Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed ...
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
IMPEMENTASI PENDIDIKAN NILAI-NILAI KARAKTER DI SEKOLAH
Oleh: Herina Yanti
Abstrak
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II pasal 3 dinyatakan bahwa “PendidikanNasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak sertaperadaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupanbangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakmulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yangdemokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional tersebuttampak ideal dan jika dapat diwujudkan, maka akan dihasilkan manusia yangutuh, sempurna, terbina seluruh potensi jasmani, intelektual, emosional, sosial dansebagainya. Sehingga ia dapat diserahkan tanggung jawab untuk mengembantugas baik yang berkenaan dengan kepentingan pribadi, masyarakat dan bangsa.Namun dalam praktik, ternyata tujuan pendidikan nasional belum sepenuhnyatercapai. Hal itu mengakibatkan lulusan yang dihasilkan belum mencerminkanperilaku-perilaku yang diharapkan oleh tujuan nasional tersebut.
Kata Kunci: Pendidikan, Karakter
A. Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik melalui
bimbingan, pengajarAn dan pelatihan pada peserta didik mengalami proses diri
kearah tercapai dengan demikian, pendidik di harapkan dapat membimbing
pendidik menjadi pendidik yang berbudi luhur, santun dan tentunya siap untuk
bersaing di era Globalisasi ini. Berbakti kepada orang tua, guru maupun
mengabdikan diri untuk masyarakat. Pendidikan berasal dari kata dasar didik yang
artinya memelihara dan member latihan, ajaran,bimbingan mengenai ahlak dan
kecerdasan. Dilihat dari tujuan undang-undang tentang sitem pendidikan nasional
maka dapat di artikan bahwa lulusan pada saat ini belum sesuai dengan harapan
bahkan cenderung bersikap sekuler, materialistik, rasionalistik, hedonistik, yaitu
manusia yang cerdas intelektualitasnya dan terampil fisiknya, namun kurang
terbina mental spiritualnya dan kurang memiliki kecerdasan emosional.1 Akibat
dari yang demikian, banyak sekali para pelajar yang terlihat “dalam tawuran”,
1 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi (Jakarta: Gramedia,1999), hlm. 9.
55
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
tindakan kriminal, pencurian, Perhatian masyarakat tentang perlunya kecerdasan
emosional yang mengimbangi kecerdasan intelektual akhir-akhir ini tampak
meningkat, mengingat telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
peran IQ dalam keberhasilan di dunia kerja, hanya menempati posisi kedua
setelah kecerdasan emosional, dalam menentukan peraihan prestasi puncak dalam
pekerjaan. Kecerdasan emosional dapat diartikan sebagai kecakapan mengelola
perasaan sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif yang
memungkinkan orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran bersama. Di
dalam kecerdasan emosional tercakup kemampuan melakukan sambung rasa,
empati dan komunikasi yang terbuka.2 Realitas saat ini sangat miris. Apalagi di
Indonesia banyak siswa yang belum memiliki pribadi yang berbudi luhur banyak
siswa/I di Indonesia yang belom terbentuk karakternya dan pribadinya apalagi di
era globalisasi saat ini semakin runyam kepribadian siswa/I di Indonesia ini.
Kasus demi kasus semakin menjadi kasus siswa berani kepada guru, guru menjadi
bulian para siswa peristiwa-peristiwa tersebut harusnya tidak terjadi, inilah
permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan sungguh ironi yang perlu di
tuntaskan sampai ke akar-akarnya peran orang tua juga harus ikut andil untuk
menuntaskan permasalahan tersebut, di rumah siswa harus di ajari tatakrama, di
ajari tutur kata lemah lembut dan yang paling utama adalah AGAMA seorang
siswa akan baik dan mempunyai ahlak ketika seorang siswa patuh dan menaati
semua peraturan agama, semua agama mengajarkan kebaikan semua agama
mengajarkan cinta dan kasih sayang.
Semua aspek-aspek tersebut harus berkolaborasi menjadi kuda-kuda yang
kokoh untuk membangun pendidikan mencetak benih-benih yang unggul untuk
masa depan Indonesia yang akan datang. Dari tahun ketahun, ilmu pengetahuan
dan teknologi semakin berkembang dan maju. Negara-negara Berkembang dan
Negara-Negara Maju bersaing dalam bidang teknologi Indonesia harus mampu
bersaing dengan Negara-Negara yang lain. Perlu kita ketahui sebuah Negara di
katakana maju bila pendidikan di Negara tersebut juga maju. Bagai mana dengan
Indonesia? Siswa/I Indonesia saat ini, kesadaran siswa/I dalam kewajiban
belajarnya sudah hilang. Mereka hanya ingin yang instan tanpa berusaha dengan
2 Tadrîs Volume 8 Nomor 1 Juni 2013 93
56
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
gigih mereka sekarang lebih mengandalkan internet mereka tergantung dengan
internet alhasil ketika ujian atau semesteran nilai mereka sangat tidak memuaskan
dan harus mengikuti remedy untuk memperbaiki nilai.
