1
ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI, INTEGRITAS DAN BUDAYA
ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN KEPUASAN KERJA
SEBAGAI VARIABEL PERANTARA
(Studi pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat)
BERRY HARMAILY
ABSTRAK
Banyak hal yang mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja dari seorang karyawan,
diantaranya adalah kompetensi dan integritas yang dimiliki serta budaya organisasi tempat
karyawan tersebut bekerja. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang kompetensi,
integritas dan budaya organisasi, bagaimana pengaruhnya terhadap kepuasan kerja dan
kinerja pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat. Variabel
independennya adalah kompetensi, integritas dan budaya organisasi dengan kinerja sebagai
variabel dependennya dan kepuasan kerja merupakan variabel perantara. Jumlah sampel
adalah pegawai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat. Untuk analisis
data digunakan analisis regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan aplikasi
program komputer (SPSS 17.0). Di samping itu, dilakukan juga uji validitas, uji reabilitas, uji
normalitas, uji linearitas, uji heterokedastisitas dan, uji analisis jalur (path analysis). Dari
hasil penelitian ini diketahui bahwa variabel kompetensi, integritas dan budaya organisasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel kepuasan kerja dan kinerja pegawai,
sedangkan variabel kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
Kata Kunci : kompetensi, integritas, budaya organisasi, kinerja pegawai, kepuasan kerja
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pemahaman masyarakat pada umumnya, tugas menghimpun penerimaan pajak
di Indonesia merupakan tugas utama dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
Republik Indonesia. Mengingat penerimaan pajak merupakan penyumbang terbesar APBN,
maka pemerintah perlu meningkatkan kapasitas dan wewenang DJP untuk mempertahankan
tugasnya dalam menghimpun pajak agar negara mampu membiayai APBN secara mandiri,
sehingga lambat laun dapat mengurangi upaya negara mencari hutang yang setiap tahun
semakin bertambah jumlahnya. Misi Direktorat Jenderal Pajak adalah menjamin
penyelenggaraan negara yang berdaulat dan mandiri dengan antara lain mengumpulkan
penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela yang tinggi dan penegakan hukum yang
adil, kemudian aparat pajak yang berintegritas, kompeten dan profesional. Berdasarkan
penjelasan dari peraturan Presiden dan keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang tugas dan
fungsi dari DJP diketahui bahwa tugas dari aparatur pajak yang ada di DJP bertanggung
jawab untuk bekerja secara profesional dilandasi dengan sikap integritas yang tinggi dan
memiliki kompetensi yang handal untuk dapat menghimpun setiap rupiah penerimaan negara
dalam APBN berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dengan kata lain, kinerja dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak secara umum dapat
dilihat dari bagaimana realisasi dari penerimaan pajak yang dihimpun pada suatu tahun
anggaran dibandingkan dengan target penerimaan yang sudah ditetapkan dalam APBN
sebelumnya. Hal tersebut selaras dengan pengertian kinerja menurut pendapat beberapa orang
dalam menjelaskan pengertian kinerja. Amstrong dan Baron (1999) menjelaskan bahwa
kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi. Menurut Luthans (2010), kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang
2
dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan. Kemudian
Suwasto (1996) menjelaskan bahwa kinerja atau prestasi kerja merupakan pelaksanaan tugas
yang telah diselesaikan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur.
Salah satu sasaran strategis yang ingin dicapai berdasarkan Cetak Biru Manajemen
SDM DJP adalah terciptanya pegawai-pegawai yang memiliki kinerja prima. Adapun target
yang ingin dicapai oleh Direktorat Jenderal Pajak terkait dengan sasaran strategis terciptanya
pegawai-pegawai yang memiliki kinerja prima antara lain adalah terciptanya kepuasan
pemangku kepentingan dan Wajib Pajak terhadap hasil kerja pegawai, sebagian besar
pegawai merasa memiliki komitmen (feel engaged) dalam bekerja, rendahnya tingkat
pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai dan sebagian besar pegawai memiliki nilai budaya
kerja yang kuat. Sehingga diharapkan berdampak terhadap kinerja pegawai secara
keseluruhan untuk dapat mendukung jalannya proses bisnis dan terwujudnya visi misi dari
Direktorat Jenderal Pajak. Prawirosentono (1999) mengemukakan bahwa terdapat beberapa
indikator yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai kinerja, yaitu efektifitas, otoritas dan
tanggung jawab, disiplin, serta inisiatif. Selanjutnya Umar (2003) menyebutkan ada 10
komponan data yang digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu kualitas pekerjaan, kejujuran
karyawan, inisiatif, kehadiran, sikap, kerja sama, keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan,
tanggung jawab dan pemanfaatan waktu. Senada dengan hal diatas, Robbins (2006)
menyebutkan bahwa ada delapan indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara
individu, yaitu prestasi kerja, pencapaian target, keterampilan, kepuasan, inisiatif, tingkat
kehadiran, ketaatan, dan ketepatan waktu.
Tabel 1.2
Realisasi Penerimaan Pajak Kanwil DJP Kalimantan Barat Tahun 2016
No Nama Kantor Target Penerimaan Realisasi Capaian
1 KPP Pratama Pontianak 3,153,285,653,998 2,556,376,870,708 81.07%
2 KPP Pratama Singkawang 890,901,636,995 557,643,757,645 62.59%
3 KPP Pratama Ketapang 747,929,245,000 555,614,210,401 74.29%
4 KPP Pratama Mempawah 796,659,669,000 622,446,827,229 78.13%
5 KPP Pratama Sanggau 809,767,246,992 707,606,142,398 87.38%
6 KPP Pratama Sintang 658,865,131,998 565,982,284,753 85.90%
7,057,408,583,983 5,565,670,093,134 78.23%TOTAL Sumber : Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat, 2017
Penerimaan pajak sebagai salah satu indikator yang diketahui oleh masyarakat banyak
sebagai tugas utama dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak umumnya termasuk di Kanwil
DJP Kalimantan Barat tentunya menjadi tolak ukur masyarakat awan dalam menilai kinerja
pegawai Kanwil DJP Kalimantan Barat. Tidak tercapainya target penerimaan pajak pada
tahun 2016 sebagaimana tercantum dalam tabel 1.2 diatas menjadikan tolak ukur untuk
mempertanyakan kinerja dari pegawai di Kanwil DJP Kalimantan Barat apakah sudah
bekerja secara maksimal atau terdapat faktor-faktor yang membuat kinerja pegawai di Kanwil
DJP Kalimantan Barat tidak mampu mencapai target penerimaan pajak yang dibebankan di
awal tahun. Dalam pengukuran kinerja, Bernardin dan Russel (1993) mengungkapkan bahwa
terdapat enam kriteria utama yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu quality,
quantity, timeliness, cost effectiveness, need for supervisor dan interpersonal import.
Selanjutnya Sedarmayanti (2011) mengatakan bahwa penilaian kinerja bertujuan untuk
meningkatkan kinerja karyawan dengan cara membantu karyawan agar menyadari dan
menggunakan seluruh potensi dalam mewujudkan tujuan organisasi serta memberikan
informasi kepada karyawan dan pimpinan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan terkait
pekerjaan tersebut.
