BAB IV - Digital Library UNS

45
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SLB B-C YPCM Boyolali yang beralamat di Jalan Merapi No. 38, Pulisen, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, 57316. Sekolah ini beroperasi di bawah naungan Yayasan Penderita Cacat Mental (YPCM) dengan status sekolah swasta.Sekolah inimengelola pendidikan luar biasa dari jenjang SDLB, SMPLB, hingga SMALB. SLB B-C YPCM Boyolali berhasil meluluskan peserta didik untuk tingkat pendidikan dasar dan tingkat lanjutan. Peserta didik yang sudah lulus mampu hidup mandiri sehinga tidak sepenuhnya tergantung pada orang lain. 1. Sejarah SLB B-C YPCM Boyolali Sekolah ini berdiri dibawah Yayasan Penderita Cacat Mental.Yayasan ini begerak pada bidang pendidikan anak luar biasa, khususnya anak tunarungu/wicara dan anak tunagrahita. Yayasan ini resmi berdiri pada tahun 1880 dengan berlakunya SK Nomor:UP/I/281/1980. Bapak Bari selaku inisiator pendirian yayasan yang merupakan ketua Yayasan Penderita Cacat Mental yang pertamamerasa bahwa anak-anak berkebutuhan khusus belum mendapat perhatian yang semestinya oleh pemerintah, khususnya di bidang pendidikan pada saat itu.Yayasan Penderita Cacat Mental beralamat di Bolon, Colomadu, Karanganyar. Pada awal berdirinya, yayasan ini mencari sponsor- sponsor dalam upaya membangun pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Dengan diterbitkannya SK Bupati Boyolali, Nomor 421.8/12 tahun 1982 tanggal 19 April 1982maka resmi berdirilah SLB YPCM Boyolali. Pada awal berdirinya, sekolah ini beralamat di Kampung Pambraman, Banaran, Boyolali. Persisnya berada di samping Panti Asuhan Pamardi Utomo Boyolali. Pada saat itu bangunan sekolah masih berbentuk rumah Joglo biasa yang kemudian diberikan sekat-sekat sebagai pembatas antar ruanganya. Status bangunan sekolah ini masih milik warga sekitar, dalam hal ini yayasan mengontrak bangunan tersebut untuk digunakan sebagai gedung sekolah.

Transcript of BAB IV - Digital Library UNS

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB B-C YPCM Boyolali yang beralamat

di Jalan Merapi No. 38, Pulisen, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali,

Provinsi Jawa Tengah, 57316. Sekolah ini beroperasi di bawah naungan Yayasan

Penderita Cacat Mental (YPCM) dengan status sekolah swasta.Sekolah

inimengelola pendidikan luar biasa dari jenjang SDLB, SMPLB, hingga SMALB.

SLB B-C YPCM Boyolali berhasil meluluskan peserta didik untuk tingkat

pendidikan dasar dan tingkat lanjutan. Peserta didik yang sudah lulus mampu

hidup mandiri sehinga tidak sepenuhnya tergantung pada orang lain.

1. Sejarah SLB B-C YPCM Boyolali

Sekolah ini berdiri dibawah Yayasan Penderita Cacat Mental.Yayasan

ini begerak pada bidang pendidikan anak luar biasa, khususnya anak

tunarungu/wicara dan anak tunagrahita. Yayasan ini resmi berdiri pada tahun

1880 dengan berlakunya SK Nomor:UP/I/281/1980. Bapak Bari selaku

inisiator pendirian yayasan yang merupakan ketua Yayasan Penderita Cacat

Mental yang pertamamerasa bahwa anak-anak berkebutuhan khusus belum

mendapat perhatian yang semestinya oleh pemerintah, khususnya di bidang

pendidikan pada saat itu.Yayasan Penderita Cacat Mental beralamat di Bolon,

Colomadu, Karanganyar. Pada awal berdirinya, yayasan ini mencari sponsor-

sponsor dalam upaya membangun pendidikan bagi anak berkebutuhan

khusus.

Dengan diterbitkannya SK Bupati Boyolali, Nomor 421.8/12 tahun

1982 tanggal 19 April 1982maka resmi berdirilah SLB YPCM Boyolali. Pada

awal berdirinya, sekolah ini beralamat di Kampung Pambraman, Banaran,

Boyolali. Persisnya berada di samping Panti Asuhan Pamardi Utomo

Boyolali. Pada saat itu bangunan sekolah masih berbentuk rumah Joglo biasa

yang kemudian diberikan sekat-sekat sebagai pembatas antar ruanganya.

Status bangunan sekolah ini masih milik warga sekitar, dalam hal ini yayasan

mengontrak bangunan tersebut untuk digunakan sebagai gedung sekolah.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44

Kondisi gedung, tenaga pengajar, maupun sarana prasarana lainya masih

sangat terbatas untuk melaksanakan pembelajaran.

Melihat kondisi yang demikian pengurus sekolah maupun yayasan

terus berusaha untuk memperbaiki sekolah. Pada akhirnya di tahun1983SLB

YPCM Boyolali mampu membeli tanah seluas 1000 meter2 di Jl. Merapi,

Pulisen, Boyolali atas bantuan dari sebuah organisasi dari Belanda bernama

STIGEHA. Setelah masa pembangunan dan persiapan seluruh kelengkapan

sekolah serta diterbitkanya SK Depsos Jawa Tengah No.1303/4/PSSM/83

tanggal 2 April 1983, maka secara resmi SLB YPCM pindah ke alamat baru

ke Jl. Merapi no. 38, Pulisen, Boyolali. Kepala sekolah yang pertama adalah

Warbani, S.Pd. Pada masa kepemimpinanya, mampu mempertahankan dan

memberikan pondasi bagi perkembangan SLB YPCM Boyolali maupun

Yayasan Penderita Cacat Mental itu sendiri. Dimulai tanggal 3 Juni 2002

dengan diberlakukanya SK Dinas P dan K Jawa Tengah No. 425.1/0004104,

SLB YPCM secara resmi membuka jurusan B (Tunarungu/Wicara) dan C

(Tunagrahita).

Gambar 4.1 Tampak depan SLB B-C YPCM Boyolali

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Dikarenakan Bapak Warbani, S. Pd. akan memasuki masa pensiun,

maka pada tahun 2010 jabatan Kepala SLB B-C YPCM Boyolali digantikan

oleh Sri Asdati, S. Pd. Pergantian kepala sekolah ini sepenuhnya menjadi

wewenang pengelola yayasan. Dibawah kepemimpinan Sri Asdati, S. Pd.,

SLB YPCM Boyolai mengalami cukup banyak kemajuan. Dari sisi sarana

prasarana, seperti gedung baru, alat-alat keterampilan, dan fasilitas penunjang

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45

lainya. Dengan terpenuhinya sarana prasarana ini dapat mendongkrak prestasi

anak didik maupun gurunya. Beberapa prestasi yang diraih diantaranya

adalah lomba FSL2N yang maju hingga tingkat Nasional, lomba kompetensi

guru tingkat nasional, aneka lomba kepramukaan, dan banyak prestasi yang

lain. Sejak tahun 2018 hingga sekarang, Kepala Sekolah dijabat oleh Niken

Wahyuni, S. Pd. Sebelumnya sekolah ini hanya menampung anak tunarungu

dan tunagrahita. Namun seiring dengan permintaan kebutuhan masyarakat

dari waktu ke waktu, SLB ini bisa menampung semua ketunaan, hanya saja

memang secara formal nama sekolah ini adalah SLB B-C.

2. Visi dan Misi

Visi SLB B-C YPCM Boyolali adalah “Mandiri, terampil, sopan,

tangguh dalam masyarakat.Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.Misi

SLBB-C YPCM Boyolali adalah, 1) Melaksanakan pembelajaran bimbingan

secara efektif dan efisien untuk mengoptimalkan potensi siswa Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK), 2) Menciptakan suasana yang kondusif untuk

semua kegiatan di sekolah serta melatih Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

dalam bermasyarakat, 3) Melatih Anak Berkebutuhan Khusus berkomunikasi

dan bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas, 4)

Mengembangkan ketrampilan, olah raga, kesenian dan budaya, 5)

Membiasakan siswa taat beribadah menurut agama yang dianut.

3. Sarana Prasarana

SLB B-C YPCM Boyolali adalah sekolah luar biasa yanng memiliki

berbagai fasilitas yang memadai untuk siswa. Total sarana dari semua jurusan

yang terdapat di sekolahan ini berjumlah kurang lebih 12 ruang kelas. Setiap

ruangan kelas disediakan 5 meja siswa, 5 kursi siswa, satu meja dan kursi

guru, almari guru, peralatan penunjang pembelajaran berupa papan tulis

(white board), papan absensi siswa, papan tempel hasil karya siswa, gambar-

gambar sebagai penunjang dalam pembelajaran, dan alat-alat kebersihan

kelas seperti sapu, kemoceng, dan tempat sampah. Di setiap ruang kelas

telah menunjang media pembelajaran menggunakan LCD. Atas alasan

keamanan peralatan LCD disimpan di ruang tata usaha. Fasilitas penunjang

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46

untuk pembelajaran lainya adalah adanya ruang komputer, ruang Bina Gerak,

ruang ketrampilan tekstil, ruang ketrampilan memasak, ruang bina diri, ruang

perpustakaan, ruang ketrampilan loundry, dan ruang peralatan olah raga.

Sebenarnya terdapat ruang keterampilan salon dan bengkel, namun sayangnya

peralatan di dalamnya banyak yang mengalami kerusakan. Pada saat ini

kedua ruangan tersebut belum dapat difungsikan dengan baik. Selain

beberapa ruangan penunjang tersebut, juga terdapat ruang standar di sebuah

sekolah seperti ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, ruang

UKS, ruang kantin dan koperasi siswa, mushola, aula, dan tempat parkir.

Sementara itu untuk menunjang kegiatan pembelajaran keterampilan

membatik, SLB B-C YPCM Boyolali menyediakan sarana dan prasarana

yang cukup lengkap, diantaranya adalah: canting, wajan, kompor, gawangan,

celemek, cap batik, meja khusus batik cap, malam/lilin, pewarna, kain,

waterglass, dan soda abu.

4. Guru dan Peserta Didik

Guru di SLB B-C YPCM Boyolali berjumlah 16 orang, terdiri dari

tujuh Guru Tetap (PNS) dan sembilan Guru Tetap Yayasan (GTY).

Diantaranya adalah tiga sebagai guru mapel (SBK, Agama, Olah raga) dan 13

lainya sebagai guru kelas. SLB B-C YPCM Boyolali melayani siswa dengan

bermacam-macam ketunaan yaitu, Tunanetra (A), Tunarungu/Wicara (B),

Tunagrahita (C), Tunadaksa (D), dan Autis. Jumlah siswa di SLB B-C YPCM

Boyolali tahun ajaran 2018/2019 54 siswa, 29 siswa perempuan dan 25 siswa

laki-laki. Penerimaan siswa baru di SLB B-C YPCM Boyolali dilaksanakan

selama jam kerja, tanpa harus menunggu tahun ajaran baru.

