BAB IV - Digital Library UNS
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BAB IV - Digital Library UNS
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLB B-C YPCM Boyolali yang beralamat
di Jalan Merapi No. 38, Pulisen, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali,
Provinsi Jawa Tengah, 57316. Sekolah ini beroperasi di bawah naungan Yayasan
Penderita Cacat Mental (YPCM) dengan status sekolah swasta.Sekolah
inimengelola pendidikan luar biasa dari jenjang SDLB, SMPLB, hingga SMALB.
SLB B-C YPCM Boyolali berhasil meluluskan peserta didik untuk tingkat
pendidikan dasar dan tingkat lanjutan. Peserta didik yang sudah lulus mampu
hidup mandiri sehinga tidak sepenuhnya tergantung pada orang lain.
1. Sejarah SLB B-C YPCM Boyolali
Sekolah ini berdiri dibawah Yayasan Penderita Cacat Mental.Yayasan
ini begerak pada bidang pendidikan anak luar biasa, khususnya anak
tunarungu/wicara dan anak tunagrahita. Yayasan ini resmi berdiri pada tahun
1880 dengan berlakunya SK Nomor:UP/I/281/1980. Bapak Bari selaku
inisiator pendirian yayasan yang merupakan ketua Yayasan Penderita Cacat
Mental yang pertamamerasa bahwa anak-anak berkebutuhan khusus belum
mendapat perhatian yang semestinya oleh pemerintah, khususnya di bidang
pendidikan pada saat itu.Yayasan Penderita Cacat Mental beralamat di Bolon,
Colomadu, Karanganyar. Pada awal berdirinya, yayasan ini mencari sponsor-
sponsor dalam upaya membangun pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus.
Dengan diterbitkannya SK Bupati Boyolali, Nomor 421.8/12 tahun
1982 tanggal 19 April 1982maka resmi berdirilah SLB YPCM Boyolali. Pada
awal berdirinya, sekolah ini beralamat di Kampung Pambraman, Banaran,
Boyolali. Persisnya berada di samping Panti Asuhan Pamardi Utomo
Boyolali. Pada saat itu bangunan sekolah masih berbentuk rumah Joglo biasa
yang kemudian diberikan sekat-sekat sebagai pembatas antar ruanganya.
Status bangunan sekolah ini masih milik warga sekitar, dalam hal ini yayasan
mengontrak bangunan tersebut untuk digunakan sebagai gedung sekolah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44
Kondisi gedung, tenaga pengajar, maupun sarana prasarana lainya masih
sangat terbatas untuk melaksanakan pembelajaran.
Melihat kondisi yang demikian pengurus sekolah maupun yayasan
terus berusaha untuk memperbaiki sekolah. Pada akhirnya di tahun1983SLB
YPCM Boyolali mampu membeli tanah seluas 1000 meter2 di Jl. Merapi,
Pulisen, Boyolali atas bantuan dari sebuah organisasi dari Belanda bernama
STIGEHA. Setelah masa pembangunan dan persiapan seluruh kelengkapan
sekolah serta diterbitkanya SK Depsos Jawa Tengah No.1303/4/PSSM/83
tanggal 2 April 1983, maka secara resmi SLB YPCM pindah ke alamat baru
ke Jl. Merapi no. 38, Pulisen, Boyolali. Kepala sekolah yang pertama adalah
Warbani, S.Pd. Pada masa kepemimpinanya, mampu mempertahankan dan
memberikan pondasi bagi perkembangan SLB YPCM Boyolali maupun
Yayasan Penderita Cacat Mental itu sendiri. Dimulai tanggal 3 Juni 2002
dengan diberlakukanya SK Dinas P dan K Jawa Tengah No. 425.1/0004104,
SLB YPCM secara resmi membuka jurusan B (Tunarungu/Wicara) dan C
(Tunagrahita).
Gambar 4.1 Tampak depan SLB B-C YPCM Boyolali
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Dikarenakan Bapak Warbani, S. Pd. akan memasuki masa pensiun,
maka pada tahun 2010 jabatan Kepala SLB B-C YPCM Boyolali digantikan
oleh Sri Asdati, S. Pd. Pergantian kepala sekolah ini sepenuhnya menjadi
wewenang pengelola yayasan. Dibawah kepemimpinan Sri Asdati, S. Pd.,
SLB YPCM Boyolai mengalami cukup banyak kemajuan. Dari sisi sarana
prasarana, seperti gedung baru, alat-alat keterampilan, dan fasilitas penunjang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45
lainya. Dengan terpenuhinya sarana prasarana ini dapat mendongkrak prestasi
anak didik maupun gurunya. Beberapa prestasi yang diraih diantaranya
adalah lomba FSL2N yang maju hingga tingkat Nasional, lomba kompetensi
guru tingkat nasional, aneka lomba kepramukaan, dan banyak prestasi yang
lain. Sejak tahun 2018 hingga sekarang, Kepala Sekolah dijabat oleh Niken
Wahyuni, S. Pd. Sebelumnya sekolah ini hanya menampung anak tunarungu
dan tunagrahita. Namun seiring dengan permintaan kebutuhan masyarakat
dari waktu ke waktu, SLB ini bisa menampung semua ketunaan, hanya saja
memang secara formal nama sekolah ini adalah SLB B-C.
2. Visi dan Misi
Visi SLB B-C YPCM Boyolali adalah “Mandiri, terampil, sopan,
tangguh dalam masyarakat.Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”.Misi
SLBB-C YPCM Boyolali adalah, 1) Melaksanakan pembelajaran bimbingan
secara efektif dan efisien untuk mengoptimalkan potensi siswa Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK), 2) Menciptakan suasana yang kondusif untuk
semua kegiatan di sekolah serta melatih Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
dalam bermasyarakat, 3) Melatih Anak Berkebutuhan Khusus berkomunikasi
dan bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas, 4)
Mengembangkan ketrampilan, olah raga, kesenian dan budaya, 5)
Membiasakan siswa taat beribadah menurut agama yang dianut.
3. Sarana Prasarana
SLB B-C YPCM Boyolali adalah sekolah luar biasa yanng memiliki
berbagai fasilitas yang memadai untuk siswa. Total sarana dari semua jurusan
yang terdapat di sekolahan ini berjumlah kurang lebih 12 ruang kelas. Setiap
ruangan kelas disediakan 5 meja siswa, 5 kursi siswa, satu meja dan kursi
guru, almari guru, peralatan penunjang pembelajaran berupa papan tulis
(white board), papan absensi siswa, papan tempel hasil karya siswa, gambar-
gambar sebagai penunjang dalam pembelajaran, dan alat-alat kebersihan
kelas seperti sapu, kemoceng, dan tempat sampah. Di setiap ruang kelas
telah menunjang media pembelajaran menggunakan LCD. Atas alasan
keamanan peralatan LCD disimpan di ruang tata usaha. Fasilitas penunjang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46
untuk pembelajaran lainya adalah adanya ruang komputer, ruang Bina Gerak,
ruang ketrampilan tekstil, ruang ketrampilan memasak, ruang bina diri, ruang
perpustakaan, ruang ketrampilan loundry, dan ruang peralatan olah raga.
Sebenarnya terdapat ruang keterampilan salon dan bengkel, namun sayangnya
peralatan di dalamnya banyak yang mengalami kerusakan. Pada saat ini
kedua ruangan tersebut belum dapat difungsikan dengan baik. Selain
beberapa ruangan penunjang tersebut, juga terdapat ruang standar di sebuah
sekolah seperti ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, ruang
UKS, ruang kantin dan koperasi siswa, mushola, aula, dan tempat parkir.
Sementara itu untuk menunjang kegiatan pembelajaran keterampilan
membatik, SLB B-C YPCM Boyolali menyediakan sarana dan prasarana
yang cukup lengkap, diantaranya adalah: canting, wajan, kompor, gawangan,
celemek, cap batik, meja khusus batik cap, malam/lilin, pewarna, kain,
waterglass, dan soda abu.
4. Guru dan Peserta Didik
Guru di SLB B-C YPCM Boyolali berjumlah 16 orang, terdiri dari
tujuh Guru Tetap (PNS) dan sembilan Guru Tetap Yayasan (GTY).
Diantaranya adalah tiga sebagai guru mapel (SBK, Agama, Olah raga) dan 13
lainya sebagai guru kelas. SLB B-C YPCM Boyolali melayani siswa dengan
bermacam-macam ketunaan yaitu, Tunanetra (A), Tunarungu/Wicara (B),
Tunagrahita (C), Tunadaksa (D), dan Autis. Jumlah siswa di SLB B-C YPCM
Boyolali tahun ajaran 2018/2019 54 siswa, 29 siswa perempuan dan 25 siswa
laki-laki. Penerimaan siswa baru di SLB B-C YPCM Boyolali dilaksanakan
selama jam kerja, tanpa harus menunggu tahun ajaran baru.
5. Pembelajaran SLB B-C YPCM Boyolali
Struktur kurikulum di SLB B-C YPCM Boyolali adalah Kurikulum
13. Sistem pembelajaran di SLB B-C YPCM Boyolali menggunakan sistem
individual dengan melihat kondisi anak-anak SLB yang memiliki bermacam-
macam karakteristik. Pendekatan pembelajaran individual ini diterapkan di
SLB B-C YPCM Boyolali dikarenakan setiap siswa memiliki beranekaragam
karakteristik yang unik, dalam hal ini guru yang mengajar harus
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47
memperhatikan setiap perbedaan pada karakteristik siswa sehingga guru
mampu menentukan strategi belajar yang dibutuhkan oleh siswanya. Dengan
adanya pendekatan pembelajaran individu ini harapannya agar siswa dapat
menerima materi dengan maksimal. Program pelajaran yang terdapat di SLB
B-C YPCM Boyolali terbagi atas pelajaran wajib, muatan lokal, dan
kegiatan pengembangan diri.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan untuk anak Tunarungu (B)
memiliki 3 kelompok program kurikuler yaitu sebanyak 11 mata pelajaran
yang wajib diikuti oleh seluruh siswanya. Kelompok A yaitu mata pelajaran
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial,
Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Inggris. Kelompok B yaitu mata
pelajaran Seni Budaya, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, dan
Keterampilan Pilihan. Kelompok C yaitu mata pelajaran Program Kebutuhan
Khusus. Dalam satu jam pelajaran tatap muka adalah 40 (empat puluh) menit.