3
Tabel 1.3
Komposisi Pegawai Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat
Usia (tahun)/
Pendidikan
SMA D1 D3 S1 S2 S3
21 - 30 - 4 4 12 - -
31 - 40 - 8 3 15 9 -
41 - 50 3 - - 9 7 1
51 keatas 2 - - 6 4 -
Sumber : Sistem Informasi Kepegawaian dan Aset (SIKKA) DJP
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar pegawai sudah lulus
dari jenjang pendidikan tinggi setingkat universitas. Hanya sebagian kecil dari pegawai
Kanwil DJP Kalimantan Barat yang berijazah SMA, dan tidak ada yang berijazah di bawah
SMA. Dari tabel diatas juga dapat diketahui bahwa sebagian besar pegawai berusia di bawah
50 tahun, bahkan lebih dari separuh pegawai berusia di bawah 40 tahun yang mana dapat
dikategorikan sebagai usia muda. Dilihat dari tabel diatas dapat diketahui bahwa secara usia
dan tingkat pendidikan maka pegawai Kanwil DJP Kalimantan Barat memiliki kualitas
kompetensi dasar yang memadai untuk dapat menghasilkan pegawai-pegawai yang memiliki
kinerja prima yang dapat mendukung tercapaikan kinerja atas target penerimaan pajak yang
dibebankan kepada Kanwil DJP Kalimantan Barat. Namun demikian, memiliki tingkat
pendidikan yang memadai dan usia produktif tidak cukup bagi DJP untuk dapat
menghasilkan pegawai-pegawai yang memiliki kinerja prima yang diharapkan dapat
mendukung pencapaian target penerimaan pajak yang setiap tahunnya selalu meningkat.
Dalam melakukan pekerjaan sehari-hari pegawai DJP disyaratkan memiliki kompetensi yang
tercermin dalam bentuk penguasaan terhadap pengetahuan perpajakan, keterampilan dalam
bekerja serta memiliki nilai-nilai luhur seperti integritas, harga diri, serta prinsip kebenaran
yang dimiliki oleh seluruh pegawai dan diaplikasikan secara bersama-sama di dalam
organisasi. Proses implementasi sebuah kebijakan yang modern tidak terlepas dari
internalisasi budaya kerja terhadap sumber daya manuasia yang ada. Kesadaran ini muncul
karena kesuksesan implementasi sebuat kebijakan ditentukan oleh kesesuaian antara strategi
dan budaya organisasi. Bentuk budaya kerja organisasi yang optimal akan berhubungan
dengan kualitas kinerja yang ditawarkan yaitu budaya organisasi yang kuat akan mendukung
pencapaian visi dan misi organisasi, karena menurut Robbins (2008) budaya organisasi yang
kuat akan membina kekohesifan, kesetiaan dan komitmen karyawan terhadap organisasi.
Dengan semakin solid dan loyal karyawan, akan lebih mudah melakukan pembinaan dan
mendorong pencapaian akan visi dan misi organisasi oleh karyawan tersebut.
Untuk mencapai tujuan Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun penerimaan
Negara dengan salah satu cara yaitu menghasilkan pegawai-pegawai Direktorat Jenderal
Pajak yang berkinerja prima, termasuk di lingkungan Kanwil DJP Kalimantan Barat, maka
dari beberapa indikator pegawai berkinerja prima dalam Cetak Biru manajemen SDM di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak menurut peneliti kompetensi pegawai di di Kanwil DJP
Kalimantan Barat dilihat dari tabel 1.3 diatas sudah cukup memadai dan masih banyak yang
berusia muda dan produktif untuk bekerja. Penelitian terhadap pengaruh kompetensi terhadap
kinerja pegawai sudah dilakukan sebelumnya oleh Lotunani et al. (2014), Zaim et al. (2013)
dan Sriekaningsih (2015). Selanjutnya dalam hal integritas pegawai DJP dan di Kanwil DJP
Kalimantan Barat juga sudah memiliki standar dengan Nilai-nilai Kementerian Keuangan dan
Kode Etik Pegawai DJP yang selalu ditanamkan setiap hari dan diharapkan dapat menjadi
4
bagian dari budaya organisasi yang bersih dan transparan di DJP umumnya termasuk di di
Kanwil DJP Kalimantan Barat, sebagaimana telah dilakukan penelitian terdahulu oleh
Shurbagi (2015), Wambugu (2014), Awadh dan Alyahya (2013), Gull dan Azam (2012),
Mohamad et al. (2014) serta Amjad et al. (2011). Hal-hal tersebut diatas mendorong penulis
untuk melakukan penelitian tentang indikator-indikator yang mendorong terciptanya pegawai
Direktorat Jenderal Pajak yang berkinerja prima yaitu memiliki integritas, kompetensi dan
budaya organisasi yang mendukung terciptanya kepuasan kerja individu pegawai. Kepuasan
kerja sendiri selain sebagai variabel yang mempengaruhi kinerja pegawai juga di dalam
penelitian-penelitian yang dilakukan terdahulu juga dapat dipengaruhi oleh variabel
kompetensi pegawai, integritas dan budaya organisasi. Sehingga dapat menjadi variabel
perantara dalam mendukung pengaruh dari variabel-variabel lainnya terhadap kinerja
pegawai DJP.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan
judul “ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI, INTEGRITAS DAN BUDAYA
ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN KEPUASAN KERJA
SEBAGAI VARIABEL PERANTARA (Studi pada Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Kalimantan Barat)”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun rumusan permasalahan yang dapat
diangkat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pada Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?
2. Apakah integritas berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pada Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?
3. Apakah budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pada Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?
4. Apakah kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?
5. Apakah integritas berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?
6. Apakah budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?
7. Apakah kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat?
1.4 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja
pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
2. Untuk mengetahui apakah integritas berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja
pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
3. Untuk mengetahui apakah budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan
kerja pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
4. Untuk mengetahui apakah kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai
pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
5. Untuk mengetahui apakah integritas berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai
pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
6. Untuk mengetahui apakah budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
5
7. Untuk mengetahui apakah kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja
pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
1.5 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memiliki manfaat serta digunakan
oleh berbagai pihak di antaranya :
1.5.1. Manfaat Teoritis
Penulis mengharapkan manfaat teoritis penelitian ini adalah menambah kajian Ilmu
Manajemen Sumber Daya Manusia.
1.5.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan peneliti dalam hal
memberdayakan pegawai secara optimal untuk peningkatan kinerja dalam mencapai kinerja
dan kepuasan kerja pegawai.
2. Bagi Kanwil DJP Kalimantan Barat
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada pihak management
hotel bintang tiga dikota Pontianak sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
acuan dalam pembuatan kebijakan serta keputusan, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan
cetak biru manajemen sumber daya manusia Direktorat Jenderal Pajak dan kinerja pegawai.
2. TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Landasan Teori dan Kajian Empiris
2.1.1. Kompetensi
Kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang
memuaskan di tempat kerja, juga menunjukkan karakteristik pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki atau dibutuhkan oleh setiap individu yang memampukan mereka untuk
melakukan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan meningkatkan standar
kualitas professional dalam pekerjaan. Dapat juga disebut sebagai kemampuan untuk
melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan
dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.
Menurut McClelland (1973) dalam artikelnya yang berjudul Testing for competence
rather than intelligence, dalam artikel tersebut terdapat pengertian kompetensi menurut
psikologi industrial. menyimpulkan, berdasarkan hasil penelitian, bahwa tes kecakapan
akademis tradisional dan pengetahuan isi, serta nilai dan ijazah sekolah, tidak dapat
memprediksi keberhasilan di pekerjaan/kehidupan, biasanya bias terhadap masyarakat yang
sosial ekonomi rendah menurut McClelland (1973). Kesimpulan ini membuat Mc Clelland
(1973) bertanya-tanya, apabila bukan kecerdasan, apa yang dapat memprediksi keberhasilan
pekerjaan/kehidupan, maka ia mulai mencari metode penelitian untuk mengindentifikasi
variabel kompetensi yang bisa memprediksi kinerja karyawan dan tidak dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti ekonomi, sosial atau ras. McClelland (1973) menggunakan sampel
kriteria (criterion sample), sebuah metode yang membandingkan antara orang sukses dengan
orang yang kurang sukses dengan tujuan untuk mengidentifikasi karakteristik yang berkaitan
dengan kesuksesan. Karakteristik kompetensi ini, saat muncul dan diperlihatkan secara
konsisten dapat mengarahkan pada prestasi kerja. Hal tersebut yang menyebabkan
beragamnya definisi kompetensi.
