GEOLOGI DAN POTENSI BATUAN TUFA SEBAGAI BAHAN ...

14
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Pakuan 1 GEOLOGI DAN POTENSI BATUAN TUFA SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI DAERAH KARANGMEKAR DAN SEKITARNYA KECAMATAN KARANGNUNGGAL KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT Bei Hasbiana Azizah 1 ), Djauhari Noor 2 ), dan Iwan Ridwansyah 3 ) ABSTRAK Tujuan penelitian dan pemetaan geologi Daerah Karangmekar dan sekitarnya, Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat adalah untuk mengetahui tatanan geologi yang mencakup Geomorfologi, Stratigrafi, Struktur Geologi, Sejarah Geologi dan Perhitungan Sumberdaya Tufa Formasi Bentang di daerah penelitian. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, penelitian lapangan, analisa laboratorium dan studio yang keseluruhan dituangkan dalam sebuah laporan tugas akhir. Hasil yang dicapai dalam penelitian dan pemetaan geologi daerah Daerah Karangmekar dan sekitarnya, Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat adalah sebagai berikut: Geomorfologi daerah penelitian berdasarkan morfogenesanya dapat dibagi menjadi 2 (dua) satuan geomorfologi, yaitu (1). Satuan geomorfologi perbukitan lipatan sub satuan geomorfologi perbukitan homoklin yang berstadia dewasa; (2). Satuan geomorfologi dataran aluvial yang berstadia muda. Pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian berpola rectangular dengan stadia erosi sungainya berada pada tahapan muda dan dewasa. Tatanan batuan yang terdapat di daerah penelitian dari tua ke muda adalah sebagai berikut: Satuan batuan tufa dan lava (Formasi Jampang) dengan umur Miosen Awal dan diendapkan di darat; Satuan batuan batugamping pasiran (Formasi Kalipucang) dengan umur N9- N13 atau Miosen Tengah dan diendapkan pada kedalaman 20-100 meter atau pada zona neritik tengah; Satuan batuan batupasir, batugamping dan tufa (Formasi Bentang) dengan umur N16-N19 atau Miosen Akhir Bagian Tengah - Awal Pliosen dan diendapkan pada kedalaman 30-91 meter atau pada zona neritik tengah; Satuan endapan aluvial sungai berumur Holosen dan diendapkan diatas batuan- batuan yang lebih tua dan dibatasi oleh bidang erosi. Struktur geologi yang dijumpai di daerah penelitian terdiri dari struktur kekar, lipatan dan sesar. Struktur kekar berupa kekar gerus sedangkan struktur lipatan berupa lipatan homoklin dan struktur sesar berupa sesar mendatar Cinunjang dan sesar mendatar Cikalapa. Keseluruhan struktur yang terdapat di daerah penelitian terjadi dalam satu periode tektonik, yaitu pada kala Pliosen Akhir - Plistosen dengan arah gaya N 155 o E atau relative baratlaut-tenggara. Hasil perhitungan cadangan sumberdaya batuan tufa dengan metode konturing dengan sumberdaya tingkat spekulatif dan hipotesis diperoleh total cadangan tufa sebesar 52.198.632,5 Ton. Berdasarkan hasil analisa kimiawi menggunakan metode ICP (Inductivetively Coupled Plasma) dan diagram avgustinik maka sumberdaya tufa daerah penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bata klinker dan bata biasa. Kata Kunci : Geologi, Geomorfologi, Stratigrafi, Struktur Geologi, Sumberdaya Tufa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar belakang penelitian dan pemetaan geologi di daerah Karangmekar, Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat dilakukan berdasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut: 1. Daerah penelitian secara fisiografi berada pada Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949) dan zona ini secara tektonik merupakan busur gunungapi yang terbentuk dari hasil tumbukan lempeng (subduksi) dari lempeng India-Australia dengan lempeng Eurasia (Katili, J.A., 1975). 2. Berdasarkan data peta geologi Lembar Karangnunggal, Jawa Barat yang dibuat oleh Supriatna, S., dkk., (1992), sejarah sedimentasi di daerah ini dimulai dengan terbentuknya busur gunungapi hasil tumbukan lempeng India-Australia dengan lempeng Eurasia pada kala Oligosen Akhir hingga Awal Miosen yang kemudian materialnya diendapkan sebagai Formasi Jampang dan Anggota Genteng. Kemudian pada Akhir Miosen Awal - awal Miosen Tengah daerah ini mengalami orogenesa (tektonik) yang menjadikan daerah ini menjadi laut dangkal dan mulai diendapkan batuan-batuan Formasi Pamutuan dan Formasi Kalipucang. Pada kala Miosen Atas mulai diendapkan batuan Formasi Bentang. Pada Pliosen daerah ini mengalami orogenesa kembali disertai dengan aktivitas volkanisme yang hasilnya diendapkan sebagai endapan gunungapi. Sejak kala Pleistosen - Holosen daerah ini telah

Transcript of GEOLOGI DAN POTENSI BATUAN TUFA SEBAGAI BAHAN ...

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 1

GEOLOGI DAN POTENSI BATUAN TUFA SEBAGAI BAHAN BAKU

INDUSTRI DAERAH KARANGMEKAR DAN SEKITARNYA

KECAMATAN KARANGNUNGGAL KABUPATEN TASIKMALAYA,

PROVINSI JAWA BARAT

Bei Hasbiana Azizah1), Djauhari Noor2), dan Iwan Ridwansyah3)

ABSTRAK

Tujuan penelitian dan pemetaan geologi Daerah Karangmekar dan sekitarnya, Kecamatan Karangnunggal,

Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat adalah untuk mengetahui tatanan geologi yang mencakup

Geomorfologi, Stratigrafi, Struktur Geologi, Sejarah Geologi dan Perhitungan Sumberdaya Tufa Formasi

Bentang di daerah penelitian. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

pustaka, penelitian lapangan, analisa laboratorium dan studio yang keseluruhan dituangkan dalam sebuah

laporan tugas akhir. Hasil yang dicapai dalam penelitian dan pemetaan geologi daerah Daerah

Karangmekar dan sekitarnya, Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat adalah

sebagai berikut: Geomorfologi daerah penelitian berdasarkan morfogenesanya dapat dibagi menjadi 2

(dua) satuan geomorfologi, yaitu (1). Satuan geomorfologi perbukitan lipatan sub satuan geomorfologi

perbukitan homoklin yang berstadia dewasa; (2). Satuan geomorfologi dataran aluvial yang berstadia

muda. Pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian berpola rectangular dengan stadia erosi

sungainya berada pada tahapan muda dan dewasa. Tatanan batuan yang terdapat di daerah penelitian dari

tua ke muda adalah sebagai berikut: Satuan batuan tufa dan lava (Formasi Jampang) dengan umur Miosen

Awal dan diendapkan di darat; Satuan batuan batugamping pasiran (Formasi Kalipucang) dengan umur N9-

N13 atau Miosen Tengah dan diendapkan pada kedalaman 20-100 meter atau pada zona neritik tengah;

Satuan batuan batupasir, batugamping dan tufa (Formasi Bentang) dengan umur N16-N19 atau Miosen

Akhir Bagian Tengah - Awal Pliosen dan diendapkan pada kedalaman 30-91 meter atau pada zona neritik

tengah; Satuan endapan aluvial sungai berumur Holosen dan diendapkan diatas batuan- batuan yang lebih

tua dan dibatasi oleh bidang erosi. Struktur geologi yang dijumpai di daerah penelitian terdiri dari struktur

kekar, lipatan dan sesar. Struktur kekar berupa kekar gerus sedangkan struktur lipatan berupa lipatan

homoklin dan struktur sesar berupa sesar mendatar Cinunjang dan sesar mendatar Cikalapa. Keseluruhan

struktur yang terdapat di daerah penelitian terjadi dalam satu periode tektonik, yaitu pada kala Pliosen

Akhir - Plistosen dengan arah gaya N 155o E atau relative baratlaut-tenggara. Hasil perhitungan cadangan

sumberdaya batuan tufa dengan metode konturing dengan sumberdaya tingkat spekulatif dan hipotesis

diperoleh total cadangan tufa sebesar 52.198.632,5 Ton. Berdasarkan hasil analisa kimiawi menggunakan

metode ICP (Inductivetively Coupled Plasma) dan diagram avgustinik maka sumberdaya tufa daerah

penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bata klinker dan bata biasa.

