Critical Review Jurnal Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) Dalam Pemilihan Lokasi Untuk...
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Critical Review Jurnal Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) Dalam Pemilihan Lokasi Untuk...
“PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK (PHA) DALAM PEMILIHAN LOKASI
UNTUK RELOKASI BANDARA RAHADI OESMAN KETAPANG KALIMANTAN BARAT
CRITICAL REVIEW JURNAL
Disusun Oleh :
Anisa Hapsari Kusumastuti
3613100020
1
CRITICAL REVIEW JURNAL
“PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK (PHA) DALAM PEMILIHAN
LOKASI UNTUK RELOKASI BANDARA RAHADI OESMAN KETAPANG KALIMANTAN
BARAT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini manusia sudah mulai mengutamakan mobilitas yang cepat dalam
melakukan setiap aktivitasnya, baik dalam urusan pekerjaan ataupun urusan bepergian
untuk berwisata, mengunjungi keluarga, atau teman dan kerabat. Karena kebutuhan
mobilitas yang tinggi tersebut, maka diperlukan jenis transportasi, penyedia transportasi dan
fasilitas yang dapat menyesuaikan dengan kebutuhan manusia saat ini. transportasi yang
cocok untuk kebutuhan tersebut adalah pesawat terbang karena hemat waktu dalam
memindahkan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. karena banyaknya
penggunaan pesawat terbang, maka harus diperhatikan pula mengenai Bandar Udara
sebagai tempat fasilitas pesawat terbang dan fasilitas penunjang lainnya.
Bandara sebagai suatu simpul dari suatu sistem transportasi udara dewasa ini
memiliki peran yang sangat penting sebagai salah satu pintu gerbang negara dari negara
lain. Selain itu, bandara juga merupakan salah satu infrastruktur transportasi yang wajib ada
dalam setiap negara ini karena sangat berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
akibat terjadi pergerakan lalu lintas pesawat yang datang di setiap waktu. Pembangunan
dan pemeliharaan infrastruktur tentunya wajib dan mutlak dilakukan agar terjadi kelancaran
dalam kegiatan yang berlangsung di bandara tersebut.
Kabupaten Ketapang memiliki satu Bandar Udara yaitu Bandar Udara Rahadi
Oesman yang terletak di Kota Ketapang. Bandar Udara Rahadi Oesman merupakan salah
satu dari lima buah Bandar Udara yang ada di Provinsi Kalimantan Barat. Diantara lima
Bandar Udara tersebut, Bandar Udara Rahadi Oesman merupakan Bandar Udara dengan
tingkat kepadatan penumpang terbesar kedua di Provinsi Kalimantan Barat setelah Bandara
Supadio, Pontianak. Bandar Udara Rahadi Oesman merupakan pintu gerbang utama bagi
angkutan udara di Kabupaten Ketapang, dimana bandara ini memiliki peranan strategis
dalam pelayanan jasa angkutan transportasi domestik dan regional. Kabupaten Ketapang
merupakan kabupaten yang daerahnya mulai berkembang. Ini dibuktikan bahwa pada saat
ini Kabupaten Ketapang telah dimekarkan menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten
Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara, sehingga keinginan setiap pemerintahan daerah
untuk memajukan daerahnya semakin besar. Seperti halnya kebutuhan masyarakat akan
transportasi udara saat ini yang menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan
2
angkutan udara setiap tahunnya, maka Bandar Udara Rahadi Oesman diharapkan harus
mampu melayani penumpang yang datang maupun pergi di Kabupaten Ketapang. Dari
kenyataan tersebut maka Bandar Udara Rahadi Oesman diharuskan untuk meningkatkan
kualitas, kuantitas, dan kapasitas pesawat. Aktivitas di Bandar Udara Rahadi Oesman
Ketapang dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat,
sehingga dirasakan sarana dan prasarana serta fasilitas yang tersedia saat ini sudah tidak
memadai lagi untuk mendukung laju pertumbuhan lalu lintas udara di bandar udara tersebut.
Lokasi Bandar Udara Rahadi Oesman Ketapang memiliki letak lokasi yang kurang
menguntungkan untuk pengembangan layanan jasa transportasi udara di masa yang akan
datang. Hal ini dikarenakan lokasi Bandar Udara Rahadi Oesman Ketapang berada di
tengah-tengah kawasan Kota Ketapang yang berada di dekat permukiman penduduk,
sehingga suara yang diakibatkan dari bunyi pesawat dapat menimbulkan kebisingan bagi
penduduk. Selain itu karena letaknya yang sangat berdekatan dengan permukiman
penduduk, maka bila terjadi kesalahan pada saat take off maupun landing dapat
membahayakan penduduk yang berada di sekitarnya.
Oleh karena itu dalam jurnal ini akan dibahas alternatif lokasi pemindahan Bandar
Udara Rahadi Oesman ke daerah yang lebih memungkinkan Bandara untuk dikembangkan
lagi. Sehingga diharapkan nantinya untuk Bandar Udara yang baru mampu meningkatkan
pelayanan transportasi udara serta mampu melayani kebutuhan akan angkutan udara di
Kabupaten Ketapang dan sekitarnya.
B. Tujuan
Critical review ini pada dasarnya bertujuan agar :
- Mengetahui berbagai persoalan analisis lokasi dan keruangan yang relevan dengan
keilmuan perencanaan wilayah dan kota
- Mengidentifikasi masalah-masalah aktual terkait dengan analisis lokasi dan
keruangan terhadap implikasi teori-teori lokasi terhadap fenomena yang berkaitan
dengan ranah penataan ruang.
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari critical review ini antara lain :
- Sebagai wacana tentang persoalan analisis lokasi dan keruangan di perkotaan guna
menambah wawasan.
- Sebagai sumber bacaan dalam mengkaji berbagai persoalan analisis lokasi dan
keruangan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA (KONSEP DASAR TEORI LOKASI)
Multi-Criteria Decision Making (MCDM) atau pengambilan keputusan yang
didasarkan banyak kriteria merupakan sebuah metode atau prosedur yang memproses
banyak kriteria yang bertentangan untuk dapat digabungkan menjadi sebuah proses
perencanaan. Analisis multi-kriteria ini dapat diartikan juga sebagai alat untuk mengukur dan
mengintegrasikan atribut yang bervariasi untuk menjawab suatu tujuan.
Untuk dapat menetapkan lokasi-lokasi sasaran, maka masing-masing kriteria harus
diketahui bobotnya. Tujuan dari pembobotan kriteria adalah untuk menjelaskan tingkat
kepentingan masing-masing kriteria relatif terhadap kriteria lainnya. Pembobotan kriteria
dapat dilakukan dengan banyak cara, yaitu dengan metode ranking, rating, perbandingan
berpasangan, trade-off analysis, dan metode perbandingan. Namun dari metode-metode
tersebut, aplikasi empiris menyarankan bahwa metode perbandingan berpasangan adalah
teknik yang paling efektif untuk pengambilan keputusan spasial. Metode perbandingan
berpasangan dikembangkan oleh Saaty daam konteks Analytical Hierarchy Process (AHP).
Metode AHP dibangun dengan tiga prinsip, yaitu dekomposisi, penilaian komparatif, dan
sistesis prioritas (Malczewski, 1999).
Analisis Hierarki Proses (AHP) adalah suatu metode yang sering digunakan untuk
menilai tindakan yang dikaitkan dengan perbandingan bobot kepentingan antara faktor serta
perbandingan beberapa alternatif pilihan. AHP memberikan kesempatan untuk membangun
gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka
masing-masing dan memperoleh pemecahannya. AHP memasukkan pertimbangan dan
nilai-nilai pribadi secara logis. AHP pertama kali diaplikasikan dalam perencanaan militer
Amerika Serikat dalam menghadapi berbagai kemungkinan (contingency planning). Setelah
itu, AHP banyak digunakan dalam pengembangan transportasi di Sudan dan meluas di
perusahaan Amerika Serikat lainnya.
Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman, dan pengetahuan untuk
menyusun hirarki suatu masalah pada logika, intuisi, dan pengalaman untuk memberikan
suatu pertimbangan. Secara kualitatif, metode ini mendefinisikan masalah dan penilaian.
Sedangkan secaara kuantitatif, AHP melakukan perbandingan dan penilaian untuk
mendapatkan solusi. Tujuan dari AHP ini adalah menyelesaikan masalah yang kompleks
atau tidak berkerangka dimana data dan informasi statistic dari masalah yang dihadapi
sangat sedikit, memilih yang terbaik dari sejumlah alternative yang telah dievaluasi dengan
memperhatikan beberapa kriteria. Kekuatan AHP terletak pada struktur hirarkinya yang
memungkinkan seseorang memasukkan semua faktor penting, nyata, dan mengaturnya dari
atas ke bawah mulai dari tingkat yang paling penting ke tingkat yang berisi alternatif, untuk
dipilih yang terbaik.
