analisis pengaruh kompetensi, integritas dan budaya - Jurnal ...

21
1 ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI, INTEGRITAS DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL PERANTARA (Studi pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat) BERRY HARMAILY ABSTRAK Banyak hal yang mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja dari seorang karyawan, diantaranya adalah kompetensi dan integritas yang dimiliki serta budaya organisasi tempat karyawan tersebut bekerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang kompetensi, integritas dan budaya organisasi, bagaimana pengaruhnya terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat. Variabel independennya adalah kompetensi, integritas dan budaya organisasi dengan kinerja sebagai variabel dependennya dan kepuasan kerja merupakan variabel perantara. Jumlah sampel adalah pegawai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat. Untuk analisis data digunakan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan aplikasi program komputer (SPSS 17.0). Di samping itu, dilakukan juga uji validitas, uji reabilitas, uji normalitas, uji linearitas, uji heterokedastisitas dan, uji analisis jalur (path analysis). Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa variabel kompetensi, integritas dan budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja dan kinerja pegawai, sedangkan variabel kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Kata Kunci : kompetensi, integritas, budaya organisasi, kinerja pegawai, kepuasan kerja 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pemahaman masyarakat pada umumnya, tugas menghimpun penerimaan pajak di Indonesia merupakan tugas utama dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Mengingat penerimaan pajak merupakan penyumbang terbesar APBN, maka pemerintah perlu meningkatkan kapasitas dan wewenang DJP untuk mempertahankan tugasnya dalam menghimpun pajak agar negara mampu membiayai APBN secara mandiri, sehingga lambat laun dapat mengurangi upaya negara mencari hutang yang setiap tahun semakin bertambah jumlahnya. Misi Direktorat Jenderal Pajak adalah menjamin penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan antara lain mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penegakan hukum yang adil, kemudian aparat pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional. Berdasarkan penjelasan dari peraturan Presiden dan keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang tugas dan fungsi dari DJP diketahui bahwa tugas dari aparatur pajak yang ada di DJP bertanggung jawab untuk bekerja secara profesional dilandasi dengan sikap integritas yang tinggi dan memiliki kompetensi yang handal untuk dapat menghimpun setiap rupiah penerimaan negara dalam APBN berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dengan kata lain, kinerja dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak secara umum dapat dilihat dari bagaimana realisasi dari penerimaan pajak yang dihimpun pada suatu tahun anggaran dibandingkan dengan target penerimaan yang sudah ditetapkan dalam APBN sebelumnya. Hal tersebut selaras dengan pengertian kinerja menurut pendapat beberapa orang dalam menjelaskan pengertian kinerja. Amstrong dan Baron (1999) menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi. Menurut Luthans (2010), kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang

Transcript of analisis pengaruh kompetensi, integritas dan budaya - Jurnal ...

1

ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI, INTEGRITAS DAN BUDAYA

ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN KEPUASAN KERJA

SEBAGAI VARIABEL PERANTARA

(Studi pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat)

BERRY HARMAILY

ABSTRAK

Banyak hal yang mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja dari seorang karyawan,

diantaranya adalah kompetensi dan integritas yang dimiliki serta budaya organisasi tempat

karyawan tersebut bekerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang kompetensi,

integritas dan budaya organisasi, bagaimana pengaruhnya terhadap kepuasan kerja dan

kinerja pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat. Variabel

independennya adalah kompetensi, integritas dan budaya organisasi dengan kinerja sebagai

variabel dependennya dan kepuasan kerja merupakan variabel perantara. Jumlah sampel

adalah pegawai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat. Untuk analisis

data digunakan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan aplikasi

program komputer (SPSS 17.0). Di samping itu, dilakukan juga uji validitas, uji reabilitas, uji

normalitas, uji linearitas, uji heterokedastisitas dan, uji analisis jalur (path analysis). Dari

hasil penelitian ini diketahui bahwa variabel kompetensi, integritas dan budaya organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja dan kinerja pegawai,

sedangkan variabel kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.

Kata Kunci : kompetensi, integritas, budaya organisasi, kinerja pegawai, kepuasan kerja

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pemahaman masyarakat pada umumnya, tugas menghimpun penerimaan pajak

di Indonesia merupakan tugas utama dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan

Republik Indonesia. Mengingat penerimaan pajak merupakan penyumbang terbesar APBN,

maka pemerintah perlu meningkatkan kapasitas dan wewenang DJP untuk mempertahankan

tugasnya dalam menghimpun pajak agar negara mampu membiayai APBN secara mandiri,

sehingga lambat laun dapat mengurangi upaya negara mencari hutang yang setiap tahun

semakin bertambah jumlahnya. Misi Direktorat Jenderal Pajak adalah menjamin

penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan antara lain mengumpulkan

penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penegakan hukum yang

adil, kemudian aparat pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional. Berdasarkan

penjelasan dari peraturan Presiden dan keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang tugas dan

fungsi dari DJP diketahui bahwa tugas dari aparatur pajak yang ada di DJP bertanggung

jawab untuk bekerja secara profesional dilandasi dengan sikap integritas yang tinggi dan

memiliki kompetensi yang handal untuk dapat menghimpun setiap rupiah penerimaan negara

dalam APBN berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Dengan kata lain, kinerja dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak secara umum dapat

dilihat dari bagaimana realisasi dari penerimaan pajak yang dihimpun pada suatu tahun

anggaran dibandingkan dengan target penerimaan yang sudah ditetapkan dalam APBN

sebelumnya. Hal tersebut selaras dengan pengertian kinerja menurut pendapat beberapa orang

dalam menjelaskan pengertian kinerja. Amstrong dan Baron (1999) menjelaskan bahwa

kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis

organisasi. Menurut Luthans (2010), kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang

2

dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan. Kemudian

Suwasto (1996) menjelaskan bahwa kinerja atau prestasi kerja merupakan pelaksanaan tugas

yang telah diselesaikan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur.

Salah satu sasaran strategis yang ingin dicapai berdasarkan Cetak Biru Manajemen

SDM DJP adalah terciptanya pegawai-pegawai yang memiliki kinerja prima. Adapun target

yang ingin dicapai oleh Direktorat Jenderal Pajak terkait dengan sasaran strategis terciptanya

pegawai-pegawai yang memiliki kinerja prima antara lain adalah terciptanya kepuasan

pemangku kepentingan dan Wajib Pajak terhadap hasil kerja pegawai, sebagian besar

pegawai merasa memiliki komitmen (feel engaged) dalam bekerja, rendahnya tingkat

pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai dan sebagian besar pegawai memiliki nilai budaya

kerja yang kuat. Sehingga diharapkan berdampak terhadap kinerja pegawai secara

keseluruhan untuk dapat mendukung jalannya proses bisnis dan terwujudnya visi misi dari

Direktorat Jenderal Pajak. Prawirosentono (1999) mengemukakan bahwa terdapat beberapa

indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai kinerja, yaitu efektifitas, otoritas dan

tanggung jawab, disiplin, serta inisiatif. Selanjutnya Umar (2003) menyebutkan ada 10

komponan data yang digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu kualitas pekerjaan, kejujuran

karyawan, inisiatif, kehadiran, sikap, kerja sama, keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan,

tanggung jawab dan pemanfaatan waktu. Senada dengan hal diatas, Robbins (2006)

menyebutkan bahwa ada delapan indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara

individu, yaitu prestasi kerja, pencapaian target, keterampilan, kepuasan, inisiatif, tingkat

kehadiran, ketaatan, dan ketepatan waktu.

