BAB I LO ABK

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan dasar bagi proses berkembangnya individu sebagai bekal dalam proses perjalanan kehidupan yang beragam dan proses penyesuaian diri terhadap perkembangan jaman dan lingkungan yang sangat kompleks. Pendidikan mempunyai kajian yang sangat luas. Dalam pada itu, salah satu bagian dalam pendidikan yaitu pendidikan khusus sebagaimana dilakukan pada tingkat satuan pendidikan yang melayani anak berkebutuhan khusus (SLB). Negara telah menjamin pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut sebagaimana dituangkan dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 31 (ayat 1) yang menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan (MKRI. UUD RI 1945, 55) . Dan dijabarkan lagi dalam produk hukum Negara Republik Indonesia pada Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 (ayat 2) warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Proses pembelajaran yang berdiferensiasi dengan memperhatikan kemampuan dan bakat tiap peserta didik pada satuan pendidikan seiring dengan amanat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai benih pengembangan terhadap anak berkebutuhan khusus diharapkan dapat mengembangkan

Transcript of BAB I LO ABK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan dasar bagi proses berkembangnya

individu sebagai bekal dalam proses perjalanan kehidupan

yang beragam dan proses penyesuaian diri terhadap

perkembangan jaman dan lingkungan yang sangat kompleks.

Pendidikan mempunyai kajian yang sangat luas. Dalam

pada itu, salah satu bagian dalam pendidikan yaitu

pendidikan khusus sebagaimana dilakukan pada tingkat

satuan pendidikan yang melayani anak berkebutuhan khusus

(SLB). Negara telah menjamin pelayanan pendidikan bagi

anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut sebagaimana

dituangkan dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 31 (ayat

1) yang menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak

mendapat pendidikan (MKRI. UUD RI 1945, 55) . Dan

dijabarkan lagi dalam produk hukum Negara Republik

Indonesia pada Undang – Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 (ayat 2) warga Negara

yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan

khusus. Proses pembelajaran yang berdiferensiasi dengan

memperhatikan kemampuan dan bakat tiap peserta didik pada

satuan pendidikan seiring dengan amanat Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan sebagai benih pengembangan terhadap anak

berkebutuhan khusus diharapkan dapat mengembangkan

kemampuan tiap peserta didik dalam mengembangkan dan

menunjukan kelebihan di samping kekurangannya sebagai anak

berkebutuhan khusus di samping individu umum lainnya.

Pelayanan pendidikan yang diberikan di sekolah luar

biasa mempunyai standar pelayanan tertentu terhadap tiap

peserta didiknya. Standar pelayanan pada sekolah luar

biasa (khususnya kategori B/tuna rungu) mempunyai beberapa

kategori tertentu sebagaimana contohnya mengenai sarana

dan prasarana yang ditentukan dalam Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar

Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar Luar Biasa

(SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan

sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).

Anak – anak berkebutuhan khusus adalah anak – anak

yang memiliki keunikan tersendiri dari jenis dan

karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak – anak

normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut

pemahaman terhadap hahekat anak berkebutuhan khusus.

Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan

guru dalam upaya menemu kenali jenis dan pemberian layanan

pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah memiliki

pengetahuan dan pemahaman mengenai hakekat anak

berkebutuhan khusus, maka kita sebagai calon guru akan

dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.

Dan untuk kepentingan penanganan baik pendidikan

maupun pengajaran terhadap anak berkebutuhan khusus, maka

diperlukan observasi maupun penelitian untuk mengenali

anak berkebutuhan khusus, dan khususnya anak tuna rungu

(B).

B. Rumusan Masalah

Beberapa kajian permasalahan yang kami ajukan melalui

observasi pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus

antara lain:

1. Apakah yang dimaksud anak berkebutuhan khusus itu ?

2. Bagaimanakah anak berkebutuhan dengan kategori B (tuna

rungu) melakukan proses pembelajaran?

3. Layanan pendidikan seperti apa yang diberikan terhadap

anak berkebutuhan khusus dengan kategori B agar dapat

mengoptimalkan kemampuan dan bakatnya dalam proses

pembelajaran?

