ASUHAN KEPERAWATAN PDA BAYI DENGAN ARDS
-
Upload
poltekkes-smg -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN PDA BAYI DENGAN ARDS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI
DENGAN ACUT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
Di Susun Oleh:
REDHA FITRI EKAWATI
NIM. P 17420613067
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN SEMARANG
2015
ii
KATA PENGANTAR
Sebagai pengantar, makalah “ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI
DENGAN ACUT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / ARDS” disusun untuk
memenuhi tugas dalam mata kuliah Keperawatan Anak dan menjadi
sumber informasi bagi mahasiswa dan dosen.
Makalah ini ditampilkan dengan pola sistematis yang dapat
memberiakan wawasan bagi mahasiwa perawat untuk bertindak dengan
berdasarkan penalaran ilmiah. Dengan mengupas penyakit Acute
Respiratory Distress Syndrome pada bayi dengan menjalankan asuhan
keperawatan.
Penulis menyampaikan ucapan trimakasih kepada pihak-pihak
yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini dan kepada
penulis dari sumber-sumber yang digunakan.
Semoga makalah ini dapat membantu mahasiswa keperawatan
dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan anak.
Semarang, 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................... i
DAFTAR ISI ...................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................... 1
A. LATAR BELAKANG .......................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ......................................... 1
C. TUJUAN .................................................. 1
D. MANFAAT ................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................3
A. DEFINISI ARDS ...........................................3
B. ETIOLOGI.................................................3
C. PATOISIOLOGI ............................................5
D. KOMPLIKASI ..............................................7
E. MANIFESTASI KLINIS ......................................7
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ..................................8
G. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK ..............................9
ii
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ...................................10
A. PENGKAJIAN ..............................................10
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ....................................11
C. INTERVENSI ..............................................12
D. EVALUASI.................................................16
BAB IV PENUTUP ...............................................17
A. SIMPULAN ................................................17
DAFTAR PUSTAKA ..............................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit respiratory distress syndrome adalah penyebab
utama kematian pada bayi baru lahir. Diperkirakan 30 % dari
ii
semua kematian neonatus yang disebabkan oleh penyakit
membrane hialin (PMH).
PMH terutama terjadi pada bayi premature; intensitasnya
berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat
badannya. PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur
kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30 % pada bayi antara
32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37
minggu, dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi
dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan
sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multijanin,
persalinan seksio sesarea, persalinan cepat, asfiksia,
stress dingin, dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya
terkena.
B. RUMUSAN MASALAH
1. “Apa itu Acute Respiratory Distress Syndrome?”
2. “Apa penyebab ARDS pada bayi baru lahir?”
3. “Bagaimana mekanisme terjadinya ARDS pada bayi baru lahir
?”
4. “Apa diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ARDS?”
5. “Bagaimana melakukan asuhan keperawatan pada kasus ARDS?”
C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi dari acute respiratory distress
syndrome
2. Dapat menjelaskan penyebab ARDS pada bayi
ii
3. Dapat memahami dan menjelaskan mekanisme terjadinya ARDS
pada bayi baru lahir
4. Dapat membuat diagnosa keperawatan pada kakus ARDS
5. Dapat melakukan asuhan keperawatan secara tepat
D. MANFAAT
1. Dapat memberikan informasi kesehatan pada ibu hamil dalam
upaya pencegahan terjadinya ARDS
2. Dapat melakukan monitoring dan perawatan pada pasien
dengan ARDS
3. Dapat melakukan pengkajian secara cepat dan tepat
ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI ARDS
Acute Respiratory Distress Syndrome bukan suatu penyakit,
melainkan suatu kumpulan gejala atau dalam istilah medis
dikatakan sebagai suatu sindrom pada sistem pernapasan
(American Lung Association, 2013).
Acute Respiratory Distress Syndrome ( Sindrom Distress
Pernafasan Akut ) adalah perkembangan yang immatur pada
sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan
dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disease
(HMD) (Suriadi, 2001).
RDS juga disebut sebagai sindrom gawat nafas yaitu
kumpulan gejala yang terdiri atas dispnea atau takipnea
dengan frekuensi pernafasan besar 60 kali per menit,
sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah
ii
epigastrium, suprasternal, interkostal pada saat inspirasi
(Ngastiyah, 2005 : 23).
