Contoh Indikator Pembanguan Daerah
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of Contoh Indikator Pembanguan Daerah
INDIKATOR PEMBANGUNAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
DI KAMPUNG SUKARISI RW 06
Diperuntukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Ekonomi Pembangunan
Disusun Oleh :
Pipin Sodikin NMP.
13.110.0028
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI YASA ANGGANA GARUT
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul ”Indikator Pembangunan Dan Tingkat
Kesejahteraan Di Kampung Sukarisi Rw 06” ini tepat pada
waktunya. Pada dasarnya makalah ini diselesaikan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Pembangunan
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada
sumber-sumber informasi yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian makalah ini. Penulis juga berharap kepada
pembaca agar memberikan kritik ataupun saran terhadap
makalah ini untuk perbaikan makalah ini selanjutnya.
Garut, Maret 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULIAN 1
1. Latar Belakang 1
1.1. Indicator Ekonomi
2
1.2. Indicator Non Ekonomi
2
2. Tujuan
3
BAB II LANDASAN TEORI 4
1. Makna Pembanguan
4
2. Proses Pembangunan
6
3. Indikatro Pembanguan
7
4
3.1. Indikatro Ekonomi
8
3.2. Indikatro non Ekonomi
9
3.3. Indikatro Campuran
11
BAB III PEMBAHASAN
13
1. Gambaran Umum Kampung Sukarisi Rw 06
13
2. Pembangunan di Kampung Sukarisi Rw. 06
14
3. Indicator Pembanguan Kampung Sukarisi Rw. 06
15
3.1. Pendapattan Masyarakat
15
3.2. Pendidikam Masyarakat
15
3.3. Fasilitas Pendidikan
16
3.4. Perumahan
16
3.5. Tempat Ibadah
16
5
3.6. Keamanan
16
3.7. Table Indikator Pembangunan Kampung Sukarisi Rw 06
17
3.8. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kampung Sukarisi
Rw 06. 18
BAB IV KESIMPULAN 20
REFERENSI 21
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan mempunyai pengertian dinamis, maka tidak boleh
dilihat dari konsep yang statis. Pembangunan juga mengandung
orientasi dan kegiatan yang tanpa akhir. Proses pembangunan
merupakan suatu perubahan sosial budaya. Pembangunan
menunjukkan terjadinya suatu proses maju berdasarkan
kekuatan sendiri, tergantung kepada manusia dan struktur
6
sosialnya. Pembangunan tidak bersifat top-down, tetapi
tergantung dengan “innerwill”, proses emansipasi diri.
Dengan demikian, partisipasi aktif dan kreatif dalam proses
pembangunan hanya mungkin bila terjadi karena proses
pendewasaan.
Masyarakat yang terbelakang masih sangat tradisional sekali.
Mereka masih terikat dengan nilai-nilai asli dan juga masih
memiliki kerinduan untuk memelihara nilai-nilai tersebut.
Biasanya selalu dikaitkan dengan kebudayaan atau adat
istiadat lokal. Dalam masyarakat yang tradsional tidak
memberikan peluang cukup untuk terjadinya perubahan-
perubahan serta tumbuhnya kekuatan-kekuatan pembaharuan
dalam masyarakat. Yang menyebabkan hal tersebut sangat
kompleks sekali, seperti: kolonialisme dan feodalisme.
Kondisi keterbelakangan juga dapat dilihat dari bidang
ekonomi dan pendidikan. Penyebab utama untuk hal ini adalah
adanya keterbatasan yang amat parah dalam pendapatan, modal
dan ketrampilan. Hal tersebut juga menyebabkan kemiskinan
masyarakat yang berkepanjangan. Di Indonesia, hal itu
disebabkan karena penyebaran penduduk yang tidak merata dan
tingkat urbanisasi yang sangat tinggi. Tingkat pendapatan
buruh tani di pedesaan yang sangat rendah dan upah buruh di
masyarakat industri yang belum mencapai UMR. Gulungtikarnya
perusahaan-perusahaan besar telah menyebabkan angka
pengangguran yang sangat tinggi. Ditambah lagi dengan
7
oportunisme di kalangan elit politik, telah menyebabkan
ketidak stabilan di bidang politik. Hal-hal ini telah
menyebabkan terpuruknya ekonomi rakyat dan mempercepat
pemerataan kemiskinan masyarakat Indonesia. Untuk perubahan
sosial-ekonomi dibutuhkan aparatur negara yang bersih dan
pendidikan masyarakat yang memadai.
Meningkat atau tidaknya pembangunan ekonomi ditentukan oleh
beberapa indicator yang sangat berperan penting dalam
pembanguna ekonomi suatu Negara yaitu ;
1.1 Indikator Ekonomi
1.1.1 Negara berpenghasilan rendah
(Low-income economies) adalah kelompok Negara-negara
dengan GNI per kapita kurang atau sama dengan US$ 745
pada tahun 2001.
