BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit ...
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Tuberculosis
2.1.1 Definisi Kepatuhan
Kepatuhan merupakan perilaku penderita untuk mengambil suatu
tindakan pengobatan yang sesuai dengan ketentuan dari petugas kesehatan.
Pasien yang patuh menjalani tindakan pengobatan dapat mendapatkan
kesehatan (Juperdo 2015)
Kepatuhan digambarkan oleh perilaku pasien dalam meminum
obat secara teratur dari dosis, frekuensi dan waktu. Kepatuhan adalah
istilah yang dapat dipakai untuk menjelaskan ketaatan pasrah pada tujuan
pengobatan yang telah ditentukan. Kepatuhan pada program kesehatan
merupakan perilaku ang dapat diobservasi dan dengan begitu dapat
langsung diukur yang
Kepatuhan merupakan sejauh mana perilaku seseorang dalam
melakukan pengobatan, mengikuti program diit, dan atau menjalankan
perubahan gaya hidup sesuai dengan yang disepakati atas rekomendasi
dari penyedia layanan kesehatan. Perilaku penderita untuk mengambil
suatu tindakan pengobatan sesuai dengan ketentuan dari petugas kesehatan
Pasien yang patuh menjalani tindakan pengobatan dapat mendapatkan
pelayananan kesehatan(Ramelan M, 2013).
Kepatuhan digambarkan oleh perilaku pasien dalam meminum obat
secara teratur dari dosis,frekuensi dan waktu.Kepatuhan adalah istilah
yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan pasrah pada tujuan yang telah
ditentukan kesehatan mengemukakanbahwa kepatuhan berbanding lurus
dengan tujuan pengobatan yang ditentukan. Kepatuhan pada program
kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu
dapat langsung diukur yang dicapai pada program(Rosiana,2014).
7
2.1.2 Faktor-Faktor yang mendukung tingkat kepatuhan pasien
Ada beberapa faktor-faktor bisa mendukung dari kepatuhan
diantaranya adalah :
a. Pendidikan
Penderita yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas juga memungkinkan
pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah
kejadian serta mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh
pertugas kesehatan, akan dapat mengurangi kecemasan sehingga
dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan
(Hakiki,2015)
b. Keterlibatan Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh pasien dalam hal
sebagai pemberi pelayanan kesehatan, penerimaan informasi bagi
pasien dan keluarga, serta rencana pengobatan selanjutnya.
Berbagai aspek keterlibatan tenaga kesehatan dengan pasien
misalnya informasi dengan pengawasan yang kurang,
ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diberikan akan
memperngaruhi ketaatan pada pasien (Isroni,2013)
c. Keterlibatan Keluarga Pasien
Keterlibatan keluarga dapat diartikan sebagai suatu bentuk
hubungan social yang bersifat menolong dengan melibatkan aspek
perhatian, bantuan dan penilaian dari keluarga. Perilaku kepatuhan
tergantung pada situasi klinis dan spesifik, sifat alam penyakit dan
program pengobatan (Hakiki,2015)
d. Konsep Diri Pasien
Penderita yang patuh lebih mempunyai kepercayaan pada
kemampuannya sendiri untuk mengendalikan aspek permasalahan
yang sedang dialami, ini dikarenakan individu memiliki faktor
intrernal ysng lebih dominan seoerti tingkat pendidikan yang
tinggi, pengalaman yang pernah dialami, dan konsep diri yang baik
8
akan membuat individu lebih dapat mengambil keputusan (Hadi,
2015)
e. Pengetahuan Pasien Penderita
Yang mempunyai pengetahuan yang lebih luas
memungkinkan pasien itu dapat mengontrol dirinya dalam
mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasapercaya diri
yang tinggi, berpengalamn, dan mempunyai perkiraan yang tepat
bagaimana mengatasi kejadian serta mudah mengerti tentang apa
yang dianjurkan oleh pertugas kesehatan, akan dapat mengurangi
kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam
membuat keputusan (Isroni 2013).
f. Manajemen Diri
Manajemen diri meliputi ketrampilan pencegahan
masalah, pengambilan keputusan dalam menanggapi tanda dan
gejala, mengambil tindakan. Contohnya kemampuan untuk
menggunakan ketrampilan dan pengetahuan (Isroni,2013).
Tindakan pemberian obat menjadi salah satu tindakan penting
seorang perawat dalam menjalankan peran komaborasinya. Saat
memberikan obat pada pasien perawat perlu memperhatikan aspek enam
tepat yang meliputi : tepat pasien (right client), tepaat obat (right drug)
tepat dosis (right dosis), tepat waktu (right time), tepat cara (right route)
dan tepat dokumentasi (right documentation) (Kee dan Hayes, 2014).