Menurut Whalley dan Wong, gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan perkembangan maturitas
paru. Gangguan ini dikenal juga dengan nama hyaline membrane
disease HMD atau penyakit membran hialin yang melapisi
alveoli.
Sindrom Distres pernafasan adalah perkembangan yang
imature pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru. Respiratory Distress Syndrome dikatakan
sebagai hyaline membrane disease (HMD).
B. ETIOLOGI
Etiologi RDS dihubungkan dengan usia kehamilan, berat
badan bayi yang lahir kurang dari 2500 gram. Sering terjadi
pada bayi dengan lahir kurang dari 1000 gram. Semakin muda
seorang bayi, semakin tinggi resiko RDS sehingga menjadikan
perkembangan yang immatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. Kadar surfaktan paru
mature biasanya muncul sesudah 35 minggu. Sintesis surfaktan
sebagian bergantung pada pH, suhu dan perfusi normal.
Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam
hubungan dengan hipovolemik, hipotensi, dan stress dingin,
dapat menekan sistesis surfaktan.
Atelektaksis alveolar, formasi membrane hialin, dan
edema interstisial membuat paru-paru kurang lentur,
ii
memerlukan tekanan yang lebih besar untuk mengembangkan
alveolus kecil dan jalan napas. Pada bayi, dada bawah
tertarik kedalam ketika diafragma turun dan tekanan
intratoraks menjadi negatif, dengan demikian membatasi
jumlah tekanan intrathoraks yang dihasilkan; akibatnya
muncul kecendrungan atelektaksis. Dinding dada bayi yang
sangat lemah memberi lebih sedikit tekanan daripada dinding
dada bayi matur terhadap kecendrungan paru kolaps.
RDS terjadi dua kali lebih banyak pada laki-laki
daripada perempuan, insidens meningkat pada bayi dengan
faktor-faktor tertentu, misalnya ibu yang menderita diebetes
mellitus melahirkan bayi berusia kurang dari 38 minggu,
hipoksia perinatal dan lahir melalui sectio caesaria.
Etiologi yang lain dari ARDS adalah:
1. Kelainan paru: pneumonia
2. Kelainan jantung: penyakit jantung bawaan, disfungsi
miocardium
3. Kelainan susunan syaraf pusat akibat: Asfiksia,
perdarahan otak
4. Kelainan metabolik: hipoglikemia, asidosis metabolik
5. Kelainan bedah: pneumotoraks, fistel trakheoesofageal,
hernia diafragmatika
6. Kelainan lain: sindrom Aspirasi mekonium, penyakit
membran hialin
ii
Bila menurut masa pertumbuhan, penyebab gangguan nafas
ialah:
a. Pada bayi kurang bulan
Penyakit membran hialin
Pneumonia
Asfiksia
Kelainan atau malformasi kongenital
b. Pada bayi cukup bulan
Sindrom Aspirasi Mekonium
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan
gejala yang diakibatkan oleh terhisapnya mekonium ke
dalam saluran pernafasan bayi akibat peningkatan
aktivitas usus janin. Mekonium adalah feses janin saat
dalam kandungan yang apabila terjadi gangguan dapat
bercampur dengan cairan amnion sehingga terhirup oleh
janin.
Pneumonia
Asidosis
Kelainan atau malformasi kongenital
C. PATOFISIOLOGI
Pada bayi dengan RDS, karena adanya ketidakmampuan paru
untuk mengembang dan alveoli terbuka. RDS pada bayi yang
premature terjadi kegagal pernapasan karena imaturenya
dinding dada, parenchym paru, dan imaturnya endothelium
kapiler yang menyebabkan kolaps paru pada akhir ekspirasi.
ii
Pada bayi dengan RDS disebabakan oleh menurunnya jumlah
surfaktan atau perubahan kualitatif surfaktan dapat
menyebabkan ketidakmampuan alveoli untuk ekspansi. Terjadi
perubahan intra-extrathoracic dan menurunnya pertukaran
udara.
