BAB II PEMBAHASAN Peranan Keluarga Terhadap Pencegahan Kekambuhan

31
BAB II PEMBAHASAN Peranan Keluarga Terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa I. Gangguan Jiwa A. Pengertian gangguan jiwa Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi jiwa.Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya) (Stuart & Sundeen, 1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi.Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi.Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwadisebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini 1

Transcript of BAB II PEMBAHASAN Peranan Keluarga Terhadap Pencegahan Kekambuhan

BAB II

PEMBAHASAN

Peranan Keluarga Terhadap Pencegahan Kekambuhan

Penderita Gangguan Jiwa

I. Gangguan Jiwa

A. Pengertian gangguan jiwa

Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih

fungsi jiwa.Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh

terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi

(penangkapan panca indera).Gangguan jiwa ini menimbulkan stress

dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya) (Stuart &

Sundeen, 1998).

Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal

umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi.Gangguan jiwa

bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi.Di masyarakat banyak

beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa,

ada yang percaya bahwa gangguan jiwadisebabkan oleh gangguan roh

jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena

kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini

1

hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap

gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat

(Notosoedirjo, 2005).

B. Penyebab Gangguan Jiwa

Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa

terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di

badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun

psikis (psikogenik), (Maramis1994). Biasanya tidak terdapat

penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari

berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan

terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa.

C. Macam Macam Gangguan jiwa

Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-

gejala yang psikologik dari unsur psikis (Maramis, 1994).

Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998): Gangguan jiwa

organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan

gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik,

gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan

gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan2

perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan

psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa

kanak dan remaja.

a. Skizofrenia

Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan

menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia

juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-

mana sejak dahulu kala.Meskipun demikian pengetahuan kita tentang

sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis,

1994).Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan

realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan

penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas,

tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi

pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya

berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Ingram et

al.,1995).

b. Depresi

Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,

termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,

3

konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta

gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998).Depresi juga dapat diartikan

sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan

yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah

hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya

(Hawari, 1997).Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang

berhubungan dengan penderitaan.Dapat berupa serangan yang

ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam

(Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood

mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan

kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa,

ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang

negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi

menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul

sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang

dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan

seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan

dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993). Individu yang

menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan

kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang

4

menuju keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktifitas (Depkes,

1993). Depresi dianggap normal terhadap banyak stress kehidupan

dan

abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa

penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian

besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000).

c. Kecemasan

Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah

dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk

mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim

(1991).Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai

bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins

1993).Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau

tidak dikenali.Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan

tingkat ringan sampai tingkat berat.Menurut Sundeen (1995)

mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan

yang meliputi, kecemasn ringan, sedang, berat dan kecemasan

panik.

d. Gangguan kepribadian

5

Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian

(psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada

orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh

dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan

intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain

atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian:

kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik,

kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik

atau obsesif-konpulsif, kepribadian histerik, kepribadian

astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif agresif,

kepribadian inadequate.( Maslim,1998).

e. Gangguan mental organik

Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik

yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak

(Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat

disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak

atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu

itu luas , maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja,

tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya

bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka

6

lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit

yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak

psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu

penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun.

f. Gangguan psikosomatik

Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi

badaniah (Maramis, 1994).Sering terjadi perkembangan neurotik

yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena

gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf

vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang

dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi

faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan

psikofisiologik.

g. Retardasi Mental

Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang

terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh

terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan,

sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara

menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan

sosial (Maslim,1998).

7

D. Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa

Pencegahan Kekambuhan adalah mencegah terjadinya peristiwa

timbulnya kembali gejala-gejala yang sebelumnya sudah memperoleh

kemajuan (Stiart dan Laraia, 2001). Pada gangguan jiwa kronis

diperkirakan mengalami kekambuhan 50% pada tahun pertama, dan 79%

pada tahun ke dua (Yosep, 2006). Kekambuhan biasa terjadi karena

adanya kejadian-kejadian buruk sebelum mereka kambuh (Wiramis

harja, 2007).

Empat faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di

rumah sakit, menurut Sullinger (1988) :

1. Klien: Sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal memakan

obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien

yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara

teratur.

2. Dokter (pemberi resep): Makan obat yang teratur dapat

mengurangi kambuh, namun pemakaian obat neuroleptic yang lama

dapat menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang dapat

8

mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak

terkontrol.

3. Penanggung jawab klien: Setelah klien pulang ke rumah maka

perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas program

adaptasi klien di rumah.

