D). B - Pusat Riset Kelautan

42
Hubungan Struktur Komunitas Fitoplanton dengan Parameter Kualitas Air di Perairan Pesisir Pulau Bonerate dan Pulau Kalao Bagian Timur Reifu NurAfi Ati dan TerryKepet SirkulasiArus Vertikal di Perairan Teluk Saleh Sumbawa, Nusa Tenggara Barat IvoneM. Radjawane, dkk Karateristik Pantai dan Potensi Bencana Geologi Daerah Bilungala, Gorontalo Tb. Solihuddin Kondisi Terumbu Karang di Beberapa Lokasi di Pulau $ulawesi Terry Kepel dan Widodo S. Pran owo $tudi Perubahan Kondisi Terumbu Karang Menggunakan Data Gitra Satelit Landsat Novi Susefyo Adi #D). B:::i-ff:,yi?J,.[li'i,.o3i,lo'#ff rdava Non Havati \fttr Departemen Kelautan dan Perikanan Peta Bathymetry Teluk Sa/eh J. Segara Volume 2 Nomor 1 Hal. 1-36 Agustus 2006 lssN 1907-0659

Transcript of D). B - Pusat Riset Kelautan

Hubungan Struktur Komunitas Fitoplantondengan Parameter Kualitas Air di PerairanPesisir Pulau Bonerate dan Pulau KalaoBagian TimurReifu Nur Afi Ati dan Terry Kepet

SirkulasiArus Vertikal di Perairan Teluk SalehSumbawa, Nusa Tenggara BaratIvone M. Radjawane, dkk

Karateristik Pantai dan Potensi BencanaGeologi Daerah Bilungala, GorontaloTb. Solihuddin

Kondisi Terumbu Karang di Beberapa Lokasidi Pulau $ulawesiTerry Kepel dan Widodo S. Pran owo

$tudi Perubahan Kondisi Terumbu KarangMenggunakan Data Gitra Satelit LandsatNovi Susefyo Adi

#D). B:::i-ff:,yi?J,.[li'i,.o3i,lo'#ff rdava Non Havati

\fttr Departemen Kelautan dan Perikanan

Peta Bathymetry Teluk Sa/eh

J. Segara Volume 2 Nomor 1 Hal. 1-36 Agustus 2006 lssN 1907-0659

iv Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 lAgustus'2006

PENGANTAR REDAKSI

Jurnal Segara diasuh oleh Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati,Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Jurnal Segara Volume ll nomor 1 tahun 2006 menyajikan lima makalah yangmenguraikan dan membahas hasil-hasil berbagai penelitian di bidang ilmu kelautan,yaitu: oseanografi, oseanografi biologi, biologi laut, geologi kelautan dan penginderaanjauh.

Makalah pertama yang ditulis oleh Restu Nur Afi Ati dan Terry Louise Kepel,membahas tentang hubungan struktur komunitas fitoplankton dengan parameterkualitas air di perairan pesisir pulau Bonerate dan pulau Kalao bagian timur.

Makalah kedua ditulis oleh lvonne M. Radjawane dan kawan-kawan menyajikananalisa tentang sirkulasi arus di perairan Teluk Saleh, Sumbawa, Nusa TenggaraTimur.

Makalah ketiga ditulis oleh Tubagus Solihudin memaparkan tentang karakteristikpantai dan potensi bencana geologi daerah Bilungala, Gorontalo.

Makalah keempat ditulis oleh Terry Louise Kepel Dan \Mdodo Setiyo Pranowomembahas tentang kondisi terumbu karang di beberapa lokasi di pulau Suluwesi.

Makalah kelima ditulis oleh Novi Susetyo Adi, menyajikan pembahasan mengenaistudi perubahan kondisi terumbu karang dengan menggunakan data citra satelitlandsat.

Pada akhirnya redaksi berharap mudah-mudahan makalah-makalah yang

disajikan dalam jurnal kali ini akan bermanfaat dan memberikan inspirasi baru bagipembacanya.

Redaksi Jurnal Segara

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006 v

vi Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 lAgustus 2006

Jurnal @ Segara

Volume 2 Nomor 1 Agustus 2006

DAFTAR ISI

Pengantar RedaksiDaftar lsi

Hubungan Struktur Komunitas Fitoplanton dengan Parameter KualitasAir di Perairan Pesisir Pulau Bonerate dan Pulau Kalao Bagian TimurResfu Nur Afi Ati dan Terry Kepel

Sirkulasi Arus Vertikal di Perairan Teluk Saleh Sumbaw?, NusaTenggara Baratlvone M. Radjawane, dkk

Karateristik Pantai dan Potensi Bencana Geologi Daerah Bilungala,GorontaloTb. Solihuddin

Kondisi Terumbu Karang di Beberapa Lokasi di Pulau SulawesiTerry Kepel dan Wdodo S. Pranowo 23

Studi Perubahan Kondisi Terumbu Karang Menggunakan Data GitraSatelit LandsatNovi Susetyo Adi 28 \

10

16

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006 vii

"w

viii Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

HUBUNGAN STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANTON DENGANPARAMETER KUALITAS AIR DI PERAIRAN PESISIR PULAU

BONERATE DAN PULAU KALAO BAGIAN TIMUR

Restu NurAfi Ati dan Terry Kepell

lPusat Risef Wilayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Risef Kelautan danPerikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan Republik lndonesia

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton (komposisijenisdan keragaman serta dominansi) serta hubungannya dengan parameter kualitas air di perairan Pulau Boneratedan Pulau Kalao bagian Timur. Berdasarkan hasil sampling pada 19 stasiun pada bulan Juni-Juli 2004, parameterkualitas air yang diukur adalah suhu, pH, salinitas, nitrat dan fosfat. Hasil menunjukkan kelimpahan fitoplanktonberkisar antara 14.529 - 303.106 sel/m3 termasuk dalam 88 genera yang terbagi dalam 3 kelas, yaitu kelasBacillariophyceae mendominasi yang terdiri dari 57 genera, sedangkan Dinophyceae terdiri dari 21 genera dankefas Cyanophyceae terdiri dari 10 genera. Indeks Keanekaragaman jenis fitoplankton secara keseluruhan berkisarantara 0,393-2,615, Keragaman fitoplankton berkisar antara 0,088 - 0,584, dan Indeks Dominansi adalah 0,074-0,702 pada beberapa stasiun menunjukkan adanya dominansi dari kelas Bacillarpoihyceae seperti Chaetoceros,Bacillaria dan Rhizosolenia. Kisaran pH antara 7,5 - 8,5 pada tiap stasiun relatif sama. Sedangkan untuk kisaransuhu yang diperoleh yaitu 27,5-30oC, sedangkan kisaran nitrat adalah 0,243-0,836 pg-at N/l dan fosfat adalah0,021-0,706 pg-at P/1. Pengaruh nutrient terhadap kelimpahan fitoplankton tidak signifikan.

KATA KUNGI: fitoplankton, kualitas air, struktur komunitas

ABSTRACT

The aim of this research is to study the community structure of phytoplankton and their conelation with conditionof water qualrty parameters in Bonerate island and east Kalao island waters. Plankton samplings werc conductedat 19 sfastbns in June-July 2004. The investigated water quality parameter were temperature, pH, salinity, nitrateand phosphate. The resu/fs show that the abundance of phytoplankton was 14,529 - 303,106 sel/nf Therc are 88genera of phytoplankton that are classified into 3 c/asses, which are Bacillariophyceae (57 genera), Dinophyceae(21 genera) and Cyanophyceae (10 genera). Homogenity and diversity indices of phytoplankton genemlly showlow to middle point condition while the dominant plankton organisms are Chaetoceros, Bacillaria and Rhizosoleniathat are the family Bacillaiophyceae. The water quality values falls between 7,5 - 8,5 for pH, 27,*3@C fortemperature, 33,1-33,3 PSU for salinity whereas the values of nitrate and phospate arc 0,243-0,836 pg-at MI and0,021-0,7061t9-at P/l respectively. The effect of nutrient on the abundance of phytoplankton was not significant.

KEYWO RDS : phytopl an kton, q u al ity water, stru ctu re com m u nities

PENDAHULUANEkosistem bahari memerlukan energi yang

hampir seluruhnya bergantung pada tumbuhanakuatik. Fitoplankton yang merupakan tumbuhanakuatik menyumbang energi terbesar walaupunfitoplankton menghuni suatu lapisan permukaanyang tipis dimana terdapat cukup cahayamatahari.

Pertumbuhan, kelangsungan hidup danproduktivitas fitoplankton dipengaruhi oleh

berbagai faktor utama fisik dan kimia yaitu cahayamatahari dan zat hara. Zathara anorganik utamayang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh danberkembang adalah nitrogen (dalam bentuk nitrat),fosfor (dalam bentuk fosfat) dan silikon (dalambentuk silikat). Ketiga unsur ini sangat pentingartinya karena merupakan faktor pembatas bagiproduktivitas fitoplankton pada kondisi laut yangbiasa (Nybakken, 1991 ).

Berdasarkan observasi lapangan, PerairanBonerate dan P. Kalao bagian timur merupakan

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 I Agustus 2006

perairan yang dipengaruhi oleh arus yang kuatkarena terdapat selat-selat yang dalam dan relatifsempit, sehingga pertukaran air laut sangat derasmaka oksigen dengan mudah berpindah di dalamair. Selain itu juga, perairan Laut Banda dan LautFlores memberikan pengaruh terhadap perairanBonerate dan P. Kalao bagian timur. PerairanBonerate masih bersih dari polutan hasil kegiatanindustri, karena memang hanya ada satu industripembuatan kapal kayu di Pulau Kalao yang tepatberada di depan Pulau Bonerate.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendapatkandata mengenai kelimpahan dan struktur komunitasfitoplankton pada perairan pesisir P. Kalao bagiantimur dan P. Bonerate serta data-data lingkunganseperti zat hara dan parameter kualitas air yangmendukung keberadaannya.

METODOLOGIPenelitian dilakukan di perairan pulau Bonerate

dan perairan timur pulau Kalao(SulawesiSelatan)pada bulan Juni-Juli 2004 dalam rangka EkspedisiWaffacea Indonesia 2004. Pengambilan sampeldilakukan bersamaan dengan survei oseanografifisik dengan menggunakan kapal Phinisi CintaLaut sedangkan pengambilan sampel air danplankton menggunakan kapal tradisional.

1. Pengambilan sampelLokasi pengambilan sampel plankton dan air

dilakukan di sekitar perairan pesisir dan selat padalapisan pemukaan, secara acak dari arah utarake selatan yang dibagi dalam 19 stasiun (Gambar

1). Lokasi pengambilan sampel dibagi dalam 3wilayah yaitu perairan P. Kalao, perairan selatdan perairan P. Bonerate. Sampling fitoplanktondilakukan dengan menggunakan plankton netdengan ukuran mata jaring 25 mm diameter mulutjaring 30 cm. Plankton net ditarik secara horisontalpada lapisan permukaan dengan kecepatan kapal2 knot. Selanjutnya sampel dimasukkan dalamwadah tertutup dan diberi pengawet formalin 4 o/o(Sournia,1978).

Pengambilan sampel air dilakukan bersamaandengan pengambilan fitoplankton. Air laut diambilsecara langsung dengan menggunakan botolplastik dan kemudian segera disimpan di kotakpendingin (cool box). Sampel air ini digunakanuntuk tujuan analisis nutrien. Pengukuran pH,suhu dan salinitas dilakukan secara in situ denganmenggunakan peralatan pengukur yaitu pH-meter,termometer dan CTD (Conductivity, Temperature,Depth\.

Analisis SampelPengamatan fitoplankton meliputi identifikasi

jenis dan jumlah individu (sel) setiap jenis.Peng hitungannya dilakukan dengan menggu nakanSedgwick Rafter Counting cell. Sampel diamatidengan menggunakan mikroskop denganperbesaran 10x10 dengan metode sapuan yaitudengan mencacah semua jenis plankton yangada dalam volume 1 ml air tersebut. ldentifikasifitoplankton dilakukan sampai tingkat genus(Yamaji, 1991). Sampel nitrat dan fosfat dianalisamen gg u na kan spektrofoto meter.

Gambar 1. Lokasi Pengambilan sampel di perairan pulau Bonerate dan pulau Kalao bagian Timur (Juni-Juli2004)

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

Analisa Data

a. Kelimpahan (N)

Kelimpahan fitoplankton dihitungmenggunakan metodeAPHA, 1989 dengan rumussebagai berikut:

N=n

di mana,

N = Kelimpahan/jumlah total

( 1 )

fitoplankton(sel/m3)

n = Jumlah individu fitoplankton pada setiapkotak

A = Jumlah kotak counting cell (1000 kotak)B = Jumlah kotak counting cel/ yang diamatiC = Volume sampel tersaring (ml)D = Volume counting cel/ (1 ml)E = Volume air yang disaring (m3)

b. lndeks Keanekaragaman (H')Indeks keanekaragaman fitoplankton dihitung

dengan menggunakan metode Shannon-\Mener(Odum, 1993) sebagai berikut:

gH'=_Lp h B

i=r (2)

di mana,H' = Indeks keanekaragamanpi = ni/t,tni = Jumlah individu genera ke -i

N = Jumlah total individu seluruh genera

c. lndeks Keseragaman (E)Nllai Keseragaman dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

d. lndeks Dominansi (D)lndeks Dominansi ditentukan denganmenggunakan Indeks Simpson sebagaiberikut:

D-->b, ,*ii=r (4)

di mana,

ni = Jumlah individu genera ke-iN = Jumlah total individu

HASIL DAN PEMBAHASANPulau Bonerate dan P. Kalao adalah salah satu

bagian dari beberapa gugusan pulau yang terletakdi Kepulauan Takabonerate, terletak di sebelahtenggara Pulau Selayar dan berada di Laut Floresdengan letak geografis 121'03'30"-121'10'30'BTdan 07"18'00"-07o24'30"LS. Selain itu, perairanLaut Banda yang mengalir ke Laut Flores jugamemberikan pen garu h terhadap perairan Boneratedan P. Kalao (Arinardi et a|,1997)

Nutrient dan parameter kualitas airSebaran Nitrat dan Fosfat

Kandungan nitrat pada lapisan permukaanperairan Bonerate dan P. Kalao berkisar antara0,243 - 0,836 pg-at N/1. Nilai tertinggi terdapat distasiun 8 yang berada perairan mulutselatsebelahutara dan nilai terendah di stasiun 6 pada perairanpesisir timur P. Kalao.

Di perairan Indonesia Timur pada musimbarat kandungan N berkisar antara 0,5-1,0 pg-atN/1, disekitar P. Seram berkisar antara 1,0-2,0 pg-at N/l (Soegiarto dan Birowo, 1970). Rendahnyakandungan zat hara di perairan Indonesia inimencermi n kan ciri perai ran tropis. Namun demi kian,konsentrasi nitrat juga relatif rendah terhadapkedalaman dimana nilai minimum terdapat padalapisan permukaan dan maksimum pada lapisanpertengahan, sedangkan pada lapisan dalamkadarnya menyebar secara seragam (Sverdrup etal, 1942).

Kandungan fosfat berkisar antara nilai 0,021pg-at Pll (stasiun 18) - 0,706 pg-at Pll,. Nilaitertinggi terukur di stasiun 18 yang terletak disebelah selatan P. Bonerate sedangkan terendahdi stasiun 2 (sebelah Utara P. Kalao).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilaifosfatdi perairan antara lain sebaran temporalyangnyata pada perairan pantai terkait dengan prosesfotosintesa yaitu pada siang hari kadar fosfatminimum karena diserap oleh tumbuh-tumbuhandan mencapai maksimum menjelang fajar. Dan

AC IBDE

(3)

di mana,EH'H 'maks

lnS

= Indeks keseragaman= Indekskeanekaragaman= In S = nilai keanekaragaman

maksimum= Jumlah genera yang ditemukan

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

juga ada pengaruh perubahan musiman, tetapipada umumnya lapisan permukaan mengandungkadar fosfat yang minimal karena penyerapanyang tinggi akibat tingginya produksi organik.(Romimohtarto dan Sri Juwana, 2001:306)

Kisaran nilai kandungan nitrat dan fosfat padaperairan tersebut tergolong dalam kisaran yangrendah. Hal ini mungkin disebabkan karena P.Bonerate dan P. Kalao tidak memiliki aliran sungaiyang dapat membawa unsur hara ke perairanpesisir. Namun demikian, ekosistem pesisiryaitu mangrove, lamun dan karang memberikankontribusi unsur hara, khususnya mangrove yangmenghasilkan serasah.