4
III. PEMBAHASAN
A. Metodologi
Dalam penelitian jurnal ini teknik pengumpulan data didasarkan atas dua hal, yaitu
survei melalui kuesioner dan survei melalui wawancara. Penyebaran kuesioner langsung
dibawa oleh tenaga survei kepada setiap responden. Sementara pelaksanaan survei melalui
wawancara dilakukan di masyarakat setempat dan juga instansi terkait yaitu pada Kantor
Bappeda Ketapang, Dinas Perhubungan Ketapang, dan Departemen Perhubungan Bandar
Udara Rahadi Oesman. Target yang menjadi sasaran dalam wawancara ini adalah dari
berbagai golongan masyarakat yaitu pelajar, mahasiswa, pegawai negeri maupun pegawai
swasta, pedagang, dan masyarakat umum. Jumlah sampel yang dipilih adalah sebanyak
200 responden.
Dalam penelitian jurnal ini, variable yang digunakan untuk penyususnan kuesioner
adalah dengan metode Process Hierarchy Analytical (PHA) dengan menggunakan tiga
kriteria, yaitu kriteria teknis, kriteria operasional, dan keselamatan operasi penerbangan dan
kriteria lingkungan. Masing-masing kriteria ini memiliki beberapa subkriteria.
B. Faktor-Faktor Penentu Lokasi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi Bandar Udara Rahadi
Oesman, antara lain:
- Kedekatan lokasi dengan pusat kota
- Kemudahan aksesbilitas
- Menunjang kriteria teknis, yaitu kondisi topografi, struktur tanah, hidrologi dan
geologi, jarak bandar udara dengan pusat kota, ketersediaan lahan, dan kesesuaian
dengan RTRW
- Menunjang kriteria operasional dan keselamatan operasi penerbangan, yaitu jarak
dengan bandara terdekat, Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP),
dan kondisi meteorology
- Menunjang kriteria lingkungan, yaitu kondisi tingkat perubahan alam yang akan
terjadi, kawasan perairan di sekitar bandar udara, kawasan pariwisata di sekitar
lokasi bandar udara, dan dampak terhadap penduduk di sekitar lokasi bandara.
C. Ringkasan Jurnal
Lokasi Bandar Udara Rahadi Oesman Ketapang yang berada di tengah-tengah
kawasan kota Ketapang dan berada di dekat permukiman membuat bandara tidak mungkin
untuk dikembangkan lagi karena dapat membahayakan penduduk yang berada di
sekitarnya. Rencana dilakukannya pemindahan lokasi Bandar Udara Rahadi Oesman
Ketapang ke daerah yang lebih memungkinkan untuk dikembangkan lagi sehingga Bandar
5
Udara yang baru nantinya dapat meningkatkan pelayanan transportasi udara serta mampu
melayani kebutuhan akan angkutan udara di Kabupaten Ketapang dan sekitarnya.
Tiga lokasi alternatif sasaran tempat untuk relokasi Bandar Udara Rahadi Oesman
Ketapang adalah berada di Desa Tempurukan, Desa Suka Bangun, dan Desa Pesaguan
Kabupaten Ketapang. Alternatif-alternatif lokasi ini diperoleh dengan memperhatikan aspek
teknis, aspek operasional, aspek lingkungan, dan dengan mempertimbangkan bahwa
kecamatan-kecamatan tersebut merupakan daerah yang berdekatan dan memiliki
aksesbilitas baik dengan Kota Ketapang. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan
terhadap responden, diperoleh suatu data bahwa dari 200 responden, Desa Tempurukan
memperoleh presentase terbesar diikuti oleh Desa Suka Bangun dan Desa Pesaguan.
Lokasi alternatif pertama adalah Kecamatan Muara Pawan Desa Tempurukan.
Alasan dipilihnya kecamatan ini menjadi lokasi sasaran pemindahan Bandar Udara Rahadi
Oesman Ketapang antara lain dikarenakan Kecamatan ini merupakan daerah yang paling
dekat dengan pusat kota sehingga memiliki akses yang cukup baik ke Kota Ketapang,
letaknya yang strategis karena memiliki akses penghubung dengan kecamatan lain dan
tidak berdekatan dengan permukiman penduduk, kondisi topografi yang tergolong baik,
aksesbilitas yang tersedia, dan lahan yang tersedia memiliki luas sekitar 61.060 Ha
sehingga sangat memungkinkan adanya lahan pembangunan serta lahan pengembangan
bandar udara. kecamatan Muara Pawan ini terletak ± 25 km dari Kota Ketapang.
Lokasi alternatif kedua adalah Kecamatan Delta Pawan Desa Suka Bangun. Alasan
dipilihnya kecamatan ini menjadi lokasi sasaran pemindahan Bandar Udara Rahadi Oesman
Ketapang antara lain karena kecamatan ini memiliki struktur tanah yang cukup baik,
aksesbilitas baik, lahan yang tersedia memiliki luas sekitar 7.400 Ha. Kecamatan Delta
Pawan ini terletak ± 7,1 km dari Kota Ketapang. Namun yang menjadi kendala adalah
Kecamatan Delta Pawan ini memiliki daerah permukiman yang cukup besar.
Lokasi alternatif ketiga adalah Kecamatan Matan Hilir Selatan Desa Pesaguan. Bila
ditinjau dari ketersediaan lahannya, lokasi ini memungkinkan untuk berkembang karena
memiliki lahan yang relative luas untuk dibangunnya sebuah bandar udara. kondisi struktur
tanahnya cukuo baik, lahan yang tersedia memiliki luas sekitar 1.813 km2. Kecamatan
Matan Hilir ini terletak ± 30 km dari Kota Ketapang.
Analisis data dilakukan dengan metode Proses Hirarki Analsiis (PHA) dilakukan
terhadap hasil jawaban responden dari kuesioner yang telah diberikan. Hasil analisa bobot
untuk masing-masing subkriteria pada kriteria teknis, kriteria operasional dan keselamatan
penerbangan, dan kriteria lingkungan menggunakan metode Proses Hirarki Analisis (PHA).
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode PHA untuk kriteria teknis, kondisi
topografi, struktur tanah, hidrologi, dan geologi mendapat presentase yang paling besar
yaitu 41%. Aksesbilitas dari dan ke bandar udara memiliki presentase sebesar 21%, jarak
6
bandar udara dengan pusat kota memiliki presentase sebesar 18%, ketersediaan lahan
untuk pengembangan bandara memiliki presentasi 10%, ketersediaan infrastruktur
penunjang bandara memiliki presentasi sebesar 7%, dan untuk kesesuaian dengan RTRW
memiliki presentasi sebesar 4%. Dari hasil presentase tersebut, terbukti bahwa kondisi
topografi, struktur tanah, hidrologi, dan geologi adalah aspek yang paling penting dalam
pemilihan lojasi bandara karena kriteria ini sangat berpengaruh dalam pembangunan
konstruksi bandar udara serta keselamatan penerbangan.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode PHA untuk kriteria operasional dan
keselamatan operasi penerbangan, kawasan operasi penerbangan memiliki presentase
51%, kondisi meteorologi mendapat presentase sebesar 39%, dan jarak dengan bandara
terdekat hanya memiliki presentase sebesar 10%. Dengan demikian kriteria kawasan
keselamatan operasi penerbangan merupakan aspek terpenting, karena kriteria ini sangat
menyangkut keamanan maupun kelancaran operasi penerbangan pada bandar udara.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode PHA untuk kriteria lingkungan,
presentase terbesar didapat pada faktor dampak terhadap penduduk sekitar lokasi bandara
yaitu sebesar 56%, kemudian untuk tingkat perubahan alam yang terjadi memilikipresentase
sebesar 26%, kondisi perairan di sekitar kawasan bandara memiliki presentase sebesar
12%, dan ketersediaan kawasan pariwisata di sekitar lokasi bandara memiliki presentase
sebesar 7%. Dengan demilian dalam pemilihan lokasi bandar udara faktor terpenting yang
harus diperhatikan adalah dampak terhadap penduduk sekitar. Maksudnya adalah lokasi
bandar udara harus mempunyai dampak yang sangat kecil atau bahkan tidak mempunyai
dampak terhadap penduduk di sekitarnya terutama dampak negatif. Karena selama ini yang
sering terjadi adalah dampak kebisingan serta polusi lingkungan.
Tabel 1. Rekapitulasi Pembobotan Masing-Masing Alternatif Lokasi Bandar Udara
No Kriteria Alternatif Lokasi Bobot
1
Teknis
Tempurukan 0,35
Suka Bangun 0,34
Pesaguan 0,30
2
Operasional dan Keselamatan
Operasi Penerbangan
Tempurukan 0,42
Suka Bangun 0,38
Pesaguan 0,20
3
Lingkungan
Tempurukan 0,58
Suka Bangun 0,17
Pesaguan 0,25
7
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, alternatif lokasi dengan bobot
tertinggi adalah Kecamatan Muara Pawan Desa Tempurukan untuk subkriteria analisis yaitu
dengan bobot 0,35 pada kriteria teknis, 0,42 pada kriteria operasional dan kawasan
keselamatan operasi penerbangan, serta 0,58 untuk kriteria lingkungan.