Sistem pendidikan kita telah diarahkan pada suatu bentuk pendidikan yang
sangat intelektualistis, karena hanya mengembangkan beberapa aspek terbatas dari
intelegensi manusia. Gardner – sebagaimana dikutip Fajar – telah menunjukkan
bahwa intelegensia bukan hanya intelegensia akademik saja, tetapi bermacam-
macam intelegensia yang perlu dikembangkan untuk menciptakan suatu
kebudayaan yang kaya dan dinamis. Pengelolaan pendidikan yang terlalu
menekankan pada dimensi kognitif dan mengabaikan dimensi-dimensi lain
ternyata telah melahirkan manusiadengan kepribadian pecah (split personality).3
Seiring dengan “kegagalan” pencapaian tujuan pendidikan nasional
tersebut, saat ini gagasan mengenai pendidikan karakter semakin mengemuka
yang menginginkan perubahan dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya,
yang berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan dan kemasyarakatan. Bahkan
pendidikan karakter ini menjadi isu utama pendidikan nasional. Pada peringatan
Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2011, Menteri Pendidikan Nasional M.
Nuh menegaskan bahwa mulai tahun ajaran 2011/2012, pendidikan berbasis
karakter akan dijadikan sebagai gerakan nasional, mulai dari Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) sampai dengan Perguruan Tinggi, termasuk di dalamnya
pendidikan nonformal dan informal. Karakter yang hendak dibangun, menurut
Mendiknas, bukan hanya karakter berbasis kemuliaan diri semata, akan tetapi
secara bersamaan membangun karakter kemuliaan sebagai bangsa.4 Dalam
konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, diyakini bahwa nilai dan
karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan
pendidikan nasional, harus dimiliki peserta didik agar mampu menghadapi
tantangan hidup pada saat ini sehingga mampu mendorong mereka menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kepribadian unggul.5 Pemberlakuan3 A. Malik Fajar, et.al. Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia (Jakarta: Logos, 2001), hlm. 33.4 Sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun
2011, Senin, 2 Mei 2011 dengan tema “Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa;Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti”.
5 Umi Kulsum, Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis PAIKEM (Sebuah ParadigmaBaru Pendidikan di Indonesia) (Surabaya: Gena Pratama Pustaka, 2011), hlm. 10.
57
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
pendidikan karakter yang demikian akan menumbuhkan karakter positif pada
peserta didik.6 Atas dasar realitas empirik sebagaimana di atas, maka pendidikan
karakter sangat tepat dicanangkan pada semua lini dan jenjang pendidikan.
Pendidikan karakter diproyeksikan sebagai core (inti) dari pendidikan nasional
yang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sudah
ditegaskan secara jelas, yakni membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan
berakhlak mulia, hanya dalam implementasinya belum membuahkan hasil yang
diharapkan. Sebagai contoh masih banyak kaum terpelajar yang melakukan
pelanggaran moral dan hukum, hal ini bahkan sering terjadi di institusi pendidikan
dan pemerintahan yang semestinya tidak patut melakukan hal semacam itu,
namun ironisnya mereka yang seharusnya menjadi teladan malah menjadi
pesakitan, mereka yang seharusnya menjadi panutan malah menjadi cemoohan,
yang semestinya menjadi symbol kehormatan malah menjadi simbol kehinaan,
dan lain sebagainya.7
B. Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah
1. Pendidikan Karakter
a. Pengertian pendidikan
karakter
Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang
memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi
sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.
Hal ini sesuai yang dinyatakan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
6 Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, Membangun Karakter Anak Sejak dariRumah(Yogyakarta: Pedagogia, 2010), hlm. xiii.
7 Yani, “Pendidikan Karakter Berbasis Agama”. Tadrîs Volume 8 96 Nomor 1 Juni 2013
58
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka idealnya lulusan
satuan pendidikan memiliki kompetensi sikap yang meliputi sikap spiritual
(beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa), dan sikap sosial
(berakhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, bertanggung jawab), pengetahuan
(berilmu) dan keterampilan (cakap dan kreatif). Namun, faktanya dunia
pendidikan kita dewasa ini hanya mampu melahirkan lulusan-lulusan manusia
dengan tingkat intelektualitas yang memadai. Banyak dari lulusan sekolah yang
memiliki nilai tinggi, berotak cerdas, brilian tapi sayangnya tidak sedikit pula
diantara mereka yang cerdas itu justru tidak memiliki perilaku cerdas dan sikap
yang brilian serta kurang mempunyai mental kepribadian yang baik.8
Pernyataan tersebut dibuktikan dengan banyaknya persoalan yang muncul
di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,
perkelahian massa, penyalah gunaan narkoba, kehidupan ekonomi yang
konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya. Fenomena
tersebut jelas menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi banyak kalangan. Apa
jadinya jika negeri ini memiliki banyak orang cerdas, namun ternyata mental dan
perilaku mereka sama sekali tidak cerdas? Bahkan, tidak ada korelasi antara
tingginya nilai yang diperoleh di bangku pendidikan dengan perilaku mereka di
tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, muncullah sosok-sosok orang pandai yang
memperalat orang bodoh atau orang pandai yang menindas orang lemah. Oleh
karena itu sejak tahun 2010, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
Nasional (Kemendiknas) mencanangkan penerapan pendidikan karakter bagi
semua tingkat pendidikan mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi.9 Program
ini dicanangkan sebab selama ini dunia pendidikan dinilai kurang berhasil dalam
mengantarkan generasi bangsa menjadi pribadi yang bermartabat.