Tabel 1.2

Realisasi Penerimaan Pajak Kanwil DJP Kalimantan Barat Tahun 2016

No Nama Kantor Target Penerimaan Realisasi Capaian

1 KPP Pratama Pontianak 3,153,285,653,998 2,556,376,870,708 81.07%

2 KPP Pratama Singkawang 890,901,636,995 557,643,757,645 62.59%

3 KPP Pratama Ketapang 747,929,245,000 555,614,210,401 74.29%

4 KPP Pratama Mempawah 796,659,669,000 622,446,827,229 78.13%

5 KPP Pratama Sanggau 809,767,246,992 707,606,142,398 87.38%

6 KPP Pratama Sintang 658,865,131,998 565,982,284,753 85.90%

7,057,408,583,983 5,565,670,093,134 78.23%TOTAL Sumber : Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat, 2017

Penerimaan pajak sebagai salah satu indikator yang diketahui oleh masyarakat banyak

sebagai tugas utama dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak umumnya termasuk di Kanwil

DJP Kalimantan Barat tentunya menjadi tolak ukur masyarakat awan dalam menilai kinerja

pegawai Kanwil DJP Kalimantan Barat. Tidak tercapainya target penerimaan pajak pada

tahun 2016 sebagaimana tercantum dalam tabel 1.2 diatas menjadikan tolak ukur untuk

mempertanyakan kinerja dari pegawai di Kanwil DJP Kalimantan Barat apakah sudah

bekerja secara maksimal atau terdapat faktor-faktor yang membuat kinerja pegawai di Kanwil

DJP Kalimantan Barat tidak mampu mencapai target penerimaan pajak yang dibebankan di

awal tahun. Dalam pengukuran kinerja, Bernardin dan Russel (1993) mengungkapkan bahwa

terdapat enam kriteria utama yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu quality,

quantity, timeliness, cost effectiveness, need for supervisor dan interpersonal import.

Selanjutnya Sedarmayanti (2011) mengatakan bahwa penilaian kinerja bertujuan untuk

meningkatkan kinerja karyawan dengan cara membantu karyawan agar menyadari dan

menggunakan seluruh potensi dalam mewujudkan tujuan organisasi serta memberikan

informasi kepada karyawan dan pimpinan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan terkait

pekerjaan tersebut.

3

Tabel 1.3

Komposisi Pegawai Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat

Usia (tahun)/

Pendidikan

SMA D1 D3 S1 S2 S3

21 - 30 - 4 4 12 - -

31 - 40 - 8 3 15 9 -

41 - 50 3 - - 9 7 1

51 keatas 2 - - 6 4 -

Sumber : Sistem Informasi Kepegawaian dan Aset (SIKKA) DJP

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar pegawai sudah lulus

dari jenjang pendidikan tinggi setingkat universitas. Hanya sebagian kecil dari pegawai

Kanwil DJP Kalimantan Barat yang berijazah SMA, dan tidak ada yang berijazah di bawah

SMA. Dari tabel diatas juga dapat diketahui bahwa sebagian besar pegawai berusia di bawah

50 tahun, bahkan lebih dari separuh pegawai berusia di bawah 40 tahun yang mana dapat

dikategorikan sebagai usia muda. Dilihat dari tabel diatas dapat diketahui bahwa secara usia

dan tingkat pendidikan maka pegawai Kanwil DJP Kalimantan Barat memiliki kualitas

kompetensi dasar yang memadai untuk dapat menghasilkan pegawai-pegawai yang memiliki

kinerja prima yang dapat mendukung tercapaikan kinerja atas target penerimaan pajak yang

dibebankan kepada Kanwil DJP Kalimantan Barat. Namun demikian, memiliki tingkat

pendidikan yang memadai dan usia produktif tidak cukup bagi DJP untuk dapat

menghasilkan pegawai-pegawai yang memiliki kinerja prima yang diharapkan dapat

mendukung pencapaian target penerimaan pajak yang setiap tahunnya selalu meningkat.

Dalam melakukan pekerjaan sehari-hari pegawai DJP disyaratkan memiliki kompetensi yang

tercermin dalam bentuk penguasaan terhadap pengetahuan perpajakan, keterampilan dalam

bekerja serta memiliki nilai-nilai luhur seperti integritas, harga diri, serta prinsip kebenaran

yang dimiliki oleh seluruh pegawai dan diaplikasikan secara bersama-sama di dalam

organisasi. Proses implementasi sebuah kebijakan yang modern tidak terlepas dari

internalisasi budaya kerja terhadap sumber daya manuasia yang ada. Kesadaran ini muncul

karena kesuksesan implementasi sebuat kebijakan ditentukan oleh kesesuaian antara strategi

dan budaya organisasi. Bentuk budaya kerja organisasi yang optimal akan berhubungan

dengan kualitas kinerja yang ditawarkan yaitu budaya organisasi yang kuat akan mendukung

pencapaian visi dan misi organisasi, karena menurut Robbins (2008) budaya organisasi yang

kuat akan membina kekohesifan, kesetiaan dan komitmen karyawan terhadap organisasi.

Dengan semakin solid dan loyal karyawan, akan lebih mudah melakukan pembinaan dan

mendorong pencapaian akan visi dan misi organisasi oleh karyawan tersebut.

Untuk mencapai tujuan Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun penerimaan

Negara dengan salah satu cara yaitu menghasilkan pegawai-pegawai Direktorat Jenderal

Pajak yang berkinerja prima, termasuk di lingkungan Kanwil DJP Kalimantan Barat, maka

dari beberapa indikator pegawai berkinerja prima dalam Cetak Biru manajemen SDM di

lingkungan Direktorat Jenderal Pajak menurut peneliti kompetensi pegawai di di Kanwil DJP

Kalimantan Barat dilihat dari tabel 1.3 diatas sudah cukup memadai dan masih banyak yang

berusia muda dan produktif untuk bekerja. Penelitian terhadap pengaruh kompetensi terhadap

kinerja pegawai sudah dilakukan sebelumnya oleh Lotunani et al. (2014), Zaim et al. (2013)

dan Sriekaningsih (2015). Selanjutnya dalam hal integritas pegawai DJP dan di Kanwil DJP

Kalimantan Barat juga sudah memiliki standar dengan Nilai-nilai Kementerian Keuangan dan

Kode Etik Pegawai DJP yang selalu ditanamkan setiap hari dan diharapkan dapat menjadi

4

bagian dari budaya organisasi yang bersih dan transparan di DJP umumnya termasuk di di

Kanwil DJP Kalimantan Barat, sebagaimana telah dilakukan penelitian terdahulu oleh

Shurbagi (2015), Wambugu (2014), Awadh dan Alyahya (2013), Gull dan Azam (2012),

Mohamad et al. (2014) serta Amjad et al. (2011). Hal-hal tersebut diatas mendorong penulis

untuk melakukan penelitian tentang indikator-indikator yang mendorong terciptanya pegawai

Direktorat Jenderal Pajak yang berkinerja prima yaitu memiliki integritas, kompetensi dan

budaya organisasi yang mendukung terciptanya kepuasan kerja individu pegawai. Kepuasan

kerja sendiri selain sebagai variabel yang mempengaruhi kinerja pegawai juga di dalam

penelitian-penelitian yang dilakukan terdahulu juga dapat dipengaruhi oleh variabel

kompetensi pegawai, integritas dan budaya organisasi. Sehingga dapat menjadi variabel

perantara dalam mendukung pengaruh dari variabel-variabel lainnya terhadap kinerja

pegawai DJP.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan

judul “ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI, INTEGRITAS DAN BUDAYA

ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN KEPUASAN KERJA

SEBAGAI VARIABEL PERANTARA (Studi pada Kantor Wilayah Direktorat

Jenderal Pajak Kalimantan Barat)”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun rumusan permasalahan yang dapat

diangkat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pada Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?

2. Apakah integritas berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pada Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?

3. Apakah budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pada Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?

4. Apakah kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?

5. Apakah integritas berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?

6. Apakah budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?

7. Apakah kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?

1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja

pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

2. Untuk mengetahui apakah integritas berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja

pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

3. Untuk mengetahui apakah budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

kerja pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

4. Untuk mengetahui apakah kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai

pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

5. Untuk mengetahui apakah integritas berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai

pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

6. Untuk mengetahui apakah budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja

pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

5

7. Untuk mengetahui apakah kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja

pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

1.5 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memiliki manfaat serta digunakan

oleh berbagai pihak di antaranya :

1.5.1. Manfaat Teoritis

Penulis mengharapkan manfaat teoritis penelitian ini adalah menambah kajian Ilmu

Manajemen Sumber Daya Manusia.

