Fungsionalism Theory Sebuah Telaah Sosiologis Dalam Kasus Nazarudin
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Fungsionalism Theory Sebuah Telaah Sosiologis Dalam Kasus Nazarudin
Fungsionalism Theory Sebuah Telaah
Sosiologis Dalam Kasus Nazarudin
A. Pendahuluan
Masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia hingga
tahun 2013 saat ini adalah merajalelanya korupsi,
terutama yang berkualifikasi korupsi politik. Dalam
bahasa latin korupsi disebut corruptio = penyuapan; corruptore
= Merusak gejala dimana para pejabat, badan-badan negara
menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan,
pemalsuan serta ketidak bersihan lainnya,1 dalam bahasa
belanda disebut corruptie, dalam bahasa inggris disebut
corruption, dan dalam bahasa sansekerta yang tertuang dalam
naskah kuno Negara Kertagama arti harfiah corrupt
menujukan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejad,
tidak jujur yang disangkutkan dengan keuangan.2
1 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika,2007), hlm 8.
2 Marwan Effendy, Pemberantasan Korupsi dan Good Governance, (Jakarta:Timpani, 2010), hml 7.
1
Istilah korupsi semakin menarik perhatian, manakala
gejala sosial ini sangat dirasakan di suatu negara
tertentu dan sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara
dihadapkan pada masalah ini. definisi korupsi menurut
organisasi transparansi internasional adalah “perilaku
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang
tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercaya kepada
mereka”.3
Masalah korupsi kini telah menjadi perhatian yang
sangat serius di lapangan hukum pidana saat ini,
disebabkan karena tindak pidana ini merupakan extraordinary
crime. Penggolongan korupsi sebagai extraordinary crime dapat
dilihat dari, penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan:
3 Firman Wijaya, Peradilan Korupsi Teori dan Praktik, (Jakarta: Penakubekerja sama dengan Maharini, 2008), hlm 9.
2
mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematis
dan meluas, sehingga tidak hanya merugikan keuangan
negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan
ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan
korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus, dengan
penerapan sistem pembuktian terbalik.4 karena korupsi di
Indonesia sudah meluas dan sistematis yang melanggar hak-
hak ekonomi masyarakat.5
Usaha penanggulangan bentuk tindak pidana korupsi
sangat diprioritaskan, hal ini karena korupsi dipandang
dapat mengganggu dan menghambat pembangunan nasional,
mirintangi tercapainya tujuan nasional, merusak citra
aparatur negara yang bersih, berwibawa dan bertanggung
jawab, dan yang pada akhirnya akan merusak kualitas
manusia dan lingkungannya.6
4 Syaiful Bakhri, Pidana Denda dan Korupsi, (Yogyakarta: TotalMedia, 2009), hlm 22.
5 Andi Hamzah, Permasalahan Gratifikasi dan Pertanggungjawaban KorporasiDalam Undang-Undang Korupsi (Varia Peradilan No.330 Mei 2013), (Jakarta : IKAHI,2013), hlm 41
6 Harum Pudjiarto, Politik Hukum Undang-Undang Pemberantasan TindakPidana Korupsi di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma JayaYogyakarta, 1994), hlm 5.
3
Korupsi yang sedemikian berbahayanya tersebut sudah
menghambat ke segala aspek kehidupan berbangsa bahkan
sudah merasuk kesegala sendi-sendi kehidupan bahkan
sampai pada lembaga perwakilan rakyat dari partai
politik, yang seharusnya menjlankan tugas sebagai corong
dari segala kepentingan rakyat melalui partai politik
sebagai kendaraan menyalurkan aspirasi rayat.
Namun dalam perembangannya fungsi partai politik
mengalami pererseran bukan hanya sebagai kendaraan
penyalur aspirasi rakyat namun justru partai politik
menempatkan kepentingan kelompoknya menjadi hal yang
utama. Yang mereka lakukan hanya bagaimana dapat mencapai
suara agar dapat menjadi partai penguasa di negara ini.
Sehingga partai politik melalui para anggotanya
menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya.
