pembelajaran pendidikan agama islam dalam masyarakat ...

297
i PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MASYARAKAT PLURALISTIK (STUDI PADA YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM PAPUA) Diajukan kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Pengkajian Islam Oleh: Hasruddin Dute NIM: 31181200000034 Promotor: 1. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA 2. Prof. Dr. Armai Arief, MA KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H/ 2021 M

Transcript of pembelajaran pendidikan agama islam dalam masyarakat ...

i

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM

MASYARAKAT PLURALISTIK

(STUDI PADA YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM PAPUA)

Diajukan kepada Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang

Pengkajian Islam

Oleh:

Hasruddin Dute

NIM: 31181200000034

Promotor:

1. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA

2. Prof. Dr. Armai Arief, MA

KONSENTRASI PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

1442 H/ 2021 M

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur atas hikmah yang diberikan Allah swt.

kepada penulis sehingga penyusunan, pengembangan serta perbaikan disertasi ini

dapat diselesaikan. Sholawat dan salam dihaturkan kepada kanjeng Nabi

Muhammad saw. yang telah membimbing dan menjadi teladan bagi manusia (dan

khususnya penulis) agar senantiasa belajar untuk menjadi cerdas dalam ibadah dan

berhubungan dengan sesama manusia dan Allah yang lainnya. Disertasi ini

membahas tentang Pembelajaran PAI dalam Masyarakat Pluralistik Studi pada

Yayasan Pendidikan Islam Papua.

Disertasi ini tidak akan selesai dengan sempurna tanpa adanya bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Amani Lubis, MA sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA dan Prof. Dr. Armai Arief, M.Ag sebagai Promotor

yang telah membimbing, mengayomi, dan memberikan ide kreatif-imajinatif dan

gagasan yang konstruktif dalam penyelesaian disertasi ini.

4. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Prof. Dr. Husni Rahim. Prof. Dr. Sutjipto selaku

penguji dalam ujian promosi.

5. Prof. Dr. Didin Saepudin, MA sebagai Ketua Program Studi Doktor Pengkajian

Islam SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Seluruh dosen, karyawan, dan

pustakawan SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan pendidikan.

6. Kementrian agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa 5000

Doktor tahun 2018 kepada penulis sehingga bekal tersebut menjadikan penulis

dapat melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

7. Dr. Muhdi B.Hi. Ibrahim, M.Si. Rektor Universitas Yapis Papua yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk dapat melanjutkan studi pada SPs UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Seluruh dosen, pegawai, staff dan civitas akademika Universitas Yapis Papua

Jayapura yang turut membantu selama proses pendidikan di SPs UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

9. Pengurus Yapis Pusat Papua dan Yapis Cabang Kota Jayapura yang membantu di

dalam memperoleh data penelitian di dalam penyelesaian disertasi penelitian ini.

10. Ayahanda La Rakedu dan Ibunda Wa Hante dan ibunda Wa Ara yang selalu,

terus, dan selamanya mendukung dan mendoakan kepada penulis untuk

senantiasa belajar sepanjang waktu hingga akhir hayat. Demikian dengan saudara

kandung Huluddin Iskandar, Harni, Hermansyah, Hasan Malik, Holil

Muhammad Arham, serta saudara seayah Fitri, Hasriani, Hilman Jaya, Haris,

Mu‟ar, Halimah, Mulimah, Abdul, Wahyu, Azizah, Farhani, Sakinah, dan Safia

yang punya cita-cita untuk senantiasa belajar, agar dapat melihat luasnya rahmat

Allah.

11. Ibu mertua Hj. Nurana dan ayah mertua Andi Munir (Almarhum) yang tidak

henti-hentinya berdoa dan mendukung untuk senantiasa menyemangati penulis

agar terus menuntut ilmu. Berikut Fitrika Andi Munir, Firdha Andi Munir yang

iii

turut menemani anak-anak penulis, selama penulis menyelesaikan studi di SPs

UIN Jakarta dan juga Andi Firman, Kak Nita, Kak Ivan yang menjadi bagian

penyemangat menuntut ilmu. Serta seluruh keluarga besar yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian penelitian ini baik riil dan materiil.

12. Teman-teman Program Doktor (S3) SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada

umumnya dan angkatan 2018 pada khususnya yang telah memberikan motivasi

dan bantual moril dan materiil kepada penulis sehingga disertasi ini dapat

diselesaikan.

13. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih kepada Fitria Sari, SE (istri),

Muhamad Abdul Kadir Rahman (13), Attaqi Billah Putri Hastri (11), Ainun

Salsabila Putri Hastri (10), Azka Avicenna Putra Hafid (8), Annisa Zahratul

Haya Putri Hastri (1) (anak-anak) all my beloved family yang telah ikhlas, sabar

dan percaya serta memberikan dukungan selama pendidikan. Juga semoga dapat

bersekolah di tempat terbaik di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini memiliki kekurangan, oleh karena itu

kritik saran dan masukan demi kesempurnaannya sangat diharapkan dari semua

pihak. Semoga setiap bantuan yang telah diberikan dibalas Allah dengan kebaikan

yang melimpah, amin.

viii

ABSTRAK

Disertasi ini mengkaji tentang pembelajaran PAI dalam masyarakat

pluralistik: Studi pada Yayasan Pendidikan Islam Papua. Penelitian ini menunjukkan

Yapis Papua memberikan pembelajaran agama Islam pada masyarakat pluralistik

dimana aktivitas pembelajaran ini tetap berjalan dengan tidak adanya resistensi dari

peserta didik non muslim dan masyarakat sekitar. Hal ini dapat berjalan karena PAI

yang diajarkan hanya bertumpu pada aspek pengetahuan agama, tidak sampai pada

aspek penghayatan dan pengamalan ajaran agama. Cara yang dipakai oleh guru di

dalam pembelajaran PAI menggunakan strategi pembelajaran ekspositori dan

pendidik PAI memasukkan unsur-unsur nilai yang sama dengan nilai yang ada pada

agama lain di dalam pembelajaran tersebut. Solusi Yapis Papua menjadikan

pembelajaran PAI bukanlah misi ideologi bagi peserta didik pluralistik sedangkan

peserta didik muslim, mewajibkan mereka mengamalkan ajaran agama Islam sesuai

dengan tujuan dalam pembelajaran tersebut. Penelitian ini sejalan dengan Einar

Thomassen (2004) yang mengatakan pendidikan agama diberikan kepada peserta

didik plural. Juga pendapatnya Kemp (1995), Dick and Carey (1985), Abuddin Nata

(2009), Hamzah B. Uno (2011) yang mengatakan bahwa pembelajaran akan efektif

diterima peserta didik bila dilakukan dengan strategi pembelajaran yang tepat.

Metode penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan sosiologi pendididikan.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, studi

pustaka, dan dokumentasi. Kemudian data tersebut dijelaskan secara komprehensif,

sistematis, dan holistik. Analisa dilakukan dengan cara display, reduksi dan

verifikasi data kemudian diambil kesimpulan.

Kata Kunci: Pembelajaran, PAI Pluralistik, Yapis Papua.

ix

ABSTRACT

This dissertation examines PAI learning in a pluralistic society: Studies at the

Papuan Islamic Education Foundation. This study shows that Yapis Papua provides

Islamic religious learning in a pluralistic society where this learning activity

continues without resistance from non-Muslim students and the surrounding

community. This is possible because the PAI that is taught only relies on aspects of

religious knowledge, not on aspects of appreciation and practice of religious

teachings. The method used by teachers in PAI learning uses expository learning

strategies and PAI educators include elements of values that are the same as values

in other religions in the learning. Yapis Papua's solution makes PAI learning not an

ideological mission for pluralistic students while Muslim students require them to

practice Islamic teachings in accordance with the objectives of the learning. This

research is in line with Einar Thomassen (2004) who said that religious education is

given to plural students. There are also opinions from Kemp (1995), Dick and Carey

(1985), Abuddin Nata (2009), Hamzah B. Uno (2011) who say that learning will be

effectively accepted by students if it is carried out with the right learning strategies.

This research method is qualitative with a sociological approach to education. Data

was collected by means of observation, in-depth interviews, literature study, and

documentation. Then the data is explained comprehensively, systematically, and

holistically. The analysis was carried out by displaying, reducing and verifying the

data and then drawing conclusions.

Keywords: Learning, PAI Pluralistic, Yapis Papua.

x

الملخص

ف جتغ تؼذد: دساسبد ف ؤسسخ PAIتجحث ز األطشحخ ف تؼي

Papuan Islamic Education Foundation تظش ز اىذساسخ أ بثس ثبثا .

ب دب إسالب ف جتغ تؼذد حث ستش زا اىشبط اىتؼي د قبخ تقذ تؼي

اىز ت تذسس PAIاىحظ. زا ن أل اىطالة غش اىسي اىجتغ

ؼتذ فقظ ػي جات اىؼشفخ اىذخ ، ىس ػي جات تقذش بسسخ اىتؼبى

استشاتجبد اىتؼي PAIاىذخ. تستخذ اىطشقخ اىت ستخذب اىؼي ف اىتؼي

د األخش ف ػبصش ق بثيخ ىيق ف اىذبب PAIاىتضح تض ؼي

ىس خ أذىجخ ىيطالة PAIجؼو تؼي Yapis Papuaاىتؼي. إ حو

اىتؼذد ثب طيت اىطالة اىسي بسسخ اىتؼبى اإلسالخ فقب ألذاف

( اىز قبه أ اىتؼي 2004) Einar Thomassenاىتؼي. تتبش ز اىذساسخ غ

Kemp (1995 )Dickتؼذد. بك أضب آساء اىذ ت تقذ ىطالة

and Carey (1985 )Abuddin Nata (2009 )Hamzah B. Uno

( اىز قى إ اىتؼي ست قجى ثشنو فؼبه قجو اىطالة إرا ت تفز 2011)

ثبستخذا استشاتجبد اىتؼي اىصححخ . طشقخ اىجحث ز ػخ غ ج اجتبػ

ىيتؼي. ت جغ اىجببد ػ طشق اىالحظخ اىقبثالد اىتؼقخ دساسخ األدثبد

اىتثق. ث ت ششح اىجببد ثشنو شبو ج شبو. ت إجشاء اىتحيو

خاله ػشض اىجببد تقييب اىتحقق ب ث استخالص اىتبئج.

يابيس بابوا.التعذدي ، PAIالكلمات المفتاحية: التعلم ،

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi yang penulis gunakan dalam disertasi ini adalah:

A. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

Alif DIHILANGKAN ا

Ba‟ B ب

Ta‟ T ت

Sa‟ TH ث

Jim J ج

}Ha‟ H ح

Kha‟ KH خ

Dal D د

Zal DH ذ

Ra‟ R ر

Za‟ Z ز

Sin S س

Shin SH ش

}Sad S ص

}Dad D ض

}Ta‟ T ط

}Za‟ Z ظ

Ain „ AYN„ ع

Gain GH غ

Fa‟ F ف

Qaf Q ق

Kaf K ك

Lam L ل

Mim M م

Nun N ن

xii

Wawu W و

Ha‟ H ه

Hamzah ‟ Tanda Koma ء

Ya‟ Y ي

B. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap yang disebabkan oleh shaddah ditulis rangkap juga.

Seperti: زمش ditulis muzakkar

C. Ta’ Marbut}ah di Akhir Kata

Adapun ta‟ marbut}ah baik yang hidup ataupun yang mati di akhir kata

dilambangkan dengan huruf h, seperti lafaz:

ؼخشش _ ditulis: shari>‟ah

ditulis: ha>wiyah بخ _Tetapi jika kata-kata itu sudah terserap menjadi bahasa Indonesia

dilambangkan dengan huruf t seperti kata: salat, zakat, dan sebagainya.

D. Vokal Panjang

1. Bunyi panjang a dilambangkan dengan a>, seperti شحقب (qa>hirah).

2. Bunyi panjang i dilambangkan dengan i> seperti ذخ (madi>nah).

3. Bunyi panjang u dilambangkan dengan u> seperti طية (mat}lu>b).

E. Kata Sandang alif dan lam

Kata sandang yang diakui oleh huruf qamariyah dan shamsiyah ditulis

menurut tulisannya, seperti:

ditulis al-qamar اىقش .1

ditulis al-shams اىشس .2

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Tabel Agama kota Jayapura tahun 2010 dan 2020

Tabel 2 : Agama Provinsi Papua tahun 2020

Tabel 3 : Sekolah dan Perguruan Tinggi Yapis Papua 2020

Tabel 4 : Kepemimpinan Yapis Pusat Papua dari Masa ke Masa

Tabel 5 : Staff Pengajar dan Sumber Daya Manusia Yapis Papua

Tabel 6 : Periodisasi Perubahan Nama Perguruan Tinggi Yapis Papua

Tabel 7 : Program Studi Universitas Yapis Papua

Tabel 8 : Jumlah Pendidik dan Peserta Didik Universitas Yapis Papua

Tabel 9 : Dosen PAI pada Universitas Yapis Papua

Tabel 10 : Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura dari Masa ke Masa

Tabel 11 : Jumlah Siswa SMA Hikmah Yapis Jayapura Berdasarkan Jenis

Kelamin dan Agama

Tabel 12 : Periodisasi Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura

Tabel 13 : Jumlah Siswa SMK berdasarkan Jenis Kelamin dan Agama

Tabel 14 : Guru PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura

Tabel 15 : Mata Kuliah Institusi Universitas Yapis Papua

Tabel 16 : Mata Kuliah Pada Program “Studi Pendidikan Agama Islam”

Tabel 17 : Tema PAI pada Seluruh Program Studi pada Uniyap Jayapura

Tabel 18 : Topik Bahasan dan Cakupan

Tabel 19 : Jumlah Kelas Pembelajaran PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura

Tabel 20 : Mata Kuliah Pencirian Khas Yapis di UNIYAP Jayapura

xiv

DAFTAR SINGKATAN

YAPIS : Yayasan Pendidikan Islam

PAI : Pendidikan Agama Islam

PNG : Papua New Guinea

MI Nurul Huda : Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda

NU : Nahdlatul Ulama

YPK : Yayasan Pendidikan Kristen

YPPK : Yayasan Pendidikan Persekolahan Katholik

YPPGI : Yayasan Pendidikan Persekolahan Gereja Indonesia

LP2M : Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan

GKI : Gereja Kristen Indonesia

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMK : Sekolah Menengah Kejuruan

ASM : Akademi Sekretaris dan Manajemen

SETIMA : Sekolah Tinggi Manajemen

STIE : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi

UNIYAP : Universitas Yapis Papua

SAP : Satuan Acara Pembelajaran

KI-KD : Kompetensi Inti-Kompetensi Dasar

B2-RW : Babi dan Anjing

DAPODIK : Data Pokok Pendidikan

MTQ : Musabaqah Tilawatil Qur‟an

TK : Taman Kanak Kanak

MUI : Majelis Ulama Indonesia

xv

DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

PERNYATAAN BEBAS PRAGIARISME .................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ........................................................... vii

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ............................................. xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiv

DAFTAR ISI ................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Permasalahan .............................................................................................. 12

C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 14

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian .......................................................... 14

E. Kajian Penelitian Terdahulu ....................................................................... 14

F. Metode Penelitian ....................................................................................... 21

G. Sistematika Pembahasan ............................................................................ 29

BAB II KONSEP PEMBELAJARAN PAI DAN MASYARAKAT

PLURALISTIK ............................................................................................... 33

A. Kebijakan Pembelajaran Mata Pelajaran PAI ............................................ 33

1. Posisi PAI sebagai Mata Pelajaran di Madrasah ................................... 43

2. PAI di Pesantren .................................................................................... 44

3. PAI di Sekolah Umum .......................................................................... 44

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ..................................................... 52

1. Prinsip Pembelajaran PAI ..................................................................... 55

2. Komponen Pembelajaran PAI ............................................................... 58

3. Penilaian Pembelajaran PAI .................................................................. 64

C. Strategi Pembelajaran PAI ......................................................................... 67

1. Strategi Pembelajaran Ekspositori (SPE) .............................................. 68

2. Strategi Pembelajaran Inkuiri ................................................................ 70

3. Strategi Pembelajaran Kooperatif ......................................................... 73

D. Masyarakat Pluralistik ................................................................................ 75

E. Relasi Pembelajaran PAI dengan Masyarakat Pluralistik .......................... 88

1. Pendidikan Agama sebagai Sarana Sosialisasi Kebudayaan ................. 88

2. Pembelajaran PAI Menanamkan Nilai Pluralis ..................................... 89

3. Pembelajaran PAI yang Terintegrasi Pengetahuan dan Nilai ............... 93

4. Pembelajaran PAI Mengupayakan Kerukunan dalam Kemajemukan .. 93

5. Pembelajaran sebagai Agen Perubahan Sosial ...................................... 95

BAB III POTRET PENDIDIKAN ISLAM DAN YAPIS PAPUA ................ 99

A. Pendidikan Islam Pluralistik ....................................................................... 99

B. Yayasan Pendidikan Islam Papua .............................................................. 101

1. Sejarah Yayasa Pendidikan Islam Papua .............................................. 101

xvi

2. Badan Hukum, Lambang, Prinsip, Motto, dan Logo ............................ 107

3. Perguruan Tinggi Yapis Papua .............................................................. 117

4. Sekolah Yayasan Pendidikan Islama Papua .......................................... 121

BAB IV PEMBELAJARAN PAI DALAM MASYARAKAT PLURALISTIK 127

A. Kebijakan Pembelajaran PAI pada Yapis Papua ........................................ 127

1. Kebijakan Pembelajaran Yapis dari Sudut Visi Misi Tujuan Yapis ..... 132

2. Dampak Kebijakan Pembelajaran PAI dalam Masyarakat Pluralistik .. 135

3. Kebijakan Yapis Papua pada Tenaga Pendidik ..................................... 138

4. Kebijakan Yapis Papua pada Peserta Didik .......................................... 140

5. Kebijakan Yapis Papua pada Kurikulum Pembelajaran ....................... 142

B. Implementasi Pembelajaran PAI pada Yapis Papua .................................. 154

1. Pembelajaran PAI pada Universitas Yapis Papua ................................. 158

2. Pembelajaran PAI pada SMK Hikmah Yapis Jayapura ........................ 189

3. Pembelajaran PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura ........................ 212

BAB V MASALAH-MASALAH DAN SOLUSI PEMBELAJARAN PAI

DALAM MASYARAKAT PLURALISTIK

A. Masalah-Masalah Pembelajaran PAI dalam Masyarakat Pluralistik .......... 232

1. Guru PAI yang Kaku dalam Pembelajaran ........................................... 232

2. Peserta Didik yang Kurang Memahami Agamanya .............................. 234

3. Materi Pembelajaran Tidak Sesuai dengan Kemampuan Awal Siswa .. 234

4. Pembelajaran PAI pada Non Muslim .................................................... 235

B. Solusi Pembelajaran PAI dalam Masyarakat Pluralistik ............................ 237

1. Materi PAI yang Mengakomodir Nilai Agama Lain ............................ 238

2. Waktu Tambahan ................................................................................... 241

3. Mengikuti MTQ .................................................................................... 241

4. Pesantren Kilat ...................................................................................... 242

5. Kegiatan Bersama ................................................................................. 242

6. Penilaian Guru pada Sistem Akademik ................................................. 243

7. Komponen Guru/Dosen yang Profesional ............................................ 244

8. Pluralisme Peserta Didik pada Lembaga Pendidikan Yapis Papua ....... 249

9. Satu Tungku Tiga Batu ......................................................................... 252

10. Semangat Kerja Sama Melalui Pembiasaan .......................................... 254

BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 258

A. Kesimpulan ................................................................................................ 258

B. Saran ........................................................................................................... 259

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 260

BIODATA PENULIS ...................................................................................... 275

INDEKS .......................................................................................................... 277

LAMPIRAN .................................................................................................... 279

1. Surat Telah Melakukan Penelitian ........................................................ 279

2. Foto Dokumentasi ................................................................................. 281

3. Nama Terwawancara ............................................................................. 285

4. Berkas-Berkas Pendukung Daftar Disertasi .......................................... 286

xvii

5. Berita Hasil Ujian .................................................................................. 286

6. Cek Turnitin .......................................................................................... 292

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini berkaitan dengan penerapan pembelajaran mata pelajaran dan

atau mata kuliah pendidikan agama Islam (PAI) pada masyarakat pluralistik di

sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam

atau disingkat (YAPIS) yang ada di tanah Papua, sebagai lembaga pendidikan yang

menyediakan layanan pendidikan dengan bercirikan Islam.1

Pendidikan memegang peranan penting dalam kemajuan bangsa, karena

pendidikan menjadikan warganya berkualitas, meningkatkan sumber daya manusia

ke posisi optimal sesuai dengan tujuan pendidikan yang terdapat di dalam Undang-

Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 yang berbunyi:

Pendidikan Indonesia berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan

bertanggung jawab.2

Pengembangan pendidikan melalui peningkatan sumber daya manusia

dilakukan salah satunya pada lembaga pendidikan yaitu di sekolah dan perguruan

tinggi. Hal ini karena sekolah adalah tempat yang sangat efektif di dalam

membentuk perilaku peserta didik.

Ketercapaian di dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan mutu

pendidikan dimana suasana ini terkait dengan proses yang dilakukan di dalam

pembelajaran. Hal ini terjadi karena dalam proses pembelajaran terdapat hubungan

yang interaktif antara guru dan siswa. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran

adalah inti dari aktivitas peserta didik di lingkungan sekolah secara keseluruhan.

Peserta didik berinteraksi dengan pendidik dan juga saling berinteraksi dengan

sesama peserta didik sehingga dapat menciptakan perubahan tingkah laku ke arah

lebih baik, juga tercapai hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Pembelajaran sama artinya dengan kegiatan belajar mengajar dilakukan oleh

pendidik untuk menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik. Pembelajaran

merupakan sebuah sistem yang saling terkait antar satu komponen dengan

komponen lain yang saling berhubungan. Komponen di dalam pembelajaran ada 8

(delapan) aspek yang saling berkait. Yaitu komponen tujuan, kurikulum, pendidik,

1Menurut Sofanudin ada 3 bentuk layanan PAI di Semarang, 1. Layanan full

pendidikan agama. 2. Layanan hanya satu pendidikan agama. 3. Layanan sebagian

pendidikan agama. Aji Sofanudin, “Kebijakan Kementrian Agama dalam Pelayanan

Pendidikan Agama Kelompok minoritas” Penamas: Jurnal Penelitian Agama dan

Masyarakat, Vol. 32 No. 1 Januari-Juni 2019. h. 503-518. 2UU Sistem Pendidikan Nasional, No. 20 Tahun 2003.

2

peserta didik, metode, materi, alat atau media dan evaluasi setelah proses belajar

mengajar selesai.3

Keberhasilan pembelajaran ini didukung dengan strategi pembelajaran yang

baik pula sehingga keberhasilan dari proses dapat sampai pada tujuan dan juga

mendapatkan hasil yang maksimal. Strategi pembelajaran itu dengan

mempertimbangkan tujuan pembelajaran, keadaan guru, keadaan siswa, keadaan

lingkungan, keadaan sarana dan prasarana sebagai bagian strategi untuk sampai

kepada hasil pembelajaran yang baik.

Pemilihan strategi pembelajaran merupakan suatu hal yang penting. Salah satu

dasar pemilihan itu terletak pada kemampuan strategi dalam pengembangan

kompetensi peserta didik agar dapat berpikir kritis, berpikir kreatif dan berpikir

logis.4 Pemilihan strategi akan dapat menghantarkan peserta didik pada peningkatan

keaktifan di dalam proses belajar mengajar sehingga ia dapat berinteraksi dengan

kawannya, mampu menyampaikan pendapat, dan bahkan mampu memberikan

respon terhadap sekitarnya.5

Bahwa pembelajaran yang baik itu dengan mampu memilih strategi

pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan keadaan di sekolah atau perguruan

tinggi, karena dengan pemilihan ini bukan saja menguntungkan untuk peserta didik

di dalam memahami apa yang disampaikan oleh pendidik namun juga bagi pendidik

yang mendapatkan kemudahan dan rasa nyaman di dalam menyampaikan konsep

materi pembelajaran.6

Pembelajaran yang berjalan di lembaga pendidikan Yapis Papua sebagaimana

juga yang terjadi di lembaga pendidikan lainnya yang juga menerapkan strategi

pembelajaran agar apa yang disampaikan oleh pendidik dapat tersampaikan dengan

baik dan mendapatkan hasil yang maksimal. Lembaga pendidikan Yapis Papua

menjadikan pembelajaran pendidikan agama Islam sebagai materi bahan ajar dan

pelajaran yang diajarkan pada semua sekolah yang berada di bawah naungan Yapis

Papua dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.7 Kehadiran lembaga pendidikan

ini memberikan warna tersendiri bagi pendidikan di tanah Papua dimana

3Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Cet. 3; Jakarta: Kencana Media Group,

2010), h. 195. 4Muhammad Shaleh Assingkily & Mikyal Hardiyati, “Analisis Perkembangan Sosial-

Emosional Tercapai dan Tidak Tercapai Siswa Usia Dasar”, Al-Aulad: Journal of Islamic

Primary School, Vol.2 No. 2, 2019, h. 19-31. 5Muhammad Shaleh Assingkily & Miswar, “Urgensitas Pendidikan Akhlak Bagi

Anak Usia Dini Dasar (Studi Era Darurat Covid 19), Jurnal Bunayya, Vol.1 No. 1, 2020. H.

53-68. 6Anita Lie, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta:

Grasindo, 2008), h. 7Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan

Pendidikan Agama wajib dilaksanakan pada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan negeri

dan swasta.

3

kehadirannya sebagai lembaga pendidikan yang mewakili umat Islam di dalam

memberikan kontribusinya dalam pengembangan sumber daya manusia di tanah

Papua. Lembaga pendidikan ini hadir sebagai usaha dan upaya di dalam

meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan Papua.8 Lembaga pendidikan

Yapis9 Papua telah hadir di Provinsi Papua atau Irian Jaya, pada tahun 1968 sebagai

lembaga pendidikan yang bercirikan agama sesuai dengan tuntutan undang-

undang.10

Ada 3 bentuk layanan PAI sebagaimana yang dikatakan oleh Aji Sofanuddin

bahwa layanan pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan itu ada tiga

bentuknya, yaitu: 1). Layanan hanya satu pendidikan agama saja di sekolah yaitu

bila mayoritas beragama tertentu maka peserta didik lainnya akan mengikuti

pembelajaran pendidikan agama yang dianut oleh mayoritas atau ciri khas dari

yayasan pengelola lembaga pendidikan. 2). Layanan full pendidikan agama sesuai

dengan agama yang dianut peserta didik. Pelayanan pembelajaran ini mengakomodir

hak-hak yang dimiliki oleh peserta didik untuk belajar pendidikan agama bahkan

dari golongan minoritas. Sedangkan yang ke-3) Layanan sebagian pendidikan

agama. Pada layanan ini sekolah dan lembaga pendidikan hanya memberikan

pendidikan agama kepada agama mayoritas peserta didik, sedangkan pada siswa

yang minoritas tidak diberikan jam pelajaran agama namun sekolah dapat bekerja

sama dengan sekolah lain atau lembaga keagamaan di luar jam sekolah untuk

memberikan layanan pendidikan agama kepada peserta didik.11

Lembaga pendidikan yang berada di bawah yayasan pendidikan Islam Papua

bila dilihat dari bentuk layanan pembelajaran PAI termasuk dalam kategori bentuk

yang pertama. Dimana pembelajaran agama yang diberikan kepada peserta didik

diwajibkan mengikuti pembelajaran PAI sebagaimana platform dari Yapis Papua

yang berciri khas agama. Pada beberapa sekolah yang dimiliki oleh Yapis Papua

terdapat peserta didik yang mayoritas beragama Non Islam. tentunya hal ini tidak

sesuai dengan semangat undang-undang sistem pendidikan nasional yang

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mendapatkan layanan

pendidikan agamanya.

Keadaan ini dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan Yapis mewajibkan

kepada para peserta didik yang pluralistik untuk belajar agama Islam. Padahal

8Agus Zaenul Fitri, “Masa Depan Perguruan Tinggi Islam”, Jurnal Episteme: Jurnal

Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 8, No. 2 November 2013, ISSN 1907-7491, h. 215. 9Yapis atau Yayasan Pendidikan Islam sebuah yayasan yang bergerak di bidang

pendidikan, berdiri resmi sejak tanggal 15 Desember tahun 1968 di Dok V atas Jayapura.

Lembaga pendidikan Islam pertama di tanah Papua. 10

Lembaga pendidikan Islam ada 5 macam, 1. Pesantren, 2. Madrasah, 3. Lembaga

Pendidikan bercirikan Islam, 4. Sekolah Umum mengajarkan PAI, dan 5. Majelis Taklim.

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam

di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012. 11

Aji Sofanudin, “Kebijakan Kementrian Agama dalam Pelayanan Pendidikan Agama

Kelompok minoritas” .... h. 503-518.

4

agama yang dianut oleh peserta didik tidaklah satu agama melainkan plural agama.

Bagi Arhanuddin Salim bahwa keadaan ini dapat bernilai positif dimana informasi

agama Islam yang diberikan kepada peserta didik plural agama untuk mengetahui

ajaran agama lain. Ia menyebutkan bahwa konsep pluralisme agama di dalam

pendidikan agama sangat diperlukan. Pendidikan agama yang diajarkan di lembaga

pendidikan sudah seharusnya direvisi ulang. Peserta didik seharusnya bisa belajar

agama, tidak hanya sebatas mengetahui agamanya saja tetapi pengetahuan terhadap

agama-agama lain sangat dibutuhkan saat ini. Adanya pengetahuan terhadap agama

lain setidaknya menunda kecurigaan atau bahkan hilang sama sekali. Konsep

pluralisme agama seharusnya bisa dilihat secara objektif, bukan malah memandang

hal ini sebagai bagian dari ilfiltrasi pemikiran-pemikiran Barat-Kristen untuk

menghancurkan ajaran Islam.12

Materi dan isi pelajaran agama tersebut harus memuat ajaran tentang konsepsi

nilai kemanusiaan yang terkandung dalam semua ajaran agama yang tidak terbatas

pada satu ajaran agama saja.13

Semua agama terkhusus pada agama samawi

mempunyai kesamaan dalam arah dan tujuan yaitu kemasalahan bagi kehidupan di

dunia dan akhirat. Warna bagi kehidupan begitu penting untuk disadari, maka

idealnya bagi manusia yang beragama mempelajari menghargai perbedaan yang ada.

Jalan seperti inilah akan tercipta harmoni kehidupan masyarakat yang diisi dengan

kedamaian.14

Pembelajaran pendidikan agama yang dilakukan oleh sekolah-sekolah Yapis

yang hanya mengajarkan mata pelajaran/mata kuliah pendidikan agama Islam dan

tidak mengajarkan mata pelajaran agama lain ini, tidak sejalan dengan apa yang

diamanahkan oleh pemerintah di dalam undang-undang sistem pendidikan nasional.

Dimana undang-undang sistem pendidikan nasional tersebut mengakomodir

pembelajaran pendidikan agama pada peserta didik yang pluralistik. Sebagaimana

undang-undang nomor 20 tahun 2003 pada pasal 12 ayat 1 butir A menyebutkan

bahwa peserta didik diajarkan pelajaran pendidikan agama sesuai dengan agama

yang dianut, serta guru yang mengajarkan ajaran agama tersebut haruslah seagama

dengan peserta didik.15

(Syafi‟i 2020).

Hal ini telah terjadi pelaksanaan kegiatan pembelajaran PAI dengan peserta

didik pluralistik belajar pendidikan agama Islam di Yapis Papua. Padahal kehadiran

lembaga ini sebagai lembaga pendidikan di dalam mengembangkan sumber daya

manusia Papua seutuhnya. Lembaga yang bergerak di bidang pendidikan ini telah

12

Arhanuddin Salim, “Pendidikan Agama Lintas Iman” Disertasi, (Cet.1; Cinta Buku

Media: Ciputat, 2017), h. 253. 13

Azakin Barzani, “Tatwiru Mazahi al-Tarbiyah al-Diniyah Sayusaidu ala Ta‟zil

Makanatu al-Kulliyat fil-Bilad (PNA-Peyamner News Agency, Irak Kurdi, 2014),

www.peyamner.com/arabic/PNAnews.aspx?ID. (diakses ... Januari 2021). 14

Lihat Imam Tholkhah, Manusia Agama, dan Perdamaian (Ciputat: Al-Ghazali

Center, 2007), h. 10. 15

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal

12 ayat 1.

5

menerapkan dan memasukkan pembelajaran PAI di lingkungan lembaganya dari

tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi, sebagaimana amanat dari kurikulum

sistem pendidikan nasional yang mewajibkan pemuatan pembelajaran pendidikan

agama pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan.16

Undang Undang Nomor 2

tahun 1989 bahwa isi dari kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib

memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan

kewarganegaraan.17

Aktivitas pembelajaran secara umum ini dilakukan demi mengejar

ketertinggalan kuantitas dan kualitas pendidikan di Provinsi Papua. Suhariyanto

Kepala pusat Statistik RI mengatakan data statistik menunjukkan bahwa kualitas

indeks pembangunan manusia di provinsi Papua pada tahun 2019 masih rendah.18

Laporan indeks pembangunan manusia provinsi Papua pada tahun 2020 mencapai

60,84, kabupaten Nduga menjadi kabupaten IPM terendah dan kota Jayapura

menjadi daerah dengan IPM tertinggi.19

Pengembangan sumber daya manusia di Provinsi Papua, provinsi yang

menjadi salah satu pulau terbesar di Indonesia20

harus didukung pengembangannya

sehingga SDA yang dimiliki ini dapat mengelola secara baik sumber daya alamnya

secara optimal. Untuk merealisasikan pembangunan di dalam bidang pendidikan

dengan tujuan membangun dan menyiapkan orang asli Papua21

serta penduduk

Papua yang berkualitas dalam ilmu dan iman, serta cakap, mandiri, kreatif,

demokratis, berbudi pekerti luhur dan bertanggung jawab.

Perhatian pemerataan dan pengembangan sumber daya manusia dilakukan

oleh pemerintah Indonesia melalui pemerataan pendidikan di semua jenjang dan

semua daerah termasuk di Papua. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Dasar

tahun 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak

mendapat pendidikan.22

Pada Bab IV Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang

16

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

37 ayat 1 dan 2. 17

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

39 ayat 2. 18

Badan Pusat Statistik, https://ekonomi.kompas.com/read /2018/04/16/143300326/

bps--selama-8-tahun-pembangunan -manusia -di-papua -masih -rendah . disadur 29 April

2019. 19

Badan Pusat Statistik, Provinsi Papua in Figure 2020: Seri Publikasi Indeks

Pembangunan Manusia , H. 223. 20

Andrew J. Marshall, Ekologi Papua, (Cet. IV; Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2007), h. 3. 21

Sesuai dengan konsesus bersama, orang asli Papua adalah orang yang berasal dari

rumpun Melanesia terdiri dari suku-suku asli Papua dan atau diakui sebagai orang asli Papua

oleh masyarakat adat. Deda dan Mofu, “Masyarakat Hukum Adat dan Hak Ulayat di Provinsi

Papua Barat sebagai Orang Asli Papua ditinjau dari sisi adat dan budaya”, Jurnal

Adminstrasi Publik, No. 11 Vol. 2 2014, h. 11-22. 22

Emmanuel Sujadmoko, “Hak Warga Negara Memperoleh Pendidikan”, Jurnal

Konstitusi, Vol. 7 No. 1. Februari 2010, h. 185.

6

Tua, Masyarakat dan Pemerintah disebutkan pasal 5 ayat 1 undang-undang nomor

20 tahun 2003 ialah setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk

memperoleh pendidikan yang bermutu. Kemudian pada ayat 5 disebutkan bahwa

setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan

sepanjang hayat.23

Armai Arief mengatakan pendidikan ialah proses pengembangan

siswa menjadi yang cerdas, terampil, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

memiliki tenaga ekstra untuk bekerja keras berakhlak mulia, mandiri, dan

bertanggung jawab untuk bangsa dan agama.24

Pendidikan yang diselenggarakan

adalah rekayasa sosial di dalam melanggengkan ketahanan suatu Negara. Pendidikan

juga sebagai alat transmisi dan pewarisan budaya dalam sebuah masyarakat.25

Peningkatan sumber daya manusia telah menjadi perhatian dan concern

masyarakat dunia demi mempromosikan pengembangan personal, memperkuat

penghargaan terhadap kebebasan, beradaptasi secara cepat,26

berpartisipasi aktif

dalam pergaulan yang luas, serta mempromosikan tenggang rasa, pengertian, toleran

dan persahabatan.

Pendidikan dalam Islam ditempatkan pada posisi yang tinggi. Hal ini dapat

dilihat pada ayat al-Qur‟an surat al-alaq ayat 1-5.

اقشا ثبس سثل اىز خيق , خيق االسب ػيق , اقشأ سثل األمش , اىز ػي ثبىقي ,

ػي االسب بى ؼي Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu (1) yang menciptakan manusia dari

segumpal daging (2) bacalah dan Tuhanmu yang memuliakan (3) yang

mengajarkan dengan pena (4) mengajarkan manusia apa yang tidak

diketahui.27

Agama Islam menjadikan dan memilih pendidikan sebagai alat dan sarana

yang paling strategis untuk memanusiakan manusia. Melalui ayat ini, Islam telah

meletakkan pokok-pokok fundamental pendidikan, yaitu ideologi pendidikan yang

basisnya pada humanisme teosentris (bismirobbika), modelnya yang

konstruktivisme dengan pendekatan saintifik-teologi (iqra), peserta didik (al insan)

sebagai makhluk fisikal (jasmaniah), intelektual (daya nalar) dan spiritual (hati

nurani), materi ajar berupa sesuatu yang belum diketahui (maa lam ya‟lam) dan

media dan teknologinya (bil qalam).28

Begitupun penuntut ilmu diberikan posisi tinggi oleh Allah sebagaimana

dituangkan pada ayat 11 di dalam al-Qur‟an surat al Mujadilah/58 yang berbunyi.

23

Undang-undang nomor 20 tahun 2003, Pasal 5 ayat 1 dan 5. 24

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat

Pers, 2002), h. 3. 25

Mahmud Arief, Pendidikan Islam Tranformatif (Yogyakarta: LKiS, 2008), h. 18. 26

Muawanah, “Pentingnya Pendidikan Untuk Tanamkan Sikap Toleran di

Masyarakat”, Jurnal Vijjacariya, Vol. 5, No. 1, 2018, h. 57. 27

Al-Qur‟an Surat al-Alaq/96 ayat 1-5. 28

Abuddin Nata, “Penguatan Materi dan Metodologi Pendidikan Agama Islam”

Ta‟dibuna: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 9 No. 2, 2020. h. 251.

7

... شفغ هللا اىز اا ن اىز اتاىؼي دسجبد...

… Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan ber ilmu

beberapa derajat..29

Abul Fida menjelaskan tentang ayat di atas, bahwa Allah swt. akan

mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat. Ayat

tersebut menyemangati siapa saja untuk menuntut ilmu, memberikan tempat untuk

orang belajar, menyiapkan kesempatan untuk menghadiri majelis ilmu, bersemangat

untuk belajar, menyiapkan segala sumber daya untuk meningkatkan keilmuan dan

pengetahuan.30

Perintah untuk belajar yang ditujukan kepada seluruh umat manusia.

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, perintah membaca dapat mendekatkan diri ciptaan

kepada Penciptanya, menjadikan manusia mengenal siapa dirinya.31

Identitas bangsa harus dijaga dengan pengetahuan yang diperoleh melalui

belajar dan proses pembelajaran, karena dengan pendidikan manusia dapat

menghormati sesamanya, dapat menghargai perbedaan, dan dapat menjaga

indentitas kebangsaannya. Ancaman terhadap keutuhan bangsa juga datang dari

sikap penolakan terhadap keberagaman dan perbedaan yang bermuara pada agama

dan kepercayaan dari kelompok lain yang sebenarnya perbedaan-perbedaan itu

adalah sunnatullah dan juga perbedaan tersebut adalah identitas kebhinekaan bangsa

Indonesia.32

Berkembangnya prasangka terhadap agama dan kelompok lain disebabkan

pemahaman agama yang bersifat konservatif.33

Sementara konservatif menjadi

bagian dari bounded system. Istilah ini adalah sebuah proses teritorialisasi

sekelompok orang atau masyarakat berdasar pada karakter sifat tertentu.34

Tentang

29

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Surat Al-Mujadilah/58: 11. 30

Imaduddin Abul Fida Ismail Khatib Abu Hafs Umar Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir. 31

Abdul Matin bin Salman, “Tuhan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”,

Jurnal el-Tarbawi: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 10. No.1, 2017, h. 2. Lihat juga

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam

di Sekolah, (Bandung: PR Remaja Rosdakarya, 2012). h. 37. 32

Sugiyarto, “Tantangan Terhadap Eksistensi Negara Bangsa dan Pemaknaan

Kembali Nasionalisme”, Jurnal Humanika, Vol. 16, No. 9, tahun 2012, h. 1-8. 33

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Prasangka Orang Indonesia: Kumpulan Studi

Empirik Prasangka dalam Berbagai Aspek Kehidupan Orang Indonesia (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2006), h. 173. 34

Contoh sederhananya dari bounded system adalah munculnya penamaan Kampung

Makassar, Kampung Buton, Pecinan. Perkampungan yang semula berdasarkan atas

persamaan etnis dan budaya berubah menjadi model identifikasi sosial berdasarkan kekuatan

ekonomi, adalah munculnya perumahan-perumahan baru yang didasarkan atas kemampuan

ekonomi pembeli. Walaupun pada akhirnya terjadi integrasi sosial dan kelompok sosial baru

dalam perubahan tersebut. Irwan Abdullah, “Dari Bounded System ke Borderless Society:

Krisis Metode Antropologi dalam Memahami Masyarakat Masa Kini”, Jurnal Antropologi

Indonesia, Vol. 30, No. 2, 2006, h. 186-188.

8

hal ini masyarakat memiliki kencenderungan mempertahankan batas-batas wilayah

dan nilai-nilai budaya termasuk dalam soal pemahaman agama di Tanah Papua.

Masyarakat di Papua memiliki keragaman suku, budaya dan agama yang

sangat unik dan menarik. Keberagaman sejatinya dapat bernilai positif, dengan

berbeda-beda kita jadi saling kenal dan memperkuat keutuhan dan ketahanan

bangsa. Istilah yang dipakai oleh Wanggai satu tungku tiga batu, satu tungku untuk

menunjuk pada masyarakat asli yang ada di Papua, sedangkan tiga batu untuk

menggambarkan agama yang dianut oleh masyarakat Papua yaitu Kristen Protestan,

Kristen Katholik, dan Islam.35

Keragaman masyarakat di Papua sepertinya menjadi beban dari pada

keunggulan Papua, hal ini dapat dilihat dengan munculnya berbagai persoalan yang

sering dikaitkan dengan keragaman dan multikultural, terutama pluralis dalam

bidang agama. Gambaran mengenai kerukunan dan toleransi antar umat beragama

itu seolah-olah buyar karena peristiwa-peristiwa beberapa tahun terakhir yang dikait

kaitkan dengan persoalan keberagamaan. Misalnya saja penolakan kehadiran ustad

Ja‟far Umar Thalib dari Jayapura oleh masyarakat setempat pada bulan desember

2015 yang tidak menginginkan kasus kekerasan atas nama agama yang pernah

terjadi di Ambon akan terjadi di Papua.36

Saiful Islam al-Payage yang juga ketua

MUI Papua mengatakan cara mengajak dan dakwah Ja‟far Umar Thalib itu tidak

cocok dengan suasana hati dan keadaan di Papua, karena beberapa masyarakat yang

hidup di Papua terdapat satu keluarga namun berbeda keyakinan penganut agama,

ada Islam, ada Kristen.37

Kasus pembakar kitab suci agama Kristen pada tanggal 25

Mei 2017 yang dilakukan oleh oknum TNI di Korem 172 Prajawirayapti Waena

Jayapura yang melakukan korve barak karena pergantian personil petugas

pengamanan batas wilayah.38

Pelarangan pembangunan menara masjid agung al-

Aqso Sentani pada tahun 2018, karena mengganggu perasaan umat Nasrani yang

berada sekitar masjid.39

Kejadian-kejadian itu tentunya merusak citra pluralisme

antar umat beragama di Papua yang selama ini dikenal rukun dan damai.

35

Toni V.M. Wanggai, Rekonstruksi Sejarah Agama Islam di Papua, (Disertasi, Cet.

1; Bandung: 2008), h. 50. Lihat juga Ridha H.R. Salamah, mui.or.id /berita/24260/ moderasi

agama menjadi dasar kerukunan di tanah Papua. 36

Republika.co.id /berita nasional/ daerah 19.0304/ pntk7e414 mantan ketua majelis

muslim, desak jafar diusir dari Papua. di unduh 22 Oktober 2019. 37

liputan6.com regional / read/ 3908474 / tokoh muslim papua tanggapi aksi onar

kelompok jafar umar thalib. thalib, di unduh 5 November 2019. 38

Kompasiana.com 5928cddd07a61b04f485fbd. Kronologis kericuhan terkait dugaan

pembakaran alkitab di Jayapura. Lihat juga, papuanews.id. 2017.09.29 oknum tni pembakar

kitab suci di Jayapura akhirnya dipecat. Di unduh 22 Oktober 2019. 39

Republika.co.id. berita. Dunia Islam. Islam Nusantara/ 18.03.18. p5roix396 Geraja

Jayapura protes pembangunan masjid dan suara azan. Lihat Juga, www.hidayatullah.com.

Berita/nasional. Read. 2018.03.19/ 138271/ mui Papua tolak tuntutan PPGJ soal masjid al-

aqsha. Di unduh 22 Oktober 2019.

9

Padahal aktifitas sosial harmonis yang menghubungkan kedua agama besar

tersebut cukup terjalin dengan apik dan baik di sosial masyarakat. Misalnya pada

tahun 2018 pelaksanaan MTQ tingkat provinsi Papua yang diselenggarakan di

kabupaten Nabire Papua. Yuvenia Mote Douw yang Nasrani didapuk sebagai ketua

panitia pelaksana kegiatan musabaqoh tilawatil qur‟an tersebut, bahkan yang

menyanyikan mars MTQ adalah pemuda pemudi Gereja.40

Pelaksanaan sholat

tarawih dan sholat idul fitri tahun 2019 yang dilakukan oleh umat Islam di beberapa

tempat di kota Jayapura dijaga oleh pemuda gereja, begitupun sebaliknya ketika

perayaan Natal 2019 dan tahun baru 2020, pemuda masjid di kota Jayapura ikut

ambil bagian di dalam penjagaan Gereja dan objek vital di beberapa tempat di kota

Jayapura. Pesparani atau pesta paduan suara gerejani (pesparani) I Katholik tingkat

provinsi Papua pada tahun 2019 melibatkan unsur-unsur dari agama lain di dalam

mensukseskan kegiatan tersebut. Wanggai menyebut bahwa kegiatan perparani yang

melibatkan unsur dari agama lain di dalam kepanitian adalah pluralisme dan hal

tersebut sebagai bentuk keterlibatan aktif di dalam menjaga kedamaian dan

kerukunan antar umat beragama di provinsi Papua.41

Hal ini perlu dipertahankan di dalam membangun keberagamaan di Papua,

karena sisi sosial agama perlu dipertahankan dan lebih menekankan sikap toleran

dan diberikan dalam bentuk pembelajaran secara terus dan kontinu. Simuh

mengatakan pemicu konflik agama adalah kurangnya pemahaman ajaran agama

pada tataran pemahaman dan praktek hidup beragama (interpretation and

understanding living religion) dan bukan pada ajaran kewahyuan (revelation), hal

ini memang dapat memantik terjadinya konflik baik yang bersifat latent

(tersembunyi) maupun manifest (nyata).42

Pendidikan agama yang ada di dunia ini pada dasarnya menawarkan konsep-

konsep bernilai luhur seperti keselamatan, kedamaian, dan cinta kasih. Akan tetapi

sudah merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa sentimen dan simbol

agama sangat kental dalam banyak kekerasan dan kerusuhan yang terjadi, seperti

yang terlihat terutama dalam kasus Maluku dan Ambon.43

Penguatan identitas bangsa dan rasa kebangsaan diberikan melalui pendidikan

dan lembaga pendidikan adalah sebagai kunci penguatan tersebut, Abuddin Nata

mengatakan bahwa keberhasilan pendidikan agama Islam tidak lepas dari peran

juang seorang pendidik, dan pendidik tersebut harus pendidik yang profesional.44

40

rri.co.id pos berita/ 525480/ ruang public/ mtq ke 27 papau resmi ditutup.upload 5

mei 2018. di sadur 14 November 2019. Lihat juga www.nabire.net /gubernur papua

kukuhkan pengurusw lptq. Diupload 10 Februari 2018, disadur 14 November 2019. 41

www.jubi.co.id/ ketua nu papua pesparani katholik se papua contoh toleransi

antarumat beragama, diupload 10 November 2019, disadur 14 November 2019. 42

Simuh dkk., Islam dan Hegemoni Sosial (Cet. 2; Jakarta: Mediacita, 2002), h. 44. 43

Simuh dkk., Islam dan Hegemoni Sosial …. h. 45. 44

Guru yang professional adalah guru yang memiliki ruh sebagai guru yaitu sebuah

tanggung jawab yang tidak terbatas terhadap pendidikan peserta didik, terhadap peningkatan

kualitas pemahaman dan akhlak anak didiknya. Dalam istilah yang disampaikan oleh

10

Pendidik yang profesional memiliki strategi di dalam pembelajaran yang dapat

mengelola pembelajaran khususnya pembelajaran PAI yang diajarkan pada peserta

didik pluralistik pada yayasan pendidikan Islam Papua di Jayapura.

Cara yang efektif serta efisien dalam mempertahankan tradisi keilmuan dan

indentitas keagamaan seseorang menurut Amin Abdullah melalui jalur pendidikan.

Hal ini disebabkan karena proses di dalam pendidikan memberikan informasi-

informasi yang dibutuhkan oleh peserta didik yang akan digunakan pada masa

datang. Oleh karenanya mempertahankan identitas agama melalui pendidikan

senantiasa diapresiasi secara terus menerus.45

Sebagaimana lembaga pendidikan

Yapis sebagai lembaga pendidikan swasta yang mempertahankan identitas

masyarakat Papua melalui jalur pendidikan. Pembelajaran pendidikan agama di

lembaga pendidikan jika hendak merespon keberagaman, pluralitas dalam

mekanisme pendidikannya, maka harus ada upaya merekonstruksi dan mendesain

tujuan, proses, model, program serta proses evaluasi yang akan disediakan.

Pembelajaran dalam pengembangannya dituntut memiliki wawasan terhadap

keragaman, baik kelompok, etnis, agama dan budaya.46

Kurikulum pendidikan agama pada lembaga pendidikan, relatif belum

merespon keragaman di dalam pembelajaran. Padahal pendidikan agama masih

menjadi andalan sebagai bekal bagi peserta didik ketika terjun di masyarakat.

Pendidikan di sekolah dapat berperan di dalam menyelesaikan konflik yang terjadi

di masyarakat. Selain menyelesaikan masalah, juga sebagai penyadar kepada

segenap masyarakat bahwa konflik itu bukanlah sesuatu yang baik untuk

dipertahankan. Sudah waktunya pendidikan agama memberikan jalan keluar yang

mencerdaskan melalui model, desain dan materi pelajaran, dan kurikulum yang

dapat menyadarkan akan pentingnya empati, egaliter, simpati, hidup harmonis,

saling menghargai, dan mengakui keberagaman yang ada di masyarakat.47

Amin Abdullah mengatakan pendidikan berbasis pluralisme merupakan

perwujudan pendidikan modern, karena model pendidikan pluralisme ternyata

mampu menciptakan perdamaian dan hubungan sosial yang baik, dan juga dapat

menjadi solusi dari problematika kontemporer masyarakat dunia saat ini.48

Abuddin Nata dalam pertemuan terakhir di kelas A Juni 2019, Manajemen Pendidikan Islam,

al-tariqoh ahhammu min al-maddah (kurikulum), wa al-mudarris ahhammu min al-tariqoh

(metodologi), war uh al-mudarris ahhammu min mafsil mudarris (ruh guru atau spirit

pendidik). Ruh guru adalah menanamkan nilai, daya, semai guru, inspirasi untuk siswa. Ruh

guru lebih utama dari metode dan kurikulum. 45

M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural-Multireligius, (Cet.

Jakarta: PSAP, 2005), h. 2. 46

Baidhawy, Religion Education Multicultural Perspektive (Surakarta: Pusat Studi

Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2005), h. 86-90. 47

H.A.R. Tilaar, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta,

2000), h. 20. 48

M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural, Multireligius, h. 76-82.

11

SMK Yapis Wamena termasuk salah satu lembaga pendidikan di bawah Yapis

Papua berperan mendidik peserta didik yang mayoritasnya adalah orang asli Papua

(OAP) dan beragama non-muslim yang berasal dari warga yang mendiami daerah

sekitar gunung. Jumlah peserta didik seluruhnya adalah 419 siswa pada tahun 2017.

Siswa beragama Islam sebanyak 7% atau 28 orang, sedangkan non muslim 93% atau

391 orang.49

Hal ini kontras pada pembelajaran di lembaga pendidikan Yapis yang berada

di Kota Jayapura, di mana peserta didiknya didominasi oleh Muslim seperti di SMA

Hikmah Yapis Jayapura dan SMK Hikmah Yapis berada 80%, sedangkan non

muslimnya sekitar + 20%. Sekalipun demikian berbeda dengan keadaaan agama

peserta didik di Wamena, namun jumlah peserta didik non muslim yang diajarkan

pendidikan agama Islam.

Ada perbedaan penelitian ini dengan yang telah dilakukan oleh Aji

Sofanuddin, letak perbedaannya pada jumlah peserta didik non muslim yang belajar

di lembaga pendidikan Yapis Papua.50

Dimana sebagian sekolah yang berada di

bawah yayasan pendidikan Islam Papua justru didominasi oleh peserta non muslim

yang mayoritas seperti di Universitas Yapis Papua.

Pemberian materi pendidikan agama Islam pada siswa yang plural tersebut

terkesan mau tidak mau siswa tersebut untuk dapat mengikuti pembelajaran agama

Islam walaupun berbeda agama dan keyakinan dengan agama yang dianut oleh

siswa tersebut.51

Asumsinya mungkin saja terdapat kekhawatiran tersendiri yang

dirasakan oleh peserta didik yang beragama selain Islam, bila tidak ikut maka nilai

mata pelajaran PAI yang didapatkan akan rendah bahkan lebih buruk dari itu yaitu

tidak mendapatkan nilai apa-apa, tentunya akan mempengaruhi nilai secara

keseluruhan.

Pelaksanaan pembelajaran agama Islam pada peserta didik pluralistik52

,

terkesan memaksakan peserta didik non muslim untuk mengikuti kurikulum

pembelajaran PAI. Namun menurut Muhamad Thoif, guru SMA Yapis mengajar di

tahun 2004-2008 dan Novitasari Guru PAI SMA Yapis mengajar dari tahun 2010-

2019 mengatakan walaupun pembelajaran PAI diajarkan kepada non Muslim namun

isi materi yang diberikan oleh guru adalah materi yang sifatnya ilmu pengetahuan,

49

Helmawati dan Rudihartono Ismail, Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia:

Peran Yapis Membentuk SDM Terdidik di Tanah Papua, (Cet. 1; Bandung: Alfabeta, 2018),

h. 101. 50

Aji Sofanudin, “Kebijakan Kementrian Agama dalam Pelayanan Pendidikan

Agama Kelompok minoritas”…, h. 503-518. 51

Pengamatan awal yang dilakukan pada bulan September 2018 sampai dengan Mei

2019, pada SMA Hikmah Yapis, SMK Hikmah Yapis dan Universitas Yapis Papua Jayapura. 52

Model layanan pendidikan agama pada SMA/SMK beragam. Setidaknya ditemukan

lima model pembelajaran pendidikan agama: model biasa, model pararel, model model

gabungan, model individual, dan model nunutan.s Aji Sofanudin, “Kebijakan Kementrian

Agama Dalam Pelayanan Pendidikan Agama Kelompok Minoritas”, Penamas: Jurnal

Penelitian Agama dan Masyarakat, Vol.32 No.1 Januari 2019, h. 503-518.

12

sebagai informasi pengetahuan kepada siswa non muslim mengenai ibadah dan

kegiatan keagamaan Islam. Tidak sepenuhnya agama Islam namun juga

menyelipkan nilai dari ajaran agama lain sebagai sebuah kesamaan nilai dari ajaran

agama.53

Misalnya saja tentang panggilan untuk sembahyang. Mengapa orang Islam

dipanggil ibadah dengan suara adzan, sebagaimana non muslim juga membunyikan

lonceng sebagai tanda panggilan ibadah. Hal ini ada kesamaan di dalam memanggil

dan mengajak umatnya untuk beribadah. Ada sisi positif lainnya dari adzan subuh.

Bagi masyarakat Papua yang berprofesi sebagai nelayan disekitar pantai dok IX

Jayapura yang mana merasa terbantu dengan suara yang didengungkan pada jam 4

subuh sebagai waktu mereka ke laut untuk memancing ikan.54

Strategi pembelajaran inilah yang akan diungkapkan dalam penelitian di

lembaga pendidikan Yapis Papua Jayapura. Menguraikan strategi yang dipakai oleh

guru PAI dalam pembelajaran tentang isi dari materi dan metode yang digunakan

oleh tenaga pendidik dalam proses pembelajaran, sehingga tidak atau belum

dijumpai penolakan akan pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik. Meskipun

Yapis Papua tetap melaksanakan pembelajaran PAI pada peserta didik yang

agamanya beragam, namun sejauh ini tidak mendapatkan penolakan dari masyarakat

non muslim akan aktifitas tersebut, bahkan menjadi lembaga pendidikan yang

diminati oleh masyarakat di kota Jayapura. Inilah ketertarikan peneliti di dalam

mengungkapkan pembelajaran PAI pada peserta didik non muslim.

Penelitian ini berusaha menemukan dan ingin mengungkapkan pendidikan

agama Islam pada peserta didik pluralistik. Peneliti dalam observasi dan wawancara

melihat sikap yang diperlihatkan peserta didik di Yayasan Pendidikan Islam di

Tanah Papua adalah baik. Artinya dalam pengamatan awal Yayasan Pendidikan

Islam Tidak ada tindak kekerasan atau penghinaan karena perbedaan agama antara

mahasiswa Muslim dan mahasiswa Muslim, maupun terhadap non-Muslim, atau

sebaliknya. Justru dengan sikap positif ini menjadi daya tarik utamanya untuk

peneliti mengungkapkan sikap pluralis peserta didik setelah mengenyam pendidikan

Islam di lembaga pendidikan Yapis Papua adalah murni memahami pelajaran

pendidikan agama yang diajarkan di lembaga tersebut atau apakah ada faktor lain.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Pendidikan nasional yang menyeimbangkan antara sisi emosional, spiritual

dan intelektual merupakan kebutuhan dalam rangka mempertahankan identitas

bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam pada masyarakat pluralistik dengan tetap mempertahankan

keyakinan masing-masing agama menjadi unik yang tidak mudah diterima karena

terhadap aturan pemerintah yang memberikan acuan dalam kegiatan pembelajaran

53

Wawancara Guru PAI SMA Yapis 2004-2008. November 2019. 54

Wawancara Guru PAI SMA Yapis 2010-2020, 6 Januari 2020.

13

tersebut, maka permasalahan yang ada diidentifikasi yang berkaitan dengan

pembelajaran PAI pada Yayasan Pendidikan Islam Papua sebagai berikut:

a. Peserta didik yang plural agama hanya diajarkan mata pelajaran/mata kuliah PAI

(Pendidikan Agama Islam).

b. Peserta didik plural agama tidak diberikan pilihan untuk memilih mengikuti

pembelajaran PAI atau berada di luar kelas sampai jam pelajaran agama selesai.

c. Mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) di suatu sekolah itu bagian dari

ilmu pengetahuan atau keyakinan.

d. Pembelajaran agama bagi peserta didik plural agama berada dalam satu

rombongan belajar diajarkan oleh guru yang beragama Islam.

e. Kebijakan pelaksanaan pendidikan pada Yapis Papua.

f. Strategi yang dipakai oleh pendidik dalam mengajarkan pelajaran Pendidikan

Agama Islam pada masyarakat pluralistik.

Identifikasi masalah ini, untuk dapat terfokus pada salah satu masalah yang

dapat diteliti dalam penelitian ini. Maka peneliti kemudian merumuskan masalah

dari identifikasi masalah tersebut.

2. Rumusan Masalah

Uraian latar belakang permasalahan dan identifikasi masalah maka yang

menjadi permasalahan pokok yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah

pembelajaran PAI dalam masyarakat yang pluralistik. Fokus dalam penelitian ini

adalah cara yang dilakukan oleh pendidik dalam mengimplementasikan

pembelajaran PAI yang diajarkan pada siswa yang agamanya beragam yang

diuraikan di dalam rumusan masalah berikut ini:

a. Bagaimana kebijakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Yayasan

Pendidikan Islam Papua?

b. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan Agama Islam dalam

masyarakat pluralistik pada Yayasan Pendidikan Islam Papua?

c. Masalah-masalah apa yang timbul dari pelaksanaan pembelajaran Pendidikan

Agama Islam yang agamanya beragam dan solusinya?

3. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada tiga hal yaitu:

pertama yaitu pada kebijakan Yapis dalam penerapan pembelajaran pendidikan

agama dan strategi yang dipakai oleh pendidik dalam pembelajaran PAI pada

masyarakat pluralistik. Peneliti membatasinya pada pengimplementasian

pembelajaran PAI. Peneliti tidak menjelaskan proses politik PAI di sekolah umum,

tetapi implementasinya pada peserta didik yang plural agama untuk melihat strategi

pendidik dalam menjalankan aktivitas pembelajaran yang dapat diterima oleh semua

murid.

Kedua, Tempat penelitian ini dilakukan pada 2 sekolah menengah (SMK

Hikmah Yapis Jayapura dan SMA Hikmah Yapis Jayapura) dan 1 perguruan tinggi

(Universitas Yapis Papua). Sejatinya ada 198 lembaga pendidikan di bawah naungan

14

Yapis Papua yang terdiri dari 193 sekolah dan 5 perguruan tinggi yang dinaungi

oleh Yapis Papua. Namun jangkauan yang dapat dilakukan oleh peneliti dalam

penelitian ini ada pada 3 lembaga pendidikan dan dapat memenuhi kriteria yang

dapat menggambarkan keadaaan lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua. Yapis

Pusat Papua beralamat di Jl. Sam Ratulangi No. 11 Jayapura Papua. Pemilihan 3

lokasi ini yang dinilai oleh peneliti representatif dengan siswa yang plural agama.

Alasan penentuan tempat ini tidak lain karena sekolah-sekolah Yapis di Papua

menjadikan sekolah Yapis Jayapura sebagai model dalam pelaksanaan kegiatan

Yapis. Di samping itu, sekolah-sekolah tersebut di atas yang dapat dijangkau oleh

peneliti juga mempertimbangkan alasan keamanan.

Ketiga waktu. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibatasi pada data

tahun 2010 s.d 2020.

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan dan menganalisis kebijakan pembelajaran pendidikan agama

di Yayasan Pendidikan Islam Papua.

2. Menjelaskan dan menganalisis pelaksanaan pembelajaran PAI bagi

siswa/mahasiswa yang agamanya beragam di Lembaga Pendidikan Yapis Papua.

3. Mengungkapkan masalah-masalah yang muncul pada pembelajaran peserta didik

yang agamanya beragam dan solusi yang dilakukan oleh pendidik dalam

implementasi pembelajaran sehingga kegiatan tersebut tetap dapat tetap

berlangsung hingga saat ini.

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Arti penting dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara

lain: Memberikan kontribusi dalam pembelajaran pendidikan agama Islam pada

peserta didik yang agamanya beragam, tanpa meninggalkan iman yang dianut.

1. Bentuk muatan materi dan strategi pembelajaran yang pada masyarakat

pluralistik.

2. Sebagai acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam merumuskan konsep

pembelajaran PAI pada siswa yang agamanya beragam yang dapat menguatkan

nilai-nilai satu tungku tiga batu di yayasan pendidikan Islam Papua.

3. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengelolaan lembaga pendidikan

umum bercirikan agama seperti Yapis Papua yang dapat eksis di komunitas

masyarakat mayoritas non Muslim.

4. Sebagai bahan masukan kepada sekolah-sekolah bercirikan agama yang dikelola

oleh organisasi apapun, bahwa pendidikan Islam dalam konteks Indonesia selalu

bersinergi dengan nilai-nilai plural.

E. Kajian Penelitian Terdahulu

Berdasarkan pengamatan dan penulusuran yang dilakukan oleh peneliti

terhadap hasil penelitian yang dihasilkan oleh peneliti lainnya. Peneliti memiliki

pandangan bahwa topik tentang pembelajaran PAI pada lembaga pendidikan akan

15

selalu menarik untuk diungkap terutama di Papua secara kultur baik dan menghargai

terhadap sesama, namun akan mudah terprovokasi bila dikaitkan dengan masalah

agama. Oleh karena itu, peneliti mengangkat tentang pembelajaran Pendidikan

Agama Islam dalam masyarakat pluralistik pada yayasan pendidikan Islam Papua.

Di antara penelitian yang telah dilakukan yang pernah ada dan memiliki keterkaitan,

yaitu:

a. Abuddin Nata, dalam bukunya Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan

Multikultural, Pendidikan Multi Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika,

pada tahun 2005, mengatakan untuk mengatasi permasalahan di era global ada

tiga langkah, pertama meningkatkan kemampuan intelektual manusia. Kedua,

menghormati hak asasi manusia. Ketiga, berpedoman kepada ajaran agama.

Kemampuan intelektual tidak mengarah pada timbulnya rasionalisme, karena

rasionalisme telah membidani lahirnya malapetaka dan peperangan.

Menghormati HAM tidak mengarah pada timbulnya liberalisme yang mengarah

pada kebebasan yang kebablasan. Berpedoman kepada agama bukan mengarah

pada sikap ekslusif yang menghilangkan asas sikap bertoleransi dan hilangnya

tujuan hidup bersama. Alternatif yang diajukan adalah masyarakat madani, yaitu

masyarakat menghargai dan menghormati kebersamaan, menghormati perbedaan,

serta menghormati kepentingan bersama dalam mengatasi berbagai perbedaan.55

Persamaannya pada berpedoman pada ajaran agama, apa yang diteliti

berkaitan dengan memedomani pada ajaran agama, namun bila dilihat dari sisi

perbedaannya, penelitian dalam disertasi ini lebih spesifik pada pemberian

pembelajaran agama Islam pada siswa pluralistik di lembaga pendidikan Yapis

Papua, ada siswa Islam ada juga siswa non Islam, namun kedua agama yang

dianut oleh siswa tersebut diajarkan pendidikan agama Islam saja yang

seharusnya Yapis Papua sebagai lembaga pendidikan menyediakan kebutuhan

siswa akan pendidikan agama, bukan dengan menyeragamkan pendidikan agama

hanya dari agama Islam saja dengan menafikan kepercayaan yang dianut oleh

peserta didik non Islam. Sisi lain dari itu bahwa peserta didik non muslim

menjadi mayoritas tidak menolak belajar agama Islam sehingga perlu

diungkapkan pendekatan, model, strategi, metode, teknik dan taktik materi yang

diajarkan dalam pembelajaran.

b. Dede Rosyada dalam buku Paradigma Pendidikan Demokratis. Sebuah Model

Pelibatan Masyarakat Penyelenggaraan Pendidikan tahun 2007, mengatakan

melalui pengembangan kurikulum, baik yang tertulis (written curriculum)

maupun yang tidak tertulis (hidden curriculum) serta pelaksanaan proses

pembelajaran yang demokratis dan memberdayakan potensi siswa dapat

55

Abuddin Nata, Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural,

Pendidikan Multi Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika, (Jakarta: UIN Jakarta Press,

2005), h. 257.

16

mendukung penanaman nilai-nilai kehidupan siswa.56

Karenanya penanaman

nilai-nilai nasionalisme, pluralisme dalam lembaga pendidikan akan efektif jika

diberikan secara komprehensif melalui komponen kurikulum dan proses

pembelajaran.

c. Wina Sanjaya dalam bukunya Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. 2008. Yang mengatakan

bahwa strategi di dalam pendidikan sebagai a plan, method, or series of activities

designed to achieves a particular educational goal. Strategi pembelajaran dapat

diartikan sebagai suatu perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang

dibuat untuk mencapai tujuan tertentu.57

Persamaan dengan yang disampaikan oleh Wina Sanjaya secara

umumnya bahwa strategi pembelajaran dilakukan untuk menyusun cara agar

dapat mencapai tujuan. Sedangkan perbedaaan secara khusus pada implementasi

strategi pembelajaran pada peserta didik yang pluralistik yang tidak hanya

melihat pada strategi pembelajaran namun melihat kesesuaian yang dipakai

dalam strategi tersebut. Bahkan dalam menerapkan strategi pembelajaran dapat

menggunakan strategi pembelajaran dengan konvergensi secara bersamaan.

d. Alwi shihab dalam bukunya Islam Inklusif, tahun 1998 menyatakan inklusif

pluralis adalah paham keagamaan yang meyakini bahwa agama yang dianut

mengandung kebenaran dan harus dipegang teguh dan diamalkan, namun dalam

waktu yang bersamaan ia meyakini bahwa agama lain mengandung kebenaran

tanpa harus berpindah agama atau mencampur adukkan satu dengan lainnya.58

Persamaan dengan penelitian saya bahwa penelitian yang diteliti itu harus

berpegang teguh kepada keyakinan agama masing masing, tidak ada jalan untuk

penggabungan agama atau sinkritisme sedangkan perbedaan penelitian ini

dengan yang ditulis oleh Alwi Shihab adalah spesifik pemberian pembelajaran

pendidikan agama di lembaga pendidikan Yapis Papua.

e. Yusef Waghid dalam buku Conceptions of Islamic Education: Pedagogical

Framings tahun 2011 mengatakan bahwa primary goal atau inti dari nilai

pendidikan Islam adalah untuk mencapai perdamaian dunia yang tertanam dalam

nilai-nilai Islam tentang toleransi terhadap perbedaan dan keragaman, keadilan,

kasih sayang, dan martabat manusia.59

f. Choirul Mahfud dalam bukunya Pendidikan Multikultural tahun 2010,

mengatakan acuan utama dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang

multikultural adalah multikulturalisme, yaitu sebuah paham atau ideologi yang

56

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis. Sebuah Model Pelibatan

Masyarakat Penyelenggaraan Pendidikan, (Cet. 3; Jakarta: Kencana Media Group, 2007), h. 57

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 294. 58

Alwi Shihab, Islam Inklusif, (Cet. 3; Bandung: Mizan, 1998) 59

Yusef Waghid, Conceptions Of Islamic Education: Pedagogical Framings, (Vol.3;

New York: Peter Lang Publising, 2011), H. 86.

17

mengakui bahkan mengagungkan perbedaan adalah sama derajatnya, baik itu

secara individu maupun kelompok.60

Persamaan dengan buku yang ditulis oleh Choirul Mahfud adanya

pengakuan dan pengagungan akan keberagaman yang dimiliki setiap individu.

Keberagaman terebut menjadi sebuah kekuatan yang dimiliki, tidak bisa

dihilangkan hanya dengan perbedaan yang dimiliki individu. Justru dengan

multikultural sebagai wahana untuk menjadikannya sebagai kekuatan. Perbedaan

dengan penelitian yang saya teliti adalah adanya penyeragaman pada multi

agama pada pelajaran pendidikan agama, yang seharusnya setiap siswa

mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan keyakinan agamanya.

g. Azyumardi Azra, dalam bukunya Dari Harvard Hingga Makkah, tahun 2005,

mengatakan secara faktual memang kita beragam. Menghormati keberagaman

tidak muncul dengan sendirinya, namun diberikan dalam bentuk pendidikan yang

terus menurus yang berbasis pada pluralisme dan multikulturalisme. Persamaan

dengan buku ini adalah upaya pemberian informasi keagamaan melalui

pendidikan. Perbedaannya pada pemberian pendidikan Islam pada siswa yang

multi agama.

h. Simuh dalam buku Islam dan Hegemoni Sosial tahun 2001 mengatakan konsep

toleransi ada dua yaitu pertama, toleransi hanya menuntut pihak lain beradaptasi

atau penyesuaian. Kedua, menghargai dan menghormati orang lain yang

berbeda.61

Konsep toleransi terhadap hidup beragama masyarakat di Yapis Papua

mengacu pada toleransi yang aktif yaitu toleransi yang bukan saja menuntut

penghargaan kepada orang lain namun juga terlibat aktif di dalam membangun

toleransi tersebut.

i. Abuddin Nata dalam buku Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan

Multidisipliner: Normatif Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi,

Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, Politik, Hukum tahun 2010,

mengatakan bahwa pendidikan Islam dengan seluruh komponennya seperti visi,

misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar dan lainnya didasarkan pada

nilai-nilai ajaran agama Islam sebagaimana dalam al-Qur‟an dan Sunnah yang

menawarkan hubungan yang erat, harmonis dan seimbang dengan Tuhan,

manusia, dan alam yang saling terhubung. Pendidikan Islam adalah pendidikan

yang mengajarkan nilai-nilai demokratis, egaliter, keadilan, humanisme dan

sesuai dengan fitrah manusia.62

Berbagai corak dan pandangan keagamaan harusnya tidak

dipertentangkan, melainkan harus disinergikan secara harmonis. Pendekatan

60

Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Cet. 4; Jogjakarta: Pustaka Pelajar,

2010), H. 261. 61

Simuh dkk., Islam dan Hegemoni Sosial (Cet. 1; Jakarta: Mediacita, 2001), h. 74-75. 62

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner: Normatif

Perenialis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi,

Kebudayaan, Politik, Hukum (Cet. 2; Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), h. iv.

18

fundamentalis misalnya diperlukan untuk menunjukkan identitas masing-masing

agama, teologis normatif untuk menunjukkan adanya kemauan yang kuat untuk

meyakini dan mempertahankan kemurnian agama, esklusif untuk menjaga

keutuhan internal agama masing-masing, rasional untuk menangkap pesan ajaran

yang terdapat di balik teks ajaran agama, transformatif memungkinkan agama

terintegrasi dalam berbagai aspek kehidupan, aktual untuk melihat agama

terimplementasi dalam dataran empirik, kontekstual untuk membantu agama

memahami agama agar sesuai dengan situasi yang dihadapi, esoteric untuk

membantu menangkap pesan moral dan spiritual yang terdapat dalam ajaran

agama, tradisionalis untuk memelihara kelangsungan hidup keagamaan,

modernis untuk menghubungan agama dengan permasalahan modern yang

dihadapi umat manusia, kultural untuk membantu memahami agama secara

integrated dengan kehidupan, dan inklusif pluralis untuk memahami agama

dalam hubungannya dengan agama lain.

j. Helmawati dan Rudi Hartono Ismail dalam buku Pendidikan Meningkatkan

Kualitas Manusia: Peran Yapis Membentuk SDM Terdidik di Tanah Papua tahun

2018, mengatakan lembaga pendidikan Yapis adalah lembaga pendidikan Islam

pertama di provinsi Papua.63

Persamaan dengan buku yang ditulis oleh Helmawati bahwa keduanya

mengungkapkan tentang Yapis dalam perannya sebagai lembaga pendidikan

yang memberikan sarana pendidikan bagi upaya dalam meningkatkan kualitas

SDM Papua melalui pendidikan. Namun perbedaan dengan penelitian lebih

mendalam dan spesifik pada pembelajaran, bila dalam buku yang ditulis oleh

Helmawati Yapis sebagai lembaganya yang mengangkat harkat dan martabat

manusia melalui pendidikan, maka penelitian disertasi ini mengungkapkan lebih

dalam sisi materi ajar pendidikan agama Islam yang diajarkan oleh pendidik

khususnya kepada siswa yang multi agama. Masing masing memiliki agama

namun ketika masuk di Yapis Papua justru yang dikembangkan ajaran agama

Islam bahkan non Muslim diajarkan agama Islam.

k. Penelitian LIPI pada tahun 2009, menghasilkan bahwa sebagian besar pelaku

tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama, adalah mereka yang

mengenyam pendidikan umum Barat bukan pendidikan agama.64

Tindakan

kekerasan bukan disebabkan oleh teks ajaran agama atau kurikulum pendidikan

agama, melainkan lebih karena kondisi sosial politik, dan pemahaman agama

yang eksklusif dan parsial.

l. Muhammad Yahya, mengatakan pluralisme menunjukkan penerimaan atas

perbedaan dalam komunitas. Kemajemukan dalam hal keberagaman berarti

bahwa manusia dari latar belakang yang berbeda hidup bersama di bawah

63

Helmawati dan Rudihartono Ismail, Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia:

Peran Yapis Membentuk SDM Terdidik di Tanah Papua, (Cet. 1; Bandung: Alfabeta, 2018). 64

Lihat Tim Peneliti Staf Ahli Bidang Sosial Budaya Badan Intelijen Negara,

Deradikalisasi (Jakarta: BIN RI, 2009), h. 48.

19

keadaan apapun. Ada berbagai alasan mengapa keanekaragaman muncul,

mungkin karena cara berpikir dan sikap terhadap suatu objek yang disebabkan

oleh gaya hidup yang berbeda. Konsep jamak dan multikultural dalam

pendidikan Islam setara dengan konsep "sillaturrahim", yang berarti saling

menghargai, menghormati dan cinta di antara makhluk tanpa memandang latar

belakang etnis dan agama. Pendidikan Islam tidak hanya menyangkut kehidupan

ukhrowi, tetapi kehidupan duniawi juga melalui pendidikan terintegrasi.65

m. Halili, mengatakan bahwa kota Jayapura adalah kota dengan tingkat toleransinya

sedang.66

Persamaan dengan penelitian ini adalah lokasi tempat penelitian di kota

Jayapura yaitu ada lembaga pendidikan penyedia kebutuhan pendidikan bagi

masyarakat di kota Jayapura.

Secara lebih spesifik bahwa lembaga pendidikan Yapis Papua sebagai

lembaga yang mengajarkan pendidikan untuk saling bersikap toleran, hal ini

dilakukan melalui sarana pendidikan agama Islam. Ajaran Islam mengajarkan

untuk bersikap toleran kepada sesama.

n. M. Islahuddin Misbah dkk mengatakan pendidikan pluralisme dan toleransi

beragama merupakan solusi terbaik untuk menyelamatkan konflik yang terjadi

karena perbedaan pandangan, perbedaan keyakinan, perbedaan perilaku dan

praktik keagamaan dengan orang lain atau anggota keluarga.67

o. Richard H Hersh mengatakan bahwa karakter seseorang menjadi kunci dalam

menghadapi dinamika kehidupan modern. Maka penting memberikan pendidikan

karakter pada siswa di perguruan tinggi, sehingga nilai moral menjadi kokoh

menyatu dengan bersosialisasi dengan sekitarnya.68

p. Arhanuddin Salim dalam “Pendidikan Lintas Iman” pada tahun 2014, dalam hasil

penelitiannya menekankan perlu adanya pembelajaran pendidikan lintas iman

yang diajarkan di sekolah-sekolah sebagai solusi menciptakan sikap tenggang

rasa serta bertoleransi terhadap yang berlainan agama dengan agama yang

dimiliki oleh siswa tersebut.

Peneliti melihat saran yang ditulis oleh Arhanuddin Salim ada keterkaitan

dengan penelitian ini, juga sebagai keberlanjutan pemberian pendidikan agama

yang dilembagakan pada siswa Islam dan non Islam bersama-sama diajarkan

pelajaran pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan Yapis Papua.

Sekalipun belum menyeluruh seluruh peserta didik diajarkan pendidikan multi

65

Muhammad Yahya, “Pendidikan Islam Pluralisme”, Jurnal :Lentera Pendidikan

Vol. 13 No. 2 Desember 2010, ISSN: doi: https://doi.org/10.24252/lp.2010v13n2a5 66

Halili, Indeks Kota Toleran (IKT) Tahun 2018, (Cet. 1; Jakarta Selatan: Pustaka

Masyarakat Setara, 2018), h. 67

M. Islahuddin Misbah dkk., “Pendidikan Toleransi dalam Keluarga Beda Agama”

Jurnal Mu‟allim Vol. 1 No. 1 2019, E-ISSN: 2655-8912, jurnal.judharta .ac.id/v2/index. php/

muallim. 68

Ricard H. Hersh, “Moral and Character Education: A Ground Truth Perspective”,

Journal of Character Education Volume 11, 2015: 67-69.

20

agama namun dengan adanya lembaga Yapis ini dapat mengarah pendidikan

iman lintas agama.

q. Saihu dalam “Pendidikan Pluralisme Agama di Bali” tahun 2018, menyatakan

bahwa budaya dan agama yang terintegrasi melalui pendidikan dapat mengurangi

ketegangan dan konflik masyarakat yang beragam ras, agama, suku dan budaya.

Pengintegrasian agama dan budaya adalah melalui model pendidikan pluralisme

beragama yang diimplementasikan pada tiga jalur pendidikan di Kabupaten

Jembrana Provinsi Bali.69

r. Aneu Taufan Muhammad Ramdan dalam “Pendidikan Toleransi Beragama:

Kajian Atas Pembelajaran Agama di Binus School Jakarta” yang mengatakan

bahwa proses pembelajaran agama di Binus School terbukti mampu membangun

budaya toleransi beragama di kalangan siswa melalui pendidikan agama dari

masing-masing agama serta kegiatan intra maupun ekstra kurikuler yang diikuti

oleh segenap siswa yang tetap berpedoman pada tujuan pembelajaran. Guru

menggunakan berbagai macam metode seperti tanya jawab, ceramah, diskusi

serta demonstrasi di dalam kelas dengan menggunakan alat evaluasi yang berupa

portofolio, tes tertulis, dan tes peforma. Guru menjadi pelopor dan penggerak

utama dalam proses pendidikan tersebut.70

s. Yayah Nurmaliah dalam “Pendidikan Agama Islam Pluralis” tahun 2009.

Menyatakan bahwa konflik yang ditimbulkan dari perbedaan keyakinan agama

peserta didik, perbedaan suku, ras dapat diminimalkan melalui pendidikan

agama. Dalam pembelajaran pendidikan agama yang dilakukan dengan

mengintegrasikan nilai-nilai pluralis seperti: kebebasan beragama, mengakui hak

hak keagamaan orang lain, egaliter, empati, toleransi ke dalam ruang lingkup PAI

yaitu: akidah, al-Qur‟an, akhlak, fikih, dan sejarah kebudayaan Islam.71

Nilai-

nilai pluralis yang ditampilkan dalam pembelajaran PAI merupakan respon PAI

terhadap isu-isu global yang merupakan bagian integral dari nilai-nilai PAI itu

sendiri. Hasil penelitiannya menilai, pentingnya pengakuan keragaman budaya

dan etnis dalam bentuk sosialisasi sehari-hari di lembaga pendidikan sekolah.

Oleh karena itu lembaga pendidikan Yapis Papua menekankan nilai persamaan di

dalam pembelajaran yang diajarkan pada materi-materi PAI.

Secara umum, beberapa studi di atas memang relevan dengan penelitian ini,

yaitu memiliki persamaan dalam pembahasannya, yaitu sama-sama mengkaji

pluralisme, dialog antar agama, toleransi, dan hak beragama. Berdasarkan kajian

terdahulu tersebut, maka posisi penelitian ini merupakan kelanjutan dari beberapa

69

Saihu, “Pendidikan Pluralisme Agama di Bali,” (Disertasi SPS UIN Jakarta,

Tangerang Selatan: Cinta Buku Media, 2018), h. 70

Aneu Taufan, “Pendidikan Toleransi Beragama: Kajian Atas Pembelajaran Agama

di Binus School Jakarta,” (Disertasi SPS UIN Jakarta, Jakarta: Cinta Buku Media, 2016), h.

243. 71

Yayah Nurmaliah, “Pendidikan Agama Islam Pluralis”, (Disertasi SPs UIN Jakarta;

2009).

21

penelitian yang telah ada baik yang termuat dalam bentuk disertasi, jurnal maupun

dalam bentuk buku.

Penelitian ini merupakan penelitian yang memfokuskan pada strategi

pembelajaran yang dilakukan oleh guru maupun dosen Pendidikan Agama Islam di

dalam penerapan pembelajarannya yang komposisi peserta didiknya yang

pluralistik. Penelitian ini menggambarkan adanya pemberian pendidikan agama

pada siswa yang beda agama di lembaga pendidikan Yapis Papua. Penelitian

disertasi ini akan mengungkap materi apa saja yang diajarkan oleh pendidik pada

implementasi materi ajar Pendidikan Agama Islam. Di samping itu juga metode dan

strategi yang digunakan oleh pendidik dalam pembelajaran PAI sehingga dapat

diterima oleh peserta didik pluralistik.