Pembelajaran dilangsungkan pada minggu efektif dalam satu tahun pelajaran
(dua semester) adalah 34-38 minggu.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler yang disusun berdasarkan
kebutuhan daerah yang bahan kajian dan pelajarannya disesuaikan dengan
lingkungan alam, sosial, budaya dan ekonomi serta kebutuhan pembangunan,
daerah yang diorganisasikan dalam mata pelajaran yang berdiiri sendiri.
Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, dalam hal ini SLB
B-C YPCM Boyolali mengembangkan kegiatan Bahasa Jawa.
Sedangkan kegiatan pengembangan diri merupakan kegiatan yang
bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap siswa sesuai
dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri dilaksanakan melalui
kelas keterampilan vokasional. Kelas keterampilan vokasional bertujuan
untuk membekali siswa dengan kemampuan yang matang dari minat dan
bakatnya untuk masuk ke dunia kerja. Kelas keterampilan vokasional mulai
diterapkan pada jenjang SMPLB hingga SMALB. Kelas vokasional yang ada
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48
di SLB B-C YPCM Boyolali meliputi, kelas menjahit, kelas tata boga, dan
kelas keterampilan (batik, mote, dan hantaran). Mata pelajaran keterampilan
vokasional ini cenderung lebih banyak melakukan kegiatan praktek. Adanya
mata pelajaran keterampilan vokasional ini harapannya membuat siswa
mampu memiliki keterampilan penunjang hidup (life skill) yang mampu ia
gunakan kelak setelah lulus dari SLB B-C YPCM Boyolali.
B. Hasil Penelitian
Kurikulum yang digunakan pada mata pelajaran batik ini menggunakan
kurikulum 2013. MGMP belum membuat silabus secara utuh hanya saja untuk
mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan
“Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas Luar Biasa
Mata Pelajaran Kemandirian Seni Rupa dan Kriya (Batik) Tunarungu”. Berikut
data kompetensi dasar mata pelajaran keterampilan batik tulis kelas X selama
Tahun Ajaran 2018/2019 dengan kompetensi dasar yakni membuat taplak meja
dengan teknik batik tulis yang masing-masing alokasi waktu pembelajarannya
selama 3X35 menit tiap pertemuan.
Tabel 4.1 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
KOMPETENSI INTI1 (SIKAP
SPIRITUAL)
KOMPETENSI INTI2 (SIKAP
SOSIAL)
Menghayati dan mengamalkan
ajaran agama yang dianutnya.
Menghayati dan mengamalkan perilaku
jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran,
damai), santun, responsif dan proaktif
dan menunjukan sikap sebagai bagian
dari solusi atas berbagai permasalahan
dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49
(Sumber: SLB B-C YPCM Boyolali)
KOMPETENSIDASAR KOMPETENSIDASAR
1.1.Mensyukuri nikmat Tuhan atas
rasa keindahan yang
diberikanNya
2.1.Menunjukkan sikap menghargai,
jujur, disiplin, bertanggung jawab,
peduli lingkungan, kerjasama,
sabar, santun, aktif, kreatif,
resoponsif, proaktif sesuai budaya
bangsa Indonesia .
KOMPETENSI INTI3
(PENGETAHUAN)
KOMPETENSI INTI4
(KETERAMPILAN)
Memahami, menerapkan,
menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, berdasarkan
rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni budaya,
dan humaniora, dengan wawasan
kemanusian, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait
penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan
masalah.
Mengolah, menalar dan menyaji dalam
ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri,
dan mampu menggunakan metoda
sesuai kaidah keilmuan.
3.13.Menerapkan peralatan & bahan
yang digunakan dalam proses
perancangan motif batik
4.13.Mendemonstrasikan alat dan bahan
dalam proses perancangan motif
batik.
3.14.Menerapkan peralatan
& bahan yang digunakan
dalam
proses membatik
4.14.Mendemonstrasikaan alat dan
bahan dalam proses membatik
3.15.Memproses desain motif batik
daerah tertentu pada kertas
4.15.Membuat desain motif batik daerah
tertentu dengan berbagai warna
3.16.Menerapkan proses batik tulis
motif derah tertentu di kain
4.16.Membuat batik tulis pada kain
3.17.Menerapkan proses batik
tulis motif daerah setempat
4.17.Membuat proses batik tulis motif
daerah setempat
3.18.Mengkomunikasikan batik
tulis
4.18.Memajang karya batik tulis
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50
Pelaksanaan pembelajaran ini dimulai pada pertengahan bulan Februari
sampai pertengahanbulan April dengan alokasi waktu 18 jam pelajaran. Evaluasi
dilaksanakan dalam bentuk penilaian proses harian dan penilaian hasil karya.
Jadwal pembelajaran mata pelajaran Seni Rupa rombel kelas besar
tunarungu/wicara semester genap tahun 2018/2019 jatuh pada hari Kamis jam ke
5-7 (09:30-11:30 WIB). Pada tahun pelajaran 2018/2019 Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) untuk mata pelajaran Seni Budaya kelas X sampai kelas IX
adalah 70.
Guru mata pelajaran seni rupa di SLB B-CYPCM Boyolali diampu oleh
bapak Wahyu Kencono Wijayanto,S.Sn, yang merupakan alumnus S1 Seni Rupa
di Universitas Sebelas Maret tahun 1999, beliau mengajar di SLB B-C YPCM
Boyolali sejak tahun 2013. Bapak Wahyu tidak hanya mengajar di SLB B-C
YPCM Boyolali, namun juga beberapa sekolah lainnya seperti, SD Negeri 1
Boyolali, SD Negeri 7 Boyolali, SLB Negeri Boyolali, dan mengajar
ekstrakulikuler di beberapa sekolah lainnya. Sehingga beliau perlu untuk
mengatur jadwal pelaksanaan pembelajaran sehingga tidak saling berbenturan.
Dalam pembelajaran, bahasa yang digunakan Bapak Wahyu adalah
komunikasi total. Komunikasi total meliputi bahasa isyarat dan bahasa dengan
pelafalan secara perlahan. Pada saat awal mengajar anak tunarugu, Bapak Wahyu
merasa kesulitan untuk berkomunikasi. Namun seiring berjalannya waktu, beliau
mampu menerapkan komunikasi total ini, walaupun dalam beberapa hal seperi
istilah asing atau kosa kata yang kurang familiar masih ditemui kendala.
Siswa yang tergabung dalam rombel kelas besar tunarungu/wicara
berjumlah 3 orang diantaranya adalah, Erna Febriyanti (Erna), Istiqomah
Kurniasari Saputri (Putri), dan Suryo Hardiansyah (Suryo). Peserta didik
mengalami keterbatasan dalam pendengaran. Hal ini berpengaruh pada
kemampuan bahasanya yang kurang. Dalam perbendaharaan kosa kata mereka
sangat terbatas. Karena itu juga maka, dalam memahami kalimat mereka
mengalami sedikit hambatan. Untuk berkomunikasi sesama siswa tunarungu
mereka biasa mengunakan bahasa isyarat. Suatu kalimat dibuat sesederhana
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51
mungkin agar lebih mudah dimengerti maksudnya. Karena kebiasaan penggunaan
bahasa isyarat ini mengakibatkan anak-anak tunarungu sering kesulitan dalam
memaknai atau menyusun kata-kata dalam satu kalimat yang baik. Sedangkan
untuk berkomunikasi dengan orang pada umumnya, mereka juga lebih sering
menggunakan bahasa isyarat. Mereka mampu membaca gerakan bibir lawan
bicara apabila huruf vokal dilafalkan dengan jelas dan pelafalannya perlahan.
Dalam berkomunikasi dengan anak tunarungu, guru biasa mengulang hingga
beberapa kali, hingga guru benar meyakini maksud yang diterima oleh anak dan
yang disampaikan oleh guru benar-benar sama.
Pada pembelajaran keterampilan batik ini, guru telah menyiapkan 2
Rencana Pembelajaran (RPP) untuk 5 kali pertemuan, yaitu Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran I untuk satu kali pertemuan dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
II untuk empat kali pertemuan. Dalam Rencana Pembelajaran (RPP) I pada
pertemuan pertama, dengan standar kompetensi: Mengekspresikan diri melalui
karya seni rupa dan kompetensi dasar: membuat seni kriya tekstil dengan teknik
dan corak daerah setempat secara sederhana berdasarkan rancangan yang
dibuatnya. Alokasi waktu 1 kali pertemuan (3 jam pelajaran). Tujuan
pembelajaran dalam rencana pelaksanaan pembelajaran ini adalah: siswa dapat
mendeskripsikan konsep kriya tekstil dan memahami arti kriya tekstil serta
mengetahui langkah-langkah membuat kriya tekstil batik. Karakter yang
diharapkan melalui pembelajaran ini yaitu: disiplin, tanggung jawab, ketelitian,
kerja sama, percaya diri, kecintaan. Materi yang akan diajarkan sesuai dengan
indikator yaitu konsep seni kriya tekstil, cara membuat seni kriya tekstil dengan
membatik sesuai motif dan corak daerah setempat secara sederhana. Model yang
digunakan dalam pembelajaran ini adalah model pembelajaran CTL dengan
metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas.
Langkah-langkah pembelajaran pada kegiatan awal meliputi persepsi dan
motivasi dengan penyampaian informasi tentang kompetensi dasar dan tanya
jawab berbagai hal terkait dengan wawasan siswa mengenai materi yang akan
diajarkan. Kegiatan ini meliputi Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52
sedangkan kegiatan akhir diisi dengan membuat rangkuman/simpulan pelajaran,
penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan merupakan
umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. Rencana evaluasi pada
pertemuan ini berupa tes tertulis mengenai pengertian, peralatan, dan langkah-
langkah membuat karya batik.
Pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) II dilaksanakan untuk 4
kali pertemuan, dari Standar Kompetensi mengekspresikan diri melalui karya seni
rupa, Kompetensi Dasar membuat seni kriya tekstil dengan teknik dan corak
daerah setempat berdasarkan rancangannya. Tujuan pembelajaran yang akan
dicapai adalah siswa dapat membuat pola batik pada kain mori berdasarkan
desainnya, membatik tulis dengan bahan lilin dan alat canting, dan mewarnai
kain batik. Karakter yang diharapkan melalui pembelajaran ini yaitu: disiplin,
tanggung jawab, ketelitian, kerja sama, percaya diri, kecintaan. Pemilihan materi
pembelajaran yaitu: Contoh seni kriya tekstil dan langkah-langkah membatik
pada kain denganteknik dan motif sederhana rancangannya sendiri. Model
pembelajaran yang dipilih adalah CTL menggunakan metode demonstrasi dan
pemberian tugas, dengan langkah-langkah pembelajaran terdiri dari 3 (tiga)
langkah kegiatan yaitu: 1) Kegiatan pendahuluan yang meliputi apersepsi dan
motivasi, 2) Kegiatan inti yang didalamnya terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi dan
Konfirmasi, 3) Kegiatan penutup dengan penyampaian kesimpulan. Kegiatan
penilaian berupa tes praktek/kinerja membuat karya batik pada kain dengan teknik
mencanting.
1. Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2019.
Pada hari itu Bapak Wahyu datangke SLB B-C YPCM Boyolali pukul 9:15
WIB. Ketika bel tanda masuk jam ke 5 berbunyi pada pukul 9:45 WIB beliau
langsung menuju kelas. Di dalam kelas siswa telah dalam keadaan siap untuk
menerima pelajaran. Guru membuka dengan bahasa isyrarat dan pelafalan
secara perlahan dimulai dari salam dan berdoa, kemudian guru mengecek
kehadiran siswa dan mengkondisikan siswa untuk tenang agar dapat
menerima pembelajaran dengan baik. Kemudian guru menyampaikan tugas
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53
yang akan dilaksanakan beberapa pertemuan kedepan, yaitu membuat karya
batik tulis berukuran 1m x 1m. Dalam menyampaikan tugas yang akan
dikerjakan, beberapa kali beliau mengulang pengucapan dan peragaan bahasa
isyarat, serta menuliskan detail tugas tersebut pada white board. Sebelum
menjelaskan materi, guru memperlihatkan beberapa lebar kertas HVS
bergambar motif batik yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Gambar 4.2 Guru sedang menjelaskan materi batik
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Dengan rangsangan tersebut, siswa diajak untuk mulai
memperhatikan penjelasan guru. Pertama-tama guru menuliskan perngertian,
jenis, beberapa motif batik, dan peralatan yang dibutuhkan dalam membuat
batik. Kemudian peserta didik dipersilahkan untuk mencatat terlebih dahulu
apa yang tertulis pada whiteboard. Disela-sela waktu itu guru juga beberapa
kali melempar pertanyaan kepada peserta didik menggunakan bahasa isyarat
yang kurang lebih artinya, “Apakah sudah pernah membatik sebelumnya?”.
Seluruh siswa menjawab belum pernah. “Apakah pernah melihat proses
membatik?”, guru melanjutkan. Erna dan Suryo menjawab pernah,
sedangkan putri menjawab belum. Setelah siswa selesai mencatat, guru
melanjutkan menjelaskan pembelajaran. Guru mengulangi pengertian batik
yang telah beliau tulisakan, kemudian menanyakan pada salah satu siswi
bernama Erna, “Batik mana?”(sembari menggunakan bahasa isyarat, yang
kurang lebih artinya menyuruh siswa untuk memberikan contoh batik
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54
disekitarnya). Erna merespon dengan menunjukkan bahwa baju seragamnya
adalah batik. Kemudian guru mengangguk dan memberikan apresiasi dengan
menunjukan isyarat positif kepada siswa.
Kemudian untuk menerangkan mengenai jenis batik guru telah
mempersiapkan contoh kain batik tulis dan batik cap. Selanjutnya guru
menanyakan pada seluruh siswa mana yang batik cap mana yang batik tulis.
Siswa cukup antusias dengan berebut menunjuk batik yang diperlihatkan
oleh guru. Kemudian guru memberikan kesimpulan akhir, “yang inilah batik
tulis, yang inilah batik cap”, beserta menunjukkan beberapa ciri dari batik
tulis dan batik cap. Kegiatan selanjutnya, guru mengeluarkan peralatan yang
digunakan untuk membatik yang diantaranya adalah kompor gas portable
dan wajan, canting, malam/lilin, zat pewarna beserta waterglass, dan kain
katun primis.Bapak Wahyu memperlihatkan setiap peralatan sembari
menerangkan proses pembuatan batik tulis di white board. Siswa
dipersilahkan untuk menyentuh dan mencoba mensimulasikan penggunaan
alat tersebut. Peserta didik riuh bertukar pendapat mengenai peralatan
membatik.
Setelah dirasa cukup, guru dengan menggunakan bahasa isyarat
menyuruh salah satu siswa bernama Suryo untuk mengambil beberapa
lembar kertas HVS di ruang TU. Sembari menunggu, guru mulai mengambar
motif-motif batik yang mengambil ide dari ikon-ikon Kabupaten Boyolali.
Setelah kertas untuk menggambar motif sudah siap, peserta didik mulai
berkreasi menggambar motif batik. Guru juga mengistruksikan menggunakan
bahasa isyarat kepada siswa untuk boleh membuka internet dimasing-masing
handphone miliknya. Beliau juga memberikan kata kunci pencarian, agar
mudah dalam mencari referensi. Bapak Wahyu juga berkeliling melihat
pekerjaan dari masing-masing anak didiknya. Guru juga memberikan
masukan kepada siswa terkait pembuatan motif. Setiap anak diharuskan
membuat minimal 3 motif utama untuk mengisi bidang kain yang disediakan.
Siswa menggambar motif dari pukul 10:15 sampai dengan pukul
11:15 WIB. Siswi bernama Erna menggambar motif batik seperti apa yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55
dicontohkan di depan kelas. Erna dapat menggambar 5 motif batik. Karakter
motif yang digambar oleh Erna dapat dibaca dengan baik. Waktu yang
diperlukan juga lebih cepat dibandingkan teman-temanya satu kelas. Bapak
Wahyu hanya sedikit memberikan saran agar komposisi gambar terlihat lebih
menarik. Dalam proses membuat motif, Erna dapat mengerjakan dengan baik
dan tidak mengalami kendala yang berarti.
Gambar 4.3 Siswi bernama Erna sedang membuat pola batik
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Siswi bernama Putri juga mencontoh gambar motif di whiteboard.
Putri hanya mempu menggambar 2 motif jadi dan 1 motif yang belum tuntas.
Dilihat dari hasil dan selama proses memnggambar, Putri sebenarnya
mempunyai kemampuan untuk bisa menggambar motif dengan baik. Hanya
saja dia tidak bisa menjaga konsetrasinya. Dia terlalu sering untuk melihat
ponsel miliknya, namun bukan untuk melihat referensi foto. Putri juga terlalu
sering istirahat dengan menaruh kepalanya di meja dalam waktu yang cukup
lama. Bapak Wahyu beberapa kali menyuruh untuk segera mengerjakan.
Namun tetap saja, akhirnya motif yang dihasilkannya hanya berjumlah 2
motif.
Siswa bernama Suryo juga mencoba untuk meniru gambar yang
diberikan oleh guru. Dia membuat total 4 buah motif utama. Dalam
menyelesaikan gambar, Suryo cenderung untuk tergesa-gesa. Beberapa kali
Bapak Wahyu meminta untuk menambahkan beberapa elemen ise-isen dalam
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56
motifnya agar terlihat penuh. Karakteristik objek yang menjadi ide dasar
motif-motifnya juga belum terlihat dengan jelas. Dalam membimbing Suryo
Bapak Wahyu memberikan contoh langsung pada kertas gambar milik suryo.
Suryo kemudian melanjutkan contoh gabar tersebut.
Setelah semua siswa selesai menggambar motif mereka, kemudian
guru menginstruksikan kepada Putri dan Erna untuk mengambil kain primis
di ruang keterampilan tekstil. Siswa dibimbing guru memotong sendiri kain
primis yang akan digunakan untuk praktek berkarya batik. Setelah kain siap,
siswa segera diminta memindahkan motif yanng sebelumya digambar di
kertas ke kain. Dalam memindahkan motif, siswa hanya menggunakan
bangku belajar biasa. Siswa sesekali terlihat memiringkan kepalanya untuk
Gambar 4.4 Motif batik karya siswa
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Sembari menunggu peserta didik menyelesaikan pekerjaanya, Bapak
Wahyu menulis beberapa catatan dalam proses berkaya dan sikap peserta
didik ketika mengikuti pembelajaran keterampilan batik. Hingga pukul 11:25
WIB peserta didik belum selesai memindahkan motif ke kain. Maka dari itu
kain yang belum selesai dipola dihimbau untuk dibawa pulang, sehingga
dapat dikerjakan di rumah. Mengingat jam pelajaran segera berakhir, guru
bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran pada pertemuan pertama
ini. Guru menyakan apakah ada beberapa materi yang belum dipahami.
Siswa dengan serentak menjawab “Tidak”. Guru kemudian mempersilahkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57
peserta didik untuk membereskan peralatanya. Sebelum pelajaran diakhiri,
Bapak Wahyu mengingatkan kembali denngan bahasa isyarat dan pelafalan
kosa kata perlahan, “Dikerjakan, di rumah”. Pada pukul 11:35 WIB Bapak
Wahyu mengakhiri pertemuan pertama dengan mengucapkan salam.
b. Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 21 Februari
2019. Seperti pertemuan pertama, Bapak Wahyu datang pada pukul 9:15
WIB. Ketika bel masuk berbunyi beliau segera menuju kelas. Setibanya di
kelas, guru hanya menemui siswi bernama Putri. Bapak Wahyu kemudian
menyuruhnya untuk memanggil teman-temannya masuk ke kelas. Beliau
menayakan alasan keterlambatan dari murid-muridnya. Mereka beralasan
bahwa tidak tahu kalau sudah masuk. Bapak Wahyu mengingatkan kepada
muridnya menggunakan bahasa isyarat bahwa, apabila sudah jam 9:45 WIB
segera masuk kelas. Murid menerima teguran tersebut dengan mengangguk
dan tersenyum kepada guru, kemudian gestur tanganya mengisyaratkan tanda
permintaan maaf. Selanjutnya guru membuka pelajaran dengan
mengucapkan salam dan menyiapkan situasi yang kondusif untuk
dilaksanakan pembelajaran.
Gambar 4.5 Guru sedang berkomunikasi dengan siswa
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Ketika kondisi peserta didik sudah siap, Bapak Wahyu menyuruh
siswa untuk duduk tenang dan mengeluarkan pola batik yang seharusnya
sudah mereka selesaikan di rumah. Namun, pada pertemuan ini siswa belum
sepenuhnya menyelesaikan tugasnya itu di rumah. Hanya Erna yang sudah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58
mengerjakan di rumah, peserta didik yang lain bahkan kainya ditinggal di
sekolahan. Ketika ditanya alasanya, siswa beralasan bahwa dirinya lupa akan
tugas tersebut. Bapak Wahyu tetap sabar dalam menasihati muridnya itu.
