GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20 ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
Transcript of GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20 ...
1
GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA
PENDERITA RINOSINUSITIS DI DESA YEH EMBANG NEGARA, DESA
TAMBLANG SINGARAJA DAN DESA TIHINGAN KLUNGKUNG TAHUN
2014
Abstrak
Pendahuluan: Rinosinusitis merupakan masalah kesehatan yang signifikan sebagai
cermin dari peningkatan frekuensi rinitis alergi dan berakibat dalam masalah
keuangan yang besar untuk masyarakat. Kualitas hidup merupakan konsep yang
mencakup karakter fisik maupun psikologis dalam konteks sosial. Adanya penilaian
kualitas hidup terkait status kesehatan berguna untuk mengetahui dampak suatu
penyakit terhadap penderita dan untuk mengevaluasi efek terapi. Sino-Nasal Outcome
Test – 20 (SNOT-20) merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai
kualitas hidup dari penderita dengan rinosinusitis. Tujuan: untuk mengetahui kualitas
hidup penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang Negara, Desa Tamblang Singaraja
dan Desa Tihingan Klungkung berdasarkan SNOT-20. Metode: Penelitian
merupakan penelitian deskriptif yang dilaksanakan di Desa Yeh Embang Negara pada
tanggal 25 Oktober 2014, Desa Tamblang Kubutambahan tanggal 23 November 2014
dan Desa Tihingan Klungkung tanggal 5 Desember 2014. Hasil: Berdasarkan nilai
rata-rata tiap poin pertanyaan SNOT-20 yang didapatkan di Desa Yeh Embang, 5
nilai rata-rata tertinggi yaituhidung buntu (2.62), bersin (2.51), sekret pada hidung
(2,49), lemas (2.43) dan penurunan konsentrasi (2.4). Hasil di Desa Tamblang nilai
rata-rata tertinggi yaitu bersin (2.41), hidung buntu (2.24), sekret pada hidung (2,29),
post nasal drip (2.17) dan lemas (2.05). Hasil yang didapatkan pada sampel di Desa
Tihingan yaitu hidung buntu (2.93), bersin (2.56), hidung berair (2.50), sekret pada
hidung (2,43) dan lemas (2.31).Simpulan: Nilai rata-rata pertanyaan tertinggi
didapatkan pada pertanyaan yang berhubungan dengan gejala hidung yaitu hidung
buntu, hidung berair, sekret kental, dan post nasal drip. Nilai rata-rata pertanyaan
lainnya didapatkan dari poin yang berkaitan dengan masalah psikologis yaitu lemas
dan penurunan konsentrasi.
2
Kata Kunci:rinosinusitis, kualitas hidup, SNOT-20.
Laporan Penelitian
GAMBARAN SINO-NASAL OUTCOME TEST 20 (SNOT-20) PADA
PENDERITA RINOSINUSITIS DI DESA YEH EMBANG NEGARA, DESA
TAMBLANG SINGARAJA DAN DESA TIHINGAN KLUNGKUNG TAHUN
2014
Oleh:
Putu Dian Ariyanti Putri
PPDS-1 Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher
FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Rinosinusitis adalah peradangan yang mengenai mukosa hidung dan sinus
paranasal. Penyakit ini hingga saat ini masih merupakan tantangan di bidang THT-
KL, karena berdampak besar dalam berbagai aspek antara lain aspek kualitas hidup
dan aspek sosioekonomi masyarakat. Penyebabnya bermacam – macam, antara lain
alergi, infeksi bakteri, virus, dan jamur, perubahan cuaca, hormonal, obat - obatan.1
Rinosinusitis merupakan masalah kesehatan yang signifikan sebagai cermin
dari peningkatan frekuensi rinitis alergi dan berakibat dalam masalah keuangan yang
besar untuk masyarakat. Insiden dari rinosinusitis akut berdasarkan Multi-nasional
Questionnaire survey yang dilakukan pada tahun 2011 mencapai 6-10% dari
keseluruhan populasi. Prevalensi dari rinosinusitis kronis juga dilaporkan terjadi pada
16% orang dewasa di Amerika Serikat. Prevalensi meningkat seiring dengan
peningkatan usia dimana pada kelompok usia 20-29 tahun dan 50 -59 tahun mencapai
2.7% dan 6.6%. Rinosinusitis kronis lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan
3
dengan pria. Di Indonesia prevalensi rinosinusitis kronis pada tahun 2004 dilaporkan
sebesar 12,6% dengan perkiraan sebanyak 30 juta penduduk menderita rinosinusitis
kronis.1,2,3
Kualitas hidup merupakan konsep yang mencakup karakter fisik maupun
psikologis dalam konteks sosial. Dalam dunia kedokteran kualitas hidup juga sangat
terkait dengan status kesehatan. Dewasa ini aspek kualitas hidup mulai
dipertimbangkan sehubungan dengan pengambilan keputusan untuk penatalaksanaan
pasien. Adanya penilaian kualitas hidup terkait status kesehatan berguna untuk
mengetahui dampak suatu penyakit terhadap penderita dan untuk mengevaluasi efek
terapi. Rinosinusitis masih merupakan tantangan dan masalah dalam praktik
kedokteran. Rinosinusitis secara nyata menyebabkan gangguan fisik yang cukup
serius sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan. 4
Sino-Nasal Outcome Test – 20 (SNOT-20) merupakan salah satu instrumen
yang digunakan untuk menilai kualitas hidup dari penderita dengan rinosinusitis.
SNOT 20 terdiri dari 20 poin yang dinilai secara personal oleh penderita rinosinusitis.
Hingga saat ini belum ada data tentang karakteristik penderita rinosinusitis
berdasarkan kuisioner SNOT-20, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang
gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis berdasarkan SNOT-20.5
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah
gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis berdasarkan SNOT-20?
I.3. Tujuan Penelitian
I.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup penderita rinosinusitis
berdasarkan SNOT – 20.
I.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui karakterisktik penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang
Negara, Desa Tamblang Singaraja dan Desa Tihingan Klungkung.
4
2. Mengetahui dampak rinosinusitis terhadap kualitas hidup penderita
rinosinusitis di Desa Yeh Embang Negara, Desa TamblangSingaraja dan Desa
Tihingan Klungkung.