Secara alamiah perbaikan mulai terjadi setelah 24-48
jam. Sel yang rusak akan diganti. Membrane hyaline, berisi
debris dari sel necrosis yang tertangkap dalam proteinaceous
filtrate serum (saringan serum protein), di pagosit oleh
makrograf. Sel cuboidal menempatkan pada alveolar yang rusak
dan epitelium jalan nafas, kemudian terjadi perkembangan sel
kapiler baru pada alveoli. Sintesis surfaktan kembali
diproduksi dan kemudian terjadi perbaikan alveoli untuk
pengembangan.
Gambar patofisiologis secara jelas dapat dilihat pada
bagan berikut ini:
Surfaktan menurun
Compliance (distensibilitas) paru menurun
PO2 menurun
ii
Atelectasis
Metabolisme anaerob
Usaha napas meningkat
Menurunnya ventilasi
CO2 meningkat
Asidosis
Perfusi perifer menurun
Vasokonstriksi perifer dan pulmonal
Tekanan darah arteri menurun
Tekanan arteri pulmonal meningkat
Aliran darah paru menurun
Surfaktan menurun
Gambar : Patofisiologi RDS: sumber dari Ladewic; London and
Olds (1998). Maternal Newborn Nursing Care. Foutrh Edition
California: Addison Wesley
ii
D. KOMPLIKASI
a. Pneumothorax
b. Pneumomediastinum
c. Pulmonary intersititial dysplasia
d. Bronchopulmonary dysplasia ( BPD)
e. Paten ductus arteriosus (PDA)
f. Hipotensi
g. Menurunnya pengeluaran urine
h. Asidosis
i. Hipotermi
j. Hipernatermi
k. Hipokalemi
l. Disseminated intravascular (DIC)
m. Kejang
n. Intraventicular hemorrhage
o. Retinopathy pada premature
p. Infeksi sekunder
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda biasanya tampak dalam beberapa menit kelahiran,
walaupun tanda-tanda ini tidak dapat dikenali selama
beberapa jam sampai pernapasan menjadi cepat, dangkal
bertambah sampai 60/menit.
ii
a. Tachypnea
b. Retraksi dada ( suprasternal, substernal, intercostal)
c. Pernapasan terlihat parados
d. Cuping hidung
e. Apnea
Terjadi ketika bayi menjadi lelah dan muncul tanda-
tanda tidak menyenangkan yang membutuhkan intervensi
segera.
f. Murmur
g. Sianosis
Kematian jarang terjadi pada bayi hari pertama sakit,
biasanya terjadi antara hari ke-2 dan ke-7 dan disertai
dengan kebocoran udara alveolar dan perdarahan paru atau
interventikuler.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto rontgen
Untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diafragmadengan overdistensi duktus alveolar
b. Analisa gas darahAnalisa gas darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang
dari 60 mmHg, SaO2 92% - 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Immature lecithin
ii
Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka
jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk
menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur
kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin
dibandingkan sfingomielin dari cairan amnion.
Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara
relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan
amnion.
Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal
adalah < 0,5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat
secara bertahap pada level 1 pada usia gestasi 32
minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35
minggu dan secara empiris disebutkan bahwa Neonatal RDS
sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. 2 : 1atau lebih mengindikasikan maturitas paru.
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia 35 minggu
G. PENALATAKSANAAN TERAPEUTIK
Terapi yang diberikan ialah pengobatan pertukaran
oksigen dan karbodioksida paru yang tidak adekuat; asidosis
metabolic dan insufisiensi sirkulasi. Perawatan suportif
awal bayi baru lahir terutama pada pengobatan asidosis,
hipoksia, hipotensi, dan hipotermia akan mengurangi
keparahan RDS. Terapi memerluhkan pemantauan yang cermat dan
sering terhadap frekuensi jantung dan pernapasan; PO2, PCO2,
ii
pH, bikarbonat, elektrolit arteri, glukosa darah,
hematocrit, tekanan darah, dan suhu.
a. Pemberian oksigen
Oksigen hangat yang dilembabkan harus diberikan pada
kadar yang cukup pada mulanya untuk mempertahankan
tekanan arteri antara 55-70 mmHg dengan tanda-tanda vital
yang stabil, untuk mencegah resiko toksisitas oksigen.