2.2 Tuberkulosis
2.2.1 Definisi Tuberkulosis
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium Tuberculosis atau kuman TB. Sebagian bakteri ini
menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya
(Depkes RI, 2011).
2.2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis.
Bakteri atau kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4 um
dan tebal 0.3-0,6 um. Sebagian besar kuman berupa lemak / lipid,
9
sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau
fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah banyak
oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apical /
apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit
Tuberculosis(Somantri, 2009).
2.2.3 Patofisiologi
Menurut Sudoyo, dkk (2009), proses perjalanan penyakit
tuberculosis Paru, yaitu:
1. Tuberculosis Primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana yang lembab dan gelap kuman dapat tahan
berhari - hari sampai berbulan - bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap
oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel kurang dari 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofi, kemudian
baru oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan
oleh makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama dengan
gerakan silia bersama sekretnya(Sudoyo dkk, 2009).
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer
atau sarang (focus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka akan terjadilah efusi
pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan
limfe, orofaring, dan kulait, terjadi limfedenopati regional kemudian
bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru,
otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi
10
penjalaran ke seluaruh bagian paru menjadi TB milier (Sudoyo dkk,
2009).
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal
+ limfadenitis regional = kompleks primer (ranke). Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya menjadi:
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak
terjadi.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi
pnemunia yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat
terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.
3) Berkomplikasi dan menyebar secara: perkontinuitatum, yakini
menyebar ke sekitarnya. Secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru di sebelahnya, kuman dapat juga
dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus. Secara limfogen ke organ tubuh lain- lainya. Secara
hematogen ke organ tubuh lainnya. Semua kejadian di atas
tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer (Somantri,
2009).
4) Tuberculosis Pasca Primer (sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan mucul
bertahun – tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberculosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.
Tuberculosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal
ginjal. Tuberculosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini
yang berlokasi di region atas paru (bagian apical posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim
paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru(Sudoyo dkk, 2009).
11
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakini suatu granuloma
yang terdiri dari sel-el histiosit dan sel datia-langerhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan
ikat (Sudoyo dkk, 2009).
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia
muda menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensi nya
dan imunitas pasie, sarang dini ini dapat menjadi :
Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan
cacat.Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjdai keras,
menimbulakan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju.
Bila jaringan keju dibatukan keluar maka akan terjadilah kavitas. Kavitas
ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena
infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas
sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena
hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh
makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF nya. Bentuk
perkijuan lain yang jarang adalah cryptic dissesminaate TB yang terjadi
pada immunodifisiensi dan usia lanjut (Sudoyo, 2009).
2.1.6 Gambaran Klinis
1. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk
biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan secret
akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita
bangun pagi hari(Mukty, 2005).
2. Dahak
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen / kuning atau kuning hijausampai
12
purulen dankemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan
dan perlunakan. Jarang berbau busuk, kecuali bila ada infeksi
anaerob(Mukty, 2005).
3. Batuk Darah
Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau
bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak (profus). Batuk darah jarang merupakan tanda
permulaan dari penyakit Tuberculosis atau initial symptom karena batuk
darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari
pembuluh darah pada dinding kavitas. Oleh karena itu, proses
Tuberculosis harus cukup lanjut, untuk dapat menimbulkan batuk dengan
ekspektorasi.Batuk darah masif terjadi bila ada robekan dari aneurisma
rasmussen pada dinding kavitas atau ada perdarahan yang berasal dari
bronkiektasis atau ulserasi trakeo-bronkial. Keadaan ini dapat
menyebabkan kematian karena penyumbatan saluran pernapasan oleh
bekuan darah. Batuk darah jarang berhenti mendadak, karena itu penderita
masih terus menerus mengeluarkan gumpalan-gumpalan darah yang
berwarna cokelat selama beberapa hari(Mukty, 2005) . Batuk darah yang
disebabkan Tuberculosis paru, pada penerawangan (pemeriksaan
radiologis) tampak ada kelainan kecuali bila penyebab batuk darah
tersebut adalah trakeobronkitis. Sering kali darah yang dibatukkan pada
penyakit Tuberculosis bercampur dahak yang mengandung basil tahan
asam dan keadaan ini berbahaya karena dapat menjadi sumber penyebaran
kuman secara bronkogen (Bronkopneumonia). Batuk darah dapat pula
terjadi pada Tuberculosis yang sudah sembuh, hal ini disebabkan oleh
robekan jaringan paru atau darah berasal dari bronkiektasis yang
merupakan salah satu penyulit Tuberculosis paru. Pada keadaan ini dahak
sering tidak mengandung basil tahan asam (negatif)(Somantri, 2009).