Ketika peneliti konfirmasi kepada guru atas kejadian tersebut, beliau
mengungkapkan, “Lha gimana lagi mas. Wong sebenarnya mereka sudah
mau berangkat saja, alhamdulillah. Mereka mau mengerjakan seperti ini. Itu
sudah luar biasa”. Kemudian beliau menginstruksikan peserta didik untuk
kembali menyelesaikan memindah motif batik.
Gambar 4.6 Siswa sedang memola kain batik
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Siswi Erna mengawali dengan bertanya atau meminta saran dari guru.
Motif batik karya Erna dikomposisikan secara simetris. Sementara itu siswa
yang lain tidak segera memindahkan gambar motif mereka. Mereka terlihat
sedikit kebingungan mengkomposisikan gambar-gambar yang masih
berbentuk motif yang terpisah-pisah. Ketika Bapak Wahyu memeberikan
penjelasan pada Erna mereka juga terlihat memperhatikan dengan penuh
konsentrasi. Setelah Erna memulai menggambar kembali, mereka bertanya
pada Erna. Mereka saling berdiskusi menggunakan bahasa isyarat. Setelah
beberapa saat, guru meminta anak-anak untuk kembali melanjutkan proses
memindahkan motif mereka. Dalam proses inisiswa Erna tidak melewatkan
elemen-elemen dalam motifnya, sehingga hasil pola pada kain cukup baik.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59
Sementara itu siswi bernama Putri sedikit malas untuk kembali
mengulang gambarnya. Seperti pertemuan sebelumnya, dia kerap bermain
ponsel dan terlalu lama beristirahat. Guru beberepa kali meminta untuk
melanjutkan pekerjaanya. Hasil akhir pola pada kain yang dihasilkan oleh
Putri cukup luwes namun masih banyak tempat yang kosong. Komposisi
yang ia terapkan mirip seperti karya milik Erna. Sedangkan siswa bersama
Suryo menggambar dengan tenang, dia tidak banyak bertanya kepada guru.
Ketika menggambar, Bapak Wahyu sering memperingatkan pada Suryo
bahwa ada beberapa bagian motif belum dijiplak. Guru mengamati kegiatan
siswa sembari membuat catatan kegiatan pada hari ini. Setelah kain telah
selesai dipola, kain tersebut dikonsultasikan terlebih dahulu kepada guru.
Masuk dalam proses mencanting, siswa diinstruksikan untuk
mengambil peralatan mencanting di ruang tekstil. Guru mengkondisikan
tempat pembelajaran mencanting di bagian emperan depan kelas. Tempat ini
dipilih karena dirasa lebih aman dibandingkan jika pembelajaran berada di
dalam kelas yang terdapat banyak benda mudah terbakar. Setelah seluruh
peralatan lengkap, guru bersama siswa mempersiapkan peralatan untuk
proses mencanting. Siswa memperhatikan contoh pemasangan peralatan,
tingkat kepanasan, tingkat kecairan malam, hingga memegang canting yang
benar yang diperagakan oleh guru. Setelah dirasa cukup, siswa diperbolehkan
untuk mencoba menorehkan malam pada kain yang tidak terpakai. Siswa
sangat antusias mencoba pengalaman barunya ini. Sesekali ada beberapa
siswa yang masih kesulitan dalam menorehkan malam. Permasalahan seperti
malam yang tidak tembus dan malam yang ditorehkan meluber ke tempat
yang tidak diharapkan cukup sering terjadi. Alasan kenapa permasalahan
tersebut terjadi kemudian dijelaskan oleh guru. Guru selalu mengingatkan
bagaimana teknik yang benar dalam menorehkan malam di kain.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 60
Gambar 4.7 Proses mencanting
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Setelah dirasa cukup terampil, siswa dianjurkan untuk memulai
menorehkan malam pada kain yang sudah dipola sebelumnya. Walaupun
sudah berhati-hati dalam mengerjakan proses ini, tetap saja ada malam yang
meluber ke bagian kain yang tidak diinginkan. Melihat hal tersebut, siswa
diberikan solusi oleh guru untuk merespon hal tersebut, seperti melanjutkan
lelehan malam menjadi motif daun atau motif lainya sesuai kreatifitas anak.
Siswa tetap dibimbing oleh guru dalam melaksanakan proses ini. Bapak
Wahyu juga membuat catatan harian terkait pembelajaran pada pertemuan
ini.
Ketika siswa rombel kelas besar praktik diluar ruangan, tentunya
akan menarik perhatian siswa kelas lain. Beberapa anak melihat dari jarak
yang cukup dekat karena penasaran. Kedatangan anak kelas lain ini sedikit
mengganggu kondusifitas kelas. Bapak Wahyu bersama guru kelas lain
mencoba untuk menasihati anak-anak ini. Ketika diperingatkan mereka
menjauh, namun tetap saja beberapa waktu kemudian mereka kembali lagi.
Hingga akhir pertemuan kedua, proses mmencanting belum selesai
seluruhnya. Siswa dihimbau untuk merapikan peralatan membatik yang
digunakan. Sebelum pelajaran diakhiri guru kembali mengingatkan kepada
para peserta didik untuk berhati-hati dalam mencating dan selalu menerapkan
teknik mencanting yang baik dan benar. Kemudian guru mengakhiri
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 61
pelajaran dengan mengucapakan salam dan menginstruksikan kepada siswa
untuk mengembalikan peralatan di ruang keterampilan tekstil.
c. Pertemuan Ketiga
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari kamis, tanggal 28 Februari
2019. Pada pertmuan ini pembelajaran dilaksanakan lebih awal, karena
terdapat pergantian jadwal pelajaran. Pembelajaran dilaksanakan mulai pukul
08:00 WIB, namun Bapak Wahyu sudah bersiap di ruang guru dari pukul
07:00 WIB. Ketika anak-anak sudah siap di kelas, beliau membuka
pembelajaran dengan mengucapkan salam, berdoa, dan mengecek kehadiran
siswa. Pada pertemuan ketiga ini salah satu peserta didik bernama Putri tidak
berangkat sekolah tanpa ada surat ijin. Bapak Wahyu kemudian
menayakanhal ini pada teman sekelasnya. Menurut informasi siswi bernama
Erna, Putri sedang berada di Solo, namun dia tidak mengetahui untuk
keperluan apa Putri di Solo. Selanjutnya guru mengkondisikan tempat
dibagian emperan kelas agar pembelajaran dapat segera dimulai.
Guru kemudian menginstruksikan kepada siswa untuk mengeluarkan
pekerjaan pada pertemuan sebelumnya. Bapak Wahyu melihat satu persatu
dan sedikit mengulas teknik mencanting dari setiap karya siswa. Setelah itu
guru memberikan isyarat kepada siswa untuk mengambil dan
mempersiapkan perlatan membatik mereka secara mandiri. Setelah peralatan
siap, siswa diperkenankan melanjutkan pekerjaan mencanting mereka hingga
selesai. Dalam proses ini Erna mengalami sedikit kesulitan. Dia belum bisa
santai dalam memegang canting. Karena cantingnya sedikti bergetar, hasil
cantinganya kurang baik. Guru meminta Erna tetap rileks. Hasil akhir
cantinganya terlihat pada beberapa bagian motif cantinganya juga tidak
tembus. Bapak Wahyu meminta untuk mengulangi pelapisan malam pada
bagian sebaliknya. Berbeda dengan Erna, Suryo terlihat luwes dalam
menggunakan canting. Goresannya tembus dan rapi. Hanya terdapat sedikit
lelehan malam, namun dapat dia respon dengan meneruskan lelehan itu
menjadi motif yang baru. Guru mengapresiasi dengan memberikan isyarat
positif kepadanya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62
Kain yang sudah ditoreh malam, kemudian dikonsultasikan kepada
guru, apakah masih ada malam yang tidak tembus atau belum menyatu antar
sisinya. Guru juga menjelaskan akibat dari hal tersebut dalam proses
pewarnaan nantinya. Bapak Wahyu terus mengamati proses pengerjaan
peserta didiknya. Setelah proses pencantingan selesai, kegiatan dilanjutkan
ke proses pewarnaan. Proses pewarnaan dilaksanakan di halaman depan
kelas yang merupakan hamparan atap gedung yang cukup rata dan terbuka.
Tempat ini cukup memungkinkan untuk proses pewarnaan sekaligus
penjemuran batik. Semua alat dan bahan yang akan digunakan ini juga
disediakan oleh sekolah sebagai penunjang dalam pembelajaran. Alat dan
bahan yang digunakan dalam proses pewarnaan ini antara lain, remasol/
pewarna, waterglass, beberapa botol air mineral, ember kecil, dan sarung
tangan.
Gambar 4.8 Proses pewarnaan dasar kain batik
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Sebelum memulai praktek pewarnaan, guru telebih dulu menjelaskan
dan memperagakan secara langsung tahapan proses pewarnaan yang akan
dikerjakanmenggunakan kain yang telah dicanting pada kegiatan pameran
pada semester sebelumnya. Tahapan tesebut meliputi rasio pencampuran
antara pewarna dengan air, cara mewarna batik, dan cara mengikat warna
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 63
menggunakan waterglass. Siswa memperhatikan contoh yang diperagakan
guru dengan seksama. Beberapa kali terlihat mereka berdikusi dengan teman
mereka menggunakan bahasa isyarat. Setelah itu peserta didik secara
bergantian diperbolehkan untuk memulai proses pewarnaan dasar. Guru juga
menyediakan sarung tagan plastik agar tangan peserta didik tidak kotor. Kain
batik yang sudah diwarna dasaran kemudian dijemur diatas atap gedung.
Karena hanya dihamparkan diatas atap tanpa penahan, seringkali kain batik
tertiup oleh angin. Siswa harus selalu mengecek bagaimana keadaan
pekerjaannya.
Gambar 4.9 Proses penjemuran kain batik
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Sebelum pembelajaran diakhiri, guru kembali mengulang secara
singkat bagaimana prosedur pewarnaan batik dan hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pewarnaan batik. Bapak Wahyu juga mengingatkan
bahwa pertemuan berikutnya kegiatan yang dilakukan adalah proses nyolet.
