinginan pimpinan untuk serius
melakukan tes kelayakan dan kepatutan (fit and propert test) dalam rangka
penempatan ataupun promosi pegawai. (Wawancara: NS Tanggal 12 Januari
2015).
Berdasarkan beberapa fenomena yang muncul tersebut, jelas menunjukkan
bahwa pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi merupakan suatu hal yang
mutlak, hal ini berlaku mulai dari tingkat bawahan operasional hingga tingkat
pimpinan tertinggi dalam organisasi. Adanya pemberdayaan bagi aparatur harapan
yang muncul adalah peningkatan kinerja dan hasil semakin besar karena adanya
rasa tanggungjawab dari setiap aparatur.
Oleh karena itu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian,
terutama mengungkap secara empiris tentang ”Pemberdayaan Aparatur
Berbasis Kompetensi pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.”
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari pemaparan latar belakang di atas, maka fokus masalah
yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan pemberdayaan aparatur melalui pemberian
kewenangan, pengembangan kompetensi, dan pengambilan keputusan berbasis
11
Pengetahuan, Keterampilan dan Kemampuan pada Kantor Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan?
2. Faktor-faktor apakah yang determinan terhadap pemberdayaan aparatur
berbasis Pengetahuan, Keterampilan dan Kemampuan pada Kantor Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan?
3. Bagaimana prototype pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi aparatur pada
Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian yang ada, maka
secara khusus penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Menganalisis dan menjelaskan tentang pelaksanaan pemberdayaan aparatur
melalui pemberian kewenangan, pengembangan kompetensi, dan pengambilan
keputusan berbasis Pengetahuan, Keterampilan dan Kemampuan pada Kantor
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang determinan terhadap
pemberdayaan aparatur berbasis Pengetahuan, Keterampilan dan Kemampuan
pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
3. Menganalisis dan menjelaskan Prototype pemberdayaan aparatur yang sesuai
dengan kondisi aparatur pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
12
D. Manfaat Hasil Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut di atas, maka manfaat hasil
penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi terhadap pengkajian dalam
manajemen sumber daya manusia khususnya yang berkaitan dengan model
pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada instansi pemerintah baik
tingkat propinsi maupun pada tingkat pemerintah kabupaten/kota.
b. Bagi civitas akademika diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai model pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi pada Instansi Pemerintah.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat menjadi acuan bagi para pimpinan dalam pemerintahan terutama
dalam melakukan evaluasi diri, organisasi dan melakukan perbaikan sistem
dalam rangka peningkatan pemberdayaan aparatur yang memiliki
kompetensi.
b. Sebagai bahan masukan atau kajian dalam menentukan prototype
pemberdayaan aparatur yang berbasis pengetahuan, kecakapan dan
kemampuan yang sesuai dengan organisasi pemerintahan terutama di
tingkat daerah.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sumber Daya Manusia
1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses menangani berbagai
masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer, dan tenaga kerja
lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi
SDM adalah departemen sumber daya manusia atau Human Resource Department
(HRD).
Sumber Daya Manusia (SDM) atau human resource dalam konteks
usaha/bisnis adalah orang yang bekerja dalam suatu organisasi yang sering pula
disebut karyawan (employee), sedangkan dalam konteks pemerintahan berarti
pegawai. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) berkaitan dengan
kebijakan (policy) dan praktek-praktek yang perlu dilaksanakan oleh manajer
mengenai aspek-aspek SDM dalam manajemen kerja. SDM merupakan salah satu
faktor yang sangat penting/asset perusahaan di samping faktor yang lain seperti
modal atau pembiayaan, teknologi. Oleh karena itu, SDM harus dikelola dengan
baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi sebagai salah satu
fungsi dalam organisasi/perusahaan yang dikenal dengan MSDM.
Sumber daya dibutuhkan dari interaksi antara manusia yang selalu mencari
sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan atau sesuatu yang tidak
12
13
dimilikinya. Dengan kata lain, sumber daya manusia merupakan abstraksi yang
mencerminkan appraisal manusia dan berhubungan dengan suatu fungsi/operasi.
MSDM merupakan perubahan terminologi dari manajemen personalia ke konsep
MSDM melalui proses yang sejalan dengan perkembangan ilmu manajemen.
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah Manajemen
personalia terkait dengan fungsi staffing, yaitu mengelola proses rekruitmen,
penempatan, menetapkan standar performance dan kompensasi, konseling,
training dan pengembangan karyawan. Proses ini dikatakan sebagai suatu seni
untuk melaksanakan suatu perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan
sehingga efektivitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan semaksimal
mungkin dalam mencapai tujuan. Dalam melaksanakan semuanya itu diperlukan
sumber daya manusia yang mampu mengimplementasikan berbagai aktivitas
organisasi.
Pada dasarnya sumber daya manusia harus dikelola dengan baik, berarti
perlu dilatih untuk dikembangkan melalui program pengembangan.
Pengembangan dimaksud dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan atau sistem
magang aktif terlibat untuk mencapai tujuan kariernya dan tujuan
perusahaan/organisasi.
Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang manajemen
personalia atau manajemen sumber daya manusia, antara lain menurut Miner dan
Miner yang dikutip oleh Hasibuan (2001: 11) bahwa “Manajemen personalia
didefenisikan sebagai suatu proses, pengembangan, menerapkan, dan menilai
14
kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, metode-metode, dan program-program
yang berhubungan dengan individu karyawan dalam organisasi.”
Gomes (2002: 5) berpendapat bahwa “Manajemen sumber daya manusia
adalah pengembangan dan pemanfaatan personil bagi pencapaian yang efektif
mengenai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan individu, organisasi, masyarakat,
nasional dan internasional.”
Flippo (2000: 11) berpendapat bahwa ”Manajemen personalia adalah
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, dan pemberhentian karyawan, dengan maksud terwujudnya tujuan
perusahaan, individu, karyawan dan masyarakat.“
Jackson, (2001: 4) berpendapat bahwa “Manajemen sumber daya manusia
berhubungan dengan sistem rancang formal dalam suatu organisasi untuk
menentukan efektivitas dan efisiensi dilihat dari bakat seseorang untuk
mewujudkan sasaran suatu suatu organisasi.”
Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
personalia ataupun MSDM mencakup 2 fungsi yaitu: fungsi manajemen, yaitu:
1) Perencanaan (Planning), yaitu manajer yang efektif menyadari bahwa
perencanaan merupakan bagian terpenting. Bagi manajer personalia
perencanaan berarti menentukan program yang akan membantu tercapainya
sasaran yang akan direncanakan. Penetapan tujuan ini memerlukan partisipasi
aktif dari manajer personalia, sesuai dengan pengetahuannya di bidang
sumber daya manusia. Manajemen lebih berorientasi pada kegiatan
menentukan sebelumnya sasaran yang ingin dicapai dan memikirkan cara
15
serta sasaran-sasaran pencapaiannya. Sasaran yang ingin dicapai adalah
parameter (ukuran berbandingan) bagi setiap pemimpin untuk menentukan
sederetan aktivitas yang harus dilaksanakan, agar setiap bawahan dapat
memberikan kontribusi maksimal dan positif.
2) Pengorganisasian (Organizing), yaitu setelah merencanakan pekerjaan setiap
individu mempunyai perbedaan dalam berbagai hal. Tugas manajer
menyelaraskan perbedaan-perbedaan tiap individu dengan tujuan agar tidak
terjadi konflik dalam organisasi. Untuk itu, diperlukan pengarahan agar
semua anggota organisasi melakukan pekerjaan mereka sesuai dengan yang
telah ditetapkan. Pengorganisasian dibutuhkan dalam menjalin relasi di antara
aktivitas kerja, penggunaan tenaga manusia dan pemanfaatan semua unsur
fisik melalui struktur formal, dengan tugas-tugas dan otoritas sendiri-sendiri.
3) Pengarahan (Directing), Dalam lingkungan pekerjaan setiap individu
memiliki perbedaan dalam berbagai hal. Tujuan manager menyelaraskan
perbedaan-perbedaan tiap individu dengan tujuan agar tidak terjadi konflik
dalam organisasi. Untuk itu, diperlukan pengarahan agar semua anggota
organisasi melakukan pekerjaan mereka sesuai dengan yang telah ditetapkan.
4) Pengendalian (Controlling), Pengendalian adalah fungsi manajemen yang
berhubungan dengan pengaturan kegiatan agar sesuai dengan rencana
personalia yang sebelumnya telah dirumuskan sehingga memperoleh hasil
pekerjaan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Kemudian, fungsi operasional dalam manajemen personalia ataupun MSDM
mencakup, yaitu :
16
1) Pengadaan tenaga kerja (Procurement). Fungsi pengadan tenga kerja
merupakan fungsi MSDM yang pertama dimana fungsi ini bertujuan untuk
memperoleh jenis dan jumlah yang tepat agar dapat mencapai sasaran
organisasi. Penentuan SDM yang akan dipilih harus melalui beberapa tahap
seleksi, hal ini dilakukan agar tenaga kerja yang terpilih benar-benar
diperlukan.
2) Pengembangan (Development). Tenaga kerja yang telah ada memerlukan
adanya pengembangan-pengembangan yang diselaraskan dengan
pengembangan organisasi dan tujuan yang ingin dicapai
organisasi.Pengembangan ini dapat dilakukan melalui pendidikan dan
pengembangan berkesinambungan.
3) Kompensasi (Compensation). Fungsi ini merupakan peberian penghargaan
yang adil dan layak terhadap para karyawan sesuai dengan sumbangan
mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Pemberian gaji merupakan
pemberian kompensasi secara langsung, tunjangan dan pelayanan merupakan
kompensasi tidak langsung.
4) Integrasi (Integration). Integrasi berhubungan dengan keinginan organisasi
dan individual karyawan. Keinginan-keinginan ini kemudian disesuaikan,
integrasi ini penting agar terjalin kesepakatan yang baik antara atasan dan
bawahan. Dalam fungsi integrasi ini organisasi perlu memahami perasaan dan
sikap para karyawan, serta masyarakat untuk dipertimbangkan dalam
pembuatan kebijaksanaan organisasi.
17
5) Pemeliharaan (Maintenance). Kemampuan merupakan salah satu faktor
penting bagi tercapainya tujuan dan tugas organisasi, meningkatkan dan
mempertahankan kondisi fisik yang berupa kesehatan dan keselamatan kerja
karyawan. Dalam hal ini seluruh tenaga kerja dan manajer akan merasa aman
dan tentram.
6) Pemutusan Hubungan Kerja (Separation). Pemutusan hubungan kerja
merupakan salah satu fungsi dalam organisasi yang harus dijalani atau
dihadapi oleh setiap karyawan. Dalam hal ini organisasi bertanggung jawab
kepada setiap tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja tersebut harus sesuai
dengan ketentuan-ketentuan dan organisasi harus menjamin bahwa
masyarakat yang dikembalikan tersebut berada dalam keadaan sebaik
mungkin. Pemutusan hubungan kerja tersebut dapat berupa pensiun,
pemberhentian sementara, penempatan luar dan pemecatan. Dapat dikatakan
bahwa keseluruhan kegiatan di dalam suatu organisasi yang diawali dengan
tahap perekrutan, pengembangan sampai kepada pemeliharaan merupakan
suatu hal yang secara tidak langsung dapat membentuk tiap individu tenaga
kerja untuk lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaanya.
Dalam hal ini kita dapat mengatakan, bahwa dalam suatu organisasi
sumber daya manusia merupakan salah satu faktor terpenting. Oleh karena itu,
SDM memiliki berbagai kemampuan dan inspirasi yang dapat mengembangkan
organisasi ke arah yang lebih kompeten atau lebih kompetitif.
18
2. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Peranan manusia dalam suatu organisasi pemerintahan semakin diyakini
kepentingannya sebagaiman tujuan organisasi tidak mungkin akan terwujud tanpa
peran aktif dari manusia yang mengelola pemerintahan tidak akan berjalan tanpa
adanya peran serta SDM. Meskipun sudah ada teknologi yang serba otomatis
kemajuan teknologi tidak akan menggeser peran SDM secara keseluruhan oleh
suatu lembaga karena ada hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh teknologi
manusia merupakan sumber daya yang berbeda dengan sumber daya yang
lainnya. Karena manusia mempunyai kemampuan berfikir, perasaan dan tingkah
laku yang berbeda, maka itu diperlukan kemampuan yang baik dalam manajemen
SDM aparatur yang dikelola dengan efektif dan efisien.
Pengembangan sumber daya manusia meliputi aktivitas-aktivitas yang
diarahkan terhadap pembelajaran organisasi, baik dalam level manajerial maupun
personal. Pengembangan sumber daya manusia terwujud dalam aktivitas-aktivitas
yang ditujukan untuk merubah perilaku organisasi. Pengembangan sumber daya
manusia menunjukkan suatu upaya yang sengaja dengan tujuan mengubah
perilaku anggota organisasi atau paling tidak meningkatkan kemampuan
organisasi yang berubah. Jadi ciri pengembangan sumber daya manusia adalah
aktivitas yang diarahkan pada perubahan perilaku.
Sementara sumber daya manusia dapat didefenisikan sebagai suatu
keseluruhan orang-orang dalam organisasi yang memberikan kontribusi terhadap
jalannya organisasi dalam mencapai tujuannya. Sebagai sumber daya utama dalam
mengembangkan dan mencapai tujuan organisasi, maka perhatian terhadap
19
sumber daya manusia harus diberikan terutama dalam kondisi dan situasi
lingkungan yang serba tidak pasti. Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa
penempatan pegawai yang tepat tidak selalu menyebabkan keberhasilan. Kondisi
lingkungan yang cenderung berubah dan kompetensi aparatur yang semakin
berkembang dalam organisasi mengharuskan organisasi terus menerus melakukan
penyesuaian.
Sumber daya manusia merupakan unsur yang paling penting dalam
organisasi. Oleh karena itu sumber daya manusia harus mendapatkan perhatian
yang serius agar sasaran organisasi dapat tercapai secara maksimal sesuai harapan
yang diinginkan. Salah satu sasaran yang dapat digunakan oleh para manajer/
pimpinan dalam rangka melaksanakan investasi dan perhatian terhadap sumber
daya manusia adalah dengan melakukan pengembangan kualitas terhadapat
sumber daya manusia aparatur.
Untuk memahami pengertian sumber daya manusia, Nawawi (2001: 37)
menyatakan sebagai berikut:
Pengertian sumber daya manusia perlu dibedakan antarara pengertiannya
secara makro dan mikro. Pengertian sumber daya manusia secara makro
adalah semua manusia sebagai penduduk atau warga negara atau dalam
batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang
sudah maupun yang belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). Sumber
daya manusia dalam arti mikro secara sederhana adalah manusia atau orang
yang bekerja atau menjadi anggota suatu organisasi yang disebut personil,
pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja, dan lain-lain.
Dari pengertian sebagaimana dikemukakan di atas menunjukkan bahwa
uraian-uraian mengenai sumber daya manusia harus ditempatkan dalam
kedudukan yang sebenarnya, yaitu sebagai sumber daya manusia makro dan
mikro. Secara mikro berarti sukses organisasi dalam mencapai tujuannya tidak
20
sekedar ditentukan oleh jumlah sumber daya manusia yang dipekerjakannya,
tetapi sangat dipengaruhi oleh kualitas dan sifat kompetitifnya.
Dapat dipahami bahwa sumber daya manusia harus diartikan sebagai
sumber dari kekuatan yang berasal dari manusia-manusia yang dapat
didayagunakan oleh organisasi. Dengan demikian, istilah sumber daya manusia
adalah manusia bersumber daya dan merupakan kekuatan (power). Hal ini relevan
dengan kerangka berpikir bahwa agar menjadi sebuah kekuatan, sumber daya
manusia ditingkatkan kualitas dan kompetensinya.
Pengembangan sumber daya manusia dapat dipahami sebagai penyiapan
individu pegawai untuk memikul tanggungjawab yang berbeda atau lebih tinggi di
dalam organisasi. Pengembangan biasanya berhubungan dengan peningkatan
kemampuan intelektual atau emosial yang diperlukan untuk menunaikan
pekerjaan yang lebih baik. Pengembangan sumber daya manusia berpijak pada
fakta bahwa individu pegawai membutuhkan pengetahuan, keahlian, dan
kemampuan yang berkembang supaya ia mampu bekerja dengan baik.
Pengembangan sumber daya manusia dapat diwujudkan melalui pengembangan
karier, pendidikan, maupun pelatihan. Melalui pengembangan sumber daya
manusia yang tepat, maka ketergantungan organisasi terhadap rekruitmen sumber
daya manusia baru akan berkembang.
Pengembangan SDM yang terarah dan terencana disertai pengelolaan yang
baik akan dapat menghemat sumber daya lainnya atau setidak-tidaknya
pengolahan dan pemakaian sumber daya organisasi dapat secara berdaya guna dan
berhasil guna. Siagian, (1996: 182) mengemukakan bahwa pengembangan SDM
21
merupakan keharusan mutlak bagi suatu organisasi dalam menghadapi tuntutan
tugas sekarang maupun dan terutama untuk menjawab tantangan masa depan.
Kondisi “conditio sine quanon” ini dapat dikategorikan sebagai bentuk investasi
yaitu human investasi. Meskipun program orientasi pengembangan ini memakan
waktu dan dana, semua organisasi mempunyai keharusan untuk melaksanakannya,
dan menyebut biaya-biaya untuk berbagai program tersebut sebagai investasi
dalam SDM.
Handoko (1998: 103), menjelaskan:
Ada dua tujuan utama dalam hal ini pertama, pengembangan dilakukan
untuk menutup “gap” antara kecakapan atau kemampuan aparatur dengan
permintaan jabatan. Kedua, program tersebut diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam mencapai
sasaran-sasaran kerja yang ditetapkan.
Pencapaian keselarasan tujuan tersebut tentunya harus ditempuh melalui
suatu proses tahapan panjang yang dimulai dari perencanaan sampai dengan
pengelolaan dan pemeliharaan potensi SDM. Kemudian Notoatmodjo, (1998: 2-3)
memberi pendapat, yaitu:
Secara makro pengembangan sumber daya manusia (human resourses
development) merupakan suatu proses peningkatan kualitas atau
kemampuan manusia, yaitu mencakup perencanaan, pengembangan dan
pengelolaan sumber daya manusia.
Dalam hal ini, selanjutnya Handoko (1998: 104) memberikan juga pokok
pikirannya, yaitu:
Pengembangan SDM mempunyai ruang lingkup lebih luas dalam upaya
memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-
sifat kepribadian, sehingga dapat memegang tanggungjawab dimasa yang
akan datang.
22
Ada empat aspek yang terkandung dalam pengembangan sumberdaya
manusia yang meliputi “capacity, equity, empowerment, and sustainability”.
Rryant dan Write (1987:15), mengatakan bahwa setiap upaya pengembangan
haruslah memberikan penekanan bahwa kapasitas yaitu upaya meningkatkan
kemampuan beserta energi yang diperlukan oleh sumber daya manusia. Setelah
itu penekanan diberikan pada aspek pemerataan dalam rangka menghindari
perpecahan di dalam masyarakat yang dapat menghancurkan kapasitanya. Selain
itu juga harus mendapat perhatian adalah aspek pemberian kekuasaan dan
kewenangan yang lebih besar kepada masyarakat, dengan harapan agar hasil
pembangunan dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Karena
aspirasi dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan dapat lebih meningkat.
Di samping adanya wewenang untuk memberikan korekasi terhadap kebijakan
dan keputusan yang diambil tentang sumber daya , maka terakhir adalah aspek
keberlanjutan atau kelangsungan yang harus diperhatikan mengingat keterbatasan
sumber daya yang ada.
Pada sisi lain pengembangan SDM tidak hanya sebatas menyangkut
internal SDM sendiri (yaitu antara lain pengetahuan, kemampuan, sikap, tanggung
jawab) namun juga terkait dengan kondisi eksternal, seperti lingkungan
organisasi. Hal ini tercermin dari tuntutan pengembangan SDM sendiri yang pada
dasarnya timbul karena pertimbangan: (1) pengetahuan karyawan yang perlu
pemutakhiran, (2) masyarakat selalu berkembang dinamis dengan mengalami
pergeseran nilai-nilai tertentu, (3) persamaan hak memperoleh pekerjaan,
(4) kemungkinan perpindahan pegawai yang merupakan kenyataan dalam
23
kehidupan organisasional (Siagian, 1996: 199). Berbagai tuntutan tersebut secara
bersamaan saling mempengaruhi pelaksanaan dan arah pengembangan SDM, baik
menyangkut internal manusianya maupun lingkungan eksternal.
Pada bagian lain dalam ruang lingkup organisasi, faktor yang
mempengaruhi pengembangan SDM ini dapat dibagi ke dalam faktor internal
yaitu mencakup keseluruhan kehidupan yang dapat dikendalikan organisasi,
meliputi: (1) misi dan tujuan organisasi, (2) strategi pencapaian tujuan, (3) sifat
dan jenis pekerjaan dan (4) jenis teknologi yang digunakan. Serta faktor eksternal,
yang meliputi: (1) kebijaksanaan pemerintah, (2) sosio budaya masyarakat,
(3) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Notoatmodjo, 1998: 8-10).
Secara khusus dalam pengembangan SDM yang menyangkut peningkatan segala
potensi internal kemampuan diri manusia ini adalah didasarkan fakta bahwa
seseorang karyawan akan membutuhkan serangkaian pengetahuan, keahlian dan
kemampuan yang berkembang untuk bekerja dengan baik dalam suksesi posisi
yang ditemui selama karier.
Dalam hal ini merupakan persiapan karier jangka panjang seseorang
(Simamora, 1995: 287). Sehingga cakupan pengembangan SDM selanjutnya
adalah terkait dengan sistem karier yang diterapkan oleh organisasi dan
bagaimana SDM yang ada dapat mengakses sistem yang ada dalam rangka
mendukung harapan-harapan kerjanya (Simamora, 1995: 323).
Pengembangan SDM pada dasarnya merupakan kegiatan terpadu yang
dilakukan manajemen dalam rangka meningkatkan nilai tambah pegawai guna
meningkatkan produktivitas organisasi dan sekaligus dalam rangka
24
mempersiapkan pegawai untuk melaksanakan tugas pada jenjang yang lebih
tinggi. Menurut Wahyudi (1996: 15) bahwa kegiatan-kegiatan dalam ruang
lingkup pengembangan sumber daya manusia (development of personnal) ini
bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan SDM yang telah
dimiliki, sehingga tidak akan tertinggal oleh perkembangan organisasi serta ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pengembangan SDM dalam suatu organisasi adalah upaya peningkatan
kemampuan aparatur yang dalam penelitian ini dilakukan melalui pendidikan dan
pelatihan dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
Pengembangan SDM dirasakan sangat mendesak, karena SDM merupakan
sumber daya terpenting yang dimiliki oleh suatu organisasi. Salah satu
implikaksinya ialah bahwa investasi terpenting yang mungkin dilakukan oleh
suatu organisasi adalah dibidang SDM. Salim (2002: 25) memberikan pengertian
bahwa sumber daya manusia adalah kekuatan daya pikir dan berkarya manusia
yang perlu dibina dan digali serta dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-
baiknya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa SDM
merupakan kekuatan dan kemampuan yang terdapat pada manusia yang dapat
diberikan terhadap usaha kerja yang menghasilkan sesuatu, baik untuk dirinya
sendiri, organisasi maupun untuk kepentingan masyarakat luas. Menurut Irawan
(1997: 8) memberikan pengertian pengembangan sumber daya manusia adalah
mempunyai cakupan makna yang luas, namun secara umum pengembangan
sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagai suatu proses merekayasa
25
perilaku kerja pegawai sedemikian rupa, sehingga pegawai dapat mewujudkan
kinerja yang optimal.
Selanjutnya Awaloedin menyebutkan bahwa pengembangan sumber daya
manusia dalam arti luas adalah seluruh proses pembinaan untuk meningkatkan
kualitas serata taraf hidup manusia dari suatu negara, sedangkan dalam arti sempit
pengembangan SDM adalah peningkatan pendidikan dan pelatihan atau usaha
menambah pengetahuan dan keterampilan sebagai proses yang tanpa akhir
terutama pengembangan itu sendiri.
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengan
pengembangan SDM maka akan meningkatkan kinerja pegawai sebagaimana
tujuan pengembangan SDM adalah meningkatkan potensi yang dimiliki oleh
SDM sebagai upaya meningkatkan profesionalisme.
Nadler (2005: 13) mengatakan bahwa pengembangan SDM sebagai
pengalaman yang diorganisir pada periode waktu tertentu untuk menentukan
kemungkinan perubahan kinerja, atau secara umum meningkatkan kemampuan
individu. Pengembangan SDM berkaitan dengan peningkatan kemampuan
pengetahuan, keterampilan dan sikap individu yang diwujudkan dalam bentuk
kinerja. Di sisi lain Emmerdji (2005: 14), merumuskan pengembangan SDM
merupakan: (1) kreasi sumber daya manusia, (2) pengembangan, (3) menyusun
struktur (upah) sesuai peluang kerja yang ada.
Flippo (2002) menyatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia
merupakan suatu proses dari pendidikan dan latihan, yaitu:
26
1. Pendidikan
Berkaitan dengan pengetahuan secara umum. Terdapat dua level utama
yang perlu mendapatkan perhatian dalam pendidikan, yaitu manajer
organisasi dan tenaga operasional.
a. Manajer organisasi (manajerial)
Pendidikan bagi manajer/pimpinan organisasi ditujukan dengan
berfokus pada peningkatan kemampuan pengetahuan manajer/
pimpinan serta kemampuan manajerial organisasi untuk terampil
dalam pengambilan keputusan.
b. Staf pegawai (operasional)
Pendidikan bagi staf pegawai operasional dapat dilakukan melalui
pelatihan kerja dan apprenticeship, dimana pendidikan tersebut
bertujuan agar dapat meningkatkan produktivitas kerja, mengurangi
biaya-biaya yang dikeluarkan oleh organisasi, meningkatkan moral,
serta mempromosikan stabilitas dan fleksibilitas organisasi.
2. Pelatihan
Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan pegawai dalam mengembag
tugas dan pekerjaan tertentu sesuai dengan pekerjaan terakhir yang
diemban oleh pegawai. Pelatihan juga dilakukan dalam rangka updating
pegawai.
Menurut Papayungan (dalam Alfia dkk, 1998: 4-5) untuk
memformulasikan pengembangan SDM, maka sangatlah penting mengadakan
27
terlebih dahulu evaluasi sistematis terhadap masalah dan kebutuhan-kebutuhan
sumber daya manusia.
Kemudian Schuler dan Youngblood (1999: 16) mengemukakan:
Pengembangan sumber daya manusia pada suatu organisasi akan mencakup
berbagai faktor seperti: “pendidikan dan latihan, perencanaan dan
manajemen karier, pengembangan kualitas dan produktivitas kerja, serta
pengembangan kesehatan dan keamanan kerja.
Mengenai arti pentingnya pengembangan sumber daya manusia,
Heidjrachman dan Husnan (1993) mengemukakan bahwa sesudah aparatur
diperoleh, sudah selayaknya kalau mereka dikembangkan. Pengembangan
dilakukan untuk meningkatkan keterampilan melalui latihan (training), yang
diperlukan untuk dapat menjalankan tugas dengan baik. Kegiatan ini makin
menjadi penting karena berkembangnya teknologi dan makin kompleksnya tugas-
tugas pimpinan.
Hingga hasil temuan dari Taylor sebagai Bapak Scientific Management,
orang masih beranggapan bahwa pengembangan pegawai bukanlah tugas dari para
pimpinan. Pendapat yang demikian itu, dalam praktek dewasa ini masih dianut
oleh segolongan pemimpin terlebih-lebih mereka yang belum menyadari beberapa
peranan pengembangan pegawai itu sebagai salah satu cara terbaik untuk
merealisir tujuan organisasi yang di pimpinnya.
Wirawan dkk. (2009: 91) memberikan pengertian pengembangan pegawai
adalah:
Mempunyai cakupan makna yang sangat luas, namun secara umum
pengembangan pegawai dapat didefenisikan sebagai suatu proses
merekayasa perilaku kerja pegawai sedemikian rupa, sehingga pegawai
dapat menunjukkan kinerja yang optimal.
28
Sebagai kata kunci pengembangan aparatur adalah rekayasa perilaku
(behavior engginering) dari aparatur yang artinya rekayasa perilaku mengandung
makna tersirat bahwa perilaku sesungguhnya dapat diubah dan diperbaiki dari
keadaan yang baik dan kepada yang lebih baik, namun perlu diperhatikan bahwa
perekayasaan perilaku ini harus dilaksanakan secara sadar, baik oleh organisasi
maupun oleh apartaur yang bersangkutan. Proses secara sadar bahwa
pengembangan aparatur harus melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi yang sistematik demi mencapai tujuan pengembangan itu sendiri.
Sedangkan Awaloedin (1993: 94) menyebutkan:
Pengembangan SDM dalam arti luas adalah seluruh proses pembinaan untuk
meningkatkan kualitas serta taraf hidup manusia dari suatu negara,
sedangkan dalam arti sempit pengembangan SDM adalah peningkatan diklat
atau usaha menambah pengetahuan dan keterampilan sebagai proses yang
tanpa akhir, terutama pengembangan itu sendiri.
Tuntutan kuat mengenai pentingnya pengembangan SDM pada dasarnya
timbul karena empat alasan utama, yaitu:
1. Perlunya pemuktahiran pengetahuan karyawan.
2. Perubahan keadaan sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pergeseran nilai budaya.
3. Persamaan hak memperoleh pekerjaan dan meraih prestasi.
4. Kemungkinan perpindahan pegawai sehingga jabatan-jabatan yang lowongan
perlu diisi.
Siagian (1995: 191) menyebutkan manfaat dari pengembangan SDM
yaitu:
1. Meningkatkan produktivitas kerja perusahaan.
29
2. Terwujudnya hubungan kerja yang serasi antara SDM.
3. Mempercepat pengambilan keputusan yang tepat.
4. Meningkatkan semangat dan kegairahan kerja.
5. Pimpinan akan terdorong untuk menggunakan.
6. Komunikasi akan berjalan lebih efektif.
7. Meningkatkan rasa kelompok dan suasana kekeluargaan dalam
organisasi.
Tujuan pengembangan sumber daya manusia menurut Martoyo (2002: 45)
menyebutkan ada delapan jenis tujuan, yaitu:
1. Produktivitas personil organisasi (productivity)
2. Kualitas produk organisasi (quality)
3. Perencanaan sumber daya manusia (human resources planning)
4. Semangat personil dan iklim organisasi (morale)
5. Meningkatkan secara kompensasi secara tidak langsung (indirect
compensation)
6. Kesehatan dan keselamatan kerja (health and safety)
7. Pencegahan merosotnya kemampuan personil (absolerence
prevention)
8. Pertumbuhan kemampuan personil (personil growth)
Pengembangan sumber daya manusia organisasi memiliki tujuan-tujuan
tertentu, baik secara eksternal maupun secara internal, Donni Juli Priansa (2014:
148-149). Adapun tujuan pengembangan sumber daya manusia secara internal,
adalah sebagai berikut:
30
1. Meningkatkan produktivitas kerja
Produktivitas kerja pegawai dalam organisasi terkait dengan kualitas maupun
kuantitas kerja yang dihasilkannya. Peningkatan produktivitas kerja pegawai
dapat dilakukan melalui pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan
sumber daya manusia dalam organisasi akan meningkatkan kemampuan
manajerial, kemampuan berpikir, maupun kemampuan teknis pegawai.
a. Kemampuan manajerial, yaitu kemampuan untuk mengatur atau
memanajemen suatu prosedur pekerjaan sehingga dapat berjalan secara
baik dan sesuai dengan rencana.
b. Kemampuan berpikir, yaitu merupakan kemampuan pegawai untuk dapat
menggunakan pikirannya dalam pekerjaan sehingga individu pegawai
bukanlah sebuah benda yang dapat diperintah apa saja, namun merupakan
pegawai yang memiliki akal dan pikiran untuk dikembangkan.
c. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan pegawai dalam menggunakan
perlengkapan dan peralatan yang ada di dalam organisasi.
2. Melakukan efisiensi
Pengembangan sumber daya manusia, baik pada level manajerial maupun
operasional dalam suatu organisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi.
Efisiensi organisasi sangatlah penting untuk meningkatkan daya saing
organisasi di tengah persaingan dengan organisasi lain. Efisiensi dapat berupa
tenaga,waktu, biaya, dan bahan baku, serta berkurangnya kerusakan dari
mesin-mesin sehingga efisiensi dapat dikatakan suatu tindakan yang sangat
31
penting dan sangat berguna bagi organisasi untuk dapat meningkatkan hasil
yang diinginkan organisasi tersebut.
3. Meningkatkan efektivitas
Pengembangan sumber daya manusia yang tepat akan mampu meningkatkan
efektivitas organisasi. Organisasi yang efektif adalah organisasi yang mampu
merancang program pengembangan organisasi dan berhasil melaksanakan
program-program tersebut melebihi harapan-harapan yang ada di dalamnya.
4. Pencegahan kerusakan
Banyak pegawai yang tidak mampu memfungsikan atau memanfaatkan
peralatan dan perlengkapan kantor dengan semestinya sehingga menyebabkan
resiko kerusakan peralatan dan perlengkapan kantor menjadi lebih tinggi.
Melalui pengembangan sumber daya manusia yang tepat, diharapkan
kerusakan peralatan dan perlengkapan yang ada di kantor dapat dikurangi
karena pegawai dapat memanfaatkan dengan baik peralatan dan perlengkapan
yang ada di kantor.
5. Mengurangi kecelakaan kerja
Pengembangan sumber daya manusia juga bermanfaat bagi pengurangan
kecelakaan kerja. Dengan demikian, jika pegawai yang bekerja tidak
mengalami kecelakaan, maka sudah dapat dipastikan bahwa pegawai tersebut
sudah terampil dan profesional dalam melaksanakan pekerjaannya.
Organisasi yang tidak mampu melakukan pengembangan sumber daya manusia
dengan tepat cenderung akan sering menempatkan pegawai yang tidak tepat
32
pada pekerjaan yang diembannya sehingga resiko terjadinya kecelakaan kerja
menjadi semakin tinggi.
6. Meningkatkan pelayanan internal
Pengembangan sumber daya manusia yang tepat akan mampu meningkatkan
pelayanan internal yang lebih optimal, terutama bagi pelanggan internal yaitu
seluruh pegawai yang ada di dalam organisasi. Peningkatan pelayanan internal
tersebut, dimana setiap pegawai menyadari dan memahami pentingnya
keterlibatan untuk mensukseskan seluruh pekerjaan yang ada di organisasi dan
bukan hanya pekerjaaan yang ada di unit kerja, akan menggerakkan roda
organisasi mencapai visi organisasi dengan lebih optimal.
7. Moral pegawai
Moral pegawai sangat penting bagi organisasi, karena dengan moral pegawai
yang baik maka setiap hasil pekerjaan sesuai dengan apa yang diinginkan
organisasi. Dengan adanya pengembangan pegawai, maka moral pegawai
diharapkan akan lebih baik, dimana keahlian dan keterampilan serta
kemampuan yang dimiliki pegawai sesuai dengan pekerjaannya, sehingga
pegawai bekerja bersemangat dan antusias dalam menyelesaikan setiap
pekerjaan dengan hasil yang memuaskan bagi organisasi.
8. Karier
Persyaratan suatu jabatan menitikberatkan pada syarat-syarat individual yang
dibutuhkan untuk mengemban jabatan dan pekerjaan dengan lebih optimal.
Jabatan dalam organisasi menuntut adanya dukungan pendidikan dan
pengalaman pelatihan yang saling menunjang. Melalui pendidikan dan
33
pelatihan yang tepat bagi pegawai diharapkan akan memberikan kesempatan
karier yang lebih luas, bahkan pegawai diberi kesempatan untuk duduk dilevel
strategis yang ada di dalam organisasi, karena organisasi memberikan
kesempatan kepada siapa saja yang mau terlibat untuk pengembangan
organisasi.
9. Kepemimpinan
Suatu organisasi membutuhkan seorang pemimpin yang cakap, dimana dia
harus mampu mengelola segala kegiatan dan aktivitas yang ada dalam
organisasi.pengembangan perlu dilakukan pula kepada pemimpin mengingat
jabatan pemimpin memegang peranan yang sangat vital. Tugas seorang
pemimpin tidak hanya berhubungan dengan orang yang berada di atas tetapi ia
juga harus mampu berhubungan dengan orang-orang yang ada di bawahnya.
Dengan adanya pengembangan tersebut, diharapkan seorang pemimpin dapat
melakukan tugasnya secara baik, sehingga keberhasilan ataupun kegagalan
yang diperoleh organisasi, bergantung pada bagaimana pemimpin dalam
mengatur, menjaga dan menjalankan setiap rencana yang telah ditetapkan
dengan adanya komunikasi yang baik antara atasan dengan bawahan.
10. Suksesi kepemimpinan
Pengembangan sumber daya manusia yang tepat juga akan menggerakkan
siklus kepemimpinan yang ada di dalam organisasi. Organisasi akan
mendorong calon-calon pemimpin yang berasal dari internal organisasi untuk
berkembang, sehingga suksesi kepemimpinan yang ada di dalam organisasi
akan berjalan dengan baik.
34
11. Kompensasi
Pengembangan sumber daya manusia dapat meningkatkan kompetensi dan
keterampilan sumber daya manusia sehingga pekerjaan yang diembannya akan
lebih efektif dan efisienserta pegawai mampu mengemban pekerjaan dengan
lebih banyak. Dengan demikian akan meningkatkan kompensasi yang diterima
oleh pegawai dari organisasi. Konsep ini dilakukan melalui insentif berbasis
kinerja (BK), dimana pegawai yang memiliki konpetensi dan keterampilan
yang tinggi dan mampu untuk mengemban pekerjaan yang lebih efektif,
efisien, serta dalam beban kerja yang tinggi akan memperoleh penghasilan
tambahan berupa insentif yang besarannya ditentukan atas kinerja pegawai itu
sendiri.
Adapun tujuan pengembangan sumber daya manusia secara eksternal,
adalah sebagai berikut:
1. Tuntutan pelanggan
Keterbukaan data dan informasi menyebabkan pegawai semakin tinggi
pengetahuannya sehingga ketika mereka menggunakan produk akan cenderung
lebih kritis dibandingkan dengan sebelumnya. Untuk itu organisasi perlu
mempersiapkan pegawai-pegawai yang tepat melalui pengembangan SDM
yang tepat pula. Pegawai tersebut kelak akan berhadapan langsung dengan
pelanggan. Pegawai yang mampu mengemban pekerjaannya dengan
profesional akan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga pelanggan
akan lebih puas.
2. Globalisasi
35
Globalisasi mendorong setiap organisasi untuk mampu perusahaan
multinasional atau organisasi yang berskala global untuk meraih keberhasilan
di tingkat global. Hal tersebut mendorong setiap organisasi untuk
mempersiapkan pegawainya yang mampu mengemban tugas di tingkat global.
Pegawai berprestasi global menjadi kebutuhan strategis.
3. Persaingan bisnis
Persaingan bisnis antar organisasi semakin meningkat untuk itu dibutuhkan
Pengembangan sumber daya manusia yang tepat, yang mampu menghasilkan
SDM yang berkompetensi yang dapat bersaing dengan SDM organisasi lain.
4. Semakin tingginya biaya pegawai
Biaya pegawai dewasa ini semakin tinggi karena semakin tingginya tuntutan
kebutuhan pegawai baik secara personal maupun keluarganya. Untuk itu
Pengembangan sumber daya manusia diperlukan agar organisasi dapat
mempekerjakan pegawai dalam jumlah yang ramping namun mampu
mengemban pekerjaan yang lebih banyak dan efektif. Dengan demikian, profit
organisasi akan meningkat yang selanjutnya akan didistribusikan bagi
kesejahteraan pegawai.
5. Semakin langkanya sumberdaya energi
Sumberdaya energi semakin langka dan semakin mahal, untuk itu organisasi
dituntut agar mampu melakukan efisiensi danh melaksanakan kegiatan
operasional yang lebih efektif. Pengembangan sumber daya manusia berperan
dalam menghasilkan pegawai yang memiliki kesadaran bahwa sumberdaya
36
energi semakin mahal dan ia harus menjadi pionir untuk menemukan
sumberdaya energi yang terbarukan.
Sedangkan menurut Manullang (1998: 43-44) tujuan pengembangan
sumber daya manusia adalah:
1. Mengenalkan seorang pegawai baru dengan organisasi, kebijakan-
kebijakan dengan prosedur melalui suatu program induksi.
2. Mengisi keperluan-keperluan akan tenaga kerja dengan memakai
penarikan tenaga kerja intern maupun ekstern.
3. Meningkatkan kemampuan dan pegawai dalam posisinya sekarang.
Sedangkan manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan SDM menurut
Schuler (1992: 34), yaitu:
1. Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk, dalam hal ini
kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini,
yang rasanya kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk
dapat mencapai efektifitas kerja sebagaimana yang diharapkan oleh
organisasi.
2. Meningkatkan produktivitas, dengan mengikuti kegiatan
pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan
keterampilan dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi pelaksanaan
pekerjaan mereka. Dengan demikian diharapkan juga secara tidak
langsung meningkatkan produktivitas kerjanya.
3. Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja, dengan semakin
banyaknya keterampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih
37
fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan
adanya perubahan yang terjadi dilingkungan organisasi. Misalnya bila
organisasi memerlukan aparatur dengan kualifikasi tertentu, maka
organisasi tidak perlu lagi menambah aparatur yang baru, oleh karena
aparatur yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan
tersebut.
4. Meningkatkan komitmen aparatur, dengan melalui kegiatan
pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki persepsi yang baik
tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan
komitmen kerja aparatur serta dapat memotivasi untuk menampilkan
kinerja yang baik.
5. Mengurangi turn over dan absensi, bahwa dengan semakin besarnya
komitmen aparatur terhadap organisasi akan memberikan dampak
terhadap adanya pengurangan tingkat turn dan absensi. Dengan
demikian juga berarti meningkatkan produktivitas organisasi.
3. Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu
instrumen penting bagi organisasi dalam mencapai berbagai tujuannya. Bagi
sektor publik, tanggung jawab besar birokrasi dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat harus didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur
yang profesional dan kompeten. Dalam konteks reformasi birokrasi, MSDM
merupakan salah satu pilar perbaikan di samping aspek kelembagaan dan sistem
(Kompas, edisi 06 Juni 2011). Utilisasi SDM aparatur secara efektif dan efisien
38
menjadi fungsi utama MSDM bagi birokrasi mulai dari perencanaan hingga tahap
terminasi SDM.
Peran MSDM di sektor publik menjadi sangat kritis dan berbeda
kondisinya dengan sektor privat (Boselie, et al, 2003). Secara historis, konsep-
konsep yang berkembang dalam MSDM memang berawal dari kegiatan usaha
sektor privat. Bagi perusahaan, MSDM tidak hanya sekadar merupakan instrumen
utilisasi pegawai. MSDM di sektor privat sebagaimana dikatakan Stroh &
Caligiuri (1998) sekaligus merupakan sumber kekuatan bagi perusahaan dalam
mencapai keunggulan bersaing di era global seperti saat ini. MSDM dapat
berfungsi secara efektif di sektor privat, sementara tidak demikian halnya di
sektor publik. Salah satu faktor penentu efektivitas MSDM berkaitan dengan
budaya organisasi sektor privat yang sangat kontras dengan sektor publik. Selain
budaya, iklim organisasi yang tidak kondusif dan nilai-nilai manajerial yang tidak
relevan dengan perubahan menjadi ganjalan birokrasi dalam mencapai efektivitas
organisasi.
Budaya dan iklim organisasi serta nilai-nilai manajerial dapat
mendukung pencapaian keunggulan bersaing organisasi sebagaimana
dikembangkan Glonaz & Lees (2001), dimaksudkan untuk mendeskripsikan
fenomena dan pengantar pengembangan model MSDM dalam sektor publik
sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk membangun birokrasi yang kuat
dalam memberi pelayanan yang mendukung peningkatan daya saing bangsa
Indonesia.
39
Dalam sektor publik, MSDM diartikan sebagai instrumen pendukung bagi
proses transformasi organisasi yang mengubah input menjadi output yang
nantinya akan mempunyai nilai tambah bagi organisasi/instansi serta masyarakat
luas. MSDM sektor publik memusatkan kajiannya pada pencapaian kepuasaan
masyarakat sebagai customer yang harus dilayani.
Secara umum, menurut pandangan berbagai pakar, seorang pegawai negeri
harus mempunyai nilai-nilai: 1).Tanggung jawab (responsif), 2). Profesionalitas,
3). Kejujuran, 4). Kebebasan (otonomi), 5). Keadilan, 6). Idealisme.
Faktor lingkungan ikut mempengaruhi munculnya masalah-masalah
manajemen kepegawaian (SDM) pada sektor publik, yang meliputi : 1). Sistem
politik, 2). Kondisi perekonomian nasional, 3). Globalisasi, 4). Faktor sosial
budaya, 5). Dan lain-lain.
4. Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Publik
Pegawai sebagai sumber daya manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam
suatu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan
berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola
dan diurus oleh manusia.
Dewasa ini banyak organisasi publik dan swasta yang berupaya untuk
mempertahankan keberadaan atau eksistensi perusahaan atau organisasinya.
Banyak upaya dari organsasi publik dan swasta tersebut yang menekankan kepada
karyawan ataupun pegawainya untuk dibina lebih mendalam, yang dimaksudkan
akan memberikan pengaruh pada kinerja dan memberikan output dan outcome
bagi organisasi. Upaya yang dilakukan organisasi dalam pembinaan dan
40
peningkatan pegawainya dalam Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
sangat bervariasi antara organisasi publik maupun organisasi privat. Keberagaman
dari upaya tersebut tergambar pada nilai-nilai yang coba ditanamkan oleh
organisasi pada pegawainya, sehingga harapan dari peningkatan SDM dapat
memenuhi standar yang diinginkan.
Pengertian pengembangan dalam organisasi secara umum sebagaimana
penjelasan pengertian pengembangan menurut pemerintah dalam Peraturan
Pemerintah No. 100 Tahun 2000, tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
dalam Jabatan Struktural sebagai pedoman dalam pengembangan organisasi
sektor publik, sebagai berikut:
Pengembangan pegawai sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas,
seperti: kecakapan, pengetahuan, keahlian dan karakter pegawai dilakukan
melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan
kepada pegawai harus sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan, sehingga
peningkatan kualitas pegawai akan benar-benar terpenuhi.
Sedangkan pengertian pengembangan pegawai atau karyawan dalam
organisasi menurut Armstrong lebih inklusif, bahwa pengembangan sumber daya
manusia stratejik (PSDMS) adalah mengenai pengembangan suatu organisasi
pembelajaran dan kebutuhan akan kesempatan belajar, pengembangan dan
pelatihan dalam rangka untuk memperbaiki kinerja individu, tim, dan organisasi.
Hal ini dipertegas oleh Walton (dalam Armstrong, 2003) yang
mengatakan:
Pengembangan sumber daya manusia stratejik termasuk mengenalkan,
menghilangkan, memodifikasi, mengarahkan dan memandu proses serta
tanggung jawab dalam suatu acara di mana semua individu dan tim
diperlengkapi dengan keterampilan, pengetahuan dan kompetensi yang
mereka perlukan untuk melaksanakan tugas saat ini dan yang akan datang
yang diperlukan oleh organisasi.
41
Pengembangan sumber daya manusia stratejik memiliki pandangan yang
luas dan jangka panjang dalam strategisnya untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi. Strategi pengembangan sumber daya manusia (PSDM) dikembangkan
dari organisasi privat, yang memiliki peran positif dalam membantu untuk
memastikan pencapaian tujuannya. Untuk melakukan hal ini, penting untuk
mengembangkan dasar keterampilan dan modal intelektual yang diperlukan
organisasi, seperti memastikan bahwa kualitas orang yang tepat tersedia untuk
memenuhi kebutuhan sekarang dan masa depan.
Pengembangan sumber daya manusia stratejik dikembangkan dalam
organisasi privat dengan memperhitungkan aspirasi dan kebutuhan individu.
Meningkatnya manfaat dalam aspek kemampuan kerja di dalam organisasi
merupakan pertimbangan utama kebijakan pengembangan sumber daya manusia
(PSDM). Kebijakan PSDM sangat berhubungan dengan aspek MSDM, yaitu
melakukan investasi dalam manusia dan mengembangkan modal manusia milik
organisasi.
Sedangkan pemahaman pengembangan pegawai dan pelatihan dijelaskan
secara berbeda sebagaimana disebutkan Handoko (2001) dan Simamora (dalam
Sulistiyani, 2003) bahwa “Pelatihan (training) diarahkan untuk membantu
karyawan menunaikan kepegawaian mereka saat ini secara lebih baik, sedangkan
pengembangan (development) adalah mewakili suatu investasi yang berorientasi
ke masa depan dalam diripegawai.”
Pendapat tersebut juga dipertajam oleh Siagian (2007) sebagaimana
disebutkan berikut ini:
42
Memang benar penekanan pelatihan adalah untuk peningkatan kemampuan
melaksanakan tugas sekarang, sedangkan pengembangan menekankan
peningkatan kemampuan melaksanakan tugas baru di masa depan. Akan
tetapi karena keterkaitan antara keduanya sangat erat, perbedaan eksentuasi
tersebut bukan hal yang perlu ditonjolkan meskipun perlu mendapat
perhatian. Dinyatakan dengan cara lain, pelatihan adalah suatiu bentuk
investasi jangka pendek, sedangkan pengembangan merupakan investasi
sumber daya manusia jangka panjang.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengembangan pegawai merupakan suatu proses pembelajaran yang dituangkan
dalam bentuk pelatihan, baik pelatihan secara langsung maupun tidak langsung
kepada pegawai. Pendidikan pelatihan yang diberikan tidak hanya akan
memberikan kemajuan pada skill motorik pegawai, namun lebih dari itu akan
berdampak pada emosional pegawai dalam kinerjanya di dalam organisasi.
B. Pemberdayaan
1. Konsep Pemberdayaan
Secara konseptual pemberdayaan yang dikenal dari bahasa Inggris yaitu
"Empowerment" adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari
perkembangan alam pikiran dan kebudayaan umat manusia. Memahami konsep
pemberdayaan secara benar, memerlukan upaya pemahaman latar belakang
kontekstual yang melahirkannya. Konsep tentang pemberdayaan telah diterima
dan digunakan, mungkin dengan pengertian dan persepsi yang berbeda satu
dengan yang lain. Pemakaian konsep tersebut secara kritikal meminta adanya
telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.
Istilah pemberdayaan pertama kali digunakan oleh aktivis Gerakan Black
Panther dalam mobilisasi politik di USA pada 1960-an. Konsep ini domain
43
selama dekade 1970-an. Pertengahan dekade 1980-an, Gerakan Kaum Wanita
mempopulerkan kembali konsep pemberdayaan. Kini konsep “pemberdayaan”
telah masuk ke berbagai disiplin ilmu, baik pada tataran teori maupun praktek.
Bahkan, istilah “pemberdayaan” telah menjadi suatu kata elastis, yang digunakan
dalam berbagai konteks, sehingga mengaburkan makna yang sebenarnya (Aithai,
2005). Makna pemberdayaan menurut kamus Oxford seperti dikutip dari situs
Emporwer mentillustrated.com (2005) bahwa kata “empower” sinonim dengan
memberi daya atau kekuasaan kepada. Ada dua citra pemberdayaan, yaitu:
a. Yang memberi manfaat baik kepada pihak yang memberi kuasa maupun
kepada pihak yang mendapat kuasa. Tipe inilah yang disebut sebagai
pemberdayaan (empowerment), dan
b. Kekuasaan didapat oleh pihak yang sebelumnya tidak berkuasa melalui
perjuangan sendiri.
Hal ini disebut sebagai “self-empowerment” atau pemberdayaan sendiri.
Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai mitra kekuasaan
(power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup asas sosial, ekonomi,
budaya, politik dan kelembagaan. Korten (1984) menjelaskan bahwa gerakan
pemberdayaan diawali dari munculnya paradigma pembangunan yang berpusat
pada manusia, yang diakui sebagai “pembangunan alternatif” misalnya, menyebut
ciri-ciri paradigma pembangunan berpusat pada rakyat, sebagai berikut:
(1) Logika yang dominan dari paradigma ini adalah logika mengenai suatu
ekologi manusia yang seimbang, (2) Sumber daya utama berupa sumber daya
informasi dan prakarsa kreatif yang tak habis-habisnya, dan (3) Tujuan utamanya
44
adalah pertumbuhan manusia yang didefinisikan sebagai perwujudan yang lebih
tinggi dari potensi manusia.
Kata pemberdayaan terkait dengan penggalian dan pengembangan potensi
masyarakat. Kartasasmita (1996) mengatakan bahwa “Setiap manusia dan
masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan, sehingga pemberdayaan
adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong, memberikan
motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta untuk
mengembangkannya.” Untuk memberdayakan manusia diperlukan pendekatan
utama adalah bahwa manusia tidak dijadikan sebagai objek melainkan subjek dari
berbagai upaya pembangunan. Oleh karena itu, Kartasasmita (1997: 29)
mengatakan pemberdayaan harus mengikuti pendekatan-pendekatan sebagai
berikut:
a. Upaya pemberdayaan harus terarah (targeted).
b. Program pemberdayaan harus langsung mengikutsertakan atau bahkan
dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran.
c. Menggunakan pendekatan kelompok.
Pemberdayaan menurut Kamus Bahasa Indonesia (Suwatno dan Priansa,
2011: 182) secara etimologis berasal dari kata daya yang berarti kemampuan
untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak, Mendapat awalan ber-
menjadi “berdaya” artinya berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai
akal (cara dan sebagainya) untuk mengatasi sesuatu. Mendapat awalan dan
akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan dapat diartikan sebagai usaha atau
proses menjadikan untuk membuat mampu, membuat dapat bertindak atau
45
melakukan sesuatu. Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan
(empowerment), berasal dari kata “power” yang berarti kekuasaan atau
keberdayaan (Suharto, 2010: 57). Karena, ide utama pemberdayaan bersentuhan
dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasan seringkali diartikan dengan
kemampuan untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan,
terlepas dari keinginan dan minat mereka. Kekuasan senantiasa hadir dalam
kontek relasi sosial antar manusia.
Upaya atau proses untuk mengurangi kebergantungan pegawai kepada
atasannya dan memberi penekanan pada pengendalian individu pada
tanggungjawab terhadap pekerjaan yang harus dilakukannya, disebut
pemberdayaan (empowerment). Pemberdayaan adalah mentransfer pengarahan
yang biasanya datang dari sumber luar (biasanya dari atasan langsung) kepada
sumber dari dalam (datang dari keinginan individunya sendiri untuk melakukan
pekerjaannya dengan baik). Jadi proses pemberdayaan berkaitan dengan
memberikan kemampuan dan wewenang kepada individu untuk dapat mengambil
keputusan sendiri tanpa tergantung kepada atasannya. Tujuan pemberdayaan
adalah agar organisasi berisikan orang-orang yang bersemangat dan commited
dengan pekerjaannya karena mereka merasa senang dan percaya kepada dirinya
bahwa pekerjaan itu dapat terselesaikan dengan baik dan benar.
Ada berbagai perbedaan definisi pemberdayaan yang dikemukakan oleh
para ahli. Ife (1995: 56), pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan
orang-orang yang lemah atau tidak beruntung. Kemudian Swift dan Levin (1987:
xiii) menyatakan pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali
46
kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial. Bennis dan Mische (1995: 45)
mengemukakan definisi pemberdayan berarti menghilangkan batasa birokratis
yang mengotak-ngotakkan orang dan membuat mereka menggunakan seefektif
mungkin keterampilan, pengalaman, energi dan ambisinya.
Pendapat tersebut menjelaskan tentang kondisi birokrasi saat ini sudah
seharusnya mengalami perubahan dengan menghilangkan tradisi-tradisi birokrasi
yang kaku sehingga proses penggalian kemampuan yang dimiliki setiap pegawai
dalam organisasi dapat berjalan maksimal dalam rangka mencapai tujuan
organisasi.
Konsep pemberdayaan pada hakekatnya berdasarkan kepercayaan bahwa
pegawai membutuhkan organisasi sama besarnya seperti organisasi juga
membutuhkan mereka, dan pemimpin memahami bahwa pegawai merupakan aset
yang paling berharga bagi organisasi. Dalam suatu organisasi yang berdaya,
pegawai jangan berharap untuk diberi tahu apa yang harus mereka kerjakan, tetapi
mereka harus tahu apa yang harus dikerjakan. Peranan utama pimpinan di sini,
adalah untuk mendukung dan untuk menstimulasi pegawai/karyawannya,
bekerjasama untuk mengatasi hambatan yang lintas fungsi, dan bekerja untuk
menghilangkan rasa ketakutan yang ada dalam timnya. Pegawai mempunyai rasa
tanggungjawab hingga diluar tugasnya, karena ia merasa bertanggung jawab
untuk membuat organisasinya secara keseluruhan menjadi lebih baik.
Dalam konteks manajemen kepegawaian, pemberdayaan Pegawai Negeri
Sipil secara definitif diartikan sebagai proses kegiatan memberi daya (energy,
power), kemampuan (competence), kewenangan (authority) kepada Pegawai
47
Negeri Sipil, dari kurang berdaya menjadi lebih berdaya, berakal, berkemampuan,
sehingga lebih mampu menyelesaikan pekerjaan, atau mengatasi suatu masalah.
Memberi dorongan psikologis agar merasa lebih berdaya, lebih berkemampuan,
serta memiliki kesadaran dan motivasi untuk berprestasi. Dalam hal ini berdaya,
berakal dan berkemampuan, tentunya yang berkaitan dengan kompetensi jabatan,
disamping dukungan aspek kewenangan, tanggungjawab, peran, dan kepercayaan
yang diberikan oleh manajemen organisasi.
Menurut Bookman dan Morgen (1988: 4) yang dikutip Medelina K.
Hendytio dan J. Babari dalam Pemberdayaan Kelompok Kerja, bahwa
pemberdayaan adalah usaha menumbuhkan keinginan pada seseorang untuk
mengaktualisasikan diri, melakukan mobilitas ke atas, serta memberikan
pengalaman psikologis yang membuat seseorang merasa berdaya. Pemberdayaan
juga berarti menumbuhkan dorongan dari dalam diri seseorang untuk perbaikan
keadaan diri dan lingkungan.
Selanjutnya Mc.Clelland (1961: 31) dengan teori Need for achievement
menyatakan bahwa kegagalan pembangunan suatu masyarakat disebabkan karena
warga masyarakat tidak memiliki motivasi untuk berprestasi atau tidak memiliki
need for achievement. Warga masyarakat bersikap vatalistis dan menerima
nasibnya tanpa perlawanan. Oleh karena itu agar pembangunan masyarakat
berhasil, sikap masyarakat harus diubah dan didorong untuk memiliki Need for
achievement.
Searah dengan Mc.Clelland, Freire menyatakan bahwa pemberdayaan
adalah untuk menumbuhkan kesadaran atau dorongan dalam diri seseorang dan
48
secara implicit dinyatakan perlunya intervensi atau stimulasi yang berasal dari
luar. Keinginan seseorang untuk berkembang atau dorongan untuk mengubah
keadaan tidak terlepas dari kemampuan individual yang ditentukan oleh tingkat
pendidikan, keterampilan, lingkungan, serta konteks budaya dalam lingkungan
yang melingkupi antara lain interelasi antar anggota kelompok serta distribusi
kekuasaan dalam kelompok.
Teori tersebut apabila diasosiasikan ke dalam konteks penyelenggaraan
manajemen PNS, maka pemberdayaan PNS dapat didefinisikan sebagai proses
menumbuhkan kesadaran dan sebagai cara untuk memotivasi sehingga setiap
individu PNS secara psikologis terdorong untuk senantiasa meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan profesionalitasnya. Atau paling tidak pemberdayaan
PNS sebagai upaya untuk lebih meningkatkan motivasi atau dorongan untuk
berprestasi (need for achievement). Ketidakberdayaan PNS dapat menjadi
penghambat dalam menghadapi dinamika perubahan kualitas masyarakat. Oleh
karena itu pemberdayaan PNS sebenarnya merupakan bagian integral dari upaya
pemerintah untuk menghadapi tantangan perubahan masyarakat nasional maupun
global.
Konsepsi operasional pemberdayaan pegawai negeri sipil dilaksanakan
dengan melibatkan unsur-unsur manajemen sumber daya, melalui langkah-
langkah kegiatan yang ditujukan untuk memperkuat potensi baik aspek
pengetahuan, keterampilam maupun sikap unjuk kerja, antara lain misalnya
melalui pendidikan dan pelatihan, memberi akses dan fasilitas agar pegawai
negeri sipil memperoleh kebebasan dan kemandirian berinisiatif, berinovasi, serta
49
berkreasi mengintroduksi hal-hal baru untuk mengoptimalkan kinerjanya. Di
samping hal tersebut, dari pengertian pemberdayaan juga terkandung dan tersirat
bahwa kemandirian atau profesionalisme pegawai negeri sipil merupakan suatu
yang sangat mendasar. Oleh karena itu untuk menciptakan iklim bagi terwujudnya
kemandirian atau profesionalisme tersebut dilaksanakan melalui langkah-langkah
penetapan kejelasan tugas fungsi, uraian tugas, wewenang, tanggungjawab, dan
perbaikan mekanisme manajemen karier.
Pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil pada hakekatnya sebagai proses tata
kelola potensi dan optimalisasi pemanfaatannya dari setiap individu pegawai
negeri sipil, dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan kinerja organisasi.
Pemberdayaan pegawai negeri sipil dilaksanakan sebagai langkah strategis untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi, melalui proses analisis terhadap
kompetensi dan sistemik manajemen organisasi secara komprehensif.
Sulistiyani (2004: 7) menjelaskan bahwa secara ”etimologis pemberdayaan
berasal dari kata dasar ”daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan”. Bertolak
dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk
memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau pemberian daya, kekuatan
atau kemampuan, dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau
belum berdaya.
Dengan kata lain, pemberdayaan adalah memberikan pegawai
keterampilan dan kewenangan yang penuh untuk mengabil keputusan yang
biasanya secara tradisional itu dilakukan oleh manajer/atasannya. Jadi
50
pemberdayaan adalah memberikan anggota atau pegawai wewenang penuh.
Kegiatan ini kritikal terutama pada organisasi yang berbasis kerja sama tim.
Pendapat lain dikemukakan Parsons, et al., (1994: 106):
Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup
kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas, dan
mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, dapat dijelaskan bahwa
proses pemberdayaan dimulai dari kebijakan pimpinan untuk memberikan
tanggungjawab yang lebih besar kepada staf terutama yang berada di garis depan
tanpa membatasi pribadi seseorang untuk menjadi dirinya sendiri.
Noe A. Raymond, (2010: 123) mengemukakan bahwa pemberdayaan
adalah merupakan pemberian tanggungjawab dan wewenang kepada pegawai
dalam mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya serta pengambilan
keputusan.
Sementara Rob Brown (dalam Priansa, 2014: 222) menyatakan bahwa
pemberdayaan erat hubungannya dengan profesionalisme yang awalnya selalu
dimiliki oleh individual. Hal ini memberi petunjuk bahwa upaya pemberdayaan
sangat berkaitan erat dengan peningkatan profesionalisme aparatur dalam
organisasi termasuk dalam organisasi publik yang saaat ini terus dipertanyakan.
Khan (2007 : 126), mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah
terciptanya hubungan antara individu yang berkelanjutan untuk membangun
kepercayaan antar pegawai dan pimpinan atau manajemen organisasi. Khan
51
mengemukakan bahwa dalam pemberdayaan, diperlukakan adanya pemdelegasian
(pemberian) kewenangan/ tugas yang penting bagi pegawai, pemberian
kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan kompetensi, memberikan
kesempatan kepada pegawai untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,
menyediakan pelatihan untuk menunjang kebutuhan terkait pekerjaan yang di
emban pegawai, menciptakan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan lintas
kompetensi (cros training), serta pengembangan saling percaya dan mendukung
antara pimpinan dan pegawai dan memandang pegawai sebagai mitra strategis
serta membantu menyelesaikan pekerjaan yang prioritas dan tujuan.
Cook dan Macaulay (2009 : 32), Pemberdayaan merupakan perubahan
yang terjadi pada filsafat manajemen yang dapat membantu menciptakn suatu
lingkungan di mana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan
energinya untuk meraih tujuan organisasi. Lebih lanjut Cook dan Macaulay,
mengemukakan bahwa pemberdayaan terjadi bila pimpinan memiliki sikap
mendorong adanya keterbukaan, mendelegasikan wewenang, mengatur kinerja,
mengembangkan orang-orang, menawarkan kerjasama, berkomunikasi secara
efisien, mendorong adanya inovasi, dan menyelesaikan masalah.
Kemudian Yudoyono (2001: 71) lebih memperjelas, pemberdayaan
adalah:
Dari sisi aparatur pemerintah, perbaikan kualitas harus dimulai dengan
menggunakan suatu sistem yang benar-benar menjamin diperolehnya
sumber daya yang mempunyai kualitas dasar yang baik, pembinaan melalui
penempatan/penugasan yang mendidik dan pengembangan melalui program
pendidikan dan pelatihan yang memungkinkan tersedianya tenaga-tenaga
siap pakai.
52
Pemberdayaan merupakan pemberian tanggungjawab dalam upaya
pengembangan pegawai sehingga pegawai memiliki kekuatan (power) untuk
mengambil keputusan secara pribadi dalam penyelesaian tugas-tugasnya.
Pemimpin juga memberi kesempatan kepada semua anggota organisasi dalam
pengambilan keputusan-keputusan dalam organisasi.
Konsep pemberdayaan juga dikemukakan oleh Sugandi (2011: 180)
dengan mengartikan:
Konsep pemberdayaan, yaitu sebagai upaya pemberian otonomi,
wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu
organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat
menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin.
Kemudian Richard Caver (dalam Makmur, 2008: 56), pemberdayaan
adalah ketersediaan individu-individu di bawah situasi dan kondisi yang tepat
untuk mengembang tanggungjawab pribadi untuk memperbaiki situasi dimana
mereka berada. Berdasarkan pendapat Richard Carver tersebut dapat dipahami
bahwa keberadaan individu adalah untuk memberikan kontribusi dalam
organisasi. Individu tersebut dipersiapkan secara matang dengan peningkatan
kemampuannya dan ditempatkan pada tempat dan waktu yang tepat. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemberdayaan sumber daya manusia mempersiapkan
individu yang tepat pada posisi dan waktu yang tepat pula.
Sedangkan Clutterbuck yang dikutip Makmur (2008: 54) menjelaskan
pemberdayaaan sebagai berikut:
Mendefinisikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan
memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggungjawab
pribadi atas upaya mereka memperbaiki cara melaksanakan pekerjaan-
pekerjaan mereka dan menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan
organisasi.
53
Definisi Clutterbuck tersebut paling tidak memiliki lima dimensi, yaitu:
(1) mendorong, (2) tanggungjawab, (3) memperbaiki cara kerja, (4) menyumbang
(kontribusi), dan (5) pencapaian tujuan.
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok
rentan dan lemah, untuk (1) memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif
yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan
memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan, dan
(2) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka.
Sedangkan Sedarmayanti (2000: 75), mengemukakan bahwa dalam konsep
pemberdayaan menampakkan dua kecenderungan, yaitu:
1) Pemberdayaan menekankan kepada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada
masyarakat, organisasi, atau individu agar menjadi lebih berdaya. Proses ini
sering disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan,
2) menekankan pada proses menstimulasi, mendorong dan memotivasi
individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan
apa yang menjadi pilihan hidupnya. Proses ini disebut sebagai
kecenderungan sekunder dari makna pemberdayaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, pemberdayaan merupakan kecenderungan
proses menuju kekuasaan, kekuatan atau kemampuan individu seseorang agar
lebih berdaya dalam mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan untuk menentukan apa yang akan menjadi pilihan hidupnya karena
dengan adanya kekuasaan yang dimiliki maka seseorang akan dapat menduduki
jabatan yang tinggi untuk menentukan taraf hidup yang lebih baik dari
sebelumnya melalui berbagai kegiatan dan proses.
54
Dengan kata lain, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai
proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan
menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan
sosial yaitu manusia yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator
keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.
Menurut Richard Carver (dalam Makmur, 2008: 56), pemberdayaan
adalah ketersediaan individu-individu di bawah situasi dan kondisi yang tepat
untuk mengemban tanggungjawab pribadi untuk memperbaiki situasi dimana
mereka berada. Dari pendapat yang dikemukakan Richard Carver dapat dipahami
bahwa keberadaan individu adalah untuk memberikan kontribusi dalam
organisasi. Individu-individu dalam organisasi dipersiapkan secara matang
misalnya dengan peningkatan kemampuannya dan ditempatkan pada tempat dan
waktu yang tepat. Hal ini, mengindikasikan bahwa pemberdayaan SDM
mempersiapkan individu yang tepat pada posisi waktu yang tepat.
Berkenaan dengan konsep pemberdayaan, Sugandi (2011: 180)
mengartikan konsep pemberdayaan (empowerment), yaitu:
55
Sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada
setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk
kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin.
Konsep pemberdayaan sangat relevan pada semua organisasi baik
organisasi publik maupun organisasi privat, dimana pemberdayaan menghasilkan
anggota organisasi yang termotivasi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya
sehingga memungkinkan kreativitas individu. Dengan kreatifitas, individu dapat
menjadi bagian dari organisasi pembelajar sehingga dapat mengantisipasi
perubahan yang terus menerus terjadi dan memberi dampak terhadap
kelangsungan organisasi.