1.5.2. Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan peneliti dalam hal

memberdayakan pegawai secara optimal untuk peningkatan kinerja dalam mencapai kinerja

dan kepuasan kerja pegawai.

2. Bagi Kanwil DJP Kalimantan Barat

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada pihak management

hotel bintang tiga dikota Pontianak sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan

acuan dalam pembuatan kebijakan serta keputusan, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan

cetak biru manajemen sumber daya manusia Direktorat Jenderal Pajak dan kinerja pegawai.

2. TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Landasan Teori dan Kajian Empiris

2.1.1. Kompetensi

Kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang

memuaskan di tempat kerja, juga menunjukkan karakteristik pengetahuan dan keterampilan

yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap individu yang memampukan mereka untuk

melakukan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan meningkatkan standar

kualitas professional dalam pekerjaan. Dapat juga disebut sebagai kemampuan untuk

melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan

dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.

Menurut McClelland (1973) dalam artikelnya yang berjudul Testing for competence

rather than intelligence, dalam artikel tersebut terdapat pengertian kompetensi menurut

psikologi industrial. menyimpulkan, berdasarkan hasil penelitian, bahwa tes kecakapan

akademis tradisional dan pengetahuan isi, serta nilai dan ijazah sekolah, tidak dapat

memprediksi keberhasilan di pekerjaan/kehidupan, biasanya bias terhadap masyarakat yang

sosial ekonomi rendah menurut McClelland (1973). Kesimpulan ini membuat Mc Clelland

(1973) bertanya-tanya, apabila bukan kecerdasan, apa yang dapat memprediksi keberhasilan

pekerjaan/kehidupan, maka ia mulai mencari metode penelitian untuk mengindentifikasi

variabel kompetensi yang bisa memprediksi kinerja karyawan dan tidak dipengaruhi oleh

faktor-faktor seperti ekonomi, sosial atau ras. McClelland (1973) menggunakan sampel

kriteria (criterion sample), sebuah metode yang membandingkan antara orang sukses dengan

orang yang kurang sukses dengan tujuan untuk mengidentifikasi karakteristik yang berkaitan

dengan kesuksesan. Karakteristik kompetensi ini, saat muncul dan diperlihatkan secara

konsisten dapat mengarahkan pada prestasi kerja. Hal tersebut yang menyebabkan

beragamnya definisi kompetensi.

Spencer dan Spencer (1993), mengemukakan bahwa kompetensi merujuk kepada

karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri

khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang

berkinerja unggul (superior performer) di tempat kerja. Karakteristik kompetensi dibedakan

berdasarkan pada tingkat mana kompetensi tersebut dapat diajarkan. Keahlian dan

6

pengetahuan biasanya dikelompokkan sebagai kompetisi di permukaan sehingga mudah

tampak. Kompetisi ini biasanya mudah untuk dikembangkan dan tidak memerlukan biaya

pelatihan yang besar untuk menguasainya. Kompetensi konsep diri, karakteristik pribadi dan

motif sifatnya tersebunyi dan karena itu lebih sulit untuk dikembangkan atau dinilai. Untuk

mengubah motif dan karakteristik pribadi masih dapat dilakukan, namun prosesnya panjang,

sulit dan mahal. Cara yang paling hemat bagi organisasi untuk memiliki kompetensi ini

adalah melalui proses seleksi karakter.

Kompetensi sering digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan kerja

karyawan seperti profesional, manajerial atau senior manajer. Perusahaan akan

mempromosikan karyawan yang memenuhi kriteria kompetensi yang dibutuhkan dan

dipersyaratkan untuk ke jenjang yang lebih tinggi. Karena kompetensi merupakan suatu

kecakapan dan kemampuan individu dalam mengembangkan dan menggunakan potensi-

potensi dirinya dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan

organisasi atau tuntutan dari pekerjaan yang menggambarkan satu kinerja. Kompetensi dapat

juga digunakan sebagai kriteria untuk menentukan penempatan kerja karyawan. Karyawan

yang ditempatkan pada tugas tertentu akan mengetahui kompetensi apa yang diperlukan, serta

jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya dengan mengevaluasi kompetensi-kompetensi

yang sesuai dengan tolok ukur penilaian kinerja. Sehingga sistem pengelolaan sumber daya

manusia lebih terarah, karyawan dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan,

ketrampilan, keahlian, tingkat kompetensi dan kinerjanya.

2.1.2. Integritas

Welch (2005) dalam bukunya yang berjudul “Winning” mengatakan integritas adalah

sepatah kata yang kabur (tidak jelas). Orang-orang yang memiliki integritas mengatakan

kebenaran, dan orang-orang itu memegang kata-kata mereka. Mereka bertanggung-jawab

atas tindakan-tindakan mereka di masa lalu, mengakui kesalahan mereka dan

mengoreksinya. Mereka mengetahui hukum yang berlaku dalam negara mereka, industri

mereka dan perusahaan mereka – baik yang tersurat maupun yang tersirat – dan mentaatinya.

Mereka bermain untuk menang secara benar (bersih), seturut peraturan yang berlaku.

Integritas didefinisikan oleh Rogers (1961) sebagai kondisi yang terjadi ketika individu

mampu menerima serta bertanggung jawab terhadap perasaan, niat, komitmen dan perilaku,

termasuk mengakui kondisi itu kepada orang lain bila diperlukan. Carter (1996) memperkuat

definisi tersebut dengan menyatakan bahwa individu yang memiliki integritas bersedia

menanggung konsekuensi dari keyakinannya, meskipun hal itu sulit dilakukan,

konsekuensinya tidak menyenangkan, bahkan tidak mendapat kerugian jika tidak

mempertahankan integritasnya. Menurut Khalil (2004), integritas ditegaskan ketika individu

memiliki pilihan untuk tidak menghormati atau melanggar komitmen/janji yang ia buat

sendiri karena pelanggaran terhadap komitmen/janji mendatangkan rasa malu terhadap

dirinya sendiri.

Faktor pembentuk integritas berasal dari konsep yang dikemukakan oleh psikolog

humanistik Rogers (1961). Faktor merupakan suatu kesatuan utuh (koherensi) yang artinya

seluruh faktor tersebut tidak bisa dipecah-pecah karena saling terkait satu sama lain. Individu

dikatakan memiliki integritas apabila memiliki seluruh faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut

adalah :

1. Jujur

Jujur berarti tidak mengingkari hati nurani, berbicara dan bertindak sesuai nilai-nilai

pribadi yang dipegang teguh serta menjaga komitmen terhadap orang lain, selanjutnya

individu dikatakan jujur apabila menerima dan mampu bertanggung jawab atas perasaan serta

perilaku sebagaimana adanya. Meski memegang erat prinsip kejujuran, namun dalam situasi

yang penuh tipu muslihat dan harus menghadapi orang yang tidak jujur, individu yang

7

memiliki integritas tinggi akan bertindak dan menegur dengan mempertimbangkan berbagai

hal serta tidak menyakiti. Karenanya menurut Schlenker et al. (2009) individu yang memiliki

integritas lebih dihormati daripada disukai.

2. Teguh

Teguh artinya tidak menyalahi prinsip dalam menjalankan kewajiban, tidak dapat

disuap atau diajak melakukan perbuatan curang meskipun ada godaan materi atau dorongan

dari orang lain. Peterson dan Selignman (2004) menyatakan ada dua situasi yang membuat

individu dikatakan memiliki keteguhan. Pertama ketika harus menghadapi situasi yang tidak

menguntungkan seperti pertentangan serta ketidakpercayaan dan yang kedua ketika harus

menghadapi kesulitan atau keadaan bahaya. Keteguhan yang memiliki integritas dinilai

muncul dalam situasi pertama karena integritas melibatkan suatu pilihan antara beberapa

tindakan atau cara. Keteguhan menjalankan prinsip berbeda dengan kefanatikan yang rela

membunuh orang tak bersalah guna mencapai tujuan, yang baginya merupakan prinsip hidup.