Spencer dan Spencer (1993), mengemukakan bahwa kompetensi merujuk kepada
karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri
khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang
berkinerja unggul (superior performer) di tempat kerja. Karakteristik kompetensi dibedakan
berdasarkan pada tingkat mana kompetensi tersebut dapat diajarkan. Keahlian dan
6
pengetahuan biasanya dikelompokkan sebagai kompetisi di permukaan sehingga mudah
tampak. Kompetisi ini biasanya mudah untuk dikembangkan dan tidak memerlukan biaya
pelatihan yang besar untuk menguasainya. Kompetensi konsep diri, karakteristik pribadi dan
motif sifatnya tersebunyi dan karena itu lebih sulit untuk dikembangkan atau dinilai. Untuk
mengubah motif dan karakteristik pribadi masih dapat dilakukan, namun prosesnya panjang,
sulit dan mahal. Cara yang paling hemat bagi organisasi untuk memiliki kompetensi ini
adalah melalui proses seleksi karakter.
Kompetensi sering digunakan sebagai kriteria utama untuk menentukan kerja
karyawan seperti profesional, manajerial atau senior manajer. Perusahaan akan
mempromosikan karyawan yang memenuhi kriteria kompetensi yang dibutuhkan dan
dipersyaratkan untuk ke jenjang yang lebih tinggi. Karena kompetensi merupakan suatu
kecakapan dan kemampuan individu dalam mengembangkan dan menggunakan potensi-
potensi dirinya dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan
organisasi atau tuntutan dari pekerjaan yang menggambarkan satu kinerja. Kompetensi dapat
juga digunakan sebagai kriteria untuk menentukan penempatan kerja karyawan. Karyawan
yang ditempatkan pada tugas tertentu akan mengetahui kompetensi apa yang diperlukan, serta
jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya dengan mengevaluasi kompetensi-kompetensi
yang sesuai dengan tolok ukur penilaian kinerja. Sehingga sistem pengelolaan sumber daya
manusia lebih terarah, karyawan dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan, keahlian, tingkat kompetensi dan kinerjanya.
2.1.2. Integritas
Welch (2005) dalam bukunya yang berjudul “Winning” mengatakan integritas adalah
sepatah kata yang kabur (tidak jelas). Orang-orang yang memiliki integritas mengatakan
kebenaran, dan orang-orang itu memegang kata-kata mereka. Mereka bertanggung-jawab
atas tindakan-tindakan mereka di masa lalu, mengakui kesalahan mereka dan
mengoreksinya. Mereka mengetahui hukum yang berlaku dalam negara mereka, industri
mereka dan perusahaan mereka – baik yang tersurat maupun yang tersirat – dan mentaatinya.
Mereka bermain untuk menang secara benar (bersih), seturut peraturan yang berlaku.
Integritas didefinisikan oleh Rogers (1961) sebagai kondisi yang terjadi ketika individu
mampu menerima serta bertanggung jawab terhadap perasaan, niat, komitmen dan perilaku,
termasuk mengakui kondisi itu kepada orang lain bila diperlukan. Carter (1996) memperkuat
definisi tersebut dengan menyatakan bahwa individu yang memiliki integritas bersedia
menanggung konsekuensi dari keyakinannya, meskipun hal itu sulit dilakukan,
konsekuensinya tidak menyenangkan, bahkan tidak mendapat kerugian jika tidak
mempertahankan integritasnya. Menurut Khalil (2004), integritas ditegaskan ketika individu
memiliki pilihan untuk tidak menghormati atau melanggar komitmen/janji yang ia buat
sendiri karena pelanggaran terhadap komitmen/janji mendatangkan rasa malu terhadap
dirinya sendiri.
Faktor pembentuk integritas berasal dari konsep yang dikemukakan oleh psikolog
humanistik Rogers (1961). Faktor merupakan suatu kesatuan utuh (koherensi) yang artinya
seluruh faktor tersebut tidak bisa dipecah-pecah karena saling terkait satu sama lain. Individu
dikatakan memiliki integritas apabila memiliki seluruh faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut
adalah :
1. Jujur
Jujur berarti tidak mengingkari hati nurani, berbicara dan bertindak sesuai nilai-nilai
pribadi yang dipegang teguh serta menjaga komitmen terhadap orang lain, selanjutnya
individu dikatakan jujur apabila menerima dan mampu bertanggung jawab atas perasaan serta
perilaku sebagaimana adanya. Meski memegang erat prinsip kejujuran, namun dalam situasi
yang penuh tipu muslihat dan harus menghadapi orang yang tidak jujur, individu yang
7
memiliki integritas tinggi akan bertindak dan menegur dengan mempertimbangkan berbagai
hal serta tidak menyakiti. Karenanya menurut Schlenker et al. (2009) individu yang memiliki
integritas lebih dihormati daripada disukai.
2. Teguh
Teguh artinya tidak menyalahi prinsip dalam menjalankan kewajiban, tidak dapat
disuap atau diajak melakukan perbuatan curang meskipun ada godaan materi atau dorongan
dari orang lain. Peterson dan Selignman (2004) menyatakan ada dua situasi yang membuat
individu dikatakan memiliki keteguhan. Pertama ketika harus menghadapi situasi yang tidak
menguntungkan seperti pertentangan serta ketidakpercayaan dan yang kedua ketika harus
menghadapi kesulitan atau keadaan bahaya. Keteguhan yang memiliki integritas dinilai
muncul dalam situasi pertama karena integritas melibatkan suatu pilihan antara beberapa
tindakan atau cara. Keteguhan menjalankan prinsip berbeda dengan kefanatikan yang rela
membunuh orang tak bersalah guna mencapai tujuan, yang baginya merupakan prinsip hidup.
Individu dengan integritas tinggi memiliki kebijakan yang ditujukan bukan hanya untuk
kelompok atau golongannya, tetapi kepentingan manusiawi yang lebih besar (Schlenker, et
al., 2009).
3. Memiliki self-control yang kuat
Self-control didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam mengontrol atau
memantau respon agar sesuai dengan tujuan hidup dan standar moral yang dimiliki. Untuk
bisa memperlakukan orang lain, bahkan orang yang sesungguhnya tidak disukai secara baik,
individu harus memiliki self-control yang kuat. Kemampuan individu mengontrol atau
memantau respon, selain penting untuk menjaga agar perilaku tetap sesuai dengan tujuan
hidup dan standar moral, juga penting untuk berhubungan dengan orang lain (Peterson dan
Seligman, 2004). Individu yang memiliki self-control kuat tidak mudah memperlihatkan
reaksi emosional lewat ucapan maupun sikap badan. Individu yang memiliki self-control
terlihat tenang bila dihadapkan pada stimulus yang memancing emosi, hal ini menjadikan
orang lain lebih nyaman berhubungan dengan mereka.
