La visiblidad de lo fragmentario: Klee y los pliegues de lo moderno
BAB I LO ABK
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of BAB I LO ABK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan dasar bagi proses berkembangnya
individu sebagai bekal dalam proses perjalanan kehidupan
yang beragam dan proses penyesuaian diri terhadap
perkembangan jaman dan lingkungan yang sangat kompleks.
Pendidikan mempunyai kajian yang sangat luas. Dalam
pada itu, salah satu bagian dalam pendidikan yaitu
pendidikan khusus sebagaimana dilakukan pada tingkat
satuan pendidikan yang melayani anak berkebutuhan khusus
(SLB). Negara telah menjamin pelayanan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut sebagaimana
dituangkan dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 31 (ayat
1) yang menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak
mendapat pendidikan (MKRI. UUD RI 1945, 55) . Dan
dijabarkan lagi dalam produk hukum Negara Republik
Indonesia pada Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 (ayat 2) warga Negara
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus. Proses pembelajaran yang berdiferensiasi dengan
memperhatikan kemampuan dan bakat tiap peserta didik pada
satuan pendidikan seiring dengan amanat Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan sebagai benih pengembangan terhadap anak
berkebutuhan khusus diharapkan dapat mengembangkan
kemampuan tiap peserta didik dalam mengembangkan dan
menunjukan kelebihan di samping kekurangannya sebagai anak
berkebutuhan khusus di samping individu umum lainnya.
Pelayanan pendidikan yang diberikan di sekolah luar
biasa mempunyai standar pelayanan tertentu terhadap tiap
peserta didiknya. Standar pelayanan pada sekolah luar
biasa (khususnya kategori B/tuna rungu) mempunyai beberapa
kategori tertentu sebagaimana contohnya mengenai sarana
dan prasarana yang ditentukan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar
Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan
sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).
Anak – anak berkebutuhan khusus adalah anak – anak
yang memiliki keunikan tersendiri dari jenis dan
karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak – anak
normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut
pemahaman terhadap hahekat anak berkebutuhan khusus.
Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan
guru dalam upaya menemu kenali jenis dan pemberian layanan
pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah memiliki
pengetahuan dan pemahaman mengenai hakekat anak
berkebutuhan khusus, maka kita sebagai calon guru akan
dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.
Dan untuk kepentingan penanganan baik pendidikan
maupun pengajaran terhadap anak berkebutuhan khusus, maka
diperlukan observasi maupun penelitian untuk mengenali
anak berkebutuhan khusus, dan khususnya anak tuna rungu
(B).
B. Rumusan Masalah
Beberapa kajian permasalahan yang kami ajukan melalui
observasi pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus
antara lain:
1. Apakah yang dimaksud anak berkebutuhan khusus itu ?
2. Bagaimanakah anak berkebutuhan dengan kategori B (tuna
rungu) melakukan proses pembelajaran?
3. Layanan pendidikan seperti apa yang diberikan terhadap
anak berkebutuhan khusus dengan kategori B agar dapat
mengoptimalkan kemampuan dan bakatnya dalam proses
pembelajaran?
C. Tujuan
Laporan observasi ini dibuat dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui yang dimaksud anak berkebutuhan
khusus.
2. Untuk mengetahui anak berkebutuhan dengan kategori B
(tuna rungu) melakukan proses pembelajaran.
3. Untuk mengetahui layanan pendidikan yang diberikan
terhadap anak berkebutuhan khusus dengan kategori B
agar dapat mengoptimalkan kemampuan dan bakatnya dalam
proses pembelajaran.
D. Sasaran Observasi
Dalam kegiatan observasi ini, sasaran yang akan
diobservasi adalah anak berkebutuhan khusus tuna rungu di
SLB Maarif Muntilan.
