Graciez Pharmacy Minggu, 11 November 2012 TITRASI IODO – IODIMETRI TITRASI IODO – IODIMETRI

29
Graciez Pharmacy Minggu, 11 November 2012 TITRASI IODO – IODIMETRI TITRASI IODO – IODIMETRI I. DASAR TEORI Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja. Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II) . Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri). Iodimetri merupakan titrasi langsung dan

Transcript of Graciez Pharmacy Minggu, 11 November 2012 TITRASI IODO – IODIMETRI TITRASI IODO – IODIMETRI

Graciez Pharmacy Minggu, 11 November 2012TITRASI IODO – IODIMETRI

TITRASI IODO – IODIMETRI

I.                   DASAR TEORI

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana

terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan

untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi

disertai hilangnya elektron sedangkan  reduksi memperoleh

elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung

mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor,

atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi.

Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling

menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu

kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja.

Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun

demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor

yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium

iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II) .

Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi

oksidasi (iodimetri). Iodimetri merupakan titrasi langsung dan

merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada

dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample

atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion

iodida . Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai

penitar.

Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat –

zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium –

iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium. Cara

melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium

yaitu secara langsung disebut iodimetri, dimana digunakan larutan

iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi

secara kuantitatif pada titik ekivalennya.

Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan

menggunakan iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu (2);

a. Iodimetri metode langsung, bahan pereduksi langsung dioksidasi

dengan larutan baku Iodium.    Contohnya pada penetapan kadar

Asam Askorbat.

b. Iodimetri metode residual ( titrasi balik), bahan pereduksi

dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam jumlah berlebih, dan

kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium

tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Natrium Bisulfit.

Dalam titrasi iodimetri, iodin dipergunakan sebagai sebuah

agen pengoksidasi, namun dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja

substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi yang dititrasi

langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuan-penentuan

iodimetrik adalah sedikit. Substansi-substansi penting yang cukup

kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan

iodin yaitu zat-zat dengan potensial reduksi yang jauh lebih

rendah adalah tiosulfat, arsenik (III), antimon (III), sulfida,

sulfit, timah (II) dan ferosianida, zat-zat ini bereaksi lengkap

dan cepat dengan iod bahkan dalam larutan asam. Dengan zat

pereduksi yang agak lemah, misal arsen trivalen atau stibium

trivalen, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan

dijaga tetap netral atau sangat sedikit asam, pada kondisi ini

potensial reduksi dari zat pereduksi adalah minimum atau daya

mereduksinya adalah maksimum.

Iodium merupakan kristal hitam mengkilat yang mudah

dimurnikan dengan cara sublimasi (resublimated Iodine), tidak

larut dalam air,larut dalam alkohol dan dalam larutan KI,karena

terbentuknya ion triiodida  menurut reaksi:

I2     +    I⁻                         I3⁻

Iodium merupakan indicator yang relative lemah dibanding

dengan kalium kromat, senyawa serium (IV), brom, dan kalium

bikromat.

I2 + 2e                                 2I’E0 = 0,535

V

Karena potensial oksidasinya rendah, maka justru system ini

lebih menguntungkan karena ia dapat mereduksi oksidator-oksidator

kuat, sehingga iodida dapat mereduksi oksidator tersebut dan

kemudian dibebaskan iodium. Iodium yang dibebaskan ini kemudian

dapat dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.

1.      Iodimetri

Merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodium

(I2) dan digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa

yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil daripada sistem

iodium-iodida atau dengan kata lain digunakan untuk senyawa-

senyawa yang bersifat reduktor yang cukup kuat seperti Vitamin C,

tiosulfat, arsenit, sulfide, sulfit, Stibium (III), timah (II),

dan ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai macam zat ini

tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan

penyesuaian pH dengan tepat yang dapat menghasilkan reaksi dengan

iodium secara kuantitatif. Namun, metode iodimetri ini jarang

dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang

lemah. Prinsip penetapannya yaitu apabila zat uji (reduktor)

langsung dititrasi dengan larutan iodium. ( I2 ) sebagai larutan

standart.

Reaksinya : Reduktor      → oksidator + e

I2 + 2e         → 2I

2.      Iodometri

Merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk

menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar

dari sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat

oksidator seperti CuSO4 5H2O. Pada Iodometri, sampel yang

bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan

akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan

larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan

sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara

dengan banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat uji

(oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih,

kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan tiosulfat.

Reaksinya :     oksidator + KI      → I2

                I2 + 2 Na2S2O3   → 2NaI + Na2S4O6

Metode titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi

dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi tak langsung

(iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang

dibebaskan dalam reaksi kimia.

Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga

supaya pH larutan lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali

iodium bereaksi dengan hidroksida (OH-) menghasilkan ion

hipoiodit yang pada akhirnya menghasilkan ion iodat menurut

reaksi :

I2 + OH-               HI + IO-

3IO-                      IO3- + 2I-

Sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya

lebih besar daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat

(S2O32-) tapi juga menghasilkan sulfat (SO4

2-)  sehingga menyulitkan

perhitungan stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif).

