formulasi bubur bayi instan dari tepung pregelatinisasi umbi
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
Transcript of formulasi bubur bayi instan dari tepung pregelatinisasi umbi
FORMULASI BUBUR BAYI INSTAN DARI TEPUNG PREGELATINISASI UMBI
UWI UNGU (Dioscorea alata L.) DENGAN TEPUNG KEDELAI (Glycine max L.
Merr) SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU
(Instant Baby Porridge Preparation from Pregelatinized Purple Yam
(Dioscorea alata L.) and Soybean Flour (Glycine max L. Merr) as an Alternative
Complementary Feeding)
OLEH :
GISMAWATY LUMENTUT
G311 13 003
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
FORMULASI BUBUR BAYI INSTAN DARI TEPUNG PREGELATINISASI UMBI
UWI UNGU (Dioscorea alata L.) DENGAN TEPUNG KEDELAI (Glycine max L.
Merr) SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU
(Instant Baby Porridge Preparation from Pregelatinized Purple Yam
(Dioscorea alata L.) and Soybean Flour (Glycine max L. Merr) as an Alternative
Complementary Feeding)
OLEH :
GISMAWATY LUMENTUT
G 311 13 003
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada
Departemen Teknologi Pertanian
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
DEPERTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : FORMULASI BUBUR BAYI INSTAN DARI TEPUNG
PREGELATINISASI UMBI UWI UNGU (Dioscorea alata L.)
DENGAN TEPUNG KEDELAI (Glycine max L. Merr)
SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN PENDAMPING AIR
SUSU IBU
Nama : Gismawaty Lumentut
Stambuk : G 311 13 003
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui
Tim Pembimbing
Mengetahui,
Pembimbing I
Dr. rer.nat. Zainal. S.TP, M.FoodTech
NIP. 19720409 199903 1 001
Pembimbing II
Ir. Nurlaila Abdullah, MS
NIP. 19430717 196903 2 001
Ketua Departemen Teknologi Pertanian
Dr. Ir. Mahmud Achmad, MP
NIP. 19700603 199403 1 003
Ketua Panitia Ujian Sarjana
Ir. Nandi K. Sukendar, M.App.Sc
NIP. 19571103 198406 1 001
iv
GISMAWATY LUMENTUT (G311 13 003). FORMULASI BUBUR BAYI INSTAN
DARI TEPUNG PREGELATINISASI UMBI UWI UNGU (Dioscorea alata L.)
DENGAN TEPUNG KEDELAI (Glycine max L. Merr) SEBAGAI ALTERNATIF
MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU. Dibawah bimbingan Zainal dan Nurlaila
Abdullah.
RINGKASAN
Bubur bayi instan merupakan bubur olahan yang terbuat dari tepung pregelatinisasi
umbi uwi (Dioscorea alata L.) dan kedelai (Glycine max L. Merr). Umbi uwi memiliki
komponen gizi kandungan karbohidrat yang tinggi yaitu 87,6%. Sedangkan kedelai
memiliki kandungan protein tinggi yaitu 36%. Kedua bahan tersebut berpotensi untuk
dijadikan sebagai bahan dasar alternatif bubur bayi karena kandungan gizi tersebut dapat
mendorong perbaikan gizi bayi 6-12 bulan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
perlakuan terbaik tepung uwi dan tepung kedelai serta kandungan gizi bubur bayi instan.
Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah perbandingan antara tepung uwi dan
tepung kedelai. Terdapat 4 variabel perlakuan F1 (60% tepung uwi : 0% tepung kedelai),
F2 (50% tepung uwi : 10% tepung kedelai), F3 (45% tepung uwi : 15% tepung kedelai)
dan F4 (40% tepung uwi : 20% tepung kedelai). Perlakuan pada penelitian ini adalah
pembuatan tepung uwi, pembuatan tepung uwi pregelatinisasi, pembuatan tepung kedelai
dan membuat bubur bayi instan. Parameter pengamatan dalam penelitian ini terdiri atas
pengujian kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar serat
pangan, kadar antosianin, daya serap, viskositas dan organoleptik metode hedonik. Data
penelitian ini diolah menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali
ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dari uji organoleptik yaitu
dengan komposisi 60% tepung uwi : 0% tepung kedelai. Nilai nutrisi yang terkandung
dalam bubur bayi terpilih yaitu kadar air 5,50%, kadar abu 3,48%, kadar protein 15,37%,
kadar lemak 2,57%, kadar karbohidrat 73,02%, kadar serat pangan 2,29%, kadar
antosianin 32,82%, daya serap 163,33%, dan viskositas 32,27 cp.
Kata Kunci : Tepung Uwi, Tepung Uwi Pregelatinisasi, Tepung Kedelai, Antosianin,
Bubur Bayi Instan.
.
v
GISMAWATY LUMENTUT (G311 13 003). Instant Baby Porridge Preparation from
Pregelatinized Purple Yam (Dioscorea alata L.) with Soybean Flour (Glycine max L.
Merr) as an Alternative Complementary Feeding. Supervised by Zainal and Nurlaila
Abdullah.
ABSTRACT
Instant baby porridge is rice porridge made from pregelatinized flour purple yam
(Dioscorea alata L.) and soybeans flour (Glycine max L. Merr). Purple yam has nutrition
components of carbohydrate of 87.6%. Whereas soybeans flour that have high protein
content of 36%. Both of these materials have the potential to serve as an alternative
ingredient of baby porridge because the nutrient content can encourage the baby nutrtional
improvement of age 6-12 months. The aims of this research was to know the best treatment
of purple yam flour and soybean flour and nutrient component of instant baby porridge.
The treatment used in the research is the comparation between pregelatinized flour purple
yam and soybeans flour. There were 4 treatments variabel F1 (60% of purple yam flour:
0% soybean flour), F2 (50% purple yam flour: 10% soybean flour), F3 (45% purple yam
flour : 15% soybean flour) and F4 (40% purple yam flour : 20% soybean flour). Treatment
in this research was the manufacture of purple yam flour, pregelatinized purple yam flour,
make soybean flour and making instant baby porridge. The observed parameters were in
this research consists of moisture content, the levels of ash, protein, fat levels, the levels of
carbohydrates, dietary fiber, the levels of anthocyanin, water absorption, viscosity, and
organoleptic with hedonic method. Data was processed using a Complete Randomized
Design (CRD) with three replication. The results showed that the four best treatment base
on organoleptic parameter were formulations of 60% of purple yam flour : 0% soybean
flour. The nutritions values were moisture content of 5,50%, ash content of 3,48%, protein
of 15,37%, fat of 2,57%, carbohydrates of 73,02%, dietary fiber of 2,29%, anthocyanin
of 32,82%, water absorption of 163,33%, and viscosity of 32,27 cp.
Keywords : Purple Yam Flour, Pregelatinized Purple Yam Flour, Soybean Flour,
Anthocyanin, Instant Baby Porridge.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur tiada lain yang patut penulis puji selain
Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayahNya telah memberikan kekuatan, kesehatan
dan keteguhan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Departemen
Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar.Penulis
menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.rer.nat. Zainal, S.TP.
M.FoodTech dan Ir. Nurlaila Abdullah, MS. selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, kritikan, saran dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan
skripsi. Tak lupa pula ucapan dan terima kasih kepada Prof. Dr.Ir. Meta Mahendradatta
dan Muhammad Asfar, S.TP, M.Si selaku penguji yang telah meluangkan waktunya guna
memberikan masukan dan petunjuk menuju kesempurnaan dalam penyusunan skripsi ini.
Melalui kesempatan yang berharga ini penulis juga tak lupa mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Dekan Fakultas dan para Wakil Dekan, Karyawan dan Staf dalam lingkup Fakultas
Pertanian, Ketua Departemen dan Staf Dosen beserta karyawan Departemen Teknologi
Pertanian yang telah banyak memberikan pengetahuan kepada penulis selama
menempuh pendidikan.
2. Ketua Panitia Ujian Sarjana Ir. Nandi K. Sukendar, M.App.Sc dan selaku panitia
seminar Bapak Muhammad Asfar, S.TP., M.Si atas luang waktunya dalam penyelesaian
berkas-berkas ujian sarjana.
3. Ayahanda Aminuddin Lumentut yang sangat saya sayangi dan Ibunda Halijah tercinta
yang dengan penuh ketulusan dan kasih sayang selama ini telah membimbing dan
membesarkan penulis serta senantiasa memberikan dukungan, semangat dan doa yang
tak ternilai harganya. Juga tak lupa untuk saudaraku Dwi Nov Wahyuni Lumentut yang
terus memotivasi untuk penyelesaian skripsi ini.
4. Teman angkatan “Rantai 13”, dan Teman seperjuangan studi 4 tahun “ITP 13” terima
kasih karna telah memberi cerita baru dan warna baru dikehidupan saya. Untuk adik-
adik “Bakar 14”, “Magnet 15” dan “Reaktor 16” terima kasih karena telah memberi
penulisan semangat.
5. Untuk saudara-saudari saya dari maba sampai saat ini Andi Yusniar Chadijah terima
kasih karena telah jadi mama yang baik, selalu mengingatkan untuk segera cepat
menyelesaikan tugas akhir saya, Sarah Fahmiyah yang kelihatan cuek tetapi sangat
vii
peduli selalu mengingatkan saya untuk tidak usah ikut-ikut rapat organisasi biar cepat
menyelesaikan skripsi ini, Kamilia Ali terima kasih karena selalu baik dan peduli, orang
sangat tinggi bapernya, Andi Nadya sahabat sekaligus anak bimbingan pak zainal
terima kasih karena mengingatkan untuk saya konsul dan cepat-cepat menyelesaikan
selesaikan proposal, Ervan Togatorop terima kasih teman si burengan yang telah
mengajarkan saya mengenai skripsi ini.
6. Untuk saudara-saudari saya Andi Febryan Ramadhani terima kasih karena telah
membantu kelancaran proposal penelitian ini, terima kasih karena selalu ada saat saya
membutuhkan pertolongan, Besse Sitti Hajar orang yang selalu sabar mendengarkan
keluh kesah saya dan selalu menjadi pendengar yang baik. Adik Oleg Langsang, Mamat
Anugerah, Faizal, Fahrul Agus, Jaya Wijaya, Noer Suyuti dan Ahmad Hidayat Jamal
terima kasih karena selalu mau direpotkan dan siap kapan saja membantu penulis ketika
meminta bantuan.
7. Terima kasih untuk HIMATEPA yang telah menjadi rumah kedua untuk saya dan
warga KMD TP UH kakanda dan adinda yang telah menjadi keluarga besar saya
memberikan motivasi dan dukungannya.
8. Terima Kasih Kepada Rizka Aulia Safarni David, Agus Syam Alam, Andi Muhammad
Arman, Syamsul Alang dan Abd. Malik yang tak pernah lelah memberikan saran dan
masukan tentang penelitian, yang meluangkan waktunya untuk penulis berkeluh kesah,
memberi semangat serta meluangkan banyak waktu untuk penulis.
Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, sama halnya dengan
skripsi ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari kesempurnaan tetapi penulis sadari
bahwa kesalahan merupakan motivasi dan pelajaran dalam meraih kesuksesan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan lebih lanjut pada
skripsi ini. Semoga segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan mendapat imbalan
dan limpahan rahmat dari Allah SWT. Dan semoga laporan akhir ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca, khususnya penulis, Amin.
Wassalam
Makassar, Maret 2018
Penulis
viii
RIWAYAT HIDUP
Gismawaty Lumentut lahir di Maros pada Tanggal 16 September
1995. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Aminuddin
Lumentut dan Halijah. Ines memiliki satu orang saudara yaitu Dwinov
Wahyuni Lumentut.
Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah:
1. TK Bhayangkari Luwuk Banggai. Tahun 1999-2001
2. SD Negeri 7 Inpres Bertingkat Luwuk Banggai. Tahun 2001-2007.
3. SMP Negeri 2 Luwuk Banggai. Tahun 2007-2010.
4. SMA Negeri 1 Luwuk Banggai. Tahun 2010-2013.
5. Pada Tahun 2013 penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri Universitas Hasanuddin
Program Strata Satu (S1) dan tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin Makassar.
Selama menjalani studi penulis pernah menjabat sebagai Sekertaris Umum Periode
2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian (Himatepa UH), Sekertris LISAN
Cab. Makassar Periode 2017/2018, anggota Forum Kreativitas Anak Kabupaten Banggai,
anggota Dewan Pengembangan Organisasi BEM KEMA FAPERTA-UH Makassar.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................ iii
RINGKASAN ...................................................................................................................... iv
ABSTRACT ......................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3. Tujuan dan Kegunaan ................................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 3
2.1. Tepung Pregelatinisasi ............................................................................................... 3
2.2. Uwi Ungu (Dioscorea alata L.) ................................................................................. 3
2.3. Kandungan Gizi Umbi Uwi ....................................................................................... 5
2.4. Antosianin .................................................................................................................. 6
2.5. Tepung Kedelai .......................................................................................................... 7
2.6. Kedelai ....................................................................................................................... 8
2.7. Susu Skim .................................................................................................................. 9
2.8. Tepung Gula ............................................................................................................ 10
2.9. Bubur Instan ............................................................................................................. 10
2.10.Makanan Pendamping-ASI ..................................................................................... 11
2.11.Kebutuhan Gizi Pada Balita .................................................................................... 12
2.12. Proses Pembuatan Tepung Umbi Uwi ................................................................... 14
2.13.Proses Pembuatan Bubur Bayi Instan ..................................................................... 14
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 15
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................................... 15
3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................................ 15
3.3. Prosedur Kerja ......................................................................................................... 15
3.4. Rancangan Penelitian ............................................................................................... 16
3.5. Diagram Alir Penelitian ........................................................................................... 17
x
3.6. Parameter Penelitian ................................................................................................ 21
3.6.1.Analisis Kadar Air (Sudarmadji dkk.,1997)........................................................ 21
3.6.2.Analisis Kadar Protein (Sudarmadji dkk., 1997) ................................................ 21
3.6.4.Analisa Kadar Lemak (AOAC, 2005) ................................................................. 23
3.6.5.Analisis Karbohidrat by Difference (Winarno, 2004) ......................................... 24
3.6.6.Analisis Serat Pangan (Sudarmadji dkk., 1997) .................................................. 24
3.6.7.Analisis Kadar Antosianin (Prior et al, 1998) ..................................................... 24
3.6.8.Analisis Viskositas .............................................................................................. 25
3.6.9.Analisis Daya Serap Air ...................................................................................... 25
3.6.10.Uji Organoleptik (Rampengan, dkk, 1985) ....................................................... 25
3.6.11.Analisis Data ..................................................................................................... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 26
4.1. Penelitian Pendahuluan ............................................................................................ 26
4.2. Penelitian Utama ...................................................................................................... 27
4.3. Uji Organoleptik ...................................................................................................... 28
4.3.1. Warna ................................................................................................................. 28
4.3.2.Aroma .................................................................................................................. 29
4.3.3.Tekstur ................................................................................................................. 31
4.3.4.Rasa ..................................................................................................................... 32
4.3.5.Kadar Air ............................................................................................................. 34
4.3.6.Kadar Abu ........................................................................................................... 35
4.3.7.Protein ................................................................................................................. 36
4.3.8.Lemak .................................................................................................................. 38
4.3.9.Karbohidrat.......................................................................................................... 39
4.3.10.Serat Pangan ...................................................................................................... 41
4.3.11.Antosianin ......................................................................................................... 42
4.3.12.Viskositas .......................................................................................................... 43
4.3.13.Daya Serap ........................................................................................................ 45
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 47
5.1. Kesimpulan .............................................................................................................. 47
5.2. Saran ........................................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 48
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 52
xi
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1 Tanaman Uwi (Richana dan Sunarti, 2004)……………………......... 4
2 Umbi Uwi Ungu (Lingga dkk., 1986)………………………….......... 5
3 Struktur Umum Antosianin (Fang et al., 2011)……………………… 7
4 Diagram Alir Pembuatan Tepung Umbi Uwi………………………... 17
5 Diagram Alir Pembuatan Tepung Pregelatinisasi Uwi………………. 18
6 Diagram Alir Pembuatan Tepung Kedelai…………………………... 19
7 Diagram Alir Pembuatan Bubur Bayi Instan………………………… 20
8 Sampel Hasil Formulasi Tepung Bubur bayi instan…………………. 26
9 Sampel Formulasi Tepung Bubur bayi instan yang telah diseduh…... 26
10 Hasil uji organoleptik penelitian pendahuluan………………………. 27
11 Pengaruh perlakuan terhadap warna bubur bayi instan……………… 29
12 Pengaruh perlakuan terhadap aroma bubur bayi instan……………… 30
13 Pengaruh perlakuan terhadap tekstur bubur bayi instan.…………….. 31
14 Pengaruh perlakuan terhadap rasa bubur bayi instan………………... 32
15 Pengaruh perlakuan terhadap kadar air bubur bayi instan…………... 34
16 Pengaruh perlakuan terhadap kadar abu bubur bayi instan………….. 35
17 Pengaruh perlakuan terhadap kadar protein bubur bayi instan………. 37
18 Pengaruh perlakuan terhadap kadar lemak bubur bayi instan……….. 38
19 Pengaruh perlakuan terhadap karbohidrat bubur bayi instan………... 39
20 Pengaruh perlakuan terhadap kadar serat pangan bubur bayi instan… 41
21 Pengaruh perlakuan terhadap kadar antosianin bubur bayi instan…… 42
22 Pengaruh perlakuan terhadap viskositas bubur bayi instan………….. 44
23 Pengaruh perlakuan terhadap daya serap bubur bayi instan…………. 45
xii
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1 Hasil Analisis Kandungan Asam Amino Umbi Uwi (Dioscorea alata
L.)………………………………………………………………................ 5
2 Hasil Analisis Komponen Kimia Umbi Uwi (Dioscorea alataL.) dalam
100 gram…………………………………………………….…………… 6
3 Hasil Analisis Kandungan gizi 100 g biji kedelai …................................. 9
4 Hasil Analisa Komposisi Kimia Susu Skim Dalam 100 g bahan………... 10
5 Persyaratan MP-ASI menurut SNI 01-7111.4-2005……………………... 12
6 Angka Kecukupan Gizi untuk bayi dan anak usia 7 bulan sampai dengan
1 tahun……………………………………………………….................... 13
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1 Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Warna Bubur Bayi Instan…. 52
2 Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Teksture Bubur Bayi Instan.. 53
3 Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Aroma Bubur Bayi Instan… 54
4 Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Rasa Bubur Bayi Instan…… 55
5 Hasil Analisa Kadar Air Bubur Bayi Instan…………………………... 56
6 Hasil Analisa Kadar Abu Bubur Bayi Instan…………………………. 56
7 Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Bubur Bayi Instan…………………. 56
8 Hasil Analisa Kadar Lemak Bubur Bayi Instan………………………. 56
9 Hasil Analisa Protein Bubur Bayi Instan……………………………... 56
10 Hasil Analisa Serat Pangan Bubur Bayi Instan……………………….. 56
11 Hasil Analisa Kadar Antosianin Bubur Bayi Instan………………….. 56
12 Hasil Analisa Daya Serap Air Bubur Bayi Instan…………………….. 57
13 Hasil Analisa Viskositas Bubur Bayi Instan………………………….. 57
14 Hasil Pengujian Analisa Kadar Air Uji Anova dan Uji Lanjut Tuckey
Bubur Bayi Instan…………………………………………………….. 57
15 Hasil Pengujian Analisa Kadar Abu Uji Anova dan Uji Lanjut
Tuckey Bubur Bayi Instan……………………………………………. 58
16 Hasil Pengujian Analisa Protein Uji Anova dan Uji Lanjut Tuckey
Bubur Bayi Instan……………………………….……………………. 59
17 Hasil Pengujian Analisa Lemak Uji Anova dan Uji Lanjut Tuckey
Bubur Bayi Instan……………………………...……………………... 60
18 Hasil Pengujian Analisa Karbohidrat Uji Anova dan Uji Lanjut
Tuckey Bubur Bayi Instan……………………………………………. 61
19 Hasil Pengujian Analisa Kadar Serat Pangan Uji Anova dan Uji
Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan…………………………………….. 62
20 Hasil Pengujian Analisa Kadar Antosianin Uji Anova dan Uji Lanjut
Tuckey Bubur Bayi Instan……………………………………………. 63
21 Hasil Pengujian Analisa Viskositas Uji Anova dan Uji Lanjut Tuckey
Bubur Bayi Instan…………………………………………………….. 64
22 Hasil Pengujian Analisa Daya Serap Uji Anova dan Uji Lanjut
Tuckey Bubur Bayi Instan……………………………………………. 65
23 Hasil Uji Organoleptik Rasa Panelis Ibu Bayi Dengan Pengujian
Anova dan Uji Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan……………………. 66
24 Hasil Uji Organoleptik Rasa Panelis Ibu Bayi Dengan Pengujian
Anova dan Uji Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan……………………. 67
25 Hasil Uji Organoleptik Rasa Panelis Bayi Dengan Pengujian Anova 68
xiv
dan Uji Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan…………………………….
