GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20 ...

28
1 GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA PENDERITA RINOSINUSITIS DI DESA YEH EMBANG NEGARA, DESA TAMBLANG SINGARAJA DAN DESA TIHINGAN KLUNGKUNG TAHUN 2014 Abstrak Pendahuluan: Rinosinusitis merupakan masalah kesehatan yang signifikan sebagai cermin dari peningkatan frekuensi rinitis alergi dan berakibat dalam masalah keuangan yang besar untuk masyarakat. Kualitas hidup merupakan konsep yang mencakup karakter fisik maupun psikologis dalam konteks sosial. Adanya penilaian kualitas hidup terkait status kesehatan berguna untuk mengetahui dampak suatu penyakit terhadap penderita dan untuk mengevaluasi efek terapi. Sino-Nasal Outcome Test 20 (SNOT-20) merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai kualitas hidup dari penderita dengan rinosinusitis. Tujuan: untuk mengetahui kualitas hidup penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang Negara, Desa Tamblang Singaraja dan Desa Tihingan Klungkung berdasarkan SNOT-20. Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif yang dilaksanakan di Desa Yeh Embang Negara pada tanggal 25 Oktober 2014, Desa Tamblang Kubutambahan tanggal 23 November 2014 dan Desa Tihingan Klungkung tanggal 5 Desember 2014. Hasil: Berdasarkan nilai rata-rata tiap poin pertanyaan SNOT-20 yang didapatkan di Desa Yeh Embang, 5 nilai rata-rata tertinggi yaituhidung buntu (2.62), bersin (2.51), sekret pada hidung (2,49), lemas (2.43) dan penurunan konsentrasi (2.4). Hasil di Desa Tamblang nilai rata-rata tertinggi yaitu bersin (2.41), hidung buntu (2.24), sekret pada hidung (2,29), post nasal drip (2.17) dan lemas (2.05). Hasil yang didapatkan pada sampel di Desa Tihingan yaitu hidung buntu (2.93), bersin (2.56), hidung berair (2.50), sekret pada hidung (2,43) dan lemas (2.31).Simpulan: Nilai rata-rata pertanyaan tertinggi didapatkan pada pertanyaan yang berhubungan dengan gejala hidung yaitu hidung buntu, hidung berair, sekret kental, dan post nasal drip. Nilai rata-rata pertanyaan lainnya didapatkan dari poin yang berkaitan dengan masalah psikologis yaitu lemas dan penurunan konsentrasi.

Transcript of GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20 ...

1

GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA

PENDERITA RINOSINUSITIS DI DESA YEH EMBANG NEGARA, DESA

TAMBLANG SINGARAJA DAN DESA TIHINGAN KLUNGKUNG TAHUN

2014

Abstrak

Pendahuluan: Rinosinusitis merupakan masalah kesehatan yang signifikan sebagai

cermin dari peningkatan frekuensi rinitis alergi dan berakibat dalam masalah

keuangan yang besar untuk masyarakat. Kualitas hidup merupakan konsep yang

mencakup karakter fisik maupun psikologis dalam konteks sosial. Adanya penilaian

kualitas hidup terkait status kesehatan berguna untuk mengetahui dampak suatu

penyakit terhadap penderita dan untuk mengevaluasi efek terapi. Sino-Nasal Outcome

Test – 20 (SNOT-20) merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai

kualitas hidup dari penderita dengan rinosinusitis. Tujuan: untuk mengetahui kualitas

hidup penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang Negara, Desa Tamblang Singaraja

dan Desa Tihingan Klungkung berdasarkan SNOT-20. Metode: Penelitian

merupakan penelitian deskriptif yang dilaksanakan di Desa Yeh Embang Negara pada

tanggal 25 Oktober 2014, Desa Tamblang Kubutambahan tanggal 23 November 2014

dan Desa Tihingan Klungkung tanggal 5 Desember 2014. Hasil: Berdasarkan nilai

rata-rata tiap poin pertanyaan SNOT-20 yang didapatkan di Desa Yeh Embang, 5

nilai rata-rata tertinggi yaituhidung buntu (2.62), bersin (2.51), sekret pada hidung

(2,49), lemas (2.43) dan penurunan konsentrasi (2.4). Hasil di Desa Tamblang nilai

rata-rata tertinggi yaitu bersin (2.41), hidung buntu (2.24), sekret pada hidung (2,29),

post nasal drip (2.17) dan lemas (2.05). Hasil yang didapatkan pada sampel di Desa

Tihingan yaitu hidung buntu (2.93), bersin (2.56), hidung berair (2.50), sekret pada

hidung (2,43) dan lemas (2.31).Simpulan: Nilai rata-rata pertanyaan tertinggi

didapatkan pada pertanyaan yang berhubungan dengan gejala hidung yaitu hidung

buntu, hidung berair, sekret kental, dan post nasal drip. Nilai rata-rata pertanyaan

lainnya didapatkan dari poin yang berkaitan dengan masalah psikologis yaitu lemas

dan penurunan konsentrasi.

2

Kata Kunci:rinosinusitis, kualitas hidup, SNOT-20.

Laporan Penelitian

GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA

PENDERITA RINOSINUSITIS DI DESA YEH EMBANG NEGARA, DESA

TAMBLANG SINGARAJA DAN DESA TIHINGAN KLUNGKUNG TAHUN

2014

Oleh:

Putu Dian Ariyanti Putri

PPDS-1 Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher

FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Rinosinusitis adalah peradangan yang mengenai mukosa hidung dan sinus

paranasal. Penyakit ini hingga saat ini masih merupakan tantangan di bidang THT-

KL, karena berdampak besar dalam berbagai aspek antara lain aspek kualitas hidup

dan aspek sosioekonomi masyarakat. Penyebabnya bermacam – macam, antara lain

alergi, infeksi bakteri, virus, dan jamur, perubahan cuaca, hormonal, obat - obatan.1

Rinosinusitis merupakan masalah kesehatan yang signifikan sebagai cermin

dari peningkatan frekuensi rinitis alergi dan berakibat dalam masalah keuangan yang

besar untuk masyarakat. Insiden dari rinosinusitis akut berdasarkan Multi-nasional

Questionnaire survey yang dilakukan pada tahun 2011 mencapai 6-10% dari

keseluruhan populasi. Prevalensi dari rinosinusitis kronis juga dilaporkan terjadi pada