D. Alasan Pemilihan Lokasi
Bandar Udara Rahadi Oesman merupakan Bandar Udara dengan tingkat kepadatan
penumpang terbesar kedua di Provinsi Kalimantan Barat setelah Bandara Supadio,
Pontianak. Bandar Udara Rahadi Oesman merupakan pintu gerbang utama bagi angkutan
udara di Kabupaten Ketapang, dimana bandara ini memiliki peranan strategis dalam
pelayanan jasa angkutan transportasi domestik dan regional. Kabupaten Ketapang
merupakan kabupaten yang daerahnya mulai berkembang. Seperti halnya kebutuhan
masyarakat akan transportasi udara saat ini yang menyebabkan semakin meningkatnya
kebutuhan akan angkutan udara setiap tahunnya, maka Bandar Udara Rahadi Oesman
diharapkan harus mampu melayani penumpang yang datang maupun pergi di Kabupaten
Ketapang
IV. TINJAUAN KRITIS DAN IMPLIKASI TEORI TERHADAP LOKASI YANG DIPILIH
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan sebuah model luwes untuk
membantu dalam pengambilan keputusan. Pengamatan mendasar ini tentang sifat manusia,
pemikiran analitik, dan pengukuran membawa pada pengembangan suatu model yang
berguna untuk memecahkan persoalan secara kuantitatif. Dalam praktiknya, AHP harus
memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis, karena hal tersebut
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi hasil keputusan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 2012, Bandar
Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang
digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun
penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda
transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan,
serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. Bandar udara sebagai prasarana dalam
penyelenggaraan penerbangan merupakan tempat pelayanan jasa kebandarudaraan dalam
menunjang kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi lainnya yang harus ditata secara
terpadu guna mewujudkan penyediaan jasa kebandarudaraan sesuai dengan tingkat
kebutuhannya.
Kebijakan relokasi Bandar Udara Rahadi Oesman Ketapang tersebut memang
mempertimbangkan berbagai aspek permasalahan. Seperti halnya mengenai masalah
keberadaan bandara yang berada di tengah-tengah kawasan kota Ketaoang yang berada di
dekat permukiman penduduk, sehingga suara yang diakibatkan dari bunyi pesawat tersebut
8
dapat menimbulkan kebisingan/polusi suara bagi penduduk di sekitarnya. Maka dari itu perlu
dilakukannya pemindahan lokasi Bandar Udara Rahadi Oesman Ketapang kea rah yang
lebih memungkinkan bandara untuk dikembangkan lagi, sehingga Bandar Udara yang baru
mampu meningkatkan pelayanan transportasi udara serta mampu melayani kebutuhan akan
angkutan udara di Kabupaten Ketapang dan sekitarnya.
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Bandar Udara Umum, dijelaskan bahwa dalam penyelenggaraan sebuah
bandar udara setidaknya memuat hasil kelayakan studi sekurang-kurangnya adalah:
a. Kelayakan ekonomi, yaitu kelayakan yang dinilai secara ekonomis dan finansial akan
memberikan keuntungan bagi pengembangan wilayah dan perkembangan bandar
udara baik secara langsung maupun tidak langsung
b. Kelayakan teknis, yaitu kelayakan yang dinilai berdasarkan faktor kesesuaian fisik
dasar antara lain topografi, kondisi meteorologi dan geofisika, dan daya dukung
tanah
c. Kelayakan operasional, yaitu kelayakan yang dinilai berdasarkan jenis pesawat,
pengaruh cuaca, penghalang (obstacle), penggunaan ruang udara, dukungan
navigasi penerbangan serta prosedur pendaratan dan lepas landas
d. Kelayakan lingkungan, yaitu suatu kelayakan yang dinilai dari besarnya dampak
yang ditimbulkan termasuk pada masyarakat di sekitar bandara
e. Kelayakan dari segi usaha angkutan udara, yaitu kelayakan yang dinilai secara
ekonomis dan finansial akan memberi keunyungan kepada perkembangan usaha
angkutan udara jika melayani rute ke bandara tersebut
Studi kelayakan terhadap lokasi sasaran pemindahan Bandar Udara Rahadi Oesman
harus memperhatikan keterpaduan intra maupun antar moda transportasi yang
direkomendasikan oleh Gubernur. Dari kelima studi kelayakan diatas, kriteria yang menjadi
acuan untuk pembahasan di dalam penelitian jurnal ini adalah menggunakan kriteria
kelayakan teknis, operasional, dan lingkungan. Sedangkan analisis untuk kriteria kelayakan
ekonomi dan kriteria kelayakan dari segi usaha angkatan udara belum dilakukan.
Demi terpenuhinya standar kelayakan untuk dibangunnya sebuah Bandar Udara
baru, seharusnya kelima kriteria kelayakan tersebut harus dianalisis ketepatannya. Hal ini
mengingat bahwa penetapan lokasi Bandar Udara harus sesuai dengan aspek tatanan
kebandarudaraan nasional, kelayakan secara ekonomis, teknis, operasional, dan kelayakan
dari segi angkutan udara, kelayakan/kelestarian lingkungan, dan aspek pertakanan
keamanan udara. Maka dari itu, perlu dilakukannya analisis multi-criteria untuk mengetahui
kelayakan pembangunan Bandar Udara dari segi ekonomi dan kelayakan dari segi usaha
9
angkutan udara demi terwujudnya lokasi Bandar Udara yang sesuai dengan kondisi yang
ada sehingga dapat melayani kebutuhan akan angkutan udara bagi masyarakat.
Sebuah pembangunan Bandar Udara merupakan project yang sangat besar dan
akan mempengaruhi pertumbuhan di suatu wilayah. Hal yang sangat penting adalah
bagaimana caranya agar semua aspek-aspek yang telah tercantum di dalam peraturan
tersebut dapat terpenuhi dan tercapai suatu goals yang diharapkan. Goals yang dimaksud
disini adalah terwujudnya sebuah keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
Selain harus memperhatikan status kelayakan suatu lokasi sasaran, perlu
dipertimbangkan juga rencana induk Bandar Udara untuk mengetahui secara pasti arah
pengembangan suatu bandar udara tersebut. Rencana Induk Bandar Udara adalah
pedoman pembangunan dan pengembangan bandar udara yang mencakup seluruh
kebutuhan dan penggunaan tanah serta ruang udara untuk kegiatan penerbangan dan
kegiatan penunjang penerbangan dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis,
pertanahan keamanan, sosial budaya, serta aspek-aspek terkait lainnya.
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Bandar Udara Umum, rencana induk bandar udara setidaknya harus
memuat aspek:
a. Tatanan kebandarudaraan nasional
b. Keamanan dan keselamatan penerbangan
c. Prakiraan permintaan jasa angkutan udara
d. Prakiraan kebutuhan fasilitas bandar udara yang berpedoman kepada
standar/kriteria perencanaan yang berlaku
e. Rencana tata guna lahan dan tata letak fasilitas bandar udara, baik untuk
pelayanan kegitan pemerintah maupun pelayanan jasa kebandaraan serta
kebutuhan tanah dan/atau perairan untuk pengembangan bandar udara
f. Pentahapan waktu pelaksanaan pembangunan yang disesuaikan dengan
kemampuan pendanaan, rencana tata guna lahan, dan tata letak fasilitas bandar
udara
Masih banyak aspek yang perlu dipertimbangkan. Dalam pembangunan sebuah
bandara bukan hanya aspek lokasi yang menjadi pertimbangan, namun berbagai aspek
yang berkaitan dengan lokasi pemindahan bandara tersebut juga harus diperhatikan. Agar
dalam pembangunannya dapat berjalan sesuai rencana, perlu disusun Rencana Induk
Bandar Udara secara matang agar nantinya dapat menjadi pedoman untuk kegiatan
penerbangan dan kegiatan penunjang lain dengan mempertimbangkan aspek-aspek teknis,
pertanahan keamanan, sosial budaya, serta aspek-aspek terkait lainnya.
10
Selain itu perlu direncanakan juga pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur
bandara agar terjadi kelancaran dalam setiap kegiatan yang berlangsung di bandara
tersebut. Hal yang perlu dicermati adalah cara pengelolaan bandara tersebut harus sesuai
dengan prinsip-prinsip manajemen dalam pengelolaan dan pemeliharaan yaitu efektifitas,
efisien, dan andal. Bandara dewasa ini memiliki peran sebagai front input dari suatu rantai
nilai transportasi udara. Oleh karena itu dituntut adanya suatu manajemen pengelolaan yang
aman, efektif, dan efisien sesuai dengan standar yang berlaku secara internasional.