Oleh karena itu, pada metode iodometri tidak pernah dilakukan

dalam larutan basa kuat.

Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri),

digunakan suatu larutan iodium dalam kalium iodida dan karena itu

spesi reaktifnya adalah ion triiodida (I3⁻). Untuk tepatnya semua

persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iodium seharusnya ditulis

dengan I3⁻ dan bukan I2 ,misal :

I3⁻ + 2S2O32⁻         3I⁻ + S₄O6

2⁻

           Reaksi diatas lebih akurat dari pada :

 I2 + 2S2O32⁻                2I⁻+S₄O6

2⁻ namun demi kesederhanaan

untuk selanjutnya penulisan larutan iodium dengan menggunakan I2

bukan dengan I3.

Perbeda

anIodimetri Iodometri

jenis Langsung Tidak LangsungJumlah Satu Dua

Contoh

reaksi

I2 + 2Na2S2O4

2NaI +

Na2S4O6

KIO3 + 5KI + 3H2SO4

I2- + K2SO4 + 3H2O

AnalatReduktor

lemah Oksidator

Larutan

BakuIodium

KIO3 yang

direaksikan dengan

KI dan

menghasilkan

iodium

II.                LARUTAN BAKU

A.    LARUTAN BAKU IODIUM

Pembuatan larutan baku iodium

Menurut FI Ed III, larutan iodium 0,1 N dibuat dengan

melarutkan 12,69 g iodium P ke dalam larutan 18 g kalium iodida P

dalam 100 ml air, kemudian diencerkan dengan air hingga 1000 ml.

Larutan iodium yang lebih encer (0,02 : 0,001 N) dibuat dengan

mengencerkan larutan iodium 0,1 N.

0,335 gram iod melarut dalam 1 dm3 air pada 25⁰C. Selain

keterlarutan yang kecil ini , larutan air iod mempunyai tekanan

uap yang cukup berarti, karena itu konsentrasinya berkurang

sedikit disebabkan oleh penguapan ketika ditangani. Kedua

kesulitan ini dapat diatasi dengan melarutkan iod itu dalam

larutan air kalium iodida. Makin pekat larutan itu,makin besar

keterlarutan iod. Keterlarutan yang bertambah ini disebabkan oleh

pembentukan ion triiodida:

I2 + I                        I3-

Larutan yang dihasilkan mempunyai tekanan uap yang jauh

lebih rendah ketimbang suatu larutan iod dalam air murni,

akibatnya kehilangan oleh penguapan menjadi sangat jauh

berkurang. Meskipun demikian, tekanan uapnya masih cukup berarti

sehingga harus selalu diambil tindakan-tindakan pencegahan untuk

menjaga agar bejana-bejana yang mengandung iod tetap

tertutup,kecuali sewaktu titrasi yang sesungguhnya. Bila larutan

iod dalam iodida dititrasi dengan suatu reduktor,iod yang bebas

bereaksi dengan zat pereduksi itu. Ini menggeser kesetimbangan ke

kiri, dan akhirnya semua triiodida terurai, jadi larutan

berperilaku seakan-akan adalah suatu larutan iod bebas.

Untuk penyiapan larutan iod standar harus digunakan iod pro

analisis atau yang disublimasi-ulang dan kalium iodida yang bebas

iodat (misalnya pro analisis).

Larutan dapat distandarisasi terhadap arsen(III) oksida

murni atau dengan suatu larutan natrium tiosulfat yang baru saja

distandarkan terhadap kalium iodat.

Larutan iod paling baik diawetkan dalam botol kecil yang

bersumbat-kaca. Ini harus diisi sepenuhnya,dan disimpan di tempat

yang gelap dan dingin.Kontak dengan gabus atau tutup karet harus

dihindari.

Selain menggunakan larutan iodium dalam iodimetri dapat

digunakan larutan baku KIO3 dan KI. Larutan ini cukup stabil

dalam menghasilkan iodium bila ditambahkan asam menurut reaksi :

IO3- + 5I- + 6 H+ → 3I2 + 3H2O

Larutan KIO3 dan KI memiliki dua kegunaan penting, pertama

adalah sebagai sumber dari sejumlah iod yang diketahui dalam

titrasi, ia harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam

kuat, ia tak dapat digunakan dalam medium yang netral atau

memiliki keasaman rendah. Yang kedua, dalam penetapan kandungan

asam dari larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi

larutan asam keras.

Pada penggunaan iodium untuk titrasi ada dua sumber kesalahan

yaitu :

a.       Hilangnya iodium karena mudah menguap

b.      Iodida dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara menurut

reaksi :

4I + O2 + 4H+ → 2I2 + 2H2O

Penguapan dari iodida dapat dikurangi dengan adanya

kelebihan iodida karena terbentuk ion triiodida. Dengan 4% KI,

maka penguapan iodium dapat diabaikan, asalkan titrasinya tidak

terlalu lama. Titrasi harus dilakukan dalam labu tertutup dan

dingin. Oksidasi iodida oleh udara dalm larutan netral dapat

diabaikan, akan tetapi oksidasinya bertambah jika pH larutan

turun. Reaksi ini dikatalisis oleh logam dengan valensi tertentu

(terutama tembaga), ion nitrit dan cahaya matahari yang kuat.

