Good Corporate Governance (GCG) dalam Islam

26
BAB I PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan/organisasi adalah dengan cara menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten. Hal mengenai Good Corporate Governance mulai terdengar di Indonesia sejak tahun 1997, dimana pada saat itu bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Untuk bangkit dari krisis ekonomi tersebut bangsa Indonesia butuh waktu yang lama. Lamanya perbaikan ni disebabkan karena masih lemah dan kurangnya perusahaan di Indonesia dalam menerapkan Good Corporate Governance. Ditambah lagi dengan adanya kasus Kimia Farma pada tahun 2002 yang terjadi akibat adanya manipulasi laporan keuangan. Hal ini semakin menambah perhatian para pelaku dunia usaha dan pihak regulator akan penerapan Good Corporate Governance di Indonesia. Para pelaku dunia usaha diharapkan dapat mengubah cara mereka dalam melakukan dan mengelola bisnis mereka untuk lebih transparan dan menciptakan korporat yang sehat. Penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam dunia usaha di Indonesia merupakan suatu kebutuhan dalam menjalankan

Transcript of Good Corporate Governance (GCG) dalam Islam

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja suatu

perusahaan/organisasi adalah dengan cara menerapkan Good Corporate

Governance (GCG). Penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan

pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan

menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi,

kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta

kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap

pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten.

Hal mengenai Good Corporate Governance mulai terdengar di

Indonesia sejak tahun 1997, dimana pada saat itu bangsa Indonesia

mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Untuk bangkit dari krisis ekonomi tersebut bangsa Indonesia butuh

waktu yang lama. Lamanya perbaikan ni disebabkan karena masih

lemah dan kurangnya perusahaan di Indonesia dalam menerapkan Good

Corporate Governance. Ditambah lagi dengan adanya kasus Kimia Farma

pada tahun 2002 yang terjadi akibat adanya manipulasi

laporan keuangan. Hal ini semakin menambah perhatian para pelaku

dunia usaha dan pihak regulator akan penerapan Good Corporate

Governance di Indonesia. Para pelaku dunia usaha diharapkan dapat

mengubah cara mereka dalam melakukan dan mengelola bisnis mereka

untuk lebih transparan dan menciptakan korporat yang sehat.

Penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam dunia usaha

di Indonesia merupakan suatu kebutuhan dalam menjalankan

aktivitas bisnis, agar perusahaan-perusahaan yang ada di

Indonesia dapat terus bersaing dan bertahan dalam

persaingan pasar globalisasi yang semakin kompetitif sehingga

perusahaan dapat mencapai tujuannya. 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan

sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang

menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder

(Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini,

pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh

informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan kedua,

kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan

(disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap

semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan

stakeholder. Good Corporate Governance dalam Islam itu memiliki

1

perbedaan, GCG dalam islam memiliki fitur unik dan

menyajikan karakteristik khas dibandingkan dengan konsep

barat Anglo-Saxon dan model Eropa. Ini menggabungkan unsur

Tauhid, Syura, aturan syariah dan memelihara tujuan pribadi

tanpa mengabaikan tugas sosial kesejahteraan.

Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki

definisi tunggal. Komite Cadbury, misalnya, pada tahun 1992

– melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadbury Report

mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite

Cadbury, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan

mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara

kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan

pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan

stakeholder pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan

pengaturan kewenangan Direktur, Manajer, Pemagang Saham, dan

pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan

di lingkungan tertentu.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)

(2001) punya definisi lain, menurut mereka pengertian Good

Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur

hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)

perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para

pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang

berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan

kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan

perusahaan. Menurut Bank Dunia, Good Corporate Governance (GCG)

2

adalah kumpulan dari hukum, regulasi dan peraturan yang

mengisi dan mendorong kinerja sumber daya perusahaan agar

berfungsi secara efisien.

Sementara itu, menurut keputusan Menteri Badan Usaha

Milik Negara No: KEP/117/M-MBU/2002 tentang penerapan

praktik Good Corporate Governance (GCG) pada badan usaha milik

Negara maka ditetapkan bahwa GCG adalah suatu proses dan

struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan

keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna

mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan

tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya

(Sedarmayanti:2007)

Lantas bagaimana dengan definsi GCG di Indonesia? Di

tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan

sebagai ‘pengaturan’. Adapun dalam konteks GCG, governance

sering juga disebut ‘tata pamong’ atau penadbiran – yang

terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di

telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun

tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG

diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dalam

terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari

istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar.