Maka dari itu, beliau meminta besok kain harus sudah didasari warna
termasuk karya milik Putri. Siswa juga diberitahu untuk terlebih dahulu
mempersiapkan bahan pewarnaan sehingga waktu dapat digunakan secara
efisien. Pada pertemuan ini berlangsung lebih lama, pembelajaran diakhiri
sekitar pukul 10:30 WIB. Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan
salam dan mengingatkan peserta untuk membereskan kembali peralatan
mencanting maupun peralatan pewarnaan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 64
d. Pertemuan ke 4
Pertemuan keempat dilaksanakan pada tanggal 14 Maret 2019, seperti
biasa, Bapak Wahyu sudah berada di sekolah sebelum bel masuk berbunyi.
Guru masuk kelas tepat pada jadwal yang sudah ditentukan. Semua siswa
sudah membawa hasil karya masing-masing yang sudah didasari
warna.Pertemuan keempat ini melanjutkan pewarnaan selanjutnya (proses
nyolet). Para siswa datang lebih awal untuk mempersiapkan alat dan bahan
yang digunakan untuk proses pewarnaan. Alat dan bahan yang digunakan
dalam proses pewarnaan ini antara lain,pewarna remasol, waterglass,
mangkok, dan kuas. Pertemuanini diawali dengan mengulang kembali
penjelasan mengenai cara menyolet. Selanjutnya guru memberikan contoh
cara memberikan warna pada kain yang sudah digambar, siswa mengamati
dengan teliti dan antusias. Setelah guru memperagakan, satu persatu anak
disuruh untuk mencoba mencolet,kemudian para siswa mulai mengerjakan
tugasnya. Guru mengamati siswa yang mengerjakantugassembari sesekali
membimbingdan mengarahkannya. Dalam menjelaskan pengetahuan ini, guru
dan peserta didik sesekali bersendau gurau dengan akrab menggunakan
bahasa isyarat yangdigunakan oleh siswasehari-hari.
Gambar 4..10 Guru mendampingi siswa dalam proses menyolet
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Erna menyolet dengan cukup baik.Hasil coletanya penuh dan rata. Dia
beberapa kali meminta saran pada guru, warna apa yang cocok untuk mengisi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 65
bagian-bagian motifnya. Bapak Wahyu memberikan kebebasan padanya
untuk mengaplikasikan warna yang Erna suka. Di beberapa bagian hanya ada
sedikit warna yang menerobos keluar bidang motif. Sementara itu Putri
menyakan, kenapa pada karyanya banyak warna yang menerobos keluar
bidang motif. Bapak Wahyu menunjukkan ada beberapa bagian cantinganya
yang pecah karena terlipat atau tidak menyatu antar sisinya. Di beberapa
bagian masih terdapat sedikit tetesan warna atau coletan kuas yang keluar dari
bidang motifnya. Dalam memilih warna Putri cukup berani memilih warna
dan mencampur beberapa warna yang dia sukai. Sedangkan Suryo hasil
coletannya kurang rapi. Banyak sapuan kuasnya keluar dari bidang yang ingin
diwarna. Selain itu beberapa kali Bapak Wahyu harus mengingatkanya untuk
mewarnai beberapa bagian motif yang masih kosong. Namun jika melihat
cantinganya yang cukup rapi, hanya sedikit warna yang menerobos keluar
motif.
Gambar 4.11 Siswa kelas lain yang mengganggu kondusifitas kelas
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Suasana pembelajaran pada pertemuan ini masih kurang kondusif,
dikarenakan anak kelas lain yang melihat kegiatan ini mengerubungi siswa
yang sedang menyolet untuk melihat dari jarak dekat. Dikarenakan kondisi
yang kurang kondusif beberapa kali pewarna tumpah, atau menetes pada
bagian kain yag tidak diinginkan. Guru selalu menasihati anak-anak ini untuk
tidak mengganggu temannya yang sedang berkarya. Proses nyolet dan
pengikatan warna selesai pada pukul 11:00 WIB. Karya-karya yang telah
dicolet dijemur pada atap gedung. Guru mengakhiri kegiatan pembelajaran
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 66
lebih awal dengan mengucapkan salam dan mengingatkan siswa untuk nanti
dapat menyimpan karya batiknya sehingga pada pertemuan selanjutnya dapat
dilanjutkan ke proses pelorodan.
e. Pertemuan ke 5
Pertemuan kelima dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 1 April
2019. Bapak Wahyu mengambil jam terakhir yang kebetulan kosong
dikarenakan guru kelas ada agenda rapat di luar sekolah.Pertemuan ini
dilaksanakan diluar jadwal pelajaran yang semestinya dilaksanakan setiap
hari Kamis dikarenakan pada minggu sebelumnya, waktu pembelajaran
digunakan untuk persiapan lomba FSL2N. Pada pertemuan ini kegiatan yang
akan dilaksanakan adalah proses melorod kain batik.
Bapak Wahyu masuk kemudian memulai pembelajaran dengan
mengucapkan salam dan mengecek kehadiran siswa. Siswa bernama Suryo
tidak berangkat tanpa ada surat ijin. Setelah sedikit mencari tahu alasan
ketidakhadiran Suryo, Bapak Wahyu melanjutkan pembelajaran dengan
menanyakan karya batik yang sebelumnya sudah diwarna. Siswa
menunjukkan pada guru karya mereka, termasuk karya Suryo yang kebetulan
tertinggal di kelas.
Kemudian Bapak Wahyu mengajak mereka berdua untuk menuju ke
ruang dapur untuk melaksanakan proses melorod. Sesampainya di ruang
dapur Bapak Wahyu meminta siswanya untuk mempersiapkan peralatan
secara mandiri. Peralatan tersebut diantaranya, panci berisi air, kompor, dan
tongkat kayu. Setelah semua peralatan siap, Guru menginstruksikan siswa
untuk merebus air tersebut hingga mendidih. Sembari menunggu air
mendidih Bapak Wahyu menerangkan bahwa lilin tersebut akan mencair jika
dipanaskan kemudian lilin akan terkelupas dengan sendirinya dari kain.
Bapak Wahyu, perlu mengulang beberapa kali penjelasannya karena selain
tidak adanya whiteboard, hal ini merupakan hal yang baru, dan banyak
istilah-istilah asing di dalam proses ini. Dalam beberapa kesempatan Bapak
Wahyu juga sesekali bercanda bersama peserta didiknya sehingga diantara
mereka terbangun hubungan yang baik.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 67
Setelah air mendidih, Bapak Wahyu meminta anak-anak secara
bergantian memasukkan kain batikmereka masing-masing. Bapak Wahyu
mengingatkan siswanya untuk berhati-hati karena suhu air cukup panas.
Kemudian Bapak Wahyu memperagakan cara agar lilin cepat luntur, yaitu
dengan mengangkat kain kepermukaan menggunakann tongkat, kemudian
mencelupkan kembali dan sesekali memutar-mutar kain yang ada di dalam
panci. Siswa mengamatinya dengan seksama. Selanjutnya Bapak Wahyu
mempersilahkan peserta didiknya mencoba tahapan ini secara bergantian.
Setelah dirasa semua malam telah lepas dari kain batik, Bapak Wahyu
meminta anak didiknya untuk mematikan kompor terlebih dahulu, kemudian
meniriskan kain batik tersebut. Bapak Wahyu kembali mengingatkan agar
siswa berhati-hati karena suhu airnya masih cukup panas. Kemudian guru
menginstruksikan untuk segera merendam kain batik tersebut pada air
dengan suhu normal dalam beberapa saat. Selanjutnya beliau megecek
kembali kain batik dari sisa-sisa pelorodan malam. Kain batik kemudian
dicuci bersih oleh siswa kemudian dijemur di tempat penjemuran.
Gambar 4..12. Proses pelorodan
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Setelah seluruh proses membatik selesai, Bapak Wahyu
mengapresiasi kinerja siswa selama proses pembelajaran batik. Guru juga
kembali sedikit mengigatkan siswa tentang alat dan bahan batik serta tahapan
proses pembuatan batik. Setelah itu Bapak Wahyu segera menutup pelajaran
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 68
karena waktu pulang yang sudah molor dan wali murid sudah menunggu
untuk menjemput siswa. Beliau juga meminta anak didiknya untuk
mengingatkan pada penjaga sekolah untuk merawat kain batik yang sedang
dijemur. Pembelajaran diakiri pada pukul 12:30 WIB dengan berdoa
bersama.
f. Pertemuan ke 6
Setelah membuat batik tulis pada pertemuan 1-5, Kegiatan pada
pertemuan ke enam ini adalah membuat batik cap. Kegiatan ini dilaksanakan
pada hari kamis, 4 Maret 2019. Waktu pelaksanaan kegiatan ini mulai dari
pukul 07.00 WIB-11:45WIB. Sasaran kegiatan ini bukan hanya untuk rombel
kelas besar tunarungu, melainkan seluruh siswa dan guru. SLB-B-C YPCM
Boyolali secara khusus mengundang pengerajin batik dan cap batik dari
Surakarta bernama Bapak Tahit. Bapak Tahit dan salah seorang pegawainya
bernama Gunawan datang bersama Bapak Wahyu pada pukul 07:00 WIB.
Mereka berdua langsung mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan
dalam pembelajaran batik cap. Bahan yang digunakan dalam membuat batik
cap relatif sama dengan batik tulis, seperti kain, pewarna, waterglass, dan
malam/lilin. Ditambah dengan beberapa peralatan khusus batik yaitu cap
motif batik dan meja khusus batik cap
Setelah seluruh alat dan bahan siap, kegiatan dimulai pada pukul
08:00 di aula sekolah. Siswa dan guru memperhatikan penjelasan yang
diberikan oleh Bapak Tahit. Dalam menjelaskan proses membatik cap, beliau
hanya menggunakan bahasa normal sembari memperagakan bagaimana
melakukanya dengan benar tanpa menggunakan bahasa isyarat. Dari pihak
sekolah juga tidak menyediakan translator bagi anak yang tunarungu.
Hal yang pertama dijelaskan adalah mengenai meja khusus batik cap
yang dilapisi sejenis busa rata dan kain yang dibasahi menggunakan air,
kemudian dilapisi plastik dipermukaanya. Penggunaan meja ini agar lilin
tidak menempel pada meja yang digunakan untuk mengecap. Cap batik juga
harus dipanasi terlebih dulu bersama malam di wajan datar khurus batik cap
saat sebelum digunakan. Kemudian cap yang sudah panas pada wajan berisi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 69
malam diangkat dan sedikit digoyang-goyangkan agar malam yang
menempel tidak terlalu banyak. Cap tersebut kemudian ditempelkan dengan
perlahan pada kain yang sudah dibentangkan di meja. Setelah menyelesaikan
beberapa cap, Bapak Tahit mempersilahkan Bapak Wahyu untuk mencoba.
