evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan jasmani

21
1 EVALUASI PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI Oleh: Komarudin Jurusan Pendidikan Kepelatihan FPOK UPI ABSTRAK Artikel ini dilatarbelakangi oleh suatu pemikiran bahwa evaluasi portofolio dalam pembelajaran penjas merupakan barang baru yang harus dikembangkan, selama ini dalam pembelajaran penjas guru melaksanakan evaluasi tradisional yang hanya menilai serpihan-serpihan kecil dari bahan ajar yang diberikan, selain itu domain kognitif dan afektif dalam pelaksanaan evaluasi masih terabaikan dan hanya fokus pada domain psikomotor saja, evaluasi tersebut belum bisa memotret seluruh profil kemampuan siswa. Masalah yang ingin diungkap dalam artikel ini adalah apa yang dimaksud dengan evaluasi portofolio dan bagaimana penerapan evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan jasmani? Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui evaluasi portofolio dan bagaimana penerapan evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan teoretis. Tahapan dalam evaluasi portofolio yaitu tahap persiapan: 1) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang akan dievaluasi, 2) Menjelaskan kepada siswa tentang evaluasi portofolio untuk mengases tujuan pembelajaran, 3) Menjelaskan seberapa banyak kinerja dan hasil karya minimal yang harus tercantum dan disertakan dalam portofolio, 4) Menjelaskan bagaimana hasil kerja tersebut harus disajikan. Tahap Pelaksanaan: 1) Guru memotivasi siswa, 2) Guru melakukan pertemuan secara rutin dengan siswa, 3) Berikan umpan balik secara berkesinambungan kepada siswa, 4) Memamerkan keseluruhan karya yang disimpan dalam portofolio. Tahap evaluasi: 1) Evaluasi dimulai dengan menegakan kriteria evaluasi, 2) Kriteria yang disepakati diterapkan secara konsisten oleh guru dan siswa, 3) Lakukan self assessment untuk menghayati kekuatan dan kelemahannya, 4) Hasil evaluasi dijadikan tujuan baru bagi proses pembelajaran berikutnya.

Transcript of evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan jasmani

1

EVALUASI PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI

Oleh:

Komarudin

Jurusan Pendidikan Kepelatihan FPOK UPI

ABSTRAK

Artikel ini dilatarbelakangi oleh suatu pemikiran bahwa evaluasi portofolio dalam pembelajaran

penjas merupakan barang baru yang harus dikembangkan, selama ini dalam pembelajaran penjas

guru melaksanakan evaluasi tradisional yang hanya menilai serpihan-serpihan kecil dari bahan ajar

yang diberikan, selain itu domain kognitif dan afektif dalam pelaksanaan evaluasi masih terabaikan

dan hanya fokus pada domain psikomotor saja, evaluasi tersebut belum bisa memotret seluruh profil

kemampuan siswa. Masalah yang ingin diungkap dalam artikel ini adalah apa yang dimaksud

dengan evaluasi portofolio dan bagaimana penerapan evaluasi portofolio dalam pembelajaran

pendidikan jasmani? Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui evaluasi portofolio dan bagaimana

penerapan evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Prosedur pemecahan

masalah dengan menggunakan pendekatan teoretis. Tahapan dalam evaluasi portofolio yaitu tahap

persiapan: 1) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang akan dievaluasi, 2) Menjelaskan kepada

siswa tentang evaluasi portofolio untuk mengases tujuan pembelajaran, 3) Menjelaskan seberapa

banyak kinerja dan hasil karya minimal yang harus tercantum dan disertakan dalam portofolio, 4)

Menjelaskan bagaimana hasil kerja tersebut harus disajikan. Tahap Pelaksanaan: 1) Guru

memotivasi siswa, 2) Guru melakukan pertemuan secara rutin dengan siswa, 3) Berikan umpan

balik secara berkesinambungan kepada siswa, 4) Memamerkan keseluruhan karya yang disimpan

dalam portofolio. Tahap evaluasi: 1) Evaluasi dimulai dengan menegakan kriteria evaluasi, 2)

Kriteria yang disepakati diterapkan secara konsisten oleh guru dan siswa, 3) Lakukan self

assessment untuk menghayati kekuatan dan kelemahannya, 4) Hasil evaluasi dijadikan tujuan baru

bagi proses pembelajaran berikutnya.

2

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Dalam beberapa tahun yang lalu penyelenggaraan pendidikan di Indonesia menggunakan

kurikulum 1994 berubah menjadi kurikulum 2004, perubahan ini memberikan dampak terhadap

penyelenggaraan pendidikan. Cartono dan Sutarto Utari (2006: 2) mengatakan bahwa: “Perubahan

kurikulum dari kurikulum berbasis isi (content based curriculum) ke kurikulum berbasis

kompetensi (competency based curriculum) mengakibatkan perubahan paradigma pada proses

pembelajaran yaitu dari apa yang harus diajarkan (isi) menjadi apa yang harus dikuasai siswa

(kompetensi). Selain itu, terjadi pergeseran pada paradigma pendekatan pendidikan yang

berorientasi masukan (input oriented education) ke pendekatan pendidikan kompetensi dan

penekanan lebih kepada hasil dengan penggunaan metode yang bervariasi. Perubahan kurikulum

jelas memberikan dampak yang luar biasa terhadap perubahan paradigma pendekatan guru dalam

proses pembelajaran sehingga tujuan yang harus dicapai siswa dalam proses tersebut berubah-ubah

sesuai dengan kebijakan perubahan kurikulum.

Dalam kurikulum 2006 yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

merupakan pengembangan dari kurikulum berbasis kompetensi yang menekankan pada penciptaan

iklim yang kondusif bagi terciptanya suasana aman, nyaman, dan tertib, sehingga proses

pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (enjoyable learning). Iklim

tersebut mendorong terwujudnya proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan bermakna, yang

lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar berkarya (learning to do),

belajar menjadi diri sendiri (learning to be) dan belajar hidup bersama secara harmonis (learning to

live together). Suasana tersebut memupuk tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya

ketergantungan dikalangan warga sekolah yang bersifat adaptif, dan proaktif (Mulyasa, 2007: 33).

Perubahan kurikulum untuk tujuan meningkatkan mutu pendidikan perlu disikapi secara positif,

Mulyasa (2006: 4) mengatakan: “Perubahan kurikulum harus diantisipasi dan dipahami oleh

berbagai pihak, karena kurikulum sebagai rancangan pembelajaran memiliki kedudukan strategis,

yang menentukan keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan, baik proses maupun hasil.”

Pada tahun 2004 dalam kurikulum berbasis kompetensi sampai kurikulum yang digunakan

sekarang, selain tes juga sudah diperkenalkan jenis evaluasi non tes yaitu portofolio. Adanya

evaluasi portofolio dalam dunia pendidikan didasari oleh sebuah konotasi bahwa guru dalam

melakukan evaluasi terhadap siswa hanya menggunakan tes yang cenderung menilai serpihan-

serpihan kecil dalam proses pembelajaran. Padahal evaluasi memiliki ruang lingkup yang cukup

luas, mengingat luasnya cakupan bidang pendidikan maka evaluasi pendidikan pada prinsipnya

dapat dikelompokkan ke dalam tiga cakupan penting yaitu evaluasi pembelajaran, evaluasi

program, dan evaluasi system. Dalam konteks tulisan ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah

evaluasi pembelajaran. Sukardi (2008: 5) mengatakan: “Evaluasi pembelajaran merupakan inti

bahasan evaluasi yang kegiatannya dalam lingkup kelas atau dalam lingkup proses belajar

mengajar. Evaluasi pembelajaran kegiatannya termasuk kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh guru

dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Bagi guru evaluasi pembelajaran adalah

media yang tidak terpisahkan dari kegiatan mengajar, karena melalui evaluasi guru akan

mendapatkan informasi tentang pencapaian hasil belajar. Di samping itu, dengan evaluasi guru juga

akan mendapatkan informasi tentang materi yang telah disampaikan apakah dapat diterima oleh

para siswanya, atau tidak”. Berdasarkan pendapat tersebut, evaluasi memiliki cakupan luas yang

tidak hanya diarahkan pada evaluasi pembelajaran, tetapi juga pada evaluasi program yaitu evaluasi

yang berkenaan dengan kurikulum, kebijakan program, implementasi program, dan efektivitas

program. Sedangkan evaluasi system berkenaan dengan evaluasi diri, evaluasi internal, evaluasi

eksternal, evaluasi kelembagaan untuk mencapai tujuan tertentu dari suatu lembaga. Guru dalam

3

melakukan evaluasi terhadap siswa tidak hanya berkenaan dengan hasil belajar saja tetapi meliputi

proses pembelajaran. Dengan demikian evaluasi portofolio yang dilakukan guru tidak hanya

melalui tes tetapi dengan berbagai bentuk evaluasi, sehingga hasil dari evaluasi tersebut dapat

mencerminkan usaha dan kemampuan siswa yang sebenarnya dan dengan cara yang paling objektif

dan otentik (Erman, 2010: 1).

