Good Corporate Governance (GCG) dalam Islam
Transcript of Good Corporate Governance (GCG) dalam Islam
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja suatu
perusahaan/organisasi adalah dengan cara menerapkan Good Corporate
Governance (GCG). Penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan
pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi,
kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap
pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten.
Hal mengenai Good Corporate Governance mulai terdengar di
Indonesia sejak tahun 1997, dimana pada saat itu bangsa Indonesia
mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Untuk bangkit dari krisis ekonomi tersebut bangsa Indonesia butuh
waktu yang lama. Lamanya perbaikan ni disebabkan karena masih
lemah dan kurangnya perusahaan di Indonesia dalam menerapkan Good
Corporate Governance. Ditambah lagi dengan adanya kasus Kimia Farma
pada tahun 2002 yang terjadi akibat adanya manipulasi
laporan keuangan. Hal ini semakin menambah perhatian para pelaku
dunia usaha dan pihak regulator akan penerapan Good Corporate
Governance di Indonesia. Para pelaku dunia usaha diharapkan dapat
mengubah cara mereka dalam melakukan dan mengelola bisnis mereka
untuk lebih transparan dan menciptakan korporat yang sehat.
Penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam dunia usaha
di Indonesia merupakan suatu kebutuhan dalam menjalankan
aktivitas bisnis, agar perusahaan-perusahaan yang ada di
Indonesia dapat terus bersaing dan bertahan dalam
persaingan pasar globalisasi yang semakin kompetitif sehingga
perusahaan dapat mencapai tujuannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Good Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang
menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder
(Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini,
pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan kedua,
kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan
(disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap
semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder. Good Corporate Governance dalam Islam itu memiliki
1
perbedaan, GCG dalam islam memiliki fitur unik dan
menyajikan karakteristik khas dibandingkan dengan konsep
barat Anglo-Saxon dan model Eropa. Ini menggabungkan unsur
Tauhid, Syura, aturan syariah dan memelihara tujuan pribadi
tanpa mengabaikan tugas sosial kesejahteraan.
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki
definisi tunggal. Komite Cadbury, misalnya, pada tahun 1992
– melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadbury Report
mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite
Cadbury, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara
kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan
pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan
stakeholder pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan
pengaturan kewenangan Direktur, Manajer, Pemagang Saham, dan
pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan
di lingkungan tertentu.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
(2001) punya definisi lain, menurut mereka pengertian Good
Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan
kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan. Menurut Bank Dunia, Good Corporate Governance (GCG)
2
adalah kumpulan dari hukum, regulasi dan peraturan yang
mengisi dan mendorong kinerja sumber daya perusahaan agar
berfungsi secara efisien.
Sementara itu, menurut keputusan Menteri Badan Usaha
Milik Negara No: KEP/117/M-MBU/2002 tentang penerapan
praktik Good Corporate Governance (GCG) pada badan usaha milik
Negara maka ditetapkan bahwa GCG adalah suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya
(Sedarmayanti:2007)
Lantas bagaimana dengan definsi GCG di Indonesia? Di
tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan
sebagai ‘pengaturan’. Adapun dalam konteks GCG, governance
sering juga disebut ‘tata pamong’ atau penadbiran – yang
terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di
telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun
tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG
diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dalam
terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari
istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar.
Kemudian, GCG ini didefinisikan sebagai suatu pola
hubungan, sistem dan proses yang digunakan oleh organisasi
perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah
kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka
3
panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder
lainnya, berlandaskan peraturan dan norma yang berlaku.
Dari definisi tentang Corporate Governance diatas, maka
dapat diketahui adanya aspek-aspek penting dari Corporate
Governance yang perlu dipahami oleh perusahaan agar dapat
bersaing dalam dunia bisnis adalah:
1. Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ
perusahaan diantaranya yaitu Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Komisaris, dan Direksi.
2. Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai
entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh
stakeholder.
3. Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi
yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan
mengenai perusahaan.
4. Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang
saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang
saham asing melalui keterbukaan informasi yang materiil
dan relevan.
2.2 Good Corporate Governance dalam Islam
Konsep tentang Good Corporate Governance secara universal
sangat erat kaitannya dengan ajaran agama-agama yang ada.
Prinsip Good Corporate Governance ternyata selaras dengan ajaran
agama islam. Meskipun Islam selalu memperkenalkan etika yang
baik, moral yang kuat, integritas, serta kejujuran, tidaklah
mudah untuk menggabungkan nilai-nilai etika seperti itu4
menjadi Good Corporate Governance yang islami. Akibatnya, dalam
prakteknya, sebagian besar dari perusahaan ‘Islam’
menggunakan standar tata kelola perusahaan konvensional yang
mungkin tidak konsisten dengan nilai-nilai Islam. Perspektif
Islam melihat tata praktek perusahaan sebagai kewajiban
Muslim kepada Allah, sehingga mengarah kepada kontrak
'implisit' dengan Allah dan kontrak eksplisit dengan
manusia.
Good Corporate Governance dalam islam memiliki fitur unik
dan menyajikan karakteristik khas dibandingkan dengan konsep
barat Anglo-Saxon dan model Eropa. Ini menggabungkan unsur
Tauhid, Syura, aturan syariah dan memelihara tujuan pribadi
tanpa mengabaikan tugas sosial kesejahteraan. Islam juga
percaya bahwa kegiatan sehari-hari seseorang dan transaksi
perusahaan harus didasarkan pada nilai-nilai kejujuran,
ketegasan, rasa hormat, keadilan, toleransi, kesabaran, dan
kejujuran, bukan kebohongan, keangkuhan, pembangkangan, iri,
dengki, fitnah dan membesarkan diri (MK Hassan, 2002). Ini
juga harus diwujudkan dalam keterlibatan individu pada
kegiatan usaha dan operasi serta hubungan mereka dengan
semua stakeholder masing-masing. Secara keseluruhan,
pandangan Islam tentang tata kelola perusahaan lebih
komprehensif daripada pandangan stakeholder dan erat
kaitannya dengan nilai-nilai etika dalam Islam.
Umar M. Chapra dalam Islam and Economic Challenge
(2002) menyatakan bahwa dalam sistem ekonomi islam yang
5
telah diterapkan pada beberapa negara muslim antara lain
menggunakan prinsip syariah yang lebih menekankan pada aspek
harmoni. Prinsip syariah erat hubungannya dengan GCG, karena
lebih menekankan pada bagi hasil (profit sharing) yang berarti
lebih menonjolkan aspek win-win solution, sehingga tidak ada
pihak yang dirugikan dalam berbisnis. Penerapan Good Corporate
Governance (GCG) di lembaga keuangan islam perlu dilakukan
melalui berbagai pendekatan yang sesuai dengan nilai-nilai
yang berlaku secara spesifik di suatu negara maupun nilai-
nilai GCG yang berlaku umum didalam mejaga stabilitas sistem
keuangan secara keseluruhan.
