Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed ...

24
Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021 IMPEMENTASI PENDIDIKAN NILAI-NILAI KARAKTER DI SEKOLAH Oleh: Herina Yanti Abstrak Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II pasal 3 dinyatakan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional tersebut tampak ideal dan jika dapat diwujudkan, maka akan dihasilkan manusia yang utuh, sempurna, terbina seluruh potensi jasmani, intelektual, emosional, sosial dan sebagainya. Sehingga ia dapat diserahkan tanggung jawab untuk mengemban tugas baik yang berkenaan dengan kepentingan pribadi, masyarakat dan bangsa. Namun dalam praktik, ternyata tujuan pendidikan nasional belum sepenuhnya tercapai. Hal itu mengakibatkan lulusan yang dihasilkan belum mencerminkan perilaku-perilaku yang diharapkan oleh tujuan nasional tersebut. Kata Kunci: Pendidikan, Karakter A. Pendahuluan Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik melalui bimbingan, pengajarAn dan pelatihan pada peserta didik mengalami proses diri kearah tercapai dengan demikian, pendidik di harapkan dapat membimbing pendidik menjadi pendidik yang berbudi luhur, santun dan tentunya siap untuk bersaing di era Globalisasi ini. Berbakti kepada orang tua, guru maupun mengabdikan diri untuk masyarakat. Pendidikan berasal dari kata dasar didik yang artinya memelihara dan member latihan, ajaran,bimbingan mengenai ahlak dan kecerdasan. Dilihat dari tujuan undang-undang tentang sitem pendidikan nasional maka dapat di artikan bahwa lulusan pada saat ini belum sesuai dengan harapan bahkan cenderung bersikap sekuler, materialistik, rasionalistik, hedonistik, yaitu manusia yang cerdas intelektualitasnya dan terampil fisiknya, namun kurang terbina mental spiritualnya dan kurang memiliki kecerdasan emosional. 1 Akibat dari yang demikian, banyak sekali para pelajar yang terlihat “dalam tawuran”, 1 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi (Jakarta: Gramedia, 1999), hlm. 9. 55

Transcript of Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed ...

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

IMPEMENTASI PENDIDIKAN NILAI-NILAI KARAKTER DI SEKOLAH

Oleh: Herina Yanti

Abstrak

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II pasal 3 dinyatakan bahwa “PendidikanNasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak sertaperadaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupanbangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakmulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yangdemokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional tersebuttampak ideal dan jika dapat diwujudkan, maka akan dihasilkan manusia yangutuh, sempurna, terbina seluruh potensi jasmani, intelektual, emosional, sosial dansebagainya. Sehingga ia dapat diserahkan tanggung jawab untuk mengembantugas baik yang berkenaan dengan kepentingan pribadi, masyarakat dan bangsa.Namun dalam praktik, ternyata tujuan pendidikan nasional belum sepenuhnyatercapai. Hal itu mengakibatkan lulusan yang dihasilkan belum mencerminkanperilaku-perilaku yang diharapkan oleh tujuan nasional tersebut.

Kata Kunci: Pendidikan, Karakter

A. Pendahuluan

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik melalui

bimbingan, pengajarAn dan pelatihan pada peserta didik mengalami proses diri

kearah tercapai dengan demikian, pendidik di harapkan dapat membimbing

pendidik menjadi pendidik yang berbudi luhur, santun dan tentunya siap untuk

bersaing di era Globalisasi ini. Berbakti kepada orang tua, guru maupun

mengabdikan diri untuk masyarakat. Pendidikan berasal dari kata dasar didik yang

artinya memelihara dan member latihan, ajaran,bimbingan mengenai ahlak dan

kecerdasan. Dilihat dari tujuan undang-undang tentang sitem pendidikan nasional

maka dapat di artikan bahwa lulusan pada saat ini belum sesuai dengan harapan

bahkan cenderung bersikap sekuler, materialistik, rasionalistik, hedonistik, yaitu

manusia yang cerdas intelektualitasnya dan terampil fisiknya, namun kurang

terbina mental spiritualnya dan kurang memiliki kecerdasan emosional.1 Akibat

dari yang demikian, banyak sekali para pelajar yang terlihat “dalam tawuran”,

1 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi (Jakarta: Gramedia,1999), hlm. 9.

55

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

tindakan kriminal, pencurian, Perhatian masyarakat tentang perlunya kecerdasan

emosional yang mengimbangi kecerdasan intelektual akhir-akhir ini tampak

meningkat, mengingat telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa

peran IQ dalam keberhasilan di dunia kerja, hanya menempati posisi kedua

setelah kecerdasan emosional, dalam menentukan peraihan prestasi puncak dalam

pekerjaan. Kecerdasan emosional dapat diartikan sebagai kecakapan mengelola

perasaan sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif yang

memungkinkan orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran bersama. Di

dalam kecerdasan emosional tercakup kemampuan melakukan sambung rasa,

empati dan komunikasi yang terbuka.2 Realitas saat ini sangat miris. Apalagi di

Indonesia banyak siswa yang belum memiliki pribadi yang berbudi luhur banyak

siswa/I di Indonesia yang belom terbentuk karakternya dan pribadinya apalagi di

era globalisasi saat ini semakin runyam kepribadian siswa/I di Indonesia ini.