1.1.2 Negara berpenghasilan menengah
(Middle-income economies) adalah kelompok Negara-
negara dengan GNI per kapita lebih dari US$ 745 namun
kurang dari US$ 8.626 pada tahun 2001
1.1.3 Negara berpenghasilan tinggi
(High-income economies) adalah kelompok Negara-negara
dengan GNI per kapita US$ 9.206 atau lebih pada tahun
2001
1.2. Indikator Non ekonomi
8
HDI (Human Development Index) dan PQLI (Physical Quality
Life Index) atau indeks mutu hidup.
1.2.1 Indikator Sosial sebagai alternatif indicator
pembangunan
GNP per kapita sebagai ukuran tingkat kesejahteraan
mempunyai banyak kelemahan. Kelemahan umum yang sering
dikemukakan adalah tingkat memasukkan produksi yang
tidak melalui pasar seperti dalam perekonomian
subsisten, jasa ibu rumah tangga, transaksi barang
bekas, kerusakan lingkungan, dan masalah distribusi
pendapatan. Akibatnya bermunculan upaya untuk
memperbaiki maupun menciptakan indicator lain sebagai
pelengkap ataupun alternatif dari indicator kemakmuran
yang tradisional.
1.2.2 Indeks Mutu Hidup (PQLI)
Physical Quality Life Index (PQLI), yang lazim
diterjemahkan sebagai indeks Mutu Hidup (IMH). PQLI
merupakan indeks komposit (gabungan) dari 3 indikator
yaitu :
· Harapan hidup pada usia satu tahun
· Angka kematian
· Tingkat melek huruf.
Untuk masing-masing indicator, kinerja ekonomi suatu
Negara dinayatakan dalam skala 1 hingga 100, di mana 1
9
merupakan kinerja terjelek, sedang 100 adalah kinerj
terbaik.
1.2.3 Human Development Index (HDI)
Seperti halnya PQLI, HDI mencoba merangking semua
Negara dalam skala 0 (sebagai tingkatan pembangunan
manusia yang terendah) hingga 1 (Pembangunan manusia
yang tertinggi) berdasarkan atas 2 tujuan atau produk
pembangunan , yaitu
· Usia panjang yang diukur dengan tingkat harapan
hidup
· Pengetahuan yang diukur dengan rata-rata
tertimbang dari jumlah orang.
Mengingat sangat pentingya pembanguna ekonomi dalam suatu
masyarakat, maka penulis akan menguraikan pembanguna ekonomi
itu sendiri dalam ruang lingkup yang lebih kecil, yaitu
menganalis indikator pembangunan ekonomi dan tingkat
kesejahteraan masyarakat di Kp. Sukarisi Rw. 06 dengan
mengambil sampel dari lingkuman masyarakat langusung, karena
dengan demikian akan diketahui secara nyata bentuk ataupun
hasil dari pembangunan itu sendiri serta hasil yang didapat
akan berpengaruh besar terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat itu sendiri.
2. Tujuan
10
2.1 Untuk menggambarkan proses pembangunan di Kp.
Sukarisi Rw. 06
2.2 Menjelaskan indicator ekonomi dan indicator sosial
serta indicator lainnya yang telah dicapai di Kp. Sukarisi
Rw. 06
2.3 Menjelaskan tingkat kesejahteraan masyarakat Kp.
Sukarisi Rw. 06
11
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Makna Pembangunan
Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan
yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk
Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna
pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan -
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi,
kabupaten, atau kota (Kuncoro, 2004). Namun, muncul
kemudian sebuah alternatif definisi pembangunan ekonomi
menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan per
kapita). Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu
negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi
pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan tradisional
sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur
suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi.
Kontribusi mulai digantikan dengan kontribusi industri.
Definisi yang cenderung melihat segi kuantitatif
pembangunan ini dipandang perlu menengok indikator-
indikator sosial yang ada (Kuncoro, 2004).
Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang
berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional.Pertanyaan
beranjak dari benarkah semua indikator ekonomi memberikan
gambaran kemakmuran. Beberapa ekonom modern mulai
12
mengedepankan dethronement of GNP (penurunan tahta
pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan,
pengangguran, distribusi pendapatan yang semakin timpang,
dan penurunan tingkat pengangguran yang ada. Teriakan para
ekonom ini membawa perubahan dalam paradigma pembangunan
menyoroti bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu
proses yang multidimensional (Kuncoro, 2003).
Beberapa ahli menganjurkan bahwa pembangunan suatu
daerah haruslah mencakup tiga inti nilai (Kuncoro, 2000;
Todaro, 2000):
1. Ketahanan (Sustenance): kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan pokok (pangan, papan, kesehatan, dan
proteksi) untuk mempertahankan hidup.
2. Harga diri (Self Esteem): pembangunan haruslah
memanusiakan orang. Dalam arti luas pembangunan suatu
daerah haruslah meningkatkan kebanggaan sebagai
manusia yang berada di daerah itu.
3. Freedom from servitude: kebebasan bagi setiap individu
suatu negara untuk berpikir, berkembang, berperilaku, dan
berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Selanjutnya, dari evolusi makna pembangunan tersebut
mengakibatkan terjadinya pergeseran makna pembangunan.