Kata Kunci : Geologi, Geomorfologi, Stratigrafi, Struktur Geologi, Sumberdaya Tufa

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Latar belakang penelitian dan pemetaan

geologi di daerah Karangmekar, Kecamatan

Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya,

Provinsi Jawa Barat dilakukan berdasarkan pada

alasan-alasan sebagai berikut:

1. Daerah penelitian secara fisiografi berada pada

Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat (Van

Bemmelen, 1949) dan zona ini secara tektonik

merupakan busur gunungapi yang terbentuk

dari hasil tumbukan lempeng (subduksi) dari

lempeng India-Australia dengan lempeng

Eurasia (Katili, J.A., 1975).

2. Berdasarkan data peta geologi Lembar

Karangnunggal, Jawa Barat yang dibuat oleh

Supriatna, S., dkk., (1992), sejarah

sedimentasi di daerah ini dimulai dengan

terbentuknya busur gunungapi hasil tumbukan

lempeng India-Australia dengan lempeng

Eurasia pada kala Oligosen Akhir hingga

Awal Miosen yang kemudian materialnya

diendapkan sebagai Formasi Jampang dan

Anggota Genteng. Kemudian pada Akhir

Miosen Awal - awal Miosen Tengah daerah ini

mengalami orogenesa (tektonik) yang

menjadikan daerah ini menjadi laut dangkal

dan mulai diendapkan batuan-batuan Formasi

Pamutuan dan Formasi Kalipucang. Pada kala

Miosen Atas mulai diendapkan batuan

Formasi Bentang. Pada Pliosen daerah ini

mengalami orogenesa kembali disertai dengan

aktivitas volkanisme yang hasilnya

diendapkan sebagai endapan gunungapi. Sejak

kala Pleistosen - Holosen daerah ini telah

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 2

berupa daratan sehingga proses- proses

eksogenik bekerja pada batuan-batuan yang

tua dan hasilnya diendapkan sebagai endapan

permukaan dan endapan aluvial.

3. Ditinjau dari pola struktur geologinya, Lembar

Karangnunggal memiliki pola struktur yang

berarah baratdaya - timurlaut sedangkan pola

struktur di Pulau Jawa menurut Soejono

Martodjojo dan Pulunggono (1994), diketahui

bahwa pola struktur pulau Jawa pada kala

Oligosen Akhir - Pleistosen berarah barat -

timur.

Berdasarkan kondisi fisiografi, sejarah

sedimentasi dan pola struktur geologi yang

berpengaruh selama zaman Tersier, maka

penulis tertarik melakukan penelitian dan

pemetaan geologi di daerah Karangmekar dan

sekitarnya, Kecamatan Karangnunggal,

Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

1.2. Maksud dan Tujuan

Penelitian geologi daerah Karangmekar dan

sekitarnya, Kecamatan Karangnunggal,

Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat

dimaksudkan untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan

sarjana strata satu (S-1) pada Program Studi

Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas

Pakuan.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui tatanan geologi di daerah

Karangmekar dan sekitarnya, Kecamatan

Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya,

Provinsi Jawa Barat yang meliputi geomorfologi,

stratigrafi,struktur geologi dan sejarah geologi

serta mengevaluasi potensi sumberdaya bahan

galian tufa Formasi Pamutuan yang terdapat di

daerah penelitian.

1.3. Letak, Luas dan Kesampaian Daerah

Penelitian

Secara administrasi daerah penelitian berada

di wilayah Kecamatan Karangnunggal,

Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

Secara geografis daerah penelitian terletak

pada 108° 11' 00" - 108° 14' 10" BujurTimur dan

7° 36' 00"

- 7° 39' 30" Lintang Selatan dan berada pada Peta

Rupabumi Digital Indonesia Lembar

Karangnunggal No.1308-132; Lembar Cibalong

No. 1308-134, skala 1:25.000 yang diterbitkan

oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan

Nasional (Bakosurtanal), Edisi-1, Tahun 1999.

Luas daerah penelitian adalah 7 km x 7 km atau 49 km2 yang berada dalam Peta Geologi

Lembar Karang nunggal, Jawa, skala 1:100.000 dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), Bandung.

Daerah penelitian dapat dicapai dari Bogor

menggunakan Bus antar provinsi. Dengan rute

Bogor- Jakarta, lalu dilanjutkan dengan rute

Jakarta- Tasikmalaya, dengan jarak ±317 km dan

waktu tempuh sekitar 7 jam. Dari kota

Tasikmalaya dilanjutkan menuju Karangnunggal

dengan menggunakan bus antar kabupaten

dengan rute Tasikmalaya-Karangnunggal yang

berjarak sekitar 44 km dengan waktu tempuh

sekitar jam perjalanan.

Gambar 1.1. Letak Geografis Daerah

Penelitian Sumber : Peta Rupa Bumi Lembar Cibalong

1.4. Metodologi Penelitian

Metode penelitian dan pemetaan geologi

yang dipakai dalam penelitian ini melalui

beberapa tahapan sebagai berikut: (1). Tahap

Persiapan (Studi Pustaka, Persiapan Lapangan

dan Penyusunan Proposal); (2). Tahap Pekerjaan

Lapangan (Tahap Pengambilann Data

Lapangan); (3). Tahap Analisis Laboratorium

dan Studio; (4). Tahap Penyusunan Laporan

Akhir.

1.5. Kajian Pustaka

Sebagai bahan acuan dalam melakukan

penelitian geologi ini, penulis mempelajari hasil

laporan hasil peneliti terdahulu baik yang

bersifat lokal maupun regional. Peneliti-peneliti

tersebut, antara lain:

1. Bemmelen, R. W. Van, (1949), The Geology

of Indonesia, Volume IA : General Geology

of Indonesia and Adjacent Archipelagoes,

Government Printing Office, The Hague, 732

p.

2. Supriatna, S., dkk., (1992), Peta Geologi

Lembar Karangnunggal, Jawa Skala

1:100.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), Bandung.

3. Soejono Martodjojo dan Pulunggono, A.,

1994, Geotektonik Pulau Jawa Sejak Akhir

Mesozoik Hingga Kuarter, Makalah Seminar

Geologi, Jurusan Teknik, Universitas Gajah

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 3

Mada, Yogyakarta.

II. GEOLOGI UMUM

2.1. Geomorfologi

2.1.1. Fisiografi Jawa Barat

Menurut van Bemmelen (1949), Pulau Jawa

bagian barat dibagi menjadi 5 zona fisiografi,

yaitu: 1. Zona Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor. 3. Zona Bandung dan Pegunungan Bayah

pada Zona Bandung.

4. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat.

5. Gunungapi Kuarter.

Gambar 2.1. Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)

Sumber : The Geology of Indonesia

Berdasarkan pembagian zona fisiografi Van

Bemmelen (1949) dengan memperhatikan

bentuk- bentuk bentangalam dan batuan-batuan

yang menyusun bentangalam yang ada di daerah

penelitian, dimana di daerah penelitian memiliki

ekspresi topografi berupa perbukitan

bergelombang landau hingga terjal yang tersusun

oleh batuan-batuan sedimen yang terlipat dan

terpatahkan, maka morfologi daerah penelitian

dapat dimasukan ke dalam Zona Pegunungan

Selatan.

2.1.2. Geomorfologi Daerah Penelitian

Berdasarkan genetika pembentukan

bentang alamnya, serta merujuk pada struktur,

proses dan stadia (tahapan) geomorfiknya maka

geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi

dua satuan, yaitu:

1. Satuan Geomorfolgi Perbukitan Lipatan

Sub Satuan Geomorfologi Perbukitan

Homoklin 2. Satuan Geomorfolgi Dataran Aluvial

Gambar 2.2. Peta Geomorfologi Daerah Penelitian

1. Satuan Geomorfolgi Perbukitan Lipatan

Sub Satuan Geomorfologi Perbukitan

Homoklin

Penyebaran satuan ini menempati 96% dari

luas daerah penelitian. Satuan geomorfologi

perbukitan sub homoklin yang terdapat pada

daerah penelitian di kontrol oleh struktur

perlipatan yang menghasilkan bentuk perbukitan

yang memiliki arah perlapisan relatif barat - timur

dengan kemiringan lapisan ke arah selatan. Satuan

ini ditempati oleh satuan batuan tufa dan lava,

satuan batuan batugamping, dan satuan batuan

batupasir, batugamping dan tufa. Morfometri

satuan ini berada pada ketinggian 112-450mdpl

dengan kemiring an lereng lereng 6°- 55°.

