BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

26
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Statistik Pada bagian ini dijelaskan hasil output pengolahan data yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diajukan sebelumnya. Pengolahan data menggunakan data panel dengan bantuan aplikasi STATA versi 12 untuk menganalisis variabel terikat berupa volatilitas harga saham syariah, dan variabel bebas berupa inflasi, kurs, suku bunga, serta laba bruto. Sesuai dengan karakteristik data panel yaitu penggabungan antara data cross-section dan time series, dengan n berupa cross-section yaitu obyek penelitian yang terdiri dari 17 perusahan aktif yang listing dalam Jakarta Islamic Index (JII). Sedangkan t berupa time series yaitu periode secara tahunan dimulai dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Sumber data diperoleh dari laporan publikasi Bursa Efek Indonesia, laporan tahunan Badan Pusat Statistika (BPS), annual report perusahaan yang terkait, dan lain sebagainya. Berikut ini merupakan analisis statistik dari variabel yang digunakan dalam model penelitian, analisis statistik dan pengolahan data penelitian yang akan menjelaskan model dalam regresi data panel, pengujian dan pemilihan model serta uji asumsi klasik agar menghasilkan penelitian yang bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) yaitu sebagai berikut :

Transcript of BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Statistik

Pada bagian ini dijelaskan hasil output pengolahan data yang bertujuan

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diajukan

sebelumnya. Pengolahan data menggunakan data panel dengan bantuan aplikasi

STATA versi 12 untuk menganalisis variabel terikat berupa volatilitas harga

saham syariah, dan variabel bebas berupa inflasi, kurs, suku bunga, serta laba

bruto. Sesuai dengan karakteristik data panel yaitu penggabungan antara data

cross-section dan time series, dengan n berupa cross-section yaitu obyek

penelitian yang terdiri dari 17 perusahan aktif yang listing dalam Jakarta Islamic

Index (JII). Sedangkan t berupa time series yaitu periode secara tahunan dimulai

dari tahun 2011 hingga tahun 2015. Sumber data diperoleh dari laporan publikasi

Bursa Efek Indonesia, laporan tahunan Badan Pusat Statistika (BPS), annual

report perusahaan yang terkait, dan lain sebagainya.

Berikut ini merupakan analisis statistik dari variabel yang digunakan dalam

model penelitian, analisis statistik dan pengolahan data penelitian yang akan

menjelaskan model dalam regresi data panel, pengujian dan pemilihan model serta

uji asumsi klasik agar menghasilkan penelitian yang bersifat BLUE (Best Linear

Unbiased Estimator) yaitu sebagai berikut :

1. Statistik Variabel Penelitian

Tabel 4.1

Statistik Variabel Penelitian

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Dimana :

ln_vhss = volatilitas harga saham syariah dalam bentuk logaritma natural

infl = inflasi

ln_kurs = kurs dalam bentuk logaritma natural

sb = suku bunga

ln_lb = total laba bruto dalam bentuk logaritma natural

Berdasarkan statistik deskriptif dari variabel yang digunakan dalam

model penelitian sesuai dengan tabel di atas, maka analisis deskriptif dari setiap

variabel antara lain sebagai berikut:

Dari 85 obeservasi dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari variabel

volatilitas harga saham syariah selama periode 2011 hingga 2015 adalah log

8,532 dengan deviasi sebesar 1,301 persen. Perusahaan dengan harga saham

terendah adalah Alam Sutra Realty Tbk. dengan kode ASRI pada tahun 2015

yaitu sebesar log 5,84 atau Rp 343, sedangkan perusahaan dengan harga saham

tertinggi adalah Indo Tambang Raya Tbk. dengan kode ITMG pada tahun 2012

yaitu sebesar log 10,3 atau Rp 41.350.

Nilai rata-rata dari variabel inflasi selama periode 2011 hingga 2015

adalah 5,636 persen dengan standar deviasi sebesar 2,266 persen. Tingkat

inflasi terendah terjadi pada tahun 2015 sebesar 3,35 persen, sedangkan tingkat

inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu sebesar 8,38 persen.

Nilai rata-rata variabel kurs selama periode 2011 hingga 2015 adalah

sebesar log 9,326 dengan standar deviasi log 0,160. Nilai kurs terendah terjadi

pada tahun 2011 yaitu sebesar log 9,11 atau Rp 9.023 sedangkan nilai kurs

tertinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar log 9,53 atau Rp 13.726.

Nilai rata-rata variabel suku bunga selama periode 2011 hingga 2015

adalah 6,66 persen dengan standar deviasi sebesar 0,727 persen. Nilai suku

bunga terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 5,8 persen, sedangkan nilai

suku bunga tertinggi terjadi pada tahun 2014 sampai dengan 2015 yaitu sebesar

7,5 persen.

