Ekranisasi Novel ke Film
Transcript of Ekranisasi Novel ke Film
TRANSFORMASI NOVEL “TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK” KARYA BUYA HAMKA KE DALAM
FILM “TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK” :Analisis Kernel dan Satelit dengan Kajian Ekranisasi
Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Sastra Perbandingan
Oleh
MAELANI
E1C112074
Kelas V B
UNIVERSITAS MATARAMFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENIPROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA DAN DAERAH2014/2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Saat ini begitu banyak karya sastra Indonesia yang menjadi cikal bakal
terbentuknya sastra yang baru, segala sesuatu yang terlahir sebagai sebuah
karya sastra berasal dari sebuah karya yang lain, yang menjadi motivasi dan
inspirasi lahirnya karya sastra, baik mempengaruhi secara langsung ataupun
secara tidak langsung. Seperti ungkapan “sastra lahir bukan dari alam
kekosongan”. Begitu banyak hal yang bisa di amati bahwa sastra lahir bukan
dari alam kekosongan, dalam sebuah karya ada karya lain yang mengisinya,
atau yang menjadikan penciptaannya. Begitu juga dalam hal transformasi
film, memang berlainan bahasan namun tetap saja berkaitan, karena
merupakan kajian dalam sastra perbandingan.
Transformasi sebuah kerya sastra misalnya dari sebuah puisi menjadi
sebuah lagu, transformasi dari novel ke film, transormasi film ke novel,
transformasi cerpen ke FTV. Seperti yang beberapadekade ini telah banyak
sekali para sastrawan, senman dan sutradara yang bersinergi dalah hal
transformasi karya sastra ini. Seperti karya-karya dari Habiburrahman El-
Shirazi yang begitu menarik perhatian para sutradara dan produser untuk
membuat film dari novel-novelnya seperti novel Ayat-Ayat Cinta dengan
judul film yang sama pula, Ketika Cinta Bertasbis dengan judul film yang
sama, Cinta Suci Zahrana dengan judul film yang sama. Andrea Hirata dengan
karya-karyanya yang menggugah semangat perjuangan seperti Laskar Pelangi
yang difilmkan dengan judul Laskar Pelangi juga, Sang Pemimpi yang
merupakan lanjutan seri dari Laskar Pelangi yang juga difilmkan dengan judul
yang sama. Penulis wanita seperti Dewi Lestari dengan novelnya perahu
Kertas yang difilmkan dengan judul yang sama, supernova dan lainnya. Film
Bidadari-Bidadari Surga, Hafalan Sholat Delisa juga diangkat dari sebuah
novel.
Bermacam-macam alasan mendasari proses transformasi dari novel ke
film. Alasan-alasan tersebut antara lain karena sebuah novel sudah terkenal,
sehingga masyarakat pada umumnya sudah tak asing lagi dengan cerita novel
itu. Pada akhirnya, ketidakasingan tersebut mendukung aspek komersil.
Alasan terakhir adalah karena ide cerita novel dianggap bagus oleh
masyarakat dan penulis skenario film. Munculnya fenomena pengadaptasian
novel ke bentuk film merupakan perubahan substansi dari wacana yang
memunculkan istilah ekranisasi. Ketika film ditayangkan, baik para penulis
maupun para pembaca yang sudah terlebih dulu membaca novel tersebut
merasa kecewa terhadap hasil film transformasinya. Novel merupakan karya
yang rumit sehingga sering membutuhkan penyuntingan yang jauh lebih
banyak.
Asrul Sani, dalam kumpulan Essai Surat-Surat Kepercayaan (1997:194),
menyatakan bahwa gambar-gambar yang dihadirkan film disertai suara dan
musik, sehingga membatasi seorang penonton untuk berimajinasi. Selain itu,
faktor film yang terikat dengan durasi menyebabkan para pekerja film harus
kreatif untuk dapat memilah dan memilih peristiwa-peristiwa penting untuk
difilmkan. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman berkesan bagi pembaca
pada saat membaca novel tidak selalu ditemukannya pada saat menonton film
hasil transformasi dari novel, pada proses pemindahan novel ke layar putih,
perubahan terjadi pada penceritaan, alur, penokohan, latar atau suasana, tema,
dan amanat.
Penulis mengambil novel karya Buya Hamka yang telah ditransformasi ke
film yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, dengan judul film
yang sama dengan novelnya. Penulias tertarik menganalisis novel ini dengan
kajian ekranisasi karena novel ini merupakan karya yang begitu menarik.
Kisahnya merupakan potret sosial budaya masyarakat Indonesia yaitu
Minangkabau, Padang, Sumatra. perjalanan kesusastraan Indonesia sejak
kelahirannya sampai kini. Pada zaman Balai Pustaka (1920—1933), misalnya,
kita melihat, karya-karya sastra yang muncul pada saat itu masih
menunjukkan keterikatakannya pada problem kultural ketika bangsa
Indonesiaberhadapan dengan kebudayaan Barat. Tarik-menarik antara tradisi
dan pengaruh Barat dimanifestasikan dalam bentuk tokoh-tokoh rekaan yang
mewakili golongan tua (tradisional) dan golongan muda (modern). Tarik-
menarik itu juga tampak dari tema-tema yang diangkat dalam karya sastra
pada masa itu. Problem adat yang berkaitan dengan masalah perkawinan dan
kedudukan perempuan hampir mendominasi novel Indonesia pada zaman itu.