I.4. Manfaat
Dalam bidang akademik penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang gambaran kualitas hidup penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang Negara,
Desa TamblangSingaraja dan Desa Tihingan Klungkung. Disamping itu hasil
penelitian diharapkan dapat dijadikan dasar strategi manajemen penyakit secara
holistik, terapi dan edukasi, sehingga diharapkan dapat mencegah rekurensi dari
penyakit ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal
Struktur hidung luar berbentuk piramida tersusun oleh sepasang tulang hidung
pada bagian superior lateral dan kartilago pada bagian inferior lateral. Struktur
tersebut membentuk piramid sehingga memungkinkan terjadinya aliran udara di
dalam kavum nasi. Dinding lateral kavum nasi tersusun atas konka inferior, media,
superior dan meatus. Meatus merupakan ruang diantara konka. Meatus media terletak
diantara konka media dan inferior yang mempunyai peran penting dalam patofisiologi
rinosinusitis karena melalui meatus ini kelompok sinus anterior berhubungan dengan
hidung.6,7
Septum nasi merupakan struktur tengah hidung yang tersusun atas lamina
perpendikularis os etmoid, kartilago septum, premaksila dan kolumela membranosa.
Deviasi septum yang signifikan dapat menyebabkan obstruksi hidung dan menekan
konka media yang menyebabkan obstruksi kompleks ostiomeatal dan hambatan aliran
sinus.Meatus inferior berada diantara konka inferior dan rongga hidung. Pada
permukaan lateral meatus lateral terdapat muara duktus nasolakrimalis. 6,7
5
Gambar 1. Penampang sagital dari hidung dan sinus paranasal.6
Perdarahan hidung berasal dari a. etmoid anterior, a. etmoid posterior cabang
dari a. oftalmika dan a. sfenopalatina. Bagian anterior dan superior septum dan
dinding lateral hidung mendapatkan aliran darah dari a. etmoid anterior, sedangkan
cabang a. etmoid posterior yang lebih kecil hanya mensuplai area olfaktorius.
Terdapat anastomosis diantara arteri-arteri hidung di lateral dan arteri etmoid di
daerah antero-inferior septum yang disebut pleksus Kiesselbach. Sistem vena di
hidung tidak memiliki katup dan hal ini menjadi predisposisi penyebaran infeksi
menuju sinus kavernosus. Persarafan hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus
dan cabang maksina nervus trigeminus. 6,7
Fungsi fisiologi hidung adalah penghidu, filtrasi, proteksi, humidifikasi,
penghangat udara dan resonansi suara. Saat inspirasi udara masuk ke vestibulum
dengan arah vertikal oblik dan mengalami aliran laminar. Ketika udara mencapai
nasal valve terjadi turbulen sehingga udara inspirasi langsung mengadakan kontak
dengan permukaan mukosa hidung yang luas. Aliran turbulen tersebut tidak hanya
meningkatkan fungsi penghangat dan humidifikasi tetapi juga fungsi proteksi. 6,7
Sinus paranasal terdiri atas empat pasang yaitu sinus maksila, sinus etmoid,
sinus sfenoid dan sinus frontal. Mukosa sinus dilapisi oleh epitel respiratorius
pseudostratified yang terdiri atas empat jenis sel yaitu sel kolumnar bersilia, sel
6
kolumnar tidak bersilia, sel mukus tipe goblet dan sel basal. Membran mukosa
bersilia bertugas menghalau mukus menuju ostium sinus dan bergabung dengan
sekret dari hidung. Jumlah silia makin bertambah saat mendekati ostium. Ostium
adalah celah alamiah tempat sinus mengalirkan drainasenya ke hidung.7
Secara klinis berdasarkan lokasi perlekatan konka media dengan dinding
lateral hidung, sinus dibagi menjadi kelompok sinus anterior dan posterior. Kelompok
sinus anterior terdiri dari sinus frontal, maksila dan etmoid anterior yang bermuara ke
dalam atau dekat infundibulum. Kelompok sinus posterior terdiri dari etmoid
posterior dan sinus sfenoid yang bermuara di atas konka media. Fungsi utama sinus
paranasal adalah mengeliminasi benda asing dan sebagai pertahanan tubuh terhadap
infeksi melalui tiga mekanisme yaitu terbukanya kompleks osteomeatal, transport
mukosiliar dan produksi mukus yang normal.8
Gambar 2. Penampang Koronal 4 pasang sinus paranasal. 6
Kompleks ostiomeatal atau KOM adalah jalur pertemuan drainase kelompok
sinus anterior yang terdiri dari meatus media, prosesus unsinatus, hiatur semilunaris,
infundibulum etmoid, bula etmoid, ostium sinus maksila dan resesus frontal. KOM
bukan merupakan struktur anatomi tetapi merupakan suatu jalur yang jika mengalami
obstruksi karena mukosa yang inflamasi atau massa yang akan menyebabkan
obstruksi ostium sinus, stasis silia dan terjadi infeksi sinus.6,7,9
7
Gambar 3. Kompleks ostiomeatal (KOM), potongan koronal.6
Sinus maksila disebut juga antrum Highmore merupakan sinus paranasal
terbesar. Dasar sinus dibentuk oleh prosesus alveolaris os maksila dan palatum
durum. Dinding anteriornya berhadapan dengan fosa kanina. Gigi premolar kedua,
gigi molar pertama dam kedua tumbuh dekat dengan dasar sinus dan hanya
dipisahkan oleh membran mukosa, sehingga proses supuratif di sekitar gigi tersebut
dapat menjalar ke mukosa sinus.Silia sinus maksila membawa mukus dan debris
langsung ke ostium alamiah di meatus media. Perdarahan sinus maksila dilayani oleh
cabang a.maksila interna yaitu a.infraorbita, a.sfenopalatina cabang nasal lateral,
a.palatina descendens, a.alveolar superior anterior dan posterior. Inervasi mukosa