Individu dengan integritas tinggi memiliki kebijakan yang ditujukan bukan hanya untuk

kelompok atau golongannya, tetapi kepentingan manusiawi yang lebih besar (Schlenker, et

al., 2009).

3. Memiliki self-control yang kuat

Self-control didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam mengontrol atau

memantau respon agar sesuai dengan tujuan hidup dan standar moral yang dimiliki. Untuk

bisa memperlakukan orang lain, bahkan orang yang sesungguhnya tidak disukai secara baik,

individu harus memiliki self-control yang kuat. Kemampuan individu mengontrol atau

memantau respon, selain penting untuk menjaga agar perilaku tetap sesuai dengan tujuan

hidup dan standar moral, juga penting untuk berhubungan dengan orang lain (Peterson dan

Seligman, 2004). Individu yang memiliki self-control kuat tidak mudah memperlihatkan

reaksi emosional lewat ucapan maupun sikap badan. Individu yang memiliki self-control

terlihat tenang bila dihadapkan pada stimulus yang memancing emosi, hal ini menjadikan

orang lain lebih nyaman berhubungan dengan mereka.

4. Memiliki self-esteem yang tinggi

Self-esteem adalah kepercayaan bahwa individu mampu berperilaku sesuai nilai moral

yang diyakini. Blasi (2004) menyebut self-esteem sebagai perasaan positif individu bahwa

dirinya bermoral dan mampu menjalankan prinsip-prinsip moral. Karena berasal dari beliefs,

menurut Mecca et al. (1989) meyakini bahwa harga diri mampu meningkatkan perilaku yang

baik dan keteguhan.

Pegawai yang memiliki integritas merupakan aset yang berharga bagi organisasi.

Dimulai dari proses perekrutan, mendapatkan orang yang berintegritas berarti mendapatkan

kebenaran dari riwayat hidup dan pekerjaan yang dimiliki pegawai tersebut. Pekerjaan

dilakukan secara transparan dan dapat dijamin akuntabilitas, sehingga pengukuran kinerja

atas pekerjaan pegawai tersebut lebih akurat hasilnya. Pegawai yang memiliki integritas juga

cenderung lebih positif dalam kepuasan kerja, karena tidak ada ketakutan akan terungkapnya

kebohongan dan kecurangan yang dilakukan dalam kehidupan kerja sehari-hari. Lingkungan

kerja akan cenderung positif karena pegawai yang berintegritas akan jauh dari kecenderungan

menyimpang terutama korupsi dan penyalahgunaan wewenang di dalam organisasi kerja dan

kekuasaan kerja yang diamanahkan kepada pegawai tersebut.

2.1.3. Budaya Organisasi

Mercer dalam Dessler (1996) merumuskan budaya organisasi adalah “totalitas pola

perilaku dan karakteristik pola pemikiran dari karyawan suatu organisasi, keyakinan,

pelayanan, perilaku dan tindakan dari karyawan”. Menurut Robbins (2008) dalam bukunya

perilaku organisasi menjelaskan bahwa budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam

organisasi. Pertama, budaya mempunyai peran menetapkan garis batas; artinya, budaya

8

menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. Kedua, budaya

memberikan rasa identitas ke setiap anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah

timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi

seseorang. Keempat, budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan

perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-

standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggota

organisasi. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme

pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para anggota. Lebih lanjut

dijelaskan Robbins (2008) bahwa budaya organisasi yang kuat memberikan pemahaman yang

jelas kepada para karyawan tentang “cara penyelesaian urusan di lingkungan ini”, budaya

memberikan stabilitas pada organisasi. Selanjutnya menurut Robbins (2008) budaya

organisasi merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang

membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini bila

diamati dengan seksama merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh

organisasi tersebut.

Terdapat tujuh karakteristik primer yang menurut Robbins (2008) menangkat hakikat

dari budaya organisasi, yaitu :

1. Inovasi dan pengambilan risiko, yakni sejauh mana para karyawan didorong agar

inovatif dan mengambil risiko.

2. Perhatian terhadap detail, yakni sejauh mana para karyawan diharapkan

memperlihatkan kecermatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.

3. Orientasi hasil, yakni sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil,

bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.

4. Orientasi orang, yakni sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak

hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi tersebut.

5. Orientasi tim, yakni sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasarkan tim,

bukannya berdasarkan individu.

6. Keagresifan, yakni sejauh mana orang-orang tersebut agresif dan kompetitif dan

bukannya bersantai.

7. Kemantapan, yakni sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya

status quo bukannya pertumbuhan.

Setiap karakteristik tersebut berada pada kontinum dari rendah ke tinggi. Maka

dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran

gabungan terhadap budaya organisasi tersebut. Gambaran itu menjadi dasar bagi perasaan

pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, cara penyelesaian

urusan di dalamnya, dan cara para anggota diharapkan berperilaku.

Deal dan Kennedy (1982) dalam bukunya Corporate Culture mengemukakan bahwa

ciri-ciri organisasi yang memiliki budaya organisasi kuat adalah sebagai berikut :

1) Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan

organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik.

2) Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam organisasi digariskan dengan

jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan sehingga orang-orang yang bekerja

menjadi sangat kohesif.

3) Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati

dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang

bekerja dalam organisasi, dari mereka yang berpangkat paling rendah sampai pada

pimpinan tertinggi.

4) Organisasi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan organisasi dan

secara sistematis menciptakan bermacam-macam tingkat pahlawan, misalnya pemberi

saran terbaik, inovator tahun ini, dan sebagainya.

9

5) Dijumpai banyak ritual, mulai dari yang sangat sederhana sampai dengan ritual yang

mewah. Pemimpin organisasi selalu mengalokasikan waktunya untuk menghadiri

acara-acara ritual ini.

6) Memiliki jaringan kultural yang menampung cerita-cerita kehebatan para

pahlawannya.

2.1.4. Kepuasan Kerja

Menurut Robbins (2003), kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sikap umum

atau reaksi efektif seorang individu terhadap pekerjaannya yang berasal dari perbandingan

hasil aktual pemegang jabatan dengan apa yang diinginkan. Smith et al. (1969) mengatakan

bahwa kepuasan kerja adalah perasaan pekerja terhadap pekerjaannya, hal ini merupakan

sikap umum terhadap pekerjaan yang didasarkan pada penilaian aspek yang berada dalam

pekerjaan. Sikap seseorang terhadap pekerjaan menggambarkan pengalaman yang

menyenangkan dan tidak menyenangkan, juga berhubungan dengan harapan dimasa

mendatang. Gibson et al. (2003) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap yang

dimiliki individu tentang pekerjaan, yang merupakan hasil persepsinya terhadap pekerjaan

tersebut. berdasarkan batasan tersebut dapat dikemukakan bahwa kepuasan kerja ada

kaitannya dengan sejumlah aspek pekerjaan seperti hasil kerja dan kejadian yang timbul pada

saat pekerjaan dilaksanakan. Kedua aspek tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor

yang umumnya bersumber dari luar diri pekerja antara lain kondisi kerja, rekan kerja yang

tercermin pada keadaaan dimana ada rasa kekeluargaan, rasa saling menghormati, dan rasa

saling mendukung dalam melaksanakan pekerjaan.