V. KESIMPULAN (LESSON LEARNED)
Bandar udara sebagai prasarana dalam penyelenggaraan penerbangan merupakan
tempat pelayanan jasa kebandarudaraan dalam menunjang kegiatan pemerintahan dan
kegiatan ekonomi lainnya yang harus ditata secara terpadu guna mewujudkan penyediaan
jasa kebandarudaraan sesuai dengan tingkat kebutuhannya.
Analisis Hierarki Proses (AHP) adalah suatu metode yang sering digunakan untuk
menilai tindakan yang dikaitkan dengan perbandingan bobot kepentingan antara faktor serta
perbandingan beberapa alternatif pilihan. AHP memberikan kesempatan untuk membangun
gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka
masing-masing dan memperoleh pemecahannya. Demi terpenuhinya standar kelayakan
untuk dibangunnya sebuah Bandar Udara baru, seharusnya kelima kriteria kelayakan studi
untuk penyelenggaraan Bandar Udara Umum harus dianalisis ketepatannya. Penetapan
lokasi Bandar Udara harus sesuai dengan aspek tatanan kebandarudaraan nasional,
kelayakan secara ekonomis, teknis, operasional, dan kelayakan dari segi angkutan udara,
kelayakan/kelestarian lingkungan, dan aspek pertakanan keamanan udara. Maka dari itu,
perlu dilakukannya analisis multi-criteria untuk mengetahui kelayakan pembangunan Bandar
Udara dari segi ekonomi dan kelayakan dari segi usaha angkutan udara demi terwujudnya
lokasi Bandar Udara yang sesuai dengan kondisi yang ada sehingga dapat melayani
kebutuhan akan angkutan udara bagi masyarakat.
Dengan menulis critical review pada jurnal ini, saya menjadi lebih memahami
bagaimana cara menganalisis ketepatan lokasi dengan mempertimbangkan pendekatan-
pendekatan yang berkaitan. Selain itu dengan menulis critical review jurnal ini saya menjadi
lebih memahami tentang bagaimana penelitian itu sebaiknya dilakukan demi tercapainya
hasil penelitian yang diharapkan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Suyono, Rudi S. 2010. Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) Dalam Pemilihan
Lokasi Untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat. Jurnal Teknik
Sipil Untan/Vol.10 No.1 Juni 2010 : Untan Pontianak
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 Tentang Pembangunna
dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara. Jakarta : Presiden Republik Indonesia
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Bandar
Udara Umum. Jakarta : Menteri Perhubungan
Kusrini, Dwi Endah. 2009. Analisis Proses Hirarki. Dikutip dari
http://www.slideshare.net/dessybudiyanti/presentasi-tentang-ahp, 17 Maret 2015
1) Staf pengajar dan peneliti Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura.
E-mail: [email protected]
15
PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK (PHA)
DALAM PEMILIHAN LOKASI UNTUK RELOKASI BANDARA RAHADI
OESMAN KETAPANG KALIMANTAN BARAT
Rudi S. Suyono1)
Abstract
Kabupaten Ketapang has an airport that named the Rahadi Oesman Airport. This airport owning
location situation which less profit for the development of service activities of air transportation in
the future because its location residing in midst of Kabupaten Ketapang and also located reside in
the nearby resident settlement. This condition generates the serious problem like noise resulted
from aircraft sound whether in its takeoff or landing position that can endanger the resident near
the airport location. Therefore it is required to be conducted a study to chosen the other; dissimilar
location for the relocation of the airport. This study identify the criterion used in choosing the
optimal airport location pursuant to technical aspect, aspect of operational and safety operate for
the air transport environmental aspect and. In this study is selected three alternative locations that
planned the new airport location, the locations are Desa Tempurukan, Desa Suka Bangun, and
Desa Pesaguan. The survey conducted with the respondent amount as much 200 people. Analyze
for the decision making of to use the method Process The Analytic Hierarchy (PHA), that is an
model capable to coordinate entire problem of decision making to chosen one most optimal
location. This assessment done by comparing a number of combinations from element exists in
each hierarchy level. Assessment conducted by comparing component of pursuant to assessment
scale. From result analyst obtained by pursuant to obtained technical criterion of most optimal
alternative location is Desa Tempurukan with the percentage is equal to 35%, Desa Suka Bangun
equal to 34% and Desa Pesagunan equal to 30%. Pursuant to criterion of operational and safety
operate for the air transport obtained a most optimal alternative location is Desa Tempurukan with
the percentage equal to 42%, Desa Suka Bangun equal to 38% and Desa Pesaguan equal to 20%.
While pursuant to obtained environmental criterion of most optimal alternative location is Desa
Tempurukan with the percentage equal to 58%, Desa Pesaguan equal to 25% and Desa Suka
Bangun equal to 17%. So that the conclusion from the result got one most optimal new Ketapang
Airport location is Desa Tempurukan.
Keywords: AHP, airport location, multi criterion analysis
1. PENDAHULUAN
Kabupaten Ketapang saat ini memiliki
satu Bandar Udara yaitu Bandar Udara
Rahadi Oesman yang terletak di Kota
Ketapang. Kabupaten Ketapang merupa-
kan kabupaten yang daerahnya mulai ber-
kembang, ini dibuktikan bahwa pada saat
ini Kabupaten Ketapang telah dimekar-
kan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabu-
paten Ketapang dan Kabupaten Kayong
Utara, sehingga keinginan setiap peme-
rintahan daerah untuk memajukan dae-
rahnya semakin besar. Seperti halnya
kebutuhan masyarakat akan transportasi
udara saat ini yang menyebabkan sema-
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 – JUNI 2010
16
kin meningkatnya kebutuhan akan ang-
kutan udara setiap tahunnya maka Bandar
Udara Rahadi Oesman diharapkan harus
mampu melayani penumpang yang datang
maupun pergi di Kabupaten Ketapang,
dan juga lebih dapat meningkatan
kualitas, kuantitas dan kapasitas pesawat.
Keunggulan menggunakan pesawat
terbang adalah efisiensi waktu perjalanan
yang dapat dilakukan dalam waktu
singkat bila dibandingkan dengan
transportasi darat, transportasi laut dan
sungai. Untuk pelayanan jasa angkutan
udara melalui Bandar Udara Rahadi
Oesman yaitu dengan menggunakan
pesawat Cassa dan ATR-42 dengan 3 kali
penerbangan untuk rute penerbangan
Pontianak – Ketapang memerlukan
waktu tempuh penerbangan ± 55 menit
sedangkan untuk rute penerbangan
Ketapang – Pangkalan Bun –
Semarang/Surabaya hanya memerlukan
waktu tempuh penerbangan ± 40 menit
(dari penerbangan Pangkalan Bun)
dengan pesawat Cassa setiap hari kecuali
hari minggu (1 kali penerbangan). Jika
dibandingkan dengan menggunakan
transportasi laut untuk rute Pontianak –
Ketapang yang memerlukan waktu
tempuh selama ± 6 jam dengan
menggunakan kapal cepat (Exspress)
setiap hari, dan untuk rute Semarang –
Ketapang memerlukan waktu selama ±
24 jam dengan menggunakan kapal Pelni
(KM. RORO) dua Minggu sekali.
Dengan adanya kondisi seperti ini,
tentunya efisien waktu lebih tinggi
diberikan oleh transportasi udara melalui
pesawat terbang dari pada melalui sarana
transportasi laut.
Lokasi Bandara Rahadi Oesman Keta-
pang memiliki letak lokasi yang kurang
menguntungkan untuk pengembangan
pelayanan jasa transportasi udara di masa
yang akan datang. Hal ini dikarenakan
lokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang
berada di tengah-tengah kawasan kota
Ketapang yang berada di dekat pemu-
kiman penduduk, sehingga suara yang
diakibatkan dari bunyi pesawat dapat
menimbulkan kebisingan bagi penduduk,
karena letaknya dekat dengan permu-
kiman penduduk maka bila terjadi
kesalahan pada saat take off maupun
landing dapat membahayakan penduduk
yang berada di sekitar bandara ini. Oleh
karena itu, perlu dilakukannya pemindah-
an lokasi Bandar Udara Rahadi Oesman
ke daerah yang lebih memungkinkan
Bandara untuk dikembangkan lagi,
sehingga Bandar Udara yang baru
mampu meningkatkan pelayanan
transportasi udara serta mampu melayani
kebutuhan akan angkutan udara di
Kabupaten Ketapang dan sekitarnya.
Maksud pelaksanaan studi ini adalah
melakukan kajian alternatif lokasi terpilih
sebagai Bandar Udara di Kabupaten
Ketapang. Sedangkan tujuan penelitian
ini adalah :
1 Mengidentifikasi kriteria-kriteria
yang dapat dipakai dalam memilih
lokasi bandar udara yang optimal
berdasarkan aspek teknis, aspek
operasional dan keselamatan operasi
penerbangan dan aspek lingkungan.
2 Untuk mendapatkan lokasi bandar
udara yang paling efektif dan efisien
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)
17
sehingga bandar udara dapat
digunakan secara optimal.