Kasus demi kasus semakin menjadi kasus siswa berani kepada guru, guru menjadi

bulian para siswa peristiwa-peristiwa tersebut harusnya tidak terjadi, inilah

permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan sungguh ironi yang perlu di

tuntaskan sampai ke akar-akarnya peran orang tua juga harus ikut andil untuk

menuntaskan permasalahan tersebut, di rumah siswa harus di ajari tatakrama, di

ajari tutur kata lemah lembut dan yang paling utama adalah AGAMA seorang

siswa akan baik dan mempunyai ahlak ketika seorang siswa patuh dan menaati

semua peraturan agama, semua agama mengajarkan kebaikan semua agama

mengajarkan cinta dan kasih sayang.

Semua aspek-aspek tersebut harus berkolaborasi menjadi kuda-kuda yang

kokoh untuk membangun pendidikan mencetak benih-benih yang unggul untuk

masa depan Indonesia yang akan datang. Dari tahun ketahun, ilmu pengetahuan

dan teknologi semakin berkembang dan maju. Negara-negara Berkembang dan

Negara-Negara Maju bersaing dalam bidang teknologi Indonesia harus mampu

bersaing dengan Negara-Negara yang lain. Perlu kita ketahui sebuah Negara di

katakana maju bila pendidikan di Negara tersebut juga maju. Bagai mana dengan

Indonesia? Siswa/I Indonesia saat ini, kesadaran siswa/I dalam kewajiban

belajarnya sudah hilang. Mereka hanya ingin yang instan tanpa berusaha dengan

2 Tadrîs Volume 8 Nomor 1 Juni 2013 93

56

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

gigih mereka sekarang lebih mengandalkan internet mereka tergantung dengan

internet alhasil ketika ujian atau semesteran nilai mereka sangat tidak memuaskan

dan harus mengikuti remedy untuk memperbaiki nilai.

Sistem pendidikan kita telah diarahkan pada suatu bentuk pendidikan yang

sangat intelektualistis, karena hanya mengembangkan beberapa aspek terbatas dari

intelegensi manusia. Gardner – sebagaimana dikutip Fajar – telah menunjukkan

bahwa intelegensia bukan hanya intelegensia akademik saja, tetapi bermacam-

macam intelegensia yang perlu dikembangkan untuk menciptakan suatu

kebudayaan yang kaya dan dinamis. Pengelolaan pendidikan yang terlalu

menekankan pada dimensi kognitif dan mengabaikan dimensi-dimensi lain

ternyata telah melahirkan manusiadengan kepribadian pecah (split personality).3

Seiring dengan “kegagalan” pencapaian tujuan pendidikan nasional

tersebut, saat ini gagasan mengenai pendidikan karakter semakin mengemuka

yang menginginkan perubahan dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya,

yang berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan dan kemasyarakatan. Bahkan

pendidikan karakter ini menjadi isu utama pendidikan nasional. Pada peringatan

Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2011, Menteri Pendidikan Nasional M.

Nuh menegaskan bahwa mulai tahun ajaran 2011/2012, pendidikan berbasis

karakter akan dijadikan sebagai gerakan nasional, mulai dari Pendidikan Anak

Usia Dini (PAUD) sampai dengan Perguruan Tinggi, termasuk di dalamnya

pendidikan nonformal dan informal. Karakter yang hendak dibangun, menurut

Mendiknas, bukan hanya karakter berbasis kemuliaan diri semata, akan tetapi

secara bersamaan membangun karakter kemuliaan sebagai bangsa.4 Dalam

konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, diyakini bahwa nilai dan

karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan

pendidikan nasional, harus dimiliki peserta didik agar mampu menghadapi

tantangan hidup pada saat ini sehingga mampu mendorong mereka menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kepribadian unggul.5 Pemberlakuan3 A. Malik Fajar, et.al. Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia (Jakarta: Logos, 2001), hlm. 33.4 Sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun

2011, Senin, 2 Mei 2011 dengan tema “Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa;Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti”.

5 Umi Kulsum, Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis PAIKEM (Sebuah ParadigmaBaru Pendidikan di Indonesia) (Surabaya: Gena Pratama Pustaka, 2011), hlm. 10.

57

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

pendidikan karakter yang demikian akan menumbuhkan karakter positif pada

peserta didik.6 Atas dasar realitas empirik sebagaimana di atas, maka pendidikan

karakter sangat tepat dicanangkan pada semua lini dan jenjang pendidikan.

Pendidikan karakter diproyeksikan sebagai core (inti) dari pendidikan nasional

yang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sudah

ditegaskan secara jelas, yakni membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan

berakhlak mulia, hanya dalam implementasinya belum membuahkan hasil yang

diharapkan. Sebagai contoh masih banyak kaum terpelajar yang melakukan

pelanggaran moral dan hukum, hal ini bahkan sering terjadi di institusi pendidikan

dan pemerintahan yang semestinya tidak patut melakukan hal semacam itu,

namun ironisnya mereka yang seharusnya menjadi teladan malah menjadi

pesakitan, mereka yang seharusnya menjadi panutan malah menjadi cemoohan,

yang semestinya menjadi symbol kehormatan malah menjadi simbol kehinaan,

dan lain sebagainya.7

B. Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah

1. Pendidikan Karakter

a. Pengertian pendidikan

karakter

Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang

memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi

sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting.

Hal ini sesuai yang dinyatakan dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pada pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.

6 Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, Membangun Karakter Anak Sejak dariRumah(Yogyakarta: Pedagogia, 2010), hlm. xiii.

