antropologi sosiologi kesehatan - UMI Repository

176
i

Transcript of antropologi sosiologi kesehatan - UMI Repository

i

i

ANTROPOLOGI SOSIOLOGI KESEHATAN

Penulis

Dra. Nurbaeti, M.Kes

Dr. Sundari, S.ST.,M.PH

Nurlina, S.ST.,M.Kes

Penerbit CV. Cahaya Bintang Cemerlang

ii

ANTROPOLOGI SOSIOLOGI KESEHATAN

Penulis:

Dra. Nurbaeti, M.Kes

Dr. Sundari, S.ST.,M.PH

Nurlina, S.ST.,M.Kes

ISBN 978-623-6032-21-3

Editor :

Prof. Dr. Hj. Kembong Daeng, M.Hum

Penyunting:

Harmawati, S.Sos

Desain Sampul dan Tata Letak

Muh. Yunus Nabbi

Penerbit:

Percetakan CV. CAHAYA BINTANG CEMERLANG

Redaksi :

Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo BTN Indira Residence Blok E No. 10

Sungguminasa Kab. Gowa

No. HP: 085290480054

Email : [email protected]

Distributor Tunggal

Percetakan CV. CAHAYA BINTANG CEMERLANG

Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo BTN Indira Residence Blok E No. 10

Sungguminasa Kab. Gowa

No. HP: 085256649684/ WA: 085290480054

http//cv-cahayabintangcemerlang.co.id

Anggota UMKM Nomor : 04933-0615-20

Anggota IKAPI Nomor : 027/SSL/2020

Cetakan Pertama, Januari 2022

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara

Apapun tanpa ijin tertulis dari Penerbit.

iii

KATA PENGANTAR

Rasa Syukur yang sedalam-dalamnya kami sampaikan

kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala yang maha pengasih dan

penyayang karena berkat kemudahannya maka buku “Antropologi

Sosiologi Kesehatan” ii dapat terselesaikan. Buku Antropologi

Sosiologi Kesehatan disusun sebagai mata kuliah wajib setiap

mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Program Studi

Kebidanan. Buku ini ditujukan agar dapat memberikan arahan bagi

mahasiswa menambah pengetahuan tentang pentingnya memahami

kebudayaan dan interaksi dalam kehidupan masyarakat.

Buku Antropologi Sosiologi Kesehatan merupakan alat bantu

dalam menerapkan Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kebidanan.

Dengan demikian buku ini secara berkala akan direvisi berdasarkan

kurikulum yang berlaku dan kondisi perkembangan masyarakat.

Penyusunan buku ini memerlukan waktu dan pemikiran mendalam.

Oleh karena itu kritik membangun dan saran dari berbagai pihak akan

bermanfaat guna penyempurnaan buku ini dimasa mendatang.

Akhirnya penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada

semua pihak, terutama kepada suami dan anak-anak kami yang

memberikan dukungan dari penyusunan hingga terbitnya buku ini.

Semoga buku ini meberi manfaat dan informasi bagi para pembaca

dan penulis khususnya.

Makassar, Januari 2022

Penyusun

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................... i

HALAMAN REDAKSI PENERBIT ............................................... ii

KATA PENGANTAR ..................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................... iv

BAB I ANTROPOLOGI SOSIOLOGI ...................................... 1

A. Pengertian Antropologi ................................................... 1

B. Pengertian Sosiologi ..................................................... 4

C. Ruang Lingkup Kajian Antrosos ................................... 5

D. Hubungan Sosiologi & Antropologi .............................. 6

E. Masyarakat Terasing Di Indonesia ................................. 8

BABII KEBUDAYAAN ............................................................... 19

A Konsep Kebudayaan ....................................................... 19

B. Wujud Kebudayaan ........................................................ 21

C. Unsur Kebudayaan ......................................................... 22

D. Kepribadian ................................................................... 23

E. Susunan Kepribadian ..................................................... 23

F. Pembentukan Kepribadian ............................................. 25

G. Kebudayaan dan Pengaruhnya Terhadap

Kepribadian .................................................................... 26

BAB III STRUKTUR SOSIAL, INDIVIDU, KELUARGA

MASYARAKAT ............................................................. 31

A. Struktur Sosial ................................................................ 31

B. Pengertian Individu ......................................................... 35

C. Pengertian Masyarakat ................................................... 36

D. Hubungan Individu dan Masyarakat .............................. 38

E. Keuarga .......................................................................... 40

F. Struktur dan Prnata Sosial .............................................. 42

BAB IV TEORI PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA .................... 46

A. Teori Tehnologi dan Ketertinggalan oleh W.F.Ogbun .. 46

B. Teori Perubahan Budaya oleh Bronislaw Malinowski .. 47

C. Teori Perubahan Sosial Budaya ..................................... 47

D. Faktor-faktor Menyebabkan Perubahan-Perubahan

Sosial dan Kebudayaan .................................................. 48

E. Dampak Perubahan Sosbud Terhadap

Kehidupan Masyarakat ................................................. 51

v

F. Dampak Perubahan Budaya Terhadap

Kehidupan Masyarakat .................................................... 52

BAB V LEMBAGA/PRANATA SOSIAL ................................... 56

A. Institusi Sosial ................................................................ 58

B. Baasan Pengertian .......................................................... 59

C. Proses Pertumbuhan Lembaga Sosial ............................ 60

D. Fungsi Lembaga Sosial .................................................. 65

E. Ciri-Ciri Dan Tipe Lembaga Kemasyarakatan ............... 66

BAB VI PROSES-PROSES SOSIAL ........................................... 69

A. Pembatasan Pengertian .................................................. 69

B. Interaksi Sosial ............................................................... 70

C. Syarat-Syarat Interaksi Sosial ........................................ 71

D. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ..................................... 72

BAB VII SOSIOLOGI KESEHATAN ........................................... 75

BAB VIII KONSEP DASAR SOSIOLOGIS, NILAI/NORMA

KESEHATAN ............................................................... 80

BAB IX MODEL-MODEL PERUBAHAN PERILAKU .......... 86

BAB X LAYANAN KESEHATAN DAN TANTANGAN

PERUBAHAN SOSIAL .................................................. 92

BAB XI MAKANAN: MAKNA BUDAYA DAN KESEHATAN

.......................................................................................................... 100

BAB XII SIKLUS HIDUP, KESEHATAN, DAN PERAN SOSIAL

.......................................................................................................... 107

BAB XIII BUDAYA DALAM PERSALINAN ........................... 114

BAB XIV BUDAYA PERSALINAN DI LUAR NEGERI ........... 139

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 148

SOAL LATIHAN ............................................................................ 155

BIODATA PENULIS ...................................................................... 168

1

BAB I

ANTROPOLOGI SOSIOLOGI

A. Pengertian Antropologi

Istilah antropologi berasal dari bahasa Yunani asal kata

antropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Dengan demikian

secara harfiah antropologi berarti ilmu tentang manusia. Para ahli

antropologi (antropolog) sering mengemukakan bahwa antropologi

merupakan studi tentang umat manusia yang berusaha menyusun

generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan

untuk memperoleh pengertian ataupun

Jadi antropologi merupakan ilmu yang berusaha mencapai

pengertian atau pemahaman tentang manusia dengan mempelajari

aneka warna, bentuk fisik masyarakat dan kebudayaannya.

Beberapa defenisi antropologi dari para ahli:

1. William A, Haviland; antropologi adalah studi tentang umat

manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian

yang lengkap tentang beraneka ragam manusia.

2. David Hunter; antropologi adalah ilmu yang lahir dari

keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.

3. Koentjaraningrat; antropologi adalah ilmu yang mempelajari

umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka

warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang

dihasilkan.

4. Coral Ender dan Malvin ember; menyatakan bahwa antropologi

adalah ilmu yang mempelajari keanekaragaman manusia di

dunia, hal yang dipelajari tidak hanya manusia yang hidup

sekarang, tetapi juga manusia yang sudah pernah dan hidup

jutaan tahun yang lalu

Dari beberapa defenisi di atas dapat disusun pengertian

sederhana, antropologi yaitu sebuah ilmu yang mempelajari

manusia dari segi keanekaragaman, ciri fisik serta kebudayaan

(cara berperilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan

sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-

beda.

Menurut Koentjaranigrat, pada dasarnya konsep dasar dari

antropologi mencakup lima pokok permasalahan kajian mengenai

2

manusia.

Kajian permasalahan tersebut yakni:

1. Masalah sejarah terjadinya dan perkembangan manusia

mislanya mahluk biologis.

2. Masalah sejarah terjadinya aneka warna manusia berdasarkan

ciri-ciri tubuhnya.

3. Masalah persebaran dan terjadinya keragaman bahasa

yang diucapkan manusia.

4. Masalah perkembangan, persebaran dan terjadinya aneka

warna Kebudayaan manusia dan

5. Masalah dasar-dasar dan keragaman kebudayaan dalam

kehidupan masyarakat dan suku-suku bangsa di seluruh dunia

dewasa ini.

Untuk memecahkan kelima masalah tersebut, maka

antropologi secara umum dapat digabungkan dalam dua bagian

yaitu :

1. Antropologi fisik

2. Antropologi budaya

Ad. 1. Antropologi Fisik

Antroplogi fisik adalah mencacat, menelaah manusia

sebagai mahluk fisik yang tumbuh dan berkembang sehingga

terjadinya keanekaragaman mahluk manusia, ciri-ciri tubuh

seperti kulit, warna dan bentuk rambut, indeks tengkorak,

bentuk muka, warna mata, bentuk hidung, tinggi dan bentuk

serta ciri-ciri genotype seperti golongan darah.

Antropologi fisik terbagi ke dalam 2 bagian yaitu :

a. Paleo antropologi adalah merupakan ilmu bagian dari

antropologi fisik yang mencoba menelaah tentang asal usul

atau terjadinya perkembangan mahluk manusia seperti sisa

tubuh dan fosil manusia.

b. Samatologi adalah menelaah tentang variasi alam

keanekaragaman ras manusia melalui ciri-ciri tubuh

manusia secara keseluruhan. Seperti ciri-ciri fenotive dan

ciri-ciri genotife:

- Ciri-ciri fenotifa merupakan ciri lahiriah dari diri yang

dihasilkan karena interaksi antara ciri-ciri keturunan dan

3

lingkungannya seperti warna kulit, rambut, bentuk mata,

hidung, bibir, mute dsb.

- Ciri-ciri genotife didasarkan pada analisa kimiawi

terhadap gen ras (keturunan).

Ad. 2. Antropologi budaya

Antropologi budaya ialah bagian dari antropologi yang

mengkaji aneka kebudayaan manusia di muka bumi ini. Salah

satu pendekatannya adalah dengan membandingkan

kebudayaan berbagai bangsa, pendekatan ini disebut dengan

lintas budaya.

Antropologi budaya mempelajari kebudayaan berbagai

bangsa di dunia serta perubahannya. Kebudayaan yang

dipelajari serta perubahannya. Kebudayaan yang dipelajari

tidak hanya kebudayaan manusia yang masih hidup tetapi juga

kebudayaan dari manusia yang sudah lama berlalu.

Oleh karena itu antropologi budaya sangat berkaitan

dengan penelaahan tentang hal-hal yang berhubungan dengan

kebudayaan seperti ilmu pengetahuan, bahasa, kepercayaan

hukum, agama, keberadaan dan larangan-larangannya.

Berdasarkan bidang kajiannya antropologi budaya di

bag! berdasarkan kajian khusus, yaitu :

a. Arkeologi ialah ilmu yang mempelajari kebudayaan

sebelum manusia mengenal tulisan termasuk di dalamnya

perkembangan dan penyebaran kebudayaan.

b. Etnologi adalah merupakan ilmu bagian dari antropologi

budaya yang mencoba menelusuri asas-asas manusia

seperti;

- Mempelajari pola-pola kelakuan masyarakat, seperti

adat istiadat, perkawinan

- Mempelajari dinamika kebudayaan seperti perubahan

dan perkembangan kebudayaan serta bagaimana dapat

mempengaruhi kebudayaan lain.

c. Antropologi linguistik, mempelajari bahasa-bahasa

berbagai suku bangsa di dunia. Bahasa memegang peranan

penting dalam mempelajari kebudayaan suatu masyarakat,

karena melalui bahasa kebudayaan dapat diturunkan dari

generasi ke generasi berikutnya.

4

d. Antropologi sosial budaya, adalah mengkaji tentang

masyarakat, dalam perkembangan antropologi social

budaya dan bergerak di bidang kependudukan, pendidikan,

kelihatan, hukum, politik, psikologi, dll.

B. Pengertian Sosiologi

Sosiologi termasuk kelompok ilmu-ilmu sosial (social

science), sosiologi juga disebut ilmu kemasyarakatan, sosiologi

sebagai ilmu muncul pada abad ke-19, dipopulerkan oleh seorang

filosof prancis yang bernama Augustecomte (1798-1853). Menurut

A.comte, sosiologi berasal dari kata latin, sociens artinya teman

atau sesame dan logos dari kata Yunani artinya cerita jadi berarti

bercerita tentang teman atau kawan (masyarakat).

Sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang

tersusun dari hasil-hasil penelitian ilmiah dan dapat dikontrol

secara kritis oleh orang lain atau manusia. Beberapa senyawa

memberikan defenisi tentang sosiologi sebagai berikut.

1. Pltirim A. Sorokin, sosiologi adalah suatu ilmu yang

mempelajari:

a. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam

gejala social (misalnya, gejala ekonomi, agama, keluarga dan

moral, dsb)

b. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala social

dengan gejala social (misalnya gejala geografis, biologis dan

sebagainya)

c. Cirri-ciri umum dari semua jenis gejala sosial

2. Roucek dan Warren; sosiologi adalah ilmu yang mempelajari

hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompok.

3. William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkof; sosiologi adalah

penelitian secara ilmiah terhadap interaksi social dan hasilnya

yaitu organisasi social.

4. Alex Weber; sosioiogi adalah ilmu yang berupaya memahami

tindakan social.

5. Seto Soemardjan dan Soelaiman Soemardi ; sosiologi adalah

ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur social dan

proses-proses social termasuk perubahan social.

6. Soerjono Soekamto; (sosiologi suatu pengantar), sosiologi

5

adalah ilmu social yang murni, abstrak, rasional dan empiris,

bersifat umum, menurut pengertiannya, hakekat sosiologi adalah

sebagai berikut:

1) Sosiologi adalah ilmu social

2) Sosiologi bukan merupakan disiplin ilmu normative,

melainkan disiplin ilmu kategori yang membatasi dirt pada

kejadian dewasa ini, bukan apa yang terjadi atau seharusnya

terjadi.

3) Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan murni bukan ilmu

pengetahuan terapan. Misalnya, para sosiologi pendapat yang

berguna untuk petugas administrasi, pembentuk undang-

undang diplomat, guru-guru dan sebagainya.

4) Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan abstrak, bukan ilmu

pengetahuan konkret dalam sosiologi yang diperhatikan

adalah bentuk dan pola peristiwa-peristiwa masyarakat.

5) Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola

umum, serta mencari prinsip-prinsip dan hukum-hukum

umum dari interaksi manusia, sifat, hakekat, bentuk, is! dan

struktur masyarakat manusia.

6) Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan

rasional. Hal ini menyangkut metode yang digunakan.

7) Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, bukan

pengetahuan khusus.

Dengan melihat uraian dari para ahli, dapat disimpulkan

bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang berdiri

sendiri dan mempunyai objek studi tersendiri. Sosiologi termasuk

ilmu pengetahuan karena di dalamnya mengandung pengetahuan

yang tersusun secara sistematis, yang dapat dipahami akal

pikiran, dapat ditelaah, serta dapat dikontrol secara kritis (dapat

dilihat kesalahan dan kekeliruannya) oleh orang lain yang ingin

mengetahuinya.

C. Ruang Lingkup Kajian Antropologi Sosiologi

Objek kajian antropologi sosiologi sangat dekat, terutama

antropologi budaya, jika sosiologi membahas tentang hubungan

social antar warga masyarakat, hasil hubungan sosial itu adalah

budaya oleh karena itu para ahli mengatakan bahwa hubungan

6

antara masyarakat dan budaya adalah hubungan system.

Secara garis besar kajian antropologi adalah :

1. Asal usul manusia

2. Evolusi fisik manusia

3. Keanekaragaman bentuk fisik manusia atau ras

4. Kebudayaan

5. Berbagai kemampuan manusia menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Ruang lingkup sosiologi mencakup semua

interaksi yang berlangsung antar individu dengan individu,

individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok

dan lingkungan masyarakat sosiologi mengkaji beberapa ha)

antara lain:

1. Ekonomi beserta kegiatan usahanya

2. Masalah kewenangan yang berkaitan yang dialami warganya

3. Persoalan sejarah.

D. Hubungan Sosiologi dengan Antropologi

Objek kajian sosiologi adalah masyarakat, dan masyarakat

selalu berkebudayaan, masyarakat dan kebudayaan tidak sama,

tetapi berhubungan erat, masyarakat menjadi kajian pokok

sosiologi dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi.

Menurut Ralphlinton masyarakat menunjuk pada

segolongan manusia yang pandai dan bekerjasama, sedangkan kata

kebudayaan menunjuk pada cara hidup yang khas dari golongan

manusia tersebut. Dengan kata lain, masyarakat merupakan fungsi-

fungsi yang asasi dalam hubungan manusia, sedangkan kebudayaan

adalah cara fungsi itu dilaksanakan.

Masyarakat berhubungan dengan susunan dan proses

hubungan antar manusia dan golongan; kebudayaan berhubungan

dengan isi/corak dengan hubungan yang ada, karena itu keduanya

baik masyarakat dan kebudayaan penting bagi sosiologi dan

antropologi.

Oleh karena dua disiplin ilmu yang terkait sangat erat

sosiologi memusatkan perhatiannya kepada interaksi sosial dalam

masyarakat, sedangkan antropologi mengkaji nilai-nilai budaya

yang menjadi latar belakang atau acuan bagi manusia dalam

melakukan interaksi. Ringkasnya, sosiologi mempelajari

7

masyarakat, sedangkan antropologi mempelajari budaya, kita

mengetahui bahwa antara masyarakat dan kebudayaan adalah dua

unsur yang tidak dapat dipisahkan.

Masyarakat menjadi wadah bagi perkembangannya

kebudayaan dan kebudayaan menjadi isi atau jiwa yang

mengakibatkan masyarakat menjadi hidup dan berkembang.

Berdasarkan sejarah dan pokok kajian antropologi dan di

sosiologi dibedakan sebagai berikut:

- Antropologi lahir dari lingkungan masyarakat bersahaya

(masyarakat sederhana) yaitu untuk kepentingan kolonialisme

bagi bangsa-bangsa Eropa. Pada waktu itu antropologi lebih

dikenal sebagai etnologi yang menggambarkan dengan lengkap

tentang suku-suku bangsa yang masih sederhana dan

terbelakang. Gambaran menyeluruh tersebut sangat membantu

para colonial yang umumnya bangsa Eropa untuk memasuki dan

menaklukkan daerah-daerah baru tetapi kaya dengan sumber

daya alamnya.

- Sosiologi lahir dari kalangan masyarakat industri yang relatif

lebih maju seperti Amerika, Inggris dan Prancis

Lahirnya sosiologi pada awalnya adalah untuk memahami

hubungan manusia dalam masyarakat yang terkotak-kotak

seperti kaum Borjuis dan Proletar.

Kaum borjuis adalah kelompok pemilik modal yang

menguasai perekonomian Kaum proletar adalah orang-orang yang

dikuasai dan menjadi “hamba” kaum borjuis. Akibatnya timbul

berbagai gejolak dalam masyarakat yang intinya perjuangan hak-

hak kaum proletar yang umumnya terdiri dari para buruh.

Masa sekarang atau transisi sosiologi bersama antropologi

mengkaji masyarakat transisi atau peralihan proses saling

mempengaruhi antara unsur-unsur tradisional dan unsur-unsur non

tradisional. Sedangkan sosiologi memperhatikan unsur-unsur non

tradisional /baru. Hal ini disebabkan adanya pertemuan antara

masyarakat dan kebudayaan lain serta suasana kata modern yang

dipengaruhi desa, makin berkurangnya masyarakat primitive di

dunia, mengakibatkan makin mendekatnya kedua item tersebut

meskipun masih ada perbedaannya.

8

E Masyarakat Terasing Di Indonesia

Masyarakat terasing merupakan kelompok masyarakat

yang karena loyalitasnya terpencil dan terisolir mengalami

keterbatasan komunikasi denganmasyarakat lain serta pelayanan

pemerintah sehingga mengakibatkan keterbelakangan dalam

penghidupan dan tertinggal dalam proses perkembangan

kehidupan dibidang agama, politik, ideologi, ekonomi, sosial dan

budaya (Suparlan, 1995:512). Menurut Departemen sosial

masyarakat terasing sebagai bagian dari masyarakat Indonesia,

masih mengalami berbagai permasalahan sosial meliputi berbagai

segi kehidupan dan penghidupan yang perlu memperoleh

pembinaan secara sistematik untuk meningkatkan taraf

kehidupannya. Masyarakat terasing adalah sekelompok

masyarakat yang memiliki kesamaan ciri fisik, budaya dan

mendalami wilayah tertentu yang terpencil sulit dijangkau dan

secara geografis terisolasi, sehingga mengalami kesulitan dalam

berinteraksi sosial (budaya) dengan masyarakat diluar mereka.

Dilihat dari keberadaan lokasi masyarakat terasing dapat

dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu:

1) Mereka yang hidup di dataran tinggi seperti suku Dani, Ngalum,

Ekari di Irian Jaya.

2) Mereka yang hidup di pedalaman (dataran rendah, hutan atau

sekitar hutan misalnya suku Dayak Kenyah, Punan, Iban, Wana,

Anak Dalam dan sebagainya).

3) Mereka yang hidup di pantai atau di rawa-rawa seperti suku

Asmat, Askit, Bonai, Marin, dan lain-lain.

4) Mereka yang mengembara di laut seperti orang Bajo dan suku

lau

9

Gambar Suku Dani

Gambar Suku Dayak

10

Gambar Suku Bajoe

Selain dari keberadaaan masyarakat terasing juga

dikelompokkan dalam

Tingkat kondisi kehidupan dan penghidupannya, yakni:

1) Masyarakat berkelana.

2) Masyarakat menetap sementara.

3) Masyarakat menetap.

Kehidupan mereka ini harus menghadapi dan menyesuaikan

diri dengan lingkungan di sekelilingnya agar dapat menganbil bahan

makanan. Apabila dilaut dan dirawa mereka menjadi nelayan untuk

menangkap ikan, bila dilingkungan berupa hutan mereka akan

berburu dan mencari makanannya (Soekanto,1990).

Keadaan masyarakat terasing pada umumnya dapat

digambarkan sebagai berikut:

1) Hidup dalam kelompok kecil, berpencar dan sulit dijangkau.

2) Kehidupannya tergantung dengan alam sekitar.

3) Tata cara kehidupan sesuai dengan adat istiadat dan sulit

menerima perubahan.

4) Kepercayaan mereka masih dipengaruhi oleh tabu atau larangan

yang membatasiruang gerak mereka.

5) Penggunaan alatnya masih sangat sederhana.

6) Cara berproduksi mereka masih sangat substansi.

11

7) Mereka tertutup dangan pendatang baru, hal ini yang membuat

mereka sulitberadaptasi dengan budaya luar.

8) Sangat sedikit menerima pelayanan pembangunan dari

pemerintah, sehinggatingkat hidup mereka masih rendah. Pada

sisi lain permasalahan yang disandang oleh masyarakat terasing

dapatdisebutkan antara lain:

1) Pemenuhan sumber kehidupan yang sangat rendah.

2) Rasa aman terusik dengan pendatang baru.

3) Masih sulit beradaptasi dengan lingkungan social.

4) Terjadinya perubahan yang cepat akibat dari adanya

pembangunan.

5) Ruang hidup mereka semakin sempit dan terdesak.

6) Kehidupan masyarakat terasing yang sempurna ditandai

dengan ketidakmampuannya berinteraksi sosial dengan pihak

lain. Permasalahan masyarakat terasing yang komplek yang

akan menimbulkan dampak sebagai berikut:

1) Terjadi desparitas yang jauh dalam tingkat kesejahteraan

antar masyarakat terasing dengan masyarakat Indonesia

lainnya.

2) Dapat menimbulkan pandangan bahwa pembangunan

pemerintah belumberkembang secara merata.

3) Dapat mengurangi citra pembangunan Indonesia.

4) Belum sepenuhnya diwujudkan integrasi masyarakat

secara nasional dalam budaya bahasa Indonesia

Suku Anak Dalam merupakan bagian dari kelompok

minoritas yang ada dipulau sumatera tepatnya di daerah pedalaman

yang ada di Provinsi Jambi dengan jumlah populasi seluruhnya 2.951

kepala keluarga yang tersebar di berbagaikabupaten yaitu Kabupaten

Batanghari, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten

Merangin. Suku Anak Dalam hidup secara berkelompok dan tidak

dibatasi oleh wilayah tempat tinggal tertentu. Mereka bebas hidup

dengan kelompok lain namun tidak mudah untuk pindah dari

kelompoknya. Suku Anak Dalam atau yang biasa dikenal dengan

orang kubu biasa hidup dengan berpindah- pindah dari hutan satu ke

hutan yang lain dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Suku

anak dalam memiliki adat_istiadat seperti orang melayu lainnya dan

menjadi pegangan mereka dalam ikatan sosial. Suku Anak Dalam

12

atau yang biasa dikenal dengan orang rimba merupakan suku yang

menggantungkan kehidupanya terhadap hutan, baik itu dari berburu

maupun buah-buahan yang ada didalam hutan.

Kehidupan Suku Kubu

1) Pola Pemukiman

Kelompok suku Kubu di Bukit Duabelas, merupakan

salah satu kelompok yang bertekad untuk mengikuti gaya

kehidupan yang diturunkan oleh nenek moyang mereka sebaik

mungkin. Tempat pemukiman terdiri dari beberapa kediaman

yang terletak beberapa ratus meter dari rumah (Bubungan)

Temenggung Tarib. Bubungan bertiang yang didiami oleh

Temenggung Tarib terdiri dari dinding kayu, atap dari daun, yang

tinggin lantainya sekitar 2 meter dari tanah.kediaman ini lebih

sederhana, dengan tinggi lantainy sekitar setengah meter dari

tanah dan Lantainya dibuat dari batang kecil kayu bulat. Untuk

rumah sementara, misalnya waktu mereka memburu binatang

atau sedang pindah ke tempat lain saat istirahat, mereka membuat

pondok bernama sudung yang bentuknya lebih sederhana tanpa

lantai tetapi dengan atap dari daun kayu. Sudung itu cepat

dibangun untuk pelindungan di waktu malam. Semua keluarga

dalam satu kelompok Kubu punya tempat tinggal sendiri-sendiri

yang berjarak satu sama lain sekitar 5m sampai 10m. Dalam satu

kelompok terdiri dari 3 sampai 5 Bubungan (Rumah), dalam satu

Bubungan dihuni oleh satu keluarga yang beranggotakan rata-rata

4 orang sampai 7 orang suku kubu.

2) MataPencarian

a. Makanan dan Hasil Hutan

Secara tradisional pada dasarnya kebutuhan

makanan pokok dan kebutuhan lain dipenuhi oleh hutan.

Gaya hidup tradisional terdiri dari berburu dan meramu

(hunting and gathering). Makanan pokok mereka biasanya

terdiri atas ubi dan daging, terutama daging babi. Di hutan

mereka meramu buah-buahan, Umbi- umbian, dan damar

yang pada umumnya, tidakselalu, dilakukan oleh kaum

perempuan. Memburu binatang besar dilakukan oleh kaum

13

laki-laki dan pola berburu bergantung pada musim. Ada

beberapa jenis binatang yang ditangkap dengan cara dipanah

antara lain: babi hutan (Sus vitatur), babi jengkot (sus

barbatus) babi biasa (sus scrofa). Temasuk Rusa (Cervus

equimus) dan kijang (Cervulusmuntjac) Ketika Suku Kubu

menemukan pohon di hutan yang menjadi bagian tanah

tradisional mereka, dan pohon tersebut bernilai guna tinggi,

seperti pohon 7 kedondong dengan sarang lebah, atau durian

yang belum dimiliki orang maka orang Kubu bisa memberi

tanda kepemilikannya di batang atau sekitarnya supaya Suku

Kubu lain tahu pohon itu tidak harto samo (milik bersama),

tetapi milik pribadi. Radcliff-Brown menulis mengenai

penduduk pulauAndaman.

b. Peralatan

Suku Terasing didefinisikan sebagai orang yang

memiliki harta benda minimal, termasuk barang seni dan alat

teknologi yang minimal pula. Sebetulnya, gaya hidup Suku

Kubu hampir tabu untuk memiliki atau menambah harta

benda yang tidak termasuk kebutuhan primer atau memiliki

barang-barang yang menyulitkan untuk berpindah-pindah.

Kelihatannya menurut kosmologi Suku Kubu, mereka tidak

terdorong atau tergoda mempunyai harta benda. Mereka

mengutamakan alat-alat kehidupannya seperti alat pemanah

untuk berburu, Parang untuk pemotong dan kampak untuk

menebang pohonman,

3) Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan Suku Kubu adalahmatrilineal yang

sama dengan sistem kekerabatan budaya Minangkabau. Tempat

hidup pasca pernikahan adalah uxorilokal, artinya saudara

perempuan tetap tinggal didalam satu pekarangan sebagai sebuah

keluarga luas uxorilokal. Sedangkan saudara laki-laki dari

keluarga luas tersebut harus mencari istri diluar pekarangan

tempat tinggal. Dalam arti lain masyarakat Kubu menganut

sistem kekerabatan matrilineal dan poligami. Matrilineal, artinya

saudara perempuan tinggal bersama di kelompok orang tua dan

saudara laki-laki harus ikut kelompok isterinya. Poligami artinya

14

suaminya boleh mempunyai hubungan dengan beberapa istri.

Alasannya perempuan subur, mandul, dan janda harus dilindungi

sebagai sumber hidup.

Dalam hal perkawinan ada tiga jenis perkawinan, yaitu;

pertama dengan mas kawin. Kedua, dengan prinsip pencurahan,

yang artinya laki-laki sebelum menikah harus ikut mertua dan

bekerja di ladang dan berburu untuk dia membuktikan dirinya.

Ketiga, dengan pertukaran gadis, artinya gadis dari kelompok lain

bisa ditukar dengan gadis dari kelompok tertentu sesuai dengan

keinginan laki- laki dan gadis-gadis tersebut

4) Kepercayaan dan Kosmos Suku Kubu

Menurut salah satu mitos yang di ceritakan Suku Kubu,

mereka berasal dari Pagaruyung (Minangkabau) dan bersumpah

bahwa mereka tidak berkampung, dan tidak makan makanan

binatang yang dipelihara termasuk ayam, bebek, kambing dan

sapi. Makanan lain yang haram atautabu termasuk telur dan susu.

Dengan pengalaman hidup di hutan danpengalaman

interaksi terbatas dengan dunia luar, kepercayaan dan kosmologi

yang muncul dan unik serta 9 berbeda dari pola pikir masyarakat

umum. Kepercayaan suku Kubu masih bersifat animisme, mereka

mempunyai dewa kebaikan dan dewa keburukan.

Tujuan pembinaan kesejahteraan masyarakat terasing

adalah terwujudnyakondisi kehidupan dan penghidupan

masyarakat terasing, baik fisik, sosial budaya, dan sosial ekonomi

yang semakin membaik, serta terbebasnya dengan keterasingan

dan keterbelakangan, sehingga setra dengan integrasi dengan

masyarakat Indonesiapada umumnya. Sesuai dengan tujuan

tersebut, maka indikator keberhasilan pembinaan masyarakat

terasing adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan kebutuhan dasar hidup seperti makanan,

kesehatan, rumah danpendidikan.

2) Terbentuknya satuan-satuan permukiman masyarakat

terasing dan merka telahbertempat tinggal menetap dengan

senang dan tenang.

3) Meningkatkan taraf hidup peradaban ditandai dengan

kesediaan untuk menyekolahkan anak-anaknya.

4) Dapat berintegrasi dalam system kemasyarakatan bangsa

15

Indonesia

Program Pembinaan kesejahteraan masyarakat terasing

(PKSMT) merupakan suatu bentuk program yang dikeluarkan

oleh pemerintah yang tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial

RI Nomor 5/HUK/1994, sebagai bentuk program yang memiliki

tujuan untuk terentasnya masyarakat terasing dari ketertinggalan

dan terbelakangan di berbagai bidang dan dapat beradaptasi

dengan lingkungan sosial serta hidup sejajar dengan masyarakat

lain yang lebih maju dan pada akhirnya menjadi masyarakat

mandiri. PKSMT merupakan suatu upaya pembinaan yang

diberikan kepada kelompok masyarakat yang rawan sosial karena

keterbelakangan dan keterangsingan, dengan tujuan untuk

menciptakan kondisi sosial yang sesuai dengan kehidupan

masyarakat modern dan berpartisipasi dalam pembangunan.

Kegiatan PKSMT ini selalu berorientasi pada masyarakat yang

terisolasi dan berada di pedalaman pedesaan yang mengalami

keterbelakangan komunikasi dengan masyarakat yang lain.

PKSMT adalah program yang diperuntukkan untuk masyarakat

suku anak dalam, karena 10 pemerintah melihat bahwa suku anak

dalam sudah kehilangan kontak dengan perubahan umum dari

segi agama, politik, sosial, ekonomi dan budaya. Pemerintah

dalam hal ini selalu melakukan pembinaan bagi masyarakat Suku

Anak Dalam. Adapun bentuk PKSMT ini adalah bantuan rumah

atau pemukiman, mengenalkan cara-cara berproduksi,

mengenalkan budaya baru, pendidikan formal, dan mengajarkan

untuk berinteraksi dengan masyarakat lain (Yanto, 2016).

Menurut Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor

5/HUK/1994 tentang Program PKSMT memiliki proses untuk

melaksanakan program yaitu:

Tahapan Pelaksanaan

Program PKSMT dilaksanakan melalui sistem pembangunan

pemukiman sosial dengan cara:

1) mendayagunakan berbagai potensi serta sumber daya manusia,

sumber daya alam dan teknologi melalui pendekatan sosial

budaya.

16

2) mewujudkan tipe pemukiman ditempat asal, tipe pemukiman

ditempat baru, tipe stimulus pembinaan masyarakat serta tipe

kesepakatan dan rujukan

Tahap Pembinaan

Proses pembinaan merupakan rangakaian kegiatan

Pembinaan masyarakat secara komprehensif, terpadu dan

berkelanjutan selama kurun waktu tertentu. Proses pembinaan

masyarakat terasing sebagaimana terdiri dari tahap

a) persiapan

b) bimbingan

c) Pembinaan dan

d) pengalihan

Tahap persiapan

Tahap persiapan merupakan kegiatan untuk memperoleh

data dan informasi tentang keberadaan masyarakat terasing,

mengetahui tentang kondisi habitat dan penghidupan mereka,

memahami nilai sosial budaya dan aspirasi mereka serta

mengkondisikan masyarakat terasing agar siap menerima proses

perubahan kearah kemajuan. Tahap persiapan dilaksanakan melalui

kegiatan seperti orientasi masyarakat terasing, pendekatan social

budaya, motivasi sosial budaya, pemantapan persiapan pemukiman

sosial, dan penyiapan kondisi sosial masyarakat.

Tahap bimbingan

Tahap bimbingan merupakan kegiatan pengenalan dan

pemahaman tentang nilai_nilai sosial budaya baru dan pemberian

keterampilan yang lebih baik untuk dapat didayagunakan dalam

rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Tahap bimbingan

dilaksanakan seperti kegiatan bimbingan beradaptasi lingkungan,

bimbingan pemanfaatan bantuan, dan bimbingan pendayagunaan

sarana.

Tahap Pembinaan

Tahap Pembinaan merupakan kegiatan meningkatkan

kesadaran warga binaan untuk menumbuhkan sikap dan tekad

17

kemandiriannya dengan mendayagunakan sumber manusia, sumber

daya alam, dan teknologi melalui peningkatan berbagai bidang

keterampilan dan stimulasi agar terwujud kondisi kehidupan dan

penghidupan yang lebih baik. Tahap Pembinaan dilaksanakan melalui

kegiatan Pembinaan pemenuhan kebutuhan hidup, Pembinaan nilai

sosial budaya, Pembinaan kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial

Tahap pengalihan

Tahap pengalihan merupakan rangkaian kegiatan akhir

dalam proses pembinaan kesejahteraan masyarakat terasing. Tahap

pengalihan dilaksanakan melalui kegiatan evaluasi akhir,pemantapan

pengertian dan peran serta dibidang ipteksosbud, dan pengalihan

status pembinaan.

Organisasi pengelola program PKSMT yang diberikan

untuk SAD adalah Komunitas Adat Terpencil (KAT). KAT meupakan

organisasi yang berada dibawah kewenangan Dinas Sosial dibawah

Kabid Pemberdayaan Kesejahteraan Sosial yang mulai dibentuk pada

tahun 2014 dengan jumlah anggota 3 orang, yang pada mulanya

disebut dengan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Suku Anak

Dalam. UPTD terbentuk karena ada suku yang berasal dari Provinsi

Jambi yang masih mengalami keterasingan dan keterbelakangan yaitu

Suku Anak Dalam (SAD), namun perkembangan UPTD Suku Anak

Dalam tidak berlangsung lama. Kemudian pada tahun 2016

diperbaharui menjadi Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang

terbentuk karena adanya inisiatif dan kesepakatan bersama dari Dinas

Sosial. Pada pelaksanaan program PKSMT KAT bermitra dengan

LSM Pundi Sumatera dan juga perkumpulan Gereja GKSBS. LSM

Pundi Sumatera memiliki 12 anggota 2 orang, dipilih untuk ikut

membantu dalam program PKSMT. LSM Pundi Sumatera merupakan

fasilitator dalam pelaksanaan program PKSMT, sedangkan Gereja

GKSBS sebagai fasilitator dalam pemberian ilmu rohani atau agama.