Disertasi ini ditulis untuk membuktikan bahwa pembelajaran dengan strategi

yang dipakai oleh pendidik dapat menjadikan pembelajaran dapat mencapai tujuan

pembelajaran. Selain itu pula penelitian membuktikan dan memperkuat bahwa

proses pembelajaran agama Islam di lembaga pendidikan Yapis Papua terbukti PAI

pada masyarakat pluralistik tidak menjadikan pesertanya keluar dari agamanya.

Disertasi ini menguatkan posisi satu tungku tiga batu atau satu Papua dengan tiga

agama besar yaitu Islam, Protestan dan Katholik yang mampu menjalin hubungan

walau berbeda keyakinan agama. Pembelajaran pendidikan agama Islam dengan

berbagai kegiatan yang mengajarkan nilai-nilai universal di sekolah dengan

mengintegrasikan nilai-nilai seperti: tolong menolong, mencari persamaan, toleransi

tanpa harus meninggalkan agama yang dianut.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Menurut metode penelitian ini

adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,

digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya dari

eksperimen) dimana peneliti adalah instrumen kunci.72

Penelitian ini menganalisis

tentang perilaku keseharian atau kebiasaan hidup warga sekolah ketika berada di

lembaga pendidikan Yapis Papua maupun setelah kembali ke masyarakat. Analisis

data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna.

Memahami makna dari fenomema73

sosial yang ada dan apa yang dialami.74

Penelitian kualitatif ini sebagaimana yang dikatakan oleh Sharan B. Merriam,

utamanya pada empat karakteristik, yaitu: 1) menekankan pada pemahaman, proses,

72

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D, (Cet. Bandung:

Penerbit Alfabeta, 2008), h. 11. 73

Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindera dan dapat

dijelaskan secara ilmiah. 74

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 1995),

h. 25. Lihat juga Bruce Lawrence Berg & Howard Lune, Qualitative Research Methods for

the Sosial Sciences, (Boston: Pearson, 2004). Hadari Nawawi, Penelitian

Terapan,,(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996), h. 216.

22

dan makna. 2) peneliti berfungsi sebagai instrumen utama di dalam pengumpulan

dan analisis data; 3) proses bersifat induktif; dan 4) hasilnya bersifat deskripsi yang

kaya.75

Salah satu varian dari penelitian kualitatif adalah metode studi kasus, dimana

studi kasus memberikan uraian dan penjelasan komprehensif mengenai suatu setting

tertentu, dokumen atau kejadian tertentu.76

Kelebihan dari studi kasus sebagaimana

yang diungkapkan oleh Lincoln dan Guba adalah sebagai berikut:

a. Bagi peneliti, studi kasus merupakan sarana utama untuk menyajikan pandangan

subjek yang diteliti.

b. Menyajikan uraian menyeluruh pada apa yang terjadi dan dialami pada

kehidupan sehari-hari.

c. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara

peneliti dan informan.

d. Studi kasus memungkinkan untuk menemukan konsistensi internal yang bukan

merupakan konsistensi faktual dan konsistensi gaya, namun juga kepercayaan.

e. Pada studi kasus, keterlibatan langsung peneliti maka terbuka penilaian bagi

pemaknaan terhadap konteks tersebut.

Dengan cara yang dilakukan ini diharapkan dapat diperoleh gambaran utuh

dan mendalam mengenai pembelajaran pendidikan agama Islam pada masyarakat

pluralistik di Yapis Papua.

Pendekatan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan sosiologi

pendidikan yaitu ilmu yang berusaha mengetahui cara-cara mengendalikan proses

pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.

Mempelajari proses pendidikan sebagai interaksi sosial, sekolah sebagai kelompok

sosial, serta sebagai lembaga sosial. Adiwikarta mengatakan bahwa sosiologi

pendidikan adalah analisis terhadap pelaksanaan dan praktek pendidikan, atau

penerapan teori sosiologi dalam menganalisis praktek pendidikan.77

Menggunakan

pendekatan untuk melihat proses interaksi sosial yang terjadi di lingkungan Yapis

Papua dari awal hingga akhir proses interaksi sosial tersebut, dimana peneliti

melihat aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang berada di lembaga Yapis

yaitu di Universitas Yapis, SMK Hikmah Yapis dan SMA Hikmah Yapis Jayapura.

Kegiatan interaksi tersebut pula yang terjadi di dalam kelas selama proses

pembelajaran terjadi dan juga menanyakan kegiatan interaksi masyarakat setelah

mereka berada di rumah.

Walaupun peneliti pernah mengajar di salah satu lokasi penelitian selama tiga

tahun yaitu di SMA Yapis tahun 2008-2010, akan tetapi objektif di dalam

menganalisis menjadi dasar utama dalam penelitian. Oleh karena itu peneliti tunduk

75

Sharan B. Merriam, Qualitative Research: A Guide to Design and Implementation

(USA: The Jossey-Bass, 2009), h. 13. 76

Robert Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education: An

Introduction to Theory and Methods (Boston: Allyn and Bacon, 1998), h. 54. 77

Sudardja Adiwikarta, Sosiologi Pendidikan: Analisis Sosiologi Tentang Praktis

Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2016), h.

23

pada ada yang disebut dengan epoche dan eidetic yakni suatu prinsip netral dalam

penelitian guna memperoleh hasil penelitian yang objektif dengan tingkat akurasi

yang tinggi sesuai dengan mendengar, menggambar dan melihat objek yang diteliti

oleh peneliti.78

Penelitian ini sejalan dengan Mahmud Yunus (1965), Abuddin Nata (2009),

Hamzah B. Uno (2011) yang mengatakan bahwa materi pelajaran akan efektif

diterima peserta didik bila dilakukan dengan strategi pembelajaran yang tepat. Kemp

(1995) mengatakan strategi pembelajaran harus dikerjakan guru agar tujuan

pembelajaran dapat tercapai dan efisien. Sejalan juga dengan Dick and Carey (1985)

mengatakan strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur yang

digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.

2. Sumber Data

Sumber Data dalam riset ini ada dua jenis sumber data yaitu: data primer dan

data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

informan yang erat kaitannya dengan masalah dan lokasi yang akan diteliti. Sumber

data di dalam penelitian ini adalah sumber data primer: observasi atau pengamatan

langsung di tempat penelitian di Yayasan Pendidikan Islam Papua Jayapura.

Kegiatan pengamatan ini ada dua cara yaitu dengan observasi partisipatoris dan non

partisan. Kemudian pula mewawancarai beberapa narasumber yang ada di tempat

penelitian yaitu 1) Ketua Yayasan lembaga pendidikan Yapis Papua atau wakil

ketua Yayasan dipilihnya karena lembaga-lembaga pendidikan Islam dari TK s.d.

PT Yapis berada di bawah naungannya. 2) Rektor Universitas Yapis Papua Jayapura

atau wakil rektor sebagai pelaksana di tingkat perguruan tinggi. 3) Tenaga pengajar

mata kuliah PAI yang mengajar di Uniyap Jayapura. 4) Kepala-kepala Sekolah di

bawah lembaga pendidikan Islam Yapis Papua dibatasi pada 2 sekolah (SMA

Hikmah Yapis, SMK Hikmah Yapis). 5) Guru-guru PAI 3 sekolah (SMA Hikmah

Yapis, SMK Hikmah Yapis). Peneliti memilih narasumber di atas atas pertimbangan

dianggap dapat mengetahui dan dapat memberikan informasi sesuai dengan data

yang dibutuhkan.

Sumber data sekunder di dalam penelitian ini adalah wawancara dengan

alumni Yapis, tokoh agama. Di samping wawancara, peneliti juga memakai

publikasi jurnal, disertasi, buku, peraturan-peraturan dan undang-undang sistem

pendidikan nasional, artikel, naskah dan lainnya yang telah dipublikasikan. Data

tersebut dijadikan sebagai data penunjang dari penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian diawali dengan

studi dokumen Yapis Papua yang dapat membantu peneliti, kemudian peneliti

78

Clive Erricker, Phenomenological Approaches, dalam Peter Connolly (ed)

Approaches to the Study of Religion, (London and London: Cassel, 1997), h. 77.

24

melakukan observasi tempat penelitian, kemudian didalami data melalui wawancara

terhadap orang-orang yang terkait, dan studi pustaka.

a. Studi Dokumen

Studi dokumen ini untuk memperolah data dalam bentuk dokumen-dokumen

yang diperoleh di Yapis Papua kemudian dipelajari dan dianalisa. Studi ini

dilakukan untuk mengawali pencarian data penelitian. Pada dokumen ini diketahui

sejarah pendirian Yapis yang belum dibukukan, termuat di dalamnya ada visi misi,

dan program-program serta data pendidik dan peserta didik yang ada hingga

sekarang. Penerimaan data dari dokumen pula sebagai sumber primer karena

dokumen-dokumen ini menjadi saksi tertulis tentang kehadiran lembaga pendidikan

Yapis Papua di masa lalu.

b. Observasi

Mengumpulkan dengan Observasi79

ini digunakan untuk mendatangi dan

melihat secara langsung keadaan tempat penelitian dan melihat aktivitas

pembelajaran di dalam kelas secara langsung, seperti pembelajaran PAI yang ada di

perguruan tinggi Yapis pada kelas Ilmu Hukum, pada kelas PGSD, pada kelas

manajemen. Observasi pembelajaran PAI yang ada di SMK Hikmah Yapis Jayapura

dan pembelajaran PAI yang ada di SMA Hikmah Yapis Jayapura dimana

pelaksanaan pembelajaran ini menggabungkan peserta didik yang plural agama

dalam satu mata pelajaran pendidikan agama Islam. Strategi pembelajaran yang

dipakai oleh guru dan dosen serta metode yang digunakan oleh tenaga pendidikan di

dalam pembelajaran, hubungan antar siswa di sekolah maupun di luar sekolah.

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi yang bersifat

partisipatif (terlibat) dan terstruktur. Peralatan yang digunakan dalam observasi

adalah (kamera handphone) dan buku catatan. Di dalam penelitian ini peneliti lebih

kepada observasi non partisipan dimana peneliti memposisikan diri sebagai orang

luar dari kelompok yang diteliti. Peneliti mengamati langsung proses pembelajaran

yang terjadi lembaga pendidikan Yapis Papua. namun pengamatan ini tidak

79

Observasi dilakukan secara langsung (direct observation) yang dilakukan dengan

cara door to door ke dalam kelas untuk mengetahui gambaran riil melalui pengamatan

langsung dengan memperhatikan situasi dan kondisi serta mencatat hasil pengamatan yang

berkaitan dengan proses pembelajaran serta sarana pendukung bagi kelancaran pembelajaran

agama Islam di lingkungan Yapis Papua. Observasi dilakukan terhadap guru, siswa, sarana

dan prasarana, administrasi dan aktifitas belajar mengajar serta perilaku siswa di luar kelas.

Observasi dilakukan dalam rangka memahami konteks dalam keseluruhan situasi sosial, juga

memberikan pengalaman langsung sehingga memungkinkan peneliti menggunakan

pendekatan induktif, dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain,

menemukan hal-hal yang semula tidak diungkapkan oleh informan di dalam wawancara,

menemukan hal-hal yang berada di luar persepsi informan, mengumpukan data yang kaya,

kesan-kesan pribadi serta merasakan suasana situasi sosial yang diteliti. Lihat; Abuddin Nata,

Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner: Normatif Parenalis, Sejarah,

Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen, Teknologi, Informasi, Kebudayaan, politik,

hukum, (Cet; Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 367.

25

berlangsung dengan waktu yang cukup lama karena pelaksanaan pembelajaran

dilakukan dari rumah dari bulan Maret 2020 sampai sekarang atau sampai Januari

2021. Sekalipun pelaksanaan observasi non partisan dilakukan oleh peneliti tidak

mendapat waktu yang lama didalam observasi ini, peneliti telah melakukan

observasi non partisan pada bulan Juli tahun 2019 sebagai observasi awal sebelum

pandemi covid 19.

c. Wawancara

Pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara.

Wawancara ini dilakukan dengan mendatangi berbagai pihak yang dianggap

mengetahui permasalahan yang hendak diungkap berkaitan dengan data tentang

kebijakan pembelajaran PAI muslim dan non muslim. Kondisi umum lembaga

pendidikan Yapis di Tanah Papua, keadaan riil di lapangan yang terkait dengan visi

misi pembelajaran di lembaga Pendidikan Yapis Papua, ketertarikan masyarakat

Papua untuk menimba ilmu di lembaga pendidikan Yapis Papua. Masyarakat yang

hadir dan tinggal di sekitar lembaga pendidikan tersebut, masyarakat yang juga

menyekolahkan anaknya di lembaga tersebut, serta peserta didik yang menjadi

subjek di dalam penelitian ini.

Wawancara dilakukan dengan informan 1) Dr. H Azis Bauw, SH. MM ia

adalah wakil ketua Yapis Papua yang ikut andil dalam pengembangan lembaga ini.

Disamping sebagai wakil ketua Yapis, bapak Azis yang juga muslim Papua

dipercaya sebagai wakil Rektor Uniyap Jayapura bidang kemahasiswaan dan juga

menjadi warga masyarakat yang telah berada di Papua pada masa transisi tahun

1963-1969. Ketokohannya dan pelaku sejarah menjadikan disertasi ini kaya akan

informasi penelitian. Informan utama dalam studi ini, karena ia dan orang tuanya

merupakan saksi hidup tentang lembaga pendidikan Yapis dan Papua; Kedua, Dr.

Abdul Rasyid, S.Pd. SE. M.Si. adalah wakil Rektor 1 Uniyap Jayapura, yang juga

menjadi saksi dan bagian dari perubahan sekolah tinggi Yapis menjadi Universitas

Yapis. Di samping itu pula pemilihan informan ini dikarenakan pengetahuan akan

perubahan kurikulum yang ada di Universitas Yapis Papua. Ketiga, Heri Wibowo

adalah wakil sekretaris Yapis Papua yang juga mengetahui perkembangan sekolah

Yapis di daerah-daerah di seluruh Papua. Keempat, Gunanto, SE. M.Si. adalah

Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura. Kelima, Drs. Joko Sriyanto, M.Si. adalah

kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura. Keenam Siti Zuhriyeh, S.Pd.I. Guru PAI pada

SMK Hikmah Yapis Jayapura. Ketujuh, Menik Kushendrastati, A.Md.T adalah tata

usaha PNS pada SMK Hikmah Yapis Jayapura. Kedelapan, Saiful, S.Pd. adalah tata

usaha pada SMA Hikmah Yapis Jayapura. Kesembilan, Muhammad Ali Rumatiga,

S.Pd.I sebagai guru PAI pada SMK Hikmah Yapis Jayapura. Kesepuluh, Siswi SMK

non Muslim (Alexia Tuo, Afila Tuo, Alfina). Kesebelas, Siswa SMA (Alfina).

Keduabelas, Mahasiswa Uniyap Jayapura, (Hari – Semester 7). Ketigabelas, (Dosen

PAI pada Universitas Yapis Papua) Dr. Neti S, M.Pd. adalah dosen PAI pada

fakultas Ekonomi dan Bisnis, FKIP, di samping mengajar yang bersangkutan adalah

tokoh Muhammadiyah Papua, Muhamad Thoif adalah dosen PAI pada FISIP, FPIK

di samping mengajar yang bersangkutan juga adalah Sekretaris PWNU Papua, Muh.

26

Abdul Mukti, MA. Mengajar di Fakultas Hukum dan juga sebagai tokoh muslim

yang membina masyarakat di Jayapura Utara khususnya masyarakat muslim

Wamena. Keempatbelas, Dr. Toni Victor Mandawiri Wanggai, MA adalah tokoh

NU Papua yang juga sebagai anggota Majelis Rakyat Papua. Kelimabelas,

selanjutnya informan dari kalangan luar Yapis Papua terdiri dari: Ketua FKUB

Papua, Kemenag Kota Jayapura, MUI Papua, ketua Masjid Raya Baiturrahim

Jayapura yang juga sebagai muslim Papua H. Abdul Qahar Yelipele, M.Pd.I.

Untuk ketua Yayasan, kepala sekolah dan rektor lebih diarahkan untuk

menjelaskan kebijakan-kebijakan secara umum atau program-program strategis

khususnya terkait kebijakan pembelajaran pendidikan agama di lembaga tersebut.

Sedangkan wawancara dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum berkaitan

dengan pedoman kurikulum yang digunakan. Wawancara dengan pendidik mata

pelajaran berkaitan dengan pelaksanaan dan tahapan menggunakan bentuk

pembelajaran serta faktor-faktor pendukung dan kendala-kendala yang dihadapi

dalam merealisasikannya. Wawancara kepada siswa muslim dan non muslim

berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran yang agama Islam termasuk kendala-

kendala yang dihadapi oleh siswa. Wawancara dengan alumni berkaitan dengan

atmosfir pelajaran dalam kebermaknaan yang menghasilkan lulusan yang terbaik

dan masuk seleksi nasional perguruan tinggi.

Adapun wawancara dengan warga lainnya yang difokuskan pada diskusi

makna dari lulusan lembaga pendidikan Yapis Papua di masyarakat, hubungan

lulusan dengan masyarakat sekitar. Wawancara kepada tokoh agama dan tokoh adat

yang ada di kota Jayapura untuk melihat pandangan para tokoh-tokoh tersebut pada

keberlangsungan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga pendidikan

Yapis Papua Jayapura.

d. Studi Kepustakaan

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data pendukung penelitian adalah

studi kepustakaan. Kajian-kajian yang relevan dengan penelitian yang dilaksanakan

dan teori-teori yang berhubungan dengan tema penelitian, studi pustaka (library

research). Dilakukan dengan cara studi buku, jurnal, artikel atau hasil penelitian.

Studi pustaka juga dilakukan melalui penelusuran media seperti internet dan media

lainnya. Teknik pengumpulan data dengan mempelajari literatur dan tulisan-tulisan

ini dimaksudkan agar dapat memperoleh teori dan pengetahuan yang dapat

menunjang penulisan penelitian.

Studi pustaka di dalam penelitian ini juga yang disebut sebagai sumber

sekunder menggunakan beberapa buku, jurnal, dan majalah serta berita-berita yang

ada di surat kabar yang terkait dengan isu yang diteliti. M. Amin Abdullah,

Pendidikan Agama Multireligius (2005). Wina Sanjaya Kurikulum dan

Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. 2008. Alwi shihab Islam Inklusif, (1998), Helmawati dan Rudi Hartono

Ismail Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia: Peran Yapis Membentuk SDM

Terdidik di Tanah Papua (2018), Afif Syaiful Mahmudin, “Pendidikan Islam dan

Kesadaran Pluralisme”, Jurnal Ta‟limuna: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7 No. 1

27

Maret 2018, Muhammad Harfin Zuhdi, “Pluralisme dalam Perspektif Islam” 2012,

Casram, “Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural”, 2016,

M. Islahuddin Misbah dkk., “Pendidikan Toleransi dalam Keluarga Beda Agama”

2019, Ricard H. Hersh, “Moral and Character Education: A Ground Truth

Perspective”, 2015.

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini, langkah yang dilakukan, yaitu:

1) Editing merupakan kegiatan untuk meneliti kembali rekaman catatan data yang

telah dikumpulkan dalam suatu penelitian. Kegiatan pemeriksaan rekaman atau

catatan merupakan kegiatan yang penting dalam pengolahan data; 2) Verifikasi

peninjauan kembali mengenai kegiatan yang telah dijalankan sebelumnya sehingga

hasilnya benar dan dapat dipercaya.80

Tahap ini merupakan tahap yang dilalui dalam

proses penelitian sebelum dijalankan.

Analisis data sebagaimana yang dikatakan oleh Miles dan Huberman, seperti

dikutip dari Sugiyono yaitu reduksi data, display data, dan verifikasi data.81

Analisis

data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah menguraikan teknik analisis

data yang ditawarkan oleh Miles dan Huberman dengan pertimbangan prosesnya

yang lebih sederhana, namun menggambarkan seluruh proses analisa data secara

objektif yang dibutuhkan dalam sebuah penelitian. Data kualitatif yang diperoleh

melalui wawancara, studi dokumen, studi kepustakaan dan observasi kemudian data

tersebut diolah dengan cara reduksi data melalui proses inklusi dan eksklusi. Proses

inklusi yakni mengambil data yang relevan dengan penelitian, sedangkan proses

eksklusi yaitu data yang telah terkumpul namun tidak cocok dengan yang

dibutuhkan maka dibuang. Kemudian setelah proses inklusi data dilanjutkan dengan

mencari makna. Pemberian makna yang merupakan upaya yang lebih jauh dari

penafsiran. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis kualitatif. Metode analisis

kualitatif ini adalah menggambarkan dan memaparkan data hasil penelitian, baik

yang bersumber dari studi pustaka, observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan

berupa kalimat-kalimat atau paragrap.

4. Teknik Analisis Data

Analisis kualitatif pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis proses

sosial yang berlangsung dan makna dari fakta-fakta yang tampak dipermukaan.

Digunakan untuk memahami sebuah proses, tahapan, makna dan fakta bukan

sekedar untuk menjelaskan fakta tersebut. Analisis data Bogdan, Susan Stainback,

dan Spradley mengatakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh, mengkaji hubungan-hubungan, mengorganisasikan data ke dalam unit,

80

Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi (Ed. I.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 137-185. 81

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Cet. IV; Bandung: Alfabeta, 2010), h.

183. Lihat Matthew B. Milles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber

Tentang Metode-Metode Baru, Terj. Tjetjep Rohendi Rohidi, (Jakarta: UI Press, 1992), h. 15.

28

memilih data penting serta dibuatkan sebuah kesimpulan. Analisis kualitatif ini

dapat dilakukan dalam tiga siklus kegiatan yang terdiri atas:

a. Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan, memfokuskan,

mengabstraksi dan mengubah data dasar. Sajian data merupakan suatu cara

merangkai data dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk pembuatan

kesimpulan dan/atau diusulkan. Verifikasi data adalah penjelasan tentang makna

data dalam suatu konfigurasi yang secara jelas menunjukkan alur kausal,

sehingga dapat diajukan proposisi-proposisi yang terkait dengannya.82

Selama kegiatan pengumpulan data berlangsung dilakukan analisis data,

proses analisis data meliputi:

1) Menetapkan fokus penelitian.

2) Menyusun temuan-temuan data yang diperoleh.

3) Membuat rencana pengumpulan data berikutnya sesuai temuan-temuan dari

data yang dikumpulkan sebelumnya.

4) Mengembangkan pertanyaan untuk pengumpulan data berikutnya.

5) Menggali sumber-sumber kepustakaan yang berhubungan dengan

pemanfaatan media para professional.83

b. Display atau penyajian data

Setelah data terkumpul melalui penelitian lapangan, penulis menyajikan data

tersebut dalam jenis penelitian kualitatif. Data yang diteliti adalah data verbal yang

tidak berbentuk angka-angka, tetapi dalam bentuk deskripsi kata, kalimat, dan

ungkapan-ungkapan yang tertuang dalam naskah atau teks.

Peneliti setelah turun di lapangan mulai mengumpukan data hasil penelitian

yang telah didapatkan selama penelitian melalui observasi, wawancara, dokumen

dan studi pustaka. Semua data yang dikumpulkan mulai disajikan dalam bentuk

deskripsi kata. Deskripsi kata yang didapatkan melalui wawancara dari kepala

sekolah, pengurus Yapis dan Wakil Rektor Uniyap akan diuraikan menurut

kebijakan pelaksanaan pembelajaran di satuan pendidikan. Wawancara yang

didapatkan dari pendidik yaitu guru/dosen pengajar pendidikan agama Islam

diuraikan apa adanya sesuai dengan yang disampaikan pada saat wawancara dengan

peneliti. Begitupun dengan data yang didapatkan dari siswa di sekolah dalam

pengalaman mereka belajar pendidikan agama.

Setelah disajikan data yang didapatkan di lapangan maka di cross data satu

dengan data lainnya yang sesuai dengan penelitian. Bila sesuai dengan yang ingin

dicari maka akan dikumpulkan pada data yang cocok. Dan bila tidak sesuai dengan

data yang ingin diambil maka akan disisihkan dulu dan bila memang tidak lagi

dibutuhkan maka akan dihilangkan. Data yang didapatkan pada saat wawancara,

observasi, dan dokumentasi bila berkaitan sejarah, visi, misi, tujuan, kurikulum,

82

Mohammad Ali, Penelitian Pendidikan: Prosedur dan Strategi, (Bandung:

Angkasa, 1992), h. 167. 83

Riyadi Sarojo, Penelitian Kualitatif Pendidikan, (Cet. 1; Malang: PPs IKIP Malang,

1992), h. 9.

29

sekolah-sekolah yang berada di bawah Yapis Papua, keadaan provinsi Papua,

kepercayaan, adat, sosial dan penamaan provinsi Papua, akan ditempatkan pada bab

III, bila berkaitan dengan rumusan masalah pertama dan kedua maka akan

ditempatkan pada bab IV, bila berkaitan dengan rumusan masalah ketiga maka akan

ditempatkan pada bab V.

c. Pengambilan Kesimpulan

Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan pencarian dengan

mencari makna setiap aktivitas yang diperoleh dari lapangan, mencatat keteraturan

dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena, dan proposisi.

Pengambilan kesimpulan berjalan dengan proses analisis data yang dilakukan

atas pernyataan (statement) atau pernyataan yang dikemukakan oleh para informan.

Hal ini dilakukan dengan cara, peneliti membaca dan mendengar seluruh transkrip

wawancara yang ada dan mendeskripsikan seluruh pengalaman yang ditemukan di

lapangan. Berdasarkan upaya pada tahap yang dikemukakan tersebut akan diketahui

makna konotatif-denotatif atau makna implisit dan eksplisit dari pernyataan atas

topik atau objek.

Langkah berikutnya yaitu penjelasan makna itu sendiri akan menjelaskan

tema makna (artinya tema) yang menunjukkan arah atau pengertian yang dijelaskan

oleh para informan. Serta aspek penting lain yang dianalisis dalam fenomenologi

adalah penjelasan holistik dan umum tentang sebuah pembicaraan dengan subjek

penelitian. Dari penjelasan umum tersebut harus ditarik keterkaitan antar makna

yang dikembangkan pada setiap topik yang berlangsung selama proses wawancara

berlangsung (deskripsi umum dari pengalaman).

d. Keabsahan Data Penelitian

Penelitian ini perlu diuji datanya dengan uji keabsahan data. Pada penelitian

kualitatif menurut Sugiyono (2012:121) meliputi perpanjangan pengamatan,

triangulasi dan member chek. Pada triangulasi terdapat 3 hal yang saling

disingkronkan yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian terdiri dari enam bab, Bab I berisi

pendahuluan penelitian yang terdiri dari; latar belakang masalah yang akan diteliti,

permasalahan yang termuat identifikasi masalah, perumusan masalah dan

30

pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat/signifikansi penelitian, kajian

penelitian terdahulu yang relevan, metode penelitian yang dipakai sebagai proses

pengumpulan data dan analisis data juga sekaligus pengambilan kesimpulan.

Terakhir sistematika pembahasan.

Bab II berisi perdebatan akademik terkait pandangan kalangan sarjana tentang

strategi di dalam pembelajaran PAI, kebijakan pembelajaran PAI dilihat dari sisi

implementasinya, prinsip, komponen, penilaian dan evaluasi dalam pembelajaran

PAI. Lembaga pendidikan sebagai wadah implementasi sistem pendidikan nasional

agar terwujud masyarakat yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.

Konsep Pendidikan Agama Islam dan hubungannya dengan masyarakat

pluralistik, dan kurikulumnya. Lembaga pendidikan Islam yang menyelenggarakan

pembelajaran pendidikan Islam, sosial-kultur masyarakat pluralistik yang bersekolah

di lembaga pendidikan Islam. Tujuan lembaga pendidikan dalam menciptakan

lulusan yang sukses dan berjiwa bertoleransi. Pembelajaran PAI yang diterapkan di

lembaga pendidikan formal ditinjau dari sisi undang-undang yang mewajibkannya.

Bab III mendeskripsikan tentang objek penelitian yaitu profil lembaga

pendidikan Yapis Papua yang berada di Kota Jayapura, sejarah berdirinya, badan

hukum, sikap prinsip, motto, dan logo, keadaan awal lembaga pendidikan Yapis dan

dinamika perkembangannya serta gambaran umum masyarakat Papua. Kepercayaan

agama dan adat istiadat, keadaan sosial masyarakat pendatang dan kebutuhan umat

Islam terhadap pendidikan agama Islam.

Bab IV menyajikan kebijakan Yapis Papua pada pembelajaran PAI dalam

masyarakat pluralistik, sistem pembelajarannya, kebijakan dari sudut pandang visi,

misi, tujuan, serta dampak kebijakan tersebut bagi pendidik dan peserta didik.

Implementasi pelaksanaan pembelajaran PAI dengan melihat pada strategi

pembelajaran yang dilakukan oleh guru PAI dan dosen PAI, menggunakan

pendekatan pembelajaran apa, model pembelajaran, metode, teknik dan taktik

pembelajaran sehingga pembelajaran itu dapat diterima oleh peserta didik hingga

sekarang.

Bab V menyajikan problematika masalah-masalah yang muncul di dalam

pembelajaran PAI pada masyarakat yang agamanya beragam, hubungan antara hasil

pembelajaran PAI dan masyarakat pluralistik pada Yapis Papua. model pendidikan

agama Islam yang sifatnya akomodatif terhadap siswa plural agama, keberhasilan

pluralisme dalam pendidikan agama Islam yang terlaksana di lembaga pendidikan

Yapis Papua dengan tidak adanya konflik agama, menciptakan kerukunan,

pertemuan tokoh agama di dalam menyelesaikan konflik. Pelestarian budaya. Corak

pembaruan pendidikan Yapis Papua Jayapura.

Bab VI merupakan bab yang terakhir dari penelitian ini yang berisi pada

kesimpulan, menjawab rumusan masalah utama, persamaan dan perbedaan, dan

temuan. Selanjutnya dirumuskan saran-saran dan implikasinya bagi pengembangan

penelitian lebih lanjut.

32

BAB II

KONSEP PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DAN

MASYARAKAT PLURALISTIK

Pada bab ini menguraikan tentang konsep pembelajaran PAI (Pendidikan

Agama Islam) dalam masyarakat khususnya di provinsi Papua yang terkenal dengan

kemajemukan masyarakatnya. Pendidikan agama pada masyarakat pluralistik yang

ada di Indonesia dan masyarakat yang terkenal sangat plural tentu membutuhkan

pendekatan yang sedikit berbeda dengan daerah lain. Masalah pendidikan yang

berkaitan dengan agama seseorang bukanlah hal yang dianggap biasa melainkan hal

ini terkait dengan keyakinan agama yang didapatkan peserta didik sejak lahir

sebelum memasuki dunia pendidikan formal, oleh karena hal tersebut maka peneliti

memandang pendidikan agama Islam dan masyarakat pluralistik didudukkan

konsepnya.1

Setiap agama cenderung menjadi dan menuju eksklusif dengan menyatakan

kebenaran hanya ada dalam agama yang dianut, sedangkan agama lain dianggap

tidak benar atau salah. Sikap ini memosisikan kebenaran agama yang dimiliki adalah

mutlak benar dan yang paling layak dijadikan sebagai jalan kebenaran bukan pada

ajaran agama lain, perdebatan paling benar dan paling layak untuk masuk surga

adalah perdebatan di kalangan kaum agamawan.2

Agama Islam sebagai agama yang diakui di Indonesia mengajarkan adanya

kebenaran ada di dalam agama Islam. Memosisikan agama lain di luar Islam

menjadi agama yang tidak diridhoi oleh Allah swt. Agama Islam mengajarkan akan

kebenaran agama bagi pemeluknya menjadikan peserta didik menjadi eksklusif di

dalam kesehariannya karena doktrin ajaran Islam mengajarkan bahwa agama yang

benar hanyalah agama Islam bukanlah agama lain.

Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai bagian dari ajaran agama Islam

merupakan pendidikan agama yang khusus diajarkan di lembaga pendidikan formal

kepada pemeluk agama Islam dimana ajaran mengenal, memahami dan menghayati

agama Islam melalui pelaksanaan di dalam kehidupan sehari-hari. Namun sebagai

mata pelajaran yang mengajarkan agama Islam ternyata di dalamnya juga

mengharuskan menghormati agama lain sebagai bagian dalam menjaga, saling

menghargai dan menghormati.

Untuk menjamin terlaksana saling menghormati dan menghargai orang lain,

dapat terus dilakukan melalui sarana pendidikan yang telah berjalan di Indonesia.

Dimana pemerintah Indonesia memberikan penguatan agar pendidikan agama

disampaikan pada peserta didik melalui mata pelajaran yang terjadwal. Namun pada

prakteknya masih terdapat satuan pendidikan yang tidak melaksanakan pendidikan

agama sesuai dengan yang diinginkan oleh pemerintah. Sehingga perlu didudukkan

1 Made Made Saihu and Abdul Aziz, “Implementasi Metode Pendidikan Pluralisme

Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam,” Belajea; Jurnal Pendidikan Islam 5, no. 1

(May 22, 2020): 131, accessed February 10, 2021,

http://journal.iaincurup.ac.id/index.php/belajea/article/view/1037. 2Nur Farhana, “Religious Tolerance: Problems and Challenges”, International

Journal of Islamic Thought, Vol. 3 No. 1 Juni 2013. http://www.ukm.my.

33

posisi dari Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran yang diajarkan di satuan

pendidikan dengan peserta didik sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang

diketahui bukan saja plural di sisi budaya, namun juga dari sisi agama.

Pembahasan tentang pendidikan agama Islam yang bermuatan pluralis pada

masyarakat pluralistik sangat baik dan efektif bila diterapkan pada lembaga

pendidikan,3 hal ini dikarenakan lembaga pendidikan menjadi tempat

berlangsungnya penyampaian nilai-nilai kebaikan dan penerapan kebaikan itu yang

dilakukan oleh pendidik dan peserta didik di lingkungan sekolah.4 Hubungan antara

pendidikan agama Islam dengan masyarakat yang pluralistik diuraikan didudukan

konsepnya pada bab II ini. Lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah merupakan

tempat dimana peserta didik dibimbing, diajar, dan dibina dengan hal-hal yang baik

agar pembinaan ini menjadi bekalnya kemudian hari.5

Pendidikan dan manusia menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

walau dapat dikategorikan untuk menunjukkan pemisahan keduanya. Namun dalam

prakteknya manusia sepanjang hidupnya melaksanakan pendidikan.6 Kita

mendengar sebuah ungkapan “Tuntutlah ilmu yang proses pendidikannya

berlangsung dari masa kecil sampai ke masa tua”. Perkembangan peradaban

manusia yang terjadi saat ini tidak lepas dari sebuah proses pendidikan yang

tersistem, menjadikan pendidikan dilakukan terkontrol dan juga tertata dalam bentuk

pendidikan informal dan non formal kemudian praktek pelaksanaan pendidikan

bentuk sistemnya menjadi pendidikan yang formal di lembaga pendidikan sekolah.

Abuddin Nata mengatakan bahwa menjadi manusia yang baik dan berakhlak

mulia adalah tujuan dari proses pendidikan Islam.7 Manusia yang berakhlak mulia

itu berarti menjalankan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi dan mampu

mengelola bumi sebagai manifestasi beribadah kepada Allah swt.

Agar terdudukkan posisi dari pendidikan agama Islam sebagai sebuah mata

pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan dan masyarakat pluralistik di

Yapis Papua maka akan diurakan sebagai berikut.

A. Kebijakan Pembelajaran Mata Pelajaran PAI

Secara praktek pendidikan agama, sebenarnya pelaksanaan pendidikan yang

terlembaga terlaksana jauh sebelum Indonesia merdeka, dikarenakan politik

pendidikan kolonial Belanda sehingga pendidikan agama tidak diajarkan di lembaga

pendidikan yang dikelola oleh pemerintah. Pemerintahan kolonial berpandangan

3 Saihu and Aziz, “Implementasi Metode Pendidikan Pluralisme Dalam Mata

Pelajaran Pendidikan Agama Islam.” 4Mursalin, “Pendidikan Berbasis Karakter”, The Globe Journal, Vol. 3 No.1 Februari

2013. http://www.theglobejournal.com. Lihat Juga Azyumardi Azra, Dari Harvard Hingga

Makkah, 2005, h. 5Mursalin, “Pendidikan Berbasis Karakter”, The Globe Journal, Vol. 3 No.1 Februari

2013. http://www.theglobejournal.com. Lihat Juga Azyumardi Azra, Dari Harvard Hingga

Makkah, 2005, h. 6Mundzier Suparta, Pendidikan Kedewasaan Beragama (Cet.1; Jakarta: Gifani

Alfatama Sejahtera, 2009), h. 74. 7Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), h. 53.

34

bahwa pendidikan agama bukan menjadi tanggung jawab dari pemerintah kolonial

Belanda, tanggung jawab tersebut ada pada orang tua dan keluarga.8

Adanya keinginan untuk memasukkan mata pelajaran pendidikan agama di

sekolah yang diusulkan oleh wakil rakyat pribumi pada masa sebelum Indonesia

merdeka. Usulan ini ditolak sehingga pelaksanaan pendidikan agama yang ada pada

masa tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan pribumi.9

Pada masa pendudukan Jepang di tahun 1943, mata pelajaran pendidikan

agama diberikan pada lembaga pendidikan yang dikelola oleh pemerintah (umum)

namun dengan guru pendidikan agama yang mengajar, tidak digaji oleh pemerintah.

Pemerintah kolonial Jepang sebenarnya enggan menerima usulan dari rakyat

pribumi agar pendidikan agama dimasukkan di lembaga pendidikan umum walau

demikian usulan tersebut tetap dapat diakomodir Jepang, demi meraih simpati rakyat

pribumi. Sekalipun usulan dari rakyat pribumi agar dapat memasukkan pelajaran

agama di sekolah umum, pemerintah Jepang membuat aturan dengan tidak

memberikan gaji buat guru pendidikan agama. Upaya menjadikan agama sebagai

salah satu mata pelajaran di sekolah umum telah dilakukan sejak masa pemerintah

Hindia Belanda. Dalam sidang-sidang Volksraad, usulan tersebut telah diutarakan

dan disampaikan, namun tidak pernah membuahkan hasil.10

Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan

kebijakan tentang pelajaran agama seperti tertuang dalam Bab I, pasal 179 (2) yang

menyatakan: “Pengajaran umum (openbaar onderwijs) adalah netral, artinya bahwa

pengajaran itu diberikan dengan menghormati keyakinan agama masing-masing.

Pengajaran agama hanya boleh berlaku di luar jam sekolah.11

Walaupun tidak ada

8Departemen Agama RI, Pendidikan Islam dan Pendidikan Naisonal, (Jakarta:

Direktorat Jenderal Keagamaan Islam, 2005), h. 36-39. 9Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 90.

10Akh. Minhaji dan M. Atho Mudzhar, “Prof. K.H. Fathurrahman Kafrawi:

Pengajaran Agama di Sekolah Umum”. Dalam Azyumardi Azra dan Saiful Umam, Menteri-

menteri Agama RI Biografi Sosial-Politik, (Jakarta: Diterbitkan atas Kerja Sama Indonesia-

Netherlands Cooperation Studies (INIS) Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat, (PPIM),

Badan Litbang Agama Departemen Agama RI, 1998), h. 48. 11

Sebagaimana dikutip Akh. Minhaji dan M. Atho Mudzhar, bahwa kebijakan

pemerintah kolonial itu merupakan bukti jelas tentang pola pikir sekuler, yakni memisahkan

agama dengan yang disebut non agama. Hal ini merupakan kebijaksanaan yang didasarkan

atas nasehat Snouck Hurgronye. Usul-usul kebijaksanaan Islam yang ditawarkan Snouck

Hurgronye lahir secara logis dari analisisnya tentang Islam di Indonesia. Secara umum

bisalah dikatakan rekomendasi tersebut melihat adanya pembagian Islam ke dalam dua

bagian, yang satu Islam religius dan yang lain Islam politik. Terhadap yang pertama, Snouck

menawarkan satu sikap toleransi yang dijabarkan dalam sikap netral terhadap kehidupan

keagamaan. Namun pemerintah harus menghormati kehidupan beragama warganya yang

Islam, seharusnya dia tidak membayangkan secara platonik semua trend atau gejala yang

mengandung, atau kelihatannya mengandung sifat-sifat politik. Karena itu setiap tanda-tanda

hasutan harus dibereskan dengan kekerasan, dan setiap campur tangan di dalam masalah

kekerasan, dan setiap campur tangan di dalam masalah yang berhubungan dengan Islam dari

luar negeri harus dipangkas di pangkalnya. Lihat Akh Minhaji dan M. Atho Mudzhar, “Prof

K.H. Fahurrahman Kafrawi: Pengajaran Agama di Sekolah Umum. H. 48. Azyumardi Azra,

35

pelajaran agama di sekolah umum yang dikelola oleh pemerintah Belanda namun

pelajaran ini masih berjalan dengan baik di sekolah-sekolah swasta. Hal ini misalnya

pada sekolah-sekolah HIS met de Quran, Mulo met de Quran, dan juga sekolah

Kristen (Bijzondere scholen). Demikian pula Stattsblad No. 68 Tahun 1924

menentukan “het godsdient-onderwijs in viet verplicht voor de leerling wier ouder

daarentegen gemoedsbezwaren hebben” yakni tidak mewajibkan murid-murid

untuk mengikuti pelajaran agama jika orangtua menyatakan keberatan.

Upaya lebih gencar untuk memasukkan pelajaran pendidikan agama pada

sekolah umum terjadi setelah kemerdekaan RI. Ki Hajar Dewantara selaku menteri

pendidikan, pengajaran dan kebudayaan (PPK) dalam kabinet pertama RI,

mengusulkan agar pelajaran agama diberikan di sekolah-sekolah negeri. Selanjutnya

berdasarkan keputusan BP-KNIP No. 15 Tahun 1945 tertanggal 22 Desember 1945,

antara lain ditegaskan bahwa dalam rangka memajukan pendidikan dan pengajaran

yang ada, maka pendidikan yang telah berjalan pada langgar-langgar, madrasah-

madrasah hendaknya mendapat perhatian dan juga bantuan pemerintah. Kemudian

pada rapat tanggal 27 Desember 1945 BP-KNIP mengusulkan kepada pemerintah,

melalui Menteri PPK, tentang perlunya pembaruan dalam bidang pendidikan dan

pengajaran, usulan tersebut antara lain meliputi dua hal yaitu:

Pertama, pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur,

seksama, dan mendapat perhatian yang semestinya dengan tidak mengurangi

kemerdekaan golongan-golongan yang berkehendak mengikuti kepercayaan yang

dipeluknya. Kedua, madrasah-madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah

satu alat dan sumber pendidikan dan pengajaran rakyat jelata yang sudah berakar

urat dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaknya mendapat perhatian

dan bantuan nyata, berupa tuntunan bantuan fisik bangunan dari pemerintah.

Usulan-usulan BP-KNIP tersebut mendapat respon positif dari menteri

pendidikan atau menteri PPK. Dengan SK Menteri PPK No. 104/Bhg. Tanggal 1

Maret 1946, dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran yang dipimpin Ki Hajar

Dewantara dan beranggotakan 51 orang.12

Panitia tersebut bertugas merencanakan

susunan baru tiap-tiap macam-macam sekolah; menetapkan bahan-bahan pengajaran

yang sifatnya praktis dan tidak terlalu berat; dan menyiapkan rencana pembelajaran

untuk tiap-tiap sekolah dan tiap-tiap kelas, termasuk fakultas. Pembahasan yang

dibahas oleh panitia adalah masalah tentang pendidikan, pendidikan agama,

kewajiban belajar, bahasa, dan budi pekerti. Dalam bidang pengajaran agama,

panitia tersebut melahirkan keputusan-keputusan sebagai berikut: 1) hendaknya

agama menjadi salah satu pelajaran yang diberikan di sekolah rakyat (SR); 2) guru

disediakan oleh pihak kementrian dan dibayar oleh pemerintah; 3) guru agama harus

mempunyai pengetahuan umum dan untuk maksud itu harus didirikan sekolah

Islam in the Indonesian World, An Account of Institutional Formation, (Bandung: Mizan,

1996), h. 3. 12

Pada awal kemerdekaan, usulan tersebut diangkat lagi dan disetujui, khususnya pada

saat Fathurrahman Kafrawi menjabat sebagai Menteri Agama RI. Lihat Akh. Minhaji dan M.

Atho Mudzhar, Prof. K.H. Fathurrahman Kafrawi, h. 48.

36

pendidikan untuk guru agama yaitu PGA; 4) madrasah dan pesantrren ditingkatkan

mutunya.13

Usaha menjadikan pelajaran agama sebagai bagian dari kurikulum umum

telah melalui usaha dan proses yang cukup panjang, bahkan mengalami berbagai

kesulitan. Ki Hajar Dewantara mengakui hal ini, diapun mengatakan bahwa agama

di dalam pengajaran di sekolah adalah permasalahan dari dulu dan lama dan terus

menerus menjadi persoalan yang sulit. Hal ini disebabkan: 1) tentang sifat pokoknya

(pemeliharaan rasa ketuhanan) sebetulnya tidak ada anti tesis yang berarti. Sebagian

masyarakat memang masyarakat yang religius; 2) kesulitan nampak timbul sejak

keinginan agar sifat keagamaan tadi diberi bentuk dengan “pengajaran agama”,

diwujudkan dengan syariat agama yang pasti dan tertentu; 3) tiap-tiap golongan

agama sudah selayaknya memajukan tuntutan masing-masing, menurut organisasi

keagamaannya; 4) pemerintah memang berencana semua aliran agama (Islam,

Kristen, Katholik, Hindu, Budha) dapat diberi kesempatan untuk memelihara

agamanya masing-masing di dalam sekolah, akan tetapi cara pelaksanaannya belum

memuaskan semua golongan, atau pihak dari Islam memajukan syarat yang akan

berat bagi pemerintah; 5) disamping itu pula, ada golongan yang tidak setuju

pelajaran agama tadi dimasukkan dalam daftar pelajaran dan bahkan ada yang

menginginkan pelajaran agama ditempatkan di luar jam sekolah saja. Timbul pula

tuntutan jumlah jam pelajaran agama yang diperbanyak, juga isi pelajaran misalnya

ditambah dengan bahasa yang dianggap perlu bagi pelajaran agama itu.14

Sebuah proses usaha memasukkan pendidikan agama sebagai sebuah mata

pelajaran yang diajarkan pada sekolah umum lebih lanjut terlihat pada proses

lahirnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan

pengajaran. Usulan undang-undang tersebut diterima oleh DPR pada tanggal 27

Januari 1954 dan disahkan oleh pemerintah pada tanggal 12 Maret 1954 dan

diundang-undangkan pada tanggal 18 Maret 1954. Lembaran Negara nomor 38

tahun 1954, pada bab XII, pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Negara tersebut

dinyatakan, bahwa dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama; orang

tua murid sebagai penentu di dalam menetapkan apakah anaknya akan mengikuti

pelajaran tersebut; dan ayat (2) dinyatakan bahwa cara menyelenggarakan

pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri diatur dalam peraturan yang ditetapkan

oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bersama-sama dengan

Menteri Agama.15

Berikutnya pada pasal 20 diberikan penjelasan sebagai berikut. (a)

apakah suatu jenis sekolah memberikan pelajaran agama adalah tergantung pada

umur dan kecerdasan murid-muridnya; (b) murid-murid yang sudah dewasa boleh

menetapkan ikut atau tidaknya dalam pelajaran agama; (c) sifat pengajaran agama

13

Akh. Minhaji dan M. Atho Mudzhar, Prof. K.H. Fathurrahman Kafrawi, h. 48. 14

Karya Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Jogjakarta: Majelis Luhur

Persatuan Taman Siswa, 1962), h. 188-189. 15

Lihat Naskah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan

Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang

Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia.

37

dan jumlah jam pelajaran ditetapkan dalam undang-undang tentang jenis sekolah;

dan (d) pelajaran agama tidak memengaruhi kenaikan kelas anak.16

Undang-undang tersebut juga menyatakan bahwa pendidikan agama ini

meliputi agama Islam, Kristen Protestan dan Kristen Katholik. Pengangkatan guru

agama Masehi atas usul Gereja yang bersangkutan. Guru agama Islam diusulkan

kantor agama sesudah membicarakan dengan perserikatan-perserikatan agama yang

melakukan kegiatan agama di wilayah yang bersangkutan.

Tahun 1946 setelah Indonesia merdeka pelajaran pendidikan agama mulai

diajarkan di lembaga pendidikan umum hanya dari kelas 4 s.d. kelas 6 dan juga di

SMP dan SMA, kemudian tahun 1960 pendidikan agama telah menjadi mata

pelajaran yang diajarkan pada setiap sekolah swasta maupun negeri dari tingkat

pendidikan dasar kelas satu SD sampai tingkat pendidikan tinggi.17

Namun

pendidikan agama belum menjadi pelajaran wajib, peserta didik dan orang tua

diberikan pilihan apakah bersedia mengikuti pelajaran pendidikan agama atau tidak,

kesediaan mengikuti pelajaran pendidikan agama pada masa tersebut sepenuhnya

ada pada siswa dan orang tua siswa. Ini tertuang dalam undang-undang tersebut

pada pasal 20 undang-undang nomor 20 tahun 1950 pada poin (ab) orang tua

menentukan, apakah anaknya akan mengikuti pelajaran agama atau tidak. (untuk

pelaksanaannya oleh Inspeksi Pengajaran dikeluarkan formulir tertentu). Untuk

penilaian pendidikan agama tidak diberi nilai angka, tetapi dinyatakan baik, sedang

dan kurang.18

Pelajaran agama di lembaga pendidikan setelah Indonesia merdeka bila dilihat

dari implementasinya dapat terbagi pada tiga tahap. Tahap awal yaitu sejak

Indonesia merdeka 1945 sampai tahun 1966, tahap awal ini disebut peletak dasar

pendidikan agama di sekolah setelah Indonesia merdeka, tahap ini dapat dikatakan

usaha mengakomodir pendidikan agama dengan mencari-cari bentuk dan model dari

pendidikan agama di lembaga pendidikan. Tahap kedua adalah tahap pengajaran

pendidikan agama diajarkan dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi,

tahap ini berlaku setelah pelaksanaan sidang umum MPRS/1966, dalam item

disebutkan pada pasal 1 dan pasal 4 ketetapan MPRS no. XXVII/MPRS/1966. Pasal

1 ketetapan MRPS nomor 27, menyebutkan bahwa pendidikan agama menjadi

pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan dari tingkat dasar s.d. perguruan

tinggi. Pasal 4 menyebutkan, isi dari pendidikan memperkuat pendidikan agama,

poin (a) mengangkat moral, budi pekerti, mental, dan memperkuat keyakinan

beragama. Tahap ketiga, yaitu dimana pelajaran pendidikan agama menjadi mata

pelajaran yang wajib diajarkan pada setiap, jenis, jenjang dan jalur pendidikan sejak

diundang-undangkan sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989.19

16

Soegarda Poebawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, (Jakarta:

Gunung Agung, 1970), h. 143. 17

Ki Hajar Dewantara sebagai menteri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan

menyatakan bahwa pendidikan agama perlu dijalankan di sekolah-sekolah negeri. Lihat

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, …h. 91. Lihat juga Mahmud Yunus, Sejarah

Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1993), h. 360-362. 18

Lihat Soegarda Poerbakawatja, Pendidikan di Alam Indonesia Merdeka, h. 144-145. 19

Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di

Indonesia, (Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2007), h. 150-151.

38

Kedudukan pembelajaran pendidikan agama di lembaga pendidikan formal

semakin kuat dengan diterbitkannya undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang

sistem pendidikan nasional yang memuat bahwa isi kurikulum setiap jenjang, jenis

dan jalur pendidikan wajib memuat pendidikan kewarganegaraan, pendidikan

pancasila dan pendidikan agama. Termuat pada pasal 39 ayat 1 di dalam undang-

undang tersebut menyatakan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib

yang diajarkan di lembaga pendidikan formal sesuai dengan jenjang, jenis dan jalur.

Bahkan bukan saja lembaga pendidikan formal, namun juga kursus-kursus sebagai

lembaga non formal juga mendapatkan pendidikan agama.

Secara lebih spesifik pembelajaran pendidikan agama di lembaga pendidikan

diberikan pada siswa sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa sebagaimana

tertuang pada undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional.20

Pada pasal 12 ayat 1 butir 1 menyebutkan bahwa setiap peserta didik

pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan

agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama dengannya, juga

berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan

kemampuannya. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 menguatkan dan

memperjelas bahwa lembaga pendidikan harus menyediakan pendidikan agama

yang sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik, dan diajar oleh guru yang

seagama dengan peserta didik. Minimal ada 10 murid yang beragama tertentu maka

sekolah menyediakan guru. Kebijakan dalam peraturan telah memungkinkan satu

anak saja yang beda agama maka diberikan haknya untuk mendapatkan pelajaran

pendidikan agama.

Turunan dari UU nomor 20 tahun 2003 yaitu pasal 7 peraturan pemerintah

No. 55 tahun 2007 menyebutkan satuan pendidikan yang menyelenggarakan

pendidikan agama, bila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah yaitu

pembelajaran pendidikan agama yang tidak sesuai dengan ajaran agama peserta

didik, tidak diajar dengan guru yang seagama dengan agama yang dianut oleh

peserta didik maka akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan sampai

dengan penutupan sekolah, dengan sebelumnya dilakukan

pembimbingan/pembinaan terlebih dahulu oleh pemerintah daerah/pemerintah

pusat.21

Standar kurikulum pada PP No. 55 tahun 2007 ditetapkan oleh pemerintah

melalui standar nasional pendidikan. Dimana standar itu dapat membangkitkan

semangat peserta didik untuk menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan

sehari-hari dan menjadikan ajaran agamanya sebagai landasan moral dan etika

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya masyarakat dan keluarga.

Pendidikan agama dapat menumbuhkan sikap kritis, dinamis, dan inovatif sehingga

dapat mendorong peserta didik memiliki kompetensi dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni, atau olahraga. Pendidikan agama menciptakan keharmonisan,

rasa hormat dan kerukunan di antara pemeluk agama, bersikap jujur, disiplin,

20

Undang undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, (Bandung:

Fokus Media, 2006), h. 2. 21

Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan. h. 6.

39

amanah, mandiri, bekerja keras, kompetitif, kooperatif, tulus dan bertanggung

jawab. Turunan UU 20 tahun 2003 yang terdapat pada PP No. 55 tahun 2007

menjelaskan bahwa fungsi pendidikan agama yang tertera pada pasal 2 ayat 1 ialah

membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang

Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian di Indonesia dan

keamanan dalam membangun hubungan inter dan antar umat beragama. Pada pasal

2 ayat 3 menyebutkan bahwa setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib

menyelenggarakan pendidikan agama.22

Turunan dari Peraturan Pemerintah terdapat pada Peraturan Menteri Agama

nomor 16 tahun 2010 menyebutkan bahwa tujuan dari pengelolaan pendidikan

agama adalah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan agama yang bermutu di

sekolah dan setiap sekolah wajib menyelenggarakan pendidikan agama serta

memberikan pembelajaran pendidikan agama yang sesuai dengan agama yang

dianut oleh siswa. Pada pasal 4 ayat 1 PMA 16/2010 menyebutkan bahwa jumlah

peserta didik yang seagama dalam satu kelas paling sedikit 15 siswa maka sekolah

wajib memberikan pendidikan agama, bila kurang dari jumlah tersebut maka pada

ayat ke 2, 3, dan 4 menyebutkan pelaksanaan pendidikan agama dilaksanakan

dengan menggabungkan beberapa kelas menjadi satu kelas, atau mencari waktu lain

dengan tidak mengganggu mata pelajaran lain, dan atau bekerjasama dengan sekolah

lain atau lembaga lain yang ada di wilayah tersebut.23

Nilai dari pendidikan agama sangat dominan menjiwai kehidupan masyarakat

secara pribadi, kelompok, bangsa dan negara, maka tidak mengherankan pendidikan

agama mendapatkan perhatian dari pemerintah yang diwujudkan dengan pemberian

pendidikan agama pada setiap jenjang, jalur dan jenis pendidikan yang diatur oleh

Negara.24

Kebijakan pendidikan agama yang diuraikan di atas nampak begitu jelas

posisi dari pendidikan agama yang diperlukan dalam mencapai tujuan pembelajaran

pendidikan agama yaitu menjadikan peserta didik yang beriman, bertakwa serta

berakhlak mulia.

Namun bila dilihat pada perbandingan di tempat lain maka dapat dijumpai

adanya beberapa beberapa tempat di Indonesia ini yang belum juga menerapkan

sebagaimana yang telah tertulis sebagai panduan pelaksanaan pendidikan di

Indonesia. Misalnya saja yang dikatakan oleh Aji Sofanuddin, dalam penelitian yang

dilakukan olehnya di Semarang. Ia menyebutkan bahwa ada tiga bentuk dari

pelayanan pendidikan agama di kota tersebut. Yaitu 1). Pemberian pelajaran

pendidikan agama hanya satu pendidikan agama saja. Bila peserta didik beragama

tertentu dan menjadi mayoritas maka pembelajaran pendidikan agama yang dianut

oleh mayoritas dan atau terdapat ciri khas agama tertentu dari pengelola yayasan

yang juga sebagai pengelola lembaga pendidikan. 2). Layanan seluruhnya

22

Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan. h. 3. 23

Peraturan Menteri Agama No. 16 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan

Agama pada Sekolah. h. 5. 24

Peraturan Menteri Agama No. 16 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan

Agama pada Sekolah. Pasal 1 ayat 1, h. 3.

40

pemberian pendidikan agama atau yang disebut dengan full pendidikan agama.

Pelayanan pembelajaran ini melayani dan menyalurkan hak-hak yang dipunyai oleh

peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan agama bahkan dari golongan

minoritas. 3). Layanan hanya sebagian pendidikan agama. Pada layanan ini sekolah

dan lembaga pendidikan hanya memberikan pendidikan agama kepada agama

mayoritas peserta didik, atau layanan agama sesuai dengan platform dari lembaga

pendidikan, sedangkan lainnya atau bahwa tergolong siswa yang minoritas, tidak

diberikan jam pelajaran agama namun sekolah dapat bekerja sama dengan sekolah

lain atau lembaga keagamaan di luar jam sekolah untuk mengakomodir hak peserta

didik terhadap pendidikan agama.25

Pendidikan Agama Islam plural dapat berjalan dengan baik, peserta didik

terlibat dalam pembelajaran agama Islam di kelas, meskipun siswa tidak diwajibkan

untuk mengikuti pendidikan agama Islam, namun siswa non muslim tetap berada di

dalam kelas dan sering terlibat dalam mengikuti pembelajaran pendidikan Agama

Islam tersebut. Persepsi siswa non muslim terhadap pendidikan agama Islam pada

garis besarnya menunjukkan persepsi yang baik.26

Bila dilihat dari pelaksanaan pendidikan agama yang terjadi di negara lain

maka dapat dijumpai pula pada negara lain yang mewajibkan pendidikan agama

pada peserta didik yang plural agama, namun terjadi dengan keadaan yang beragam.

Pada negara Norwegia, pelajaran pendidikan agama di Norwegia cenderung

homogen, dapat dilihat dari masyarakat dan etnisnya yang homogen yaitu etnis

Norwegia yang berasal dari keturunan Jerman Utara. Pendidikan agama yang

diajarkan adalah pendidikan agama Kristen aliran Lutheran. Pada tahun 1997,

pembelajaran agama yang diajarkan di lembaga pendidikan diubah yaitu dari

pendidikan agama Kristen aliran Lutheran menjadi pendidikan agama yang tanpa

aliran keagamaan, hal ini ditandai dengan memasukkan ajaran agama-agama dan

aliran-aliran dunia yang lain khususnya Budha, Hindu, Islam, Yahudi, dan

Humanisme Sekuler.

Isi materi ajar pendidikan agama termuat pada tiga hal, pertama dari unsur-

unsur pelajaran Agama Kristen, yang kedua pendidikan moral, dan yang ketiga

pengetahuan agama lain harus diikuti oleh semua peserta didik dari tingkat dasar

sampai perguruan tinggi. Perubahan kebijakan pembelajaran pendidikan agama ini,

pada satu sisi demi kepentingan politik dan pada sisi lain demi membentuk keutuhan

masyarakat dan solidaritas nasional.27

25

Aji Sofanudin, “Kebijakan Kementrian Agama dalam Pelayanan Pendidikan Agama

Kelompok minoritas” Penamas: Jurnal Penelitian Agama dan Masyarakat, Vol. 32 No. 1

Januari-Juni 2019, h. 503-518. 26

Hidayat, “Persepsi Siswa Non Muslim Terhadap Pendidikan Agama Islam di

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Tunas Bangsa

Palembang” Journal of Islamic Education Management E-ISSN: 2549-6474, Desember

2019, Vol. 5 No. 2, hal 11-24. 27

Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”, Harmoni

Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding Konferensi Regional,

International Association for The History of Religions, Yogyakarta dan Semarang, Indonesia

27 September – 03 Oktober 2004. h. 252.

41

Upaya memasukkan unsur agama lain di dalam pelajaran pendidikan agama di

Norwegia mendapat dukungan karena dengan memasukkan unsur agama lain, para

siswa dapat mengetahui ajaran dan nilai dari agama lain dan bukan saja agama

Kristen. Terlepas dari kontroversi pemberian pendidikan agama wajib pada semua

jenjang di Norwegia, terdapat sisi positifnya, yaitu 1) Para guru secara umum

terlihat mampu menyesuaikan suasana di dalam kelas baik dari sisi materi dan

metode yang digunakan. 2) para murid menyukai pendidikan agama ini, hal ini dapat

dijelaskan fakta bahwa anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang alami mengenai

macam-macam agama, dan pendekatan multi agama di dalam pembelajaran dan

diskusi serta dialog.28

Pemberian pendidikan agama pada siswa yang beda agama

menjadikan informasi keagamaan menjadi beragam, tidak hanya agama Kristen

aliran Lutheran yang didapatkan namun juga nilai dan aktivitas dari agama lainpun

dapat diketahui.

Apa yang dilakukan oleh pemerintah Norwegia ini bukan berarti tanpa

penolakan. Penolakan tersebut disuarakan oleh kelompok humanis sekuler Norwegia

dan orang tua murid. Pendidikan agama yang memuat unsur-unsur ajaran agama lain

dan mewajibkannya adalah merupakan upaya terselubung tersembunyi dalam

indoktrinasi Kristen, relativitas agama dan menafikan klaim agama Kristen sebagai

sumber kebenaran.29

KRL atau Kristendoms-Religions-og Livssynkunnskap yang disebut sebagai

kurikulum pendidikan agama di Norwegia menjadi faktor penentu masa depan

pluralitas keagamaan. Einer Thomassen mengatakan bahwa hal ini menjadi masa

depan pluralitas keagamaan di Norwegia yakni: Pertama, para guru secara umum

terlibat mampu menyesuaikan suasana di ruang kelas, mayoritas besar guru-guru

sadar kebutuhan dan perasaan pribadi murid dan telah mampu menunjukkan pada

mereka penghormatan yang setara. Bukti terkuatnya adalah sangat sedikit keberatan

terhadap tata cara KRL secara kongkrit diajarkan, bahkan termasuk wilayah asal

para murid berasal dari agama minoritas di daerah-daerah tertentu di Oslo. Hal ini

menunjukkan bahwa ada persoalan yang tampaknya secara teori tak terpecahkan,

dalam praktiknya diselesaikan dengan sempurna; para guru mampu memberikan

pengetahuan yang memadai tentang berbagai agama yang mereka ajarkan dan

memperlakukan setiap murid dengan respek. Kedua, para murid menyukai KRL, hal

ini secara khusus dapat dijelaskan oleh fakta bahwa anak-anak memiliki rasa ingin

tahu mengenai ragam agama dan pendekatan agama. Hal ini dikhususkan bila guru

mampu mendorong murid-murid aktif dalam diskusi dan dialog. Keterbukaan dalam

KRL untuk berdiskusi tentang agama, etika dan persoalan filosofis di ruang kelas

inilah yang tentunya menjadi faktor utama yang telah menyumbang kesuksesan mata

pelajaran ini.30

Apa yang terjadi di negara Norwegia pun dapat dilihat pada negara Inggris

dimana pendidikan agama di negara ini terpadu. Keterpaduan itu terdapat pada

28

Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”,… h. 258. 29

Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”,… h. 253. 30

Einar Thomassen, “Pendidikan Agama dalam Masyarakat Plural: Pengalaman

Norwegia”, dalam Alef Theria Wasim (ed) Harmoni Kehidupan Beragama: Problem,

Praktik dan Pendidikan”, (Yogyakarta: Oasis Plublisher, 2006), h. 257-258.

42

pendidikan agama yang memuat pendidikan agama, pendidikan moral dan

pengetahuan agama secara umum. Semua anak di kelas, baik yang ateis maupun

yang beragama harus mengikuti pelajaran Pendidikan Agama untuk mempelajari

berbagai tradisi keagamaan. Ada dua faktor yang membawa perubahan karakter

mata pelajaran. Faktor pertama, adanya jurusan ilmu agama-agama. Faktor kedua

adalah pengarahan kepada perubahan karakter peserta didik.31

Guru pendidikan

agama di Inggris mungkin menganut agama tertentu atau sama sekali tidak

beragama, memiliki kualifikasi akademik atau didaktik relevan bagi pengangkatan

pengajar. Guru SMP umumnya memiliki ijazah diploma 1 dalam ilmu agama,

teologi atau mata pelajaran terkait, kemudian mengikuti pelatihan mengajar dimana

mereka belajar cara mengajarkan beberapa agama dalam pendidikan agama. sifat

dasar sekuler profesi guru pendidikan agama dapat dianggap sebagai landasan

keberadaan pendidikan agama terpadu di sekolah-sekolah negeri dalam lingkup

demokrasi multikultural.32

Sedangkan kebijakan pendidikan agama di Eropa lainnya yaitu Swedia

berbeda dengan Inggris. Hanya ada satu jenis kurikulum yang diakui untuk seluruh

wilayah, sementara reformasi dalam pendidikan agama biasanya hanya bagian

reformasi kurikulum umum. Dalam konteks kurikulum tahun 1962, pelajaran

kristendom menjadi kristendomskunskap (yakni dari pendidikan agama Kristen

menjadi ilmu tentang Kristen). Objektivitas, toleransi, pernafasan, dan netralitas

menjadi kriteria mata pelajaran tersebut, di mana untuk kali pertama Kristen maupun

tradisi dan materi agama lainnya diajarkan di pelajaran pendidikan agama.33

Tujuan

dari pengajaran pendidikan agama terpadu adalah pengembangan pandangan hidup

manusia melalui studi tradisi agama-agama dan non agama yang berbeda-beda untuk

kemudian penuh tanggung jawab sebagai anggota masyarakat demokrasi.

Sepertinya konsep pendidikan agama di Swedia, Inggris maupun Norwegia

adalah harus dikaitkan dengan hidup dan interpretasi dari hidup: persoalan hidup,

pandangan hidup. Apapun pendapat seseorang tentang pendidikan terpadu ini, yang

pasti salah satu manfaat dari pengajaran pendidikan agama terpadu adalah

kesempatan mengenal berbagai agama, dan membentuk sebuah perspektif yang

tidak memihak pada salah satu agama. Ingvill Thorson Plesner dalam Promoting

Tolerance Through Religious Education, bahwa pendidikan beda agama dapat

memberikan kesempatan kepada peserta didik mempelajari keyakinan agama lain

dan terlibat diskusi tentang perbedaan, hal ini merupakan kendaraan untuk saling

mengetahui.34

Dari kebijakan pendidikan agama yang ada di Indonesia dan beberapa daerah

yang ada di negara ini. Begitu pun dengan melihat kebijakan pendidikan agama

yang telah dilaksanakan oleh beberapa negara di wilayah Eropa maka kebijakan

pendidikan agama yang ada di Indonesia secara umum memberikan hak bagi peserta

31

Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, Harmoni

Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding Konferensi Regional,

International Association for The History of Religions, Yogyakarta dan Semarang, Indonesia

27 September – 03 Oktober 2004. h. 263. 32

Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, …. h. 264. 33

Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, …. h. 266. 34

Ingvill Thorson Plesner dalam Promoting Tolerance Through Religious Education

43

didik untuk mendapat layanan pendidikan agama sesuai dengan ajaran agama yang

dianut oleh peserta didik tersebut. Dalam prakteknya semua mengikuti kebijakan

pemerintah di dalam mengatur pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama di

sekolah umum. Walau ada juga beberapa sekolah di Indonesia yang tetap

mewajibkan peserta didik yang berbeda agama untuk masuk dalam pendidikan

agama lain.

Namun bila ditelusuri lebih dalam, kewajiban mengikuti pelajaran pendidikan

agama sebagaimana yang ditulis oleh Sofanuddin cenderung mengajarkan ajaran

agama mayoritas tanpa menyadur ajaran agama yang lain yang juga mengikuti

pembelajaran pendidikan agama di lembaga pendidikan. Sedangkan pembelajaran

pendidikan agama yang di negara lain seperti di Norwegia, Inggris dan Swedia yang

tetap mewajibkan peserta didik yang berbeda agama untuk mengikuti pendidikan

agama walau berbeda agama, namun tetap memuat unsur-unsur agama lain.

Sehingga sekalipun berbeda keyakinan dengan guru yang mengajar agama dapat

diterima oleh peserta didik yang plural.

Pendidikan agama di Indonesia adalah mata pelajaran sesuai dengan amanat

konstitusi pancasila dan undang-undang dasar 1945. Pentingnya pendidikan agama

yang diajarkan demi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa. Di samping itu pendidikan agama Islam bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.35

Lalu dimana posisi dari pendidikan agama yang ada di Indonesia khususnya

Pendidikan Agama Islam. Penentuan Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah mata

pelajaran yang diajarkan pada peserta didik mengingat ada 3 lembaga pendidikan

Islam yang diakui sebagai lembaga pendidikan formal di Indonesia yang

mengajarkan pendidikan agama Islam. Maka berikut ini akan ditampilkan posisi dari

pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran pada 3 lembaga pendidikan Islam

tersebut.

1. Posisi PAI Sebagai Mata Pelajaran di Madrasah

Pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah umum bercirikan agama

Islam yang ada di madrasah memiliki beban lebih banyak dibanding dengan

kurikulum yang ada pada sekolah umum. Hal ini terjadi karena madrasah di samping

mengajarkan mata pelajaran umum yang telah berjalan di sekolah juga ditambah

dengan mata pelajaran agama karena sekolah berciri khas agama. Dengan ciri ini

beban yang diberikan kepada peserta didik lebih banyak dibanding dengan beban

yang diberikan pada peserta didik di sekolah umum.36

35

Syafi‟i, Politik Pendidikan Agama di Sekolah: Studi Tentang Polemik Pendidikan

Agama dalam UU. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Young

Progressive Muslim: Pamulang, 2020), h.14. 36

Haidar Putra Daulay, Sejarah dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2018), h.

186.

44

Setiap jenjang pendidikan pada madrasah baik dari MI, M.Ts., dan MA terdiri

dari:

1) Alquran Hadis

Merupakan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang mana muatan dari

pelajaran ini adalah mengenai tata cara membaca al-Qur‟an dengan baik dan benar,

begitupun dengan penulisannya. Memahami makna hadis secara teks ataupun

kontekstual yang kemudian merupakan dapat dijadikan sebagai dasar dalam

melaksanakan kehidupan sehari-hari.

2) Akidah Akhlak

Mata pelajaran ini berfokus pada pembentukan akidah peserta didik sehingga

dapat memiliki keyakinan dan keimanan yang kokoh akan keimanannya hingga

dapat mengamalkan asmaul husna. Pada poin akhlak membentuk peserta didik yang

dapat memiliki akhlak yang baik dan berusaha untuk dapat menghindari akhlak

tercela.

3) Fikih

Mata pelajaran ini membahas tentang hukum dan ketentuannya serta tata cara

beribadah dan bermuamalah dalam kehidupan.

4) Sejarah Kebudayaan Islam

Mata pelajaran ini membahas mengenai ibrah atau pelajaran yang dapat

diambil dari kisah pada zaman dahulu, mencontoh berbagai figur teladan dan

mengaitkan dengan bidang sosial, politik dan pendidikan.

2. PAI di Pesantren

Pendidikan agama Islam yang ada di pondok pesantren umumnya ada dua

yaitu: Pertama, secara struktur kurikulum PAI tidak hanya dibatasi dalam jumlah

jam pelajaran namun terbagi dalam sub bidang studi yang merupakan bagian

rumpun dari PAI. Bahkan ada yang kemudian memodifikasi PAI di pesantren dalam

bentuk muatan lokal yang bernuansa khas pesantren. Kedua, PAI di pesantren tidak

hanya terbatas pada sebuah mata pelajaran tertentu yang diajarkan pada kelas namun

telah menjadi sistem sehingga tidak dibatasi ruang dan waktu yang formal.37

Hal ini

berbeda dengan yang terjadi di Madrasah dimana PAI masih dalam bentuk mata

pelajaran yang diajarkan.

3. PAI di Sekolah Umum

Tidak terdapat penjelasan yang lebih jelas dan tegas tentang mengapa

agamawan seperti yang diwakili oleh KH. Fathurrahman Kafrawi (1901-1969 M)

dan Fakih Usman (1904-1968) berupaya maksimal secara bersungguh-sungguh

untuk memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum pendidikan umum.

Penjelasan tentang penyebab upaya memasukkan pendidikan agama pada kurikulum

sekolah, sebagaimana yang dikatakan oleh Didin Syafruddin bahwa paling tidak

sejak awal abad ke-20 ada dua masalah yang menjadi keprihatinan kalangan Islam

Indonesia menyangkut pendidikan. Pertama, ialah memudarnya nilai-nilai agama,

37

Juju Saepudin, “Islamic Religious Education in Pesantren Based School: Case Study

in SMPBP Al Muttaqin Tasikmalaya City” Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama

dan Keagamaan, Vol. 17. No. 2, 2019. H. 172-187.

45

tumbuhnya sikap anti agama atau sekuler di sebagian masyarakat Indonesia. Ini

dirasakan, terutama, sejak berdirinya sekolah-sekolah modern pada masa kolonial

Belanda. Kalangan pemimpin Islam yakin apabila keadaan tersebut terus berlanjut,

maka negara dan masyarakat Indonesia akan rapuh. Sebab itu pendidikan agama

harus menjadi materi pokok. Karena keyakinan ini, para menteri memberi perhatian

yang besar terhadap pendidikan agama. Kedua, adalah rendahnya mutu pengetahuan

agama lulusan peserta didik di lembaga pendidikan modern. Karena itu, persoalan

ini juga menjadi perhatian penting menteri agama pada masa awal Indonesia

merdeka.38

Melihat keadaan mutu lulusan sekolah-sekolah yang kurang dari sisi akhlak

dan perilaku, maka perlu lagi mengupayakan pendidikan agama masuk dalam

kurikulum sekolah umum. Upaya ini dilakukan kembali pada masa pemerintahan

orde baru. Pada saat itu, kedudukan agama di sekolah-sekolah wajib setelah

dikeluarkan TAP MPRS No XXVII tahun 1966 dan TAP-TAP MPRS sesudahnya

telah menjadi bagian penting dari GBHN. Dengan keluarnya ketentuan ini

pendidikan agama menjadi kuat, namun belum menunjukkan hasil yang maksimal,

terutama dalam pembentukan akhlak dan kepribadian anak.39

Pendidikan agama di

sekolah umum baru benar-benar masuk ke dalam sistem sekolah terjadi setelah

keluarnya Undang-Undang no 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional.

Pada bab IX, pasal 37 tentang kurikulum pasal 39 ayat (2) dan (3). Pada pasal 2

dinyatakan bahwa isi dari kurikulum setiap jenis, jenjang dan jalur pendidikan wajib

memuat: (a) pendidikan pancasila; (b) pendidikan agama; (c) pendidikan

kewarganegaraan. Selanjutnya ayat 3 menyatakan, isi kurikulum dasar memuat

sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang (a) pendidikan pancasila; (b)

pendidikan agama; (c) pendidikan kewarganegaraan; (d) bahasa Indonesia; (e)

membaca dan menulis; (f) matematika; (g) pengantar sains dan teknologi; (h) ilmu

bumi; (i) sejarah nasional dan umum; (j) kerajinan tangan dan kesenian; (k)

pendidikan jasmani dan kesehatan; (l) menggambar; (m) bahasa inggris.40

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, dimana pembelajaran

PAI juga diperkuat pada UU No. 2 tahun 1989 pada pasal 39 ayat 2 yang

menyatakan bahwa Isi dari kurikulum pada setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan

wajib memuat Pancasila, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.

Landasan tersebut kemudian diperbaharui dengan UU No. 20 tahun 2003 pada pasal

12 ayat 1. Menyebutkan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan

agama sesuai dengan agama yang dianut dan diajarkan oleh guru yang seagamanya

dengan agama yang dianut oleh peserta didik. Pada Bab X, pasal 37 UU 20/2003

ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah memuat a)

pendidikan agama; b) pendidikan kewarganegaraan, c) bahasa Indonesia, d)

38

Didin Syafruddin, “K.H. Fakih Usman Pengembangan Pendidikan Agama” dalam

Azyumardi Azra dan Saiful umam, Menteri-Menteri Agama RI Biografi Sosial-Politik,

(Jakarta: Kerjasama INIS, PPIM dan Badan Litbang Agama Departemen Agama RI, 1998),

h. 134-135. 39

Akh. Minhaji dan M. Atho Mudzhar, Prof. K.H. Fathurahman Kafrawi, Pengajaran

Agama di Sekolah Umum. H. 49. 40

Lihat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional,

(Cet. 3; Jakarta: Sinar Grafika, 1992), h. 16-17.

46

matematika, e) ilmu pengetahuan alam, f) ilmu pengetahuann sosial, g) seni dan

budaya, h) pendidikan jasmani dan olahraga; i) keterampilan atau kejuruan, dan j)

muatan lokal.41

Ketentuan tentang pendidikan agama pada sekolah umum ini selanjutnya

diperkuat dengan peraturan dari pemerintah dengan keluarnya PP RI, Nomor 55

tahun 2007, tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan serta peraturan

menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi. Disitu

dinyatakan dengan tegas bahwa salah satu komponen mata pelajaran pada SMA

adalah pendidikan agama yang mana mata pelajaran ini menempati urutan pertama

dari 16 mata pelajaran lainnya.42

Pendidikan agama yang dimaksud sebagai satuan mata pelajaran sebagaimana

yang disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang

Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, pada pasal 1 disebutkan bahwa

pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan

membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan

ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran

atau mata kuliah pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan.43

Pada pasal 2

menyebutkan bahwa pendidikan agama berfungsi membentuk manusia di Indonesia

yang memiliki iman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki

akhlak yang mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter

dan antarumat beragama. Tujuan dari pelaksanaan pendidikan agama ini untuk dapat

berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan

mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni. Pada pasal 4 dalam peraturan tersebut merinci

bahwa pelaksanaan pendidikan agama pada jalur pendidikan formal dan program

pendidikan kesetaraan diselenggarakan dalam bentuk mata pelajaran atau mata

kuliah agama.

Pada pasal 5 dari peraturan pemerintah tersebut menyebutkan bahwa

kurikulum pendidikan agama dilaksanakan sesuai dengan standar nasional

pendidikan. Pendidikan agama diajarkan sesuai dengan tahapan perkembangan

kejiwaan peserta didik. Pendidikan agama mendorong peserta didik untuk taat

menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama

sebagai landasan moral dan etika dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,

berkeluarga, berbangsa dan bernegara. Pendidikan agama mewujudkan

keharmonisan, kerukunan, dan rasa hormat di antara sesama pemeluk agama yang

dianut dan terhadap pemeluk agama lain. Satuan pendidikan dapat menambah

muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan. Muatan sebagaimana dimaksud pada

ayat 8 dapat berupa tambahan materi, jam pelajaran, dan kedalaman materi. Pada

pasal 7 menyebutkan penyelenggaraan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi

41

Lihat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

(Bandung: Fokus Media, 2010), h. 20. 42

Lihat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar

Isi, (Cet. 1; Jakarta: Asa Mandiri, 2008), h. 156. 43

PP No. 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

Pasal 1 butir 1.

47

yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut maka akan dikenakan sanksi

administrasi berupa peringatan dan bahkan sampai pada penutupan oleh pemerintah

setelah diadakan pembimbingan/pembinaan.

Ruang lingkup dari pendidikan agama sebagaimana Peraturan Menteri Agama

No 16 Tahun 2010 pasal 2 disebutkan pendidikan agama terdiri dari Pendidikan

Agama Islam, Pendidikan Agama Katholik, Pendidikan Agama Kristen, Pendidikan

Agama Hindu, Pendidikan Agama Budha, dan Pendidikan Agama Khonghucu.

Pengelolaan pendidikannya meliputi standar isi, kurikulum, proses pembelajaran,

kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, penyelenggaraan, sarana dan

prasarana, pembiayaan, penilaian, dan evaluasi.44

Pendidikan agama pada setiap tempat dan daerah memiliki pengalaman dan

pemahaman yang berbeda. Menurut Will Kymlicka yang dikutip oleh Dede Rosyada

bahwa pengalaman pendidikan agama yang berkaitan dengan pendidikan

multikultural, Indonesia belum memilikinya yang secara terencana maupun terdisain

yang dikontrol. Pengalaman di Amerika Utara dengan mendeskripsikan

multicultural citizenship, maka pemberian materi multikultural di Indonesia adalah:

1) tentang hak individu dan hak kolektif dari anggota. 2) budaya masyarakat dan

kebebasan personal, 3) tentang adanya kesamaan akan hak dan keadilan, 4) jaminan

kelompok kecil untuk dapat menyampaikan aspirasinya serta dapat memiliki wakil

di legislatif dan pemerintahan, 5) Adanya lindungan etnik mayoritas terhadap

kelompok minoritas yang memiliki wakil atau tidak memiliki wakil di lembaga

pemerintahan atau lembaga perwakilan di legislatif.45

Pendidikan agama dengan model Indonesia ini menunjukkan bahwa Indonesia

bukanlah negara Islam atau menjadi negara dengan kekhususan agama tertentu

(teokrasi46

), melainkan negara Indonesia adalah negara pancasila.47

Indonesia

memberikan kesempatan bahkan membantu warganya dalam menjalankan ajaran

agamanya. Indonesia memandang bahwa agama menduduki posisi penting di negeri

ini sebagai sumber nilai. Implikasinya pemerintah menaruh perhatian besar terhadap

pendidikan agama, baik dalam bentuk pendidikan agama di sekolah-sekolah,

maupun pengembangan pendidikan agama pada lembaga-lembaga keagamaan.

Pemberian pendidikan agama dengan pertimbangan bahwa pendidikan agama

berperan dalam kehidupan umat manusia, menjadi pemandu mewujudkan kehidupan

yang bermakna, damai dan bermartabat. Pentingnya pendidikan agama ini maka

perlu internalisasi nilai-nilai agama di dalam kehidupan sehari-hari melalui sebuah

44

Peraturan Menteri Agama No 16 Tahun 2010, Pasal 2 ayat 2. 45

Dede Rosyada, Madrasah dan Profesionalisme Guru dalam Arus Dinamika

Pendidikan Islam di Era Otonomi Daerah, (Depok: Kencana, 2017), h. 322. 46

Negara Teokrasi adalah negara didasarkan pada ajaran agama terterntu baik dalam

bentuk negara, tujuan, kekuasaan dan demokrasi negara. Lihat Kaelan, Filsafat Pancasila,

(Yogyakarta: Paradigma, 1996), h. 102. 47

Negara Indonesia adalah negara dengan ideologi Pancasila yang tidak sekuler dan

juga tidak negara agama. Sila pertama dari rumusan Pancasial dan pasal 29 UUD 1945 ayat 1

adalah kekhasan dari Pancasila tersebut yang bukan agam dan bukan sekuler. Negara

Pancasila menjamin kebebasan setiap warga negaranya dalam beragama dan wajib

memelihara budi pekerti luhur berdasarkan nilai nilai pancasila. Lihat Bachtiar Effendi,

Masyarakat, Agama dan Pluralisme Keagamaan, (Yogyakarta: Galang Press, 2002), h. 19.

48

proses pendidikan yang diberikan di lembaga pendidikan baik formal, informal dan

non formal.

Rumusan tentang pendidikan agama Islam diduga karena diwarnai oleh

berbagai literatur yang ditulis oleh ulama di dalam negeri maupun di luar Indonesia

tentang Islam. Pengertian dari pendidikan agama Islam yang diungkapkan oleh

Mahmud Syahtout di dalam buku al-Islam Aqidah wa Syari‟ah, yang disebutkan

kembali oleh Abuddin Nata dalam buku Sosiologi Pendidikan Islam mengatakan

bahwa pengertian agama Islam tanpa menyebutkan pendidikan adalah agama Allah

yang diwasiatkan melalui ajarannya yang terdapat pada pokok-pokok dan syariat-

syariatnya kepada nabi Muhammad saw. dengan kewajiban untuk

menyampaikannya kepada segenap umat manusia, serta mengajaknya kepada Islam.

