Fungsionalism Theory Sebuah Telaah Sosiologis Dalam Kasus Nazarudin

21
Fungsionalism Theory Sebuah Telaah Sosiologis Dalam Kasus Nazarudin A. Pendahuluan Masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia hingga tahun 2013 saat ini adalah merajalelanya korupsi, terutama yang berkualifikasi korupsi politik. Dalam bahasa latin korupsi disebut corruptio = penyuapan; corruptore = Merusak gejala dimana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidak bersihan lainnya, 1 dalam bahasa belanda disebut corruptie, dalam bahasa inggris disebut corruption, dan dalam bahasa sansekerta yang tertuang dalam naskah kuno Negara Kertagama arti harfiah corrupt menujukan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejad, tidak jujur yang disangkutkan dengan keuangan. 2 1 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm 8. 2 Marwan Effendy, Pemberantasan Korupsi dan Good Governance, (Jakarta: Timpani, 2010), hml 7. 1

Transcript of Fungsionalism Theory Sebuah Telaah Sosiologis Dalam Kasus Nazarudin

Fungsionalism Theory Sebuah Telaah

Sosiologis Dalam Kasus Nazarudin

A. Pendahuluan

Masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia hingga

tahun 2013 saat ini adalah merajalelanya korupsi,

terutama yang berkualifikasi korupsi politik. Dalam

bahasa latin korupsi disebut corruptio = penyuapan; corruptore

= Merusak gejala dimana para pejabat, badan-badan negara

menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan,

pemalsuan serta ketidak bersihan lainnya,1 dalam bahasa

belanda disebut corruptie, dalam bahasa inggris disebut

corruption, dan dalam bahasa sansekerta yang tertuang dalam

naskah kuno Negara Kertagama arti harfiah corrupt

menujukan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejad,

tidak jujur yang disangkutkan dengan keuangan.2

1 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika,2007), hlm 8.

2 Marwan Effendy, Pemberantasan Korupsi dan Good Governance, (Jakarta:Timpani, 2010), hml 7.

1

Istilah korupsi semakin menarik perhatian, manakala

gejala sosial ini sangat dirasakan di suatu negara

tertentu dan sejarah membuktikan bahwa hampir tiap negara

dihadapkan pada masalah ini. definisi korupsi menurut

organisasi transparansi internasional adalah “perilaku

pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang

tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau

memperkaya mereka yang dekat dengannya dengan

menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercaya kepada

mereka”.3

Masalah korupsi kini telah menjadi perhatian yang

sangat serius di lapangan hukum pidana saat ini,

disebabkan karena tindak pidana ini merupakan extraordinary

crime. Penggolongan korupsi sebagai extraordinary crime dapat

dilihat dari, penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan:

3 Firman Wijaya, Peradilan Korupsi Teori dan Praktik, (Jakarta: Penakubekerja sama dengan Maharini, 2008), hlm 9.

2

mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematis

dan meluas, sehingga tidak hanya merugikan keuangan

negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan

ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan

korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus, dengan

penerapan sistem pembuktian terbalik.4 karena korupsi di

Indonesia sudah meluas dan sistematis yang melanggar hak-

hak ekonomi masyarakat.5

Usaha penanggulangan bentuk tindak pidana korupsi

sangat diprioritaskan, hal ini karena korupsi dipandang

dapat mengganggu dan menghambat pembangunan nasional,

mirintangi tercapainya tujuan nasional, merusak citra

aparatur negara yang bersih, berwibawa dan bertanggung

jawab, dan yang pada akhirnya akan merusak kualitas

manusia dan lingkungannya.6

4 Syaiful Bakhri, Pidana Denda dan Korupsi, (Yogyakarta: TotalMedia, 2009), hlm 22.

5 Andi Hamzah, Permasalahan Gratifikasi dan Pertanggungjawaban KorporasiDalam Undang-Undang Korupsi (Varia Peradilan No.330 Mei 2013), (Jakarta : IKAHI,2013), hlm 41

6 Harum Pudjiarto, Politik Hukum Undang-Undang Pemberantasan TindakPidana Korupsi di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma JayaYogyakarta, 1994), hlm 5.

3

Korupsi yang sedemikian berbahayanya tersebut sudah

menghambat ke segala aspek kehidupan berbangsa bahkan

sudah merasuk kesegala sendi-sendi kehidupan bahkan

sampai pada lembaga perwakilan rakyat dari partai

politik, yang seharusnya menjlankan tugas sebagai corong

dari segala kepentingan rakyat melalui partai politik

sebagai kendaraan menyalurkan aspirasi rayat.