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck memang telah ditrasformasikan
ke dalam film. Pada penghujung tahun 2013, novel Tenggelamnya Kapal Van
der Wijck karya Hamka di ekranisasi oleh para produser film, setelah
sebelumnya ada banyak karya sastra yang telah berubah menjadi film. Oleh
sebab itu penulis sangat tertarik menganalisis transformasi novel ke film karya
Hamka ini untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian antara film dan
novelnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah yang
akan dibahas dalam karya tulis ini yaitu: bagaimanakan bentuk transformasi
novel ke dalam film dianalisis dengan kajian ekranisasi.
1.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam karya tulis ini adalah untuk mengetahui
kernel dan satelit dalam transformasi novel ke dalam film dengan kajian
ekranisasi.
1.4 MANFAAT
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberi wawasan mengenai transformasi
novel ke dalam film kepada pembaca khususnya dalam menemukan kernel
dan satelit dari sebuah transformasi dengan kajian ekranisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI
2.1 TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian yang mengkaji tetang transformasi novel ke dalam film
memang telah banyak dilakukan seperti yang dilakukan oleh dyah ayu setyorini
dalam tesisinya yang berjudul Transformasi Novel Rebecca (1938) Karya Daphne
Du Maurier Ke Bentuk Film Rebecca (1940) Karya Alfred Hitchcock: Analisis
Ekranisasi. Tesisi tersebut membahas secara medalam bentuk transformasi novel
Rebecca ke dalam film Rebecca pula. Namun analisis yang dilakukan oleh penulis
dalam karya tulis ini berbeda dengan analisis yang telah dilakukan, perbedaannya
terletak pada objek analisis, objek yang akan dianalisis oleh penulis adalah novel
karya Buya Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang
ditransformasikan ke dalam film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang
digarap oleh Sunil Soraya.
2.2 KAJIAN TEORI
2.2.1 Ekranisasi
Ekranisasi sebenarnya adalah suatu proses pemindahan atau
pengadaptasian dari novel ke film. Eneste (1991: 60) menyebutkan bahwa
ekranisasi adalah suatu proses pelayar-putihan atau pemindahan/
pengangkatan sebuah novel ke dalam film (ecran dalam bahasa Prancis
berarti ‘layar’). Ia juga menyebutkan bahwa pemindahan dari novel ke layar
putih mau tidak mau mengakibatkan timbulnya berbagai perubahan. Oleh
karena itu, ekranisasi juga bisa disebut sebagai proses perubahan. Pada
perkembangannya sekarang, ekranisasi bukan saja perubahan atau adaptasi
dari novel ke film, tetapi sekarang banyak pula bermunculan adaptasi dari
film ke novel. Berkaitan dengan ini, Damono (2005; 96) menyebutnya
dengan istilah alih wahana. Dalam hal ini ia menjelaskan bahwa alih wahana
adalah perubahan dari satu jenis kesenian ke dalam jenis kesenian lain.
Ekranisasi sebenarnya adalah suatu pengubahan wahana dari kata-kata
menjadi wahana gambar. Di dalam novel, segalanya diungkapkan dengan
kata-kata. Pengilustrasian dan penggambaran dilukiskan dengan gambar.
Sedangkan dalam film, ilustrasi dan gambaran diwujudkan melalui gambar.
Gambar di sini bukan hanya gambar mati, melainkan gambar hidup yang
bisa dironton secara langsung, menghadirkan sesuatu rangkaian peristiwa
yang langsung pula.
Ekranisasi juga menimbulkan beberapa perubahan pada sebuah karya
sastra. Sebuah novel yang mungkin dibaca dalam beberapa hari bisa
dinikmati dalam waktu yang relatif lebih singkat (durasi rata-rata film 90
menit). Hal ini tentu menyebabkan adanya beberapa pengurangan atau
penghilangan beberapa bagian dari karya aslinya. Contohnya, film Ayat-
Ayat Cinta yang diangkat dari novel dengan judul sama. Terdapat beberapa
tokoh yang tidak ditampilkan dalam filmnya, misalnya Tuan Boutross ayah
Maria.
Ekranisasi juga salah satu bentuk interpretasi atau resepsi pembaca
(dalam hal ini penulis skenario). Oleh karena itu, bukan tidak mungkin
dalam filmnya terdapat penambahan dari karya aslinya. Di samping itu,
sutradara juga bisa memberi interpretasi sendiri terhadap skenario sehingga
terjadilah resepsi atas resepsi.