Menurut Kuncoro (2004), pada akhir dasawarsa 1960-an,
banyak negara berkembang mulai menyadari bahwa
13
“pertumbuhan ekonomi” (economic growth) tidak identik
dengan “pembangunan ekonomi” (economic
development).Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya
melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan
mereka, memang dapat dicapai namun dibarengi dengan
masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan di
pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan
ketidakseimbangan struktural (Sjahrir, 1986). Ini pula
agaknya yang memperkuat keyakinan bahwa pertumbuhan
ekonomi merupakan syarat yang diperlukan (necessary)
tetapi tidak mencukupi (sufficient)bagi proses pembangunan
(Esmara, 1986, Meier, 1989 dalam Kuncoro, 2004).
Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi
barang dan jasa secara nasional, sedang pembangunan
berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
Inilah yang menandai dimulainya masa pengkajian ulang
tentang arti pembangunan. Myrdal (1968 dalam Kuncoro, 2004),
misalnya mengartikan pembangunan sebagai pergerakan ke atas
dari seluruh sistem sosial. Ada pula yang menekankan
pentingnya pertumbuhan dengan perubahan (growth with change),
terutama perubahan nilai-nilai dan kelembagaan. Dengan kata
lain, pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP sebagai
14
sasaran pembangunan, namun lebih memusatkan perhatian pada
kualitas dari proses pembangunan.
2. Proses Pembangunan
Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional
dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial
dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi
menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur
ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau
pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan
jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional
semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan
menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan
pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi.
Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian
kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap
sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan,
perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi
dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan
transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain, dengan
bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping
adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat,
seperti perubahan dan spiritualisme ke
materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang
15
tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan
tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek
kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik,
yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro
(commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah
adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan
diversifikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh para para
ahli, pembangunan adalah sumua proses perubahan yang
dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.
(Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005). Dengan
semakin meningkatnya kompleksitas kehidupan masyarakat yang
menyangkut berbagai aspek, pemikiran tentang modernisasi
pun tidak lagi hanya mencakup bidang ekonomi dan industri,
melainkan telah merambah ke seluruh aspek yang dapat
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Oleh karena dalam proses
modernisasi itu terjadi suatu proses perubahan yang
mengarah pada perbaikan, para ahli manajemen pembangunan
menganggapnya sebagai suatu proses pembangunan di mana
terjadi proses perubahan dari kehidupan tradisional menjadi
modern, yang pada awal mulanya ditandai dengan adanya
penggunaan alat-alat modern, menggantikan alat-alat yang
tradisional.
16
Selanjutnya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
termasuk ilmu-ilmu sosial, para Ahli manajemen pembangunan
terus berupaya untuk menggali konsep-konsep pembangunan se-
cara ilmiah. Secara sederhana pembangunan sering diartikan
sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih
baik. Karena perubahan yang dimaksud adalah menuju arah
peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang
mengasumsikan bahwa pembangunan adalah juga pertumbuhan.
Seiring dengan perkembangannya hingga saat ini belum
ditemukan adanya suatu kesepakatan yang dapat menolak asumsi
tersebut. Akan tetapi untuk dapat membedakan keduanya tanpa
harus memisahkan secara tegas batasannya, Siagian (1983)
dalam bukunya Administrasi Pembangunan mengemukakan,
“Pembangunan sebagai suatu perubahan, mewujudkan suatu
kondisi kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih
baik dari kondisi sekarang, sedangkan pembangunan sebagai
suatu pertumbuhan menunjukkan kemampuan suatu kelompok untuk
terus berkembang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif
dan merupakan sesuatu yang mutlak harus terjadi dalam
pembangunan.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
pembangunan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan, dalam
arti bahwa pembangunan dapat menyebabkan terjadinya
pertumbuhan dan pertumbuhan akan terjadi sebagai akibat
17
adanya pembangunan. Dalam hal ini pertumbuhan dapat berupa
pengembangan/perluasan (expansion) atau peningkatan
(improvement) dari aktivitas yang dilakukan oleh suatu
komunitas masyarakat.
3. Indicator Pembangunan
Indikator merupakan sumber informasi yang sistematik serta
obyektif yang hamper setiap hari beberapa surat kabar
menulis statistic yang baru dikeluarkan oleh pemerintah.
Indicator adalah sebuah instrument yang menunjukkan
keterkaitan berbagai hal. Pemerintah misalnya, secara
regular mensurvei rumah tangga ataupun perusahaan untuk
mempelajari aktivitas dan dampak kegiatan mereka terhadap
kesejahteraannya. Tanpa adanya indicator-indikator ini, pola
atau gejala yang sedang terjadi serta pengaruhnya akan sulit
diketahui secara pasti. Indikator yang diperoleh secara
survey oleh pemerintah ataupun lembaga yang berkepentingan
digunakan sebagai tolak ukur untuk mengawasi dan merumuskan
suatu kebijakan. Dapat disimpulkan bahwa indicator
pembangunan ekonomi adalah suatu instrument untuk mengetahui
derajat pembangunan yang dilakukan oleh suatu Negara yang
meliputi beberapa aspek. Indikator-Indikator kunci
pembangunan secara garis besar pada dasarnya dapat
diklasifikasikan menjadi :
3.1 Indikator Ekonomi
18
Pendapatan per kapita seringkali digunakan pula sebagai
indicator pembangunan selain untuk membedakan tingkat
kemajuan ekonomi antara Negara-negara nmaju dengan Negara
sedang berkembang. Pendapatan per kapita selain dapat
memberikan gambaran tentang laju pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat di berbagai Negara juga dapat menggambarkan
perubahan corak perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat
yang sudah terjadi di antara berbagai Negara.