Gambar 4.13. Bapak Tahit (kiri) bersama Bapak Wahyu (kanan) membatik
menggunakan cap
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Disaat mencoba membatik cap, Bapak Wahyu juga menunjukkan
bagaimana prosedur dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membatik
cap pada siswanya yang tunarungu menggunakan bahasa isyarat. Mereka
memeperhatikan dengan baik. Pada percobaan pertama terdapat lelehan
malam yang menetes pada bidang kain, Bapak Tahit memberikan penjelasan
bahwa sebaiknya dalam membawa cap, bagian permukaan cap dihadapkan
ke atas sebelum ditempelkan pada kain. Bapak Wahyu kemudian
memberikan penjelasan menggunakan bahasa isyarat kepada anak didiknya.
Setelah selembar kain telah selesai dicap, kemudian kain itu diangin-
anginkan dan proses pengecapan dilanjutkan oleh siswa kelas besar dan guru.
Masalah yang sering terjadi dalam proses pengecapan ini adalah malam yang
terlalu banyak menempel pada cap, sehingga motif cap tidak terlihat jelas.
Banyak juga malam yang menetes baik di kain maupun di lantai ruangan.
Dalam proses ini Pak Tahit dan Pak Wahyu mendampingi dan membimbing
baik siswa maupun guru yang mencoba untuk berkarya batik.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 70
Setelah 2 kain selesai dicap, proses mengecap diberhentikan terlebih
dahulu untuk mendengarkan penjelasan proses selanjutnya yaitu proses
pewarnaan. Teknik pewarnaan yang digunakan adalah teknik colet. Bapak
Tahit hanya mencontohkan di beberapa motif saja, kemudian dilanjutkan
oleh siswa dan guru. Dalam waktu yang bersamaan beberapa anak megecap
batik, sebagian lagi mewarna batik. Sehingga waktu yang digunakan dapat
lebih efisien. Setelah kain selesai diwarnai, kain dijemur di halamansekolah
terlebih dahulu sebelum dilanjutkan pada proses pengikatan warna.
Gambar 4.14. Proses pewarnaan batik cap
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Pada pertemuan hari ini, kegiatan yang dilakukan hanya sampai
proses pewarnaan. Proses pengikatan warna dan pelorodan akan dilakukan
keesokan harinya. Di akhir waktu kegiatan guru dan siswa bersama-sama
membersihkan lingkungan sekolah. Alat dan bahan serta karya batik yang
telah dibuat disimpan si ruang aula. Kegiatan ini berakhir pada pukul 11:45
WIB.
Keesokan harinya Bapak Tahit melanjutkan proses pembuatan batik
cap yaitu megikat warna dan melorod batik. Pada kesempatan hari ini Bapk
Wahyu berhalangan hadir karena ada jadwal mengajar di sekolah yang lain.
Bapak Tahit melanjutkan dengan mencelupkan karya batik yang sudah
diwarnai ke larutan waterglass. Sembari memperegakan proses ini beliau
juga menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses engikat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 71
warna ini. Guru beberapa kali bertanya mengenai bahan dan pentingnya
proses ini. Kain yang telah dicelup cairan waterglass kemudian diangin-
anginkan hingga kering. Sembari menunggu proses pengeringan, anak-anak
diperbolehkan kembali mencoba mengecap dan mewarna kain batik.
Gambar 4.15. Proses pengikatan warna
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Setelah beberapa kain batik yang dijemur sebelumnya kering, Bapak
Tahit dibantu dengan Bapak Gunawan melajutkan ke proses pelorodan
malam. Proses pelorodan dilakukan di aula sekolah disaksikan guru dan
siswa. Peralatan yang disiapkan antara lain panci, kompor, soda abu, dan
tongkat kayu untuk mengentas kain. Pak Tahit menjelaskan bahwa soda abu
digunakan untuk mempermudah proses pengelupasan malam dari kain. Kain
yang telah dilorod dijemur kembali diterik matahari. Setelah seluruh kegiatan
membuat batik cap selesai, kegiatan ini diakhiri pada pukul 11:00 WIB.
Diakhir pertemuan guru dan siswa memberisihkan dan memberesi alat dan
bahan yang digunakan agar dapat bisa digunakan kembali.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 72
g. Hasil Karya Siswa
Gambar 4.16. Batik tulis karya Suryo
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Batik tulis karya Suryo memiliki motif yang bervariasi. Walaupun
visualisasi motif batik miliknya masih belum menggambarkan karakter dari
objek yang dijadikan ide dasar pembuatan motif, namun dalam Suryo cukup
baik dalam mengaplikasikan teknik mencanting. Dalam karyanya ini Suryo
mengaplikasikan warna dasar berwarna kuning. Sementara itu disamping
kanan dan kiri kain terdapat motif tumbuhan tembakau yang berwarna merah.
Di bagian bawah terdapat motif jagung. Di bagian tengah ia menggambarkan
objek hewan lele dan di atasnya terdapat motif sapi. Dalam hal pewarnaan
Suryo cenderung kurang rapi. Terdapat banyak warna yang tidak semestinya
menetes di permukaan kain, sehingga karyanya terkesan kotor.
Gambar 4.17. Batik tulis karya Erna
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Batik tulis karya Erna cukup jelas menggambarkan karakter objek
yang menjadi ide dasar motif batiknya. Dalam mengaplikasikan teknik
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 73
mencanting, Erna sudah cukup mengusai teknik ini walaupun masih terdapat
beberapa bagian yang kurang rapat dan mengakibatkan warnanya tembus
keluar motif. Penggunaan warnanya dominan menggunakan warna kuning
dan hijau. Motif yang di aplikasikan juga sudah bervariasi. Dalam karya ini
ia menggambarkan motif tembakau, pepaya, sapi, lele, serta gunung Merapi
dan Merbabu yang menjadi ciri khas Kabupaten Boyolali. Dalam hal
pertanyaan ia berani untuk mengaplikasikan dua warna dalam satu bidang
motif yang menimbulkan efek gradasi warna yang baik. Hal ini tentu menjadi
nilai plus bagi Erna terkait penilaian karya batik tulis miliknya.
Gambar 4.18Batik tulis karya Putri
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Batik tulis karya Putri memiliki pewarnaan yang cukup rapi namun
masih terlihat monoton karena hanya menggunakan 3 warna yaitu kuning
sebagai warna yang paling dominan, warna hijau dibeberapa bagian daun dan
gunung, serta warna merah di batang dan bunga tembakau. Ia
mengaplikasikan teknik mencanting dengan cukup baik. Hanya sedikit warna
yang tembus keluar motif. Motif batik digambarkan dengan cukup baik
hanya saja masih terdapat banyak bagian kain yang kosong. Dalam karyanya
ini Putri menempatkan motif tembakau, jagung, dan gunung Merapi dan
Merbabu.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 74
Sementara itu berikut adalah beberapa karya batik cap yang dibuat
secara bersama-sama oleh siswa:
Gambar 4.19. Batik cap karya siswa
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
C. Pembahasan
1. Pelaksanaan Pembelajaran Batik Rombel Kelas Besar SLB B-C YPCM
Boyolali
a. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran keterampilan batik terbagi kedalam dua
tujuan besar. Di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Seni Budaya
mata pelajaran Seni Rupa (RPP) I dengan standar kompetensi
mengekspresikan diri melalui karya seni rupa, tujuan pembelajaran yang
pertama adalah siswa dapat mendeskripsikan konsep kriya tekstil dan
memahami arti kriya tekstil serta mengetahui langkah-langkah membuat
kriya tekstil batik. Kompetensi tersebut merupakan sebagian dari
rangkaian pencapaian kompetensi dasar membuat seni kriya tekstil dengan
teknik dan corak daerah setempat sesuai rancangan sendiri secara
sederhana, seperti yang dirumuskan dalam silabus. Perumusan tujuan
pembelajaran RPP I yang disiapkan oleh Bapak Wahyu Kencana
Wijayanto,S,Sn. tersebut hanya mencakup 2 komponen yaitu Audience
(siswa) dan Behavior (mendeskripsikan konsep kriya tekstil dan
memahami arti kriya tekstil serta mengetahui langkah-langkah membuat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 75
kriya tekstil batik. Sementara komponen Conditiondan Degree dalam
penyusunan tujuan pembelajaran belum dilengkapi oleh guru.
Tujuan pembelajaran batik pada RPP II adalah: siswa dapat
membuat pola batik pada kain mori berdasarkan desainnya, membatik tulis
dengan bahan lilin dan alat canting, dan mewarnai kain batik. Rumusan
tujuan pembelajaran ini terdiri dari 2 (empat) komponen yaitu komponen
yaitu Audience (siswa) dan Behavior (dapat membuat pola batik pada kain
mori berdasarkan desainnya, membatik tulis dengan bahan lilin dan alat
canting, mewarnai kain batik). Sementara komponen Condition dan
Degree dalam penyusunan tujuan pembelajaran belum juga dilengkapi
oleh guru. Hasil karya seni kriya tekstil pada pembelajaran ini adalah
berupa taplak meja. Perumusan tujuan pembelajaran ini telah sesuai
dengan Kompetensi inti, Kompetensi dasar, dan Standar Kompetensi yang
tertera di kurikulum.
b. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran batik mengacu kepada kompetensi inti dan
kompetensi dasar pada Kurikulum. Guru menjelaskan bahwa Standar
kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam pembelajaran keterampilan
batik ini megacu pada Kurikulum 2013 namun dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan sekolah dan disesuaikan
dengan kemampuan peserta didik. Bapak Wahyu Kencana Wijayanto
memilih materi batik karena sarana dan prasarana sebagai pendukung
membuat seni kriya batik sudah tersedia (hasil wawancara tanggal 4 Maret
2019).Peserta didik diberikan kebebasan dalam mengekspresikan ide dan
gagasan dalam karyanya, hal ini bertujuan agar siswa senang dan nyaman
mengikuti proses pembelajaran. Materi pembelajaran keterampilan batik
ini terbagi atas materi teori dan materi praktek.