Program yang dilaksanakan pemerintah untuk Suku Anak Dalam

adalah untuk membantu mengentaskan masyarakat terasing dari

ketertinggalan danterbelakang diberbagai bidang dan dapat

beradaptasi dengan lingkungan sosial serta hidup sejajar dengan

masyarakat lain yang lebih maju dan pada akhirnya menjadi

masyarakat mandiri. Teori struktur fungsional ini terdapat empat

18

fungsi yang diperlukan dalam sistem yang biasa disebut dengan

skema AGIL yaitu:

1) Adaption, menunjuk pada keharusan bagi sistem-sistem sosial

untuk menghadapi lingkungannya. Pelaksanaan program

PKSMT yang dilaksanakan oleh Komunitas Adat Terpencil

(KAT) dibawah kewenangan Dinas Sosial untuk sekelompok

Suku Anak Dalam sesuai dengan kehidupan mereka yang

nomaden (berpindah-pindah).

2) Goal Attainment, merupakan persyaratan yang tindakan

sekelompok masyarakat diarahkan pada tujuan-tujuannya, dan

untuk mencapai tujuan dari program PKSMT KAT menjalankan

program PKSMT ini dibantu oleh LSM Pundi Sumatera dan

Perkumpulan Gereja GKSBS.

3) Integration, merupakan persyaratan yang berhubungan dengan

internalisasi antara para anggota dalam sistem sosial itu, dengan

melaksanakan program PKSMT kepada SAD telah

memunculkan ikatan integrasi yang mulai baik antara SAD

sendiri dengan masyarakat lokal dimana terlihat saat mereka

bermukim satu kawasan yang sama, menjadikan mereka untuk

berbaur dan saling membantu ketika membutuhkan bantuan hal

tersebut tercermin saat SAD sedang melangsungkan pernikahan

salah satu keluarganya, masyarakat lokal ikut bergotong royong

untuk membantu proses pernikahan tersebut. Dan sebaliknya

SAD yang sudah terbuka dengan masyarakat luar hal tersebut

tercermin pada saat pelaksanaan gotong royong untuk

membangun prasarana olahraga, SAD ikut aktif didalamnya

untuk membantu

4) Latency, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara, dan

memperbaiki baik motivasi individual atau kultural yang

menciptakan dan menopang motivasi. Pemeliharaan nilai dan

norma memiliki perenan penting dalam kehidupan masyarakat,

dimana pendamping SAD membantu dalam pemeliharaan nilai

dan norma yang ada pada masyarakat SAD.

19

BAB II

KEBUDAYAAN

A. Pengertian Kebudayaan

Dalam ilmu Antropologi yang menjadikan berbagai cara

hidup manusia dengan berbagai macam sistem tindakan sebagai

obyek penelitian dan analisanya, aspek belajar itu merupakan

aspek yang sangat periling.

Dalam hal memberi pembatasan tentang konsep-konsep

"kebudayaan" Antropologi sering kali sangat berbeda dengan

ilmu yang lain. Menurut ilmu Antropolgi "kebudayaan" adalah

keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia

dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri

manusia dengan belajar (Koentjaraningraf).

Hal tersebut berarti bahwa hampir seluruh tindakan

manusia adalah “kebudayaan” karena amat sedikit tindakan

manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tak perlu

dibiasakannya dengan belajar, yaitu hanya beberapa tindakan

naluri beberapa refleks. Beberapa tindakan akibat proses fisiologi

bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan

naluri yang terbawa oleh makhluk manusia dalam gennya

bersama kelahirannya juga dirombak olehnya menjadi tindakan

berkebudayaan.

Kata “kebudayaan” dan “Culture”. Kata “kebudayaan

berasal dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan

demikian ke – budaya – an dapat diartikan : “Hal-hal yang

bersangkutan dengan Akal”

Adapun kata culture, yang merupakan kata asing yang

sama artinya dengan “kebudayaan” berasal dari kata latin Colere

yang berarti “mengolah, mengerjakan” terutama mengolah tanah

atau bertani. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai “segala

daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan

berubah alam”.

Ada beberapa pengertian kebudayaan menurut para ahli:

1. E.B. Tylor.

Kebudayaan adalah suatu keseluruhan kompleks yang

meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat

20

istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari

oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

2. Linton

Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan, sikap dan

prilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan

oleh anggota. suatu masyarakat tertentu.

3. A.L Kroeber.

Kebudayaan adalah keseluruhan realita gerak, kebiasaan,

tata cara gagasan dan nilai yang dipelajari dan diwariskan, dan

prilaku yang ditimbulkannya.

4. Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi.

Kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta

masyarakat

5. Herskovits.

Kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang

diciptakan oleh manusia.

6. Kluckhohn dan Kelly.

Kebudayaan adalah semua rancangan hidup yang

tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit

ataukah rasional maupun irasional yang ada pada suatu waktu

sebagai pedoman yang potensial untuk prilaku manusia.

Berdasarkan defenisi para ahli tersebut dapat dinyatakan

bahwa unsur belajar merupakan hal penting dalam tindakan

manusia yang berkebudayaan.

Dari konsep dan pengertian kebudayaan yang demikian

luas dapat ditunjukkan sekurang-kurangnya 5 sifat kebudayaan

masyarakat manusia sebagai berikut.

1. Kebudayaan dipahami dan dibagi bersama anggota

masyarakat.

Suatu aspek kebudayaan apakah itu berwujud mental kognitif

seperti religi atau berwujud material berupa candi, mesjid,

dan lain-lain merupakan miliki yang dapat dipahami oleh

semua masyarakat pendukung kebudayaan.

2. Kebudayaan diperoleh dan diteruskan secara sosial dan

21

belajar

Pewarisan budaya merupakan suatu proses peralihan nilai-

nilai budaya melalui proses belajar didalamnya terkandung

adanya interaksi antara generasi terdahulu, sekarang dan

yang akan datang. Oleh karena itu suatu generasi harus

mampu menciptakan untuk memberi kehidupan dan nuansa

baru kepada kebudayaan yang diterimanya. Hal ini penting

karena masyarakat selalu berubah dan berkembang

membawa nilai-nilai dan ukuran-ukuran baru yang

disesuaikan dengan perkembangan zaman.

3. Kebudayaan itu sangat bervariasi

Latar – belakang tumbuhnya antropologi suatu bidang ilmu

sosial ditandai dengan adanya kenyataan bahwa sebenarnya

kebudayaan umat manusia yang hidup dimuka bumi ini

berlain-lainan. Jadi justru kebudayaan yang berfariasi itu

menyebabkan suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain

meskipun bangsa-bangsa termasuk dalam klasifikasi ras yang

sama. Misalnya : kebudayaan Jawa, Sunda, Padang, Bugis,

dll.

4. Nilai dalam kebudayaan itu relatif

Nilai-nilai yang terkandung didalam kebudayaan itu bersifat

relatif, misalnya suatu gagasan, prilaku yang dianggap baik

dalam satu kebudayaan belum tentu dianggap baik pada

kebudayaan lain.

5. Kebudayaan berubah

Cepat atau lambat kebudayaan itu pasti berubah itu

tergantung pada faktor-faktor atau kondisi yang menghambat

atau mendukung baik dari dalam maupun dari luar, baik yang

terencana maupun tanpa terencana.

B. Wujud Kebudayaan

Bahwa kebudayaan itu ada tiga wujudnya yaitu :

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,

gagasan, nilai-nilai, unsur-unsur, peraturan dan sebagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta

tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

22

- Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan, sifatnya

abstrak, tak dapat diraba atau di baca. Lokasinya ada

dikepala-kepala atau pikiran warga masyarakat dimana

kebudayaan bersangkutan itu hidup.

Ide-ide dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama

dalam suatu masyarakat, memberi jiwa kepada masyarakat

itu. Gagasan-gagasan itu tidak berada lepas satu dari yang

lain, melainkan selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Para

Ahli Antropologi dan Sosiologi menyebut sistem ini budaya

adalah Cultural system.

- Wujud kedua dari kebudayaan disebut sistem sosial atau

social system mengenai tindakan berpola bagi manusia itu

sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang

berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang

lain. Menurut pola tertentu yang berdasarkan adat tata

kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia-manusia

dalam suatu masyarakat. Sistem sosial itu bersifat kongkrit

terjadi disekeliling kita sehari-hari, bisa di observasi, difoto

dan di dokumentasi.

- Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, dan

tidak memerlukan banyak penjelasan karena berupa seluruh

total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan dan karya semua

manusia dalam masyarakat. Maka sifatnya paling konkrit dan

berupa benda-benda yang sangat besar seperti pabrik.

Ketiga wujud dari kebudayaan diatas, dalam kenyataan

kehidupan masyarakat tentu tak terpisah satu dengan lain.

Kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi

arah kepada tindakan dan karya manusia, baik pikiran-

pikiran dan ide-ide maupun tindakan dan karya manusia,

menghasilkan benda, kebudayaan fisiknya. Sebaliknya

kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup

tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari

lingkungan alam lainnya sehingga mempengaruhi pola-pola

perbuatannya. Bahkan juga cara berfikirnya.

C. Unsur Kebudayaan

Koentjaraningrat mengacu pada pendapat Kluckhohn

23

menggolongkan unsur pokok yang ada pada tiap kebudayaan

dunia antara lain sebagai berikut:

1. Bahasa.

2. Sistem pengetahuan.

3. Organisasi sosial.

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi.

5. Sistem mata pencaharian hidup.

6. Sistem religi.

7. Kesenian.

D. Kepribadian

Konsep kepribadian adalah konsep yang luas sehingga

tidak mungkin dapat merumuskan satu defenisi yang tajam tapi

dapat mencakup keseluruhannya oleh karena itu, pengertian dari

satu ahli dengan yang lainnya berbeda, namun demikian defenisi

yang berbeda tersebut saling melengkapi dan memperbanyak

pemahaman tentang konsep kepribadian.

Beberapa defenisi kepribadian menurut para ahli antara lain :

1. M.A.W. Brower.

Kepribadian corak tingkah laku sosial yang meliputi corak

kekuatan, dorongan, keinginan opini dan sikap seseorang.

2. Theodgre .R. Newcombe.

Kepribadian adalah organisasi sikap yang dimiliki seseorang

sebagai latar belakang terhadap perilaku.

3. Yinger.

Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang

individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang

berinteraksi dengan serangkaian situasi.

4. Euber.

Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat yang

tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.

E. Susunan Kepribadian

Pada perilaku setiap manusia secara individual sebenarnya

unik dan berbeda satu sama lainnya perilaku ditentukan atas

naluri, dorongan, atau kelakuan manusia yang tidak lagi

dipengaruhi dan ditentukan oleh akal dan jiwanya. Unsur akal

24

dan jiwa yang menentukan perbedaan prilaku tiap-tiap individu

dan disebut juga susunan kepribadian yang meliputi:

1. Pengetahuan.

Pengetahuan individu terisi dengan fantasi, pemahaman

dan konsep yang lahir dari pengamatan dan penyaluran

mengenai bermacam-macam hal yang berbeda-beda dalam

lingkungan individu tersebut.

2. Perasaan.

Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia

yang menghasilkan penilaian positif atau negatif terhadap

sesuatu, bentuk penilaian itu dipengaruhi oleh

pengetahuannya.

3. Dorongan Naluri.

Dorongan naluri adalah kemauan yang sudah merupakan

naluri pada setiap manusia. Ada tujuh dorongan naluri yaitu :

a. Dorongan untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini

memang merupakan suatu kekuatan biologi yang juga

ada pada semua mahluk di dunia ini dan yang

menyebabkan bahwa semua jenis mahluk mampu

mempertahankan hidupnya di muka bumi ini.

b. Dorongan sex. Dorongan ini malahan telah menarik

perhatian banyak ahli psikologi dan berbagai teori telah

dikembangkan sekitar soal ini. Suatu hal yang jelas

adalah bahwa dorongan ini timbul pada tiap individu

yang normal tanpa terkena pengaruh pengetahuan, dan

memang dorongan ini mempunyai landasan biologi yang

mendorong mahluk manusia untuk membentuk

keturunan yang melanjutkan jenisnya.

c. Dorongan untuk usaha mencari makan. Dorongan ini

tidak perlu dipelajari, dan sejak bayipun manusia sudah

menunjukkan dorongan untuk mencari makan yaitu

dengan mencari susu ibunya atau botol susunya tanpa

dipengaruhi oleh pengetahuan tentang adanya hal-hal itu

tadi

d. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama

manusia. Dorongan ini memang merupakan landasan

biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai

25

mahluk kolektif.

e. Dorongan untuk memicu tingkah laku sesamanya.

Dorongan ini merupakan sumber dari adanya beraneka

warna kebudayaan diantara mahluk manusia karena

adanya dorongan ini manusia mengembangkan adat

yang memaksanya berbuat konforn dengan manusia

disekitarnya

f. Dorongan untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada

dalam naluri manusia, karena merupakan mahluk yang

hidup kolektif, sehingga untuk dapat hidup bersama

dengan manusia lain secara serasi. Ia mempunyai suatu

landasan biologi untuk mengembangkan rasa simpati,

cerita dan sebagainya.

g. Dorongan untuk keindahan bentuk warna, sarana, gerak

pada seorang bayi. Dorongan ini sudah sering tampak

pada gejala tertariknya seorang bayi pada bentuk-bentuk

tertentu dari benda-benda disekitarnya, kepada warna –

warna cerah. Kepada suara nyaring dan berirama, dan

kepada gerak-gerak yang selaras. Beberapa ahli berkata

bahwa dorongan naluri ini merupakan landasan dari

suatu unsur penting dalam kebudayaan manusia yaitu

kesenian.

F. Pembentukan kepribadian

Pembentukan kepribadian di pengaruhi adanya empat

unsur penting yaitu:

1. Warisan Biologis (Heridity).

Warisan biologis merupakan faktor keturunan yang

berpengaruh terhadap perilaku konpulsif (terpaksa dilakukan)

dan kemudahan dalam pergaulan sosial serta keramah tamahan.

Faktor keturunan dalam warisan biologis mempunyai pengaruh

dalam membentuk jiwa kepemimpinan, pengendalian diri,

dorongan hati, sikap, dan minat pada din seseorang.

2. Warisan Lingkungan Alam.

Adanya perbedaan iklim dan sumber daya alam

menyebabkan manusia harus menyesuaikan diri terhadap

lingkungan alam, kebudayaan akan dipengaruhi juga oleh

26

lingkungan alam.

3. Warisan Sosial.

Kebudayaan yang merupakan warisan sosial sangat

berpengaruh pada proses sosialisasi manusia.

4. Kelompok Manusia.

Kehidupan seseorang sangat dipengaruhi oleh

kelompoknya, setiap anggota kelompok memiliki peranan-

peranan yang di wariskan kepada anggota kelompoknya.

seperti keluarga, tetangga, teman sepermainan, teman sekolah,

lingkungan kerja dan media massa.

G. Kebudayaan dan Pengaruhnya Terhadap Kepribadian

Kebudayaan dan Kepribadian

Kebudayaan merupakan karakter suatu masyarakat bukan

karakter individual. Semua yang dipelajari dalam kehidupan

sosial dan diwariskan dan suatu generasi ke generasi berikutnya

merupakan kebudayaan. Menurut Ralph Union, kebudayaan

adalah warisan sosial dari anggota-anggota suatu masyarakat .

M.J. Herskovits.

Memandang budaya sebagai sesuatu yang super organik

karena budaya bersifat turun temurun meskipun masyarakat

senantiasa selisih berganti disebabkan oleh kematian dan

kelahiran. Kemudian budaya langsung mempengaruhi perilaku

dan kepribadian individu, karena individu tinggal dalam

lingkungan masyarakat yang memiliki budaya.

Theodore M. Nencomb.

Mengatakan kepribadian menunjuk pada organisasi sikap-

sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui, berfikir dan

merasakan secara khusus apabila dia berhubungan dengan orang

lain atau menanggapi sesuatu keadaan.

Goodman dan Marx

melihat kebudayaan sebagai warisan yang dipelajari dan

ditransmisikan secara sosial, yang terdiri dari artefak,

pengetahuan, kepercayaan, nilai dan harapan-harapan normatif

yang menjadi pedoman bagi masyarakat dalam menghadapi

masalah – masalahnya. Kebudayaan menerangkan dan menjamin

27

ketersediaan makanan, pakaian, bahasa, nilai-nilai kepercayaan

dan praktek-praktek untuk masyarakatnya. Secara sederhana,

kebudayaan memberi bentuk dan struktur pada kehidupan sosial.

Kebudayaan tidak bisa lepas dan kepribadian individu

melalui suatu proses belajar yang panjang, dalam proses belajar

disebut sosialisasi. Kepribadian atau watak tiap-tiap individu

mempunyai pengaruh terhadap perkembangan kebudayaan secara

keseluruhan.

Sebaliknya, kebudayaan suatu masyarakat turut

memberikan sumbangan pada pembentukan kepribadian

seseorang. Kepribadian suatu individu dalam suatu masyarakat,

walaupun berbeda-beda satu sama lainnya dipengaruhi oleh nilai-

nilai dan norma-norma dalam sistem budaya dan juga oleh sistem

sosial yang telah diserap ke dalam dirinya melalui proses

sosialisasi dan proses pembudayaan selam hidup sejak masa

kecilnya.

Perkembangan Watak/Kepribadian

Ciri-ciri dan unsur kepribadian seorang individu dewasa

sebenarnya sudah tertanam ke dalam jiwa seseorang sejak awal yaitu

pada masa kanak-kanak melalui proses sosialisasi, Koentjoroningrat

menyatakan bahwa kepribadian adalah watak khas seseorang yang

tampak dari luar sehingga orang luar memberikan kepadanya suatu

identitas khusus. Identitas khusus tersebut diterima dari warga

masyarakatnya. Jadi terbentuknya kepribadian dipengaruhi oleh faktor

lain.

b. Kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan

c. Cara hidup di kota dan di desa

d. Agama

e. Profesi

f. Kelas sosial

Kepribadian ada yang selaras dan ada yang tidak selaras

dengan lingkungan alam serta sosial. Pembentukan watak banyak

dipengaruhi oleh pengalamannya ketika sebagai anak-anak yang

berbeda dalam asuhan orang-orang terdekat dilingkungannya, yaitu

bapaknya, ibunya, kakaknya juga individu – individu lainnya yang

berada disekelilingnya.

Watak juga sangat ditentukan oleh cara-cara bagaimana ia

28

diajari makan, bermain, disiplin, dan bergaul dengan anak-anak

lainnya pada waktu kecil, tiap-tiap kebudayaan mempunyai cara

pengasuhan anak yang berbeda-beda-beda menunjukkan adanya

kesamaan pola-pola adat dan norma-norma tertentu. Setelah anak-

anak itu menjadi dewasa, beberapa unsur watak yang sama akan

tampak menonjol pada banyak individu yang telah menjadi dewasa.

Dalam era globalisasi, sesuai dengan kemajuan dan

perkembangan yang demikianpesat dalam semua bidang.. ilmudan

teknologi, maka hal yang sangat pentingdan mendasar. terulang pada

manusia sendiri. Yang di_maksud dengan kata mendasar di sini ialah

kepribadian. Beberapa hal yang terjadi dalam kehidupan sekeliling

kita menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Setiap hari media

cetak maupun media audio memuat berita-berita tentang penggunaan

wewenang seeara salah, korupsi, pencurian, perampokan dan

sebagainya. Gejala-gejala di atas, secara filosofis mencuatkan

pertanyaan-pertanyaan: Siapakah manusia itu? Apakah kepribadian?

Bagaimanakah pembentukan kepribadian manusia? Dan, bagaimana

implementasinya dalam pembentukan kepribadian manusia

Indonesia·?

Tinjauan filsafati· terhadap sosok tubuh manusia dengan

kepribadiannya, akan menghasilkan pengetahuan tentang manusia

pada umumnya, dan tentang manusia Indonesia pada khususnya yang

telah menentukan filsafat hidupnya yaitu Pancasila.

Aristoteles menyebutkan bahwa manusia itu keadaannya

seimbang. Benda-bends yang berada di sekeliling kita itu tidak pemah

tanpa bentuk, tidak pemah melulu materi. Benda_benda itu selalu

berada dalam satu kerangka yang dapat dikenali dan dapat tergapai

oleh pikiran manusia.. Semua kejadian yang berada di dunia ini

mempunyai satu sifat tertentu, yaitu ada bentuk-bentuknya menonjal

kedepan dan merealisasikan diri. Tanaman_tanaman di dalam proses

pertumbuhannya selalu menuju ke kesempurnaan sampai pada bentuk

yang paling bagus.

Filsuf Perancis, Bergson (1859- 1941), melihat manusia

sebagai satu_satunya makhluk hidup yang memiliki kesadaran bahwa

dalam dirinya ada yang disebutnya gairah hidup atau 'elan vital'.

Manusia tidak hidup dalam satu kotak meminjam istilah van Uexkuhl

'Umwelt'. la mengenal kemungkinan akan berhasil atau gagal, ia

29

mempunyai pengertian akan kata 'mati'. la dikaruniai insting dan

inteligensi. Inteligensi ini menduduki tempat yang amat penting

dalam hidup manusia.

Van Peursen melihat manusia dalam kerangka budaya.

Berdasarkan kemampuannya itu manusia meru_pakan makhluk

pembentuk budaya. Kebudayaan di sini adalah alam, dilihat dari sudut

pandang kemungkinan-kemungkinan manusiawi Manusia itu

memproyeksikan jalan hidupnya yang terbuka bagi dunia yang

mengelilinginya. Petani sejak jaman purba telah mengusahakan

tanahnya untuk pada suatu waktu menuai hasilnya. Sungai dibuat

menjadi waduk-waduk tempat air. Hasil-hasil pekerjaan tanah liat,

jembangan misalnya dihias dengan tanda-tanda yang berisi magi.

Matahari dipuja sebagai dewa.

Kepribadian

Membahas suatu kepribadian bukan sesuatu yang mudah,

terutama karena konsep kepribadian telah diberi arti yang bermacam-

macam sangat hervariasi dan tergantung dari aliran yang dianut oleh

si penulis. Juga dari gambaran yang telah disusun oleh penulis yang

bersangkutan mengenai manusia. Satu hal yang jelas disini adalah

kenyataan bahwa manusia merupakan sesuatu yang sentral. Manusia

hidup dalam masyarakat bersama manusia lain dan dalam kehidupan

bersama ini dituntut suatu sikap dari masing-masing individu. Di atas

telah disebutkan nama Bergson yang menyatakan, bahwa sebagai

makhluk hidup, manusia adalah satu-satunya yang memiliki

inteligensi, dan dengan inteligensinya ia menghadapi hidup.

Kecerdasannya, masyarakat dan bahasanya, menyatakan dengan tegas

perbedaannya dari makhluk hewan. Tetapi, gambaran tentang dunia

yang diterima oleh manusia lewat inteligensinya, belumlah lengkap,

karena mereka hanya menun_juUan lapisan luamya saja. Menerobos

lapisan luar, maraih inti kedalaman untuk menuju ke perkembangan

lebih lanjut, itulah kemampuan intuisi. Bagi Bergson, intuisi

merupakan kemam_puan manusia untuk meraih kenyataan yang tidak

tergantung pada posisi seseorang, dengan lain perkataan kenyataan

mutlak. Hal ini sangat penting artinya, dalam seorang manusia

mengambil satu keputusan (Bergson, 1932, hal. 199-201).

Suatu yang harus dicatat ialah konsep tentang tata tertib, struktur

30

dan sistem merupakan hal yang pokok untuk mengerti tentang

personalitas: mereka sama pentingnya bagi manusia untuk mengerti

tentang masyarakat dan kebudayaan. Harus diakui bahwa kepribadian

pada satu taraf mengandung artian organisasi, dan karenanya dia

merupakan struktur dan sistem dalam berbagai manifestasi mental

seorang individu. Namun demikian ini dapat diartikan dalam dua cara.

Pertama, istilah-istilah organisasi, struktur dan sistem menunjuk ke

sum_ber-sumber d.alam yaitu, impuls, dorongan dan perasaan dari

kehidupan mental seorang individu. Pendekatan yang kedua bertujuan

mempelajari tingkah laku organisme, baik hewani ataupun manusiawi

untuk menyusun hubungan-hubungan dan keajegan, dan berdasarkan

itu sampai pada suatu model teoritik mengenai organisme khusus.

Ada lagi suatu teori yang mengandalkan saat beroperasi, yaitu saat ini,

situasi ini dan di sini. Jadi menurut teori ini kepribadian adalah suatu

faktor yang bersifat situasional (Barbu, 1971, hal 125- 126).

31

BAB III

STRUKTUR SOSIAL INDIVIDU, KELUARGA,

MASYARAKAT

A. Struktur Sosial

Struktur merujuk pada pola interaksi tertentu yang kurang

lebih tetap dan mantap, yang terdiri dari jaringan relasi-relasi

sosial hierarkis dan pembagian kerja, serta dilandasi oleh

kaidahkaidah, peraturan-peraturan, dan nilai-nilai sosial budaya.

Setiap manusia terkait dengan struktur masyarakat di mana ia

menjadi anggotanya. Artinya, setiap orang termasuk ke dalam

satu atau lebih kelompok, kebudayaan, lembaga sosial,

pelapisan sosial, kekuasaan, dan wewenang yang terdapat di

dalam masyarakat.

Hal ini terjadi karena manusia mempunyai beragam

kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan ekonomi, politik, hukum,

sosial, dan lain-lain, serta pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu

pun juga beragam. Untuk memenuhinya, manusia memerlukan

interaksi sosial dengan pihak lain atau lembaga yang

menyediakannya. Interaksi sosial merupakan salah satu wujud

dari sifat manusia yang hidup bermasyarakat. Sebagai anggota

masyarakat, manusia tertata dalam struktur sosial atau jaringan

unsur-unsur sosial yang ada dalam masyarakat. Unsur-unsur itu

mencakup kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial,

pelapisan sosial, kekuasaan, dan wewenang. Kemudian,

unsurunsur tadi berhubungan dengan berbagai segi kehidupan,

seperti ekonomi, politik, hukum, sosial dan lain-lain, serta saling

memengaruhi. Misalnya, segi ekonomi selalu berhubungan

dengan politik, segi politik selalu berhubungan dengan hukum,

dan seterusnya. Untuk memahami lebih jauh mengenai apa itu

struktur sosial, mari kita pelajari bersama pengertian struktur

sosial menurut pendapat para ahli sosiologi berikut ini.

a. George C. Homan, Mengaitkan struktur sosial dengan perilaku

elementer (mendasar) dalam kehidupan sehari-hari.

b. Talcott Parsons, Berpendapat bahwa struktur sosial adalah

keterkaitan antarmanusia.

32

c. Coleman, Melihat struktur sosial sebagai sebuah pola hubungan

antarmanusia dan antarkelompok manusia.

d. Kornblum, Menekankan konsep struktur sosial pada pola

perilaku individu dan kelompok, yaitu pola perilaku berulang-

ulang yang menciptakan hubungan antarindividu dan

antarkelompok dalam masyarakat.

e. Soerdjono Soekanto, Melihat struktur sosial sebagai sebuah

hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial dan antara

peranan-peranan.

. Unsur-Unsur Struktur Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dalam suatu

masyarakat yang tertata dalam suatu struktur yang cenderung

bersifat tetap. Tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat itu

diharapkan dapat berfungsi dengan baik, sehingga akan tercipta

suatu keteraturan, ketertiban, dan kedamaian dalam hidup

bermasyarakat. Untuk mewujudkannya diperlukan adanya unsur-

unsur tertentu.

Apa saja unsur yang terdapat dalam suatu struktur sosial

dalam masyarakat? Menurut Charles P. Loomis, struktur sosial

tersusun atas sepuluh unsur penting berikut ini.

a. Adanya pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki oleh para

anggota masyarakat yang berfungsi sebagai alat analisis dari

anggota masyarakat.

b. Adanya perasaan solidaritas dari anggota-anggota masyarakat

c. Adanya tujuan dan cita-cita yang sama dari warga

masyarakat.

d. Adanya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang dijadikan

sebagai patokan dan pedoman bagi anggota masyarakat dalam

bertingkah laku.

e. Adanya kedudukan dan peranan sosial yang mengarahkan

pola-pola tindakan atau perilaku warga masyarakat.

f. Adanya kekuasaan, berupa kemampuan memerintah dari

anggota masyarakat yang memegang kekuasaan, sehingga

sistem sosial dapat berlanjut.

g. Adanya tingkatan dalam sistem sosial yang ditentukan oleh

status dan peranan anggota masyarakat.

33

h. Adanya sistem sanksi yang berisikan ganjaran dan hukuman

dalam sistem sosial, sehingga norma tetap terpelihara.

i. Adanya sarana atau alat-alat perlengkapan sistem sosial,

seperti pranata sosial dan lembaga.

j. Adanya sistem ketegangan, konflik, dan penyimpangan yang

menyertai adanya perbedaan kemampuan dan persepsi warga

masyarakat.

Fungsi Struktur Sosial

Dalam sebuah struktur sosial, umumnya terdapat perilaku

perilaku sosial yang cenderung tetap dan teratur, sehingga dapat

dilihat sebagai pembatas terhadap perilaku-perilaku individu atau

kelompok. Individu atau kelompok cenderung menyesuaikan

perilakunya dengan keteraturan kelompok atau masyarakatnya.

Seperti dikatakan di atas, bahwa struktur sosial merujuk pada

suatu pola yang teratur dalam interaksi sosial, maka fungsi pokok

dari struktur sosial adalah menciptakan sebuah keteraturan sosial

yang ingin dicapai oleh suatu kelompok masyarakat. Sementara

itu, Mayor Polak menyatakan bahwa struktur sosial dapat

berfungsi sebagai berikut.

1. Pengawas sosial, yaitu sebagai penekan kemungkinan-

kemungkinan pelanggaran terhadap norma, nilai, dan peraturan

kelompok atau masyarakat. Misalnya pembentukan lembaga

pengadilan, kepolisian, lembaga adat, lembaga pendidikan,

lembaga agama, dan lain-lain

2. Dasar untuk menanamkan suatu disiplin sosial kelompok atau

masyarakat karena struktur sosial berasal dari kelompok atau

masyarakat itu sendiri.

Dalam proses tersebut, individu atau kelompok akan

mendapat pengetahuan dan kesadaran tentang sikap, kebiasaan,

dan kepercayaan kelompok ataumasyarakatnya. Individu

mengetahui dan memahami perbuatan apa yang dianjurkan oleh

kelompoknya dan perbuatan apa yang dilarang oleh

kelompoknya.

Ciri-Ciri Struktur Sosial

Segala sesuatu pasti memiliki ciri-ciri tersendiri yang

membedakan dengan sesuatu yang lain. Misalnya masyarakat desa

mempunyai ciri-ciri tersendiri, seperti bersifat gotong royong,

34

mengutamakan kebersamaan, tidak ada spesialisasi dalam pembagian

kerja, dan lain-lain yang membedakan dengan masyarakat perkotaan

yang cenderung individualistis dan adanya pembagian pekerjaan

sesuai dengan keahlian. Begitupun juga dalam struktur sosial. Abdul

Syani menyebutkan bahwa ada beberapa cirri struktur sosial, di

antaranya adalah sebagai berikut:

a. Struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan social yang

dapat memberikan bentuk dasar pada masyarakat dan

memberikan batas-batas pada aksi-aksi yang kemungkinan besar

dilakukan secara organisatoris.

b. Struktur sosial mencakup semua hubungan sosial di antara

individu-individu pada saat tertentu. Artinya segala Bentuk pola

interaksi sosial dalam masyarakat telah tercakup dalam suatu

struktur sosial.

c. Struktur sosial merupakan seluruh kebudayaan masyarakat.

Artinya semua karya, cipta, dan rasa manusia sebagai anggota

masyarakat merupakan aspek dari struktur sosial. Misalnya

komputer, alat-alat pertanian modern, mobil, pesawat, kesenian,

ilmu pengetahuan, dan lain-lain.

d. Struktur sosial merupakan realitas sosial yang bersifat statis,

sehingga dapat dilihat sebagai kerangka tatanan dari berbagai

bagian tubuh yang membentuk struktur. Misalnya dalam sebuah

organisasi terdapat ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara,

dan seksi-seksi yang kesemuanya membentuk suatu struktur.

e. Struktur sosial merupakan tahapan perubahan dan

perkembangan masyarakat yang mengandung dua pengertian,

yaitu sebagai berikut.

1) Pertama, di dalam struktur sosial terdapat peranan yang

bersifat empiris dalam proses perubahan dan perkembangan

2) Kedua, dalam setiap perubahan dan perkembangan tersebut

terdapat tahap perhentian, di mana terjadi stabilitas,

keteraturan, dan integrasi sosial yang berkesinambungan

sebelum kemudian terancam oleh proses ketidakpuasan

dalam tubuh masyarakat.

35

B. Pengertian Individu

Individu berasal dari kata individum (latin) yaitu satuan kecil

yang tidak dapat dibagi lagi. Individu menurut konsep sosiologis

artinya individu yang hidup berdiri sendiri tidak mempunyai kawan

atau sesuatu yang tidak dapat dibagi lag i yaitu suatu kesatuan

yang terkecil dan terbatas.

Menurut Soediman Kartohadi Prodjo menanamkan individu

sebagai makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang dalam

dirinya dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga, ras,

rasio dan rukun.

Raga atau jasmani merupakan bentuk jasad manusia yang

khas yang dapat membedakan antara individu satu dengan individu

yang lain sekalipun dengan ciri hakekat yang sama sebagai

manusia.

- Raga ini dapat membedakan antara laki-laki dan perempuan

- Rasa atau perasaan individu dapat menangkap obyek gerakan

dari benda-benda, isi alam semesta seperti kerusakan, panas,

dingin, dan lain sebagainya.

- Rasio atau akal pikiran, merupakan kelengkapan manusia untuk

dapat mengembangkan diri mengatasi segala sesuatu yang

diperlukan dalam diri tiap individu.

- Rukun atau hidup bergaul dengan sesama individu secara

harmonis, damai dan saling melengkapi. Rukun ini merupakan

perangkat yang dapat mempengaruhi individu untuk dapat

membentuk suatu kelompok sosial yang sering disebut

masyarakat.

Individu yang memiliki empat syarat di atas hidup bersama

dalam masyarakat. Masyarakat terjalin dan terikat dalam hubungan

interaksi serta interaksi sosial dalam hidup manusia yang

bermasyarakat senantiasa terjadi penyesuaian antar individu

melalui proses sosialisasi ke arah hubungan yang saling

mempengaruhi.

Menurut George H. Mead (Soerjono Soekanto, 1983)

menyatakan bahwa hakekat pribadi (individu) terbentuk dari

tanggapan yang berasal dari pihak-pihak lain, oleh karena itu, maka

identitas merupakan suatu gejala sosial yang mempunyai ciri-ciri

yang tetap maupun situasional, ciri-ciri tetap yang bersifat stabil

36

diperoleh dari tanggapan-tanggapan pihak-pihak lain yang bersifat

sinambung, sedangkan variasi situasional mungkin ada karena

peranan yang berbeda-beda dari pihak-pihak lainnya yang tidak

mustahil mengalami perubahan pada kedudukan maupun peranan.

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa adanya perubahan-

perubahan lain di dalam proses interaksi sosial, merupakan hal

yang sangat penting di dalam pembentukan identitas pribadi

maupun perkembangannya kemudian.

Perhatian sosiologi terhadap perilaku manusia sebagai

individu timbul dan berkembang atas dasar ciri-ciri sosial dan

hubungan-hubungan yang kemudian memberikan identitas pada

individu. Identitas individu itu sendiri berbeda-beda sesuai dengan

siapa individu tersebut mengadakan hubungan.

Dalam buku Pengantar Sosiologi karangan Haky (1982)

Coolye mengemukakan tiga fase dalam memunculkan konsep

tentang diri sendiri yaitu :

1. Fase persepsi yaitu apa yang dilihat orang lain dalam

kepribadian dan tingkah laku

2. Fase penafsiran yaitu bagaimana orang-orang lain menilai

apa yang mereka lihat di dalam diriku.

3. Dalam fase ketiga, individu dengan dasar jawabannya

sendiri terhadap pertanyaan-pertanyaan itu menimbulkan

sejumlah perasaan hidup diri sendiri dan mengembangkan

sejumlah sikap tentang dirinya, seperti sikap bangga,

sombong, rendah hati dan sebagainya.

C. Pengertian Masyarakat

Masyarakat berasal dari kata Musyarah (Arab) yang artinya

bersama-sama, kemudian berubah menjadi masyarakat yang

artinya berkumpul dan bersama, hidup bersama dengan saling

berhubungan dan saling mempengaruhi.

Dalam bahasa Inggris kata masyarakat diterjemahkan menjadi

dua pengertian yaitu :Society dan Community

Perkataan masyarakat sebagai community cukup

memperhitungkan dua variasi dari suatu yang berhubungan dengan

kehidupan bersama (antar manusia) dan lingkungan alam. Jadi ciri

dari community ditekankan pada kehidupan bersama dengan

37

berdasarkan pada lokalitas dan derajat hubungan sosial atau

sentimen.

Menurut Abdul Syani (1987) bahwa masyarakat sebagai

community dapat dilihat dari dua sudut pandang :

- Memandang community sebagai unsur statis, artinya community

terbentuk dalam suatu wadah/tempat dengan batas-batas

tertentu, maka ia menunjukkan bagian dari kesatuan-kesatuan

masyarakat sehingga ia dapat pula disebut sebagai masyarakat

setempat.

Misalnya : kampung, dusun dan kota-kota kecil

Masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah dari

kehidupan sekelompok orang yang ditandai oleh adanya

hubungan sosial, disamping itu dilengkapi pula oleh adanya

perasaan sosial. Nilai-nilai dan norma yang timbul atas akibat

dari adanya pergaulan hidup atau hidup bersama manusia.