Berikutnya Stephen R. Covey (dalam Nawawi, 2006: 350) mengemukakan
pendapatnya mengenai ide pemberdayaan, sebagai berikut:
Pemberdayaan adalah memperbesar kekuatan atau daya (power) yang
dimiliki oleh karyawan/anggota organisasi melalui kesempatan
menyampaikan kreatifitas, ikut serta dalam melakukan aktivitas, menggali
kapasitas dan potensi yang belum dimanfaaatkan, dll.
Pendapat di atas bermakna bahwa peranan pimpinan dalam pemberdayaan
anggota organisasi adalah memfasilitasi proses pendayagunaannya melalui
pelatihan, konseling, pelimpahan wewenang, pemberian penghargaan, memberi
keteladan, dan pekerjaan yang lebih menantang.
Selanjutnya Suhendra (2006: 74) berpendapat bahwa pemberdayaan yaitu
suatu kegiatan yang berkesinambungan, dinamis, secara sinergis mendorong
keterliatan semua potensi yang ada sevara evolutif, dengan keterlibatan semua
potensi.
Menurut Moelijono et.el., (2007: 189) pemberdayaan adalah berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk mencapai suatu tujuan (daya guna). Pengertian ini
56
diinterpretasikan bahwa pemberdayaan aparatur adalah suatu upaya yang
sungguh-sungguh pemerintah yang diperuntukkan kepadanya dalam mengemban
tugas sebagai pelayan masyarakat, berjalan sesuai dengan tujuan.
Sementara Sumodiningrat dan Gunawan (dalam Sugandi, 2011: 180)
menjelaskan bahwa apa dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide
pemberdayaan memiliki dua kecenderungan adalah sebagai berikut:
Pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang
memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau
kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih
berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset
material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui
organisasi; dan kedua, kecenderunagn sekunder, yaitu kecenderungan
sekunder, yaitu kecenderungan yang menekankan pada proses member
stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan atau keberdayaan untuk menetukan apa yang menjadi pilihan
hidupnya melalui proses dialog.
Menurut Makmur (2008: 119) mengemukakan dua faktor yang
menyebabkan gagalnya pelaksanaan pemberdayaan dalam suatu organisasi
pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan lainnya, yaitu:
(1) ketidakmampuan anggota organisasi yang bersangkutan, terutama
dibidang science (berwawasan keilmuan), skill (keterampilan), knowledge
(pengetahuan) dan kesehatan, baik fisik maupun rohani, (2) ketidak-
berdayaan yang disebabkan adanya tekanan atau ancaman pihak lain, baik
secara internal maupun eksternal.
Keuntungan utama adanya upaya pemberdayaan dalam organisasi adalah
peningkatan kinerja sehingga hasilnya semakin besar pula karena setiap anggota
organisasi, anggota masyarakat, maupun aparatur pemerintah merasa memiliki
rasa tanggungjawab.
Hal senada juga diungkapkan oleh Soerjono (2000: 21) menyatakan bahwa
pemberdayaan telah berhasil, manakala pimpinan memberikan kekuasaan kepada
57
bawahannya sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan
pimpinan mempercayai bawahannya.
Keberhasilan dalam pemberdayaan sangat dipengaruhi oleh keinginan dan
kehendak. Hal ini bukan hanya dapat mengontrol perbuatan-perbuatan atau
kemampuan-kemampuan lain. Kehendak dapat memutuskan atau menentukan
suatu kegiatan serta pekerjaan yang akan dilaksanakan, tetapi kehendak tidak
dapat melaksanakan pekerjaan atau kegiatan. Kehendak hanyalah berlandaskan
pada pemikiran kognitif (akal atau rasio), sedangkan tindakan berlandas pada
pemikiran konatif (karsa) pada setiap manusia.
Komponen utama pemberdayaan adalah anggota organisasi, pemerintah
dan masyarakat. Makmur (2007: 120-121) mengemukakan tujuan dan makna
pemberdayaan, sebagai berikut:
1. Menciptakan kemandirian dan kepercayaan diri anggota organisasi,
pemerintah, maupun anggota masyarakat. Kepercayaan diri dan
kemandirian dalam menghadapi berbagai hambatan atau tantangan
hidup dapat melahirkan kekuatan atau ketahanan diri untuk tidak
mengantungkan harapannya kepada pihak lain. Dengan tertanamnya
rasa kemandirian dan kepercayaan diri, setiap manusia akan terhindar
pengaruh-pengaruh negatif di sekitar lingkungannya.
2. Memiliki kegesitan dan proaktif, pemberdayaan manusia dapat
menciptakan kegesitan dan memiliki daya dorong untuk proaktif
mencari kegiatan yang dapat lebih menguntungkan. Manusia yang
gesit dan proaktif memiliki kompetensi atau kemampuan, baik dari
58
segi pola pikir yang berwawasan keilmuan dan pola pikir yang
berwawasan spiritual maupun ketahan fisik manusia akan mampu
memenangkan dalam dunia persaingan.
3. Memiliki pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill),
pengetahuan merupakan sumber keterampilan dalam melaksanakan
suatu kegiatan yang hasilnya lebih menguntungkan. Pengetahuan dan
keterampilan tinggi yang dimiliki oleh masyarakat dan aparatur
pemerintah yang bersangkutan akan memberikan kepercayaan diri
tinggi pula serta dapat memanfaatkan knowledge dan skill-nya dalam
pertandingan kompetitif dengan solusi menang-menang (wins-wins
solution), bukan solusi menang-kalah (wins-losses solution), sehingga
dapat menciptakan ketidakberdayaan.
4. Kepatutan (conviction) dan kesadaran (consciousness), kehidupan
manusia senantiasa diatur oleh suatu ketentuan hidup yang perlu ditaati
dan sadar menciptakan keteraturan dan keharmonisan, baik dalam
melakukan kegiatan maupun dalan pergaulan. Kepatuhan dan
kesadaran terhadap norma-norma sebagai fundamental kehidupan
bermasyarakat, berorganisasi, berumah tangga, dan sebagainya
menjadi terapi yang tepat serta mozaik dalam upaya meningkatkan
pemberdayaan, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain.
Pemberdayaan harus dimulai dari suatu proses yang dilandasi kebenaran
dan kejujuran dalam memanfaatkan budaya, kekuasaan, dan sumber daya
(resource) lainnya. Dari setiap anggota aparatur pemerintah. Penilaian tentang
59
pemberdayaan tentunya akan mengarah kepada kesadaran yang lebih luas
mengenai apa yang perlu mendapat perhatian atau upaya apa yang perlu mendapat
perhati atau upaya apa yang perlu diubah dan apa yang tidak perlu diubah.
Pemberdayaan bukan muncul begitu saja, tetapi merupakan suatu proses yang
memerlukan perencanaan menyeluruh, pemikiran yang mendalam, prosedur yang
benar, pemantauan yang tepat, dan peningkatan terus-menerus dari seluruh aspek
kehidupan manusia.
Berdasarkan konsepsi tersebut, pemberdayaan dalam konteks
pengembangan sumber daya manusia organisasi ditempatkan tidak hanya menjadi
gerakan dalam meningkatkan produktifitas kerja, tetapi pemberdayaan dijadikan
sebagai budaya organisasi. Hal ini berarti memperkenankan mereka untuk
mengembangkan suatu perasaan memiliki bagian-bagian dari proses, khususnya
yang menjadi tanggungjawab mereka. Sementara itu, dalam waktu yang sama
menuntut mereka menerima suatu bagian tanggung jawab dan kepemilikan yang
lebih luas dari keseluruhan proses.
Safaria (2004: 215) mengemukakan bahwa ada lima elemen pokok yang
harus terpenuhi sebelum bawahan dapat diberdayakan secara sesungguhnya untuk
menghasilkan kinerja yang tinggi yaitu informasi, pengetahuan, makna,
kekuasaan, dan hadiah.
Bawahan menerima informasi yang menyeluruh tentang kinerja organisasi.
Organisasi yang menerapkan pemberdayaan, menciptkan pintu informasi yang
luas bagi karyawannya. Bawahan juga menerima pengetahuan dan keterampilan
untuk memberikan kontribusi bagi tujuan organisasi. Organisasi
60
menyelenggarakan pelatihan yang intensif untuk mentransfer pengetahuan dan
keterampilan ini akan meningkatkan kompetensi aparatur, sehingga mereka bisa
memberikan kontribusi yang lebih baik bagi organisasi. Dan tentu saja mejadikan
pegawai berdaya dalam memikul wewenang dan tanggung jawab.
Bawahan mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk membuat
keputusan penting. Organisasi juga memberikan kekuasaan dan wewenang kepada
pegawai untuk mengambil keputusan yang diperlukan agar tugastugasnya dapat
selesai lebih efektif.
Stephen R. Covey (dalam Nawawi, 2006: 354) mengemukakan prinsip-
prinsip pemberdayaan yang terdiri dari:
1. Pekerja/anggota organisasi harus ditempatkan sebagai sumber daya
manusia yang penting,
2. Merealisasikan secara maksimum keikutsertaan para pekerja/anggota
organisasi,
3. Tim kerja (Team Work) sangat penting dilaksanakan dengan
memberikan penghargaan/ganjaran (reward),
4. Kegiatan mengembangkan personal dan profesionalisme harus
dilaksanakan secraa berkelanjutan,
5. Pemberian tanggungjawab dan akuntabilitas (pertanggungjawaban yang
bersifata terbuka) harus dilakukan secara maksimal,
6. Perluasan pendelegasian wewenang dilaksanakan sebagai proses
berkelanjutan,
7. Hierarki jabatan harus diminimalisir,
61
8. Dukungan dari kepemimpinan organisasi merupakan unsure yang
sangat penting, dan
9. Dibutuhkan berbagai variasi dalam pemberdayaan secara
organisasional.
Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan
pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai
sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan sesungguhnya
tidak terbatas pada pengertian di atas. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi.
Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antar manusia. Kekuasaan
tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat
berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, Suharto (2005: 58)
mengemukakan:
Pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep
yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses
pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) Bahwa kekuasaan dapat
berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin
terjadi dengan cara apapun, (2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep
ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan
dinamis.
Bennis dan Mische (dalam Sedarmayanti, 1999), pemberdayaan berarti
menghilangkan batasan birokratis yang mengkotak-kotakkan orang dan membuat
mereka menggunakan seefektif mungkin keterampilan, pengalaman, energi dan
ambisinya. Ini berarti memperkenalkan mereka untuk mengembangkan suatu
perasaan memiliki bagian-bagian dari proses, khususnya yang menjadi tanggung
jawab mereka. Sementara pada waktu yang sama menuntut mereka menerima
62
suatu bagian tanggungjawab dan kepemilikan yang lebih luas dari keseluruhan
proses.
Dapat diperoleh gambaran pendapat Pranarka & Vidhyandika (1996):
Pemberdayaan adalah proses pemberian atau pelimpahan kekuasaan,
kekuatan dan kemampuan kepada baik individu, masyarakat maupun kepada
organisasi, selain daripada itu pemberdayaan juga merupakan pemberian
stimulasi dorongan dan motivasi kepada individu yang berada dalam
organisasi sehingga pemberdayaan merupakan suatu dukungan baik kepada
organisasi itu sendiri maupun kepada manusia, sarana dan dana sebagai
sumber daya organisasi.
Menurut Webster dalam Oxford English Dictionary, kata "Empower"
mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give power or authority to,
dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable. Konsep tersebut di atas
dapat diartikan bahwa (1) Pemberdayaan merupakan pemberian kekuasaan,
mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas kepada pihak lain,
(2) Pemberdayaan adalah sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau
keberdayaan.
Pemberdayaan murni memerlukan waktu yang tidak sedikit tetapi akan
mengalir ke seluruh organisasi dan menyebabkan perubahan di seluruh bagian
organisasi. Permulaan untuk melakukan proses pemberdayaan, harus berdasarkan
penilaian jujur tentang budaya dalam organisasi pada saat terakhir. Penilaian
tersebut akan mengarah kepada suatu kesadaran yang lebih mendalam tentang apa
yang perlu diubah, mengapa perlu diubah, dan apa hambatan utamanya.
Pemberdayaan tidak timbul begitu saja hanya karena pimpinan memberitahu
stafnya bahwa mereka sekarang telah diberi wewenang dan kemudian akan
berhasil pada saat mereka bekerja. Pemberdayaan merupakan proses yang
63
memerlukan perencanaan menyeluruh, pemikiran mendalam tentang mekanisme
pemantauan dan peningkatan secara terus menerus. Rencana untuk mengadakan
pemberdayaan akan memberi dasar membentuk kejadian penting dan mengukur
prestasi.
Shardlow (dalam Adi, 2003: 54) melihat bahwa pemberdayaan pada
intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa
depan sesuai dengan keinginan mereka. Pemberdayaan tergantung pada
kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sendiri, karena kemiskinan
mencerminkan ketiadaan pilihan bagi seseorang. Dasar pandangannya adalah
bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya,
yaitu meningkatkan kemampuan manusia. Bagian yang tertinggal dalam manusia
harus ditingkatkan kemampuannya dengan mengembangkan dan
mendinamisasikan potensinya, dengan kata lain memberdayakannya (The
Commission Global Goverment ).
Pemberdayaan adalah upaya memberdayakan (mengembangkan klien dari
keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya) guna mencapai
kehidupan yang lebih baik. Jadi pemberdayaan aparatur adalah upaya
mengembangkan aparatur dari keadaan kurang atau tidak berdaya menjadi punya
daya dengan tujuan agar aparatur tersebut dapat mencapai/memperoleh kehidupan
yang lebih baik. Payne (1997: 266) mengatakan, sebagai berikut:
"to help clients gain power of decision and action over their own lives by
reducing the effect of social or personal blocks to exercising cacity and self-
confidence to use power and by transferring power from the environment to
clients" Artinya bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat adalah untuk
64
membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan
menentukan tindakan yang akan mereka lakukan yang terkait dengan diri
mereka sendiri, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial
dalam melakukan tindakan.
Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya
diri pada masyarakat untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui
transfer daya dari lingkungannya.
Shardlow (1998: 32) menjelaskan bahwa pengertian mengenai
pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok maupun
komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan
untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Gagasan ini
mengartikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong klien untuk menentukan
sendiri apa yang hams ia lakukan dalam kaitannya dengan upaya mengatasi
permasalahan yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan
penuh dalam membentuk hari depannya. Pemberdayaan aparatur mengacu kepada
kata empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang
sudah dimiliki sendiri oleh aparatur. Jadi, pendekatan pemberdayaan aparatur
bertitik berat pada pentingnya aparatur yang mandiri sebagai suatu sistem yang
mengorganisir diri mereka sendiri sehingga diharapkan dapat memberi peranan
kepada individu bukan sekedar objek, tetapi justru sebagai subjek pelaku
pembangunanyan ikut menentukan masa depan dan kehidupan aparatur.
Secara umum, dalam kaitannya dengan masyarakat sebagai objek yang
akan diberdayakan, Setiana (2002: 8), mengemukakan:
Pemberdayaan adalah upaya memberikan motivasi atau dorongan kepada
aparatur agar mereka memiliki kesadaran dan kemampuan untuk
65
menentukan sendiri apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi
permasalahan yang mereka hadapi.
Rakyat berada dalam posisi yang tidak berdaya (powerless). Posisi yang
demikian memberi ruang yang lebih besar terhadap penyalahgunaan kekuasaan
yang berimplikasi terhadap pelanggaran hak-hak. Dengan demikian, aparatur
harus diberdayakan sehingga memiliki kekuatan posisi tawar (empowerment of
the powerless).
Pemberdayaan (empowerment) dalam studi kepustakaan memiliki
kecenderungan dalam dua proses: (1) Proses pemberdayaan yang menekankan
pada proses pemberian atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau
kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya, dan
(2) Menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang
menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Proses yang pertama merupakan
suatu pendekatan alternatif tehadap pembangunan yang menempatkan prioritas
pada kaum miskin.
Dalam hal ini menurut John Friedman (t.t.) mengemukakan:
Pembangunan alternatif menekankan keutamaan politis untuk melindungi
kepentingan rakyat. Selanjutnya, tujuan dari pembangunan alternatif adalah
memanusiakan suatu sistem yang membungkam mereka dan untuk
mencapai tujuan ini diperlukan bentuk-bentuk perlawanan dan perjuangan
politis yang menekankan hak-hak mereka sebagai manusia.
Kartasasmita, menyatakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat dapat
dilihat dari tiga sisi, yaitu:
(1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling), (2) memperkuat potensi atau daya
yang dimiliki masyarakat (empowering), dan (3) memberdayakan
66
mengandung pula arti melindungi kelompok lemah agar tidak tertindas oleh
kelompok kuat, dan mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang
serta eksplotasi yang kuat atas yang lemah (Setiana 2005: 6).
Pada intinya, pemberdayaan aparatur bukan membuat aparatur makin
tergantung pada program-program pemberian (charity). Karena tujuan akhirnya
adalah memandirikan aparatur, dan membangun kemampuan untuk memajukan
diri kearah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. Pemberdayaan
aparatur adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian aparatur dalam
meningkatkan taraf hidupnya. Pemberdayaan aparatur dilakukan dengan
menempatkan aparatur sebagai pihak utama atau pusat pengembangan dengan
sasarannya adalah aparatur yang terpinggirkan.
Pemberdayaan aparatur bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
aparatur guna menganalisa kondisi dan potensi serta masalah-masalah yang perlu
diatasi. Yang intinya adalah melibatkan partisipasi aparatur dalam proses
pemberdayaan aparatur. Pemberdayaan aparatur bertitik tolak untuk
memandirikan aparatur agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan
sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun SDM.
Pemberdayaan aparatur akan meningkatkan kemampuan aparatur untuk
menyampaikan kebutuhannya kepada instansi-instansi pemberi pelayanan. Di
dalam melakukan pemberdayaan keterlibatan aparatur yang akan diberdayakan
sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara
maksimal. Kartasasmita (1996: 249) memberikan pendapat sebagai berikut:
Program yang mengikutsertakan aparatur, serta memiliki beberapa tujuan
agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali
kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan
67
(empowering) aparatur dengan pengalaman merancang, melaksanakan dan
mempertanggung-jawabkan upaya peningkatan diri.
Untuk itu diperlukan suatu perencanaan pembangunan yang didalamnya
terkandung prinsip-prinsip pemberdayaan aparatur. Dalam perencanaan
pembangunan seperti ini, terdapat dua pihak yang memiliki hubungan yang sangat
erat yaitu pertama, pihak yang memberdayakan (Community Worker) dan kedua,
pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak haras saling
mendukung sehingga aparatur sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan
hanya dijadikan objek, tapi lebih diarahkan sebagai subjek (pelaksana).
Pemberdayaan merupakan suatu bentuk upaya memberikan
kekuatan, kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan berbagai bentuk inovasi
kreatif sesuai dengan kondisi, yang secara potensial dimiliki. Di samping itu
secara bertahap aparatur juga didorong untuk meningkatkan kapasitas dirinya
untuk mengambil peran yang sejajar dengan mereka yang lebih berdaya melalui
proses penyadaran.
Siagian (2001: 34) menyatakan bahwa salah satu bentuk pemberdayaan
yang memberikan kepada pegawai ialah dengan memberikan kesempatan kepada
mereka untuk mengambil keputusan tentang berbagai hal yang menyangkut
pekerjaannya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa pemberdayaan
merupakan pemberian tanggungjawab dalam upaya pengembangan pegawai
sehingga pegawai memiliki kekuatan (power) untuk mengambil keputusan secara
pribadi dalam penyelesaian tugas-tugasnya. Pemimpin juga memberi kesempatan
68
kepada semua anggota organisasi dalam pengambilan keputusan-keputusan
organisasi. Dan sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Noe A. Raymond,
(2010: 123) yang mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah merupakan
pemberian tanggungjawab dan wewenang kepada pegawai dalam
mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya serta pelibatan pegawai dalam
pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian dan berbagai pendapat di atas, maka penulis dalam
melakukan penelitian terkait pemberdayaan aparatur mengacu pada teori yang
dikemukakan oleh Noe A. Raymond, (2010: 123) yang mengemukakan bahwa
pemberdayaan adalah merupakan pemberian tanggungjawab dan wewenang
kepada pegawai dalam mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya serta
pelibatan pegawai dalam pengambilan keputusan. Agar aparatur dapat berdaya
guna dan berhasil guna sehingga dapat memberikan kontribusi secara maksimal
pada pencapaian tujuan organisasi. Kemudian diperkuat oleh Siagian (2001: 34)
pemberdayaan yang memberikan kepada pegawai ialah dengan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengambil keputusan tentang berbagai hal
yang menyangkut pekerjaannya. Dan Khan (2007 :127) tentang model
pemberdayaan aparatur.
2. Model Pemberdayaan
Pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan memungkinkan individu
pegawai atau staf untuk mengemban tanggungjawab pribadi atas upaya mereka
memperbaiki cara mereka melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka dan
menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
69
Pemberdayaan pegawai dalam satu organisasi memerlukan perubahan
besar dalam sikap para manajer dan filosofi organisasi terhadap peranan staf/
pegawai dalam proses pelibatan untuk pemecahan masalah. Pemberdayaan akan
mendorong pegawai akan lebih kreatif dan berani mengambil resiko, di mana ini
merupakan komponen kunci yang diperlukan oleh organisasi dalam meningkatkan
kemampuan berkompetisi di era yang penuh perubahan.
Keberhasilan pimpinan organisasi dalam melakukan pemberdayaan kepada
pegawainya sangat tergantung pada model pemberdayaan yang terapkan dalam
organisasi.
Khan (2007 : 127) menggambarkan sebuah model pemberdayaan yang
dapat dikembangkan dalam sebuah organisasi untuk menjamin keberhasilan
proses pemberdayaan dalam organisasi.
Gambar: Model Pemberdayaan Khan
Gambaran model pemberdayaan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Desire (Keinginan)
Tahap pertama dalam model pemberdayaan adalah mendelegasikan dan
melibatkan pekerja/pegawai yang termasuk hal ini, antara lain:
Desire Trust Confident
Communication Accountability Credibility
70
1) Pegawai diberi kesempatan untuk mengidentifikasi permasalahan yang
sedang berkembang.
2) Memperkecil directive personality dan memperluas keterlibatan
pegawai/pekerja.
3) Mendorong terciptanya prespektif baru dan memikirkan kembali strategi
kerja.
4) Menggambarkan keahlian team dan melati karyawan/pegawai untuk
menguasai sendiri (self control).
b. Trust (Kepercayaan)
Setelah adanya keinginan (desire) dari manajer untuk melakukan
pemberdayaan, langka selanjutnya adalah membangun kepercayaan antara
manajemen dan pegawai/karyawan. Adanya saling percaya di antara anggota
organisasi akan tercipta kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan
saran adanya rasa takut. Hal yang termasuk dalam trust (kepercayaan) antara
lain:
a. Memberikan kesempatan kepada karyawan/pegawai untuk berpartisipasi
dalam pembuatan kebijakan.
b. Menyediakan waktu dan sumber daya yang mencukupi bagi
karyawan/pegawai dalam menyelesaikan kerja.
c. Menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan kerja.
d. Menghargai perbedaan pandangan dan menghargai kesuksesan yang dirasi
karyawan/pegawai.
e. Menyediakan akses yang cukup.
71
c. Confident (Kepercayaan diri)
Kepercayaan diri menimbulkan rasa saling percaya antar karyawan/pegawai
dengan menghargai terhadap kemampuan yang dimiliki oleh pegawai/
karyawan. Hal yang termasuk tindakan yang menimbulkan confident
(kepercayaan diri) antara lain:
1) Mendelegasikan tugas yang penting kepada karyawan/pegawai.
2) Menggali ide dan saran dari pegawai/karyawan.
3) Memperluas tugas dan membangun jaringan antar departemen.
4) Menyediakan jadwal job instruction dan mendorong penyelesaian yang
baik.
d. Credibility (Kredibilitas)
Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan
kerja yang mendorong kompetisi yang sehat sehingga tercipta organisasi yang
memiliki performance yang tinggi. Hal yang termasuk credibility antara lain:
1) Memandang karyawan/pegawai sebagai partner strategis.
2) Peningkatan target di semua bagian pekerjaan.
3) Memperkenalkan inisiatif individu untuk melakukan perubahan melalui
partisipasi.
4) Membantu menyelesaikan perbedaan-perbedaan dalam penentuan tujuan
dan prioritas.
e. Accountability (Pertanggung jawaban)
Tahap dalam proses pemberdayaan selanjutnya adalah pertanggung jawaban
karyawan/pegawai pada wewenang yang diberikan. Dengan menetapkan
72
secara konsisten dan jelas tentang peran, standar dan tujuan tentang penilaian
terhadap kinerja pegawai, tahap ini sebagai sarana evaluasi terhadap kinerja
pegawai/karyawan dalam menyelesaikan dan tanggung jawab terhadap
wewenang yang diberikan. Hal yang termasuk accountability antara lain:
1) Menggunakan jalur trainning dalam mengevaluasi kinerja pegawai.
2) Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas.
3) Melibatkan pegawai/karyawan dalam penentuan standar dan ukuran.
4) Memberikan bantuan kepada karyawan/pegawai dalam menyelesaikan
beban kerja.
5) Menyediakan periode dan waktu pemberian feed back.
f. Communication (Komunikasi)
Komunikasi adalah keterbukaan dalam berkomunikasi guna menciptakan
saling memahami antara pegawai/karyawan dan pimpinan. Keterbukaan ini
dapat diwujudkan dengan adanya kritik dan saran terhadap hasil dan prestasi
yang dilakukan karyawan/pegawai. Hal yang termasuk dalam komunikasi
antara lain:
1) Menetapkan kebijakan open door communication.
2) Menyediakan waktu untuk mendapatkan informasi dan mendiskusikan
permasalahan secara terbuka.
3) Menciptakan kesempatan untuk crosstrainning.
Selain model pemberdayaan yang dapat dikembangkan dalam suatu
organisasi yang telah dikemukakan di atas, maka akan dikemukakan pendapat
73
Tracy tentang prinsip-prinsip yang digunakan dalam memberdayakan pegawai/
karyawan dalam organisasi.
Tracy mengemukakan ada 10 prinsip-prinsip untuk memberdayakan
pegawai/karyawan yang dikenal dengan nama Piramida Pemberdayaan atau The
Power Pyramid. Kesepuluh prinsip pemberdayaan pegawai/karyawan adalah
sebagai berikut:
a. Rumuskan dengan jelas tanggung jawab pegawai/anggota masing-
masing.
b. Berikanlah pegawai/karyawan kewenangan sesuai tanggung jawab
yang dibebankan kepadanya.
c. Tentukan standar keberhasilan yang baik itu seperti apa.
d. Berikan pegawai/anggota pelatihan yang memungkinkan mereka dapat
memenuhi standar tersebut.
e. Berikan staf/pegawai pengetahuan dan informasi yang diperlukan.
f. Berikan staf/pegawai umpan balik mengenai kinerjanya.
g. Hargai atau akui keberhasilan staf/karyawan.
h. Percaya kepada pegawai/staf.
i. Berikan staf/pegawai kesempatan berbuat walaupun mungkin dapat
gagal.
j. Perlakukan staf/pegawai dengan baik dan terhormat.
3. Pemberdayaan Aparatur
Pemberdayaan berasal dari kata empowering, asal kata dari power yang
artinya control, authority, dominion. Awalan em- artinya to put on to atau to
74
cover with jelasnya more power. Jadi empowering is passing on authority and
responsibility yaitu lebih berdaya dari sebelumnya. yang makna sebenarnya
adalah “to give official authority or legal power, to make one able to do
something” (Akim, 2005). Dalam arti wewenang dan tanggungjawabnya
termasuk kemampuan individual yang dimilikinya. Dari penjelasan ini, jelaslah
bahwa pemberdayaan adalah suatu konsep yang mengandung makna perubahan
yang terjadi pada diri seseorang, atau dengan kata lain pemberdayaan bertujuan
mengangkat harga diri seseorang, dimana dalam keseharianya dalam melakukan
pekerjaan tidak lagi ketergantungan dengan pimpinan serta memiliki kewenangan
dalam melaksanakan tugasnya.
Brown (dalam Hendrayady, 2006: 32) menyatakan, Empowerment terjadi
manakala “when power goes to employees who then experience a sence of
ownership and control over” yang maknanya adalah peningkatan tanggungjawab
pegawai. Sedangkan William (dalam Hendrayady, 2006: 32) mengemukakan
“Empawered individuals know that their jobs belong to them. Given a say ii how
things are done, employees feel more responsible. When they feel responsible, the
show more initiative in their work, get more done, and enjoy their work more”
yang maknanya apabila pegawai merasa bertanggungjawab maka mereka akan
menunjukkan lebih mempunyai inisiatif, hasil pekerjaannya lebih Banyak dan
mereka akan lebih menikmati pekerjaannya. Sejak terbitnya buku Reinventing
Government oleh David Osborne dan Gabler (1992), pengertian empowering
mempunyai konotasi lain. Dimulai dengan konsep trepreneurial spirit yang
seharusnya ada pada birokrasi yang diartikan bahwa empowerment adalah sesuatu
75
peningkatan kemampuan yang sesunggunhnya potensinya ada, dimulai dari status
kurang berdaya menjadi lebih berdaya, sehingga lebih bertanggungjawab. Dengan
demikian, makna dari pemberdayaan adalah memberikan kewenangan penuh
kepada seseorang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki untuk melakukan tugas
dan fungsinya secara bertanggungjawab.
Pemberdayaan merupakan upaya manajemen untuk meningkatkan
kemampuan dan kapasitas pegawai dari keadaan yang ada sekarang atau dari
kurang berdaya menjadi lebih berdaya sehingga pegawai semakin profesional
dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Saefullah (2007:
192) mengemukakan bahwa semakin berdaya atau semakin memiliki kekuatan
aparatur maka akan meningkatkan kemampuannya untuk menciptakan sikap
profesionalisme dalam memberi pelayanan terhadap masyarakat di daerahnya.
Hal senada juga diungkapkan Hunghes, Ginnet dan Curphy (2006: 539),
mereka berpendapat bahwa pemberdayaan itu akan membuat pegawai semakin
kuat, artinya ada perubahan sebelum ada pemberdayaan. Pemberdayaan ada jika
aparatur dapat menghilangkan budaya menunggu perintah, petunjuk, atau
pengarahan dari pimpinan. Pemberdayaan secara umum dapat diartikan “lebih
berdaya dari sebelumnya, baik dalam hal wewenang, tanggungjawab, maupun
kemampuan individual yang memilikinya”. Sedangkan aparatur dalam hal ini
SDM adalah tenaga atau kekuatan (energy dan power) yang melekat pada
manusia dalam arti dapat ditunjukan dalam hal tenaga, daya, kemampuan,
keberadaan, peranan, wewenang, dan tanggungjawab memiliki kemampuan
(competency), yaitu: pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap
76
(attitude). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan aparatur
(SDM) adalah suatu usaha/upaya untuk lebih memberdayakan “daya” yang
dimiliki oleh manusia itu sendiri berupa kompetensi (competency, wewenang
(authority), dan tanggungjawab (responsibility) dalam rangka meningkatkan
kinerja (performance) organisasi.
Aparatur merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu
lembaga pemerintahan disamping faktor lain, seperti anggaran, alat-alat yang
berbasis teknologi, dan merupakan asset yang paling penting yang harus dimiliki
oleh suatu instansi pemerintah yang mana untuk menghasilkan kinerja yang lebih
baik dan efisien dalam melaksanakan tugas yang diberikan. Oleh karena itu,
sumber daya aparatur harus dikelolah dengan baik untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi organisasi pemerintahan untuk mewujudkan profesionalisme
pegawai dalam melakukan pekerjaan. Hal inji sejalan dengan pendapat Soewarno
Handayaningrat (dalam Suwatno, 2001: 154):
Aparatur adalah aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pemerintahan atau negara, sebagai alat untuk mencapai
tujuan nasional. Aspek organisasi itu terutama pengorganisasian atau
kepegawaian.
Berdasarkan pandangan di atas, aparatur merupakan aspek administrasi
yang perlu diberdayakan dimana sangat dibutuhkan oleh pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang mana sebagai alat untuk pencapaian tujuan
demi mendapatkan hasil yang diharapkan terutama dalam hal pengorganisasian
atau kepegawaian demi terciptanya aparatur yang profesional dan dapat
meningkatkan produktivitas kinerja pegawai.
77
Pamudji (2004: 21) mendeskripsikan tentang konsep mengenai aparatur
sebagai berikut:
Aparatur merupakan alat atau sarana pemerintahan atau negara untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatannya yang kemudian terkelompok ke dalam
fungsi-fungsi, di antaranya pelayanan publik, dalam pengertian aparatur
tercakup aspek manusia (personil), kelembagaan (institusi), dan tata laksana.
Sedangkan menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999,
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian, dinyatakan:
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur,
adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintah dan
pembangunan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-
pokok Kepegawaian pasal 3 tersebut, aparatur harus dapat melaksanakan tugas
dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan untuk pencapaian tujuan demi untuk
mendapatkan hasil yang diharapkan dalam pengorganisasian untuk mendapatkan
aparatur yang profesional dan mendapatkan imbalan atau gaji dari hasil
pekerjaannya.
Untuk mengetahui tolak ukur pemberdayaan yang diberikan kepada
aparatur, para ahli organisasi dan manajemen merumuskan dimensi-dimensi
pemberdayaan. Adapun dimensi pemberdayaan menurut Mc Shane and Glinow
(2005: 191) terdapat empat dimensi pemberdayaan, yaitu: (1) Self Determination,
(2) Meaning, (3) Competence, (4) Impact. Luthans (2005: 423) mengemukakan
ada tiga dimensi pemberdayaan yaitu: (1) Innovation,( 2) Acces to information,
(3) Accountability dan Responsibility. Hughes (2006: 537) mengemukakan bahwa
78
terdapat dua jenis pemberdayaan baik dalam skop makro maupun dalam skop
mikro. Pemberdayaan secara makro dimensinya: (1) Motivation, (2) Learning,
(3) Stress. pemberdayaan secara mikro dimensinya: (1) Self determined,
(2) Meaning, (3) Competence, (4) Influence. Stewart (1994: 112-127) berpendapat
bahwa dimensi-dimensi pemberdayaan, meliputi: (1) Envision, (2) Educate,
(3) Eliminate, (4) Express, (5) Enthuse, (6) Equip, (7) Evaluate, (8) Expect.
Sedangkan Clutterbuck dan Karnaghan (2003: 209) mengemukakan bahwa
dimensi-dimensi pemberdayaan terdiri dari: (1) Tujuan-tujuan, (2) Sikap-sikap
manajemen, (3). Pelatihan dan Pengembangan, (4) Seleksi dan Rekruitmen
karyawan, (5) Struktur dan Sistem.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal mengenai pemberdayaan menurut
Handoko dan Tjiptono Said, (2003: 22), dibutuhkan lima strategi, yaitu:
a. No Discretion, menggambarkan tugas yang sangat rutin dan repetitif,
pegawai tidak ikut merancang pekerjaan. Pemantauannya pun diserahkan
kepada orang lain. Dengan demikian, tidak terdapat wewenang
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan job content dan job
context.
b. Task Setting, yaitu aparatur diberikan tanggungjawab penuh terhadap
keputusan atas job content dan sedikit tanggungjawab atas job context.
Aparatur diberdayakan dalam membuat keputusan mengenai cara terbaik
untuk merampungkan tugas yang diberikan. Dalam hal ini manajemen
menetapkan misi dan tujuan, sedangkan pegawai diberdayakan cara
terbaik untuk diwujudkan.
79
c. Participatory Empowerment, dimana pegawai dilibatkan dalam sebagian
pengambilan keputusan atas job content maupun job context. Aparatur
dilibatkan dalam identifikasi masalah, pengembangan alternatif, dan
rekomendasi alternatif dalam job content. aparatur juga dilibatkan untuk
aktivitas yang sama di dalam pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan job context.
d. Mission Defining, dimana aparatur diberdayakan untuk memutuskan job
context saja.
e. Self Management, yaitu memberikan wewenang penuh kepada aparatur
untuk mengambil keputusan mengenai job content dan job context.
Untuk itu dibutuhkan kepercayaan atas kemampuan aparatur untuk
menggunakan empowerment tersebut guna meningkatkan efektivitas
organisasi, dilain pihak diperlukan pula keterlibatan tinggi dari para
aparaturdalam mengembangkan misi dan tujuan organisasi.
Pemberdayaan juga dapat dipandang sebagai konsep yang berkaitan
dengan kekuasaan (power). Istilah kekuasaan seringkali identik dengan
kemampuan individu untuk membuat dirinya atau pihak lain melakukan apa yang
diinginkan. Djohani (2003), pemberdayaan adalah suatu proses yang memberikan
daya/kekuasaan (power) kepada pihak yang lemah (powerless), dan mengurangi
kekuasaan (disempowered) kepada pihak yang terlalu berkuasa (powerfull)
sehingga terjadi keseimbangan. Demikian pula menurut Rappaport (1984: 17),
pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas
diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya. Pengertian
80
tersebut menekankan pada aspek pendelegasian kekuasaan, memberi wewenang,
atau pengalihan kekuasaan kepada individu sehingga mampu mengatur diri dan
lingkungannya sesuai dengan keinginan, potensi, dan kemampuan yang
dimilikinya.
Secara lebih rinci Slamet (2003: 13), menekankan bahwa hakekat
pemberdayaan adalah bagaimana membuat masyarakat mampu membangun
dirinya dan memperbaiki kehidupannya sendiri. Istilah mampu disini mengandung
makna: berdaya, paham, termotivasi, memiliki kesempatan, melihat dan
memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu sebagai alternatif,
mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan
menangkap informasi, serta mampu bertindak sesuai inisiatif.
Dalam pelaksanaannya pemberdayaan memiliki makna sebagai dorongan
atau motivasi, bimbingan atau pendampingan dalam meningkatkan kemampuan
individu dan masyarakat untuk mampu mandiri. Upaya tersebut merupakan
sebuah tahapan dari proses pemberdayaan dalam mengubah perilaku, mengubah
kebiasaan lama menuju perilaku baru yang lebih baik, dalam meningkatkan
kualitas hidup dan kesejahteraannya.
Suharto (2011: 12), mengemukakan empat indikator pemberdayaan, yaitu:
kegiatan yang terencana dan kolektif, memperbaiki kehidupan masyarakat,
perioritas bagi kelompok lemah atau kurang beruntung serta dilakukan melalui
program peningkatan kapasitas.
Pemberdayaan aparatur tidak dapat terlepas dari kegiatan manajemen
sumber daya manusia yang dititik beratkan untuk menciptakan aparatur
81
pemerintah yang berkualitas. Upaya pemberdayaan sumber daya aparatur
merupakan salah satu faktor terpenting yang perlu mendapat perhatian demi
tercapainya tujuan organisasi pemerintahan. Pemberdayaan aparatur merupakan
cara untuk mendapatkan aparatur yang berkualitas dan dapat menciptakan
kemandirian dan kepercayaan akan kemampuan yang dimiliki.
Menurut Sarundajang (1997: 214), mengemukakan pemberdayaan aparatur
adalah:
Usaha untuk meningkatkan kemampuan melalui pengadaan, pembinaan
karier, pendidikan dan latihan, sistem penggajian, serta pengelolaan
administrasi yang dipergunakan kepada pegawai negeri sehingga unsur
aparatur negara diserahi tugas dalam suatu jabatan.
Pemberdayaan aparatur pemerintah merupakan usaha untuk meningkatkan
kemampuan dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan
yang dilakukan dengan melalui berbagai proses atau tahapan yang dilakukan
melalui pengadaan, pembinaan karier, pendidikan dan latihan, sistem penggajian,
serta pengelolaan administrasi guna terciptanya efektivitas dan efisiensi kerja
aparatur yang diharapkan dan dapat meningkatkan kemajuan dan peningkatan
dari tujuan pemerintah dan pembangunan dalam suatu negara.
Lebih lanjut. Atep (2003: 75), mengemukakan beberapa hal yang harus
dilakukan oleh organisasi pemerintah pusat dan daerah dalam menerapkan
pemberdayaan aparatur, yaitu:
1) Para pemimpin/manajer dan penyelia membagi tanggung jawabnya
kepada bawahannya. 2) Melatih menyelia dan bawahannya bagaimana
pendelegasian dan menerima tanggung jawab. 3) Melakukan komunikasi
dan umpan balik dari pemimpin penyelia kepada bawahannya.
4) Memberikan penghargaan dan pengakuan sebagai hasil dari evaluasi
kepada pegawai atas jasa dan kontribusinya kepada organisasi.
82
Menurut Suyitno (2002: 127), ada beberapa faktor yang menghambat
dalam pemberdayaan aparatur, di antaranya adalah:
a. Penolakan di level pimpinan/manajer, menyangkut ketidak-amanan,
ego, nilai-nilai pribadi, pelatihan manajemen, karakteristik pimpinan,
ketidak terlibatan pimpinan, struktur organisasi, dan manajemen yang
tidak sesuai.
b. Sulitnya waktu belajar. Faktor lain yang dianggap penting dalam
pengelolaan SDM agar dapat kinerja pelayanan yang optimal adalah
pemberian kesempatan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai. Adapun
tujuan pendidikan dan latihan bagi pegawai dari memutakhirkan
kemampuan dan keterampilan pegawai seiring dengan perkembangan
teknologi dalam membantu pemecahan permasalahan dalam organisasi,
perkembangan karier, dan orientasi pegawai dalam organisasi.
Sedangkan manfaat pendididikan bagi pegawai adalah meningkatkan
kualitas dan produktivitas, serta meminimalisir waktu dalam memenuhi
standar kinerja, menumbuhkan loyalitas dan kerjasama, memenuhi
perencanaan SDM, dan pengembangan kemampuan pribadi.
c. Visi organisasi yang tidak jelas. Visi organisasi menjadi syarat penting
dalam merencanakan pembedayaan pegawai.
d. Keinginan yang tinggi, tindak lanjutnya lemah. Sering dijumpai
keinginan individu dan kelompok cukup tinggi, namun
implementasinya sangat lemah karena berbagai faktor internal dan
eksternal.
83
e. Takut berubah. Sering timbul pertanyaan mengapa harus menetapkan
cara-cara baru, kalau cara lama saja kita sudah aman.
Individu/kelompok sudah puas dan nyaman dengan cara kerja yang
sudah berjalan.
4. Pemberdayaan dan Kinerja Aparatur
Dalam kaitan dengan pelaksanaan pemerintahan di daerah, pemberdayaan
aparatur yang semakin baik akan meningkatkan kinerja aparatur. Hal ini sesuai
dengan 6 manfaat dari pemberdayaan, yaitu:
a. Meningkatkan kualitas, inovasi, loyalitas, rasa berprestasi pegawai.
b. Meningkatkan kreativitas dan komitmen para pegawai.
c. Salah satu aspek penting bagi keberhasilan masa transisi dari organisasi
birokratik keorganisasian yang berdasarkan tim.
d. Meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.
e. Alat penting untuk memperbaiki kinerja melalui penyebaran pembuatan
keputusan dan tanggungjawab karena mendorong keterlibatan para pegawai.
f. Dapat menyadarkan, mendukung, mendorong dan membantu
mengembangkan potensi yang terdapat pada diri individu sehingga menjadi
manusia yang mandiri tetapi tetap berkepribadian.
Said (2005: 23-25) mengemukakan bahwa untuk mewujudkan
pemberdayaan aparatur guna meningkatkan kinerja organisasi, maka perlu
diterapkan suatu solusi etika bekerja dan nilai dalam kepegawaian dengan
pendekatan 6 Dasar, sebagai berikut:
a. Nilai Dasar Personal (Basic personal Values), meliputi:
84
1) Kepercayaan, kecurigaan antar sesama pegawai, dalam segala aspek perlu
dihilangkan, sehingga dapat menciptakan sinergi dalam melakukan
pekerjaan.
2) Bertanggungjawab, karena rasa saling curiga tidak ada lagi di antara
pegawai, sehingga memungkinkan semua pegawai merasa memiliki,
sekaligus merasa bertanggungjawab terhadap semua kegiatan organisasi.
3) Bersunguh-sungguh, pegawai dalam menghadapi tugas dari
tanggungjawab yang diembannya, bersungguh-sungguh untuk
menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi.
4) Pengabdian, dalam aspek pengabdian disini karena semua pegawai merasa
diberdayakan, maka tugas-tugas yang diberikan dijadikan sebagai suatu
tugas pengabdian yang menuntut pengorbanan.
5) Ketertiban, yang dimaksud dalam ketertiban di sini, adalah segala
penugasan yang diberikan secara tertib dilaksanakan dengan penuh
tanggungjawab.
6) Bekerjasama, setiap permasalahan yang terjadi selalu dilaksanakan secara
bersama-sama tanpa suatu beban yang berlainan dan perlakuan dan
pengakuan yang khusus dari hasil yang dicapai.
7) Bersih diri, karena adanya kerjasama yang baik di antara pegawai,
memungkinkan saling mengawasi satu sama lain guna menciptakan
pemerintahan yang bersih.
8) Rajin dan tekun, karena merasa memiliki sikap kerajinan menjadi sesuatu
kebutuhan setiap pegawai.
85
9) Lemah lembut, nampak keramahtamahan dalam memberikan pelayanan.
b. Nilai yang berfokus pada kebiasaan (Custome Focussed Values), meliputi:
1) Mulia, dalam melakukan aktivitasnya menunjukkan pegawai yang patut
dihargai, karena dalam bekerja selalu menjaga konsistensi tindakan yang
dilakukan.
2) Sabar, dalam memberikan pelayanan maupun dalam menghadapi
permasalahan selalu mengutamakan kesabaran daripada emosional yang
tidak mencerminkan sebagai pegawai.
3) Sopan, dalam berkomunikasi dengan orang lain selalu menjaga tatakrama.
4) Ramah, rasa bersahabat di antara sesama pegawai maupun terhadap orang
yang dilayani.
c. Nilai Kepemimpinan (Leadership Values), meliputi:
1) Adil, dalam membuat keputusan selalu berusaha menciptakan rasa adil di
antara sesama pegawai tanpa adanya kesan diskriminasi.
2) Berani, tegas dan tanpa ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
3) Bersedia menerima, menghargai setiap pendapat pegawai yang ada dalam
lingkungannya maupun yang dilingkungan organisasinya.
d. Nilai Profesional (Professional Values), meliputi:
1) Pengetahuan, memiliki wawasan yang luas untuk mempertimbangkan
segala aspek dalam menentukan kebijakan.
2) Memiliki daya cipta, selalu berusaha untuk menciptakan sesuatu dan
sekaligus mendorong setiap pegawai untuk menemukan sesuatu yang baru
dan bermanfaat bagi organisasi.
86
3) Pembaharuan, tidak terikat terhadap sesuatu yang biasanya yang menurut
perkembangan tidak sesuai lagi untuk diterapkan.
4) Kejujuran intelektual, tidak mengakui terhadap sesuatu ia ciptakan
menurut pikirannya adalah hasil ciptaan dari orang lain.
5) Bertanggungjawab, terhadap setiap masalah yang dihadapi selalu
dipertanggungjawabkan tanpa harus meminta pada orang lain untuk
bertanggung jawab.
6) Tidak memihak, dalam menyelesaikan masalah tidak berdiri disalah satu
pihak.
e. Nilai Kualitas dan Produktivitas (Productivity/Quality Values), meliputi:
1) Berproduksi, hasil yang dicapai selalu dapat dimanfaatkan oleh orang lain.
2) Berkualitas, hasil yang dimanfaatkan orang lain tersebut sekaligus
berkualitas.
f. Nilai Umum (Universal Values), meliputi:
1) Berterima kasih, menyampaikan suatu penghargaan terhadap siapa saja
yang diketahui berhasil.
2) Kepercayaan, selalu memberikan penugasan kepada siapa saja yang
memiliki kompetensi tanpa harus mencurigai.
3) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, saling meyakinkan satu sama
lain bahwa segala sesuatu yang dicapai itu adalah berkat kekuasaan Tuhan,
dan berusaha menghindari segala perbuatan yang tercela.
Namun yang perlu diingat bahwa di dalam implementasinya,
pemberdayaan aparatur perlu dibarengi oleh dukungan baik dari pimpinan
87
maupun dukungan organisasi sebagai upaya proses pemberdayaan yang
dilakukan. Oleh karena itu, Winarty (2003: 54-60) mengemukakan bahwa
pemberdayaan aparatur pemerintah pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara:
a. Dukungan dari pimpinan, artinya adalah seorang pimpinan berkewajiban
untuk menggali, menyalurkan, membina, serta mengembangkan potensi
pegawainya.
b. Pendelegasian, pemberdayaan erat kaitanya dengan pendelegasian. Oleh
kerena itu, pendelegasian wewenang hendaknya diarahkan agar bawahan
mempunyai inisiatif dalam pengambilan keputusan.
c. Bimbingan, pimpinan sebagai fasilitator dan organisator diharapkan
mampu memberikan bimbingan dan pengarahan kepada bawahannya
dalam mengembangkan kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya.
d. Kemampuan sistem informasi, tersedianya informasi yang lengkap akan
mempermudah pegawai dalam pelaksanaan pekerjaannya. Semakin
lengkap sistem informasi yang tersedia akan sangat membantu dalam
proses pengambilan keputusan.
e. Dukungan dari organisasi, organisasi dalam hal ini menyediakan fasilitas
yang diperlukan dalam hal pelaksanaan pekerjaan. Baik itu kegiatan diklat,
maupun dalam hal penghargaan kepada pegawai, bisa dalam bentuk
promosi, mutasi untuk menghindari kejenuhan, serta penempatan pegawai
pada jabatan/pekerjaan yang tepat.
88
f. Kinerja organisasi publik, cara termudah dalam mengukur kinerja sektor
publik adalah dengan kriteria efisiensi dan efektivitas.
g. Kebutuhan Learning and Growth bagi aparatur, organisasi yang mampu
bertahan di masa depan adalah organisasi yang melakukan proses learning
dengan baik. Oleh karena itu, dituntut upaya yang sungguh-sungguh dari
aparatur untuk meningkatkan kemampuan yang dimilikinya.
h. Kepuasan pegawai, tingkat kepuasan kerja pegawai dapat menunjukkan
suatu keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana aparatur
memandang pekerjaan mereka. Sikap ini dicerminkan oleh moral, disiplin
kerja dan prestasi kerja pegawai.
i. Motivasi, kondisi ini tercermin dari banyaknya saran yang disampaikan
aparatur, banyaknya saran yang dilaksanakan atau direalisasikan,
banyaknya saran yang berhasil guna, serta banyaknya aparatur yang
mengetahui dan mengerti visi misi organisasi.
5. Tujuan, Hakikat, dan Pendekatan Pemberdayaan Aparatur PNS
a. Tujuan Pemberdayaan Aparatur PNS, adalah:
1) Optimalisasi pemanfaatan potensi meliputi aspek pengetahuan kerja,
aspek keterampilan kerja, aspek sikap unjuk kerja, aspek sumberdaya
dan aspek faktor keberhasilan, untuk meningkatkan kinerja individu
dan organisasi.
2) Memperoleh gambaran secara jelas tentang pengetahuan kerja,
keterampilan kerja dan sikap unjuk kerja aparatur dalam melaksanakan
tugas pekerjaan/jabatan.
89
3) Mengidentifikasi minat, bakat dan potensi yang ada pada seorang
aparatur PNS, untuk dipergunakan sebagai input/informasi
pengembangan aspek manajemen pembinaan karier Pegawai Negeri
Sipil.
4) Meningkatkan dayaguna dan hasilguna serta nilai tambah dalam
organisasi.
5) Mengarahkan setiap aparatur Pegawai Negeri Sipil agar mampu
menolong dirinya sendiri, mendidik dirinya sendiri dan
mempekerjakan dirinya sendiri dalam organisasi.
b. Hakikat Pemberdayaan Aparatur PNS, yaitu:
1) Pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil mengacu pada prinsip
agar setiap Pegawai Negeri Sipil dapat menolong dirinya sendiri,
apabila menghadapi permasalahan. Agar dapat mendidik dirinya
sendiri untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya dan
mampu mempekerjakan dirinya sendiri, mampu berinisiatif bekerja
dan berkreasi, berinovasi tanpa menunggu perintah.
2) Pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil secara manajerial untuk
pengelolaan dan pemanfaatan potensi Pegawai Negeri Sipil secara
tidak berlebihan atau di bawah kemampuan, mengoptimalkan atau
mendayagunakan untuk mencapai tingkat produktivitas kerja,
pengembangan kemampuan untuk menjamin kebutuhan kinerja masa
depan.
90
3) Pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan melalui
kebijakan pelatihan dan pengembangan untuk peningkatan kualitas
kinerja dan produktivitas serta penyebarannya. Kebijakan
pemberdayaan untuk peningkatan kemampuan dalam pemanfaatan dan
pengembangan iptek dan wawasan lingkungan strategis, secara
terpadu, terintegrasi lintas sektoral sebagai human investment.
4) Pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil ditransformasikan kearah
pandang dalam manajemen pembinaan Pegawai Negeri Sipil, sebagai
human asset dalam proses produksi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja, yang ditunjukkan dalam pengetahuan kerja,
keterampilan kerja, sikap unjuk kerja, faktor sumberdaya dan faktor
keberhasilan, serta kesempatan karier dalam organisasi, dengan
mempertimbangkan perkembangan teknologi, sehingga dapat
mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang professional, kreatif dan
inovatif.
5) Pada dasarnya pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil dilakukan
sebagai tindakan pengembangan yang diarahkan untuk pencapaian
kinerja dan produktivitas yang tinggi, penyikapan terhadap
permasalahan dan tanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas
pekerjaan/jabatan dalam organisasi, serta ambisi dan kemampuan
untuk maju, baik secara individu atau dalam kelompok.
c. Pendekatan Pemberdayaan Aparatur
91
Pendekatan pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan melalui
prosedur analisis yang bertumpu pada penggalian potensi dengan berbasis
kompetensi dan sumberdaya (Resource-Based Approach) dan untuk
menciptakan serta mengoptimalkan keunggulan yang berbasis kompetensi
sumberdaya (Resource-Based advantage). Pemberdayaan bukan
ditekankan pada pemanfaatan sumberdaya semata, tetapi lebih merupakan
perpaduan pengembangan antara sumberdaya manusia yang sifatnya
tangible, intangible dan very intangible dengan proses pembelajaran
(learning by doing). Pendekatan ini dimaksudkan untuk evaluasi dan
tindak lanjut, serta untuk mendukung kegiatan manajemen pembinaan
Pegawai Negeri Sipil, terutama dalam proses rekrutmen dan seleksi
(recruitment-selection), perencanaan karier (career planning),
pengembangan karier (career development) perencanaan pengalihan tugas
(succesion planning) dan pelatihan dan pengembangan (training and
development). Dengan demikian pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri
Sipil bukan saja untuk analisis potensi, melainkan juga dalam rangka
peningkatan kualitas kinerja dan produktivitas. Oleh karena itu,
pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil juga harus dikaitkan dengan penilaian
kinerja.
6. Prinsip dan Karakteristik Pemberdayaan Aparatur PNS
Pemberdayaan aparatur Pegawai Negeri Sipil pada prinsipnya dilakukan
dengan pendekatan manajemen sumberdaya yang berbasis kompetensi, adalah
untuk pengelolaan dan pemanfaatan potensi, serta karakteristik kemampuan
92
individu Pegawai Negeri Sipil yang meliputi aspek pengetahuan kerja,
keterampilan kerja dan sikap unjuk kerja, sehingga setiap individu Pegawai
Negeri Sipil menjadi kompeten di dalam melaksanakan tugas pekerjaan/jabatanya.
Pendayagunaan aparatur Pegawai Negeri Sipil dilakukan melalui prosedur
OADI (Observasi, Asses, Design, Implementation) dan analisis karakteristik
potensi, untuk memperoleh gambaran dan informasi secara jelas tentang
kemampuan yang meliputi pengetahuan kerja dalam ruang lingkup yang spesifik
sesuai jabatannya (knowledge based workers), kemampuan untuk menampilkan
keterampilan unjuk kerja fisik atau gugus mental (multiskilled workers), tentang
sikap, pandangan, tata nilai, perbuatan, perilaku unjuk kerja dalam melaksanakan
tugas pekerjaan dan jabatan (attitude workers). Pemberdayaan Pegawai Negeri
Sipil yang dilakukan melalui prosedur OADI, juga harus dapat memperoleh
gambaran secara jelas tentang bakat, minat, motivasi, citra diri, sebagai aspek
sumberdaya very intangible, sebagai karakteristik yang esensial yang dapat
menunjukkan faktor-faktor pendorong kinerja superior dan kinerja rata-rata dari
seorang Pegawai Negeri.
Konsepsi pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil secara implisit, terkandung
dan tersirat bahwa kemandirian atau profesionalisme Pegawai Negeri Sipil
merupakan suatu yang sangat mendasar. Oleh karena itu dalam implementasinya,
menciptakan iklim bagi terwujudnya kemandirian atau profesionalisme tersebut
dilaksanakan melalui langkah-langkah penetapan kejelasan tugas fungsi, uraian
tugas, wewenang, tanggungjawab, dan perbaikan mekanisme manajemen karier.
93
C. Kompetensi Aparatur
Secara harfiah, kompetensi berasal dari kata competence yang artinya
kecakapan, kemampuan dan wewenang, Scale (dalam Sutrisno, 2009: 202).
Adapun secara etimologi, kompetensi diartikan sebagai dimensi perilaku keahlian
atau keunggulan seorang pemimpin atau staf mempunyai keterampilan,
pengetahuan, dan perilaku yang baik (Sutrisno, 2009: 202). Bernardin dan Joyce,
(2013: 43) mengemukakan bahwa orang yang memiliki potensi dan kompetensi
adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan (Knowledge), kecakapan atau
keahlian (Skill), kemampuan (Ability), and Others disingkat KSAOs. Echols dan
Shadiliy (2000: 132) pada umumnya diartikan sebagai kecakapan, keterampilan,
kemampuan oleh. Kata kompeten berarti cakap, mampu, terampil. Pada konteks
manajemen SDM, istilah kompetensi mengacu pada atribut atau karakteristik
seseorang yang membuatnya berhasil dalam pekerjaannya.
Menurut Palan (2007: 5) istilah kompetensi merujuk kepada keadaan atau
kualitas mampu dan sesuai. Selanjutnya Mathis and Jackson (2001: 17)
mendefinisikan bahwa kompetensi adalah karakteristik dasar yang dapat
dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu atau tim. Pengelompokkan
kompetensi terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan
kemampuan (abilities).
Menurut Amstrong (Moeheriono, 2014: 6), kompetensi adalah dimensi
tindakan tugas, dimana tindakan tersebut dipakai oleh karyawan untuk
menyelesaikan tugas pekerjaaan mereka dengan memuaskan dan apa yang
diberikan karyawan dalam bentuk yang berbeda-beda dan tingkatan kinerjanya.
94
Selanjutnya Sedarmayanti (2007: 129), berpendapat bahwa keuntungan
menggunakan kompetensi dalam proses seleksi dan rekruitmen adalah
menghindari kesalahan perekrutan dan biaya yang terkait sia-sia, proses belajar
yang lebih cepat dari karyawan baru, dasar pengambilan keputusan (untuk
merekrut) yang kuat, terkait jelas dengan persyaratan jabatan.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Latihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, kompetensi adalah
kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas dan jabatannya.
Gorden (dalam Sutrisno, 2009: 204), mengemukakan ada beberapa aspek
yang terkandung dalam konsep kompetensi, yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif.
2. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif, dan efektif yang
dimiliki oleh individu.
3. Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
4. Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan
secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang.
5. Sikap (attitude), yaitu perasan (senang tidak senang, suka tidak suka)
atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.
6. Minat (interest), adalah kecenredungan seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan.
95
Kompetensi dapat berupa penguasaan masalah, keterampilan kognitif
maupun keterampilan perilaku, tujuan, perangai, konsep diri, sikap dan nilai.
Setiap orang dapat diukur dengan jelas dan dapat ditunjukkan untuk membedakan
perilaku yang unggul atau yang berprestasi. Penguasaan masalah dan
keterampilan relatif mudah diajarkan, mengubah sikap dan perilaku relatif lebih
sukar. Sedangkan mengubah tujuan dapat dilakukan tetapi prosesnya relatif lebih
panjang, lama dan anggaran yang besar.
Dari definisi-definisi tersebut di atas, terdapat tiga hal pokok yang
tercakup dalam pengertian kompetensi, yaitu:
1. Kompetensi merupakan gabungan berbagai karakteristik individu. Kompetensi
tidak terdiri dari satu karakteristik saja. Kompetensi merupakan gabungan dari
pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap, dan karakteristik dasar lainnya dari
individu: (a) Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang
kognitif, (b) Pemahaman (understanding) yaitu, kedalaman kognitif dan
afektif yang dimiliki oleh individu, (c) Kemampuan (skill) adalah sesuatu
yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang
dibebankan kepadanya, (d) Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang
telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang,
(e) Sikap (attitude) yaitu perasaan (senang tidak senang, suka-tidak suka) atau
reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar.
2. Kompetensi selalu berkaitan dengan kinerja atau perilaku. Kompetensi tampil
dalam bentuk kinerja atau perilaku yang dapat diobservasi dan diukur
(measurable). Jika potensi yang belum ditampilkan dalam bentuk perilaku
96
yang dapat observasi atau diukur tidak dapat dikategorikan sebagai
kompetensi.
3. Kompetensi merupakan kriteria yang mampu membedakan mereka yang
memiliki kinerja yang unggul dan sebaliknya. Kompetensi bukan sekedar
aspek-aspek yang menjadi prasyarat suatu jabatan, tetapi merupakan aspek-
aspek penentu keberhasilan kinerja. Hanya karakteristik-karakteristik yang
mendasari kinerja yang berhasil atau efektif yang dapat dikategorikan sebagai
kompetensi.
Kemudian Tovey & Lawlor (2004: 36), kompetensi menegaskan tiga hal
yaitu:
1. Kompetensi harus didemonstrasikan dalam setiap perilaku, bukan hanya
diketahui (pengetahuan). Seseorang disebut kompeten bukan karena dia
mengetahui tetapi dia mampu melakukan suatu pekerjaan.
2. Kompetensi merujuk pada kinerja individu yang memuaskan.
Kompetensi tidak mengenal gradasi kompetensi, misalnya kurang
kompeten, cukup kompeten, atau kompeten sekali. Konsep ini hanya
mengenal kompeten dan tidak kompeten.
3. Karena tidak ada gradasi, konsep kompetensi memerlukan standar yang
independen dan jelas yang berfungsi sebagai alat ukur apakah seseorang
kompeten atau tidak. Standar ini mesti dikeluarkan oleh lembaga yang
diakui oleh berbagai industri dan organisasi yang bergerak dalam bidang
tersebut.
97
Merujuk pada pendapat Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP, 2007)
dan sesuai dengan sistem manajemen SDM berbasis kompetensi, terdapat tiga
pilar yang harus disiapkan apabila suatu organisasi akan menerapkan konsep
kompetensi dalam pengelolaan SDM berbasis kompetensi mendasarkan pada tiga
unsur yang saling terkait yaitu:
1. Standar kompetensi kerja yang harus dijadikan acuan dalam proses
pengukuran kompetensi peserta pendidikan dan latihan. Standar
kompetensi kerja merupakan rumusan tentang kemampuan yang harus
dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang dilandasi oleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja serta sesuai dengan petunjuk
kerja yang dipersyaratkan.
2. Sistem asesmen atau uji kompetensi dan sertifikasi yang independen untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta pendidikan dan latihan. Menurut
Fletcher (2004), asesmen adalah suatu bentuk asesmen yang dilakukan
dengan melakukan spesifikasi suatu hasil belajar secara rinci dan jelas,
sehingga penilai, peserta siklat, atau pihak lainnya dapat melakukan
penilaian yang objektif terhadap pencapaian kompetensi peserta
pendidikan dan latihan tersebut, dan berdasarkan hasil asesmen tersebut
kemudian memberikan sertifikat kompetensi kepada peserta pendidikan
dan latihan tersebut.
3. Sistem pendidikan dan latihan yang mengacu pada standar kompetensi
kerja dan sistem uji kompetensi yang telah ditetapkan. Kurikulum
pendidikan dan latihan harus disusun dan dibuat dengan merujuk pada
98
standar kompetensi kerja, dimana proses pembelajaran diarahkan untuk
pencapaian standar kompetensi ini. Bukti bahwa peserta telah menguasai
kompetensi ini dibuktikan dengan hasil uji kompetensi yang menyatakan
bahwa peserta tersebut telah kompeten.
Kompetensi bukanlah sebuah konsep yang baru di Amerika Serikat,
konsep kompetensi modern mulai diperkenalkan pada awal tahun 70-an. Pada
tahun 1973 misalnya David McClelland, seorang profesor dari Harvard
University mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik yang mendasaryang
dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat
memprediksikan, kinerja yang sangat baik. Dengan kata lain, kompetensi adalah
apayang para outstanding performers lakukan lebih sering pada lebih banyak
situasi dengan hasil yang lebih baik, daripada apa yang dilakukan para average
performers.
Menurut McClelland (1973: 1-14), ada enam komponen kompetensi,
yaitu:
1. Keterampilan (skills) yaitu keahlian atau kecakapan melakukan pekerjaan
dengan baik, contoh kemampuan mengetik, kemampuan mengoperasikan
computer.
2. Pengetahuan (knowledge), kompetensi yang berkaitan dengan informasi
yang dimiliki atau dikuasai seseorang dalam bidang pekerjaan tertentu.
3. Peran sosial yaitu bagaimana seseorang mencitrakan dirinya pada
lingkungan sosial dimana mereka berada (the outer self).
99
4. Citra diri yaitu persepsi individu tentang dirinya (the inner self), melihat
atau memposisikan dirinya sebagai seorang pemimpin.
5. Sifat bawaan (traits) yaitu karakteristik yang relatif konstan pada tingkah
laku seseorang.
6. Motif (motives) yaitu kompetensi yang berkaitan dengan pemikiran atau
niat dasar yang konsisten yang mendorong individu untuk bertindak atau
berperilaku.
Menurut Spencer dan Spencer (1993), Mitrani et.al, (1992),
mengemukakan 5 (lima) karakteristik kompetensi, yaitu:
1. Knowledge atau pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Skor
atas tes pengetahuan sering gagal untuk memprediksi kinerja sumber daya
manusia karena skor tersebut tidak berhasil mengukur pengetahuan dan
keahlian seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. Tes
pengetahuan mengukur kemampuan peserta tes untuk memilih jawaban
yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat
melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya atau
tidak.
2. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik
secara fisik maupun secara mental. Contoh, seorang dokter gigi secara
fisik mempunyai keahlian untuk mencabut dan menambal gigi tanpa harus
merusak saraf. Selain itu kemampuan seseorang programmer komputer
untuk mengorganisasikan 62.000 kode dalam logika yang sekuensial.
100
3. Motives adalah motif yang dimiliki seseorang untuk berprestasi secara
konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada
dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta
mengharapkan umpang balik dalam rangka memperbaiki dirinya.
4. Traits adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau
bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Contoh,
percaya diri (selfconfidence), kontrol diri (self control), stress resistance,
atau ketabahan dan daya tahan (hardiness).
5. Self Concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap
dan nilai diukur melalui tes kepadas responden untuk mengetahui
bagaimana nilai yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang
melakukan kegiatan tertentu.
Berdasarkan karakteristik dari lima kompetensi tersebut di atas, maka
dapat dikemukakan adanya 3 (tiga) kecenderungan yang terjadi, yaitu:
1. Bahwa kompetensi pengetahuan (knowledge competencies) dan keahlian (skill
competencies) cenderung lebih nyata dan relatif berada dipermukaan sebagai
salah satu karakteristik yang dimiliki oleh manusia. Oleh karenas itu
kompetensi pengetahuan (knowledge competencies) dan keahlian (skill
competencies) mudah untuk dikembangkan sehingga program pelatihan
merupakan cara yang baik untuk menjamin tingkat kemampuan sumber daya
manusia.
101
2. Motif kompetensi dan Trait berada pada “personality iceberg” sehingga cukup
sulit untuk dinilai dan dikembangkan sehingga salah satu cara yang paling
efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi.
3. Konsep diri (Self concept), watak/sifat (trait) dan motif kompetensi lebih
tersembunyi, dalam (deeper) dan berada pada titik sentral kepribadian
seseorang. Konsep diri terletak di antara keduanya. Sedangkan sikap dan nilai
seperti percaya diri dapat dirubah melalui pelatihan, psikoterapi sekalipun
memerlukan waktu yang sangat lama dan sulit.
Dengan melihat kecenderungan tersebut, maka dapat memberikan
gambaran pada manajemen bagaimana upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia ke depan baik dalam perencanaan maupun dalam pengembangannya. Di
samping itu bahwa karakterristik tersebut memiliki hubungan satu dengan yang
lain yang saling menentukan.
Sementara Spencer (dalam Moeheriono, 2012: 5) mengemukakan:
Kompetensi dapat didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari
seseorang yang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam
pekerjaanya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan
kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan,
efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi
tertentu.
Berdasarkan arti kompetensi tersebut di atas, maka banyak mengandung
beberapa makna yang terkandung di dalamnya adalah, sebagai berikut:
1. Karakteristik dasar (underlying characteristic) kompetensi adalah bagian dari
kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai
perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan.
102
2. Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat menyebabkan
atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang artinya jika
mempunyai kompetensi yang tinggi maka akan mempunyai kinerja tinggi pula
(sebab akibat).