Sebaran kandungan nitrat dan fosfat padalapisan permukaan di perairan selat menunjukkankecenderungan peningkatan ke arah selatan.Peningkatan ini diduga karena adanya aliranmassa air dari Laut Banda ke arah Selatan yangmembawa banyak zat hara.

Parameter Fisik dan KimiaNilai pH berada pada kisaran 7,5 - 8,5 dimana

tiap stasiun memiliki derajat keasaman yang relatifsama. Secara umum nilai pH yang didapat masihmendukung untuk pertumbuhan fitoplankton(Cugini, 2003).

Kisaran suhu yang diperoleh yaitu 27,5-30oC.Suhu terendah (27,5"C) terukur pada stasiun 6 diperairan daerah karang sebelah timur pulau Kalao,sedangkan suhu tertinggi (30'C) terukur padastasiun 18 di daerah terumbu karang perairanpulau Bonerate. Sebaran mendatar suhu air dipermukaan laut di wilayah tropis pada umumnyamenunjukkan perubahan yang kecil. (Birowo efal, 1975) menyatakan bahwa sebaran mendatarsuhu permukaan rata-rata perairan nusantaradalam periode musim timur (Juni-November)adalah berkisar antara 27-280 C pada perairanSulawesi dan Laut Banda. Kisaran suhu pada tigaperairan tersebut masih sesuai untuk mendukungpertumbu han fitoplankton.

Stasiun pH Suhu("c)

Nitrat(uq-at N/l)

Fosfat(uq-at P/l)

1 8 28 0,427 0,4292 7,5 28 0,68 0,7063 7,5 28 0,702 0,5174 7,5 28 0,742 0,0775 7,5 27,5 0,37 0,0826 8,5 28 0,836 0 , 1 1 97 I 28,5 0,816 0,241I 7,5 28 0,243 0,434I I 28,5 0,627 0,1051 0 7,5 28 0,752 0,468

11 7,5 28 0,434 0,685

Stasiun pH Suhu(.c)

Nitrat(uq-at N/l)

Fosfat(us-at P/l)

12 7,5 28 0,425 0,4431 3 7,5 28 0,326 0,4261 4 7,5 28 0,553 0,5531 5 8,5 28 0,369 0,5361 6 7,5 28,5 0,771 0,7051 7 7,5 29 0,826 0,691 8 7,5 30 0,265 0,0211 9 I 29 0,333 0,23

Tabel 1, Data nutien dan parameter air di perahan pesisir P.funerate dan P. Kalao bagian timur

Tingkat kecerahan perairan pulau Boneratedan Kalao masih sangat tinggi. Tingginya tingkatkecerahan hasil pengamatan visual yang berkisarantara 10-15 m, menggambarkan bahwa perairantersebut masih jernih, dimana jumlah padatantersuspensinya masih rendah. Hal ini disebabkankarena masih kurangnya industri skala besar danrendahnya aktivitas di daratan pulau Boneratedan P. Kalao. Rendahnya limbah rumah tanggaatau industri akan mengurangi partikel-partikelyang masuk kedalam badan air laut yang akanberpengaruh pada indeks kecerahan perairan.

Banyak sedikitnya sinar matahari yangmenembus ke dalam perairan sangat tergantungdari kecerahan air. Semakin cerah perairantersebut, maka semakin dalam sinar matahariyang menembus ke dalam perairan, demikiansebaliknya. Berkurangnya kecerahan perairanakan mengurangi kemampuan fotosintesistumbuhan air, selain itu dapat pula mempengaruhikegiatan fisiologi biota laut, dalam hal ini bahan-bahan ke dalam suatu perairan terutama yangberupa suspensi dapat mengurangi kecerahanair.

Dari hasil pengukuran didapatkan kisaransalinitas pada daerah permukaan (0 m) berkisarpada 33,1-33,3 PSU. Nilai ini menunjukkankisaran salinitas yang sesuai bagi pertumbuhanfitoplankton.

Sebaran FitoplanktonBerdasarkan hasil identifikasi didapatkan total

88 genera fitoplankton yang terbagi dalam tigakelas yaitu Bacillariophyceae, Dinophyceae, danCyanophyceae. Jumlah genera dalam masing-masing kelas adalah Bacillariophyceae terdapat57 genera dengan kisaran kelimpahan sebesar64,77 o/o, D i n ophyceae terdap at 21 genera dengankefimpahan 23,860/o dan kelas Cyanophyceaeterdiri dari 10 genera dengan kelimpahan 11 ,360/o(Gambar 2).

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

Dhgram Pesentase Jenb

Gambar 2. Persentase Jenis Fitoplanldon yang ditemukan disekitar perairan pesisir Pulau Bonerate dan perairan timur P. Kalao

Dari jumlah genera yang ada, masing-masing perairan memiliki jumlah genera dankomposisi kelas yang berbeda. Perairan timurP. Kalao memiliki jumlah genera sebanyak 60genera dengan persentase 65 o/o dalam kelasBacillariophyceae, 25 % dalam kelas Dinophyceaedan 10 o/o dalam kelas Cyanophyceae. Perairan

selat memiliki 61 genera fitoplankton denganpersentas e Bacil I a riophyce ae 660/o, Di n ophyce ae25o/o dan Cyanophyceae 1Oo/o dan perairan P.Bonerate terdapat 64 genus fitoplankton denganpersentase Bacillariophyceae 610/o, Dinophyceae30% dan Cyanophyceae 9o/o.

Dari data di atas, dapat dilihat bahwaBacillariophyceae memiliki persentase yang palingbesar di tiga perairan tersebut. Menurut Parsonset al, (1984) Bacillariophycea, Dinophyceae,Haptophyceae dan Cryptophyceae merupakanfitoplankton terpenting di laut berkenaandengan kelimpahannya (total standing sfock).Bacillariophyceae dan Dinophyceae jugamerupakan pembentuk utama karbon organik difaut. Bacillariophycea dan Dinophyceae dapatditemukan di perairan peslsir dan laut lepassedangkan Cyanophyceae hanya terdapat diperairan tropis yang u mu mnya memiliki kelimpahandan keanekaragaman lebih rendah.

Analisa kelimpahan dan struktur komunitasfitoplankton ditiga perairan disajikan pada Gambar3 - 6. Total kelimpahan fitoplankton berkisar

Kelilmp*ha * Pi1s,p*anlrtsn

! ? 3 . $ F I 7 I I l i 8 l l 1 ? ! - " t 4 t 5 , t 6 1 T l l 8 t S

Stasiun penga,rnvtan

lst ll-?=FJtalao tim'ur; st S-{3=3elat; st l4-'f 9=P- ts

Gambar 3. Grafik kelimpahan fitoplanl<ton perairan pesisrrPBonerate dan P. Kalao bag. Timur

Gambar 5. Grafik keseragaman fitoplanldon perairan pesrstT PBonerate dan P Kalao bag. timur

3

?,5

f i 2 .*t9

E r.sq

H t

8,8

s

lnde*s Kesne*crussmsrl Fiteplcnlilsn

r 3 3 4 5 0 r S e t r o { r r ? $ 3 1 4 t 5 l E 1 l r g r gStasiu*r penge*uaiaa

{st tr-T=P"l(r}ao tirnucrt 8-lZ=$ctah et l-19=P.Sonsrafiel

Gambar 4. Grafik indeks keanekaragaman fitoplanl<tonperairan pesisrr PBonerate dan P Kalao bag. timur

Gambar 6. Grafik dominansifttoplanl<ton perairan pesisir PBonerate dan P. Kalao bag. timur

{t.?

{t.s

# s.5

f ;**H *.se $ E

8"tft

lnde*s Keseragaman Fitsplenl*cn

I r 3 d t 5 S 7 I $ 1 S t t 1 3 l 3 t { t 5 t E 1 7 1 8 1 S

Sta3iu,n p+ngrrmatan

{:t l-l=P-K*[*atimur; st t lF$elet st t3-19= .F-Eon*ratel

9.8

tI.,

8.6

* o,*E u"aE s,rE

8"9

s,t0

lndeks Esminonsi Fitsplanlcton

I 2 3 + 5 E 7 S 9 r C I t l t U 1 3 t 4 t S t S l 7 l 8 l S

flasliun p*ngarretar

{st 1-I-.f.I{S!otimuq *tS't?-Selat st 1}lS=PSonerrtcl

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

St Bacillariophyceae Dinophyceae Cyanophyceae Total Dominansiw

1 233337 7571 13336 254244 Bacillaia 352 51204 17917 46 69167 Chaetoceros 373 42778 15370 556 58704 Chaetoceros 344 44815 19688 0 64503 Chaetoceros 255 43148 4074 556 47778 Chaetoceros 586 464.81 3519 0 50000 Chaetoceros 527 13519 3593 0 17111 Chaetoceros 35I 245665 11416 8081 265162 Chaetoceros 65I 44259 7114 251733 303106 Bacillaria 77

1 0 41111 6667 741 48519 Chaetoceros 371 1 57222 6852 0 64074 Chaetoceros 521 2 40556 3333 185 44074 Chaetoceros 54

1 3 91149 5648 13638 110435Chaetocercs 47

1 4 151649 16519 18924 187092 Chaetoceros 47

1 5 30786 7683 32264 70733 Trichodesmium 281 6 9074 8519 0 17593 Microcystus 271 7 12407 3889 926 17222 Chaetoceros 241 8 8519 5556 185 14259 Rhizosolenia 1 4

1 9 25185 32500 1111 58796 Rhizosolenia 22

Tabel2. Kelimpahan fitoplankton (sel/ms) menurut klas dan jenis yang dominan di perairan pesisir Pulau Bonerate danPulau Kalao bagian timur.

antara 14.259 - 303.106 sel/m3 (Tabel 3) dimanakelimpahan tertinggiterdapat pada stasiun 9 (utaramulut selat ) dan yang terendah pada stasiun 18(selatan P. Bonerate) (Gambar 3). Kelimpahanrata-rata fitoplankton di perairan selat lebih tinggiyaitu sebesar 90.428 sel/m3 diikuti oleh lokasiperairan timur P. Kalao sebesar (80.215 sel/m3)dan perairan P. Bonerate sebesar 68.018 sel/m3.

Hal ini menunjukkan bahwa distribusifitoplankton di perairan tidaklah homogenkarena adanya ketidakseragaman antar habitat.Menurut Davis (1955) perbedaan distribusi lokaltersebut disebabkan beberapa faktor yaitu angin,kandungan unsur hara, kedalaman perairan, arus,aktivitas pemangsaan dan adanya percampurandua massa air.

Indeks keanekaragaman tertinggi terdapatpada stasiun 15 (sebelah timur P. Bonerate)dengan nilai sebesar 2,615 sedangkan nilaiterendah terdapat pada stasiun 6 (sebelah timurP. Kalao) dengan nilai 0,393 (Gambar 4). Kisaranindeks keanekaragaman di atas menunjukkantiga perairan tersebut memiliki tingkat kesuburanrendah (oligotropik) sampai tingkat kesuburansedang (mesotropik).

Ciri perairan Indonesia merupakan perairantropik yang umumnya mempunyai kesuburan yangrendah. Pada perairan dengan kesuburan yangrendah biasanya terdapat Cyanophyceae, yangdapat hidup pada perairan yang miskin akan unsurhara (Basmi,2000).

Nilai Indeks Keseragaman berkisar antara

0,088 (Stasiun 6)-0,584 (Stasiun 15) (Gambar5). Hampir semua stasiun memiliki nilai indekskeseragaman yang kecil atau mendekati nolsehingga dapat dikatakan bahwa jumlah individutiap genera tidak sama di setiap stasiun, kecualistasiun 15 yang menunjukkan nilai indekskeseragaman yang besar atau mendekati satuberarti jumlah individu tiap genus sama padastasiun tersebut.

Pada Gambar 3 s/d 5 terlihat kondisikelimpahan, indeks keanekaragaman dan indekskeseragaman fitoplankton di tiga perairan tersebutcenderung menurun dari utara ke selatan. Hal inidikarenakan pada bagian utara terdapat ekosistemma n g rove dan teru mbu ka ran g yan g dapat berperanmembantu pertumbuhan fitoplankton. Ekosistemmangrove dan terumbu karang mensuplai nutrienke perairan yang kemudian akan dimanfaatkanfitoplankton.

Nilai rata-rata kelimpahan di setiap lokasimenunjukkan bahwa perairan selat mempunyainilaitertinggi sebesar 90.428 sel/m3. Perairan selatyang dalam dan relatif sempit serta adanya aliranmassa air dari Laut Banda ke arah selatan danmassa air dari Laut Flores ke arah utara membuatperairan selat hangat dan banyak mendapatnutrien sehingga kelimpahan fitoplankton lebihtinggi daripada perairan pesisir pulau.

Nilai Indeks dominansi di lokasi penelitianberkisar antara 0,074 (stasiun 18) - 0,702 (stasiun9). Nilai ini menunjukkan adanya genus tertentuyang mendominasi pada stasiun tertentu. Pada

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

Nitrat dan Kelimpahan Fitoplankton0,90,8o,70,6

E o,s2o,+

0,3o,20,1

0

350000300000z250000 E:200000 dr soooo 3'

=trooooo I

!,

50000 =

0

1 2 3 4 5 6 7 I 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9

Stasiun pengamaten(st 1-7=P.l€lao timur; st 8-13=Selat; st 14-19=P. Boncrate) I

* Nitsat * Kelimpahan

0.8o.70.60.5

+a

s0.48o.s

0.20.1

0

Fosfat dan Kelimpahan Fitoplankton

i \ AT\ l \ / \ / \ , ,r4 \ / , \ l L/ ,

/t \/\ / \ \,t*-*+=*-' l VV.--,/ \ \/,.-_y

\ \r*__|/

1 2 3 4 5 6 7 I 9 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9Staslun pengamatan

(st 1-7=P.tGlao tlmur; st 8-13=Selat; st l4-19=P. Bonerate) | * Fo"t"t * Kelimpahan

350000

300000E

250000 E(g

200000 IE

15oooo Elooooo E

z50000

0

Gambar 7. Hubungan Nitrat dengan kelimpahan fitoplanffion di perairan P Kalao timur, selat dan PBonerate

Gambar 8. Hubungan Fosfat dengan kelimpahan fitoplanffion di perairan P Kalao timur, selat dan P,Bonerate

Tabel 2 dapat dilihat bahwa fitoplankton yangdominan adalah Bacillariaphyceae dari margaBacillaria, Rhizosolenia dan Chaefoceros. Hal inididukung oleh Basmi (2000) yang menyatakanbahwa jenis dan kelas fitoplankton yang menghunipera iran secara ta ksonomis mempu nyai h u bu n gandengan tingkat trofik perairan yang bersangkutanyaitu pada perairan mesotrofik adalah fitoplanktonjenis Bacillariaphyceae dan Dinophyceae yangmendominasi.

Pengaruh zat hara nitrat, fosfat dengan kelimpahanfitoplankton

Nilai kandungan nitrat dan fosfat perairan sertakelimpahan fitoplankton di tiap stasiun disajikanpada Gambar 7-8.

Kondisi nutrien terhadap kelimpahanfitoplankton sangat bervariasi, terdapat 3 macamkondisi yaitu (1) kondisi dimana kandungannutrien tinggi sedangkan kelimpahan fitoplanktonrendah, (2) kandungan nutrien rendah sedangkan

kelimpahan fitoplankton tinggi dan (3) kandungannutrien dan kelimpahan fitoplankton relatif sama.

Fitoplankton di perairan pesisir timur P. Kalaomenggunakan nutrien di stasiun 1 di daerahterumbu karang lebih besar dibandingkan denganstasiun 2, 3 dan 7 didaerah mangrove. Kandungannitrat dan fosfat yang tinggi dengan kelimpahanfitoplankton yang rendah pada stasiun 2, 3 dan7, diduga karena unsur hara belum dimanfaatkansecara optimal oleh fitoplankton sedangkanmasukan unsur hara akibat dari serasah mangroveyang membusuk terus berlangsung. Pada perairantimur P. Kalao ini juga terdapat laju kelimpahanrendah dan kandungan nutrien yang rendah distasiun 5, dimana kandungan nitrat dan fosfat dilapisan permukaan pada perairan tersebut masihkurang sebagai sumber nutrien bagi pertumbuhanfitoplankton.

Pada perairan selat, fitoplankton belummemanfaatkan nutrien secara optimal padastasiun 10 sehingga nilai kelimpahannya rendahdibandingkan dengan stasiun 8, 9 dan 11 yang

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

memiliki nilai kelimpahan yang tinggi. Padastasiun 9 terdapat kandungan fosfat yang rendahsedangkan nitrat yang tinggi. Hal ini menunjukkanbahwa fosfat di perairan tersebut merupakankandungan nutrien yang memberikan pengaruhbesar terhadap nilai kelimpahan fitoplanktondibandingkan dengan nitrat. Hal ini diduga bahwajenis fitoplankton Bacillara telah menyerap fosfatuntuk pertumbuhannya, sehingga komposisifitoplankton di perairan tersebut didominasi olehBacillaria sebanyak 7 0o/o.