E. Pelaksanaan Observasi
Kegiatan observasi ini dilaksanakan pada :
Hari : Sabtu
Tanggal : 19 Mei 2012
Tempat observasi : SLB Maarif Muntilan
Waktu observasi: 09.00 – 12.00 WIB
F. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam observasi ini antara lain :
a. Observasi
Teknik ini saya gunakan untuk mencari data secara
menyeluruh bagi semua aspek yang ada dalam kelas D3.
Observasi atau pengamatan merupakan teknik untuk
merekam data atau keterangan atau informasi tentang
diri seseorang yang dilakukan secara langsung atau
tidak langsung terhadap kegiatan-kegiatan yang sedang
berlangsung, sehingga diperoleh data tingkah laku
seseorang yang menampak ( behavior ebservable ), apa
yang dikatakan, dan apa yang diperbuat. Agar data yang
dikumpulkan melalui observasi ini dapat dicatat dengan
sebaik-baiknya, maka dperlukan pedoman observasi.
Bentuk pedoman observasi yang saya gunakan adalah
daftar cek ( checklist ). Daftar cek artinya suatu
daftar pernyataan yang memuat aspek-aspek yang mungkin
terdapat dalam situasi, tingkah laku, atau kegiatan
individu yang sedang diamati.
b. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode untuk
mendapatkan data tentang individu dengan mengadakan
hubungan secara langsung dengan informan (face to face
relation). Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya
jawab dalam hubungan tatap muka. Wawancara adalah suatu
teknik pengumpulan data dengan tanya jawab secara lisan
baik langsung maupun tidak langsung yang terarah pada
tujuan tertentu.
c. Study Literatur
Dengan mencari referensi-referensi di perpustakaan
maupun pada jaringan internet mengenai materi-materi
seputar layanan anak berkebutuhan khusus dengan
kategori B (tuna rungu).
Nama Siswa : Sinta Putri Larasati
Tempat/ Tanggal Lahir : Magelang, 03 Mei 2003
Alamat : Sorogenen, Keji, Muntilan
Jenis Kelainan : Tuna Rungu
Tingkat Ketulian : Belum dapat ditentukan
Tingkat Intelegensi : -
Kelas : D3
Sekolah : SLB Maarif Muntilan
B. Analisis Studi Kasus
1. Anak Berkebutuhan Khusus
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah Anak Berkebutuahan Khusus merupakan istilah
terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari
child with special needs yang telah digunakan secara
luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain
yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak
tuna, anak berkelainan, anak menyimpang dan anak luar
biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas
telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan
kependekan dari diference ability. Sejalan dengan
perkembangan pengakuan terhadap hak azasi manusia
termasuk anak – anak ini, maka digunakanlah istilah
anak berkebutuhan khusus.
Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa
konsekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah
anak luar biasa yang pernah dipergunakan dan mungkin
masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih
menitik beratkan pada kondisi ( fisik, mental, emosi-
sosial ) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada
kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesui dengan
potensinya. (Suparno, 2007)
Seperti halnya Sinta yang mengalami kelainan pada
pendengarannya atau disebut Tuna Rungu, jelas dia
memiliki keterbatasan pada tingkat mendengar, tetapi
dia juga memiliki potensi kemampuan intelektual yang
tidak berbeda jauh dengan anak normal, maka untuk dapat
berprestasi sesuai kapasitas intelektualnya diperlukan
layanan pendidikan. Dengan dipenuhinya kebutuhan itu
maka Sinta akan dapat berprestasi sesuai dengan
kapasitas intelektualnya dan mampu berkompetensi dengan
anak normal.
b. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus
1) Kelainan Mental terdiri dari:
Mental Tinggi
Sering dikenal dengan anak berbakat intelektual,
dimana selain memiliki kemampuan intelektual di
atas rerata normal yang signifikan juga memiliki
kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
Mental rendah
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual
(IQ) di bawah rerata dapat dibagi menjadi 2
kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learners)
yaitu anak yang memiliki IQ antara 70 – 90.
Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70
dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
Berkesulitan Belajar Spesifik
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi
belajar (achivement) yang diperoleh siswa. Anak
berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang
memiliki kapasitas intelektual normal ke atas
tetapi memiliki prestasi belajar rendah pada
bidang akademik tertentu.
2) Kelainan Fisik meliputi:
Kelainan Tubuh (Tunadaksa)
Adanya kondisi tubuh yang menghambat proses
interaksi dan sosialisasi individu meliputi
kelumpuhan yang dikarenakan polio, dan gangguan
pada fungsi syaraf otot yang disebabkan kelayuhan
otak (cerebral palsy), serta adanya kehilangan
organ tubuh (amputasi).
Kelainan indera Penglihatan (Tunanetra)
Seseorang yang sudah tidak mampu menfungsikan
indera penglihatannya untuk keperluan pendidikan
dan pengajaran walaupun telah dikoreksi dengan
lensa. Kelainan penglihatan dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu buta dan low vision.
Kelainan Indera Pendengaran (Tunarungu)
Kelainan pendengaran adalah seseorang yang telah
mengalami kesulitan untuk menfungsikan
pendengaranya untuk interaksi dan sosialisasi
dengan lingkungan termasuk pendidikan dan
pengajaran. Kelainan pendengaran dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu tuli (the deaf) dan
kurang dengar (hard of hearing).
Kelainan Wicara
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal,
sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang
lain. Kelainan wicara ini dapat bersifat
fungsional dimana mungkin disebabkan karena
ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan
adanya ketidak sempurnaan organ wicara maupun
adanya gangguan pada organ motoris yang berkaitan
dengan wicara.
3) Kelainan Emosi
Gangguan emosi merupakan masalah psikologis, dan
hanya dapat dilihat dari indikasi perilaku yang
tampak pada individu adapun klasifikasi gangguan
emosi meliputi:
Gangguan Perilaku
Gangguan Konsentrasi (ADD/Atention Deficit
Disorder)
Anak Hiperactive (ADHD/ Atention Deficit with
Hiperactivity Disorder
Dari empat jenis kelainan diatas, Sinta merupakan anak
Tuna Rungu yaitu mengalami kecacatan pada system
pendenganrannya. Sedangkan pengertian Tuna Rungu secara
rinci adalah :
Istilah tuna rungu berasal dari kata “Tuna” yang
berarti rugi, kurang dan “Rungu” yang berarti dengar.
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran baik permanen maupun tidak permanen.
Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan
pendengaran adalah: Gangguan pendengaran sangat ringan (
27-40 dB ), Gangguan pendengaran ringan ( 41-55 dB ),
Gangguan pendengaran sedang ( 56-70 dB ), Gangguan
pendengaran berat ( 71-90 dB ), Gangguan pendengaran
ekstrim/ tuli ( di atas 91 dB ). Karena memiliki hambatan
dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan
dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa
isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara
internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda
di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang
dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi
dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan
bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan
dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Secara garis besar tingkat tuna rungu dibagi menjadi 5
kategori yaitu :
1. Mild hearing lost dari 25-40 dB HL
2. Moderate hearing lost dari 40-55 dB HL
3. Moderate/ Severe hearing lost dari 55-70 dB HL
4. Severe hearing lost dari 70-90 dB HL
5. Profound hearing lost diatas 90 dB HL
Berikut ini adalah diagram Tingkatan Gangguan Pendengaran
c. Faktor Penyebab Kelainan
Ada berbagai faktor yang menyumbang terjadinya anak
berkebutuhan khusus. Adapun faktor-faktor tersebut
meliputi:
Heriditer
Faktor penyebab yang berdasarkan keturunan atau
sering dikenal dengan genetik, yaitu kelainan
kromosome, pada kelompok faktor penyebab heriditer
masih ada kelainan bawaan non genetik, seperti
kelahiran pre-mature dan BBLR (berat bayi lahir
rendah) yaitu berat bayi lahir kurang dari 2.500
gram, merupakan resiko terjadinya anak berkebutuhan
khusus. Demikian juga usia ibu sewaktu hamil di
atas 35 tahun memiliki resiko yang cukup tinggi
untuk melahirkan anak berkebutuhan khusus seperti
terlihat pada tabel berikut.