26 Hasil Uji Organoleptik Aroma Dengan Pengujian Anova dan Uji
Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan…………………..………………… 69
27 Hasil Uji Organoleptik Rasa Pada Bayi Dengan Pengujian Anova dan
Uji Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan.........…………………………... 70
28 Hasil Uji Organoleptik Rasa Pada Bayi Dengan Pengujian Anova dan
Uji Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan………………………………… 71
29 Dokumentasi Penelitia……………………………………...………… 72
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Status gizi dipengaruhi oleh pola konsumsi makanan. Pola konsumsi yang kurang
baik dapat menyebabkan kekurangan gizi salah satunnya gizi buruk. Berdasarkan
penimbangan balita di posyandu, ditemukan sebanyak 26.518 balita gizi buruk secara
nasional di tahun 2015. Kasus gizi buruk yang dimaksud ditentukan berdasarkan
perhitungan berat badan menurut tinggi badan balita. Sedangkan menurut hasil Riskesdas
2013 prevalensi gizi sangat kurus pada balita sebesar 5,3%. Jika diestimasikan terhadap
jumlah sasaran balita (S) yang terdaftar di posyandu yang melapor (21.436.940) maka
perkiraan jumlah balita gizi buruk (sangat kurus) sebanyak sekitar 1,1 juta jiwa (Kemenkes
RI ,2015). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat gizi buruk
adalah dengan memperbaiki pola makan bayi dengan memberikan MP-ASI (makanan
pendamping ASI) yang cukup.
Pada saat bayi memasuki umur 6 bulan keatas, produksi ASI dari ibu semakin
berkurang dan ASI (air susu ibu) yang diberikan sudah tidak mencukupi pemenuhan
kebutuhan energi dan nutrisi bayi yang semakin meningkat. Oleh karena itu bayi dapat
diperkenalkan dengan makanan pendamping sebagai pelengkap ASI (air susu ibu) yaitu
bubur bayi. Bubur bayi dalam jumlah dan kandungan gizi yang cukup sangat diperlukan
bagi pertumbuhan fisik dan otak anak-anak terutama pada bayi dan balita. Memasuki usia
6 bulan sampai 12 bulan, perkembangan koordinasi motorik saluran cerna bayi juga telah
memungkinkan bayi untuk menerima makanan dari luar sehingga sangat diperlukan
formulasi bubur yang sesuai untuk memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi yang
sesuai dengan umur bayi.
Mayoritas masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih tepung terigu yang
berasal dari gandum sebagai bahan dasar makanan bayi. Sementara hingga saat ini,
gandum merupakan salah satu produk pangan impor yang harganya mahal. Fakta lain
menunjukkan bahwa Indonesia dengan kekayaan alam hutan tropisnya, menyediakan
varietas tanaman yang secara kualitas tidak kalah dengan produk impor tersebut. Salah
satunya adalah pangan lokal umbi uwi. Umbi ini memiliki kandungan gizi berupa
karbohidrat yang tinggi, vitamin, protein, mineral, selain itu umbi uwi juga memiliki
antosianin, inulin yang tidak dimiliki oleh bahan dasar makanan bayi lainnya. Sehingga
umbi uwi berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan dasar alternatif bubur bayi. Kandungan
2
gizi tersebut dapat mendorong perbaikan gizi balita, sehingga diharapkan dapat
mengurangi angka status gizi buruk. Untuk mencukupi kebutuhan gizi protein dapat
ditambahkan kedelai kedalam bubur bayi. Kedelai memiliki kandungan protein tertinggi,
lemak, sumber vitamin A, E, K, beberapa jenis vitamin B, mineral K, Fe, Zn, dan P yang
dibutuhkan bayi. Berdasarkan uraian diatas maka dilakukkan penelitian ini untuk
menyusun formulasi bubur bayi instan agar diketahui analisis terhadap sifat fisiko
kimianya.
1.2. Rumusan Masalah
Umbi uwi merupakan pangan lokal yang kaya akan komponen gizi dan senyawa
fungsional bagi kesehatan tubuh. Namun saat ini pemanfaatan umbi uwi masih terbatas
sehingga perlu adanya modifikasi agar dapat diaplikasikan dalam industri pangan.Salah
satu caranya adalah dengan mengolah umbi uwi menjadi bubur bayi instan. Tepung umbi
uwi diformulasikan dengan tepung kedelai untuk menghasilkan bubur bayi instan yang
memiliki karakteritik fisiko kimia yang baik sehingga dapat memenuhi Angka Kecukupan
Gizi yang dibutuhkan oleh bayi berusia 6 bulan hingga balita.
1.3. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk menentukan formulasi terbaik dalam pembuatan bubur instan bayi berbasis
tepung umbi uwi ungu dan tepung kedelai.
2. Untuk menganalisa formulasi terbaik kandungan gizi pada bubur bayi instan berbasis
tepung umbi uwi ungu dan tepung kedelai.
Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai informasi ilmiah bagi masyarakat
mengenai manfaat umbi uwi dan kedelai dengan banyaknya zat-zat gizi yang terkandung
didalamnya dan memberikan referensi untuk peneliti selanjutnya mengenai penelitian yang
berkaitan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tepung Pregelatinisasi
Tepung yang mengalami pregelatinisasi dengan perebusan atau (parboiling) telah
mengalami perubahan struktur ikatan dan bentuk granula. Ikatan hidrogen antara amilosa
dan amilopektin melemah karena adanya pemanasan awal. Gelatinisasi mengakibatkan
dehidrasi dan konversi dari bentuk amarphous amilosa ke bentuk helik. Bentuk helik
menjadi bagian yang lemah dari kristal granula pati (Hapsari dkk, 2013). Gelatinisasi pada
tepung atau pati dapat menyebabkan terjadinya viskositas, viskositas merupakan resistensi
bahan mengalir bila diberikan gaya atau merupakan ukuran kecepatan aliran. Menurut
Kanoni (1999), bahwa semakin lambat aliran bahan tersebut maka semakin tinggi
viskositasnya, begitupun sebaliknya jika aliran bahan semakin tinggi maka viskositas
semakin rendah. Viskositas maksimum adalah titik maksimum viskositas tepung selama
proses pemanasan. Menurut Daramola dan Osanyinlusi (2006) viskositas tinggi
menunjukkan bahwa tepung memiliki water binding (pengikatan air) yang sangat tinggi.
Viskositas yang tinggi menunjukkan stabilitas pasta dingin yang lebih rendah karena
perubahan viskositasnya selama pendinginan konstan (50oC) sangat besar.
Pati pregelatinisasi merupakan pati yang telah menglami gelatinisasi dengan
pemasakan diatas suhu gelatinisasinya kemudian dikeringkan, yang dibuat untuk
memudahkan pelarutan dalam proses pengolahan pangan. Pada umunya pregelatinisasi pati
dibuat dengan cara membuat pasta (kadar pati dalam pasta 55% dan 45% berat kering),
selanjutnya dikeringkan pada suhu sekitar 80oC atau 100
oC dengan menggunakan
drumdrier. Pregelatinisasi merupakan salah satu bentuk transformasi fisik, untuk
menghasilkan pati yang larut dalam air dingin (Fennema, 1996). Nama lain dari pati
pregelatinisasi adalah precooked starch, pregelled starch, instant starch, cool water starch
dan cold water swellable starch.
2.2. Uwi Ungu (Dioscorea alata L.)
Tanaman uwi (Dioscorea spp.) merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh dengan
baik di daerah dengan ketinggian 500 dan 800 meter diatas permukaan laut, bahkan dengan
ketinggian 1800 meter diatas permukaan laut pun tanaman ini masih mampu bertahan
hidup (Sastrapraja, 1977). Tanaman uwi dapat tumbuh pada kondisi tanah yang tandus
namun untuk mencapai pertumbuhan yang maksimal, tanaman ini memerlukan pemupukan
4
(Kay, 1973). Tanaman uwi memiliki 630 spesies yang tumbuh secara liar dihutan-hutan
tropis. Tanaman uwi tumbuh dengan baik di daerah dengan iklim tropis pada kisaran suhu
30-40oC dan dengan curah hujan 1500 mm pertahun (Richana dan Sunarti, 2004).
Tanaman umbi uwi memiliki beberapa macam species, salah satunya yang memiliki
banyak potensi dan kandungan gizi berlebih yaitu tanaman uwi dengan umbi berwarna
ungu. Uwi ungu di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledons, Lilidae
Ordo : Liliaces
Famili : Dioscorea Yams
Species : Dioscore aalata
Menurut Lingga dkk., (1986), Tanaman uwi merupakan tanaman menjalar dengan
panjang batang tanaman antara 10-25 m dengan diameter 1 cm. Daun tanaman uwi
memiliki bentuk menyerupai jantung atau berbentuk bundar telur dengan warna batang
hijau kemerahan. Selain itu, tanaman ini memiliki dua jenis bunga yaitu bunga jantan yang
berwarna kuning kehijauan dengan ukuran yang cukup kecil dan bunga betina berwarna
kuning (Sastrapraja, 1977). Bentuk tanaman uwi ditampilkan pada Gambar 01.
Gambar 01. Tanaman Uwi (Richana dan Sunarti, 2004).
Tanaman uwi jenis Dioscorea alata merupakan varietas yang banyak dijumpai di
Indonesia, setelah Papua Nugini. Tanaman uwi biasanya hanya tumbuh secara liar di
hutan. Adapun jika ditanam di perkebunan dan pekarangan rumah, itu hanya sebagai
tanaman sampingan. Tanaman uwi menghasilkan umbi dengan bentuk yang lonjong, ujung
5
umbi rata atau berlekuk (Lingga dkk., 1986). Pemanenan umbi dapat dilakukan setelah
usia tanaman mencapai 10-12 bulan ditandai dengan menguningnya daun tanaman dan
warna batang memucat (Sutomo,2008).
Tanaman ini menghasilkan umbi yang besar dengan bobot berat mencapai 25-30
kg. Umbi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan berbagai
produk makanan. Tampilan umbi uwi ungu dapat dilihat pada Gambar 02.
Gambar 02. Umbi Uwi Ungu (Lingga dkk., 1986).
2.3. Kandungan Gizi Umbi Uwi
Tanaman umbi uwi memiliki komponen utama karbohidrat yang tinggi, vitamin,
protein serta mineral. Dibanding umbilainnya, maka umbi uwi mengandung nutrisi yang
paling baik (Wanasundera danRavindra, 1994). Disamping itu, kandungan protein umbi
tersebut dibangun oleh 8 asam amino dengan kestimbangan yang cukup baik yang
diperlukan oleh tubuh manusia (Marcus et al., 1998), terutama sebagai bahan pangan anak
balita. Seperti terlihat pada Tabel 01, dimana uwi memiliki kandungan asam amino yang
hampir memenuhi kebutuhan asam amino anak balita dengan nilai kimia yang paling tinggi
dari bahan pangan nabati lainnya.
Tabel 01. Hasil Analisis Kandungan Asam Amino Umbi Uwi Dioscore aalata L.
Tanaman
Panenan
Ile Leu Lys Met+Cys Phe+Tyr Thre Tryp Val Cs
(mg/g protein kasar )
Singkong 28 40 41 27 41 26 12 33 61
Ubi 37 54 34 28 62 38 14 45 58
Uwi 37 65 41 28 80 36 13 47 71
Jagung 37 125 27 35 87 36 7 48 47
Beras 38 82 38 34 86 39 12 55 65
Sorgum 39 133 20 29 76 30 12 50 34
Gandum 33 67 29 40 75 29 11 44 50
Sumber:Berdasarkan informasi FAO, 1970. Aminoacidcontent of foods and biological data
on proteins. FAO Food and Nutrion Series No 21, FAO, Rome, 285 pages.
6
Umbi (Dioscorea alata L.) sangat potensial untuk dijadikan bahan baku pembuatan
biskuit, roti, es krim, snack, makanan bayi, selai serta beberapa makanan instan lainnya
(Noche et al., 2011). Umbi uwi memiliki kandungan terbesar yaitu karbohidrat dengan
kandungan protein dan lemak beberapa persen serta kandungan vitamin dan mineral yang
dibutuhkan tubuh (Lasztity et al., 1996). Karbohidrat total yang terkandung dalam umbi
uwi yaitu 19,8 g. Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula
sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti
pati, pektin, selulosa, dan lignin. Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan
menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida. Monosakarida merupakan suatu
molekul yang terdiri dari lima atau enam atom C, sedangkan oligosakarida merupakan
polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang
terdiri lebih dari 10 monomer monosakarida (Winarno, 2004). Komponen gizi yang
terkandung dalam umbi uwi disajikan pada tabel berikut:
Tabel 02. Hasil Analisis Komponen kimia umbi uwi (Dioscorea alata L.) dalam 100 gram.
Komponen Jumlah
per 100 g bahan
Air 75 g
Karbohidrat 81,6-87,6 g
Natrium 180-340 mg
Protein 6,7 g
Lemak 0,2 g
Serat kasar 9,37
Abu -
Vitamin B1 0,1 mg
Vitamin B2 -
Vitamin C 16,7-28,4 mg
Ca 45 mg
P 280 mg
Fe 1,8 mg
Kalori 101 kal
Sumber: Sakthidevi dan Mohan (2013).
2.4. Antosianin
Antosianin merupakan kelompok pigmen flavonoid yang memberikan warna
kemerah-merahan dan terdapat dalam cairan sel serta sifatnya larut dalam air
(Nollet, 1996). Warna ungu pada umbi oleh uwi ungu menunjukkan bahwa umbi tersebut
mengandung banyak pigmen antosianin (Fang et al., 2011). Flavonoid mengandung dua
cincin benzene yang digabungkan oleh tiga atom karbon dan dirapatkan atom oksigen.
Antosianin adalah glikosida antosianidin, yang merupakan garam polihidroksi flavilium
7
(2-arilbenzopirilium). Sebagian besar antosianin berasal dari 3,5,7-trihidroksi flavilium
klorida dan bagian gula biasanya terikat pada gugus hidroksil pada atom karbon ketiga.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa beberapa antosianin mengandung
komponen tambahan seperti asam organik dan logam (Fe, Al, Mg) (De Mann,1989).
Struktur umum antosianin dapat dilihat pada Gambar 03.
Gambar 03. Struktur Umum Antosianin (Fang et al., 2011).
Pigmen antosianin tanaman dalam bentuk glikosida yang membentuk ester dengan
monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan pentosa). Pada saat pemanasan dalam
asam mineral pekat, antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula. Antosianin peka
terhadap panas, semakin tinggi suhu pemanasan maka kerusakan antosinin semakin cepat,
terlebih jika pemanasan pada pH 2-4. Menurut Meschter (1953) dalam Markakis (1982),
bahwa pemanasan sari buah strawberry suhu 100oC selama 1 jam akan merusak 50%
kandungan antosianin strawberry. Konsentrasi pigmen akan menentukan warna pada bahan
pangan. Antosianin pada konsentrasi encer berwarna biru, sedangkan pada konsentrasi
pekat berwarna merah dan biasa ungu. Keberadaan tannin akan mengubah warna
antosianin (Winarno, 2004).
Senyawa antosianin sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas
sehingga dapat mencegah penuaan, penyakit kanker dan penyakit degenerative lainnya.