Pengaruh nitrat dan fosfat terhadap nilaikelimpahan fitoplankton di perairan P. Bonerateyaitu pada stasiun 13 di lokasi terumbu karangterdapat kandungan nutrien yang rendah dengannilai kelimpahan yang tinggi dibandingkan denganstasiun 15, 16, 17 dan 18. Pada stasiun 14 dan 19terdapat kelimpahan yang tinggi dan kandungannutrien yang tinggi pula. Hal ini di duga karenafitoplankton telah mengkonsumsi nutrien secaraoptimal, tetapi kandungan nutrien di perairantersebut berlebih karena kandungan nutriendi permukaan diisi kembali oleh percampuranvertikal dari nutrien pada lapisan bawah sehinggamemungkinkan zat-zat hara terangkat kepermukaan.

Menurut (Goeing et al, 1970) kondisi inisering terjadi di perairan tropis khususnya padalapisan permukaan. Hal yang serupa juga terjadidi continental shelf Mexico, di perairan timursubtropis Samudera Pasifik yaitu pada kedalaman0-40 m yang miskin akan nitrat sehinggafitoplankton menggunakan ammonia yangdiproduksi oleh zooplankton sebagai makananutamanya. Sedangkan pada kedalaman 40-60 myang masih merupakan zona eufotik, fitoplanktonmenggunakan nitrat sebagai sumber makananutama.

Dari hasil analisa didapat bahwa konsentrasinitratdan fosfatdi lapisan permukaan ternyata tidakmemberikan pengaruh yang signifikan terhadapkelimpahan fitoplankton untuk pertumbuhannya.Selain nitrat dan fosfat, fitoplankton jugamembutuhkan beberapa elemen mikro lainnyaseperti besi (Fe) yang dapat membatasi ataumembantu pertumbuhan dari fitoplankton (Sze,1ee8).

KESIMPULAN1. Perairan timur P. Kalao, selat dan P.

Bonerate merupakan perairan dengan tingkatkesubu ra n renda h (oligotropi k) men uj u ti ng katkesubu ran sedang (mesotroPik).

2. Parameter suhu, pH dan salinitas di beberapalokasi relatif homogen. Kandungan nitrat danfosfat memiliki kisaran yang rendah.

3. Jenis fitoplankton di 3 perairan sebanyak 88

genera fitoplankton. Kelas Bacillariophyceaekisaran kelimpahan sebesar 64,77o/o,Dinophyceae dengan kelimpahan 23,860/odan kelas Cyanophyceae dengan kelimpahanyaitu 11,360/o.

4. Kelimpahan fitoplankton di perairan selatlebih tinggi dibandingkan dengan perairanpesisir pulau dikarenakan perairan selatyang dalam dan relatif sempit serta adanyaaliran massa air dari Laut Banda ke arahSelatan dan massa air dari Laut Flores kearah Utara sehingga dapat membuat perairanselat hangat dan banyak mendapat nutriensehingga kelimpahan fitoplankton lebih tinggidaripada perairan pesisir pulau.

5. Zat hara nitrat dan fosfat ternyata tidakmemberikan pengaruh yang signifikanterhadap kelimpahan fitoplankton untukpertumbuhannya.

DAFTAR PUSTAKAAPHA. 1989. Standard Methods for The

Examination of Water and Waste Waterlncluding Boftom Sediment and s/udges.e tn ed Amer. Publ. Health Associationlnc. New York.

Arinardi et al, 1997. Kisaran Kelimpahan danKomposisi Plankton Predominan diPerairan Kawasan Timur Indonesia. PusatPenelitian dan Pengambangan Oseanologi.LlPl. Jakarta.

Basmi, J. 2000. Planktonologi: Plankton sebagaiBioindikator Kualitas perairan. FakultasPerikanan dan llmu Kelbutan InstitutPertanian Bogor.

Birowo, S, et al. 1975. Sfafus PengetahuanDalam llmu Laut di lndonesia Dewasa ini.Atlas Oesanologi Perairan Indonesia danSekitarnya, Buku 1. Lembaga OseanologiNasional. LlPl. Jakarta. 67 hal.

Cugini, L. 2003. URI Chemical OceanographerAnalyzes the Effects of pH on CoastalMarine Phytoplankton. http://www.uri.edu/news/releases/html/03-0205-0 1 . html.

Davis, C. C. 1955. The Marine and The FreshWater Plankton Michigan State. UniversityPress. Chicago. 562 hal.

Goering, J.J., D. D Wallen and R. M. Nauman.1970. Nitrogen uptake by Phytoplanktonin the Discontinuity Layer of the EasternSubtropical Pacific Ocean. Limnol.Oceanogr. 15, 789-796

Nybakken, J.W. 1991 . Biologi Laut. SuafuPendekatan Ekologis. PT. Gramedia.Jakarta. 459 hal

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. EdisiKetiga. Diterjemahkan oleh T. Samingan,

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 I Agustus 2006

dan B. Srigandono. Gajah Mada UniversityPre€,s. Yogyakarta.

Parsons, T.R, ef aL 1984. BiologicalOceanqraphicPtresses Pergamon Press. 1-36 p

Romimshbrto, K dan Sri Juwana. 2001 . BiologiLaat. Penerbit Djambatan.

Svedrup, H. V et al. 1942. The Oceans, TheirPhysic, Chemistery and General Biology.Prentice Hall. New York. 1087 p.

Sournia, A. 1978. Phytoplanffion manual.Monognphs on OceanographicMethodology, No.6, p. 337. UNESCO.Paris.

Sze, P. 1998. A Biology of The Algae 3rd ed. WCB/McGraw-Hill. USA

Yemaji. 1991 . ldentification of Marine Planffion Tedition. Hoikusha, Osaka. Japan.

9Jumal Segara l Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

SIRKULASI ARUS VERTIKAL DI PERAIRAN TELUK SALEHSUMBAWA, NUSA TENGGARA BARAT

lvonne M. Radjawanel, Yulia Herdiani 1, Widodo S. Pranowo2Semeidi Husrin2, Agus SuPangat 2

1 Laboratorium Pemodelan Oseanografi, Program Sfudi Oseanografi ,Dept. Geofisika dan Meteorologi, lTB.

zpusatRisef Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-hayati, Badan Risef Kelautan danPerikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan Republik lndonesia.

ABSTRAK

penerapan software model hidrodinamika 3D barotropik pada kasus riil telah disimulasikan dengan

menggunakan 3DD Marine and Freshwater Numericat Laboratory versi W5.01. Penelitian ini bertujuan untuk

mengkaji dinamika arus terutama arah vertikalnya terhadaTenggara Barat. Simulasi dilakukan untuk empat skena

surut untuk Musim Barat dan Musim Timur, serta dua simtyang sama. Musim Barat dan Musim Timur masing-mat

iimutasi dapat disimpulkan bahwa pola arus di perairan Te

surut, sementara pengaruh angin mendominasi pola arus di bagian selatan Teluk Saleh.

KATA KUNGI: hidrodinamika, model 3D barotropik, sirkulasivertikal, pasang surut, angin, musim

monsun

ABSTRACT

Apptication of the 3D barotropic hydrodynamic modet for the real case was simulated by using SDD Marine

and Frcshwater Numericat Laboratory'version W5.01. The aim of the research is to study the dynamic of cunent

circutation, especiallyforthevefticatdirection in retation totheseason in Sateh Bay, Sumbawa, Wesf Nusa Tenggara'

The simutation was conducted for 4 scenarios, i.e. 2 simutations generated by onty the tide force and the other 2

simutations by additional effects of wind during northwest (NW and southeast (SE) monsoons as ,epresented by

wind condition in January and July 2001. Finilty, fhe resu/fs show that tidahdriven cuffent dominated in the north

part ofsaleh Bay, while wind-driven cunent dominated in the southem paft of that bay.

KErWORDS: hidrodynamics, 3D barotropic model, vertical circulation, tidal, wind, monsoon.

PENDAHULUANHampir seluruh proses dinamika suatu

perairan dipengaruhi oleh matahari dan atmosferbaik secara langsung maupun tak langsung.Angin yang merupakan hasil dari distribusiradiasi matahari adalah gaya penggerak utamapada sirkulasi permukaan perairan (Stewart,2OO2). Kondisi perairan Indonesia yang terletakdi sepanjang ekuator dicirikan oleh perubahanmusiman yang kuat pada sirkulasi permukaanakibat adanya sistem angin dominan yang berbalikarah yang diasosiasikan dengan sistem anginmonsun (Matsumoto & Yamagata, 1996).

Menurut Prawirowardoyo (1998), sistem angin

monsun di Indonesia adalah bagian dari monsunAsia Timur dan Asia Tenggara, yakni sistemmonsun yang berkembang paling baik. Dua musimmonsun yang dikenal di Indonesia adalah MusimMonsun Barat (Musim Barat) yang berlangsungpada bulan Desember, Januari, dan Februari,dan Musim Monsun Timur (Musim Timur) yangberlangsung pada bulan Juni, Juli, dan Agustus.Di antara ke dua musim monsun di atas, dikenalpula Musim Transisi I dan Musim Transisi ll. Padamusim transisi berlangsung pembalikan arahangin monsun.

Ketika angin bertiup di atas laut, energi anginini akan dikonversikan menjadi arus oleh gesekan

10 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

antara udara yang bergerak dengan lapisanpermukaan laut. Energi kinetik di permukaanlaut kemudian ditransfer secara vertikal ke bawaholeh gesekan yang timbul antar lapisan dalamkolom air (Open University, 1993; Stewart, 2002).Akibat adanya gaya pasang surut dan gayagesekan angin pada permukaan perairan akanmembangkitkan pergerakan massa air (Stowe,1983; Pond & Pickard, 1991). Salah satu carayang dapat ditempuh untuk mengkaji dinamikasuatu perairan adalah dengan menerapkanmodel matematis dengan penyelesaian numerik.Dengan model matematis maka berbagai kondisiseperti input dan syarat batas yang berbeda dapatdiskenariokan sesuai dengan yang diinginkan.

Perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat(NTB), memiliki sumberdaya alam pesisir dan lautyang beraneka ragam, sehingga untuk masa yangakan datang merupakan sumber ekonomi barubagi pertumbuhan pembangunan di Propinsi NTB(Muis, 2004). Saat iniTeluk Saleh merupakan salahsatu obyek penelitian Badan Riset Perikanan danKelautan Departemen Kelautan dan PerikananRepublik Indonesia dengan topik potensi dayadukung perairan (carrying capacity) TA 2003dengan meninjau aspek fisik, kimia, biologi sertasosial ekonomi masyarakat sekitar.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjabarkansirkulasi arus vertikal hasil simulasi model numerikdi perairan Teluk Saleh, Sumbawa, NTB. Arusvertikal yang berasal dari kedalaman tertentumenuju ke permukaan adalah salah satu parameteryang bisa digunakan untuk melihat fenomenaupwelling yang berperan dalam meningkatkankesuburan perairan.

METODOLOGITeluk Saleh merupakan perairan teluk

yang semi-tertutup, terletak di sebelah baratPulau Sumbawa, NTB (Gambar 1). Kedalamanmaksimum, dimensi panjang dan lebar telukberturut-turut adalah 338 m, 85 km dan 43 km(BRKP, 2004; Herdiani, 2004).

Daerah modelTeluk Saleh dibatasi antarall7o33' - 11 8o 1 7' BT dan 8o 12' - 8o 44' LS (Gambar1 dan Gambar 2). Berdasarkan hasil olahan citraLandsat pada tahun 2000, diketahui bahwa luasTeluk Saleh adalah 3575 km2 dengan luas tutupanterumbu karang adalah 0,244 km2 (Muis,2004).

Untuk mensimulasikan dinamika perairanTeluk Saleh digunakan 3DD Marine andFreshwater Numerical Laboratory versi W5.01yang dikembangkan oleh ASR Ltd. Model inimenggunakan solusi Persamaan EksplisitBeda Hingga. Arus dibangkitkan oleh ModelHidrodinamika 3 Dimensi Barotropik dengangaya pembangkit pasang surut dan angin. Dalam

penelitian ini digunakan 10 lapisan vertikal dalamkoordinat kartesian (Tabel 1).

No.Lapisan

1 .2 .3.4.5 .6.7 .8 .9.1 0 .

Ketebalan Lapisan(top-down)

dalam meter2020

Tabel 1. Ketebalan Lapisan Vertikal

Grid horizontalmengacu pada sistem koordinatkartesian dengan jumlah grid dalam arah x dan ymasing-masing adalah 129 dan 111 grid. Resolusigrid horizontal adalah 50 m x 50 m. Sebagaikondisi awal, air diasumsikan berada dalamkeadaan tenang. Pada batas terbuka utara danbarat diberikan input berupa time series elevasipasang surut hasil prediksi ORITIDE. ORITIDEadalah source code program prediksi pasangsurut yang dibangun Ocean Research lnstitute,university of Tokyo yang bekerjasama denganNational Astronomical Obseruatory, Mizusawa,menggunakan 8 Komponen pasut utama: M2, S2,N2, K2, K1, Ol, P1, dan Q1 (Matsumoto, 1996).Pada batas tertutup berlaku kecepatan samadengan nol, dimana garis pantaidianggap sebagaitembok vertikal yang tidak memungkinkan massaair melewatinya. Adapun harga parameter yangdigunakan dalam simulasi diperlihatkan padaTabel 2.

Untuk melihat pengaruh perubahan musimterhadap pola arus dilakukan simulasi modeldengan gaya pembangkit gesekan angin padadua musim monsun: Musim Barat dan MusimTimur yang masing-masing diwakili oleh BulanJanuari 2001 dan Juli 2001 (Gambar 3), dimanadata angin diperoleh dari Badan Meteorologi danGeofisika (BMG), Departemen Perhubungan - Rl(BMG, 2001).

20303030505050

11Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

l!t

I

$kala:

0km t0

Watef Fc*turot

il;ii,"il t#',,;'ll "'

Gambar 1. LokasiTeluk Saleh

Eatas Ter,btxka[JTA,RA

"|F Kedalamnn tms38

tui*

ntu

253,5

tEg

84,5

Gambar 2. Daerah model

12 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

Tabel2, Beberapa Parameter Fisis yang Digunakan dalam Model

Gambar 3. Kecepatan angin pada: (atas) Musim Barat, (bawah)Musimfimur

HASIL DAN PEMBAHASANVerifikasi elevasi hasil simulasi model

dilakukan pada 4 (empat) stasiun (Gambar 4)dengan membandingkan amplitudo elevasi hasilsimulasi dengan gaya penggerak pasang surutbulan Januari 2001dan amplitudo elevasi pasangsurut hasil prediksi ORITIDE. Secara grafis,

terlihat bahwa keduanya memiliki kesesuaian fasadan magnitudo yang baik Selisih amplitudo hasilsimulasi dan hasil prediksi di keempat stasiunberkisar antara 0,4 cm - 1,95 cm, dengan hargarata-rata 0,9 cm.

Gambar 4, Sfasiun verifikasi

Besar galat hasil simulasi untuk tiap stasiunverifikasi yang dihitung menggunakan formulaRMSPE (Root Mean Square Percent Enor)dimana suatu model dikatakan merepresentasikandengan baik kondisi aktualnya jika nilai galatnyatidak melebihi 30% (James, 1997).

Stasiun Verifikasi Galat (%)0 ,170,430 ,160,52

Tabel 3. Galat Hasil Stmu/asi

Tabel 3 memperlihatkan hasil verifikasi secarakuantitatif dengan menggunakan formula RMSPE.Pada ke empat stasiun verifikasi didapat hargagafat di bawah 1o/o, yattu berkisar antara 0,160/o-0,52o/o. Stasiun C memiliki galat terkecil (0,16%)sementara galat terbesar ditemukan pada StasiunD (0,52%). Hal ini menunjukkan bahwa hasilsimulasi Model 3DD memiliki konsistensi yangbaik.

Hasil simulasi arus secara umum menunjukkanbahwa bagian utara Perairan Teluk Saleh jauhlebih dinamis daripada bagian selatan. Kecepatanarus di perairan teluk bagian utara memiliki orde10-1 m/detik dengan kisaran 0,2 - 0,8 m/detik,sementara kecepatan arus di bagian selatan TelukSaleh memiliki orde 10-3 m/detik pada simulasidengan gaya penggerak pasut dan 10-2 m/detikpada simulasi dengan gaya penggerak pasut dan

Parameter Ni la i Sumber

1 .