Nilai rata-rata variabel laba bruto selama periode 2011 hingga 2015

adalah sebesar log 8,475 dengan deviasi sebesar log 1,251 persen. Perusahaan

dengan laba bruto terendah adalah Indo Tambang Raya Tbk. dengan kode

ITMG pada tahun 2015 yaitu sebesar log 5,86 atau Rp 350,2 milyar, sedangkan

perusahaan dengan laba bruto tertinggi adalah Astra Internasional Tbk. dengan

kode ASII pada tahun 2014 yaitu sebesar log 10,57 atau Rp 38.809 milyar.

2. Model Regresi Data Panel

Model regresi data panel terbagi menjadi tiga model yiatu pooled least

square atau disebut juga dengan common effect, fixed effect model, dan random

effect model. Berikut ini hasil pengelolaan data dari ketiga model regresi data

panel :

a. Pooled Least Square/ Common Effect

Dalam model ini data diperlakukan sama atau dengan kata lain

mengabaikan adanya perbedaan dimensi individu maupun waktu. Berikut

hasil estimasi regresi menggunakan pooled least square.

Tabel 4.2

Hasil Regresi Pooled Least Square

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Berdasarkan hasil estimasi pooled least square di atas, variabel kurs

dan suku bunga pengaruhnya tidak signifikan terhadap volatilitas harga

saham syariah. Kemudian dapat dilihat nilai F statistik tidak signifikan

ditunjukkan dengan nilai Prob>F lebih besar dari α, hal tersebut

menunjukkan bahwa variabel bebas tidak signifikan mempengaruhi variabel

terikat. Nilai R-square sebesar 0,1082 artinya model ini hanya dapat

menjelaskan variasi sebesar 10,82 persen terhadap volatilitas harga saham

syariah.

b. Model Efek Tetap (Fixed Effect Model)

Model ini mengasumsikan bahwa intersep dari setiap individu adalah

berbeda sedangkan slope antar individu adalah tetap.1 Berikut hasil estimasi

regresi menggunakan fixed effect model.

1 Agus Widarjono, Ekonometrika : Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis Edisi Kedua ..., 251

Tabel 4.3

Hasil Regresi Fixed Effect Model

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Berdasarkan hasil estimasi fixed effect di atas, variabel kurs

pengaruhnya tidak signifikan terhadap volatilitas harga saham syariah.

Kemudian dapat dilihat nilai F statistik signifikan ditunjukkan dengan nilai

Prob>F lebih kecil dari α, hal tersebut menunjukkan bahwa secara bersama-

sama variabel bebas signifikan mempengaruhi variabel terikat. Nilai R-

square within sebesar 0,3789 artinya model ini mampu menjelaskan variasi

sebesar 37,89 persen terhadap variabel terikat yaitu volatilitas harga saham

syariah. Hal tersebut menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan

dengan metode pooled least square.

c. Model Efek Random (Random Effect Model)

Dalam random effect model mengasumsikan setiap objek penelitian

memiliki perbedaan intersep, yang mana intersep tersebut adalah variabel

random atau stokastik.2 Berikut hasil estimasi regresi menggunakan random

effect model.

Tabel 4.4

Hasil Regresi Random Effect Model

Sumber : Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Berdasarkan hasil estimasi random effect diatas, variabel kurs

pengaruhnya tidak siginifikan terhadap volatilitas harga saham syariah.

Dalam metode ini nilai probability chi square sebesar 0,0000 artinya secara

bersama-sama variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel terikat. Nilai R-square within sebesar 0,3786 artinya model ini

2 Agus Widarjono, Ekonometrika : Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis Edisi Kedua ..., 251

mampu menjelaskan variasi sebesar 37,86 persen terhadap volatilitas, nilai

tersebut lebih rendah dari model fixed effect.

3. Pengujian dan Pemilihan Model

Pengujian dan pemilihan model estimasi data panel digunakan untuk

memilih satu dari tiga model yang lebih sesuai dan memiliki pendugaan yang

lebih efisien. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan

model mana yang paling tepat dalam mengestimasi parameter data panel. Ada

tiga pengujian untuk memilih model estimasi data panel yaitu Uji Chow-test

atau Uji F-test digunakan untuk memilih antara model Pooled Least Square

atau metode Fixed Effect. Pengujian kedua yaitu Lagrange Multiple Test

digunakan untuk memilih antara metode Pooled Least Square atau metode

Random Effect. Selain itu, terdapat pengujian Hausman Test yang digunakan

untuk memilih antara metode Fixed Effect atau metode Random Effect.

a. Uji Chow-Test/ F-test

F-test digunakan untuk memilih antara model pooled least square atau

metode fixed effect. Berikut ini hasil dari pengujian F-test.