Pentingnya penerapan pendidikan karakter di satuan pendidikan juga
diperkuat oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kesuksesan
dan kegagalan seseorang disegala aspek kehidupan tidak ditentukan semata-mata
oleh pengetahuan dan kemampuan teknis saja, tetapi lebih pada faktor kepribadian
8 Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.Yogyakarta: Laksana. Hal. 99http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=293:implementasikarakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215 Artikel LPMP SulSel Desember 2014 ISSN. 2355-3189
59
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
atau sikap. Hasil-hasil penelitian yang dimaksud antara lain; hasil penelitian di
Universitas Standford menyimpulkan bahwa kesuksesan ditentukan oleh 87,5%
attitude (sikap) dan hanya 12,5% karena kemampuan akademik seseorang.10 Hal
yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian dari Institut Teknologi Carnegie
yang mengatakan bahwa dari 10.000 orang sukses, 85% sukses karena faktor
kepribadian dan 15% karena faktor teknis.11 Demikian pula hasil penelitian
Dr.Albert Edward Wiggam dalam Kurniawan yang menyatakan bahwa dari 4000
orang yang kehilangan pekerjaan, 400 orang (10%) karena kemampuan teknis,
sedangkan 3.600 orang (90%) karena faktor kepribadian.
Hasil-hasil penelitian tersebut tentunya sangat menarik untuk dicermati.
Sebab ternyata faktor utama dari kesuksesan dan kegagalan itu adalah kepribadian
atau lebih spesifik lagi adalah sikap dari orang tersebut. Hal ini mengisyaratkan
perlunya mengimplementasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan untuk
membentuk karakter atau perilaku baik peserta didik selain pengetahuan dan
keterampilannya.
Pendidikan karakter terdiri dari dua kata, yakni pendidikan dan karakter.
Kedua kata ini memiliki arti dan makna yang berbeda. namun ketika digabungkan
akan memiliki makna dan semangat lain hingga memiliki kekuatan tersendiri
untuk mengubah kepribadian anak. Jika dilihat Kamus Bahasa Indonesia
(2003:263) pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Jadi pendidikan mengandung arti proses dalam
membina, melatih, memelihara anak atau siapa pun sehingga menjadi manusia
yang santun, cerdas, kreatif, berguna bagi diri, keluarga, masyarakat dan bangsa.12
Sementara Karakter jika dilihat Kamus Bahasa indonesia,13 berarti sifat-
sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan
orang lain. Menurut Munir karakter dalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap,
10 Mardiansyah, Dudi dan Senda, Irawan. 2011. Keajaiban Berperilaku Positif Jakarta:TanggaPustaka. Hal. 88
11 Kurniawan, Boy Hadi. 2010. Yakinlah Anda Pasti Bisa Sukses Solo: Pustaka Iltizam. Hal.87
12 Hendri Kak. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Dongeng. Bandung: Simbiosa RekatamaMedia. Hal. 1
13 Depdiknas, Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Hal. 506
60
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
maupun tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit
dihilangkan.14 Sudewo membedakan karakter dengan tabiat, karakter adalah
perilaku baik sedangkan tabiat adalah perilaku buruk. Lebih lanjut Sudewo
mengemukakan bahwa karakter adalah kumpulan sifat baik yang menjadi perilaku
sehari-hari, sebagai perwujudan kesadaran menjalankan peran, fungsi, dan
tugasnya dalam mengemban amanah dan tanggung jawab.15
Berdasarkan arti dan makna dari dua kata di atas, yakni pendidikan dan
karakter, maka pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem
yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung
komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan
tindakan untuk melaksanakan nilainilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan maupun bangsa sehingga terwujud insan
kamil.16 Sejalan dengan pendapat tersebut, Samani dan Heriyanto mengemukakan
bahwa pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang
guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Menurut Kemendiknas
(2010) pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik
dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.17
Griek yang dikutip dari zubaedi, merumuskan defenisi karakter sebagai
panduan dari segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi tanda
yang khusus untuk membedakan orang yang sat dengan yang lainnya. Batasan ini
menunjukkan bahwa karakter sebagai identitas yang dimiliki seseorang yang
menetap sehingga seseorang itu berbeda dengan yang lainnya.18
Dari beberapa definisi tentang pendidikan karakter sebagaimana
dikemukakan di atas, nampak bahwa meskipun secara redaksional berbeda,
namun intinya sama yakni pendidikan karakter adalah upaya pendidik untuk
14 Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia.Hal. 315 Sudewo, Arie. 2011. Character Building. Jakarta: Republika Penerbit. Hal. 13-1416 Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta: Laksana. Hal. 1817 Hendri Kak. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Dongeng. Bandung: Simbiosa Rekatama
Media. Hal. 218 Syamsul kurniawan, 2016. Pendidikan karakter: konsepsi dan implementasinya secara
terpadu di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, yokyakarta: ar-ruzz Media. Hal. 28
61
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-
buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-
hari dengan sepenuh hati. Penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat
pendidikan, mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi telah dicanangkan oleh
pemerintah sejak tahun 2010. Pencanangan ini menurut Aunillah dilakukan sebab
selama ini, dunia pendidikan dinilai kurang berhasil dalam mengantarkan generasi
bangsa menjadi pribadi-pribadi yang bermartabat.19
Bahkan sejak ribuan tahun yang lalu Socrates pun telah mengemukakan
bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah membuat seseorang
menjadi good and smart (orang yang memiliki perilaku baik dan cerdas). Oleh
karena itu manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang bijak yang dapat
menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang baik dan dapat hidup secara bijak
dalam seluruh aspek kehidupan.