2.2.2 Hakikat Penciutan/pengurangan
Penciutan dikenal juga dengan istilah penghilangan.Penghilangan
dalam kajian ini disesuaikan dengan ekranisasi itu sendiri. Eneste (1991:61)
menyatakan bahwa ekranisasi berarti pula yang dinikmati berjam-jam atau
berhari-hari harus diubah menjadi apa yang dinikmati (ditonton) selama
Sembilan puluh sampai seratus dua puluh menit. Dengan kata lain, novel-
novel tebal seperti Perang dan Damai Dokter Zhivago mau tidak mau harus
mengalami pemotongan atau penciutan bila hendak difilmkan. Diketahui
bahwa novel ceritanya tidak cukup dipahami hanya sekali duduk berbeda
hal dengan film.Film tidak membutuhkan waktu berhari-hari untuk
mengetahui cerita yang digambarkan dalm film tersebut.Hal ini senada
dengan pandangan.
2.2.3 Hakikat Penambahan
Novel dan film merupakan dua karya yang berbeda. Kedua karya ini
diciptakan oleh novelis dan sutradara dengan memodifikasi sedemikan rupa
sehingga mampu melahirkan karya itu bermanfaat untuk dibaca, indah dan
menarik saat ditonton. Eneste (1991:64) memberikan pandangan bahwa
penulis scenario dan sutradara telah menafsirkan terlebih dahulu novel yang
hendak difilmkan, ada kemungkinan terjadi penambahan-penambahan
disana-sini. Misalnya penambahan pada cerita, alur, penokohan dan latar
atau suasana.
2.2.4 Hakikat Perubahan Variasi
Eneste (1991:65) menjelaskan kecuali adanya penciutan dan
penambahan, ekranisasi kemungkinan terjadinya variasi-variasi tertentu
antara novel dan film. Karena novel mengalami penciutan dan penambahan,
maka memungkinkannya terjadi perubahan bervariasi agar secara garis besar
cerita tidak merubah inti dari cerita dalam novel. Pemindahan cerita novel
ke dalam film divariasikan oleh novelis dan sutradara untuk membuat daya
tarik dan bermanfaat bagi pembaca dan penonton. Menurut Eneste (1991:65)
menjelaskan kecuali adanya penciutan dan penambahan, ekranisasi
kemungkinan terjadinya variasi-variasi tertentu antara novel dan film.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekranisasi
agar dapat melihat proses perubahan bentuk khususnya alur cerita, tokoh dan
penokohan, serta setting tempat dan setting waktu. Metode ini juga digunakan
sebagai dasar meneliti dan mengkaji kernel dan satelit dari novel ke film yang
menggunakan sistem naratif. Kedua, metode intertekstual. Dalam metode ini,
dilakukan perbandingan antara bentuk kernel dan satelit asal ( novel ) dengan
bentuk perubahannya ( film ). Berdasarkan perubahan tersebut dapat dilihat
perubahan fungsi yang terjadi serta alasan mengapa perubahan fungsi dapat terjadi
pada film hasil transformasi dari novel aslinya. Melalui metode intertekstual ini,
suatu karya akan mencapai keutuhan maknanya. Penerapan metode di atas adalah
sebagai berikut. Pertama, dipergunakan metode penelitian kepustakaan ( Library
Research ) terhadap novel “TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK”
sebagai objek material kajian untuk dapat menganalisis alur cerita melalui kernel
dan satelit yang terdapat dalam novel tersebut. Kedua, melakukan pengamatan
terhadap film “TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK” untuk dapat
menganalisis alur cerita melalui kernel dan satelit yang terdapat dalam film
tersebut. Ketiga, membandingkan kernel dan satelit antara novel dengan film
“TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK” sehingga diketahui persamaan
dan perbedaan dalam perubahan bentuk yang terjadi di dalamnya. Dengan
perbandingan tersebut juga didapatkan perubahan fungsi beserta alasan – alasan
terjadinya perubahan fungsi tersebut sebagai suatu pemahaman karya.
BAB 4
PEMBAHASAN
Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya BUYA HAMKA yang
diterbitkan oleh PT. Bulan Bintang, Jakarta pada tahun 1984, novel ini merupakan
cetakan ke-16 terdiri dari 140 halaman. Dalam novel ini terdiri atas28 bab atau
bagian. Novel ini merupakan ekspresi budaya dan tradisi minang, gaya bahasa
yang digunakan pun masih merupakan gaya bahasa sesuai zaman dan tradisinya,
namun novel ini telah dissesuaikan sesuai dengan ejaan yang disempurnakan,
namun masih mengandung dialek Minangkabau.
Novel ini ditransformasi ke dalam film pada akhir tahun 2013, yang
disutradarai oleh Sunil Soraya, produser Ram Soraya yang di produksi oleh
Soraya Intercine Film, yang dirilis pada tahun 2014. Durasi film ini sepanjang 2
jam 34 menit 33 detik.