7 Yani, “Pendidikan Karakter Berbasis Agama”. Tadrîs Volume 8 96 Nomor 1 Juni 2013

58

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka idealnya lulusan

satuan pendidikan memiliki kompetensi sikap yang meliputi sikap spiritual

(beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa), dan sikap sosial

(berakhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, bertanggung jawab), pengetahuan

(berilmu) dan keterampilan (cakap dan kreatif). Namun, faktanya dunia

pendidikan kita dewasa ini hanya mampu melahirkan lulusan-lulusan manusia

dengan tingkat intelektualitas yang memadai. Banyak dari lulusan sekolah yang

memiliki nilai tinggi, berotak cerdas, brilian tapi sayangnya tidak sedikit pula

diantara mereka yang cerdas itu justru tidak memiliki perilaku cerdas dan sikap

yang brilian serta kurang mempunyai mental kepribadian yang baik.8

Pernyataan tersebut dibuktikan dengan banyaknya persoalan yang muncul

di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

perkelahian massa, penyalah gunaan narkoba, kehidupan ekonomi yang

konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya. Fenomena

tersebut jelas menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi banyak kalangan. Apa

jadinya jika negeri ini memiliki banyak orang cerdas, namun ternyata mental dan

perilaku mereka sama sekali tidak cerdas? Bahkan, tidak ada korelasi antara

tingginya nilai yang diperoleh di bangku pendidikan dengan perilaku mereka di

tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, muncullah sosok-sosok orang pandai yang

memperalat orang bodoh atau orang pandai yang menindas orang lemah. Oleh

karena itu sejak tahun 2010, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan

Nasional (Kemendiknas) mencanangkan penerapan pendidikan karakter bagi

semua tingkat pendidikan mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi.9 Program

ini dicanangkan sebab selama ini dunia pendidikan dinilai kurang berhasil dalam

mengantarkan generasi bangsa menjadi pribadi yang bermartabat.

Pentingnya penerapan pendidikan karakter di satuan pendidikan juga

diperkuat oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kesuksesan

dan kegagalan seseorang disegala aspek kehidupan tidak ditentukan semata-mata

oleh pengetahuan dan kemampuan teknis saja, tetapi lebih pada faktor kepribadian

8 Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.Yogyakarta: Laksana. Hal. 99http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?

option=com_content&view=article&id=293:implementasikarakter&catid=42:ebuletin&Itemid=215 Artikel LPMP SulSel Desember 2014 ISSN. 2355-3189

59

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

atau sikap. Hasil-hasil penelitian yang dimaksud antara lain; hasil penelitian di

Universitas Standford menyimpulkan bahwa kesuksesan ditentukan oleh 87,5%

attitude (sikap) dan hanya 12,5% karena kemampuan akademik seseorang.10 Hal

yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian dari Institut Teknologi Carnegie

yang mengatakan bahwa dari 10.000 orang sukses, 85% sukses karena faktor

kepribadian dan 15% karena faktor teknis.11 Demikian pula hasil penelitian

Dr.Albert Edward Wiggam dalam Kurniawan yang menyatakan bahwa dari 4000

orang yang kehilangan pekerjaan, 400 orang (10%) karena kemampuan teknis,

sedangkan 3.600 orang (90%) karena faktor kepribadian.

Hasil-hasil penelitian tersebut tentunya sangat menarik untuk dicermati.

Sebab ternyata faktor utama dari kesuksesan dan kegagalan itu adalah kepribadian

atau lebih spesifik lagi adalah sikap dari orang tersebut. Hal ini mengisyaratkan

perlunya mengimplementasikan pendidikan karakter di satuan pendidikan untuk

membentuk karakter atau perilaku baik peserta didik selain pengetahuan dan

keterampilannya.

Pendidikan karakter terdiri dari dua kata, yakni pendidikan dan karakter.

Kedua kata ini memiliki arti dan makna yang berbeda. namun ketika digabungkan

akan memiliki makna dan semangat lain hingga memiliki kekuatan tersendiri

untuk mengubah kepribadian anak. Jika dilihat Kamus Bahasa Indonesia

(2003:263) pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan. Jadi pendidikan mengandung arti proses dalam

membina, melatih, memelihara anak atau siapa pun sehingga menjadi manusia

yang santun, cerdas, kreatif, berguna bagi diri, keluarga, masyarakat dan bangsa.12

Sementara Karakter jika dilihat Kamus Bahasa indonesia,13 berarti sifat-

sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan

orang lain. Menurut Munir karakter dalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap,

10 Mardiansyah, Dudi dan Senda, Irawan. 2011. Keajaiban Berperilaku Positif Jakarta:TanggaPustaka. Hal. 88

11 Kurniawan, Boy Hadi. 2010. Yakinlah Anda Pasti Bisa Sukses Solo: Pustaka Iltizam. Hal.87

12 Hendri Kak. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Dongeng. Bandung: Simbiosa RekatamaMedia. Hal. 1

13 Depdiknas, Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Hal. 506

60

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

maupun tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit

dihilangkan.14 Sudewo membedakan karakter dengan tabiat, karakter adalah

perilaku baik sedangkan tabiat adalah perilaku buruk. Lebih lanjut Sudewo

mengemukakan bahwa karakter adalah kumpulan sifat baik yang menjadi perilaku

sehari-hari, sebagai perwujudan kesadaran menjalankan peran, fungsi, dan

tugasnya dalam mengemban amanah dan tanggung jawab.15

Berdasarkan arti dan makna dari dua kata di atas, yakni pendidikan dan

karakter, maka pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem

yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung

komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya kemauan dan

tindakan untuk melaksanakan nilainilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri

sendiri, sesama manusia, lingkungan maupun bangsa sehingga terwujud insan

kamil.16 Sejalan dengan pendapat tersebut, Samani dan Heriyanto mengemukakan

bahwa pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang

guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Menurut Kemendiknas

(2010) pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,

pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan

peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik

dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.17

Griek yang dikutip dari zubaedi, merumuskan defenisi karakter sebagai

panduan dari segala tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi tanda

yang khusus untuk membedakan orang yang sat dengan yang lainnya. Batasan ini

menunjukkan bahwa karakter sebagai identitas yang dimiliki seseorang yang

menetap sehingga seseorang itu berbeda dengan yang lainnya.18

Dari beberapa definisi tentang pendidikan karakter sebagaimana

dikemukakan di atas, nampak bahwa meskipun secara redaksional berbeda,

namun intinya sama yakni pendidikan karakter adalah upaya pendidik untuk

14 Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia.Hal. 315 Sudewo, Arie. 2011. Character Building. Jakarta: Republika Penerbit. Hal. 13-1416 Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.