2. Memahami Makna Pendidikan Karakter
a) Konsep Karakter
Secara umum, istilah “karakter” yang sering disamakan dengan istilah
“temperamen” ,”tabiat”, “watak” atau “akhlak” mengandung definisi
pada sesuatu yang menekankan unsure psikososial yang dikaitkan dengan
pendidikan dan konteks lingkungan. Secara harfiah, karakter memiliki
berbagai arti seperti “character” (latin) berarti instrument of marking,
“Charessein” (Prancis) berarti to engrove (mengukir),
“watak”(Indonesia) berarti sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah
laku, budi pekerti, tabiat, dan peringai. Dari sudut pandang behavioral
yang menekankan unsure somatopsikis yang dimiliki sejak lahir, istilah
karakter dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari
diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima
dari lingkungan.20 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah
“karakter” berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
19 Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.Yogyakarta: Laksana. Hal. 9
20“Model Pendidikan Karakter Bangsa” dalam http://www.scribd.com/ doc/50719355/Model-Pendidikan-Karakter-Bangsa
62
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
membedakan seseorang dari yang lain: tabiat, watak.21 Dalam istilah
Inggris, karakter berpadanan dengan “character” yang berarti: All the
mental and moral qualities that make a person, groups of people, and
places different from others (semua kualitas mental dan moral yang
membuat seseorang, kelompok orang atau tempat berbeda dari yang
lain).22
Dengan demikian dapat dipahami bahwa karakter mempunyai makna
psikologis atau sifat kejiwaan karena terkait dengan aspek kepribadian
(personality), akhlak atau budi pekerti, tabiat, watak, dan sifat kualitas
yang membedakan seseorang dari yang lain atau kekhasan (particular
quality) yang dapat menjadikan seseorang terpercaya dari orang lain.
Dalam perspektif ini, karakter mengandung unsur moral, sikap bahkan
perilaku karena untuk menentukan apakah seseorang memiliki akhlak
atau budi pekerti yang baik, hanya akan terungkap pada saat seseorang
itu melakukan perbuatan atau perilaku tertentu. Kertajaya
mengemukakan bahwa karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh
suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar
pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan mesin
yang mendorong cara seseorang bertindak, bersikap, berujar, dan
merespon sesuatu. Karakter memungkinkan individu untuk mencapai
pertumbuhan yang berkesinambungan karena karakter memberikan
konsistensi, integritas, dan energi.23 Dalam konteks lebih luas, karakter
dipahami sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya,
dan adat istiadat.24
21 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: BalaiPustaka, 1995), hlm. 444.
22 AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (tt: OxfordUniversity Press, 1995), hlm. 186. Tadrîs Volume 8 Nomor 1 Juni 2013 97
23 Hermawan Kertajaya, Grow with Character: The Model Marketing (Jakarta: GramediaPustaka Utama, 2010), hlm. 3.
24 18Akhmad Sudrajat, “Tentang Pendidikan Karakter” dalam http://akhmadsudrajat.
63
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
b) Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kamil. Pendidikan karakter
merupakan upaya mengembangkan potensi peserta didik dengan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa agar mereka memiliki nilai
dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan
sebagai warganegara. Sedangkan menurut Thomas Lickona,
sebagaimana dikutip Suyatno, pendidikan karakter adalah upaya
terencana dalam membantu seseorang untuk memahami, peduli,
dan bertindak atas nilai-nilai etika/moral.25 Menurut Sudrajat,
pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke
pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif,
dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan
pendidikan karakter yang selama ini ada di sekolah perlu segera
dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu
dikembangkan secara lebih operasional sehingga mudah
diimplementasikan di sekolah.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah
pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta
didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar
kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan
peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi
serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/ Tadrîs Volume 8 98 Nomor 1 Juni2013
25
64
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Dengan demikian,
pendidikan karakter dipahami sebagai suatu sistem penanaman
nilai-nilai karakter yang baik kepada semua yang terlibat dan
sebagai warga sekolah sehingga mempunyai pengetahuan,
kesadaran, dan tindakan dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Semua warga sekolah yang terlibat dalam pengembangan karakter
yang baik ini sesungguhnya dalam rangka membangun karakter
anak didik. Hal ini penting agar anak didik menemukan contoh dan
lingkungan yang kondusif dengan karakter baik yang sedang
dibangun dalam kepribadiannya.
