analisis proses perawatan mesin giling tebu dengan - dspace ...

77
i ANALISIS PROSES PERAWATAN MESIN GILING TEBU DENGAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN LOGIC TREE ANALYSIS (LTA) TUGAS AKHIR Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Pada Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Nama : Siska Ari Wulandari No. Mahasiswa : 14522322 PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2018

Transcript of analisis proses perawatan mesin giling tebu dengan - dspace ...

i

ANALISIS PROSES PERAWATAN MESIN GILING TEBU DENGAN

METODE FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN LOGIC

TREE ANALYSIS (LTA)

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1

Pada Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri

Nama : Siska Ari Wulandari

No. Mahasiswa : 14522322

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Demi Allah saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul “Analisis Proses

Perawatan Mesin Giling Tebu dengan Metode Failure Mode and Effect Analysis

(FMEA) dan Logic Tree Analysis (LTA) ” adalah hasil karya sendiri kecuali kutipan

dan ringkasan yang telah dijelaskan sumbernya. Jika dikemudian hari ternyata

pengakuan saya tidak benar dan melanggar peraturan yang sah dalam karya tulis dan hal

kekayaan intelektual, maka saya bersedia jika ijazah yang telah saya terima ditarik

kembali oleh pihak Universitas Islam Indonesia.

Yogyakarta, 1 Agustus 2018

Siska Ari Wulandari

iii

SURAT KETERANGAN PENELITIAN

iv

v

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim

Hasil tugas akhir ini saya persembahkan kepada Bapak, Ibu dan adik-adik saya tercinta

yang tidak pernah lelah memanjatkan doa, mendukung dan selalu memberikan

semangat.

Terimakasih kepada Bapak Hartomo selaku pembimbing Tugas Akhir yang selalu

memberikan motivasi, waktu dan kesempatan untuk selalu memperbaiki Tugas Akhir

ini sehingga dapat terselesaikan.

vii

MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan

tetaplah bersiap siaga (diperbatasan negerimu) dan bertawakalah kepada Allah, supaya

kamu beruntung.”

(QS Al-Imran: 200)

“Hai orang-orang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,

sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

(QS Al-Baqarah: 153)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT

yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Tugas Akhir ini dapat

diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang diharapkan. Tak lupa sholawat dan

salam senantiasa penulis panjatkan kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang telah berjuang dan membimbing

kita keluar dari kegelapan menuju jalan terang benderang untuk menggapai Ridho Allah

SWT.

Tugas Akhir ini dikerjakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata-1

program studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia.

Keberhasilan terselesaikan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak –

pihak yang telah meluangkan waktu dan perhatiannya baik langsung maupun tidak

langsung turut membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir. Untuk itu penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hari Purnomo, M.T selaku Dekan Fakultas Teknologi

Industri, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Taufiq Immawan, S.T., M.M selaku Ketua Prodi Teknik Industri

Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

3. Bapak Ir. Hartomo, M.Sc., Ph.D. selaku pembimbing yang telah memberi bantuan

dan arahan dalam penyusunan Tugas Akhir.

4. Bapak Sutarno selaku pembimbing lapangan di PT. Madubaru PG/PS

Madukismo yang mengarahkan dalam pengambilan data Tugas Akhir di pabrik

Stasiun Gilingan.

5. Bapak Ashuri selaku mandor pabrik Stasiun Gilingan di PT. Madubaru PG/PS

Madukismo yang selalu membantu dalam mendapatkan informasi untuk Tugas

Akhir.

ix

6. Para karyawan PT. Madubaru PG/PS Madukismo yang telah membantu mengisi

kuesioner selama pengambilan data Tugas Akhir.

7. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan agar Tugas Akhir

dapat selesai dengan baik.

8. Teman-teman angkatan 2014 yang telah memberikan motivasi dan semangat

selama penyelesaian tugas akhir.

Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari kata

sempurna dan tentunya banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan

kritik dan saran dari pembaca yang tujuangnya membangun demi kesempurnaan laporan

ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat baik bagi pengembangan dan kemajuan ilmu

pengetahuan.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 1 Agustus 2018

Penulis

Siska Ari Wulandari

x

ABSTRAK

PT. Madubaru PG/PS Madukismo adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang

pengolahan tebu. Untuk memenuhi target produksi, mesin harus bekerja selama 24 jam

penuh dan selalu dalam kondisi yang baik. Stasiun Gilingan merupakan mesin kritis

karena tahapan awal dalam pengolahan tebu. Perusahaan menerapkan sistem flowshop

yang artinya apabila satu mesin mengalami kendala, maka berdampak pada mesin yang

lain. Oleh karena itu perawatan pada mesin Stasiun Gilingan sangat penting dilakukan.

Penelitian ini menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk

mengidentifikasi failure mode, Logic Tree Analysis (LTA) untuk menentukan

konsekuensi kegagalan yang ditimbulkan dari failure mode dan menetukan kebijakan

preventive maintenance yang efektif untuk setiap mesin. Dari hasil analisis FMEA

diperoleh 13 failure mode yang terdiri dari hammer tip lepas, ujung cutter patah-patah,

putaran hammer tidak balance, baut stang hammer putus, roda laker rusak, saklar lepas,

split pen lepas, baut pengencang lepas, overload, karet sheal hancur, coupling turbin

rusak, baut suri-suri putus dan rol berlubang. Kebijakan preventive maintenance mesin

pada failure mode disesuaikan dengan klasifikasi LTA. Failure mode kategori A

dilakukan pengoperasian mesin sesuai SOP, kategori B dilakukan pemeriksaan mesin

dan persiapan suku cadang serta kategori C dilakukan pemasangan yang tepat,

pelumasan dan pembersihan.

Kata kunci: Stasiun Gilingan, FMEA, LTA, Preventive Maintenance, Failure

Mode

xi

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN ...................................................................................................... ii

SURAT KETERANGAN PENELITIAN.................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................................. vi

MOTTO ..................................................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. viii

ABSTRAK ................................................................................................................................... x

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4

1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 4

1.4 Batasan Masalah ........................................................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 5

1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................................... 5

BAB II KAJIAN LITERATUR ................................................................................................... 7

2.1 Kajian Induktif ............................................................................................................. 7

2.2 Kajian Deduktif ............................................................................................................ 9

2.2.1 Pengertian perawatan ............................................................................................ 9

2.2.2 Perawatan Mesin .................................................................................................. 9

2.2.3 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) .......................................................... 9

2.2.4 Risk Priority Number (RPN) .............................................................................. 10

2.2.5 Logic Tree Analysis (LTA) ................................................................................. 10

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................................. 12

3.1 Objek dan Data Penelitian .......................................................................................... 12

3.1.1 Objek Penelitian ................................................................................................. 12

3.1.2 Data Penelitian ................................................................................................... 12

3.2 Instrumen Penelitian ................................................................................................... 12

3.3 Metode Pengumpulan Data ........................................................................................ 13

xii

3.3.1 Observasi ............................................................................................................ 13

3.3.2 Wawancana ........................................................................................................ 13

3.4 Metode Pengolahan Data ............................................................................................ 13

3.4.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ........................................................ 13

3.4.2 Logic Tree Analysis (LTA) ................................................................................. 14

3.5 Diagram Alir Penelitian .............................................................................................. 15

3.5.1 Studi Lapangan ................................................................................................... 16

3.5.2 Studi Literatur..................................................................................................... 16

3.5.3 Identifikasi Masalah dan Menentukan Tujuan .................................................... 16

3.5.4 Pengumpulan Data.............................................................................................. 16

3.5.5 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ........................................................ 16

3.5.6 Logic Tree Analysis (LTA) ................................................................................. 20

3.5.7 Rekomendasi ...................................................................................................... 20

3.5.8 Kesimpulan dan Saran ........................................................................................ 20

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ...................................................... 21

4.1 Identifikasi Fungsi dari Mesin .................................................................................... 22

4.2 Identifkasi Failure Mode pada Mesin ......................................................................... 22

4.3 Identifikasi Efek dari Failure Mode pada Mesin ........................................................ 23

4.4 Identifikasi Penyebab dari Failure Mode pada Mesin ................................................ 24

4.5 Hasil Pengisian Variabel FMEA dan Perhitungan Risk Priority Number (RPN) ........ 25

4.6 Hasil Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) ........................................................... 26

4.6.1 Flowchart Pada Mesin Unigrator ....................................................................... 27

4.6.2 Flowchart pada Mesin Cane Unloading Crane .................................................. 30

4.6.3 Flowchart pada Mesin Cane Table dan Mesin Cane Carrier ............................. 31

4.6.4 Flowchart pada Mesin Intermediate Carrier ...................................................... 32

4.6.5 Flowchart pada Pompa Hidrolik ......................................................................... 33

4.6.6 Flowchart pada Mesin Gilingan ......................................................................... 34

4.7 Kebijakan Preventive Maintenance pada Mesin ......................................................... 35

4.7.1 Tindakan Preventive Maintenance pada Mesin Unigrator ................................. 35

4.7.2 Tindakan Preventive Maintenance pada Mesin Cane Unloading Crane ............ 37

4.7.3 Tindakan Preventive Maintenance pada Mesin Cane Table dan Cane Carrier .. 37

4.7.4 Tindakan Preventive Maintenance pada Mesin Intermediate Carrier ................ 38

4.7.5 Tindakan Preventive Maintenance pada Pompa Hidrolik ................................... 38

4.7.6 Tindakan Preventive Maintenance pada Mesin Gilingan I-V ............................. 39

BAB V PEMBAHASAN ........................................................................................................... 40

xiii

5.1 Analisis Mode Kegagalan Mesin dengan Risk Priority Number (RPN) ..................... 40

5.2 Analisis Mode Kegagalan Mesin dengan Logic Tree Analysis (LTA) ........................ 44

5.3 Tindakan Preventive Maintenance di Stasiun Gilingan .............................................. 45

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 48

6.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 48

6.2 Saran .......................................................................................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 50

LAMPIRAN ............................................................................................................................... 51

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skala Penilaian Severity (S) ............................................................................ 17

Tabel 3.2 Skala Penilaian Occurrence (O) ..................................................................... 17

Tabel 3.3 Skala Penilaian Detection (D) ........................................................................ 18

Tabel 4.1 Jenis - Jenis Mesin Stasiun Gilingan .............................................................. 22

Tabel 4.2 Failure Mode pada Mesin Stasiun Gilingan ................................................... 22

Tabel 4.3 Efek dari Failure Mode pada Mesin Stasiun Gilingan ................................... 23

Tabel 4.4 Penyebab dari Failure Mode pada Mesin Gilingan ........................................ 24

Tabel 4.5 Hasil Pengolahan metode FMEA ................................................................... 26

Tabel 4.6 Perawatan Mesin Unigrator ........................................................................... 36

Tabel 4.7 Perawatan Mesin Cane Unloading Crane ...................................................... 37

Tabel 4.8 Perawatan Mesin Cane Table dan Cane Carrier ............................................ 37

Tabel 4.9 Perawatan Mesin Intermediate Carrier .......................................................... 38

Tabel 4.10 Perawatan Pompa Hidrolik ........................................................................... 38

Tabel 4.11 Perawatan Mesin Giling I-V ......................................................................... 39

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .............................................................................. 15

Gambar 4.1 Proses Kerja Stasiun Gilingan .................................................................... 21

Gambar 4.2 LTA Failure Mode Hammer Tip Lepas ...................................................... 27

Gambar 4.3 LTA Failure Mode Ujung Cutter Patah-Patah ........................................... 27

Gambar 4.4 LTA Failure Mode Putaran Hammer Tidak Balance ................................. 28

Gambar 4.5 LTA Failure Mode Baut Stang Hammer Putus .......................................... 29

Gambar 4.6 LTA Failure Mode Roda Laker Rusak ....................................................... 30

Gambar 4.7 LTA Failure Mode Saklar Lepas ................................................................ 30

Gambar 4.8 LTA Failure Mode Split Pen Lepas ............................................................ 31

Gambar 4.9 LTA Failure Mode Baut Pengencang Lepas .............................................. 32

Gambar 4.10 LTA Failure Mode Overload .................................................................... 32

Gambar 4.11 LTA Failure Mode Karet Sheal Hancur ................................................... 33

Gambar 4.12 LTA Failure Mode Coupling Turbin Rusak ............................................. 34

Gambar 4.13 LTA Failure Mode Baut Suri-Suri Putus .................................................. 34

Gambar 4.14 LTA Failure Mode Rol Berlubang ........................................................... 35

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring berkembangnya industri yang ada sekarang ini membuat persaingan semakin

ketat. Hal ini membuat setiap industri meningkatkan hasil produksinya baik dari

segi kuantitas maupun kualitas. Salah satu yang dapat mempengaruhi kualitas

produksi adalah mesin yang digunakan. Untuk menjaga kondisi mesin tetap baik

diperlukan kegiatan perawatan yang sesuai sehingga dapat mengurangi tingkat

kerusakan dan memperpanjang umur suatu mesin.