USIA IBU KELAHIRAN DOWN’ S
20 TAHUN
25 TAHUN
30 TAHUN
35 TAHUN
40 TAHUN
45 TAHUN
49 TAHUN
1 DALAM 2000
1 DALAM 1200
1 DALAM 1000
1DALAM 660
1 DALAM 80
1 DALAM 17
1 DALAM 10
ANDRIAN ASHMAN (1994:454)
Infeksi
Merupakan suatu penyebab dikarenakan adanya
berbagai serangan penyakit infeksi yang dapat
menyebabkan baik langsung maupun tidak langsung
terjadinya kelainan seperti infeksi TORCH
(toksoplasma, rubella, cytomegalo virus,
herpes), polio, meningitis, dsb.
Keracunan
Munculnya FAS (fetal alchohol syndrome) adalah
keracunan janin yang disebabkan ibu mengkonsumsi
alkohol yang berlebihan, kebiasaan kaum ibu
mengkonsumsi obat bebas tanpa pengawasan dokter
merupakan potensi keracunan pada janin. Jenis
makanan yang dikonsumsi bayi yang banyak
mengandung zat-zat berbahaya merupakan salah
satu penyebab. Adanya polusi pada berbagai
sarana kehidupan terutama pencemaran udara dan
air, seperti peristiwa Bhopal dan Chernobil
sebagai gambarannya.
Trauma
Kejadian yang tak terduga dan menimpa
langsung pada anak, seperti proses kelahiran
yang sulit sehingga memerlukan pertolongan yang
mengandung resiko tinggi, atau kejadian saat
kelahiran saluran pernafasan anak tersumbat
sehingga menimbulkan kekurangan oksigen pada
otak (asfeksia), terjadinya kecelakaan yang
menimpa pada organ tubuh anak terutama bagian
kepala. Bencana alam seperti gempa bumi sering
menyebabkan kejadian trauma.
Kurang Gizi
Masa tumbuh kembang sangat berpengaruh
terhadap tingkat kecerdasan anak terutama pada 2
tahun pertama kehidupan. Kekurangan gizi dapat
terjadi karena adanya kelainan metabolism maupun
penyakit parasit pada anak seperti cacingan. Hal
ini mengingat Indonesia merupakan daerah tropis
yang banyak memunculkan atau tempat tumbuh-
kembangnya penyakit parasit dan juga karena
kurangnya asupan makanan yang sesuai dengan
kebutuhan anak pada masa tumbuh kembang. Hal ini
di dukung oleh kondisi penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan.
Jika dipandang dari sudut waktu terjadinya kelainan
dapat di bagi menjadi:
o Pre-natal
Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan
atau sebelum proses kelahiran. Misalnya seorang
ibu yang tengah hamil muda > 3 bulan keracunan
olkhohol.
o Peri-natal
Sering juga disebut natal waktu terjadinya
kelainan pada saat proses kelahiran dan menjelang
serta sesaat setelah proses kelahiran.
o Pasca-natal
Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan
sampai dengan sebelum usia perkembangan selesai
(kurang lebih usia 18 tahun).