16% orang dewasa di Amerika Serikat. Prevalensi meningkat seiring dengan

peningkatan usia dimana pada kelompok usia 20-29 tahun dan 50 -59 tahun mencapai

2.7% dan 6.6%. Rinosinusitis kronis lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan

3

dengan pria. Di Indonesia prevalensi rinosinusitis kronis pada tahun 2004 dilaporkan

sebesar 12,6% dengan perkiraan sebanyak 30 juta penduduk menderita rinosinusitis

kronis.1,2,3

Kualitas hidup merupakan konsep yang mencakup karakter fisik maupun

psikologis dalam konteks sosial. Dalam dunia kedokteran kualitas hidup juga sangat

terkait dengan status kesehatan. Dewasa ini aspek kualitas hidup mulai

dipertimbangkan sehubungan dengan pengambilan keputusan untuk penatalaksanaan

pasien. Adanya penilaian kualitas hidup terkait status kesehatan berguna untuk

mengetahui dampak suatu penyakit terhadap penderita dan untuk mengevaluasi efek

terapi. Rinosinusitis masih merupakan tantangan dan masalah dalam praktik

kedokteran. Rinosinusitis secara nyata menyebabkan gangguan fisik yang cukup

serius sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan. 4

Sino-Nasal Outcome Test – 20 (SNOT-20) merupakan salah satu instrumen

yang digunakan untuk menilai kualitas hidup dari penderita dengan rinosinusitis.

SNOT 20 terdiri dari 20 poin yang dinilai secara personal oleh penderita rinosinusitis.

Hingga saat ini belum ada data tentang karakteristik penderita rinosinusitis

berdasarkan kuisioner SNOT-20, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang

gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis berdasarkan SNOT-20.5

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah

gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis berdasarkan SNOT-20?

I.3. Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita rinosinusitis

berdasarkan SNOT – 20.

I.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui karakterisktik penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang

Negara, Desa Tamblang Singaraja dan Desa Tihingan Klungkung.

4

2. Mengetahui dampak rinosinusitis terhadap kualitas hidup penderita

rinosinusitis di Desa Yeh Embang Negara, Desa TamblangSingaraja dan Desa

Tihingan Klungkung.

I.4. Manfaat

Dalam bidang akademik penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang Negara,

Desa TamblangSingaraja dan Desa Tihingan Klungkung. Disamping itu hasil

penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar strategi manajemen penyakit secara

holistik, terapi dan edukasi, sehingga diharapkan dapat mencegah rekurensi dari

penyakit ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal

Struktur hidung luar berbentuk piramida tersusun oleh sepasang tulang hidung

pada bagian superior lateral dan kartilago pada bagian inferior lateral. Struktur

tersebut membentuk piramid sehingga memungkinkan terjadinya aliran udara di

dalam kavum nasi. Dinding lateral kavum nasi tersusun atas konka inferior, media,

superior dan meatus. Meatus merupakan ruang diantara konka. Meatus media terletak

diantara konka media dan inferior yang mempunyai peran penting dalam patofisiologi

rinosinusitis karena melalui meatus ini kelompok sinus anterior berhubungan dengan

hidung.6,7

Septum nasi merupakan struktur tengah hidung yang tersusun atas lamina

perpendikularis os etmoid, kartilago septum, premaksila dan kolumela membranosa.

Deviasi septum yang signifikan dapat menyebabkan obstruksi hidung dan menekan

konka media yang menyebabkan obstruksi kompleks ostiomeatal dan hambatan aliran

sinus.Meatus inferior berada diantara konka inferior dan rongga hidung. Pada

permukaan lateral meatus lateral terdapat muara duktus nasolakrimalis. 6,7

5

Gambar 1. Penampang sagital dari hidung dan sinus paranasal.6

Perdarahan hidung berasal dari a. etmoid anterior, a. etmoid posterior cabang

dari a. oftalmika dan a. sfenopalatina. Bagian anterior dan superior septum dan

dinding lateral hidung mendapatkan aliran darah dari a. etmoid anterior, sedangkan

cabang a. etmoid posterior yang lebih kecil hanya mensuplai area olfaktorius.

Terdapat anastomosis diantara arteri-arteri hidung di lateral dan arteri etmoid di

daerah antero-inferior septum yang disebut pleksus Kiesselbach. Sistem vena di

hidung tidak memiliki katup dan hal ini menjadi predisposisi penyebaran infeksi

menuju sinus kavernosus. Persarafan hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus

dan cabang maksina nervus trigeminus. 6,7

Fungsi fisiologi hidung adalah penghidu, filtrasi, proteksi, humidifikasi,

penghangat udara dan resonansi suara. Saat inspirasi udara masuk ke vestibulum

dengan arah vertikal oblik dan mengalami aliran laminar. Ketika udara mencapai

nasal valve terjadi turbulen sehingga udara inspirasi langsung mengadakan kontak

dengan permukaan mukosa hidung yang luas. Aliran turbulen tersebut tidak hanya

meningkatkan fungsi penghangat dan humidifikasi tetapi juga fungsi proteksi. 6,7

Sinus paranasal terdiri atas empat pasang yaitu sinus maksila, sinus etmoid,

sinus sfenoid dan sinus frontal. Mukosa sinus dilapisi oleh epitel respiratorius

pseudostratified yang terdiri atas empat jenis sel yaitu sel kolumnar bersilia, sel

6

kolumnar tidak bersilia, sel mukus tipe goblet dan sel basal. Membran mukosa

bersilia bertugas menghalau mukus menuju ostium sinus dan bergabung dengan

sekret dari hidung. Jumlah silia makin bertambah saat mendekati ostium. Ostium

adalah celah alamiah tempat sinus mengalirkan drainasenya ke hidung.7

Secara klinis berdasarkan lokasi perlekatan konka media dengan dinding

lateral hidung, sinus dibagi menjadi kelompok sinus anterior dan posterior. Kelompok

sinus anterior terdiri dari sinus frontal, maksila dan etmoid anterior yang bermuara ke

dalam atau dekat infundibulum. Kelompok sinus posterior terdiri dari etmoid

posterior dan sinus sfenoid yang bermuara di atas konka media. Fungsi utama sinus

paranasal adalah mengeliminasi benda asing dan sebagai pertahanan tubuh terhadap

infeksi melalui tiga mekanisme yaitu terbukanya kompleks osteomeatal, transport

mukosiliar dan produksi mukus yang normal.8

Gambar 2. Penampang Koronal 4 pasang sinus paranasal. 6

Kompleks ostiomeatal atau KOM adalah jalur pertemuan drainase kelompok

sinus anterior yang terdiri dari meatus media, prosesus unsinatus, hiatur semilunaris,