Yogyakarta: Laksana. Hal. 1817 Hendri Kak. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Dongeng. Bandung: Simbiosa Rekatama

Media. Hal. 218 Syamsul kurniawan, 2016. Pendidikan karakter: konsepsi dan implementasinya secara

terpadu di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, yokyakarta: ar-ruzz Media. Hal. 28

61

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang bertujuan

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-

buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-

hari dengan sepenuh hati. Penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat

pendidikan, mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi telah dicanangkan oleh

pemerintah sejak tahun 2010. Pencanangan ini menurut Aunillah dilakukan sebab

selama ini, dunia pendidikan dinilai kurang berhasil dalam mengantarkan generasi

bangsa menjadi pribadi-pribadi yang bermartabat.19

Bahkan sejak ribuan tahun yang lalu Socrates pun telah mengemukakan

bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah membuat seseorang

menjadi good and smart (orang yang memiliki perilaku baik dan cerdas). Oleh

karena itu manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang bijak yang dapat

menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang baik dan dapat hidup secara bijak

dalam seluruh aspek kehidupan.

2. Memahami Makna Pendidikan Karakter

a) Konsep Karakter

Secara umum, istilah “karakter” yang sering disamakan dengan istilah

“temperamen” ,”tabiat”, “watak” atau “akhlak” mengandung definisi

pada sesuatu yang menekankan unsure psikososial yang dikaitkan dengan

pendidikan dan konteks lingkungan. Secara harfiah, karakter memiliki

berbagai arti seperti “character” (latin) berarti instrument of marking,

“Charessein” (Prancis) berarti to engrove (mengukir),

“watak”(Indonesia) berarti sifat pembawaan yang mempengaruhi tingkah

laku, budi pekerti, tabiat, dan peringai. Dari sudut pandang behavioral

yang menekankan unsure somatopsikis yang dimiliki sejak lahir, istilah

karakter dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat dari

diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima

dari lingkungan.20 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah

“karakter” berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

19 Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.Yogyakarta: Laksana. Hal. 9

20“Model Pendidikan Karakter Bangsa” dalam http://www.scribd.com/ doc/50719355/Model-Pendidikan-Karakter-Bangsa

62

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

membedakan seseorang dari yang lain: tabiat, watak.21 Dalam istilah

Inggris, karakter berpadanan dengan “character” yang berarti: All the

mental and moral qualities that make a person, groups of people, and

places different from others (semua kualitas mental dan moral yang

membuat seseorang, kelompok orang atau tempat berbeda dari yang

lain).22

Dengan demikian dapat dipahami bahwa karakter mempunyai makna

psikologis atau sifat kejiwaan karena terkait dengan aspek kepribadian

(personality), akhlak atau budi pekerti, tabiat, watak, dan sifat kualitas

yang membedakan seseorang dari yang lain atau kekhasan (particular

quality) yang dapat menjadikan seseorang terpercaya dari orang lain.

Dalam perspektif ini, karakter mengandung unsur moral, sikap bahkan

perilaku karena untuk menentukan apakah seseorang memiliki akhlak

atau budi pekerti yang baik, hanya akan terungkap pada saat seseorang

itu melakukan perbuatan atau perilaku tertentu. Kertajaya

mengemukakan bahwa karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh

suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar

pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan mesin

yang mendorong cara seseorang bertindak, bersikap, berujar, dan

merespon sesuatu. Karakter memungkinkan individu untuk mencapai

pertumbuhan yang berkesinambungan karena karakter memberikan

konsistensi, integritas, dan energi.23 Dalam konteks lebih luas, karakter

dipahami sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan

Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan

kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan

perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya,

dan adat istiadat.24

21 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: BalaiPustaka, 1995), hlm. 444.

22 AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (tt: OxfordUniversity Press, 1995), hlm. 186. Tadrîs Volume 8 Nomor 1 Juni 2013 97

23 Hermawan Kertajaya, Grow with Character: The Model Marketing (Jakarta: GramediaPustaka Utama, 2010), hlm. 3.

24 18Akhmad Sudrajat, “Tentang Pendidikan Karakter” dalam http://akhmadsudrajat.

63

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

b) Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai

karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen

pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha

Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan

sehingga menjadi manusia insan kamil. Pendidikan karakter

merupakan upaya mengembangkan potensi peserta didik dengan

nilai-nilai budaya dan karakter bangsa agar mereka memiliki nilai

dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai

tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan

sebagai warganegara. Sedangkan menurut Thomas Lickona,

sebagaimana dikutip Suyatno, pendidikan karakter adalah upaya

terencana dalam membantu seseorang untuk memahami, peduli,

dan bertindak atas nilai-nilai etika/moral.25 Menurut Sudrajat,

pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke

pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif,

dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan

pendidikan karakter yang selama ini ada di sekolah perlu segera

dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu

dikembangkan secara lebih operasional sehingga mudah

diimplementasikan di sekolah.