4. Memiliki self-esteem yang tinggi
Self-esteem adalah kepercayaan bahwa individu mampu berperilaku sesuai nilai moral
yang diyakini. Blasi (2004) menyebut self-esteem sebagai perasaan positif individu bahwa
dirinya bermoral dan mampu menjalankan prinsip-prinsip moral. Karena berasal dari beliefs,
menurut Mecca et al. (1989) meyakini bahwa harga diri mampu meningkatkan perilaku yang
baik dan keteguhan.
Pegawai yang memiliki integritas merupakan aset yang berharga bagi organisasi.
Dimulai dari proses perekrutan, mendapatkan orang yang berintegritas berarti mendapatkan
kebenaran dari riwayat hidup dan pekerjaan yang dimiliki pegawai tersebut. Pekerjaan
dilakukan secara transparan dan dapat dijamin akuntabilitas, sehingga pengukuran kinerja
atas pekerjaan pegawai tersebut lebih akurat hasilnya. Pegawai yang memiliki integritas juga
cenderung lebih positif dalam kepuasan kerja, karena tidak ada ketakutan akan terungkapnya
kebohongan dan kecurangan yang dilakukan dalam kehidupan kerja sehari-hari. Lingkungan
kerja akan cenderung positif karena pegawai yang berintegritas akan jauh dari kecenderungan
menyimpang terutama korupsi dan penyalahgunaan wewenang di dalam organisasi kerja dan
kekuasaan kerja yang diamanahkan kepada pegawai tersebut.
2.1.3. Budaya Organisasi
Mercer dalam Dessler (1996) merumuskan budaya organisasi adalah “totalitas pola
perilaku dan karakteristik pola pemikiran dari karyawan suatu organisasi, keyakinan,
pelayanan, perilaku dan tindakan dari karyawan”. Menurut Robbins (2008) dalam bukunya
perilaku organisasi menjelaskan bahwa budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam
organisasi. Pertama, budaya mempunyai peran menetapkan garis batas; artinya, budaya
8
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. Kedua, budaya
memberikan rasa identitas ke setiap anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah
timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi
seseorang. Keempat, budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya merupakan
perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-
standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggota
organisasi. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme
pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para anggota. Lebih lanjut
dijelaskan Robbins (2008) bahwa budaya organisasi yang kuat memberikan pemahaman yang
jelas kepada para karyawan tentang “cara penyelesaian urusan di lingkungan ini”, budaya
memberikan stabilitas pada organisasi. Selanjutnya menurut Robbins (2008) budaya
organisasi merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang
membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini bila
diamati dengan seksama merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh
organisasi tersebut.
Terdapat tujuh karakteristik primer yang menurut Robbins (2008) menangkat hakikat
dari budaya organisasi, yaitu :
1. Inovasi dan pengambilan risiko, yakni sejauh mana para karyawan didorong agar
inovatif dan mengambil risiko.
2. Perhatian terhadap detail, yakni sejauh mana para karyawan diharapkan
memperlihatkan kecermatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil, yakni sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil,
bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.
4. Orientasi orang, yakni sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak
hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi tersebut.
5. Orientasi tim, yakni sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasarkan tim,
bukannya berdasarkan individu.
6. Keagresifan, yakni sejauh mana orang-orang tersebut agresif dan kompetitif dan
bukannya bersantai.
7. Kemantapan, yakni sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya
status quo bukannya pertumbuhan.
Setiap karakteristik tersebut berada pada kontinum dari rendah ke tinggi. Maka
dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran
gabungan terhadap budaya organisasi tersebut. Gambaran itu menjadi dasar bagi perasaan
pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, cara penyelesaian
urusan di dalamnya, dan cara para anggota diharapkan berperilaku.
Deal dan Kennedy (1982) dalam bukunya Corporate Culture mengemukakan bahwa
ciri-ciri organisasi yang memiliki budaya organisasi kuat adalah sebagai berikut :
1) Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan
organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik dan tidak baik.
2) Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam organisasi digariskan dengan
jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan sehingga orang-orang yang bekerja
menjadi sangat kohesif.
3) Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati
dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang
bekerja dalam organisasi, dari mereka yang berpangkat paling rendah sampai pada
pimpinan tertinggi.
4) Organisasi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan organisasi dan
secara sistematis menciptakan bermacam-macam tingkat pahlawan, misalnya pemberi
saran terbaik, inovator tahun ini, dan sebagainya.
9
5) Dijumpai banyak ritual, mulai dari yang sangat sederhana sampai dengan ritual yang
mewah. Pemimpin organisasi selalu mengalokasikan waktunya untuk menghadiri
acara-acara ritual ini.
6) Memiliki jaringan kultural yang menampung cerita-cerita kehebatan para
pahlawannya.
2.1.4. Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (2003), kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sikap umum
atau reaksi efektif seorang individu terhadap pekerjaannya yang berasal dari perbandingan
hasil aktual pemegang jabatan dengan apa yang diinginkan. Smith et al. (1969) mengatakan
bahwa kepuasan kerja adalah perasaan pekerja terhadap pekerjaannya, hal ini merupakan
sikap umum terhadap pekerjaan yang didasarkan pada penilaian aspek yang berada dalam
pekerjaan. Sikap seseorang terhadap pekerjaan menggambarkan pengalaman yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan, juga berhubungan dengan harapan dimasa
mendatang. Gibson et al. (2003) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap yang
dimiliki individu tentang pekerjaan, yang merupakan hasil persepsinya terhadap pekerjaan
tersebut. berdasarkan batasan tersebut dapat dikemukakan bahwa kepuasan kerja ada
kaitannya dengan sejumlah aspek pekerjaan seperti hasil kerja dan kejadian yang timbul pada
saat pekerjaan dilaksanakan. Kedua aspek tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang umumnya bersumber dari luar diri pekerja antara lain kondisi kerja, rekan kerja yang
tercermin pada keadaaan dimana ada rasa kekeluargaan, rasa saling menghormati, dan rasa
saling mendukung dalam melaksanakan pekerjaan.
Menurut Newstrom dan Davis (2002) ada beberapa faktor yang menentukan kepuasan
kerja seorang karyawan, yaitu kerja yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas,
kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung dan kesesuaian kepribadian dan
pekerjaan. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan untuk
menggunakan keterampilan dan kemampuannya, menawarkan beragam tugas, kebebasan,
dan umpan balik mengenai hasilnya. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menjadi
menantang. Pekerjaan yang sangat kurang menantang dapat menciptakan rasa frustasi dan
kegagalan. Kebanyakan pekerja merasa puas pada kondisi tantangan sedang. Ganjaran yang
pantas akan menumbuhkan kepuasan terhadap pekerjaan. Pekerja menginginkan sistem upah
dan kebijakan promosi yang bersifat adil, tidak bermakna ganda, dan sejalan dengan harapan
mereka. Upah dapat menghasilkan kepuasan jika didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar pengupahan yang berlaku secara umum. Pekerja berusaha
mendapatkan kebijakan dan praktek promosi yang adil, memberikan kesempatan untuk
pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat.
Pekerja akan merasa puas jika keputusan promosi dibuat secara adil. Kepuasan kerja bersifat
dinamis, artinya dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang dialami individu. Kepuasan
kerja secara khusus mengacu kepada sikap seorang karyawan, misalnya karena kenaikan
pangkat atau gaji yang diperolehnya. Kepuasan kerja dapat pula menggambarkan sikap secara
keseluruhan mengacu pada bagian pekerjaan seseorang. Setiap individu yang masuk ke suatu
lingkungan kerja membawa kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Kebutuhan itu kemudian
menjadi pendorong baginya untuk berusaha mencapai tujuan. Apabila kebutuhan yang
diharapkan dari pekerjaan terpenuhi maka kepuasan akan timbul. Jika kebutuhan tersebut
tidak terpenuhi, maka ketidakpuasan yang akan muncul. Kepuasan mempunyai arti yang
penting bagi karyawan dan organisasi, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam
lingkungan pekerjaan (Handoko, 2003).