Kemudian, GCG ini didefinisikan sebagai suatu pola

hubungan, sistem dan proses yang digunakan oleh organisasi

perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah

kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka

3

panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder

lainnya, berlandaskan peraturan dan norma yang berlaku.

Dari definisi tentang Corporate Governance diatas, maka

dapat diketahui adanya aspek-aspek penting dari Corporate

Governance yang perlu dipahami oleh perusahaan agar dapat

bersaing dalam dunia bisnis adalah:

1. Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ

perusahaan diantaranya yaitu Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS), Komisaris, dan Direksi.

2. Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai

entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh

stakeholder.

3. Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi

yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan

mengenai perusahaan.

4. Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang

saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang

saham asing melalui keterbukaan informasi yang materiil

dan relevan.

2.2 Good Corporate Governance dalam Islam

Konsep tentang Good Corporate Governance secara universal

sangat erat kaitannya dengan ajaran agama-agama yang ada.

Prinsip Good Corporate Governance ternyata selaras dengan ajaran

agama islam. Meskipun Islam selalu memperkenalkan etika yang

baik, moral yang kuat, integritas, serta kejujuran, tidaklah

mudah untuk menggabungkan nilai-nilai etika seperti itu4

menjadi Good Corporate Governance yang islami. Akibatnya, dalam

prakteknya, sebagian besar dari perusahaan ‘Islam’

menggunakan standar tata kelola perusahaan konvensional yang

mungkin tidak konsisten dengan nilai-nilai Islam. Perspektif

Islam melihat tata praktek perusahaan sebagai kewajiban

Muslim kepada Allah, sehingga mengarah kepada kontrak

'implisit' dengan Allah dan kontrak eksplisit dengan

manusia.

Good Corporate Governance dalam islam memiliki fitur unik

dan menyajikan karakteristik khas dibandingkan dengan konsep

barat Anglo-Saxon dan model Eropa. Ini menggabungkan unsur

Tauhid, Syura, aturan syariah dan memelihara tujuan pribadi

tanpa mengabaikan tugas sosial kesejahteraan. Islam juga

percaya bahwa kegiatan sehari-hari seseorang dan transaksi

perusahaan harus didasarkan pada nilai-nilai kejujuran,

ketegasan, rasa hormat, keadilan, toleransi, kesabaran, dan

kejujuran, bukan kebohongan, keangkuhan, pembangkangan, iri,

dengki, fitnah dan membesarkan diri (MK Hassan, 2002). Ini

juga harus diwujudkan dalam keterlibatan individu pada

kegiatan usaha dan operasi serta hubungan mereka dengan

semua stakeholder masing-masing. Secara keseluruhan,

pandangan Islam tentang tata kelola perusahaan lebih

komprehensif daripada pandangan stakeholder dan erat

kaitannya dengan nilai-nilai etika dalam Islam.

Umar M. Chapra dalam Islam and Economic Challenge

(2002) menyatakan bahwa dalam sistem ekonomi islam yang

5

telah diterapkan pada beberapa negara muslim antara lain

menggunakan prinsip syariah yang lebih menekankan pada aspek

harmoni. Prinsip syariah erat hubungannya dengan GCG, karena

lebih menekankan pada bagi hasil (profit sharing) yang berarti

lebih menonjolkan aspek win-win solution, sehingga tidak ada

pihak yang dirugikan dalam berbisnis. Penerapan Good Corporate

Governance (GCG) di lembaga keuangan islam perlu dilakukan

melalui berbagai pendekatan yang sesuai dengan nilai-nilai

yang berlaku secara spesifik di suatu negara maupun nilai-

nilai GCG yang berlaku umum didalam mejaga stabilitas sistem

keuangan secara keseluruhan.