Antosianin juga dapat sebagai antimutagenik, antokarsinogenik serta mencegah gangguan
fungsi hati, antihipertensi dan dapat menurunkan kadar gula darah (Jusuf dkk, 2008).
2.5. Tepung Kedelai
Tepung kedelai merupakan suatu produk olahan kedelai yang paling sederhana.
Proses pembuatan tepung kedelai tidak memerlukan banyak satuan operasi pengolahan.
Proses pengolahannya meliputi proses penggilingan halus dari biji kedelai yang sudah
dikuliti dan belum diambil lemaknya (full-fat dehulled soybean) ataupun kedelai yang
8
telah diambil lemaknya (defatted flakes made from dehulled soybean) di mana 97% bahan
harus lolos saringan standar 100 mesh. Bedasarkan biaya produksinya, tepung kedelai
dapat dikategorikan sebagai sumber protein yang paling murah (Koswara 1995).
Tepung kedelai mengandung 15 kali lebih banyak kalsium, 7 kali lebih banyak
fosfor, 10 kali lebih banyak zat besi, 11 kali lebih banyak vitamin B1, 9 kali lebih banyak
vitamin B2 dibandingkan tepung terigu. Tepung kedelai mengandung sekitar 42% protein.
Tepung kedelai dapat dikatakan sebagai produk putih telur nabati yang tertinggi,
didapatkan dengan cara menggiling atau menumbuk kacang kedelai. Tepung kedelai jauh
lebih baik daripada tepung gandum (Graaff, 2005).
2.6. Kedelai
Kedelai (Glycine max L. Merr) adalah tanaman semusim yang diusahakan pada
musim kemarau, karena tidak memerlukan air dalam jumlah besar. Kedelai merupakan
sumber protein, dan lemak, serta sebagai sumber vitamin A, E, K, dan beberapa jenis
vitamin B dan mineral K, Fe, Zn, dan P. Kadar protein kacang-kacangan berkisar antara
20-25%, sedangkan pada kedelai mencapai 40%. Kadar protein dalam produk kedelai
bervariasi misalnya, tepung kedelai 50%, konsentrat protein kedelai 70% dan isolat protein
kedelai 90% (Winarsi, 2010).
Kebutuhan protein kedelai sebesar 55 g per hari dapat dipenuhi dengan makanan
yang berasal dari 157.14 g kedelai. Kandungan gizi biji kedelai disajikanpada Tabel 03.
Kedelai mengandung delapan asam amino penting yang rata-rata tinggi, kecuali metionin
dan fenilalanin (Suprapto, 1993). Protein kedelai memiliki kandungan asam 7 amino sulfur
yang rendah. Metionin, sistein dan threonin merupakan asam amino sulfur dalam protein
kedelai dengan jumlah terbatas (Winarsi, 2010). Komponen gizi yang terkandung dalam
kedelai disajikan pada tabel berikut:
9
Tabel 03. Hasil Analisis Kandungan gizi 100 g biji kedelai.
Kandungan Gizi Jumlah
Karbohidrat kompleks (g) 21.00
Karbohidrat sederhana (g) 9.00
Stakiosa (g) 3.30
Rafinosa (g) 1.60
Protein (g) 36.00
Lemak total (g) 19.00
Lemak Jenuh (g) 2.88
Monounsaturated 4.40
Polyunsaturated 11.20
Kalsium (mg) 276.00
Fosfor (mg) 704.00
Kalium (mg) 1797.00
Magnesium (mg) 280.00
Seng (mg) 4.80
Zat besi (mg) 16.00
Serat tidak larut (g) 10.00
Serat larut (g) 7.00
Sumber: Aparicio,et al (2008) dalam Winarsi (2010).
Di samping mengandung senyawa yang berguna, ternyata pada kedelai terdapat
juga senyawa anti gizi dan senyawa penyebab off flavor (penyimpangan cita rasa dan
aroma pada produk olahan kedelai). Diantara senyawa anti gizi yang sangat mempengaruhi
mutu produk olahan kedelai ialah antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, oligosakarida
penyebab flatulensi (timbulnya gas dalam perut sehingga perut menjadi kembung).
Sedangkan senyawa penyebab off flavor pada kedelai ialah glukosida, saponin, estrogen,
dan senyawa penyebab alergi. Dalam pengolahan, senyawa-senyawa tersebut harus
dihilangkan atau diinaktifkan, sehingga akan dihasilkan produk olahan kedelai dengan
mutu terbaik dan aman untuk dikonsumsi manusia (Koswara, 1995).
2.7. Susu Skim
Susu skim adalah bagian susu yang tinggal setelah krim diambil sebagian atau
seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Aroma produk yang ditambah susu skim dapat
meningkat akibat adanya kandungan laktosa dalam susu skim tersebut. Susu skim
mengandung lemak dengan jumlah yang sangat rendah (Buckle, dkk., 1985). Komposisi
kimia susu skim dapat dilihat pada tabel berikut:
10
Tabel 04. Hasil Analisa Komposisi kimia susu skim dalam 100 g bahan.
Komposisi Kandungan
Energi 362 kkal
Protein 3,50 g
Lemak 1 g
Karbohidrat 52 g
Kalsium 1300 mg
Fosfor 1030 mg
Besi 0,6 mg
Vit A 0
Vit. C 7 mg
Vit. B 0,35 mg
Air 3,5 g
Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2004.
2.8. Tepung Gula
Tepung gula yang ditambahkan pada MP-ASI selain memberikan rasa manis juga
meningkatkan energi. Namun penggunaannya harus dibatasi karena kadar kemanisan yang
tinggi menyebabkan anak menjadi kenyang sehingga konsumsi zat gizi menjadi rendah.
Selain itu gula juga dapat berfungsi untuk membentuk susunan, komposisi, dan butiran
produk menjadi halus dan lembut, serta mampu mengontrol penyebaran (Winarno, 2004).
2.9. Bubur Instan
Bubur merupakan makanan dengan tekstur yang lunak sehingga mudah untuk
dicerna. Bubur dapat dibuat dari beras, kacang hijau, beras mentah, ataupun dari beberapa
campuran penyusun (Ratnawati, 1995). Bubur instan merupakan bubur yang telah
mengalami proses pengolahan lebih lanjut sehingga dalam penyajiannya tidak diperlukan
proses pemasakan. Penyajian bubur instan dapat dilkukan hanya dengan menambahkan air
panas ataupun susu sesuai dengan selera (Fellow dan Ellis 1992).
Sifat produk instan yang baik ditentukan oleh beberapa kriteria-kriteria tertentu
antara lain yaitu: (1) sifat hidrofilik, bila bahan pangan mengandung lemak/minyak sebagai
bagian hidrofobiknya, maka perlu dilakukan peningkatan afinitasnya terhadap air. (2)
kandungan lapisan gel yang dapat menghambat proses pembasahan. (3) waktu pembasahan
yang tepat, yaitu harus secara turun (tenggelam tanpa menggumpal). (4) mudah terdispersi
yaitu tidak membentuk endapan (Hartomo &Widyatmoko 1992).
Untuk mengetahui daya terima bubur bayi instan dilakukan uji organoleptik. Uji
organoleptik dilakukan oleh 15 panelis terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur bubur bayi
instan. Panelis pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki anak balita. Pemilihan ibu-
11
ibu sebagai panelis karena ibu yang menentukan makanan apa yang diberikan kepada
bayinya. Menurut Winarno (2004) dalam Fernando (2008), makanan tambahan/sapihan
bukan saja harus diterima oleh bayi tetapi juga harus diterima oleh ibunya.
2.10. Makanan Pendamping-ASI
Yang dimaksud dengan makanan tambahan adalah makanan untuk bayi selain ASI
atau susu botol, sebagai penambah kekurangan dari ASI atau susu pengganti ASI. Oleh
karena mulai umur 6 bulan ASI sudah tidak dapat lagi memenuhi seluruh kebutuhan bayi,
maka bayi perlu mendapat makanan tambahan. Guna makanan tambahan adalah untuk
memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi untuk keperluan pertumbuhan dan
perkembangan bayi sehingga pada umur 6 bulan ke atas bayi sudah terbiasa dengan
makanan tersebut (Husaini dan Anwar, 2001).
Makanan tambahan bayi sebaiknya memiliki beberapa kriteria berikut.
1. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.
2. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral yang
cocok.
3. Dapat diterima oleh pencernaan bayi dengan baik.
4. Harganya relatif murah.
5. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal.
6. Bersifat padat gizi.
7. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah yang sedikit
(Krisnatuti dan Yenrina, 2000).
Sifat umum produk MP-ASI yang dikehendaki adalah padat energi dan padat gizi.
Komponen gizi yang dibutuhkan bayi antara lain karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral. Serat makanan yang terlalu banyak dapat menganggu pencernaan bayi. Selain itu
produk bayi tidak boleh bersifat kamba karena akan cepat memberi rasa kenyang pada
bayi. Sifat kamba umumnya terdapat pada bahan sumber karbohidrat (Astawan, 2000).
Makanan tambahan untuk bayi harus mempunyai sifat fisik yang baik, yaitu rupa
dan aroma yang layak. Selain itu, makanan pendamping ASI ini juga harus memenuhi
persyaratan khusus tentang jumlah zat-zat gizi yang diperlukan bayi seperti protein, energi,
lemak, vitamin, mineral, dan zat-zat tambahan lainnya. Persyaratan MP-ASI menurut
SNI 01-7111.4-2005 disajikan pada tabel berikut:
12
Tabel 05. Persyaratan MP-ASI menurut SNI 01-7111.4-2005
Komposisi Per 100 g
Energi ≥ 80 kkal
Protein 8-22 g
Lemak 6-15 g
Air 4,0 g
Abu 3,5 g
Serat pangan ≤ 5 g
Vitamin A 250-700 RE
Vitamin C ≥27 mg
Vitamin D 3-10 µg
Vitamin E ≥ 4 mg
Vitamin K ≥ 10 µg
Natrium ≤ 48,5 mg
Kalsium ≥ 200 mg
Besi ≥ 5 mg
Seng ≥ 2,5 mg
Iodium ≥ 45 µg
Sumber: SNI 01-7111.4-2005
2.11. Kebutuhan Gizi Pada Balita
Gizi (nutrients) merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan. Disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan
potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan
belajar, dan produktivitas kerja (Almatsier, 2002).
Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi terbagi menjadi dua, yaitu
zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam
jumlah besar. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi makro adalah karbohidrat, lemak,
dan protein. Zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil
atau sedikit tetapi ada dalam makanan. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi mikro
adalah mineral dan vitamin (Supariasa, 2004).
Energi dalam makanan terutama diperoleh dari karbohidrat, protein, dan lemak.
Energi diperlukan untuk kelangsungan proses-proses di dalam 11 tubuh seperti proses
peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses fisiologi
lainnya, untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik. Energi dalam tubuh dapat timbul
karena adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, karena itu agar energi
tercukupi perlu pemasukan makanan yang cukup dengan mengkonsumsi makanan yang
13
cukup dan seimbang. Protein diperlukan oleh tubuh untuk membangun sel-sel yang telah
rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, membentuk zat anti energi
dimana tiap gram protein menghasilkan sekitar 4,1 kalori (Almatsier, 2002).
Protein sebagai pembentuk energi tergantung macam dan jumlah bahan makanan
yang dikonsumsi. Untuk menentukan nilai energi dan protein dalam tubuh dapat
memperhatikan angka-angka protein tiap bahan makanan. Konsumsi makanan seseorang
dapat dipengaruhi oleh kebiasaan makan yaitu tingkah laku manusia dalam memenuhi
kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan
(Supariasa, 2004).
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah banyaknya zat-zat minimal yang dibutuhkan
seseorang untuk mempertahankan status gizi yang adekuat. AKG yang dianjurkan
didasarkan pada patokan berat badan untuk 12 masing-masing kelompok umur, jenis
kelamin, tinggi badan, berat badan, kondisi khusus (hamil dan menyusui) dan aktivitas
fisik (Almatsier, 2002). Adapun Angka Kecukupan Gizi bayi sebagai berikut:
Tabel 06. Angka Kecukupan Gizi untuk bayi dan anak usia 7 bulan sampai dengan 3 tahun.
No Parameter Satuan AKG untuk Kelompok Umur
7-11 bulan 1-3 tahun
1 Energi Kkal 650 1000
2 Protein G 16 25
3 Vitamin A Re 400 400
4 Vitamin D Mcg 5 5
5 Vitamin E Mg 5 6
6 Vitamin K Mcg 10 15
7 Thiamin Mg 0,4 0,5
8 Riboflavin Mg 0,4 0,5
9 Niasin Mg 4 6
10 Asam Folat Mcg 80 150
11 Piridoksin Mg 0,3 0,5
12 Vitamin B12 Mcg 0,5 0,9
13 Vitamin C Mg 40 40
14 Kalsium Mg 400 500
15 Fosfor Mg 225 400
16 Magnesium Mg 55 60
17 Besi Mg 7 8
18 Yodium Mcg 90 90
19 Seng Mg 7,5 8,2
20 Selenium Mcg 10 17
21 Mangan Mg 0,6 1,2
22 Fluor Mg 0,4 0,6
Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2005.
14
2.12. Proses Pembuatan Tepung Umbi Uwi
Perlakuan awal untuk pembuatan tepung umbi uwi yaitu membersihkan kotoran
yang menempel pada umbi yang sebagian besar merupakan tanah, selanjutnya umbi
dikupas dan diiris dengan ketebalan ±2 mm. Tujuan pengirisan umbi uwi yaitu untuk
memudahkan proses pengeringan dan memudahkan proses penghalusan pada saat
pembuatan tepung (Septianti, 2003).
Selanjutnya irisan umbi dikeringkan dalam oven suhu kurang dari 45oC ± satu hari
hingga irisan mudah dipatahkan. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air
pada umbi uwi. Selanjutnya irisan umbi uwi yang telah dikering dihaluskan menggunakan
blender kering. Tahapan terakhir yaitu dilakukan pengayakan dengan ayakan ukuran 980
mesh. Selam proses pengolahan umbi akan mengalami pencoklatan, hal ini dapat dilihat
pada saat proses pengirisan, terlihat irisan umbi berwarna coklat (Septianti, 2003).
Umbi genus Dioscorea sama halnya dengan beberapa umbi lainnya yang dapat
mengalami pencoklatan selama proses pengolahan. Umbi uwi akan mengalami
pencoklatan pada permukaan beberapa saat setelah dikupas. Reaksi pencoklatan pada
bahan pangan pada umumnya ada 2 jenis yaitu pencoklatan secara enzimatik dan non-
enzimatik (Winarno, 2004). Reaksi pencoklatan yang terjadi pada umbi uwi merupakan
salah satu contoh pencoklatan enzimatik. Pencoklatan secara enzimatik terjadi karena
adanya enzim polifenol oksidase pada bahan pangan yang bereaksi dengan oksigen dan
menghasilkan warna coklat.
2.13. Proses Pembuatan Bubur Bayi Instan
Bubur instan diperoleh dengan melakukan instanisasi terlebih dahulu pada
komponen penyusun bubur yaitu dengan memasak komponen penyusun yang telah
berbentuk tepung menjadi adonan kental dan dikeringkan. Hasil pengeringan dihaluskan
sehingga menghasilkan tepung yang berukuran 60 mesh. Bahan tepung yang diperoleh
telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan. Proses instanisasi produk akhir
dalam teknologi pembuatan makanan bayi merupakan tahapan penting karena berfungsi
untuk mempermudah penyajian, pengemasan, dan memperpanjang umur simpan. Apabila
ditempatkan pada permukaan air yangtidak dipanaskan, maka bubuk akan segera
tenggelam dan terdispersi tanpapengadukan. Bubuk harus mempunyai kemampuan yang
tinggi dalam menyerap air, tenggelam, dan terdispersi (Hartomo dan Widiatmoko 1993).
15
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus- Desember 2017 di Laboratorium
Kimia Analisis dan Pengawasan Mutu Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan,
Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Peternakan, dan
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pisau stainlesssteel, slicer,
wadah tertutup, hot plate, panci, sendok, termometer, blower, oven, grinder, ayakan 100
mesh, gelas kimia, oven, erlenmeyer, pipet volume, bulp, timbangan analitik, desikator,
tabung reaksi, gelas piala, labu ukur, spektrofotometer, cawan aluminium, labu kjehdal,
lemari asam, tabung sentrifuge, penangas, sintered glass no.1, pompa vakum, tanur,
electric hand mixer (philips), stormerviscosimeter, dan incubator.
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu umbi uwi ungu,
tepung kedelai, blanko (aquades), susu skim, gula tepung, alumunium foil, label, H2SO4,
HCL, aseton, tissue, whatman 41.
3.3. Prosedur Kerja
Prosedur penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu (1) proses pembuatan
tepung uwi (2) proses pembuatan tepung pregelatinisasi (3) pembuatan tepung kedelai (4)
penyusunan formulasi dan pembuatan bubur bayi instan sebagai berikut:
1. Proses pembuatan tepung uwi ungu
Umbi uwi segar dibersihkan di air mengalir untuk menghilangkan tanah yang
menempel. Selanjutnya umbi uwi ungu dikupas untuk memisahkan daging umbi dengan
kulitnya. Selanjutnya umbi diiris dengan ketebalan ±2 mm. Tahapan selanjutnya irisan
umbi uwi dikeringkan dengan alat pengering yang dilengkapi blower pada suhu 60oC
selama 5-6 jam. Selanjutnya irisan umbi uwi yang telah kering dihaluskan menggunakan
grinder dan diayak dengan ukuran 100 mesh agar diperoleh ukuran tepung yang seragam.
2. Proses pembuatan tepung pregelatinisasi
Prosedur pembuatan tepung uwi instan dilakukan setelah pembuatan tepung uwi
telah selesai. Tepung uwi ditambahkan air 1:3 b/v lalu dipanaskan dengan suhu 60oC
16
selama 20 menit. Selanjutnya pasta yang telah terbentuk setelah pemanasan kemudian
dikeringkan dengan alat pengering yang dilengkapi blower suhu 60oC selama 2 jam. Pasta
yang telah dikeringkan di grinder dan diayak ukuran 100 mesh dan diperoleh tepung uwi
instan dengan ukuran yang seragam.