Menurut Gibson (2003) kepuasan kerja akan timbul apabila lingkungan kerja bersifat
kondusif, baik dari segi upah, pekerjaan, rekan kerja ataupun ikut dilibatkannya karyawan
dalam pengambilan keputusan. Jika karyawan terpuaskan, maka diharapkan produktivitasnya
10
meningkat. Menurut Gibson kepuasan kerja bergantung pada tingkat perolehan faktor
intrinsik dan ekstrinsik serta pandangan pekerja terhadap perolehan itu. Sementara itu
Luthans (2010) menyebutkan terdapat enam faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja,
yakni pekerjaan itu sendiri, upah, promosi, supervisi, kelompok kerja dan kondisi tempat
kerja. Kahn seperti dikutip oleh Krech et al. (2002) mengemukakan ada empat faktor penentu
kepuasan kerja, yaitu faktor yang berkaitan dengan imbalan material (gaji saat ini dan gaji
yang akan datang atau kesempatan untuk belajar dan promosi), pekerjaan itu sendiri,
besarnya tantangan, minat dan status yang diperoleh, kebijakan organisasi (kondisi kerja dan
operasi perusahaan) dan kompetensi penyelia, teknisi dan keberadaan pemimpin.
2.1.5. Kinerja Pegawai
Menurut Wibowo (2007) suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan organisasi untuk dicapai. Setiap organisasi dapat
menentukan tujuannya sendiri. Pencapaian tujuan organisasi menunjukkan hasil kerja atau
prestasi kerja organisasi dan menunjukkan sebagai kinerja atau performa organisasi. menurut
Nurlaila performance atau kinerja merupakan hasil dari suatu proses (2010). Terdapat
beberapa pendapat dari para ahli tentang pengertian kinerja. Amstrong dan Baron (1999)
menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat
dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada
ekonomi. Prawirosentono (1997) memberikan batasan tentang pengertian kinerja adalah hasil
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan
organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Suwasto
(1996) menjelaskan bahwa kinerja atau prestasi kerja merupakan pelaksanaan tugas yang
telah diselesaikan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur. Dan menurut
Dharma (1997) kinerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau
diberikan kepada sekelompok orang sehingga dengan demikian pengertian tersebut melihat
kinerja dari dua sisi organisasi. senada dengan pengertian tersebut Moenir (1998)
mendefinisikan kinerja adalah sebagai hasil kerja seseorang pada kesatuan waktu atau ukuran
tertentu. Oleh karena itu, Seymour dalam Suwasto (1996) berpendapat bahwa kinerja
merupakan tindakan-tindakan atau pelaksanaan kegiatan yang dapat diukur dalam kurun
waktu tertentu.
Robbins (2006) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu tingkat
kinerja pegawai akan sangat tergantung pada dua faktor yaitu kemampuan pegawai dan
motivasi kerja. Kemampuan pegawai seperti tingkat pendidikan, pengetahuan dan
pengalaman. Tingkat kemampuan akan dapat mempengaruhi hasil kinerja pegawai dimana
semakin tinggi tingkat kemampuan pegawai akan menghasilkan kinerja yang semakin tinggi
pula. Faktor lain adalah motivasi kerja yaitu dorongan dari dalam pegawai untuk melakukan
suatu pekerjaan. Dengan adanya motivasi kerja yang tinggi pegawai akan terdorong untuk
melakukan suatu pekerjaan sebaik mungkin yang akan mempengaruhi hasil kinerja. Semakin
tinggi motivasi yang dimiliki semakin tinggi pula kinerja yang dapat dihasilkan yang
dirumuskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :
Human performance = ability + motivation
dimana : ability = knowledge + skill
motivation = attitude + situation
1) Faktor kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan realistis. Artinya, pegawai yang memiliki IQ rata-rata dengan
pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya
sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh karena
11
itu, karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (right man
on the right place, right man on the right job).
2) Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai
tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong
diri karyawan untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang
karyawan harus sikap mental yang siap secara psikofisik (sikap secara mental, fisik, tujuan
dan situasi). Artinya seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik, memahami
tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai serta mampu memanfaatkan dan
menciptakan situasi kerja.
Kemudian Menurut Schermerhorn (1996) untuk mengetahui kinerja organisasi dan
individu dapat dilihat dari lima faktor yang mempengaruhi, yaitu pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, sikap dan perilaku. Schermerhorn mengungkapkan bahwa kemampuan dan
keterampilan sebagai faktor individual masing-masing pegawai. Semakin kompeten
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing pegawai, akan
mempengaruhi pencapaian hasil kinerja. Menurut Timple sebagaimana dikutip oleh
Mangkunegara (2006) dikatakan bahwa faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang
berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan
atau atasan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.
Selanjutnya untuk melihat sejauh mana seorang karyawan memberikan kontribusi
yang nyata terhadap organisasi tempat karyawan tersebut kinerja diperlukan adanya penilaian
atas prestasi kerja atau kinerja yang mereka lakukan. Bernardin dan Russel (1993)
mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah cara mengukur kontribusi individu pada
organisasi tempat mereka bekerja. Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat enam kriteria utama
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja yaitu :
1) Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan
mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2) Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan.
3) Timeliness, merupakan tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu
yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang
tersedia untuk kegiatan yang lain.
4) Cost effective, yaitu tingkat sejauh mana penerapan sumber daya manusia, keuangan,
teknologi, material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan
kerugian dari setiap unit pengguna sumber daya.
5) Need for supervisor, merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat
melaksanakan suatu fungsi pekerjaa tanpa memerlukan pengawasan seorang
supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
6) Interpersonal import, merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga
diri, nama baik dan kerja sama diantara rekan kerja dan bawahan.
1.2. Kerangka Pemikiran
Untuk dapat menerangkan pengaruh dari masing-masing variabel terhadap kinerja
pegawai berikut ini disajikan model kerangka pemikiran dari penelitian ini:
12
Kerangka Pemikiran
1.3. Hipotesis
1.3.1. H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan kompetensi terhadap kepuasan kerja pegawai
pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
1.3.2. H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan integritas terhadap kepuasan kerja pegawai
pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
1.3.3. H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja
pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
1.3.4. H4: Terdapat pengaruh yang signifikan kompetensi terhadap kinerja pegawai melalui
kepuasan kerja pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
1.3.5. H5: Terdapat pengaruh yang signifikan integritas terhadap kinerja pegawai melalui
kepuasan kerja pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
1.3.6. H6: Terdapat pengaruh yang signifikan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai
melalui kepuasan kerja pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Kalimantan Barat.
1.3.7. H7: Terdapat pengaruh yang signifikan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai pada
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Barat.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan artikel ini adalah penelitian
eksplanatori (explanatory research).