Namun dalam perembangannya fungsi partai politik

mengalami pererseran bukan hanya sebagai kendaraan

penyalur aspirasi rakyat namun justru partai politik

menempatkan kepentingan kelompoknya menjadi hal yang

utama. Yang mereka lakukan hanya bagaimana dapat mencapai

suara agar dapat menjadi partai penguasa di negara ini.

Sehingga partai politik melalui para anggotanya

menghalalkan berbagai cara untuk mencapai tujuannya.

Isu korupsi yang menimpa sejumlah fungsionaris

partai bukanlah hal baru. Isu yang sama juga pernah

dialami sejumlah Partai Politik (Parpol) yang pernah

4

berkuasa di Indonesia, terlebih menjelang Pemilu

legislatif dan Pemilihan Presiden. Sayangnya, yang selalu

menjadi kambing hitam dan mendekam dalam penjara adalah

oknum-oknum dari Parpol tersebut, sementara Parpol

sebagai institusi berbadan hukum seolah mempunyai

kekebalan hukum.7

Salah satu kasus korupsi yang menjadi sorotan

masyarakat yakni terkait Kasus Hambalang yang merupakan

kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan banyak

pihak terlibat, diantaranya para elite Partai Demokrat.

Kasus Hambalang ini pertama kali diungkapkan oleh

terdakwa suap proyek pembangunan wisma atlet, M

Nazaruddin, yang saat itu masih menjabat sebagai

Bendahara Umum Partai Demokrat sehingga memunculkan

dugaan, bahwa korupsi tersebut berkaitan dengan

pemenangan pemilu legislative dan pemilu presiden 2009.

Menurut mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu, Anas7 Eddy O.S Hiariej, Penguatan Penegak Hukum Dalam Pemberantasan

Korupsi Politik, (http://acch.kpk.go.id/documents/10157/27926/penguatan-penegak-hukum-berantas-korupsi.pdf), diakses pada 10 Desember 2013.

5

turut terlibat dalam proyek dengan melakukan serangkaian

pertemuan yang dihadiri Kepala Badan Pertanahan Nasional

(BPN) Joyo Winoto terkait sertifikasi tanah Hambalang.

Bukan hanya itu, Nazaruddin juga menuding bahwa Menteri

Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng turut terlibat

dalam proyek ini. Namun Andi membantah tudingan mantan

Komisi III DPR Muhammad Nazaruddin, bahwa dirinya

menerima uang sebesar Rp20 miliar terkait proyek yang

menelan uang negara Rp1,5 triliun tersebut. kasus korupsi

Wisma Atlit ini dilakukan secara terstruktur dalam wadah

perusahaan dan melibatkan penyelenggara negara.

Sejumlah petinggi Partai Demokrat lainnya dituding

Nazaruddin turut menikmati uang tersebut. Seperti Anas

Urbaningrum Rp2 miliar, Mirwan Amir Rp1,5 miliar, Jafar

Hafsah Rp1 miliar serta pimpinan Banggar, Melchias Markus

Mekeng Rp1,5 miliar, Tamsil Linrung Rp1 miliar dan Olly

Dondokambey Rp1 miliar. Angie sendiri memperoleh Rp1

miliar.

6

Akibat dari terkuaknya kasus korupsi Wisma Atlet

Hambalang yang melibatkan Muhammad Nazaruddin, yang pada

sat itu menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat,

menyebabkan Dewan Kehormatan Partai Demokrat memutuskan

memecat M Nazaruddin dari jabatan Bendahara Umum Partai

Demokrat serta menariknya dari keanggotaan DPR.

B. Runusan Masalah

Mencermati gambaran umum mengenai latar belakang

sebagaimana diuraikan diatas, maka dapat ditarik

perumusan rangkaian masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan dan sikap masyarakat terhadap

penyimpangan hukum dan tindak pidana yang dilakukan

terhadap Partai Demokrat yang sebetulnya telah

diketahui oleh para pengurus lainnya?

2. Apakah ada tindakan hukum yang capat dari

penyimpangan-penyimpangan hukum dan tindak pidana yang

7

ada di dalam tubuh Partai Demokrat yang notabene

merupakan partai pemenang Pemilu?