C. Tujuan

Laporan observasi ini dibuat dengan tujuan :

1. Untuk mengetahui yang dimaksud anak berkebutuhan

khusus.

2. Untuk mengetahui anak berkebutuhan dengan kategori B

(tuna rungu) melakukan proses pembelajaran.

3. Untuk mengetahui layanan pendidikan yang diberikan

terhadap anak berkebutuhan khusus dengan kategori B

agar dapat mengoptimalkan kemampuan dan bakatnya dalam

proses pembelajaran.

D. Sasaran Observasi

Dalam kegiatan observasi ini, sasaran yang akan

diobservasi adalah anak berkebutuhan khusus tuna rungu di

SLB Maarif Muntilan.

E. Pelaksanaan Observasi

Kegiatan observasi ini dilaksanakan pada :

Hari : Sabtu

Tanggal : 19 Mei 2012

Tempat observasi : SLB Maarif Muntilan

Waktu observasi: 09.00 – 12.00 WIB

F. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam observasi ini antara lain :

a. Observasi

Teknik ini saya gunakan untuk mencari data secara

menyeluruh bagi semua aspek yang ada dalam kelas D3.

Observasi atau pengamatan merupakan teknik untuk

merekam data atau keterangan atau informasi tentang

diri seseorang yang dilakukan secara langsung atau

tidak langsung terhadap kegiatan-kegiatan yang sedang

berlangsung, sehingga diperoleh data tingkah laku

seseorang yang menampak ( behavior ebservable ), apa

yang dikatakan, dan apa yang diperbuat. Agar data yang

dikumpulkan melalui observasi ini dapat dicatat dengan

sebaik-baiknya, maka dperlukan pedoman observasi.

Bentuk pedoman observasi yang saya gunakan adalah

daftar cek ( checklist ). Daftar cek artinya suatu

daftar pernyataan yang memuat aspek-aspek yang mungkin

terdapat dalam situasi, tingkah laku, atau kegiatan

individu yang sedang diamati.

b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode untuk

mendapatkan data tentang individu dengan mengadakan

hubungan secara langsung dengan informan (face to face

relation). Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya

jawab dalam hubungan tatap muka. Wawancara adalah suatu

teknik pengumpulan data dengan tanya jawab secara lisan

baik langsung maupun tidak langsung yang terarah pada

tujuan tertentu.

c. Study Literatur

Dengan mencari referensi-referensi di perpustakaan

maupun pada jaringan internet mengenai materi-materi

seputar layanan anak berkebutuhan khusus dengan

kategori B (tuna rungu).

BAB II

PEMBAHASAN

A. Profil Anak Berkebutuhan Khusus yang Diteliti

Nama Siswa : Sinta Putri Larasati

Tempat/ Tanggal Lahir : Magelang, 03 Mei 2003

Alamat : Sorogenen, Keji, Muntilan

Jenis Kelainan : Tuna Rungu

Tingkat Ketulian : Belum dapat ditentukan

Tingkat Intelegensi : -

Kelas : D3

Sekolah : SLB Maarif Muntilan

B. Analisis Studi Kasus

1. Anak Berkebutuhan Khusus

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Istilah Anak Berkebutuahan Khusus merupakan istilah

terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari

child with special needs yang telah digunakan secara

luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain

yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak

tuna, anak berkelainan, anak menyimpang dan anak luar

biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas

telah digunakan yaitu difabel, sebenarnya merupakan

kependekan dari diference ability. Sejalan dengan

perkembangan pengakuan terhadap hak azasi manusia

termasuk anak – anak ini, maka digunakanlah istilah

anak berkebutuhan khusus.

Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa

konsekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah

anak luar biasa yang pernah dipergunakan dan mungkin

masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih

menitik beratkan pada kondisi ( fisik, mental, emosi-

sosial ) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada

kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesui dengan

potensinya. (Suparno, 2007)

Seperti halnya Sinta yang mengalami kelainan pada

pendengarannya atau disebut Tuna Rungu, jelas dia

memiliki keterbatasan pada tingkat mendengar, tetapi

dia juga memiliki potensi kemampuan intelektual yang

tidak berbeda jauh dengan anak normal, maka untuk dapat

berprestasi sesuai kapasitas intelektualnya diperlukan

layanan pendidikan. Dengan dipenuhinya kebutuhan itu

maka Sinta akan dapat berprestasi sesuai dengan

kapasitas intelektualnya dan mampu berkompetensi dengan

anak normal.

b. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

1) Kelainan Mental terdiri dari:

Mental Tinggi

Sering dikenal dengan anak berbakat intelektual,

dimana selain memiliki kemampuan intelektual di

atas rerata normal yang signifikan juga memiliki

kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.

Mental rendah

Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual

(IQ) di bawah rerata dapat dibagi menjadi 2

kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learners)

yaitu anak yang memiliki IQ antara 70 – 90.

Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 70

dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.

Berkesulitan Belajar Spesifik

Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi

belajar (achivement) yang diperoleh siswa. Anak

berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang

memiliki kapasitas intelektual normal ke atas

tetapi memiliki prestasi belajar rendah pada

bidang akademik tertentu.

2) Kelainan Fisik meliputi:

Kelainan Tubuh (Tunadaksa)

Adanya kondisi tubuh yang menghambat proses

interaksi dan sosialisasi individu meliputi

kelumpuhan yang dikarenakan polio, dan gangguan

pada fungsi syaraf otot yang disebabkan kelayuhan

otak (cerebral palsy), serta adanya kehilangan

organ tubuh (amputasi).

Kelainan indera Penglihatan (Tunanetra)

Seseorang yang sudah tidak mampu menfungsikan

indera penglihatannya untuk keperluan pendidikan

dan pengajaran walaupun telah dikoreksi dengan

lensa. Kelainan penglihatan dapat dikelompokkan

menjadi 2 yaitu buta dan low vision.

Kelainan Indera Pendengaran (Tunarungu)

Kelainan pendengaran adalah seseorang yang telah

mengalami kesulitan untuk menfungsikan

pendengaranya untuk interaksi dan sosialisasi

dengan lingkungan termasuk pendidikan dan

pengajaran. Kelainan pendengaran dapat

dikelompokkan menjadi 2, yaitu tuli (the deaf) dan

kurang dengar (hard of hearing).

Kelainan Wicara

Seseorang yang mengalami kesulitan dalam

mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal,

sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti orang

lain. Kelainan wicara ini dapat bersifat

fungsional dimana mungkin disebabkan karena

ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan

adanya ketidak sempurnaan organ wicara maupun

adanya gangguan pada organ motoris yang berkaitan

dengan wicara.

3) Kelainan Emosi

Gangguan emosi merupakan masalah psikologis, dan

hanya dapat dilihat dari indikasi perilaku yang

tampak pada individu adapun klasifikasi gangguan

emosi meliputi:

Gangguan Perilaku

Gangguan Konsentrasi (ADD/Atention Deficit

Disorder)

Anak Hiperactive (ADHD/ Atention Deficit with

Hiperactivity Disorder

Dari empat jenis kelainan diatas, Sinta merupakan anak

Tuna Rungu yaitu mengalami kecacatan pada system

pendenganrannya. Sedangkan pengertian Tuna Rungu secara

rinci adalah :

Istilah tuna rungu berasal dari kata “Tuna” yang

berarti rugi, kurang dan “Rungu” yang berarti dengar.

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam

pendengaran baik permanen maupun tidak permanen.

Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan

pendengaran adalah: Gangguan pendengaran sangat ringan (

27-40 dB ), Gangguan pendengaran ringan ( 41-55 dB ),

Gangguan pendengaran sedang ( 56-70 dB ), Gangguan

pendengaran berat ( 71-90 dB ), Gangguan pendengaran

ekstrim/ tuli ( di atas 91 dB ). Karena memiliki hambatan

dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan

dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.

Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa

isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara

internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda

di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang

dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi

dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan

bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan

dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

Secara garis besar tingkat tuna rungu dibagi menjadi 5

kategori yaitu :

1. Mild hearing lost dari 25-40 dB HL

2. Moderate hearing lost dari 40-55 dB HL

3. Moderate/ Severe hearing lost dari 55-70 dB HL

4. Severe hearing lost dari 70-90 dB HL

5. Profound hearing lost diatas 90 dB HL

Berikut ini adalah diagram Tingkatan Gangguan Pendengaran

 

c. Faktor Penyebab Kelainan

Ada berbagai faktor yang menyumbang terjadinya anak

berkebutuhan khusus. Adapun faktor-faktor tersebut

meliputi:

Heriditer

Faktor penyebab yang berdasarkan keturunan atau

sering dikenal dengan genetik, yaitu kelainan

kromosome, pada kelompok faktor penyebab heriditer

masih ada kelainan bawaan non genetik, seperti

kelahiran pre-mature dan BBLR (berat bayi lahir

rendah) yaitu berat bayi lahir kurang dari 2.500

gram, merupakan resiko terjadinya anak berkebutuhan

khusus. Demikian juga usia ibu sewaktu hamil di

atas 35 tahun memiliki resiko yang cukup tinggi

untuk melahirkan anak berkebutuhan khusus seperti

terlihat pada tabel berikut.

USIA IBU KELAHIRAN DOWN’ S

20 TAHUN

25 TAHUN

30 TAHUN

35 TAHUN

40 TAHUN

45 TAHUN

49 TAHUN

1 DALAM 2000

1 DALAM 1200

1 DALAM 1000

1DALAM 660

1 DALAM 80

1 DALAM 17

1 DALAM 10

ANDRIAN ASHMAN (1994:454)

Infeksi

Merupakan suatu penyebab dikarenakan adanya

berbagai serangan penyakit infeksi yang dapat

menyebabkan baik langsung maupun tidak langsung

terjadinya kelainan seperti infeksi TORCH

(toksoplasma, rubella, cytomegalo virus,

herpes), polio, meningitis, dsb.

Keracunan

Munculnya FAS (fetal alchohol syndrome) adalah

keracunan janin yang disebabkan ibu mengkonsumsi

alkohol yang berlebihan, kebiasaan kaum ibu

mengkonsumsi obat bebas tanpa pengawasan dokter

merupakan potensi keracunan pada janin. Jenis

makanan yang dikonsumsi bayi yang banyak

mengandung zat-zat berbahaya merupakan salah

satu penyebab. Adanya polusi pada berbagai

sarana kehidupan terutama pencemaran udara dan

air, seperti peristiwa Bhopal dan Chernobil

sebagai gambarannya.

Trauma

Kejadian yang tak terduga dan menimpa

langsung pada anak, seperti proses kelahiran

yang sulit sehingga memerlukan pertolongan yang

mengandung resiko tinggi, atau kejadian saat

kelahiran saluran pernafasan anak tersumbat

sehingga menimbulkan kekurangan oksigen pada

otak (asfeksia), terjadinya kecelakaan yang

menimpa pada organ tubuh anak terutama bagian

kepala. Bencana alam seperti gempa bumi sering

menyebabkan kejadian trauma.

Kurang Gizi

Masa tumbuh kembang sangat berpengaruh

terhadap tingkat kecerdasan anak terutama pada 2

tahun pertama kehidupan. Kekurangan gizi dapat

terjadi karena adanya kelainan metabolism maupun

penyakit parasit pada anak seperti cacingan. Hal

ini mengingat Indonesia merupakan daerah tropis

yang banyak memunculkan atau tempat tumbuh-

kembangnya penyakit parasit dan juga karena

kurangnya asupan makanan yang sesuai dengan

kebutuhan anak pada masa tumbuh kembang. Hal ini

di dukung oleh kondisi penduduk yang berada di

bawah garis kemiskinan.

Jika dipandang dari sudut waktu terjadinya kelainan

dapat di bagi menjadi:

o Pre-natal

Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan

atau sebelum proses kelahiran. Misalnya seorang

ibu yang tengah hamil muda > 3 bulan keracunan

olkhohol.

o Peri-natal

Sering juga disebut natal waktu terjadinya

kelainan pada saat proses kelahiran dan menjelang

serta sesaat setelah proses kelahiran.

o Pasca-natal

Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan

sampai dengan sebelum usia perkembangan selesai

(kurang lebih usia 18 tahun).