3. Kriteria (criterian referenced) dijadikan sebagai acuan, bahwa kompetensi
secara nyata akan memprediksikan seseorang dapat bekerja dengan baik, harus
terukur dan spesifik atau terstandar.
Menurut Muins (2000: 40), di dalam organisasi, baik swasta maupun
pemerintahan kompetensi pegawai dapat dibagi ke dalam beberapa jenis
kompetensi, yaitu:
1. Kompetensi profesi, merupakan kemampuan untuk menguasai
keterampilan atau keahlian pada bidang tertentu, sehingga tenaga kerja
mampu bekerja dengan tepat, cepat, teratur dan bertanggungjawab.
2. Kompetensi individu, merupakan kemampuan yang diarahkan pada
keunggulan tenaga kerja, baik penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) maupun daya saing kemampuannya terhadap lainnya.
3. Kompetensi sosial, merupakan kemampuan yang diarahkan pada
kemampuan tenaga kerja atau pegawai dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan, sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya di lingkungan
masyarakat maupun dilingkungan internal organisasi.
Competence antara alin yang dijelaskan Murphy (1993: 50), bahwa “bakat,
sifat dan keahlian individu apapun yang dapat dibuktikan, dapat dihubungkan
dengan kinerja efektif dan baik sekali sehingga kemampuan mentransfer pada
103
situasi baru dalam wilayah kerja”. Untuk itu maka kompetensi kerja merupakan
faktor mendasar yang perlu dimiliki seseorang sehingga mempunyai kemampuan
lebih dan membuat berbeda dengan seseorang, yang mempunyai kemampuan rata-
rata atau biasa saja. Karenanya kompetensi mempunyai cakupan komprehensif
seperti:
1. Motif, sebagai kebutuhan dasar seseorang yang mengarahkan cara berfikir dan
bersikap.
2. Sifat, yaitu sifat dasar yang menentukan cara sesorang bertindak dan
bertingkah laku.
3. Citra pribadi, yaitu pandangan seseorang terhadap identitas dan
kepribadiannya sendiri atau self introduction.
4. Peran kemasyarakatan, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya dalam
interaksinya dengan orang lain atau outer self.
5. Pengetahuan, yang adapat dimanfaatkan dalam tugas.
6. Keterampilan, yaitu kemampuan teknis untuk melakukan sesuatu dengan baik.
Selain itu maka kompetensi juga dinyatakan sebagai seperangkat tindakan
cerdas yang penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk
dianggap mampu oleh aparatur dalam melaksanakan tugas-tugaas. Sehingga
elemen kompetensi sebagai bagian dari pengembangan sumber daya aparatur,
adalah landasan kepribadian, penguasaan ilmu dan keterampilan, kemampuan
berkarya, kretifitas, dan membuat prakarsa, sikap dan perilaku menurut tingkat
keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai, serta pemahaman
kaidah kehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan.
104
Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian ini, yaitu pergeseran paradigma
dan konsep kecakapan menjadi kompetensi ini secara perlahan tetapi pasti telah
menimbulkan implikasi “strategis” yang sangat positif bagi kegiatan perencanaan
dan pengelolaan SDM aparatur di lingkup apapun. Corvey, Roger (dalam Ridha,
2008: 33) mengatakan pula bahwa kompetensi mencakup kompetensi teknis yaitu
pengetahuan dan keahlian untuk mencapai hasil yang telah disepakati atau
kemampuan untuk memikirkan persoalan dan mencari alternatif baru.
Dari uraian tersebut di atas diambil kesimpulan bahwa jika dikaitkan
dengan pandangan Corvey dan Roger, maka setiap aparatur sebagai sumber daya
merasa wajib mengembangkan potensinya sebagai “Human Performace” yang
merupakan perpaduan antara kemampuan dengan motivasi, yang sementara
motivasi adalah penggabungan attitude (sikap) dengan situasi (dinamika
perkembangan) yang terakhir, sehingga terbentuknya attitude merupakan korelasi
nilai knowledge (pengetahuan) dan skill (keterampilan) utamanya bagi Pegawai
Negeri Sipil.
Sedangkan menurut Maarif (2003: 18), menetapkan standar kompetensi
dapat diprioritaskan pada pengetahuan, keterampilan dan sikap, baik yang bersifat
hard competencies maupun soft competencies (soft/generic competencies).
105
Menurut Spencer (dalam Moeheriono, 2012: 17) meliputi enam kelompok
kompetensi, yaitu:
No Kompetensi Generik Deskripsi
1. Kemampuan merencanakan
dan mengimplementasikan
atau achievement orientation,
atau berprestasi.
1. Motivasi untuk berprestasi
2. Perhatian terhadap kejelasan tugas,
ketelitian dan kualitas kerja,
3. Berinisiatif
4. Proaktif dan kemampuan mencari
dan menggunakan informasi
2. Kemampuan melayani atau
custumer service orientation,
atau pelayanan.
1. Empati (interpersonal
understanding)
2. Berorientasi pada pelanggan
(custumer service orientation)
3. Kemampuan memimpin atau
impact and influence, atau
kepemimpinan
1. Kemampuan mengembangkan
orang lain
2. Kemampuan mengarahkan
3. Kemampuan kerja sama kelompok
4. Kemampuan memimpin
kelompok).
4. Kemampuan mengelola atau
organizational awareness/
manajerial
1. Kemampuan mengembangkan
orang lain
2. Kemampuan mengarahkan
3. Kemampuan kerja sama kelompok
4. Kemampuan memimpin kelompok
(team leadership).
5. Kemampuan berpikir
(cognitive) atau analytical
thinking/pemikiran
1. Berpikir analisis (analytical
thinking)
2. Berpikir konseptual
3. Mempunyai keahlian teknis secara
professional.
6. Kemampuan bersikap dewasa
atau self control/kepribadian
1. Kemampuan mengendalikan diri
2. Fleksibil (flexibility)
3. Mempunyai komitmen terhadap
organisasi.
Kesuksesan seseorang dalam bekerja atau dapat dikatakan berkinerja baik,
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik bersifat internal maupun eksternal.
Namun demikian, ditempat kerja tertentu, seseorang mempunyai kemampuan
106
spesifik dan professional, tetapi belum tentu orang tersebut dapat bekerja atau
mempunyai kinerja tinggi lebih baik.
Kompetensi seseorang sangat besar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
dari internal maupun eksternal, yaitu:
1. Bakat bawaan, bakat yang sudah ada dan melekat sejak mereka dilahirkan.
2. Motivasi kerja yang tinggi.
3. Sikap, motif dan nilai cara pandang.
4. Pengetahuan yang dimiliki baik dari pendidikan formal maupun nonformal.
5. Keterampilan dan keahlian yang dimiliki.
6. Lingkungan hidup dari kehidupan mereka sehari-hari.
Dalam Undang Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara pasal 69 ayat 1 dinyatakan bahwa pengembangan karier pegawai negeri
sipil dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kerja, dan
kebutuhan instansi pemerintah. Kompetensi sebagaimana dimaksud ayat (1)
meliputi:
1. Kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan,
pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis.
2. Kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan
struktural atau manajemen, dan pengalaman kepemimpinan.
3. Kompetensi sosial kultural yang diukur dari pengalaman kerja berkaitan
dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya
sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
107
Dalam pasal 70 ayat (1) Undang Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara dijelaskan bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS)
memiliki hak dan kewajiban untuk mengembangkan kompetensi. Ayat (2)
dijelaskan bahwa pengembangan kompetensi sebagaimana dijelaskan pada
ayat(1) antara lain melalui: pendidikan dan latihan, seminar, kursus dan penataran.
Dalam konteks penyelenggaraan Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Kompetensi teknis (technical competence) yaitu kompetensi
mengenai bidang yang menjadi tugas pokok organisasi. Definisi yang sama
dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Latihan (Diklat) Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam
bidang teknis tertentu untuk melaksanakan tugas masing-masing aparatur. Bagi
Pegawai Negeri Sipil yang belum memenuhi persyaratan kompetensi jabatan
perlu mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis yang berkaitan dengan
persyaratan kompetensi jabatan masing-masing. Kompetensi managerial
(managerial competence) adalah kompetensi yang berhubungan dengan
kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugas organisasi.
Kompetensi manajerial meliputi kemampuan menerapkan konsep dan teknik
perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan evaluasi kinerja unit
organisasi, juga kemampuan dalam melaksanakan prinsip good governance dalam
manajemen pemerintahan dan pembangunan termasuk bagaimana
mendayagunakan kemanfaatan sumber daya pembangunan untuk mendukung
kelancaran pelaksanan tugas.
108
Sedangkan kompetensi sosial (social competence), yaitu kemampuan
melakukan komunikasi yang dibutuhkan oleh organisasi dalam pelaksanaan tugas
pokoknya. Kompetensi sosial dapat dilihat dilingkungan internal seperti
memotivasi sumber daya manusia dan atau peran serta masyarakat guna
meningkatkan produktivitas kerja atau yang berkaitan dengan lingkungan
eksternal seperti, pelaksanaan pola kemitraan, kolaborasi, dan pengembangan
jaringan kerja dengan berbagai lembaga dalam rangka meningkatkan citra dan
kinerja organisasi, terrmasuk bagaimana menunjukkan kepekaan terhadap hak
asasi manusia, nilai-nilai sosial budaya dan sikap tanggap terhadap aspirasi dan
dinamika masyarakat.
Berdasarkan uraian dan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas
terkait kompetensi aparatur, maka penulis mengacuh pada teori yang dikemukakan
oleh Bernardin dan Joyce, (2013: 43) yang mengemukakan bahwa orang yang
memiliki potensi dan kompetensi adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan
(Knowledge), kecakapan atau keahlian (Skill), kemampuan (Ability), and Others
disingkat KSAOs. Untuk melakukan pemberdayaan aparatur dibutuhkan kompetensi
dalam melaksanakan tugas pokok, tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan
berdasarkan ketentuan yang berlaku ditengah persaingan global dan pemberian
pelayanan kepada publik dengan memperhatikan pengetahuan (Knowledge),
kecakapan atau keahlian (Skill), kemampuan (Ability).
D. Faktor-faktor Determinan
Banyak pendapat yang mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas organisasi, namun pada dasarnya pendapat tersebut telah terangkum
109
dalam hasil penelitian Richard M. Steers, seperti teori mengenai pembinaan
organisasi yang menekankan adanya perubahan yang berencana dalam organisasi
yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Jadi, Steers
mengemukakan bahwa keberhasilan pembinaan organisasi akan mengakibatkan
keberhasilan organisasi.
Steers & Porter (dalam Sopiah, 2008: 156) mengatakan bahwa suatu
bentuk komitmen yang muncul bukan saja bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga
melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan
memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan.
Komitmen dapat dilihat dari 3 faktor, yaitu (1) Kepercayaan dan penerimaan yang
kuat atas tujuan dan nilai nilai organisasi, (2) Kemauan untuk mengusahakan
tercapainya kepentingan organisasi, (3) Keinginan yang kuat untuk
mempertahankan keanggotaan organisasi.
Steers dan Porter (dalam Sopiah, 2008: 164) mengemukakan ada sejumlah
faktor yang mempengaruhi komitmen pegawai pada organisasi, yaitu:
1. Faktor personal yang meliputi job expectations, psychologycal contract,
job choice factor karakteristik personal. Keseluruhan faktor ini akan
membentuk komitmen awal.
2. Faktor organisasi, meliputi inisial works experiences, job scope,
supervision, goal consistency organizational. Semua faktor itu akan
membentuk atau memunculkan tanggung jawab
3. Non organizational factor yang meliputi availability of alternative jobs.
Faktor yang bukan berasal dari dalam organisasi, misalnya ada tidaknya
110
alternatif pekerjaan lain. Jika ada dan lebih baik, tentu pegawai akan
meninggalkannya.
Robbins (2001) mengemukakan bahwa ciri-ciri sikap komitmen adalah:
4. Adanya keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan organisasi
dan nilai-nilai organisasi.
5. Adanya kesediaan untuk berusaha semaksimal mungkin demi organisasi.
6. Adanya keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hardjito (1997: 65) sebagai berikut:
Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya dipengaruhi oleh
komponen-komponen organisasi yang meliputi : (1) struktur, (2) tujuan,
(3) manusia, (4) hukum (5) prosedur pengoperasian yang berlaku,
(6) teknologi, (7) lingkungan, (8) kompleksitas, (9) spesialisasi,
(10) kewenangan, (11) pembagian tugas.
Selain itu, dalam mencapai efektivitas suatu organisasi sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang berbeda-beda tergantung pada sifat dan bidang kegiatan
atau usaha suatu organisasi. Sejalan dengan hal tersebut maka Komberly dan
Rottman (dalam Gibson et. al, 1996: 32) berpendapat bahwa efektivitas
organisasi ditentukan oleh lingkungan, teknologi, pilihan strategi, proses dan
kultur.
Sementara itu, Moore (dalam Sutarto, 1991: 45) mengatakan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas organisasi, yaitu: (1) unit
kerja, (2) rentangan control, (3) pengawasan, (4) kepemimpinan,
(5) pendelegasian wewenang, (6) ide-ide bawahan, (7) motivasi dan
(8) spesialisasi.
111
Gulick dan Urwick (dalam Sutarto,1991: 42) mengatakan:
Faktor organisasi yang berpengaruh terhadap efektivitas organisasi, yaitu:
(1) penempatan orang pada struktur, (2) kepemimpinan, (3) kesatuan
perintah, (4) staf khusus dan umum, (5) unit kerjasama, (6) pelimpahan dan
pemakaian azas pengecualian, (7) kesimbangan tanggung jawab dan
wewenang serta (8) rentangan kontrol.
Pendapat tersebut menggambarkan bahwa dalam penempatan seseorang
dalam struktur organisasi harus benar-benar selektif, sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki, karena hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja seseorang dan
produktivitas organisasi. Mengenai kepemimpinan merupakan salah satu factor
yang mempengaruhi efektivitas organisasi, karena kepemimpinan berkait dengan
proses mempengaruhi dan menggerakkan seluruh anggota organisasi agar mereka
bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam organisasi juga perlu ada
kesatuan perintah, karena tanpa adanya kesatuan perintah akan menimbulkan
kebingungan, keraguan dan menimbulkan pula tidak jelasnya tanggung jawab.
Garis-garis satuan perintah harus jelas menunjukkan dari siapa saseorang
menerima perintah dan kepada siapa dia bertanggung jawab. Staf khusus dan
umum diperlukan dalam organisasi karena pekerjaan dan aktivitas organisasi
bermacam-macam jenisnya dan ada yang perlu penanganan secara khusus, yang
memerlukan keahlian tertentu. Sedangkan unit kerja dilakukan karena dalam
organisasi terdapat aktivitas untuk menyusun satuan-satuan organisasi yang akan
diserahi bidang kerja tertentu atau fungsi tertentu. Dengan pelimpahan setiap
pejabat dari pucuk pimpinan sampai pejabat paling bawah memiliki wewenang
tertentu dalam bidang tugasnya, sehingga tiap-tiap pekerjaan dapat diselesaikan
pada jenjang yang tepat. Faktor keseimbangan diperhatikan, dimana satuan-satuan
112
organisasi hendaknya ditempatkan pada struktur organisasi sesuai dengan
perannya, satuan organisasi yang memiliki peranan sama penting ditempatkan
pada jenjang organisasi yang setingkat. Sedangkan rentangan control
dimaksudkan untuk menentukan jumlah bawahan langsung yang ideal yang dapat
dipimpin dengan baik oleh seorang atasan tertentu.
Demikian banyak rangkaian kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi
efektivitas organisasi seperti apa yang dikemukakan di atas, tetapi di sini akan
dituliskan empat saja faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas. Adapun
pengaruh 4 faktor tersebut terhadap efektivitas organisasi, sebagai berikut:
1. Karakteristik Organisasi
Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi. Struktur
diartikan sebagai hubungan yang relatif tetap sifatnya, merupakan cara suatu
organisasi menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi yang
meliputi faktor-faktor seperti deentralisasi pengendalian, jumlah spesialisasi
pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi dan seterusnya. Secara
singkat struktur diartikan sebagai cara bagaimana orang-orang akan
dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Teknologi menyangkut mekanisme suatu organisasi untuk mengubah
masukan mentah menjadi keluaran jadi. Teknologi dapat memiliki berbagai
bentuk, termasuk variasi-variasi dalam proses mekanisme yang digunakan dalam
produksi, variasi dalam pengetahuan teknis yang dipakai untuk menunjang
kegiatan menuju sasaran. Ciri organisasi yang berupa struktur organisasi meliputi
faktor luasnya desentralisasi. Faktor ini akan mengatur atau menentukan sampai
113
sejauh mana para anggota organisasi dapat mengambil keputusan. Faktor lainnya
yaitu spesialisasi pekerjaan yang membuka peluang bagi para pekerja untuk
mengembangkan diri dalam bidang keahliannya sehingga tidak mengekang daya
inovasi mereka.
Faktor formalisasi berhubungan dengan tingkat adaptasi organisasi
terhadap lingkungan yang selalu berubah, semakin formal suatu organisasi
semakin sulit organisasi tersebut untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Hal
tersebut berpengaruh terhadap efektivitas organisasi karena faktor tersebut
menyangkut para pekerja yang cendenrung lebih terikat pada organisasi dan
merasa lebih puas jika mereka mempunyai kesempatan mendapat tanggung jawab
yang lebih besar dan mengandung lebih banyak variasi jika peraturan dan
ketentuan yang ada dibatasi seminimal mungkin.
Harvey (dalam Steers, 1985:99) menemukan bahwa semakin mantap
teknologi sebuah organisasi, makin tinggi pula tingkat penstrukturannya yaitu
tingkat spesialisasi, sentralisasi, spesifikasi tugas dan lain-lain. Efektivitas
organisasi sebagian besar merupakan hasil bagaimana tingkat Indonesia dapat
sukses memadukan teknologi dengan struktur yang tepat. Keselarasan antara
struktur dan teknologi yang digunakan sangat mendukung terhadap pencapaian
tujuan organisasi.
2. Karakteristik Lingkungan
Karakteristik lingkungan ini mencakup dua aspek yaitu internal dan
eksternal. Lingkungan internal dikenal sebagai iklim organisasi. Yang meliputi
macam-macam atribut lingkungan yang mempunyai hubungan dengan segi-segi
114
dan efektivitas khususnya atribut lingkungan yang mempunyai hubungan dengan
segi-segi tertentu dari efektivitas khususnya atribut diukur pada tingkat individual.
Lingkungan eksternal adalah kekuatan yang timbul dari luar batas
organisasi yang memperngaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi
seperti kondisi ekonomi, pasar dan peraturan pemerintah. Hal ini mempengaruhi
derajat kestabilan yang relatif dari lingkungan, derajat kompleksitas lingkungan
dan derajat kestabilan lingkungan.
Steers (1985: 111) menyimpulkan dari penelitian yang dilakukan para ahli
bahwa keterdugaan, persepsi dan reasionalitas merupakan faktor penting yang
mempengaruhi hubungan lingkungan. Dalam hubungan terdapat suatu pola
dimana tingkat keterdugaan dari keadaam lingkungan disaring oleh para
pengambil keputusan dalam organisasi melalui ketetapan persepsi yang tepat
mengenai lingkungan dan pengambilan keputusan yang sangat rasional akan dapat
memberikan sumbangan terhadap efektivitas organisasi.
3. Karakteristik Pekerja
Karakteristik pekerja berhubungan dengan peranan perbedaan individu
para pekerja dalam hubungan dengan efektivitas. Para individu pekerja
mempunyai pandangan yang berlainan, tujuan dan kemampuan yang berbeda-
beda pula. Variasi sifat pekerja ini yang sedang menyebabkan perilaku orang yang
berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut mempunyai pengaruh langsung
terhadap efektivitas organisasi. Dua hal tersebut adalah rasa keterikatan terhadap
organisasi dan prestasi kerja individu.
115
Menurut Katz dan Kahn (dalam Steers, 1985: 135), peranan tingkah laku
dalam efektivitas organisasi harus memenuhi tiga persyaratan, sebagai berikut:
a. Setiap organisasi harus mampu membawa dan mempertahankan suatu
armada kerja yang mantap yang terjadi dari pekerja pria dan wanita yang
terampil. Berarti disamping mengadakan penerimaan dari penempatan
pegawai, organisasi juga harus mampu memelihara para pekerja dengan
imbalan yang pantas dan memadai sesuai dengan kontribusi individu dan
yang relevan bagi pemuasan kebutuhan individu.
b. Organisasi harus dapat menikmati prestasi peranan yang dapat
diandalkan dari para pekerjanya. Sering terjadi manajer puncak yang
seharusnya memikul tanggung jawab utama dalam merumuskan
kebijakan perusahaan, membuang terlalu banyak waktu untuk keputusan
dan kegiatan sehari-hari yang sepele dan mungkin menarik, akan tetapi
tidak relevan dengan perannya sehingga berkurang waktu yang tersedia
bagi kegiatan ke arah tujuan yang lebih tepat. Setiap anggota bukan
hanya harus bersedia berkarya, tetapi juga harus bersedia melaksanakan
tugas khusus yang menjadi tanggung jawab utamanya.
c. Di samping prestasi peranan yang dapat diandalkan organisasi yang
efektif menuntut agar para pekerja mengusahakan bentuk tingkah laku
yang spontan dan inovatif, job description tidak akan dapat secara
mendetail merumuskan apa yang mereka kerjakan setiap saat, karena bila
terjadi keadaan darurat atau luar biasa individu harus mampu bertindak
atas inisiatif sendiri dan atau luar biasa individu harus mampu bertindak
116
atas inisiatif sendiri dan atau mengambil keputusan dan mengadakan
tanggapan terhadap yang paling baik bagi organisasinya.
4. Kebijakan dan Praktek Manajemen
Karena manajer memainkan peranan sentral dalam keberhasilan suatu
organisasi melalui perencanaan, koordinasi dan memperlancar kegiatan yang
ditujuan ke arah sasaran. Kebijakan yang baik adalah kebijakan tersebut secara
jelas membawa kita ke arah tujuan yang diinginkan. Kebijakan harus dipahami
tidak berarti bahwa kebijakan harus ditulis (Amstrong, 1993: 49). Pada intinya
manajemen adalah tentang memutuskan apa yang harus dilakukan kemudian
melaksanakannya melalui orang-orang (Amstrong, 1993: 14). Definisi ini
menekankan bahwa dalam organisasi merupakan sumber daya terpenting.
Berdasarkan faktor kebijakan dan praktek manajemen ini, sedikitnya
diindentifikasikan menjadi enam variabel yang menyumbang efektivitas yaitu:
(1) penyusunan tujuan strategis, (2) pencarian dan pemanfaatan sumber daya,
(3) menciptakan lingkungan prestasi, (4) proses komunikasi, (5) kepemimpinan
dan pengambilan keputusan dan (6) inovasi dan adaptasi.
Berdasarkan keempat faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi
yang dinyatakan oleh Steers tersebut dapat dijelaskan secara ringkas bahwa:
a. Struktur yang dibangun dan teknologi yang digunakan dalam organisasi
akan sangat berpengaruh terhadap proses dan pencapaian tujuan.
b. Organisasi sebagai organisasi yang terbuka, kelangsungan hidupnya akan
sangat tergantung kepada lingkungan sekitarnya baik yang berada di
dalam organisasi maupun diluar organisasi.
117
c. Bahwa manusia sebagai unsur penting dari organisasi memiliki
kemampuan, pandangan motivasi dan budaya yang berbeda.
d. Kebijakan dan praktek manajemen yang ditetapkan oleh pimpinan dalam
mengatur dan mengendalikan organisasi sangat berpengaruh bagi
organisasi maupun bagi pencapaian tujuan.
Pengertian faktor organisasional menurut Shukor (1991), bahwa organisasi
dan pegawai saling bergantung antara satu sama lain. Pihak organisasi
memerlukan pemikiran, tenaga, kemahiran dan kepakaran yang disumbangkan
oleh pekerja. Sedangkan pegawai tergantung pada apa yang diberikan oleh pihak
organisasi. Minat terhadap pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi komitmen. Jadi pihak organisasi perlu merancang latihan dan
kursus serta menetapkan waktu untuk menyiapkan kerja dan memberi semangat
kepada pegawai supaya dapat memberikan komitmen yang lebih tinggi lagi dalam
pekerjaan mereka.
Menurut Panggabean (2004: 130), faktor utama dalam pekerjaan berkaitan
dengan pekerjaan itu sendiri dimana ia berkaitan dengan cara bagaimana pegawai
menilai tugas tugas yang ada dalam pekerjaannya. Faktor non organisasi
merupakan faktor yang menunju an ciri dari suatu jenis pekerjaan atau faktor
yang membedakan antara suatu pekerjaan denganjenis pekerjaan lainnya. Seorang
pegawai dalam bekerja membutuhkan rekan kerja dan bawahan yang saling
mendukung, saling percaya dan saling menghormati tugas serta wewenang
masing-masing sehingga didapat suatu proses kerja yang saling bersinergi satu
sama lain, dan saling membutuhkan dalam mencapai tujuan organisasi. Pada saat
118
tujuan perusahaan yang diinginkan dapat dicapai dan pencapaian itu didapat dari
suatu proses kerja sama yang baik antar pegawai kemudian keberhasilan itu
dihargai (tidak perlu pakai uang) oleh organisasi di saat itulah komitmen
organisasional pegawai.
Selanjutnya, faktor-faktor organisasional yang juga berpengaruh terhadap
kinerja aparatur, antara lain adalah:
5. Faktor Lingkungan Kerja
Faktor lingkungan kerja merupakan suatu keadaan yang dirasakan oleh
pegawai di sekitar tempat kerjanya atau organisasinya, dalam hal ini meliputi
tuntutan. tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi, dan
kepemimpinan organisasi. Menurut Robbins (2001) tuntutan tugas merupakan
faktor yang dikaitkan pada pekerjaan seseorang. Faktor ini mencakup desain
pekerjaan individu itu, kondisi kerja, dan tata letak kerja fisik. Desain pekerjaan
individu terdiri dari:
a. Otonomi, yaitu sejauh mana pekerjaan itu memberikan kebebasan,
ketidaktergantungan, dan keleluasaan yang cukup besar kepada individu
dalam menjadwalkan pekerjaan itu, dan dalam menentukan prosedur yang
digunakan dalam menyelesaikan kerja itu.
b. Keragaman tugas, yaitu sejauh mana pekerjaan itu menuntut keragaman
kegiatan yang berbeda, sehingga pegawai dapat menggunakan
keterampilan dan bakat yang berbeda.
Kondisi fisik di tempat kerja juga berpengaruh terhadap kinerja pegawai,
yang meliputi suhu, kebisingan, penerangan, serta ukuran ruangan. Suhu adalah
119
satu variabel dimana terdapat perbedaan individual yang besar. Suhu yang
nyaman bagi seseorang belum tentu dirasakan sama oleh orang lain. Dengan
demikian, adalah penting bahwa karyawan bekerja di lingkungan dimana suhu
diatur sedemikian rupa sehingga berada diantar rentang yang dapat diterima setiap
individu. Tingkat kebisingan yang levelnya tinggi atau tidak dapat diramalkan
cenderung meningkatkan gangguan. Intensitas cahayayang tepat tergantung pada
kesulitan tugas dan kecermatan yang dituntut. Tingkat yang tepat dari intensitas
cahaya juga tergantung pada usia karyawan. Pencapaian kinerja pada tingkat
penerangan lebih tinggi adalah lebih besar untuk karyawan yang lebih tua
dibanding yang muda.
Seorang pegawai dituntut untuk menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu,
membutuhkan kecermatan, ketelitian, dan ketenangan dalam bekerja. Ia akan
memerlukan desain ruangan yang tertutup, tingkat kebisingan rendah, tingkat
pencahayaan yang cukup, suhu udara yang nyaman, serta pilihan desain interior
yang tepat.
Menurut Robbins (2001: 8) pengaturan tempat kerja sangat penting karena
mempengaruhi interaksi formal dan kebutuhan sosial. Dinding dan sekat yang
dihilangkan dengan desain kantor yang terbuka, akan memudahkan karyawan
saling berkomunikasi. Pengaturan ruang kerja sebuah kantor dapat memuat pesan
nonverbal, misalnya sebuah meja yang diletakkan di antara dua kelompok. Hal
tersebut mengungkapkan formalitas dan wewenang dari kepala kantor. Lain
halnya jika, suatu kantor menempatkan kursi-kursi yang memungkinkan orang-
orang duduk berdampingun dan berkomunikasi.
120
Robbins (2001: 6) menjelaskan tuntutan peran berhubungan dengan
tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu
yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-
harapan yang barangkali dirujukkan atau dipuaskan. Peran yang berlebihan beban
terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang
dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran diciptakan bila harapan peran tidak
dipahami dengan jelas dan karyawn tidak pasti mengenal apa yang harus
dikerjakan.
Wolfe dan Snoke (dalam Puspa, 1999: 40) mengungkapkan konflik peran
timbul karena adanya dua perintah yang berbeda yang diterima secara
berbarengan dan pelaksanaan satu perintah saja akan mengakibatkan
terabaikannya perintah yang lain. Barley dan Tolbert (dalam Puspa, 1999: 54)
mengatakan potensi munculnya konflik peran juga dipengaruhi oleh seberapa jauh
lingkungan pengendalian organisasi dimana seorang profesional bekerja
cenderung menekan otonomi mereka. Dominan peran profesional dalam
pelaksanaan aktivitas inti perusahaan (core activities) sangat menentukan tingkat
ancaman terhadap otonomi profesional. Semakin sering manajemen memerlukan
keahlian profesional untuk memecahkan masalah-masalah penting organisasi,
semakin tinggi bargaining power para profesional. Konsekuensi selanjutnya,
semakin besar kemungkinan profesional untuk memperoleh otonomi dalam
pelaksanaan tugas dan semakin besar pula kesempalan profesional untuk bisa
menggunakan mekanisme pengendalian profesinya.
Menurut Robbins, (2001: 5) mengemukakan pendapat sebagai berikut:
121
Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain,
yaitu adanya dukungan sosial dari rekan kerja dan hubungan antar pribadi
yang baik atau buruk. Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi
dalam organisai, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan
diambil. Suatu struktur organisasi menetapkan cara tugas peekrjaan dibagi,
dikelompokkan, dan dikoordinasi secara formal.
Ada enam unsur kunci yang perlu disampaikan kepada manajer bila
mereka merancang struktur organisasinya, yang meliputi:
a. Spesialisasi kerja, yaitu tingkat dimana tugas dalam organisasi dibagi-bagi
menjadi pekerjaan yang terpisah.
b. Departementalisasi, yaitu dasar yang dipakai untuk mengelompokkan
bersama sejumlah pekerjaan.
c. Rantai komando, merupakan garis tidak putus dari wewenang yang
terentang dari puncak organsiasi ke eselon terbawah dan memperjelas
siapa melapor kepada siapa.
d. Rentang kendali, adalah berapa banyak jumlah bawahan yang dapat
diarahkan secara efisien dan efektif oleh seorang manajer.
e. Sentralisasi, yaitu sampai tingkat mana pengambilan keputusan dipusatkan
pada suatu titik tunggal dalam organisasi; desentralisasi yaitu keleluasaan
keputusan dialihkan ke bawah ke karyawan tingkat lebih rendah.
f. Formalisasi, adalah suatu tingkat yang terhadapnya pekerjaan-pekerjaan
dalam organisasi itu dibakukan.
Selanjutnya Robbins (200l: 4) menambahkan pendapatnya terkait struktur
dalam organisasi, sebagai berikut:
Struktur organisasi mempunyai satu dampak baik pada sikap maupun
perilaku, tetapi juga menjadi kendala bagi karyawan sejauh itu membatasi
dan mengawasi apa yang mereka lakukan. Misalnya, organisasi yang
122
distruktur di sekitar tingkat formalisasi dan spesialisasi yang tinggi,
kepatuhan yang keras pada rantai komando, delegasi wewenang yang
terbatas, dan rentang kendali yang sempit memberikan sedikit otonomi
kepada para karyawan. Kendali dalam organisasi semacam itu memang
ketat dan perilaku cenderung beraneka di dalam suatu rentang yang sempit.
Sebaliknya, organisasi yang distrukturkan di sekitar spesialisasi yang
terbatas, formalisasi yang rendah, rentang kendali yang lebar, dan yang
serupa, memberikan kepada para karyawan kebebasan yang lebih besar, dan
karenanya akan dicirikan oleh keanekaragaman perilaku yang lebih besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja organisasi menurut
Robbins (1977: 6) terdapat tujuh faktor iklim organisasi yang dikembangkan oleh
Litwin dan Stringer, sebagai berikut:
a. Conformity, yaitu perasaan adanya banyak pembatas yang dikenakan
kepada anggota organisasi. Organisasi lebih banyak menentukan
prosedur peraturan, kebijaksanaan, praktek yang harus dilaksanakan oleh
anggotanya, dan pada kemungkinan melaksanakan tugas dengan caranya
sendiri yang dianggap tepat.
b. Responsibility, yaitu tanggung jawab pribadi pada diri anggota organisasi
untuk melaksanakan tugas mereka demi tujuan organisasi, anggota
organisasi dapat mengambil keputusan dan memecahkan persoalan yang
dihadapi tanpa harus melibatkan atasan;
c. Standart, yaitu kualitas pelaksanaan dan mutu produksi yang diutamakan
organisasi. Organisasi menetapkan tujuan yang menantang anggota
organisasi untuk berprestasi.
d. Rewards, yuitu penghargaan dan imbalan untuk suatu pekerjaan yang
dilaksanakan dengan baik.
123
e. Organizational Clarity, yaitu kejelasan tujuan dan kebijaksanaan yang
ditetapkan organisasi. Segala sesuatu diorganisir dengan jelas dan tidak
membingungkan, kabur atau kacau.
f. Warmth and Support, yaitu kehangatan dan pemberian semangat kerja
dalam organisasi, para anggota organisasi saling mempercayai dan saling
membantu.
g. Leadership, yaitu kepemimpinan dalam organisasi, kepemimpinan
ditolak atau dihargai oleh anggota organisasi.
Gibson, Invancevich dan Donnelly (1973: 16) mengembangkan alat ukur
iklim organisasi dengan menggunakan delapan faktor yang terdiri dari:
a. Structure, yaitu derajat dari aturan-aturan yang dikenakan terhadap
anggota organisasi, adanya penekanan atau batasan oleh atasan atau
organisasi terhadap anggota tersebut.
b. Responsibility, yaitu tanggung jawab dari anggota organisasi untuk
berprestasi karena adanya tantangan, tuntutan untuk bekerja, serta
kesempatan untuk merasakan prestasi.
c. Warmth and Support, yaitu dukungan yang lebih bersifat positif pada
situasi kerja, sehingga menumbuhkan rasa tenteram dalam bekerja.
d. Reward, yaitu penghargaan dan imbalan dalam situasi kerja. Hadiah
menunjukkan adanya penerimaan terhadap tingkah laku dan perbuatan,
sedangkan lingkungan menunjukkan adanya penolakan terhadap tingkah
laku dan perbuatannya.
124
e. Conflict, yaitu suasana mcncari menang sendiri di antara sejumlah
individu dan persaingan antara bagian dalam organisasi.
f. Standards, hasil kerja yang diminta dan kejelasan dari pengharapan yang
berhubungan dengan penampilan kerja dalam organisasi.
g. Organizational Identity, yaitu loyalitas kelompok dalam diri organisasi
sehingga menumbuhkan identitas kelompok.
h. Risk Taking, yaitu persepsi anggota organisasi terhadap kebijaksanaan
manajemen tentang adanya kemungkinan-kemungkinan ataupun resiko
dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa indikator dari
faktor lingkungan kerja agar pegawai dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat
waktu adalah: tuntutan tugas (kondisi kerja, tata letak kerja fisik); tuntutan peran
(tekanan, konflik); tuntutan antar pribadi (dukungan sosial); struktur organisasi
dan kepemimpinan organisasi.
6. Komitmen Kepemimpinan
Kepemimpinan mempunyai sifat yang universal dari suatu gejala sosial,
artinya kepemimpinan dapat ditemukan dan terjadi dimana saja dalam setiap
kegiatan bersama asalkan memenuhi unsur-unsur, seperti adanya orang yang
mempengaruhi, dan adanya orang yang dipengaruhi serta mengarahkan pada
tercapainya sesuatu tujuan. Namun yang terpenting dari seorang yang
menjalankan kepemimpinan adalah komitmen dan konsistensi terhadap apa yang
menjadi tujuan yang ingin dicapai dengan membangun kepemimpinan yang
terbuka, komunikatif dan demokrati. Sebab banyak pemimpin tidak mampu
125
menunjukkan komitmennya terhadap anggota dan organisasi yang dipimpinnya.
Sehingga yang terjadi justru konflik, kebingungan dan bahkan membuat
organisasi jauh dari sasaran yang ingin dicapai. Akib (2014 : 7) kepemimpinan
merupakan seni yang ada ilmunya (artistic science) dan sebaliknya kepemimpinan
merupakan ilmu yang ada seninya (scientific art) manakala diterapkan pada
konteks atau lokus yang berbeda, khususnya dalam organisasi berbasis
pengetahuan.
Pamudji (1993: 1-2) menyebutkan bahwa kepemimpinan mempunyai sifat
universal dan dapat merupakan gejala kelompok atau gejala sosial serta adanya
komitmen pimpinan yang kuat mendorong kemajuan organisasi. Dikatakan
bersifat universal karena selalu ditemukan dan diperlukan dalam setiap kegiatan
atau usaha bersama. Artinya setiap kegiatan atau usaha bersama selalu
memerlukan pemimpin dan kepemimpinan, baik kegiatan atau usaha tersebut
melibatkan dua, tiga orang maupun melibatkan sepuluh, seratus bahkan seribu
orang, baik kegiatan atau usaha tersebut bercorak sederhana maupun bercorak
kompleks dan luar biasa besarnya. Dikatakan merupakan gejala kelompok atau
gejala sosial oleh karena pemimpin dan kepemimpinan itu hanya dapat dirasakan
dan nampak apabila terdapat sekelompok orang-orang yang melakukan usaha
bersama atau dengan perkataan lain terdapat suatu kehidupan sosial.
Menurut Yulk (1994: 2) beberapa diskusi yang dapat dianggap cukup
mewakili untuk dijadikan referensi selama dua puluh tahun terakhir ini adalah
sebagai berikut:
126
a. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin
aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai
bersama (Hemhill & Coons dalam Yulk, 1994: 2).
b. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam
suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah
pencapaian satu atap atau beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum,
Wesehler & Massarik dalam Yulk, 1994: 2).
c. Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur
dalam harapan dan interaksi (Stogdill dalam Yulk, 1994: 2).
d. Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada,
dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan
rutin organisasi (Katz & Kahn dalam Yulk, 1994: 2).
e. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah
kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch & Behling
dalam Yulk, 1994: 2)
f. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi pengarahan terhadap
usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan
usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs & Jacques dalam
Yulk, 1994: 2).
g. Para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberi kontribusi
yang efektif terhadap orde sosial, dan yang diharapkan dan dijawabankan
melakukannya (Hosking dalam Yulk, 1994: 2).
127
Terry (1982: 458) merumuskan kepemimpinan sebagai aktivitas
mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.
Sementara itu Stogdil (dalam Sutarto, 1998: 13) memberikan pengertian
kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok
orang yang terorganisir dalam usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan.
Sedangkan Sutarto (1998: 13) mendefinisikan kepemimpinan sebagai rangkaian
kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam
situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Devis (dalam Handoko, 1998: 286-287) mengatakan bahwa ada empat
faktor yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang berkomitmen untuk sukses,
yaitu:
a. Kecerdasan, hampir semua penelitian ditemukan bahwa seorang
pemimpin memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada
pengikutnya.
b. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang lebih luas. Pemimpin rata-
rata mempunyai pengendalian emosi yang stabil, matang dan memiliki
suatu jaringan sosial yang luas di masyarakat.
c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Secara relatif seorang pemimpin
memiliki tingkat motivasi dan dorongan yang tinggi untuk berprestasi.
d. Sikap-sikap hubungan manusiawi. Seorang pemimpin yang sukses akan
menjunjung tinggi harga diri dan martabat para pengikutnya, serta
128
memiliki rasa perhatian dan berorientasi pada kepentingan para
anggotanya.
Pendapat tersebut di atas merumuskan ciri utama yang mempengaruhi
suksesnya kepemimpinan dalam organisasi. Dimana seorang pemimpin harus
memiliki kemampuan intelegensia, kematangan dan keluasan pandangan sosial,
sehingga mampu mengendalikan keadaan yang kritis dan mempunyai keyakinan
serta kepercayaan pada diri sendiri, mempunyai motivasi dan keinginan
berprestasi yang datang dari dalam, mempunyai kemampuan mengadakan
hubungan antar manusia. Jadi keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya juga ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin
organisasi.
Hersey & Blanchard (dalam Sutarto, 1998-b: 137-138) menggabungkan
analisa perilaku tugas dan perilaku hubungan, sehingga diperoleh empat gaya
kepemimpinan, sebagai berikut:
a. Telling yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri; tinggi tugas dan
rendah hubungan, pemimpin memberikan perintah khusus, pengawasan
dilakukan secara ketat, pemimpin menerangkan kepada bawahan apa
yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, kapan harus
dilaksanakan dan dimana harus dilakukan.
b. Selling yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri; tinggi tugas dan tinggi
hubungan, pemimpin menerangkan keputusan, memberikan pengarahan,
dan komunikasi dilakukan secara dua arah.
129
c. Participating yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri; tinggi hubungan dan
rendah tugas, pemimpin maupun bawahan saling memberikan gagasan
dan membuat keputusan bersama.
d. Delegating yaitu gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri rendah hubungan
dan rendah tugas, pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan
pelaksanaanya kepada bawahan sepenuhnya.
Konteks ini pemimpin adalah pemberi kemudahan yang membantu
melicinkan jalan ke pencapaian sasaran organisasi. Dalam melaksanakan
kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi, setiap pemimpin memerlukan
dan memiliki kekuasaan/kewenangan dan tanggung jawab yang harus
diimplementasikan secara baik, tepat dan benar. Seorang pemimpin mungkin saja
memiliki berbagai atau lebih dari satu kekuasaan (power) yang melekat pada
dirinya, yang hakekatnya dapat dipergunakan untuk mengendalikan kualitas atau
efektivitas kepemimpinan sesuai kewenangannya.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan lima
kualitas dasar yang selalu dimiliki oleh pemimpin yang berhasil, yaitu:
a. Integritas.
Pemimpin yang baik adalah pribadi berintegritas, karena ini merupakan salah
satu kualitas terpenting dari kepemimpinan. Pemimpin yang memiliki
integritas selalu memelihara standar kelakuan dan performa yang tinggi, baik
buat diri sendiri maupun orang lain. Mereka selalu memberikan contoh baik
dan tidak pernah minta orang lain untuk memenuhi standar yang mereka
sendiri tidak dapat memenuhi.
130
b. Kecerdasan.
Pemimpin yang baik tidak perlu seorang yang jenius tetapi ia jelas memiliki
kecerdasan. Pemimpin yang baik cukup cakap untuk mengenali kekurangan
mereka dan menyadari bahwa mereka tidak tahu semuanya. Pemimpin yang
baik selalu luwes. Mereka memahami perubahan dan dengan cepat dapat
menyesuaikan diri pada metode baru. Seringkali merekalah yang membuka
jalan dan memperkenalkan sistem baru kedalam organisasi mereka.
c. Keberanian.
Pemimpin yang baik harus berani, dengan ketetapan hati untuk tetap
mempertahankan tindakan dan keputusannya serta membela apa yang benar.
Pemimpin yang baik memiliki kepercayaan diri dan bersandar pada
kemampuannya sendiri. Selain itu, pemimpin yang baik mampu
mengembangkan kerjasama tim dan memotivasi orang lain. Mereka tidak
menunda-nunda pekerjaan, dan tidak meneruskan pekerjaan yang tidak
menyenangkan kepada orang lain, tetapi menanganinya langsung.
d. Inisiatif.
Pemimpin yang baik memperagakan inisiatif dengan banyak cara. Mereka
banyak akal, tekun dan cekatan. Mereka selalu memperhatikan kegairahan dan
imajinasi. Pemimpin yang baik mengambil komando. Mereka tidak ragu-ragu
untuk maju kedepan apabila kepemimpinan diperlukan. Mereka mempunyai
inisiatif untuk bertindak cepat dalam keadaan darurat. Sebab itu mereka adalah
penguasa dari tindakan mereka sendiri dan berketerampilan luar biasa untuk
mengembangkan kerjasama dan usaha orang lain.
131
e. Penilaian.
Pemimpin yang baik adalah penilai yang baik setiap saat, karena pada
akhirnya, dengan penilaian ia harus menentukan semua tindakan dan
keputusannya. Penilaian memberikan kepada pemimpin yang baik kesadaran
atas pengaruh mereka kepada pegawai dan situasi yang mengelilinginya.
Kemudian, Kartono (2004 : 86), mengemukakan bahwa kepemimpinan
demokratis menghargai potensi setiap individu mau mendengarkan nasihat dan
sugesti bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan
bidangnya masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota
seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.
Penilaian memberikan pandangan kedalam tentang kebutuhan serta arah
tindakan yang harus diambil. Penilaian memberikan jawaban untuk tindakan yang
tepat, kapan harus bersahabat dan tegas, kapan harus bernegoisasi dan kapan tetap
bertahan. Ki Hajar Dewantara mencetuskan ajaran yang menunjukkan dimana
seharusnya tempat seorang pemimpin, apakah ia di depan, di tengah atau di
belakang. Dengan tempatnya itu seorang pemimpin harus berpedoman sebagai
berikut:
a. Di depan ia harus menjadi suri teladan, yang dalam bahasa Jawa dikatakan
“hing ngarso sung tulodho”
b. Di tengah ia harus memberi semangat atau menimbulkan kehendak bagi
orang lain yang dipimpinnya, yang dalam bahasa Jawa dikatakan “hing
madyo mangun karso”
132
c. Di belakang yang dipimpin ia harus mengawasi supaya bersama-sama
yang dipimpin dapat mencapai tujuan dengan selamat, yang dalam bahasa
Jawa dikatakan “tut wuri handayani”
Thoha menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi
perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perorangan
maupun kelompok. Kepemimpinan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang
menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain ke arah
tercapainya suatu tujuan tertentu.
Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut di atas, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi dan
menggerakkan orang lain, sehingga mereka bertindak dan berperilaku
sebagaimana diharapkan terutama bagi tercapainya tujuan yang diinginkan. Di
samping itu, variabel komitmen kepemimpinan mempunyai pengaruh secara
asimetris terhadap tingkat efektivitas organisasi. Tanpa komitmen kepemimpinan
maka akan sulit mencapai tujuan organisasi.
Jadi komitmen kepemimpinan memiliki posisi yang strategis karena
perannya membawa organisasi pada pencapaian tujuan yang diinginkan atau yang
telah ditetapkan. Pemimpin yang tidak memiliki komitmen yang kuat dalam
memajukan organisasi, maka jutru mempersulit dan bahkan menghambat proses
pencapaian tujuan organisasi. Dengan komitmen Kepemimpinan maka, dapat
organisasi dapat menentukan apakah suatu organisasi mampu mencapai tujuan-
tujuan yang ditetapkan atau tidak. Kepemimpinan merupakan rangkaian kegiatan
penataan yang diwujudkan sebagai kemampuan mempengaruhi orang lain dalam
133
situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah
disepakati.
7. Budaya Kerja Organisasi
Dalam kehidupan masyarakat setiap hari tidak terlepas dari ikatan budaya,
ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga,
organisasi, bisnis maupun pada suatu bangsa. Budaya membedakan masyarakat
satu dengan yang lain dalam berhubungan atau berinteraksi serta bertindak
menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat
menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku
atau bertindak (Robert dan Angelo, 2005).
Abdullah dan Herlin Arisanti (2010: 25) menjelaskan bahwa: 1) Robbins
(1996) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah suatu presepsi bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi itu; 2) Schein (1992) menyatakan bahwa
budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk
bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi.
Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai
suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang
dihadapi; 3) Wood (2001), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan
nilai yang dikembangkan oleh organisasi di mana hal itu menuntun perilaku kerja
dari anggota organisasi itu sendiri.
Budaya kerja organisasi disimpulkan sebagai sistem nilai organisasi yang
dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan
134
perilaku para anggota organisasi. Dalam masyarakat, budaya organisasi
mempengaruhi nilai-nilai/etika individu, sikap-sikap, asumsi-asumsi dan harapan-
harapan individu. Perpaduan budaya masyarakat dan budaya organisasional dapat
menghasilkan dinamika di dalam suatu organisasi.
E. Kerangka Konseptual
Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara disebutkan bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan diperlukan pegawai negeri sipil yang profesional,
bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan
berdasarkan sistem prestasi kerja dan system karier yang dititik beratkan pada
sistem prestasi kerja. Dalam Undang-undang tersebut Pegawai Negeri Sipil
berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggaraan tugas
umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan
dan pelayanan publik untuk profesional , bebas dari intervensi politik, serta bersih
dari peraktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Berdasarkan hal tersebut maka, pegawai negeri sipil sebagai bagian
integral dari aparat pemerintah memiliki peranan yang sangat menentukan untuk
mencapai tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan,
khususnya ditingkat daerah. Untuk itu diperlukan upaya-upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia pegawai itu sendiri guna meningkatkan prestasi
kerja melalui strategi pemberdayaan aparatur.
Pemberdayaan aparatur adalah merupakan usaha dan upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan, memotivasi, dan membangkitkan
135
kesadaran atas potensi yang dimiliki oleh setiap aparatur, serta usaha-usaha
nyata untuk mengembangkannya, dengan harapan apabila hal ini dapat
diwujudkan, maka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya akan lebih optimal.
Salah satu bentuk pemberdayaan yang diberikan kepada pegawai ialah
dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengambil keputusan
tentang berbagai hal yang menyangkut pekerjaannya. Pembedayaan aparatur
menyangkut upaya bagaimana membuat agar energi dan potensi aparatur
bertambah, sehingga mempunyai kekuatan yang lebih berdaya dari sebelumnya.
Dengan lebih berdaya, maka aparatur semakin lebih mampu menjalankan tugas
dan semakin bertanggungjawab, menjadikan mereka semakin berinisiatif.
Untuk melakukan pemberdayaan aparatur, maka dibutuhkan aparatur yang
memiliki kompetensi yaitu kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh
pegawai yang berupa pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill) dan
kemampuan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya. Melalui
kompetensi tersebut pegawai dapat menghasilkan kinerja serta memiliki semangat
pengabdian yang tinggi untuk melayani masyarakat, bersikap hemat, efisien,
rasional dan transparan. Pemberdayaan aparatur diimplementasikan pada
organisasi melalui pemberian kewenangan yang jelas, pengembangan kompetensi,
pemanfaatan peluang, pemberian tanggungjawab, dan pengembangan budaya
organisasi dan pengembangan saling mendukung. Pemberdayaan aparatur yang
sangat signifikan, strategis, dan konprehensif bagi setiap proses aktivitas
organisasi dan manajemen sehingga dapat mewujudkan kinerja sebagaimana yang
diharapkan.
136
Berdasarkan pemberdayaan aparatur tersebut juga perlu diperhatikan
terkait faktor-faktor organisasional yang berpengaruh dalam pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi. Dengan demikian aparatur yang berdaya adalah
aparatur yang memiliki kesesuaian pekerjaan, pembagian tugas, otonomi dalam
bekerja serta terdapat persamaan akses, serta menemukan model pemberdayaan
aparatur yang efektif.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar bagan Kerangka
Konseptual sebagai berikut :
137
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Konseptual
PEMBERDAYAAN
APARATUR
1. Pemberian kewenangan
2. Pengembangan
kompetensi
3. Pengambilan keputusan
PEMBERDAYAAN
APARATUR
APARATUR YANG BERDAYA
1. Ada kewenangan yang diberikan
2. Kesempatan mengembangkan
Kompetensi
3. Pelibatan dalam Pengambilan
Keputusan
PROTOTYPE
PEMBERDAYAAN
APARATUR
FAKTOR-FAKTOR
DETERMINAN
1. Lingkungan Kerja
2. Komitmen pimpinan
3. Pemanfaatan
Teknologi
4. Pengawasan
5. Budaya Kerja
KOMPETENSI
APARATUR
1. Pengetahuan
2. Kecakapan
3. Kemampuan
BADAN KEPEGAWAIAN
DAERAH PROVINSI
SULAWESI SELATAN
138
F. Hasil Penelitian Terdahulu
Pemberdayaan aparatur amat penting bagi peningkatan kinerja suatu
organisasi, sehingga sangat menarik untuk terus mendapatkan perhatian dalam
kajian maupun penelitian. Berikut ini akan dikemukakan pandangan dan hasil
temuan pada ilmuan yang meneliti tentang pemberdayaan aparatur dari berbagai
aspek, yaitu :
1. David Benyamin (2016 : 285), menemukan bahwa daalam pemberian
kewenangan dari atasan kepada bawahan, belum semuanya sesuai kualifikasi
yang ditetapkan dalam analisis jabatan tetapi secara akumulatif telah
menunjukkan kesesuaian, antara kemampuan dengan beban kerja, latar
belakang pendidikan dengan jenis pekerjaan, dan antara keterampilan dengan
pekerjaan/bidang kerjanya. Pemberdayaan yang dilakukan melalui pemberian
kewenangan dan tanggungjawab ternyata dapat mendorong motivasi pegawai
untuk meningkatkan kinerja, karena dalam memberikan kewenangan
didasarkan atas pertimbangan rasional, sehingga dapat menumbuhkan motivasi
kerja pegawai untuk lebih bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilimpahkan.
Dengan demikian para pegawai merasa terpacu untuk meningkatkan
kinerjanya.
Pemberdayaan pegawai juga dipengaruhi oleh adanya kompetensi aparatur
yang berbeda, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan latar
belakang pendidikan diantara pegawai. Belum adanya kesempatan yang
diberikan untuk mengikuti pendidikan dan latihan kepada pegawai yang
139
disebabkan karena terbatasnya alokasi anggaran dan tingkat kebutuhan
lembaga, sehingga berpengaruh terhadap pengembangan kemampuan pegawai.
2. Coddy Simanjuntak (2013 : 21), mengemukakan bahwa terdapat dua indikator
pemberdayaan aparatur yang perlu mendapat perhatian serius oleh pemerintah
adalah melakukan pelimpahan atau pendelegasian kewenangan kepada staf
terdepan untuk pengambilan keputusan operasional dalam mengefektifkan
pelayanan publik terutama pelaksanaan kegiatan operasionalisasi organisasi
dan yang kedua adalah mengikutsertakan aparatur dalam program pendidikan
dan latihan untuk peningkatan kompetensi aparatur serta peningkatan kinerja
secara efektif.
3. Robiq Yunianto (2010: 322), mengemukakan manajemen yang
memberdayakan lebih menekankan pada distribusi kewenangan guna mencapai
tujuan organisasi yang lebih efektif dan efisien, karenanya lebih dapat
mendorong semangat kreativitas dan tanggungjawab bawahan sebagai
penerima wewenang. Ada komitmen yang cukup kuat dari pimpinan, namun
operasionalisasi komitmen harus tetap diupayakan agar dapat semakin
memantapkan proses pemberdayaan melalui pendelegasian wewenang dalam
pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya organisasi sesuai bidang
tugas masing-masing. Dalam penelitian ini ditemukan belum adanya rincian
wewenang formal dari atasan kepada bawahan, sehingga pegawai sekedar
menjalankan rutinitas pekerjaan yang kurang strategis dalam mewujudkan Visi
dan Misi organisasi.
140
Pemberdayaan aparatur ditempuh melalui serangkaian aktivitas penetapan visi,
misi dan hasil yang dikehendaki bersama, pendelegasian wewenang, dan
pengelolaan sumber daya organisasi, serta evaluasi pertanggungjawaban atas
hasil yang dicapai, menunjukkan isyarat kurang seriusnya/ketidaksungguhan
pimpinan dalam organisasi pendelegasian wewenang hanya terjadi pada hal-
hal/kegiatan yang bersifat rutin dan kurang strategis bagi pengembangan
kompetensi dan kireativitas aparatur. Evaluasi terhadap proses itu hanya
dimaknai sebagai laporan hasil kegiatan secara lisan dan tertulis.
134
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif (cualitatif deskriptif) dengan pendekatan fenomenalogis (fenomenologys
research). Pendekatan deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena
peneliti berusaha untuk menjelaskan variabel penelitian dengan memberikan
penjelasan secara mendalam berdasarkan hasil wawancara kepada informan.
Sedangkan pendekatan fenomenalogis digunakan untuk menjelaskan fenomena
yang terjadi dilapangan pada saat peneliti melakukan observasi dan wawancara
pada Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan
metode pengamatan, wawancara, dan melalui dokumentasi yang dapat dijadikan
sebagai penjelasan dan keterangan yang diperoleh melalui informan, baik pejabat,
maupun aparatur birokrasi mengenai Pemberdayaan Aparatur Berbasis
Kompetensi pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 15 Juni 2015 sampai dengan 15 Juni
2016 di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan
Sekretariat Daerah Provinsi. Lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan
134
135
pertimbangan bahwa Kantor Badan Kepegawaian Daerah memiliki aparatur yang
memiliki kompetensi tetapi belum diberdayakan secara maksimal. Di samping
Badan Kepegawaian Daerah memiliki referensi terhadap pemberdayaan aparatur
yang berbasis kompetensi pada Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan.
C. Sumber Data
Penelitian ini berupaya mengumpulkan data yang terkait dengan
pemberdayaan aparatur yang dilaksanakan pada kantor Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang berbasis kompetensi. Terkait dengan hal
tersebut, maka peneliti membutuhkan sumber data, yaitu :
1. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti yang bersumber dari informan
melalui wawancara dan hasil observasi peneliti mengenai pemberdayaan
aparatur pemerintahan yang berbasis pengetahuan, kecakapan dan kemampuan
pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang dipandang
kompeten dan representatif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian
ini yaitu Kepala Badan Kepegawaian Daerah, Sekretaris Badan Kepegawaian
Daerah, Beberapa Kepala Bidang, Kepala Sub Bidang dan Staf Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti berupa data yang sudah ada
pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan yang telah
dikumpulkan oleh pihak lain, seperti laporan kinerja pegawai, keadaan
pegawai (jabatan/pangkat/golongan/pendidikan), dan sebagainya. Sumber
data diperoleh dari Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
136
Selatan yang sudah disajikan melalui laporan-laporan, Papan Bicara, Buku
Profil BKD dan karya ilmiah dan hasil penelitian yang relevan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data lain, yaitu:
1. Studi lapangan, dengan cara pengumpulan data primer secara langsung yang
bersumber dari pemgamatan terhadap objek yang diteliti dengan
menggunakan observasi dan wawancara secara langsung terhadap informan
yang telah dipilih yaitu Sekretaris Daerah Provinsi, Kepala Badan, Kepala
Bidang, Kepala Sub Bidang dan beberapa staf pegawai Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Studi kepustakaan di gunakan untuk pengumpulan data sekunder yang
bersumber dari literatur, buku, jurnal ilmiah baik nasional maupun jurnal
internasional, buletin dan majalah-majalah serta tulisan-tulisan yang berkaitan
dengan pemberdayaan aparatur dalam organisasi pemerintahan.
D. Sasaran dan Fokus Penelitian
1. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah informan yang terlibat baik langsung maupun
tidak langsung dalam pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun informan dalam
penelitian ini adalah, sebagai berikut:
a. Sekretaris Daerah Provinsi.
b. Kepala Badan Kepegawaian Daerah.
c. Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah.
137
d. Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Karier.
e. Kepala Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian.
f. Kepala Bidang Kinerja dan Kesejahteraan Pegawai.
g. Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian Kepegawaian.
h. Kepala Sub Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai.
i. Kepala Sub Bidang Pengelolaan Data Elektronik.
j. Kepala Sub Bidang Konseling dan Kedudukan Hukum.
k. Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Kepegawaian.
l. Staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Informan dipilih tersebut dengan alasan bahwa dipandang kompeten dan
representatif untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Di samping itu,
informan yang dipilih tersebut adalah pelaku langsung di lapangan (aparatur).
2. Fokus Penelitian
a. Pemberdayaan melalui pemberian kewenangan, pengembangan
kompetensi, dan pengambilan keputusan aparatur berbasis pengetahuan,
kecakapan, dan kemampuan pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
b. Faktor-faktor yang determinan terhadap pemberdayaan aparatur berbasis
berbasis pengetahuan, kecakapan, dan kemampuan pada Kantor Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan?
138
c. Prototype pemberdayaan yang berbasis kompetensi yang sesuai dengan
kondisi aparatur pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
E. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Pemberdayaan Aparatur melalui pemberian kewenangan yaitu pimpinan
memberikan kewenangan atau kekuasaan kepada bawahan untuk
melaksanakan tugas-tugas tertentu dengan sekaligus meminta pertanggung
jawaban atas penyelesaian tugas-tugas dalam rangka pencapaian tujuan yanjg
telah di rencanakan.
2. Pemberdayaan Aparatur melalui pengembangan kompetensi adalah pemberian
kesempatan kepada pegawai untuk mengembankan kemampuan dan
karakteristik yang dimiliki berupa pengetahuan, kecakapan, dan Kemampuan
yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya.
3. Pemberdayaan Aparatur melalui pengambilan keputusan adalah adanya
pelibatan pegawai dalam setiap proses pengambilan suatu keputusan yang
efektif sesuai situasi dan kondisi yang dihadapi Badan Kepegawaian Daerah.
4. Pemberdayaan Aparatur melalui Pemanfaatan Peluang adalah Memanfaatkan
peluang yang diberikan kepada pegawai untuk meningkatkan kompetensi
sesuai bidang kerja masing-masing.
5. Pemberdayaan Aparatur melalui Pengembangan saling mendukung adalah
terciptanya suasana saling mendukung antara pimpinan dan pegawai untuk
pencapaian tujuan dan program organisasi melalui kegiatan bersama satu sama
lain.
139
6. Faktor-faktor organisasional yang berpengaruh, yaitu komponen-komponen
yang memungkinkan berpengaruh terhadap pemberdayaan aparatur berbasis
kompetensi, yaitu: lingkungan kerja, kepemimpinan, pengawasan, dan budaya
organisasi.
F. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (human
instrument) dengan menggunakan pedoman wawancara dan pedoman observasi.
Selanjutnya dilakukan validasi untuk menjamin validitas instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu peneliti melakukan validasi pada pedoman
wawancara dan pedoman observasi sesuai kerangka yang disarankan para ahli
dan di bawah bimbingan promotor dan kopromotor. Dan untuk peneliti sendiri
berusaha menambah pemahaman metode penelitian kualitatif, berusaha
menguasai teori pada bidang yang diteliti, kesiapan dan bekal keterampilan pada
saat melakukan penelitian di lapangan.
G. Teknik Pengumpulan dan Pengabsahan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah, sebagai berikut:
a. Wawancara langsung dan mendalam dengan informan, dengan mengajukan
sejumlah pertanyaan terstruktur kepada informan yang telah dipilih terkait
dengan permasalahan dalam penelitian. Hasil wawancara digunakan sebagai
dasar untuk menjustifikasi kebenaran dari hasil penilaian terkait tanggapan
pegawai terhadap Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Kantor
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
140
b. Observasi dengan melakukan pengamatan langsung kepada aparatur yang
sedang melaksanakan tugas-tugas rutin pada Badan Kepegawaian Daearah
sebagai wilayah observasi. mengamati dan membaca dokumen laporan
kegiatan yang sudah dilasanakan.
c. Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang terkait dengan
fokus penelitian melalui penelusuran dan catatan dokumen-dokumen yang
sudah ada serta melalui pengambilan gambar pada saat pelaksanaan diklat,
workhsop, seminar, pelantikan pejabat di kantor Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Pengabsahan Data
Data penelitian yang telah dikumpulkan diharapkan dapat menghasilkan
penelitian yang bermutu. Oleh karena itu, peneliti melakukan pengabsahan data
sebagai berikut:
a. Kredibilitas (Credibility)
Untuk menjamin perolehan data yang kredibel, maka peneliti melakukan
langkah-langkah, sebagai berikut:
1) Perpanjangan masa pengamatan
Peneliti melalukan perpanjangan masa pengamatan dengan melakukan
beberapa kali turun kelokasi penelitian karena data yang dianggap belum
cukup yaitu dengan melakukan pengumpulan data, pengamatan dan
wawancara kembali kepada para informan baik dalam bentuk pengecekan
data maupun mendapatkan data yang belum diperoleh sebelumnya. Oleh
karena itu, peneliti berusaha turun kelapangan dan menghubungi kembali
141
para informan terutama Kepala bidang dan kepala sub bidang dan
mengumpulkan data sekunder yang masih diperlukan dalam penyusunan
laporan penelitian.
2) Pencermatan pengamatan
Data yang diperoleh peneliti pada lokasi penelitian diamati secara cermat
untuk memperoleh temuan yang bermakna. Yaitu melakukan perekaman
pada saat wawancara dengan para informan terutama Bapak Sekretaris
Daerah provinsi dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah, baik dalam
bentuk tulisan catatan-catatan maupun dalam rekaman suara/visual, selama
berada di lokasi penelitian karena informan tersebut tidak memiliki waktu
yang cukup untuk dilakukan wawancara berulang.
3) Triangulasi.
Untuk keperluan triangulasi maka dilakukan tiga cara, yaitu:
a) Triangulasi sumber
Peneliti melakukan triangulasi sumber dengan cara pengecekan dari
pejabat yang memiliki keterkaitan dengan kepegawaian sampai ke staf
pegawai yang menjadi informan yang terdiri dari beberapa Kepala
Bidang dan sub bidang serta beberapa staf yang menjadi sumber
informasi.
b) Triangulasi waktu
Peneliti melalukan wawancara kepada pegawai pada waktu sedang
berada di kantor melakukan aktivitas dan sedang tidak beraktivitas di
luar kantor. Dengan tujuan ingin membandingkan data yang diperoleh
142
dengan suasana formal atau resmi di kantor Badan Kepegawaian
Daerah dan suasana kekeluargaan di luar jam kantor di warkop dan
masjid. Hal ini ingin mengetahui apakah hasil wawancara yang
dilakukan di kantor memiliki jawaban yang sama dengan hasil
wawancara di luar kantor. Apabila jawaban sama, maka peneliti dapat
meyakini kebenarannya. Sebaliknya, jika terjadi perbedaan antara
jawaban yang diperoleh di kantor dan di luar kantor, maka peneliti
akan melakukan penelusuran lebih dalam sampai informannya jenuh.
d). Kecukupan referensi.
Penenliti menggunakan alat rekaman wawancara yaitu melalui Tipe
recorder dan Handphone untuk menjaga orisinalitas data yang diperoleh
dari informan dan memperhatikan dokumen-dokumen yang ada.
H. Teknik Analisis Data
Fokus analisis data dalam penelitian ini adalah deskriftif kualitatif, yaitu
dimulai dari pengumpulan, pengintegrasian, dan penafsiran data merupakan suatu
kesatuan yang simultan. Hal ini dilakukan pada saat pengumpulan data
berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada
saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah analisis terasa belum
memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaannya lagi sampai tahap
tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.
1. Pengumpulkan Data (Data Collection)
143
Peneliti melakukan pengumpulan data hasil studi pendahuluan sebelum ke
lapangan dan menganalisis data tersebut untuk keperluan penentuan fokus
penelitian dan pengumpulan data setelah di lapangan.
2. Reduksi Data (Data Reduction)
Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu
dicatat secara teliti dan rinci dengan merangkum, dimana peneliti hanya
memilih hal-hal yang pokok, serta menfokuskan pada hal-hal yang penting
sesuai dengan fokus dan masalah penelitian. Peneliti merangkum dengan
menggunakan peralatan elektronik yaitu Laptop, dengan membuat kode-kode
tertentu.
3. Penyajian Data (Data Display)
Peneliti melakukan dalam bentuk uraian singkat yang bersifat naratif untuk
memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya terkait hasil penelitian
dilapangan melalui wawancara dan observasi.
4. Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification)
Peneliti melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi terhadap hasil
wawancara terhadap informan. Kesimpulan awal yang dikemukakan oleh
peneliti masih bersifat sementara, dan mengalami perubahan karena peneliti
menemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya setelah kembali melakukan peNelitian dilapangan.
144
Model Analisis Miles and Huberman adalah sebagai berikut:
Data
Collection
Data
Display
Data
Condensation Conclution
Drawing/Veriling
1 3
2
4
145
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Sejarah Perkembangan Badan Kepegawaian Daerah
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah
satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada pada lingkup Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan pengembangan dari lembaga
kepegawaian yang ada sebelumnya.
Ketika pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melakukan restrukturisasi
organisasi pada tahun 2000, sebagai implikasi ditetapkannya Undang-Undang RI
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka desain organisasi
Biro Kepegawaian Sekretariat Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Selatan
berubah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah RI
Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, Keputusan
Presiden RI Nomor 159 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan Badan
Kepegawaian Daerah, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Adapun yang menjabat Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan yang pertama sejak perubahan tersebut adalah Drs. Supomo
Guntur. Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan menempati salah
satu gedung di Kawasan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan terletak di jalan Jend.
Urip Sumoharjo No. 269 Makassar sampai sekarang.
145
146
Struktur organisasi yang baru ini dituangkan melalui Peraturan Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Organisasi
dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencana Pembangunan Daerah, Lembaga
Teknis Daerah, dan Lembaga Lain Provinsi Sulawesi Selatan. Terakhir dengan
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2011.
