BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker 2.1.1 Definisi Kanker ...

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker 2.1.1 Definisi Kanker dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok penyakit ganas yang mempengaruhi setiap bagian tubuh. Umumnya, sel normal yang ada di dalam tubuh akan membelah diri, berkembang biak dan mati secara teratur. Ketika didapati sel yang rusak, sel normal akan berkembang biak. Tetapi pada sel kanker, sel akan terus berkembang biak dan membelah diri tanpa terkendali (Word Health Organization, 2020). Ketika organ induk sel tidak dapat menampung, maka sel-sel baru tersebut akan menyebar mencari tempat ke dalam pembuluh darah untuk mencari organ lain sebagai tempat berkembang biak. Pembentukan dan pertumbuhan sel-sel abnormal yang sangat cepat di luar batas adalah salah satu ciri penyakit kanker. Sedangkan definisi kanker menurut American Cancer Society (2021), yaitu merupakan kelompok penyakit yang ditandai dengan penyebaran dan pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel abnormal. Penyebaran sel abnormal tersebut sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Dalam konteks lain, kanker juga dapat disebut dengan tumor ganas yang mengalami perkembangan secara tidak normal. Umumnya, kanker tidak nampak namum dapat dirasakan oleh penderitanya. Walaupun penyebab munculnya kanker masih belum dipahami secara pasti, tapi tetap terdapat beberapa faktor resiko yang mningkatkan terjadinya penyakit kanker seperti gaya hidup, bawaan gen dari orang tua, dan terpapar agen penyebab kanker di lingkungan. Perkembangan angka prevalensi kanker setiap tahunnya mengalami peningkatan yang sangat pesat khusunya di negara-negara yang berkembang di dunia. Angka kejadian kanker pada tahun 2018 diperkirakan sebesar 18,1 juta kasus baru dan 9,6 juta meninggal di seluruh dunia (Word Health Organization, 2020). Untuk prevalensi kanker di Indonesia berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 sebesar 1,79% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). 16

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker 2.1.1 Definisi Kanker ...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker

2.1.1 Definisi

Kanker dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok penyakit ganas yang

mempengaruhi setiap bagian tubuh. Umumnya, sel normal yang ada di dalam tubuh

akan membelah diri, berkembang biak dan mati secara teratur. Ketika didapati sel

yang rusak, sel normal akan berkembang biak. Tetapi pada sel kanker, sel akan terus

berkembang biak dan membelah diri tanpa terkendali (Word Health Organization,

2020). Ketika organ induk sel tidak dapat menampung, maka sel-sel baru tersebut

akan menyebar mencari tempat ke dalam pembuluh darah untuk mencari organ lain

sebagai tempat berkembang biak. Pembentukan dan pertumbuhan sel-sel abnormal

yang sangat cepat di luar batas adalah salah satu ciri penyakit kanker.

Sedangkan definisi kanker menurut American Cancer Society (2021), yaitu

merupakan kelompok penyakit yang ditandai dengan penyebaran dan pertumbuhan

yang tidak terkendali dari sel-sel abnormal. Penyebaran sel abnormal tersebut

sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Dalam konteks lain, kanker

juga dapat disebut dengan tumor ganas yang mengalami perkembangan secara tidak

normal. Umumnya, kanker tidak nampak namum dapat dirasakan oleh

penderitanya.

Walaupun penyebab munculnya kanker masih belum dipahami secara pasti,

tapi tetap terdapat beberapa faktor resiko yang mningkatkan terjadinya penyakit

kanker seperti gaya hidup, bawaan gen dari orang tua, dan terpapar agen penyebab

kanker di lingkungan. Perkembangan angka prevalensi kanker setiap tahunnya

mengalami peningkatan yang sangat pesat khusunya di negara-negara yang

berkembang di dunia. Angka kejadian kanker pada tahun 2018 diperkirakan sebesar

18,1 juta kasus baru dan 9,6 juta meninggal di seluruh dunia (Word Health

Organization, 2020). Untuk prevalensi kanker di Indonesia berdasarkan data dari

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 sebesar 1,79% (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

16

17

2.1.2 Siklus Sel

Siklus sel merupakan proses yang penting dalam kehidupan setiap organisme.