Hasil dari proses-proses eksogenik

(pelapukan, erosi/ denudasi, dan sedimentasi)

yang teramati pada satuan geomorfologi ini

adalah tanah sebagai hasil dari pelapukan batuan

dengan ketebalan tanah berkisar 1-3 meter. Hasil

proses erosi/denudasi menghasilkan bentuk

bentangalam alur-alur hingga bentuk lembah.

Hasil pelapukan batuan dan hasil erosi/denudasi

umumnya diendapkan pada topografi berelief

ladai-datar sebagai endapan permukaan dan

sebagian lagi masuk kedalam sistem sungai yang

terdapat di daerah penelitian dan diendapkan

sebagai endapan alluvial sungai.

Jentera geomorfik satuan geomorfologi ini

berada dalam tahap dewasa yang didasarkan

pada hasil proses eksogenik pada bentangalam

satuan geomorfologi ini telah berubah

menghasilkan bentuk-bentuk morfologi alur dan

morfologi lembah dengan relief topografi

bertekstur kasar.

2. Satuan Geomorfolgi Dataran Aluvial

Satuan geomorfologi dataran aluvial di

daerah penelitian terletak di bagian selatan

lembar peta menempati 4% dari luas daerah

penelitian dan tersebar di sepanjang Sungai

Cikalapa. Pada peta geomorfologi satuan

geomorfologi ini diberi warna biru muda.

Genetika satuan geomorfologi ini terbentuk

dari hasil pengendapan material lepas berukuran

lempung hingga bongkah yang diangkut air

sungai. Secara morfometri satuan ini berada pada

ketinggian 87,5-112 mdpl, dengan kemiringan

lereng lereng 0°- 5°.

Proses geomorfologi yang teramati berupa

erosi dan sedimentasi batuan yang berasal dari

hulu sungai yang kemudian tertransportasikan

dan terendapkan di daerah sekitar sungai dengan

energi yang rendah, sehingga terbentuk bentukan

morfologi khas endapan aluvial ini seperti

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 4

dataran banjir dan gosong pasir.

Jentera geomorfik satuan geomorfologi ini

termasuk dalam stadia geomorfik muda

dikarenakan proses sedimentasi masih

berlangsung hingga saat ini.

2.1.3. Pola Aliran Sungai

Secara umum pola aliran sungai daerah penelitian

adalah pola aliran rectangular yaitu pola aliran

yang dibentuk oleh cabang-cabang sungai yang

dikendalikan oleh struktur geologi, seperti kekar

(rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rektangular

dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti

pola dari struktur kekar dan patahan.

2.2 Stratigrafi

2.2.1. Stratigrafi Lembar Karangnunggal

Berdasarkan peta geologi lembar

Karangnunggal skala 1:100.000 oleh Supriatna

S. dkk (1992), tatanan batuan dari yang tertua

hingga termuda adalah sebagai berikut (table

1.1.):

Tabel 1. Kolom Stratigrafi Karangnunggal

Sumber : Peta Geologi Lembar Karangnunggal

1. Formasi Jampang

Terdiri atas breksi aneka bahan dan tuf

bersisipan lava. Sebarannya terutama di bagian

tengah dan timur laut Lembar dan sedikit bagian

barat daya; umurnya diperkirakan Oligosen-

Miosen; tebal satuan sekitar 900 m.

2. Anggota Genteng Formasi Jampang

Terdiri dari Tuf berselingan dengan breksi

dasitan, bersisipan batugamping. Satuan ini

mengandung mineral-mineral hitam (mineral

bijih) dan kuarsa sebagai mineral pencampur.

Dalam batugamping Formasi Jampang

ditemukan pula kandungan foraminifera plangton

yang menunjukan umur Miosen

Bawah-Miosen Tengah (N8-N9). Lingkungan pengen- dapannya adalah laut dalam dan terbuka, kemungkinan pada cekungan rumpang parit

busur. Sebarannya di bagian selatan dan badatdaya Lembar. Tebalnya diperkirakan 900 m.

3. Formasi Pamutuan

Terdiri dari batupasir, batugamping, napal,

batulempung dan tuf. Fosil dijumpai dalam napal

dan batugamping dari jenis foraminifera, antara

lain Globocassidulina sp., Amphistegina sp.,

Globoquadrina altispira sp., (CUSHMAN AND

JARVIS), Globo- rotalia mayeri (CUSHMAN

AND ELLISOR) dan Gyroidina sp., kumpulan

fosil tersebut menunjukan umur Miosen Tengah

dengan lingkungan pengendapatn laut dangkal

dan agak terbuka.

Formasi Pamutuan diduga menindih selaras

Formasi Jampang, dan diduga menjemari dengan

Formasi Kalipucang serta tertindih tak selaras

oleh Formasi Bentang. Sebarannya terdapat di

bagian timur Lembar dan meluas ke arah timur

pada Lembar Pangandaran. Singkapan yang baik

terdapat di daerah aliran sungai Pamutuan (di

Lembar Pangandaran). Tebal formasi ini

diperkirakan antara 300 m dan 600 m.

4. Anggota Tuf Napalan Formasi Pamutuan

Terdiri dari tuf napalan berselingan dengan

batupasir tufan dan batulempung tufan. Umur

satuan dikorelasikan dengan batuan yang sama di

Lembar Pangandaran yang mengandung fosil

foraminifera kecil yang menunjukan umur

Miosen Tengah, lingkungan pengendapannya

laut dangkal dan terbuka. Satuan ini hanya

terdapat di bagian timur Lembar. Tebal satuan

diperkirakan antara 200 m hingga 500 m. Satuan

ini menjemari dengan Anggota Batugamping

Formasi Pamutuan.

5. Anggota Batugamping Formasi Pamutuan

Terdiri dari batugamping pasiran, kalsilutit

dan napal. Napal ini dapat dikorelasikan dengan

napal yang sama dari Anggota Batugamping

Formasi Pamutuan di Lembar Pangandaran, yang

mengandung foraminifera jenis bentos dan

plangton, ganggan dan kepingan kerang.

Foraminifera plangtonnya menunjukan umur

Miosen Tengah (N12 - N13) dan lingkungannya

laut dangkal dan terbuka. Satuan in terdapat di

bagian selatan dan tenggara Lembar, membentuk

suatu morfologi karst. Tebal satuan berdasarkan

penampang geologi sekitar 500 m. Anggota

Batugamping menjemari dengan Anggota Tuf

Napalan Formasi Pamutuan dan menindih

Formasi Jampang secara selaras.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 5

6. Formasi Bentang

Terdiri dari batupasir gampingan, batupasir

tufan, besisipan serpih dan mengandung lensa batugamping. Batugamping ini merupakan lensa pada batupasir gampingan, fosil foraminifera kecil yang terdapat dalam batupasir gampingan

yang menunjukan umur Miosen Akhir bagian

bawah (N17-N18), lingkungan pengendap annya neritik. Tebal satuan berdasarkan penampang geologi tidak lebih dari 800 m. Sebarannya terutama di bagian barat, tengah dan utara lembar peta.

7. Batuan Gunungapi Muda

Terdiri dari breksi gunungapi, lava dan tuf. Umur satuan batuan ini dikorelasikan dengan batuan yang sama di Lembar Tasikmalaya yaitu Plio-Plistosen. Sebarannya di bagian barat laut lembar peta.

8. Aluvium

Merupakan endapan sungai dan pantai

berupa lanau, pasir, kerikil dan kerakal.

Ketebalan satuan ini mulai dari satu sampai

beberapa meter. Sebarannya di beberapa tempat

tepi sungai besar dan pantai Cipatujah.