sinus maksila dilayani oleh cabang nasal lateroposterior dan cabang alveolar superior
n. infraorbital.6,7
Sinus frontal merupakan pneumatisasi superior os frontal oleh sel etmoid
anterior. Sinus ini mengalirkan drainasenya melalui resesus frontal. Perdarahan
dilayani oleh cabang supratroklear dan suborbital a. oftalmika, sedangkan vena
dialirkan ke sinus kavernosus. Inervasi mukosa dilayani oleh cabang supratrokhlear
dan supraorita n. V1. 6,7
Sinus etmoid terdiri dari sel etmoid anterior yang bermuara ke infundibulum
di meatus media dan sel etmoid posterior yang bermuara ke meatus superior. Cabang
nasal a.sfenopalatina dan a.etmoid anterior dan posterior, cabang a.oftalmika dari
8
sistem karotis interna melayani sinus etmoid dan aliran venanya menuju sinus
kavernosus. Inervasi dilayani oleh cabang nasal posterior nervus V2 dan cabang
etmoid anterior dan posterior nervus V1. 6,7
Sinus sfenoid merupakan sinus terakhir yang mengalami perkembangan yaitu
pada usia dewasa awal. Struktur penting yang terletak dekat dengan sinus ini yaitu
n.optikus dan kelenjar hipofisis yang terletak di atas sinus, pons serebri di posterior,
di lateral sinus sfenoid terdapat sinus kavernosus, fisura orbitalis superior, a.karotis
dan beberapa serabut nervus kranialis. Perdarahan dilayani oleh cabang
a.sfenopalatina dan a.etmoid posterior. Inervasinya dipersarafi oleh cabang etmoid
posterior nervus V1 dan cabang sfenopalatina nervus V2. 6,7
Faktor yang berperan dalam memelihara fungsi sinus paranasalis adalah
patensi KOM, fungsi transport mukosiliar dan produksi mukus yang normal. Patensi
KOM memiliki peranan yang penting sebagai tempat drainase mukus dan debris serta
memelihara tekanan oksigen dalam keadaan normal sehingga mencegah tumbuhnya
bakteri. Faktor transport mukosiliar sangat tergantung pada karakteristik silia yaitu
struktur, jumlah dan koordinasi gerakan silia. Produksi mukus juga bergantung
kepada volume dan viskoelastisitas mukus yang dapat mempengaruhi transport
mukosiliar.5,6
2.2. Definisi dan Epidemiologi Rinosinusitis
Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus
paranasal. Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan dari mukosa hidung,
sehingga sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan gejala-gejala obstruksi
nasi, rinore serta hiposmia dijumpai pada rinitis maupun sinusitis. 10,11
Insiden dari rinosinusitis akut berdasarkan Multi-nasional Questionnaire
survey yang dilakukan pada tahun 2011 mencapai 6-10% dari keseluruhan populasi.
Prevalensi dari rinosinusitis kronis juga dilaporkan terjadi pada 16% orang dewasa di
Amerika Serikat. Prevalensi meningkat seiring dengan peningkatan usia dimana pada
kelompok usia 20-29 tahun dan 50 -59 tahun mencapai 2.7% dan 6.6%. Rinosinusitis
kronis lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan dengan pria. Di Indonesia
9
prevalensi rinosinusitis kronis pada tahun 2004 dilaporkan sebesar 12,6% dengan
perkiraan sebanyak 30 juta penduduk menderita rinosinusitis kronis.1,2,3
2.3. Etiologi Rinosinusitis
Umumnya penyebab sinusitis adalah rinogenik yang merupakan perluasan
infeksi dari hidung dan dentogenik yang berasal dari infeksi pada gigi. Infeksi pada
sinus paranasal dapat disebabkan oleh interaksi dari beberapa etiologi seperti faktor
mikrobial, lingkungan, dan faktor host yang terdiri dari gangguan anatomi, genetik
fisiologi dan imunitas.11
2. 4. Patogenesis Rinosinusitis
Patogenesis sinus dipengaruhi oleh patensi dari ostium-ostium sinus dan
kelancaran pembersihan mukosiliar di dalam kompleks osteomeatal (KOM).
Disamping itu mukus juga mengandung substansi mikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk ke saluran pernafasan. Bila
terdapat gangguan didaerah KOM seperti peradangan, edema atau polip maka hal itu
akan menyebabkan gangguan drainase sehingga terjadi sinusitis. Bila ada kelainan
anatomi seperti deviasi atau spina septum, konka bulosa atau hipertrofi konka media,
maka celah yang sempit itu akan bertambah sempit sehingga memperberat gangguan
yang ditimbulkannya.10,11
Infundibulum etmoid dan resesus frontal yang termasuk bagian dari KOM,
berperan penting pada patofisiologi sinusitis. Permukaan mukosa ditempat ini
berdekatan satu sama lain dan transportasi lendir pada celah yang sempit ini dapat
lebih efektif karena silia bekerja dari dua sisi atau lebih.Apabila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan
lendir tidak dapat dialirkan, maka akan terjadi gangguan drainase dan ventilasi sinus
maksila dan frontal. Gangguan ventilasi akan menyebabkan penurunan pH dalam
sinus, silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi menjadi lebih kental
sehingga merupakan media yang baik untuk tumbuh kuman patogen. Patogenesis dari
rinosinusitis kronis berawal dari adanya suatu inflamasi dan infeksi yang
menyebabkan dilepasnya mediator diantaranya vasoactive amine, proteases,
10
arachidonic acid metabolit, imune complek, lipolisaccharide dan lain-lain. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan mukosa hidung dan akhirnya
menyebabkan disfungsi mukosiliar yang mengakibatkan stagnasi mukus dan
menyebabkan bakteri semakin mudah untuk berkolonisasi dan infeksi inflamasi akan
kembali terjadi.10,11
Bakteri dapat berkembang menjadi kuman patogen bila lingkungannya sesuai.
Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga
bakteri anaerob akan berkembang baik. Bakteri juga akan memproduksi toksin yang
akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi perubahan jaringan menjadi hipertropi,
polipoid atau terbentuk polip dan kista. Kuman didalam sinus dapat berasal dari
rongga hidung sebelum ostium tertutup ataupun merupakan kuman komensal didalam
rongga sinus. Virus dan bakteri yang masuk kedalam mukosa akan menembus
kedalam submukosa, yang diikuti adanya infiltrasi sel polimorfonuklear, sel mast dan
limfosit, kemudian akan diikuti lepasnya zat-zat kimia seperti histamin dan
prostaglandin. Zat-zat kimia ini akan menyebabkan vasodilatasi kapiler, sehingga
permeabilitas pembuluh darah meningkat dan terjadilah udema di submukosa. Selain
virus dan bakteri sebagai penyebab infeksi pada peradangan rongga sinus juga
dipengaruhi oleh faktor predisposisi lokal dan sistemik.10,11
Faktor predisposisi lokal antara lain: septum deviasi, edema atau hipertrofi
konka, rinitis alergi, rinitis vasomotor, barotrauma, korpus alienum, rinolit dan
sebagainya. Faktor predisposisi sistemik yang mempengaruhi antara lain infeksi
saluran nafas atas oleh karena virus, keadaan umum yang lemah, malnutrisi, DM
yang tidak terkontrol dan iritasi udara sekitar.10,11
2. 5. Gejala dan Tanda Klinis
Berdasarkan anamnesis, penderita biasanya mengeluh adanya nyeri terutama
pada daerah sinus yang terkena disertai dengan sakit kepala, hidung buntu, hidung
berair atau gangguan penghidu. Keluhan lain yang antara lain adanya rasa dahak di
tenggorok, nyeri gigi, nafas berbau, nyeri telinga atau telinga terasa penuh, nyeri pada
gigi dan demam. 1,10,11
11
Pada pemeriksaan fisik dapat dilihat terjadinya edema atau perubahan warna
pada daerah disekitar wajah. Bila terdapat sinusitis pada saat di palpasi maka bagian
disekitar pipi dan sekitar mata akan terasa sakit. Pemeriksaan intraoral dilakukan
untuk mengevaluasi keadaan gigi, dimana gigi yang terjadi ganggren atau karies
dapat menjadi penyebab terjadinya sinusitis dentogen. 10,11
Rinoskopi anterior dilakukan utnuk mengevaluasi keadaan mukosa hidung,
menilai adakah inflamasi, sekret pada mukosa hidung dan meatus media, deformitas
atau deviasi pada septum. 10,11
2. 6. Pemeriksaan Penunjang
Transluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologik
tidak tersedia. Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lainWaters, PA dan
Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika ada
infeksi tepi mukosa akan tampak karena udema permukaan mukosa. Permukaan
mukosa yang membengkak dan edema tampak seperti suatu densitas yang paralel
dengan dinding sinus. Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada
resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari
gigi atau daerah periodontal. Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu
dapat dilihat adanya air fluid level pada foto dengan posisi tegak. 10,11
Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada
penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan
adalah cara yang terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah. CT-Scan
koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi yang baik
tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan
struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis
optikus. Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi
akan terlihat jelas. 10,11
CT-Scan dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan menggunakan
sistem gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk
12
digunakan secara rutin dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan.
Lund-MacKay Radiologic Staging System ditentukan dari lokasi Gradasi Radiologik
sinus maksila, etmoid anterior, etmoid posterior dan sinus sphenoid, Penilaian
Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada kelainan, Gradasi 1 : Opasifikasi
parsial Gradasi 2 : Opasifikasi komplit. 10,11
Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena
dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal
penyebab sinusitis. Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan
septum nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya
polip atau tumor. 10,11
2. 7. Diagnosis
Berdasarkan Task Force on Rhinosinusitis yang dibentuk oleh American
Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) diagnosis
rinosinusitis ditegakkan apabila dijumpai adanya 2 gejala mayor atau satu gejala
mayor disertai dengan 2 gejala minor. Kriteria mayor antara lain nyeri pada wajah,
hidung tersumbat, hidung berair atau sekret purulen, hiposmia atau anosmia, dan
demam pada kondisi akut. Kriteria minor antara lain nyeri kepala, demam, halitosis,
kelelahan, nyeri gigi, batuk dan nyeri atau rasa penuh pada telinga. Rinosinusitis
dikatakan akut bila gejala tersebut terjadi 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala
terjadi 4-12 minggu dan kronik bila gejala terjadi lebih dari 12 minggu.10,11
2.8. Penatalaksanaan
Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi
septum, kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak, polip,
kista, jamur, karies atau ganggren gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk
melakukan penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan yang ditemukan.1,10,11
Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah bakterial yang
memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya.Antibiotika dapat
diberikan sebagai terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti
13
pada terapi sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin
sulbaktam, sefalosporin generasi kedua, makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan
antibiotik diteruskan mencukupi 10 – 14 atau lebih jika diperlukan. Jika tidak ada
perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin, golongan kuinolon
atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat diberi
metronidazole. Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi
kembali apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan
nasoendoskopi maupun CT-Scan.1,10,11
Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi antibiotik.
Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung dengan efek
vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan
diameter ostium dan meningkatkan ventilasi. Preparat yang umum adalah
pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine. Karena efek peningkatan tekanan darah
tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati.Dekongestan topikal
mempunyai efek yang lebih cepat terhadap sumbatan hidung, namun efeknya ini
sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama (lebih dari 7 hari) akan
menyebabkan rinitis medika mentosa. 1,10,11
Alergi berperan sebagai penyebab rinosinusitis kronis pada lebih dari 50%
kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian juga
kemungkinan imunoterapi. Karena antihistamin generasi pertama mempunyai efek
antikolinergik yang tinggi, generasi kedua lebih disukai seperti azelastine,
acrivastine, cetirizine, fexofenadine dan loratadine. 1,10,11
Kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin, sekresi lendir,
sumbatan hidung dan hipo/anosmia. Penemuannya merupakan perkembangan besar
dalam pengobatan rinitis dan sinusitis.Penggunaannya kortikosteroid topikal meluas
pada kelainan alergi dan non-alergi. Meskipun obat semprot ini tidak mencapai
komplek osteomeatal, keluhan pasien berkurang karena udema di rongga hidung dan
meatus medius hilang.Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga
sinus. Terapi singkat selama dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa
keluhan. Preparat oral dapat diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat
14
membuka sumbatan hidung terlebih dahulu sehingga distribusi obat semprot
merata.1,10,11
Rinosinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat
dan optimal serta adanya kelainan mukosa menetap merupakan indikasi tindakan
bedah. Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus inferior,
Caldwell-Luc, trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional
(BSEF) dapat dilaksanakan. Bedah sinus konvensional tidak memperlihatkan usaha
pemulihan drainase dan ventilasi sinus melalui ostium alami. Namun dengan
berkembangnya pengetahuan patogenesis sinusitis, maka berkembang pula
modifikasi bedah sinus konvensional misalnya operasi Caldwell-Luc yang hanya
mengangkat jaringan patologik dan meninggalkan jaringan normal agar tetap
berfungsi dan melakukan antrostomi meatus medius sehingga drainase dapat sembuh
kembali.1,10,11
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) merupakan kemajuan pesat dalam
bedah sinus. Jenis operasi ini lebih dipilih karena merupakan tindakan konservatif
yang lebih efektif dan fungsional. Keuntungan BSEF adalah dengan penggunaan
endoskop yang memiliki pencahayaan yangterang, sehingga lapangan operasi lebih
jelas dan rinci. Bila terdapat kelainan patologi dirongga-rongga sinus, jaringan
patologik dapat diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang
tersumbat diperlebar. Dengan ini ventilasi sinus lancar secara alami, jaringan normal
tetap berfungsi dan kelainan didalam sinus maksila dan frontal dapat teratasi. 1,10,11
2.9. Komplikasi
Kompikasi rinosinusitis telah menurun sejak ditemukan antibiotika.