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
a. Variabel Dependent adalah variabel yang besar kecilnya atau tinggi rendahnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel
dependent/terikat adalah kinerja karyawan (Y2). Yang terdiri dari:
1) Quality
2) Quantity
3) Timeliness
4) Cost effectiveness
Kompetensi
(X1)
(X1)
Integritas
(X2)
(X1)
Budaya
Organisasi
(X3)
(X1)
Kepuasan
Kerja
(Y1)
(X1)
Kinerja
(Y2)
(X1)
e1
e2
13
5) Need for supervision
6) Interpersonal impact
b. Variabel Independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian
ini yang menjadi variabel independent/bebas adalah kompetensi, integritas dan budaya
organisasi (X) serta variabel perantara adalah kepuasan kerja (Y1) yang terdiri dari:
1) Kompetensi yang terdiri dari (X1):
a) Achievement and action
b) Helping and human service
c) Influence
d) Managerial
e) Cognitive
f) Personal effectiveness
2) Integritas (X2)
a) Bersikap jujur, tulus dan dapat dipercaya
b) Menjaga martabat dan tidak melakukan perbuatan tercela
3) Budaya Organisasi (X3)
a) Aturan-aturan perilaku
b) Nilai-nilai dominan
c) Iklim Organisasi
4) Kepuasan kerja (Y1)
a) Work it self
b) Payment
c) Advancement
d) Supervision
e) Co-workers
f) Work condition
2. Definisi Operasional
Adapun masing-masing definisi operasional dari masing-masing variabel independen
dan dependen sebagai berikut:
a. Kompetensi (X1) merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang
menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai,
pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior
performer) di tempat kerja.
b. Integritas (X2) adalah kondisi yang terjadi ketika individu mampu menerima serta
bertanggung jawab terhadap perasaan, niat, komitmen dan perilaku, termasuk mengakui
kondisi itu kepada orang lain bila diperlukan.
c. Budaya organisasi (X3) adalah totalitas pola perilaku dan karakteristik pola pemikiran
dari karyawan suatu organisasi, keyakinan, pelayanan, perilaku dan tindakan dari
karyawan. Budaya organisasi juga merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem
makna bersama ini bila diamati dengan seksama merupakan seperangkat karakteristik
utama yang dihargai oleh organisasi tersebut.
d. Kepuasan kerja (Y1) adalah suatu sikap yang dimiliki individu tentang pekerjaan, yang
merupakan hasil persepsinya terhadap pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja ada kaitannya
dengan sejumlah aspek pekerjaan seperti hasil kerja dan kejadian yang timbul pada saat
pekerjaan dilaksanakan. Kedua aspek tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang umumnya bersumber dari luar diri pekerja antara lain kondisi kerja, rekan kerja
yang tercermin pada keadaaan dimana ada rasa kekeluargaan, rasa saling menghormati,
dan rasa saling mendukung dalam melaksanakan pekerjaan.
14
e. Variabel kinerja pegawai (Y2) adalah pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan oleh
seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur. Hasil pekerjaan tersebut akan
baik dan sesuai dengan target yang ditetapkan jika karyawan merasa aman dan nyaman
dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai pada Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Kalimantan Barat yang menjadi sampel sebanyak 82 orang.
3.4.2 Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber utama dari individu seperti: hasil wawancara, atau
hasil kuesioner yang biasa dilakukan peneliti. Data primer yang dikumpulkan berupa Teknik
yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam analisis pembahasan
adalah:
a. Teknik observasi non partisipan, yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap obyek
yang diteliti, tanpa terlibat secara langsung dalam aktivitas-aktivitas dari permasalahan
yang dihadapi.
b. Teknik kuesioner/angket/wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan
menggunakan daftar pertanyaan tertulis (terstruktur) atau secara lisan (tidak terstruktur)
yang disusun secara sistematis yang diberikan kepada responden untuk dijawab secara
tertulis. Pengisian kuesioner ini dilakukan secara langsung oleh responden.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain atau data primer yang telah
diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpul data primer atau oleh pihak lain, pada
umumnya disajikan dalam bentuk tabel atau diagram. Data sekunder tersebut berupa catatan-
catatan atau dokumen-dokumen dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan
Barat.
3.4.3 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis jalur adalah
sebuah metode untuk mempelajari efek langsung maupun efek tidak langsung dari variabel.
Dengan demikian analisis jalur ini bukan merupakan metode untuk menentukan hubungan
penyebab satu variabel terhadap variabel lain, tetapi hanya menguji hubungan teoritis antar
variabel. Selain itu, semua variabel di dalam analisis jalur baik yang dependen maupun
independen merupakan variabel yang bisa diukur langsung.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji Normalitas
Hasil pengujian normalitas diperoleh asimptotic signifikansi (untuk uji dua arah)
sebesar 0,074 untuk sub struktur I dan 0,444 untuk sub struktur II. Karena sig > alpha (0.05)
maka terima H0 artinya: Residual regresi berdistribusi normal.
4.2. Uji Linieritas
Berdasarkan hasil pemeriksaan asumsi linearitas di atas dapat diketahui bahwa
hubungan antara variabel kompetensi, integritas, budaya organisasi dan kepuasan kerja
dengan kinerja pegawai adalah linear, karena nilai signifikansi linearity lebih kecil (0,000)
dari nilai alpha (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa variabel kompetensi, integritas, budaya
organisasi dan kepuasan kerja memiliki hubungan linear dengan kinerja pegawai, dengan
demikian terpenuhinya asumsi linearitas, maka analisis data dapat dilakukan dengan
menggunakan model regresi linear berganda.
15
4.3. Uji Multikolinieritas
Nilai VIF dari variabel kompetensi, integritas, budaya organisasi dan kepuasan kerja
tidak ada yang melebihi angka 10 yang menunjukkan adanya multikolinearitas. Nilai VIF
dari variabel-variabel tersebut adalah sebesar 3,703, 3,271, 2,810 dan 3,465 sehingga
berdasarkan nilai VIF diketahui bahwa variabel-variabel bebas tersebut bebas dari
multikolinearitas.
4.4. Uji Heteroskedastisitas
hasil uji Spearman’s rho variabel-variabel bebas terhadap Unstandardized Residual
menunjukkan tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0,05 yaitu variabel kompetensi
sebesar 0,864, variabel integritas sebesar 0,969, variabel budaya organisasi sebesar 0,732 dan
variabel kepuasan kerja sebesar 0,979. Hal tersebut menunjukkan bahwa data penelitian yang
digunakan tidak terkena masalah heteroskedastisitas.
4.5. Analisis Regresi Berganda
Untuk menilai apakah variabel bebas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel terikat atau tidak dapat diketahui dari hasil Uji F (F test). Hasil Uji F dengan
bantuan SPSS 17.0 dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel ANOVAb
Hasil Uji F atau Uji Simultan
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 107.200 4 26.800 72.668 .000a
Residual 28.398 77 .369
Total 135.598 81
a. Predictors: (Constant), Kepuasan kerja, budaya organisasi, integritas, kompetensi
b. Dependent Variable: Kinerja
Sumber: Data Olahan SPSS 17.0
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada Tabel Anovab diperoleh nilai Fhitung
sebesar 72.688 dengan tingkat siginfikan sebesar 0,000. Karena tingkat Signifikan < alpha
(0.05) maka Ha ditolak: Artinya: kompetensi, integritas, kepuasan kerja dan budaya
organisasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
4.5.1. Uji Parsial (Uji-t)
1. Pengaruh parsial kompetensi (X1) terhadap kepuasan kerja pegawai (Y1)
Nilai thitung untuk variabel kompetensi sebesar 3,432 dengan signifikansi sebesar 0.001
(sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa kompetensi berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan kerja pegawai.
2. Pengaruh integritas (X2) terhadap kepuasan kerja pegawai (Y1)
Nilai thitung untuk variabel integritas (X2) sebesar 2,845 dengan signifikansi sebesar
0.006 (sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa integritas berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.