Materi pembelajaran teori batik tulis yang diajarkan kepada siswa
meliputi pengertian batik, jenis dan macam batik, alat dan bahan
pembuatan batik tulis, pembuatan motif khas daerah Boyolali, teknik
pembuatan batik tulis, dan langkah-langkah dalam pembuatan batik tulis.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 76
Sedangkan materi pembelajaran praktek meliputi proses memindah pola
batik, proses mencanting pada pola batik di kain, proses pewarnaan batik,
proses melorod batik hingga proses finishing. Guru menjelaskan bahwa
materi pembelajaran keterampilan membatik lebih ditekankan pada materi
praktek. Materi teori yang disampaikan tidak terlalu banyak, hanya sebatas
materi dasar membatik saja. Pemilahan materi ini dilakukan agar
menghemat waktu, mengingat daya tangkap anak tunarungu/wicara
terbatas karena keterbatasan pendengaran dan kosakatanya yang akan
membutuhkan banyak waktu jika materi yang disampaikan terlalu luas.
Selain itu siswa dirasa lebih membutuhkan materi yang bersifat praktis
karena segera bisa digunakan dalam upaya menciptakan kemandirian bagi
siswa
Dalam program pengayaan guru juga menambahkan materi
mengenai batik cap dengan mendatangkan langsung pengerajin batik dari
Surakarta sebagai sumber belajar. Materi batik cap yang diberikan
meliputi, pengetahuan tentang alat dan bahan yang digunakan dalam
membuat batik cap, persiapan sebelum membatik menggunakan cap,
proses pengecapan lilin di kain, proses pewarnaan, hingga proses melorod
dan finishing. Walaupun sasaran kegiatan ini adalah untuk guru dan
seluruh peserta didik, namun bagi siswa rombel kelas besar
tunarungu/wicara tentunya menjadi tambahan pengetahuan mengenai seni
kriya tekstil, khususnya batik. Pemilihan materi ini sudah sesuai dengan
kompetensi inti, kompetensi dasar, dan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai. Kedalaman dan keluasan materi dalam pembelajaran ini juga
sudah disesuaikan dengan keadaan siswa dan telah cukup sesuai
kompetensi dasar yang ingin dicapai.
c. Metode Pembelajaran
Berdasarkan pengamatan pada proses pembelajaran ketrampilan
batik, penyampaian materi oleh guru menggunakan beberapa metode
untuk mencapai hasil pembelajaran yang maksimal. Metode pembelajaran
yang diterapkan adalah sebagai berikut:
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 77
1) Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan cara yang digunakan untuk
penyampaian pelajaran melalui cara penuturan (lecture). Selaras
dengan hasil wawancara denganBapak Wahyu Kencana Wijayanto,
guru menyampaikan materi pelajaran menggunakan metode ceramah
dengan komunikasi total, yaitu penuturan lisan secara perlahan
disertai dengan bahasa isyarat menggunakan Sistem Bahasa Isyarat
Indonesia (SIBI) kepada seluruh siswa. Dikarenakan keterbatasan
siswa dalam hal perbendaharaan kata dan banyaknya istilah yang
masih tergolong baru bagi siswa, Bapak Wahyu juga menuliskan
materi pembelajaran di whiteboard.
Gambar 4.20. Guru menggunakan metode ceramah
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Dalam proses pembelajaran keterampilan batik ini beliaujuga
membawamotif batik, hasil karya batik, dan alat serta bahan batik
untuk mempermudah penyampaian materi menggunakan metode
ceramah. Teknik ini digunakan sebagai sarana penyampaian materi
teori tentang pengertian seni batik, pola motif batik khas Boyolali, dan
alat dan bahan, serta tahapan proses pembuatan batik. Bapak Wahyu
Kencana Wijayanto tidak terlalu sering menggunakan metode ini
dikarenakan memakan cukup banyak waktu karena harus beberapa
kali diulangi pelafalanya. Selain itu metode ceramah juga kurang
efektif karena sering kali terjadi salah pemahaman antara guru dengan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 78
peserta didik.
2) Metode tanya jawab
Tanya jawab diperlukan untuk mengetahui kemampuan dan
perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran sesuai dengan materi yang
telah diajarkan oleh guru. Metode ini diterapkan oleh Bapak Wahyu
Kencana Wijayanto untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa
tentang materi membuat seni kriya tekstil batik. Dikarenakan Bapak
Wahyu juga belum menguasai sepenuhya penggunaan bahasa isyarat,
biasanya ia juga menuliskan pertanyaannya pada whiteboard.
Gambar 4.21. Guru menggunakan metode tanya jawab
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Dalam pelaksanaan pembelajaran siswa lebih sering bertanya
kepada guru karena mereka kurang paham dengan istilah-istilah yang
asing bagi mereka. Penggunaan metode tanya jawab ini bisa membuat
kelas menjadi lebih aktif. Selain itu, siswa menjadi benar-benar
paham tentang materi yang telah disampikan oleh guru, sedangkan
guru mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang
telah disampaikan.
3) Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan penyampaian bahan pelajaran
dengan mempergunakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang
suatu proses, situasi, atau benda tertentu. Dari hasil penelitian terlihat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 79
bahwa dalam metode demonstrasi,Bapak Wahyu memberikan contoh-
contoh atau memeragakan proses pada setiap tahapan membuat karya
batik. Dalam metode ini beliau juga memberikan penjelasan secara
lisan, menggunakan alat visualisasi, serta ilustrasi. Selanjutnya siswa
mengamati, meniru, dan mempraktikan secara langsung sesuai yang
dicontohkan guru. Metode ini cukup sering digunakan dalam
pembelajaran oleh Bapak Wahyu. Penggunaan metode ini dinilai
mudah dilakukan oleh guru dan juga mudah diterima oleh siswa.
Metode demonstrasi dapat menggugah daya tarik siswa terhadap
materi yang diberikan oleh guru. Sehingga siswa merasa antusias
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Gambar 4.22. Narasumber menggunakan metode demonstrasi
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
4) Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas digunakan untuk mengetahui sejauh
mana kompetensi yang dimiliki oleh siswa. Hasil dari tugas yang
dikerjakan oleh siswa dapat dianalisis dalam rangka evaluasi
pembelajaran. Dalam menggunakan metode ini Bapak Wahyu terlebih
dahulu menyelesaikan penyampaian materinya. Siswa juga
dipersilahkan untuk menanyakan materi yang belum mereka pahami.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa tugas yang diberikan guru hanya
sebatas melajutkan pekerjaan siswa ketika waktu yang diberikan
disekolah tidak mencukupi. Metode ini dapat secara efektif mengukur
tingkat kedisiplinan dan tanggung jawab dari tiap-tiap siswa. Metode
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 80
penugasan yang dilakukan Bapak Wahyu juga memberikan
kesempatan bagi siswa untuk secara mandiri menerapkan teori yang
didapatnya di dalam kelas ke dalam praktik membuat karya
sesungguhnya
d. Media Pembelajaran
Media pembelajaran dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan
kemauan siswa sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada
diri siswa. Media bukan hanya alat perantara seperti TV, radio, slide,
bahan cetakan, tetapi juga meliputi orang atau manusia sebagai sumber
belajar, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang
memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap
Gerlach (dalam Sanjaya, 2006: 163), Dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran disebutkan bahwa media pembelajaran yang digunakan
dalam pembelajaran batik ini menggunakan media elektronik berupa
laptop, narasumber, lingkungan sekitar, buku teks, media cetak, dan
sebagainya. Namun dari hasil penelitian terlihat bahwa guru tidak
menggunakan seluruh media tersebut. Dalam pelaksanaan pembelajaran
keterampilan batik Bapak Wahyu Kencana Wijayanto menggunakan
beberapa media pembelajaran, diantaranya adalah:
1) Motif batik
Pada pertemuan pertama guru menunjukkan kepada siswa
sejumlah 5 motif batik yang dibuat oleh guru sendiri. Motif batik
yang digunakan merupakan representasi dari ikon-ikon dari Boyolali,
yang diantaranya adalah jagung, tembakau, pepaya, sapi, dan lele.
Dalam kegiatan belajar mengajar, siswa diperbolehkan untuk
membawa gawainya ke kelas. Hal ini dimanfaatkan guru dalam
pembelajaran dengan menginstruksikan siswanya untuk mengakses
internet melalui gawai. Alat ini digunakan oleh guru dan siswa dalam
mencari referensi sebanyak mungkin mengenai motif-motif batik.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 81
Gambar 4.23. Motif batik
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Motif batik ini dapat membantu penjelasan guru tentang
gambaran urutan proses pembuatan batik dan memberikan referensi
bagi siswa dalam membuat motif batik khas Boyolali secara mandiri.
Penggunaan motif batik sebagai media pembelajaran telah sesuai
dengan tujuan, materi, minat, kebutuhan, dan kondisi siswa tunarungu
yang lebih efektif menggunakan media-media yang bersifat visual.
2) Kain batik
Gambar 4.24 Karya batik siswa pada tahun pelajaran sebelumnya
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Kain batik yang ditunjukkan kepada siswa pada pertemuan
pertama oleh guru merupakan hasil karya batik tulis siswa pada
beberapa tahun sebelumnya dan kain batik cap yang didapat guru dari
perajin batik. Media ini juga menunjang penerapan metode tanya
jawab yang dilakukan guru sehingga meningkatkan keaktifan kelas.
Penggunaan kain batik sebagai media pembelajaran juga telah sesuai
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 82
dengan tujuan dan materi pembelajaran. Guru juga memperhatikan
minat, kebutuhan, dan kondisi siswa tunarungu dengan kemampuan
pendenggarannya yang terbatas. Sehingga media ini cukup efektif
dalam membantu siswa memahami penjelasan guru tentang pengertian
batik dan pengetahuan tentang ciri-ciri batik tulis dan batik cap. Siswa
juga dapat dengan langsung melihat contoh hasil karya yang nantinya
mereka kerjakan sehingga mampu menggugah rasa ketertarikan siswa
dengan pembelajaran.
3) Alat dan bahan membatik
Gambar 4. 25 Alat dan bahan memmbatik
(Dokumentasi: Bayu Setiawan, 2019)
Peralatan membatik yang digunakan guru sebagai media
pembelajaran antara lain adalah canting, cap batik, kompor, dan
wajan. Bahan membatik yang digunakan guru sebagai media
pembelajaran diantaranya adalah kain, lilin/malam, dan zat pewarna.