Penggunaan mesin yang terus menerus mengingat usia mesin yang sudah tua

menyebabkan mesin menjadi aus dan menimbulkan banyak trouble. Hal ini

membuat perusahaan berupaya keras melakukan perawatan terhadap mesin agar

mesin bisa beroperasi dengan lancar (Mansur & Ratnasari, 2015). Kegiatan

perawatan mesin dan fasilitas produksi meliputi perbaikan, pengaturan dan

penggantian yang dibutuhkan agar aktivitas produksi terlaksana sesuai dengan yang

dijadwalkan (Assauri, 1993).

PT. Madubaru PG/PS Madukismo merupakan salah satu perusahaan yang

bergerak dibidang pengolahan tebu. Pabrik ini berada di desa Padokan kelurahan

Tirtonirmolo kecamatan Kasihan kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berdasarkan observasi awal, pabrik ini berproduksi selama kurang lebih 6

bulan/tahun biasanya dimulai dari bulan Mei sampai Oktober.

2

Pada PT. Madubaru PG/PS Madukismo hampir semua proses produksi dari

bahan baku sampai bahan jadi menggunakan mesin. Salah satunya di Stasiun

Gilingan mesin-mesin yang digunakan beroperasi 24 jam/hari sampai proses giling

berakhir. Stasiun Gilingan merupakan stasiun awal dalam pengolahan tebu. Proses

produksi pada PT. Madubaru PG/PS Madukismo menggunakan sistem flowshop

yang mana tahapan dari proses produksi secara berurutan dari awal hingga akhir.

Jika terdapat trouble pada Stasiun Gilingan maka tidak dapat masuk ke proses

selanjutnya. Dalam musim giling, mesin ini diberhentikan setelah satu setengah

bulan beroperasi untuk dilakukan kontrol terhadap semua peralatan yang trouble.

PT. Madubaru PG/PS Madukismo memiliki target dimana harus memproduksi

33.000 kuintal setiap harinya. Akan tetapi terkadang mesin berhenti ditengah masa

giling karena ada kerusakan salah satu komponen mesin menyebabkan perusahaan

mengalami kerugian sebesar 25% karena tidak dapat memenuhi target giling.

Setiap mesin dipantau terus-menerus oleh operator secara bergantian

berdasarkan shift kerja masing-masing. Operator saling berkoordinasi untuk

mengawasi dan melakukan pengecekan tiap jam mengenai kondisi mesin serta

melaporkan kepada mandor. Saat perbaikan dan pemasangan komponen/part mesin

terkadang operator lalai yang menyebabkan mengalami cidera seperti jari terjepit.

Selain itu pada saat pengecekan mesin, operator tidak menggunakan Alat Pelindung

Diri (APD) sehingga mata terkena benda asing seperti krikil, batu dan tebu tersebut.

Untuk tingkat kecelakaan kerja terjadi sebesar 30 %. Perawatan yang tidak memadai

dapat mengakibatkan kerusakan fasilitas dan mesin yang sangat merugikan, dimana

tidak hanya biaya perbaikan yang mahal tetapi juga kerugian produksi serta dapat

membahayakan tenaga kerja dan orang lain disekitar nya.

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) diartikan sebagai proses sistematis

dalam mengidentifikasi potensi kegagalan desain dan proses sebelum terjadi dengan

maksud untuk menghilangkannya atau meminimalkan kegagalan yang terkait

(Johnson & Khan, 2003). Dalam metode FMEA dilakukan identifikasi dan evaluasi

kegagalan potensial, menentukan tingkatan dari kegagalan serta membuat skala

prioritas untuk mengambil tindakan yang diperlukan. Dalam penelitian ini, FMEA

sebagai alat dalam mengidentifikasi potensi kegagalan suatu mesin dengan

mempertimbangkan Risk Priority Number (RPN).

3

Beberapa penelitian mengenai analisis mesin dengan metode FMEA telah

dilakukan. Munawir & Yunanto (2014) menggunakan FMEA untuk mengetahui

penyebab kerusakan mesin Sizing 1 Baba Sangyo Kikai. Hasil penelitian

memberikan usulan perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan dengan

memprioritaskan pekerjaan perbaikan/pengantian komponen sesuai dengan rating

tertinggi nilai RPN. Selanjutnya Reza, et al., (2017) menggunakan metode FMEA

untuk mengetahui dan menganalisa komponen kritis pada area Tension Reel (TR)

karena memiliki persentase breakdown tertinggi. Mode kegagalan yang menjadi

rank 1 dengan nilai RPN tertinggi dilakukan perbaikan dengan memodifikasi

langkah kerja. Fitriadi & Setiawan (2015) menggunakan metode FMEA sebagai

pendekatan yang sistematis untuk mengidentifikasi kegagalan pada mesin Packer

Unit Tuban IV. Hasil penelitian memberikan usulan perawatan preventif pada

performansi mesin Packer Unit Tuban IV difokuskan kepada 3 parts. Semua

penelitian hanya memprioritaskan usulan perbaikan pada komponen/part dengan

rating tertinggi berdasarkan nilai RPN tidak memberikan usulan perbaikan untuk

komponen/part lain.

Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya adalah penelitian ini dalam

memberikan usulan perbaikan tidak hanya difokuskan pada komponen/part yang

memiliki rating tertinggi berdasarkan nilai Risk Priority Number (RPN) saja akan

tetapi untuk keseluruhan komponen/part yang mengalami trouble. Karena

meskipun komponen/part yang memiliki nilai Risk Priority Number (RPN) terkecil

jika diabaikan terus-menerus akan menimbulkan masalah selain biaya perbaikan

yang mahal juga dapat membahayakan operator dan lingkungan kerja.

Berdasarkan permasalahan diatas akan dibuat analisis kegagalan pada mesin

bagian Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan untuk dijadikan fokus usulan perawatan

dalam mencegah kegagalan yang terjadi dalam proses penggilingan dengan metode

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian yang diangkat

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Seberapa besar nilai Risk Priority Number (RPN) berdasarkan mode kegagalan

mesin yang teridentifikasi pada bagian Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan dengan

metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)?

2. Apa klasifikasi akar penyebab kegagalan mesin dengan menggunakan metode

Logic Tree Analysis (LTA)?

3. Apa tindakan preventive maintenance yang seharusnya dilakukan untuk

mencegah terjadinya kegagalan mesin pada bagian Instalasi Pabrik Stasiun

Gilingan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah:

1. Mengindentifkasi mode kegagalan mesin dan menentukan nilai Risk Priority

Number (RPN) pada bagian Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan dengan metode

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

2. Menentukan klasifikasi akar penyebab kegagalan mesin dengan menggunakan

Logic Tree Analysis (LTA).

3. Menentukan tindakan preventive maintenance yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya kegagalan mesin pada bagian Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan.

1.4 Batasan Masalah

Agar penulisan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan alurnya maka perlu

diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut:

1. Pembahasan berfokus pada mesin di Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan PT.

Madubaru PG/PS Madukismo.

5

2. Metode yang digunakan Failure Mode and Effect Analysis dan Logic Tree

Analysis.

3. Metode yang digunakan hanya bersifat kualitatif karena ketidakcukupan data

untuk dilakukan analisis secara kuantitatif

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, adapun manfaat yang

yang diharapkan dari penelitian ini:

1. Dapat menjadi sumber informasi dalam melakukan teknik perawatan mesin

di perusahaan.

2. Menambah pengetahuan dan wawasan dari hasil yang telah dicapai.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk lebih terstruktur laporan hasil penelitian, tugas akhir ini disusun dengan

sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan secara singkat mengenai latar belakang masalah, rumusan

masalah yang dihadapi, tujuan dari penelitian, batasan masalah, manfaat yang

didapat dari penelitian dan sistematika penulisan. Uraian bab ini dimaksudkan untuk

menjelaskan latar belakang penelitian yang dilakukan sehingga dapat memberikan

manfaat sesuai dengan tujuan dari peneltian dengan batasan serta asumsi yang

digunakan.

BAB II KAJIAN LITERATUR

Bab ini berisi konsep dan prinsip dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah

penelitian, dasar-dasar teori untuk mendukung kajian yang akan dilakukan dan

menguraikan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain

yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

6

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang tahapan yang dilakukan selama penelitian. Dalam bab ini

diuraikan mengenai objek penelitian, instrument penelitian, metode analisis serta

diagram alir penelitian.

BAB IV PENGUMPULAN DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini menguraikan hasil pengumpulan data selama penelitian dan pengolahan

dengan metode yang telah ditentukan sebelumnya.

BAB V PEMBAHASAN

Bab ini membahas hasil penelitian pengolahan data pada bab sebelumnya dan

analisisnya berdasarkan metode yang digunakan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini menjelaskan kesimpulan yang memuat pernyataan yang dapat menjawab

rumusan masalah dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Bab ini juga berisi saran

yang ditujukan kepada penelitian selanjutnya guna menyempurnakan penelitiaan

dengan objek yang serupa.

DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka berisi kumpulan sumber-sumber informasi yang menjadi pendukung

dalam penyelesaian laporan tugas akhir.

7

BAB II

KAJIAN LITERATUR

2.1 Kajian Induktif

Penelitian Reza, et al., (2017) menggunakan metode Failure Mode and Effect

Analysis (FMEA) untuk mengetahui dan menganalisa komponen kritis pada area

Tension Reel (TR) karena memiliki persentase breakdown tertinggi. Berdasarkan

penyusunan FMEA menunjukkan 8 mode kegagalan dari item yang ada pada

subsistem Mandrel pada Tension Reel (TR). 8 mode kegagalan tersebut yaitu

jamming, tidak kuat menjepit, proses awal menjepit pada keadaan tension, proses

memasukan kepala coil kurang sempurna, diameter dalam coil lebih kecil, gaya

jepit menurun, berdebu, dan posisi colleps kurang maksimal. Mode kegagalan yang

menjadi rank 1 yaitu jamming dengan nilai RPN 80 dilakukan perbaikan dengan

memodifikasi langkah kerja pada grippe bar dengan expand posisi maksimal sudut

72 derajat dari yang sebelumnya lebih dari sudut 90 derajat.

Penelitian Munawir & Yunanto (2014) menggunakan Failure Mode and Effect

Analysis (FMEA) untuk mengetahui penyebab kerusakan mesin Sizing 1 Baba

Sangyo Kikai. Dari hasil penelitian diketahui penyebab kerusakan diantara lain

penjadwalan penggantian bearing braket yang tidak berskala, kurangnya pemberian

pelumas dan pembersihan rutin pada bearing, beban pada mesin sizing yang

melakukan proses produksi terus menerus, kurangnya servis (perbaikan) serta

pengecekan pada main motor. Berdasarkan analisa dengan Logic Tree Analysis

(LTA) diketahui bahwa bearing braket pully ambrol, earing aus, bottom roll ambrol

(bearing dan seal), shaft pully motor, bearing dan v-belt aus masuk dalam kategori

8

B yaitu mempunyai konsekuensi terhadap operasional plant (mempengaruhi

kuantitas dan kualitas output) yang dapat menyababkan kerugian ekonomi secara

signifikan. Kemudian diberikan usulan perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan

dengan memprioritaskan pekerjaan perbaikan/pengantian komponen apabila terjadi

kerusakan sesuai dengan rating tertinggi nilai Risk Priority Number (RPN).