Normalnya, siklus sel sendiri menghasilkan pembelahan sel. Pembelahan sel terdiri

dari 2 proses utama, yaitu replikasi DNA dan pembelahan kromosom yang telah

digandakan ke 2 sel anak. Untuk proses pembelahan sel, terbagi menjadi 2 tahap yaitu

mitosis (M) dan Interfase. Mitosis (M) sendiri merupakan proses pembelahan 1 sel

menjadi 2, sedangkan interfase adalah proses diantara 2 mitosis. Interfase terdiri dari

fase gap 1 (G1), sintesis DNA (S), dan gap 2 (G2). Siklus sel dibagi menjadi tiga fase,

yaitu (Muliani, 2016):

1. Fase Gap 1 (G1)

Pada fase ini melakukan persiapan untuk membelah diri dan mempersiapkan dua

set kromosom. Fase ini adalah fase awal sikus sel (cell cycle progression) yang

diatur oleh faktor ekstraseluler seperti mitogen dan molekul adhesi. Penanda dari

fase G1 adalah adanya ekspresi dan sintesis protein sebagai persiapan fase S.

2. Fase sintesis (S)

Fase sintesis (S) disini terjadi sintesis dan replikasi DNA yang dibantu oleh

enzim topoisomerase.

3. Fase Gap 2 (G2)

Untuk fase G2, sel akan melakukan sintesis lebih lanjut yang memadai dan

terjadi penyimpanan energy yang diperlukan untuk pembelahan sel pada mitosis

(Fase M), yang dimana fase mitosis (M) sendiri merupakan fase terakhir dalam

siklus sel dengan prosesnya yaitu pembelahan sel.

2.2 Kanker Serviks

2.2.1. Definisi

Kanker adalah satu penyakit dengan prevalensi terbanyak dalam kategori

penyakit tidak menular. Kanker sendiri dapat didefinisikan sebagai kelompok

penyakit dengan karakteristiknya adalah sel abnormal yang tumbuh dan menyebar

secara tidak terkendali. Kasus kanker yang banyak terjadi salah satunya adalah

kanker serviks dan umumnya didapati di negara berkembang. Kanker serviks atau

kanker leher rahim adalah penyakit yang menyerang daerah serviks uteri. Penyakit

18

ini ditandai dengan tumbuhnya sel-sel tidak normal pada sel rahim (Word Health

Organization, 2020). Menurut Bhatla et al. (2018) untuk kanker serviks merupakan

salah satu kanker dengan urutan ke empat yang paling banyak diderita oleh

perempuan setelah kanker payudara.

Terdapat dua jenis sel utama yang meliputi serviks yaitu sel skuamosa (pada

endocervix) dan sel kelenjar (pada exocervix). Endoservix merupakan bagian dari

leher yang paling dekat dengan rahim, sedangkan exocervix merupakan bagian

leher yang dapat terlihat saat melakukan prosedur tes speculum. Ketika kedua sel

tersebut bertemu, maka tidak langsung berkembang menjadi sel kanker (American

Cancer Society, 2021). Perkembangan kanker dimulai dari terjadinya lesi

neoplastik pada lapisan epitel serviks, dimulai dari neoplasia intraepitel serviks

(NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau Carsinoma In Situ (CIS), kemudain berkembang menjadi

karsinoma mikroinvasif dan invasif (Komite Penanggulangan Kanker Nasional,

2016). Tingkat Carsonima in situ (CIS) dan Neoplasia intraepitel serviks (NIS)

disebut sebagai tingkat pre-kanker.

Dengan jumlah pravelensi yang sangat besar serta setiap tahunnya selalu

bertambah, kanker sendiri dapat dideteksi lebih dini atau screening mengenai

keberadaannya. Screening ini bertujuan untuk mendeteksi perubahan prekanker

yang tidak terobati yang dapat menimbulkan kanker. Organisasi Kesehatan Dunia

atau WHO merekomendasikan jenis skrining yang dapat dilakukan seperti tes HPV

dan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) (Nonik Ayu Wartini, 2016)

2.2.2 Etiologi

Peyebab paling utama kanker sendiri belum banyak diketahui. Tetapi, didalam

beberapa penelitan yang banyak dilakukan beberapa tahun terakhir, menyebutkan

bahwa terdapat vitus yang merupakan penyebab kanker serviks berkembang pada

wanita lebih meningkat. Virus tersebut adalah virus HPV atau Human

Papillomavirus. HPV akan mrnginfeksi pada permukaan epidermal dan mukosa

pada leher rahim (Rahayu, Hermawan and Fitriyah, 2021). Sebagian besar kasus,

kanker serviks terjadi disbabkan oleh infeksi virus HPV. Virus tidak secara

langsung berkambang menjadi kanker. Infeksi HPV berlangsung tanpa

19

menimbulkan gejala dan bersifat meneta (Small et al., 2017). HPV merupakan

DNA virus yang menimbulkan poliferasi pada permukaan epidermal dan mukosa.