Hasil analisis dengan kajian ekranisasi untuk mengetahui penciutan/pengurangan,
penambahan dan perubahan variasi. Berikut akan disajikan hasil analisis :
A. Penciutan/pengurangan
Novel yang terdiri dari 140 halaman tersebut dinikmati dalam beberapa
puluh menit saja, jelas sangat banyak pemotongan dan pengurangan yang
dilakukan oleh penggarap film tersebut. Pengurangan yang terdapat dalam
transformasi novel Tenggalamnya Kapal Van Der Wijck ke dalam film
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck diantaranya:
1. Bagian yang dihilangkan dalam film adalah ketika kisah awal dimulai,
ayah Zainuddin yaitu Pendekar Sutan berada di Batipuh, Minangkabau.
Dalam film tidak dikisahkan perjalanan hidup ayahnya Zainuddin yang
bergelar Pendekar Sutan, saat diasingkan ke Makasar dan dimasukkan
kepenjara, hidup dalam penjara selama 12 tahun lamanya.
2. Pendekar Sutan menikahi sorang keluarga keturunan terpandang dan
terhormat di Makasar, dan hidup bersama dalam bahagia.
3. Ibu Zainuddin yang meninggal saat ia masih kecil dan belum mengerti
hidup, kemudian disusul dengan kematian ayahnya beberapa tahun
setelahitu.
4. Kisah Zainuddin dalam novel saat sampai di Batipuh mengalami berbagai
penolakan yang ia terima sampai 6 bulan lamanya. Namun di dalam film
tidak di hadirkan dengan jelas kesusahan dan kebosanan selama 6 bulan.
5. Zainuddin menemui neneknya yang berada di sebuah surau keci di
Batipuh, neneknyapun tidak menerimanya. Tetapi didalam film tidak
dihadirkan.
6. Hayati menulis surat untuk sahabatnya Khadijah yang berada di Padang
Panjang menceritakan tetang pemuda yang ia cintai.
7. Hayati menulis surat untuk sahabatnya Khadijah sebelum ia datang ke
Padang Panjang untuk mengikuti acara pacuan kuda dan pasar keramaian.
8. Hayati mengirim surat untuk Zainuddin dan ingin bertemu dengannya.
9. Mamak Hayati yaitu engku Datuk memanggil Zainuddin dan memintanya
untuk memutuskan hubungannya dengan Hayati dan segera meninggalkan
Batipuh.
10. Hayati menolak cintanya Zainuddin karena takut bermain cinta, ia lebih
memilih bersahabat saja. Namun ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri
bahwa ia mencintai Zainuddin dan mengakuinya.
11. Dalam novel digambarkan keadaan Negeri Padang Panjang ketika masih
menjadi pusat perdagangan dan perekonomian.
12. Zainuddin diusir diacara pacuan kuda bersama penonton lainnya karena
terlalu dekat dengan arene.
13. Khadijah menasehati Hayati untuk berhenti mencintai pemuda kampong
Zainuddin dan memilih suami yang lebih baik, lebih kaya dan lebih dalam
segalanya,untuk masa depannya.
14. Khadijah mengirimi Hayati surat sebelum utusan keluarganya datang
melamar Hayati.
15. Zainuddin menerima kabar dari Makasar bahwa pengasuhnya telah
meninggal.
16. Setelah menerima kabar meninggalnya Mak Base, pengasuhnya,
Zainuddin pergi berkeliling Padang untuk menghilangkan penat dan duka.
17. Khadijah mengirimi Zainuddin surat yang memberitahukan Hayati dan
Aziz kakanya akan menikah.
18. Hayati selalu mengirim surat untuk Khadijah saat sudah menikah dengan
Aziz tetang sikap suaminya yang semakin berubah tidak seperti pertama
menikah.
19. Zainuddin bertemu dengan engku mamak Hayati di sawah saat berjalan-
jalan sore dan bertemu dengan Hayati yang mengantar makanan untuk
mamaknya.
20. Zainuddin mengalami demam dan panas dingin setelah bertemu dengan
Hayati dan ia sadar dirinya telah terkena penyakit cinta.
B. Penambahan
Tidak hanya banyak pemotongan atau pengurangan, dalam film tersebut
juga tidak kalah banyaknya penambahan yang dilakukan oleh sutradara,
diantaranya :
1. Dialog Zainuddin bersama Mande Jamilah saat pertama sampai
rumahnya. Zainuddin memperkenalkan diri dan menerangkan
tujuannya untuk menetap di Batipuh.
2. Ketika pertama kali melihat Hayati di atas Bendi saat Zainuddin
berjalan-jalan bersama suami Mande Jamilah. Mereka berpandangan
dan saling berpaut senyum.
3. Penambahan dialog penjaga warung saat Zainuddin meminjamkan
payung kepada Hayati.
4. Zainuddin memberikan surat untuk Hayati saat berpapasan sepulang
dari rumah teman mengaji. Hal itu dilihat oleh engku Datuk, mamak
Hayati.
5. Para tetua mengadukan hubungan Hayati kepad engku Datuk dan
menyatakan keberatan mereka.
6. Persiapan Zainuddin bertemu dengan Hayati di pacuan kuda dengan
memotong rambut.