2.1.2. Stratigrafi Daerah Penelitian

Berdasarkan pengamatan, pengukuran serta ciri- ciri batuan yang tersingkap di lapangan,

maka satuan batuan di daerah penelitian dibedakan menjadi 4 (empat) satuan batuan, dimulai dari yang tua ke muda yaitu:

1. Satuan Batuan Tufa dan Lava

2. Satuan Batuan Batugamping Pasiran

3. Satuan Batuan Batupasir, Batugamping

dan Tufa.

4. Satuan Endapan Aluvial Sungai

Gambar 2.3. Peta Geologi Daerah Penelitian Tabel

Tabel 2. Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian

Umur Zonasi J.A.

Postuna Litologi Satuan Batuan

Lingkungan

Pengendapan Zaman Kala

Ku

art

er Holosen Satuan Endapan Aluvial

Satuan Batuan Batupasir,

Batugamping dan Tufa

Satuan Batuan

Batugamping pasiran

Satuan Batuan Tufa dan

Lava

Darat

Laut Dangkal

Laut Dangkal

Darat

Plistosen N23 N22

T

e

r

s

i

e

r

Pliosen

N21

N20

N19

N18

M

i

o

s

e

n

Ak

hir

N17

N16

N15

Te

ng

ah

N14

N13

N12

N11

N10

N9

Aw

al

N8

N7

N6

N5

N4

1. Satuan Batuan Tufa dan Lava

Penamaan satuan ini di dasarkan atas ciri fisik

litologi yang dijumpai di lapangan berupa

singkapan batuan tufa sebagai penyusun utama dan

singkapan lava.

Satuan batuan ini tersebar dibagian Timur

Laut daerah penelitian. Menempati 16% dari luas

daerah penelitian dan pada peta diberi warna coklat

muda. Tersingkap di sepanjang sungai Ci

Leuwilieur, Ci Nunjang dan Desa Setiawaras.

Kedudukan satuan batuan ini tidak begitu jelas

namun ditafsirkan sama dengan batuan diatasnya

yang lebih muda dengan arah umum jurus N300E-

N350E dengan kemiringan 150-170. Ketebalan

satuan ini diukur dari rekonstruksi penampang

geologi adalah 1150 m.

Tufa umumnya tidak berlapis berwarna kuning

berukuran debu halus-sedang, bentuk buitr

membundar, sementasi silika. Secara mikroskopis

batuan tufa memperlihatkan warna abu-abu saat

sejajar nikol dan berwarna abu-abu kehitaman saat

silang nikol, memiliki ukuran butir 0,25-1,1mm,

bentuk butirnya menyudut tanggung, kemas

terbuka, massa dasar gelas, dengan mineral utama

orthoklas dan kuarsa, matriks berupa litik. Terdiri

dari Litik ±10%, Mineral lempung ±5%,

Orthoklas ±5%, Mineral Opak ±5%, Kuarsa ±5%,

dan masa dasar Gelas ±70%. Berdasarkan hasil

analisa sayatan tipis batuan yang diambil pada

lokasi pengamatan BA-81, diperoleh nama Tuf

Gelas (Pettijohn, 1975).

Lava berwarna abu-abu kehitaman, derajat

kristalisasi hypokristalin, besar butir afanitik,

bentuk kristal subhedral-anhedral, equigranular

dengan komposisi mineral terdiri dari: plagioklas,

hornblende, opak, gelas. Secara mikroskopis

sayatan tipis lava memperlihatkan warna trasparan

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 6

saat sejajar nikol dan abu-abu saat silang nikol,

derajat kristalisasi hypokristalin, ukuran butir

afanitik, bentuk butir subhedral - euhedral, kemas

inequigranular, tekstur umum porfiritik,

komposisi mineral plagioklas, orthoklas, opak,

gelas, hornblende, masa dasar kristal. Sayatan ini

disusun oleh Orthoklas ±5%, Plagioklas

±65%, Mineral opak ±15%, Gelas ±10%,

Hornblend

±5%. Nama batuan: Andesite (William, 1952).

Umur satuan batuan ini ditentukan berdasarkan posisi stratigrafi dan kesebandingan

litostratigrafi dengan peneliti terdahulu. Berdasarkan posisi stratigrafinya, satuan batuan tufa dan lava tertindih secara tidak selaras

dibawah satuan batuan batugamping pasiran yang

berumur N9 -N13 yang menjadikan satuan batuan tufa dan lava ini berumur lebih tua dari N9-N13. Berdasarkan keseban-dingan litostratigrafi, satuan batuan tufa dan lava memiliki kesamaan dengan ciri litologi dengan Formasi Jampang yang menurut Supriatna, dkk (1992) berumur

Miosen Awal.

Berdasarkan posisi stratigrafi dan kesebandingan

litostratigrafi dengan peneliti terdahulu maka

dapat disimpulkan bahwa umur satuan batuan

tufa dan lava adalah Miosen Awal.

Lingkungan pengendapan satuan batuan

tufa dan lava ditentukan berdasarkan pada ciri

fisik litologinya. Kenampakan ciri fisik litologi

satuan batuan ini terdiri dari tufa dan lava,

dimana batuan-batuan tersebut berasal dari batuan

piroklastik produk aktivitas gunungapi,

sedangkan lava yang dijumpai memper- lihatkan

struktur sheeting joint dan tidak dijumpai lava

yang berstruktur bantal. Maka dapat disimpulkan

bahwa satuan batuan tufa dan lava ini hasil

produk gunungapi yang terbentuk di darat dengan

demikian dapat ditafsirkan bahwa satuan batuan

ini di endapkan di lingkungan darat.

Kedudukan stratigrafi satuan batuan tufa dan

lava dengan satuan batuan di bawahnya tidak

diketahui karena satuan batuan ini adalah satuan

batuan yg tertua di daerah penelitian. Sedangkan

kedudukan stratigrafi satuan ini dengan satuan

diatasnya yaitu satuan batuan batugamping

pasiran adalah tidak selaras karena kedudukan

stratigrafi yang berbeda.

Satuan batuan tufa dan lava yang tersingkap

di daerah penelitian dapat disebandingkan dengan

Formasi Jampang (Supriatna, S., dkk.,1992) hal

ini didasarkan pada ciri litologinya yang sama

dengan ciri litologi Formasi Jampang.

2. Satuan Batuan Batugamping Pasiran

Penamaan satuan ini didasarkan atas ciri fisik

litologi yang dijumpai di sepanjang lintasan

pemetaan berupa batugamping pasiran.

Satuan batuan ini berada dibagian baratlaut daerah

penelitian dan menempati sekitar 13% dari luas

daerah penelitian dan pada peta geologi diberi warna

biru. Satuan batuan ini tersingkap di sepanjang

sungai Ci- Beber dan Ci Sodong serta di sekitar Desa

Bojongasih. Kedudukan satuan batuan ini tidak

begitu jelas namun ditafsirkan sama dengan batuan

diatasnya yang lebih muda dengan arah umum jurus

N300E-N350E dengan kemiringan 150-200. Ketebalan

satuan ini diukur dari rekonstruksi penampang

geologi adalah 650 m.

Batugamping umumnya tersingkap di tepi jalan dan

di sungai dalam kondisi yang lapuk - segar, masif

dengan warna kuning, ukuran butir halus. Konstituen

utama foraminifera, komposisi mineral karbonat.

Secara mikroskopis sayatan tipis batuan

memperlihatkan warna putih kecoklakan saat sejajar

nikol dan abu-abu saat silang nikol, konstituen utama

kerangka ukuran butir 0,0825-1,1mm, secara umum

hubungan butirnya mengambang, bentuk butir

menyudut tanggung, pemilahan buruk, porositas

interpartikel. Komposisi terdiri dari Fossil ± 70%,

Kuarsa ±5%, dan mikrit sebagai masa dasar ±25%.

Nama batuan: Packstone (Dunham, 1962).