Harun Nasution memberikan pengertian agama Islam dengan agama yang

diturunkan Tuhan dengan perantara rasul-rasul-Nya ialah memberi pimpinan bagi

manusia di dalam usahanya memberi nilai hidupnya sendiri. Selanjutnya Hamka

dalam karyanya Pelajaran Agama Islam, dengan singkat mengartikan (pendidikan)

agama Islam adalah agama yang diturunkan Tuhan dengan perantara rasul-rasul-

Nya, memberi pimpinan bagi manusia di dalam usahanya memberi nilai hidupnya

sendiri. Pengertian ini searah dengan yang disampaikan Nasruddin Razak yang

mengatakan bahwa: “Islam agama Allah yang diturunkan kepada rasul-Nya, sejak

Nabi Adam hingga nabi terakhir nabi Muhammad saw.48

Rumusan tentang Pendidikan Agama Islam tergolong baru, ia muncul seiring

dengan lahirnya kajian keislaman dalam kaitannya dengan kehidupan keagamaan di

Indonesia. Kajian tentang Pendidikan Agama Islam sering dipersamakan dengan

pendidikan Islam. Yang benar adalah bahwa pendidikan agama Islam yaitu aspek

pendidikan Islam yang secara khusus menekankan pada dimensi keyakinan,

moralitas, spiritual dan etika dalam hubungan dengan Tuhan, dengan sesama

manusia dan terhadap makhluk Tuhan lainnya. Sedangkan pendidikan Islam bersifat

universal: ilmu pengetahuan, seni, keterampilan, teknologi, peradaban, kebudayaan

dan lain sebagainya.49

Rumusan tentang pendidikan agama Islam mengisyaratkan

pendidikan agama Islam bukanlah pengajaran agama Islam yang titik tekannya

hanya pada aspek kognitif. Pendidikan agama Islam mengemban misi utama

menghasilkan suatu sikap hidup yang sesuai dengan kehidupan orang beragama.

Rumusan pendidikan agama Islam tersebut sudah terkandung nilai-nilai pendidikan

multikultural. Hal ini dapat dilihat dari segi pengertiannya, Islam diturunkan bukan

hanya untuk orang Arab namun untuk seluruh umat manusia. Ajaran Islam yang

menekankan pada sisi substansi yaitu berserah diri, taat, patuh, damai, kasih sayang,

keselamatan.50

Keterkaitan pengertian Islam dengan multikultural juga dapat dilihat dengan

misi utama ajaran Islam (maqosid syari‟ah) yaitu memelihara, akal, jiwa, agama,

48

Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Cet. 1; Bandung: Al Ma‟arif, 1977), h 61. 49

Abuddin Nata, Sosiologi Pendidikan Islam, H. 136. 50

Syamsu Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Cet. XIII; Bogor: Penebar Salam,

2003), h. 2.

49

harta, keturunan.51

Segi adanya kesamaan misi kenabian yang dibawa oleh

Muhammad saw. Dengan misi nabi sebelumnya dengan adanya iman bukan saja

pada al-Qur‟an saja namun kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi dan rasul

sebelumnya. Begitu pun dari segi pendekatan dan metodenya yaitu mengajak

manusia agar mengkedepankan asas suka rela, kerelaan, keikhlasan, tidak ada

paksaan, tutur kata mulia, bijaksana, padat, singkat, kata yang tepat, dan efektif,

turur kata yang lembut (qoula layina), tutur kata yang benar (qoula sodiqo), tutur

kata yang baik (qula ma‟rufa).

Pendidikan agama Islam atau yang disingkat dengan PAI merupakan ruang

lingkup dari pendidikan agama yang diajarkan di sekolah umum pada peraturan

menteri agama no. 16 tahun 2010 yang pengelolaan pendidikan agama Islam

meliputi beberapa standar yaitu standar isi, standar kurikulum, standar proses

pembelajaran, standar kompetensi lulusan, standar tenaga pendidik dan tenaga

kependidikan, standar penyelenggaraan, standar sarana dan prasarana, standar

pembiayaan, standar penilaian, dan standar evaluasi.52

Kurikulum pendidikan agama

Islam dikembangkan, disusun, dan dilaksanakan oleh sekolah sesuai dengan standar

nasional pendidikan, lalu dikembangkan kurikulum tersebut dengan memperhatikan

sumber daya dan potensi daerah dan lingkungan sekolah.

Rohmat Mulyana mengatakan pendidikan agama Islam dalam struktur

kurikulum yang berlaku di Indonesia dimaknai dalam dua hal: Pertama, Pendidikan

Agama Islam (PAI) dipandang sebagai pelajaran yang diajarkan di sekolah umum,

(SD, SMP, SMA/K).53

Kedua, PAI dipandang rumpun pelajaran seperti Qur‟an

hadis, aqidah akhlak, fikih, sejarah kebudayan Islam sebagaimana kurikulum yang

ada di madrasah.54

Berdasarkan dari pasal-pasal pada UU dalam Sistem Pendidikan Nasional,

pendidikan agama merupakan bagian dari kurikulum wajib yang diberikan pada

jenjang pendidikan dasar (SD), jenjang pendidikan menengah (SMP, SMA, SMK),

dan pendidikan tinggi (PT). Kewajiban memasukkan PAI di sekolah umum ini

dikarenakan PAI mempunyai fungsi yang fundamental dalam sistem pendidikan

nasional tersebut terutama bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional yaitu

membentuk watak dan kepribadian peserta didik yang beriman, bertakwa dan

berakhlak mulia. Serta dapat mengamalkan apa yang diketahui secara baik di dalam

kehidupan sehari-hari.55

Herry Noer Aly dan Mundzir Suparta menyatakan bahwa bahan pada

pelajaran PAI pada garis besarnya mencakup tujuh pokok, yaitu: Keimanan, Ibadah,

Alquran, Akhlak, Muamalah, Syariah dan Tarikh. Pada tingkat SD tekanan

51

Said Hawa, Al Islam, (terj.) Abdul Hayyie al-Kattani, dari judul asli al-Islam,

(Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 277-285. 52

Peraturan Menteri Agama No. 16 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan

Agama pada Sekolah. Pasal 2 ayat 3, h. 4. 53

Lihat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam, Badan

Standar Nasional Pendidikan (BNSP) 2015. 54

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004),

h. 198. 55

Nurhayati Djamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia PascaKemerdekaan,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 119-120.

50

diberikan kepada empat unsur yang pokok, yaitu: Keimanan, Ibadah, Alquran dan

Akhlak. Sedangkan pada SMP, SMA atau SMK, disamping empat unsur pokok

tersesbut di atas, maka unsur Muamalah dan Syariah semakin dikembangkan. Unsur

pokok Tarikh diberikan secara seimbang pada setiap satuan pendidikan.56

PAI pada sekolah umum masuk dalam kelompok mata pelajaran agama dan

akhlak mulia yang cakupannya untuk membentuk peserta didik yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Cakupan ini adalah

esensi untuk menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang merupakan

hakikat tujuan PAI.57

Ruang lingkup pendidikan agama Islam atau PAI di sekolah

umum ada 5 aspek, yaitu Al-Qur‟an dan hadis, akidah, akhlak, fikih dan sejarah

kebudayan Islam. PAI menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian

antara hubungan manusia dengan hubungan dengan Allah, hubungan manusia

dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam sekitar.58

Tujuan pendidikan agama Islam dalam stuktur kurikulum SMA/SMK

diarahkan untuk pertama, menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian,

pemupukan, pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan,

serta pengalaman siswa dalam mengamalkan ajaran agama Islam sehingga

berkembang keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Kedua, mewujudkan

manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang

berpengetahuan luas, berpikiran cerdas, berjiwa produktif, aktif, jujur, moderat, adil,

etis, berdisiplin dan bertasamuh, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial

serta mengembangan budaya agama dalam komunitas sekolah.

Memperhatikan bahwa dalam memasukkan pendidikan agama ke dalam

sekolah umum sangat hati-hati dan penuh pertimbangan yang ada seperti faktor

sosial, faktor politik, faktor ideologi, agama, hak asasi manusia, dan budaya yang

demikian pluralis dan heterogen sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Hal ini lebih

lanjut dapat didasarkan pada analisis sebagai berikut:

Pertama, dari segi sosial masyarakat di Indonesia terdiri dari strata sosial

yang pluralistik dan hidup toleran, harmonis, berdampingan, merasa senasib

seperjuangan sebagai sebuah bangsa. Pendidikan agama yang amat beragam

diharapkan tidak menimbulkan perpecahan dan konflik sosial. Keadaan ini sangat

dikhawatirkan mengingat bangsa Indonesia pada tahun 1945 baru saja merdeka,

sementara agama mengandung nilai subjektivitas yang tinggi dan dapat memicu

terjadinya ketegangan apabila tidak diatur dengan baik. Kedua, dari segi politik dan

ideologi, di dalam masyarakat Indonesia terdapat basis kelompok masyarakat yang

berbasis ideologi agama; kelompok nasionalis yang basis ideologinya nasionalis

sekuler; dan kaum komunis yang basis ideologinya komunis. Ketiga, ketiga

56

Herry Noer Aly dan Mundzir Suparta, Metodologi Pengajaran Agama Islam,

(Jakarta: Amisco, 2003), h. 57

Abdurrahman al-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. h.

117. 58

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 dalam Bab I,

Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (2): Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2

Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam

dan Bahasa Arab di Madinah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementrian

Agama Republik Indonesia, 2008), h. 5-6.

51

kelompok ini memiliki kepentingan yang tidak sama dengan agama. Jika kaum

agama demikian kuat perhatiannya untuk memasukkan agama ke dalam sekolah

umum; maka kelompok nasionalis melihat bahwa memasukkan agama ke sekolah

bukankah itu memberikan peluang bagi agama untuk berkuasa di Indonesia, bukan

untuk memperkuat NKRI. Sedangkan kaum komunis melihat agama diajarkan di

sekolah umum menjadi ancaman bagi paham komunisme yang juga ingin

memasukkan ideologinya di Indonesia. Pertaruhan politik ideologis ini sangat

menyita perhatian. Itulah sebabnya Ki Hajar Dewantara melihat perlu adanya

keterlibatan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam mengatur kebijakan

pendidikan agama di sekolah sebagai masalah politik. Imam Tholkhah mengatakan

bahwa faktor kepentingan keagamaan yang sering menjadi pemicu konflik sejak

masa lalu adalah berbenturan misi pendirian rumah ibadah, penyiaran agama,

penodaan agama, perkawinan antar umat beragama, penyelenggaraan hari besar

agama yang tidak kondusif. Begitupun pemahaman terhadap doktrin keagamaan

oleh penganutnya yang berbeda-beda.59

Keempat, dari segi hak-hak manusia, bahwa beragama adalah merupakan hak

asasi setiap individu. Siapa saja ataupun juga pemerintah tidak boleh memaksakan

suatu agama untuk dianut oleh seseorang. Biarkan orang dengan haknya untuk

memilih agama yang dia yakini. Faktor inilah termuat pada salah syarat yang dimuat

dalam UU no. 4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran yang

memberikan kebebasan kepada orang tua untuk menentukan pilihan, apakah

anaknya diikutkan dalam pengajaran agama di sekolah atau tidak. Kelima, dari segi

budaya, bahwa lingkungan sosial yang budaya agamanya kuat dapat dimulai dari

kelas satu. Keenam, dari segi peran dan fungsinya bahwa agama bukanlah

pengetahuan atau pengajaran, melainkan pendidikan. Suatu pendidikan diarahkan

kepada suatu pembentukan, sehingga pendidikan agama harus menghasilkan suatu

sikap hidup yang sesuai dengan kehidupan orang beragama. Hal ini dapat diperoleh

dalam suatu lingkungan khusus, lingkungan keluarga, pesantren atau asrama.60

Inti pendidikan agama dari keenam faktor tersebut merupakan upaya di dalam

mengelola pluralisme agama yang berkorelasi dengan pluralisme di dalam sosial,

juga pendidikan, politik, budaya, ideologi, dan lain sebagainya. Pengelolaan tersebut

mengharuskan adanya sikap equal, adil, toleransi, menolong, membantu,

menghargai, memberi, menerima, mau belajar dari keberhasilan orang lain dan

menjadikan kegagalan orang lain sebagai pelajaran. Pemerintah menginginkan agar

agama ikut andil dalam memberikan sumbangan terhadap kohesivitas dan integritas

nasional, memajukan kebudayaan dan peradaban Indonesia demi kejayaan dan

kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.61

Posisi dari PAI yang ada pada tiga lembaga pendidikan Islam yang diakui

oleh pemerintah Indonesia secara formal. Pada tingkat pendidikan agama Islam yang

59

Imam Tholkhah, “Pengembangan Budaya Toleransi Melalui Pendidikan Islam di

Sekolah untuk Mencegah Konflik Keagamaan”, (Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan (Litbang) dan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kementrian Agama Republik

Indonesia, 2012), h. 5. 60

Soegarda Poerbakawatja, Pendidikan di Alam Indonesia Merdeka, h. 145. 61

A. Syafi‟i Ma‟arif, Islam dan Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin

(1959-1965), (Cet. 1; Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 140.

52

diselenggarakan di pesantren bukan saja pada materi yang diajarkan pada kelas

namun apa yang terjadi pada seluruh aktivitas peserta didik dari mulai bangun pagi

sampai mau tidur lagi itu adalah aktivitas pendidikan agama Islam. Hal ini terjadi

karena pola pendidikan pesantren mewajibkan peserta didiknya berada di dalam

asrama sehingga seluruh aktivitas peserta didik adalah aktivitas pendidikan agama

Islam. Sedangkan untuk madrasah dan sekolah umum, pendidkan agama Islam

terjadi pada mata pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan.

Dari posisi ini dapat diketahui bahwa PAI yang ada di sekolah umum berada

pada mata pelajaran yang diberikan pada peserta didik, baik itu peserta didik yang

berada di sekolah umum yang dikelola oleh pemerintah maupun sekolah umum yang

dikelola masyarakat. Pada bagian berikut akan dipaparkan secara teori aktivitas

pembelajaran pendidikan agama Islam (PAI) yang ada di sekolah yang termuat

prinsip pembelajaran, komponen pembelajaran, strategi pembelajaran dan penilaian

dalam pembelajaran PAI.

B. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Pembelajaran adalah proses komunikasi dua arah. Komunikasi ini terjadi

antara seorang guru yang mengajar dengan peserta didik yang diajar. Undang-

Undang nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses

interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber belajar pada suatu lingkungan

sumber belajar.62

Aktivitas ini sebagai proses yang dibangun oleh guru untuk

mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir

siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksikan pengetahuan baru

sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran

pendidikan agama Islam. Robert M. Gagne dalam The Condition of Learning (1970)

mengatakan pembelajaran merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan.

Pembelajaran merupakan proses perubahan tingkah laku atau kemampuan yang

dapat diinternalisasikan, hal ini tidak termasuk perubahan yang disebabkan dari

proses pertumbuhan. Pembelajaran yang merupakan sebuah proses interaksi antara

guru dan murid dalam arti sederhana dapat dipahami dari beberapa ayat dan hadis

berikut.

سثل اىز خيق ) ػيق )١اقشأ ثبس سب سثل ٢(خيق اإل ) (اقشأ ٣األمش (اىز ػي

( )٤ثبىقي ؼي ب ى سب اإل (٥(ػيTerjemahnya:

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia Telah

menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah dan nama Tuhanmu Yang

Maha Mulia, Yang telah mengajarkan manusia dengan perantara kalam, Dia

mengajarkan manusia apa-apa yang tidak diketahui oleh manusia.

ت م ؤالء إ بء جئ ثأس الئنخ فقبه أ ػي اى ػشض ب ث بء مي األس آد ػي ( (٣١صبدق

Terjemahnya:

62

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 tahun 2003. Pasal 1 ayat

20.

53

Dan Allah telah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)

seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu

berfirman: sebutkanlah nama-nama benda-benda itu jika kamu memang

orang-orang yang benar.

Hadist Nabi: Ketika kami sedang duduk di samping Rasulullah saw, tiba-tiba

datang kepada kami, seorang laki-laki yang sangat putih bajunya, sangat hitam

rambutnya, tidak diketahui bekas kedatangannya, dan tidak ada pula di antara kami

yang mengenalnya. Laki-laki itu kemudian duduk di hadapan Nabi saw, sambil

menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi, meletakkan kedua telapak

tangannya pada kedua paha Nabi, dan kemudian berkata: ceritakanlah kepadaku

tentang Islam! Rasulullah saw berkata: Islam (maksudnya rukun Islam) adalah

engkau bersaksi bahwa sesungguhya tidak ada Tuhan selain Allah, bersaksi bahwa

Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan sholat, membayarkan

zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, serta menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika

engkau mampu menuju kepadanya; laki-laki itu kemudian berkata: engkau benar.

Apa yang terjadi pada Nabi itu, mengherankan kami. Orang itu bertanya, dan

sekaligus membenarkannya. Laki-laki itu berkata lagi: Ceritakanlah kepada kami

tentang iman (maksudnya rukun Iman). Nabi berkata: bahwa iman adalah engkau

percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, nabi-nabi-Nya, hari

kiamat, dan keputusan takdir Tuhan, yang baik dan yang buruk. Laki-laki itu

berkata: engkau benar, kemudian laki-laki itu berkata lagi: Ceritakanlah kepadaku

tentang ihsan. Nabi menjawab: ihsan adalah melaksanakan ibadah seolah-olah

engkau melihat Allah, dan jika engkau tidak melihatNya maka yakinlah bahwa

Allah melihatmu. Laki-laki itu berkata lagi: ceritakanlah kepadaku tentang hari

kiamat? Nabi menjawab: bahwa permasalahan kiamat yang ditanyakan itu lebih

diketahui oleh orang yang bertanya. Kemudian laki-laki itu berkata lagi:

Ceritakanlah kepadaku tentang tanda-tandanya? Nabi menjawab: bahwa tanda-tanda

hari kiamat yaitu apabila seorang budak telah memerintahkan majikannya, sudah

terlihat orang-orang yang saling mendahului dan ingin merasa lebih hebat, sebagai

tanda kesombongan, yang ditandai dengan saling meninggikan bangunan. Kemudian

Nabi pergi sambil kelelahan, kemudian berkata: Hai Umar, apakah kamu tahu

siapakah orang yang bertanya itu? Umar berkata: Bahwa Allah dan rasulnya lebih

mengetahuinya. Nabi berkata: bahwa sesungguhnya orang itu adalah Jibril, ia datang

mengajarkan agama kepadamu sekalian. (HR. Muslim dari Umar).

Hadis dan ayat-ayat al-Qur‟an tersebut dapat katakan sebagai kegiatan belajar

mengajar dengan berbagai komponen. Pada surat al-Alaq ayat 1-5 di atas,

menyebutkan bahwa proses belajar mengajar berlangsung dari Allah kepada nabi

Muhammad saw. melalui sebuah metode membaca (iqra), Tuhan ingin mengajarkan

nabi Muhammad membacakan segala sesuatu yang disampaikan oleh Jibril. Para

ulama tafsir melihat bahwa kata kerja perintah fiil amr yakni kalimat iqra tersebut

tidak ada objeknya. Hal ini menunjukkan bahwa yang dibaca itu mencakup berbagai

hal yang amat luas, yakni membaca bukan saja yang tertulis/ tersurat juga pada yang

tidak tertulis/tersirat. Adanya ayat-ayat Tuhan yang terdapat di alam jagat raya,

fenomena sosial dan apa saja yang harus dibaca.

Pembelajaran sebagaimana yang digambarkan pada ayat tersebut melibatkan

visi, misi, tujuan yaitu berdasarkan nama Tuhan (bismi rabbika), dan warobbukal

54

akrom (Tuhanmu lebih mulia). Dalam arti bahwa bacaan-bacaan itu berisi ajaran dan

petunjuk Tuhan, ditujukan untuk membuktikan keagungan Tuhan, dan mendekatkan

diri kepadaNya. Adapun manfaatnya untuk manusia melalui visi, misi dan tujuan ini,

maka ideologi pendidikan Islam dapat dikenali pada teologi yang berbasis pada

theo-antroposentris. Yakni memusatkan pada kebutuhan manusia dengan jalan

mengikuti perintah Tuhan. Selain itu, pembelajaran dalam ayat ini juga melibatkan

sarana prasarana yang direpresentasikan dengan kosakata pena dalam arti yang luas

yakni alat tulis, alat foto, alat rekam, alat penyimpanan data, dan lain lainnya. Serta

adanya kurikulum yang direpresentasikan dengan kata allama al insan ma‟lam

ya‟lam, yakni mengajarkan apa saja pada manusia yang belum diketahui.63

Proses di dalam belajar dan mengajar juga terdapat pada surat 2 ayat 31 al-

Qur‟an yang mengambarkan guru (Allah) dengan peserta didik (Adam). Adapun

materi yang diajarkan kepada peserta didik adalah nama-nama benda dan segala

sesuatu termasuk hukum-hukum alam yang terdapat di alam jagat raya ini. Metode

yang digunakan adalah metode al-ta‟lim yaitu memberikan pengertian, pemahaman,

pengetahuan, wawasan, pencerahan, tentang segala sesuatu dalam rangka

membentuk pola pikir (mindset).

Demikian pula pada surat Luqman ayat 12 terdapat proses belajar dan

mengajar yang materi ajarnya adalah hikmah dengan tujuan agar Luqman menjadi

orang yang senantiasa bersyukur, mengamalkan apa yang diketahui di dalam

kehidupan sehari-hari. Juga mengajarkan ilmu yang diketahui kepada orang lain atau

anaknya.

Nabi Muhammad saw pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang

hadisnya bersumber dari Umar melakukan proses belajar dan mengajar dengan

menggunakan metode dialog dan tanya jawab, tempat yang digunakan berupa

majelis, posisi duduk dari peserta didik berada dalam sebuah halakah (duduk bersila

dalam keadaan melingkar) dan materi ajarnya berupa pokok-pokok agama berupa

rukun Islam dan rukun iman, ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat.64

Dalam pengertian yang lebih luas dan sistematik, bahwa proses pembelajaran

adalah kegiatan yang melibatkan sejumlah komponen, dimana antara satu bagian

dengan bagian lainnya saling berkaitan. Komponen tersebut meliputi visi, misi,

tujuan, guru, peserta didik, materi, metode, sarana prasarana, metode yang dipilih,

teknik dan taktik yang digunakan.

Kegiatan proses belajar mengajar dapat diumpamakan sepeti bakat, minat,

kecerdasan, dan berbagai kemampuan peserta didik merupakan potensi tersebut

diolah, diproses, dibentuk dibina, dikembangkan menjadi sesuatu yang bernilai dan

berguna bagi manusia. Proses mengubah berbagai hal yang dimiliki oleh manusia

yang masih dalam bentuk potensi menjadi sesuatu yang nampak jelas nilai guna dan

manfaatnya selanjutnya menjadi sesuatu yang aktual itulah sesungguhnya proses

belajar mengajar. Ukuran keberhasilannya proses pembelajaran ini dapat dilihat

63

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2010), h. 142. 64

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2010), h. 142.

55

pada sejauh mana proses tersebut mampu membentuk, membina, menumbuhkan

kembangkan, memberdayakan segenap potensi yang dimiliki oleh manusia.

Proses belajar mengajar secara singkat ialah proses menjadikan manusia

menjadi manusia seutuhnya yakni mengaktualisasikan berbagai potensi manusia

sehingga potensi-potensi tersebut dapat menolong untuk dirinya, untuk keluarganya,

bangsa dan negara. Kegagalan di dalam proses ini terjadi bila antara sebelum

kegiatan berlangsung sampai kegiatan selesai, tidak adanya perubahan apa-apa pada

diri siswa. Jika sebelum belajar masih belum tau membaca buku Iqra dan setelah

belajar juga tidak dapat membaca buku Iqra maka dikatakan gagal proses tersebut.

Konsep belajar yang digagas oleh Benyamin S. Bloom dalam konsep belajar tuntas

atau mastery learning. Yang ditulis kembali oleh Abuddin Nata menyebutkan bahwa

pada dasarnya semua orang dapat menguasai bahan pelajaran sampai tuntas, namun

untuk menguasai bahan pelajaran tersebut setiap orang harus diperlakukan secara

berbeda-beda, sesuai dengan tingkat kemampuannya.65

Sehingga kegiatan

pembelajaran PAI yang dilakukan pada lingkungan sekolah terjadi antara pendidik

dan peserta didik untuk dapat menjadikan peserta didik yang memiliki pengetahuan,

pemahaman dan terjadi perubahan dalam diri siswa menjadi akhlak yang mulia.

Agar pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan baik maka perlu melihat prinsip-

prinsip, komponen, penilaian dan strategi di dalam pembelajaran PAI.

1. Prinsip Pembelajaran PAI

Prinsip-prinsip dalam proses belajar mengajar digunakan untuk dapat

mengungkapkan batas-batas kemungkinan dalam proses belajar mengajar sehingga

guru dapat melakukan tindakan yang tepat. Selain dari itu dengan prinsip-prinsip

pembelajaran ini seorang pengajar dapat memiliki sikap yang diperlukan untuk

menunjang peningkatan belajar siswa.

a. Prinsip Pembelajaran untuk Semua

Prinsip dalam pembelajaran untuk semua adalah prinsip yang menekankan

agar dalam proses belajar dan mengajar tidak dijumpai ketidakadilan perlakuan atau

diskriminasi. Pembelajaran yang terjadi di lembaga pendidikan diberikan kepada

semua peserta didik dengan tidak membedakan latar belakang sosial, ras, suku,

agama, status sosial, tempat tinggal, asal daerah. Dengan alasan bila dibiarkan orang

lain tidak mendapatkan pendidikan maka kebodohan itu bukan saja merugikan orang

yang tidak belajar namun juga menjadi beban untuk orang lain. Itulah sebabnya di

dalam pembelajaran tidak ada diskriminasi perlakuan. Semuanya harus dididik,

sehingga masing-masing dari peserta didik dan pendidik dapat melaksanakan peran

dan tanggung jawabnya, dapat mengatasi masalahnya sendiri serta tidak menjadi

beban untuk orang lain.66

b. Prinsip Keaktifan Peserta Didik

Prinsip keaktifan ini akan bermakna bila peserta didik aktif dalam

pembelajaran. Sistem pembelajaran yang berpusat pada peserta didik merupakan

sistem yang harus dibangun oleh peserta didik tanpa perlu bergantung pada

65

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2010), h. 145. 66

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010), h. 105.

56

pengajaran dari guru. Minimnya minat literasi siswa menjadikan mereka

mengandalkan pengajaran guru di kelas, dan akibatnya siswa harus memahami

terlebih dahulu apa yang sedang diajarkan. Peserta didik harus membaca materi

terlebih dahulu sebelum belajar, agar perihal yang belum dipahami dapat ditanyakan

secara langsung. Keterlambatan proses pembelajaran inilah yang membuat peserta

didik sebagian tertinggal dari peserta didik lainnya. Dengan pembelajaran yang

berpusat pada peserta didik menjadikan pembelajaran menjadi aktif karena adanya

interaksi secara aktif antara keduanya sehingga dapat menciptakan suasana tanya

jawab dalam proses ini.

Setiap individu mempunyai kecenderungan fundamental untuk dapat

berinteraksi dengan sekitarnya. Apabila di dalam interaksi tersebut terdapat sesuatu

yang menyenangkan untuk dirinya maka ada ketertarikan peserta didik pada sesuatu

tersebut. Menurut Crow and Crow minat itu diartikan sebagai kekuatan pendorong

yang menyebabkan seseorang memberikan perhatian kepada aktifitas tertentu.

Untuk hal tersebut dalam kegiatan pembelajaran prinsip penting di dalam kegiatan

proses pembelajaran perlu memperhatikan minat sehingga hal ini dapat

menimbulkan keinginan peserta didik untuk mengikuti aktifitas tersebut.67

c. Belajar dengan Keterlibatan Langsung

Peserta didik dituntut untuk dapat mengerjakan sendiri tugas yang diberikan

gurunya. Sedangkan bagi guru dapat melibatkan peserta didik dalam mencari

informasi dan menyimpulkan informasi. Prinsip ini merupakan hal yang penting

dalam pembelajaran. Prinsip ini diarahkan agar peserta didik merasa bahwa dirinya

penting dan berharga sehingga dirinya dapat menikmati jalannya proses

pembelajaran. Edge Dale dalam Dimyati menyatakan bahwa belajar yang baik

adalah belajar dengan merasakan serta terlibat langsung.68

Pembelajaran dengan keterlibatan langsung ini bukan sekedar siswa duduk

dalam kelas ketika guru sedang menjalankan tugas mengajar, namun lebih dari

sekedar mendengar guru menjelaskan materi ajar namun mempraktekkan langsung

apa yang disampaikan. Contoh pada materi praktek yang dalam agama ada praktek

ibadah sholat, ada praktek wudhu.

d. Pengulangan atau Pembiasaan

Prinsip pengulangan menggunakan pendapatnya Thorndike dengan teorinya

koneksionisme atau teori law of exercise yaitu bahwa belajar adalah pembentukan

hubungan antara stimulus dan respon dan pengulangan terhadap pengalaman-

pengalaman itu. Juga teorinya Pavlov dalam physchology conditioning respons yang

mengemukakan bahwa perilaku individu dapat dikondisikan dan belajar merupakan

usaha dalam mengkondisikan perilaku tertentu atau respon tertentu. Begitu pula

dengan mengajar, dengan mengulang-ulang sesuatu dapat menjadi sebuah

kebiasaan.69

67

Crow and Crow, General Psychology (Little Field Adam Co, 1973), h. 153. Dalam

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Cet. 7; Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h.

97. 68

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.

43. 69

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.

43.

57

e. Tantangan

Bagi peserta didik diberikan suatu tanggung jawab untuk mempelajari sendiri

dengan melakukan percobaan, belajar mandiri dan mencari pemecahan masalah

dalam menghadapi permasalahan. Kuanzu dalam Azhar Arsyad menyatakan bahwa

“if you give a man fish, he will have a singe meal. If you teach him how to fish he

will eat meals all his life”. Perkataan ini senada dengan prinsip di dalam

pembelajaran yaitu berupa tantangan, karena dengan tantangan peserta didik merasa

tidak disuapi melainkan dapat menyuapi dirinya sendiri.

Pembelajaran dengan prinsip tantangan ini sejalan dengan salah satu prinsip

contextual teaching and learning yaitu inkuiri. Proses pembelajaran dengan inkuiri

ini mendasarkan pada pencarian dan penemuan melalui berpikir secara sistematis.70

f. Prinsip Umpan Balik

Ada rasa semangat yang dirasakan oleh peserta didik bila mengetahui dan

mendapatkan hasil yang baik. Apabila hasil yang baik, merupakan balikan yang

menyenangkan dan berpengaruh baik bagi proses pembelajaran berikutnya. Umpan

yang segera diketahui oleh siswa setelah belajar melalui metode-metode

pembelajaran yang menantang, seperti tanya jawab, eksperimen, diskusi, metode

penemuan akan membuat peserta didik terdorong untuk terus belajar lebih baik dari

sebelumnya. Penguatan dapat diartikan sebagai segala bentuk respon baik non

verbal ataupun verbal yang merupakan bagian dari perubahan tingkah laku guru

terhadap tingkah laku peserta didik.

Penguatan ini harus mempunyai tujuan adanya perubahan tingkah laku peserta

didik ke arah yang lebih baik di dalam proses pembelajaran. Adapun tujuan dari

penguatan ini adalah menumbuhkan perhatian siswa, memelihara motivasi siswa,

memudahkan siswa, meminimalkan perilaku negatif dan mendorong perilaku positif,

meningkatkan tingkah laku peserta didik yang produktif.

g. Mengembangkan Fitrah Bertuhan

Manusia adalah makhluk homo religius atau makhluk yang beragama.

Dalam pandangan Islam sejak di alam roh, manusia telah mempunyai komitmen

bahwa Allah adalah Tuhannya.

Terjemahnya:

Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak

cucu keturunan Adam dan mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya

berfirman), bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau

Tuhan Kami), kami bersaksi. (Kami lakukan demikian itu) agar di hari

Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah

terhadap ini.

70

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, ..., h. 48.

58

Adanya kebutuhan terhadap agama karena manusia adalah makhluk Tuhan

yang diberikan berbagai potensi (fitrah) yang dimiliki sejak lahir. Salah satu fitrah

tersebut adalah kecenderungan terhadap kebertuhanan.

h. Menumbuhkan Kesadaran sebagai Warga Negara yang Baik

Peserta didik dapat memperoleh kesadaran dan wawasan kebangsaan untuk

menjadi warga negara yang produktif dan bertanggung jawab. Dengan demikian

dalam kegiatan perlu diciptakan semangat nasionalisme dalam memberikan

wawasan nilai-nilai moral dan sosial yang ada membekali peserta didik untuk

menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Dengan keadaan ini dapat

menimbulkan kesadaran akan keberagaman bangsa disebabkan karena ragam latar

belakang, ragam budaya, adat istiadat, dan agama. Proses pembelajaran hendaknya

mampu menciptakan peserta didik akan cintanya terhadap tanah air.

Dari prinsip-prinsip dalam pembelajaran maka akan berlanjut pada komponen

di dalam pembelajaran PAI. Maka berikut akan diuraikan tentang komponen

pembelajaran PAI.

2. Komponen Pembelajaran PAI

Komponen dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai bagian dari

keseluruhan. Bagian-bagian tersebut melalui penentuan dari tujuan, menentukan

pendekatan, menentukan metode, menentukan teknik dan menentukan taktik. Proses

belajar mengajar pada hakikatnya kegiatan interaksi saling mempengaruhi antara

guru dan murid dalam rangka mencapai pada tujuan pembelajaran baik bersifat

kognitif, psikomotorik dan afektif. Berbagai komponen atau aspek tersebut sebagai

berikut:

a. Tujuan

Tujuan belajar mengajar adalah sejumlah kemampuan tertentu atau

kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan

belajar mengajar. Tujuan belajar mengajar yang secara rinci dan detail dirumuskan

oleh setiap pendidik yang akan mengajar. Dalam mata pelajaran PAI dimana salah

satu item pembahasannya adalah tema tentang al-Qur‟an maka tujuan dalam proses

tersebut harus jelas. Misalnya agar peserta didik dapat membaca ayat-ayat al-Qur‟an

dengan fasih dan benar, agar siswa dapat menerjemahkan ayat-ayat al-Qur‟an

dengan benar atau agar peserta didik dapat menyebutkan kandungan pokok-pokok

ajaran dalam ayat-ayat tersebut, atau agar peserta didik dapat mencerminkan sikap

dan perilaku sejalan dengan ayat-ayat al-Qur‟an tersebut, atau agar peserta didik

dapat mempraktikkan amaliah lahiriah sesuai dengan pesan yang terkandung pada

ayat-ayat tersebut.

Tujuan dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan pada tujuan yang

bersifat kognitif, psikomotorik, atau afektif. Tujuan pembelajaran yang bersifat

kognitif meliputi aspek mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis,

menyimpulkan. Tujuan pembelajaran yang bersifat afektif meliputi aspek menerima,

meyakini, merespon, menekuni dan menerapkan. Pada tujuan pembelajaran yang

bersifat psikomotorik meliputi aspek mempersepsi dengan indera, menyiapkan diri

untuk melakukan sesuatu, menampilkan respon terhadap sesuatu yang sudah

dipelajari, mengikuti atau mengulang contoh yang sudah tampilkan, melakukan

gerakan motorik dengan keterampilan yang penuh, mengadaptasi dan memodifikasi

59

berbagai kemampuan tesebut menjadi kemampuan lain sebagai hasil dari sintesis,

serta kemampuan menciptakan gerakan baru.71

Setiap mata pelajaran memiliki tujuan belajar mengajar yang perlu

dirumuskan dengan jelas dan operasional tentang kompetensi yang ingin

diwujudkan pada setiap peserta didik, baik bersifat kognitif, psikomotorik, maupun

afektif. Dengan cara demikian pembelajaran akan berjalan secara efisien dan efektif,

dan terhindar dari perbuatan sia-sia.

Pada tema puasa yang terdapat pada ayat 183 di dalam surat al-Baqarah

terdapat tujuan ibadah puasa yaitu agar menjadi orang yang bertakwa yang

indikatornya antara lain memiliki visi transendental yang kental, kepedulian sosial

yang kuat, menjalin hubungan partikal dengan Tuhan, membangun hubungan

horizontal dengan sesama manusia, memiliki akhlak dan kepribadian yang mulia,

serta bersikap tabah dalam menghadapi ujian (QS. Al-Baqarah/2: 177), orang yang

bertakwa juga sebagai orang yang dermawan, pandai mengendalikan hawa nafsu,

pemaaf, dan senantisa menginsapi kekeliruan, QS Ali Imran/4: 133-135. Juga pada

surat al-An‟am/6 ayat 162 disebutkan tujuan dari ibadah shalat, ibadah haji, hidup

dan mati, hanya untuk mendapatkan keridhaan Allah swt. Kemudian pada surat al-

Fatih ayat 4 disebutkan tentang tujuan diturunkannya perasaan tenang karena

mendapatkan energi perlindungan Tuhan (al-sakinah) bertujuan agar keimanan

manusia itu bertambah.72

Petunjuk hadis dan ayat di atas terlihat bahwa setiap perbuatan hendaknya

memiliki tujuan yang baik, yaitu tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah

(bertakwa), meningkatkan akhlak mulia, dan memberikan manfaat dan keuntungan

bagi manusia. Tujuan pendidikan juga harus menjamin terpenuhinya tujuan yang

besifat individual dan tujuan sosial secara seimbang. Tujuan individual antara lain

terkait dengan penggalian, pembinaan dan pengembangan bakat, minat, dan

berbagai kemauan manusia yang dimilik manusia. Berdasarkan tujuan ini, maka

pendidikan dapat dirumuskan sebagai upaya menciptakan situasi dan kondisi yang

sebaik-baiknya memungkinkan dapat menumbuhkan, mengembangkan dan

meningkatkan minat, bakat, dan berbagai potensi yang dimiliki manusia. Sedangkan

pada tujuan sosial terkait dengan upaya mewariskan, menanamkan dan memasukkan

nilai-nilai ajaran agama, nilai budaya, ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman,

dan sebagainya dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya maka akan terwujud

kesinambungan ketenangan, ketentraman dan cita-cita luhur hidup masyarakat. Jika

perpaduan tujuan individual dan tujuan sosial, maka tujuan pendidikan dapat

dirumuskan bukan hanya dalam rangka mengikuti kemauan individu saja melainkan

pula dengan dapat memenuhi kebutuhan sosial dengan jalan mewariskan nilai-nilai

budaya, ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman. Inilah sebab yang mendasari

lahirnya berbagai rumusan tujuan pendidikan yang berbeda.

b. Menentukan Pendekatan dalam Pembelajaran

Pendekatan dapat diartikan dengan titik tolak atau cara pandang yang

digunakan dalam menjelaskan suatu masalah. Pendekatan ini dilakukan oleh seorang

71

Abuddin Nata, Menuju Sukses Sertifikasi Guru dan Dosen, (Cet.1; Banten:

Fazamedia, 2009), h. 88-89. 72

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010), h. 148.

60

guru sebagai cara pandang atau titik tolak yang digunakan dalam melakukan

kegiatan belajar mengajar.73

Dilihat dari segi bentuk dan macamnya, pendekatan

pembelajaran dapat dilihat dari segi kepentingan guru (teacher centris atau

eksternal), kepentingan murid (student centris atau internal), dan perpaduan di

antara dua kepentingan tersebut (konvergensi).

c. Menentukan Strategi Pembelajaran

Strategi adalah cara yang dipakai untuk sampai kepada tujuan. Ada kemiripan

dengan metode. Namun strategi itu lebih luas dari metode. Strategi dan metode

pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan

tertentu yang dipakai. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan

dalam pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centred

approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centred

approaches).

Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru memiliki ciri bahwa

manajemen dan pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru. Peran

siswa pada pendekatan ini hanya melakukan aktivitas pembelajaran sesuai dengan

petunjuk guru. Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas

sesuai dengan minat dan keinginannya. Sebaliknya pendekatan pembelajaran yang

berorientasi pada siswa manajemen dan pengelolaan pembelajaran ditentukan oleh

siswa. Siswa pada pendekatan ini memiliki kesempatan yang terbuka untuk

melakukan aktivitas sesuai dengan minat dan keinginannya.

Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran

langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.

Pada strategi ini peran guru sangat menentukan baik dalam pemilihan isi atau materi

pelajaran maupun penentuan proses pembelajaran. Sedangkan pendekatan

pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran

discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif yaitu pembelajaran yang

berpusat pada siswa. Pendekatan akan menjadi kompas untuk menetapkan arah

umum yang jelas dan terperinci tentang pembelajaran.74

Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa suatu strategi pembelajaran

tergantung pada pendekatan yang digunakan, sedangkan bagaimana menjalankan

strategi itu dapat diterapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya

menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan teknik yang dianggapnya

relevan dengan metode, dan penggunaaan teknik itu setiap guru memiliki taktik

yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.

d. Menentukan Metode Pengajaran

Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.

Misalnya untuk melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah

sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber

daya yang tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran. Oleh karenanya,

strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk

mencapai tujuan; sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk

73

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010), h. 149. 74

Ahmad Salim, “Pendekatan Pembelajaran Saintifik dalam Pembelajaran PAI di

Madrasah” Cendekia Vol.12 No. 1 2014.

61

melaksanakan suatu strategi. Dengan kata lain strategi adalah a plan of operation

achieving something. Sedangkan metode adalah a way in achieving something.

Secara sederhana metode mengajar berarti cara mengajar. Dalam pengertian

umum metode mengajar adalah cara atau langkah guru sistematik yang ditempuh

oleh seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik.

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir menyebutkan adanya metode diakronis, sinkronis

analitis, problem solving, empiris, induktif, dan deduktif.

Metode diakronis adalah metode mengajar ajaran Islam yang menonjolkan

aspek sejarah. Dengan metode ini memungkinkan adanya studi komparatif tentang

berbagai penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga peserta didik

memiliki pengetahuan yang tersambung. Adapun metode sinkronis analitis adalah

suatu metode pendidikan Islam yang memberikan kemampuan analisis teoritis yang

sangat berguna bagi perkembangan keimanan dan mental intelek. Yang termasuk

dalam metode singkronis analitis antara lain seminar, kerja kelompok, diskusi,

lokakarya, resensi, dan lomba karya ilmiah. Metode problem solving merupakan

metode dengan cara melatih peserta didik dengan berbagai masalah dengan

solusinya. Metode ini dapat dikembangkan melalui teknik simulasi, microteaching,

dan critical incident. Metode empiris adalah suatu metode mengajar yang

memungkinkan peserta didik mempelajari ajaran Islam melalui proses aktualisasi,

realisasi, serta internalisasi norma-norma dan kaidah-kaidah Islam melalui proses

aplikasi yang menimbulkan interaksi sosial. Adapun metode induktif dan deduktif

lebih merupakan metode berpikir dari pada metode mengajar. Metode induktif

dilakukan dengan cara mengajarkan materi yang khusus menuju pada kesimpulan

secara umum. Adapun metode deduktif adalah metode yang dilakukan oleh guru

dalam pengajaran dengan cara menampilkan kaidah-kaidah umum kemudian

menjabarkannya dengan berbagai contoh masalah sehingga menjadi terurai.75

Hery Noer Ali mengatakan adanya metode tanya jawab, ceramah, diskusi,

resitasi (penugasan), demonstrasi, kerja kelompok, sosiodrama (bermain peran),

karya wisata, latihan siap (drill), dan sistem regu (team teaching). Noer Ali

mengemukakan adanya partisipasi guru di dalam situasi belajar mengajar (QS.

Annisa/4: 9), pengulangan yang bervariasi (QS. Al Isra/17: 41, membuat

perumpamaan dan bercerita untuk mengambil pelajaran (QS. An Nahl/16: 76,

pengalaman pribadi dan widyawisata untuk mencari hakikat atau membaca alam

(QS. Al Hajj/22: 46), mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi (QS. At

Taubah/9: 25-26), menciptakan suasana senang sebagai upaya pendidikan (QS. Al

An`am/6: 160), teladan yang baik (QS. Al Ahzab/33: 21), dan memerhatikan

karakteristik situasi belajar mengajar.

Ahmad Tafsir, yang mengutip al-Nahlawi mengatakan metode untuk

menanamkan rasa iman yang mencakup metode hiwar (percakapan Qur‟ani dan

Nabawi), kisah Qur‟ani dan Nabawi, amsal (perumpamaan), keteladanan,

pembiasaan, ibrah dan mau‟idzah dan targhib dan tarhib.76

Berbagai metode itu muncul, karena berbagai faktor antara lain 1) adanya

berbagai macam ilmu dan keterampilan yang diajarkan yang menghendaki

75

Abdul Mujid dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam. h. 179-182. 76

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Perspektif Islam, h. 135.

62

kesesuaian dengan metode yang akan digunakan. 2) perbedaan usia peserta didik

dan kecerdasannya menyebabkan perbedaan ciri-ciri kejiwaan. 3) perbedaan pada

situasi dan kondisi yang menghendaki penggunaan metode yang relevan. 4)

kelengkapan, ketersediaan atau bahkan kekurangan dari sarana prasarana yang

menghendaki adanya kesesuaian dengan metode yang digunakan. 5) penguasaan

guru dalam menggunakan berbagai metode.

Berbagai metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar sangat

bergantung kepada penggunaan pendekatan apa yang akan dipakai dalam

pembelajaran. Pada pendekatan yang bertumpu pada keaktifan guru (teacher centris)

maka berbagai metode yang tepat untuk digunakan oleh guru antara lain: metode

keteladanan, ceramah, bercerita, dan bimbingan. Kalau pada pendekatan yang

bertumpu pada keaktifan peserta didik (student centris) maka metode yang tepat di

dalam pembelajaran antara lain: kerja kelompok, problem solving, karya wisata,

sosiodrama, penugasan, drill (latihan siap), cara belajar siswa aktif (CBSA), uji coba

(eksperimen). Pada pendekatan pembelajaran yang menggunakan keduanya secara

bersamaan yaitu pendekatan teacher centris dengan pendekatan student centris

maka metode yang tepat antara lain: seminar, tanya jawab, diskusi. Maka dengan

demikian penentuan di dalam memilih sebuah metode disamping memperhatikan

materi ajar, sarana pra sarana, peserta didik, lingkungan, kemampuan guru, juga

bergantung kepada pendekatan apa yang digunakan oleh guru dalam proses belajar

mengajar di lembaga pendidikan.

e. Menentukan Teknik Mengajar

Selain pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran terdapat juga istilah lain

yang kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik

mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang

dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Misalnya,

cara bagaimana yang harus dilakukan agar metode ceramah yang dilakukan berjalan

efektif dan efisien? Sebelum menggunakan metode ceramah sebaiknya

memperhatikan kondisi dan situasi. Misalnya, berceramah pada siang hari dengan

jumlah siswa yang banyak tentu saja akan berbeda jika ceramah itu dilakukan pada

pagi hari dengan jumlah siswa yang terbatas.

Teknik mengajar itu sendiri adalah cara-cara terukur, sistematik dan spesifik

dalam melakukan suatu pekerjaan. Penggunaan teknik yang berbeda akan

menentukan tingkat kecepatan, hasil, dan kepuasaan dari pengguna yang

mengharapkan pekerjaan yang maksimal. Pada pertandingan sepakbola misalnya

terdapat teknik menyerang, teknik bertahan, teknik parkir bus, teknik melambatkan

tempo permainan. Tingkat kemahiran dalam menggunakan berbagai macam teknik

dalam permainan bola tersebut amat beragam mutunya. Fakta menunjukkan bahwa

pemain memiliki teknik tingkat tinggi akan menjadi campion dibanding dengan

pemain yang memiliki tingkat teknik yang rendah.

Demikian pula pada pembelajaran, yang memerlukan teknik yang jitu,

misalnya di dalam proses belajar mengajar: pendahuluan yang meliputi aperspesi,

penyiapan mental dan fisik peserta didik untuk mengikuti pelajaran pengaturan

tempat duduk peserta didik dan pembuatan persiapan pengajaran secara tertulis.

Selanjutnya, diikuti dengan kegiatan memberikan uraian atau menyajikan materi,

memberikan pengantar diskusi, menghidupkan suasana kelas, memotivasi peserta

63

didik, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, mengambil kesimpulan dan

menutup pelajaran. Pada seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran terdapat teknik

yang amat bervariasi, baik dari segi bentuk maupun mutu. Penggunaan teknik

pengajaran oleh guru akan dirasakan oleh peserta didik. Seorang guru yang sudah

berpengalaman, kaya dengan imajinasi, piawai, mahir, kreatif dan inovatif tentu

akan memiliki kemampuan melaksanakan pembelajaran dengan teknik yang tinggi.

Misalnya menjelaskan suatu masalah, ada seorang guru yang kemudian

memulai dengan bercerita tentang suatu peristiwa. Kemudian peristiwa tersebut

dianalisis dengan berbagai faktor satu persatu, kemudian disimpulkan menjadi

sebuah teori atau konsep. Contoh pada orang yang sukses di dalam berbisnis. Hasil

analisis cerita tersebut dijumpai beberapa faktor penyebab sukses. Misalnya

kesuksesan orang itu didapati dengan berusaha secara maksimal, yakin akan

kesuksesannya dan tidak lupa untuk melibatkan Tuhan di dalam usaha yang sedang

dilakukannya, mempunyai relasi yang baik dan bagus, mampu menyakinkan orang,

memberikan pelayanan yang prima dan memuaskan, adanya kepercayaan (trust)

yang tinggi dari masyarakat, mampu membaca peluang, memanfaatkan peluang

yang ada, mampu me-manage waktu dengan cermat dan efisien, dan bersikap hemat.

Berbagai hal yang dapat memengaruhi kesuksesan di dalam berbisnis tersebut dapat

disimpulkan sebagai kunci kesuksesan di dalam berbisnis. Bersamaan dengan itu,

terdapat pula teknik menjelaskan kunci sukses membangun bisnis yang bertolak dari

berbagai teori atau konsep yang selanjutnya dijabarkan dan diperinci dengan

memberikan berbagai contoh dan penerapannya.

f. Menentukan Taktik

Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode

tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual. Misalnya walaupun dua

orang sama-sama menggunakan metode ceramah dalam situasi dan kondisi yang

sama, sudah pasti mereka akan melakukannya secara berbeda, misalnya dalam taktik

menggunakan ilustrasi atau menggunakan gaya bahasa agar materi yang

disampaikan mudah dipahami.

Taktik ini sendiri dimaksud adalah rekayasa atau siasat dalam arti yang positif

yang dilakukan oleh seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Kata taktik ini

menggambarkan suatu perbuatan yang kurang terpuji, namun hal tersebut amat

bergantung pada tujuannya. Ada satu contoh pada zaman Rasulullah saw, ada

sebuah keluarga terdiri dari suami, istri, dan anak. Suami terpaksa meninggalkan

keluarga karena tugas berperang di jalan Allah. Selama si ayah pergi anaknya sakit

dan kemudian meninggal dunia. Namun informasi kematian anaknya tidak

disampaikan istri ke suaminya. Ketika suaminya pulang, ia disambut dengan baik

dan penuh kehangatan, dipenuhi hajat biologis, minum, makan dan istirahat yang

cukup. Setelah itu barulah ia katakan bahwa anaknya telah wafat. Mendengar

informasi tersebut, si suami terlihat marah dan jengkel serta melaporkan kejadian

tersebut kepada rasulullah saw. Keputusan rasulullah ternyata membenarkan

tindakan istrinya sembari berdoa agar mereka berdua segera dikaruniai anak

kembali. Akhirnya, ia memperoleh empat orang anak, dan dari setiap anaknya itu

64

melahirkan keturunan masing-masing sepuluh orang, yang semuanya hafal al-

Qur‟an.77

Kisah ini terhadap sebuah taktik yang cerdas dari seorang istri yang sholihah.

Taktik tersebut dalam bentuk merahasiakan kematian anaknya. Taktik tersebut

termasuk cerdas dengan pertimbangan. 1) sang istri tidak ingin mengganggu

konsentrasi suaminya yang sedang tugas berperang di jalan Allah. Sang istri tahu,

toh juga kalau diberitahukan kepada suaminya, anaknya juga tidak akan hidup lagi.

2) sang istri tidak ingin mengganggu kebahagiaan, kemesraan, kehangatan dan

selera suaminya ketika ia pulang dari medan perang, padahal memberikan

kebahagiaan, kemesraan, kehangatan itu adalah kebahagiaan, dan mendahulukan

kepentingan orang yang masih hidup atas orang yang sudah meninggal itu lebih

diutamakan.

Ini salah satu contoh taktik yang diterapkan dalam kehidupan berumah

tangga. Tujuan taktik tersebut amat luas dan mengandung makna yang dalam,

karena sebuah taktik membutuhkan penalaran dan kecerdasan dari orang yang

melakukannya.

Dalam proses pembelajaran juga terdapat berbagai taktik yang digunakan.

Misalnya taktik yang berkaitan dengan upaya mendorong peserta didik agar datang

tepat waktu, mengerjakan tugas-tugas dengan baik, agar siswa mendapatkan nilai

yang maksimal, senang dan gemar membaca. Semua taktik ini perlu di dalam rangka

mendukung pelaksanaan metode pengajaran yang telah dipilih berdasarkan

pendekatan yang telah ditetapkan.

Proses belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling utama dan

fundamental dalam mendukung keberhasilan pembelajaran pendidikan agama Islam.

Hal ini sejalan dengan prinsip di dalam pendidikan Islam yaitu belajar sepanjang

hayat, maka proses belajar mengajar pun mendapat perhatian yang sangat besar dan

harus dilakukan setiap saat. Dan sesuai dengan prinsip ajaran Islam yang

terintegrasikan antara pengetahuan dan perbuatan, antara iman dan amal sholeh.

Pembelajaran itu penting dan fundamental maka kegiatan ini membutuhkan

dukungan komponen pendidikan lainnya, seperti tujuan, pendekatan, metode, teknik,

dan taktik, sarana prasarana.78

3. Penilaian Pembelajaran PAI

Penilaian pendidikan agama Islam diarahkan pada tiga ranah (domain) yang

meliputi ranah kognitif, psikomotorik dan afektif, untuk menilai masing-masing

ranah dipergunakan teknik penilaian yang berbeda.

a. Tes Menilai Ranah Kognitif

Untuk menilai ranah kognitif dipergunakan tes lisan, tes tulisan dan porto

folio.

1) Tes Lisan

77

Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Kisah Mulia, (Cet. 1; Jakarta: UIN Jakarta Press,

2006), h. 87. 78

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010), h. 157.

65

Sebuah tes yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada peserta

didik yang akan dijawab dengan lisan. Jumlah pertanyaan bisa lebih dari satu.79

Hal-

hal yang harus dipedomani pada waktu pelaksanaan tes lisan yaitu:

a) Proses tes ini haruslah dengan situasi menyenangkan, agar peserta didik dapat

berpikir dan menjawab pertanyaan dengan tenang, sediakan waktu untuk

peserta didik menjawab.

b) Penanya telah menyiapkan pertanyaan yang akan diajukan berikut dengan

kunci jawaban.

c) Memperhatikan jumlah pertanyaan dengan waktu yang diberikan kepada

peserta didik.

d) Pertanyaan hendaklah dengan pertanyaan yang jelas, sederhana dan dapat

dipahami.

e) Bobot dari pertanyaan kepada sejumlah peserta didik diusahakan seimbang.

Kelemahan dan keunggulan dari tes lisan:80

Keunggulan Tes Lisan:

(1) Lebih dapat menilai isi pengetahuan dan kepribadian peserta didik, karena

dilakukan berhadap-hadapan.

(2) Peserta didik dapat mengajukan soal yang sama dengan redaksi yang

berbeda bila soalnya kurangnya jelas.

(3) Bila terdapat kesalahan dari peserta didik, maka penguji dapat mengoreksi

kesalahan sampai detail.

(4) Dapat mengetahui langsung hasilnya.

Kelemahan Tes Lisan:

(1) Jika terdapat hubungan kurang baik dari penguji dan penanya maka akan

mempengaruhi objektifitas tes.

(2) Sifat gugup dari peserta didik dapat mempengaruhi kelancaran jawaban.

(3) Pertanyaan yang diberikan tidak dapat senantiasa sama pada setiap peserta

didik.

(4) Untuk menguji kelas yang besar diperlukan waktu yang lama, dan kurang

ekonomis.

(5) Sering terdapat ketidakbebasan peserta didik.

2) Tes Tulisan Uraian (Essay)

Kelebihan Tes Essay:

a) Bagi pendidik, menyusun soal untuk soal essay sangat mudah tidak

memerlukan waktu yang lama.

b) Peserta didik mempunyai kebebasan untuk menjawab pertanyaan dan

mengeluarkan isi hati dan buah pikirannya.

c) Melatih mencurahkan pikiran melalui tulisan.

d) Lebih ekonomis, hemat dan tidak memerlukan kertas yang banyak.

Kelemahan Tes Essay:

79

Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Cet. 7; Jakarta: Kalam Mulia,

2012), h. 413. 80

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), h.

313.

66

a) Tidak efektif untuk soal yang skopnya luas sehingga kurang menilai isi

pengetahuan peserta didik.

b) Kemungkinan jawaban yang heterogen sehingga kesulitan untuk menscore

jawaban.

c) Keindahan dan kurang indahnya tulisan dapat mempengaruhi hasil penilaian.

3) Tes Tulisan Objektif (Pilihan Ganda)

Jenis penilaian ini juga disebut dengan multiple choice test, pada tes ini

peserta didik diminta untuk memilih jawaban yang benar dari beberapa jawaban

yang tersedia. Di antara jawaban yang tertera, ada jawaban yang paling benar.

4) Portofolio

Cara penilaian portofolio adalah dengan menyimpulkan semua karya peserta

didik yang berkaitan dengan mata pelajaran pendidikan agama Islam. Di akhir satu

unit pelajaran diberikan penilaian. Untuk menentukan skors penilaian dilakukan

diskusi antara pendidik dengan peserta didik. Dengan demikian peserta didik ikut

menentukan hasil pekerjaannya.

b. Tes Menilai Ranah Psikomotorik

Tes yang digunakan untuk menilai berbagai macam perintah yang harus

dilaksanakan siswa yang berbentuk kinerja, penampilan, praktek perbuatan.

1) Beberapa Bentuk Tes Perbuatan

a) Tes tertulis walaupun bentuk aktifitas seperti tes tulis, namun yang menjadi

sasaran adalah kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya, misalnya

gambar orang sholat, gambar membaca al-Qur‟an, membersihkan rumah,

gambar wudhu dan sebagainya.

b) Tes identifikasi yang ditujukan untuk mengukur kemampuan peserta didik

dalam mengidentifikasi sesuatu, misalnya menemukan sesuatu yang tidak

sesuai dengan ajaran agama Islam di madrasah, contoh ada tulisan jorok di

madrasah, udara yang sumpek, debu yang menumpuk di jendela, sampah

berserakan, selokan yang kotor.

c) Tes simulasi dilakukan jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat

dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga dengan

simulasi tetap dapat dinilai apakah mereka sudah menguasai keterampilan

atau belum, misalnya cara memandikan dan mengkafani mayat, cara berbicara

yang baik dan sopan, cara membaca al-Qur‟an yang mudah dan benar.

d) Tes petik kerja (work sample), dilakukan dengan media yang sesungguhnya

dan tujuan untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai atau

terampil menggunakan media tersebut, misalnya dengan menggunakan

kompas untuk menunjukkan arah kiblat, menggunakan jalan, membuat urutan

ibadah haji, menggunakan internet untuk mencari informasi tentang

pendidikan agama Islam.

2) Cara Menilai Tes Perbuatan

Untuk menilai tes perbuatan digunakan daftar cek

Contoh Format Penilaian Rukun Shalat

Nama : ............................................... Kelas .....................................................

NO Rukun Shalat Penilaian

Benar Salah

67

1 Lafaz Niat

2 Cara Berdiri

3 Takbiratul Ihram

4 Membaca Surat Al Fatihah

5 Ruku‟berserta tumaninah

6 Itidal beserta tumaninah

7 Sujud beserta tumaninah

8 Duduk antara dua sujud beserta

tumaninah

9 Duduk akhir

10 Membaca tasyahud akhir

11 Membaca shalawat

12 Mengucapkan salam

13 Menertibkan rukun shalat

Jumlah

Skor

c. Tes Menilai Ranah Afektif

Ranah afektif sangat penting dalam proses pembelajaran, setiap mata

pelajaran sebenarnya memiliki ranah afektif, ranah ini mengandung seperangkat

nilai yang diinternalisasikan dalam proses pembelajaran. Ranah ini yang terpenting

adalah sikap keagamaan yang merupakan ada dalam diri seseorang yang mendorong

seseorang untuk bertingkah laku yang berkaitan dengan agama. Sikap keagamaan

terbentuk karena adanya konsisten antara kepercayaan terhadap agama sebagai

komponen kognitif, perasaan terhadap agama sebagai komponen afektif dan perilaku

terhadap agama sebagai komponen kanatif.81

Untuk menilai sikap keagamaan

dipergunakan Teknik Penilaian Non Tes, diantaranya:

1) Observasi Pelaku

Suatu penilaian yang dilakukan dengan mengamati kejadian perbuatan yang

berkaitan dengan perilaku seseorang. Observasi dilakukan di sekolah dengan

menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan

peserta didik selama di sekolah.

2) Wawancara (Pertanyaan Langsung)

Menanyakan langsung tentang sikap seseorang berkaitan dengan sesuatu hal.

Misalnya bagaimana tanggapan peserta didik tentang kebijakan yang baru

diberlakukan di sekolah mengenai “peningkatan akhlak dan moral”.

Berdasarkan jawaban dan reaksi lain yang tampil dalam memberikan jawaban

dapat dipahami sikap peserta didik terhadap kebijakan tersebut. Dalam wawancara

sebaiknya dipergunakan pedoman wawancara.

3) Laporan Pribadi

Teknik ini dilakukan dengan meminta langsung ulasan tentang pandangan

terhadap masalah, atau apa yang menjadi objek sikap. Misalnya peserta didik

diminta menulis pandangan tentang perkelahian di sekolah yang marak terjadi di

81

Ramayulis, Psikologi Agama, (Cet. 7; Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 96.

68

sekolah. Dari ulasan yang dibuat oleh peserta didik dapat dibaca dan dipahami

kecenderungan yang dimilikinya.82

C. Strategi Pembelajaran PAI

Istilah strategi dulunya digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai

cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan.

Pada dunia pendidikan strategi sebagai “a plan, method, or series of activities

designed to achieves a particular educational goal” (J.R. David, 1976). Jadi strategi

pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu perencanaan yang berisi tentang

rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Ada

dua pengertian dari yang dikatakan oleh J.R. David yaitu pertama, strategi

pembelajaran merupakan rancangan tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk

penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam

pembelajaran. Dapat dikatakan penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses

penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun

untuk sampai kepada tujuan. Artinya hal ini dilakukan untuk sampai kepada tujuan.

Maka semua aspek dari penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan

fasilitas dan sumber belajar untuk sampai kepada tujuan. Oleh karena itu, sebelum

menentukan strategi perlu merumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur

keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi strategi.

Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan

pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat

dicapai secara efektif dan efisien. Dick and Carey (1985) menyebutkan bahwa

strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang

digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Upaya

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan

yang telah disusun dapat tercapai secara optimal, ini yang dinamakan metode.

Ada 3 jenis strategi pembelajaran yang diterapkan kepada peserta didik, yaitu

strategi ekspositori, strategi inkuiri, dan strategi kooperatif. Ketiga strategi

pembelajaran itu akan diuraikan sebagai berikut:

1. Strategi Pembelajaran Ekspositori (SPE)

Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang

menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari guru kepada

sekelompok peserta didik dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi

pelajaran secara optimal. Roy Killen (1998) menamakan ini dengan strategi

pembelajaran langsung (direct instruction). Mengapa demikian? Karena dalam

strategi ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut

untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah ada atau sudah

jadi. Oleh karena itu strategi ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur,

maka sering juga dinamakan istilah strategi chalk and talk.

Strategi pembelajaran ini merupakan bentuk pendekatan yang berorientasi

pada guru atau teacher centris approach. Hal ini dikarenakan guru memegang

peranan yang sangat dominan, dimana guru menyampaikan materi secara terstruktur

82

Ramayulis, Psikologi Agama, (Cet. 7; Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 80.

69

dengan harapan materi pelajaran dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi

ini adalah kemampuan akademis (academic achievement) siswa. metode

pembelajaran dengan kuliah, merupakan bentuk strategi ekspositori. Strategi

pembelajaran antara satu dengan lainnya tidak ada yang lebih, baik atau tidaknya

suatu strategi dapat dilihat dari efektif atau tidaknya penggunaan strategi tersebut

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Di dalam penggunaan strategi pembelajaran

ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru sebagai

berikut:

a. Berorientasi pada Tujuan

Penyampaian materi dalam strategi pembelajaran ini menggunakan metode

ceramah, namun bukan berarti proses penyampaian materi tanpa adanya tujuan

pembelajaran. Penetapan dan penentuan tujuan menjadi hal yang penting agar

penggunaan strategi dengan strategi ekspositori dapat berjalan sesuai tujuan.

b. Prinsip Komunikasi

Proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi

sebagai penerima pesan. Komunikasi ini akan efektif bila pesan yang disampaikan

mudah untuk diterima secara utuh begitupun sebaliknya. Kesulitan menerima pesan

bisa disebabkan oleh berbagai gangguan (noise) yang dapat menghambat kelancaran

proses komunikasi. Dalam penggunaan strategi, guru hendaknya menghilangkan

segala gangguan (noise) yang dapat mengganggu proses komunikasi.

c. Prinsip Kesiapan

Dalam teori belajar koneksionisme, “kesiapan” merupakan salah satu hukum

belajar. Inti dari hukum belajar ini adalah bahwa setiap individu akan merespon

dengan cepat setiap stimulus yang datang manakala peserta didik sudah siap untuk

menerima stimulus itu, sedang bagi yang belum siap maka tidak mudah cepat

merespon stimulus. Prinsip kesiapan ini menjadi penting di dalam pembelajaran agar

peserta didik mudah menerima informasi dari guru atas apa yang disampaikan.

d. Prinsip Berkelanjutan

Strategi pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk

mempelajari mata pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan saja terjadi pada waktu

itu namun juga untuk waktu selanjutnya.

Prosedur penggunaan strategi pembelajaran ekspositori, ada beberapa langkah

dalam penerapan strategi ekspositori, yaitu:

(1) Persiapan (preparation)

Persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan

pelaksanaan pembelajaran dengan penggunaan strategi ekspositori sangat tergantung

pada langkah persiapan. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan

adalah:

- Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif.

- Membangkitkan minat siswa untuk belajar.

- Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa.

- Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

(2) Penyajian (presentation)

Langkah penyajian ini adalah transfer materi pelajaran sesuai dengan

persiapan yang telah dilakukan. Penyajian ini dibuat agar mudah diterima dengan

baik oleh peserta didik, dengan memperhatikan bahasa intonasi suara, menjaga

70

kontak mata dengan siswa, menggunakan joke agar kelas tetap hidup dan segar

melalui penggunaan bahasa dan kalimat yang menyenangkan.

(3) Korelasi (correlation)

Langkah ini dilakukan untuk menghubungkan materi pelajaran yang

diajarkan dengan pengalaman peserta didik atau dengan hal-hal lain yang

memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan

yang telah dimilikinya. Langkah korelasi ini untuk memberikan makna terdapat

pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimiliki

maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan

motorik siswa.

(4) Menyimpulkan

Tahapan ini untuk memahami inti (core) dari materi yang telah disajikan.

Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi

ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan ini maka peserta didik dapat

mengambil intisari dari proses pemaparan materi. Menyimpulkan berarti

memberikan keyakinan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan.

Menyimpulkan dapat dilakukan dengan mengulang kembali inti-inti materi yang

menjadi pokok persoalan; Dengan cara memberikan pertanyaan yang relevan dengan

materi yang baru saja disampaikan. Dengan cara menanya ini menjadikan peserta

didik mengingat-ingat kembali materi pelajaran yang baru saja dibahas; Dengan cara

mapping melalui penataan keterkaitan antarmateri pokok-pokok materi.

(5) Mengaplikasikan (aplication)

Langkah untuk unjuk kamampuan siswa setelah mereka menyimak

penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses

pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan mengumpulkan

informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Langkah

ini dilakukan dengan, pertama dengan membuat tugas yang relevan dengan materi

yang telah disajikan, kedua, dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi

pelajaran yang telah disajikan.

2. Strategi Pembelajaran Inkuiri

Strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang

menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk menemukan dan

mencari sendiri jawaban yang sudah pasti dari suatu masalah yang dipertanyakan.

Proses berpikir tersebut biasa dilakukan melalui proses kegiatan tanya jawab antara

siswa dengan guru. Strategi ini juga biasanya dinamakan heuristik sebuah kata yang

berasal dari Yunani heuriskein yang diartikan saya menemukan.

Ada beberapa ciri utama dari strategi pembelajaran inkuiri ini. Pertama

strategi pembelajaran inkuiri ini menekankan kepada aktivitas siswa untuk mencari

dan menemukan. Kegiatan ini menempatkan siswa sebagai subjek. Dalam kegiatan

ini peserta didik bukan saja menerima apa yang disampaikan oleh pendidik secara

verbal melalui sebuah penjelasan-penjelasan, namun juga berperan menemukan

sendiri inti dari materi yang diajarkan. Kedua, aktivitas yang dilakukan siswa

ditujukan untuk menemukan dan mencari jawaban pertanyaan yang sifatnya sudah

pasti dari sesuatu yang dipertanyakan. Sehingga dapat menimbulkan perasaan

percaya diri. Kegiatan pembelajaran ini menempatkan peserta didik sebagai sumber

71

belajar, pendidik hanya sebagai fasilitator dan motivator. Aktivitas kegiatan ini

banyak menggunakan proses tanya jawab sehingga kemampuan pendidik di dalam

menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.

Ketiga, mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, kritis, logis,

mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental adalah

tujuan dari strategi penggunaan pembelajaran inkuiri. Dengan demikian peserta

didik dituntut bukan saja menguasai materi yang diberikan namun juga dituntut agar

dapat menggunakan potensi berpikir kritis, sistematis dan logis yang dimilikinya.

Peserta didik yang menguasai materi pembelajaran belum tentu dapat

mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal, namun sebaliknya siswa

dapat mengembangkan kemampuan berpikir bilamana dia menguasai materi

pelajaran.

Pembelajaran dengan menggunakan strategi inkuiri tujuan utamanya adalah

menolong peserta didik untuk dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan

disiplin intelektual dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan

jawaban atas dasar ingin tahu.

Prinsip-prinsip pelaksanaan strategi pembelajaran inkuiri:

1) Berorientasi pada Pengembangan Intelektual

Strategi pembelajaran ini bukan saja ditujukan peserta didik dapat

menguasai materi ajar namun juga peserta didik dituntut untuk mencari dan

menemukan sesuatu melalui proses tanya jawab. Inilah tujuan utama dari strategi

inkuiri yaitu pengembangan kemampuan berpikir. Makna dari sesuatu yang harus

ditemukan oleh peserta didik melalui proses berpikir adalah sesuatu yang dapat

ditemukan, bukan sesuatu yang tidak pasti, oleh sebab itu setiap gagasan yang harus

dikembangkan adalah gagasan yang dapat ditemukan.

2) Prinsip Interaksi

Proses interaksi adalah dasar dari proses pembelajaran dimana terjadi

interaksi antara sesama peserta didik maupun antara guru dengan peserta didik atau

bahkan peserta didik dengan lingkungannya. Pembelajaran sebagai proses interaksi

berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai

pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan

agar peserta didik langsung dapat mengembangkan potensi yang dimiliki melalui

interaksi. Seringkali guru terjebak oleh kondisi yang tidak tepat mengenai proses

interaksi itu sendiri. Misalnya, interaksi hanya berlangsung antarsiswa yang

memiliki kemampuan berbicara saja walaupun pemahaman peserta didik tentang

substansi permasalahan yang dibicarakan sangat kurang, atau guru justru

menanggalkan peran sebagai pengatur interaksi itu sendiri.

3) Prinsip Bertanya

Guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap

pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan bagian dari proses berpikir. Oleh karena

itu, kemahiran guru di dalam proses bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat

diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru.

Apakah itu bertanya hanya sekedar meminta perhatian siswa, bertanya untuk

melacak, bertanya untuk mengembangkan kemampuan atau bahkan bertanya untuk

pengujian pengetahuan.

4) Prinsip Belajar untuk Berpikir

72

Learn how to think yaitu proses pengembangan seluruh potensi otak, baik

otak kiri dan otak kanan. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah kata, akan tetapi

belajar adalah proses berpikir yaitu pemanfaatan dan penggunaan otak secara

maksimal. Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan

memaksa anak untuk berpikir logis dan rasional akan membuat anak dalam posisi

“kering dan hampa”. Oleh sebab itu, belajar berpikir logis dan rasional perlu

didukung oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukkan unsur yang

dapat memengaruhi emosi, yaitu unsur estetika melalui proses belajar yang

menyenangkan dan menggairahkan.

5) Prinsip Keterbukaan

Belajar adalah proses mencoba berbagai kemungkinan. Anak perlu diberikan

kebebasan untuk mencoba sesuatu yang dapat mengembangkan kemampuan logika

dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan

berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.

Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa

mengembangkan hipotesisnya dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis

yang diajukan.

6) Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim

pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap

melaksanakan proses pembelajaran. Ada perbedaan antara preparation ekspositori

dengan orientasi inkuiri, dimana ekspositori sebagai langkah untuk mengkondisikan

agar siswa siap menerima pelajaran, sedangkan pada orientasi inkuiri, guru

merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah

orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan SPI sangat

tergantung pada kemauan peserta didik untuk beraktifitas menggunakan

kemampuannya dalam memecahkan masalah; tanpa ada keinginan dari peserta didik

dan kemampuannya tersebut maka proses belajar mengajar akan mengalami

hambatan.

Langkah-langkah pelaksanaan strategi pembelajaran inkuiri, adalah sebagai

berikut:

a) Merumuskan Masalah

Persoalan yang dikaji mengandung teka teki, dikatakan demikian masalah itu

ada jawabannya, peserta didik diminta dan ditantang untuk memecahkan masalah.

Proses mencari jawaban itu sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab melalui

proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai

upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

b) Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang sedang dikaji.

Sebagai jawaban sementara hipotesis perlu diuji kebenarannya. Manakala individu

dapat membuktikan tebakannya, maka ia akan sampai pada posisi yang dapat

mendorong untuk berpikir lebih lanjut.

c) Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan

untuk menguji hipotesis yang diajukan. Mengumpulkan data dalam strategi

pembelajaran inkuiri merupakan proses mental yang sangat penting dalam

73

pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan

motivasi yang kuat dalam belajar namun juga membutuhkan kemampuan dan

ketekunan menggunakan potensi cara berpikir. Tugas guru dalam proses ini adalah

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir

mencari informasi yang dibutuhkan.

d) Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap

diterima sesuai dengan informasi atau data yang didapatkan berdasarkan

pengumpulan data. Yang terpenting dari proses uji hipotesis ini adalah mencari

tingkat keyakinan peserta didik atas jawaban yang diberikan. Menguji hipotesis

berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional, artinya jawaban data yang

diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh

data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

e) Merumuskan Kesimpulan

Kegiatan ini disebut dengan proses mendeskripsikan temuan yang telah

didapatkan berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan

merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi yaitu banyak data

yang diperoleh menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap

masalah yang hendak dipecahkan. Oleh karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang

akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada peserta didik mana data yang

relevan dengan yang tujuan.

3. Strategi Pembelajaran Kooperatif

Kegiatan ini merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem

pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam yang mempunyai latar

belakang kemampuan akademis, ras, jenis kelamin atau suku yang berbeda

(heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan

memperoleh penghargaan jika mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.

Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan memiliki ketergantungan positif.

Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung

jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap

anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan memiliki

motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga individu akan memiliki

kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi tujuan yang dicapai dari

kelompok tersebut.

Cooperatif learning ini merupakan strategi pembelajaran kelompok yang

akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk

digunakan. Oleh Slavin (1995) mengemukakan dua alasan, pertama, beberapa hasil

penelitian menyatakan penggunaan pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan

prestasi belajar peserta didik sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan

sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain serta dapat

meningkatkan kepercayaan diri; kedua, pembelajaran kooperatif dapat

merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkah problem dan

mengintegrasikan pengetahuan dengan praktek.

Strategi pembelajaran kooperatif memiliki dua komponen utama yaitu:

komponen tugas kooperatif dan struktur insentif kooperatif. Tugas kooperatif

74

berkaitan dengan hal yang menyebabkan anggota bersama-sama di dalam

menyelesaikan tugas kelompok; sedangkan struktur insentif kooperatif merupakan

sesuatu yang membangkitkan motivasi individu untuk bekerjasama mencapai tujuan

kelompok. Struktur insentif dianggap keunikan dari pembelajaran kooperatif, karena

melalui struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk sama-sama

belajar, dan memotivasi anggota lainnya untuk menguasai materi sehingga dapat

mencapai tujuan dari kelompok.

Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif yaitu:

(1) Prinsip Ketergantungan Positif (positive interdependence)

Perlu kesadaran dari setiap anggota kelompok akan peran dan tugas masing-

masing karena dengan kesadaran ini dapat mencapai keberhasilan. Keberhasilan

sangat tergantung pada usaha yang dilakukan oleh anggota kelompoknya. Untuk

tercipta kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok membagi tugas

sesuai dengan tujuan dari kelompok tersebut. Inilah hakikat dari ketergantungan

positif dengan artian bahwa tugas kelompok tidak dapat diselesaikan bilamana ada

anggota yang tidak dapat menyelesaikan tugasnya sehingga kekurangan ini dapat

mempengaruhi kerja yang lain.

(2) Tanggung Jawab Persoalan

Setiap anggota diminta untuk memberikan yang terbaik untuk kelompoknya,

dan untuk mencapai tujuan tersebut, seorang guru perlu memberikan penilaian

terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian dari terhadap individu bisa berbeda

tetapi untuk penilaian pada kelompok tetap sama.

(3) Interaksi Tatap Muka

Face to face promotion interaction memberikan kesempatan dan ruang yang

luas kepada setiap anggota kelompok untuk tatap muka, saling memberikan

informasi dan saling membelajarkan. Kelompok belajar ini dibentuk secara

heterogen baik latar belakang budaya, ras dan kemampuan akademik berbeda.

Interaksi tatap muka anggota kelompok antara satu dengan lainnya memberikan

pengalaman akan saling menghargai, menghormati, menghargai perbedaan,

memanfaatkan kelebihan setiap anggota dan mengisi setiap kekurangan dari anggota

kelompok.

(4) Partisipasi dan Komunikasi

Prinsip pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa untuk dapat mampu

berpartisipasi secara aktif dan kemampuan berkomunikasi. Untuk hal ini peserta

didik perlu dibekali kemampuan-kemampuan komunikasi. Misalnya, bagaimana

cara menyatakan ketidaksetujuan atau menyanggah pendapat orang lain dengan

santun, tidak memojokkan; cara menyampaikan ide gagasan yang dianggap baik dan

berguna. Kemampuan ini perlu waktu maka sebagai guru untuk dapat terus melatih

dan melatih sampai akhirnya peserta didik memiliki kemampuan untuk menjadi

komunikator yang baik.

Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya

terdiri dari empat tahap, yaitu: penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian,

dan pengakuan tim.

(1) Penjelasan Materi

Tahap ini diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi

pelajaran sebelum peserta didik belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap

75

ini adalah pemahaman peserta didik terhadap pokok materi pelajaran. Pada tahap ini

guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai

yang selanjutnya setiap peserta didik mendalami materi dalam pembelajaran

kelompok. Pada tahap ini guru menggunakan metode ceramah, curah pendapat, dan

tanya jawab. Di samping itu, pendidik juga dapat menggunakan berbagai media

pembelajaran agar proses penyampaian materi ini dapat dimengerti dan menjadi hal

yang menarik bagi peserta didik.

(2) Belajar dalam Kelompok

Setelah penjelasan umum tentang pokok-pokok materi, selanjutnya peserta

didik diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk

sebelumnya.

(3) Penilaian

Penilaian dari strategi pembelajaran kooperatif dilakukan dengan tes atau

kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok. Tes

individual ini akan memberikan informasi kemampuan setiap peserta didik; dan tes

kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok.

(4) Pengakuan Tim

Team recognition adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol

kemudian diberikan reward atas pencapaian dibanding dengan tim lain. Pengakuan

dan pemberian hadiah ini untuk memotivasi tim untuk terus berpartisipasi dan

berprestasi.

D. Masyarakat Pluralistik

Masyarakat sebagaimana yang dikatakan oleh Abuddin Nata adalah suatu

kesatuan yang didasarkan pada ikatan-ikatan yang sudah stabil dan teratur. Maka

dengan sendirinya masyarakat merupakan kesatuan yang dalam bingkai struktur

proses sosial diselidiki oleh Sosiologi.83

Sosiologi adalah suatu ilmu mengenai das

sein, dan bukan das sollen. Sosiologi menyelidiki masyarakat serta perubahannya

menurut keadaan kenyataan. Sosiologi adalah lembaga pelatihan yang paling baik

untuk para guru. Sedangkan sosiologi pendidikan adalah sebuah analisis ilmiah

tentang proses sosial dan pola sosial yang di dalamnya termasuk sistem pendidikan.

Sosiologi pendidikan berarti pula sebagai perkembangan masyarakat, menetapkan

tujuan pendidikan, aplikasi ilmu sosial, proses sosialisasi, tempat latihan bagi

pekerja pendidikan, analisis terhadap tempat berlangsungnya pendidikan, analisis

terhadap interaksi sosial di sekolah dan interaksi antara sekolah dan masyarakat.84

Dalam literatur bahasa Inggris, masyarakat disebut dengan group, community,

atau society. Sedangkan dalam literatur Islam dijumpai ummat, qaum, ijtima‟iyah,

jama‟ah, shu‟ub, dan qobail. Istilah-istilah ini pada prinsipnya sama, yaitu

menunjuk pada adanya kelompok sosial. Namun dasarnya yang berbeda. Qobail

dasarnya ikatan kesukuan, Shu‟ub dasarnya pada ikatan darah; jama‟ah atau

83

Abuddin Nata, Sosiologi Pendidikan Islam, (Cet. 2; Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2014), h. 55. 84

Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina

Cipta, 1979), h. 11.

76

ijtima‟iyyah dasarnya pada ikatan yang lebih umum; qaum ikatan yang didasarkan

pada ikatan nasib, dan ummat ikatan yang didasarkan pada misi keagamaan.85

Ciri dari masyarakat sebagaimana yang dikatakan Anderson dan Parker dalam

Astrid S. Sunanto adalah: a) adanya sejumlah orang; b) yang berada dan tinggal

dalam suatu daerah tertentu (terikat pada ikatan geografis), c) mengadakan atau

mempunyai hubungan yang tetap satu dengan lainnya; d) sebagai akibat hubungan

ini membentuk suatu sistem hubungan antar-manusia; e) terikat karena memiliki

kepentingan bersama; f) mempunyai tujuan bersama dan berusaha untuk bekerja

bersama; g) mengadakan kesatuan/ikatan berdasarkan unsur-unsur sebelumnya; h)

berdasarkan pengalaman ini, maka akhirnya mereka mempunyai perasaan solidaritas

(sense of sharing), perasaan membagi bersama; i) sadar akan interdependensi satu

sama lain; j) berdasarkan sistem yang terbentuk, dengan sendirinya membentuk

norma-norma; dan k) berdasarkan unsur-unsur di atas akhirnya membentuk

kebudayaan bersama hubungan antara manusia ini.86

Ferdinand Toennies membagi manusia dalam bentuk gemeinschaft dan

gesselschaft. Gemeinschaft adalah suatu masyarakat yang spontan, sedangkan

gesellschaft adalah masyarakat yang pembentukannnya didasarkan pada

perhitungan-perhitungan manusia.87

Emile Durkheim berpendapat, bahwa

gemeinschaft lebih banyak berbentuk masyarakat yang lebih sederhana. Yaitu

karena didasarkan pada ikatan biologis, ikatan berdasarkan keadaan biologis dan

geografis. Sebaliknya masyarakat modern adalah lebih cenderung untuk masyarakat

bentuk gesellschaft, karena gesellshaft karena masyarakat dengan bentuk

gesellschaft lebih kepada hasil dari: a) pikiran manusia yang sadar akan

interpendensi manusia satu sama lain demi kelanjutan hidupnya; dan b) berdasarkan

pemikiran pemenuhan kebutuhan dengan akibat bahwa yang terbentuk adalah suatu

masyarakat berdasarkan organisasi.88

Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani mengatakan bahwa masyarakat

adalah sebagai tempat dimana kelompok atau individu berinteraksi, menjalin

hubungan sesamanya, dimana usaha terpadu, saling menyatakan rasa-masing-

masing. Selama proses interaksi tersebut individu maupun kelompok perlahan-lahan

membina kesatuan sehingga sampai terwujud satu kesatuan manusia sejagat.89

Ciri

masyarakat Islam menurut Omar Mohammad yaitu masyarakat yang dipersatukan

oleh kesatuan agama, kebudayaan, negara, ilmu pengetahuan, hak-hak asasi

manusia, perubahan, akidah, dan keseimbangan antara kehidupan di dunia dan

akhirat, keluarga dan sekolah, rohani dan jasmani, kerja keras, dinamis, pandangan

85

Abuddin Nata, Sosiologi Pendidikan Islam, (Cet. 2; Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2014), h. 56. 86

Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina

Cipta, 1979), h. 19. 87

Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina

Cipta, 1979), h. 17. 88

Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina

Cipta, 1979), h. 17-18. 89

Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany. Filsafat Pendidikan Islam. (terj) Hasan

Langgulung dari judul asli Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Cet. 1; Jakarta: Bulan

Bintang, 1979), h. 163.