Seseorang dengan sexually active seperti melakukan hubungan sex diumur yang

sangat muda atau bergonta-ganti pasangan dapat meningkatkan resiko terjadinya

infeksi HPV sehingga terkena kanker serviks (American Cancer Society, 2021).

Pada artikel yang ditulis oleh Bhatla et al. (2018) bahwa peningkatan kasus setiap

tahunnya disebabkan oleh beberapa tipe HPV. Terdapat HPV 16 dan 18 sebanayk

71% kasus, HPV tipe 31, 33, 45, 52 dan 58 sebanyak 19%. HPV 16 dan 18

merupakan tipe yang banyak ditemukan disetiap kasus termasuk di Indonesia.

Selain infeksi HPV, terdapat beberapa faktor penyebab kanker serviks seperti

kebiasaan merokok, penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang, tingginya

tingkat kelahiran atau kehamilan berulang dan gangguan imunitas (American

Cancer Society, 2021).

2.2.3. Patogenesis

Gambar 2.1 Perkembagan Kanker Serviks (Evriarti and Yasmon, 2019)

Sel kanker serviks atau leher rahim yang terinfeksi oleh HPV akan menghasilkan

2 protein onkogen yaitu E6 dan E7. Kedua protein onkogen tersebut tidak langsung

menginduksi pembentukan tumor tetapi menginduksi proses yang pada akhirnya

dapat menyebabkan kanker. Pada sel kanker serviks sendiri memiliki gen p105Rb

dan p53 dengan kategori wild type (Prayitno et al., 2005). Protein tersebut

merupakan tumor supresor gen yang memegang kendali dalam mengontrol siklus

20

sel dan berhentinya pertumbuhan akibat kerusakan DNA, tetapi aktivatasnya

dihambat oleh ekspresi protein E6 dan E7 dari HPV (Alia, Mastutuik and Hoesin,

2016).

1. E6 & E7

Gen E6 menghasilkan onkoprotein yang dapat menghambat kerja protein tumor

supresor yaitu p53 melalui protein ligase E6. Hal tersebut dapat menghambat

proses transkripsi dan proses apoptosis. Protein yang dihasilkan dari gen E6

juga mengganggu ekspresi dan aktivasi dari telomerase sehingga menyebabkan

sel tidak mati.

Gen E7 menghasilkan onkoprotein yang mengikat protein tumor supresor

retinoblastoma (pRb), yang mengakibatkan kontrol pada proses faktor

transkripsi E2F (Evriarti and Yasmon, 2019)

2. P53

P53 merupakan suatu polipeptida yang diekspresikan oleh gen p53 yang

memiliki peran dalam menjaga keutuhan sel atau integritas genom. Protein ini

terdapat padas sel normal dengan tipe wild yang akan menghentikan siklus sel

pada fase G1 sehingga memberi waktu untuk perbaikan DNA sebelum proses

replikasi (Arsyad, Siswosudarmo and Kusumanto, 2020). Pada sel normal,

ekspresi p35 rendah, tapi ketika terjadi kerusakan DNA, p53 akan teraktivasi

(Wibisono, 2018).

3. pRb

Protein retinoblastoma (pRb) sendiri berfungsi untuk mengontrol ekspresi sel

yang terikat dengan E2F. ikatan pRb dan E2F akan menghambat gen yang

mengatur sel keluar dari fase G1. Ketika E7 berikatan dengan pRb makaa E2F

tidak terikat sehingga poliferasi sel akan terstimulasi melebihi batas normal dan

menjadi sel karsinoma.

4. P21

Merupakan salah satu protein tumor supresor yang memiliki peran utama

dalam regulasi terhadap poses siklus sel. P21 adalah inhibitor siklin kinase dan

peningkatan regulasi p21 yang menginaktivasi kompleks siklependen kinase

(inhibitor kinase dependent-cycklin).