Untuk bayi yang apneu memerluhkan bantuan ventilasi
mekanis yang bertujuan memperbaiki oksigenasi dan
mengeliminasi CO2 tanpa menyebabkan trauma paru atau
toksisitas oksigen. Nilai gas darah yang dapat diterima
yang menyeimbangkan risiko hipoksia dan asidosis dengan
risiko ventilasi mekaniis adalah PaO2: 55-70 mmHg; PCO2 :
35-55 mmHg; dan pH : 7,25-7,45.
b. Pertahankan nutrisis adekuat
c. Pertahankan suhu lingkungan netral
d. Diit 60 kcal/kg/hari (sesuaikan dengan protocol yang ada)
dengan asam amino yang mencukupi untuk mencegah
katabolisme protein dan ketoasidosis endogenous
e. Pertahankan PO2 dalam batas normal
f. Menjaga suhu tubuh.
Bayi ditempatkan di dalam Isollette dan suhu dalam tubuh
dipertahankan antara 36,5- 37 oC.
ii
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien dan penanggung jawab
b. Riwayat kesehatan
Riwayat keperawatan sekarang
Riwayat keperawatan dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
c. Identifikasi factor resikoRiwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
Kondisi seperti perdarahan placenta
Tipe dan lamanya persalinan
Stress fetal atau intrapartus
Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan
Apgar score, apakah terjadi aspiksia
Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
d. Kaji system pernapasan, tanda dan gejala RDS Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin
80 – 100 x )
Nafas grunting
Nasal flaring
Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
ii
Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral)
berhubungan dengan persentase desaturasi hemoglobin
Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
e. Kaji system kardiovaskuler Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia
berat
Murmur sistolik
Denyut jantung dalam batas normal
f. Kaji intergumen
Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal Pitting edema pada tangan dan kaki Mottling Penurunan suhu tubuh
B. DIAGNOSA
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan immature
paru dan dinding dada atau kurangnya jumlah cairan
surfaktan
b. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi atau pemasangan intubasi trakea yang kurang
tepat adanya secret pada jalan napas
c. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan
ketidakseimbangan napas bayi dan ventilator; tidak
berfungsinya ventilator, dan posisi bantuan ventilator
yang kurang tepat
ii
d. Resiko injuri berhubungan dengan ketidakseimbangan
asam-basa; o2 dan co2 dan barotrauma (perlukaan dinding
mukosa ) dari alat bantu nafas
e. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan
hospitalisasi sekunder dari situasi krisis pada bayi
f. Resiko kurangnya nutrisi dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, motilitas
gastrik menurun, dan kurangnya penyerapan
C. INTERVENSI
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Perencanaa
1. Gangguan
pertukaran gas
berhubungan dengan
immature paru dan
dinding dada atau
kurangnya jumlah
cairan surfaktan
Pertukaran
gas adekuat
Kriteria
hasil :
Nilai
analisa
gas darah
dalam
batas
normal
Nilai
SaO2 dalam
1. Identifikasi
bayi mungkin
adanya
resiko-resiko
yang muncul
2. Monitor
status
pernapasan;
distress
pernapasan
ii
batas
normal
3. Monitor
analisa gas
darah, pulse
oximetry
4. Posisikan
bayi dengan
tepat agar
ada upaya
bernapas
5. Pertahankan
suhu
lingkungan
netral
6. Pemberian
oksigen
sesuai
program2. Tidak efektif
bersihan jalan
nafas berhubungan
dengan obstruksi
atau pemasangan
intubasi trakea
Kepatenan
jalan napas
dapat
dipertahankan
Dengan
Kriteria
1. Kaji dada
bayi adanya
nafas
bilateral dan
ekspansi
selama
ii
yang kurang tepat
adanya secret pada
jalan napas
hasil:
Tidak
Bunyi
rhonki
Tidak
terjadi
retraksi
interkosta
inspirasi
2. Atur posisi
bayi untuk
memudahkan
drainage
3. Lakukan
suction
4. Kaji
kepatenan
jalan napas
setiap jam
5. Kaji posisi
ketepatan
alat
ventilator
setiap jam
6. Auskultasi
kedua lapang
paru3. Tidak efektif pola
napas berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
napas bayi dan
ventilator; tidak
berfungsinya
Support
ventilator
tepat dan ada
usaha bayi
untuk
bernafas.