5. Pembelajaran SLB B-C YPCM Boyolali

Struktur kurikulum di SLB B-C YPCM Boyolali adalah Kurikulum

13. Sistem pembelajaran di SLB B-C YPCM Boyolali menggunakan sistem

individual dengan melihat kondisi anak-anak SLB yang memiliki bermacam-

macam karakteristik. Pendekatan pembelajaran individual ini diterapkan di

SLB B-C YPCM Boyolali dikarenakan setiap siswa memiliki beranekaragam

karakteristik yang unik, dalam hal ini guru yang mengajar harus

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47

memperhatikan setiap perbedaan pada karakteristik siswa sehingga guru

mampu menentukan strategi belajar yang dibutuhkan oleh siswanya. Dengan

adanya pendekatan pembelajaran individu ini harapannya agar siswa dapat

menerima materi dengan maksimal. Program pelajaran yang terdapat di SLB

B-C YPCM Boyolali terbagi atas pelajaran wajib, muatan lokal, dan

kegiatan pengembangan diri.

Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan untuk anak Tunarungu (B)

memiliki 3 kelompok program kurikuler yaitu sebanyak 11 mata pelajaran

yang wajib diikuti oleh seluruh siswanya. Kelompok A yaitu mata pelajaran

Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial,

Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Inggris. Kelompok B yaitu mata

pelajaran Seni Budaya, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, dan

Keterampilan Pilihan. Kelompok C yaitu mata pelajaran Program Kebutuhan

Khusus. Dalam satu jam pelajaran tatap muka adalah 40 (empat puluh) menit.

Pembelajaran dilangsungkan pada minggu efektif dalam satu tahun pelajaran

(dua semester) adalah 34-38 minggu.

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler yang disusun berdasarkan

kebutuhan daerah yang bahan kajian dan pelajarannya disesuaikan dengan

lingkungan alam, sosial, budaya dan ekonomi serta kebutuhan pembangunan,

daerah yang diorganisasikan dalam mata pelajaran yang berdiiri sendiri.

Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, dalam hal ini SLB

B-C YPCM Boyolali mengembangkan kegiatan Bahasa Jawa.

Sedangkan kegiatan pengembangan diri merupakan kegiatan yang

bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan

mengekspresikan diri dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap siswa sesuai

dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri dilaksanakan melalui

kelas keterampilan vokasional. Kelas keterampilan vokasional bertujuan

untuk membekali siswa dengan kemampuan yang matang dari minat dan

bakatnya untuk masuk ke dunia kerja. Kelas keterampilan vokasional mulai

diterapkan pada jenjang SMPLB hingga SMALB. Kelas vokasional yang ada

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48

di SLB B-C YPCM Boyolali meliputi, kelas menjahit, kelas tata boga, dan

kelas keterampilan (batik, mote, dan hantaran). Mata pelajaran keterampilan

vokasional ini cenderung lebih banyak melakukan kegiatan praktek. Adanya

mata pelajaran keterampilan vokasional ini harapannya membuat siswa

mampu memiliki keterampilan penunjang hidup (life skill) yang mampu ia

gunakan kelak setelah lulus dari SLB B-C YPCM Boyolali.

B. Hasil Penelitian

Kurikulum yang digunakan pada mata pelajaran batik ini menggunakan

kurikulum 2013. MGMP belum membuat silabus secara utuh hanya saja untuk

mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan

“Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas Luar Biasa

Mata Pelajaran Kemandirian Seni Rupa dan Kriya (Batik) Tunarungu”. Berikut

data kompetensi dasar mata pelajaran keterampilan batik tulis kelas X selama

Tahun Ajaran 2018/2019 dengan kompetensi dasar yakni membuat taplak meja

dengan teknik batik tulis yang masing-masing alokasi waktu pembelajarannya

selama 3X35 menit tiap pertemuan.

Tabel 4.1 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

KOMPETENSI INTI1 (SIKAP

SPIRITUAL)

KOMPETENSI INTI2 (SIKAP

SOSIAL)

Menghayati dan mengamalkan

ajaran agama yang dianutnya.

Menghayati dan mengamalkan perilaku

jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli

(gotong royong, kerjasama, toleran,

damai), santun, responsif dan proaktif

dan menunjukan sikap sebagai bagian

dari solusi atas berbagai permasalahan

dalam berinteraksi secara efektif dengan

lingkungan sosial dan alam serta dalam

menempatkan diri sebagai cerminan

bangsa dalam pergaulan dunia

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49

(Sumber: SLB B-C YPCM Boyolali)

KOMPETENSIDASAR KOMPETENSIDASAR

1.1.Mensyukuri nikmat Tuhan atas

rasa keindahan yang

diberikanNya

2.1.Menunjukkan sikap menghargai,

jujur, disiplin, bertanggung jawab,

peduli lingkungan, kerjasama,

sabar, santun, aktif, kreatif,

resoponsif, proaktif sesuai budaya

bangsa Indonesia .

KOMPETENSI INTI3

(PENGETAHUAN)

KOMPETENSI INTI4

(KETERAMPILAN)

Memahami, menerapkan,

menganalisis pengetahuan faktual,

konseptual, prosedural, berdasarkan

rasa ingin tahunya tentang ilmu

pengetahuan, teknologi, seni budaya,

dan humaniora, dengan wawasan

kemanusian, kebangsaan,

kenegaraan, dan peradaban terkait

penyebab fenomena dan kejadian,

serta menerapkan pengetahuan

prosedural pada bidang kajian yang

spesifik sesuai dengan bakat dan

minatnya untuk memecahkan

masalah.

Mengolah, menalar dan menyaji dalam

ranah konkret dan ranah abstrak terkait

dengan pengembangan dari yang

dipelajarinya di sekolah secara mandiri,

dan mampu menggunakan metoda

sesuai kaidah keilmuan.

3.13.Menerapkan peralatan & bahan

yang digunakan dalam proses

perancangan motif batik

4.13.Mendemonstrasikan alat dan bahan

dalam proses perancangan motif

batik.

3.14.Menerapkan peralatan

& bahan yang digunakan

dalam

proses membatik

4.14.Mendemonstrasikaan alat dan

bahan dalam proses membatik

3.15.Memproses desain motif batik

daerah tertentu pada kertas

4.15.Membuat desain motif batik daerah

tertentu dengan berbagai warna

3.16.Menerapkan proses batik tulis

motif derah tertentu di kain

4.16.Membuat batik tulis pada kain

3.17.Menerapkan proses batik

tulis motif daerah setempat

4.17.Membuat proses batik tulis motif

daerah setempat

3.18.Mengkomunikasikan batik

tulis

4.18.Memajang karya batik tulis

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50

Pelaksanaan pembelajaran ini dimulai pada pertengahan bulan Februari

sampai pertengahanbulan April dengan alokasi waktu 18 jam pelajaran. Evaluasi

dilaksanakan dalam bentuk penilaian proses harian dan penilaian hasil karya.

Jadwal pembelajaran mata pelajaran Seni Rupa rombel kelas besar

tunarungu/wicara semester genap tahun 2018/2019 jatuh pada hari Kamis jam ke

5-7 (09:30-11:30 WIB). Pada tahun pelajaran 2018/2019 Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) untuk mata pelajaran Seni Budaya kelas X sampai kelas IX

adalah 70.

Guru mata pelajaran seni rupa di SLB B-CYPCM Boyolali diampu oleh

bapak Wahyu Kencono Wijayanto,S.Sn, yang merupakan alumnus S1 Seni Rupa

di Universitas Sebelas Maret tahun 1999, beliau mengajar di SLB B-C YPCM

Boyolali sejak tahun 2013. Bapak Wahyu tidak hanya mengajar di SLB B-C

YPCM Boyolali, namun juga beberapa sekolah lainnya seperti, SD Negeri 1

Boyolali, SD Negeri 7 Boyolali, SLB Negeri Boyolali, dan mengajar

ekstrakulikuler di beberapa sekolah lainnya. Sehingga beliau perlu untuk

mengatur jadwal pelaksanaan pembelajaran sehingga tidak saling berbenturan.

Dalam pembelajaran, bahasa yang digunakan Bapak Wahyu adalah

komunikasi total. Komunikasi total meliputi bahasa isyarat dan bahasa dengan

pelafalan secara perlahan. Pada saat awal mengajar anak tunarugu, Bapak Wahyu

merasa kesulitan untuk berkomunikasi. Namun seiring berjalannya waktu, beliau

mampu menerapkan komunikasi total ini, walaupun dalam beberapa hal seperi

istilah asing atau kosa kata yang kurang familiar masih ditemui kendala.

Siswa yang tergabung dalam rombel kelas besar tunarungu/wicara

berjumlah 3 orang diantaranya adalah, Erna Febriyanti (Erna), Istiqomah

Kurniasari Saputri (Putri), dan Suryo Hardiansyah (Suryo). Peserta didik

mengalami keterbatasan dalam pendengaran. Hal ini berpengaruh pada

kemampuan bahasanya yang kurang. Dalam perbendaharaan kosa kata mereka

sangat terbatas. Karena itu juga maka, dalam memahami kalimat mereka

mengalami sedikit hambatan. Untuk berkomunikasi sesama siswa tunarungu

mereka biasa mengunakan bahasa isyarat. Suatu kalimat dibuat sesederhana

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51

mungkin agar lebih mudah dimengerti maksudnya. Karena kebiasaan penggunaan

bahasa isyarat ini mengakibatkan anak-anak tunarungu sering kesulitan dalam

memaknai atau menyusun kata-kata dalam satu kalimat yang baik. Sedangkan

untuk berkomunikasi dengan orang pada umumnya, mereka juga lebih sering

menggunakan bahasa isyarat. Mereka mampu membaca gerakan bibir lawan

bicara apabila huruf vokal dilafalkan dengan jelas dan pelafalannya perlahan.

Dalam berkomunikasi dengan anak tunarungu, guru biasa mengulang hingga

beberapa kali, hingga guru benar meyakini maksud yang diterima oleh anak dan

yang disampaikan oleh guru benar-benar sama.