2.3 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari Good Corporate

Governance (GCG) yaitu:

1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan

dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan

keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan

relevan mengenai perusahaan. Dalam hubungannya dengan

islam, konsep transparency (keterbukaan informasi) telah

diungkapkan oleh Allah dalam potongan ayat berikut:

ي��  ذ� ها ال� ي�� ـا وي�� ن� ن�ن� ام� ذاي�� �ا ت� ما اذ� �ذي��ت ال� ت�" اكن� سمى ف�� ل م� وى اج�" ب" �كه ولن ن�ن� ب" ي�" �من ك ات��ب"ن� ك�ال اعذت�" ات��ب"ل ولا ت�� كان� ب" ك� ل ت�� ف�� مه اهلل ل ما ع� ب" ك� �كن ب"ن� �…..ن

6

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan

sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberi tempo hingga ke suatu

masa yang tertentu, maka hendaklah kamu menulis (hutang dan masa

bayarannya) itu. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu

menulisnya dengan adil (benar). Dan janganlah seseorang penulis enggan

menulis sebagaimana Allah telah mengajarkannya…...” (Q.S. Al-

Baqarah:282)

2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi,

struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ

perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana

secara efektif.

3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian

(kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap

prinsip korporasi yang sehat serta peraturan

perundangan yang berlaku. Prinsip ini sangat dianggap

sebagai suatu perbuatan yang baik dalam islam, sehingga

setiap individu dalam perusahaan harus memiliki rasa

pertanggungjawaban yang tinggi dalam pekerjaan mereka

sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat Al-Qur’an

berikut:

ي��  ذ� ها ال� ي�� ـا وي�� ن� ون� ام� خ� �وا لا ت� س� وال�ر وا اهلل ون�� خ� �ول وت� من�� ك �ت Qن م واي��ا ام� �عـت �﴾۲۷ن� ﴿لمو ت�“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati

Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati

7

amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu

mengetahui.” (Q.S. Al Anfaal:27)

4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana

perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan

kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen

yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-

undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang

sehat.

5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang

adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder

yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan

perundangan yang berlaku. Dalam Al-Qur’an, prinsip

fairness ini dijelaskan dalam surat An-Nisaa ayat 58 :

ا  ت�� مان� اهلل وا ال ان�مرك� ذ و_ `````� ال� ن� �ن�ب ا ى اهام� مله````` ك ا ج� م واذ� �ن�ت اس ان� ي�" حن� ال�ت�`````` �مو ت� الك ل عذا ت�"

م ع ت�� مان� اهلل ك jعظ mها ت� من� ب�" ان� س� ك� ن�ع ان� اهلل ص ﴾۵۸ ﴿راا ب�"“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan

adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya

kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha

Melihat.” (Q.S. An-Nisaa:58)

Dalam mengurus perusahaan, prinsip prinsip GCG diatas

sebaiknya diimbangi dengan Good Faith (bertindak atas itikad

8

baik) dan kode etik perusahaan serta pedoman Corporate

Governance, agar visi dan misi perusahaan dapat terwujud.

Pedoman Corporate Governance yang telah dibuat hendaknya

dijadikan kode etik perusahaan yang dapat memberikan acuan

pada pelaku usaha untuk melaksanakan GCG secara konsisten

dan konsekuen. Hal ini penting karena mengingat

kecenderungan aktifitas usaha yang semakin mengglobal dan

dapat dijadikan sebagai ukuran perusahaan untuk menghasilkan

suatu kinerja perusahaan yang lebih baik.

Melalui pemenuhan kepentingan yang seimbang, benturan

kepentingan yang terjadi di dalam perusahaan dapat diarahkan

dan dikontrol sedemikian rupa, sehingga tidak menyebabkan

timbulnya kerugian bagi suatu perusahaan. Berbagai macam

korelasi antara implementasi prinsip-prinsip GCG didalam

suatu perusahaan dengan kepentingan para pemegang saham,

kreditor, manajemen perusahaan, karyawan perusahaan, dan

tentunya para anggota masyarakat, merupakan indikator

tercapainya keseimbangan kepentingan.

2.4 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance

Prinsip Good Corporate Governance diharapkan menjadi

titik rujukan pembuat kebijakan (pemerintah) dalam membangun

kerangka kerja penerapan Corporate Governance. Bagi pelaku

usaha dan pasar modal, prinsip ini dapat menjadi pedoma

mengelaborasi praktek terbaik bagi peningkatan nilai dan

keberlangsungan perusahaan.