Penelitian Pranoto, et al., (2013) menggunakan metode Reliability Centered

Maintenance untuk mengetahui interval perawatan optimum dari mesin-mesin

dengan frekuensi breakdown terbesar yaitu mesin vakum dan mesin sealing. Pada

penelitian ini didapat 7 komponen kritis yang mempengaruhi kinerja fungsi mesin

yaitu Rubber S- 205, Selang penghisap udara, Bearing 5201-3VG, Selang pipa gas

argon, Roll Karet Seal, Coupling, Bearing 2404- 1SG. Pemilihan tindakan

perawatan yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi komponen kritis yang

bersifat Condition Directed dan jadwal pergantian optimum komponen kritis yang

bersifat Time Directed. Dari simulasi sistem perawatan usulan dengan metode

RCM ini didapatkan penurunan tingkat downtime mesin sebesar 34,91 %.

Penelitian Fitriadi & Setiawan (2015) menggunakan metode Failure Mode and

Effect Analysis (FMEA) melakukan pendekatan yang sistematis untuk

mengidentifikasi kegagalan pada mesin Packer Unit Tuban IV di PT. Semen

Indonesia. Pada penelitian dapatkan 7 failure mode yaitu kantong semen tidak mau

lepas dari spout pengisian, pengisian kantong semen tidak bisa penuh dan kantong

berputar-putar dalam mesin Packer, kantong semen terbuang dan pecah dalam

mesin Packer, breaker motor pada spout trip ketika batas pengisian, kantong semen

telat lepas dan spout melempar kantong tidak teratur serta spout tidak mau mengisi

dan mesin tiba-tiba mati ketika sudah mulai berjalan. Kemudian dengan metode

Logic Tree Analysis (LTA) mode kegagalan diklasifikasikan kedalam beberapa

kategori. Berdasarkan analisa LTA mode kegagalan yang berdampak pada kerugian

ekonomi adalah lubang aerasi filling tube aus, contactor motor rusak/ kemasukan

debu dan slipring bermasalah. Usulan perawatan preventif pada performansi mesin

Packer Unit Tuban IV difokuskan kepada 3 parts tersebut.

9

2.2 Kajian Deduktif

2.2.1 Pengertian perawatan

Perawatan adalah suatu aktivitas untuk memelihara fasilitas/peralatan pabrik dan

mengadakan perbaikan, penyesuaian dan penggantian yang diperlukan agar

terdapat keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang

direncanakan. Sistem perawatan dapat dipandang sebagai bayangan dari sistem

produksi, artinya apabila sistem produksi beroperasi dengan kapasitas yang sangat

tinggi maka perawatan akan lebih intensif (Ahmadi & Hidayah, 2017).

2.2.2 Perawatan Mesin

Pada masa lampau perawatan mesin menggunakan sistem breakdown maintenance

yang artinya perawatan ini dilakukan setelah adanya kerusakan. Akan tetapi

perawatan mesin berkembang dengan sistem preventive maintenance. Preventive

maintenance bertujuan mencegah kerusakan pada mesin yang sifatnya mendadak,

meningkatkan reliability dan dapat mengurangi downtime (Praharsi, et al., 2015).

Preventive maintenance memberi kemungkinan terjadinya kerusakan mesin menjad

kecil karena dalam pemeliharaan dilakukan sebelum terjadinya kerusakan

(breakdown) (Ardhikayana, et al., 2015)

2.2.3 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah sebuah metode dalam melakukan

evaluasi kemungkinan terjadinya kegagalan dari suatu sistem, desain, proses atau

service dimana setiap kemungkinan kegagalan yang terjadi dikuantifikasi untuk

dibuat prioritas dan langkah-langkah dalam penanganannya. Dalam penelitian ini

FMEA dilakukan untuk melihat kegagalan yang terjadi yang dilihat dari 3 hal

sebagai berikut (Andiyanto, et al., 2017):

1. Frekuensi (occurrence)

Dengan ini dapat ditentukan dengan melihat seberapa banyak gangguan yang

dapat menyebabkan sebuah kegagalan.

10

2. Tingkat Kerusakan (severity)

Dengan ini dapat ditentukan dengan melihat seberapa serius kerusakan yang

dihasilkan dengan terjadinya kegagalan proses.

3. Tingkat Deteksi (detection)

Dengan ini dapat ditentukan bagaimana kegagalan tersebut dapat diketahui

sebelum terjadi. Tingkat deteksi dipengaruhi dari banyaknya kontrol yang

mengatur jalanya proses, semakin banyak kontrol dan prosedur maka

diharapkan tingkat deteksi dari kegagalan dapat semakin tinggi.

Dalam aplikasi FMEA, pada awalnya perlu menilai tingkat keparahan setiap

mode kegagalan kemudian melakukan evaluasi menyeluruh sehingga diketahui

pengaruhnya berbagai potensi kesalahan tersebut dalam sistem.

2.2.4 Risk Priority Number (RPN)

RPN memberikan panduan untuk mengidentifikasi dan menentukan potensi

kegagalan kemudian memberikan tindakan yang disarankan untuk adanya

perubahan desain atau proses pada tingkat keparahan sehingga kemunculan menjadi

lebih rendah (Kumar, 2014).

2.2.5 Logic Tree Analysis (LTA)

Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA) merupakan proses kualitatif yang

digunakan untuk mengetahui konsekuensi yang ditimbulkan oleh masing-masing

failure mode. LTA bertujuan untuk memberikan prioritas pada setiap mode

kerusakan dan melakukan peninjauan terhadap fungsi dan kegagalan fungsi.

Prioritas suatu mode kerusakan dapat diketahui dengan menjawab pertanyaan-

pertanyaan dalam LTA. Analisis kekritisan menepatkan setiap mode kerusakan ke

dalam salah satu dari 4 kategori. Analisis kekritisan adalah sebagai berikut:

1. Evident : Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal telah terjadi

gangguan dalam sistem?

2. Safety : apakah mode kerusakan menyebabkan masalah keselamatan?

3. Outage : apakah mode kerusakan mengakibatkan mesin berhenti?

11

Pengkategorian yang diperoleh setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan pada bagian ini komponen terbagi dalam 4 kategori yaitu:

1. Kategori A (safety problem) jika failure mode mengakibatkan gangguan

keselamatan terhadap operator maupun lingkungan

2. Kategori B (outage problem) jika failure mode mempunyai mengakibatkan

kegagalan pada sebagian/seluruh sistem (mempengaruhi kuantitas ataupun

kualitas output) yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi secara signifikan

3. Kategori C (economic problem) jika failure mode tidak berdampak pada

gangguan keselamatan maupun sistem dan hanya menyebabkan kerugian

ekonomi yang relatif kecil untuk perbaikan

4. Kategori D (hidden failure) jika failure mode tidak disadari dan sulit terdeteksi

karena tersembunyi dari penglihatan operator (Ahmadi & Hidayah, 2017).

12

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek dan Data Penelitian

3.1.1 Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Madubaru PG/PS Madukismo. Objek penelitian

yang diambil yaitu jenis kerusakan mesin pada Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan.

3.1.2 Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data jenis mesin, data kerusakan mesin, data

penilaian kegagalan mesin dari hasil kuesioner 15 orang termasuk asisten masinis,

mandor dan wakil mandor serta operator bagian maintenance.

Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

data-data profil perusahaan.

3.2 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner untuk menentukan nilai severity,

occurrence dan detection dari kegagalan mesin.

13

3.3 Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Observasi

Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung ditempat penelitian untuk

mengamati proses produksi yang berlangsung dan mengamati kondisi mesin pada

Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan.

3.3.2 Wawancana

Wawancara dilakukan dengan sesi tanya-jawab mengenai kondisi mesin-mesin

kepada karyawan Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan.

3.4 Metode Pengolahan Data

Pada tahap ini data-data yang diperoleh dari pengumpulan data selanjutnya akan

dilakukan pengolahan data secara kualitatif:

3.4.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Dalam penelitian ini langkah-langkah yang dilakukan adalah:

1. Mengidentifikasi mesin yang digunakan dalam proses produksi

2. Mengumpulkan data failure mode yang dapat muncul pada mesin, efek yang

ditimbulkan dari failure mode dari mesin serta penyebab failure mode dari

mesin

3. Menilai failure mode pada mesin untuk tingkat keparahan/severity (S),

probabilitas kejadian/occurrence (O) dan deteksi/detection (D)

4. Menghitung Risk Priority Number (RPN) dengan persamaan:

RPN = S × O × D

14

3.4.2 Logic Tree Analysis (LTA)

Dalam penelitian ini dilakukan analisis masing-masing failure mode dengan

menggunakan kriteria evident, safety dan outage. Kemudian mengklasifikasi failure

mode kedalam beberapa kategori sehingga dapat ditentukan tingkat proritas dalam

penanganan masing-masing failure mode berdasarkan kategorinya.

15

3.5 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Lapangan

Studi Literatur

Identifikasi Masalah dan Menentukan Tujuan

Pengumpulan Data

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Logic Tree Analysis (LTA)

Rekomendasi

Selesai

Kesimpulan dan Saran

16

3.5.1 Studi Lapangan

Pada tahap ini studi lapangan dengan melakukan survei untuk mengetahui

permasalahan yang ada kemudian memberikan gambaran yang jelas tentang objek

penelitian dan menyusun kerangka berpikir dalam pemecahan masalah.

3.5.2 Studi Literatur

Pada tahap ini studi literatur dengan menggunakan dua cara yaitu:

1. Studi literatur kajian deduktif dengan membaca penelitian-penelitian terdahulu

dari jurnal nasional ataupun internasional dan skripsi untuk membantu

menyelesaikan topik penelitian.

2. Studi literatur kajian induktif didapat dari literatur buku dan jurnal sebagai

referensi penelitian.

3.5.3 Identifikasi Masalah dan Menentukan Tujuan

Pada tahap ini dilakukan perumusan masalah yang terjadi dalam studi kasus yang

diambil dan menentukan tujuan penelitian yang akan dilakukan.

3.5.4 Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data-data yang dibutuhkan antara lain: data

profil perusahaan dan data laporan harian kondisi mesin pada bagian maintenance

Instalasi Pabrik untuk mendapatkan jenis kerusakan yang sering terjadi pada mesin

di Stasiun Gilingan.