Pada pembelajaran keterampilan batik ini, guru telah menyiapkan 2

Rencana Pembelajaran (RPP) untuk 5 kali pertemuan, yaitu Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran I untuk satu kali pertemuan dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

II untuk empat kali pertemuan. Dalam Rencana Pembelajaran (RPP) I pada

pertemuan pertama, dengan standar kompetensi: Mengekspresikan diri melalui

karya seni rupa dan kompetensi dasar: membuat seni kriya tekstil dengan teknik

dan corak daerah setempat secara sederhana berdasarkan rancangan yang

dibuatnya. Alokasi waktu 1 kali pertemuan (3 jam pelajaran). Tujuan

pembelajaran dalam rencana pelaksanaan pembelajaran ini adalah: siswa dapat

mendeskripsikan konsep kriya tekstil dan memahami arti kriya tekstil serta

mengetahui langkah-langkah membuat kriya tekstil batik. Karakter yang

diharapkan melalui pembelajaran ini yaitu: disiplin, tanggung jawab, ketelitian,

kerja sama, percaya diri, kecintaan. Materi yang akan diajarkan sesuai dengan

indikator yaitu konsep seni kriya tekstil, cara membuat seni kriya tekstil dengan

membatik sesuai motif dan corak daerah setempat secara sederhana. Model yang

digunakan dalam pembelajaran ini adalah model pembelajaran CTL dengan

metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas.

Langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan awal meliputi persepsi dan

motivasi dengan penyampaian informasi tentang kompetensi dasar dan tanya

jawab berbagai hal terkait dengan wawasan siswa mengenai materi yang akan

diajarkan. Kegiatan ini meliputi Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi,

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52

sedangkan kegiatan akhir diisi dengan membuat rangkuman/simpulan pelajaran,

penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan merupakan

umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. Rencana evaluasi pada

pertemuan ini berupa tes tertulis mengenai pengertian, peralatan, dan langkah-

langkah membuat karya batik.

Pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) II dilaksanakan untuk 4

kali pertemuan, dari Standar Kompetensi mengekspresikan diri melalui karya seni

rupa, Kompetensi Dasar membuat seni kriya tekstil dengan teknik dan corak

daerah setempat berdasarkan rancangannya. Tujuan pembelajaran yang akan

dicapai adalah siswa dapat membuat pola batik pada kain mori berdasarkan

desainnya, membatik tulis dengan bahan lilin dan alat canting, dan mewarnai

kain batik. Karakter yang diharapkan melalui pembelajaran ini yaitu: disiplin,

tanggung jawab, ketelitian, kerja sama, percaya diri, kecintaan. Pemilihan materi

pembelajaran yaitu: Contoh seni kriya tekstil dan langkah-langkah membatik

pada kain denganteknik dan motif sederhana rancangannya sendiri. Model

pembelajaran yang dipilih adalah CTL menggunakan metode demonstrasi dan

pemberian tugas, dengan langkah-langkah pembelajaran terdiri dari 3 (tiga)

langkah kegiatan yaitu: 1) Kegiatan pendahuluan yang meliputi apersepsi dan

motivasi, 2) Kegiatan inti yang didalamnya terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi dan

Konfirmasi, 3) Kegiatan penutup dengan penyampaian kesimpulan. Kegiatan

penilaian berupa tes praktek/kinerja membuat karya batik pada kain dengan teknik

mencanting.

1. Pertemuan Pertama

Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2019.

Pada hari itu Bapak Wahyu datangke SLB B-C YPCM Boyolali pukul 9:15

WIB. Ketika bel tanda masuk jam ke 5 berbunyi pada pukul 9:45 WIB beliau

langsung menuju kelas. Di dalam kelas siswa telah dalam keadaan siap untuk

menerima pelajaran. Guru membuka dengan bahasa isyrarat dan pelafalan

secara perlahan dimulai dari salam dan berdoa, kemudian guru mengecek

kehadiran siswa dan mengkondisikan siswa untuk tenang agar dapat

menerima pembelajaran dengan baik. Kemudian guru menyampaikan tugas

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53

yang akan dilaksanakan beberapa pertemuan kedepan, yaitu membuat karya

batik tulis berukuran 1m x 1m. Dalam menyampaikan tugas yang akan

dikerjakan, beberapa kali beliau mengulang pengucapan dan peragaan bahasa

isyarat, serta menuliskan detail tugas tersebut pada white board. Sebelum

menjelaskan materi, guru memperlihatkan beberapa lebar kertas HVS

bergambar motif batik yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Gambar 4.2 Guru sedang menjelaskan materi batik

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Dengan rangsangan tersebut, siswa diajak untuk mulai

memperhatikan penjelasan guru. Pertama-tama guru menuliskan perngertian,

jenis, beberapa motif batik, dan peralatan yang dibutuhkan dalam membuat

batik. Kemudian peserta didik dipersilahkan untuk mencatat terlebih dahulu

apa yang tertulis pada whiteboard. Disela-sela waktu itu guru juga beberapa

kali melempar pertanyaan kepada peserta didik menggunakan bahasa isyarat

yang kurang lebih artinya, “Apakah sudah pernah membatik sebelumnya?”.

Seluruh siswa menjawab belum pernah. “Apakah pernah melihat proses

membatik?”, guru melanjutkan. Erna dan Suryo menjawab pernah,

sedangkan putri menjawab belum. Setelah siswa selesai mencatat, guru

melanjutkan menjelaskan pembelajaran. Guru mengulangi pengertian batik

yang telah beliau tulisakan, kemudian menanyakan pada salah satu siswi

bernama Erna, “Batik mana?”(sembari menggunakan bahasa isyarat, yang

kurang lebih artinya menyuruh siswa untuk memberikan contoh batik

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54

disekitarnya). Erna merespon dengan menunjukkan bahwa baju seragamnya

adalah batik. Kemudian guru mengangguk dan memberikan apresiasi dengan

menunjukan isyarat positif kepada siswa.

Kemudian untuk menerangkan mengenai jenis batik guru telah

mempersiapkan contoh kain batik tulis dan batik cap. Selanjutnya guru

menanyakan pada seluruh siswa mana yang batik cap mana yang batik tulis.

Siswa cukup antusias dengan berebut menunjuk batik yang diperlihatkan

oleh guru. Kemudian guru memberikan kesimpulan akhir, “yang inilah batik

tulis, yang inilah batik cap”, beserta menunjukkan beberapa ciri dari batik

tulis dan batik cap. Kegiatan selanjutnya, guru mengeluarkan peralatan yang

digunakan untuk membatik yang diantaranya adalah kompor gas portable

dan wajan, canting, malam/lilin, zat pewarna beserta waterglass, dan kain

katun primis.Bapak Wahyu memperlihatkan setiap peralatan sembari

menerangkan proses pembuatan batik tulis di white board. Siswa

dipersilahkan untuk menyentuh dan mencoba mensimulasikan penggunaan

alat tersebut. Peserta didik riuh bertukar pendapat mengenai peralatan

membatik.

Setelah dirasa cukup, guru dengan menggunakan bahasa isyarat

menyuruh salah satu siswa bernama Suryo untuk mengambil beberapa

lembar kertas HVS di ruang TU. Sembari menunggu, guru mulai mengambar

motif-motif batik yang mengambil ide dari ikon-ikon Kabupaten Boyolali.

Setelah kertas untuk menggambar motif sudah siap, peserta didik mulai

berkreasi menggambar motif batik. Guru juga mengistruksikan menggunakan

bahasa isyarat kepada siswa untuk boleh membuka internet dimasing-masing

handphone miliknya. Beliau juga memberikan kata kunci pencarian, agar

mudah dalam mencari referensi. Bapak Wahyu juga berkeliling melihat

pekerjaan dari masing-masing anak didiknya. Guru juga memberikan

masukan kepada siswa terkait pembuatan motif. Setiap anak diharuskan

membuat minimal 3 motif utama untuk mengisi bidang kain yang disediakan.

Siswa menggambar motif dari pukul 10:15 sampai dengan pukul

11:15 WIB. Siswi bernama Erna menggambar motif batik seperti apa yang

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55

dicontohkan di depan kelas. Erna dapat menggambar 5 motif batik. Karakter

motif yang digambar oleh Erna dapat dibaca dengan baik. Waktu yang

diperlukan juga lebih cepat dibandingkan teman-temanya satu kelas. Bapak

Wahyu hanya sedikit memberikan saran agar komposisi gambar terlihat lebih

menarik. Dalam proses membuat motif, Erna dapat mengerjakan dengan baik

dan tidak mengalami kendala yang berarti.

Gambar 4.3 Siswi bernama Erna sedang membuat pola batik

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Siswi bernama Putri juga mencontoh gambar motif di whiteboard.

Putri hanya mempu menggambar 2 motif jadi dan 1 motif yang belum tuntas.

Dilihat dari hasil dan selama proses memnggambar, Putri sebenarnya

mempunyai kemampuan untuk bisa menggambar motif dengan baik. Hanya

saja dia tidak bisa menjaga konsetrasinya. Dia terlalu sering untuk melihat

ponsel miliknya, namun bukan untuk melihat referensi foto. Putri juga terlalu

sering istirahat dengan menaruh kepalanya di meja dalam waktu yang cukup

lama. Bapak Wahyu beberapa kali menyuruh untuk segera mengerjakan.

Namun tetap saja, akhirnya motif yang dihasilkannya hanya berjumlah 2

motif.

Siswa bernama Suryo juga mencoba untuk meniru gambar yang

diberikan oleh guru. Dia membuat total 4 buah motif utama. Dalam

menyelesaikan gambar, Suryo cenderung untuk tergesa-gesa. Beberapa kali

Bapak Wahyu meminta untuk menambahkan beberapa elemen ise-isen dalam

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56

motifnya agar terlihat penuh. Karakteristik objek yang menjadi ide dasar

motif-motifnya juga belum terlihat dengan jelas. Dalam membimbing Suryo

Bapak Wahyu memberikan contoh langsung pada kertas gambar milik suryo.

Suryo kemudian melanjutkan contoh gabar tersebut.

Setelah semua siswa selesai menggambar motif mereka, kemudian

guru menginstruksikan kepada Putri dan Erna untuk mengambil kain primis

di ruang keterampilan tekstil. Siswa dibimbing guru memotong sendiri kain

primis yang akan digunakan untuk praktek berkarya batik. Setelah kain siap,

siswa segera diminta memindahkan motif yanng sebelumya digambar di

kertas ke kain. Dalam memindahkan motif, siswa hanya menggunakan

bangku belajar biasa. Siswa sesekali terlihat memiringkan kepalanya untuk

Gambar 4.4 Motif batik karya siswa

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Sembari menunggu peserta didik menyelesaikan pekerjaanya, Bapak

Wahyu menulis beberapa catatan dalam proses berkaya dan sikap peserta

didik ketika mengikuti pembelajaran keterampilan batik. Hingga pukul 11:25

WIB peserta didik belum selesai memindahkan motif ke kain. Maka dari itu

kain yang belum selesai dipola dihimbau untuk dibawa pulang, sehingga

dapat dikerjakan di rumah. Mengingat jam pelajaran segera berakhir, guru

bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran pada pertemuan pertama

ini. Guru menyakan apakah ada beberapa materi yang belum dipahami.