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Gambar 4.1

Hasil Pengujian F-test

Dari hasil output tersebut, dapat dilihat bahwa nilai probabilitas

sebesar 0,000 artinya F-test memberikan hasil yang signifikan. Karena

probabilitas lebih kecil dari nilai α (0,05), maka H0 : PLS ditolak dan H1 : FE

diterima, sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah menggunakan

model fixed effect.

b. Lagrange Multiple Test

Lagrange multiple test merupakan pengujian kedua dari pengujian

pemilihan model estimasi data panel yang digunakan untuk memilih antara

metode pooled least square atau metode random effect. Berikut ini hasil dari

pengujian lagrange multiple test.

Tabel 4.5

Hasil Pengujian Lagrange Multiple Test

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Dari hasil pengujian lagrange multiplier test diatas, dapat dilihat

bahwa pada hasil tersebut memiliki Prob>chibar2 sebesar 0,0000, lebih

kecil dari 0,05 artinya H0 : PLS ditolak dan H1 : RE diterima. Sehingga

kesimpulan yang dapat diambil adalah menggunakan model random effect.

c. Hausman Test

Hausman test merupakan pengujian terakhir dari pengujian pemilihan

model estimasi data panel yang digunakan untuk memilih antara metode

fixed effect atau metode random effect. Berikut ini hasil dari pengujian

hausman test.

Tabel 4.6

Hasil Pengujian Hausman Test

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Dari hasil pengujian hasuman test diatas, dapat dilihat bahwa pada

hasil tersebut memiliki Prob>chi2 sebesar 0,9082, lebih besar dari 0,05

artinya H0 : RE diterima dan H1 : FE ditolak. Sehingga kesimpulan yang

dapat diambil adalah menggunakan model random effect.

4. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik dimaksudkan untuk menghasilkan parameter

yang bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), artinya estimator yang

dimiliki memiliki nilai harapan sesuai dengan nilai sesungguhnya. Pengujian

yang dilakukan meliputi uji normalitas, uji multikolinieritas, uji

heterokedastisitas, dan uji autokorelasi.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti

diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan nilai residual mengikuti

distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar, maka uji statistik menjadi tidak

valid untuk jumlah sampel kecil.3 Berikut ini merupakan hasil dari pengujian

normalitas residual.

Tabel 4.7

Hasil Pengujian Normalitas Residual

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Berdasarkan hasil pengujian normalitas residual diatas, dapat dilihat

bahwa nilai p-value combined K-S sebesar 0,475. Asumsi normalitas akan

terpenuhi apabila p-value combined K-S lebih besar dari nilai α. Karena p-

value combined K-S lebih besar daripada alpha, maka data residual

berdistribusi normal.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Dalam model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas.4 Variabel

bebas dikatakan terbebas dari gejala multikolinieritas apabila nilai Variance

Inflation Factor (VIF) kurang dari 10 dan nilai Tolerance (1/VIF) lebih dari

0,10.

3 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Edisi 7 (Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2013), 160. 4 Singgih Santoso, Mengolah Data Statistik Secara Profesional ..., 206.

Tabel 4.8

Hasil Pengujian Multikolinieritas

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Berdasarkan tabel di atas, bahwa hasil perhitungan nilai tolerance

lebih dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel bebas. Hasil

perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal

yang sama, tidak ada satu variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari

10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada gejala multikolinieritas antar

variabel bebas dalam model regresi.

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedatisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan varian dan residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Apabila varian dan residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan apabila

berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang

homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.5 Hipotesis dari

pengujian heterokedastisitas ini adalah H0 : Homokedastisitas dan H1 :

Heterokedastisitas.6

5 Duwi Priyatno, Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS ..., 84.

6 Akbar Suwardi, Modul STATA : Tahapan dan Perintah (Syntax) Data Panel Edisi 2011 (Depok: Lap

Komputasi Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2011), 3.

Tabel 4.9

Hasil Pengujian Heterokedastisitas

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Variabel bebas dikatakan terbebas dari gejala heterokedastisitas jika

nilai prob>chi2 lebih besar dari nilai α yaitu 0,05. Dari hasil output di atas,

dapat dilihat bahwa nilai prob>chi2 sebesar 0,0838 yang artinya lebih besar

dari 0,05. Sehingga hipotesis H1 ditolak dan data tersebut terbebas dari gejala

heterokedastisitas atau data bersifat homokedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model

regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pafa periode t

dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi ini timbul

pada data yang bersifat time series. Model regresi yang baik adalah regresi

yang bebas dari autokorelasi.7 Pengujian hipotesis uji autokorelasi adalah H0

: no autokorelasi dan H1 : autokorelasi.8

Tabel 4.10

Hasil Pengujian Autokorelasi

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

7 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Edisi 7 ..., 111.