2.3 Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari Good Corporate
Governance (GCG) yaitu:
1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
relevan mengenai perusahaan. Dalam hubungannya dengan
islam, konsep transparency (keterbukaan informasi) telah
diungkapkan oleh Allah dalam potongan ayat berikut:
ي�� ذ� ها ال� ي�� ـا وي�� ن� ن�ن� ام� ذاي�� �ا ت� ما اذ� �ذي��ت ال� ت�" اكن� سمى ف�� ل م� وى اج�" ب" �كه ولن ن�ن� ب" ي�" �من ك ات��ب"ن� ك�ال اعذت�" ات��ب"ل ولا ت�� كان� ب" ك� ل ت�� ف�� مه اهلل ل ما ع� ب" ك� �كن ب"ن� �…..ن
6
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan
sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberi tempo hingga ke suatu
masa yang tertentu, maka hendaklah kamu menulis (hutang dan masa
bayarannya) itu. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menulisnya dengan adil (benar). Dan janganlah seseorang penulis enggan
menulis sebagaimana Allah telah mengajarkannya…...” (Q.S. Al-
Baqarah:282)
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi,
struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ
perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian
(kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku. Prinsip ini sangat dianggap
sebagai suatu perbuatan yang baik dalam islam, sehingga
setiap individu dalam perusahaan harus memiliki rasa
pertanggungjawaban yang tinggi dalam pekerjaan mereka
sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat Al-Qur’an
berikut:
ي�� ذ� ها ال� ي�� ـا وي�� ن� ون� ام� خ� �وا لا ت� س� وال�ر وا اهلل ون�� خ� �ول وت� من�� ك �ت Qن م واي��ا ام� �عـت �﴾۲۷ن� ﴿لمو ت�“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
7
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui.” (Q.S. Al Anfaal:27)
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen
yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-
undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang
adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku. Dalam Al-Qur’an, prinsip
fairness ini dijelaskan dalam surat An-Nisaa ayat 58 :
ا ت�� مان� اهلل وا ال ان�مرك� ذ و_ `````� ال� ن� �ن�ب ا ى اهام� مله````` ك ا ج� م واذ� �ن�ت اس ان� ي�" حن� ال�ت�`````` �مو ت� الك ل عذا ت�"
م ع ت�� مان� اهلل ك jعظ mها ت� من� ب�" ان� س� ك� ن�ع ان� اهلل ص ﴾۵۸ ﴿راا ب�"“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.” (Q.S. An-Nisaa:58)
Dalam mengurus perusahaan, prinsip prinsip GCG diatas
sebaiknya diimbangi dengan Good Faith (bertindak atas itikad
8
baik) dan kode etik perusahaan serta pedoman Corporate
Governance, agar visi dan misi perusahaan dapat terwujud.
Pedoman Corporate Governance yang telah dibuat hendaknya
dijadikan kode etik perusahaan yang dapat memberikan acuan
pada pelaku usaha untuk melaksanakan GCG secara konsisten
dan konsekuen. Hal ini penting karena mengingat
kecenderungan aktifitas usaha yang semakin mengglobal dan
dapat dijadikan sebagai ukuran perusahaan untuk menghasilkan
suatu kinerja perusahaan yang lebih baik.
Melalui pemenuhan kepentingan yang seimbang, benturan
kepentingan yang terjadi di dalam perusahaan dapat diarahkan
dan dikontrol sedemikian rupa, sehingga tidak menyebabkan
timbulnya kerugian bagi suatu perusahaan. Berbagai macam
korelasi antara implementasi prinsip-prinsip GCG didalam
suatu perusahaan dengan kepentingan para pemegang saham,
kreditor, manajemen perusahaan, karyawan perusahaan, dan
tentunya para anggota masyarakat, merupakan indikator
tercapainya keseimbangan kepentingan.
2.4 Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance
Prinsip Good Corporate Governance diharapkan menjadi
titik rujukan pembuat kebijakan (pemerintah) dalam membangun
kerangka kerja penerapan Corporate Governance. Bagi pelaku
usaha dan pasar modal, prinsip ini dapat menjadi pedoma
mengelaborasi praktek terbaik bagi peningkatan nilai dan
keberlangsungan perusahaan.
9
Dalam keputusan BUMN Nomor: Kep.117/M-MBU/2000 diutarakan
bahwa penerapan Good Corporate Governance pada BUMN, bertujuan
untuk :
1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan
prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya,
bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki
daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun
internasional.
2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional,
transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan
meningkatkan kemandirian organ.
3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan
menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggug jawab
sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian
lingkungan di sekitar BUMN.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian
nasional.
5. Meningkatkan investasi nasional.
6. Mensukseskan program privatisasi.
Penerapan Good Corporate Governance dapat meningkatkan
nilai perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan,
mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan denga
keputusan yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya
Corporate Governace dapat meningkatkan kepercayaan investor.