Dari penjelasan yang diperoleh dari guru kelas,

dapat diketahui bahwa faktor yang penyebab kelainan

yang dialaminya adalah Heriditer (keturunan). Dan

kasusnya terjadi pada saat di dalam kandungan yaitu

pre-natal.

d. Dampak Terjadinya Kelainan

Terdapat tiga dampak terjadinya kelainan pada anak :

1. Dampak Fisiologis

Dampak fisiologis, terutama pada anak-anak yang

mengalami kelainan yang berkaitan dengan fisik

termasuk sensori-motor terlihat pada keadaan fisik

penyandang berkebutuhan khusus kurang mampu

mengkoordinasi geraknya, bahkan pada berkebutuhan

khusus taraf berat dan sangat berat baru mampu

berjalan di usia lima tahun atau ada yang tidak

mampu berjalan sama sekali. Tanda keadaan fisik

penyandang berkebutuhan khusus yang kurang mampu

mengkoordinasi gerak antara lain: kurang mampu

koordinasi sensori motor, melakukan gerak yang

tepat dan terarah, serta menjaga kesehatan.

2. Dampak Psikologis

Dampak psikologis timbul berkaitan dengan

kemampuan jiwa lainnya, karena keadaan mental yang

labil akan menghambat proses kejiwaan dalam

tanggapannya terhadap tuntutan lingkungan.

Kekurangan mampuan dalam penyesuaian diri yang

diakibatkan adanya ketidak sempurnaan individu,

akibat dari rendahnya ”self esteem” dan

dimungkinkan adanya kesalahan dalam pengarahan diri

(self direction).

3. Dampak Sosiologis

Dampak sosiologis timbul karena hubungannya

dengan kelompok atau individu di sekitarnya,

terutama keluarga dan saudara-saudaranya.

Kehadiran anak berkebutuhan khusus di keluarga

menyebabkan berbagai perubahan dalam keluarga.

Keluarga sebagai suatu unit sosial di masyarakat

dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus

merupakan musibah, kesedihan, dan beban yang

berat. Kondisi itu termanifestasi dengan reaksi

yang bermacam-macam, seperti : kecewa, shock,

marah, depresi, rasa bersalah dan bingung. Reaksi

yang beraneka ini dapat mempengaruhi hubungan

antara anggota keluarga yang selamanya tidak akan

kembali seperti semula.

Dari penjelasan yang diperoleh guru kelas, di dalam

lingkungan keluarga, Sinta dibebaskan oleh orang

tuanya, bahkan dia diperbolehkan mengikuti kesenian

Topeng Ireng yang ada di desanya. Orang tuanya tidak

mengekang pergaulan Sinta, walaupun terkadang agak

khawatir dengan keadaannya.

Oleh orang tuanya, Sinta disekolahkan di sekolah

khusus SLB untuk anak-anak yang berkelainan atau

berkebutuhan khusus, supaya dapat mengekspresikan

maksudnya dengan berbagai cara sesuai dengan

kemampuan dan sedikit dapat dimengerti orang lain.

Sinta termasuk siswa yang rajin. Dalam belajar

membaca, menulis dan menghitung sudah cukup lancar

dibanding teman lainnya karena kakaknya juga sering

membantu dia disaat mengalami kesulitan belajar.

2. Proses Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus

Pendidikan khusus bagi anak yang mengalami tuna rungu

sangat dibutuhkan. Hal ini juga diakui oleh orang tua dari

anak yang mengalami tuna rungu. Mereka mengatakan bahwa

salah satu alasan mereka memasukkan anak mereka ke Sekolah

Luar Biasa adalah agar mereka bisa memahami dengan lebih

baik apa yang menjadi kebutuhan dari anak mereka.

Sebagaimana dijelaskan oleh Smith (2001) bahwa program

pendidikan juga membantu keluarga dari anak tuna rungu

sehingga mereka dapat memahami dengan lebih baik dan

memenuhi kebutuhan khusus dari anggota keluarga yang

mengalami tuna rungu.