Komplikasi yang dapat terjadi ialah osteomielitis dan abses subperiostal yang paling
sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada
osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral. Komplikasi lain yang dapat
terjadi yaitu kelainan orbita yang disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata. Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui tromboflebitis dan
perkontinuitatum. Variasi yang dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis orbita,
15
abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus
kavernosus. Kelainan intrakranial dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses
otak dan trombosis sinus kavernosus. Kelainan paru seperti bronkitis kronis dan
brokiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini
disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma bronkial. 11
2.10.Efek Rinosinusitis Terhadap Kualitas Hidup
Kualitas hidup merupakan pengalaman personal yang merefleksikan bukan
hanya status kesehatan tetapi faktor lain yang mempengaruhi kehidupan penderita
yang hanya bisa dideskripsikan oleh penderita tersebut sendiri. Salah satu bagian dari
kualitas hidup adalah kualitas hidup yang berhubungan dengan status kesehatan, yang
dapat didefinisikan sebagai pengalaman individu yang subjektif baik secara langsung
maupun tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat kesehatan, penyakit, dan disabilitas.
Hal tersebut diatas sangat tergantung pada usia penderita, kebiasaan, ekspektasi dan
kemampuan fisik serta mental.4
Rinosinusitis masih merupakan tantangan dan masalah dalam praktik
kedokteran. Rinosinusitis secara nyata menyebabkan gangguan fisik yang cukup
serius sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan. Hal
tersebut disebabkan karena gejala yang ditimbulkan seperti hidung tersumbat yang
diikuti oleh rinore, gangguan penciuman, nyeri pada wajah dan nyeri kepala yang
dapat memberikan dampak terhadap aktivitas harian penderita. Gejala tersebut
mengakibatkan penurunan prodiktifitas dan kehilangan hari kerja yang cukup
signifikan yaitu sekitar 3% hari kerja penduduk produktif atau 73 juta hari kerja. Jika
terjadi pada anak sekolah maka akan menurunkan kemampuan belajar anak tersebut.
Masalah yang lebih kompleks seperti gangguan tidur, gangguan psikologis seperti
perubahan suasana hari, depresi, cemas, lemas, dan disfungsi seksual merupakan hal
yang bisa muncul karena gejala rinosinusitis yang timbul.4,12,13,14
Saat ini penilaian penatalaksanaan rinosinusitis menyangkut kualitas hidup
terkait kesehatan menjadi sangat penting. Pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan
terhadap rinosinusitis terus dikembangkan yang ditandai dengan banyaknya alat ukur
16
yang telah di validasi antara lain nasal symptom questionnare, Rhinosinusitis
Outcome Measure (RSOM-31), Sinonasal Outcome Test-16 (SNOT-16), SNOT-20,
SNOT-22, Chronic Sinusitis Survey (CSS), Rhinosinusitis Disability Index (RSDI),
Rhinosinusitis Symptom Inventory (RSI), Rhinosinusitis Quality of Life survey
(RhinoQoL).4
2.11. Sino-Nasal Outcome Test 20 (SNOT-20)
SNOT-20 adalah salah satu instrument yang digunakan untuk menilai kualitas
hidup penderita rinosinusitis. SNOT-20 terdiri dari 20 poin penilaian yang diisi secara
personal dengan memberikan skor pada masing-masing poinnya. Instrumen ini
menilai masalah kesehatan yang berkaitan dengan sinusitis dengan hubungannya ada
masalah fisik, keterbatasan fungsional dan kondisi emosional. SNOT-20 merupakan
modifikasi dari 31-item Rhinosinusitis Outcome Measure. Validitas SNOT-20 untuk
menilai kualitas hidup penderita sudah dilakukan dengan konsistensi internal,
reliabilitas dan hasil tes validitas yang dianalisis. SNOT-20 merupakan instrumen
yang mudah dilengkapi oleh penderita dan dapat digunakan pada praktek klinik
sehari-hari. SNOT-20 juga dapat membantu menilai derajat dan efek dari rinosinusitis
terhadap status kesehatan, kualitas hidup dan mengukur respon terapi yang
diberikan.5,16,17,18
Total skor SNOT-20 dihitung sebagai nilai rata-rata untuk semua 20 item.
Kisaran skor SNOT-20 adalah 0-5, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan
terkait rinosinusitis beban kesehatan yang lebih besar.4
SNOT-20 terdiri dari 4 konstruksi mayor yaitu pertanyaan yang berkaitan
dengan gejala hidung, gejala hidung dan wajah, fungsi dan gangguan tidur dan hal-
hal yang berkaitan dengan masalah psikologis. Poin pertanyaanyang berhubungan
dengan gejala rinologi yaitu hidung buntu, bersin, hidung berair, sekret kental dan
post nasal drip. Poin yang berkaitan dengan gejala telinga dan wajah yaitu telinga
terasa penuh, pusing, nyeri telinga dan nyeri pada wajah atau nyeri tekan. Susah tidur,
terbangun pada malam hari dan tidur kurang berkualitas merupakan poin yang
berkaitan dengan gangguan tidur. Lemas, penurunan produktifitas, penurunan
17
konsentrasi, frustasi atau kurang istirahat atau iritabel, sedih dan malu merupakan
poin yang berkaitan dengan masalah psikologis. Dua pertanyaan lain yaitu batuk dan
terbangun dengan lelah tidak diklasifikasikan sebagai salah satu dari 4 konstruksi
mayor diatas.15
III. KERANGKA KONSEP
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Yeh Embang Negara pada tanggal 25
Oktober 2014, Desa Tamblang Kubutambahan tanggal 23 November 2014 dan Desa
Tihingan Klungkung tanggal 5 Desember 2014.