Siswa dengan serentak menjawab “Tidak”. Guru kemudian mempersilahkan

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57

peserta didik untuk membereskan peralatanya. Sebelum pelajaran diakhiri,

Bapak Wahyu mengingatkan kembali denngan bahasa isyarat dan pelafalan

kosa kata perlahan, “Dikerjakan, di rumah”. Pada pukul 11:35 WIB Bapak

Wahyu mengakhiri pertemuan pertama dengan mengucapkan salam.

b. Pertemuan Kedua

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 21 Februari

2019. Seperti pertemuan pertama, Bapak Wahyu datang pada pukul 9:15

WIB. Ketika bel masuk berbunyi beliau segera menuju kelas. Setibanya di

kelas, guru hanya menemui siswi bernama Putri. Bapak Wahyu kemudian

menyuruhnya untuk memanggil teman-temannya masuk ke kelas. Beliau

menayakan alasan keterlambatan dari murid-muridnya. Mereka beralasan

bahwa tidak tahu kalau sudah masuk. Bapak Wahyu mengingatkan kepada

muridnya menggunakan bahasa isyarat bahwa, apabila sudah jam 9:45 WIB

segera masuk kelas. Murid menerima teguran tersebut dengan mengangguk

dan tersenyum kepada guru, kemudian gestur tanganya mengisyaratkan tanda

permintaan maaf. Selanjutnya guru membuka pelajaran dengan

mengucapkan salam dan menyiapkan situasi yang kondusif untuk

dilaksanakan pembelajaran.

Gambar 4.5 Guru sedang berkomunikasi dengan siswa

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Ketika kondisi peserta didik sudah siap, Bapak Wahyu menyuruh

siswa untuk duduk tenang dan mengeluarkan pola batik yang seharusnya

sudah mereka selesaikan di rumah. Namun, pada pertemuan ini siswa belum

sepenuhnya menyelesaikan tugasnya itu di rumah. Hanya Erna yang sudah

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58

mengerjakan di rumah, peserta didik yang lain bahkan kainya ditinggal di

sekolahan. Ketika ditanya alasanya, siswa beralasan bahwa dirinya lupa akan

tugas tersebut. Bapak Wahyu tetap sabar dalam menasihati muridnya itu.

Ketika peneliti konfirmasi kepada guru atas kejadian tersebut, beliau

mengungkapkan, “Lha gimana lagi mas. Wong sebenarnya mereka sudah

mau berangkat saja, alhamdulillah. Mereka mau mengerjakan seperti ini. Itu

sudah luar biasa”. Kemudian beliau menginstruksikan peserta didik untuk

kembali menyelesaikan memindah motif batik.

Gambar 4.6 Siswa sedang memola kain batik

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Siswi Erna mengawali dengan bertanya atau meminta saran dari guru.

Motif batik karya Erna dikomposisikan secara simetris. Sementara itu siswa

yang lain tidak segera memindahkan gambar motif mereka. Mereka terlihat

sedikit kebingungan mengkomposisikan gambar-gambar yang masih

berbentuk motif yang terpisah-pisah. Ketika Bapak Wahyu memeberikan

penjelasan pada Erna mereka juga terlihat memperhatikan dengan penuh

konsentrasi. Setelah Erna memulai menggambar kembali, mereka bertanya

pada Erna. Mereka saling berdiskusi menggunakan bahasa isyarat. Setelah

beberapa saat, guru meminta anak-anak untuk kembali melanjutkan proses

memindahkan motif mereka. Dalam proses inisiswa Erna tidak melewatkan

elemen-elemen dalam motifnya, sehingga hasil pola pada kain cukup baik.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59

Sementara itu siswi bernama Putri sedikit malas untuk kembali

mengulang gambarnya. Seperti pertemuan sebelumnya, dia kerap bermain

ponsel dan terlalu lama beristirahat. Guru beberepa kali meminta untuk

melanjutkan pekerjaanya. Hasil akhir pola pada kain yang dihasilkan oleh

Putri cukup luwes namun masih banyak tempat yang kosong. Komposisi

yang ia terapkan mirip seperti karya milik Erna. Sedangkan siswa bersama

Suryo menggambar dengan tenang, dia tidak banyak bertanya kepada guru.

Ketika menggambar, Bapak Wahyu sering memperingatkan pada Suryo

bahwa ada beberapa bagian motif belum dijiplak. Guru mengamati kegiatan

siswa sembari membuat catatan kegiatan pada hari ini. Setelah kain telah

selesai dipola, kain tersebut dikonsultasikan terlebih dahulu kepada guru.

Masuk dalam proses mencanting, siswa diinstruksikan untuk

mengambil peralatan mencanting di ruang tekstil. Guru mengkondisikan

tempat pembelajaran mencanting di bagian emperan depan kelas. Tempat ini

dipilih karena dirasa lebih aman dibandingkan jika pembelajaran berada di

dalam kelas yang terdapat banyak benda mudah terbakar. Setelah seluruh

peralatan lengkap, guru bersama siswa mempersiapkan peralatan untuk

proses mencanting. Siswa memperhatikan contoh pemasangan peralatan,

tingkat kepanasan, tingkat kecairan malam, hingga memegang canting yang

benar yang diperagakan oleh guru. Setelah dirasa cukup, siswa diperbolehkan

untuk mencoba menorehkan malam pada kain yang tidak terpakai. Siswa

sangat antusias mencoba pengalaman barunya ini. Sesekali ada beberapa

siswa yang masih kesulitan dalam menorehkan malam. Permasalahan seperti

malam yang tidak tembus dan malam yang ditorehkan meluber ke tempat

yang tidak diharapkan cukup sering terjadi. Alasan kenapa permasalahan

tersebut terjadi kemudian dijelaskan oleh guru. Guru selalu mengingatkan

bagaimana teknik yang benar dalam menorehkan malam di kain.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 60

Gambar 4.7 Proses mencanting

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Setelah dirasa cukup terampil, siswa dianjurkan untuk memulai

menorehkan malam pada kain yang sudah dipola sebelumnya. Walaupun

sudah berhati-hati dalam mengerjakan proses ini, tetap saja ada malam yang

meluber ke bagian kain yang tidak diinginkan. Melihat hal tersebut, siswa

diberikan solusi oleh guru untuk merespon hal tersebut, seperti melanjutkan

lelehan malam menjadi motif daun atau motif lainya sesuai kreatifitas anak.

Siswa tetap dibimbing oleh guru dalam melaksanakan proses ini. Bapak

Wahyu juga membuat catatan harian terkait pembelajaran pada pertemuan

ini.

Ketika siswa rombel kelas besar praktik diluar ruangan, tentunya

akan menarik perhatian siswa kelas lain. Beberapa anak melihat dari jarak

yang cukup dekat karena penasaran. Kedatangan anak kelas lain ini sedikit

mengganggu kondusifitas kelas. Bapak Wahyu bersama guru kelas lain

mencoba untuk menasihati anak-anak ini. Ketika diperingatkan mereka

menjauh, namun tetap saja beberapa waktu kemudian mereka kembali lagi.

Hingga akhir pertemuan kedua, proses mmencanting belum selesai

seluruhnya. Siswa dihimbau untuk merapikan peralatan membatik yang

digunakan. Sebelum pelajaran diakhiri guru kembali mengingatkan kepada

para peserta didik untuk berhati-hati dalam mencating dan selalu menerapkan

teknik mencanting yang baik dan benar. Kemudian guru mengakhiri

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 61

pelajaran dengan mengucapakan salam dan menginstruksikan kepada siswa

untuk mengembalikan peralatan di ruang keterampilan tekstil.

c. Pertemuan Ketiga

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari kamis, tanggal 28 Februari

2019. Pada pertmuan ini pembelajaran dilaksanakan lebih awal, karena

terdapat pergantian jadwal pelajaran. Pembelajaran dilaksanakan mulai pukul

08:00 WIB, namun Bapak Wahyu sudah bersiap di ruang guru dari pukul

07:00 WIB. Ketika anak-anak sudah siap di kelas, beliau membuka

pembelajaran dengan mengucapkan salam, berdoa, dan mengecek kehadiran

siswa. Pada pertemuan ketiga ini salah satu peserta didik bernama Putri tidak

berangkat sekolah tanpa ada surat ijin. Bapak Wahyu kemudian

menayakanhal ini pada teman sekelasnya. Menurut informasi siswi bernama

Erna, Putri sedang berada di Solo, namun dia tidak mengetahui untuk

keperluan apa Putri di Solo. Selanjutnya guru mengkondisikan tempat

dibagian emperan kelas agar pembelajaran dapat segera dimulai.

Guru kemudian menginstruksikan kepada siswa untuk mengeluarkan

pekerjaan pada pertemuan sebelumnya. Bapak Wahyu melihat satu persatu

dan sedikit mengulas teknik mencanting dari setiap karya siswa. Setelah itu

guru memberikan isyarat kepada siswa untuk mengambil dan

mempersiapkan perlatan membatik mereka secara mandiri. Setelah peralatan

siap, siswa diperkenankan melanjutkan pekerjaan mencanting mereka hingga

selesai. Dalam proses ini Erna mengalami sedikit kesulitan. Dia belum bisa

santai dalam memegang canting. Karena cantingnya sedikti bergetar, hasil

cantinganya kurang baik. Guru meminta Erna tetap rileks. Hasil akhir

cantinganya terlihat pada beberapa bagian motif cantinganya juga tidak

tembus. Bapak Wahyu meminta untuk mengulangi pelapisan malam pada

bagian sebaliknya. Berbeda dengan Erna, Suryo terlihat luwes dalam

menggunakan canting. Goresannya tembus dan rapi. Hanya terdapat sedikit

lelehan malam, namun dapat dia respon dengan meneruskan lelehan itu

menjadi motif yang baru. Guru mengapresiasi dengan memberikan isyarat

positif kepadanya.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62

Kain yang sudah ditoreh malam, kemudian dikonsultasikan kepada

guru, apakah masih ada malam yang tidak tembus atau belum menyatu antar

sisinya. Guru juga menjelaskan akibat dari hal tersebut dalam proses

pewarnaan nantinya. Bapak Wahyu terus mengamati proses pengerjaan

peserta didiknya. Setelah proses pencantingan selesai, kegiatan dilanjutkan

ke proses pewarnaan. Proses pewarnaan dilaksanakan di halaman depan

kelas yang merupakan hamparan atap gedung yang cukup rata dan terbuka.

Tempat ini cukup memungkinkan untuk proses pewarnaan sekaligus

penjemuran batik. Semua alat dan bahan yang akan digunakan ini juga

disediakan oleh sekolah sebagai penunjang dalam pembelajaran. Alat dan

bahan yang digunakan dalam proses pewarnaan ini antara lain, remasol/

pewarna, waterglass, beberapa botol air mineral, ember kecil, dan sarung

tangan.