C. Batasan dan Kerangka Teori

Sebelum melangkah lebih jauh, terlebih dahulu akan

dijelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan “kejahatan”

itu. Dilihat dari hukum pidana maka kejahatan adalah

setiap perbuatan atau pelalaian yang dilarang oleh hukum

publik untuk melindungi masyarakat dan diberi pidana oleh

negara.8

Selanjutnya dalam Functionalism Theory ada beberapa

fungsi, yaitu:

1. Garis batas / Border line: mengandung arti bahwa

sesuatu yang dikatakan “kejahatan” itu adalah

mempunyai fungsi memberian batasan atas, perbuatan apa

yang disebut baik dan apa yang disebut jahat. Hal ini

menggambarkan asas legalitas, bahwa sesuatu di katakan

8 Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial”, (Bandung:Tarsto, 1981), hlm 70.

8

baik dan jahat karena ada yang mengatur mengenai mana

yang baik dan mana yang jahat.

2. Alat kohesi social: bahwa kejahatan dapat berfungsi

sebagai alat perekat masyarakat. Contohnya

sepertimasyarakat mengadakan sistem keamanan

lingkungan (siskamling) pasca konflik antar masyarakat

(kerusuhan). Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya

suatu kejahatan yang terjadi dalam kelompok

masyarakat, sekalipun dalam kelompok tersebut tidak

saling kenal tetapi mereka bersatu untuk menggalang

kebersamaan untuk mencegah terulangnya kembali

kejahatan tersebut.

3. Alat equilibyrium: maksudnya adalah kejahtan itu juga

dapat berfungsi untuk menjaga keseimbangan dalam

masyarakat mis: adanya tempat pelacuran, sedikit

banyak akan mengurangi tingkat kejahatan pemerkosaan.

4. Pengendalian sosial: sosial control sebuah prinsip

kehati-hatian dari masyarakat jika ingin melakukan

9

sesuatu dengan resiko impact yang jauh lebih buruk.

Misalnya preman tanah abang akan berfikir dua kali

sebelum melakukan keributan dikawasan Blok M karena

preman dikawasan itu lebih garang.

5. Reward (penghargaan): adanya kejahatan iyu juga dapat

membuat pihak –pihak tertentu mendapatkan penghargaan

bila dapat menumpas atau menguranginya.

Adapun premis-premis dalam teori ini adalah:

1. Adanya suatu perbuatan menyimpang dari anggota suatu

kelompok, pada awalnya kelompok tsb. Akan mendukung,

merestui, mentolelir bahkan akan membantu perbuatan

anggota kelompok tersebut.

2. Bahwa fungsi dari perbuatan menyimpang/kejahatan itu,

dianggap dapat memberikan keseimbangan baik materil

maupun moral/prestige bagi anggota kelompok yang lain.

3. Anggota kelompok yang pada awalnya turut mendukung,

mentolerir dan merestui dan bahkan akan melakukan

pembelaan terhadap usaha-usaha yang akan mengisolir,

10

menindak dan menangkap atau memberi sanksi kepada

pelaku kejahatan tersebut. Tapi sampai pada batas

tertentu, ketika anggota kelompok, pelaku perbuatan

itu telah dianggap akan membahayakan eksistensi

kelompoknya, maka akan di “lepas” dan dikorbankan.

D. Analisis Terhadap Masalah Yang Diteliti

1. Pandangan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Penyimpangan

Hukum Dan Tindak Pidana Yang Dilakukan Terhadap Partai

Demokrat Yang Sebetulnya Telah Diketahui Oleh Para

Pengurus Lainnya.