9

Dalam keputusan BUMN Nomor: Kep.117/M-MBU/2000 diutarakan

bahwa penerapan Good Corporate Governance pada BUMN, bertujuan

untuk :

1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan

prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya,

bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki

daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun

internasional.

2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional,

transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan

meningkatkan kemandirian organ.

3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan

menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi

dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggug jawab

sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian

lingkungan di sekitar BUMN.

4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian

nasional.

5. Meningkatkan investasi nasional.

6. Mensukseskan program privatisasi.

Penerapan Good Corporate Governance dapat meningkatkan

nilai perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan,

mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan denga

keputusan yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya

Corporate Governace dapat meningkatkan kepercayaan investor.

10

Corporate Governance yang buruk menurunkan tingkat kepercayaan

investor, lemahnya praktik Good Governance merupakan salah

satu faktor yang memperpanjang krisis ekonomi di negara

kita.

Esensi Good Corporate Governance adalah peningkatan

kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja

manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap

shareholder dan pemakai kepentingan lainnya, berdasarkan

kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih,

2003). Disamping hal tersebut Corporate Governance juga

mempunyai manfaat. Menurut FCGI (2001) manfaat dari

penerapan GCG adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya

proses pengambilan keputusan yang lebih baik,

meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta

lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih

murahsehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan

modalnya di Indonesia.

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja

perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan

shareholders value dan dividen.

Manfaat Good Corporate Governance (GCG) ini bukan hanya

untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat

11

menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan

sekaligus pilar pemenang era persaingan global.

2.5 Etika Bisnis dan Penerapan Good Corporate Governance

1. Code of Corporate and Business Conduct

Kode etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code

of Corporate and Business Conduct) merupakan implementasi salah

satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik

tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk

melakukan praktek-praktek etika bisnis yang terbaik di

dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan.

Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya

perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan &

pimpinan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi

“mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan

dalam aktivitas ekonomi perusahaan. Pelanggaran atas kode

etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk

kategori yang melanggar hukum.

2. Nilai Etika Perusahaan

Kepatuhan pada kode etik ini merupakan hal yang sangat

penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi

perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang

bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan

nilai pemegang saham (stakeholder value). Beberapa nilai-nilai

etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG,

12

yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya,

keterbukaan dan kerjasama. Beberapa contoh etika yang

harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan

perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan

benturan kepentingan (conflict of interest).

- Informasi rahasia

Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia

mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan

informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak.

Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila

informasi tersebut berharga bagi pihak lain dan

pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk

melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan

oleh karyawan yaitu harus melindungi informasi rahasia

perusahaan dan termasuk Hak Kekayaaan Intelektual (HKI)

serta harus member respek terhadap hak yang sama dari

pihak lain.

- Conflict of Interest

Seluruh karyawan dan pimpina perusahaan harus dapat

menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan

kepentingan dengan perusahaan. Suatu benturan

kepentingan dapat timbul bila karyawan dan pimpinan

perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak

langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu

keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil

13

secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi

kepentingan perusahaan.

- Sanksi

Setiap karyawan dan pemimpin perusahaan yang melanggar

ketentuan dan kode etik tersebut perlu dikenakan sanksi

yang tegas sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang

berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner

termasuk sanksi pemecatan. Beberapa tindakan karyawan

dan pimpinan perusahaan yang termasuk kategori

pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan,

memakai atau menyalahkan asset milik perusahaan untuk

kepentingan dan keuntungan pribadi, secara fisik

mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin

yang sesuai dan menghilangkan asset perusahaan.

2.6 Pihak yang Berpengaruh

Beberapa jabatan berikut ini sudah semestinya menguasai apa

itu GCG/Good Corporate Governance, diantaranya:

Dewan Komisaris,

Direksi,

Corporate Secretary,

Komite Audit,

Komite GCG,

Bagian Legal dan Compliance,

Internal Audit perusahaan BUMN & Swasta,

Dana Pensiun,

Yayasan/Koperasi,14

Dan siapapun yang hendak mengimplementasikan GCG.

2.7 Tahap-tahap Penerapan GCG

Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah

penting bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang

cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi

perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG

dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh

unsur di dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-

perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG

menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).

Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam

menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000;

Shaw,2003).