21

2.2.4 Anatomi Serviks

Gambar 2.2 Anatomi Serviks (Hasan et al., 2015)

Serviks merupakan 1/3 bagian bawah uterus, dengan bentuk silindris,

menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum.

Servik berhubungan dengan jaringan parametrium ligamentum cardinal ke arah

lateral, ligamentum sakrouterina ke arah posterior, menuju iliaka interna, iliaka

eksterna, presakral, iliaka kommunis, hingga paraorta. Sepanjang pembuluh

darah iliaka sampai dengan paraaorta terdapat pembuluh-pembuluh dan

kelenjar limfe yang berhubungan ke atas hingga mediastinum dan kelenjar

getah bening supraklavikular (Komite Penanggulangan Kanker Nasional,

2016).

22

2.2.5 Stadium Kanker Serviks

Klasifikasi stadium kanker serviks menurut International Federation of

Gynecology and Obstetrics (FIGO) tahun 2018 dibagi menjadi 4 stage atau

stadium berdasarkan ukuran tumor dan penyebaran kanker didalam maupun

diluar rahim, berikut 4 stadium tersebut (Bhatla et al., 2018):

Tabel II. 1 Stadium Kanker Menurut FIGO (International Federation of Gynecology and

Obstetrics)

Stadium Deskripsi

Stadium I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke

korpus uterus dapat diabaikan)

IA Karsinoma invasive didiagnosa hanya dengan

mikroskop. Semua lesi yang terlihat secara

makroskopik, meskipun invasi hanya superfisial,

dimasukkan kedalam stadium 1B

IA1 Invasi stroma < 3,0 mm kedalamnya dan 7,0 mm atau

kurang pada ukuran secara horizontal

IA2 Invasi stroma ≥ 3,0 mm dan < 5,0 mm dengan

penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang

IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau

secara mikroskopik lesi lebih besar dari IA2

IB1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter

terbesar 4,0 cm atau kurang

IB2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter

terbesar ≥ 4,0 cm

IB3 Karsinoma invasive ≥ 4 cm

Stadium II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai

kedinding panggul atau mencapai ½ bawah vagina

IIA Tanpa invasi ke parametrium

IIA1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter

terbesar 4,0 cm atau kurang

23

IIA2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter

terbesar ≥ 4,0 cm

IIB Tumor dengan invasi ke parametrium

Stadium III Tumor meluas ke dinding panggul atau mencapai ½

bawah vagina dan/atau menimbulkan hidronefrosis

atau afungsi ginjal

IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak

mencapai dinding panggul

IIIB Tumor meluaas sampai ke dinding panggul dan/atau

menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal

IIIC Keterlibatan kelenjar getah bening panggul, dan/atau

para-aorta

IIIC1 Metastatis kelenjar getah bening panggul

IIIC2 Metastatis kelenjar getah bening, para-aorta. Terlepas

dari ukuran dan luas tumor

Stadium IV Karsinoma telah meluas melampaui panggul atau telah

melibatkan mukosa kandung kemih atau rectum

IVA Menyebar ke organ panggul yang berdekatan

IVB Metastatis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal,

keterlibatan dari kelenjar getah bening supraklavikula,

mediastinal, atau para-aorta, paru, hati atau tulang)

2.2.6 Faktor Resiko Kanker Serviks

Umumnya penyebab kanker serviks yang sering terjadi adalah infeksi virus

HPV (Human Papilloma Virus) sub tipe onkogenik, khusunya pada sub tipe 16

dan 18. Selain infeksi virus HPV, juga ada beberapa faktor pemicu terjadinya

kanker serviks seperti aktivitas seksual pada usia muda, berhubungan seksual

dengan lebih dari satu pasangn, faktor sosial-ekonomi, pemakaian pil kb,

gangguan imunitas dan infeksi penyakit menular seksual (Komite

Penanggulangan Kanker Nasional, 2016). Selain itu, merokok juga dapat

menjadi salah satu penyebab kanker seviks, obesitas, penggunaan alat

24

kontrasepsi, infeksi claymadia dan mengalami 3 atau lebih kehamilan pertama

pada usia kurang dari 17 tahun. (Susilo, Indrati and Sulaksono, 2019)

2.2.7 Penatalaksanaan Kanker Serviks

Pemberian terapi kepada pasien kanker serviks sendiri disesuaikan berdasarkan

tingkat keparahannya, yaitu: operasi, radioterapi, brakiterapi dan kemoterapi

(Fidinillah, 2019).