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu

penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah

pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta

didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar

kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan

peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan

menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi

serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia

wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/ Tadrîs Volume 8 98 Nomor 1 Juni2013

25

64

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Dengan demikian,

pendidikan karakter dipahami sebagai suatu sistem penanaman

nilai-nilai karakter yang baik kepada semua yang terlibat dan

sebagai warga sekolah sehingga mempunyai pengetahuan,

kesadaran, dan tindakan dalam melaksanakan nilai-nilai tersebut.

Semua warga sekolah yang terlibat dalam pengembangan karakter

yang baik ini sesungguhnya dalam rangka membangun karakter

anak didik. Hal ini penting agar anak didik menemukan contoh dan

lingkungan yang kondusif dengan karakter baik yang sedang

dibangun dalam kepribadiannya.

3. Nilai-Nilai Pembentuk Karakter

Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada

satuan pendidikan, telah teridentifikasi 18 nilai pembentuk karakter bangsa yang

bersumber dari Agama, Pancasila, Budaya, dan Tujuan Pendidikan Nasional

(Kemendiknas, 2010:9). Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat diintegrasikan

dalam kegiatan pembelajaran sehingga lambat laun akan membentuk karakter

peserta didik. Uraian dari 18 nilai pembentuk karakter bangsa yang dimaksud

adalah sebagai berikut:

a. Religius, adalah sikap dan perilaku yang

patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama

lain.

b. Jujur, adalah perilaku yang didasarkan pada

upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam

perkataan, tindakan, dan pekerjaan

c. Toleransi, adalah sikap dan tindakan yang

menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan

orang lain yang berbeda dari dirinya

d. Disiplin, adalah tindakan yang menunjukkan

perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan

65

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

e. Kerja keras, adalah perilaku yang

menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan

belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif, adalah berpikir dan melakukan

sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah

dimiliki.

g. Mandiri, adalah sikap dan perilaku yang

tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

h. Demokratis, adalah cara berfikir, bersikap,

dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa ingin tahu, adalah sikap dan tindakan

yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari

sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

j. Semangat kebangsaan, adalah cara berpikir,

bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan

negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya

k. Cinta tanah air, adalah cara berfikir,

bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan

penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, dan politik bangsa.

l. Menghargai prestasi, adalah sikap dan

tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang

berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan

orang lain.

m. Bersahabat/komunikatif, adalah tindakan

yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama

dengan orang lain.

n. Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan

tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas

kehadiran dirinya

66

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

o. Gemar membaca, adalah kebiasaan

menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan

kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli lingkungan, adalah sikap dan

tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam

di sekitarnya, dan mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki

kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli sosial, adalah sikap dan tindakan

yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang

membutuhkan.

r. Tanggung jawab, adalah sikap dan perilaku

seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya

dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan

budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Meskipun telah dirumuskan 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun

tidak menutup kemungkinan bagi pendidik atau satuan pendidikan untuk

menambah dengan nilai karakter lain sesuai dengan karakteristik materi maupun

kegiatan pembelajaran. Pemilihan nilai-nilai tersebut beranjak dari kepentingan

dan kondisi satuan pendidikan masing-masing, yang dilakukan melalui analisis

konteks sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat perbedaan jenis

nilai karakter yang dikembangkan antara satu satuan pendidikan dengan satuan

pendidikan yang lain, misalnya nilai karakter yang melekat pada mata pelajaran

muatan local.

2. Implementasi Pendidikan Karakter

Dalam implementasinya pendidikan karakter tidak dapat dilakukan secara

instan, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan menggunakan strategi yang

sesuai dengan kondisi. Strategi implementasi pendidikan karakter di satuan

pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen peningkatan mutu

berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan, pelaksanaan dan

evaluasi kurikulum oleh satuan pendidikan. Menurut Kemendiknas,26 strategi

26 Kemendiknas. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemendiknas.Hal.14

67

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

implementasi pendidikan karakter di satuan pendidikan meliputi langkah-langkah

sebagai berikut

Pertama, integrasi dalam mata pelajaran. Setiap mata pelajaran terdapat

muatan nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan

dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai

karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi,

dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Misalnya pembelajaran tentang Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam bahasa

Indonesia terdapat muatan nilai-nilai rasa ingin tahu, kritis, tanggung jawab,

kejujuran yang perlu dikembangkan. Oleh karena itu dalam penulisan karya tulis

ilmiah pendidik perlu mengingatkan kepada peserta didiknya bahwa dalam

menulis itu kita tidak boleh meniru karya atau tulisan orang lain. Kalau harus

meniru tulisan orang lain maka harus dituliskan sumbernya. Dengan demikian

peserta didik akan terbiasa untuk berperilaku jujur dan bertanggung jawab.

Melalui mata pelajaran IPS peserta didik dapat diarahkan untuk menjadi warga

negara Indonesia yang yang cinta tanah air, demokratis dan bertanggung jawab

serta warga dunia yang cinta damai. Misalnya pada Kompetensi Dasar

“Mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sekitar Proklamasi dan proses terbentuknya

Negara Kesatuan Republik Indonesia” mengandung nilai karakter peduli

lingkungan, peduli sosial dan cinta tanah air. Demikian pula Kompetensi Dasar

“Mengidentifikasi kegunaan energi listrik, konversi energy listrik, transmisi

energy listrik, dan berpartisipasi dalam penghematannya dalam kehidupan sehari-

hari” pada mata pelajaran IPA mengandung nilai karakter rasa ingin tahu, kerja

keras, kreatif dan hemat. Sedangkan Kompetensi Dasar “Menggambar grafik

fungsi aljabar sederhana dan fungsi kuadrat” pada mata pelajaran Matematika

mengandung nilai karakter rasa ingin tahu, teliti, mandiri dan kreatif. Oleh karena

itu segenap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik seharusnya tidak

hanya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik tetapi

juga dapat membentuk sikap atau karakternya sebagaimana nilai-nilai karakter

yang melekat pada mata pelajaran tersebut.