Oleh karena itu titrasi tidak boleh dilakukan pada cahaya

matahari langsung. Oksidasi iodida oleh udara dapat dipengaruhi

oleh reaksi antara iodida dengan oksidator terutama jika

reaksinya berjalan lambat. Oleh karena itu larutan yang

mengandung iodida dan asam tidak boleh dibiarkan terlalu lama,

maka larutan itu harus dibebaskan dari udar sebelum penambahan

iodida. Udara dikeluarkan dengan menambahkan karbondioksida.

B.     LARUTAN BAKU NATRIUM THIOSULFAT

Pembuatan larutan baku tiosulfat

            Menurut FI edisi III, larutan baku Na₂S₂O₃ 0,1 N

dibuat dengan cara 26 gram natrium tiosulfat P dan 200 mg natrium

carbonat P dilarutkan dalam air bebas CO₂ P segar hingga 1000 ml.

Larutan Na₂S₂O₃ yang lebih encer 0,05 N ; 0,02 N ; 0,01 N : 0,1 N

dibakukan sebelum digunakan.

            Natrium tiosulfat Na₂S₂O₃.5H₂O mudah diperoleh dalam

keadaan kemurnian yang tinggi, tetapi selalu ada sedikit

ketidakpastian akan kandungan air yang setepatnya, karena sifat

efloresen (melapuk-lekang) dari garam itu dan karena alasan -

alasan lain . Karena itu zat ini tidak sesuai sebagai standar

primer.

            Larutan baku tiosulfat jika disimpan lama - lama akan

berubah titernya. Beberapa hal yang menyebabkan sangat kompleks

dan saling bertentangan akan tetapi beberapa faktor yang dapat

menyababkan terurainya larutan tiosulfat dapat disebutka sebagai

berikut :

1.      Keasaman

Larutan tiosulfat dalam suasana alkali atau netral relatif

stabil, tidak dikenal adanya asam tiosulfat atau hidrogen

tiosulfat. Proses peruraiannya sangat rumit, tetapi fakta yang

dapat dikemukakan adalah jika konsentrasi ion hidrogen lebih

besar dari 2,5 x 10⁻⁵ maka terbentuk ion hidrogen sulfit yang

sangat tidak stabil dan terurai menurut reaksi :

HS₂O₃⁻      →        HSO₃⁻  +    S

Kemudian secara perlahan – lahan akan terurai lagi dan terbentuk

pentationat menurut reaksi :

6H⁺    +    6S₂O₃    →        2S₅O₆2⁻   +  3H₂O

Jika HCl pekat maka yang terjadi adalah hidrogen sulfida dan

hidrogen polisulfida dan tidak terbentuk ditionat atau sulfat,

sedangkan dengan HCl yang kurang pekat terutama jika ada

katalisator arsen trioksida maka akan terbentuk pentationat.

Larutan tiosulfat paling stabil pada pH antara 9 - 10. Tops

menganjurkan pemberian natrium carbonat, pada pembuatan larutan

baku tiosulfat, akan tetapi hal ini akan mengakibatkan terjadinya

reaksi samping pada saat titrasi larutan iodium yang netral. Di

samping itu pada larutan yang sangat alkalis maka kemungkinan

terjadi reaksi sebagai berikut :

3Na₂S₂O₃  +  6NaOH       →        2Na₂S + 4Na₂SO₃ +    3H₂O

Mohr juga menunjukan bahwa larutan tiosulfat dalam air diuraikan

oleh asam karbonat menurut reaksi :

H₂O  + CO₂           →   H₂CO₃

Na₂S₂O₃ + H₂CO₃ →   NaHCO₃   +  NaHSO₃ + S

2.      Oksidasi oleh udara

Tiosulfat secara perlahan – lahan akan dioksidasi oleh udara.

Reaksinya terjadi dalam dua tingkat :

Na₂S₂O₃ + H₂SO₄             →   Na₂SO₃     +  S      (lambat)

Na₂S₂O₃ + ½O₂                → Na₂SO₄        (dapat diukur)

Na₂S₂O₃    +  ½O₂             →  Na₂SO₄     +   S

Menurut Schuleck, sulfur yang terjadi selama peruraian

reaksinya diperkirakan berjalan sebagai berikut :

Na₂S₂O₃    +  H₂O             →        Na₂SO₄          

+          H₂S

H₂S   +      ½O2                →        H₂O                

+          S

Na₂S₂O₃    +  ½O₂             →       

Na₂SO₄           +          S

Sebagai alasan terbentuknya tetraionat atau terjadi sulfit

sebagai reaksi antara, karena tembaga mengkatalisis peruraian ini

dengan kuat sekali seperti diketahui bahwa tembaga dengan kuat

mengkatalisis oksidasi dari sulfit oleh udara menurut reaksi :