3. Proses pembuatan tepung kedelai
Prosedur pembuatan tepung kedelai yaitu pertama di sortasi terlebih dahulu dan
dibersihkan di air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Selanjutnya
kedelai direndam selama 9 jam dan dilakukan pelepasan kulit ari dan diblanching selama
10 menit. Selanjutnya dilakukan penirisan dan pengeringan menggunakan oven. Tahapan
selanjutnya setelah kedelai kering dihaluskan menggunakan alat penepung dan diayak
dengan ukuran 100 mesh agar diperoleh ukuran tepung yang seragam.
4. Penyusunan formulasi dan pembuatan bubur bayi instan
Pada tahap ini dilakukan formulasi dalam pembuatan bubur bayi instan untuk
memenuhi standar kebutuhan gizi dan energi bubur bayi dan mendapatkan formulasi
terpilih. Formulasi yang digunakan yaitu perbandingan tepung umbi uwi pregelatinisasi
dan tepung kedelai F1 (60%:0%), F2 (50%:10%), F3 (45%:15%) dan F4 (40%:20%) per
100 gram dan bahan tambahan yang digunakan yaitu 25% susu skim, 15% gula tepung.
Setelah dilakukan penyusunan formulasi bubur bayi tahap selanjutnya yaitu proses
pembuatan bubur bayi instan dengan substitusi tepung umbi uwi ungu pregelatinisasi dan
tepung kedelai dilakukan dengan metode dry mixing di mana semua bahan yang telah
diolah menjadi tepung dan bahan tambahan lainnya kemudian dicampur dalam keadaan
kering.
3.4. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kemudian dianalisis
menggunakan uji Anova dengan tiga kali ulangan dalam setiap sampel, serta dilakukan uji
lanjut Tuckey jika ada sampel yang berbeda nyata.
17
3.5. Diagram Alir Penelitian
Umbi uwi ungu segar
Pengupasan
Pengirisan uwi dengan ketebalan ± 2
mm
Pengeringan dengan alat pengering yang dilengkapi
blower pada suhu 60oC selama 5-6 jam
Penghalusann menggunakan alat
penepungan
Pengayakan dengan ayakan ukuran 100
mesh
Kulit
Tepung Uwi
Gambar 04. Diagram Alir Pembuatan Tepung Umbi Uwi
18
Tepung Uwi 100 gr
Penambahan air sebanyak 300 ml
Pemanasan pada suhu
60oC selama 20 menit
Pegeringan dengan alat pengering
yang dilengkapi dengan blower pada
suhu 60oC selama 2 jam
Penghalusan menggunakan alat
penepung
Pengayakan dengan ayakan 100
mesh
Pasta
Tepung uwi
pregelatinisasi
Gambar 05. Diagram Alir Pembuatan Tepung Pregelatinisasi Uwi
19
Kedelai Sotasi
Pembersihan
Perendaman air selama 9 jam
Penirisan dan pengeringan oven
Penghalusan menggunakan alat penepung
Pengayakan menggunakan ayakan 100 mesh
Pelepasan kulit ari kedelai
Pemblanchingan selama 10 menit
Kulit
Tepung Kedelai
Gambar 06 . Diagram Alir Pembuatan Tepung Kedelai
20
A1 = 60% tepung uwi pregelatinisasi
A2 = 50 % tepung uwi pregelatinisasi ,10% tepung kedelai
A3 = 45 % tepung uwi pregelatinisasi ,15% tepung kedelai
A4 = 40 % tepung uwi pregelatinisasi ,20% tepung kedelai
Pencampuran susu skim 25% dan
gula tepung 15% serta
pengadukan
Penambahan air
Bubur Bayi Instan
Pengujian :
Viskositas
Daya Serap Air
Organoleptik
Analisa kadar air
Analisa kadar abu
Analisa protein
Analisa Karbohidrat
Analisa serat
Tepung bubur bayi
instan
Gambar 07. Diagram Alir Pembuatan Bubur Bayi Instan
21
3.6. Parameter Penelitian
Parameter yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari atas: (1) analisis kadar air,
(2) analisis kadar protein, (3) analisis kadar karbohidrat, (4) analisis lemak, (5) analisis
kadar karbohidrat, (6) analisis kadar serat pangan, (7) analisis kadar antosianin, (8) analisis
viskositas, (9) uji daya serap air, (10) uji organoleptik. Adapun prosedur analisis masing-
masing sebagai berikut:
3.6.1. Analisis Kadar Air (Sudarmadji dkk., 1997)
Prosedur pengujian kadar air, sebagai berikut:
1. Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram.
2. Dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya.
3. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
4. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam oven selama 30 menit,
5. Lalu didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang.
6. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan. Kemudian dihitung kadar airnya
dengan rumus:
Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram).
B = Berat cawan dengan sampel (gram).
C = Berat cawan porselin dan daging ikan setelah dikeringkan (gram).
3.6.2. Analisis Kadar Protein (Sudarmadji dkk., 1997)
Prosedur pengujiankadar protein, sebagai berikut:
1. Bahan ditimbang ±0,5 gr sampel. Dimasukkan ke dalam labu khjedhal 100 ml.
2. Ditambahkan kurang lebih 1 gr campuran selenium dan 10 ml H2SO4 pekat kemudian
dihomogenkan.
3. Didestruksi dalam lemari asam sampai jernih dan dibiarkan dingin, lalu dituang
kedalam labu ukur 100 ml ambil dibilas dengan aquadest.
4. Dibiarkan dingin kemudian ditambahkan aquadest sampai tanda tera. Disiapkan
penampung yang terdiri dari dari 10 ml H2BO3 2% tambah 4 tetes larutan indikator
dalam erlemeyer 100 ml.
22
5. Dipipet 5 ml NaOH 30% dan 100 ml aquadest di suling hingga volume penampung
menjadi kurang lebih 50 ml dibilas ujung penyuling dengan aquades kemudian
ditampung bersama isinya.
6. Dititrasi dengan larutan HCL atau H2SO4 0,02 N, perhitungan kadar protein dilakukan
sebagai berikut :
Keterangan :
VA : ml HCl untuk titrasi sampel
VB : ml HCl untuk titrasi blangko
N : normalistas HCl standar yang digunakan
14,007 : berat atom nirogen
6,25 : faktor konversi protein untuk ikan
W : berat sampel dalam gram
3.6.3. Analisis Kadar Abu (Sudarmadji dkk., 1997)
Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven. Prinsipnya adalah
pembakaran atau pengabuaan bahan-bahan organic yang diuraikan menjadi air (H2O) dan
karbondioksida (CO2) tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat anorganik ini disebut abu.
Prosedur analisis kadar abu yaitu sebagai berikut:
1. Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu
100-105 0
C.
2. Kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap dan ditimbang.
3. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan kering yang telah diketahui
beratnya.
4. Lalu dikeringkan dalam oven selama 6 jam dengan suhu 120 0C.
5. Cawan berisi sampel yang telah didingingkan dalam desikator kemudian ditimbang,
kemudian sampel diabukan dalam tanur bersuhu 550-600 0C sampai diperoleh abu
berwarna keputih-putihan.
6. Cawan beserta abu dimasukkan ke dalam desikator dan setelah dingin beratnya
ditimbang.
7. Cawan beserta abu dimasukkan kembali ke dalam tanur selama 30 menit dan
didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang kembali.
23
8. Perlakuan ini diulang sampai diperoleh berat abu yang konstan. Kadar abu dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
A = Berat cawan abu porselin kosong (gram).
B = Berat cawan abu porselin dan sampel (gram).
C = Berat cawan abu porselin dan sampel setelah dimasukkan ke dalam tungku.
3.6.4. Analisa Kadar Lemak (AOAC, 2005)
Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode sokhlet. Prinsipnya yaitu lemak
yang terdapat dalam sampel diekstrak dengan menggunakan pelarut lemak non-polar.
Prosedur pengujian kadar lemak sebagai berikut :
1. Labu lemak yang akan digunakan dioven selama 30 menit pada suhu 100-105 0C.
2. Kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang.
3. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup
dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi sokhlet yang telah
dihubungkan dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya.
4. Pelarut heksan atau pelarut lemak lain dituangkan sampai sampel terendam dan
dilakukan refluks atau ekstraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai pelarut lemak yang
turun ke labu lemak berwarna jernih.
5. Pelarut lemak yang telah digunakan disuling dan ditampung setelah itu ekstrak lemak
yang ada dalam labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105 0C selama 1 jam.
6. Lalu labu lemak didingingkan dalam desikator dan ditimbang.
7. Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar
lemak dihitung dengan rumus:
Keterangan:
W1 = Berat Sampel (gram)
W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
24
3.6.5. Analisis Karbohidrat by Difference (Winarno, 2004)
Kandungan Karbohidrat dihitung secara perbedaan antara jumlah kandungan air,
protein, lemak dan abu dengan 100 karbohidrat (g/100g). Dihitung kandungan karbohidrat
dengan rumus: Kadar Karbohidrat (%)= 100%-% (protein+lemak+abu+air).
3.6.6. Analisis Serat Pangan (Sudarmadji dkk., 1997)
Prosedur pengujian kadar serat pangan, sebagai berikut:
1. Bahan ditimbang 1 g lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi tertutup.
2. Ditambahkan 30 ml H2SO4 0,3 N
3. Diesktraksi dalam air mendidih selama 30 menit
4. Ditambahkan 15 ml NaOH 1,5 N
5. Diesktraksi dalam air mendidih selama 30 menit.
6. Disaring kedalam sintered glass no 1. Dihisap dengan pompa vakum
7. Dicuci berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N,dan 50 ml alkohol
8. Dikeringkan selama 8 jam atau dibiarkan bermalam
9. Didinginkankan dalam desikator ±30 menit lalu ditimbang (a gr).
10. Diabukan dalam tanur listrik selama 3 jam pada suhu 5000C
11. Dibiarkan agak dingin kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit
kemudian ditimbang (b gr).
12. Perhitungan kadar serat dilakukan sebagai berikut :
%Kadar serat =
Keterangan : a = berat bahan sebelum diabukan.
b = berat bahan setelah diabukan
3.6.7. Analisis Kadar Antosianin (Prior et al, 1998)
Total antosianin ditentukan dengan metode pH, prosedur kerja sebagai berikut :
1. Dimasukkan sebanyak masing-masing 0.05 ml sampel kedalam 2 tabung reaksi.
2. Tabung pertama ditambahkan dengan larutan buffer, pottasium klorida (0.025M) pH 1
sebanyak 4,95 ml.
3. Tabung reaksi kedua ditambahkan larutan buffer sodium asetat (0,4 M ) pH 4,5
sebanyak 4,95 ml.
25
4. Diatur pH dalam pembuatan buffer potassium klorida menggunakan HCl dan
pengaturan pH dalam pembuatan buffer sodium asetat menggunakan asam asetat.
5. Absorbans dari kedua perlakuan pH diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 516 nm dan 700 nm setelah dididamkan selama 15 menit.
3.6.8. Analisis Viskositas
Prosedur pengujian viskositas tepung, sebagai berikut :
1. Tepung dibuat suspense menggunakan aquadest dengan perbandingan 1:10 yang
kemudian dianalisis dengan diukur viskositasnnya.
2. Visksositas tepung umbi uwi diukur dengan menggunakan Stromer Viscosimeter.
3.6.9. Analisis Daya Serap Air (Valdez-Niebla dkk, 1993)
Prosedur analisa daya serap yaitu sampel sebanyak 1 gram tepung ditambahkan 10
ml aquades, lalu divorteks selama 2 menit. Kemudian dibiarkan selama 15 menit.
Selanjutnya dilakukan sentrifugasi 300 rpm selama 25 menit. Supernatan dipisahkan,
kemudian sampel ditimbang. Selisih antara berat sampel setelah menyerap air dan sampel
kering per 100 gram menunjukkan banyaknya air yang diserap oleh tepung.
3.6.10. Uji Organoleptik (Rampengan, dkk, 1985)
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau kelayakan
suatu produk agar dapat diterima oleh panelis (konsumen). Metode pengujian yang
dilakukan adalah metode hedonik (uji kesukaan) meliputi:rasa, warna, aroma, tekstur dan
kenampakan keseluruhan. Dalam metode hedonik ini, panelis (konsumen) diminta
memberikan penilaian berdasarkan tingkat kesukaan. Skor yang digunakan adalah 5
(sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka), dan 1 (sangat tidak suka). Dengan
menggunakan 25 orang panelis semi terlatih.
3.6.11. Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
biasa. Pengolahan data pada penelitian ini mengunakan metode deskriptif kuantitatif
dengan tiga kali ulangan.
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui parameter-parameter yang
mempengaruhi karakteristik produk yang dihasilkan. Penelitian pendahuluan ini diawali
dengan uji coba pembuatan formulasi bubur bayi instan dengan perbandingan uwi dan
kedelai yaitu A1 (60% tepung uwi + 0 % tepung kedelai), A2 (42% tepung uwi + 18%
tepung kedelai), A3 (30% tepung uwi + 30% tepung kedelai) dan A4 (18% tepung
uwi + 42% tepung kedelai) per 100 gram dan bahan tambahan yang digunakan yaitu susu
skim 25%, gula tepung 15%. Adapun gambar hasil formulasi bubur bayi dapat dilihat pada
gambar berikut ini :
Gambar 08.Sampel Hasil Formulasi Tepung Bubur bayi instan.
Gambar 09. Sampel Formulasi Tepung Bubur bayi instan yang telah diseduh
Penelitian pendahuluan ini dilakukan uji organoleptik untuk membedakan ataupun
menguji tingkat panelis terhadap produk bubur bayi. Adapun hasil pengujian yang
didapatkan kemudian dilanjutkan dalam penelitian utama.
27
3.9 3.8 3.5
3.3 3.6
2.7 2.2
1.8
2.9 3.2 3.4 3.5 3.3
2.8 2.3
1.9
1
2
3
4
5
60% + 0% 42% + 18% 30% + 30% 18% + 42%
Rat
a-ra
ta S
kor
(1-5
)
Perlakuan Penambahan Tepung Uwi : Tepung Kedelai
Warna
Aroma
Teksture
Rasa
Gambar 10. Hasil uji organoleptik penelitian pendahuluan
Hasil dari penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa hasil pengujian sampel A1
memiliki aroma dan rasa yang lebih tinggi yaitu 3,6 dan 2,9 sedangkan nilai yang paling
rendah terdapat pada perlakuan A4 dimana nilai aroma dan rasa yang dihasilkan yaitu 1,8
dan 1,9. Rendahnya nilai A4 terhadap aroma dan rasa yang tidak disukai oleh panelis
dipengaruhi oleh penambahantepung kedelai. Hal ini disebabkan oleh kerja enzim
lipsigenase yang ada dalam biji kedelai. Enzim itu akan bereaksi dengan lemak pada waktu
pengilingan kedelai. Hasil reaksinya berupa senyawa volatile yang khas yaitu bau langu.
Hal ini sesuai dengan (Sutrisno, 2012) yang menyatakan hasil reaksinya paling sedikit
berupa delapan senyawa volatil (mudah menguap)terutama etil-fenil-keton.
4.2. Penelitian Utama
Penelitian utama adalah lanjutan dari penelitian pendahuluan dimana hasil
perlakuan terbaiknya kemudian akan dilanjutkan ke penelitian utama. Hasil penelitian
pendahuluan di dapatkan bahwa bahan yang digunakan dalam pembuatan bubur bayi
instan adalah perlakuan dengan menggunakan tepung uwi dan penambahan tepung kedelai.
Perlakuan dari masing-masing perbandingan tepung dibagi menjadi empat jenis. Perlakuan
pertama yaitu perlakuan F1 (60% tepung uwi + 0% tepung kedelai), perlakuan kedua F2
(50% tepung uwi + 10% tepung kedelai), perlakuan ketiga F3 (45% tepung uwi + 15%
tepung kedelai) dan perlakuan keempat F4 (40% tepung uwi + 20% tepung kedelai) per
100 gram dan bahan tambahan yang digunakan yaitu susu skim 25%, gula tepung 15%.
Hasil produk bubur bayi instan yang telah dibuat dari masing-masing perlakuan kemudian
dilakukan pengamatan meliputi pengujian analisa kadar air, analisa kadar abu, analisa
kadar lemak, analisa protein, analisa karbohidrat, analisa kadar serat pangan, analisa kadar
antosianin, analisa daya serap air, analisa viskositas serta uji organoleptik.
28
4.3. Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan pengujian untuk membedakan ataupun menguji tingkat
kesukaan panelis terhadap suatu produk bubur bayi instan dan menentukan tingkat
penerimaan panelis. Menurut Soekarto (2002) penilaian organoleptik yang disebut juga
penilaian indera atau penilaian sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang sudah
sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Pada penelitian ini pengujian
organoleptik yang digunakan yaitu metode hedonik dengan skala angka dengan nilai
sensori (1= sangat tidak suka), (2 = tidak suka), (3= agak suka), (4 = suka) dan (5= sangat
suka ) dengan 25 orang panelis semi terlatih. Uji organoleptik meliputi parameter warna,
aroma, tekstur, dan rasa, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
4.3.1. Warna
Warna merupakan salah satu parameter yang paling pertama dari uji
organoleptik.Secara visual warna pada produk makanan menjadi salah satu indikator
penting dalam menentukan kesukaan panelis. Menurut De Man (1997) warna merupakan
kesan pertama yang ditangkap panelis sebelum mengenali rangsangan-rangsangan yang
lain. Warna sangat penting bagi setiap makanan sehingga warna yang menarik akan
mempengaruhi penerimaan konsumen.
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 11. Pengaruh perlakuan terhadap warna bubur bayi instan yang dihasilkan
Hasil uji organoleptik terhadap warna pada Gambar 11, menunjukkan warna yang
paling disukai oleh panelis adalah bubur bayi instandengan perlakuan penggunaan 60%
tepung uwi + 0% tepung kedelai nilainya sebesar 3,75 dan yang paling tidak disukai
panelis adalah warna bubur bayi instan perlakuan penggunaan 45% tepung uwi + 15%
tepung kedelai nilainya sebesar 2,67 namun secara keseluruhan warna bubur bayi instan
yang diperoleh berada dalam taraf agak suka.