2.

3.

Time step (Lt)

Roughness length (z)

Horizontaleddyviscosity (Ar)

Coastals/rp (Cs)

Latitude reference

Non-lineartermtreatment

Vertical eddy viscositytype

0,4 detik

0,01 m Black (2002)

5 m2ldetik Black (2002\

95 % Black (2002)

-80

Leonard Black (2002)Scheme

Mixing#1 Black (2002')

4.

5 .

6.

7 .

1 .2.3.4.

ABcD

l{*la&ngim$&S mfds{

13Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

i =?0

ffi

Gambar S. pota arus vertikal pada Wnampang melintang di PantaiTimur Teluk Saleh (i=70) pada Musim Barat (a) saaf suruf menielangpasang dan (b) saaf pasang menjetang surut pada kondisi pasang Purnama dan pada Musim limur (c) saaf suruf menielang pasang (d)

saatpasang menielang surut pada kondisipasang Purnama.

kecepatan angin. Hal initerutama disebabkan olehkonfigurasi pantai dan dasar perairan sehinggaterjadi efek penyempitan dan pendangkalan saatmassa air melewati Selat (Bowden, 1983; RUn,1990; dan Mamengko, 2004). Kecepatan aruspasang surut akan membesar di daerah yangkedalamannya berkurang se€ra cepat serta didaerah yang menyempit seperti Selat Batahai danSelat Saleh. Untuk memenuhi Hukum Kontinuitasmaka kecepatan arus akan bertambah saatmelewati tanjung atau kanal sempit atau saataliran air dari perairan dalam menuju ke perairandangkal.

Hasil simulasi juga memperlihatkan bahwaarus yang dibangkitkan oleh kecepatan angin danpasang surut men€pai kecepatan maksimum dilapisan permukaan dan kecepatannya berkurangterhadap kedalaman. Pola sirkulasi arus vertikalpada penampang melintang di grid i=70 (sekitarPantai Timur Teluk Saleh) memperlihatkanhasil simulasi dengan gaya penggerak pasangsurut dan kecepatan angin bulan Januari 2001saat menuju surut purnama menunjukkanadanya pergerakan massa air ke lapisan dasar

(menyerupai downwelling) (Gambar 5(a)). Padasaat menuju pasang gerak arus dipermukaanmenuju ke lapisan dasar juga (Gambar 5(b)).

Sementara pola arus bulan Juli 2001memperlihatkan pergerakan yang sebaliknya,yaitu terjadipergerakan arus ke lapisan permukaan(menyeru pai upwelling) (Gambar 5(c) dan Gambar5(d)) baik pada saat surut menuju pasang danpasang menuju surut pada kondisi purnama. Padasaat pasang menuju surut di sisi kiri teluk terlihatadanya gerakan vertikal ke arah dasar. Gerakanvertikal massa air ini terjadi akibat adanyapengaruh konfigurasi dan topografi dasar telukyang diperkuat oleh kecepatan angin. Pada bulanJanuari 2001, angin bertiup sejajar pantai timur kearah Tenggara, dengan adanya Transpor Ekmanyang menuju pantai pada Bumi Belahan Selatan(BBS), maka akan terbentuk Zona Konvergensidi sepanjang pantai dan meyebabkan terjadinyagerak vertikal ke bawah. Sebaliknya, pada bulanJuli 2001, angin bertiup sejajar pantai timur kearah Baratlaut membentuk Zona Divergensidi sepanjang pantai timur dan menyebabkanterbentuknya gerak vertikal ke atas.

1 4 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 I Agustus 2006

KESIMPULANHasil verifikasi simulasi dengan gaya

pembangkit pasang surut buL"n Januari 2001ierhadap data hasi I pred iksi O RlTl D E men u nju kkankesesuaian fasa dan magnitudo elevasi pasang

memiliki konsistensi Yang baik.Penambahan faktor kecepatan angin pada

simulasi model berpengaruh secara signifikanpada pola arus di bagian selatan teluk yang

dangkal dimana magnitudo kecepatan arusbertlmbah dan arahnya didefleksikan ke kiri dari

angin.Pada simulasi dengan gaya pembangkit

pasangsurutdankecepatananginmemper|ihatkanadanyi sirkulasi vertikal di pantai timur Teluk

Sa |eh .PadaMus imBara t ( Januar i2001) te r j ad isirkulasi vertikal ke lapisan bawah (menyerupai

angin.

DAFTAR PUSTAKABfack, K.: 2002, Model 3DD Description and

User's Guide, ASR Ltd., Hamilton, NewZealand. 114 PP.

Bowden, K. F.: 1983, Physical Oceanographyof Coastal Waters. Ellis Hoorwod Ltd'Publisher. Chichester' ISBN: 0-8531 2-686-0. 302 PP

BRKP: 2004, DaYa Dukung Kelautan danPerikanan: Selat Sunda, TelukTomini, TelukSaleh, Teluk Ekas. Tim Proyek CarryingCapacity 2003. Badan Riset Kelautan &

Perikanan. Departemen Kelautan danPerikanan. ISBN: 97 9-97 572-8-2'

BMG: 200| Data Angin Bulan Januari 2001 danJul i 2001.

Herdiani, Y.: 2004, Pemodelan Hidrodinamikadi Perairan Teluk Sa/eh, Sumbawa'NIB, Tugas Akhir, Program StudiOseanaografi, Departemen Geofisika dan

Meteorologi, Institut Teknologi Bandung'229 PP.

James, W.: 1997, Rules for Reliable Modeling'ln James, B.: 1997, R117 (web) Rules forResponsible Modeling. http://www'eos'uog uelph. calwebfi les/james/R 1 77Pweb'html

Mamengko, F. Y. S.: 2004, Sfudi Dinamika PasangSurut di Perairan Teluk Bintuni - Papua,Tesis Magister Program Studi Oseanografi,Sains Atmosfer dan Seismologi, InstitutTeknologi Bandung.

Matsumoto, f., tggO. ORI Description dalam AColtection of Globat Ocean Tide Models CDROM. Jet Propulsion Laboratory, PhysicalOceanography Distributed Active ArchieveCenter, NASA, US.

Matsumoto, Y., Yamagata, T.: 1996, SeasonalVariations of The Indonesian Throughflowin a General Ocen Circulation Model,Journal of Geophysical Research, 101,12.287-12.293.

Muis, A.: 2004. Studi Perencanaan Tata RuangWilayah Pesisir dan laut Teluk SalehKabupaten Sumbawa Besar (PendekalanSistem Dinamik), Tesis Magister, SekolahPascasarjana, Institut Pertanian Bogor'124 PP.

Open University: 1993, Ocean Circulation,Pergamon Press, Oxford' ISBN: 0-08-0-36369-5. 238 PP

Pond, S., Pickard, G. L.:1991 , lntroductoryDynamicat Oceanography Znd Edition,Pergamon Press, UK. 329 PP'

Prawirowaidoyo, S.: 1998, Mefeorologi' PenerbitlTB. Bandung. 56 PP.

Rijn, L. C. V.: 1990, Principles of Fluid Flow &Surface Waves in Rivers, Estuaries, Sea &Ocean. Aqua Publication - lll ' Netherlands'ISBN: 90-800356-1-0. 395 PP'

S tewar t ,R .H . :2002- ln t roduc t i onToPhys i ca lOceanography. Texas A&M University ' 341pp.

Stowe,'K.: 1983, Ocean science 7d edition, JohnWiley & Sons, Inc., NewYork' ISBN: 0471'86719-5

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006 15

KARATERISTIK PANTAI DAN POTENSI BENCANA GEOLOGIDAERAH BILUNGALA, GORONTALO

Tb. Solihuddinl

1 Pusat Risef Wlayah Laut dan Sumberdaya Nonhayati, Badan Risef Kelautan danPerikanan

ABSTRAK

Penelitian karakteristik pantai daerah Bilungala bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik pantai dan daerahpotensi bencana geologi daerah penelitian. Secara fisiografi, daerah Bilungala berada di bagian baratdayaGunung Suwawa yang merupakan bagian deretan pegunungan Sulawesi Utara. Bentuk topografi didominasi olehperbukitan dan pegunungan. Dari data dan informasi yang diperoleh, karakteristik pantai daerah penelitian dapatdibagi menjadi 3 (tiga) jenis pantai, yaitu: pantai bertebing/berbatu, pantai berpasir dan pantai berkerikil. Litologipenyusunnya terdiri dari gamping terumbu, breksi, diorit, andesit dan endapan aluvium. Resistensi pantai berkisardari sangat rendah hingga tinggi. Resistensi sangat rendah terdapat pada pantai berpasir, resistensi rendah padapantai berkerikil, dan resistensi sedang hingga tinggi pada pantai bertebing/berbatu. Potensi bencana geologiyangterdapat di daerah penelitian di antaranya adalah abrasi dan longsoran batuan.

KATA KUNCI : Karakteristik Pantai, Resistensi Pantai, Bencana Geologi

ABSTRACT

Coastal characteristic study in Bilungala region was conducted to investigate coastal physical condition andpotential geological hazards in research area. Physiographycally, the research area is located to the Soufhwesf ofSuwawa mountain which is paft of North Su/awesi mountain range. Topography of the rcsearch area is dominatedby hills and mounfains. Available data and information, the coastal chancteristic of research arca can be dividedinto 3 (three) coastaltypes, namely cliff/rocky coasfs, sandy coasfs and gravely coasts. lts lithalogical units consisfof : coral reef, breccia, diorite, andesite, and alluvial deposit. Coastalresisfance t's c/asstfed from very low stage tohigh stage. The lowest sfage is found at sandy coasfs, low stage is found at gravely coasfs and moderate to highsfage is found at cliff/rocky coasfs. Potential geological hazads of the investigated arca are abrasion and rockslandslide.

KEYWORDS .' Coastal Characteristic, Coastal Resisfance, Geological Hazards

PENDAHULUANPantai merupakan bagian dari wilayah pesisir

yang memiliki fungsi ekologi yang cukup penting.Pantai berfungsi sebagai penyangga dan pelind ungtempat hunian terhadap gelombang laut. Pantaibersifat dinamis artinya tata ruang pantai (bentukdan lokasi) berubah dengan cepat sebagai responterhadap proses alam dan aktivitas manusia(anthropogenic). Faktor-faktor yang mendukungdan mempengaruhi dinamisnya lingkunganpantai diantaranya adalah: iklim (temperatur,hujan, penguapan), proses pantai (gelombang,arus, pasang surut), pasokan sedimen (sungai,erosi garis pantai, endapan laut), perubahanmuka air laut (tektonik, pemanasan global), danaktivitas manusia (bangunan pantai, reklamasi,

penambangan pasir).Bencana geologi merupakan kejadian alam

yang tidak diharapkan, tidak terkontrol dan dapatmengancam kegiatan manusia atau manusiaitu sendiri, khususnya disebabkan oleh prosesgeologi. Termasuk ke dalam jenis bencana geologidi wilayah pesisir di antaranya adalah : abrasi,sedimentasi, longsor, gempa, letusan gunung api,tsunami.

Fokus dalam penelitian ini adalahuntuk memetakan karakteristik pantai danmenginventarisasi daerah potensi bencana alamyang diakibatkan oleh proses geologi di daerahBilungala, Kecamatan Bonepantai, KabupatenBonebolango, Gorontalo. Hal tersebut dirasapenting untuk dilakukan karena di beberapa tempat

16 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

di daerah penelitian terdapat berbagai potensibencana geologi seperti abrasi dan longsoranbatuan.

TUJUANTujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui kondisifisik pantai dan daerah potensibencana geologi di daerah penelitian, Secara rincidapat diuraikan sebagai berikut :1. Mengetahui tatanan geologi daerah

penelitian2. Mengetahui kondisi geomorfologi daerah

penelitian3. Mengetahui karakteristik pantai daerah

penelitian4. Mengetahui resistensi (daya tahan)

pantai daerah penelitian terhadap prosespelapukan

5. Mengetahui daerah potensi bencana geologidaerah penelitian

LOKASI PENELITIANSecara geografis, daerah penelitian terletak

pada koordinat antara 0.35' LU dan 0.45'LU serta123.15' BT dan 123.25' BT. Kawasan tersebutmembentang mulai dari Pantai Olele di sebelahBarat Laut memanjang ke arah Tenggara sampaiPantai Uabanga. Secara administratif, daerahpenelitian terletak di Desa Bilungala, KecamatanBone Pantai, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi

Gorontalo (Gambar 1).

Gambar 1, Peta Lokasi Penelitian

TATANAN GEOLOGIFisiografi

Ditinjau dari morfologi regional, daerahpenelitian terletak di kaki bagian baratdayaPegunungan Suwawa yang merupakan deretanpegunungan Sulawesi Utara. Bentuk topografirupabumi didominasi oleh perbukitan danpegunungan, elemen utama pengontrol deretanpegunungan tersebut adalah vulkanisme danmorfostruktur patahan. Morfologi pedataranhanya dapat dijumpai di kawasan pesisir dengandaerah cakupan yang sempit, memiliki relief datar,tersusun oleh endapan sungai dan pantai.

StratigrafiMenurutApandi dan Bachri (1997) dalam Peta

Geologi Lembar Kotamobagu, Sulawesi skala 1 :250.000, formasi batuan yang menyusun kawasanpesisir daerah penelitian di antaranya berturut-turut dari muda ke tua adalah : BatugampingTerumbu (Ql), Batuan Gunung Api Pinogu (TQpv),Molasa Celebes (Qts), Diorit Bone (Tmb), BatuanGunungapi Bilungala (Tmbv) dan Formasi TinomboFasies Sedimen (Tets) (Gambar 2). BatugampingTerumbu (Ql) terdiri dari batugamping terumbuterangkat dan batugamping klastik dengankomponen utama koral, umurnya diduga Holosen.Di daerah penelitian, satuan ini dijumpai di daerahOlele dan Tolotio.

Batuan Gunung Api Pinogu (Tapv) terdiridari tuf, tuf lapili, breksi, dan lava. Lava berwarnakelabu muda hingga kelabu tua, pejal, umumnyabersusunan andesit piroksin, umur diduga Pliosen-Plistosen. Satuan ini dijumpai di Olele bagian utaradan Uabanga bagian selatan.

Molasa Celebes (ats) merupakan endapanpaska orogen yang terdapat di cekungan-cekungan kecil, terdiri dari konglomerat, breksiserta batupasir, umumnya termampatkan lemah.Konglomerat dan breksi tersusun oleh anekabahan komponen berupa kepingan andesit,basal, granit, granodiorit, batugamping, batupasirmaupun kuarsa. Umurnya diduga PliosenPlistosen. Satuan ini secara setempat dijumpai didaerah Tihu.

Diorit Bone (Tmb) tersusun atas diorit kuarsa,diorit, granodiorit, granit. Satuan ini menerobosBatuan Gunungapi Bilungala maupun FormasiTinombo. Umur satuan ini sekitar Miosen Akhir.Satuan ini d'rjumpai secara setempat di daerahTihu.

Batuan Gunungapi Bilungala (Tmbv) terdiridari breksi, tuf, dan lava bersusunan andesit,dasit dan riolit. Di daerah pantai Bilungala, satuanini dikuasai oleh lava dan breksi yang umumnyabersusunan dasit dan dicirikan oleh warnaalterasi kuning sampai coklat, mineralisasi pirit,perekahan yang intensif, serta banyak dijumpai

17Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

1 2 3 . 1 5 " B T 1 2 3 . 2 ' B T 1 2 3 . 2 5 ' B T

Gambar 2. Peta Geologidaerah penelitian (peta diolah dariPeta GeologiRegionalLembar Kotamobagu skala 1 :250,000, P3G)

=JI

u:l!f

E

=J!

<.cf

=J

. c

u:)(f,

O

batuan terobosan diorit. Umurnya berdasarkankandungan fosil dalam sisipan batugampingadalah Miosen Bawah-Miosen Akhir. Satuan initerutama dijumpai di daerah Tambo, Mobuhu danUabanga.

Formasi Tinombo Fasies Sedimen (Tets)terdiri dari serpih dan batupasir dengan sisipan 2.batugampimg dan rijang. Serpih kelabu dan merah,getas, sebagian gampingan; ri jang mengandungrad iolaria. Batu pasir beru pa g rewa ke da n batu pasi rkuarsa, kelabu dan hijau, pejal, berbutir halushingga sedang, sebagian mengandung pirit.