2Cu₂⁺  +  2S₂O₃²¯             →  2Cu⁺  +  S₄O₆²¯    (segera)

2Cu⁺  +      ½O₂                 →        2Cu²⁺   +  O²¯ 

(lambat)

O²¯   +       2H⁺                  →        H₂O                

(lambat)

2Cu²⁺+ S₂O₃²¯ + ½O₂ + 2H⁺    →  2Cu⁺  + S₄O₆²¯ + H₂O

Dari kenyataan di atas, maka dianjurkan pembuatan larutan baku

tiosulfat dengan air yang didestilasi dengan alat gelas dan

sejauh mungkin bebas dari tembaga. Dari penelitian Kilpatrick

diketemukan bahwa larutan tiosulfat yang dibuat dengan air suling

biasa terurai sebanyak 20 % setelah 200 hari.

3.      Mikroorganisme

Dari beberapa percobaan ternyata bahwa sumber utama peruraian

larutan baku tiosulfat adalah disebabkan adanya mikroorganisme

dalam larutan tersebut. Ternyata ada mikroorganisme dalam udara

yang menggunakan sulfur dengan cara mengambil sulfur dari

tiosulfat menjadi sulfit yang oleh udara langsung dioksidasi

menjadi sulfat. Ada beberapa bakteri dalam udara yang bersifat

demikian. Proses metabolisme dari bakteri itu mungkin melalui

reaksi sebagai berikut :

Na₂S₂O₃ +   H₂O +  O       →        Na₂S₂O₆  + 2NaOH,      dan

Na₂S₂O₃                            →        NaSO₃     +      S

Na₂SO₃  + O                     →        NaSO₄             dan

S    +   3O  +  H₂O            →        H₂SO₄

Oleh karena itu larutan tiosulfat yang dibuat steril akan

stabil sekali dan hanya kalau terjadi kontaminasi bakteri

belerang maka akan terurai perlahan - lahan.

III.             STANDARISASI

1.      STANDARISASI LARUTAN NATRIUM TIOSULFAT

Metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana

mula – mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian

iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat.

A.    Dengan Kalium Iodat

Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut

: Timbang kurang lebih 150 mg kalium iodat yang sudah dikeringkan

pada suhu 120⁰ C secara seksama, larutkan dalam 25 ml air yang

telah dididihkan. Tambahkan 2 gram kalium iodida yang bebas iodat

dan 5 ml HCl pekat dalam erlenmeyer bertutup. Iodium yang

dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat yang akan dibakukan

sambil terus dikocok. Bila larutan menjadi kuning pucat tambah

100 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dilanjutkan sampai

warna biru tepat hilang (tidak berwarna).

Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai

berikut :

KIO₃  +  5KI  +  6HCl      →        3I₂       +   6KCl   +  3H₂O

I₂   +  2Na₂S₂O₃                →        2NaI    +   Na₂S₄O₆

Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO₃ setara

dengan 3 mol I₂, sedangkan 1 mol I₂ setara dengan 2e. Sehingga 1

mol KIO₃ setara dengan 6e akibatnya BE KIO₃ sama dengan BM/6.

Perhitungan normalitas dari natrium tiosulfat :

      Mgrek natrium tiosulfat          =          mgrek kalium

iodat

ml Na₂S₂O₃                       =          mg KIO ₃ x

Valensi

                                                   BM KIO₃ x

ml Na₂S₂O₃

B.     Dengan Kalium dikromat

Kalium dikromat direduksi oleh larutan kalium iodida yang asam

dan ion dibebaskan.

Cr₂O₇²¯     + 6I¯ + 14H⁺  →        2Cr³⁺ + 3I₂ + &H₂O

Reaksi dapat terkena jumlah sesatan :

(1)   Jumlah iodida (dari kelebihan iodida dan asam) mudah

teroksidasi oleh udara, terutama dengan adanya garam - garam

kromium III, dan

(2)   Reaksi tidak berlangsung sekejab. Karena itu, paling baik

aliran arus karbondioksida melalui labu reaksi sebelum dan selama

titrasi (suatu metode yang lebih memudahkan tetapi kurang efisien

adalah dengan menambahkan sedikit natrium hidrogenkarbonat padat

kepada larutan yang asam itu, serta menjaga agar labu tertutup

sebanyak mungkin), serta membiarkan selama 5 menit untuk

kelengkapan reaksi.