29
Tingginya nilai pada perlakuan 60% tepung uwi + 0% tepung kedelai dan hasil
sampel yang berbeda nyata dipengaruhi oleh penambahan tepung uwi, semakin tinggi
presentasi penambahan uwi maka warna bubur bayi semakin berwarna ungu sehingga lebih
menarik perhatian panelis. Warna ungu yang pada perlakuan 60% tepung uwi + 0% tepung
kedelai didapatkan dari penggunaan tepung uwi yang lebih banyak dibandingkan
perlakuaan lainnya, dimana pada uwi ungu terdapat pigmen antosianin yang memberikan
warna ungu. Hal ini sesuai dengan Fang et al. (2011), bahwa warna ungu pada umbi uwi
ungu menunjukkan bahwa umbi tersebut mengandung banyak pigmen antosianin.
Hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,000 < 0.05 yang menyatakan
warna sangat berpengaruh nyata terhadap penambahan tepung kedelai, sehingga perlu
dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya dari keempat sampel bubur bayi.
Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa warna sampel 60% tepung uwi + 0%
tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai, 45%
tepung uwi + 15% tepung kedelai, 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai, serta
sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 45% tepung
uwi + 15% tepung kedelai. Sedangkan sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai tidak
berbeda nyata dengan sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai dansampel 45%
tepung uwi + 15% tepung kedelai tidak berbeda nyata dengan sampel 40% tepung
uwi + 20% tepung kedelai.
4.3.2. Aroma
Aroma merupakan salah satu aspek organoleptik yang berkaitan dengan indra
penciuman. Menurut Aziz (2012) mengatakan bahwa bau/aroma merupakan salah satu
komponen cita rasa pada makanan. Aroma biasanya muncul dari bahan yang diolah karena
senyawa volatile yang terdapat dalam bahan pangan keluar melalui proses pengolahan atau
perlakuan tertentu.
30
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 12. Pengaruh perlakuan terhadap aroma bubur bayi instan yang dihasilkan
Hasil uji organoleptik terhadap aroma pada Gambar 12, menunjukkan aroma yang
paling disukai oleh panelis adalah bubur bayi instandengan perlakuan 60% tepung uwi +
0% tepung kedelai nilainya sebesar 3,29 dan yang paling tidak disukai panelis adalah
aroma bubur bayi instan perlakuan penggunaan 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai
nilainya sebesar 2,55 namun secara keseluruhan warna bubur bayi instan yang diperoleh
berada dalam taraf agak suka.
Rendahnya nilai pada perlakuan penggunaan 40% tepung uwi + 20% tepung
kedelai dan hasil sampel yang berbeda nyata disebabkan oleh besarnya presentase
penggunaan tepung kedelai dalam formulasi ini. Tepung kedelai dapat memberikan aroma
yang tidak disukai oleh panelis yang disebabkan oleh kerja enzim lipoksigenase yang
terkandung dalam kedelai, senyawa volatile yang khas dari kedelai yaitu bau langu. Hal ini
sesuai dengan Wulandari (2003), bahwa pada saat proses pengolahan kedelai memiliki
hasil reaksi paling sedikit 8 senyawa volatile (mudah menguap) dimana senyawa yang
paling banyak menghasilkan bau langu adalah etil-fenil-keton.
Hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,000 < 0.05 yang menyatakan
aroma sangat berpengaruh nyata terhadap penambahan tepung kedelai, sehingga perlu
dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya dari keempat sampel bubur bayi.
Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa aroma pada sampel 60% tepung uwi +
0% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai,
45% tepung uwi + 15% tepung kedelai, 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai. Sedangkan
sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai tidak berbeda nyata dengan sampel 45%
tepung uwi + 15% tepung kedelai dan 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai, serta
sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai tidak berbeda nyata dengan sampel 40%
tepung uwi + 20% tepung kedelai.
31
4.3.3. Tekstur
Tekstur merupakan salah satu parameter dalam pengujian organoleptik yang dapat
dirasakan melalui kulit ataupun dalam indra pengecap. Tekstur merupakan salah satu aspek
dari uji organoleptik.Menurut De Man (1997) menyatakan bahwa tekstur adalah
penginderaan yang dihubungkan dengan rabaan atau sentuhan. Kadang-kadang tekstur juga
dianggap sama penting dengan bau, rasa dan aroma karena mempengaruhi citra makanan.
Tekstur paling penting pada makanan lunak dan renyah.
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 13. Pengaruh perlakuan terhadap tekstur bubur bayi instan yang dihasilkan
Hasil uji organoleptik terhadap tekstur pada Gambar 13, menunjukkan tekstur yang
paling disukai oleh panelis adalah bubur bayi instandengan perlakuan 60% tepung uwi +
0% tepung kedelai nilainya sebesar 3,47 dan yang paling tidak disukai panelis adalah
tekstur bubur bayi instan perlakuan penggunaan 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai
nilainya sebesar 2,64 namun secara keseluruhan tekstur bubur bayi instan yang diperoleh
berada dalam taraf agak suka.
Tingginnya nilai pada perlakuan sampel 60% tepung uwi + 0% tepung kedelai
disebabkan oleh besarnya penggunaan tepung uwi, tekstur bubur bayi lebih disukai oleh
panelis karena memiliki tekstur lebih lembut dan memiliki kekentalan yang baik hal ini
dipengaruhi oleh kandungan pati yang dimiliki oleh umbi uwi. Semakin banyak presentasi
uwi maka semakinbagus pula tekstur yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hendrasty (2003), yang menyatakan bahwa tepung yang memiliki kandungan pati lebih
banyak mempunyai sifat gelatinisasi yang baik, sehingga dengan demikian dapat
membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas, maupun elastisitas yang
baik.
32
Hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,000 < 0.05 yang menyatakan
tekstur sangat berpengaruh nyata terhadap penambahan tepung kedelai, sehingga perlu
dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya dari keempat sampel bubur bayi.
Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa tekstur sampel 60% tepung uwi + 0%
tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 50% tepung uwi + 10% tepung
kedelai, 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai, 40% tepung uwi + 20% tepung
kedelai.Sedangkan sampel50% tepung uwi + 10% tepung kedelaitidak berbeda nyata
dengan sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai dan 40% tepung uwi + 20% tepung
kedelai, serta sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai tidak berbeda nyata dengan
sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai.
4.3.4. Rasa
Rasa merupakan salah satu faktor menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap
suatu produk.Menurut Aziz (2012) rasa banyak melibatkan panca indera lidah, dan
merupakan salah satu atribut mutu yang menentukan dalam penerimaan konsumen
terhadap suatu produk. Rasa dapat diperoleh dengan penambahan bahan tambahan seperti
bumbu ataupun dari bahan bakunya sendiri maupun dari proses pengolahanya.
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 14. Pengaruh perlakuan terhadap rasa bubur bayi instan yang dihasilkan.
Hasil uji organoleptik terhadap rasa pada Gambar 14, menunjukkan rasa yang
paling disukai oleh panelis adalah bubur bayi instandengan perlakuan penggunaan60%
tepung uwi + 0% tepung kedelai nilainya sebesar 3,84 dan yang paling tidak disukai
panelis adalah rasa bubur bayi instan perlakuan penggunaan 40% tepung uwi + 20%
tepung kedelai nilainya sebesar 2,92 namun secara keseluruhan rasa bubur bayi instan yang
diperoleh berada dalam taraf agak suka.
33
Rendahnya nilai pada perlakuan sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai
dan hasil sampel yang berbeda nyata terhadap ibu dan bayi disebabkan oleh besarnya
presentase penggunaan tepung kedelai dalam formulasi ini. Sehingga hasil analisa tepung
kedelai dapat memberikan rasa yang tidak disukai oleh panelis yang disebabkan oleh kerja
enzim lipsigenase dimana enzim ini dapat menimbulkan cita rasa langu (beany flavor)
yang ada dalam biji kedelai. Hal ini sesuai dengan Ginting (2010), bahwa salah satu
penyebab kurang berkembangnya konsumsi sari kedelai adalah karena adanya cita rasa
langu (beany flavour) yang kurang disukai. Langu memang bau dan rasa khas kedelai dan
kacang-kacangan mentah lainnya. Rasa dan bau itu ditimbulkan oleh kerja enzim
lipsigenase yang ada dalam biji kedelai.
Berdasarkan hasil analisa sidik ragam ibu bayi didapatkan nilai sig. 0,003< 0.05
yang menyatakan rasa sangat berpengaruh nyata terhadap penambahan tepung kedelai,
sehingga perlu dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya dari keempat
sampel bubur bayi. Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa rasa sampel 60%
tepung uwi + 0% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 40% tepung
uwi + 20 tepung kedelai dan 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai. Sedangkan
sampel 60% tepung uwi + 0% tepung kedelai tidak berbeda nyata dengan sampel 50%
tepung uwi + 10% tepung kedelai dan sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai tidak
berbeda nyata dengan sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai dan 40% tepung uwi
+ 20% tepung kedelai, serta sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai tidak berbeda
nyata dengan sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai. Adapun hasil analisa sidik
ragam terhadap bayi didapatkan nilai sig. 0.00 < 0,05, yang menyatakan rasa sangat
berpengaruh nyata terhadap penambahan tepung kedelai. Sehingga dilakukan uji lanjut
Tuckey untuk melihat perbedaannya dari keempat sampel bubur bayi.Hasil analisa lanjut
uji Tuckey menunjukkan bahwa rasa sampel sampel 60% tepung uwi + 0% tepung kedelai
berbeda nyata dengan sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai, 45% tepung uwi +
15% tepung kedelai, 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai, serta sampel 50% tepung
uwi + 10% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 40% tepung uwi + 20% tepung
kedelai.Sedangkan sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai tidak berbeda nyata
dengan 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai dan 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai
tidak berbeda nyata dengan sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai.
34
4.3.5. Kadar Air
Kadar air adalah jumlah air yang terdapat dalam suatu bahan pangan, baik itu
merupakan air yang terikat secara fisik dan kimia maupun air bebas. Air bebas dalam
bahan pangan merupakan air yang terukur dalam pengujian persentase kadar air dalam
tepung pregelatinisasi. Kadar air merupakan salah satu parameter yang penting untuk
menentukan kualitas suatu bahan pangan.Kadar air bahan pangan mempengaruhi kualitas
masa simpan bahan pangan, termasuk salah satunya tepung. Metode AOAC (2005)
merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung persentase kadar air
dalam suatu bahan pangan.
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 15. Pengaruh perlakuan terhadap kadar air bubur bayi instan yang dihasilkan
Hasil analisa kadar air bubur bayi instan pada Gambar 15, menunjukkan kadar air
bubur bayi instan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan penggunaan 60% tepung uwi
nilainya sebesar 6,34% dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan penggunaan 40%
tepung uwi nilainya sebesar 5,50%.
Berdasarkan hasil analisa kadar air yang dihasilkan suatu bahan pangan
dipengaruhi oleh proses pengeringan dan sifat bahan pangan. Semakin banyak
penambahan tepung uwi maka semakin tinggi pula nilai kadar air. Hal ini disebabkan
tepung uwi mengalami proses gelatinisasi yang menyebabkan bagian amilosa dan
amilopektin berdifusi keluar dan jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar,
sehingga kemampuan menyerap air lebih besar dan nilai kadar air pula lebih tinggi pada
penambahan tepung uwi 60%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mc Cready (1970), yang
menyatakan proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang
dan akhirnya pecah. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka
kemampuan menyerap air sangatlah besar pula. Hasil Analisa kadar air bubur bayi instan
dari semua perlakuan yang dihasilkan yaitu 5,50-6,34% melebihi standar SNI 01-7111.1-
35
2005 yang dianjurkan dalam 100 g MP-ASI, yaitu 4,0 g. Semua formula bubur bayi instan
dengan formulasi tepung uwi dan tepung kedelai memiliki kadar air yang lebih tinggi
dibanding SNI. Akibat hal tersebut maka diduga daya simpan bubur bayi instan tidak lebih
lama dari bubur bayi yang memenuhi standar air SNI, disebabkan tingginya kadar air akan
menyediakan media untuk tumbuhnya mikroorganisme.
Hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,006 < 0.05 yang menyatakan perlu
dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya nilai kadar air dari keempat
sampel bubur bayi. Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa sampel 60%
tepung uwi + 0% tepung kedelaiberbeda nyata dengan sampel 40% tepung
uwi +20% tepung kedelai dan sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai berbeda
nyata dengan sampel 40 tepung uwi + 20% tepung kedelai. Sedangkan sampel 60% tepung
uwi + 0% tepung kedelai tidak berbeda nyata dengan 45% tepung uwi + 15% tepung
kedelai serta sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai tidak berbeda nyata dengan
sampel45% tepung uwi + 15% tepung kedelai dan 40 tepung uwi + 20% tepung kedelai.
4.3.6. Kadar Abu
Kadar abu atau kandungan mineral merupakan sisa yang tertinggal jika suatu
sampel bahan makanan dibakar sempurna di dalam suatu tungku pengabuan. Kadar abu
dari suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut.
Umumnya mineral yang terkandung di dalam abu berada dalam bentuk metal oksida,
senyawa sulfat, fosfat, nitrat, klorida, dan senyawa anorganik lainnya (Miller, 1996).
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 16. Pengaruh perlakuan terhadap kadar abu bubur bayi instan yang dihasilkan
36
Hasil analisa kadar abu bubur bayi instan pada Gambar 16, menunjukkan kadar abu
bubur bayi instan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan penggunaan 20% tepung kedelai
nilainya sebesar 3,48% dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan penggunaan 10%
tepung kedelai nilainya sebesar 2,31%.
Berdasarkan hasil analisa kadar abu yang dihasilkan menunjukkan bahwa semakin
tinggi kosentrasi tepung kedelai dalam bubur bayi instan, semakin tinggi pula kadar abu
yang dihasilkan. Hal ini disebakan oleh banyaknya kandungan mineral dari tepung kedelai
yaitu berupa K, Fe, Zn, dan P. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Winarsi, 2010) bahwa
kedelai merupakan sumber protein, dan lemak, serta sebagaisumber vitamin A, E,K, dan
beberapa jenis vitamin B dan mineral K, Fe, Zn, dan P. Hasil Analisa kadar abu bubur bayi
instan dari semua perlakuan yang dihasilkan yaitu 2,31%-3,48% mendekati standar SNI01-
7111.1-2005 yang dianjurkan dalam 100 g MP-ASI yaitu 3,5 g.
Hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,001 < 0.05 yang menyatakan perlu
dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya nilai kadar abu dari keempat
sampel bubur bayi. Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa sampel 60%
tepung uwi + 0% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 40% tepung uwi + 20%
tepung kedelai.Sedangkan sampel 60% tepung uwi + 0% tepung kedelai tidak berbeda
nyata dengan sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai, 45% tepung uwi + 15%
tepung kedelai, dan sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai tidak berbeda nyata
dengan sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai.
4.3.7. Protein
Protein merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung asam-asam
amino yang dihubungan oleh ikatan peptida (Kusnandar, 2010). Asam-asam amino sangat
bermanfaat dalam tubuh, akan tetapi asam amino ada yang secara alami terdapat dalam
tubuh dan ada yang harus disuplai dari luar tubuh. Asam-asam amino dibagi atas asam
amino essensial dan asam amino nonessensial. Asam amino essensial merupakan asam
amino yang tidak dapat disintetis dalam tubuh manusia sehingga harus didapatkan dari
makanan yang dikonsumsi setiap hari.
37
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 17. Pengaruh perlakuan terhadap kadar protein bubur bayi instan yang dihasilkan
Hasil analisa kadar protein bubur bayi instan pada Gambar 17, menunjukkan
protein bubur bayi instan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan penggunaan 20% tepung
kedelai nilainya sebesar 15,37% dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan penggunaan
0% tepung kedelai nilainya sebesar 10,91%.
Protein sangat mempengaruhi pertumbuhan dan pemeliharaan sel bayi. Tingginya
nilai pada perlakuan 20% tepung kedelai dan hasil berbeda nyata sampel dipengaruhi dari
tingginya kandungan protein yang dikandung oleh tepung kedelai dimana tepung kedelai
memiliki kandungan protein sebesar 36.00 g sedangkan tepung uwi sebesar 6,79 g,
sehingga semakin besar penambahan tepung kedelai dalam formulasi bubur bayi instan
maka semakin besar pula kandungan protein pada bubur bayi instan yang dihasilkan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan (Graaff, 2005) yang menyatakan bahwa tepung kedelai
mengandung sekitar 36,00 g protein. Tepung kedelai dapat dikatakan sebagai produk putih
telur nabati yang tertinggi dan tepung kedelai jauh lebih baik daripada tepung gandum.
Hasil analisa protein bubur bayi instan dari semua perlakuan yang dihasilkan yaitu 10,91-
15,37% memenuhi standar SNI 01-7111.1-2005 yang dianjurkan dalam 100 g MP-ASI
yaitu 8-22 g.
Hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,000 < 0.05 yang menyatakan perlu
dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya nilai kadar protein dari keempat
sampel bubur bayi. Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa sampel 60%
tepung uwi + 0% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 50% tepung
uwi + 10% tepung kedelai, 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai dan 40% tepung uwi +
20% tepung kedelai. Sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai berbeda nyata dengan
sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai.Serta sampel 45% tepung uwi + 14%
tepung kedelai tidak berbeda nyata dengan sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai.
38
4.3.8. Lemak
Kadar lemak merupakan jumlah lemak yang terdapat pada bahan/produk pangan
dan merupakan bahan–bahan yang tidak larut dalam air yang umumnya berasal dari
tumbuhan ataupun hewan, lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan. Selain itu, lemak juga merupakan sumber energi yang efektif yang sangat
penting bagi tubuh. Lemak merupakan senyawa trigleserida yang tersusun atas gliserol dan
asam lemak. Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia dan merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan
dengan karbohidrat dan protein (Winarno, 2004).