7. Aziz memuji kecantikan Hayati saat tiba di rumah Khadijah.
8. Zainuddin mengirim surat untuk hayati yang memintanya untuk tetap
memakai pakaian kampungnya yang jauh lebih baik dari pakaian yang
ia pakai saat di acara pacuan kuda, dan Zainuddin tidak begitu
menyukainya.
9. Ketika Zainuddin sampai di Jakarta bersama bang Muluk, begitu
banayk hal yang mereka temui, melihat nono belanda yang cantik,
melihat para buruh semir sepatu, dan melihat kapal Van Der Wijck di
sebuah papan pengumuman besar di pinggir jalan.
C. Perubahan Variasi
Terdapat juga perubahan variasi diantaranya
1. Perubahan alur
Alur yang digunakan dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck adalah alur maju, sedangkan dalam film menggunakan alur
campuran, maju mundur, hal ini dapat dilihat di awal film dikisahkan
ketika zainuddin sudah sukses menjadi seorang penulis, yang
seharusnya di dalam novel dikisahkan dari awal ayah Zainuddin.
2. Perubahan latar tempat
- Perubahan latar tempat ketika Zainuddin membaca surat.
- Tempat Zainuddin biasa menulis surat, menulis hikayat dan kisah-
kisah.
- Hayati yang berada diruang tengah ketika Zainuddin di panggil
oleh engku Datuk Mamaknya, namun dalam film Hayati baru
pulang mengaji.
- Hayati menemui Zainuddin di bukit tempat biasa menulis sebelum
Zainuddin meninggalkan Batipuh, namun pada novel latar
tempatnya adalah jalan pinggit sawah tempat Hayati menunggu
Zainuddin.
- Dalam novel dikisahkan Zainuddin sering mengasingkan diri dan
menyendiri ke bukit, ke pinggir sungai Anai, dan semak-semak
Anak. Namun saat ditemui dan dinasehati oleh bang Muluk,
mereka berada di dalam kamar.
3. Perubahan ending atau akhir cerita
Dalam novel dikisahkan ketika Hayati pulang menaiki kapal Vad
Der Wijck, kapal tersebut tenggelam dan membuatnya meninggal
setelah tidak mampu dirawat. Sepeninggal Hayati, Zainuddin
menguburnya di daerah yang dekat dengan rumahnya di Surabaya, ia
datang setiap hari ke makam Hayati untuk menabur bunga, dan berdo.
Ia hidup sendiri dan rapuh, sakit-sakitan, dan tidak terkenal seperti
dulu, hingga akhirnya Zainuddin meninggal setahun kemudian dan
meninggalkan seluruh harta warisan untuk bang Muluk, Daeng di
Makasar, untuk Klub Anak makasar. Zainuddin meninggal setelah
meyelesaikan karya terkhirnya yaitu kisah cintanya bersama Hayati
hingga akhir hidupnya yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck”.
Sedangkan di dalam film, kisah akhir dari Zainuddin setelah Hayati
meninggal adalah bangkit kembali dari keterpurukan dan membangun
sebuah panti asuhan yang diberi nama Rumah Yatim Piatu Hayati, dan
menerbitkan karya terbarunya yang berjudul “Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck”. Zainuddinpun tetap hidup bersama Hayati dalam
karya-karyanya.
MENEMUKAN KERNEL DAN SATELIT DENGAN KAJIAN
EKRANISASI
Kernel dan Satelit sebagai dasar untuk menemukan alur cerita atau
peristiwa dalam penelitian ini merupakan bagian story atau cerita struktur
naratif. Keseluruhan peristiwa dan eksistensi merupakan bentuk dari isi,
sedangkan substansi dari isi adalah berupa orang atau sesuatu yang dibentuk
oleh kode budaya pengarang. Barthes via Chatman mengemukakan bahwa
peristiwa mayor atau yang disebut kernel yaitu saat naratif memunculkan inti atau
pokok arahan peristiwa. Oleh karena itu, kernel tidak dapat dihapus karena akan
merusak logika cerita. Peristiwa minor atau satelit yaitu peristiwa dalam alur yang
dapat dihilangkan tanpa merusak kelogisan cerita meskipun dengan
menghilangkannya dapat mengurangi keestetikan naratifnya. Fungsi satelit adalah
mengisi, menjelaskan dan melengkapi kernel. Satelit dapat berkembang seluas-
luasnya tanpa batas. Satelit tidak selalu terjadi di dekat kernel sebab wacana tidak
setara dengan cerita. Dalam hal ini satelit dapat mendahului atau mengikuti
kernel. Namun satelit dapat juga berada jauh dari kernel. Jadi, satelit berfungsi
sebagai “ daging yang membungkus tulang ( kernel ).
Dalam penelitian ini akan disajikan kernel dan satelit dalam film
“TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK”.
NO KERNEL SATELIT
1 BAB 1. ANAK YANG TERBUANG
Mengisahkan ayah Zainuddin
“Pendekar Sutan” sewaktu muda.
Bagian ini dibuang dalam film.
Tidak mempengaruhi jalan
ceritanya.