Melalui indikator pendapatan perkapita ini Bank Dunia (2003)
mengklasifikasikan negara menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Negara berpenghasilan rendah (low-income economies)
Negara-negara ini memiliki Pendapatan perkapita Kurang
atau sama dengan US$ 745 pada tahun 2001.
2. Negara berpenghasilan menengah (middle-income economies)
Kelompok Negara ini memiliki Pendapatan perkapita lebih
dari US$ 745 namun kurang dari US$ 8.626 pada tahun 2001.
kelompok Negara ini dibagi menjadi :
1) Negara berpenghasilan menengah papan bawah
(lower-middle-income economies)dengan GDP perkapita antara
US$ 746 sampai US$2.975.
2) Negara berpenghasilan menengah papan atas
(upper-middle-income economies) dengan GDP perkapita antara
US$2.976 sampai US$ 9.025.
Namun pada umumnya, Negara sedang berkembang (NSB)
memiliki karakteristik yang relative sama yaitu :
19
a. Tingkat kehidupan rendah dengan ciri penghasilan
rendah, ketimpangan distribusi pendapatan
tinggi, rendahnya tingkat kesehatan dan
pendidikan.
b. Tingkat produktivitasnya rendah
c. Pertumbuhan penduduk dan beban ketergantungannya
tinggi
d. Tingkat pengangguran dan setengah mengganggunya
tinggi dan cenderung meningkat.
e. Ketergantungan terhadap produksi pertanian dan
ekspor produk primer demikian signifikan.
f. Dominan, tergantung, dan rentan dalam hubungan
internasional.
3. Negara berpenghasilan tinggi (high- income economies)
Negara di dalam kelompok ini mempunyai GDP perkapita
sebesar US$ 9.206 atau lebih pada tahun 2001.
Dalam metode Purchasing Power Parity dikenal dua versi yaitu
versi absolut dan versi relatif (Kuncoro, 2001: bab
10).Versi absolut menjelaskan bahwa kurs spot ditentukan
oleh harga relative dari sejumlah barang yang sama
(ditunjukkan oleh indeks harga).Sedangkan, versi relatif
mengatakan bahwa persentase perubahan kurs nominal akan sama
dengan perbedaan inflasi di antara kedua Negara
3.2 Indikator Non Ekonomi
20
Indikator ini merupakan indicator yang diambil dari beberapa
hal pokok yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Sama
halnya dengan indicator sebelumnya, Indikator memiliki
beberapa macam-macam sub- Indikator. Berikut ini adalah
uraiannya.
3.2.1 Indikator Sosial
Ahli Pembangunan Ekonomi yang bernama Beckerman membedakan
berbagai penelitian tentang cara-cara membandingkan
tingkat kesejahteraan dalam 3 kelompok. Kelompok pertama,
merupakan suatu usaha untuk membandingkan tingkat
kesejahteraan yang terjadi dalam masyarakat yang ada di
dalam dua atau beberapa Negara dengan cara memperbaiki
pelaksanaan dalam perhitungan pendapatan nasional biasa.
Usaha ini dipelopori oleh Colin Clark yang selanjutnya
disempurnakan oleh Gilbert dan Kravis. Kelompok kedua,
dengan usaha membuat penyesuaian dalam pendapatan
masyarakat yang dibandingkan dengan melihat pertimbangan
perbedaan tingkat harga disetiap Negara. Kelompok ketiga,
adalah usaha untuk membuat perbandingan tingkat
kesejahteraan dari setiap Negara berdasarkan pada data
yang tidak bersifat moneter seperti, jumlah kendaraan
bermotor, konsumsi minyak, jumlah penduduk yang mengenyam
pendidikan, dan usaha ini dipelopori oleh tokoh yang
bernama Bennet.
21
Dengan cara-cara diatas memiliki kelemahan pada Negara
sedang berkembang. Pada dasarnya Negara berkembang tidak
memiliki data-data tentang cara-cara diatas. Sehingga
Beckerman mengemukakan lagi cara yang lain dalam
membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat di berbagai
Negara yaitu dengan menggunakan data yang bukan bersifat
moneter untuk menentukkan indeks kesejahteraan masyarakat
disetiap Negara. Cara ini sering disebut dengan Indikator
Non-Moneter Disederhanakan. Untuk itu, berikut adalah data
yang dapat digunakan untuk memperoleh indikator tersebut.
a. Jumlah konsumsi baja dalam satu tahun (kg)
b. Jumlah konsumsi semen dalam satu tahun dikalikan
10 (ton)
c. Jumlah surat dalam negeri dalam satu tahun.
d. Jumlah persediaan pesawat radio dikalikan 10.
e. Jumlah persediaan telpon dikalikan 10.
f. Jumlah persediaan berbagai jenis kendaraan.
g. Jumlah konsumsi daging dalam satu tahun (kg).