- Community dipandang sebagai unsur yang dinamis, artinya

menyangkut suatu proses yang terbentuk melalui faktor

psikologis dan hubungan antar manusia, maka didalamnya

terkandung unsur kepentingan, keinginan atau tujuan-tujuan

yang sifatnya fungsional, contoh masyarakat pegawai negeri,

masyarakat mahasiswa dan sebagainya.

Dari kedua ciri-ciri khusus yang dikemukakan di atas, berarti

dapat diduga bahwa apabila suatu masyarakat tidak memenuhi

syarat tersebut, maka ia dapat disebut masyarakat dalam arti

society. Masyarakat dalam pengertian society terdapat interaksi

sosial, perubahan-perubahan sosial, perlindungan-perlindungan

nasional dan like interest hubungan-hubungan menjadi bersifat

pamrih dan ekonomis.

- Aguste Comte mengatakan bahwa masyarakat merupakan

kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas

baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan

berkembang menurut pola perkembangan yang tersendiri,

masyarakat dapat membentuk kepribadian yang khas bagi

manusia. Sehingga tanpa adanya kelompok manusia tidak akan

mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupannya.

- Hasan Shadily mengatakan bahwa masyarakat dapat

didefinisikan sebagai golongan besar atau kecil dari beberapa

38

manusia yang dengan atau sendirinya bertalian secara golongan

dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.

- Ralph Linton bahwa masyarakat adalah setiap kelompok

manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama,

sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan

berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan

batas-batas tertentu.

Menurut Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa masyarakat

sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan

bersama manusia maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok,

yaitu :

a. Manusia yang hidup bersama

b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama

c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan

d. Merupakan suatu sistem hidup bersama, sehingga

menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota

kelompok merasa dirinya terlibat satu dengan yang lainnya.

D. Hubungan Antara Individu dan Masyarakat

Hubungan individu dan masyarakat pada hakekatnya

merupakan hubungan fungsional artinya hubungan antar individu

dalam suatu karakteristik merupakan kesatuan yang terbuka dan

ketergantungan antara satu sama lainnya. Alasan pokok terjadinya

kondisi ini adalah bahwa individu lain hidupnya senantiasa

menghubungkan kepentingan dan kepuasannya pada orang lain.

Hubungan individu dengan masyarakat bermula timbul dari

pengaruh keluarga dan dari kondisi sosial keluarga kemudian

membawa kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan lingkungan

sosialnya.

Dengan perbedaan-perbedaan ini berarti individu semakin

menyadari akan kekurangan masing-masing, yang apabila tidak

dipertukarkan, maka individu-individu itu tidak akan dapat

mencapai harapan hidup yang sempurna.

Beberapa pendapat para ahli memberi kesimpulan bahwa

manusia tidak dapat hidup seorang diri tanpa berhubungan dan

bekerjasama dengan orang lain menurut Hassan Shadily dalam

bukunya Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia mengatakan bahwa

39

manusia akan tertarik kepada hidup bersama dalam masyarakat

karena didorong oleh beberapa faktor yaitu :

1. Hasrat yang berdasar naluri (kehendak biologis yang diluar

penguasaan akal) untuk mencari teman hidup, pertama

untuk memenuhi kebutuhan seksual makhluk hidup dari

sifat manusia yang biologis itu kemudian mendorongnya

untuk memenuhi kebutuhan seksnya, kebutuhan ini sebagai

manusia yang beradat dan beragama biasanya dipenuhi

dengan syarat-syarat perkawinan secara sah.

2. Kelemahan manusia selalu mendesak untuk mencari

kekuatan bersama yang terdapat dalam berserikat dengan

orang lain, sehingga dapat berlindung bersama-sama dan

dapat memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari dengan

usaha bersama, akhirnya mendorong setiap individu

(manusia) untuk tidak terlepas hidup bermasyarakat.

3. Aristoteles berpendapat bahwa manusia ini adalah zoon

politicon, yaitu makhluk sosial yang hanya menyukai hidup

bergolongan, atau sedikitnya mencari teman untuk hidup

bersama lebih suka daripada hidup sendiri.

4. Menurut Bergson, bahwa manusia ini hidup bersama bukan

atas karena persamaan, melainkan oleh karena perbedaan

yang terdapat dalam sifat, kedudukan dan sebagainya. Ia

mengatakan bahwa kenyataan hidup baru terasa dengan

perbedaan antara manusia masing-masing itu dalam

kehidupan bergolongan.

Bagaimana hubungan antara individu dengan masyarakat, ada

tiga alternatif jawaban yaitu :

1. Individu memiliki status yang relatif dominan terhadap

masyarakat

2. Masyarakat memiliki status yang relatif dominan terhadap

individu

3. Individu dan masyarakat saling bergantung

Hubungan antara individu dengan masyarakat seperti

dimaksud di atas menunjukkan bahwa individu memiliki status

yang relatif dominan terhadap masyarakat, sedangkan lainnya

menganggap bahwa individu itu tunduk pada masyarakat.

Sementara itu masih terdapat suatu hubungan lagi yaitu adanya

40

hubungan inter dependen (saling ketergantungan) antara individu

dengan masyarakat. Namun demikian masalah status individu di

dalam masyarakat biasanya merupakan satuan-satuan dari bentuk

masyarakat yang tidak terbatas kuantitasnya, setiap satuan individu

itu masing-masing mempunyai kekhususan yang berpengaruh

terhadap dinamika kehidupan masyarakat.

E. Keluarga

Keluarga adalah ikatan suatu kelompok manusia yang

berdasarkan tali perkawinan, membentuk sebuah rumah tangga,

secara bersama-sama/ kelompok tersebut menyatu antara hubungan

satu dengan yang lain, dan bekerjasama guna pemenuhan

kebutuhan hidup.

Kedudukan keluarga dalam masyarakat merupakan lembaga

sosial terkecil, yang berperang serta dalam kehidupan sosial,

bersama-sama keluarga lain mewujudkan masyarakat

berkebudayaan, peranan keluarga dalam masyarakat adalah

melaksanakan proses sosialisasi dan kontrol sosial.

- Fungsi Pokok Keluarga.

1. Keluarga memiliki fungsi sebagai pemenuhan kebutuhan

biologis.

2. Keluarga berfungsi sebagai wadah emosional atau perasaan.

3. Keluarga berfungsi sebagai pendidikan sosialisasi.

4. Keluarga berfungsi sebagai ekonomi.

5. keluarga berfungsi sebagai pengawasan sosial.

- Susunan keluarga yang memberlaku.

1. Unilateral adalah susunan keluarga yang mengikuti satu garis

keturunan.

a. Patrilineal yaitu susunan keluarga yang mengikuti garis

keturunan ayah (laki-laki).

b. Matrilineal yaitu susunan keluarga yang mengikuti garis

keturunan ibu.

2. Bilateral (parental). Susunan keluarga yang mengikuti garis

ayah maupun ibu, kedua garis ini derajatnya sama.

3. Dauble Unilateral.

41

Susunan keluarga yang mengikuti garis ayah dan ibu secara

jalin-menjalin, ayah berkuasa dalam hal tertentu dan ibu

berkuasa dalam hal tertentu pula.

- Proses Pembentukan Keluarga. Proses perkawinan pada

umumnya melalui dua cara:

1. Cara mengikuti adat.

2. Cara yang bertentangan dengan adat.

1. Cara mengikuti adat melalui empat fase.

a) Penjajakan.

b) Mengirim utusan resmi.

c) Sebelum hari pemikahan mengirim utusan untuk

menyerahkan benda-benda tertentu.

d) Pelaksanaan perkawinan.

2. Cara yang bertentangan dengan adat.

a) Perkawinan lari: calon pengantin tidak disetujui oleh

orang tua.

b) Perkawinan levirat dan sororat.

Levirat : perkawinan seorang janda dengan saudara

sekandung bekas mendiang suaminya.

Sororat : perkawinan seorang duda dengan saudara

sekandung bekas mendiang istrinya.

c) Perkawinan meminjam jago.

Biasanya pada masyarakat patrilineal data rumah tangga

yang tidak mempunyai anak laki-laki (orang tua

wanita). Tujuan untuk meningkatkan upacara

keagamaan atau urusan lain-Jain.

d) Perkawinan jasa

Suatu perkawinan yang ditentukan karena jasa.

e) Perkawinan darurat

Perkawinan yang dilaksanakan oleh seorang pemimpin

masyarakat dengan tujuan untuk menghilangkan rasa

malu terhadap orang lain.

- Beberapa bentuk perkawinan yang terjadi di beberapa daerah,

baik di Indonesia maupun negara-negara lain.

1. Monogami.

2. 2. Polygami.

- Polygamy.

42

- Polyandri.

3. Endogami.

4. Eksogami.

5. Eteutherogami.

6. Perkawinan cross causin.

F. Struktur dan Pranata Sosial

Dalam antropologi sosial, konsep struktur sosial sering

dianggap sama dengan organisasi sosial terutama apabila

dihubungkan dengan masalah kekerabatan dan kelembagaan atau

hukum pada masyarakat yang tergolong bersahaja.

Menurut Firth (Soejono Soekanto, 1983) bahwa organisasi

sosial berkaitan dengan pilihan dan keputusan dalam hubungan-

hubungan sosial yang lebih fundamental yang memberikan bentuk

dasar pada masyarakat yang memberikan batas-batas pada aksi

yang mungkin dilakukan secara organisatoril, sedangkan E.R.

Leach menetapkan konsep tersebut pada cita-cita tentang distribusi

kekuasaan diantara orang-orang dan kelompok-kelompok.

Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa struktur sosial

mencakup berbagai hubungan sosial antara individu-individu

secara teratur pada waktu tertentu yang merupakan keadaan statis

dari suatu sistem sosial. Jadi struktur sosial tidak hanya

mengandung unsur kebudayaan belaka, melainkan sekaligus

mencakup seluruh prinsip-prinsip hubungan sosial yang bersifat

tetap dan stabil.

Dalam sosiologi, struktur sosial sering digunakan untuk

menjelaskan tentang keteraturan sosial, yaitu menunjuk pada

prinsip perilaku yang berulang-ulang dengan bentuk dan cara yang

sama. Menurut Soejono Soekanto (1983) bahwa struktur sosial

diartikan sebagai hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial

dan antara peranan-peranan. Secara singkat struktur sosial dapat

didefinisikan sebagai tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat

yang didalamnya terkandung hubungan timbal balik antara status

dan peranan dengan batas-batas perangkat unsur-unsur sosial yang

menumpuk pada suatu keteraturan perilaku, sehingga dapat

memberikan bentuk sebagian suatu masyarakat.

Ciri-ciri struktur sosial :

43

1. Struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan sosial

yang pokok yang dapat memberikan bentuk dasar pada

masyarakat.

2. Struktur sosial mencakup semua hubungan sosial antara

individu-individu pada saat tertentu.

3. Struktur sosial merupakan seluruh kebudayaan masyarakat

yang dapat dilihat dari sudut pandang teoritis artinya dalam

setiap meneliti tentang kebudayaan selayaknya diarahkan

pada pemikiran terhadap pelbagai derajat dari susunan

sosialnya.

4. Struktur sosial merupakan realitas sosial yang bersifat statis

atau yang membeku, sehingga dapat dilihat kerangka

tatanan dari berbagai bagian tubuhnya yang berbentuk

struktur.

5. Struktur merupakan tahapan perubahan dan perkembangan

masyarakat yang mengandung dua pengertian yaitu

pertama di dalam struktur sosial terdapat peranan yang

bersifat empiris dalam proses perubahan dan

perkembangan. Kedua, dalam setiap perubahan dan

perkembangan tersebut terdapat tahap perhentian stabilitas

keteraturan dan integrasi sosial yang berkesinambungan

sebelum kemudian terancam proses ketidakpuasan dalam

tubuh masyarakat.

Pranata sosial adalah suatu sistem norma yang mengatur

segala tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan pokoknya

dalam hidup bermasyarakat. Pranata sosial disebut juga dengan

institusi.

Wujud konkrit dari pranata sosial adalah tembaga atau institut,

suatu kebiasaan atau norma bisa menjadi pranata sosial apabila

telah melalui instrtusionalisasi, dan memenuhi tiga syarat, diterima

oleh masyarakat, menjiwai seluruh rakyat, dan harus mempunyai

sanksi.

Fungsi pokok suatu pranata sosial adalah sebagai berikut.

1. Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan.

2. Memberikan pedoman bag! anggota dalam hkJup

bermasyarakat.

44

3. Memberikan pegangan kepada masyarakat dalam menandakan

sistem pengendalian atau pengawasan sosial.

Fungsi-fungsi tersebut dapat diperjelas dalam tiap jenis

pranata sosial yang ada lima jenis pranata sosial yang sangat

penting dalam kehidupan masyarakat yaitu:

1. Pranata keluarga.

a. Fungsi pengaturan hubungan biologis.

b. Fungsi reproduksi.

c. Fungsi sosialisasi.

d. Fungsi afeksi.

e. Fungsi penentu kedudukan atau status.

f. Fungsi perlindungan dan

g. Fungsi ekonomi

2. Pranata pendidikan

a. Pranata pemindahan warisan kebudayaan.

b. Memberikan persiapan bagi peranan-peranan pekerjaan.

c. Mempersiapkan peranan sosial yang di kehendaki oleh

individu.

d. Memberikan landasan penilaian dan pemahaman status

relatif.

e. Memperkuat penyesuaian diri dan mengembangkan

hubungan sosial.

3. Pranata agama.

a. Bantuan terhadap pencarian identitas moral.

b. Memberikan penapsiran untuk menjelaskan keberadaan

manusia.

c. Peningkatan kehidupan sosial dan mempererat kohesi sosial

(hubungan sosial).

4. Pranata ekonomi.

a. Pengaturan produksi barang dan jasa.

b. Fungsi distribusi barang dan jasa.

c. Fungsi konsumsi barang dan jasa.

5. Pranata politik.

a. Melembagakan norma melalui undang-undang.

b. Melaksanakan undang-undang yang telah disetujui.

c. Menyesuaikan konflik yang terjadi.

d. Menyelenggarakan pelayanan umum.

45

e. Melindungi warga negara.

46

BAB IV

TEORI PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

A. Teori Tehnologi dan Ketertinggalan oleh W.F. Ogburn.

William .F. Ogburn yang mendapat pendidikan di Universitas

Columbia dan menghabiskan sebagian besar hidup akademisnya di

Universitas Chigago. Sumbangannya yang paling terkenal terhadap

bidang sosiologi adalah konsepnya tentang ketertinggalan budaya

(cultural log). Konsep itu mengacu kepada kecendrungan dan

kebiasaan-kebiasaan sosial dan pola-pola organisasi sosial yang

tertinggal di belakang perubahan kebudayaan material. Akibatnya

perubahan sosial selalu ditandai oleh ketegangan antara kebudayaan

materiil dan non materiil (Ogbum, "social change"). Pemikiran

Ogbum dapat di golongkan dalam pendekatan perilaku

(behaviorisme). Oleh karena Ogburn dalam karyanya

mengemukakan sebagai berikut:

a) Perilaku manusia merupakan produk warisan sosial atau budaya

bukan produk faktor- faktor biologis yang diturunkan lewat

keturunan.

b) Kenyataan sosial dasarnya terdiri atas pola-pola perilaku nyata

memperlihatkan suatu tingkat keteraturan tinggi yang

menemukan penemuan-penemuan baru yang inovatif, sedangkan

konsekuensinya adalah ketimpangan integrasi atau ketegangan

antara kebudayaan, materi yang lebih maju dengan kebudayaan

non materi yang tertinggal.

c) Perubahan-perubahan kebudayaan materiil terbentuk mulai dan

penemuan awal seperti perkakas tangan, komputer, satelit-satelit

komunikasi, sedangkan kebudayaan non materiil seperti

kebiasaan dan tata cara organisasi sosial yang akhirnya

berkonsekuensi harus menyesuaikan din dengan kebudayaan-

kebudayaan materiil. Namun karena adanya berbagai sumber

yang menolak perubahan proses penyesuaian itu selalu

ketertinggalan di belakang perubahan-perubahan budaya materiil,

akibatnya terjadi ketimpangan integrasi atau ketegangan budaya

antara budaya materiil dan non materiil.

d) Kebudayaan non materiil yang tidak mampu mengejar karena

kecepatan perubahan dalam kebudayaan materiil terus melaju.

47

Hasilnya adalah suatu ketegangan yang terus meningkat antara

budaya materiil dengan non materiil, akhirnya selalu

menimbulkan ketertinggalan budaya khususnya budaya non

materiil.

B. Teori Perubahan Budaya oleh Bronislaw Malinowski.

Dalam karyanya tentang berbagai aspek kehidupan masyarakat

penduduk kehidupan Trobriand terbit, salah satu reaksi dan

kalangan antropologi adalah bahwa Malinowski tidak

memperhatikan proses perkembangan kebudayaan dalam

pemikirannya. Dengan melukiskan suatu masyarakat dengan

mengintegrasikan seluruh aspeknya menjadi satu, ia seolah-olah

mengambil gambaran dan masyarakat itu pada satu saat saja,

sehingga gambaran tadi merupakan suatu pembekuan dari

kehidupan masyarakat pada satu detik dalam ruang waktu

kekacauan itu rupanya diperhatikannya dan pada akhir

kehidupannya ia berhasil menulis sebuah buku. Dengan mengambil

bahan dan contoh-contoh dari Afrika, dalam buku itu ia

mengajukan suatu metode untuk mencatat dan menganalisa sejarah

dan proses-proses perubahan kebudayaan dalam suatu masyarakat

yang hidup.

C. Teori Perubahan Sosial Budaya

Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan, ada yang

cepat, ada yang lambat. Pengaruh perubahan tersebut bisa terbatas

dari ruang lingkup yang kecil, tetapi bisa juga tidak terbatas dalam

ruang lingkup yang luas.

Perubahan-perubahan dalam masyarakat mengenai norma-

norma sosial, nilai-nilai sosial interaksi sosial, pada perikelakuan,

organisasi sosial, lapisan masyarakat dan lain-lain.

- Menurut pendapat W.F. Ogbum dalam bukunya "social change"

ruang lingkup perubahan-perubahan sosial mencakup unsur-

unsur kebudayaan material maupun isi material namun yang

terbesar adalah unsur-unsur kebudayaan material.

- Menurut John Levis Gillian & John Philips Gillian, perubahan

sosial adalah suatu variasi cara hidup yang telah diterima yang

disebabkan oleh perubahan-perubahan kondisi, geografis,

48

kebudayaan material ideology susunan masyarakat, penentuan,

baru dan adanya difusi dalam masyarakat.

- Menurut Selo Soemarjan, perubahan sosial ialah gejala

perubahan pada lembaga kemasyarakatan dalam suatu

masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk di

dalam nilai-nilai sikap, pola-pola perilaku diantara kelompok

dalam masyarakat

- Pendapat Mac Iver dalam bukungabn "A Textbook of Sociology*

membedakan antara kebudayaan (culture) dan peradaban

(civilization) ia meyakinkan bahwa perubahan-perubahan sosial

lahir perubahan-perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai

perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial tersebut.

D. Faktor-faktor Menyebabkan Perubahan-perubahan Sosial

dan Kebudayaan

Untuk mempelajari suatu perubahan yang terjadi dalam

masyarakat, maka perlu diketahui sebab-sebab yang

mengakibatkan terjadinya perubahan itu apabila diteliti lebih

mendalam apa sebabnya dapat terjadi suatu perubahan dalam

masyarakat maka pada umumnya dapat dikatakan bahwa yang

diubah mungkin dengan sadar, mungkin juga tidak dengan sadar

oleh masyarakat suatu yang dianggap sudah tidak memuaskan lagi

adanya, adapun penyebab masyarakat tidak puas lagi pada suatu

faktor, mungkin karena ada faktor baru yang lebih memuaskan

masyarakat sebagai pengganti dan faktor lama. Pada umumnya

sebab tersebut bersumber pada 2 faktor

- Faktor dalam masyarakat

- Faktor diluar masyarakat (pengaruh dan masyarakat dan dari

alam sekitarnya)

Adapun sebab yang bersumber dalam masyarakat antara lain

adalah:

1. Bertambah dan berkurangnya penduduk

Bertambahnya penduduk menyebabkan terjadinya perubahan

dalam struktur masyarakat dan yang menyangkut lembaga

kemasyarakatan misalnya sewa tanah, gadai, bagi hasil.

Berkurangnya penduduk akibat perpindahan dari desa ke kola.

2. Ada penemuan-penemuan bam

49

Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-

perubahan dapat dibedakan dalam pengertian:

- Discovery, penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru

balk berupa alat maupun ide-ide yang diciptakan untuk

seseorang maupun gabungan dari beberapa individu.

- Invention: masyarakat sudah mengakui menerima serta

menerapkan penemuan-penemuan baru itu.

Apabila ditelaah lebih Ianjut perihal penemuan-penemuan

baru, ada beberapa pendorong bagi penemuan-penemuan baru

tersebut dalam masyarakat.

Adapun yang mendorong individu untuk mencari

penemuan-penemuan baru tersebut adalah:

a. Kesadaran dari seseorang akan kekurangan dalam

kebudayaannya

b. Kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan.

c. Perangsang bagi aktivitas penciptaan dalam masyarakat.

Suatu penemuan baru tidak hanya mempunyai suatu

akibat yang terbatas tetapi akibatnya dapat memancar ke bidang

lain lainnya penemuan radio dapat menyebabkan perubahan

dalam hai pendidikan, agama, kesenian, pemerintahan dan lain-

lain.

3. Pertentangan (Conflict) dalam masyarakat

Pertentangan tersebut mungkin terjadi orang perorangan

dengan antar kelompok.

Misalnya orang tidak menerima adat apakah meninggal waktu

anak-, jatuh di rawat oleh keluarga dari pihak bapak, dalam hal

ini tidak barlaku lagi.

4. Terjadinya perberontakan atau revolusi di dalam tubuh

masyarakat itu sendiri.

Sebab yang bersumber dari luar masyarakat:

1. Lingkungan alam/phisik yang ada di sekitar manusia.

Terjadinya bencana alam menyebabkan masyarakat (orang)

berpindah dan mendiami tempat baai yang mengakibatkan

terjadinya perubahan pada lembaga masyarakat.

2. Adanya peperangan

Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan

terjadinya perubahan, karena biasanya negara yang memang

50

akan memaksakan negara yang takluk untuk menerima

kebudayaannya menganggap lebih tinggi tarafnya.

3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain:

Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat

mencukupi kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh

tambah baik secara langsung maupun melalui media massa.

Faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan:

1. Kontak dengan kebudayaan lain, salah satu proses yang

menyangkut hal ini difusi.

Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari

orang perorangan atau dari masyarakat yang lain. Dengan

terjadinya difusi perubahan baru yang telah ditemui oleh

masyarakat, dapat diteruskan dan disebabkan pada masyarakat

luas sehingga dapat menikmati kegunaan bagi kemajuan

peradaban.

2. Sistem pendidikan formal yang maju

Pendidikan memberikan nilai lebih nilai terutama dalam

membuka fikirannya serta menerima hal-hal yang baru dan

bagaimana berfikir dinamis dan obyektif.

3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan kemungkinan

untuk maju Apabila sikap tersebut melembaga dalam

masyarakat maka masyarakat akan memberikan pendorong

bagi usaha-usaha untuk mengadakan penemuan-penemuan baru

misalnya pemberian kalpataru.

Faktor-faktor yang menghambat proses perubahan

1. Kurangnya hubungan terhadap masyarakat lain,

Apabila suatu masyarakat tidak mau mengadakan hubungan

dengan masyarakat lain, maka warga masyarakat itu akan

terkungkung contohnya suku terasing.

2. Pendidikan yang masih terbelakang

Kehidupan masyarakat terasing (yang hanya dijajah) biasanya

kurang mengenal pendidikan, sehingga kurang memungkinkan

lahirnya unsur-unsur budaya baru.

3. Masyarakat yang bersikap tradisional

Masyarakat yang mengagungkan tradisi masa lalu menganggap

bahwa tradisinya tidak perlu diubah, lebih-lebih jika para

pengusaha bersifat konservatif, sehingga perubahan akan

51

tertutup olehnya.

4. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertatam dengan

kuat atau disebut Vested Interests.

Golongan ini biasanya menjadi pelopor dalam masa-masa

transisi maka selalu mereka mengidentifikasikan diri dengan

usaha-usaha jasanya. Golongan tersebut sekali melepaskan

kedudukannya di dalam proses perubahan.

5. Rasa takut integrasi kebudayaan tergoyahkan

Masyarakat merasa takut Integrasi kebudayaannya goyah

karena sudah merasa mapan, sehingga takut terjadi bahaya

besar hal ini akan menghambat terjadinya perubahan.

6. Prasangka buruk terhadap unsur-unsur budaya asing yang

masuk Sikap ini biasanya terdapat pada masyarakat yang

pemah dijajah dan mereka mempunyai perasaan trauma

terhadap penderitaan akibat penjajah bangsa asing.

7. Hambatan yang bersifat ideologis

Usaha-usaha pemantapan budaya rohaniah tertentu, kadang-

kadang diartikan berlawanan dengan prinsip ideologis yang

berlaku, bahkan sering ada tuduhan yang meresahkan

kehidupan masyarakat.

8. Adat atau kebiasaan, setiap masyarakat adapt atau kebiasaan

yang merupakan pola-pola prilaku bagi anggota masyarakat

dalam mamenuhi kebutuhan pokoknya, suatu krisis akan timbul

apabila kemudian ternyata bahwa pola-pola perlakuan tersebut

tidak efektif lagi dalam memenuhi kebutuhan pokok.

9. Nilai bahwa hidup ini pada hakekatnya buruk tidak mungkin

diperbaiki prasangka terhadap hal-hal yang baru atau asing atau

sikap yang tertutup.

E. Dampak Perubahan Sosial Budaya Terhadap Kehidupan

Masyarakat

Perubahan Sosial budaya, perubahan yang terjadi dalam salah satu

unsur yang lain, sifat perubahan sosial ialah berantai

Jadi perubahan sosial ialah perubahan struktur dan hubungan

sosial.

- Menurut Parsudi Suparlan bahwa perubahan kebudayaan adalah

perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama

52

oleh para warga masyarakat, selera, rasa, keindahan dan

kesenian serta bahasa,

- Masyarakat dan kebudayaan merupakan dua segi dari satu

kenyataan kehidupan sosial manusia telah ada masyarakat yang

tidak berbudaya, sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa

masyarakat

- Menurut Kingsley Davis, perubahan sosial merupakan bagian

perubahan kebudayaan, perubahan kebudayaan lebih luas

cakupannya, dibandingkan perubahan sosial. Perubahan

kebudayaan mencakup semua unsur kebudayaan, termasuk di

dalamnya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat,

bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial.

F. Dampak Perubahan Budaya Terhadap Kehidupan Masyarakat

1. Perubahan Bahasa

Perubahan yang terjadi pada bahasa misalnya kata-kata yang

telah usang tidak dipakai lagi, perbendaharaan kata baru masuk

berdasarkan bahasa asing maupun bahasa daerah. Contoh: kata

bekas = mantan, bekas sekarang hanya diperuntukkan sesuatu

yang tidak berfungsi lagi. Kata bekas dewasa ini hanya

dipergunakan untuk menyebut benda-benda yang sudah tidak

dipakai.

2. Sistem Pengetahuan

Pada zaman dahulu, dalam kegiatan menghitung, biasanya

cukup dengan menggunakan jari, dalam perkembangan

selanjutnya, setelah tumbuhnya ilmu pengetahuan, lebih-lebih

masuknya pengaruh Cina di Indonesia, maka digunakan alat

hitung dari kayu yang dibuat bulat-bulat kecil yang berfungsi

sebagai angka satuan, puluhan, ratusan, ribuan dan sebagainya.

Alat tersebut diberi nama Cempoa. Setelah ilmu pengetahuan

berkembang, maka ditemukan alat hitung yang disebut mesin

hitung, kalkulator dan computer. Hal ini membawa dampak

bahwa pekerjaan menghitung dan lain-lainnya akan cepat

selesai, yang berarti hemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya,

maka akhirnya kesejahteraan menjadi lebih meningkat.

3. Sistem Organisasi Sosial

Pada zaman feudal Indonesia mengalami pemerintahan yang

53

berbentuk kerajaan yang bersifat absolut, kekuasaan di Indonesia

didominasi oleh para bangsawan yang dianggapnya sebagai

titisan atau penjelmaan dewa. Karena dewalah yang memiliki

dunia seisinya, maka raja yang dianggap titisan dewa tersebut

harus dihormati lebih dari manusia biasa, bahkan harus

mendapat perlakuan khusus, setelah proklamasi dari bentuk

kerajaan yang absolut, berubah menjadi negara yang berbentuk

republik yang didasarkan demokrasi. Dalam negara demokrasi,

maka para penguasa negara dipilih oleh rakyat berdasarkan

prestasi kerjanya. Dampak dari adanya perubahan budaya

semacam itu, mengakibatkan seseorang rakyat biasa bukan

keturunan bangsawan dapat memegang jabatan negara.

4. Sistem Teknologi

Sebelum terjadinya revolusi industri (abad 18) untuk

transportasi darat baru dapat membuat gerobag delman, yang

ditarik mula-mula dengan tenaga manusia, kemudian diganti

dengan tenaga hewan. Dalam transportasi laut dikenal perahu

dayung, kapal layar, kapal dayung menggunakan tenaga

manusia, sedang kapal layar menggunakan tenaga angin.

Setelah terjadinya revolusi industri, maka transportasi darat yang

semula digerakkan oleh tenaga hewan maupun manusia diganti

dengan tenaga uap, oleh karena itu lahirlah alat angkut darat

yang disebut kereta api. Dalam perkembangan selanjutnya

tenaga uap yang berasal dari air yang dipanaskan diganti dengan

minyak sebagai ganti air. Akhirnya lahirlah angkutan darat yang

disebut mobil, truk dan lain sebagainya.

Untuk angkutan Iaut, tenaga manusia dan angin digantikan oleh

tenaga uap, dengan demikian maka ditemukan alat angkutan

Iaut yang disebut kapal bermesin, akhirnya setelah ditemukan

bahan bakar minyak, maka berkembang alat angkutan laut yang

disebut kapal bermotor.

Dengan teknologi mutakhir, untuk alat angkutan udara,

ditemukan pesawat terbang yang telah mengalami berkali-kali

regenerasi yaitu dan pesawat terbang dengan menggunakan

baling-baling berkembang dengan pesawat yang menggunakan

tenaga jet.

Demham keterangan di atas, maka berkomunikasi antar

54

daerah, antar bangsa dan negara menjadi lebih cepat. Hal ini

membawa dampak bahwa pengiriman hasil-hasil produksi dapat

menjadi habis awal sampai pada konsumer? dan untuk barang

dapat habis terjamln. Hal ini mengakibatkan baik konsumen

maupun produsen menjadi lebih sejak area.

5. Sistem Mata Pencaharian

Pada waktu Indonesia masih dalam prasejarah, mula-mula

nenek moyang kita masih hidup dalam masa berburu dan

mengumpulkan makanan. Mereka telah mengenal bercocok

tanam, lambat laun nenek moyang mereka dapat mengenal

bercocok tanam, dalam hal ini mereka harus memperhatikan

tanaman-tanamannya, agar tanaman-tanaman tersebut dapat

menghasilkan diharuskan dapat dipelihara tanaman dengan baik.

Dalam perkembangan selanjutnya mereka lebih mengenal

sifat-sifat tanaman, ada tanaman yang memerlukan air dan ada

tidak, maka dalam hal ini dikenal sistem irigasi.

Dalam abad ke-20 sistem irigasi pertanian lebih

ditingkatkan pada waktu itu, pemerintah Hindia Belanda

melaksanakan trilogy Van De Venter yaitu dalam bidang transisi

dorsi, irigasi dan edukasi, trilogy tersebut untuk meningkatkan

hasil produksi bumi. Hal ini tidak mengalami perubahan nasib.

Sejak proklamasi 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia selalu

berusaha untuk meningkatkan hasil-hasil pertaniannya. Berbagai

upaya telah dilakukan, dengan menciptakan alat-alat pertanian

baru, mengembangkan bibit unggul, alat-alat, juga mengenalkan

pertanian dengan sistem supra unsur, dengan menggunakan

pupuk berimbang yang terakhir ditemukan pupuk urea dan

dalam bentuk tablet yang ternyata lebih efisien.

Bangsa Indonesia yang semula mata pencahariannya

mengandalkan pertanian akhirnya oleh pemerintah dianjurkan

untuk mengembangkan kerajinan rumah (home widotory)

industri berat, dan home industri dan industri pariwisata

6. Sistem Religi

Pada jaman pra sejarah ketika hidup Homo Wajakensis, orang

telah mengenal penguburan mayat, soal mati adalah salah satu

hal yang sangat merisaukan hati manusia. Dalam hal kematian

orang-orang pada waktu itu percaya adanya kekuatan gaib di

55

luar dirinya yang menguasai hidup manusia.

Pada waktu bangsa Indonesia mengadakan hubungan dengan

bangsa India, maka kepercayaan Indonesia asli itu diwarnai oleh

budaya India akhirnya berkembang ajaran Hindu, Buddha yang

diselaraskan dengan kepercayaan yang telah ada. Karena itulah

kehidupan beragama di Indonesia sejak zaman dahulu sudah

saling mengadakan semangat toleransi. Tidak diherankan bahwa

sejak Indonesia merdeka diakui adanya lima agama yang sah

yang berkembang di Indonesia yang dikelola oleh departemen

agama.

7. Sistem Kesenian

a. Pada zaman pra sejarah, kegiatan seni sudah ada, berbagai

barang dapur di kemukakan misalnya benang, perhiasan,

manik-manik, lukisan berwarna di dinding goa Sulsel, kebun

batu di Sumatera Selatan, sudah menemukan adanya

kesenian yang cukup tinggi.

b. Pada zaman sejarah

Kesenian yang sudah berkembang pada zaman pra sejarah

berkembang terus, meskipun sudah masuk dalam zaman

sejarah, bahkan kesenian diperkaya dengan bertambahnya

kesenian antara lain;

a. Sastra

b. Teater

56

BAB V

LEMBAGA/PRANATA SOSIAL

Kerangkan sosial masyarakat tidak muda diidentifikasikan

atau diobservasi seperti struktur pisiknya. Di dalam inter-relasi dan

interaksi manusia menciptakan bentuk-bentuk asosiasi yang

merupakan unit-unit aktifitas di kalangan mereka sendiri,

disamping menyusun mekanisme-mekanisme utama bagi

kegiatannya. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan

adanya lembaga sosial, di mana interaksi sosial dapat terjadi di

dalamnya. Dengan adanya lembaga sosial akan tercipta keteraturan

sosial dalam hidup bermasyarakat. Tak hanya itu, lembaga

sosial juga menjadi pedoman individu dalam bersikap serta

memberikan batas-batas dalam bertingkah laku agar individu tidak

menyimpang. Masing-masing lembaga sosial dibentuk atas dasar

fungsi dan tujuan yang berbeda antara satu lembaga dengan

lembaga lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai lembaga sosial,

bisa memahami pengertian dari para ahli, beserta jenis-jenisnya.

• Koentjaraningrat

Lembaga sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan

yang berpusat kepada aktivitas sosial untuk memenuhi kompleks-

kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.

• Leopold Von Weise dan Becker

Lembaga sosial adalah jaringan proses hubungan antarmanusia dan

antarkelompok yang berfungsi memelihara hubungan itu beserta

pola-polanya yang sesuai dengan minat kepentingan individu dan

kelompoknya.

• Robert Mac Iver dan C.H. Page

Lembaga sosial adalah prosedur atau tata cara yang telah

diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia yang tergabung

dalam suatu kelompok masyarakat.

• Soerjono Soekanto

57

Lembaga sosial adalah himpunan norma-norma dari segala

tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam

kehidupan masyarakat.

Jenis-Jenis Lembaga Sosial

• Lembaga Keluarga

Lembaga keluarga merupakan lembaga sosial yang terkecil, yang

terbentuk atas dasar perkawinan dan hubungan darah. Meski

lembaga keluarga merupakan yang paling kecil, memiliki peran

yang sangat besar dalam kehidupan manusia.

• Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan adalah lembaga atau tempat berlangsungnya

proses pendidikan dengan tujuan mengubah tingkah laku individu

ke arah yang lebih baik.

Lembaga pendidikan dapat dikatakan sebagai lembaga sosial

lanjutan setelah keluarga. Penyelenggaraan pendidikan sekolah

dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu pendidikan sekolah dan luar

sekolah.

Lembaga pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu

pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan

informal.

• Lembaga Ekonomi

Lembaga ekonomi adalah lembaga yang mempunyai kegiatan di

bidang ekonomi agar kebutuhan masyarakat terpenuhi. Lembaga

ekonomi bagian dari lembaga sosial yang mengatur hubungan

antarmanusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok.

Lembaga ekonomi bertujuan mengatur bidang-bidang ekonomi

dalam rangka mencapai kehidupan yang sejahtera dan terpenuhinya

kebutuhan masyarakat.

• Lembaga Agama

58

Lembaga agama adalah lembaga yang mengatur mengenai

kehidupan manusia dalam beragama. Lembaga agama merupakan

sistem keyakinan dan praktik keagamaan dalam masyarakat.

Agama sangat penting untuk menyeimbangkan kehidupan manusia,

yaitu antara kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan agama

menuntun individu untuk berperilaku baik terhadap sesama

manusia, mahkluk hidup lain, dan alam sekitar.

• Lembaga Politik

Lembaga politik adalah suatu bentuk kegiatan dalam suatu

kelompok masyarakat yang proses pembentukan dan pembagian

kekuasaannya ditentukan oleh kelompok masyarakat itu sendiri.