Menurut Newstrom dan Davis (2002) ada beberapa faktor yang menentukan kepuasan

kerja seorang karyawan, yaitu kerja yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas,

kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung dan kesesuaian kepribadian dan

pekerjaan. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan untuk

menggunakan keterampilan dan kemampuannya, menawarkan beragam tugas, kebebasan,

dan umpan balik mengenai hasilnya. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menjadi

menantang. Pekerjaan yang sangat kurang menantang dapat menciptakan rasa frustasi dan

kegagalan. Kebanyakan pekerja merasa puas pada kondisi tantangan sedang. Ganjaran yang

pantas akan menumbuhkan kepuasan terhadap pekerjaan. Pekerja menginginkan sistem upah

dan kebijakan promosi yang bersifat adil, tidak bermakna ganda, dan sejalan dengan harapan

mereka. Upah dapat menghasilkan kepuasan jika didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat

keterampilan individu, dan standar pengupahan yang berlaku secara umum. Pekerja berusaha

mendapatkan kebijakan dan praktek promosi yang adil, memberikan kesempatan untuk

pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat.

Pekerja akan merasa puas jika keputusan promosi dibuat secara adil. Kepuasan kerja bersifat

dinamis, artinya dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang dialami individu. Kepuasan

kerja secara khusus mengacu kepada sikap seorang karyawan, misalnya karena kenaikan

pangkat atau gaji yang diperolehnya. Kepuasan kerja dapat pula menggambarkan sikap secara

keseluruhan mengacu pada bagian pekerjaan seseorang. Setiap individu yang masuk ke suatu

lingkungan kerja membawa kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Kebutuhan itu kemudian

menjadi pendorong baginya untuk berusaha mencapai tujuan. Apabila kebutuhan yang

diharapkan dari pekerjaan terpenuhi maka kepuasan akan timbul. Jika kebutuhan tersebut

tidak terpenuhi, maka ketidakpuasan yang akan muncul. Kepuasan mempunyai arti yang

penting bagi karyawan dan organisasi, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam

lingkungan pekerjaan (Handoko, 2003).

Menurut Gibson (2003) kepuasan kerja akan timbul apabila lingkungan kerja bersifat

kondusif, baik dari segi upah, pekerjaan, rekan kerja ataupun ikut dilibatkannya karyawan

dalam pengambilan keputusan. Jika karyawan terpuaskan, maka diharapkan produktivitasnya

10

meningkat. Menurut Gibson kepuasan kerja bergantung pada tingkat perolehan faktor

intrinsik dan ekstrinsik serta pandangan pekerja terhadap perolehan itu. Sementara itu

Luthans (2010) menyebutkan terdapat enam faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja,

yakni pekerjaan itu sendiri, upah, promosi, supervisi, kelompok kerja dan kondisi tempat

kerja. Kahn seperti dikutip oleh Krech et al. (2002) mengemukakan ada empat faktor penentu

kepuasan kerja, yaitu faktor yang berkaitan dengan imbalan material (gaji saat ini dan gaji

yang akan datang atau kesempatan untuk belajar dan promosi), pekerjaan itu sendiri,

besarnya tantangan, minat dan status yang diperoleh, kebijakan organisasi (kondisi kerja dan

operasi perusahaan) dan kompetensi penyelia, teknisi dan keberadaan pemimpin.

2.1.5. Kinerja Pegawai

Menurut Wibowo (2007) suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu.

Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan organisasi untuk dicapai. Setiap organisasi dapat

menentukan tujuannya sendiri. Pencapaian tujuan organisasi menunjukkan hasil kerja atau

prestasi kerja organisasi dan menunjukkan sebagai kinerja atau performa organisasi. menurut

Nurlaila performance atau kinerja merupakan hasil dari suatu proses (2010). Terdapat

beberapa pendapat dari para ahli tentang pengertian kinerja. Amstrong dan Baron (1999)

menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat

dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada

ekonomi. Prawirosentono (1997) memberikan batasan tentang pengertian kinerja adalah hasil

kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi,

sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan

organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Suwasto

(1996) menjelaskan bahwa kinerja atau prestasi kerja merupakan pelaksanaan tugas yang

telah diselesaikan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur. Dan menurut

Dharma (1997) kinerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau

diberikan kepada sekelompok orang sehingga dengan demikian pengertian tersebut melihat

kinerja dari dua sisi organisasi. senada dengan pengertian tersebut Moenir (1998)

mendefinisikan kinerja adalah sebagai hasil kerja seseorang pada kesatuan waktu atau ukuran

tertentu. Oleh karena itu, Seymour dalam Suwasto (1996) berpendapat bahwa kinerja

merupakan tindakan-tindakan atau pelaksanaan kegiatan yang dapat diukur dalam kurun

waktu tertentu.

Robbins (2006) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu tingkat

kinerja pegawai akan sangat tergantung pada dua faktor yaitu kemampuan pegawai dan

motivasi kerja. Kemampuan pegawai seperti tingkat pendidikan, pengetahuan dan

pengalaman. Tingkat kemampuan akan dapat mempengaruhi hasil kinerja pegawai dimana

semakin tinggi tingkat kemampuan pegawai akan menghasilkan kinerja yang semakin tinggi

pula. Faktor lain adalah motivasi kerja yaitu dorongan dari dalam pegawai untuk melakukan

suatu pekerjaan. Dengan adanya motivasi kerja yang tinggi pegawai akan terdorong untuk

melakukan suatu pekerjaan sebaik mungkin yang akan mempengaruhi hasil kinerja. Semakin

tinggi motivasi yang dimiliki semakin tinggi pula kinerja yang dapat dihasilkan yang

dirumuskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :

Human performance = ability + motivation

dimana : ability = knowledge + skill

motivation = attitude + situation

1) Faktor kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi

(IQ) dan kemampuan realistis. Artinya, pegawai yang memiliki IQ rata-rata dengan

pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya

sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh karena

11

itu, karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (right man

on the right place, right man on the right job).

2) Faktor motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja.

Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai

tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong

diri karyawan untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang

karyawan harus sikap mental yang siap secara psikofisik (sikap secara mental, fisik, tujuan

dan situasi). Artinya seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik, memahami

tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai serta mampu memanfaatkan dan

menciptakan situasi kerja.

Kemudian Menurut Schermerhorn (1996) untuk mengetahui kinerja organisasi dan

individu dapat dilihat dari lima faktor yang mempengaruhi, yaitu pengetahuan, keterampilan,

kemampuan, sikap dan perilaku. Schermerhorn mengungkapkan bahwa kemampuan dan

keterampilan sebagai faktor individual masing-masing pegawai. Semakin kompeten

kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing pegawai, akan

mempengaruhi pencapaian hasil kinerja. Menurut Timple sebagaimana dikutip oleh

Mangkunegara (2006) dikatakan bahwa faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.

Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang

berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan

atau atasan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.

Selanjutnya untuk melihat sejauh mana seorang karyawan memberikan kontribusi

yang nyata terhadap organisasi tempat karyawan tersebut kinerja diperlukan adanya penilaian

atas prestasi kerja atau kinerja yang mereka lakukan. Bernardin dan Russel (1993)

mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah cara mengukur kontribusi individu pada

organisasi tempat mereka bekerja. Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat enam kriteria utama

yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu :

1) Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan

mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.

2) Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan.

3) Timeliness, merupakan tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu

yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang

tersedia untuk kegiatan yang lain.

4) Cost effective, yaitu tingkat sejauh mana penerapan sumber daya manusia, keuangan,

teknologi, material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan

kerugian dari setiap unit pengguna sumber daya.

5) Need for supervisor, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat

melaksanakan suatu fungsi pekerjaa tanpa memerlukan pengawasan seorang

supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

6) Interpersonal import, merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga

diri, nama baik dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan.

1.2. Kerangka Pemikiran

Untuk dapat menerangkan pengaruh dari masing-masing variabel terhadap kinerja

pegawai berikut ini disajikan model kerangka pemikiran dari penelitian ini:

12

Kerangka Pemikiran

1.3. Hipotesis

1.3.1. H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan kompetensi terhadap kepuasan kerja pegawai

pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

1.3.2. H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan integritas terhadap kepuasan kerja pegawai

pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

1.3.3. H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja

pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

1.3.4. H4: Terdapat pengaruh yang signifikan kompetensi terhadap kinerja pegawai melalui

kepuasan kerja pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

1.3.5. H5: Terdapat pengaruh yang signifikan integritas terhadap kinerja pegawai melalui

kepuasan kerja pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

1.3.6. H6: Terdapat pengaruh yang signifikan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai

melalui kepuasan kerja pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak

Kalimantan Barat.