METODEMetode yang digunakan dalam melakukan

penelitian ini adalah :1. Kegiatan Persiapan (desft studyl, meliputi

pengumpulan data sekunder daerah

penelitian berupa peta dan laporan teknis.Peta sekunder yang dipersiapkan terdiri daripeta rupabumi skala 1:50.000 (Bakosurtanal)dan peta geologi regional skala 1:250.000(P3G). Laporan teknis dari berbagai penelitianyang terkait di daerah penelitian.Kegiatan Survei Lapangan, meliputipemetaan karakteristik pantai, pengambilancontoh batuan, serta penentuan posisi.Pemetaan karakteristik pantai, meliputipengamatan geologi, morfologi dankarakteristik pantai mengikuti metodepemetaan yang umum dilakukan (Dolan,1975). Karakteristik pantai ini akanmemberikan gambaran proses dominanyang sedang terjadi di wilayah pesisir daerahpenelit ian.Pengambilan contoh batuan, dilakukanpada singkapan-singkapan batuan yang

1 8 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 lAgustus 2006

memiliki litologi yang berbeda.Penentuan Posisi yang tepat dari setiaplokasi penelitian ditentukan denganmenggunakan alat penentu posisisatelit GPS(Global Positioning Sysfem).

3. Analisis laboratorium dan pemrosesandata, analisis laboratorium yang dilakukanadalah analisis petrografi batuan untukmengetahui jenis batuan dan kandunganmineralnya. Pemrosesan data surveilapangan dilakukan secara komputer denganmenggunakan beberapa program paketseperti GIS (Map Info), Global Mapper, danprogram paket lainnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANKarakteristik Pantai

Mengacu kepada klasifikasi pantaiyang dibuatoleh Dolan (1975), karakteristik pantai daerahpenelitian dapat dibagi menjadi 3 jenis pantai(Gambar 3), meliputi:

a. Pantai bertebing (cliffllberbatuJenis pantai ini dicirikan oleh garis pantai

yang dibatasi oleh dinding batuan berlereng terjal.Tebing pantai mempunyai kemiringan lereng diatas 30o bahkan di beberapa tempat merupakanpantai berdinding tegak. Daerah yang terdapatjenis pantai iniadalah Olele, Tolotio, Botutombaga,Tongo dan Uabanga.

Litologi penyusunnya terdiri dari: gampingterumbu, breksi, diorit dan lava andeslt.

Secara mikroskopis, breksi berwarna abu-abuhingga abu-abu kehitaman, berfragmen andesit,diorit, dan granit, matriks pasir kasar. Komposisimatriks 20o/o, fragmen batuan 14o/o, kuarsa 57o,fefdspar 33o/o, dan mineral lain (6% gelas, 3o/opiroksen, 3% amfibol, To/o biotit, 5% mineral bijih,dan 4o/o Epidot).

Diorit benruarna abu-abu, tekstur faneritik,hipydiomorf, hipokristalin, bentuk butir anhedralsampai subhedral, memiliki ukuran 0,1 - 6 mm,terdiri atas plagioklas (35%), K-feldspar (7o/o),kuarsa (20o/o), piroksen (10o/ol, epidot (10%), klorit(1o/o), mineral bijih (1o/o), gelas vulkanik (2o/o),

t?3.15.E rf,t.t75.E

Gambar 3, Peta Karakteristik Pantai Daerah Bilungala dan sekitarnya(peta dasar diolah dari Peta Rupabumilndonesia skala I : 50,000, Bakosurtanal , 1991)

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006 19

mineral karbonat (3%), serisit (1o/o'), dan mineralfempung (1o/o), dengan masa dasar afanitik.

Andesit berwarna abu-abu kehitaman, teksturporfiritik, hipydiomorf, hipokristalin, bentuk butiranhedral sampai euhedral, memiliki ukuran 0,01- 5 mm, terdiri atas plagioklas (60%), K-feldspar(1o/o), kuarsa (1o/o), amfibol (2%), klorit (1%),mineral bijih (3%), gelas vulkanik (2o/o), piroksen(25o/o), mineral lempung (1o/o), dengan masa dasarafanitik.

Genesa pantai ini adalah hasil aktivitasvulkanisme dan aktifitas tektonik pengangkatan(uplitt). Hal ini ditunjukkan oleh ciri-ciri:- Adanya material-material vulkanik seperti

andesit, breksi gunungapi dan batuanpiroklastik lainnya

- Pada tebing-tebing dan punggungan bukitterdapat gawir patahan dan kelurusan-kelurusan

- Muka laut tajam dan kedalamannya berubahsecara drastis

- Di antara tebing-tebing pantai terdapattelukteluk kecil yang secara morfostrukturtermasuk zona lemah.

b. Pantai BerpasirPantai ini dicirikan oleh garis pantai yang

memiliki kemiringan lereng landai (2 - 6") denganmaterial penyusun berupa pasir tak padu,berwarna putih kotor hingga kecoklatan, berbutirkasar, terdapat mineral kuarsa dan bercampurdengan rombakan cangkang moluska. Lebarparas pantai 10-15 m, unit geomorfologi pantaiyang dapat dijumpai di antaranya adalah muarasungaidengan lebar penampang kurang dari20 m,sebagian tersingkap pula sebagai pantai kantungberpasir (sandy pocketbeach). Morfologi pesisirberupa dataran pantai yang sempit, dimanfaatkanpenduduk sebagai lahan permukiman, perkebunankelapa dan semak belukar. Pantai berpasir inidijumpai pada celah-celah antara tanjung di Olele,Tambo, Tongo, dan Uabanga. Genesa pantaiakibat aliran su ngai-la ut (fl uvio-m arine).

c. Pantai BerkerikilJenis pantai ini dicirikan oleh garis pantaiyang

landai (. 8") dengan material penyusun berupakerikil hingga berangkal, terdiri dari berbagaimacam batuan yang berasal dari perbukitandi atasnya dan terbawa oleh alur-alur sungaisampai ke muara kemudian tersebarkan oleharus dan gelombang. Terdapat di sepanjangDesa Tihu sampai Desa Tambo. Morfologi pesisirberupa dataran pantai (coasfal plain) yangsempit, dimanfaatkan penduduk sebagai lahanpermukiman dan Perkebunan.

Resisfen si PantaiDolan (1975) membagi 5 (lima) variabel

klasifikasi geologi pantai berdasarkan tipe batuandan kekerasan mineral yang terkandung dalambatuan dan kaitannya dengan nilai faktor risikoproses pelapukan (Tabel 1). Faktor erodibilitas(nilai kepekaan suatu jenis batuan terhadapproses pelapukan) dari masing-masing tipebatuan tersebut tergantung kepada kandunganmineral, sementasi (terutama pada batuansedimen), besar butir (untuk sedimen tak padu)dan kehadiran struktur batuan seperti perlapisan(be dd i n g), peca h a n (cl e av age), reta k an (f ractu re).

Apabila klasifikasi tersebut diaplikasikanke dalam hasil penelitian, maka akan diperolehresistensi (daya tahan) masing-masing litologipantai terhadap berbagai proses pelapukan baikfisika maupun kimia (Tabel 2).

BENGANA GEOLOGIProses pantai yang terjadi di kawasan Pantai

Bilungala lebih didominasi oleh proses yang terjadidi laut (ma rine processes), hal tersebut terjadikarena kuatnya arus dan gelombang ditandaidengan terbentuknya gua-gua laut (ness) dantebing curam kikisan-gelombang (wave cut cliff)pada tebing pantai. Dengan adanya proses pantaiyang bersifat destruktif tersebut, maka kawasanPantai Bilungala rawan terhadap bencana geologiberupa abrasi dan longsoran batuan (Gambar 4).

a. AbrasiProses abrasi menggerus garis pantai,

terutama pada karakteristik pantai yang tersusunoleh litologi yang memiliki resistensi rendahterhadap gelombang laut seperti pasir dan kerikil.Proses abrasi intensif terjadi di sepanjang pantaiTihu hingga Tambo yang memiliki karakteristikpantai berkerikil. Abrasi juga terjadi pada pantaibertebing. Gelombang laut menggerus bagianbawah tebing, terutama pada tebing pantaiyang tersusun batugamping terumbu sehinggamengakibatkan tebing pantai runtuh. Upayauntuk menanggulangi proses abrasi yang sudahdilakukan oleh masyarakat dan pemerintahsetempat adalah dengan membangun groln danseawalldi Pantai Tongo dan di sepanjang PantaiTihu hingga Tambo. Cara penanganan tersebutdirasa sudah tepat, namun perlu juga dilakukanpengh'ljauan seperti penanaman pohon kelapa,pohon kambing (bahasa lokal) dan lain-lain disekitar pantai untuk mengurangi dampak abrasiyang lebih besar.

b. Longsoran BatuanProses longsoran terjadi pada batuan yang

lapuk dan kurang terkonsolidasi, banyak terdapat

20 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

No Deskripsi MaterialNilai Faktor

RisikoKeterangan

1 Batuan KristalinA. Batuan Vulkanik (basalt, rhyolit, andesit, dll)B. Batuan Plutonik (granit, granodiorit)C. Metamorfik (sekis, gneiss, kuarsit, serpentinit, dll)

112

Sangat rendahSangat rendahRendah

2 Batuan SedimenA. SerpihB. BatulanauC. BatupasirD. KonglomeratE. BatugampingF. Eolianit (pasir-kalsit)G. Camouran berbaqai litoloqi

3333333

SedangSedangSedangSedangSedangSedangSedang

3 Sedimen Tak PaduA. Lumpur, lempungB. LanauC. PasirD. Kerikil, konglomeratE. Glacial t i l lF. Glacial drift (fluvial-glasial)G. Sedimen gampinganH. Campuran berbagai litologi

55544554

Sangat tinggiSangat tinggiSangat tinggiTinggiTinggiSangat tinggiSangat tinggiTinqqi

4 Material Vulkanik ResenA. LavaB. Debu, temperaC. Camouran

153

Sangat rendahSangat tinggiSedang

5 Terumbu karanq boral reeh 3 Sedang

Tabel 1. Faffior risiko relatif batuan terhadap proses pelapukan frsika dan kimia (Dolan, 1975)

Tabel 2. Resisfensi relatif Litologi Pantai Bilungala berdasarkan variabelklasifikasi geologi pantai (Dolan, 1975)

zona kekar, serta memiliki relief tinggi dengankemiringan lereng yang curam. Longsorandi sekitar Bilungala terjadi di tebing PantaiBotutombaga yang tersusun oleh litologi dioritdan Pantai Uabanga yang tersusun oleh lavaandesit. Hal tersebut terjadi karena tebing pantaimemiliki relief yang curam serta banyak terdapatzonA kekar pada batuan, sehingga sangat rentanterhadap proses longsoran. Bahaya longsor jugadimungkinkan terjadi di Pantai Olele yang disusunoleh litologi gamping terumbu. Upaya yang sudah

dilakukan oleh masyarakat dan pemerintahsetempat untuk menanggulangi longsoran iniadalah dengan membuat bronjong atau anyamankawat-kawat besi yang dibuat bersengked untukmenahan longsoran batuan di Botutombaga, haltersebut dilakukan karena di bagian atas tebingdifintasi oleh jalan rcya yang menghubungkanGorontalo-Manado di jalur pantai selatan. Carapenanganan tersebut dirasa sudah tepat, namuntetap perlu diwaspadai sewaktu-waktu dapatterjadi longsoran mengingat kondisi batuan

Karakteristik Litologi Penyusun lokasi ResistensiPantai Bertebing(cliff)/Berbatu

A. Gamping Terumbu

B. Breksi VulkanikC. DioritD. Lava Andesit

Olele, Tolotio, Tongo danUabanga.Olele dan UabangaBotutombagaUabanoa

Sedang

SedangTinggiTinqsi

Pantai Berpasir Pasir Kasar Olele, Tamboo, Tongo, danUabanoa

SangatRendah

Pantai Berkerikil Campuran berbagai mactmlitoloqi

Sepanjang PantaiTihu- Tambo

Rendah

21Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

t23.t5 .E t 2 3 . t ? 5 . E t23.2 .E

Gambar 4. Peta bahaya abrasidan longsoran batuan kawasan PantaiBilungala(peta dasar diolah dari Peta Rupabumilndonesia skala 1 : 50.000, Bakosurtanal , 1991)

sudah sangat lapuk dan kurang terkonsolidasi,juga keberadaan jalan raya di atas tebing yangterbilang padat dilalui kendaraan, sehingga bisamembahayakan jiwa manusia. Sebagai upayaantisipasi, perlu juga dilakukan penanganan yangsama terhadap kemungkinan bahaya longsor diPantai Olele, karena sampai saat ini belum adaupaya penanggulangan baik dari masyarakatmaupun pemerintah setempat. Terlebih kawasanPantai Olele akan dikembangkan menjadi kawasanpariwisata bahari oleh pemerintah setempat.

KESIMPULAN1. Karakteristik pantai daerah penelitian dapat

dibagi menjadi 3 jenis pantai, yaitu : pantaibertebing (clifl, pantai berpasir dan pantaiberkerikil.

2. Litologi penyusun pantai terdiri dari: gampingterumbu, diorit, andesit dan endapan aluvium.Litologi tersebut berpengaruh terhadapresistensi (daya tahan) garis pantai terhadapberbagai proses laut seperti arus, gelombang,dan pasang surut.

3. Resistensi pantai daerah penelitian berkisar

dari sangat rendah hingga tinggi. Resistensisangat rendah terdapat pada pantai berpasir,resistensi rendah terdapat pada pantaiberkerikil dan resistensi pantai sedang hinggatinggi terdapat pada pantai bertebing.

4. Bencana pantai yang terdapat di daerahpenelitian di antaranya abrasi dan longsoranbatuan.

DAFTAR PUSTAKAApandi dan Bachri., 1997 , " Peta Geologi

Regional Lembar Kotamobagu, Su/awesiskala 1:250.000", Pusat Penelitian danPengembangan Geologi P3G, Bandung.

Darlan, Yudi., 1996, "Geomortologi WilayahPesr.sir : Aplikasi Untuk Penelitian KawasanPesisi/'. PPGL.

Dolan, R., 1975, "C/assifcation of The CoastalEnvironment of The World", l, TheAmericas.

BAKOSURTANAL, 1991 , Peta Rupabumilndonesia Lembar 2316-13 Bilungala skala1 : 50.000, , Cibinong Bogor.

22 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

KONDISI TERUMBU KARANG DI BEBERAPA LOKASIDI PULAU SULAWESI

Terry Kepel dan Widodo Setiyo Pranowol

1 Pusat Risef Wlayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Risef Kelautan danPerikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan

ABSTRAK

Pemantauan kondisi terumbu karang tidak saja hanya didasari pada fungsi terumbu karang itu sendiri yang

sangat berguna dalam kehidupan manusia tapijuga kerentanannya terhadap berbagai tekanan. Tujuan penelitianini adalah untuk (1) memberikan informasi awal tentang kondisi terumbu karang di beberapa lokasi di PulauSulawesi sekaligus (2) melihat tingkat kesamaan kondisiterumbu. Penelitian dilakukan di5 Stasiun di4 pulau yaituPulau Teterang dan Pulau Kakabia (Sulawesi Selatan), Pulau Salue Besar dan Pulau Kokudang (SulawesiTengah).Metode yang digunakan adalah LIT (Line lntercept Transect).Terdapat 4 Stasiun yang nilai tutupan karang hidupberada pada kategoritinggi yaitu St. 5 (68,3 %), St. 2 ( 63,55 %), St. 4 (61,6 %) dan St. 3 (53,16%), sedangkan St.1 berkategori sedang dengan nilai 45,35%. Stasiun 2 dan 5 memiliki tingkat kesamaan kondisi terumbu tertinggi,diikuti St.4, St.3 dan St.1. Secara umum kondisi fisik perairan pada lokasi penelitian mendukung kelangsunganhidup bagi organisme terumbu karang, jadi tingkat kerusakan yang ada diduga lebih banyak disebabkan olehkegiatan antrophogeni. Dengan demikian, perlu adanya pengelolaan yang tepat sehingga kondisi yang sekarangada dapat dipertahankan agar tidak menjadi lebih parah.

KATA KUNCI: Terumbu karang, tutupan karang, pola sirkulasi arus, Sulawesi.

ABSTRACT

Monitoring of coral reef condition is not onty based on the function of the coral reef itself on human life butalso on ifs succeptability to various pressure. The aims of this rcsearch is (1) to give a preliminary information onthe condition of coral reef in some locations in Sulawesi /sland and (2) to find out the homogenity level amongthe tocations. Resea rch was done by conducting suruey in 5 Stations in 4 islands, which are Teterang island andKakabia istand in the South Su/awesi, and Salue Besar island and Kokudang island in the Central Sulawesi. Thesuyey used Line Intercept Transect Method (LlT).The results show that high or excellent life form coverage wereobseruedafSf . S(68.3%),5t .2(63.55W,5t .4(61.6%o)andSf.3(53.16yo) ,whercasgoodl i fecovercgewasfound af Sf. 1 (4535n Sf. 2 and Sf. 5 have the highest homogenity level followed by Sf. 4, St.3 and St. 1. lngeneral, the physical features (cunent and wave) in the suruey area support the condition of the coral rcef habitat.So, fhe existing damage is presumabty caused by human activities. Thercby, an appropriate management has tobe imptemented so that the existing condition could be preserued to avoid further damage.