Umur satuan batuan ini ditentukan berdasarkan

persebaran fosil foraminifera planktonik yang

terkan- dung dalam conto batuan yang diambil pada

lokasi BA- 54 berupa kumpulan fosil-fosil: Orbulina

universa (D’ORBIGNY), Globorotalia mayeri

(CUSHMAN & ELLISOR), dan Orbulina bilobata

(D’ORBIGNY) yang menunjukan umur kisaran N9 -

N13 atau Miosen Tengah. Sedangkan lingkungan

pengendapan satuan batuan ini ditentukan

berdasarkan kumpulan fosil foraminifera

bentoniknya yang terdiri dari Elphidium sp,

Cassidulina sp, Nonionella sp, yang menunjukan

lingkungan kedalaman 20-100 meter dibawah

permukaan laut atau pada zona neritik tengah.

Hubungan stratigrafi satuan batuan batugamping

pasiran dengan satuan batuan diatasnya yaitu satuan

batuan batupasir, batugamping dan tufa adalah tidak

selaras karena kedudukan batuannya tidak sama.

Satuan batuan batugamping pasiran yang

tersingkap di daerah penelitian dapat disebandingkan

dengan Formasi Kalipucang (Supriatna, S., dkk.,

1992) dikarenakan memiliki ciri litologi yang sama

yaitu berupa batugamping foraminifera dan

batugamping pasiran.

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 7

3. Satuan Batuan Batupasir, Batugamping, dan

Tufa

Penamaan satuan ini di dasarkan atas ciri fisik

litologi yang dijumpai di lapangan berupa

singkapan- singkapan batuan batupasir,

batugamping dan tufa.

Satuan batuan ini tersebar dibagian tengah lembar

peta menempati sekitar 70% dari luas daerah

penelitian dan pada peta geologi diberi warna

kuning. Satuan batuan ini tersingkap di sepanjang

sungai Ci Kalapa, Ci Palahlar, Ci Harus, Ci

Leuwilieur, Ci Sodong, disekitar Desa Sarimanggu

dan Desa Maruyung. Kedudukan jurus batuan

berkisar N300E-N600E dengan kemiringan batuan

berkisar antara 15º-25º. Ketebalan satuan batuan ini

diukur dari penampang geologi dan diperoleh

ketebalan sekitar 1250 m.

Secara megaskopis batupasir, berwarna kuning

hingga keabuan, ukuran butir pasir halus - sedang

(1/8 - 1/2 mm), bentuk butir membulat tanggung,

kemas tertutup, pemilahan buruk, sementasi

karbonat, kom- posisi mineral yang terlihat yaitu

kuarsa dan fosil. Secara mikroskopis sayatan tipis

batuan batupasir memperlihatkan warna putih

kecoklakan saat sejajar nikol dan abu-abu saat silang

nikol, ukuran butir 0,1- 0,825 mm, bentuk butirnya

menyudut tanggung - membundar, pemilahan buruk,

kemas bersentuhan. Komposisi mineral Karbonat

& Fosil ± 30%, Kuarsa ±15%, Plagioklas ±15%,

Litik ±20%, Opak ±15%, dan Mineral lempung

sebagai masa dasar ±5%. Nama batuan: Calcareous

Lithic Arenite (Gilbert, 1954).

Secara megaskopis batugamping berwarna putih

hingga kuning, ukuran butir halus. Konstituen

utama kerangka, komposisi mineral karbonat.

Secara mikroskopis sayatan tipis batugamping

memperlihatkan warna putih putih keabu-abuan

saat sejajar dan silang nikol, konstituen utama

kerangka, jenis butir kerangka terumbu, ukuran

butir 0,0825-1,1 mm, secara umum hubungan

butirnya mengambang, bentuk butir menyudut

tanggung, pemilahan buruk, keadaan fosil utuh

hingga pecah-pecah, porositas interpartikel.

Komposisi terdiri dari Cangkang fossil ±75%,

Kuarsa ±15%, dan Mikrit ±10%. Nama batuan:

Boundstone (Dunham, 1962).

Tufa secara megaskopis berwarna putih

berukuran debu halus-sedang, bentuk butir

membundar, pemilahan baik, sementasi silika.

Secara mikroskopis sayatan batuan tufa

memperlihatkan warna abu-abu saat sejajar nikol

dan berwarna abu-abu kehitaman saat silang nikol,

memiliki ukuran butir 0,25-1,1mm, bentuk

butirnya menyudut tanggung, kemas terbuka,

massa dasar gelas, dengan mineral utama orthoklas,

kuarsa dan plagioklas, matriks litik. Terdiri dari

Litik ±20%, Orthoklas ±20%, Opak ±5%, Kuarsa

±20%, Plagioklas 10%, dan gelas sebagai masa

dasar ±5%. Nama batuan : Tuff Crystall (Pettijohn,

1975).

Umur satuan batuan ini ditentukan berdasarkan

kumpulan fosil foraminifera planktonik yang

terkan- dung dalam conto batuan yang diambil pada

lokasi BA- 9 dan BA-66 berupa: Orbulina universa

(D’ORBIGNY), Globigerinoides extremus (BOLLI

& BERMUDEZ), Globorotalia menardii (BOLLI),

Orbulina bilobata (D’ORBIGNY) yang menunjukan

umur kisaran N16-N19 atau Miosen Akhir - Awal

Pliosen.

Lingkungan pengendapan satuan batuan ini

ditentukan berdasarkan sebaran fosil foraminifera

bentonik yang mewakili satuan batuan ini dijumpai

kumpulan dari fosil-fosil Nodosaria sp, Robulus sp,

Elphidium sp, Nodosarella sp, yang menunjukan

kedalaman sekitar 30 - 91 meter dibawah

permukaan laut atau pada zona neritik tengah.

Hubungan stratigrafi satuan batuan batupasir,

batugamping dan tufa dengan satuan batuan

diatasnya yaitu satuan endapan aluvial adalah tidak

selaras yang dibatasi oleh bidang erosi.

Satuan batuan batupasir, batugamping dan tufa

yang tersingkap di daerah penelitian dapat diseban

dingkan dengan Formasi Bentang (Supriatna, 1992)

dikarenakan memiliki ciri litologi yang sama yaitu

terdiri dari batupasir gampingan, batupasir tufan,

tufa, bersisipan serpih dan lensa-lensa batugamping.

4. Satuan Endapan Aluvial

Penamaan satuan ini didasarkan pada material

aluvial sungai yang berukuran lempung hingga

bongkah yang bersifat lepas sebagai penyusun satuan

ini. Satuan ini menempati 4% dari luas daeah

penelitian dan diberi warna abu-abu pada peta

geologi. Umumnya tersebar di sepanjang Sungai

Cikalapa.

Satuan endapan aluvial disusun oleh material

sungai berukuran lempung, pasir, kerikil, kerakal

sampai bongkah dengan bentuk menyudut tanggung

sampai membulat yang berasal dari hasil pelapukan

dan erosi satuan-satuan batuan yang lebih tua, yaitu

dari batuan Formasi Jampang, Formasi Kalipucang

dan Formasi Bentang.

2.3. Struktur Geologi

2.3.1. Struktur Geologi Regional

Struktur geologi regional yang terdapat di

Pulau Jawa merupakan manifestasi subduksi antara

Lempeng Samudra Indo-Astralia dan Lempeng

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 8

Eurasi. Hasil interaksi ini berupa jalur magmatik

yang membentang dari Pulau Sumatra ke arah

timur hinga Nusa Tenggara yang dikenal sebagai

Busur Sunda. Selain membentuk jalur magmatik,

interaksi lempeng-lempeng tersebut juga

menghasilkan pola-pola struktur.

Pulunggono dan Martodjojo (1994)

menyatakan bahwa terdapat tiga pola struktur

dominan yang berkembang di Pulau Jawa, yaitu:

1. Pola Meratus, berarah timurlaut-baratdaya

terbentuk pada 80-53 juta tahun yang lalu

(Kapur Akhir - Eosen).

2. Pola Sunda, berarah utara - selatan terbentuk

53-32 juta tahun yang lalu ( Eosen Awal -

Oligosen Awal)

3. Pola Jawa, berarah barat - timur terbentuk 32

juta tahun yang lalu - sekarang (Oligosen

Akhir – Holosen), merupakan pola struktur

yang paling muda, memotong dan merelokasi

pola struktur Meratus dan pola struktur Sunda.