1.3.7. H7: Terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai pada

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan artikel ini adalah penelitian

eksplanatori (explanatory research).

3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan

peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.

a. Variabel Dependent adalah variabel yang besar kecilnya atau tinggi rendahnya

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

dependent/terikat adalah kinerja karyawan (Y2). Yang terdiri dari:

1) Quality

2) Quantity

3) Timeliness

4) Cost effectiveness

Kompetensi

(X1)

(X1)

Integritas

(X2)

(X1)

Budaya

Organisasi

(X3)

(X1)

Kepuasan

Kerja

(Y1)

(X1)

Kinerja

(Y2)

(X1)

e1

e2

13

5) Need for supervision

6) Interpersonal impact

b. Variabel Independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian

ini yang menjadi variabel independent/bebas adalah kompetensi, integritas dan budaya

organisasi (X) serta variabel perantara adalah kepuasan kerja (Y1) yang terdiri dari:

1) Kompetensi yang terdiri dari (X1):

a) Achievement and action

b) Helping and human service

c) Influence

d) Managerial

e) Cognitive

f) Personal effectiveness

2) Integritas (X2)

a) Bersikap jujur, tulus dan dapat dipercaya

b) Menjaga martabat dan tidak melakukan perbuatan tercela

3) Budaya Organisasi (X3)

a) Aturan-aturan perilaku

b) Nilai-nilai dominan

c) Iklim Organisasi

4) Kepuasan kerja (Y1)

a) Work it self

b) Payment

c) Advancement

d) Supervision

e) Co-workers

f) Work condition

2. Definisi Operasional

Adapun masing-masing definisi operasional dari masing-masing variabel independen

dan dependen sebagai berikut:

a. Kompetensi (X1) merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang

menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai,

pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior

performer) di tempat kerja.

b. Integritas (X2) adalah kondisi yang terjadi ketika individu mampu menerima serta

bertanggung jawab terhadap perasaan, niat, komitmen dan perilaku, termasuk mengakui

kondisi itu kepada orang lain bila diperlukan.

c. Budaya organisasi (X3) adalah totalitas pola perilaku dan karakteristik pola pemikiran

dari karyawan suatu organisasi, keyakinan, pelayanan, perilaku dan tindakan dari

karyawan. Budaya organisasi juga merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh

anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem

makna bersama ini bila diamati dengan seksama merupakan seperangkat karakteristik

utama yang dihargai oleh organisasi tersebut.

d. Kepuasan kerja (Y1) adalah suatu sikap yang dimiliki individu tentang pekerjaan, yang

merupakan hasil persepsinya terhadap pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja ada kaitannya

dengan sejumlah aspek pekerjaan seperti hasil kerja dan kejadian yang timbul pada saat

pekerjaan dilaksanakan. Kedua aspek tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor

yang umumnya bersumber dari luar diri pekerja antara lain kondisi kerja, rekan kerja

yang tercermin pada keadaaan dimana ada rasa kekeluargaan, rasa saling menghormati,

dan rasa saling mendukung dalam melaksanakan pekerjaan.

14

e. Variabel kinerja pegawai (Y2) adalah pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan oleh

seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur. Hasil pekerjaan tersebut akan

baik dan sesuai dengan target yang ditetapkan jika karyawan merasa aman dan nyaman

dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat

Jenderal Pajak Kalimantan Barat yang menjadi sampel sebanyak 82 orang.

3.4.2 Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber utama dari individu seperti: hasil wawancara, atau

hasil kuesioner yang biasa dilakukan peneliti. Data primer yang dikumpulkan berupa Teknik

yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam analisis pembahasan

adalah:

a. Teknik observasi non partisipan, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap obyek

yang diteliti, tanpa terlibat secara langsung dalam aktivitas-aktivitas dari permasalahan

yang dihadapi.

b. Teknik kuesioner/angket/wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan

menggunakan daftar pertanyaan tertulis (terstruktur) atau secara lisan (tidak terstruktur)

yang disusun secara sistematis yang diberikan kepada responden untuk dijawab secara

tertulis. Pengisian kuesioner ini dilakukan secara langsung oleh responden.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain atau data primer yang telah

diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpul data primer atau oleh pihak lain, pada

umumnya disajikan dalam bentuk tabel atau diagram. Data sekunder tersebut berupa catatan-

catatan atau dokumen-dokumen dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan

Barat.

3.4.3 Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis jalur adalah

sebuah metode untuk mempelajari efek langsung maupun efek tidak langsung dari variabel.

Dengan demikian analisis jalur ini bukan merupakan metode untuk menentukan hubungan

penyebab satu variabel terhadap variabel lain, tetapi hanya menguji hubungan teoritis antar

variabel. Selain itu, semua variabel di dalam analisis jalur baik yang dependen maupun

independen merupakan variabel yang bisa diukur langsung.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Normalitas

Hasil pengujian normalitas diperoleh asimptotic signifikansi (untuk uji dua arah)

sebesar 0,074 untuk sub struktur I dan 0,444 untuk sub struktur II. Karena sig > alpha (0.05)

maka terima H0 artinya: Residual regresi berdistribusi normal.

4.2. Uji Linieritas

Berdasarkan hasil pemeriksaan asumsi linearitas di atas dapat diketahui bahwa

hubungan antara variabel kompetensi, integritas, budaya organisasi dan kepuasan kerja

dengan kinerja pegawai adalah linear, karena nilai signifikansi linearity lebih kecil (0,000)

dari nilai alpha (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa variabel kompetensi, integritas, budaya

organisasi dan kepuasan kerja memiliki hubungan linear dengan kinerja pegawai, dengan

demikian terpenuhinya asumsi linearitas, maka analisis data dapat dilakukan dengan

menggunakan model regresi linear berganda.

15

4.3. Uji Multikolinieritas

Nilai VIF dari variabel kompetensi, integritas, budaya organisasi dan kepuasan kerja

tidak ada yang melebihi angka 10 yang menunjukkan adanya multikolinearitas. Nilai VIF

dari variabel-variabel tersebut adalah sebesar 3,703, 3,271, 2,810 dan 3,465 sehingga

berdasarkan nilai VIF diketahui bahwa variabel-variabel bebas tersebut bebas dari

multikolinearitas.

4.4. Uji Heteroskedastisitas

hasil uji Spearman’s rho variabel-variabel bebas terhadap Unstandardized Residual

menunjukkan tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu variabel kompetensi

sebesar 0,864, variabel integritas sebesar 0,969, variabel budaya organisasi sebesar 0,732 dan

variabel kepuasan kerja sebesar 0,979. Hal tersebut menunjukkan bahwa data penelitian yang

digunakan tidak terkena masalah heteroskedastisitas.

4.5. Analisis Regresi Berganda

Untuk menilai apakah variabel bebas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

variabel terikat atau tidak dapat diketahui dari hasil Uji F (F test). Hasil Uji F dengan

bantuan SPSS 17.0 dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel ANOVAb

Hasil Uji F atau Uji Simultan

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 107.200 4 26.800 72.668 .000a

Residual 28.398 77 .369

Total 135.598 81

a. Predictors: (Constant), Kepuasan kerja, budaya organisasi, integritas, kompetensi

b. Dependent Variable: Kinerja

Sumber: Data Olahan SPSS 17.0

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada Tabel Anovab diperoleh nilai Fhitung

sebesar 72.688 dengan tingkat siginfikan sebesar 0,000. Karena tingkat Signifikan < alpha

(0.05) maka Ha ditolak: Artinya: kompetensi, integritas, kepuasan kerja dan budaya

organisasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.