77

bahwa harta adalah milik Allah, toleransi, dan akhlak. Selain itu masyarakat harus

berpedoman pada kemaslahatan umum, persamaan, keadilan, keseimbangan sosial,

jaminan dan setia kawan.90

Kemaslahatan umum dimaksudkan bahwa ajaran Islam menghendaki agar

tidak diskriminatif atau harus memberikan perhatian kepada semua individu yang

ada di masyarakat tanpa perbedaan. Keadilan dimaksud adalah memberikan

kesempatan, kebebasan, peluang dan harapan yang sama pada setiap orang.

Persamaan dimaksudkan sebagai menganggap bahwa setiap orang berasal dari satu

keturunan yang sama yaitu dari bapak yang sama dan dari ibu yang sama. Prinsip

keseimbangan sosial mengandung makna memerangi perbedaan-perbedaan ekonomi

yang buruk dan memerangi kelas-kelas sosial dan ekonomi.

Masyarakat sebagai kesatuan hal dari keseluruhan yang terdapat proses

interaksi antara manusia dengan manusia yang plural, dan manusia dengan alam

sekitarnya. Berbagai hal yang terjadi di masyarakat mengarah pada pemenuhan

kehidupan manusia baik yang bersifat fisik maupun non fisik; material maupun

spiritual, rohaniah maupun jasmaniah. Semua hal tersebut terdiri dari beragam

komponen yang saling terkait sehingga membentuk satu kesatuan yang kokoh dan

teratur. Demikian juga dengan masyarakat di dalam pendidikan yang terdiri dari

masyarakat yang plural.

Masyarakat plural itu dimaknai dengan banyak, lebih dari satu. Pluralis

didefinisikan lebih dari satu atau banyak menurut Oxford Learner Pocket

Dictionary, (for referring to more than one).91

Pluralisme diartikan teori yang

menyatakan bahwa realitas yang terdiri dari dua unsur atau lebih dalam The Random

House Dictionary of the English Language.92

Istilah pluralis berasal dari istilah

bahasa Inggris plural yang mengkonotasikan lebih dari satu. Dalam konteks mitologi

Yunani, lawan dari pluralism adalah monism.93

Kata Pluralisme dipakai untuk

penyebutan adanya banyak ras, suku, agama dan lainnya yang berada dalam satu

kelompok masyarakat yang tinggal bersama. Pluralitas adalah sebuah ungkapan

untuk menyatakan lebih dari satu. Istilah yang dipakai untuk menyebutkan suatu

tatanan baru dalam sebuah realitas multi keyakinan, budaya, dan nilai-nilai

kemanusiaan, yang juga perbedaan tersebut mengilhami adanya konflik yang tidak

terdamaikan.94

Pengertian dari pluralisme ini secara umum terbagi menjadi dua pengertian,

yaitu 1) Pengakuan akan keberagaman dari agama, budaya etnik, suku, dengan tetap

menjunjung tinggi aspek perbedaan masing-masing kelompok sebagai sebuah

90

Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany. Filsafat Pendidikan Islam. (Cet. 1;

Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 163-229. 91

Martin. H. Manser, Oxford Learner, Pocket Dictionary, (Cet. 5; Oxford: University

Press, 1995), h. 318. 92

The Random House Dictionary of the English Language, h. 1490. 93

Eka Darmaputera, “Tugas Panggilan Bersama Agama-Agama di Indonesia”, dalam

T.B. Simatupang, dkk, Peranan Agama-Agama dan kepercayaan Terhadap Tuhan Yang

Maha Esa dalam Negara Pancasila yang Membangun, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1987),

h. 133. 94

Abdul Aziz Sachedina, Beda Tapi Setara: Pandangan Islam terhadap Non-Islam,

terj. Satrio Wahono, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004), h. 48.

78

karakter dari setiap kelompok tersebut. (sunnatullah). 2) Doktrin dan pandangan

bahwa semua agama adalah benar, atau tidak ada yang benar dari agama yang kita

anut maupun agama yang dianut oleh orang lain.95

Definisi pluralisme yang pertama,

dapat diterima oleh masyarakat sebagai sunnatullah, sebagai kenyataan akan

keragaman yang memang berbeda. Namun pada pluralisme bila dilihat pada doktrin

bahwa semua agama adalah sama benarnya, maka inilah yang menyebabkan silang

pendapat terhadap definisi tersebut.96

Definisi yang kedua ini sering disebut dengan

pluralisme agama yaitu suatu paham yang menganggap semua agama mengajarkan

kebenaran bagi pemeluknya, tidak ada agama yang mengklaim paling benar yang

lain salah.

Pluralisme secara historis, identik dengan aliran filsafat yang menentang

konsep negara absolut dan berdaulat sehingga pendefinisian pluralisme dikaitkan

dengan aspek politik. Istilah ini di tahun 1933 dikenal dengan teori yang menentang

kekuatan negara yang monolitik. Istilah pluralisme didedikasikan pada konsep

pluralisme yang digunakan pada abad ke-20 hingga sekarang atau abad ke-21.97

Edward Craig mengatakan pluralisme untuk menyampaikan adanya kesamaan

keyakinan dan kebenaran di dalam agama-agama. Apa yang disampaikan oleh Craig

adalah relativisme.98

Apa yang katakan oleh Edward Craig mengacu kepada tiga

ranah pluralisme. Pertama, pluralisme agama kedua, pluralisme moral, ketiga,

pluralisme kognitif.

Sebenarnya pluralisme bukanlah hal yang baru, karena istilah ini telah ada di

India pada abad 15 yang dipelopori oleh gagasan Kabir (1440-1518) dan muridnya

guru nanak (1469-1538) pendiri agama Sikhisme, hanya saja karena sifatnya lokal

maka tidak dikenal di benua lain.99

Nurcholish Madjid mengatakan pluralisme dalam konteks keindonesiaan, ada

3 yaitu: 1) paham yang mengakui keberadaan agama lain dan bersikap dewasa

menghadapi keanekaragaman. 2) pluralisme agama adalah prinsip mengakui

kebebasan beragama, hidup dengan resiko yang ditanggung masing-masing pemeluk

agama. 3) bukan dokrin semua agama benar, tetapi Islam mengakui sebatas hak-hak

untuk menjalankan agama masing-masing agar terwujud toleransi di Indonesia.100

Nurcholis Madjid menyatakan bahwa pluralisme adalah adanya sikap menerima

kelompok lain dengan hak-haknya sekaligus juga berlaku adil dengan kelompok

lainnya atas dasar saling menghargai, menghormati, dan memiliki usaha bersama di

95

The New International Webster‟s Comprehensive Dictionary fo The English

Language, (Chicago: Trident Press International, 1996), h. 972. Simon Blackburn, Oxford

Dictionary of Philosophy, (Oxford: Oxford University Press). 96

Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 339. 97

Abdu Filali Ansary, Introduction: Theoretical Approaches to Cultural Diversity, in

the Challenge of Pluralism: Paradigms From Muslim Contexts, eds. (Edinburg: Edinburg

University Press, 2009), h. 1. 98

Edward Craig, “Pluralism” In the Shorter Routledge Encyclopedia of Philosophy,

eds., (London and New York: Routledge, 2005), h. 814. 99

Lihat anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, … h. 20. 100

Johan Setiawan, “Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang Pluralisme Agama Dalam

Konteks Keindonesiaan” Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 5. No. 1 Juli 2019,

79

dalam menciptakan perdamaian.101

Kedamaian dan kerukunan antar umat beragama

sangat penting dan sangat dibutuhkan bagi bangsa yang majemuk dalam hal agama

seperti di Indonesia sebagaimana yang dikatakan oleh Amin Abdullah bahwa

keragaman di Indonesia merupakan kenyataan historis.102

Azyumardi Azra berpendapat bahwa pluralisme sama sekali tidak berlawan

dengan ide persatuan dan universalisme yang didasarkan pada humanisme dan

rasionalisme. Karena bila diungkap pada referensi Islam (al-Qur‟an dan Hadis) dan

tradisi tafsir muslim sekalipun, terdapat perbedaan dalam berbagai sudut pandang:

syariah (dzahir), tasawuf (bathin), realistis, metaphor, qot‟i maupun dzonni hal ini

dapat dijadikan alasan untuk menjustifikasi perbedaan, kemajemukan dan

pluralisme.103

Pluralisme agama adalah suatu sistem nilai yang memandang

kemajemukan adalah hal yang positif karena dengannya dapat saling mengenal dan

bekerja sama. Pluralisme adalah sunnatullah, berusaha agar berbuat sebaik mungkin

berdasarkan fakta keragaman itu.104

Alister E. Mc. Grath dalam Kristian Sulisto

mengatakan bahwa pluralisme dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu pluralisme

sebagai sebuah fakta empiris dan pluralisme sebagai pemahaman ideologi.105

Kemajemukan atau pluralisme merupakan tantangan bagi semua agama karena

pendekatan eksklusifnya agama-agama tersebut.106

Anis Malik Thoha mengatakan bahwa asal muasal dari pluralisme agama

sebenarnya yaitu memelihara keharmonisan antar pemeluk agama tanpa merusak

esensi agama tersebut, dengan kata lain menghormati keyakinan agama orang lain

dengan tetap mempertahankan ciri spesifik dan syariat agama masing-masing. Ada

dua faktor penyebab lahirnya gagasan pluralisme agama menurut Thoha, yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa fakta nyata perbedaan

keyakinan agama yang mendasar hal ini nampak dalam bidang akidah, bidang

sejarah yang memengaruhi unsur-unsur keyakinan agama, konsep superioritas

agama atau keterpilihan. Faktor eksternal yang dapat diklasifikasi menjadi dua

kategori, kategori pertama bersifat sosio-politis yang berkaitan erat dengan wacana

nasionalisme, demokrasi, dan HAM yang melahirkan negara bangsa yang kemudian

101

Nur Cholis Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 602. 102

Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1999), h. 5. 103

Azyumardi Azra, “Pluralism Coexistence and Religious Harmony in Southeast

Asia Indonesian Experience in the Middle Path”, in Contemporary Islam: Dynamic Not

Static, Abdul Said and Others (London and New York: Routledge, 2006), h. 227-236.

Azyumardi Azra, “Managing Pluralism in Southeast Asia: Indonesian Experience”, Peace

Research, (2004), h. 43-56. 104

Nur Cholis Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. xxv 105

Kristian Sulisto, “Teologi Pluralisme Agama John Hick: Sebuah Dialog Kritis dari

Perspektif Partikularis”, Jurnal Veritas Vol. 2, No. 1, April 2001, h. 51-69. Lihat Juga,

Alister McGrath, “The Challenge of Pluralism for The Contemporary Christian Church”,

Journal JETS, Vol. 35, No. 3, September 1992, h. 361. 106

John Hick, “A Philosophy of Religious Pluralism”, dalam Paul Badham (ed), A

John Bick Reader, (London: Macmillan, 1990), h. 161-177.

80

mengarah pada globalisasi. Kategori kedua bersifat ilmiah akademis dalam kerangka

maraknya kajian keagamaan kekinian, dimana ahli dan pakar agama

menformulasikan teori pluralisme berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang mereka

capai.107

Pluralis ini menunjukkan lebih dari satu yang ada dalam satu tempat, wadah

dan keadaan sehingga yang dimaksud dengan masyarakat pluralistik di dalam

penelitian ini adalah masyarakat yang terbentuk dari beragam suku, agama, ras,

budaya yang hidup dalam satu kesatuan dengan tujuan yang sama menjaga

kesantunan dan keharmonisan di kalangan sekitar.

Ada pemahaman yang mirip dengan pluralisme yaitu multikulturalisme

dimana ia merupakan suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya

seseorang, serta suatu peristiwa dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain.

Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu

kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat

diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di tempat-

tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu

membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat, yang mana masyarakat

akan menghasilkan ciri khasnya masing-masing yang akan menjadi khas bagi

masyarakat tersebut. Disini ada titik tekannya bahwa multikultural tertuju pada

ragam budaya sedangkan pluralisme tertuju pada ragam agama.

Sedangkan heterogen memiliki pengertian yang beragam pada sisi budaya

etnis, ras dan masyarakat. Menurut Mulyana dan Rakhman (2006:12), masyarakat

heterogen merupakan masyarakat multikultur karena masyarakat multikultur

merupakan sebuah realitas sosial yang terdapat dalam masyarakat seperti

masyarakat etnis Thionghoa, Melayu, Batak dan lain untuk dipertahankan.

1. Nilai Nilai Pluralis Pada Masyarakat

Nilai-nilai yang terkandung dalam pluralis pada masyarakat adalah

persaudaraan, egalitarisme, toleransi, dan demokratis.

a. Persaudaraan (al-ukhuwah)

Anjuran di dalam al-Qur‟an yang menyuruh umat Islam agar memuliakan

sesama umat manusia, tidak mudah merendahkan martabatnya, tidak saling

menghina, mencaci, mengejek yang kesemua itu dapat merusak persaudaraan.

b. Persamaan (al-Musawah)

Tidak ada perbedaaan antara orang Arab dan non Arab, tidak ada perbedaan

antara orang kaya dan orang miskin, tidak ada perbedaan antara kulit kuning, coklat,

putih, hitam. Semuanya sama di mata Allah swt, sama-sama makhluk ciptaan

Tuhan. Sehingga persamaan itu menjadikan manusia untuk saling menghargai dan

menghormati. Persaudaraan atas sama-sama satu ras, kalau tidak sama-sama satu

ras, maka masih bisa diikat dengan satu agama. Kalau masih berbeda di dalam

agama, maka manusia diikat dalam satu persamaan yaitu sama sama manusia yang

punya hak sama untuk hadir di muka bumi sebagai khalifah.

c. Toleransi

Sikap yang dimiliki oleh seseorang yang tenggang rasa, menghargai pendapat

orang lain yang berbeda dengan pendapatnya. Kerukunan hidup umat beragama

107

Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama (Jakarta: Perspektif, 2005), h. 6-7.

81

pada hakikatnya adalah kondisi hubungan antar individu atau kelompok yang

berbeda keyakinan dan agama dalam kehidupan sosial. Bentuknya dengan

menghargai dan mengakui adanya perbedaan yang tercermin dalam ucapan dan

tindakan hidup bertetangga, bermasyarakat dan bernegara tanpa menonjolkan

identitas keyakinan dan agama.

Toleransi tidak mesti membenarkan semua pendapat atau juga tidak harus

menerima setiap tindakan yang salah. Namun menghargai perbedaan sebagaimana

arahan di dalam al-Qur‟an “bagimu agamamu, bagiku agamaku”. Sikap toleransi

setidaknya ada tiga hal yang dicegah. Pertama, sikap fanatisme yang berlebihan

yaitu sikap tidak menghargai agama orang lain. Kedua, sinkritisme yaitu

mencampurkan agama dan melahirkan agama baru. Ketiga, sikap apatis terhadap

agama lain.108

d. Demokratis

Pluralisme agama adalah pengakuan agama orang lain, prinsip kebebasan

beragama, doktrin bukan semua agama itu benar namun kebebasan untuk

memperoleh hak-haknya dalam menjalankan agama agar terwujud toleransi. Melalui

isyarat al-Qur‟an, mengakui adanya pluralisme agama dalam konteks pengakuan

akan eksistensinya sebagai realitas sosial, bukan pada konteks mengakui substansi

ajaran.109

Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengatakan bahwa pluralisme agama adalah

haram yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, hal ini dikarenakan bahwa

pluralisme agama adalah suatu paham yang menyatakan dan mengajarkan bahwa

semua agama termasuk selain Islam adalah sama benarnya dan karena hal tersebut

maka kebenaran yang ada pada setiap agama adalah relatif; oleh karena itu setiap

pemeluk agama tidak boleh mengklaim agama yang dipeluk dan dianutnya adalah

agama yang paling benar sedangkan agama yang lain itu tidak benar dan salah.

Pemeluk agama yang berbeda tersebut nantinya akan masuk surga bersama-sama

dan hidup berdampingan di sana.110

Fatwa MUI tahun 2005 mengenai adanya pengharamkan pluralisme karena

bertentangan dan tidak sesuai dengan ajaran Islam.111

Umat Islam dilarang

mengikuti paham liberalisme, sekularisme, dan pluralisme karena hal tersebut

bertentangan dengan ajaran agama Islam yang berkaitan dengan masalah akidah dan

ibadah maka umat Islam harus bersikap eksklusif dalam artian pengakuan akan

agamanya yang paling benar, dan juga tidak boleh mencampur adukkan

keyakinannya dengan akidah agama lain. Untuk soal bersosialisasi dan berinteraksi

108

Jeremias Jena, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Galaxy

Puspa Mega, 2001), h. 3. 109

Hamiruddin,”Dakwah dan Perdebatan Pluralisme Agama”, Jurnal Dakwah

Tabligh, Vol. 13 No. 1 2012. h. 6. 110

Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme, dan

Sekularisme Agama, (Nomor: 7/Munas VII/MUI/11/2005. h. 96-97. 111

Adian Husaini, Islam Liberal, Pluralisme Agama dan Diabolisme Intelektual, (Cet.

1; Surabaya: Risalah Gusti, 2005), h. 12.

82

secara sosial dengan umat lain demi kemaslahatan sosial kemasyarakatan sepanjang

tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam diperbolehkan.112

Hamka Hak mengatakan pemahaman MUI bahwa pluralisme adalah

sinkritisme agama adalah sebuah kesalahan dan keliru, karena semua agama yang

ada di Indonesia dari agama Budha, Kristen, Hindu dan Islam tidak berpaham bahwa

pluralisme agama adalah penggabungan agama dalam satu agama (sinkretisasi)

Maka fatwa tersebut sebuah kemubadziran.113

KH. Ma‟ruf Amin yang ketika itu menjadi ketua Fatwa MUI, menjelaskan

bahwa pluralisme agama dapat dimaknai beragam, yang bila diartikan bermacam-

macam agama maka tidak dipermasalahkan oleh MUI karena hal tersebut sebuah

keniscayaan. Pluralisme dinyatakan haram bila dimaknai dua hal, pertama,

pluralisme agama dinyatakan ditolak bila menyatakan bahwa semua agama benar.

Pengertian semacam ini tidak benar bagi semua agama, yang dalam Islam sendiripun

agama yang benar adalah agama Islam, bagi agama lain pun juga sama. Kedua,

teologi yang mencampur adukkan semua agama menjadi satu ajaran agama, teologi

semacam ini sama dengan sinkritisme agama yang tidak dibenarkan MUI.114

Pluralisme adalah sikap menghormati dan menghargai orang lain yang

berbeda dari sisi agama dan budaya. Pluralisme dalam pandangan Abdul Aziz

Sachedina, terbagi menjadi tiga. Pertama, pluralisme menginisiasi peradaban

dengan mengajarkan nilai-nilai moral serta tata cara berinteraksi dengan komunitas

lain; Kedua, pluralisme sifatnya kontekstual, sehingga sebagai seorang muslim dapat

menjadi manusia yang lain yang sama dengan orang lain yaitu boleh hidup dan

membiarkan hidup untuk orang lain; Ketiga, sebagai agama revelation (wahyu),

tidak ada paksaan di dalam beragama, namun juga dianjurkan untuk berkomunikasi

dengan umat lain.115

Persoalan pendidikan agama memiliki hubungan dengan pluralisme beragama

karena berkaitan dengan pembelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan.

Perdebatan pluralisme dalam tataran konsep dan tataran praktek hal ini perlu untuk

diuraikan karena sebelum fatwa MUI keluar mengenai larangan pluralisme, wacana

dari pluralisme itu sendiri telah tumbuh di Indonesia. Sisi teologis di dalam ayat al-

Qur‟an menyatakan bahwa pluralisme itu merupakan hal wajar saja karena ada ayat

62 dari surat al-Baqoroh yang menyatakan bahwa orang Yahudi, Nasrani, dan Sabiin

serta siapa saja yang beriman pada hari akhir dan juga diiringi perbuatan baik maka

perbuatan baik dan iman tersebut akan dibalas pahala dari Tuhan.

112

Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme, dan

Sekularisme Agama, (Nomor: 7/Munas VII/MUI/11/2005. h. 97. 113

Hamka Haq dalam Budhy Munawar Rachman, Argumen Islam Untuk Pluralisme:

Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), h. 1. 114

Ma‟ruf Amin dalam Budhy Munawar Rachman, Argumen Islam Untuk Pluralisme:

Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), h. 2. 115

Abdul Aziz Sachedina, Dialogical Conversation to Search for Principles of

Interfaith Relations: The Future of Pluralistik World Other, in Joint Cristian-Muslim

Theological Reflections, (German: The Lutheran World Fereation, 2015), h. 31-32.

83

Terjemahnnya:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang Yahudi dan

Nasrani dan Shabiin siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat dan

mengerjakan amal sholeh maka mereka mendapatkan pahala dari Tuhannya

dan mereka tidak merasa khawatir dan mereka tidak bersedih.

Namun pada ayat yang berbeda pun secara tegas menolak adanya pluralisme

agama. Kebenaran agama hanya mutlak ada pada agama Islam, sementara hanya

pada agama Islam dan di luar agama Islam tidak ada kebenaran sebagaimana firman

Allah swt di dalam ayat 19 surat Ali Imran/3 yang menegaskan bahwa agama yang

diridhoi oleh Allah swt. adalah agama Islam.

Ayat ini oleh imam Ibnu Katsir ditafsirkan, Allah menyatakan bahwa di sisi

Allah tidak ada agama yang diterima selain agama Islam, dan agama ini mengikuti

ajaran yang telah diutus oleh Allah sebelumnya hingga agama sebelumnya ditutup

dengan risalah yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. sehingga syariat

penghambaan kepada Allah selain dari syariat agama yang dibawa oleh Muhammad

saw. tidak diterima sebagaimana dipertegas di dalam surat Ali Imran ayat ke 85

menyebutkan barang siapa yang memeluk agama selain agama Islam maka ia

tertolak dan di akhirat nantinya dia termasuk orang orang yang merugi.

Justifikasi teologis dari kedua ayat ini baik yang pro pluralisme maupun yang

kontra, dengan kata lain ada landasan yang kongkrit dalam agama Islam melalui

kitab sucinya tentang pluralisme. Itulah sebabnya fatwa dari Majelis Ulama

Indonesia menyatakan haram paham pluralisme, sekulerisme dan liberalisme

sehingga sampai saat ini diskursus publik antara kontra dan pro terus menghangat.

Perbedaan pendapat para pemikir keagamaan dalam tataran teoretis konseptual

merespon dengan nada yang berbeda, konsekuensinya kedudukan paham anti

pluralisme adalah sama benarnya dengan kedudukan pluralisme.

Doktrin dalam pluralisme agama dalam Islam itu bersumber dari al-Qur‟an

tidak memaksa manusia untuk mengikuti agama Islam (QS. 2 ayat 256, Yunus ayat

99), ketika mengajak orang untuk menyembah Tuhan dilakukan dengan cara-cara

yang beradab (an-Nahl ayat 124), dan bahkan diharuskan kaum muslimin untuk

berlaku adil dan berbuat baik kepada manusia walau berbeda keyakinan dengan

syarat ia tidak memerangi orang Islam (al-Mumtahanah ayat 8. Dalam prakteknya

nabi Muhammad memberikan penghormatan atas nama kemanusiaan kepada

seorang jenazah Yahudi yang lewat di depan nabi. Umar suatu hari melihat Yahudi

84

buta yang meminta-minta, kemudian Yahudi tersebut dibawa ke baitul mall dan

menyuruh sahabatnya agar mencukupi kebutuhan Yahudi tersebut.116

Catatan sejarah dalam menyusun piagam Madinah, nabi membuat perjanjian

dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan Nasrani, salah satu butir di

dalam perjanjian tersebut adalah bani Auf yang Yahudi adalah satu umat dengan

orang Mukmin. Bagi Yahudi dan pemeluknya adalah agama mereka, dan bagi Islam

dan pemeluknya adalah agamanya.117

Sejatinya pluralis telah memiliki landasan teologis yang cukup kokoh dalam

nilai dan ajaran Islam. Berikut landasan dan dasar di dalam al-Qur‟an:

a. Mekanisme Pengawasan dan Pengimbangan (cheks and balances)

QS. Al-baqoroh ayat 251, sekiranya Tuhan mau membiarkan penindasan

kelompok terhadap kelompok maka akan terjadi kerusakan. Dengan karunia dan

kasih sayang Tuhan terhadap alam semesta maka bumi dapat berjalan sesuai dengan

kehendakNya. Maknanya, watak dasar manusia selalu ingin menundukkan satu

dengan lain, yaitu sikap hegemoni. Oleh karena itu, Tuhan memberikan petunjuk

agar saling menjaga dan mengendali hawa nafsu. Tuhan mengutus utusan-Nya untuk

mengatur mekanisme di antara manusia agar tidak terjadi hegemoni antar sesama

manusia. Selain pengawasan, diperlukan juga pengimbangan antar sesama manusia

demi menjaga bumi status sebagai khalifah di muka bumi.

b. Kehendak Tuhan tentang Perbedaan

Sebagaimana tertuang di dalam al-Qur‟an surat ke 5 ayat 48, sekiranya

keinginan Tuhan menjadikan manusia adalah umat yang satu saja, maka itu

sangatlah mudah, tetapi tidak dijadikan demikian untuk mengujimu, maka dengan

berbeda beda tersebut sebagai ujian maka berlomba lombalah dalam kebaikan.

Karena kepada Tuhan lah nanti semua akan kembali, lalu disampaikan apa saja yang

menjadi perselisihan di antara kalian dulunya.

Pada hakikatnya agama-agama punya esensi yang sama, terutama terkait

dengan kemanusiaan. Tetapi dalam konteks tertentu penetapan berbeda pada cara

(minhaj) dan jalan (syariah). Perbedaan ini secara teologis dikehendaki oleh Allah

sebagaimana yang tertuang di dalam al-Qur‟an, dengan perbedaan tersebut

menjadikan manusia berlomba-lomba di dalam kebaikan.

Mengenai perbedaan-perbedaan di antara manusia, pada akhirnya nanti Tuhan

akan menjelaskan perbedaan tersebut. Dengan begitu kesatuan bukan semata

merupakan esensi dari perbedaan agama-agama, tetapi perbedaan pun merupakan

kenyataan yang harus diakui dan dihormati118

Setiap golongan atau agama berhak

menilai kebenaran masing-masing ajarannya tanpa harus menafikan kebenaran

agama lain yang mempunyai klaim kebenaran yang sama. Paling tidak,

menghormati akan klaim kebenaran agama lain dapat diwujudkan dalam bentuk

tidak menghujat dan memberikan stigma kesesatan satu sama lainnya.

116

Abu Yusuf Ya‟qub bin Ibrahim, Kitab al-Kharraj, (Cet. 1; Beirut: Dar Syuruq,

1405), ditahqiq Ihsan Abbas, h. 278-279. 117

Teks Piagam Madinah di dalam Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, (Mesir: Maktabah

wa Matba‟ah Mustafa al-Bab al-Halabi, 1375), h. 501. 118

Yusuf Wibisono, “Agama, Kekerasan dan Pluralisme dalam Islam” Kalam: Jurnal

Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 9, No. 2, Desember 2015, H. 16.

85

c. Mengedepankan spIrit Dialog119

Dalam ajaran agama Islam, fakta pluralitas agama harus dipahami dan

ditanggapi positif melalui dialog dan kerjasama. Pada dataran itu di dalam al-Qur‟an

para pemeluk agama diajak untuk mencari titik temu dalam keberagaman.

Terjemahnya:

Wahai ahli kitab, mari kita berpegang teguh pada kalimat “sawa” antara kami

dan kalian yaitu tidak menyembah selain Allah dan tidak berbuat syirik

kepada selainnya dan tidak mengambil sebagian kita dan lainnya sebagai

Tuhan selain Allah, jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka

bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri.

Dalam ayat di atas dikatakan sebagai ajakan untuk mencari titik temu antar

agama-agama yaitu pengakuan bahwa yang pantas disembah dan tidak diduakan

adalah Allah. Alwi Shihab menyebutkan bahwa di antara titik perjumpaan tersebut

adalah penciptaan suatu kehidupan bermoral yang menjunjung tinggi nilai-nilai

keagamaan dalam segala aspek kehidupan manusia, sesuai dengan yang digariskan

oleh Allah swt. Titik temu dari agama agama tersebut pada substansi.

Islam mengharuskan untuk berdialog dalam konteks relasi antar agama.

Dialog yang dimaksud adalah pertemuan yang membahas mengenai persamaan dan

juga perbedaan-perbedaan dalam rangka mencari titik temu antara satu dengan

lainnya. Proses dialognya pun dengan cara-cara rasional dan tetap menjunjung tinggi

martabat dan kehormatan masing-masing. Dalam urusan dunia maka dapat duduk

bersama, dalam urusan akhirat maka bagimu agamamu dan bagiku agamaku.

Proses dialog yang konstruktif baik dari aspek metode maupun etika agar

dialog antar agama, keyakinan atau golongan dapat terarah pada tema-tema

kebhinekaan sekaligus menepis usaha pemaksaan yang cenderung tidak adil. Dialog

yang baik dan bermartabat dapat tercermin pada menolak memberikan ruang bagi

mereka yang selalu mengedepankan pendapatnya secara mutlak, dan seakan-akan

mewakili kebenaran hakiki.

d. Sebagai Filosofi Pembebasan

Makna tersirat dari ayat 148 surat al-Baqoroh menyatakan berlomba-lomba

dalam berbuat baik dan kebaikan, dan oleh karena itu diperlukan filosofi

pembebasan dalam memilih keyakinan agama. Setiap manusia berhak menentukan

dan memilih agama yang diyakini benar, tidak ada paksaan memilih agama. Pada

dasarnya, agama Islam memberikan tawaran prinsip-prinsip umum untuk cara hidup

secara individu, keluarga, sosial negara. Namun, Islam tidak menguraikan secara

detil dan teknis tentang cara bernegara dan bersosial. Islam hanya menentukan

119

Al-Qur‟an Surat An-Nahl ayat 125.

86

ketentuan-ketentuan umum. Maka diberikan ruang untuk berekspresi selama tidak

bertentangan dengan al-Qur‟an.

Istilah pluralisme merupakan suatu kata yang menyebutkan suatu tatanan baru

di mana perbedaan agama, ras dan budaya bukan suatu masalah. Pluralisme hadir di

tengah-tengah masyarakat setua usia manusia itu sendiri dan selamanya akan ada,

tetapi cara dan metode manusia dalam menghadapi pluralisme itu yang harus

berubah seiring perkembangan dan perubahan zaman. Keragaman tersebut

mendesak adanya suatu landasan moral yang mengakui harkat dan martabat manusia

lainnya tanpa memandang dari suku dan daerah mana manusia tersebut berasal atau

dari agama apa yang dianut oleh manusia tersebut.

Pluralitas agama sering memberikan andil dalam memberikan ketegangan

atau konflik antar umat beragama yang tampil dengan wajah yang sangat

menyeramkan dan memberangus kemanusiaan. Lahirnya gerakan radikalisme dan

fundamentalisme keagamaan telah menambah situasi tegang dan menakutkan seperti

yang terdapat pada Bosnia-Herzegovina konflik antara Islam-Kristen.

Abdul Aziz Sachedina mengatakan bahwa kebutuhan mendesak akan etika

yang mengakui keberadaan kaum lain tanpa memandang budaya, ras, suku, agama,

bahasa, afiliasi kultural lainnya adalah sebagai produk dari kemajuan teknologi,

informasi, dan komunikasi yang berkembang dengan pesat,120

yang dulunya bangsa-

bangsa berada dalam kondisi terasing satu dengan lainnya. Perjumpaan bangsa satu

dengan bangsa lainnya yang memiliki perbedaan suku dan warna ras teriringi

dengan konflik dan kebenaran atas nama kebenaran sendiri. Benturan ini telah

menempatkan manusia pada sisi dehumanisasi.

Berbeda dengan Anis Malik Thoha yang melihat pluralisme agama dengan

kecurigaan. Thoha melihat gagasan pluralisme agama tampak seperti solusi dari

nilai-nilai kemanusiaan secara sepintas. Namun bila dikaji lebih mendalam, kritik

dan objektif terhadap gagasan tersebut telah menunjukkan hal yang sebaliknya yang

menyingkap wajah aslinya yang ternyata tidak ramah, bengis dan intoleran.121

Zakiyuddin Baidhawy mengatakan meski dengan pengertian yang berbeda,

bahwa pluralisme agama itu seperti makan buah simalakama. Dia juga mengatakan

dilema pluralisme agama terletak pada pertentangan pada kepentingan libertarian

dan komunitarian.122

Di satu sisi, elit mewakili institusi masyarakat mayoritas yang

mempertahankan hak-hak individu yang abstrak sebagai strategi serangan demi

fungsional masyarakat. Sementara di sisi lain elit kelompok minoritas

memperjuangkan hak-hak kolektif sebagai cara mempertahankan identitas

tradisional.

Pluralisme bukan persoalan Timur dan Barat, melainkan persoalan

kemanusiaan. Untuk itu pluralisme bukan untuk membangun keseragaman agama

karena bukan relativisme. Hans Kung lebih memilih pluralisme jalan tengah antara

120

Abdul Aziz Sachedina, The Islamic Roots of Democratic Pluralism (New York:

Oxford University Press, 2001), h. 22. 121

Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, (Jakarta: Penerbit

Perspektif, 2005), h. 3. 122

Zakiyuddn Baidhawy, Ambivalensi Agama Konflik dan Nirkekerasan, (Yogyakarta:

LESFI, 2002), h. 32-33.

87

kubu ekstrim yaitu absolutisme naïf dan relativisme dangkal yang merelatifkan

semua kebenaran.123

2. Pluralistik Pendidikan

Alasan yang mendasar perlu adanya pluralisme dalam pendidikan agama

adalah kenyataan yang menunjukkan bahwa pendidikan agama belum mampu

memberikan kontribusi bagi terwujudnya persaudaraan sejati. Apalagi peraturan

pemerintah tentang pendidikan agama yang berfungsi membentuk manusia

Indonesia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak

mulia dan mampu menjaga kedamaian hubungan intra maupun antar umat

beragama. Cara yang dipakai di dalam pembelajaran ini yaitu dengan menggunakan

model komunikatif yang menjadikan aspek perbedaan tersebut sebagai titik tekan.

Metode dialog ini efektif, apalagi di dalam proses pembelajaran seorang pendidik

mengungkapkan titik persamaan tiap kelompok agama yang berbeda dalam

pembelajaran pendidikan agama. Dalam proses ini diharapkan nantinya

memungkinkan adanya landing dan borrowing serta saling mengenal antar tradisi

dari setiap pemeluk agama peserta didik. Amin Abdullah mengatakan pendidikan

yang basis dan nuansanya adalah pluralisme merupakan perwujudan pendidikan

terkini, karena model pendidikan ini dapat dan mampu menciptakan suasana yang

damai, hubungan yang baik sesama manusia, dan dapat menjadi solusi dari masalah

kontemporer masyarakat dunia saat ini.124

Setiap agama pada dasarnya memiliki sisi fundamentalisme dan fundamental

keagamaan. Abuddin Nata mengatakan fundamentalisme itu bagian dari pemikiran

Islam, karena pengertian itu lebih diorientasikan kepada pemahaman dan praktek

agama. Sering kali peserta didik diajarkan hanya dari satu sisi yaitu pemahaman

tekstualis “taken for granted” sehingga kebenaran hanya dilihat dari satu sisi saja

yaitu dari ideologi masing-masing pemeluk agama, hal ini dapat mengakibatkan

intoleransi tumbuh dengan subur. Kehadiran pendidikan agama Islam harus

senantiasa berwawasan pluralis-inklusif dan toleran, sebagai usaha dan upaya di

dalam meminimalisir paham fundamentalis. Terkait desain inklusif-pluralis pada

pelajaran pendidikan agama maka terdapat dua aspek yang diperhatikan:

Pertama. Aspek pendidik. Pendidik dalam pandangan agama Islam adalah

memiliki ilmu dan kecakapan profesional dalam menjalankan proses pembelajaran

yang dapat mengajar, mendidik, melatih, menilai, mengevaluasi proses di dalam

pembelajaran.125

Guru yang memberikan peluang kepada peserta didik di dalam

berpikir, kreatif, dan memproduksi pengetahuan baru, tidak menghafal secara

tekstual kecuali materinya hafalan, dan normatif saja. Guru yang menyenangkan,

memberikan motivasi, memberikan kebebasan kepada siswa untuk dapat berbeda

dengan pendapat guru, memberikan inspriasi untuk dapat terus berkarya dan

123

Muhammad Anis, “Etika Global dan Pluralisme Hans Kung”, Harian Kompas,

Edisi Jum‟at 18 Juni 2010. Lihat juga Hans Kung dan Rabbi Walter Homolka, How to do

Good and Avoid Evil: A Global Ethic From the Source of Judaism (Vermont: SkyLight Paths

Publishing, 2009), h. 92. s 124

M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural, Multireligius, h. 76-82. 125

Nasri Kurnialoh “Pendidikan Agama Islam Berwawasan Inklusif-Pluralis” Insania.

Vol. 18, Nomor 3, September – Desember 2013. H. 394.

88

berproses menuju sebuah kesuksesan dan kemajuan. Abdurrahman Wahid

mengatakan bahwa guru mengajarkan wawasan inklusif, toleran, pluralis kepada

masyarakat maka akan terwujud persaudaraan lintas iman, ikut serta

mengembangkan kerjasama dan dialog.126

Pendidik yang mengembangkan nilai-nilai

ajaran agama Islam yang inklusif adalah guru yang memosisikan peserta didik

sebagai manusia yang merdeka. Menjadikan sekitar dan suasana sekeliling sebagai

sumber belajar yang tidak fanatik pada satu golongan saja, tidak fanatik pada satu

aliran saja namun dia berdiri di atas dan untuk semua golongan.

Kedua, aspek peserta didik. Dalam paradigma Islam inklusif pluralis peserta

didik dipandang sebagai individu yang memiliki potensi untuk berpikir kritis dan

memiliki kepedulian sosial. Bebas bereksplorasi dan berpendapat untuk menemukan

ilmu pengetahuan dengan apa yang dia kembangkan sendiri tanpa ada paksaan.

Pendidikan agama yang pluralis tidak akan berjalan tanpa adanya kurikulum

pendidikan. Kurikulum pendidikan agama Islam yang pluralis dapat terlihat dari dua

aspek, yaitu:

Aspek yang pertama yaitu aspek materi. Gagasan Islam yang pluralis yang

diajarkan di dalam pendidikan terkait dengan hak minoritas, khususnya dalam sosial

keagamaan. Kesadaran akan hak-hak dari minoritas diberikan demi terjaminnya

kehidupan yang damai dan dapat berdampingan dengan umat lain. perkara ini

menjadi penting karena Indonesia dihuni oleh suku dan budaya yang beragam dan

berbeda. Materi Pendidikan Islam yang pluralis mengembangkan kebebasan berpikir

sehingga ide-ide baru, gagasan baru akan diperoleh bila adanya kebebasan berpikir,

sehingga dapat melahirkan peserta didik yang berpikir kritis, merdeka dan

menjunjung tinggi pluralitas faktual.

Aspek yang kedua yaitu aspek evaluasi proses. Berhasil atau tidaknya suatu

pendidikan di dalam mencapai tujuan pendidikan ini dapat dilihat dari evaluasi yang

dihasilkan, jika sesuai dengan tujuan maka keberhasilan terjadi, namun bila tidak,

maka perlu diungkap penyebab ketidakcapaian tujuan pendidikan Islam. Maka dari

sini dapat dipahami betapa pentingnya sebuah evaluasi di dalam proses pendidikan

Islam.127

E. Relasi Pembelajaran PAI dengan Masyarakat Pluralistik

1. Pendidikan Agama sebagai Sarana Sosialisasi Kebudayaan

Pendidikan agama penting bagi manusia karena dengannya manusia dapat

mengetahui tentang buruk dan baik, salah dan benar serta hubungan yang dibangun

dengan sesama manusia. Pendidikan tidak bisa dilepaskan dari budaya karena

keduanya terdapat hubungan yang sangat erat mengenai nilai. Pendidikan sebagai

usaha dan upaya di dalam mewariskan sesuatu dari satu generasi ke generasi

selanjutnya, mewariskan pendidikan agama yang nantinya dapat menjadi bekal di

kehidupan masa yang akan datang sebagai upaya dalam pelestarian kebudayaan.

Pendidikan membangun totalitas kemampuan manusia baik sebagai anggota

126

Gusdur, 2005, h. 30. 127

Nizar,Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Cet.1;

Ciputat: Ciputat Pers, 2002), H. 76.

89

kelompok masyarakat maupun individu sebagai unsur vital dalam kehidupan

manusia yang beradab.

Proses sosialisasi budaya dapat melalui memasukkan aspek budaya dalam

proses pembelajaran kebudayaan merupakan dasar dari praktis pendidikan maka

tidak hanya seluruh proses pendidikan berjiwakan kebudayaan, tetapi juga seluruh

unsur kebudayaan harus diperkenalkan dalam proses pendidikan.

Proses belajar menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap norma,

peraturan serta adat yang terdapat kebudayaan seseorang. Proses ini telah terjadi

sejak adanya kehidupan kemudian meluas dan meluas. Wahana efektif dan terbaik

untuk sosialisasi kebudayaan adalah melalui pendidikan, yang terlembaga melalui

persekolahan yang tersistem. Lembaga pendidikan merupakan tempat yang paling

baik bagi peserta didik dengan latar agama dan budaya yang berlainan untuk saling

berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama, beradaptasi dan saling menyerap nilai-

nilai budaya yang beragam. System persekolahan adalah salah satu pilar penting

penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam sebuah tatanan kehidupan

masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita kolektif. Maka, pendidikan harus

dilaksanakan dan diselenggarakan meskipun hanya terbatas di lembaga pendidikan

maka perlu dimaknai sebagai usaha dan cara pembudayaan dari turun temurun.

Jika ada pemisahan kebudayaan dengan pendidikan maka hal ini merupakan

kebijakan yang merusak kebudayaan itu sendiri, malah dapat menghianati

keberadaan proses pendidikan yang disebut sebagai proses sosialisasi kebudayaan.

Nilai-nilai pendidikan agama Islam ditransmisikan dengan proses yang disebut

acquiring melalui inquiring, yang dimaksud dengan hal itu bahwa pendidikan bukan

terjadi secara pasif namun melalui proses interaktif antara pendidik dengan peserta

didik. Proses tersebut memungkinkan terjadinya perkembangan budaya melalui

kemampuan-kemampuan kreatif yang dapat memunculkan inovasi dan penemuan

penemuan budaya lainnya.

Proses sosialisasi budaya melalui pendidikan formal adalah upaya

pembentukan sikap dan perilaku, sehingga ukuran keberhasilan pembelajaran

pendidikan agama Islam dalam konsep sosialisasi kebudayaan adalah perubahan

perilaku peserta didik. Hal ini sejalan dengan empat pilar pendidikan yang

dikemukakan oleh Unesco yaitu: 1) Learning to know adalah upaya memahami

instrumen pengetahuan baik sebagai alat maupun sebagai tujuan. Upaya ini

diharapkan memberikan kemampuan setiap orang untuk memahami berbagai aspek

lingkungan agar mereka dapat hidup dengan martabat dan harkat dalam rangka

pengembangan komunikasi dan keterampilan kerja. 2) Learning to do adalah

mempraktekkan dalam kehidupannya apa yang telah dipelajarinya. 3) Learning to

live together, pada dasarnya adalah pelatihan, pengajaran, dan pembimbingan

peserta didik agar mereka dapat aktif berkomunikasi dengan baik, menghilangkan

prasangka-prasangka buruk terhadap pihak lain serta menghindari perselisihan dan

konflik. 4) Learning to be, sebagaimana secara tegas disebutkan bahwa prinsip dasar

pendidikan hendaknya memberikan kontribusi untuk pengembangan seutuhnya jiwa,

raga, kepekaan, empati, intelektual, rasa, etika, tanggung jawab dan nilai-nilai

spiritual.128

128

Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 6-8.

90

Manusia senantiasa dipandang seimbang dan integral di dalam konsep

pendidikan Islam. Oleh karena itu hal yang logis dimana pendidikan Islam

diiharapkan bahkan dituntut untuk dapat menawarkan pendidikan yang universal

dan mengayomi seluruh kebutuhan yang dimiliki oleh peserta didik, baik ia sebagai

individu sebagai hamba Allah maupun sebagai makhluk yang berinteraksi dengan

sesamanya.

2. Pembelajaran PAI Menanamkan Nilai Pluralis

Adanya materi PAI yang diajarkan pada sekolah dari tingkat sekolah dasar

sampai tingkat perguruan tinggi, hal ini merupakan upaya pendidikan Islam dalam

menjadikan masyarakat untuk dapat bersikap pluralis. Dapat bersikap pluralis dapat

dilihat dari muatan materi yang diajarkan oleh pendidik dimana muatan materinya

sarat dengan moral, nilai-nilai spiritual, dan nilai-nilai pluralisme beragama. Misi

yang dibangun untuk terbentuknya karakter muslim yang memahami ajaran agama

serta kesadaran imani yang diwujudkan ke dalam sikap dan perilaku sehari-hari

sebagai wujud dari pemahaman dan pengalaman agama. Menurut syed M. Naquib

al-Attas hasil yang ingin diraih dari pembelajaran pendidikan agama Islam ialah

kehidupan yang taat kepada Tuhan yang Maha Kuasa.129

Pendidikan agama Islam yang ada pada lembaga pendidikan umum secara

konseptual-normatif dimaksudkan sebagai cara dan upaya dalam menumbuhkan dan

membangun sikap pluralisme di kalangan peserta didik. Walau demikian sebenarnya

tanggung jawab tersebut bukan semata-mata adalah tugas dari hasil pembelajaran

PAI, namun PAI memiliki peran yang cukup signifikan dalam menumbuhkan dan

membangun sikap pluralis di kalangan peserta didik yang memang secara budaya,

etnik, agama, suku dan budaya berbeda.130

Tantangan yang dihadapi dalam pendidikan agama Islam sebagai sebuah mata

pelajaran adalah bagaimana menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan nyata

peserta didik agar memiliki kualitas di dalam iman, bertakwa dan dapat berakhlak

mulia serta memiliki kepedulian terhadap yang beda dengan dirinya. Dengan

demikian pelajaran pendidikan agama bukan hanya mengajarkan tentang agama

namun juga bagaimana membentuk kepribadian agar dapat memiliki ketakwaan dan

keimanan yang kuat diiringi akhlak mulia di dalam kehidupannya. Bagi agama

Islam, nilai-nilai penghargaan kepada agama lain dan ibadah serta simbol agama

sudah telah dijelaskan di dalam kitab suci al-Qur‟an yaitu menghormati agama lain.

Dalam surat al-Hajj/22: 39-40.

129

Wan Mohd. Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed

Muhammad Naquib al-Attas (Bandung: Mizan, 1998), h. 174. 130

Max Webber meyakini bahwa agama memiliki kekuatan untuk mempengaruhi

manusia dengan segala variasi dari masyarakat sederhana sampai masyarakat maju

sekalipun, lihat Max Weber, Sosiologi Agama (Yogyakarta: IRCisoD, 2002), h. 1-28.

91

Terjemahnya:

Telah diizinkan bagi orang-orang yang diperangi (untuk memerangi balik)

karena mereka dizolimi, dan sesungguhnya Allah maha mampu menolong

mereka.

Orang-orang yang dikeluarkan dari rumah mereka padahal mereka hanya

mengucapkan bahwa Tuhan kami adalah Allah. Sekiranya Allah tidak

mencegah keganasan manusia terhadap manusia lain, tentulah telah roboh

biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah ibadah Yahudi, dan masjid-masjid

yang di dalamnya disebutkan nama Allah dengan sebutan yang banyak.

Niscaya Allah menolong orang yang menolongnya, sesungguhnya Allah

Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Dalam rangka toleransi pula telah ditentukan agar menyiarkan agama, tidak

boleh bertentangan melakukan pemaksaan, baik secara halus yakni seperti

menggunakan daya penarik dari material, maupun secara kasar. Surat 2: 256.

Terjemahnya:

Tidak ada paksaan dalam agama, telah jelas petunjuk atas jalan yang benar

atas jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada Thogut dan beriman

kepada Allah maka sungguh dia telah berpegang pada tali yang kuat yang

tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Secara jelas di dalam al-Qur‟an mengajarkan bahwa dalam hal memilih

agama, manusia diberikan kebebasan untuk memahami dan memikirkan untuk

menentukan pilihan agama.

Pendidikan agama seharusnya bukan hanya mengajarkan pelajaran agama saja

dalam arti pengajaran tentang ritual atau akhlak belaka. Namun lebih dari itu, Islam

mengajarkan hubungan dengan sesama manusia walau berlainan agama, membina

manusia bagaimana sebaiknya menjalankan pemerintahan, menganjurkan saling

menghormati sesama manusia. Sebab Islam itu sendiri sebagai ajaran agama yang

menyeluruh, oleh karena itu pendidikan Islam seharusnya dilakukan dengan

kerangka pikir menyeluruh pula. Agenda untuk mengajarkan pentingnya pendidikan

agama bagi Indonesia terutama bagi generasi muda. Islam memberikan batasan jelas

terhadap persoalan agama lain. Dalam masalah akidah maka tidak ada campur aduk

akidah, bagimu agamamu, bagiku agamaku. Tetapi dalam masalah sosial, Islam

membolehkan adanya kerjasama dengan pemeluk agama lain.

Pluralis dalam pelajaran agama di lembaga pendidikan adalah pelajaran

yang mampu memberikan pemahaman dan pengetahuan yang luas dan tidak terpaku

hanya satu pandangan madzhab saja serta tidak membelenggu kreativitas anak

92

sehingga pendidikan agama tidak hanya pemberian pengetahuan namun lebih dari

itu sebagai pegangan dan pondasi yang kokoh dalam beraktivitas dalam kehidupan

sehari-hari. Pakar pendidikan pembebasan Paulo Freire mengatakan bahwa

pendidikan itu bukanlah “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial

dan budaya. Bukan masyarakat yang hanya mengagungkan kelas sosial akibat

kemakmuran dan kekayaan yang ia miliki. Melainkan ia menciptakan masyarakat

yang berpendidikan dan terdidik.131

Penanaman pembelajaran PAI yang bernuasa pluralis dengan menggunakan

metode ceramah pada materi meyakini kitab suci yang datang dari Allah,

menjelaskan bahwa demi memberikan panduan serta rambu-rambu yang harus

dilalui maka Allah memberikan kitab suci kepada manusia melalui para Nabi dan

Rasul. Kitab suci yang diturunkan oleh Tuhan ke bumi yaitu kitab suci Taurat,

Zabur, Injil yang ketiganya disempurnakan oleh al-Qur‟an, oleh karena itu peserta

didik diajak untuk mencintai kitab sucinya serta meyakini seyakin-yakinnya dan di

saat yang sama juga untuk menghormati umat agama lain dalam menghayati dan

menghormati kitab sucinya.

Beberapa cara pembelajaran pendidikan agama Islam pada masyarakat plural

yaitu dengan menggunakan pilihan cara dan metode yaitu:

1). Metode Diskusi, penyampaian materi dengan cara diskusi, cara ini

dilakukan untuk meneladani akhlak rasulullah dalam berhubungan dan menghormati

pemeluk agama. Pengalaman lapangan seperti sholat berjama‟ah menyembelih

hewan qurban, dan sebagainya, perkara ini juga penting dalam memperkuat

pengalaman peserta didik di dalam menerapkan berbagi kepada saudaranya.

Penanaman metode ceramah, nilai demokrasi guru menjelaskan adanya makanan

haram dan makanan halal. Makanan halal seperti ikan, sayuran, susu sapi, daging

sapi dll. Sedangkan yang haram dimakan juga jelas yaitu babi, anjing dan binatang

buas, bertaring, dan hidup di dua alam. Sehingga nanti peserta didik dapat

menyesuaikan diri bila berada pada lingkungan non muslim yang memakan

makanan yang biasa bagi mereka namun tidak boleh dimakan oleh muslim.

2). Materi. Materi rendah hati, sederhana, hemat, ibadah puasa adalah bentuk

dari penanaman nilai pluralis. Guru dapat menyelipkan bahwa di dalam agama lain

terhadap ibadah sebagaimana ibadah agama Islam, sehingga dibutuhkan pengertian

dan penghormatan akan ibadah yang dikerjakan. Begitupun panggilan ibadah dalam

agama Islam yang disebut dengan adzan, panggilan ini sebagai tanda bahwa waktu

sholat telah masuk, sebagaimana lonceng yang dibunyikan pada pagi hari sebagai

tanda atau panggilan untuk memenuhi ruangan gereja dalam rangka pelaksanaan

ibadah dalam agama Kristen.

3) Strategi. Penanaman nilai-nilai kerjasama di dalam kelas maupun di luar

pembelajaran dapat dijelaskan dari hadis nabi yag menyebutkan tuntutlah ilmu

sampai ke negeri China. Negara China bukanlah muslim namun di dalam

perkembangan ilmu pengetahuan menjadikan China dapat dijadikan contoh untuk

membangun kerja sama di bidang pendidikan dan kemajuan. Kerjasama ini

bukanlah karena meleburkan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk China

131

Paulo Freire, Pendidikan Pembebasan, (Jakarta: LP3S, 2000), h. 31.

93

yang Atheis dengan masyarakat Indonesia yang beragama. Melainkan kerjasama di

bidang pengembangan ilmu pengetahuan.

Penyebutan istilah pendidikan pluralis terjadi karena mungkin masyarakat

mengapresiasi multikultural, masyarakat yang secara objektif memiliki anggota

yang plural dan heterogen. Paling tidak keberagaman anggota masyarakat tersebut

bisa dilihat pada eksistensi keragaman ras, suku, agama dan budaya. Banks

menyatakan bahwa meskipun tidak ada konsensus tentang itu, bahwa dari

banyaknya pengertian maka dominannya adalah pengertian pendidikan multikultural

sebagai pendidikan untuk people of color.132

Frans Magnis Suseno mengatakan

bahwa pendidikan pluralisme adalah suatu pendidikan yang mengandaikan kita

semua dalam membuka visi pada cakrawala yang semakin luas dan dalam, mampu

melewati batas tradisi budaya, kelompok, etnis dan agama sehingga kita melihat

kemanusiaan sebagai keluarga yang mempunyai perbedaan dan persamaan.133

Musa Asy‟ari mengatakan bahwa pluralisme dalam pendidikan agama dapat

mengantarkan siswa untuk dapat memandang pluralitas ke-Indonesiaan dalam

berbagai aspek sosial, ekonomi, politik, budaya, dan agama sebagai kekayaan

bangsa yang harus tetap dijaga kelestariannya. Muhammad Ali mengatakan bahwa

pendidikan yang orientasinya pada penyadaran pluralis adalah upaya yang

komprehensif mencegah dan menanggulangi konflik etnis agama, radikalisme

agama, separatism, dan integrasi bangsa. Sedangkan nilai yang paling dasar dari

pendidikan tersebut adalah toleransi.134

Model pendidikan pluralisme seperti ini diharapkan mampu memberikan

dorongan terhadap penciptaan perdamaian dan upaya penanggulangan konflik.

Untuk merealisasikan pendidikan pluralisme melalui proses pendidikannya, setiap

komunitas pendidikan perlu memperhatikan konsep unity in diversity disertai sikap

dan praktek di dalam menghargai perbedaan. Penanaman konsep pluralisme

pendidikan agama tidak mempengaruhi kemurnian masing-masing agama yang

diyakini kebenarannya oleh peserta didik. Ada pengakuan bersama secara sadar

bahwa memang kita ini berbeda, namun perbedaan itu tidak diperlebar, justru yang

dicari kesamaan-kesamaan dari setiap kelompok untuk bekerjasama, saling

membantu, dan berlomba-lomba di dalam kebaikan.

Sayyid Quthb mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah sistem

pendidikan yang menekankan pada pola pendidikan yang menyeluruh dan mampu

menyentuh seluruh potensi yang dimiliki siswa dan aspek kehidupan manusia.

Materi pendidikan agama Islam yang diajarkan di sekolah harus dapat

mengembangkan potensi fitrah yang miliki oleh peserta didik, baik itu rohani,

perasaan, akal sehingga memberikan warna serta sekaligus dapat mewarnai segala

aktivitas di muka bumi, baik sebagai pemimpin di bumi maupun sebagai hamba

Allah. Bentuk materi pelajaran yang demikian akan mampu menghasilkan seorang

siswa yang kamil yang seutuhnya.

132

James A. Banks and Cheryl A. McGee, Multicultural Education, (USA: Alley and

Bacon, 1993), h. 3. 133

Frans Magnis Suseno, Suara Pembaruan, 23 September 2010. 134

Muhammad Ali, Kompas, 26 April 2002.

94

3. Pembelajaran PAI yang Terintegrasi Pengetahuan dan Nilai

Pembelajaran PAI yang konvensional yang telah berjalan dan diatur dengan

undang-undang memunculkan pengaruh dalam penciptaan kegiatan belajar dan

mengajar yang dapat mencapai tujuan pembelajaran. Namun mengajarkan ajaran

agama pada masyarakat pluralistik menuntut pendidik untuk menyesuaikan

pengajaran yang dapat diterima oleh peserta didik. Pengintegrasian materi-materi

agama Islam yang dapat diambil nilai dan kesamaannya pada ajaran agama lain

memudahkan penerimaan materi agama Islam dan akan sampai diterima dengan

baik oleh peserta didik yang pluralistik.

Pengintegrasian pengetahuan yang ada pada setiap agama yang diakui di

Indonesia bukan berarti adanya kecenderungan untuk menggabungkan semua agama

di dalam satu agama dan membentuk ajaran baru, melainkan kesamaan-kesamaan

nilai yang dimiliki oleh setiap ajaran agama dapat dikumpulkan dan digabungkan

menjadi pengetahuan yang sejalan dengan pengetahuan ajaran agama lain.

4. Pembelajaran PAI Mengupayakan Kerukunan dalam Kemajemukan

Persoalan hubungan antar agama bukan saja pada tataran teks-teks

keagamaan, melainkan juga latar belakang sejarah dan kondisi objektif umat Islam

yang sering memandang orang lain dengan pandangan sebagai kelompok lain

sebagai musuh, pengganggu, perusak dan ancaman. Problem tersebut telah

menjadikan hubungan yang tidak baik antara muslim dan non muslim. Azyurmadi

Azra mengatakan bahwa toleran di dalam melihat keragaman suku budaya dan

perbedaan tidak datang dengan sendirinya untuk tumbuh dan berkembang,

melainkan dengan melalui penanaman dan pengembangan pendidikan agama yang

pluralis dan multikulturalisme.135

Reorientasi pendidikan agama dapat dikerjakan empat cara yaitu dengan

pertama melakukan transformasi dari studi agama ke studi religiusitas. Kedua,

memasukkan kurikulum kerukunan terutama kemajemukan agama sebagai bagian

dari upaya menambah khazanah pengalaman beragama. Ketiga, lebih kepada upaya

penekanan dalam pembentukan penghargaan kepada orang lain dan bersikap toleran.

Keempat, dalam pembelajaran pendidikan agama mengenai doktrin-doktrin, perlu

pula menjelaskan dimensi sejarahnya dari keagamaan tersebut.136

Perubahan

orientasi di dalam pendidikan agama ini adalah usaha dan upaya dalam menciptakan

conflict resolution.137

Di dalam upaya mencegah ketegangan antar pemeluk agama

yang lahir dari pemahaman agama yang tertutup. Pendidikan agama memerlukan

135

Azyurmardi Azra, Dari Harvard hingga Mekkah (Jakarta: Penerbit Republika,

2005), h. 149. 136

Lihat Ngainun Naim dan Ahmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan

Aplikasi (Yogyakarta: Ar Ruzz Media Group, 2008), h. 176-258. 137

Deborah .Levine, “A Religious Diversity Tale: A Multi-Faith Case Study” Journal

Community Psychology Springer Science+Business Media,Inc, 2006),h. 211. Bandingkan

dengan D. Levine, Religious Diversity in our Schools: A Suburban Case Study With Quick

Reference Religious Diversity Cards (2nd

ed.), (Chattanooga: Communication Prose Ink,

2002).

95

konsep balanced and high quality learning138

dalam proses memahamkan isi dari

doktrin keagamaan yang diberikan kepada peserta didik, sehingga tidak terjebak

pada keadaan untuk mengajak dan memaksa orang yang telah beragama untuk

masuk ke dalam agamanya yang dianggap paling benar.

Bagi guru agama di lembaga pendidikan seharusnya memahami kebenaran

agama yang dimiliki oleh orang lain, sehingga doktrin keagamaan yang diajarkan

kepada peserta didik adalah doktrin pluralis, tanpa harus merendahkan pemahaman

agama lain.139

Upaya ini dilakukan dalam hal menggeser paradigma pembelajaran

keagamaan yang cenderung dogmatis ke arah mengkedepankan aspek pluralis.

Individu dari peserta didik yang belajar agama maupun yang berada di sekolah tidak

dapat dipisahkan dari kehidupan yang berbeda dengan budayanya. Apa yang

dipahami sebagai doktrin agama harus dapat didialogkan dengan keyakinan agama

lain agar tercipta suasana kebathinan, empati yang saling menyapa.140

Hal ini dapat

berjalan dengan baik bila proses pembelajaran pendidikan agama itu dibangun di

atas pondasi keimanan dan rasionalitas inklusif-pluralis.141

Pembelajaran pendidikan agama Islam yang menekankan kebenaran

agamanya sendiri dan tidak mengakui adanya agama lain maka perlu direkonstruksi

ulang dalam penyampaikan ajaran agama Islam hubungannya dengan agama lain,

agar kelompok penganut agama dapat hidup berdampingan sesuai dengan keyakinan

dan kepercayaan dari setiap individu tersebut dan saling menghormati sesama

manusia. Dapat dikatakan sebuah kegagalan bila belum dapat menumbuhkan

pembelajaran pendidikan agama yang inklusif dan toleran karena dapat melahirkan

ekstrimis dan fundamentalis dalam beragama. Menggunakan istilahnya Paulo Freire

mengatakan sudah saatnya pendidikan agama diarahkan dari sikap agama eksklusif

intoleran menuju kepada sikap pendidikan agama yang inklusif toleran.142

Kurikulum agama yang berbasis pluralisme hendaknya diterapkan sejak dini,

agar peserta didik terbiasa dengan keanekaragaman budaya dan agama serta mampu

menyikapi kemajemukan dengan sikap yang dewasa, damai, anti kekerasan,

bijaksana dan beradab. Sikap penerimaan perbedaan menjadi kunci sekaligus

sebagai prasyarat religious encounter yang sehat dan dinamis serta jalan terciptanya

138

James Wimberley, Education for Intercultural and Interfaith Dialogue: A New

Initiative by The Council of Europe Prospects, Vol. 33. No. 2, 2003, h. 200. 139

Lihat Hamdi Reza Alavi, Religious Foundations of Education: Perspektives of

Muslim Scholars (International Handbooks of religion and Education: Vol. 3, 2010, h. 205-

220. 140

Gloria Durka, The Philosophical and Theoretical Aspects of Interreligious

Education (International Handbook of Inter-Religious Education: Springer Dordrecht

Heidelberg London New York, 2010), 141

Joseph A. Buijs, Faith Reason, and Worldvies- A Critical Response to William

Sweet and Hendrik Hart, Responses to the Enlightenment: An Exhange on Foundations,

Faith, and Community (Amsterdam and New York: Rodopi, 2013), h. 702. Bandingkan

dengan tulisan Romualdas Dulskis, “Mystical aspirationas and Social Responsibility in

Christian-Daoist Interfaith Dialogue” Proceedings (Annual International Interdisciplinary

Conference, AIIC Azores, Portugal, 2013. 142

Paulo Freire, Politik Pendidikan: Pendidikan, Kekuasaan, dan Pembebasan

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 83.

96

perdamaian dunia di antara umat beragama. Peserta didik membutuhkan semangat

beragama yang terbuka toleran inklusif, jauh dari kekerasan, mengkedepankan

dialog persamaan dan menghargai perbedaan di antara mereka. Adanya tegur sapa,

saling bekerjasama adalah upaya di dalam mengkedepankan sikap keterbukaan yang

ini semua merefleksikan adanya nilai dari pluralis dan toleran.

Hubungan pendidikan agama yang berbasis pluralisme pada masyarakat ada

beberapa hal: pertama, selain memberikan uraian mengenai ilmu-ilmu Islam masa

klasik, peserta didik diperkenalkan dengan persoalan persoalan modernitas yang

amat kompleks, sebagaimana umat Islam dewasa ini, kedua, pengajaran ilmu-ilmu

keislaman tidak seharusnya selalu bersifat ajaran doktrin, melainkan juga perlu

mengedepankan uraian dimensi historis dan doktrin-doktrin keagamaan, ketiga, tipe

pengajaran pendidikan agama yang dulunya bertumpu pada teks mata pendidikan

Islam, perlu diimbangi dengan telaah yang cukup mendalam dan cerdas terhadap

konteks dan realitas, keempat, pada era multi iman yang semakin menguat,

diperlukan adanya diskursus secara akademik tentang filosofi khazanah intelektual

Islam klasik, khususnya tasawuf dan telaah doktrinal dan ilmu kalam, kelima,

pendidikan agama era millenial tidak lagi memadai jika hanya terfokus pada

pembentukan moral individu yang saleh namun kurang peka terhadap moral publik.

5. Pembelajaran sebagai Agen Perubahan Sosial

Melalui ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik dan kemudian

mereka terjun ke masyarakat untuk mempraktekkan pengetahuannya maka akan

menimbulkan perubahan di masyarakat. Formulasi kebijakan pendidikan agama

dalam sebuah negara akan memengaruhi kehidupan sosial kemasyarakatan dalam

skala yang luas. Hal ini disebabkan saling kait-mengkait dengan bidang yang lain

dengan cakupan yang beragam.143

Pendidikan agama Islam yang secara undang-undang menjadi pelajaran wajib

diajarkan di sekolah menjadi perhatian penting. Pengembangan PAI tidak bisa lepas

dari umat Islam. Persepsi yang ada selama ini cenderung negatif bahkan sebagian

orang memojokkannya dengan bahasa eksklusif, mau mendirikan negara khilafah,

anti nusantara, ajaran kekerasan dan sebagainya. Anggapan semacam ini didukung

oleh kenyataan di lapangan yang sering terjadi di kalangan masyarakat, baik antar

individu, kelompok bahkan negara berlangsung dalam tingkat ketegangan yang

tinggi hingga ke tingkat kekerasan atas nama agama.144

Sekolah yang pluralis harus memiliki kebijakan-kebijakan yang mendukung

ke arah, pertama, membuat peraturan-peraturan lokal, yaitu peraturan yang

diterapkan di sekolah. Tentunya, salah satu poin penting tercantum adalah adanya

larangan terhadap segala bentuk diskriminasi agama. Kedua, menggalakkan dialog,

tentunya dengan bimbingan guru, sehingga peserta didik terbiasa melakukan dialog

dengan penganut agama yang berbeda, yang pada akhirnya akan membentuk sikap

saling pengertian dan hormat menghargai.

143

Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi

(Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2008),h. 161. 144

Y. Sari Jatmiko dan A. Feri T. Indarto, Pendidikan Multikultural Yang Berkeadilan

Sosial (Yogyakarta: Dinamika Edukasi Dasar, 2006), h. 14.

97

Perkembangan dunia global, maka pendidikan agama Islam harus senantiasa

mempertimbangkan fakta empiris bangsa Indonesia yang ber-bhineka tunggal ika.

Maka di dalam proses pengembangan pendidikan agama hendaknya berbasis

pluralis dan mengakomodir kearifan lokal,145

sehingga pengembangan dari

pendidikan agama diharapkan tidak sampai pada: (1) menumbuhkan semangat

fanatisme buta; (2) memunculkan sikap intoleran di kalangan peserta didik, (3)

memperlemah kerukunan antar umat beragama serta keutuhan nusantara. Pendidikan

agama Islam yang berbasis pluralis diharapkan mampu menciptakan ukhuwah

insaniyah, ukhuwah wathoniyah yaitu persaudaraan bukan saja sesama anak bangsa

namun juga persaudaraan sesama anak manusia.

Meningkatkan wawasan keislaman adalah modal dasar dalam membangun

sikap pluralis di kalangan peserta didik, seseorang yang memiliki pengetahuan

agama yang baik akan semakin pluralis, sebaliknya semakin rendah pengetahuan

dan wawasan ke-Islaman seseorang maka akan semakin besar kemungkinan

timbulnya hal negatif. Di samping itu pula perlu adanya keluasan pengetahuan dan

wawasan agama peserta didik, maka akan berimplikasi pada timbulnya sikap

husnudzhan (berperasangka baik), sesuatu yang juga penting, tidak boleh ada satu

kelompok pun yang boleh mengklaim atau memonopoli kebenaran, sebagaimana

tidak ada kelompok yang senantiasa salah. Hal tersebut harus dihindari sikap

eksklusif di dalam agama, dimana seorang yang bersikap eksklusif akan terus

berusaha agar orang lain mengikuti agamanya dengan menganggap bahwa orang

lain tidak selamat atau keliru.146

Bagi agama Kristen tidak ada keselamatan di luar

gereja atau tidak ada nabi di luar gereja sementara dalam Islam mengatakan tidak

ada keselamatan di luar Islam Q.S. Ali Imran ayat 85. Setiap klaim pemutlakan yang

dikumandangkan oleh masing-masing kelompok agama ini dapat menjerumuskan

hubungan antar umat beragama dalam kemelut perseturuan yang tidak akan pernah

selesai.147

Rekonstruksi pendidikan Islam kadang juga menjumpai masalah ketika

sekolah hanya menggemakan stereotip dan prasangka antar kelompok masyarakat,

tidak berusaha menetralisir atau lebih dari itu menghilangkannya. Tidak boleh ada

sekolah yang ikut mengembangkan prasangka antar agama melalui perundang-

undangan, kurikulum, dan lainnya sehingga dapat memperkeruh suasana.148

Pendidikan agama di lembaga pendidikan kurang mampu menumbuhkan kesadaran

positif realitas plural kehidupan di masyarakat baik secara internal maupun secara

eksternal yang berkait dengan agama lain. Maka pendidikan agama diajarkan

sebagai bagian dari monopoli Tuhan dan kebenaran. Padahal Tuhan dan kebenaran

tidak dapat dimonopoli oleh seseorang ataupun kelompok. Arah dari pendidikan

agama seharusnya merupakan pendidikan yang menghargai pluralitas dan

145

Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme: Paradigma Baru Pendidikan

Agama Islam di Indonesia (Malang: Aditya Media Publishing, 2011), h. 7. 146

Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998),h. 67-

68. 147

Nur Achmad, Pluralitas Agama: Kerukunan Dalam Beragama, (Jakarta: Penerbit

Buku Kompas, 2001), h. 137. 148

Khisbiya, Yayah, dkk. Mencari Pendidikan Yang Menghargai Pluralisme dalam

Membangun Masa Depan Anak-Anak Kita, (Yogyakarta: Lkis, 2008), h. 215.

98

multikultural, mengakui keragaman, sarana perjumpaan antar agama, dan

mentransformasi doktrin keagamaan untuk dapat berdampingan dengan masyarakat

pluralistik dengan dialog.149

Pembelajaran pendidikan agama di lembaga pendidikan di Indonesia diakui

masih mengandung kekurangan utamanya bila dikaitkan dengan pluralisme

sekalipun tugas membina hubungan baik dengan peserta didik beda agama bukan

saja tugas pendidik dan kependidikan agama Islam serta jajarannya namun tugas

semuanya yang harus saling kait-mengkait dan membantu. Haidar Baqir di dalam

jurnal yang ditulis oleh Afif Syaiful Mahmudin, menyatakan bahwa pendidikan

agama kita yang telah berjalan kurang berbekas pada anak didik, hal ini dikarenakan

karena pendidikan agama berlangsung saat ini hanya formalitas belaka dan masih

berpusat pada hal-hal yang bersifat simbolistik, legal formal dan ritual.150

Dari banyak isu yang hadir di kalangan masyarakat hingga saat ini adalah isu

plural dan kemajemukan dalam agama. Hal ini berkaitan dengan klaim kebenaran

absolut (absolut claim truth) agama dan pemeluk agama.151

Setiap agama mengakui

bahwa agamanya yang benar. Klaim kebenaran agama yang dimiliki melahirkan

doctrine of salvation (doktrin keselamatan) yang berarti kelompoknya saja yang

pasti selamat dan surga hanya dimiliki oleh agama tertentu sedangkan yang lain

hina, celaka, dan terkutut di dalam neraka.

Kelemahan pendidikan agama terlihat dari terfokusnya penilaian pada ranah

kognitif (pengetahuan-intelektual), penilaian peserta didik pada ranah ini adalah

kemampuan di dalam mengusai materi dan menghafal pelajaran yang diajarkan,

tidak pada ranah nilai dari pendidikan agama menghormati, silaturrahmi, toleransi

dihayati secara sungguh-sungguh kemudian dipraktikkan. Karena pendidikan agama

yang hanya menekankan aspek kognitif saja dapat mengakibatkan pelajar yang

pintar dari sisi individu saja namun tidak peka dari sosial. Pendidikan agama dengan

hanya memakai pendekatan ini akan melahirkan perilaku keagamaan yang

cenderung eksklusif, saling menyalahkan, anti dialog, pengkotak-kotakan umat,

tidak ada kerjasama dan kurang peduli terhadap sesama.152

Perbedaan yang sering ditonjolkan dapat berdampak negatif karena pada

hakikatnya setiap agama itu memang ada perbedaan, karakter dan ciri khas yang

memang berbeda. Perlu menonjolkan persamaan sehingga dapat menghasilkan

sebuah kesamaan di dalam perbedaan. Realitas pendidikan agama Islam yang

berbasis pluralis seperti ini diharapkan dapat berkontribusi dalam menciptakan

masyarakat yang damai, warga yang rukun, dan bertoleransi antar umat beragama di

Indonesia.

Adanya pendidikan agama Islam yang diberikan pada masyarakat pluralistik

dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan masyarakat itu sendiri. Berikut

akan diuraikan masyarakat pluralistik yang ada di Papua. sekalipun Papua dikenal

149

Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, (Jakarta:

Erlangga, 2007), h. 74. 150

Afif Syaiful Mahmudin, “Pendidikan Islam dan Kesadaran Pluralisme” Ta‟limuna,

Vol. 7 No. 1 Maret 2018, ISSN 2085-2975, h. 36. 151

Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), h.

1. 152

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet. 1; Jakarta: Grafindo, 2000), h. 34.

99

sebagai provinsi dengan mayoritas penduduk melanesia Kristen namun dalam

sejarah masuknya agama di Papua, Islam memiliki kontribusi yang besar dalam

penyebaran agama baik dalam penyebaran agama dalam bentuk kehadiran

pedagang-pedagang muslim di Papua maupun kehadiran lembaga pendidikan Islam.

kenyataan ini memberikan gambaran bahwa Islam datang sebagai pelopor

pengembangan masyarakat pluralistik melalui pendidikan.

Pendidikan dalam bentuk lembaga Yapis Papua menjadi saksi akan

kehadiran kelembagaan pendidikan Islam yang ikut mewarnai perkembangan

masyarakat pluralistik di Papua. Maka berikut akan disajikan potret pendidikan

Islam dan lembaga Yapis Papua dalam pengembangan pendidikan di tanah Papua.

99

BAB III

POTRET PENDIDIKAN ISLAM PAPUA DAN YAYASAN PENDIDIKAN

ISLAM (YAPIS)

A. Pendidikan Islam Pluralistik

Pendidikan Islam yang ada di tanah Papua dan perkembangannya tidak lepas

dari sejarah masuknya Islam di tanah ini, dikarenakan memberikan pendidikan itu

pada orang yang sudah beragama Islam dan sudah memeluk dan mengamalkan

ajaran Islam. Sehingga proses pelaksanaan ajaran agama diiringi dengan pemberian

pengetahuan keagamaan Islam melalui sebuah proses yang terlaksana pada layanan

pendidikan yang diselenggarakan oleh yayasan swasta yang berciri khas agama

maupun layanan tersebut dilakukan oleh negara melalui kementrian pendidikan dan

kementrian agama.

Pendidikan Islam di tanah Papua tidak lepas dari sejarah masuknya Islam di

tanah ini. Islam dan Kristen masuk di Papua pada waktu dan periode yang berbeda.

Agama Islam yang pertama kali masuk di Papua yaitu di daerah Raja Ampat dan

Fak-Fak. Sejarah masuknya agama Islam di Papua terdapat beragam versi. Namun

dalam catatan yang disebutkan oleh Toni Wanggai, bahwa Islam masuk di tanah

Papua melalui perdagangan. Penyebaran Islam dilakukan oleh para pedagang Islam

yang berasal dari kesultanan Tidore melalui perdagangan. Agama Islam masuk di

kepulauan Maluku Utara (Ternate) pada abad ke-13 melalui seorang pedagang

keturanan Arab yang berdomisili di Surabaya yaitu Jafar Shadiq (juga disebut Ja‟far

Nur) memiliki anak bernama Kaicil. Kaicil yang nama lengkapnya Kaicil Mashur

Malamo adalah seorang raja pertama Ternate menurut sistem kesultanan dan

berkuasa antara tahun 1257-1277.1

Tidak ada usaha yang sistematis yang dilakukan oleh umat Islam di dalam

menyebarkan agama Islam di Papua. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penganut

agama Islam yang tidak menyebar dan menyeluruh di Papua, hanya di daerah

tertentu saja yang banyak memeluk Islam terkhusus pada daerah kepala burung,

sedangkan di daerah selainnya masih memeluk agama tradisional. Perkembangan

Islam di Papua agak lambat karena tiga hal; 1) etnis Papua secara jumlah memang

tak cukup banyak, 2) penduduk Papua sebagian besarnya tinggal di daerah

pedalaman yang terpencar dengan kebiasaan nomaden. Sedangkan masyarakat yang

berada di pesisir lebih terjangkau untuk berkomunikasi dengan pedagang muslim, 3)

kesultanan Islam Tidore tidak pernah secara kelembagaan mengeluarkan instruksi

(titah) untuk menyiarkan Islam di pedalaman Papua, namun sebaliknya Sultan

Tidore melalui Mohammad Sangaji Gonof Malibela (yang kala itu sebagai wali

daerah kepala burung Papua) pada tanggal 27 Oktober 1927 menjadi wasilah dan

membantu memasukkan guru-guru Injil dari Maluku dan daerah lainnya ke

pedalaman Papua Barat.2

Agama Kristen masuk belakang pada pertengahan abad ke 19 atau tahun

1855, yang disebarkan oleh pengabar Injil pertama bernama Ottow dan Geissler.

1 Toni Wanggai, Sejarah Umat Islam di Tanah Papua, (2008), h. Van der Crab 1862:

35. 2Dhurorudin Mashad, Muslim Papua... h. 28.

100

Dua orang penginjil ini diutus oleh pdt. Gossner dari Berlin Jerman atas inisiatif pdt.

Heldring untuk pekabaran Injil di Nieuw Guinea. Para pengkabar Injil ini tiba di

pulau Mansinam teluk Doreri Papua Barat pada tanggal 5 Februari 1855 kemudian

menyampaikan pesan-pesan Kristen selama 14 tahun. Ottow hanya menyampaikan

ajaran Kristen selama 7 tahun yaitu dari tahun 1855-1862 karena meninggal dan

dimakamkan di Krawi Manokwari, sedangkan Geisler lebih lama yaitu 14 tahun,

dari tahun (1855-1870) kemudian pulang ke daerah asalnya dan meninggal di

Jerman.3 Meskipun upaya pengkristenan pada awalnya kurang mendapat simpatik

dari masyarakat, hal ini dilihat dari jumlah masyarakat yang dibaptis 260 orang.

Namun 50 tahun kemudian terjadi perubahan besar sebab banyak masyarakat Papua

yang memeluk agama Kristen. Pada tahun 1956 berdiri Gereja Kristen Injili (GKI)

dan dipimpin oleh pdt. Rumainum4, seorang pendeta asli orang Papua.

Berbeda dengan penyebaran agama di bagian utara Papua oleh Kristen

Protestan, penyebaran agama Kristen Katholik melakukan misi pekabaran injilnya di

bagian selatan Papua yang ditandai oleh kedatangan Pastor Cocq d‟Armandville S.J.

di Kapaur dekat Fak-Fak pada tahun 1894. Hasil upaya pengkristenan yang

dilakukan oleh Roma Katholik di Papua selama hampir satu abad dilihat dari jumlah

pemeluk agama Katholik 256.209 jiwa atau 23,32% dari total penduduk Papua pada

sensus penduduk tahun 1980. Secara menyeluruh di tahun 2020 penduduk di Papua

didominasi oleh agama Kristen Protestan dengan jumlah 2.354.511 orang atau 62%,

yang kedua agama Kristen Katholik 953.090 atau 25% dan agama Islam dengan

jumlah 512.581 atau 13% dari total penduduk Papua 3.829.339 orang. Hal ini

menunjukkan bahwa agama Islam bukanlah agama yang mayoritas di tanah Papua.

sekalipun dalam proses awal kedatangan Islam dan penyebarannya di daerah ini

lebih dulu dari pada agama Kristen namun dalam penyebarannya tidak sampai ke

pedalaman Papua, dimana mayoritas penduduk Papua berada di daerah pedalaman.

Penyebaran Islam dilakukan dengan sekaligus menjadi pedagang. Usaha

meluaskan ajaran Islam di tengah masyarakat Papua bukanlah pilihan utama

melainkan menempatkan penyebaran Islam sebagai aktivitas yang mengikuti usaha

perdagangan. Hal inilah menyebabkan penyebaran Islam tidak masif dan terarah.

3Heldring pada waktu itu sangat masyhur di Negeri Belanda karena kegiatannya

dalam badan pekabaran Injil yang bernama De Zettense Inrichtingen voor de Inwendige

Zending. Pendeta Gossner adalah mantan pastor gereja Roma Katholik yang kemudian

mempunyai gagasan untuk mendirikan suatu perkumpulan yang bernama De Christen

Werkman. Tujuan perkumpulan tersebut ialah mengirim orang-orang Kristen yang

mempunyai keahlian tertentu dalam bidang pertanian atau pertukangan ke daerah tropis

untuk tinggal dan bekerja di sana dan pada kesempatan luangnya mereka mengabarkan Injil

kepada penduduk setempat. Cara ini dianggap lebih murah dibanding dengan harus

mengirim pendeta-pendeta yang tentu banyak menelan biaya. Atas kerja sama Pendeta

Gossner dari Jerman dan Pendeta Heldring dari Negeri Belanda itulah Ottow dan Geissler

diutus ke Nieuw Guinea (keduanya adalah orang Jerman). Mereka berangkat dari

Amsterdam pada pertengahan tahun 1852 dan setiba ditanjung Periuk (Batavia, Jakarta)

harus menunggu perhubungan ke Nieuw Guinea dan tiba di Pulau Mansinam pada tanggal 5

Februari 1855. Inilah tanggal sebagai tanggal masukknya Kristen di Tanah Papua. 4Pendeta yang juga seorang bermarga asli Papua yaitu Rumainum, nama lengkapnya

Filep Jacob Spencer (F.J.S) Rumainum.

101

Sehingga masyarakat muslim dari suku asli Papua hanya berada pada daerah tertentu

di bagian kepala burung dari pulau Papua seperti di Fak-Fak, Kaimana, dan

beberapa tempat di Sorong. Pada bagian tanah Papua lainnya tidak dijumpai

masyarakat muslim Papua.

Meskipun usaha di dalam penyebaran Islam di tanah Papua tidak seberhasil

agama Kristen, namun Islam dapat bisa berjalan dengan baik melalui pemberian

pendidikan melalui lembaga pendidikan Islam di tanah Papua. Yapis Papua menjadi

bagian awal dari usaha meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan di tanah

Papua, maka berikut akan diuraikan Yapis sebagai lembaga pendidikan yang ada di

tanah Papua. Termuat di dalamnya mengenai sejarah, badan hukum, motto, sekolah-

sekolah, dan kurikulumnya.