Gambar 4.8 Proses pewarnaan dasar kain batik

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Sebelum memulai praktek pewarnaan, guru telebih dulu menjelaskan

dan memperagakan secara langsung tahapan proses pewarnaan yang akan

dikerjakanmenggunakan kain yang telah dicanting pada kegiatan pameran

pada semester sebelumnya. Tahapan tesebut meliputi rasio pencampuran

antara pewarna dengan air, cara mewarna batik, dan cara mengikat warna

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 63

menggunakan waterglass. Siswa memperhatikan contoh yang diperagakan

guru dengan seksama. Beberapa kali terlihat mereka berdikusi dengan teman

mereka menggunakan bahasa isyarat. Setelah itu peserta didik secara

bergantian diperbolehkan untuk memulai proses pewarnaan dasar. Guru juga

menyediakan sarung tagan plastik agar tangan peserta didik tidak kotor. Kain

batik yang sudah diwarna dasaran kemudian dijemur diatas atap gedung.

Karena hanya dihamparkan diatas atap tanpa penahan, seringkali kain batik

tertiup oleh angin. Siswa harus selalu mengecek bagaimana keadaan

pekerjaannya.

Gambar 4.9 Proses penjemuran kain batik

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Sebelum pembelajaran diakhiri, guru kembali mengulang secara

singkat bagaimana prosedur pewarnaan batik dan hal-hal yang harus

diperhatikan dalam pewarnaan batik. Bapak Wahyu juga mengingatkan

bahwa pertemuan berikutnya kegiatan yang dilakukan adalah proses nyolet.

Maka dari itu, beliau meminta besok kain harus sudah didasari warna

termasuk karya milik Putri. Siswa juga diberitahu untuk terlebih dahulu

mempersiapkan bahan pewarnaan sehingga waktu dapat digunakan secara

efisien. Pada pertemuan ini berlangsung lebih lama, pembelajaran diakhiri

sekitar pukul 10:30 WIB. Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan

salam dan mengingatkan peserta untuk membereskan kembali peralatan

mencanting maupun peralatan pewarnaan.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 64

d. Pertemuan ke 4

Pertemuan keempat dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2019, seperti

biasa, Bapak Wahyu sudah berada di sekolah sebelum bel masuk berbunyi.

Guru masuk kelas tepat pada jadwal yang sudah ditentukan. Semua siswa

sudah membawa hasil karya masing-masing yang sudah didasari

warna.Pertemuan keempat ini melanjutkan pewarnaan selanjutnya (proses

nyolet). Para siswa datang lebih awal untuk mempersiapkan alat dan bahan

yang digunakan untuk proses pewarnaan. Alat dan bahan yang digunakan

dalam proses pewarnaan ini antara lain,pewarna remasol, waterglass,

mangkok, dan kuas. Pertemuanini diawali dengan mengulang kembali

penjelasan mengenai cara menyolet. Selanjutnya guru memberikan contoh

cara memberikan warna pada kain yang sudah digambar, siswa mengamati

dengan teliti dan antusias. Setelah guru memperagakan, satu persatu anak

disuruh untuk mencoba mencolet,kemudian para siswa mulai mengerjakan

tugasnya. Guru mengamati siswa yang mengerjakantugassembari sesekali

membimbingdan mengarahkannya. Dalam menjelaskan pengetahuan ini, guru

dan peserta didik sesekali bersendau gurau dengan akrab menggunakan

bahasa isyarat yangdigunakan oleh siswasehari-hari.

Gambar 4..10 Guru mendampingi siswa dalam proses menyolet

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Erna menyolet dengan cukup baik.Hasil coletanya penuh dan rata. Dia

beberapa kali meminta saran pada guru, warna apa yang cocok untuk mengisi

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 65

bagian-bagian motifnya. Bapak Wahyu memberikan kebebasan padanya

untuk mengaplikasikan warna yang Erna suka. Di beberapa bagian hanya ada

sedikit warna yang menerobos keluar bidang motif. Sementara itu Putri

menyakan, kenapa pada karyanya banyak warna yang menerobos keluar

bidang motif. Bapak Wahyu menunjukkan ada beberapa bagian cantinganya

yang pecah karena terlipat atau tidak menyatu antar sisinya. Di beberapa

bagian masih terdapat sedikit tetesan warna atau coletan kuas yang keluar dari

bidang motifnya. Dalam memilih warna Putri cukup berani memilih warna

dan mencampur beberapa warna yang dia sukai. Sedangkan Suryo hasil

coletannya kurang rapi. Banyak sapuan kuasnya keluar dari bidang yang ingin

diwarna. Selain itu beberapa kali Bapak Wahyu harus mengingatkanya untuk

mewarnai beberapa bagian motif yang masih kosong. Namun jika melihat

cantinganya yang cukup rapi, hanya sedikit warna yang menerobos keluar

motif.

Gambar 4.11 Siswa kelas lain yang mengganggu kondusifitas kelas

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Suasana pembelajaran pada pertemuan ini masih kurang kondusif,

dikarenakan anak kelas lain yang melihat kegiatan ini mengerubungi siswa

yang sedang menyolet untuk melihat dari jarak dekat. Dikarenakan kondisi

yang kurang kondusif beberapa kali pewarna tumpah, atau menetes pada

bagian kain yag tidak diinginkan. Guru selalu menasihati anak-anak ini untuk

tidak mengganggu temannya yang sedang berkarya. Proses nyolet dan

pengikatan warna selesai pada pukul 11:00 WIB. Karya-karya yang telah

dicolet dijemur pada atap gedung. Guru mengakhiri kegiatan pembelajaran

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 66

lebih awal dengan mengucapkan salam dan mengingatkan siswa untuk nanti

dapat menyimpan karya batiknya sehingga pada pertemuan selanjutnya dapat

dilanjutkan ke proses pelorodan.

e. Pertemuan ke 5

Pertemuan kelima dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 1 April

2019. Bapak Wahyu mengambil jam terakhir yang kebetulan kosong

dikarenakan guru kelas ada agenda rapat di luar sekolah.Pertemuan ini

dilaksanakan diluar jadwal pelajaran yang semestinya dilaksanakan setiap

hari Kamis dikarenakan pada minggu sebelumnya, waktu pembelajaran

digunakan untuk persiapan lomba FSL2N. Pada pertemuan ini kegiatan yang

akan dilaksanakan adalah proses melorod kain batik.

Bapak Wahyu masuk kemudian memulai pembelajaran dengan

mengucapkan salam dan mengecek kehadiran siswa. Siswa bernama Suryo

tidak berangkat tanpa ada surat ijin. Setelah sedikit mencari tahu alasan

ketidakhadiran Suryo, Bapak Wahyu melanjutkan pembelajaran dengan

menanyakan karya batik yang sebelumnya sudah diwarna. Siswa

menunjukkan pada guru karya mereka, termasuk karya Suryo yang kebetulan

tertinggal di kelas.

Kemudian Bapak Wahyu mengajak mereka berdua untuk menuju ke

ruang dapur untuk melaksanakan proses melorod. Sesampainya di ruang

dapur Bapak Wahyu meminta siswanya untuk mempersiapkan peralatan

secara mandiri. Peralatan tersebut diantaranya, panci berisi air, kompor, dan

tongkat kayu. Setelah semua peralatan siap, Guru menginstruksikan siswa

untuk merebus air tersebut hingga mendidih. Sembari menunggu air

mendidih Bapak Wahyu menerangkan bahwa lilin tersebut akan mencair jika

dipanaskan kemudian lilin akan terkelupas dengan sendirinya dari kain.

Bapak Wahyu, perlu mengulang beberapa kali penjelasannya karena selain

tidak adanya whiteboard, hal ini merupakan hal yang baru, dan banyak

istilah-istilah asing di dalam proses ini. Dalam beberapa kesempatan Bapak

Wahyu juga sesekali bercanda bersama peserta didiknya sehingga diantara

mereka terbangun hubungan yang baik.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 67

Setelah air mendidih, Bapak Wahyu meminta anak-anak secara

bergantian memasukkan kain batikmereka masing-masing. Bapak Wahyu

mengingatkan siswanya untuk berhati-hati karena suhu air cukup panas.

Kemudian Bapak Wahyu memperagakan cara agar lilin cepat luntur, yaitu

dengan mengangkat kain kepermukaan menggunakann tongkat, kemudian

mencelupkan kembali dan sesekali memutar-mutar kain yang ada di dalam

panci. Siswa mengamatinya dengan seksama. Selanjutnya Bapak Wahyu

mempersilahkan peserta didiknya mencoba tahapan ini secara bergantian.

Setelah dirasa semua malam telah lepas dari kain batik, Bapak Wahyu

meminta anak didiknya untuk mematikan kompor terlebih dahulu, kemudian

meniriskan kain batik tersebut. Bapak Wahyu kembali mengingatkan agar

siswa berhati-hati karena suhu airnya masih cukup panas. Kemudian guru

menginstruksikan untuk segera merendam kain batik tersebut pada air

dengan suhu normal dalam beberapa saat. Selanjutnya beliau megecek

kembali kain batik dari sisa-sisa pelorodan malam. Kain batik kemudian

dicuci bersih oleh siswa kemudian dijemur di tempat penjemuran.

Gambar 4..12. Proses pelorodan

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Setelah seluruh proses membatik selesai, Bapak Wahyu

mengapresiasi kinerja siswa selama proses pembelajaran batik. Guru juga

kembali sedikit mengigatkan siswa tentang alat dan bahan batik serta tahapan

proses pembuatan batik. Setelah itu Bapak Wahyu segera menutup pelajaran

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 68

karena waktu pulang yang sudah molor dan wali murid sudah menunggu

untuk menjemput siswa. Beliau juga meminta anak didiknya untuk

mengingatkan pada penjaga sekolah untuk merawat kain batik yang sedang

dijemur. Pembelajaran diakiri pada pukul 12:30 WIB dengan berdoa

bersama.

f. Pertemuan ke 6

Setelah membuat batik tulis pada pertemuan 1-5, Kegiatan pada

pertemuan ke enam ini adalah membuat batik cap. Kegiatan ini dilaksanakan

pada hari kamis, 4 Maret 2019. Waktu pelaksanaan kegiatan ini mulai dari

pukul 07.00 WIB-11:45WIB. Sasaran kegiatan ini bukan hanya untuk rombel

kelas besar tunarungu, melainkan seluruh siswa dan guru. SLB-B-C YPCM

Boyolali secara khusus mengundang pengerajin batik dan cap batik dari

Surakarta bernama Bapak Tahit. Bapak Tahit dan salah seorang pegawainya

bernama Gunawan datang bersama Bapak Wahyu pada pukul 07:00 WIB.