Boleh jadi, karena Nazaruddin kader Partai

Demokrat, Presiden tak dapat menutup-nutupi

kepentingannya dalam merespons kasus dugaan suap Wisma

11

Atlet SEA Games di Palembang itu mengingat Nazarudin

memiliki sejumlah data terkait lumbung

penerimaan/pemasukan partai yang dicurigai diperoleh

dengan cara-cara yang tidak sehat, maka partai

demokrat kemudian menimbang pula agar secara politik

”menyelamatkan” Nazarudin untuk tujuan kepentingan

partai dengan cara menutup sekecil mungkin peluang

Nazarudin ”bernyanyi” dan mengungkap kebobrokan elit-

elit partai. Dengan berbagai pressure, kompromi dan

negosiasiasi internal, maka boleh jadi kepergian

Nazarudin ke Singapura dengan alasan check up, sebelum

dicekal oleh KPK adalah salah satu bagian dari

skenario politik partai demokrat. Komisi Pemberantasan

Korupsi KPK harus bertindak lebih tegas dan lebih

cepat menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan

kader partai demokrat Nazarudin. Perlunya tindakan

tegas dan cepat dalam penangaan kasus dugaan korupsi

12

pembangunan wisma atlet di Palembang Sumatera Selatan

oleh Komisi

Nazaruddin merupakan kader partai demokrat yang

merupakan partai yang berkuasa saat ini. Sehingga

apabila kasus Nazarudin di telusuri lebih dalam,

sangat mungkin akan mengungkap banyak hal yag

berkaitan dengan tuduhan dugaan korupsi yang di

arahkan padanya dan akan membuka semua borok kader-

kader Partai Demokrat lainnya sehingga menyeret

sejumlah orang penting di partai tersebut. Berdasarkan

keadaan tersebut Lord Acton menegaskan,”Power tends to

corrupt, absolute power corrupts absolutely.”

Indonesia adalah negara hukum, seyogyanya siapapun

yang terkait dengan kasus hukum harus ditangani dengan

tegas dan tuntas apalagi bila KPK yang menanganinya,

sehingga kesan di masyarakat bahwa penanganan hukum

sifatnya tebang pilih bisa diminimalisir.

13

Meskipun jelas merupakan usaha untuk mempengaruhi

opini publik terhadap PD, apa yang dilakukan PD

terhadap kadernya ini baru sebatas ranah etika dan

sama sekali belum menyentuh ranah hukum. Sikap ini

tentu saja mengecewakan banyak pihak karena terkesan

PD masih berusaha melindungi kadernya tersebut. Oleh

karena itu, masyarakat kelihatannya menaruh harapan

besar  kepada KPK. Semua pengamat seakan satu suara,

bahwa tugas KPK lah yang harus segera mengurai benang

kusut kasus ini. Sayangnya, dalam hal ini tampaknya

lembaga pendekar pemberantasan korupsi ini kembali

ketinggalan langkah.

Kasus Nazaruddin adalah potret buram kehidupan

partai politik di Indonesia. Nazaruddin yang seorang

bendahara partai, bukan rahasia lagi adalah mesin

penghasil uang untuk memenuhi kebutuhan pendanaan

partai yang tentu tidak sedikit. Dalam kondisi tidak

adanya transparansi mengenai sumber-sumber pendanaan

14

partai di satu sisi, dan tekanan untuk menghimpun dana

sebanyak mungkin di sisi lain, bukan suatu yang

mengherankan bila akhirnya dia terjebak dalam situasi

ini. Menghalalkan segala cara untuk mendulang dana.

Mungkin terasa naif, tetapi ada yang mengatakan bahwa

Nazaruddin adalah juga korban dari sistem yang ada.

Mungkin lebih tepat kalau dikatakan sistem yang ada

sekaranglah yang menciptakan seorang Nazaruddin.

Sebenarnya kasus ini bisa menjadi entry point

untuk mereformasi sistem kepartaian di Indonesia.

Pengungkapan kasus ini bisa menjadi jalan pembuka bagi

perbaikan sistem pendanaan partai sehingga menjadi

lebih transparan dan meminimalisir praktik-praktik

suap dan korupsi di dalamnya. Kalau kasus ini

dibiarkan berlalu, bukan tidak mungkin akan muncul

Nazaruddin Nazaruddin lain dari berbagai partai

politik yang pada akhirnya nanti akan semakin

menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap partai

15

politik sebagai lembaga yang bisa mengartikulasikan

kepentingan mereka. Akibat yang lebih parah adalah

mandegnya proses demokratisasi di negeri ini ketika

pilar-pilarnya tidak lagi mampu memainkan peranannya

dengan baik.

2. Tindakan Hukum Dari Penyimpangan-Penyimpangan Hukum

Dan Tindak Pidana Dalam Tubuh Partai Demokrat Yang

Notabene Merupakan Partai Pemenang Pemilu.

Partai Demokrat merupakan partai muda yang

dibentuk atas inisiatif Susilo Bambang Yudhoyono pada

tahun 2001 dan disahkan pada 27 Agustus 2003. Pada

Pemilu Legislatif 2009 Partai Demokrat menjadi

pemenang telak dengan perolehan suara sebesar

21.703.137 atau 20,4 % dari total jumlah suara sah

sebanyak 104.099.785 suara dan mendapatkan 150 kursi

di DPR RI.9

9 http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Demokrat/(2/12/2013/12:43)

16

Meski sebagai partai baru, Partai Demokrat

memiliki strategi yang baik dalam menanamkan citra

positif di benak masyarakat sehingga mampu mengantar

partai tersebut pada kemenangan telak di Pemilu 2009.