B. Yayasan Pendidikan Islam Papua

1. Sejarah Yayasan Pendidikan Islam Papua

Sejarah lembaga pendidikan Islam yayasan pendidikan Islam (Yapis) Papua

tidak lepas dari proses integrasi Papua Barat ke dalam negara kesatuan republik

Indonesia, karena untuk mengembangkan lembaga pendidikan Islam tidak mudah,

hal ini disebabkan Belanda tidak mengizinkan atau membatasi lembaga pendidikan

untuk berkembang kecuali pada lembaga pendidikan yang ditunjuk oleh pemeritah.

Keadaan ini pula yang menyebabkan pendidikan yang dikelola oleh masyarakat

berjalan seadanya. Dengan kata lain kalau ada lembaga pendidikannya saja, itu

sudah bagus apalagi kalau berkualitas. Hal ini dikarenakan pendidikan agama

bukanlah menjadi perhatian bagi masyarakat muslim, perhatian utamanya ada pada

pelaksanaan tugas kerja dari negara, dapat bekerja mendapatkan uang dan mampu

menghidupi keluarga. Sehingga keadaan masyarakat muslim di Papua tidaklah

banyak dan hanya sedikit saja, di samping itu Irian Barat (Papua) kala itu masih di

bawah kendali pemerintahan Belanda sampai April 1963.

Pendidikan Islam yang ada berjalan seadanya dengan sederhana dan tidak

berkembang, jumlah penganut agama Islam tidaklah banyak, kontrol terhadap roda

pendidikan sepenuhnya dilakukan oleh Belanda sehingga pendidikan Islam secara

formal sejatinya belum ada. Pendidikan Islam yang dilakukan oleh masyarakat

muslim adalah pendidikan Islam yang dilakukan secara non formal yaitu belajar

agama seperti mengaji dan praktek sholat dilakukan di masjid atau musholla. Hal ini

telah dilakukan di masjid Jami‟ NU Jayapura sebagai tempat sholat dan memberikan

pengajaran membaca al-Qur‟an pada masyarakat muslim di Jayapura.

Masjid Jami‟ adalah masjid pertama di kota Jayapura yang dimiliki oleh

masyarakat muslim di Jayapura yang pengelolaan dari masjid ini sekarang dikelola

oleh masyarakat muslim NU Papua. Dulunya sekolah-sekolah di bawah NU itu

berdiri sendiri yang terafiliasi dengan NU Pusat di Jakarta, kemudian pada tanggal

15 Desember 1968 bergabung di bawah payung lembaga Pendidikan Yapis Papua

Jayapura. Masjid Jami menyelenggarakan pendidikan non formal sebagaimana yang

disampaikan oleh alm. Amir Syafruddin yang dituturkan kembali oleh pengurus

masjid tersebut bapak Suyono5, bahwa masjid ini menjadi sejarah awal pelaksanaan

5Pensiunan sipil AD yang masuk di Papua pada tahun 1970 dua tahun setelah

PEPERA. Ketua pengurus Masjid Jami hingga sekarang atau tahun 2020.

102

pendidikan Islam non formal yang diselenggarakan di Jayapura. Pelaksanaan

pendidikan non formal seputar praktek ibadah dan mengaji baca tulis al-Qur‟an.6

Masjid yang berdiri di atas persekolahan MI Nurul Huda, SD Nurul Huda dan SMP

Nurul Huda adalah tanah tersertifikat atas nama Ma‟arif NU. Masjid tersebut telah

berdiri pada tahun 1943 dan telah menjadi tempat ibadah satu-satunya bagi

masyarakat muslim, khususnya pekerja pelabuhan kapal yang menjadikan masjid

sebagai tempat ibadah dan persinggahan setelah bekerja di kapal. Demikian pula

dengan penduduk lainnya yang bekerja sebagai pedagang kaki lima dan pekerja toko

yang terletak di jantung kota Jayapura. Kota Jayapura yang dulunya bernama

Holandia banyak dari buruh pelabuhan yang bergeser lokasi kerjanya ke daerah Abe

Pantai dan masjid jami makin jarang dikunjungi, akibat dari perpindahan warga

muslim yang biasa berjamaah di masjid Jami menjadikan warga tersebut

membangun masjid Al-Fatah maka di situlah masjid kedua dibangun.7

Daud Syamsuddin Ponto dalam Wahyudin bahwa masjid Jami adalah masjid

pertama di Jayapura yang telah ada dan menjadi tempat berlangsungnya rapat dan

pendirian lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua.8 Masjid al Fatah yang berjarak

15 KM dari masjid jami, dulunya bernama Langgar Abe Pantai oleh Laorange

adalah tempat ibadah yang dibangun oleh warga keturunan Kei, saat itu dibangun

karena banyaknya warga muslim yang mendiami Abepantai dan belum memiliki

tempat khusus untuk beribadah. Masjid al-Fatah Abepantai berada di pinggiran kota

letaknya berdekatan dengan pemakaman muslim terbesar di Jayapura. Pada awal

berdiri bangunan ini berdinding gaba-gaba dengan ukuran 8m x 8m, yang pada

tahun 1971 berubah nama dari langgar menjadi masjid Abepantai. Dengan masjid al-

Fatah ini berdiri Madrasah Ibtidaiyyah Abepantai yang dinaungi oleh lembaga

pendidikan Yapis Papua. Sekalipun terdapat beda pendapat mengenai masjid mana

yang duluan, kedua masjid tersebut menyimpan memori awal dari perjuangan

pendidikan Islam di kota Jayapura Papua. Yang dapat diungkapkan oleh peneliti

berikutnya mengenai sejarah dari lembaga pendidikan Islam (masjid) pertama di

kota Jayapura Papua.

Perkembangan penduduk dari masyarakat yang muslim pada tahun 1975,

masyarakat muslim dan dibantu oleh pemerintah membangun masjid Raya

Baiturrahim di Paldam Jayapura yang berjarak 200 meter dari masjid Jami‟,

pelaksanaan sholat jum‟at dan tarawih yang awalnya dilaksanakan di masjid Jami‟

dipindahkan ke masjid Raya karena ukuran besar dan lebih luas dari masjid Jami.

Sehingga aktivitas ibadah secara umum yaitu sholat Jum‟at dan Tarawih

dipindahkan ke masjid Raya. Dengan perpindahan ini maka sejak saat itu masjid

Jami tidak lagi melaksanakan sholat Jumat dan sholat tarawih ramadhan. Hal ini

dilakukan agar semua masyarakat muslim yang berada di kota Jayapura dapat

6Suyono, “Pengurus Masjid Jami‟ Jayapura dan Guru di MI Nurul Huda Yapis

Jayapura” Wawancara, November 2019. 7Suyono, Ka. Sekretariat PWNU Papua dan Ketua Pengurus Masjid Jami‟,

Wawancara, Februari 2020. 8Wahyudin, “Peran Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Irian Jaya Dalam

Mengembangkan Dakwah Islam di Irian Jaya Pada Tahun 1976-1991: Studi Kasus Pada

Masyarakat Jayawijaya”. Skripsi, tahun 1992.

103

melaksanakan Jumat di satu tempat dan dilaksanakan pada masjid yang lebih luas

dan lebih besar.

Tahun 1996 Suyono bersama dengan pengurus masjid Jami mendatangi

Binmas Islam Depertemen Agama Irian Jaya meminta agar sholat jumat dapat

dilaksanakan di masjid Jami‟ Jayapura, saat itu kepala Binmas Islam

mempersilahkan keinginan pengurus masjid untuk mengadakan kembali sholat

jumat di masjid pertama tersebut. Maka dengan diizinkan pelaksanaan ibadah

khususnya sholat jumat berlangsung hinggga sekarang. Operasional masjid yang

telah berumur 77 tahun, ditangani oleh organisasi Nahdlatul ulama Papua yang

menempel jadi satu dengan lembaga pendidikan Ma‟arif sebagai badan otonom dari

organisasi tersebut yang mengurusi bagian pendidikan. Kiprah dari LP Ma‟arif di

Papua dengan berlangsungnya kegiatan pendidikan pada Madrasah Diniyah pada

tahun 1966, dua tahun kemudian madrasah diniyah diganti menjadi Madrasah

Ibtidaiyyah pada tahun 1968, kemudian dikembangkan pula SD Nurul Huda pada

tahun 1970, pada tahun 1985 terbentuklah SMP Nurul Huda Yapis Jayapura.

Dalam proses operasional pelaksanaan di lapangan dimana pengurus Yapis

Papua membantu LP Ma‟arif dalam izin operasional sekolah, hal ini tidak lain

karena pengurus NU Papua yang juga sebagai pengurus dari Yapis Papua sehingga

proses belajar mengajar ditangani oleh Yapis, namun tanah dan bangunan milik LP

Ma‟arif NU Papua.9 Sekolah-sekolah yang berada dibawah Yapis Papua dalam hal

ini madrasah diniyah LP Ma‟arif Papua menjadi sekolah dalam wadah lembaga

pendidikan Islam awal yang hadir di kota Jayapura. Masjid Jami inilah sebagai

tempat awal pertemuan-pertemuan sehingga lahir dan terbentuknya Yapis di Ibukota

Provinsi Papua. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Pendidikan Islam di Papua

ini tidak lepas dari masjid. Dimana masjid memiliki peran sentral dalam bertemu

dan mengumpul masyarakat.

Sekalipun Yapis secara kelembagaan berdiri di kota Jayapura dan diakui

secara wilayah di Irian Jaya. Namun bila ditelisik lebih jauh lagi maka akan

dijumpai bahwa sejarah Yapis berawal dari Papua bagian Selatan atau di Merauke

yang telah memiliki pelaksanaan pendidikan secara mandiri, bahkan sebelum proses

integrasi Papua. kehadiran sekolah-sekolah yang dikelola secara mandiri kemudian

mengajukan bantuan dana pendidikan kepada pemerintah, namun keinginan tersebut

tidak dapat dipenuhi oleh pengelola dana pendidikan karena untuk mendapatkan

dana pendidikan diperlukan sekolah-sekolah swasta yang berada di bawah

pengelolaan Yayasan. Atas dasar keinginan untuk dapat berkembang dan

mendapatkan perhatian dari pemerintah, maka pada tahun 1967 berdirilah Yapis

Merauke yang bertujuan membantu sekolah-sekolah yang dimiliki oleh masyarakat

muslim dalam mendapatkan bantuan dana pendidikan. Di samping itu pula sebagai

mitra pemerintah dalam pengembangan dan pembangunan pendidikan guna

peningkatan kualitas sumber daya manusia Papua di tanah Animha Merauke.

Membangun Yapis dalam bentuk kelembagaan sebagaimana yang ada di

tanah Papua, ini didasari pada keterpanggilan untuk membangun Papua dari sisi

pendidikan dimana masyarakat muslim menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah

yang dikelola oleh yayasan selain Islam. Maka inisiasi pemikiran tentang perlunya

9Suyono MJ, Ketua Ta‟mir Masjid Jami PWNU Papua, Wawancara Februari 2020.

104

wadah pembinaan dan pendidikan bagi anak-anak umat Islam di Merauke, tetapi

juga semua daerah-daerah di seluruh Papua. Bahkan di Merauke daerah yang

dikenal dengan daerah pembuangan tahan politik Digoel ternyata banyak memiliki

tokoh-tokoh pejuang dan penganjur agama Islam/mubaligh seperti M. Arif

Masyhud, Ali Mukmin, Buang Raba, Abdul Karim AR.

Anwar Ilmar, seorang pejabat pemerintah daerah dan juga seorang birokrat

pemerintah, tokoh dan penganjur agama Islam menyepakati berdirinya Yayasan

Islam yang mewadahi pendidikan. Persetujuan ini didasari pada pentingnya lembaga

pendidikan yang berciri khas agama Islam sebagai wadah pembinaan pendidikan

yang parmanen, yang dapat mewadahi semua kegiatan pembinaan dan pendidikan

agama islam, serta mampu memperjuangkan usaha-usaha pengembangannya.10

Bukan hanya sekedar membuka mendirikan madrasah dan pengajian, yang

ternyata kehidupannya selalu jatuh bangun dan pasang surut. Dengan

diproklamasikan dan domonitori oleh para tokoh, mubaligh dan aktifis-aktifis Islam

seperti : M.Irfan Masyhud, Abdul Karim AR, Musa Nuhuyanan, Thamrin Fajar,

Bedjo, Buang Raba, Ali Mukmin dan Suparman Mangun Roto upaya pembentukan

wadah/lembaga pendidikan Islam di Merauke dapat dirintis pendiriannya dengan

akte notaries no.2 th 1967 yang ditandatangani oleh Bupati Kabupaten Merauke Drs.

Anwar Ilmar.

Yapis Papua pada awal berdirinya dengan nama YPI atau (Yayasan

Pendidikan Islam) dan berkedudukan di Merauke. Dalam melanjutkan kegiatan

usahanya YPI berhasil mendirikan sebuah sekolah dasar dan sekolah menengah

pertama (SD dan SMP Islam) di samping membina madrasah-madrasah yang sudah

ada. Kehadiran YPI ini disambut baik oleh semua umat Islam di Merauke dan

mampu bangkit untuk ikut memperjuangkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa

melalui lembaga pendidikan dapat dilanjutkan. Ketika lembaga YPI ini mencoba

mengajukan kembali permohonan untuk mendapatkan subsidi dari pemerintah.

Sebagaimana yayasan-yayasan yang bergerak di bidang pendidikan lainnya yang

telah mendapatkan subsidi. Ternyata tidak dapat dkabulkan, karena belum

memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam LOSO dan MOSO.

Ketentuan pemberian subsidi pendidikan di Irian Jaya pada tahun 1967

didasarkan pada peraturan persubsidian yang dikenal dengan LOSO (Lagere

Onderwijs Subsidie Ordonantie) dan MOSO (Midlebar Onderwijs Subsidie

Ordonantie) masing-masing mengatur subsidi pada sekolah dasar dan sekolah

lanjutan. Dengan peraturan tersebut pemerintah Belanda telah mempercayakan

pendidikan di Irian Jaya kepada tiga lembaga pendidikan yang ada masing-masing

adalah Yayasan Persekolahan Kristen ( YPK ) dari Kristen Protestan, Yayasan Pusat

Pendidikan Katholik ( YPPK ) dari Katolik dan Yayasan persekolahan dan

Pendidikan Gereja Injil ( YPPGI ) dari gereja kemah Injil Masehi Indonesia yang

beroperasi di daerah pedalaman. Yayasan yang didirikan harus meliputi seluruh

provinsi dan cabang-cabang di kabupaten. Ketentuan inilah menjadikan YPI

(Yayasan Pendidikan Islam ) yang dibentuk di Merauke belum bisa mendapatkan

bantuan dana pendidikan dari pemerintah, dikarenakan YPI hanya ada di kabupaten,

10

Ibrahim Sya‟ban, Pegawai Pemerintah Yang ditempatkan di Merauke pada tahun

1963, Wawancara, Oktober 2020.

105

belum menyeluruh seluruh Irian Jaya. Anwar Ilmar yang juga seorang Bupati tidak

dapat berbuat banyak karena mendirikan YPI di Jayapura tidak juga dapat

dikerjakan karena Jayapura sebagai ibukota provinsi bukanlah menjadi wilayah

pekerjaannya. Kejadian ini menjadikan pendidikan Islam yang telah ada, berjalan

dengan apa adanya sebagaimana seperti sebelumnya. Upaya untuk mendirikan YPI

di Jayapura telah diusulkan namun belum mendapat respon dan tanggapan

masyarakat yang berada di Jayapura. Selang beberapa waktu kemudian secara

kebetulan Anwar Ilmar dipindah tugas dari Bupati Merauke menjadi Bupati

Jayapura, sehingga permasalahan yang dihadapi YPI dapat dijelaskan kepada

segenap masyarakat muslim yang di Jayapura, sekaligus memberikan saran dan

masukan tentang pentingnya pendirian yayasan pendidikan yang dapat

memantapkan kiprah YAPIS di tanah Papua. (Murtadlo, 2016).

Muncullah gagasan untuk mendirikan suatu yayasan yang bergerak di bidang

pendidikan dan bernafaskan Islam di ibukota provinsi. Para pemuda Islam di

Jayapura yang memang telah sampai pada tahap penyimpulan hasil-hasil diskusi

yang telah berjalan menyambut baik anjuran dari tokoh-tokoh umat Islam di daerah

Merauke yang didukung oleh pimpinan daerah yang juga tokoh Islam Drs. Anwar

Ilmar. Keadaan tersebut disambut baik oleh masyarakat Islam di Jayapura dan

ditindak lanjuti dengan adanya surat dari Kepolisian 2101 Jayapura No. Pol.

05/VII/SIE/I/Intel/1968, tanggal 16 Juli 1968.

Pertemuan demi pertemuan dilakukan, silaturrahmi dari satu rumah ke rumah

lain milik warga muslim terus dilakukan melalui kegiatan yasinan, tahlilan, arisan

bersama yang bertujuan mempererat tali persaudaraan sesama masyarakat pendatang

di Jayapura. Di antara pertemuan-pertemuan yang rutin oleh masyarakat kemudian

tercetuslah keinginan serta harapan untuk membentuk lembaga pendidikan Islam di

Jayapura sebagai sentral untuk lembaga pendidikan Islam di Irian Jaya.

Sebagaimana kendala yang dihadapi oleh masyarakat muslim yang ada di Merauke

yang kebetulan pada tahun 1967 Bupati Merauke dipindah tugaskan ke Jayapura

sebagai Bupati.

Menindak lanjuti keinginan dalam pendirian yayasan maka pada pertemuan

pertama di tahun 1968 pada bulan Juli, H. Masnyur D. Rahmad seorang pegawai

kementrian agama yang juga Nahdliyyin mengundang umat Islam untuk bertemu

membicarakan pembentukan lembaga pendidikan Islam sebagai wadah bagi

masyarakat muslim untuk menimba ilmu pengetahuan sekaligus dapat membina

karakter keagamaan. Pertemuan diselenggarakan di Masjid Jami Jayapura,

pertemuan dilakukan tempat ini mengingat masjid Jami sebagai masjid yang sudah

ada dan bahkan tertua yang ada di Jayapura.

Pada pertemuan kedua yang terjadi di masjid Jami ini diikuti oleh 22 orang,

yang terdiri dari unsur perwakilan Muhammadiyah, perwakilan Nahdlatul Ulama

(NU) dan dari unsur Pemerintahan Sipil dan ABRI. Pertemuan tersebut menyepakati

untuk membentuk sebuah yayasan yang menaungi lembaga lembaga pendidikan

Islam yang ada di Papua sekaligus mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan

untuk pendirian yayasan. Pertemuan ini dihadiri oleh hampir semua tokoh pemuka

Islam yang ada di Jayapura antara lain : Drs. Akmal Yunus, Drs. Iskandar, M. Thaib,

M. Soddik B.A., S. Thamrin SH, M. Maftuh Ikhsan, H. Ibrahim Bauw, Soleh Sirun,

Rahmad Jayasasmita, Burhanuddin Imam, A. Hanan Madani, Burhanuddin A. Gani,

106

Syarbini dll, termasuk yang datang pada pertemuan tersebut adalah Drs. Anwar

Ilmar yang juga Bupati Jayapura. Kehadiran Anwar Ilmar sebagai pejabat muslim

yang dipindah tugaskan dari Merauke ke Jayapura sebagai Bupati mendorong untuk

terbentuknya wadah umat Islam dalam bentuk yayasan.

Pertemuan tersebut menghasilkan kata sepakat untuk membentuk sebuah

Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan yang mana wadah tersebut dapat

menampung berbagai keinginan masyarakat untuk dapat memberikan pendidikan

khususnya pendidikan keagamaan Islam kepada anak-anak mereka yang ikut

bermigrasi ke wilayah tempat tugas di Papua. Pada rapat tanggal 15 Desember 1968,

dibahaslah segala sesuatu yang diperlukan dan dipersiapkan penyelesaian peraturan

dasar, syarat-syarat pendirian yayasan, badan pengurus, kantor, dll. Maka berdirinya

Yayasan Pendidikan Islam pada saat itu tanggal 15 desember 1968 bertepatan

dengan tanggal 24 Ramadhan 1388 H. Persiapan demi persiapan terus dilaksanakan

penyelesaian lebih lanjut tentang pendirian Yayasan sampai berbadan hukum

diserahkan pada M. Thaib dan M. Sodiq BA yang akhirnya sebagai ketua dan

Sekretaris Yayasan. dicapai kata sepakat untuk memutuskan dan menetapkan bahwa

Yayasan Pendidikan Islam di Irian Jaya telah berdiri dengan wilayah tugas se Irian

Jaya dan berkedudukan di Jayapura ibukota propinsi. Pada tanggal 13 Januari 1969

Yayasan Pendidikan Islam ( YAPIS ) Irian Barat resmi berbadan hukum dengan akte

notaries no. 2 tahun 1969. Dengan dikeluarkan SK badan hukum maka saat itu pula

Yapis dinyatakan sah sebagai lembaga pendidikan dan diakui sebagai lembaga

pendidikan setara dengan lembaga pendidikan yang sudah ada seperti YPK, YPPK

dan YPPGI.

Selanjutnya ditetapkan pula seperangkat peraturan dasar yang antara lain

menyatakan hal-hal sebagai berikut:

a. Yayasan Pendidikan Islam ini berdasarkan UUD 1945 dan berazaskan Islam.

Dalam melaksanakan kegiatannya Yayasan Pendidikan Islam ini berusaha

mewujudkan kehidupan sosial di bidang pendidikan dengan dijiwai oleh isi dan

jiwa UUD 1945, di samping menghayati dan mengamalkan semua ajaran agama

Islam.

b. Yayasan ini bergerak di bidang kemasyarakatan yang bersifat sosial, non politik.

1) Yang dimaksud dengan sifat sosial ialah bersama-sama dengan keluarga,

dengan masyarakat, dengan pemerintah untuk melaksanakan usaha mencapai

cita-cita dan aspirasi bangsa, secara gotong royong dan dijiwai oleh semangat

kekeluargaan, guna membina sistem pendidikan yang sesuai dengan

kebutuhan pembangunan atau mampu menghasilkan tenaga kerja dan siap

dipakai dan diperlukan pembangunan.

2) Yang dimaksud dengan non politik ialah bebas dan aktif turut serta dalam

pembangunan dan memanfaatkan semua unsur teknologi untuk keperluan di

bidang pendidikan dengan memperhatikan dan menuruti syarat-syarat yang

ditetapkan oleh pemerintah guna kemaslahatan bangsa dan negara.

3) Yang dimaksud dengan sifat tidak berafiliasi ialah tidak berpartai politik atau

mendukung salah satu partai politik. Yapis di dalam sistem politik tidak

berpartai namun ikut berpartisipasi dalam mensukseskan program pemerintah,

membangun bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Dengan bergerak di

107

bidang pendidikan baik pendidikan formal, informal dan non formal sebagai

upaya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

c. Tujuan dari yayasan ini adalah untuk membina jasmani dan rohani muslimin

Indonesia dalam pembentukan watak bangsa dan Pancasilais (pada pasal 5)

dengan jalan:

1) mempertinggi mental, moral dan budi pekerti yang luhur dan memperkuat

keyakinan beragama terutama agama Islam.

2) Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan.

3) Membina dan mengembangkan yang kuat dan sehat.

4) Mendidik manusia Indonesia menjadi patriot pancasilais yang bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kehadiran Yapis di Jayapura ini menandai suatu babak baru sejarah

Pendidikan Islam di tanah Papua. Pergerakan pendidikan sebelum maupun sesudah

kemerdekaan, keadaan pendidikan Islam di Irian Jaya berjalan seadanya, sangat

lambat dengan mengunakan cara tradisional. Penyelenggaraan tidak memiliki

organisasi sekolah yang didirikan hidupnya juga tidak menentu. Selain tidak bisa

bertahan lama kegiatan belajar mengajar seakan-akan terombang ambing dalam

tujuan hanya mencapai anak didik yang sekedar bisa mengaji al-Qur‟an dan bisa

beribadah yang wajib. Sedangkan untuk mengerti al-Qur‟an memahami isinya,

memahami dasar-dasar dari berbagai ilmu yang berkaitan dengan agama Islam

seperti usluhuddin, Fiqh dan Usluhul fiqh, tasawuf, tafsir, hadits, tarikh Islam dan

lain-lain belum terlaksana dengan baik dan kurang mendapat perhatian dalam

pendidikan Islam selama ini. Kehadiran Yapis dengan tujuan menyelenggarakan

pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, memungkinkan terlaksananya

pendalaman terhadap berbagai cabang ilmu Islam dalam kelas-kelas sekolah yang

lebih baik dan peralatan yang lebih lengkap serta sistem pendidikan modern.

2. Badan Hukum, Lambang, Prinsip, Motto, dan Logo

a. Akta Notaris

Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Papua didirikan pada hari Minggu tgl 15

Desember 1968, bertepatan pada hari ahad 28 Ramadan 1388 Hijriah. Resmi

berbadan hukum dengan aket notaries No. 2 tahun 1969, tanggal 13 Januari 1969.

Dalam mewakili usahanya Yapis menitikberatkan pada upaya dalam perkembangan

dan pertumbuhan penyelenggaraan pendidikan Islam di Papua, selaras dengan UUP

No. 2 tahun 1954 yang menegaskan bahwa “atas dasar kebebasan tiap-tiap warga

Negara menganut suatu agama dan keyakinan hidup, maka kesempatan leluasa

diberikan untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah. Sesuai dengan

dasar dan azasnya penyelenggaraan pendidikan Islam dilaksanakan sejalan dengan

pola Pendidikan Nasional, dan diatur selajan dengan garis-garis besar perjuangan

Yapis, yaitu:

1) Memerdekakan pendidikan Irian Jaya terutama bagi umat Islamnya bebas dari

pengaruh iklim politik di bidang pendidikan sebagai akibat penjajahan Belanda

dan memberikan arah kehidupan dalam kebebasan berbangsa dan bernegara

Kesatuan Republik Indonesia.

2) Menanamkan kesucian Allah swt. di dalam jiwa setiap pribadi muslim.

108

3) Melaksanakan pendidikan keislaman bagi putra putri kaum muslimin di Irian

Jaya dalam rangka pembinaan watak bangsa yang berpancasilais berdasarkan

UUD 1945.

Untuk melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pendidikan Islam di Papua,

ditunjuk suatu badan pengurus yang disebut pengurus Yapis, yang harus bekerja

sesuai Peraturan Dasar, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Yapis

adalah sebuah Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan dengan moto yang

diemban oleh Yapis Papua adalah “Ilmu Amaliah dan Amal Ilmiah” .

b. Lambang Yapis Papua

Lambang ini sebagai gambaran jati diri yayasan dengan ciri spesifikasi bentuk

mengandung pengertian maksud-maksud sebagai berikut:

1) Wadah: berbentuk perisai persegi lima:

a) Perisai melambangkan kewaspadaan

kesiap-siagaan dalam berkarya dan

berusaha.

b) Persegi lima menunjukan lima unsur sendi-

sendi falsafah Negara “Pancasila” yang

merupakan Asas Dasar Yayasan.

c) Mbis tepian wadah mengikuti alur perisai

berwarna kuning emas, mengandung arti

bahwa lingkup jangkauan usaha Yayasan

mengutamakan keluhuran cita demi Negara

bangsa dan agama.

Dibuat pada ( Mukerda, 1 Agustus 1974 )

2) Isi Wadah

a) Lukisan bentuk kubah masjid, merupakan lambang pengabdian bagi umat

Islam dan merupakan sandaran serta tujuan pokok pembinaan dan pendidikan

Islam dalam Yayasan ini.

b) Gambaran Bintang di puncak kubah, merupakan lambang keluhuran cita yang

diemban Yayasan, adalah mulia dan agung.

c) Gambaran teras bawah kubah, berpagarkan kubah 15 buah, di atas tiang

penyangga 12 pilar, mengandung arti untuk memadai tanggal dan bulan

kelahiran Yapis yaitu tanggal 15 bulan Desember.

d) Batu fondasi digambarkan 6 buah di atas dan 8 buah buah di bagian bawah

menunjukan tahun kelahiran Yapis yaitu 68 ( tahun 1968 ).

e) Gambar buku terbuka dan penanya, bagian bawah menunjukan tugas pokok

Yayasan adalah bercipta karya dibidang pembinaan dan pengembangan

pendidikan.

3) Nama Yapis (Yayasan Pendidikan Islam), ditulis di atas Pita kuning melengkung

di atas bintang, merupakan ara cita luhur yayasan selalu diutamakan.

109

4) Moto Yapis yang berbunyi “Ilmu Amaliah dan Amal Ilmiah”, ditulis di atas

pita penyimpul di bawah fondasi mengandung pengertian:

a) Yayasan bertujuan untuk menciptakan warganya, sebagai warga negara yang

mampu dan dapat mengamalkan ilmunya, serta beramal secara ilmiah.

b) Simpul pita menyatu merupakan lambang persatuan dan kesatuan Negara.

Ilmu yang dimiliki yang telah diperoleh ketika menimba ilmu di lingkungan

Yapis Papua harus diamalkan, harus diterapkan agar bukan saja mengetahui ilmu

tersebut namun juga perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika

mengamalkan ilmu yang telah diraih melalui proses pendidikan yang panjang dari

jenjang pendidikan dasar sampai jenjang pendidikan tinggi haruslah ilmu yang dapat

diterima oleh akal, ilmu yang dapat diterima oleh masyarakat, ilmu yang dapat

membangun peradaban manusia. Inilah Motto dari lembaga pendidikan Yapis Ilmu

Amaliah dan Amal Ilmiah.

5) Warna:

a) Warna hijau pada dasar lambang melambangkan kesuburan di dalam usaha.

b) Kuning pada pita dan mbis merupakan lambang kesuburan dan kemuliaan.

c) Putih pada fondasi dan kuning sebagai lambang kesucian yang murni.

d) Hitam pada batu garis tepian lambang merupakan harapan Yayasan untuk

langgeng dan abadi dalam mengembangkan usaha Yayasan.

Telah ada 22 cabang di seluruh Papua dan 198 UPT unit pelaksana teknis dari

tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi di kabupaten/kota se-Papua.

Lembaga pendidikan yang didirikan di bawah Yapis Papua terdiri dari berbagai jenis

dan jenjang pendidikan, seperti: pendidikan keagamaan, pendidikan umum,

pendidikan vokasi, mulai dari pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi,

sejauh ini ada 5 perguruan tinggi yang berada di bawah naungan lembaga

pendidikan Yapis Papua, di antaranya adalah Universitas Yapis Papua yang berada

di jantung ibukota Provinsi.

Tabel 3 : Sekolah dan Perguruan Tinggi Yapis Papua

NO KABUPATEN/

KOTA

JENJANG PENDIDIKAN JML

TK SD MI SMP MTs SMA MA SMK PT

1 Kota Jayapura 5 6 2 3 1 2 - 1 1 21

2 Kab. Jayapura 1

4 1 6 - 1 1 - - - 23

3 Biak Numfor 1 2 - 1 - 1 - 1 1 7

4 Fak-Fak 5 3 1 1 - - - 1 - 11

5 Manokwari 7 3 1 1 1 1 - - 1 15

6 Jayawijaya - 1 1 1 - - - 1 1 5

7 Merauke 17 2 2 1 1 - - - 1 24

8 Yapen Waropen 2 1 - 1 - - - - - 4

9 Nabire 7 1 3 1 1 1 - - - 14

10 Kota Sorong 21 6 3 2 - 1 - - - 33

110

NO KABUPATEN/

KOTA

JENJANG PENDIDIKAN JML

TK SD MI SMP MTs SMA MA SMK PT

11 Mimika 1 1 - - 1 - - 1 - 4

12 Asmat 2 1 - 1 - - - - - 4

13 Boven Digul 2 1 - - - - - - - 3

14 Sarmi 1 1 - - - - - - - 2

15 Mappi 2 1 - - - - - - - 3

16 Keerom 5 2 1 - 2 1 - - - 11

17 Kaimana 1 1 1 - - - - - - S

18 Bintuni 1 1 - - - - - - - 2

19 Enarotali 1 1 - - - - - - - 2

20 Raja Ampat 2 - 1 - - - - - - 3

21 Deiyai 1 1 - 1 - - - - - 3

22 Dogiyai 1 1 - - - - - - - 2

JUMLAH 99 37 22 14 8 8 0 5 5 198

Sumber Data: Sekretariat Yapis Pusat 2017-2022

Peran lembaga pendidikan Yapis Papua memberi warna dan perubahan

tersendiri, membantu memberikan peluang emas bagi masa depan masyarakat di

Tanah Papua, kiprahnya melalui pendidikan telah membantu masyarakat memiliki

status sosial dan ekonomi yang lebih baik. Melalui tenaga kerja yang terampil dan

berpengetahuan serta memiliki mental yang handal tentunya hal ini adalah modal

baik untuk masa depan masyarakat yang lebih cerah.

Tabel 4 : Kepemimpinan Yapis Pusat Papua dari Masa ke Masa

No Nama Masa

Jabatan Ket

1 Muhammad Thalib/Muhammad Said 1968-1972

2 Drs. A.S. Gani / D.Sy. Ponto Bckn 1972-1974

3 D.Sy. Ponto Bckn 1974-1978

4 D.Sy. Ponto Bckn 1978-1983

5 D.Sy. Ponto Bckn 1983-1987

6 D.Sy. Ponto Bckn 1987-1992

7 Drs. H. Abdullah Bassalem 1992-1996

8 Drs. H. Syamsu Suriatmaja 1996-2000

9 Pj. Drs. Zubaer Dg. Husein 2000-2004

10 Drs. Zubaer Dg. Husein 2004-2008

111

No Nama Masa

Jabatan Ket

11 Drs. Zubaer Dg. Husein 2008-2012

12 Dr. Mansur, MM 2012-2017

13 Dr. Mansur, MM. 2012-2022 Masih

Aktif

Struktur Organisasi Yayasan Pendidikan Islam Masa Bhakti: 2017-2022

Dewan Pembina;

Ketua : Prof. Dr. H. Soedarto

Wakil Ketua : Muhammad Thaha Al-Hamid

Sekretaris : Drs. H. Ibrahim Is Badarudin, M.Si.

Anggota : Prof. Dr. H. Hassan Basri Umar, MS.

KH. A. Muharram, BA

Drs. H. Ibrahim Sya‟ban

H. Rabindranath Reba D. Ponto, SE

Drs. H. Zubein Dg. Hussein, MM.

Dr. H. Ridwan Rumasukun, M.Si.

Badan Pengawas;

Ketua : Dr. Drs. H. Fachrudin Pasolo, M.Si.

Sekretaris : Drs. H. A. Haris M. Zein, MM.

Anggota : Dr. Soebandrio, SE. M.Si.

Pelaksana Harian;

Ketua Umum : Dr. H. Mansur M., SH. MM.

Wakil Ketua I : H. Azies Bauw, SH. MM.

Wakil Ketua II : Heri Wahyudianto, SE. MM.

Wakil Ketua III : Dr. Drs. H. Ahmad Idrus, MM.

Wakil Ketua IV : Drs. H. Sabaruddin Sidang

Sekretaris Umum : Dr. H. Abdul Hafid Jusuf, S.Ag., MM.

Wakil Sekretaris : H. Duta Mustajab, S.Sos. SE. MM. M.Si.

Wakil Sekretaris : Herry Adi S. Wibowo, SE

Wakil Sekretaris : Hj. Sunarti, M.Pd.

Wakil Sekretaris : Anwar Rumbouw, SH. MH.

Bendahara : Irwan Adam Labo, SE.,M.Si.

Wakil Bendahara : H. Ridwan, B

Biro-Biro;

Biro Usaha Dana dan Pengelolaan Asset : Joko Dasri, S.Sos.

: Umar Ugar, SE. MM.

Biro Dikdasmen, PAUD dan MI : Andi Rahman Nongsi, S.Pd. M.Pd.

: Usman R, S.Pd. M.Si.

Biro Hukum : Nur Aida Duwila, SH

: Ir. Tuti Kusmini

Biro Pengembangan Program dan Pembangunan : Dasril Sahari, SE., M.Si.

: Najib Muri, SE.

Biro Penelitian dan Pengembangan SDM : Armin Thalib, SH. MH.

: Ismail R. Noy, SE. M.Si.

112

Biro Pendidikan Tinggi : Dr. Hariman Dahrif, S.Pi., MTP

: Dr. Najamuddin Gani, SH. MH.

Biro Dakwah dan Pendais : KH. M. Said HK, SH.I.

: Wawan Setiawan, ST.

Bagan Struktur Organisasi

1. Visi dan Misi Yapis Papua

Visi: Terwujudnya manusia di tanah Papua yang cerdas, terampil, sehat dan

sejahtera serta beriman.

Misi:

a. Mencerdaskan kehidupan bangsa bernuansa Islam dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan, teknologi berlandaskan iman dan takwa kepada Allah swt.

b. Menyiapkan sumber daya insani yang cerdas dan terampil serta mampu

mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya secara Islami

demi kesejahteraan umat manusia.

c. Mengembangkan potensi sumber daya insani yang mandiri, berakhlak mulia,

berbudi pekerti luhur dan mampu mengatasi permasalahan dalam masyarakat dan

lingkungannya.

d. Mewujudkan sikap keseimbangan kehidupan jasmani dan rohani dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kepengurusan Yapis Papua terdiri atas pengurus Yapis Pusat yang

berkedudukan di Jayapura dan pengurus cabang yang berkedudukan di setiap kota

dan kabupaten di provinsi Papua dan Papua Barat. Menurut Heri (wakil sekretaris

Yapis Pusat) mengatakan bahwa hingga saat ini lembaga ini telah memiliki 22

pengurus Yapis Cabang (13 di provinsi Papua dan 9 di Papua Barat), dengan 198

lembaga pendidikan sebagai UPT yang terdiri dari 71 RA/PAUD, 49 SD/MI, 20

SMP/MT.s, dan 10 SMA/SMK/MA dan perguruan tinggi dan 1 Pesantren yang

113

berada di Walesi. Untuk di daerah Kota Jayapura Yapis cabang Jayapura memiliki 5

PAUD, 9 SD, 3 SMP, 2 SMA, 1 SMK dan 1 Universitas.11

Lembaga pendidikan Yapis sekalipun sebagai lembaga pendidikan yang

berciri khasnya agama, namun dalam penerimaan siswa maupun mahasiswa tidak

hanya pada peserta didik yang beragama Islam saja yang diterima, justru peserta

didik dari agama non muslim juga diterima sebagai murid di lembaga pendidikan

ini. Misalnya saja di SMA Hikmah Yapis Papua Jayapura, pada tahun 2017

memiliki siswa non Muslim 20% demikian pula di SMK Yapis, sedangkan di

Universitas Yapis Papua pada tahun 2019, jumlah non Muslim sebanyak 54%

sebagaimana data agama mahasiswa per Oktober 2019.12

Kalangan staf pengajar di

sekolah maupun di perguruan tinggi juga terdapat guru yang beragama Kristen. Hal

ini menunjukkan sikap demokratis, keragaman dan asas keadilan di tanah Papua

yang dilakukan melalui jalur pendidikan tanpa memandang latar belakang suku,

entis, bahkan agama. Perkembangan selanjutnya SMK Yapis dan Universitas Yapis

Papua menjadi lembaga pendidikan yang cukup diminati dari kalangan non Muslim

di Kota Jayapura.

Sekretaris Yapis Pusat Papua mengatakan bahwa pandangan Islam dan

keislaman lembaga ini adalah pandangan yang bersifat inklusif dan moderat yang

didasarkan pada konsep Islam yang rahmatan lil alamin, agama Islam yang hadir

sebagai rahmat untuk alam semesta. Konsep Islam yang rahmatan lil alamin yang

dimanifestasikan melalui lembaga pendidikan dalam rangka membangun

masyarakat secara khusus masyarakat Papua yang memiliki wawasan keberagaman

yang terbuka. Pandangan terhadap sikap toleransi dibangun melalui pemahaman

akan konsep rahmat untuk semesta alam dan diterapkan pada visi Yapis Papua

sehingga peserta didik tanpa dilihat latar belakang etnis maupun agamanya untuk

dapat menjadi bagian dari agen pembangunan di tanah Papua. Yamin Noch kepala

LP2M Uniyap yang juga pengurus Yapis Pusat mengatakan bahwa visi kerukunan

yang telah tertuang dalam visi misi lembaga pendidikan ini membangun berbasis

keberagaman bukan pada perbedaan, sehingga di dalam melihat Papua sebagai lokus

perjuangan lembaga pendidikan Yapis dalam kerangka yang konstruktif tanpa harus

dibayangi serta terbatasi oleh perbedaan agama yang dianut oleh siswa maupun etnis

yang dibawa dari lahir.

Hal senada juga disampaikan oleh ketua Yapis pusat dua periode mengatakan

bahwa lembaga pendidikan Yapis Papua sebagai lembaga pendidikan yang bergerak

di bidang pendidikan berupaya memajukan Papua melalui campur tangan lembaga

ini dengan memberikan akses pendidikan seluas luasnya kepada seluruh kalangan

baik pendatang maupun masyarakat asli Papua untuk dapat berkontribusi aktif di

dalam membangun kota ini. Yapis secara kelembagaan adalah lembaga pendidikan

yang berciri khas Islam maka dalam hal teologis dalam hal ini keyakinan agama

masing-masing itu sudah final yaitu prinsip dari agama Islam sebagai agama yang

benar harus dipegang teguh, sehingga yang muncul adalah lakum dinukum waliya

diin, bagimu agamamu bagiku agamaku, namun dalam hubungan sesama manusia,

11

Wawancara dengan Heri, Wakil Sekretaris Yapis Pusat pada bulan Januari 2020. 12

Wawancara dengan Huddy Susanto, Bagian Pengolahan Data Uniyap Jayapura.

Desember 2019.

114

Yapis sebagai lembaga sosial bersikap toleran menjadi rahmat untuk semua, tidak

boleh ada beda dan pembedaan di dalam menuntut ilmu. Islam mengajarkan agar

umatnya menuntut ilmu dan memberikan kontribusi bukan saja kepada sesama umat

Islam namun kepada seluruh umat manusia.13

Lembaga pendidikan Yapis memilih jalur pendidikan dengan mengakomodir

semua anak-anak Papua maupun pendatang dengan berbagai latar belakang yang

disematnya, hal ini tidak lain karena hak untuk memperoleh pendidikan adalah hak

semua warga dan anak bangsa apapun agamanya. Hal ini yang membuat lembaga

pendidikan ini dapat diterima di semua kalangan. Pengajar dan staff administrasi

yang kalangan non muslim juga mendapat kesempatan dan hak-hak yang sama

dengan mereka yang beragama Islam. Aplikasi yang sama ini diberikan juga

beasiswa bagi siswa yang tidak mampu dan berprestasi muslim maupun non muslim,

bahkan dalam pemberian tugas belajar di dalam meningkatkan kualifikasi akademik,

tujuannya agar hasil yang didapat dari lulusan lembaga pendidikan ini tidak

mengecewakan.

Sikap terbuka, inklusif yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Yapis telah

menjadikan Yapis sebagai lembaga yang berciri khas Islam namun juga lembaga ini

dimiliki oleh masyarakat Papua sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Ketua

Yapis, Azis Bauw yang sekarang menduduki Wakil Rektor III Uniyap Jayapura.

Bahwa memberikan ruang bagi masyarakat untuk membangun tanah Papua melalui

pendidikan yang dikelola oleh Yapis Papua. Alexander A. Papara adalah guru

bahasa Inggris di SMA Hikmah yang telah mengabdi sebagai PNS guru Bahasa

Inggris merasa nyaman dan damai serta tidak mengalami diskriminasi oleh guru-

guru di sekolah meski beliau sendiri adalah orang Papua beragama Kristen

Protestan. Telah berada di sekolah tersebut sejak tahun 2004 dan mengabdi pada

waktu yang cukup lama. Hal senada juga disampaikan oleh dosen yang telah

mengabdi sampai purna tugas. Baginya lembaga ini telah memberikan kesempatan

yang sama tanpa diskriminasi. Sunardi Romathobi adalah alumni Yapis yang

sekarang menjadi menjadi Pendeta GKI, menjiwai melayani umat Kristiani di

daerah serta kampung pedalaman Papua mengatakan apa yang dilakukan oleh Yapis

tidak menjadikan saya keluar dari agama yang saya miliki justru saya lulusan dari

Yapis kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan menjadi

pendeta, saya bangga menjadi bagian dari lembaga ini yang dapat mengetahui ilmu

agama Islam, ibadahnya, proses pelaksanaannya dan tentunya cara ibadah. Ada

persamaan dan kesamaan yang dimiliki oleh keyakinan agama saya bahwa Islam itu

agama damai, agama yang mengajarkan cinta kasih. Itu saya dapatkan ketika

menjadi bagian dari peserta didik di SMA Hikmah selama 3 tahun.14

Lembaga pendidikan Yapis memperkenalkan visi moderasi Islam kepada

siswa dan mahasiswa yang menuntut ilmu melalui kurikulum pembelajaran,

khususnya kurikulum pendidikan agama Islam. Lembaga ini merupakan tempat dan

wadah pemersatu umat karena sistem pendidikan agama yang diterapkan oleh

13

Yamin Noch, Pengurus Yapis Pusat 2012-2017, Wawancara, September 2020. 14

Sunardi Remathobi, Alumni SMA Hikmah, Wawancara, Sentani, Juni 2020.

115

lembaga ini adalah sistem kurikulum pendidikan agama Islam yang multikultural.15

Melalui wadah kurikulum pendidikan agama dan keyapisan yang memiliki muatan

multikultural sangat ditonjolkan sehingga siswa dapat menginternalisasikan visi

Islam sebagai agama yang rahmat untuk semua dan mampu menerapkannya di

dalam kehidupan sehari-hari di Papua.

Komitmen yang tinggi ditunjukkan oleh Yapis Papua dalam sikap saling

menghargai dan menghormati melalui jalur pendidikan. Komitmen ini ditunjukkan

dengan memperkenalkan kurikulum pendidikan bermuatan kemajemukan atau

multikulturalisme sebagai muatan dalam keyapisan baik ditingkat sekolah maupun

sampai perguruan tinggi. Yapis Papua mensupport peserta didik yang beragama non

muslim untuk mengamalkan agamanya dengan benar dan baik. Hal ini dapat dilihat

dari visi lembaga pendidikan Yapis Papua yaitu terwujudnya sumber daya manusia

yang cerdas, yang sehat, yang terampil dan sejahtera di tanah Papua. Tujuan yang

termuat di dalam visi tersebut secara garis besarnya memberikan perhatian yang

besar pada pendidikan untuk semua, pendidikan untuk memanusiakan manusia dan

menjadikan manusia sebagai manusia unggul yang unggulnya melalui sebuah

proses, dimana proses tersebut dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan.

Begitupun dengan misi yang merupakan implementatif dari visi yang telah

dibuat yaitu dengan mengkedepankan nilai-nilai moderat, keadilan, egaliter dan

plural. Mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang dilandasi keimanan dan takwa kepada Allah swt., menyediakan

sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas yang mampu menerapkan ilmu

dan teknologinya secara islami untuk kesejahteraan manusia. Pengembangan potensi

sumber daya manusia yang mandiri, berbudi luhur, bermoral tinggi serta mampu

mengatasi permasalahan masyarakat dan lingkungan. Adanya upaya di dalam

menyeimbangkan kehidupan jasmani dan rohani dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

Lembaga pendidikan senantiasa diarahkan oleh Yapis Pusat untuk

menghormati peserta didik non muslim dengan meliburkan mereka selama sepekan

ketika umat kristiani melaksanakan kegiatan ibadah Paskah pada bulan April, begitu

pun dengan kegiatan peringatan Natal dan tahun baru. Hal ini dilakukan di samping

menujukkan sikap tenggang rasa kepada peserta didik yang beragama non muslim

juga memberikan kesempatan kepada pegawai maupun staff dan karyawan Yapis

beragama Kristen untuk dapat memaksimalkan ibadah pada moment-moment

tersebut.

Hubungan baik yang dibangun oleh lembaga Yapis Pusat Papua di dalam

memberikan apresiasi lembaga-lembaga adat di tanah Papua khususnya lembaga

adat dari Port Numbay, masyarakat adat penduduk asli Jayapura. Adanya filosofi

satu tungku tiga batu, Universitas Yapis Papua sebagai lembaga pendidikan di

tingkat pendidikan tinggi memberikan beasiswa kuliah gratis kepada 10 masyarakat

asli Port Numbay menjadi mahasiswa Uniyap Jayapura sampai mahasiswa tersebut

selesai dan kembali membangun sukunya agar dapat tetap berkompetisi aktif

membangun tanah kota Jayapura. Ada hubungan yang selalu dibangun agar

15

Abdul Qahar Yelipele, Pendidikan Agama Islam berbasis Kemajemukan di SMA

Hikmah Yapis Kota Jayapura, (Uin Alauddin Makassar, 2012), h. 134.

116

senantiasa harmonis baik dan berkelanjutan, adanya kontribusi lembaga pendidikan

Yapis di dalam memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat non muslim

ketika melakukan ibadah Paskah di gereja pada bulan April maupun menjelang

perayaan Natal dan tahun baru, Civitas Akademika Uniyap Jayapura melakukan

bakti sosial dengan memberikan santunan kepada korban banjir bandang di Sentani

Maret 2019, musibah kebakaran di Hamadi maupun korban tanah longsor di Ampera

Jayapura. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kepedulian Yapis Papua dalam

membangun kerukunan dan harmonisasi di tanah Papua.

Pembagian orang Papua secara umumnya terbagi menjadi tiga kategori: 1)

orang Papua asli, 2) bukan orang Papua namun telah lama tinggal bahkan lahir di

Papua, dan 3) orang yang belum lama bermigrasi ke Papua. Untuk kategori pertama

dan kedua secara sosio kultural telah lebur terintegrasi kultur budaya dan

membentuk budaya baru sebagai hasil pertemuan budaya lokal papua dan

heterogenitas budaya penduduk pendatang. Mereka yang lahir dan besar di Papua

telah mengalami proses “kulturalisasi” Papua sehingga secara sosiologis merasa

sebagai orang Papua dan oleh orang Papua disebut dengan Papua lurus untuk

membedakan dengan penduduk asli Papua yang menyebut mereka dengan Papua

keriting. Penduduk kategori ketiga yang biasanya belum lama menetap di Papua

inilah yang kerap menjadi pemicu patologi sosial di Papua baik dari faktor sosial

maupun dari faktor ekonomi dan lainnya. Tak bisa dipungkiri ada sebagian orang

asli Papua yang punya rasa fanatik berlebihan terhadap identitas mereka namun itu

hanyalah sebagian kecil, karena secara umum orang asli Papua adalah orang yang

bersikap terbuka terhadap hadirnya pendatang dari luar papua. Harmoni kerukunan

umat beragama di Jayapura terbangun dengan pola interaksi sosial yang dilakukan

secara terus menerus antara orang pendatang dengan masyarakat asli Papua.

Interaksi ini telah melahirkan kultur sikap saling menghargai dan menghormati,

saling menjaga, saling menguatkan dalam suasana keberagamaan yang inklusif

menjadi pilar peneguh toleransi pada masyarakat di kota Jayapura.16

Keharmonisan hubungan ini yang telah terjalin mendapat tantangan dari

hadirnya upaya politisasi agama dan kelompok tertentu, khususnya dari kalangan

separatis, kultural dan politik, Islam di Jayapura. Islam oleh sebagian besar

masyarakat Papua diidentikkan dengan pendatang dan oleh beberapa kalangan yang

mengatakan bahwa Islam dan muslim sering dikaitkan dengan warga yang

mendukung NKRI. Sebutan Islam sebagai label NKRI didasarkan pada sejarah

panjang kehadiran masyarakat muslim di daerah ini yang melibatkan pegawai

pemerintah, transmigrasi, dan tentara-tentara muslim dari Jawa serta di zaman orde

baru. Di samping itu jabatan-jabatan penting di pemerintahan diduduki oleh muslim

pendatang. Stigma tentang islamisasi kerap dituding oleh sebagian kelompok kepada

Yapis. Isu ini sering didengar oleh pengurus Yapis Papua namun tidak ditanggapi

melalui penjelasan verbal melainkan melalui aksi nyata yang ditunjukkan oleh

Yapis. Banyak lembaga pendidikan Yapis Papua tidak terkait dengan usaha dan

upaya islamisasi masyarakat di tanah Papua, melainkan hal ini dilakukan sebagai

bentuk pengorbanan dan pengabdian kepada masyarakat di Papua tanpa melihat latar

16

Rudi hartono, Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia: Peran Yapis

Membentuk Intelaktual di Tanah Papua, (Cet. 1; Bandung: Alfabeta, 2018), h.

117

belakang agama dan etnis. Dengan sikap yang ditunjukkan ini lembaga pendidikan

Yapis Papua dapat berkembang dan diterima oleh masyarakat Papua yang beragama

Kristen, dan Yapis dapat membuka cabang di daerah-daerah dengan jumlah

penduduk beragama Kristen yang lebih 90% sebagaimana kehadiran Yapis Papua di

daerah tersebut. Salah satu sekolah yang berada dibawah Yapis yaitu SMA Yapis

Wamena Kab. Jayawijaya Papua yang memiliki peserta didik 93% non muslim.17

Melalui cara kasih yang didasarkan pada konsep rahmatan lil alamin dan

dipraktekkan dalam kehidupan nyata membuat lembaga pendidikan Yapis berhasil

mengembangkan dan mengimplementasikan model toleransi aktif yang sangat

dibutuhkan dalam konteks Papua. Mempresentasikan kelompok muslim moderat

yang memiliki komitmen dalam mengembangkan Papua sebagai tanah yang damai

dengan model pluralis. Yapis membangun harmoni di dalam dunia pendidikan

dengan sikap yang terbuka dan moderat dapat meretas jarak stigma Islam yang

identik dengan NKRI dengan kristen yang identik dengan orang Papua.

3. Perguruan Tinggi Yapis Papua

Ada 5 perguruan tinggi yang berada di bawah lembaga pendidikan Yapis

Papua yang tersebar pertama Universitas Yapis Papua, Universitas Amal Ilmiah

Yapis Wamena, IISIP Yapis Biak, STIT Yapis Manokwari dan STIE Yapis

Merauke. Dari kelima yang telah disebutkan di atas, Universitas Yapis Papua atau

yang disingkat dengan Uniyap Jayapura yang diteliti oleh peneliti.

Universitas Yapis Papua adalah perguruan tinggi swasta yang besar dan telah

lama berdiri di kota Jayapura Papua. Lembaga ini hadir sebagai usaha dan upaya

dalam memberikan layanan pendidikan di Papua. Berdiri pada tahun 1974 sebagai

salah satu lembaga pendidikan tinggi swasta di tanah Papua yang berusaha

melakukan perbaikan dan perubahan kelembagaan bertahap secara baik melalui

pelayanan akademik dalam proses belajar mengajar maupun kurikulum sesuai

dengan visi dan misi perguruan tinggi. Konstribusi orang Islam yang diperankan dan

diwujudkan di tanah Papua dalam rangka ikut serta membangun dan membina watak

warga negara yang pancasilais sesuai dengan UUD 1945 khususnya melakukan

penyiapan sumber daya manusia yang bermartabat, berkualitas dan handal melalui

lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua.

Secara kronologis kehadiran Universitas Yapis Papua mengalami perubahan

dari awal berdiri sampai sekarang. Berdiri pada tanggal11 Maret 1974 dengan nama

Akademi Ilmu Administrasi dan Akuntansi yang disingkat (AIA&A) yang menjadi

cikal bakal perguruan tinggi ini, menjadi salah satu tonggak sejarah peradaban Yapis

di tanah Papua. Kehadiran sekolah para perintis akademi memiliki tujuan untuk

membuka keterisolasian dalam sudut pandang. Akademi ini diresmikan oleh Acub

Zainal (Gubernur KDH. Tingkat I Irian Jaya) berdasarkan surat keputusan menteri

pendidikan dan kebudayaan RI Nomor: 079/U/1/1978 tanggal 3 Maret diberikan

status Terdaftar. 10 tahun kemudian tepatnya pada 9 Agustus 1984 AIA&A Yapis

Papua berubah menjadi Akademi Sekretaris dan Manajemen disingkat (ASM) Yapis

17

Rudi hartono, Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia: Peran Yapis

Membentuk Intelaktual di Tanah Papua, h.

118

Jayapura program diploma III/D3 dengan dua jurusan yakni Sekretaris dan

Manajemen Akuntansi.

Dalam rangka persiapan ke jenjang program strata 1 (S1) berdasarkan surat

keputusan koordinator Kopertis wilayah IX Nomor: 603 tahun 1986 tanggal 28 Juni

1986 akademi sekretaris dan manajemen Yapis Jayapura bertransformasi menjadi

Sekolah Tinggi Manajemen (SETIMA) dengan jurusan Manajemen Perkantoran dan

Manajemen Akuntansi. Perkembangan selanjutnya, dalam rangka penataan jalur

serta jenjang perguruan tinggi, berdasarkan surat keputusan menteri pendidikan dan

kebudayaan RI nomor 0323/0/1988, Sekolah Tinggi Manajemen (SETIMA) Yapis

Jayapura diubah menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) pada tanggal 4 Juli

1988. Dengan jurusan Manajemen Perkantoran dan jurusan Akuntansi. Keputusan

Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor:

462/DIKTI/Kep.1993 tentang penetapan status TERDAFTAR Sekolah Tinggi Ilmu

Ekonomi (STIE) Yapis Jayapura. Kemudian pada tahun 2004 berubah menjadi

universitas.18

Ditandai dengan surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor:

58/D/0/2004 tertanggal 26 April 2004 tentang pendirian Universitas Yapis papua di

Jayapura dan ijin penyelenggaraan program studi yang diselenggarakan oleh

Yayasan Pendidikan Islam Papua. Sekian usaha dan upaya membuka keterisolasian

pendidikan di wilayah Indonesia timur, maka pada tahun 2004 lembaga Yapis

mempunyai perguruan tinggi setingkat universitas dengan nama Universitas Yapis

Papua Jayapura, butuh waktu 30 tahun sejak berdirinya pada tahun 1974, untuk

dapat terus berbenah dan mengembangkan diri menjadi perguruan tinggi yang

kredibel dan handal. Kepercayaan dari masyarakat yang didapat oleh lembaga ini

dengan memberikan lulusan yang tidak sedikit jumlahnya.

Tabel 6 : Periodisasi Perubahan Nama Universitas Yapis Papua

NO NAMA TAHUN KET

1 AIA&A 1974-1984

2 ASM 1984-1986

3 SETIMA 1986-1988

4 STIE 1988-2004

5 UNIYAP 2004-2020 (Sekarang)

Usia yang memasuki 46 tahun, beberapa unggulan yang dimiliki oleh Uniyap

Jayapura menjadi daya tarik masyarakat untuk belajar dan berkembang bersama

Uniyap Jayapura. Lembaga ini telah berperan aktif dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan, dan teknologi, serta turut andil dalam mencerdaskan bangsa,

mengatasi berbagai ketimpangan pendidikan, meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, dan memelihara kelestarian budaya dan lingkungan terkhusus di tanah

Papua. Adanya tuntutan untuk selalu memperbaiki kualitas proses pendidikannya

dalam rangka persaingan global. Hal ini dengan status kota Jayapura yang majemuk

dari agama maupun budaya yang tidak saja masyarakat Papua yang ada di Jayapura

18

http://uniyap.ac.id index.php./profil/sejarah. Lihat juga Wawancara dengan Abdul

Rasyid, WR1 Uniyap Jayapura 2019-2022. Pada Agustus 2020.

119

namun juga warga pendatang yang telah mewarnai berbagai kehidupan di kota

tersebut.

Universitas Yapis Papua, berperan aktif dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta mempunyai andil besar di dalam mencerdaskan

kehidupan berbangsa, mengatasi berbagai persoalan bangsa, meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, dan memelihara kelestarian lingkungan dan budaya

terkhusus di tanah Papua. Telah banyak jalinan kerjasama yang dibangun oleh

lembaga ini dengan berbagai institusi dalam maupun di luar negeri dalam upaya

mewujudkan visi dan misi yang diemban. Universitas Yapis Papua berusaha

memperbaiki kualitas proses pendidikannya disertai dengan upaya peningkatan

relevansinya dalam rangka persaingan global sebagaimana visi dari perguruan tinggi

tersebut yaitu: Menjadi Universitas Maju, Mandiri, dan Berkualitas pada tahun

2028.

Misi perguruan tinggi ini menyelenggarakan pendidikan yang bermutu

dilandasi iman dan takwa kepada Allah swt., menyelenggarakan penelitian yang

berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat, menyelenggarakan pengabdian

masyarakat yang berorientasi pada penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi,

penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada pembelajaran yang efektif

dengan pemanfaatan teknologi. Tujuannya menyiapkan peserta didik menjadi

mahasiswa Indonesia seutuhnya dan berbudaya, bersusila dan berjiwa pancasila

serta bertanggung jawab akan terwujudnya masyarakat adil dan sejahtera lahir

bathin, mengembangkan pendidikan dan pengajaran yang dapat menghasilkan

sarjana-sarjana yang berdedikasi tinggi serta menguasai ilmu pengetahuan,

teknologi, dan atau kesenian serta mengembangkan ilmu pengetahuan agama Islam

yang merupakan ciri khas Uniyap Jayapura, meningkatkan kualitas manusia

Indonesia sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berbudi pekerti luhur, berwatak, berdisiplin, bekerja keras, tangguh,

bertanggung jawab, mandiri, cerdas, terampil, kreatif, sehat jasmani, dan rohani,

cinta tanah air dan memiliki rasa kesetiakawan sosial.19

Tabel 7 : Program Studi Universitas Yapis Papua

No Fakultas Program Studi Akreditasi

1 Ekonomi dan Bisnis a. Manajemen

b. Akuntansi

Akreditasi B

Akreditasi B

2 Ilmu Hukum Ilmu Hukum Akreditasi B

3 Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik

a. Ilmu Pemerintahan

b. Ilmu Administrasi Publik

Akreditasi B

Akreditasi B

4 Perikanan dan Ilmu

Kelautan

Budidaya Perairan Akreditasi B

5 Keguruan dan Ilmu

Pendidikan

a. Pendidikan Agama Islam

b. PGSD

Akreditasi B

Akreditasi C

6 Teknik Sipil dan

Sistem Informasi

a. Teknik Sipil

b. Sistem Informasi

Akreditasi B

Akreditasi B

7 Pascasarjana a. Magister Manajemen

b. Magister Hukum

Akreditasi B

Akreditasi C

19

Buku Wisuda Universitas Yapis Papua, tahun Akademik 2018/2019, h. 2.

120

Menurut data pelaporan tahun ajaran 2019/2020 jumlah dosen tetap di Uniyap

Jayapura sebanyak 142 orang yang terbagi dalam beberapa program studi yaitu

Pascasarjana 19 orang, Akuntansi 20 orang, budidaya perairan 11 orang, Ilmu

Administrasi publik 8 orang, Ilmu Hukum 18 orang, Ilmu Pemerintahan 10 orang,

Manajemen 13 orang. Teknik Sipil 10 orang, Sistem Informasi 13 orang,

Jumlah mahasiswa aktif pada tahun akademik 2019/2020 sebanyak 5.224

dengan pembagian per fakultas, dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 8 : Jumlah Pendidik dan Peserta Didik Universitas Yapis Papua

No Program Studi Jmlah Dosen Jumlah

Mahasiswa

1 a. Manajemen

b. Akuntansi

13 Orang

20 Orang

204

906

2 c. Ilmu Hukum 18 Orang 774

3 d. Ilmu Pemerintahan

e. Ilmu Administrasi Negara

10 Orang

8 Orang

424

251

4 f. Budidaya Perairan 11 Orang 109

5 g. PAI

h. PGSD

6 Orang

6 Orang

118

20

6 i. Teknik Sipil

j. Sistem Informasi

10 Orang

13 Orang

658

503

7 k. Magister Manajemen

l. Magister Hukum

13 Orang

6 Orang

204

49

Jumlah 142 Orang 5.224

Sumber data: Bagian Administrasi dan Akademik Uniyap20

Universitas Yapis Papua memiliki gedung auditorium dengan memuat

kapasitas 600 orang, gedung perkuliahan milik sendiri terdiri dari 1 gedung 6 lantai,

1 gedung 7 lantai, 1 gedung 2 lantai, dan gedung perkuliahan di kampus sentani

yang dilengkapi dengan ruang kuliah representatif dengan LCD proyektor, ruang

perpustakaan dengan ruang baca yang representatif dan tersedia perpustakaan

online, laboratorium sistem informasi, laboratorium komputer, laboratorium teknik,

laboratorium internet, dan multimedia, laboratorium akuntansi, laboratorium aplikasi

dasar, laboratorium bahasa inggris, ICT room, galeri investasi BEI, tax center,

lapangan olahraga, area wall climbing, cafe campus, area parkir yang dikoneksikan

dengan internet pada area kampus.21

Tabel 9 : Dosen Pengajar Mata Kuliah PAI pada Universitas Yapis Papua

No Nama Dosen Program Studi Ket.

1 Dr. Neti S.,S.Ag. M.Pd.

Manajemen

Akuntansi

PGSD

PAI

20

https://forlap.kemdikbud.go.id/perguruantinggi/detail/N0U2MjA0NUQtRDk3Qi00

OUIzLUEyNDQtMzEzQkRFMDM2MTYw 21

Buku Wisuda Universitas Yapis Papua, tahun Akademik 2018/2019, h. 48.

121

2 Muhamad Thoif, S.Pd.I. M.Pd./

Zaidir, S.Pd.I. M.Pd.

Ilmu Pemerintah

Administrasi Negara

3 Muh. Abdul Mukti Bukhori, MA./

M. Ali Mahmudi, S.Pd.I. M.Pd. Ilmu Hukum

4 Muhamad Thoif, S.Pd.I. M.Pd. /

Zaidir, S.Pd.I. M.Pd. Budidaya Perairan

5 M. Ali Mahmudi, S.Pd.I. M.Pd. Teknik Sipil

Sistem Informasi

Sumber Data: Biro Administrasi dan Akademik Uniyap Jayapura 2020.

4. Sekolah Yayasan Pendidikan Islam Papua

Ada 193 sekolah yang berada di bawah Yapis Papua, dimana yang menjadi

lokasi penelitian ada pada dua sekolah menengah yaitu SMA Hikmah Yapis

Jayapura dan SMK Hikmah Yapis Jayapura, dimana keduanya memiliki representasi

dari peserta didik yang pluralistik. Kedua sekolah ini dikelola oleh Yapis Cabang

Kota Jayapura yang merupakan perpanjangan kewenangan dari Yapis Papua.

Kehadiran Yapis Cabang Kota Jayapura untuk membantu pengelolaan lembaga

pendidikan Yapis khususnya di kota Jayapura. Hal ini dilakukan karena lembaga

pendidikan Yapis Papua meliputi seluruh kabupaten dan kota sehingga perlu juga

untuk mengkhususkan Yapis cabang kota yang daerah operasionalnya pada kota

Jayapura sehingga pekerjaan dapat dimaksimalkan dengan baik.

Kehadiran Yapis Cabang untuk memudahkan operasional kerja dari Yapis

Papua dalam mengelola lembaga pendidikan yang ada di Jayapura. Permulaan

pembukaan Yapis Cabang kota Jayapura terjadi pada tahun 2000 dengan ketua

pertamanya adalah Drs. Soekino DH. serta pelimpahan 5 orang staff dari Yapis

Pusat untuk dapat membantu ketua dalam pengoperasian berjalannya Yapis Kota

Jayapura yaitu Nurwiyah, Sam Mamonto, Syahrul Ponto.22

Upaya memperbaiki

serta meningkatkan sarana dan prasarana, meningkatkan kapasitas dan kompetensi

staf di bidang pendidikan, memperkuat pengetahuan sekolah, meningkatkan layanan

kesehatan dan kebersihan di sekolah, memperkuat keterampilan siswa dan

pengadaan unit usaha.

Ada 21 unit pelaksana teknis di Yapis cabang kota Jayapura sebagaimana

yang informasikan oleh Muin selaku sekretaris Yapis cabang kota Jayapura, yang

terdiri dari TK sebanyak 5 sekolah. SD sebanyak 6 sekolah, MI sebanyak 2 sekolah,

SMP sebanyak 3 sekolah, MTs sebanyak 1 sekolah, SMA sebanyak 2 sekolah, SMK

sebanyak 1 sekolah dan Perguruan tinggi sebanyak 1 Universitas.23

a. SMA Hikmah Yapis Jayapura

Salah satu sekolah yang bernaung di bawah Yapis Cabang adalah SMA

Hikmah Yapis Jayapura. Sekolah ini berdiri pada tahun 1989, tepatnya pada tanggal

15 September 1989 di Jayapura. Dengan nomor SK 1505/11/8g/R.6 yang

ditandatangi oleh Drs. M.S. Sihite. Pendirian sekolah SMA Yapis diajukan Yapis

22

Syahrul Ponto, Nur Wiyah, dan Sam Mamonto, “Wawancara” September 2020. 23

Abdullah Muin, Sekretaris Yapis Cabang Kota Jayapura,” Wawancara, 20 Februari

2020.

122

Pusat periode 1988-1992 oleh Bapak D.Sy Ponto selaku ketua dan Ahmad Rofi‟i,

SE selaku sekretaris. Berhubung Yapis Cabang kota Jayapura belum dibentuk

sehingga segala administrasi terkait dengan SMA Yapis Jayapura masih ditangani

oleh Yapis Pusat termasuk dalam pendirian dan pengajuan pembukaan sekolah di

lingkungan Yapis Papua.

Berulang tahun pada 15 September yang bila dihitung pada awal berdirinya

sampai tahun 2020 maka SMA Yapis telah memasuki usia yang cukup dewasa yaitu

di usia yang ke 31. Sebuah kesyukuran dan kenikmatan yang tak terhingga karena

telah lama berdiri dan menjadi pelopor dalam bidang pendidikan di tanah Papua.

Tabel 10 : Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura dari Masa ke Masa

No Nama Periode Ket.

1 Drs. Soekino DH 1989-1996

2 Drs. Syamsuri 1996-2000

3 Drs. Sariyanta 2000-2004

4 Drs. Pandji Suryawan Suhirman 2004-2008

5 Drs. Joko Sriyanto, M.Si. 2008-2012

6 Drs. Joko Sriyanto, M.Si. 2012-2018

7 Drs. Joko Sriyanto, M.Si. 2018-2022

Sumber Data: Ka. TU SMA Yapis Jayapura 2020.

Dalam perkembangan SMA ini telah terjadi pergantian kepemimpinan

sebanyak 5 kali dari Drs. Soekino, DH (1989-2000), Drs. Syamsuri (1996-2000),

Drs. Saryanta, (2000-2004), Drs. Pandji Suryawan Suhirman (2004-2008), Drs. Joko

Sriyanto, M.Si.(2008-2020). Akreditasi yang dimiliki oleh lembaga ini adalah

terakreditasi A pada tahun 2017 dan telah menggunakan kurikulum K.13 yang

ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai lembaga pendidikan tentunya membendung

westernisasi dan modernisasasi negatif yang berkembang pesat dan begitu cepat

serta berdampak pada perkembangan perilaku dan sikap generasi muda khususnya

siswa di SMA Hikmah Yapis Jayapura, dengan adanya pembelajaran yang

diselenggarakan oleh sekolah, dapat menghalaui dan membendung pengaruh negatif

tersebut, di samping itu pula senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan

kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Visi dan Misi

Visi SMA adalah Mewujudkan peserta didik yang cerdas, berprestasi dan

berkarakter.

Misinya:

a. Mengembangkan potensi sumber daya manusia yang beriman dan berkarakter.

b. Menyiapkan peserta didik yang berprestasi dalam bidang akademik dan non

akademik.

c. Menghasilkan lulusan yang unggul, cerdas dan terampil dalam mengaplikasikan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

123

Tabel 11 : Jumlah Siswa SMA Hikmah Yapis Jayapura Berdasarkan Jenis

Kelamin dan Agama

No Rombongan Belajar L P Jumlah Ket.

1 Kelas X IPS 14 5 19

2 Kelas X MIPA 8 5 13

3 Kelas XI IPS 18 7 25

4 Kelas XI MIPA 7 13 20

5 Kelas XII IPS 13 8 21

6 Kelas XII MIPA 10 8 18

Jumlah 70 46 116

Jumlah Siswa Berdasarkan Agama

No Rombongan Belajar Islam Non

Islam Jumlah Ket.

1 Kelas X IPS 19 0 19

2 Kelas X MIPA 10 3 13

3 Kelas XI IPS 18 7 25

4 Kelas XI MIPA 18 2 20

5 Kelas XII IPS 16 5 21

6 Kelas XII MIPA 16 2 18

Jumlah 97 19 116

Dengan data yang diungkapkan bahwa jumlah siswa SMA Hikmah Yapis

Jayapura dari 116 siswa, siswa yang beragama Islam adalah 97 atau 84% dan siswa

non Islam adalah 19 atau 16%. Secara perbandingan agama dengan agama Islam

cukup jauh bagi siswa non Islam belajar agama Islam, namun karena minoritas maka

tetap menjadi pelajaran pendidikan agama yang diajarkan oleh siswa di sekolah

tersebut.

b. SMK Hikmah Yapis Jayapura

Sejarah dari Sekolah Menengah Kejuruan Yapis Papua Jayapura atau yang

disingkat dengan SMK Hikmah Yapis Jayapura didirikan pada tahun 1972 oleh

Suwarno yang juga sebagai pengurus Yapis pada bagian Biro Personalia Yapis Irian

Jaya. Berdirinya sekolah ini diawali dengan inisiatif bapak Suwarno sendiri untuk

mendirikan kursus pembukuan Bon A dan Bon B, dari kursus ini kemudian

berkembang menjadi SMEA Hikmah Yapis Jayapura dengan status terdaftar,

jurusan tata buku dan tata usaha. Lulusan perdana SMEA Yapis Jayapura pada tahun

1975. Ketertarikan masyarakat terhadap pendidikan di bawah Yapis khususnya pada

SMEA Yapis Jayapura semakin terasa dengan hadirnya 2 (dua) kelas jauh dari

sekolah ini dengan dibukanya SMEA Yapis Abepura yang berjarak 17 km dari

SMEA Jayapura dan SMEP Sentani yang berjarak 40 km dari SMEA Jayapura.

Dalam perjalanannya kedua sekolah tersebut akhirnya berpisah dari SMEA Yapis

Jayapura. SMEA Abepura kemudian dikelola oleh perguruan Muhammadiyah dan

SMEP Sentani dikelola oleh YPKP (Yayasan Pondok Karya Pembangunan).

124

Kepemimpinan sekolah ini dari awal berdirinya sampai sekarang dapat dilihat

pada:

Tabel: 12 Periodisasi Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura

No Nama Kepala Sekolah Tahun Jabatan Ket

1 Usman Alfian, BA 1972-1979 Kepala Sekolah

Pertama

2 Masuko 1979 Karateker

3 Hj. Asiyah, S.Ag. 1980-1982 Purna Tugas

4 Drs. H.M. Yusuf DH 1982-1992 Pindah ke dinas P dan

P Provinsi Papua

sebagai Ka.subdin.

5 Dra. Tami Susilawati 1992-2004 Masih aktif mengajar

di SMK Yapis

Jayapura

6 Pamujiyanto 2004-2007 Pindah tugas

7 Miftachul Arifin, S.Pd. 2004-2011 Pindah tugas

8 Gunanto, SE, M.Si. 2011-2020 Masih Aktif menjabat

Sumber data: Ka. TU SMK Hikmah Yapis Jayapura.

Upaya dan usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk meningkatkan kualitas

dan kuantitas tidak pernah surut, hal ini diwujudkan dengan perubahan status

akreditas sekolah yang dulunya terdaftar sekarang telah menjadi sekolah dengan

status terakreditasi A. Sekolah ini memiliki dua kelompok jurusan, pertama dengan

jurusan Bisnis dan Manajemen, dan kedua jurusan Teknik Informatika. Bukan saja

status akreditasi yang dikejar namun juga ruangan yang dipakai untuk belajar

mengajar. SMK Hikmah Yapis Jayapura dulunya dalam proses belajar mengajar

meminjam gedung SD Hikmah 1 yang juga berada di bawah naungan Yapis.

Pelaksanaan pembelajarannya dimulai pada siang sampai sore hari, hal ini

dikarenakan kelas yang dipakai untuk belajar diberikan dulu kepada siswa SD yang

memulai sekolah pada pagi sampai siang hari, kemudian berganti fungsi menjadi

kelas yang dipakai oleh SMK pada siang hingga sore hari. Alhamdulillah berkat

usaha dan upaya keras dari civitas sekolah, mimpi sekian lama akhirnya sejak tahun

2006 sampai sekarang, SMK Yapis telah memiliki gedung sendiri dalam proses

pembelajarannya.24

Sekolah Menengah Kejuruan Hikmah Yapis Jayapura adalah sekolah swasta

yang berada di Papua yang di bawah naungan sebuah Yayasan yaitu Yayasan

Pendidikan Islam (YAPIS) tepatnya di Jayapura yang beralamatkan di Jl. Sam

Ratulangi No.3A Mandala, Jayapura Utara, Kota Jayapura, Papua. Tempatnya

sangat strategis dan sangat mudah dijangkau oleh masyarakat yang ingin berkunjung

dan ingin menimba ilmu di tempat tersebut. Walaupun sekolah ini adalah Yayasan

Pendidikan Islam, namun tidak sedikit peserta didik non muslim yang bersekolah di

SMK Hikmah Yapis Jayapura sebagai sekolah pilihan. Ada beberapa alasan

24

Menik, “Kepala Tata Usaha SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 24

September 2020.

125

mengapa SMK menjadi pilihan peserta didik untuk sekolah bahkan dari peserta

didik Papua. Yang pertama karena sekolah ini berada di tengah kota atau terjangkau

dengan kendaraan darat maupun jalan kaki. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

Alexia dan Affila Tuo bahwa tempat tinggal saya di dok V Jayapura maka pilihan

saya bersekolah di tempat ini menjadi pilihan yang sangat realisitis, di samping

dekat dan juga biaya sekolahnya terjangkau. Yang kedua pilihan bersekolah di SMK

Yapis karena ada kemudahan masuk perguruan tinggi yaitu Universitas Yapis bila

peserta didik berasal dari sekolah yang berada di bawah naungan lembaga Yapis

Papua. Yang ketiga SMK Yapis termasuk sekolah yang dipilih karena memiliki

kesamaan jenjang pendalaman pengetahuan melalui program studi Akuntansi karena

di SMK salah satu jurusan yang ada adalah Akuntansi sehingga lulusan dari SMK

Yapis diprioritaskan penerimaannya sebagai mahasiswa.25

Dengan berbagai upaya perjuangan dan terukirnya prestasi sekolah di segala

bidang, hingga saat ini SMEA yang bernama SMK Hikmah Yapis Jayapura

kelompok bisnis dan manajemen berstatus disamakan dengan jurusan Akuntansi dan

sekretaris. Tahun 2000 dimulai upaya dalam merenofasi sekolah SMK Hikmah

Yapis Jayapura. Sejak berdirinya SMK ini belum punya gedung sendiri lokasinya

bersama-sama dengan SD Hikmah 1 Yapis Jayapura dan Alhamdulillah berkat kerja

keras dan upaya serta kerjasama yang kuat antara civitas sekolah, mimpi sekian

lama akhirnya gedung cantik dan megah ini dapat terwujud dan jadi milik SMK

Hikmah Yapis Jayapura sendiri dengan segala keberadaannya dan InsyaAllah Tahun

ajaran 2006/2007 akan di pergunakan operasionalnya. SMK Hikmah Yapis Jayapura

dengan nomor statistik sekolah 402256004006 dan nomor pokok sekolah nasional

60301040, berada di jalan Dr. Sam Ratulangi No. 3A kelurahan Mandala,

kecamatan Jayapura Utara kota Jayapura Papua, kode pos 99115, nomor telepon

0967534688, email [email protected]

Visi dan Misi SMK Hikmah Yapis Jayapura

Visi yaitu Menjadi lembaga pendidikan yang mampu meningkatkan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) di bidangnya yang beriman, bertaqwa, terampil, dan

mandiri.

Misi:

1) Membangun generasi penerus bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa.

2) Menghasilkan lulusan yang profesional di bidang Akuntansi, Administrasi

perkantoran dan Rekayasa Perangkat Lunak serta mampu berwirausaha.

3) Menjadi lembaga pendidikan berkualitas standar nasional.

4) Menjalin kerja sama dengan dunia usaha dan industri.

5) Memberikan rasa aman dan kesejahteraaan pada seluruh warga sekolah.

Tabel 13 : Jumlah Siswa SMK Jenis Kelamin

No Gabungan Kelas L P Jumlah Ket.

1 Kelas X XI XII 150 161 311

25

Alexia Tuo, “Siswi SMK Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 24 September

2020.

126

Jumlah Siswa Berdasarkan Agama

No Agama Islam Non

Islam Jumlah Ket.

Jumlah Siswa 263 48 311

Dengan data yang diungkapkan bahwa jumlah siswa SMK Hikmah Yapis

Jayapura dari 311 siswa, siswa yang beragama Islam adalah 263 atau 84% dan siswa

non Islam adalah 48 atau 16%. Secara perbandingan agama dengan agama Islam

cukup jauh bagi siswa non Islam belajar agama Islam, namun karena minoritas maka

tetap menjadi pelajaran pendidikan agama yang diajarkan oleh siswa di sekolah

tersebut.

Tabel 14 : Guru PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura

No Nama Guru Kelas Semester

Ganjil

Semester

Genap Ket.

1 Ali Rumatiga, S.Pd.I X √ √

2 Siti Zuhriyeh, S.Pd.I XI √ √

3 Siti Zuhriyeh, S.Pd.I XII √ √

Guru yang mengajar pendidikan agama di SMK Hikmah Yapis Jayapura

adalah guru non PNS yang telah mengabdi selama 10 tahun. Untuk kelas X

(sepuluh) yang meliputi kelas Akuntansi, RPL, MP diajarkan oleh Ali Rumatiga,

S.Pd.I. sedangkan kelas XI (sebelas) dan XII (dua belas) diampu oleh Siti Zuhriyeh,

S.Pd.I. keduanya telah mengajar sekolah dengan durasi yang cukup lama sehingga

pengalaman dalam mengajar siswa materi pendidikan agama Islam dapat dikatakan

mumpuni. Keduanya guru tersebut beragama Islam.

127

BAB IV

PEMBELAJARAN PAI DALAM MASYARAKAT PLURALISTIK

Tahun 2010, peneliti mendengar dialog di depan sekolah Yapis yang letaknya

berdekatan antara SMA Yapis dengan SD Yapis. Seorang guru SMA bertanya

kepada orang tua murid yang akan mendaftarkan anaknya bersekolah pada SD Yapis

Jayapura. Guru berkata: “Hai anak, apa yang kamu bikin, disini”. Jawab orang tua

murid “saya mau kasih sekolah sapu anak di sekolah ini”, maksudnya orang tua

murid hendak mendaftarkan anaknya masuk bersekolah di sekolah SD Yapis. Lalu

guru tersebut mengatakan lagi: “koo tra bosan ka, sekolah di Yapis”. Dijawab oleh

orang tua tersebut: “tidak Bapak! sa kan lulus di Yapis, jadi sapu anak juga, sakasih

masuk di Yapis. Lalu dijawab lalu oleh guru Yapis tersebut: ooh, kira ko bosan

sekolah di sini. Kata wali murid lagi: “ah tidak bapak”.

Dialog antara guru SMA Yapis dengan orang tua murid tadi hanya gambaran

kecil dari aktivitas-aktivitas kegiatan sekolah-sekolah Yapis Jayapura. Secara umum

dapat menggambarkan keadaan suasana kebathinan yang cair, yang akrab, dan

bersahabat dilakukan oleh dua orang tersebut yang pernah berada dalam satu

lingkup pembelajaran di sekolah, dimana guru SMA Yapis sebagai guru yang masih

mengajar hingga sekarang, sedangkan wali murid SD adalah siswa non muslim yang

pernah menimba ilmu pengetahuan di lembaga pendidikan Yapis Papua dan pernah

diajar oleh guru Yapis tersebut.

Orang tua murid yang menyekolahkan kembali anaknya ke lembaga

pendidikan Yapis Papua memiliki pengetahuan bahwa Yapis Papua sebagai sekolah

yang bercirikan agama tertentu tidak menjadi penghalang baginya untuk

menyekolahkan anaknya. Bahkan orang tua tersebut pernah menjadi peserta didik

dan diajarkan pembelajaran pendidikan agama Islam dengan status agama yang

dimiliki oleh siswa tersebut sebagai non muslim.

Pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam pada masyarakat

pluralistik yang dapat diterima oleh peserta didik yang beragam keyakinan yang

telah terlaksana ini menjadikan peneliti menguraikan pelaksanaan pembelajaran

tersebut dari sisi kebijakan pembelajaran, pelaksanaan dan masalah-masalah

pembelajaran akan dianalisis oleh peneliti dalam uraian berikut.