Taruh 100 cm³ air suling dingin, yang baru dididihkan, dalam

sebuah labu erlenmeyer 500 cm³, sebaiknya 3 g kalium iodida yang

bebas iodida, dan 2 g natrium hidrogenkarbonat yang murni, dan

kocok sampai garam – garam  itu melarut. Tambahkan 6 cm³ asam

klorida pekat perlahan – lahan sambil mengolak labu perlahan -

lahan untuk mencampurkan cairan – cairan : alirka 25,0 cm³ kalium

dikromat 0,1 N standar(1), campurkan larutan – larutan baik –

baik, dan cuci dinding tabung dengan sedikit air yang telah

dididihkan, dari botol pencuci. Sumbat labu (atau tutupi dengan

sebuah kaca arloji kecil), dan diamkan di tempat gelap selama 5

menit untuk melenkapkan reaksi. Bilas sumbat atau kaca arloji;

dan encerkan larutan  dengan 300 cm³ air dingin yang telah

dididihkan sebelumnya. Titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan

natrium tiosulfat yang terkandung dalam sebuah buret, sementara

terus – menerus  cairan diolak supaya larutan – larutan

bercampur. Bila bagian terbesar iod telah bereaksi  seperti

ditunjukkan oleh larutan yang memperoleh warna hijau kekuningan,

tambahkan 2 cm³ larutan kanji dan bilas ke arah bawah dinding

labu; warna harus berubah menjadi biru. Teruskan penambahan

larutan tiosulfat setetetes demi setetes, dan olak cairan terus –

menerus, sampai 1 tetes mengubah warna dari biru kehijauan 

menjadi hijau muda. Titik akhir tajam, dan mudah diamati pada

cahaya yang baik dengan latar belakang putih. Lakukan suatu

penetapan blanko, dengan  mengganti larutan kalium dikromat

dengan air suling; jika kalium iodida itu bebas iodat, blanko ini

mestinya kecil terabaikan.

Catatan: 1. Jika ini lebih disukai, boleh ditimbang dengan cermat

kira – kira 0,20 g kalium dikromat pro analis, larutkan dalam 50

cm³ air dingin, yang sebelumnya telah dididihkan, dan lakukan

titrasi seperti diperinci di atas.

Prosedur pilihan lain tersebut, mempergunakan serunutan tembag

sulfat sebagai katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi;

akibatnya, asam yang lebih lemah (asam asetat) boleh digunakan,

dan oksidasi oleh atmosfer terhadap asam iodida akan berkurang.

Taruh 25,0 cm³  kalium dikromat 0,1 N dalam sebuah labu

erlenmeyer 250 cm³, tambahkan 5,0 cm³ asam asetat glasial, 5 cm³

tembaga sulfat 0,001 M, dan cuci dinding labu dengan air suling.

Tambahkan  30 cm³ larutan kalium iodida 10 persen, dan titrasi

iod yang dibebaskan dengan larutan tiosulfat kira – kira 0,1 N,

dengan memasukkan sedikit indikator kanji menjelang akhir.

Titrasi boleh dilengkapkan dalam 34 menit setelah penambahan

larutan kalium iodida. Kurangi 0,05 cm³ sebagai perhitungan atas

iod yang dibebaskan oleh katalis tembaga sulfat.

Suatu larutan kalium permanganat yang telah distandarisasi

dapat digunakan sebagai ganti larutan kalium dikromat, dengan

menambahkan 2 cm³ asam klorida pekat kepada tiap porsi @ 25 cm³

larutan kalium permanganat; dalam hal ini prosedur pilihan lain,

dimana ditimbang suatu bagian dari garam bersangkutan, tak dapat

dipakai.

C.     Dengan larutan iod standar

Jika suatu larutan iod standar tersedia, ini dapat digunakan

untuk menstandarkan larutan tiosulfat. Ukuran Satu porsi @25cm3

larutan iod standar dan masukkan dalam sebuah labu erlenmeyer

250cm3 , tambahkan kira-kira 150cm3 air suling dan titrasi dengan

larutan tiosilfat, dengan menambahkan 2cm3 larutan kanji ketika

cairan berwarna kuning pucat.

Bila larutan tiosulfat ditambahkan kepada suatu larutan yang

mengandung iod, reaksikeseluruhan yang terjadi dengan cepat dan

secara stoikiometris pada kondisi-kondisi eksperimen biasa (pH

<5) adalah:

2 S2O32- + I2 = S4O6

2- +2I- atau 2 S2O32- + I3

- = S4O62- + 3I-

Telah diperlihatkan bahwa zat perantara S2O3I- yang tak berwarna,

terbentuk oleh reaksi reversibel yang cepat:

S2O32-  + I2 ↔ S2O3I- + I-

Zat perantara ini bereaksi dengan ion tiosulfat dengan memberi

bagian utama dari reaksi keseluruhan :

S2O3I- + S2O32- = S4O6

2- + I-

Zat perantara ini juga bereaksi dengan ion iodida :

2 S2O3I- + I- = S4O62- + I3-

Ini menjelaskan pemunculan kembali iod setelah titik akhir pada

titrasi larutan-larutan iod yang sangat encer dengan tiosulfat.

D.    Dengan serium (IV) sulfat.

Metode untuk menstandarkan larutan natrium tiosulfat ini,

mempergunakan suatu standar sekunder, tetapi memberi hasil-hasil

yang memuaskan asalkan kondisi-kondisi eksperimen yang diberikan

dibawah diikuti dengan ketat; ini disebabkan oleh fakta bahwa

larutan serium (IV) sulfat mengandung asam bebas, yang dalam hal

lain dapat menimbulkan sesatan yang berarti.