10
Corporate Governance yang buruk menurunkan tingkat kepercayaan
investor, lemahnya praktik Good Governance merupakan salah
satu faktor yang memperpanjang krisis ekonomi di negara
kita.
Esensi Good Corporate Governance adalah peningkatan
kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja
manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap
shareholder dan pemakai kepentingan lainnya, berdasarkan
kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih,
2003). Disamping hal tersebut Corporate Governance juga
mempunyai manfaat. Menurut FCGI (2001) manfaat dari
penerapan GCG adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya
proses pengambilan keputusan yang lebih baik,
meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta
lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih
murahsehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.
4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja
perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan
shareholders value dan dividen.
Manfaat Good Corporate Governance (GCG) ini bukan hanya
untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat
11
menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan
sekaligus pilar pemenang era persaingan global.
2.5 Etika Bisnis dan Penerapan Good Corporate Governance
1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code
of Corporate and Business Conduct) merupakan implementasi salah
satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik
tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk
melakukan praktek-praktek etika bisnis yang terbaik di
dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan.
Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya
perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan &
pimpinan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi
“mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan
dalam aktivitas ekonomi perusahaan. Pelanggaran atas kode
etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk
kategori yang melanggar hukum.
2. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada kode etik ini merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi
perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang
bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan
nilai pemegang saham (stakeholder value). Beberapa nilai-nilai
etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG,
12
yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya,
keterbukaan dan kerjasama. Beberapa contoh etika yang
harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan
benturan kepentingan (conflict of interest).
- Informasi rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia
mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan
informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak.
Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila
informasi tersebut berharga bagi pihak lain dan
pemiliknya melakukan tindakan yang diperlukan untuk
melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan
oleh karyawan yaitu harus melindungi informasi rahasia
perusahaan dan termasuk Hak Kekayaaan Intelektual (HKI)
serta harus member respek terhadap hak yang sama dari
pihak lain.
- Conflict of Interest
Seluruh karyawan dan pimpina perusahaan harus dapat
menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan
kepentingan dengan perusahaan. Suatu benturan
kepentingan dapat timbul bila karyawan dan pimpinan
perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak
langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu
keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil
13
secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi
kepentingan perusahaan.
- Sanksi
Setiap karyawan dan pemimpin perusahaan yang melanggar
ketentuan dan kode etik tersebut perlu dikenakan sanksi
yang tegas sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang
berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner
termasuk sanksi pemecatan. Beberapa tindakan karyawan
dan pimpinan perusahaan yang termasuk kategori
pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan,
memakai atau menyalahkan asset milik perusahaan untuk
kepentingan dan keuntungan pribadi, secara fisik
mengubah atau merusak asset milik perusahaan tanpa izin
yang sesuai dan menghilangkan asset perusahaan.
2.6 Pihak yang Berpengaruh
Beberapa jabatan berikut ini sudah semestinya menguasai apa
itu GCG/Good Corporate Governance, diantaranya:
Dewan Komisaris,
Direksi,
Corporate Secretary,
Komite Audit,
Komite GCG,
Bagian Legal dan Compliance,
Internal Audit perusahaan BUMN & Swasta,
Dana Pensiun,
Yayasan/Koperasi,14
Dan siapapun yang hendak mengimplementasikan GCG.
2.7 Tahap-tahap Penerapan GCG
Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah
penting bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang
cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi
perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG
dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh
unsur di dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-
perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG
menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).
Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam
menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000;
Shaw,2003).
Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness
building, 2) GCG assessment, dan 3) GCG manual building. Awareness
building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran
mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam
penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta
bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk
kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan
diskusi kelompok. GCG Assessment merupakan upaya untuk
mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan
dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna
memastikan titik awal level penerapan GCG dan untuk
15
mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna
mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang
kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata
lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi
aspekaspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih
dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk
mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah berikut
setelah GCG assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan
tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas
penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi
GCG dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan
bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual
ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ
perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan,
mencakup berbagai aspek seperti:
Kebijakan GCG perusahaan
Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan
Pedoman perilaku
Audit commitee charter
Kebijakan disclosure dan transparansi
Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
Roadmap implementasi
Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah
selanjutnya adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap
ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
16
1. Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada
seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan
implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan
GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim
khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah
pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang
ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.