- Operasi / pembedahan

Penatalaksanaan kanker serviks pada stadium 0, I atau stadium IIA

umumnya dilakukan dengan pembedahan atau operasi. Terapi kanker

dengan pembedahan ini umumnya merupakan pengangkatan jaringan

tumor, pengangkatan serviks atau pengangkatan seluruh bagian rahim yang

sudah terdampak sel kanker. Menurut (American Cancer Society, 2018),

terdapat dua prosedur bedah yang umumnya dilakukan untuk menangani

kanker serviks: a) Histerektomi, b) Trakelektomi radikal.

- Radioterapi

Radoterapi adalah salah satu metode terapi pengobatan penyakit-penyakit

maligna menggunakan sinar peng-ion yang dimana memiliki tujuan utnuk

mematikan sel tumor sebanyak-banyaknya dan memelihara jaringan sehat

sekitar tumor agar tidak mengalami dampak kerusakan terlalu berat

(Maulani, Sri and Asih, 2021). Radioterpi menjadi pilihan terapi kanker

serviks untuk stadium kanker IIB-IVA karena diperkirakan lebih efektif dan

efisien jika dibandingkan dengan operasi ditambah kemoterapi. Radioterapi

sendiri terdiri atas gabungan atau kombinasi radiasi eksterna dan

brakhiterapi (Susilo, Indrati and Sulaksono, 2019).

- Brakhiterapi

Brakhiterapi adalah komplemen metode teleterapi dengan memasang siber

radiasi kedalam tumor. Disebut sebagai komplementari karena brakhiterapi

bertujuan untuk memberikan dosis terapi tambahan (booster) setelah

pemberian radiasi eksterna tercapai (Susilo, Indrati and Sulaksono, 2019).

Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai pendukung sehingga dapat

diberikan terapi dengan metode brakhiterapi. Untuk memperoleh waktu

25

rawatan yang pendek diperlukan sumber radioaktif yang mempunyai laju

dosis tinggi.

- Kemoterapi

Kemoterapi merupakan salah satu tatalaksana kanker serviks yang umum

diberikan kepada pasien kanker. Terapi ini diberikan dalam bentuk

pemberian obat antikanker yang diminum ataupun diinfuskan ke pembuluh

darah guna untuk membunuh, mencegah penyebaran dan menghentikan

pertumbuhan sel kanker (American Cancer Society, 2021). Dalam proses

pelaksanaannya, efektivitas kemoterapi terhadap pasien kanker serviks

harus terus dievaluasi (Suwendar et al., 2018).

2.2.8 Gejala Kanker Serviks

Pada umumnya, gejala kanker serviks tidak dirasakan pada stadium awal.

Gejala akan terasa atau muncul ketika sel kanker sudah tersebar ke jaringan

sekitarnya. Berikut beberapa gejala yang akan muncul, diantaranya (American

Cancer Society, 2020) :

a. Perdarahan tidak normal. Perdarahan yang terjadi ini adalah perdarahan

setelah menopause, perdarahan atau periode menstruasi lebih lama dari

biasanya, dan perdarahan setelah bersenggama.

b. Keputihan yang tidak normal, seperti lendir sangat kental berwarna kuning

atau bercampur darah, dan berbau busuk serta terasa gatal pada vagina.

c. Terasa sangat sakit ketika bersenggama

d. Terasa sakit pada daerah panggul.

26

2. 3 Bawang Sabrang (Eleutherine palmifolia (L) Merr.)

2.3.1 Klasifikasi Bawang Sabrang

Bawang sabrang (Eleutherine palmifolia (L) Merr.) merupakan salah satu

jenis tanaman yang memiliki khasiat untuk kesehatan. Tanaman ini merupakan

tanaman khas daerah Kalimantan Tengah. Penduduk lokal memanfaatkannya

sebagai pengobatan tradisional, umumnya bagian tanaman yang dimanfaatkan

adalah umbi dan daun (Mutiah, Minggarwati, et al., 2019). Di Indonesia, bawang

sabrang dapat tumbuh ditempat-tempat yang sejuk dan dingin pada ketinggian 600-

1500mdpl, seperti daerah pegunungan. Untuk bentuk bawang sabrang sendiri mirip

dengan bawang merah tetapi tidak bisa digunakan sebagai penyedap makanan dan

tidak pula memiliki bau yang khas.