8 Akbar Suwardi, Modul STATA : Tahapan dan Perintah (Syntax) Data Panel Edisi 2011 ..., 3.

Dari hasil output di atas, terlihat bahwa nilai prob>F sebesar 0,0104

yang artinya lebih kecil dari 0,05. Sehingga kesimpulannya adalah hipotesis

H1 diterima dan model regresi tersebut terjadi gejala autokorelasi.

5. Pengujian Goodness of Fit Model

Uji hipotesis dalam penelitian sangatlah penting, hal ini dapat

menentukan apakah penelitian yang dilakukan cukup ilmiah atau tidak. Untuk

mengetahui kelayakan model secara ilmiah, berdasarkan ketiga estimasi model

yang telah dilakukan yaitu pooled least square, fixed effect model, dan random

effect model dengan hasil output sebagai berikut :

Tabel 4.11

Perbandingan Hasil Output Model Estimasi

Model Uji t Uji F R2 Coefficient Constanta

Pooled Least

Square

P>|t| t Prob F 0,1082 6,296116

- Inflasi 0,598 0,53 0,054 2,43 0,0340714

- Kurs 0,974 -0,03 -0,063949

- Suku Bunga 0,940 -0,08 -0,0318684

- Laba Bruto 0,003 3,06 0,3366071

Fixed Effect P>|t| t Prob F 0,3789 3,384859

- Inflasi 0,024 2,31 0,0000 9,76 0,0318382

- Kurs 0,942 0,07 0,0309244

- Suku Bunga 0,502 -0,67 -0,616612

- Laba Bruto 0,000 5,64 0,6006288

Random Effect P>|z| z Prob F 0,3786 3,83903

- Inflasi 0,020 2,33 0,0000 3,04 0,0321866

- Kurs 0,969 0,04 0,0161236

- Suku Bunga 0,532 -0,62 -0,0570134

- Laba Bruto 0,000 5,70 0,5594401

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Berdasarkan perbandingan output di atas, dilihat dari nilai uji t, uji f,

koefisien determinan (R2), coeficient dan constanta, fixed effect model adalah

pendekatan yang sesuai dibandingkan dengan random effect model dan pooled

least square. Akan tetapi, pengujian terhadap asumsi klasik ekonometrika

menunjukkan bahwa fixed effect model terbukti mengalami permasalahan

autokorelasi. Pelanggaran terhadap asumsi klasik ini menjadikan hasil estimasi

bias dan diragukan validitasnya sehingga dapat menghasilkan analisa yang

salah.

Berdasarkan fakta tersebut maka penggunaan fixed effect model tidak

memungkinkan untuk menjadi landasan analisa terhadap volatilitas harga

saham syariah, sehingga dalam penelitian ini diputuskan menggunakan regresi

cross-sectional time series feasible generalized least square sebagai treatment

dari fixed effect model. Berikut ini hasil regresi cross-sectional time series

feasible generalized least square terhadap volatilitas harga saham syariah.

Tabel 4.12

Hasil Regresi Cross-Sectional Time Series Feasible Generalized Least

Square

Sumber : Hasil Pengolahan Data, Output STATA (2017)

Berikut merupakan hasil pengujian hipotesis dari penelitian ini yaitu :

a. Uji t

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variabel dependen.

Dalam penelitian ini akan dibuktikan pengaruh masing-masing dari variabel

independen yaitu inflasi, kurs, tingkat suku bunga, dan laba bruto terhadap

variabel dependen yaitu volatilitas harga saham syariah. Variabel

independen dikatakan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel

dependen atau Ho : βxy = 0 dan Ho : βxy ≠ 0 diterima apabila nilai {p>|z|} <

dari nilai α yaitu sebesar 0,05 atau t test > t tabel, dalam penelitian ini

menggunakan pengujian t tabel satu arah karena hipotesis dalam penelitian

ini sudah diketahui arahnya yaitu arah positif dan signifikan. Dari tabel 4.11

di atas diperoleh hasil sebagai berikut :

Variabel inflasi terhadap variabel volatilitas harga saham syariah

Hasil {p>|z|} inflasi yaitu 0,008, artinya {p>|z|} lebih kecil dari

nilai α sebesar 0,05. Selain itu, nilai t-test sebesar 2,66 sedangkan nilai t-

tabel untuk pengujian satu arah pada signifikansi 5% dan df 63 (n-k yaitu

68-5) sebesar 1,66940, maka t test lebih besar dari t tabel. Sehingga

inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap volatilitas harga saham

syariah atau Ho1 : βx1y ≠ 0 ditolak dan Ho1 : βx1y = 0 diterima.

Variabel kurs terhadap variabel volatilitas harga saham syariah

Hasil {p>|z|} kurs yaitu 0,932, artinya {p>|z|} lebih besar dari nilai

α sebesar 0,05. Selain itu, nilai t-test sebesar 0,08 sedangkan nilai t-tabel

untuk pengujian satu arah pada signifikansi 5% dan df 63 (n-k yaitu 68-5)

sebesar 1,66940, maka t test lebih kecil dari t tabel. Sehingga kurs tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap volatilitas harga saham syariah

atau Ho2 : βx2y ≠ 0 ditolak dan Ho2 : βx2y = 0 diterima.