Untuk serium (IV) sulfat 0,1N, gunakan 25,0 cm3 dari larutan

natrium tiosulfat sekitar 0,1N, 0,3-0,4 g kalium iodida murni, 2

cm3 larutan kanji 0,2 persen, encerkan menjadi 250 cm3, dan

titrasi dengan larutan serium (IV) sulfat sampai ke titik akhir

kanji iod, yakni sampai ke warna biru permanen yang pertama.

Reaksinya :                  2Cc4+   +   2I-   =  2Cc3+   +   I2

2.      STANDARISASI LARUTAN IODIUM

A.    Dengan Arsen Trioksida

Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai

berikut. Timbang kurang lebih 150 mg arsen trioksid secara

seksama dan larutkan dalam 20 ml NaOH 1 N bila perlu dengan

pemanasan, encerkan dengan 40 ml air dan tambah dengan 2 tetes

metil orange dan diikuti dengan penambaha HCl encer sampai warna

kuning berubah menjadi pink. Tambahkan 2 gram NaHCO3, 20 ml air

dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dengan baku iodium perlahan-lahan

hingga timbul warna biru tetap.

Arsen trioksid sukar larut dalam air akan tetapi mudah larut

dalam larutan natrium hidroksida (NaOH) dengan membentuk natrium

arsenit menurut reaksi :

As2O3 + 6 NaOH → 2 Na2AsO3 + 3 H20

Jika iodium ditambahkan pada larutan alkali maka iodium akan

bereaksi dengan NaOH membentuk natrium hipoiodit atau senyawa-

senyawa serupa yang mana tidak akan bereaksi secara cepat dengan

natrium arsenit

2 NaOH + I2 → NaIO + NaI + H2O

Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan dengan HCl

menggunakan metil orange sebagai indikator. Penambahan NaHCO3

untuk menetralkan asam iodida (HI) yang terbentuk yang mana asam

iodida ini menyebabkan reaksi berjalan bolak-balik (reversibel).

Natrium bikarbonat akan menghilangkan asam iodida secepat asam

iodida terbentuk sehingga reaksi berjalan ke kanan secara

sempurna. Reaksi secara lengkap pada pembakuan iodium dengan

arsen trioksid sebagai berikut :

As2O3 + 6NaOH → 2Na3AsO3 + 3H2O

Na3AsO3 + I2 + 2NaHCO3 → Na3AsO4 + 2NaI + 2CO2 + H2O

Pada reaksi diatas dapat diketahui bahwa valensinya adalah empat.

Karena 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol Na3AsO3 sedangkan 1 mol

Na3AsO3 setara dengan 1 mol I2 akibatnya 1 mol As2O3 setara dengan

2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas dari iodium setara

dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitas dari iodium :

mgrek iodium  =  mgrek arsen trioksid

ml I2 x N I2       = mmol As2O3 x valensi

N I2                  = mg As2O3 x valensi

                                   BM As2O3 x ml I2

B.     Dengan larutan natrium tiosulfat standar

Gunakanlah larutan natrium tiosulfat, yang baru saja

distandarkan, sebaiknya terhadap kalium iodat. Pindahkan 25 cm3

larutan iod itu ke sebuah Erlenmeyer 250 cm3, encerkan menjadi

100 cm3 dan tambahkan larutan tiosulfat standar dari buret sampai

larutan berwarna kuning pucat. Tambahkan 2 cm3 larutan kanji, dan

teruskan penambahan larutan tiosulfat perlahan-lahan sampai

larutan tepat tak berwarna.

Reaksi antara iodium dengan tiosulfat yang mana tiosulfat

dioksidasi oleh iodium menjadi tetrationat menurut reaksi :

2S2O32- + I2 → 2I- + S4O6

2-

Titrasi iodium dengan tiosulfat tidak dapat dilakukan dalam

suasana alkalis dan pH yang diperbolehkan tergantung dari

konsentrasi iodium. Supaya terjadi oksidasi yang kuantitatif dari

tiosulfat menjadi tetraionat oleh iodium maka pH harus kurang

dari 7,6 untuk titrasi dengan iodium 0,1 N. Jika larutan iodium

konsentrasinya 0,01 N maka pH nya harus kurang dari 6,5 dan

kurang dari 5 jika konsentrasi iodium 0,001 N. Sedangkan untuk

iodium yang sangat encer sekali maka suasananya harus asam

sekali.

IV.             INDIKATOR

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat

bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan

warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut

seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal

ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Penggunaan

indikator pelarut organik ini sangat penting terutama jika

larutannya sangat asam sehingga kanji terhidrolisa, titrasinya

berjalan sangat lambat dan larutannya sangat encer.

Kerugian pemakaian pelarut organik sebagai indikator antara

lain pada saat titrasi harus digunakan labu bertutup gelas,

selama titrasi harus digojog kuat-kuat untuk menyari iodium dari

air dan kadang-kadang harus ditunggu pemisahannya. Akan tetapi

lebih umum digunakan suatu larutan kanji, karena warna biru tua

dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka

terhadap iodium. Kanji dengan adanya iod akan memberikan kompleks

berwarna biru kuat yang akan terlihat apabila konsentrasi iodium

2x10-5 M dan konsentrasi iodida lebih besar dari 2x10-4 M.