4.2. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan rancangan potong
lintang. Kuisioner SNOT-20 digunakan untuk menilai kualitas hidup penderita
rinosinusitis.
4.3. Penentuan Sumber Data
Infeksi (bakteri,
virus, jamur)
Obstruksi KOM
Rinosinusitis
Kualitas hidup
Lingkungan Host
18
4.3.1. Populasi penelitian
Populasi terjangkau adalah penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang, Desa
Tamblang dan Desa Tihingan Klungkung.
4.3.2. Sampel penelitian
Seluruh penderita rinosinusitis di Desa Yeh Embang, Desa Tihingan
Klungkung dan Desa Tamblang Kubutambahan yang datang pada saat dilakukan
pemeriksaan kesehatan di balai desa setempat. Sampel diambil dengan teknik
purposive sampling berdasarkan ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan
karakteristik populasi.
Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah penderita yang memenuhi kriteria
mayor dan minor berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Kriteria Eksklusi
adalah penderita dengan keganasan pada kepala leher dan penderita tidak kooperatif.
4.4. Variabel Penelitian
4.4.1 Identifikasi Variabel
Variabel bebas : rinosinusitis
Variabel tergantung : kualitas hidup
4.4.2 Definisi Operasional Variabel
1. Rinosinusitis adalah proses inflamasi yang mengenai mukosa hidung dan sinus
paranasal. Diagnosis rinosinusitis ditegakkan apabila dijumpai adanya 2 gejala
mayor atau satu gejala mayor disertai dengan 2 gejala minor. Kriteria mayor
antara lain nyeri pada wajah, hidung tersumbat, hidung berair atau sekret
purulen, hiposmia atau anosmia, dan demam pada kondisi akut. Kriteria minor
antara lain nyeri kepala, demam, halitosis, kelelahan, nyeri gigi, batuk dan nyeri
atau rasa penuh pada telinga. Rinosinusitis dikatakan akut bila gejala tersebut
terjadi 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala terjadi 4-12 minggu dan
kronik bila gejala terjadi lebih dari 12 minggu.
19
2. Kualitas hidup adalah komponen penilaian terhadap kesehatan, dan kualitas
hidup yang dipengaruhi oleh kesehatan yang terdiri dari aspek problem fisik,
keterbatasan fungsional dan emosional. Variabel ini diukur menggunakan
kuisioner Sino Nasal Outcome Test-20 (SNOT-20).
3. Jenis kelamin adalah karakteristik baik secara biologi maupun fisiologi yang
dikategorikan sebagai perempuan dan laki-laki.
4. Usia adalah lama hidup yang dihitung dari tahun kelahiran.
4.5.Alur Penelitian
4.6. Analisis Data
Hasil penelitian disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi.
V. HASIL PENELITIAN
Penelitian telah dilakukan di Desa Yeh Embang Negara, Desa Tamblang
Singaraja dan Desa Tihingan Klungkung. Pada penelitian ini didapatkan total sampel
yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 68 orang. Data karakteristik sampel
berdasarkan masing-masing desa disajikan dalam tabel 1. Total sampel dari Desa Yeh
Populasi
Anamnesis
Pemeriksaan THT
Sampel
SNOT-20
Hasil
Analisa Data
Kriteria Inklusi
dan eksklusi
20
Embang yaitu 35 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 19 orang (54,3%) dan 16
orang (45,7%)perempuan. Rentang usia terbanyak yaitu 25 - 45 tahun sebanyak 16
orang (45,7%). Sampel Desa Tamblang terdiri dari 10 orang (58,8%) laki-laki dan 7
orang (41,2%)perempuan. Rentang usia terbanyak yaitu 25-45 tahun sebanyak 6
orang (35,3%). Dari Desa Tihingan didapatkan sampellaki-laki sebanyak 9 orang
(56,3%) dan 7 orang (43,7%) perempuan.
Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dan umur
Desa Karakteristik N %
Yeh Embang Jenis Kelamin Laki-laki 19 54,3
Perempuan 16 45,7
Umur ˂ 25 tahun
25 – 45 tahun
45 – 65 tahun
˃ 65 tahun
5
16
10
4
14,3
45,7
28,6
82,8
Tamblang Jenis Kelamin Laki-laki 10 58,8
Perempuan 7 41,2
Umur ˂ 25 tahun
25 – 45 tahun
45 – 65 tahun
˃ 65 tahun
2
6
5
4
11,8
35,3
29,4
23,5
Tihingan Jenis Kelamin Laki-laki 9 56,3
Perempuan 7 43,7
Umur ˂ 25 tahun
25 – 45 tahun
45 – 65 tahun
˃ 65 tahun
1
8
6
1
6,25
50,0
37,5
6,25
21
Total Jenis Kelamin
Umur
Laki-laki
Perempuan
˂ 25 tahun
25 – 45 tahun
45 – 65 tahun
˃ 65 tahun
38
30
8
30
21
9
55,9
44,1
11,8
44,1
30,9
13,2
Berdasarkan total skor kuisioner SNOT-20 yang didapatkan di Desa Yeh
Embang, 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu hidung buntu (2.62), bersin (2.51), sekret
pada hidung (2,49), lemas (2.43) dan penurunan konsentrasi (2.4). Nilai rata-rata total
skor SNOT-20 yaitu 1.80. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Skor SNOT-20 di Desa Yeh Embang
Item Nilai Rata-rata
Hidung buntu
Bersin
Hidung berair
Batuk
Postnasal drip
Sekret kental pada hidung
Telinga penuh
Pusing
Nyeri telinga
Nyeri wajah/nyeri tekan
Terbangun di malam hari
Kurang tidur
2.62
2.51
2.11
1.49
2.09
2.49
1.57
1.60
0.60
1.91
1.71
1.63
22
Tidur kurang berkualitas
Lelah saat bangun
Lemas
Produktivitas menurun
Penurunan konsentrasi
Frustasi/kurang istirahat/Iritabel
Sedih
Malu
Total skor SNOT-20
1.69
1.82
2.43
1.94
2.43
1.57
1.06
1.23
1.80
Berdasarkan total skor kuisioner SNOT-20 yang didapatkan di Desa
Tamblang, 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu bersin (2.41), hidung buntu (2.24), sekret
pada hidung (2,29), post nasal drip (2.17) dan lemas (2.05). Nilai rata-rata total skor
SNOT-20 yaitu 3.22. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Skor SNOT-20 di Desa Tamblang
Item Nilai Rata-rata
Hidung buntu
Bersin
Hidung berair
Batuk
Postnasal drip
Sekret kental pada hidung
Telinga penuh
Pusing
Nyeri telinga
Nyeri wajah/nyeri tekan
Terbangun di malam hari
Kurang tidur
2.24
2.41
1.82
1.64
2.17
2.29
1.41
1.41
0.76
1.82
1.58
1.41
23
Tidur kurang berkualitas
Lelah saat bangun
Lemas
Produktivitas menurun
Penurunan konsentrasi
Frustasi/kurang istirahat/Iritabel
Sedih
Malu
Total skor SNOT-20
1.52
1.52
2.05
1.29
1.52
1.29
1.00
1.00
3.22
Berdasarkan total skor kuisioner SNOT-20 yang didapatkan di Desa Tihingan,
5 nilai rata-rata tertinggi yaituhidung buntu (2.93), bersin (2.56), hidung berair (2.50),
sekret pada hidung (2,43) dan lemas (2.31). Nilai rata-rata total skor SNOT-20 yaitu
1.66. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Skor SNOT-20 di Desa Tihingan
Item Nilai Rata-rata
Hidung buntu
Bersin
Hidung berair
Batuk
Postnasal drip
Sekret kental pada hidung
Telinga penuh
Pusing
Nyeri telinga
Nyeri wajah/nyeri tekan
Terbangun di malam hari
Kurang tidur
2.93
2.56
2.50
1.19
1.93
2.43
1.44
1.75
0.63
1.81
1.50
1.31
24
Tidur kurang berkualitas
Lelah saat bangun
Lemas
Produktivitas menurun
Penurunan konsentrasi
Frustasi/kurang istirahat/Iritabel
Sedih
Malu
Total skor SNOT-20
1.31
1.13
2.31
1.31
1.69
1.5
1.06
1.5
1.69
VI. PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan rancangan
potong lintang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui
adakah gangguan pada hidung dan sinus paranasal dan kemudian dilanjutkan dengan
pengisian SNOT-20 digunakan untuk mengetahui gambaran kualitas hidup penderita
rinosinusitis.
SNOT-20adalah salah satu instrument yang digunakan untuk menilai kualitas
hidup penderita rinosinusitis.SNOT-20 terdiri dari 4 konstruksi mayor yaitu poin
pertanyaan berkaitan dengan gejala rinologi, gejala hidung dan wajah, fungsi dan
gangguan tidur dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah psikologis. SNOT-20
merupakan modifikasi dari RSOM-31 yang sudah divalidasi untuk menilai kualitas
hidup penderita sudah dilakukan dengan konsistensi internal, reliabilitas dan hasil tes
validitas yang dianalisis. Schalek4 mengemukakan bahwa diperlukan tiga kriteria
dalam merumuskan pengukuran dari kualitas hidup yaitu penggunaan nilai secara
global, menilai keparahan dan gejala yang paling berpengaruh dan kemungkinan
untuk penderita menambahkan gejala lain yang mengganggu. Hal ini menunjukkan
bahwa SNOT-20 merupakan pengukuran yang terbaik terutama untuk menilai hasil
operasi. Penelitian yang dilakukan van Oene12 juga menyebutkan bahwa poin
25
tertinggi untuk pemilihan kuisioner kualitas hidup untuk rinosinusitis adalah RSOM-
31 dan SNOT-20.
Pada penelitian ini didapatkan total 68 orang dari 3 desa yaitu Desa Yeh
Embang, Desa Tamblang dan Desa Tihingan. Dari ketiga desa, sampel yang
terbanyak merupakan sampel dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38 orang
(55,9%) dan 30 orang (44,1%) berjenis kelamin perempuan. Usia terbanyak
merupakan rentang usia 25-45 tahun yaitu sebanyak 30 orang (44,1%). Penelitian
yang dilakukan oleh Zbislawski13 juga menunjukkan bahwa penderita rinosinusitis
lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu 52,7%
dan 47,3%. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Wang2 yang
menunjukkan bahwa rinosinusitis lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-
laki.
Berdasarkan nilai rata-rata tiap poin pertanyaan SNOT-20 yang didapatkan di
Desa Yeh Embang, 5 nilai rata-rata tertinggi yaituhidung buntu (2.62), bersin (2.51),
sekret pada hidung (2,49), lemas (2.43) dan penurunan konsentrasi (2.4). Hal tersebut
menunjukkan bahwa 3 poin tertinggi merupakan bagian dari gejala hidung dan 2 poin
selanjutnya merupakan masalah psikologis yang terjadi akibat adanya gangguan pada
hidung tersebut. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada sampel yang ada di Desa
Tamblang, dimana 4 pertanyaan tertinggi merupakan gejala pada hidung yaitu bersin
(2.41), hidung buntu (2.24), sekret pada hidung (2,29), post nasal drip (2.17) dan
aspek psikologis yaitu lemas (2.05). Hasil yang didapatkan pada sampel di Desa
Tihingan dimana 5 nilai rata-rata tertinggi yaitu hidung buntu (2.93), bersin (2.56),
hidung berair (2.50), sekret pada hidung (2,43) dan lemas(2.31).