3.2.2 Indeks Kualitas Hidup dan Indeks Pembangunan
Manusia
Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat, ada
sebuah indeks gabungan yang dikenal dengan Physical
Quality of Line Index (PQLI) danIndeks Kualitas Hidup
(IKH). Indeks ini diperkenalkan oleh Morris D. Morris.
22
Indeks Kulaitas Hidup (IKH) terdiri dari 3 indikator
yakni, tingkat harapan hidup, angka kematian, dan tingkat
melek huruf. Sejak tahun 1990, United Netions for
Development Program (UNDP) mengembangkan indeks yang
sering dikenal dengan istilah Indeks Pembangunan Manusia
(HDI). Sedangkan indicator yang digunakan untu mengukur
indeks ini adalah :
1. Tingkat harapan hidup.
2. Tingkat melek huruf masyarakat.
3. Pendapatan riil perkapita berdasarkan daya beli
masing-masing Negara.
Indeks HDI ini besarannya antara 0 sampai dengan 1,0.
Apabila angka indeks yang diperoleh dari suatu Negara
mendekati 1, maka HDI di Negara tersebut semakin tinggi.
Sedangkan, apabila angka indeks mendekati 0, maka Negara
tersebut memiliki indeks pembangunan manusia yang rendah.
3.3 Indikator Campuran
3.3.1 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu indicator yang digunakan dalam
mengukur pembangunan ekonomi suatu Negara. Pada umumnya,
dalam Negara maju tingkat pendidikan rata-rata tinggi
dengan TPAK dari tahun ketahun selalu meningkat. Negara
maju sangat memperhatikan tingkat pendidikan para
penduduknya. Berbeda dengan Negara sedang berkembang,
pendidikan di NSB masih rendah jika dibandingkan Negara
23
maju. Terbukti tingkat melek huruf dan TPAk serta angka
partisipasi sekolah masih rendah. Sehingga, dari
perbandingan tersebut, indicator yang dapat diukur dalam
pendidikan yakni ; tingkat pendidikan, tingkat melek
huruf, dan tingkat partisipasi pendidikan.
3.3.2 Kesehatan
Kesehatan merupakan hak asasi yang harus dipenuhi demi
keberlangsungannya kehidupan bermasyarakat. Indikator
tingkat kesehatan dapat dilihat dari rata-rata hari sakit
dan ketersediaannya fasilitas kesehatan. Ketika
terpenuhinya pembangunan ekonomi berupa kesejahteraan
dalam bidang kesehatan, dapat dilihat dari beberapa
indikasi berupa tingkat mortalitas yang rendah, angka
pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan angka harapan hidup
yang tinggi.
3.3.3 Perumahan
Rumah merupakan kebutuhan primer yang harus terpenuhi oleh
masing-masing penduduk. Indicator perumahan yang sesuai
dengan tujuan kesejahteraan penduduk yakni sumber air
bersih dan listrik, sanitasi, dan mutu rumah tinggal.
3.3.4 Angkatan Kerja
Penduduk yang dikatakan angkatan kerja adalah orang yang
telah berumur 15-64 tahun. Angkatan kerja ini juga dibagi
lagi menjadi dua yakni bekerja dan sedang mencari
pekerjaan (Menganggur). Indikator yang dapat digunakan
24
untuk mengukur kesejahteraan angkatan kerja adalah,
partisipasi tenaga kerja, jumlah jam kerja, sumber
penghasilan utama, dan status pekerjaan.
3.3.5 KB dan Fertilitas
Indikator yang dapat digunakan yakni, penggunaan asi,
tingkat imunisasi, kehadiran tenaga kesehatan pada
kelahiran, dan penggunaan alat kontrasepsi.
3.3.6 Kriminalitas
Pada dasarnya Negara maju memiliki tingkat kriminalitas
yang rendah, hal ini disebabkan sudah lengkapnya alat
keamanan Negara yang digunakan oleh Negara tersebut. Hal
ini berbeda dengan keadaan di Negara sedang berkembang. Di
NSB, banyak terjadi kriminalitas yang disebabkan beberapa
factor seperti adanya cultural shock, ketidak mampuan
dalam memenuhi kebutuhan, dan adanya kepentingan dari
suatu pihan. Indicator kriminalitas itu sendiri
diantaranya adalah, jumlah pencurian per tahun, jumlah
pembunuhan per tahun, dan jumlah pemerkosaan per tahun.
3.3.7 Akses Media Massa
Akses media bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi
dalam masyarakat itu sendiri. Indikatornya antara lain :
jumlah surat kabar, jumlah radio, dan jumlah televisi.