infundibulum etmoid, bula etmoid, ostium sinus maksila dan resesus frontal. KOM

bukan merupakan struktur anatomi tetapi merupakan suatu jalur yang jika mengalami

obstruksi karena mukosa yang inflamasi atau massa yang akan menyebabkan

obstruksi ostium sinus, stasis silia dan terjadi infeksi sinus.6,7,9

7

Gambar 3. Kompleks ostiomeatal (KOM), potongan koronal.6

Sinus maksila disebut juga antrum Highmore merupakan sinus paranasal

terbesar. Dasar sinus dibentuk oleh prosesus alveolaris os maksila dan palatum

durum. Dinding anteriornya berhadapan dengan fosa kanina. Gigi premolar kedua,

gigi molar pertama dam kedua tumbuh dekat dengan dasar sinus dan hanya

dipisahkan oleh membran mukosa, sehingga proses supuratif di sekitar gigi tersebut

dapat menjalar ke mukosa sinus.Silia sinus maksila membawa mukus dan debris

langsung ke ostium alamiah di meatus media. Perdarahan sinus maksila dilayani oleh

cabang a.maksila interna yaitu a.infraorbita, a.sfenopalatina cabang nasal lateral,

a.palatina descendens, a.alveolar superior anterior dan posterior. Inervasi mukosa

sinus maksila dilayani oleh cabang nasal lateroposterior dan cabang alveolar superior

n. infraorbital.6,7

Sinus frontal merupakan pneumatisasi superior os frontal oleh sel etmoid

anterior. Sinus ini mengalirkan drainasenya melalui resesus frontal. Perdarahan

dilayani oleh cabang supratroklear dan suborbital a. oftalmika, sedangkan vena

dialirkan ke sinus kavernosus. Inervasi mukosa dilayani oleh cabang supratrokhlear

dan supraorita n. V1. 6,7

Sinus etmoid terdiri dari sel etmoid anterior yang bermuara ke infundibulum

di meatus media dan sel etmoid posterior yang bermuara ke meatus superior. Cabang

nasal a.sfenopalatina dan a.etmoid anterior dan posterior, cabang a.oftalmika dari

8

sistem karotis interna melayani sinus etmoid dan aliran venanya menuju sinus

kavernosus. Inervasi dilayani oleh cabang nasal posterior nervus V2 dan cabang

etmoid anterior dan posterior nervus V1. 6,7

Sinus sfenoid merupakan sinus terakhir yang mengalami perkembangan yaitu

pada usia dewasa awal. Struktur penting yang terletak dekat dengan sinus ini yaitu

n.optikus dan kelenjar hipofisis yang terletak di atas sinus, pons serebri di posterior,

di lateral sinus sfenoid terdapat sinus kavernosus, fisura orbitalis superior, a.karotis

dan beberapa serabut nervus kranialis. Perdarahan dilayani oleh cabang

a.sfenopalatina dan a.etmoid posterior. Inervasinya dipersarafi oleh cabang etmoid

posterior nervus V1 dan cabang sfenopalatina nervus V2. 6,7

Faktor yang berperan dalam memelihara fungsi sinus paranasalis adalah

patensi KOM, fungsi transport mukosiliar dan produksi mukus yang normal. Patensi

KOM memiliki peranan yang penting sebagai tempat drainase mukus dan debris serta

memelihara tekanan oksigen dalam keadaan normal sehingga mencegah tumbuhnya

bakteri. Faktor transport mukosiliar sangat tergantung pada karakteristik silia yaitu

struktur, jumlah dan koordinasi gerakan silia. Produksi mukus juga bergantung

kepada volume dan viskoelastisitas mukus yang dapat mempengaruhi transport

mukosiliar.5,6

2.2. Definisi dan Epidemiologi Rinosinusitis

Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus

paranasal. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan dari mukosa hidung,

sehingga sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan gejala-gejala obstruksi

nasi, rinore serta hiposmia dijumpai pada rinitis maupun sinusitis. 10,11

Insiden dari rinosinusitis akut berdasarkan Multi-nasional Questionnaire

survey yang dilakukan pada tahun 2011 mencapai 6-10% dari keseluruhan populasi.

Prevalensi dari rinosinusitis kronis juga dilaporkan terjadi pada 16% orang dewasa di

Amerika Serikat. Prevalensi meningkat seiring dengan peningkatan usia dimana pada

kelompok usia 20-29 tahun dan 50 -59 tahun mencapai 2.7% dan 6.6%. Rinosinusitis

kronis lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan dengan pria. Di Indonesia

9

prevalensi rinosinusitis kronis pada tahun 2004 dilaporkan sebesar 12,6% dengan

perkiraan sebanyak 30 juta penduduk menderita rinosinusitis kronis.1,2,3

2.3. Etiologi Rinosinusitis

Umumnya penyebab sinusitis adalah rinogenik yang merupakan perluasan

infeksi dari hidung dan dentogenik yang berasal dari infeksi pada gigi. Infeksi pada

sinus paranasal dapat disebabkan oleh interaksi dari beberapa etiologi seperti faktor

mikrobial, lingkungan, dan faktor host yang terdiri dari gangguan anatomi, genetik

fisiologi dan imunitas.11

2. 4. Patogenesis Rinosinusitis

Patogenesis sinus dipengaruhi oleh patensi dari ostium-ostium sinus dan

kelancaran pembersihan mukosiliar di dalam kompleks osteomeatal (KOM).

Disamping itu mukus juga mengandung substansi mikrobial dan zat-zat yang

berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk ke saluran pernafasan. Bila

terdapat gangguan didaerah KOM seperti peradangan, edema atau polip maka hal itu

akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis. Bila ada kelainan

anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa atau hipertrofi konka media,

maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga memperberat gangguan

yang ditimbulkannya.10,11

Infundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari KOM,

berperan penting pada patofisiologi sinusitis. Permukaan mukosa ditempat ini

berdekatan satu sama lain dan transportasi lendir pada celah yang sempit ini dapat

lebih efektif karena silia bekerja dari dua sisi atau lebih.Apabila terjadi edema,

mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan

lendir tidak dapat dialirkan, maka akan terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus

maksila dan frontal. Gangguan ventilasi akan menyebabkan penurunan pH dalam

sinus, silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental

sehingga merupakan media yang baik untuk tumbuh kuman patogen. Patogenesis dari

rinosinusitis kronis berawal dari adanya suatu inflamasi dan infeksi yang

menyebabkan dilepasnya mediator diantaranya vasoactive amine, proteases,

10

arachidonic acid metabolit, imune complek, lipolisaccharide dan lain-lain. Hal

tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa hidung dan akhirnya

menyebabkan disfungsi mukosiliar yang mengakibatkan stagnasi mukus dan

menyebabkan bakteri semakin mudah untuk berkolonisasi dan infeksi inflamasi akan

kembali terjadi.10,11

Bakteri dapat berkembang menjadi kuman patogen bila lingkungannya sesuai.

Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga

bakteri anaerob akan berkembang baik. Bakteri juga akan memproduksi toksin yang

akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan menjadi hipertropi,

polipoid atau terbentuk polip dan kista. Kuman didalam sinus dapat berasal dari

rongga hidung sebelum ostium tertutup ataupun merupakan kuman komensal didalam

rongga sinus. Virus dan bakteri yang masuk kedalam mukosa akan menembus

kedalam submukosa, yang diikuti adanya infiltrasi sel polimorfonuklear, sel mast dan

limfosit, kemudian akan diikuti lepasnya zat-zat kimia seperti histamin dan

prostaglandin. Zat-zat kimia ini akan menyebabkan vasodilatasi kapiler, sehingga

permeabilitas pembuluh darah meningkat dan terjadilah udema di submukosa. Selain

virus dan bakteri sebagai penyebab infeksi pada peradangan rongga sinus juga

dipengaruhi oleh faktor predisposisi lokal dan sistemik.10,11

Faktor predisposisi lokal antara lain: septum deviasi, edema atau hipertrofi

konka, rinitis alergi, rinitis vasomotor, barotrauma, korpus alienum, rinolit dan

sebagainya. Faktor predisposisi sistemik yang mempengaruhi antara lain infeksi

saluran nafas atas oleh karena virus, keadaan umum yang lemah, malnutrisi, DM

yang tidak terkontrol dan iritasi udara sekitar.10,11

2. 5. Gejala dan Tanda Klinis

Berdasarkan anamnesis, penderita biasanya mengeluh adanya nyeri terutama

pada daerah sinus yang terkena disertai dengan sakit kepala, hidung buntu, hidung

berair atau gangguan penghidu. Keluhan lain yang antara lain adanya rasa dahak di

tenggorok, nyeri gigi, nafas berbau, nyeri telinga atau telinga terasa penuh, nyeri pada

gigi dan demam. 1,10,11

11

Pada pemeriksaan fisik dapat dilihat terjadinya edema atau perubahan warna

pada daerah disekitar wajah. Bila terdapat sinusitis pada saat di palpasi maka bagian

disekitar pipi dan sekitar mata akan terasa sakit. Pemeriksaan intraoral dilakukan

untuk mengevaluasi keadaan gigi, dimana gigi yang terjadi ganggren atau karies

dapat menjadi penyebab terjadinya sinusitis dentogen. 10,11

Rinoskopi anterior dilakukan utnuk mengevaluasi keadaan mukosa hidung,

menilai adakah inflamasi, sekret pada mukosa hidung dan meatus media, deformitas

atau deviasi pada septum. 10,11

2. 6. Pemeriksaan Penunjang

Transluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk

pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik

tidak tersedia. Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lainWaters, PA dan

Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika ada

infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa. Permukaan

mukosa yang membengkak dan edema tampak seperti suatu densitas yang paralel

dengan dinding sinus. Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada

resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari

gigi atau daerah periodontal. Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu

dapat dilihat adanya air fluid level pada foto dengan posisi tegak. 10,11

Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada

penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan

adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah. CT-Scan

koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi yang baik

tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan

struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis

optikus. Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi

akan terlihat jelas. 10,11

CT-Scan dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan menggunakan

sistem gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk

12

digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan.

Lund-MacKay Radiologic Staging System ditentukan dari lokasi Gradasi Radiologik

sinus maksila, etmoid anterior, etmoid posterior dan sinus sphenoid, Penilaian

Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 : Opasifikasi

parsial Gradasi 2 : Opasifikasi komplit. 10,11

Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena

dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal

penyebab sinusitis. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan

septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya

polip atau tumor. 10,11

2. 7. Diagnosis

Berdasarkan Task Force on Rhinosinusitis yang dibentuk oleh American

Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) diagnosis

rinosinusitis ditegakkan apabila dijumpai adanya 2 gejala mayor atau satu gejala

mayor disertai dengan 2 gejala minor. Kriteria mayor antara lain nyeri pada wajah,

hidung tersumbat, hidung berair atau sekret purulen, hiposmia atau anosmia, dan

demam pada kondisi akut. Kriteria minor antara lain nyeri kepala, demam, halitosis,

kelelahan, nyeri gigi, batuk dan nyeri atau rasa penuh pada telinga. Rinosinusitis

dikatakan akut bila gejala tersebut terjadi 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala

terjadi 4-12 minggu dan kronik bila gejala terjadi lebih dari 12 minggu.10,11

2.8. Penatalaksanaan

Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi

septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak, polip,

kista, jamur, karies atau ganggren gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk

melakukan penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan yang ditemukan.1,10,11

Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah bakterial yang

memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya.Antibiotika dapat

diberikan sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti

13

pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin

sulbaktam, sefalosporin generasi kedua, makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan

antibiotik diteruskan mencukupi 10 – 14 atau lebih jika diperlukan. Jika tidak ada

perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin, golongan kuinolon

atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat diberi

metronidazole. Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi

kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan

nasoendoskopi maupun CT-Scan.1,10,11

Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi antibiotik.

Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung dengan efek

vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan

diameter ostium dan meningkatkan ventilasi. Preparat yang umum adalah

pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine. Karena efek peningkatan tekanan darah

tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati.Dekongestan topikal

mempunyai efek yang lebih cepat terhadap sumbatan hidung, namun efeknya ini

sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama (lebih dari 7 hari) akan

menyebabkan rinitis medika mentosa. 1,10,11

Alergi berperan sebagai penyebab rinosinusitis kronis pada lebih dari 50%

kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian juga

kemungkinan imunoterapi. Karena antihistamin generasi pertama mempunyai efek

antikolinergik yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti azelastine,

acrivastine, cetirizine, fexofenadine dan loratadine. 1,10,11

Kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin, sekresi lendir,

sumbatan hidung dan hipo/anosmia. Penemuannya merupakan perkembangan besar

dalam pengobatan rinitis dan sinusitis.Penggunaannya kortikosteroid topikal meluas

pada kelainan alergi dan non-alergi. Meskipun obat semprot ini tidak mencapai

komplek osteomeatal, keluhan pasien berkurang karena udema di rongga hidung dan

meatus medius hilang.Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga

sinus. Terapi singkat selama dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa

keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat

14

membuka sumbatan hidung terlebih dahulu sehingga distribusi obat semprot

merata.1,10,11

Rinosinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat

dan optimal serta adanya kelainan mukosa menetap merupakan indikasi tindakan

bedah. Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus inferior,

Caldwell-Luc, trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

(BSEF) dapat dilaksanakan. Bedah sinus konvensional tidak memperlihatkan usaha

pemulihan drainase dan ventilasi sinus melalui ostium alami. Namun dengan

berkembangnya pengetahuan patogenesis sinusitis, maka berkembang pula

modifikasi bedah sinus konvensional misalnya operasi Caldwell-Luc yang hanya

mengangkat jaringan patologik dan meninggalkan jaringan normal agar tetap

berfungsi dan melakukan antrostomi meatus medius sehingga drainase dapat sembuh

kembali.1,10,11

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) merupakan kemajuan pesat dalam

bedah sinus. Jenis operasi ini lebih dipilih karena merupakan tindakan konservatif

yang lebih efektif dan fungsional. Keuntungan BSEF adalah dengan penggunaan

endoskop yang memiliki pencahayaan yangterang, sehingga lapangan operasi lebih

jelas dan rinci. Bila terdapat kelainan patologi dirongga-rongga sinus, jaringan

patologik dapat diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang

tersumbat diperlebar. Dengan ini ventilasi sinus lancar secara alami, jaringan normal

tetap berfungsi dan kelainan didalam sinus maksila dan frontal dapat teratasi. 1,10,11

2.9. Komplikasi

Kompikasi rinosinusitis telah menurun sejak ditemukan antibiotika.

Komplikasi yang dapat terjadi ialah osteomielitis dan abses subperiostal yang paling

sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada

osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral. Komplikasi lain yang dapat

terjadi yaitu kelainan orbita yang disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan

dengan mata. Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui tromboflebitis dan

perkontinuitatum. Variasi yang dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis orbita,

15

abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus

kavernosus. Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses

otak dan trombosis sinus kavernosus. Kelainan paru seperti bronkitis kronis dan

brokiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini

disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma bronkial. 11

2.10.Efek Rinosinusitis Terhadap Kualitas Hidup

Kualitas hidup merupakan pengalaman personal yang merefleksikan bukan

hanya status kesehatan tetapi faktor lain yang mempengaruhi kehidupan penderita

yang hanya bisa dideskripsikan oleh penderita tersebut sendiri. Salah satu bagian dari

kualitas hidup adalah kualitas hidup yang berhubungan dengan status kesehatan, yang

dapat didefinisikan sebagai pengalaman individu yang subjektif baik secara langsung

maupun tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat kesehatan, penyakit, dan disabilitas.

Hal tersebut diatas sangat tergantung pada usia penderita, kebiasaan, ekspektasi dan

kemampuan fisik serta mental.4

Rinosinusitis masih merupakan tantangan dan masalah dalam praktik

kedokteran. Rinosinusitis secara nyata menyebabkan gangguan fisik yang cukup

serius sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan. Hal

tersebut disebabkan karena gejala yang ditimbulkan seperti hidung tersumbat yang

diikuti oleh rinore, gangguan penciuman, nyeri pada wajah dan nyeri kepala yang

dapat memberikan dampak terhadap aktivitas harian penderita. Gejala tersebut

mengakibatkan penurunan prodiktifitas dan kehilangan hari kerja yang cukup

signifikan yaitu sekitar 3% hari kerja penduduk produktif atau 73 juta hari kerja. Jika

terjadi pada anak sekolah maka akan menurunkan kemampuan belajar anak tersebut.

Masalah yang lebih kompleks seperti gangguan tidur, gangguan psikologis seperti

perubahan suasana hari, depresi, cemas, lemas, dan disfungsi seksual merupakan hal

yang bisa muncul karena gejala rinosinusitis yang timbul.4,12,13,14

Saat ini penilaian penatalaksanaan rinosinusitis menyangkut kualitas hidup

terkait kesehatan menjadi sangat penting. Pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan

terhadap rinosinusitis terus dikembangkan yang ditandai dengan banyaknya alat ukur

16

yang telah di validasi antara lain nasal symptom questionnare, Rhinosinusitis

Outcome Measure (RSOM-31), Sinonasal Outcome Test-16 (SNOT-16), SNOT-20,

SNOT-22, Chronic Sinusitis Survey (CSS), Rhinosinusitis Disability Index (RSDI),

Rhinosinusitis Symptom Inventory (RSI), Rhinosinusitis Quality of Life survey

(RhinoQoL).4

2.11. Sino-Nasal Outcome Test 20 (SNOT-20)

SNOT-20 adalah salah satu instrument yang digunakan untuk menilai kualitas

hidup penderita rinosinusitis. SNOT-20 terdiri dari 20 poin penilaian yang diisi secara

personal dengan memberikan skor pada masing-masing poinnya. Instrumen ini

menilai masalah kesehatan yang berkaitan dengan sinusitis dengan hubungannya ada

masalah fisik, keterbatasan fungsional dan kondisi emosional. SNOT-20 merupakan

modifikasi dari 31-item Rhinosinusitis Outcome Measure. Validitas SNOT-20 untuk

menilai kualitas hidup penderita sudah dilakukan dengan konsistensi internal,

reliabilitas dan hasil tes validitas yang dianalisis. SNOT-20 merupakan instrumen

yang mudah dilengkapi oleh penderita dan dapat digunakan pada praktek klinik

sehari-hari. SNOT-20 juga dapat membantu menilai derajat dan efek dari rinosinusitis

terhadap status kesehatan, kualitas hidup dan mengukur respon terapi yang

diberikan.5,16,17,18

Total skor SNOT-20 dihitung sebagai nilai rata-rata untuk semua 20 item.