Banyak program Partai Demokrat yang mampu mengambil

hati masyarakat Indonesia untuk memberikan dukungan

terhadap partai tersebut. Salah satu program dari

Partai Demokrat yang sangat terkenal adalah program

pemberantasan korupsi. Namun sangat ironis, Partai

Demokrat yang selalu mengunggulkan program

pemberantasan korupsi tersebut, saat ini justru

beberapa kadernya terlibat kasus korupsi Wisma Atlet.

Salah satu kader yang terlibat adalah Muhammad

Nazaruddin yang merupakan Bendahara Umum Partai

Demokrat. Muhammad Nazaruddin telah dinyatakan sebagai

terdakwa kasus suap Wisma Atlet dan divonis empat

tahun sepuluh bulan penjara. Ia dinyatakan terbukti

melanggar pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana

17

diubah dengan UU-No.20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Korupsi.10

Sehingga ketegasan hukum dalam mencermati dan

menangani korupsi yang melibatkan fungsionaris partai

politik dan pejabat publik, seperti halnya yang

melibatkan para fungsionaris Partai Demokrat ini yang

notabene merupakan partai politik yag sedang berkuasa

di Indonesia, harus benar-benar jeli dan teliti.

Karena Praktek semacam ini cenderung menciptakan rule of

power (kedaulatan kekuasaan) dan tidak melakukan

perubahan dalam menciptakan rule of law (kedaulatan

hukum), sehingga pada gilirannya partisipasi

masyarakat dalam penegakan hukum dibelenggu tak

berdaya dibawah kaki kekuasaan para penguasa negeri

ini yang sebagian berasal dari patai politik tersebut.

Oleh karena itu, penegakan hukum terutama

terhadap tindak pidana korupsi harus berperspektif10 http://jurnalpatrolinews.com/2012/04/20/tipikor-nazarudin-

dihukum-4-tahun-10-bulan-penjara/(2/12/2013/12.30)

18

demokrasi, sehingga bercirikan pemerintah yang

terbuka, bertanggung jawab dan responsif. Maksudnya

yakni dalam penegakan hukum di negara ini harus

diikuti dengan adanya prinsip keterbukaan informasi

“The freedom of information”, kemudian asas kekuasaaan

kehakiman ditegakkan secara merdeka dan

bertanggungjawab tanpa adanya intervensi dari pihak-

pihak manapun termasuk intervensi dari pihak penguasa

yang anggota partai politiknya terlibat dalam kasus

korupsi tersebut, sehingga masyarakat diberikan suatu

jaminan yang luas untuk memperoleh keadilan (acces to

juctice). Namun untuk penegakan hukum semacam ini

diperlukan peraturan perundang-undangan yang

demokratis dan aspiratif serta aparat penegak hukum

yang selain secara kuantitatif sebanding dengan

persoalan hukum yang dihadapi, juga secara kualitatif

harus didukung dengan kapabilitas penegakan hukum,

19

yaitu memiliki kemampuan profesional yang memadai dan

didukung dengan intregritas yang teruji.

E. Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas

mengenai kasus korupsi yang dilakukan oleh M. Nazaruddin,

yang merupakan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat,

paling tidak dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa :

1. Kasus Nazaruddin adalah potret buram kehidupan partai

politik di Indonesia. Nazaruddin yang seorang

bendahara partai, dijadikan mesin penghasil uang untuk

memenuhi kebutuhan pendanaan partai yang tentu tidak

sedikit, sehingga tidak adanya transparansi mengenai

sumber-sumber pendanaan partai di satu sisi, dan

tekanan untuk menghimpun dana sebanyak mungkin di sisi

lain membuat dirinya terjebak dalam situasi ini dan

menghalalkan segala cara untuk mendulang dana. Hingga

dapat dikatakan bahwa sistem yang ada lah yang

20

menciptakan seorang Nazaruddin melakukan tindak pidana

korupsi tersebut.

2. Dalam suatu penegakan hukum khususnya yang terkait

dengan kasus nazaruddin ini, maka dibutuhkan penegakan

yang berspektif demokrasi, sehingga bercirikan

pemerintah yang terbuka, bertanggung jawab dan

responsif.

21