A. Kebijakan Pembelajaran PAI pada Yapis Papua

Peneliti temukan melalui obeservasi dan wawancara bahwa Yapis Papua di

dalam pembelajaran PAI memiliki kebijakan pada penetapan pelaksanaan kegiatan

pembelajaran keagamaan pendidikan agama. Pembelajaran ini sesuai dengan amanat

dari undang-undang sistem pendidikan nasional, dimana tujuan diadakan

pembelajaran pada peserta didik bertujuan menjadikan peserta didik yang beriman,

bertakwa dan berakhlak mulia serta dapat membangun hubungan yang baik antara

sesama masyarakat baik di dalam intern umat beragama maupun antar umat

beragama di dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia. Kebijakan

pembelajaran Yapis ini mengacu pada kebijakan pemerintah yang tertuang pada

peraturan menteri agama, peraturan pemerintah dan juga undang-undang sistem

pendidikan nasional. Karena kehadiran dari yayasan Islam ini sebagai jawaban atas

kehendak masyarakat muslim untuk dapat menyekolahkan anak-anak mereka pada

128

sekolah yang menyediakan layanan pendidikan agama khususnya layanan agama

Islam.1

Meskipun demikian Yapis belum dapat memberikan semua apa yang

diinginkan oleh masyarakat muslim, sehingga yang dapat dipenuhi oleh Yapis Papua

adalah sekolah-sekolah yang berciri khas agama. Dimana sekolah yang berciri khas

agama ini adalah sekolah-sekolah umum namun muatan agama Islam dapat

dilaksanakan dengan baik. Misalnya pada penggunaan-penggunaan atribut

keagamaan seperti jilbab, memakai rok panjang untuk putri, atau juga pada kegiatan

sholat dhuhur berjamaah, kegiatan keislaman pada hari-hari besar Islam (Isra Mi‟raj,

maulid nabi, tahun baru Islam, halal bi halal), dan adanya lingkungan peserta didik

yang mayoritas beragama Islam. Pembelajaran yang terlaksana di lingkungan pada

Yapis Papua dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, mengikuti pedoman

pembelajaran yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, dimana pemerintah melalui

pengelola pendidikan yang ada pada kementrian pendidikan nasional dan

kementrian agama. Pendidikan ini memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan

bangsa, memajukan potensi segenap anak bangsa sehingga negara Indonesia dapat

bersaing dengan negara lain pada setiap sisi.2

Kebijakan Yapis Papua terhadap pembelajaran diterapkan pada sekolah-

sekolah dengan tujuan agar tercapainya cita-cita yaitu mencerdaskan kehidupan

bangsa dan negara melalui saranan pendidikan. Kebijakan merupakan kumpulan

ketentuan yang dijadikan pedoman petunjuk dan pegangan dalam pengembangan

dan pelaksanaan berbagai program kegiatan dalam mencapai tujuan, sasaran, serta

visi dan misi dari lembaga pendidikaan Yapis Papua. Salah satu kebijakan yang ada

di lembaga pendidikan Yapis adalah pembelajaran pendidikan agama Islam pada

peserta didik yang beragam keagamaannya.

Kebijakan pembelajaran PAI sebagai mata kuliah atau mata pelajaran yang

diberikan pada satuan pendidikan merupakan aktivitas yang wajib diberikan pada

jalur, jenjang dan jenis pendidikan baik itu satuan pendidikan yang berada di bawah

pemerintah maupun sekolah yang dikelola oleh masyarakat. Misi utama dari

pembelajaran pendidikan agama Islam ini adalah membina kepribadian siswa secara

utuh dengan harapan bahwa peserta didik tersebut dapat menerapkan ilmu yang

telah dimiliki agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Kuasa. PAI di sekolah berada di suatu sistem persekolahan yang secara

institusional terikat oleh sistem persekolahan yang cenderung menganut sistem

pendidikan sekuler. Di satu sisi pembelajaran PAI di satuan pendidikan sebagai

subsistem dari sistem pendidikan yang diselenggarakan di satuan pendidikan, namun

pada sisi yang lainnya PAI sebagai subsistem dari pendidikan Islam yang dituntut

untuk mengembangkan dan mengelola diri sendiri sesuai dengan karakter

pendidikan Islam.3

Pembelajaran pada sistem persekolahan terdapat dua istilah, yaitu

“pendidikan” dan “pengajaran”, terhadap kedua istilah ini praktisi pendidikan lebih

1H. Syaiful, “Pengurus Yapis Cabang Kota Jayapura” Wawancara, April 2021.

2Azis Bauw, “Wakil Ketua Yapis Papua” Wawancara, Juli 2020.

3Satrio Soemantri Brodjonegoro, Dinamika Pikiran Islam di Perguruan Tinggi,

(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 11.

129

cenderung ke arah pengajaran bukan pendidikan. Berkaitan dengan makna

pendidikan dan pengajaran, Harun Nasution menegaskan bahwa dalam membentuk

kepribadian murid sebagai pribadi yang utuh dibutuhkan pendidikan agama bukan

pengajaran agama. Namun umumnya berlaku di sekolah adalah pengajaran agama

bukan pendidikan agama.4 Mungkin dari hal inilah yang menyebabkan salah satu

penyebab kemerosotan akhlak, khususnya di kalangan peserta didik sebagai generasi

penerus bangsa. Penyelenggaraan pembelajaran PAI di sekolah harus dibedakan

antara program dengan tujuan. PAI di sekolah merupakan salah satu program dari

pendidikan Islam yang fungsinya sebagai media pendidikan Islam melalui lembaga

pendidikan formal yang diberikan pada sekolah di bawah Yapis Papua. Nurcholis

Madjid membedakan penyelenggaraan pendidikan Islam kepada dua bagian.

Pertama program pendidikan yang bertujuan untuk mencetak ahli-ahli agama atau

kependidikan Islam. Kedua, program pendidikan agama yang bertujuan untuk

memenuhi kewajiban setiap pemeluk agama untuk mengetahui dan mengamalkan

dasar-dasar agama.5

Yang dimaksud dengan pembelajaran PAI di lembaga pendidikan Yapis

Papua Jayapura adalah bagian yang kedua, yaitu program pendidikan agama Islam

sebagai suatu pelajaran tentang agama Islam yang diberikan di sekolah dan

perguruan tinggi Yapis. Tujuan dari pelaksanaan ini adalah untuk membina peserta

didik menjadi orang yang memiliki kepribadian muslim secara utuh yakni pribadi

yang selalu taat akan agamanya, bukan sekedar menjadi ahli di dalam bidang agama

Islam. PAI pada Yapis Papua bertujuan untuk menghasilkan para siswa yang

memiliki jiwa agama dan taat menjalankan perintah agamanya, bukan menghasilkan

peserta didik yang ahli agamanya. Titik tekannya adalah mengarahkan peserta didik

agar dapat menjadi orang-orang yang beriman dan bertakwa untuk mengamalkan

amal sholeh sesuai dengan kadar kemampuannya.6

Aktivitas ini mengikuti peraturan pemerintah nomor 55 tahun 2007 tentang

pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Dimana menyebutkan pendidikan

agama adalah proses pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk

kepribadian dan sikap, serta keterampilan peserta didik dalam mengamalkan

pengetahuan agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata

kuliah/mata pelajaran pada semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.7

Demikian pula dengan peraturan menteri agama tentang pengelolaan

pendidikan agama di sekolah disebutkan bahwa pendidikan agama adalah

pendidikan yang memberikan pengetahuan serta membentuk sikap kepribadian dan

keterampilan dalam mengamalkan ajaran agamanya, pemberian ini melalui mata

pelajaran pada semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan. Kurikulumnya adalah

seperangkat rencana mengenai isi, tujuan, dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

4Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, (Cet.2; Bandung: Mizan,

1995), h. 385. 5Nurcholis Madjid, Dinamika Pikiran Islam di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1999), h. 40. 6Heri “Wakil Sekretaris Yapis Pusat” Wawancara, Februari 2020.

7Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 55 Tahun 2007 Tentang

Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Pasal 1 Ayat 1.

130

mencapai tujuan pendidikan agama yang mana acuannya pada standar isi dan

standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.8

Uraian ini dapat dipahami bahwa pembelajaran pengetahuan tentang agama

Islam yang diberikan di sekolah merupakan bagian integral dari pendidikan Islam.

Mata pelajaran PAI yang diberikan di perguruan tinggi/sekolah Yapis mempunyai

misi lebih luas dari sekedar memberi pengetahuan tentang ajaran agama Islam. PAI

lebih dititikberatkan pada pembinaan kepribadian peserta didik berdasarkan ajaran

Islam, yang salah satu aspeknya adalah pembekalan pengetahuan tentang agama

Islam.

Sebagaimana layaknya mata pelajaran PAI yang berpedoman pada peraturan

pemerintah termuat di dalamnya strategi, materi, metode, sarana dan evaluasi secara

terencana. Maka pembelajaran PAI di satuan pendidikan di bawah Yapis Papua

merupakan suatu mata kuliah/mata pelajaran wajib untuk ditransferkan kepada

semua peserta didik, meskipun pada mata pelajaran ini hanya terdapat waktu 2 jam

perminggu di perguruan tinggi, dan 3 jam perminggu di sekolah bila dikelola dengan

baik dan secara optimal maka akan memperoleh hasil yang sangat baik dan

memuaskan.

Pelaksanaan pembelajaran pada Yapis Papua dilihat dari sistem yang telah

berjalan maka pembelajarannya mengikuti sistem pendidikan secara nasional,

pelaksanaan ini dapat membantu pemerintah pengembangan sumber daya manusia.

Apa yang dilakukan oleh Yapis Papua memberikan gambaran kepada masyarakat

umum bahwa sekolah-sekolah Yapis ini menjadi agen perubahan manusia ke arah

lebih baik. Hal ini dilihat dari sistem pembelajaran yang diterapkan di sekolah-

sekolah Yapis dimana sistem pembelajaran yang dilaksanakan mengikuti standar

sistem pembelajaran yang ada secara nasional.

Namun bila dilihat pada aplikasi pelaksanaan pembelajaran PAI pada tiga

satuan pendidikan Yapis yang diteliti, memberikan keterangan bahwa terdapat

pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik yang tidak melihat pada aspek

keimanan yang telah dimiliki peserta didik sejak berada di rumah. Dimana peserta

didik yang plural agama diajarkan hanya pelajaran pendidikan agama Islam, tidak

pada pembelajaran pendidikan yang sesuai dengan ajaran agama peserta didik. Pada

data yang telah diberikan pada bab III disebutkan bahwa terdapat 15% peserta didik

non muslim di SMA dan SMK Hikmah Yapis Jayapura dan 54% peserta didik non

muslim pada Universitas Yapis Papua. Mendekati ¼ dari jumlah mayoritas muslim

bahkan pada perguruan tinggi melebihi jumlah peserta didik muslim.9

Kebijakan mengharuskan peserta didik mengikuti pembelajaran PAI pada

satuan pendidikan secara peraturan dari pemerintah telah menghilangkan hak-hak

yang harus didapatkan peserta didik non muslim, dimana hak tersebut telah dijamin

di dalam undang-undang sistem pendidikan nasional. Hak mendapatkan layanan

8Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 16 Tahun 2010 Tentang

Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah, Pasal 1 Ayat 1. 9Saiful, “Ka. Tata Usaha SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, September

2020. Juga Menik Kushendarwati, “Ka. Tata Usaha SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, September 2020. Lihat juga Huddy Susanto, “Pusat Data Universitas Yapis

Papua” Wawancara, Januari 2020.

131

pendidikan agama sesuai dengan ajaran agama yang dimiliki termaktub dalam

undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 pada pasal 12 ayat

1 disebutkan bahwa peserta didik yang beragama tertentu mendapatkan layanan

pendidikan sesuai dengan agama yang telah dianutnya serta diajarkan sama guru

pendidikan agama yang seagama dengan peserta didik.10

Aturan ini tidak sepenuhnya dijalankan oleh lembaga pendidikan Yapis

Papua, artinya peraturan untuk mengatur jalannya layanan pendidikan agama di

lembaga pendidikan umum telah dilakukan oleh Yapis Papua dimana peserta didik

yang beragama Islam mendapatkan pembelajaran PAI sesuai dengan ajaran agama

yang dimiliki oleh siswa tersebut. Dari tingkat menengah sampai tingkat pendidikan

tinggi mendapatkan layanan pendidikan agama sebagaimana aturan di dalam sistem

pendidikan nasional. Sebagaimana yang dikatakan Azis Bauw bahwa peserta didik

yang berada di Yapis Papua mendapatkan pembelajaran pendidikan agama11

demikian pula dengan Joko Sriyanto dan Gunanto yang mengatakan bahwa SMA

dan SMK Hikmah Yapis Jayapura telah menerapkan kurikulum K.13 sejak tahun

2016, dimana pembelajaran pendidikan agama menjadi mata pelajaran yang

diberikan kepada peserta didik.12

Semangat untuk menjadikan peserta didik yang beriman dan bertakwa serta

berakhlak mulia menjadi pilihan dari Yapis Papua agar lulusannya dapat

menerapkan pelajaran agama yang telah didapatkan. Namun menjadi

menggabungkan peserta didik yang beragama non muslim dengan peserta didik

muslim pada pembelajaran PAI tidaklah dapat diterima, karena pembelajaran ini

tentunya menyalahi ketentuan peraturan dari pemerintah yang mengakomodir semua

peserta didik untuk dapat mendapatkan layanan pendidikan agama dimanapun dia

bersekolah apakah pada sekolah negeri maupun sekolah swasta. Lembaga

pendidikan harus menyediakan pendidik yang seagama dengan peserta didik.

Yapis tidak menyediakan pendidik yang seagama dengan peserta non muslim.

Menurut Abdul Rasyid bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam yang telah

terlaksana di Yapis Papua sudah terjadi selama ini. Pelaksanaan ini sejak Yapis

Papua berdiri, dimana pendidikan agama Islam diberikan kepada peserta didik

muslim dan non muslim.13

Walau demikian proses ini tidak menjadi hambatan dan

juga tidak mendapatkan penolakan dari peserta didik yang non muslim. Tidak

dijumpai hambatan maupun penolakan dari peserta didik maupun dari masyarakat

menjadikan Yapis Papua masih tetap pada aktivitas pembelajaran PAI sesuai dengan

kebijakannya yaitu hanya menyediakan pembelajaran PAI di lembaga pendidikan di

bawah Yapis Papua dari Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan tinggi.

Tidak adanya penolakan dari masyarakat menjadikan aktivitas pembelajaran

PAI pada peserta didik pluralistik dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Hal

ini memungkinkan dilihat dari berbagai aspek yang mendukung yaitu dari sudut visi

10

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. 11

Azis Bauw, “Wakil Ketua Yapis Papua” Wawancara Juli 2020. 12

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara Maret 2021.

Juga Gunanto, “Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, Januari 2020. 13

Abdul Rasyid, “Wakil Rektor Universitas Yapis Papua” Wawancara, September

2020.

132

misi tujuan, pendidik dan tenaga pendidik, kurikulum yang diterapkan pada peserta

didik. Maka berikut akan diuraikan di dalam mengambarkan pembelajaran PAI

pluralistik pada Yapis Papua:

1. Kebijakan Pembelajaran dari Sudut Visi Misi Tujuan Yapis Papua

Bila dilihat dari sudut Visi dan Misi Yapis Papua maka kebijakan

pembelajaran yang dilakukan Yapis Papua yaitu sebagai bagian dari usaha dan

upaya dalam menumbuhkan dan mengembangkan pendidikan di tanah Papua.

Tertuang di dalam visi misi tersebut yaitu adanya keterwujudan insan Papua yang

memiliki kecerdasan, memiliki kesehatan, memiliki kesejahteraan dan juga menjadi

masyarakat Papua yang beriman. Aplikasi dari visi ini tertuang di dalam misinya

berusaha mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan

Yang Maha Esa. Juga SDM yang dapat menerapkan pengetahuan yang dimilikinya

demi kesejahteraan umat manusia. Juga menumbuhkembangkan sumber daya yang

mandiri, memiliki akhlak mulia, berbudi pekerti luhur dan mampu mengatasi

permasalahan dalam masyarakat dan lingkungannya. Mewujudkan sikap

keseimbangan kehidupan jasmani dan rohani dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

Visi dan misi yang tertuang ini dapat dilihat sebagai kesatuan dalam

mengembangkan sumber daya yang dimiliki oleh Papua yang dilakukan melalui

lembaga pendidikan yang dimiliki oleh Yapis Papua. Oleh Abdullah Muin selaku

sekretaris Yapis Cabang Kota Jayapura mengatakan bahwa visi dari Yapis Cabang

itu mengikuti arah dari kebijakan yang ditetapkan oleh Yapis Pusat dimana dapat

menghadirkan suasana pendidikan untuk semua, pendidikan untuk memajukan

potensi sumber daya manusia yang dimiliki oleh masyarakat yang tinggal di Papua.

Mereka yang tinggal di Papua bukan saja dari masyarakat pendatang namun juga

mereka yang memang asli orang Papua. Orang Asli Papua disekolahkan pada Yapis

dengan biaya yang ditanggung oleh Yapis. Kalaupun tidak semua biaya dibayarkan

oleh Yapis mungkin ada item tertentu dari pembayaran yang tidak dibebankan

kepada warga Papua yang menimba ilmu di lembaga pendidikan ini. Dalam

pembayaran yang dikeluarkan oleh Yapis berlaku kepada semua sekolah Yapis,

pembiyaan pembangunan yang besar maka sebagian dari masyarakat Papua yang

menimba ilmu di Yapis digratiskan biaya bangunannya. Kenapa sebagian saja yang

digratiskan, hal ini dilihat dari kemampuan orang tua murid di dalam membayarkan

biaya pendidikan untuk anaknya. Maka kebijakan di dalam pembayaran ini

dibebaskan bagi mereka yang memang tidak mampu dari segi finansial.14

Dari visi dan misi yang diterapkan oleh Yapis Papua sangat mendukung dan

membantu negara di dalam usaha untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa

melalui sarana pendidikan. Penulis melihat hal ini sebagai cara yang dimiliki oleh

Yapis dalam mengembangkan kehidupan bangsa dari Sabang sampai Merauke

dengan pendidikan.

14

Abdullah Muin, Sekretaris Yapis Cabang Kota Jayapura, Wawancara, Februari

2020.

133

Dilihat dari kebijakan pendidikannya secara lebih khusus kepada pluralistik

tidak dapat disebutkan di dalam visi dan misi tersebut sebagaimana yang dikatakan

oleh Sam Mamonto bahwa adanya Yapis ini sebagai usaha untuk dapat memberikan

pendidikan dan mengembangkannya di kalangan masyarakat, sehingga masyarakat

dapat menikmati pendidikan sekalipun mereka berada di tanah Papua, dan bila

dilihat dari perkembangan pendidikan yang ada di Papua tidak sama dengan

pendidikan yang ada di luar Papua, dimana perkembangan pendidikan yang ada di

luar Papua lebih berkembang. Namun kehadiran Yapis memberikan harapan

minimal dapat menikmati pendidikan setara dengan pendidikan yang ada di daerah

lain.15

Bila dilihat dari tujuan Yapis Papua pada pelaksanaan pembelajaran PAI yaitu

berkembangnya potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Meningkatkan keimanan,

pemahaman, penghayatan, dan pengamalan siswa tentang agama Islam sehingga

menjadi manusia muslim bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak

mulia dalam kehidupan diri, kehidupan keluarga, dalam kehidupan masyarakat,

berbangsa dan bernegara.16

Tujuan kebijakan pembelajaran PAI yang tidak jauh dari tujuan agama Islam

itu sendiri, yakni agar peserta didik menjadi umat yang berpedoman kepada al-

Qur‟an dan sunnah Rasulullah saw. dalam melaksanakan kehidupan dan

penghidupan agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup secara lahir

maupun bathin sejak di dunia maupun di akhirat nantinya.17

Pada umumnya

pendidikan lebih cenderung mengajarkan pengetahuan, keterampilan, kesehatan

jasmani, kemandirian dan rasa tanggung jawab bermasyarakat, bernegara dan

berbangsa. Pendidikan yang dilaksanakan jarang dan kurang terpadu dengan

pembinaan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang wujudnya akan

sampai pada tercapainya perilaku budi pekerti yang luhur.

Tujuan dari kebijakan pembelajaran PAI pada peserta didik pada Yapis Papua

mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah bahwa pendidikan untuk

semua, pendidikan tidak membeda-bedakan asal suku, ras dan budaya suatu bangsa.

Melainkan semua memiliki hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan.

Kehadiran dari lembaga pendidikan Yapis Papua menjadi jawaban akan kebutuhan

pelayanan pendidikan di tanah Papua. Tidak dapat dielak karena kehadiran Yapis

memberikan pengaruh terhadap perkembangan sumber daya manusia. Hal ini sejalan

dengan tujuan dari pendidikan tersebut. Dimana tujuan dari pendidikan adalah

mengembangakan potensi dan mencerdaskan individu masyarakat Indonesia ke arah

yang lebih baik. Dengan harapan mereka memiliki pendidikan yang baik,

mempunyai kreativitas, pengetahuan, mandiri, kepribadian dan menjadi orang yang

senantiasa bertanggung jawab. Kebijakan pembelajaran ini tidak ada pembedaan

dalam pelaksanaan pendidikan, artinya Yapis sebagai lembaga penyedia layanan

pendidikan memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk

15

Sam Mamonto, “Staff Yapis Kota Jayapura 2000-2005, Wawancara, Desember

2020. 16

Depdiknas RI, Kurikulum Sekolah Menengah Atas: Garis-Garis Besar Program

Pendidikan, (Jakarta: Depdiknas, 1999), h. 15. 17

Dahlan M.D, Model-Model Mengajar, (Bandung: CV. Diponegoro, 1994), h. 6-10.

134

mendapatkan layanan pendidikan yang baik, pendidikan yang bermutu dan

pendidikan yang menjadikan mereka insan kamil, manusia yang sempurna. Proses

sampai kepada kesempurnaan tersebut dapat diasah melalui lembaga pendidikan.18

Senada yang disampaikan oleh Bauw bahwa kebijakan pembelajaran yang

ditetapkan oleh Yapis Papua untuk dapat mencapai tujuan nasional yaitu menjadikan

insan Indonesia yang mampu mengembangkan potensi diri yang dimiliki dan dapat

bersaing dengan dunia luar.19

Adanya keberpihakan terhadap pendidikan dengan

mengembalikan tujuan pendidikan dengan tujuan yang telah tetapkan. Pendidikan

yang direduksi dan dipersempit, dikembangkan kembali menjadi pendidikan yang

dapat membina dan membimbing peserta didik dalam pengembangkan potensi yang

dimilikinya. Untuk perkembangan tugas-tugas manusia sebagai khalifah di muka

bumi. Pendidikan yang mampu mengembangkan dan membina perwujudan diri

siswa secara optimal sesuai dengan tuntutan Allah swt. Muhaimin dan Mujib

mengatakan bahwa tujuan PAI harus berorientasi pada hakikat pendidikan dan

pembelajaran yaitu:

1) Tugas dan tujuan hidup manusia yaitu menjadi khalifah di muka bumi

sebagaimana yang tertuang dalam firman Allah yang terjemahannya: katakanlah

(Muhammad), Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah

untuk Allah, Tuhan seluruh alam.

2) Sifat-sifat dasar manusia, yakni konsep tentang manusia yang diciptakan sebagai

khalifah di muka bumi QS.51: 56. Penciptaan ini dibekali dengan berbagai

macam fitrah yang kecenderungan pada alternatif (rindu akan kebenaran dari

Tuhan) berupa agama Islam QS.18: 19.

3) Tuntutan masyarakat, untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang telah

melembaga di masyarakat maupun pemenuhan terhadap tuntutan kebutuhan

hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia.

4) Dimensi-dimensi kehidupan ideal agama, mengandung nilai yang dapat

meningkatkan kesejahteraan hidup manusia sedunia untuk mengelola dan

memanfaatkan dunia sebagai bekal kesejahteraan hidup di akhirat, serta

mengandung nilai-nilai yang mengajak semua untuk berusaha maksimal agar

mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, yang tidak perpaku pada

gemerlap kehidupan di dunia.20

Tujuan dari pendidikan sebagaimana termaktub dalam undang-undang nomor

2 tahun 1989 yaitu adanya pendidikan untuk dapat mencerdaskan kehidupan warga

dan mengembangkan potensi manusia yang dimiliki secara optimal. Yaitu dengan

menjadi orang yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia, memiliki kepribadian

yang mantap, budi pekerti yang luhur dan bertanggung jawab kepada bangsa.

Dipertegas tujuan dari pendidikan di dalam undang undang nomor 20 tahun 2003

yang berbunyi bahwa adanya pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman bertakwa dan berakhlak mulia,

18

Abdullah Muin, Sekretaris Yapis Cabang Kota Jayapura, Wawancara, Februari

2020. 19

Azis Bauw, Wakil Ketua Yapis Pusat Papua, Wawancara, Juni 2020. 20

Afnil Guza, “Standar Nasional Pendidikan (SNP), Kumpulan Undang-Undang

tentang Pendidikan, (Jakarta: Asa Mandiri, 2007).

135

sehat, cakap, kreatif, mulia, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab. Sebagai lembaga pendidikan umum bercirikan Islam maka

adanya pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam adalah untuk

membimbing agar peserta didik menjadi muslim sejati, beriman teguh, beramal

sholeh dan berakhlak mulia seta berguna bagi masyarakat.21

Pernyataan beberapa pihak yang menyempitkan pendidikan dengan

“persekolahan” yang kemudian diperkecil lagi dengan “pengajaran”, untuk

selanjutnya diperkecil dengan “pengajaran di kelas” dan makin diperkecil lagi

menjadi penyampaian materi kurikulum. Untuk selanjutnya berakhir dengan

mempersiapkan diri pada Ujian Nasional (UN). Akibatnya pendidikan telah

berorientasi pada suatu hal yang sangat sempit, berpusat pada aspek kognitif dan

intelektual sehingga pendidikan tidak mampu menghasilkan pribadi yang utuh,

bahkan membina iman dan takwa pada siswa yang sulit dilaksanakan.

Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa Yapis Papua memiliki tujuan

untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui kebijakan pendidikan dilihat dari

tujuannya. Sehingga apa yang telah dilakukan oleh Yapis Papua yang diterapkan

pada sekolah-sekolah yang berada di bawah Yapis bertujuan untuk mengadakan

kegiatan pembelajaran demi mengupayakan pencerdasan kehidupan bangsa. Tujuan

pendidikan ini sejalan dengan Fazlurrahman dalam Ajat merumuskan bahwa tujuan

dari pendidikan Islam adalah dapat mengembangkan pengetahuan yang telah

diperoleh sebagai dasar bagi pribadi yang dapat memanfaatkan sumber alam demi

kerahmatan umat manusia serta dapat menciptakan keadilan, kemajuan dan

keteraturan dunia.22

2. Dampak Kebijakan Yapis pada Pembelajaran PAI Pluralistik

Kebijakan pembelajaran pendidikan agama pada masyarakat pluralistik pada

satuan pendidikan yang berada di bawah Yapis Papua tentunya terdapat

pencampuradukan antara yang benar dengan yang salah. Pencampuran tersebut

terjadi terlihat dari adanya penyatuan pembelajaran pendidikan agama yang hanya

mengajarkan satu ajaran agama saja. Ajaran pada pendidikan agama memuat

mengikuti platform dari yayasan. Pelaksanaan kegiatan ini telah terjadi dengan

sendirinya sejak adanya lembaga pendidikan ini. Selama ini tidak ada penolakan

yang diutarakan dari pemeluk agama yang berbeda dengan ciri khas agama dari

Yapis Papua. Kebijakan pembelajaran pada masyarakat pluralistik ini sejalan dengan

kebijakan internal Yapis Papua dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama

pada peserta didik pluralistik, dimana Yapis Papua hanya memberikan dan

menyediakan layanan pendidikan agama sesuai dengan agama platform Yapis

Papua. Bagi peserta didik yang agamanya beragam tentunya telah memiliki

kesadaran bahwa nantinya akan mengikuti peraturan dan ketentuan yang ditetapkan

oleh Yapis sedangkan nuansa keislaman serta asimilasi budaya berbarengan dengan

muatan agama menjadi peraturan yang harus diikuti oleh peserta didik.

21

Zuhairini, Tujuan Agama, 1983), h. 45. 22

Ajat Sudrajat DKK., Dinul Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi

Umum, (Yogyakarta: UNY Press, 2016), h. 213.

136

Tokoh sejarah umat Islam di Papua Toni Wanggai mengatakan bahwa dalam

satu keluarga dalam satu marga atau suku yang ada di Papua terdapat beragam

agama. Pemilihan agama yang dipilih oleh anggota suku tidak menjadikan agama

yang dianut sebagai sarana untuk saling bermusuhan, saling membenci. Terkadang

dengan perbedaan agama tersebut menjadikan anggota suku menjadi beragam

agama. Dengan keberagaman tersebut menuntut untuk saling menghargai, dan

bahkan melengkapi dan menguatkan dalam kehidupan satu suku dalam bingkai

negara kesatuan republik Indonesia.23

Istilah yang sering disebut yaitu satu tungku

tiga batu. Istilah ini dipopulerkan oleh Fak-Fak yang menyebutkan bahwa apapun

agama yang dimiliki oleh anggota suku, mereka tetaplah satu suku Patippi.

Fakta bahwa perbedaan agama bukanlah penghalang untuk berinteraksi, tetapi

hubungan relatif dengan persaudaraan dan nilai-nilai budaya dipertahankan. Dalam

komunitas tersebut maka asal suku yang bisa mempersatukan mereka meski berbeda

agama. Aliansi yang terjalin berpotensi menjembatani jurang antara kelompok

agama dan solidaritas dengan nilai-nilai tradisional, sehingga menghilangkan segala

persoalan dalam kehidupan masyarakat. Satu Tungku Tiga Batu atau Toromit War

Istery yang dikatakan oleh Martinus Ngabalin, merupakan alat kontrol untuk

menjaga keseimbangan kehidupan beragama di masyarakat. Karakter sejarah sosial

masyarakat di Papua mengenai hidup bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan

individu, tetapi tentang membesarkan dan memelihara kehidupan bersama. Satu

tungku tiga batu masih bisa menjadi slogan yang mampu meredam konflik agama.

Oleh karena itu, pengakuan terhadap perbedaan agama bukan merupakan halangan

karena masyarakat hidup berdampingan dengan semboyan Satu Tungku Tiga Batu

yang diikat oleh sesama suku, bukan berasal dari agama yang dianut oleh anggota

suku.24

Falsafah hidup masyarakat Fak-fak di Papua Barat juga dipakai oleh

masyarakat di kota Jayapura mengenal konsep hidup bersama dalam satu ikatan

saudara yang berbeda agama. Namun tidak menjadikan hubungan saudara pisah

karena perbedaan agama. Sebagaimana yang dikatakan Pawa seorang mahasiswa,

keluarga saya dari jalur mama ada yang masih beragama Kristen tidak mengikuti

mama yang menjadi muallaf mengikuti agamanya bapak yaitu Islam, hingga

sekarang keluarga masih memeluk agama Kristen bahkan kakak sepupu dari dini

adalah seorang pendeta dan aktif berkhotbah di keluarga kami untuk mematuhi

ajaran agama Kristen. Orang tua dari Pawa (mahasiswa Uniyap) tidak menekankan

untuk bersikap memusuhi keluarga dari Ibu. Hal ini untuk menjaga hubungan

keluarga yang tidak putus setelah berbeda agama bahkan yang dianjurkan oleh

bapak untuk datang menghadiri kegiatan Natal keluarga yang diselenggarakan sehari

setelah 25 Desember.25

23

Toni Wanggai, “Tokoh Sejarah Umat Islam di Tanah Papua” Wawancara, Oktober

2019. 24

Martinus Ngabalin, “ Falsafah Hidup Orang Fak-fak: Satu Tungku Tiga Batu

Toromit War Istery, “Kenossis” Vol.1 No. 1 Juni 2015. Lihat juga Daud Alfons Pandie,

“Konsep Satu Tungku Tiga Batu: Sosio-Kultural Fak-fak Sebagai Model Interaksi Dalam

Kehidupan Antarumat Beragama” Societas” Vol. 5, No. 1 April 2018. ISSN: 2407-0556. 25

Nur Hanifah Pawa, Mahasiswi Uniyap Fakultas Ekonomi Bisnis Program Studi

Akuntansi, Wawancara, 10 Oktober 2020.

137

Perbedaan dari sisi agama yang berada di keluarga kami tidak menjadikan

kami harus berpisah hubungan keluarga karena keluarga adalah induk terkecil yang

kami miliki juga menjadi sandaran kami. Kekerabatan itu berlanjut sampai kami pun

dari agama Islam dikunjungi oleh keluarga non Islam ketika merayakan halal bi

halal setelah Idhul Fitri dan Idhul Adha. Perbedaan yang dirasakan oleh keluarga

tidak menghalangi keluarga besar Depapre untuk tetap menghormati pilihan mama

untuk mengikuti bapak (beragama Islam) yang berasal dari Jawa, namun juga tidak

menghalangi keluarga yang masih non Islam untuk tetap rukun dan damai dalam

pluralisme agama.

Secara aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui undang-undang

nomor 20 tahun 2003 pasal 12 ayat 1 butir 1, demikian pula peraturan pemerintah

mengenai pendidikan agama dan keagamaan pada pasal 3, pasal 4 ayat 2,pasal 5

ayat 4. Memberikan penekanan untuk memberikan pembelajaran pendidikan agama

sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik. Bila siswa menganut agama

tertentu maka satuan pendidikan hendaknya menyiapkan pembelajaran pendidikan

agama yang relevan dengan keyakinan yang dimiliki oleh peserta didik. Pengajar di

dalam pembelajaran pendidikan agama hendaknya diajar oleh pendidik yang

seagama dengan agama peserta didik. Bila dalam prosesnya tidak terdapat pendidik

seagama maka sekolah atau perguruan tinggi dapat bekerja sama dengan lembaga

lain untuk dapat menghadirkan tenaga pendidik yang relevan dengan keyakinan

peserta didik dan atau menggabungkan beberapa kelas dalam satu kali tatap muka

untuk dapat tetap melaksanakan kegiatan pembelajaran pendidikan agama yang

menjadi hak dari peserta didik.

Keadaan ini tidak terjadi di lembaga pendidikan di Yayasan Pendidikan Islam

Papua dimana di perguruan tinggi Yapis Papua, SMK Hikmah Yapis Jayapura dan

SMA Hikmah Yapis Jayapura menggabungkan pembelajaran pendidikan agama

Islam untuk peserta didik muslim disatukan dengan peserta didik non muslim.

Pembelajaran pendidikan agama Islam telah terlaksana dari pertama kali peserta

didik masuk menjadi bagian dari sekolah sampai mereka dinyatakan lulus sebagai

lulusan di satuan pendidikan Yapis Papua. Sekalipun pembelajaran ini telah

terlaksana sejak universitas Yapis Papua dan sekolah menengah kejuruan Yapis

Jayapura serta sekolah menengah atas Yapis Jayapura berdiri. Belum dijumpai

adanya resistensi dan penolakan dari peserta didik maupun penolakan dari orang tua

murid mengenai keadaan ini. Kebijakan pembelajaran pendidikan agama Islam pada

peserta didik yang pluralistik ini menyatakan tidak ada penolakan yang disampaikan

oleh warga masyarakat di sekitar Yapis Papua.

Pada tahun 2015, telah datang orang tua calon mahasiswa pada perguruan

tinggi Yapis mendaftarkan anaknya, dimana dalam proses pengambilan formulir

sebelum menyerahkan berkas pendaftaran menanyakan kegiatan yang akan dilalui

oleh calon mahasiswa dan proses pembelajaran yang akan diperoleh selama menjadi

mahasiswa. Tak terkecuali pada pembelajaran agama yang diberikan kepada

mahasiswa baru, maka dijawab oleh bagian pendaftaran mahasiswa baru yang

jawaban tersebut mengacu pada brosur yang didapatkan dari setiap fakultas, bahwa

pembelajaran pendidikan agama pada lembaga pendidikan tinggi ini adalah

pendidikan agama Islam. Bila peserta didik yang beragama lainnya mengikuti dan

menyesuaikan pembelajaran tersebut, dalam artian tetap mengikuti pembelajaran

138

pendidikan agama Islam sebagaimana peserta didik non Islam. Mendengar jawaban

ini menjadikan orang tua menolak untuk memasukkan anaknya menjadi peserta

didik di lembaga pendidikan tinggi Yapis.26

Penolakan ini dilakukan karena belum

menjadi bagian dari Yapis Papua.

Namun pengalaman yang berbeda yang diungkapkan kembali oleh Usman

guru olahraga SMA Hikmah Yapis Jayapura tahun 2002-2015 bahwa telah bertemu

dengan salah alumni SMA Hikmah Yapis yang telah memiliki anak yang juga

menyekolahkan anaknya di sekolah Yapis Jayapura. Ketika ditanya mengapa

menyekolahkan anaknya di sekolah Yapis Jayapura, apa tidak bosan. Kata yang

dikatakan oleh guru SMA tersebut sebagai ungkapan bahasa keakraban antara guru

dengan mantan siswa tersebut. Lalu dijawab oleh mantan siswa: saya lulusan Yapis

maka keluarga saya juga saya masukkan ke Yapis.27

Dari dua pernyataan ini dapat dikatakan bahwa orang tua yang hendak

memasukkan anaknya merasa khawatir akan berpindahnya agama yang dimiliki oleh

anaknya ke dalam agama Islam bila mempelajari pelajaran pendidikan agama Islam.

Namun hal yang berbeda diungkapkan oleh lulusan SMA yang juga beragama

Nasrani yang tetap memilih menjadi bagian Yapis Jayapura dengan memasukkan

keluarganya bersekolah di satuan pendidikan pada lembaga pendidikan ini. Maka

yang pertama karena belum menjadi bagian sudah menolak, sedangkan yang kedua

justru sudah berada di dalam dan telah mendapatkan pembelajaran agama yang

berbeda dengan agama yang dimiliki oleh peserta didik. Sehingga kebijakan

pembelajaran pendidikan agama Islam tidak menjadikan peserta didik terkonversi

menjadi muslim selama mereka menjadi bagian dari sekolah ini.

Oleh Azis Bauw mengatakan cara yang dilakukan oleh lembaga pendidikan

Yapis Papua dalam memberikan pelayanan pembelajaran ini dengan cara kasih.

Yaitu cara yang mengkedepankan kekerabatan dan persaudaraan. Pembelajaran yang

dilakukan bukan menjadikan mereka memeluk agama Islam. Aktivitas keagamaan

Islam yang diberikan kepada seluruh peserta didik ini sebagai informasi keagamaan

bahwa Islam dengan segala aktivitas keagamaannya tidak termuat adanya ajaran

kebencian, tidak termuat ajaran permusuhan.28

Pembelajaran agama yang disasar adalah usaha dan upaya membendung

kelakuan buruk akan bahaya dari penyakit mabuk, penyakit mengganggu orang.

Melalui pendidikan agama yang diajarkan oleh dosen maupun guru mengajak

kepada seluruh peserta didik untuk senantiasa memperhatikan dan menjauhkan diri

dari perbuatan yang dapat membuat kerugian untuk diri juga untuk keluarganya.

Karena bila mabuk dikedepankan maka keinginan untuk belajar, keinginan untuk

berusaha dapat terdegradasi dengan kebiasaan tersebut.

26

Muttaqin, “Bagian Pendaftaran Peserta Didik Baru Universitas Yapis Papua 2015”

Wawancara, Desember 2020. 27

Usman R. “Guru SMA Hikmah Yapis Jayapura 2002-2015” 28

Azis Bauw, “Wakil Ketua Yapis Pusat Papua 2017-2022” Wawancara, September

2020.

139

3. Kebijakan Yapis Papua pada Tenaga Pendidik

Kebijakan pembelajaran pada sisi pendidiknya yang telah dilakukan oleh

Yapis Papua adalah dengan sistem desantralisasi yaitu kriteria penerimaan dari

pendidik yang akan menjadi bagian dari satuan pendidikan di bawah Yapis Papua

diberikan kewenangan-kewenangan dari sekolah maupun perguruan tinggi untuk

menentukan tenaga pendidik yang akan diterima. Tidak secara spesifik harus

ditentukan oleh yayasan pendidikan Islam, karena yang lebih mengetahui akan

kebutuhan dari tenaga pendidik adalah dari pihak sekolah dan pihak perguruan

tinggi. Kami dari pihak Yapis hanya menerima laporan jumlah dari guru dan dosen

yang mengajar sesuai dengan kebutuhan dari sekolah tersebut. Kebijakan

pembelajaran Yapis Papua pada sisi pendidik sepenuhnya diberikan kewenangan

pada sekolah/perguruan tinggi Yapis untuk menentukan dalam penerimaan dan

pengajuan sebagai tenaga pendidik tetap. Menurut Irwin bahwa perekrutan adalah

the role of human resource recruitment is build a supply of potential new hires that

the organization can draw on if the need arises. Recruiting consists of any practice

or activity carried on by the organization with the primary purpose of identifying

and attracting potential emloyees.29

Sebagai perekrutan untuk membangun potensial

baru yang dapat mendukung kegiatan dari organisasi tersebut. E. Mulyasa

mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh K.A Rahman dkk. bahwa aktivitas ini

sebagai upaya untuk mencari dan mendapatkan calon tenaga pendidik dan tenaga

kependidikan yang memenuhi syarat sebagai calon terbaik dan tercakap. Untuk itu

perlu dilakukan seleksi melalui ujian lisan dan tulisan untuk mendapatkan yang

terbaik.30

Upaya mencari yang terbaik sebagai tenaga pendidik dilakukan oleh Yapis

Papua namun dalam pelaksanaan perekrutan tenaga tersebut diberikan

kewenangannya kepada sekolah sebagaimana yang dikatakan oleh Muin bahwa

Yapis Cabang hanya menerima laporan keadaan guru yang terjadi di sekolah,

sedangkan penerimaan tenaga pendidiknya diserahkan oleh sekolah. Bila nanti

dalam pengusulan guru sebagai tenaga pendidik ke dinas pendidikan maka Yapis

Cabang akan menfasilitasi hal tersebut dengan mengeluarkan surat keputusan

yayasan tentang tenaga pendidik di sekolah tersebut.31

Keterangan yang disampaikan oleh Yapis adalah kebijakan penerimaan guru

yang diberikan kepada sekolah dan perguruan tinggi untuk dapat menentukan dan

menerima pendidik yang dibutuhkan sesuai dengan kelengkapan pembelajaran,

dimana salah satu dasar mutu dalam pembelajaran ada pada tenaga pendidik yang

profesional yang sesuai dengan kompentensi yang dimiliki oleh pendidik tersebut.

Untuk mendapatkan tenaga yang sesuai dengan kebutuhan maka diberikan

kewenangan dalam perekrutan di tingkat satuan pendidikan. Begitupun di dalam

menentukan tenaga pendidik sebagai tenaga pengajar dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam dimana sekolah dan perguruan tinggi Yapis lah yang

29

Irwin, Fundamentals Of Human Resource Management, (New York: McGraw-Hill,

2011), h. 136. 30

E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2007), h. 153. Dalam K.A. Rahman, Ardiansyah, dan Marwazi, “Rekrutmen Tenaga

Pendidik dalam Peningkatakan Mutu Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia Jambi”

Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 9, Nomor 1 April 2015. 31

Abdullah Muin, Wawancara Februari 2020.

140

membuka lowongan, menyeleksi, menguji, menilai dan menerima tenaga pendidik

yang sesuai dengan kebutuhan. Pada tahapan ini, tidak ada keterlibatan Yapis Papua

dalam perekrutan dan penerimaan, namun Yapis Papua dapat memberikan alternatif

pilihan tenaga pendidik yang dapat menunjang visi dan misi Yapis Papua. misalnya

membantu dalam menyebarkan informasi kebutuhan tenaga pendidik yang

profesional dan layak untuk diterima. Apa yang dilakukan oleh Yapis Papua dan

badan penyelenggara pendidikan untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dapat

berjalan dengan baik, berjalan tanpa adanya hambatan dengan kurangnya tenaga

pendidik pendidikan agama Islam.

Keadaan ini menunjukkan bahwa Yapis memberikan keleluasaan bagi sekolah

dan perguruan tinggi untuk dapat mengembangkan pendidikan yang ada di

lingkungan Yapis Papua, sehingga hal ini tidak menjadi penghalang di dalam

meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan di tempat masing masing.

4. Kebijakan Yapis Papua pada Peserta Didik

Kebijakan Yapis Papua pada penerimaan peserta didik, tidak membatasi

adanya klaster dalam pendaftaran dan penerimaan peserta didik yang mau menjadi

bagian dari sekolah Yapis Papua. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam

membangun pendidikan untuk semua, pendidikan yang mencerahkan untuk setiap

warga negara Indonesia. Tidak membedakan dan memilih dari agama, suku maupun

ras tertentu untuk dapat diterima. Kebijakan penerimaan calon peserta didik pada

Yapis menggunakan desentralisasi pada setiap sekolah maupun perguruan tinggi.

Kalau dalam penerimaan peserta didik baru bila diatur oleh Dinas Pendidikan maka

lembaga pendidikan Yapis akan mengikuti proses tersebut. Artinya tidak ada

penerimaan siswa satu pintu.

Kebijakan penerimaan peserta didik tentunya dengan syarat-syarat yang telah

ditentukan. Kebijakan operasional penerimaan peserta didik memuat aturan

mengenai jumlah siswa yang dapat diterima di suatu sekolah.32

Ada dua macam

penerimaan peserta didik menurut Sularto dkk. Yaitu pertama, dengan

menggunakan sistem promosi, sedangkan yang kedua menggunakan cara seleksi.

Yang dimaksud dengan sistem promosi adalah penerimaan calon siswa/mahasiswa

dengan cara diterima tanpa menggunakan seleksi. Mereka yang mendaftar untuk

diterima sebagai calon peserta didik diterima begitu saja. Sehingga mereka yang

mendaftar akan langsung diterima sebagai peserta didik. Sistem ini biasanya

dilakukan pada sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi yang jumlah pendaftarnya

tidak memenuhi satu kelas ruang pembelajaran. Sedangkan untuk sistem yang kedua

yaitu dengan sistem seleksi, yang sistem ini ada tiga golongan. Golongan pertama,

seleksi berdasarkan daftar nilai ujian (UN). Golongan kedua, berdasarkan

penelusuran minat dan kemampuan (PMDK). Golongan ketiga, berdasarkan tes

masuk.

Sistem penerimaan calon peserta didik dalam pembelajaran termasuk

pembelajaran PAI pada perguruan tinggi Yapis Papua menggunakan cara yang

32

Mutiarin & Wijaya, “Evaluasi Penerapan Siap PPDB Online Dalam Meningkatkan

Mutu” Jurnal Penelitian Pers Dan Komunikasi Pembangunan, Volume 21. Nomor 2. 2017,

h. 83-99.

141

kedua. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Rasyid, bahwa penerimaan peserta

didik baru di perguruan tinggi ini melalui proses seleksi yang telah diterapkan di

Universitas Yapis Papua adalah menggunakan seleksi dengan melihat nilai hasil

ujian nasional, tes tulis dan wawancara, dan juga melalui jalur prestasi.33

Untuk tes

seleksi masuk perguruan tinggi yang tanpa tes memakai jalur prestasi dan nilai ujian

nasional akan langsung diterima sebagai peserta didik baru dengan melakukan

pembayaran administrasi perkuliahan. Sedangkan jalur tes, yang diberikan kepada

peserta didik baru untuk melihat kelayakan. Dalam tes yang diberikan terdapat calon

yang tidak diterima pada seleksi tersebut. Ketidaklulusan dalam tes, masih dapat

diikuti oleh calon peserta didik baru dengan melapor kembali ke bagian pendaftaran

mahasiswa baru agar diberikan nomor baru dan atau didaftarkan kembali pada

seleksi di gelombang berikutnnya. Seleksi penerimaan mahasiswa baru telah melalui

cara online pada pendaftaran calon, sedangkan tes yang harus diikuti masih secara

offline.

Begitupun pada seleksi pada sekolah menengah kejuruan dan sekolah

menengah atas Yapis Jayapura. Dimana seleksi ini dimulai dengan pembentukan

panitia penerimaan calon peserta didik baru, rapat penentuan peserta didik baru,

pembuatan, pemasangan pengumuman yang diterima sebagai calon peserta didik

baru dan terakhir dengan registrasi ulang. Sebagaimana yang dikatakan oleh kepala

tata usaha SMA dan SMK Hikmah Yapis Jayapura bahwa penerimaan calon peserta

didik baru di sekolah diawali dengan pembentukan panitia, penentuan jumlah

peserta didik yang diterima disesuaikan dengan kapasitas ruang belajar, besaran

biaya yang ditanggung oleh calon peserta didik, waktu awal pembukaan pendaftaran

dan akhir pendaftaran serta seleksi dalam penerimaan calon siswa baru.34

Tidak ada secara spefisik mengkhususkan penerimaan peserta didik dari

masyarakat asli Papua maupun non asli dalam penerimaan siswanya. Ataupun secara

kriteria agama. SMA dan SMK Hikmah Yapis Jayapura tetap menerima peserta

didik dari agama yang beragam. Sebagaimana yang dikatakan oleh Joko Sriyanto

bahwa sekolah ini tidak mengkhususkan peserta didik yang Islam saja untuk

mendaftar menjadi peserta didik. Siapa saja boleh mendaftarkan dirinya untuk

mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui lembaga pendidikan Yapis.

Demikian pula yang dikatakan oleh Gunanto bahwa SMK Hikmah Yapis senantiasa

membuka kesempatan lulusan SMP yang ada di kota Jayapura untuk dapat menjadi

siswa di sekolah ini, bahkan lulusan dari SMP Hikmah Yapis Jayapura untuk dapat

menjatuhkan pilihannya di sekolah yang dikelola oleh Yapis sendiri sehingga

keberlanjutan pengetahuan khususnya pengetahuan agama dapat terkontrol dengan

baik dengan memilih sekolah Yapis.35

Hal ini dapat dilihat pada jumlah peserta didik di tahun 2020 dimana siswa

SMA Hikmah Yapis Jayapura berjumlah 116 siswa. Jumlah tersebut terdapat peserta

33

Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Bidang Akademik UNIYAP Jayapura” Wawancara,

Oktober 2020. 34

Menik Kushendartati, “Kepala Tata Usaha SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, Januari 2020. Lihat juga Saiful, “Kepala Tata Usaha SMA Hikmah Yapis

Jayapura”, Wawancara, Februari 2020. 35

Gunanto, “Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, Januari 2020. Lihat

juga Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara, Februari 2020.

142

didik non Islam, siswa non Islam adalah 19 atau 16%, dan siswa yang beragama

Islam adalah 97 atau 84% dan secara perbandingan agama dengan agama Islam

cukup jauh bagi siswa non Islam belajar agama Islam, namun karena minoritas maka

tetap menjadi pelajaran pendidikan agama yang diajarkan oleh siswa di sekolah

tersebut. Sedangkan untuk SMK Hikmah Yapis Jayapura jumlah peserta didiknya

adalah 311 siswa dimana siswa non Islam adalah 48 atau 16%, dan siswa yang

beragama Islam adalah 263 atau 84% dan secara perbandingan agama dengan agama

Islam cukup jauh bagi siswa non Islam belajar agama Islam.

Dari semuanya bahwa kebijakan pembelajaran PAI pada masyarakat

pluralistik yang terlaksana di lembaga pendidikan Yapis Papua termuat pada sisi visi

misi yang mengkedepankan pendidikan untuk semua. Selain dari hal ini maka

kebijakan Yapis pada sekolah dan perguruan tinggi Yapis diserahkan sepenuhnya

pengelolaan pada satuan pendidikan tersebut, misalnya saja dalam perekrutan tenaga

pendidik dimana kebutuhan akan pemenuhan tenaga tersebut dilakukan satuan

pendidikan untuk mengumumkan kepada publik akan kekurangan tenaga pendidik

dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon tenaga pendidik. Kehadiran

Yapis di dalam proses perekrutan calon tenaga pendidik pada pembuatan surat

keputusan Yayasan untuk mengangkat seseorang sebagai tenaga pendidik tetap di

bawah lembaga pendidikan Yapis Papua. Demikian pula mengenai calon peserta

didik, dimana diberikan keleluasaan untuk mencari dan mengumumkan penerimaan

peserta didik di media sosial maupun di media cetak. Hal ini dilakukan sebagai

bentuk pemberian kewenangan untuk menggaji dan mengelola pelaksanaan

pembelajaran di sekolah dan di perguruan tinggi.

5. Kebijakan Yapis Papua pada Kurikulum Pembelajaran

Kebijakan kurikulum pembelajaran ini sebagai rangkaian asas dan konsep

yang dijadikan sebagai acuan kerja di dalam pendidikan di lembaga pendidikan

Yapis Papua. Pendekatan kebijakan pembelajaran Yapis Papua dengan mengajak

untuk membangun bersama melalui sarana pendidikan. Kebijakan pembelajaran

yang terjadi di Yapis Papua mengikuti kurikulum pembelajaran yang ada pada

standar nasional pendidikan sebagai acuan di dalam menetapkan pembelajaran yang

ada, sehingga dapat mencapai tujuan dari pembelajaran tersebut. Sebagaimana yang

dikatakan oleh Murray Print bahwa adanya aktifitas kegiatan yang diberikan kepada

peserta didik oleh lembaga pendidikan dan pengalaman yang dinikmati oleh siswa,

melakukan berbagai kegiatan belajar sehingga terjadi perubahan dan perkembangan

tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan. Demikian pula yang dikatakan

oleh Crow and Crow bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran atau sejumlah

mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program

dan memperoleh ijazah.36

Semangat yang tinggi dan komitmen membangun inilah yang ada pada

lembaga pendidikan Yapis Papua di dalam membangun sumber daya manusia orang

Papua tanpa batas. Melalui kurikulum pembelajaran siswa dari tingkat dasar sampai

tingkat tinggi yang berwawasan sosial multikultural yang toleran. Komitmen Yapis

Papua dalam meningkatkan mutu pendidikan di tanah Papua melalui penetapan

36

Murray Print and Crow and Crow.

143

kurikulum pembelajaran bukan hanya terfokus pada kurikulum agama Islam saja

atau yang belajar agama di lembaga ini hanya untuk siswa beragama Islam namun

untuk semua agama. Dalam artian agama menjadi pegangan masing-masing namun

nilai-nilai dari dari agama Islam yang baik dan tidak bersinggungan dengan agama

lain menjadi pilihan di dalam penentuan kurikulum di Yapis Papua. adanya

semangat membangun keharmonisan kerukunan umat beragama melalui jalur

pendidikan. Hal ini dilakukan dengan memperkenalkan kurikulum kemajemukan

dan multikultural yang termuat di dalam kurikulum institusi Yapis dari tingkat dasar

sampai tingkat perguruan tinggi. Berdirinya Yapis Papua yang telah menginjak

umur 52 tahun merupakan tonggak sejarah dimulainya sistem pendidikan nasional

berbasis kebangkitan nasional dan persatuan kebangsaan nasional Indonesia di tanah

Papua.

Sistem pendidikan yang digunakan pada lembaga Yapis Papua adalah sistem

pendidikan nasional memakai kurikulum nasional sama dengan yayasan lainnya

yang telah ada di tanah Papua.37

Sedangkan mata pelajaran ciri khas Yapis diberikan

kepada siswa pada jam kurikuler khususnya siswa yang beragama Islam. Peserta

didik yang diakomodir menjadi siswa adalah murid yang telah memasuki usia

sekolah tanpa memandang dari suku, agama, ras maupun dari tingkat sosial. Hal ini

yang menjadi pilihan lembaga Yapis Papua melayani semua anak-anak Papua

apapun latar belakang dimiliki, karena memperoleh pendidikan adalah hak semua

anak bangsa apapun agamanya. Maka inilah yang dilakukan juga bersikap terbuka

dari kalangan non muslim termasuk staff pengajar dan tenaga administrasi di

lembaga pendidikan Yapis Papua. Keterbukaan ini dan terus dikembangkan

menjadikan keberadaan Yapis Papua bukan saja milik orang Islam namun juga telah

menjadi milik masyarakat Papua secara umum.

Oemar Hamalik berpendapat bahwa sebuah pembelajaran adalah kombinasi

yang tersusun dari unsur fasilitas, manusiawi, materil dan prosesnya yang saling

mempengaruhi untuk dapat mencapai tujuan dari pembelajaran.38

Muhaimin

berpendapat bahwa jika dilihat dari aspek program dan pelaksanaan pendidikan yang

dilaksanakan di lembaga pendidikan maka seluruh seluruh pendidikan Islam yang

sedang berjalan di Indonesia setidaknya dibagi menjadi 5 jenis yaitu, 1) pendidikan

yang diselenggarakan di pondok pesantren, 2) pendidikan yang diselenggarakan di

madrasah, yang disebut dalam UU pendidikan nasional sebagai sekolah umum

berciri khas Islam dan pendidikan lanjutan STAIN, IAIN, UIN yang berada di

bawah kementrian agama, 3) lembaga pendidikan umum bernafaskan Islam, yang

diselenggarakan oleh dan atau berada di bawah naungan yayasan atau organisasi

Islam, 4) pelajaran pendidikan agama Islam yang diselenggarakan di lembaga

pendidikan umum sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja, 5) pendidikan

Islam dalam keluarga atau di tempat-tempat ibadah, majelis taklim, forum kajian

Islam dan sebagainya yang digalakkan oleh masyarakat.

37

Abdullah Muin, “Sekretaris Yapis Cabang Kota Jayapura” Wawancara, 6 Januari

2020. Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Uniyap Jayapura, Wawancara, Januari 2020. 38

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Cet. 4; Jakarta: Bumi Aksara,

2008), h. 57.

144

Pembelajaran pendidikan agama Islam yang diselenggarakan di lembaga

pendidikan Yapis Papua dalam konteks jenis pendidikan Islam termasuk jenis ke 3

yaitu pendidikan agama yang diselenggarakan di bawah yayasan atau organisasi

Islam. Kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah yang ditujukan untuk

mewujudkan suasana religius di sekolah. Pembelajaran pendidikan agama di

lembaga pendidikan Yapis Papua hendak menghantarkan siswa agar memiliki, 1)

pengetahuan agama yang bagus dan baik; 2) memiliki kemantapan akidah dan

kedalaman spiritual, 3) akhlak yang unggul, 4) memiliki sikap toleransi beragama

yang tinggi dalam hubungan seagama atau antar umat beragama. Tugas dari PAI di

sekolah selama ini terutama pada aspek ke satu dan kedua; lalu bagaimana dengan

aspek ketiga dan ke empat sebagai perwujudan pengalaman siswa sebaliknya

pengembangan aspek ketiga dan keempat diwarnai dan dijiwai oleh aspek pertama

dan kedua. Tantangan inilah yang dihadapi oleh pendidik agama dan sekaligus pesan

besar pendidikan Islam yang memang harus diperjuangkan dalam

mengaktualisasikan kurikulum pendidikan agama di lembaga pendidikan Yapis

Papua.

Materi ajar pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan di bawah naungan

Yapis Pusat termuat pada 5 aspek, yaitu aspek al-Qur‟an dan hadis, akidah, fikih,

tarikh dan kebudayaan Islam. Pengembangan ke lima aspek tersebut didasarkan

pada tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ada keinginan yang

kuat dari hasil ini agar peserta didik bukan saja mengerti apa yang disampaikan oleh

guru di kelas namun juga pengetahuan tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari khususnya menjadi aspek akhlak dimana sebagai seorang yang tinggal di

daerah non muslim tentunya sikap saling menghormati dan menghargai pendapat

didahulukan.

Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003

menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk dapat mencapai tujuan dari

pendidikan yang sedang ditempuh.39

Pelaksanaan dari kegiatan proses itu dilakukan berpedoman pada kurikulum

nasional yang berisi ketetapan-ketetapan secara umum yang ada dan dipakai secara

nasional serta dikembangkan di Indonesia berdasarkan pada kesepakatan dari

berbagai pihak kemendikbud dan juga tenaga pengajar yang ada di sekolah. Yang

tujuannya agar dapat mempersiapkan peserta didik dapat menjadi warga negara dan

pribadi yang beriman, kreatif, inovatif dan efektif bagi diri keluarga dan lingkungan

sekitar kelak.

Kurikulum yang dipakai di lembaga pendidikan Yapis Papua sebagaimana

yang dikatakan oleh Azis Bauw Wakil Ketua Yapis Papua, bahwa kurikulum yang

dipakai di lembaga pendidikan Yapis menggunakan kurikulum yang ditetapkan oleh

pemerintah melalui kementrian pendidikan. Di dalam pengajaran yang dilakukan

oleh pengajar yaitu dengan menggunakan pendekatan kasih.40

Pendekatan kasih ini

dengan maksud tidak ada kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada peserta didik,

39

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasionan Nomor 20 Tahun 2003, pasal 40

Azis Bauw, “Wakil Ketua Yapis Pusat Papua” Wawancara, September 2020.

145

tidak ada pemaksaan kepada peserta didik. Dengan tidak adanya kekerasan yang

dilakukan oleh pengajar maka pendidikan dapat berjalan dengan baik dan tanpa ada

penolakan.

Armai Arief mengatakan bahwa kurikulum memuat prinsip-prinsip yang

dapat mencapai pada tujuan dari adanya kurikulum tersebut yaitu pertama, adanya

kurikulum memberikan nilai keilmuan yang murni seyogyanya memberikan

tuntunan terhadap anak didik agar mampu memanfaatkan ilmu yang dimiliki dalam

kehidupan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Kedua, kurikulum dalam

pendidikan di sekolah Islam dapat mengintegrasikan ilmu yang berkaitan dengan

kedunian dan ajaran Islam.41

Begitupun dengan kebijakan kurikulum pendidikan yang dilakukan oleh

Yapis Papua. Pendidikan yang ada di sekolah yang berada di bawah Yapis Papua

mengikuti kebijakan dari pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan

kegiatan pendidikan baik di tingkat taman kanak-kanak sampai pada perguruan

tinggi. Tujuan dari pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang memiliki ketakwaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat secara jasmani dan rohani, memiliki

pengetahuan, mempunyai budi pekerti yang luhur, bersikap mandiri, kepribadian

yang mantap dan bertanggung jawab.

Pelaksanaan pendidikan pada Yapis Papua mengikuti standar nasional

pendidikan sebagai patokan dasar di dalam melaksanakan pendidikan dan

pengajaran di lembaga ini, hal dilakukan agar pendidikan yang berjalan dapat

mengacu pada standar nasional dan kelak lulusan dari lembaga pendidikan Yapis ini

dapat bersaing di regional dan bahkan persaingan di tingkat global.

Kebijakan Yapis Papua pada peserta didik yang menimba ilmu pengetahuan

di lembaga pendidikan di bawah sekolah Yapis sangat terbuka dan menerima siapa

saja untuk menjadi bagian di dalam pengembangan sumber daya manusia di provinsi

Papua. Kebijakan pada peserta didik ini tidak melihat dari latar belakang suku, etnis,

agama, budaya dan daerah asal dari peserta didik. Semua dapat menjadi bagian dari

pergerakan pengembangan potensi peserta didik dari sisi pendidikan. Hal ini yang

dikatakan oleh Yamin Noch, bahwa pendidikan di Yapis Papua mengedepankan

pengembangan sumber daya manusia sebagaimana yang termaktub di dalam visi dan

misi dari lembaga ini yaitu ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dengan

berlandaskan Islam dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

berlandaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Mempersiapkan sumber

daya manusia yang cerdas dan berkualitas yang mampu menerapkan ilmu dan

teknologinya secara Islami untuk kesejahteraan umat manusia. Mengembangkan

potensi sumber daya manusia yang mandiri, berakhlak mulia, berakhlak mulia, dan

mampu mengatasi permasalahan masyarakat dan lingkungan. Sehingga dapat

terwujudnya sikap hidup jasmani dan rohani yang seimbang dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.42

41

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat

Pers, 2002), h. 33. 42

Yamin Noch, Pengurus Yapis Papua Periode 2012-2017, “Wawancara” 23

September 2020.

146

Tidak menutup kemungkinan ada dinamika pendidikan bagi warga

masyarakat yang ada di Papua namun bukan berarti pendidikan tidak berjalan

dengan adanya rintangan, justru dengan adanya dinamika pendidikan di dalam

meningkatkan sumber daya manusia yang ada di Papua menjadi tantangan tersendiri

bagi Yapis Papua sebagai lembaga pendidikan yang bertujuan memajukan sumber

daya manusia Papua. Peningkatan kualitas pendidikan dan pemerataan di Papua

merupakan tujuan penting yang belum tercapai. Banyak hal yang menjadi masalah

pertama kali ketika seseorang ingin meningkatkan pendidikan di wilayah Papua.

James Mondou yang pernah menjabat kepala dinas Pendidikan Papua mengatakan

bahwa tantangan untuk mengembangkan pendidikan komprehensif di Papua.

Menurutnya, perkembangan pendidikan di Papua harus signifikan secara parsial.

Dengan maksud pendidikan yang diberikan harus berarti beradaptasi dengan sosial

budaya masyarakat Papua.43

Masyarakat pegunungan lebih aktif dalam kegiatan

pertanian dengan nilai gizi yang sangat rendah. Masyarakat yang tinggal di

pegunungan memiliki selera makan yang banyak mengandung karbohidrat dengan

rendah protein. Sedang masyarakat yang tinggal di pesisir pantai memiliki kemajuan

lebih karena adanya interaksi yang intensif dengan masyarakat luar. Oleh karena itu,

pendekatan kami signifikan sebagian pada wilayah kota seperti kota Jayapura proses

pembangunan pendidikan difokuskan pada peningkatan kualitas, sedangkan untuk

daerah lain fokus pada pembukaan dan perluasan akses pendidikan.

Untuk mewadahi konsep kesamaan sekolah menengah atas dan sekolah

menengah kejuruan maka dikembangkan struktur kurikulum pendidikan terdiri atas

kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran ini

memberi corak kepada fungsi satuan pendidikan yang di dalamnya terdapat pilihan

minat peserta didik. Struktur ini menerapkan prinsip bahwa peserta didik merupakan

subjek proses belajar yang memiliki hak untuk memilih mata pelajaran sesuai

dengan peminatannya.

Kebijakan pembelajaran pendidikan agama pada masyarakat pluralistik yang

diterapkan oleh Yayasan Pendidikan Islam yang telah berlangsung selama ini belum

dijumpai dalam bentuk maklumat, penyampaian, maupun teks tertulis yang

dikeluarkan oleh lembaga pendidikan Yapis Papua. Hal ini tidak peneliti jumpai

ketika berada di lembaga pendidikan tersebut. Peneliti mencoba menggali dari jurnal

yang telah diterbitkan namun tidak menyebutkan secara spesifik tentang kebijakan

pembelajaran pada masyarakat pluralistik. Sehingga peneliti tidak menjumpai

adanya aturan yang mengikat dari lembaga pendidikan tersebut terhadap kegiatan

pembelajaran pendidikan agama pada peserta didik non muslim.

a. Kurikulum PAI pada Universitas Yapis Papua

Kurikulum wajib umum yang terdapat pada perguruan tinggi Yapis Papua

adalah mata pelajaran PAI 1 yang menginduk pada mata kuliah PAI pada perguruan

tinggi dimana mata kuliah ini mengikuti amanat dari undang-undang dalam sistem

pendidikan nasional yang memberikan amanat kepada perguruan tinggi umum untuk

dapat menjalankan pendidikan agama pada setiap jenjang, jenis dan jalur

43

https://edukasi.kompas.com/read/2011/10/17/08305234/Tantangan.Membangun.Pen

didikan.di.Papua, Akses 14 Februari 2021.

147

pendidikan. PAI pada perguruan tinggi adalah mata kuliah yang wajib dilaksanakan

kepada semua peserta didik.

Peran penting agama atau nilai-nilai agama dalam bahasan ini berfokus pada

lingkungan lembaga pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Salah satu mata

kuliah dalam lembaga pendidikan di perguruan tinggi yang sangat berkaitan dengan

pengembangan moral dan perilaku adalah pendidikan agama. Mata kuliah ini

termasuk ke dalam kelompok MKU (Mata Kuliah Umum) yaitu kelompok mata

kuliah yang menunjang pembentukan kepribadian dan sikap sebagai bekal

mahasiswa memasuki kehidupan bermasyarakat. Mata kuliah ini merupakan

pendamping bagi mahasiswa agar tumbuh dan kokoh dalam karakter dan moral

agamis dalam mewujudkan keberadaannya di tengah masyarakat.

Implementasi pemberian pendidikan agama pada kurikulum Yapis Papua

diberikan pada awal semester satu di setiap awal tahun. Hal ini sebagiamana

disampaikan oleh Anwar bahwa pelaksanaan pendidikan agama pada mahasiswa

prodi Ilmu Hukum itu pada awal mahasiswa masuk ke perguruan tinggi. Senada

dengan Anwar juga disampaikan Sumartono, Ridwan, Yendra, Elvira yang masing-

masing adalah ketua program studi di Uniyap Jayapura juga mengatakan bahwa

pelaksanaan kegiatan ini diterapkan pada awal semester ganjil, mengingat tenaga

pendidik yang mengajar mata kuliah PAI hanya 5 orang maka efisien waktu dan

tenaga pengajar dengan menempatkan pembelajaran PAI hanya ada pada semester

ganjil.44

Desain kurikulum PAI pada perguruan tinggi Yapis menjadi otoritas dari

tenaga pendidik sebagaimana yang disampaikan oleh Abdul Rasyid bahwa

Universitas Yapis memberikan otonomi di dalam mendesain kurikulum PAI pada

pendidik pendidikan agama, meskipun demikian dari pihak pemangku kebijakan

memberikan acuan di dalam desain pembelajaran mengacu pada panduan dari

kurikulum KKNI yang secara khusus disebutkan dalam Pepres RI nomor 8 tahun

2012, turunan dari KKNI termaktub dalam Permendikbud No. 49 tahun 2014 pada

pasal 1 ayat 5 dijelaskan bahwa Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia adalah

perjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan

mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta

pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai

dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor.45

Pada awal desain kurikulum PAI pada Yapis Papua memiliki tujuan agar

memberikan landasan pengembangan kepribadian ditujukan kepada mahasiswa agar

menjadi kaum intelektual yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Kuasa, berbudi pekerti luhur, berpikir filosofis, bersikap dinamis, dan rasional.46

Topik bahasan dalam pembelajaran PAI I sebagai berikut:

1. Topik Bahasan Manusia

2. Agama

44

Anwar, “Ketua Program Studi Ilmu Hukum Uniyap Jayapura” Wawancara, Januari

2021 45

Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Bidang Akademik UNIYAP Jayapura” Wawancara,

April 2019. 46

SK Dirjen Dikti No. 38 Tahun 2002.

148

3. Agama Islam

4. Akidah

5. Syariat

6. Akhlak

Terimplementasi di dalam kelas pembelajaran mengalami kendala karena

peserta didik yang diajar pelajaran pendidikan agama Islam bukan saja yang muslim

namun kebijkan Yapis Papua tetap melakukan pembelajaran tersebut. Tidak ada

pemisahan pembelajaran justru peserta didik non muslim mengikuti pembelajaran

PAI, sebagaimana yang disampaikan oleh Abdul Mukti dan Muhamad Thoif dimana

peserta didik non Muslim mengikuti pembelajaran PAI pada program studi

Manajemen, Akuntansi, Ilmu Hukum, Ilmu Pemerintahan, Administrasi Negara,

Budidaya Perairan, Teknik Sipil dan Sistem Informasi.

Pada sisi kurikulum pembelajaran yang terlaksana di Yapis Papua terdapat

kurikulum ciri khas yang dimiliki oleh Yapis Papua. Pada lembaga pendidikan

tinggi dimiliki kurikulum yang secara lokal Yapis dijadikan sebagai kurikulum ciri

khas keagamaan Islam.47

Tabel: 20 Mata Kuliah Pencirian Khas Yapis Papua

No Nama Mata Kuliah Semester Ket

1 Pendidikan Agama Islam II II (dua)

2 Etika dan Moral III (tiga)

3 Etnografi Papua dan Keyapisan II (dua)

4 Ekonomi Syariah/Islam IV (empat)

5 Hukum Perkawinan Waris dan Wakaf V (lima)

Mata kuliah pada tabel 20 ini adalah mata kuliah pencirian khas lembaga

pendidikan Yapis Papua yang mana mata kuliah-mata kuliah tersebut sebagai

keberlanjutan mata kuliah pendidikan agama I, dimana mata kuliah PAI 1 sebagai

mata kuliah wajib institusi sebagaimana amanat dari undang-undang nomor 20 tahun

2003 maupun turunannya pada peraturan pemerintah nomor 55 tahun 2007 dan juga

pada turunannya peraturan menteri agama nomor 16 tahun 2010. Namun mata

kuliah-mata kuliah PAI 2, Etika dan Moral, Etnografi Papua dan Keyapisan,

Ekonomi Syariah, dan Hukum Perkawinan, Waris, Wakaf adalah mata kuliah yang

wajib secara institusi Universitas Yapis Papua Jayapura. Dimana mata kuliah ini

diajarkan kepada semua mahasiswa pada semua program studi.

Tujuan dari pembelajaran mata kuliah ini sebagai informasi keagamaann

Islam tentang hubungan yang baik yang harus dibangun antar sesama warga di

perguruan tinggi pada mata kuliah Etika dan Moral. Dapat menjadi mahasiswa yang

mengetahui etnis dan ilmu tentang budaya Papua di dalam membangun hubungan

sesama warga melalui mata kuliah Etnografi Papua dan Keyapisan. Dapat menjadi

mahasiswa yang mengetahui sistem jual beli serta hubungan perdagangan yang

dibangun dengan sistem Islam agar dapat terpenuhinya semua kebutuhan manusia,

bukan hanya satu orang melainkan semua umat manusia di muka bumi khususnya di

Papua. Norma-norma ini sangat berkaitan dengan tanggung jawab manusia kepada

Tuhan, hal didapat pada mata kuliah Ekonomi Syariah. Kemudian dapat pula

47

Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Bidang Akademik UNIYAP Jayapura” Wawancara,

Oktober 2020.

149

menjadi mahasiswa yang mengetahui hukum di dalam Islam berkaitan dengan

perkawinan, hukum di dalam pembagian harta warisan, dan juga mahasiswa

mengetahui hukum di dalam perwakafan yang terjadi di dunia Islam melalui mata

kuliah Hukum Perkawinan, Waris dan Wakaf.

Dini, Febriadi, dan Nur Hanifah Pawa adalah mahasiswa Uniyap

mengatakan bahwa dosen yang mengajar pendidikan agama Islam 1 adalah dosen

yang juga mengampu mata kuliah lanjutan dari PAI 1, artinya ketersambungan

materi yang disampaikan oleh dosen dari awal semester itu berlanjut sampai

semester V pada mata kuliah Hukum Perkawinan Waris Wakaf. Pada semester II

kami diberikan mata kuliah PAI 2, pada semester III kami diberikan hukum Islam,

pada semester IV kami diberikan mata kuliah Ekonomi Syariah, dan mata kuliah

Etika Moral, dan pada semester V kami diberikan mata kuliah Hukum Perkawinan

Waris dan Wakaf. Ketersambungan materi yang diberikan oleh dosen memberikan

kemudahan bagi kami mahasiswa untuk mengetahui seberapa jauh materi yang

diberikan oleh dosen dan juga seberapa dalam penyampaian materi kekhususan dari

institusi Uniyap Jayapura.48

Kelima mata kuliah ini adalah mata kuliah ciri khas Yapis Papua yang

diajarkan di lembaga pendidikan tinggi yang secara kelembagaan bukanlah sekolah

keagamaan sebagaimana peraturan pemerintah nomor 55 tahun 2007. Namun untuk

memberikan pengetahuan lebih terhadap pendidikan agama yang dinilai kurang jam

pelajaran, kurang dalam pembahasan agamanya. Pelaksanaan penambahan waktu

pelajaran pendidikan agama melalui penambahan mata kuliah pun diatur di dalam

peraturan pemerintah 55/2007 tersebut yang tertuang di dalam pasal 5 ayat 9 yang

berbunyi satuan pendidikan dapat menambah muatan pendidikan agama sesuai

kebutuhan berupa tambahan materi.49

Desain kurikulum PAI pada Perguruan Tinggi Yapis

b. Kurikulum PAI pada Sekolah Menengah (SMA dan SMK Hikmah Yapis)

Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta

didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun proses pembelajaran. Beban

belajar di SMA sebanyak 44 jam pelajaran dengan durasi 45x3. Beban di kelas X,

XI, XII dalam satu semester paling sedikit 18 minggu dan paling banyak 20 minggu.

Beban belajar di kelas XII pada semester genap paling sedikit 14 minnggu dan

paling banyak 16 minggu. Beban belajar dalam satu tahun pembelajaran adalah

sedikitnya 36 minggu dan paling banyak 40 minggu.50

Setiap sekolah dapat menambah jam belajar per minggu berdasarkan

pertimbangan kebutuhan belajar peserta didik dan atau kebutuhan akademik, sosial,

budaya, dan faktor-faktor lainnya yang menjadi aspek penting dalam pembelajaran

ini.51

Kebijakan kurikulum pembelajaran PAI pada SMK Hikmah Yapis Jayapura

48

Dini, Mahasiswi Uniyap Fakultas Ekonomi Bisnis Program Studi Akuntansi,

Wawancara, 10 Oktober 2020. 49

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan

Pendidikan Keagamaan. 50

Telaah Kurikulum SMA Hikmah Yapis dan SMK Hikmah Yapis Jayapura. 51

Struktur kurikulum.

150

mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh kurikulum nasional. Kurikulum

pendidikan agama Islam tidak jauh berbeda dengan kurikulum secara umum. Hanya

saja yang membedakannya pada mata pelajarannya. Sebagaimana yang dikatakan

oleh Abdul Majid dalam Derliani menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan agama

Islam adalah rumusan tentang tujuan, materi, metode dan evaluasi pendidikan yang

bersumber pada ajaran agama Islam.52

Abuddin Nata mengatakan bahwa kurikulum dalam arti luas dan modern

memiliki ciri-ciri sebagai berikut, Pertama, dari segi isi dan kegiatannya tidak hanya

mencakup mata pelajaran yang diberikan guru di dalam ruang kelas, namun

mencakup seluruh kegiatan yang dapat memengaruhi pengertian, pemahaman,

penghayatan, pengamalan dan keterampilan peserta didik dalam segala bidang.

Kedua, dari segi prosesnya tidak hanya mencakup kegiatan yang diberikan oleh guru

kepada peserta didik, melainkan juga kegiatan tertentu dan terarah yang dilakukan

oleh peserta didik. Kegiatan dari segi bentuknya tidak haya mencakup bentuk yang

ditetapkan secara formal dalam dokumen kurikulum, melainkan juga bentuk

kegiatan lainnya yang bersifat nonformal, atau yang tidak tampak. Inilah yang

dikenal dengan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum).53

Kurikulum pembelajaran PAI yang ada di SMK dan SMA Hikmah Yapis

Jayapura hanya pada mata pelajaran yang diajarkan di sekolah menengah. Sehingga

bentuk kebijakannya mengikuti apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui

pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum. Armai Arief mengatakan bahwa

materi pendidikan agama memuat materi yang berhubungan dengan Allah dan

materi yang berhubungan dengan sesama manusia bahkan dengan alam sekitar.54

Muatan kurikulum PAI di sekolah umum memuat Qur‟an hadis, aqidah akhlak,

fikih, sejarah kebudayan Islam. Sebagaimana Rohmat mulyana mengatakan

pendidikan agama Islam dalam struktur kurikulum yang berlaku di Indonesia

dimaknai dalam dua hal, pertama, PAI dilihat sebagai mata pelajaran di sekolah

umum, (SD, SMP, SMA/K).55

Kedua, PAI dilihat sebagai rumpun pelajaran seperti

Qur‟an hadis, aqidah akhlak, fikih, sejarah kebudayan Islam sebagaimana kurikulum

yang ada di madrasah.56

PAI di SMK dan SMA Hikmah Yapis Jayapura adalah sebuah mata pelajaran

di sekolah umum yang kompetensinya dikembangkan berdasarkan Permendiknas

No. 22 tahun 2006 tentang standar isi dan Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang

standar kompetensi lulusan (SKL). PAI di SMA Hikmah Yapis Jayapura dan PAI di

SMK Hikmah Yapis Jayapura masuk dalam kelompok mata pelajaran agama dan

52

Derliani Daulay, “Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam Dalam

Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah Menengah Atas Al-Azhar Medan” Jurnal

Ansiru, Vol.3 No.2 Juli-Desember 2019, h. 5. 53

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet.1; Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2010), h. 124-125. 54

Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: CSRD Press, 2005), h.

81. 55

Lihat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam, Badan

Standar Nasional Pendidikan (BNSP) 2015. 56

Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004),

h. 198.

151

akhlak mulia yang cakupannya untuk membentuk peserta didik yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Cakupan ini adalah

esensi untuk menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang merupakan

hakikat tujuan PAI.57

Ruang lingkup PAI di SMK Hikmah Yapis dan SMA Hikmah Yapis Jayapura

memuat 5 aspek, yaitu Al-Qur‟an dan hadis, akidah, akhlak, fikih dan sejarah

kebudayan Islam. PAI menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian

antara hubungan manusia dengan hubungan dengan Allah, hubungan manusia

dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam sekitar.58

Pangkal permasalahan yang dijumpai di Yapis Papua adalah pada pelaksanaan

pendidikan agama Islam yang diimplementasikan pada peserta didik yang plural

agama, dimana Yapis Papua sebagai lembaga pendidikan Islam menerima peserta

didik yang non muslim untuk dapat belajar bersama dan diberikan muatan

pendidikan agama Islam saja, tidak pada pendidikan agama yang sesuai dengan

keyakinan agama peserta didik. Beberapa kalangan mencurigai bahwa persoalan ini

menjadi pintu masuk untuk menjadikan pendidikan agama Islam di Yapis Papua

sebagai dasar islamisasi peserta didik non muslim. Kekhawatiran akan dijadikan

semua peserta didik masuk ke dalam agama Islam didasari karena mereka diajarkan

PAI bukan diajarkan pendidikan agama sesuai agamanya. Sebaliknya, boleh jadi,

memang keadaan ini bagi Yapis Papua terjadi dengan sendirinya, karena pada

lembaga non muslim juga menerapkan keadaan yang sama. Peserta didik muslim

bila bersekolah di lembaga pendidikan non Islam juga telah mendapatkan pelajaran

pendidikan agama non Islam. Menurut para pendukungnya pelaksanaan pendidikan

agama Islam di lembaga pendidikan yang berciri khas agama Islam dianggap wajar

dan tidak akan mengganggu keyakinan agama yang dianut oleh peserta didik. Ini

adalah konsekwensi logis, anak didik diajar sesuai dengan ajaran agama karena

ketika memasuki satuan pendidikan, mereka sudah mengetahui akan platform

lembaga pendidikan tersebut.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Yusman salah seorang warga muslim

bahwa dia melihat dan mengetahui anak masyarakat yang disekolahkan di yayasan

pendidikan Kristen juga telah menerapkan pembelajaran pendidikan agama Kristen.

Demikian juga yang dikatakan oleh Bapak Rakib bahwa salah seorang murid

mengaji di dok IX itu juga bersekolah di yayasan pendidikan selain Yapis telah

melakukan pembelajaran yang selain agama Islam. Hal ini dapat dikatakan bahwa

kegiatan pembelajaran pendidikan agama akan mengikuti platform agama Yayasan.

Sebagaimana yang juga yang dikatakan oleh Aji Sofanuddin bahwa ada sekolah

bernaung di bawah Yayasan berciri agama di Semarang telah mewajibkan peserta

didiknya yang berbeda agama untuk mengikuti pembelajaran pendidikan agama

57

Abdurrahman al-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. h.

117. 58

Novita Sari dan Siti Zuhriyeh “Guru PAI pada SMA dan SMK Hikmah Yapis

Jayapura” Wawancara, Januari 2020. Lihat juga pada Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (2): Peraturan

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi

Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madinah, (Jakarta:

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementrian Agama Republik Indonesia, 2008), h. 5-6.

152

yang sesuai dengan ajaran agama mayoritas. Bila agama mayoritas Islam maka

peserta didik yang berbeda agama akan mengikuti pembelajaran pendidikan agama

Islam. Bila agama mayoritas adalah Kristen maka peserta didik yang minoritas

beragama Islam akan mengikuti pembelajaran pendidikan agama mayoritas di

sekolah tersebut.59

Hal ini telah terjadi di daerah lain di luar Yapis Papua. Sementara bagi yang

menolaknya mengatakan bahwa aktivitas ini tidak sejalan dengan semangat undang-

undang yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam sistem pendidikan nasional di

mana sistem pendidikan tersebut memberikan peluang kepada peserta didik untuk

mendapatkan pelajaran pendidikan agama sesuai dengan ajaran agama yang dianut

di rumah dan senantiasa juga diberikan di sekolah, termasuk sekolah-sekolah yang

dikelola secara swadaya oleh masyarakat.60

Dari hal ini penolakan dan penerimaan apa yang dilakukan oleh Yapis Papua

dan sekolah-sekolah yang berada di bawahnya tidak menjadikan peserta didik non

muslim yang mengikuti pembelajaran pendidikan agama Islam menjadi seorang

muslim atau keluar dari agama yang telah dimiliki selama ini. Sebagaimana yang

dikatakan oleh Guru PAI bahwa kebijakan pembelajaran ini tidak menjadikan

peserta didik plural untuk masuk menjadi seorang muslim karena sedari awal sudah

disampaikan oleh guru bahwa pembelajaran ini mengikuti kebijakan yang telah

ditetapkan oleh Yapis bahwa peserta didik yang memilih menjadi bagian dari Yapis

maka diwajibkan mengikuti peraturan yang ada di lembaga pendidikan tersebut.