Gambar 3.4. Pola Struktur Pulau Jawa

2.3.2. Struktur Geologi Daerah Penelitian

1. Struktur Kekar

Struktur kekar yang berkembang di daerah

penelitian adalah jenis kekar gerus (shear

fracture). Di daerah penelitian kekar gerus

dijumpai berarah N30o E dan N3400E dengan

kemiringan berkisar antara 700-900.

2. Struktur Lipatan

Berdasarkan hasil pengamatan unsur-unsur

struktur geologi di daerah penelitian, dapat

diketahui bahwa di daerah penelitian terdapat

lipatan yaitu Lipatan Homoklin. Adapun bukti-

bukti adanya struktur lipatan homoklin di daerah

penelitian di dasarkan atas data lapangan berupa

arah kedudukan batuan yang relatif sama berarah

baratdaya - timurlaut dengan kemiringan kearah

selatan berkisar antara 15o-25o.

3. Struktur Patahan

Berdasarkan hasil pengamatan unsur-unsur

struktur geologi di daerah penelitian, dapat

diketahui bahwa di daerah penelitian terdapat 2

(dua) sesar, yaitu: (a). Sesar Mendatar Cinunjang

dan (b). Sesar Mendatar Cikalapa. Penentuan sesar

di daerah penelitian didasarkan atas data lapangan

berupa indikasi sesar yang teramati, yaitu adanya

bidang sesar, kekar-kekar.

a). Sesar Mendatar Cinunjang

Penamaan sesar mendatar Cinunjang

berdasarkan bukti sesar yang dijumpai di Sungai

Cinunjang dengan arah timurlaut-baratdaya

dengan Panjang sesar ± 5.6 km.

Adapun indikasi atau struktur penyerta dari

sesar mendatar Cinunjang di lapangan berupa:

1. Kedudukan bidang sesar pada batuan tufa di

BA- 81 dengan arah N 25o E/60o, pitch 10o,

plunge 27o Trend N 80o E di Sungai

Cinunjang.

2. Kekar gerus pada batuan tufa di BA-86

dengan arah umum N 30oE. 3. Kelurusan Sungai Ci Leuwilieur.

Berdasarkan pergerakan relatifnya, maka

sesar mendatar Cinunjang adalah Sinistral Strike

Slip Fault.

b). Sesar Mendatar Cikalapa

Penamaan Sesar Mendatar Cikalapa

berdasarkan bukti sesar yang dijumpai di Sungai

Cikalapa dengan arah sesar baratlaut-tenggara dan

Panjang sesar sekitar 4.4km.

Adapun indikasi adanya sesar mendatar

Cikalapa di lapangan antara lain:

1. Kedudukan yang tidak teratur pada sugai Ci

Kalapa

2. Kedudukan bidang sesar pada batuan tufa di BA- 81 dengan arah N 145o E/56o, pitch 30o, plunge 20o trend N 300o E di Sungai

Cinunjang.

3. Kelurusan Sungai Cikalapa.

Berdasarkan pergerakan relatifnya, maka sesar

mendatar Cikalapa adalah jenis sesar mendatar

Dextral Strike Slip Fault.

2.3.3. Umur dan Mekanisme Pembentukan

Struktur Daerah Penelitian

Berdasarkan hasil pengukuran data

kedudukan batuan yang terdapat di daerah

penelitian diketahui bahwa jurus lapisan batuan

umumnya berkisar N30oE dan N60oE, sehingga

gaya yang berpengaruh yang terjadi di daerah

penelitian berkisar N 155oE atau berarah baratlaut-

tenggara. Adapun urutan pembentuk- an struktur

geologi di daerah penelitian di awali dengan

pembentukan lipatan homoklin yang berarah

baratdaya- timurlaut dan kemudian dilanjutkan

dengan pembentuk- an sesar mendatar Cinunjang

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 9

dan diakhiri oleh pemben- tukan sesar mendatar

Cikalapa. Keseluruhan struktur geologi yang

terdapat di daerah penelitian terjadi dalam 1

periode tektonik, yaitu kala Pliosen-Plistosen

dengan arah gaya N1550E atau baratlaut-tenggara.

Apabila dikaitkan dengan arah gaya Pulau

Jawa pada Oligosen Akhir - Plistosen yang

berarah utara- selatan, maka gaya yang bekerja di

daerah penelitian yaitu baratlaut-tenggara adalah

merupakan vektor gaya dari gaya resultan Pulau

Jawa yang berarah utara- selatan.

2.4. Sejarah Geologi

Sejarah geologi daerah penelitian dimulai

pada kala Oligosen Akhir yaitu dengan

terbentuknya busur gunungapi hasil tumbukan

lempeng India-Australia dengan lempeng Eurasia

pada kala Oligosen Akhir hingga Awal Miosen

yang kemudian materialnya diendapkan sebagai

Formasi Jampang berupa tuf dan lava.

Pada pertengahan Miosen Bawah bagian atas

daerah penelitian mulai terjadi fase tektonik aktif

(orogenesa) yang menyebabkan satuan batuan tuf

dan lava (Formasi Jampang) mengalami perlipatan

dan pengangkatan dan aktivitas tektonik ini

berakhir pada kala akhir Miosen Bawah.

Kemudian pada N9 atau awal Miosen Tengah mulai ada pengendapan kembali yaitu satuan batuan batugamping pasiran (Formasi Kalipucang) yang diendapkan di lingkungan laut dangkal.

Pengendapan satuan batuan Formasi Kalipucang

berakhir pada N13 atau Miosen Tengah bagian akhir.

Pada N14 daerah penelitian mengalami aktivitas tektonik (orogenesa) yang mengakibatkan batuan-

batuan dari Formasi Jampang dan Formasi

Kalipucang terlipat dan terangkat. Orogenesa ini

berhenti pada N15.

Pada N16 atau pertengahan Miosen Akhir di daerah penelitian mulai terjadi pengendapan satuan batuan batupasir, batu gamping, dan tufa (Formasi Bentang) pada lingkungan laut dangkal

dan pengendapan satuan batuan ini berakhir pada

N19.

Pada N20 atau awal kala Plistosen Tengah daerah penelitian mengalami orogenesa kembali yang menga- kibatkan batuan-batuan dari Formasi Jampang, Formasi Kalipucang dan Formasi Bentang mulai terlipat menghasilkan lipatan homoklin dan diperkirakan pada akhir Pliosen terjadi pensesaran berupa sesar mendatar Cinunjang dan sesar mendatar Cikalapa.

Pada kala Plistosen diperkirakan daerah

penelitian sudah menjadi daratan sehingga proses-

proses ekso- genik (pelapukan, erosi dan

sedimentasi) mulai bekerja terhadap batuan-batuan

dari Formasi Jampang, Formasi Kalipucang dan

Formasi Beser yang hasilnya sebagian diendapkan

sebagai endapan permukaan dan sebagian masuk

kedalam sungai-sungai yang ada di daerah

penelitian dan diendapkan sebagai endapan

alluvial sungai dan proses proses eksogenik ini

terus berlangsung hingga saat ini.

2.5. Potensi Sumberdaya Tufa

Berdasarkan hasil pemetaan geologi di daerah

Karangmekar dan sekitarnya, Kecamatan Karang

nunggal, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa

Barat maka aspek sumberdaya bahan galian yang

ekonomis yang terdapat di daerah penelitian

adalah batuan tufa dimana penyebaran dan

pelamparannya cukup luas sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku industri.

Tufa Merupakan bahan galian yang cukup

banyak mengandung silika amorf yang dapat larut

di air atau dalam larutan asam. Tufa pada

umumnya terbentuk dari batuan vulkanik yang

mengandung feldspar dan silika. Sebagai bahan

bangunan, tufa mempunyai sifat-sifat khas, sifat

tufa yang terpenting yaitu apabila dicampur

dengan kapur padam (kapur tohor) dan air akan

mempunyai sifat seperti semen, yaitu mengikat.

2.5.1. Perhitungan Sumberdaya Tufa

Dalam perhitungan sumber daya bahan

galian di daerah penelitian dibagi menjadi dua

tahapan, yaitu:

1. Tahapan perhitungan luas. Dalam perhitungan

luas digunakan metode gridding, yaitu

perhitungan luas yang membagi area pada peta

yang berbentuk bujur sangkar.