4.5.1. Uji Parsial (Uji-t)

1. Pengaruh parsial kompetensi (X1) terhadap kepuasan kerja pegawai (Y1)

Nilai thitung untuk variabel kompetensi sebesar 3,432 dengan signifikansi sebesar 0.001

(sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa kompetensi berpengaruh signifikan

terhadap kepuasan kerja pegawai.

2. Pengaruh integritas (X2) terhadap kepuasan kerja pegawai (Y1)

Nilai thitung untuk variabel integritas (X2) sebesar 2,845 dengan signifikansi sebesar

0.006 (sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa integritas berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.

3. Pengaruh budaya organisasi (X3) terhadap kepuasan kerja pegawai (Y1)

Nilai thitung untuk variabel budaya organisasi (X3) sebesar 2,513 dengan signifikansi

sebesar 0.014 (sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa budaya organisasi

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.

4. Pengaruh kompetensi (X1) terhadap kinerja pegawai (Y2)

Nilai thitung untuk variabel kompetensi sebesar 4,980 dengan signifikansi sebesar 0,000

(sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa kompetensi berpengaruh signifikan

terhadap kinerja pegawai.

16

5. Pengaruh integritas (X2) terhadap kinerja pegawai (Y2)

Nilai thitung untuk variabel integritas sebesar 3,157 dengan signifikansi sebesar 0,002

(sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa integritas berpengaruh signifikan

terhadap kinerja pegawai.

6. Pengaruh budaya organisasi (X3) terhadap kinerja pegawai (Y2)

Nilai thitung untuk variabel budaya organisasi sebesar 2,241 dengan signifikansi sebesar

0,028 (sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa budaya organisasi

berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.

7. Pengaruh kepuasan kerja (Y1) terhadap kinerja pegawai (Y2)

Nilai thitung untuk variabel kepuasan kerja sebesar -0,363 dengan signifikansi sebesar

0,718 (sig>alpha), dengan demikian Ho diterima. Artinya bahwa budaya organisasi tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.

4.5.2. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien regresi (R) yang diperoleh untuk kepuasan kerja sebagai variabel dependen

adalah 0,843. Besarnya sumbangan atau pengaruh seluruh variabel independen secara

bersama-sama terhadap variabel dependen ditunjukkan melalui koefisien determinasi (R

Square) sebesar 0,711. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya sumbangan variabel

kompetensi, integritas dan budaya organisasi secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja

pegawai adalah 0,711 x 100% = 71,1%. Sisanya sebesar 28,9% dipengaruhi oleh variabel

atau faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Selanjutnya Koefisien regresi (R) yang diperoleh untuk kinerja pegawai sebagai

variabel dependen adalah 0,889. Besarnya sumbangan atau pengaruh seluruh variabel

independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen ditunjukkan melalui koefisien

determinasi (R Square) sebesar 0,791. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya sumbangan

variabel kompetensi, integritas, budaya organisasi dan kepuasan kerja secara bersama-sama

terhadap kinerja pegawai adalah 0,791 x 100% = 79,1%. Sisanya sebesar 28,9% dipengaruhi

oleh variabel atau faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

4.5.3. Analisis Jalur

Analisis jalur adalah sebuah metode untuk mempelajari efek langsung (direct effect)

maupun efek tidak langsung (indirect effect) dari variabel. Dengan demikian analisis jalur ini

bukan merupakan metode untuk menentukan hubungan penyebab satu variabel terhadap

variabel lain, tetapi hanya menguji hubungan teoritis antar variabel.

17

0,500X1

(0,000)

0,196X3

(0,028)

0,246X3

(0,014)

0,298X2

(0,002)

-0,035Y1

(0,718)

0,298X2

(0,006)

0,374X1

(0,001)

0,487X1

(0,000)

0,187X3

(0,028)

0,246X3

(0,014)

0,287X2

(0,002)

0,298X2

(0,006)

0,374X1

(0,001)

Analisis Diagram Jalur

e1= 0,537

e2= 0,457

Sumber : data primer yang diolah

4.5.4. Teori Trimming

Apabila terdapat koefisien jalur dari variabel eksogen yang tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap variabel endogen maka koefisien jalur dari variabel eksogen yang tidak

signifikan tersebut dihilangkan dari diagram jalur dan dibuat diagram baru, hal ini disebut

sebagai teori trimming. Dalam penelitian ini karena variabel kepuasan kerja (Y1) terbukti

tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai (Y2) maka jalur ini dihilangkan

sehingga merubah menjadi model persamaan baru sebagai berikut :

Analisis Diagram Jalur Teori Trimming

e1= 0,537

e2= 0,458

Sumber : data primer yang diolah

Kompetensi

(X1)

(X1)

Integritas

(X2)

(X1)

Budaya

Organisasi

(X3)

(X1)

Kepuasan

Kerja

(Y1) Kinerja

(Y2)

Kompetensi

(X1)

(X1)

Integritas

(X2)

(X1)

Budaya

Organisasi

(X3)

(X1)

Kepuasan

Kerja

(Y1) Kinerja

(Y2)

18

Berdasarkan diagram jalur di atas, diketahui bahwa terjadi perubahan pengaruh

langsung dari variabel kompetensi, integritas dan budaya organisasi terhadap kinerja

pegawai. Adapun pengaruh langsung dari variabel kompetensi, integritas dan budaya

organisasi terhadap kepuasan kerja tidak mengalami perubahan.

5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya secara umum dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel kompetensi, integritas,

dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai, namun variabel kepuasan kerja tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

kesimpulan sebagai berikut :

1. Kompetensi pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja

pegawai Kanwil DJP Kalimantan Barat.

2. Integritas pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai

Kanwil DJP Kalimantan Barat.

3. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai

Kanwil DJP Kalimantan Barat.

4. Kompetensi pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai

Kanwil DJP Kalimantan Barat.

5. Integritas pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Kanwil

DJP Kalimantan Barat.

6. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Kanwil

DJP Kalimantan Barat.

7. Kepuasan kerja berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja pegawai

Kanwil DJP Kalimantan Barat, sehingga kepuasan kerja tidak memediasi hubungan

antara variabel kompetensi, integritas dan budaya organisasi dengan kinerja pegawai

Kanwil DJP Kalimantan Barat.

8. Berdasarkan teori trimming maka alur yang efektif untuk meningkatkan kinerja pegawai

Kanwil DJP Kalimantan Barat adalah jalur kompetensi (X1) secara langsung menuju

kinerja pegawai (Y2), jalur integritas (X2) secara langsung menuju kinerja pegawai (Y2),

jalur budaya organisasi (X3) secara langsung menuju kinerja pegawai (Y2).

5.2. Keterbatasan dalam Penelitian Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Objek penelitian ini masih terbatas hanya pada Kanwil DJP Kalimantan Barat yang

merupakan salah satu unit kerja di Direktorat Jenderal Pajak. Penelitian hanya

menggunakan media kuisioner tanpa diikuti dengan wawancara kepada responden,

akibatnya informasi yang didapat tidak memadai untuk dilakukan interpretasi yang

lebih mendalam.

2. Untuk mendapatkan analisis yang lebih luas dan lebih mendalam mengenai suatu

variabel seperti indikator-indikator mana saja yang lebih dominan dari suatu

variabel serta bagaimana hubungan yang terjadi antar variabel-variabel penelitian,

disarankan untuk melakukan analisis dengan menggunakan Structural Equation

Model (SEM).

6. DAFTAR PUSTAKA

Ahamed, Maruf., Mahmood, Rezwan. 2015. Impact of Organizational Culture on Job

Satisfaction: A Study on Banglalion Communication Ltd, Bangladesh. European

Journal of Business and Management Vol. 7, No. 10.

19

Alghifari. 1997. Analisis Regresi, Teori, Kasus dan Solusi. Yogyakarya : BPFE.