Media ini digunakan oleh guru dalam menjelaskan materi terkait
proses pembuatan karya batik baik teknik penggunaan dan urutan
proses pembuatannya. Dalam pelakasanaan pembelajaran guru cukup
terampil mendemonsttrasikan media pebelajaran ini sehingga siswa
dapat mengetahui cara memegang canting yang benar, cara mengecap
batik, tingkat kepanasan lilin, teknik pewarnaan yang baik, dan masih
banyak lagi. Pengetahuan-pengetahuan tersebut cukup sulit apabila
dijelaskan tanpa menggunakan media yang tepat.
Media ini telah sesuai dengan minat, kebutuha, dan kondisi
siswa. Tidak banyak terjadi kesalah pahaman komunikasi antara guru
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 83
dan siswa, sehingga waktu pembelajaran dapat efektif digunakan.
Sselain itu,, dengan hadirnya benda yang sebenarnya, siswa juga bisa
memiliki pengalaman langsung dengan apa yang sedang mereka
pelajari. Maka dari itu, penggunaan alat dan bahan membatik sebagai
media pembelajaran efektif dan efisien digunakan dalam
pembelajaran mengingat sekolah telah memiliki dan
mengahadirkannya ke dalam kelas tidak terlalu menyulitkan.
e. Evaluasi/penilaian pembelajaran
Evaluasi pembelajaran dilakukan bertujuan untuk mengetahui
pencapaian hasil belajar siswa. Evaluasi hasil belajar yang dilakukan oleh
Bapak Wahyu menggunakan penilaian pendekatan individu terhadap
proses pembelajaran selama kegiatan pembelajaran batik berlangsung dan
hasil akhir karya batik yang dibuat oleh siswa. Di dalam RPP, evaluasi
yang digunakan adalah berupa tes tertulis pilihan ganda dan tes praktek
dengan indikator pencapaian kompetensi membuat seni kriya tekstil batik
tulis dengan teknik dan corak sederhana hasil rancangan sendiri. Namun
dalam pelaksanaanya teknik evaluasi yang dilakukan oleh Bapak Wahyu
adalah dengan tes lisan untuk mengevaluasi kompetensi kognitif dan
afektif siswa, unjuk kerja dan pengumpulan hasil karya siswa untuk
mengevaluasi kompetensi psikomotorik dan afektif siswa.
Selaras dengan pendaat Purwanto, (2013: 3) bahwa “Evaluasi atau
penilaian adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran
dan kriteria yang sudah ditetapkan.” dalam proses evaluasi ini kegiatan
pembelajaran batik dinilai berdasarkaan indikator yang telah ditetapkan.
Dalam hal kompetensi afektif Bapak Wahyu Kencana Wijayanto menilai
sikap siswa melalui indikator keseriusan, tanggung jawab, kebersihan,
ketekunan, dan ketepatan waktu saat mengikuti pembelajaran keterampilan
batik. Sementara pada bidang psikomotorik atau keterampilan, penilaian
dilakukan terhadap kemampuan siswa dalam proses pembuatan pola motif
batik, goresan mencanting, teknik pewarnaan, proses pelorodan, hingga
hasil akhir karya batik tulis peserta didik. Pelaksanaan evaluasi hasil
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 84
belajar siswwa dilakukan pada setiap pertemuan. Pada pembelajaran batik
ini siswa memperoleh nilai mulai dari angka 75 sampai 90. Guru
memberikan nilai yang relatif baik agar siswa merasa lebih bersemangat
dalam membuat karyanya lagi (hasil wawancara tanggal 22 Maret 2019).
Dalam memberikan skor, guru tidak memiliki pedoman penskoran. Hal ini
akan mengakibatkan akurasi dan keadiilan peniaian kurang objektif dan
tiidak akuntabel.
Pemilihan teknik evaluasi hasil belajar siswa yang digunakan oleh
gurusudah sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran. Penilaian dalam
ranah kompetenssi afektif dan psikomotorik telah dilaksanakan oleh guru
dengan baik. Sedangkan dalam ranah kompetensi kognitif, guru belum
melaksanakan evaluasi secara menyeluruh, karena hanya melalui tanya
jawab yang tidak terstruktur. Baik pertanyaan yanng diajukan maupun
indikator penilaian tes lisan tidak direncanakan secara terperinci.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Batik Rombel Kelas
Besar SLB B-C YPCM Boyolali
Kesuksesan pelaksanaan pembelajaran tentu dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik faktor pendukung maupun penghambat pembelajaran
tersebut. Berikut adalah beberapa faktor pendukung dan penghambat
terlaksananya pembelajaran keterampilan membatik di rombel kelas besar
SLB B-C YPCM Boyolali
a. Faktor pendukung
1. Guru
Salah satu faktor yang mendukung terlaksananya pembelajaran
batik yaitu guru memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan
bakat siswa. Hal ini terlihat dari usaha guru untuk mendatangkan
secara langsung perajin batik ke hadapan para siswa agar mereka
mengetahui secara mendalam seluk beluk tentang industri kerajinan
batik. Selain itu guru juga memiliki networking yang luas sehingga
mendapatkan informasi terkait pembelajaran batik yang luas pula.
Guru selalu mendorong siswa untuk bisa mengikuti lomba-lomba
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 85
kesenirupaan termasuk di dalamnya lomba membatik. Dalam waktu
dekat ada 2 orang siswa yang akan mewakili Boyolali dalam
mengikuti lomba LKSN cabang perlombaan membatik pada tingkat
CABDIN V Jawa Tengah. Keikutsertaan siswa dalam lomba ini
penting dalam mengasah jiwa kompetisi dan mengembangkan bakat
yang dimiliki oleh siswa. Sisi positif selanjutnya yang dimiliki oleh
guru adalah sikap guru yang kreatif dan menyenangkan dalam
pembelajaran. Walaupun memiliki kendala dalam hal berkomunikasi,
guru tetap bisa membangun hubungan yang positif antara guru dengan
peserta didik, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan
menyenangkan.
2. Siswa
Unsur yang memegang peran penting dalam pembelajaran
selanjutnya adalah siswa. motivasi belajar, tingkat kecerdasan, dan
kreatifitas sangat menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Siswa
tunarungu/wicara mempunyai kemampuan yang sama seperti anak
normal biasanya untuk bisa membuat karya seni dalam hal ini karya
batik. Bahkan ada salah satu siswa yang mempunyai kemampuan
melukis yang baik hingga meraih berbagai prestasi. Dari segi input,
kemampuan siswa tentunya sangat mendukung terlaksananya kegiatan
pembelajaran batik ini. Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung
siswa aktif bertanya dan memperhatikan penjelasan guru dengan
seksama. Tingkat kehadiran siswa dalam mata pelajaran seni rupa juga
tergolong baik. Hal ini memperlihatkan bahwa siswa cukup antusias
dan memiliki motivasi yang tinggi dalam mengikuti pembelajaran
batik ini.
3. Sarana
Sarana dan prasarana sekolah yang memadai sangat
mendukung keberhasilan dalam pembelajaran. Sarana yang
mendukung keberhasilan siswa di dalam pembelajaran membuat seni
kriya tekstil batik ini telah memadai. Semua alat dan bahan yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 86
digunakan dalam materi membuat seni kriya tekstil batik ini
disediakan oleh sekolah, sehingga siswa tidak terhambat oleh alat dan
bahan dalam mengerjakannya.
4. Lingkungan
Lingkungan yang tertib, bersih, aman, dan nyaman merupakan
salah satu faktor juga yang mendukung kelancaran suatu
pembelajaran. Kondisi sekolah SLB B-C YPCM Boyolali yang bersih
sangat mendukung dalam menunjang pembelajaran. Kelas atau tempat
belajar yang bersih, akan kesehatan seluruh warga sekolah. Aktifitas
belajar yang terprogram dengan tertib juga merupakan faktor penentu
keberhasilan suatu pembelajaran. SLB B-C YPCM Boyolali yang
terletak di tengah kota Boyolali, juga terletak di kaki Gunung Merapi
dan Merbabu dengan hawa yang sejuk sehingga nyaman untuk
dilaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kebersihan, keamanan, dan
ketertiban di SLB B-C YPCM Boyolali cukup terjaga. Kebersihan dan
keindahan di sekolah ini juga mendapat perhatian yang baik.
Ketertiban siswa diatur melalui tata tertib sekolah. Pemeliharaan
lingkungan halaman maupun semua ruangan dilakukan oleh seluruh
warga sekolah baik melalui piket kebersihan kelas bagi siswa dibawah
pengawasan wali kelas masing-masing maupun program Jumat bersih
yang dilaksanakan oleh semua warga sekolah juga para wali siswa
yang sedang menunggu. Untuk menjaga keamanan bagi siswa agar
siswa tetap berada di lingkungan sekolah maka pintu pagar tetap
tertutup.
b. Faktor penghambat
1. Prasarana
Sarana yang tersedia untuk pembelajaran batik di SLB B-C
YPCM memang memadai dan lengkap. Namun dari segi prasarana
seperti gedung atau tempat khusus yang memadai untuk melaksanakan
kegiatan pembelajaran batik masih belum tersedia. Faktor ini
menyebabkan permasalahan lain seperti keamanan siswa dan guru
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 87
yang kurang terjaga, pelaksanaan pembelajaran yang berpindah-
pindah ruangan/tempat, dan persiapan sebelum pembelajaran yang
lebih lama. Karena SLB B-C YPCM Boyolali ini setiap jenjangnya
berada pada satu atap dari jenjang SDLB, SMPLB, dan SMALB juga
terdapat beberapa ketunaan yang berbeda, maka pada saat siswa
mengerjakan praktek membatik di luar kelas akan menarik perhatian
siswa yang lain dan mengganggu siswa yang sedang melaksanakan
pembelajaran. Situasi yang kurang kondusif ini juga menyebabkan
beberapa bahan dan alat untuk membatik tumpah dan rusak.
2. Alokasi Waktu
Ketersediaan waktu yang cukup akan sangat diperlukan dalam
serangkaian praktek membatik. Dalam pembelajaran mata pelajaran
seni rupa SLB B-C YPCM Boyolali semester II (genap) tahun ajaran
2018/2019 Kompetensi Dasar membuat seni kriya tekstil batik 6
pertemuan dengan alokasi waktu 1 petemuan hanya 3X35 menit.
Waktu yang terbatas ini sehingga menyebabkan ada beberapa siswa
yang tugas praktek membatiknya tidak terselesaikan. Sehingga guru
memperbolehkan siswa melanjut tugas praktek membatik di rumah..