Kepekaan warna berkurang dengan kenaikan suhu larutan dan adanya

pelarut-pelarut organik. Ada pendapat bahwa warna biru itu adalah

dikarenakan adsorpsi iod atau ion triiodida pada permukaan

makromolekul kanji. Dalam konsentrasi iodida 4x10-5 sudah

memungkinkan iodium dalam konsentrasi 2x10-5 atau lebih

memberikan warna biru yang nyata. Jika konsentrasi iodida

dinaikkan tidak begitu berbeda intensitasnya, akan tetapi bila

konsentrasi iodida diturunkan maka penurunan intensitas warna

kelihatan. Tanpa iodida, iod-kanji tidak memberikan warna.

Apabila suhunya dinaikkan maka kepekaan warna menurun. Pada suhu

50⁰ kepekaannya menjadi 10x lebih kurang daripada suhu 25⁰.

Penambahan pelarut seperti etil alkohol menurunkan kepekaan juga.

Jika mengandung 50% atau lebih etanol menyebabkan warna tidak

timbul. Kanji tidak dapat digunakan dalam medium yang sangat asam

karena akan terjadi hidrolisis dari kanji itu.

Komponen utama kanji yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa

memiliki rantai lurus dan memberikan warna biru jika bereaksi

dengan iodium. Amilopektin memiliki rantai bercabang dan

memberikan warna merah violet jika bereaksi dengan iodium.

Keuntungan penggunaan kanji adalah harganya murah, sedangkan

kerugiannya adalah tidak mudah larut dalam air dingin, tidak

stabil pada suspensi dengan air, karenanya dalam proses

pembuatannya harus dibantu dengan pemanasan.

      Penambahan indikator kanji sebaiknya dilakukan pada saat

medekati titik akhir titrasi karena iod dengan kanji membentuk

kompleks yang berwarna biru yang tidak larut dalam air dingin

sehingga dikhawatirkan mengganggu penetapan titik akhir titrasi.

Karena adanya kelemahan ini, dianjurkan pemakaian kanji natrium

glukonat yang mana indikator ini tidak higroskopis; cepat larut

dan stabil dalam penyimpanan; tidak membentuk kompleks yang tidak

larut dengan iodium sehingga boleh ditambahkan pada awal titrasi

dan titik akhir jelas; reprodusibel dan tidak tiba-tiba.

Sayangnya indikator ini harganya mahal.

Mekanisme reaksi indikator kanji adalah sebagai berikut :

                  Amilum + I2 → iod-amilum (biru)

Iod-amilum (biru) + Na2S2O3 → 2NaI + Na2S4O6 + amilum (tak

berwarna)

V.                PENETAPAN KADAR

1. Titrasi Langsung

            Sebagai contoh adalah penetapan kadar vitamin C atau

asam askorbat dengan cara : lebih kurang 400 mg asam askorbat 

yang ditimbang seksama, larutan dalam campuran yang terdiri atas

100 ml air bebas karbon dioksida dan 25 ml asam sulfat encer.

Titrasi segera dengan  iodium 0,1 N  menggunakan indikator kanji

sampai terbentuk warna biru tetap. Tiap ml iodium setara dengan

8,806 mg asam askorbat.

            Asam askorbat merupakan redukator yang kuat dan

secara sederhana dapat dititrasi dengan larutan baku iodium.

Disini asam askorbat dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat

sedangkan iodium direduksi menjadi iodida menurut reaksi

berikut :

HO                           OH

                                 

 

H                                                                 

        H                         +2HI

HOH2C       C                                     

+ I2                          HOH2C      C

 

 OH                                                               

        OH

2.      Titrasi tidak langsung

Titrasi ini dilakukan dengan menitrasi kembali kelebihan

larutan baku iodium dengan larutan baku tiosulfat. Biasanya

dilakukan terhadap senyawa-senyawa yang bersifat reduktor lemah

seperti glukosa dan kalomel. Sebagai contoh adalah penetapan

kadar kalomel  dengan cara : lebih kurang 250 mg kalomel yang

ditimbang seksama masukkan dalam labu iodium, tambahkan 10 ml

air, 25 ml iodium 0,1 N dan 10 ml larutan natrium iodida 20%

(b/v0. Tutup labu dan goyang-goyangkan hingga reaksi sempurna.

Titrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N setara dengan 23,607 mg

Hg2CI2.