KEYWORDS.' cora I reef, coral coverage, wave, Sulawesi

PENDAHULUANEkosistem terumbu karang adalah salah

satu ekosistem laut yang sangat penting selainekosistem mangrove dan lamun. Selain berfungsisecara ekologis sebagaitempat hidup dan mencarimakan berbagai organisme laut, terumbu karangjuga mempunyai fungsi ekonomis dan pariwisata.Potensi lestari ikan, kerang dan kepiting di daerahini dapat mencapai 9 juta ton atau 12 o/o dariproduksi perikanan di dunia (Sukmara et a\,2001).Hasil perhitungan GEF/UNDP/IMO tahun 1999,nilai ekonomis terumbu karang Indonesia ditaksir

sebesar US$ 567 juta (IBSAP, 2003). Di sampingitu, keindahan organisme karang yang beranekaragam dan berwarna warni menarik banyak orangu ntuk mengeksplorasinya.

Namun demikian, ekosistem ini sangatrentan terhadap berbagai jenis gangguan baikyang alami maupun gangguan anthropogeni.Gangguan alam dapat berupa tsunami, badai,pemutihan karang (bleaching) karena pemanasanglobal dan pemangsaan oleh bintang laut berduri(Ach a nta ste r pl a n ci I). Teka n a n a nth ro pog en i da patberupa penangkapan ikan dengan bom, racun

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006 23

atau jaring dasar, penambangan batu karanguntuk bahan bangunan, penempatan jangkardari perahu nelayan, polusi dari daratan maupunkegiatan pariwisata seperti penyelaman.

Indonesia mempunyai unit terumbu karangpaling t idak sebanyak 14.000 unit dengan luaskurang lebih 85.000 km2 atau 14 % dari terumbukarang di dunia. Sampai dengan tahun 2002 telahdisurvei 56 lokasi dengan 520 Stasiun dengan hasil32,3o/o jelek (poor), 35,3% sedang (fair), 25,5o/obaik (goofl dan 6,70/o sangat baik (excellent)(Chou et a|,2002).

Untuk kondisi yang sepert i ini , pemantauanyang komprehensif dan berkesinambungansangat perlu dilakukan termasuk pada daerah-daerah yang selama ini belum pernah ataujarang dijadikan obyek pemantauan. Penelitianini bertujuan untuk memberikan informasi awalkondisiterumbu karang di beberapa lokasidi pulauSulawesi berdasarkan persentase tutupan karanghidup dan sekal igus melihat t ingkat kesamaankondisi antar lokasi.

METODOLOGI

Sebanyak 5 Stasiun di 4 pulau ditel i t i yaitu diPulau Teterang (St 1), Pulau Kakabia (St 2 di Utaradan St 3 di Barat), Pulau Salue Besar (St 4) danPulau Kokudang (St 5) (Gambar 1). Pulau Teterangdan Kakabia masuk dalam wilayah administrasiprovinsi Sulawesi Selatan sedangkan PulauSalue Besar dan Kokudang berada di KabupatenBanggai Kepulauan, Sulawesi Tengah.

Gambar 1. Lokasi penelitian, a) Pulau Teterang(5t.1) dan Pulau Kakabia (5t.2 & 3), b)Pulau Sa/ue

(5t,4) dan Pulau Kokudang (Sf.5)

Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan data persentasi tutu pan d i la ku kandengan metode LIT (Line lntercept Transect'1dimana pada garis transek sepanjang 50-100m dilakukan inventarisasi karang berdasarkanbentuk pertumbuhannya dan biota terumbu yangdilewati oleh garis transek (English et al, 1997)(Gambar 2).

Gambar 2. Metode penelitian, a) Penarikan garistransek dengan meteran, b) Pengambilan data

Hasil inventarisasi dimasukkan ke dalamempat kelompok yaitu karang hidup (karang kerasdan karang lunak), biota terumbu (hewan sesillainnya dan alga yang berasosiasi), karang mati(termasuk pecahan karang) dan faktor abiotik(substrat).

Penentuan kategori tutupan karang hidupmengikuti Sukmara et al(2001), sebagai berikut:

Ni la i (%

0 - 10 Sangat Rendah11 - 30 Rendah31 - 50 Sedang51 -75 Tinggi76 - 100 Sangat Tinggi

ANALISA

Hasil pengamatan dianal isis denganmen gg u nakan ru m us perh itu n gan seperti d i bawahin i :

tllriF iiflr'dg

r$,ii*d..$ifiiF"TFF "

$i

rq* { t & t

q

i2 ' '

24 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 lAgustus 2006

Substrat lumpur d'ljumpai di ujung Hol pada

pe,,i$er?frrs a'utup$tt_ Fzur*gnsrirfi{pjr'x*a1es,ortxt00'6 daerah mangrove, sedangkan substrat pasir dan

Ferr3.r*rgr's?rsefr pasir-karang dijumpai setelah substrat lumpur kearah tengah perairan. Terumbu karang dijumpai didaerah mulut teluk ke arah perairan lepas. Datatutupan karang diambil mulai dari karang yangdekat lokasi budidaYa.

Pulau Kokudang adalah salah satu pulau

berada jauh dari lokasi pemukiman penduduk.Terumbu karang di P. Salue Besar dan P.

Kokudang bertipe fringing reef, dimana pola arus

banyak yang terseraP di massa air.

Tutupan KarangHasil perhitungan persentase tutupan terumbu

karang disajikan di Tabel 1.

Untuk mendapatkan tingkat kesamaan kondisidari setiap Stasiun penelitian, digunakan analisaHierarchicat Cluster dengan Metode Aglomerasipada program aplikasi SPSS. Nilai pada tampilananalisa kemudian diskalakan kembali'

HASIL DAN PEMBAHASANDeskripsi Lokasi

Pulau Teterang dan Kakabia adalah pulaukarang dan banyak ditemukan pecahan berbagaiorganisme laut seperti moluska (bivalvia Tidacna)dan koral yang diduga merupakan fosil. Denganluas kurang lebih 4,8 km2, Pulau Kakabia dihunioleh berbagai macam satwa terutama burung lautdan tikus.

Terumbu karang di P' Teterang cenderungbertipe Reef Cresf dan Reef S/ope karena pulautersebut adalah pulau karang dan tidak berpantaisama sekali, masih merupakan satu gugusandengan Pulau Bonerate.

Pola arus di Selat Bonerate berdasarkanobservasi visual dibangkitkan oleh angin danpasang surut. Lokasi Stasiun penelitian beradadi dekat mulut bagian selatan dari selat Bonerateyang meru pakan daerah terli nd u n g da ri gelomba ng,iehingga pola arus yang dinamis kemungkinanbesar didominasi oleh pasang surut.

Terumbu karang di P. Kakabia secara umummemifiki tipe atol, fringing reef, reef cresf, dan reefstope. Tetapi dalam pelaksanaan penelitian, LineTransectdilakukan pada Reef Cresf, sehingga pola

sirkulasi arus yang dominan adalah dibangkitkanoleh energi pasang surut. Hal ini berdasarkanobservasi kualitatif yang dilakukan oleh peneliti,dimana ketika angin tidak bertiup, arus permukaanbergerak cukup kencang yang disebabkan olehperbedaan tinggi muka laut.

Pulau Salue Besar (atau yang disebutjuga Pulau Bokan besar) dan Pulau Kokudangkeiamatan Boka n Kepu lauan ( Bokep), sejak ta h u n2000 daerah perairan pesisirnya dimanfaaatkanuntuk kegiatan budidaya rumput laut jenis

euchema cotonii (Anonim, 2004)' Masyarakatmemanfaatkan Hol untuk kegiatan tersebut' Holadalah sebutan masyarakat Desa Bungin (lbukota

Kecamatan Bokep) untuk sebuah teluk kecilyang berbatasan dengan Tanjung Talamanusan'itanjang Hol tersebut sekitar 2 km dengan lebarbervariasi dari 40 '470 m.

Tipe pantai Hol adalah curam dan berbatudengan tipe substrat lumpur, pasir dan pasir

bercampur pecahan karang (pasir-karang)'

KategoriLokasi

st. I s t .2 s t .3 st .4 st. 5Karanghidup

45,4 63,6 53,2 61,6 68,3

Biota

terumbu

16,2 17,2 1 0 8,4 1 1 , 3

Karangmati

4,6 11,7 30 19,5 6,4

Abiotik 33,9 7,7 6,9 10,5 1 4

Tabet 1. Persenfase tdupan terumbu karang dilokasi penelitin (/")

Ditinjau dari nilai tutupan karang hidup,terdapa{ empat Stasiun dengan kategori tinggimasing-masing St. 5, 2, 4, 3 dan satu Stasiundengan kategori sedang yaitu St.1. Tingginyakategori tutupan karang ini disebabkan olehkond-isi fisik lingkungan yang mendukung ditinjaudari kecerahan, temperatur, salinitas, arus dangelombang yang terukur secara in situ. Rata-rataiecerahan perairan di lokasi survei berada pada

nilai di atas 10 meter dengan kisaran suhu dansalinitas dari lapisan permukaan hingga kedalaman10 meter berturut-turut adalah 29 - 31,5 oC dan33 - 33,5 PSU, sedangkan rata-rata arus 1,5 m/detik dan kisaran tinggi gelombang 1 - 3 meter'Kondisi fisik tersebut diduga masih mendukungproses fotosintesis dari alga yang berada dalam

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006 25

jaringan karang yang kemudian memberikankontiiOusi positif pada kelangsungan hidup karangdan pertumbuhannYa.

Pola sirkulasi arus dan gelombang yang adadi sekitar daerah terumbu karang (lokal) menjagakelangsungan hidup ekosistem tersebut karenamenjaga sirkulasi oksigen, nutrien, dan sebaranfarvi karang (Nybakken, 1992; Massel, 1999;Bfack, 2OO1; Romimohtarto & Juwana, 2004)'

Pola arus yang cenderung laminar di PulauSalue dan Pulau Kokudang yang kemungkinanbesar menyebabkan persentase tutupan karanglebih tinggi dibandingkan di lokasi P. Teterang'Sedangkan kondisi terumbu karang di P' Kakabiasebenarnya belum bisa direpresentasikan tutupankarangnya karena perbandingan jumlah titiksampling dan area luasan tutupan karang belumsesuai/mewakili.

Walaupun St. 3 (barat P. Kakabia) dan St' 4 (P'

Salue) memiliki tutupan karang hidup yang tinggitapi nilai tutupan karang mati berada pada urutankedua setelah karang hidup. Tingginya persentasekarang mati di lokasi ini karena adanya kegiatanpenangkapan ikan yang menggunakantom Y?ngmasih

-berlangsung sampai saat ini. Disamping

itu, adanya pembuangan jangkar oleh kapal-kapalnelayan yang menyebabkan karang menjadipatah, hancur dan terbongkar.'

Pulau Kakabia yang merupakan lokasi St'2 dan 3 adalah salah satu target penangkapanikan oleh nelayan dari Pulau Batuata. selain itudi sebelah barat pulau digunakan sebagai daerahpersinggahan kapal nelayan yang melaut di

ilerairJn Flores karena letaknya yang Strategisdan aman untuk berlabuh. Hal yang sama juga

terjadi di St. 4 yang terletak di Hol, Pulau SalueBesar. Walaupun daerah itu telah menjadi daerahbudidaya rumput laut, namun kegiatan pembomanikan di sekitarnya masih tetap berlangsung'

Secara umum kondisi fisik perairan pada

lokasi penelitian yang telah disampaikan diatas (kecerahan, suhu, arus dan gelombang)mendukung kelangsungan hidup bagi organismeterumbu karang. Terumbu karang akan tumbuhoptimal pada kondisi kecerahan yang tingqi' rata-rata suhu tahunan sebesar 23-250C dan kondisiarus dan gelombang yang cepat sehingga proses

suplai makanan menjadi lebih optimal (Nybakken'1992). Dengan demikian, tingkat kerusakan yang

ada diduga lebih banyak disebabkan oleh kegiatananthropogeni atau aktifitas manusia.

Ternyata sistem pengelolaan terumbu karangberbasis masyarakat telah ditemui di lapangan'Secara swakarsa, masyarakat desa Bungin sejaktahun 2000 telah membangun daerah perlindunganlaut (DPL). DPL ini berlokasi di depan pasar desadimana terumbu karang disitu dulunya merupakanlokasi target penangkapan ikan dengan bom'

Sistem pengelolaan yang berbasis masyarakat iniharus tetap didukung dan diterapkan.

Hasil analisa hierarchical cluster untukkesamaan tingkat tutupan karang hidupmenunjukkan bahwa St. 2 dan 5 memiliki tingkatkesamaan tertinggi selanjutnya diikuti oleh St' 4,1 dan 3 (Gambar 3). Tingginya perbedaan antarSt. 3 dengan Stasiun yang lain diduga karenatingginya nilai tutupan karang mati.

Ln ie

j - a rak i t t nn lT i i s : c : us t€ :

I : l 1 5 3 ' : i : 9

Gambar 3. fingkat Kesamaan tutupan karang di 5 sfasiun suruei

KESIMPULAN DAN SARANTingkattutupan terumbu karang yang beradadi

Pulau Kakabia, Salue Besar dan Kokudang dalam

dipertahankan dan tidak menjadi lebih parah'

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini adalah hasil dari rangkaian risetsurvei Ekspedisi Wallacea Indonesia (EWl) 2004,leg 1 dan leg 3. Penulis mengucapkan terimafasln atas bantuan dari Yusli Sandi (Unhas)'Andi Muzakkir (Univ. Muhammadiyah IndonesiaMakassar), teman - teman tim biologi Leg 3 (Dessi,Dedy, Sandy, Wahyu) dan Aziz (P3K-DKP) dalampelaksanaan sampling data.

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2004. http://www.banggai-kepulauan'

go.id/. Diambil: Agustus 2004.Black, f. ZOOt. Lagrangian Dispersaland Sediment

TransPort Model POL3DD. The 3DDComputational Marine & Marine LaboratoryVersion W1.04. ASR Ltd. 124 PP'

26 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

Chou, M.L., V. S. Tuan., P. Reefs., T. Yeemin., A.Cabanban., Suharsono & l. Kessna.2002.Status of Southeast Asia Coral Reefs lnStatus of Coral Reefs of The World, C.\Mlkinson (eds). Australian Institute ofMarine Science, Australia. p : 123 - 152.

English, S., C. \Alilkinson & V. Baker. 1997. SurveyManual for Tropical Marine Resources.Australian Institute of Marine Science,Australia. 390 pp.

I BSAP ( | ndonesia n Biod iversity Strategy an d ActionPlan). 2003. Strategi dalam Rencana AksiKeanekaragaman Hayati Indonesia 2003- 2020. BAPPENAS.

Massel, S. R. 1999. Fluid Mechanics for MarineEcologists. Springer-Verlag BerlinHeldelberg. ISBN: 3-540€5999-4. 566 pp.

Nybakken, J. W. 1992. Marine Biology: AnEcosystem Approach. The 7d edition.Pearson Inc. 514 pp.

Romimohtarto, K & Juwana. 2004. MeroplanktonLaut:Larua Hewan Laut yang MeniadiPlanWon Djambatan. Jakarta. 214 pp.

Sukmara,A.,A. J. Siahainenia & C. Rotinsulu. 2001 .Panduan Pemantauan Terumbu KarangBerbasis-Masyarakat Dengan MetodaManta Tow. Proyek Pesisir. PublikasiKhusus. University of Rhode lsland, CoastalResources Center, Narragansett, Rhodelsland, USA. 48 pp.