3. Nilai-Nilai Pembentuk Karakter
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada
satuan pendidikan, telah teridentifikasi 18 nilai pembentuk karakter bangsa yang
bersumber dari Agama, Pancasila, Budaya, dan Tujuan Pendidikan Nasional
(Kemendiknas, 2010:9). Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat diintegrasikan
dalam kegiatan pembelajaran sehingga lambat laun akan membentuk karakter
peserta didik. Uraian dari 18 nilai pembentuk karakter bangsa yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
a. Religius, adalah sikap dan perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
b. Jujur, adalah perilaku yang didasarkan pada
upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan
c. Toleransi, adalah sikap dan tindakan yang
menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya
d. Disiplin, adalah tindakan yang menunjukkan
perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
65
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
e. Kerja keras, adalah perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif, adalah berpikir dan melakukan
sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah
dimiliki.
g. Mandiri, adalah sikap dan perilaku yang
tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis, adalah cara berfikir, bersikap,
dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i. Rasa ingin tahu, adalah sikap dan tindakan
yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j. Semangat kebangsaan, adalah cara berpikir,
bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
k. Cinta tanah air, adalah cara berfikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
l. Menghargai prestasi, adalah sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang
berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan
orang lain.
m. Bersahabat/komunikatif, adalah tindakan
yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama
dengan orang lain.
n. Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan
tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas
kehadiran dirinya
66
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
o. Gemar membaca, adalah kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan
kebajikan bagi dirinya.
p. Peduli lingkungan, adalah sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam
di sekitarnya, dan mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
q. Peduli sosial, adalah sikap dan tindakan
yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
r. Tanggung jawab, adalah sikap dan perilaku
seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Meskipun telah dirumuskan 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun
tidak menutup kemungkinan bagi pendidik atau satuan pendidikan untuk
menambah dengan nilai karakter lain sesuai dengan karakteristik materi maupun
kegiatan pembelajaran. Pemilihan nilai-nilai tersebut beranjak dari kepentingan
dan kondisi satuan pendidikan masing-masing, yang dilakukan melalui analisis
konteks sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat perbedaan jenis
nilai karakter yang dikembangkan antara satu satuan pendidikan dengan satuan
pendidikan yang lain, misalnya nilai karakter yang melekat pada mata pelajaran
muatan local.
2. Implementasi Pendidikan Karakter
Dalam implementasinya pendidikan karakter tidak dapat dilakukan secara
instan, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan menggunakan strategi yang
sesuai dengan kondisi. Strategi implementasi pendidikan karakter di satuan
pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan
evaluasi kurikulum oleh satuan pendidikan. Menurut Kemendiknas,26 strategi
26 Kemendiknas. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemendiknas.Hal.14
67
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
implementasi pendidikan karakter di satuan pendidikan meliputi langkah-langkah
sebagai berikut
Pertama, integrasi dalam mata pelajaran. Setiap mata pelajaran terdapat
muatan nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan
dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai
karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi,
dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Misalnya pembelajaran tentang Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam bahasa
Indonesia terdapat muatan nilai-nilai rasa ingin tahu, kritis, tanggung jawab,
kejujuran yang perlu dikembangkan. Oleh karena itu dalam penulisan karya tulis
ilmiah pendidik perlu mengingatkan kepada peserta didiknya bahwa dalam
menulis itu kita tidak boleh meniru karya atau tulisan orang lain. Kalau harus
meniru tulisan orang lain maka harus dituliskan sumbernya. Dengan demikian
peserta didik akan terbiasa untuk berperilaku jujur dan bertanggung jawab.
Melalui mata pelajaran IPS peserta didik dapat diarahkan untuk menjadi warga
negara Indonesia yang yang cinta tanah air, demokratis dan bertanggung jawab
serta warga dunia yang cinta damai. Misalnya pada Kompetensi Dasar
“Mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sekitar Proklamasi dan proses terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia” mengandung nilai karakter peduli
lingkungan, peduli sosial dan cinta tanah air. Demikian pula Kompetensi Dasar
“Mengidentifikasi kegunaan energi listrik, konversi energy listrik, transmisi
energy listrik, dan berpartisipasi dalam penghematannya dalam kehidupan sehari-
hari” pada mata pelajaran IPA mengandung nilai karakter rasa ingin tahu, kerja
keras, kreatif dan hemat. Sedangkan Kompetensi Dasar “Menggambar grafik
fungsi aljabar sederhana dan fungsi kuadrat” pada mata pelajaran Matematika
mengandung nilai karakter rasa ingin tahu, teliti, mandiri dan kreatif. Oleh karena
itu segenap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik seharusnya tidak
hanya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik tetapi
juga dapat membentuk sikap atau karakternya sebagaimana nilai-nilai karakter
yang melekat pada mata pelajaran tersebut.