Selama terbentuknya dan perubahan dari biro kepegawaian menjadi Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan telah berganti beberapa
pimpinan, yaitu : 1) Drs. Supomo Guntur (2001-2002), 2) Drs. H. Muhammad
Arsyad Kale, M.Si. (2002-2004), 3) Drs. H. Tajuddin Noer, M.M. (2004-2005), 4)
Drs. H. Tandeng Tugi, M.Si. (2005-2007), 5) Dra. Hj. A. Murni Amien Situru,
M.Si. (2007-2012), 6) Drs. H Tautoto TR, M.Si (2012-2013), 7) H. Mustari Soba,
SH, M.Si (2013-2015), 8) Ir. H. Muhammad Tamzil, MP (2015-Sekarang).
B. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi adalah lembaga teknis daerah
provinsi yang merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam
melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kepegawaian,
yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
1. Visi dan Misi
Adapun Visi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yaitu
“Terwujudnya Pegawai Negeri Sipil Provinsi Sulawesi Selatan yang Profesional,
Berkinerja dan Sejahtera.”
147
Misi organisasi memiliki peran yang sangat penting dalam pencapaian
tujuan organisasi. Adapun misinya adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kualitas profesionalisme Pegawai Negeri Sipil.
b. Menyelenggarakan manajemen Pegawai Negeri Sipil berbasis kompetensi
dan kinerja.
c. Penguatan kapasitas Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan untuk mendorong profesionalisme, kompetensi dan kinerja
Pegawai Negeri Sipil.
d. Melakukan pembinaan, pengawasan, dan koordinasi dalam
penyelenggaraan manajemen Pegawai Negeri Sipil sesuai urusan dalam
tingkatan pemerintahan.
e. Meningkatkan kualitas layanan administrasi kepegawaian yang didukung
dengan sistem informasi kepegawaian berbasis teknologi informatika dan
komunikasi.
2. Tujuan
Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam
melaksanakan program dan kegiatannya memiliki tujuan yang telah dirumuskan
sebagai berikut:
a. Terwujudnya peningkatan kapasitas dan profesionalisme sumber daya
aparatur berbasis kompetensi.
b. Terwujudnya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas
manajemen untuk mendorong profesionalisme, kompetensi, dan kinerja
sumber daya aparatur.
148
c. Terwujudnya sumber daya aparatur yang sejahtera dan berdisiplin tinggi.
d. Terwujudnya pelayanan prima administrasi kepegawaian berbasis
teknologi Informasi dan komunikasi.
3. Sasaran
Tujuan yang telah dirumuskan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan, kemudian ditetapkanlah indikator kinerja melalui sasaran yang
akan dilaksanakan, yaitu :
a. Terwujudnya peningkatan kapasitas dan profesionalisme sumber daya
aparatur berbasis kompetensi, dengan sasaran meningkatkan kapasistas
dan profesionalisme sumber daya aparatur berbasis kompetensi.
b. Terwujudnya peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas
manajemen untuk mendorong profesionalisme, kompetensi, dan kinerja
sumber daya aparatur, dengan sasaran menguatnya kapasitas kelembagaan
dan manajemen.
c. Terwujudnya sumber daya aparatur yang sejahtera dan berdisiplin tinggi,
dengan sasaran meningkatnya disiplin aparatur dan kesejahteraan pegawai.
d. Terwujudnya pelayanan prima administrasi kepegawaian berbasis
teknologi Informasi dan komunikasi, dengan sasaran meningkatnya
kualitas pelayanan administrasi kepegawaian.
149
C. Strategi, Kebijakan dan Nilai-nilai Organisasi
1. Strategi
Strategi disusun secara optimal untuk mewujudkan tujuan yang
dirumuskan dan dirancang secara konseptual, analitik, rasional dan komprehensif,
dengan mengunakan analisis SWOT, telaah ini menganalisis faktor peluang
(opportunity), tantangan/ancaman (threats), kekuatan (strenght), dan kelemahan
(weakness).
Berdasarkan hasil analisis SWOT, pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan, maka terdapat 4 (empat) strategi yang muncul
berdasarkan konsensus dan keterkaitan dengan misi dan tujuan organisasi, yaitu:
a. Meningkatkan profesionalisme pegawai dengan dana yang memadai.
b. Pegawai yang profesional dengan renumerasi yang adil, layak dan
kompetitif.
c. Tingkatkan kinerja aparatur yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
d. Penerapan Simpeg dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk
tingkatkan kinerja aparatur.
2. Kebijakan
Kebijakan yang ditempuh untuk menetapkan program dan kegiatan untuk
mencapai tujuan organisasi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan sistem manajemen sumber daya aparatur berbasis
kompetensi.
150
b. Mengembangkan infrastruktur sumber daya aparatur.
c. Mengembangkan sistem penataan organisasi BKD Provinsi Sulawesi
Selatan berbasis pada misi (mission-driven organization).
d. Menegakkan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian.
e. Mengembangkan sistem budaya kerja dan etos kerja Pegawai Negeri Sipil.
f. Mengembangkan sistem insentif berbasis kinerja.
g. Mengembangkan sistem pelayanan administrasi kepegawaian berbasis
TIK.
3. Nilai-nilai Organisasi
Adapun nilai-nilai kehidupan yang mendasari visi dan misi Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan adalah:
a. Pegawai Negeri Sipil yang Profesional.
Pegawai Negeri Sipil yang kompeten di bidangnya, memiliki pengetahuan,
keahlian (skill), keterampilan, berwawasan luas, menjunjung tinggi etika
profesi, memiliki dedikasi, komitmen dan tanggungjawab terhadap tugas
dan jabatannya, serta perilaku disiplin dan mempunyai integritas yang
tinggi.
b. Pegawai Negeri Sipil yang berkinerja.
Kinerja Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan,
pengalaman dan kesungguhan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan,
dengan sub unsur prestasi kerja, yaitu:
1) Mempunyai kecakapan dan menguasai segala seluk beluk bidang
tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya.
151
2) Mempunyai keterampilan dalam melaksanakan tugasnya.
3) Mempunyai pengalaman di bidang tugasnya dan bidang lain yang
berhubungan dengan tugasnya.
4) Bersungguh-sungguh dan tidak mengenal waktu dalam melaksanakan
tugasnya.
5) Mempunyai kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani yang baik.
6) Melaksanakan tugas secara berdaya guna dan berhasil guna.
7) Hasil kerjanya melebihi hasil kerja rata-rata yang ditentukan, baik
dalam arti mutu maupun dalam arti jumlah.
c. Pegawai Negeri Sipil yang sejahtera.
Pegawai Negeri Sipil memenuhi standar kehidupan yang layak untuk diri
dan keluargannya. Kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil diwujudkan
dengan memperhitungkan beban kerja dan prestasi kerja/produktivitas
marjinal, serta didukung dengan sistem penghargaan yang adil dan
rasional sehingga mampu menumbuhkan motivasi peningkatan kinerja
dan terciptanya Pegawai Negeri Sipil yang bersih dari KKN.
D. Organisasi Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan
1. Struktur Organisasi Badan Kepegawaian Daerah
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun
2011 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah, dan Lembaga Lain
152
Provinsi Sulawesi Selatan, Struktur Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan, sebagai berikut:
Gambar 4.1 Struktur Organisasi BKD Provinsi Sulawesi Selatan
berdasarkan Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9
Tahun 2008
Sumber : Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Januari 2016.
KEPALA
BADAN
SEKRETARIS
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
SUBAG UMUM
DAN
KEPEGAWAIAN
SUBAG
PROGRAM
SUBAG
KEUANGAN
BIDANG PERENCANAAN & PENGEMBANGAN
KARIER
BIDANG MUTASI &
INFORMASI KEPEGAWAIAN
BIDANG KINERJA &
KESEHATERAAN PEGAWAI
BIDANG INFORMASI &
PENGENDALIAN PEGAWAI
SUBID PERENCANAAN
& PENGEMB. PEGAWAI
SUBID KEPANGKATAN DAN PENSIUN
SUBID KONSELING DAN
KEDUDUKAN HUKUM
SUBID PEMBINAAN &
KEPENGENDALIAN KEPEGAWAIAN
SUBID MUTASI JABATAN
SUBID LAYANAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
SUBID KINERJA DAN
PENGHARGAAN
SUBID PENGOLAHAN DATA & TATA
NASKAH
153
2. Keadaan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah
Dalam melaksanakan program dan kegiatan pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan serta dalam rangka mewujudkan visi dan misi
terutama dalam meningkatkan kualitas profesionalisme Pegawai Negeri Sipil dan
menyelenggarakan manajemen kepegawaian berbasis kompetensi dan berkinerja,
maka Badan Kepegawaian Daerah didukung oleh aparatur yang memadai.
Berikut ini akan dikemukakan keadaan pegawai berdasarkan golongan/
ruang dalam lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2016.
Tabel 4.2 Keadaan pegawai berdasarkan golongan/ruang Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
No
Golongan/Ruang
Jenis Kelamin
Jumlah
L P
1. I/c 1 - 1
2. I/d - - -
3. II/a 2 - 2
4. II/b 3 2 5
5. II/c - - -
6. II/d - 5 5
7. III/a 9 3 12
8. III/b 10 10 20
9. III/c 9 6 15
10. III/d 4 4 8
11. IV/a 3 2 5
12. IV/b 2 1 3
13. IV/c - - -
14 IV/d 1 - 1
J u m l a h 44 33 77
Sumber: Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,
Januari 2016.
154
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat dikemukakan bahwa rata-rata
golongan/ ruang pegawai dalam lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan berada pada golongan/ruang III dengan jumlah 55 pegawai dan
IV berjumlah 9 pegawai, untuk tahun 2016.
Kemudian berikut ini akan disajikan data pegawai berdasarkan jenjang
pendidikan formal pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2016, adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Keadaan pegawai berdasarkan jenjang pendidikan pada
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
No
Pendidikan
Jenis Kelamin
Jumlah L P
1. Sekolah Dasar - - -
2. SLTP 1 - 1
3. SLTA 9 3 12
4. Diploma I - - -
5. Diploma II - - -
6. Diploma III/Akademi 1 3 4
7. Diploma IV 2 1 3
8. Sarjana (Sl) 24 22 46
9. Magister (S2) 7 4 11
10. Doktor (S3) - - -
J u m l a h 44 33 77
Sumber: Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,
Januari 2016.
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, dapat dikemukakan bahwa Keadaan pegawai
berdasarkan jenjang pendidikan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan adalah 46 pegawai yang memiliki jenjang pendidikan sarjana
(S1) dan 11 pegawai memiliki jenjang pendidikan Magister (S2), serta masih
terdapat 20 pegawai yang memiliki jenjang Pendidikan SLTP,SLTA dan
Diploma. Di samping itu, untuk tahun anggaran 2016 terdapat 8 pegawai dalam
155
lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang melanjutkan
pendidikan ke jenjang Sarjana (S1) sebanyak 3 orang dan Magister (S2) sebanyak
5 orang.
Selanjutnya, akan dikemukakan keadaan pegawai berdasarkan eselon
pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2016,
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4 Keadaan pegawai berdasarkan eselon Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
No Uraian Jenis Kelamin Jumlah
L P
1. ESELON I - - -
2. ESELON II 1 - 1
3. ESELON III 3 2 5
4 ESELON IV 7 4 11
J u m l a h 11 6 17
Sumber: Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,
Januari 2016.
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dapat dikemukakan bahwa Keadaan
pegawai berdasarkan eselon pada lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan adalah 11 pegawai yang memiliki jabatan Eselon IV dan 5
pegawai memiliki jabatan Eselon III, serta 1 pegawai yang memiliki jabatan
Eselon II.
Berikut, dikemukakan keadaan pegawai berdasarkan tingkat
pendidikan, golongan/ruang dan jabatan pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2016, sebagai berikut:
156
Tabel 4.5 Keadaan pegawai berdasarkan Tingkat Pendidikan,
Golongan/Ruang dan Jabatan pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
No Pendidikan Jenis Kelamin Gol/
Ruang
Jabatan
L P
1. SLTA/D3/D4 12 7 II/III Staf, Sub bid.
2. SARJANA (S1) 24 22 III/IV Kasubag, Kabid,
Kasubid.
3. MAGISTER
(S2)
7 4 III/IV Kepala Badan,
Sek Badan,
Kabid.
4 DOKTOR (S3) - - - -
J u m l a h 43 33 76 -
Sumber: Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,
Januari 2016.
3. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Kepegawaian Daerah
a. Tugas Pokok
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6
Tahun 2011, Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
mempunyai tugas penyelenggaraan urusan di bidang kepegawaian berdasarkan
asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
b. Fungsi Badan Kepegawaian Daerah
Adapun fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
adalah:
1) Perumusan kebijakan teknis di bidang kepegawaian daerah yang meliputi:
perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan informasi kepegawaian,
kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan pengendalian pegawai.
2) Pengkoordinasian penyusunan perencanaan di bidang kepegawaian daerah
meliputi: perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan informasi
157
kepegawaian, kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan
pengendalian pegawai.
3) Pembinaan dan penyelenggaraan tugas di bidang kepegawaian daerah yang
meliputi: perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan inforemasi
kepegawaian, kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan
pengendalian kepegawaian.
4) Penyelenggaraan tugas lain yang diberikan gubernur sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
4. Tupoksi dan Rincian Tugas Jabatan Strukturan BKD
Penjabaran dari Tupoksi dan rincian tugas jabatan struktural pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Peraturan Gubernur
Sulawesi Selatan Nomor 17 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan
Rincian Tugas Jabatan Struktural pada Badan Kepegawaian Daerah sebagai
berikut:
a. Kepala Badan
Badan Kepegawaian Daerah dipimpin oleh Kepala Badan yang
mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan di bidang kepegawaian
berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut di atas, Kepala Badan
Kepegawaian Daerah mempunyai fungsi, yaitu:
1) Perumusan kebijakan teknis di bidang kepegawaian daerah yang meliputi
perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan informasi kepegawaian,
158
kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan pengendalian
kepegawaian.
2) Mengkoordinasikan penyusunan perencanaan di bidang kepegawaian daerah
yang meliputi: perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan informasi
kepegawaian, kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan
pengendalian kepegawaian.
3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kepegawaian daerah yang
meliputi: perencanaan dan pengembangan karier, mutasi dan informasi
kepegawaian, kinerja dan kesejahteraan pegawai, informasi dan
pengendalian kepegawaian.
4) Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.
Selanjutnya penjabaran dari Tugas Pokok dan Fungsi Badan
Kepegawaian Daerah dengan rincian sebagai berikut:
1) Menyusun rencana kegiatan Badan Kepegawaian Daerah sebagai pedoman
dalam pelaksanaan tugas.
2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan
sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan
bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan.
4) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, dan atau menandatangani
naskah dinas.
5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
159
6) Merencanakan dan merumuskan peraturan perundang-undangan daerah di
bidang kepegawaian sesuai norma, standar dan prosedur yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.
7) Merencanakan dan merumuskan kebijakan jangka panjang, jangka
menengah dan jangka pendek pengembangan kapasitas Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan serta pengembangan kapasitas sumber
daya aparatur daerah.
8) Merumuskan dan menyelenggarakan kebijakan manajemen Pegawai Negeri
Sipil berbasis kompetensi.
9) Menyelenggarakan pembinaan teknis, pengawasan, dan pengkoordinasian
pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan urusan dalam
tingkatan pemerintahan.
10) Menyelenggarakan pembinaan teknis, pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian sesuai
dengan urusan dalam tingkatan pemerintahan.
11) Merumuskan dan menyelenggarakan kebijakan peningkatan kinerja dan
kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil daerah.
12) Menyelenggarakan pembinaan mental Pegawai Negeri Sipil daerah.
13) Menyelenggarakan pembinaan teknis, dan pengkoordinasian pelaksanaan
pemutakhiran data dan penyajian data Pegawai Negeri Sipil daerah
berbasis teknologi informatika dan komunikasi untuk skala provinsi dan
kabupaten/kota.
160
14) Menyelenggarakan dan meningkatkan kualitas layanan administrasi
kepegawaian dan pemeliharaan tata naskah/arsip kepegawaian.
15) Menyelenggarakan kebijakan urusan program, keuangan, umum
perlengkapan, dan kepegawaian dalam lingkup Badan Kepegawaian
Daerah.
16) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Badan Kepegawaian Daerah
dan memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan
perumusan kebijakan.
17) Menyelenggarakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan
sesuai bidang tugas untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
b. Sekretariat
Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang mempunyai tugas
pokok mengkoordinasikan kegiatan, memberikan pelayanan teknis dan
administrasi urusan umum dan kepegawaian, keuangan, serta penyusunan
program dalam lingkungan Badan Kepegawaian Daerah.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut di atas sekretatis mempunyai
fungsi sebagai berikut:
1) Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan.
2) Pengelolaan urusan umum dan administrasi kepegawaian.
3) Pengelolaan administrasi keuangan.
4) Pengkoordinasian dan penyusunan program serta pengolahan dan penyajian
data.
5) Pengelolaan dan pembinaan organisasi dan tatalaksana.
161
6) Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi sekretaris di atas maka rinciannya
sebagai berikut:
1) Menyusun rencana kegiatan sekretariat sebagai pedoman dalam pelaksanaan
tugas.
2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan
sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan
bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan
4) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, dan atau menandatangani
naskah dinas.
5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
6) Melaksanakan koordinasi kepada seluruh bidang serta menyiapkan bahan
penyusunan program Badan Kepegawaian Daerah.
7) Melaksanakan koordinasi perencanaan dan perumusan kebijakan teknis
dilingkungan Badan Kepegawaian Daerah.
8) Melaksanakan koordinasi pelaksanaan kegiatan dalam lingkungan Badan
Kepegawaian Daerah sehingga terwujud koordinasi, sinkronisasi dan
integrasi pelaksanaan kegiatan.
9) Mengkoordinasikan pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi penyusunan
laporan akuntabilitas kinerja Badan Kepegawaian Daerah.
10) Mengkoordinasikan dan melaksanakan pengolahan dan penyajian data dan
informasi.
162
11) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pelayanan ketatausahaan
12) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pelayanan administrasi umum dan
kepegawaian.
13) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pelayanan administrasi keuangan.
14) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pembinaan organisasi
dan tatalaksana dalam lingkungan Badan Kepegawaian Daerah.
15) Melaksanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan urusan rumah tangga
Badan Kepegawaian Daerah.
16) Melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan kehumasan.
17) Melaksanakan dan mengkoordinasikan administrasi pengadaan,
pemeliharaan dan penghapusan barang.
18) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas sekretariat dan memberikan
saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.
19) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan sesuai dengan
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
Sekretaris terdiri atas 3 (tiga) Sub Bagian, yaitu:
1) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dipimpin oleh Kepala Sub Bagian
yang mempunyai tugas pokok melakukan urusan ketatausahaan,
administrasi pengadaan, pemeliharaan dan penghapusan barang, urusan
rumah tangga serta mengelola administrasi kepegawaian.
Rincian tugas pokok dan fungsi sebagaimana dimaksud sebagai berikut:
163
a) Menyusun rencana kegiatan sub bagian umum dan kepegawaian
sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.
b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk
pelaksanaan tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas
berjalan lancar.
c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan
kegiatan bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum
dilaksanakan.
d) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, naskah dinas untuk
menghindari kesalahan.
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
f) Melakukan pengklasifikasian surat menurut jenisnya.
g) Melakukan administrasi dan pendistribusian naskah dinas masuk dan
keluar.
h) Menata dan melakukan pengarsipan naskah dinas dan pengelolaan
perpustakaan.
i) Melaksanakan persiapan rapat dinas, upacara bendera, kehumasan, dan
keprotokolan.
j) Mengelola sarana dan prasarana serta melakukan urusan rumah tangga.
k) Mengkoordinasikan dan melakukan pemeliharaan kebersihan dan
pengelolaan keamanan lingkungan kantor.
l) Menyiapkan bahan dan menyusun rencana kebutuhan, pemeliharaan,
dan penghapusan barang.
164
m) Menyiapkan bahan dan menyusun administrasi pengadaan,
pendistribusian, pemeliharaan, inventarisasi, dan penghapusan barang.
n) Menyiapkan bahan dan menyusun daftar inventarisasi barang serta
menyusun laporan barang inventaris.
o) Menyiapkan bahan, mengelola dan menghimpun daftar hadir pegawai
dalam lingkungan Badan Kepegawaian Daerah.
p) Menyiapkan bahan dan mengelola administrasi suarat tugas dan
perjalanan dinas pegawai.
q) Menyiapkan bahan, mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan
organisasi dan tatalaksana.
r) Menyiapkan bahan dan menyusun rencana formasi, informasi jabatan,
dan bezetting pegawai dalam lingkungan Badan Kepegawaian Daerah.
s) Menyiapkan bahan dan mengelola administrasi kepegawaian meliputi
usul kenaikan pangkat, perpindahan, pensiun, penilaian pelaksanaan
pekerjaan, kenaikan gaji berkala, cuti, izin, masa kerja, peralihan
status, dan layanan administrasi kepegawaian lainnya.
t) Menyiapkan bahan usulan pemberian tanda penghargaan, dan tanda
jasa Pegawai Negeri Sipil dalam lingkup Badan Kepegawaian Daerah.
u) Menyiapakan bahan perumusan kebijakan pembinaan, peningkatan
kompetensi, disiplin dan kesejahteraan pegawai negeri sipil dalam
lingkup Badan Kepegawaian Daerah.
v) Mengembangkan penerapan sistem informasi kepegawaian berbasis
teknologi informasi.
165
w) Menghimpun dan mensosialisasikan peraturan perundang-undangan di
bidang kepegawaian.
x) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian dan memberikan saran pertimbangan kepada atasan
sebagai bahan perumusan kebijakan.
2) Sub Bagian Keuangan
Tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas dirinci sebagai berikut:
a) Menyusun rencana kegiatan sub bagian keuangan sebagai pedoman
dalam pelaksanaan tugas.
b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk
pelaksanaan tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas
berjalan lancar.
c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan
kegiatan bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum
dilaksanakan.
d) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, naskah dinas untuk
menghindari kesalahan.
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
f) Menyiapkan bahan dan menyusun dokumen pelaksanaan kegiatan dan
anggaran.
g) Menyiapkan bahan atau data untuk perhitungan anggaran dan
perubahan anggaran.
166
h) Melakukan verifikasi kelengkapan administrasi permintaan
pembayaran.
i) Meneliti kelengkapan uang persediaan, ganti uang, tambahan uang,
pembayaran gaji, tunjangan, dan penghasilan lainnya untuk menjadi
bahan proses lebih lanjut.
j) Mengkoordinasikan dan menyusun rencana kerja anggaran.
k) Mengelola pembayaran gaji pegawai.
l) Melakukan verifikasi harian atas penerimaan keuangan.
m) Melakukan akuntansi pengeluaran dan penerimaan keuangan.
n) Melakukan verifikasi pertanggungjawaban keuangan.
o) Menyiapkan bahan dan menyusun laporan keuangan.
p) Menyusun realisasi perhitungan anggaran.
q) Mengevaluasi pelaksanaan tugas bendaharawan.
r) Menginventarisasi sumber-sumber penerimaan keuangan.
s) Menggali sumber-sumber penerimaan baru yang potensial.
t) Melakukan pencatatan pemungutan dan pelaporan pendapatan asli
daerah.
u) Mengumpulkan bahan, mengkoordinasikan dan menindaklanjuti
laporan hasil pemeriksaan.
v) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Sub Bagian Keuangan dan
memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan
perumusan kebijakan.
167
w) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
dengan bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
tugas.
3) Sub Bagian Program
Tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas dirinci sebagai berikut:
a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bagian Program sebagai pedoman
dalam pelaksanaan tugas.
b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk
pelaksanaan tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas
berjalan lancar.
c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan
kegiatan bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum
dilaksanakan.
d) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, naskah dinas untuk
menghindari kesalahan.
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
f) Perencanaan program dan anggaran.
g) Menyiapkan bahan dan mensosialisasikan peraturan perundang-
undangan, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis di bidang
penyusunan program.
h) Menyiapkan bahan, mengkoordinasikan dan menyusun rancangan
rencana stratejik.
168
i) Mengumpulkan bahan dan menyusun pengusulan rencana anggaran
pendapatan dan belanja Badan Kepegawaian Daerah.
j) Menghimpun dan menyajikan data dan informasi program dan kegiatan
Badan Kepegawaian Daerah.
k) Mengelola dan melakukan pengembangan sistem penyajian data
berbasis teknologi informasi.
l) Mengumpulkan bahan dan menyusun laporan kinerja Badan
Kepegawaian Daerah.
m) Menyiapkan bahan dan melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja.
n) Mengumpulkan bahan dan menyusun laporan kegiatan tahunan.
o) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Sub Bagian Program dan
memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan
perumusan kebijakan.
p) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasansesuai
dengan bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
tugas.
c. Bidang Perencanaan dan Pengembangan Karier
Bidang Perencanaan dan Pengembangan Karier dipimpin oleh Kepala
Bidang yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas kepala
Badan dalam perumusan kebijakan dan pelaksanaan rekruitmen Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS), pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam
dan dari jabatan struktural/fungsional, serta menyiapkan calon peserta
pendidikan dan latihan.
169
Untuk melaksanakan tugas-tugas kepala Bidang Perencanaan dan
Pengembangan Karier mempunyai fungsi:
1) Perencanaan dan penyiapan bahan penyusunan formasi CPNS/PNS daerah
provinsi dan daerah kabupaten/kota.
2) Perencanaan dan penyiapan bahan pelaksanaan rekruitmen CPNS daerah
provinsi dan koordinasi pengusulan penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP)
calon Pegawai Negeri Sipil daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.
3) Penyiapan bahan administrasi pengangkatan dan penetapan CPNS/PNS
daerah provinsi dan koordinasi pelaksanaan pengangkatan CPNS/PNS
daerah kabupaten/kota.
4) Penyiapan bahan kebijakan teknis seleksi berbasis kompetensi dalam
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan
struktural/fungsional serta calon perserta pendidikan kedinasan,diklat
jabatan struktural, ujian dinas, tugas belajar, dan izin belajar.
5) Penyiapan bahan administrasi pelaksanaan seleksi calon peserta pendidikan
kedinasan/ikatan dinas, diklat jabatan struktural, diklat prajabatan, dan
ujian dinas/ujian jabatan, tugas belajar, dan izin belajar.
6) Penyiapan bahan kebijakan dan koordinasi dalam pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan
struktural/fungsional PNS daerah provinsi dan jabatan struktural eselon II
PNS daerah kabupaten/kota.
7) Penyiapan bahan penyusunan jalur pengembangan karier PNS daerah
Provinsi.
170
8) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang sesuai dengan bidang tugasnya.
Tugas pokok dan fungsinya sebagaimana dimaksud di atas dirinci
sebagai berikut:
1) Menyusun rencana kegiatan Bidang Perencanaan dan Pengembangan
Karier sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.
2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada
bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan
untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.
4) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf, dan/atau menandatangani naskah
dinas.
5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
6) Mengumpulkan bahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan formasi, rekruitmen, pengangkatan/pemindahan/
pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural, serta diklat/ujian
kedinasan.
7) Merencanakan dan menyiapkan bahan pengusulan dan koordinasi
penetapan formasi CPNS/PNS daerah provinsi dan CPNS daerah
Kabupaten/Kota.
8) Merencanakan dan menyiapkan bahan penerimaan CPNS daerah provinsi
berbasis kompetensi.
9) Menyiapkan bahan pengusulan penetapan nomor Induk Pegawai (NIP)
CPNS daerah Provinsi.
171
10) Mengkoordinasikan pelaksanaan pengusulan penetapan nomor Induk
Pegawai (NIP) CPNS daerah Kabupaten/Kota.
11) Menyiapkan bahan pengangkatan dan penetapan CPNS/PNS daerah
provinsi serta mengkoordinasikan pelaksanaan pengangkatan CPNS
daerah Kabupaten/Kota.
12) Merencanakan dan menyiapkan bahan kebijakan seleksi berbasis
kompetensi dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam
dan dari jabatan struktural/fungsional.
13) Menyiapkan bahan administrasi pelaksanaan pengangkatan, pemindahan,
dan pemberhentian PNSD dalam dan dari jabatan struktural/fungsional.
14) Merencanakan, mengkoordinasikan dan menyiapkan bahan administrasi
pelaksanaan seleksi calon peserta pendidikan kedinasan/ikatan dinas,
diklat jabatan struktural, diklat prajabatan, dan ujian dinas/ujian jabatan.
15) Merencanakan dan menyiapkan bahan kebijakan teknis penyusunan jalur
PNS karier daerah provinsi.
16) Merencanakan dan menyiapkan bahan pelaksanaan orientasi tugas dan
prajabatan CPNSD.
17) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas di bidang perencanaan dan
pengembangan karier dan memberikan saran pertimbangan kepada atasan
sebagai bahan perumusan kebijakan.
18) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
172
Bidang perencanaan dan pengembangan karier terdiri atas 2 (dua) sub
bidang, yaitu:
1) Sub Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai
Sub Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai dipimpin oleh
kepala sub bidang yang mempunyai tugas pokok melakukan rekruitmen CPNS,
melakukan seleksi pendidikan kedinasan/ikatan dinas, ujian dinas/jabatan,
tugas belajar dan izin belajar.
Tugas pokok sebagaimana di atas dirinci sebagai berikut:
a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Perencanaan dan Pengembangan
Pegawai sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.
b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan
tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan
bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan.
d) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf, naskah dinas untuk
menghindari kesalahan.
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
f) Melakukan penyusunan perencanaan formasi CPNSD/PNSD dan usul
penetapan formasi CPNSD daerah provinsi
g) Melakukan koordinasi usul penetapan formasi CPNS daerah
kabupaten/kota.
173
h) Melakukan seleksi penerimaan CPNS daerah provinsi berbasis kompetensi.
i) Melakukan usul penetapan nomor induk pegawai (NIP) Calon Pegawai
Negeri Sipil daerah provinsi.
j) Melakukan penyiapan bahan administrasi pengangkatan dan penetapan
Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil daerah provinsi.
k) Melakukan koordinasi pelaksanaan penerimaan CPNS daerah Kabupaten/
Kota dan usul penetapan nomor induk pegawai (NIP) Calon Pegawai Negeri
Sipil Kabupaten/Kota.
l) Menyiapkan bahan penyelenggaraan orientasi tugas dan prajabatan bagi
CPNS daerah provinsi.
m) Melakukan penyiapan bahan administrasi penetapan CPNS menjadi PNS
daerah provinsi, dan koordinasi pelaksanaan pengangkatan CPNS daerah
Kabupaten/Kota.
n) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
2) Sub Bidang Mutasi Jabatan
Sub Bidang Mutasi Jabatan dipimpin oleh kepala sub bidang yang
mempunyai tugas pokok melakukan mutasi jabatan struktural/fungsional dan
pemeliharaan data jabatan.
Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci sebagai
berikut:
a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Mutasi Jabatan sebagai pedoman
dalam melaksanakan tugas.
174
b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan
tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan
bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan.
d) Membuat konsep, mengoreksi dan memaraf naskah dinas untuk
menghindari kesalahan.
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
f) Melakukan perencanaan dan pelaksanaan mutasi jabatan struktural dan atau
fungsional PNS daerah provinsi berbasis kompetensi.
g) Mengumpulkan bahan dan analisis data jabatan struktural dan jabatan
fungsional.
h) Membuat daftar dan naskah keputusan pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural dan jabatan fungsional
PNS daerah provinsi.
i) Melakukan penyelenggaraan acara pelantikan dan serah terima jabatan
struktural PNS daerah provinsi sesuai peraturan perundang-undangan dan
ketentuan yang berlaku.
j) Menyusun data rekam jejak jalur pengembangan karier PNS daerah
provinsi.
k) Menyiapkan bahan administrasi dan koordinasi pengusulan pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural sekretariat
daerah provinsi dan kabupaten/kota.
175
l) Menyiapkan bahan administrasi dan koordinasi pengusulan, pengangkatan,
pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural eselon II
PNS daerah kabupaten/kota.
m) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Sub Bidang Mutasi Jabatan dan
memberikan saran pertimbangan pegawai dan memberikan saran
pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.
n) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
d. Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian
Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian dipimpin oleh kepala
bidang yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas kepala
badan dalam perumusan kebijakan dan dalam pelaksanaan mutasi kepegawaian
serta layanan dan informasi administrasi kepegawaian.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Bidang Mutasi dan
Informasi Kepegawaian mempunyai fungsi:
1) Pelaksanaan mutasi kepangkatan dan pensiun Pegawai Negeri Sipil.
2) Pelaksanaan permindahan Pegawai Negeri Sipil antar satuan kerja
perangkat daerah, antar wilayah kerja, dan antar instansi.
3) Pemberian layanan dan informasi administrasi kepegawaian.
4) Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.
Tugas pokok dan fungsi sebagaimana dimaksud di atas dirinci sebagai
berikut:
176
1) Menyusun rencana kegiatan bidang mutasi dan informasi kepegawaian
sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.
2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada
bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan
untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.
4) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf, dan/atau menandatangani naskah
dinas.
5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
6) Mengumpulkan bahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan kenaikan pangkat dan pensiun Pegawai Negeri Sipil.
7) Merencanakan dan menyiapkan bahan analisis mutasi kepangkatan dan
pensiun Pegawai Negeri Sipil.
8) Menyiapkan bahan penetapan dan menyusunan kenaikan pangkat Pegawai
Negeri Sipil daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota. sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
9) Menyiapkan bahan penetapan dan mengusulan pensiun Pegawai Negeri
Sipil daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
10) Menyiapkan bahan penetapan dan pengusulan perpindahan antar satuan
kerja perangkat daerah, antarwilayah kerja, dan antar instansi, Pegawai
Negeri Sipil daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, pengangkatan dari
CPNSmenjadi PNS, peninjauan masa kerja, kenaikan gaji berkala, dan
177
pemberian izin dan cuti sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
11) Menyiapkan bahan kebijakan pemberian layanan dan infoermasi
administrasi kepegawaian berbasis pelanggan.
12) Memberikan layan dan informasi administrasi kepegawaian.
13) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang Mutasi dan Informasi
Kepegawaian dan memberikan saran pertimbangan pegawai dan
memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan
kebijakan.
14) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian terdiri atas 2 (dua) sub
bidang yang berada di bawahnya, yaitu :
1) Sub Bidang Kepangkatan dan Pensiun
Sub Bidang Kepangkatan dan Pensiun dipimpin oleh kepala sub bidang
yang mempunyai tugas pokok melakukan mutasi kepangkatan, pemberhentian,
dan pensiun Pegawai Negeri Sipil sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Tugas pokok sebagaimana dimaksud tersebut di atas dirinci sebagai
berikut:
a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Kepangkatan dan Pensiun sebagai
pedoman dalam pelaksanaan tugas.
178
b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan
tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan
untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.
d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari
kesalahan.
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
f) Mengumpulkan bahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan kepangkatan dan pensiun Pegawai Negeri Sipil.
g) Melakukan koordinasi pelaksanaan, pengusulan, dan penetapan keputusan
kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil daerah provinsi dan
Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
h) Melakukan koordinasi pelaksanaan, pengusulan, dan penetapan, keputusan
pensiun PNS daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
i) Melakukan koordinasi pelaksanaan, pengusulan, dan penetapan, keputusan
pemberhentian PNS daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
j) Memberikan layanan dan informasi prosedur mutasi kepangkatan,
pemberhentian, dan pensiun Pegawai Negeri Sipil.
179
k) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang Kepangkatan dan
Pensiun dan memberikan saran pertimbangan pegawai dan memberikan
saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.
l) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
2) Sub Bidang Layanan Administrasi Kepegawaian
Tugas pokok dirinci, sebagai berikut:
a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Layanan Administrasi
Kepegawaian sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.
b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan
tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan
untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.
d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari
kesalahan.
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
f) Menyiapkan dan mengolah bahan penetapan keputusan perpindahan
Pegawai Negeri Sipil antar satuan kerja perangkat daerah provinsi,
antardaerah kabupaten/kota, serta dari daerah kabupaten/kota ke daerah
provinsi atau sebaliknya di wilayah Sulawesi Selatan.
g) Menyiapkan dan mengolah bahan usul perpindahan PNS di wilayah
Sulawesi Selatan ke daerah kabupaten/kota/provinsi/instansi lain atau
sebaliknya.
180
h) Menyiapkan bahan analisis pengusulan, pelaporan, dan penyelesaian
naskah keputusan administrasi kepegawaian meliputi, pengangkatan
Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil, peralihan
status kepegawaian, peninjauan masa kerja, kenaikan gaji berkala, dan
pelayanan administrasi pemberian izin dan cuti.
i) Memberikan layanan dan informasi administrasi kepegawaian, meliputi
prosedur pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai
Negeri Sipil, peralihan status kepegawaian, peninjauan masa kerja,
kenaikan gaji berkala, dan pelayanan administrasi pemberian izin dan cuti.
j) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang kepangkatan dan
pensiun dan memberikan saran pertimbangan pegawai dan memberikan
saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.
k) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
e. Bidang Kinerja dan Kesejahteraan Pegawai
Bidang Kinerja dan Kesejahteraan Pegawai dipimpin oleh seorang
kepala bidang yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas
Kepala Badan dalam perumusan kebijakan dan dalam pelaksanaan pembinaan
peningkatan kinerja, penyelenggaraan kesejahteraan dan kesehatan,
penghargaan, konseling, dan pembinaan disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut pada ayat (1), Kepala Bidang
Kinerja dan kesejahteraan pegawai mempunyai fungsi sebagai berikut:
181
1) Perencanaan dan penyiapan bahan kebijakan teknis penilaian kinerja
kelembagaan dan sumber daya aparatur serta konseling Pegawai Negeri
Sipil.
2) Menyiapkan bahan administrasi penyelesaian kedudukan hukum dan
sengketa hukum Pegawai Negeri Sipil.
3) Perencanaan dan penyiapan bahan kebijakan teknis penyelenggaraan
kesejahteraan dan kesehatan serta pemberian penghargaan dan tanda jasa
Pegawai Negeri Sipil.
4) Penyiapan rumusan kebijakan pembinaan disiplin aparatur.
5) Penyiapan bahan daftar urutan kepangkatan.
6) Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.
Tugas pokok dan fungsi tersebut di atas dapat dirincisebagai berikut:
1) Menyusun rencana kegiatan bidang kinerja dan kesejahteraan pegawai
sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.
2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada
bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan
untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.
4) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf, dan/atau menandatangani naskah
dinas.
5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
182
6) Merencanakan dan menyiapkan rumusan kebijakan teknis penguatan
kapasitas kelembagaan Badan Kepegawaian Daerah dan sumber daya
aparatur.
7) Merencanakan dan menyiapkan bahan analisis, dan mengkoordinasikan
pelaksanaan penilaian kinerja kelembagaan dan kinerja sumber daya
aparatur.
8) Menyiapkan bahan administrasi penyelesaian tindakan administratif
pelanggaran dan sengketa hukum serta penetapan kedudukan hukum
Pegawai Negeri Sipil.
9) Merencanakan, menyiapkan rumusan kebijakan, dan pelaksanaan
pembinaan dan peningkatan derajat kesejahteraan dan kesehatan PNS.
10) Menganalisis dan menginventarisasi peraturan perundang-undangan bidang
kepegawaian.
11) Melaksanakan konseling dan bina mental Pegawai Negeri Sipil.
12) Melaksanakan pemberian penghargaan dan tanda jasa.
13) Menyiapkan bahan analisis dan kebijakan pembinaan disiplin aparatur.
14) Menyiapkan bahan penyusunan daftar urutan kepangkatan.
15) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang kinerja dan
kesejahteraan pegawai dan memberikan saran pertimbangan pegawai dan
memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan
kebijakan.
16) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
183
Bidang Kinerja dan Kesejahteran Pegawai pada badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 2 (dua) sub bidang yaitu sebagai
berikut:
1) Sub Bidang Konseling dan Kedudukan Hukum
Sub Bidang Konseling dan Kedudukan Hukum dipimpin oleh kepala
sub bidang yang mempunyai tugas pokok melakukan konseling, menyelesaikan
tindakan administratif pelanggaran dan sengketa hukum, penetapan kedudukan
hukum serta pembinaan disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dirinci sebagai
berikut:
a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Konseling dan Kedudukan Hukum
sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.
b) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan
sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan
untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.
d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari
kesalahan.
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
f) Menganalisis, menyusun kebijakan dan melakukan konseling dan bina
mental Pegawai Negeri Sipil.
g) Melakukan penyiapan bahan analisis, usulan dan penyelesaian kedudukan
hukum Pegawai Negeri Sipil meliputi pengambilan sumpah dan janji PNS,
184
menyelesaikan tindakan administrasi pelanggaran dan sengketa hukum,
kartu PNS, kartu suami dankartu istri.
h) Melakukan penetapan kedudukan hukum Pegawai Negeri Sipil.
i) Menganalisis, menyusun kebijakan dan melakukan pembinaan disiplin
aparatur.
j) Melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan bidang
kepegawaian.
k) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang konseli dan kedudukan
hukum dan kesejahteraan pegawai dan memberikan saran pertimbangan
pegawai dan memberikan saran pertimbangan kepada atasan sebagai bahan
perumusan kebijakan.
l) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
2) Sub Bidang Kinerja dan Penghargaan
Sub Bidang Kinerja dan Penghargaan dipimpin oleh kepala sub bidang
yang mempunyai tugas pokok melakukan penilaian kinerja, penyelenggaraan
kesejahteraan dan kesehatan serta pemberian penghargaan dan tanda jasa
Pegawai Negeri Sipil.
Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci sebagai
berikut:
a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Kinerja dan penghargaan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan tugas.
185
b) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan
sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
c) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi tugas dan kegiatan bawahan
untuk mengetahui tugas-tugas telah dan belum dilaksanakan.
d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari
kesalahan.
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
f) Menganalisis,menyusun kebijakan dan melakukan pengembangan kapasitas
kelembagaan Badan Kepegawaian Daerah dan sumber daya aparatur.
g) Menganalisis, menyusun kebijakan dan melakukan penilaian kinerja
kelembagaan Badan Kepegawaian Daerah dan kinerja PNS daerah provinsi.
h) Melakukan permbinaan dan peningkatan derajat kesejahteraan dan
kesehatan PNS.
i) Melakukan pemberian penghargaan dan tanda jasa PNS.
j) Menyusun daftar urutan kepangkatan Pegawai Negeri Sipil.
k) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas Bidang kinerja dan penghargaan
dan kedudukan hukum dan kesejahteraan pegawai dan memberikan saran
pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.
l) Melakukan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
f. Bidang Informasi dan Pengendalian Kepegawaian
Bidang Informasi dan Pengendalian Kepegawaian dipimpin oleh
kepala bidang yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas
186
Kepala Badan dalam perumusan kebijakan dan dalam pelaksanaan pembinaan,
pengawasan, pengendalian, dan pengkoordinasian atas penyelenggaraan
manajemen Pegawai Negeri Sipil dan pelaksanaan peraturan perundang-
undangan bidang kepegawaian serta melakukan pemutakhiran dan penyajian
data Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, kepala Bidang Informasi
dan Pengendalian Kepegawaian mempunyai tugas, sebagai berikut:
1) Peningkatan profesionalisme dan kompetensi Pegawai Negeri Sipil daerah.
2) Penguatan Kapasitas Badan Kepegawaian Daerah untuk mendorong
profesionalisme dan kinerja sumber daya aparatur daerah.
3) Penyelenggaraan manajemen Pegawai Negeri Sipil berbasis kompetensi.
4) Pembinaan, pengawasan dan pengkoordinasian penyelenggaraan
manajemen Pegawai Negeri Sipil dan mengendalikan pelaksanaan
peraturan perundang-undanganbidang kepegawaian sesuai urusan dalam
tingkatan pemerintahan.
5) Peningkatan kualitas layanan administrasi kepegawaian yang didukung
dengan sistem informasi kepegawaian yang berbasis teknologi informatika
dan komunikasi.
6) Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.
Tugas pokok dan fungsi sebagaimana dimaksud di atas, dirinci sebagai
berikut:
1) Menyusun rencana kegiatan bidang informasi dan pengendalian
kepegawaian sebagai pedoman dalam pelaksanan tugas.
187
2) Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanan tugas kepada bawahan
sehingga pelaksanaan tugas berjalan lancar.
3) Memantau, mengawasi, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan
bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan.
4) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf, dan/atau menandatangani naskah
dinas.
5) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
6) Merencanakan dan menyiapkan rumusan kebijakan teknis pembinaan dsan
pengawasan penyelenggaraan manajemen Pegawai Negeri Sipil di daerah
provinsi.
7) Merencanakan dan mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan manajemen PNS di daerah kabupaten/kota.
8) Merencanakan dan menyiapkan rumusan kebijakan teknis pengawasan dan
pengendalian atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang
kepegawian didaerah provinsi.
9) Merencanakan dan mengkoordinasi pengawasan dan pengendalian atas
pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian di daerah
kabupaten/kota.
10) Menyiapkan bahan kajian dan evaluasi atas penyelenggaraan manajemen
PNS dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian
di daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.
188
11) Merencanakan dan menyiapkan rumusan kebijakan teknis pelaksanaan
pemutakhiran dan penyajian data PNS berbasis teknologi informasi dan
komunikasi di daerah provinsi.
12) Merencanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan pemutakhiran dan
penyajian data PNS berbasis teknologi informatika dankomunikasi di
daerah kabupaten/kota.
Bidang Informasi dan pengendalian kepegawaian terdiri atas:
1) Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian
Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian
dipimpin oleh kepala sub bidang yang mempunyai tugas pokok melakukan
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan manajemen Pegawai Negeri
Sipil serta pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan perasturan
perundang-undangan bidang kepegawaian di daerah.
Tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas dirinci sebagai berikut:
a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan
Pengendalian Kepegawaian sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.
b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan
tugas kepada bawahan sehinggas pelaksanaan tugas berjalan lancar.
c) Memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan
bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum dilaksanakan.
189
d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari
kesalahan.
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
f) Melakukan kebijakan teknis pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
manajemen PNS di daerah provinsi.
g) Mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
manajemen Pegawai Negeri Sipil di daerah Kabupaten/kota.
h) Melakukan kebijakan teknis pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian di daerah provinsi.
i) Mengkoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan
perundang-undangan bidang kepegawaian di daerah Kabupaten/kota.
j) Melakukan kajian dan evaluasi atas penyelenggaraan manajemen Pegawai
Negeri Sipil dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang
kepegawaian di daerah provinsi dan Kabupaten/Kota.
k) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas bidang Sub Bidang Pembinaan,
Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian dan memberi saran dan
pertimbangan kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.
l) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
2) Sub Bidang Pengolahan Data Elektronik dan Tata Naskah
Sub Bidang Pengolahan Data Elektronik dan Tata Naskah dipimpin oleh
kepala sub bidang yang mempunyai tugas pokok melakukan pemutakhiran dan
190
penyajian data Pegawai Negeri Sipil serta pemeliharaan tata naskah/arsip Pegawai
Negeri Sipil.
Tugas pokok, di rinci sebagai berikut:
a) Menyusun rencana kegiatan Sub Bidang Pengolahan Data Elektronik dan
Tata Naskah sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas.
b) Mendistribusikan tugas-tugas tertentu dan memberi petunjuk pelaksanaan
tugas kepada bawahan sehinggas pelaksanaan tugas berjalan lancar.
c) Memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan kegiatan
bawahan untuk mengetahui tugas-tugas yang telah dan belum
dilaksanakan.
d) Membuat konsep, mengoreksi, memaraf naskah dinas untuk menghindari
kesalahan.
e) Mengikuti rapat-rapat sesuai dengan bidang tugasnya.
f) Melakukan pemutakhiran dan penyajian data Pegawai Negeri Sipil
berbasisi teknologi informatika dan komunikasi di daerah provinsi.
g) Melakukan koordinasi atas pelaksanaan pemutakhiran dan penyajian data
Pegawai Negeri Sipil di daerah kabupaten/kota.
h) Melakukan kajian dan evaluasi atas pelaksanaan pemutakhiran dan
penyajian data Pegawai Negeri Sipil di daerah provinsi dan di daerah
kabupaten/kota.
i) Melakukan pemeliharaan tata naskah/arsip Pegawai Negeri Sipil secara
dinamis.
191
j) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas bidang Bidang Pengolahan
Data Elektronik dan Tata Naskah dan memberi saran dan pertimbangan
kepada atasan sebagai bahan perumusan kebijakan.
k) Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan oleh atasan sesuai
bidang tugasnya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
190
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
1. Pemberian Kewenangan
Pemberian kewenangan adalah suatu pelimpahan hak atau kekuasaan
pimpinan terhadap bawahannya untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan
sekaligus meminta pertanggungjawaban atas penyelesaian tugas-tugas tersebut.
Untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
khususnya berkaitan dengan masalah pemberian kewenangan berbasis
pengetahuan (Knowledge), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap
pihak-pihak yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di
antaranya sebagai berikut:
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan
Karier, adalah sebagai berikut:
“Terkadang ada penyerahan kewenangan yang bersifat khusus kepada
aparatur tertentu dengan memperhatikan pengetahuan yang dimiliki aparatur
pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan terutama
terkait tugas dan fungsi masing-masing aparatur/pegawai negeri sipil, Cuma
memberikan wewenang itu terkadang hanya diperuntukan kepada pegawai
atau pimpinan tertentu”. (Wawancara: NS, 16 Desember 2015).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa organisasi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam
190
191
mewujudkan peningkatan kapasitas dan profesionalisme sumber daya aparatur
berbasis pengetahuan terdapat uraian tugas dan fungsi serta kewenangan setiap
aparatur/pegawai negeri sipil, yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh
yang merupakan tanggung jawab bagi setiap aparatur. Di samping itu pimpinan
terkadang memberikan wewenang khusus kepada pegawai untuk
menyelenggarakan tugas kedinasan lain sesuai bidang tugasnya untuk
mendukung kelancaran pelaksanan tugas-tugas berdasarkan Tugas pokok dan
fungsi yang ada dengan tetap memperhatikan pengetahuan yang dimiliki,
sekalipun pemberian wewenang itu terkadang hanya diperuntukan kepada
pegawai atau pimpinan tertentu.
Kemudian, hasil wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan
Pengendalian Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan, mengatakan bahwa :
”..... ada uraian tugas dan kewenangan pada tiap pegawai berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki dalam menguasai bidang tugas yang
dilaksanakan dan dijelaskan dalam Peraturan Daerah untuk eselon II dan
III, sedangkan untuk eselon IV melalui Peraturan Gubernur (Pergub), yaitu
Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan, akan tetapi biasanya pemberian kewenangan itu
belum merata kepada aparatur yang ada, sehingga ada yang merasa
memiliki kerja yang banyak tapi ada juga ada yang sedikit. ” (Wawancara:
LL, 16 Desember 2015).
Pelaksanaan pemberian kewenangan kepada aparatur dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas yang telah ditetapkan dilakukan mulai dari tingkat
pimpinan atau Kepala Badan, Kepala Bidang, Kepala Sub Bidang serta staf
dengan melihat kapasitas aparatur dalam penguasaan pekerjaan. Agar tujuan
organisasi dapat terlaksana dengan baik maka badan kepegawaian daerah
192
memiliki uraian tugas dan kewenangan pada tiap pegawai, dan hal itu dijelaskan
dalam Peraturan Daerah untuk eselon II dan III, sedangkan untuk eselon IV
melalui Peraturan Gubernur (Pergub), yaitu Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan
Kemudian berdasarkan hasil wawancara kepada Kepala Bidang Kinerja
dan Kesejahteraan Pegawai, di kemukakan bahwa :
”Pelaksanaan kegiatan pada organisasi Badan Kepegawaian Daerah terdapat
uraian tugas, fungsi serta kewenangan para pegawai mulai dari tingkat
Kepala Badan, Sekretaris, Kepala Bagian, sampai kepada staf/pegawai.
Kami diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh atas tugas pokok dan
fungsi termasuk tugas lainnya dengan tetap mengacuh pada pengetahuan
aparatur terkait pemahaman dan penguasaan tugas yang diberikan
berdasarkan peraturan-peraturan kepegawaian .” (Wawancara: SE, 16
Desember 2015).
Kemudian hasil wawancara dengan Staf Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan, menyatakan bahwa :
”Pemberian kewenangan kepada aparatur dilakukan secara berjenjang
sesuai dengan pembagian tugas yang akan dikerjakan dan proses
pertanggung jawaban pun dilakukan secara berjenjang terutama kepada
atasan langsung dari setiap aparatur dengan tetap mengacuh pada
pengetahuan dan penguasaan tugas dan wewenang yang diberikan.”
(Wawancara: IRS, 16 Desember 2015)
Dipertegas oleh Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan melalui hasil wawancara, sebagai berikut :
”Selaku pimpinan terkadang memberikan kewenangan kepada kepala
bidang, Kepala sub bidang dalam melaksanakan tugas tertentu dengan tetap
mempertimbangkan kompetensi terutama pengetahuan yang dimiliki
aparatur dalam pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut, meskipun kami
sadari bahwa aparatur masih memiliki keterbatasan untuk itu, dimana
Tupoksi pejabat struktural itu sendiri, diatur dalam Peraturan Gubernur
Nomor 17 tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas
Jabatan Struktural pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan, disamping itu juga kami mendistribusikan dan memberi petunjuk
193
pelaksanan tugas kepada bawahan sehingga pelaksanaan tugas berjalan
lancar.” (Wawancara: MT, 28 April 2016).
Kemudian, Untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan khususnya berkaitan dengan masalah pemberian kewenangan berbasis
Ketrampilan (Skill), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-pihak
yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai
berikut:
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi
Kepegawaian, mengemukakan bahwa :
”Dalam pelaksanaan kegiatan dan tugas-tugas yang ada, kami diberi
kewenangan untuk melaksanakannya dengan tetap memperhatikan
ketrampilan yang dimiliki aparatur untuk mampu melaksanakan tugas dan
kewenangan tersebut dan ini diuraikan dalam Tupoksi melalui Surat
Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan walaupun penguasaan keterampilan
aparatur masih sangat terbatas.” (Wawancara: IS, 16 Desember 2015).
Pendapat lain dikemukakan kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan
dan Pengendalian, sebagai berikut :
“Ada pemberian kewenangan kepada pegawai dengan tetap memperhatikan
keterampilan yang dikuasai untuk melaksanakan kewenangan dengan baik
dan penuh rasa tanggung jawab. walaupun pemberian kewenangan itu masih
sebatas pada pegawai tertentu dan cenderung orang yang sama”.
(Wawancara: SM, 16 Desember 2015).
Dalam pelaksanaan kegiatan dan tugas-tugas pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan diuraikan dalam Tupoksi melalui
Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan. dan sebagai aparatur menjadi
kewajiban, yang harus dilaksanakan dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.
194
Hasil wawancara juga dikemukakan oleh Staf Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan lainnya, sebagai berikut:
”Ada uraian tugas dan fungsi serta kewenangan yang diberikan kepada kami
dalam melaksanakan program dan Tupoksi pegawai dengan tetap mengacu
pada potensi dan keterampilan yang dimiliki pegawai yang dijabarkan
dalam tugas pokok pejabat Eselon II, III dan IV atasan langsung PNS yang
bersangkutan, dimana Tupoksi pejabat struktural diatur dalam Peraturan
Gubernur Nomor 17 tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian
Tugas Jabatan Struktural pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.” (Wawancara: SL, 12 Januari 2016).
Lebih lanjut hasil wawancara dengan staf yang lain, mengatakan:
”Tugas pokok pada setiap staf dapat dilihat dalam SKP masing-masing
pegawai yang ditetapkan setiap awal tahun sebagai perjanjian kinerja antara
atasan langsung kepada bawahan dan bagi kami, hal ini yang menjadi
pedoman dalam setiap melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan
dan tetap mempertimbangkan kemampuan aparatur dalam
melaksanakannya.” (Wawancara: AAH, 12 Januari 2016).
Hasil wawancara Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan mempertegas, bahwa :
”Selaku Sekretaris pada BKD yang diberi tugas pokok menyelenggarakan
urusan kepegawaian selalu memberikan kewenangan kepada aparatur baik
pada pejabat Eselon III dan IV dengan tetap mempertimbangkan
keterampilan yang dimiliki dan dikuasai oleh pegawai, meskipun kami
sadari bahwa aparatur masih memiliki keterbatasan dalam penguasaan skill,
serta tetap mengacuh pada Tupoksi pejabat struktural itu sendiri, yang diatur
dalam Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2009 tentang Tugas Pokok,
Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan Struktural pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.” (Wawancara: AH, 16 Desember 2015).
Untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
khususnya berkaitan dengan masalah pemberian kewenangan berbasis
kemampuan (ability), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-
195
pihak yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya
sebagai berikut:
Hasil wawancara kepada Kepala Bidang Kinerja dan Kesejahteraan
Pegawai, di kemukakan bahwa :
”pimpinan memberikan kewenangan dan tanggung jawab penuh atas tugas
pokok dan fungsi termasuk tugas lainnya kepada kami dengan tetap
mengacu pada kemampuan yang dimiliki aparatur untuk dapat
melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan pimpinan tersebut.”
(Wawancara: SE, 16 Desember 2015).
Pendapat lain dikemukakan kepala Sub Bidang Pengelolaan Data
Elektronik, sebagai berikut :
“Ada pemberian kewenangan kepada pegawai yang memiliki kemampuan
tertentu yang dianggap sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab yang
diberikan yang wajib dilaksanakan dengan baik dan penuh rasa tanggung
jawab. walaupun pemberian kewenangan itu masih sebatas pada pegawai
tertentu dan masih cenderung pada orang yang sama”. (Wawancara: SM, 16
Desember 2015).
Kemudian, hasil wawancara Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan mengemukakan, bahwa :
”Selaku Kepala BKD yang diberi tugas pokok menyelenggarakan urusan
kepegawaian selalu memberikan kewenangan kepada aparatur baik pada
pejabat Eselon III dan IV dengan tetap mempertimbangkan kemampuan
yang dimiliki pegawai dalam melaksanakan tugas dan kewenangan yang
diberikan, dengan tetap memperhatikan Peraturan Gubernur Nomor 17
tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan
Struktural pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan.” (Wawancara: MT, 28
April 2016).
Oleh karena itu, dengan tetap mempertimbangan kompetensi berupa
Pengetahuan (knowledge), keterampilan (skiil) dan Kemampuan (ability) yang
dimiliki Pegawai Negeri Sipil yang ada di jajaran Badan Kepegawaian Daerah
196
Provinsi Sulawesi Selatan, maka sesuai hasil penjelasan Kepala Badan dan
Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah, pimpinan dapat memberikan kewenangan
tersebut, berupa:
a. Mengikuti undangan pendidikan dan pelatihan.
b. Mengikuti rapat-rapat pimpinan.
c. Melaksanakan koordinasi pelaksanaan kegiatan Badan.
d. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diperintahkan atasan.
e. Memberikan saran dan pertimbangan sebagai bahan perumusan kebijakan.
2. Pengembangan Kompetensi
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Latihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, kompetensi adalah
kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa
pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas dan jabatannya.
Untuk mendalami lebih jauh informasi tentang pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
khususnya berkaitan dengan masalah pengembangan kompetensi, terkait
Pengetahuan (knowledge), keterampilan (skiil) dan Kemampuan (ability, penulis
juga melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten memberikan
informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:
Untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
khususnya berkaitan dengan pengembangan kompetensi berbasis pengetahuan
197
(knowledge), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-pihak yang
berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian
Pegawai, adalah sebagai berikut:
”Ya..., saya melihat bahwa aparatur yang ada disini diberi kesempatan
mengembangkan kompetensinya untuk menambah pengetahuan yang
dimilikinya, sepanjang disediakan biaya, walaupun terkadang pegawai tidak
bersedia untuk mengembangkan dirinya dan bersifat acuh.” (Wawancara:
LL, 16 Desember 2015).
Selanjutnya Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pengelolaan
Data Elektronik, mengemukakan bahwa :
“Setiap Aparatur Badan Kepegawaian Daerah diberi kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi yang ada padanya untuk menambah
pengetahuan melalui tugas belajar (S2 dan S3), Kecakapan pegawai serta
kemampuannya dan merupakan hak yang dimiliki oleh setiap Aparatur Sipil
Negara yang dijamin berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara. Namun belum secara merata karena masih di
dominasi bidang dan pegawai tertentu.” (Wawancara: FT, 16 Desember
2015).
Kemudian hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Perencanaan dan
Pengembangan Pegawai, adalah sebagai berikut:
“Aparatur yang ada pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan diberi kesempatan
untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya terutama dalam
menambah pengetahuan dan penguasaan atas pekerjaaan dan
tanggungjawab. Namun pemberian kesempatan untuk pengembangan
kompetensi masih di dominasi oleh pegawai tertentu, sehingga terkadang
ada pegawai yang berpikiran cuek.” (Wawancara: WT, 28 April 2016).
Selanjutnya juga dikemukakan hasil wawancara dengan Staf yang lain
pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai
berikut:
198
”Aparatur diberi kesempatan mengembangkan kompetensi terutama
penambah pengetahuan yang dimilikinya berdasarkan tugas dan
kewenangan, yang ditunjang dengan ketersediaan anggaran pengembangan
SDM.” (Wawancara: SL, 12 Januari 2016).
Kemudian untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan khususnya berkaitan dengan pengembangan kompetensi berbasis
keterampilan (skill), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-
pihak yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya
sebagai berikut:
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Kinerja dan Kesejahteraan
Pegawai, mengemukakan bahwa :
“Bagi kami, setiap Aparatur dalam lingkup BKD Sulawesi Selatan diberi
kesempatan untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya untuk
menambah keterampilan dan keahlian, karena merupakan tuntutan bekerja
dalam menunjang profesionalisme aparatur. Pegawai diberi ruang yang
cukup untuk mengikuti pelatihan baik dalam wilayah kerja BKD Sulawesi
Selatan maupun pada tingkat pusat.” (Wawancara: SE, 16 Desember 2015).
Selanjutnya Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan,
Pengawasan dan Pengendalian Kepegawaian, mengemukakan bahwa :
“Setiap Aparatur BKD diberi kesempatan untuk mengembangkan
kompetensi yang ada padanya untuk menambah keterampilan dan
kemampuannya agar dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang
diamanahkan kepadanya. Namun belum secara merata dan terbatasnya
anggaran yang ada.” (Wawancara: SM, 16 Desember 2015).
Kemudian didukung oleh hasil wawancara dengan salah seorang Staf
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”Setiap aparatur pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan diberi kesempatan
yang sama untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya dan
199
disesuaikan dengan jabatan yang diberikan untuk menunjang di dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur negara yang
mampu memberi pelayanan dengan baik agar keterampilan aparatur
bertambah dan mengikuti perkembangan yang ada terutama dalam
pemberian pelayanan.” (Wawancara: AB, 16 Desember 2015).
Lebih lanjut, untuk mengetahui lebih jauh informasi tentang
pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan khususnya berkaitan dengan pengembangan
kompetensi berbasis kemampuan (ability), penulis melakukan sejumlah
wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten memberikan informasi dan
penjelasan, di antaranya sebagai berikut:
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan
karier, mengemukakan bahwa :
“Bagi kami, setiap Aparatur dalam lingkup BKD Sulawesi Selatan diberi
kesempatan untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya untuk
memiliki kemampuan yang memadai, karena merupakan tuntutan bekerja
dalam menunjang profesionalisme aparatur. Pegawai diberi ruang yang
cukup untuk mengikuti pelatihan baik dalam wilayah kerja BKD Sulawesi
Selatan maupun pada tingkat pusat.” (Wawancara: NS, 16 Desember 2015).
Selanjutnya Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Konseling dan
Kedudukan Hukum, mengemukakan bahwa :
“bagi kami aparatur yang ada pada Badan Kepegawaian Daerah diberi
kesempatan untuk mengembangkan kompetensi yang ada padanya untuk
memiliki kemampuan dalam bekerja dengan harapan aparatur termotivasi
untuk berprestasi dan memiliki inisiatif yang tinggi, terutama berkaitan
dengan tugas dan tanggungjawabnya.” (Wawancara: MN, 28 April 2016).
Selanjutnya untuk melihat pengembangan kompetensi aparatur
berdasarkan Pengetahuan, keterampilan dan kemampuan aparatur BKD Provinsi
200
Sulawesi Selatan berikut dikemukakan hasil wawancara Sekretaris Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”Pemerintah provinsi menyadari betapa pentingnya Aparatur yang
berkualitas dengan memiliki kompetensi yang cukup. Sehingga setiap
aparatur diberi kesempatan mengembangkan kompetensi, baik
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (ability)
yang dimilikinya dengan menyediakan anggaran yang cukup pada
anggaran APBD Provinsi. Setiap tahun aparatur yang ada dalam
lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan diberi kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan/sekolah kejenjang yang lebih tinggi S1,S2 bahkan
S3. Disamping itu juga kegiatan pengembangan diri aparatur banyak
dilakukan melalui, pendidikan dan latihan (DIKLAT) penjenjangan,
Kursus-kursus, workshop, Bimbingan teknis, seminar. Tetapi dengan
syarat bahwa aparatur yang bersangkutan bersedia, karena terkadang
aparatur/pegawai yang ditunjuk berdasarkan bidang tugasnya tidak
bersedia dengan berbagai alasan dan dalih.” (Wawancara: AL, 28 April
2016).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, penulis dapat mengemukakan bahwa
pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan khususnya berkaitan dengan masalah pengembangan
kompetensi terkait pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan
(ability) yaitu aparatur diberi kesempatan mengembangkan kompetensi yang
dimilikinya berdasarkan tugas dan kewenangan masing-masing, termasuk diberi
kesempatan untuk melanjutkan pendidikan/sekolah kejenjang yang lebih tinggi
S1,S2 bahkan S3 (bila ada). Disamping itu juga kegiatan pengembangan diri
aparatur banyak dilakukan melalui, pendidikan dan latihan (DIKLAT)
penjenjangan, Kursus-kursus, workshop, Bimbingan teknis, seminar. Dan
ditunjang dengan ketersediaan anggaran pengembangan SDM. Namun belum
secara merata karena masih di dominasi bidang dan pegawai tertentu.
201
3. Pengambilan Keputusan
Kegiatan pengambilan keputusan merupakan salah satu hal yang biasa
dilakukan oleh seorang aparatur pemerintahan terkait dengan jabatannya. Aparatur
yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut, tentunya harus sesuai
dengan Tupoksi aparatur/pegawai dengan tetap memperhatikan aturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
Untuk memperoleh informasi lebih mendalam tentang pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan khususnya berkaitan dengan masalah pengambilan keputusan berbasis
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (ability), penulis
juga melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten memberikan
informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:
Lebih lanjut, untuk mengetahui lebih jauh tentang pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
khususnya berkaitan dengan pengambilan keputusan berbasis pengetahuan
(knowledge), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-pihak yang
berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan, dan Pengembangan
Karier, adalah sebagai berikut:
”Pengambilan keputusan merupakan tugas yang cukup berat untuk
memastikan satu keputusan yang akan dipilih, termasuk pada Badan
Kepegawaian Daerah pengambilan keputusan selalu melibatkan semua
unsur mulai dari Kepala badan, Kepala Bidang dan kepala sub bidang,
dengan tetap memperhatikan pengetahuan yang dimiliki aparatur kaitannya
keputusan yang akan diambil, dengan harapan agar semua tingkatan merasa
punya keterlibatan dalam setiap keputusan yang di ambil, terutama
202
keputusan-keputusan ditengah situasi yang tidak menentu atau yang sering
muncul dengan mendadak.” (Wawancara: NS, 16 Desember 2015).
Selanjutnya hasil wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan
Pengendalian Pegawai, adalah sebagai berikut :
”Ya, pengambilan keputusan semua dilibatkan mulai dari Eselon II, III, dan
IV dengan tetap melihat pengetahuan yang dimiliki aparatur, kemudian
menyampaikan kepada staf apa ada koreksi, usulan, sanggahan atas
keputusan yang diambil dan penerimaan para aparatur cukup baik sepanjang
keputusan dilakukan secara bijaksanan, transparan dan disesuaikan dengan
kemampuan.” (Wawancara: LL, 16 Desember 2015).
Kemudian, hasil wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi
Kepegawaian, adalah sebagai berikut:
”Setiap aparatur dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan
berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan yang dikuasainya, dengan
tujuan agar apapun yang diprogramkan persatu tahun anggaran aparatur
mengetahuinya dan yang dilibatkan terutama, administrator, pelaksana, dan
pengawas.” (Wawancara: IS, 16 Desember 2015).
Hasil wawancara dengan salah satu Staf Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”dalam Pengambilan keputusan pada BKD, pimpinan melibatkan
pegawai/aparatur yang dianggap memiliki pengetahuan yang cukup terkait
masalah atau kegiatan yang akan diputuskan, dengan tujuan keputusan yang
diambil sesuai dengan harapan dan ketentuan yang berlaku.” (Wawancara:
AAH, 12 Januari 2016).
Selanjutnya, untuk mengetahui lebih jauh tentang pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
khususnya berkaitan dengan pengambilan keputusan berbasis keterampilan
(skill), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-pihak yang
berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:
203
Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Konseling dan Kedudukan
Hukum, menyatakan bahwa :
”Para pejabat dalam lingkup BKD dilibatkan dalam pengambilan keputusan
sesuai dengan keterampilan dan kemampuan untuk melaksanakan tugas
dengan baik, dengan tujuan agar program persatu tahun anggaran berjalan
diketahui dengan ketentuan selalu mengacuh pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku agar tidak melanggar hukum.” (Wawancara: MN, 28
April 2016).
Selanjutnya hasil wawancara dengan Staf Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”Ya, pengambilan keputusan melibatkan semua unsur aparatur terutama
aparatur yang memiliki keahlian dibidang tersebut, kecuali berupa kebijakan
hanya dilaksanakan oleh Pimpinan atau dalam hal ini Kepala Badan.”