Armstrong, M. & Baron, A. .1998. Performance Management Handbook. London: IPM.

Awaludin, Ishak., Adam, La Ode B., and Mahrani, Sri W. 2016. The Effect of Job

Satisfaction, Integrity and Motivation on Performance. The International Journal

Of Engineering And Science (IJES) Vol. 5 Issue 1 : 47-52.

Bernardin, H. Jhon and Russel, Joyce E.A. 1993. Human resources Management. New

York: Prentice Hall.

Buku II Nota Keuangan beserta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun

Anggaran 2016. Melalui http://www.kemenkeu.go.id/Data/nota-keuangan-apbn-

2016

Carter, J. A. 1996. Introductory Course on Integrated Coast al Zone Management

(Training Manual). Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Medan:

Universitas Sumatera Utara.

Covey, Stephen R., Merril, A. Roger., and Rebecca R. Merril. 1996. First Things First.

New York: Simon and Schuster.

Cuddy, Amy J.C., Glick, Peter., and Beninger, Anna. 2004. The Dynamics of Warmth

and Competence Judgments, and their Outcomes in Organizations.

Deal, Terrence E., and Allan A. Kennedy. 1982. Corporate Cultures: The Rites and

Rituals of Corporate Life. United States: Addison-Wesley Publishing Company

Dessler, Gerry, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prenhallindo.

Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang : Badan

Penerbit Universitas Diponegoro.

Gibson, James L., Ivancevich, John M. And Donnelly, James H. 2003. Organizations:

Behavior, Structure, Processes, 11th edition. London: McGraw-Hill.

Glick, William H., Huber, George P. 1996. Organizational Change and Redesign. New

York: Oxford University Press.

Handoko, TH. 2003. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta :

BPFE-Yogyakarta.

Hofstade, Geert. 1998. Attitudes, Values and Organizational Culture: Disentangling the

Concepts. SAGE Journal Vol. 19 Issue 3, page(s):477-493.

https://doi.org/10.1177/017084069801900305

Jones, Graham. 2002. What is this thing called mental toughness? An investigation of

elite sport performers. Journal of Applied Sport Psychology, 14, 205-218.

https://doi.org/10.1080/10413200290103509

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 312/KMK.01/2011 tentang Nilai-Nilai

Kementerian Keuangan. Melalui https://www.kemenkeu.go.id/profil/nilai-nilai-

kementerian-keuangan/

Khalil, Elias L. 2004. Integrity, shame and self-rationalization. Faculty Research and

Reports. melalui https://digitalwindow.vassar.edu/faculty_research_reports/80

Kotter, John P., and James L. Heskett. 1992. Corporate culture and performance. New

York: Free Press.

Kroeber, A.L., dan Kluckhohn, C. 1952. Culture: A Critical Review of Concepts and

Definitions. Cambridge, MA: Peabody Museum.

Luthans, Fred. 2010. Organizational Behavior: An Evidence-Based Approach. New

York, USA : McGraw-Hill/Irwin.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.

Bandung : PT. Remaja Rosda Karya

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung : Refika

Aditama

20

Mathis, Robert L. dan Jackson, John H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi

Pertama. Jakarta : Salemba Empat.

Mat Saad, Halimatus Saadiah., Mohamad, Baharom., and Ismail, Sharifah Hayaati S.

2014. The Role of Integrity as a mediator between Work Satisfaction and Work

Performance in The Perspective of Islam: an Empirical Approach using

SEM/AMOS Model. IMPACT: International Journal of Research in Applied,

Natural and Social Sciences Vol. 2 Issue 1 : 71-84.

McClelland, David. 1973. Testing for Competence Rather Than Intelligence: American

Psychologist. USA: Harvard University.

Mecca, Andrew M., Smelser, Neil J., and Vasconcellos, John. 2014. The Social

Importance of Self-Esteem. USA : University of California Press.

Michita, CR and Frederic, WS. 2003. Organizational Behaviour, Seventh Edition.

Singapura : Me Growth-hil Book Co-Singapore.

Mitrani, Alain., Dalziel, Murray., and Fitt, David. Competency Based Human Resource

Management: Value-driven strategies for recruitment, development and reward.

London : Kogan Page.

Mondy, R. Wayne., dan Robert M. Noe. 1996. Human Resource Management. USA:

Prentice Hall.

Newstrom, J. W., & Davis, K. 2002. Organizational behavior: Human behavior at work.

Boston, USA : McGraw-Hill.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka

Cipta.

Nurlaila, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia I. Ternate: Penerbit Lep Khair

Palan, R. 2007. Competency Management. Jakarta: Penerbit PPM.

Peterson, C., & Seligman, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: A handbook

and classification. New York, USA : Oxford University Press.

Prayitno, Dwi. 2008, Mandiri Belajar SPSS, Yogyakarta, Mediakom.

Prayitno, Widodo dan Suprapto, 2002. Standarisasi Kompetensi Pegawai Negeri Sipil

Menuju Era Globalisasi Global: Seri Kertas Kerja Volume II Nomor 05. Jakarta :

Pusat Penelitian dan Pengembangan BKN

Robbins, S. P. 2006, Perilaku Organisasi Edisi Indonesia PT Indeks. Jakarta: Kelompok

Gramedia.

Robinson, Herbert S., Carrillo, Patricia M., Anumba, Chimay J. and Al‐Ghassani,

Ahmed M. 2005. Knowledge management practices in large construction

organisations", Engineering, Construction and Architectural Management, Vol. 12

Issue: 5, pp.431-445, doi: 10.1108/09699980510627135

Rogers,. C. (1961). On becoming a person: A therapist’s view of psychotherapy. London.

Consta.

Ruki, Achmad S. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka. Utama.

Sarwono, Jonathan. 2012. Analisis Jalur Untuk Riset Bisnis. Yogyakarta: Andi

Schlenker, Barry R., Miller, Marisa L., and Johnson, Ryan M. 2009. Moral identity,

integrity, and personal responsibility. Dalam Narvaez, Darcia & Lapsley, Daniel

(penyunting). Personality, Identity, and Character. London, UK : Cambridge

University Press.

Siagian P, Sondang, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: BUMI AKSARA.

Siagian, James. 2013. Metode Penelitian Sosial Praktis. Pontianak: STAIN Pontianak

Press.

Silvia, Bagia. I Wayan., dan Cipta, Wayan. 2016. Pengaruh Kompetensi dan Budaya

Kerja terhadap Kinerja Karyawan. e-Journal Bisma Universitas Pendidikan

Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016).

21

Sirait, J. T. (2006). Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam

Organisasi, Jakarta: PT Grasindo.

Smith, P.C., L. Kendall, and C.L. Hulin. 1969. The Measurement of Satisfaction in Work

and Retirement. Chicago: Rand McNally.

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Spencer, Lyle M., dan Signe M Spencer. 1993. Competence at Work. New York. Wiley

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sumodiningrat, G. 2001. Ekonometrika Pengantar. Yogyakarta: BPFE

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

melalui

http://www.bpk.go.id/assets/files/storage/2013/12/file_storage_1386152419.pdf

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016. Melalui

http://www.kemenkeu.go.id/Data/uu-apbn-2016

Visi Misi Direktorat Jenderal Pajak. Melalui http://www.pajak.go.id/visi_dan_misi

Welch, Jack. 2005. Winning. New York : Harper Collins Publishers.

Werther, Jr., W.B.,. & K. Davis. 2006. Human Resources & Personnel Management (5th

Edition). Singapore: McGraw-Hill.

Wexley, Kenneth N dan Gary A. Yukl. 1992. Organizational Behaviour and Personnel

Psychology. Penerjemah Muh. Shobaruddin. Jakarta: Rineka Cipta.

Wibowo.2014. Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.

Widarjono, Agus. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP STIM

YKPN.

Wood, J., Wallace, J. and Zeffane, R.M. 2001. Organisational Behaviour: A Global

Perspective. Australia: John Wiley & Sons Australia Ltd.