Anak yang mengalami tuna rungu membutuhkan pendidikan

yang intensif, pendidikan harus dimulai dari lahir atau

pada saat seorang anak diketahui kehilangan pendengarannya,

dan semua keluarga harus dilibatkan, termasuk guru dan

professional lain dalam melatih siswa agar lebih efektif

(Smith, 2001).

Proses pembelajaran pada tiap satuan pendidikan tidak

akan pernah dapat disamakan sebagaimana dituangkan dalam

kurikulum konvensional yang telah banyak direvisi melalui

Kurikulum saat ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Dalam pada itu, pelayanan pada tingkat satuan

pendidikan khususnya Anak Berkebutuhan Khusus tidak sama

dengan juga tidak sama.

Tingkat Kemampuan Sinta

1. Akademik

Dalam bidang akademik Sinta kurang mampu untuk

berbicara oral, tetapi dia sudah bisa menghafal huruf

maupun angka, dan juga mampu mencontoh tulisan yang

diberikan guru.

2. Non-Akademik

Sinta termasuk anak yang pintar, dia bisa membuat

beberapa macam keterampilan, salah satunya menyulam.

Dia bisa menggambar dan mewarnai dengan bagus. Sinta

sering membantu temannya-temannya bila ada yang

mengalami kesulitan. Dia memiliki semangat belajar

yang tinggi, disaat Sinta sakit dia tetap masuk

sekolah dan senang berada di sekolah itu. Selain bisa

belajar juga bisa bermain-main dengan teman-teman satu

sekolah.

3. Prioritas Belajar

Dalam program pembelajaran ini diprioritaskan pada

program berbicara karena anak mengalami kesulitan

dalam hal berbicara oral.

4. Tujuan Umum

Siswa mampu membaca atau berbicara oral mengenai

huruf (A-Z), huruf konsonan maupun vokal dan siswa

mampu membaca atau berbicara oral mengenai angka (1-

10).

5. Sasaran Belajar

Mengenalkan huruf dan angka, melafalkan huruf dan

angka,kemudian menghafalkannya,setelah itu

menggabungkan huruf menjadi kata dan kata menjadi

kalimat setelah itu melafalkannya secara oral.

6. Aktifitas pembelajaran

Dalam proses pembelajaran 3 bulan peserta didik di

didik dan di bimbing agar mampu berbicara oral

mengenai huruf dan angka secara baik, lancar dan

benar.

7. Aktivitas dalam 3 bulan itu yaitu :

a. Bulan pertama : mengenalkan peserta didik mengenai

huruf mulai huruf A sampai Z, mengenalkan peserta

didk mengenai angka 1 sampai 10 kemudian menugaskan

peserta didik agar menyalin dibukunya.

b. Bulan kedua : setelah peserta didik mengenal huruf

(A-Z) dan angka (1-10) peserta didik diajari untuk

menghafalkannya, dalam satu hari peserta didik

dituntut untuk menghafal 1-2 huruf dan tiap harinya

diminta mengulang huruf yang sudah dihafalkannya.

c. Bulan ketiga : setelah peserta didik mampu menghafal

peserta didik diajari untuk latihan mengeja kata,

misalnya kata AYAH, IBU, KAKAK, ADIK. Ketika peserta

didik sudah menunjukkan kemampuan mengeja kata,

seorang guru mengajarkan peserta didik untuk mengeja

kalimat, misalnya:

Ibu pergi ke pasar

Ayah pergi ke kantor

8. Setelah peserta didik sudah mampu berbicara oral

(mengeja kata atau kalimat) seorang guru melatih

peserta didik untuk latihan berbicara oral dengan

membaca cerita-cerita pendek dan bernyanyi. Misalnya

menyanyi yang ada kaitannya dengan huruf dan angka

yaitu:

1 1 aku sayang Ibu

2 2 juga sayang Ayah

3 3 sayang adik kakak

1 2 3 sayang semuanya

9. Tanggal Selesai

Proses pembelajaran Sinta di SDLB di perkirakan

selesai tahun 2015

10. Evaluasi

a. Tuliskan dan sebutkan huruf A sampai Z pada buku

kalian!

b. Tuliskan dan sebutkan angka 1 sampai 10 pada buku

kalian!

c. Sebutkan huruf vokal dan konsonan!

d. Maju kedepan, sebutkan namamu, nama orang tuamu dan

saudaramu!