(Wawancara: IRS, 12 Januari 2016).
Selanjutnya, untuk mengetahui lebih jauh tentang pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
khususnya berkaitan dengan pengambilan keputusan berbasis kemampuan
(ability), penulis melakukan sejumlah wawancara terhadap pihak-pihak yang
berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:
Kemudian, hasil wawancara dengan Kepala Bidang Kinerja dan
Kesejahteraan Pegawai, adalah sebagai berikut:
”Setiap aparatur dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan
berdasarkan kemampuan yang dimiliki dan dikuasainya, sehingga
pengambilan keputusan lebih berkualitas dan berbobot terutama
pertimbangan-pertimbangan rasional dalam rangka pencapaian tujuan dan
kemajuan BKD.” (Wawancara: SE, 16 Desember 2015).
Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Perencanaan dan
Pengembangan Pegawai, adalah sebagai berikut:
204
”Pengambilan keputusan selalu melibatkan semua unsur mulai dari Kepala
badan, Kepala Bidang dan kepala sub bidang dan aparatur lainnya, dengan
tetap memperhatikan kemampuan yang dimiliki aparatur dalam kaitannya
keputusan yang akan diambil, agar semua unsur merasa dilibatkan dan
sekaligus ada rasa tanggungjawab bersama.” (Wawancara: WT, 28 April
2016).
Selanjutnya hasil wawancara dengan Staf Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”kami melihat bahwa pengambilan keputusan pada BKD melibatkan semua
unsur aparatur yang memiliki kemampuan pada bidang yang akan dibahas,
disamping itu pimpinan melakukan komunikasi dan diskusi kepada pegawai
sebelum keputusan diambil dan dilaksanakan.” (Wawancara: AB, 16
Desember 2015).
Selanjutnya untuk melihat pengambilan keputusan berbasis pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (ability), aparatur BKD
Provinsi Sulawesi Selatan berikut dikemukakan hasil wawancara Kepala Kepala
Badan Kepegawaian Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut :
“Pengambilan keputusan mempunyai arti yang sangat penting bagi
kemajuan suatu organisasi terutama karena masa depan organisasi banyak
ditentukan oleh pengambilan keputusan yang efektif, termasuk di
dalamnya BKD Provinsi Sulawesi Selatan. Setiap keputusan yang
ditetapkan selalu melibatkan semua unsur pimpinan dengan
mempertimbangkan kemampuan, pengetahuan dan keahlian aparatur yang
dilibatkan. Serta melihat berbagai aspek terutama aspek hukum dan
ketersediaan SDM dan anggaran.” (Wawancara: MT, 28 April 2016).
Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka penulis dapat mengemukakan
bahwa pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya berkaitan dengan masalah
pengambilan keputusan berbasis pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill)
dan kemampuan (ability), dapat dikatakan bahwa setiap aparatur dilibatkan dalam
proses pengambilan keputusan (mulai dari Eselon II, III, dan IV), dengan
205
mempertimbangkan berbagai aspek, terutama aspek hukum dan ketersediaan
SDM serta anggaran. Kecuali berupa kebijakan yang hanya dilaksanakan oleh
pimpinan (Kepala Badan).
B. Faktor-Faktor Determinan Terhadap Pemberdayaan Aparatur
Berbasis Kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan
1. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar organisasi
yang memengaruhi seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam
menjalankan tugas dan kewenangan sebagai aparatur badan kepegawaian daerah
berbasis pada pengetahuan, keterampilan dan kemampuan, maka lingkungan kerja
sangat berpengaruh dalam menjalankan program dan kegiatan untuk mencapai
visi dan misi organisasi.
Untuk menggali informasi lebih mendalam tentang pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
khususnya berkaitan dengan faktor-faktor determinan terhadap keefektifan
pemberdayaan aparatur menyangkut lingkungan kerja, penulis juga melakukan
wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten memberikan informasi dan
penjelasan, di antaranya sebagai berikut:
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan
karier, adalah sebagai berikut:
”Sangat penting bagi kami lingkungan kerja yang harmonis dan ketenangan
dalam pelaksanaan tugas-tugas rutin, sebab kami setiap saat ada dikantor
sehingga butuh suasana kerja yang nyaman, teratur serta suasana sekitar
kerja yang bersih dan tersedianya fasilitas yang memadai. Bagi kami
206
lingkungan kerja yang nyaman akan memacu pegawai berprestasi dalam
bekerja.” (Wawancara: NS, 16 Desember 2015).
Hal senada juga dikemukakan melalui Hasil wawancara dengan Kepala
Bidang Kinerja dan Kesejahteraan Pegawai, adalah sebagai berikut:
”Bagi kami faktor yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan
organisasi pada Badan Kepegawaian Daerah adalah terciptanya lingkungan
kerja organisasi yang dapat menunjang pelaksanaan program dan kegiatan.
Dan disini merupakan tugas pimpinan dalam menciptakan suasana
lingkungan kerja yang harmonis, kondusif, nyaman, komunikatif dan
tersedianya fasilitas teknologi mutakhir yang dapat menunjang tugas-tugas
pegawai.” (Wawancara: SE, 16 Desember 2015).
Kemudian hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Perencanaan, dan
Pengembangan Pegawai, sebagai berikut:
”Bagi kami ada tiga hal yang penting dalam membangun dan
mengembangkan suasana kerja kearah yang lebih profesional serta
peningkatan kinerja aparatur, yaitu tersedianya fasilitas-fasilitas kerja yang
memadai dengan pemanfaatan teknologi mutakhir, terpeliharanya hubungan
kerja yang harmonis antara pimpinan dan bawahan, serta terbangunnya
komunikasi yang saling terbuka dan bertanggungjawab.” (Wawancara: WT,
28 April 2016).
Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan
Pengendalian, adalah sebagai berikut:
”Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, lingkungan kerja sangat
berpengaruh terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas pegawai, baik dari
segi suasana kerja yang nyaman, penataan ruang kerja yang teratur maupun
penggunaan teknologi yang sudah tersedia.” (Wawancara: SM, 16
Desember 2015).
Hasil wawancara dengan Staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”Bagi kami, hal yang terpenting dalam mendukung pelaksanaan tugas
pokok adalah terciptanya susasana yang kondusif dimana pimpinan mampu
menjadi pengayom dan teladan bagi bawahannya, di samping itu ruang kerja
207
yang representatif juga sangan berpengaruh dalam melakukan kegiatan
keseharian di kantor.” (Wawancara: IRS, 12 Januari 2016).
Diperkuat hasil wawancara dengan Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan, adalah sebagai berikut:
”Kami berusaha semaksimal mungkin menjaga lingkungan kerja agar tetap
kondusif, karena bagi kami kondisi lingkungan kerja yang kondusif akan
memungkinkan pegawai bekerja secara maksimal tetapi sebaliknya kondisi
lingkungan kerja yang berantakan, selalu muncul konflik dan pertentangan
akan menghambat pekerjaan yang pada akhirnya akan terjadi ketidak-
efisienan dalam bekerja sehingga proses pencapaian tujuan organisasi
terhambat, hal ini tidak kami inginkan terjadi pada kantor Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan. Untuk itu kami berusaha menciptakan lingkungan kerja
organisasi yang harmonis sehingga dapat menunjang pelaksanaan program
dan kegiatan yang telah dicanangkan oleh bapak Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan serta berusaha menciptakan komunikasi dua arah, dan
tetap menjaga agar pegawai memiliki kepatuhan dalam menjalankan tugas
dan tanggungjawab berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.”
(Wawancara: AL, 28 April 2016).
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara di atas, penulis dapat
mengemukakan bahwa faktor-faktor determinan terhadap keefektifan
pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan, adalah faktor lingkungan kerja seperti suasana budaya
kerja yang harmonis, kondusif, nyaman, komunikatif dan tersedianya fasilitas
teknologi mutakhir yang dapat menunjang tugas-tugas pegawai.
2. Komitmen Pimpinan
Setiap organisasi yang dibentuk mempunyai tujuan yang ingin dicapai.
Termasuk di dalamnya organisasi pemerintahan dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, politik dan
kesejahteraan secara optimal. Begitu pula pada organisasi perusahaan dibentuk
oleh sekolompok orang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dalam usahanya.
208
Namun demikian salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu organisasi
ditentukan oleh adanya komitmen pimpinan yang ada dalam organisasi tersebut.
Selanjutnya, untuk menggali informasi lebih mendalam tentang
pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan khususnya berkaitan dengan komitmen pimpinan,
penulis juga melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten
memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai berikut:
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Kinerja dan Kesehateraan
Pegawai, adalah sebagai berikut:
”Salah satu faktor yang sangat mendukung pelaksanakan program yang
telah direncanakan serta dalam rangka meningkatkan kinerja aparatur serta
dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi adalah faktor komitmen
pimpinan yang diterapkan oleh kepala badan yang cenderung terbuka dan
komunikatif kepada semua bawahan tanpa membeda-bedakan mulai pejabat
tinggi sampai kepada pejabat rendahan dan staf. “ ( Wawancara: SE,12
Januari 2016).
Selanjutnya hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Konseling dan
Kedudukan Hukum, mengemukakan bahwa :
“Komitmen pimpinan khususnya pada Badan Kepegawaian Daerah adalah
berusaha komitmen dalam menerapkan kememimpinan yang demokratis,
hal ini dikarenakan pimpinan memberi kepercayaan dan tanggungjawab
kepada setiap bawahan untuk berinovasi dengan melahirkan ide dan gagasan
cerdas dalam bekerja, pegawai diharapkan meningkatkan profesionalisme
dan kinerjanya tanpa harus merasa terbebani atas tugas dan tanggungjawab
yang ada. Kemudian adanya pelibatan bawahan dalam menyusun
perencanaan, dan implementasi program serta kebijakan Organisasi.”
(Wawancara: MN, 12 Januari 2016).
Kemudian lebih lanjut dikemukakan berdasarkan hasil wawancara kepada
Kepala Sub Bidang Pengololaan Data Elektronik, mengemukakan bahwa :
”Salah satu faktor organisasi yang sangat mendukung pelaksanakan tugas
pokok dan fungsi serta kegiatan kami pada Badan Kepegawaian Daerah
209
Provinsi Sulawesi Selatan adalah komitmen pimpinan yang tidak pernah
berubah, baik pada level gubernur, wakil gubernur maupun atasan langsung
kami pada Badan Kepegawaian Daerah, yaitu dengan memberi kepercayaan
dan tanggungjawab kepada setiap bawahan untuk berkreasi dan berinovasi
dalam bekerja termasuk di dalamnya melibatkan dalam perencanaan,
penyusunan rumusan kebijakan, serta memberi motivasi dalam
meningkatkan kualitas profesional pegawai negeri sipil.” (Wawancara: FT,
16 Desember 2015).
Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan
Pengendalian, adalah sebagai berikut:
”komitmen pimpinan yang selalu terbuka dan memiliki rasa tanggungjawab
yang tinggi sangat menunjang tugas kami sebagai kepala sub bidang karena
komitmen kepemimpinannya sangat memungkinkan aparatur untuk selalu
dilibatkan dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan tanpa membeda-
bedakan, memberikan kepercayaan dalam menyusun rencana kegiatan
bidang, melakukan kebijakan teknis pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan manajemen kepegawaian, dilibatkan dalam rapat-rapat
berdasarkan bidang tugas masing-masing dan diberi kesempatan untuk
berinovasi dalam pelaksanan kegiatan sepanjang tidak bertentangan
perundang-undangan yang berlaku.” (Wawancara: SM, 16 Desember 2015).
Kemudian ditambahkan oleh Kepala Bidang Mutasi dan Informasi
Kepegawaian melalui hasil wawancara, sebagai berikut:
” komitmen pimpinan pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan dalam
melaksanakan kegiatan dan program sangat membantu dan mendukung,
pimpinan memberikan arahan dan petunjuk dalam pelaksanaan Tupoksi
serta memberi kepercayaan kepada pegawai untuk bekerja tanpa harus
merasa tertekan, ada keluwesan.” (Wawancara: IS, 16 Desember 2015).
Selanjutnya Hasil wawancara dengan salah satu Staf Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, mengemukakan bahwa :
”Komitmen pimpinan yang tinggi dalam mendukung aparatur pada Badan
Kepegawaian Daerah sangat menunjang tugas kami sebagai staf, hal ini
disebabkan karena komitmen pimpinan yang berusaha terbuka dan memberi
peluang yang sama pada bawahannya sangat membantu termasuk mampu
memberi bimbingan dan motivasi dalam bekerja sehingga tidak ada beban
secara psikologi bagi kami dalam menyelesaikan tugas-tugas rutin.”
(Wawancara: AB, 12 Januari 2016).
210
Kemudian, hasil wawancara dengan Staf yang lain pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”Suasana kebersamaan dan kekeluargaan sangat kental terlihat di kantor
kami, hal ini karena komitmen pimpinan yang dijalankan tidak rewel dan
tidak suka marah-marah, sehingga kami berusaha bekerja dengan sekuat
tenaga untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan dan
yang terpenting kami dianggap sebagai teman dan partner dalam bekerja.”
(Wawancara: AAH, 28 April 2016).
Hal senada juga dikemukakan oleh salah seorang Staf Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan melalui wawancara, sebagai berikut:
“Dengan kepemimpinan yang dijalankan pada Badan Kepegawaian Daerah
sangat memungkinkan bagi kami untuk dapat bekerja dengan baik termasuk
selalu dilibatkan dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan tanpa membeda-
bedakan. Hal ini menjadi komitmen pimpinan dalam bekerja termasuk,
memberikan kepercayaan penuh dalam menyelesaikan tugas-tugas yang
dibebankan kepada kami, dan menghargai setiap usaha dan pekerjaan yang
telah diselesaikan.” (Wawancara: SM, 12 Januari 2016).
Diperkuat hasil wawancara dengan Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”Pada organisasi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,
komitmen pimpinan dengan membangun kepemimpinan yang terbuka,
demiokratis dan komunikatif sangat membantu pegawai dalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Karena pimpinan menyadari
betul bahwa kesuksesan dalam pelaksanakan tugas pokok dan fungsi
aparatur sangat ditentukan oleh team work/kerja yang solid. Untuk itu pola
kepemimpinan yang diterapkan mengacu pada pola kepemimpinan modern
seperti kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian dalam mengambil resiko,
responsivitas tetapi tidak meninggalkan budaya dan kearifan lokal
masyarakat Sulawesi Selatan seperti sipakatau’, sipakalebbi’, sipakainga
dan sifat kekeluargaan dan kebersamaan di antara semua unsur pada
lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.”
(Wawancara: AH, 16 Desember 2015).
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara di atas, maka penulis
mengemukakan bahwa faktor determinan terhadap keefektifan pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
211
Selatan adalah faktor komitmen pimpinan yaitu bahwa pimpinan memiliki
komitmen yang tinggi dan tidak muda berubah dalam setiap keputusan dan
kebijakannya dengan selalu mengacu pada pola kepemimpinan modern seperti
kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian dalam mengambil resiko, dan
responsivitas, tetapi tidak meninggalkan budaya dan kearifan lokal masyarakat
Sulawesi Selatan, seperti: sipakatau’, sipakalebbi’, sipakainga dan sifat
kekeluargaan dan kebersamaan dan selalu berkomitmen untuk melaksanakan dan
menerapkannya.
3. Pemanfaatan Teknologi
Teknologi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan, alat-alat, teknik, dan
kegiatan yang digunakan untuk mengubah input menjadi output. Karena itu dapat
dikatakan bahwa teknologi meliputi seluruh proses transformasi yang terjadi
dalam organisasi, yang juga menyangkut mesin-mesin yang digunakan,
pendidikan dan keahlian pegawai, serta prosedur yang digunakan dalam
pelaksanakan seluruh kegiatan. Teknologi mencakup aspek yang lebih luas dan
kegiatan yang jenisnya saling berbeda.
Selanjutnya, untuk menggali informasi lebih mendalam tentang
pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya berkaitan
dengan faktor-faktor determinan terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur
adalah faktor teknologi. Hal ini dipertegas melalui wawancara terhadap pihak-
pihak yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya
sebagai berikut:
212
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian
Kepegawaian, adalah sebagai berikut:
”Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta peningkatan kualitas layanan
administrasi kepegawaian pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan didukung dengan sistem informasi kepegawaian berbasis
teknologi informatika dan komunikasi, yang dapat memudahkan pegawai
bekerja secara efektif .” (Wawancara: LL, 16 Desember 2015).
Kemudian hasil wawancara Kepala Bidang Kinerja dan kesejahteraan
Pegawai, diperoleh informasi sebagai berikut:
”Dalam mewujudkan peningkatan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil
terutama dalam bidang pelayanan kepada seluruh pegawai yang ada pada
lingkup pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan maka penggunaan sistem
komputerisasi berbasis IT sangat mendukung dan memberi kemudahan serta
manfaat yang besar dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Karena dapat
menghemat waktu dan tenaga serta dapat mempercepat proses penyelesaian
pekerjaan secara efektif dan efisien.” (Wawancara: SE, 16 Desember 2015).
Selanjutnya, hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang PDE, adalah
sebagai berikut:
”Salah satu faktor organisasi yang sangat mendukung pelaksanakan tugas
pokok dan fungsi serta kegiatan kami pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan adalah pemanfaatan teknologi yang berbasis pada
sistem komputerisasi dan teknologi informasi, yang dapat memudahkan
pegawai bekerja secara efektif dan efisien.” (Wawancara: FT, 16 Desember
2015).
Hasil wawancara Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Karier,
diperoleh informasi sebagai berikut:
”Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kualitas
profesionalisme Pegawai Negeri Sipil terutama dalam bidang perencanaan
dimana penggunaan sistem komputerisasi sangat mendukung dan memberi
kemudahan dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Di samping fasilitas-
fasilitas lainnya yang dapat menghemat waktu dan tenaga serta dapat
mempercepat penyelesaian pekerjaan.” (Wawancara: NS, 12 Januari 2016).
213
Hasil wawancara dengan staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”Kami mendapatkan kemudahan dalam pelaksanakan tugas keseharian
sebagai pegawai karena tersedianya fasilitas-fasilitas pendukung pelasanaan
kegiatan, prosedur kerja yang baku, sistem jaringan komputer yang bersifat
online sekalipun SDM yang masih terbatas.” (Wawancara: AB, 12 Januari
2016).
Hasil wawancara dengan staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”Kami sangat terbantu dengan adanya fasilitas sarana dan prasarana
terutama fasilitas komputer dalam pengelolaan data, dan sistem pembuatan
pelaporan. Dengan tersedianya teknologi ini semua pekerjaan yang menjadi
tugas dan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kami dapat terselesaikan
tepat waktu.” (Wawancara: AAH, 12 Januari 2016).
Dipertegas melalui hasil wawancara dengan Sekretaris Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan, sebagai berikut:
”Setiap tahun kami menganggarkan melalui APBD terkait penyediaan
fasilitas pendukung terutama sarana dan prasarana kantor maupun fasilitas
yang ada didalamnya yang menunjang pelaksanaan pekerjaan disetiap
SKPD, Kantor, Badan maupun yang lainnya terutaama dalam pengelolaan
data, dan sistem administrasi berbasis teknologi Informasi, sehingga
harapan kami semua pelayanan dapat dimaksimalkan demi terwujudnya
pelayanan prima, tetapi yang terpenting perlu didukung oleh SDM yang
kompeten serta memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi termasuk di
dalamnya ada perhatian khusus bagi pegawai untuk melakukan
pemeliharaan terhadap fasilitas yang sudah ada.” (Wawancara: AL, 28
April 2016).
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa
informan di atas, maka penulis dapat mengemukakan bahwa salah satu faktor
determinan terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan adalah faktor pemanfaatan
teknologi. Pemanfaatan teknologi yang berbasis pada sistem komputerisasi dan
214
teknologi informasi sangat dibutuhkan oleh pegawai untuk memperlancar tugas-
tugas/pekerjaan. Di samping fasilitas-fasilitas lainnya yang dapat menghemat
waktu dan tenaga serta dapat mempercepat penyelesaian pekerjaan.
4. Pengawasan
Pengawasan adalah salah satu fungsi fundamental manajemen yang pada
hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara apa yang seharusnya
(standard) dengan keadaan situasi yang diperoleh. Melakukan kegiatan
membandingkan kerapkali akan melahirkan adanya penyimpangan-
penyimpangan. Penyimpangan itu disebut gap. Fungsi pengawasan bukan saja
mencakup tindakan mengawasi dan mengkonfrontir fakta adanya penyimpangan
tetapi melakukan koreksi atau perbaikan terhadap deviasi-deviasi yang terjadi.
Selanjutnya, untuk menggali informasi lebih mendalam tentang faktor
determinan khususnya faktor pengawasan yang berpengaruh pada pemberdayaan
aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis juga melakukan
wawancara terhadap pihak-pihak yang berkompeten memberikan informasi dan
penjelasan, di antaranya sebagai berikut:
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian
Kepegawaian, adalah sebagai berikut:
”Fungsi Pengawasan adalah Salah satu faktor yang berpengaruh pada
pelaksanaan tupoksi pada organisasi Badan Kepegawaian Daerah, agar lebih
menjamin adanya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya deviasi
pada setiap pelaksanaan program. Sekarang ini aparatur harus lebih hati-hati
karena pengawasan bukan saja dilakukan oleh internal pimpinan tetapi juga
pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga eksternal seperti KPK,
LSM dan masyarakat.” (Wawancara: LL, 12 Januari 2016).
215
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Bidang Perencanaan dan
Pengembangan Karier melalui wawancara, sebagai berikut:
”Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kualitas
profesionalisme Pegawai Negeri Sipil, maka pengawasan sangat diperlukan
agar tidak terjadi kesalahan dan ketimpangan, baik di awal pelaksanaan
pekerjaan dan program maupun pada saat evaluasi dan pelaporan kegiatan
dan program pada setiap bidang dan sub bidang.” (Wawancara: NS, 16
Desember 2015).
Kemudian hasil wawancara dengan Kepala Bidang Kinerja dan
Kesejahteraan Pegawai, adalah sebagai berikut:
”Salah satu faktor yang berpengaruh pada pelaksanaan tugas pokok serta
fungsi yang ada pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan adalah berjalannya pengawasan pimpinan yang efektif, dimana
setiap pegawai dituntut bekerja berdasarkan perundang-undangan yang
berlaku serta ketentuan-ketentuan lainnya. Di samping itu melalui
pengawasan para pegawai berusaha secara bersungguh-sungguh
menjalankan tugas pokoknya dengan penuh rasa tanggungjawab dan
amanah serta yang paling penting adalah bukan hanya sesuai dengan
rencana, akan tetapi juga dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang
tinggi.” (Wawancara: SE, 16 Desember 2015).
Selanjutnya hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan,
Pengawasan, dan Pengendalian Kepegawaian, adalah sebagai berikut:
”Dalam menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan
Kepegawaian Daerah dalam mewujudkan profesionalisme dan
pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil, maka diperlukan pengawasan
pegawai pelaksanaan tugas. Hal ini sangat diperlukan agar dapat
meminimalisasi kesalahan dan kekeliruan.” (Wawancara: SM, 16 Desember
2015).
Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Konseling dan Kedudukan
Hukum, adalah sebagai berikut:
”Pengawasan sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dan kekeliruan,
pimpinan melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan kegiatan
aparatur, sekaligus sebagai bahan evaluasi untuk mengetahui apakah tugas-
tugas tersebut sudah dilaksanakan atau belum, apakah sesuai aturan atau
216
tidak, dan ini dilakukan baik di awal pelaksanaan pekerjaan dan program
maupun pada saat evaluasi dan pelaporan kegiatan dan program pada setiap
bidang dan sub bidang.” (Wawancara: MN, 28 April 2016).
Hasil wawancara dengan staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”Bagi kami pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan selama ini cukup ketat
terutama dalam pelaksanaan kegiatan atau program sehingga membuat
kami bekerja secara sungguh-sungguh terutama menghindari kesalahan
dan deviasi dalam operasionalisasi suatu rencana kerja yang sedang
berlangsung dapat terlaksana dengan baik.” (Wawancara: AAH, 12 Januari
2016).
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara beberapa informan di
atas, maka penulis dapat mengemukakan bahwa salah satu faktor determinan
terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatanadalah faktor pengawasan. Hal ini
dikumukakan bahwa dalam mewujudkan peningkatan kualitas profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil, maka fungsi pengawasan sangat diperlukan agar tidak
terjadi kesalahan dan ketimpangan, baik di awal pelaksanaan pekerjaan dan
program maupun pada saat evaluasi dan pelaporan kegiatan. Di samping itu
melalui pengawasan pegawai bekerja secara sungguh-sungguh terutama berusaha
menghindari kesalahan dan deviasi dalam operasionalisasi kegiatan pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
5. Budaya Kerja Organisasi
Dalam kehidupan masyarakat ataupun dalam suatu organisasi tidak
terlepas dari ikatan budaya, ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang
bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun pada suatu bangsa.
217
Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam berhubungan atau
berinteraksi serta bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat
anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang
menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak (Robert dan Angelo, 2005).
Salah satu faktor yang determinan dalam pemberdayaan aparatur berbasis
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan adalah faktor budaya kerja organisasi.
Oleh karena itu, untuk menggali informasi lebih mendalam tentang
pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi khususnya berkaitan dengan faktor
budaya kerja organisasi, penulis juga melakukan wawancara terhadap pihak-pihak
yang berkompeten memberikan informasi dan penjelasan, di antaranya sebagai
berikut:
Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Perencanaan dan
Pengembangan Pegawai, adalah sebagai berikut:
”Setiap pegawai harus penjunjung tinggi budaya kerja organisasi terutama
yang terkait dengan dedikasi dan loyalitas, selalu disiplin, baik disiplin
waktu, maupun disiplin dalam bekerja, memiliki rasa tanggungjawab yang
tinggi untuk melaksanakan tugas sesuai tupoksinya. Selain itu juga akan
menjadi penilaian bagi pimpinan dalam mempromosikan ke jabatan yang
lebih tinggi. ” (Wawancara: WT, 28 April 2016).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, menunjukkan bahwa budaya kerja
dalam organisasi dapat menjadi pedoman dan penuntun dalam setiap gerak dan
langka pegawai negeri sipil terkait peningkatan disiplin kerja, rasa tanggungjawab
yang tingggi serta adanya dedikasi dan loyalitas terhadap pimpinan dan
organisasi. Setiap pegawai dituntut untuk meningkatkan profesinalisme dalam
bekerja dengan tetap memperhatikan budaya kerja yang ada.
218
Kemudian hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Konseling dan
Kedudukan Hukum, mengatakan bahwa :
”Sebagai aparatur pemerintah, kami selalu menjaga dan menjunjung tinggi
budaya kerja organisasi terutama dalam menopan kerja dan tugas-tugas
yang telah menjadi tanggung jawab sebagai pegawai, seperti disiplin dan
menjaga keteraturan dalam kerja, Dedikasi dan loyalitas, serta ketekunan
dan kesabaran dalam setiap pekerjaan yang dibebankan.” (Wawancara: MN,
28 April 2016).
Hasil wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan
Pengendalian pegawai, adalah sebagai berikut:
”Budaya kerja aparatur pada Badan Kepegawaian daerah Provinsi Sulawesi
Selatan sangat menunjang tugas-tugas keseharian kami terutama budaya
kerja yang disiplin kerja yang tinggi, tertib administrasi, bertanggungjawab
serta saling mendorong dalam melakukan tugas pokok dan fungsi masing-
masing.” (Wawancara: SM, 16 Desember 2015).
Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan
Karier, adalah sebagai berikut:
”Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kualitas
profesionalisme Pegawai Negeri Sipil, maka faktor penting yang dapat
mendukung tercapainya adalah budaya kerja organisasi terutama budaya
kerja yang disiplin dan bertanggungjawab, prinsip-prinsip transparansi, dan
ikhlas dan kejujuran. Di samping budaya-budaya sipakatau (saling
memanusiakan), sipakalebbi (saling menghargai) dan sipakainga (saling
mengingatkan).” (Wawancara: NS, 16 Desember 2015).
Hasil wawancara dengan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan, adalah sebagai berikut:
”Dalam melaksanakan visi, misi dan kebijakan organisasi Badan
Kepegawaian Daerah serta mewujudkan peningkatan kualitas
profesionalisme Pegawai Negeri Sipil, maka salah satu faktor penting
yang dapat mendukung pencapaian tersebut adalah budaya kerja organisasi
terutama peningkatan disiplin kerja pegawai, memiliki rasa
tanggungjawab, bekerja dengan prinsip-prinsip transparansi, ikhlas dalam
bekerja dan menanamkan sifat kejujuran dengan berpedoman pada nilai-
nilai luhur yang telah dirumuskan bersama, yaitu membangun
219
profesionalisme, berkinerja dan peningkatan kesejahteraan. Kemudian
mengimplementasikan budaya yang berkembang dalam masyarakat Bugis
Makassar yaitu, budaya-budaya sipakatau (saling memanusiakan),
sipakalebbi (saling menghargai) dan sipakainga (saling mengingatkan)
dalam melakukan pekerjaan dan program yang ada.” (Wawancara: MT,
28 April 2016).
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara di atas, penulis
mengemukakan bahwa salah satu faktor determinan terhadap keefektifan
pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah menerapkan
budaya kerja organisasi. yaitu, budaya kerja yang disiplin, bertanggungjawab,
prinsip-prinsip transparansi, ikhlas dan kejujuran, di samping budaya-budaya
“sipakatau” (saling memanusiakan), “sipakalebbi” (saling menghargai), dan
“sipakainga” (saling mengingatkan) dalam melakukan pekerjaan dan program
yang ada dapat mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
C. Pembahasan
1. Pemberdayaan Aparatur melalui Pemberian Kewenangan,
Pengembangan Kompetensi, dan Pengambilan Keputusan berbasis
Kompetensi pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan
a. Pemberian Kewenangan
Seorang pimpinan dalam organisasi sebagai manusia biasa mempunyai
kemampuan, waktu, dan perhatian yang sangat terbatas, untuk itu tidaklah
mungkin seorang pimpinan dapat melaksanakan tugasnya sendiri, sungguh pun
pimpinan itu harus bertanggung jawab akan pelaksanaan dengan baik. Seorang
pimpinan perlu mendelegasikan sebagian tugasnya kepada bawahannya.
220
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam
melaksanakan program pemberian kewenangan kepada aparaturnya, yang mana
telah tertuang secara jelas dan rinci dalam penjabaran tugas dan fungsi (Tupoksi)
aparatur mulai dari tingkat Kepala Badan, Sekretaris, Kepala Bagian, sampai
kepada staf/pegawai sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 17
tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan Struktural
pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Dengan demikian, masalah pemberian/pendelegasian wewenang bagi para
aparatur pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
secara umum telah berjalan sesuai dengan Tupoksi yang ada di masing-masing
bagian dengan tetap memperhatikan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
oleh yang bersangkutan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Manullang (1987) bahwa di dalam
mendelegasikan wewenang, agar proses delegasi itu berjalan efektif, ada empat
hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1) Pendelegasian wewenang harus dibarengi adanya pertanggung jawaban.
2) Wewenang yang harus didelegasikan harus memberikan kepada orang
yang tepat, baik dilihat dari sudut kualifikasi maupun dari sudut fisik.
3) Mendelegasikan wewenang kepada seseorang, harus dibarengi dengan
pemberian motivasi.
4) Pejabat yang mendelegasikan kekuasaan harus membimbing dan
mengawasi orang yang menerima delegasi wewenang.
221
Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam hal-hal tertentu
seorang pimpinan kadang tidak berani melakukan pelimpahan kewenangan dalam
organisasi yang dipimpinnya dengan beberapa alasan tertentu. Hal ini dibenarkan
oleh Stoner (1996) yang mengatakan bahwa banyak dijumpai para pemimpin yang
tampaknya enggan untuk melakukan pelimpahan kewenangan dalam organisasi
yang dipimpinnya, keengganan sementara pimpinan untuk melakukan pelimpahan
sebagian wewenang dengan alasan, sebagai berikut:
1) Perasaan yang tidak aman. Para pimpinan bertanggung jawab atas
kegiatan bawahannya, dan membuat mereka enggan untuk mengambil
resiko dalam melimpahkan wewenang.
2) Pimpinan takut kehilangan kekuasaan bila bawahan terlalu baik
melaksanakan tugas.
3) Ketidakmampuan pimpinan. Sebagian pimpinan sangat lemah dalam
membuat perencanaan ke depan dan menentukan tugas mana yang
harus dilimpahkan kepada siapa atau dalam menciptakan suatu sistem
pengendalian atau selalu bisa memantau kegiatan bawahan.
4) Ketidakpercayaan kepada bawahan.
Oleh karena itu, menurut Nitisemito (1981), untuk kelancaran dalam
memberikan wewenang, maka ada beberapa teknis khusus untuk melakukan
pelimpahan wewenang, yaitu: 1). Menentukan terlebih dahulu sasaran. 2).
Tentukan tanggung jawab dan otoritas. 3). Berikan motivasi kepada bawahan. 4).
5). Memberikan penekanan kepada bawahan agar dapat merampungkan pekerjaan
yang diberikan. 6). Berikan latihan kepada bawahan. 7). Lakukan pengendalian.
222
Kemudian Stewart, (2000 : 74), mengemukakan bahwa dengan
pemberdayaan aparatur, akan lebih mengetahui, menyukai dan lebih
mempertanggung jawabkan pekerjaan mereka, sehingga semakin besar juga hasil
kontribusi mereka dalam perwujudan visi dan misi organisasi. Kemudian Soejono
(2000 : 231), menegaskan bahwa pemberdayaan terjadi jika kekuasaan/
kewenangan diberikan aparat dalam bekerja, sehingga dalam dirinya muncul rasa
percaya diri dan rasa memiliki dalam mengendalikan tugas-tugasnya.
Sedangkan pada penelitian terdahulu oleh Simanjuntak (2013: 21),
mengemukakan bahwa terdapat dua indikator pemberdayaan aparatur yang perlu
mendapat perhatian serius salah satu diantaranya adalah melakukan pelimpahan
atau pendelegasian kewenangan kepada staf terdepan.
Pendapat lain dikemukakan Robiq Yunianto (2010 : 322), bahwa pimpinan
yang memberdayakan aparaturnya yaitu lebih menekankan pada distribusi
kewenangan guna mencapai tujuan organisasi yang lebih efektif dan efisien,
karenanya lebih dapat mendorong semangat kreativitas dan tanggungjawab
bawahan sebagai penerima wewenang
Lebih lanjut Khan (2007: 126), mengemukakan bahwa pemberdayaan
pegawai perlu dilakukan dengan mendelegasikan atau memberikan
kewenangan/tugas yang penting bagi pegawai, sekaligus
mempertanggungjawabkannya.
Sedangkan Noe, (2010: 123) mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah
merupakan pemberian tanggungjawab dan wewenang kepada pegawai dalam
mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya serta pengambilan keputusan.
223
Kemudian penelitian Benyamin (2016 : 285) mengemukakan bahwa
pemberdayaan yang dilakukan melalui pemberian kewenangan dan
tanggungjawab ternyata dapat mendorong motivasi pegawai untuk meningkatkan
kinerja, karena dalam memberikan kewenangan didasarkan atas pertimbangan
rasional, sehingga dapat menumbuhkan motivasi kerja pegawai untuk lebih
bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilimpahkan.
Dengan demikian, menurut penulis bahwa seorang aparatur dengan
mempertimbangkan kompetensi yang dimilikinya dapat diberikan wewenang
untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dengan penuh dedikasi dan loyalitas
yang tinggi. Dengan pelimpahan kewenangan tersebut pegawai merasa diberi
kepercayaan serta termotivasi dan sekaligus mendorong kepada pegawai untuk
bertanggungjawab atas kewenangan tersebut, dengan tetasp memperhatikan
pengatahuan, keterampilan dan kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas
dan kewenangan yang diberikan.
Untuk Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemberian
kewenangan dilakukan berdasarkan uraian tugas dan kewenangan pada tiap
pegawai, dan dijelaskan dalam Peraturan Daerah untuk eselon II dan III,
sedangkan untuk eselon IV melalui Peraturan Gubernur (Pergub), yaitu Perda
Nomor 12 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan, akan tetapi biasanya pemberian kewenangan itu belum merata
kepada aparatur yang ada, sehingga ada yang merasa memiliki beban kerja dan
tanggung jawab berat tetapi dilain pihak ada aparatur yang sedikit beban kerjanya.
224
Berdasarkan hasil wawancara penulis lakukan terkait pemberian
kewenangan kepada aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan, maka dapat dijelaskan bahwa organisasi Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kapasitas dan
profesionalisme sumber daya aparatur berbasis kompetensi terdapat uraian tugas
dan fungsi serta kewenangan setiap aparatur/pegawai negeri sipil terlaksana. Di
samping itu pimpinan terkadang memberikan wewenang khusus kepada pegawai
untuk menyelenggarakan tugas kedinasan lain sesuai bidang tugasnya untuk
mendukung kelancaran pelaksanan tugas-tugas berdasarkan Tugas pokok dan
fungsi yang ada.
Pemberian kewenangan aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan, pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan sudah
terlaksana, dimana pimpinan memberikan kewenangan kepada pegawai dengan
tetap mempertimbangan kompetensi yang dimiliki, walaupun pemberian
kewenangan itu masih sebatas pada pegawai tertentu dan cenderung orang yang
sama.
b. Pengembangan Kompetensi
Dalam melaksanakan pekerjaannya, aparatur diberi kesempatan
mengembangkan kompetensi yang dimilikinya berdasarkan tugas dan
kewenangan, yang ditunjang dengan ketersediaan anggaran pengembangan
sumber daya manusia.
Berdasarkan temuan penulis di lapangan dapat dikemukakan bahwa
pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada
225
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya yang berkaitan
dengan masalah pengembangan kompetensi adalah aparatur diberi kesempatan
mengembangkan kompetensi yang dimilikinya berdasarkan tugas dan
kewenangan masing-masing, yang ditunjang dengan ketersediaan anggaran
pengembangan SDM. Adapun bentuk pengembangan kompetensi yang diberikan
kepada aparatur adalah mengutus aparatur untuk mengikuti kursus, workshop,
magang, bimbingan teknis, seminar-seminar, serta Diklat penjenjangan jabatan.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka dalam pasal 70 ayat (1) Undang
Undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dijelaskan bahwa
setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) memiliki hak dan kewajiban untuk
mengembangkan kompetensi. Ayat (2) dijelaskan bahwa pengembangan
kompetensi sebagaimana dijelaskan pada ayat(1) antara lain melalui: pendidikan
dan latihan, seminar, kursus dan penataran.
Dalam konteks penyelenggaraan Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Kompetensi teknis (technical competence) yaitu kompetensi
mengenai bidang yang menjadi tugas pokok organisasi. Definisi yang sama
dimuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Latihan (Diklat) Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam
bidang teknis tertentu untuk melaksanakan tugas masing-masing aparatur. Bagi
Pegawai Negeri Sipil yang belum memenuhi persyaratan kompetensi jabatan
perlu mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis yang berkaitan dengan
persyaratan kompetensi jabatan masing-masing. Kompetensi managerial
(managerial competence) adalah kompetensi yang berhubungan dengan
226
kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugas organisasi.
Kompetensi manajerial meliputi kemampuan menerapkan konsep dan teknik
perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan evaluasi kinerja unit
organisasi, juga kemampuan dalam melaksanakan prinsip good governance dalam
manajemen pemerintahan dan pembangunan termasuk bagaimana
mendayagunakan kemanfaatan sumber daya pembangunan untuk mendukung
kelancaran pelaksanan tugas.
Sedangkan kompetensi sosial (social competence), menurut Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Latihan (Diklat)
Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu kemampuan melakukan komunikasi
yang dibutuhkan oleh organisasi dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Kompetensi
sosial dapat dilihat dilingkungan internal seperti memotivasi sumber daya
manusia dan atau peran serta masyarakat guna meningkatkan produktivitas kerja
atau yang berkaitan dengan lingkungan eksternal seperti, pelaksanaan pola
kemitraan, kolaborasi, dan pengembangan jaringan kerja dengan berbagai
lembaga dalam rangka meningkatkan citra dan kinerja organisasi, terrmasuk
bagaimana menunjukkan kepekaan terhadap hak asasi manusia, nilai-nilai sosial
budaya dan sikap tanggap terhadap aspirasi dan dinamika masyarakat.
Sementara Rob Brown (dalam Priansa, 2014: 222), menyatakan bahwa
pemberdayaan erat hubungannya dengan profesionalisme dan pengembangan
kompetensi aparatur. Hal ini memberi petunjuk bahwa upaya pemberdayaan
sangat berkaitan erat dengan peningkatan profesionalisme aparatur dalam
organisasi termasuk dalam organisasi publik yang saaat ini terus dipertanyakan.
227
Kemudian Khan (2007 : 126), mengemukakan bahwa pemberdayaan
pegawai perlu dilakukan dengan memberi kesempatan kepada pegawai untuk
mengembangkan kemampuan/kompetensinya, serta mendorong terciptanya
perspektif baru dan memikirkan strategi dalam pengembangan pekerjaan.
Cook dan Macaulay (2009 : 32), mengemukakan bahwa pemberdayaan
terjadi bila pimpinan memiliki sikap mendorong adanya keterbukaan, serta
mengembangkan orang-orang/pegawai untuk memiliki kompetensi yang cukup
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
Sedangkan Noe, (2010: 123) mempertegas dengan mengemukakan bahwa
selain pemberian kewenangan dan tanggungjawab maka, salah satu indikator
pemberdayaan adalah pemberian kesempatan kepada pegawai dalam
mengembangkan kompetensi dan pekerjaannya.
Berdasarkan dengan hasil pengamatan peneliti dilapangan bahwa aparatur
yang ada di kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan diberi
kesempatan yang sama untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya,
terutama aparatur yang ingin melanjutkan pendidikan kejenjang D3, Sarjana (S1)
sampai kepada program Doktor (S3). Namun belum secara merata karena masih
di dominasi bidang dan pegawai tertentu.
Dengan demikian, setiap aparatur pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan
diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan kompetensi yang
dimilikinya dan disesuaikan dengan jabatan yang diberikan untuk menunjang di
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur negara.
228
Di samping itu juga kegiatan pengembangan diri aparatur banyak
dilakukan melalui, pendidikan dan latihan (DIKLAT) penjenjangan, Kursus-
kursus, workshop, Bimbingan teknis, seminar. Walaupun terkadang aparatur yang
bersangkutan ditunjuk tidak bersedia dengan berbagai alasan dan dalih.
Berikut ini di kemukakan keadaan pegawai yang memiliki jenjang
pendidikan D3/D4, Sarjana (S1) sampai Magister (S2) pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan bulan Mei 2016.
Tabel 5.1 Keadaan pegawai yang memiliki jenjang pendidikan D3,
Sarjana (S1) sampai Magister (S2) Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
No
Pendidikan
Jenis Kelamin
Jumlah L P
1. Diploma III/Akademi 1 3 4
2. Diploma IV 2 1 3
3. Sarjana (Sl) 24 22 46
4. Magister (S2) 7 4 11
5. Doktor (S3) - - -
J u m l a h 34 30 64
Sumber : Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan, Mei 2016.
c. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya
suatu organisasi, terutama karena masa depan suatu organisasi banyak ditentukan
oleh pengambilan keputusan sekarang. Pengambilan keputusan yang efektif akan
mengantar organisasi dapat mencapai tujuan, program, strategi dan kebijakan
termasuk di dalamnya Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Pengambilan keputusan merupakan tugas yang cukup berat untuk
memastikan satu keputusan yang akan dipilih. Pengambilan keputusan
229
mempunyai arti yang sangat penting bagi kemajuan suatu organisasi terutama
karena masa depan organisasi banyak ditentukan oleh pengambilan keputusan
yang efektif. Setiap keputusan yang ditetapkan selalu melibatkan semua unsur
pimpinan dengan mempertimbangkan berbagai aspek, terutama aspek hukum dan
ketersediaan SDM dan anggaran.
Berdasarkan temuan penulis di lapangan disimpulkan bahwa
pemberdayaan aparatur berbasis kompetensi pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan khususnya yang berkaitan dengan masalah
pengambilan keputusan berbasis pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
terlaksana, dengan melibatkan pegawai dalam proses pengambilan keputusan
terutama (Eselon II, III, dan IV), kecuali berupa kebijakan yang hanya
dilaksanakan oleh pimpinan (Kepala Badan).
Hal ini sejalan dengan pendapat Priansa (2014 : 228-229), yang
mengemukakan bahwa pelibatan atau partisipasi pegawai dalam pengambilan
keputusan merupakan salah satu strategi dalam memberdayakan pegawai. Hal
tersebut merupakan perhatian dari organisasi terhadap pegawainya dan
menggambarkan sejauhmana komitmen pegawai terlibat dalam organisasi.
Keterlibatan pegawai dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung, dimana dampaknya dapat dirasakan oleh
organisasi.
Keterlibatan pegawai dalam pengambilan keputusan perlu didukung oleh
pengetahuan yang memadai, yang terkait dengan pekerjaan yang di embangnya.
Karena pegawaidalam level operasional biasanya lebih memahami seluk beluk
230
pekerjaannya secara mendalam dibandingkan dengan pimpinan selama ini.
Dengan demikian, keputusan pimpinan yang didukung dan seiring dengan
pegawai dalam level yang lebih rendah akan menyebabkan keputusan yang
diambil lebih tepat, sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya dihadapi
dilapangan, Priansa (2014 :229).
Menurut Hubeis (2003: 9), pengambilan keputusan adalah proses
pembuatan keputusan mulai ketika suatu masalah muncul dan berakhir ketika satu
alternatif keputusan sudah dipilih. Pembuatan keputusan sebagai “The process
through which of action is chosen” jadi pembuatan keputusan adalah sebagai
kegiatan-kegiatan yang meliputi perumusan masalah, pembahasan alternatif-
alternatif, dan menilai serta memilih alternatif bagi penyelesaian masalah.
Sedangkan pada penelitian terdahulu oleh Simanjuntak (2013 : 21),
mengemukakan bahwa pemerintah perlu adanya pelibatan aparatur yang ada pada
level tertentu untuk terlibat dalam mengambil keputusan yang bersifat operasional
dalam mengefektifkan pelayanan publik.
Selanjutnya Khan (2007: 126), mengemukakan bahwa pemberdayan
pegawai dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada pegawai untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pegawai diberi kesempatan untuk
mengidentifikasi permasalahan yang sedang berkembang dan mencari solusi
pemecahannya, kemudian memberikan kesempatan kepada pegawai untuk
berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan serta mendelegasikan tugas-tugas yang
penting kepada pegawai.
231
Sejalan dengan pendapat Khan di atas, maka Noe, (2010: 123)
mengemukakan bahwa salah satu indikator pemberdayaan aparatur yang
dilakukan oleh organisasi adalah dengan melibatkan pegawai dalam proses-proses
pengambilan keputusan. Hal ini di sadari bahwa dengan pelibatan pegawai atau
aparatur dalam setiap pengambilan keputusan akan berdampak kepada pegawai,
yaitu akan muncul rasa tanggung jawab, motivasi serta kepercayaan yang tinggi
untuk terlibat secara maksimal dalam setiap kegiatan atau program yang
dilaksanakan.
Pengambilan keputusan merupakan tugas yang cukup berat untuk
memastikan satu keputusan yang akan dipilih, termasuk pada Badan Kepegawaian
Daerah pengambilan keputusan selalu melibatkan semua unsur mulai dari Kepala
badan, Kepala Bidang dan kepala sub bidang, dengan harapan agar semua
tingkatan merasa punya keterlibatan dalam setiap keputusan yang di ambil,
terutama keputusan-keputusan ditengah situasi yang tidak menentu atau yang
sering muncul dengan mendadak.
Dalam situasi yang terkadang tidak menentu atau mendadak, maka
terkadan pengambilan keputusan pada Badan Kepegawaian Daerah semua unsur
pimpinan dilibatkan mulai dari Eselon II, III, dan IV, kemudian pejabat Eselon
tersebut menyampaikan kepada masing-masing pimpinan bidang dan sub, bagian,
untuk melakukan koreksi, usulan, sanggahan atas keputusan yang diambil dan
penerimaan para aparatur cukup baik sepanjang keputusan dilakukan secara
bijaksana, transparan dan disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan
organisasi.
232
Berdasarkan hasil wawancara penulis kepada beberapa informan pada
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dapat dikemukakan bahwa
Setiap aparatur dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dengan tetap
memperhatikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan aparatur mulai dari
Eselon II, III, dan IV, dengan tujuan agar apapun yang menjadi keputusan
organisasi dalam satu tahun anggaran, pegawai dapat mengetahuinya, serta dapat
diimplementasikan dengan penuh rasa tanggungjawab. Pimpinan menyadari
bahwa aparatur yang ada pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan memiliki kompetensi yang cukup memadai untuk dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan.
Menurut pendapat penulis, apabila pegawai dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan maka pegawai akan lebih bertanggungjawab terhadap
keputusan yang ambil tersebut, karena pegawai merasa pimpinan memberi
kepercayaan kepada mereka. Di samping itu pegawai merasa dihargai dan
dilibatkan untuk menentukan masa depan organisasi sehingga pegawai lebih
termotivasi dalam meningkatkan kinerja dan prestasi kerjanya yang pada akhirnya
akan bermuara pada proses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.
2. Faktor-faktor Determinan Terhadap Pemberdayaan Aparatur pada
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
a. Lingkungan Kerja
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, lingkungan kerja sangat
berpengaruh terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas pegawai baik dari segi
suasana kerja yang nyaman, penataan ruang kerja yang teratur maupun
penggunaan teknologi yang sudah tersedia.
233
Berdasarkan temuan penulis di lapangan disimpulkan bahwa faktor
determinan terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan adalah lingkungan kerja yang harmonis, kondusif, nyaman,
komunikatif dan tersedianya fasilitas teknologi mutakhir yang dapat menunjang
tugas-tugas pegawai.
Salah satu faktor determinan dalam pemberdayaan aparatur berbasis
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan adalah faktor lingkungan kerja. Perilaku elemen-
elemen organisasi dan juga efektivitasnya sangat dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan kerja. Karakteristik organisasi seperti struktur, sasaran, teknologi dan
strategi, hingga suatu derajat tertentu sebenarnya dipengaruhi oleh kondisi
lingkungannya. Karena itu, untuk memperoleh pemahaman yang utuh mengenai
suatu organisasi diperlukan adanya pengertian yang sempurna mengenai keadaan
lingkungan kerja organisasi.
Lingkungan kerja yang dimaksud adalah tersedianya fasilitas kerja dengan
pemanfaatan teknologi modern, terpeliharanya hubungan kerja yang harmonis
antara pimpinan dengan bawahan melalui komunikasi dua arah, dan yang paling
penting ialah tingkat kepatuhan pegawai dalam menjalankan tugas dan
tanggungjawab serta dukungan dan kepercayaan dari masyarakat.
Untuk mencapai tujuan organisasi badan kepegawaian daerah dilandasi
nilai-nilai luhur yang telah dirumuskan bersama, nilai-nilai yang dimaksud
234
menjadi nilai kehidupan organisasi, yaitu profesional, berkinerja dan sejahtera,
perlu didukung oleh lingkungan kerja organisasi.
Lingkungan kerja yang harmonis dan ketenangan dalam pelaksanaan
tugas-tugas rutin, merupakan hal yang sangat penting bagi proses pencapain
tujuan organisasi. Pegawai setiap saat berada dikantor sehingga butuh suasana
kerja yang nyaman, teratur serta suasana sekitar kerja yang bersih dan
tersedianya fasilitas yang memadai. Lingkungan kerja yang nyaman akan memacu
pegawai berprestasi dalam bekerja.
Dalam pelaksanaan program dan pencapaian tujuan organisasi pada Badan
Kepegawaian Daerah sangat diharapkan terciptanya lingkungan kerja organisasi.
Dan disini merupakan tugas pimpinan dalam menciptakan suasana lingkungan
kerja yang harmonis, kondusif, nyaman, komunikatif dan tersedianya fasilitas
teknologi mutakhir yang dapat menunjang tugas-tugas pegawai.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui sekretaris Daerah Provinsi,
mengemukakan bahwa Pimpinan berusaha semaksimal mungkin menjaga
lingkungan kerja agar tetap kondusif. Karena kondisi lingkungan kerja yang
kondusif akan memungkinkan pegawai bekerja secara maksimal tetapi sebaliknya
kondisi lingkungan kerja yang berantakan, selalu muncul konflik dan
pertentangan akan menghambat pekerjaan yang pada akhirnya akan terjadi
ketidak-efisienan dalam bekerja sehingga proses pencapaian tujuan organisasi
terhambat, hal ini tidak diinginkan terjadi pada kantor Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan. Untuk itu pimpinan berusaha menciptakan lingkungan kerja
235
organisasi yang harmonis sehingga dapat menunjang pelaksanaan program dan
kegiatan yang telah dicanangkan oleh bapak Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan.
Di samping itu, pimpinan berusaha menciptakan komunikasi dua arah
antara pimpinan dengan bawahan dan sebaliknya, serta tetap menjaga agar
pegawai memiliki kepatuhan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan Pengamatan penulis di lapangan dan didukung oleh hasil
wawancara kepada beberapa informan pada Badan Kepegawaian Daerah maka
dapat dikemukakan bahwa faktor lingkungan kerja organisasi sangat menentukan
pelaksanaan pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
b. Komitmen Pimpinan
Kepemimpinan yang baik merupakan salah satu syarat utama dalam
menunjang kelancaran proses pelaksanaan kegiatan dan program dalam
organisasi. Dalam teori kepemimpinan dijelaskan bahwa seseorang disebut
sebagai pemimpin jika ia mampu mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu
sesuai apa yang diinginkannya. Sedangkan kepemimpinan yang efektif adalah
kepemimpinan yang menekankan pada perilaku pemimpin dari pada sifat-sifat
pemimpin yang ada. Siapa pun yang menduduki peran pemimpin diharapkan
untuk dapat bertindak secara efektif dan memiliki komitmen yang kuat sebagai
seorang pemimpin.
Orang-orang yang memegang peranan penting dalam organisasi tersebut di
antaranya adalah unsur pemimpin. Tidak ada organisasi tanpa pemimpin, karena
236
organisasi tanpa pemimpin maka organisasi bisa kacau. Pada umumnya, seorang
pemimpin dalam organisasi memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang menonjol
dari bawahannya sebagai suatu kemampuan atau daya lebih yang dimilikinya,
seperti kecerdasan, kharisma, tegas, berani, bertanggung jawab, disiplin, teladan
dan yang terpenting adalah adanya komitmen pimpinan yang kuat, terbuka dan
komunikatif. Tetapi keberhasilan suatu organisasi tidaklah semata-mata
ditentukan oleh sifat-sifat dan komitmen kepemimpinan demikian, karena tidak
semua orang yang memimpin memiliki kesempurnaan, bahkan situasi dan kondisi
yang dihadapi setiap organisasi berbeda-beda, sehingga membutuhkan sifat-sifat
kepemimpinan yang berbeda pula.
Berdasarkan temuan penulis di lapangan dikemukakan bahwa faktor kedua
yang determinan terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan adalah faktor komitmen pimpinan. Pola kepemimpinan
yang diterapkan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
mengacu pada pola kepemimpinan modern dan demokratis, diantaranya
kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian dalam mengambil resiko, dan
responsivitas, tetapi tidak meninggalkan budaya dan kearifan lokal masyarakat
Sulawesi Selatan, seperti: sipakatau’, sipakalebbi’, sipakainga, dan sifat
kekeluargaan dan kebersamaan dengan berusaha komitmen untuk
melaksanakannya.
Disamping menggunakan pendekatan modern (umum), juga yang tidak
kalah pentingnya adalah menggunakan pendekatan budaya setempat (local
237
culture) yang menjadi ciri-ciri masyarakat Bugis Makassar di Sulawesi Selatan
secara turun-temurun, seperti sipakatau’, sipakalebbi’, sipakainga, dan sifat
kekeluargaan dan kebersamaan. Dan hal ini dipandang lebih mudah dipahami dan
diikuti oleh para aparatur setempat dalam pelaksanaan tugas-tugas sehari-hari
pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Di samping itu, dengan komitmen pimpinan yang kuat dan tidak mudah
berubah, penerapan gaya kepemimpinan yang cenderung menggunakan gaya
kepemimpinan demokratis, yaitu gaya kepemimpinan di mana pengambilan
keputusan diambil secara demokratis (kombinasi antara top-down dengan botton-
up) dengan tetap memperhatikan jenis kegiatan dan situasi serta kondisi yang ada
dapat terlaksana secara efektif.
Seiring dengan hal tersebut di atas, Sutarto (2001: 15) mengemukakan
bahwa kepemimpinan yang mudah untuk dipahami adalah rangkaian kegiatan
penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi
tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya Universitas OHIO dan Universitas MICHIGAN (dalam Sutarto,
2001: 15) membedakan adanya 2 (dua) macam perilaku kepemimpinan, yaitu:
Initiating Structur (struktur tugas) atau The Job Centered (terpusat pada
pekerjaan) dan ”Consideration” (tenggang rasa) atau The Employee Centered
(terpusat pada pegawai).
Perilaku kepemimpinan terpusat pada pekerjaan (The Job Centered)
mengandung ciri-ciri sebagai berikut:1). Mengutamakan tercapaianya tujuan. 2).
Mementingkan produksi yang tinggi, 3). Mengutamakan penyelesaian tugas
238
menurut jadwal yang telah ditetapkan. 4). Lebih banyak melakukan pengarahan.
5). Melaksanakan tugas dengan melalui prosedur kerja yang ketat. 6). Melakukan
pengawasan secara ketat. 7). Penilaian terhadap pejabat semata-mata berdasarkan
hasil kerja.
Sedangkan perilaku kepemimpinan terpusat pada pegawai (The Employee
Centered) mengandung ciri-ciri sebagai berikut: 1). Memperhatikan kebutuhan
bawahan. 2). Berusaha menciptakan suasana saling percaya.3). Berusaha
menciptakan suasana saling harga menghargai.4). Simpati terhadap perasaan
bawahan.5). Memiliki sikap bersahabat. 6). Menumbuhkan peran serta bawahan
dalam pembuatan keputusan dan kegiatan lainnya. 7). Lebih mengutamakan
pengarahan diri, mendisiplinkan diri, serta mengontrol diri.
Kemudian Devis (dalam Handoko, 1998: 286-287) mengatakan bahwa ada
empat faktor yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang sukses, yaitu:
a. Kecerdasan, hampir semua penelitian ditemukan bahwa seorang
pemimpin memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada
pengikutnya.
b. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang lebih luas. Pemimpin rata-
rata mempunyai pengendalian emosi yang stabil, matang dan memiliki
suatu jaringan sosial yang luas di masyarakat.
c. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Secara relatif seorang pemimpin
memiliki tingkat motivasi dan dorongan yang tinggi untuk berprestasi.
d. Sikap-sikap hubungan manusiawi. Seorang pemimpin yang sukses akan
menjunjung tinggi harga diri dan martabat para pengikutnya, serta
239
memiliki rasa perhatian dan berorientasi pada kepentingan para
anggotanya.
Pendapat tersebut di atas merumuskan ciri utama yang mempengaruhi
suksesnya kepemimpinan dalam organisasi. Dimana seorang pemimpin harus
memiliki kemampuan intelegensia, kematangan dan keluasan pandangan sosial,
sehingga mampu mengendalikan keadaan yang kritis dan mempunyai keyakinan
serta kepercayaan pada diri sendiri, mempunyai motivasi dan keinginan
berprestasi yang datang dari dalam, mempunyai kemampuan mengadakan
hubungan antar manusia dan yang terpenting pimpinan memiliki komitmen yang
kuat untuk mengimplementasikannya.
Dengan demikian, maka keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya secara efektif, efisien dan akuntabel juga ditentukan oleh kemampuan
yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam berkomitmen pada suatu organisasi.
Dengan demikian, Seperti diutarakan oleh para ahli bahwa faktor
komitmen kepemimpinan merupakan kunci sukses dalam penyelenggaraan
pemerintahan termasuk pada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi
Sulawesi Selatan.
Pemimpin harus punya komitmen untuk mengatur, mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Theo Haiman and
Raymond L Helgert (1982).
Salah satu faktor yang sangat mendukung pelaksanakan program dan
kegiatan yang telah direncanakan oleh Badan Kepegawaian Daerah dan untuk
meningkatkan kinerja aparatur serta dalam melaksanakan tugas pokok dan
240
fungsinya, maka faktor komitmen pimpinan sangat menentukan. Komitmen
Kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala Badan adalah kepemimpinan yang
cenderung terbuka dan komunikatif kepada semua bawahan tanpa membeda-
bedakan mulai pejabat tinggi sampai kepada pejabat rendahan dan staf.
Lebih lanjut, kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan pada Kantor
Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan dan khususnya pada Badan Kepegawaian
Daerah adalah kepemimpinan yang berkomitmen untuk membangun
kepemimpinan yang terbuka, komunikatif dan demokratis. Hal ini karena
pimpinan memberi kepercayaan dan tanggungjawab kepada setiap bawahan untuk
berinovasi dengan melahirkan ide dan gagasan cerdas dalam bekerja, kemudian
pegawai diharapkan meningkatkan profesionalisme dan kinerjanya tanpa harus
merasa terbebani atas tugas dan tanggungjawab yang ada. Dan kepemimpinan
yang memberi pelibatan bawahan dalam menyusun perencanaan, dan
implementasi program serta kebijakan Organisasi.
Sejalan dengan hal tersebut, Kartono (2004 : 86), mengemukakan bahwa
kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu mau mendengarkan
nasihat dan sugesti bawahan. Juga bersedia mengakui keahlian para spesialis
dengan bidangnya masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas setiap
anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.
Komitmen kepemimpian pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan sangat menunjang tugas-tugas pegawai karena pimpinan
memberi peluang kepada aparatur untuk selalu dilibatkan dalam pelaksanaan
tugas-tugas kedinasan tanpa membeda-bedakan, memberikan kepercayaan dalam
241
menyusun rencana kegiatan bidang, melakukan kebijakan teknis pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan manajemen kepegawaian, aparatur dilibatkan dalam
rapat-rapat berdasarkan bidang tugas masing-masing dan aparatur diberi
kesempatan untuk berinovasi dalam pelaksanan kegiatan sepanjang tidak
bertentangan perundang-undangan yang berlaku.
Hal ini juga menjadi pertimbangan dan disadari betul bahwa kesuksesan
dalam pelaksanakan tugas pokok dan fungsi aparatur sangat ditentukan oleh team
work/kerja yang solid. Untuk itu pola kepemimpinan yang diterapkan mengacu
pada pola kepemimpinan modern seperti kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian
dalam mengambil resiko, responsivitas tetapi tidak meninggalkan budaya dan
kearifan lokal masyarakat Sulawesi Selatan seperti sipakatau’, sipakalebbi’,
sipakainga dan sifat kekeluargaan dan kebersamaan di antara semua unsur pada
lingkup Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dengan komitmen
pimpinan yang kuat untuk berusaha mencapai visi dan misi organisasi.
c. Pemanfaatan Teknologi
Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal bahwa untuk peningkatan
efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja, suatu organisasi tidak punya pilihan
lain kecuali memanfaatkan berbagai kemajuan dan terebosan yang terjadi di
bidang teknologi.
Berdasarkan temuan penulis di lapangan disimpulkan bahwa selain faktor
lingkungan kerja dan kepemimpinban, maka penulis menemukan bahwa faktor
determinan terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (ability) pada Badan
242
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah pemanfaatan teknologi
yang berbasis pada sistem komputerisasi dan teknologi informasi sangat
dibutuhkan oleh pegawai untuk memperlancar tugas-tugas/pekerjaan mereka.
Hal ini sejalan dengan pendapat Thompson (tanpa tahun), bahwa
organisasi adalah sebuah sistem terbuka, dan teknologi organisasi merupakan
cerminan dari kondisi lingkungan organisasi dan juga jenis kegiatan internal yang
terjadi dalam organisasi. Berdasarkan pendapat tersebut, Thompson
mengelompokkan teknologi organisasi menjadi tiga jenis, yang masing-masing
menggambarkan jenis hubungan yang terjadi dengan konsumen maupun jenis
kegiatan internal yang terjadi dalam organisasi, yaitu:
1) Teknologi perantara (mediating technology)
Digunakan untuk menghubungkan beberapa klien yang satu sama lain
tidak dapat berhubungan secara langsung, misalnya jika hubungan
langsung tersebut memerlukan biaya besar, ataupun karena terlalu
rumit untuk dilaksanakan. Contoh dari jenis teknologi ini adalah bursa
saham, yang menghubungkan penjual saham dengan pihak yang ingin
membeli saham.
2) Teknologi rangkaian panjang (long linked technology)
Pada jenis teknologi ini kegiatan organisasi terdiri dari tahapan-
tahapan kegiatan yang berurutan. Hasil dari suatu kegiatan menjadi
output bagi kegiatan berikutnya, berurutan, hingga akhirnya produk
siap untuk digunakan oleh konsumen. Contoh dari jenis teknologi ini
243
adalah pabrik mobil yang menghasilkan mobil melalui serangkaian
kegiatan yang saling berurutan.
3) Teknologi intensif (intensif technology)
Teknologi intensif merupakan kumpulan dari beberapa jenis pelayanan
khusus, yang keseluruhannya digabungkan untuk melayani klien.
Teknologi intensif ini umumnya digunakan pada kegiatan yang
mempunyai akibat yang cukup berarti pada klien, sehingga klien bisa
mengalami perubahan. Contoh dari teknologi intensif adalah sebuah
perguruan tinggi, dimana unit-unit khusus seperti bagian pendidikan,
bagian administrasi, laboratoium, dan perpustakaan, bersama-sama
melayani kepentingan mahasiswa.
Teknologi sangat menunjang dalam penciptaan kualitas kerja pegawai.
Apalagi dalam era globalisasi saat ini yang menuntut penggunaan teknologi yang
mutakhir dalam penyelesaian segala pekerjaan dalam kehidupan. Menurut Moenir
(dalam Ahmad, 2010: 195), teknologi/sarana merupakan segala sejenis peralatan,
perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu
dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial dalam rangka kepentingan
orang-orang yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja itu. Fungsi
teknologi ini, antara lain:
1) Mempercepat proses pelaksanaan pekerjaaan, sehingga dapat
menghemat waktu.
2) Meningkatkan produktivitas baik barang maupun jasa.
3) Kualitas produk yang lebih baik dan terjamin.
244
4) Lebih mudah dan sederhana dalam bergerak para pelakunya.
5) Menimbulkan rasa nyaman bagi orang-orang yang berkepentingan.
6) Menimbulkan perasaan puas pada orang-orang yang berkepentingan,
sehingga dapat mengurangi sifat emosional mereka.
Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta peningkatan kualitas layanan
administrasi kepegawaian pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan didukung dengan sistem informasi kepegawaian berbasis teknologi
informatika dan komunikasi, yang dapat memudahkan pegawai bekerja secara
efektif.
Dalam mewujudkan peningkatan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil
terutama dalam bidang pelayanan kepada seluruh pegawai yang ada pada lingkup
pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan maka penggunaan sistem komputerisasi
berbasis IT sangat mendukung dan memberi kemudahan serta manfaat yang besar
dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Karena dapat menghemat waktu dan
tenaga serta dapat mempercepat proses penyelesaian pekerjaan secara efektif dan
efisien.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kualitas
profesionalisme Pegawai Negeri Sipil terutama dalam bidang perencanaan
dimana penggunaan sistem komputerisasi sangat mendukung dan memberi
kemudahan dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Di samping fasilitas-
fasilitas lainnya yang dapat menghemat waktu dan tenaga serta dapat
mempercepat penyelesaian pekerjaan.
245
Setiap tahun Pemerintah Provinsi menganggarkan melalui APBD terkait
penyediaan fasilitas pendukung terutama sarana dan prasarana kantor maupun
fasilitas yang ada didalamnya yang menunjang pelaksanaan pekerjaan disetiap
SKPD, Kantor, Badan maupun yang lainnya, terutama dalam pengelolaan data,
dan sistem administrasi berbasis teknologi Informasi, sehingga harapan
pemerintah Provinsi semua pelayanan dapat dimaksimalkan demi terwujudnya
pelayanan prima, tetapi yang terpenting perlu didukung oleh SDM yang kompeten
serta memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi termasuk di dalamnya ada
perhatian khusus bagi pegawai untuk melakukan pemeliharaan terhadap fasilitas
yang sudah ada.
Berdasarkan hasil wawancara penulis pada informan dilokasi penelitian
maka dapat dikemukakan bahwa faktor pemanfaatan teknologi juga berpengaruh
terhadap keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill) dan kemampuan (ability) pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan. hal ini berdasarkan wawancara kepada informan
bahwa pemanfaatan teknologi informasi sangat dibutuhkan oleh pegawai untuk
memperlancar tugas-tugas/pekerjaan mereka. Di samping itu, penggunaan sistem
komputerisasi berbasis IT sangat mendukung dan memberi kemudahan serta
manfaat yang besar dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Karena dapat
menghemat waktu dan tenaga serta dapat mempercepat proses penyelesaian
pekerjaan secara efektif dan efisien.
d. Pengawasan
246
Secara konseptual pengawasan sangat penting, hal ini berangkat dari
kenyataan bahwa manusia penyelenggara kegiatan atau program merupakan
makhluk yang tidak sempurna dan secara inheren memiliki keterbatasan, baik
dalam arti interpretasi makna suatu rencana, kemampuan, pengetahuan, maupun
keterampilan. Artinya, dengan itikad yang baik, dedikasi dan loyalitas yang tinggi
dan pengerahan kemampuan secara utuh, para pegawai dalam melaksanakan
kegiatan operasioanal mungkin saja berbuat kesalahan. Kenyataan menunjukkan
bahwa tidak semua anggota organisasi yang selalu menampilkan perilaku
demikian. Sengaja atau tidak, perilaku negatif ada kalanya muncul dan
berpengaruh pada kinerja seseorang yang faktor-faktor penyebabnya pun
beraneka ragam. Menghadapi kemungkinan demikian maka pengawasan mutlak
perlu dilakukan.