Dengan
1. Monitor
analisa gas
darah
2. Gunakan alat
bantu
pernapasan
sesuai
ii
ventilator, dan
posisi bantuan
ventilator yang
kurang tepat
Kriteria
hasil:
analisa
gas darah
dalam
batas
normal
instruksi
3. Pantau
ventilator
setiap jam
4. Berikan
lingkungan
yang kondusif
5. Kaji adanya
usaha bayi
dalam
bernapas4. Resiko injuri
berhubungan dengan
ketidakseimbangan
asam-basa; o2 dan
co2 dan barotrauma
(perlukaan dinding
mukosa ) dari alat
bantu nafas
Bayi tidak
mengalami
ketidakseimba
ngan asam-
basa dab
barotrauma
1. Evaluasi gas
darah
2. Monitor pulse
oximetry
3. Monitor
komplikasi
4. Pantau dan
pertahankan
kecepatan
posisi alat
bantu napas5. Resiko perubahan
peran orang tua
berhubungan dengan
hospitalisasi
Orang tua
bayi akan
menerima
keadaan
1. Jelaskan
semua alat-
alat
(monitor,
ii
sekunder dari
situasi krisis
pada bayi
anaknya
Dengan
Kriteria
hasil:
Melakukan
bonding
dan
mengidenti
fikasi
perannya
Memberikan
ASI
eksklusif
ETT,
ventilator)
pada orang
tua
2. Ajarkan orang
tua untuk
selalu
mengunjungi
3. ajarkan orang
tua untuk
berpartisipas
i dalam
perawatan
bayi
4. instruksikan
pada ibu
untuk
memberikan
ASI dan
ajarkan cara
merangsang
pengeluaran
ASI6. Resiko perubahan
peran orang tua
berhubungan dengan
Keseimbangan
cairan dan
elektrolit
1. pertahankan
cairan infus
60-100
ii
hospitalisasi
sekunder dari
situasi krisis
pada bayi
dapat
dipertahankan
ml/kg/hari
atau sesuai
advice
2. gunakan infus
pompa
3. monitor
intake dan
output
4. kaji
elektrolit
5. monitor
jumlah cairan
infus yang
masuk7. Resiko kurangnya
volume dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan
menelan, motilitas
gastrik menurun,
dan kurangnya
penyerapan
Kebutuhan
intake
nutrisi dapat
dipertahankan
1. berikan
pengajaran
perawatan
bayi pada
orang tua
2. kenalkan pada
orang tua
untuk
mengidentifik
asi tanda dan
gejala
distress
ii
pernapasan
3. ajarkan pada
orang tua
cara
melakukan
risusitasi
jantung paru
(RJP) dan
distimulasika
n
tekankan
pentingnya
control ulang
dan deteksi
komplikasi
dari RDS
D. EVALUASI
1. Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi
nafas yang jernih dan ronchi (-)
ii
2. Pasien bebas dari dispneu
3. Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
4. Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
5. Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
6. Bebas dari gejala distress pernafasan
7. Pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal
dengan tanda tekanan darah, berat badan, urine output
pada batas normal.
8. Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara
verbal
ii
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULANARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan
pernafasan disebabkan terhambatnya proses difusi oksigen dari
alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh karena
terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik
interseluler maupun intra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit
apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-
paru seperti: Pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio paru,
aspirasi cairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi toksin,
menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama, Sepsis, Shock,
Luka bakar hebat, Tenggelam,dsb. Gejala biasanya muncul dalam
waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera.
SGPA(sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan
dengan kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal.
ii
DAFTAR PUSTAKA
American Lung Association. 2013. Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS). Diakses melalui http://www.lung.org/lung-disease/acute-
respiratory-distress-syndrome/ pada tanggal 19 Januari 2015.
Berhman, Klegman dan Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak.Edisi
15. Vol 1. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Suriadi dan Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi
I. Jakarta : CV Agung Seto.
ii
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/
respiratory-distress-syndrome.pdf
ii