Kedua, integrasi dalam muatan lokal. Menurut Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 79 Tahun 2014, muatan
68
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
lokal adalah bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi
muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang
dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan
dan kearifan di daerah tempat tinggalnya. Muatan local diajarkan dengan tujuan
membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
diperlukan untuk (a) mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya,
dan spiritual di daerahnya, dan (b) melestarikan dan mengembangkan keunggulan
dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka
menunjang pembangunan nasional. Nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan
melalui pembelajaran muatan lokal antara lain; peduli lingkungan, peduli sosial,
cinta tanah air, rasa ingin tahu, kerja keras, kreatif, serta mandiri.
Ketiga, pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar.
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melaui
kegiatanpengembangan diri, yang meliputi:
a. Pengkondisian, yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan
pendidikan karakter, misalnya kebersihan badan dan pakaian, toilet yang
bersih, tersedianya tempat sampah, halaman yang hijau dengan
pepohonan, poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas.
b. Kegiatan rutin, adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus
menerus dan konsisten setiap saat, misalnya kegiatan upacara hari Senin,
upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas,
shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran
dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru,
tenaga pendidik dan teman
c. Kegiatan Spontanitas, merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik
secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan
ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat
ketika terjadi bencana.
d. Keteladanan, merupakan perilaku, sikap guru, tenaga kependidikan dan
peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang
baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain,
misalnya nilai disiplin (kehadiran guru yang lebih awal dibanding peserta
69
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
didik), kebersihan, kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur,
kerja keras dan percaya diri.
Keempat, kegiatan pembelajaran. Salah satu upaya untuk
mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan
merancang dan menerapkan pendekatan atau strategi pembelajaran aktif atau
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Beberapa pendekatan dan strategi
pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter
dalam kegiatan pembelajaran antara lain; pendekatan kontekstual, pendekatan
saintifik, pembelajaran discovery, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran
berbasis proyek dan strategi pembelajaran lainnya yang berbasis aktivitas. Dalam
kurikulum 2013 yang sarat dengan muatan karakter, kegiatan pembelajaran
dirancang dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan saintifik (pendekatan
keilmuan). Penerapan pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar
yakni; mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau
menalar dan mengkomunikasikan, disingkat 5M (permendikbud nomor 103 tahun
2014). Pendekatan tersebut digunakan untuk menciptakan pembelajaran berbasis
aktivitas, dalam hal ini peserta didik yang aktif melakukan pengamatan fakta,
mengajukan pertanyaan dari apa yang diamati, mengumpulkan informasi, menalar
berdasarkan informasi yang dikumpulkan, kemudian mengkomunikasikan
temuan/hasil pembelajarannya. Dengan demikian penerapan pendekatan saintifik
dalam kegiatan pembelajaran selain mengembangkan pengetahuan dan mengasah
keterampilan juga dapat membentuk karakter peserta didik. Nilai-nilai karakter
yang dapat diintegrasikan dan dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran
melalui penerapan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut: Mengamati,
meliputi kegiatan membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan
alat) Kesungguhan, ketelitian, mencari informasi Menanya, meliputi kegiatan
mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang
diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang
diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat
hipotetik) Kreativitas, rasa ingin tahu, kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan
belajar sepanjang hayat Mengumpulkan informasi, meliputi kegiatan melakukan
eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/
70
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
kejadian/aktivitas, wawancara dengan nara sumber Teliti, jujur,sopan, menghargai
pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan
mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan
kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasi/menalar, meliputi
kegiatan pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah
keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat
mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda
sampai kepada yang bertentangan Jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras,
kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta
deduktif dalam menyimpulkan Mengkomunikasikan, meliputi kegiatan
menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara
lisan, tertulis, atau media lainnya Jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir
sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan
mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
Kelima, kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama
ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk
pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Menurut
permendikbud nomor 62 tahun 2014, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan
kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan
intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan
satuan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk
mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama,
kemandirian serta nilai-nilai karakter peserta didik secara optimal dalam rangka
mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kegiatan ekstrakurikuler
sebagaimana diuraikan dalam permendikbud nomor 62 tahun 2014 terdiri atas
kegiatan ekstrakurikuler wajib dan kegiatan ekstrakurikuler pilihan. Kegiatan
ekstrakurikuler wajib adalah kegiatan ekstrakurikuler yang wajib dilaksanakan
oleh satuan pendidikan dan wajib diikuti oleh seluruh peserta didik yaitu
pendidikan kepramukaan. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler pilihan merupakan
kegiatan ekstrakurikuler yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh satuan
pendidikan sesuai bakat dan minat peserta didik. Bentuk kegiatan ekstrakurikuler
dapat berupa: (a) Krida, misalnya kepramukaan, Latihan Kepemimpinan Siswa
71
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
(LKS), Palang Merah Remaja (PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pasukan
Pengibar Bendera (Paskibra), dan lainnya; (b) Karya ilmiah, misalnya Kegiatan
Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik,
penelitian, dan lainnya; (c) Latihan olah-bakat latihan olah-minat, misalnya
pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, pecinta alam, jurnalistik, teater,
teknologi informasi dan komunikasi, rekayasa, dan lainnya; (d) Keagamaan,
misalnya pesantren kilat, ceramah keagamaan, baca tulis alquran, retreat; (e)
Bentuk kegiatan lainnya. Satuan pendidikan wajib menyusun program kegiatan
ekstrakurikuler yang merupakan bagian dari Rencana Kerja Sekolah (RKS).