Hal tersebut diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pynnonen5,
poin tertinggi dari pertanyaan SNOT-20 yaitu hidung buntu, hidung berair, terbangun
saat malam dan penurunan konsentrasi. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh
Piccirillo16 dimana 5 poin dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu post nasal drip, nyeri
wajah atau nyeri tekan, hidung buntu, terbangun dengan lelah dan lemas. Bezerra
dkk18 juga menemukan bahwa item pertanyaan yang dirasakan paling buruk meliputi
hidung buntu, bersin, post nasal drip, sekret kental, dan susah tidur. Seluruh
26
penelitian ini menunjukkan adanya hubungan gejala yang dirasakan, dalam hal ini
merupakan gejala pada hidung yang akan menyebabkan gangguan pada psikologis
dan gangguan tidur pada penderita. Kualitas hidup penderita rinosinusitis dipengaruhi
oleh berat ringannya gejala yang muncul, umur, kebiasaan, ekspektasi serta
ketidakmampuan secara fisik dan psikologis.
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
rancangan potong lintang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk
mengetahui adakah gangguan pada hidung dan sinus paranasal dan kemudian
dilanjutkan dengan pengisian SNOT-20 digunakan untuk mengetahui gambaran
kualitas hidup penderita rinosinusitis.Pada penelitian ini didapatkan total 68 orang
dari 3 desa yaitu Desa Yeh Embang, Desa Tamblang dan Desa Tihingan. Distribusi
jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 38 orang (55,9%) dan perempuan 30 orang
(44,1%). Usia terbanyak merupakan rentang usia 25-45 tahun yaitu sebanyak 30
orang (44,1%).
Nilai rata-rata pertanyaan tertinggi didapatkan pada pertanyaan yang
berhubungan dengan gejala hidung yaitu hidung buntu, hidung berair, sekret kental,
dan post nasal drip. Nilai rata-rata pertanyaan lainnya didapatkan dari poin yang
berkaitan dengan masalah psikologis yaitu lemas dan penurunan konsentrasi.
7.2. Saran
Penelitian mengenai penilaian kualitas hidup yang berkaitan dengan
rinosinusitis perlu dilakukan untuk membantu menilai derajat dan efek dari
rinosinusitis terhadap status kesehatan, kualitas hidup serta mengukur keberhasilan
tindakan operasi yang dilakukan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Fokkens w, Lund Vm Bachert C, Clement P, Hellings P, Holmstrom M, Jones N,
et al. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012.
Rhinology. 2012;50(23): 45:1-305.
2. Wang DY, Wardani RS, SinghK, Thanaviratananich S, Vicente G, Xu G, et al. A
survey on the management of acute rhinosinusitis among Asian physicians.
Rhinology. 2011 Sep;49(3):264-71.
3. Soetjipto D, Wardhani RS. Guidline Penyakit THT di Indonesia. PP PERHATI-
KL.2007.
4. Schalek P. Rhinosinusitis-Its Impact on Quality of Life. Dalam : Marseglia GL,
editor. Peculiar Aspects of Rhinosinusitis. Edisi ke-1. China: InTech, 2011;h.3-
26.
5. Pynnonen MA, KimHM, Terrell JE. Validation of the Sino-Nasal Outcome Test
20 (SNOT-20) Domains in Nonsurgical Patients. Am J Rhinol Allergy.
2009;23:40-45.
6. Krouse JH and Stachler RJ. Anatomy and Physiology of the Paranasal Sinuses.
Dalam : Brook I, penyunting. Sinusitis From Microbiology To Managemen. New
York: Taylor & Francis Group. 2006; hal: 95-108.
7. Ballenger JJ. Anatomy and Physiology of The Nose and Paranasal Sinuses.
Dalam: Snow JB and Ballenger JJ, penyunting. Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. Edisi ke-16. Spanyol: BC Decker Inc. 2003; hal: 547-60.
8. Walsh WE and Kern RC. Sinonasal Anatomy and Physiology. Dalam: Bailey BJ
and Johnson JT, penyunting. Head & Neck Surgery Otolaryngology. Edisi ke-5.
Volume ke-1. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins. 2014; hal: 359-370.
9. Welch KC and Goldberg AN. Sinusitis. Dalam: Mahmoudi M, penyunting.
Allergy & Asthma, Practical Diagnosis and Management. New York:
McGrawHill. 2008; hal: 62-7.
28
10. Rosenfeld RM, Piccirillo JF, Chandrasekhar SS, Brook I, Kumar KA, Kramper
M, et al. Clinical Practice Guideline (Update) : Adult Sinusitis. Otolaryngology-
Head and Neck Surgery. 2015;152(2S):S1-S39.
11. Johnson JT, Rosen CA, editor. Bailey’s Head and Neck Surgery Otolaryngology.
Edisi ke-5. Volume ke-1. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2014:h.
535-549.
12. Van Oene CM, van Reij EJF, Sprangers MAG, Fokkens WJ. Quality Assessment
of Disease-Spesific Quality of Life Questionnaires for Rhinitis and
Rhinosinusitis: A systematic review. Allergy. 2007;62:1359-1371.
13. Teul I, Zbislawski W, Baran S, Czerwinski F, Lorkowski J. Quality of Life of
Patients With Diseases of Sinuses. Journal of Physiology and Pharmacology.
2007;58(5):691-697.
14. Kalpaklioglu AF, Baccioglu A. Evaluation of Quality of Life: Impact of Allergic
Rhinitis on Asthma. J Investig Allergol Clin Immunol. 2008;18(3):168-173.
15. Browne JP, Hopkins C, Slack R, Cano SJ. The Sinonasal Outcome Test (SNOT):
Can we make it more clinically meaningful?. Otolaryngology-Head and Neck
Surgery. 2007;136:736-741.
16. Piccirillo JF, Merritt MG, Richards ML. Psycometric and Clinimetric Validity of
The 20-item Sino-Nasal Outcome Test (SNOT-20). Otolaryngology-Head and
Neck Surgery. 2002;126:41-47.
17. Lupoi D, Sarafoleanu C. SNOT-20 and VAS Questionnaires in Establishing The
Success of Different Surgical Approaches in Chronic Rhinosinusitis. Romanian
Journal of Rhinology. 2012;2(8):203-208.
18. Bezerra TFP, Piccirillo JF, Fornazieri MA, Pilan RM, Adi TRT, Pinna FR, et al.
Cross-Cultural Adaptation and Validation of SNOT-20 in Portuguese.
International Journal of Otolaryngology. 2011:20:1-5.