Isu korupsi yang menimpa sejumlah fungsionaris
partai bukanlah hal baru. Isu yang sama juga pernah
dialami sejumlah Partai Politik (Parpol) yang pernah
4
berkuasa di Indonesia, terlebih menjelang Pemilu
legislatif dan Pemilihan Presiden. Sayangnya, yang selalu
menjadi kambing hitam dan mendekam dalam penjara adalah
oknum-oknum dari Parpol tersebut, sementara Parpol
sebagai institusi berbadan hukum seolah mempunyai
kekebalan hukum.7
Salah satu kasus korupsi yang menjadi sorotan
masyarakat yakni terkait Kasus Hambalang yang merupakan
kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan banyak
pihak terlibat, diantaranya para elite Partai Demokrat.
Kasus Hambalang ini pertama kali diungkapkan oleh
terdakwa suap proyek pembangunan wisma atlet, M
Nazaruddin, yang saat itu masih menjabat sebagai
Bendahara Umum Partai Demokrat sehingga memunculkan
dugaan, bahwa korupsi tersebut berkaitan dengan
pemenangan pemilu legislative dan pemilu presiden 2009.
Menurut mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu, Anas7 Eddy O.S Hiariej, Penguatan Penegak Hukum Dalam Pemberantasan
Korupsi Politik, (http://acch.kpk.go.id/documents/10157/27926/penguatan-penegak-hukum-berantas-korupsi.pdf), diakses pada 10 Desember 2013.
5
turut terlibat dalam proyek dengan melakukan serangkaian
pertemuan yang dihadiri Kepala Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Joyo Winoto terkait sertifikasi tanah Hambalang.
Bukan hanya itu, Nazaruddin juga menuding bahwa Menteri
Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng turut terlibat
dalam proyek ini. Namun Andi membantah tudingan mantan
Komisi III DPR Muhammad Nazaruddin, bahwa dirinya
menerima uang sebesar Rp20 miliar terkait proyek yang
menelan uang negara Rp1,5 triliun tersebut. kasus korupsi
Wisma Atlit ini dilakukan secara terstruktur dalam wadah
perusahaan dan melibatkan penyelenggara negara.
Sejumlah petinggi Partai Demokrat lainnya dituding
Nazaruddin turut menikmati uang tersebut. Seperti Anas
Urbaningrum Rp2 miliar, Mirwan Amir Rp1,5 miliar, Jafar
Hafsah Rp1 miliar serta pimpinan Banggar, Melchias Markus
Mekeng Rp1,5 miliar, Tamsil Linrung Rp1 miliar dan Olly
Dondokambey Rp1 miliar. Angie sendiri memperoleh Rp1
miliar.
6
Akibat dari terkuaknya kasus korupsi Wisma Atlet
Hambalang yang melibatkan Muhammad Nazaruddin, yang pada
sat itu menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat,
menyebabkan Dewan Kehormatan Partai Demokrat memutuskan
memecat M Nazaruddin dari jabatan Bendahara Umum Partai
Demokrat serta menariknya dari keanggotaan DPR.
B. Runusan Masalah
Mencermati gambaran umum mengenai latar belakang
sebagaimana diuraikan diatas, maka dapat ditarik
perumusan rangkaian masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pandangan dan sikap masyarakat terhadap
penyimpangan hukum dan tindak pidana yang dilakukan
terhadap Partai Demokrat yang sebetulnya telah
diketahui oleh para pengurus lainnya?
2. Apakah ada tindakan hukum yang capat dari
penyimpangan-penyimpangan hukum dan tindak pidana yang
7
ada di dalam tubuh Partai Demokrat yang notabene
merupakan partai pemenang Pemilu?
C. Batasan dan Kerangka Teori
Sebelum melangkah lebih jauh, terlebih dahulu akan
dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan “kejahatan”
itu. Dilihat dari hukum pidana maka kejahatan adalah
setiap perbuatan atau pelalaian yang dilarang oleh hukum
publik untuk melindungi masyarakat dan diberi pidana oleh
negara.8
Selanjutnya dalam Functionalism Theory ada beberapa
fungsi, yaitu:
1. Garis batas / Border line: mengandung arti bahwa
sesuatu yang dikatakan “kejahatan” itu adalah
mempunyai fungsi memberian batasan atas, perbuatan apa
yang disebut baik dan apa yang disebut jahat. Hal ini
menggambarkan asas legalitas, bahwa sesuatu di katakan
8 Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial”, (Bandung:Tarsto, 1981), hlm 70.