25
BAB III
PEMBAHASAN
1. Gambaran Umum Kampung Sukarisi Rw. 06
Kampung Sukarisi terletak di Desa Sukalaksana Kecamatan
Banyuresmi Kabupaten Garut. Kampung sukarisi sendiri terbagi
menjadi 3 Rt dengan penduduk berjumlah sekitar 500 jiwa.
Untuk menuju Kampung sukarisi bisa di tempuh melalui jalan
jalur Garut - Bandung, atau melalui jalur menuju Situ
Bagendit Banyuresmi, jalur yang ditempuh dari pusat kota
menuju kampung sukarisi bisa ditempuh dengan waktu sekitar 1
jam perjalanan. Kampung sukarisi tidak terlalu jauh menuju
akses pusat kota karena menuju akses kota bisa ditempuh
menuju dua jalur alternative yaitu dengan jalur menuju jalan
raya Warungpeuteuy atau jalur jalan menuju tempat wisata
situ bagendit.
Pada umumnya struktur geografis kampung Sukarisi berada
didaerah pesawahan sekaligus perkebunan, dengan lahan
pesawahan yang luas serta lahan perkebunanpun memiliki
ukuran yang sama luasnya, dengan demikian perekonomian yang
diambil oleh penduduk kampung Sukarisi bergerak disektor
pertanian. Sector pertanian menjadi sumber utama pendapatan
bagi para penduduk kampung sukarisi. Selain sector pertanian
yang menjadi sumber pendapatan masyarakat, dari sebagian
masyaraktnya yang memiliki bisnis tersendiri ( Home Industry
26
), dengan demikian hal seperti ini bisa membantu menambah
penghasilan bagi masyarakt kampung sukarisi.
Untuk struktur demografi sendiri, kampung sukarisi memiliki
100 lebih kepala keluarga yang menetap, yang kebanyakan
berpenghasilan dari sector pertanian, akan tetapi ada juga
yang berprofesi sebagai guru ataupun wiraswasta. Selain yang
menetap di kampung sukarisi, banyak juga penduduk yang
merantau keberbagai kota dan kebanyakan dari mereka adalah
para pemuda yang mencari kerja, hal ini mengakibatkan
sedikitnya para pemuda yang menetap di kampung. Dikampung
sukarisi memiliki kebiasaan yang selalu dilakukan bersama
(gotong royong) yang pada umumnya selalu dilakukan pada hari
jumat. Pada hari jumat itu para peduduk selalu melakukan
kegiatan-kegitan seperti bersih-bersih dillingkungan rumah,
lingkunagn madrasah, ataupun sekolah, memperbaiki bangunan
umum sampai menjelang solat jumat. Hal ini dilakukan supaya
kebudayan yang dianggap baik bisa terus tumbuh terpelihara
dilingkungan masyarakat itu sendiri dan budaya tradisional
masih melekat pada para penduduknya. Lingkungan sosial
budaya yang masih terpelihara memberi nilai positif, sikap
toleran kepada setiap individu menjadi prioritas utama bagi
masyarakat kampung sukarisi.
27
Akan tetapi, disamping kebudayan yang masih terpelihara
kampung sukarisi masih bisa disebut sebagai kampung yang
masih terbelakng, hal ini bisa dilihat dari infrastruktur
kampung sukarisi sendiri, jalan yang sudah semakin rusak
menjadi hal utama yang menjadi permasalahn, jalan yang
berlubang bisa mengakibatkan terjadinya sesuatu yang tidak
diinginkan, selokan yang ada dipinggir jalan sudah tak cukup
untuk menampung air dikala hujan datang, akibatnya air yang
meluap seringkali memenuhi jalan ditambah lagi tak adanya
lampu penerang jalan yang semakin menambah buruk.
2. Pembangunan di Kampung Sukarisi Rw. 06
Pembanguan merupakan suatu bentuk nyata bagi suatu Negara
atau daerah untuk melakukan perubahan dari segala aspek
salah satunya disektor ekonomi. Suatu daerah dikatakan maju
jikalau daerah tersebut mampu melakukan pembanguna secara
berkala dengan baik dan tepat sasaran, pengelolan yang baik,
pengalokasian sumber-sumber daya yang tepat sasaran akan
mendorong daerah tersebut kepada dasar yang lebih baik lagi.
Akan tetapi tak semua daerah mampu melakukan pembanguna
dengan baik, kurangnya kesadaran akan hal perubahan lebih
baik sangat minim dikalangan masyarakat.
Seperti halnya di kampung Sukarisi Rw 06 pembanguan belum
merata, hal ini dapat dilihat dari akses jalan yang kurang
baik, sepanjang jalan yang menghubungkan antar kampung pun
28
tidak sepenuhnya layak dari batas normal, rumah - rumamh
warga yang masih semi permane, fasilitas umum yang terbatas,
serta kegiatan ekonomi yang masih bersifat tradisional
menunjukan bahwa pembangunan dikampung sukarisi masih
tergolong rendah. Proses pembanguan yang dilakukan terkadang
memakan waktu yang cukup lama, kuranya kesadaran ataupun
pemahaman masyarakat tentang arti pentingnya pembanguan
serta pemikiran yang masih tradisional menjadi alasan bagi
masyarakat sehingga menghambat proses pembangunan itu
sendiri, pada akhirnya pembangunan hanya menjadi PR jangka
panjang masyakat kampung sukarisi Rw 06.