Lembaga politik dapat berbentuk pemerintahan yang berperan

sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban, serta melayani dan

melindungi masyarakat.

• Lembaga Budaya

Lembaga budaya adalah lembaga publik dalam suatu negara yang

berperan dalam pengembangan budaya, ilmu pengetahuan, seni,

lingkungan, dan pendidikan pada masyarakat yang ada pada suatu

daerah atau negara. Lembaga-lembaga kebudayaan, baik yang

berbentuk lembaga swadaya masyarakat (LSM), sanggar, atau

paguyuban merupakan elemen lain yang dapat berperan serta

dalam pelestarian seni dan budaya.

Bentuk-bentuk lembaga ini mempunyai fungsi khusus

yang telah diklasifikasikan sebagai unsur-unsur dari struktur sosial

yang mengikat mereka menjadi suatu struktur secara menyeluruh.

Berikut ini akan dikemukakan beberapa bentuk utama struktur

persekutuan hidup manusia yang menyusun masyarakat serta

menentukan hubungan-hubungannya.

A. Institusi Sosial

Institusi sosial yang dalam bahasa Asing dikenal

dengan istilah social institution, para ahli dan sarjana sosiologi

menterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan bermacam-

macam istilah, karena belum terdapatnya kesepakatan tentang

penggunaan istilah dalam Bahasa Indonesia. Hingga pada saat

59

sekarang ini para ilmuwan belum memiliki suatu istilah yang

dirasakan secara tepat dapat menggambarkan secara keseluruhan

isi yang terkandung dalam institusi sosial.

Prof.Dr.Koentjaraningrat, misalnya memakai istilah

pranata sosial, oleh karena beliau beranggapan bahwa social

institution menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur

peri kelakuan para anggota masyarakat. Lalu beliau

mengemukakan bahwa pranata sosial adalah “suatu sistem tata

kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas

untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam

kehidupan masyarakat”.

Istilah lain dalam bahasa Indonesia, diusulkan

bangunan sosial, mungkin terjemahan dari Soziale Gebilde,

istilah mana lebih mendekat gambaran bentuk dan susunan sosial

institution. Tepat tidaknya istilah tersbut, tentunya tergantung

pada para pemakainya. Khusus dalam diktat ini akan dipinjam

dan digunakan istilah dai Prof.Dr.Soejono Soekanto, SH.,MA;

istilah Lembaga Kemasyarakatan atau Lembaga Sosial.

Mac Iver dan Charles H.Page, mengartikan Lembaga

Sosial sebagai:

Tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur

hubungan antar manusia yang berkelompok dalam satu

kelompok kemasyarakatan yang dinamakan “asosiasi”.

William Graham Summer, melihat dari sudut kebudayaan dan

mengemukakan Lembaga Sosial, ialah:

Perpolaan fungsional dari pola-pola kebudayaan yang juga

meliputi perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan

kebudayaan, yang mempunyai sifat kekal serta bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat.

B. Batasan Pengertian

Sosial intitution atau Lembaga Sosial menunjuk pada

adanya unsur-unsur yang mengatur peri-kelakuan para anggota-

anggota masyarakat. Dari segi bahasa dan percakapan sehari-hari

yang dimaksudkan dengan “lembaga”ialah biasanya suatu badan,

misalnya lembaga pemeliharaan anak yatim, lembaga pendidikan

atau secara umum berbagai bentuk organisasi yang mempunyai

60

tujuan amal atau memelihara dan memperluas pengetahuan dan

sebagainya.

Dalam ilmu sosiologi, yang dimaksudkan dengan

lembaga sosial ialah suatu kompleks atau sistem peraturan-

peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang

penting.

Lembaga tersebut mempunyai tujuan untuk mengatur

antar hubungan yang diadakan dalam memenuhi kebutuhan

manusia yang penting. Lembaga sosial memberikan pengertian

kata lembaga, yang lebih banyak menunjuk pada sesuatu bentuk

dan sekaligus juga mengandung pengertian-pengertian yang

abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan

tertentu yang menjadi ciri dari lembaga tersebut. Dapat pula

dikatakan bahwa lembaga sosial ialah himpunan dari pada norma-

norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan

pokok didalam kehidupan masyarakat.

C. Proses Pertumbuhan Lembaga Sosial (Lembaga

Kemasyarakatan).

1. Norma-norma Masyarakat

Supaya hubungan antar manusia di dalam suatu

masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, maka

dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma

tersebut berbentuk secara tidak sengaja. Namun lama

kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar.

Misalnya, dahulu di dalam jual beli, seorang perantara tidak

harus diberi bagian dari keuntungan. Akan tetapi lama

kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat

bagiannya. Contoh lain perihal perjanjian tertulis yang

menyangkut pinjam meminjam uang yang dahulu tidak

pernah dilakukan. Norma-norma yang ada di dalam

masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-

beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang

terkuat daya ikatnya. Pada yang terakhir, umumnya anggota-

anggota masyarakat pada tidak berani melanggarnya. Untuk

dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma

tersebut, secara sosiologis dikenal adanya empat pengertian

61

yaitu :

a. Cara (usage)

b. Kebiasaan (folkways)

c. Tata kelakuan (mores)

d. Adat-istiadat (custom)

Masing-masing pengertian di atas mempunyai dasar

yang sama yaitu masing-masing merupakan norma-norma

kemasyarakatan yang memberikan petunjuk bagi perilaku

seseorang yang hidup di dalam masyarakat. Setiap pengertian di

atas mempunyai kekuatan yang berbeda karena setiap tingkatan

menunjuk pada kekuatan memaksa yang lebih besar supaya

mentaati norma. Cara (ussage) menunjuk pada suatu bentuk

perbuatan. Norma ini mempunyai kekuatan sangat lemah bila

dibandingkan dengan kebiasaan (folkways). Kebiasaan menunjuk

pada perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama.

Cara (usage) lebih menonjol di dalam hubungan antar

individu di dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya

tak akan mengakibatkan hukuman yang berat, akan tetapi hanya

sekedar celaan dari individu yang dihubunginya. Misalnya orang

mempunyai cara masing-masing untuk minum pada waktu

bertamu. Ada yang minum tanpa mengeluarkan bunyi, ada pula

yang mengeluarkan bunyi sebagai pertanda rasa kepuasannya

menghilangkan kehausan. Dalam cara yang terakhir biasanya

dianggap sebagai perbuatan yang tidak sopan. Apabila cara

tersebut diperlakukan juga, maka paling banyak orang yang

diajak minum bersama akan merasa tersinggung dan mencela

cara minum yang demikian.

Kebiasaan (folways) mempunyai kekuatan mengikat

yang lebih besar dari pada car. Kebiasaan diartikan sebagai

perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama,

merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan

tersebut. Sebagai contoh kebiasaan memberi hormat kepada

orang lain yang lebih tua. Apabila perbuatan tadi tidak dilakukan,

maka akan dianggap suatu penyimpangan terhadap kebiasaan

umum dalam masyarakat. Kebiasaan menghormati orang-orang

yang lebih tua, merupakan kebiasaan dalam masyarakat dan

setiap orang akan menyalahkan penyimpangan terhadap

62

kebiasaan tersebut.

Menurut Mac Iver Page kebiasaan merupakan perilaku

yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Selanjutnya dikatakan

bahwa apabila hal tersebut tidak semata-mata dianggap sebagai

cara perilaku saja. Akan tetapi bahkan diterima sebagai norma-

norma pengatur, maka disebutkan kebiasaan tadi sebagai mores

atau tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang

hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat

pengawas, secara sadar maupun tidak sadar oleh masyarakat

terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan disatu pihak

memaksakan dan di lain pihak melarangnya, sehingga secara

langsung merupakan alat, agar anggota masyarakat menyesuaikan

perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.

Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai yang

sungguh-sungguh berlaku, apabila norma-norma sepenuhnya

membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Perilaku

perseorangan yang dianggap sebagai peraturan merupakan hal

sekunder bagi lembaga kemasyarakatan.

Paksaan hukum di dalam pelaksanaan lembaga

kemasyarakatan yang berlaku sebagai peraturan tidak selalu

digunakan. Sebaliknya tekanan diutamakan pada paksaan

masyarakat. Pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang

berlaku sungguh-sungguh faktor paksaan tergantung dari

pertimbangan-pertimbangan kesejahteraan, gotong royong, kerja

sama dan sebagainya.

Suatu norma tertentu dikatakan telah melembaga

(instituonalized), apabila norma tersebut :

I. Diketahui

II. Difahami atau dimengerti

III. Ditaati dan

IV. Dihargai.

2. Sistem Pengendalian Sosial (Social Control)

Sebagaimana diketahui bahwa nilai dan norma tercipta

oleh anggota-anggota masyarakat, tetapi mereka sekaligus

menjadi alat pengontrol tingkah laku anggota-anggota

masyarakat. Melalui sosial control ini, nilai dan norma

digunakan un tuk mendidik, mengamengajak atau bahkan

63

memaksa warga masyarakat untuk mematuhi kaidah-kaidah

dan nilai-nilai sosial yang berlaku yang mengatur hubungan

individu, kelompok dan antar keduanya (individu dalam

kelompoknya).

Dalam bukunya Prof Dr. Soejono Soekanto, SH, MA.,

dikatakan bahwa Pengendalian sosial (social control)

bertujuan untuk secara mencapai keserasian antara stabilitas

dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Atau suatu

sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai

keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan

keadilan/kesebandingan.

Kehidupan bersama dalam masyarakat tidak akan

mungkin berjalan dengan baik tanpa adanya usaha agar

anggota-anggota masyarakat menyesuaikan tindakan-

tindakannya dengan nilai-nilai serta norma-norma yang

berlaku dalam masyarakat tersebut. Namun hal tersebut

tidaklah berarti bahwa sosial control bertujuan untuk secara

mutlak memaksakan nilai-nilai dan norma-norma yang

berlaku terhadap kelakuan para anggota masyarakat.

Dari sudut sifatnya pengendalian sosial dibagi dua

macam. Soejono Soekanto menjelaskan bahwa social control

dapat bersifat preventif dan represif atau bahkan keduanya.

Preventif merupakan suatu usaha pencegahan terhadap

terjadinya gangguan-gangguan atau pelanggaran-pelanggaran

kaidah/nilai pada keserasian norma-norma yang seharusnya

berlaku dan dipatuhi sebagai contoh pendidikan formal dan

informal (pendidikan anak dalam keluarga, sekolah, lembaga

keagamaan dan sebagainya).

Social control repressif berwujud penjatuhan sanksi

terhadap warga masyarakat yang melanggar kaidah/norma

yang berlaku serta mempunyai sifat untuk

mengembalikan/memulihkan pada keadaan yang dianggap

baik (benar) oleh masyarakat.

Suatu contoh social control, baik yang preventif

maupun repressif dapat diambil dari salah satu pasal dari

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, misalnya pasal 362

KUHP tentang pencurian. Para ahli hukum bermaksud

64

pertama-tama agar tidak terjadi pencurian, karena merugikan

masyarakat, jadi sifatnya preventif. Selanjutnya bila terjadi

juga pencurian tersebut, msks pelakunya akan mendapat

ganjaran berupa hukuman yang mengakibatkan penderitaan

baginya. Hal tersebut dimaksudkan agar dimasa akan datang

perbuatan tersebut tak akan diulanginya lagi.

Social control yang preventif, kadang-kadang

merupakan pemberian penghargaan bagi warga masyarakat

yang dapat dijadikan teladan bagi warga masyarakat lainnya.

Contohnya pemberian tanda jasa atau penghargaan kepada

orang-orang yang berjasa kepada bangsa/negara atau

membawa harum nama baik bangsa/negara.

Menurut Prof.Dr.Koentjaraningrat, ada lima tujuan dan cara

social control sebagai berikut :

1. Mempertebal keyakinan anggota-anggota masyarakat, akan

kebaikan norma-norma kemasyarakatan. Dalam hal ini

dilakukan melalui pendidikan atau dengan menciptakan

social suggestion, yaitu yang antara lain berwujud cerita-

cerita tentang orang besar, pahlawan-pahlawan dan lain-lain

yang tealah berhasil menjaga keutuhan norma-norma dalam

masyarakat

2. Memberikan penghargaan anggota masyarakat yang taat

pada norma-norma kemasyarakatan. Selain dengan cara

pemberian penghargaan sebagaimana yang tersebut, maka

dalam ajaran-ajaran agama banyak dijumpai ajaran yang

menganjurkan berkelakuan baik agar kelak mendapat pahala.

3. Menimbulkan rasa takut. Dalam hal ini rasa takut akan

sangsi-sangsi anggota-anggota masyarakat terhadap

pelanggaran-pelanggaran yang diperbuatnya. Disamping itu

adanya pula ketakutan atau pelanggaran terhadap magie.

4. Mengembangkan rasa malu dalam diri perasaan anggota-

anggota masyarakat, bila merasa menyimpang atau

menyeleweng dari norma-norma kemasyarakatan dan nilai-

nilai yamg berlaku.

5. Menciptakan sistem hukum, yaitu sistem tata tertib dengan

sangsi-sangsi yang tegas bagi para pelanggarnya.

Dalam sistem hukum tersebut dikenal formal social control,

65

sebagai lawan dan informal social control, oleh karena

sistem hukum pada umumnya terwujud dalam tata cara yang

dibentuk oleh badan-badan tertentu (misalnya DPR) tatacara

mana dapat dipaksakan berlakunya. Sebaliknya informal

social control daya berlakunya banyak tergantung pada

kenyataan-kenyataan apakah masyarakat menyukai atau

tidak.

D. Fungsi Lembaga Sosial

Fungsi lembaga sosial adalah sebagai pedoman

masyarakat dalam melaksanakan berbagai macam aktivitas di

kehidupan sehari-harinya. Tak hanya itu, lembaga sosial juga

berfungsi sebagai penyatu individu-individu yang ada di

lingkungan kehidupan masyarakat. Lembaga sosial biasanya

dijadikan sebagai tempat belajar sekaligus sebagai penegak

berbagai macam tindakan yang dilakukan masyarakat. Selain itu,

lembaga sosial merupakan wadah tempat bersatunya masyarakat

yang ada di sekitar lembaga sosial tersebut.

Dengan memperhatikan segala batasan pengertian dan

defenisi-defenisi tersebut, maka dapatlah ditarik suatu

kesimpulan bahwa; suatu lembaga social adalah merupakan suatu

kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan social. Jadi

lembaga tersebut lebih bersifat suatu konsepsi dan bukan sesuatu

yang konkrit. Atau dengan kata lain, lembaga sosial tersebut ada

seginya yang kulturil, berupa norma-norma dan nilai-nilai, tetapi

ada pula seginya yang strukturil, berupa berbagai peranan sosial.

Norma-norma dalam masyarakat mengatur pergaulan

hidup dengan bertujuan untuk mencapai suatu tata-tertib. Norma-

norma tersebut apabila diwujudkan dalam hubungan antar

manusia dinamakan organisasi sosial (social organization).

Dalam perkembangan norma-norma tersebut

berkelompok-kelompok pada berbagai keperluan pokok daripada

kehidupan manusia seperti; kebutuhan hidup, kebutuhan

pencaharian hidup, kebutuhan akan pendidikan, kebutuhan untuk

rasa keindahan dan sebagainya. Sebagai contoh misalnya

kebutuhan hidup kekerabatan (pembentukan keluarga), setelah

dua orang muda-mudi saling berkenalan lalu saling tertarik

66

(saling jatuh cinta), lalu terjadilah

- Proses terjadinya lembaga sosial

- Saling bercintaan – pacaran

- Peminangan – sirih pinang

- Tukar cincin – pesta pernikahan

- Perkawinan – terbentuklah rumah tangga dan seterusnya.

Dari contoh tersebut diatas kiranya dapatlah diambil

suatu kesimpulan bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan

terdapat di dalam setiap masyarakat tanpa memperdulikan apakah

masyarakat tersebut telah mempunyai taraf kebudayaan yang

tinggi perkembangannya ataupun masih sederhana. Hal tersebut

disebabkan oleh karena setiap masyarakat tentu mempunyai

kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompok-

kelompokkan, terhimpun menjadi lembaga sosial.

Untuk memberikan suatu btasan umum, dapatlah

dikatakan bahwa lembaga sosial merupakan himpunan dar pada

norma-norma dan segala tingkatan yang berkisar pada suatu

kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat.

Asosiasi (asosiation) adalah wujud yang konkrit

daripada lembaga sosial. Lembaga sosial , yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dari manusia pada

dasarnya mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :

1. Menetapkan pedoman pada anggota-anggota masyarakat,

bagaimana mereka harus bertingkah laku dalam menghadapi

masalah-masalah dalam masyarakat.

2. Menjaga keutuhan dan kelestarian dari masyarakat.

3. Memberikan petunjuk kepada anggota-anggota masyarakat

dalam sistem social-control.

E. Ciri-ciri Dan Tipe-tipe Lembaga Kemasyarakatan

Menurut Gillian dan Gilan dalam karyanya yang

berjudul General Features of Social Institution menguraikan ciri

dan tipe lembaga kemasyarakatan.Ciri-ciri Lembaga

Kemasyarakatan sebagai berikut :

1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola

pemikiran dan pola-pola perilaku yang terwujud melalui

aktifitas-aktifitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Seperti:

67

adat istiadat, tata kelakuan kebiasaan serta unsur-unsur

kebudayaan lainnya baik secara langsung maupun secara

tidak langsung tergabung dalam suatu unit yang fungsional.

2. Suatu tingkat kekekalan tertentu, sistem kepercayaan dan

aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga

setelah melewati waktu yang relatif lama.

3. Mempunyai suatu tujuan tertentu

4. Mempunyai alat perlengkapan yang dipergunakan untuk

mencapai tujuan lembaga bersangkutan seperti bangunan,

peralatan, mesin dan lain sebagainya.

5. Memiliki lambang-lambang yang secara simbolis

menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang

bersangkutan.

6. Mempunyai tradisi tertulis maupun yang tak tertulis, yang

merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lain-lain.

Tipe-tipe Lembaga Kemasyarakatan.

Menurut Gillian dan Gillian lembaga kemasyarakatan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Crescive institution dan enacted institution yang merupakan

klasifikasi dari sudut perkembangannya. Crescive institution

disebut lembaga-lembaga paling primer yang secara tak

disengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat, contohnya hak

milik, perkawinan, agama dan seterusnya.

2. Dari sudut sistem nilai yang diterima masyarakat, timbul

klasifikasi atas Basic institutions dan subsidiary institution

dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting

untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam

masyarakat. Misalnya sekolah-sekolah, keluarga, negara dan

lain-lain dianggap sebagai basic institution yang pokok.

Sebaliknya subsidiary insttitution yang dinggap kurang penting

seperti, kegiatan rekreasi.

3. Dari sudut penerimaan masyarakat, dapat dibedakan approved

atau social sanctioned institutions dengan unsanctioned

institutions. Approved atau social santioned institutions, adalah

lembaga yang diterima masyarakat seperti misalnya sekolah,

perusahaan dagang dan lain-lain. Sebaliknya adalah

68

unsantioned institutions yang ditolak yang ditolak oleh

masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang tidak berhasil

memberantasnya, misalnya kelompok penjahat, pemeras,

pencoleng dan sebagainya.

4. Pembedaan antara general institutions dengan restricted

institutions, timbul apabila klasifikasi tersebut didasarkan pada

faktor penyebarannya. Misalnya agama merupakan suatu

general institution, karena dikenal hampir seluruh masyarakat

dunia. Sedangkan agama-agama Islam, protestan, katolik,

Budha dan lain-lainnya merupakan restricted institution, karena

dianut oleh masyarakat-masyarakat tertentu di dunia lain.

5. Sudut fungsinya terdapat pembedaan operative institutions,

berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau

tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga.

Yang kedua bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat atau tata-

kelakuan yang tidak menjadi bagian untuk lembaga itu sendiri.

69

BAB VI

PROSES-PROSES SOSIAL

A. Pembatasan Pengertian

Sebagaimana diketahui bahwa sosiologi juga membahas

dan meneliti proses-proses sosial (social processes). Masyarakat,

manusia itu terdiri dari dua aspek, ialah aspek strukturil dan

aspek fungsionil atau dengan kata lain aspek statis dan dinamis.

Aspek strukturil dari suatu masyarakat ialah berupa lembaga-

lembaga (institution). Sedang aspek funsional atau aspek dinamis

adalah segala hubungan kemanusiaan baik jasmaniah maupun

rohaniah dalam hidup bermasyarakat dan inilah yang disebut

sebagai proses-proses sosial/kemasyarakatan. Kedua aspek

tersebut tidaklah muda ditarik yang garis konkrit, terlebih pula

karena keduanya erat terjalin sehingga sukar untuk

membicarakan satu aspek tanpa membicarakan yang lain.

Para ahli sosiologi merasakan betapa perlunya

pengetahuan tentang proses-proses sosial tersebut, karena

pengetahuan mengenai struktur masyarakat saja tidaklah

memadai untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai

kehidupan bersama dari manusia (masyarakat). Pengetahuan

tentang proses-proses sosial memungkinkan seseorang untuk

memperoleh pengertian mengenai segi dinamika dari masyarakat

atau dengan kata lain gerak dari masyarakat.

Proses-proses sosial adalah proses kelompok-kelompok

dan individu-individu yang saling berhubungan, yang merupakan

bentuk-bentuk antar aksi dan interaksi sosial. Interaksi sosial

ialah bentuk-bentuk yang nampak kalau kelompok-kelompok

manusia atau individu-individu mengadakan hubungan satu sama

lain. Bentuk-bentuk hubungan itu berbeda-beda antara yang satu

dengan yang lainnya dan menunjukkan ciri-ciri khas.

Jadi masyarakat yang dikenal sehari-hari, terdiri dari

rangkaian proses-proses sosial atau proses-proses

kemasyarakatan yang terus menerus bergerak (secara dinamis).

Suatu proses sosial adalah rangkaian human action (sikap dan

tindakan manusia) yang merupakan aksi dan reaksi atau

70

chalenges and response) di dalam hubungannya satu sama lain.

Jadi dapat pula dikatakan bahwa proses-proses sosial adalah

pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama.

Para ahli sosiologi menggambarkan proses sosial itu

seakan-akan suatu bentuk spiral, yaitu dimulai suatu aksi

(challenge) yang menimbulkan reaksi (response) dan response itu

menimbulkan challenge baru, yang kemudian menimbulkan

response lagi dan seterusnya. Pengaruh timbal balik antar

pelbagai segi kehidupan bersama, jelas dapat dilihat pada bentuk-

bentuk interaksi sosial, yaitu bentuk-bentuk yang tampak apabila

individu atau kelompok-kelompok manusia/sosial mengadakan

hubungan satu sama lain dengan terutama mengetengahkan

interaksi sosial sebagai unsur-unsur pokok dan fungsi masyarakat

atau segi dinamika dari masyarakat.

Pengertian interaksi sosial ini sangat berguna dalam

memperhatikan dan mempelajari banyak masalah di dalam

masyarakat. Dalam buku yang berjudul “sosiologi and social life”

yang dikemukakan oleh Kimbal Young-Raymond W.Mack

menyatakan “interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan

sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada

kehidupan bersama”.

Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila

individu atau kelompok manusia bekerjasama, saling berbicara

dan seterusnya untuk mencapai tujuan bersama, mengadakan

kerja sama, persaingan ataupun pertentangan dan sebagainya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa interaksi sosial

adalah dasar pokok proses-proses sosial, pengertian mana dan

menunjuk pada segi dinamika dari masyarakat.

B. Interaksi Sosial (social interaction)

Sebagaimana diketahui bahwa interaksi sosial

adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan

bersama. Atau dengan kata lain apa yang akan terjadi apabila ada

perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara

hidup atau bentuk-bentuk yang telah ada. Interaksi sosial

menunjuk pada pengaruh timbal balik (memberi dan menerima

atau challenge dan response) dari kegiatan-kegiatan individu atau

71

kelompok-kelompok, yang biasanya dinampakkan dalam

berkomunikasi.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial

yang dinamis, sebagai contoh misalnya; bila dua orang

berpapasan, maka interaksi sosial dimulai. Pada saat itu mereka

mungkin saling menegur, saling berjabat tangan, saling

tersenyum, saling memeluk bahkan mungkin pula saling bertinju

karena berkelahi. Aktivitas seperti itu merupakan bentuk-bentuk

interaksi sosial.

C. Syarat-syarat Interaksi sosial

Interaksi sosial secara sederhana dan secara singkat

dapat dikatakan bahwa semua bentuk hubungan antar manusia,

baik individu terhadap individu, maupun individu terhadap

kelompok sosial, ataupun kelompok sosial terhadap kelompok

sosial.

Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak

terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Adanya kontak sosial (social conteck)

2. Adanya komunikasi (communication)

Kalau kita berbicara mengenai etimologi dari kata

kontak, maka hal tersebut berasal dari bahasa latin, yang

terdiri dari dua suku kata con dan tango. Con artinya

bersama-sama dan tango artinya menyentuh. Jadi arti

logikanya adalah bersama-sama menyentuh. Kontak secara

fisik baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Akan

tetapi sebagai gejala sosial, hal tersebut tidak perlu adanya

hubungan badaniah, oleh karena orang dapat mengadakan

hubungan dengan pihak lain tanpa sentuhan secara badaniah

seperti misalnya dengan cara berbicara dengan pihak lain

tersebut. Juga dengan perkembangan alat-alat elektronika

dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu dengan

lainnya melalui telepon, radio, telegrap, surat dan

sebagainya, tanpa memerlukan hubungan badaniah.

Sebagai contoh dapat dikatakan: kontak antara

pasukan kita dengan pasukan musuh. Berita tersebut berarti

bahwa masing-masing pasukan telah mengetahui dan sadar

72

akan posisi masing-masing, dan tealah siap untuk saling

menembak. Contoh lain ; suatu patroli polisi yang sedang

mengejar perusuh, mengadakan kontak dengan markas besar

kepolisian; hal tersebut berarti masing-masing pihak siap

untuk mengadakan interaksi sosial.

Suatu permasalahan pokok yang penting, bahwa

terjadinya suatu kontak, tidak semata-mata tergantung dari

tindakan, akan tetapi juga tanggapan terhadap tindak

tersebut, sebagai contoh : seorang dapat saja bersalaman

dengan sebuah patung, atau bermain mata dengan seorang

buta,tanpa menghasilkan suatu kontak.

Kontak sosial tersebut dapat bersifat positif, akan

tetapi dapat pula bersifat positif mengarah kepada suatu kerja

sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu

pertentanga, atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan

suatu interaksi sosial.

Suatu kontak dapat bersifat primer, akan tetapi dapat

pula bersifat sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang

mengadakan hubungan langsung bertemu, sebagai contoh

misalnya orang tersebut berjabat tangan atau saling

tersenyum. Sebaliknya kontak sekunder memerlukan suatu

perantara.

D. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Para ahli sosiologi telah membagi bentuk-bentuk

interaksi sosial ke dalam 4 bentuk pokok, sebagai berikut ;

a. Kerjasama (co operation)

b. Persaingan (compotition)

c. Pertentangan (conflict)

d. Akomodasi (accomodation)

ad.1. beberapa orang sosiolog menganggap bahwa kerjasama

merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Sebaliknya

sosiolog lain menganggap bahwa kerjasamalah yang merupakan

proses utama. Kerjasama disini yang dimaksudkan sebagai suatu

usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia

untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.

Adapun lima bentuk kerja sama yaitu;

73

a. Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong

menolong

b. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai

pertukaran barang- barang dan jasa-jasa antara dua organisasi

atau lebih

c. Ko-optasi (co-optation), yaitu proses penerimaan unsur-unsur

baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan polotik dalam

suatu organisasi.

d. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi

atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama

e. Join-venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-

proyek tertentu misalnya pemboran minyak, pertambangan

batubara, perfilman, perhotelan dan sebagainya.

Ad.2. Persaingan atau compotition dapat diartikan sebagai suatu

proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok manusia

yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang

kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian

umum dengan cara menarik perhatian publik atau mempertajam

prasangka yang ada tanpa mempergunakan ancaman atau

kekerasan.

Adapun bentuk-bentuk persainganantara lain :

1. Persaingan ekonomi

2. Persaingan kebudayaan

3. Persaingan kedudukan dan peranan

4. Persaingan ras, sebenarnya juga merupakan persaingan di

bidang kebudayaan.

Ad.3. Pertentangan (pertikaian atau conflict). Pribadi maupun

kelompok yang menyadari adanya perbedaan-perbedaan misalnya

dalam ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-

pola perilaku dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut

dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu

pertentangan atau pertikaian (conflict)

Ad.4. Akomodasi, dominasi dan takluknya salah satu pihak.

Apabila kekuatan pihak-pihak yang bertentangan seimbang, maka

mungkin timbul akomodasi. Ketidakseimbangan antara kekuatan-

kekuatan fihak-fihak yang mengalami bentrokan, akan

menyebabkan dominasi oleh satu pihak terhadap pihak lawannya,

74

kedudukan pihak yang didominasi tadi adalah sebagai pihak yang

takluk terhadap kekuasaan lawannya secara terpaksa.

75

BAB VII

SOSIOLOGI KESEHATAN

Sebagai salah satu ilmu sosial, sosiologi dikelompokkan

sebagai ilmu baru. Hal ini terkait dengan kelahiran ilmu sosiologi

dimulai semenjak adanya usaha pemisahan sosiologi dari filsafat.

Dibandingkan dengan ilmu sosial lainnya sosiologi mempunyai runag

lingkup sangat luas. Seorang dapat melakukan kajian terhadap

fenomena sosial apapun sepanjang mampu menunjukkan kemampuan

riset ilmiah sesuai dengan pengembangan sosiologi. Di sisi lain

seorang sosiolog dapat mengarahkan pisau analisisnya terhadap

program kesehatan yang diluncurkan pemerintah, perilaku masyarakat

dalam menumbuhkembangkan budaya sehat, sampai pada maslah

konplik sosial yang terjadi di masyarakat. Jadi ini membuktikan

bahwa ruanglingkup sosiologi sangatlah luas.

Penyebaran sosiologi sebagai ilmu baru karena dihitung

semenjak masa pemisahan sosiologi dari filsafat merupakan sesuatu

yang kurang tepat karena ilmu ini dapat dikaji dari sumber yang lebih

awal. Misalnya pemikiran Ibnu Khaldum (1332-1406) yang pada

masa itu menyebut sebagai “ilmu perkotaan” atau “ilmu peradaban”

(ilmu murni) sehingga beberapa kalangan menyebut Ibnu Khaldum

sebagai “bapak sosiologi”. Namun demikian bagi masyarakat barat,

bapak sosiologi itu lebih banyak dirujuk pada pemikiran “August

Comte” (1798-1857) yang dianggap sebagai orang pertama yang

menyebut ilmu tentang masyarakat disebut istilah sosiologi.

Sebagain masyarakat menyatakan bahwa makna sosiologi itu

diambil dari konsep awalnya semata. Misalnya sosiologi dipandang

sebagai pecahan dari kata socius dan logos yang masing-masing

mengandung makna “masyarakat” dan “ilmu”. Oleh karena itu

sosiologi dimaknai sebagai ilmu masyarakat. Namun, menurut Bieren

de Hans pengertian ini memang masih terlampau umum dan bersifat

abstrak sebab ilmu sosiol yang mempelajari masalah masyarakat itu

bukan hanya sosiologi. Misalnya antropologi dan psikologipun

disebut sebagai ilmu sosial yang mempelajari masyarakat.

Sosiologi dibagi dalam beberapa bidang seperti perilaku

kolektif; sosiologi komparatif, kejahatan dan kenakalan; sosiologi

budaya, demografi, perilaku yang menyimpang, organisasi formal dan

76

kompleks, ekologi manusia, sosiologi industri, hukum dan msyarakat,

perkawinan dan keluarga, sosiologi matematis; sosiologi militer;

sosiologi perkotaan; sosiologi pedesaan; sosiologi kelompok kecil;

sosiologi pendidikan dan lain-lain sebagainya.

Topik-topik itu bukan bidang khusus kajian ilmu sosiologi.

Artinya bisa jadi bidang kajian tersebut ditelaah pula oleh disiplin

ilmu lain. Namun demikian, kajian tersebut dapat dikatakan sebagai

sosiologi manakah si penelaah tersebut mampu menggunakan metode

dan teknik riset sosiologi.

Seiring dengan hal ini maka yang dimaksud dengan sosiologi

kedokteran adalah disiplin intelektual mengenai pengembangan

pengetahuan yang sistematis dan terandalkan hugungan sosial

manusia dalam kaitannya dengan masalah kesehatan dan tentang

produk dari hubungan tersebut. Oleh karena itu pula, sosiologi

kedokteran dapat dikatakan sebagai sosiologi terapan dari ilmu

sosiologi itu sendiri, atau menurut istilah Solita Sarwono (2004)

sosiologi kedokteran sebagai sub disiplin (bidang keahlian khusus)

dari bidang ilmu sosiologi.

Sosiologi kedokteran (medical sosiologi) merupakan cabang

sosiologi yang menfokuskan pada pelestarian ilmu kedokteran dalam

masyarakat modern. Subjek ini berkembang begitu pesat sejak tahun

1950-an hingga sekarang menjadi salah satu bidang spesialisasi

terbesar dalam sosiologi. Perkembangan ini tidak bisa dipungkiri, hal

ini diakibatkan oleh adanya kesadaran bahwa banyak isu yang

terkandung dalam perawatan kesehatan modern yang pada dasarnya

merupakan masalah sosial. Namun ini juga mencerminkan adanya

peningkatan minat terhadap pengobatan itu sendiri dalam aspek-aspek

sosial dari kondisi sakit (illnes), terutama berkaitan dengan psikiatri,

pediatrik, praktek umum (atau pertolongan keluarga) dan pengobatan

komunitas.

Sosiologi kedokteran mencakup studi tentang faktor-faktor

sosial dalam etiologi (penyebab), prevalensi (angka kejadian), dam

interpretasi (penafsiran) dari penyakit tentang profesi kedokteranitu

sendiri serta hubungan dokter dengan masyarakat pada umumnya.

Sementara sosiologi kesehatan, yaitu ; Selain topik-topik

dalam sosiologi kedokteran, sosiologi kesehatan membahas pula peri

laku kesehatan, pengaruh normal sosial terhadap perilaku kesehatan,

77

serta interaksi antar petugas kesehatan (dokter dengan petugas

kesehatan lainnya) dan antara petugas kesehatan dengan masyarakat.

Bila tinjauan ini dikembangkan lebih lanjut, maka bagi

seorang mahasiswa keperawatan, mereka dituntut untuk memahami

sosiologi keperawatan yang merupakan sudisiplin sosiologi

kesehatan. Demikian pula bagi mereka yang bercita-cita untuk

berprofesi sebagai tenaga apoteker, bidan, tenaga kesehatan

masyarakat, atau tenaga pendidik kesehatan masyarakat.

Untuk lebih memudahkan pemahaman ini, dapat dirumuskan

kesimpulan analisi sebagai beriku:

a. Sosiologi kesehatan merupakan subdisiplin ilmu dari bidang

sosiologi. Disiplin ilmu ini merupakan ilmu terapan (applied

science) dari kajian sosiologi dalam konteks kesehatan.

b. Prinsip dasar disiplin sosiologi kesehatan adalah penerapan

konsep dan metode disiplin sisiologi dalam mendeskripsikan,

menganalisis dan memecahkan masalah kesehatan.

c. Ruang lingkup kajian sosiologi terapan tergantung pada ruang

lingkup objek kajian itu sendiri. Hemat kata, sosiologi kedokteran

adalah ilmu sosiologi dalam mengkaji hal-hal yang terkait dengan

ilmu kedoktertan, sosiologi keperawatan adalah ilmu yang

mengkaji masalah layanan keperawatan dan begitu pula bidang

kajian kesehatan lainnya.

Teori implisit dan eksplisit

Bagi Doyle Paul Johnson dalam teori sosiologi ada dua

kemungkinan yang dapat terjadi yaitu berkembangnya teori implisit

dan teori eksplisit. Sebagaimana sering dilihat, bahwa banyak orang

tidak sadar akan asumsi-asumsi teoritis atau struktur pemikirannya

dalam melakukan interaksi sosial. Misalnya seorang ibu akan

merawat bayinya dengan cara dan perlakuan yang berbeda seperti

ketika dia merawat ibu mertua atau orang tuanya sendiri. Bgitu pula

halnya dengan gadis remaja, cara mengobati luka adik bungsunya

tentu akan berbeda dibandingkan dengan cara mengobati luka

tetangganya. Perilaku seperti ini, dalam pandangan Johnson adalah

sebuah tindakan sosial yang dilandasi oleh asumsi bahwa setiap orang

memiliki keunikan dan membutuhkan perlakuan yang berbeda.

Kesadaran seperti ini merupakan kesadaran teori sosiologis,

78

kendatipun untuk kategori teori implisit.

Teori-teori implisit mewarnai sikap dan tindakan masyarakat

dalam melakukan interaksi dengan sesama anggota masyarakat yang

lainnya. Ada orang yang sinis atau skeptis terhadap orang yang baru

bertemu atau berdialog dengan anggota masyarakat dari suku bangsa

yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa teori implisit kerap

muncul dalam benak dan jiwa seseorang.

Dengan hadirnya sosiologi, para ilmuwan merupakan sebuah

usaha untuk mengumpulkan apa yang diketahui setiap orang dan

menuangkannya dalam kata-kata yang tidak dapat dipahami siapapun.

Dengan kata lain ilmu sosiologi ini adalah upaya untuk men-

verbalkan (meng-kata-kan) apa yang dilakukan manusia dalam

berinteraksi dengan sesama manusianya. Sehingga pada akhirnya dari

teori implisit dapat berubah menjadi teori eksplisit.