8
baik dan jahat karena ada yang mengatur mengenai mana
yang baik dan mana yang jahat.
2. Alat kohesi social: bahwa kejahatan dapat berfungsi
sebagai alat perekat masyarakat. Contohnya
sepertimasyarakat mengadakan sistem keamanan
lingkungan (siskamling) pasca konflik antar masyarakat
(kerusuhan). Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya
suatu kejahatan yang terjadi dalam kelompok
masyarakat, sekalipun dalam kelompok tersebut tidak
saling kenal tetapi mereka bersatu untuk menggalang
kebersamaan untuk mencegah terulangnya kembali
kejahatan tersebut.
3. Alat equilibyrium: maksudnya adalah kejahtan itu juga
dapat berfungsi untuk menjaga keseimbangan dalam
masyarakat mis: adanya tempat pelacuran, sedikit
banyak akan mengurangi tingkat kejahatan pemerkosaan.
4. Pengendalian sosial: sosial control sebuah prinsip
kehati-hatian dari masyarakat jika ingin melakukan
9
sesuatu dengan resiko impact yang jauh lebih buruk.
Misalnya preman tanah abang akan berfikir dua kali
sebelum melakukan keributan dikawasan Blok M karena
preman dikawasan itu lebih garang.
5. Reward (penghargaan): adanya kejahatan iyu juga dapat
membuat pihak –pihak tertentu mendapatkan penghargaan
bila dapat menumpas atau menguranginya.
Adapun premis-premis dalam teori ini adalah:
1. Adanya suatu perbuatan menyimpang dari anggota suatu
kelompok, pada awalnya kelompok tsb. Akan mendukung,
merestui, mentolelir bahkan akan membantu perbuatan
anggota kelompok tersebut.
2. Bahwa fungsi dari perbuatan menyimpang/kejahatan itu,
dianggap dapat memberikan keseimbangan baik materil
maupun moral/prestige bagi anggota kelompok yang lain.
3. Anggota kelompok yang pada awalnya turut mendukung,
mentolerir dan merestui dan bahkan akan melakukan
pembelaan terhadap usaha-usaha yang akan mengisolir,
10
menindak dan menangkap atau memberi sanksi kepada
pelaku kejahatan tersebut. Tapi sampai pada batas
tertentu, ketika anggota kelompok, pelaku perbuatan
itu telah dianggap akan membahayakan eksistensi
kelompoknya, maka akan di “lepas” dan dikorbankan.
D. Analisis Terhadap Masalah Yang Diteliti
1. Pandangan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Penyimpangan
Hukum Dan Tindak Pidana Yang Dilakukan Terhadap Partai
Demokrat Yang Sebetulnya Telah Diketahui Oleh Para
Pengurus Lainnya.
Boleh jadi, karena Nazaruddin kader Partai
Demokrat, Presiden tak dapat menutup-nutupi
kepentingannya dalam merespons kasus dugaan suap Wisma
11
Atlet SEA Games di Palembang itu mengingat Nazarudin
memiliki sejumlah data terkait lumbung
penerimaan/pemasukan partai yang dicurigai diperoleh
dengan cara-cara yang tidak sehat, maka partai
demokrat kemudian menimbang pula agar secara politik
”menyelamatkan” Nazarudin untuk tujuan kepentingan
partai dengan cara menutup sekecil mungkin peluang
Nazarudin ”bernyanyi” dan mengungkap kebobrokan elit-
elit partai. Dengan berbagai pressure, kompromi dan
negosiasiasi internal, maka boleh jadi kepergian
Nazarudin ke Singapura dengan alasan check up, sebelum
dicekal oleh KPK adalah salah satu bagian dari
skenario politik partai demokrat. Komisi Pemberantasan
Korupsi KPK harus bertindak lebih tegas dan lebih
cepat menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan
kader partai demokrat Nazarudin. Perlunya tindakan
tegas dan cepat dalam penangaan kasus dugaan korupsi
12
pembangunan wisma atlet di Palembang Sumatera Selatan
oleh Komisi
Nazaruddin merupakan kader partai demokrat yang
merupakan partai yang berkuasa saat ini. Sehingga
apabila kasus Nazarudin di telusuri lebih dalam,
sangat mungkin akan mengungkap banyak hal yag
berkaitan dengan tuduhan dugaan korupsi yang di
arahkan padanya dan akan membuka semua borok kader-
kader Partai Demokrat lainnya sehingga menyeret
sejumlah orang penting di partai tersebut. Berdasarkan
keadaan tersebut Lord Acton menegaskan,”Power tends to
corrupt, absolute power corrupts absolutely.”