3.5.5 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Pada tahap ini dilakukan penilaian failure mode dari mesin dengan menetapkan

satuan untuk variabel severity (S), occurrence (O) dan detection (D). Besaran

variabel severity (S), occurrence (O) dan detection (D) adalah nilai skala ordinal

dari 1 sampai 10. Berikut adalah satuan ukuran skala dalam bentuk tabel (Mansur &

Ratnasari, 2015):

17

Tabel 3.1 Skala Penilaian Severity (S)

Ranking Akibat Akibat pada Proses Produksi

1 Tidak ada akibat Proses dalam pengendalian tanpa

perawatan

2 Akibat sangat ringan Proses dalam pengendalian, hanya

membutuhkan sedikit perawatan

3 Akibat ringan Proses telah berada diluar

pengendalian, beberapa penyesuaian

diperlukan

4 Akibat minor Kurang dari 30 menit mesin downtime

atau tidak ada kehilangan waktu

produksi

5 Akibat moderat 30 - 60 menit mesin downtime

6 Akibat signifikan 1 - 2 jam mesin downtime

7 Akibat major 2 - 4 jam mesin downtime

8 Akibat ekstrem 4 - 8 jam mesin downtime

9 Akibat serius > 8 jam mesin downtime

10 Akibat bahaya > 8 jam mesin downtime

Tabel 3.2 Skala Penilaian Occurrence (O)

Ranking Kejadian Kriteria Verbal Tingkat

Kejadian

Kerusakan

1 Hampir tidak pernah Kerusakan hampir tidak

pernah terjadi

> 10.000 jam

operasi

2 Remote Kerusakan jarang

terjadi

6.001 - 10.000

jam operasi

3 Sangat sedikit Kerusakan terjadi

sangat sedikit

3.001 - 6.000

jam operasi

18

4 Sedikit Kerusakan terjadi

sedikit

2.001 - 3.000

jam operasi

5 Rendah Kerusakan terjadi pada

tingkat rendah

1.001 - 2.000

jam oeprasi

6 Medium Kerusakan terjadi pada

tngkat medium

401 - 1.000 jam

operasi

7 Agak tinggi Kerusakan terjadi agak

tinggi

101 - 400 jam

operasi

8 Tinggi Kerusakan terjadi

tinggi

11 - 100 jam

operasi

9 Sangat tinggi Kerusakan terjadi

sangat tinggi

2 - 10 jam

operasi

10 Hampir selalu Kerusakan selalu

terjadi

< 2 jam operasi

Tabel 1.3 Skala Penilaian Detection (D)

Ranking Kejadian Kriteria Verbal

1 Hampir pasti Perawatan akan selalu mendeteksi

penyebab potensial/ mekanisme

kegagalan dan mode kegagalan

2 Sangat tinggi Perawatan memiliki kemungkinan

sangat tinggi untuk mendeteksi

penyebab potensial/ mekanisme

kegagalan dan mode kegagalan

3 Tinggi Perawatan memiliki kemungkinan

tinggi untuk mendeteksi penyebab

potensial/ mekanisme kegagalan dan

19

mode kegagalan

4 Moderately high Perawatan memiliki kemungkinan

moderately high untuk mendeteksi

penyebab potensial/ mekanisme

kegagalan dan mode kegagalan

5 Moderate Perawatan memiliki kemungkinan

moderate untuk mendeteksi penyebab

potensial/ mekanisme kegagalan dan

mode kegagalan

6 Rendah Perawatan memiliki kemungkinan

rendah untuk mendeteksi penyebab

potensial/ mekanisme kegagalan dan

mode kegagalan

7 Sangat rendah Perawatan memiliki kemungkinan

sangat rendah untuk mampu

mendeteksi penyebab potensial/

mekanisme kegagalan dan mode

kegagalan

8 Remote Perawatan memiliki kemungkinan

remote untuk mampu mendeteksi

penyebab potensial/ mekanisme

kegagalan dan mode kegagalan

9 Very remote Perawatan memiliki kemungkinan very

remote untuk mampu mendeteksi

penyebab potensial/ mekanisme

kegagalan dan mode kegagalan

10 Tidak pasti Perawatan memiliki kemungkinan

sangat rendah untuk mampu

mendeteksi penyebab potensial/

mekanisme kegagalan dan mode

kegagalan

20

3.5.6 Logic Tree Analysis (LTA)

Pada tahap ini menganalisis masing-masing failure mode dari mesin dengan

menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan evident, safety dan outage untuk

mengetahui kategori dari masing-masing failure mode.

3.5.7 Rekomendasi

Pada tahap ini diketahui langkah perbaikan yang seharusnya dilakukan serta arah

tindakan perawatan yang harus dipilih untuk mengatasi failure mode dari mesin

berdasarkan analisis data yang telah dilakukan.

3.5.8 Kesimpulan dan Saran

Pada tahap ini dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan

dan memberikan saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

21

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Pada bab ini, peneliti akan menguraikan data yang telah dikumpulkan dan diolah

sehingga dapat dibahas lebih lanjut dalam proses perawatan mesin. Menurut Sufa &

Khoiriyah (2017) Stasiun Gilingan merupakan mesin kritis dari proses pengolahan

tebu, karena Stasiun Gilingan merupakan tahapan awal dari proses pembuatan gula.

Jika pada mesin di Stasiun Gilingan tidak beroperasi maka tidak dapat berlanjut ke

proses produksi selanjutnya. Pada saat maintenance terdapat komponen kritis dari

mesin gilingan yang sering mengalami kerusakan dalam beberapa tahun terakhir

serta proses perbaikan pada komponen kritis pada mesin tersebut perusahaan

mengalami downtime yang cukup lama. Maka dari itu peneliti mengumpulkan data-

data dalam menganalisis kegagalan mesin dan proses perawatan mesin tersebut.

Gambar 4.1 Proses Kerja Stasiun Gilingan

22

4.1 Identifikasi Fungsi dari Mesin

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terdapat beberapa mesin yang

digunakan dalam proses penggilingan tebu di PT. Madubaru PG/PS Madukismo

bagian Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan dideskripsikan tiap fungsi kegunaan

masing-masing peralatan sebagai berikut:

Tabel 4.1 Jenis - Jenis Mesin Stasiun Gilingan

Nama Mesin Deskripsi

Unigrator Pemotong dan pemecah tebu sebelum masuk

kedalam stasiun penggilingan

Cane

Unloading

Crane

Mengangkat tebu dari lori dan memindahkan ke

meja tebu/cane table

Cane Table Mengatur peletakkan tebu dan memasukkan tebu

pada cane carrier

Cane Carrier Mengangkut tebu dari meja tebu ke gilingan

Intermediate

Carrier

Mengangkut/membawa ampas dari gilingan ke

gilingan berikutnya

Gilingan I-V Pemerah nira dari tebu

Pompa Hidrolik Memberikan tekanan pada rol gilingan agar dapat

stabil

4.2 Identifkasi Failure Mode pada Mesin

Berdasarkan pengamatan pada masing-masing mesin pada Instalasi Pabrik Stasiun

Gilingan, maka diperoleh data jenis kerusakan pada tiap mesin sebagai berikut:

Tabel 4.2 Failure Mode pada Mesin Stasiun Gilingan

Nama mesin Failure Mode

Unigrator Hammer tip lepas

Ujung cutter patah-patah

23

Putaran hammer tidak balance

Baut stang hammer putus

Cane Unloading

Crane

Roda laker rusak

Saklar lepas

Cane Table Split pen lepas

Cane Carrier Split pen lepas

Intermediate

Carrier

Baut pengencang lepas

Overload

Pompa Hidrolik Karet sheal hancur

Gilingan I-V Coupling turbin rusak

Baut suri-suri putus

Rol berlubang

4.3 Identifikasi Efek dari Failure Mode pada Mesin

Setelah mengidentifikasi kerusakan dari masing-masing komponen mesin

kemudian mengidentifikasi efek yang ditimbulkan dari kerusakan suatu mesin yang

juga mempengaruhi mesin lain adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Efek dari Failure Mode pada Mesin Stasiun Gilingan

Nama Mesin Failure Mode Efek dari Failure Mode

Unigrator Hammer tip lepas Komponen dapat masuk ke

mesin giling dan menyebabkan

berhenti

Ujung cutter patah-patah Komponen dapat masuk ke

mesin giling dan menyebabkan

berhenti

Putaran hammer tidak

balance

Merusak komponen bearing

Baut stang hammer putus Komponen dapat masuk ke

mesin giling dan menyebabkan

berhenti

24

Cane

Unloading

Crane

Roda laker rusak Crane tidak bisa bergerak

Saklar lepas Motor penggerak mati

Cane Table Split pen lepas Rantai putus

Cane Carrier Split pen lepas Rantai putus

Intermediate

Carrier

Baut pengencang lepas Komponen dapat masuk ke

mesin giling dan menyebabkan

berhenti, merusak alur rol

Overload Motor penggerak mati, mesin

berhenti

Pompa

Hidrolik

Karet sheal hancur Tekanan tidak tercapai sehingga

tidak bisa memompa dengan

sempurna

Gilingan I-V Coupling turbin rusak Tidak dapat menghubungkan

gear box cepat dan gear box

lambat

Baut suri-suri putus Menyebabkan mesin berhenti

giling

Rol berlubang Pemerahan kurang maksimal

4.4 Identifikasi Penyebab dari Failure Mode pada Mesin

Setelah mengidentifikasi efek yang ditimbulkan dari kerusakan mesin kemudian

mengidentifikasi penyebab dari failure mode yang terjadi. Berikut adalah hasil yang

ditemukan:

Tabel 4.4 Penyebab dari Failure Mode pada Mesin Gilingan

Nama Mesin Failure Mode Failure cause

Unigrator Hammer tip lepas Baut putus sudah melewati titik

jenuh

Ujung cutter patah-patah Bahan yang digunakan kurang

25

bagus

Putaran hammer tidak

balance

Pemasangan dengan berat

hammer yang berbeda

Baut stang hammer putus Baut sudah melewati titik jenuh

Cane Unloading

Crane

Roda laker rusak Kurang diberi pelumasan

Saklar lepas Panel listrik mengangkat beban

dengan muatan tinggi

Cane Table Split pen lepas Aus terkena kotoran kemudian

patah

Cane Carrier Split pen lepas Aus terkena kotoran kemudian

patah

Intermediate

Carrier

Baut pengencang lepas Tidak diberi pengelasan

Overload Tekanan uap rendah

Pompa Hidrolik Karet sheal hancur

Pemasangan karet yang terlalu

kencang

Gilingan I-V Coupling rusak Bahan yang digunakan kurang

bagus

Baut suri-suri putus Bahan yang digunakan kurang

bagus

Rol berlubang Terhantam benda-benda keras

yang ikut tergiling

4.5 Hasil Pengisian Variabel FMEA dan Perhitungan Risk Priority Number

(RPN)

Dari data pada tabel 4.2 diatas yang telah diketahui kemudian membuat penilaian

variabel FMEA yang berisi severity, occurrence dan detection. Dalam penelitian

ini, nilai didapatkan dari bagian maintenance bagian Stasiun Gilingan. Setelah

menilai tiap variabel FMEA, selanjutnya menghitung nilai Risk Priority Number

(RPN) adalah sebagai berikut:

26

Tabel 4.5 Hasil Pengolahan metode FMEA

No Failure Mode Severity Occurrence Detection RPN

1 Hammer tip lepas 5.8 2.3 4.1 55

2 Ujung cutter patah-patah 5.5 4.6 3.7 92

3 Putaran hammer tidak

balance

3.7 2.6 3.3 32

4 Baut stang hammer putus 5.7 4.3 3.5 86

5 Roda laker rusak 4.0 5.3 3.9 82

6 Saklar putus 4.3 4.8 3.6 74

7 Split pen lepas 3.5 3.7 3.6 47

8 Split pen lepas 4.2 3.4 3.8 54

10 Baut pengencang lepas 4.6 3.1 3.7 52

11 Overload 5.9 2.6 3.8 67

12 Karet sheal hancur 3.4 4.3 4.3 64

13 Coupling turbin rusak 6.3 3.5 3.5 77

14 Baut suri-suri putus 6.4 5.7 3.7 135

15 Rol berlubang 3.2 5.6 3.9 70

4.6 Hasil Penyusunan Logic Tree Analysis (LTA)

Diagram Logic Tree Analysis (LTA) dari setiap failure mode pada mesin di

Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan ditunjukkan dalam flowchart beserta keterangan

dari kategorinya.

Hammer tip lepas

27

4.6.1 Flowchart Pada Mesin Unigrator

Gambar 4.2 LTA Failure Mode Hammer Tip Lepas

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “hammer tip lepas” pada mesin

unigrator setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan dalam Logic

Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori yaitu outage

problem (B).

Gambar 4.3 LTA Failure Mode Ujung Cutter Patah-Patah

28

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “ujung cutter patah-patah” pada

mesin unigrator setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan dalam

Logic Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori yaitu

outage problem (B).

Gambar 4.4 LTA Failure Mode Putaran Hammer Tidak Balance

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “putaran hammer tidak balance”

pada mesin unigrator setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan

dalam Logic Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori

yaitu economic problem (C).

29

Gambar 4.5 LTA Failure Mode Baut Stang Hammer Putus

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “baut stang hammer putus” pada

mesin unigrator setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan dalam

Logic Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori yaitu

outage problem (B).