3. Layanan Pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (Tuna

Rungu)

Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tuna rungu

adalah terletak pada pengembangan persepsi bunyi dan

komunikasi. Hallahan dan Kauffman, (1988) menyatakan bahwa

ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan komunikasi anak

tunarungu, yaitu:

o Auditory training

o Speechreading

o Sing language and fingerspelling

Ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan

komunikasi anak tunarungu, yaitu:

a. Metode Oral

Yaitu cara melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi

secara lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar.

Dalam hal ini perlu partisipasi lingkungan anak

tunarungu untuk berbahasa secara verbal. Dalam hal ini

Van Uden, menyarankan diterapkannya prinsip cybernetik,

yaitu prinsip yang menekankan perlunya suatu

pengontrolan diri. Setiap organ gerak bicara yang

menimbulkan bunyi , dirasakan dan diamati sehingga hal

itu akan memberikan umpan balik terhadap gerakannya yang

akan menimbulkan bunyi selanjutnya.

b. Membaca Ujaran

Dalam dunia pendidikan membaca ujaran sering disebut

juga dengan membaca bibir (lip reading). Membaca ujaran

yaitu suatu kegiatan yang mencakup pengamatan visual

dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam

proses bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau

pemberian makna pada apa yang diucapkan lawan bicara di

mana ekspresi muka dan pengetahuan bahasa turut

berperan. Ada beberapa kelemahan dalam menerapkan

membaca ujaran, yaitu

(1) tidak semua bunyi bahasa dapat terlihat pada bibir,

(2) ada persamaan antara berbagai bentuk bunyi bahasa,

misalnya bahasa bilabial (p,b,m), dental (t,d,n)

akan terlihat mempunyai bentuk yang sama pada bibir,

(3) lawan bicara harus berhadapan dan tidak terlalu jauh

(4) pengucapan harus pelan dan lugas.

c. Metode Manual

Metode manual yaitu cara mengajar atau melatih anak

tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari.

Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsur gesti

atau gerakan tangan yang ditangkap melalui penglihatan

atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-

visual. Bahasa isyarat mempunyai beberapa komponen,

yaitu

(1) ungkapan badaniah

(2) bahasa isyarat lokal

(3) bahasa isyarat formal

Ungkapan badaniah meliputi keseluruhan ekspresi badan

seperti sikap badan tentang ekspresi muka (mimik),

pantomimik, dan gesti yang dilakukan orang secara wajar

dan alamiah Ungkapan badaniah tidak dapat digolongkan

sebagai suatu bahasa dalam arti sesungguhnya, walaupun

lambang atau isyaratnya dapat berfungsi sebagai media

komunikasi. Bahasa isyarat lokal yaitu suatu ungkapan

manual dalam bentuk isyarat konvensional berfungsi

sebagai pengganti kata. Bahasa isyarat lokal berkembang

di antara para tunarungu melalui konvensi (kesepakatan).

Bahasa isyarat formal adalah bahasa nasional dalam

isyarat yang biasanya menggunakan kosa kata isyarat dan

dengan struktur bahasa yang sama persis dengan bahasa

lisan. Di Indonesia dikenal sebagai Isyando.

d. Ejaan Jari

Ejaan jari adalah penunjang bahasa isyarat dengan

menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar

dapat dikelompokan dalam tiga jenis, yaitu

(1) ejaan jari dengan satu tangan (onehanded)

(2) ejaaan jari dengan kedua tangan (twohanded)

(3) ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan

atau dua tangan.

e. Komunikasi Total

Komunikasi total merupakan upaya perbaikan dalam

mengajarkan komunikasi bagi anak tunarungu. Istilah

komunikasi total pertama hali dicetuskan oleh Holcomb

(1968) dan dikembangkan lebih lanjut oleh Denton (1970)

dalam Permanarian Somad dan Tatti Hernawati (1996).