Indonesia adalah negara hukum, seyogyanya siapapun
yang terkait dengan kasus hukum harus ditangani dengan
tegas dan tuntas apalagi bila KPK yang menanganinya,
sehingga kesan di masyarakat bahwa penanganan hukum
sifatnya tebang pilih bisa diminimalisir.
13
Meskipun jelas merupakan usaha untuk mempengaruhi
opini publik terhadap PD, apa yang dilakukan PD
terhadap kadernya ini baru sebatas ranah etika dan
sama sekali belum menyentuh ranah hukum. Sikap ini
tentu saja mengecewakan banyak pihak karena terkesan
PD masih berusaha melindungi kadernya tersebut. Oleh
karena itu, masyarakat kelihatannya menaruh harapan
besar kepada KPK. Semua pengamat seakan satu suara,
bahwa tugas KPK lah yang harus segera mengurai benang
kusut kasus ini. Sayangnya, dalam hal ini tampaknya
lembaga pendekar pemberantasan korupsi ini kembali
ketinggalan langkah.
Kasus Nazaruddin adalah potret buram kehidupan
partai politik di Indonesia. Nazaruddin yang seorang
bendahara partai, bukan rahasia lagi adalah mesin
penghasil uang untuk memenuhi kebutuhan pendanaan
partai yang tentu tidak sedikit. Dalam kondisi tidak
adanya transparansi mengenai sumber-sumber pendanaan
14
partai di satu sisi, dan tekanan untuk menghimpun dana
sebanyak mungkin di sisi lain, bukan suatu yang
mengherankan bila akhirnya dia terjebak dalam situasi
ini. Menghalalkan segala cara untuk mendulang dana.
Mungkin terasa naif, tetapi ada yang mengatakan bahwa
Nazaruddin adalah juga korban dari sistem yang ada.
Mungkin lebih tepat kalau dikatakan sistem yang ada
sekaranglah yang menciptakan seorang Nazaruddin.
Sebenarnya kasus ini bisa menjadi entry point
untuk mereformasi sistem kepartaian di Indonesia.
Pengungkapan kasus ini bisa menjadi jalan pembuka bagi
perbaikan sistem pendanaan partai sehingga menjadi
lebih transparan dan meminimalisir praktik-praktik
suap dan korupsi di dalamnya. Kalau kasus ini
dibiarkan berlalu, bukan tidak mungkin akan muncul
Nazaruddin Nazaruddin lain dari berbagai partai
politik yang pada akhirnya nanti akan semakin
menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap partai
15
politik sebagai lembaga yang bisa mengartikulasikan
kepentingan mereka. Akibat yang lebih parah adalah
mandegnya proses demokratisasi di negeri ini ketika
pilar-pilarnya tidak lagi mampu memainkan peranannya
dengan baik.
2. Tindakan Hukum Dari Penyimpangan-Penyimpangan Hukum
Dan Tindak Pidana Dalam Tubuh Partai Demokrat Yang
Notabene Merupakan Partai Pemenang Pemilu.
Partai Demokrat merupakan partai muda yang
dibentuk atas inisiatif Susilo Bambang Yudhoyono pada
tahun 2001 dan disahkan pada 27 Agustus 2003. Pada
Pemilu Legislatif 2009 Partai Demokrat menjadi
pemenang telak dengan perolehan suara sebesar
21.703.137 atau 20,4 % dari total jumlah suara sah
sebanyak 104.099.785 suara dan mendapatkan 150 kursi
di DPR RI.9
9 http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat/(2/12/2013/12:43)
16
Meski sebagai partai baru, Partai Demokrat
memiliki strategi yang baik dalam menanamkan citra
positif di benak masyarakat sehingga mampu mengantar
partai tersebut pada kemenangan telak di Pemilu 2009.