3. Indicator Pembanguan Kampung Sukarisi Rw. 06
Ada beberapa indicator yang menjadi barometer pembanguan di
kampung Sukarisi Rw 06 yaitu ;
3.1. Pendapatan Masyarakat
3.1.1. Pertanian
Sebagai masyarakat yang sebagian besar berpenghasilan dari
hasil pertanian, hal ini tak dapat ditentukan dengan pasti
seberapa besar penghasilan yang diperoleh, karena hasil
yang ada ditentukan oleh baik buruknya pengolahan lahan
pertanian, selain itu factor cuaca sangat berpengaruh
besar akan hasil pertanian itu sendiri. Dikampung sukarisi
pengolahan lahan pertanian sudah mengalami perubahan dari
29
awalnya menggunakan pengolahan tradisional tapi sekarang
sudah memanfaatkan teknologi.
3.1.2. Pegawai Negri Sipil (PNS)
Selain pertanian ada juga sebagian kecil dari masyarakt
kampung Sukarisi Rw 06 yang berprofesi sebagai pegawai
negri sipil, tingkat pendapatan masyarakat yang berprofesi
sebagai pegawai negri sipil sudah tergolong diatas rata-
rata.
3.1.3. Wiraswasta
Disamping bertani, masyarakat kampung sukarisi pun ada
yang membuka usaha sendiri yaitu membuka usaha pembuatan
sepatu. Usaha pembuatan sepatu, selain memberikan kepuasan
kepada pemiliknya juga memberikan kesempatan lapangan
kerja bagi masyarakat kampung sukarisi. Dari usaha inilah
kebutuhan akan lapangan pekerjaan terpenuhi. Terkadang
apabila sedang musimnya persepakbolaan, permintaan akan
kebutuhan sepatu sepak bola menjadi meningkat, sehingga
produksi pun terus bertambah.
3.2. Pendidikan Masyarakat
Pada umumnya masyarkat yang telah berkeluarga hanya sebatas
lulusan SMP, hal ini menunjukan bahwa latar pendidikan
formal masyarakat setempat sangatlah rendah, mereka
berpendapat asal dapat berhitung dan membaca yang lainnya
tak jadi soal, pemikiran tradisional masih melekat pada
masyarakat kampung sukarisi.
30
Akan tetapi untuk saat sekarang, pemikiran tradisional para
kepala keluarga lambat laun sudah mulai memudar, dengan
adanya fasilitas pendidikan seperti sekolah yang semakin
mudah untuk dijangkau hal ini jadikan kesempatan oleh mereka
untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai mencapai perguruan
tinggi. Dengan begitu kesadaran masyarakan akan pentingnya
sekolah sudah mulai muncul.
3.3. Fasilitas Pendidikan
Untuk fasilitas pendidikan yang terdapat di kampong sukarisi
cukup memadai, yaitu dengan adanya sekolah dasar dan sekolah
menengah pertama. Hal ini semakin mempermudah bagi masyakat
untuk menyekolahkan anak-anaknya, dengan demikian program
pemerintah yang mewajibkan wajib belajar 9 tahun akan sangat
mudah terleasasikan.
3.4. Perumahan
Bangunan rumah yang terdapat di kampong sukarisi sangatlah
bervariasi jikalo dtinjau dari segi kelayakannya, ada yang
cenderung memiliki banguna rumah layangknya perumahan kota
ada juga yang belum layak huni. Hal ini sangat nampak jelas
bahwa kemampuan masyarakt untuk memiliki rumah standar layak
huni belum merata untuk kampong sukarisi sendiri.
3.5. Tempat Ibadah
Sebagai masyarakat yang keseluruhannya beragama islam,
dikampung sukarisi Rw 06 memiliki 3 mesjid dengan satu
mesjid utama yang ada di pertengahan kampong serta sebagai
31
pusat kampong. Dimesjid ini sering dilakukan pengajian rutin
setiap minggunya. Di mesjin ini juga sering digunakan
sebagai tepat musyawarah untuk kepentingan umum.
3.6. Keamanan
Untuk keamanan sendiri kampong sukarisi bisa dikategorikan
sebagai kampong yang aman karena beberapa tahun kebelakang
belum pernah terjadinya suatu perkara yang sampai
berhubungan dengan pihak berwajib, meskipun demikian
penjagaan keamanan selalu dilakukan setiap harinya yaitu
dengan adanya kegiatan ronda.
32
3.7. Table Indikator Pembangunan Kampung Sukarisi Rw 06
Table Indikator Pembangunan Kampung Sukarisi Rw 06
NoIndicator
Pembangunan
KriteriaKeterangan
Buruk Ideal Target1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Harapan Hidup
Masyarakt
Angka Melek Huruf
Pendapatan
Masyarakat
- Pertanian
- PNS
- Wiraswasta
Pendidikan
Masyarakat
Fasilitas
Pendidikan
- SD
- SMP
- SMA
Tempat Perbelanjaan
Home Industry
Perumahan
Sarana peribadahan
Keamanan
Kesehatan
25
Tahun
0
1.000.