Variabel suku bunga terhadap volatilitas harga saham syariah

Hasil {p>|z|} suku bunga yaitu 0,437, artinya {p>|z|} lebih besar

dari nilai α sebesar 0,05. Selain itu, nilai t-test sebesar -0,78 sedangkan

nilai t-tabel untuk pengujian satu arah pada signifikansi 5% dan df 63 (n-k

yaitu 68-5) sebesar 1,66940, maka t test lebih kecil dari t tabel. Sehingga

inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volatilitas harga

saham syariah atau Ho3 : βx3y ≠ 0 ditolak dan Ho3 : βx3y = 0 diterima.

Variabel laba bruto terhadap volatilitas harga saham syariah

Hasil {p>|z|} laba bruto yaitu 0,000, artinya {p>|z|} lebih kecil dari

nilai α sebesar 0,05. Selain itu, nilai t-test sebesar 6,50 sedangkan nilai t-

tabel untuk pengujian satu arah pada signifikansi 5% dan df 63 (n-k yaitu

68-5) sebesar 1,66940, maka t test lebih besar dari t tabel. Sehingga laba

bruto berpengaruh secara signifikan terhadap volatilitas harga saham

syariah atau Ho4 : βx4y ≠ 0 diterima dan Ho4 : βx4y = 0 ditolak.

Jadi, variabel inflasi dan laba bruto yang secara parsial berpengaruh

secara signifikan terhadap volatilitas harga saham syariah.

b. Uji F

Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen

yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel dependen.9 Variabel independen secara bersama-sama

dikatakan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen atau Ho5 : βx5y

= 0 dan Ho5 : βx5y ≠ 0 diterima apabila nilai {prob>F} < dari nilai α sebesar

0,05 atau nilai Ftest > Ftabel.

Pada tabel 4.11 tersebut di atas diperoleh hasil prob>F sebesar 0,0000,

angka tersebut lebih kecil dari nilai α sebesar 0,05 dan nilai Ftest (Wald

chi2) sebesar 2518,77. Sedangkan nilai Ftabel dengan α sebesar 0,05 dan

nilai df sebesar 63 (nilai n-k yaitu 68-5) diperoleh angka sebesar 2,97.

9 Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Edisi 7 ..., 98.

Sehingga nilai Ftest > Ftabel. Maka secara bersama-sama variabel inflasi,

kurs, suku bunga, dan laba bruto berpengaruh secara signifikan terhadap

volatilitas harga saham syariah atau Ho5 : βx5y ≠ 0 diterima dan Ho5 : βx5y = 0

ditolak.

c. Uji Koefisien Korelasi (R)

Koefisien korelasi (R) ini menujukkan seberapa besar hubungan yang

terjadi antara variabel bebas X1, X2, X3, ..., Xn secara serentak terhadap

variabel terikat (Y). Nilai koefisien korelasi dalam penelitian ini adalah akar

dua dari nilai koefisien determinan (R2) atau R = √R

2. Nilai koefisien

determinan dalam penelitian ini adalah 0,3789, sehingga nilai koefisien

korelasi sebesar √0,3789 = 0,6156. Artinya secara serentak variabel bebas

dapat menjelaskan variabel terikat sebesar 0,6156 atau 61,56%.

d. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinan (R2) menunjukkan seberapa besar presentase

variasi variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan

variasi variabel terikat.10

Nilai koefisien determinan (R2) dalam penelitian

yang menggunakan metode cross-sectional time series feasible generalized

least square bisa dilihat dari R-sq within yaitu sebesar 0,3789 atau 37,89%

yang artinya kemampuan variabel inflasi, kurs, suku bunga, dan laba bruto

dalam menjelaskan variabel volatilitas harga saham syariah sebesar 37,89%.

Sedangkan sisanya 62,11% dijelaskan oleh variabel lain di luar dari

variabel penelitian ini. Artinya tingkat error yang dihasilkan dalam

persamaan regresi dari hasil penelitian ini adalah 0,6211 atau 62,11%. Hal

ini berarti, jika terjadi perubahan satu unit pada variabel bebas, maka

variabel terikat akan berubah sebesar satu unit dengan asumsi variabel lain

konstan.

10

Duwi Priyatno, Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS ..., 66.

6. Analisis Hipotesis Penelitian

Pada sub bab ini berisi pembahasan atas temuan penelitian yang dikaitkan

dengan hipotesis penelitian awal. Hasil probabilitas dari t-Statistic yang

menguji tingkat signifikansi dari setiap variabel bebas, menunjukkan bahwa,

pada tingkat signifikansi 5 persen, variabel bebas inflasi dan laba bruto

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat volatilitas harga saham

syariah.