Dari penjelasan yang diperoleh dari guru kelas,
dapat diketahui bahwa faktor yang penyebab kelainan
yang dialaminya adalah Heriditer (keturunan). Dan
kasusnya terjadi pada saat di dalam kandungan yaitu
pre-natal.
d. Dampak Terjadinya Kelainan
Terdapat tiga dampak terjadinya kelainan pada anak :
1. Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis, terutama pada anak-anak yang
mengalami kelainan yang berkaitan dengan fisik
termasuk sensori-motor terlihat pada keadaan fisik
penyandang berkebutuhan khusus kurang mampu
mengkoordinasi geraknya, bahkan pada berkebutuhan
khusus taraf berat dan sangat berat baru mampu
berjalan di usia lima tahun atau ada yang tidak
mampu berjalan sama sekali. Tanda keadaan fisik
penyandang berkebutuhan khusus yang kurang mampu
mengkoordinasi gerak antara lain: kurang mampu
koordinasi sensori motor, melakukan gerak yang
tepat dan terarah, serta menjaga kesehatan.
2. Dampak Psikologis
Dampak psikologis timbul berkaitan dengan
kemampuan jiwa lainnya, karena keadaan mental yang
labil akan menghambat proses kejiwaan dalam
tanggapannya terhadap tuntutan lingkungan.
Kekurangan mampuan dalam penyesuaian diri yang
diakibatkan adanya ketidak sempurnaan individu,
akibat dari rendahnya ”self esteem” dan
dimungkinkan adanya kesalahan dalam pengarahan diri
(self direction).
3. Dampak Sosiologis
Dampak sosiologis timbul karena hubungannya
dengan kelompok atau individu di sekitarnya,
terutama keluarga dan saudara-saudaranya.
Kehadiran anak berkebutuhan khusus di keluarga
menyebabkan berbagai perubahan dalam keluarga.
Keluarga sebagai suatu unit sosial di masyarakat
dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus
merupakan musibah, kesedihan, dan beban yang
berat. Kondisi itu termanifestasi dengan reaksi
yang bermacam-macam, seperti : kecewa, shock,
marah, depresi, rasa bersalah dan bingung. Reaksi
yang beraneka ini dapat mempengaruhi hubungan
antara anggota keluarga yang selamanya tidak akan
kembali seperti semula.
Dari penjelasan yang diperoleh guru kelas, di dalam
lingkungan keluarga, Sinta dibebaskan oleh orang
tuanya, bahkan dia diperbolehkan mengikuti kesenian
Topeng Ireng yang ada di desanya. Orang tuanya tidak
mengekang pergaulan Sinta, walaupun terkadang agak
khawatir dengan keadaannya.
Oleh orang tuanya, Sinta disekolahkan di sekolah
khusus SLB untuk anak-anak yang berkelainan atau
berkebutuhan khusus, supaya dapat mengekspresikan
maksudnya dengan berbagai cara sesuai dengan
kemampuan dan sedikit dapat dimengerti orang lain.
Sinta termasuk siswa yang rajin. Dalam belajar
membaca, menulis dan menghitung sudah cukup lancar
dibanding teman lainnya karena kakaknya juga sering
membantu dia disaat mengalami kesulitan belajar.
2. Proses Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
Pendidikan khusus bagi anak yang mengalami tuna rungu
sangat dibutuhkan. Hal ini juga diakui oleh orang tua dari
anak yang mengalami tuna rungu. Mereka mengatakan bahwa
salah satu alasan mereka memasukkan anak mereka ke Sekolah
Luar Biasa adalah agar mereka bisa memahami dengan lebih
baik apa yang menjadi kebutuhan dari anak mereka.
Sebagaimana dijelaskan oleh Smith (2001) bahwa program
pendidikan juga membantu keluarga dari anak tuna rungu
sehingga mereka dapat memahami dengan lebih baik dan
memenuhi kebutuhan khusus dari anggota keluarga yang
mengalami tuna rungu.
Anak yang mengalami tuna rungu membutuhkan pendidikan
yang intensif, pendidikan harus dimulai dari lahir atau
pada saat seorang anak diketahui kehilangan pendengarannya,
dan semua keluarga harus dilibatkan, termasuk guru dan
professional lain dalam melatih siswa agar lebih efektif
(Smith, 2001).