4. Keluarga: Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika

keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan,

mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan menyalahkan),

hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi

emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan

ekspresi emosi keluarga yang rendah. Selain itu klien juga

mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan (naik pangkat,

menikah) maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan). Dengan

terapi keluarga klien dan keluarga dapat mengatasi dan

mengurangi stress. Cara terapi bisanya:Mengumpulkan semua

anggota keluarga dan memberi kesempatan menyampaikan perasaan-

perasaannya. Memberi kesempatan untuk menambah ilmu dan

wawasan baru

9

kepada klien ganguan jiwa, memfasilitasi untuk hijrah menemukan

situasi dan pengalaman baru.

Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh klien

dan keluarganya yaitu :

1. Menjadi ragu-ragu dan serba takut (nervous)

2. Tidak nafsu makan

3. Sukar konsentrasi

4. Sulit tidur

5. Depresi

6. Tidak ada minat

7. Menarik diri

Setelah klien pulang ke rumah, sebaiknya klien melakukan

perawatan lanjutan pada puskesmas di wilayahnya yang mempunyai

program kesehatan jiwa. Perawat komuniti yang menangani klien

dapat menganggap rumah klien sebagai “ruangan perawatan”.

Perawat, klien dan keluarga besar sama untuk membantu proses

adaptasi klien di dalam keluarga dan masyarakat. Perawat dapat

membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan rumah

dan after care di puskesmas.

10

Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan

merupakan “perawat utama” bagi klien. Keluarga berperan dalam

menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah.

Keberhasilan perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak

diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan klien harus

dirawat

kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal asuhan di

RS akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien di rumah

sehingga kemungkinan dapat dicegah.

Pentingnya peran serta keluarga dalam klien gangguan jiwa

dapat dipandang dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan

tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan

lingkungannya. Keluarga merupakan “institusi” pendidikan utama

bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan,

sikap dan perilaku (Clement dan Buchanan, 1982). Individu menguji

coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan balik keluarga

mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua

ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat.

Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan

yang terjadi pada salah satu anggota merupakan dapat mempengaruhi

11

seluruh sistem, sebaliknya disfungsi keluarga merupakan salah

satu penyebab gangguan pada anggota. Bila ayah sakit maka akan

mempengaruhi perilaku anak, dan istrinya, termasuk keluarga

lainnya. Salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah;

keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku klien di rumah

(Sullinger, 1988). Klien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan

akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua dan 100%

pada tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit karena

perlakuan yang salah selama di rumah atau di masyarakat.

II. Keluarga

A. Konsep Keluarga

Menurut Depkes RI (1988), keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang

yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap

dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Bailon (1989),

keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung

karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan

mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama

lain dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta

mempertahankan kebudayaan.

12

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga

adalah :

a. Unit terkecil masyarakat

b. Terdiri atas dua orang atau lebih

c. Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah

d. Hidup dalam satu rumah tangga

e. Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga

f. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga

g. Setiap anggota memiliki perannya masing-masing

h. Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan (Effendy,

1997).

B. Struktur Keluarga

Struktur keluarga terdiri atas bermacam-macam, diantaranya adalah

:

a. Patrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak

saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu

disusun melalui jalur garis ayah.

13

b. Matrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak

saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu

disusun melalui jalur garis ibu.

c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah istri.

d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah suami.

e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar

bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang

menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami

atau istri.

C. Ciri-Ciri Struktur Keluarga

Menurut Carter (1988), ciri-ciri struktur keluarga adalah :

a. Terorganisasi; saling berhubungan, saling ketergantungan

antara anggota keluarga.

b. Ada keterbatasan; setiap anggota memiliki kebebasan tetapi

mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi

dan tugasnya masing-masing.

14

c. Ada perbedaan dan kekhususan; setiap anggota keluarga

mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

D. Tipe / Bentuk Keluarga

Tipe dan bentuk keluarga terdiri atas :

a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri

atas ayah, ibu dan anak-anak.

b. Keluarga besar (Exstended Family) adalah keluarga inti

ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek,

keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.

c. Keluarga berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri

atas wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan

merupakan satu keluarga inti.

d. Keluarga duda atau janda (Single Family) adalah keluarga yang

terjadi karena perceraian atau kematian.

e. Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang

perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama-sama.

f. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu

tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

15

Keluarga di Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar,

karena masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku

bangsa hidup dalam suatu komuniti dengan adat istiadat yang

sangat kuat (Effendy, 1997).

E. Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga

Adapun pemegang kekuasaan dalam keluarga, yaitu :

a. Patriakal; yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga

adalah dari pihak ayah.

b. Matriakal ; yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga

adalah dari pihak ibu.

c. Equalitarion; yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah

dan ibu.

F. Peranan Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu

dalam posisi dan situasi tertentu.Peranan individu dalam keluarga

didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok

16

dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga

adalah sebagai berikut :

a. Peranan ayah; ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak,

berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan

pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota

dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat

dari lingkungannya.

b. Peranan ibu; sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu

mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai

pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai

salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai

anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga

ibu berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam

keluarganya.

c. Peranan anak; anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial

sesuai dengan tingkatan perkembangannya baik fisik, mental,

sosial dan spiritual (Effendy, 1997).

G. Fungsi Keluarga

17

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai

berikut :

1. Fungsi Biologis

a. Untuk meneruskan keturunan

b. Memelihara dan membesarkan anak

c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

d. Memelihara dan merawat anggota keluarga.

2. Fungsi Psikologis

a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman

b. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga

c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga

d. Memberikan identitas keluarga

3. Fungsi Sosialisasi

a. Membina sosialisasi pada anak

b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan

tingkat perkembangan anak

c. Menentukan nilai-nilai budaya keluarga.

4. Fungsi Ekonomi

a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga

18

b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk

memenuhi kebutuhan keluarga

c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di

masa yang akan datang misalnya pendidikan anak-anak,

jaminan hari tua dan sebagainya.

5. Fungsi Pendidikan

a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,

keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan

bakat dan minat yang dimilikinya

b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan

datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa

c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat

perkembangannya.

Ahli lain juga mengelompokkan fungsi pokok keluarga menjadi

3, yaitu :

a. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,

kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan

mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.

b. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan

anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga

19

diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik

fisik, mental, sosial dan spiritual.

c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak,

sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam

mempersiapkan masa depannya.

H. Tugas-Tugas Keluarga

Pada dasarnya tugas pokok keluarga ada delapan, yaitu :

1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

3. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan

kedudukannya masing-masing.

4. Sosialisasi antar anggota keluarga.

5. Pengaturan jumlah anggota rumah tangga.

6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang

lebih luas.

8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga

(Effendy, 1997).

20

I. Prinsip-Prinsip Perawatan Keluarga

Ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam

memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, adalah :

a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan

kesehatan.

b. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat

sebagai tujuan utama.

c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam

mencapai peningkatan kesehatan keluarga.

d. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga,

perawat melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam

merumuskan masalah dan kebutuhan keluarga dalam mengatasi

masalah kesehatannya.

e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif

dan preventif dan tidak mengabaikan upaya kuratif dan

rehabilitatif.

21

f. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga

memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk

kepentingan kesehatan keluarga.

g. Sasaran asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga

secara keseluruhan.

h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan

perawatan kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan

masalah dengan menggunakan proses keperawatan.

i. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan

keluarga adalah penyuluhan kesehatan dan asuhan perawatan

kesehatan dasar/perawatan di rumah.

j. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk resiko tinggi.

III. Dukungan Sosial Keluarga

A. Pengertian Dukungan social Keluarga

Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu

upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil

untuk memotivasi orang

22

tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk

mempromosikan perubahan perilaku ada 3, yaitu : (1) dukungn

material adalah menyediakan fasilitas latihan, (2) dukungan

informasi adalah untuk memberiakan contoh nyata keberhasilan

seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan

emosional atau semangat adalah member pujian atas keberhasilan

proses latihan.

Menurut Friedman (1998), dukungan sosial keluarga adalah

sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang

sakit. Anggota keluarga memenadang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

diperlukan.

Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi

dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi

internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling

mengasuh memberikan kasih sayang serta menerima dan mendukung.

Menurut Friedman (2003) dukungan sosial keluarga adalah bagian

integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan

sosial keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang

terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

23

Studi tentang dukungan sosial keluarga telah

mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga.

Menurut Sheridan dan Radmacher (1992), Sarafino (1998) serta

Taylor (1999), keluarga memiliki dukungan, yaitu : (1) dukungan

emosional, (2) dukungan penghargaan, (3) dukungan instrumental,

dan (4) dukungan informatif.