Mereka berdua langsung mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan

dalam pembelajaran batik cap. Bahan yang digunakan dalam membuat batik

cap relatif sama dengan batik tulis, seperti kain, pewarna, waterglass, dan

malam/lilin. Ditambah dengan beberapa peralatan khusus batik yaitu cap

motif batik dan meja khusus batik cap

Setelah seluruh alat dan bahan siap, kegiatan dimulai pada pukul

08:00 di aula sekolah. Siswa dan guru memperhatikan penjelasan yang

diberikan oleh Bapak Tahit. Dalam menjelaskan proses membatik cap, beliau

hanya menggunakan bahasa normal sembari memperagakan bagaimana

melakukanya dengan benar tanpa menggunakan bahasa isyarat. Dari pihak

sekolah juga tidak menyediakan translator bagi anak yang tunarungu.

Hal yang pertama dijelaskan adalah mengenai meja khusus batik cap

yang dilapisi sejenis busa rata dan kain yang dibasahi menggunakan air,

kemudian dilapisi plastik dipermukaanya. Penggunaan meja ini agar lilin

tidak menempel pada meja yang digunakan untuk mengecap. Cap batik juga

harus dipanasi terlebih dulu bersama malam di wajan datar khurus batik cap

saat sebelum digunakan. Kemudian cap yang sudah panas pada wajan berisi

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 69

malam diangkat dan sedikit digoyang-goyangkan agar malam yang

menempel tidak terlalu banyak. Cap tersebut kemudian ditempelkan dengan

perlahan pada kain yang sudah dibentangkan di meja. Setelah menyelesaikan

beberapa cap, Bapak Tahit mempersilahkan Bapak Wahyu untuk mencoba.

Gambar 4.13. Bapak Tahit (kiri) bersama Bapak Wahyu (kanan) membatik

menggunakan cap

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Disaat mencoba membatik cap, Bapak Wahyu juga menunjukkan

bagaimana prosedur dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membatik

cap pada siswanya yang tunarungu menggunakan bahasa isyarat. Mereka

memeperhatikan dengan baik. Pada percobaan pertama terdapat lelehan

malam yang menetes pada bidang kain, Bapak Tahit memberikan penjelasan

bahwa sebaiknya dalam membawa cap, bagian permukaan cap dihadapkan

ke atas sebelum ditempelkan pada kain. Bapak Wahyu kemudian

memberikan penjelasan menggunakan bahasa isyarat kepada anak didiknya.

Setelah selembar kain telah selesai dicap, kemudian kain itu diangin-

anginkan dan proses pengecapan dilanjutkan oleh siswa kelas besar dan guru.

Masalah yang sering terjadi dalam proses pengecapan ini adalah malam yang

terlalu banyak menempel pada cap, sehingga motif cap tidak terlihat jelas.

Banyak juga malam yang menetes baik di kain maupun di lantai ruangan.

Dalam proses ini Pak Tahit dan Pak Wahyu mendampingi dan membimbing

baik siswa maupun guru yang mencoba untuk berkarya batik.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 70

Setelah 2 kain selesai dicap, proses mengecap diberhentikan terlebih

dahulu untuk mendengarkan penjelasan proses selanjutnya yaitu proses

pewarnaan. Teknik pewarnaan yang digunakan adalah teknik colet. Bapak

Tahit hanya mencontohkan di beberapa motif saja, kemudian dilanjutkan

oleh siswa dan guru. Dalam waktu yang bersamaan beberapa anak megecap

batik, sebagian lagi mewarna batik. Sehingga waktu yang digunakan dapat

lebih efisien. Setelah kain selesai diwarnai, kain dijemur di halamansekolah

terlebih dahulu sebelum dilanjutkan pada proses pengikatan warna.

Gambar 4.14. Proses pewarnaan batik cap

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Pada pertemuan hari ini, kegiatan yang dilakukan hanya sampai

proses pewarnaan. Proses pengikatan warna dan pelorodan akan dilakukan

keesokan harinya. Di akhir waktu kegiatan guru dan siswa bersama-sama

membersihkan lingkungan sekolah. Alat dan bahan serta karya batik yang

telah dibuat disimpan si ruang aula. Kegiatan ini berakhir pada pukul 11:45

WIB.

Keesokan harinya Bapak Tahit melanjutkan proses pembuatan batik

cap yaitu megikat warna dan melorod batik. Pada kesempatan hari ini Bapk

Wahyu berhalangan hadir karena ada jadwal mengajar di sekolah yang lain.

Bapak Tahit melanjutkan dengan mencelupkan karya batik yang sudah

diwarnai ke larutan waterglass. Sembari memperegakan proses ini beliau

juga menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses engikat

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 71

warna ini. Guru beberapa kali bertanya mengenai bahan dan pentingnya

proses ini. Kain yang telah dicelup cairan waterglass kemudian diangin-

anginkan hingga kering. Sembari menunggu proses pengeringan, anak-anak

diperbolehkan kembali mencoba mengecap dan mewarna kain batik.

Gambar 4.15. Proses pengikatan warna

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Setelah beberapa kain batik yang dijemur sebelumnya kering, Bapak

Tahit dibantu dengan Bapak Gunawan melajutkan ke proses pelorodan

malam. Proses pelorodan dilakukan di aula sekolah disaksikan guru dan

siswa. Peralatan yang disiapkan antara lain panci, kompor, soda abu, dan

tongkat kayu untuk mengentas kain. Pak Tahit menjelaskan bahwa soda abu

digunakan untuk mempermudah proses pengelupasan malam dari kain. Kain

yang telah dilorod dijemur kembali diterik matahari. Setelah seluruh kegiatan

membuat batik cap selesai, kegiatan ini diakhiri pada pukul 11:00 WIB.

Diakhir pertemuan guru dan siswa memberisihkan dan memberesi alat dan

bahan yang digunakan agar dapat bisa digunakan kembali.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 72

g. Hasil Karya Siswa

Gambar 4.16. Batik tulis karya Suryo

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Batik tulis karya Suryo memiliki motif yang bervariasi. Walaupun

visualisasi motif batik miliknya masih belum menggambarkan karakter dari

objek yang dijadikan ide dasar pembuatan motif, namun dalam Suryo cukup

baik dalam mengaplikasikan teknik mencanting. Dalam karyanya ini Suryo

mengaplikasikan warna dasar berwarna kuning. Sementara itu disamping

kanan dan kiri kain terdapat motif tumbuhan tembakau yang berwarna merah.

Di bagian bawah terdapat motif jagung. Di bagian tengah ia menggambarkan

objek hewan lele dan di atasnya terdapat motif sapi. Dalam hal pewarnaan

Suryo cenderung kurang rapi. Terdapat banyak warna yang tidak semestinya

menetes di permukaan kain, sehingga karyanya terkesan kotor.

Gambar 4.17. Batik tulis karya Erna

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Batik tulis karya Erna cukup jelas menggambarkan karakter objek

yang menjadi ide dasar motif batiknya. Dalam mengaplikasikan teknik

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 73

mencanting, Erna sudah cukup mengusai teknik ini walaupun masih terdapat

beberapa bagian yang kurang rapat dan mengakibatkan warnanya tembus

keluar motif. Penggunaan warnanya dominan menggunakan warna kuning

dan hijau. Motif yang di aplikasikan juga sudah bervariasi. Dalam karya ini

ia menggambarkan motif tembakau, pepaya, sapi, lele, serta gunung Merapi

dan Merbabu yang menjadi ciri khas Kabupaten Boyolali. Dalam hal

pertanyaan ia berani untuk mengaplikasikan dua warna dalam satu bidang

motif yang menimbulkan efek gradasi warna yang baik. Hal ini tentu menjadi

nilai plus bagi Erna terkait penilaian karya batik tulis miliknya.

Gambar 4.18Batik tulis karya Putri

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Batik tulis karya Putri memiliki pewarnaan yang cukup rapi namun

masih terlihat monoton karena hanya menggunakan 3 warna yaitu kuning

sebagai warna yang paling dominan, warna hijau dibeberapa bagian daun dan

gunung, serta warna merah di batang dan bunga tembakau. Ia

mengaplikasikan teknik mencanting dengan cukup baik. Hanya sedikit warna

yang tembus keluar motif. Motif batik digambarkan dengan cukup baik

hanya saja masih terdapat banyak bagian kain yang kosong. Dalam karyanya

ini Putri menempatkan motif tembakau, jagung, dan gunung Merapi dan

Merbabu.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 74

Sementara itu berikut adalah beberapa karya batik cap yang dibuat

secara bersama-sama oleh siswa:

Gambar 4.19. Batik cap karya siswa

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

C. Pembahasan

1. Pelaksanaan Pembelajaran Batik Rombel Kelas Besar SLB B-C YPCM

Boyolali

a. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran keterampilan batik terbagi kedalam dua

tujuan besar. Di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Seni Budaya

mata pelajaran Seni Rupa (RPP) I dengan standar kompetensi

mengekspresikan diri melalui karya seni rupa, tujuan pembelajaran yang

pertama adalah siswa dapat mendeskripsikan konsep kriya tekstil dan

memahami arti kriya tekstil serta mengetahui langkah-langkah membuat

kriya tekstil batik. Kompetensi tersebut merupakan sebagian dari

rangkaian pencapaian kompetensi dasar membuat seni kriya tekstil dengan

teknik dan corak daerah setempat sesuai rancangan sendiri secara

sederhana, seperti yang dirumuskan dalam silabus. Perumusan tujuan

pembelajaran RPP I yang disiapkan oleh Bapak Wahyu Kencana

Wijayanto,S,Sn. tersebut hanya mencakup 2 komponen yaitu Audience

(siswa) dan Behavior (mendeskripsikan konsep kriya tekstil dan

memahami arti kriya tekstil serta mengetahui langkah-langkah membuat

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 75

kriya tekstil batik. Sementara komponen Conditiondan Degree dalam

penyusunan tujuan pembelajaran belum dilengkapi oleh guru.

Tujuan pembelajaran batik pada RPP II adalah: siswa dapat

membuat pola batik pada kain mori berdasarkan desainnya, membatik tulis

dengan bahan lilin dan alat canting, dan mewarnai kain batik. Rumusan

tujuan pembelajaran ini terdiri dari 2 (empat) komponen yaitu komponen

yaitu Audience (siswa) dan Behavior (dapat membuat pola batik pada kain

mori berdasarkan desainnya, membatik tulis dengan bahan lilin dan alat

canting, mewarnai kain batik). Sementara komponen Condition dan

Degree dalam penyusunan tujuan pembelajaran belum juga dilengkapi

oleh guru. Hasil karya seni kriya tekstil pada pembelajaran ini adalah

berupa taplak meja. Perumusan tujuan pembelajaran ini telah sesuai

dengan Kompetensi inti, Kompetensi dasar, dan Standar Kompetensi yang

tertera di kurikulum.

b. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran batik mengacu kepada kompetensi inti dan

kompetensi dasar pada Kurikulum. Guru menjelaskan bahwa Standar

kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam pembelajaran keterampilan

batik ini megacu pada Kurikulum 2013 namun dalam pelaksanaannya

disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan sekolah dan disesuaikan

dengan kemampuan peserta didik. Bapak Wahyu Kencana Wijayanto

memilih materi batik karena sarana dan prasarana sebagai pendukung

membuat seni kriya batik sudah tersedia (hasil wawancara tanggal 4 Maret

2019).Peserta didik diberikan kebebasan dalam mengekspresikan ide dan

gagasan dalam karyanya, hal ini bertujuan agar siswa senang dan nyaman

mengikuti proses pembelajaran. Materi pembelajaran keterampilan batik

ini terbagi atas materi teori dan materi praktek.