2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan
dengan pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah
disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang
melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan.
Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen
perubahan (change management) guna mengawal proses
perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam
implementasi. Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk
memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis
perusahaan kerja, dan berbagai peraturan perusahaan.
Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG
bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan
yang bersifat superficial, tetapi benar benar tercermin
dalam seluruh aktivitas perusahaan.
Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara
teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana
efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta
17
pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas
praktik GCG yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan
yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di
Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring.
Evaluasi dalam bentukassessment, audit atau scoring juga dapat
dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan
di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan
memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian
perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat
mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan
rekomendasi yang diberikan.
2.8 Penerapan GCG di Indonesia
Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih
dari delapan tahun. Krisis ini ternyata berdampak luas
teutama dalam merontokkan rezim-rezim politik yang berkuasa
di Korea Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara
yang diawal tahun 1990-an dipandang sebagai “The Asian
Tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh,
yang pada akhirnya merambah pada krisis politik. Setelah
delapan tahun, sejak krisis tersebut melanda, kita sekarang
dapat melihat pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat
terpukul oleh krisis tersebut. Korea Selatan yang pernah
terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para eksekutif
puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih.
Perkembangan yang sama juga terlihat dengan Thailand maupun
Negara-negara ASEAN lainnya. Bagaimana dengan Indonesia?.18
Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi
berkelanjutan. Mulai dari restrukturisasi sektor perbankan,
pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat pada
penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003).
Kajian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB)
menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada
krisis di Indonesia. Pertama, konsentrasi kepemilikan
perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi
pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan
rendahnya transparansi mengenai prosedur pengendalian merger
dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya
ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak
memadainya pengawasan oleh para kreditor. Tantangan terkini
yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-
prinsip dan praktek good corporate governance oleh komunitas
bisnis dan publik pada umumnya (Daniri, 2005). Akhirnya
komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada
urutan bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan
oleh Standard & Poor, CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody`s
Morgan, and Calper`s.
Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia telah
diperkuat dengan kapastian hukum, dengan lahirnya peraturan
perundangan antara lain :
1. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN).
19
2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang dirobah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001.
3. Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan
Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No. Kep-23/PM
PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000 Tentang Pengembangan
Praktek Good Corporate Governance (GCG) dalam Perusahaan
Perseroan.
4. Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002
tanggal 1 Agustus 2002 Tentang Penerapan Praktek Good
Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara.
5. Surat Edaran Menteri PM-PBUMN No. S-106/M-PM.PBUMN/2000
tanggal 17 April 2000 perihal Kebijakan Penerapan
Corporate Governance yang baik di semua BUMN.
6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Republik Indonesia No. 37a/M-PAN/2002 tanggal 28 Februari
2002 perihal Intensifikasi dan Percepatan Pemberantasan
KKN.
7. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 518/S-
KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pelaksanaan GCG
dan Instruksi Untuk Pembentukan Tim Perumus Panduan
Penerapan GCG.
8. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Perseroo) Nomor. 520/S-
KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pembentukan Komite
Audit. 9. Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero)
No. 81/Dirut/1201 tanggal 27 Desember 2001 Tentang
20
Gerakan Moral Pos Indonesia. BTP (Bersih, Transparan dan
Profesional).
2.9 Contoh PenerapanPelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) pada Bank Muamalat
Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan di Bank Muamalat
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Muamalat Spirit
sebagai semangat dan landasan moral untuk mencapai visi dan
misi Bank Muamalat yang dijalankan melalui pengabdian serta
ketaatan kepada Allah SWT. Semangat inilah yang menjadi
dasar bagi pengelolaan usaha, aktivitas dan bisnis di Bank
Muamalat. Dengan komitmen yang tinggi, Bank Muamalat
berupaya agar selalu konsisten dalam menerapkan dan
meningkatkan implementasi GCG.