30

4.6.2 Flowchart pada Mesin Cane Unloading Crane

Gambar 4.6 LTA Failure Mode Roda Laker Rusak

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “roda laker rusak” pada mesin cane

unloading crane setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan dalam

Logic Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori yaitu

economic problem (C).

Gambar 4.7 LTA Failure Mode Saklar Lepas

31

Berdas arkan flowchart diatas failure mode “saklar lepas” pada mesin cane

unloading crane setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan dalam

Logic Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam 2 kategori yaitu

safety problem (A) dan economic problem (C).

4.6.3 Flowchart pada Mesin Cane Table dan Mesin Cane Carrier

Gambar 4.8 LTA Failure Mode Split Pen Lepas

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “split pen lepas” pada mesin cane

table dan cane carrier setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan

dalam Logic Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori

yaitu economic problem (C).

32

4.6.4 Flowchart pada Mesin Intermediate Carrier

Gambar 4.9 LTA Failure Mode Baut Pengencang Lepas

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “baut pengencang lepas” pada mesin

intermediate carrier setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan

dalam Logic Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori

yaitu outage problem (B).

Gambar 4.10 LTA Failure Mode Overload

33

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “overload” pada mesin intermediate

carrier setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan dalam Logic Tree

Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori yaitu outage

problem (B).

4.6.5 Flowchart pada Pompa Hidrolik

Gambar 4.11 LTA Failure Mode Karet Sheal Hancur

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “karet sheal hancur” pada pompa

hidrolik setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan dalam Logic

Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori yaitu

economic problem (C).

34

4.6.6 Flowchart pada Mesin Gilingan

Gambar 4.12 LTA Failure Mode Coupling Turbin Rusak

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “coupling turbin rusak” pada

mesin gilingan setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan dalam

Logic Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori

yaitu outage problem (B).

Gambar 4.13 LTA Failure Mode Baut Suri-Suri Putus

35

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “baut suri-suri putus” pada mesin

gilingan setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan dalam Logic

Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori yaitu

outage problem (B).

Gambar 4.14 LTA Failure Mode Rol Berlubang

Berdasarkan flowchart diatas failure mode “rol berlubang” pada mesin

gilingan setelah dilakukan analisis dengan menjawab 3 pertanyaan dalam Logic

Tree Analysis (LTA) maka failure mode ini termasuk dalam kategori yaitu

economic problem (C).

4.7 Kebijakan Preventive Maintenance pada Mesin

Dari hasil identifikasi kegagalan pada mesin-mesin Instalasi Pabrik bagian Stasiun

Gilingan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

didapatkan failure mode yang perlu dimodifikasi dalam hal kebijakan

perawatannya.

4.7.1 Tindakan Preventive Maintenance pada Mesin Unigrator

Berikut adalah langkah-langkah dalam perawatan mesin unigrator untuk setiap

failure mode:

36

Tabel 4.6 Perawatan Mesin Unigrator

Failure Mode Kategori

LTA Perawatan Mesin

Hammer tip lepas B

Pemeriksaan kondisi hammer tip secara

berkala setiap hari dengan penglihatan operator

Penggantian komponen apabila telah

mendekati titik jenuh (rata-rata umur

pemakaian 4 sampai 5 bulan)

Penggantian komponen setelah melewati satu

musim giling (6 bulan)

Ujung cutter

patah-patah B

Pengecekan dari kecacatan plat pisau saat

pemasangan

Pemeriksaan plat pisau secara berkala setiap

hari

Penggantian komponen setelah melewati dua

musim giling (1 tahun)

Pengawasan dan pembersihan dari benda-

benda keras selain tebu dengan katrol/crane

masuk kedalam proses pemotongan

Putaran hammer

tidak balance C

Pemasangan hammer dengan berat yang sama

(17 kg - 19kg per stang hammer)

Persiapan suku cadang hammer dengan berat

yang sama (17 kg - 19kg per stang hammer)

Baut stang

hammer putus B

Pengecekan kondisi baut secara berkala setiap

hari dengan penglihatan operator

Penggantian baut sebelum aus (rata-rata umur

pemakaian 4 sampai 5 bulan)

Penggantian komponen setelah melewati satu

musim giling (6 bulan)

37

4.7.2 Tindakan Preventive Maintenance pada Mesin Cane Unloading Crane

Berikut adalah langkah-langkah dalam perawatan mesin cane unloading crane

untuk setiap failure mode:

Tabel 4.7 Perawatan Mesin Cane Unloading Crane

Failure Mode Kategori

LTA Perawatan Mesin

Roda laker

rusak C

Pelumasan dengan oil dan vaselin secara berkala

(minimal seminggu sekali)

Penggantian komponen laker setelah melewati dua

musim giling (1 tahun)

Saklar lepas A dan C

Pengangkatan beban sesuai kapasitas (5 ton, 10

ton dan 16 ton)

Pembersihan dari kotoran seperti debu, tanah

4.7.3 Tindakan Preventive Maintenance pada Mesin Cane Table dan Cane Carrier

Berikut adalah langkah-langkah dalam perawatan mesin cane table dan cane

carrier:

Tabel 4.8 Perawatan Mesin Cane Table dan Cane Carrier

Failure Mode Kategori

LTA Perawatan Mesin

Split pen lepas

C

Pengecekan kondisi split pen secara berkala setiap

hari

Penggantian komponen saat sebelum terjadi

keausan (rata-rata umur pemakaian 4 sampai 5

bulan)

Pembersihan area split pen dari kotoran yang

menempel seperti tanah liat dengan sapu

Penggantian komponen setelah melewati satu

musim giling (6 bulan)

38

4.7.4 Tindakan Preventive Maintenance pada Mesin Intermediate Carrier

Berikut adalah langkah-langkah dalam perawatan mesin intermediate carrier untuk

setiap failure mode:

Tabel 4.9 Perawatan Mesin Intermediate Carrier

Failure Mode Kategori

LTA Perawatan Mesin

Baut

pengencang

lepas

B

Pengelasan pada baut saat pemasangan agar mur

tidak lepas

Pengecekan baut secara berkala setiap hari

dengan penglihatan operator

Penggantian baut sebelum terjadi keausan (rata-

rata umur pemakaian 4 sampai 5 bulan)

Penggantian baut komponen setelah melewati

satu masa giling (6 bulan)

Overload B

Pengecekan tekanan uap secara berkala setiap

hari

Menjaga supply uap dari bagian boiler (bahan

bakar) agar tekanan stabil (minimal 13°)

4.7.5 Tindakan Preventive Maintenance pada Pompa Hidrolik

Berikut adalah langkah-langkah dalam perawatan pompa hidrolik:

Tabel 4.10 Perawatan Pompa Hidrolik

Failure Mode Kategori

LTA Perawatan Mesin

Karet sheal

hancur C

Pemeriksaan karet sheal dari kecatatan saat

pemasangan

Pemasangan karet sheal yang pas (tidak kencang

dan tidak kendor)

39

Penggantian karet sheal setelah melewati satu

musim giling (6 bulan)

4.7.6 Tindakan Preventive Maintenance pada Mesin Gilingan I-V

Berikut adalah langkah-langkah dalam perawatan mesin giling untuk setiap failure

mode:

Tabel 4.11 Perawatan Mesin Giling I-V

Failure Mode Kategori

LTA Perawatan Mesin

Coupling

turbin rusak B

Pemeriksaan coupling dari kecatatan saat

pemasangan

Pengecekan coupling secara berkala setiap hari

Penggantian coupling saat melewati titik jenuh

umur pemakaian (rata-rata umur pemakaian 4

sampai 5 bulan)

Penggantian coupling setelah melewati 2 musim

giling (1 tahun)

Baut suri-suri

putus B

Pengecekan kondisi baut secara berkala setiap

hari melalui penglihatan operator

Penggantian baut saat sebelum terjadi keausan

(rata-rata umur pemakaian 4 sampai 5 bulan)

Rol berlubang C

Pengawasan dan pengontrolan agar rol tidak

menggiling benda keras seperti putusan baut dan

patahan plat pisau

40

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Analisis Mode Kegagalan Mesin dengan Risk Priority Number (RPN)

Setelah dilakukan identifikasi mode kegagalan pada tabel 4.2 didapatkan 13 jenis

kerusakan pada mesin di Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan yang terdiri dari hammer

tip lepas, ujung cutter patah-patah, putaran hammer tidak balance, baut stang

hammer putus, roda laker rusak, saklar lepas, split pen lepas, baut pengencang

lepas, overload, karet sheal hancur, coupling turbin rusak, baut suri-suri putus dan

rol berlubang.

Berdasarkan pengolahan metode FMEA pada tabel 4.5 diperoleh nilai RPN

tertinggi untuk failure mode pada mesin giling yaitu baut suri-suri putus dengan

nilai RPN 135. Nilai RPN tersebut didapatkan dari tingkat keparahan sebesar 6,4

yang berakibat signifikan, failure mode menyebabkan mesin giling mengalami

downtime minimal 1 jam untuk proses penggantian komponen. Tingkat kejadian

failure mode pada mesin ini cukup tinggi sebesar 5,7 dengan tingkat deteksi yang

cukup tinggi pada kerusakan sebesar 3,7 karena penyebab failure mode dapat

diketahui operator pada saat dilakukan pengecekan dan kerusakan dapat dilihat

dengan penglihatan mata.

Nilai RPN peringkat kedua failure mode pada mesin unigrator yaitu ujung

cutter patah-patah dengan nilai RPN 92. Nilai RPN tersebut didapatkan dari tingkat

keparahan yaitu 5.5 yang berakibat cukup ringan, failure mode menyebabkan mesin

mengalami downtime dalam kurun waktu 30-60 menit untuk penggantian

komponen. Tingkat kejadian failure mode pada mesin ini rendah yaitu 4,6 dengan

tingkat deteksi yang cukup tinggi pada kerusakan sebesar 3,7 karena penyebab

41

failure mode dapat diketahui operator pada saat dilakukan pengecekan dan

kerusakan dapat dilihat dengan penglihatan mata.

Nilai RPN peringkat ketiga failure mode pada mesin unigrator yaitu baut stang

hammer putus dengan nilai RPN 86. Nilai RPN tersebut didapatkan dari tingkat

keparahan sebesar 5,7 yang berakibat signifikan, failure mode menyebabkan mesin

mengalami downtime minimal 1 jam untuk proses penggantian komponen.Tingkat

kejadian failure mode pada mesin ini rendah yaitu 4,3 dengan tingkat deteksi yang

cukup tinggi pada kerusakan sebesar 3,5 karena penyebab failure mode dapat

diketahui operator pada saat pengecekan dan kerusakan dapat dilihat dengan

penglihatan mata.

Nilai RPN peringkat keempat failure mode pada mesin cane unloading crane

yaitu roda laker rusak dengan nilai RPN 82. Nilai RPN tersebut didapatkan dari

tingkat keparahan yaitu 4 yang berakibat ringan, failure mode ini tidak

menyebabkan mesin berhenti beroperasi karena terdapat lebih dari 1 crane apabila

salah satu crane mengalami kerusakan. Tingkat kejadian failure mode pada mesin

ini sedikit terjadi sebesar 5,3 dengan tingkat deteksi yang cukup tinggi pada

kerusakan sebesar 3,9 karena penyebab failure mode dapat diketahui operator

melalui pengecekan.

Nilai RPN peringkat kelima failure mode pada mesin giling yaitu coupling

turbin rusak dengan nilai RPN 77. Nilai RPN tersebut didapatkan dari tingkat

keparahan sebesar 6,3 yang berakibat signifikan, failure mode menyebabkan mesin

mengalami downtime minimal 1 jam untuk proses perbaikan dan penggantian

komponen. Tingkat kejadian failure mode pada mesin ini sangat sedikit yaitu 3,5

dengan tingkat deteksi yang tinggi pada kerusakan sebesar 3,5 karena penyebab

failure mode dapat diketahui operator saat pengecekan.