Pengawasan dimaksudkan untuk lebih menjamin bahwa semua kegiatan
yang diselenggarakan dalam suatu organisasi didasarkan pada suatu rencana
termasuk suatu strategi yang telah ditetapkan sebelumnya tanpa perlu
mempersoalkan pada tingkat manajerial mana rencana tersebut disusun dan
diterapkan. Pengawasan dilakukan untuk mencegah terjadinya deviasi dalam
operasionalisasi suatu rencana sehingga berbagai kegiatan operasional yang
sedang berlangsung terlaksana dengan baik, dalam arti bukan hanya sesuai dengan
rencana, akan tetapi juga dengan tingkat efisiensi dan efektivitas yang setinggi
mungkin.
Ada beberapa dimensi-dimensi pengawasan yang perlu dipahami oleh
pengawas, agar pengawasan dapat berjalan dengan baik. Robbins and Coulter
247
(2005: 460) menyebut ada 4 (empat) dimensi pengawasan, yaitu: (1) Dimensi
penetapan standar (Standards), (2) Dimensi pengukuran (Measurements),
(3) Dimensi membandingkan (Comparison), dan (4) Dimensi melakukan tindakan
(Action). Sedangkan Handoko (1998: 363) mengemukakan 5 (lima) dimensi
pengawasan, yaitu: (1) Penetapan standar hasil yang diinginkan;
(2) Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan; (3) Pengukuran pelaksanaan
kegiatan; (4) Pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisis
penyimpangan; dan (5) Pengambilan tindakan korektif bila diperlukan.
Selain dimensi-dimensi pengawasan tersebut, yang tidak kalah pentingnya
dalam setiap proses pengawasan adalah manfaat terpenting dari pengawasan itu
sendiri, yaitu: (1) tersedianya bahan informasi bagi manajemen tentang situasi
nyata dalam mana organisasi berada, (2) dikenalinya faktor-faktor pendukung
terjadinya operasionalisasi rencana dengan efisien dan efektif, (3) pemahaman
tentang berbagai faktor yang menimbulkan kesulitan dalam penyelenggaraan
berbagai kegiatan operasional, (4) langkah-langkah apa yang segera dapat diambil
untuk menghargai kinerja yang memuaskan, dan (5) Tindakan preventif apa yang
segera dapat dilakukan agar deviasi dari standar tidak terus berlanjut.
Faktor Pengawasan juga merupakan salah satu faktor yang determinan
terhadap pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan (knowledge), keterampilan
(skill) dan kemampuan (ability). Karena hali ini berpengaruh pada pelaksanaan
tupoksi pada organisasi Badan Kepegawaian Daerah. Ini dimaksudkan agar lebih
menjamin adanya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya deviasi pada
setiap pelaksanaan program. Sekarang ini aparatur harus lebih hati-hati karena
248
pengawasan bukan saja dilakukan oleh internal pimpinan tetapi juga pengawasan
yang dilakukan oleh lembaga-lembaga eksternal seperti KPK, LSM dan
masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan peningkatan kualitas
profesionalisme Pegawai Negeri Sipil, maka pengawasan sangat diperlukan agar
tidak terjadi kesalahan dan ketimpangan dalam pelaksanaan kegiatan dan tugas-
tugas rutin, baik di awal pelaksanaan pekerjaan dan program maupun pada saat
evaluasi dan pelaporan kegiatan dan program pada setiap bidang dan sub bidang.
Berdasarkan temuan penulis melalui wawancara dan pegamatan di
lapangan disimpulkan bahwa faktor pengawasan berpengaruh terhadap
keefektifan pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill) dan kemampuan (abilit) pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan. Khususnya dalam mewujudkan peningkatan kualitas
profesionalisme aparaturl. Fungsi pengawasan sangat diperlukan agar tidak terjadi
kesalahan dan ketimpangan, serta lebih menjamin adanya pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya deviasi pada setiap pelaksanaan program baik di awal
pelaksanaan pekerjaan dan program maupun pada saat evaluasi dan pelaporan
kegiatan.
e. Budaya Kerja Organisasi
Budaya kerja organisasi dimaksudkan sebagai sistem nilai organisasi yang
dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan
perilaku para anggota organisasi. Dalam masyarakat, budaya organisasi
249
mempengaruhi nilai-nilai/etika individu, sikap-sikap, asumsi-asumsi dan harapan-
harapan individu. Perpaduan budaya masyarakat dan budaya organisasional dapat
menghasilkan dinamika di dalam suatu organisasi.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan penulis di lapangan
dikemukakan bahwa salah satu faktor determinan terhadap keefektifan
pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill)
dan kemampuan (ability) pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan adalah budaya kerja organisasi terutama budaya kerja yang disiplin,
bertanggungjawab, prinsip-prinsip transparansi, ikhlas dan kejujuran, di samping
budaya-budaya lokal masyarakat Sulawesi Selatan, seperti: “sipakatau” (saling
memanusiakan), “sipakalebbi” (saling menghargai), dan “sipakainga” (saling
mengingatkan) dalam melakukan pekerjaan dan program yang ada dapat
mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
Sejalan dengan kenyataan di atas, Robert dan Angelo (2005),
menyebutkan tiga definisi karakteristik budaya organisasi yang penting. Pertama,
budaya organisasi diberikan kepada para karyawan baru melalui proses sosialisasi.
Kedua, budaya organisasi mempengaruhi perilaku kita di tempat kerja. Ketiga,
budaya organisasi berlaku pada dua tingkat yang berbeda.
Pengembangan budaya kerja organisasi dalam praktek administrasi
pemerintahan sesuai keputusan MENPAN No.25/Kep/M.PAN/4/2004 bertujuan
untuk menumbuhkembangkan semangat/etos kerja, disiplin, dan tanggungjawab
moral individu aparatur, sehingga diharapkan dapat meningkatkan produktivitas
250
dan kinerja organisasi pemerintahan dalam fungsi pelayanan kepada masyarakat.
Nilai-nilai budaya kerja tersebut tercermin dalam 17 perilaku (persepsi, sikap, dan
cara kerja), sebagai berikut: 1). Komitmen terhadap visi, misi dan tujuan
organisasi, 2). Wewenang dan tanggung jawab, 3). Keikhlasan dan kejujuran, 4).
Integritas dan profesionalisme, 5). Kreativitas dan kepekaan (sensivitas) terhadap
lingkungan tugas, 6). Kepemimpinan dan keteladanan, 7). Kebersamaan dan
dinamika kelompok/organisasi, 8). Ketepatan (keakurasian) dan kecepatan, 9).
Rasionalitas dan emosi, 10). Keteguhan dan ketegasan, 11). Disiplin dan
keteraturan kerja, 12). Keberanian dan kearifan dalam mengambil
keputusan/menangani konflik, 13). Dedikasi dan loyalitas, 14). Semangat dan
motivasi, 15). Ketekunan dan kesabaran, 16). Keadilan dan keterbukaan, 17).
Penguasaan Iptek yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas/pekerjaan.
Ibrahim (2007: 34) menjelaskan sasaran jangka pendek dan menengah
yang ingin dicapai dari pengembangan budaya kerja aparatur tersebut adalah
untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai moral dan budaya kerja produktif kepada
setiap aparatur negara yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila, agama, tradisi,
dan nilai-nilai kerja produktif modern, sesuai perkembangan Iptek. Selanjutnya,
dapat memperbaiki persepsi, pola pikir, dan perilaku aparatur negara yang
menyimpang dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
kepada masyarakat, sekaligus untuk mempercepat pemberantasan praktek kolusi,
korupsi, dan nepotisme (KKN). Sasaran lainnya adalah meningkatkan kinerja
aparatur negara melalui kelompok-kelompok kerja dan forum-forum profesional
agar lebih peka, kreatif dan dinamis untuk kesejahteraan dan pelayanan
251
masyarakat serta daya saing baik di dalam maupun di luar negeri, serta juga
memperbaiki citra aparatur negara dan meningkatkan kepercayaan (trust)
masyarakat kepada pemerintah.
Aparatur pemerintah pada Badan Kepegawaian Daerah selalu menjaga dan
menjunjung tinggi budaya kerja organisasi terutama dalam menopan kerja dan
tugas-tugas yang telah menjadi tanggung jawab sebagai pegawai, seperti disiplin
dan menjaga keteraturan dalam kerja, Dedikasi dan loyalitas, serta ketekunan dan
kesabaran dalam setiap pekerjaan yang dibebankan.
3. Prototype Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Kantor
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
Reformasi birokrasi di bidang kepegawaian yang dilaksanakan melalui
transformasi sistem Manajemen Sumberdaya Manusia Pegawai Negeri Sipil
(MSDM-PNS) berbasis kompetensi dalam sistem kepegawaian "unified" sangat
relevan dengan Pemberdayaan Aparatur Berbasis Kompetensi pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, adalah merupakan paradigma
yang memberi arah bagi upaya pemberdayaan SDM-PNS di dalam rangka
mewujudkan PNS yang profesional, bertanggungjawab, jujur dan adil,
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014.
Amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, antara lain ditegaskan
bahwa perlunya dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas,
profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan
252
kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Di dalam pelaksanaan ketentuan tersebut,
kebijakan pemberdayaan diarahkan untuk mencapai dayaguna, hasilguna dan nilai
tambah Pegawai Negeri Sipil dalam organisasi, dengan menciptakan keunggulan
yang berbasis sumberdaya (resource based advantage). Amanat tersebut secara
filosofis harus kita maknai sebagai tanggungjawab profesi yang senantiasa
dituntut untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan profesionalitas
dalam mengemban wewenang dan tanggung jawab pelaksanaan tugas-tugas
jabatan sebagai aparatur pemerintahan.
Dalam kontek penyelenggaraan manajemen PNS, amanat tersebut,
sungguh mengingatkan semua PNS, yang senantiasa dituntut terus mendorong
semangat diri, memotivasi diri, untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas jabatan. Setiap bidang kemampuan
yang senantiasa dikembangkan, harus kita maknai sebagai cerminan
tanggungjawab profesi dan respon dinamika pelaksanaan tugas jabatan, serta
sebagai pemenuhan tuntutan perubahan kualitas kemampuan diri, yang terjadi
seiring perkembangan kualitas masyarakat yang kita dilayani dengan segala
kompleksitas permasalahannya, sehingga perubahan itu sendiri telah menjadi
sesuatu yang permanen. Oleh karena itu, kebijakan penyelenggaraan manajemen
PNS dalam rangka pemberdayaan aparatur PNS, dituntut lebih dan mampu
mengenali secara cepat dan tepat, setiap tuntutan perubahan baru, dengan
kecermatan prediksi dan analisis seakurat mungkin.
253
Pemberdayaan aparatur dalam satu organisasi memerlukan perubahan
besar dalam sikap para manajer dan filosofi organisasi terhadap peranan staf/
pegawai dalam proses pelibatan untuk pemecahan masalah. Pemberdayaan akan
mendorong pegawai akan lebih kreatif dan berani mengambil resiko, di mana ini
merupakan komponen kunci yang diperlukan oleh organisasi dalam meningkatkan
kemampuan berkompetisi di era yang penuh perubahan.
Hal ini dipertegas oleh Siagian, (1996: 182) yang mengemukakan bahwa
pengembangan SDM merupakan keharusan mutlak bagi suatu organisasi dalam
menghadapi tuntutan tugas sekarang maupun dan terutama untuk menjawab
tantangan masa depan.
Baik-buruknya suatu pemerintahan sangat tergantung pada baik-buruknya
mesin birokrasi sebagai penyelenggara pemerintahan. Sementara itu, birokrasi
pemerintah sangat bergantung pada SDM aparaturnya (PNS) di dalamnya sebagai
aparatur penyelenggara pemerintah. Aparatur negara merupakan salah satu pilar
dalam mewujudkan Good Governance bersama dengan dua pilar lainnya, yaitu
dunia usaha (corporate governance) dan masyarakat (civil society). Ketiga unsur
tersebut harus berjalan selaras dan serasi sesuai dengan peran dan tanggung jawab
masing-masing. Aparatur sebagai penyelenggara negara dan pemerintahan
bertanggungjawab untuk merumuskan sekaligus melaksanakan langkah strategis
dan upaya kreatif guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil,
demokratis dan bermartabat. Untuk itu, akuntabilitas kinerja setiap penyelenggara
negara dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya harus selalu ditingkatkan
dan menjadi fokus perhatian bagi pemerintah.
254
Untuk mencapai itu semua dibutuhkan sosok SDM aparatur (PNS) yang
profesional, yang mempunyai sikap dan perilaku yang penuh kesetiaan, ketaatan,
disiplin, bermoral, bermental baik, akuntabel dan memiliki kesadaran yang tinggi
terhadap tanggung jawab sebagai pelayan publik yang baik. Untuk mendukung
tujuan ini diperlukan suatu sistem pendayagunaan SDM aparatur yang baik dan
tepat sebagai suatu proses berkelanjutan dari manajemen sumber daya aparatur.
Saat ini, dasar hukum yang digunakan dalam pendayagunaan SDM aparatur di
Indonesia adalah UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Dalam kenyataannya, pada umumnya implementasi kebijakan tersebut
ternyata belum seperti yang diharapkan. Kondisi SDM aparatur saat ini masih
jauh dari profesional. Hal ini terlihat dari rendahnya kinerja pegawai yang ada,
kurang baiknya pelayanan yang diberikan, rendahnya gaji yang diterima,
maraknya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di kalangan PNS, tidak
efektifnya pelaksanaan diklat pegawai, tidak jelasnya jenjang karier PNS dan
masih banyak gambaran lainnya yang menunjukkan masih kurang bagusnya
potret PNS di Indonesia. Gambaran tersebut memberikan indikasi adanya sesuatu
yang salah dalam pengelolaan kepegawaian (PNS) di Indonesia yang berdampak
kurang berdayagunanya Pegawai Negeri Sipil Indonesia.
Kondisi di atas sangat erat kaitannya dengan sistem pengelolaan pegawai
(model pemberdayaan aparatur) yang saat ini diterapkan oleh organisasi.
Pengelolaan kepegawaian pada dasarnya bertujuan untuk mengelola atau
mengatur sehingga kemampuan pegawai dapat lebih ditingkatkan supaya lebih
berdaya guna dan berhasil guna yang pada akhirnya pelaksanaan tugas
255
pemerintahan dan pembangunan yang menjadi tanggung jawabnya dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Dalam kerangka mewujudkan tujuan tersebut sistem pengelolaan
kepegawaian (model pemberdayaan aparatur) perlu disusun secara baik dan benar
agar dapat memenuhi harapan tersebut. Oleh karena itu, keberhasilan pimpinan
organisasi dalam melakukan pemberdayaan kepada pegawainya sangat tergantung
pada model pemberdayaan yang terapkan dalam organisasi tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, penulis menemukan sebuah
model pemberdayaan yang dapat dikembangkan dalam sebuah organisasi untuk
menjamin keberhasilan proses pemberdayaan dalam organisasi tersebut yang
merupakan hasil pengembangan dari Model Pemberdayaan Khan (2007 :127).
Prototype tersebut merupakan model pemberdayaan yang dipandang sesuai
dengan kondisi aparatur pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan yang oleh penulis diberi nama Prototype Pemberdayaan
Aparatur (2016). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
256
Gambar 5.2 Prototype Pemberdayaan Aparatur (2016)
Keterangan:
Desire = keinginan
Trust = kepercayaan
Confident = kepercayaan diri
Credibility = kredibilitas
Creativity = kreatif
Accountability = tanggung jawab
Communicaton= komunikasi
Leadership = kepemimpinan
Local Culture = budaya lokal
Desire Trust Confident
Communication
Accountability
Credibility
Local Culture
sipakatau
(saling memanusiakan)
sipakalebbi
(saling menghargai)
sipakainga
(saling mengingatkan)
Leadership
Creativity
257
Penjelasan mengenai Prototype Pemberdayaan Aparatur (2016) tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Keinginan (Desire)
Tahap pertama dalam model pemberdayaan adalah mendelegasikan dan
melibatkan pekerja/pegawai yang termasuk hal ini, antara lain adalah:
1) Pegawai diberi kesempatan untuk mengidentifikasi permasalahan yang
sedang berkembang.
2) Memperkecil kepribadian direktif (directive personality) dan memperluas
keterlibatan pegawai.
3) Mendorong terciptanya prespektif baru dan memikirkan kembali strategi
dalam mengemban pekerjaan.
4) Menggambarkan keahlian tim serta melatih karyawan/pegawai untuk
mengawasi dirinya sendiri (self control).
b. Kepercayaan (Trust)
Setelah adanya keinginan (desire) dari manajemen untuk melakukan
pemberdayaan, langka selanjutnya adalah membangun kepercayaan antara
pihak manajemen organisasi dan pegawai. Adanya saling percaya di antara
anggota organisasi akan tercipta kondisi yang baik untuk pertukaran
informasi dan saran. Hal yang termasuk dalam trust (kepercayaan) antara lain
adalah:
1) Memberikan kesempatan kepada pegawai untuk berpartisipasi dalam
pembuatan kebijakan yang berlaku bagi organisasi.
258
2) Menyediakan waktu dan sumber daya yang mencukupi bagi pegawai
dalam menyelesaikan pekerjaan.
3) Menyediakan pelatihan yang memadai untuk menunjang kebutuhan
terkait pekerjaan yang diemban pegawai.
4) Menghargai perbedaan pandangan dan menghargai kesuksesan yang
diraih oleh pegawai.
5) Menyediakan akses informasi yang cukup bagi pegawai sehingga pegawai
akan memperoleh informasi dengan baik.
c. Kepercayaan diri (Confident)
Saling percaya akan menimbulkan kepercayaan diri pegawai sekaligus
menghargai kemampuan yang dimiliki oleh pegawai. Hal yang termasuk
tindakan yang menimbulkan confident (kepercayaan diri) antara lain adalah:
1) Mendelegasikan tugas yang penting kepada pegawai.
2) Menggali ide dan saran dari pegawai.
3) Memperluas tugas serta membangun jaringan antar departemen atau
bagian yang ada dalam organisasi.
4) Menyediakan jadwal job instruction serta mendorong penyelesaian
pekerjaan dengan baik.
d. Kredibilitas (Credibility)
Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan
kerja yang mendorong kompetisi yang sehat sehingga tercipta organisasi yang
memiliki kinerja organisasi yang tinggi. Hal yang termasuk credibility antara
lain adalah:
259
1) Memandang pegawai sebagai mitra atau partner strategis.
2) Peningkatan target dalam semua bagian dan level pekerjaan.
3) Memperkenalkan inisiatif individu untuk melakukan perubahan melalui
partisipasi.
4) Membantu menyelesaikan perbedaan-perbedaan dalam penentuan tujuan
dan prioritas.
e. Kreativitas (Creativity)
Dalam proses pemberdayan aparatur yang berbasis pada pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan dibutuhkan kreativitas baik dari pimpinan
organisasi, maupun aparatur atau pegawai dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang telah
diatur berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dan menurut penulis Tahapan
dalam proses pemberdayaan selanjutnya adalah adanya kreativitas
(creativity). Pemberdayaan aparatur dapat berjalan secara maksimal bila
organisasi memiliki kemampuan kreativitas bagi para pegawainya dalam
melakukan tugas dan tanggung jawab. Realisasi fungsi dan peran pemimpin
mengacu pada filosofi bahwa organisasi tempatnya bekerja para pegawai memiliki
bakat tersembunyi, solusi kreatif, dan kapabilitas untuk bersaing dan berubah demi
untuk kemajuan dan pencapaian tujuan organisasi. Hal yang termasuk creativity
antara lain adalah :
1). Berusaha untuk tetap memanfaatkan kesempatan untuk terus belajar
2). Berpikir imajinatif dengan harapan ide-ide bermunculan.
3). Selalu ingin tahu bagaimana sesuatu pekerjaan dapat terselesaikan.
260
4). Memiliki keinginan untuk selalu mencoba pengalaman yang baru.
f. Akuntabilitas (Accountability).
Tahap dalam proses pemberdayaan selanjutnya adalah pertanggung jawaban
pegawai pada wewenang yang diberikan dengan tujuan untuk menetapkan
secara konsisten dan jelas tentang peran, standar dan tujuan tentang penilaian
terhadap kinerja pegawai, tahap ini merupakan sarana evaluasi terhadap
kinerja pegawai dalam menyelesaikan dan tanggung jawab terhadap
wewenang yang telah diberikan. Hal yang termasuk accountability antara lain
adalah:
1) Menggunakan jalur pelatihan (trainning) dalam mengevaluasi kinerja
pegawai.
2) Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas.
3) Melibatkan pegawai dalam penentuan standar dan ukuran.
4) Memberikan bantuan kepada pegawai dalam menyelesaikan beban kerja.
5) Menyediakan periode dan waktu pemberian feed back.
g. Komunikasi (Communication).
Langkah terakhir adalah adanya komunikasi yang terbuka untuk menciptakan
saling memahami antara pegawai dan pihak manajemen. Keterbukaan ini
dapat diwujudkan dengan adanya kritik dan saran terhadap hasil dan prestasi
yang dilakukan pegawai. Hal yang termasuk dalam komunikasi antara lain
adalah:
1) Menetapkan kebijakan pintu komukasi yang terbuka (open door
communication).
261
2) Menyediakan waktu untuk mendapatkan informasi dan mendiskusikan
permasalahan secara terbuka.
3) Menciptakan kesempatan untuk mendapatkan pelatihan lintas kompetensi
(cross training).
h. Kepemimpinan (Leadership).
Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut
mau mengikuti keinginan terhadap orang atau sekelompok orang yang
mempengaruhi tersebut.
Menurut penulis salah satu hal yang penting dalam pemberdayaan aparatur
dalam organisasi pada masa sekarang ini adalah kepemimpinan. Hal ini
didasarkan bahwa dalam penunjang tercapainya tujuan organisasi yang
efektifitas, efisiensi dan rasionalitas di butuhkan pola kepemimpinan yang
efektif.
Menurut Akib (2014 : 11), melalui kepemimpinan dalam organisasi, maka
kemampuan orang-orang yang dipimpin dapat ditingkatkan; ingin berkembang
seiring dengan tuntutan zaman; ingin dianggap penting, dibutuhkan, berguna,
sukses, dihargai dan direspek; ingin mengembangkan hubungan yang baik
dengan sesama pemimpin dan orang-orang yang dipimpin termasuk dengan
pesaing; mengharapkan pekerjaan yang bermakna; ingin memperoleh
penghargaan dan pengakuan atas prestasi yang diraih; menginginkan
pendekatan kepemimpinan yang diarahkan oleh dirinya; menginginkan
organisasinya berhasil dan mencapai tujuan yang ditetapkan; dan sebagainya
262
Kepemimpinan didasarkan pada kapabilitas manajemen dalam menerapkan
model, tipe atau gaya kepemimpinan yang sesuai dengan konteks dan
bawahan yang dipimpin (Akib, 2011). Selanjutnya dikatakan bahwa sifat
kepemimpinan yang diperlukan sejatinya berbeda-beda menurut waktu dan
konteksnya. Dan dibutuhkan kepemimpinan kreatif yaitu, kreatif adaptif dan
inovatif (Akib, 2005).
Secara akademis, pentingnya kepemimpinan didasarkan pada beberapa alasan.
Pertama, kepemimpinan merupakan topik yang paling banyak menarik
perhatian para akademisi, praktisi, dan masyarakat pada umumnya. Kedua,
kualitas kepemimpinan membuat adanya perbedaan, karena seringkali
pemimpin menerapkan gaya kepemimpinan yang khas atau berbeda pada
situasi dan kondisi berbeda. Ketiga, studi tentang kepemimpinan dianggap
penting karena gaya kepemimpinan sifatnya kompleks (Bass, 1990; Wart dan
Dicke, 2008: 3). Akib (2014 : 7) kepemimpinan merupakan seni yang ada
ilmunya (artistic science) dan sebaliknya kepemimpinan merupakan ilmu
yang ada seninya (scientific art) manakala diterapkan pada konteks atau
lokus yang berbeda, khususnya dalam organisasi berbasis pengetahuan.
Dan Pola kepemimpinan yang diterapkan dalam pemberdayaan adalah,
meliputi:
1) Top-down, yaitu kepemimpinan di mana pengambilan keputusan
bersumber dari atas (pimpinan) kemudian mengalir ke bawah (pegawai).
263
2) Botton-up, yaitu kepemimpinan di mana pengambilan keputusan
bersumber dari bawah (pegawai)lalu memberi masukan ke atas
(pimpinan).
3) Demokratis, yaitu kepemimpinan di mana pengambilan keputusan diambil
secara demokratis dengan melibatkan komponen-komponen yang
dianggap memiliki kompetensi ( pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan) terhadap keputusan yang akan diambil, atau kombinasi
antara top-down dengan botton-up dimana sangat dipengaruhi jenis
kegiatan serta situasi dan kondisi.
i. Budaya lokal (Local Culture).
Budaya lokal yang dimaksudkan adalah budaya yang berkembang secara
turun-temurun bagi masyarakat Sulawesi Selatan yang telah menjadi ciri khas
dalam setiap kegiatan kemasyarakatan, meliputi:
1) Sipakatau’ (saling memanusiakan), yaitu sikap yang memanusiakan
manusia seutuhnya dalam kondisi apapun. Kita seharusnya saling
menghormati sesama manusia tanpa melihat jabatan, kedudukan, atau
pangkat yang dia miliki termasuk dia miskin atau kaya atau dalam keadaan
apapun.
2) Sipakalebbi’ (saling menghargai), yaitu wujud apresiasi sifat yang mampu
melihat sisi baik dari orang lain dan memberikan ucapan, bertutur kata
yang baik atas prestasi yang diraihnya, bertutur kata yang baik antara yang
muda dengan yang tua, dan sebagainya. Pimpinan dan bawahan saling
menghargai, tidak karena pimpinan lalu seenaknya menyuruh atau
264
memerintah tetapi penuh rasa penghargaan terutama adat kesopanan dan
santun. Baik yang tua ke yang muda ataupun yang muda ke yang tua,
sehingga harmonisasi organisasi dapat tercipta.
3) Sipakainga’ (saling mengingatkan), yaitu sifat saling mengingatkan yang
harus dimiliki oleh setiap manusia demi keseimbangan kehidupan.
Kekeliruan yang terjadi sebagai manusia perlu diingatkan agar tidak jauh
menyimpang dan tetap berada pada koridor aturan organisasi.
Berdasarkan prototype pemberdayaan aparatur yang telah
dikemukakan di atas, maka terdapat perbedaan antara model pemberdayaan
yang dikemukakan oleh Khan (2007 :127) dengan prototype pemberdayaan
aparatur 2016, yaitu terdapat faktor Kreativitas (Creativity), Kepemimpinan
(Leadership), dan Budaya lokal (Local Culture).
Bagi penulis pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan
(Knowledge), keterampilan (Skill) dan kemampuan (Ability) dibutuhkan
faktor kreativitas dalam pelaksanakan/pengimplementasikan program atau
tugas yang dibebankan kepada aparatur dengan memperhatikan kreativitas
antara lain : berusaha untuk tetap memanfaatkan kesempatan untuk terus
belajar, berpikir imajinatif dengan harapan ide-ide bermunculan, selalu ingin
tahu bagaimana sesuatu pekerjaan dapat terselesaikan, memiliki keinginan
untuk selalu mencoba pengalaman yang baru kemudian masuk kepada faktor
pertanggungjawaban.
Kemudian faktor Kepemimpinan (Leadership), setelah melakukan
wawancara kepada para informan , maka penulis berkesimpulan bahwa faktor
265
kepemimpinan sangat penting dalam melakukan pemberdayaan aparatur
berbasis pengetahuan (Knowledge), keterampilan (Skill) dan kemampuan
(Ability). Karena kepemimpinan yang terbuka, demokratis dengan
memperhatikan situasi dan keadaan organisasi memberi peluang kepada
pegawai/aparatur untuk lebih berdaya, kreatif, inovatif dalam bekerja. Pola
kepemimpinan yang memperhatikan kepemimpinan Top-down, Botton-up dan
demokratis. Dan kepemimpinan yang didukung oleh Budaya lokal (Local
Culture). Yaitu budaya yang berkembang secara turun-temurun bagi
masyarakat Sulawesi Selatan yang telah menjadi ciri khas dalam setiap
kegiatan kemasyarakatan, seperti : Sipakatau’ (saling memanusiakan),
Sipakalebbi’ (saling menghargai), Sipakainga’ (saling mengingatkan).
4. Proposisi
Berdasarkan pembahasan dan temuan penelitian yang dibahas
sebelumnya, maka penulis mengemukakan beberapa proposisi yang terangkai
satu sama lainnya, yaitu:
1. Pemberdayaan aparatur melalui pemberian kewenangan,
pengembangan kompetensi, dan pengambilan keputusan aparatur
berbasis berbasis pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan
kemampuan (ability), maka Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan telah melaksanakan pemberdayaan terhadap aparatur
demi terwujudnya pegawai negeri sipil yang profesional, berkinerja
dan sejahtera.
266
2. Faktor-faktor determinan terhadap pemberdayaan aparatur berbasis
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan
(ability), pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan adalah lingkungan kerja organisasi dengan menciptakan
suasana lingkungan kerja yang harmonis, kondusif, nyaman,
komunikatif dan tersedianya fasilitas teknologi mutakhir yang dapat
menunjang tugas-tugas pegawai, terbangunnya komunikasi yang
saling terbuka dan bertanggungjawab. Komitmen pimpinan yang
terbuka, komunikatif dan demokratis kepada semua bawahan tanpa
membeda-bedakan, kepempinan yang memberi kepercayaan dan
tanggungjawab kepada setiap bawahan untuk berinovasi dengan
melahirkan ide dan gagasan cerdas dalam bekerja, kepemimpinan
yang memberi peluang kepada aparatur untuk selalu dilibatkan dalam
pelaksanaan tugas-tugas kedinasan. Pemanfaatan Teknologi adalah
penggunaan sistem komputerisasi berbasis IT sangat mendukung dan
memberi kemudahan serta manfaat yang besar dalam setiap kegiatan
yang dilaksanakan. teknologi sangat dibutuhkan oleh pegawai untuk
memperlancar tugas-tugas/pekerjaan serta didukung oleh SDM yang
kompeten. Faktor Pengawasan dilakukan agar lebih menjamin adanya
pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya deviasi pada setiap
pelaksanaan program, pengawasan juga diperlukan agar tidak terjadi
kesalahan dan ketimpangan dalam pelaksanaan kegiatan dan tugas-
tugas rutin, baik di awal pelaksanaan pekerjaan dan program maupun
267
pada saat evaluasi dan pelaporan kegiatan dan program pada setiap
bidang dan sub bidang. dan Budaya kerja organisasi, yaitu budaya
kerja yang disiplin, bertanggungjawab, prinsip-prinsip transparansi,
ikhlas dan kejujuran, budaya-budaya lokal masyarakat Sulawesi
Selatan, seperti: “sipakatau” (saling memanusiakan), “sipakalebbi”
(saling menghargai), dan “sipakainga” (saling mengingatkan) dalam
melakukan pekerjaan dan program yang ada dapat mendukung
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
Berdasarkan proposisi-proposisi di atas, maka penulis merumuskan
proposisi mayor yaitu bahwa pemberdayaan aparatur berbasis pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill) dan kemampuan (ability), dilaksanakan
dengan pemberian kewenangan kepada Aparatur melalui uraian tugas dan
fungsi serta kewenangan yang diberikan kepada pegawai dijabarkan dalam
tugas pokok pejabat Eselon II, III dan IV atasan langsung PNS yang
bersangkutan, dimana Tupoksi pejabat struktural diatur dalam Peraturan
Gubernur Nomor 17 tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian
Tugas Jabatan Struktural. Pemberian peluang yang sama dalam pengembangan
kompetensi, dan pelibatan pegawai negeri sipil dalam proses pengambilan
keputusan.
Berdasarkan proposisi mayor di atas, maka penulis dapat merumuskan
Novelty atau kebaruan yang sekaligus merupakan prototype pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi pada kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
268
Sulawesi Selatan yakni Prototype pemberdayaan yang dapat dikembangkan
dalam sebuah organisasi untuk menjamin keberhasilan proses pemberdayaan
dalam organisasi tersebut yang merupakan hasil pengembangan dari Model
Pemberdayaan Khan (2007 : 127). Prototype tersebut merupakan Prototype
pemberdayaan yang dipandang sesuai dengan kondisi aparatur pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang oleh penulis diberi nama
Prototype Pemberdayaan Aparatur (2016).
263
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran mengenai “Pemberdayaan
Aparatur Berbasis Kompetensi pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.” Oleh karena itu, pada bab ini dikemukakan simpulan dan saran
yang berkaitan dengan kondisi nyata di lapangan.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:
a. Pemberdayaan Aparatur melalui Pemberian Kewenangan, pengembangan
kompetensi dan pengambilan keputusan berbasis pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
terlaksana, dengan tetap memperhatikan kemampuan pegawai yang dimiliki
dengan wewenang dan tanggungjawab yang diberikan. Walaupun pemberian
kewenangan, pengembangan kompetensi dan pelibatan pegawai dalam
pengambilan keputusan masih sebatas pada pegawai dan bidang tertentu serta
pegawai yang sama.
b. Faktor-faktor determinan adalah 1). Faktor lingkungan kerja yang harmonis,
kondusif, nyaman, komunikatif, dan tersedianya fasilitas teknologi mutakhir
yang dapat menunjang tugas-tugas pegawai. 2). Faktor Komitmen pimpinan
yang terbuka, komunikatif dan demokratis, seperti: berintegritas (jujur dan
ketulusan hati), kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian dalam mengambil
resiko, responsivitas, kecerdasan dan kepecayaan. 3). Tersedianya Teknologi,
264
berupa peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain Dalam hal ini,
pemanfaatan teknologi yang berbasis pada sistem komputerisasi dan teknologi
informasi, 4). Pengawasan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku
serta ketentuan-ketentuan lainnya, yang dilakukan berjenjang mulai dari
Kepala badan sampai ketingkat staf, 5.).Budaya kerja organisasi seperti budaya
kerja disiplin, bertanggungjawab, tertib administrasi, saling memotivasi,
prinsip-prinsip transparansi, ikhlas dan kejujuran.
c. Prototype pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi aparatur pada Kantor
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan adalah mengacu pada
Model Pemberdayaan Khan (2007 : 127) yang kemudian dikembangkan
menjadi Prototype Pemberdayaan Aparatur (2016), yaitu: a). Desire
(keinginan), b).Trus (kepercayaan), c). Confident (kepercayaan diri), d).
credibility (kredibilitas), e). Creativity ( Kreativitas), f). Accountability
(tanggung jawab), g). Communication (komunikasi), h). Leadership
(kepemimpinan) dan i). Local Culture (budaya lokal). Antara lain
mempertahankan budaya-budaya lokal sipakatau (saling memanusiakan),
sipakalebbi (saling menghargai) dan sipakainga „(saling mengingatkan) dan
sifat kekeluargaan dan kebersamaan di antara semua aparatur.
265
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran,
sebagai berikut:
1. Kepada Kepala BKD Provinsi Sulawesi Selatan kiranya dapat menjadikan
hasil penelitian ini sebagai acuan di dalam pengambilan kebijakan terhadap
para aparatur di lapangan terkait dengan pemberian kewenangan,
pengembangan kompetensi dan pengambilan keputusan berbasis pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan, dengan melibatkan pegawai berdasarkan
kompetensinya dan tidak sebatas pada pegawai tertentu dan cenderung orang
yang sama.
2. Kepada para aparatur secara umum dan aparatur dalam lingkup Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya, kiranya dapat
terus dan berkesinambungan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan sebagai aparatur negara dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, dengan memperhatikan faktor lingkungan kerja, Komitmen
Pimpinan, pemanfaatan teknologi, pengawasan dan budaya kerja organisasi.
3. Kepada Kepala BKD Provinsi Sulawesi Selatan kiranya dapat
mengimplementasikan prototype pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi
aparatur yang ada pada BKD Provinsi Sulawesi Selatan demi efektifitas dan
efisiensi kerja organisasi.
268
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, 2005. Pengaruh Komitmen Terhadap Kepuasan Kerja Auditor:
Motivasi Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada Kantor
BPK Yogyakarta, UGM, Yogyakarta).
Abdullah dan Arisanti. H, 2010, Pengaruh Budaya Organisasi, Komitmen
Organisasi dan Akuntabilitas Publik terhadap Kinerja Organisasi,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Bengkulu.
Achmad, Mansyur, 2010. Teori Mutakhir Administrasi Publik, Yogyakarta:
Rangkang Education.
Adi. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara.
Ahmad Husnan, 2010. “Analisis Kualitas Kehidupan Kerja, Kinerja, dan
Kepuasan Kerja pada CV. Duta Senenan Jepara”, Volume 8, Nomor 1,
April.
Aithai, V. 2005. Empowerment and Global. Persudas Press.
Akib, Haedar. 2014. Reaktualisasi Gaya Developmental Leadership Dalam
Organisasi Berbasis Pengetahuan. Orasi Ilmiah disampaikan pada Wisuda
Sarjana Institut Ilmu Sosialdan IlmuPolitik, Yayasan Pendidikan Islam
Biak, 11 Oktober 2014. ___________2012. Transformasi Kepemimpinan Publik pada Era Globalisasi. Orasi
Ilmiah pada Wisuda Sarjana IISIP, YAPIS Biak, di Auditorium IISIP Biak, 22
September 2012.
___________2014. Artikulasi Simbolik “Pemimpin Jempolan”. Orasi Ilmiah pada
Wisuda Sarjana dan Dies Natalis IV Universitas Tomakaka Yayasan
Tanratupattanabali, di d’Maleo Hotel and Convention Mamuju, 23 Agustus
2014.
Akim. 2005. Manajemen Personalia: (Managemen Sumber Daya Manusia),
Jakarta: Ghalia Indonesia
Ali, Abdul. 2009. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan Administratif
dan Operasional, Jakarta: Bumi Aksara.
Amin dan Jarot. 2006. “Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi dan
Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai”, Jurnal Manajemen
Sumber Daya Manusia Vol. 1 No. 1 Desember 2006 : 1 – 14.
269
Anggraeni. 2011. Pengaruh Kemampuan dan Motivasi Terhadap Kinerja
Pegawai pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung: Sekolah
Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ISSN 1412-565X.
Anonim. 1974. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian.
Anonim. Kompetensi PNS, Apa, Mengapa, dan Bagaimana? Sumber
http://bkd.jabarprov.go.id/indeks,php/subMenu/informasi/artikel/detailarti
kel/15.html diakses pada tanggal 28 Desember 2015 pukul 16.35 wita.
Arifin. 2012. Analisis Kualitas Kehidupan Kerja, Kinerja, dan Kepuasan Kerja
pada CV. Duta Senenan Jepara”, Jurnal Economia, Volume 8, Nomor 1,
April 2012.
Armstrong, Harvey and Jim Taylor, (1993), Regional Economics and Policy,
Second Edition, Harvester Wheat sheaf.
Armstrong dan Baron. 1998. Performance Management: the New Realities.
Institute of Personnel and Developmet, 1 Agt 1998.
As‟ad. 1995. The Principle of State and Government Islam, University of
California Press.
Atep Adya Barata. (2003). Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media
Kompetindo.
Awaloedin, 1993. Politics And Governance In Indonesia: The Police In The Era
Of Reformasi. Routledge.
Badan Nasional Sertifikasi Profesi. 2005. Pedoman Penyusunan Standar
Kompetensi Kerja. Jakarta.
Belinda dan Erika. 2011. Sang Pemimpi”. Jakarta : Bentang Pustaka. 22 Maret
2011.
Bendix. 1956. Beyond The Cowboy and The Corporat: A Call to Action in Staw,
B.M., eds, Psychological Dimension of Organizational Behavior. New
York : MacMillan Publishing Company.
Bennis, W. dan Michael Mische. 2000. Organisasi abad 21: reinventing melalui
reeingineering(terj.). Jakarta: PT.Pustaka Binaman Pressindo.
Benyamin David, 2016. Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dalam
Meningkatkan Kinerja Pegawai Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan
Timur, eJournal Administrative Reform, fisip-Unmul.
270
Bernardin, H. John and Joyce E. A. Russell. 2013. Human Resource Management,
An Experiential Approach. New York NY: the McGraw-Hill Companies,
Inc.
Bookman,Ann dan Morgan Sandra. 1998. Women and Politics of Empowerment.
Philadelpia: Temple University Press.
Boselie, P. and T. Van der Wiele. 2001. Employee Perceptions of HRM and TQM
and The Effects on Satisfaction and Intention to leave. MSQ
Special„Service Excellence‟ERIM Report Series Research Management.
pp.1-13.
Bungin, Burhan. 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial. Jakarta. Kencana Predana Media
Group.
Bryant dan White. 1987. Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang,
Cetakan Pertama, Alih Bahasa Rusyanto L. Simatupang, Jakarta: LP3ES.
Chungtai, AAmin Ali dan Rohail Zafar. 2006. Antecendents and Consequensces
or Organizational Commitment Among Pakistan University Teacher,
Appliend H.R.M research, 2006, 11 (1) : 39-64.
http://apllyhim.asp.radkard.edu/chungtai.pdf.10 desember 2015.
Clutterbuck dan Karnaghan. 2003. “Essays in Economic Globalization,
Transnational Policies and Vulnerability: public accountability, IOS Press
1989.
Cook S, Macaulay S, 2009. Perfect Empowerment. (terjemahan Mulyasa), Jakarta,
PT. Elex Media Komputerindo.
Dharma, Surya. 2009, “Manajemen Kinerja”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Djohani. 2003. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Jogyakarta: Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan UGM.
Djokosantoso Moelijono, 2007. Leadership Culture sebagai Jawaban Atas
Tantangan Kepemimpinan di Era Kompetisi Global: Suatu Galang Gagas,
Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia. Lembaga Manajemen Fakultas
Ekonomi Indonesia.Vol.3 :8.
Donni Juni Priansa, 2014. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Bandung: Alfabeta.
Echols dan Shadiliy. 2000. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Optimal,
Kerja Sama, UPT Penerbitan dan Percetakan (UNS Press) dengan Fakultas
Pertanian UNIS, Universitas Sebelas Maret
271
Edi, Suharto. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung:
PT. Rafika Aditam.
Edwin, Reynaldi dan Martoyo. 2012. Direktori Pemerintahan Republik Indonesia,
Jakarta Pusat: Mitra Info.
Emmerdji, Louis. 2005. Manajemen Pelayaran & Pelabuhan, Jakarta: PT. Dunia
Pustaka Jaya.
Eni. Andari, 2005. Meraih Keunggulan Melalui Pengintegrasian Perencanaan
Sumber Daya Manusia dan Perencanaan Strategik. Edisi Khusus JSB On
Human Resources. Asah Malang.
Faisal, Sanafiah. 2000. Penelitian Kualitatif ; Dasar dan Aplikasinya. Malang.
Yayasan Asih Asuh.
Fletcher. 2004. International Human Resource Management. Psychology Press.
Flippo, Edwin. B. 2000. Management Personal, Edisi Keenam, Cetakan
Kedelapan (Alih bahasa Moh. Masud). Jakarta: Erlangga.
Friedman, John and Clyde Weaver.1979. Territory and function: The evolution of
regional planning. Berkeley: University of California Press.
Gaspersz, Vincent. 1997. Perencanaan Strategik Sektor Publik. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan SPSS. Edisi Kedua.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegora.
Gibson dan kawan-kawan 1996. The Rockfishes of the Northeast Pacific tw
Programming Languages : Principles and Practices, Cengage Learnig
Girvan. 2004. Pengukuran Kinerja berbasis Kompetensi. Edisi revisi. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Gitosudarmo, dan Sudita. 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : BPFE
Yogyakarta
Glonaz, Sadri and Lees B (2001) Developing corporate culture as a competitive
advantage. Journal of Management Development 20 (10): 853–859.
Gomes. 1997. Organizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an
Age of Markets. London: Routledge Curzon
272
Gomes, Fastino Cardoso. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Andi.
Gomes, Faustino Cardoso. 2002. Management, Edisi Pertama. Jakarta: Salemba
Empat.
Haiman, Theo and Raymond L. Hilgert. 1982. Supervision: Concept and
Practices of Management, Third Edition. Ohio: South Western Publishing
Co
Hamel, Gary dan Prahalad, C. K, 1994. Competing for The Future, Boston:
Harvard Business School Press.
Handoko, T. Hani. 1998. Manajemen Persnonalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta : BPFE
_________________ . 1998. Manajemen. Edisi Ke-2, Yogyakarta: BPFE
Handoko dan Tjiptono Said. 2003. Organizing Power in Indonesia: The Politics
of Oligarchy in an Age of Markets. London: Routledge Curzon.
Hardjito Dydiet. 1997. Teori Organisasi dan Teknik Pengorganisasian. Jakarta :
Raja Grafindo
Hasibuan, Melayu SP. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi,
Cet. I. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Heidjrachman, Suad dan Husnan. 2002. Manajemen Personalia. Yogyakarta:
Penerbit BPFE.
Hendrayady. 2006. Manajemen dalam era globalisasi, Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Hendytio, Medelina K. dan Babari, J., 1996. “Pemberdayaan kelompok kerja”,
dalam Pemberdayaan: konsep, kebijakan, dan implementasi, Jakarta:
Centre forn Strategic and International Studies (CSIS)
Hersey dan Blanchard. 1995. Exploring The Texture Of Texts: A Guide To Socio-
Rhetorical Interpretations, A&C Black.
Himpunan Peraturan Perundang-undangan dan Petunjuk Teknis Bidang
Kepegawaian, No.43, Tahun 1999
Hubeis, M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui
Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu
273
Manajemen Industri. Fakultas Teknologi Industri: Institut Pertanian
Bogor.
Hunghes, Ginnet dan Curphy. 2006. Analisa Pengaruh Sikap Kerja 5S dan Faktor
Penghambat Penerapan 5S Terhadap Efektivitas kerja Departemen
Produksi di Perusahaan Sepatu, Jurnal PASTI Volume V Edisi 1,
Desember 2011.
Ifa, Susilowati. 2012. Dampak Kepemimpinandan Lingkungan Kerja. Jakarta
press.
Ife, Jim. 1995. Community Development: Creating Community.
Inbar, Dan E. 1996. Planning for innovation in education. UNESCO:
International Institute for Educational Planning.
Irawan, Motik, dan Sakti. 1997. Birokrasi dalam Konsep Profesional. Letter, 1997
May 31: To Dr. Clara Barrus,
Ismail dan Abidin. 2010. Tinjauan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen
Pekerja dalam Organisasi.
Ivancevich, dkk. 2006. Indonesia Customer Statisfaction Management, Alex
Media Komputindo.
Jajang dan Irna. 2009. Kepemimpinan Kepala Sekolah Pengaruhnya Terhadap
Kompetensi, Motivasi, Disertasi Doktor pada UNPAD Bandung: tidak di
terbitkan. Jakarta.
Kane and Stanton. 1994. A Statistical History Of Rugby League – Volume I,
Xlibris Corporation.
Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat Memadukan
Pertumbuhan dan Pemerataan, Jakarta: Pustaka Cidessindo.
Kartono, Kartini. 2004. Pemimpin dan Kepemimpinan, apakah Kepemimpinan
Abnormal itu?, Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.
Kast, D., E. Fremont, dan J. E. Rosenzweig, 1990. Organisasi dan Management.
Jakarta: Bumi Aksara.
Keban, Yeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik.
Yogyakarta: Gava Media.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No.159 Tahun 2000 Tentang Pedoman
Badan Kepegawaian.
274
Khan, Sharafat. 2007. The Key to Being a Leader Company; Empowerment. New
Jersey; Journal for Quality and Participation.
Korten. 1984. Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah: Upaya
Membangun Organisasi Efektif dan Efisien melalui Restrukturisasi dan
Pemberdayaan. Bandung: CV. Mandar Maju.
Kristiyanti, 2010. Kebutuhan Manajemen Strategi Dalam Lingkungan Bisnis
Baru, Majalah Ilmiah INFORMATiKA Vol. 1 No. 3 September 2010.
Larson, P.A. 1984. File Organization: Implementation of a Method Gauranteeing
Retrieval in One Access. Communication of The ACM, 27(7), 670-677.
Locke. 1988. Two Treatises of Government Student Edition. Cambridge
University Press
Makmur. 2008. Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
M. Manullang. (1987). Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid 1. Yogyakarta:
Penerbit Andi Offset.
Manullang. 1998. Managemen Personalia. Jakarta : Delli
Mathis and Jackson. 2001. Otonomi Daerah dan Inovasi Kebijakan, governance,
Vol. 1, No. 1, November 2001.
Maarif. 2003. Managemen Personalia, Jakarta : Delli
Maryoto. 2000. Prospek dan Tantangan Ilmu Administrasi Dalam Implementasi
Otonomi Daerah di Indonesia, Universitas Sumatera Utara 2000
MENPAN No.25/Kep/M.PAN/4/2004
Mitrani, Alain.1995. Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi
(Terjemahan). Jakarta: PT. Intermasa.
McClelland. 1973. The Handbook Of Human Resource Development, Wiley.
McClelland, David C., 1987. Human Motivation, Cambridge: Cambridge
University.
275
Mc. Clelland, David C. (1961). The Achieving Society. New York: D. Van
Nostrand Company, Inc
Mulyanto dan Dyah. 2010. Perencanaan dan pengembangan wilayah. Crestpent
Press dan Yayasan Obor Indonesia, 2009.
Murphy. 1993. Annual Review of Nursing Education, FEE.
Mulia, Nasution 2000. Teori Ekonomi Makro: Pendekatan pada Perekonomian
Indonesia,
Moeheriono. 2014. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, Jakarta: Pererbit
Rajawali Pers.
Moeheriono. 2012. Teori Ekonomi Makro: Pendekatan pada Perekonomian
Indonesia. Semarang: Djambatan
Moekijat. 1995. Management Kepegawaian. S.n.,
Muins, Sutan Makmur. 2000. Standar Kompetensi Tenaga Kerja Indonesia,
Manajemen Pembangunan. Nomor 31 Tahun IX Edisi September.
Nadler. 2005. Pandangan Pemilik Badan Usaha Islam Terhadap Akuntabilitas
dan Moralitas, The Indonesian Accounting Review Volume 1, No. 2, July
2005, pages 135 – 144.
Nasucha. 2004. Teori Ekonomi Makro: Pendekatan pada Perekonomian
Indonesia. Semarang: Djambatan
Nawawi, Hadari. 2001. Perencanaan SDM untuk Organisasi Profit dan
Kompetitif. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nitisemito, Alex S. 1981. Maketing. Jakarta : Ghalia Indonesia
Noe, Raymond A, Hollebeck, John R, (2010), Human Resource Management,
Gaining A Competitive Adventage, Fourth Edition, New York : McGraw
Hill.
Noralal, Ismail dan Norhasni Zainal Abiddin. 2010. Tinjauan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Komitmen Pekerja terhadap Organisasi: Dinamika Sosial
Ekonomi. Volume 6 No. 1 Edisi Mei 2010.
Notoatmodjo, Soekidjo. 1998. Pengembangan Sumber Daya Manusia, Edisi
Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Osborne dan Gaebler, 1992. Democratic Govermance. Princeton University Press.
276
Oxford English Dictionary. 1991. 3 ed.Oxford: Oxford University Press.
Palan. 2007. Modernisasi, Bukan Westerisasi: Visi Politik dan Intelektual SDM.
Madani Pustaka.
Pamudji, S. 2004. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Bandung: Bumi
Aksara.
Panggabean, S., Mutiara. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bogor :
Penerbit Ghalia Indonesia.
Payne,1997. Modern Social Work Theory.Second Edition. MacMillan Press Ltd.,
London. Hal. 266.
Parsons, et al. 1994. The Integration of Social Work Practice. California:
Wadsworth, Inc.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2002 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural, Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia.Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah, Undang Undang No. 25 Tahun 1999 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Bandung :
Kuraiko Pratama.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 84 tahun 2000: Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999
tentang pemerintahan daerah.
http://www.Indonesia.go.id/produk_uu/pp-84-00_html
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta.
Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan
Rincian Tugas Jabatan Struktural pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 56 Tahun 2010 tentang Tugas
Pokok, Fungsi, dan Rincian Tugas Jabatan Struktural Pada Badan
Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor
9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan
277
Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan
Lemabaga lain Provinsi Sulawesi Selatan.
Perda Nomor 12 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan.
Prawiro, Suntoro. 1999. Kepemimpinan Bisnis Indonesia di Era Pasar Bebas,
Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 7 Nomor 1, April 1999.
Pranarka, A.M.W.,dan Vidhyandika. 1996. Pemberdayaan (Empowerment) :
Pemberdayaan Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: CSIS
Prayitno (Tim Peneliti BKN). 2003. Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi
Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: Puslitbang BKN.
Prawirosentono. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia, Kebijakan Kinerja
Karyawan. Yogyakarta: BPFE, Yogyakarta Press Company.
Priansa, Juni Donni, 2014. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Bandung. Alfabeta.
Puspa, Fitri, 1998. Tipe Lingkungan Pengendalian organisasi, Orientasi
Profesional, Konflik Peran, Kepuasan Kerja dan Kinerja: Suatu Penelitian
Empiris. Tesis- S2 UGM, Yogyakarta.
Ribhan. 2008. Directory of Indonesia Exporters. Gateway Book .
Ridha, Rasyid. 2008. Modernisasi, Bukan Westerisasi: Visi Politik dan
Intelektual SDM. Madani Pustaka.
Rawan. 2010. Meraih Keunggulan Melalui Pengintegrasian Perencanaan Sumber
Daya Manusia dan Perencanaan Strategik. Edisi Khusus JSB On Human
Resources.
Rappaport. 1984. Metode penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R & D. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Robbin, Steven. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi,
Jakarta: PT. Prenhallindo.
Robbins, Stephen P., Coulter Mary, 2005. Manajemen. International Edition. New
Jersey. Pearson Prentice Hall.
278
Robert, Kreitner dan Kinicki Angelo. 2005. Perilaku Organisasi, buku 1 dan 2,
Jakarta : Salemba Empat.
Safaria, Triantoro. 2004. Kepemimpinan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Salim, Emil, dkk. 2002. Manajemen. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Sarundajang. 1997. Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Said. 2005. Birokrasi Pemerintahan Orde Baru: Perspektif Kultural dan
Struktural. PT. Raja Grafindo Persada
Saefullah. 2007. The Public Administration (P.A) Genome Project,IAP. Inc.
Salancik, G. 1997. Commitment and the control of organizational behavior
andbelief. Chicago: St. Clair Press.
Salusu, J. 2000. Pengambilan Keputusan Stratejik. Jakarta: Gramedia
Schein, Edgar H, (1992),”Organizational Culture and Leadership”, Jossey Bass,
San Francisco
Sedarmayanti. 2003. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi untuk
Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan. Bandung: CV. Mandar
Maju.
Senge. 2002. Perilaku Organisasi. Jakarta : Gramedia
Setiana. 2002. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan:
Pemberdayaan Guru, Tenaga Kependidikan, dan Masyarakat Dalam
Manajemen Sekolah. Alfabeta
Siagian, Sondang P. 1996. Manajemen Pembangunan Indonesia: Sebuah
Pengantar dan Panduan, Elex Media Komputindo.
Sondang P. Siagian. 2001. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi
Sondang P. Siagian. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sondang P. Siagian. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusi. Jakarta: Bumi
Aksara.
________________ 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara
279
________________ 2001. Kerangka Dasar Ilmu Administrasi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Simamora, Henry. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama
Cetakan Ketiga. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi YKPN.
Simanjuntak, Coddy, (2013 : 21). Pengaruh Pemberdayaan Aparatur terhadap
peningkatan prestasi Kinerja Pegawai, Studi kasus DiKantor Kecamatan
Malalayang Kota Manado.
Sinambella. (2006). Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara.
Soetjipto, Budi W., dkk. (2002),Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jogyakarta: Amara Books.
Sopiah. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia
________________. 2008. Karakteristik Kepribadian: Dunia Belum Berakhir,
PTS Pop
Soejono. 2000. Pemberdayaan Sumber Daya, Jakarta: Lembaga Administrasi
Negara RI.
Spencer, Lyle M. dan Signe M. Spencer. (2003). Competence at work: Models for
Superior Performance. Canada: John Wiley & Sons
Schuler. 1992. Managing Human Resource, Cengange Learning.
Scheider dan Heskeet. 1991. The Theory of Transportation. New York: American
Economic Association
Shukor. Abdul, 1991. Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerjadan Komitmen
Organisasi Terhadap Intensi Keluar”. Tesis UGM Yogyakarta (Tidak
Dipublikasikan).
Steers, Richard M. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Stewart, Mitchel Aileen. 2000. Empowering People (Pemberdayaan Sumber
Daya Manusia). Jogyakarta: Kanisius.
Stoner, James A.F. 1996. Manajemen, Edisi Bahasa Indonesia, Penerbit PT.
Jakarta : Prenhallindo.
Stoner, James A.F. 2006. Management. Englewood Cliffs,N.J. : Prentice Hall, Inc.
280
Stroh, Linda K. & Caligiuri, Paula M., 1998. Strategic human resources: a new
source for competitive advantage in the global arena. The International
Journal of Human Resource Management. 9(1): 1-17
Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sulistiyani Ambar Teguh dan Rosidah, 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia,
Konsep Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik,
edisi kedua, cetakan pertama, Jakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Susilowati. 2010. Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja dan Komitmen
Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Patra Jasa Semarang. Fakultas
Ekonomi Universitas Semarang
Sutarto. 2001. Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Prenada Media
Group
Supardi. 2008. Pokok-Pokok: Management Kepagawaian, Lembaga Administrasi
Negara. Jakarta: Gramedia.
Suparno Eko Widodo. 2015. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
Suharto. 2011. Koropsi Di Indonesia, Wikipedia, General Books.
Suprapto. 2002. Manajemen Personalia: (Managemen Sumber Daya Manusia),
Ghalia Indonesia.
Supiyanto. 2012. Hubungan Antara Kedisiplinan Kerja dan Motivasi Kerja
Karyawan Dengan Kinerja Karyawan Pada PT. Industri Kemasan Semen
Gresik”, Prospektus, Tahun IX Nomor 2, Oktober 2011.
Suwatno dan Doni Juni Priansa, (2011). Manajemen SDM dalam Organisasi
Publik dan Bisnis. Bandung : CV Alfabeta.
Shardlow. 1998. Expression and Regulation of Adrenomedullin in the Human
Placenta and Fetal Membranes, University of Melbourne, Department of
obstetrics and Gynaecology.
Swift dan Levin. 1987. Empowerment: An Emerging Mental Health Technology,
Journal of Primary Prevention, USA, 1987: xiii
281
Slamet. 2003. Pokok-Pokok: Management Kepagawaian, Lembaga Administrasi
Negara . Jakarta: Gramedia.
Sugandi, Yogi Suprayogi. 2011. Administrasi Publik: Konsep dan Perkembangan
Ilmu di Indonesia. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Suhendra. 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat. Alfabeta:
cv. Bandung.
Tampubolon, Daulat. 2001. Perguruan Tinggi Bermutu, Paradigma Baru
manajemen pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad ke 21.
Jakarta: Gramedia.
Teguh. 2012. Kinerja Pemerintah Daerah Aparatur. Jakarta: Gramedia
Terry, George R., Franklin S.G. 1982. Principles of Management. Eight Edition.
Homewood: Richard Erwin. Inc.
Thoha, Miftah. 1983. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.
Jakarta: Rajawali
Tovey & Lawlor. 2004. Birogracy: Levels of Socio-economic Development
Theory, Greenwood Publishing Group.
Tracy, Brian. 2006. Pemimpin Sukses. Cetakan Keenam, Penerjemah: Suharsono
dan Ana Budi Kuswandani. Jakarta :Penerbit Pustaka Delapatrasa.
________________. 1999. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara, Jakarta.
Umar, Husain. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah; Desentralisasi,
Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. LIPI
Wahyudi. 1996. Etika Administrasi Negara, Rajawali Pers
Walker. 1992. Memahami Good Governance Dalam Perspektif Sumber Daya
Manusia, Bandung: Gava Media
Wibowo, Samodra. 2001. Negeri-negeri Nusantara (dari Modernisasi hingga
Reformasi Administrasi). Jogjakarta: Gadjah Mada University.
282
Winarty, Army. 2003. Pemberdayaan Sumber Daya Aparatur dalam Rangka
Peningkatan Kinerja Organisasi Publik, Jurnal Ilmiah Good Governance
Vol.2 No.1.Jakarta: STIA LAN.
Widyawati. 2009. ”Etika Administrasi Negara, Rajawali Pers
Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba
Empat
Wood, Jack M,. Et al. 2001. Organizational Behaviour: A Global perspective 2nd
Editon. Australia: John Wiley and Sons Australia, Ltd.
Yullyanti. 2009. Analisis Proses Rekrutmen dan Seleksi pada Kinerja Pegawai”,
Bisnis & Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Sept–Des
2009, Volume 16 Nomor 3.
Yudi, Supiyanto. 2011. Merangkai Prestasi Dalam Tantangan, Mitra Gama
Widya.
Yudoyono, Bambang. 2001. Otonomi Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Yulk, Gary. 1994. Leadership in Organization. New York: Prentice-Hall
International Inc.
Yunianto, Robiq. 2010. Pemberdayaan Aparatur untuk meningkatkan Kinerja di
Kecamatan Batu, Kota batu. Journal Wacana FIAUB.
342
6. Menurut
BagaimanaBapak/Ibu,
Sdr (i) faktor apa saja
yang determinan
terhadap keefektifan
pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi
pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan.
LL
SE
Pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi
serta peningkatan
kualitas layanan
administrasi
kepegawaian pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
didukung dengan
sistem informasi
kepegawaian berbasis
teknologi informatika
dan komunikasi, yang
dapat memudahkan
pegawai bekerja
secara efektif’. (Rabu,
16 Desember 2015).
Dalam mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri Sipil,
terutama dalam
bidang pelayanan
kepada seluruh
pegawai yang ada
pada lingkup
Dalam
mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri
Sipil, terutama
dalam bidang
pelayanan kepada
seluruh pegawai
yang ada pada
lingkup
pemerintah
Provinsi Sulawesi
Selatan maka
penggunaan sistem
komputerisasi
berbasis IT sangat
mendukung dan
memberi
kemudahan serta
manfaat yang
besar dalam setiap
kegiatan yang
dilaksanakan.
Karena dapat
menghemat waktu
dan tenaga serta
dapat
Dalam
mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri
Sipil, terutama
dalam bidang
pelayanan kepada
seluruh pegawai
yang ada pada
lingkup
pemerintah
Provinsi Sulawesi
Selatan maka
penggunaan
sistem
komputerisasi
berbasis IT sangat
mendukung dan
memberi
kemudahan serta
manfaat yang
besar dalam setiap
kegiatan yang
dilaksanakan.
Karena dapat
menghemat waktu
dan tenaga serta
Pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi serta
peningkatan kualitas
layanan administrasi
kepegawaian pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan
didukung dengan sistem
informasi kepegawaian
berbasis teknologi
informatika dan
komunikasi, yang dapat
memudahkan pegawai
bekerja secara efektif.
Kemudian dengan
teknologi yang tersedia
dapat menghemat waktu
dan tenaga serta dapat
mempercepat proses
penyelesaian pekerjaan
secara efektif dan efisien.
343
FT
pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan
maka penggunaan
sistem komputerisasi
berbasis IT sangat
mendukung dan
memberi kemudahan
serta manfaat yang
besar dalam setiap
kegiatan yang
dilaksanakan. Karena
dapat menghemat
waktu dan tenaga
serta dapat
mempercepat proses
penyelesaian
pekerjaan secara
efektif dan efisien”.
(Rabu,16 Desember
2015).
Salah satu faktor
organisasi yang sangat
mendukung
pelaksanakan tugas
pokok dan fungsi
serta kegiatan kami
pada Badan
mempercepat
proses
penyelesaian
pekerjaan secara
efektif dan efisien.
Aparatur Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
mendapatkan
kemudahan dalam
pelaksanakan
tugas keseharian
karena tersedianya
fasilitas-fasilitas
pendukung
pelasanaan
kegiatan, prosedur
kerja yang baku,
sistem jaringan
komputer yang
bersifat online
sekalipun SDM
yang masih
terbatas.”
dapat
mempercepat
proses
penyelesaian
pekerjaan secara
efektif dan
efisien. Kemudian
Pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi
serta peningkatan
kualitas layanan
administrasi
kepegawaian
pada Badan
didukung dengan
sistem informasi
kepegawaian
berbasis teknologi
informatika dan
komunikasi, yang
dapat
memudahkan
pegawai bekerja
secara efektif.
344
NS
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan adalah
pemanfaatan
teknologi yang
berbasis pada sistem
komputerisasi dan
teknologi informasi,
yang dapat
memudahkan pegawai
bekerja secara efektif
dan efisien.” (Rabu,
16 Desember 2015).
Dalam melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan dalam
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil
terutama dalam
bidang perencanaan
dimana penggunaan
sistem komputerisasi
345
AB
sangat mendukung
dan memberi
kemudahan dalam
setiap kegiatan yang
dilaksanakan. Di
samping fasilitas-
fasilitas lainnya yang
dapat menghemat
waktu dan tenaga
serta dapat
mempercepat
penyelesaian
pekerjaan.” (Rabu, 16
Desember 2015).
Kami mendapatkan
kemudahan dalam
pelaksanakan tugas
keseharian sebagai
pegawai karena
tersedianya fasilitas-
fasilitas pendukung
pelasanaan kegiatan,
prosedur kerja yang
baku, sistem jaringan
komputer yang
bersifat online
sekalipun SDM yang
346
AAH
AL
masih terbatas.”
(Selasa, 12 Januari
2016).
Kami sangat terbantu
dengan adanya
fasilitas sarana dan
prasarana terutama
fasilitas komputer
dalam pengelolaan
data, dan sistem
pembuatan pelaporan.
Dengan tersedianya
teknologi ini semua
pekerjaan yang
menjadi tugas dan
pekerjaan yang
menjadi tanggung
jawab kami dapat
terselesaikan tepat
waktu.” (Selasa, 12
Januari 2016).
Setiap tahun kami
menganggarkan
melalui APBD terkait
penyediaan fasilitas
347
pendukung terutama
sarana dan prasarana
kantor, maupun
fasilitas yang ada
didalamnya yang
menunjang
pelaksanaan pekerjaan
di setiap SKPD,
Kantor, Badan
maupun yang lainnya
terutama dalam
pengelolaan data, dan
sistem
administrasiberbasis
teknologi informasi,
sehingga harapan
kami semua
pelayanan dapat
dimaksimalkan demi
terwujudnya
pelayanan prima,
tetapi yang terpenting
perlu didukung oleh
SDM yang kompeten
serta memiliki
loyalitas dan dedikasi
yang tinggi.” (Kamis,
28 April 2016).
348
7. Menurut
BagaimanaBapak/Ibu,
Sdr (i) faktor apa saja
yang determinan
terhadap keefektifan
pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi
pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan.
LL
Menurut kami
pengawasan adalah
salah satu faktor yang
berpengaruh pada
pelaksanaan tupoksi
pada organisasi badan
Kepegawaian daerah,
hal ini agar lebih
menjamin adanya
pencegahan terhadap
kemungkinan
terjadinya deviasi
pada setiap
pelaksanaan program.
Sekarang ini aparatur
harus lebih hati-hati
karena pengawasan
bukan saja dilakukan
oleh internal pimpinan
tetapi juga
pengawasan yang
dilakukan oleh
lembaga-lembaga
eksternal seperti KPK,
LSM dan
Masyarakat.” (Selasa,
12 Januari 2016).
Dalam
melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam
mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri
Sipil, maka
pengawasan
sangat diperlukan
agar tidak terjadi
kesalahan dan
ketimpangan, baik
di awal
pelaksanaan
pekerjaan dan
program maupun
pada saat evaluasi
dan pelaporan
kegiatan dan
program pada
setiap bidang dan
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
berusaha
mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri
Sipil, maka
pengawasan
sangat diperlukan
agar tidak terjadi
kesalahan dan
ketimpangan, baik
di awal
pelaksanaan
pekerjaan dan
program maupun
pada saat evaluasi
dan pelaporan
kegiatan dan
program pada
setiap bidang dan
sub bidang.
pengawasan yang
dilakukan oleh
Kegiatan pngawasan
dilakukan oleh pimpinan
diharapkan agar aparatur
berusaha bekerja
berdasarkan perundang-
undangan yang berlaku
serta ketentuan-ketentuan
lainnya. Di samping itu
melalui pengawasan para
pegawai berusaha secara
bersungguh-sungguh
menjalankan tugas
pokoknya dengan penuh
rasa tanggungjawab dan
amanah serta yang paling
penting adalah bukan
hanya sesuai dengan
rencana, akan tetapi juga
dengan tingkat efisiensi
dan efektivitas yang tinggi.
349
NS
SE
Dalam melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan dalam
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil,
maka pengawasan
sangat diperlukan agar
tidak terjadi kesalahan
dan ketimpangan,
baik di awal
pelaksanaan pekerjaan
dan program maupun
pada saat evaluasi dan
pelaporan kegiatan
dan program pada
setiap bidang dan sub
bidang.” (Rabu, 16
Desember 2015).