Dengan mengeksplesitkan teori berinteraksi ini, diharapkan

dapat melahirkan kesadaran hidup yang lebih baik dan dapat

memaknai hidup dengan lebih baik. Dengan belajar sosiologi ini

diharapkan orang akan lebih mengerti apa dan mengapa orang

melakukan tindakan tertentu dibandingkan tindakan lain.

Peran Sosiologi dalam Praktik Kesehatan

Berdasarkan hal tersebut, secara teori dapat dikemukakan

beberapa peran umum sosiologi/sosiolog dalam pengembangan ilmu

maupun pelayanan kesehatan masyarakat.

a. Sosiologi sebagai ahli riset.

Sebagai seorng ilmuwan, seorang sosiolog memiliki tanggung

jawab untuk melakukan penelitian ilmiah, sosialisasi keilmuwan

dan juga pembinaan pola pikir terhadap masyarakat.

Dalam peran sebagai ahli riset ini, sosiolog juga berkewajiban

untuk meluruskan berbagai pendapat masyarakat awam atau

kalangan tertentu yang lebih disebabkan karena salah informasi

atau takhayul yang dapat menghancurkan pola pikir manusia.

Misalnya mengenai pengaruh gerhana bulan terhadap kesehatan

anak yang dikandung.

Hal yang tidak kalah penting lagi, sosiolog pun dapat

menunjukkan peran untuk memberikan ramalan-ramalan

sosiologisnya terhadap data statistik atau tren perubahan sosial

79

sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam merumuskan

kebijakan publik.

b. Sosiolog sebagai konsultan kebijakan

Sosiologi memiliki kemampuan untuk menganalisis faktor sosial,

dinamika sosial dan kecenderungan proses, serta perubahan

sosial. Dalam skala jangka panjang, sosiologi memiliki

kemampuan untuk meramalkan pengaruh dari sebuah kebijakan

terhadap kehidupan sosial.

c. Sosiolog sebagai teknisi.

Seorang sosiolog dapat terlibat dalam perencanaan dan

pelaksanaan progaram kegiatan masyarakat untuk memberi saran-

saran dalam masalah mora, hubungan masyarakat, hubungan

antar karyawan, hubungan antar kelompok dalam suatu

organisasi, dan penyelesaian berbagai masalah mengenai

hubungan antar manusia. Para sosiolog sering mengambil

keahlian khusus dalam bidang psikologi sosial, sosiologi industri,

sosiologi pedesaan, sosiologi perkotaan, atau sosiologi organisasi

yang majemuk.

d. Membantu dalam meningkatkan peran sebagai guru/pendidik

kesehatan.

Dengan belajar sosiologi. Seorang tenaga kesehatan dapat

memahami sifat, karakter, atau norma masyarakat yang berlaku,

sehingga pada akhirnya program promosi kesehatan atau agenda

pembangunan kesehatan pada suatu masyarakat akan dapat

berjalan dengan efektif. Kealpaan kita dalam memahami karakter

atau nilai dan norma masyarakat, dapat menyebabkan resistensi

dari masyarakat terhadap program pembangunan kesehatan. Oleh

karena itu, sosiologi dapat memberikan konstribusi wawasan dan

pemahaman terhadap tenaga kesehatan atau para pengambil

kebijakan dalam bidang kesehatan.

80

BAB VIII

KONSEP DASAR SOSIOLOGIS:

NILAI DAN NORMA KESEHATAN

Dalam pandangan antropologi, sesuatu memiliki nilai.

Kendati sudut pandang nilai merupakan pengalaman subjektif

(pribadi), namun bila pengalaman subjektif ini disosialisasikan maka

akan menjadi nilai kolektif (diakui oleh masyarakat) sehingga pada

akhirnya akan menjadi budaya.

Dalam hubungan sosial, manusia dibatasi oleh norma-norma

yang mengatur sikap dan tingkah laku mereka yang bertujuan agar

terjadi keseimbangan antar masing-masing kepentingan di dalam

masyarakat. Norma ini merupakan aturan atau kaidah yang dipakai

sebagai tolok ukur untuk menilai sesuatu.

Pengertian Nilai dan Norma

Terdapat banyak pengertian mengenai nilai. Bahkan antara

satu pengertian dengan pengertian lainnya kadangkala memiliki

penekanan yang berbeda. Tergantung dari sudut pandang pemikiran

itu sendiri.

Salah satu pemikiran yang menunjukkan perbedaan

mengenai pengertian nilai dikemukan Rokeach yang membedakan

nilai sebagai:

1. Sesuatu yang dimiliki oleh seseorang (a person has a value)

2. Sebagai sesuatu yang berkaitan dengan objek (an object has a

value).

Pandangan pertama: yang menyatakan bahwa manusia memiliki

nilai berpendapat bahwa nilai adalah sesuatu

yang ada pada manusia, sesuatu yang ia

berikan atau dijadikan ukuran baku bagi

persepsinya mengenai dunia luar. Mengenai

hal ini, Robin Williams menyatakan bahwa

nilai adalah kriteria atau standar yang dibuat

untuk melakukan penilaian.

Yudistira K. Garna mengatakan bahwa nilai

bukanlah suatu objek. Oleh karena itu nilai

tidak memiliki sifat yang objektif. Nilai

81

merupakan suatu konsep yaitu hasil dari

pembentukan mental yang dirumuskan dari

tingkah laku manusia sehingga menjadi

anggapan yang hakiki, baik dan perlu

dihargai sebagaimana mestinya. Secara

ekstrim nilah adalah sesuatu yang dimiliki

hanya oleh manusia dan manusialah yang

memberikan nilai atau menilai dunia luarnya,

yang pada dasarnya tidak bernilai.

Pandangan kedua : menganggap nilai sebagai sesuatu yang ada

pada objek. Pandangan ini lebih menekankan

nilai sebagai milik (property of) oleh objek.

Nilai tersebut dapat diletakkan dalam suatu

dimensi yang merupakan komitmen dari

positf ke negatif. Pandangan ini dikemukakan

B.F.Skinner yang menyangkal bahwa

manusia memiliki nilai-nilai.

Kategorisasi Nilai

Dalam kajian sosio-antropologi, banyak sumber yang bisa

digunakan sebagai sumber nilai. Diatara sejumlah sumber nilai tersbut

yakni orang tua, guru, teman sebaya, dan dirinya sendiri. Dalam

proses perkembangan dan pengembangannya, depengaruhi oleh

lingkungan sosial dan lingkungan alam.

Menurut Sutan Takdir Alisyahbana (1982) ketika

menjelaskan kebudayaan asli Indonesia menyebutkan ada enam nilai

budaya dan pelayanan kesehatan yaitu :

1. Ekonomi (nilai budaya)

Pelayanan kesehatan : Dalam mendapatkan pelayanan kesehatan

dibutuhkan biaya, alat produksi atau imbalan jasa. Kebutuhan

terhadap layanan medis atau obat senantiasa menyertakan

kebutuhan akan biaya (ekonomi). Pada konteks ini layanan

kesehatan mengandung nilai ekonomi.

2. Estetis (nilai budaya)

Pelayanan kesehatan : lingkungan yang bersih serta ruangan yang

nyaman dan harum memberikan dukungan emosional terhadap

proses penyembuhan kesehatan.

82

3. Solidaritas (nilai budaya)

Pelayanan kesehatan : Dalam menjalankan tugas profesinya,

seorang perawat dapat bekerja sama dengan pasien, keluarga

pasien, dokter, atau pihak lain yang berkepentingan. Sebagai

manusia pasien sesungguhnya memerlukan teman untuk berkeluh

kesah.

4. Kuasa (nilai budaya)

Pelayan kesehatan :Seorang dokter memiliki peran dan fungsi

yang berbeda, demikian pula perawat dan bidan. Terdapatnya

struktur pengelola rumah sakit dari direktur, dokter, perawat,

bidan, apoteker dan sebagainya.

5. Teori (nilai budaya)

Pelayanan kesehatan: Dalam melaksanakan tugasnya seorang

dokter, perawat dan bidan dituntut untuk memiliki pengetahuan

tentang kesehatan. Sebelum melaksanakan praktik, setiap lulusan

pendidikan kesehatan diwajibkan untuk mengikuti pendidikan

profesi.

6. Agama (nilai budaya)

Pelayanan kesehatan: Bagi masyarakat yang beragama, praktik

pelayanan merupakan bagian dari pelayanan kepada umat.

Selaras dengan kode etik, ilmu penegtahuan dan keterampilan

profesi yang dimilikinya merupakan karunia Tuhan Yang Maha

Esa. Oleh karena itu pelayanan kesehatan pun perlu dianggap

sebagai bagian dari ibadah.

Fungsi Nilai Budaya

Rokeach melihat ada tiga fungsi nilai yaitu :

1. Ukuran baku untuk mengarahkan perilaku

2. Roncana global dalam menyelesaikan masalah

3. Motivasi

George England melihat ada dua fungsi nilai yaitu :

1. Penyalur perilaku (behavior channeling)

2. Penyaring persepsi (perceptual screnning)

Norma Sosial Masyarakat Indonesia

Nilai atau value lebih tinggi daripada norma atau moral.Nilai

merupakan keyakinan (belief) yang sudah merupakan milik diri dan

83

akan menjadi barometer actions and will,sedangkan norma baru

merupakan keharusan yang lebih bersifat operasional karena adanya

sanksi.Sementara moral menurut Piaget lebih bersifat tuntutan dari

luar (masyarakat/kehidupan) karena kiprah umum dan/atau praktika

nyata.Namu demikian keseluruhannya memuat hal yang

dianggap/dinyatakan baik atau berharga atau positif.Normal sosial

(social norma) adalah suatu ukuran atau pandangan tentang suatu atau

sejumlah tingkah laku yang diterima dan disepakati secara umum oleh

warga suatu masyarakat.Sumber-sumber norma sosial dapat

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Ajaran Agama.Umumnya mengajarkan kepada pemeluknya

untuk melakukan hal-hal yang baik dan melarang berbuat yang

tidak baik.Perbuatan baik atau tidak baik yang berkaitan dengan

tata kehidupan.Agama memiliki aturan mengenai makanan,

perilaku, dan cara pengobatan yang dibenarkan secara hukum

agama.

Sumber agama merupakan dasar dalam memberikan pelayanan

kepada pasien. Agama dianggap mampu memberikan arahan dan

menjadi sumber moralitas untuk tindakan yang akan

dilaksanakan.

b. Ajaran moral. Moral tumbuh dari hati nurani hati manusia untuk

menjunjung tinggi harkat dan derajat manusia sehingga berbeda

dengan mahluk lain. Sekedar contoh berdasarkan undang-undang

kesehatan, tidak ada pasal atau ayat yang menjelaskan

berkewajiban bagi seorang dokter untuk menolong orang yang

terkena musibah tabrakan. Artinya jika dirinya tidak menolong

korban tabrakan tersebut tidak akan dikenai sanksi hukum. Tetapi

secara moral dan tanggungjawab sebagai anggota masyarakat

akan mendorong dirinya untuk bertindak cepat dalam membantu

orang sakit,

c. Ajaran adat istiadat. Setiap kelompok masyarakat memiliki adat

istiadat dan kebiasaan yang menjadi nilai-nilai yang dianggap

baik atau buruk dan berlaku bagi kelompok tersebut. Setiap

tenaga medis dituntut untuk menjunjung tinggi nilai dan norma

yang bersumber dari adat atau budaya masyarakat.

d. Aspek hukum. Semua peraturan atau perundang-undangan yang

berlaku dan dibuat oleh yang berweng wajib dipatuhi oleh semua

84

warga. Namun hukum yang perlu dipahami itu, baik norma

hukum secara umum, maupun norma hukum dalam bidang

kesehatan pada khususnya.

e. Kode etik profesi. Selain keempat sumber diatas, ada satu sumber

lagi yang dapat dijadikan sebagai rujukan pengembangan nilai

dan norma profesi kesehatan yaitu kode etik profesi. Jika keempat

sumber norma sebelumnya itu lebih cenderung berasal dari luar

orang yang melaksanakan layanan kesehatan, sumber yang

terakhir ini bersumber dari posisi dan profesi dirinya sendiri.

Oleh karena itu kendatipun ada tuntutan untuk menghormati nilai

dan norma masyarakat yang berlaku, pelaku layanan kesehatan

tidak boleh melanggar kode etik profesinya sendiri.

Urgensi Memahami Nilai dan Norma dalam Prektik Pelayanan

Kesehatan.

Indonesia adalah masyarakat beragam (plural society) atau

Bhinneka Tunggal Ika yaqng mengandung makna perbedaan dan

persatuan. Keanekaragaman ini menurut Fischer dapat dilihat dalam

tiga hal utama yakni geografik, induk bangsa dan persentuhan.

Persentuhan budaya terjadi antar beberapa beberapa kelompok yaitu

asli daerah, kaum penjajah, para pedagang dan kaum imigram.

Dalam bidang pelayanan kesehatan. Jika ditelaah pelayanan

kesehatan di Indonesia menunjukkan gejala adanya perpaduan antara

moder dan tradisional. Berdasarkan pertimbangan ini kendati

demikian, seorang tenaga profesi kesehatan harus tetap menjunjung

tinggi kode etik profesi, namun dalam proses layanan kesehatan di

masyarakat perlu untuk memperhatikan keanekaragaman budaya

dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas layanan kesehatan.

Etika keperawatan adalah nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang

diyakini oleh profesi keperawatan dalam melaksanakan tugasnya yang

berhubungan dengan pasien, dengan masyarakat, hubungan perawat

dengan teman sejawat maupun dengan organisasi profesi dan juga

dalam pengaturan praktik keperawatan itu sendiri (Berger dan

Bagi profesi keperawatan, etika keperawatan merupakan suatu

acuan dalam melaksanakan praktik keperawatan. Etika keperawatan

berguna untuk pengawasan terhadap kompetensi profesional,

85

tanggungjawab, tanggung gugat dan untuk pebgawasan umum dari

nilai positif profesi keperawatan (Berger dan Williams, 1999).

Prinsip-prinsip etika ini oleh profesi keperawatan secara formal

dituangkan dalam suatu kode etik yang merupakan komitmen profesi

keperawatan akan tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan

oleh masyarakat.

Pertama, seorang perawat tidak membeda-bedakan pasien. Prinsip

tersebut merupakan prinsip perawatan untuk memberikan

pelayanan kesehatan tanpa melakukan diskriminasi.

Kedua. Mendapatkan persetujuan melakukan tindakan.

Ketiga, mengakui otonomi pasien.

Keempat, mendahulukan tindakan sesuai prioritas masalah.

Prinsip melakukan tindakan sesuai dengan prioritas masalah

ini juga menekankan untuk bersikap adil terhadap pasien

dengan tidak dengan tidak membedakan pasien berdasarkan

status yang menyertainya, tetapi berdasarkan prioritas

kebutuhan dari pasien. Dengan melakukan prioritas tindakan

dengan tepat maka dapat pula terdeteksi adanya suatu

masalah lebih dini sehingga dapat mencegah terjadinya

kondisi yang lebih buruk atau mencegah terjadinya hal yang

membahayakan.

Kelima, melakukan tindakan untuk kebaikan, menghindari hal yang

membahayakan.

86

BAB IX

MODEL-MODEL PERUBAHAN PERILAKU

Layanan kesehatan tidak hanya bertujuan untuk memulihkan

kualitas kesehatan individu. Lebih jauh dari itu, layanan kesehatan

prima lebih menekankan pada usaha untuk melakukan tindakan

layanan kesehatan yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap

perilaku individu, sehingga perilaku individu, sehingga perilaku

individu tersebut mampu menunjukkan sikap dan budaya hidup sehat.

Menurut sebagian psikolog, perilaku manusia berasal dari

dorongan yang ada dalam diri manusia dan dorongan itu merupakan

salah satu usaha u ntuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri

manusia. Dengan adanya dorongan tersebut, menimbulkan seseorang

melakukan sebuah tindakan atau perilaku khusus yang mengarah pada

tujuan.

Sementara itu. Para sosiolog melihatnya bahwa perilaku

manusia tidak bisa dipisahkan dari konteks atau setting sosialnya.

Untuk sekedar contoh, dorongan dalam diri manusia untuk makan

bisa disebabkan karena adanya rasa lapar. Pada konteks aktualnya,

usaha manusia untuk makan ini menunjukkan cara dan pola yang

berbeda, sesuai dengan situasi sosialnya masing-masing. Pada konteks

itulah maka dorongan dalam diri, dipengaruhi pula oleh setting sosial

yang berkembang di seputar individu tersebut. Dengan demikian,

perilaku manusia itu perlu dipahami dalam konteks yang lebih luas.

Dalam kaitannya dengan perilaku kesehatan atau lebih

spesifik lagi yaitu derajat kesehatan, perilaku manusia merupakan

salah faktor utama dalam terwujudnya derajat kesehatan individu

secara prima. Henrik L.Blum memetakan bahwa derajat kesehatan

manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor dan salah satunya adalah

perilaku manusia itu sendiri.

Dari peta pemikiran tersebut dapat dilihat bahwa Blum

meyakini bahwa perilaku individu memiliki pengaruh yang lebih

besar dibandingkan dengan layanan kesehatan sementara faktor

genetis hanya berpengaruh sebesar 5%. Teori dari Blum ini seolah

ingin menegakkan bahwa layanan kesehatan hanya faktor kecil dalam

meningkatkan derajat kesehatan. Sedangkan faktor perilaku dan

87

lingkungan merupakan faktor yang sangat besar dalam mendukung

derajat kesehatan manusia.

Pada konteks inilah, pendidikan kesehatan atau promosi

kesehatan memiliki peranan penting dalam mendukung angka

partisipasi kesehatan masyarakat atau dalam mendukung akselerasi

kualitas kesehatan masyarakat. Secara umum, tujuan dari pendidikan

kesehatan ini adalah perubahan perilaku individu dan budaya

masyarakat sehingga mampu menunjukkan perilaku dan budaya yang

sehat.

Derajat Kesehatan Menurut Henrik L.Blum

(sumber :Soekidjo Notoatmodjo 203b.hlm 146)

Berdasarkan landasan pemikiran dari teori seperti itu, maka

perilaku manusia akan lebih luas lagi, model perilaku manusia perlu

mendapat perhatian saksama, baik dari kalangan psikologi kesehatan,

sosiologi kesehatan atau tenaga kesehatan itu sendiri. Soekidjo

Notoatmodjo memperhatikan bentuk respons terhadap stimulus,

membedakan perilaku manusia menjadi dua bentuk, yaitu

a. Perilaku tertutup (covert behavior). Hal ini ditunjukkan dalam

bentuk perhatian, persepsi, pengetahuan kesadaran dan reaksi

lainnya yang tidak tampak

b. Perilaku terbuka (oven behavior) yaitu dalam bentuk tindakan

nyata misalnya meminum obat ketika dirinya merasa sakit.

Berdasarkan pandangan ini, maka yang dimaksud perilaku

kesehatan menurut Soekidjo Notoatmodjo mendasarkan pada

teori Skinner, mengatakan bahwa perilaku kesehatan yaitu suatu

respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang

Lingkungan 45%

Perilaku 30%

Ke Tu Ru Nan 5%

Pela Ya Nan Kes Hatan 20%

DERAJAT KESEHATAN Morbiditas dan Mortalitas

88

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari defenisi tersebut,

kemudian dirumuskan bahwa perilaku kesehatan itu terkait

dengan :

1. Perilaku pencegahan, penyembuhan penyakit serta pemulihan

dari penyakit

2. Perilaku peningkatan kesehatan

3. Perilaku gizi (makanan dan minuman)

Model Pengelolaan Rasa Sakit

Setiap orang selalu ingin sehat dan tidak mau sakit,

kendatipun tak ada seorang pun yang tidak pernah merasakan rasa

sakit. Sakit memang menjadi bagian hidup kita. Seiring hal ini

seorang pasien atau pesakit sesungguhnya yang paling banyak

dikeluhkan itu adalah rasa sakit yang ada dalam dirinya.

Sehubungan dengan rasa sakit Lehndorff memberikan

pengalamannya selama memberikan layanan penanganan rasa sakit.

Bagi dirinya rasa sakit bisa dikelola, baik untuk sekedar pengendalian

rasa sakit maupun untuk mencapai penyembuhan diri dan penyakit

yang sedang dideritanya. Dalam pengalamannya tersebut, dapat

disimpulkan bahwa faktor utama yang menunjang kemajuan derajat

kesehatan pasien adalah keinginan dan kehendak yang besar untuk

mengalami kemajuan.

Potensi fikiran pun perlu diperhatikan guna meraih efek

manajemen sakit yang lebih baik. Pikiran memiliki kekuasaan yang

besar. Setiap orang memiliki potensi kemampuan untuk mengelola

pikiran secara baik sehingga dapat mengelola rasa sakit. Oleh karena

itu seorang pasien perlu diprovokasi sehingga memiliki sikap optimis.

Dalam pandangan Lehndorff Tracy (2005) sikap optimis itudapat

diwujudkan dengan :Yaitu memiliki rasa ingin menjadi lebih baik

a. Memiliki harapan untuk menjadi lebih baik

b. Mau berusaha untuk menjadi lebih baik dan

c. Mereka belajar metode-metode cepat untuk memotivasinya.

Dari teori yang dikembangkan Lehndorff dan Tracy

sesungguhnya dapat dipetakan ulang mengenai model perilaku sakit

dilihat dari sudut kemampuan mengelola rasa sakit.

89

Peta Konsep Perilaku Sakit Lehndorff dan Tracy

Kemauan (+)

Ke ke

Mam mam

Pu (-) pu (+)

An an

Kempuan (-)

Sumber : modifikasi dari Lehndorff dan Tracy, 205,hlm. xii

Kuadran I merupakan kuadran yang ideal. Karena seorang

pasien memiliki kemampuan dan sekaligus kemampuan untuk

mengelola rasa sakit. Tenaga medis mungkin tidak memiliki peran

yang besar, bahkan dalam potensi perilaku sakit yang akan muncul,

yaitu adanya keinginan pasien untuk mengembangkan model self-

healing (pemyembuhan diri oleh diri sendir).

Kuadran II sudah memiliki keinginan untuk mengelola rasa

sakitnya namun dia tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan

untuk melakukan pengelolaan rasa sakit.

Kuadran III seorang tenaga medis dituntut untuk mampu

memprovokasi pasien yang kehilangan semangat hidup, sehingga

pasrah terhadap kondisi yang ada, padahal dirinya memiliki

kemampuan untuk meraih kesembuhan atau minimalnya mendapat

kan kondisi rasa sakit yang kecil.

Kuadran IV yaitu menjadi pasien yang pesimis. Dari dalam

dirinya sudah tidak ada rasa ingin untuk mendapatkan kualitas

kesehatan yang lebih baik dan kemudian dipengaruhi pula oleh

adanya ketidakmampuan untuk mengelola rasa sakit.

Model Suchman

Yang penting dalam model Suchman adalah menyangkut

pada sosial dari perilaku sakit yang tampak pada cara orang mencari,

menemukan dan menemukan perawatan medis. Pendekatan yang

digunakan berkisar pada empat unsur yang merupakan faktor utama

90

dalam perilaku sakit, yaitu :

1. Perilaku itu sendiri

2. Sekuensinya

3. Tempat atau ruang lingkup

4. Variasi perilaku selama tahap-tahap perawatan medis.

Dari keempat unsur tersebut dapat dikembangkan 5 konsep

dasar yang berguna dalam menganalisis perilaku sakit, yaitu

1. Mencari pertolongan medis dari berbagai sumber tau pemberi

layanan

2. Fragmentasi pelayanan medis di saat orang menerima pelayanan

dari berbagai unit tetapi pada lokasi yang sama

3. Menangguhkan atau menangguhkan upaya mencari pertolongan

meskipun gejala sudah dirasakan.

4. Melakukan pengobatan sendiri (self-medication)

5. Membatalkan atau menghentikan pengobatan (discontinuity)

Model Mechanic

Charles Abraham dan Eamon Shanley Mechanic (1978) telah

mengembangkan suatu model perilaku pencarian bantuan yang

mempertimbangkan konteks budaya dari penyakit dan model ini

memiliki keuntungan dari penggabungan sejumlah komponen HBM

(health believe model). Landasan pemikiran model Mechanic yaitu

mengembangkan suatu model mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi perbedaan cara orang melihat, menilai serta bertindak

terhadap suatu gejala penyakit. Teori ini menekankan pada 2 faktor :

a. Persepsi dan defenisi oleh individu pada suatu situasi

b. Kemampuan individu melawan keadaan yang berat.

Faktor-faktor tersebut digunakan untuk menjelaskan

mengapa seseorang dengan kondisi tertentu dapat mengatasi sebuah

penyakit, sedangkan pada orang lain yang memiliki derajat sakit lebih

ringan mengalami keseulitan dalam mengatasi penyakitnya.

Model Anderson

Anderson (1974) termasuk salah seorang yang

mengembangkan model sistem kesehatan (health system model) yang

berupa model kepercayaan kesehatan. Kerangka asli model ini yaitu

menggambarkan suatu sekuensi determinan individu terhadap

91

pemamfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga dan dinyatakan

bahwa hal ini bergantung pada :

a. Predisposisi keluarga untuk menggunakan jasa pelayanan

kesehatan misalnya saja variabel demografi (umur, jumlah, status

perkawinan), variabel struktur sosial (pendidikan, pekerjaan suatu

bangsa), kepercayaan terhadap medis.

b. Kemampuan untuk melaksanakannya, yang terdiri atas persepsi

terhadap penyakit serta evaluasi klinis terhadap klinis.

c. Kebutuhan terhadap jasa pelayanan. Faktor predisposisi dan

faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat

terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai

kebutuhan.

92

BAB X

LAYANAN KESEHATAN DAN TANTANGAN

PERUBAHAN SOSIAL

Kehidupan manusia senantiasa menunjukkan adanya

perubahan sosial. Oleh karena itu tidak mengherankan bila para

filosuf mengatakan bahwa tidak ada yang tetap dalam kehidupan ini,

kecuali perubahan. Perubahan adalah kenyataan sosial yang masih

tetap ada dari dulu sampai sekarang. Hidup dan kehidupan manusia,

senantiasa berada dalam “alur” dan atau “aliran” perubahan sosial.

Seiring dengan hal tersebut, August Comte mengatakan

bahwa realitas sosial ini dapat dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek

statik dan dinamis. Khusus yang berkaitan dengan aspek dinamis,

masyarakat ini merupakan fokus perhatian kalangan sosiolog dalam

memahami arah dan “perkembangan” perubahan sosial masyarakat.

Yusuf Alam Ramadhan (2006) menyebutkan ada 6 (enam)

lingkungan eksternal yang berubah, yang menuntut perubahan mind-

set tenaga kesehatan yaitu;

1. Globalisasi dan tehnologi informasi

2. Keadaan hiperkompotitif, terutama di perkotaan

3. Enam belas juta warga Indonesia berstandar sama dengan kelas

atas penduduk Singapora

4. Pemain asing yang efisien, reputasi tinggi, berpengalaman, dan

dipersepsi excellent

5. Konsumen makin cerdas dan tercerahkan, serta

6. Tuntutan dokter lebih bisa diakses, terutama olrh menengah

bawah.

Dengan adanya perubahan-perubahan dari sisi eksternal

lembaga atau layanan kesehatan ini menyebabkan respon atau reaksi

masyarakat terhadap pelayanan kesehatanpun turut berubah. Tidak

mengherankan efek dari reformasi politik ini menyebabkan

masyarakat Indonesia memiliki keberanian untuk mengemukakan

apresiasi atau penilaiannya terhadap kualitas layanan kesehatan.

Pengertian Dasar Perubahan Sosial

Oleh Selo Soemardjan mengatakan perubahan sosial adalah

perubahan-perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu

93

masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk

didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku diantaranya

kelompok-kelompok di dalam masyarakat.

Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat bersumber

pada sebab-sebab yang berasal dari dalam dan dari luar masyarakat

antara lain :

1. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di

sekitar manusia

2. Peperangan

3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan yaitu ;

a. Kontak dengan kebudayaan lain

b. Sistem pendidikan formal yang maju

c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-

keinginan untuk maju

d. Toleransi terhadap perubahan-perubahan menyimpang

(deviation) yang bukan merupakan delik hukum

e. Sistem lapisan terbuka masyarakat yang memungkinkan

adanya gerak sosial vertikal yang luas atau memberi

kesempatan para individu untuk maju atas dasar keampuan

sendiri.

f. Penduduk yang heterogen

g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu

h. Berorientasi ke masa depan

i. Nilai budaya manusia harus senantiasa berihtiar untuk

memperbaiki kehidupannya.

Beberapa Tinjauan Tentang Perubahan Sosial

a. Teori Siklus

Terdapat banyak sosiolog yang berusaha keras untuk menjelaskan

irama perubahan dengan model teori siklus. Di antara sosiolog

tersebut yaitu Ibnu Khaldum, Oswald Spengler, Arnold Toynbee,

dan Pitirin Sorokin.

Ibn Khaldum (1332-1406) seorang sosiolog Arab yang

melukiskan bahwa peradaban manusia berkembang dalam lima

tahap, yaitu :

1. Tahap modern yang kemudian menghancurkan seluruh

94

penentangnya dan mendirikan kerajaan baru

2. Tahap konsolodasi kekuatan dengan tujuan memperkokoh

pengendalian atas kawasan yang baru dikuasai.

3. Tahap kesenangan dan kesentosaan, yang ditandai dengan

kemewahan materi dan kebudayaan lainnya.

4. Tahap kedamaian berlanjut sehingga menjadi sebuah taradisi

baru

5. Tahap kehancuran yang dimulai dari hura-hura, pemborosan

dan kehilangan simpati. Dengan teori ini Lauer berpendapat

bahwa Ibn Khaldum adalah “genius Arab” perintis dan

peletak pengetahuan Sosiologi.

b. Teori Psikologi

Jika dilihat dari sudut Teori David McClelland, perubahan sosial

itu terjadi karena adanya pertumbuhan dan/atau perkembangan

motif berprestasi dari individu atau masyarakat tersebut.

McClelland menyebutkan bahwa need for achevement

merupakan daya dorong bagi seseorang untuk meraih prestasi

yang lebih baik dari hari ini.

Teori yang relevan dengan sudut pandang psikologi dapat dilihat

dalam pandanga Everette Hagen. Hagen menjelaskan bahwa

perubahan sosial akan terjadi bergantung pada pola reaksi atau

kualitas pengaruh dari hasil inovasi terhadap masyarakat itu

sendiri. Dalam konteks ini dikemukan ada lima hukum perubahan

sosial, yaitu:

Hukum penundukan, kelompok, penolakan nilai, rintangan sosial,

perlindungan kelompok, dan kepemimpinan yang tidak memihak.

c. Teori Materialisme Dialetika

Pada kota-kota besar di Indonesia masyarakat kelas

menengah atas sudah terbiasa melakukan kunjungan kesehatan ke

negara-negara tetangga hanya untuk melakukan general chek-up.

Baik kalangan selebriti maupun pejabat yang memiliki dana

cukup besar sudah terbiasa memeriksakan kesehatannya keluar

negeri. Fenomena ini disebabkan oleh beberapa hal seperti ;

1. Anggapan bahwa pelayanan dan teknologi kesehatan di

dalam negeri kurang memuaskan

2. Adanya perubahan ketahanan ekonomi dalam dirinya untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik walaupun

95

harus keluar negeri.

Seiring dengan hal ini, menurut teori Karl Marx struktur

ekonomi berpengaruh pada perilaku. Dalam teori ini, setiap

kelompok dikategorikan dalam satu kelas sosial dan kelas sosial

terbesar itu sendiri atas dua kelompok, yaitu proletariat

(kelompok orang papa atau tidak berpunya) dan borjuis

(kelompok orang berpunya). Setiap kelompok tersebut

menunjukkan perilaku yang berbeda sesuai dengan apa yang

dimilikinya.

d. Teori Fungsionalisme Struktural

Bagi kalangan fungsionalisme, setiap masyarakat

diposisikan sebagai satu kondisi yang relatif stabil. Kestabilan ini

terbentuk akibat adanya konsensus antar komponen sehingga

terbentuk masyarakat yang terpadu. Pada sisi lain proses

perubahan sosial merupakan suaru bentuk adaptasi manusia dan

masyarakat terdapat berbagai anomalia (penyimpangan) yang

terjadi di masyarakat. Dengan adanya proses adaptasi ini maka

akan terjadi keseimbangan ulang (aqualibrium) di masyarakat

dan pada akhirnya individu dan/atau masyarakat tersebut dapat

mempertahankan kualitas peradabannya sendiri.

e. Teori Modernisasi.

Kendatipun banyak defenisi mengenai istilah

modernisasi, namun ciri dasar dari modernisasi ini dapat dikenal

secara seksama yaitu adanya industri dan penggunaan akal

(rasionalisasi)sebagai landasan untuk melakukan tindakan sosial.

Masyarakat Indonesia masih mengenal adanya

pengobatan tradisional yaitu pengobatan yang menggunakan

pendekatan metafisik seperti memercayai dukun dan/atau

penyebab di luar masalah fisik. Dengan adanya perkembangan

ilmu pengetahuan dan industri serta teknologi, maka dalam

menyelesaikan masalah kesehatan digunakan cara-cara yang

modern seperti menggunakan teknologi medis yang lebih

modern.

Proses Perubahan Sosial

Perubahan sosial tidak terjadi begitu saja, ada beberapa

saluran yang dapat digunakan sebagai saluran perubahan sosial.

Namun demikian, untuk perkembangan dalam dunia kesehatan ini,

96

saluran perubahan kesehatan ini lebih banyak terjadi dan dilakukan

oleh :

a. Rumah sakit yang menjadi tempat rujukan dan sekaligus sarana

pemberian layanan kesehatan.

b. Pendidikan, setiap calon tenaga kesehatan, baik perawat, dokter,

bidan, atau yang lainnya duperkenalkan dengan berbagai hal yang

terkait dengan perubahan sosial. Hal yang tidak bisa dilupakan

lagi yaitu media informasi baik media elektronik maupun media

cetak memiliki peran yang nyata dalam memberikan informasi

atau memengaruhi perubahan layanan kesehatan dan teknologi

kesehatan di masyarakat.

Dalam proses perubahan sosial ini, ada beberapa tahapan

perubahan sosial yang potensial terjadi di masyarakat antara lain

sebagai berikut,

a. Difusi.

Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari

individu kepada individu lain serta dari satu masyarakat ke

masyarakt lain. Unsur-unsur penyebaran budaya bersamaan

dengan migrasinya kelompok manusia dari satu daerah ke daerah

lain. Misalnya berkembangnya teknik pengobatan bekam, seiring

dengan penyebaran umat Islam dari Timur Tengah ke berbagai

penjuru dunia, perkembangan ilmu dan teknologi pengobatan

Ayurveda seiring dengan menyebarnya agama Hindu dan orang

India ke seluruh dunia, demikian pula teknologi pengobatan

akupuntur atau akupresur dari Cina.

Difusi antar masyarakat dipengaruhi oleh :

a. Kontak budaya

b. Kemampuan memodernisasikan

c. Pengakuan

d. Ada tidaknya pesaing

e. Peran masyarakat dalam menyebarkan unsur baru serta

f. Ada tidaknya unsur paksaan terhadap unsur baru.

Difusi bisa terjadi melalui :

a. Penetrasi atau perembesan nilai-nilai baru

b. Simbiosis mutualistik atau hubungan timbal balik yang saling

menguntungkan.

97

b. Inovasi

Inovasi adalah proses pembaruan dari penggunaan

sumber-sumber alam, dan modal serta penataan kembali dari

tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru sehingga terbentuk

suatu sistem produksi dari produk-produk baru.

Proses inovasi menurut Koentjaraningrat, berkaitan erat

dengan proses penemuan baru dalam bidang teknologi yang

biasanya merupakan tahap dari discovery dan invention.

Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik

dari individu atau kelompok. Jika discovery ini sudah dikenal

masyarakat maka disebut dengan istilah inovation.

c. Akulturasi.

Pada masa kini, masyarakat dengan sangat mudah

menemukan pelayanan kesehatan yang memadukan antara

teknologi modern dengan teknologi alternatif. Ada rumah sakit

umum yang mengadopsi teknik pengobatan akupuntur sebagai

bagian dari pelayanan kesehatanmodern. Contohnya klinik

alternatif Rumah Sakit panti Rapih yang hadir di Jakarta sejak

tahun 1993, pada mulanya hanya bertumpu pada pengobatan

akupuntur yang telah diakui di dunia kedokteran barat atau

konvensional.

Penomena itulah yang dapat disebut sebagai sebuah

perubahan sosial dari sudut akulturasi. Artinya, proses sosial

timbul apabila sekelompok manusia dihadapkan dengan unsur-

unsur suatu kebudayaan asing. Sehingga unsur-unsur asing itu

lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan itu sendiri

tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu.

d. Asimilasi

Asimilasi adalah suatu proses sosial yang terjadi pada

berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan

yang berbeda setelah mereka bergaul secara intensif sehingga

sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu

masing-masing berubah menjadi unsur kebudayaan campuran.

Urgensi Perubahan Mengenai Perubahan Sosial bagi Tenaga

Kesehatan

Setelah memahami pengertian perubahan sosial, perspektif

98

sosiologi mengenai perubahan sosial dan beberapa konsep dasar

perubahan sosial, sampailah pada pertanyaan, apa urgensinya

pemahaman tersebut bagi seorang tenaga kesehatan? Sebagaimana

telah dikemukakan sebelumnya, fungsi hadirnya tebaga kesehatan

adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang

kesehatan. Tujuan dasar dari pelayanan kesehatan ini adalah

memberikan layanan kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas

hidup dan kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, pelayanan kesehatan ini perlu disandarkan

pada kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, bila

masyarakat memiliki kebutuhan dan/atau tuntutan tertentu terhadap

layanan kesehatan, maka seorang tenaga kesehatan perlu memberikan

pelayanan kesehatan sebagaimana tuntutan dan kebutuhan masyarakat

itu sendiri.