Penerapan evaluasi portofolio di Indonesia dalam pembelajaran pendidikan jasmani belum

dilakukan oleh para guru pendidikan jasmani, evaluasi ini masih merupakan barang baru yang perlu

dikembangkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Berdasarkan literatur, dalam pembelajaran

pendidikan jasmani selama ini khususnya untuk menilai penguasaan materi dalam pembelajaran

pendidikan jasmani, guru cenderung masih menggunakan evaluasi tradisional dalam bentuk tes

yang dibuat oleh guru dan masih mengabaikan proses pembelajaran. Kaitan dengan masalah

tersebut, Sudana (2002: 2) mengatakan: ”Pelaksanaan evaluasi belum begitu nampak terintegrasi

dalam sebuah proses belajar mengajar. Pengecekan terhadap pemahaman siswa dan pemberian

umpan balik yang memadai dalam rangka meningkatkan penguasaan materi oleh siswa sebagai

salah satu bentuk evaluasi, nampaknya belum merupakan bagian yang menyatu dalam sebuah

proses belajar mengajar. Seringkali guru memberikan evaluasi harian yang sifatnya formalitas saja,

asal menyampaikan tanpa dijadikan umpan balik untuk perbaikan proses berikutnya.

Masalah lain yang masih terjadi dalam pembelajaran pendidikan jasmani domain kognitif

masih saja terabaikan artinya guru selama ini tidak melakukan evaluasi terhadap domain kognitif.

Hanik (2007: 1) mengatakan: “Large class size, limited class time, language barriers, students

reading ability, and lack of planning time to design and record assessment -often discourage

teachers from implementing quality assessment in the cognitive domain. Another contributing

factor to low quality cognitive assessment is the fact that administrators, parents, and even students

traditionally have been unconcerned about, and have not demanded, an assessment of students

cognitive performance in physical education. In addition, teachers have often perceived traditional

cognitive assessment (paper tests) as being of little value to the learning process in physical

education and, therefore, they have chosen not to implement them”. Pendapat tersebut menegaskan

bahwa evaluasi kognitif tidak dilakukan oleh guru karena beberapa faktor seperti jumlah siswa

terlalu banyak, keterbatasan waktu, bahasa, kemampuan membaca, dan kurangnya waktu untuk

merancang evaluasi, sehingga guru tidak tertarik untuk melakukan evaluasi pada domain kognitif.

Faktor lain yang berkontribusi terhadap rendahnya kualitas evaluasi adalah tidak adanya perhatian

administrator, orang tua, dan siswa, sehingga evaluasi pada aspek kognitif yang bersifat tradisional

tidak menjadi tuntutan dalam pendidikan jasmani. Guru dalam pembelajaran pendidikan jasmani

sering menggunakan evaluasi tradisional (tes objektif) pada aspek kognitif sedangkan menilai

proses belajar diabaikan. Hal inilah yang masih sama kondisinya dengan di Indonesia.

Selain pada domain kognitif, ternyata domain afektifpun dalam pembelajaran pendidikan

jasmani masih menjadi masalah yang perlu diperhatikan dalam evaluasi. Patrick, Ward, & Crouch,

1998) dalam Mary O’Sullivan & Mary Henninger (2000: 1) mengatakan: “Affective objective are

often written for physical education, there is little time provided to teaching and less time devoted

to assessing these objectives.” Pendapat yang sama dikemukakan Hanik (2007: 1) bahwa: “Physical

educators have systematically evaluated the physical skills of their students, but have not assessed

the cognitive and affective skills as consistently.” Maksud kedua pendapat tersebut, tujuan afektif

seringkali tercantum dalam program pendidikan jasmani, tetapi guru masih tidak melakukan

evaluasi pada domain tersebut disebabkan karena waktu yang diberikan untuk mengajar tidak

mencukupi, apalagi untuk menilai tujuan tersebut. Sedangkan guru pendidikan jasmani dalam

menilai keterampilan fisik melakukannya secara sistematis tetapi selalu mengabaikan kedua domain

pembelajaran yaitu kognitif dan afektif, padahal kedua domain tersebut penting untuk dinilai.

4

Selain permasalahan di atas, kondisi lain yang selama ini terjadi dalam melakukan evaluasi

dalam pembelajaran pendidikan jasmani untuk melihat keberhasilan siswa dalam belajar, guru

cenderung menilai siswa dengan cara mengetes keterampilan siswa diakhir setelah kompetensi atau

bahan ajar selesai diberikan dengan menggunakan bentuk tes. Asmawi Zainul (1999: 8)

mengatakan: “Tes yang digunakan oleh guru untuk menilai siswa adalah tes yang baku (standard

test) yang biasa digunakan dalam menilai hasil belajar siswa yang terkadang tidak komprehensif

karena hanya mengukur sebagian kecil saja dari sekian banyak kemampuan siswa.” Pendapat lain

mengenai masalah tersebut, Melograno (2000: 97-98) mengatakan: “In the past, primary source of

evidence of student learning included individual or group administered skill tests, multiplechoice

tests, and standardized achievement tests. These tests help measure a discrete skill or the recall of

discrete information, but are limited when gathering evidence about the application of these

abilities in a “real-life” context”. Selanjutnya Rusli Lutan (1999) menjelaskan permasalahan yang

sama bahwa: “Guru penjas cenderung melakukan evaluasi untuk membandingkan siswa yang satu

dengan yang lainnya, sehingga kemampuan dan kemajuan siswa dinyatakan dengan skor yang

bersifat kuantitatif dan kompetitif, sehingga skor yang diberikan kepada siswa seringkali tidak

mempunyai makna apa-apa, begitupun umpan balik yang diberikan guru kepada siswa tidak

dipahaminya”.

Pendapat tersebut, menegaskan bahwa siswa yang dianggap telah menguasai pelajaran atau

kompetensi dinyatakan lulus, sebaliknya siswa yang dianggap belum menguasai materi atau

kompetensi dinyatakan tidak lulus karena guru dalam menilai tidak melihat proses sebelumnya

yang dilakukan siswa selama pembelajaran, bisa jadi siswa yang tidak lulus adalah siswa yang aktif.

Evaluasi tersebut, mempunyai makna yang sempit dan cenderung merugikan siswa karena

keputusan akhir yang diberikan guru dalam evaluasi adalah hasil akhir. Berdasarkan permasalahan

tersebut peneliti tertarik untuk menerapkan evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan

jasmani, mengapa tertarik dengan masalah ini karena evaluasi portofolio sangat komplek yang

menilai berbagai aneka pengalaman dan kemampuan yang berada dalam ketiga domain yaitu

kognitif, afektif dan psikomotor.

Dengan demikian, evaluasi tradisional berupa tes perlu dicermati kembali dalam upaya

memperbaiki mutu pembelajaran khususnya dalam pembelajaran pendidikan jasmani, karena

evaluasi tradisional berbentuk tes yang selama ini dilaksanakan para guru pendidikan jasmani di

sekolah belum bisa memotret seluruh profil kemampuan dan keterampilan siswa. Hasil belajar yang

diharapkan dapat terungkap melalui evaluasi portofolio yaitu hasil belajar yang terfokus pada tiga

domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (Benjamin Bloom (1956) dalam Saeful Sagala (2006:

33). Ketiga domain tersebut, menjadi tujuan pendidikan yang harus dicapai dalam pembelajaran

agar terjadi peningkatan taraf hidup manusia sebagai pribadi, pekerja, profesional, warga

masyarakat, warga negara, dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Permasalahan ini yang menjadi dasar penulis untuk mengkaji lebih jauh dan

menerapkannya dalam pembelajaran pendidikan jasmani, agar guru mampu memotret hasil belajar

siswa secara menyeluruh pada ketiga domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan

demikian penulis beri judul artikel ini yaitu: ”Evaluasi Portofolio dalam Pembelajaran Pendidikan

Jasmani.

2. Masalah

Berdasarkan permasalahan yang penulis uraikan pada latar belakang masalah, penulis akan

menguraikan masalah tersebut dalam bentuk pertanyaan yaitu: “Apa dan bagaimana penerapan

evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan jasmani?

5

3. Tujuan Artikel

Mengacu kepada rumusan masalah yang penulis paparkan, tujuan yang diharapkan dari

artikel ini adalah: “Untuk mengetahui apa dan bagaimana penerapan evaluasi portofolio dalam

pembelajaran pendidikan jasmani?

4. Manfaat Artikel

Artikel ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

a. Manfaat Secara Teoritis

1. Diharapkan artikel ini bermanfaat untuk mengembangkan keilmuan terutama yang

berkenaan dengan evaluasi portofolio dalam pembelajaran pendidikan jasmani.

2. Diharapkan artikel ini memberikan gambaran yang lebih jelas dan komprehensif mengenai

pengaruh model evaluasi portofolio dan model evaluasi tradisional terhadap hasil belajar

siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani.