Proses pembelajaran pada tiap satuan pendidikan tidak
akan pernah dapat disamakan sebagaimana dituangkan dalam
kurikulum konvensional yang telah banyak direvisi melalui
Kurikulum saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Dalam pada itu, pelayanan pada tingkat satuan
pendidikan khususnya Anak Berkebutuhan Khusus tidak sama
dengan juga tidak sama.
Tingkat Kemampuan Sinta
1. Akademik
Dalam bidang akademik Sinta kurang mampu untuk
berbicara oral, tetapi dia sudah bisa menghafal huruf
maupun angka, dan juga mampu mencontoh tulisan yang
diberikan guru.
2. Non-Akademik
Sinta termasuk anak yang pintar, dia bisa membuat
beberapa macam keterampilan, salah satunya menyulam.
Dia bisa menggambar dan mewarnai dengan bagus. Sinta
sering membantu temannya-temannya bila ada yang
mengalami kesulitan. Dia memiliki semangat belajar
yang tinggi, disaat Sinta sakit dia tetap masuk
sekolah dan senang berada di sekolah itu. Selain bisa
belajar juga bisa bermain-main dengan teman-teman satu
sekolah.
3. Prioritas Belajar
Dalam program pembelajaran ini diprioritaskan pada
program berbicara karena anak mengalami kesulitan
dalam hal berbicara oral.
4. Tujuan Umum
Siswa mampu membaca atau berbicara oral mengenai
huruf (A-Z), huruf konsonan maupun vokal dan siswa
mampu membaca atau berbicara oral mengenai angka (1-
10).
5. Sasaran Belajar
Mengenalkan huruf dan angka, melafalkan huruf dan
angka,kemudian menghafalkannya,setelah itu
menggabungkan huruf menjadi kata dan kata menjadi
kalimat setelah itu melafalkannya secara oral.
6. Aktifitas pembelajaran
Dalam proses pembelajaran 3 bulan peserta didik di
didik dan di bimbing agar mampu berbicara oral
mengenai huruf dan angka secara baik, lancar dan
benar.
7. Aktivitas dalam 3 bulan itu yaitu :
a. Bulan pertama : mengenalkan peserta didik mengenai
huruf mulai huruf A sampai Z, mengenalkan peserta
didk mengenai angka 1 sampai 10 kemudian menugaskan
peserta didik agar menyalin dibukunya.
b. Bulan kedua : setelah peserta didik mengenal huruf
(A-Z) dan angka (1-10) peserta didik diajari untuk
menghafalkannya, dalam satu hari peserta didik
dituntut untuk menghafal 1-2 huruf dan tiap harinya
diminta mengulang huruf yang sudah dihafalkannya.
c. Bulan ketiga : setelah peserta didik mampu menghafal
peserta didik diajari untuk latihan mengeja kata,
misalnya kata AYAH, IBU, KAKAK, ADIK. Ketika peserta
didik sudah menunjukkan kemampuan mengeja kata,
seorang guru mengajarkan peserta didik untuk mengeja
kalimat, misalnya:
Ibu pergi ke pasar
Ayah pergi ke kantor
8. Setelah peserta didik sudah mampu berbicara oral
(mengeja kata atau kalimat) seorang guru melatih
peserta didik untuk latihan berbicara oral dengan
membaca cerita-cerita pendek dan bernyanyi. Misalnya
menyanyi yang ada kaitannya dengan huruf dan angka
yaitu:
1 1 aku sayang Ibu
2 2 juga sayang Ayah
3 3 sayang adik kakak
1 2 3 sayang semuanya
9. Tanggal Selesai
Proses pembelajaran Sinta di SDLB di perkirakan
selesai tahun 2015
10. Evaluasi
a. Tuliskan dan sebutkan huruf A sampai Z pada buku
kalian!
b. Tuliskan dan sebutkan angka 1 sampai 10 pada buku
kalian!
c. Sebutkan huruf vokal dan konsonan!
d. Maju kedepan, sebutkan namamu, nama orang tuamu dan
saudaramu!