Salah satu faktor yang
berpengaruh pada
pelaksanaan tugas
pokok serta fungsi
sub bidang. Di
samping itu,
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam menerapkan
fungsi
pengawasan, agar
setiap pegawai
berusaha bekerja
berdasarkan
perundang-
undangan yang
berlaku serta
ketentuan-
ketentuan lainnya.
melalui
pengawasan para
pegawai berusaha
secara
bersungguh-
sungguh
menjalankan tugas
pokoknya dengan
penuh rasa
tanggungjawab
dan amanah serta
pimpinan pada
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
selama ini cukup
ketat terutama
dalam
pelaksanaan
kegiatan atau
program sehingga
membuat aparatur
bekerja secara
sungguh-sungguh
terutama
menghindari
kesalahan dan
deviasi dalam
operasionalisasi
suatu rencana
kerja yang sedang
berlangsung dapat
terlaksana dengan
baik.
350
yang ada pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan adalah fungsi
pengawasan, dimana
setiap pegawai
berusaha bekerja
berdasarkan
perundang-undangan
yang berlaku serta
ketentuan-ketentuan
lainnya. Di samping
itu melalui
pengawasan para
pegawai berusaha
secara bersungguh-
sungguh menjalankan
tugas pokoknya
dengan penuh rasa
tanggungjawab dan
amanah serta yang
paling penting adalah
bukan hanya sesuai
dengan rencana, akan
tetapi juga dengan
tingkat efisiensi dan
efektivitas yang
tinggi.” (Rabu, 16
yang paling
penting adalah
bukan hanya
sesuai dengan
rencana, akan
tetapi juga dengan
tingkat efisiensi
dan efektivitas
yang tinggi.”
351
SE
SM
Desember 2015).
Dalam menunjang
pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi
badan Kepegawaian
Daerah dalam
mewujudkan
profesionalisme dan
pemberdayaan
pegawai negeri sipil,
maka diperlukan
pembinaan,
pengawasan dan
pengendalian pegawai
dengan menyusun
rencana kegiatan
sebagai pedoman
dalam pelaksanaan
tugas. Hal ini sangat
diperlukan agar dapat
meminimalisasi
kesalahan dan
kekeliruan.” (Rabu,
16 Desember 2015).
Pengawasan sangat
diperlukan agar tidak
352
MN
terjadi kesalahan dan
kekeliruan, untuk itu
salah satu tugas kami
adalah melakukan
pemantauan,
pengawasan dan
mengevaluasi
pelaksanaan tugas dan
kegiatan aparatur
untuk mengetahui
apakah tugas-tugas
tersebutsudah
dilaksanakan atau
belum, apakah sesuai
aturan atau tidak , dan
ini dilakukan baik
diawal pelaksanaan
pekerjaan dan
program maupun pada
saat evaluasi dan
pelaporan kegiatan
dan program.”
(Kamis, 28 April
2016).
Bagi kami
pengawasan yang
dilakukan oleh
353
pimpinan pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan selama ini
cukup ketat terutama
dalam pelaksanaan
kegiatan atau program
sehingga membuat
kami bekerja secara
sungguh-sungguh
terutama menghindari
kesalahan dan deviasi
dalam
operasionalisasi suatu
rencana kerja yang
sedang berlangsung
dapat terlaksana
dengan baik.” (Selasa,
12 Januari 2016).
354
8. Menurut Bagaimana
Bapak/Ibu, Sdr (i)
faktor apa saja yang
determinan terhadap
keefektifan
pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi
pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan.
WT
MN
Setiap pegawai harus
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi terutama
terkait dengan
dedikasi dan loyalitas,
selalu disiplin, baik
disiplin waktu dan
disiplin dalam
bekerja, memiliki rasa
tanggungjawab yang
tinggi untuk
melaksanakan tugas
sesuai tupoksinya.
Selain itu juga akan
menjadi penilaian
bagi pimpinan dalam
mempromosikan ke
jabatan yang lebih
tinggi.” ( Kamis, 28
April 2016)
Sebagai aparatur
pemerintah, kami
selalu menjaga dan
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi terutama
Setiap pegawai
pada Badan
Kepegawaian
Darah Provinsi
Sulawesi Selatan
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi
terutama terkait
dengan dedikasi
dan loyalitas,
selalu disiplin,
baik disiplin
waktu dan disiplin
dalam bekerja,
memiliki rasa
tanggungjawab
yang tinggi untuk
melaksanakan
tugas sesuai
tupoksinya. Selain
itu juga akan
menjadi penilaian
bagi pimpinan
dalam
mempromosikan
ke jabatan yang
lebih
Setiap pegawai
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi
terutama dalam
menopan kerja
dan tugas-tugas
yang telah
menjadi
tanggungjawab
sebagai pegawai,
seperti disiplin
dan menjaga
keteraturan dalam
bekerja, dedikasi
dan loyalitas,
serta ketekunan
dan kesabaran
dalam setiap
pekerjaan yang
dibebankan.di
samping itu,
budaya kerja
aparatur pada
Badan
Kepegawaian
daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
Pegawai menjunjung tinggi
budaya kerja organisasi
terutama terkait dengan
dedikasi dan loyalitas,
selalu disiplin, baik disiplin
waktu dan disiplin dalam
bekerja, memiliki rasa
tanggungjawab yang tinggi
untuk melaksanakan tugas
sesuai tupoksinya.
Kemudian menerapkan
budaya-budaya yang
berkembang di masyarakat
Bugis Makassar yaitu
budaya-budaya sipakatau
(saling memanusiakan),
sipakalebbi (saling
menghargai) dan
sipakainga (saling
mengingatkan).
355
SM
dalam menopan kerja
dan tugas-tugas yang
telah menjadi
tanggungjawab
sebagai pegawai,
seperti disiplin dan
menjaga keteraturan
dalam bekerja,
dedikasi dan loyalitas,
serta ketekunan dan
kesabaran dalam
setiap pekerjaan yang
dibebankan.’ (Kamis,
28 April 2016).
Budaya kerja aparatur
pada Badan
Kepegawaian daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan sangat
menunjang tugas-
tugas keseharian kami
terutama budaya kerja
yang disiplin kerja
yang tinggi, tertib
administrasi,
bertanggungjawab
serta saling
tinggi.Kemudian
Budaya kerja yang
diterapkan pada
Badan
Kepegawain
Daerah adalah
budaya Bkerja
yang disiplin dan
bertanggungjawab,
prinsip-prinsip
transparansi, dan
ikhlas dan
kejujuran. Di
samping budaya-
budaya sipakatau
(saling
memanusiakan),
sipakalebbi (saling
menghargai) dan
sipakainga (saling
mengingatkan).”
sangat menunjang
tugas-tugas
keseharian
pegawai terutama
budaya kerja yang
disiplin kerja
yang tinggi, tertib
administrasi,
bertanggungjawab
serta saling
mendorong dalam
melakukan tugas
pokok dan fungsi
masing-masing
pegawai.
356
NS
mendorong dalam
melakukan tugas
pokok dan fungsi
masing-masing.”
(Rabu, 16 Desember
2015).
Dalam melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan dalam
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil,
maka faktor penting
yang dapat
mendukung
tercapainya adalah
budaya kerja
organisasi terutama
budaya kerja yang
disiplin dan
bertanggungjawab,
prinsip-prinsip
transparansi, dan
357
MT
ikhlas dan kejujuran.
Di samping budaya-
budaya sipakatau
(saling
memanusiakan),
sipakalebbi(saling
menghargai) dan
sipakainga (saling
mengingatkan).”
(Rabu,16 Desember
2015).
Dalam melaksanakan
Visi, Misi dan
kebijakan organisasi
BKD sereta
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme PNS,
Maka salah satu
faktor pentingyang
dapat mendukung
pencapaian tersebut
adalah budaya kerja
organisasi terutama
peningkatan disiplin
kerja pegawai,
memiliki rasa
358
tanggungjawab,
bekerja dengan
prinsip-prinsip
transparansi, ikhlas
dalam bekerja, dan
menanamkan sifat
kejujuran dengan
berpedoman pada
nilai-nilai yang telah
dirumuskan bersama,
yaitu membangun
profesionalisme,
berkinerja dan
peningkatan
kesejahteraan.
Kemudian
mengimplementasikan
budaya yang
berkembang dalam
masyarakat Bugis
makassar, yaitu
budaya-budaya
sipakatau (saling
memanusiakan),
sipakalebbi (saling
menghargai), dan
sipakainga (saling
mengingatkan) dalam
364
Wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian
Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan
Pengendalian
365
Wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengemdalian Pegawai
Foto Bersama Pimpinan dan staf Badan Kepegawaian Daerah
350
5. Menurut Bapak/Ibu,
Sdr (i) faktor apa
saja yang determinan
terhadap keefektifan
pemberdayaan
aparatur berbasis
kompetensi pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
SE
MN
Salah satu faktor yang
sangat mendukung
pelaksanaan program
yang telah direncanakan
serta dalam rangka
meningkatkan kinerja
aparatur serta dalam
melaksanakan rugas
pokok dan fungsi adalah
faktor komitmen
kepemimpinan yang
diterapkan oleh kepala
badan yang cenderung
terbuka dan komunikatif
kepada semua bawahan
tanpa membeda-bedakan
mulai pejabat tinggi
sampai kepada pejabat
rendahan dan staf.”
(Selasa, 12 januari 2016)
Kepemimpinan yang
diterapkan pada Kantor
Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan dan
khususnya pada Badan
kepegawaian Daerah
adalah kepemimpinan
Komitmen
Kepemimpinan
yang diterapkan
pada Kantor
Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan
dan khususnya pada
Badan kepegawaian
Daerah adalah
kepemimpinan yang
demokratis, hal ini
dikarenakan
pimpinan memberi
kepercayaan dan
tanggungjawab
kepada setiap
bawahan untuk
merinovasi dengan
melahirkan ide dan
gagasan cerdas
dalam bekerja
termasuk di
dalamnya
melibatkan dalam
perencanaan,
implementasi
kebijakan
organisasi.Pimpinan
Komitmen
Kepemimpinan
yang diterapkan
pada Kantor
Gubernur
Provinsi Sulawesi
Selatan dan
khususnya pada
Badan
kepegawaian
Daerah adalah
kepemimpinan
yang demokratis,
hal ini
dikarenakan
pimpinan
memberi
kepercayaan dan
tanggungjawab
kepada setiap
bawahan untuk
merinovasi
dengan
melahirkan ide
dan gagasan
cerdas dalam
bekerja termasuk
di dalamnya
Komitmen pimpinan yang
diterapkan pada Kantor
Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan dan
khususnya pada Badan
kepegawaian Daerah
adalah membangun
kepemimpinan yang
terbuka, komunikatif dan
demokratis,
hal ini dikarenakan
pimpinan memberi
kepercayaan dan
tanggungjawab kepada
setiap bawahan untuk
merinovasi dengan
melahirkan ide dan
gagasan cerdas dalam
bekerja termasuk di
dalamnya melibatkan
dalam perencanaan,
implementasi kebijakan
organisasi. Faktor
Komitmen kepemimpinan
yang diterapkan oleh
kepala badan adalah
kemepmipnan yang
cenderung terbuka dan
351
FT
yang demokratis, hal ini
dikarenakan pimpinan
memberi kepercayaan
dan tanggungjawab
kepada setiap bawahan
untuk merinovasi
dengan melahirkan ide
dan gagasan cerdas
dalam bekerja termasuk
di dalamnya melibatkan
dalam perencanaan,
implementasi kebijakan
organisasi.” (Selasa, 12
Januari 2016).
Salah satu faktor
determinani yang sangat
mendukung
pelaksanakan tugas
pokok dan fungsi serta
kegiatan kami pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan adalah
komitmenkepemimpinan
yang dijalankan, baik
pada level gubernur,
memberi
kepercayaan dan
tanggungjawab
kepada setiap
bawahan untuk
berkreasi dan
berinovasi dalam
bekerja termasuk di
dalamnya
melibatkan dalam
perencanaan,
penyusunan
rumusan kebijakan,
serta memberi
motivasi dalam
meningkatkan
kualitas profesional.
Kepemimpinan
yang diterapkan
pada Badan
Kepegawaian
Daerah sangat
menunjang tugas
kami sebagai staf,
hal ini disebabkan
karena gaya
kepemimpinan yang
diterapkan oleh
melibatkan dalam
perencanaan,
implementasi
kebijakan
organisasi.
Kemudian salah
satu faktor yang
sangat
mendukung
pelaksanaan
program yang
telah
direncanakan
serta dalam
rangka
meningkatkan
kinerja aparatur
serta dalam
melaksanakan
rugas pokok dan
fungsi adalah
faktor
kepemimpinan
yang diterapkan
oleh kepala badan
yang cenderung
terbuka dan
komunikatif
komunikatif kepada
semua bawahan tanpa
membeda-bedakan mulai
pejabat tinggi sampai
kepada pejabat rendahan
dan staf.
352
SM
wakil gubernur maupun
atasan langsung kami
pada Badan
Kepegawaian Daerah,
hal ini dikarenakan
pimpinan memberi
kepercayaan dan
tanggungjawab kepada
setiap bawahan untuk
berkreasi dan berinovasi
dalam bekerja termasuk
di dalamnya melibatkan
dalam perencanaan,
penyusunan rumusan
kebijakan, serta
memberi motivasi dalam
meningkatkan kualitas
profesional pegawai
negeri sipil.” (Rabu, 16
Desember 2015).
Kepemimpian yang
diterapkan pada Badan
Kepegawaian daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan sangat
menunjang tugas kami
sebagai kepala sub
pimpinan adalah
kepemimpinan
demokratis yang
mampu memberi
bimbingan dan
motivasi dalam
bekerja sehingga
tidak ada beban
secara psikologi
bagi dalam
melaksanakan tugas
rutin.
kepada semua
bawahan tanpa
membeda-
bedakan mulai
pejabat tinggi
sampai kepada
pejabat rendahan
dan staf.
Pimpinan sangat
membantu dan
mendukung,
pimpinan
memberikan
arahan dan
petunjuk dalam
pelaksanaan
Tupoksi serta
memberi
kepercayaan
kepada pegawai
untuk bekerja
tanpa harus
merasa tertekan,
ada keluwesan
353
bidang karena gaya
kepemimpinannya
sangat memungkinkan
aparatur untuk selalu
dilibatkan dalam
pelaksanaan tugas-tugas
kedinasan tanpa
membeda-bedakan,
memberikan
kepercayaan dalam
menyusun rencana
kegiatan bidang,
melakukan kebijakan
teknis pembinaan dan
pengawasan
penyelenggaraan
manajemen
kepegawaian, dilibatkan
dalam rapat-rapat
berdasarkan bidang
tugas masing-masing
dan diberi kesempatan
untuk berinovasi dalam
pelaksanan kegiatan
sepanjang tidak
bertentangan perundang-
undangan yang
berlaku.” (Rabu, 16
354
IRS
AB
Desember 2015).
Pola kepemimpinan
yang diterapkan pada
BKD Provinsi Sulawesi
Selatan dalam
melaksanakan kegiatan
dan program sangat
membantu dan
mendukung, pimpinan
memberikan arahan dan
petunjuk dalam
pelaksanaan Tupoksi
serta memberi
kepercayaan kepada
pegawai untuk bekerja
tanpa harus merasa
tertekan, ada
keluwesan.” (Rabu, 16
Desember 2015).
Kepemimpinan yang
diterapkan pada Badan
Kepegawaian Daerah
sangat menunjang tugas
kami sebagai staf, hal ini
disebabkan karena gaya
kepemimpinan yang
355
AAH
diterapkan oleh
pimpinan adalah
kepemimpinan
demokratis yang mampu
memberi bimbingan dan
motivasi dalam bekerja
sehingga tidak ada
beban secara psikologi
bagi kami dalam
melaksanakan tugas
rutin.” (Selasa, 12
Januari 2016).
Suasana kebersamaan
dan kekeluargaan sangat
kental lihat dikantor
kami, hal ini karena
pimpinan tidak rewel
dan tidak suka marah-
marah, sehingga kami
berusaha bekerja dengan
sekuat tenaga untuk
menyelesaikan tugas dan
tanggung jawab yang
diberikan dan yang
terpenting kami
dianggap teman dan
partner dalam bekerja.”
356
SM
AH
(Kamis, 28 April 2016).
Dengan kepemimpinan
yang dijalankan pada
badan Kepegawaian
Daerah sangat
memungkinkan bagi
kami untuk dapat
bekerja dengan baik,
termasuk selalu
dilibatkan dalam
pelaksanaan tugas-tugas
kedinasan tanpa
membeda-bedakan,
memberikan
kepercayaan penuh
dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang
dibebankan kepada
kami, dan dihargai
setiap usaha dan
pekerjaan yang telah
diselesaikan.” (Selasa,
12 Januari 2016)
Pada BKD Provinsi
Sulawesi Selatan,
pimpinan menyadari
357
betul bahwa kesuksesan
dalam pelaksanakan
tugas pokok dan fungsi
aparatur sangat
ditentukan oleh team
work/kerja yang solid.
Untuk itu pola
kepemimpinan yang
diterapkan mengacu
pada pola
kepemimpinan modern
seperti kedisiplinan,
akuntabilitas, keberanian
dalam mengambil
resiko, responsivitas
tetapi tidak
meninggalkan budaya
dan kearifan lokal
masyarakat Sulawesi
Selatan seperti
sipakatau’, sipakalebbi’,
sipakainga dan sifat
kekeluargaan dan
kebersamaan di antara
semua unsur pada
lingkup BKD Sulawesi
Selatan.” (Rabu, 16
Desember 2015).
301
Lampiran 1.Matriks Instrumen Penelitian
No Rumusan Masalah Fokus Masalah Indikator
Fokus Deskripsi
Sumber
Data/
Informan
Ket
1.
Bagaimanapemberian
kewenangan,
pengembangan
kompetensi, dan
pengambilan
keputusan aparatur
berbasis
pengetahuan,
kecakapan dan
kemampuan
(PKK)pada Kantor
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
Pemberian
kewenangan,
pengembangan
kompetensi,dan
pengambilan
keputusan aparatur
berbasis
pengetahuan,
kecakapan dan
kemampuan
(PKK)padaKantor
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
Pemberian
kewenangan
Pengembangan
kompeten
Pengambilan
keputusan
Pelimpahan kewenangan atau
kekuasaan pimpinan terhadap bawahan
untuk melaksanakan tugas-tugas
tertentu dengan sekaligus meminta
pertanggung jawaban atas penyelesaian
tugas-tugas tersebut.
Kemampuan dan karakteristik yang
dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri
Sipil berupa pengetahuan, kecakapan,
dan Kemampuan yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas dan
jabatannya.
Keterlibatanpegawai dalam setiap
proses pengambilan suatu keputusan
yang efisien sesuai situasi dan kondisi
yang dihadapi. Proses itu untuk
menemukan dan menyelesaikan
masalah organisasi.
Kepala
Bidang,
Kepala Sub
Bidang,
Staf.
Sek BKD,
Kepala
Bidang,
Kepala Sub
Bidang,
Staf.
Kepala
BKD,
Kepala
Bidang,
Kepala Sub
Bidang,
Staf.
302
2.
Faktor-faktor
determinan yang
berpengaruh terhadap
keefektifan
pemberdayaan
aparatur berbasis
kompetensi Kantor
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
Faktor determinan
yang berpengaruh
terhadapkeefektifan
pemberdayaan
aparatur pada
Kantor Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
Lingkungan
Kerja
Komitmen
pimpinan
Pemanfaatan
Teknologi
Pengawasan
Tersedianya fasilitas kerja dengan
pemanfaatan teknologi modern,
terpeliharanya hubungan kerja yang
harmonis.
Keinginan pimpinan untuk mendorong
dan menggerakkan pencapaian tujuan
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan melalui kegiatan
pegawai.
Semua sejenis peralatan, perlengkapan
kerja dan fasilitas lain yang berfungsi
sebagai alat utama/pembantu dalam
pelaksanaan pekerjaan.
Kegiatan yang dilakukan untuk lebih
menjamin bahwa semua kegiatan yang
diselenggarakan oleh aparatur Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan didasarkan pada suatu rencana
yang telah ditetapkan.
Sek-Prov,
Kepala
Bidang,
Kepala Sub
Bidang dan
Staf.
Sek BKD,
Kepala
Bidang,
Kepala Sub
Bidang dan
Staf.
Sek-Prov,
Kepala
Bidang,
KepalaSub
Bidang dan
Staf.
Kepala
Bidang,
Kepala Sub
Bidang,
Staf.
303
3.
Bagaimana model
pemberdayaan yang
sesuai dengan
kondisi aparatur pada
Kantor Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan.
Prototype
pemberdayaan yang
sesuai dengan
kondisi aparatur
pada Kantor Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
Budaya Kerja
Organisasi
Menemukan
prototype
pemberdayaan
yang sesuai
kondisi
aparatur pada
Kantor Badan
Kepegawaian
Daerah
Provinsi
Sulawesi
Selatan.
Sistem nilai yang dianut oleh aparatur
padaBadan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan, yang
kemudian mempengaruhi cara bekerja
dan perilaku para pegawai.
Menemukan Prototype pemberdayaan
Aparatur.
Kepala
BKD,
Kepala
Bidang,
Kepala Sub
Bidang,
Staf.
304
Lampiran : 2 Daftar Nama-nama Informan
No Nama Informan Jabatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Ir. H. Abdul Latief, Msi, MM
Ir.H.Muhammad Tamzil, MP
Drs. H. Andi Harun
Hj. Nursyamsih, SH.MH
Irwan Syah, SH
Dra. Suraedah, MSi
Ir. Lubis L, MT
Widyawaty T, S.Sos, MH
Ferry P Tambunan
Muhammad Nasir, Bsc
St. Mariani, SE,MM
Irwan Setiawan,SH,MH
A.Ardiansyah Hidayat, SH
Akbar
Sumarlin
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan
Kepala BKD Provinsi Sulawesi Selatan
Sekretaris BKD Rovinsi Sulawesi Selatan
Kepala Bidang Perencanaan dan
Pengembangan Karier
Kepala Bidang Mutasi dan Informasi
Kepegawaian
Kepala Bidang Kinerja dan Kesejahteraan
Pegawai
Kepala Bidang Informasi dan Pengendalian
Kepegawaian
Kepala Sub Bidang Prencanaan dan
Pengembangan Pegawai
Kepala Sub Bidang Pengelolaan data
Elektronik
Kepala Sub Bidang Konseling dan
Kedudukan Hukum
Kepala Sub Bidang Pembinaan,
Pengawasan, dan Pengendalian
Kepegawaian
Staf BKD Provinsi Sulawesi Selatan
Staf BKD Provinsi Sulawesi Selatan
Staf BKD Provinsi Sulawesi Selatan
Staf BKD Provinsi Sulawesi Selatan
305
Lampiran 3. Deskripsi Hasil wawancara Informan
No. Pertanyaan Respon
1 2 3
1. Menurut Bapak/Ibu,Sdr (i)
Bagaimana melihat
pelaksanaan pemberian
kewenangan kepada aparatur
berbasis Kompetensi pada
Kantor Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
“Terkadang ada penyerahan kewenangan
yang bersifat khusus kepada aparatur
tertentu dengan memperhatikan
pengetahuan yang dimiliki aparatur pada
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan terutama terkait tugas dan
fungsi masing-masing aparatur/pegawai
negeri sipil, Cuma memberikan wewenang
itu terkadang hanya diperuntukan kepada
pegawai atau pimpinan tertentu”.
(Wawancara: Nursyamsih, Rabu, 16
Desember 2015).
”.... ada uraian tugas dan kewenangan pada
tiap pegawai berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki dalam menguasai bidang tugas
yang dilaksanakan dan dijelaskan dalam
Peraturan Daerah untuk eselon II dan III,
sedangkan untuk eselon IV melalui
Peraturan Gubernur (Pergub), yaitu Perda
Nomor 12 Tahun 2009 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan, akan tetapi biasanya
pemberian kewenangan itu belum merata
kepada aparatur yang ada, sehingga ada
yang merasa memiliki kerja yang banyak
tapi ada juga ada yang sedikit.”
(Wawancara: Lubis L, Rabu, 16 Desember
2015).
”Pelaksanaan kegiatan pada organisasi
Badan Kepegawaian Daerah terdapat uraian
tugas, fungsi serta kewenangan para
pegawai mulai dari tingkat Kepala Badan,
Sekretaris, Kepala Bagian, sampai kepada
staf/pegawai. Kami diberi kewenangan dan
tanggung jawab penuh atas tugas pokok dan
fungsi termasuk tugas lainnya dengan tetap
mengacuh pada pengetahuan aparatur
terkait pemahaman dan penguasaan tugas
306
yang diberikan berdasarkan peraturan-
peraturan kepegawaian.” (Wawancara :
Suraedah, Rabu, 16 Desember 2015).
“Pemberian kewenangan kepada aparatur
dilakukan secara berjenjang sesuai dengan
pembagian tugas yang akan dikerjakan dan
proses pertanggung jawaban pun dilakukan
secara berjenjang terutama kepada atasan
langsung dari setiap aparatur dengan tetap
mengacuh pada pengetahuan dan
penguasaan tugas dan wewenang yang
diberikan.” (Wawancara: Irwan Syah, Rabu,
16 Desember 2015).
”Selaku pimpinan terkadang memberikan
kewenangan kepada kepala bidang, Kepala
sub bidang dalam melaksanakan tugas
tertentu dengan tetap mempertimbangkan
kompetensi terutama pengetahuan yang
dimiliki aparatur dalam pelaksanaan tugas
dan wewenang tersebut, meskipun kami
sadari bahwa aparatur masih memiliki
keterbatasan untuk itu, dimana Tupoksi
pejabat struktural itu sendiri, diatur dalam
Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2009
tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian
Tugas Jabatan Struktural pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan, disamping itu juga kami
mendistribusikan dan memberi petunjuk
pelaksanan tugas kepada bawahan sehingga
pelaksanaan tugas berjalan lancar.”
(Wawancara: Muh Tamsil, 28 April 2016).
”Dalam pelaksanaan kegiatan dan tugas-
tugas yang ada, kami diberi kewenangan
untuk melaksanakannya dengan tetap
memperhatikan ketrampilan yang dimiliki
aparatur untuk mampu melaksanakan tugas
dan kewenangan tersebut dan ini diuraikan
dalam Tupoksi melalui Surat Keputusan
Gubernur Sulawesi Selatan walaupun
penguasaan keterampilan aparatur masih
sangat terbatas.” .” (Wawancara: Irwan
Setiawan, 16 Desember 2015).
307
“Ada pemberian kewenangan kepada
pegawai dengan tetap memperhatikan
keterampilan yang dikuasai untuk
melaksanakan kewenangan dengan baik
dan penuh rasa tanggung jawab. walaupun
pemberian kewenangan itu masih sebatas
pada pegawai tertentu dan cenderung orang
yang sama”. (Wawancara: St.Mariani, 16
Desember 2015).
”Ada uraian tugas dan fungsi serta
kewenangan yang diberikan kepada kami
dalam melaksanakan program dan Tupoksi
pegawai dengan tetap mengacu pada
potensi dan keterampilan yang dimiliki
pegawai yang dijabarkan dalam tugas
pokok pejabat Eselon II, III dan IV atasan
langsung PNS yang bersangkutan, dimana
Tupoksi pejabat struktural diatur dalam
Peraturan Gubernur Nomor 17 tahun 2009
tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian
Tugas Jabatan Struktural pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.” (Wawancara: Sumarlin, 12
Januari 2016).
”Tugas pokok pada setiap staf dapat dilihat
dalam SKP masing-masing pegawai yang
ditetapkan setiap awal tahun sebagai
perjanjian kinerja antara atasan langsung
kepada bawahan dan bagi kami, hal ini
yang menjadi pedoman dalam setiap
melaksanakan tugas dan kewenangan yang
diberikan dan tetap mempertimbangkan
kemampuan aparatur dalam
melaksanakannya.” (Wawancara: A.
Ardiansyah Hidayat, 12 Januari 2016).
”Selaku Sekretaris pada BKD yang diberi
tugas pokok menyelenggarakan urusan
kepegawaian selalu memberikan
kewenangan kepada aparatur baik pada
pejabat Eselon III dan IV dengan tetap
mempertimbangkan keterampilan yang
dimiliki dan dikuasai oleh pegawai,
308
meskipun kami sadari bahwa aparatur
masih memiliki keterbatasan dalam
penguasaan skill, serta tetap mengacuh pada
Tupoksi pejabat struktural itu sendiri, yang
diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 17
tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi
dan Rincian Tugas Jabatan Struktural pada
Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.” (Wawancara: A.Harun,
16 Desember 2015).
”pimpinan memberikan kewenangan dan
tanggung jawab penuh atas tugas pokok dan
fungsi termasuk tugas lainnya kepada kami
dengan tetap mengacu pada kemampuan
yang dimiliki aparatur untuk dapat
melaksanakan tugas dan kewenangan yang
diberikan pimpinan tersebut.” (Wawancara:
Suraedah, 16 Desember 2015).
“Ada pemberian kewenangan kepada
pegawai yang memiliki kemampuan
tertentu yang dianggap sesuai dengan
wewenang dan tanggungjawab yang
diberikan yang wajib dilaksanakan dengan
baik dan penuh rasa tanggung jawab.
walaupun pemberian kewenangan itu masih
sebatas pada pegawai tertentu dan masih
cenderung pada orang yang sama”.
(Wawancara: St. Mariani, 16 Desember
2015).
”Selaku Kepala BKD yang diberi tugas
pokok menyelenggarakan urusan
kepegawaian selalu memberikan
kewenangan kepada aparatur baik pada
pejabat Eselon III dan IV dengan tetap
mempertimbangkan kemampuan yang
dimiliki pegawai dalam melaksanakan
tugas dan kewenangan yang diberikan,
dengan tetap memperhatikan Peraturan
Gubernur Nomor 17 tahun 2009 tentang
Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas
Jabatan Struktural pada BKD Provinsi
Sulawesi Selatan.” (Wawancara:
Muhammad Tamsil, 28 April 2016).
309
2.
Bagaimanamenurut
Bapak/Ibu,Sdr (i) melihat
pengembangan kompetensi
aparatur berbasis kompetensi
pada Kantor Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
”Ya..., saya melihat bahwa aparatur yang
ada disini diberi kesempatan
mengembangkan kompetensinya untuk
menambah pengetahuan yang dimilikinya,
sepanjang disediakan biaya, walaupun
terkadang pegawai tidak bersedia untuk
mengembangkan dirinya dan bersifat acuh.”
(Wawancara: Lubis L, 16 Desember 2015).
“Setiap Aparatur Badan Kepegawaian
Daerah diberi kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi yang ada
padanya untuk menambah pengetahuan
melalui tugas belajar (S2 dan S3),
Kecakapan pegawai serta kemampuannya
dan merupakan hak yang dimiliki oleh
setiap Aparatur Sipil Negara yang dijamin
berdasarkan Undang-undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Namun belum secara merata karena masih
di dominasi bidang dan pegawai tertentu.”
(Wawancara: Ferry T, 16 Desember 2015).
“Aparatur yang ada pada BKD Provinsi
Sulawesi Selatan diberi kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi yang
dimilikinya terutama dalam menambah
pengetahuan dan penguasaan atas
pekerjaaan dan tanggungjawab. Namun
pemberian kesempatan untuk
pengembangan kompetensi masih di
dominasi oleh pegawai tertentu, sehingga
terkadang ada pegawai yang berpikiran
cuek.” (Wawancara: WT, 28 April 2016).
”Aparatur diberi kesempatan
mengembangkan kompetensi terutama
penambah pengetahuan yang dimilikinya
berdasarkan tugas dan kewenangan, yang
ditunjang dengan ketersediaan anggaran
pengembangan SDM.” (Wawancara:
Sumarlin, 12 Januari 2016).
“Bagi kami, setiap Aparatur dalam lingkup
BKD Sulawesi Selatan diberi kesempatan
310
untuk mengembangkan kompetensi yang
dimilikinya untuk menambah keterampilan
dan keahlian, karena merupakan tuntutan
bekerja dalam menunjang profesionalisme
aparatur. Pegawai diberi ruang yang cukup
untuk mengikuti pelatihan baik dalam
wilayah kerja BKD Sulawesi Selatan
maupun pada tingkat pusat.” (Wawancara:
Suraedah, 16 Desember 2015).
“Setiap Aparatur BKD diberi kesempatan
untuk mengembangkan kompetensi yang
ada padanya untuk menambah keterampilan
dan kemampuannya agar dapat
melaksanakan tugas dan tanggungjawab
yang diamanahkan kepadanya. Namun
belum secara merata dan terbatasnya
anggaran yang ada.” (Wawancara:
St.Mariani, 16 Desember 2015).
”Setiap aparatur pada BKD Provinsi
Sulawesi Selatan diberi kesempatan yang
sama untuk mengembangkan kompetensi
yang dimilikinya dan disesuaikan dengan
jabatan yang diberikan untuk menunjang di
dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya sebagai aparatur negara yang
mampu memberi pelayanan dengan baik
agar keterampilan aparatur bertambah dan
mengikuti perkembangan yang ada
terutama dalam pemberian pelayanan.”
(Wawancara: Akbar, 16 Desember 2015).
“Bagi kami, setiap Aparatur dalam lingkup
BKD Sulawesi Selatan diberi kesempatan
untuk mengembangkan kompetensi yang
dimilikinya untuk memiliki kemampuan
yang memadai, karena merupakan tuntutan
bekerja dalam menunjang profesionalisme
aparatur. Pegawai diberi ruang yang cukup
untuk mengikuti pelatihan baik dalam
wilayah kerja BKD Sulawesi Selatan
maupun pada tingkat pusat.” (Wawancara:
Nursyamsih, 16 Desember 2015).
“bagi kami aparatur yang ada pada Badan
311
Kepegawaian Daerah diberi kesempatan
untuk mengembangkan kompetensi yang
ada padanya untuk memiliki kemampuan
dalam bekerja dengan harapan aparatur
termotivasi untuk berprestasi dan memiliki
inisiatif yang tinggi, terutama berkaitan
dengan tugas dan tanggungjawabnya.”
(Wawancara: Muhammad Nasir, 28 April
2016).
”Pemerintah provinsi menyadari betapa
pentingnya Aparatur yang berkualitas
dengan memiliki kompetensi yang cukup.
Sehingga setiap aparatur diberi kesempatan
mengembangkan kompetensi, baik
pengetahuan (knowledge), keterampilan
(skill) dan kemampuan (ability) yang
dimilikinya dengan menyediakan anggaran
yang cukup pada anggaran APBD Provinsi.
Setiap tahun aparatur yang ada dalam
lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan diberi kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan/sekolah kejenjang
yang lebih tinggi S1,S2 bahkan S3.
Disamping itu juga kegiatan pengembangan
diri aparatur banyak dilakukan melalui,
pendidikan dan latihan (DIKLAT)
penjenjangan, Kursus-kursus, workshop,
Bimbingan teknis, seminar. Tetapi dengan
syarat bahwa aparatur yang bersangkutan
bersedia, karena terkadang
aparatur/pegawai yang ditunjuk
berdasarkan bidang tugasnya tidak bersedia
dengan berbagai alasan dan dalih.”
(Wawancara: Abdul Latief, 28 April 2016).
3. Bagaimanamenurut
Bapak/Ibu, Sdr (i) melihat
keterlibatan aparatur dalam
pengambilan keputusan
berbasis pengetahuan,
kecakapan dan kemampuan
(PKK) pada Kantor Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
”Pengambilan keputusan merupakan tugas
yang cukup berat untuk memastikan satu
keputusan yang akan dipilih, termasuk pada
Badan Kepegawaian Daerah pengambilan
keputusan selalu melibatkan semua unsur
mulai dari Kepala badan, Kepala Bidang
dan kepala sub bidang, dengan tetap
memperhatikan pengetahuan yang dimiliki
aparatur kaitannya keputusan yang akan
diambil, dengan harapan agar semua
312
tingkatan merasa punya keterlibatan dalam
setiap keputusan yang di ambil, terutama
keputusan-keputusan ditengah situasi yang
tidak menentu atau yang sering muncul
dengan mendadak.” (Wawancara:
Nursyamsih, 16 Desember 2015).
”Ya, pengambilan keputusan semua
dilibatkan mulai dari Eselon II, III, dan IV
dengan tetap melihat pengetahuan yang
dimiliki aparatur, kemudian menyampaikan
kepada staf apa ada koreksi, usulan,
sanggahan atas keputusan yang diambil dan
penerimaan para aparatur cukup baik
sepanjang keputusan dilakukan secara
bijaksanan, transparan dan disesuaikan
dengan kemampuan.” (Wawancara: Lubis
L, 16 Desember 2015).
”Setiap aparatur dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki dan yang
dikuasainya, dengan tujuan agar apapun
yang diprogramkan persatu tahun anggaran
aparatur mengetahuinya dan yang
dilibatkan terutama, administrator,
pelaksana, dan pengawas.” (Wawancara:
Irwan Setiawan, 16 Desember 2015).
”dalam Pengambilan keputusan pada BKD,
pimpinan melibatkan pegawai/aparatur yang
dianggap memiliki pengetahuan yang cukup
terkait masalah atau kegiatan yang akan
diputuskan, dengan tujuan keputusan yang
diambil sesuai dengan harapan dan
ketentuan yang berlaku.” (Wawancara: A
Ardiansyah Hidayat, 12 Januari 2016).
”Para pejabat dalam lingkup BKD
dilibatkan dalam pengambilan keputusan
sesuai dengan keterampilan dan
kemampuan untuk melaksanakan tugas
dengan baik, dengan tujuan agar program
persatu tahun anggaran berjalan diketahui
dengan ketentuan selalu mengacuh pada
peraturan perundang-undangan yang
313
berlaku agar tidak melanggar hukum.”
(Wawancara: Muhammad Nasir, 28 April
2016).
”Ya, pengambilan keputusan melibatkan
semua unsur aparatur terutama aparatur
yang memiliki keahlian dibidang tersebut,
kecuali berupa kebijakan hanya
dilaksanakan oleh Pimpinan atau dalam hal
ini Kepala Badan.” (Wawancara:
Irwansyah, 12 Januari 2016).
”Setiap aparatur dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan berdasarkan
kemampuan yang dimiliki dan dikuasainya,
sehingga pengambilan keputusan lebih
berkualitas dan berbobot terutama
pertimbangan-pertimbangan rasional dalam
rangka pencapaian tujuan dan kemajuan
BKD.” (Wawancara: Suraedah, 16
Desember 2015).
”Pengambilan keputusan selalu melibatkan
semua unsur mulai dari Kepala badan,
Kepala Bidang dan kepala sub bidang dan
aparatur lainnya, dengan tetap
memperhatikan kemampuan yang dimiliki
aparatur dalam kaitannya keputusan yang
akan diambil, agar semua unsur merasa
dilibatkan dan sekaligus ada rasa
tanggungjawab bersama.” (Wawancara:
Widyawati T, 28 April 2016).
”kami melihat bahwa pengambilan
keputusan pada BKD melibatkan semua
unsur aparatur yang memiliki kemampuan
pada bidang yang akan dibahas, disamping
itu pimpinan melakukan komunikasi dan
diskusi kepada pegawai sebelum keputusan
diambil dan dilaksanakan.” (Wawancara:
Akbar, 16 Desember 2015).
“Pengambilan keputusan mempunyai arti
yang sangat penting bagi kemajuan suatu
organisasi terutama karena masa depan
organisasi banyak ditentukan oleh
314
pengambilan keputusan yang efektif,
termasuk di dalamnya BKD Provinsi
Sulawesi Selatan. Setiap keputusan yang
ditetapkan selalu melibatkan semua unsur
pimpinan dengan mempertimbangkan
kemampuan, pengetahuan dan keahlian
aparatur yang dilibatkan. Serta melihat
berbagai aspek terutama aspek hukum dan
ketersediaan SDM dan anggaran.”
(Wawancara: Muhammad Tamsil, 28 April
2016).
4. Menurut Bapak/Ibu Sdr (i)
faktor apa saja yang
determinan terhadap
keefektifan pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi
pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
Sangat penting bagi kami lingkungan kerja
yang harmonis dan ketenangan dalam
melaksanakan tugas-tugas rutin, sebab kami
setiap saat ada dikantor, sehingga butuh
suasana kerja yang nyaman, teratur serta
suasana sekitar kerja yang bersih dan
tersedianya fasilitas yang memadai.”
(Wawancara: Nursyamsih, Rabu, 16
Desember 2015).
Bagi kami ada tiga hal yang penting dalam
membangun dan mengembangkan suasana
kerja kearah yang lebih profesional serta
peningkatan kinerja aparatur, yaitu
tersedianya fasilitas-fasilitas kerja yang
memadai dengan pemanfaatan teknologi
mutakhir, terpeliharanya hubungan kerja
yang harmonis antara pimpinan dan
bawahan, serta terbangunnya komunikasi
yang saling terbuka dan
bertanggungjawab.” (Wawancara:
Widyawati T, Kamis, 28 April 2016).
Bagi kami faktor yang sangat menentukan
dalam pencapaian tujuan organisasi Badan
Kepegawaian Daerah adalah terciptanya
budaya kerja organisasi yang dapat
menunjang pelaksanaan program dan
kegiatan. Dan disini merupakan tugas
pimpinan dalam menciptakan suasana
budaya kerja yang harmonis, kondusif,
nyaman, komunikatif dan tersedianya
fasilitas teknologi mutakhir yang dapat
315
menunjang tugas-tugas pegawai.”
(Wawancara: Suraedah, Rabu, 16 Desember
2015).
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
lingkungan kerja sangat berpengaruh
terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas
pegawai baik dari segi suasana kerja yang
nyaman, penataan ruang kerja yang teratur
maupun penggunaan teknologi yang sudah
tersedia.” (Wawancara: St Mariani, Rabu,
16 Desember 2015).
Bagi kami, hal yang terpenting dalam
mendukung pelaksanaan tugas pokok adalah
terciptanya susasana yang kondusif dimana
pimpinan mampu menjadi pengayom dan
teladan bagi bawahannya, di samping itu
ruang kerja yang representatif juga sangan
berpengaruh dalam melakukan kegiatan
keseharian di kantor.” (Wawancara: Irwan
Setiawan, Selasa,12 Januari 2016).
Kami berusaha semaksimal mungkin
menjaga lingkungan kerja agar tetap
kondusif, karena bagi kami kondisi
lingkungan yang kondusif akan
memungkinkan pegawai bekerja secara
maksimal tetapi sebaliknya kondisi
lingkungan kerja yang berantakan, selalu
muncul konflik dan pertentangan akan
menghambat pekerjaan yang pada akhirnya
akan terjadi ketidak-efisienan dalam bekerja
sehingga proses pencapaian tujuan
organisasi terhambat. Hal ini tidak kami
inginkan terjadi pada Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan. Untuk itu kami berusaha
menciptakan budaya kerja organisasi
harmonis sehingga dapat menunjang
pelaksanaan program dan kegiatanyang
telah dicanangkan oleh bapak Gubernur
Sulawesi Selatan serta berusaha menjaga
terpeliharanya hubungan kerja yang
harmonis antara pimpinan dengan bawahan
melalui komunikasi dua arah, dan yang
paling penting ialah menjaga agar pegawai
316
memiliki kepatuhan dalam menjalankan
tugas dan tanggungjawab berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku.”
(Wawancara: Abdul Latief, Kamis, 28 April
2016).
5. Menurut Bapak/Ibu Sdr (i)
faktor apa saja yang
determinan terhadap
keefektifan pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi
pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
Salah satu faktor yang sangat mendukung
pelaksanaan program yang telah
direncanakan serta dalam rangka
meningkatkan kinerja aparatur serta dalam
melaksanakan rugas pokok dan fungsi
adalah faktor komitmen pimpinan yang
diterapkan oleh kepala badan yang
cenderung terbuka dan komunikatif kepada
semua bawahan tanpa membeda-bedakan
mulai pejabat tinggi sampai kepada pejabat
rendahan dan staf.” ( Wawancara: SE,
Selasa, 12 januari 2016)
Kepemimpinan yang diterapkan pada
Kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan
dan khususnya pada Badan kepegawaian
Daerah adalah kepemimpinan yang
demokratis, hal ini dikarenakan pimpinan
memberi kepercayaan dan tanggungjawab
kepada setiap bawahan untuk merinovasi
dengan melahirkan ide dan gagasan cerdas
dalam bekerja termasuk di dalamnya
melibatkan dalam perencanaan,
implementasi kebijakan organisasi.”
(Wawancara: MN, Selasa, 12 Januari 2016).
Salah satu faktor organisasi yang sangat
mendukung pelaksanakan tugas pokok dan
fungsi serta kegiatan kami pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan adalah kepemimpinan yang
dijalankan, baik pada level gubernur, wakil
gubernur maupun atasan langsung kami
pada Badan Kepegawaian Daerah, hal ini
dikarenakan pimpinan memberi
kepercayaan dan tanggungjawab kepada
setiap bawahan untuk berkreasi dan
berinovasi dalam bekerja termasuk di
dalamnya melibatkan dalam perencanaan,
penyusunan rumusan kebijakan, serta
317
memberi motivasi dalam meningkatkan
kualitas profesional pegawai negeri sipil.”
(Wawancara: Ferry Tambunan, Rabu, 16
Desember 2015).
Kepemimpian yang diterapkan pada Badan
Kepegawaian daerah Provinsi Sulawesi
Selatan sangat menunjang tugas kami
sebagai kepala sub bidang karena gaya
kepemimpinannya sangat memungkinkan
aparatur untuk selalu dilibatkan dalam
pelaksanaan tugas-tugas kedinasan tanpa
membeda-bedakan, memberikan
kepercayaan dalam menyusun rencana
kegiatan bidang, melakukan kebijakan
teknis pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan manajemen kepegawaian,
dilibatkan dalam rapat-rapat berdasarkan
bidang tugas masing-masing dan diberi
kesempatan untuk berinovasi dalam
pelaksanan kegiatan sepanjang tidak
bertentangan perundang-undangan yang
berlaku.” (Wawancara: St. Mariani, Rabu,
16 Desember 2015).
Pola kepemimpinan yang diterapkan pada
BKD Provinsi Sulawesi Selatan dalam
melaksanakan kegiatan dan program sangat
membantu dan mendukung, pimpinan
memberikan arahan dan petunjuk dalam
pelaksanaan Tupoksi serta memberi
kepercayaan kepada pegawai untuk bekerja
tanpa harus merasa tertekan, ada
keluwesan.” (Wawancara: Irwan Syah,
Rabu, 16 Desember 2015).
Kepemimpinan yang diterapkan pada Badan
Kepegawaian Daerah sangat menunjang
tugas kami sebagai staf, hal ini disebabkan
karena gaya kepemimpinan yang diterapkan
oleh pimpinan adalah kepemimpinan
demokratis yang mampu memberi
bimbingan dan motivasi dalam bekerja
sehingga tidak ada beban secara psikologi
bagi kami dalam melaksanakan tugas rutin.”
(Wawancara: Akbar, Selasa, 12 Januari
318
2016).
Suasana kebersamaan dan kekeluargaan
sangat kental lihat dikantor kami, hal ini
karena pimpinan tidak rewel dan tidak suka
marah-marah, sehingga kami berusaha
bekerja dengan sekuat tenaga untuk
menyelesaikan tugas dan tanggung jawab
yang diberikan dan yang terpenting kami
dianggap teman dan partner dalam bekerja.”
(Wawancara: Andi Ardiansyah Hidayat,
Kamis, 28 April 2016).
Dengan kepemimpinan yang dijalankan
pada badan Kepegawaian Daerah sangat
memungkinkan bagi kami untuk dapat
bekerja dengan baik, termasuk selalu
dilibatkan dalam pelaksanaan tugas-tugas
kedinasan tanpa membeda-bedakan,
memberikan kepercayaan penuh dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan
kepada kami, dan dihargai setiap usaha dan
pekerjaan yang telah diselesaikan.”
(Wawancara: St Mariani, Selasa, 12 Januari
2016)
Pada organisasi Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, pimpinan
menyadari betul bahwa kesuksesan dalam
pelaksanakan tugas pokok dan fungsi
aparatur sangat ditentukan oleh team
work/kerja yang solid dan komitmen
pimpinan dalam melaksanakan
tanggungjawabnya. Untuk itu pola
kepemimpinan yang diterapkan mengacu
pada pola kepemimpinan modern seperti
kedisiplinan, akuntabilitas, keberanian
dalam mengambil resiko, responsivitas
tetapi tidak meninggalkan budaya dan
kearifan lokal masyarakat Sulawesi Selatan
seperti sipakatau’, sipakalebbi’, sipakainga
dan sifat kekeluargaan dan kebersamaan di
antara semua unsur pada lingkup Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.” (Wawancara: Andi Harun, Rabu,
16 Desember 2015).
319
6. Menurut Bapak/Ibu Sdr (i)
selain faktor lingkungan
kerja dan komitmen
pimpinan, faktor apa lagi
yang determinan terhadap
keefektifan pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi
pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta
peningkatan kualitas layanan administrasi
kepegawaian pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan didukung
dengan sistem informasi kepegawaian
berbasis teknologi informatika dan
komunikasi, yang dapat memudahkan
pegawai bekerja secara efektif’.
(Wawancara: Lubis L, Rabu, 16 Desember
2015).
Dalam mewujudkan peningkatan
profesionalisme pegawai Negeri Sipil,
terutama dalam bidang pelayanan kepada
seluruh pegawai yang ada pada lingkup
pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan maka
penggunaan sistem komputerisasi berbasis
IT sangat mendukung dan memberi
kemudahan serta manfaat yang besar dalam
setiap kegiatan yang dilaksanakan. Karena
dapat menghemat waktu dan tenaga serta
dapat mempercepat proses penyelesaian
pekerjaan secara efektif dan efisien”.
(Wawancara: Suraedah, Rabu,16 Desember
2015).
Salah satu faktor organisasi yang sangat
mendukung pelaksanakan tugas pokok dan
fungsi serta kegiatan kami pada Badan
Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan adalah pemanfaatan teknologi yang
berbasis pada sistem komputerisasi dan
teknologi informasi, yang dapat
memudahkan pegawai bekerja secara efektif
dan efisien.” (Wawancara: Ferry Tambunan,
Rabu, 16 Desember 2015).
Dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan dalam mewujudkan
peningkatan kualitas profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil terutama dalam
bidang perencanaan dimana penggunaan
sistem komputerisasi sangat mendukung
dan memberi kemudahan dalam setiap
320
kegiatan yang dilaksanakan. Di samping
fasilitas-fasilitas lainnya yang dapat
menghemat waktu dan tenaga serta dapat
mempercepat penyelesaian pekerjaan.”
(Wawancara: Nursyamsih, Rabu, 16
Desember 2015).
Kami mendapatkan kemudahan dalam
pelaksanakan tugas keseharian sebagai
pegawai karena tersedianya fasilitas-
fasilitas pendukung pelasanaan kegiatan,
prosedur kerja yang baku, sistem jaringan
komputer yang bersifat online sekalipun
SDM yang masih terbatas.” (Wawancara:
Akbar, Selasa, 12 Januari 2016).
Kami sangat terbantu dengan adanya
fasilitas sarana dan prasarana terutama
fasilitas komputer dalam pengelolaan data,
dan sistem pembuatan pelaporan. Dengan
tersedianya teknologi ini semua pekerjaan
yang menjadi tugas dan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab kami dapat
terselesaikan tepat waktu.” (Wawancara:
AArdiansyah Hidayat,Selasa, 12 Januari
2016).
Setiap tahun kami menganggarkan melalui
APBD terkait penyediaan fasilitas
pendukung terutama sarana dan prasarana
kantor, maupun fasilitas yang ada
didalamnya yang menunjang pelaksanaan
pekerjaan di setiap SKPD, Kantor, Badan
maupun yang lainnya terutama dalam
pengelolaan data, dan sistem
administrasiberbasis teknologi informasi,
sehingga harapan kami semua pelayanan
dapat dimaksimalkan demi terwujudnya
pelayanan prima, tetapi yang terpenting
perlu didukung oleh SDM yang kompeten
serta memiliki loyalitas dan dedikasi yang
tinggi.” (Wawancara: Abdul Latief, Kamis,
28 April 2016).
7. Menurut Bapak/Ibu Sdr (i)
faktor apa lagi yang
determinan terhadap
Menurut kami pengawasan adalah salah
satu faktor yang berpengaruh pada
pelaksanaan tupoksi pada organisasi badan
321
keefektifan pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi
pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
Kepegawaian daerah, hal ini agar lebih
menjamin adanya pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya deviasi pada setiap
pelaksanaan program. Sekarang ini aparatur
harus lebih hati-hati karena pengawasan
bukan saja dilakukan oleh internal
pimpinan tetapi juga pengawasan yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga eksternal
seperti KPK, LSM dan Masyarakat.”
(Wawancara: Lubis L, Selasa, 12 Januari
2016).
Dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan dalam mewujudkan
peningkatan kualitas profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil, maka pengawasan
sangat diperlukan agar tidak terjadi
kesalahan dan ketimpangan, baik di awal
pelaksanaan pekerjaan dan program maupun
pada saat evaluasi dan pelaporan kegiatan
dan program pada setiap bidang dan sub
bidang.” (Wawancara: Nursyamsih, Rabu,
16 Desember 2015).
Salah satu faktor yang berpengaruh pada
pelaksanaan tugas pokok serta fungsi yang
ada pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan adalah fungsi
pengawasan, dimana setiap pegawai
berusaha bekerja berdasarkan perundang-
undangan yang berlaku serta ketentuan-
ketentuan lainnya. Di samping itu melalui
pengawasan para pegawai berusaha secara
bersungguh-sungguh menjalankan tugas
pokoknya dengan penuh rasa
tanggungjawab dan amanah serta yang
paling penting adalah bukan hanya sesuai
dengan rencana, akan tetapi juga dengan
tingkat efisiensi dan efektivitas yang
tinggi.” (Wawancara: Suraedah, Rabu, 16
Desember 2015).
Dalam menunjang pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi badan Kepegawaian Daerah
dalam mewujudkan profesionalisme dan
pemberdayaan pegawai negeri sipil, maka
322
diperlukan pembinaan, pengawasan dan
pengendalian pegawai dengan menyusun
rencana kegiatan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan tugas. Hal ini sangat diperlukan
agar dapat meminimalisasi kesalahan dan
kekeliruan.” (wawancara: St Mariani, Rabu,
16 Desember 2015).
Pengawasan sangat diperlukan agar tidak
terjadi kesalahan dan kekeliruan, untuk itu
salah satu tugas kami adalah melakukan
pemantauan, pengawasan dan mengevaluasi
pelaksanaan tugas dan kegiatan aparatur
untuk mengetahui apakah tugas-tugas
tersebutsudah dilaksanakan atau belum,
apakah sesuai aturan atau tidak , dan ini
dilakukan baik diawal pelaksanaan
pekerjaan dan program maupun pada saat
evaluasi dan pelaporan kegiatan dan
program.” (wawancara: Muhammad Nasir,
Kamis, 28 April 2016).
Bagi kami pengawasan yang dilakukan oleh
pimpinan pada Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan selama ini cukup
ketat terutama dalam pelaksanaan kegiatan
atau program sehingga membuat kami
bekerja secara sungguh-sungguh terutama
menghindari kesalahan dan deviasi dalam
operasionalisasi suatu rencana kerja yang
sedang berlangsung dapat terlaksana dengan
baik.” (Wawancara: AArdiansyah
Hidayat,Selasa, 12 Januari 2016).
8. Menurut Bapak/Ibu Sdr (i)
faktor Lingkungan kerja,
komitmen kepemimpinan,
pemanfaatan teknologi,
pengawasan, faktor apa lagi
yang determinan terhadap
keefektifan pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi
pada Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
Setiap pegawai harus menjunjung tinggi
budaya kerja organisasi terutama terkait
dengan dedikasi dan loyalitas, selalu
disiplin, baik disiplin waktu dan disiplin
dalam bekerja, memiliki rasa
tanggungjawab yang tinggi untuk
melaksanakan tugas sesuai tupoksinya.
Selain itu juga akan menjadi penilaian bagi
pimpinan dalam mempromosikan ke jabatan
yang lebih tinggi.” ( Wawancara:
Widyawaty T, Kamis, 28 April 2016)
323
Sebagai aparatur pemerintah, kami selalu
menjaga dan menjunjung tinggi budaya
kerja organisasi terutama dalam menopan
kerja dan tugas-tugas yang telah menjadi
tanggungjawab sebagai pegawai, seperti
disiplin dan menjaga keteraturan dalam
bekerja, dedikasi dan loyalitas, serta
ketekunan dan kesabaran dalam setiap
pekerjaan yang dibebankan.’ (Wawancara :
Muhammad Nasir, Kamis, 28 April 2016).
Budaya kerja aparatur pada Badan
Kepegawaian daerah Provinsi Sulawesi
Selatan sangat menunjang tugas-tugas
keseharian kami terutama budaya kerja
yang disiplin kerja yang tinggi, tertib
administrasi, bertanggungjawab serta saling
mendorong dalam melakukan tugas pokok
dan fungsi masing-masing.” (Wawancara:
St. Mariani, Rabu, 16 Desember 2015).
Dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan dalam mewujudkan
peningkatan kualitas profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil, maka faktor penting
yang dapat mendukung tercapainya adalah
budaya kerja organisasi terutama budaya
kerja yang disiplin dan bertanggungjawab,
prinsip-prinsip transparansi, dan ikhlas dan
kejujuran. Di samping budaya-budaya
sipakatau (saling memanusiakan),
sipakalebbi (saling menghargai) dan
sipakainga (saling mengingatkan).”
(Wawancara: Nursyamsih, Rabu,16
Desember 2015).
Dalam melaksanakan Visi, Misi dan
kebijakan organisasi BKD sereta
mewujudkan peningkatan kualitas
profesionalisme PNS, Maka salah satu
faktor pentingyang dapat mendukung
pencapaian tersebut adalah budaya kerja
organisasi terutama peningkatan disiplin
kerja pegawai, memiliki rasa
tanggungjawab, bekerja dengan prinsip-
324
prinsip transparansi, ikhlas dalam bekerja,
dan menanamkan sifat kejujuran dengan
berpedoman pada nilai-nilai yang telah
dirumuskan bersama, yaitu membangun
profesionalisme, berkinerja dan peningkatan
kesejahteraan. Kemudian
mengimplementasikan budaya yang
berkembang dalam masyarakat Bugis
makassar, yaitu budaya-budaya sipakatau
(saling memanusiakan), sipakalebbi (saling
menghargai), dan sipakainga (saling
mengingatkan) dalam melakukan pekerjaan
dan program yang ada.” (Wawancara:
Muhammad Tamzil, Kamis, 28 April 2016).
325
Lampiran 4. Analisis Data Hasil Wawancara
N
o
Pertanyaan Inform
an
Deskripsi Hasil
Wawancara
Kondensasi
Data
Data Display ConclutionDrawing/Verific
ation
1. Menurut Bapak/Ibu, Sdr
(i) Bagaimana melihat
pelaksanaan pemberian
kewenangan kepada
aparatur berbasis
Kompetensi pada Kantor
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
NS
“ Terkadang ada
penyerahan
kewenangan yang
bersifat khusus
kepada aparatur
tertentu pada
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
terutama terkait
tugas dan fungsi
masing-masing
aparatur/pegawai
negeri sipil, Cuma
memberikan
wewenang itu
terkadang hanya
diperuntukan
kepada pegawai
atau pimpinan
tertentu ”. (Rabu,
Dalam
melaksanakan
program terdapat
uraian tugas dan
fungsi serta
kewenangan
setiap aparatur,
yang harus
dilaksanakan
dengan baik
yang merupakan
tanggungjawab.
Di samping itu
pimpinan
memberikan
wewenang
khusus kepada
pegawai untuk
menyelenggarak
an tugas
kedinasan lain
sesuai bidangnya
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi
Selatan dalam
melaksanakan
program
berdasarkan
hasil
perencanaan,
terdapat uraian
tugas dan
fungsi serta
kewenangan
setiap
aparatur/pegaw
ai negeri sipil,
yang harus
dilaksanakan
dengan baik
yang
merupakan
Pemberian kewenangan
kepada pegawai dengan tetap
mempertimbangan
kompetensi yang dimiliki
pegawai negeri sipil sudah
terlaksana, walaupun
pemberian kewenangan itu
masih sebatas pada pegawai
tertentu dan cenderung orang
yang sama.
326
LL
16 Desember
2015).
ada uraian tugas
dan kewenangan
pada tiap pegawai,
dan dijelaskan
dalam Peraturan
Daerah untuk
eselon II dan III,
sedangkan untuk
eselon IV melalui
Peraturan
Gubernur
(Pergub), yaitu
Perda Nomor 12
Tahun 2009
tentang Organisasi
dan Tata Kerja
Pemerintah
Provinsi Sulawesi
Selatan, akan
tetapi biasanya
pemberian
kewenangan itu
belum merata
kepada aparatur
yang ada, sehingga
untuk
mendukung
kelancaran
pelaksanaan
tugas-tugas
bardasarkan
tupoksi yang
ada. Adapun
uraian tugas dan
kewenangan
pada tiap
pegawai, dan
dijelaskan dalam
Peraturan Daerah
untuk eselon II
dan III,
sedangkan untuk
eselon IV
melalui
Peraturan
Gubernur
(Pergub), yaitu
Perda Nomor 12
Tahun 2009
tentang
Organisasi dan
Tata Kerja
Pemerintah
tanggungjawab
bagi setiap
aparatur dalam
melaksanakan
amanah
organisasi,yaitu
pada Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi
Selatan. Di
samping itu
pimpinan
memberikan
wewenang
khusus kepada
pegawai untuk
menyelenggara
kan tugas
kedinasan lain
sesuai
bidangnya
untuk
mendukung
kelancaran
pelaksanaan
tugas-tugas
bardasarkan
327
SE
ada yang merasa
memiliki kerja
yang banyak tapi
ada juga ada yang
sedikit. ” (Rabu,
16 Desember
2015).
Pelaksanaan
kegiatan pada
organisasi Badan
Kepegawaian
Daerah terdapat
uraian tugas,
fungsi serta
kewenangan para
pegawai mulai dari
tingkat Kepala
Badan, Sekretaris,
Kepala Bagian,
sampai kepada
staf/pegawai dalam
lingkup Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
Mereka diberi
kewenangan dan
Provinsi
Sulawesi
Selatan.
Pemberian
kewenangan
kepada aparatur
juga dilakukan
secara berjenjang
sesuai dengan
pembagian tugas
yang akan
dikerjakan dan
proses
pertanggung
jawaban pun
dilakukan secara
berjenjang
terutama kepada
atasan langsung
dari setiap
aparatur.
tupoksi yang
ada. uraian
tugas dan
kewenangan
pada tiap
pegawai, dan
dijelaskan
dalam
Peraturan
Daerah untuk
eselon II dan
III, sedangkan
untuk eselon IV
melalui
Peraturan
Gubernur
(Pergub), yaitu
Perda Nomor
12 Tahun 2009
tentang
Organisasi dan
Tata Kerja
Pemerintah
Provinsi
Sulawesi
Selatan.
328
IRS
bertanggung jawab
penuh atas tugas
pokok dan
fungsinya
termasuk tugas
lainnya yang
diberikan
kepadanya
berdasarkan
peraturan-
peraturan
kepegawaian.”
(Rabu, 16
Desember 2015).
Dalam
pelaksanaan
kegiatan pada
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
terdapat uraian
tugas, fungsi dan
kewenangan dan
ini diuraikan
dalam Tupoksi
melalui Surat
329
SM
Keputusan
Gubernur Sulawesi
Selatan.” (Rabu,
16 Desember
2015).
Terdapat uraian
tugas-tugas dan
fungsi serta
kewenangan
setiap
aparatur/pegawai
negeri sipil pada
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan,
yang harus
dilaksanakan
dengan baik
karena merupakan
tanggung jawab
bagi sertiap
aparatur. Di
samping itu
pimpinan sering
kali memberikan
wewenang kepada
330
SL
pegawai untuk
menyelenggarakan
tugas kedinasan
lain sesuai bidang
tugas untuk
mendukung
kelancaran
pelaksanan tugas”.
(Rabu, 16
Desember 2015).
Ada uraian tugas
dan fungsi serta
kewenangan yang
diberikan kepada
kami dalam
melaksanakan
program dan
Tupoksi pegawai
dijabarkan dalam
tugas pokok
pejabat Eselon II,
III dan IV atasan
langsung PNS
yang
bersangkutan,
dimana Tupoksi
pejabat struktural
331
AAH
IRS
diatur dalam
Peraturan
Gubernur Nomor
17 tahun 2009
tentang Tugas
Pokok, Fungsi dan
Rincian Tugas
Jabatan
Struktural.”
(Selasa, 12 Januari
2016).
Tugas pokok pada
setiap staf dapat
dilihat dalam SKP
masing-masing
pegawai yang
ditetapkan setiap
awal tahun sebagai
perjanjian kinerja
antara atasan
langsung. (Selasa,
12 Januari 2016).
Pemberian
kewenangan
kepada aparatur
dilakukan secara
332
berjenjang sesuai
dengan
pembagian tugas
yang akan
dikerjakan dan
proses
pertanggung
jawaban pun
dilakukan secara
berjenjang
terutama kepada
atasan langsung
dari setiap
aparatur.” (Rabu,
16Desember
2015).
2. Bagaimana menurut
Bapak/Ibu,
Sdr (i) melihat
pengembangan
kompetensi aparatur
berbasis
kompetensipadaKantor
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
FT
Setiap Aparatur
Badan
Kepegawaian
Daerah diberi
kesempatan untuk
mengembangkan
kompetensi yang
ada padanya untuk
menambah
pengetahuan
Setiap aparatur
diberi
kesempatan
mengembangkan
kompetensinya
yang ada
padanya untuk
menambah
pengetahuan
melalui tugas
Setiap aparatur
pada Badan
Kepegawaian
Daerah diberi
kesempatan
untuk
mengembangka
n kompetensi
yang ada
padanya untuk
Aparatur yang ada pada
Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan
diberi kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi
yang dimilikinya sudah
terlaksana. Namun belum
secara merata karena masih
di dominasi bidang/bagian
dan pegawai tertentu. 263
333
LL
melalui tugas
belajar (S2 dan
S3), Kecakapan
pegawai serta
kemampuannya
dan merupakan
hak yang dimiliki
oleh setiap
Aparatur Sipil
Negara yang
dijamin
berdasarkan
Undang-undang
Nomor 5 Tahun
2014 tentang
Aparatur Sipil
Negara. Namun
belum secara
merata karena
masih di dominasi
bidang dan
pegawai tertentu.”
(Rabu,16
Desember 2015).
Ya..., saya melihat
bahwa aparatur
yang ada disini
belajar (S1, S2
dan S3),
kecakapan
pegawai serta
kemampuannya
berdasarkan
tugas dan
kewenangannya
dan merupakan
hak yang
dimiliki oleh
setiap aparatur
Sipil negara
yang dijamin
berdasarkan
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun
2014 tentang
Aparatur Sipil
Negara.
Pemerintah
provinsi
menyediakan
anggaran yang
cukup memadai
melalui APBD
Provinsi. Untuk
pengembangan
menambah
pengetahuan,
kemampuan
melalui tugas
belajar (S1, S2
dan S3),
DIKLAT,
kursus-kursus,
workshop,
bimbingan
teknis dan
merupakan hak
yang dimiliki
oleh setiap
aparatur Sipil
negara yang
dijamin
berdasarkan
Undang-
Undang Nomor
5 Tahun 2014
tentang
Aparatur Sipil
Negara.
Setiap Aparatur
pada Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
334
WT
diberi kesempatan
mengembangkan
kompetensinya,
sepanjang
disediakan biaya,
walaupun
terkadang pegawai
tidak bersedia
untuk
mengembangkan
dirinya dan
bersifat acuh.”
(Rabu, 16
Desember 2015).
Aparatur yang ada
pada BKD
Provinsi Sulawesi
Selatan diberi
kesempatan untuk
mengembangkan
kompetensi yang
dimilikinya.
Namun
pemeberian
kesempatan untuk
pengembangan
kompetensi masih
diri aparatur.
Disamping itu
pemerintah
provinsi
mendukung
aparatur untuk
mengikuti
pendidikan dan
latihan
(DIKLAT),
kursus-kursus,
workshop,
bimbingan
teknis, seminar,
dan kegiatan
lainnya.
Sulawesi
Selatan diberi
kesempatan
mengembangka
n kompetensi
yang
dimilikinya
berdasarkan
tugas dan
kewenangan,
yang ditunjang
dengan
ketersediaan
anggaran
pengembangan
SDM.
335
SL
AB
di dominasi oleh
pegawai tertentu,
sehingga
terkadang ada
pegawai yang
berpikirancuek.
(Kamis, 28 April
2016).
Aparatur diberi
kesempatan
mengembangkan
kompetensi yang
dimilikinya
berdasarkan tugas
dan kewenangan,
yang ditunjang
dengan
ketersediaan
anggaran
pengembangan
SDM.” (Selasa, 12
Januari 2016).
Setiap aparatur
pada BKD
Provinsi Sulawesi
Selatan diberi
336
AL
kesempatan yang
sama untuk
mengembangkan
kompetensi yang
dimilikinya dan
disesuaikan
dengan jabatan
yang
diberikanuntuk
menunjang di
dalam pelaksanaan
tugas pokok dan
fungsinya sebagai
aparatur negara.” (
Rabu, 16
Desember 2015).