3. Diharapkan artikel ini bermanfaat sebagai bahan bacaan/referensi bagi semua pihak yang

terlibat dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, khususnya dalam menilai hasil

belajar siswa.

b. Manfaat Secara Praktis

1. Diharapkan artikel ini dijadikan sebagai rekomendasi bagi kepala sekolah, guru pendidikan

jasmani, pembina olahraga di sekolah, dalam meningkatkan mutu pembelajaran pendidikan

jasmani dengan menggunakan evaluasi portofolio.

2. Jika terbukti evaluasi portofolio lebih baik terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran

pendidikan jasmani, diharapkan artikel ini bermanfaat dalam menggugah dan membiasakan

kembali guru pendidikan jasmani untuk menerapkan evaluasi portofolio dalam pembelajaran

pendidikan jasmani agar hasil belajar siswa diperoleh secara komprehensif.

5. Prosedur Pemecahan Masalah

Permasalahan yang penulis paparkan dalam latar belakang masalah, akan penulis kaji

dengan menggunakan pendekatan teoritis, artinya penulis berupaya untuk mengeksplorasi berbagai

referensi terkait dengan permasalahan tersebut, sehingga permasalahan terungkap jelas berdasarkan

dari berbagai sudut kajian teori.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Evaluasi, dan Evaluasi Portofolio

Dalam beberapa literature kita sering membaca tentang evaluasi yang di dalamnya

menjelaskan beberapa istilah yang hampir sama tetapi memiliki makna yang berbeda seperti

evaluasi, penilaian, pengukuran, dan tes. Istilah-istilah ini pada dasarnya merupakan bagian dari

sistem evaluasi. Ada beberapa istilah yang sering disalahartikan dan disalahgunakan dalam praktik

evaluasi, yaitu tes, pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Secara konseptual istilah-istilah tersebut

berbeda satu sama lain, tetapi mempunyai hubungan yang sangat erat. Istilah tersebut adalah:

a. Tes

Istilah "tes" berasal dari bahasa latin "testum" yang berarti sebuah piring atau jambangan dari

tanah liat. Istilah tes ini kemudian dipergunakan dalam lapangan psikologi dan selanjutnya hanya

dibatasi sampai metode psikologi, yaitu suatu cara untuk menyelidiki seseorang. Penyelidikan

tersebut dilakukan mulai dari pemberian suatu tugas kepada seseorang atau untuk menyelesaikan suatu

masalah tertentu. Gilbert Sax (1980) mengemukakan "a test may be defined as a task or series of

6

task used to obtain systematic observations presumed to be representative of educational or

psychological traits or attributes". Maksudnya adalah tes sebagai suatu tugas atau rangkaian tugas.

Istilah tugas dapat berbentuk soal atau perintah/suruhan lain yang harus dikerjakan oleh peserta

didik. Hasil kuantitatif ataupun kualitatif dari pelaksanaan tugas itu digunakan untuk menarik

kesimpulan-kesimpulan tertentu terhadap seseorang. Hamid Hasan (1988) memberikan definisi

mengenai tes yaitu: “Tes adalah alat pengumpulan data yang dirancang secara khusus. Kekhususan tes

dapat terlihat dari konstruksi butir (soal) yang dipergunakan". Rusli Lutan (1996: 121) mengemukakan:

“Tes adalah atat atau instrumen untuk mengumpulkan informasi”. Rumusan ini lebih terfokus pada tes

sebagai alat pengumpul data. Memang pengumpulan data bukan hanya ada dalam prosedur penelitian,

tetapi juga ada dalam prosedur evaluasi. Selanjutnya, Conny Semiawan (1986) mengemukakan bahwa:

“Tes sebagai alat pengukur untuk menetapkan apakah berbagai faset dari kesan yang kita perkirakan

dari seseorang adalah benar merupakan fakta, juga adalah cara untuk menggambarkan bermacam-

macam faset ini seobjektif mungkin”. Dari beberapa pendapat tersebut, penulis dapat simpulkan

bahwa pada hakikatnya tes adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau

soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku tertentu. Oleh sebab itu

fungsi tes adalah sebagai alat ukur, sedangkan dalam konteks pembelajaran tes hasil belajar pada aspek

perilaku yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran yang

telah disampaikan.

b. Pengukuran

Untuk menjelaskan mengenai istilah pengukuran, peneliti mengutip pendapat Rusli Lutan

(1996: 122) bahwa pengukuran adalah: “Proses pengumpulan informasi yang bersifat kuantitatif

yang dapat dinyatakan dalam skor”. Sedangkan menurut Glock dalam Hamid Hasan (1988)

dikatakan bahwa: "In the last analysis measurement is only a part, although a very substansial part of

evaluation. It provides information upon which an evaluation can be based ... Educational

measurement is the process that attemps to obtain a quantified representation of the degree to which

a trait is possessed by a pupil." Pendapat lain dikemukakan oleh Rusli Lutan (Wiersma dan Jurs

(1985) bahwa: "technically, measurement is the assigment of numerals to objects or events according

to rules that give numeral quantitative meaning”. Sedangkan Ebel (1972) mengemukakan bahwa:

“Measurement is a process of assigning numbers to the individual members of a set of objects or

persons for the purpose of indicating differences among them in the degree to which they possess

the characteristic being measured. If any characteristic of persons or things can be defined

clearly enough so observed differences between them with respect to this characteristic can be

consistenly verified, the characteristic is measurable. A more refined type of measurement in-

volves comparison of some characteristic of a thing with a preestablished standard scale for

measuring that characteristic”. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk mengumpulkan berbagai informasi untuk

menentukan kuantitas sesuatu sehingga diperoleh data atau skor tentang sesuatu. Kata "sesuatu" bisa

berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, dan sebagainya. Dalam proses pengukuran,

tentu guru harus menggunakan alat ukur (tes atau non-tes). Alat ukur tersebut harus standar, yaitu

memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi.

c. Penilaian

Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah assessment, bukan dari ist ilah

evaluation. Depdikbud (1994) mengemukakan: “Penilaian adalah suatu kegiatan untuk

memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil

yang telah dicapai siswa." Kata "menyeluruh" mengandung arti bahwa penilaian tidak hanya

ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, tetapi mencakup aspek pengetahuan,

7

keterampilan, sikap, dan nilai-nilai. Selanjutnya, Gronlund mengartikan bahwa: “Penilaian adalah

suatu proses yang sistematis dari pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi/data untuk

menentukan sejauh mana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran." Sedangkan Anthony

Nitko (1996) menjelaskan: "Assessment is a broad term defined as a process for obtaining

information that is used for making decisions about students ...." Beberapa pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan

berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik

dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu.

Keputusan yang dimaksud adalah keputusan tentang peserta didik, seperti nilai yang akan

diberikan atau juga keputusan tentang kenaikan kelas dan kelulusan. Keputusan tentang peserta

didik meliputi juga pengelolaan belajar, penempatan peserta didik sesuai dengan jenjang atau jenis

program pendidikan, bimbingan dan konseling, dan menyeleksi peserta didik untuk pendidikan

lebih lanjut. Keputusan penilaian terhadap suatu hasil belajar sangat bermanfaat untuk membantu

peserta didik merefleksikan apa yang mereka ketahui, bagaimana mereka belajar, dan mendorong

tanggung jawab dalam belajar. Keputusan penilaian dapat dibuat oleh guru, sesama peserta didik

(peer) atau oleh dirinya sendiri (self-assessment). Pengambilan keputusan perlu menggunakan

pertimbangan yang berbeda-beda dan membandingkan hasil penilaian. Pengambilan

keputusan harus membimbing peserta didik untuk melakukan perbaikan pencapaian hasil belajar.

Penilaian harus dipandang sebagai salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan proses

dan hasil belajar, bukan hanya sebagai cara yang digunakan untuk menilai hasil belajar.

Kegiatan penilaian harus dapat memberikan informasi kepada guru untuk meningkatkan

kemampuan mengajarnya dan membantu peserta didik mencapai perkembangan belajarnya

secara optimal. Implikasi dari penilaian harus digunakan sebagai cara atau teknik untuk

mendidik sesuai dengan prinsip pedagogik. Guru harus menyadari bahwa kemajuan belajar

peserta didik merupakan salah satu indikator keberhasilannya dalam pembelajaran.

d. Evaluasi

Selanjutnya istilah evaluasi, menurut beberapa pendapat seperti Witherington (1952)

mengemukakan bahwa evaluasi adalah: “an evaluation is a declaration that something has or does

not have value." Hal yang sama dikemukakan Wand dan Brown (1957) bahwa evaluasi

adalah: "...refer to the act or process to determining the value of something". Pendapat tersebut

menegaskan pentingnya nilai (value) dalam evaluasi, padahal dalam evaluasi bukan hanya

berkaitan dengan nilai tetapi juga arti atau makna. Sebagaimana dikemukakan Guba dan Lincoln

(1985) bahwa: “Evaluation is a process for describing an evaluate and judging its merit

and worth". Maksudnya evaluasi adalah suatu proses untuk menggambarkan peserta didik dan

menimbangnya dari segi nilai dan arti. Dilihat dar i proses dan hasil evaluasi tentu sangat

dipengaruhi o leh beragam pengamatan, latar belakang dan pengalaman praktis evaluator itu

sendiri. Gilbert Sax (1980: 18) mengatakan bahwa: “Evaluation is a process through which a value

judgement or decision is made from a variety of observations and from the background and training

of the evaluator". Dari beberapa pendapat mengenai evaluasi, dapat disimpulkan bahwa

hakikat evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan

kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka

pembuatan keputusan. Berdasarkan pengertian tersebut, ada beberapa hal yang perlu

dijelaskan lebih lanjut, Zaenal Arifin (2009: 5-6) mengemukakan sebagai berikut:

1. Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan

evaluasi adalah kualitas sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti, sedangkan

kegiatan untuk sampai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. E valuasi

8

berarti mempelajari bagaimana proses pemberian pertimbangan mengenai kualitas sesuatu.