Hasil probabilitas Prob>F memiliki nilai 0,0000 yang menunjukkan

bahwa secara bersama-sama koefisien regresi memiliki nilai yang signifikan,

artinya variabel bebas secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap

variabel terikat.

Nilai R2

memiliki nilai 0,3789 yang menunjukkan bahwa tingkat

determinasi dari variabel bebas terhadap variabel terikat adalah sebesar 37,89

persen. Artinya sebesar 37,89 persen variabelitas dari volatilitas harga saham

syariah dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas.

Tabel 4.13

Perbandingan Hasil Regresi dengan Hipotesis Awal

Variabel Coefficient p-value Arah

Regresi

Hipotesis

Awal

Keterangan

Inflasi 0,0318382 0,008 Positif Positif Sesuai

Kurs 0,0309244 0,932 Positif Positif Tidak Sesuai

Suku

Bunga

-0,0616612 0,437 Negatif Negatif Sesuai

Laba

Bruto

0,6006288 0,000 Positif Positif Sesuai

Berikut ini pembahasan hipotesis dan analisis ekonomi dalam penelitian :

a. Pengujian hipotesis 1 : tingkat inflasi berpengaruh signifikan terhadap

volatilitas harga saham syariah

Variabel inflasi memberikan hasil estimasi koefisien positif sesuai

dengan hipotesis awal. Hasil t-test menunjukkan bahwa variabel inflasi

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volatilitas harga saham syariah

pada alpha 5 persen. Lebih lanjut, mengenai besarnya pengaruh inflasi

terhadap volatilitas harga saham syariah, dapat dilihat dari nilai koefisien

regresi variabel inflasi yaitu 0,0318382. Hal ini menunjukkan bahwa ketika

inflasi mengalami kenaikan sebesar 1 persen, volatilitas harga saham syariah

akan mengalami kenaikan sebesar 0,0318382 persen.

b. Pengujian hipotesis 2 : kurs berpengaruh signifikan terhadap volatilitas

harga saham syariah

Variabel kurs memberikan hasil estimasi koefisien positif sesuai

dengan hipotesis awal tetapi hasil t-test menunjukkan bahwa variabel kurs

memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap volatilitas harga saham

syariah pada alpha 5 persen. Lebih lanjut, mengenai besarnya pengaruh kurs

terhadap volatilitas harga saham syariah, dapat dilihat dari nilai koefisien

regresi variabel kurs yaitu 0,0309244. Hal ini menunjukkan bahwa ketika

kurs mengalami kenaikan sebesar 1 Rupiah, volatilitas harga saham syariah

akan mengalami kenaikan sebesar 0,0309244 persen.

c. Pengujian hipotesis 3 : suku bunga tidak berpengaruh signifikan

terhadap volatilitas harga saham syariah

Variabel suku bunga memberikan hasil estimasi koefisien negative

sesuai dengan hipotesis awal. Hasil t-test menunjukkan bahwa variabel suku

bunga memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap volatilitas harga

saham syariah pada tingkat signifikansi 5 persen namun berpengaruh

signifikan pada tingkat signifikansi 50 persen. Lebih lanjut, mengenai

besarnya pengaruh suku bunga terhadap volatilitas harga saham syariah,

dapat dilihat dari nilai koefisien regresi variabel suku bunga yaitu

0,0616612. Hal ini menunjukkan bahwa ketika suku bunga mengalami

kenaikan sebesar 1 persen, volatilitas harga saham syariah akan mengalami

penurunan sebesar 0,0616612 persen.

d. Pengujian hipotesis 4 : laba bruto berpengaruh signifikan terhadap

volatilitas harga saham syariah

Variabel laba bruto memberikan hasil estimasi koefisien positif sesuai

dengan hipotesis awal. Hasil t-test menunjukkan bahwa variabel laba bruto

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volatilitas harga saham syariah

pada alpha 5 persen. Lebih lanjut, mengenai besarnya pengaruh laba bruto

terhadap volatilitas harga saham syariah, dapat dilihat dari nilai koefisien

regresi variabel laba bruto yaitu 0,6006288. Hal ini menunjukkan bahwa

ketika laba bruto mengalami kenaikan sebesar 1 Rupiah, volatilitas harga

saham syariah akan mengalami kenaikan sebesar 0,6006288 persen.

e. Pengujian hipotesis 5 : inflasi, kurs, suku bunga, dan laba bruto secara

bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap volatilitas harga saham

syariah

Hasil probabilitas chi square memiliki nilai 0,0000, hal tersebut

menunjukkan bahwa secara bersama-sama koefisien regresi memiliki nilai

yang signifikan, artinya variabel bebas secara bersama-sama memiliki

pengaruh terhadap variabel terikat. Sehingga dapat dikatakan bahwa model

yang digunakan cukup baik. Nilai Wald chi2 pada hasil regresi ini memiliki

nilai 2518,77 yang lebih besar dari nilai Ftabel 2,97, memiliki arti yang

sama yaitu seluruh variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel terikat yaitu volatilitas harga saham syariah.