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 18. Pengaruh perlakuan terhadap kadar lemak bubur bayi instan yang dihasilkan
Hasil analisa kadar lemak bubur bayi instan pada Gambar 18, menunjukkan lemak
pangan bubur bayi instan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan penggunaan 20% tepung
kedelai nilainya sebesar 2,57% dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan penggunaan
0% tepung kedelai nilainya sebesar 0,50%.
Kandungan lemak diperoleh dari bahan baku yang digunakan pada pembuatan
bubur bayi instan yaitu tepung kedelai, dimana kedelai mengandung asam lemak tidak
jenuh ganda yang terdapat dalam kedelai, yaitu asam linoleat dan linolenat yang sangat
dibutuhkan dalam pertumbuhan bayi. Perbedaan kandungan lemak dipengaruhi oleh
jumlah penambahan tepung kedelai yang digunakan pada setiap perlakuan. Kandungan
lemak pada tepung kedelai yaitu 19.00 g dan tepung uwi 0,2 g, sehingga semakin besar
penambahan tepung kedelai maka semakin tinggi pula kandungan lemak yang dihasilkan
pada bubur instan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarsi (2010) Tabel Kandungan Gizi
kedelai (per 100 gram) menunjukkan kadar lemak kedelai sebesar 19,00 gram. Hasil
39
analisa kadar lemak bubur bayi instan dari semua perlakuan yang dihasilkan yaitu 0,50-
2,57% masih belum memenuhi standar SNI 01-7111.1-2005 yang dianjurkan dalam 100 g
MP-ASI yaitu 6-15 g.
Hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,000 < 0.05 yang menyatakan perlu
dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya nilai kadar lemak dari keempat
sampel bubur bayi. Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa sampel 60%
tepung uwi + 0% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 50% tepung uwi + 10%
tepung kedelai, 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai, 40% tepung uwi + 20% tepung
kedelai, dan sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai berbeda nyata dengan
sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai serta sampel 45% tepung uwi + 15% tepung
kedelaiberbeda nyata dengan sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai. Sedangkan
sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai tidak berbeda nyata dengan sampel 45%
tepung uwi + 15% tepung kedelai.
4.3.9. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Karbohidrat
mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan pangan, misalnya rasa,
warna, tekstur, dan lain-lain. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk
mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan
mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 2002).
Pada penelitian ini kadar karbohidrat ditentukan dengan by difference yaitu dengan
menjumlahkan kadar protein, lemak, abu, air lalu dikurangkan dengan 100%.
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 19. Pengaruh perlakuan terhadap karbohidrat bubur bayi instan yang dihasilkan
40
Hasil analisa karbohidrat bubur bayi instan pada Gambar 19, menunjukkan
karbohidrat bubur bayi instan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan penggunaan 60%
tepung uwi dan nilainya sebesar 79,49% dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan
penggunaan 40% tepung uwi nilainya sebesar 73,02%.
Kadar karbohidrat pada bubur bayi instan dan hasil analisa berbeda nyata sampel
dipengaruhi oleh penambahan tepung uwi, dan penambahan bahan tambahan lain yaitu
tepung gula dan susu skim. Namun kandungan karbohidrat tepung uwi lebih tinggi
dibandingkan tepung kedelai, sehingga semakin tinggi tepung uwi yang digunakan maka
seimakin tinggi pula kandungan karbohidrat yang dihasilkan pada bubur bayi instan. Hal
ini dikarenakan tepung uwi memiliki kandungan karbohidrat tertinggi sebesar 81,6–87,6.
Hal ini sesuai dengan Sakthidevi dan Mohan (2013) yang menyatakan bahwa karbohidrat
total yang terkandung dalam umbi uwi yaitu 81,6-87,6 g. Karbohidrat banyak terdapat
dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat
dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin.Tidak ada
persyaratan mengenai kisaran kandungan karbohidrat dalam spesifikasi MP-ASI. Akan
tetapi, kadar karbohidrat yang dihasilkan pada bubur bayi instan komersial adalah
sekitar 66,8-70,8 g/100 g. Sedangkan hasil analisa kadar karbohidrat bubur bayi instan dari
semua perlakuan yang dihasilkan yaitu 73,7-9,49% melebihi standarisasi kandungan
karbohidrat bubur bayi komersial. Hal ini sesuai dengan pendapat Elvizahro (2011) dan
Menurut Winarno (2004), kadar karbohidrat sangat dipengaruhi oleh kandungan zat gizi
lain seperti air, abu, serat, protein, dan lemak. Semakin rendah kandungan zat gizi air, abu,
serat, protein, dan lemak maka jumlah kandungan kadar karbohidratnya akan semakin
tinggi begitupun sebaliknya.
Hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,000 < 0.05 yang menyatakan perlu
dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya nilai kadar karbohidrat dari
keempat sampel bubur bayi. Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa
sampel 60% tepung uwi + 0% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 50% tepung
uwi + 10% tepung kedelai, 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai dan 40% tepung
uwi + 20% tepung kedelai. Sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai berbeda nyata
dengan sampel45% tepung uwi + 15% tepung kedelaidan 40% tepung uwi + 20% tepung
kedelai, serta sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai berbeda nyata dengan
sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai.
41
4.3.10. Serat Pangan
Serat dalam bahan pangan terbagi atas dua yaitu serat pangan dan serat kasar, pada
penelitian ini, tepung pregelatinisasi di uji untuk mengetahui kandungan serat kasar yang
terkandung di dalamnya. Menurut Sudarmadjiet.al.(1996), serat kasar terdiri dari senyawa
selulosa, lignin dan zat lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Serat kasar
digunakan sebagai penilaian kualitas suatu bahan dan mengevaluasi efisiensi suatu proses
pengolahan. Dietary fiber (serat pangan) berbeda dengan crude fiber (serat kasar), menurut
Winarno (2002), sekitar seperlima sampai setengah dari seluruh serat kasar berfungsi
sebagai dietary fiber.
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 20. Pengaruh perlakuan terhadap kadar serat pangan bubur bayi instan
Hasil analisa serat pangan bubur bayi instan pada Gambar 20, menunjukkan serat
pangan bubur bayi instan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan penggunaan 20% tepung
kedelai nilainya sebesar 2,29% dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan penggunaan
0% tepung kedelai nilainya sebesar 0,82%
Kandungan serat pangan sangat mempengaruhi penyerapan zat-zat gizi yang
dibutuhkan bayi seperti lemak, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan tubuh. Kandungan
serat pangan diperoleh dari bahan baku yang digunakan pada pembuatan bubur bayi instan
yaitu tepung kedelai. Perbedaan kandungan serat pangan dan hasil sampel yang berbeda
nyata dipengaruhi oleh jumlah penambahan tepung kedelai yang digunakan pada setiap
perlakuan. Semakin besar penambahan tepung kedelai maka semakin tinggi pula
kandungan serat pangan yang dihasilkan pada bubur instan. Hal ini dikarenakan kandungan
kadar serat pangan pada tepung kedelai berupa serat pangan tidak larut air sebesar 10 g dan
serat pangan yang larut air yaitu sebesar 7 g sehingga serat pangan total tepung kedelai
sebesar 17 g. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarsi (2010) yang menyatakan bahwa
kandungan serat pangan total kedelai yaitu sebesar 17 gram dalam 100 gram kedelai. Hasil
42
analisa kadar serat pangan bubur bayi instan dari semua perlakuan yang dihasilkan yaitu
0,82-2,29% dibawah standar SNI 01-7111.1-2005 yang dianjurkan dalam 100 g MP-ASI
yaitu 5 g.
Hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,000 < 0.05 yang menyatakan perlu
dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya nilai kadar serat pangan dari
keempat sampel bubur bayi. Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa
sampel 60% tepung uwi + 0% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 50% tepung
uwi + 10% tepung kedelai, 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai, 40% tepung uwi + 20%
tepung kedelai, serta sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai berbeda nyata dengan
sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai.Sampel 50% tepung uwi + 10% tepung
kedelai berbeda nyata dengan sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai, sedangkan
sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai tidak berbeda nyata dengan sampel 45%
tepung uwi + 15% tepung kedelai dan sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai
berbeda nyata dengan sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai.
4.3.11. Antosianin
Antosianin merupakan bagian senyawa fenol yang termasuk kedalam golongan
flavonoid. Antosianin berjumlah sekitar 90 - 96% dari total senyawa fenol (Durst dan
Wrostald, 2005). Pigmen ini berperan terhadap timbulnya warna merah hingga biru pada
beberapa bunga, buah, dan daun.Antosianin bersifat polar sehingga dapat dilarutkan pada
pelarut polar seperti etanol, aceton, dan air.Antosianin merupakan pewarna alami yang
terdapat pada tumbuh-tumbuhan seperti buah, sayuran, bunga dan ubi-ubian.
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 21. Pengaruh perlakuan terhadap kadar antosianin bubur bayi instan
43
Hasil analisa antosianin bubur bayi instan pada Gambar 21, menunjukkan
antosianin bubur bayi instan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan penggunaan 60%
tepung uwi nilainya sebesar 32,82% dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan
penggunaan 40% tepung uwi nilainya sebesar 13,18%.
Perbedaan kandungan antosianin dipengaruhi oleh jumlah penambahan tepung uwi
yang digunakan pada setiap perlakuan. Semakin besar penambahan tepung uwi maka
semakin tinggi pula kandungan antosianin yang dihasilkan pada bubur instan. Hal ini
dikarenakan uwi mengandung banyak pigmen antosianin yang dapat dilihat dari warna
ungu uwi. Senyawa antosianin merupakan antioksidan yang mempengaruhi imuntubuh.
Antioksidan secara langsung melindungi sel dari oksidasi dan meningkatkan aktivitas
sistem kekebalan tubuh bayi sehingga bayi terhindar dari infeksi penyakit pernafasan
danlainnya dan dapat membantu pertumbuhan bayi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Youngson (2005), yang menyatakan bahwa senyawa antosianin sebagai antioksidan dapat
melindungi sel dari oksidasi dan meningkatkan limphosit proliferasi, fungsi sel T, dan
dapat menangkal radikal bebas dalam tubuh.
Hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,011 < 0.05 yang menyatakan perlu
dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya nilai kadar antosianin dari
keempat sampel bubur bayi. Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa sampel
sampel 60% tepung uwi + 0% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 50% tepung
uwi + 10% tepung kedelai, 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai, 40% tepung uwi + 20%
tepung kedelai. Sedangkan sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai tidak berbeda
nyata ndengan sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai dan 40% tepung uwi + 20%
tepung kedelai, serta sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai tidak berbeda nyata
dengan sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai.
4.3.12. Viskositas
Viskositas tepung merupakan suatu keadaan yang menunjukan granula pati dalam
suatu larutan yang menyebabkan larutan tersebut mengalami kekentalan. Menurut Tester
and Karkalas (1996), yang menyatakan bahwa viskositas disebabkan terjadinya
pembengkakan maksimum, dan granula pati pecah, kemudian pemanasan tetap dilanjutkan,
maka akan terjadi penurunan viskositas akibat proses degradasi molekul pati (amilosa dan
amilopektin) dalam kondisi demikian kemampuan mengikat air juga melemah. Semakin
sedikit jumlah gugus hidroksil dari molekul pati semakin kecil kemampuannya menyerap
air, oleh karena itu absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositasnya.
44
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 22. Pengaruh perlakuan terhadap viskositas bubur bayi instan yang dihasilkan
Hasil analisa viskositas bubur bayi instan menggunakan viscometer pada Gambar 22,
menunjukkan viskositas bubur bayi instan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan
penggunaan penggunaan 20% tepung kedelai nilainya sebesar 32,27 cp dan yang paling
rendah yaitu pada perlakuan penggunaan 0% tepung kedelai nilainya sebesar 19,20 cp.
Viskositas bubur bayi instan dipengaruhi oleh jumlah pati yang terkandung didalam
suatu bahan pangan, dimana kandungan pati berbanding lurus dengan viskositas. Hal ini
sesuai dengan pendapat Anggraini (2008), yang menyatakan sifat fungsional pati yang
penting adalah kemampuan pati untuk mengentalkan dan membentuk gel. Sifat pengental
pati ditunjukkan dengan kemampuan pati mencapai viskositas tinggi selama pemanasan.
Jika dilihat dari hasil penelitian sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai lebih besar
dibandingkan dengan sampel 60% tepung uwi + 0% tepung kedelai. Hal ini disebabkan
karena viskositas suatu bahan pangan bukan hanya dipengaruhi oleh kandungan pati tetapi
ada beberapa faktor seperti suhu, kosentrasi larutan dan tekanan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Towle (1973), yang menyatakan bahwa viskositas adalah derajat kekentalan
suatu produk pangan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
konsentrasi karagenan, temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-
molekul lain.
Hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,000 < 0.05 yang menyatakan perlu
dilakukan uji lanjut Tuckey untuk melihat perbedaannya nilai viskositas dari keempat
sampel bubur bayi. Hasil analisa lanjut uji Tuckey menunjukkan bahwa sampel 60%
tepung uwi + 0% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 50% tepung uwi + 10%
tepung kedelai, 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai, dan 40% tepung uwi + 20% tepung
kedelai.Sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai berbeda nyata dengan sampel 45%
tepung uwi + 15% tepung kedelai, serta sampel 45% tepung uwi + 15% tepung kedelai
45
berbeda nyata dengan sampel 40% tepung uwi + 20% tepung kedelai. Sedangkan
sampel 50% tepung uwi + 10% tepung kedelai tidak berbeda nyata dengan sampel 40%
tepung uwi + 20% tepung kedelai.
4.3.13. Daya Serap
Daya serap air merupakan sifat fisik yang dipertimbangkan untuk makanan bayi,
dinyatakan sebagai banyaknya air yangdiserap oleh tiap gram bahan. Menurut Zayas
(1997) daya serap air adalah kemampuan untuk mengikat air yang ada dalam bahan
maupun yang ditambahkan selama proses. Daya serap air merupakan parameter yang
menunjukkan besarnya kemampuan bahan menarik air disekelilingnya untuk berikatan
dengan partikel bahan atau bertahan pada pori antar partikel bahan.
Keterangan: Notasi yang sama menyatakan sampel tidak berbeda nyata.
Gambar 23. Pengaruh perlakuan terhadap daya serap bubur bayi instan yang dihasilkan
Hasil analisa daya serap bubur bayi instan pada Gambar 23, menunjukkan daya
serap bubur bayi instan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan penggunaan 40% tepung
kedelai nilainya sebesar 163.33% dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan
penggunaan 60% nilainya sebesar 70,00%
Hasil daya serap dipengaruhi oleh kandungan pati dan protein yang terkandung
pada tepung uwi dan kedelai. Pada pengujian daya serap ini dipengaruhi oleh penambahan
tepung kedelai jika semakin banyak penambahan tepung kedelai maka semakin tinggi pula
daya serap air pada bubur bayi. Hal ini dikarenakan tepung kedelai memiliki kandungan
protein yang tinggi dimana jika kandungan protein yang tinggi maka ia akan bersifat
hidrofilik akan lebih mudah menyerap air. Hal ini sesuai dengan pendapat Alsuhendra dan
Ridawati (2009) yang menyatakan bahwa daya serap air dipengaruhi oleh kandungan
karbohidrat, baik pati atapun serat kasar, serta protein dan komponen lainnya yang bersifat
hidrofilik. Hal ini sesuai dengan daya serap air produk MP-ASI komersialadalah 3,60 –
46
6,20 g/g. Daya serap air formula bubur bayi dalam penelitian ini tidak memenuhi
memenuhi persyaratan daya serap karena daya serap yang dihasilkan sangat jauh lebih
tinggi yaitu 70-63%. Daya serap air juga berkaitan dengan sifat kelarutan tepung saat
ditambahkan air. Pada makanan bayi, daya serap airyang lebih rendah adalah yang
diharapkan. Sifat menyerap banyak airatau daya serap air yang tinggi dapat membuat
bahan menjadi kamba dan mudah menjadi kental bila dipanaskan. Hal ini penting
diperhatikan, karena volume lambung bayi relatif sangat kecil, sehingga belum cukup
banyak mengkonsumsi makanan sapihan lambungnya sudah penuh dan bayi merasa
kenyang.
Berdasarkan hasil analisa sidik ragam didapatkan nilai sig. 0,191 > 0.05 bahwa
keempat sampel bubur bayi instan tidak berbeda nyata.
47
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu :
1. Formulasi terbaik sampel diperoleh berdasarkan uji daya terima organoleptik (warna,
aroma, tekstur dan rasa) dalam pembuatan bubur bayi instan berbasis tepung umbi uwi
dan tepung kedelai yaitu pada perlakuan F1 dengan formulasi 60% tepung uwi dan 0%
tepung kedelai.
2. Kandungan gizi formulasi terbaik bubur bayi instan berbasis tepung umbi uwi ungu
dan tepung kedelai yaitu pada perlakuan F4 dengan formulasi 40% tepung uwi + 20%
tepung kedelai dimana kandungan gizinnya mendekati nilai persyaratan MP-ASI SNI
01-7111.4-2005 dimana nilai kadar air 5,50%, kadar abu 3,48%, kadar protein
15,37%, kadar lemak 2,57%, kadar karbohidrat 73,02%, kadar serat pangan 2,29%,
kadar antosianin 32,82%, daya serap 163,33 %, dan viskositas 32,27 cp.
5.2. Saran
Saran yang dapat penulis berikan yaitu perlu dilakukan penelitian penghilangan
aroma dan rasa bau langu pada tepung kedelai sehingga jumlah penambahan tepung
kedelai bisa digunakan lebih banyak lagi dan nilai nutrisi lebih tinggi.
48
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D. S. 2008. Pengaruh Konsentrasi Karagenan dan Tripotassium Citrate terhadap
Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Jelly Drink.Surabaya. Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala.
Almatsier,S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta.PT Gramedia.
Alsuhendra dan Ridawati. 2009. Pengaruh Modifikasi Secara Pregelatinisasi, Asam, dan
Enzimatis terhadap SIfat Fungsional Tepung Umbi Gembili (Dioscoreaesculenta).