Nilai RPN peringkat keenam failure mode pada mesin cane unloading crane

yaitu saklar putus dengan nilai RPN 74. Nilai RPN tersebut didapatkan dari tingkat

keparahan yaitu 4,3 yang berakibat cukup ringan, failure mode tidak mengganggu

proses produksi dan mesin tetap berjalan. Dalam hal ini hanya diperlukan

penyesuaian muatan pengangkatan tebu dengan kapasitas angkut sehingga tidak

menimbulkan panel listrik naik-turun. Tingkat kerjadian failure mode pada mesin

42

ini rendah yaitu 4,8 dengan tingkat deteksi yang cukup tinggi sebesar 3,6 karena

dapat diketahui oleh operator saat pengecekan.

Nilai RPN peringkat ketujuh failure mode pada mesin giling yaitu rol berlubang

dengan nilai RPN 70. Nilai RPN tersebut didapatkan dari tingkat keparahan sebesar

3,2 berakibat ringan yang mana failure mode tidak menyebabkan mesin mengalami

downtime. Akan tetapi proses dari penggilingan kurang sempurna karena

pemerahan tebu menjadi tidak maksimal. Tingkat kejadian failure mode pada mesin

ini cukup tinggi sebesar 5,6 dengan tingkat deteksi yang tinggi pada kerusakan

yaitu 3,9 karena dapat diketahui operator melalui penglihatan.

Nilai RPN peringkat kedelapan failure mode pada mesin intermediate carrier

yaitu overload dengan nilai RPN 67. Nilai RPN tersebut didapatkan dari tingkat

keparahan sebesar 5.9 yang berakibat signifikan, failure mode menyebabkan mesin

mengalami downtime minimal 1 jam untuk menstabilkan tekanan agar motor

penggerak mesin kembali beroperasi. Tingkat kejadian failure mode pada mesin ini

sangat sedikit terjadi yaitu 2,6 dengan tingkat deteksi yang tinggi pada kerusakan

sebesar 3,8 karena penyebab failure mode dapat diketahui operator melalui

penglihatan dan getaran.

Nilai RPN peringkat kesembilan failure mode pada pompa hidrolik yaitu karet

sheal hancur dengan nilai RPN 64. Nilai RPN tersebut didapatkan dari tingkat

keparahan yaitu 3,4 yang berakibat ringan, failure mode tidak menyebabkan mesin

berhenti beroprasi. Akan tetapi proses produksi sedikit terganggu karena pompa

tidak bekerja dengan maksimal dalam proses memerah tebu. Tingkat kejadian

failure mode pada mesin ini sedikit terjadi yaitu 4,3 dengan tingkat deteksi yang

cukup tinggi pada kerusakan sebesar 4,3 karena dapat diketahui operator melalui

pengecekan.

Nilai RPN peringkat kesepuluh failure mode pada mesin unigrator yaitu

hammer tip lepas dengan nilai RPN 55. Nilai RPN tersebut didapatkan dari tingkat

keparahan sebesar 5,8 yang berakibat signifikan, failure mode menyebabkan mesin

mengalami downtime minimal 1 jam untuk penggantian komponen. Tingkat

kejadian failure mode pada mesin ini jarang terjadi yaitu 2,3 dengan tingkat deteksi

43

yang cukup tinggi pada kerusakan sebesar 4,1 karena dapat diketahui operator

melalui penglihatan.

Nilai RPN peringkat kesebelas failure mode pada mesin cane carrier yaitu split

pen lepas dengan nilai RPN 54. Nilai RPN tersebut didapatkan dari tingkat

keparahan yaitu 4,2 yang berakibat cukup ringan, failure mode menyebabkan mesin

mengalami downtime dalam kurun waktu 30-60 menit untuk penggantian

komponen Tingkat kejadian dari failure mode pada mesin sangat sedikit terjadi

yaitu 3,4 dengan tingkat deteksi yang cukup tinggi pada kerusakan sebesar 3,8

karena dapat diketahui operator melalui penglihatan.

Nilai RPN peringkat keduabelas failure mode pada mesin intermediate carrier

yaitu baut pengencang lepas dengan nilai RPN 52. Nilai RPN tersebut didapatkan

dari tingkat keparahan yaitu 4,6 yang berakibat cukup ringan, failure mode

menyebabkan mesin mengalami downtime dalam kurun waktu 30-60 menit untuk

penggantian komponen. Tingkat kejadian failure mode pada mesin ini sangat

sedikit terjadi yaitu 3,1 dengan tingkat deteksi yang cukup tinggi pada kerusakan

sebesar 3,7 karena dapat diketahui operator melalui penglihatan.

Nilai RPN peringkat ketigabelas failure mode pada mesin cane table yaitu split

pen lepas dengan nilai RPN 47. Nilai RPN tersebut didapatkan dari tingkat

keparahan yaitu 3,5 yang berakibat cukup ringan, failure mode menyebabkan mesin

mengalami downtime dalam kurun waktu 30-60 menit untuk proses penggantian

komponen. Tingkat kejadian failure mode pada mesin ini sangat sedikit terjadi

yaitu 3,7 dengan tingkat deteksi yang cukup tinggi pada kerusakan sebesar 3,6

karena dapat diketahui operator melalui penglihatan.

Nilai RPN peringkat keempatbelas failure mode pada mesin unigrator yaitu

putaran hammer tidak balance dengan nilai RPN 32. Nilai RPN tersebut didapatkan

dari tingkat keparahan yaitu 3,7 yang berakibat cukup ringan, failure mode tidak

mengganggu proses produksi dan mesin tetap beroperasi. Akan tetapi failure mode

ini dapat merusak komponen bearing. Tingkat kejadian failure mode pada mesin ini

sangat sedikit terjadi yaitu 2,6 dengan kemampuan deteksi (detection) yang tinggi

pada kerusakan sebesar 3.3 karena penyebab failure mode dapat diketahui operator

dari suara dan getaran.

44

5.2 Analisis Mode Kegagalan Mesin dengan Logic Tree Analysis (LTA)

Berdasarkan LTA pada gambar 4.2 sampai 4.15 diperoleh kategori dari masing-

masing failure mode pada mesin. Failure mode yang termasuk kategori A yaitu

safety problem. Dalam kondisi normal saat mesin gilingan beroperasi operator

mengetahui kerusakan yang terjadi didalam mesin. Kerusakan dalam kategori ini

dapat mengancam keselamatan operator dan lingkungan kerja. Failure mode yang

termasuk kategori ini yaitu saklar lepas pada mesin cane unloading crane, jika

kerusakan tidak segera diperbaiki akan menyebabkan terjadinya konslet/ arus

pendek. Saklar lepas terjadi karena mengangkat muatan tebu yang melampaui

kapasitas dari crane. Selain itu juga adanya kotoran-kotoran seperti debu pada

panel listrik dapat menyebabkan terjadinya arus pendek.

Failure mode yang termasuk kategori B yaitu outage problem. Dalam kondisi

normal saat mesin gilingan beroperasi operator mengetahui kerusakan yang terjadi

didalam mesin. Kerusakan dalam kategori ini menyebabkan mesin giling berhenti

beroperasi sehingga menggangu proses penggilingan tebu. Failure mode yang

termasuk kategori ini yaitu hammer tip lepas, ujung cutter patah-patah, baut stang

hammer putus pada mesin unigrator, baut pengencang lepas pada mesin

intermediate carrier dan baut suri-suri pada mesin giling. Mesin berhenti

beroperasi karena jika kerusakan terjadi dilakukan perbaikan dengan mencari

putusan baut dan lepasan hammer serta penggantian komponen dengan suku cadang

yang baru. Selain itu terdapat failure mode overload pada mesin intermediate

carrier dan coupling turbin rusak pada mesin giling. Ketika terjadi overload mesin

berhenti beroperasi karena motor penggerak mati diakibatkan tenaga uap drop.

Failure mode pada kategori ini tidak menyebabkan masalah safety karena berada

didalam mesin yang tertutup sehingga tidak membahayakan operator itu sendiri.

Failure mode yang termasuk kategori C yaitu economic problem. Dalam

kondisi normal saat mesin gilingan beroperasi operator mengetahui kerusakan yang

terjadi didalam mesin. Failure mode yang termasuk kategori ini yaitu putaran

hammer tidak balance pada mesin unigrator, roda laker rusak pada mesin cane

unloading crane, split pen lepas pada mesin cane table dan cane carrier, karet

sheal hancur pada pompa hidrolik serta rol berlubang pada mesin giling. Saat

45

kerusakan terjadi tidak menyebabkan mesin giling berhenti karena perbaikan dapat

dilakukan dalam kondisi mesin beroperasi sehingga tidak mengganggu proses

penggilingan tebu. Akan tetapi kerusakan ini tetap menimbulkan kerugian yang

relatif kecil dalam melakukan perbaikan.

5.3 Tindakan Preventive Maintenance di Stasiun Gilingan

Setelah dilakukan analisis masing-masing failure mode pada mesin dengan Logic

Tree Analysis (LTA) kemudian dicari tindakan preventive maintenance pada tabel

6-11 yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kegagalan mesin. Pada mesin

unigrator salah satu komponen yang perlu diperhatikan adalah hammer. Untuk

awal pemasangan, berat hammer harus ditimbang terlebih dahulu. Berat hammer

harus sama ketika dipasang sehingga putaran hammer seimbang antara satu dengan

yang lain. Tiap operator mesin unigrator melakukan pemeriksaan kondisi hammer

tip dan baut stang hammer setiap waktu selama musim giling. Setelah 4 sampai 5

bulan pemakaian saat musim giling operator segera melakukan penggantian

komponen yang baru sebelum hammer aus dan putus. Saat maintenance bongkar

mesin, hammer tip dan baut stang hammer yang sudah digunakan selama satu

musim giling (6 bulan) diganti dengan komponen yang baru agar dapat digunakan

dimusim giling selanjutnya. Selain itu pada mesin unigrator juga terdapat

komponen cutter. Pada awal pemasangan operator melakukan pengecekan plat

pisau dari kecacatan. Saat musim giling, tiap operator melakukan pemeriksaan

kondisi plat pisau setiap waktu, melakukan pengawasan dan pembersihan dari

benda-benda asing selain tebu. Jika ditemukan benda asing yang masuk, langsung

dilakukan tindakan pengambilan benda asing tersebut dengan alat katrol/crane.

Untuk penggantian rutin komponen plat pisau dilakukan setelah melewati dua

musim giling yaitu 1 tahun sekali.

Pada mesin cane unloading crane, operator melakukan pelumasan secara

berkala minimal 1 minggu sekali pada roda laker dengan menggunakan oil dan

vaselin. Jika saat musim giling roda laker tidak bisa bergerak dilakukan penggantian

dengan komponen yang baru. Untuk penggantian rutin komponen laker dilakukan

46

setelah melewati dua musim giling (1 tahun). Setiap crane memiliki maksimal

kapasitas angkut yaitu 5 ton, 10 ton dan 16 ton. Sehingga pada saat proses

pengangkatan tebu harus disesuaikan dengan kapasitas crane agar tidak terjadi

muatan berlebihan (overload) yang menyebabkan saklar putus. Operator rutin setiap

hari melakukan pembersihan pada panel listrik dari kotoran debu agar aliran arus

tetap berjalan.

Pada mesin cane table dan cane carrier, operator melakukan pengecekan

kondisi split pen setiap waktu selama musim giling. Setelah pemakaian split pen 4

sampai 5 bulan selama musim giling dilakukan penggantian komponen sebelum

split pen aus dan patah. Pada saat mesin beroperasi dilakukan pembersihan dari

kotoran seperti debu dan tanah disekitar area split pen. Saat maintenance bongkar

mesin, split pen yang sudah digunakan selama satu musim giling (6 bulan) diganti

dengan komponen yang baru agar dapat digunakan dimusim giling selanjutnya.