Kisaran skor SNOT-20 adalah 0-5, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan

terkait rinosinusitis beban kesehatan yang lebih besar.4

SNOT-20 terdiri dari 4 konstruksi mayor yaitu pertanyaan yang berkaitan

dengan gejala hidung, gejala hidung dan wajah, fungsi dan gangguan tidur dan hal-

hal yang berkaitan dengan masalah psikologis. Poin pertanyaanyang berhubungan

dengan gejala rinologi yaitu hidung buntu, bersin, hidung berair, sekret kental dan

post nasal drip. Poin yang berkaitan dengan gejala telinga dan wajah yaitu telinga

terasa penuh, pusing, nyeri telinga dan nyeri pada wajah atau nyeri tekan. Susah tidur,

terbangun pada malam hari dan tidur kurang berkualitas merupakan poin yang

berkaitan dengan gangguan tidur. Lemas, penurunan produktifitas, penurunan

17

konsentrasi, frustasi atau kurang istirahat atau iritabel, sedih dan malu merupakan

poin yang berkaitan dengan masalah psikologis. Dua pertanyaan lain yaitu batuk dan

terbangun dengan lelah tidak diklasifikasikan sebagai salah satu dari 4 konstruksi

mayor diatas.15

III. KERANGKA KONSEP

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Yeh Embang Negara pada tanggal 25

Oktober 2014, Desa Tamblang Kubutambahan tanggal 23 November 2014 dan Desa

Tihingan Klungkung tanggal 5 Desember 2014.

4.2. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan rancangan potong

lintang. Kuisioner SNOT-20 digunakan untuk menilai kualitas hidup penderita

rinosinusitis.

4.3. Penentuan Sumber Data

Infeksi (bakteri,

virus, jamur)

Obstruksi KOM

Rinosinusitis

Kualitas hidup

Lingkungan Host

18

4.3.1. Populasi penelitian

Populasi terjangkau adalah penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang, Desa

Tamblang dan Desa Tihingan Klungkung.

4.3.2. Sampel penelitian

Seluruh penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang, Desa Tihingan

Klungkung dan Desa Tamblang Kubutambahan yang datang pada saat dilakukan

pemeriksaan kesehatan di balai desa setempat. Sampel diambil dengan teknik

purposive sampling berdasarkan ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan

karakteristik populasi.

Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah penderita yang memenuhi kriteria

mayor dan minor berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Kriteria Eksklusi

adalah penderita dengan keganasan pada kepala leher dan penderita tidak kooperatif.

4.4. Variabel Penelitian

4.4.1 Identifikasi Variabel

Variabel bebas : rinosinusitis

Variabel tergantung : kualitas hidup

4.4.2 Definisi Operasional Variabel

1. Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus

paranasal. Diagnosis rinosinusitis ditegakkan apabila dijumpai adanya 2 gejala

mayor atau satu gejala mayor disertai dengan 2 gejala minor. Kriteria mayor

antara lain nyeri pada wajah, hidung tersumbat, hidung berair atau sekret

purulen, hiposmia atau anosmia, dan demam pada kondisi akut. Kriteria minor

antara lain nyeri kepala, demam, halitosis, kelelahan, nyeri gigi, batuk dan nyeri

atau rasa penuh pada telinga. Rinosinusitis dikatakan akut bila gejala tersebut

terjadi 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala terjadi 4-12 minggu dan

kronik bila gejala terjadi lebih dari 12 minggu.

19

2. Kualitas hidup adalah komponen penilaian terhadap kesehatan, dan kualitas

hidup yang dipengaruhi oleh kesehatan yang terdiri dari aspek problem fisik,

keterbatasan fungsional dan emosional. Variabel ini diukur menggunakan

kuisioner Sino Nasal Outcome Test-20 (SNOT-20).

3. Jenis kelamin adalah karakteristik baik secara biologi maupun fisiologi yang

dikategorikan sebagai perempuan dan laki-laki.

4. Usia adalah lama hidup yang dihitung dari tahun kelahiran.

4.5.Alur Penelitian

4.6. Analisis Data

Hasil penelitian disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi.

V. HASIL PENELITIAN

Penelitian telah dilakukan di Desa Yeh Embang Negara, Desa Tamblang

Singaraja dan Desa Tihingan Klungkung. Pada penelitian ini didapatkan total sampel

yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 68 orang. Data karakteristik sampel

berdasarkan masing-masing desa disajikan dalam tabel 1. Total sampel dari Desa Yeh

Populasi

Anamnesis

Pemeriksaan THT

Sampel

SNOT-20

Hasil

Analisa Data

Kriteria Inklusi

dan eksklusi

20

Embang yaitu 35 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 19 orang (54,3%) dan 16

orang (45,7%)perempuan. Rentang usia terbanyak yaitu 25 - 45 tahun sebanyak 16

orang (45,7%). Sampel Desa Tamblang terdiri dari 10 orang (58,8%) laki-laki dan 7

orang (41,2%)perempuan. Rentang usia terbanyak yaitu 25-45 tahun sebanyak 6

orang (35,3%). Dari Desa Tihingan didapatkan sampellaki-laki sebanyak 9 orang

(56,3%) dan 7 orang (43,7%) perempuan.

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dan umur

Desa Karakteristik N %

Yeh Embang Jenis Kelamin Laki-laki 19 54,3

Perempuan 16 45,7

Umur ˂ 25 tahun

25 – 45 tahun

45 – 65 tahun

˃ 65 tahun

5

16

10

4

14,3

45,7

28,6

82,8

Tamblang Jenis Kelamin Laki-laki 10 58,8

Perempuan 7 41,2

Umur ˂ 25 tahun

25 – 45 tahun

45 – 65 tahun

˃ 65 tahun

2

6

5

4

11,8

35,3

29,4

23,5

Tihingan Jenis Kelamin Laki-laki 9 56,3

Perempuan 7 43,7

Umur ˂ 25 tahun

25 – 45 tahun

45 – 65 tahun

˃ 65 tahun

1

8

6

1

6,25

50,0

37,5

6,25

21

Total Jenis Kelamin

Umur

Laki-laki

Perempuan

˂ 25 tahun

25 – 45 tahun

45 – 65 tahun

˃ 65 tahun

38

30

8

30

21

9

55,9

44,1

11,8

44,1

30,9

13,2

Berdasarkan total skor kuisioner SNOT-20 yang didapatkan di Desa Yeh

Embang, 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu hidung buntu (2.62), bersin (2.51), sekret

pada hidung (2,49), lemas (2.43) dan penurunan konsentrasi (2.4). Nilai rata-rata total

skor SNOT-20 yaitu 1.80. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Skor SNOT-20 di Desa Yeh Embang