Gambar 2.3 Bawang Sabrang (E. palmifolia)

(Prayitno, Mukti and Lagiono, 2018)

Dalam ilmu taksonomi, berikut klasifikasi dari bawang sabrang

(Eleutherine palifolia) (Puspadewi, Adirestuti and Menawati, 2013):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Liliales

Famili : Iridaceae

Genus : Eleutherine

Spesies : Eleutherine palmifolia (L) Merr.

27

Bawang sabrang memiliki nama lain seperti Eleutherine bulbosa, Eleutherine

Americana, Eleutherine longifolia, Eleutherine subaphyla, Eleutherine citriodora,

Eleutherine guatemalensis, Eleutherine latifolia, Eleutherine plicata, eleutherine

anomala. Di Indonesia, tanaman ini juga dikenal dengan nama bawang merahenggy,

bawang hantu, bawang sabrang atau bawang arab dan bawang dayak. (Prayitno,

Mukti and Lagiono, 2018).

2.3.2 Morfologi Bawang Sabrang

Bawang memiliki daun tunggal berwarna hijau yang berbentuk seperti pita.

Pangkal dan ujung daun berbentuk runcing dengan tepi daun yang rata. Bunga

majemuk dalam tandan terletak diujung (terminalis) dan monochlasial, biseksual

dan aktinomorf, periantium terdiri atas enam kepala, berwarna putih, saling lepas

dengan panjang lebih kurang 5 mm, terletak dalam 2 lingkaran, benang sari

berjumlah 2 atau 3 dengan warna kepala sari kuning, putik berwarna putih

kekuningan berjumlah 3 dan berbentuk jarum dengan panjang lebih kurang 4 mm,

kelopak terdiri atas 2 daun berwarna hijau kekuningan, ruang bakal buah beruang

3, akar serabut berwarna coklat muda. (Sirhi, Astuti and Esti, 2017). Bawang

Sabrang merupakan terna yang merumpun sangat kuat dengan tinggi 26 hingga 50

cm. Umbi bawang sabrang tumbuh di bawah tanah, berbentuk bulat telur

memanjang dan mempunyai umbi berlapis menyerupai berwarna merah

(Krismawati and Sabran, 2016)

2.3.3 Kandungan Senyawa Bioaktif Pada Bawang Sabrang

Banyaknya manfaat terapeutik yang terdapat pada bawang sabrang disebabkan

oleh kandungan senyawa bioaktif yang banyak terkandung dalam bawang sabrang.

Kandungan senyawa-senyawa kimia seperti seperti fenol flavonoid, tanin, glikosida,

steroid, dan alkaloid (Hidayat et al., 2018). Selain itu, senyawa yang terkandung

didalamnya termasuk golongan naftakuinon, eleutherine, eleutherol dan

isoeleutherine (Christoper, Natalia and Rahmayanti, 2018). Eleutherine merupakan

zat aktif dalam umbi bawang Dayak yang mampu menghambat kerja suatu enzim

yaitu enzim topoisomerase II, yang dimana enzim tersebut memiliki peran penting

pada fase replikasi dan poliferasi sel kanker (Rahmandika, 2018).

28

Menurut jurnal yang ditulis oleh Wijayanti and Hasyati (2018) menyebutkan

bahwa pada umbi tanaman bawang sabrang (E. palmifolia) mengandung fenol,

polifenol, quercetin dan turunannya. Senyawa polifenol dan flavonoid telah

dipelajari mengenai efektivitas khasiatnya sebagai agen kemoprevensi yang

memiliki berbagai aktifitas dan fungsi target sebagai media blocker, penekan atau

anti-metastatic/anti-invasive sel kanker (Mutiah et al., 2018). Flavonoid

isoliquirigein juga merupakan kandungan senyawa yang terdapat pada bawang

sabrang. Senyawa ini terbukti dapat memberikan efek kemoprevensi terhadap

induksi apoptosis dan dapat menginhibisi atau menghambat metastasis sel kanker

melalui penghambatan neoangiogenesis pada sel kanker (Mutiah et al., 2018).