Gambaran kualitas yang dimaksud merupakan konsekuensi logis dari proses evaluasi yang

dilakukan. Proses tersebut tentu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, dalam arti

terencana, sesuai dengan prosedur dan prinsip Berta dilakukan secara terus-menerus.

2. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan

nilai dan arti. Hamid Hasan (1988) secara tegas membedakan kedua istilah tersebut, pemberian

nilai dilakukan apabila seorang evaluator memberikan pertimbangannya mengenai evaluan

tanpa menghubungkannya dengan sesuatu yang bersifat dari luar. Jadi, pertimbangan yang

diberikan sepenuhnya berdasarkan apa evaluan itu sendiri. Sedangkan arti, berhubungan

dengan posisi dan peranan evaluan dalam suatu konteks tertentu. Tentu saja kegiatan evaluasi

yang komprehensif adalah yang meliputi proses pemberian keputusan tentang nilai dan

proses keputusan tentang arti, tetapi hal ini tidak berarti bahwa suatu kegiatan evaluasi harus

selalu meliputi keduanya. Pemberian nilai dan arti ini dalam bahasa yang dipergunakan Scriven

(1967) adalah formatif dan sumatif.

3. Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement). Pemberian pertimbangan

ini pada dasarnya merupakan konsep dasar evaluasi. Melalui pertimbangan ditentukan nilai dan

arti/makna (worth and merit) dari sesuatu yang sedang dievaluasi. Tanpa pemberian

pertimbangan, suatu kegiatan bukanlah termasuk kategori kegiatan evaluasi.

4. Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan kriteria tertentu. Tanpa

kriteria yang jelas, pertimbangan nilai dan arti yang diberikan bukanlah suatu proses yang

dapat diklasifikasikan sebagai evaluasi. Kriteria yang digunakan dapat saja berasal dari apa

yang dievaluasi itu sendiri (internal), tetapi bisa juga berasal dari luar apa yang dievaluasi

(eksternal), baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Jika yang dievaluasi itu adalah

proses pembelajaran, maka kriteria yang dimaksud bisa saja dikembangkan dari

karakteristik proses pembelajaran itu sendiri, tetapi dapat pula dikembangkan kriteria

umum tentang proses pembelajaran. Kriteria ini penting dibuat oleh evaluator dengan

pertimbangan (a) hasil evaluasi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (b) evaluator lebih

percaya diri (c) menghindari adanya unsur subjektivitas (d) memungkinkan hasil evaluasi akan

sama sekalipun dilakukan pada waktu dan orang yang berbeda, (e) memberikan kemudahan

bagi evaluator dalam melakukan penafsiran hasil evaluasi.

Evaluasi dan penilaian lebih bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran, sedangkan tes

merupakan salah satu alat (instrument) pengukuran. Pengukuran lebih membatasi pada gambaran

yang bersifat kuantitatif (angka-angka) tentang kemajuan belajar siswa (learning progress),

sedangkan evaluasi dan penilaian lebih bersifat kualitatif. Di samping itu, evaluasi dan penilaian

pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu obiek. Keputusan

penilaian tidak hanya didasarkan pada hasil pengukuran tetapi dapat pula didasarkan pada hasil

pengamatan dan wawancara. Untuk lebih jelasnya hubungan antara evaluasi, penilaian, pengukuran

dan tes, dapat dilihat pada Gambar 3.3.

9

Evaluasi

Penilaian/Assessment

Pengukuran

Tes dan Non-Tes

Gambar 3.3. Hubungan Evaluasi, Penilaian, Pengukuran, dan Tes

Secara etimologi portofolio diartikan sebagai: ”Kumpulan dokumen, berkas, bundel dan

bukti fisik tentang aktivitas” (Erman, 2010: 2). Portofolio berarti kumpulan bukti fisik aktivitas-

kinerja (individu, kelompok, atau lembaga) sebagai data otentik yang dilakukan oleh yang

bersangkutan. Sedangkan evaluasi portofolio adalah kumpulan karya (dokumen) siswa yang

tersusun secara sistematis dan terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran. Portofolio

digunakan oleh guru dan siswa untuk mengevaluasi dan memantau perkembangan pengetahuan,

keterampilan, dan sikap siswa dalam mata pelajaran tertentu (Surapranata dan Hatta, 2004: 28).

Evaluasi portofolio juga merupakan usaha untuk memperoleh berbagai informasi secara

berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh, tentang proses dan hasil pertumbuhan dan

perkembangan wawasan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa yang bersumber dari catatan

dan dokumentasi pengalaman belajarnya (Dasim Budimansyah, 2002: 106). Pendapat tersebut,

dapat disimpulkan bahwa evaluasi portofolio adalah usaha untuk memperoleh informasi tentang

kemampuan siswa baik dalam aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa yang dilakukan

secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh yang didasarkan kepada kumpulan karya atau

dokumen siswa yang terkumpul selama pengalaman belajarnya dengan tujuan untuk mengetahui

pertumbuhan dan perkembangan prestasi siswa dalam pembelajarannya.

2. Tujuan dan Fungsi

Tujuan yang ingin dicapai dari adanya evaluasi portofolio adalah membantu meningkatkan

proses evaluasi yang dapat mengungkap tingkat keterampilan dan pemahaman siswa pada materi

pembelajaran tertentu, membantu siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran, merefleksikan

perubahan dan pertumbuhan pada periode waktu tertentu, mendorong dan merefleksikan siswa,

guru, dan orang tua, dan memberikan kontinuitas dalam pendidikan dari tahun ke tahun. Paulson

and Meyer (1991) mengatakan tujuan spesifik dari evaluasi portofolio yaitu: “Instructor can use

them for a variety of specific purposes including: encouraging self-directed learning, enlarging the

view of what is learned, fostering learning about learning, demonstrating progress toward

identified outcomes, creating an intersection for instruction and evaluasit, providing a way for

students to value themselves as learners, offering opportunities for peer-supported growth”.

Maksudnya pendapat tersebut evaluasi portofolio digunakan untuk mendorong siswa belajar sendiri,

memperluas pandangan tentang materi yang dipelajari, mempercepat belajar tentang apa yang

sedang dipelajari, peningkatan hasil belajar dan dapat diperagakan, menciptakan titik temu antara

pembelajaran dan evaluasi, memberikan cara kepada siswa untuk menilai diri sendiri, memberikan

10

kesempatan kepada kelompok untuk tumbuh dan berkembang. Selain itu, Davies (2000) dalam

Graham (2007: 219) menjelaskan evaluasi portfolio yaitu: “They are powerful because they help

students learn about their learning. Portfolio provides an apportunity for students to share the

responsibility for collecting proof of their learning.” Maksudnya evaluasi portofolio sangat baik

karena evaluasi portofolio dapat membantu siswa belajar tentang apa yang mereka pelajari. Dengan

demikian, evaluasi portofolio dapat dijadikan sebagai model evaluasi yang bisa menjembatani

tercapainya tujuan pembelajaran.

Dilihat dari fungsi dan tujuannya, evaluasi portofolio berfungsi untuk mengetahui

pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan dan kemampuan siswa dalam mata pelajaran

tertentu. Cartono dan Sutarto Utari (2006: 87) mengatakan: “Portofolio berfungsi sebagai alat

untuk: (1) melihat perkembangan tanggungjawab siswa dalam belajar; (2) perluasan dimensi

belajar: (3) pembaharuan kembali proses belajar; (4) penekanan pada pengembangan pandangan

siswa dalam belajar.” Paulson dan Meyer (1991) mengatakan: “Portofolio can enhance the

evaluation process by revealing a range of skills and understandings one student’s parts; support

instructional goals; reflect change and growth over a period of time; encourage student, teacher,

and parent reflection; and provide for continuity in education from one year to the next”.

Melalui evaluasi portofolio guru akan menghargai perkembangan yang dialami siswa,

mendokumentasikan proses pembelajaran yang berlangsung, memberikan perhatian pada prestasi

kerja siswa, merefleksikan kesanggupan mengambil resiko dan melakukan eksperimentasi,

meningkatkan efektifitas proses pengajaran, bertukar informasi dengan orang tua/wali siswa dan

guru lain, membina dan mempercepat pertumbuhan konsep diri positif pada siswa, meningkatkan

kemampuan melakukan refleksi diri (Cartono dan Sutarto Utari, 2006: 8).