Item Nilai Rata-rata

Hidung buntu

Bersin

Hidung berair

Batuk

Postnasal drip

Sekret kental pada hidung

Telinga penuh

Pusing

Nyeri telinga

Nyeri wajah/nyeri tekan

Terbangun di malam hari

Kurang tidur

2.62

2.51

2.11

1.49

2.09

2.49

1.57

1.60

0.60

1.91

1.71

1.63

22

Tidur kurang berkualitas

Lelah saat bangun

Lemas

Produktivitas menurun

Penurunan konsentrasi

Frustasi/kurang istirahat/Iritabel

Sedih

Malu

Total skor SNOT-20

1.69

1.82

2.43

1.94

2.43

1.57

1.06

1.23

1.80

Berdasarkan total skor kuisioner SNOT-20 yang didapatkan di Desa

Tamblang, 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu bersin (2.41), hidung buntu (2.24), sekret

pada hidung (2,29), post nasal drip (2.17) dan lemas (2.05). Nilai rata-rata total skor

SNOT-20 yaitu 3.22. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Skor SNOT-20 di Desa Tamblang

Item Nilai Rata-rata

Hidung buntu

Bersin

Hidung berair

Batuk

Postnasal drip

Sekret kental pada hidung

Telinga penuh

Pusing

Nyeri telinga

Nyeri wajah/nyeri tekan

Terbangun di malam hari

Kurang tidur

2.24

2.41

1.82

1.64

2.17

2.29

1.41

1.41

0.76

1.82

1.58

1.41

23

Tidur kurang berkualitas

Lelah saat bangun

Lemas

Produktivitas menurun

Penurunan konsentrasi

Frustasi/kurang istirahat/Iritabel

Sedih

Malu

Total skor SNOT-20

1.52

1.52

2.05

1.29

1.52

1.29

1.00

1.00

3.22

Berdasarkan total skor kuisioner SNOT-20 yang didapatkan di Desa Tihingan,

5 nilai rata-rata tertinggi yaituhidung buntu (2.93), bersin (2.56), hidung berair (2.50),

sekret pada hidung (2,43) dan lemas (2.31). Nilai rata-rata total skor SNOT-20 yaitu

1.66. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Skor SNOT-20 di Desa Tihingan

Item Nilai Rata-rata

Hidung buntu

Bersin

Hidung berair

Batuk

Postnasal drip

Sekret kental pada hidung

Telinga penuh

Pusing

Nyeri telinga

Nyeri wajah/nyeri tekan

Terbangun di malam hari

Kurang tidur

2.93

2.56

2.50

1.19

1.93

2.43

1.44

1.75

0.63

1.81

1.50

1.31

24

Tidur kurang berkualitas

Lelah saat bangun

Lemas

Produktivitas menurun

Penurunan konsentrasi

Frustasi/kurang istirahat/Iritabel

Sedih

Malu

Total skor SNOT-20

1.31

1.13

2.31

1.31

1.69

1.5

1.06

1.5

1.69

VI. PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan rancangan

potong lintang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui

adakah gangguan pada hidung dan sinus paranasal dan kemudian dilanjutkan dengan

pengisian SNOT-20 digunakan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup penderita

rinosinusitis.

SNOT-20adalah salah satu instrument yang digunakan untuk menilai kualitas

hidup penderita rinosinusitis.SNOT-20 terdiri dari 4 konstruksi mayor yaitu poin

pertanyaan berkaitan dengan gejala rinologi, gejala hidung dan wajah, fungsi dan

gangguan tidur dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah psikologis. SNOT-20

merupakan modifikasi dari RSOM-31 yang sudah divalidasi untuk menilai kualitas

hidup penderita sudah dilakukan dengan konsistensi internal, reliabilitas dan hasil tes

validitas yang dianalisis. Schalek4 mengemukakan bahwa diperlukan tiga kriteria

dalam merumuskan pengukuran dari kualitas hidup yaitu penggunaan nilai secara

global, menilai keparahan dan gejala yang paling berpengaruh dan kemungkinan

untuk penderita menambahkan gejala lain yang mengganggu. Hal ini menunjukkan

bahwa SNOT-20 merupakan pengukuran yang terbaik terutama untuk menilai hasil

operasi. Penelitian yang dilakukan van Oene12 juga menyebutkan bahwa poin

25

tertinggi untuk pemilihan kuisioner kualitas hidup untuk rinosinusitis adalah RSOM-

31 dan SNOT-20.

Pada penelitian ini didapatkan total 68 orang dari 3 desa yaitu Desa Yeh

Embang, Desa Tamblang dan Desa Tihingan. Dari ketiga desa, sampel yang

terbanyak merupakan sampel dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38 orang

(55,9%) dan 30 orang (44,1%) berjenis kelamin perempuan. Usia terbanyak

merupakan rentang usia 25-45 tahun yaitu sebanyak 30 orang (44,1%). Penelitian

yang dilakukan oleh Zbislawski13 juga menunjukkan bahwa penderita rinosinusitis

lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu 52,7%

dan 47,3%. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Wang2 yang

menunjukkan bahwa rinosinusitis lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-

laki.

Berdasarkan nilai rata-rata tiap poin pertanyaan SNOT-20 yang didapatkan di

Desa Yeh Embang, 5 nilai rata-rata tertinggi yaituhidung buntu (2.62), bersin (2.51),

sekret pada hidung (2,49), lemas (2.43) dan penurunan konsentrasi (2.4). Hal tersebut

menunjukkan bahwa 3 poin tertinggi merupakan bagian dari gejala hidung dan 2 poin

selanjutnya merupakan masalah psikologis yang terjadi akibat adanya gangguan pada

hidung tersebut. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada sampel yang ada di Desa

Tamblang, dimana 4 pertanyaan tertinggi merupakan gejala pada hidung yaitu bersin

(2.41), hidung buntu (2.24), sekret pada hidung (2,29), post nasal drip (2.17) dan

aspek psikologis yaitu lemas (2.05). Hasil yang didapatkan pada sampel di Desa

Tihingan dimana 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu hidung buntu (2.93), bersin (2.56),

hidung berair (2.50), sekret pada hidung (2,43) dan lemas(2.31).