Lokasi studi adalah tiga alternatif lokasi
rencana pembangunan bandar udara baru
di Kabupaten Ketapang, lokasi-lokasi
tersebut adalah Desa Tempurukan, Desa
Suka Bangun, dan Desa Pesaguan
Kabupaten Ketapang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Hirarki Analitik (PHA)
Proses Hirarki Analitik adalah suatu
model yang luwes yang memberikan
kesempatan bagi perorangan atau
kelompok untuk membangun gagasan-
gagasan dan mendefinisikan persoalan
dengan cara membuat asumsi mereka
masing-masing dan memperoleh
pemecahan yang diinginkan darinya.
Kelebihan PHA ini adalah kemampuan-
nya jika dihadapkan pada situasi yang
kompleks atau berkerangka di mana data
informasi statistik dari masalah yang
dihadapi sedikit. Data yang ada hanya
bersifat kualitatif yang didasarkan pada
persepsi, pengalaman atau intuisi. Jadi,
masalah tersebut dapat dirasakan dan
diamati namun kelengkapan data
numerik tidak menunjang untuk
dimodelkan secara kuantitatif.
Ada tiga prinsip dasar dalam Proses
Hirarki Analitik, yaitu :
a. Menyusun hirarki ialah memecah
persoalan menjadi unsur yang
terpisah-pisah.
b. Penetapan Prioritas ialah menentukan
peringkat elemen-elemen menurut
relatif pentingnya.
c. Konsistensi Logis ialah menjamin
bahwa semua elemen dikelompokkan
secara logis dan diperingkatkan
secara konsistensi sesuai dengan
suatu kriteria yang logis.
2.2 Perbandingan Berpasangan
Tahap terpenting dari Proses Hirarki
Analitik adalah penilaian Perbandingan
Pasangan. Penilaian ini dilakukan dengan
membandingkan sejumlah kombinasi dari
elemen yang ada pada setiap tingkat
hirarki. Penialian dilakukan dengan
membandingkan komponen-komponen
berdasarkan skala penilaian (Saaty, 1993)
seperti pada Tabel 1.
Untuk perbandingan ini, matrik
merupakan bentuk yang disukai sebab
disamping sederhana dan biasa dipakai,
juga memberikan kerangka untuk
pengujian konsistensi dan memberikan
jalan untuk membuat segala
perbandingan yang mungkin. Contoh
bentuk matriks untuk perbandingan
berpasangan terlihat pada Tabel 2.
Dalam contoh diatas C adalah kriteria
yang akan digunakan sebagai dasar
perbandingan A1, A2, …, An adalah
elemen-elemen pada satu tingkat tepat
dibawah C. Dalam matrik ini elemen A1
pada kolom paling kiri dibandingkan
dengan elemen A1, A2, …, Pn pada baris
paling atas Selanjutnya hal yang sama
dilakukan terhadap A2, dan seterusnya.
Untuk membandingkan elemen-elemen
ini diajukan pertanyaan: seberapa kuat
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 – JUNI 2010
18
elemen atau aktivitas memiliki,
mendominasi, mempengaruhi, memenuhi
atau menguntungkan sifat tersebut
dibandingkan. Untuk mengisi matrik
banding berpasangan, digunakan
bilangan untuk menggambarkan relative
pentingnya suatu elemen atas elemen
lainnya, berkenaan dengan suatu sifat
atau kriteria.
2.3 Konsistensi
Dalam persoalan pengambilan keputusan
penting untuk mengetahui betapa baiknya
konsistensi pengambil keputusan.
Semakin banyak faktor yang harus
Tabel 1. Perbandingan berpasangan antarvariabel
Tingkat
kepentingan Definisi variabel Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya Kedua elemen memberikan pengaruh
yang sama pentingnya
3
Elemen yang satu sedikit lebih
penting dibanding dengan elemen
lainnya
Pengalaman dan pertimbangan sedikit
memihak elemen satu dibanding yang
lainnya
5
Elemen yang satu lebih esensial
atau sangat penting dari elemen
lainnya
Pengalaman dan penilaian dengan kuat
memihak elemen satu dibanding yang
lainnya
7
Elemen yang satu lebih jelas
penting dibandingkan elemen
yang lainnya
Elemen yang satu dengan kuat disukai
dan didominasinya tampak nyata dalam
praktek
9 Satu elemen mutlak lebih penting
dibanding elemen yang lainnya
Bukti yang memihak elemen yang satu
atas yang lain berada pada tingkat
persetujuan tertinggi yang mungkin
2,4,6,8 Nilai-nilai tengah antara dua
penilaian yang berdekatan
Diperlukan kompromi antara dua
pertimbangan
Kebalikan
dari nilai
diatas
Jika untuk nilai aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan
aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.
Tabel 2. Contoh matriks perbandingan berpasangan
C A1 A2 … An
A1 1
A2 1
… 1
An 1
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)
19
dipertimbangkan, semakin sukar untuk
mempertahankan konsistensi, ditambah
lagi adanya intuisi dan faktor-faktor lain
yang membuat orang mungkin
menyimpang dari kekonsistensian.
Meskipun demikian sampai kadar
tertentu perlu diperoleh hasil-hasil yang
valid dalam dunia nyata. Saaty mengaju-
kan indeks konsistensi untuk mengukur
seberapa besar konsistensi pengambil
keputusan dalam membandingkan
elemen-elemen dalam matrik penilaian.
Selanjutnya indeks konsisten ditransfer
sesuai dengan orde atau ukuran matrik
menjadi suatu rasio konsistensi. Rasio
konsistensi harus ≤ 10%, jika tidak
pertimbangan yang telah dibuat mungkin
akan acak dan perlu diperbaiki.
2.3.1 Formula Matematis
Misalnya matrik banding berpasangan
Proses Hirarki Analitik dengan n baris
dan n kolom adalah :
nn
n
aian
aiai
.....
......1
dengan aij = 1/aij dan semua aij > 0.
Kemudian Pi adalah prioritas untuk
faktor ke-i. Jumlah tiap kolom matriks
dan kalikan tiap jumlah dengan Pi yang
bersesuaian. Jumlahkan n perkalian ini
dan nyatakan hasilnya dengan maks.
Rumus selengkapnya adalah :
n
i
nn
n
i
n
i
maks aiPaiPaiP11
22
1
11 .....
(1)
Jika matrik konsisten maka λmaks = n.
Indeks konsistensi (Consistenscy Indeks,
CI) adalah
1
n
nCI
maks (2)
Dari rumus ini berarti harus diperoleh
λmaks ≥ n untuk matriks banding
berpasangan. Selanjutnya, CI
dibandingkan dengan indeks konsistensi
random (Random Index, RI) yang
bersesuaian dengan Tabel 3.
Random Indeks (RI) merupakan indeks
konsistensi matrik random dengan skala
penilaian 1 sampai 9 bersama entri-entri
kebalikannya. Perlu diperhatikan bahwa
matrik berorde 1 dan 2 adalah konistensi
sehingga rumus CI (RI) tidak berlaku.
Tabel 3. Indeks random untuk orde matriks
Ukuran matriks Random indeks
1 0
2 0
3 0,58
4 0,9
5 1,12
6 1,24
7 1,32
8 1,41
9 1,45
10 1,49
11 1,51
12 1,54
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 – JUNI 2010
20
Perbandingan antara CI dan RI untuk
suatu matriks didefinisikan sebagai Rasio
Konsistensi (CR).
CR = CI / RI (3)
Menurut Saaty hasil penilaian yang
diterima matrik yang mempunyai
perbandingan konsistensi ≤ 0,10 maka
hasil penilaian dapat diterima atau
dipertanggungjawabkan. Jika tidak maka
pengambilan keputusan harus meninjau
ulang masalah dan merevisi matriks
banding berpasangan.
2.3.2 Pengujian Konsistensi Hirarki
Setelah dilakukan perhitungan untuk
matriks, selanjutnya perlu diuji apakah
yang telah dibuat konsistensi. Total CI
dari suatu hirarki diperoleh dengan jalan
melakukan pembobotan tiap CI dengan
prioritas elemen yang berkaitan dengan
faktor-faktor yang sedang dibandingkan,
dan kemudian menjumlahkan seluruh
hasilnya. Dasar untuk menguji
konsistensi dari suatu level hirarki adalah
mengetahui hasil konsistensi indeks dan
vektor eigen dari suatu matriks banding
berpasangan pada tingkat hirarki tertentu.