2. Tahapan perhitungan volume. Dalam

perhitungan volume digunakan metode kontur menurut B.C.Craft and M.F.Hawkins (1959).

Gambar 5, Model perhitungan volume

Sumber : Applied Petroleum Reservoir Engineering

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 10

Tabel 3. Perhitungan Metoda Kontur (Craft,B.C.

Craft dan Hawkin, H.F., 1959)

Sumber : Applied Petroleum Reservoir Engineering

Keterangan:

* : Banyaknya kontur tergantung dari data

kontur di peta antara kontur batas

perhitungan dengan titik puncak.

** : Jika A1/A0 > 0.5, maka rumus yang digunakan adalah

V1 = "#

(A0 + A1 + √A0. 𝐴1)

*** : Jika A1/A0 < 0.5, maka rumus yang digunakan adalah

V1 = "#

(A0 + A1)

Analisa kimiawi dilakukan untuk mengetahui

kandungan senyawa apa saja yang terdapat pada

batu tufa yang ada di daerah penelitian. Hasil dari

analisa kimiawi batuan tufa ini kemudian di plot

kedalam kurva Avgustinik untuk mengetahui jenis

peruntukannya.

Dalam melakukan analisis kimiawi untuk

studi khusus ini dapat dilakukan dengan menggunakan analisis ICP (Inductivetively Coupled Plasma) adapun hasilnya akan membantuk dalam menentukan kandungan senyawa oksida yang terdapat dalam batuan tufa tersebut. Sampel yang diambil dianalisa

kandungan senyawa oksidanya seperti kandungan

SiO2, TiO2, MgO, Na2O3, CaO, Fe2O3, Al2O3, Na2O, K2O.

Metoda Avgustinik digunakan untuk

mengetahui jenis peruntukan dari tufa yang

terdapat di daerah penelitian dari sampel batuan

yang dianalisa kadar atau unsur kimiawinya.

Gambar 6. Grafik dari Metoda Avgustinik

Keterangan Grafik:

1. Untuk bahan tahan api jenis “Shamot”.

2. Untuk keramik, gerabah halus padat dan

tahan asam.

3. Untuk gerabah halus lunak dan terrakota.

4. Untuk pembuatan genteng.

5. Untuk Bata Klinker.

6. Untuk Bata Biasa.

Cara perhitungan untuk di plot ke dalam diagram

avgustinik dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Hitung persen kumulatif dari setiap kadar

senyawa oksida daric onto batuan yang

dianalisa.

2) Rubahlah persen kumulatif yang didapat

kedalam satuan grol dengan cara membagi

persen kumulatif senyawa oksida dengan berat

molekulnya.

3) Sebandingkan kadar Al2O3 (sebagai nilai Z)

dengan SiO2 (sebagai nilai X) sehingga

rumusnya menjadi Z/X adalah sebagai

Ordinat.

4) Nilai Absis dihasilkan dari persamaan sebagai

berikut:

∑ R 2O + RO + Fe2O3 = d + e + b + c + a …….

(nilai absis)

dimana R2O adalah :

kadar grol Na2O (d)

kadar grol K2O (e)

RO adalah : kadar Fe2O3 (a)

kadar MgO (b)

kadar CaO (c)

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 11

SiO2 63.01863019 60.08 1.0489 0.0349 0.0846

Na2O 1.20601206 61.98 0.0194

K2O 1.45801458 94.2 0.0155

Fe2O3 1.40401404 159.69 0.0088

CaO 2.02502025 56.08 0.0361

MgO 1.60201602 40.3 0.0397

Al203 10.24210242 101.96 0.1004

TiO2 0.14400144 79.87 0.0018

LOl 8.532085321

H2O-

10.36810368 18.02 0.5753

Unsur

Kimia Persen Kumulatif

Berat

Molekulgrol R₂O RO

Selanjutnya masukan (plot) kedalam diagram

avgustinik, sehingga dari masing-masing sampel

batuan yang dianalisa dapat diketahui jenis

peruntukannya.

2.5.2. Perhitungan Sumber Daya Tufa

Daerah Penelitian

Perhitungan sumber daya tufa menggunakan metode perhitungan berdasarkan B.C Craft dan M.F. Hawkins (1959), dan hasil perhitungan luas dan volume kotor tufa di daerah penelitian disajikan dalam Tabel 4, dan perhitungan untuk volume tanah penutup di daerah penelitian di sajikan dalam Tabel 5.

Tabel 4. Perhitungan Volume Kotor

Tufa

Kontur Luas (m²) Interval

Kontur

Perbandingan Luas

Area (ratio)

Tipe

Geometri Volume Kotor (m³)

287,5 94,801.97 - - - -

275 583,483.02 12,5 0.162475969 Piramida 4,239,281.18

262,2 561,685.28 12,5 1.038807753 Trapesium 7,156,869.61

250 7,969,273.93 25 0.070481361 Piramida 106,636,990.10

225 273,857.41 25 29.10008527 Trapesium 81,003,677.45

200 141,010.21 25 1.942110422 Trapesium 5,094,824.38

175 277,372.58 25 0.508378347 Trapesium 5,134,593.89

125 60,171.26 50 4.609718987 Trapesium 7,778,884.46

100 34,886.19 25 1.724787209 Trapesium 1,173,949.04

Total Volume Kotor 218,219,070.11

Tabel 5. Perhitungan Tanah Penutup

Ketebalan (m) Luas (m²) Volume (m³)

0,5 24,537.82 12,268.91

1 7,560,663.02 7,560,663.02

1,5 1,234,322.96 1,851,484.45

Jumlah 9,424,416.37

Volume Bersih = Volume Kotor - Tanah

Penutup

= 218,219,070.11 - 9,424,416.37

= 208,794,653.74 m³

Tonase = Volume Bersih x Berat

Jenis

Berat Jenis Tuf = 2500 kg/m3

= 208,794,653.74 x 2500

= 52.198.632.500 Kg

= 52.198.632,5 Tonase

Setelah menghitung luasan dan volume, maka

selanjutnya adalah menganalisa kimia batuan tufa

di daerah penelitian guna mengetahui

peruntukannya dengan metoda avgustinik. Dari 3

sampel yang diuji diperoleh hasil sebagai berikut

Tabel 6. Hasil pehitungan dengan

metoda avgustinik di sampel BA-11

R2O = grol Na2O + grol K2O = 0.0451

RO = grol Fe2O3 + grol MgO + grol CaO

= 0.06908

Nilai ordinat = grol Al2O3 / grol SiO2

= 0.0966502 = 0.1

Nilai absis = R2O + RO + Fe2O3 = 0.11418 = 0.1

Tabel 7. Hasil pehitungan dengan metoda avgustinik di

sampel BA-18

R2O = grol Na2O + grol K2O

= 0.0349

RO. = grol Fe2O3 + grol MgO + grol CaO

= 0.0846

Nilai ordinat = grol Al2O3 / grol SiO2

= 0.0957193 = 0.1

Nilai absis = R2O + RO + Fe2O3 = 0.1195 = 0.1

SiO2 60.982191 60.08 1.015 0.0451 0.06908

Na2O 1.502069 61.98 0.0242

K2O 1.969779 94.2 0.0209

Fe2O3 1.690952 159.69 0.01058

CaO 2.64436 56.08 0.0471

MgO 0.4587156 40.3 0.0114

Al203 10.001799 101.96 0.0981

TiO2 0.1529052 79.87 0.0019

LOl 10.343587

H2O-

10.253643 18.02 0.569

ROUnsur

Kimia Persen Kumulatif

Berat

Molekulgrol R₂O

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 12

Tabel 8. Hasil pehitungan dengan metoda

avgustinik di sampel BA-24

R2O = grol Na2O + grol K2O

= 0.0272

RO = grol Fe2O3 + grol MgO + grol CaO

= 0.0875

Nilai ordinat = grol Al2O3 / grol SiO2

= 0.0956841 = 0.1

Nilai absis = R2O + RO + Fe2O3

= 0.1214 = 0.1

Setelah itu di ploting ke dalam diagram

avgustinik untuk mengetahui peruntukan batuan

tufa di daerah penelitian cocoknya digunakan

sebagai bahan baku industri, berikut hasil ploting

pada diagram avgustinik:

Gambar 7. Grafik hasil perhitungan analisa

kimia di BA-11, BA-18 dan BA-24.