Di mesin intermediate carrier, saat awal pemasangan baut pengencang operator

melakukan pengelasan pada mur agar baut menjadi lebih kencang. Operator juga

melakukan pengecekan kondisi baut pengencang setiap waktu dan melakukan

penggantian komponen setelah pemakain baut selama 4 sampai 5 bulan saat masa

giling. Selama masa giling dilakukan pengecekan tekanan uap dari boiler secara

berkala dengan minimal 13°. Jika supply uap kurang tekanan menjadi drop

menyebabkan motor penggerak mesin terhenti. Ketika proses maintenance bongkar

mesin, baut pengencang yang sudah digunakan selama satu musim giling (6 bulan)

dilakukan penggantian dengan komponen yang baru.

Pada awal pemasangan karet sheal ke pompa hidrolik, operator melakukan

pemeriksaan dari kecacatan. Saat pemasangan operator memasang karet sheal ke

pompa hidrolik secara tepat dengan tidak terlalu kencang karena jika diawal karet

dipasang terlalu kencang akan mudah hancur. Setelah pompa hidrolik mulai

beroperasi selama musim giling karet sheal dikencangkan agar tidak terlepas dari

pompa. Ketika musim giling selesai, saat proses maintenance karet sheal yang

sudah digunakan selama satu musim giling harus diganti dengan komponen yang

baru.

Pada mesin giling operator melakukan pemasangan baut suri-suri dengan

kencang, pemeriksaan kondisi coupling turbin dan rol setiap waktu oleh operator.

Selama musim giling operator juga memantau benda-benda asing non tebu yang

47

masuk seperti putusan baut, patahan pisau dan putusan hammer agar tidak ikut

tergiling. Jika ditemukan benda tersebut operator mengambil secara langsung

apabila benda dapat dijangkau atau dengan alat katrol/crane jika benda sulit

dijangkau. Setelah pemakaian baut 4 sampai 5 bulan selama musim giling dilakukan

penggantian komponen yang baru sebelum aus dan patah. Saat proses maintenance

setelah musim giling, rol yang ditemukan berlubang dilakukan pengelasan untuk

menambal lubang. Selain itu dilakukan penggantian komponen baut setelah

digunakan selama satu musim giling (6 bulan). Akan tetapi untuk coupling

dilakukan penggantian ketika sudah melewati dua musim giling (1 tahun).

48

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan pembahasan yang dilakukan maka dapat

diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil penelitian menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

diperoleh nilai Risk Priority Number (RPN) dari tertinggi ke terendah yaitu baut

suri-suri putus (135), ujung cutter patah-patah (92), baut stang hammer putus

(86), roda laker rusak (82), coupling turbin rusak (77), saklar putus (74), rol

berlubang (70), overload (67), karet sheal hancur (64), hammer tip lepas (55),

split pen lepas pada mesin cane carrier (54), baut pengencang lepas (52), split

pen lepas pada mesin cane table (47) dan putaran hammer tidak balance (32).

2. Klasifikasi failure mode menggunakan diagram alir Logic Tree Analysis (LTA)

pada masing-masing mesin bagian Instalasi Pabrik Stasiun Gilingan didapatkan

failure mode termasuk kategori A (safety problem) yaitu saklar lepas, failure

mode termasuk kategori B (outage problem) yaitu hammer tip lepas, ujung

cutter patah-patah, baut stang hammer putus, baut pengencang lepas, baut suri-

suri putus dan overload dan failure mode termasuk kategori C (economic

problem) yaitu putaran hammer tidak balance, roda laker rusak, split pen lepas,

karet sheal hancur, rol berlubang dan saklar putus.

3. Tindakan preventif maintenance yang seharusnya dilakukan untuk mencegah

kegagalan mesin berdasarkan kategori LTA adalah sebagai berikut:

Kategori A (safety problem): Pengoperasian mesin sesuai dengan

Standard Operating Procedure (SOP).

49

Kategori B (outage problem) : Pemeriksaan mesin secara berkala dan

persiapan suku cadang untuk penggantian komponen yang rusak.

Kategori C (economic problem): Pemasangan komponen yang tepat,

pelumasan dan pembersihan dari kotoran.

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan sebagai masukan adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan lebih selektif dalam memilih supplier suku cadang mesin agar spare

part yang didapat memiliki bahan dengan kualitas baik sehingga mencegah

kerusakan komponen saat musim giling.

2. Diperlukan penyusunan standar operasi perawatan untuk masing-masing

komponen berdasarkan jenis perawatan yang dibutuhkan setiap mesin.

3. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan mendesain metode/sistem

perawatan mesin yang lebih efektif.

50

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, N. & Hidayah, N.Y. (2017). Analisis Pemeliharaan Mesin Blowmould dengan

Metode RCM di PT.CCAI. Jurnal Opstimasi Sistem Industri, 16, 167-176.

Andiyanto, S., Sutrisno, A. & Punuhsingon, C. (2017). Penerapan Metode (FMEA)

Failure Mode and Effect Analysis untuk Kuantitatif dan Pencegahan Risiko

Akibat Terjadinya Lean Waste. Jurnal Online Poros Teknik Mesin, 6, 45-57.

Ardhikayana, I.B.G., Winaya, I.N.S, & Priambadi, I.G.N. (2015). Analisa Perawatan

pada Komponen Kritis Mesin Pembersih Botol 5 Gallon PT. X dengan

Menggunakan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM). Jurnal

METTEK, 1, 20-27.

Assauri, S. (1993). Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi UI.

Fitriadi, R. & Setiawan, B. (2015). Analisa Penyebab Kerusakan Mesin Packer Semen di Tuban IV dengan Pendekatan FMEA DAN LTA. Surakarta: Seminar

Nasional IENACO.

Johnson, K.G & Khan, M.K. (2003). A Study into the Use of the Process Failure Mode

and Effects Analysis (PFMEA) in the Automotive Industry in the UK. Journal

of Materials Processing Technology, 139, 348-356.

Kumar, N. P. (2014). Risk Analysis by Using Failure Mode and Effects Analysis for

Safe Mining. International Journal of Science and Research (IJSR), 3, 2512-

2515.

Mansur, A. & Ratnasari, R. (2015). Analisis Risiko Mesin Bagging Scale dengan

Metode Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (FUZZY-FMEA) Di Area

Pengantongan Pupuk Urea PT. Pupuk Sriwidjaja. Teknoin, 21, 158-166.

Munawir, H. & Yunanto, D. (2014). Analisa Penyebab Kerusakan Mesin Sizing Baba

Sangyo Kikai. Seminar Nasional IENACO, 296-302.

Praharsi, Y., Sriwana, I.K & Sari, D.M. (2015). Perancangan Penjadwalan Preventive

Maintenance pada Preventive Maintenance pada PT. Artha Prima Sukses

Makmur. Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 14, 59-65.

Pranoto, J., Matondang, N. & Siregar, I. (2013). Implementasi Studi Preventive

Maintenance Fasilitas Produksi dengan Metode Reliability Centered

Maintenance pada PT.XYZ. e-Jurnal Teknik Industri FT USU, 1, 18-24.

Reza, D., Supriyadi & Ramayanti, G. (2017). Analisis Kerusakan Mesin Mandrel

Tension Reel dengan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).

Seminar Nasional Riset Terapan (SENASSET), 190-195.

Sufa, M.F. & Khoiriyah, U. (2017). Manajemen Risiko Proses Produksi Gula dengan

Metode Failure Mode Effect and Analysis. Performa, 16, 72-76.

51

LAMPIRAN

A- Tahapan wawancara

Pada tahap ini mengidentifikasi fungsi mesin, jenis kerusakan, efek yang

ditimbulkan dan penyebab dari kerusakan tiap mesin pada Instalasi Pabrik

bagian Stasiun Gilingan melalui tanya-jawab asisten masinis dan mandor.

Berikut adalah beberapa pertanyaan yang diajukan:

1. Apa fungsi dari mesin unigrator?

2. Jenis kerusakan apa yang sering terjadi di mesin unigrator?

3. Apa efek yang ditimbulkan pada mesin unigrator jika masing-masing

kerusakan terjadi?

4. Apa penyebab dari masing-masing kerusakan yang terjadi pada mesin

unigrator?

5. Apa fungsi dari mesin cane unloading crane?

6. Jenis kerusakan apa yang sering terjadi di mesin cane unloading crane?

7. Apa efek yang ditimbulkan pada mesin cane unloading crane jika masing-

masing kerusakan terjadi?

8. Apa penyebab dari masing-masing kerusakan yang terjadi pada mesin cane

unloading crane?

9. Apa fungsi dari mesin cane table?

10. Jenis kerusakan apa yang sering terjadi di mesin cane table?

11. Apa efek yang ditimbulkan pada mesin cane table jika masing-masing

kerusakan terjadi?

12. Apa penyebab dari masing-masing kerusakan yang terjadi pada mesin cane

table?

13. Apa fungsi dari mesin cane carrier?

14. Jenis kerusakan apa yang sering terjadi di mesin cane carrier?

15. Apa efek yang ditimbulkan pada mesin cane carrier jika masing-masing

kerusakan terjadi?

52

16. Apa penyebab dari masing-masing kerusakan yang terjadi pada mesin cane

carrier?

17. Apa fungsi dari mesin intermediate carrier?

18. Jenis kerusakan apa yang sering terjadi di mesin intermediate carrier?

19. Apa efek yang ditimbulkan pada mesin intermediate carrier jika masing-

masing kerusakan terjadi?

20. Apa penyebab dari masing-masing kerusakan yang terjadi pada mesin

intermediate carrier?

21. Apa fungsi dari mesin pompa hidrolik?

22. Jenis kerusakan apa yang sering terjadi di mesin pompa hidrolik?

23. Apa efek yang ditimbulkan pada mesin pompa hidrolik jika masing-masing

kerusakan terjadi?

24. Apa penyebab dari masing-masing kerusakan yang terjadi pada mesin

pompa hidrolik?

25. Apa fungsi dari mesin giling?

26. Jenis kerusakan apa yang sering terjadi di mesin giling?

27. Apa efek yang ditimbulkan pada mesin giling jika masing-masing kerusakan

terjadi?

28. Apa penyebab dari masing-masing kerusakan yang terjadi pada mesin

giling?

53

B- Kuesioner FMEA

Kuesioner Penentuan Nilai Severity, Occurrence dan Detection dari Kegagalan Mesin

dengan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Nama Responden :

Umur :

Jabatan Kerja :

Tanggal pengisian kuesioner :

Petunjuk Pengisian

Pada bagian ini, anda diminta untuk memberi penilaian Severity, Occurrence dan

Detection dari kegagalan mesin. Beri penilaian menggunakan angka pada tempat yang

tersedia sesuai dengan pendapat anda. Skala penilaian untuk nilai Severity, Occurrence

dan Detection terlihat pada lampiran.