3. Layanan Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (Tuna
Rungu)
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tuna rungu
adalah terletak pada pengembangan persepsi bunyi dan
komunikasi. Hallahan dan Kauffman, (1988) menyatakan bahwa
ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan komunikasi anak
tunarungu, yaitu:
o Auditory training
o Speechreading
o Sing language and fingerspelling
Ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan
komunikasi anak tunarungu, yaitu:
a. Metode Oral
Yaitu cara melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi
secara lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar.
Dalam hal ini perlu partisipasi lingkungan anak
tunarungu untuk berbahasa secara verbal. Dalam hal ini
Van Uden, menyarankan diterapkannya prinsip cybernetik,
yaitu prinsip yang menekankan perlunya suatu
pengontrolan diri. Setiap organ gerak bicara yang
menimbulkan bunyi , dirasakan dan diamati sehingga hal
itu akan memberikan umpan balik terhadap gerakannya yang
akan menimbulkan bunyi selanjutnya.
b. Membaca Ujaran
Dalam dunia pendidikan membaca ujaran sering disebut
juga dengan membaca bibir (lip reading). Membaca ujaran
yaitu suatu kegiatan yang mencakup pengamatan visual
dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam
proses bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau
pemberian makna pada apa yang diucapkan lawan bicara di
mana ekspresi muka dan pengetahuan bahasa turut
berperan. Ada beberapa kelemahan dalam menerapkan
membaca ujaran, yaitu
(1) tidak semua bunyi bahasa dapat terlihat pada bibir,
(2) ada persamaan antara berbagai bentuk bunyi bahasa,
misalnya bahasa bilabial (p,b,m), dental (t,d,n)
akan terlihat mempunyai bentuk yang sama pada bibir,
(3) lawan bicara harus berhadapan dan tidak terlalu jauh
(4) pengucapan harus pelan dan lugas.
c. Metode Manual
Metode manual yaitu cara mengajar atau melatih anak
tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari.
Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti
atau gerakan tangan yang ditangkap melalui penglihatan
atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-
visual. Bahasa isyarat mempunyai beberapa komponen,
yaitu
(1) ungkapan badaniah
(2) bahasa isyarat lokal
(3) bahasa isyarat formal
Ungkapan badaniah meliputi keseluruhan ekspresi badan
seperti sikap badan tentang ekspresi muka (mimik),
pantomimik, dan gesti yang dilakukan orang secara wajar
dan alamiah Ungkapan badaniah tidak dapat digolongkan
sebagai suatu bahasa dalam arti sesungguhnya, walaupun
lambang atau isyaratnya dapat berfungsi sebagai media
komunikasi. Bahasa isyarat lokal yaitu suatu ungkapan
manual dalam bentuk isyarat konvensional berfungsi
sebagai pengganti kata. Bahasa isyarat lokal berkembang
di antara para tunarungu melalui konvensi (kesepakatan).
Bahasa isyarat formal adalah bahasa nasional dalam
isyarat yang biasanya menggunakan kosa kata isyarat dan
dengan struktur bahasa yang sama persis dengan bahasa
lisan. Di Indonesia dikenal sebagai Isyando.
d. Ejaan Jari
Ejaan jari adalah penunjang bahasa isyarat dengan
menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar
dapat dikelompokan dalam tiga jenis, yaitu
(1) ejaan jari dengan satu tangan (onehanded)
(2) ejaaan jari dengan kedua tangan (twohanded)
(3) ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan
atau dua tangan.
e. Komunikasi Total
Komunikasi total merupakan upaya perbaikan dalam
mengajarkan komunikasi bagi anak tunarungu. Istilah
komunikasi total pertama hali dicetuskan oleh Holcomb
(1968) dan dikembangkan lebih lanjut oleh Denton (1970)
dalam Permanarian Somad dan Tatti Hernawati (1996).