Tahap Persiapan

Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness

building, 2) GCG assessment, dan 3) GCG manual building. Awareness

building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran

mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam

penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta

bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk

kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan

diskusi kelompok. GCG Assessment merupakan upaya untuk

mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan

dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna

memastikan titik awal level penerapan GCG dan untuk

15

mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna

mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang

kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata

lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi

aspekaspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih

dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk

mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah berikut

setelah GCG assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan

tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas

penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi

GCG dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan

bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual

ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ

perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan,

mencakup berbagai aspek seperti:

Kebijakan GCG perusahaan

Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan

Pedoman perilaku

Audit commitee charter

Kebijakan disclosure dan transparansi

Kebijakan dan kerangka manajemen resiko

Roadmap implementasi

Tahap Implementasi

Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah

selanjutnya adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap

ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:

16

1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada

seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan

implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan

GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim

khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah

pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang

ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.

2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan

dengan pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah

disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang

melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan.

Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen

perubahan (change management) guna mengawal proses

perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.

3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam

implementasi. Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk

memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis

perusahaan kerja, dan berbagai peraturan perusahaan.

Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG

bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan

yang bersifat superficial, tetapi benar benar tercermin

dalam seluruh aktivitas perusahaan.

Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara

teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana

efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta

17

pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas

praktik GCG yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan

yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di

Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring.

Evaluasi dalam bentukassessment, audit atau scoring juga dapat

dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan

di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan

memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian

perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat

mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan

rekomendasi yang diberikan.

2.8 Penerapan GCG di Indonesia

Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih

dari delapan tahun. Krisis ini ternyata berdampak luas

teutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang berkuasa

di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara

yang diawal tahun 1990-an dipandang sebagai “The Asian

Tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh,

yang pada akhirnya merambah pada krisis politik. Setelah

delapan tahun, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang

dapat melihat pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat

terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah

terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif

puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih.

Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun

Negara-negara ASEAN lainnya. Bagaimana dengan Indonesia?.18

Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi

berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan,

pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat pada

penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003).

Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB)

menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada

krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan

perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi

pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan

rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger

dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya

ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak

memadainya pengawasan oleh para kreditor. Tantangan terkini

yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-

prinsip dan praktek good corporate governance oleh komunitas

bisnis dan publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya

komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada

urutan bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan

oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s

Morgan, and Calper`s.

Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia telah

diperkuat dengan kapastian hukum, dengan lahirnya peraturan

perundangan antara lain :

1. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan

Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme (KKN).

19

2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi yang dirobah dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001.

3. Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan

Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No. Kep-23/PM

PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000 Tentang Pengembangan

Praktek Good Corporate Governance (GCG) dalam Perusahaan

Perseroan.

4. Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002

tanggal 1 Agustus 2002 Tentang Penerapan Praktek Good

Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara.

5. Surat Edaran Menteri PM-PBUMN No. S-106/M-PM.PBUMN/2000

tanggal 17 April 2000 perihal Kebijakan Penerapan

Corporate Governance yang baik di semua BUMN.

6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Republik Indonesia No. 37a/M-PAN/2002 tanggal 28 Februari

2002 perihal Intensifikasi dan Percepatan Pemberantasan

KKN.

7. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 518/S-

KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pelaksanaan GCG

dan Instruksi Untuk Pembentukan Tim Perumus Panduan

Penerapan GCG.

8. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Perseroo) Nomor. 520/S-

KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pembentukan Komite

Audit. 9. Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero)

No. 81/Dirut/1201 tanggal 27 Desember 2001 Tentang

20

Gerakan Moral Pos Indonesia. BTP (Bersih, Transparan dan

Profesional).

2.9 Contoh PenerapanPelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) pada Bank Muamalat

Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan di Bank Muamalat

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Muamalat Spirit

sebagai semangat dan landasan moral untuk mencapai visi dan

misi Bank Muamalat yang dijalankan melalui pengabdian serta

ketaatan kepada Allah SWT. Semangat inilah yang menjadi

dasar bagi pengelolaan usaha, aktivitas dan bisnis di Bank

Muamalat. Dengan komitmen yang tinggi, Bank Muamalat

berupaya agar selalu konsisten dalam menerapkan dan

meningkatkan implementasi GCG.