Materi pembelajaran teori batik tulis yang diajarkan kepada siswa

meliputi pengertian batik, jenis dan macam batik, alat dan bahan

pembuatan batik tulis, pembuatan motif khas daerah Boyolali, teknik

pembuatan batik tulis, dan langkah-langkah dalam pembuatan batik tulis.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 76

Sedangkan materi pembelajaran praktek meliputi proses memindah pola

batik, proses mencanting pada pola batik di kain, proses pewarnaan batik,

proses melorod batik hingga proses finishing. Guru menjelaskan bahwa

materi pembelajaran keterampilan membatik lebih ditekankan pada materi

praktek. Materi teori yang disampaikan tidak terlalu banyak, hanya sebatas

materi dasar membatik saja. Pemilahan materi ini dilakukan agar

menghemat waktu, mengingat daya tangkap anak tunarungu/wicara

terbatas karena keterbatasan pendengaran dan kosakatanya yang akan

membutuhkan banyak waktu jika materi yang disampaikan terlalu luas.

Selain itu siswa dirasa lebih membutuhkan materi yang bersifat praktis

karena segera bisa digunakan dalam upaya menciptakan kemandirian bagi

siswa

Dalam program pengayaan guru juga menambahkan materi

mengenai batik cap dengan mendatangkan langsung pengerajin batik dari

Surakarta sebagai sumber belajar. Materi batik cap yang diberikan

meliputi, pengetahuan tentang alat dan bahan yang digunakan dalam

membuat batik cap, persiapan sebelum membatik menggunakan cap,

proses pengecapan lilin di kain, proses pewarnaan, hingga proses melorod

dan finishing. Walaupun sasaran kegiatan ini adalah untuk guru dan

seluruh peserta didik, namun bagi siswa rombel kelas besar

tunarungu/wicara tentunya menjadi tambahan pengetahuan mengenai seni

kriya tekstil, khususnya batik. Pemilihan materi ini sudah sesuai dengan

kompetensi inti, kompetensi dasar, dan tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai. Kedalaman dan keluasan materi dalam pembelajaran ini juga

sudah disesuaikan dengan keadaan siswa dan telah cukup sesuai

kompetensi dasar yang ingin dicapai.

c. Metode Pembelajaran

Berdasarkan pengamatan pada proses pembelajaran ketrampilan

batik, penyampaian materi oleh guru menggunakan beberapa metode

untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal. Metode pembelajaran

yang diterapkan adalah sebagai berikut:

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 77

1) Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan cara yang digunakan untuk

penyampaian pelajaran melalui cara penuturan (lecture). Selaras

dengan hasil wawancara denganBapak Wahyu Kencana Wijayanto,

guru menyampaikan materi pelajaran menggunakan metode ceramah

dengan komunikasi total, yaitu penuturan lisan secara perlahan

disertai dengan bahasa isyarat menggunakan Sistem Bahasa Isyarat

Indonesia (SIBI) kepada seluruh siswa. Dikarenakan keterbatasan

siswa dalam hal perbendaharaan kata dan banyaknya istilah yang

masih tergolong baru bagi siswa, Bapak Wahyu juga menuliskan

materi pembelajaran di whiteboard.

Gambar 4.20. Guru menggunakan metode ceramah

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Dalam proses pembelajaran keterampilan batik ini beliaujuga

membawamotif batik, hasil karya batik, dan alat serta bahan batik

untuk mempermudah penyampaian materi menggunakan metode

ceramah. Teknik ini digunakan sebagai sarana penyampaian materi

teori tentang pengertian seni batik, pola motif batik khas Boyolali, dan

alat dan bahan, serta tahapan proses pembuatan batik. Bapak Wahyu

Kencana Wijayanto tidak terlalu sering menggunakan metode ini

dikarenakan memakan cukup banyak waktu karena harus beberapa

kali diulangi pelafalanya. Selain itu metode ceramah juga kurang

efektif karena sering kali terjadi salah pemahaman antara guru dengan

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 78

peserta didik.

2) Metode tanya jawab

Tanya jawab diperlukan untuk mengetahui kemampuan dan

perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran sesuai dengan materi yang

telah diajarkan oleh guru. Metode ini diterapkan oleh Bapak Wahyu

Kencana Wijayanto untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa

tentang materi membuat seni kriya tekstil batik. Dikarenakan Bapak

Wahyu juga belum menguasai sepenuhya penggunaan bahasa isyarat,

biasanya ia juga menuliskan pertanyaannya pada whiteboard.

Gambar 4.21. Guru menggunakan metode tanya jawab

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Dalam pelaksanaan pembelajaran siswa lebih sering bertanya

kepada guru karena mereka kurang paham dengan istilah-istilah yang

asing bagi mereka. Penggunaan metode tanya jawab ini bisa membuat

kelas menjadi lebih aktif. Selain itu, siswa menjadi benar-benar

paham tentang materi yang telah disampikan oleh guru, sedangkan

guru mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang

telah disampaikan.

3) Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi merupakan penyampaian bahan pelajaran

dengan mempergunakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang

suatu proses, situasi, atau benda tertentu. Dari hasil penelitian terlihat

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 79

bahwa dalam metode demonstrasi,Bapak Wahyu memberikan contoh-

contoh atau memeragakan proses pada setiap tahapan membuat karya

batik. Dalam metode ini beliau juga memberikan penjelasan secara

lisan, menggunakan alat visualisasi, serta ilustrasi. Selanjutnya siswa

mengamati, meniru, dan mempraktikan secara langsung sesuai yang

dicontohkan guru. Metode ini cukup sering digunakan dalam

pembelajaran oleh Bapak Wahyu. Penggunaan metode ini dinilai

mudah dilakukan oleh guru dan juga mudah diterima oleh siswa.

Metode demonstrasi dapat menggugah daya tarik siswa terhadap

materi yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa merasa antusias

dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Gambar 4.22. Narasumber menggunakan metode demonstrasi

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

4) Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas digunakan untuk mengetahui sejauh

mana kompetensi yang dimiliki oleh siswa. Hasil dari tugas yang

dikerjakan oleh siswa dapat dianalisis dalam rangka evaluasi

pembelajaran. Dalam menggunakan metode ini Bapak Wahyu terlebih

dahulu menyelesaikan penyampaian materinya. Siswa juga

dipersilahkan untuk menanyakan materi yang belum mereka pahami.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa tugas yang diberikan guru hanya

sebatas melajutkan pekerjaan siswa ketika waktu yang diberikan

disekolah tidak mencukupi. Metode ini dapat secara efektif mengukur

tingkat kedisiplinan dan tanggung jawab dari tiap-tiap siswa. Metode

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 80

penugasan yang dilakukan Bapak Wahyu juga memberikan

kesempatan bagi siswa untuk secara mandiri menerapkan teori yang

didapatnya di dalam kelas ke dalam praktik membuat karya

sesungguhnya

d. Media Pembelajaran

Media pembelajaran dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang

dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan

kemauan siswa sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada

diri siswa. Media bukan hanya alat perantara seperti TV, radio, slide,

bahan cetakan, tetapi juga meliputi orang atau manusia sebagai sumber

belajar, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang

memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap

Gerlach (dalam Sanjaya, 2006: 163), Dalam Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran disebutkan bahwa media pembelajaran yang digunakan

dalam pembelajaran batik ini menggunakan media elektronik berupa

laptop, narasumber, lingkungan sekitar, buku teks, media cetak, dan

sebagainya. Namun dari hasil penelitian terlihat bahwa guru tidak

menggunakan seluruh media tersebut. Dalam pelaksanaan pembelajaran

keterampilan batik Bapak Wahyu Kencana Wijayanto menggunakan

beberapa media pembelajaran, diantaranya adalah:

1) Motif batik

Pada pertemuan pertama guru menunjukkan kepada siswa

sejumlah 5 motif batik yang dibuat oleh guru sendiri. Motif batik

yang digunakan merupakan representasi dari ikon-ikon dari Boyolali,

yang diantaranya adalah jagung, tembakau, pepaya, sapi, dan lele.

Dalam kegiatan belajar mengajar, siswa diperbolehkan untuk

membawa gawainya ke kelas. Hal ini dimanfaatkan guru dalam

pembelajaran dengan menginstruksikan siswanya untuk mengakses

internet melalui gawai. Alat ini digunakan oleh guru dan siswa dalam

mencari referensi sebanyak mungkin mengenai motif-motif batik.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 81

Gambar 4.23. Motif batik

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Motif batik ini dapat membantu penjelasan guru tentang

gambaran urutan proses pembuatan batik dan memberikan referensi

bagi siswa dalam membuat motif batik khas Boyolali secara mandiri.

Penggunaan motif batik sebagai media pembelajaran telah sesuai

dengan tujuan, materi, minat, kebutuhan, dan kondisi siswa tunarungu

yang lebih efektif menggunakan media-media yang bersifat visual.

2) Kain batik

Gambar 4.24 Karya batik siswa pada tahun pelajaran sebelumnya

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Kain batik yang ditunjukkan kepada siswa pada pertemuan

pertama oleh guru merupakan hasil karya batik tulis siswa pada

beberapa tahun sebelumnya dan kain batik cap yang didapat guru dari

perajin batik. Media ini juga menunjang penerapan metode tanya

jawab yang dilakukan guru sehingga meningkatkan keaktifan kelas.

Penggunaan kain batik sebagai media pembelajaran juga telah sesuai

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 82

dengan tujuan dan materi pembelajaran. Guru juga memperhatikan

minat, kebutuhan, dan kondisi siswa tunarungu dengan kemampuan

pendenggarannya yang terbatas. Sehingga media ini cukup efektif

dalam membantu siswa memahami penjelasan guru tentang pengertian

batik dan pengetahuan tentang ciri-ciri batik tulis dan batik cap. Siswa

juga dapat dengan langsung melihat contoh hasil karya yang nantinya

mereka kerjakan sehingga mampu menggugah rasa ketertarikan siswa

dengan pembelajaran.