Komunikasi total merupakan cara berkomunikasi dengan
menggunakan salah satu modus atau semua cara komunikasi
yaitu penggunaan sistem isyarat, ejaan jari, bicara,
baca ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, menggambar
dan menulis serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai
kebutuhan dan kemampuan seseorang.
PEDOMAN WAWANCARA
Wawancara dilaksanakan dengan narasumber yaitu wali kelas
D3, Ibu Kholisiyah mengenai Sinta Putri Larasati.
Daftar pertanyaan:
1. Sejak kapan Sinta diketahui mengalami ketunaan?
2. Apakah yang menyebabkan Sinta mengalami ketunaan?
apakah keturunan atau karena ada faktor lain?
3. Sudah berapa lama Sinta bersekolah di SLB?
4. Di SLB pendidikan yang diikuti Sinta setara dengan
kelas berapa jika disekolah umum?
5. Apakah ada perkembangan selama Sinta mengikuti
pendidikan di SLB?
6. Perkembangan yang dialami Sinta misalnya dalam aspek
apa?
7. Pembelajaran/ materi apa saja yang diberikan kepada
Sinta?
8. Layanan apa saja yang diberikan kepada Sinta, baik
umum maupun layanan khususnya?
9. Ketrampilan apa saja yang sudah dikuasai Sinta?
10. Bagaimana sosialisasi Sinta dengan orang lain, baik
dengan guru, teman sekelas maupun dengan orang asing?
11. Seperti apakah sikap dan perilaku Sinta selama
disekolah?
12. Bagaimana dampak ketunaan Sinta terhadap perilakunya?
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Keberadaan anak berkebutuhan khusus di masyarakat
masih belum sepenuhnya dapat diterima, sehingga banyak
hal yang menyangkut hak anak-anak berkebutuhan khusus
belum dapat diporoleh, atau dengan kata lain masih
terjadi deskriminasi terhadap anak-anak berkebutuhan
khusus baik dalam bidang sosial, hukum maupun pendidikan.
Banyak usaha telah dilakukan oleh berbagai pihak termasuk
pemerintah dan gerakan masyarakat internasional yang
peduli terhadap anak-anak berkebutuhan khusus yang
melahirkan berbagai kesepakatan dan perangkat hukum
perundangan yang mengikat.
Pendidikan khusus bagi anak yang mengalami tuna rungu
sangat dibutuhkan. Hal ini juga diakui oleh orang tua
dari anak yang mengalami tuna rungu. Mereka mengatakan
bahwa salah satu alasan mereka memasukkan anak mereka ke
Sekolah Luar Biasa adalah agar mereka bisa memahami
dengan lebih baik apa yang menjadi kebutuhan dari anak
mereka
Fasilitas pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus
bergantung pada karakteristik masing-masing anak.
Fasilitas pendidikan bagi anak tunarungu meliputi
audiometer, hearing aids, telephone-typewriter, mikro
komputer, audiovisual, tape recorde, spatel, cermin.
B. Saran
Menggunakan sarana dan prasarana yang ada seoptimal
mungkin
Melengkapi sarana dan prasarana untuk menunjang proses
pembelajaran di SLB khususnya pada anak tuna rungu.
Mempertahankan dan meningkatkan kerjasama yang baik
agar proses pembelajaran akan berjalan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Depdiknas
Wardani, IG.A.K., dkk. 2011. Pengantar Pendidikan Luar Biasa.
Jakarta: Universitas Terbuka
http://anaktunarungu.multiply.com/journal/item/6/
Tingkatan_Gangguan_Pendengaran
Di akses pada tanggal 25 Mei 2012 jam 22.00 WIB
http://gulit1.wordpress.com/
Di akses pada tanggal 25 Mei 2012 jam 22.12 WIB