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 lAgustus 2006 27

STUDI PERUBAHAN KONDISI TERUMBU KARANG MENGGUNAKANDATA CITRA SATELIT LANDSAT

Novi Susetyo Adil

1 Pusat Risef Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Risef Kelautan danPerikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan

ABSTRAK

Terumbu karang di perairan Indonesia oleh berbagai studi dilaporkan telah mengalami degradasi yang cukupparah baik oleh sebab antropogenik (polusi laut atau penangkapan ikan dengan can-cara merusak) maupun sebabfisik seperti akibat jalur berlabuhnya kapal. Teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk memetakan danmemonitor daerah terumbu karang yang luas dan terpencil dengan mempertimbangkan resolusi spasial, spektral,temporal ataupun radiometri yang ada. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mengetahui persentase tutupan karangdan perubahannya diZona lntiTaman Nasional Laut Karimunjawa melaluianalisis data satelit dan 2) membandingkanpersentase tutupan karang hasil analisis citra satelit dengan data in sifu dari program Reef Check \ M/F. Sebelumproses klasifikasi multispektral data landsat tahun 1991,1997 dan 2001 dinormalisasi terhadap data tahun 2OOzmenggunakan analisis regresi antar obyek yang atau diasumsikan tidak berubah (invariant fargefs). Pengaruhkolom air direduksi menurut metode Lyzenga. Klasifikasi multispektral menggunakan algoritma maximum tikelihooddilakukan untuk mengelompokkan 5 kelas yang dipilih, yaitu karang, pecahan karang, alga, subtrat (kelas substratyang dimaksud di sini adalah gabungan dari ketiga kelas lain, mencakup butiran ukuran granula yang terlalu besaruntuk dikategorikan kelas 'pasir', hingga cabang karang ukuran besar yang tidak lagi mempunyaijaringan hidup),dan pasir. Hasil klasifikasi kemudian dibandingkan dengan data program Reef Check\ /WF. Hasil perhitungan datain situ program reef check menunjukkan adanya peningkatan persentase tutupan karang sebesar 16,6 - 32,4 o/oatau peningkatan sebesar 15,8 o/o. Sebaliknya hasil satelit menunjukkan penurunan persentase tutupan karangdari27,7 o/o -25,5o/o atau penurunan sebesar 2,2o/o. Walaupun terdapat ketidaksesuaian untuk kelas karang,perbandingan persentase tutupan total untuk seluruh kelas melaluianalisis citra hanya berbeda lebih tinggisebesar10,3 o/o dari data program Reef Check \AMtr

KATA KUNCI : Terumbu Karang, Persentase Tutupan Karang, Metode Lyzenga, Landsat

ABSTRACT

It has been reported by numerous researchers that lndonesian coralreefs suffered from catastrophic damageby either anthropogenic sources (water column pollution or destructive fishing) or by physical impacts such as shrpgroundings. Remote sensing can be used as a management tool to map and to monitor a large or remote area ofcoral reef ecosysfemg such as lndonesian coral reefs, to a limited degree employing available sateltite imagery,given the spatial, spectral, radiometic and temporal resolution limitations. The specific objectives of this studyarc 1) to obtain coral cover percentage and its change over time from satellite analysis in the sanctuary zone ofKarimuniawa Marine National Park and 2) to compare the satellit*based coral cover result to independent insitu data. Priorto multispectral classification, Landsat data of 1991, 1997,2001 were normalized to 2002 datausing regression analysis of invariant targets. Water column effect is reduced using Lyzenga method. A maximumlikelihood classification is then undertaken to identify five benthic c/asses: "coral", "rubble", "algae", "substrate" (The"substnte" class was used to describe areas where there is a combination of the three other classes, from granulestoo large to be considered sand to large coral branches which no longer contain any living coral mafter), and "sand".The results arc compared to independent in situ data for similar time periods obtained from annual Reef Checkprogram organized by IIWF. ln situ data reveals that study area underwent an increase in coral cover between year2001 and 2002, from 16.6 % to 32.4 /o, representing a 15.8 lo increase in coral cover. Conversely, over the sameperiod Landsat data estimafed /osses, from 27.7 % to 25.5 %o coral cover, which represents a 2.2 lo loss in coralcover. Although some discrepancies exisf in 'coral'class obtained from both methods, overall comparison of totalbenthic c/ass shows that satellite data only overestimates 10.3 % of in situ data.

KEYWORDS ; CoralReefs, Coral Cover Percentage, Lyzenga Method, Landsat

28 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

PENDAHULUANSebagai negara kepulauan terbesar di dunia

yang memiliki luas wilayah laut sebesar + 5,8juta km2 dengan jumlah pulau r 17.508 (Hopley& Suharsono, 2000), Indonesia memiliki sumberdaya alam hayati laut yang melimpah. Sumberdaya alam laut penting yang sekaligus mencirikanekosistem wilayah tropis adalah ekosistemterumbu karang. Secara keseluruhan perairanIndonesia mempunyai luasan dan kekayaan jeniskarang terbesar di dunia. Karena besarnya luasandan jenis tersebut, disamping juga lokasinya yangsangat menyebar terutama di daerah IndonesiaTimur, data mengenai jumlah luasan danjenisnya pun bervariasi. Data dari UNEP (2001)menyebutkan luas terumbu karang Indonesiamencapai 51.020 km2, disusul Australia denganwilayah terumbu karang mencapai48.960 km2 dankemudian Filipina dengan luasan 25.060 km2.

Taman Laut Nasional Karimunjawa merupakansalah satu daerah perlindungan ekosistemterumbu karang yang terletak dalam wilayahadministrasi propinsi Jawa Tengah. Berdasarkankeputusan Dirjen PHPA No. 53/Kpts/Dj-Vt/1990tanggal 28 Mei 1990, kawasan Taman NasionalLaut Karimunjawa telah ditetapkan zonasinya yangmenurut keputusan tersebut zona inti ditetapkanseluas 1.299 ha, terdiri dari daratan seluas 25 hadan laut seluas 1.274 ha meliputi dua pulau yaitupulau Geleang dan pulau Burung.

Namun, meskipun telah ditetapkan sebagaizonainti tapi laporan kegiatan Reef Check tahunanWorld Wide Fund (\ A /F) pada tahun 2000, 2001dan 2002 menyebutkan adanya degradasiterumbukarang di daerah tersebut (Laporan Reef Check-\MA/F 2000, 2001 dan 2002). Untuk mengetahuisecara akurat perubahan kondisi atau lajudegradasi ini maka diperlukan studi time series Im u ltite m po ral guna men geta h u i ti n g kat kerusaka ndan sebaran spasialnya. Cara yang cukup efektifuntuk tujuan ini adalah dengan memanfaatkanteknologi penginderaan jauh.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui statuskondisi perubahan terumbu karang di zona intiTaman Nasional Laut Karimunjawa, yaitu PulauBurung dan Pulau Geleang menggunakan analisisdata Landsat tahun 1991, 1997, 2001 dan 2002dan membandingkan hasilnya dengan data insdu dari program Reef Check tahunan yangd iselen ggarakan oleh \AM/F.

METODOLOGITahapan penelitian yang dilakukan, yaitu

sebagai berikut:

Pemrosesan Citra AwalPenelitian ini menggunakan citra multi waktu,

untuk itu dibutuhkan suatu satuan radiometrikabsolut yang dapat dibandingkan antar citra-citratersebut dan seminimal mungkin terpengaruholeh faktor-faktor seperti sudut matahari danstandarisasi gain/offsef yang berbeda antar bandyang dapat berbeda antar waktu. Oleh karena itulangkah awal yang dibuat adalah mengkonversinilai digital number pada citra satelit ke satuanreflektan dengan 2 formula (Edwards, 1999):

dimana :

a^,

LMAXs,

LMINS,

Q""l ..,

Nilai radiansi pada band i (W/m2lsterad/pm)Nilai radiansi maksimum yangditerima sensor pada band i (Wm?/sterad/pm)Nilai radiansi minimum yangditerima sensor pada band i(Wm2/sterad/pm)Nilai digital maksimum pada bityang digunakan (255)

= Nilai digital pada band i

p=nt.Lr,d2

(2)f.T{I,Vr . cos 4

dan formula yang kedua

dimana :

Pi

ntn,

d2

Nilai pantulan permukaan diatasatmosfer yang diterima sensor(nilai berkisar antara 0 - 1)3,14152Nilai radiansi pada band i (W/m2lsterad/pm)Kuadrat jarak bumi mataharidalam unit astronomi.Formulanya = (1- 0.01674 cos(0.9856 (JD 4)\)', dimanaJD adalah Julian Day ataujumlah hari pada tahun saatcitra direkam hingga saat hariperekaman citra. Nilaiyang akandicos-kan adalah dalam derajat.Jika masih dalam radians makadikonversidulu ke dalam derajatdengan mengalikan n/ 180.

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006 29

ESUN/, = Nilai iradiansi matahari padaband i

e, = loLill"*"n'"#T (eo i'5i'dTlelevasi matahari))

Koreksi atmosfer dilakukan menggunakan metodepengurangan piksel gelap (dark pixel subs;traction)(Armstrong, 1993) dengan formula:

Li" = L,- (Lo - 2.StdL,i) (3)

dimana:Li" = nilai radiansi pada band i yang

telah terkoreksiLi = nilai radiansi pada band iLsi = nilai radiansi dari komponen L"

, L" dan L, yang dikalkulasi darirata- rata piksel laut dalam padaband i.

StdLri = standar deviasi dari Lri

Untuk menjaga konsistensi pantulan obyekdilakukan normalisasi nilai data radiansi Landsattahun 1991, 1997 dan 2001 terhadap data tahun2002 menggunakan analisis regresi antaraobyek-obyek yang diasumsikan tidak berubahmenurut waktu. Obyek yang dipilih adalah lautdalam, pasir kering dan jalan beraspal (Caselles& Garcia, 1989). Citra tahun 2002 dipilih sebagaicitra referensi (variabel terikat) karena mempunyaikualitas gambar yang paling tajam dan palingminimal tutupan awannya. Hasil analisis regresibisa dilihat pada Tabel 1.

Langkah akhir pada tahap ini adalahmefakukan koreksi geometri antar citra (image toimage registration) dimana citra tahun 2001dipilihsebagai citra referensi. Prinsip koreksi geometriantar citra adalah menyamakan koordinat bumiposisi suatu piksel citra yang akan dikoreksidengan posisi piksel pada citra referensi. Citratahun 2001 dipilih sebagai citra referensi karenacitra ini telah dikoreksikan terhadap salah satupeta vektor digital acuan hasil program MREP(Marine Resource s Evaluation Projecf), yaitu petaIndopul.

Koreksi Kolom AirPengaruh kedalaman dapat mendistorsi

kenampakan obyek bawah air karena adanyaserapan dan hamburan cahaya dari molekul airitu sendiri maupun substansi-substansi padakolom air. Untuk obyek terumbu karang distorsiini mengakibatkan pantulan/kenampakan obyekkarang pada kedalaman 2 meter misalnya, berbedadengan obyek karang pada kedalaman S meter,padahal seharusnya sama karena merupakanobyek yang sama. Untuk mengurangi pengaruhini diterapkan metode Lyzenga (Lyzenga, 1978,1981) dengan formula umum sebagai berikut:

Variabel Bebas VariabelTerikat

Band TM/ETMl

Slope Intercept Koefisien Korelasi

Citra 1991

Citra 1997

Citra 2001

Citra 2002

Citra 2002

Cilra2002

1234

1234

1234

0,97990,97071 ,0151 ,011

0,97581,01081,02530,957

0,93640,96450,9970.9932

0,07570,085- 0,0421- 0,0107

0,0843- 0,0072- 0,06840,787

0,19570,1247- 0,00005- 0,0063

0,99140,99330,9990,9977

0,9820,9950,99550,9924

0,99120,99620,99520.9988

Tabel 1, Hasil Persamaan Regresi UntukNormafsasi Qitra, hasil analisis 2004

30 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

indeks hebas

(4\

dimanaY,, = band indeks bebas kedalaman

hasil kombinasi band ke-i danband ke-j (untuk data Landsatdihasilkan 3 band indekskedalaman hasil kombinasi band1&2, band 2&3 dan band 1&3)

Li = band ke-i yang digunakan untukmenghasilkan indeks bebaskedalaman

L, = band ke-j yang digunakan untukmenghasilkan indeks bebaskedalaman

ki = koefisien atenuasi / pelemahancahaya band ke-i

h = koefisien atenuasi / pelemahancahaya band ke-j

Formula Lyzenga ini diterapkan untuk band 1,2 dan 3 Landsat sehingga akan menghasilkan 3band baru dimana pengaruh kolom airdiasumsikansudah berkurang. Band-band inframerah (band bdan 7) tidak digunakan karena molekul air bersifatmenyerap foton pada panjang gelombang inisehingga cahaya pada porsi panjang gelombangini tidak mampu mencapai dasar perairan.

Matusita distance dan Transform Divergence(Richards, 1995). Algoritma classifier yangdigunakan adalah maximum likelihood danditerapkan pada 3 band baru hasil transformasimetode Lyzenga. Hasil akhir dari proses ini adalahpeta klasifikasi sementara yang menggambarkandistribusi kelas-kelas terumbu karang di daerahstudi dan setelah verifikasi lapangan ditampilkanpada Gambar 1.

Suruei LapanganSurvei lapangan dilakukan dari tanggal g-

15 November 2002 di Pulau Burung dan pulauGeleang, Kepulauan Karimunjawa, KabupatenJepara, Jawa Tengah. Survei dilakukanme ng g u na kan metode transek kuadrat berca ku pan30m x 30 m tegak lurus pulau. Cara transek sepertiini dimaksudkan untuk memverifikasi kelas-kelaspada ekosistem terumbu karang hasil klasifikasidigital citra satelit yang hasilnya membentuk'clustel dari arah pulau hingga laut lepas (Gambar1). Pencatatan dilakukan dengan melihatdominansi kelas berdasarkan kriteria tutupanpada transek > 50 %. Sehingga misalnya suatukelas masuk kategori karang jika dominansinyapada kuadrat tersebut adalah > 50 %.

HASIL DAN PEMBAHASANSfafus Ko ndisiTerumbu Karang dan Perubahannyadi Zona lntiTaman Nasional Laut Karimunjawa

Hasil klasifikasi multispekstral untuk citratahun 1991, 1997, 2001 dan 2002 dapat dilihatpada Tabel 2.

Pada Tabel 2 terlihat jumlah kelas 'karang'

cenderung menurun dari tahun 1991 hingga tahun2002. Penurunan ini diikuti kenaikan pada kelas'pecahan karang & pasir kasar'dan kelas'substrat'.Sementara 2 kelas yang lain'makroalga'dan 'pasir

halus'tidak menunjukkan pola yang khusus.Gambaran visual hasil klasifikasi multispektral

dapat dilihat pada Gambar 1.Secara umum Gambar 1 menunjukkan bahwa

kelas-kelas pada ekosistem terumbu karang

K a sfi ka si M u lti spe ktralKlasifikasi multispektral dimulai dengan

mefakukan training area (mengambil nilai pikselmurni) untuk kelas-kelas yang dipilih, yaitu:karang, pecahan karang, substrat, alga dan pasiruntuk menda patka n n i la i-n i lai statisti k obyek-obyektersebut guna proses klasifikasi multispektral.Sampling dilakukan per piksel dengan jumlahminimum tiap kelas 5 piksel (Palandro, 2000).Sebelum menjadi masukan untuk klasifikasi,training area yang diambil diuji keterpisahannyaantar kelas menggunakan algoritma Jeffries-

Kelas (dalam piksel)Tahun Pecahan karang &

Pasir KasarKarang Substrat Makroalga Pasir Halus

1991199720012002

405542568683

6 1 5492398366

254280340243

98636565

66616781

Tabel 2. Hasil Kasifikasi Muftispektral, hasil analrsis tahun 2004

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006 31

PETA KELAE. KELAS TEBUT'BU KARAiltrZONA I''III TAff*N HASNONAL KAhII]'UIiI{AWA

JAWATENGA}I

Sksla 1 : 1OO.0OO

A

4t?O00 r2t090 .139000 {3?{r0tt?0#1

Dibuet Oleh : Novi Susetyo AcI4729 / l-e l 188/CI0

0.5 0 0.5 1lrr=|EE==l

LEGE},IDAID.rr'atffit Pscdtstn K.vtnfEffil t1{rsrigIAJglrm lj(&slratffil*l1 PRsit[::J t.{rd

TM dan ETM2. Surwy Lspsngan Nowmbfi 2002

a,3

a

106q60 f i0008

Gambar 1. HasilKasifikasiCitraTahun 1991, 1997,2001 dan 2002

membentuk 'clusfe/ dari arah pulau hingga lautlepas, yang umumnya diawali dari pasir, pecahankarang, karang hidup, makro alga dan substrat.Bentukan seperti ini sesuai dengan geomorfologipada terumbu karang (Hopley, 1982: Guilcher,1988). Pada Gambar 1, dari tahun 1991 hingga2002 'cluster-clustef kelas tersebut berubahsecara relatif satu sama lain menurut waktu.