Rumus lengkapnya adalah sebagai
berikut :
CH = CI1 + (EV1) (CI2) (4)
CH = RI1 + (EV1) (RI2) (5)
CRH = CH / CH (6)
di mana
CRH: rasio konsistensi hirarki
CH : konsistensi hirarki terhadap indeks
konsistensi dari matrik banding
berpasangan
CH : konsistensi hirarki terhadap indeks
Gambar 1. Diagram alir analisis data
Mulai
Model Keputusan
Penilaian Elemen Model
Data Matriks Berbanding
Berpasangan
Perhitungan Bobot Parsial
Pengujian Konsistensi
Penilaian
0,1
Sintesis Model
Pengujian Konsistensi
Hirarki
0,1
Selesai
Ya
Ya
Tid
ak
Tid
ak
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)
21
random dari matrik banding
berpasangan
CI1 : indeks konsistensi dari matrik
banding berpsangan dari hirarki
level kedua, dalam bentuk vektor
kolom
CI2 : indeks konsistensi dari matrik
banding berpasangan dari hirarki
level kedua, dalam bentuk vektor
kolom
EV1 : vektor eigen dari matrik banding
berpasangan dari hirarki level
RI1 : indeks random dari orde matrik
banding berpasangan pada level 1
RI2 : indeks random dari orde matrik
banding berpasangan pada level 2
dalam bentuk vektor kolom.
3. METODOLOGI
3.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini pada dasarnya merupakan
perpaduan dua dasar, yaitu survey
kuisioner (questionaire survey) dan
survey wawancara (interview survey).
Dimana lembar kuisioner langsung
dibawa oleh tenaga survey (surveyor)
kepada setiap responden sehingga
diharapkan dapat lebih memperjelas
maksud yang dikandung dalam kuisioner
tersebut, selain itu surveyor juga
bertindak sebagai pewawancara.
Pelaksanaan survey di Kota Ketapang
dilakukan wawancara pada masyarakat
setempat dan juga pada instansi terkait
yaitu pada Kantor Bappeda Ketapang,
Dinas Perhubungan Ketapang dan
Departemen Perhubungan Bandar Udara
Rahadi Oesman. Para responden yang
menjadi target wawancara dalam
pelaksanaan survey ini terdiri dari
berbagai golongan masyarakat yaitu
pelajar, mahasiswa, pegawai negeri
maupun pegawai swasta, pedagang dan
masyarakat umum. Hal ini didasarkan
bahwa jika nantinya dibangun Bandar
Udara Ketapang para responden maupun
masyarakat Kabupaten Ketapang sendiri
adalah sebagai pengguna bandar udara
tersebut.
3.2 Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang diperlukan untuk
penelitian ditentukan oleh tiga hal, yaitu
pertama seberapa besar tingkat
kepercayaan terhadap hasil yang akan
diperoleh (confidence level), kedua nilai
standar deviasi yang diperoleh melalui
penaksiran rataan sampel, dan ketiga
dipengaruhi oleh beberapa penyimpangan
(galat) yang diperkenankan, yaitu
kesalahan atau perbedaan antara rataan
yang diperoleh dari sampel dan rataan
sesungguhnya (populasi). Menurut
(Wapole, 1974), besarnya jumlah sampel
minimum dapat diperoleh dari
persamaan:
2
x
zsn
di mana
n : jumlah sampel
z : standar kesalahan yang dapat
diterima (Acceptable Standard
Error)
s : standar devisiasi (deviation
standard)
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 – JUNI 2010
22
x - : Acceptable Sampling Error = 0,05
nilai rata-rata sampel.
Untuk mengetahui jumlah sampel
minimum ini telah dilakukan survey
pendahuluan (pilot survey) dengan
jumlah sampel minimal sebanyak 30
buah sampel (responden). Rekapitulasi
hasil survey pendahuluan untuk mencari
jumlah sampel minimum terlihat pada
Tabel 4.
Selanjutnya perhitungan jumlah sampel
minimum adalah sebagai berikut:
Xrata-rata =
Fi
XiFi. =
30
000.500.36
= 1.216.666,667
s = ))((1
1 2
irataratai FXXn
= )670,666.666.416.685.4(130
1
= 401.952,848
Standar kesalahan yang dapat diterima
(acceptable standard error) atau ‘z’
dapat ditentukan dengan asumsi tingkat
kepercayaan (level of convidence)
sebesar 95% sehingga dengan mengguna-
kan tabel diperoleh nilai z = 1,96.
Standar kesalahan yang dapat diterima :
(x – ) = 0,05 rata-rata
= 0,05 1.216.666,667
= 60.833,333.
Sehingga didapat jumlah sampel
minimum:
n =
2
x
zs
=
2
60.833,333
8401.952,84 x 1,96
= 167,72.
Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh
jumlah sampel minimum sebanyak 168
responden oleh karena itu dalam studi ini
akan menggunakan sampel sebanyak 200
responden.
Tabel 4. Rekapitulasi pendapatan per bulan responden hasil survey pendahuluan
Pendapatan per bulan Xi Fi Fi Xi (Xi – Xrata-rata)2 (Xi – X)
2 Fi
< 500.000 375.000 2 750.000 708.402.777.777,778 1.416.805.555.555,560
500.000 – 750.000 625.000 3 1.875.000 350.069.444.444,445 1.050.208.333.333,330
750.000 – 1.000.000 875.000 3 2.625.000 116.736.111.111,111 350.208.333.333,333
1.000.000 – 1.250.000 1.125.000 6 6.750.000 8.402.777.777,778 50.416.666.666,667
1.250.000 – 1.500.000 1.375.000 6 8.250.000 25.069.444.444,444 150.416.666.666,667
> 1.500.000 1.625.000 10 16.250.000 166.736.111.111,111 1.667.361.111.111,110
Jumlah 30 36.500.000 1.375.416.666.666,670 4.685.416.666.666,670
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)
23
3.3 Variabel Kriteria dan Sub Kriteria dalam PHA
Variabel yang digunakan dalam
penyusunan kuesioner pemilihan lokasi
bandara terbaik dengan metode PHA ini
menggunakan tiga kriteria yaitu kriteria
teknis, kriteria operasional dan kesela-
matan operasi penerbangan dan kriteria
lingkungan. Masing-masing kriteria ini
memiliki beberapa subkriteria. Kriteria
teknis memiliki subkriteria (a) kondisi
topografi, struktur tanah, hidrologi dan
geologi, (b) jarak bandar udara dengan
pusat kota, (c) Aksesibilitas dari dan ke
bandar udara, (d) tersedianya infrastruk-
tur penunjang ke bandar udara, (e)
ketersediaan lahan untuk pengembangan
bandar udara, (f) kesesuaian dengan
RTRW. Kriteria operasional dan kesela-
matan operasi penerbangan memiliki
subkriteria (a) jarak dengan bandara ter-
dekat, (b) kawasan keselamatan operasi
penerbangan, (c) kondisi meteorologi.
Kriteria lingkungan memiliki subkriteria
(a) kondisi tingkat perubahan alam yang
akan terjadi, (b) kawasan perairan di se-
kitar bandar udara, (c) kawasan pariwisata
di sekitar lokasi bandar udara, (d) dam-
pak terhadap penduduk sekitar lokasi.
4. PAPARAN DATA HASIL SURVEY
4.1 Rekapitulasi Karakteristik Responden
Dari rekapitulasi hasil survey terhadap
responden berdasarkan jenis pekerjaan
diperoleh hasil persentase terbesar adalah
pegawai negeri sipil dan urutan kedua
adalah swasta. Tabel 5 adalah hasil
lengkap rekapitulasi responden berdasar-
kan jenis perkerjaan.
Rekapitulasi hasil survey terhadap
responden berdasarkan tingkat
pendapatan diperoleh hasil persentase
terbesar adalah responden yang memiliki
pendapatan lebih besar dari Rp.
1.500.000,-. Tabel 6 adalah hasil lengkap
rekapitulasi responden berdasarkan
tingkat pendapatan.
Tabel 5. Rekapitulasi responden berdasarkan jenis pekerjaan
Jenis
Pekerjaan
Jumlah
(Orang)
Presentase
(%)
PNS 106 53
Swasta 56 28
ABRI 4 2
Pelajar/
mahasiswa 6 3
Pedagang 18 9
Lain-lain 10 5
Jumlah 200 100
Tabel 6. Rekapitulasi responden berda-sarkan tingkat pendapatan
Penghasilan/ bulan Jumlah
(Orang)
Presen-
tase (%)
< Rp. 500.000 16 8
< Rp 500.000 – Rp 750.000 4 2
< Rp750.000–Rp1.000.000 14 7
< Rp1.000.000–Rp1.250.000 14 7
< Rp1.250.000–Rp1.500.000 18 9
< Rp 1.500.000 134 67
Jumlah 200 100
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 – JUNI 2010
24
Berdasarkan hasil survey terhadap letak
lokasi badara baru, Desa Tempurukan
memperoleh persentase terbesar diikuti
oleh Desa Sukabangun dan Desa
Pesaguan. Hasil lengkap rekapitulasi
responden terhadap lokasi bandara baru
dapat dilihat pada Tabel 7.
4.2 Alternatif Lokasi Bandara Baru
Adapun alternatif lokasi bandara baru
adalah Kecamatan Muara Pawan Desa
Tempurukan, Kecamatan Delta Pawan
Desa Suka Bangun, dan Kecamatan
Matan Hilir Selatan Desa Pesaguan.