3. Dasar Pemikiran Evaluasi Portofolio

Dalam pelaksanaan evaluasi portofolio guru tidak dominan melakukan evaluasi tetapi siswa

sangat terbuka melakukan evaluasi terhadap dirinya sendiri, dan terkadang guru tampil sebagai

fasilitator dalam proses evaluasi sehingga terjadi interaksi dan kolaborasi antara guru dan siswa

dalam melakukan evaluasi. Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktivisme yang diungkap Dasim

Budimansyah (2002: 4-5) yaitu: ”Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi

konstruktivisme antara lain diskusi yang menyediakan kesempatan agar semua siswa mau

mengungkapkan gagasan, pengujian dan hasil artikel sederhana, demonstrasi dan peragaan prosedur

ilmiah, dan kegiatan praktis lain yang memberi peluang siswa untuk mempertajam gagasannya”.

Pandangan tersebut menekankan bahwa evaluasi portofolio memberikan kesempatan kepada siswa

dalam mendiskusikan bahan yang akan diteskan dalam kelompoknya, sehingga siswa

mengungkapkan gagasannya mengenai pelaksanaan tes dan pelaksanaan perlakuan keterampilan

yang akan diteskan sesuai dengan rubrik yang dibuat oleh guru. Siswa diberi kesempatan untuk

memperagakan prosedur pelaksanaan tes hingga pelaksanaan tes yang sebenarnya baik oleh guru,

siswa, maupun temannya sendiri.

Sebagai sebuah inovasi model evaluasi portofolio dilandasi oleh beberapa landasan

pemikiran sebagaimana diungkapkan Dasim Budimansyah (2002: 109) sebagai berikut:

1. Membelajarkan kembali (re-edukasi)

Menurut cara berpikir baru, menilai bukan memvonis siswa dengan harga mati, lulus atau

gagal. Menilai adalah mencari informasi tentang pengalaman belajar siswa dan informasi tersebut

digunakan sebagai balikan (feed back) untuk membelajarkan siswa kembali. Apabila dalam

beberapa kali ulangan siswa memperoleh nilai buruk, guru hendaknya tidak memvonisnya sebagai

siswa yang bodoh dan tidak berkemampuan. Guru hendaknya mencari informasi dari indikator lain,

misalnya memperhatikan catatan perilaku harian siswa tersebut dalam catatan anekdot, apakah

11

memang siswa yang buruk perilaku belajarnya atau sebaliknya. Di samping itu, guru hendaknya

membuka tugas terstruktur siswa yang bersangkutan, apakah nilainya buruk karena tidak

mengerjakan tugas dengan baik. Terakhir, mengenai laporan kegiatan siswa di luar sekolah yang

menunjang belajar siswa. Setelah dokumen diperiksa, guru harus membuat kesimpulan mengapa

siswa tadi memperoleh nilai yang buruk dalam ulangan. Maka apabila berdasarkan data-data yang

ada pada diri siswa termasuk buruk perilaku dalam belajarnya, misalnya dalam catatan anekdot

diperoleh data bahwa yang bersangkutan tidak serius dalam mengikuti pelajaran bahkan terkesan

main-main, tugas-tugas terstruktur dikerjakan asal menggugurkan kewajiban saja, dan tidak

memiliki aktivitas di luar yang menunjang keberhasilan belajarnya, maka sudah cukup bukti bahwa

nilai buruk dalam ulangan itu akibat perilaku belajarnya yang buruk. Guru yang memiliki cara

berpikir yang baru dalam evaluasi, tindakan yang perlu dilakukan agar di masa mendatang siswa

memperoleh nilai yang lebih baik, dengan cara memperbaiki perilaku belajarnya.

2. Merefleksi Pengalaman Belajar.

Merupakan suatu gagasan yang baik apabila evaluasi dijadikan media untuk merefleksi

(bercermin) pada pengalaman yang telah siswa miliki dan kegiatan yang telah mereka selesaikan.

Refleksi pengalaman belajar merupakan satu cara untuk belajar, menghindari kesalahan di masa

yang akan datang dan untuk meningkatkan kinerja. Di samping itu, merefleksi pengalaman belajar

siswa, evaluasi dapat dijadikan sarana untuk merefleksi kinerja guru. Logikanya adalah siswa

belajar dan guru membelajarkan. Oleh karena itu, kinerja siswa berkorelasi dengan kinerja guru.

Dengan demikian berdasarkan hasil evaluasi, guru hendaknya bercermin apakah nilai yang

diperoleh siswa itu menggambarkan kinerja mereka dalam membelajarkan siswa?

4. Prinsip dan Karakteristik Evaluasi Portofolio

Prinsip dalam evaluasi portofolio yang membedakan dengan evaluasi tradisional, Wina

Sanjaya (2006: 198-199) mengatakan: “Prinsip evaluasi portofolio adalah saling percaya,

keterbukaan, kerahasiaan, milik bersama, kepuasan dan kesesuaian, budaya pembelajaran, refleksi,

berorientasi pada proses dan hasil.” Sedangkan Dasim Budimansyah (2006: 112-116) mengatakan:

“Model evaluasi portofolio mengacu kepada sejumlah prinsip dasar evaluasi. Prinsip dasar evaluasi

dimaksud adalah evaluasi proses dan hasil, evaluasi berkala dan sinambung, evaluasi yang adil, dan

evaluasi implikasi sosial belajar.” Melihat beberapa prinsip dalam evaluasi tersebut, jelas bahwa

evaluasi portofolio merupakan evaluasi yang adil dalam memberikan keputusan dalam evaluasi

karena mengacu kepada proses dan hasil, dan juga dilakukan secara berkala dan berkesinambungan

agar data yang diperoleh dari hasil evaluasi terhadap siswa mudah diorganisasikan.

Supranata dan Hatta (2006: 120) menjelaskan bahwa evaluasi portofolio sebagai alat untuk

menilai hasil belajar siswa harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Portofolio hendaknya memiliki kriteria evaluasi yang jelas.

2. Informasi atau hasil karya yang didokumentasikan dapat berasal dari semua orang yang

mengetahui siswa secara baik seperti guru, rekan siswa, guru mata pelajaran lain dan sebagainya.

3. Portofolio dapat terdiri dari hasil karya seperti karangan, hasil lukisan, skor tes, foto hasil karya

dan lain-lain.

4. Kualitas portofolio harus senantiasa ditingkatkan dari waktu ke waktu berdasarkan hasil karya

yang memenuhi kriteria.

5. Setiap mata pelajaran mempunyai portofolio yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya.

6. Portofolio harus terbuka bagi orang-orang yang secara langsung berkepentingan dengan hasil

karya siswa itu seperti guru, sekolah, orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.

Evaluasi portofolio memiliki ruang lingkup dan karakteristik evaluasi seperti dijelaskan

Cartono dan Sutarto Utari (2006: 110) sebagai berikut: “Portofolio: 1) Menilai siswa berdasarkan

12

seluruh tugas dan hasil kerja yang berkaitan dengan kinerja yang dinilai; 2) Siswa turut serta dalam

menilai yang dicapai dalam menyelesaikan berbagai tugas, dan perkembangan yang berlangsung

selama proses pembelajaran; 3) Menilai setiap siswa berdasarkan pencapaian masing-masing,

dengan mempertimbangkan faktor perbedaan individu; 4) Mewujudkan evaluasi yang kolaboratif;

5) Siswa menilai dirinya sendiri menjadi suatu tujuan; 6) yang mendapat perhatian dalam evaluasi

meliputi un, usaha, dan pencapaian; 7) Terkait erat antara kegiatan evaluasi, pengajaran, dan

pembelajaran”.

Selain itu, mengenai karakteristik evaluasi portofolio dijelaskan juga oleh Vincent

Melograno (1994: 52) yaitu: “The characteristics of portfolio: (1) represent a wide range of student

work in a given content area, (2) engage students in self assessment and goal setting, (3) allow for

students differencies, (4) foster collaborative assessment, (5) focus on improvement, effort, and

achievement, and (6) link assessment and teaching to learning”. Berdasarkan kedua pendapat

tersebut, evaluasi portofolio memiliki karakteristik sebagai berikut: evaluasi berdasarkan seluruh

tugas dan hasil kerja siswa, siswa turut sera dalam menilai, perkembangan berlangsung selama

proses pembelajaran, menilai setiap siswa berdasarkan perbedaan individu, mewujudkan evaluasi

yang kolaboratif, siswa menilai dirinya sendiri, focus pada peningkatan usaha, dan prestasi siswa,

terkait erat antara kegiatan evaluasi pengajaran, dan pembelajaran. Dalam pembelajaran pendidikan

jasmani karakteristik tersebut harus dilakukan oleh guru dan harus menjadi bagian dari proses

evaluasi untuk memperoleh data siswa dalam proses pembelajaran. Guru harus berupaya dengan

keras untuk mensosialisasikan evaluasi portofolio agar semua kalangan mengerti dan paham

pentingnya evaluasi portofolio untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

5. Rubrik dalam Evaluasi Portofolio

Dalam pembelajaran pendidikan jasmani, terutama dalam menguasai keterampilan gerak

dasar yang menggunakan evaluasi portofolio berbeda dengan yang menggunakan evaluasi

tradisional. Penggunaan evaluasi portofolio dalam pembelajaran selalu melihat bagaimana proses

itu terjadi, sehingga dalam evaluasinya melibatkan proses pembelajaran dan hasil belajar yang

didasarkan pada rubrik evaluasi yang jelas berdasarkan pada materi yang diajarkan. Arter (1996)

dalam Jacalyn Lea Lund (2000: 2) mengatakan: “Creating a rubric, the teacher is forced to make

decisions about these finer points and to articulate specifically what students are expected to do.