7. Model Persamaan Regresi

Persamaan regresi model ini adalah :

Yit = βoit + β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + eit

VHSSit = βoit + β1INFLit + β2KURSit + β3SBit + β4LBit + eit

VHSSit = 4,706987 + 0,0318382INFLit + 0,0309244KURSit – 0,0616612SBit +

0,6006288LBit

Keterangan :

βit : koefisien beta dan konstanta (intersep) 4,706987

β1INFLit : koefisien beta variabel inflasi 0,0318382

β2KURSit : koefisien beta variabel kurs 0,0309244

β3SBit : koefisien beta variabel suku bunga – 0,0616612

β4LBit : koefisien beta variabel laba bruto 0,6006288

Berdasarkan persamaan regresi data panel diatas dapat diketahui bahwa

jika nilai inflasi, kurs, suku bunga, dan laba bruto adalah 0 maka nilai dari

volatilitas harga saham syariahnya adalah 4,706987.

B. Analisis Ekonomi

Perekonomian Indonesia pada awal tahun penelitian yaitu 2011

menunjukkan daya tahan yang kuat di tengah meningkatnya ketidakpastian

ekonomi global, tercermin pada pencapaian inflasi pada level yang rendah yaitu

sebesar 3,79 persen. Kuatnya dampak kenaikan harga BBM bersubsidi tidak dapat

dihindari telah mendorong inflasi keseluruhan tahun 2013 meningkat menjadi 8,38

persen dari 4,30 persen pada tahun 2012. Apabila dibandingkan dengan inflasi di

tahun 2005 dan 2008 saat harga BBM bersubsidi dinaikkan, inflasi 2013 masih

berada di bawah 10 persen, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2005

dan 2008 yang tercatat di atas 10 persen.

Kenaikan maupun penurunan inflasi secara langsung akan berdampak pada

iklim investasi khususnya di saham syariah. Bila tingkat inflasi naik berarti harga

barang-barang naik sehingga indeks JII menurun. Hubungan antara inflasi dengan

volatilitas harga saham disebabkan oleh adanya hubungan positif antara tingkat

inflasi dan tingkat pertumbuhan uang, dimana peningkatan supply uang akan

memungkinkan peningkatan discount rate dan membuat harga saham menjadi

lebih rendah. Peningkatan inflasi akan menyebabkan kebijakan ekonomi yang

lebih ketat dan akan membuat efek negatif terhadap harga saham. Efek negatif ini

tentunya akan mendorong para investor untuk menjual saham yang dimiliki,

sehingga akan berakibat meningkatnya volatilitas harga saham syariah.

Sesuai teori, inflasi akan mempengaruhi volatilitas harga saham syariah.

Hasil dari penelitian ini juga mengatakan hal yang sama, bahwa inflasi

berpengaruh signifikan dan positif terhadap volatilitas harga saham syariah. Hasil

penelitian yang dilakukan Novita Nurrahmi dan Ahmad Rodoni (2013) serta

Lydianita Hugida (2011) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh secara

signifikan dan positif terhadap volatilitas harga saham juga menguatkan

pernyataan tersebut.

Gejolak ekonomi (krisis moneter) 1998 yang telah terjadi puluhan tahun

yang lalu sampai sekarang masih memperlihatkan sisa-sisa dampaknya. Salah satu

fenomena labilnya dunia perekonomian Indonesia yaitu semakin terhempasnya

nilai tukar Rupiah ke kisaran angka 13.000 rupiah per dollar US. Nilai tukar (kurs)

merupakan salah satu variabel makro ekonomi yang memiliki dampak yang

berbeda-beda terhadap harga saham. Suatu saham dapat terkena dampak positif

sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif. Bagi perusahaan yang

berorientasi impor, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika yang tajam akan

berdampak negatif terhadap harga saham perusahaan, beda halnya dengan

perusahaan yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari depresiasi

kurs rupiah terhadap dolar Amerika.

Pada saat nilai tukar dalam negeri mengalami depresiasi, nilai indeks di BEI

akan menurun, hal ini disebabkan oleh return yang lebih tinggi di pasar uang

sehingga investor akan lebih tertarik untuk menanamkan uangnya di pasar uang.

Penurunan indeks ini berdampak pada tidak banyak terjadi penjualan saham, maka

hal ini berakibat volatlitas harga saham cenderung rendah.

Hasil dari penelitian ini bertolak belakang dengan teori di atas, bahwa kurs

memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap volatilitas harga saham syariah.

Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Novita Nurrahmi

dan Ahmad Rodoni (2013) kurs baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang

tidak berpengaruh signifikan terhadap volatilitas indeks saham syariah JII. Investor

tidak menggunakan variabel nilai tukar secara langsung untuk menilai harga

saham. Depresiasi mata uang menyebabkan penurunan harga saham yang didorong

adanya ekspektasi inflasi. Kenaikan inflasi akan meningkatkan discount rate dan

menurunkan harga saham.

Suku bunga merupakan harga dari pinjaman atau harga dari penggunaan

uang yang dinyatakan dalam persen untuk jangka waktu tertentu. Tingkat bunga

ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang. Perubahan tingkat suku

bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan seseorang ataupun institusi

untuk melakukan suatu investasi. Dengan membandingkan tingkat keuntungan dan

resiko pada pasar modal dengan tingkat suku bunga yang ditawarkan sektor

keuangan, investor dapat memutuskan bentuk investasi yang mampu

menghasilkan keuntungan yang optimal. Tingkat suku bunga sektor keuangan

yang lazim digunakan sebagai panduan investor disebut juga tingkat suku bunga

bebas resiko (risk free) yaitu meliputi tingkat suku bunga bank sentral dan tingkat

suku bunga deposito.

Apabila tingkat suku bunga mengalami kenaikan maka hal tersebut akan

membuat para investor akan menarik dananya dan menginvestasikannya ke tempat

yang mempunyai resiko relatif kecil seperti deposito. Sedangkan apabila tingkat

suku bunga mengalami penurunan, akan berdampak positif terhadap harga saham.

Penurunan tingkat suku bunga membuat investor menarik dana yang ditanamkan

tersebut dan menginvestasikannya ke aspek yang lebih menguntungkan seperti

pasar modal dengan membeli saham. Dengan banyaknya investor yang

mengalihkan dananya dari deposito ke pasar modal maka dengan sendirinya akan

menyebabkan harga saham di pasar modal akan terdongkrak naik. Suku bunga

yang tidak terkendali dapat mengakibatkan turunnya return saham, karena

kenaikan tingkat suku bunga akan berdampak negatif terhadap harga saham.

Teori tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Novita Nurrahmi dan Ahmad

Rodoni (2013) tingkat suku bunga atau BI Rate berpengaruh secara signifikan

terhadap volatilitas indeks saham syariah JII. Namun hasil penelitian yang

dilakukan oleh penulis bertolak belakang dengan teori, tingkat suku bunga

berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap volatilitas harga saham

syariah. Hasil penelitian penulis diperkuat oleh penelitian yang dilakukan

Lydianita Hugida (2011) yang menyatakan bahwa variabel suku bunga SBI

berpengaruh signifikan negatif terhadap volatilitas harga saham.

Dalam ekonomi Islam, suku bunga dihindarkan karena suku bunga termasuk

riba sehingga diharamkan bagi pelaku usaha yang menjalankan usahanya sesuai

dengan prinsip syariah Islam. Dalam penelitian ini menggunakan data dari

perusahaan-perusahaan yang bergerak sesuai dengan syariah Islam, tentu suku

bunga tidak berpengaruh dalam volatilitas harga saham syariah karena dalam

syariah Islam menggunakan sistem bagi hasil bukan sistem bunga.

Salah satu ukuran dari keberhasilan suatu perusahaan adalah mencari

perolehan laba, karena laba pada dasarnya hanya sebagai ukuran efisiensi suatu

perusahaan. Gross Provit atau laba kotor merupakan salah satu jenis laba yang

diperoleh oleh perusahaan. Laba yang diperoleh perusahaan tidaklah selalu sama

dari satu periode ke periode lainnya. Laba cenderung berubah-ubah. Perbedaan ini

disebabkan oleh beberapa faktor. Jika faktor-faktor yang lainnya tidak berubah,

maka setiap kenaikan bahan baku, atau upah tenaga kerja maka laba kotor akan

mengalami penurunan.

Riset akuntansi terutama yang mencari hubungan angka laba dengan harga

saham selalu menggunakan angka laba operasi atau earning per share (EPS) yang

dihitung menggunakan angka laba bersih dan jarang yang menggunakan angka

laba bruto. Hasil penelitian Dahler Yolanda dan Rahmat Febrianto dalam karya

tulis Ali Imran (2011) membuktikan bahwa angka laba bruto memiliki kualitas

laba yang lebih baik dibandingkan kedua angka laba yang lain yang disajikan

dalam laporan laba rugi, lebih operatif, dan lebih mampu memberikan gambaran

yang lebih baik tentang hubungan antara laba dengan harga saham. Hal tersebut

memperkuat hasil penelitian yang dilakukan penulis, bahwa laba bruto

berpengaruh signifikan positif terhadap volatilitas harga saham syariah.