Alternatif-alternatif lokasi ini diperoleh
dengan memperhatikan aspek teknis,
aspek operasional dan keselamatan
operasi penerbangan, aspek lingkungan
dan dengan mempertimbangkan bahwa
kecamatan-kecamatan tersebut merupa-
kan daerah yang berdekatan dan memiliki
aksesibilitas yang baik dengan Kota
Ketapang. Adapun lokasi ketiga alternatif
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
4.2.1 Lokasi Alternatif I
Lokasi alternatif I (Gambar 3) ini adalah
Kecamatan Muara Pawan Desa
Tempurukan. Dipilihnya Kecamatan
Muara Pawan sebagai salah satu
alternatif lokasi pengembangan bandar
udara di Kabupaten Ketapang antara lain
dikarenakan:
1. Kecamatan Muara Pawan merupakan
daerah yang dekat dengan pusat kota
sehingga memiliki akses yang cukup
baik dari dan ke Kota Ketapang.
2. Kecamatan Muara Pawan sangat
strategis karena memiliki akses yang
menghubungkan kabupaten lainnya
yaitu Kabupaten Kayong Utara.
3. Ditinjau dari ketersediaan lahan untuk
pengembangan bandar udara, daerah
Tabel 7. Rekapitulasi responden terhadap lokasi bandara baru
Letak Lokasi Bandara Jumlah (Orang) Presentase (%)
Kecamatan Muara Pawan (Desa Tempurukan) 134 67
Kecamatan Delta Pawan (Desa Suka Bangun) 46 23
Kecamatan Matan Hilir Selatan (Desa Pesaguan) 20 10
Jumlah 200 100
Gambar 2. Alternatif lokasi bandar udara baru
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)
25
Muara Pawan memungkinkan untuk
berkembang, dimana lokasi bandar
udara tersebut tidak berdekatan
dengan pemukiman penduduk
sehingga terjadinya pengembangan
bandar udara tidak mengganggu
pemukiman penduduk.
4. Kondisi struktur tanah tergolong baik
dan layak untuk digunakan sebagai
lokasi bandar udara.
5. Aksesibilitas jalan akses untuk keluar
masuk ke daerah tersebut juga
tersedia.
6. Ketebalan kabut didaerah ini
tergolong rendah sehingga sangat
logis untuk pembangunan suatu
bandar udara di Ketapang.
Kecamatan Muara Pawan memiliki luas
daerah 61.060 Ha atau sekitar 1,93% dari
luas Kabupaten Ketapang sehingga
sangat memungkinkan adanya lahan
pembangunan serta lahan pengembangan
bandar udara. Kecamatan Muara Pawan
terletak ± 25 Km dari kota Ketapang.
Jalan utama ruas Ketapang – Muara
Pawan berupa jalan Kabupaten dengan
fungsi arteri primer dan memiliki kondisi
jalan sedang sampai baik dengan
perkerasan aspal. Kondisi topografi pada
Kecamatan Muara Pawan adalah relatif
datar sampai berbukit-bukit. Luas
wilayah datar sebesar 49.850 Ha
sedangkan luas wilayah berbukitnya
hanya sebesar 2.800 Ha. Struktur tanah
Kecamatan Muara Pawan mempunyai
daya dukung tanah dasar (nilai CBR)
lapangan rata-rata adalah 3,45% sehingga
dapat dikatakan kondisi struktur tanah
adalah tanah keras dan layak untuk
dibangun bandar udara.
4.2.2 Lokasi Alternatif II
Lokasi alternatif II (Gambar 4) ini berada
pada wilayah Kecamatan Delta Pawan
Desa Suka Bangun. Secara fungsional,
identifikasi alternatif lokasi bandara
nantinya tidak saja akan memberikan
dampak terhadap wilayah desa tersebut
tetapi juga akan mempengaruhi sistem
pergerakan kota secara umum. Kecamat-
an Delta Pawan memiliki struktur tanah
Gambar 3. Lokasi Alternatif I : Kecamatan Muara Pawan (Desa Tempurukan)
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 – JUNI 2010
26
yang baik dan cukup layak untuk dipilih
sebagai salah satu alternatif lokasi bandar
udara di Ketapang. Disamping itu aksesi-
bilitas keluar masuk daerah ini juga terse-
dia berikut infrastrukturnya. Kendala yang
ada di Kecamatan Delta Pawan yaitu
daerah pemukiman yang cukup besar,
karena dilihat dari kawasan keselamatan
operasi penerbangan daerah pemukiman
merupakan termasuk obstacle.
Kecamatan Delta Pawan dengan luas
daerah 7.400 Ha atau persentasenya
terhadap Luas Kabupaten Ketapang
sebesar 0,23%. Kecamatan Delta Pawan
sendiri terletak ± 7,1 Km dari Kota
Ketapang. Kondisi topografi pada Keca-
matan Delta Pawan yaitu mempunyai
struktur tanah dengan nilai CBR
lapangan rata-rata adalah 7,76%. Hal ini
berarti struktur tanah di Kecamatan Delta
Pawan termasuk tanah keras.
4.2.3 Lokasi Alternatif III
Lokasi alternatif III (Gambar 5) berada
pada Kecamatan Matan Hilir Selatan
Desa Pesaguan. Dengan melihat pola
aliran barang dari atau menuju
Kecamatan Matan Hilir Selatan, dapat
dipahami bahwa pengembangan kegiatan
ekonomi tidak terlepas dari adanya
keterkaitan dengan potensi dan
kepentingan pengembangan wilayah
yang lebih luas termasuk pedesaan
sekitar kota, oleh karena itu kemajuan
dan perkembangan daerah ini perlu
ditingkatkan. Salah satu cara untuk
menunjang kemajuan perkembangan
daerah adalah adanya sarana transportasi
seperti dibangunnya bandar udara. Bila
ditinjau dari ketersediaan lahan, lokasi ini
memungkinkan untuk berkembang
karena memiliki lahan yang relatif luas
untuk dibangunnya sebagai suatu bandar
udara. Dari segi struktur tanah, kondisi
tanahnya baik dan layak untuk dibangun
suatu bandar udara.
Kecamatan Matan Hilir Selatan dengan
luas daerah 1.813 km2 atau sebesar
5,74% dari keseluruhan luas Kabupaten
Ketapang dan terletak ± 30 km dari kota
Ketapang. Kecamatan Matan Hilir
Gambar 4. Lokasi Alternatif II : Kecamatan Delta Pawan (Desa Suka Bangun)
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)
27
Selatan mempunyai nilai CBR lapangan
rata-rata adalah 9,05%, yang berarti
kondisi struktur tanah merupakan tanah
keras.
5. ANALISIS DATA
Analisis metode PHA dilakukan terhadap
hasil jawaban responden dari kuesioner
yang telah diberikan, pembahasan terha-
dap hasil analisis dapat dilihat berikut ini.
5.1 Analisis Bobot terhadap Subkriteria
Hasil analisa bobot untuk untuk masing-
masing sub kriteria pada kriteria Teknis,
kriteria Operasional dan Keselamatan
Operasi Penerbangan dan kriteria Ling-
kungan dengan metode Proses Hirarki
Analitik (PHA) dapat dilihat pada Tabel 8.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan
metode PHA untuk kriteria teknis, untuk
kondisi topografi, struktur tanah,
hidrologi dan geologi mendapat
persentase yang paling besar yaitu
sebesar 41%. Untuk jarak bandar udara
dengan pusat kota yaitu sebesar 18%.
Untuk aksesibilitas dari dan ke bandar
udara persentasenya sebesar 21%.
Kemudian tersedianya infrastruktur
penunjang bandar udara persentasenya
sebesar 7%. Serta ketersedian lahan
untuk pengembangan bandar udara
memiliki persentase sebesar 10%.
Sedangkan untuk kesesuaian dengan
RTRW persentasenya sebesar 4%. Hal
ini berarti kondisi topografi, struktur
tanah, hidrologi dan geologi merupakan
aspek yang paling penting dalam
pemilihan lokasi bandar udara karena
kriteria ini sangat berpengaruh dalam
pembangunan kontruksi bandar udara
serta keselamatan penerbangan.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan
metode PHA untuk kriteria operasional
dan keselamatan operasi penerbangan,
didapat jarak dengan bandara terdekat
hanya berpersentase 10%. Kemudian
kawasan keselamatan operasi penerbang-
Gambar 5. Lokasi Alternatif III: Kecamatan Matan Hilir Selatan (Desa Pesaguan)
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 – JUNI 2010
28
an memiliki persentase terbesar yaitu
51%, sedangkan kondisi meteorologi
mendapat persentase sebesar 39%. Dengan
demikian kriteria kawasan keselamatan
operasi penerbangan merupakan aspek
terpenting, hal ini dikarenakan kriteria ini
sangat menyangkut tentang keamanan
maupun kelancaran operasi penerbangan
pada bandar udara.