Banyak program Partai Demokrat yang mampu mengambil
hati masyarakat Indonesia untuk memberikan dukungan
terhadap partai tersebut. Salah satu program dari
Partai Demokrat yang sangat terkenal adalah program
pemberantasan korupsi. Namun sangat ironis, Partai
Demokrat yang selalu mengunggulkan program
pemberantasan korupsi tersebut, saat ini justru
beberapa kadernya terlibat kasus korupsi Wisma Atlet.
Salah satu kader yang terlibat adalah Muhammad
Nazaruddin yang merupakan Bendahara Umum Partai
Demokrat. Muhammad Nazaruddin telah dinyatakan sebagai
terdakwa kasus suap Wisma Atlet dan divonis empat
tahun sepuluh bulan penjara. Ia dinyatakan terbukti
melanggar pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana
17
diubah dengan UU-No.20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Korupsi.10
Sehingga ketegasan hukum dalam mencermati dan
menangani korupsi yang melibatkan fungsionaris partai
politik dan pejabat publik, seperti halnya yang
melibatkan para fungsionaris Partai Demokrat ini yang
notabene merupakan partai politik yag sedang berkuasa
di Indonesia, harus benar-benar jeli dan teliti.
Karena Praktek semacam ini cenderung menciptakan rule of
power (kedaulatan kekuasaan) dan tidak melakukan
perubahan dalam menciptakan rule of law (kedaulatan
hukum), sehingga pada gilirannya partisipasi
masyarakat dalam penegakan hukum dibelenggu tak
berdaya dibawah kaki kekuasaan para penguasa negeri
ini yang sebagian berasal dari patai politik tersebut.
Oleh karena itu, penegakan hukum terutama
terhadap tindak pidana korupsi harus berperspektif10 http://jurnalpatrolinews.com/2012/04/20/tipikor-nazarudin-
dihukum-4-tahun-10-bulan-penjara/(2/12/2013/12.30)
18
demokrasi, sehingga bercirikan pemerintah yang
terbuka, bertanggung jawab dan responsif. Maksudnya
yakni dalam penegakan hukum di negara ini harus
diikuti dengan adanya prinsip keterbukaan informasi
“The freedom of information”, kemudian asas kekuasaaan
kehakiman ditegakkan secara merdeka dan
bertanggungjawab tanpa adanya intervensi dari pihak-
pihak manapun termasuk intervensi dari pihak penguasa
yang anggota partai politiknya terlibat dalam kasus
korupsi tersebut, sehingga masyarakat diberikan suatu
jaminan yang luas untuk memperoleh keadilan (acces to
juctice). Namun untuk penegakan hukum semacam ini
diperlukan peraturan perundang-undangan yang
demokratis dan aspiratif serta aparat penegak hukum
yang selain secara kuantitatif sebanding dengan
persoalan hukum yang dihadapi, juga secara kualitatif
harus didukung dengan kapabilitas penegakan hukum,
19
yaitu memiliki kemampuan profesional yang memadai dan
didukung dengan intregritas yang teruji.
E. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas
mengenai kasus korupsi yang dilakukan oleh M. Nazaruddin,
yang merupakan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat,
paling tidak dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa :
1. Kasus Nazaruddin adalah potret buram kehidupan partai
politik di Indonesia. Nazaruddin yang seorang
bendahara partai, dijadikan mesin penghasil uang untuk
memenuhi kebutuhan pendanaan partai yang tentu tidak
sedikit, sehingga tidak adanya transparansi mengenai
sumber-sumber pendanaan partai di satu sisi, dan
tekanan untuk menghimpun dana sebanyak mungkin di sisi
lain membuat dirinya terjebak dalam situasi ini dan
menghalalkan segala cara untuk mendulang dana. Hingga
dapat dikatakan bahwa sistem yang ada lah yang
20