3. Pengaruh budaya organisasi (X3) terhadap kepuasan kerja pegawai (Y1)
Nilai thitung untuk variabel budaya organisasi (X3) sebesar 2,513 dengan signifikansi
sebesar 0.014 (sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa budaya organisasi
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.
4. Pengaruh kompetensi (X1) terhadap kinerja pegawai (Y2)
Nilai thitung untuk variabel kompetensi sebesar 4,980 dengan signifikansi sebesar 0,000
(sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa kompetensi berpengaruh signifikan
terhadap kinerja pegawai.
16
5. Pengaruh integritas (X2) terhadap kinerja pegawai (Y2)
Nilai thitung untuk variabel integritas sebesar 3,157 dengan signifikansi sebesar 0,002
(sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa integritas berpengaruh signifikan
terhadap kinerja pegawai.
6. Pengaruh budaya organisasi (X3) terhadap kinerja pegawai (Y2)
Nilai thitung untuk variabel budaya organisasi sebesar 2,241 dengan signifikansi sebesar
0,028 (sig<alpha), dengan demikian Ha diterima. Artinya bahwa budaya organisasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
7. Pengaruh kepuasan kerja (Y1) terhadap kinerja pegawai (Y2)
Nilai thitung untuk variabel kepuasan kerja sebesar -0,363 dengan signifikansi sebesar
0,718 (sig>alpha), dengan demikian Ho diterima. Artinya bahwa budaya organisasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
4.5.2. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien regresi (R) yang diperoleh untuk kepuasan kerja sebagai variabel dependen
adalah 0,843. Besarnya sumbangan atau pengaruh seluruh variabel independen secara
bersama-sama terhadap variabel dependen ditunjukkan melalui koefisien determinasi (R
Square) sebesar 0,711. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya sumbangan variabel
kompetensi, integritas dan budaya organisasi secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja
pegawai adalah 0,711 x 100% = 71,1%. Sisanya sebesar 28,9% dipengaruhi oleh variabel
atau faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Selanjutnya Koefisien regresi (R) yang diperoleh untuk kinerja pegawai sebagai
variabel dependen adalah 0,889. Besarnya sumbangan atau pengaruh seluruh variabel
independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen ditunjukkan melalui koefisien
determinasi (R Square) sebesar 0,791. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya sumbangan
variabel kompetensi, integritas, budaya organisasi dan kepuasan kerja secara bersama-sama
terhadap kinerja pegawai adalah 0,791 x 100% = 79,1%. Sisanya sebesar 28,9% dipengaruhi
oleh variabel atau faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
4.5.3. Analisis Jalur
Analisis jalur adalah sebuah metode untuk mempelajari efek langsung (direct effect)
maupun efek tidak langsung (indirect effect) dari variabel. Dengan demikian analisis jalur ini
bukan merupakan metode untuk menentukan hubungan penyebab satu variabel terhadap
variabel lain, tetapi hanya menguji hubungan teoritis antar variabel.
17
0,500X1
(0,000)
0,196X3
(0,028)
0,246X3
(0,014)
0,298X2
(0,002)
-0,035Y1
(0,718)
0,298X2
(0,006)
0,374X1
(0,001)
0,487X1
(0,000)
0,187X3
(0,028)
0,246X3
(0,014)
0,287X2
(0,002)
0,298X2
(0,006)
0,374X1
(0,001)
Analisis Diagram Jalur
e1= 0,537
e2= 0,457
Sumber : data primer yang diolah
4.5.4. Teori Trimming
Apabila terdapat koefisien jalur dari variabel eksogen yang tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap variabel endogen maka koefisien jalur dari variabel eksogen yang tidak
signifikan tersebut dihilangkan dari diagram jalur dan dibuat diagram baru, hal ini disebut
sebagai teori trimming. Dalam penelitian ini karena variabel kepuasan kerja (Y1) terbukti
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai (Y2) maka jalur ini dihilangkan
sehingga merubah menjadi model persamaan baru sebagai berikut :
Analisis Diagram Jalur Teori Trimming
e1= 0,537
e2= 0,458
Sumber : data primer yang diolah
Kompetensi
(X1)
(X1)
Integritas
(X2)
(X1)
Budaya
Organisasi
(X3)
(X1)
Kepuasan
Kerja
(Y1) Kinerja
(Y2)
Kompetensi
(X1)
(X1)
Integritas
(X2)
(X1)
Budaya
Organisasi
(X3)
(X1)
Kepuasan
Kerja
(Y1) Kinerja
(Y2)
18
Berdasarkan diagram jalur di atas, diketahui bahwa terjadi perubahan pengaruh
langsung dari variabel kompetensi, integritas dan budaya organisasi terhadap kinerja
pegawai. Adapun pengaruh langsung dari variabel kompetensi, integritas dan budaya
organisasi terhadap kepuasan kerja tidak mengalami perubahan.
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya secara umum dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel kompetensi, integritas,
dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai, namun variabel kepuasan kerja tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kompetensi pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja
pegawai Kanwil DJP Kalimantan Barat.
2. Integritas pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai
Kanwil DJP Kalimantan Barat.
3. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai
Kanwil DJP Kalimantan Barat.
4. Kompetensi pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai
Kanwil DJP Kalimantan Barat.
5. Integritas pegawai berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Kanwil
DJP Kalimantan Barat.
6. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Kanwil
DJP Kalimantan Barat.
7. Kepuasan kerja berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja pegawai
Kanwil DJP Kalimantan Barat, sehingga kepuasan kerja tidak memediasi hubungan
antara variabel kompetensi, integritas dan budaya organisasi dengan kinerja pegawai
Kanwil DJP Kalimantan Barat.
8. Berdasarkan teori trimming maka alur yang efektif untuk meningkatkan kinerja pegawai
Kanwil DJP Kalimantan Barat adalah jalur kompetensi (X1) secara langsung menuju
kinerja pegawai (Y2), jalur integritas (X2) secara langsung menuju kinerja pegawai (Y2),
jalur budaya organisasi (X3) secara langsung menuju kinerja pegawai (Y2).
5.2. Keterbatasan dalam Penelitian Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Objek penelitian ini masih terbatas hanya pada Kanwil DJP Kalimantan Barat yang
merupakan salah satu unit kerja di Direktorat Jenderal Pajak. Penelitian hanya
menggunakan media kuisioner tanpa diikuti dengan wawancara kepada responden,
akibatnya informasi yang didapat tidak memadai untuk dilakukan interpretasi yang
lebih mendalam.
2. Untuk mendapatkan analisis yang lebih luas dan lebih mendalam mengenai suatu
variabel seperti indikator-indikator mana saja yang lebih dominan dari suatu
variabel serta bagaimana hubungan yang terjadi antar variabel-variabel penelitian,
disarankan untuk melakukan analisis dengan menggunakan Structural Equation
Model (SEM).
6. DAFTAR PUSTAKA
Ahamed, Maruf., Mahmood, Rezwan. 2015. Impact of Organizational Culture on Job
Satisfaction: A Study on Banglalion Communication Ltd, Bangladesh. European
Journal of Business and Management Vol. 7, No. 10.
19
Alghifari. 1997. Analisis Regresi, Teori, Kasus dan Solusi. Yogyakarya : BPFE.
Armstrong, M. & Baron, A. .1998. Performance Management Handbook. London: IPM.
Awaludin, Ishak., Adam, La Ode B., and Mahrani, Sri W. 2016. The Effect of Job
Satisfaction, Integrity and Motivation on Performance. The International Journal
Of Engineering And Science (IJES) Vol. 5 Issue 1 : 47-52.