Kedua, integrasi dalam muatan lokal. Menurut Peraturan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 79 Tahun 2014, muatan

68

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

lokal adalah bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi

muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal yang

dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan

dan kearifan di daerah tempat tinggalnya. Muatan local diajarkan dengan tujuan

membekali peserta didik dengan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang

diperlukan untuk (a) mengenal dan mencintai lingkungan alam, sosial, budaya,

dan spiritual di daerahnya, dan (b) melestarikan dan mengembangkan keunggulan

dan kearifan daerah yang berguna bagi diri dan lingkungannya dalam rangka

menunjang pembangunan nasional. Nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan

melalui pembelajaran muatan lokal antara lain; peduli lingkungan, peduli sosial,

cinta tanah air, rasa ingin tahu, kerja keras, kreatif, serta mandiri.

Ketiga, pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar.

Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melaui

kegiatanpengembangan diri, yang meliputi:

a. Pengkondisian, yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan

pendidikan karakter, misalnya kebersihan badan dan pakaian, toilet yang

bersih, tersedianya tempat sampah, halaman yang hijau dengan

pepohonan, poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas.

b. Kegiatan rutin, adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus

menerus dan konsisten setiap saat, misalnya kegiatan upacara hari Senin,

upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas,

shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran

dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru,

tenaga pendidik dan teman

c. Kegiatan Spontanitas, merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik

secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan

ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat

ketika terjadi bencana.

d. Keteladanan, merupakan perilaku, sikap guru, tenaga kependidikan dan

peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang

baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain,

misalnya nilai disiplin (kehadiran guru yang lebih awal dibanding peserta

69

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

didik), kebersihan, kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur,

kerja keras dan percaya diri.

Keempat, kegiatan pembelajaran. Salah satu upaya untuk

mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan

merancang dan menerapkan pendekatan atau strategi pembelajaran aktif atau

pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Beberapa pendekatan dan strategi

pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan nilai-nilai karakter

dalam kegiatan pembelajaran antara lain; pendekatan kontekstual, pendekatan

saintifik, pembelajaran discovery, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran

berbasis proyek dan strategi pembelajaran lainnya yang berbasis aktivitas. Dalam

kurikulum 2013 yang sarat dengan muatan karakter, kegiatan pembelajaran

dirancang dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan saintifik (pendekatan

keilmuan). Penerapan pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar

yakni; mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau

menalar dan mengkomunikasikan, disingkat 5M (permendikbud nomor 103 tahun

2014). Pendekatan tersebut digunakan untuk menciptakan pembelajaran berbasis

aktivitas, dalam hal ini peserta didik yang aktif melakukan pengamatan fakta,

mengajukan pertanyaan dari apa yang diamati, mengumpulkan informasi, menalar

berdasarkan informasi yang dikumpulkan, kemudian mengkomunikasikan

temuan/hasil pembelajarannya. Dengan demikian penerapan pendekatan saintifik

dalam kegiatan pembelajaran selain mengembangkan pengetahuan dan mengasah

keterampilan juga dapat membentuk karakter peserta didik. Nilai-nilai karakter

yang dapat diintegrasikan dan dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran

melalui penerapan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut: Mengamati,

meliputi kegiatan membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan

alat) Kesungguhan, ketelitian, mencari informasi Menanya, meliputi kegiatan

mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang

diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang

diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat

hipotetik) Kreativitas, rasa ingin tahu, kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan

belajar sepanjang hayat Mengumpulkan informasi, meliputi kegiatan melakukan

eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/

70

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

kejadian/aktivitas, wawancara dengan nara sumber Teliti, jujur,sopan, menghargai

pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan

mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan

kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasi/menalar, meliputi

kegiatan pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah

keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat

mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda

sampai kepada yang bertentangan Jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras,

kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta

deduktif dalam menyimpulkan Mengkomunikasikan, meliputi kegiatan

menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara

lisan, tertulis, atau media lainnya Jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir

sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan

mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

Kelima, kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama

ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk

pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Menurut

permendikbud nomor 62 tahun 2014, kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan

kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan

intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan

satuan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk

mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama,

kemandirian serta nilai-nilai karakter peserta didik secara optimal dalam rangka

mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional. Kegiatan ekstrakurikuler

sebagaimana diuraikan dalam permendikbud nomor 62 tahun 2014 terdiri atas

kegiatan ekstrakurikuler wajib dan kegiatan ekstrakurikuler pilihan. Kegiatan

ekstrakurikuler wajib adalah kegiatan ekstrakurikuler yang wajib dilaksanakan

oleh satuan pendidikan dan wajib diikuti oleh seluruh peserta didik yaitu

pendidikan kepramukaan. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler pilihan merupakan

kegiatan ekstrakurikuler yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh satuan

pendidikan sesuai bakat dan minat peserta didik. Bentuk kegiatan ekstrakurikuler

dapat berupa: (a) Krida, misalnya kepramukaan, Latihan Kepemimpinan Siswa

71

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

(LKS), Palang Merah Remaja (PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pasukan

Pengibar Bendera (Paskibra), dan lainnya; (b) Karya ilmiah, misalnya Kegiatan

Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik,

penelitian, dan lainnya; (c) Latihan olah-bakat latihan olah-minat, misalnya

pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, pecinta alam, jurnalistik, teater,

teknologi informasi dan komunikasi, rekayasa, dan lainnya; (d) Keagamaan,

misalnya pesantren kilat, ceramah keagamaan, baca tulis alquran, retreat; (e)

Bentuk kegiatan lainnya. Satuan pendidikan wajib menyusun program kegiatan

ekstrakurikuler yang merupakan bagian dari Rencana Kerja Sekolah (RKS).