Maka dari hasil ploting menggunakan

diagram avgustinik di dapatkan hasil 5 dan 6.

Menjadikan batuan tufa di daerah penelitian

cocok digunakan untuk pembuatan bata klinker

dan bata biasa.

III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan berupa pemetaan geologi permukaan si

daerah Karangmekar dan Sekitarnya, Kecamatan

Karang- nunggal, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa

Barat yang berkaitan dengan geomorfologi,

stratigrafi, struktur geologi dan potensi

sumberdaya batuan fufa, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Geomorfologi daerah penelitian secara

morfo- genesa dapat dibagi menjadi 2

satuan, yaitu; (a). Satuan geomorfologi

perbukitan lipatan, sub- satuan pebukitan

homoklin berstadia dewasa dan (b). Satuan

geomorfologi dataran aluvial berstadia

muda. Pola aliran sungai yang terdapat di

daerah penelitian berpola rektangular dan

stadia erosi sungai muda dan dewasa.

2. Tatanan batuan yang terdapat di daerah penelitian dari yang tertua hingga termuda adalah: (1). Satuan batuan tufa dan lava (Formasi Jampang) berumur Miosen Awal

yang diendapkan di lingkungan darat; (2). Satuan batuan batugamping pasiran

(Formasi Kalipucang) berumur N9 -N13 atau Miosen Tengah yang diendapkan pada ke dalaman 20-100m atau neritik tengah; (3). Satuan batuan batupasir, batugamping dan

tufa (Formasi Bentang) berumur N16 - N19

atau Miosen Akhir - Pliosen yang diendapkan pada kedalaman 38-91m atau neritik tengah; (4). Satuan endapan aluvial sungai.

3. Struktur geologi yang dijumpai di daerah

penelitian berupa struktur kekar, lipatan dan

patahan. Struktur kekar yang dijumpai

adalah kekar gerus. Struktur lipatan berupa

lipatan homoklin yang berarah baratdaya-

timurlaut dan struktur patahan berupa sesar

mendatar Cinunjang dan sesar mendatar

Cikalapa. Keseluruhan struktur geologi

terjadi pada kala Pliosen-Plistosen dengan

arah gaya utama N1550E atau berarah

baratlaut- tenggara.

4. Cadangan sumberdaya bahan galian tufa

yang terdapat di daerah penelitian

berdasarkan perhitungan dengan metode

konturing diperoleh cadangan sebesar

52.198.632,5 Tonase sedangkan

berdasarkan analisa kimiawi batuan tufa

dengan metoda avgustinik, diketahui bahwa

sumberdaya batuan tufa yang terdapat di

daerah penelitian dapat dimanfaatkan

sebagai bahan baku indsutri yaitu untuk

SiO2 65.43154495 60.08 1.089 0.0272 0.0875

Na2O 0.933070159 61.98 0.015

K2O 1.157365871 94.2 0.0122

Fe2O3 1.085591244 159.69 0.0067

CaO 1.650816436 56.08 0.0294

MgO 2.072492374 40.3 0.0514

Al203 10.6226449 101.96 0.1042

TiO2 0.161492913 79.87 0.002

LOl 6.335139063

H2O-

10.5598421 18.02 0.586

ROgrolUnsur

Kimia Persen Kumulatif Berat

MolekulR₂O

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 13

pembuatan bata klinker dan bata biasa.

3.2 Saran

Saran yag bisa penulis berikan adalah

perlunya kajian yang lebih dalam lagi untuk

memanfaatkan sumber daya tufa di daerah

penelitian agar dapat di kelola secara lebih

efektif dan efisien, sehingga dapat menjadi mata

pencaharian baru bagi warga disekitar daerah

penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Avgustinik. A.I, 1983 Ceramics, Spanish,

Reverte.

Bakosurtanal, 1999, Peta Rupabumi Digital

Indonesia Lembar Cibalong No.

1308-134, , skala 1:25.000, Badan

Koordinasi Survey dan Pemetaan

Nasional, Bogor.

Bandy, O.I., 1967, Foraminiferal Indices in

Paleontology, Texas W. H.

Freemanand Company.

Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of

Indonesia, Vol. IA: General Geology

of Indonesia and Adjacent

Archipelagoes, Government Printing

Office, The Hague, p.732.

Blow, W. H. and Postuma J. A. 1969. Range Chart,

Late Miosen to Recent Planktonic

Foraminifera Biostratigraphy,

Proceeding of The First.

Boltovskoy, E., Wright., R., 1976, Recent

Foraminifera, Buenos Aires, Dr., W.

Junk, b.v Publisher, 515 p.

Craft, B. C. Hawkins, M. F. 1959, Applied

Petroleum Reservoir Engineering, A

Simon & Schuster Company

Englewood Cliffs, New Jersey

Dunham, R. J., 1962, Classification of carbonate

rocks according to depositional

texture. In : Classification of Carbonate

Rocks (Ed. W.E. Ham), Am. Assoc. Pet.

Geol. Mem., 1, 108- 121.

Irawan, P. Handiman, I. 2016, Analisa Geologi

Teknik Dalam Perencanaan Bendung

Daerah Irigasi Parigi Kabupaten

Pangandaran, Jurnal Siliwangi Vol.2.

Tasikmalaya.

Iqbal, P., dan Yanti, D. E. 2014, Karakteristik Fisik

dan Kimia Lempung Barat Dalam

Penggunaannya Sebagai Bahan Baku

Pembuatan Keramik, Bandung,

Publikasi Ilmiah Pendidikan dan

Pelatihan Geologi, Vol. 10 No. 1.

Katili, J.A., 1975, Volcanism and plate tectonics

in the Indonesian Island arcs, Tectonophysics, Volume 26, Pages 165-188.

Lobeck, A. K., 1939, Geomorphology: An

Introduction to the Study of

Landscapes, Mc.Graw-Hill Book

Company, New York.

Martodjojo, S., 1984. Evolusi Cekungan Bogor,

Desertasi Doktor ITB, Program Pasca

Sarjana, Institut Teknologi Bandung,

Bandung, Tidak Diterbitkan.

Moody, J.D. and Hill, M.J., 1956, Wrench Fault

Tectonics, Bulletin of geology, Volume 67.

Noor, Djauhari, 2014, Geomorfologi, Penerbit Deepublish (CV Budi Utama), Jalan Kaliurang KM 9,3 - Yogyakarta 55581, hal. 326, ISBN 602280242-6.

Sudrajat, Adjat, Syafri, Ildrem, dkk, 2009,

Laporan Akhir Penelitian Hibah

Penelitian Strategis Nasional -

Karakteristik Sumber daya Geologi di

Kawasan Jawa Barat Bagian Selatan

Sebagai Referensi Pengem bangan

Sumber Daya Alternatif, Bandung,

Departemen Pendidikan Nasional

Universitas Padjadjaran.

Supriatna, dkk., 1992, Peta Geologi Lembar

Karangnunggal, skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), Bandung.

Thornbury, William D., 1969, Principles of

Geomorphology, Second Edition, John

Willey and Sons Inc., New York,

London, Sydney, Toronto, 594p.

Williams, H., Turner, F.J., Gilbert, C.M., 1954,

Petrograpy, An Introduction to

TheStudy of Rock in Thin Sections,

W.H Freeman and Company, New

York.

Penulis :

1. Bei Hasbiana Azizah, ST. Alumni (2020)

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas

Teknik – Universitas Pakuan, (E-mail :

[email protected])

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik – Universitas Pakuan 14

2. Ir. Djauhari Noor, M.Sc. Staf Dosen,

Program Studi Teknik Geologi, Fakultas

Teknik – Universitas Pakuan

3. Dr. Iwan Ridwansyah, ST., M.Sc. Staf

Dosen, Program Studi Teknik Geologi,

Fakultas Teknik – Universitas Pakuan