Munculnya gejala masyarakat kelas menengah atas di

Indonesia untuk berobat ke luar negeri merupakan indikasi awal

bahwa kebutuhan dan tututan masyarakat tersebut sudah sangat tinggi,

dan mungkin kurang terpenuhi kepuasannya oleh layanan kesehatan

di dalam negeri, sehingga mereka lebih baik mengeluarkan biaya

lebih besar untuk mendapatkan kepuasan dalam layanan kesehatan.

Selain perubahan income, interaksi-ideologi pun

menyebabkan adanya perubahan sosial di masyarakat. Masuknya

ideologi pasar menyebabkan seorang dokter harus mampu

menunjukkan semangat pemasaran (marketing) dalam melaksanakan

praktik. Seiring dengan ini, Yusuf Alam Romadhan mengatakan

bahwa dalam situasi peubahan sosial seperti ini seorang dokter

dituntut untuk mampu memasarkan diri (market yourself) supaya

dapat mempertahankan posisi dirinya sebagai profesi kesehatan yang

dapat eksis di lokasinya sendiri. Artinya bila seorang dokter tidak

mampu memasarkan diri, maka praktik kedokterannya itu tidak akan

kalah saing oleh para tenaga medis dari negara asing.

Seiring dengan hal ini, kompetensi apa yang harus

dikembangkan supaya pelayanankesehatan di Indonesia dapat

berkembang dengan baik? Hal yang pertama, nilai lebih dari

pelayanan kesehatan itu adalah mampu memberikan kepuasan pada

pelanggan. Mau tidak mau, seorang tenaga medis harus secara empiris

mengakui bahwayang dilakukannya selama ini adalah memberikan

99

jasa pelayanan kesehatan kepada masyarakat dimana masyarakat

berpotensi sebagai konsumen atau pelanggan kesehatan. Oleh karena

itu, hal yang terpenting adalah memberikan pelayanan kepada

konsumen pelayanan kesehatan.

Pelayanan prima menjadi satu tuntutan penting bagi seorang dokter

di era modern. Daldiyono menyebutnya dengan istilah dokter yang

bijak. Bila kita mengembangkan konsep ini dapat dikatakan bahwa

di era modern ini dibutuhkan tenaga kesehatan yang bijak. Tidak

sederhana untuk mewujudkan tenaga kesehatan yang baik, apalagi

menunjuk siapa dan bagaimana tenaga kesehatan yang bijak. Untuk

panduan awal, Daldiyono mengembangkan konsep tentang tenaga

kesehatan yang bijak yaitu:

a. Memiliki pengalaman pendidikan kesehatan

b. Kompoten dalam melaksanakan praktik kesehatan yang bermutu

dan manusiawi (good clinical practice)

c. Menerapkan sistem dan cara pelayanan kesehatan yang bermutu

serta beretika (good clinical governance)

100

BAB XI

MAKANAN : MAKNA BUDAYA

DAN KESEHATAN

Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan. Sebagai

mahluk hidup manusia pun membutuhkan makanan untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, setiap

orang akan senantiasa berusaha mencari makanan untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Kelompok tertentu berpendirian bahwa hakikat hidup

adalah bekerja untuk mencari makanan. Sehingga wajar jika

kelompok Darwinian mengatakan bahwa perjuangan hidup adalah

perjuangan untuk mendapatkan makanan. Hanya mereka yang

mampu mendapatkan akses makanan sajalah yang dapat

mempertahankan hak hidupnya. Sementara orang yang tidak

mendapatkan akses pada makanan, dia akan mengalami

ketersisihan dari kehidupan ini. Dalam hukum rimba, siapa yang

dapat menguasai sumber-sumber produksi, maka dia yang

memiliki peluang untuk mempertahankan hidup lebih baik.

Berdasarkan pertimbangan ini, keberadaan makanan

ternyata memberikan warna-warna kehidupan yang berbeda antara

satu kelompok dengan kelompok lainnya. Makanan bukan lagi

sekedar benda ekonomi yang “hampa makna”. Makanan justru

merupakan entitas budaya yang tumbuh dan berkembang dalam

tatanam kehidupan manusia. Dengan kata lain, bila dikaitkan

dengan konteks sosial budaya, maka makanan itu ternyata

m,engandung makna yang lebih luas dibandingkan sekedar bahan

konsumsi manusia.

Persepsi Budaya dan Makanan

Dalam catatan antropologi, peradaban manusia dibedakan

berdasarkan mata pencaharian masyarakat.

Pada tahap pertama (gelombang hidup manusia) ditandai dengan

adanya peradaban manusia yang didominasi oleh tradisi memburu

dan meramu. Pola konsumsi manusia pada waktu itu dengan

makan makanan hasil ramuan bahan tumbuhan yang dikumpulkan

dari hutan dan/atau memakan hasil hutan (hewan atau tumbuhan)

101

yang diburu dan kemudian dibakar.

Setelah terjadi revolusi atau gelombang peradaban yang

pertama manusia beranjak pada tahapan agrikultur. Mata

pencaharian manusia bukan lagi memburu dan meramu, melainkan

sudah pada tahap bercocok tanam. Pada tahap ini pola dan jenis

makanan yang dikonsumsi pun adalah makanan hasil olahan.

Namun setelah adanya revolusi industri atau gelombang

ketiga, olahan manusia ini berkembang dengan pesat. Dengan

bantuan tehnologi dan industrialisasi, berbagai jenis makanan, baik

yang merupakan olahan dari bahan dasar tumbuhan dan hewan,

maupun dengan bahan kimiawi bwrmu8nculan ke permukaan.

Pada saat ini manusia sudah bukan lagi hanya memakan hasil

tanaman melainkan hasil olahan industri.

Setiap manusia memiliki persepsi yang berbeda mengenai

benda yang dikonsumsi. Perbedaan persepsi ini sangat dipengaruhi

oleh nilai dan norma budaya yang berlaku di masyarakatnya.

Pola makan masyarakat modern cenderung mengkonsumsi

makanan siap saji (fast food). Hal ini mereka lakukan karena

tingginya jam kerja atau tingginya kompotisi hidup yang

membutuhkan kerja keras. Padahal dibalik pola makan tersbut,

misalnya hasil olahan siap santap memiliki kandungan garam yang

sangat tinggi.

Makanan dan Identitas Budaya

Melanjutkan kajian tersebut, maka telaah mengenai makna

budaya dari sebuah makanan menjadi sangat penting untuk

dipahami oleh berbagai kalangan. Pengetahuan seperti ini, selain

dapat bermanfaat un tuk mengembangkan sikap bijak terhadap

persepsi masyarakat lain, juga untuk menghindari gizi buruk akibat

adanya kesalah persepsi terhadap satu jenis nakanan tertentu.

Terkait dengan masalah ini, ada beberapa nilai budaya makanan

yang perlu diperhatikan.

Kebutuhan Fisiologis

David Morely adalah seorang pertama yang memperkenalkan

penggunaan grafik tumbuh kembang fisik anak sebagai alat untuk

memantau secara logitudinal kecukupan gizi anak dan mulai

102

diadopsi di Indonesia sejak tahun 1974 dengan sebutan Kartu

Menuju Sehat (KMS).

Setiap tahap tumbuh kembang anak membutuhkan asupan

gizi yang berbeda. Oleh karena itu, setiap orang tua atau tenaga medis

perlu memperhatikan aspek asupan gizi bagi setiap tahap tumbuh

kembang anak. Untuk sekedar contoh, kebutuhan akan garam dapur

mengandung unsur sodium dan chlor (NaCl). Unsur sodium penting

untuk mengatur keseimbangan cairan di dalam tubuh, selain bertugas

dalam transmisi saraf dan kerja otot..

Kesimpulan pemikiran ini menekankan bahwa mengonsumsi

makanan bertujuan untuk mendukung pertumbuhan dan

perkembangan fisiologis seseorang. Oleh karena itu, usaha menjaga

keseimbangan gizi dan/atau konsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna

merupakan usaha untuk mendukung pada tuntutan makanan dari sisi

fisiologis.

Makanan Sebagai Identitas Kelompok

Nasi adalah satu komoditas makanan utama bagi

masyarakat Sunda-Jawa. Sementara jagung menjadi komoditas

makanan utama bagi masyarakat Madura. Bagi orang Barat mereka

tidak membutuhkan nasi setelah mengonsumsi roti karena roti

merupakan makanan utama dalam budaya Barat. Persepsi dan

penilaian seperti ini merupakan makna makanan sebagai budaya

utama sebuah masyarakat. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila

orang sunda , kendati sudah makan roti kadangkala masih berkata

belum makan karena dirinya belum menyantap nasi.

Karena adanya kesangsian terhadap makanan hasil olahan

atau makanan instan, banyak diantara masyarakat kota yang sudah

mulai berpindah ke tradisi vegetarian. Bagi kelompok “gang”

menghirup ganja, narkoba, dan merokok merupakan ciri

kelompoknya. Kacang diidentikkan sebagai makanan yang bisa

menemani orang untuk nonton sepak bola. Merokok menjadi teman

untuk menghadirkan inspirasi atau kreativitas. Pemahaman dan

persepsi seperti ini lebih merupakan sebuah persepsi budaya

tandingan (counter-culture) terhadap budaya dominan.

Berdasarkan telaahan ini, makanan mengandung makna

sebagai :

103

a. Identitas arus budaya utama (dominan culture), artinya harus

ada dan menjadi kebutuhan utama masyarakat.

b. Budaya tandingan (counterculture), yaitu menghindari arus

utama akibat adanya kesangsian atau ketidaksepakatan

denganbudaya arus utama.

c. Makanan sebagai identitas budaya bagi sekelompok tertentu

(subculture).

Makanan Sebagai Nilai Sakral

Di luar makna budaya, dalam kehidupan masyarakat

Indonesia makanan pun ada yang mengandung nilai sakral dan ada

yang mengandung nilai profan. Khusus untuk makanan yang memiliki

nilai sakral, diantaranya dapat ditemukan dalam beberapa agama atau

budaya daerah Indonesia.

Daging kambing kurban dan beras zakat merupakan

makanan sakral dalam kehidupan bagi kalangan muslim. Kue

sakramen merupakan makanan sakral bagi kalangan nasrani. Sapi

adalah hewan sakral bagi masyarakat Hindu. Rokok cerutu

merupakan komoditas sakral bagi masyarakat Jawa karena biasa

digunakan sebagai bagian dari sesaji bagi nenek moyangnya.

Makanan Sebagai Keunggulan Etnik

Bila orang mendengarkan kata gudeg, maka akan terbayang

kota Yogyakarta. Mendengar kata pizza akan terbayang Italia.

Mendengar kata dodol dan jeruk terbayang kota Garut. Tetapi bila

mendengar kata jeruk bangkok, ayam bangkok sudah tentu terbayang

Bangkok Thailand.

Contoh tersebut menunjukkan bahwa makanan merupakan

unsur budaya yang membawa makna budaya komunitasnya. Di dalam

makanan itu orang tidak hanya mengonsumsi material makanannya

melainkan ‘mengonsumsi” kreatifitas dan keagungan nilai budaya.

Tidak mengeherankan bila ada orang yang makan tahu Sumedang

terasa hampa makna bila tahu itu dibeli di luar Sumedang dan dirinya

pun tidak pergi ke Sumedang. Begitu pula sebaliknya, masyarakat

akan memiliki kebanggaan tertentu bila mengonsumsi moci yang

dibeli asli dari Cianjur.

104

Makanan Sebagai Kebutuhan Medis

Seiring dengan perkembangan ilmu kesehatan sekarang

sudah banyak buku dan temuan penelitian yang mengulas mengenai

manfaat makanan bagi peningkatan kesehatan. Kebutuhan vitamin

atau gizi dapat dipenuhi jika seseorang mengonsumsi makanan 4

sehat 5 sempurna. Hembing telah mengembangkan pengobatan

alternatif yang bersumber dari makanan atau ramuan. Hal ini

menunjukkan bahwa memakan suatu makanan memiliki nilai medis.

Nilai Norma Makanan

Sebelum menjelaskan beberapa kasus perilaku kesehatan

yang terkait dengan masalah ekonomi, ada baiknya dikemukakan

terlebih dahulu mengenai norma sosial yang berkembang di

masyarakat.

Norma sosial ini kita kembangkan dalam lima kategori

norma :

a. Makanan yang memiliki nilai pokok (wajib), yang dimaksud

wajib ini, yaitu makanan pokok dari sebuah komunitas.

Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, nasi merupakan

makanan pokok masyarakat Sunda-Jawa, jagung menjadi

makanan pokok masyarakat Madura.

b. Makanan yang memiliki nilai anjuran (sunnah) yaitu komoditas

makanan yang merupakan tambahan (suplemen). Di era modern

ini banyak produksi makanan yang berfungsi sebagai

makanan/minuman suplemen.

c. Makanan yang memiliki nilai mubah. Kelompok makanan ini

sesungguhnya belum diketahui efek positif atau negatifnya bagi

kesehatan. Informasi yang baru diketahui itu, yang kandungan

gizi makanan dari komoditas tersebut sangat rendah sehingga

tidak dianjurkan dan juga tidak menjadi sebuah pantangan.

d. Makanan yang memiliki nilai pantangan. Sebuah masyarakat atau

individu kadang memiliki pantangan. Karakter pantangan ini,

lebih bersifat sementara. Bagi mereka yang akan dioprasi pantang

makan, orang yang sedang sakit tipus dilarang makan makanan

yang keras.

e. Dalam kategori yang terakhir, yaitu pantangan mengonsumsi

sebuah makanan yang bersifat permanen. Dalam agama, terdapat

105

beberapa jenis makanan-minuman yang dilarang dikonsumsi

secara permanen.

Frustasi Ekonomi dan Perilaku Konsumsi

Tekanan hidup dan tantangan hidup menyebabkan

seseorang dapat melakukan perilaku yang menyimpang dari norma

masyarakat arus utama. Salah satu perilaku menyimpang ini, yaitu

munculnya perilaku masyarakat dalam memperdagangkan makanan

yang sudah tidak layak jual dan layak konsumsi secara medis.

Gejala keracunan karena makanan hampir menjadi bagian

dari berita bagi bangsa kita. Keracunan makanan di pesantren, di

rumah penduduk yang sedang mengadakan syukuran, di pabrik, di

kampus dan lain sebagainya. Bila kejadian keracunan makanan

tersebut terjadi hanya satu kali mungkin tidak menarik untuk

diperhatikan. Namun, bila kejdian ini berulang dan terjadi di berbagai

tempat, maka peristiwa keracunan makanan secara kolektif tersebut

menjadi fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian yang

seksama dari kita semua. Dengan kata lain ada apa dengan pola

konsumsi masyarakt kita?

Dalam suasana frustrasi ekonomi, seorang produsen akan

mengerahkan seluruh strateginya guna menjual produk makananya.

Mereka tidak peduli tanggal kadaluarsa. Sementara anggota

masyarakat yang sedang mengalami frustrasi secara ekonomi tidak

akan memedulikan masalah kesehatan makanan atau kandungan gizi

makanan. Dalam benak mereka, yang penting bisa makanan atau yang

penting terjangkau (murah meriah).

Gaya Hidup dan Gaya Makan

Perkembangan tehnologi informasi dan industri, tidak

hanya memberikan pengaruh terhadap dunia ekonomi. Efek langsung

dan tidak langsung dari kemajuan peradaban manusia ini, terasa pula

dalam bentuk perubahan gaya hidup. Bila 10 tahun yang lalu, masih

banyak terlihat para pengusaha atau karyawan makan di rumahnya

sendiri serta seorang mahasiswa atau seorang anak kecil sarapan di

rumah bersama keluarga. Dalam situasi zaman seperti ini, makan

bersama keluarga itu menjadi sesuatu yang istimewa dan didapatnya

pada hari-hari istimewa misalnya pada hari libur bersama.

106

Pada suatu saat, mungkin sempat melihat ada seorang istri

dalam mobilnya duduk di samping suaminya yang sedang memegang

setir mobil menyuap suami untuk makan pagi. Dalam satu waktu

tertentu, mungkin sempat melihat anak kecil yang mau berangkat ke

sekolah disuap makan dalam kendaraan sepanjang jalan menujmu

lokasi sekolah. Inilah sebagian dari realitas gaya hidup di zaman

modern, yang terkait dengan makanan.

Berbeda dengan makanan sebagai keunggulan etnik, dalam

gaya hidup modern ini, ada makanan yang dianggapnya sebagai

budaya unversal. Makanan cepat saji di restoran-restoran cepat saji

(fast food) merupakan satu diantara sekian banyak jenis makanan

yang muncul kepermukaan sebagai makanan global.

107

BAB XII

SIKLUS HIDUP, KESEHATAN, DAN

PERAN SOSIAL

Salah satu upaya untuk menjelaskan persoalan-persoalan

kesehatan manusia dapat dilakukan dengan menggunakan

pendekatan siklus hidup. Dari siklus hidup ini dapat dirinci

perkembangan psikologis dan sosiologis serta kebutuhan kesehatan

individu tersebut.

Asumsi yang dianut dalam wacana ini, dapat dirinci

perkembangan individu akan maksimal serta potensi genetiknya

akan berkembang dengan baik jika kepadanya diberikan lingkungan

berkualitas, baik diri gizi maupun lingkungan sosialnya. Sehingga

pada akhirnya dapat membangun pribadi manusia yang sehat baik

secara jasmaniah, emosi, spiritual, sosial dan ekonomi.

Dari asumsi tersebut, dapat dirumuskan dan/atau telaah

mengenai peran-peran sosial yang dikembangkan individu dalam

setiap tahap siklus kehidupannya masing-masing. Kalangan ilmuwan

psikologi sudah berusaha keras untuk menunjukkan tahap-tahap

perkembangan dari setiap tugas perkembangan (development task)

psikologis. Berdasarkan temuan saat ini, ternyata dalam setiap tahap

perkembangan tersebut, memiliki resiko kesehatan yang khusus dan

peran sosial yang berbeda antara tahap yang satu dengan tahap

lainnya. Oleh karena itu memahami peran sosial dan kesehatan

individu dapat dipantau dari perspektif siklus hidup individu.

Pendekatan yang digunakan ini, dikembangkan dari model

yang dikembangkan oleh Departemen Kesehatan RI saat

menjelaskan tentang kesehatan reproduksi. Bila disederhanakan,

pendekatan siklus yang dikembangkan tersebut dapat diformulasikan

ulang sebagai berikut :

108

Siklus Hidup Individu

Masa Kehamilan

Kehamilan merupakan sesuatu hal yang membahagiakan,

penyebabnya karena mereka akan mendapatkan anggota baru dalam

sebuah keluarga. Oleh karena itu kehamilan ini kerap kali menjadi

perhatian serius bagi anggota keluarga maupun masyarakat. Ada

beberapa aspek sosial yang terkait dengan masa kehamilan ini.

Pertama, peran kehamilan dapat dimaknai dengan peran

awal perekat sosial. Dalam penelitian Evi (2005) menyebutkan bahwa

perempuan yang cenderung infertil, terancam diceraikan. Oleh karena

itu, kehamilan atau lebih khusus lagi kehadiran anak merupakan

perekat sosial dalam sebuah masyarakat.

Kedua, tingginya harapan (ekspektasi) suami atau anggota

keluarga terhadap bayi yang ada dalam kandungan, menyebabkan

tingginya perlakuan anggota keluarga terhadap ibu hamil. Oleh karena

itu, seorang ibu hamil diposisikan setara dengan orang sakit sehingga

peran sosial dihapuskan dari tanggung jawab si ibu hamil.

Ketiga, dalam konteks ini ngidam merupakan instrumen

khusus yang menjadi alat ukur dalam membangun kewjiban baru

orang lain untuk memosisikan ibu hamil sebagai ratu dalam

kehidupan.

Keempat, ada yang berpendapat bahwa bila seorang ibu

hamil memiliki kebutuhan makan yang lebih, karena dia

mengonsumsi makan untuk dua orang.

meninggal Masa konsepsi, ibu hamil

Manula

Dewasa

Remaja

balita

Anak-anak

109

Adapun masalah kesehatan spesipik dari ibu hamil

diantaranya :Mendapatkan pelayanan antenatal dengan baik dan

teratur

a. Memperoleh makanan bergizi dan cukup istirahat

b. Mendapatkan ketenangan dan kebahagian

c. Memperoleh persediaan biaya persalinan dan rujukan ke rumah

sakit bila terjadi komplikasi.

Seiring terjadi kematian, pada persalinan, lebih banyak

disebabkan karena tingginya pendarahan. Selain itu, ada pula

penyebab lain yang biasa menimbulkan kematian pada ibu hamil,

yaitu adanya 4 terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, terlalu

banyak). Kondisi ini didung oleh 3 tarlambat (terlambat mengenali

tanda-tanda, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, terlambat

mendapat pertolongan).

Masa Balita

Tahap perkembangan selanjutnya yaitu memasuki tahap

anak-anak. Pada masa ini, pendidikan sosial yang terjadi pada masa

balita, memiliki peran nyata dalam pertumbuhan dan perkembangan

selanjutnya.

Ada beberapa peran sosial yang dimunculkan anak-anak

dalam kehidupan di masyarakat.

Pertama, dalam mengembangka kepribadiannya secara utuh

setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan ruang main dan ekspresi

yang sesuai dengan dirinya. Ketiadaan akses untuk mendapatkan

ruang main seperti ini akan berpengaruh terhadap optimasi

pertumbuhan dan perkembangan anak dalam masyarakat.

Kedua, anak adalah tanda sosial dari keluarga, khususnya ibu

dan anak. Pertumbuhan dan perkembangan fisik dan sosial anak,

dibaca sebagai bagian dari peran nyata orang tua dalam memberikan

pelayanan kepada anak-anaknya. Seorang anak yang kurang gizi,

sesungguhnya menjadi bukti lemahnya peran orang tua dalam

memberikan asupan yang seimbang dan berkualitas. Demikian pula,

bila hadir seorang anak yang sehat dan cerdas dapat menunjukkan diri

sebagai tanda sosial bagi keluarganya.

Ketiga, anak adalah kandidat dari pemegang amanah harapan

atau impian orang tuanya. Berbagai aktivitas orang tua, baik yang

110

terkait dengan masalah ekonomi maupun prestise hidup, diharapkan

dapat ditindaklanjut oleh anak-anaknya.

Keempat, sebagaimana yang terjadi pada peran bayi,

kehadiran anak ini memperkuat nilai solidaritas dalam keluarga.

Hubungan suami istri, akan semakin tinggi dan rekat bila didukung

oleh kehadiran anak yang berkualitas.

Kelima, memiliki nilai sosial yang tinggi, baik untuk nilai

ekonomi, maupun nilai sosial. Kehadiran anak bagi keluarga

merupakan tambahan tenaga kerja baru bagi keluarganya.

Masa Remaja

Pada masa remaja (adolescens), selain pertumbuhan yang

cepat (growth spurt), juga timbul tanda-tanda seks sekunder, serta

diakhiri dengan berhentinya pertumbuhan. Khusus pada perempuan,

masa ini merupakan masa persiapan untuk menjadi calon ibu.

Keberadaan gizi pada masa ini berpengaruh terhadap kehamilan

mereka kelak dan juga terhadap bayi yang akan dilahirkannya.

Aktivitas mereka pun meningkat, sehingga kebutuhan

gizinya juga bertambah. Nafsu makan mereka umumnya baik. Mereka

sering mencari makanan tambahan atau jajan di luar waktu makan.

Masalahnya apabila jajan itu berkalori tinggi, kegemukan dengan

segala akobatnya bisa terjadi. Maka diantara mereka ada yang

berusaha mengurangi dampak negatif dari kegemukan atau berusaha

menghindari kegemukan. Beberapa masalah kesehatan yang dapat

berpengaruh terhadap kesehatan remaja termasuk kesehatan

reproduksi kalangan remaja adalah sebagai berikut :

a. Masalah gizi, yang meliputi anemia atau kurang gizi dan

pertumbuhan yang terhambat. Khusus pada kalangan putri, bila

pertumbuhan panggul sempit dapat berisiko pada proses

melahirkan bayi berat dikemudian hari.

b. Masalah seks dan seksual, meliputi pengetahuan yang lengkap

terhadap mitos dan informasi berbagai hal tentang seks dan

seksualitas, penyalahgunaan peran seks dan seksualitas, serta

penanganan kehamilan remaja.

c. Hal yang tidak boleh dilupakan pula, ada munculnya aneka ragam

pola atau gaya hidup remaja. Gaya hidup ini, baik yang terkait

dengan kesehatan reproduksi maupun dengan pola konsumsi

111

dapat berpengaruh tinggi terhadap masalah kesehatan remaja.

Masa Dewasa

Secara psikologis tahap perkembangan ini dikategorikan

sebagai tahap kematangan (maturity), dewasa dalam arti

pengembangan diri maupun dalam konteks sosial. Seiring dengan hal

ini, ada beberapa peran sosial yang dikembangkan dalam masa

dewasa.

Pertama orang dewasa sudah memiliki tugas dan kewajiban

diri dalam membangun komunitas, baik dalam skala kecil (keluarga),

pertemanan, maupun dalam konteks keamsyarakatan. Dengan tugas

seperti ini, baik seorang perempuan maupun laki-laki, tampil percaya

diri dalam mengembangkan komunikasi sosial.

Kedua, dalam masyarakat timur, seseorang yang sudah

dewasa sudah mulai memikirkan mengenai masa depan, baik masa

depan ekonomi maupun masa depan sosialnya. Bekerja dan

mengumpulkan kekayaan adalah salah satu upaya untuk menjaga

keberlangsungan hidup dirinya.

Ketiga, pada sisi kesehatan, masa ini termasuk dalam

kategori matang, kendati demikian , perlu diperhatikan

perkembangan ke arah meno-andropause, penyakit degenatif

termasuk rabun, gangguan mobilitas dan osteoporosis, serta perlu

adanya deteksi dini terhadap kanker rahim dan kanker prostat, yang

akan muncul diakhir penghujung usia dewasa.

Keempat, dalam sosiologi pada umumnya, telah banyak

dikenal bahwa, pada masa dewasa ini merupakan masa perkawinan

atau berkeluarga. Fungsi keluarga menurut sosiologi yaitu :

a. Fungsi apeksi yaitu membangun dan mengembangkan nilai dan

norma masyarakat.

b. Fungsi reproduksi, yaitu berfungsi untuk memmiliki keturunan.

c. Fungsi sosialisasi, artinya keluarga mmenjadi lembaga pertama

dan utama untuk bermasyarakat.

d. Pengaturan seksual, artinya bagi seorang remaja yang sudah

dewasa mereka mulai meyakini dan menunjukkan peran

seksualnya dihadapan orang lain.

e. Fungsi penentuan status, artinya di lingkungan keluarga ini setiap

anak khususnya mendapat pembelajaran mengenai status diri dan

112

status sosial.

f. Fungsi perlindungan, artinya dalam keluarga itu ada upaya untuk

membangun perlindungan antara satu dengan yang lainnya.

g. Fungsi ekonomi, artinya para anggota keluarga khususnya orang

tua memiliki peran sosial untuk memberikan layanan kesehatan

ekonomi kepada anggota keluarganya.

Masa Usia Lanjut

Menurut teori penarika diri (desengagement theory), usia

lanjut merupakan proses yang bergerak secara perlahan dari individu

untuk menarik diri dari peran sosial atau dari konteks sosial. Keadaan

ini menyebabkan interaksi individu yang lanjut usia mulai menurun,

baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Pada usia lanjut sekaligus

terjadi triple loss, yaitu:

a. Kehilangan peran (loss of role)

b. Hambatan kontak sosial (restriction of contacts of relationships)

dan

c. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to sosial mores

and values)

Menurut Hardywinoto dan Tony Setiabudi (2005:112) tidak

semua lanjut usia mengeluh maca-macam dan bila ada keluhan yang

dikemukakan individu lanjut usia, perlu diinterpretasikan

secaraberbeda. Karena setiap keluhan tersebut, kendatipun memiliki

masalah penyakit yang sama, namun akan muncul secara berbeda

bergantung pada kematangan pribadi dan situasi sosial ekonomi lanjut

usia masing-masing. Untuk merinci ulang, peran individu usia lanjut

ini dapat ditemukan dalambeberapa hal sosial berikut:

Pertama, menjadi orang yang lanjut usia memiliki hak untuk

menarik diri dari peran-peran sosial. Kewajiban sosial seperti bekerja,

bergaul di masyarakat, partisipasi pembangunan merupakan beberapa

contoh nyata yang kemudian dilepaskan dari peran dirinya.

Kedua, memunculkan peran orang lain untuk menunjukkan

peran dan kepeduliannya terhadap individu lanjut usia. Kendatipun

masi kontroversi, namun sikap dan peran orang lain terhadap lanjut

usia ini berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.

Ketiga, setelah menginjakkan diri pada usia lanjut, seorang

individu akan memulai untuk melepaskan hak dan kepemilikannya

113

terhadap berbagai sumber produksi. Hukum waris merupakan hukum

pemindah hak secara menyeluruh (menjelang kematian) kepada

generasi berikutnya.

114

BAB XIII

BUDAYA DALAM PERSALINAN

Dalam kehidupan, manusia tidak pernah lepas dari budaya dan adat

istiadat. Keberadaan budaya amatlah penting, karena berfungsi

sebagai identitas dan ciri khas. Tidak heran, setiap kelompok atau

golongan masyarakat tertentu memiliki budaya yang berbeda-beda.

1. Budaya

Pengertian budaya

a. Kata “Budaya” berasal dari Bahasa Sansekerta “Buddhayah”,

yakni bentuk jamak dari “Budhi” (akal). Jadi, budaya adalah

segala hal yang bersangkutan dengan akal. Selain itu kata

budaya juga berarti “budi dan daya” atau daya dari budi. Jadi

budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan

karsa. (Gunawan, AH,2000)

b. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya artinya

pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah

menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Departemen

Pendidikan Nasional (2000)

c. Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat dan kebiasaan-

kebiasaan yang dilakukan oleh sekumpulan anggota

masyarakat. Soekanto, S. (2009)

d. Merumuskan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta

masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan

kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material

culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam

sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk

keperluan masyarakat. Soemardjan, S dan Soemardi,S. (1964)

e. Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa kebudayaan

berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia

terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang

merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi

berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan

penghidupannya guna mencapai keselamatan dan

kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

115

2. Tradisi

Pengertian Tradisi

a. Tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan,

dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang

telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari

kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu

negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang

palin mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang

diteruskan dari generasi kegenerasi baik tertulis maupun

(sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu teradisi

dapat punah.

b. Tradisi adalah kesamaan benda material dan gagasan yang

berasal dari masa lalu namun masi ada hingga kini dan belum

dihancurkan atau dirusak. Tradisi dapat diartikan sebagai

warisan yang benar atau warisan masa lalu. Namun demikian

tradisi yang menjadi berulang-ulang bukanlah dilakukan

secara kebetulan atau disengaja. Sztompka,P.(2007)

c. Dari pemahaman tersebut apapun yang dilakukan oleh

manusia secara turun temurun dari setiap aspek kehidupannya

yang merupakan upaya untuk meringankan hidup manusia

dapat dikatakan sebagai tradisi yang berarti hal tersebut

adalah manjadi bagian dari kebudayaan.

d. Secara khusus tradisi oleh C.A.Van Peurse diterjemahkan

sebagai proses pewarisan atau penerusan norma-norma, adat

istiadat, kaidah-kaidah, harta-harta, Tradisi dapat dirubah

diangkat, ditolak dan dipadukan dengan aneka ragam

perbuatan manusia. Perursen, CAV.(1998)

Kebiasaan yakni sesuatu yang kamu lakukan secara

periodik (presen tense/saat ini). Dulunya, (past tense) hal itu

nggak pernah kamu lakukan, tapi sekarang jadi

melakukannya secara periodik. Defenisi lain di jelaskan

bahwa kebiasaan atau tradisi adalah sesuatu yang sudah

dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan

sebuah sekelompok masyarakat, untuk pelestariannya pada

generasi berikutnya dengan cara lisan atau pembinaan,

maupun tulisan.

Kebiasaan merupakan norma yang keberadaannya

116

dalam masyarakat diterima sebagai aturan yang mengikat

walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Kebiasaan adalah

tingkah laku dalam masyarakat yang dilakukan berulang-

ulang mengenai sesuatu hal yang sama, yang dianggap

sebagai aturan hidup. Kebiasaan dalam masyarakat sering

disamakan dengan adat istiadat. Jadi dapat disimpulkan

bahwa adat istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan sosial yang

sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksud mengatur

tata tertib. Ada pula yang menganggap adat istiadat sebagai

peraturan sopan santun yang turun temurun pada umumnya

adat istiadat merupakan tradisi. Adat bersumber pada sesuatu

yang suci (sakral) danj berhubungan dengan tradisi rakyat

yang telah turun-temurun.

Menurut arti yang laengkap bahwa tradisi mencakup

kelangsungan masa lalu dimasa kini ketimbang sekedar

menunjukan fakta bahwa masa kini berasal dari merupakan

dibuang atau dilupakan. Maka di sini tradisi hanya berarti

warisan, apa yangt benar-benar tersisa dari masa lalu. Hal ini

senada dengan apa yang dikatakan Shils. Keseluruhan benda

material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun

benar-benar masi ada kini belum dihancurkan.”Segala

sesuatu yang disalurkan atau diwariskan dari masa lalu ke

masa kini merupakan suatu tradisi”.

3. Persalinan

Ada beberapa pengertian persalinan, yaitu sebagai berikut :

a. Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi

yang dapat hidup dari dalam uterus ke dunia luar

(Prawirohardjo, S 2002).

b. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran

janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37–42

minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala

yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada

ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, S 2002).

c. Persalinan adalah suatu proses dimana seorang wanita

melahirkan bayi yang diawali dengan kontraksi uterus yang

teratur dan memuncak pada saat pengeluaran bayi sampai

dengan pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana proses

117

persalinan ini akan berlangsung selama 12 sampai 14 jam

(Bennett, V. et all. 1996).

d. Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang

memungkinkan serangkaian perubahan yang besar pada ibu

untuk dapat melahirkan janinnya melaui jalan lahir (Moore,

2001).

e. Persalinan adalah suatu proses dimana seorang wanita

melahirkan bayi yang diawali dengan kontraksi uterus yang

teratur dan memuncak pada saat pengeluaran bayi sampai

dengan pengeluaran plasenta dan selaputnya dimana proses

persalinan ini akan berlangsung selama 12 sampai 14 jam

(Kurniarum, 2016). Menurut Mochtar.R (2012) persalinan

atau disebut dengan partus adalah suatu proses pengeluaran

hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui

vagina ke dunia luar (Mochtar, 2012)

Macam- macam persalinan:

a. Persalinan Spontan Yaitu persalinan yang berlangsung

dengan kekuatan ibu sendiri, melalui jalan lahir ibu tersebut.

b. Persalinan Anjuran Persalinan yang tidak dimulai dengan

sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan

ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.

c. Persalinan Buatan Bila persalinan dibantu dengan tenaga

dari luar misalnya ekstraksi forceps, atau dilakukan operasi

Sectio Caesaria.

Persalinan berdasarkan umur kehamilan :

a. Abortus Pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 22

minggu atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gr.

b. Partus immaturus Pengeluaran buah kehamilan antara 22

minggu dan 28 minggu atau bayi dengan berat badan antara

500 gram dan 999 gram.

c. Partus prematurus Pengeluaran buah kehamilan antara 28

minggu dan 37 minggu atau bayi dengan berat badan antara

1000 gram dan 2499 gram.

d. Partus maturus atau a’terme Pengeluaran buah kehamilan

antara 37 minggu dan 42 minggu atau bayi dengan berat

badan 2500 gram atau lebih.

118

e. Partus postmaturus atau serotinus Pengeluaran buah

kehamilan setelah kehamilan 42 minggu

Tanda-tanda bahwa persalinan sudah dekat

a. Lightening

Beberapa minggu sebelum persalinan, calon ibu merasa

bahwa keadaannya menjadi lebih enteng. Ia merasa kurang

sesak, tetapi sebaliknya ia merasa bahwa berjalan sedikit

lebih sukar, dan sering diganggu oleh perasaan nyeri pada

anggota bawah.

b. Pollikasuria

Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan didapatkan

epigastrium kendor, fundus uteri lebih rendah dari pada

kedudukannya dan kepala janin sudah mulai masuk ke dalam

pintu atas panggul. Keadaan ini menyebabkan kandung

kencing tertekan sehingga merangsang ibu untuk sering

kencing yang disebut Pollakisuria.

c. False labor

Tiga (3) atau empat (4) minggu sebelum persalinan, calon ibu

diganggu oleh his pendahuluan yang sebetulnya hanya

merupakan peningkatan dari kontraksi Braxton Hicks. His

pendahuluan ini bersifat:

1) Nyeri yang hanya terasa di perut bagian bawah

2) Tidak teratur

3) Lamanya his pendek, tidak bertambah kuat dengan

majunya waktu dan bila dibawa jalan malah sering

berkurang

4) Tidak ada pengaruh pada pendataran atau pembukaan

cervix

d. Perubahan cervix

Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan cervix

menunjukkan bahwa cervix yang tadinya tertutup, panjang

dan kurang lunak, kemudian menjadi lebih lembut, dan

beberapa menunjukkan telah terjadi pembukaan dan

penipisan. Perubahan ini berbeda untuk masingmasing ibu,

misalnya pada multipara sudah terjadi pembukaan 2 cm

namun pada primipara sebagian besar masih dalam keadaan

tertutup.

119

e. Energy Sport

Beberapa ibu akan mengalami peningkatan energi kira-kira

24-28 jam sebelum persalinan mulai. Setelah beberapa hari

sebelumnya merasa kelelahan fisik karena tuanya kehamilan

maka ibu mendapati satu hari sebelum persalinan dengan

energi yang penuh. Peningkatan energi ibu ini tampak dari

aktifitas yang dilakukannya seperti membersihkan rumah,

mengepel, mencuci perabot rumah, dan pekerjaan rumah

lainnya sehingga ibu akan kehabisan tenaga menjelang

kelahiran bayi, sehingga persalinan menjadi panjang dan

sulit.

f. Gastrointestinal Upsets

Beberapa ibu mungkin akan mengalami tanda-tanda seperti

diare, obstipasi, mual dan muntah karena efek penurunan

hormon terhadap sistem pencernaan.