Program kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dikembangkan dengan

mempertimbangkan penggunaan sumber daya bersama yang tersedia pada gugus/

klaster sekolah. Penggunaannya difasilitasi oleh pemerintah provinsi atau

pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masingmasing. Program

kegiatan ekstrakurikuler disosialisasikan kepada peserta didik dan orangtua/wali

pada setiap awal tahun pelajaran.

3. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Religius

Ada empat jenis karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam

proses pendidikan, yaitu sebagai berikut:

a. Pendidikan karakter berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu

Tuhan (konservasi moral).

b. Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berupa budi

pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para

pemimpin bangsa (konservasi lingkungan).

c. Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan)

d. Pendidikan karakter berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses

kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan

kualitas pendidikan (konservasi humanis).27

Secara spesifik, pendidikan karakter yang berbasis nilai religious mengacu

pada nilai-nilai dasar yang terdapat dalam agama (Islam). Nilai-nilai karakter yang

menjadi prinsip dasar pendidikan karakter banyak kita temukan dari beberapa

27 Yahya Khan, Pendidikan Karakter, hlm. 2.

72

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

sumber, di antaranya nilai-nilai yang bersumber dari keteladanan Rasulullah yang

terjewantahkan dalam sikap dan perilaku sehari-hari beliau, yakni shiddîq (jujur),

amânah (dipercaya), tablîgh (menyampaikan dengan transparan), fathânah

(cerdas). Berikut akan dijelaskan secara lebih rinci dari keempat sifat tersebut.28

Shiddîq adalah sebuah kenyataan yang benar yang tercermin dalam

perkataan, perbuatan atau tindakan dan keadaan batinnya. Pengertian shiddîq ini

dapat dijabarkan ke dalam butir-butir:

1. memiliki sistem keyakinan untuk merealisasikan visi, misi dan tujuan

2. memiliki kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, jujur,

dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.

Amânah adalah sebuah kepercayaan yang harus diemban dalam

mewujudkan sesuatu yang dilakukan dengan penuh komitmen, kompeten, kerja

keras dan konsisten. Pengertian amanah ini dapat dijabarkan ke dalam butir-butir:

1. rasa memiliki dan tanggung jawab yang tinggi.

2. memiliki kemampuan mengembangkan potensi secara optimal.

3. memiliki kemampuan mengamankan dan menjaga kelangsungan hidup

4. memiliki kemampuan membangun kemitraan dan jaringan.

Tablîgh adalah sebuah upaya merealisasikan pesan atau misi tertentu yang

dilakukan dengan pendekatan atau metode tertentu. Jabaran pengertian ini

diarahkan pada:

1. memiliki kemampuan merealisasikan pesan atau misi

2. memiliki kemampuan berinteraksi secara efektif

3. memiliki kemampuan menerapkan pendekatan dan metodik yang tepat.

Fathânah adalah sebuah kecerdasan, kemahiran, atau penguasaan bidang

tertentu yang mencakup kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual.

Karakteristik jiwa fathânah meliputi arif dan bijak, integritas tinggi, kesadaran

untuk belajar, sikap proaktif, orientasi kepada Tuhan, terpercaya dan ternama,

menjadi yang terbaik, empati dan perasaan terharu, kematangan emosi,

keseimbangan, jiwa penyampai misi, dan jiwa kompetisi. Sifat fathânah ini dapat

dijabarkan ke dalam butir-butir:

28 M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa(Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), hlm. 61-63.

73

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

1. Memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan dan perubahan

zaman

2. Memiliki kompetensi yang unggul, bermutu dan berdaya saing.

3. Memiliki kecerdasan intelektual, emosi, dan spiritual.

Di samping itu sumber lainnya dapat juga ditemukan dalam teks-teks

agama, baik al-Qur’an, hadits, maupun kata-kata hikmah para ulama. Dalam teks-

teks agama tersebut banyak ditemukan anjuran untuk bersikap/berperilaku terpuji

(akhlak al-karîmah), seperti ramah, adil, bijaksana, sabar, syukur, sopan, peduli,

tanggap, tanggung jawab, mandiri, cinta kebersihan, cinta kedamaian, dan lain

sebagainya sebagaimana yang melekat pada diri Rasulullah.29

Sebaliknya menghindarkan diri dari perilaku tercela (akhlak al-

madzmûmah).30 Lebih lanjut, Azzet mengemukakan bahwa di antara nilai karakter

yang baik yang hendaknya dibangun dalam kepribadian anak adalah bisa

bertanggung jawab, jujur, dapat dipercaya, menepati janji, ramah, peduli kepada

orang lain, percaya diri, pekerja keras, bersemangat, tekun, tak mudah putus asa,

bisa berpikir secara rasional dan kritis, kreatif dan inovatif, dinamis, bersahaja,

rendah hati, tidak sombong, sabar, cinta ilmu dan kebenaran, rela berkorban,

berhati-hati, bias mengendalikan diri, tidak mudah terpengaruh oleh informasi

yang buruk, mempunyai inisiatif, setia mengharga waktu, dan bisa bersikap adil.