B. Jenis Dukungan Sosial Keluarga

Kaplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan

bahwakeluarga memiliki 4 jenis dukungan, yaitu :

a. Dukungan Emosional

Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan

perhatian terhadap orang yang bersangkutan.Bentuk dukungan ini

membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperlukan

dan dicintai oleh sumber dukungan sosial, sehingga dapat

menghadapi masalah dengan lebih baik.

b. Dukungan Penghargaan

24

Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat

(penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau

persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan

perbandingan positif orang itu dengan orangorang lain,

contohnya dengan membandingkannya dengan orang lain yang lebih

buruk keadaannya.

c. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti kalau

orang memberi pinjaman uang kepada orang itu.Bentuk dukungan

ini dapat mengurangi beban individu karena individu dapat

langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.

d. Dukungan Informatif

Dukungan informatif mencakup memberikan nasehat, petunjuk-

petunjuk, saran-saran atau umpan balik.Jenis informasi seperti

ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi

masalah dengan lebih mudah.

C. Sumber Dukungan Sosial Keluarga

25

Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2 sumber

dukungan sosial keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan

sosial keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi

sosial dalam kehidupan secara spontan dengan orang-orang yang

berada di sekitarnya. Dukungan sosial keluarga ini bersifat

formal sedangkan dukungan sosial keluarga artifisial adalah

dukungan yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang

misalnya dukungan sosial keluarga akibat bencana alam melalui

berbagai sumbangn sehingga sumber dukungan sosial keluarga

natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan

dukungan sosial keluarga artifisial. Perbedaan itu terletak pada:

a. Keberadaan sumber dukungan sosial keluarga natural bersifat

apa adanya tanpa di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan

bersifat spontan

b. Sumber dukungan sosial keluarga yang natural mempunyai

kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu

harus diberikan

c. Sumber dukungan sosial keluarga natural berakar dari hubungan

yang berakar lama

26

d. Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian

dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata hanya sekedar

menemui seseorang dengan menyampaikan salam

e. Sumber dukungan sosial keluarga natural terbatas dari beban

dan label psikologis.

Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi

dukungan sosial keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi

orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat

pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang

tua.Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih

demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas

bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi.Selain itu

orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat

dukungan, efeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada

orang tua dengan kelas sosial bawah.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Social

Keluaraga

27

Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor

yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial

keluarga atau tidak.Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)

Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang

lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang

lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan

bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk

memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang

lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak

mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang

lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus

meminta pertolongan.

b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)

Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada

orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk

menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus

menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap

sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain

membutuhkan dukungan darinya.

28

Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi

dukungan sosial keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi

orang tua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat

pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang

tua.Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih

demokratis dan adil

E. Indikator Dukungan Sosial Keluarga

Indikator rendahnya dukungan sosial keluarga secara realita

yang di dapati di puskesmas diantaranya:

a. Keluarga belum dapat memantau penderita gangguan jiwa dalam

pemberian obat sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.

b. Keluarga belum bisa memenuhi kebutuhan makan penderita di

sebabkan adanya kegiatan lain.

c. Keluarga belum bisa menjaga kebersihan diri penderita

gangguan jiwa.

d. Keluarga masih melakukan pengasingan pada penderita

gangguan jiwa.

e. Keluarga masih merasa malu dengan adanya penderita gangguan

jiwa di rumahnya karena dianggap aib keluarga.

29

f. Keluarga juga tidak mempunyai kreativitas dalam cara

pemberian obat pada penderita gangguan jiwa.

g. Keluarga tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan

penderita gangguan jiwa.

h. Keluarga belum mampu memberikan informasi dan motivasi pada

penderita gangguan jiwa.

i. Keluarga masih beranggapan bahwa penderita gangguan jiwa

tidak dapat di sembuhkan lagi.

F. Indikator Pencegahan Kekambuhan pada Penderita Gangguan

Jiwa

Indikator Pencegahan Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa

secara realita didapati di Puskesmas

a. Tidak terjadinya prilaku penyimpangan pada penderita

seperti prilaku kekerasan

b. Tidak terjadinya prilaku penyimpangan pada penderita

seperti Histeris

c. Tidak Terjadi prilaku penyimpangan seperti tidak mau minum

obat, tidak mau makan, tidak mau minum, tidak mau tidur,

tidak mau keluar rumah, tidak mau bicara, tidak mau mandi.

30

d. Tidak terjadinya prilaku seperti bicara sendiri

e. Tidak terjadinya prilaku ketawa sendiri, bicara gaur,

berdiam diri, BAB dan BAK sembarangan.

31