Tanda pasti dari persalinan adalah :

a. Timbulnya kontraksi uterus

Biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu his pembukaan

yang mempunyai sifat sebagai berikut :

1) Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian

depan.

2) Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan

3) Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan

kekuatannya makin besar

4) Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau

pembukaan cervix.

5) Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan

kontraksi. Kontraksi uterus yang mengakibatkan

perubahan pada servix (frekuensi minimal 2 kali dalam 10

menit). Kontraksi yang terjadi dapat menyebabkan

pendataran, penipisan dan pembukaan serviks.

b. Penipisan dan pembukaan servix

Penipisan dan pembukaan servix ditandai dengan adanya

pengeluaran lendir dan darah sebagai tanda pemula.

c. Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir)

Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis

cervicalis keluar disertai dengan sedikit darah. Perdarahan

120

yang sedikit ini disebabkan karena lepasnya selaput janin

pada bagian bawah segmen bawah rahim hingga beberapa

capillair darah terputus.

d. Premature Rupture of Membrane Adalah keluarnya cairan

banyak dengan sekonyong-konyong dari jalan lahir. Hal ini

terjadi akibat ketuban pecah atau selaput janin robek.

Ketuban biasanya pecah kalau pembukaan lengkap atau

hampir lengkap dan dalam hal ini keluarnya cairan

merupakan tanda yang lambat sekali. Tetapi kadang-kadang

ketuban pecah pada pembukaan kecil, malahan kadang-

kadang selaput janin robek sebelum persalinan. Walaupun

demikian persalinan diharapkan akan mulai dalam 24 jam

setelah air ketuban keluar. (Kurniarum A, 2016).

4. Budaya dalam persalinan

Interaksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan

kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil

persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup. Secara medis, .

penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah

perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan).

Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan

profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses

persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya

karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena

ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam

keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan

terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan

persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di

tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan

krisis yang terjadi.

Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu

saat persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya

dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang

diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan

yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor

geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan

kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh

faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa

121

si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain

dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor

geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan mencari

pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan

sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi

merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.

Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan

masyarakat adalah dalam membentuk, mengatur dan

mempengaruhi tindakan atau kegiatan individuindividu suatu

kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan

kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku masyaiakat

yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya

adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan

medis/kesehatan. Apalagi kalau persepsi tentang kesehatan

ataupun penyebab sakit sudah berbeda sekali dengan konsep

medis, tentunya upaya mengatasinya juga berbeda disesuaikan

dengan keyakinan ataupun kepercayaankepercayaan yang sudah

dianut secara turun-temurun sehingga lebih banyak

menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi kesehatan.

Dan untuk merubah perilaku ini sangat membutuhkan waktu dan

cara yang strategis. Dengan alasan ini pula dalam hal

penempatan petugas kesehatan dimana selain memberi

pelayanan kesehatan pada masyarakat juga berfungsi sebagai

agen perubah (change agent) maka pengetahuan dan

kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat

diperlukan disamping kemampuan dan ketrampilan memberi

pelayanan kesehatan. Tim PKRS Kariadi, (2021).

Kelahiran merupakan keajaiban Tuhan yang terjadi setiap

hari. Bagi tenaga kesehatan profesional khususnya

Bidan,kelahiran merupakan pelajaran yang tak pernah selesai

dipelajari, keran memiliki karakterisasi yang bervariasi dan terus

berubah . Kehamilan merupakan sebuah misteri kehidupan, kita

hanya dapat memprediksi. Kelahiran merupakan suatu

kegembiraan bagi anggota keluarga. Pemilihan fasilitas dan

tenaga professional dilakukan oleh ibu dan keluarga dengan

harapan ibu dan anak lahir sehat dan selamat. Pelayanan di

fasilitas kesehatan petugas melakukan intervensi terhadap semua

122

kasus – juga pada kondisi normal, sehingga pada banyak kasus

konsep persalinan normal terganggu. Berdasarkan pengalaman

dan Evidence Based, intervensi yang tidak perlu ternyata

membahayakan perempuan dan bayinya. Untuk itu Bidan

sebagai provider diharapakn dapat kembali kepada Konsep

Fisiologis Persalinan Normal.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang banyak membawa perubahanterhadap kehidupan

manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan

social termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan

dalam suatu hal yang berhubungan langsungdengan norma dan

budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam

suatu tempat tertentu. Pengaruh social budaya dalam masyarakat

memberikan peran penting dalam mencapai derajatkesehatan

yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam

masyarakat merupakansuatu tanda bahwa masyarakat dalam

suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahandalam

proses berfikir.

Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak

positif maupunnegative.Hubungan antara budaya dan kesehatan

sangatlah erat hubungannya sebagai salah satu contoh suatu

masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara

pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan

atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap

kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa

memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga

kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi

juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu

penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya

yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

Kebudayaan merupakan sikap hidup yang khas dari

sekelompok individu yang dipelajari secara turuntemurun, tetapi

sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang resiko bagi

timbulnya suatupenyakit. Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu

batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai struktur-struktur

yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu

sendiri. Kebudayaan yaitu sesuatu yang akan mempengaruhi

123

tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang

terdapat dalam pikiran manusia,sehingga dalam kehidupan

sehari-harikebudayaan bersifat abstrak. Kebudayaan (budi atau

akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan

akal manusia. Definisi dari budaya yaitu suatu cara hidup yang

berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah sekelompok

orang dan diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya.

Di dalam masyarakat sederhana kebiasaan hidup dan adat

istiadat dibentuk untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan

kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan

dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi yang

bertujuan supaya reproduksi berhasil ibu dan bayi selamat.

Dari sudut pandang modern tidak semua kebiasaan itu

baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah merugikan.

Contoh pada kebiasaan menyusukan bayi yang lama pada

beberapa masyarakat merupakan contoh yang baik kebiasaan

yang bertujuan melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu sedikit

atau pada ibu-ibu lanjut usia, tradisi budaya ini dapat

menimbulkan masalah tersendiri. Dia berusaha menyusukan

bayinya dan gagal. Bila mereka tidak mengetahui nutrisi mana

yang dibutuhkan bayi (biasanya demikian) bayi

dapat mengalami malnutrisi dan mudah terserang infeksi.

Permasalahan yang sebenarnya cukup besar pengaruhnya

yaitu tepatnya pada masalah gizi. Hal ini disebabkan karena

adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan

terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-

hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan

terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan

oleh wanita hamil, bersalin dan setelah melahirkan, tentunya

akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak

heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup

tinggi terutama di daerah pedesaan. Dikatakan pula bahwa

penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil

disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk

pembentukan darah.

a. Budaya persalinan di Jawa Tengah

Ada kepercayaan di Jawa Tengah bahwa ibu hamil

124

pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan

dan pantang makan daging karena akan menyebabkan

perdarahan yang banyak. Tradisi Masyarakat Jawa Ibu

melahirkan Babaran, mbabar dapat diartikan: sudah selesai,

sudah menghasilkan dalam wujud yang sempurna. Babaran

juga menggambarkan selesaianya proses karya batik

tradisional. Istilah babaran juga dipakai untuk seorang ibu

yang melahirkan anaknya. Ubarampe yang dibutuhkan

untuk selamatan kelahiran adalah Brokohan. Ada macam

macam ubarampe Brokohan. Pada jaman ini Brokohan

basanya terdiri dari: beras, telur, mie instan kering,gula, teh

dan sebagainya. Namun jika dikembalikan kepada makna

yang terkandung dalam selamatan bayi lahir, brokohan

cukup dengan empat macam ubarampe saja

lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan

kemampuan penolong persalinan sangat menentukan hasil

persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup. Secara

medis, . penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan

adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan

kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani

secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu

dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi

tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat

tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan

keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah

pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang

akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih

tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali

menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi.

Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala

tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang

seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula

nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga

mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan ini

seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana

jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan

cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor

125

kendala ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si

ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain

dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan,

faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan

mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu

keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala

sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat

dihindarkan.

Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan

masyarakat adalah dalam membentuk, mengatur dan

mempengaruhi tindakan atau kegiatan individuindividu

suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan

kesehatan. Memang tidak semua praktek/perilaku

masyaiakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga

kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai

dengan ketentuan medis/kesehatan. Apalagi kalau persepsi

tentang kesehatan ataupun penyebab sakit sudah berbeda

sekali dengan konsep medis, tentunya upaya mengatasinya

juga berbeda disesuaikan dengan keyakinan ataupun

kepercayaankepercayaan yang sudah dianut secara turun-

temurun sehingga lebih banyak menimbulkan dampak-

dampak yang merugikan bagi kesehatan. Dan untuk

merubah perilaku ini sangat membutuhkan waktu dan cara

yang strategis. Dengan alasan ini pula dalam hal

penempatan petugas kesehatan dimana selain memberi

pelayanan kesehatan pada masyarakat juga berfungsi

sebagai agen perubah (change agent) maka pengetahuan dan

kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat

diperlukan disamping kemampuan dan ketrampilan

memberi pelayanan kesehatan.

b. Budaya di Jawa Barat

Ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja

harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya

kecil dan mudah dilahirkan/persalinannya tidakmengalami

hambatan kelak. Tradisi persalinan dengan praktik ritual

parajidi wilayah Pameungpeuk, Garut Selatan sangat erat

hubungannya dengan masyarakatnya yang masih percaya

126

pada kemujaraban tradisi praktik ritual paraji tersebut.

Masyarakat percaya bahwa paraji mampu memberikan

pertolongan pada masalah kesehatan ibu hamil hingga

masa persalinan serta dalam perawatan bayi. Merunut

pada tradisi persalinan masyarakat Pameungpeuk, paraji

merupakan sosok yang memiliki kamampuan komunikasi

dengan pasien, bagi ibu muda yang baru mengalami fase

kehamilan, paraji mampu memberikan efek ketenangan

pada ibu hamil sampai melalui fase persalinan. Paraji

mampu melibatkan suami dan anggota keluarga yang

lain dalam proses kehamilan sampai persalinan. Suami

dan keluarga biasanya memiliki tugas membantu sang

ibu hamil untuk mematuhi pantangan-pantangan yang

diberikan paraji demi kelancaran proses kehamilan

sampai persalinan. Tanpa disadari, konteks tersebut

memberikan rasa tanggung jawab bagi sang suami untuk

senantiasa siaga menjaga ibu dan calon bayi. Pada masa

pasca persalinan, paraji merupakan sosok yang setia

dalam melakukan perawatan bagi ibu dan bayi selama

masa 40 hari masa nifas tanpa adanya ketentuan tarif

yang memberatkan pasiennya. Paraji dikenal memiliki

kemampuan supranatural yang mampu memberikan

kesembuhan dan kemujaraban tanpa penggunaan alat-alat

medis yang menakutkan bagi mereka. Praktik ritual paraji

sangat erat hubungannya dengan penggunaan jangjawokan.

Paraji menggunakan jangjawokan mulai dari pemeriksaan

kehamilan, proses persalinan hingga perawatan ibu dan bayi

pasca persalinan. Setiap fase pertolongan yang dilakukan

paraji pada pasiennya disertai jangjawokan sebagai

permohonan keselamatan pada setiap usaha penyembuhan

yang dilakukan. Kepercayaan ini dilandasi oleh tradisi yang

kuat yang telah diwariskan secara turun temurun. Praktik

paraji dapat dilakukan baik oleh laki-laki maupun

perempuan berumur di atas 40 tahun yang dianggap terampil

dan dipercaya secara turun temurun dalam memberikan

layanan pada masa kehamilan, proses persalinan dan

perawatan ibu dan bayi sesudah persalinan. Bahkan praktik

127

paraji persalinan tidak dapat dipisahkan dari istilah

jangjawokan.

Jangjawokan merupakan mantra yang ditujukan guna

berbagai keperluan meminta keselamatan dari gangguan

makhluk halus. Meskipun jangjawokan sering menyebut

Asma Allah dan Nabi Muhammad, namun bersamaan

dengan disebutkannya kepercayaan terhadap dewa-dewa,

makhluk-makhluk halus, arwah nenk moyang dan lain

sebagainya.

Tradisi paraji persalinan pada masyarakat

Pameungpeuk, Garut Selatan, Jawa Barat merupakan

tradisi turun temurun yang diwariskan hingga saat ini.

Eksistensi paraji di desa -desa di Kecamatan

Pameungpeuk menandakan adanya pemertahanan praktik

paraji persalinan di daerah ini meskipun ada perubahan

pada peran paraji yang kini menjadi mendamping bidan

desa. Meskipun demikian masyarakat Pameungpeuk

masih percaya bahwa paraji adalah sosok yang mampu

membantu proses persalinan dengan kekuatan supranatural

dan jangjawokan (Mutiarani, 2020)

Ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring

yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga

akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya

kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah.

Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan

kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-

buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi

wanita hamil juga masih dianut oleh beberapakalangan

masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan.

(Wibowo, 1993).

c. Budaya di masyarakat Betawi

berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang

dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin

d. Budaya persalinan di jawa timur

Madura menjadi wilayah Propinsi Jawa Timur yang dibagi

menjadi empat kabupaten yaitu Bangkalan, Sampang,

Pamekasan, dan Sumenep. Pada masyarakat Madura,

128

ramuan jamu memiliki kekhasan lokal sehingga dipercaya

sebagai penyeimbang kesehatan badan dan batin.Ciri tradisi

jamu mampu mengangkat citra dan identitas masyarakat

Madura secara nasional dan internasional. Satu yang paling

menonjol dalam tradisi Madura adalah jamu pasca

melahirkan yang harus diminum setiap hari oleh ibu yang

baru melahirkan bayi selama 40 hari. Selain untuk

memulihkan kesehatan badan setelah melahirkan, jamu ini

diramu pula untuk tetap membuat ibu yang baru melahirkan

tersebut awet muda dan bergairah. Pada zaman dahulu

tumbuhan langka seperti bunga Padma ( Rafflesia

zollingeriana) banyak dipakai dalam ramuan jamu – jamu

pasca melahirkan. Kabupaten Banyuwangi memiliki suku

asli yaitu Suku Using dimana Suku osing mempunyai

budaya yang mempengaruhi pola kehidupan, aturan dan

aktivitas sehari-hari. Suku Using memiliki ragam budaya

yang terealisasi dalam aneka upacara adat atau ritual.

Hampir di semua kawasan suku Using masih ditemui

pengobatan dengan menerapkan pijat, mantra dan

pengobatan herbal menggunakan tanaman. Suku Using ini

memiliki berbagai kebudayaan, dari segi bahasa dan tradisi

pengobatannya yang terkenal. Pengobatannya dapat berupa

pengobatan gaib, doa, dan pengobatan herbal Bagian

tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, getah, dan

sebagainya. Suku Using masih memanfaatkan tumbuhan

sebagai perawatan untuk ibu pasca melahirkan diantaranya

tumbuhan Dadap serep/dadapsrep (Erythrina Subumbrans)

ini yang diguanakn adalah bagian daunnya dengan cara

direbus lalu diminum, Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) yang

diguanakan bagian buahnya dengan cara diperas dan

diambil sarinya, Kencur/Kencor (Kaempferia galangal L)

bagian yang digunakan yaitu rimpangnya (Nurcahyati,

2018, p. 41). Ibu hamil di Banyuwangi rata-rata

menyebutkan bahwa mereka tidakdiperbolehkan

mengonsumsi buah nanas, buah durian, dan buah semangka

karenabuah-buahan tersebut mengandung unsur gas yang

bisa membahayakanjanin, serta dilarang mengonsumsi

129

buahsemangka karena mereka meyakini buah semangka

dapat membahayakan ibu ketika proses persalinan. (No

Name, 2021).

e. Budaya Kehamilan Dan Persalinan Pada Masyarakat Baduy,

Di Kabupaten Lebak

Masyarakat Baduy Luar bertempat tinggal di sekitar

pegunungan Kendeng, Desa Kanekes Kecamatan

Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Kondisi

geografi menuju wilayah tempat tinggal masyarakat Baduy

Luar di Desa Kanekes di perbukitan yang penuh dengan

bebatuan dan terjal, menyebabkan akses ke fasilitas

pelayanan kesehatan menjadi sulit dijangkau. Desa Kanekes

merupakan tanah ulayat yang dilindungi haknya oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak. Ada dua sistem

pemerintahan yang berlaku di kalangan masyarakat Baduy

Luar, yaitu sistem nasional dan sistem adat yang mengikuti

kepercayaan masyarakat adat Baduy. Pemimpin Desa

Kanekes adalah kepala desa yang disebut sebagai “Jaro

Pamarentah”, sedangkan kepala adat dipimpin oleh seorang

yang disebut “Puun” (Makmur & Purwanto, 2002). Sebagian

besar masyarakat Baduy menggantungkan hidupnya pada

pertanian tradisional dengan melakukan kegiatan

perladangan yang berpindah-pindah. Selain menanam padi,

kehidupan mereka digunakan untuk bercocok tanam dan

berladang kopi, cengkeh, jahe merah dan hasil bumi lainnya

(Bintari, 2012; Senoaji, 2010) Masyarakat Baduy sangat

konsisten dalam konservasi alam terutama dalam menjaga

kebersihan aliran sungai dan mandiri dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari dan bergantung pada alam termasuk

dalam menjaga kesehatan. Apabila dilanda sakit, Masyarakat

Baduy tidak akan datang ke fasilitas pelayanan kesehatan

sepanjang masih bisa ditangani sendiri karena mereka

meyakini pengobatan dengan menggunakan tumbuh-

tumbuhan yang tumbuh di sekitarnya atau melalui dukun

penyembuh baik medis maupun non-medis (Ipa et al., 2014).

Budaya persalinan di masyarakat Baduy yang saat ini

masih terjadi adalah persalinan yang dilakukan sendiri tanpa

130

bantuan penolong persalinan. Saat proses persalinan sudah

selesai, penolong persalinan baru diperlukan perannya untuk

memotong tali pusar, membersihkan bayi atau saat ibu

bersalin mengalami kesulitan dalam proses persalinan

(Lestari & Agustina, 2018).

Selain budaya persalinan sendiri, masyarakat Baduy

juga masih lebih mempercayai dukun paraji sebagai

penolong persalinannya. Hal ini disebabkan karena sebagian

besar masyarakat Baduy masih percaya bahwa bayi sebelum

keluar dari perut ibu tidak diperbolehkan ditolong oleh

tenaga kesehatan. Oleh karena itu, setelah bayi lahir,

biasanya suami atau keluarga lebih sering memanggil dukun

paraji sebagai penolong dalam membantu menyelesaikan

proses persalinan. Masyarakat Baduy menganggap dukun

paraji merupakan orang yang dipercaya dapat memberikan

doa-doa sehingga memberikan rasa nyaman pada ibu

(Batubara, 2012).

Di semua aspek kehidupan masyarakat Baduy

diselimuti oleh nilai budaya yang diwarisi dari leluhur secara

turun menurun. Masyarakat Baduy masih mengacu pada

pengobatan tradisional untuk merawat dan menjaga

kesehatan kehamilan dan persalinan, sehingga perlu

pendekatan dari tenaga kesehatan secara intens agar mereka

bersedia melakukan pemeriksaan kehamilan dan persalinan

di fasilitas kesehatan oleh tenaga kesehatan. Pendekatan

tersebut dilakukan sebagai kegiatan penelitian intervensi

dengan maksud agar para ibu hamil tidak lagi memeriksakan

kehamilan dan melahirkan dengan ditolong oleh dukun

paraji. Kesepakatan kemitraan bidan dan dukun paraji harus

secara nyata untuk memperjelas peran dan tanggungjawab

masing-masing. Pengetahuan perempuan Baduy tentang

kesehatan pada saat kehamilan dan persalinan masih rendah.

Tidak adanya pendidikan formal yang diperbolehkan pada

masyarakat Baduy menyebabkan pengetahuan yang dimiliki

perempuan Baduy juga rendah. Pengetahuan mengenai

kesehatan kehamilan dan persalinan merupakan pengetahuan

yang diperoleh secara turun temurun dan dipengaruhi oleh

131

aspek sosial budaya yang selalu dilakukan seperti para

leluhurnya. Budaya persalinan sendiri di Baduy sudah

terbiasa dilakukan oleh ibu hamil pada saat di huma. Proses

persalinan dilakukan sendiri dan pertolongan persalinan oleh

dukun paraji merupakan ritual yang harus ditaati dan dijalani

secara turun temurun sampai saat ini. Kepatuhan dan

ketaatan pada budaya berakibat pada keterbatasan

kesempatan pada ibu hamil Baduy untuk mendapat

pertolongan secara medis jika ada penyulit pada

persalinannya. Untuk mewujudkan keselarasan antara adat

istiadat masyarakat Baduy dengan kebijakan terutama yang

berkaitan dengan upaya pelayanan kesehatan modern guna

meningkatkan tingkat kesehatan seluruh masyarakat Baduy

dapat dilaksanakan dengan kerjasama yang sinergis antar

lintas program dan lintas sektor terkait dari SKPD di tingkat

pusat maupun daerah. (Kartika, V., et all, 2019)

f. Budaya persalinan di Bali

Masyarakat Bali Aga di desa Trunyan, Bali memandang

kelahiran sebagai hal yang wajar dan bersifat” publik”.

Kelahiran dianggap sebagai urusan laki-laki, karena dukun

bayi npria dan suami merupakan pemeran utama dari

penolong persalinan.Berbeda dengan masyarakat Krikati di

brazilia tengah, handai tolan termasuk anak-anak bisa

berkerumun di depan pintu yang dibiarkan terbuka, untuk

menyaksikan proses kelahiran tersebut di luar ruangan.

Meski demikian hanya dukun pria, suami, ibu kandung sang

wanita melahirkan, dan ank-anaknya yang lahir terdahulu

saja yang berada di ruangan, ditambah satu orang wanita

lainnya atau lebih, yang, mempunyai fungsi sebagai

pembantu persalinan apabila tenaganya diperlukan.

Para penolong dan cara-cara menolong persalinan

merupakan kesatuan yang tak terpisahkan, karena diikat oleh

kesaman pemahaman mengenai sifat dari proses kelahiran

itu dengan pengaruhnya terhadap kondisi bayi dan ibunya.

Dalam proses persalinan di lingkungan di masyarakat Bali

Aga, wanita akan melahirkan duduk dengan posisi bersandar

pada dada balian tekuk (dukun beranak) di atas bangku.Sang

132

suami duduk tepat di hadapan isterinya, karena berfungsi

sebagai penerima bayi pada saat lahirnya. Diantara suami

isteri terdapat lubang dangkal yang diberi alas untuk

menampung plasenta, air tembuni, dan darah yang keluar

dari tubuh wanita yang melahirkan. Disisi wanita itu, berdiri

seorang gadis yang berfungsi untuk menarik rambutnya, agar

sang wanita yang melahirkan dapat tetap dalam posisi duduk

tegak.Tujuannya adalah untuk menjaga agar jiwanya dapat

tetap diam dalam tubuhnya dan tidak akan meninggalkannya.

Sang balian tekun akan mengurutnya untuk membetulkan

posisi bayi bila terasa sungsang dalam perut ibunya. Namun

bila proses kelahirran tampak berjalan normal, ia tak kan

berbuat apa-apa kecuali berfungsi sebagai tempat bersandar

sang wanita melahirkan dan memberikan ketenangan

psikologis.Seorang pelaku lain, balian usada hanya berperan

apabila terjadi proses persalinan yang sulit.Ia akan

membacakan mantera-mantera dan doa, serta memberikan

minuman air suci kepada si ibu, lalu menyemburnya dengan

ludah yang dicampur kunyahan daun sirih.

Para pelaku, khususnya sang gadis, senantiasa

mengusahakan agar si ibu tidak pingsan, karena hal itu

dianggap dapat menyebabkan kematiannya.Sementara itu,

ibu dari wanita yang melahirkan turut berada di ruangan

yang sama untuk memberikan ketenangan bathin bagi

putrinya yang sedang dalam proses melahirkan.Selama

proses pertolongan persalinan, diyakini oleh semua pelaku

bahwa selama ari-ari belum keluar, tali pusat tak boleh

dipotong karena kuatir akan tertarik kembali ke dalam rahim

sang ibu.

Dari segi kedokteran hal dianggap membahayakan

karena pedarahan pada ari-ari dapat menyebabkan

perdarahan pada bayi pula.Setelah ari-ari keluar, ayah sang

bayi memotong tali pusat anaknya dan para pelaku lain

mulai sibuk mengambil air hangat dan rempah-

rempah.Sementara itu tugas dukun bayi dan ayah sang bayi

masih berlanjut dengan upacara untuk merawat dan

membungkus plasenta, darah, air tembuni dan tali pusat sang

133

bayi, untuk digantungkan pad tempat khusus yang

disediakan untuk keperluan itu, di bagian selatan induk

trunyan. Uraian tersebut menunjukkan interaksi antara aspek

budaya dan aspek sosial yang terwujud dalam kegiatan

menolong persalinan yang dilakukan oleh para pelaku,

masing-masing dengan peran dan tugasnya selama proses

persalinan berlangsung, tidak saja bagi sang bayi, melainkan

juga bagi perawatan plasentanya. Kerjasama yang terpola itu

dilandasi oleh pengetahuan budaya yang sama mengenai

sifat-sifat dan fisiologi kelahiran.

g. Perilaku Budaya dalam Perawatan Persalinan suku Talang

Mamak Indragiri

1) Istilah-istilahn yang berhubungan dengan persalinan

suku Talang Mamakantara lain : kandung babai

(serotinus), air selusuh (air putih yang sudah dibaca doa

dan mantera tertentu untuk penawar agar persalinan

menjadi mudah), piying nutu (pecah air ketuban), kakak

bayi/ari (plasenta), bantal budak (kontraksi rahim)

2) Pengetahuan masyarakat tentang tanda persalinan

tergolong baik. Penegetahuan mengenai penolong

persalinan yang aman masyrakat Talang Mamak adalah

bidan kampong. Pengetahuan mengenai tempat

persalinan yang aman adalah dapur dan pengetahuan

tentang tanda bahaya persalinan cukup baik. Pengetahuan

ini mereka peroleh dari inner proses pada pengalaman

pribadi dan disekitarnya juga dari informasi keluarga dan

bidan desa.

3) Kepercayaan masyarakat suku Talang Mamakdalam

perawatan persalinan suku Talang Mamak adalah

pantang bagi seorang laki-laki termasuk suami melihat

dan mendampingi persalinan. Anjuran selama kehamilan

adalah ibu yang akan bersalin memakai gelang jeringau,

meminum air kapor dan sirih setelah ada tanda

persalinan, suami membuka semua yang tertutup,

menghidupkan dammar selama proses persalinan.

Pemotongan tali pusat harus dengan sembilu jika

dilanggar akan dikenai denda adat.

134

4) Pemeriksaan persalinan dan pengobatan selama

persalinan dilakukan oleh bidan kampong dengan

membuat ramuan rempah ((kencur, jahe, kunyit) dan air

yang sudah dibaca doa dan mantra. Pengobatan untuk

bayi baru lahir adalah membalur tali pusat yang sudah

dipotong sembilu dengan abu akar dan kunyit.

5) Nilai yang terkandung dalam perilaku perawatan

persalinan adalah anggapan bahwa persalinan adalah

sesuatu yang kotor sehingga pantang laki-laki melihat

perempuan yang sedang dalam keadaan kotor. Kotor

identik dengan dapur sehingga persalinan juga harus

berlangsung didapur. Kehamilan adalah hal alamiah

sedangkan persalinan dianggap lebih membahyakan

karena roh halus mendekati orang yang akan melahirkan

sehingga beresiko mengalami penyakit bahkan kemayian.

Sama halnya dengan kehamilan, persalinan juga urusan

sesame perempuan sehingga suami tidak ikut mengurus

keperluan selama kehamilan kecuali diminta bidan

kampong.

6) Perilaku budaya yang membahayakan kesehatan adalah

penolong persalinan adalah bidan kampong yang hanya

mengandalkan pengalaman dalam menolong persalinan,

tali pusat dipotong dengan sembilu sehingga beresiko

infeksi, persalinan didapur beresiko infeksi., tali pusat

yang dikompres dengan abu akar dan kunyit juga bersiko

infeksi. Perilaku yang tidak mendukung kesehatan adalah

tidak adanya pendampingan suami dalam proses

persalinan untuk psikis ibu menjadi lebih nyaman.

Perilaku yang menguntungkan kesehatan sebenarnya

adalah wanita Talang Mamak bebas memutuskan dengan

siapa dia akan bersalin namun karena aturan adat dan

keterbatasan pengetahuan sehingga keputusan ibu

menjadi tidak tepat. (no name, 2021)

h. Praktik Budaya Persalinan pada Suku Dayak Sanggau

Kepercayaaan masyarakat tentang pantang dan anjuran

pada saat persalinan tidak sebanyak seperti pada saat hamil.

Pantangan tentang makanan tidak ada, sedang pantang

135

perbuatan biasanya untuk pihak suami yaitu sama dengan

pantangan waktu hamil. Anjuran yang diyakini harus

dilakukan adalah membuka semua yang tersumbat atau

tertutup, misalnya membuka tutup tempayan mengosongkan

peluru dalam senapan, membuka bendungan air sawah.

Masyarakat Suku Dayak Sanggau mempunyai pandangan

tersendiri terhadap bahaya persalinan. Menurut sebagian

besar informan saat yang berbahaya adalah saat melahirkan

karena pada saat itu ibu bisa mengalami perdarahan,

persalinan macet, sedangkan pada saat hamil dan nifas tidak

berbahaya karena hamil dan nifas bersifat alami. Tetapi ada

sebagian kecil informan yang mengatakan bahwa hamil,

bersalin dan nifas berbahaya. Menurut mereka pada saat

hamil jika ibu tidak sehat nantinya susah melahirkan,

sedangkan pada saat melahirkan bahaya jika terjadi

perdarahan, partus macet.

Pada masa persalinan berlaku hanya anjuran perbuatan

pada suami. Anjuran tersebut bertujuan untuk memperlancar

proses persalinan. Pantangan pada masa persalinan secara

tidak berdampak langsung pada kesehatan ibu. Bidan

kampung akan berupaya mengetahui pelanggaran pantang

yang dilakukan oleh suami apakah selama kehamilan. Jika

hal tersebut terjadi, maka suami wajib menghilangkannya,

misalnya membongkar kembali tambalan pada perahu.

Kewajiban suami mendampingi istri saat melahirkan akan

meringankan beban psikis istri sehingga merasa lebih tenang.

(Suprabowo,E.2006)

i. Budaya persalinan di makassar

Sanro pamana‟ (dukun bayi) memaparkan bahwa salah

satu bentuk perawatan kehamilan ibu hamil yaitu dengan

mengadakan upacara adat tujuh bulanan (appassili). Tujuan

utama pelaksanaan acara appassili yaitu untuk

menghilangkan sial yang ada dalam diri ibu hamil dan

mendoakan agar ibu dan bayi selamat dalam proses

persalinan yang akan dijalaninya. (Pamita, D, 2021)

Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu masih

mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan

136

yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan

Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65%

persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian

yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih

terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang

dapatmembahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996)

menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa

resiko infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan

rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan),“kodok”

(memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk

rnengeluarkan placenta) atau“nyanda” (setelah persalinan,

ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan ke

depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan

perdarahan dan pembengkakan).

Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan

pada dasarnya disebabkan karena beberapa alasan antara lain

dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat

membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran

anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu

juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan

yang ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih,

namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih dilakukan.

lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu dengan kemampuan

penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu

kematian atau bertahan hidup. Secara medis penyebab klasik

kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan

eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila

tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal

bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering

terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik, kurang

tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan

keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah

pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan

dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau

keputusan berada di tangan suami yang sering kali menjadi

panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan

ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat

137

menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat.

Tidak jarang pula nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman

atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil. Keadaan

ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak

rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh,

tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi

dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit

akan memakan biaya yang mahal.

Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan

keputusan, faktor geografis dan kendala ekonomi, keterlambatan

mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu

keyakinan dansikap pasrah dari masyarakat bahwa segala

sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat

dihindarkan.

faktor sosial budaya masyarakat dan tenaga kesehatan

yang berkompeten masih menjadi masalah terkait persalinan

aman. Masyarakat memiliki konsep dan nilai sendiri tentang

kehamilan, persalinan, penolong persalinan dan tentang nilai

anak dalam suatu keluarga. Kesimpulan: Persalinan aman dalam

konteks budaya masyarakat adalah bersalin sesuai kenyamanan

ibu dan keluarga, serta tidak melanggar nilai-nilai budaya

setempat. Ketidakpercayaan masyarakat kepada tenaga

kesehatan dikarenakan faktor kurangnya hubungan interpersonal

antara tenaga kesehatan dengan masyarakat, faktor senioritas

dan tabu memperlihatkan organ intim pada orang lain, serta

ketiadaan tenaga kesehatan di wilayah masyarakat karena akses

yang terpencil. Saran: Rekayasa sosial (social engineering)

dapat dilakukan dalam intervensi kesehatan ibu dan anak

berbasis budaya lokal, dengan melibatkan masyarakat dan

dukun bayi, serta perlu memberi pelatihan yang

berkesinambungan tentang pemahaman lintas budaya,

komunikasi budaya, dan perilaku kesehatan masyarakat kepada

tenaga kesehatan yang bertugas. (Lestari, W dan Agustina, ZA,

2018)

Citra tentang wanita, pandangan budaya mengenai organ

reproduksi dan penanganan plasenta. Dalam banyak kebudayaan

di berbagai penjuru dunia citra tentang wanita dan pandangan

138

budaya mengenai bentuk, sifat dan fungsi organ reproduksi

maupun pandangan budaya mengenai plasenta mendorong

berbagai perilaku tertentu dalam menghadapi kehamilan dan

kelahiran bayi. Citra tentang wanita : Ibu dan istri. Banyak suku

bangsa di dunia khususnya dunia ketiga beranggapan bahwa

kemampuan melahirkan bayi merupakan suatu tolok ukur bagi

seorang istri untuk menunjukkan keberhasilannya dalam tugas

budayanya untuk mempersembahkan keturunan bagi suaminya.

Di lingkungan yang mempunyai budaya seperti itu, mempunyai

anak segera setelah pernikahan merupakan tujuan utama dari

perkawinan. Di Bangladesh pandangan serupa juga ditemukan,

pengantin baru diharapkan untuk segera mempunyai anak untuk

membuktikan kesuburan mereka dan untuk mengesahkan

mereka dalam keluarga, karena status sebagai ibu lebih tinggi

dari status sebagai istri. Di samping itu status sebagai ibu

memberikan lebih banyak kebebasan untuk keluar rumah dan

mempraktekkan hak-hak mereka. Keinginan untuk segera

memiliki anak mendorong terwujudnya cara-cara budaya dalam

mengupayakan kelahiran anak. Lucille Newman menghimpun

sejumlah tulisan mengenai berbagai kebudayaan di Asia,

Amerika Tengah dan Selatan, yang berkenaan dengan

pengetahuan dan cara-cara budaya untuk mengatur kesuburan

dengan tujuan mendapatkan bayi, membatasi kelahiran bayi dan

berbagai pertimbangan tertentu. Di pihak lain citra tentang

wanita dalam kaitannya dengan tugas budaya mereka tidak

selalu mendorong disukainya kelahiran anak tambanhan, setelah

lahirnya beberapa anak. Tidak disukainya tambahan anak tidak

selalu disebabkan oleh faktor sosial ekonomi yang dari segi

tenaga dan biaya tidak menguntungkan untuk merawat seorang

bayi lagi. (Handayani, S. 2010)

139

BAB XIV

BUDAYA PERSALINAN DI LUAR NEGERI

Peninjauan budaya persalinan dari berbagai negara di dunia

akan menambah khasanah pengetahuan kita tentang perkembangan

tradisi wanita di dunia dalam melewati proses persalinannya.

Persalinan merupakan pengalaman persitiwa biologis yang dilalui

wanita dimana metodenya dapat dipengaruhi oleh adanya konstruksi

social yang dibentuk dengan adanya praktik budaya, persepsi

masyarakat dan kebijakan pemerintah setempat. (Kaphle, Hancock

and Newman, 2013)

Selain daripada itu, adanya gambaran budaya persalinan ini

dapat memberikan standar global dimana setiap negara dapat

mengidentifikasi kekurangan dari apa yang telah diimplementasikan

di wilayah mereka dan mengadaptasikan hal-hal baru dari negara lain

yang dapat mendukung suatu program pemerintahan dalam upaya

menurunkan angka kematian ibu khusunya pada saat persalinan.

Berikut Gambaran Budaya Persalinan dari Berbagai Negara di

belahan dunia:

1. Jepang

Kemajuan bidang teknologi di negara Jepang turut membawa

perubahan pada metode persalinan. Persalinan yang dahulu lebih

bayak dilakukan di rumah, kini bergeser ke pusat pelayanan

kesehatan seperti Rumah sakit, klinik dan Praktik Mandiri Bidan.