Program kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dikembangkan dengan
mempertimbangkan penggunaan sumber daya bersama yang tersedia pada gugus/
klaster sekolah. Penggunaannya difasilitasi oleh pemerintah provinsi atau
pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masingmasing. Program
kegiatan ekstrakurikuler disosialisasikan kepada peserta didik dan orangtua/wali
pada setiap awal tahun pelajaran.
3. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Religius
Ada empat jenis karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam
proses pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a. Pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu
Tuhan (konservasi moral).
b. Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berupa budi
pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para
pemimpin bangsa (konservasi lingkungan).
c. Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan)
d. Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses
kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan (konservasi humanis).27
Secara spesifik, pendidikan karakter yang berbasis nilai religious mengacu
pada nilai-nilai dasar yang terdapat dalam agama (Islam). Nilai-nilai karakter yang
menjadi prinsip dasar pendidikan karakter banyak kita temukan dari beberapa
27 Yahya Khan, Pendidikan Karakter, hlm. 2.
72
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
sumber, di antaranya nilai-nilai yang bersumber dari keteladanan Rasulullah yang
terjewantahkan dalam sikap dan perilaku sehari-hari beliau, yakni shiddîq (jujur),
amânah (dipercaya), tablîgh (menyampaikan dengan transparan), fathânah
(cerdas). Berikut akan dijelaskan secara lebih rinci dari keempat sifat tersebut.28
Shiddîq adalah sebuah kenyataan yang benar yang tercermin dalam
perkataan, perbuatan atau tindakan dan keadaan batinnya. Pengertian shiddîq ini
dapat dijabarkan ke dalam butir-butir:
1. memiliki sistem keyakinan untuk merealisasikan visi, misi dan tujuan
2. memiliki kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, jujur,
dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.
Amânah adalah sebuah kepercayaan yang harus diemban dalam
mewujudkan sesuatu yang dilakukan dengan penuh komitmen, kompeten, kerja
keras dan konsisten. Pengertian amanah ini dapat dijabarkan ke dalam butir-butir:
1. rasa memiliki dan tanggung jawab yang tinggi.
2. memiliki kemampuan mengembangkan potensi secara optimal.
3. memiliki kemampuan mengamankan dan menjaga kelangsungan hidup
4. memiliki kemampuan membangun kemitraan dan jaringan.
Tablîgh adalah sebuah upaya merealisasikan pesan atau misi tertentu yang
dilakukan dengan pendekatan atau metode tertentu. Jabaran pengertian ini
diarahkan pada:
1. memiliki kemampuan merealisasikan pesan atau misi
2. memiliki kemampuan berinteraksi secara efektif
3. memiliki kemampuan menerapkan pendekatan dan metodik yang tepat.
Fathânah adalah sebuah kecerdasan, kemahiran, atau penguasaan bidang
tertentu yang mencakup kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual.
Karakteristik jiwa fathânah meliputi arif dan bijak, integritas tinggi, kesadaran
untuk belajar, sikap proaktif, orientasi kepada Tuhan, terpercaya dan ternama,
menjadi yang terbaik, empati dan perasaan terharu, kematangan emosi,
keseimbangan, jiwa penyampai misi, dan jiwa kompetisi. Sifat fathânah ini dapat
dijabarkan ke dalam butir-butir:
28 M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa(Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), hlm. 61-63.
73
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
1. Memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan dan perubahan
zaman
2. Memiliki kompetensi yang unggul, bermutu dan berdaya saing.
3. Memiliki kecerdasan intelektual, emosi, dan spiritual.
Di samping itu sumber lainnya dapat juga ditemukan dalam teks-teks
agama, baik al-Qur’an, hadits, maupun kata-kata hikmah para ulama. Dalam teks-
teks agama tersebut banyak ditemukan anjuran untuk bersikap/berperilaku terpuji
(akhlak al-karîmah), seperti ramah, adil, bijaksana, sabar, syukur, sopan, peduli,
tanggap, tanggung jawab, mandiri, cinta kebersihan, cinta kedamaian, dan lain
sebagainya sebagaimana yang melekat pada diri Rasulullah.29
Sebaliknya menghindarkan diri dari perilaku tercela (akhlak al-
madzmûmah).30 Lebih lanjut, Azzet mengemukakan bahwa di antara nilai karakter
yang baik yang hendaknya dibangun dalam kepribadian anak adalah bisa
bertanggung jawab, jujur, dapat dipercaya, menepati janji, ramah, peduli kepada
orang lain, percaya diri, pekerja keras, bersemangat, tekun, tak mudah putus asa,
bisa berpikir secara rasional dan kritis, kreatif dan inovatif, dinamis, bersahaja,
rendah hati, tidak sombong, sabar, cinta ilmu dan kebenaran, rela berkorban,
berhati-hati, bias mengendalikan diri, tidak mudah terpengaruh oleh informasi
yang buruk, mempunyai inisiatif, setia mengharga waktu, dan bisa bersikap adil.