2 BAB 2. YATIM PIATU
Bab ini mengisahkan masa kecil
Zainuddin yang ditinggal oleh ibunya
dan dirawat oleh ayah serta
pengasuhnya, tak lama kemudian
ayahnyapun meninggal dunia
menyusul ibunya.
Bagian ini dibuang dalam film.
Namun hanya diterangkan oleh
narrator sekilas tentang Zainuddin
yang yatim piatu.
3 BAB 3. MENUJU NEGERI NENEK Zainuddin berusaha meyakinkan
MOYANG
Dalam bab ini diceritakan bagaimana
tekad kuat Zainuddin untuk
mendatangi negeri ayahnya
Minangkabau yang indah untuk
melaksanakan wasiat ayahya.
Daeng pengasuhnya untuk
diberikan izin pergi ke Batipuh,
Minangkabau.
4 BAB 4. TANAH ASAL
Sesampai di Batipuh, Minagkabau,
Zainuddin bertemu dengan keluarga
ayahnya namun tidak terlalu diterima
dengan baik.
Zainuddin bertemu Mande Jamilah
dan suami di rumah Gedengnya,
namun tidak diterima dengan baik
sebelum ia memberi uang.
(penambahan dialog)
5 BAB 5. CAHAYA HIDUP
Mengisahkan semangat Zainuddin
kembali setelah ia bertemu Hayati
-Pertemuan dan beradadu pandang
diwaktu pagi saat Zainuddin
berjalan-jalan, dan Hayati berada
di atas bendi. (penambahan)
- Pertemuan saat Zainuddin
mengambil kayu bakar, dan Hayati
berada di dalam rumah melihat
dari jendela. (penambahan)
- Pertemuan di waktu sore ketika
Hayati mengantar makanan untuk
Datuknya disawah. (pengurangan)
-Pertemuan sewaktu pulang
mengaji dari Padang Panjang
dalam keadaan hujan lebat,
Zainuddin meminjamkan paying
pada Hayati.
6 BAB 6. BERKIRIM-KIRIM SURAT
Hayati mengiri Zainuddin surat
bersama paying yang ia kembalikan,
Zainuddin memberanikan diri untuk
membalas surat dan mengirimi
-Menuggu Hayati di pinggir danau
dan sungai untuk memberikan
surat. (penambahan dan
pengurangan)
-Membaca surat di sebuah bukit
Hayati curahan hatinya yang ia tuls pinggir sungai (perubahan)
7 BAB 7. PEMANDANGAN DI
DUSUN
Bab ini mengisahkan fitnah
masyarakat terhadap hubungan
Zainuddin dan Hayati yang
menyebabkan Datuk Mamak Hayati
mengusir Zainuddin dari desa.
Ketika Zainuddin dan Hayati
bertemu di pinggir sungai, lewatlah
engku Datuk dan melihat kejadian
itu, Datuk mendapat pengaduan
dari tetua lainnya tentang
hubungan Zainuddin dan Hayati.
8 BAB 8. BERANGKAT
Zainuddin akhirnya meninggalkan
Batipuh dengan penuh kesedihan
akan berpisah dari kekasihnya
Hayati.
Hayati menemui Zainuddin di
sebuah bukit yang biasa menjadi
tempat menulis surat, Hayati
memberikan selendang dan
beberapa helai rambutnya sebagai
azimat untuk Zainuddin dan
melepas Zainuddin pergi.
(perubahan setting)
9 BAB 9. DI PADANG PANJANG
Zainuddin akhirnya pindah ke Padang
Panjang dan tinggal disebuah rumah.
-Gambaran negeri Padang Panjang
saat menjadi pusat perdagangan
dan pusat perekonomian di Padang
(pengurangan)
10 BAB 10. PACUAN KUDA DAN
PASAR MALAM
Zainuddin akan bertemu dengan
Hayati dalam acara ini.
-Zainuddin begitu antusias
mempersiapkan diri bertemu
dengan kekasihnya, dipotong
rambutnya dan mempersiapkan
pakaian terbaiknya (penambahan)
-Zainuddin bertemu Hayati dan
sedikit kecewa melihat perubahan
dalam diri Hayati yang memakai
pakaian terbuka.
11 BAB 11. BIMBANG
Hayati yang selalu saja diberikan
Dalam film bagian ini tidak di
sertakan.
nasihat oleh sahabatnya Khadijah
unutk memilih suami yang lebih baik,
dan ia pun menyukai Aziz saudara
Khadijah, Aziz pandai memikat
wanita.
12 BAB 12. MEMINANG
Aziz meminang Hayati berdasarkan
saran dari Khadijah dan ibunya. Dan
Zainuddin memberanikan diri untuk
melamar juga.
Keluarga Aziz mengirim utusan,
begitiu juga Zainuddin
mengirimsurat yang sama-sama
bermaksud melamar Hayati.
13 BAB 13. PERTIMBANGAN
Para tetua adat Minangkabau
berkumpul untuk bermusawarah dan
akhirnya menerima lamaran Aziz dan
menolak Zainuddin.