Rendahnya angka kelahiran di Jepang menjadi topik penting

bagi pembuat kebijakan di negara tersebut karena terkait dengan

pengurangan jumlah populasi. Jika dibandingkan dengan negara

maju lainnya, biaya proses persalinan di Jepang tergolong cukup

mahal. Bukan hanya biaya persalinan yang menjadi pemicu

rendahnya kelahiran di Jepang namun juga berkurangnya

pendapatan, kemunduran karir bahkan risiko kehilangan pekerjaan

bagi wanita yang aktif bekerja. (Nagase and Brinton, 2017)(Nagase

and Brinton, 2017)

Selain itu, Wanita hamil di Jepang juga akan menghadapi tantangan

baru pada saat akan menjalani proses persalinan yakni kurangnya

ketersediaan obat analgetik. Padahal data menunjukkan bahwa

Jepang merupakan salah satu negara paling aman untuk wanita

140

melahirkan. Tercatat pada tahun 2017 kematian bayi adalah 1,9 per

1000 kelahiran hidup dan kematian bayi baru lahir adalah o,9 per

1000 kelahiran hidup.(‘Health indicators’, 2017)

Jepang kekurangan Ahli Kandungan

Unit pelayanan kesehatan di Jepang mengalami kekurangan

tenaga kesehatan wanita yang berprofesi sebagai spesisalis. Jepang

memiliki jumlah dokter wanita yang sangat sedikit jika

dibandingkan dengan negara industri lainnya. Hal ini kemudian

membuat Organisasi Obstetri dan Ginekologi Jepang melakukan

upaya penerimaan tenaga kesehatan dengan spesifikasi ahli

kandungan wanita dan berusaha untuk mempertahankan keberadaan

ahli kandungan untuk melakukan praktik di berbagai fasilitas

kesehatan. (Maeda et al., 2019)

Beberapa tahun lalu, penurunan jumlah klinik bersalin di Jepang

menjadi perbincangan nasional yang serius karena ditemukan

banyak ibu mengalami kesulitan menemukan tempat yang aman

dan nyaman untuk melakukan persalinan. (Koike et al., 2016)

Di Jepang, unit pelayanan kesehatan yang mempunyai 20 buah

atau lebih tempat tidur pasien disebut rumah sakit sedangkan

fasilitas kesehatan dengan tempat tidur kurang dari 20 buah maka

disebut sebagai Klinik. Adapun pelayanan pemeriksaan kehamilan

dan persalinan hanya tersedia di rumah sakit maupun klinik dimana

dokter kandungan dan bidan selalu siaga. Pemerintah pusat di

negara ini turut menentukan jenis fasilitas kesehatan yang

disediakan di rumah sakit bersalin sehingga beberapa rumah

bersalin hanya melayani pemeriksaan kehamilan. Kebanyakan

wanita Jepang memilih melewati proses persalinannya di rumah

sakit ataupun klinik dan hampir 50% wanita Jepang melahirkan di

tempat Praktik Mandiri yang umumnya dikelola oleh dokter

kandungan berusia 50 sampai 60 tahun. (Gynecologists and

Gynecologists, 2018). Tenaga kesehatan di klinik yang memiliki

beban kerja lebih besar dan usia pengelola klinik yang cukup tua

menyebabkan penutupan beberapa klinik sehingga wanita Jepang

yang akan melahirkan harus mencari rumah sakit.(Koike et al.,

2016). Hal teersebut berdampak pada kondisi dimana Ibu hamil di

Jepang harus menempuh perjalanan lebih dari 100km agar dapat

141

melakukan pemeriksaan kehamilan dan perawatan medis selama

proses persalinan.(Maeda et al., 2019)

Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh

pemerintah Jepang adalah dengan mengalihkan beban kerja dokter

dan bidan kepada tenaga kesehata lainnya. Wewenang Bidan di

Jepang dalam memberikan asuhan secara historis sudah dibatasi

sejak dahulu. Misalnya bidan tidak boleh melakukan episiotomy,

melakukan heacting perineum, ataupun meresepkan obat. Bidan

hanya boleh menangani wanita hamil normal dan beresiko rendah

sehingga persalinan yang dilakukan di rumah atau Praktik Mandiri

Bidan menjadi berkurang drastis. Labour and welfare.(‘Vital

statistics of population’, no date)

Pada tahun 2016 rata-rata usia ibu hamil di Jepang dengan

kelahiran anak pertama adalah 30 tahun. Usia ini mengalami

kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 1996 yakni sekitar 27

tahun. Meskipun Jepang termasuk negara maju, wanita hamil di

negara ini juga tidak luput dari komplikasi penyakit seperti

preeklampsia dan diabetes melitus gestasional. Jepang sangat

membutuhkan dokter ahli kandungan untuk mendukung penyediaan

layanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif dan optimal.

(Maeda et al., 2019)

Pengobatan Analgetik

Salah satu kecemasan wanita saat menjalani proses persalinan

adalah rasa sakit terllebih pada ibu yang melahirkan anak pertama.

Para wanita di Jepang tahu bahwa obat analgetik tidak dapat

diperoleh dengan gampang. Analgetik atau penghilang rasa sakit

yang popular adalah anestesi epidural. Permintaan obat analgetik ini

cukup banyak dilakukan oleh ibu yang akan melalui proses

persalinan, namun sangat sedikit unit pelayanan kesehatan yang

menyediakannya.

Sampai pada abad pertengahan ke-18, nyeri persalinan dianggap

sebagai bagian dari proses alamiah yang harus dilalui oleh seorang

wanita. Namun pada abad ke-19 obat anakegetik mulai

diperkenalkan kepada masyarakat dan cukup diminati. Lalu sekitar

tahun 1940, anestesi epidural mulai digunakan secara luas karena

keefektifitasannya.(Skowronski, 2015)

142

Inovasi masyarakat Jepang pada bidang kesehatan juga selalu

dikembangkan. Adanya keterbatsaan bidan melakukan tindakan dan

minimnya persediaan obat analgetik mendorong upaya non

farmakologis dilakukan untuk tetap memenuhi kebutuhan

masyarakat akan penghilang rasa sakit saat persalinan. Upaya non

farmakologis tersebut dilakukan melalui pendekatan piskologi,

emosional dan spiritual seperti latihan pernapasan, pijat, akupresur,

yoga, dan hidroterapi. Dengan menggunakan pendekatan non-

farmakologis ini, wanita berusaha beradaptasi mengatasi nyeri

persalinan mereka dan mampu mengontrol diri terhadap nyeri

persalinan. Asuransi kesehatan di Jepang menanggung pengobatan

tradisional dan farmakologis selama perawatan persalinan sehingga

para dokter di Jepang pun terlatih dalam pemberian kedua jenis

pengobatan tersebut.

Jepang berhasil mengembangkan pengobatan tradisional yang

disebut dengan Kampo. Kampo adalah hasil olahan herbal yang

dapat digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi ibu pada masa

kehamilan, persalinan dan nifas. Kampo kemudian dintegrasikan

dengan pengobatan farmaklogis di klinik maupun rumah sakit

menyebabkan kampo menjadi pilihan banyak wanita karena minim

efek samping apabila dibandingkan dengan obat farmakologis.

(Gynecologists and Gynecologists, 2018)

Kuatnya kebudayaan masyarakat Jepang turut membawa implikasi

pada kepercayaan wanita hamil Jeppng terhadap nyeri persalinan.

Mereka memilih untuk tidak menggunakan analgesia karena alasan

berikut:

a. Mereka meyakini bahwa nyeri persalinan merupakan hal

fisiologis yang harus dilalui seorang ibu. Norma dan stigma

masyarakat terdahulu mendukung kelahiran bayi secara normal

membuat wanita hingga dokter kandungan tidak mengharapkan

intervensi medis selama persalinan. Selain itu, generasi tua

wanita Jepang meyakini bahwa proses persalinan dengan nyeri

yang dirasakan merupakan proses bonding untuk memperkuat

ikatan batin antara ibu dan anak.

b. Pemberian obat analgesia diyakini dapat menyebabkan bayi

baru lahir menjadi lemah dan tidak sehat

143

Rendahnya penggunaan analgesia persalinan tidak hanya

dipengaruhi oleh budaya persalinan Jepang namun juga karena

factor sedikitnya tenaga kesehatan yang berprofesi sebagai dokter

ahli anestesi. (Behruzi et al., 2010)

Pendekatan dengan melakukan pendelegasian tindakan anestesi ke

petugas kesehatan lain seperti bidan, perawat dan dokter kandungan

tidak bisa diterapkan karena aturan yang membatasi wewenang

mereka dalam berpraktik dan tidak adanya petugas yang

mempunyai keterampilan dan kualifikasi untuk pemberian anestesi.

Kurangnya ahli anestesi dan ketiadaan pengalihan tugas tersebut

alhirnya menyebabkan sedikitnya pelayanan persalinan yang aman

dan bebas rasa sakit di Jepang.(Mavalankar and Sriram, 2009)

2. Ethiopia

Kawasan Afrika Sub-Sahara dan Asia Selatan menyumbang sekitar

80% angka kematian ibu dan anak secara global. Setiap 1 dari 37

perempuan di Afrika Sub-Sahara menghadapi risiko sepanjang

hidup terjadi kematian saat kehamilan atau kelahiran. Jika

dibandingkan, risiko sepanjang hidup yang sama yang dihadapi

perempuan di Eropa adalah 1 dalam 6500 orang.

Di Ethiopia kematian ibu masih menjadi tantangan besar bagi

negara berkembang termasuk Ethiopia dimana rasio kematian ibu

dilaporkan sebanyak 412 per 100000 kelahiran hidup di tahun 2015.

Menurut survey nasional petugas di fasilitas kesehatan Ethiopia

kurang bersikap sopan dan mengahargai hak pasien. Hal tersebut

mengindikasikan pelayanan kesehatan maternal yang buruk di

negara ini. Selain dari itu, sikap petugas yang tidak ramah, tidak

memberikan kesempatan kepada keluarga ibu untuk mendampingi

saat persalinan, hak pasien diabaikan serta fasilitas kesehatan yang

tidak memadai. (Asefa et al., 2018)

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Ethiopia

mengeluarkan kebijakan yang mendorong wanita melahirkan di unit

pelayanan kesehatan diamana mereka akan memperoleh pelayanan

kegawatdaruratan. Terlepas dari kebijakan tersebut, Ethiopia saat

ini merupakan negara dengan fasilitas persalinan yang buruk

diantara negara Sub Sahara Afrika lainnya. Sebesar 28% persalinan

ditolong oleh tenaga professional yang tersebar di perkotaan dan

pedesaan. sejumlah penelitian melaporkan bahwa alasan wanita

144

Ethiopia tidak menggunakan jasa tenaga professional saat bersalin

adalah jarak unit pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan, kendala

biaya, tingkat Pendidikan wanita serta pengaruh kebidayaan yang

menjadi faktor utama ketidak hadiran tenaga terlatih dalam proses

persalinan. (Fikre and Demissie, 2012)

Di Ethiopia, kepercayaan yang bekembang ditengah masyarakat

adalah pelayanan medis tidak dibutuhkan saat persalinan sehingga

tempat pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah tidak

menjadi pilihan. Kepercayaan ini dari turun temurun diyakini dan

diperkuat eksistensinya oleh anggota keluarga yang lebih tua.

Sebuah penelitian memberikan ilustrasi kompleksnya persepsi

wanita mengenai kehadiran seorang tenaga terampil untuk

membantu proses persalinan. Wanita dua generasi saat itu

mengakui bahwa pelayanan medis diperlukan hanya untuk beberapa

kasus persalinan yang tidak bisa ditangani dirumah tetapi merasa

lebih nyaman jika mereka dibiarkan melahirkan di rumah mereka.

Jarak fasilitas kesehatan tidak menjadi halangan bagi mereka.

Namun ketakutan terhadap petugas kesehatan justru menjadi

penyebab utama mereka tidak mendatangi klinik ataupun rumah

sakit untuk melakukan proses persalinan.

Persepsi orangtua tentang riwayat kesehatan reproduksi mereka

setelah melahirkan d rumah dan pandangan terhadap pelayanan

medis mempengaruhi keputusan wanita muda yang tinggal di

perkotaan untuk lebih cenderung memilih untuk melahirkan di

fasilitas kesehatan. Meskipun pengaruh budaya melahirkan di

rumah masih ada namun mereka akhirnya memilih melewati proses

persalinan mereka di fasilitas kesehatan sehingga jarak ke fasilitas

kesehatan tidak terlalu menjadi hambatan.

Pemerintah Ethiopia terus melakukan pembaruan terhadap

kebijakan yang dikeluarkan terkait proses persalinan yang aman.

Adanya kebudayaan melahirkan di rumah sampai saat ini masih

ditoleransi. Salah satu upaya pemerintah Ethiopia untuk

mengimbangi hal tersebut adalah dengan menugaskan petugas

kesehatan mendatangi rumah ibu yang akan melahirkan di daerah

pedesaan. Kebanyakan wanita yang tinggal di desa sebenarnya

berencana melahirkan di klinik. Oleh karena itu, untuk

meningkatkan minat masyarakat pedesaan untuk melahirkan di

145

klinik atau rumah sakit maka pemerintah Ethiopia berupaya

melengkapi instrument pendukung persalinan yang sehat dan aman.

Dengan upaya ini diharapkan agar keengganan untuk

menggunakan jasa tenaga professional di kalangan wanita kelas

menengah kebawah baik di desa ataupun kota bisa diminimalisir.

Sehingga norma budaya bersalin di rumah bisa bergeser kepada

norma baru yakni keyakinan dan kemauan untuk bersalin di unit

pelayanan kesehatan dengan didampingi tenaga kesehatan yang

terampil.(Weis, 2017)

3. Laos

Pada tahun 2015 rasio kematian maternal di Laos sebesar

185/100000 kelahiran hidup dengan target nasional pada tahun

2020 mengalami penurunan sebesar 166/100000 kelahiran

hidup.(UNICEF:, 2008)

Posisi ibu saat proses persalinan adalah factor penting yang

menjadi pertimbangan wanita di Laos sehingga mereka lebih suka

melahirkan di rumah. Di rumah wanita bisa melahirkan dengan

posisi duduk dengan lutut ke mendekati dada, lalu memegang tali

yang tergantung di langit-langit sementara dukun bersalin

meletakkan tangan sambil memberi tekanan pada perut wanita saat

melahirkan. Posisi duduk seperti ini lebih nyaman oleh kebanyakan

wanita Laos dibandingkan dengan posisi tengkurap yang disarankan

oleh petugas di klinik ataupun rumah sakit.

Melahirkan di rumah juga memberi kesempatan pada wanita

untuk mandi air hangat dan berbaring diatas bara api untuk

menghangatkan tubuh selama masa postpartum. Nilai-nilai

tradisional yang diterapkan di rumah dianggap dapat membantu

proses penyembuhan tubuh setelah persalinan.

Wanita Laos beranggapan bahwa jika orangtua mereka berhasil

melahirkan di rumah dengan mudah dan nyaman lalu kenapa

mereka harus mencari cara lain untuk melakukannya. Apalagi

ketika ada wanita yang tiba-tiba ingin melahirkan saat malam hari

maka keputusan untuk melahirkan di klinik atau rumah sait bukan

merupakan pilihan yang tepat.

Ada beberapa factor yang kemudian menjadi aspek yang

dipertimbangkan oleh wanita Laos untuk melakukan proses

persalinannya di rumah daripada ke unit pelayanan kesehatan.

146

Diantaranya: Factor ekonomi ini berkaitan dengan pendapatan

keluarga yang rendah sedangkan biaya pengobatan tergolong masih

cukup mahal bagi warga negara Laos

Factor akses ke unit pelayanan kesehatan berhubungan dengan

kondisi jalanan yang jelek dan biaya transport yang mahal dari desa

menuju kota dimana fasilitas kesehatan berada

Factor kualitas pelayanan ini berkaitan dengan sikap petugas,

ketersediaan obat-obatan dan tindakan petugas saat membantu

proses persalinan. Ketidaknyamanan yang dirasakan wanita Laos

terhadap tindakan petugas saat di rumah sakit seperti adanya

tindakan episiotomy, kehadiran petugas laki-laki serta mengekspos

genitalia adalah aspek yang sering dikeluhkan karena merasa

privasi mereka diabaikan.(Sychareun et al., 2012)

4. Turki

Turki merupakan salah satu negara berkembang dimana budaya

masyarakat juga turut mengikuti budaya dunia saat ini termasuk

dalam dunia kesehatan wanita yang terkait dengan peran wanita di

tengah masyarakat. Di negara ini peran dan tanggung jawab

tambahan seorang wanita adalah melahirkan keturunan. Dengan

adanya system reproduksi yang dianugrahkan oleh Tuhan ini wanita

bertanggujawab pada negara untuk melahirkan calon generasi

penerus bangsa yang berkualitas. Warga negara ini mempercayai

bahwa system reproduksi wanita meliputi keperawanan dan

kesucian yang menandakan kehormatan keluarga mereka.

(Cindoğlu et al., 2008)

Memasuki abad ke-20, kehidupan reproduksi wanita di Turki

mengalami peningkatan medikalisasi dimana pertolongan

persalinan secara tradisional digantikan dengan persalinan medis

dan persalinan yang dahulu dilakukan di rumah beralih ke

persalinan di rumah sakit. Namun ternyata Salah satu alasan

terjadinya medikalisasi fase kehamilan dan persalinan adalah

karena adanya stigma yang dibangun oleh para dokter di negara ini

bahwa kehamilan dan persalinan merupakan sesuatu yang bersesiko

bahkan cenderung mengarah ke patologis. Wanita yang memilih

metode section cesarea dan bersalin di rumah sakit lebih

dikarenakan kekhawatiran mereka akan persalinan yang aman

147

untuk diri mereka. Sehingga para wanita bersikap pasif dan

menyerahkan sepenuhnya keselamatan persalinan mereka pada

dokter. Selain itu, wanita juga merasa tertekan oleh rasa takut akan

disalahkan jika terjadi hal yang tidak diigingkan terhadap

kehamilan dan persalinannya karena tidak mengikuti saran dokter.

(Riessman, 1992)

Alasan lainnya adalah bagi para wanita yang tinggal dengan

keluarga besar memilih untuk melahirkan di rumah sakit karena

mereka memiliki kesempatan untuk beristirahat setelah melahirkan.

Karena jika mereka melahirkan di rumah, mereka dituntut untuk

bisa segera bangun dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Bagi wanita berpendidikan di Turki, menjalani proses persalinan

di rumah sakit justru menyediakan mekanisme persalinan yang

lebih aman karena mereka bisa melakukan konsultasi dan negosiasi

jika terjadi kesalahan dalam proses persalinan mereka. Oleh

karenanya section cesarea manjadi symbol modernisasi dan

kecanggihan teknologi di negara tersebut. Menurut survey

Demografi dan Kesehatan Turki ada beberapa hal terkait

peningkatan permintaan section cesarea dari tahun 1993 hingga

2013 yakni sebesar 14,3% meningkat menjadi 51,9% . Hal tersebut

disebabkan karena:

1. Section cesarea banyak dipilih oleh wanita yang memiliki

asuransi perlindungan kesehatan (Santas and Santas, 2018)

.Wanita yang memiliki asuransi tentunya lenih siap untuk

menghadapi proses persalinan kapanpun tanpa harus

mengeluarkan uang cash.

2. Sectio cesarea dilakukan paling banyak pada kelahiran anak

pertama

Ketakutan melewati proses persalinan menjadi hal yang masih

dirasakan oleh ibu muda di Turki sehingga lebih memilih

persalinan dengan metode operasi daripada persalinan

pervaginam.

3. Keputusan untuk menjalani persalinan di rumah bersalin swasta.

Sehingga pihak swasta lebih potensial menghasilkan pendapatan

yang lebih besar dibanding rumah bersalin milik pemerintah.

4. Wanita yang tinggal di daerah perkotaan

5. Wanita yang memiliki kekayaan

148

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, J.H., 1973. The Study Of Human Society, London, Tehe

English University Press.

Abraham, Charles dan Eamon Shanley.1997, “Psikologi Sosial Untuk

Perawat”, Jakarta, EGG.

Achmadi, Umar Fahmi.2005.”Manajemen Penyakit Berbasis

Wilayah”, Jakarta, Gramedia Kompas

Alamsyah, M. 1987. “Budi Nurani Filsafat Berfikir”, Jakarta, Titik

Terang.

Alisyahbana, Sutan Takdir. 1982. “Sejarah kebudayaan Indonesia di

lihat Dari Segi nilai-Nilai”, Jakarta , Dian Rakyat.

Asefa, A. et al. (2018) ‘Service providers’ experiences of

disrespectful and abusive behavior towards women during

facility based childbirth in Addis Ababa, Ethiopia’,

Reproductive health, 15(1), p. 4. doi: 10.1186/s12978-017-

0449-4.

Batubara, S. T. (2012). Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi

Kematian Ibu Akibat Perdarahan pada Masa Kehamilan dan

Kelahiran Tahun 2012: Studi Pengalaman Perempuan Baduy.

Universitas Indonesia

Bennett, V. Ruth, BROWN, Linda K. (1996). Myles textbook for

midwives. Churchill Livingstone.

Bintari, R. (2012). Sejarah Perkembangan Sosial Ekonomi

Masyarakat Baduy Pasca Terbentuknya Propinsi Banten Tahun

2000. Journal of Indonesian History, 1(1), 18–22.

Behruzi, R. et al. (2010) ‘Facilitators and barriers in the humanization

of childbirth practice in Japan’, BMC pregnancy and

childbirth, 10(1), pp. 1–18.

149

Becker, Marshall H. dan Lois A.Maiman, 1995, “Model-Model

Perilaku Kesehatan” Dalam Muzaham Fauzi 1995.

Memperkenalkan Sosiolodi Kesehatan, Jakarta : UI Pres.

Cindoğlu, D. et al. (2008) ‘The family in Turkey: The battleground of

the modern and the traditional’, in Families in a global context.

Routledge, pp. 235–263.

Coulson, Margaret A.,1984.,Approaching Sosiology.Boston:

Routledge & Kegan Paul.

Departemen Pendidikan Nasional (2000). Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), Edisi ke-3. Balai Pustaka, Jakarta. Hal. 169

Faisal, Sanapiah dan Mappiare. Tanpa tahun, “Dimensi-Dimensi

Psikologi, Surabaya, Usaha Nasional.

Fikre, A. A. and Demissie, M. (2012) ‘Prevalence of institutional

delivery and associated factors in Dodota Woreda (district),

Oromia regional state, Ethiopia’, Reproductive health, 9(1), pp.

1–6

Gunawan, AH. (2000) Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi

tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta.

Hal. 16

Gynecologists, J. A. of O. and and Gynecologists (2018) ‘No Title’.

Available at:

Handayani, S. (2010). Aspek Sosial Budaya Pada Kehamilan,

Persalinan Dan Nifas Di Indonesia. Infokes, Vol. 1 No. 2

Harsojo, 1982., “Pengantar Antropologi”, Binacipta

Handayani, S. (2010). Aspek Sosial Budaya Pada Kehamilan,

Persalinan Dan Nifas Di Indonesia. Infokes, Vol. 1 No. 2

Health indicators’ (2017). Available at:

https://data.worldbank.org/topic/health.

150

http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/03_Mat%20Syuroh%20SOSI

AL%20&%2

0KEBUDAYAAN%20_Revisi%20terbaru_%20mda.pdf

https://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/download/98/81

http://www.jaog.or.jp/wp/wp-

content/uploads/2017/08/botai_2016_2.pdf ) .

Ipa, M., Prasetyo, J. A., Arifi n, J., & Kasnodihardjo. (2014). Balutan

Pikukuh Persalinan Baduy. (Kasnodihardjo, Ed.) (1st ed.).

Surabaya: Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat

Kaphle, S., Hancock, H. and Newman, L. A. (2013) ‘Childbirth

traditions and cultural perceptions of safety in nepal: Critical

spaces to ensure the survival of mothers and newborns in remote

mountain villages’, Midwifery, 29(10), pp. 1173–1181. doi:

10.1016/j.midw.2013.06.002.

Kartika, V., Agustiya,RI & Kusnali, A. (2019). Budaya Kehamilan

Dan Persalinan Pada Masyarakat Baduy, Di Kabupaten Lebak.

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 22 No. 3 Juli 2019:

192–199

Ki Hajar, Dewantara. (1994). Kebudayaan Penerbit Majelis Luhur

Persatuan Tamansiswa, Yogyakarta.

Koike, S. et al. (2016) ‘The effect of concentrating obstetrics services

in fewer hospitals on patient access: a simulation’, International

journal of health geographics, 15(1), pp. 1–10.

Koentjaraningrat, 1984., “Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan”,

Jakarta, Gramedia

Koentjaraningrat, 2000. “Pengantar Ilmu Antropologi”, Jakarta,

Rineka Cipta

Kurniarum A.(2016). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru

Lahir. Kemenkesri, BPSDM. Jakarta.

151

Lestari, W., & Agustina, Z. A. (2018). Meta Etnografi Budaya

Persalinan Di Indonesia. Jurnal Masyarakat Dan Budaya, 20(1).

Maeda, Y. et al. (2019) ‘Factors affecting the provision of analgesia

during childbirth, Japan’, Bulletin of the World Health

Organization, 97(9), p. 631.

Makmur, A., & Purwanto, A. (2002). Pamarentahan Baduy di Desa

Kanekes: Perspektif Kekerabatan. Jurnal Sosiohumaniora, 4(2),

104–115.

Mavalankar, D. and Sriram, V. (2009) ‘Provision of anaesthesia

services for emergency obstetric care through task shifting in

South Asia’, Reproductive health matters, 17(33), pp. 21–31.

Mutiarani (2020). Kepercayaan Dan Tradisi Paraji Pada Persalinan

Masyarakat Pameungpeuk, Garut Selatan, Jawa Barat. Jember

University Press E Prosiding. Vol.1, No. 1, Oktober 2020

Moore.KL.(2001).Asuhan Persalinan Konsep Persalinan Secara

Komprehensif . EGC. Jakarta

Mochtar, R.(2012) Buku Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi

edisi 3 jilid1 2012 EGC.Jakarta

Nagase, N. and Brinton, M. C. (2017) ‘The gender division of labor

and second births: Labor market institutions and fertility in

Japan’, Demographic Research, 36(1), pp. 339–370. doi:

10.4054/DemRes.2017.36.11.

No name. (2021) Budaya Persalinan Suku Talak. available

from;http://scholar.unand.ac.id/ 14524 /3/BAB%20VII.pdf.

diakses tanggal 12/12/2021.

No Name,(2021). Budaya persalinan.

http://repository.unmuhjember.ac.id diakses tanggal 12/12-2021

152

Obstetrics and Gynaecology, 38(5), pp. 658–662. doi:

10.1080/01443615.2017.1400525.

Pamita, D, 2021Uniknya Kepercayaan Perawatan Ibu Hamil di

Makassar https:// chatnews.id/read/uniknya-kepercayaan-

perawatan-ibu-hamil-di-makassar

Perursen, CAV.(1998). Strategi Kebudayaan. Kanisisus. Yogyakarta.

Hal 11

Poedjawijatma,L. 1986. Etika, Filsafat Tingkah laku,Jakarta, B.Aksar

Prawiroharjo. S. (2002). Ilmu kebidanan. Yayasan sarwono

rawirohardjo. Jakarta

Reinterprestasi Dari Program Pembinaan Kepemberdayaan Dalam

Pelestarian Ekologi Suku Terasing Di Indonesia (Studi Kasus

Suku Kubu di Sumatera), Yogyakarta.

Riessman, C. K. (1992) Women and medicalization: A new

perspective. na.

RSUP Dr Kariadi.(2021). Pengaruh Budaya Pada Persalinan Ibu.

Available from; https://www.rskariadi.co.id/news/97/Pengaruh-

Budaya-Pada-Persalinan-Ibu/Artikel. Diakses tanggal

12/12/2021.

Santas, G. and Santas, F. (2018) ‘Trends of caesarean section rates in

Turkey’, Journal of

Saparinah Sadli, 1987. “Metode-Metose Penelitian Masyarakat”

Jakarta, P.T. Gramedia.

Senoaji, G. (2010). Masyarakat Baduy, Hutan dan Lingkungan. Jurnal

Manusia Dan Lingkungan, 17(2), 113–123.

Soekanto, S. (2009). Sosiologi suatu Pengantar. Rajawali Pers,

Jakarta. Hal: 150-151

Soemardjan, S dan Soemardi,S. (1964). Setangkai Bunga Sosiologi.

Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. Hal.

115

153

Soejono Soekanto, 1990, “Pengantar Sosiologi”, Jakarta, Rajawali

Pers.

Sztompka,P.(2007). Sosiologi Perubahan Sosial. Prenada Media

Grup. Jakarta. Hal 30.

Suprabowo, E. (2006). Praktik Budaya dalam Kehamilan, Persalinan

dan Nifas pada Suku Dayak Sanggau, jurnal Kesehatan

Masyarakat Nasional Vol. 1, No. 3, Desember 2006

Sudarmo Momon, 2009.”Sosiologi Kesehatan”, Jakarta, Salemba

Medika.

Skowronski, G. A. (2015) ‘Pain relief in childbirth: changing

historical and feminist perspectives’, Anaesthesia and intensive

care, 43(1_suppl), pp. 25–28.

Supartono W., 1995. “Ilmu Dudaya dasar “, Jakarta, Ghalia Indonesia.

Sychareun, V. et al. (2012) ‘Reasons rural Laotians choose home

deliveries over delivery at health facilities: a qualitative study’,

BMC pregnancy and childbirth, 12(1), pp. 1–10.

Syuroh,M (2011) Sosial dan Kebudayaan Kelompok Minoritas di

Indonesia (Studi Kasus Kelompok “Batin Sembilan” di Provinsi

Jambi) vol 24:17-23. Syuroh,M (2010)

Tim PKRS Kariadi, (2021). Budaya-budaya persalinan.

https://www.rskariadi.co.id/ news/97/Pengaruh-Budaya-Pada-

Persalinan-Ibu/Artikel

UNICEF: (2008) ‘Progress for Children 2008. A Report Card on

Maternal Mortality’. Available at:

www.unicef.org/childsurvival.‘Vital statistics of population’ (no

date), 2017. Available at:

https://www.mhlw.go.jp/toukei/saikin/hw/jinkou/kakutei17/inde

x.html.

154

Weis, J. (2017) ‘Longitudinal Trends in Childbirth Practices in

Ethiopia’, Maternal and Child Health Journal, 21(7), pp. 1531–

1536. doi: 10.1007/s10995-017-2279-y.

155

SOAL LATIHAN

Pertanyaan I

1. Jelaskan Pengertian Antropologi ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

2. Terangkan Ruang Lingkup Kajian Antropologi Sosiologi ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

3. Bagaimana Hubungan Antropologi Dan Sosiologi ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

4. Sebutkan Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

5. Berikan suatu contoh tentang “Suku Terasing”di Indonesia ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

Catatan baca buku bab 1

156

Pertanyaan 2

1. Jelaskan Pengertian Kebudayaan ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

2. Sebutkan dan Jelaskan wujud kebudayaan ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

3. Sebutkan Unsur-Unsur Kebudayaan ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

4. Apa yang dimaksud kepribadian dan bagaimana susunan

kepribadian itul ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

5. Sebutkan unsur-unsur pembentukan kepribadian ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

Catatan baca buku bab 2

157

Pertanyaan 3

1. Jelaskan Pengertian struktur sosial ?

..........................................................................................

..........................................................................................

...........................................................................................

2. Sebutkan unsur-unsur struktur sosial ?

...........................................................................................

...........................................................................................

...........................................................................................

3. Apa fungsi struktur sosial itu ?

...........................................................................................

.............................................................................................

.............................................................................................

4. Jelaskan fase konsep tentang “diri sendiri”?

.............................................................................................

.............................................................................................

.............................................................................................

5. Sebutkan ciri-ciri masyarakat ?

.............................................................................................

.............................................................................................

.............................................................................................

Catatan baca buku bab 3

158

Pertanyaan 4

1. Sebutkan faktor penyebab perubahan sosial dan kebudayaan ?

.......................................................................................................

.......................................................................................................

.......................................................................................................

2. Jelaskan faktor pendorongperubahan sosian dan kebudayaan

dan berikan contoh ?

......................................................................................................

......................................................................................................

.......................................................................................................

3. Jelaskan faktor pendorongperubahan sosian dan kebudayaan

dan berikan contoh?

.......................................................................................................

.......................................................................................................

.......................................................................................................

4. Bagaiman dampak Perubahan sosial dan kebudayaan terhadap

masyarakat?

.......................................................................................................

.......................................................................................................

.......................................................................................................

catatan baca Bab 4

159

Pertanyaan 5

1. Jelaskan pengertian Lembaga Sosial?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

2. Jelaskan proses pertumbuhan Lembaga Sosial?

...............................................................................................

...............................................................................................

...............................................................................................

3. Kapan suatu norma dikatakan melembaga?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

4. Apa fungsi Lembaga Sosial?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

5. Sebutkan ciri-ciri dan tipe-tipe Lembga Kemasyarakatan?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

Catatan baca buku bab 5

160

Pertanyaan 6

1. Jelaskan pengertian Proses Sosial, Interaksi Sosial ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

2. Sebutkan Syarat-syarat Interaksi Sosial?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

3. Sebutkan bentuk-bentuk Interaksi Sosial ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

Catatan baca buku bab 6

161

Pertanyaan 7

1. Apa ang dimaksud: Sosiologi Kedokteran, Sosiologi Kesehatan

?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

2. Jelaskan pengertian teori implisit dan eksplisit ?

...........................................................................................

...........................................................................................

...........................................................................................

3. Sebutkan peran sosiologi dalam praktek kesehatan ?

...........................................................................................

.............................................................................................

.............................................................................................

Catatan baca buku bab 7

162

Pertanyaan 8

1. Jelaskan pengertian nilai, norma ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

2. Kemukakan kategori nilai menurut Sutan Takdir Alisyahbana ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

3. Jelaskan fungsi nilai?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

4. Apa yang dimaksud Etika keperawatan ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

Catatan baca buku bab 8

163

Pertanyaan 9

1. Gambarkan dan jelaskan peta Perilaku sakit Lehndorff dan

Tracy ?

..........................................................................................

..........................................................................................

...........................................................................................

2. Sebutkan Model-model perilaku sakit ?

...........................................................................................

...........................................................................................

...........................................................................................

3. Sebutkan empat unsur yang merupakan faktor utama di dalam

perilaku sakit ?

...........................................................................................

.............................................................................................

.............................................................................................

Catatan baca buku bab 9

164

Pertanyaan 10

1. Sebutkan teori tentang Perubahan Sosial ?

..........................................................................................

..........................................................................................

...........................................................................................

2. Jelaskan pengertian difusi, akulturasi, inovasi?

...........................................................................................

...........................................................................................

...........................................................................................

3. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi difusi ?

...........................................................................................

.............................................................................................

.............................................................................................

Catatan baca buku bab 10

165

Pertanyaan 11

1. Jelaskan makna budaya makanan dan kesehatan?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

2. Gambarkan tahap pertama gelombang hidup manusia ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

Catatan baca buku bab 11

166

Pertanyaan 12

1. Gambarkan siklus hidup manusia ?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

2. Kemukakan penjelasan?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

Catatan baca buku bab 12

167

Pertanyaan 13

1. Kemukakan contoh budaya persalinan manyarakat di

Indonesia??

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

2. Sebutkan macam-macam persalinan?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

3. Jelaskan tanda-tanda persalinan sudah dekat?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

4. Jelaskan tanda-tanda persalinan sudah pasti?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

5. Jelaskan perbedaan persalinan budaya Indonesia dan luar

negeri?

.................................................................................................

.................................................................................................

.................................................................................................

Catatan baca buku bab 13 dan bab 14

168

BIOGRAFI PENULIS

Dra. Nurbaeti, M.Kes lahir di Salah satu kabupaten di

Sulawesi Selatan yaitu Kepulauan Selayar pada tanggal

20 Juni 1964 adalah staf dosen di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muslim Indonesia . Menempuh

pendidikan Sarjana strata satu di Fakultas Ilmu Sosial

Jurusan Ilmu Administrasi Universitas Hasanuddin Lulus

tahun 1988. Kemudian melanjutkan ke jenjang Magister

Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan Universitas Hasnuddin lulus pada tahun 2010. Pengalaman

menngajar; menjadi dosen LB di Universitas Muslim Indonesia mulai

tahun 1991, masuk di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Tamalatea

sebagai dosen tetap yayasan pada tahun 2004, mendapat NIDN pada

tahun 2006, pindah ke Universitas Muslim Indonesia sebagai dosen

tetap yayasan tahun 2017 sampai sekarang.

169

Dr. Sundari, SST., MPH, lahir di Pelitakan tanggal

12-12 -1976. Sekolah dikesehatan dimulai dari SPK

Depkes Majene 1996, D1 Kebidanan (PPBA) di

Muhammadiyah Makassar tahun 1998, D3

Kebidanan di Poltekkes Makassar tahun 2003, D4 pendidik kebidanan

di Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran Bandung tahun 2004,

S2 MCH Reproduction di Fakultas Kedokteran UGM Jogjakarta

2010, S3 Biomedik Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar. Pernah

menjadi Ketua Program Studi di Stikes Bina Bangsa mulai tahun

2004-2014. Sekarang bekerja di Universitas Muslim Indonesia

Fakultas Kesehatan Masyarakat Prodi D3 Kebidanan sejak tahun

2015- sekarang. Saat ini di amanahi sebagai Ketua Program Studi di

D3 Kebidanan FKM UMI. Mengajar Asuhan Kehamilan, Asuhan

Persalinan, asuhan nifas dan asuhan komunitas serta pernah mengajar

kegawat daruratan obstetric, metodologi penelitian, Komunikasi dan

Konseling dalam praktek Kebidanan. Mengajar di Pasca Sarjana UMI

matakuliah Metode kontrasepsi Update, Promosi Kesehatan,

Kesehatan Wanita, Program KIA Kespro.

170

Nurlina Akbar, S.ST, M.Kes. Lahir di Sinjai tanggal 31

Desember 1989 menyelesaikan Pendidikan DIII

Kebidanan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Muslim Indonesia, DIV Kebidanan Poltekkes Kemenkes

Makassar dan Magister Ilmu Biomedik di Fakultas

Kedokteran Univeristas Hasanuddin. Saat ini mengabdikan diri di

Prodi D3 Kebidanan FKM Universitas Muslim Indonesia sejak tahun

2014