000
1.500.
000
1.300.
000
0
0
0
0
0
0
1
0
85
Tahun
100
3.000.0
00
3.400.0
00
3.500.0
00
15
1
1
0
20
1
3
4
60
Tahun
100
2.300.0
00
2.300.0
00
2.400.0
00
12
1
1
1
10
1
3
3
75 Tahun
93.8 %
2.000.000
2.700.000
2.000.000
12 Tahun
Baik
Baik
Buruk
13 Warung
1 Home
Industry
Layak huni
3 Mesjid
Sangat aman
1 Mantri
Tidak ada
Buruk
33
16 - Mantri
Akses Informasi
Infrastruktur Jalan
Angkatan kerja
Keluarga Berencana
Posiyandu
0 2 1
Tinggi
Terlaksana
1 Posiyandu
34
3.8. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kampung Sukarisi
Rw 06.
Dalam ilmu ekonomi tingkat kesejahteraan masyarakat diukur
dari pencapaian Human Development Index (HDI), atau yang
lebih dikenal dengan nama Indeks Pembanguan Manusia (IPM),
begitupun untuk mengukur tingkat kesejahteraan kampung
sukarisi Rw. 06 menggunakan metode perhitungan IPM.
Setelah dilakukan survey secara langsung diperoleh data -
data sebagai mana tercantum dalam table indicator Pembanguan
Kampung sukarisi Rw. 06,
Keterangan Data
Indeks Harapan Hidup (IHH)
Indeks Melek Huruf (IMH)
Rata Lama Sekolah (RLS)
Rata Pendapatan
75 Tahun
93.8 %
12 Tahun
Rp. 2.230.000
Dari data diatas dapat ditentukan IPM sebangai berikut;
1. IHA = (75 - 25) : (85 - 25) x 100 = 83.4%
2. IMH = (93.8 - 0) : (100 - 0) x 100 = 93.8%
3. RLS = (12 - 0) : (16- 0) x 100 = 80%
4. IDB = (2.230.000 - 1.267.000) : (3.300.000 -
1.267.000) x 100 = 97.4%
5. IP = (93.8 x 2/3) + (80 x 1/3)
35
= 612.54 + 26.67 = 89.21%
6. IPM = (83.4 + 89.21 + 97.4) : 3
= 90%
Catatn : peroleh IPMTinggi : IPM lebih dari 80,0 Menengah Atas : IPM antara 66,0 – 79,9 Menengah Bawah : IPM antara 50,0 – 65,9 Rendah : IPM kurang dari 50,0
Setelah dilakukan perhitungan diatas dengan data - data yang
terdapat pada tabel Indikator Pembangunan kampung sukarisi
Rw 06 dapat diketahui Indeks Pembangunan Masyarakat sebesar
90%. Indeks Pembanguna Masyarakat dikampung Sukarisi Rw 06
tergolong sangat tinggi yaitu 90%.
Aka tetapi pada nyatanya Indeks Pembanguanan Masyarakat
bukanlah hasil final untuk mengukur kesejahteraan masyarak
itu sendiri senyatanya ukuran sejahtera itu hanya soal
pendapat semata. IPM kampung sukarisi sebesar 90% hanyalah
perhitungan berdasarkan data - data yang tersedia dan hal
ini sangat berbanding terbalik dengan data yang ada
dilapangan, proses pembanguan dikampung sukarisi tergolong
cukup lamban.
36
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Proses pembangunan yang dilakukan dikampung sukarisi
Rw 06 tergolong sangat rendah. Hal ini dapat dilihat
dari infrastruktur jalan dikampung Sukarisi yang
kurang terawatt, sehingga proses pembangunan yang
adapun seakan menjadi PR jangka panjang.
Indicator pembangunan yang telah dicapai oleh kampung
sukarisi Rw 06 yaitu sector pertanian yang semakin
meningkat, sadarnnya akan kepedulian terhadap
pendidikan, serta tumbuhnya kegiatan berwirausaha.
Ditinjau dari Indeks Pembangunan Masyarakat, tingkat
kesejahteraan masyarakat menunjukan angka yang sangat
tinggi yaitu mencapai 90%. Angka ini menunjukan
pembangunan di kampung sukarisi sangat lah baik, akan
tetapi data yang ada tidak sesuai dengan apa yang ada
dilapangan. Indeks Pembangunan Masyarakat bukanlah
hasil final untuk menentukan Tingkat kesejahteraan
masyarakat.
37
REFERENSI
http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/08/rumus-untuk-menghitung-ipm-indeks.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_ekonomi
http://dwiefa.blogspot.com/2011/10/indikator-pembangunan-ekonomi.html
http://ppmkp.bppsdmp.deptan.go.id/index.php/artikel/kepemimpinan-dan-manajemen/
75-indikator-keberhasilan-pembangunan
http://www.academia.edu/4318434/
Pembangunan_Ekonomi_dan_Ekonomi_Pembangunan
38