2.3.4 Manfaat Bawang Sabrang

Bawang sabrang merupakan tanaman yang digunkan sebagai obat herbal karena

banyak mengandung senyawa bioaktif. Salah satu senyawa yang terkandung dalam

bawang sabrang yaitu naftakuinon. Senyawa tersebut merupakan golongan kuinon

yang dapat memberikan efek farmakologi sebagai antimikroba, antijamur, antiviral

dan antiparasit (Christoper, Natalia and Rahmayanti, 2018).

Antioksidan yang terkandung dalam ekstrak etanol umbi bawang sabrang

diteliti menggunakan metode DPPH, didapatkan nilai IC50 sebesar 25,3339 µg/ml.

Nilai tersebut menandakan bahwa tanaman ini menandung aktivitas antioksidan

yang kuat karena nilai IC50 kurang dari 200 µg/ml (Wijayanti and Hasyati, 2018).

Nilai IC50 digunakan untuk menyatakan konsentrasi ekstrak antioksidan yang

dibutuhkan untuk meredam radikal bebas sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50

maka semakin kuat aktivitas antioksidan karena semakin sedikit konsentrasi ekstrak

antioksidannya yang dibutuhkan untuk meredam radikal bebas sebesar 50%

(Hidayat et al., 2018). Selain itu ia memiliki sifat antidiabetes, antihipertensi,

antikanker dan dapat digunakan sebagai pengobatan pada ulcers dan kolestrol

(Setyawan et al., 2020).

29

2.4 Kajian Literatur

2.4.1 Definisi

Kajian literatur atau literatur review adalah salah satu metode yang

digunakan dalam kajian ilmiah untuk mengkaji atau membuktikan sebuah topik

tertentu dan dapat memberikan gambaran dalam topik tersebut yang nanti akan

dibuat dalam sebuah laporan (Cahyono, Sutomo and Harsono, 2019). Dalam

pelaksanaan penulisannya, terdapat poin-poin atau proses kegiatan yang akan

dilakukan seperti: a) pengumpulan data atau informasi mengenai topik yang akan

diangkat, b) evaluasi sumber literatur review seperti data, teori dan informasi yang

didapatkan, c) menganalisa hasil publikasi seperti buku, artikel penelitian atau yang

lain terkait dengan pertanyaan penelitian yang telah disusun (Cahyono, Sutomo and

Harsono, 2019).

Tahap penelitian literatur review tergantung tingkat penelitiannya. Untuk

strata 1 (S1) atau undergraduate, kajian literatur masih pada ranah ramuan teori

untuk mendukung penyelesaian tugas dengan melibatkan data atau hanya

menggunakan teori (Nasution, 2017). Secara umum, adapun beberapa tahapan

dalam penyusunan sebuah literatur review, yaitu (Cahyono, Sutomo and Harsono,

2019):

1. Menentukan literatur yang relevan

Ketika peneliti akan melakukan kajian literatur, ada baiknya untuk menentukan

topik yang akan diangkat dengan jelas. Setelah dilakukan tinjauan untuk

penelitian maka dilanjutkan dengan menentukan literatur yang terkait dengan

masalah dan pertanyaan yang sudah disusun.

2. Melakukan evaluasi sumber literatur review

Pada tahap ini, penyusun sebaiknya membaca dengan detail dan rinci pada

setiap referensi yang didapatkan. Untuk mendapatkan informasi dari sebuah

referensi, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap referensi yang didapatkan

kemudian ditelaah apakah referensi tersebut sudah berhubungan atau dapat

menjawab pertanyaan peneliti yang sudah disusun.

3. Melakukan identifikasi tema dan kesenjangan anatara teori dengan kondisi

dilapangan jika ada.

30

Penting bagi seorang peneliti untuk memahami keterkaitan antara suatu

referensi dengan referensi lainnya karena akan menjadi suatu penilaian bagi

peneliti.

4. Membuat struktur garis besar

Umumnya peneliti akan melakukan gagasan kasar dari sebuah tema literatur

review. Tema tersebut akan diperkuat dengan teori yang sudah ada sebelumnya.

Selanjutnya peneliti akan menganalisa tem terhadap tema dengan teori yang

diangkat dalam literatur review.