Kalomel tidak larut dalam air maka tidak dapat ditetapkan

melalui kloridanya secara argentometri. Kalomel dalam larutan

iodium dan natrium iodida larut dengan segera dengan membentuk

garam rangkap menurut reaksi berikut :

Hg2CI2 +6 NaI+ I2           2K2HgI4 + 2NaCI

Supaya reaksi sempurna maka harus selalu digoyang-goyangkan dan

jika sudah larut sempurna. Maka itu merupakan tanda bahwa reaksi

sempurna kemudian kelebihan larutan baku iodium yang ditambahkan

dititrasi kembali dengan larutan baku tiosulfat.  setara dengan 2

elektron maka valensinya adalah 2Karena pada oksidasi ini tiap 1

mol kalomel setara dengan 1 mol iodium yang berarti setara dengan

2 elektron maka valensinya adalah 2 sehingga berat ekivalennya

( BE ) adalah setengah dari berat molekulnya.

3.      Dengan menitrasi iodium yang dibebaskan dari penambahan kalium

iodide

Sebagai contoh adalah penetapan kadar tembaga (II) sulfat

dengan cara : lebih kurang 1g tembaga (II) sulfat yang ditimbang

seksama. Larutkan dalam 50 ml air, tambahkan 3g kalium iodida P

dan 5 ml asam asetat P. Titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N menggunakan

indicator kanji LP hingga warna biru lemah. Tambahkan 2 g kalium

tiosianat P dan lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang. Tiap

ml natrium tiosianat 0,1 N setara dengan 24,97 mg CuSO4.5H2O.

Penetapan kadar ini berdasarkan reaksi antara tembaga (II) sulfat

dengan kalium iodida dimana tembaga diendapkan sebagai tembaga

(I) iodide dan dilepaskan satu atom iodium setiap ion tembaga

(II).

2Cu2+

 + 4I         2Cu+ + 2I- + I2

Atau

2CuSO4.5H2O + 4KI              2CuI + I2 + 2K2SO4 + 10H2O

I2 + Na2S2O3                                     2 NaI + Na2S4O6           

Pada reaksi diatas 2 mol CuSO4. 5H2O setara dengan 1 mol I2 yang

berarti dengan 2 elektron sehingga 2 mol CuSO4.5H2O setara dengan

2 elektron atau 1 mol CuSO4. 5H2O setara dengan 1 elektron

akibatnya BE tembaga sulfat sama dengan BMnya.

VI.             CONTOH PERHITUNGAN

1.      Pembakuan Na2S2O3O2O1N

Pipet 10,0 ml KIO30,01 N masukkan dalam Erlenmeyer tambah larutan

1 ml larutan KI 10% dan 1 ml H2SO4 10%. Titrasi dengan Na2S2O3

O,O1N sampai warna kuning muda, tambahkan larutan amilum 1%.

Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. Ternyata Na2S2O3 yang

diperlukan 10,50 ml. hitung N Na2S2O3 ?

Jawab :            N1 . V1           = N2 . V2

                               0,01 . 10           = N2 . 10,50

                                 N2                  =

0,01. 10

                                                             

10,50

                                 N2                 = 0,0095 N

                                  

2.      Pembakuan larutan I2 0,01N degan Na2S2O3 hasil standarisasi

pada soal no. 1

Pipet 10,0 ml larutan I2 masukkan dalam erlenmeyer. Titrasi

dengan Na2S2O3 hasil standarisasi pada soal no. 1 sampai warna

kuning muda. Tambahkan larutan aluminium 1%. Lanjutkan titrasi

sampai warna biru hilang. ternyata Na2S2O3 yang diperlukan 9,10

ml. hitung N I2 ?

Jawab:             N1 . V1                = N2 . V2

                                0,0095 X 9.10 = N2 . 10

                                N2                          =

0,0095 X 9,10

                                                                   

10

                               N2                    = 0,0086 N

3.      20 tablet antalgin ditimbang dengan seksama beratnya 14244,2

mg. (tiap tablet mengandung 500 mg antalgin). Kemudian diserbuk.

Timbang seksama serbuk tablet setara dengan 100,0 mg metampiron

diencerkan dengan akuades ke dalam labu ukur 50,0 ml. kemudian

disaring dan diambil filtra 10,0 ml dimasukkan ke dalam

erlenmeyer ditritrasi dengan iodium hasil stndarisasi pada soal

no. 2 menggunakan indikator larutan amilum 1%. Sehingga iodium

yang diperlukan 12,0 ml. 1ml iodium 0,1 N setara dengan 17,57 mg

antalgin. Berapa mg antalgin terdapat dalam tiap tablet ?

Jawab :

-         Bobot rata-rat tiap tablet = 14.244,2/20=712,21 mg

-         Untuk sampel bobot yang ditimbang setara dengan 100 mg

atalgin :

100/500 X 712,21 mg = 142,442 mg = 142,4 mg

Kadar =  x rata2tablet x fp

Kadar =  x rata2tablet x fp

        =     X 712,21 X

          = 453,4 mg/tablet

Jadi kadar antalgin yang diperoleh 453,4 mg/tablet.

Diposkan oleh Grachiez grethaoz di 06.07 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest Reaksi: 

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog ▼   2012 (3)

o ▼   November (3)

TITRASI IODO – IODIMETRI

TITRASI BEBAS AIR

ASIDI ALKALIMETRI

Mengenai Saya

Grachiez grethaoz Lihat profil lengkapku

Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.