Komunikasi total merupakan cara berkomunikasi dengan

menggunakan salah satu modus atau semua cara komunikasi

yaitu penggunaan sistem isyarat, ejaan jari, bicara,

baca ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, menggambar

dan menulis serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai

kebutuhan dan kemampuan seseorang.

PEDOMAN WAWANCARA

Wawancara dilaksanakan dengan narasumber yaitu wali kelas

D3, Ibu Kholisiyah mengenai Sinta Putri Larasati.

Daftar pertanyaan:

1. Sejak kapan Sinta diketahui mengalami ketunaan?

2. Apakah yang menyebabkan Sinta mengalami ketunaan?

apakah keturunan atau karena ada faktor lain?

3. Sudah berapa lama Sinta bersekolah di SLB?

4. Di SLB pendidikan yang diikuti Sinta setara dengan

kelas berapa jika disekolah umum?

5. Apakah ada perkembangan selama Sinta mengikuti

pendidikan di SLB?

6. Perkembangan yang dialami Sinta misalnya dalam aspek

apa?

7. Pembelajaran/ materi apa saja yang diberikan kepada

Sinta?

8. Layanan apa saja yang diberikan kepada Sinta, baik

umum maupun layanan khususnya?

9. Ketrampilan apa saja yang sudah dikuasai Sinta?

10. Bagaimana sosialisasi Sinta dengan orang lain, baik

dengan guru, teman sekelas maupun dengan orang asing?

11. Seperti apakah sikap dan perilaku Sinta selama

disekolah?

12. Bagaimana dampak ketunaan Sinta terhadap perilakunya?

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Keberadaan anak berkebutuhan khusus di masyarakat

masih belum sepenuhnya dapat diterima, sehingga banyak

hal yang menyangkut hak anak-anak berkebutuhan khusus

belum dapat diporoleh, atau dengan kata lain masih

terjadi deskriminasi terhadap anak-anak berkebutuhan

khusus baik dalam bidang sosial, hukum maupun pendidikan.

Banyak usaha telah dilakukan oleh berbagai pihak termasuk

pemerintah dan gerakan masyarakat internasional yang

peduli terhadap anak-anak berkebutuhan khusus yang

melahirkan berbagai kesepakatan dan perangkat hukum

perundangan yang mengikat.

Pendidikan khusus bagi anak yang mengalami tuna rungu

sangat dibutuhkan. Hal ini juga diakui oleh orang tua

dari anak yang mengalami tuna rungu. Mereka mengatakan

bahwa salah satu alasan mereka memasukkan anak mereka ke

Sekolah Luar Biasa adalah agar mereka bisa memahami

dengan lebih baik apa yang menjadi kebutuhan dari anak

mereka

Fasilitas pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus

bergantung pada karakteristik masing-masing anak.

Fasilitas pendidikan bagi anak tunarungu meliputi

audiometer, hearing aids, telephone-typewriter, mikro

komputer, audiovisual, tape recorde, spatel, cermin.

B. Saran

Menggunakan sarana dan prasarana yang ada seoptimal

mungkin

Melengkapi sarana dan prasarana untuk menunjang proses

pembelajaran di SLB khususnya pada anak tuna rungu.

Mempertahankan dan meningkatkan kerjasama yang baik

agar proses pembelajaran akan berjalan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Suparno. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:

Depdiknas

Wardani, IG.A.K., dkk. 2011. Pengantar Pendidikan Luar Biasa.

Jakarta: Universitas Terbuka

http://anaktunarungu.multiply.com/journal/item/6/

Tingkatan_Gangguan_Pendengaran

Di akses pada tanggal 25 Mei 2012 jam 22.00 WIB

http://gulit1.wordpress.com/

Di akses pada tanggal 25 Mei 2012 jam 22.12 WIB

Gambar Pendukung dalam Observasi

SLB Maarif Muntilan

Peneliti sedang melakukan wawancara dengan guru kelas.

Laporan hasil pembelajaran ( Raport )

Buku paket penunjang pembelajaran

Gerak tangan untuk menjelaskan angka

Abjad huruf

Siswa D3 yang diobservasi Sinta Putri Larasati dan hasil

karyanya

Peneliti bersama salah satu siswa tuna rungu yang berprestasi