Karena fokus dari penelitian ini adalah kelasterumbu karang, maka hasil klasifikasi citra satelittersebut akan lebih bermakna jika dinyatakandalam pengertian yang biasa terdapat dalam surveikonvensional terumbu karang menggunakanmetode transek, yaitu istilah tutupan karang (coralcover). Untuk keperluan citra maka tutupan karangini dihitung dengan cara merasiokan kelas karangyang terklasifikasi pada tahun ke-i dengan jumlahsemua kelas pada tahun awal/pertama, atauformulanya:

o/o coral cover =

Jml. piksel kelas karang tahun ke-ix 100 % (5)

Jml. piksel seluruh kelas tahun ke-1

Setelah mengetahui persentase tutupankarang maka memungkinkan untuk dilakukanpenilaian kondisi terumbu karang pada tahun itumenggunakan panduan Tabel 3.

Tabel 3, kiteia kondisi terumbu karang berdasarkan petsentasetutupan karang (Dufton et al. 2001)

Secara lengkap hasil perhitungan tutupankarang tersebut disajikan dalam Tabel 4.

Tabet 4. Hasilklasifikasi kelas karang dari citra, ditampilkan dalamo/otutupan karang, hasil analisis tahun 2004.

Hasil klasifikasi multispektral dan surveilapangan menunjukkan bahwa kelas karangmempunyai sebaran di sekeliling pulau baik pulauGeleang dan Burung dengan kepadatan yangsemakin tinggi pada kedua ujung pulau, yaitu

PersentasePenutupan (%)

Kriteria

76 - 100 o/o

51 -75o /o

2 6 - 5 0 %O -25o /o

Sangat baik (Exce//enflBaik (Goo@Sedang (FailBuruk (Poor)

Tahun Jml. pikselkarang

Jml. Pikselseluruh

kelastahun ke-l( th. 1991)

%TutupanKarang

Kriteria(menurutTabel 3)

1991199720012002

6 1 5492398366

143843o/o34%28%25%

SedangSedangSedangBuruk

32 Jurnat Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

Grafik Persentase(Analisis

Kelas-Kelas Terumbu KarangLandsat TM & ETM)

tr(ECL=+,3Foo(E+,trooL.

oo-

50.0%45.0o/o

40.0o/o

35.0%30.0o/o

25.0o/o

20.0o/o

15.0o/o

10.0o/o

5.0o/o

0.0o/o

r

1 991 1992 Tahun zoolf,[;t3[A1

Karans & Pasir Kasar - * - Karano-.o - - firlakroStga

Gambar 2. Perubahanpersenfase tutupankb/as-ke/as terumbu kanng hasil analisis citn.

Grafik Persentase Keras-Kelas Terumbu Karang(Program Reef Gheck WVIF)

4.

-

2000 2oo1Tahun 2002

- * - Karang Keras (Hardcoral)" - l " Rubble

I.

50.Oo/o

6 45.0o/o

! 4O.Oo/o

E 35.0%g 30.0%I 25.0%

f; zo.ou"fl 15.0o/o

10.0o/o5.Oo/oO.0o/o

t -

* Karang Mlati (Recenfly Killed Co- .Pasir (Sand)

Gambar 3' Perubahanpersenfase tutupan kelas-kelas terumbu karang berdasarkan data Reef check wwF.CheckV{WF 2000,2001 dan 2002

Sumhr: Laporan Reef

arah timur laut - barat daya untuk pulau Geleangdan arah barat laut-tenggara untuk pulau Burung(Gambar 1). Citra tahun 1gg1 mempunyai kelas!?r^..ng sebanyak 615 piksel atau sepadan dengan43To tutupan karang. Citra tahun 1gg7 mempuiyaikelas karang sebanyak 492 piksel atau sepadandengan 34 % tutupan karang. Citra tahun 2OO1mempunyai kelas karang sebanyak 3gg pikselatau sepadan dengan Zg o/o tutupan karang.Ketiga citra tersebut, yaitu tahun tgSit, 1997 dan

Laju perubahan persentase tutupan karangdari tahun 1991 ke tahun 1ggl, 2OO1 dan 20Obdihitung dengan formula 6.

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006 33

(Persentase kelas karang tahun ke-1) - (Persentase kelas karang tahun ke-i)

Persentase kelas karang tahun ke-1x 100 % (6)

Hasil perhitungantutupan terumbu karangdalam Tabel 5.

perubahan persentaseselengkapnya disajikan

Tahun Jumlahpikselkaranq

o/o % Perubahan(dari tahun 1991)

1991199720012002

6 1 5492398366

43 o/o

3 4 %28%25 o/o

-21 %- 35 o/o-42 o/o

Tabel 5. Persenfase Perubahan Terumbu Karang, hasil analrslstahun 2004

Pada Tabel S tersebut dapat dilihat bahwa daritahun 1991 ke tahun 1gg7 terdapat pengurangantutupan karang sebesar 21 o/o, ke tahun ZOOIterdapat pengurangan sebesar 35 % dan ketahun 2002 terdapat pengurangan sebesar 42 o/o.Sehingga total seluruhnya selama sebelas tahundari 1991 - 2002 terdapat pengurangan tutupankarang sebesar 42 o/o atau jika diasumsikanperubahan tersebut linier adalah 3,9 Vo pertahun.Dalam satuan piksel perubahan iniadalah sebesar23 piksel pertahun atau 2O,TOO m2l tahun atau2,07 Ha / tahun.

Perbandingan Dengan Data ln Situ |IIIWFGambar2 men unjukkan perubahan persentase

tutupan karang berdasarkan analisis citra adalahsebagai berikut:

Data reef check yang berhasit didapatkanadafah untuk tahun 2000, 2001 dan 2002. Karenatidak tersedianya semua data yang berkesesuaiantahun antara citra dan data reef check makaperbandingan yang mungkin dilakukan hanyalahuntuk tahun 2001 dan 2002. Namun demikiansebagai tambahan informasi juga diolah data reefcheck tahun 2000. Hasilnya ditampilkan dalamGambar 3.

Pada Gambar Z dan 3 tersebut dapat dilihatsetidaknya ada pola yang sama bahwa penurunanpersentase terumbu karang selalu diikuti olehkenaikan kelas yang lain. pada hasil anatisis citrapenurunan terumbu karang diikuti oleh kenaikanpersentase kelas 'substrat' dan kelas ,pecahankarang dan pasir kasar'. pada data Reef Check\MA/F terlihat bahwa penurunan terumbu karangdiikuti oleh kenaikan kelas 'karang mati', ,rubble'dan'pasir ' .

U ntu k men getah u i seca ra kuantitatif perbedaa npersentase tutupan kelas-kelas terumbu karang

Tabel 6. Perhitungan perbedaan per kelas dan perbedaan totaluntuk persentasitutupan seluruh ketas yang berkesesuaian jenisdan tahun (2001) & 2002) antara hasit anatisis citra dan dati reef

check WWE hasilanalisr.s tahun 2004.

antara hasil analisis citra dan data Reef Check\ AruF maka dilakukan perhitungan perbedaanpersentase tutupan hanya untuk pasangan datayang berkesesuaian tahun yaitu 2OO1 dan 2002.

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa selainkelas pasir, data hasil analisis citra pada kelas-kelas lain mempunyai persentase tutupan yangfebih tinggi dibandingkan data Reef Check WWf.Perbedaan persentase tutupan per kelas untuksemua kelas yang berkesesuaian jenis dari datahasil analisis citra berada pada kisaran kurangdari 10% dibandingkan data Reef Check \ AruF.Perbedaan persentasi tutupan total untuk seluruhkelas mengindikasikan bahwa perbedaan datapersentase tutupan kelas-kelas terumbu karanghasil analisis citra satelit dan data Reef Check\A /VF untuk tahun 2001 dan 2002 adalah 10,3%. Adanya perbedaan antara data persentasetutupan kelas-kelas terumbu karang hasil analisiscitra dengan data Reef Check\MA/F diduga antaralain disebabkan beberapa faktor, yaitu :

Perbedaan per kelas dan peibedian toGidata tahun 2001&2002

(nilai dalam percentase tutupan)

SatelitReef Check\ AruF

Karang & karang batu 27,7 16,625,5 32,4

Sub-total 53,2 49Perbedaan per kelas 4,2Pecahan Karang &karang mati 39,5 45,4

47,5 33,4Sub-total 87 78,9Perbedaan per kelas 812Subsfraf &pecqhan karang 23,6 21

16,9 15,7Sub-total 40,5 36,7Perbedaan per kelas 3,9Pasir 4,7 12,4

5,6 3,8Sub{otal 10,3 16,2Perbedaan per kelas -5,9

Perbedaan total = 10,3

34 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006

1 . Adanya perbedaan dalam metode transek.Metode transek yang digunakan untuk analisiscitra adalah metode transek yang didesainkhusus untuk verifikasi hasil klasifikasi citrayang terutama mempertimbangkan resolusispasialcitra (30 m)yaitu menggunakan transekkuadrat 30 x 30 m, panjang garis transek 150m, arahnya tegak lurus pulau dan pencatatandifakukan untuk 50o/o dominansi kelas. ReefCheck\AMF men gg u nakan tekn ik transek poinyang merupakan penyederhanaan dari tekniktransek terumbu karang konvensional karenaprogram Reef Check terutama bertujuanmeningkatkan partisipasi masyarakat agarpeduli pada kerusakan karang. Transek poinini kategorinya adalah transek garis, panjanggaris transek 80 m, arahnya sejajar pulaudengan jalur transek dibagi per kedalaman dansistem pencatatannya adalah merekapitulasisetiap kenampakan pada interval 50 cm.Sehingga walaupun telah disederhanakandari metode transek aslinya yang lebihkompleks, transek poin ini tetap terlalu detiluntuk verifikasi citra, karena satelit LandsatTM/ETM tidak akan bisa mengindera obyekpada interval 50 cm.Adanya perbedaan pada sistem klasifikasiyang digunakan. Penelitian ini menggunakan5 kelas ('Karang', 'Pecahan karang danpasir kasar', 'makroalga', 'substrat' dan'pasir halus'), sedangkan Reef Check \ A /Fmenggunakan 8 kelas ('hard coral', 'rubble','soft coral','fleshy seaweed''sponge',' recentlykilled coral / dead coral', 'rock'dan 'silU clay').Ada kemungkinan bahwa kelas-kelas yangdibandingkan tidak cocok (match) betulsehingga menimbulkan perbedaan dalamkalkulasi pembandingan.Adanya perbedaan dalam cakupan studi(study coverage). Citra satelit mempunyaikeuntungan synoptic view atau pandangankeruangan yang menyeluruh sehingga dapatmenjangkau seluruh areal terumbu karang.Hal ini menyebabkan persentase tutupan yangdidapatkan memang berdasarkan luasan totalseluruh area. Pada Reef Check\AM/F transekdilakukan tidak untuk seluruh pulau tetapidiwakili oleh garis transek sepanjang 80 mdan terkadang sampling dilakukan hanyauntuk sisi tertentu pulau, misalnya pada ReefCheck 2001 sampling dilakukan pada sisibarat pulau Burung dan pulau Geleang. Halini menyebabkan perbedaan pada luasan tiapkelas dan selanjutnya perbedaan persentasetutupan yang dihasilkan antara analisis citradan data Reef Check .

Adanya perbedaan hasil tersebut sekaligusjuga menunjukkan kekuatan dan kelemahanpengukuran persentase tutupan karangmenggunakan metode survei lapangan dananalisis citra satelit. Keuntungan menggunakananalisis citra satelit adalah cakupan studi bisaluas; waktu, biaya dan tenaga bisa dihematkarena desain survei sudah bisa dilakukan secaratepat sebelum ke lapangan; bisa mengurangititik sampling karena kenampakan yang samatidak perlu disampling semuanya dan akurasibisa ditingkatkan dengan meningkatnyapemahaman mengenai pengolahan citra digitaldan bidang oseanografi optis yang mendasarinya.Kelemahannya, pembedaan obyek karang tidakbisa dilakukan secara detil, misalnya sampaigenusatau apa lagispesies karena keterbatasan resolusispasial dan spektral; adanya gangguan awanpada wilayah tropis; koreksi atmosfer yang idealcukup kompleks, yang membutuhkan parameter-parameter cuaca yang tidak selalu tersedia danadanya kesulitan interpretasi baik secara visualmaupun digitalj ika ada gangguan pada kejernihanair. Keuntungan metode survei lapangan adalah:pengkelasan bisa dilakukan secara detil hinggasampai spesies tergantung dari kemampuanpeneliti; bisa sekaligus dilakukan pengukuranvariabel-variabel lain yang merupakan indikatorkesehatan ekosistem terumbu karang, sepertiindeks keanekaragaman, kelimpahan ikan karangdan lain-lain. Kelemahannya, survei lapanganmurni (tanpa bantuan citra satelit) memerlukanwaktu, biaya dan tenaga yang besar; orientasimedan sulit karena keterkaitan keruangan obyek-obyek geografis tidak mudah dilakdkan dan sulituntuk melakukan survei yang mewakili areal luasdengan medan yang sulit.

KESIMPULANAnalisis citra satelit dapat digunakan untuk

mengetahui status kondisi terumbu karangdan perubahannya, sebagaimana terlihatpada penerapannya untuk mengetahui kondisiterumbu karang di zona inti Taman NasionalLaut Karimunjawa pada tahun 1991, 1997 dan2001. Metode ini dapat dibandingkan dengandata in situ asalkan menggunakan parameteryang sama, yaitu coral cover (persentase tutupankarang) dengan klasifikasi kelas yang juga sama.Hasif perbandingan analisis citra dan data in situindependen hasil program Reef Check VIAA/Fmenunjukkan bahwa hasil analisis citra berbedasebesar 10,3 o/o.

2.

3.

Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 | Agustus 2006 35

UCAPAN TERIMAKASIHUcapan terimakasih penulis tujukan kepada

\ ,\ /F yang telah menyediakan data survei programReef Check tahun 2000, 2001 dan 2OQ2 melaluiMDC (Marine Diving Club) Universitas Diponegorosebagai koordinator pelaksana kegiatan ReefCheck di Kepulauan Karimunjawa. Penulis jugamengucapkan terimakasih kepada saudara lhsanRamli, S.T., MSi untuk bantuannya pada saatsurvei lapangan.

DAFTAR PUSTAKAArmstrong, R.A. 1993. "Remote Sensing of

Submerged Vegetation Canopies forBiomass Estimation". lnternational Journalof Remote Sensrng, 14, pp. 621-627

Caselles, V & Garcia, M. J.L. 1989. "An AlternativeSimple Approach to Estimate AtmosphericCorrection in Multitemporal Studies".lntemational Journal Of Remote Sensrng,Vol. 10, No. 6, pp. 1127 - 1134.

Dutton, 1.M., D.G. Bengen & J.J. Tulungen.2001."The Chal len ges ofCora I Reefs Ma nagementin Indonesia". /n; Oceanographic Processof Coral Reefs; Physical and BiologicalLinks in The Great Banier Reefs. Ed. EricWolanski. CRC Press. pp. 318

Edwards, A.J (Ed.). 1999. "Applications of Satteliteand Airborne lmage Data to CoastalManagement". Seventh Computer-BasedLearning Module (Bilko for Windows).UNESCO. pp. 121-135.

Guifcher, A. 1988. "Coral Reef Geomorphologf'.John \Mley & Sons. pp.27

Hopfey, D. 1982. "The Geomorphologyof The GreatBarrier Reef : Quaternary Development ofCoral Reefs". John Wiley & Sons. pp. 199- 213.

Hopley, D & Suharsono. 2000. "The Sfafus ofCoral Reefs in Eastern lndonesia". GlobalCoral Reef Monitoring Networ (GCRMN).Australian Institute of Marine Science. pp.3-10.

Laporan Kegiatan Reef Check \ AIVF tahun 2000,2001 dan2002.

Lyzenga, D.R. 1978. "Passive Remote SensingTechniques for Mapping Water Depth andBottom Features". Applied Optics, Vol. 17,pp.379.

Lyzenga, D.R. 1981. "Remote Sensing of BottomReflectance and Water AttenuationParameters in Shallow Water Using Aircraftand Landsat Data". lnternational Journal ofRemote Sensing Vol. 2, No. 1 , pp.71-82.

Palandro, D. 2000. "Coral Reef Change DetectionUsing Landsat 5 and 7: A Case StudyUsing Carysfort Reef in the Florida Keys".

Unpublished MasterThesis. College of MarineScience. University of Soutr Florida. pp.34.

Richards, J.A. 1995. "Remote Sensing Digitallmage Analysis : An lntroduction". Springer- Verlag. Berlin. pp.240.

UNEP 2001. Annual Report.

36 Jurnal Segara I Volume 2 Nomor 1 I Agustus 2006