Jakarta. Universitas Negeri Jakarta.
Astawan, M. 2008. Sehat Dengan Tempe.Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan dengan
Tempe. Dian Rakyat. Jakarta.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of nalysis.
USA: Published by The Association of Official Analytical Chemyst Inc.
Badan Standarisasi Nasional. 2005. [SNI] Standar Nasional Indonesia. Makanan
Pendamping Air Susu Ibu Bagian 1 : Bubuk Instan. (SNI 01-7111.4-2005).
Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwars, G.H. Fleet, dan M. Wotton. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah:
H. Purnomo dan Adiono. Jakarta.UI-Press.
De Mann, J.M. 1989. Principle of Food Chemistry. The Avi Pub Co. Inc., Westport.
Connecticut.
Daramola, B., and Osanyinlusi, S., A. 2006. Production, Characterization, and Application
of Banana (Musa spp) Flour in Whole Maize. African Journal of
Biotechnology Vol 5 (10) : 992-995.
Departemen Kesehatan RI, 2004. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1593/MENKES/SK/XI/2005 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi
Bangsa Indonesia Depkes RI, Jakarta.
Elvizahro, L. 2011. Kontribusi MP-ASI Bubur Bayi Instan dengan Sustitusi Tepung Ikan
Patin dan Tepung Labu Kuning terhadap Kecukupan Protein dan Vitamin A pada
Bayi. Semarang.Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas Kedokteran.
Universitas Diponegoro.
Fang Z, D Wu, Yü D, Ye X, Liu D, and Chen J. 2011. Phenolic compounds in Chinese
purple yam and changes during vacuum frying, Food Chemistry 128: 943–
948.China
Fellow P. J. dan Ellis. 1992. Food Processing Technology Principles and Practice.Ellis
Horwood. London.
Fennema, O. R. 1996. Principles of Food Science. Marcel Dekker, Inc.New York-Brussel-
Hongkong.
Fernando, E. R.2008. Formulasi bubur susu kacang sebagai alternatif makanan
pendamping asi. Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga.
Bogor. Fakultas Pertanian.Institut Pertanian Bogor.
49
Ginting, Erliana.; Antarlina, S. S.; dan Widowati, S., 2009. Varietas Unggul Kedelai Untuk
Bahan Baku Industri Pangan.Balai Penelitian Kacang-kacangan dan umbi-umbian.
Jakarta. Jurnal Litbang Pertanian, 28 (3).
Graaff PD. 2005. Tepung Kedelai: Bahan Makanan Bergizi untuk Kesehatan. Jakarta. PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hartomo A, dan Widiatmoko M. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin.Andi
Offset,Yogyakarta
Hapsari, A, H, Kim, S, J, Eun, J, B. 2013. Physical characteristics of parboiled Korean
glutinous rice (Olbyeossal) using a modified method. LWT-Food Science and
Technology. 68:499-505.
Hendrasty, H. K. 2003. Tepung Labu Kuning.Yogyakarta. Kanisius.
Husaini, Y. K. dan H. M. Anwar. 2001. Makanan Bayi Bergizi. Yogyakarta. UGM-Press.
Jusuf, M; St. A. Rahayuningsih; dan Erliana Ginting. 2008. Ubi Jalar Ungu. Balai
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.Malang. Warta Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Vol. 30, No. 4.
Kanoni, Sri. 1999. Hand Out Pengetahuan Bahan (Viskositas). Yogyakarta. TPHP UGM.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. UI Press.
Kay, D.E. 1973. Root Crops.The Tropical Products Institute Foreign and Commonwealth
Office, England.
Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta.Pustaka Sinar Harapan.
Krisnatuti, D. dan R. Yenrina. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Puspaswara.
Jakarta.
Laztity, R. 1996. The Chemistry of Cereal Protein, 2nd edition. CRC Press Inc.,Boca
Raton, Florida. Makassar.Diakses pada tanggal 14 Desember 2017.
Lingga, P., B. Sarwono, F. Rahardi, P.C. Rahardja, J.J. Afriastini, R. Wudianto dan W.
H.Apriadji. 1986. Jakarta.Bertanam Ubi-ubian. Penebar Swadaya.
Marcus, D. L., Thomas, C., Rodriguez, C., Simberkoff, K., Tasi, J. S., Strfaci, J. A., et al.
1998. Increased peroxideratoin and reduced antioxidant enzyme activityin
Alzheimer_s disease. Experimental Neurology, 150, 40–44.
Markakis, P. 1982. Stability of Anthocyanin in Food.Ch.6.In “Anthocyanin as Food
Colors”, P. Markakis (Edu.).Academic Press. New York. Makassar.Diakses pada
tanggal 12 Desember 2017.
McCready, R. M. 1970. Starch and Dextrin. In: Joslyn M. A. Editor Method in Food
Analysis. New York. Academic Press.
Mirdhayati, I. 2004. Formulasi dan Karakteristik Sifat-sifat Fungsional Bubur Garut Instan
Sebagai Makanan Pendamping Air SUsu Ibu (MP-ASI).Bogor. Tesis Sekolah
Pasacasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Noche CF, Cantre DV dan Flores FP. 2011. Effect of pretreatment and geometry on the
thermophysical properties of raw ubi (Dioscorea alata L.). Philippine science
Letters 4(1): 40-45. Makassar.Diakses pada tanggal 12 Desember 2017.
Nollet, L.M.L. 1996. Handbook of Food Analysis: PhysicalCharacterization and Nutrient
Analysis. Marcell Dekker Inc, New York.
50
Pompei, A.,L.Cordisco, S. Raimondi, A. Amaretti, dan U.M. Pagnoni, 2008. In vitro
comparation of the prebiotic effect of two inulin-type fruktans. Aerobe
14(2009),280-286.
Prior, R.L., Cao, G., Martin, A., Sofic, E., McEwan, J., O’Brien, C., Lischner, N.,
Ehlenfeldt, M., Kalt, W., Krewer, G., dan Mainland, C.M. 1998. Antioxidant
Capacity as Influenced by Total Phenolic and Anthocyanin Content,Maturity and
Variety of Vaccinium species. J. Agric. Food Chem. 46, Hal:2686- 2693.
Ratnawati. 1995. Bubur Instan. Badan Penelitian dan Pengembanga
Pertanian.Jakarta.Departemen Pertanian.
Richana,N. dan T.C. Sunarti. 2004. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung umbi dan tepung
pati dari umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa dan Gembili. Jurnal Penelitian
Pascapanen Pertanian. 1(1):29-37.
Roberfroid, M.B. 2005.Introducing inulin-type fructans. British Journal of Nutrition 93:
S13-S25.
Sakthidevi, G., and V.R. Mohan. 2013. Total Phenolic, Flavonoid Contents and In vitro
Antioxidant Activity of Dioscorea alata l. Tuber. J. Pharm. Sci. & Res. 5(5): 115–
119.
Sardesai, VM. 2003. Introduction to Clinical Nutrition. Ed ke-2. USA: Marcel Dekker, Inc
on: Herb Panduan Hunters.
Sastrapraja, S. 1977. Ubi-ubian.Lembaga Biologi Nasional.LIPI. Bogor.
Septianti, Lia. 2003. Karakterisasi Tepung dan Pati Umbi Uwi (Dioscorea alata) dan
Gembili(Dioscorea esculenta) serta Pengujian Penerimaan a-amilase terhadap
Pati.Bogor. Tugas Akhir, Fakultas Teknologi Pertanian – IPB.
Sudarmadji, S. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta.
Liberty. 160 hal.
Supariasa, I,D,N. 2004. Penilaian Status Gizi.PT. Jakarta.Gramedia Pustaka Utama.
Suprapto, 1993. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutomo, B. 2008. Sukses Wirausaha Kue Kering. Kriya Pustaka. Jakarta.
Sutrisno, A. 2012. Uji Kandungan Senyawa Isoflavon Dan Morfologi Kalus Kedelai
(Glycine Max (L) Merr) Dengan Penambahan Zpt 2,4 D Pada Media Ms.
Malang.Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Toneli, J.T.C.L., K.J. Park, J.R.P. Ramalho, F.E.X. Murr dan I.M.D. Fabbro. 2008.
Rheological characterization of chicory root (Cichorium intybus L.) inulin solution.
Brazilian Journal of Chemical Engineering 25: 461- 471.
Towle, A.G., 1973. Carrageenan.In : R.L Whistler (Ed). Industrial Gum : Polysacharides
and Their Derivates. Academic Press. London.
Valdez-Niebla, J.A., Paredes-Lopez, O., Vargas-Lopez, J.M. dan Hernandez-Lopez, D.
(1993). Moisture sorption isotherms and other physicochemical properties of
nixtamalized amaranth flour. Food Chemistry 46: 1923.
Wanasundera, J. P. D., dan Ravindran, G. 1994. Nutrition assessment of yam (Dioscorea
alata) tubers. Plant Foods for Human Nutrition, 46, 33–39.
Winarno, F.G. 2004.Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta.Gramedia Pustaka Utama.
51
Winarsi, Heri. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya bagi
Kesehatan.Yogyakarta. Kanisius.
Winarti, S., Harmayani, E. dan Nurismanto, R.2011.Karakteristik dan profil inulin
beberapa jenis uwi (Dioscorea app.). AGRITECH 31:4,378-383.
Wulandari, N. 2003. Teknologi proses pengolahan susu kedelai sebagai minuman
fungsional. Lokakarya Teknologi Proses Pengolahan dan Kualitas Minuman
Fungsional Susu Kedelai. Bogor. 3-4 September 2003. Kerjasama Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor dan American Soybean
Association (ASA).32 Hlm.
Youngson R. 2005. Antioksidan: manfaat vitamin C dan E bagikesehatan. Arcan. Jakarta.
52
LAMPIRAN
Lampiran 01.Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Warna Bubur Bayi Instan
NAMA PANELIS Warna
A B C D
U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3
Panelis 1 4 5 5 3 4 3 3 2 2 5 3 4
Panelis 2 4 4 4 3 2 4 3 2 3 3 3 3
Panelis 3 4 3 3 3 3 3 4 5 4 3 3 3
Panelis 4 4 4 4 4 3 2 2 2 3 3 3 3
Panelis 5 3 3 3 3 4 3 3 3 3 2 4 2
Panelis 6 3 3 4 2 4 3 3 3 2 3 3 3
Panelis 7 5 5 3 3 2 2 2 2 3 4 2 3
Panelis 8 5 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 3
Panelis 9 2 5 3 4 3 2 2 2 3 3 3 2
Panelis 10 3 4 5 2 4 3 2 3 2 2 3 3
Panelis 11 4 4 2 3 2 3 3 2 2 3 2 3
Panelis 12 5 2 4 3 3 3 2 2 3 2 3 2
Panelis 13 5 4 4 3 2 2 2 3 2 2 3 3
Panelis 14 4 5 2 3 3 2 4 2 2 2 2 2
Panelis 15 5 4 4 4 2 2 2 3 2 2 3 3
Panelis 16 4 5 3 2 3 4 4 2 3 2 3 1
Panelis 17 5 4 5 4 3 3 3 3 3 2 2 3
Panelis 18 3 4 4 2 4 4 3 3 2 3 3 2
Panelis 19 3 3 3 3 2 4 2 2 3 3 3 2
Panelis 20 5 2 3 3 2 4 2 3 3 2 3 2
Panelis 21 4 4 2 4 3 4 3 3 2 4 3 5
Panelis 22 4 4 4 4 2 4 3 3 2 4 3 4
Panelis 23 3 3 3 4 4 3 2 2 4 3 5 2
Panelis 24 3 4 4 3 3 3 4 3 3 2 4 3
Panelis 25 4 4 3 4 3 4 2 3 3 3 3 3
Jumlah 98 95 88 79 73 77 68 65 67 70 75 69
Rata 3.92 3.80 3.52 3.16 2.92 3.08 2.72 2.60 2.68 2.80 3.00 2.76
53
Lampiran 02. Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Aroma Bubur Bayi Instan
NAMA PANELIS Aroma
A B C D
U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3
Panelis 1 4 4 4 2 2 2 3 3 4 3 2 3
Panelis 2 2 2 2 3 4 2 2 1 2 3 4 3
Panelis 3 5 2 3 4 2 3 2 3 3 1 3 1
Panelis 4 3 4 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3
Panelis 5 3 2 3 2 2 2 3 2 2 1 2 2
Panelis 6 4 3 4 2 3 2 2 2 2 3 4 2
Panelis 7 5 3 1 2 2 3 2 3 3 3 2 3
Panelis 8 5 4 3 4 4 2 4 3 4 2 4 3
Panelis 9 4 5 3 5 2 3 2 2 3 3 2 2
Panelis 10 4 3 5 3 4 5 3 3 4 2 3 2
Panelis 11 2 4 3 3 3 4 2 2 2 3 2 4
Panelis 12 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 2 3
Panelis 13 4 2 2 3 2 2 3 3 2 3 2 2
Panelis 14 2 4 2 4 3 2 2 4 3 3 1 3
Panelis 15 5 3 3 4 2 2 2 3 2 2 2 2
Panelis 16 5 4 2 3 2 4 2 3 5 4 3 2
Panelis 17 5 2 2 4 2 2 3 3 2 3 2 4
Panelis 18 3 2 2 3 4 4 3 3 2 3 2 2
Panelis 19 3 4 3 4 1 4 4 2 3 3 1 2
Panelis 20 5 4 2 2 3 4 2 3 2 3 2 2
Panelis 21 4 5 3 3 2 5 2 2 2 3 2 3
Panelis 22 5 2 3 4 2 4 3 3 2 2 3 2
Panelis 23 3 4 3 3 3 4 2 1 3 3 3 4
Panelis 24 4 4 3 3 1 1 4 3 3 2 2 3
Panelis 25 5 2 4 4 3 2 3 3 2 2 2 4
Jumlah 96 81 70 80 63 73 65 65 68 65 60 66
Rata 3.84 3.24 2.80 3.20 2.52 2.92 2.60 2.60 2.72 2.60 2.40 2.64
54
Lampiran 03. Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Teksture Bubur Bayi Instan
NAMA PANELIS
Teksture
A B C D
U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3
Panelis 1 3 2 5 4 4 3 4 2 5 4 2 2
Panelis 2 2 2 2 2 4 1 3 2 4 3 2 3
Panelis 3 4 5 4 2 2 2 2 3 2 2 2 3
Panelis 4 3 4 4 3 3 2 3 3 3 4 2 3
Panelis 5 1 2 2 4 3 3 3 3 3 2 4 1
Panelis 6 4 2 4 4 4 4 3 2 4 3 2 2
Panelis 7 2 4 4 3 2 2 2 2 2 3 4 3
Panelis 8 4 4 3 3 4 3 2 1 4 2 3 2
Panelis 9 3 2 3 5 4 4 2 3 3 2 3 3
Panelis 10 3 3 4 2 3 4 3 3 3 2 3 2
Panelis 11 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3
Panelis 12 5 4 2 3 4 3 4 2 3 3 2 2
Panelis 13 4 5 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2
Panelis 14 4 4 5 3 2 2 2 2 4 2 3 2
Panelis 15 4 5 4 4 3 3 3 4 3 4 3 2
Panelis 16 4 3 5 3 3 4 2 2 4 3 3 3
Panelis 17 5 3 4 5 3 3 4 2 3 2 2 1
Panelis 18 5 3 4 3 2 4 3 3 2 2 4 2
Panelis 19 4 3 4 4 2 3 4 2 3 3 4 2
Panelis 20 3 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3 2
Panelis 21 4 3 4 2 3 4 2 2 3 4 3 5
Panelis 22 4 3 4 4 2 3 3 1 2 3 3 2
Panelis 23 2 3 4 2 3 2 5 2 4 2 4 2
Panelis 24 2 3 3 4 3 3 2 3 4 2 4 2
Panelis 25 2 4 4 4 2 2 2 3 3 1 3 3
Jumlah 84 83 93 82 73 72 71 61 81 66 73 59
Rata 3.36 3.32 3.72 3.28 2.92 2.88 2.84 2.44 3.24 2.64 2.92 2.36
55
Lampiran 04. Hasil Pengujian Organoleptik Parameter Rasa Bubur Bayi Instan
NAMA PANELIS A B C D
U1 U1 U1 U1
Nama 1 4 2 4 4
Nama 2 4 2 2 2
Nama 3 4 3 4 3
Nama 4 2 2 3 4
Nama 5 2 4 4 3
Nama 6 3 2 4 4
Nama 7 4 4 3 2
Nama 8 3 4 3 4
Nama 9 4 4 4 4
Nama 10 3 2 2 2
Nama 11 4 3 4 3
Nama 12 2 4 3 4
Nama 13 3 5 4 3
Nama 14 5 5 3 3
Nama 15 5 3 3 3
Nama 16 5 4 3 3
Nama 17 5 3 3 3
Nama 18 4 3 2 2
Nama 19 5 3 3 3
Nama 20 5 4 3 3
Nama 21 5 5 4 3
Nama 22 3 2 2 2
Nama 23 4 3 2 2
Nama 24 3 3 2 2
Nama 25 5 3 3 2
Jumlah 96 82 77 73
Rata 3.84 3.28 3.08 2.92
Lampiran 05. Hasil Analisa Kadar Air Bubur Bayi Instan
Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Total Rata-Rata
A1 6,44 6,13 6,46 19,03 6,34
A2 5,87 6,07 5,64 17,58 5,86
A3 6,07 6,43 5,90 18,40 6,13
A4 5,39 5,68 5,44 16,51 5,50
56
Lampiran 06. Hasil Analisa Kadar Abu Bubur Bayi Instan
Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Total Rata-Rata
A1 2,77 2,64 2,88 8,29 2,76
A2 2,34 2,42 2,18 6,94 2,31
A3 2,28 2,50 2,68 7,46 2,49
A4 3,69 3,12 3,62 10,43 3,48
Lampiran 07. Hasil Analisa Protein Bubur Bayi Instan
Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Total Rata-Rata
A1 10,94 10,89 10,90 32,73 10,91
A2 12,37 12,19 11,97 36,53 12,18
A3 14,77 14,16 14.60 43,53 14,51
A4 15,16 15,67 15,27 46,10 15,37
Lampiran 08. Hasil Analisa Kadar Lemak Bubur Bayi Instan
Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Total Rata-Rata
A1 0,46 0,58 0,45 1,49 0,50
A2 1,95 1,66 1,56 5,17 1,72
A3 1,96 2,06 2,04 6,06 2,02
A4 2,53 2,77 2,42 7,72 2,57
Lampiran 09. Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Bubur Bayi Instan
Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Total Rata-Rata
A1 79,39 79,76 79,31 238,46 79,49
A2 77,47 77,66 78,65 233,78 77,93
A3 74,92 74,85 74,78 224,55 74,85