Hayati hanya bisa menerimanya
dengan penuh kesedihan.
14 BAB 14. PENGHARAPAN YANG
PUTUS
Zainuddin telah kecewa dan putus asa
karena lamarannya ditolak dan Hayati
akan menikah dengan lelaki lain
Zainuddin menerima surat dari
engku Datuk Mamaknya Hayati
tentang penolakan lamaran, dan
Khadijah pun memberitahu bahwa
Hayati akan menikah dengan
kakanya Aziz.
15 BAB 15. PERKAWINAN
Hayatipun menikah dengan Aziz
yang semakin membuat Zainuddin
terpukul
Zainuddin telah menyelidiki
siapakah Aziz sebenarnya, Aziz
bukanlah pria yang baik dan
memberitahu Hayati, namun
Hayati tidak menerima hal itu dan
tetap menikah dengan Aziz.
16 BAB 16. MENEMPUH HIDUP
Setelah pernikahan Hayati dan Aziz,
Zainuddin seakan gila dan tak
sembuh dari sakitnya
-Hayati menemui Zainuddin
sekiranya akan menyembuhkan,
namun malah semakin parah
karena Zainuddin telah tahu Hayati
telah menjadi milik orang lain.
-Bang Muluk sahabatnya
Zainuddin menasihati agar ia
bangkit dan tak boleh mati lantaran
dibunuh wanita, ia harus
mengembangkan bakatnya yang
luarbiasa sebagai penulis hikayat
dan kisah-kisah.
17 BAB 17. JIWA PENGARANG
Akhirnya Zainuddin pun bangkit dari
keterpurukan dan pindah ke Tanah
Jawa bersama Bang Muluk.
-Banyak hal yang dtemukan
disana, semangat baru dan jiwa
pengarang yang semakin tinggi.
Zainuddin menjadi sosok yang
terkenal dengan hikayat-hikayat
yang ia tulis disurat kabar.
18 BAB 18. SURAT HAYATI PADA
KHADIJAH
Hayati menceritakan sikap Aziz
suaminya yang berubah padanya
tidak seperti pertama menikah.
Bagian itu tidak disertakan dalam
film
19 BAB 19. CLUB ANAK SUMATRA
Zainuddin pindah ke Surabaya untuk
mengembangkan bisnisnya di bidang
penerbitan dan penulisan.
Surabaya menjadi tempat
kesusksesannya yang lebih tinggi,
ia bertemu dengan banyak orang-
orang padang dalam Club Anak
Sumatra dan membentuk
komunitas Tonil Sumatra.
20 BAB 20. RUMAH TANGGA
Bab ini mengisahkan rumah tangga
Hayati dan Aziz mengalami banyak
permasalah, hutang Aziz dimana-
mana, mereka hidup miskin dan tak
punya harta benda, rumah disita.
Akhirnya Hayati dan Aziz
menumpang di rumah Zainuddin.
21 BAB 21. HATI ZAINUDDIN
Cinta Zainuddin tidak pernah berubah
Zainuddin tidak pernah bisa
melupakan Hayati, ia tetap
kepada Hayati walau telah menjadi
milik orang lain.
tersenyum walau hatinya
menangis. Ia selalu memandang
lukisan Hayati yang ada di kamar
tulisnya setiap hari.
22 BAB 22. DEKAT TAPI
BERJAUHAN
Hayati merasa Zainuddin
menjauhinya dan tidak suka ia berada
di dekatnya.
Aziz meninggalkan Hayati
sementara waktu di rumah
Zainuddin untuk mencari
pekerjaan di kota lain.
Zainuddinpun jarang pulang
kerumah karena ia merasa tidak
berhak berdekatan dengan Hayati
karena ia bukan miliknya.
23 BAB 23. SURAT CERAI
Hayati diceraikan oleh Aziz melalui
surat sebelum Aziz bunuh diri.
Aziz telah pergi keluar kota bukan
untuk mencari pekerjaan, namun
unuk melarikan dan bunuh diri di
sebuah hotel.
24 BAB 24. AIR MATA
PENGHABISAN
Hayati tidak tahu harus bagaimana, ia
meminta maaf kepada Zainuddin dan
meminta belas kasihan padanya
Di ruang kerja Zainuddin menemui
Hayati, mereka berdua bercira
tentang masa lalu yang
menyakitkan. Hayati meminta
maaf pada Zainuddin. Namun
Zainudiin memintanya untuk
kembali ke Batipuh, Padang.
25 BAB 25. PULANG
Hayati pun pulang membawa
harapan, ia menaiki kapal belanda
terbesar dan termewah saat itu yaitu
kapal Van Der Wijck yang berlabuh
menuju laut Andalas.
Hayati dibantu oleh bang Muluk
untuk bersiap-bersiap untuk pulang
ke Batipuh, ia meminta untuk
diberikan tanda pengingat akan
Zainuddin, dan diberikanlah
sebuah foto Zainuddin oleh bang
Muluk.