3) Alat dan bahan membatik

Gambar 4. 25 Alat dan bahan memmbatik

(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)

Peralatan membatik yang digunakan guru sebagai media

pembelajaran antara lain adalah canting, cap batik, kompor, dan

wajan. Bahan membatik yang digunakan guru sebagai media

pembelajaran diantaranya adalah kain, lilin/malam, dan zat pewarna.

Media ini digunakan oleh guru dalam menjelaskan materi terkait

proses pembuatan karya batik baik teknik penggunaan dan urutan

proses pembuatannya. Dalam pelakasanaan pembelajaran guru cukup

terampil mendemonsttrasikan media pebelajaran ini sehingga siswa

dapat mengetahui cara memegang canting yang benar, cara mengecap

batik, tingkat kepanasan lilin, teknik pewarnaan yang baik, dan masih

banyak lagi. Pengetahuan-pengetahuan tersebut cukup sulit apabila

dijelaskan tanpa menggunakan media yang tepat.

Media ini telah sesuai dengan minat, kebutuha, dan kondisi

siswa. Tidak banyak terjadi kesalah pahaman komunikasi antara guru

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 83

dan siswa, sehingga waktu pembelajaran dapat efektif digunakan.

Sselain itu,, dengan hadirnya benda yang sebenarnya, siswa juga bisa

memiliki pengalaman langsung dengan apa yang sedang mereka

pelajari. Maka dari itu, penggunaan alat dan bahan membatik sebagai

media pembelajaran efektif dan efisien digunakan dalam

pembelajaran mengingat sekolah telah memiliki dan

mengahadirkannya ke dalam kelas tidak terlalu menyulitkan.

e. Evaluasi/penilaian pembelajaran

Evaluasi pembelajaran dilakukan bertujuan untuk mengetahui

pencapaian hasil belajar siswa. Evaluasi hasil belajar yang dilakukan oleh

Bapak Wahyu menggunakan penilaian pendekatan individu terhadap

proses pembelajaran selama kegiatan pembelajaran batik berlangsung dan

hasil akhir karya batik yang dibuat oleh siswa. Di dalam RPP, evaluasi

yang digunakan adalah berupa tes tertulis pilihan ganda dan tes praktek

dengan indikator pencapaian kompetensi membuat seni kriya tekstil batik

tulis dengan teknik dan corak sederhana hasil rancangan sendiri. Namun

dalam pelaksanaanya teknik evaluasi yang dilakukan oleh Bapak Wahyu

adalah dengan tes lisan untuk mengevaluasi kompetensi kognitif dan

afektif siswa, unjuk kerja dan pengumpulan hasil karya siswa untuk

mengevaluasi kompetensi psikomotorik dan afektif siswa.

Selaras dengan pendaat Purwanto, (2013: 3) bahwa “Evaluasi atau

penilaian adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran

dan kriteria yang sudah ditetapkan.” dalam proses evaluasi ini kegiatan

pembelajaran batik dinilai berdasarkaan indikator yang telah ditetapkan.

Dalam hal kompetensi afektif Bapak Wahyu Kencana Wijayanto menilai

sikap siswa melalui indikator keseriusan, tanggung jawab, kebersihan,

ketekunan, dan ketepatan waktu saat mengikuti pembelajaran keterampilan

batik. Sementara pada bidang psikomotorik atau keterampilan, penilaian

dilakukan terhadap kemampuan siswa dalam proses pembuatan pola motif

batik, goresan mencanting, teknik pewarnaan, proses pelorodan, hingga

hasil akhir karya batik tulis peserta didik. Pelaksanaan evaluasi hasil

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 84

belajar siswwa dilakukan pada setiap pertemuan. Pada pembelajaran batik

ini siswa memperoleh nilai mulai dari angka 75 sampai 90. Guru

memberikan nilai yang relatif baik agar siswa merasa lebih bersemangat

dalam membuat karyanya lagi (hasil wawancara tanggal 22 Maret 2019).

Dalam memberikan skor, guru tidak memiliki pedoman penskoran. Hal ini

akan mengakibatkan akurasi dan keadiilan peniaian kurang objektif dan

tiidak akuntabel.

Pemilihan teknik evaluasi hasil belajar siswa yang digunakan oleh

gurusudah sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran. Penilaian dalam

ranah kompetenssi afektif dan psikomotorik telah dilaksanakan oleh guru

dengan baik. Sedangkan dalam ranah kompetensi kognitif, guru belum

melaksanakan evaluasi secara menyeluruh, karena hanya melalui tanya

jawab yang tidak terstruktur. Baik pertanyaan yanng diajukan maupun

indikator penilaian tes lisan tidak direncanakan secara terperinci.

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Batik Rombel Kelas

Besar SLB B-C YPCM Boyolali

Kesuksesan pelaksanaan pembelajaran tentu dipengaruhi oleh

berbagai faktor, baik faktor pendukung maupun penghambat pembelajaran

tersebut. Berikut adalah beberapa faktor pendukung dan penghambat

terlaksananya pembelajaran keterampilan membatik di rombel kelas besar

SLB B-C YPCM Boyolali

a. Faktor pendukung

1. Guru

Salah satu faktor yang mendukung terlaksananya pembelajaran

batik yaitu guru memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan

bakat siswa. Hal ini terlihat dari usaha guru untuk mendatangkan

secara langsung perajin batik ke hadapan para siswa agar mereka

mengetahui secara mendalam seluk beluk tentang industri kerajinan

batik. Selain itu guru juga memiliki networking yang luas sehingga

mendapatkan informasi terkait pembelajaran batik yang luas pula.

Guru selalu mendorong siswa untuk bisa mengikuti lomba-lomba

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 85

kesenirupaan termasuk di dalamnya lomba membatik. Dalam waktu

dekat ada 2 orang siswa yang akan mewakili Boyolali dalam

mengikuti lomba LKSN cabang perlombaan membatik pada tingkat

CABDIN V Jawa Tengah. Keikutsertaan siswa dalam lomba ini

penting dalam mengasah jiwa kompetisi dan mengembangkan bakat

yang dimiliki oleh siswa. Sisi positif selanjutnya yang dimiliki oleh

guru adalah sikap guru yang kreatif dan menyenangkan dalam

pembelajaran. Walaupun memiliki kendala dalam hal berkomunikasi,

guru tetap bisa membangun hubungan yang positif antara guru dengan

peserta didik, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan

menyenangkan.

2. Siswa

Unsur yang memegang peran penting dalam pembelajaran

selanjutnya adalah siswa. motivasi belajar, tingkat kecerdasan, dan

kreatifitas sangat menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Siswa

tunarungu/wicara mempunyai kemampuan yang sama seperti anak

normal biasanya untuk bisa membuat karya seni dalam hal ini karya

batik. Bahkan ada salah satu siswa yang mempunyai kemampuan

melukis yang baik hingga meraih berbagai prestasi. Dari segi input,

kemampuan siswa tentunya sangat mendukung terlaksananya kegiatan

pembelajaran batik ini. Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung

siswa aktif bertanya dan memperhatikan penjelasan guru dengan

seksama. Tingkat kehadiran siswa dalam mata pelajaran seni rupa juga

tergolong baik. Hal ini memperlihatkan bahwa siswa cukup antusias

dan memiliki motivasi yang tinggi dalam mengikuti pembelajaran

batik ini.

3. Sarana

Sarana dan prasarana sekolah yang memadai sangat

mendukung keberhasilan dalam pembelajaran. Sarana yang

mendukung keberhasilan siswa di dalam pembelajaran membuat seni

kriya tekstil batik ini telah memadai. Semua alat dan bahan yang

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 86

digunakan dalam materi membuat seni kriya tekstil batik ini

disediakan oleh sekolah, sehingga siswa tidak terhambat oleh alat dan

bahan dalam mengerjakannya.

4. Lingkungan

Lingkungan yang tertib, bersih, aman, dan nyaman merupakan

salah satu faktor juga yang mendukung kelancaran suatu

pembelajaran. Kondisi sekolah SLB B-C YPCM Boyolali yang bersih

sangat mendukung dalam menunjang pembelajaran. Kelas atau tempat

belajar yang bersih, akan kesehatan seluruh warga sekolah. Aktifitas

belajar yang terprogram dengan tertib juga merupakan faktor penentu

keberhasilan suatu pembelajaran. SLB B-C YPCM Boyolali yang

terletak di tengah kota Boyolali, juga terletak di kaki Gunung Merapi

dan Merbabu dengan hawa yang sejuk sehingga nyaman untuk

dilaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kebersihan, keamanan, dan

ketertiban di SLB B-C YPCM Boyolali cukup terjaga. Kebersihan dan

keindahan di sekolah ini juga mendapat perhatian yang baik.

Ketertiban siswa diatur melalui tata tertib sekolah. Pemeliharaan

lingkungan halaman maupun semua ruangan dilakukan oleh seluruh

warga sekolah baik melalui piket kebersihan kelas bagi siswa dibawah

pengawasan wali kelas masing-masing maupun program Jumat bersih

yang dilaksanakan oleh semua warga sekolah juga para wali siswa

yang sedang menunggu. Untuk menjaga keamanan bagi siswa agar

siswa tetap berada di lingkungan sekolah maka pintu pagar tetap

tertutup.

b. Faktor penghambat

1. Prasarana

Sarana yang tersedia untuk pembelajaran batik di SLB B-C

YPCM memang memadai dan lengkap. Namun dari segi prasarana

seperti gedung atau tempat khusus yang memadai untuk melaksanakan

kegiatan pembelajaran batik masih belum tersedia. Faktor ini

menyebabkan permasalahan lain seperti keamanan siswa dan guru

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 87

yang kurang terjaga, pelaksanaan pembelajaran yang berpindah-

pindah ruangan/tempat, dan persiapan sebelum pembelajaran yang

lebih lama. Karena SLB B-C YPCM Boyolali ini setiap jenjangnya

berada pada satu atap dari jenjang SDLB, SMPLB, dan SMALB juga

terdapat beberapa ketunaan yang berbeda, maka pada saat siswa

mengerjakan praktek membatik di luar kelas akan menarik perhatian

siswa yang lain dan mengganggu siswa yang sedang melaksanakan

pembelajaran. Situasi yang kurang kondusif ini juga menyebabkan

beberapa bahan dan alat untuk membatik tumpah dan rusak.

2. Alokasi Waktu

Ketersediaan waktu yang cukup akan sangat diperlukan dalam

serangkaian praktek membatik. Dalam pembelajaran mata pelajaran

seni rupa SLB B-C YPCM Boyolali semester II (genap) tahun ajaran

2018/2019 Kompetensi Dasar membuat seni kriya tekstil batik 6

pertemuan dengan alokasi waktu 1 petemuan hanya 3X35 menit.

Waktu yang terbatas ini sehingga menyebabkan ada beberapa siswa

yang tugas praktek membatiknya tidak terselesaikan. Sehingga guru

memperbolehkan siswa melanjut tugas praktek membatik di rumah..