Performance criteria can improve instruction if they are written properly, by going back to these

criteria, teachers can ensure that lesson progressions are covering the content necessary for

student to be successfull”. Selanjutnya Herman, Asbacher, and Winters (1996) dalam Jacalyn Lea

Lund (2000: 2) mengatakan: “Scoring criteria, or rubric, must: 1) help teachers define excellence

and plan how to help students achieve it, 2) communicate to students what constitutes excellence

and how to evaluate their own work, 3) communicate goals and results to parents and others, 4)

help teachers or others raters be accurate, unbiased, and consistent in scoring, 5) document the

procedures used in making important judgement about students.

Pendapat tersebut menegaskan bahwa dalam menciptakan rubrik untuk pelaksanaan

evaluasi, guru memiliki kekuatan untuk membuat keputusan dengan baik dan mengatakannya

secara spesifik apa yang harus dilakukan siswa dalam pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan.

Penampilan siswa dalam pembelajaran meningkat, apabila kriteria atau rubrik dibuat dengan jelas

oleh guru sebelum evaluasi dilakukan. Dengan kriteria yang jelas dan nampak dalam rubrik, guru

menjamin adanya peningkatan belajar pada siswanya yang mencakup semua materi pembelajaran

untuk keberhasilan siswa belajar. Selanjutnya, rubrik yang dibuat oleh guru dalam evaluasi

portofolio membantu guru dalam merencanakan bagaimana siswa mencapai rubrik tersebut. Oleh

13

karena itu, rubrik harus dikomunikasikan guru kepada siswa bagaimana mengevaluasi tugas siswa

agar memperoleh hasil yang baik. Rubrik evaluasi yang telah dibuat guru harus digunakan dalam

proses pembelajaran, setelah guru selesai menyampaikan bahan ajar, segeralah bersama-sama

dengan siswa melakukan evaluasi terhadap penguasaan materi yang telah diajarkan. Dengan

demikian, tujuan evaluasi dalam hal ini adalah untuk mendiagnosa tingkat penguasaan siswa

terhadap materi yang telah diajarkan.

Dalam pelaksanaan evaluasi tradisional berupa tes, rubrik evaluasi tidak dibuat oleh guru

sehingga guru sering kali keliru dalam menilai siswa. Sebagai contoh dalam setiap pembelajaran si

A memperoleh nilai yang baik karena siswa cerdas dan rajin dalam belajarnya, siswa tersebut aktif

mengikuti apa yang diajarkan di kelas, aktif pada cabang olahraga luar kelas, dan penampilannya

cukup bagus dibandingkan teman-temannya, tugas-tugas selalu dikerjakan dengan teliti dan tepat

waktu. Tetapi yang sering keliru begitu guru memberikan nilai akhir pada siswa, ternyata si A

nilainya jelek dibandingkan dengan temannya. Setelah dikonfirmasi pada gurunya tersebut ternyata

guru tidak memiliki catatan perkembangan hasil belajar siswa tersebut, si A memperoleh nilai jelek

dibandingkan temannya dengan alasan si A tidak mengikuti ujian dalam materi ajar yang lain.

Evaluasi seperti itu sungguh tidak adil bagi siswa dan perlu dicermati kembali dalam upaya

memperbaiki mutu pembelajaran khususnya dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Seharusnya

evaluasi yang dilakukan guru dalam pembelajaran pendidikan jasmani, guru harus mengevaluasi

berbagai aneka pengalaman siswa dalam belajarnya baik di sekolah maupun di luar sekolah dengan

bersikap “adil”. Sehingga evaluasi tersebut benar-benar memotret seluruh profil kemampuan dan

keterampilan siswa selama proses pembelajaran.

7. Domain dalam Evaluasi Hasil Belajar

Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani ketiga domain harus dicapai dalam

pembelajaran, karena ketiga domain tersebut merupakan tujuan pendidikan secara keseluruhan yang

harus dicapai oleh siswa. Suzann Schemer (2000) mengatakan: “Knowledge possessed by the

students should be assessed in order to ensure that educational objectives and the national physical

education standards have been met. Students be informed at the beginning of instruction as to what

they are expected to learn in all three domain”. Ketiga domain tersebut yaitu domain kognitif,

afektif dan psikomotor.

Hasil belajar siswa kaitannya dengan domain kognitif, menurut kajian ilmu psikologi

menekankan pada cara-cara siswa menggunakan pikirannya untuk belajar, mengingat, dan

menggunakan pengetahuan yang di peroleh dan disimpan dalam pikirannya secara efektif. Psikologi

kognitif menggambarkan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada di

luar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri yang disebut dengan faktor

internal. Faktor-faktor internal itu, berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal

dunia luar, dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Menurut

pandangan teori belajar psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses keberfungsian

kognisi, terutama unsur pikiran, dengan kata lain bahwa aktivitas belajar pada diri manusia

ditekankan pada proses internal dalam pikiran yakni proses pengolahan informasi (Yusup &

Herman Subarjah, 2007).

Dalam evaluasi portofolio ketiga domain dalam pembelajaran dinilai secara berkala dan

berkesinambungan. Berkala tujuannya untuk memudahkan mengorganisasikan hasil belajar siswa.

Berkesinambungan tujuannya untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan pengalaman

belajar siswa. Dengan demikian evaluasi yang dilakukan secara tidak berkala dan

berkesinambungan, akan menyulitkan guru dalam mengorganisasikan hasil belajar siswa, dan guru

14

tidak akan memantau pertumbuhan dan perkembangan pengalaman belajar siswa (Dasim

Budimanysah, 2002: 113).

Pada domain afektif dalam pembelajaran juga perlu dinilai, hal ini memerlukan upaya secara

sadar dan sistematis. Terjadinya proses pembelajaran pada domain afektif diketahui dari perilaku

siswa yang menunjukkan adanya kesenangan belajar. Perilaku yang muncul saat itu, dikatakan

Kelly, 1965, Anderson, 1981: 17, dalam Darmiyati Zuchdi (2010: 21) bahwa: “Perasaan, emosi,

minat, sikap, dan apresiasi yang positif menimbulkan perilaku yang konstruktif dalam diri pelajar.”

Perasaan mengontrol perilaku mempunyai peranan penting dalam menghambat dan mendorong

belajar siswa. Kaitan dengan masalah di atas, Saeful Sagala (2007: 158-159) mengatakan: “Ciri-ciri

belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya pada

pelajaran etika dan moral yang akan meningkatkan kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran

lainnya di sekolah.” Krathwohl, Bloom, dan Mansia dalam Saeful Sagala, 2007: 159) mengatakan:

“domain afektif berdasar pada lima kategori yaitu: (1) Penerimaan (receiving), (2) Pemberian

respon (responding), (3) Penghargaan/evaluasi (valuing), (4) Pengorganisasian (organizing), dan

(5) karakterisasi (characterization). Oleh karena itu, dalam pembelajaran kategori ini harus dinilai

seperti halnya kategori lainnya, melalui self evaluasi pada asepak kerjasama dalam proses

pembelajaran.

Kecenderungan yang ada sampai saat ini guru hanya menilai aspek kognitif saja atau

kecerdasan saja. Sedangkan aspek psikomotor apalagi afektif sangat langka dijamah oleh guru.

Akibatnya para lulusan hanya menguasai teori tetapi tidak terampil melakukan pekerjaan dalam

bentuk keterampilan, dan tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan yang sudah mereka kuasai.

Lemahnya pembelajaran dan evaluasi terhadap domain afektif, jika kita mau introspeksi telah

berakibat merosotnya akhlak para lulusan, yang selanjutnya berdampak luas pada merosotnya ahlak

bangsa (Suharsimi Arikunto, 2007: 22).