A4 73,23 72,58 73,25 219,06 73,02
Lampiran 010. Hasil Analisa Serat Pangan Bubur Bayi Instan
Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Total Rata-Rata
A1 0,82 0,82 0,81 2,45 0,82
A2 1,64 1,87 1,92 5,43 1,81
A3 2,10 2,11 2,19 6,40 2,13
A4 2,16 2,62 2,09 6,87 2,29
Lampiran 11. Hasil Analisa Kadar Antosianin Bubur Bayi Instan
Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Total Rata-Rata
A1 6,44 6,13 6,46 19,03 6,34
A2 5,87 6,07 5,64 17,58 5,86
A3 6,07 6,43 5,90 18,40 6,13
A4 5,39 5,68 5,44 16,51 5,50
57
Lampiran 12. Hasil Analisa Daya Serap Air Bubur Bayi Instan
Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Total Rata-Rata
A1 60 80 70 210 70
A2 100 120 110 330 110
A3 180 110 140 430 143
A4 270 110 110 490 163
Lampiran 13. Hasil Analisa Viskositas Bubur Bayi Instan
Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Total Rata-Rata
A1 19,200 20,000 18,400 57,600 19,20
A2 24,000 23,200 23,000 70,200 23,40
A3 32,800 33,2000 30,800 96,800 32,27
A4 23,200 25,600 72,800 72,800 24,27
Lampiran 14. Hasil Pengujian Analisa Kadar Air Uji Anova dan Uji Lanjut Tuckey
Bubur Bayi Instan
ANOVA
Kadar_Air
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 1.187 3 .396 8.898 .006
Within Groups .356 8 .044
Total 1.542 11
58
Multiple Comparisons
Kadar_Air
Tukey HSD
(I)
Sampe
l_2
(J)
Sampe
l_2
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 .48333 .17214 .087 -.0679 1.0346
3 .21000 .17214 .632 -.3413 .7613
4 .84000* .17214 .005 .2887 1.3913
2 1 -.48333 .17214 .087 -1.0346 .0679
3 -.27333 .17214 .436 -.8246 .2779
4 .35667 .17214 .240 -.1946 .9079
3 1 -.21000 .17214 .632 -.7613 .3413
2 .27333 .17214 .436 -.2779 .8246
4 .63000* .17214 .026 .0787 1.1813
4 1 -.84000* .17214 .005 -1.3913 -.2887
2 -.35667 .17214 .240 -.9079 .1946
3 -.63000* .17214 .026 -1.1813 -.0787
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 15. Hasil Pengujian Analisa Kadar Abu Uji Anova dan Uji Lanjut Tuckey
Bubur Bayi Instan
ANOVA
Kadar_Abu
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 2.364 3 .788 18.969 .001
Within Groups .332 8 .042
Total 2.696 11
59
Multiple Comparisons
Kadar_Abu
Tukey HSD
(I)
Sampe
l_2
(J)
Sampe
l_2
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 .45000 .16640 .101 -.0829 .9829
3 .27667 .16640 .400 -.2562 .8095
4 -.71333* .16640 .011 -1.2462 -.1805
2 1 -.45000 .16640 .101 -.9829 .0829
3 -.17333 .16640 .731 -.7062 .3595
4 -1.16333* .16640 .001 -1.6962 -.6305
3 1 -.27667 .16640 .400 -.8095 .2562
2 .17333 .16640 .731 -.3595 .7062
4 -.99000* .16640 .002 -1.5229 -.4571
4 1 .71333* .16640 .011 .1805 1.2462
2 1.16333* .16640 .001 .6305 1.6962
3 .99000* .16640 .002 .4571 1.5229
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 16. Hasil Pengujian Analisa Protein Uji Anova dan Uji Lanjut Tuckey
Bubur Bayi Instan
ANOVA
Protein
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 38.086 3 12.695 239.569 .000
Within Groups .424 8 .053
Total 38.509 11
60
Multiple Comparisons
Protein
Tukey HSD
(I)
Sampe
l_2
(J)
Sampe
l_2
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 -1.26667* .18796 .001 -1.8686 -.6648
3 -3.60000* .18796 .000 -4.2019 -2.9981
4 -4.45667* .18796 .000 -5.0586 -3.8548
2 1 1.26667* .18796 .001 .6648 1.8686
3 -2.33333* .18796 .000 -2.9352 -1.7314
4 -3.19000* .18796 .000 -3.7919 -2.5881
3 1 3.60000* .18796 .000 2.9981 4.2019
2 2.33333* .18796 .000 1.7314 2.9352
4 -.85667* .18796 .008 -1.4586 -.2548
4 1 4.45667* .18796 .000 3.8548 5.0586
2 3.19000* .18796 .000 2.5881 3.7919
3 .85667* .18796 .008 .2548 1.4586
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 17. Hasil Pengujian Analisa Lemak Uji Anova dan Uji Lanjut Tuckey
Bubur Bayi Instan
ANOVA
Lemak
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 6.941 3 2.314 114.112 .000
Within Groups .162 8 .020
Total 7.103 11
61
Multiple Comparisons
Lemak
Tukey HSD
(I)
Sampe
l_2
(J)
Sampe
l_2
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 -1.22667* .11626 .000 -1.5990 -.8544
3 -1.52333* .11626 .000 -1.8956 -1.1510
4 -2.07667* .11626 .000 -2.4490 -1.7044
2 1 1.22667* .11626 .000 .8544 1.5990
3 -.29667 .11626 .125 -.6690 .0756
4 -.85000* .11626 .000 -1.2223 -.4777
3 1 1.52333* .11626 .000 1.1510 1.8956
2 .29667 .11626 .125 -.0756 .6690
4 -.55333* .11626 .006 -.9256 -.1810
4 1 2.07667* .11626 .000 1.7044 2.4490
2 .85000* .11626 .000 .4777 1.2223
3 .55333* .11626 .006 .1810 .9256
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 18. Hasil Pengujian Analisa Karbohidrat Uji Anova dan Uji Lanjut
Tuckey Bubur Bayi Instan
ANOVA
Karbohidrat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 76.980 3 25.660 168.465 .000
Within Groups 1.219 8 .152
Total 78.199 11
62
Multiple Comparisons
Karbohidrat
Tukey HSD
(I)
Sampe
l_2
(J)
Sampe
l_2
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 1.56000* .31866 .005 .5395 2.5805
3 4.63667* .31866 .000 3.6162 5.6571
4 6.46667* .31866 .000 5.4462 7.4871
2 1 -1.56000* .31866 .005 -2.5805 -.5395
3 3.07667* .31866 .000 2.0562 4.0971
4 4.90667* .31866 .000 3.8862 5.9271
3 1 -4.63667* .31866 .000 -5.6571 -3.6162
2 -3.07667* .31866 .000 -4.0971 -2.0562
4 1.83000* .31866 .002 .8095 2.8505
4 1 -6.46667* .31866 .000 -7.4871 -5.4462
2 -4.90667* .31866 .000 -5.9271 -3.8862
3 -1.83000* .31866 .002 -2.8505 -.8095
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 19. Hasil Pengujian Analisa Kadar Serat Pangan Uji Anova dan Uji
Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan
ANOVA
Serat_Pangan
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 3.938 3 1.313 48.766 .000
Within Groups .215 8 .027
Total 4.153 11
63
Multiple Comparisons
Serat_Pangan
Tukey HSD
(I)
Sampe
l_2
(J)
Sampe
l_2
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 -.99333* .13396 .000 -1.4223 -.5644
3 -1.31667* .13396 .000 -1.7456 -.8877
4 -1.47333* .13396 .000 -1.9023 -1.0444
2 1 .99333* .13396 .000 .5644 1.4223
3 -.32333 .13396 .152 -.7523 .1056
4 -.48000* .13396 .029 -.9090 -.0510
3 1 1.31667* .13396 .000 .8877 1.7456
2 .32333 .13396 .152 -.1056 .7523
4 -.15667 .13396 .661 -.5856 .2723
4 1 1.47333* .13396 .000 1.0444 1.9023
2 .48000* .13396 .029 .0510 .9090
3 .15667 .13396 .661 -.2723 .5856
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 20. Hasil Pengujian Analisa Kadar Antosianin Uji Anova dan Uji Lanjut
Tuckey Bubur Bayi Instan
ANOVA
Antosianin
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 607.136 3 202.379 7.418 .011
Within Groups 218.252 8 27.281
Total 825.388 11
64
Multiple Comparisons
Antosianin
Tukey HSD
(I)
Sampe
l_2
(J)
Sampe
l_2
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 11.78333 4.26470 .093 -1.8737 25.4404
3 13.16000 4.26470 .059 -.4971 26.8171
4 19.73000* 4.26470 .007 6.0729 33.3871
2 1 -11.78333 4.26470 .093 -25.4404 1.8737
3 1.37667 4.26470 .988 -12.2804 15.0337
4 7.94667 4.26470 .314 -5.7104 21.6037
3 1 -13.16000 4.26470 .059 -26.8171 .4971
2 -1.37667 4.26470 .988 -15.0337 12.2804
4 6.57000 4.26470 .459 -7.0871 20.2271
4 1 -19.73000* 4.26470 .007 -33.3871 -6.0729
2 -7.94667 4.26470 .314 -21.6037 5.7104
3 -6.57000 4.26470 .459 -20.2271 7.0871
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 21. Hasil Pengujian Analisa Viskositas Uji Anova dan Uji Lanjut Tuckey
Bubur Bayi Instan
ANOVA
Viskositas
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 268.063 3 89.354 87.890 .000
Within Groups 8.133 8 1.017
Total 276.197 11
65
Multiple Comparisons
Viskositas
Tukey HSD
(I)
Sampe
l_2
(J)
Sampe
l_2
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 -4.20000* .82327 .004 -6.8364 -1.5636
3 -13.06667* .82327 .000 -15.7031 -10.4303
4 -5.06667* .82327 .001 -7.7031 -2.4303
2 1 4.20000* .82327 .004 1.5636 6.8364
3 -8.86667* .82327 .000 -11.5031 -6.2303
4 -.86667 .82327 .725 -3.5031 1.7697
3 1 13.06667* .82327 .000 10.4303 15.7031
2 8.86667* .82327 .000 6.2303 11.5031
4 8.00000* .82327 .000 5.3636 10.6364
4 1 5.06667* .82327 .001 2.4303 7.7031
2 .86667 .82327 .725 -1.7697 3.5031
3 -8.00000* .82327 .000 -10.6364 -5.3636
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 22. Hasil Pengujian Analisa Daya Serap Uji Anova dan Uji Lanjut Tuckey
Bubur Bayi Instan
ANOVA
Daya_Serap
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 15033.333 3 5011.111 2.011 .191
Within Groups 19933.333 8 2491.667
Total 34966.667 11
66
Multiple Comparisons
Daya_Serap
Tukey HSD
(I)
Sampe
l_2
(J)
Sampe
l_2
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 -40.00000 40.75673 .764 -170.5174 90.5174
3 -73.33333 40.75673 .340 -203.8507 57.1841
4 -93.33333 40.75673 .180 -223.8507 37.1841
2 1 40.00000 40.75673 .764 -90.5174 170.5174
3 -33.33333 40.75673 .845 -163.8507 97.1841
4 -53.33333 40.75673 .583 -183.8507 77.1841
3 1 73.33333 40.75673 .340 -57.1841 203.8507
2 33.33333 40.75673 .845 -97.1841 163.8507
4 -20.00000 40.75673 .959 -150.5174 110.5174
4 1 93.33333 40.75673 .180 -37.1841 223.8507
2 53.33333 40.75673 .583 -77.1841 183.8507
3 20.00000 40.75673 .959 -110.5174 150.5174
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 23. Hasil Uji Organoleptik Rasa Panelis Ibu Bayi Dengan Pengujian
Anova dan Uji Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan
ANOVA
Warna
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 50.053 3 16.684 28.378 .000
Within Groups 174.027 296 .588
Total 224.080 299
67
Multiple Comparisons
Warna
Tukey HSD
(I)
Sampe
l
(J)
Sampe
l
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
A1 A2 .69333* .12521 .000 .3698 1.0168
A3 1.08000* .12521 .000 .7565 1.4035
A4 .89333* .12521 .000 .5698 1.2168
A2 A1 -.69333* .12521 .000 -1.0168 -.3698
A3 .38667* .12521 .012 .0632 .7102
A4 .20000 .12521 .382 -.1235 .5235
A3 A1 -1.08000* .12521 .000 -1.4035 -.7565
A2 -.38667* .12521 .012 -.7102 -.0632
A4 -.18667 .12521 .444 -.5102 .1368
A4 A1 -.89333* .12521 .000 -1.2168 -.5698
A2 -.20000 .12521 .382 -.5235 .1235
A3 .18667 .12521 .444 -.1368 .5102
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 24. Hasil Uji Organoleptik Rasa Panelis Ibu Bayi Dengan Pengujian
Anova dan Uji Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan
ANOVA
Rasa
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 12.080 3 4.027 5.081 .003
Within Groups 76.080 96 .792
Total 88.160 99
68
Multiple Comparisons
Rasa
Tukey HSD
(I)
Sampe
l_3
(J)
Sampe
l_3
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 .56000 .25179 .124 -.0983 1.2183
3 .76000* .25179 .017 .1017 1.4183
4 .92000* .25179 .002 .2617 1.5783
2 1 -.56000 .25179 .124 -1.2183 .0983
3 .20000 .25179 .857 -.4583 .8583
4 .36000 .25179 .484 -.2983 1.0183
3 1 -.76000* .25179 .017 -1.4183 -.1017
2 -.20000 .25179 .857 -.8583 .4583
4 .16000 .25179 .920 -.4983 .8183
4 1 -.92000* .25179 .002 -1.5783 -.2617
2 -.36000 .25179 .484 -1.0183 .2983
3 -.16000 .25179 .920 -.8183 .4983
*. The mean difference is significant at the 0.05 level
.
Lampiran 25. Hasil Uji Organoleptik Rasa Panelis Bayi Dengan Pengujian Anova
dan Uji Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan
ANOVA
Bayi
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 27.470 3 9.157 18.498 .000
Within Groups 47.520 96 .495
Total 74.990 99
69
Multiple Comparisons
Bayi
Tukey HSD
(I)
Sampe
l_3
(J)
Sampe
l_3
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 .88000* .19900 .000 .3597 1.4003
3 1.12000* .19900 .000 .5997 1.6403
4 1.40000* .19900 .000 .8797 1.9203
2 1 -.88000* .19900 .000 -1.4003 -.3597
3 .24000 .19900 .625 -.2803 .7603
4 .52000 .19900 .050 -.0003 1.0403
3 1 -1.12000* .19900 .000 -1.6403 -.5997
2 -.24000 .19900 .625 -.7603 .2803
4 .28000 .19900 .498 -.2403 .8003
4 1 -1.40000* .19900 .000 -1.9203 -.8797
2 -.52000 .19900 .050 -1.0403 .0003
3 -.28000 .19900 .498 -.8003 .2403
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 26. Hasil Uji Organoleptik Aroma Dengan Pengujian Anova dan Uji
Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan
ANOVA
Aroma
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 24.987 3 8.329 10.216 .000
Within Groups 241.333 296 .815
Total 266.320 299
70
Multiple Comparisons
Aroma
Tukey HSD
(I)
Sampe
l
(J)
Sampe
l
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 .41333* .14745 .028 .0324 .7943
3 .65333* .14745 .000 .2724 1.0343
4 .74667* .14745 .000 .3657 1.1276
2 1 -.41333* .14745 .028 -.7943 -.0324
3 .24000 .14745 .365 -.1410 .6210
4 .33333 .14745 .110 -.0476 .7143
3 1 -.65333* .14745 .000 -1.0343 -.2724
2 -.24000 .14745 .365 -.6210 .1410
4 .09333 .14745 .921 -.2876 .4743
4 1 -.74667* .14745 .000 -1.1276 -.3657
2 -.33333 .14745 .110 -.7143 .0476
3 -.09333 .14745 .921 -.4743 .2876
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 27. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Dengan Pengujian Anova dan Uji
Lanjut Tuckey Bubur Bayi Instan
ANOVA
Tekstur
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
Groups 28.013 3 9.338 12.452 .000
Within Groups 221.973 296 .750
Total 249.987 299
71
Multiple Comparisons
Tekstur
Tukey HSD
(I)
Sampe
l
(J)
Sampe
l
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
1 2 .44000* .14141 .011 .0746 .8054
3 .62667* .14141 .000 .2613 .9920
4 .82667* .14141 .000 .4613 1.1920
2 1 -.44000* .14141 .011 -.8054 -.0746
3 .18667 .14141 .551 -.1787 .5520
4 .38667* .14141 .033 .0213 .7520
3 1 -.62667* .14141 .000 -.9920 -.2613
2 -.18667 .14141 .551 -.5520 .1787
4 .20000 .14141 .491 -.1654 .5654
4 1 -.82667* .14141 .000 -1.1920 -.4613
2 -.38667* .14141 .033 -.7520 -.0213
3 -.20000 .14141 .491 -.5654 .1654
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
72
Lampiran 28. Dokumentasi Penelitian
a. Umbi Uwi Ungu b. Hasil Irisan Umbi Uwi c. Proses Pengeringan Umbi Uwi d. Tepung Umbi Uwi e.Proses Pregelatinisasi Tepung Umbi Uwi f. Sampel diratakan pada talang
73
g. Sampel Tepung Pregelatinisasi h. Proses Penepungan
i. Proses Pengeringan Sampel Kedelai j. Sampel Kedelai Kering
k. Pengujian Antosianin l. Pengujian Lemak