Termasuk dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama mengikuti

pendidikan agama Islam.

Ada perlakuan berbeda antara satu pendidik dengan pendidik lain dalam

menerapkan kebijakan pembelajaran pendidikan agama. Menurut Abdul Mukti

seorang pendidik yang pernah mengajar PAI pada SMA Yapis yang sekarang

melimpah hanya mengajar di perguruan tinggi Yapis mengatakan bahwa

pembelajaran PAI yang diajarkan kepada peserta didik ini mengikuti kebijakan yang

telah dikeluarkan oleh Yapis Papua sehingga semua non Muslim yang belajar di

SMA Yapis maupun di perguruan tinggi diwajibkan mengikuti pembelajaran

tersebut. Apapun agama yang dianut oleh peserta didik maka mereka akan

mendapatkan pembelajaran pendidikan agama.61

Pun nada yang sama disampaikan

oleh Novita Sari bahwa sekarangpun masih sama yaitu melakukan pembelajaran

PAI pada peserta didik yang plural.62

Berbeda dengan yang dilakukan oleh Muhamad Thoif yang mengatakan

bahwa pembelajaran PAI sekalipun adalah kebijakan yang diwajibkan oleh peserta

didik yang beragama Islam dan non Islam, tidak menjadikan pendidik tersebut untuk

mewajibkan non muslim untuk mengikuti pembelajaran PAI sebagaimana guru

59

Aji Sofanuddin, “Kebijakan Kementrian Agama dalam Pelayanan Pendidikan

Agama Kelompok minoritas” Penamas: Jurnal Penelitian Agama dan Masyarakat, Vol. 32

No. 1 Januari-Juni 2019. h. 503-518. 60

UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. 61

Abdul Mukti, “Guru PAI SMA Hikmah Yapis 2000-2004” Wawancara, Maret

2021. 62

Novita Sari, “Guru PAI SMA Hikmah Yapis Jayapura 2016-sekarang” Wawancara,

Januari 2020.

153

maupun pendidik lainnya. Pendidik tersebut memberikan keleluasaan untuk non

muslim memilih apakah mengikuti pembelajaran PAI atau tidak. Tidak ada paksaan

untuk mewajibkan mereka berada di dalam kelas pembelajaran karena hal ini dapat

mengganggu pembelajaran PAI bagi peserta didik muslim.63

Ketika ditanya lebih

dalam mengapa tidak mengikuti kebijakan pembelajaran PAI untuk juga

menyertakan non muslim dalam pembelajaran. Bahwa pembelajaran PAI dapat

membuat peserta didik non muslim tidak nyaman atau bahkan menggangu yang lain

dalam pembelajaran tersebut. Sehingga pendidik tersebut lebih memilih untuk tidak

menyertakan di dalam pembelajaran PAI. Kemudian Thoif mengatakan sejauh yang

saya rasakan, mereka tidak ada yang keluar dari pembelajaran PAI sekalipun mereka

beragama non muslim.

Pengalaman yang telah dilalui oleh kedua pendidik ini terdapat pendidik yang

mengikuti kebijakan pendidik dalam pembelajaran PAI dengan menjadikan peserta

didik yang beragama non muslim untuk tetap berada di dalam kelas PAI selama

semester berjalan, sementara pendidik lainnya memberikan kebebasan pilihan

mengikuti atau tidak pembelajaran PAI.

Pendidik yang tetap mewajibkan peserta didik non muslim mengikuti

pembelajaran PAI karena mengikuti kebijakan dari Yapis Papua. Kebijakan ini tidak

lain karena telah menjadi konsekwensi dari peserta didik bila mendaftar dan menjadi

bagian dari Yapis Papua maka mengikuti proses pembelajaran. Ada mata pelajaran

yang wajib diikuti oleh semua peserta didik dan juga ada mata kuliah pilihan sebagai

konsentrasi di dalam penyelesaiannya belajar di lembaga pendidikan Yapis di tanah

Papua. Sedangkan bagi pendidik lainnya yang memberikan pilihan untuk dapat terus

berada di dalam pembelajaran PAI atau di luar kelas. Hal ini dilakukan agar mereka

dapat dengan senang hati mengikuti apa yang diberikan. Tidak ada paksaan dan

tidak pula mewajibkan. Tentu pemberian pilihan ini hanya ada pembelajaran PAI,

tidak pada menyuruh peserta didik pluralistik untuk mengkonversi agamanya

menjadi muslim.

Pilihan beragama telah didapatkan sejak berada di keluarga sehingga sekolah

dan lembaga pendidikan menguatkan apa saja yang telah peserta didik dapatkan

selama berada di keluarga dan lingkungan masyarakat memberikan pembelajaran

PAI pluralistik dengan posisi agama yang telah dimiliki menjadi kontra produktif

karena mengajarkan agama pada orang yang sudah beragama, tentunya hal ini

dinilai tidak ada pengaruhnya. Justru yang muncul adalah resistensi terhadap materi

agama yang diajarkan.

Kebijakan pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik secara aturan proses

pendidikan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini bertentangan dan tidak sejalan

karena telah terakomodir dalam undang-undang sisdiknas nomor 20 tahun 2003

pasal 12 ayat dan juga permenag nomor 16 tahun 2010. Namun yang dilakukan oleh

Yapis Papua adalah tetap memberikan pembelajaran PAI sebagai informasi

keagamaan Islam terhadap peserta didik non muslim. Tidak sampai pada usaha dan

dakwah untuk mengeluarkan non muslim dari agama yang telah dimiliki dengan

menjadikan mereka peserta didik muslim. Kebijakan Yapis pada pembelajaran PAI

63

Muhamad Thoif, “Guru PAI SMA Hikmah Yapis Jayapura 2004-2008”

Wawancara, Februari 2021.

154

pluralistik ini dalam memberikan pengetahuan keagamaan Islam pada peserta didik

non muslim. Hal ini juga sudah menjadi pilihan tersendiri bagi peserta didik untuk

menjadi bagian Yapis Papua.

Peneliti melihat bahwa keadaan ini tidak sejalan dengan kebijakan peraturan

pemerintah yang dikeluarkan pada nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama

dan Keagamaan, dimana harus ada akomodir pendidikan agama yang sesuai dengan

agama yang dianut. Namun bila dilihat lebih jauh ternyata tidak sejalan peraturan

pemerintah dengan kebijakan Yapis Papua dapat tercairkan dengan sendirinya

dengan aktivitas pendidik di dalam pembelajaran PAI, dimana pendidik PAI ini

memberikan kebebasan untuk memilih apakah berada di dalam kelas atau berada di

luar kelas. Mau mengikuti pembelajaran PAI sampai selesai atau tidak, semuanya

bergantung pada peserta didik. Di samping itu, aktivitas pembelajaran ini bukan

sebagai doktrinal agama, pembelajaran PAI pluralistik ini pada tataran memberikan

pengetahuan keagamaan Islam, aktivitas Islam, dan seluruh kegiatan keagamaan

Islam sehingga pengetahuan ini hanya untuk disampaikan tidak pada tataran mereka

mengamalkan ajaran agama Islam sebagaimana yang dilakukan oleh peserta didik

yang muslim. Kebijakan ini dapat terus berjalan dengan dukungan dari orang tua

sebagai pengguna hasil lulusan Yapis Papua dimana mereka justru memasukkan

anaknya ke dalam sekolah-sekolah yang berada di bawah Yapis Papua.

Selanjutnya pada pembelajaran PAI pluralistik akan dilihat dan dipotret

kegiatan pembelajaran PAI di dalam kelas yang dilakukan oleh pendidik dalam

mengakomodir peserta didik plural agama.

B. Implementasi Pembelajaran PAI pada Yapis Papua

Secara sederhana, istilah pembelajaran PAI ini bermakna adanya upaya

untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya dan

berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah

direncanakan. Pembelajaran adalah rangkaian peristiwa (events) yang memengaruhi

pembelajaran sehigga proses belajar dapat berlangsung dengan mudah.64

Prinsip di

dalam pembelajaran tidak hanya terbatas pada peristiwa/kejadian yang dilakukan

oleh guru, tetapi mencakup semua events yang mempunyai pengaruh langsung pada

proses belajar yang meliputi kejadian-kejadian yang diturunkan dari bahan-bahan

cetak, gambar, video, televisi, media sosial, maupun kombinasi dari bahan-bahan

tersebut.

Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing para peserta

didik dalam kehidupannya, yakni membimbing dan mengembangkan diri sesuai

dengan tugas perkembangan yang harus dijalani. Proses edukatif memiliki ciri-ciri:

1) ada tujuan yang akan dicapai; 2) ada pesan yang akan ditransfer; 3) ada peserta

didik; 4) ada pendidik; 5) ada metode; 6) ada situasi; 7) ada penilaian. Pada dasarnya

pembelajaran merupakan kegiatan terencana yang merangsang seseorang agar bisa

belajar dengan baik supaya dapat mencapai tujuan dari pembelajaran itu. Oleh

karena itu definisi dari pembelajaran itu bermuara pada dua kegiatan pokok yaitu

64

Robert M. Gagne and Leslie J. Briggs, Principles of Instructional Design, (New

York: Rinehart and‟ Winston, 1979), h.

155

pertama, pada tindakan perubahan tingkah laku melalui kegiatan belajar. Kedua,

melakukan tindakan penyampaian ilmu pengetahuan melalui kegiatan mengajar.65

Pembelajaran merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik

melakukan kegiatan belajar yang mana pembelajaran ini dapat mencapai tujuannya

maka perlu adanya strategi di dalam pembelajaran. Tujuan strategi pembelajaran

adalah terwujudnya efektivitas dan efisiensi kegiatan belajar yang dilakukan peserta

didik. Strategi ini merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk

menggunakan metode, media, berbagai sumber daya atau kekuatan dalam

pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan umum dari pembelajaran PAI.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Wina Sanjaya bahwa strategi di dalam

pembelajaran itu merupakan rangkaian kegiatan atau rencana kegiatan bermasuk

menggunakan metode dan memanfaatkan berbagai sumber daya sebagai kekuatan di

dalam pembelajaran.66

Lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua representasi lembaga

pendidikan yang mengajarkan agama Islam kepada peserta didik yang belajar

menuntut ilmu. Sebagai lembaga pendidikan tentunya berusaha mengupayakan agar

nilai pendidikan dapat terserap dipahami oleh peserta didik, maka tidak ada

pemisahan-pemisahan dan pengkotakan dalam pemberian pembelajaran pada peserta

didik. Berdirinya lembaga ini untuk mengangkat harkat manusia melalui jalur

pendidikan, menyiapkan wadah tempat pembinaan dan pembibitan manusia unggul

sesuai dengan fungsi kemanusiaan yang telah diciptakan oleh Tuhan, sebagai

lembaga yang mengusahakan pembinaan potensi manusia. Kehadiran pendidikan

berusaha menghilangkan jarak pemisah antara orang kaya dan orang miskin antara

orang jawa dan orang Papua yang senantiasa didengung-dengungkan karena

ketidakpuasan dan ketimpangan kualitas manusia yang ada di bagian timur

Indonesia dengan manusia yang berada di bagian barat nusantara.

Pendidikan agama adalah amanat dari undang-undang untuk diajarkan

kepada siswa agar terbentuk perilaku yang budiman mantap dan bertanggung jawab

kepada diri keluarga bangsa dan negara. Pada ketentuan negara tentang pendidikan

tertuang pada Undang-Undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003

menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan di lembaga pendidikan tidak

diskriminatif dan dilakukan secara demokratis dan berkeadilan, menjunjung tinggi

hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.67

Proses pendidikan yang dijalankan dengan semangat untuk memajukan kualitas dan

kuantitas peserta didik melalui pengendalian dan penyelenggaraan mutu pelaksanaan

pendidikan. Pendidikan agama sebagai upaya untuk membentuk perilaku dan akhlak

peserta didik diberikan sebagai akomodasi akan kebutuhan pendidikan peserta didik

dengan cara memberikan pembelajaran pendidikan sesuai dengan ajaran agama yang

dianut dipercaya dalam keyakinan agamanya. Pada pasal 12 di dalam undang-

65

Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Cet.1; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013),

h. 5. 66

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Beroreintasi Standar Proses Pendidikan,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 67

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, No 20 tahun 2003, pasal 4, butir.1, h.

4.

156

undang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa peserta didik mendapatkan

pelajaran pendidikan agama sesuai dengan ajaran agama kepercayaannya,

mengajarkan perintah-perintah Tuhan yang termaktub dalam kitab suci ini diajarkan

oleh guru-guru pengajar sesuai dengan ajaran agamanya, mendapat layanan

pendidikan agama agar terpenuhinya akses kebutuhan rohani.68

Praktik pendidikan agama di sekolah walaupun ketentuan tentang sistem

pendidikan agama sudah sangat jelas, dalam praktiknya penyelenggaraan pendidikan

agama berbeda-beda. Perbedaan model/sistem pendidikan agama disebabkan oleh

beberapa faktor, antara lain: (a) faktor teologis, (b) faktor kelembagaan, (c) faktor

sosial/budaya, (d) strategi politik.69

Pendidikan agama di lembaga pendidikan Yapis Papua Jayapura adalah

seperangkat kurikulum yang disiapkan dan diajarkan kepada siswa secara umum

mengacu kepada kurikulum yang ditetapkan oleh DIKNAS sebagai acuan dalam

penyelenggarakan proses pembelajaran di sekolah, hal ini karena Yapis sebagai

lembaga pendidikan swasta menjadikan DIKNAS sebagai lembaga yang

menaunginya untuk mencapai tujuan pendidikan dengan berkembangnya fitrah

peserta didik menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah serta memiliki sikap

terpuji terhadap sesama, ada sikap kemandirian dan bertanggung jawab.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Azis Bauw bahwa lembaga pendidikan Yapis di

tanah Papua mengacu pada kurikulum nasional sebagai acuan dasar di dalam

perumusan kurikulum dan pelaksanaan pendidikan, sebagai upaya mencerdaskan

bangsa demi mewujudkan nilai-nilai luhur, memajukan pendidikan di Papua, tidak

memandang suku dan latar belakang etnis.70

Kurikulum yang dikelola sebagai upaya konkrit dalam pengembangan

potensi sumber daya manusia melalui pemasukan muatan pelajaran nasional agar

tercapainya tujuan nasional menjadi manusia yang bertakwa dan bermanfaat. Heri

mengatakan bahwa penyusunan kurikulum pendidikan yang ada di lembaga

pendidikann Yapis Papua mengacu kepada kurikulum nasional sebagai dasar pijakan

dalam penyusunan kurikulum pendidikan, hal ini dilakukan karena Yapis sebagai

bagian yang tidak dipisahkan dalam pengembangan sumber daya manusia. Garis

besar standar dalam penyusunan kurikulum Yapis adalah kurikulum nasional, karena

Yapis sebagai lembaga pendidikan Islam namun dalam pelaksanaan mengacu pada

ketetapan besar yang dikeluarkan pemerintah. Selain dari kurikulum yang memang

berstandar nasional, ada juga kurikulum lokal, muatan lokal yang menggagas

pelajaran pendidikan agama yang disesuaikan dengan tempat serta budaya Papua.

Yapis telah hadir 52 tahun di Papua berkontribusi pada pendidikan dan

concern dalam bidang tersebut telah melayani masyarakat untuk pendidikan bukan

saja dari muslim namun juga non muslim berlomba, berkompetisi dan ikut menjadi

68

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, No 20 tahun 2003, pasal 12, butir.1,

h. 6. 69

Davit Setyawan, “https://www.kpai.go.id/publikasi/artikel/implementasi-

pendidikan-agama-di-sekolah-dan-solusinya, upload 18 Juni 2014, disadur 5 Juli 2021. 70

Azis Bauw, Wawancara pada tanggal Juli 2020.

157

bagian dari lembaga ini.71

Sebagai lembaga pendidikan yang berbasis pluralisme di

Papua tentu menjadi lembaga yang mengayomi minoritas agama yang belajar di

lembaga pendidikan Yapis Papua, seperti yang dilakukan Yapis ketika menghadiri

perayaan natal yang diselenggarakan di GOR Waringin Kotaraja, sebagai bentuk

toleransi menghadiri kegiatan tersebut, begitupun ketika Yapis memfasilitasi

perayaan natal bersama yang diselenggarakan di Auditorium Uniyap Jayapura.

Menjadi problem tersendiri yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Yapis

Papua dalam membangun kualitas manusia dalam bidang pendidikan di Tanah

Papua. Sebagai lembaga pendidikan yang bercirikan agama Islam tentunya kegiatan

keagamaan selain Islam dapat dilihat pada tempat dan masyarakat sekitar. Untuk dua

daerah ini (Wamena dan Biak) Yapis memfasilitasi kegiatan keagamaan Non Islam

untuk dilakukan, bahkan bukan saja memfasilitasi kegiatan tersebut namun juga ikut

andil di dalam kegiatan keagamaan Non Islam. Pembukaan kegiatan ini biasanya

sebagaimana kegiatan pembukaan acara pada kegiatan lain, adanya pemberian

sambutan dari Yapis sebagai perwakilan lembaga pendidikan yang turut

memeriahkan kegiatan pembukaan acara tersebut. Kegiatan ini berlangsung sampai

acara pembukaan selesai. Lalu dilanjutkan dengan ibadah Natal peserta didik non

Muslim di Yapis Wamena. Pada kegiatan ibadah sajalah pengurus Yapis tidak

mengikutinya selebihnya Yapis sebagai lembaga yang menerima kehadiran pelajar

non Muslim mensupport kegiatan tersebut.

Dalam kesempatan tersebut, disampaikan bahwa tidak masalah bagi Yapis

untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan di luar agama platfom lembaga

pendidikan Yapis di tanah Papua. Selama tidak mengikuti dan beribadah pada ajaran

agama lain, karena mengikuti ibadah ajaran agama lain tentunya memiliki

konsekwensi hukum yang dapat disebut sebagai orang di luar agama Islam. Inilah

bentuk toleransi beragama yang dilakukan oleh lembaga Yapis di dalam melihat

peserta didik sebagai anak yang harus dijaga fisik dan keimanannya. Bukan karena

membiarkan kedzoliman berada di lingkungan Yapis, karena beribadah dalam

ibadah agama apapun itu bukanlah kedzoliman, namun lebih kepada apresiasi akan

keberagaman agama yang dimiliki oleh peserta didik yang mayoritas beragama non

Islam.

Pada banyak pengalaman yang dialami oleh Heri dkk di dalam mengelola

Yapis ketika salah seorang murid atau orang tua murid non Islam meninggal.

Sebagai bentuk tanggung jawab moril, Yapis mendatangi keluarga, memberikan

ucapan berbela sungkawa, memberikan penguatan moril kepada keluarga duka

dengan mengatakan bahwa Tuhan lebih menyayangi almarhum/mah sehingga

kematian menjadi tempat yang terbaik bagi almarhum/mah. Ikhlaskan kepergiannya

dengan mendoakan semoga Tuhan menyertainya. Kehadiran Yapis memberikan

memberikan ucapan duka adalah bentuk perhatian terhadap peserta didik yang

belajar di lembaga pendidikan ini. Pada waktu keluarga duka memulai ibadah

pelepasan terakhir maka kami Yapis tidak mengikutinya, karena sudah masuk pada

sisi ibadah. Yapis tetap mendoakan doa terbaik kiranya Tuhan memberikan tempat

71

Sabara “Kiprah Setengah Abad Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Papua:

Membangun Harmoni Beragama Melalui Dunia Pendidikan” Jurnal Al-Qalam” Volume 24

Nomor 1 Juni 2018. h. 66.

158

yang terbaik di sisi-Nya. Mengadakan natal juga terjadi di sekolah, bukan saja di

perguruan tinggi dengan melibatkan unsur sekolah. Guru dan staff juga terlibat

dalam pelaksanakan hari besar keagamaan non Islam.

Penelitian ini menyebutkan bahwa pendidikan agama Islam di lingkungan

lembaga Pendidikan Yapis Papua tidak selalu bermotif teologis, yang ajarannya

harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Pelaksanaan pembelajaran

pendidikan agama Islam bermotif pada sisi sosiologi yaitu memposisikan pelajaran

agama sebagai pengetahuan, bukan pada sistem nilai yang harus diterapkan sebagai

way of life. Hasil penelitian ini secara tidak langsung mendukung teori Clifford

Geertz yang menyatakan bahwa religion as a cultural system, agama sebagai sistem

budaya.72

Dari pengalaman yang disampaikan oleh pengurus Yapis Papua dapat

digambarkan bahwa kurikulum yang diterapkan oleh Yapis mengikuti kurikulum

yang telah ditentukan secara nasional sehingga tidak ada perbedaan yang mendasar

dalam kurikulum yang dibuat oleh Yapis dengan kurikulum yang dibuat pemerintah

karena sifat dari kurikulum nasional memberikan kerangka dasar dan acuan bagi

lembaga pendidikan di dalam menyelenggarakan pendidikan di seluruh Indonesia.

Pendidikan agama Islam yang berbasis masyarakat pluralistik yang ada di

lembaga pendidikan Yapis Papua tertuang pada pembelajarannya. Tidak muncul dari

kurikulum yang ditetapkan oleh Yapis karena Yapis sendiri menggunakan

kurikulum nasional termasuk kurikulum pendidikan agama Islam pada perguruan

tinggi dan pada tingkat sekolah menengah. Penguraian pendidikan agama yang

berbasis pluralisme akan terlihat pada satuan pendidikan di bawah Yapis Papua.

Peneliti hanya mengambil lembaga pendidikan pada tiga tempat yaitu di Universitas

Yapis Papua, di SMK Hikmah Yapis Jayapura dan di SMA Hikmah Yapis Jayapura.

1. Pembelajaran PAI pada Universitas Yapis Papua Jayapura

Mata kuliah pendidikan agama Islam adalah mata kuliah umum wajib yang

diberikan kepada mahasiswa baru pada semua fakultas di lingkungan Universitas

Yapis Papua Jayapura, diberikan pada semester ganjil pada setiap tahun akademik.

Mata kuliah ini juga memiliki kelanjutan pembahasan pada semester berikutnya

yaitu pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam II, Hukum Islam, Etika dan Moral,

dan Hukum Perkawinan Waris Wakaf.73

Dengan nama yang berbeda dari mata

kuliah pendidikan agama Islam namun secara substansi adalah mata kuliah yang

diberikan kepada mahasiswa Uniyap Jayapura adalah kelanjutan dari mata kuliah

PAI 1. Mendapatkan materi agama Islam dari 16x pertemuan PAI belum memenuhi

kebutuhan pendidikan agama di perguruan tinggi, belum lagi dikurangi dengan ujian

tengah semester dan akhir semester, dan juga belum dikurangi dengan libur nasional

dan lokal yang mengurangi jumlah pertemuan di ruang kelas.

Pemberian mata kuliah tersebut merupakan usaha dari institusi lembaga

pendidikan Uniyap Jayapura untuk memenuhi kebutuhan pendidikan agama bagi

72

Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures (New York: Basic Book, Inc

Publishers, 1973), h. 94. 73

Wawancara dengan Yamin Noch Wakil Rektor 1 Uniyap Jayapura periode 2010-

2019, pada Agustus 2018.

159

peserta didik di lembaga ini. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdul Rasyid

wakil rektor I Uniyap bahwa kalender akademik di lingkungan Universitas Yapis

Papua Jayapura ada dua semester yaitu semester ganjil dan semester genap yang

mana pembelajaran diberikan pada semua mata kuliah sebanyak 16x pertemuan atau

4 bulan lamanya pada semester ganjil begitu pula dengan semester genap. Salah satu

materi yang diajarkan di lembaga pendidikan Yapis adalah mata kuliah Pendidikan

Agama Islam I, mata kuliah ini menjadi mata kuliah wajib sebagaimana amanah dari

undang-undang bahwa pelajaran pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan

menjadi mata kuliah wajib yang diberikan, lebih dari itu mata pelajaran pendidikan

agama I diberikan kepada peserta didik non muslim itu artinya mahasiswa baru

mendapatkan materi pelajaran ini sebagai konsekwensi dari pilihan masuk ke dalam

lingkungan Uniyap Jayapura.

Uniyap memiliki peraturan yang secara internal wajib diikuti oleh semua

mahasiswa yang menjadikan lembaga ini sebagai pilihan sukses untuk masa depan.

Uniyap melakukan pemberian pelajaran pendidikan agama Islam pada siswa non

Muslim, hal ini terkait pada saat mereka masuk di lembaga pendidikan ini, dimana

mereka disodorkan untuk mengikuti proses pembelajaran dari pertemuan pertama

sampai terakhir, untuk sampai pada tujuan mereka mendapatkan gelar. Salah satu

item agar mereka dinyatakan lulus dengan mengikuti pelajaran pendidikan agama

Islam dari semester 1 dan 2, ditambah dengan pembelajaran mata kuliah institusi,

yaitu pada mata kuliah hukum Islam, ekonomi syariah, etika moral, dan hukum

perkawinan waris dan wakaf. Mata kuliah ini adalah mata kuliah lanjutan dari mata

kuliah pendidikan agama sehingga tidak bisa mengambil mata kuliah berikutnya

kalau mata kuliah ini tidak diluluskan.74

Namun hal ini tentu bukan harga mutlak

bahwa dia tidak bisa mengikuti pelajaran pendidikan agama lalu dinyatakan tidak

lulus, bisa saja diluluskan dengan mengikuti perbaikan dari mata kuliah yang

dinyatakan tidak lulus. Di samping itu pula ada kebijakan tersendiri yang dilakukan

oleh dosen untuk melihat sejauh mana keseriusan mahasiswa di dalam program

pembelajaran khususnya materi tentang agama Islam. Bila kehadiran mahasiswa non

muslim telah memenuhi syarat minimal untuk lulus maka akan dimudahkan untuk

lulus sekalipun dalam ujiannya terdapat kelemahan-kelemahan di dalam menjawab

soal ujian. Hal ini dianggap wajar dan dapat dipahami karena materi mata kuliah

agama tentunya harus disesuaikan dengan agama yang dimiliki oleh peserta didik.

Sehingga kekurangan dalam menjawab soal dapat dipahami sebagai kelemahan

karena bukan agamanya. Oleh karena itu dosen akan melihat aspek lain yang dapat

menjadikan mahasiswa non Islam lulus yaitu dari aspek kehadiran dan dari aspek

tugas yang diberikan.

Tabel 15 : Mata Kuliah Institusi Universitas Yapis Papua

No Mata Kuliah Institusi Semester Ket

1 Pendidikan Agama Islam II II

2 Hukum Islam III

3 Etika dan Moral IV

4 Ekonomi Syariah V

74

Muhammad Yamin Noch, Kepala LP2M Uniyap Jayapura, Pernah Wakil Rektor I

Uniyap dan Dekan Fakultas Ekonomi Uniyap Jayapura, Wawancara, 23 September 2020.

160

5 Hukum Perkawinan Waris dan Wakaf V

Bag. Administrasi dan Akademik Uniyap Jayapura.

Keberlanjutan dari mata kuliah ini sebagai mata kuliah wajib maka

diberikan pula mata kuliah wajib secara kelembagaan, yaitu mata kuliah pendidikan

agama II di semester II, mata kuliah hukum Islam di semester III, mata kuliah Etika

dan Moral di semester IV, dan mata kuliah Hukum Perkawinan Waris Wakaf di

semester V, dan mata kuliah Ekonomi Syariah di semester V. Kelima mata kuliah

ini menjadi mata kuliah secara institusi secara kelembagaan diwajibkan untuk

diajarkan pada peserta didik di lingkungan Universitas Yapis Papua Jayapura. Isi

dari mata kuliah pendidikan agama Islam I akan lebih terurai pada mata kuliah

berikutnya, dan senantiasa berkesinambungan hingga nanti setelah mendapatkan

pelajaran pendidikan agama Islam di lembaga ini diharapkan peserta didik non

muslim maupun muslim dapat menjadi mahasiswa yang pluralis, toleran, bergotong

royong, saling membantu dan peduli terhadap sesama.

Inilah grand desain dari pendidikan agama di lembaga pendidikan perguruan

tinggi di bawah lingkungan Yapis Papua. Siswa bukan saja belajar agama Islam

namun juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Penyusunan

kurikulum Uniyap Jayapura diawali pada rapat dosen yang diawali dengan

pengarahan dari pimpinan perguruan tinggi arah membawa mahasiswa yang diajar

sesuai dengan tujuan yang tertuang dalam visi perguruan tinggi.

Pembelajaran agama Islam bukan saja pada mata pelajaran PAI yang

diwajibkan kepada semua siswa namun juga mata kuliah institusi. Isi materi yang

diajarkan pun kelanjutan dari mata kuliah PAI I.

a. Kurikulum PAI di Universitas Yapis Papua

Proses internalisasi nilai-nilai agama dalam mata kuliah harus ada daya

dukung terhadap kerukunan masyarakat yang beragama dengan menggunakan

pendekatan dan metode pembelajaran pendidikan multikultural, sedangkan untuk

materi dan kurikulumnya disesuaikan dengan kearifan lokal yang cocok dengan

kampus yang ada di Indonesia. Pendidikan agama yang diajarkan di lembaga

pendidikan Yapis di samping memberikan kepuasan sosial dan bathin bagi

pemeluknya juga dalam konteks masyarakat plural juga dapat memberikan penyejuk

dan mencari titik temu bagi pemeluknya. Pendidikan agama tampil sebagai perekat

persaudaraan dan kerukunan di antara umat yang beragama, memberikan

pencerahan dan persaudaraan dalam lingkup sama-sama umat manusia yang hidup

berdampingan dengan sesamanya.

Pembentukan manusia yang patuh dan taat kepada Tuhan adalah tujuan dari

pembelajaran pendidikan agama dan juga menjadi pribadi yang berakhlak mulia

yang mampu mengaplikasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam hidup bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Pendidikan agama Islam yang disusun dan disampaikan

kepada mahasiswa harus memuat nilai-nilai kehidupan yang menyeluruh,

mahasiswa terbiasa menjadikan semua perilaku kepribadiannya terilhami dari materi

PAI yang diajarkan oleh pendidik.

Struktur kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia yang telah menjadi

pemberi fasilitas mahasiswa dalam pemilihan bidang ilmu yang sesuai dengan

kemampuan peserta didik dan minatnya. Kemampuan mahasiswa terimplementasi

161

ke dalam kurikulum yang ada di setiap program studi di Universitas Yapis Papua

Jayapura. Salah satu kurikulum nasional yang diajarkan adalah kurikulum

pendidikan agama yang mana kurikulum pendidikan agama dapat membuat

mahasiswa mampu menguasai ilmu pengetahuan sekaligus menjadi pribadi yang

baik dan berbudi luhur.

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Muhaimin bahwa tenaga

pendidik perlu menitikberatkan pada keimanan kepada Tuhan yang Maha Kuasa

sebagai inti dari penyampaian materi pendidikan agama di perguruan tinggi, bila

pembelajaran yang tidak menitikberatkan pada keimanan kepada Tuhan yang Maha

kuasa dapat berakibat lemahnya keimanan peserta didik yang dapat menimbulkan

krisis multidimensi bangsa.75

Materi atau kurikulum pendidikan agama Islam di perguruan tinggi Yapis

Papua dikembangkan berdasarkan pada situasi umum, latar belakang kebutuhan

mahasiswa, dan situasi serta kondisi pelaksanaan pendidikan agama Islam.

Pengembangan materi dan proses tidak hanya berputar pada pemberian gambaran

utuh pengetahuan tentang agama Islam yang dianut oleh peserta didik namun juga

pencerminan kebutuhan ilmu pengetahuan dan pengembangannya, serta ada

pengasahan kepekaan mahasiswa terhadap masalah terkini dalam bidang ekonomi,

politik, sosial dan budaya.76

Ruang lingkup materi pendidikan agama Islam di Uniyap Jayapura secara

garis besar mencakup ajaran-ajaran Islam yang utuh, menyeluruh, dan punya

totalitas terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak. Ruang lingkup ajaran agama Islam

di perguruan tinggi dapat dilihat pada gambar.

75

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,

Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. x, dalam A.

Rifqi Amin, Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum,

h. 93. 76

Rochmat Wahab, Pembelajaran PAI di PTU: Strategi Pengembangan Kegiatan

Kurikuler dan Ekstra Kurikuler: dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, ed.

Fuaduddin & Cik Hasan Bisri (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 169.

162

Materi pembelajaran pendidikan agama Islam yang diajarkan di Uniyap

Jayapura berkaitan dengan diagram di atas yang memuat pada akidah, syariah dan

akhlak, hal ini sesuai dengan keputusan Dikti tahun 2006 yang disusun dosen

pendidikan agama Islam secara tersistem, terpadu dan terstruktur. Hal ini berdampak

pada seragamnya materi yang diajarkan oleh satu pendidik dengan pendidik lainnya.

Materi pokok yang diajarkan oleh dosen materi pendidikan agama Islam di

Uniyap Jayapura secara teori berturut-turut, namun bisa dapat penekanan yang

diberikan oleh dosen berbeda tergantung kondisi yang dihadapi oleh pengajar

tersebut, misalnya seharusnya mengajar dan menguraikan tentang ibadah, namun

moment yang sedang dihadapi oleh mahasiswa adalah tentang puasa, maka materi

tentang puasa akan didahulukan dibanding tentang ibadah lainnya, hal ini tentu saja

melihat situasi yang dihadapi pada waktu itu. Perubahan yang dilakukan oleh dosen

dengan melihat situasi yang dihadapi tentunya tidak melenceng dari tema pokok di

atas yaitu berkaitan dengan akidah, syariah dan akhlak. Materi ajar yang diberikan

oleh pengajar yang melihat situasi keadaan atau moment yang sedang dihadapi tidak

berarti materi yang diundur menjadi tidak diajarkan, melainkan hanya disesuaikan

saja dengan keadaan saat itu.77

Pengembangan materi yang disesuaikan dengan program studi yang ada di

Uniyap Jayapura, misalnya saja pada program studi manajemen dan akuntansi maka

pengembangan materi yang dilakukan berkaitan dengan ilmu ekonomi yang ada

dalam ajaran agama Islam yaitu ekonomi syariah. Hal ini bisa dikembangkan lebih

jauh bagaimana menjadi pelaku ekonomi yang tidak melanggar ajaran-ajaran Islam

yang dikaitkan dengan sejarah ekonomi umat Islam pada masa nabi Muhammad

saw. Tentunya ada penyelarasan persepsi antara dosen pendidikan agama Islam

dengan dosen mata kuliah yang berkaitan dengan ekonomi.

Pengembangan ini dilakukan selain untuk menarik minat peserta didik

karena sesuai dengan kebutuhan mereka juga ditekankan untuk adanya pendamping

dari materi mata kuliah yang umum. Sehingga PAI dapat bermuatan praktis sebagai

solusi alternatif dalam kehidupan di dunia dan tidak hanya bermuatan materi

normatif yang jauh dari kehidupan nyata.

Tataran penyusunan pengembangan materi secara tertulis sangat mudah

dilakukan berdasarkan topik pembahasan sesuai dengan program studi yang ada di

Uniyap Jayapura, sedangkan pada tataran prakteknya sulit dilakukan. Kejadian ini

terjadi karena kondisi mahasiswa yang belum kuat pada pijakan tentang ajaran

agama Islam yang sesungguhnya. Maka pengembangan materi-materi pendidikan

agama berkesinambungan dengan program studi dan diletakkan setelah materi

pokok yang digunakan sebagai materi inti. Hal ini dilakukan agar peserta didik

memiliki kemampuan dan pengetahuan dasar tentang agama Islam dan cara berpikir

yang utuh dan benar sebelum melangkah pada materi berikutnya. Penggunaan

materi pendidikan agama Islam yang disesuaikan dengan program studi dapat

bermanfaat sebagai dasar dan motivasi mahasiswa dalam penerapan ilmu-ilmu pada

program studi yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Selain itu materi PAI yang

disangkutkan dengan pengetahuan umum. Adanya integrasi materi keilmuan umum

77

Neti S, “Pendidik pada mata kuliah PAI 1 dan PAI 2”, Wawancara pada tanggal

Juli 2020.

163

dengan keilmuan agama di Uniyap Jayapura juga menjadi dasar bagi pengajar untuk

senantiasa bersinergi dengan dosen PAI sebagai usaha penambahan wawasan

keilmuan dan berbagai disiplin keilmuan. Sebagaimana pendidikan agama di

perguruan tinggi merupakan rumpun mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK)

dalam struktur mata kuliah dasar umum (MKDU) yang di dalamnya terdapat

pemahaman dan pengembangan filosofis kepribadian mahasiswa.

Mata kuliah pengembangan kepribadian memuat kaidah-kaidah filosofis

yang cukup tinggi dengan maksud agar timbul keingintahuan mahasiswa dalam

penghayatan, pemahaman, pendalaman dan pengamalan atau ilmu yang telah

diperoleh. Mata kuliah PAI sebagai salah satu mata kuliah inti diusahakan dapat

membentuk karakter, watak, kepribadian, dan sikap serta wawasan beragama dalam

kehidupan sosial. Mata kuliah ini menjadi landasan dan pencerahan bagi mahasiswa

dalam pengembangan ilmu umum yang ditekuni sesuai dengan bidang studi yang

didalami.

Ahmad Watik mengatakan bahwa luasnya pembahasan dalam pendidikan

agama Islam pada perguruan tinggi maka diperlukan kemampuan dosen dalam

pemilihan tema atau pokok bahasan. Pemilihan pokok bahasan dan tema yang

menjadi tujuan kompetensi yang diharapkan pada mahasiswa tercapai, setidaknya

ada kelompok bahasan yang perlu perhatian lebih. Pertama, kedudukan agama

sebagai konfigurasi kehidupan bangsa sehingga dapat dikembangkan ke dalam

pemahaman tentang keterkaitan dan peran agama hubungannya dengan kehidupan.

Kedua, pembahasan pada filosofi agama, tentang ilmu pengetahuan dan teknologi

sebagai bagian dari pengembangan pemahaman yang integral bagi mahasiswa.

Ketiga, nilai dari agama itu sendiri yang harus diaktualisasikan pada kehidupan

berbangsa dan bernegara.78

Bentuk materi pendidikan agama Islam yang mengakomodir pluralisme

organisasi keagamaan yang menjadi kencenderungan mahasiswa dengan cara

diberikan materi yang bisa meredam potensi konflik persaudaraan antar mahasiswa.

Salah satu contoh materi PAI terkandung nilai-nilai sejarah atau terjadinya

perbedaan madzhab, cara menyikapi perbedaan yang terjadi di kalangan masyarakat

yang merujuk pada perbedaan madzhab tersebut dengan bersikap pluralis dan

pendalaman terhadap perbedaan pemahaman fikih yang terjadi di masyarakat.

Bidang fikih merupakan bagian yang banyak menimbulkan perbedaan

pendapat, hal ini dikarenakan masing-masing memiliki argumen hadis yang dapat

dipertanggungjawabkan, maka sikap yang diberikan kepada mahasiswa adalah

memberikan sikap bertoleran terhadap semua perbedaan yang sifatnya cabang.

Mata kuliah pendidikan agama Islam itu secara keseluruhan dalam lingkup

al-Qur‟an, hadis, akidah, akhlak, fikih, dan sejarah yang kesemua ini

menggambarkan bahwa ruang lingkup ini mencakup perwujudan keserasian,

78

Ahmad Watik, Pengembangan Pendidikan Agama, h. 93. Lihat juga Sistem

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada perguruan Tinggi Umum (Studi Kasus di

Universitas Nusantara PGRI Kediri), h. 214.

164

keseimbangan, keselarasan hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan

manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan alam sekitar.79

b. Penerapan Pembelajaran PAI di Uniyap Jayapura

Undang-undang Negara Republik Indonesia pada tahun 1945 pada pasal 31

ayat 1 dan ayat 3 menyebutkan bahwa setiap warga Negara mendapatkan

pendidikan, dan menegaskan bahwa pemerintah berusaha di dalam

menyelenggarakan system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan

ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang

disturb dengan undang-undang.80

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang

menetapkan kurikulum secara nasional dari pendidikan dasar sampai pendidikan

tinggi namun untuk implementasinya setiap satuan pendidikan diberikan otonomi di

dalam pengembangan kurikulum, sebagai hal ini tertera pada undang-undang nomor

12 tahun 2012 yang menyebutkan bahwa Perguruan Tinggi memiliki otonomi dalam

penyusunan kurikulum, dimana pelaksanaan penyusunan kurikulum diperlukan

rambu-rambu yang sama agar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai secara

maksimal.81

Peserta didik di lembaga pendidikan merupakan insan dewasa, sehingga

dianggap memiliki kesadaran dalam mengembangkan potensi diri untuk menjadi

praktisi, intelektual, ilmuwan, dan professional. Maka perubahan dalam proses

pembelajaran menjadi hal yang penting untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa

dalam hal soft skills dan hard skills. Ini tentunya sesuai dengan peraturan yang ada

di pasal 5 undang-undang nomor 12 tahun 2012 yang berisikan menjadikan manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, competent, dan berbudaya untuk

kepentingan bangsa.82

Universitas Yapis Papua yang berada di bawah Yapis Papua merupakan

salah satu perguruan tinggi umum yang mana bukan saja peserta didik yang

beragama Islam menjadi peserta didik di tempat tersebut namun juga ada peserta

didik non Muslim yang berasal dari berbagai daerah yang ada di provinsi Papua

maupun di luar Papua. Mata kuliah dasar umum yang dikenal dengan MKDU secara

umum ada empat mata kuliah yang diwajibkan oleh pemerintah yaitu mata kuliah

Bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Pendidikan

Agama. Mata kuliah pendidikan agama Islam adalah mata kuliah yang diberikan

kepada semua mahasiswa yang berada di Universitas Yapis Papua baik peserta didik

tersebut beragama Islam dan juga beragama non Islam.83

Dalam rangka

79

Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, h. 131. Dalam Arif Rahman

Hakim, Jurnal, Metode Pengajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, (Sekolah

Tinggi Agama Islam Ngawi), h. 5. 80

Republik Indonesia, Undang-Undang RI, Pasal 31 ayat 1 Dan ayat 3. 81

Republik Indonesia, Undang-Undang RI, Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Tinggi. 82

Republik Indonesia, Undang-Undang RI, No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Tinggi. 83

MKDU di Universitas Yapis Papua Jayapura, Observasi, pada tanggal 20 Maret

2020.

165

menyempurnakan capaian pembelajaran maka MKDU yang ada Uniyap Jayapura

maka ditambah dengan mata kuliah Bahasa Inggris, Kewirausahaan, dan mata kuliah

yang mendorong pada pengembangan karakter mahasiswa.

Khusus pada mata kuliah PAI, pemberian mata kuliah pendidikan agama

Islam diberikan pada setiap program studi yang ada di Uniyap Jayapura yaitu dari

program studi Manajemen, Akuntansi, Ilmu Hukum, Ilmu Pemerintahan, Ilmu

Administrasi Publik, Budidaya Perairan, Teknik Sipil, PGSD dan Sistem Informasi.

Hal ini diberikan karena program studi tersebut adalah program studi umum yang

peserta didiknya ada yang beragama Islam ada pula yang beragama non Islam.84

Terkecuali pada program studi Pendidikan Agama Islam yang mana mata kuliah

pendidikan agama Islam yang di dalamnya ada al-Quran, hadis, akidah, akhlak, fikih

dan sejarah sebagai materi yang pokok dalam pembelajaran PAI, telah terurai pada

mata kuliah yang lebih spesifik di dalam program studi Pendidikan Agama Islam.85

Seperti tema al-Qur‟an yang secara spesifik diberikan pada mata kuliah baca tulis al-

Quran I (semester I), Baca Tulis al-Quran II (semester II), Baca Tulis al-Quran III

(semester III), Tafsir I (semester III). Pada tema Hadis yang secara spesifik

diberikan pada mata kuliah Hadis I (semester III). Pada tema Akidah diberikan pada

mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam (semester III). Pada tema akhlak yang diberikan

pada mata kuliah Etika Profesi Keguruan (semester V). Pada tema Fikih yang secara

spesifik diberikan pada mata kuliah Fikih Muamalah (semester III), Qowaidul

Fiqhiyah (semester III), Usul Fikih (semester III), Hukum Perkawinan dan Wakaf

(semester V), Fikih II/Fikih Mawaris (semester V). Tema sejarah secara spesifik

diberikan pada mata kuliah Metodologi Studi Islam (semester I), Sejarah Pendidikan

Islam (semester V).86

Tabel 16 : Mata Kuliah PAI pada Program Studi PAI

No Mata Kuliah Semester Ket.

1

2

3

4

5

Tema al-Qur‟an

- Baca Tulis Al-Quran I

- Baca Tulis Al-Quran II

- Baca Tulis Al-Quran III

- Tafsir I

Tema Hadis

- Hadis I

Tema Akidah

- Ilmu Pendidikan Islam

Tema akhlak

- Etika Profesi Keguruan

Tema Fikih

- Fikih Muamalah

- Qowaidul Fiqhiyah

- Usul Fikih

I

II

III

III

III

III

V

III

III

III

84

Abdul Rasyid, “Wakil Rektor Bidang Kurikulum Universitas Yapis Papua

Jayapura” Wawancara, September 2020. 85

Neti S. “Dekan FKIP Uniyap Jayapura,” Wawancara Juli 2020. 86

Sam Mamonto, “Ketua Program Studi PAI,” Wawancara Juli 2020.

166

6

- Hukum Perkawinan dan Wakaf

- Fikih II/Fikih Mawaris

Tema sejarah

- Metodologi Studi Islam

- Sejarah Pendidikan Islam87

V

V

I

V

Tabel 16 ini menjelaskan bahwa terdapat satu program studi yang mahasiswa

semua beragama Islam dan mendapatkan materi pelajaran agama Islam.

Penegasan dari Undang-Undang No. 12 tahun 2012 bahwa perguruan tinggi

harus memasukkan mata kuliah wajib yaitu Bahasa Indonesia, Pancasila,

Kewarganegaraan, dan Pendidikan Agama. Di samping itu tenaga pendidik pun

harus menjelaskan terlebih dahulu status mata kuliah wajib ini agar tidak adanya

kesalahpahaman dalam pembelajaran terlebih pada mata kuliah Pendidikan Agama

Islam. Dosen memiliki kontrak kerja dengan Uniyap Jayapura yang diwajibkan

menyiapkan satuan acara pembelajaran (SAP). Satuan ajaran pembelajaran ialah

suatu program di dalam pengajaran yang memuat pokok bahasan atau beberapa sub

pokok bahasan untuk diajarkan dalam 1x tatap muka, yang mana di dalam SAP

tersebut memberikan petunjuk secara rinci, pertemuan demi pertemuan, mengenai

tujuan, ruang lingkup materi yang diajarkan, kegiatan belajar mengajar, metode,

materi, media, alat, dan bahan evaluasi pembelajaran yang digunakan.

Abdul Rasyid mengatakan dosen yang mengajar di Universitas Yapis Papua

wajib menyiapkan satuan acara pembelajaran (SAP). Dimana satuan acara

pembelajaran ini meliputi pokok bahasan atau beberapa sub pokok bahasan yang

dipakai dalam satu kali pengajaran atau beberapa kali pengajaran. Kandungan dalam

satuan acara pembelajaran tersebut mengandung tahapan-tahapan pembelajaran dari

awal masuk kelas sampai keluar kelas dan bahkan dengan evaluasi-evaluasi setelah

pembelajaran yang diberikan.88

Muhamad Thoif mengatakan dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam di

Universitas Yapis Papua wajib mempersiapkan perangkat pembelajaran yang biasa

disebut dengan SAP atau di sekolah dasar dan menengah disebut Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Isi dari SAP tersebut memuat urutan-urutan runut

yang dilakukan oleh tenaga pendidik di dalam kelas, menentukan pokok bahasan

yang diajarkan, seperti tentang akidah yang memuat rukun iman, syariah memuat

tentang ibadah yang makhdoh yang wajib yang dikerjakan sesuai dengan tuntunan

dari nabi Muhammad saw maupun ibadah yang perintahnya ada di dalam kitab suci

namun cara pelaksanaannya tidak diatur, hanya ada perintah melaksanakan

ibadahnya. Misalnya perintah untuk bersholawat dan berdzikir, ada perintah untuk

melaksanakan dzikir, namun dzikir kepada Allah seberapa banyak, seberapa sering,

yang penting ada perintahnya, sedangkan pelaksaannya tidak ditentukan. Selain itu

juga manusia dan agama, agama Islam, sumber ajaran agama Islam, kerangka dasar

agama Islam (aqidah, syariah, akhlak), takwa dan ilmu pengetahuan.

Pokok bahasan manusia dan agama, diuraikan akan kebutuhan manusia

dengan agama. Manusia dengan ilmu pengetahuan saja, hal ini dapat menjadikan

87

Sam Mamonto, “Ketua Program Studi PAI,” Wawancara Juli 2020. 88

Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Yapis Papua

Jayapura” Wawancara, September 2020.

167

manusia terus mengembangkan ilmu pengetahuan tanpa kontrol akan lingkungan

sekitar, kalau ilmu tidak dikontrol dengan agama maka yang akan terjadi

ketimpangan pada praktek ilmu di lapangan, misalnya saja ilmu pengetahuan dapat

menghadirkan nuklir sebagai penemuan yang baru, dapat menghadirkan atom di

dalam riset yang didapatkan namun bila digunakan pada penghancuran umat

manusia, menguji coba nuklir pada manusia dapat membinasakan umat manusia.

Secara umum adanya ilmu pengetahuan dan berkembang itu baik, namun dapat

berdampak buruk bila disalahgunakan perkembangan ilmu pengetahuan tersebut

kehancuran umat manusia.

Tabel 17 : Tema PAI pada Program Studi Ilmu Pemerintahan, Ilmu Hukum,

Manajemen, Akuntansi, Budidaya Perairan, Administrasi Negara, dan PGSD.

No. Topik Pembahasan PAI Deskripsi Pluralistik dalam PAI

1 Manusia

Manusia dalam Pandangan agama Kristen,

Katholik, Hindu, dan Budha

2 Agama Deskripsi tentang agama di Indonesia

3 Agama Islam Agama Samawi dan Agama Ardi

4 Akidah Islam: Deskripsi Pembahasan Rukun Iman

Kristen: Deskripsi Trinitas

Hindu: Deskripsi iman kepada Dewa Brahman

Budha: Deskripsi iman kepada Budha

5 Syariat Bentuk peribadatan pada setiap agama

Islam dengan Sholat

Kristen dengan Sembahyang

Hindu dengan Sembahyang

Budha dengan Sembahyang

6 Akhlak Hubungan antar agama

Islam = Lakum dinukum waliyadin / al-kafirun

ayat 6

Kristen = bila ditempeleng pada pipi kiri maka

kasih lah pipi kanan juga

Pada tabel 17 ini menjelaskan akan materi ajar yang berikan pada semua

peserta didik yang berada di perguruan tinggi Yapis Papua.

Model perkuliahan yang diajarkan di Universitas Yapis Papua Jayapura ditulis

pula oleh Munawar Rahmat yang menawarkan perkuliahan PAI dengan model

perkuliahan PAI yang damai, moderat dan toleran dimana peserta didik yang

diajarkan dengan beragam madzhab yang ada di dalam kelas meskipun dosennya

bermadzhab salah satu madzhab. Pengajaran keberagaman madzhab secara fikih

maupun keberagaman madzhab secara teologi89

masih menurut Munawar bahwa

PAI yang toleran, damai dan moderat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya

keterbukaan dosen di dalam mengajar, substansi materi ajar yang inklusif, dan

penggunaan metode perkuliahan yang argumentatif-dialogis. Sikap tenaga pengajar

yang terbuka ini dimunculkan dengan cara memilih materi ajar yang substantif dan

inklusif. Keterbukaan metode pembelajaran ditunjukkan dengan menggunakan

89

Munawar Rahmat, “Model Perkuliahan PAI Yang Damai, Moderat, dan Toleran”

Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.12 No.1 Tahun 2018. h. 45.

168

metode pembelajaran yang argumentatif dialogis seperti cross-madzhab, tipologi

madzhab.90

Sebagai contoh dari materi ajar yang inklusif yaitu pada tema sebagaimana

tabel berikut.

Pada tema: makna

beragama Islam adalah

tunduk dan patuh

secara mutlak kepada

Allah dan rasulnya.

Agama (اىذ) adalah اىخضع اىطيق yaitu tunduk secara

mutlak (kepada Allah), sedangkan kata Islam berasal

dari tiga akar kata yaitu اس ي (berserah diri, tunduk), سي

atau خ ,(damai, tentram) سي .(selamat) سال

- bermaksud berserah diri tunduk patuh kepada اسي

Allah swt, penyembahan hanya kepada Allah bukan

kepada yang lainnya.

- atau سي maksudnya bila orang memilih Islam سي

maka hatinya akan damai jiwanya akan tentram, ini

didasarkan pada firman Allah, orang yang beriman

hatinya akan tentram karena hatinya selalu berdzikir.

Selain itu pula memiliki makna bahwa Islam

menjunjung kedamaian dan keharmonisan.

خ - .maksudnya orang yang ber-Islam akan selamat سال

Terselamat dari siksa di neraka dan akan dimasukkan

di dalam syurga.

Tema keyakinan

bermadzhab adalah

sebuah keniscayaan

- Sebelum Nabi wafat, seluruh kaum muslimin

merujuk kepada Nabi, Islam hanya satu dan tanpa

madzhab.

- Setelah Nabi wafat, ada dua madzhab yaitu madzhab

sahabat (cikal bakal madzhab sunni) dan madzhab

ahlul bait (cikal bakal madzhab syiah). Referensi

Islam madzhab sahabat adalah al-Qur‟an, sunnah yang

terekam dalam hafalan, kesaksian dan catatan para

sahabat; sedangkan referensi Islam madzhab ahlul bait

adalah imam yang datang silih berganti hingga 12

imam. Hal ini menunjukkan kalau madzhab sahabat

langsung berijtihad setelah Nabi wafat, sedangkan

madzhab ahlul bait itu berijtihad setelah gaibnya

imam ke 12. Setelah itu Islam sunni terbentuk ke

dalam beberapa madzhab teologi (asy‟ariah,

maturidiyah, mu‟tazilah). Hukum/fikih (Hanafi,

Maliki, Syafii, dan Hambali). Islam syiah pun menjadi

beberapa madzhab yang terbesar adalah syiah 12

imam. Selain ini, selain Sunni dan Syiah pada abad

18-19 lahir wahabi, dan abad 20 lahir ahmadiyah. Di

Indonesia terbentuk semacam madzhab, yakni: NU

(elektif sunni-syiah) Muhammadiyah (elektif sunni-

wahhabi), dan persatuan Islam (lebih dekat ke

90

Munawar Rahmat, “Model Perkuliahan PAI Yang Damai, Moderat, dan Toleran”

Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.12 No.1 Tahun 2018. h. 49.

169

wahabi).

- Perbedaan madzhab itu sebuah keniscayaan, karena

(1) perbedaan pemahaman terhadap al-Qur‟an,

misalnya ayat muhkam-mutasyabihat, tanzil-takwil,

nasikh-mansukh, serta am-khos. (2) Perbedaan para

ahli hadis dalam menentukan keshohihan sebuah

hadis. (3) Perbedaan metode ijtihad.

- Maka atas dasar itulah semua madzhab boleh

berijtihad, tidak boleh satu madzhab mengklaim

bahwa madzhabnya yang lebih sedangkan madzhab

lain sesat/kafir. Vonis sesat atau kafir itu otoritasnya

Allah.

Metode pembelajaran PAI seperti ini mengungkapkan secara deskripsi tentang

perbedaan pemahaman dari penganut agama tanpa adanya penilaian mana yang

benar dan mana yang salah, pembelajaran model ini mengungkapkan dari setiap

madzhab yang berbeda. Metode pembelajaran ini menggunakan metode tipologi

agamanya Ali Syari‟ati. Metode tipologi agama merupakan sebuah metode yang

dipakai secara luas di Eropa untuk mengetahui dan memahami manusia. Dilihat dari

tipologinya manusia dapat dikategorikan sebagai berkarakter sanguine91

, koleris92

,

melankolis93

, plegmatik94

. Demikian juga dengan agama dapat dikategorikan sebagai

bertipe Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Konghuchu dan lainnya. Tipologi

ini tidak menilai suatu agama lebih baik dibandingkan agama lainnya melainkan

secara deskriptif masing-masing tipe agama dengan segala ciri-cirinya. Metode

tipologi agama memiliki dua ciri penting, yaitu: pertama, mengidentifikasi lima

aspek agama (Tuhan, Nabi, Kitab Suci, Situasi Kedatangan Nabi, dan Individu-

individu pilihan yang dilahirkan oleh setiap agama). Dan kedua, mendeskripsikan

aspek agama tersebut dengan aspek yang sama dalam agama lain.95

Makna madzhab dalam tipologi madzhab bukanlah madzhab teoritis dan

klasik semacam Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali dalam bidang fikih. Atau dalam

bidang teologi seperti madzhab Asy‟ari, Maturidi, atau madhab Mu‟tazilah. Makna

madzhab dalam tipologi madzhab adalah madzhab-madzhab nyata yang ada di

masyarakat dengan ciri-cirinya yaitu (adanya ajaran, adanya jamaah, adanya ulama,

adanya lembaga pendidikan) misalnya Sunni-Syi‟ah Wahabi dan Ahmadiyah di

dunia Islam atau NU-Muhammadiyah di Indonesia.

91

Bersifat ceria dan optimis, namun mudah menjadi agresif apabila menghadapi

tekanan. 92

Bertemperamen emosional; sangat cepat bereaksi dan mudah memuncak emosinya

apabila menghadapi ancaman. 93

Dalam keadaan pembawaan lamban, pendiam, murung, sayu; sedih; muram. 94

Bersifat tidak emosional; bersifat tenang. 95

Dabla, B.A., Ali Syari‟ati dan Metodologi Pemahaman Islam,” Terj. Bambang

Gunawan. Jurnal Al-Hikmah Yayasan Muthahari Bandung, Vol. 199, No. 4. (November

1991-Februari 1992), yang dikutip kembali oleh Munawar Rahmat, “Model Perkuliahan PAI

Yang Damai, Moderat, dan Toleran” Nadwa: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.12 No.1 Tahun

2018. h. 45.

170

Dari ini model perkuliahan pembelajaran PAI yang damai toleran dan moderat

menggunakan pemilihan materi PAI yang substantif dan metode perkuliahan dengan

metode tipologi agama maupun tipologi madzhab yang dialogis argumentatif agar

mahasiswa dapat memahami ajaran utama agama-agama secara lebih luas dan

mendalam. Hal ini pula dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap

agama-agama dan madzhab-madzhab yang berbeda.

Penjelasan di atas mengungkapkan bahwa proses internalisasi nilai-nilai

agama pada mata kuliah pendidikan agama Islam harus ada daya dukung terhadap

sikap pluralisme antar umat beragama dengan demikian pada wilayah materi

pembelajaran PAI, seorang dosen memilih materi-materi yang mendukung

terciptanya sikap saling bertoleransi di antara peserta didik dan juga di dalam

pengimplementasian pembelajaran digunakan metode pembelajaran multikultural.

Materi dan kurikulumnya diubah disesuaikan dengan kearifan lokal yang cocok

dengan masing-masing kampus di Indonesia khususnya di Universitas Yapis Papua

Jayapura. Oleh karena itu kurikulum di Uniyap Jayapura dikembangkan berdasarkan

pada situasi umum, latar belakang kebutuhan mahasiswa, dan kondisi yang ada pada

umumnya di lingkungan perguruan tinggi Papua.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Muhamad Thoif dosen pengampu mata

kuliah pendidikan agama Islam bahwa materi inti pada mata kuliah ini meliputi:

Akidah, Syariah dan Akhlak. Topik bahasan yang disampaikan di kelas dapat

dikelompokkan pada empat kategori yaitu: kategori yang pertama sebagai pengantar

mata kuliah, kategori kedua sumber hukum Islam, kategori ketiga etika dan akhlak,

dan ketegori keempat pengayaan materi. Pada kategori yang pertama berisi materi

pengantar, menyampaikan adanya hubungan hukum al-Qur‟an sebagai syariat

dengan hukum alam sebagai sunnatullah. Hierarki hukum (hukum agama, hukum

alam, hukum akal, hukum wadh‟i dan hukum adat). Materi pengantar ini berisi pula

konsep alam dan manusia, hubungan manusia dengan sesama manusia, manusia

dengan alam sekitar. Pada kategori kedua berisikan sumber ajaran agama Islam yang

berisikan sumber hukum Islam yaitu al-Qur‟an, hadis, ijma dan qiyas, sumber

hukum yang ada di dalam al-Qur‟an masih secara umum, masih dalam global oleh

karenanya perlu diperinci di dalam hadis, dan bila terdapat perkara yang belum

terjadi di masa nabi namun terjadi di masa sahabat dan tabiin atau masa sekarang

maka menggunakan ijma para ulama dan juga penggunaan qiyas dengan tetap

merujuk pada dalil dalil al-Qur‟an yang masih umum maupun hadis yang tidak

secara spesifik membahas tentang sebuah persoalan hukum yang terjadi di kalangan

masyarakat untuk ditetapkan hukumnya. Kategori yang ketiga yang memuat tentang

etika dan akhlak yang merupakan penerapan dari ajaran agama Islam, bagaimana

hubungan yang dibangun hamba tersebut dengan dirinya, hubungan yang dibangun

dengan sesamanya, hubungan yang menampakkan dengan alam sekitar. Ada nilai

yang ditonjolkan setelah melaksanakan ajaran agama Islam. Termasuk etika dalam

pengembangan sains teknologi dan ilmu pengetahuan. Pada kategori yang keempat

berisikan pengayaan materi. Hal ini berfungsi untuk memperkaya khazanah

keilmuan mahasiswa, antara lain berisi pemaparan tentang aliran di dalam Islam,

171

paham keagamaan, studi kritis tarekat dan tasawuf, serta pembahasan tentang ilmu

rasional.96

Materi yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah pendidikan agama

Islam di Universitas Yapis Papua Jayapura mengacu pada dasar di dalam agama

Islam yaitu akidah, syariah dan akhlak yang dikembangkan berdasarkan pada surat

keputusan dari Dikti No. 38 tahun 2002 yang terurai pada pada program satuan acara

pembelajaran. Bertujuan mengantarkan peserta didik sebagai pribadi pembelajar

yang belajar sepanjang hayat untuk dapat menjadi ilmuwan yang berkepribadian

dewasa yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan kehidupan.97

Tabel 18 : Topik Bahasan dan Cakupan

No Topik Bahasan Cakupan

1 Tuhan Yang Maha Esa

dan Ketuhanan - Keimanan dan ketakwaan

- Filsafat ketuhanan

2 Manusia - Hakikat manusia

- Hakikat dan martabat manusia

- Tanggung jawab manusia

3 Moral - Implementasi iman dan takwa dalam

kehidupan sehari-hari

4 Ilmu pengetahuan,

Teknologi dan Seni - Iman, ilmu dan amal sebagai kesatuan

- Kewajiban menuntut ilmu dan mengamalkan

ilmu

- Tanggung jawab terhadap alam dan

lingkungan

5 Kerukunan antar umat

beragama - Agama merupakan rahmat bagi semua

- Hikikat kebebasan dalam pluralitas beragama

6 Masyarakat - Peran umat beragama dalam mewujudkan

masyarakat madani yang sejahtera

- Tanggung jawab umat beragama dalam

mewujudkan hak-hak asasi manusia (HAM) dan

demokrasi

7 Budaya - Tanggung jawab umat beragama dalam

mewujudkan cara berpikir kritis (akademis),

bekerja keras dan bersikap fair

8 Politik - Kontribusi agama dalam kehidupan politik

bernegara dan berbangsa

9 Hukum - Menumbuhkan kesadaran untuk taat hukum

yang telah ditetapkan oleh Tuhan

- Peran agama dalam perumusan dan penegakan

hukum yang adil

96

Zaidir, “Dosen Pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam”, Wawancara pada

bulan Januari 2021. 97

Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas RI No.

38/DIKTI/Kep/2002 Tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan

Kepribadian di Perguruant Tinggi. Pasal 4. h. 3.

172

- Fungsi profetik agama dalam hukum

Universitas Yapis Papua memiliki kebijakan dalam penerapan mata kuliah

PAI, yang mana di dalam kebijakan tersebut mata kuliah PAI sebagai mata kuliah

dasar umum yang dalam SK DIKTI No.38 tahun 2002 termasuk dalam mata kuliah

pengembangan kepribadian memiliki kelanjutkan pada semester berikutnya, yaitu

mata kuliah PAI 1 (semester 1), mata kuliah PAI II (semester 2), mata kuliah

Hukum Islam (semester 3), mata kuliah Etika dan Moral (semester 4), mata kuliah

eknomi syariah (semester 5) dan mata kuliah Hukum Perkawinan, Waris dan Wakaf

(semester 5). Kelima mata kuliah ini menjadi mata kuliah wajib institusi. Mata

kuliah tersebut ditempuh 2 SKS (sistem kredit semester) yang diharapkan setelah

mengikuti perkuliahan pada 5 mata kuliah ini mahasiswa memiliki kompetensi: 1)

kemampuan untuk memahami pengetahuan pokok-pokok ajaran agama Islam, 2)

mampu menerapkan nilai-nilai ajaran agama khususnya nilai ajaran agama Islam

yang sama nilainya dengan ajaran agama lainnya. Sebagai landasan berpikir dan

berperilaku dalam ilmu dan profesi yang digeluti, 3) kemampuan menyelesaikan

masalah agama yang terjadi di dalam kehidupan mahasiswa.

Perkuliahan mata kuliah PAI di Universitas Yapis Papua dilaksanakan dengan

tatap muka, selain itu pembelajaran dilakukan dengan diskusi kelas, terstruktur

membuat makalah dengan topik dan silabus perkuliahan dan dipresentasikan di

depan kelas. Pelaksanaan ini berdasarkan SAP yang telah disusun, yang telah

disepakati oleh kebijakan institusi dengan tetap mengacu pada kurikulum

pendidikan agama Islam yang diberikan pada perguruan tinggi umum, berikut ini

beberapa contoh rincian satuan acara pembelajaran yang telah disusun oleh Neti S di

Universitas Yapis Papua Jayapura.98

Rincian materi PAI di Uniyap Jayapura menekankan keselarasan,

keseimbangan, dan keserasian hubungan antara manusia dengan manusia (sesama

mahasiswa dan mahasiswi) maupun hubungan tersebut dengan alam sekitar. Hal ini

dapat diketahui pada materi yang diajarkan dosen PAI pada mahasiswa, lebih

jelasnya dapat dilihat pada penjelasan SAP PAI sebagai berikut:

Pada pertemuan yang pertama, pendidik memaparkan materi pokok yaitu

berkaitan dengan orientasi mata kuliah PAI, tujuan, rencana proses, kontrak kuliah

dan evaluasi yang dilakukan dosen setelah pembelajaran ini selesai. Teknik yang

dipakai dosen pada pertemuan pertama ini adalah dengan metode ceramah dan tanya

jawab, pengambilan nilai pada pertemuan ini dilakukan dari kehadiran, partisipasi,

tugas, dan etika. Penyampaian materi ini membutuhkan waktu selama 2x45 menit.

Pertemuan yang ke II, dosen PAI akan menyampaikan materi tentang Tuhan

dalam pandangan Barat dan Islam. Pada materi ini dosen pembelajaran PAI

menggunakan pembelajaran metode ceramah dan partisipasi dari peserta didik, hal

ini dilakukan untuk melihat respon dari peserta didik terhadap topik yang disajikan,

mungkin saja ada persamaan dengan pengetahuan yang didapat oleh peserta didik

sebelum di kelas. Kehadiran, partisipasi, tugas dan etika mahasiswa di dalam kelas.

Penyampaian materi ini membutuhkan waktu 2x45 menit.

98

Neti S., “Dosen Pengampu Mata Kuliah PAI 1dan PAI 2”, Wawancara pada

Agustus 2020.

173

Pertemuan ke III, dosen menyampaikan materi pokok mengenai konsep

Tuhan dalam pandangan Agama-agama yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu

Konghuchu dan Budha. Dosen PAI menjelaskan konsep ketuhanan menurut Islam,

Kristen, Hindu dan Budha. Penyampaian materi ini dilakukan oleh dosen dengan

menggunakan teknik pembelajaran ceramah dan tanya jawab, nilai yang diambil

oleh dosen pada pertemuan ke III ini dengan cara melihat kehadiran, partisipasi,

tugas, dan etika di dalam proses pembelajaran. Penyampaian materi ini

membutuhkan waktu 2x45 menit.

Pertemuan ke IV, dosen menyampaikan materi pokok yaitu pembuktian

adanya Allah Tuhannya orang Islam dengan menggunakan metode pembuktian

ilmiah, adanya alam semesta menunjukkan bahwa alam semesta ini tidak hadir

dengan sendirinya. Dalam penjelasan ini dosen menjelaskan adanya Tuhan dengan

berbagai analogi yang dapat dipertanggungjawabkan. Teknik yang dipakai adalah

dengan ceramah dan tanya jawab, pengambilan nilai dengan melihat kehadiran

peserta didik di kelas, partisipasi dalam pembelajaran, pemberian tugas dan etika

mahasiswa selama proses pembelajaran. Alokasi waktu yang dipakai oleh dosen

dalam pembelajaran ini adalah 2x45 menit.

Pertemuan ke V, pendidik menyampaikan materi tentang pengertian iman,

wujud iman, dan proses terbentuknya iman. Memberikan penjelasan macam-macam

iman. Teknik yang dipakai oleh dosen adalah ceramah dan tanya jawab, penilaian

yang dilakukan oleh dosen diambil dari kehadiran mahasiswa dalam setiap tatap

muka, partisipasi di dalam proses pembelajaran, demikian pula sikap yang

ditunjukkan selama proses tersebut. Pemberian materi ini membutuhkan alokasi

waktu selama 2x45 menit.

Pada pertemuan yang ke VI, dosen menyampaikan pokok bahasan tentang

teori tentang manusia dan definisi manusia menurut para ahli. Teknik pembelajaran

yang dipakai oleh dosen ketika menyampaikan materi ini dengan metode ceramah

dan tanya jawab, penilaian yang dilakukan oleh dosen diambil dari kehadiran peserta

didik, partisipasi di dalam kelas, etika dan tugas. Penyampaian materi ini memakan

waktu selama 2x45 menit.

Pertemuan yang ke VII, dosen akan memaparkan materi pokok tentang sifat

hakikat manusia, model dan kualitas manusia dalam hubungan dengan manusia

lainnya. Unsur-unsur hakikat manusia, dimensi-dimensi kemanusiaan, model dan

kualitas manusia dalam hubungan. Teknik yang dipakai oleh dosen PAI di Uniyap

Jayapura adalah menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Penilaian dari

pertemuan ini dilakukan melalui kehadiran peserta didik di dalam ruangan kelas,

partisipasi, etika serta pemberian tugas. Penyampaian materi ini membutuhkan

waktu yaitu 2x45 menit.

Pada pertemuan selanjutnya yaitu pada pertemuan yang ke VIII, dosen

mereview materi yang telah diberikan dari pertemuan pertama sampai pada

pertemuan yang ke 8, di samping itu pula diberikan soal untuk mengetes materi yang

telah di dapatkan selama ini.

Pertemuan yang ke IX, di dalam pertemuan ini dosen menyampaikan materi

tentang pengertian agama baik secara etimologis, terminologies, dan pengertian

agama dari beberapa para ahli. Kemudian dosen menyampaikan fungsi agama,

tujuan agama dan beragama, unsur-unsur yang ada pada agama, dan bagaimana

174

manusia itu beragama. Pada materi ini seorang dosen menyampaikan dengan cara

ceramah dan tanya jawab. Penilian setelah pertemuan ini dilakukan dengan melihat

kehadiran peserta didik di dalam kelas, partisipasi mengajukan pertanyaan atau

menyanggah statemen, maupun etika yang dimiliki oleh peserta didik selama proses

pembelajaran di dalam kelas. Pertemuan ini dibutuhkan waktu yaitu 2x45 menit.

Pertemuan yang ke X, dosen menyampaikan materi tentang pengertian bahasa

dan istilah dari agama Islam, aspek-aspek apa saja yang dimuat di dalam agama

Islam. Metode ceramah dan tanya jawab masih mendominasi dalam penyampaian

materi yang dilakukan dosen PAI. Penilaian pun sama dengan pertemuan

sebelumnya yaitu menggunakan kehadiran sebagai sentra penilaian, partisipasi, etika

dan pemberian tugas setelah selesai dari penyampain materi. Membutuhkan waktu

2x45 menit.

Pertemuan yang ke XI, dosen menyampaikan materi tentang pengertian al-

Quran secara etimologi dan terminology, pokok kandungan yang ada di dalam al-

Qur‟an, sejarah turunnya, makiyyah dan madaniyah, naskh wal Mansukh yang

disampaikan materi al-Quran secara umum saja dengan memberikan contoh pada

pelarangan minimum minuman yang di larang (khamr). Pelarangan minuman bukan

langsung pada larangan minum khomr, melainkan dengan sebuah proses.

Penyampain materi ini menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Penilaian

dilihat dari kehadiran peserta didik di dalam ruangan kelas, keaktifan bertanya, serta

memberikan respon terhadap permasalahan yang muncul di dalam kelas, dan

pemberian tugas. Pertemuan ini membutuhkan waktu selama 2x45 menit.

Pertemuan yang ke XII, dosen menyampaikan materi tentang hadis, menurut

pengertian, perbedaan hadis dengan sunnah, pengertian hadis menurut ahli tafsir,

pengertian hadis menurut ahli hadis, pengertian hadis menurut ahli fikih. Pembagian

dari hadis yang dilihat dari segi kualitas dan kuantitas, pembagian hadis dilihat dari

sisi periwayatannya. Penyampaian materi ini menggunakan metode ceramah dan

tanya jawab. Penilaian dilihat dari kehadiran peserta didik di dalam ruangan kelas,

keaktifan bertanya, serta memberikan respon terhadap permasalahan yang muncul di

dalam kelas, dan pemberian tugas. Pertemuan ini membutuhkan waktu selama 2x45

menit.

Pertemuan yang ke XIII, materi pokok dalam pertemuan ini membahas

tentang ijtihad, pengertian dan pembagiannya. Syarat menjadi mujtahid, dan jenis-

jenis ijtihad yang dilakukan. Penyampaian materi ini menggunakan metode ceramah

dan tanya jawab. Penilaian dilihat dari kehadiran peserta didik di dalam ruangan

kelas, keaktifan bertanya, serta memberikan respon terhadap permasalahan yang

muncul di dalam kelas, dan pemberian tugas. Pertemuan ini membutuhkan waktu

selama 2x45 menit.

Pada pertemuan yang XIV, disini dosen memberikan salah satu ujian sebagai

penutup mata kuliah di semester tersebut. Materi yang berikan oleh dosen diambil

dari materi yang disampaikan pada pertemuan pertama sempai pada pertemuan yang

ke 13.

Proses pembelajaran materi PAI yang terjadi di lingkungan Universitas Yapis

Papua jayapura tidak memisahkan dan membedakan etnis maupun strata sosial,

bahkan dari agama yang dianut oleh peserta didik semuanya diajarkan mata kuliah

pelajaran pendikan agama Islam. Strategi pempelajaran yang dilakukan oleh dosen

175

pendidikan agama Islam di Uniyap Jayapura menggunakan pendekatan ekspositori

yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang

pendidik kepada peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai

materi pelajaran secara optimal dan juga strategi inkuiri yang menekankan kepada

proses mencari, menemukan. Metode pembelajaran inkuiri ini merupakan rangkaian

kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analisis

untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang

dipertanyakan. Metode yang dipakai oleh dosen di dalam pembelajarannya adalah

dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, dan pemberian tugas.

Tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah PAI berupa mengerjakan tugas dengan

tulisan tangan tiap tema perkuliahan. Sumber belajar yang digunakan oleh dosen

pendidikan agama Islam yaitu diambil dari jurnal, buku, skripsi, thesis, dan disertasi

maupun dari sumber-sumber lainnya. Media pembelajaran yaitu dengan

menggunakan laptop, infokus, dan e-learning. Sebagaimana yang dikatakan oleh

Neti S. bahwa evaluasi yang dilakukan oleh dosen berdasarkan pada teknik

pengambilan nilai akhir yang didasarkan dari beberapa aspek yaitu kehadiran di

dalam kelas yang minimal 80% sebagai syarat mengikuti ujian akhir semester,

aktivitas dan partisipasi keaktifan di dalam kelas, tugas individu mahasiswa, nilai

UTS, dan nilai dari UAS.99

Evaluasi pembelajaran ini mengukur dan menilai efektivitas mengajar serta

berbagai metode mengajar yang telah dilaksanakan oleh pendidik dan peserta didik

dengan tujuan merangsang kegiatan siswa dalam proses pembelajaran yang mungkin

timbul dari diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasi masing-

masing. Evaluasi juga bertujuan mencari dan menemukan berbagai faktor penyebab

berhasil atau tidaknya proses di dalam pembelajaran sehingga dari evaluasi ini dapat

memberikan masukkan yang konstruktif bagi pembelajaran pendidikan agama Islam

berikutnya. Penilaian yang diambil oleh dosen PAI berasal pada 5 aspek penilaian

yaitu dari kehadiran, sikap, nilai tugas, nilai UTS, dan nilai UAS. Nilai akhir

diperoleh dari akumulasi nilai aspek sesuai dengan bobot dan nilai kemudian di bagi

5 sehingga secara sederhana perhitungannya dapat dirumuskan sebagai berikut.

Kehadiran + Sikap + Tugas + UTS + UAS = 500 = …

5 5

Nilai akhir berkisar dalam rentang angka 0 s.d. 100. Angka tersebut kemudian

dikonversikan ke dalam bentuk nilai A, B, C, D, dan E dengan ketentuan sebagai

berikut:

Indeks Nilai Keterangan

A 81-100 Lulus

B 70-80 Lulus

C 60-69 Lulus

D 50-59 Tidak Lulus

E 0-49 Tidak Lulus

99

Neti S, “Dosen PAI pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNIYAP Jayapura”,

Wawancara, Januari 2020.

176

Evaluasi mahasiswa di dalam pembelajaran khususnya pada aspek kehadiran

dilakukan pada saat proses dalam tatap muka pembelajaran yang sedang

berlangsung dan dosen yang bersangkutan dapat melihat langsung bagaimana

kehadiran mahasiswa dan dapat memberikan peringatan kepada peserta didik yang

jumlah kehadirannya kurang dari batas minimal. Evaluasi kehadiran mahasiswa

mengacu pada buku peraturan akademik Uniyap Jayapura yang mahasiswa

diperkenankan untuk mengikuti UTS dan UAS bila mahasiswa mengikuti kegiatan

perkuliahan sebanyak lebih dari 10 kali pertemuan (75%). Artinya mahasiswa harus

memiliki jumlah kehadiran minimal 75% untuk bisa meneruskan pembelajaran pada

mata kuliah pendidikan agama Islam yang diikuti. Untuk mata kuliah dengan bobot

2 sks, pertemuan dalam satu semester adalah 14 kali. Maka seorang peserta didik

dapat mengikuti pembelajaran mata kuliah sampai selesai minimal 10 kali tatap

muka, bila kurang dari itu dinyatakan tidak boleh mengikuti evaluasi pembelajaran.

Neti mengatakan bahwa kehadiran mahasiswa yang diharapkan oleh dosen harus

sesuai dengan ketentuan berapa kali pertemuan dalam satu kelas. Jika 12 kali

pertemuan ya, diharapkan juga 12 juga. Tetapi kita para dosen yang mengerti

keadaan para mahasiswa kami disini. Mungkin saja di antara mereka yang masih

sibuk dengan pekerjaan atau juga karena sakit dan halangan-halangan yang terjadi

pada mahasiswa itu sendiri. Biasanya ibu akan memberikan tugas tambahan bagi

mereka yang nilai dan daftar kehadirannya kurang dapat memperbaiki nilai

mereka.100

Kehadiran mahasiswa dalam tatap muka perkuliahan di kelas dari aspek

kehadiran dengan indikator mengisi daftar kehadiran. Daftar presensi yang

diedarkan secara mandiri oleh mahasiswa kemudian diklarifikasi oleh dosen

pengampu untuk memvalidasi dengan memanggil ulang atau cek kembali satu

persatu keabsahan tanda tangan. Proses penyelenggaraan melibatkan dosen

pengampu untuk mengklarifikasi dan menvalidasi kehadiran mahasiswa melalui cek

tandatangan. Teknik diserahkan sepenuhnya kepada dosen bersangkutan untuk

mendapatkan information yang valid dan akurat.

Salah seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi Uniyap Jayapura mengatakan:

pembelajaran di Fakultas ini yang dimulai dari pagi sampai sore, saya yang juga

sebagai mahasiswa namun disaat yang bersamaan saya harus bekerja untuk dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar biaya kuliah. Saya bekerja di salah

satu toko di Jayapura yang dimulai dari jam 09.00 s.d. 17.00. Pulang dari tempat

kerja lalu langsung ikut kuliah walau datang terlambat. Keterlambatan ini

disampaikan kepada dosen mata kuliah untuk mendapatkan keringanan dan diijinkan

masuk di dalam kelas. Karena pilihan dilematis yang dihadapi oleh saya pribadi

karena harus mencari uang untuk biaya kuliah dan sekolah untuk dapat

meningkatkan strata sosial serta memudahkan tawaran kerja kalau mendaftar

pekerjaan dengan ijazah S1.101

100

Neti S. “Dosen PAI pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uniyap Jayapura”,

Wawancara Januari 2020. 101

Pawa, Mahasiswa semester IX Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uniyap Jayapura,

Wawancara , October 2020.

177

Sebagaimana yang disampaikan oleh Pawa seperti itu pula yang dialami Nova

mahasiswa program guru sekolah dasar. Saya tidak bekerja di pagi hari sebagaimana

kawan-kawan lainnya yang menambah uang kuliah dengan bekerja di pagi hari. Hal

ini dilakukan karena kebanyakan tempat kerja yang menyediakan kerja part time

(paruh waktu) pekerjaannya sampai jam 16.00, tentunya akan menggangu waktu

kuliah. Karena jarak pulang dari tempat kerja itu membutuhkan waktu sekitar 30

menit, kalau sampai di kampus harus masuk kuliah langsung maka akan sangat

menyiksa diri. Oleh karena itu saya tidak mengambil kerja di pagi hari.102

Kehadiran mahasiswa yang memenuhi jumlah batas maksimal dalam satu

kelas itu juga mempengaruhi suasana keadaan kelas, semangat belajar itu meningkat

pula, karena yang banyak mahasiswa yang mendengar mata kuliah yang

disampaikan oleh dosen. Sebagaimana yang disampaikan oleh Hari salah satu

mahasiswa non Muslim di program studi Ilmu Hukum Uniyap Jayapura: saya

senang bila dalam kelas itu mahasiswanya banyak atau memenuhi jumlah maksimal

dalam satu kelas yang telah ditentukan oleh program studi. Kalau kawan-kawan saya

datang di kelas maka saya juga semangat untuk belajar pendidikan agama.103

Wawancara kepada beberapa mahasiswa lintas program studi di Universitas

Yapis Papua Jayapura, tentang aspek kehadiran mahasiswa di dalam kelas dapat

diketahui bahwa kehadiran mereka di dalam kelas menjadi aspek penilaian dosen

dalam evaluasi pembelajaran. Hal ini dilakukan agar mahasiswa datang dan belajar

sesuai dengan mata kuliah yang telah dikontrak pada awal semester ganjil. Namun

perlu memperhatikan keadaan mahasiswa yang tidak semua dari mahasiswa murni

(lulusan SMA/SMK lanjut perguruan tinggi) namun juga karena keterbatasan

ekonomi yang dihadapi oleh sebagian mahasiswa maka kerja paruh waktu menjadi

pilihan untuk dapat mengejar cita-cita yang lebih tinggi. Sehingga pada pagi hari

mereka bekerja dan sore harinya mereka berkuliah.