Hal tersebut diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pynnonen5,

poin tertinggi dari pertanyaan SNOT-20 yaitu hidung buntu, hidung berair, terbangun

saat malam dan penurunan konsentrasi. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh

Piccirillo16 dimana 5 poin dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu post nasal drip, nyeri

wajah atau nyeri tekan, hidung buntu, terbangun dengan lelah dan lemas. Bezerra

dkk18 juga menemukan bahwa item pertanyaan yang dirasakan paling buruk meliputi

hidung buntu, bersin, post nasal drip, sekret kental, dan susah tidur. Seluruh

26

penelitian ini menunjukkan adanya hubungan gejala yang dirasakan, dalam hal ini

merupakan gejala pada hidung yang akan menyebabkan gangguan pada psikologis

dan gangguan tidur pada penderita. Kualitas hidup penderita rinosinusitis dipengaruhi

oleh berat ringannya gejala yang muncul, umur, kebiasaan, ekspektasi serta

ketidakmampuan secara fisik dan psikologis.

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan

rancangan potong lintang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk

mengetahui adakah gangguan pada hidung dan sinus paranasal dan kemudian

dilanjutkan dengan pengisian SNOT-20 digunakan untuk mengetahui gambaran

kualitas hidup penderita rinosinusitis.Pada penelitian ini didapatkan total 68 orang

dari 3 desa yaitu Desa Yeh Embang, Desa Tamblang dan Desa Tihingan. Distribusi

jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38 orang (55,9%) dan perempuan 30 orang

(44,1%). Usia terbanyak merupakan rentang usia 25-45 tahun yaitu sebanyak 30

orang (44,1%).

Nilai rata-rata pertanyaan tertinggi didapatkan pada pertanyaan yang

berhubungan dengan gejala hidung yaitu hidung buntu, hidung berair, sekret kental,

dan post nasal drip. Nilai rata-rata pertanyaan lainnya didapatkan dari poin yang

berkaitan dengan masalah psikologis yaitu lemas dan penurunan konsentrasi.

7.2. Saran

Penelitian mengenai penilaian kualitas hidup yang berkaitan dengan

rinosinusitis perlu dilakukan untuk membantu menilai derajat dan efek dari

rinosinusitis terhadap status kesehatan, kualitas hidup serta mengukur keberhasilan

tindakan operasi yang dilakukan.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Fokkens w, Lund Vm Bachert C, Clement P, Hellings P, Holmstrom M, Jones N,

et al. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012.

Rhinology. 2012;50(23): 45:1-305.

2. Wang DY, Wardani RS, SinghK, Thanaviratananich S, Vicente G, Xu G, et al. A

survey on the management of acute rhinosinusitis among Asian physicians.

Rhinology. 2011 Sep;49(3):264-71.

3. Soetjipto D, Wardhani RS. Guidline Penyakit THT di Indonesia. PP PERHATI-

KL.2007.

4. Schalek P. Rhinosinusitis-Its Impact on Quality of Life. Dalam : Marseglia GL,

editor. Peculiar Aspects of Rhinosinusitis. Edisi ke-1. China: InTech, 2011;h.3-

26.

5. Pynnonen MA, KimHM, Terrell JE. Validation of the Sino-Nasal Outcome Test

20 (SNOT-20) Domains in Nonsurgical Patients. Am J Rhinol Allergy.

2009;23:40-45.

6. Krouse JH and Stachler RJ. Anatomy and Physiology of the Paranasal Sinuses.

Dalam : Brook I, penyunting. Sinusitis From Microbiology To Managemen. New

York: Taylor & Francis Group. 2006; hal: 95-108.

7. Ballenger JJ. Anatomy and Physiology of The Nose and Paranasal Sinuses.

Dalam: Snow JB and Ballenger JJ, penyunting. Otorhinolaryngology Head and

Neck Surgery. Edisi ke-16. Spanyol: BC Decker Inc. 2003; hal: 547-60.

8. Walsh WE and Kern RC. Sinonasal Anatomy and Physiology. Dalam: Bailey BJ

and Johnson JT, penyunting. Head & Neck Surgery Otolaryngology. Edisi ke-5.

Volume ke-1. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins. 2014; hal: 359-370.

9. Welch KC and Goldberg AN. Sinusitis. Dalam: Mahmoudi M, penyunting.

Allergy & Asthma, Practical Diagnosis and Management. New York:

McGrawHill. 2008; hal: 62-7.

28

10. Rosenfeld RM, Piccirillo JF, Chandrasekhar SS, Brook I, Kumar KA, Kramper

M, et al. Clinical Practice Guideline (Update) : Adult Sinusitis. Otolaryngology-

Head and Neck Surgery. 2015;152(2S):S1-S39.

11. Johnson JT, Rosen CA, editor. Bailey’s Head and Neck Surgery Otolaryngology.

Edisi ke-5. Volume ke-1. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2014:h.

535-549.

12. Van Oene CM, van Reij EJF, Sprangers MAG, Fokkens WJ. Quality Assessment

of Disease-Spesific Quality of Life Questionnaires for Rhinitis and

Rhinosinusitis: A systematic review. Allergy. 2007;62:1359-1371.

13. Teul I, Zbislawski W, Baran S, Czerwinski F, Lorkowski J. Quality of Life of

Patients With Diseases of Sinuses. Journal of Physiology and Pharmacology.

2007;58(5):691-697.

14. Kalpaklioglu AF, Baccioglu A. Evaluation of Quality of Life: Impact of Allergic

Rhinitis on Asthma. J Investig Allergol Clin Immunol. 2008;18(3):168-173.

15. Browne JP, Hopkins C, Slack R, Cano SJ. The Sinonasal Outcome Test (SNOT):

Can we make it more clinically meaningful?. Otolaryngology-Head and Neck

Surgery. 2007;136:736-741.

16. Piccirillo JF, Merritt MG, Richards ML. Psycometric and Clinimetric Validity of

The 20-item Sino-Nasal Outcome Test (SNOT-20). Otolaryngology-Head and

Neck Surgery. 2002;126:41-47.

17. Lupoi D, Sarafoleanu C. SNOT-20 and VAS Questionnaires in Establishing The

Success of Different Surgical Approaches in Chronic Rhinosinusitis. Romanian

Journal of Rhinology. 2012;2(8):203-208.

18. Bezerra TFP, Piccirillo JF, Fornazieri MA, Pilan RM, Adi TRT, Pinna FR, et al.

Cross-Cultural Adaptation and Validation of SNOT-20 in Portuguese.

International Journal of Otolaryngology. 2011:20:1-5.