4.Nyeri Dada
Nyeri dada pada Tuberculosis Paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri
dikeluhkan di daerah aksila, di ujung scapula atau di tempat-tempat
13
lain).Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang
disebabkan oleh secret, bronkostenosis, keradangan, jaringan granulasi,
ulserasi dan lain-lain (pada Tuberculosis lanjut).Dispneu merupakan late
symptomdariproseslanjut. Tuberculosis Paru akibat adanya restriksi dan
obstruksi saluran pernapasan serta loss of vascular bed / vascular
thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi
pulmonal dan korpumonal(Mukty, 2005).
5. Panas badan
Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting.
Sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari.
Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang
menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau
muka terasa panas(Somantri, 2009).
6. Menggigil
Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak
diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi
sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat(Somantri, 2009). .
7. Keringat Malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk
penyakit Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila
proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil,
keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala
timbul bila ada panas(Somantri, 2009).
8. Gangguan Menstruasi
Gangguan Menstruasi sering terjadi bila proses Tuberculosis Paru
sudah menjadi lanjut(Mukty, 2005).
9. Anoreksia
Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi
toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses
progresif(Mukty, 2005).
10. Lemah badan
14
Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang
tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan. Karena itu
harus dianalisa dengan baik dan harus lebih berhati-hati apabila dijumpai
perubahan sikap dan temperamen (misalnya penderita yang mudah
tersinggung), perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan,
anak yang tidak suka bermain, atau penderita yang kelihatan
neurotic(Mukty, 2005).
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode prevrentif dan
kuratif yang meliputi cara-cara seperti berikut ini(Wilkins, 2011)):
1.Penyuluhan
Mempertahankan jadwal minum obat secara teratur dan harus
melibatkan keluarga penderita TBC.
1. Pencegahan
2. Pemberian obat-obatan, seperti : (OAT / Obat Anti-Tuberculosis,
Bronkodilator, Ekspektoran, ObH, dan Vitamin)Obat-obat Anti-
Tuberculosis(Wilkins, 2011):
a) Isoniazid (INH/H)
Efek samping: peripheral neuritis, hepatitis, dan hipersensitivitas.
b) Ethambutol Hydrochloride (EMB/E)
Dengan dosis sebagai berikut.
Dewasa: 15 mg/KgBB per oral, untuk pengobatan ulang mulai dengan
25 mg/KgBB/hari selama 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15
mg/KgBB/hari.
Anak (6-12 tahun): 10-15 mg/KgBB/hari.
Efek samping: optic neuritis (efek terburuk adalah kebutaan) dan skin
rash.
c) Rifampin/Rifampisin (RFP/R)
Dosis: 10 mg/KgBB/hari per oral.
Efek samping: hepatitis, reaksi demam, purpura, nausea, dan
vomiting.
d) Pyrazinamide (PZA/Z)
15
Dosis: 15-30 mg/KgBB per oral.
Efek samping: hiperurisemia, hepatotoxicity, skin rash, antralgia,
distress gastrointestinal.
Dosis: 5 mg/KgBB, per oral.
Dengan ditemukannya Rifampisin paduan obat yang diberikan
untuk klien Tuberculosis adalah INH + Rifampisin + Streptomisin atau
Etambutol setiap hari (fase awal) dan diteruskan pada fase lanjut dengan
INH + Rifampisin atau Etambutol.Paduan ini selanjutnya berkembang
menjadi terapi jangka pendek, dengan memberikan INH + Rifampisin +
Streptomisin atau Etambutol atau Pyrazinamide setiap hari sebagai fase
awal selama 1-2 bulan dilanjutkan dengan
INH+ Rifampisin atau Etambutol atau Streptomisin 2-3 kali per minggu
selama 4-7 bulan sehingga lama pengobatan seluruhnya 6-9 bulan. Paduan
obat yang digunakan di Indonesia dan dianjurkan pula oleh WHO adalah 2
RHZ/4 RH dengan variasi 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3, 2 RHS/4
R2H2.Terapi / Pengobatan antituberkulr lainnya untuk setidaknya selama
6 bulan dengan dosis oral harian obat-obatan berikut: Isoniazid, Rifampin,
Pirazinamid, Etambutol, ditambahkan pada beberapa kasus.Obat lini
kedua yang termasuk sebagai berikut: Capreomisin, Streptomisin, Asam
aminosalisilat (Asam Paraaminosalisilat), Pirazinamid, Sikloserin(Irman
Somantri, 2009).
1.Fisioterapi dan Rehabilitasi
2.Konsultasi secara teratur.
2.1.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi tuberculosis antara lain (Danusantoso, 2000):
1. Batuk Darah (= Hemoptysis, Hemoptoe)
2. TB Larings
3. Pleuritis Eksudatif
4. Pnemotoraks
5. Hidropnemotoraks, Empiema/Piotoraks, dan Pnemotoraks
6. Abses Paru.