Dengan membiasakan diri secara terus-menerus akhirnya tertanam kuat dalam
diri, itulah yang disebut karakter. Karakter seseorang tidak bisa langsung tiba-tiba
terbentuk menjadi baik, akan tetapi membutuhkan proses internalisasi dan
pengalaman panjang serta penuh dengan tantangan. Dalam pendidikan karakter,
anak didik memang sengaja dibangun karakternya agar mempunyai nilai-nilai
kebaikan sekaligus mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan
sekitar, bangsa, negara maupun hubungan internasional sebagai sesama penduduk
dunia.
4. Siswa dalam pelaksanaan pendidikan karakter.
29 Lihat kembali QS. al-Ahzab: 21.30 Yani, “Pendidikan Karakter Berbasis Agama”.Tadrîs Volume 8 Nomor 1 Juni 2013 101
74
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan
karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design
pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan.
Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi
karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut
dikelompokkan dalam olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir
(intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic
development), serta olah rasa dan karsa (affective and creativity development).
Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan
mengacu pada grand design tersebut.31
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap
mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai
pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai
karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi,
dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.32
Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah
merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan
peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan
kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan
peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui
kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga
kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui
kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa
tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.33
C. Penutup
31 ibid32Tim Penyusun, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama
(Jakarta:Kementerian Pendidikan Nasional, 2010)33 ibid
75
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
Dalam suatu pendidikan jangan hanya dituangkan pengetahuan semata-
mata kepada anak didik, tetapi harus juga diperhatikan pembinaan moral, sikap
dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus ada
pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Dasar dan tujuan
pendidikan moral biasanya ditentukan oleh pandangan hidup dari lembaga
pendidikan itu sendiri, sertajuga harus sesuai dengan dasar dan tujuan negara.
Kalau negara itu berdasarkan Demokrasi, maka pendidikan yang dilakukan
terhadap anak-anakjuga bertujuan membina jiwa demokrasi. Begitu juga halnya
kalau negara itu berdasarkan Otokratis, Ketuhanan. Untuk mencapai tujuan itu,
seharusnyalah orang tua dan para pendidik umunya membantu dengan jalan:
a. Memberikan kebebasan bergaul dengan siapapun saja dalam masyarakat,
dengan mengingat norma-norma pergaulan keluarga dan sekolah.
b. Mendidik anak agar memiliki rasa harga diri yang sehat, misalnya dengan
jalan membiarkan anak didik berfikir sendiri, berbuat sendiri dan berpendapat
sendiri. Tumbuhnya harga diri yang sehat akan membantu anak untuk menjadi
warga masyarakat bahkan warga Negara yang sehat.
76
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Malik Fajar, et.al. Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia (Jakarta: Logos, 2001)
Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, Membangun Karakter Anak Sejak dari
Rumah(Yogyakarta: Pedagogia, 2010)
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam
diIndonesia (Jakarta: Kencana, 2003)
AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (tt:
Oxford University Press, 1995), hlm. 186. Tadrîs Volume 8 Nomor 1 Juni
2013
Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di
Sekolah. Yogyakarta: Laksana.
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi (Jakarta:
Gramedia, 1999)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 444.
Depdiknas, Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Hendri Kak. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Dongeng. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Hermawan Kertajaya, Grow with Character: The Model Marketing (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2010)
Kemendiknas. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta:
Kemendiknas.
Kurniawan, Boy Hadi. 2010. Yakinlah Anda Pasti Bisa Sukses Solo: Pustaka
Iltizam.
77
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021
M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa
(Surakarta: Yuma Pustaka, 2010
Mardiansyah, Dudi dan Senda, Irawan. 2011. Keajaiban Berperilaku Positif
Jakarta: TanggaPustaka.
Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia.
Sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada peringatan Hari Pendidikan
Nasional tahun 2011, Senin, 2 Mei 2011 dengan tema “Pendidikan
Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa; Raih Prestasi Junjung Tinggi
Budi Pekerti”.
Sudewo, Arie. 2011. Character Building. Jakarta: Republika Penerbit.
Syamsul kurniawan, 2016. Pendidikan karakter: konsepsi dan implementasinya
secara terpadu di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat,
yokyakarta: ar-ruzz Media.
Tadrîs Volume 8 Nomor 1 Juni 2013
Tim Penyusun, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama
(Jakarta:Kementerian Pendidikan Nasional, 2010)
Umi Kulsum, Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis PAIKEM (Sebuah
Paradigma Baru Pendidikan di Indonesia) (Surabaya: Gena Pratama
Pustaka, 2011)
wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/ Tadrîs Volume 8 98
Nomor 1 Juni 2013
Yani, “Pendidikan Karakter Berbasis Agama”. Tadrîs Volume 8 96 Nomor 1 Juni
2013
http://www.scribd.com/doc/50719355/Model-Pendidikan-Karakter-Bangsa
http://akhmadsudrajat
http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?
option=com_content&view=article&id=293:implementasikarakter&catid=
42:ebuletin&Itemid=215 Artikel LPMP SulSel Desember 2014 ISSN.
2355-3189
78