Dengan membiasakan diri secara terus-menerus akhirnya tertanam kuat dalam

diri, itulah yang disebut karakter. Karakter seseorang tidak bisa langsung tiba-tiba

terbentuk menjadi baik, akan tetapi membutuhkan proses internalisasi dan

pengalaman panjang serta penuh dengan tantangan. Dalam pendidikan karakter,

anak didik memang sengaja dibangun karakternya agar mempunyai nilai-nilai

kebaikan sekaligus mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu

kepada Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan

sekitar, bangsa, negara maupun hubungan internasional sebagai sesama penduduk

dunia.

4. Siswa dalam pelaksanaan pendidikan karakter.

29 Lihat kembali QS. al-Ahzab: 21.30 Yani, “Pendidikan Karakter Berbasis Agama”.Tadrîs Volume 8 Nomor 1 Juni 2013 101

74

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan

karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design

pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan.

Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan,

pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi

karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut

dikelompokkan dalam olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir

(intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic

development), serta olah rasa dan karsa (affective and creativity development).

Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan

mengacu pada grand design tersebut.31

Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap

mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai

pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan

konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai

karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi,

dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.32

Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah

merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan

peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan

kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan

peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui

kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga

kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui

kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa

tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.33

C. Penutup

31 ibid32Tim Penyusun, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama

(Jakarta:Kementerian Pendidikan Nasional, 2010)33 ibid

75

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

Dalam suatu pendidikan jangan hanya dituangkan pengetahuan semata-

mata kepada anak didik, tetapi harus juga diperhatikan pembinaan moral, sikap

dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus ada

pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Dasar dan tujuan

pendidikan moral biasanya ditentukan oleh pandangan hidup dari lembaga

pendidikan itu sendiri, sertajuga harus sesuai dengan dasar dan tujuan negara.

Kalau negara itu berdasarkan Demokrasi, maka pendidikan yang dilakukan

terhadap anak-anakjuga bertujuan membina jiwa demokrasi. Begitu juga halnya

kalau negara itu berdasarkan Otokratis, Ketuhanan. Untuk mencapai tujuan itu,

seharusnyalah orang tua dan para pendidik umunya membantu dengan jalan:

a. Memberikan kebebasan bergaul dengan siapapun saja dalam masyarakat,

dengan mengingat norma-norma pergaulan keluarga dan sekolah.

b. Mendidik anak agar memiliki rasa harga diri yang sehat, misalnya dengan

jalan membiarkan anak didik berfikir sendiri, berbuat sendiri dan berpendapat

sendiri. Tumbuhnya harga diri yang sehat akan membantu anak untuk menjadi

warga masyarakat bahkan warga Negara yang sehat.

76

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

DAFTAR KEPUSTAKAAN

A. Malik Fajar, et.al. Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber

Daya Manusia (Jakarta: Logos, 2001)

Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, Membangun Karakter Anak Sejak dari

Rumah(Yogyakarta: Pedagogia, 2010)

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam

diIndonesia (Jakarta: Kencana, 2003)

AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (tt:

Oxford University Press, 1995), hlm. 186. Tadrîs Volume 8 Nomor 1 Juni

2013

Aunillah, Nurla Isna. 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di

Sekolah. Yogyakarta: Laksana.

Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi (Jakarta:

Gramedia, 1999)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 444.

Depdiknas, Pusat Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Hendri Kak. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Dongeng. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media.

Hermawan Kertajaya, Grow with Character: The Model Marketing (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2010)

Kemendiknas. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta:

Kemendiknas.

Kurniawan, Boy Hadi. 2010. Yakinlah Anda Pasti Bisa Sukses Solo: Pustaka

Iltizam.

77

Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 6, No. 1, Ed. Jan-Jun 2021

M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa

(Surakarta: Yuma Pustaka, 2010

Mardiansyah, Dudi dan Senda, Irawan. 2011. Keajaiban Berperilaku Positif

Jakarta: TanggaPustaka.

Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia.

Sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada peringatan Hari Pendidikan

Nasional tahun 2011, Senin, 2 Mei 2011 dengan tema “Pendidikan

Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa; Raih Prestasi Junjung Tinggi

Budi Pekerti”.

Sudewo, Arie. 2011. Character Building. Jakarta: Republika Penerbit.

Syamsul kurniawan, 2016. Pendidikan karakter: konsepsi dan implementasinya

secara terpadu di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat,

yokyakarta: ar-ruzz Media.

Tadrîs Volume 8 Nomor 1 Juni 2013

Tim Penyusun, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama

(Jakarta:Kementerian Pendidikan Nasional, 2010)

Umi Kulsum, Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis PAIKEM (Sebuah

Paradigma Baru Pendidikan di Indonesia) (Surabaya: Gena Pratama

Pustaka, 2011)

wordpress.com/2010/09/15/konsep-pendidikan-karakter/ Tadrîs Volume 8 98

Nomor 1 Juni 2013

Yani, “Pendidikan Karakter Berbasis Agama”. Tadrîs Volume 8 96 Nomor 1 Juni

2013

http://www.scribd.com/doc/50719355/Model-Pendidikan-Karakter-Bangsa

http://akhmadsudrajat

http://www.lpmpsulsel.net/v2/index.php?

option=com_content&view=article&id=293:implementasikarakter&catid=

42:ebuletin&Itemid=215 Artikel LPMP SulSel Desember 2014 ISSN.

2355-3189

78