26 BAB 26. SURAT HAYATI YANG
PENGHABISAN
Hayati menitipkan surat kepada
bang Muluk agar diberikan kepada
Hayati menulis surat unutk Zainuddin
sebelum meninggalkan rumahnya dan
kembali ke Batipuh.
Zainuddin. Surat yang menyatakan
Hayati tetap mencitainya dan
cintanya masih suci pada
Zainuddin.
27 BAB 27. SEPENINGGAL HAYATI
Kapal Van Der Wijck yang
ditumpangi Hayati tenggelam di laut,
Hayatipun meninggal karena tak bisa
diselamatkan. Zainuddin hidup dalam
baying-bayang hayati, setiap hari
dalam hidupnya hingga akhirnya ia
menulis karya tentang Tenggelamnya
Kapal van Der Wijck yang berisi
perjalan cintanya bersama Hayati
hingga akhir hidupnya.
Zainuddin pingsan saat tahu Hayati
telah meninggal, ia menguburkan
Hayati di rumahnya, Surabaya.
Zainuddin mendatangi kuburan
Hayati setiap hari, hidupnya
bersama Hayati di dalam hatinya,
ia ingin kelak ketika ia meninggal
ia dibukur disamping kubur
Hayati.
28 BAB 28. PENUTUP
Akhir dari kisah Zainuddin dan
Hayati antara novel dan film sangat
jau berbeda
Dalam novel dikisahkan Zainuddin
hidup dalam kesendirian yang
membuatnya rapuh dan sakit,
hingga akhirnya ia meninggal
setahun setelah Hayati meninggal,
ia menyelesaikan karya terkahirnya
dan memberikan harta bendanya
kepada bang Muluk, Club Anak
Makasar, dan Daeng di Makasar.
Namun dalam film, Zainuddin
hidup dan bangkit kembali dari
keterpurukan, ia menghasilkan
karya terbaru dan membuat rumah
yatim piatu “Hayati” dan hidup
bahagia.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan dari analisis yang dilakukan oleh penulis, ditemukan begitu
banyak perubahan dalam transformasi novel “TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER
WIJCK” ke dalam film “TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK” yang dirilis
tahun 2014 kemarin. Perubahan yang terjadi ialah banyak pengurangan-pengurangan
yang dilakukan oleh sutradar tetapi pada hakikatnya tidak mengurangi esensi novel
tersebut. Bukan hanya pengurangan saja yang terjadi, namun sutradara juga memberikan
bumbu-bumbu sebagai tambahan untuk menambah keindahan alur dalam film,
penambaha-penambahan yang semakint membuat cerita menarik. Terjadi pula perubahan
variasi dalam transformasi karya tersebut, peruahan variasi itu mencakup perubahan alur
cerita yang pada novel penulis menggunakan alur maju, namun pada film digunakan alur
campuran. Perubaha variasi yang kedua adalah perubuahan latar tempat dari beberapa
peristiwa. Dan yang terkahr adalah perubaha pada akhir cerita.
5.2 SARAN
Saran disampaikan penulis untuk para sutradara. Transformasi novel ke dalam
film memberikan nuansa baru terhadap hasil karya namun hendaknya jangan sampai
merubah karya tersebut terlalu banyak hingga menghilangkan esensinya. Hal itu akan
membuat pengarang merasa kecewa karena hasil karyanya tidak sesuai dengan filmnya.
Saran untuk para penikmat karya sastra. Tidak ada yang mengalahkan kekuatan
sastra sesai jenisnya, membaca novel haruslah dalam novel, bukan menonton novel.
Tidak ada yang bisa mengalahkan nikmatnya peristiwa-peristiwa yang dinarasikan dalam
novel, ketika difilmkan tidak akan senikmat membacanya. Jadi, bacalah dulu karya-karya
tersebut, dan temukan yang tidak ditemukan dalam film.
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 1990. Sekitar Masalah Sastra: Beberapa Prinsip Dan Masalah
Chatman, Seymour. 1980. Story and Discourse: Narrative Structure in Fiction and Film.
Hamka. 1984. Tenggelamnya Kapal Van Der Wick. Jakarta:PT.Bulan Bintang.
Ithaca. Culler, Jonathan. 1981. The Pursuit of Signs : Semiotics, Literature,
Deconstructure. New York: Cornell University Press. Eneste, Panusuk. 1991.
Novel dan Film. Flores: Penerbit Nusa Indah.
Sani, Asrul.1997. Surat – Surat Kepercayaan . Bandung: Pustaka Jaya.
Simbolon, Maroeli. “Sastra Dalam Film, Sebuah Dimensi Tanda“, dalam
Teew, A. 1998. Sastra dan Ilmu sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Wellek, Rene & Austin Waren. 1989. Teori Kesusastraan . Di Indonesiakan oleh Melani
Budianta. Jakarta : Gramedia.
www.Republika .com diakses tanggal 5 Juni 2007.
Zoest, Aart Van. 1993. Semiotik : Tentang Tanda, Cara Kerja Dan Apa Yang Kita
Lakukan Dengannya. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.