Hasil perhitungan dengan metode PHA
untuk kriteria lingkungan adalah untuk
tingkat perubahan alam yang terjadi
persentasenya sebesar 26%, untuk kondisi
perairan di sekitar kawasan bandar udara
berpersentase sebesar 12%. Kriteria yang
lainnya yaitu kawasan pariwisata di
sekitar lokasi bandar udara memiliki
persentase sebesar 7%. Sedangkan
persentase terbesar didapat pada dampak
terhadap penduduk sekitar lokasi bandara
yaitu sebesar 56%. Dengan demikian
dalam pemilihan lokasi bandar udara
sangat penting untuk memperhatikan
kriteria ini, karena suatu lokasi bandar
udara harus mempunyai dampak yang
sangat kecil atau bahkan tidak
mempunyai dampak terhadap penduduk
sekitarnya terutama dampak negatif.
Dampak yang sering terjadi adalah
kebisingan serta polusi lingkungan.
5.2 Analisis Bobot terhadap Alternatif Lokasi
Hasil analisis bobot untuk masing-masing
alternatif lokasi bandara terhadap subkri-
teria dapat dijelaskan pada Tabel 9-11.
Tabel 8. Hasil analisis bobot untuk setiap kriteria
No Kriteria Subkriteria Bobot
1 Teknis
Kondisi Topografi, Struktur Tanah, Hidrologi dan Geologi 0,41
Jarak Bandar Udara dengan Pusat Kota 0,18
Aksesibilitas dari dan ke Bandar Udara 0,21
Tersedianya Infrastruktur Penunjang ke Bandar Udara 0,07
Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Bandar Udara 0,10
Kesesuaian dengan RTRW 0,04
2
Operasional dan
Keselamatan
Operasi
Penerbangan
Jarak dengan Bandara Terdekat 0,10
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan 0,51
Kondisi Meteorologi 0,39
3 Lingkungan
Kondisi Tingkat Perubahan Alam yang Terjadi 0,26
Kondisi Perairan di Sekitar Kawasan Bandar Udara 0,12
Kawasan Pariwisata di Sekitar Lokasi Bandar Udara 0,07
Dampak Terhadap Penduduk Sekitar Lokasi 0,56
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)
29
5.3 Nilai Pembobotan Masing-Masing Alternatif Lokasi Bandar Udara
Untuk mendapatkan lokasi optimal
bandar udara dari ketiga alternatif lokasi
bandar udara, maka perlu dicari
persentase rata-rata dari ketiga alternatif
lokasi tersebut dengan cara
menjumlahkan bobot setiap kriteria pada
masing-masing alternatif lokasi
kemudian dirata-ratakan.
Sebagai contoh perhitungan untuk
subkriteria teknis lokasi Tempurukan
adalah sebagai berikut:
1. Kondisi Topografi, struktur tanah,
hidologi dan geologi = 0,09.
2. Jarak bandar udara dengan pusat kota
= 0,39.
3. Aksesibilitas dari dan ke bandar udara
= 0,44.
4. Tersedianya infrastruktur penunjang ke
bandar udara = 0,26.
Tabel 9. Hasil analisis bobot pada subkriteria teknis
No Subkriteria Alternatif lokasi Bobot
1 Kondisi Topografi, Struktur Tanah,
Hidrologi dan Geologi
Tempurukan 0,09
Suka Bangun 0,24
Pesaguan 0,67
2 Jarak Bandar Udara dengan Pusat Kota
Tempurukan 0,39
Suka Bangun 0,51
Pesaguan 0,10
3 Aksesibilitas dari dan ke Bandar Udara
Tempurukan 0,44
Suka Bangun 0,49
Pesaguan 0,08
4 Tersedianya Infrastruktur Penunjang ke
Bandar Udara
Tempurukan 0,26
Suka Bangun 0,63
Pesaguan 0,11
5 Ketersediaan Lahan untuk
Pengembangan Bandar Udara
Tempurukan 0,48
Suka Bangun 0,11
Pesaguan 0,41
6 Kesesuaian dengan RTRW
Tempurukan 0,47
Suka Bangun 0,07
Pesaguan 0,47
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 – JUNI 2010
30
5. Ketersediaan lahan untuk pengem-
bangan bandar udara = 0,48.
6. Kesesuaian dengan RTRW = 0,47
Jumlah =
0,09+0,39+0,44+0,26+0,48+0,47
= 2,13.
Rata-rata = 2,13 / 6 = 0,35.
Persentase = 0,35 100% = 35%.
Tabel 10. Hasil analisis bobot pada subkriteria operasional dan keselamatan operasi penerbangan
No Subkriteria Alternatif Lokasi Bobot
1 Jarak dengan Bandara Terdekat
Tempurukan 0,27
Suka Bangun 0,67
Pesaguan 0,06
2 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
Tempurukan 0,49
Suka Bangun 0,08
Pesaguan 0,44
3 Kondisi Meteorologi
Tempurukan 0,51
Suka Bangun 0,39
Pesaguan 0,10
Tabel 11. Hasil analisis bobot pada subkriteria lingkungan
No Sub Kriteria Alternatif Lokasi Bobot
1 Kondisi Tingkat Perubahan Alam yang Akan
Terjadi
Tempurukan 0,66
Suka Bangun 0,19
Pesaguan 0,16
2 Kawasan Perairan di Sekitar Bandar Udara
Tempurukan 0,33
Suka Bangun 0,33
Pesaguan 0,33
3 Kawasan Pariwisata di Sekitar Lokasi Bandar
Udara
Tempurukan 0,67
Suka Bangun 0,09
Pesaguan 0,24
4 Dampak Terhadap Penduduk Sekitar Lokasi
Tempurukan 0,64
Suka Bangun 0,07
Pesaguan 0,28
Penggunaan Metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam Pemilihan Lokasi untuk Relokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang Kalimantan Barat
(Rudi S. Suyono)
31
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 12. Berdasarkan hasil análisis pada
tabel tersebut diperoleh bahwa alternatif
lokasi Desa Tempurukan memiliki bobot
tertinggi untuk setiap kriteria análisis
yaitu dengan bobot 0,35 untuk kriteria
teknis, 0,42 untuk kriteria operasional
dan KKOP serta 0,58 untuk kriteria
lingkungan.
6. SIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah dilakukan
diperoleh simpulan, bahwa:
a) Berdasarkan Kriteria Teknis diperoleh
alternatif lokasi yang paling optimal
adalah Desa Tempurkan dengan per-
sentase sebesar 35%. Kemudian Desa
Suka Bangun mendapat persentase
sebesar 34% dan Desa Pesaguan
persentasenya sebesar 30%.
b) Berdasarkan Kriteria Operasional dan
Keselamatan Operasi Penerbangan
diperoleh alternatif lokasi yang paling
optimal adalah Desa Tempurukan de-
ngan persentase sebesar 42%. Kemu-
dian Desa Suka Bangun mendapat
persentase sebesar 38% dan Desa Pe-
saguan persentasenya sebesar 20%.
c) Berdasarkan Kriteria Lingkungandi-
peroleh alternatif lokasi yang paling
optimal adalah Desa Tempurukan de-
ngan persentase sebesar 58%. Kemu-
dian Desa Pesaguan mendapat per-
sentase sebesar 25% dan Desa Suka
Bangun persentasenya sebesar 17%.
d) Berdasarkan nilai pembobotan dari
ketiga kriteria yang digunakan seba-
gai variabel dalam metode PHA untuk
menentukan lokasi bandara terbaik
diperoleh bahwa lokasi Desa Tempu-
rukan memiliki bobot/persentase
pemilihan yang tertinggi, sehingga
dapat dikatakan bahwa lokasi Desa
Tempurukan merupakan lokasi
terbaik dari ketiga alternatif lokasi
bandara baru yang dianalisa dalam
studi ini.
Tabel 12. Rekapitulasi pembobotan maing-masing alternatif lokasi bandar udara
No Kriteria Alternatif lokasi Bobot
1 Teknis
Tempurukan 0,35
Suka Bangun 0,34
Pesaguan 0,30
2 Operasional dan Keselamatan Operasi Penerbangan
Tempurukan 0,42
Suka Bangun 0,38
Pesaguan 0,20
3 Lingkungan
Tempurukan 0,58
Suka Bangun 0,17
Pesaguan 0,25
JURNAL TEKNIK SIPIL UNTAN / VOLUME 10 NOMOR 1 – JUNI 2010
32
Daftar Pustaka
Badan Perencanaan dan Pengendalian
Pembangunan Daerah. 2005.
Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Ketapang
Tahun 2006-2016. Pemerintah
Kabupaten Ketapang.
Ben-Akiva, M. & Steven L. R. 1985.
Discrete Choice Analysis : Theory
and Application To Travel
Demand. Cambridge, MA: MIT
Press.
Saaty, Thomas L. 1993. Proses Hirarki
Analitik Untuk Pengambilan
Keputusan Dalam Situasi Yang
Kompleks. PT. Pustaka Binaman
Pressindo.
Saaty, Thomas L. 1994. Fundamentals
Of Decision Making and Priority
Theory With The Analytic
Hierarchy Process. Pittsburgh,
USA.