Unigrator Skala Penilaian

1. Hammer tip lepas Severity Occurrence Detection

2. Ujung cutter tumpul/tidak tajam Severity Occurrence Detection

3. Putaran hammer tidak balance Severity Occurrence Detection

4. Baut stang hammer putus Severity Occurrence Detection

54

Cane Unloading Crane Skala Penilaian

1. Roda laker rusak Severity Occurrence Detection

2. Saklar putus Severity Occurrence Detection

Cane Table Skala Penilaian

1. Split pen lepas Severity Occurrence Detection

Cane Carrier Skala Penilaian

1. Split pen lepas Severity Occurrence Detection

Intermediate Carrier Skala penilaian

1. Baut pengencang lepas Severity Occurrence Detection

2. Overload Severity Occurrence Detection

Pompa Hidrolik Skala penilaian

1. Karet sheal hancur Severity Occurrence Detection

55

Gilingan Skala Penilaian

1. Coupling turbin rusak Severity Occurrence Detection

2. Baut suri-suri putus Severity Occurrence Detection

3. Rol berlubang Severity Occurrence Detection

56

C- Skala Penilaian Severity (S)

Ranking Akibat Akibat pada Proses Produksi

1 Tidak ada akibat Proses dalam pengendalian tanpa

perawatan

2 Akibat sangat ringan Proses dalam pengendalian, hanya

membutuhkan sedikit perawatan

3 Akibat ringan Proses telah berada diluar

pengendalian, beberapa penyesuaian

diperlukan

4 Akibat minor Kurang dari 30 menit mesin downtime

atau tidak ada kehilangan waktu

produksi

5 Akibat moderat 30 - 60 menit mesin downtime

6 Akibat signifikan 1-2 jam mesin downtime

7 Akibat major 2-4 jam mesin downtime

8 Akibat ekstrem 4-8 jam mesin downtime

9 Akibat serius > 8 jam mesin downtime

10 Akibat bahaya > 8 jam mesin downtime

Skala Penilaian Occurrence (O)

Ranking Kejadian Kriteria Verbal Tingkat

Kejadian

Kerusakan

1 Hampir tidak pernah Kerusakan hampir tidak

pernah terjadi

> 10.000 jam

operasi

2 Remote Kerusakan jarang

terjadi

6.001 - 10.000

jam operasi

3 Sangat sedikit Kerusakan terjadi

sangat sedikit

3.001 - 6.000

jam operasi

57

4 Sedikit Kerusakan terjadi

sedikit

2.001 - 3.000

jam operasi

5 Rendah Kerusakan terjadi pada

tingkat rendah

1.001 - 2.000

jam oeprasi

6 Medium Kerusakan terjadi pada

tngkat medium

401 - 1.000 jam

operasi

7 Agak tinggi Kerusakan terjadi agak

tinggi

101 - 400 jam

operasi

8 Tinggi Kerusakan terjadi

tinggi

11 - 100 jam

operasi

9 Sangat tinggi Kerusakan terjadi

sangat tinggi

2 - 10 jam

operasi

10 Hampir selalu Kerusakan selalu

terjadi

< 2 jam operasi

Skala Penilaian Detection (D)

Ranking Kejadian Kriteria Verbal

1 Hampir pasti Perawatan akan selalu mendeteksi

penyebab potensial/ mekanisme

kegagalan dan mode kegagalan

2 Sangat tinggi Perawatan memiliki kemungkinan

sangat tinggi untuk mendeteksi

penyebab potensial/ mekanisme

kegagalan dan mode kegagalan

3 Tinggi Perawatan memiliki kemungkinan

tinggi untuk mendeteksi penyebab

potensial/ mekanisme kegagalan dan

58

mode kegagalan

4 Moderately high Perawatan memiliki kemungkinan

moderately high untuk mendeteksi

penyebab potensial/ mekanisme

kegagalan dan mode kegagalan

5 Moderate Perawatan memiliki kemungkinan

moderate untuk mendeteksi penyebab

potensial/ mekanisme kegagalan dan

mode kegagalan

6 Rendah Perawatan memiliki kemungkinan

rendah untuk mendeteksi penyebab

potensial/ mekanisme kegagalan dan

mode kegagalan

7 Sangat rendah Perawatan memiliki kemungkinan

sangat rendah untuk mampu

mendeteksi penyebab potensial/

mekanisme kegagalan dan mode

kegagalan

8 Remote Perawatan memiliki kemungkinan

remote untuk mampu mendeteksi

penyebab potensial/ mekanisme

kegagalan dan mode kegagalan

9 Very remote Perawatan memiliki kemungkinan very

remote untuk mampu mendeteksi

penyebab potensial/ mekanisme

kegagalan dan mode kegagalan

10 Tidak pasti Perawatan memiliki kemungkinan

sangat rendah untuk mampu

mendeteksi penyebab potensial/

mekanisme kegagalan dan mode

kegagalan

59

D-Rekapan Kuesioner FMEA

Failu

re

Mod

e

Mandor

PLOEG

B

Asisten

Masinis

Mandor

PLOEG

A

Wakil

Mandor

PLOEG

B

Operator

Turbin

gil. I-V

PLOEG

B

Operator

Pompa

PLOEG

A

Operator

Turbin

Gilingan

I-V

PLOEG

A

Operator

Turbin

Unigrato

r

PLOEG

A

Asisten

Masinis

Mandor

PLOEG

C

Wakil

Mandor

PLOEG

C

Master

Kontrol

PLOEG

C

Operator

Turbin

Gilingan

I-V

PLOEG

C

Operator

Turbin

Unigrato

r

PLOEG

C

Operator

Pompa

PLOEG

C Rata-rata R

P

N

R

A

N

K S O D S O D S O D S O D S O D S O D S O D S O D S O D S O D S O D S O D S O D S O D S O D S O D

Ham

mer

tip

lepas

2 1 2 9 2 3 3 3 2 5 1 1 5 2 3 5 3 1 4 4 4 5 2 1 5 1 6 9 1 3 3 4 7 9 3 7 8 6 1

0 5 1 4

1

0 1 7

5

.

8

2

.

3

4

.

1 5

5 10

Ujun

g

cutte

r

patah

-

patah

2 1 3 4 4 4 6 3 6 5 6 1 4 5 3 2 2 1 5 6 5 4 1 1 6 7 3 9 9 2 3 3 6 7 6 6 1

0 8 3 5 4 5

1

0 4 6

5

.

5

4

.

6

3

.

7

9

2 2

Putar

an

ham

mer

tidak

balan

ce

3 2 2 2 2 1 2 4 3 1 1 1 4 2 4 3 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1

0 3 5 2 4 3 3 5 6 5

1

0 5 5 3 1 5

1

0 4 6

3

.

7

2

.

6

3

.

3

3

2 14

Baut

stang

ham

mer

putus

2 1 2 9 2 3 3 5 5 5 5 1 4 3 2 3 6 1 5 6 5 4 2 1 6 2 7 1

0 7 2 5 3 5 7 6 6

1

0 6 3 3 3 3

1

0 8 6

5

.

7

4

.

3

3

.

5 8

6 3

Roda

laker

rusak

2 5 4 2 3 1 3 4 2 3 2 1 5 3 2 3 8 1 3 3 3 3 5 2 1 4 7 7 3 4 7 3 4 7 4 8 1

0 8 8 9 1 5

1

0 8 6

4

.

0

5

.

3

3

.

9

8

2 4

Sakla

r

putus

1 5 5 2 2 1 2 7 3 3 6 1 2 1 2 4 4 1 2 2 2 2 2 3 1 5 6 9 7 5 9 3 2 8 6 7 1

0 6 5 2 7 5 7 9 6

4

.

3

4

.

8

3

.

6

7

4 6

Split

pen

lepas

2 5 6 2 4 2 3 5 4 3 3 1 2 1 2 3 6 1 4 3 3 2 2 1 1 1 6 8 2 3 3 3 5 3 7 5 3 5 3 3 6 6 1

0 3 6

3

.

5

3

.

7

3

.

6

4

7 13

Split

pen 8 4 6 2 4 2 3 6 4 3 3 1 4 2 5 3 6 1 3 4 4 2 1 1 1 1 6 9 2 2 4 3 5 4 5 6 4 4 4 3 2 4

1

0 4 6

4

.

3

.

3

.

5

4 11

60

lepas 2 4 8

Baut

peng

enca

ng

lepas

2 6 4 5 4 2 1 3 1 3 3 1 4 2 5 3 2 1 3 2 2 1 1 1 3 2 6 7 2 2 5 3 2 7 4 1

0

1

0 6 6 5 1 6

1

0 5 6

4

.

6

3

.

1

3

.

7 5

2 12

Over

load

5 2 6 2 2 2 2 6 4 3 3 1 5 2 3 3 6 1 4 6 6 2 3 1 2 2 7 9 3 2 4 4 2 9 4 7 9 6 4 5 3 4 1

0 2 7

5

.

9

2

.

6

3

.

8

5

8 8

Karet

sheal

hanc

ur

2 6 6 2 3 2 2 2 1 3 6 1 2 3 3 1 2 1 3 5 5 2 5 1 1 2 6 7 7 3 3 5 5 7 3 9 5 9 6 3 3 6 8 4 1

0

3

.

4

4

.

3

4

.

3 6

4 9

Coup

ling

rusak

9 6 4 1 1 1 4 2 1 5 2 1 4 3 3 5 2 1 6 2 2 5 1 1 2 4 1

0

1

0 6 3 9 3 2 9 5 8

1

0 5 3 5 5 3

1

0 5

1

0

6

.

3

3

.

5

3

.

5

7

7 5

Baut

suri-

suri

putus

9 6 4 5 6 4 5 6 4 5 2 1 5 7 5 5 6 1 5 6 6 5 3 1 4 5 6 1

0 7 2 5 5 2 9 6 8 9 8 6 5 6 2

1

0 7 3

6

.

4

5

.

7

3

.

7

1

3

5 1

Rol

berlu

bang

1 3 7 4 6 3 3 6 5 2 2 1 2 1

0 4 4 8 1 1 1 1 1 2 1 1 5 7 8

1

0 2 3 4 4 5 6 9 5 7 4 2

1

0 3 6 4 7

3

.

2

5

.

6

3

.

9

7

0 7

61

E-Tahapan LTA

Pada tahap ini mengidentifikasi akar permasalahan dari kerusakan tiap mesin

pada Instalasi Pabrik bagian Stasiun Gilingan melalui tanya-jawab asisten

masinis dan mandor. Berikut adalah 3 pertanyaan yang sesuai dengan LTA:

1. Evident: Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal telah terjadi

gangguan mesin unigrator?

2. Safety: Apakah failure mode pada mesin unigrator menyebabkan masalah

keselamatan operator dan lingkungan kerja?

3. Outage: Apakah failure mode menyebabkan sebagian mesin/seluruh mesin

berhenti?

4. Evident: Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal telah terjadi

gangguan mesin cane unloading crane?

5. Safety: Apakah failure mode pada mesin cane unloading crane

menyebabkan masalah keselamatan operator dan lingkungan kerja?

6. Outage: Apakah failure mode menyebabkan sebagian mesin/seluruh mesin

berhenti?

7. Evident: Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal telah terjadi

gangguan mesin cane table?

8. Safety: Apakah failure mode pada mesin cane table menyebabkan masalah

keselamatan operator dan lingkungan kerja?

9. Outage: Apakah failure mode menyebabkan sebagian mesin/seluruh mesin

berhenti?

10. Evident: Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal telah terjadi

gangguan mesin cane carrier?

11. Safety: Apakah failure mode pada mesin cane carrier menyebabkan masalah

keselamatan operator dan lingkungan kerja?

12. Outage: Apakah failure mode menyebabkan sebagian mesin/seluruh mesin

berhenti?

13. Evident: Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal telah terjadi

gangguan mesin intermediate carrier?

14. Safety: Apakah failure mode pada mesin intermediate carrier menyebabkan

masalah keselamatan operator dan lingkungan kerja?

62

15. Outage: Apakah failure mode menyebabkan sebagian mesin/seluruh mesin

berhenti?

16. Evident: Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal telah terjadi

gangguan pompa hidrolik?

17. Safety: Apakah failure mode pada pompa hidrolik menyebabkan masalah

keselamatan operator dan lingkungan kerja?

18. Outage: Apakah failure mode menyebabkan sebagian mesin/seluruh mesin

berhenti?

19. Evident: Apakah operator mengetahui dalam kondisi normal telah terjadi

gangguan mesin gilingan?

20. Safety: Apakah failure mode pada mesin gilingan menyebabkan masalah

keselamatan operator dan lingkungan kerja?

21. Outage: Apakah failure mode menyebabkan sebagian mesin/seluruh mesin

berhenti?

F-Tahapan Maintenance

Pada tahap ini mengidentifikasi proses perawatan tiap mesin pada Instalasi

Pabrik bagian Stasiun Gilingan. Berikut adalah pertanyaan yang diajukan:

1. Seberapa sering pengecekan kondisi mesin yang dilakukan?

2. Seberapa sering penggantian komponen pada mesin yang dilakukan?

3. Seberapa sering pembersihan pada mesin yang dilakukan?

4. Seberapa sering pelumasan pada komponen mesin yang dilakukan?

5. Bagaimana pengawasan dan kontrol mesin dari benda-benda asing?