Berdasarkan pendapat tersebut dalam pembelajaran apapun aspek ini harus diperhatikan,

dalam evaluasi portofolio aspek ini menjadi perhatian besar dalam proses pembelajaran. Dalam

evaluasi portofolio guru selalu memantau pertumbuhan dan perkembangan aneka pengalaman

belajar siswa, sebelum masa belajar berakhir. Maksudnya agar sesegera mungkin memperbaiki

proses belajarnya manakala ada indikasi yang kurang baik. Ada dua cara yang dapat dilakukan

menurut Dasim Budimansyah (2002: 115) yaitu: “Pertama, siswa sendiri yang meminta (stelsel

aktif) dan kedua, guru yang mempunyai prakarsa (stelsel pasif).” Maksudnya adalah stelse aktif

terjadi apabila siswa menyadari bahwa setelah mengamati portofolionya, ia merasa tidak puas

dengan kinerjanya dalam belajar. Misalnya hasil ulangan hariannya ada yang kurang baik, tugas-

tugas terstrukturnya ada yang belum lengkap, catatan perilaku hariannya biasa-biasa saja tidak

istimewa, dan laporan aktivitas di luar sekolah masih kosong. Menyadari hal itu, siswa meminta

gurunya untuk memberinya kesempatan memperbaiki kinerjanya. Sedangkan stelsel pasif

maksudnya, inisiatif datang dari guru, misalnya setelah menganalisis portofolionya, guru

menemukan sejumlah siswa yang proses belajarnya masih perlu ditingkatkan. Dalam keadaan

seperti ini guru memanggil siswa secara informal, dan mendiskusikan cara-cara mereka

memperbaiki kinerjanya.

Salah satu prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam evaluasi hasil belajar adalah prinsip

kebulatan asesor dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar, yaitu dituntut untuk menilai secara

menyeluruh terhadap siswa, baik dari segi pemahamannya terhadap materi yang telah diberikan

(kognitif), maupun dari segi penghayatan (afektif), dan pengamalannya (psikomotor). Ranah

psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak

setelah siswa menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang

berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, memukul, dan sebagainya. Dalam

15

ranah psikomotorik yang diukur meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamental, (3)

keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris,

diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik, (5) gerakan

terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif,

gerakan interpretatif (Zeifbio, 2009). Hasil belajar ranah psikomotor Simpson (1956) dalam Zeifbio

mengatakan: “Hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan

kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari

hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam

bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku)”.

8. Kebugaran Jasmani

Kaitan dengan peningkatan kebugaran jasmani (derajat sehat dinamis) dalam pembelajaran

keterampilan gerak, kebugaran jasmani merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam

program pendidikan jasmani. Sehingga untuk evaluasi kebugaran jasmani merupakan bagian

integral dalam program tersebut. Kent King (2000: 3) bahwa: “Physical fitness testing is most

effective when it is part of a comprehensive physical education program that supports testing with

educational and motivational information.” Berdasarkan pendapat tersebut, evaluasi kebugaran

jasmani lebih efektif jika evaluasi tersebut merupakan bagian yang komprehensif dari program

pendidikan jasmani untuk memperoleh informasi dalam belajar dan motivasinya. Berdasarkan pada

pengertian tersebut, peningkatan kebugaran jasmani merupakan akibat dari pembelajaran

keterampilan gerak dasar yang diajarkan. Kemampuan fisik, terdiri dari kemampuan anaerobik dan

kemampuan aerobik. Peningkatan kedua macam kemampuan fungsional dasar ini tidak disimpan

dalam kotak memori, karena pelatihan memang bukan pembelajaran. Oleh karena itu kemampuan

fungsional dasar yang telah diperoleh (contoh: kemampuan anaerobik misalnya kekuatan otot dan

kemampuan aerobik misalnya mampu bekerja lama dan tidak mudah menjadi lelah/daya tahan

aerobik) harus selalu dipelihara dengan melakukan latihan rutin, tanpa pemeliharaan rutin, maka

peningkatan kemampuan fungsional dasar yang telah diperoleh akan dengan cepat hilang dan kita

akan dengan cepat kembali menjadi orang yang tidak terlatih. Artinya lebih lanjut adalah sehat

dinamis/kebugaran jasmani harus senantiasa dipelihara agar senantiasa sesuai dengan kebutuhan

masa kini. Sehat dinamis hanya dapat diperoleh bila ada kemauan mendinamiskan diri sendiri.

Dalam pembelajaran keterampilan gerak dasar dalam pendidikan jasmani tentu akan meningkatkan

kebugaran jasmani (derajat sehat dinamis) siswa yang terlibat dalam aktivitas itu. Baik dan

buruknya kebugaran jasmani (derajat sehat dinamis) siswa tersebut, tergantung kepada intensitas

yang dilakukan dalam pembelajaran tersebut. Apabila intensitas dilakukan moderat maka kebugaran

jasmani siswa akan meningkat lebih baik, dibandingkan dengan intensitas yang lebih rendah dalam

pembelajaran itu.

6. Tahapan dalam Evaluasi Portofolio

Tahapan yang harus ditempuh dalam menerapkan evaluasi portofolio diungkapkan Asmawi

Zaenul, (2008: 68) yaitu: ”Ada tiga tahapan yang harus diperhatikan dalam evaluasi portofolio yaitu

tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi”.

a. Tahap persiapan

Dalam tahap persiapan melakukan evaluasi portofolio, ada beberapa hal yang perlu

dilakukan:

1) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang akan diases dengan evaluasi portofolio.

2) Menjelaskan kepada siswa bahwa akan dilaksanakan evaluasi portofolio untuk mengases tujuan

tertentu atau keseluruhan tujuan pembelajaran. Harus dijelaskan proses yang harus ditempuh

oleh siswa, bila perlu perlihatkan contoh portofolio yang telah pernah dilaksanakan.

16

3) Menjelskan bagian mana dan seberapa banyak kinerja dan hasil karya yang secara minimal harus

tercantum dan disertakan dalam portofolio, dalam bentuk apa, dan bagaimana kinerja atau hasil

kerja itu akan diases.

4) Menjelaskan bagaimana hasil kerja tersebut harus disajikan.

b. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi beberapa kegiatan yang harus dilakukan yaitu:

1) Guru mendorong dan memotivasi siswa.

2) Guru melakukan pertemuan secara rutin dengan siswa guna mendiskusikan proses pembelajaran

yang akan menghasilkan kerja siswa, sehingga setiap langkah siswa dapat memperbaiki

kelemahan yang mungkin terjadi.

3) Berikan umpan balik secara berkesinambungan kepada siswa.

4) Memamerkan keseluruan karya yang disimpan dalam portofolio bersama-sama dengan karya

keseluruhan siswa yang menjadi peserta mata pelajaran tersebut.

c. Tahap Evaluasi

Tahap Evaluasi merupakan tahapan akhir dalam melakukan Evaluasi, kegiatan yang harus

dilaksanakan pada tahapan ini adalah:

1) Evaluasi dimulai dengan menegakkan kriteria evaluasi yang dilakukan bersama-sama atau

dengan partisipasi siswa.

2) Kriteria yang disepakati itu diterapkan secara konsisten, baik oleh guru maupun siswa. Bila ada

persepsi yang berbeda maka hal tersebut dibicarakan pada waktu pertemuan berkala antara guru

dengan siswa.

3) Arti penting dari tahap evaluasi ini adalah self assessment yang dilakukan oleh siswa sehingga

siswa menghayati dengan baik kekuatan dan kelemahannya.

4) Hasil evaluasi dijadikan tujuan baru bagi proses pembelajaran berikutnya.

Salah satu contoh evaluasi portofolio dalam pendidikan jasmani yang bisa dijadikan sebagai

pijakan penulis dalam menyusun evaluasi portofolio seperti diungkapkan oleh Timothy Sawicki

(2007) dan Vincent Melograno (1994), yang disesuaikan dengan kompetensi atau materi yang

diajarkan di sekolah menengah pertama (SMP). Untuk lebih jelas mengenai evaluasi dalam

pembelajaran pendidikan jasmani dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Model Evaluasi Portofolio dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Aspek yang Dievaluasi Jenis Evaluasi

Psikomotor

Atletik (start jongkok, lari 50 meter,

dan tolak peluru).

Pengamatan (Skala)

Tes Hasil Belajar

Senam (meroda/baling-baling, guling

lenting/neck kip).

Pengamatan (Skala)

Tes Hasil Belajar

Beladiri (tangkisan dalam dan luar,

tangkisan atas dan bawah).

Pengamatan (Skala)

Tes Hasil Belajar

Permainan bolabasket (passing,

dribbling, shooting).

Pengamatan (Skala)

Tes Hasil Belajar

Kebugaran jasmani Tes Fitnessgram (Daya tahan

cardiorespiratory (lari 1 mile),

kekuatan dan daya tahan otot (push up,

sit up, pull up), fleksibilitas sendi (sit

and reach test), komposisi tubuh (skin

folds)

Afektif

Kerjasama Self Assessment

17

Contoh Format

1:

Evaluasi

portofolio

dalam

Pembelajaran

Penjas

Domain Psikomotor

Kategori

dan

Jenis

Evaluasi

Gambar

Uraian Nilai

Start Jongkok 1 2 3 4

Observasi

dan

Rating

Scale

Aba-aba (Bersedia)

Posisi jongkok lutut kaki belakang

menempel pada tanah/lintasan.

Kedua lengan dengan jari-jarinya

membentuk hurup “V” terbalik.