Seperti halnya Muamalat Spirit yang merupakan bagian
tak terpisahkan dari pelaksanaan GCG,
langkahTransformasi yang dilakukan oleh Manajemen Bank sejak
tahun 2009 merupakan upaya untuk lebih memacu pelaksanaan
tata kelola perusahaan yang lebih baik di Bank Muamalat,
disamping terus mengembangkan budaya kepatuhan serta
meningkatkan kesadaran akan risiko yang dihadapi.
Adapun pengertian inti dari Muamalat Spirit adalah
semangat yang didalamnya terdapat prinsip-prinsip GCG yaitu
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, professional
atau independensi, fairness dan sikap kepedulian yang
dijalankan secara Islami.
21
Kewajiban untuk melaksanakan serta menyampaikan laporan
GCG kepada Bank Indonesia, telah dilakukan Bank Muamalat
secara berkesinambungan dengan pelaksanaan yang semakin
baik. Hal ini merupakan wujud dari komitmen Bank Muamalat
dalam melaksanakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 dan Surat Edaran (SE)
BI No.12/13/DPbS tanggal 30 April 2010 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah
(BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) terutama Pasal 62 dan
Pasal 63 mengenai kewajiban Bank untuk menyampaikan Laporan
Pelaksanaan GCG kepada Bank Indonesia (BI) dan pemangku
kepentingan lainnya.
Dalam melaksanakan GCG, Bank Muamalat tidak hanya
berpedoman pada ketentuan dan peraturan yang mengatur
tentang pelaksanaan GCG sebagaimana disebutkan di atas,
namun juga berpedoman pada ketentuan internal dan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku lainnya.
Penerapan Good Corporate Governance pada PT Pertamina
Sebagai perusahaan besar, PT Pertamina (Persero) harus
mampu menjadi perusahaan yang menjadi ikon Good Corporate
Governance (GCG). Dengan diterapkannya GCG atau Tata Kelola
Korporasi yang Baik di Pertamina, maka secara umum kondisi
GCG di kalangan BUMN diharapkan akan terdorong baik.
Berbagai upaya untuk mencegah kasus pelanggaran GCG telah
dilakukan perusahaan. Salah satunya dengan membentuk Satuan
Pengawasan Internal (SPI). Sejumlah evaluasi internal maupun
22
eksternal dilakukan. Dan terakhir kali, PT. Pertamina sudah
mencapai indeks GCG 74. SPI akan mendorong dan melakukan
evaluasi atas apa yang dilakukan oleh seluruh pekerja,
apakah GCG itu benar-benar dijalankan atau tidak.
Manajemen GCG nantinya akan menerima pengaduan dengan
whistle blower system yang akan diterapkan, selanjutnya
tugas SPI melakukan audit pendalaman (khusus) untuk membedah
permasalahan tersebut secara komprehensif. Selanjutnya,
rekomendasi akan diberikan ke SDM untuk bisa diambil
eksekusinya.
Sejauh ini, untuk meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme auditor, Pertamina telah melakukan
pelatihan, seperti IT Audit, Risk Base Audit, dan
Sertifikasi Internasional. Dengan demikian, SPI ke depannya
diharapkan mampu memberikan kontribusi konkret dalam rangka
membangun integritas Pertamina menjadi perusahaan publik
(non listed).
23
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : PT. Tanjung MasInti, 1992.
Anwar, Prof. Dr. H. Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer,Jakarta: RM Books, 2007.
Thahhan, Dr. Musthafa Muhammad, Pemikiran Moderat Al-Banna,Bandung: Harakatuna (Group Syamil), 2007.
Sudarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik)dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung: Mandar Maju, 2003
Sedarmayanti. 2007. Good Governance dan Good Corporate
Governance. Bandung : CV.Mandar Maju24