5. Menyusun ulasan literatur review

2.4.2 Macam-Macam Kajian Literatur

Jenis kajian literaturyang tertulis didalam artikel Marzali (2017) terdapat

beberapa macam. Berdasarkan isi dan cara penyajiannya, kajian literatur terbagi ke

dalam beberapa jenis, seperti:

a. Context review

Context review merupakan bentuk umum dalam kajian literatur, yang dimana

penulis menghubungkan topik penelitian tertentu degan pengetahuan yang

lebih luas. Jenis ini biasanya muncul di awal laporan penelitian dan

memperkenalkan penelitian dalam lingkup yang lebih luas.

b. Historical review

Historical review merupakan bentuk review yang menguraikan satu topik atau

masalah tertentu dari waktu ke waktu. Jenis review ini dapat digabungkan

dengan review teoritikal atau metodologikal untuk menunjukkan bagaimana

suatu konsep, teori atau metode penelitian berkembang sepanjang masa.

c. Integrative review

Intergrative review merupakan jenis review yang umum, dimana penulis

memberikan kajian serta ringkasan keadaan semasa penelitian tentang topik

tertentu. Selain itu juga meberikan kritikan dan ulasan tentang topik tersebut.

d. Methodological review

Methodological review adalah review atau kajian yang berfokus pada

metodelogi. Review ini membandingkan dan mengevaluasi kekuatan relative

metode dari banyak literatur.

31

e. Self-study review

Self-study review adalah review yang menujukkan bahwa penulis mengenal

bidan studi tertentu. Jenis ini sering menjadi bagian dari program pendidikan

atau untuk perkuliahan.

f. Theoretical review

Theorical review merupakan review yang berfokus pada teori dalam topik tentu

untuk dipaparkan dan dibandingkan dengan teori lain atas dasar asumsi,

konsistensi logic dan lingkup eksplanasinya.

Jenis kajian literatur menurut (Snyder, 2019), yaitu:

1. Systematic literature review (Kajian Literatur Sistematis)

Kajian literatur sistematis adalah salah satu metode umumnya banyak

dikembangkan dalam ilmu kedokteran sebagai cara untuk menciptakan

penemuan penelitan yang sistematis, transparent, dan dapat direproduksi dan

juga telah disebut sebagai Gold Standard diantara metode lainnya. Kajian

literatur sistematis dapat diartikan sebagai metode dan proses penelitian untuk

mengidentifikasi dan menilai secara kritis penelitian yang relevan serta

mengumpulkan dan menganalisis data. Kajian ini memiliki tujuan yaitu

mengidentifikasikan semua bukti empiris yang sesuai kriteria inklusi yang

sebelumnya telah ditentukan untuk menjawab hipotesis dari suatu penelitian

(Snyder, 2019).

2. Semi-systematic review (Kajian Literatur Semi-sistematis)

Kajian ini dirancang untuk topik penelitian yang telah terkonsep dengan

berbeda dan dipelajari oleh beberapa grup peneliti dalam beberapa disiplin

ilmu. Selain itu juga, kajian semi-sistematis ini bertujuan untuk melihat

perkembangan penelitian dalam suatu topik tersebut dari waktu ke waktu.

Analisis menggunakan kajian semi-sistematis ini dapat berguna untuk

mengidentifikasi tema, perspektif teoritis, atau masalah umum dalam topik

penelitian (Snyder, 2019).

32

3. Integratve review (Kajian Literatur Integratif)

Kajian literatur integratif digunakan untuk meninjau penelitian secara kritis

dan memperluas kerangka teoritis seiring berkembangnya topik tertentu. Untuk

topik yang baru muncul, tujuannya lebih untuk membuat konsep awal atau

pendahuluan dan model teoritis, daripada meninjau model lama. Kajian ini

seringkali membutuhkan pengumpulan data yang lebih kreatif, karena

tujuannya adalah untuk mengumpulkan perspektif dan ide dari berbagai topik,

daripada mencakup semua artikel yang diterbitkan tentang topik tersebut.

Sebagian besar kajian ini dirancang untuk membahas topik yang sedang

berkembang.

Adapun dalam pencarian sumber literatur harus sesuai dengan kredibilitas

dan bisa dipetanggungjawabkan kebenarannya. Beberapa sumber yang dapat

digunakan sebagai pencarian database seperti database akademik yang

berupatasi tinggi seperti Scopus, untuk database yang berupatasi menengah

seperti Proquest, EBSCO, JSTOR , dan Google Scholar untuk database

bereputasi rendah.