Bernardin, H. Jhon and Russel, Joyce E.A. 1993. Human resources Management. New
York: Prentice Hall.
Buku II Nota Keuangan beserta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2016. Melalui http://www.kemenkeu.go.id/Data/nota-keuangan-apbn-
2016
Carter, J. A. 1996. Introductory Course on Integrated Coast al Zone Management
(Training Manual). Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Covey, Stephen R., Merril, A. Roger., and Rebecca R. Merril. 1996. First Things First.
New York: Simon and Schuster.
Cuddy, Amy J.C., Glick, Peter., and Beninger, Anna. 2004. The Dynamics of Warmth
and Competence Judgments, and their Outcomes in Organizations.
Deal, Terrence E., and Allan A. Kennedy. 1982. Corporate Cultures: The Rites and
Rituals of Corporate Life. United States: Addison-Wesley Publishing Company
Dessler, Gerry, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Prenhallindo.
Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Semarang : Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Gibson, James L., Ivancevich, John M. And Donnelly, James H. 2003. Organizations:
Behavior, Structure, Processes, 11th edition. London: McGraw-Hill.
Glick, William H., Huber, George P. 1996. Organizational Change and Redesign. New
York: Oxford University Press.
Handoko, TH. 2003. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta :
BPFE-Yogyakarta.
Hofstade, Geert. 1998. Attitudes, Values and Organizational Culture: Disentangling the
Concepts. SAGE Journal Vol. 19 Issue 3, page(s):477-493.
https://doi.org/10.1177/017084069801900305
Jones, Graham. 2002. What is this thing called mental toughness? An investigation of
elite sport performers. Journal of Applied Sport Psychology, 14, 205-218.
https://doi.org/10.1080/10413200290103509
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 312/KMK.01/2011 tentang Nilai-Nilai
Kementerian Keuangan. Melalui https://www.kemenkeu.go.id/profil/nilai-nilai-
kementerian-keuangan/
Khalil, Elias L. 2004. Integrity, shame and self-rationalization. Faculty Research and
Reports. melalui https://digitalwindow.vassar.edu/faculty_research_reports/80
Kotter, John P., and James L. Heskett. 1992. Corporate culture and performance. New
York: Free Press.
Kroeber, A.L., dan Kluckhohn, C. 1952. Culture: A Critical Review of Concepts and
Definitions. Cambridge, MA: Peabody Museum.
Luthans, Fred. 2010. Organizational Behavior: An Evidence-Based Approach. New
York, USA : McGraw-Hill/Irwin.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung : PT. Remaja Rosda Karya
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung : Refika
Aditama
20
Mathis, Robert L. dan Jackson, John H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi
Pertama. Jakarta : Salemba Empat.
Mat Saad, Halimatus Saadiah., Mohamad, Baharom., and Ismail, Sharifah Hayaati S.
2014. The Role of Integrity as a mediator between Work Satisfaction and Work
Performance in The Perspective of Islam: an Empirical Approach using
SEM/AMOS Model. IMPACT: International Journal of Research in Applied,
Natural and Social Sciences Vol. 2 Issue 1 : 71-84.
McClelland, David. 1973. Testing for Competence Rather Than Intelligence: American
Psychologist. USA: Harvard University.
Mecca, Andrew M., Smelser, Neil J., and Vasconcellos, John. 2014. The Social
Importance of Self-Esteem. USA : University of California Press.
Michita, CR and Frederic, WS. 2003. Organizational Behaviour, Seventh Edition.
Singapura : Me Growth-hil Book Co-Singapore.
Mitrani, Alain., Dalziel, Murray., and Fitt, David. Competency Based Human Resource
Management: Value-driven strategies for recruitment, development and reward.
London : Kogan Page.
Mondy, R. Wayne., dan Robert M. Noe. 1996. Human Resource Management. USA:
Prentice Hall.
Newstrom, J. W., & Davis, K. 2002. Organizational behavior: Human behavior at work.
Boston, USA : McGraw-Hill.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta : Rineka
Cipta.
Nurlaila, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia I. Ternate: Penerbit Lep Khair
Palan, R. 2007. Competency Management. Jakarta: Penerbit PPM.
Peterson, C., & Seligman, M. E. P. (2004). Character strengths and virtues: A handbook
and classification. New York, USA : Oxford University Press.
Prayitno, Dwi. 2008, Mandiri Belajar SPSS, Yogyakarta, Mediakom.
Prayitno, Widodo dan Suprapto, 2002. Standarisasi Kompetensi Pegawai Negeri Sipil
Menuju Era Globalisasi Global: Seri Kertas Kerja Volume II Nomor 05. Jakarta :
Pusat Penelitian dan Pengembangan BKN
Robbins, S. P. 2006, Perilaku Organisasi Edisi Indonesia PT Indeks. Jakarta: Kelompok
Gramedia.
Robinson, Herbert S., Carrillo, Patricia M., Anumba, Chimay J. and Al‐Ghassani,
Ahmed M. 2005. Knowledge management practices in large construction
organisations", Engineering, Construction and Architectural Management, Vol. 12
Issue: 5, pp.431-445, doi: 10.1108/09699980510627135
Rogers,. C. (1961). On becoming a person: A therapist’s view of psychotherapy. London.
Consta.
Ruki, Achmad S. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka. Utama.
Sarwono, Jonathan. 2012. Analisis Jalur Untuk Riset Bisnis. Yogyakarta: Andi
Schlenker, Barry R., Miller, Marisa L., and Johnson, Ryan M. 2009. Moral identity,
integrity, and personal responsibility. Dalam Narvaez, Darcia & Lapsley, Daniel
(penyunting). Personality, Identity, and Character. London, UK : Cambridge
University Press.
Siagian P, Sondang, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: BUMI AKSARA.
Siagian, James. 2013. Metode Penelitian Sosial Praktis. Pontianak: STAIN Pontianak
Press.
Silvia, Bagia. I Wayan., dan Cipta, Wayan. 2016. Pengaruh Kompetensi dan Budaya
Kerja terhadap Kinerja Karyawan. e-Journal Bisma Universitas Pendidikan
Ganesha Jurusan Manajemen (Volume 4 Tahun 2016).
21
Sirait, J. T. (2006). Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam
Organisasi, Jakarta: PT Grasindo.
Smith, P.C., L. Kendall, and C.L. Hulin. 1969. The Measurement of Satisfaction in Work
and Retirement. Chicago: Rand McNally.
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Spencer, Lyle M., dan Signe M Spencer. 1993. Competence at Work. New York. Wiley
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sumodiningrat, G. 2001. Ekonometrika Pengantar. Yogyakarta: BPFE
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
melalui
http://www.bpk.go.id/assets/files/storage/2013/12/file_storage_1386152419.pdf
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016. Melalui
http://www.kemenkeu.go.id/Data/uu-apbn-2016
Visi Misi Direktorat Jenderal Pajak. Melalui http://www.pajak.go.id/visi_dan_misi
Welch, Jack. 2005. Winning. New York : Harper Collins Publishers.
Werther, Jr., W.B.,. & K. Davis. 2006. Human Resources & Personnel Management (5th
Edition). Singapore: McGraw-Hill.
Wexley, Kenneth N dan Gary A. Yukl. 1992. Organizational Behaviour and Personnel
Psychology. Penerjemah Muh. Shobaruddin. Jakarta: Rineka Cipta.
Wibowo.2014. Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.
Widarjono, Agus. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Wood, J., Wallace, J. and Zeffane, R.M. 2001. Organisational Behaviour: A Global
Perspective. Australia: John Wiley & Sons Australia Ltd.
Top Related