Seperti halnya Muamalat Spirit yang merupakan bagian

tak terpisahkan dari pelaksanaan GCG,

langkahTransformasi yang dilakukan oleh Manajemen Bank sejak

tahun 2009 merupakan upaya untuk lebih memacu pelaksanaan

tata kelola perusahaan yang lebih baik di Bank Muamalat,

disamping terus mengembangkan budaya kepatuhan serta

meningkatkan kesadaran akan risiko yang dihadapi.

Adapun pengertian inti dari Muamalat Spirit adalah

semangat yang didalamnya terdapat prinsip-prinsip GCG yaitu

transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, professional

atau independensi, fairness dan sikap kepedulian yang

dijalankan secara Islami.

21

Kewajiban untuk melaksanakan serta menyampaikan laporan

GCG kepada Bank Indonesia, telah dilakukan Bank Muamalat

secara berkesinambungan dengan pelaksanaan yang semakin

baik. Hal ini merupakan wujud dari komitmen Bank Muamalat

dalam melaksanakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.

11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 dan Surat Edaran (SE)

BI No.12/13/DPbS tanggal 30 April 2010 tentang

Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah

(BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) terutama Pasal 62 dan

Pasal 63 mengenai kewajiban Bank untuk menyampaikan Laporan

Pelaksanaan GCG kepada Bank Indonesia (BI) dan pemangku

kepentingan lainnya.

Dalam melaksanakan GCG, Bank Muamalat tidak hanya

berpedoman pada ketentuan dan peraturan yang mengatur

tentang pelaksanaan GCG sebagaimana disebutkan di atas,

namun juga berpedoman pada ketentuan internal dan peraturan

perundangan-undangan yang berlaku lainnya.

Penerapan Good Corporate Governance pada PT Pertamina

Sebagai perusahaan besar, PT Pertamina (Persero) harus

mampu menjadi perusahaan yang menjadi ikon Good Corporate

Governance (GCG). Dengan diterapkannya GCG atau Tata Kelola

Korporasi yang Baik di Pertamina, maka secara umum kondisi

GCG di kalangan BUMN diharapkan akan terdorong baik.

Berbagai upaya untuk mencegah kasus pelanggaran GCG telah

dilakukan perusahaan. Salah satunya dengan membentuk Satuan

Pengawasan Internal (SPI). Sejumlah evaluasi internal maupun

22

eksternal dilakukan. Dan terakhir kali, PT. Pertamina sudah

mencapai indeks GCG 74. SPI akan mendorong dan melakukan

evaluasi atas apa yang dilakukan oleh seluruh pekerja,

apakah GCG itu benar-benar dijalankan atau tidak.

Manajemen GCG nantinya akan menerima pengaduan dengan

whistle blower system yang akan diterapkan, selanjutnya

tugas SPI melakukan audit pendalaman (khusus) untuk membedah

permasalahan tersebut secara komprehensif. Selanjutnya,

rekomendasi akan diberikan ke SDM untuk bisa diambil

eksekusinya.

Sejauh ini, untuk meningkatkan kompetensi dan

profesionalisme auditor, Pertamina telah melakukan

pelatihan, seperti IT Audit, Risk Base Audit, dan

Sertifikasi Internasional. Dengan demikian, SPI ke depannya

diharapkan mampu memberikan kontribusi konkret dalam rangka

membangun integritas Pertamina menjadi perusahaan publik

(non listed).

23

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung MasInti, 1992.

Anwar, Prof. Dr. H. Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer,Jakarta: RM Books, 2007.

Thahhan, Dr. Musthafa Muhammad, Pemikiran Moderat Al-Banna,Bandung: Harakatuna  (Group Syamil), 2007.

Sudarmayanti,  Good Governance  (Kepemerintahan yang Baik)dalam  Rangka  Otonomi  Daerah, Bandung: Mandar Maju, 2003

Sedarmayanti. 2007. Good Governance dan Good Corporate

Governance. Bandung : CV.Mandar Maju24

FCGI. 2001.Corporate Governance:Tata Kelola Perusahaan. Edisi 

ketiga.Yogyakarta: Penerbit: Sekolalah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Putra, Syopiansyah, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan

Intelektual, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009

25