Telunjuk dan ibu jari dibuka lebar untuk

menyangga berat badan dengan posisi

kedua lengan selebar bahu.

Aba-Aba (Siap)

Lutut yang menempel di tanah diangkat,

lutut kaki depan ada dalam posisi

membentuk sudut 90 derajat, lutut kaki

belakang 120-140 derajat.

Panggul diangkat sedikit lebih tinggi

dari bahu, tubuh sedikit condong ke

depan, bahu sedikit lebih maju dari

kedua tangan, pandangan ke bawah.

Aba-aba (Ya)

Dorong kaki depan pada start blok

dengan kuat, kaki belakang digerakkan

ke depan dengan cepat badan condong

ke depan, kedua tangan diangkat dari

tanah bersamaan lalu diayun bergantian.

Nilai: Skala 1- 4 (1 = rendah; 2 = cukup; 3 = Bagus; 4 = Bagus Sekali)

Usaha

Inisiatif

Partisipasi

Perilaku harian Pengamatan

Aktivitas di luar Self Assessment

Kognitif

Pengetahuan mengenai materi

yang diajarkan Tes Objektif

18

Contoh Format 2:

Profil Kebugaran Jasmani Siswa (Fitnessgram)

Nama Siswa :

Kelas :

No Komponen

Pelaksanaan Tes

Tes Awal Tes Akhir

1 Daya Tahan Cardiorespiratory

a. Lari 1 Mile

2 Kekuatan dan Daya Tahan Otot

a. Push Ups

b. Sit Ups

c. Pull Ups

3 Flesibilitas Sendi

a. Sit and Reach

b. Trunk Extention

c. Shoulder Lift

4 Komposisi Tubuh

a. Skinfolds

Contoh Format 3:

Evaluasi portofolio dalam Pembelajaran

Pendidikan Jasmani Domain Afektif

Refleksi Diri pada Domain Afektif

Nama : _______________________ Tanggal :

____________________

Materi: _______________________

No Pernyataan Selalu Kadang-

Kadang

Tidak

Pernah

1 Mengikuti aturan.

2 Membantu teman yang belum bisa.

3 Belajar secara aktif dalam aktivitas

kelompok.

4 Menunjukkan kerjasama tim dan

menunjukkan sikap kepemimpinan.

5 Mempersiapkan diri sebelum memulai

pelajaran.

6 Berinisiatif menggunakan strategi dalam

memecahkan masalah.

7 Berpartisipasi aktif dalam setiap

pembelajaran.

8 Menginginkan semua teman belajar,

19

bermain, dan berhasil.

9 Memotivasi diri dan orang lain.

10 Bekerja keras mempelajari keterampilan.

11 Hormat terhadap guru dan teman.

12 Mengendalikan termpramen.

13 Memperhatikan perasaan orang lain.

14 Menerima pendapat orang lain.

15 Bermain secara terkendali.

Nilai: Skala 1- 3 (1 = rendah; 2 = cukup; 3 = Baik)

Evaluasi portofolio dalam Pembelajaran

Pendidikan Jasmani (Refleksi Diri pada Materi Pelajaran)

Refleksi Diri Siswa pada Materi Pembelajaran

Nama : _______________________ Tanggal : _____________________

Materi : _______________________

Isikanlah kata-kata di bawah ini yang menggambarkan perasaan anda pada

materi yang sudah anda dipelajari

Menarik Terlalu mudah Bermanfaat

Membosankan Sangat menolong Tidak bernilai

Menyenangkan Penting bagi saya Melelahkan

Terlalu berat Hebat Sia-sia

Isilah sesuai dengan perasaan anda: (________________________________)

Mengapa anda memilih kata seperti itu?

Contoh format 4:

Evaluasi portofolio dalam Pembelajaran

Pendidikan Jasmani (Catatan Harian Siswa)

Catatan Perilaku Harian Siswa

No Nama Siswa Perilaku yang Muncul

Paraf Guru Keterangan Positif Negatif

Contoh format 5:

Evaluasi portofolio dalam Pembelajaran

Pendidikan Jasmani (Laporan Aktivitas Siswa di Luar Sekolah)

20

Nama :

Tanggal :

1. Pilihlah aktivitas di bawah ini yang anda lakukan pada waktu senggang?

Berikan tanda (v)

Bermain

Kartu Nonton TV Naik Gunung Lain-lain

Mancing Naik Kuda Mengecat Jalan

Ski Air Senam

Aerobik Menjahit ……………

Membaca Bulutangkis Bermain …………….

Menembak Dayung Melukis …………….

Basket Panjat Tebing Bersepeda …………….

Berenang Kemping Memanah …………….

Golf Basket Lari …………….

Sepakbola Voli Bowling ………….…

Naik

Gunung Jogging Tenis Meja …………….

Tenis Weight

Training

Kucing-

kucingan …………….

2. Bagaimana anda menampilkan aktivitas fisik setiap hari?

Kurang

Aktif Cukup Aktif Aktif Sangat Aktif

3. Berapa jam rata-rata anda melakukan aktivitas fisik di bawah ini dalam satu

hari?

Duduk Berjalan Kerja Cukup

Berdiri Kerja ringan Kerja Berat

4. Pernahkan anda melakukan latihan untuk kebugaran?

Tidak

Pernah Jarang

3-6 Kali

Seminggu Setiap Hari

6. Bagaimana keadaan daya tahan cardiorespiratory anda?

Kurang Cukup Baik Sempurna

C. KESIMPULAN

1. Kesimpulan

Evaluasi portofolio merupakan usaha untuk memperoleh berbagai informasi secara berkala,

berkesinambungan, dan menyeluruh, tentang proses dan hasil pertumbuhan dan perkembangan

wawasan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa yang bersumber dari catatan dan dokumentasi

pengalaman belajar siswa. Evaluasi portofolio merupakan jenis evaluasi yang adil dalam menilai

hasil belajar siswa yang tidak terfokus pada hasil akhir tetapi juga terfokus pada proses

pembelajaran, jenis evaluasi ini juga menilai berbagai aneka pengalaman siswa dalam belajar baik

di sekolah maupun di luar sekolah. Inilah yang tidak dimiliki dalam evaluasi tradisional sebab

dalam evaluasi tradisional hanya menilai serpihan-serpihan kecil atau hasil akhir yang tidak

mempertimbangkan aneka pengalaman siswa dalam belajarnya, sehingga keputusan yang diambil

dalam menilai siswa seringkali tidak adil.

21

2. Saran

Diharapkan artikel ini dijadikan sebagai rekomendasi bagi para pemegang kebijakan dalam

pendidikan, khususnya bagi para kepala sekolah, guru pendidikan jasmani, pembina olahraga di

sekolah, agar mutu hasil pembelajaran pendidikan jasmani meningkat maka gunakan evaluasi

portofolio.

KEPUSTAKAAN

Asmawi Zaenul. (2008). Locus of Control, Self Esteem dan Tes Baku. Bandung: Journal of

Historical Studies.

Dasim Budimansyah. (2002). Model Pembelajaran dan Penilaian Portofolio. Bandung: Penerbit

PT. Genesindo.

Cartono, et al. (2006). Penilaian Hasil Belajar Berbasis Standar. Bandung: Penerbit Prisma Press.

David Sweet (1993). Student Portfolio: Classroom Uses. EducationConsumerGuide.

http://www.ed.gov/pubs/OR.ConsumerGuide/elassuse.html.

Frazier, D.M., & Paulson, F.L., (1992). Portfolio Assessment. From the World Wide Web: http:

//www.assessment. research.reference.htm.

Herman, J.L., & Stephen, A. Zuniga. (1996). Portfolio Assessment. From the World Wide Web:

http: //www. answers.com/topic/potfolio-assessment.

Mary O’Sullivan & Mary Henninger. (2000). Assessing Student Responsibility and Teamwork.

United State of America: National Association for Sport and Physical Education.

Melograno, Vincent. (2000). Designing a Portofolio System for K-12 Physical Education: A Step-

by-Step Process. Cleveland State University: Journal Measurement in Physical Education

and Exercise Science, 4 (2), 97 – 115.

Mulyasa. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT.

Rosdakarya.

Nana Sudana. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Departemen Pendidikan

Nasional. From the World Wide Web: http//www.google.geocities.

Nana Sudjana. (1990). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Paulson, Paulson dan Meyer (1991). What Make a Portofolio a Portofolio? Educational Leadershif,

pp. 60-63.

Rusli Lutan. (2002). Supervisi Pendidikan Jasmani: Konsep dan Praktik. Jakarta: Depdiknas.

Dirjen Dikdasmen Bekerjasama dengan Dirjen Olahraga.

Suherman, Adang. (1998). Revitalisasi Keterlantaran Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani.

Bandung: IKIP Bandung Press.

Surapranata, Sumarna, et al. (2004). Penilaian Portofolio. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

Suzann Schiemer. (2000). Assessment Strategies for Elementary Physical Education. United State

of America: Human Kinetics.

Syaiful Sagala. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Wina Sanjaya. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Jakarta: Kecana Penada Media Group.