Pemerintah
provinsi menyadari
betapa pentingnya
aparatur yang
berkualitas dengan
memiliki
kompetensi yang
cukup,sehingga
setiap aparatur
diberi kesempatan
mengembangkan
337
kompetensi, baik
pengetahuan,
kecakapan,
kemampuan yang
dimilikinya dengan
menyediakan
anggaran yang
cukup pada
anggaran APBD
Provinsi. Kegiatan
pengembangan diri
aparatur banyak
dilakukan melalui
lanjut kejenjang
pendidikan S2 dan
S3, DIKLAT,
kursus-kursus,
workshop,
bimbingan teknis.
Tetapi dengan
syarat bahwa
aparatur yang
bersangkutan
bersedia, karena
terkadang ada
aparatur/pegawai
yang ditunjuk
berdasarkan
338
bidang tugasnya
tidak bersedia
dengan berbagai
alasan dan dalih”.
(Kamis, 28 April
2016). 3. Bagaimana menurut
Bapak/Ibu, Sdr (i)
melihat keterlibatan
aparatur dalam
pengambilan keputusan
berbasis pengetahuan,
kecakapan dan
kemampuan(PKK)padaK
antor Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan.
NS
Pengambilan
Keputusan
merupakan tugas
yang cukup berat
untuk memastikan
satu keputusan
yang akan dipilih,
termasuk pada
badan
Kepegawaian
daerah
pengambilan
keputusan selalu
melibatkan semua
unsur mulai dari
kepala badan,
kepala bidang, dan
kepala sub bidang,
dengan harapan
agar semua
tingkatan merasa
punya
Badan
Kepegawaian
Daerah dalam
proses
pengambilan
keputusan selalu
melibatkan
semua unsur
mulai dari kepala
badan, kepala
bidang, dan
kepala sub
bidang (Eselon
II, III, dan IV)
dengan harapan
agar semua
tingkatan merasa
punya
ketewrlibatan
dalam setiap
keputusan yang
diambil,
Pengambilan
Keputusan
merupakan
tugas yang
cukup berat
untuk
memastikan
satu keputusan
yang akan
dipilih,
termasuk pada
badan
Kepegawaian
daerah
pengambilan
keputusan
selalu
melibatkan
semua unsur
mulai dari
kepala badan,
kepala bidang,
Dalam proses pengambilan
keputusan pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan,
aparatur dilibatkan mulai
dari Eselon II, III, dan IV
sudah terlaksana. Kecuali
hal yang bersifat strategi,
Kepala Badan hanya
meminta saran dan masukan
dari pejabat tertentu
339
LL
ketewrlibatan
dalam setiap
keputusan yang
diambil, terutama
keputusan ditengah
situasi yang tidak
menentu atau yang
sering muncul
dengan
mendadak”. (Rabu,
16 Desember
2015).
Ya, pengambilan
keputusan semua
dilibatkan mulai
dari Eselon II, III,
dan IV, pejabat
Eselon tersebut
menyampaikan
kepada staf apa
ada koreksi,
usulan, sanggahan
atas keputusan
yang diambil dan
penerimaan para
aparatur cukup
baik sepanjang
terutama
keputusan
ditengah situasi
yang tidak
menentu atau
yang sering
muncul dengan
mendadak.
Pengambilan
keputusan
mempunyai arti
yang sangat
penting bagi
kemajuan suatu
organisasi
terutama karena
masa depan
organisasi
banyak
ditentukan oleh
pengambilan
keputusan yang
efektif.
Termasuk di
dalamnya BKD
Provinsi
Sulawesi
Selatan, setiap
dan kepala sub
bidang (Eselon
II, III, dan IV),
dengan harapan
agar semua
tingkatan
merasa punya
keterlibatan
dalam setiap
keputusan yang
diambil,
terutama
keputusan
ditengah situasi
yang tidak
menentu atau
yang sering
muncul dengan
mendadak. Para
pejabat dalam
Lingkup BKD
dilibatkan
dalam
pengambilan
keputusan,
dengan tujuan
agar program
persatu tahun
340
MN
keputusan
dilakukan secara
bijaksanan,
transparan dan
disesuaikan
dengan
kemampuan.”
(Rabu,16
Desember 2015).
Para pejabat dalam
Lingkup BKD
dilibatkan dalam
pengambilan
keputusan, dengan
tujuan agar
program persatu
tahun anggaran
berjalan diketahui
dengan ketentuan
selalu mengacuh
pada peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku agar tidak
melanggar
hukum.” (Kamis,
28 April 2016).
keputusan yang
ditetapkan selalu
melibatkan
semua unsur
pimpinan dengan
mempertimbang
kan berbagai
aspek, terutama
aspek hukum,
SDM dan
Anggaran.
anggaran
berjalan
diketahui oleh
semua aparatur,
dengan
ketentuan selalu
mengacuh pada
peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku agar
tidak melanggar
hukum.
Kemudian
pengambilan
keputusan
melibatkan
semua unsur
aparatur,
kecuali berupa
kebijakan
hanya
dilaksanakan
oleh Pimpinan
atau dalam hal
ini Kepala
Badan.
341
AAH
IRS
Pengambilan
keputusan
melibatkan Kepala
Badan, Kepala
Bidang, Sub
Bidang dan Sub
Bagian dalam
lingkup Badan
Kepegawaian
Daerah, dan karena
sifatnya adalah
keputusan
kelembagaan,
maka wajib untuk
dijalankan sesuai
ketentuan yang
berlaku.” (Selasa,
12 Januari 2016).
Ya, pengambilan
keputusan
melibatkan semua
unsur aparatur,
kecuali berupa
kebijakan hanya
dilaksanakan oleh
Pimpinan atau
342
MT
dalam hal ini
Kepala Badan.”
(Selasa, 12 Januari
2016).
Pengambilan
keputusan
mempunyai arti
yang sangat
penting bagi
kemajuan suatu
organisasi
terutama karena
masa depan
organisasi banyak
ditentukan oleh
pengambilan
keputusan yang
efektif. Termasuk
di dalamnya BKD
Provinsi Sulawesi
Selatan, setiap
keputusan yang
ditetapkan selalu
melibatkan semua
unsur pimpinan
dengan
mempertimbangka
343
n berbagai aspek,
terutama aspek
hukum, SDM dan
Anggaran.”
(Kamis, 28 April
2016 ). 4. Menurut
BagaimanaBapak/Ibu, Sdr
(i) faktor apa saja yang
determinan terhadap
keefektifan pemberdayaan
aparatur berbasis
kompetensi pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan.
NS
WT
Sangat penting
bagi kami
lingkungan kerja
yang harmonis dan
ketenangan dalam
melaksanakan
tugas-tugas rutin,
sebab kami setiap
saat ada dikantor,
sehingga butuh
suasana kerja yang
nyaman, teratur
serta suasana
sekitar kerja yang
bersih dan
tersedianya
fasilitas yang
memadai.” (Rabu,
16 Desember
2015).
Bagi kami ada tiga
ada tiga hal yang
penting dalam
membangun dan
mengembangkan
suasana kerja
kearah yang
lebih profesional
serta
peningkatan
kinerja aparatur,
yaitu tersedianya
fasilitas-fasilitas
kerja yang
memadai dengan
pemanfaatan
teknologi
mutakhir,
terpeliharanya
hubungan kerja
yang harmonis
antara pimpinan
dan bawahan,
Faktor yang
sangat
menentukan
dalam
pencapaian
tujuan
organisasi
Badan
Kepegawaian
Daerah adalah
terciptanya
budaya kerja
organisasi yang
dapat
menunjang
pelaksanaan
program dan
kegiatan.
merupakan
tugas pimpinan
dalam
menciptakan
Faktor determinan terhadap
keefektifan pemberdayaan
aparatur berbasis kompetensi
adalah Faktor lingkungan
kerja. yaitu tersedianya
fasilitas-fasilitas kerja yang
memadai dengan
pemanfaatan teknologi
mutakhir, terpeliharanya
hubungan kerja yang
harmonis antara pimpinan
dan bawahan, serta
terbangunnya komunikasi
yang saling terbuka dan
bertanggungjawab.
344
hal yang penting
dalam membangun
dan
mengembangkan
suasana kerja
kearah yang lebih
profesional serta
peningkatan
kinerja aparatur,
yaitu tersedianya
fasilitas-fasilitas
kerja yang
memadai dengan
pemanfaatan
teknologi
mutakhir,
terpeliharanya
hubungan kerja
yang harmonis
antara pimpinan
dan bawahan, serta
terbangunnya
komunikasi yang
saling terbuka dan
bertanggungjawab.
” (Kamis, 28 April
2016).
serta
terbangunnya
komunikasi yang
saling terbuka
dan
bertanggungjawa
b. faktor yang
sangat
menentukan
dalam
pencapaian
tujuan organisasi
Badan
Kepegawaian
Daerah adalah
terciptanya
budaya kerja
organisasi yang
dapat menunjang
pelaksanaan
program dan
kegiatan. Dan
disini merupakan
tugas pimpinan
dalam
menciptakan
suasana budaya
kerja yang
suasana budaya
kerja yang
harmonis,
kondusif,
nyaman,
komunikatif
dan tersedianya
fasilitas
teknologi
mutakhir yang
dapat
menunjang
tugas-tugas
pegawai. Dan
ini sejalan
keinginan
Pemerintah
Provinsi yang
berusaha
semaksimal
mungkin
menjaga
lingkungan
kerja agar tetap
kondusif,
karena kondisi
lingkungan
yang kondusif
345
SE
Bagi kami faktor
yang sangat
menentukan dalam
pencapaian tujuan
organisasi Badan
Kepegawaian
Daerah adalah
terciptanya budaya
kerja organisasi
yang dapat
menunjang
pelaksanaan
program dan
kegiatan. Dan
disini merupakan
tugas pimpinan
dalam
menciptakan
suasana budaya
kerja yang
harmonis,
kondusif, nyaman,
komunikatif dan
tersedianya
fasilitas teknologi
mutakhir yang
dapat menunjang
tugas-tugas
harmonis,
kondusif,
nyaman,
komunikatif dan
tersedianya
fasilitas
teknologi
mutakhir yang
dapat menunjang
tugas-tugas
pegawai.”
harmonis,
kondusif,
nyaman,
komunikatif dan
tersedianya
fasilitas
teknologi
mutakhir yang
dapat menunjang
tugas-tugas
pegawai.
akan
memungkinkan
pegawai
bekerja secara
maksimal tetapi
sebaliknya
kondisi
lingkungan
kerja yang
berantakan,
selalu muncul
konflik dan
pertentangan
akan
menghambat
pekerjaan yang
pada akhirnya
akan terjadi
ketidak-
efisienan dalam
bekerja
sehingga proses
pencapaian
tujuan
organisasi
terhambat.
Untuk itu
Perintah
346
SM
IRS
pegawai.” (Rabu,
16 Desember
2015).
Dalam
pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi
lingkungan kerja
sangat
berpengaruh
terutama dalam
menyelesaikan
tugas-tugas
pegawai baik dari
segi suasana kerja
yang nyaman,
penataan ruang
kerja yang teratur
maupun
penggunaan
teknologi yang
sudah tersedia.”
(Rabu, 16
Desember 2015).
Bagi kami, hal
yang terpenting
dalam mendukung
Provinsi
bersama
jajarannya
berusaha
menciptakan
budaya kerja
organisasi
harmonis
sehingga dapat
menunjang
pelaksanaan
program dan
kegiatanyang
telah
dicanangkan
oleh bapak
Gubernur
Sulawesi
Selatan serta
berusaha
menjaga
terpeliharanya
hubungan kerja
yang harmonis
antara pimpinan
dengan
bawahan
melalui
347
AL
pelaksanaan tugas
pokok adalah
terciptanya
susasana yang
kondusif dimana
pimpinan mampu
menjadi pengayom
dan teladan bagi
bawahannya, di
samping itu ruang
kerja yang
representatif juga
sangan
berpengaruh dalam
melakukan
kegiatan
keseharian di
kantor.” (Selasa,12
Januari 2016).
Kami berusaha
semaksimal
mungkin menjaga
lingkungan kerja
agar tetap
kondusif, karena
bagi kami kondisi
lingkungan yang
komunikasi dua
arah, dan yang
paling penting
ialah menjaga
agar pegawai
memiliki
kepatuhan
dalam
menjalankan
tugas dan
tanggungjawab
berdasarkan
perundang-
undangan yang
berlaku.
348
kondusif akan
memungkinkan
pegawai bekerja
secara maksimal
tetapi sebaliknya
kondisi lingkungan
kerja yang
berantakan, selalu
muncul konflik
dan pertentangan
akan menghambat
pekerjaan yang
pada akhirnya
akan terjadi
ketidak-efisienan
dalam bekerja
sehingga proses
pencapaian tujuan
organisasi
terhambat. Hal ini
tidak kami
inginkan terjadi
pada Pemerintah
Provinsi Sulawesi
Selatan. Untuk itu
kami berusaha
menciptakan
budaya kerja
349
organisasi
harmonis sehingga
dapat menunjang
pelaksanaan
program dan
kegiatanyang telah
dicanangkan oleh
bapak Gubernur
serta berusaha
menjaga
terpeliharanya
hubungan kerja
yang harmonis
antara pimpinan
dengan bawahan
melalui
komunikasi dua
arah, dan yang
paling penting
ialah menjaga agar
pegawai memiliki
kepatuhan dalam
menjalankan tugas
dan
tanggungjawab
berdasarkan UU.”
(Kamis, 28 April
2016).
350
5. Menurut Bagaimana
Bapak/Ibu, Sdr (i) faktor
apa saja yang determinan
terhadap keefektifan
pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
SE
MN
Salah satu faktor
yang sangat
mendukung
pelaksanaan
program yang
telah direncanakan
serta dalam rangka
meningkatkan
kinerja aparatur
serta dalam
melaksanakan
rugas pokok dan
fungsi adalah
faktor Komitmen
kepemimpinan
yang diterapkan
oleh kepala badan
yang cenderung
terbuka dan
komunikatif
kepada semua
bawahan tanpa
membeda-bedakan
mulai pejabat
tinggi sampai
kepada pejabat
rendahan dan staf.”
(Selasa, 12 januari
2016)
Kepemimpinan
yang diterapkan
pada Kantor
Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan
Komitmen
pimpinan yang
diterapkan pada
Kantor Gubernur
Provinsi
Sulawesi Selatan
dan khususnya
pada Badan
kepegawaian
Daerah adalah
kepemimpinan
yang demokratis,
hal ini
dikarenakan
pimpinan
memberi
kepercayaan dan
tanggungjawab
kepada setiap
bawahan untuk
merinovasi
dengan
melahirkan ide
dan gagasan
cerdas dalam
bekerja termasuk
di dalamnya
melibatkan
dalam
perencanaan,
implementasi
kebijakan
organisasi.Pimpi
nan memberi
kepercayaan dan
Komitmen
Kepemimpinan
yang diterapkan
pada Kantor
Gubernur
Provinsi
Sulawesi
Selatan dan
khususnya pada
Badan
kepegawaian
Daerah adalah
pimpinan
memberi
kepercayaan
dan
tanggungjawab
kepada setiap
bawahan untuk
merinovasi
dengan
melahirkan ide
dan gagasan
cerdas dalam
bekerja
termasuk di
dalamnya
melibatkan
dalam
perencanaan,
implementasi
kebijakan
organisasi.
Kemudian salah
satu faktor yang
Komitmen pimpinan yang
diterapkan pada Kantor
Gubernur Provinsi Sulawesi
Selatan dan khususnya pada
Badan kepegawaian Daerah
adalah membangun
kepemimpinan yang terbuka,
komunikatif dan demokratis,
hal ini dikarenakan
pimpinan memberi
kepercayaan dan
tanggungjawab kepada setiap
bawahan untuk merinovasi
dengan melahirkan ide dan
gagasan cerdas dalam
bekerja termasuk di
dalamnya melibatkan dalam
perencanaan, implementasi
kebijakan organisasi. Faktor
kepemimpinan yang
diterapkan oleh kepala badan
adalah kemepmipnan yang
cenderung terbuka dan
komunikatif kepada semua
bawahan tanpa membeda-
bedakan mulai pejabat tinggi
sampai kepada pejabat
rendahan dan staf.
351
6. Menurut Bapak/Ibu, Sdr
(i) faktor apa saja yang
determinan terhadap
keefektifan
pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
LL
SE
Pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi
serta peningkatan
kualitas layanan
administrasi
kepegawaian pada
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
didukung dengan
sistem informasi
kepegawaian
berbasis teknologi
informatika dan
komunikasi, yang
dapat
memudahkan
pegawai bekerja
secara efektif’.
(Rabu, 16
Desember 2015).
Dalam
mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri
Dalam
mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri
Sipil, terutama
dalam bidang
pelayanan
kepada seluruh
pegawai yang
ada pada lingkup
pemerintah
Provinsi
Sulawesi Selatan
maka
penggunaan
sistem
komputerisasi
berbasis IT
sangat
mendukung dan
memberi
kemudahan serta
manfaat yang
besar dalam
setiap kegiatan
yang
dilaksanakan.
Dalam
mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri
Sipil, terutama
dalam bidang
pelayanan
kepada seluruh
pegawai yang
ada pada
lingkup
pemerintah
Provinsi
Sulawesi
Selatan maka
penggunaan
sistem
komputerisasi
berbasis IT
sangat
mendukung dan
memberi
kemudahan
serta manfaat
yang besar
dalam setiap
kegiatan yang
Pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi serta peningkatan
kualitas layanan administrasi
kepegawaian pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan
didukung dengan sistem
informasi kepegawaian
berbasis teknologi
informatika dan komunikasi,
yang dapat memudahkan
pegawai bekerja secara
efektif. Kemudian dengan
teknologi yang tersedia dapat
menghemat waktu dan
tenaga serta dapat
mempercepat proses
penyelesaian pekerjaan
secara efektif dan efisien.
352
FT
Sipil, terutama
dalam bidang
pelayanan kepada
seluruh pegawai
yang ada pada
lingkup
pemerintah
Provinsi Sulawesi
Selatan maka
penggunaan sistem
komputerisasi
berbasis IT sangat
mendukung dan
memberi
kemudahan serta
manfaat yang
besar dalam setiap
kegiatan yang
dilaksanakan.
Karena dapat
menghemat waktu
dan tenaga serta
dapat
mempercepat
proses
penyelesaian
pekerjaan secara
efektif dan
Karena dapat
menghemat
waktu dan
tenaga serta
dapat
mempercepat
proses
penyelesaian
pekerjaan secara
efektif dan
efisien. Aparatur
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
mendapatkan
kemudahan
dalam
pelaksanakan
tugas keseharian
karena
tersedianya
fasilitas-fasilitas
pendukung
pelasanaan
kegiatan,
prosedur kerja
yang baku,
dilaksanakan.
Karena dapat
menghemat
waktu dan
tenaga serta
dapat
mempercepat
proses
penyelesaian
pekerjaan
secara efektif
dan efisien.
Kemudian
Pelaksanaan
tugas pokok
dan fungsi serta
peningkatan
kualitas layanan
administrasi
kepegawaian
pada Badan
didukung
dengan sistem
informasi
kepegawaian
berbasis
teknologi
informatika dan
353
NS
efisien”. (Rabu,16
Desember 2015).
Salah satu faktor
organisasi yang
sangat mendukung
pelaksanakan tugas
pokok dan fungsi
serta kegiatan
kami pada Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
adalah
pemanfaatan
teknologi yang
berbasis pada
sistem
komputerisasi dan
teknologi
informasi, yang
dapat
memudahkan
pegawai bekerja
secara efektif dan
efisien.” (Rabu, 16
Desember 2015).
sistem jaringan
komputer yang
bersifat online
sekalipun SDM
yang masih
terbatas.”
komunikasi,
yang dapat
memudahkan
pegawai
bekerja secara
efektif.
354
AB
Dalam
melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam
mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri
Sipil terutama
dalam bidang
perencanaan
dimana
penggunaan sistem
komputerisasi
sangat mendukung
dan memberi
kemudahan dalam
setiap kegiatan
yang dilaksanakan.
Di samping
fasilitas-fasilitas
lainnya yang dapat
menghemat waktu
355
AAH
dan tenaga serta
dapat
mempercepat
penyelesaian
pekerjaan.” (Rabu,
16 Desember
2015).
Kami
mendapatkan
kemudahan dalam
pelaksanakan tugas
keseharian sebagai
pegawai karena
tersedianya
fasilitas-fasilitas
pendukung
pelasanaan
kegiatan, prosedur
kerja yang baku,
sistem jaringan
komputer yang
bersifat online
sekalipun SDM
yang masih
terbatas.” (Selasa,
12 Januari 2016).
356
AL
Kami sangat
terbantu dengan
adanya fasilitas
sarana dan
prasarana terutama
fasilitas komputer
dalam pengelolaan
data, dan sistem
pembuatan
pelaporan. Dengan
tersedianya
teknologi ini
semua pekerjaan
yang menjadi
tugas dan
pekerjaan yang
menjadi tanggung
jawab kami dapat
terselesaikan tepat
waktu.” (Selasa,
12 Januari 2016).
Setiap tahun kami
menganggarkan
melalui APBD
terkait penyediaan
fasilitas
pendukung
357
terutama sarana
dan prasarana
kantor, maupun
fasilitas yang ada
didalamnya yang
menunjang
pelaksanaan
pekerjaan di setiap
SKPD, Kantor,
Badan maupun
yang lainnya
terutama dalam
pengelolaan data,
dan sistem
administrasiberbas
is teknologi
informasi,
sehingga harapan
kami semua
pelayanan dapat
dimaksimalkan
demi terwujudnya
pelayanan prima,
tetapi yang
terpenting perlu
didukung oleh
SDM yang
kompeten serta
358
memiliki loyalitas
dan dedikasi yang
tinggi.” (Kamis, 28
April 2016).
7. Menurut
BagaimanaBapak/Ibu,
Sdr (i) faktor apa saja
yang determinan terhadap
keefektifan
pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
LL
NS
Menurut kami
pengawasan adalah
salah satu faktor
yang berpengaruh
pada pelaksanaan
tupoksi pada
organisasi badan
Kepegawaian
daerah, hal ini agar
lebih menjamin
adanya
pencegahan
terhadap
kemungkinan
terjadinya deviasi
pada setiap
pelaksanaan
program. Sekarang
ini aparatur harus
lebih hati-hati
karena
pengawasan
bukan saja
dilakukan oleh
Dalam
melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam
mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri
Sipil, maka
pengawasan
sangat
diperlukan agar
tidak terjadi
kesalahan dan
ketimpangan,
baik di awal
pelaksanaan
pekerjaan dan
program maupun
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi
Selatan
berusaha
mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri
Sipil, maka
pengawasan
sangat
diperlukan agar
tidak terjadi
kesalahan dan
ketimpangan,
baik di awal
pelaksanaan
pekerjaan dan
program
maupun pada
saat evaluasi
Kegiatan pngawasan
dilakukan oleh pimpinan
diharapkan agar aparatur
berusaha bekerja berdasarkan
perundang-undangan yang
berlaku serta ketentuan-
ketentuan lainnya. Di
samping itu melalui
pengawasan para pegawai
berusaha secara bersungguh-
sungguh menjalankan tugas
pokoknya dengan penuh rasa
tanggungjawab dan amanah
serta yang paling penting
adalah bukan hanya sesuai
dengan rencana, akan tetapi
juga dengan tingkat efisiensi
dan efektivitas yang tinggi.
359
internal pimpinan
tetapi juga
pengawasan yang
dilakukan oleh
lembaga-lembaga
eksternal seperti
KPK, LSM dan
Masyarakat.”
(Selasa, 12 Januari
2016).
Dalam
melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam
mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri
Sipil, maka
pengawasan sangat
diperlukan agar
tidak terjadi
pada saat
evaluasi dan
pelaporan
kegiatan dan
program pada
setiap bidang
dan sub bidang.
Di samping itu,
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam
menerapkan
fungsi
pengawasan,
agar setiap
pegawai
berusaha bekerja
berdasarkan
perundang-
undangan yang
berlaku serta
ketentuan-
ketentuan
lainnya. melalui
pengawasan para
pegawai
dan pelaporan
kegiatan dan
program pada
setiap bidang
dan sub bidang.
pengawasan
yang dilakukan
oleh pimpinan
pada Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi
Selatan selama
ini cukup ketat
terutama dalam
pelaksanaan
kegiatan atau
program
sehingga
membuat
aparatur
bekerja secara
sungguh-
sungguh
terutama
menghindari
kesalahan dan
deviasi dalam
360
SE
kesalahan dan
ketimpangan, baik
di awal
pelaksanaan
pekerjaan dan
program maupun
pada saat evaluasi
dan pelaporan
kegiatan dan
program pada
setiap bidang dan
sub bidang.”
(Rabu, 16
Desember 2015).
Salah satu faktor
yang berpengaruh
pada pelaksanaan
tugas pokok serta
fungsi yang ada
pada Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
adalah fungsi
pengawasan,
dimana setiap
pegawai berusaha
berusaha secara
bersungguh-
sungguh
menjalankan
tugas pokoknya
dengan penuh
rasa
tanggungjawab
dan amanah serta
yang paling
penting adalah
bukan hanya
sesuai dengan
rencana, akan
tetapi juga
dengan tingkat
efisiensi dan
efektivitas yang
tinggi.”
operasionalisasi
suatu rencana
kerja yang
sedang
berlangsung
dapat terlaksana
dengan baik.
361
SE
bekerja
berdasarkan
perundang-
undangan yang
berlaku serta
ketentuan-
ketentuan lainnya.
Di samping itu
melalui
pengawasan para
pegawai berusaha
secara bersungguh-
sungguh
menjalankan tugas
pokoknya dengan
penuh rasa
tanggungjawab
dan amanah serta
yang paling
penting adalah
bukan hanya
sesuai dengan
rencana, akan
tetapi juga dengan
tingkat efisiensi
dan efektivitas
yang tinggi.”
(Rabu, 16
362
SM
Desember 2015).
Dalam menunjang
pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi
badan
Kepegawaian
Daerah dalam
mewujudkan
profesionalisme
dan pemberdayaan
pegawai negeri
sipil, maka
diperlukan
pembinaan,
pengawasan dan
pengendalian
pegawai dengan
menyusun rencana
kegiatan sebagai
pedoman dalam
pelaksanaan tugas.
Hal ini sangat
diperlukan agar
dapat
meminimalisasi
kesalahan dan
kekeliruan.”
363
MN
(Rabu, 16
Desember 2015).
Pengawasan sangat
diperlukan agar
tidak terjadi
kesalahan dan
kekeliruan, untuk
itu salah satu tugas
kami adalah
melakukan
pemantauan,
pengawasan dan
mengevaluasi
pelaksanaan tugas
dan kegiatan
aparatur untuk
mengetahui apakah
tugas-tugas
tersebutsudah
dilaksanakan atau
belum, apakah
sesuai aturan atau
tidak , dan ini
dilakukan baik
diawal
pelaksanaan
pekerjaan dan
364
AAH
program maupun
pada saat evaluasi
dan pelaporan
kegiatan dan
program.” (Kamis,
28 April 2016).
Bagi kami
pengawasan yang
dilakukan oleh
pimpinan pada
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
selama ini cukup
ketat terutama
dalam pelaksanaan
kegiatan atau
program sehingga
membuat kami
bekerja secara
sungguh-sungguh
terutama
menghindari
kesalahan dan
deviasi dalam
operasionalisasi
365
suatu rencana kerja
yang sedang
berlangsung dapat
terlaksana dengan
baik.” (Selasa, 12
Januari 2016).
8. Menurut Bagaimana
Bapak/Ibu, Sdr (i) faktor
apa saja yang determinan
terhadap keefektifan
pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan.
WT
MN
Setiap pegawai
harus menjunjung
tinggi budaya kerja
organisasi
terutama terkait
dengan dedikasi
dan loyalitas,
selalu disiplin,
baik disiplin waktu
dan disiplin dalam
bekerja, memiliki
rasa
tanggungjawab
yang tinggi untuk
melaksanakan
tugas sesuai
tupoksinya. Selain
itu juga akan
menjadi penilaian
bagi pimpinan
dalam
mempromosikan
Setiap pegawai
pada Badan
Kepegawaian
Darah Provinsi
Sulawesi Selatan
menjunjung
tinggi budaya
kerja organisasi
terutama terkait
dengan dedikasi
dan loyalitas,
selalu disiplin,
baik disiplin
waktu dan
disiplin dalam
bekerja,
memiliki rasa
tanggungjawab
yang tinggi
untuk
melaksanakan
tugas sesuai
Setiap pegawai
menjunjung
tinggi budaya
kerja organisasi
terutama dalam
menopan kerja
dan tugas-tugas
yang telah
menjadi
tanggungjawab
sebagai
pegawai,
seperti disiplin
dan menjaga
keteraturan
dalam bekerja,
dedikasi dan
loyalitas, serta
ketekunan dan
kesabaran
dalam setiap
pekerjaan yang
Pegawai menjunjung tinggi
budaya kerja organisasi
terutama terkait dengan
dedikasi dan loyalitas, selalu
disiplin, baik disiplin waktu
dan disiplin dalam bekerja,
memiliki rasa tanggungjawab
yang tinggi untuk
melaksanakan tugas sesuai
tupoksinya. Kemudian
menerapkan budaya-budaya
yang berkembang di
masyarakat Bugis Makassar
yaitu budaya-budaya
sipakatau (saling
memanusiakan), sipakalebbi
(saling menghargai) dan
sipakainga (saling
mengingatkan).
366
SM
NS
ke jabatan yang
lebih tinggi.” (
Kamis, 28 April
2016)
Sebagai aparatur
pemerintah, kami
selalu menjaga dan
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi
terutama dalam
menopan kerja dan
tugas-tugas yang
telah menjadi
tanggungjawab
sebagai pegawai,
seperti disiplin dan
menjaga
keteraturan dalam
bekerja, dedikasi
dan loyalitas, serta
ketekunan dan
kesabaran dalam
setiap pekerjaan
yang dibebankan.’
(Kamis, 28 April
2016).
tupoksinya.
Selain itu juga
akan menjadi
penilaian bagi
pimpinan dalam
mempromosikan
ke jabatan yang
lebih
tinggi.Kemudian
Budaya kerja
yang diterapkan
pada Badan
Kepegawain
Daerah adalah
budaya Bkerja
yang disiplin dan
bertanggungjawa
b, prinsip-prinsip
transparansi, dan
ikhlas dan
kejujuran. Di
samping budaya-
budaya
sipakatau (saling
memanusiakan),
sipakalebbi
(saling
menghargai) dan
dibebankan.di
samping itu,
budaya kerja
aparatur pada
Badan
Kepegawaian
daerah Provinsi
Sulawesi
Selatan sangat
menunjang
tugas-tugas
keseharian
pegawai
terutama
budaya kerja
yang disiplin
kerja yang
tinggi, tertib
administrasi,
bertanggungjaw
ab serta saling
mendorong
dalam
melakukan
tugas pokok
dan fungsi
masing-masing
pegawai.
367
MT
Budaya kerja
aparatur pada
Badan
Kepegawaian
daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
sangat menunjang
tugas-tugas
keseharian kami
terutama budaya
kerja yang disiplin
kerja yang tinggi,
tertib administrasi,
bertanggungjawab
serta saling
mendorong dalam
melakukan tugas
pokok dan fungsi
masing-masing.”
(Rabu, 16
Desember 2015).
Dalam
melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian
sipakainga
(saling
mengingatkan).”
368
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam
mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri
Sipil, maka faktor
penting yang dapat
mendukung
tercapainya adalah
budaya kerja
organisasi
terutama budaya
kerja yang disiplin
dan
bertanggungjawab,
prinsip-prinsip
transparansi, dan
ikhlas dan
kejujuran. Di
samping budaya-
budaya sipakatau
(saling
memanusiakan),
sipakalebbi(saling
menghargai) dan
369
sipakainga (saling
mengingatkan).”
(Rabu,16
Desember 2015).
Dalam
melaksanakan
Visi, Misi dan
kebijakan
organisasi BKD
sereta mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
PNS, Maka salah
satu faktor
pentingyang dapat
mendukung
pencapaian
tersebut adalah
budaya kerja
organisasi
terutama
peningkatan
disiplin kerja
pegawai, memiliki
rasa
tanggungjawab,
370
bekerja dengan
prinsip-prinsip
transparansi, ikhlas
dalam bekerja, dan
menanamkan sifat
kejujuran dengan
berpedoman pada
nilai-nilai yang
telah dirumuskan
bersama, yaitu
membangun
profesionalisme,
berkinerja dan
peningkatan
kesejahteraan.
Kemudian
mengimplementasi
kan budaya yang
berkembang dalam
masyarakat Bugis
makassar, yaitu
budaya-budaya
sipakatau (saling
memanusiakan),
sipakalebbi (saling
menghargai), dan
sipakainga (saling
mengingatkan)
372
Lampiran4 : Dokumentasi Penelitian
Wawancara Peneliti bersama Kepala BKD Sulawesi Selatan
Foto bersama dengan Kepala BKD Provinsi Sulawesi Selatan
373
Wawancara dengan staf BKD
Wawancara dengan staf Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sulawesi-Selatan.
374
Wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai
Wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian
375
Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan
Pengendalian
Wawancara dan mengamati kinerja Pegawai BKD Provinsi Sulawesi Selatan.
376
Wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengemdalian Pegawai
Foto Bersama Pimpinan dan staf Badan Kepegawaian Daerah
5. Menurut
BagaimanaBapak/Ibu,
Sdr (i) faktor apa saja
yang determinan
terhadap keefektifan
pemberdayaan
aparatur berbasis
kompetensi pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
SE
MN
Salah satu faktor yang
sangat mendukung
pelaksanaan program
yang telah
direncanakan serta
dalam rangka
meningkatkan kinerja
aparatur serta dalam
melaksanakan rugas
pokok dan fungsi
adalah faktor
Komitmen
kepemimpinan yang
diterapkan oleh kepala
badan yang cenderung
terbuka dan
komunikatif kepada
semua bawahan tanpa
membeda-bedakan
mulai pejabat tinggi
sampai kepada pejabat
rendahan dan staf.”
(Selasa, 12 januari
2016)
Kepemimpinan yang
diterapkan pada
Kantor Gubernur
Provinsi Sulawesi
Selatan dan
khususnya pada
Badan
kepegawaian Daerah
adalah kepemimpinan
Komitmen
pimpinan yang
diterapkan pada
Kantor Gubernur
Provinsi Sulawesi
Selatan dan
khususnya pada
Badan kepegawaian
Daerah adalah
kepemimpinan yang
demokratis, hal ini
dikarenakan
pimpinan memberi
kepercayaan dan
tanggungjawab
kepada setiap
bawahan untuk
merinovasi dengan
melahirkan ide dan
gagasan cerdas
dalam bekerja
termasuk di
dalamnya
melibatkan dalam
perencanaan,
implementasi
kebijakan
organisasi.Pimpinan
memberi
kepercayaan dan
tanggungjawab
kepada setiap
bawahan untuk
berkreasi dan
berinovasi dalam
bekerja termasuk di
dalamnya
Komitmen
Kepemimpinan
yang diterapkan
pada Kantor
Gubernur
Provinsi Sulawesi
Selatan dan
khususnya pada
Badan
kepegawaian
Daerah adalah
pimpinan
memberi
kepercayaan dan
tanggungjawab
kepada setiap
bawahan untuk
merinovasi
dengan
melahirkan ide
dan gagasan
cerdas dalam
bekerja termasuk
di dalamnya
melibatkan dalam
perencanaan,
implementasi
kebijakan
organisasi.
Kemudian salah
satu faktor yang
sangat
mendukung
pelaksanaan
program yang
telah
direncanakan
Komitmen pimpinan yang
diterapkan pada Kantor
Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan dan
khususnya pada Badan
kepegawaian Daerah
adalah membangun
kepemimpinan yang
terbuka, komunikatif dan
demokratis,
hal ini dikarenakan
pimpinan memberi
kepercayaan dan
tanggungjawab kepada
setiap bawahan untuk
merinovasi dengan
melahirkan ide dan
gagasan cerdas dalam
bekerja termasuk di
dalamnya melibatkan
dalam perencanaan,
implementasi kebijakan
organisasi. Faktor
kepemimpinan yang
diterapkan oleh kepala
badan adalah
kemepmipnan yang
cenderung terbuka dan
komunikatif kepada
semua bawahan tanpa
membeda-bedakan mulai
pejabat tinggi sampai
kepada pejabat rendahan
dan staf.
8. Menurut
BagaimanaBapak/Ibu,
Sdr (i) faktor apa saja
yang determinan
terhadap keefektifan
pemberdayaan
aparatur berbasis
kompetensi pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
LL
SE
Pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi
serta peningkatan
kualitas layanan
administrasi
kepegawaian pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
didukung dengan
sistem informasi
kepegawaian berbasis
teknologi informatika
dan komunikasi, yang
dapat memudahkan
pegawai bekerja
secara efektif’. (Rabu,
16 Desember 2015).
Dalam mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri Sipil,
terutama dalam
bidang pelayanan
kepada seluruh
pegawai yang ada
pada lingkup
pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan
maka penggunaan
sistem komputerisasi
berbasis IT sangat
mendukung dan
memberi kemudahan
serta manfaat yang
Dalam mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri
Sipil, terutama
dalam bidang
pelayanan kepada
seluruh pegawai
yang ada pada
lingkup pemerintah
Provinsi Sulawesi
Selatan maka
penggunaan sistem
komputerisasi
berbasis IT sangat
mendukung dan
memberi
kemudahan serta
manfaat yang besar
dalam setiap
kegiatan yang
dilaksanakan.
Karena dapat
menghemat waktu
dan tenaga serta
dapat mempercepat
proses penyelesaian
pekerjaan secara
efektif dan efisien.
Aparatur Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
mendapatkan
kemudahan dalam
pelaksanakan tugas
Dalam
mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri
Sipil, terutama
dalam bidang
pelayanan kepada
seluruh pegawai
yang ada pada
lingkup
pemerintah
Provinsi Sulawesi
Selatan maka
penggunaan
sistem
komputerisasi
berbasis IT sangat
mendukung dan
memberi
kemudahan serta
manfaat yang
besar dalam setiap
kegiatan yang
dilaksanakan.
Karena dapat
menghemat waktu
dan tenaga serta
dapat
mempercepat
proses
penyelesaian
pekerjaan secara
efektif dan
efisien. Kemudian
Pelaksanaan tugas
Pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi serta
peningkatan kualitas
layanan administrasi
kepegawaian pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan
didukung dengan sistem
informasi kepegawaian
berbasis teknologi
informatika dan
komunikasi, yang dapat
memudahkan pegawai
bekerja secara efektif.
Kemudian dengan
teknologi yang tersedia
dapat menghemat waktu
dan tenaga serta dapat
mempercepat proses
penyelesaian pekerjaan
secara efektif dan efisien.
FT
NS
besar dalam setiap
kegiatan yang
dilaksanakan. Karena
dapat menghemat
waktu dan tenaga
serta dapat
mempercepat proses
penyelesaian
pekerjaan secara
efektif dan efisien”.
(Rabu,16 Desember
2015).
Salah satu faktor
organisasi yang sangat
mendukung
pelaksanakan tugas
pokok dan fungsi
serta kegiatan kami
pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan adalah
pemanfaatan
teknologi yang
berbasis pada sistem
komputerisasi dan
teknologi informasi,
yang dapat
memudahkan pegawai
bekerja secara efektif
dan efisien.” (Rabu,
16 Desember 2015).
Dalam melaksanakan
tugas pokok dan
keseharian karena
tersedianya
fasilitas-fasilitas
pendukung
pelasanaan
kegiatan, prosedur
kerja yang baku,
sistem jaringan
komputer yang
bersifat online
sekalipun SDM
yang masih
terbatas.”
pokok dan fungsi
serta peningkatan
kualitas layanan
administrasi
kepegawaian
pada Badan
didukung dengan
sistem informasi
kepegawaian
berbasis teknologi
informatika dan
komunikasi, yang
dapat
memudahkan
pegawai bekerja
secara efektif.
AB
fungsi Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan dalam
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil
terutama dalam
bidang perencanaan
dimana penggunaan
sistem komputerisasi
sangat mendukung
dan memberi
kemudahan dalam
setiap kegiatan yang
dilaksanakan. Di
samping fasilitas-
fasilitas lainnya yang
dapat menghemat
waktu dan tenaga
serta dapat
mempercepat
penyelesaian
pekerjaan.” (Rabu, 16
Desember 2015).
Kami mendapatkan
kemudahan dalam
pelaksanakan tugas
keseharian sebagai
pegawai karena
tersedianya fasilitas-
fasilitas pendukung
pelasanaan kegiatan,
prosedur kerja yang
AAH
AL
baku, sistem jaringan
komputer yang
bersifat online
sekalipun SDM yang
masih terbatas.”
(Selasa, 12 Januari
2016).
Kami sangat terbantu
dengan adanya
fasilitas sarana dan
prasarana terutama
fasilitas komputer
dalam pengelolaan
data, dan sistem
pembuatan pelaporan.
Dengan tersedianya
teknologi ini semua
pekerjaan yang
menjadi tugas dan
pekerjaan yang
menjadi tanggung
jawab kami dapat
terselesaikan tepat
waktu.” (Selasa, 12
Januari 2016).
Setiap tahun kami
menganggarkan
melalui APBD terkait
penyediaan fasilitas
pendukung terutama
sarana dan prasarana
kantor, maupun
fasilitas yang ada
didalamnya yang
menunjang
pelaksanaan pekerjaan
di setiap SKPD,
Kantor, Badan
maupun yang lainnya
terutama dalam
pengelolaan data, dan
sistem
administrasiberbasis
teknologi informasi,
sehingga harapan
kami semua
pelayanan dapat
dimaksimalkan demi
terwujudnya
pelayanan prima,
tetapi yang terpenting
perlu didukung oleh
SDM yang kompeten
serta memiliki
loyalitas dan dedikasi
yang tinggi.” (Kamis,
28 April 2016).
9. Menurut
BagaimanaBapak/Ibu,
Sdr (i) faktor apa saja
yang determinan
terhadap keefektifan
pemberdayaan
aparatur berbasis
kompetensi pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
LL
Menurut kami
pengawasan adalah
salah satu faktor yang
berpengaruh pada
pelaksanaan tupoksi
pada organisasi badan
Kepegawaian daerah,
hal ini agar lebih
menjamin adanya
pencegahan terhadap
kemungkinan
terjadinya deviasi
Dalam
melaksanakan tugas
pokok dan fungsi
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
berusaha
mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri
Sipil, maka
pengawasan
Kegiatan pngawasan
dilakukan oleh pimpinan
diharapkan agar aparatur
berusaha bekerja
berdasarkan perundang-
undangan yang berlaku
serta ketentuan-ketentuan
lainnya. Di samping itu
melalui pengawasan para
pegawai berusaha secara
bersungguh-sungguh
menjalankan tugas
NS
pada setiap
pelaksanaan program.
Sekarang ini aparatur
harus lebih hati-hati
karena pengawasan
bukan saja dilakukan
oleh internal pimpinan
tetapi juga
pengawasan yang
dilakukan oleh
lembaga-lembaga
eksternal seperti KPK,
LSM dan
Masyarakat.” (Selasa,
12 Januari 2016).
Dalam melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan dalam
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil,
maka pengawasan
sangat diperlukan agar
tidak terjadi kesalahan
dan ketimpangan,
baik di awal
pelaksanaan pekerjaan
dan program maupun
pada saat evaluasi dan
pelaporan kegiatan
dan program pada
Sipil, maka
pengawasan sangat
diperlukan agar
tidak terjadi
kesalahan dan
ketimpangan, baik
di awal pelaksanaan
pekerjaan dan
program maupun
pada saat evaluasi
dan pelaporan
kegiatan dan
program pada setiap
bidang dan sub
bidang. Di samping
itu, Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam menerapkan
fungsi pengawasan,
agar setiap pegawai
berusaha bekerja
berdasarkan
perundang-
undangan yang
berlaku serta
ketentuan-ketentuan
lainnya. melalui
pengawasan para
pegawai berusaha
secara bersungguh-
sungguh
menjalankan tugas
pokoknya dengan
penuh rasa
sangat diperlukan
agar tidak terjadi
kesalahan dan
ketimpangan, baik
di awal
pelaksanaan
pekerjaan dan
program maupun
pada saat evaluasi
dan pelaporan
kegiatan dan
program pada
setiap bidang dan
sub bidang.
pengawasan yang
dilakukan oleh
pimpinan pada
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
selama ini cukup
ketat terutama
dalam
pelaksanaan
kegiatan atau
program sehingga
membuat aparatur
bekerja secara
sungguh-sungguh
terutama
menghindari
kesalahan dan
deviasi dalam
operasionalisasi
suatu rencana
pokoknya dengan penuh
rasa tanggungjawab dan
amanah serta yang paling
penting adalah bukan
hanya sesuai dengan
rencana, akan tetapi juga
dengan tingkat efisiensi
dan efektivitas yang
tinggi.
SE
setiap bidang dan sub
bidang.” (Rabu, 16
Desember 2015).
Salah satu faktor yang
berpengaruh pada
pelaksanaan tugas
pokok serta fungsi
yang ada pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan adalah fungsi
pengawasan, dimana
setiap pegawai
berusaha bekerja
berdasarkan
perundang-undangan
yang berlaku serta
ketentuan-ketentuan
lainnya. Di samping
itu melalui
pengawasan para
pegawai berusaha
secara bersungguh-
sungguh menjalankan
tugas pokoknya
dengan penuh rasa
tanggungjawab dan
amanah serta yang
paling penting adalah
bukan hanya sesuai
dengan rencana, akan
tetapi juga dengan
tingkat efisiensi dan
efektivitas yang
tinggi.” (Rabu, 16
tanggungjawab dan
amanah serta yang
paling penting
adalah bukan hanya
sesuai dengan
rencana, akan tetapi
juga dengan tingkat
efisiensi dan
efektivitas yang
tinggi.”
kerja yang sedang
berlangsung dapat
terlaksana dengan
baik.
SE
SM
Desember 2015).
Dalam menunjang
pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi
badan Kepegawaian
Daerah dalam
mewujudkan
profesionalisme dan
pemberdayaan
pegawai negeri sipil,
maka diperlukan
pembinaan,
pengawasan dan
pengendalian pegawai
dengan menyusun
rencana kegiatan
sebagai pedoman
dalam pelaksanaan
tugas. Hal ini sangat
diperlukan agar dapat
meminimalisasi
kesalahan dan
kekeliruan.” (Rabu,
16 Desember 2015).
Pengawasan sangat
diperlukan agar tidak
terjadi kesalahan dan
kekeliruan, untuk itu
salah satu tugas kami
adalah melakukan
pemantauan,
pengawasan dan
mengevaluasi
pelaksanaan tugas dan
MN
kegiatan aparatur
untuk mengetahui
apakah tugas-tugas
tersebutsudah
dilaksanakan atau
belum, apakah sesuai
aturan atau tidak , dan
ini dilakukan baik
diawal pelaksanaan
pekerjaan dan
program maupun pada
saat evaluasi dan
pelaporan kegiatan
dan program.”
(Kamis, 28 April
2016).
Bagi kami
pengawasan yang
dilakukan oleh
pimpinan pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan selama ini
cukup ketat terutama
dalam pelaksanaan
kegiatan atau program
sehingga membuat
kami bekerja secara
sungguh-sungguh
terutama menghindari
kesalahan dan deviasi
dalam
operasionalisasi suatu
rencana kerja yang
sedang berlangsung
AAH
dapat terlaksana
dengan baik.” (Selasa,
12 Januari 2016).
10. Menurut Bagaimana
Bapak/Ibu, Sdr (i)
faktor apa saja yang
determinan terhadap
keefektifan
pemberdayaan
aparatur berbasis
kompetensi pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
WT
MN
Setiap pegawai harus
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi terutama
terkait dengan
dedikasi dan loyalitas,
selalu disiplin, baik
disiplin waktu dan
disiplin dalam
bekerja, memiliki rasa
tanggungjawab yang
tinggi untuk
melaksanakan tugas
sesuai tupoksinya.
Selain itu juga akan
menjadi penilaian
bagi pimpinan dalam
Setiap pegawai
pada Badan
Kepegawaian Darah
Provinsi Sulawesi
Selatan menjunjung
tinggi budaya kerja
organisasi terutama
terkait dengan
dedikasi dan
loyalitas, selalu
disiplin, baik
disiplin waktu dan
disiplin dalam
bekerja, memiliki
rasa tanggungjawab
yang tinggi untuk
melaksanakan tugas
Setiap pegawai
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi
terutama dalam
menopan kerja
dan tugas-tugas
yang telah
menjadi
tanggungjawab
sebagai pegawai,
seperti disiplin
dan menjaga
keteraturan dalam
bekerja, dedikasi
dan loyalitas,
serta ketekunan
Pegawai menjunjung
tinggi budaya kerja
organisasi terutama terkait
dengan dedikasi dan
loyalitas, selalu disiplin,
baik disiplin waktu dan
disiplin dalam bekerja,
memiliki rasa
tanggungjawab yang
tinggi untuk
melaksanakan tugas
sesuai tupoksinya.
Kemudian menerapkan
budaya-budaya yang
berkembang di
masyarakat Bugis
Makassar yaitu budaya-
SM
NS
mempromosikan ke
jabatan yang lebih
tinggi.” ( Kamis, 28
April 2016)
Sebagai aparatur
pemerintah, kami
selalu menjaga dan
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi terutama
dalam menopan kerja
dan tugas-tugas yang
telah menjadi
tanggungjawab
sebagai pegawai,
seperti disiplin dan
menjaga keteraturan
dalam bekerja,
dedikasi dan loyalitas,
serta ketekunan dan
kesabaran dalam
setiap pekerjaan yang
dibebankan.’ (Kamis,
28 April 2016).
Budaya kerja aparatur
pada Badan
Kepegawaian daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan sangat
menunjang tugas-
tugas keseharian kami
terutama budaya kerja
yang disiplin kerja
yang tinggi, tertib
sesuai tupoksinya.
Selain itu juga akan
menjadi penilaian
bagi pimpinan
dalam
mempromosikan ke
jabatan yang lebih
tinggi.Kemudian
Budaya kerja yang
diterapkan pada
Badan Kepegawain
Daerah adalah
budaya Bkerja yang
disiplin dan
bertanggungjawab,
prinsip-prinsip
transparansi, dan
ikhlas dan
kejujuran. Di
samping budaya-
budaya sipakatau
(saling
memanusiakan),
sipakalebbi (saling
menghargai) dan
sipakainga (saling
mengingatkan).”
dan kesabaran
dalam setiap
pekerjaan yang
dibebankan.di
samping itu,
budaya kerja
aparatur pada
Badan
Kepegawaian
daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
sangat menunjang
tugas-tugas
keseharian
pegawai terutama
budaya kerja yang
disiplin kerja
yang tinggi, tertib
administrasi,
bertanggungjawab
serta saling
mendorong dalam
melakukan tugas
pokok dan fungsi
masing-masing
pegawai.
budaya sipakatau (saling
memanusiakan),
sipakalebbi (saling
menghargai) dan
sipakainga (saling
mengingatkan).
MT
administrasi,
bertanggungjawab
serta saling
mendorong dalam
melakukan tugas
pokok dan fungsi
masing-masing.”
(Rabu, 16 Desember
2015).
Dalam melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan dalam
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil,
maka faktor penting
yang dapat
mendukung
tercapainya adalah
budaya kerja
organisasi terutama
budaya kerja yang
disiplin dan
bertanggungjawab,
prinsip-prinsip
transparansi, dan
ikhlas dan kejujuran.
Di samping budaya-
budaya sipakatau
(saling
memanusiakan),
sipakalebbi(saling
menghargai) dan
sipakainga (saling
mengingatkan).”
(Rabu,16 Desember
2015).
Dalam melaksanakan
Visi, Misi dan
kebijakan organisasi
BKD sereta
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme PNS,
Maka salah satu
faktor pentingyang
dapat mendukung
pencapaian tersebut
adalah budaya kerja
organisasi terutama
peningkatan disiplin
kerja pegawai,
memiliki rasa
tanggungjawab,
bekerja dengan
prinsip-prinsip
transparansi, ikhlas
dalam bekerja, dan
menanamkan sifat
kejujuran dengan
berpedoman pada
nilai-nilai yang telah
dirumuskan bersama,
yaitu membangun
profesionalisme,
berkinerja dan
peningkatan
kesejahteraan.
Kemudian
mengimplementasikan
budaya yang
berkembang dalam
masyarakat Bugis
makassar, yaitu
budaya-budaya
sipakatau (saling
memanusiakan),
sipakalebbi (saling
menghargai), dan
sipakainga (saling
mengingatkan) dalam
melakukan pekerjaan
dan program yang
ada.” (Kamis, 28
April 2016).
Lampiran4 : Dokumentasi Penelitian
Wawancara Peneliti bersama Kepala BKD Sulawesi Selatan
Foto bersama dengan Kepala BKD Provinsi Sulawesi Selatan
Wawancara dengan Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai
Wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian
Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan
Pengendalian
Wawancara dan mengamati kinerja Pegawai BKD Provinsi Sulawesi Selatan.
Wawancara dengan Kepala Bidang Informasi dan Pengemdalian Pegawai
Foto Bersama Pimpinan dan staf Badan Kepegawaian Daerah
358
6. Menurut
BagaimanaBapak/Ibu,
Sdr (i) faktor apa saja
yang determinan
terhadap keefektifan
pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi
pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan.
LL
SE
Pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi
serta peningkatan
kualitas layanan
administrasi
kepegawaian pada
Badan Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
didukung dengan
sistem informasi
kepegawaian berbasis
teknologi informatika
dan komunikasi, yang
dapat memudahkan
pegawai bekerja
secara efektif’. (Rabu,
16 Desember 2015).
Dalam mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri Sipil,
terutama dalam
bidang pelayanan
kepada seluruh
pegawai yang ada
pada lingkup
Dalam
mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri
Sipil, terutama
dalam bidang
pelayanan kepada
seluruh pegawai
yang ada pada
lingkup
pemerintah
Provinsi Sulawesi
Selatan maka
penggunaan sistem
komputerisasi
berbasis IT sangat
mendukung dan
memberi
kemudahan serta
manfaat yang
besar dalam setiap
kegiatan yang
dilaksanakan.
Karena dapat
menghemat waktu
dan tenaga serta
dapat
Dalam
mewujudkan
peningkatan
profesionalisme
pegawai Negeri
Sipil, terutama
dalam bidang
pelayanan kepada
seluruh pegawai
yang ada pada
lingkup
pemerintah
Provinsi Sulawesi
Selatan maka
penggunaan
sistem
komputerisasi
berbasis IT sangat
mendukung dan
memberi
kemudahan serta
manfaat yang
besar dalam setiap
kegiatan yang
dilaksanakan.
Karena dapat
menghemat waktu
dan tenaga serta
Pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi serta
peningkatan kualitas
layanan administrasi
kepegawaian pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan
didukung dengan sistem
informasi kepegawaian
berbasis teknologi
informatika dan
komunikasi, yang dapat
memudahkan pegawai
bekerja secara efektif.
Kemudian dengan
teknologi yang tersedia
dapat menghemat waktu
dan tenaga serta dapat
mempercepat proses
penyelesaian pekerjaan
secara efektif dan efisien.
359
FT
pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan
maka penggunaan
sistem komputerisasi
berbasis IT sangat
mendukung dan
memberi kemudahan
serta manfaat yang
besar dalam setiap
kegiatan yang
dilaksanakan. Karena
dapat menghemat
waktu dan tenaga
serta dapat
mempercepat proses
penyelesaian
pekerjaan secara
efektif dan efisien”.
(Rabu,16 Desember
2015).
Salah satu faktor
organisasi yang sangat
mendukung
pelaksanakan tugas
pokok dan fungsi
serta kegiatan kami
pada Badan
mempercepat
proses
penyelesaian
pekerjaan secara
efektif dan efisien.
Aparatur Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
mendapatkan
kemudahan dalam
pelaksanakan
tugas keseharian
karena tersedianya
fasilitas-fasilitas
pendukung
pelasanaan
kegiatan, prosedur
kerja yang baku,
sistem jaringan
komputer yang
bersifat online
sekalipun SDM
yang masih
terbatas.”
dapat
mempercepat
proses
penyelesaian
pekerjaan secara
efektif dan
efisien. Kemudian
Pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi
serta peningkatan
kualitas layanan
administrasi
kepegawaian
pada Badan
didukung dengan
sistem informasi
kepegawaian
berbasis teknologi
informatika dan
komunikasi, yang
dapat
memudahkan
pegawai bekerja
secara efektif.
360
NS
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan adalah
pemanfaatan
teknologi yang
berbasis pada sistem
komputerisasi dan
teknologi informasi,
yang dapat
memudahkan pegawai
bekerja secara efektif
dan efisien.” (Rabu,
16 Desember 2015).
Dalam melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan dalam
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil
terutama dalam
bidang perencanaan
dimana penggunaan
sistem komputerisasi
361
AB
sangat mendukung
dan memberi
kemudahan dalam
setiap kegiatan yang
dilaksanakan. Di
samping fasilitas-
fasilitas lainnya yang
dapat menghemat
waktu dan tenaga
serta dapat
mempercepat
penyelesaian
pekerjaan.” (Rabu, 16
Desember 2015).
Kami mendapatkan
kemudahan dalam
pelaksanakan tugas
keseharian sebagai
pegawai karena
tersedianya fasilitas-
fasilitas pendukung
pelasanaan kegiatan,
prosedur kerja yang
baku, sistem jaringan
komputer yang
bersifat online
sekalipun SDM yang
362
AAH
AL
masih terbatas.”
(Selasa, 12 Januari
2016).
Kami sangat terbantu
dengan adanya
fasilitas sarana dan
prasarana terutama
fasilitas komputer
dalam pengelolaan
data, dan sistem
pembuatan pelaporan.
Dengan tersedianya
teknologi ini semua
pekerjaan yang
menjadi tugas dan
pekerjaan yang
menjadi tanggung
jawab kami dapat
terselesaikan tepat
waktu.” (Selasa, 12
Januari 2016).
Setiap tahun kami
menganggarkan
melalui APBD terkait
penyediaan fasilitas
363
pendukung terutama
sarana dan prasarana
kantor, maupun
fasilitas yang ada
didalamnya yang
menunjang
pelaksanaan pekerjaan
di setiap SKPD,
Kantor, Badan
maupun yang lainnya
terutama dalam
pengelolaan data, dan
sistem
administrasiberbasis
teknologi informasi,
sehingga harapan
kami semua
pelayanan dapat
dimaksimalkan demi
terwujudnya
pelayanan prima,
tetapi yang terpenting
perlu didukung oleh
SDM yang kompeten
serta memiliki
loyalitas dan dedikasi
yang tinggi.” (Kamis,
28 April 2016).
364
7. Menurut
BagaimanaBapak/Ibu,
Sdr (i) faktor apa saja
yang determinan
terhadap keefektifan
pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi
pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan.
LL
Menurut kami
pengawasan adalah
salah satu faktor yang
berpengaruh pada
pelaksanaan tupoksi
pada organisasi badan
Kepegawaian daerah,
hal ini agar lebih
menjamin adanya
pencegahan terhadap
kemungkinan
terjadinya deviasi
pada setiap
pelaksanaan program.
Sekarang ini aparatur
harus lebih hati-hati
karena pengawasan
bukan saja dilakukan
oleh internal pimpinan
tetapi juga
pengawasan yang
dilakukan oleh
lembaga-lembaga
eksternal seperti KPK,
LSM dan
Masyarakat.” (Selasa,
12 Januari 2016).
Dalam
melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam
mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri
Sipil, maka
pengawasan
sangat diperlukan
agar tidak terjadi
kesalahan dan
ketimpangan, baik
di awal
pelaksanaan
pekerjaan dan
program maupun
pada saat evaluasi
dan pelaporan
kegiatan dan
program pada
setiap bidang dan
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
berusaha
mewujudkan
peningkatan
kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri
Sipil, maka
pengawasan
sangat diperlukan
agar tidak terjadi
kesalahan dan
ketimpangan, baik
di awal
pelaksanaan
pekerjaan dan
program maupun
pada saat evaluasi
dan pelaporan
kegiatan dan
program pada
setiap bidang dan
sub bidang.
pengawasan yang
dilakukan oleh
Kegiatan pngawasan
dilakukan oleh pimpinan
diharapkan agar aparatur
berusaha bekerja
berdasarkan perundang-
undangan yang berlaku
serta ketentuan-ketentuan
lainnya. Di samping itu
melalui pengawasan para
pegawai berusaha secara
bersungguh-sungguh
menjalankan tugas
pokoknya dengan penuh
rasa tanggungjawab dan
amanah serta yang paling
penting adalah bukan
hanya sesuai dengan
rencana, akan tetapi juga
dengan tingkat efisiensi
dan efektivitas yang tinggi.
365
NS
SE
Dalam melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan dalam
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil,
maka pengawasan
sangat diperlukan agar
tidak terjadi kesalahan
dan ketimpangan,
baik di awal
pelaksanaan pekerjaan
dan program maupun
pada saat evaluasi dan
pelaporan kegiatan
dan program pada
setiap bidang dan sub
bidang.” (Rabu, 16
Desember 2015).
Salah satu faktor yang
berpengaruh pada
pelaksanaan tugas
pokok serta fungsi
sub bidang. Di
samping itu,
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
dalam menerapkan
fungsi
pengawasan, agar
setiap pegawai
berusaha bekerja
berdasarkan
perundang-
undangan yang
berlaku serta
ketentuan-
ketentuan lainnya.
melalui
pengawasan para
pegawai berusaha
secara
bersungguh-
sungguh
menjalankan tugas
pokoknya dengan
penuh rasa
tanggungjawab
dan amanah serta
pimpinan pada
Badan
Kepegawaian
Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
selama ini cukup
ketat terutama
dalam
pelaksanaan
kegiatan atau
program sehingga
membuat aparatur
bekerja secara
sungguh-sungguh
terutama
menghindari
kesalahan dan
deviasi dalam
operasionalisasi
suatu rencana
kerja yang sedang
berlangsung dapat
terlaksana dengan
baik.
366
yang ada pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan adalah fungsi
pengawasan, dimana
setiap pegawai
berusaha bekerja
berdasarkan
perundang-undangan
yang berlaku serta
ketentuan-ketentuan
lainnya. Di samping
itu melalui
pengawasan para
pegawai berusaha
secara bersungguh-
sungguh menjalankan
tugas pokoknya
dengan penuh rasa
tanggungjawab dan
amanah serta yang
paling penting adalah
bukan hanya sesuai
dengan rencana, akan
tetapi juga dengan
tingkat efisiensi dan
efektivitas yang
tinggi.” (Rabu, 16
yang paling
penting adalah
bukan hanya
sesuai dengan
rencana, akan
tetapi juga dengan
tingkat efisiensi
dan efektivitas
yang tinggi.”
367
SE
SM
Desember 2015).
Dalam menunjang
pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi
badan Kepegawaian
Daerah dalam
mewujudkan
profesionalisme dan
pemberdayaan
pegawai negeri sipil,
maka diperlukan
pembinaan,
pengawasan dan
pengendalian pegawai
dengan menyusun
rencana kegiatan
sebagai pedoman
dalam pelaksanaan
tugas. Hal ini sangat
diperlukan agar dapat
meminimalisasi
kesalahan dan
kekeliruan.” (Rabu,
16 Desember 2015).
Pengawasan sangat
diperlukan agar tidak
368
MN
terjadi kesalahan dan
kekeliruan, untuk itu
salah satu tugas kami
adalah melakukan
pemantauan,
pengawasan dan
mengevaluasi
pelaksanaan tugas dan
kegiatan aparatur
untuk mengetahui
apakah tugas-tugas
tersebutsudah
dilaksanakan atau
belum, apakah sesuai
aturan atau tidak , dan
ini dilakukan baik
diawal pelaksanaan
pekerjaan dan
program maupun pada
saat evaluasi dan
pelaporan kegiatan
dan program.”
(Kamis, 28 April
2016).
Bagi kami
pengawasan yang
dilakukan oleh
369
pimpinan pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan selama ini
cukup ketat terutama
dalam pelaksanaan
kegiatan atau program
sehingga membuat
kami bekerja secara
sungguh-sungguh
terutama menghindari
kesalahan dan deviasi
dalam
operasionalisasi suatu
rencana kerja yang
sedang berlangsung
dapat terlaksana
dengan baik.” (Selasa,
12 Januari 2016).
370
8. Menurut Bagaimana
Bapak/Ibu, Sdr (i)
faktor apa saja yang
determinan terhadap
keefektifan
pemberdayaan aparatur
berbasis kompetensi
pada Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan.
WT
MN
Setiap pegawai harus
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi terutama
terkait dengan
dedikasi dan loyalitas,
selalu disiplin, baik
disiplin waktu dan
disiplin dalam
bekerja, memiliki rasa
tanggungjawab yang
tinggi untuk
melaksanakan tugas
sesuai tupoksinya.
Selain itu juga akan
menjadi penilaian
bagi pimpinan dalam
mempromosikan ke
jabatan yang lebih
tinggi.” ( Kamis, 28
April 2016)
Sebagai aparatur
pemerintah, kami
selalu menjaga dan
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi terutama
Setiap pegawai
pada Badan
Kepegawaian
Darah Provinsi
Sulawesi Selatan
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi
terutama terkait
dengan dedikasi
dan loyalitas,
selalu disiplin,
baik disiplin
waktu dan disiplin
dalam bekerja,
memiliki rasa
tanggungjawab
yang tinggi untuk
melaksanakan
tugas sesuai
tupoksinya. Selain
itu juga akan
menjadi penilaian
bagi pimpinan
dalam
mempromosikan
ke jabatan yang
lebih
Setiap pegawai
menjunjung tinggi
budaya kerja
organisasi
terutama dalam
menopan kerja
dan tugas-tugas
yang telah
menjadi
tanggungjawab
sebagai pegawai,
seperti disiplin
dan menjaga
keteraturan dalam
bekerja, dedikasi
dan loyalitas,
serta ketekunan
dan kesabaran
dalam setiap
pekerjaan yang
dibebankan.di
samping itu,
budaya kerja
aparatur pada
Badan
Kepegawaian
daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
Pegawai menjunjung tinggi
budaya kerja organisasi
terutama terkait dengan
dedikasi dan loyalitas,
selalu disiplin, baik disiplin
waktu dan disiplin dalam
bekerja, memiliki rasa
tanggungjawab yang tinggi
untuk melaksanakan tugas
sesuai tupoksinya.
Kemudian menerapkan
budaya-budaya yang
berkembang di masyarakat
Bugis Makassar yaitu
budaya-budaya sipakatau
(saling memanusiakan),
sipakalebbi (saling
menghargai) dan
sipakainga (saling
mengingatkan).
371
SM
dalam menopan kerja
dan tugas-tugas yang
telah menjadi
tanggungjawab
sebagai pegawai,
seperti disiplin dan
menjaga keteraturan
dalam bekerja,
dedikasi dan loyalitas,
serta ketekunan dan
kesabaran dalam
setiap pekerjaan yang
dibebankan.’ (Kamis,
28 April 2016).
Budaya kerja aparatur
pada Badan
Kepegawaian daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan sangat
menunjang tugas-
tugas keseharian kami
terutama budaya kerja
yang disiplin kerja
yang tinggi, tertib
administrasi,
bertanggungjawab
serta saling
tinggi.Kemudian
Budaya kerja yang
diterapkan pada
Badan
Kepegawain
Daerah adalah
budaya Bkerja
yang disiplin dan
bertanggungjawab,
prinsip-prinsip
transparansi, dan
ikhlas dan
kejujuran. Di
samping budaya-
budaya sipakatau
(saling
memanusiakan),
sipakalebbi (saling
menghargai) dan
sipakainga (saling
mengingatkan).”
sangat menunjang
tugas-tugas
keseharian
pegawai terutama
budaya kerja yang
disiplin kerja
yang tinggi, tertib
administrasi,
bertanggungjawab
serta saling
mendorong dalam
melakukan tugas
pokok dan fungsi
masing-masing
pegawai.
372
NS
mendorong dalam
melakukan tugas
pokok dan fungsi
masing-masing.”
(Rabu, 16 Desember
2015).
Dalam melaksanakan
tugas pokok dan
fungsi Badan
Kepegawaian Daerah
Provinsi Sulawesi
Selatan dalam
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme
Pegawai Negeri Sipil,
maka faktor penting
yang dapat
mendukung
tercapainya adalah
budaya kerja
organisasi terutama
budaya kerja yang
disiplin dan
bertanggungjawab,
prinsip-prinsip
transparansi, dan
373
MT
ikhlas dan kejujuran.
Di samping budaya-
budaya sipakatau
(saling
memanusiakan),
sipakalebbi(saling
menghargai) dan
sipakainga (saling
mengingatkan).”
(Rabu,16 Desember
2015).
Dalam melaksanakan
Visi, Misi dan
kebijakan organisasi
BKD sereta
mewujudkan
peningkatan kualitas
profesionalisme PNS,
Maka salah satu
faktor pentingyang
dapat mendukung
pencapaian tersebut
adalah budaya kerja
organisasi terutama
peningkatan disiplin
kerja pegawai,
memiliki rasa
374
tanggungjawab,
bekerja dengan
prinsip-prinsip
transparansi, ikhlas
dalam bekerja, dan
menanamkan sifat
kejujuran dengan
berpedoman pada
nilai-nilai yang telah
dirumuskan bersama,
yaitu membangun
profesionalisme,
berkinerja dan
peningkatan
kesejahteraan.
Kemudian
mengimplementasikan
budaya yang
berkembang dalam
masyarakat Bugis
makassar, yaitu
budaya-budaya
sipakatau (saling
memanusiakan),
sipakalebbi (saling
menghargai), dan
sipakainga (saling
mengingatkan) dalam
380
Wawancara dengan Kepala Bidang Mutasi dan Informasi Kepegawaian
Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pembinaan, Pengawasan dan
Pengendalian