Keterbatasan yang hadapi oleh mahasiswa yang bekerja perlu kecakapan

dosen dan tenaga pendidik lainnya untuk dapat memberikan tugas tambahan, dan

berbagai tugas sebagai pengganti dari ketidakhadiran mahasiswa di dalam ruang

kelas. Ini yang harus dilakukan oleh dosen sebagai solusi dalam menghadapi

mahasiswa yang tidak hadir tepat waktu dikarenakan masih di tempat kerja.

c. Aspek Perilaku

Tujuan dari pembelajaran pendidikan agama Islam diharapkan mahasiswa

dapat berperilaku baik, menghargai orang lain dan menghormati sesama

sebagaimana yang dikatakan oleh dosen PAI, Muh. Abdul Mukti bahwa

pembelajaran PAI yang diberikan kepada mahasiswa di Uniyap Jayapura adalah

menjadi manusia yang dapat mengerjakan perintah agama yang dianut sesuai dengan

keyakinan dan kepercayaan dari peserta didik dan juga dapat berperilaku sopan, baik

dan menghormati akan perbedaan yang terjadi di sekitar, baik itu perbedaan karena

budaya dan etnis maupun perbedaan dari sisi agama yang dianut oleh warga Uniyap

102

Nova, Mahasiswa semester III Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Wawancara,

October 2020. 103

Hari, Mahasiswa Semester III Fakultas Hukum Uniyap Jayapura, Wawancara,

October 2020.

178

Jayapura.104

Senada yang disampaikan Neti S, bahwa tujuan dari pembelajaran PAI

yang diberikan oleh kepada seluruh mahasiswa baru di Uniyap Jayapura adalah

bertujuan menjadikan mahasiswa di perguruan tinggi agar bertumbuh dan kokoh

dalam karakter agama, sehingga mereka dapat tumbuh sebagai cendikiawan yang

bermoral tinggi di tengah-tengah masyarakat.105

Aspek perilaku mahasiswa sebagai evaluasi setelah belajar pendidikan

agama di perguruan tinggi dikritisi oleh Muhamad Thoif, yang mengatakan bahwa

fenomena problem dari pendidikan agama itu cerminan dari problem hidup

keberagamaan pendidik dan peserta didik yang terjebak pada formalisme agama.

Ada perasaan dari pemerintah dengan menyaratkan pendidikan agama wajib

diajarkan di lembaga pendidikan, guru atau dosen merasa puas sudah mengajar

materi pelajaran pendidikan agama sesuai dengan rambu-rambu kurikulum, peserta

didik sudah merasa puas karena telah menghafal materi pelajaran agama. Semuanya

merasa puas karena obyektifikasi agama dalam bentuk kurikulum dan nilai raport

atau nilai materi kuliah. Pendidikan agama yang diselenggarakan di perguruan tinggi

seharusnya merupakan pendamping mahasiswa agar dapat kuat dan kokoh dalam

perilaku mulia di tengah lingkungannya sehingga dengan akhlak mulia tersebut

dapat mengantisipasi masalah etis, moral di era global.106

Al Faris dan Sam Boma mahasiswa Teknik Sipil Uniyap Jayapura

mengatakan bahwa setelah mengikuti mata kuliah Pendidikan Agama Islam

setidaknya ada perubahan pengetahuan saya terhadap Islam, yang saya ketahui

bahwa puasa sebagaimana puasanya agama yang saya anut berpuasa dari dini hari

sampai malam hari tidak makan sedangkan di dalam agama Islam berpuasa dimulai

dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dan dilakukan selama satu bulan pada

bulan ramadhan.107

Hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa salah satu tujuan dosen

memberikan pelajaran mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada peserta didik di

Universitas Yapis Papua Jayapura yang beragama non Islam bukan beroreintasi pada

pengajakan untuk berpindah agama dari agama sebelumnya masuk ke dalam agama

Islam melainkan mengajarkan pendidikan agama dengan harapan ada perubahan

perilaku yang dimiliki oleh peserta didik, hubungan yang dibangun sesama umat

manusia maupun hubungan terhadap alam sekitar.

Keadaan yang dilakukan oleh dosen yang mengajar pelajaran pendidikan

agama pada peserta didik pluralistik agama tidak membuat ketakukan akan

terkonversi agama di dalam agama lain atau menjadi pengikut agama Islam, justru

yang didapat oleh peserta didik adalah pengetahuan tambahan terhadap agama

Islam. Cara-cara ibadah yang dilakukan oleh orang Islam, dan beberapa aktivitas

keagamaan Islam yang selama ini hanya melihat dan menilai. Belum pada

pengetahuan mengapa agama Islam melakukan aktivitas agama.

104

Abdul Mukti, Dosen PAI Uniyap Jayapura, Wawancara, pada bulan Maret 2021. 105

Neti S, “Dosen PAI pada Fakultas Ekonomi Bisnis dan Fakultas Ilmu Keguruan

dan Pendidikan”, Wawancara, pada bulan Oktober 2020. 106

Muhamad Thoif, “Dosen PAI pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Uniyap

Jayapura”, Wawancara, pada bulan September 2020. 107

Al Faris dan Sam Boma, Mahasiswa Semester III, program studi Teknik Sipil

Uniyap Jayapura, Wawancara, November 2020.

179

d. Pengkondisian Kelas

Mengkondisikan keadaan kelas dapat pula menjadi salah satu faktor

mahasiswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran. Pengkondisian ini berkaitan

dengan cara dosen mengelola pembelajaran dan memberikan tugas. Sebagaimana

yang disampaikan oleh Neti S. bahwa pembelajaran PAI yang dilakukan oleh dosen

Uniyap Jayapura dilakukan dengan berbagai metode pembelajaran yaitu ceramah,

diskusi, tanya jawab, presentasi materi. Berbagai metode yang digunakan oleh dosen

dapat menunjang keberhasilan penyampaian materi di dalam kelas.

e. Sumber Belajar

Keberhasilan pembelajaran bukan saja materi PAI namun juga pada materi

pelajaran lainnya itu ditunjang dari berbagai sumber belajar berupa buku, jurnal dan

sumber lainnya yang dapat menambah informasi bagi mahasiswa dari materi yang di

sampaikan oleh dosen. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ratnawati, sumber belajar

itu tidak hanya dari dosen, namun juga dari buku, jurnal, majalah, dan diskusi

sesama teman bagian dari pengelaman mereka. Hal ini sangat dapat menunjang

keberhasilan dari pembelajaran tersebut.108

f. Respon Mahasiswa Pluralistik dalam Pembelajaran PAI

Tidak ada penolakan dari peserta didik dengan pembelajaran pendidikan

agama Islam yang diberikan oleh Uniyap Jayapura di kelas karena hal ini sudah

menjadi konsekwensi ketika memilih masuk di dalam keluarga besar Uniyap maka

sudah diketahui oleh mahasiswa bahwa mereka akan mempelajari pelajaran

pendidikan agama di kelas. Walaupun mereka sudah mengetahui konsekwensi

tersebut, kami pun dari pihak lembaga Uniyap Jayapura tetap memberikan

pengertian kepada dosen-dosen khususnya dosen pendidikan agama agar

menyampaikan pendidikan agama tidak masuk pada sisi doktrin keagamaan atau

menjelaskan secara detail tentang Islam dan atau memaksa mereka untuk masuk ke

dalam agama Islam. Hal ini disampaikan agar dosen agama Islam tidak

menyampaikan ajaran agama Islam secara doktrin keagamaan cukup dengan

menyampaikan isi-isi ajaran agama Islam dan nilai dari ajaran agama Islam. Nilai

dari agama Islam dan nilai yang dimiliki oleh agama lainnya memiliki kesamaan

yaitu melarang untuk berbohong, melarang untuk mendurhakai orang tua, dilarang

menipu, berbohong dan bahkan menghilangkan nyawa manusia. Maka nilai baik

yang sama dan juga ada pada ajaran agama Islam inilah yang menjadi perhatian dari

kami sebagai pengontrol kegiatan akademik.109

Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang kurikulum pendidikan tinggi,

pada pasal 35 ayat 1 menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi merupakan

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan ajar serta cara

yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan dari pendidikan tinggi. Pada ayat 3 dari peraturan tersebut

108

Ratnawati, Dosen PAI, Wawancara, Oktober 2020. 109

Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik Uniyap Jayapura, Wawancara, 10

Oktober 2020.

180

menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat pelajaran: agama,

pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa indonesia.110

Terkait dengan pelajaran agama, Neti mengatakan bahwa PAI menjadi mata

kuliah dasar umum wajib, yang ketika dosen masuk mengajar terlebih dahulu

menyampaikan kepada mahasiswa status mata kuliah PAI, hal perlu disampaikan

karena sejatinya mereka mempelajari pelajaran yang tidak sesuai dengan ajaran

agama yang mereka anut, namun karena mata kuliah ini adalah mata kuliah wajib di

Uniyap maka penyampaikan akan materi ini menjadi keharusan. Materi kuliah PAI

yang dijelaskan pada awal pertemuan berkaitan dengan status mata kuliah, bahwa

mata kuliah ini menjadi MKDU yang menjadi pelajaran dasar pada setiap perguruan

tinggi di Indonesia, dan bukan menjadi paksaan kepada peserta didik mengikuti

melainkan hal ini adalah program dari pemerintah pada perguruan tinggi melalui UU

Nomor 12 tahun 2012 pada pasal 35 ayat 3.

Menurut Abdul Rasyid, bahwa kurikulum yang dijalankan di Universitas

Yapis Papua Jayapura adalah kurikulum yang mengacu pada kurikulum yang

ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana pada mata kuliah wajib yang diberikan

yaitu mata kuliah agama, kewarganegaraan, pancasila, bahasa Indonesia. Tidak ada

perbedaan dengan apa yang telah digariskan oleh pemerintah, bahkan pada mata

kuliah pendidikan agama Islam mendapat porsi yang lebih dari ketetapan pemerintah

tersebut. Porsi tesebut dilihat pada semester dua memuat mata kuliah PAI 2, pada

semester lima memuat mata kuliah ekonomi syariah, pada semester empat memuat

mata kuliah etika dan moral, dan pada semester lima mendapat mata kuliah hukum

perkawinan, waris, dan wakaf. 111

Hal ini dilakukan agar mahasiswa dapat menjadi

mahasiswa yang tutur kata yang baik, akhlaknya baik, pengetahuan agama Islamnya

bagus dan juga menjadi mahasiswa yang sukses dalam pekerjaannya.

Asal muasal kehadiran mata kuliah Etika Moral, Ekonomi Syariah, Hukum

Perkawinan Waris Wakaf yang disebut sebagai mata kuliah ciri khas institusi adalah

ketika universitas ini masih berbentuk sekolah tinggi yang mana mata kuliah

pendidikan agama yang diajarkan di STIE itu ada I, II, III, IV. Pemberian materi

agama yang banyak ini dengan maksud bahwa mata kuliah ini memberikan

pendalaman pengetahuan keagamaan khususnya agama Islam yang mana antara satu

pendidikan agama I terkait dengan agama II begitu juga terkait dengan pendidikan

agama III dan pada pendidikan agama IV.

Setelah sekolah tinggi ilmu ekonomi diubah menjadi universitas yang mana

pendidikan agama hanya diberikan sekali saja atau dalam satu semester dan

pendidikan agama II dan seterusnya diganti dengan mata kuliah yang masih terkait

dengan pendidikan agama Islam yang lebih spesifik lagi. Sebagaimana pendidikan

agama Islam di lembaga pendidikan memuat akidah, akhlak, al-Qur‟an hadis, fikih

dan sejarah maka pada mata kuliah PAI I memuat tentang Akidah, PAI II memuat

akhlak (Etika Moral), PAI III memuat tentang al-Qur‟an Hadis (Hukum Islam), PAI

IV memuat tentang Fikih (Ekonomi Syariah dan Hukum Perkawinan Waris dan

110

Republik Indonesia, “Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan

Tinggi.” h. 28. 111

Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik UNIYAP Jayapura, Wawancara,

Agustus 2020.

181

Wakaf ). Materi PAI yang memuat sejarah belum secara spesifik diberikan di dalam

pembelajaran agama, maka dosen yang mengajar pendidikan agama diberikan

keleluasaan untuk memberikan materi sejarah pada salah satu mata kuliah yang telah

ada.112

Mata kuliah yang menjadi mata kuliah institusi adalah ada 4 yaitu PAI II,

Etika Moral, Ekonomi dalam Islam, dan Hukum Perkawinan Waris dan Wakaf.

Keempat mata kuliah ini masih terkait dengan mata kuliah Pendidikan Agama Islam

I yang pembahasannya lebih spesifik pada aspek-aspek yang dibutuhkan di Papua

khususnya di Jayapura dimana mata kuliah Etika Moral menguraikan tentang sikap

yang harus dimiliki oleh mahasiswa di samping dia adalah peserta didik, di saat

yang bersamaan juga sebagai anak bagi orang tua kedua di perguruan tinggi.

Sebagai mahasiswa yang memiliki sikap kritis terhadap persoalan sekitar namun

juga harus membersamai etika kepada dosen. Mata kuliah Ekonomi dalam Islam

memberikan gambaran akan transaksi dalam Islam. Mata kuliah Hukum Perkawinan

Waris dan Wakaf memberikan pemahaman pada peserta didik untuk mengetahui

adanya nikah sebagai sarana untuk menjaga kehormatan dengan adanya wali nikah,

ijab qobul dan saksi. Begitupun tentang waris dan wakaf yang diharapkan

mahasiswa mengetahui akan pembagian harta warisan.113

Bila mahasiswa beragama Islam maka diajak untuk mengerjakan,

mengamalkan ajaran agamanya seperti sholat, puasa dan ajaran agama Islam yang

menjadi ibadah makhdah. Namun pada mahasiswa yang non Islam untuk juga

menjalankan agamanya sesuai dengan keyakinannya. Tidak dipaksakan untuk

mengerjakan tugas yang sulit, seperti menulis arab, membaca al-Qur‟an. Hal ini

tentu memberatkan bagi mahasiswa non Islam karena pada dasarnnya mereka tidak

dibekali untuk mempelajari menulis dan membaca al-Qur‟an. Maka bagi dosen yang

mengajar menghindari pemberian tugas seperti di atas. Penilaian yang diberikan

dosen juga tidak bisa disamakan dengan mahasiswa muslim, karena tentu tidak akan

mencapai tujuan yang diharapkan. Maka arahan yang diberikan oleh lembaga

Uniyap Jayapura dengan memberikan tugas yang dapat dijangkau anak didik dan

dapat pula dilakukan oleh peserta didik yang muslim.

Jumlah peserta didik non Muslim tidak merata di Uniyap Jayapura. Ada

beberapa fakultas yang mayoritasnya non Muslim seperti fakutas perikanan, fakultas

ilmu sosial, ilmu politik. Fakultas yang memiliki mahasiswa fifty-fifty antara

muslim dan non muslim ada pada fakultas ilmu hukum, fakultas teknik sipil.

Sedangkan pada fakultas ekonomi dan bisnis, fakultas ilmu keguruan mahasiswa

muslim yang mendominasi.

Data yang didapat oleh peneliti ketika menanyakan jumlah mahasiswa se

Uniyap Jayapura adalah 5.000 dengan kompisisi peserta didik yang beragama Islam

112

Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik Uniyap Jayapura, Wawancara, 10

Oktober 2020. 113

Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik Uniyap Jayapura, Wawancara, 10

Oktober 2020.

182

ada 44% dan Non Islam ada 56%. Jumlah yang masih didominasi oleh mahasiswa

dari non Muslim.114

Mengapa pendidikan agama itu wajib? Mata kuliah agama adalah mata kuliah

wajib yang harus diajarkan oleh lembaga pendidikan karena menjadi mata kuliah

yang menjadi perintah dari Undang Undang. Kewajiban itu bukan saja perintah

undang-undang namun juga perintah agama agar menjalankan agama sesuai dengan

keyakinan agama masing-masing.

Penyampaian agama bukan doktrin agama Islam yang paling benar,

melainkan mencari titik temu dari ajaran agama Islam dengan ajaran agama selain

Islam, yang memuat tentang sisi moral, sisi perilaku yang menurut saya memiliki

kesamaan dengan ajaran agama Islam. Memberikan gambaran Islam yang rahmatan

lil alamin, orang Islam yang harus mengayomi orang yang tidak mampu, agama

Islam adalah agama yang damai.115

Memang pembelajaran agama Islam, namun

penyampaian dalam materi agama Islam bukan doktrin agama Islam melainkan

menyampaikan tentang Islam dan ajaran-ajarannya. Sehingga mahasiswa non

Muslim tidak terbebani dengan ajaran agama Islam justru mereka diberikan

pengetahuan mengenai nilai-nilai ajaran agama Islam, diberikan pemahaman

aktivitas umat Islam, bahkan mereka diberikan pemahaman tentang Islam yang

moderat, Islam yang wasatiyah, yang tidak sama dengan Islam yang cenderung

ektrim dan radikal. Mengkedepankan Islam yang berperilaku baik, sopan, dan

menghargai sesama.116

Martency Q. Yawa Mahasiswa program studi Manajemen dan Nelsy dari

program studi PGSD keduanya mengatakan tentang pembelajaran PAI, bahwa: tidak

keberatan mengikuti pembelajaran ini, karena saya juga ingin mengetahui tentang

Islam dan ajarannya.117

Apa yang dikatakan oleh Martency dan Nelsy tentang

pembelajaran PAI di Uniyap ini juga dikatakan oleh Andika Elfrando Bonai yang

mengatakan belajar pendidikan agama Islam adalah sesuatu yang baru, karena

mendapatkan materi agama yang berbeda dengan agama yang saya peluk. Tidak

menjadi sesuatu yang sangat saya takutkan dengan belajar agama Islam karena

dalam keluarga saya juga terdapat pemeluk agama Islam. Sehingga tidak membuat

saya kaku dan minder. Bahkan interaksi saya dengan siswa yang beragama Islam

telah saya lakukan sejak duduk di bangku SMA. Sampai sekarang pun interaksi aktif

dan intensif bukan saja sesama masyarakat Papua namun juga dengan mahasiswa

muslim yang berada di Universitas Yapis Papua Jayapura. Hal menyenangkan yang

didapatkan dari belajar agama, selalu menginspirasi dirinya untuk berbuat yang baik

karena nilai dari ajaran agama itu sama menurut saya, yaitu mengajar untuk berbuat

baik. Mengajak untuk berusaha yang terbaik sehingga cita-cita dapat diraih pada

masa yang akan datang.

114

Huddy Susanto, Kepala Pelaporan Data Mahasiswa Uniyap Jayapura, Wawancara,

Februari 2020. 115

Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik Uniyap Jayapura, Wawancara, 10

Oktober 2020. 116

Abdul Rasyid, Wakil Rektor I Bidang Akademik Uniyap Jayapura, Wawancara, 10

Oktober 2020. 117

Nelsy, Mahasiswa Program Studi PGSD Uniyap Jayapura, Wawancara, Oktober

2020.

183

Tidak risih dengan agama Islam, hal ini dikarenakan saya juga terdapat

keluarga yang memeluk agama Islam. Bahkan dalam kegiatan keagamaan kami

senantiasa mengajak untuk membangun silaturrahmi, bila waktu natal tiba, kami

mengundang kawan-kawan muslim untuk hadir pula pada kegiatan natal, hadir pada

kegembiraan natal bahkan kawan-kawan sekelas juga mendatangi satu tempat yang

telah disepakati perayaan natal. Mereka yang datang dalam perayaan natal ini bukan

untuk mengikuti ibadah natal, namun rasa solidaritas sesama mahasiswa Uniyap

terkhusus sesama satu kelas untuk merasakan kegembiraan yang dirasakan pada

natal. Namun bukan ibadah natalnya, sekedar berbagi kebahagian dengan

mendatangi kawan sekelas yang merayakan natal. Pun sebaliknya bila kawan kami

merayakan idul fitri, kami sekelas pun dari suku beragam dan agama yang plural

mendatangi dan mengunjungi kawan kawan sekelas dengan maksud yang sama

untuk merasakan kegembiraan kawan kami yang Islam.118

Pilihan untuk menjadi

mahasiswa Uniyap Jayapura karena letak rumah saya lebih dekat dengan Uniyap

Jayapura dibanding dengan Uncen Jayapura.119

d

Keberadaan pendidikan agama di Uniyap Jayapura tidak ada halangan dan

keberatan yang dihadapi oleh mahasiswa karena ada di awal masuk di kampus

Uniyap Jayapura telah mengetahui bahwa kampus ini adalah kampus umum yang

bercirikan agama Islam sehingga dalam pelaksanaan proses belajar baik ekstra

maupun intra kurikuler sedikit banyaknya memuat unsur agama Islam dalam proses

tersebut. Maka ketika dihadapkan pada materi PAI mereka pun tidak kaget akan

pembelajaran tersebut.

Penolakan adanya pendidikan agama Islam yang diberikan kepada mahasiswa

non Islam pun pernah disuarakan oleh salah satu orang tua calon mahasiswa Uniyap

Jayapura sebagaimana yang dikatakan oleh Muttaqin bahwa: pendaftaran calon

mahasiswa baru pada tahun 2015 dan 2016 pernah kedatangan orang tua calon

mahasiswa yang ingin mendaftarkan putrinya menjadi calon mahasiswa Uniyap

pada Fakultas Ilmu Hukum namun sebelum menjadi pasti mendaftar, yang

bersangkutan menanyakan pelajaran yang diajarkan pada mahasiswa baru. Ketika

pelajaran agama Islam yang diajarkan atau pelajaran agama tunggal hanya Islam,

orang tua yang tersebut akhirnya mengurungkan niatnya mendaftar anaknya menjadi

calon mahasiswa di Uniyap Jayapura. Karena khawatir anaknya akan berpindah

agama dari agama sebelumnya.120

Agar tidak ada kesalahpahaman dengan mahasiswa yang belajar pendidikan

agama Islam di Universitas Yapis Papua maka diberikan pengertian dari dosen pada

pertemuan awal dengan mahasiswa akan kedudukan dari mata kuliah pendidikan

agama yang ada di lembaga pendidikan ini. Dosen memberikan tugas baik itu tugas

individu maupun tugas kelompok, juga dengan memberikan tugas menulis beberapa

ayat dalam al-Qur‟an yang disesuaikan dengan bahan ajar dan materi pada saat itu.

118

Andika Elfrando Bonai, Mahasiswa Semester IX Program Studi Manajemen,

Wawancara, 6 Oktober 2020. 119

Nelsy, Mahasiswa Program Studi PGSD Uniyap Jayapura, Wawancara, Oktober

2020. 120

Muttaqin, Staff BAAK Uniyap dan Bagian Loket Pendaftaran Mahasiswa Baru

Uniyap Jayapura, Wawancara, Agustus 2020.

184

Fakta yang terjadi, apabila para mahasiswa yang non Islam tidak menerima

dengan baik pembelajaran PAI, dapat dipastikan akan banyak sekali alasan untuk

tidak mengerjakan tugas yang diberikan. Tetapi tanggapan yang dihadirkan oleh

para mahasiswa non Islam adalah tetap menerima pembelajaran tersebut dengan

tangan terbuka. Sebagaimana yang dikatakan oleh mahasiswa non Islam pada

program studi Ilmu Pemerintahan yaitu Yohanis, Fiktor, Richard Nikon, Nikilina,

dan Yeki Bunai yaitu: kami kuliah disini mau mencari ilmu, mata kuliah apapun

yang diajarkan oleh Yapis Papua maka kami akan mengikutinya dengan antusias.

Apabila kami kesulitan dalam menjalankan tugas, masih banyak teman kami yang

Islam yang membantu mengatasi beberapa kesulitan yang kami hadapi. Asal ada

keinginan maka ada juga jalan keluarnya.121

Strategi dan metode yang diterapkan oleh dosen PAI dapat membuat nyaman

mahasiswa untuk belajar mata kuliah yang berbeda dengan materi yang bertolak

belakang dengan ajaran agama yang dianut selama ini. Respon positif juga

dimunculkan oleh mahasiswa non Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Sibi yang

mengamati teman-temannya yang non Islam di dalam kelas ketika belajar PAI.

Bahwa di kelas kita memakai buku agama yang bersumber dari ajaran agama Islam,

respon yang cukup baik dari kawan-kawan non Islam dengan mendengar apa yang

disampaikan oleh dosen, bertanya pada materi yang belum dipahami. Sehingga

ketertarikan terhadap ajaran agama Islam bukan karena ingin masuk agama Islam

namun ingin mengetahui informasi tentang ajaran Islam, seperti apa ritus keagamaan

Islam, proses ibadahnya, aktivitas yang dilakukan orang Islam di dalam rumah

ibadah. Ada juga yang kurang mengikuti dengan antusias pembelajaran agama di

kelas bukan karena tidak suka dengan mata kuliah pendidikan agama Islam namun

terlalu banyak tugas yang diberikan oleh dosen seperti menulis ayat al-Qur‟an,

menghafal doa doa tertentu. Hal ini yang membuat mereka malas untuk belajar,

karena ketidakmampuan mengikuti tugas yang diberikan oleh dosen. Sebagaimana

yang dikatakan oleh Viktor mahasiswa program studi ilmu hukum di atas.122

Mahasiswa lainnya dari program studi Ilmu Hukum mengatakan bahwa sikap

anggukan ketika dosen menanyakan apakah sudah memahami pelajaran, bisa

dimaknai dua hal. Pertama memang mengerti, yang kedua tidak mengerti namun

untuk menghormati dosen yang mengajar. Menurutnya, sekalipun sudah diajarkan

oleh dosen namun mata kuliah pendidikan agama Islam bagi non Islam itu tidak

akan nyambung, atau lama untuk mengerti secara lebih dalam. Kelamaan menerima

penjelasan dari dosen tentang materi-materi yang sifatnya akidah agama Islam,

seperti konsep Tuhan dalam ajaran agama Islam. Namun hal ini berbeda bila

pembahasan pada muamalah dan hukum Islam, hal ini mendapat pertanyaan yang

banyak karena menyangkut hukum pada hubungan manusia dengan manusia.123

Ofin

Rafifah mengatakan bahwa teman-teman saya yang beragama non Islam, mungkin

121

Yohanis, dkk. Mahasiswa Aktif Non Islam pada Program Studi Ilmu Pemerintahan,

Wawancara, Oktober 2020. 122

Viktor, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Wawancara, Oktober 2020. 123

Hasan, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Wawancara, Oktober, 2020.

185

malas pada pembelajaran ini karena tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah

PAI berupa rangkuman per tema pembelajaran dan menulis bahasa arab.124

Tanggapan mahasiswa di atas bahwa tidak semua mahasiswa yang plural

dalam beragama menerima dengan baik pembelajaran pendidikan agama Islam.

Mereka mungkin hadir dalam pembelajaran PAI namun tidak menutup

kemungkinan kalau tersirat dalam benak hati mereka perasaan yang tidak nyaman

apabila belajar pendidikan agama yang tidak sesuai dengan ajaran agama mereka.

Hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai dan perkembangan belajar para mahasiswa

program studi ilmu hukum yang mendapat nilai yang kurang memuaskan.

Menurut mahasiswa program studi Akuntansi bahwa meskipun agama kami

adalah agama Kristen, namun untuk pembelajaran PAI ini kami sangat antusias. Hal

ini tidak lain karena dosen yang mengajar mata kuliah ini menyampaikan dengan

bahasa yang mudah kami terima, begitu banyak informasi keagamaan Islam kami

dapatkan melalui mata kuliah ini. Materi yang disampaikan bukan hanya materi

agama Islam namun yang saya dapatkan adalah muatan materi agama lain seperti

pembahasan tentang ketuhanan, ternyata juga memuat Tuhannya agama Kristen.

Begitu pula materi tentang puasa, juga memuat materi puasa dalam agama Kristen.

Keadaan ini membuat kami mengetahui adanya kesamaan ajaran agama Kristen

dengan agama lain khususnya agama Islam. Maka dalam pembelajaran sebisa

mungkin kami mengikuti pelajaran ini disamping mendapat nilai yang maksimal,

kami pun dapat mengetahui nilai-nilai di dalam ajaran agama Islam.125

Menurut dosen PAI bahwa pengajaran dan pembelajaran PAI pada siswa yang

multi agama ada sisi positif dan sisi negatifnya. Sisi negatif dari penggabungan

siswa pada satu mata kuliah ini dinilai adanya pemaksaan dari institusi untuk semua

yang masuk di lembaga ini untuk belajar agama Islam yang belum tentu mereka mau

belajar itu, hanya karena kewajiban saja untuk mengikuti pelajaran ini. Sisi negatif

lainnya pelajaran ini membuat dosen harus berpikir dengan ekstra di dalam

menyampaikan materi karena ada beberapa mahasiswa yang berlatar belakang

umum bahkan sewaktu di SMA selalu kabur untuk belajar agama sehingga dasar

pengetahuan agama Islam yang sangat dangkal. Apalagi mereka yang berbeda

agama ya tentunya dosen pengajar mata kuliah ini perlu bekerja ekstra agar

mahasiswa yang telah punya basic agama tidak terlalu merasa bisa, dan mahasiswa

yang baru belajar agama tidak terlalu ketinggalan.126

Pembelajaran PAI di Universitas Yapis Papua sebagai salah satu wadah bagi

mahasiswa dan mahasiswi untuk bertukar ilmu yang membahas tentang ajaran

keagamaan. Pelajaran ini yang bersifat diskusi tanya jawab menjadi sarana agar

saling mengerti antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, menurut Mukti

bahwa selama saya mengajar di PAI di lembaga ini terlebih pada program studi

umum saya berusaha untuk tidak ada diskriminasi dan perbedaan sesama mahasiswa

yang belajar agama, semuanya diperlakukan sama, dengan tempat yang sama

dengan tujuan yang sama yaitu sama-sama belajar. Bila dijumpai kelemahan

124

Ofin Rafifah, Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Wawancara, Oktober 2020. 125

Jhon, Mahasiswa Program Studi Akuntansi Sore, Wawancara, Oktober 2020. 126

Dosen PAI pada progam studi Budidaya Perairan, Wawancara, Juli 2020.

186

beberapa mahasiswa dalam mengikuti pelajaran ini maka dibijaki dengan tetap

mengedepankan keadilan dan persamaan sesama mahasiswa.127

Suasana kelas pada pelajaran pendidikan agama Islam tidak terlalu membuat

kami risih dengan belajar mata kuliah ini, hal ini sama saja dengan mata kuliah

lainnya karena pada mata kuliah yang lain pun kami sudah satu kelas, jadi tidak

terlalu membuat kami tidak nyaman. Hal ini diungkapkan oleh Al-Gazali, dia

mengatakan bahwa sama sekali tidak ada permasalahan antara kami sebagai

mahasiswa muslim dengan mahasiswa non Islam pada pelajaran ini. Justru saya

sebagai orang Islam sangat senang jika ada teman kami yang beragama non Islam

ikut serta dalam pelajaran ini. Sehingga kami dapat menjadi tutor sebaya pada tema-

tema tertentu.128

Ananta Ratri mengatakan inilah keunikan yang ada Universitas Yapis Papua.

Pelajaran pendidikan agama Islam yang diajarkan pada mahasiswa non Islam pada

semua program studi. Mudah-mudahan materi ini dapat memperkokoh sikap pluralis

dan kemajemukan di kalangan mahasiswa maupun di kalangan masyarakat di kota

Jayapura.129

Sesungguhnya perbedaan bukanlah penghalang untuk menjalin pertemanan

dan persaudaraan dalam pembelajaran PAI. Justru dengan perbedaan itu harus

dirayakan dinyatakan dengan sikap menghargai dan menghormati sesama.

Pembelajaran yang disediakan oleh Uniyap Jayapura yang pelajaran pendidikan

agama Islam, yang mana hal ini juga dilandasi pada pasal 35 ayat 3 dari Undang

Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang perguruan tinggi yang menetapkan bahwa

pelajaran pendidikan agama sebagai mata kuliah dasar umum. Tidak ada paksaan

untuk harus mengikuti semua materi yang diajarkan oleh dosen namun sebagai

informasi keagamaan tentang ajaran agama Islam.

Sikap yang baik dan menghormati dosen menjadi salah satu nilai tambah bagi

dosen untuk mengajarkan agama Islam. Ilmu baru didapatkan, pengalaman baru juga

didapatkan. Semakin belajar agama maka mahasiswa akan semakin memahami akan

keunikan sekitarnya, maka akan semakin tahu akan diri orang lain yang ada

disekitarnya, sehingga dapat saling menghormati dan menghargai.

Dilihat dari materi yang dipakai oleh dosen adalah materi ajar agama Islam

namun juga memuat materi yang didapat dari agama selain Islam. Misalnya dalam

masalah keimanan. Bahwa iman ialah adanya kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Kuasa. Kepercayaan ini menyakini adanya kekuatan melebihi kekuatan yang

dimiliki oleh manusia, karena manusia itu lemah. Kelemahan ini mengakibatkan

kebutuhan akan kekuatan yang dapat menghilangkan keraguan, dapat

menghilangkan rasa takut, menghilangkan rasa cemas. Keraguan, kecemasan dan

ketakutan manusia dapat ditutupi dengan adanya kekuatan Tuhan. Dalam dengan

mengungkapkan kekuatan melebihi kekuatan manusia dalam setiap agama hal inilah

yang menjadikan pembelajaran agama Islam di Uniyap Jayapura menjadi lebih

menarik. Ketertarikan itu dapat dilihat dengan pengungkapan materi ajar tentang

127

Dosen PAI pada program studi Ilmu Hukum, Wawancara, Januari 2020. 128

Ahmad Antasach Al-Gazali, Mahasiswa pada program Studi Sistem Informasi,

Wawancara, Oktober 2020. 129

Ananta Ratri, Mahassiswa Prgram Studi Akuntansi, Wawancara, Oktober, 2020.

187

ketuhanan dari semua agama, bukan saja dari agama Islam namun juga dari agama

lain yang diakui oleh negara Indonesia. Model penyampaian materi ketuhanan

dengan memasukkan unsur agama lain membuat pembelajaran lebih menarik.

Pembelajaran ini bukan saja hanya dari unsur agama Islam namun juga dari unsur

penganut agama yang dimiliki oleh peserta didik.

Kurikulum PAI di Uniyap Jayapura menerapkan kelima pilar belajar yaitu, (1)

belajar untuk bertaqwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar

untuk merasakan dan memahami sekitar, (3) belajar untuk dapat melaksanakan dan

berbuat secara efektif, (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk sesama,

(5) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui sebuah proses belajar

yang efektif, aktif, dan menyenangkan. Berdasarkan pada permendiknas nomor 23

tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan, di dalamnya menyebutkan SKL

standar kompetensi lulusan pada semua jenjang pendidikan dari SD, SMP, SMA/K,

PT peserta didik mampu menghargai keberagaman budaya, suku, ras, agama, dan

golongan sosial di lingkungan sekitarnya.130

Sebagai perguruan tinggi yang memiliki peserta didik yang beragam agama

dan budaya Uniyap memberikan apresiasi terhadap pluralisme agama siswanya

dengan memberikan pelajaran agama Islam yang non doktriner. Hal ini dilandaskan

pada kenyataan peserta didik yang belajar pelajaran pendidikan agama Islam di

lembaga ini beragam agama dan budaya sehingga dosen yang mengajar

terkondisikan untuk mengajarkan agama Islam dari sisi ilmu pengetahuan

keagamaan.

g. Respon Pendidik PAI

Mengajarkan pendidikan agama Islam pada perguruan tinggi Yapis Papua

mendapatkan tantangan tersendiri karena peserta didik yang beragam. Keberagaman

ini terlihat dari jumlah peserta didik yang plural suku dan juga plural agama

sebagaimana yang dikatakan oleh Neti bahwa pembelajaran PAI pada peserta didik

yang pluralistik ini membutuhkan cara dan strategi yang dapat dikatakan berbeda

dengan umumnya pendidik PAI dimana peserta didik yang diajar, tidak berada

dalam satu frekuensi yang sama dengan ajaran agama Islam. Begitupun dengan

Abdul Mukti yang mengajarkan PAI pada Prodi Ilmu Hukum dan Manajemen

bahwa materi yang diajarkan oleh pendidik bukanlah materi agama Islam secara

mendalam namun mengajarkan agama Islam seperti mengulang kembali materi

pelajaran yang telah mereka dapatkan ketika berada di sekolah.131

Pembelajaran PAI di sekolah dan juga di madrasah, menuntut sebuah model

pembelajaran yang harus menyentuh aspek potensi berpikir, tindakan, kejiwaan, dan

bahkan pola hubungan sosial agar menjadi insan kamil yang dapat melaksanakan

agama dalam seluruh aspek kehidupan manusia.

130

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei

2006. 131

Neti, “Dosen PAI pada PGSD, Akuntansi, dan Manajemen UNIYAP Jayapura”

Wawancara, Oktober 2020. Abdul Mukti, “Dosen PAI pada Ilmu Hukum dan Manajemen

UNIYAP Jayapura” Wawancara, Maret 2021.

188

Peran guru di kelas menjadi besar karena harus menjadi sumber bahan ajar

dan harus mengawasi para peserta didik dari sumber-sumber tertulis agar tidak

mempelajari sesuatu yang salah dan mereka mampu membangun pemahaman yang

baik dengan konstruksi konten yang koheren antara satu materi dengan lainnya.

Karena peran guru yang sangat besar ini dikarenakan kritik terkait implementasi

pembelajaran aktif untuk mata pelajaran PAI yang sebagian ilmunya adalah

Ilahiyah, tidak berubah dan tidak bisa dikritik. Kehati-hatian guru terhadap konten

pelajarannya mengakibatkan mereka harus membatasi kesempatan dan peluang para

siswa untuk melakukan penemuan sendiri (discovery).132

Setiap anak akan berubah karena pengetahuan yang diperolehnya apakah

lewat kawan, teman, pelajaran yang diberikan oleh orang tua atau gurunya di

sekolah. Semakin banyak pengetahuan yang didapatkan maka semakin besar

peluang mereka mengubah cara pikir, cara pandang terhadap sekitar. Oleh karena itu

pengetahuan akan lebih baik jika terdapat hubungan antara apa yang telah diketahui

peserta didik dengan informasi baru yang akan diterimanya yang dapat

mempengaruhi pola pikir, tindakan dan perilaku sosialnya. Untuk dapat membangun

konsep perilaku sosial yang terkoneksi dengan fenomena sosial maka pembelajaran

harus dapat bermakna sebagaimana yang dikatakan oleh David Paul Ausubel

seorang ahli psikologi kognitif bahwa proses di dalam pembelajaran mencoba

mengkaitkan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki oleh peserta didik.

Pengetahuan baru akan berinteraksi dengan pengetahuan yang ada dalam

pemahaman siswa sehingga akan melahirkan sebuah struktur pengetahuan baru

untuk memengaruhi cara berpikir dan bertindak dalam kehidupan pribadi, keluarga

dan masyarakat.

Belajar pada hakikatnya mengembangkan konstruksi pengetahuan baru

sebagai hasil interaksi informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Ausubel

lebih lanjut mengatakan bahwa belajar dengan menerima jauh lebih bermakna

daripada belajar dengan menemukan. Belajar dengan membangun konstruksi

pengetahuan baru lebih bermakna daripada belajar dengan hafalan. Penegasan yang

dilakukan Ausubel bahwa belajar dengan menerima konten final itu lebih

direkomendasikan di lembaga pendidikan.

Tidak mudah membuat pembelajaran PAI pada peserta didik pluralistik untuk

dapat diterima dan mau mengikuti proses pembelajaran ini dari awal hingga

pertemuan yang ke 16 dalam satu semester. Hal ini disadari betul oleh tenaga

pendidik Yapis Papua. Maka menjalankan saja sebagai konsekwensi mengajar

peserta didik plural. Sebagaimana yang dikatakan oleh Muhamad Thoif bahwa

mengajarkan peserta didik yang plural tidak mudah sebagaimana mengajar peserta

didik yang sama-sama agama. Dari segi pengetahuan agama tidak sama di samping

itu pula pendidik PAI ini harus juga menyeimbangkan pengetahuan yang telah

dimiliki oleh peserta didik muslim.133

Pada tahap inilah yang menjadi kesulitan yang

dirasakan oleh pendidik mengajar dengan segenap perangkat yang harus disiapkan

132

Dede Rosyada, Madrasah dan Profesionalisme Guru Dalam Arus Dinamika

Pendidikan Islam di Era Otonomi Daerah, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2017), h. 102. 133

Muhamad Thoif, “Dosen PAI pada Uniyap Jayapura” Wawancara, Januari 2021.

189

oleh pendidik dari segi persiapan materi, menggunakan strategi, dan metode dalam

pembelajaran sehingga dapat diterima dengan baik materi yang sudah disiapkan.

Pada posisi ini terdapat perbedaan cara yang diterapkan oleh pendidik mata

kuliah PAI dimana ada yang tetap mewajibkan peserta didik masuk di dalam kelas

pembelajaran bagi peserta didik non muslim. Ada juga yang memberikan pilihan

untuk mengikuti pembelajaran PAI atau keluar dari kelas untuk mata kuliah PAI

kemudian langsung diberikan nilai. Ketika didalami mengapa tetap memberikan

pembelajaran PAI pada peserta didik plural agama, oleh Mukti menyebutkan bahwa

hal ini sudah terjadi dari awal mengajar di Yapis Papua bahwa peserta didik non

Muslim mengikuti pembelajaran PAI dan tidak ada yang keberatan untuk tidak

mengikuti kegiatan ini. Di samping tidak ada keberatan dari orang tua wali dan

mahasiswa, cara dipakai oleh pendidik dengan memberikan materi ajar agama yang

juga dapat diterima oleh peserta didik plural.

Cara yang dilakukan agar dapat diterima peserta didik plural dengan

memasukkan unsur agama lain di dalam pembelajaran PAI yang searah dengan

materi ajar agama Islam. Misalnya tema tentang puasa, di dalam agama Islam

seorang muslim diwajibkan untuk melaksanakan ibadah puasa dimana ibadah puasa

ini dilakukan dengan cara menahan lapar dan harus dari terbit matahari sampai

terbenamnya matahari di ufuk barat. Maka pengajar PAI mencari padanan di dalam

agama peserta didik. Karena mayoritas peserta didik selain Islam adalah beragama

Kristen maka pendidik mencari padanan materi puasa pada ajaran agama Kristen.

Namun bukan materi agama Kristen secara mendalam melainkan nilai-nilai

keagamaan Kristen pada puasa itu yang diangkat seperti kesadaran, kesabaran,

empati yang nilai-nilai ini terdapat pula pada materi ajaran agama Islam.

Inilah yang dilakukan oleh pengajar PAI di dalam pembelajaran PAI pada

peserta didik plural dimana ada pendidik yang mengajarkan PAI sesuai dengan

ketetapan perguruan tinggi dan ada juga yang memberikan pilihan untuk mengikuti

pembelajaran atau tidak sama sekali dengan langsung pada akhir yaitu memberikan

penilaian bahwa peserta didik tersebut telah dinyatakan lulus pada mata kuliah.

2. Pembelajaran PAI pada SMK Hikmah Yapis Papua

Penggabungan dalam satu item pembahasan di dalam pembelajaran PAI di

sekolah menengah yang berada di bawah Yapis Papua mengambil hanya dua

sekolah menengah yaitu SMK Hikmah Yapis Jayapura dan SMA Hikmah Yapis

Jayapura yang keduanya dipilih karena peserta didik non muslim cukup banyak.

Banyak peserta didik non muslim yang menjadi peserta didik di kedua sekolah

tersebut memang tidak sebanyak SMK Yapis Wamena, namun kedua sekolah

tersebut representasi untuk dapat juga diteliti sebagai sekolah yang berada dibawah

Yapis dengan sistem pembelajaran PAI yang menggabungkan antara peserta didik

muslim dengan peserta didik muslim di dalam satu kelas pembelajaran.

a. Kurikulum PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura

Kurikulum PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura sebagaimana yang dikatakan

oleh Abuddin Nata bahwa kurikulum itu bukan saja pelajaran yang diajarkan di

kelas melainkan semua yang terjadi di dalam proses pendidikan di sekolah. Berbagai

kegiatan yang ada di sekolah maupun di dalam kelas yang dapat memberikan

190

pengalaman belajar, atau dapat dianggap sebagai pengalaman belajar. Kegiatan

kepramukaan, kegiatan lomba, bakti sosial, penanggulangan bencana kebakaran dan

banjir, bercocok tanam, perbaikan lingkungan sekolah, berhias, dll yang semuanya

memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik maka dapat dinamakan

kurikulum.134

Inti dari kurikulum ini adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar

yang banyak juga bervariasi dapat mempengaruhi pendewasaan diri anak, tidak

hanya pelajaran di kelas, kerja kelompok, interaksi di luar kelas, kerja secara fisik

dan lain sebagainya adalah merupakan pengalaman belajar.

Pembelajaran yang dilakukan sekarang di SMK Hikmah Yapis Jayapura

dilakukan dengan tatap muka yang diselenggarakan di kelas dimulai dari jam 07.00

sampai jam 15.00 sore hari. Dimulai dari hari Senin sampai hari jum‟at siang.

Semester genap maupun semester ganjil setiap tahunnya sejak berdiri sekolah ini

sampai sekarang. Pembelajaran yang dilakukan di semua ruang kelas, jumlah ruang

kelas yang ada berjumlah 12 ruang kelas.135

Namun sejak bulan maret 2020

pembelajaran pendidikan di sekolah diubah menjadi pembelajaran online yang

dilakukan di rumah. Tidak ada siswa yang datang ke sekolah dalam proses

pembelajaran, semua melakukan pembelajaran tersebut dari rumah dengan

pembagian waktu dua kali pertemuan secara daring. Dimulai pada pukul 08.00

sampai pukul 09.30 kemudian dari pukul 10.00 sampai 11.30 setiap hari. Mengingat

keterbatasan kuota yang dimiliki oleh guru bahkan peserta didik di rumah maka

sekolah memfasilitasi dengan memberikan fasilitas jaringan melalui wifi sekolah

sedangkan siswa didaftarkan sekolah untuk mendapatkan kuota pembelajaran dari

pemerintah. Pemberian fasilitas ini untuk memudahkan pendidik dan peserta didik

untuk dapat tetap melaksanakan proses pembelajaran dari mana saja setiap harinya

tanpa terkendala wabah corona yang melanda seluruh dunia.

Beberapa materi pembelajaran memang dilakukan secara luring, hal ini terkait

pembelajaran praktek. Salah satu program yang dilakukan oleh sekolah ini adalah

rekayasa perangkat lunak, keterbatasan peserta didik untuk mempelajari secara

detail apa yang akan disajikan oleh guru maka sekolah memboleh pelaksanaan

pembelajaran di sekolah namun dengan tetap memperhatikan kesehatan bagi guru

dan siswa. Guru yang datang ke sekolah diwajibkan memakai masker dan mencuci

tangan terlebih dahulu walaupun dari rumah guru telah melakukan kegiatan itu.

Begitupun dengan murid yang datang di sekolah diharuskan melakukan hal yang

sama dengan tetap menjaga jarak yang telah didesain oleh guru sebelum memasuki

ruang kelas.136

Proses penilaian yang dilakukan oleh sekolah adalah dengan melihat

kehadiran siswa, keaktifan di dalam pembelajaran, berkontribusi di dalam

mengerjakan tugas harian dari guru. Biasanya guru-guru di SMK Hikmah Yapis

Jayapura di dalam memberikan penilaian berfariasi sesuai dengan mata pelajaran

yang diampu oleh guru tersebut. Misalnya saja pelajaran Penjas (pendidikan

134

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2010), h. 124. 135

Gunanto, Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara, 6 Januari 2020. 136

Menik Kushendarwati, Ka. TU SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara, 23

September 2020

191

jasmani) penilaian guru bukan saja pada kehadiran siswa namun juga keaktifan

peserta didik di dalam mengikuti pelajaran di lapangan sekolah, hal ini dilakukan

karena Penjas bukan saja teori di kelas namun lebih dari teori yaitu praktek

pengetahuan di lapangan sekolah. Pelajaran Penjas menjadi daya tarik tersendiri

buat siswa hal ini dikarenakan mereka lebih rilex dan santai bahkan mereka

mempraktekkan olahraga yang jarang mereka lakukan di rumah. Misalnya saja

praktek olahraga bola kasti, praktek olahraga basket, praktek olahraga volly. Hal ini

dikarenakan belum tersedia secara masif dan menyeluruh lapangan untuk olahraga

tersebut, kalaupun ada, terbatas pada tempat tempat tertentu yang jauh dari tempat

tinggal peserta didik. Keadaan ini berbeda dengan olahraga bola kaki. Dimana sudah

banyak tersedia tempat dan ruang yang menyewakan dan menyediakan olahraga

futsal yang memiliki kemiripan dengan olahraga bola kaki yang beda pada

tempatnnya saja. Futsall lebih kecil lapangan dengan bola kaki.137

Penilaian dalam proses pembelajaran di SMK Hikmah Yapis Jayapura

merupakan faktor penentu keberhasilan belajar peserta didik, adanya proses di

dalam penilaian dapat memastikan bahwa pembelajaran berhasil atau tidak, dan

pembelajaran terlihat efektif dan bermakna di dalam membantu pertumbuhan dan

perkembangan peserta didik. Rujukan dalam penyusunan pembelajaran

pembelajaran PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura adalah kurikulum nasional yang

dibuat oleh pemerintah dan sekolah hanya mengikuti kebijakan yang dikeluarkan

oleh dinas pendidikan kota Jayapura. Apa yang dilakukan oleh lembaga Yapis Papua

tidak membuat kurikulum sendiri untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam.

Sebagai kurikulum yang menyangkut mengenai rancangan dan pelaksanaannya di

kelas harus dipahami dengan baik karena begitu pentingnya kurikulum bagi

perkembangan kehidupan peserta didik nantinya.138

Sejalan dengan yang dikatakan oleh Sekretaris Yapis Kota Jayapura bahwa

kurikulum yang dijalankan dan dipakai oleh lembaga ini adalah kurikulum yang

mengacu pada kurikulum nasional. Karena visi misi dari lembaga pendidikan ini

mendukung tercapainya tujuan nasional yaitu adanya perkembangan potensi yang

dimiliki peserta didik menjadi manusia yang beriman dan takwa kepada Allah,

memiliki akhlak yang mulia, menjadi warga negara bertanggung jawab serta

demokratis. Sehingga program pemerintah di dalam mencerdaskan kehidupan

bangsa disambut baik oleh warga Yapis dengan mempertahankan standar di dalam

kurikulum nasional dan juga melihat keadaan sekolah Yapis yang multikultural dari

sisi budaya dan agama.139

Sebagai lembaga pendidikan yang menaungi SMK Hikmah Yapis Jayapura,

Yapis hanya memberikan arahan dan petunjuk di dalam melaksanakan pembelajaran

khususnya pembelajaran Agama. Karena Yapis tidak memberikan pelajaran agama

selain agama Islam maka yang diutamakan didalam menyampaikan pelajaran agama

untuk lebih mengkedepankan nilai-nilai persamaan yang ada pada setiap agama.

137

Gunanto, “Guru Olahraga SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara, 6 Januari

2020. 138

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 29 Juli 2020. 139

Abdul Muin, “Sekretaris Yapis Kota Jayapura” Wawancara, 6 Agustus 2020.

192

Menjaga keharmonisan hubungan antar umat beragama dan juga lebih kepada

memberdayaan masyarakat untuk berkompetitif menjadi terbaik di tanah Papua.

Pembelajaran PAI pada siswa non Islam. SMK Hikmah Yapis Jayapura

adalah sekolah yang berada dibawah naungan lembaga pendidikan Yapis Papua,

dalam proses pembelajaran yang dilakukan dari pertama berdiri senantiasa

melaksanakan pendidikan dan pengajarannya mengikuti program dari pemerintah,

salah satunya adalah memberikan pembelajaran pendidikan agama Islam pada

peserta didik. Hal ini mengikuti amanah dari undang-undang yang mana kewajiban

sekolah untuk memasukkan mata pelajaran yang wajib dipelajari di sekolah yaitu

mata pelajaran agama, mata pelajaran pancasila dan mata pelajaran

kewarganegaraan. Ketiga pelajaran ini diajarkan di SMK Hikmah Yapis Jayapura.140

Tabel 19 : Jumlah Kelas Pembelajaran PAI di SMK Hikmah Yapis

Jayapura

No Kelas Jumlah

1 Sepuluh (X) 5 Kelas

2 Sebelas (XI) 3 Kelas

3 Dua Belas (XII) 3 Kelas

Rombongan belajar atau biasa disebut dengan (rombel) PAI di SMK Yapis

ada Kelas sepuluh ada 5 rombongan belajar, kelas sebelas ada 3 rombongan belajar,

dan kelas duabelas ada 3 rombongan belajar. Yang biasa ada 3 rombel pada kelas

sepuluh pada tahun ini bertambah menjadi 5 rombel. Hal ini dikarenakan beberapa

ruangan yang dulunya dipakai oleh ruangan ketik manual yang sudah tidak

difungsikan lagi maka digunakan untuk kelas. Ketika manual sudah tidak zaman

lagi, sudah beralih ke komputer, sedangkan ruang komputer pun sudah tersedia

dengan fasilitas yang layak dan baik. Sehingga ruang yang kosong tersebut

digunakan untuk hal yang lain, dalam kesempatan yang sama, penerimaan siswa

yang banyak karena diminati oleh banyak peserta didik maka pemanfaatan ruangan

konsong untuk ruang kelas dilakukan. Dari hal inilah penerimaan siswa di tahun ini

menjadi 5 rombongan belajar. Jumlah ruang belajar peserta didik di tahun ini

sebanyak 11 ruang belajar.

Jumlah peserta didik dalam satu kelas. Peserta didik di SMK Hikmah Yapis

Jayapura berjumlah + berjumlah 29-30 orang dalam satu kelas, hal ini dilakukan

agar semua peserta didik dapat belajar dengan nyaman, aman, dan bisa berprestasi.

Keadaan ini sesuai dengan permendikbud nomor 17 tahun 2017 pada pasal 24

menyebutkan bahwa jumlah ideal dalam sebuah rombongan belajar yang

diselenggarakan oleh sekolah SMA minimal 20 orang sedangkan SMK minimal 15

orang dan untuk batas maximal dalam satu kelas di SMA/SMK adalah 36 peserta

didik. Sedangkan jumlah rombongan belajar yang ada pada setiap tingkatan untuk

SMA/SMK minimal 3 rombongan belajar dan untuk batas maximalnya untuk SMA

itu 36 rombongan belajar, dan untuk SMK itu 72 rombongan belajar, hal ini sesuai

dengan pasal 26 dari permendikbud nomor 17 tahun 2017. Beragam kondisi dan

keadaan sekolah di Indonesia sehingga jumlah dari peserta didik dan rombongan

belajar tidak dapat diterapkan secara menyeluruh. Namun untuk di SMK Hikmah

140

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 29 Juli 2020.

193

Yapis Jayapura dapat diterapkan karena sudah memenuhi ketentuan minimal dan

tidak melewati batas maximal.

Pilihan untuk tidak mengikuti PAI bagi non Muslim memang sudah

diantisipasi dengan penyampaian materi belajar di kelas itu adalah materi ajar agama

Islam. Diawal memasuki sekolah telah ada pemberitahuan dari bagian kurikulum

untuk menyampaikan kepada seluruh siswa yang mendaftar dan mengambil formulir

siswa baru, bahwa sekolah SMK Hikmah Yapis Jayapura di dalam pembelajarannya

menggunakan kurikulum k13 revisi, dimana salah satu pelajaran yang diajarkan oleh

sekolah adalah mata pelajaran pendidikan agama Islam. Bagi non Islam juga akan

belajar pelajaran ini di setiap semester di setiap tingkatan dari awal mereka menjadi

siswa sampai mereka lulus. SMK Hikmah Yapis tidak memberikan pilihan kepada

siswa untuk belajar pendidikan agama selain pendidikan agama islam, mengapa hal

ini diberikan kepada seluruh peserta didik karena platform dari SMK Hikmah adalah

platform Islam sehingga agama yang diajarkan oleh guru di sekolah ini adalah

pendidikan agama yaitu agama Islam. Bagi peserta didik yang non Islam untuk

menyesuaikan dengan pelajaran ini. Memang dijumpai berbagai kendala di dalam

implementasi pelajaran ini siswa non Islam, karena beberapa materi yang harus

mereka ikuti dan para siswa tidak dapat mengikutinya dengan baik dikarenakan

materi ini adalah materi yang baru buat mereka. Penyampaian yang dilakukan pada

saat penerimaan dan pendaftaran peserta didik baru, menjadi sebuah konsekwensi

yang harus diterima oleh peserta didik ketika memilih SMK Hikmah Yapis sebagai

sekolah untuk masa depan yang lebih baik. Sehingga pada saat sekolah dan

menjumpai pelajaran agama adalah pelajaran agama Islam mereka tidak terlalu

kaget.

Kurikulum yang dipakai di sekolah SMK Hikmah Yapis Jayapura di dalam

pelaksanaan dan pengimplementasian kurikulumnya mengikuti pada kurikulum k13.

Kurikulum itu sendiri merupakan seperangkat peraturan yang dipedomani di dalam

kegiatan belajar dan mengajar. Yang terdiri dari bahan ajar, isi materi, metode yang

dipakai. Dan sudah memakai kurikulum k-13 revisi sesuai dengan arahan dari

pemerintah. Setidaknya ada empat poin yang diperbaiki dalam kurikulum k13

menjadi k13 revisi. Yaitu pertama, penataan kompetensi sikap spiritual dan sikap

sosial di semua mata pelajaran. Hal ini berbeda dengan k-13 sebelum revisi dimana

terdapat kompleksitas pembelajaran dan penilaian pada sikap spiritual dan sikap

sosial. Kedua, koherensi KI-KD dan penyelarasan pada dokumen. Hal ini dilakukan

dimana sebelumnya dijumpai ketidakselarasan antara KI-KD dengan buku dan

silabus. Ketiga, memberikan ruang kreatif untuk guru dalam menerapkan k13 revisi.

Hal ini dilakukan yang mana sebelumnya implementasi proses berpikir 5M sebagai

metode pembelajaran yang sifatnya prosedural dan mekanistik. Keempat, penataan

kompentensi yang tidak dibatasi oleh pemenggalan taksonomi proses berpikir.

Pemakaian kurikulum k13 di SMK Hikmah Yapis Jayapura untuk menjadikan

pembelajaran di kelas menjadi lebih asik dan menyenangkan. Guru bukan lagi

menjadi menjadi satu-satunya sumber belajar namun juga dari berbagai sumber.

Guru tidak lagi hanya menggunakan satu metode pembelajaran hanya menggunakan

metode ceramah saja, namun juga menggunakan berbagai metode pembelajaran

sehingga dapat menerima materi dengan baik. Guru itu hanya menjadi fasilitator

dalam pembelajaran. Guru membuat pembelajaran menjadi lebih menarik

194

menyenangkan. Penggunaan K13 revisi yang dilaksanakan di SMK Hikmah Yapis

telah dilakukan dari beberapa tahun yang lalu dan dilakukan secara bertahap, diawali

dengan kelas sepuluh dulu kemudian di tahun berikutnya di kelas sebelas dan

sepuluh dan pada tahun berikutnya semua tingkatan dari kelas sepuluh, sebelas dan

dua belas menggunakan kurikulum K13 dalam pembelajaran PAI. Tepatnya di tahun

2017 penggunaan kurikulum K13 revisi di SMK Hikmah Yapis Jayapura. Sehingga

pada tahun 2019/2020 sudah menerapkan kurikulum ini secara total.141

b. Penerapan Pembelajaran PAI Pada SMK Hikmah Yapis Jayapura

Pembelajaran itu sebagai suatu kombinasi yang tersusun, meliputi unsur

prosedur, fasilitas, dan manusianya yang saling mempengaruhi untuk mencapai

tujuan dari pembelajaran.142

Sedangkan pembelajaran pendidikan agama Islam

adalah sebuah upaya membuat peserta didik baik seorangan maupun kelompok

untuk dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan terus menerus

untuk mau belajar agamar Islam baik dalam bentuk sebagai ilmu pengetahuan

maupun di dalam pengamalan ilmu tersebut. Sesungguhnya di dalam kehidupan ini

semuanya terkandung unsur pendidikan hal ini terkait interaksi antar sesama yang

dilakukan oleh peserta didik dan bagaimana ia dapat menyesuaikan diri dengan

menempatkan diri dengan sebaik-baiknya dalam berkomunikasi dengan sekitarnya.

Pendidikan Agama Islam merupakan bagian penting dalam kehidupan peserta didik

di sekolah dan dilingkungannya karena PAI dilakukan untuk memberikan

pengenalan tentang ajaran-ajaran Islam agar nantinya setelah selesai dari proses

pembelajaran tersebut peserta didik dapat menghayati, memahami, dan

mengamalkan ilmu yang telah diperoleh di bangku sekolah.

Pendidikan agama di sekolah menjadi salah satu aspek dasar dari pendidikan

nasional Indonesia yang harus mampu memberikan hakikat dan makna dalam

pembangunan nasional, dengan demikian strategi pendidikan agama di semua

lingkungan pendidikan tidak saja bertugas di dalam memberikan gairah namun juga

dapat menanamkan dasar dari nilai yang bersifat absolut dari sifat Tuhan ke dalam

diri manusia sehingga sifat sifat tersebut dapat menfilter diri manusia dalam

menghalau sifat-sifat negatif yang ada di sekitar.143

Armai Arief mengatakan pendidikan Islam sebagai proses pengembangan

potensi kreatif peserta didik, bertujuan dalam mewujudkan manusia yang iman dan

takwa kepada Allah swt. cerdas, terampil, memiliki etos kerja yang tinggi, berbudi

pekerti luhur, bertanggung jawab dan mandiri terhadap negara, bangsa terkhusus

kepada diri sendiri. Proses ini senantiasa akan berlangsung sampai sepanjang

kehidupan manusia.144

Fungsi dari pendidikan agama Islam antara lain:

141

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 20 Februari 2020. 142

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h.

57. 143

Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Karsa, 2003), h.

140. 144

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta:

Ciputat Press, 2002), h. 4.

195

- Internalisasi ilmu kepada peserta didik agar mereka mengetahui mana yang baik

dan mana yang tidak baik, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak

boleh dilakukan.

- Upaya pencegahan dari hal-hal yang negatif di dalam kehidupan peserta didik.

- Sebagai upaya perbaikan dari sikap yang telah dimiliki oleh peserta didik dari

sikap yang kurang baik menjadi sifat yang baik, dari sikap yang baik ke arah

yang lebih baik.

- Sebagai bentuk pengarah kepada peserta didik agar berfungsi pendidikan agama

mengarahkan perbuatan peserta didik pada jalan yang diridhoi oleh Allah.145

SMK Hikmah Yapis Jayapura sebagai lembaga pendidikan sekolah memiliki

peranan yang mencapai tujuan pendidikan. Peserta didik pada dasarnya mengalami

proses sosialisasi primer dan sekunder. Sosialisasi sekunder ketika melakukan

sosialisasi di sekolah karena mereka memasuki usia dimana mereka melanjutkan

pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan sosialisasi primer ketika mereka

berada di rumah bersosialisasi dengan keluarga dan orang tua. Sosialisasi primer

yang dilakukan oleh peserta didik melalui institusi sekolah karena sekolah sebagai

lembaga yang menangani dan mengurusi hubungan peserta didik di sekolah.

Memiliki peranan yang besar dalam menentukan keberhasilan mencapai tujuan

pendidikan.146

Institusi pendidikan sekolah adalah tempat menyalurkan ilmu pengetahuan,

dengan praktek pendidikan para siswa diajak untuk mengetahui memahami

pengalaman sejarah dapat ditransformasikan pada kehidupan mereka di saat

sekarang untuk menghadapi tantangan masa datang.147

c. Alokasi Waktu Pembelajaran

Proses pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama Islam dilakukan

sebagaimana pembelajaran yang dilakukan pada mata pelajaran lainnya. Bila

terjadwal pelajaran pada waktu dan hari yang telah ditentukan maka pelajaran

pendidikan agama Islam diberikan kepada siswa, yang mana siswa mengikuti

pelajaran pendidikan agama dari kelas X (sepuluh) pada tahun pertama kehadiran

mereka di sekolah sampai kelas XII (dua belas) pada tahun ketiga. Mata pelajaran

ini diberikan pada semester ganjil dan semester genap. Dengan durasi waktu selama

tiga jam atau 45 menit x 3 = 125 menit pada satu kali tatap muka di setiap minggu

efektif.148

Pada pembelajaran pendidikan agama Islam pada situasi wabah corona ini

sebagaimana yang dikatakan oleh Siti Zuhriyeh bahwa pembelajaran PAI dari bulan

Maret 2020 sampai Oktober 2020 atau saat ini yaitu dua jam pelajaran. Hal ini

dilakukan karena terkendala jaringan dan kuota yang dimiliki oleh guru dan peserta

didik. Bagi kami di sekolah ini ada keterbatasan jaringan yang dimiliki oleh guru

145

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007, Tentang Pendidikan Agama dan

Pendidikan Keagamaan, Pasal 2 Ayat 2, h. 2. 146

Abdul Rouf, “Potret Pendidikan Agama Islam di Sekolah” Jurnal Pendidikan

Agama Islam, Vol.3 No.1. Mei 2015. 147

Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pengetahuan Islam, (Cet. 8; Jakarta: Bumi Aksara-

Depag RI, 2008), h. 7. 148

Siti Zuhriyeh, “Guru PAI SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara, 29 Juli 2020,

dan 22 Oktober 2020.

196

terkadang jaringannya bagus kadang juga kurang. Sehingga hal ini dapat

mengganggu keseriusan di dalam proses pembelajaran daring. Apalagi kalau siswa

tidak punya HP/laptop, biasanya mereka meminjam sama orang tua mereka.

Masalahnya bukan meminjam sama orang tua, karena memakai siapa saja itu

diberikan pilihan kepada siswa untuk menyediakannya di rumah. Melainkan kalau

memang tidak punya HP/laptop dirumah sehingga pembelajaran tidak bisa berjalan

dengan cara daring. Untuk kasus seperti ini biasanya kami meminta kepada siswa

tersebut untuk dapat datang kesekolah untuk belajar sekalipun seorang diri. Inilah

kendala yang biasanya dijumpai pada proses pembelajaran di SMK Hikmah Yapis

Jayapura pada masa pandemi covid19.

Pembelajaran pada masa covid19, dilakukan dengan tidak seperti biasanya,

guru tetap ke sekolah dan peserta didik tetap berada di rumah. Proses belajar daring

dari rumah. Guru diberikan fasilitas untuk dapat mengakses wifi dari sekolah bila

mereka tidak memiliki pulsa data, namun diberikan keleluasaan untuk bisa mengajar

dari rumah bila dalam keadaan terpaksa. Guru tetap diwajibkan ke sekolah karena

ada juga siswa yang tidak mengikuti pembelajaran daring, maka untuk memberikan

pemerataan belajar kepada siswa maka semua guru tetap datang ke sekolah untuk

melakukan pembelajaran daring.149

d. Pembelajaran Materi Pluralis

Pembelajaran mata pelajaran PAI pada siswa non muslim dilakukan oleh

SMK Hikmah Yapis Jayapura dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas. Tidak ada

pembedaan pemberian materi pelajaran PAI dan mata pelajaran lain di sekolah ini,

semuanya mendapatkan akses untuk belajar. Pemberian materi pelajaran pendidikan

agama Islam pada siswa non Muslim yang belajar pendidikan agama Islam tidak

sampai pada tahap bahwa mereka dipaksa untuk memeluk agama Islam melainkan

diajarkan tentang materi-materi agama Islam yang mana dapat menambah

pengetahuan keagamaan peserta didik terhadap agama Islam. Penyampaian agama

pada siswa Non Islam. Kendala yang dihadapi oleh guru PAI ketika menyampaikan

agama Islam kepada non Islam, hal ini dikarenakan penyampaian agama selain

agamanya adalah hal yang baru, hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya.

Tentunya ada resistensi terhadap ajaran agama yang lain dari yang biasanya

didapatkan di rumah atau bahkan di rumah ibadahnya. Strategi guru PAI di dalam

penyampaian agama Islam pada peserta didik non Islam dengan menyampaikan

bahwa di dalam Kristen ada yang disebut dengan Ten Commanden atau 10 perintah

tuhan. Yang berisi larangan untuk membunuh, larangan untuk berzina, larangan

untuk berbohong, mengesakan Tuhan, jangan berlaku syirik, menghormati orang

tua. Metode guru PAI menyampaikan bahwa Islam juga memiliki kesamaan dengan

perintah perintah tersebut yaitu larangan untuk saling membunuh, larangan berbuat

maksiat, anjuran untuk mematuhi kedua orang tua, larangan berbohong dan perintah

lainnya yang memiliki kesamaan ajakan kepada umat manusia untuk berbuat yang

baik dan meninggalkan perbuatan yang buruk. Maka pengalaman yang dimiliki oleh

guru PAI di dalam mengelola kelas khususnya kelas yang pluralisme dapat

149

Menik Kushendrastati, “Kepala Tata Usaha SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 23 September 2020.

197

menjadikan pembelajaran PAI ini menjadi pembelajaran yang menyenangkan dan

bahkan dapat diterima oleh non muslim.150

Pembelajaran yang ada di sekolah SMK Hikmah Yapis Jayapura pada materi-

materi yang diajarkan oleh guru PAI pada semua siswa, tidak ada pemisahan dan

pembedaan cara menyampaikan. Semuanya disampaikan sesuai dengan materi yang

diajarkan pada waktu itu yang sesuai dengan RPP yang telah dibuat oleh guru,

misalnya saja menjelaskan tentang Haji, maka siswa menyesuaikan saja dengan

materi tentang haji. Guru menyampaikan bahwa haji adalah rukun Islam yang

kelima, dikerjakan di tanah suci Makkah dan dilakukan oleh orang yang mampu.

Mampu dalam artian memiliki kemampuan harta untuk berangkat ke tanah suci, dan

pula harta yang ditinggalkan untuk keluarga yang tidak ikut berangkat naik haji.

Mampu dari segi ilmunya bahwa keberangkatan haji bukan sekedar mau jalan-jalan

rohani namun menunaikan perintah Tuhan yang tidak diiringi oleh ilmu. Bila hal ini

dilakukan maka akan banyak perbuatan yang dikerjakan padahal perbuatan tersebut

dilarang untuk dikerjakan. Mampu secara fisik, karena ibadah haji bukan hanya

uang, bukan saja ilmu namun juga fisik yang sehat agar dapat melaksanakan ibadah

haji dengan mendapatkan haji yang sempurna.

Guru PAI yang mengajar di SMK Hikmah Yapis Jayapura ada dua yaitu Siti

Zuhriyeh yang mengajar dari tahun 2012 dan Ali Rumatiga yang mengajar dari

tahun 20191 keduanya telah mengajar di SMK Hikmah Yapis Jayapura. Keduanya

mengajar dengan pembagian kelas X yang berjumlah 5 kelas diajarkan oleh pak Ali

Rumatiga, untuk kelas XI dan XII yang berjumlah 6 kelas diajarkan oleh Siti

Zuhriyeh.151

Pengamalan ilmu yang telah dan pernah dipelajari selama berada di

bangku sekolah, menabung untuk akhirat, sehingga ada rasa senang berada disini

untuk menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari. Begitu pula menghadapi

murid yang beragam tentu menjadi tantangan tersendiri yang dihadapi oleh guru

karena menjumpai siswa Papua yang memiliki keinginan tinggi belajar dan

mendalami ilmu pengetahuan menjadikan kami, guru itu senang. Menjumpai siswa

yang semangat untuk belajar dan bersekolah.

Peserta didik non Islam yaitu Alexia dan Affila Tuo mengatakan saya

memilih bersekolah di Yapis Papua karena sekolah ini memiliki kesamaan ajaran

agama dengan yang saya alami di asrama. Saya ini beragama Katholik. Afila Tuo

dan alexia Tuo keduanya adalah siswa yang berasal dari daerah Keerom Arso Papua.

Saya memilih bersekolah di sini karena sekolah ini dekat dengan tempat tinggal

saya, yang berjarak 700 meter dari asrama dok V dan berjarak 5 km dari tempat

tinggal saya dengan tante saya. Kedekatan lokasi ini juga menjadikan saya akhirnya

memilih untuk masuk di SMK Hikmah Yapis Jayapura.

Ada penyampaian dari sekolah bahwa nanti kalian belajar agama Islam.

Ketika berada kelas X, dan pada awal masuk di sekolah ini, kami disampaikan oleh

sekolah bahkan juga dari guru agama bahwa kami akan belajar agama Islam bukan

agama Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Kami diminta untuk mengetahui

150

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 20 Februari 2020. 151

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 20 Februari 2020.

198

kondisi ini dulu diawal agar kami dapat menyesuaikan saja dengan pelajaran ini dan

beberapa peraturan yang harus kami turuti. Misalnya ada keharusan bagi kami yang

perempuan untuk memakai rok yang panjang di sekolah sekalipun kami tidak

diwajibkan memakai jilbab. Namun sekolah mengharuskan kepada semua peserta

didik yang perempuan baik Islam dan non Islam untuk memakai rok yang panjang.

Bukan saja sampai dibawah lutut melainkan juga lebih panjang sampai kepada rok

yang dibawah mata kali. Sewaktu bersekolah di SMP di Keerom, saya menggunakan

rok yang sampai di bawah lulut saja. Sedangkan di sekolah ini kami diwajibkan

menyeragamkan pakaian sekolah rok untuk berada di bawah mata kali.152

Adakah ajakan pindah agama dari guru PAI. Memilih sebuah agama itu

pilihan yang sudah kami dapatkan dari sejak kami kecil, kami diajarkan untuk setiap

sampai mati pada ajaran agama yang telah kami pilih sejak kami kecil. Siapapun

tidak ada yang bisa mengeluarkan kami dari agama yang kami yakini. Sehingga

kami akan selalu pada keyakinan ini. Guru PAI juga tidak akan bisa membuat kami

keluar dari agamaku. Guru PAI sejauh yang saya alami selama bersekolah disini

tidak pernah melakukan ajakan itu, bahkan tidak pernah menyuruh kami keluar dari

agama kami. Justru yang muncul adalah guru PAI dan guru guru di sekolah itu baik

dan sangat kepada kami, membimbing kami. Mereka bagaikan orang tua kami di

sekolah.153

Materi yang diajarkan di sekolah. Masih ingat apa yang diajarkan oleh guru

PAI ketika belajar pendidikan agama, karena baru beberapa hari yang lalu kami

diajarkan oleh guru tersebut. Yaitu berkaitan dengan kejujuran, dimana kami

diharapkan senantiasa berkata jujur dikehidupan kami. Tidak boleh kami berkata

bohong apalagi berbohong kepada kedua orang tua. Yang masih berkesan dalam

pembelajaran PAI hingga saat ini adalah praktek membungkus jenazah. Praktek ini

melibat seorang siswa yang dijadikan sebagai patung jenazahnya, beberapa orang

kawan yang kemudian memandikan dan membungkusnya. Ada perbedaan yang

kami lihat didalam ajaran agama Katholik, menggunakan pakaian putih yang

ditutupi dengan jas hitam, wajah masih nampak kelihatan sampai saat kami

menyembahyangkan jenazah tersebut. Peti akan ditutup sebelum dimasukkan

kedalam liang kubur. Artinya masih kelihatan wajahnya. Sedangkan di dalam

praktek jenazah yang disampaikan oleh ibu guru di sekolah bahwa seorang jenazah

yang akan dikubur itu sudah tidak nampak lagi wajahnya setelah dikafani. Maka bila

ingin melihat wajah jenazah yang terakhir lihatlah sebelum jenazah itu dimandikan.

Sebelum jenazah di mandikan secara agama sebagai syarat agar jenazah itu

disholatkan dan dikuburkan.154

Pembelajaran tidak merubah agama peserta didik. Pembelajaran yang

dilaksanakan di SMK Hikmah Yapis Jayapura yang telah saya dan kawan saya ikuti

dari pertama hingga sekarang atau sampai saat ini tidak merubah keyakinan agama

152

Alexia Tuo, “Siswa Non Islam Kelas XI SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 20 Februari 2020. 153

Alexia Tuo, “Siswa Non Islam Kelas XI SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 20 Februari 2020. 154

Affila dan Alexia Tuo, “Siswa Non Islam Kelas XI Kelas XI SMK Hikmah Yapis

Jayapura” Wawancara, 20 Februari 2020.

199

saya dari Katholik menjadi agama Islam. Memang ada beberapa pertanyaan yang

saya tanyakan kepada guru PAI terkait dengan pelajaran agama Islam namun

pertanyaan itu karena saya belum tau dan ingin mengetahuinya lebih dalam tentang

agama Islam. Namun pertanyaan yang dilontarkan bukan untuk memeluk agama

Islam, melainkan untuk mengetahui agama Islam lebih baik lagi. Sehingga

pengetahuan saya tidak hanya dari satu sumber saja melainkan dari berbagai sumber.

Pelajaran PAI yang diberikan oleh guru PAI sejauh yang saya rasakan, ya

cukup baik, cukup menyenangkan. Sekarang saya diajar oleh ibu Siti pada kelas

sebelas. Yang mana di kelas sepuluh juga saya diajar oleh ibu guru Siti.

Penyampaian materi yang disampaikan oleh ibu guru bisa saya terima dan dapat

saya pahami, hal ini karena penyampaian guru PAI tidak mendoktrin, tidak

menyampaikan agama Islam dari sisi yang menakutkan, agama yang tidak

bersahabat dengan sekitarnya. Justru yang saya jumpai dari sekolah ini bahwa kami

diterima di sekolah ini dengan baik, kami juga diajarkan dengan baik, sopan santun,

ucapan kata yang dapat menyinggung perasaan orang lain untuk sebisa mungkin

tidak dikatakan.155

Penyampaian materi yang disampai oleh guru PAI ada kesamaan

dengan yang saya pelajari di asrama. Yaitu ada kitab saya sama, ada nabi yang

sama, dan anjuran untuk berpuasa. Kesamaan ini yang bagi saya dapat menerima

pelajaran agama Islam dengan baik. Karena yang disampaikan juga pernah saya

dengarkan ketika diajarkan di asrama yaitu ada penyampaikan ajaran nabi-nabi,

kisah para nabi, dan juga anjuran untuk melaksanakan puasa. Penyampaian ajaran

nabi semisal dengan 10 perintah Tuhan, berisi tentang ajaran untuk memuliakan

tuhan, tidak menyembah selain tuhan, menghormati kedua orang tua yang juga

ditujukan kepada saudara kandung, membalas budi atas apa yang mereka perbuat

bagimu, berbuat baik sama orang yang sakit, mengakui kesalahan yang telah

dilakukan oleh diri sendiri, membimbing anak agar anak dapat tercerahkan dengan

bimbingan yang kita berikan kepada mereka. Begitu pula dengan ajaran agar

melakukan puasa. Di dalam agamaku juga juga berpuasa, dimana puasanya

dilakukan sebagai tanda pertobatan, tanda penyangkalan dan tanda kita

mempersatukan sedikit pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib

sebagai silih dosa dan demi keselamatan dunia.156

Jadi kesamaan-kesamaan yang disampaikan oleh guru PAI dapat diterima

dengan baik oleh saya khususnya yang dari katholik. Sehingga tidak ada

pertentangan yang saya berikan. Sebagai bentuk protes atas pelaksanaan pendidikan

agama di sekolah ini.

Mungkin dengan kesamaan-kesamaan materi ajaran agama Isam yang dapat

diterima oleh peserta didik non Islam dapat menjadi poin penting bagi pengajar guru

agama di SMK Hikmah Yapis Jayapura untuk memperhatikan materi yang

sebisamungkin dapat diterima untuk semua agama, pemilihan materi-materi agama

Islam yang terbuka dapat menjadi keunggulan bagi SMK Hikmah Yapis Jayapura di

dalam memberikan pembelajaran PAI pada siswa non muslim. Secara doktrinal

155

Affila, “Siswa Non Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, 20 Februari

2020. 156

Affila, “Siswa Non Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, 20 Februari

2020.

200

memang ajaran agama yang diajarkan oleh Yapis adalah agama Islam namun secara

penyampaian sebisa mungkin untuk dapat menjangkau semua agama agar yang

disampaikan oleh guru dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Kalau ada

yang sama dari semua agama maka itu yang menjadi fokus perhatian dari guru.

Bukan lagi pada sisi doktrin, sekolah yang berada dibawah Yapis harus mampu

untuk membuktikan bahwa sekolah ini bukanlah sekolah yang mengajak orang

untuk masuk ke dalam agama Islam namun bagaimana sekolah ini dapat

memberikan pencerahan, dapat memberikan persamaan norma dan nilai yang ada

pada setiap agama sehingga ajaran dan norma yang disampaikan tidak bertentangan

dengan yang telah diketahui oleh peserta didik di rumah. Atau kalau mau

mengusulkan penyampaian materinya lebih kepada materi budi pekerti, sikap sopan

santun. Sekalipun mungkin berkaitan dengan ibadah, maka ibadahnya sebagai

pelengkap. Yang utama itu berkaitan dengan adab dan perilaku peserta didik.

Apa yang susah dari belajar agama. Alexia Tuo siswi yang tinggal di asrama

katholik ini menyampaikan bahwa pelajaran agama Islam di SMK Yapis sekalipun

juga menyenangkan karena ada kesamaan dengan agama Katholik pada sisi sepuluh

perintah tuhan, perintah untuk berbuat baik, perintah untuk berpuasa. Namun pada

sisi yang lain kami mengalami kesulitan untuk megikuti pelajaran agama ini kalau

diminta untuk menulis bahasa Arab. Tulisan Arab yang baru kami kenal sejak

masuk di sekolah ini menjadikan saya dan juga kawan kawan itu kerepotan untuk

menulis. Bisa jadi hal ini terjadi karena kami baru pertama kali menulis tulisan ini,

jangankan untuk menulis membacanya saja kami butuh waktu untuk

mempelajarinya apalagi diminta untuk menulis. Begitupun ketika kami diminta

untuk membaca beberapa bait dari ayat al-Qur‟an kami belum bisa melakukan

dengan baik. Kekurangan ini yang kami jumpai pada saat belajar agama di SMK

Hikmah Yapis Jayapura.157

Materi pluralisme beragama (toleransi). Pembelajaran pluralisme beragama

secara umumnya ada disetiap materi pelajaran pendidikan agama, hal ini terjadi

karena pelajaran ini sendiri membentuk peserta didik yang berkarakter humanis,

berkarakter menolong orang lain, menghargai pendapat yang berbeda, mengajak

untuk saling tolong menolong, membuka diri, bersikap tawasuth tawazun. Materi

dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas memiliki arah ke sana. Namun bila dilihat

secara spesifik bahwa materi pelajaran pendidikan agama yang mengarah pada

pluralis toleran itu ada pada kelas sepuluh. Hal ini dilakukan agar siswa telah

memiliki sikap saling menghargai, saling menghormati, saling bekerja sama di

dalam kelas maupun di luar kelas dan juga mampu menyikapi perbedaan keagamaan

yang realitasnya terjadi disekelilingnya dengan baik dan bijaksana. Makanya

pelajaran pendidikan pluralis diberikan di kelas sepuluh. Pada kurikulum KTSP

pembelajaran pendidikan agama Islam yang menyangkut toleransi beragama itu

diberikan pada kelas XII, semester ganjil. Sehingga pada kelas sepuluh dan kelas

sebelas dapat dijumpai beberapa siswa yang tidak menghargai agama orang lain.

Dalam proses penyampaian pelajaran pendidikan agama Islam di SMK

Hikmah Yapis Jayapura sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ali Rumatiga

157

Alexia Tuo, “Siswa Non Islam Kelas XI SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 20 Februari 2020.

201

bahwa siswa di kelas sepuluh yang berjumlah kelasnya ada 5, sejauh yang

dikerjakan tidak memberikan opsi untuk memilih mengikuti pelajaran agama Islam

atau tidak, atau dengan mengerjakan tugas dari tokoh agama yang ada di rumah

ibadah sebagai ganti dari pelajaran agama yang diselenggarakan di sekolah.

Sebagaimana beberapa sekolah yang minoritas peserta didik muslimnya mungkin

ada 3 atau peserta didik non Islamnya tidak lebih dari 10. Diberikan pilihan dari

berbagai pilihan untuk belajar agama di sekolah. Atau mencari guru agama yang ada

di sekolah yang kebetulan seagama dengan agama yang dianut oleh peserta didik

atau sama sekali tidak mengikuti pelajaran pendidikan agama Islam. Arahan dari

bagian kurikulum sekolah bahwa sekolah SMK Hikmah Yapis Jayapura

menyelenggarakan pelajaran pendidikan agama Islam dengan hanya mengajarkan

PAI saja, tidak mengajarkan pelajaran agama lain. Bagi peserta didik yang kebetulan

tidak seagama dengan agama Islam maka diminta untuk mengikuti pelajaran

pendidikan agama Islam.158

Guru PAI yang rumahnya jauh dari sekolah sekitar 20 km mengatakan bahwa

pengalaman yang didapatkan oleh guru PAI Ali Rumatiga sedikit berbeda dengan

yang dialami oleh ibu Siti Zuhriyeh, justru pak Ali tidak mendapatkan siswa yang

menolak untuk mengikuti pelajaran pendidikan agama Islam yang diajarkan oleh

guru PAI. Mereka pun mengikuti dengan seksama dari pertemuan pertama sampai

pada pertemuan yang terakhir. Memang mereka mengikuti pelajaran ini sampai pada

pertemuan yang terakhir namun ada saja materi yang belum dikuasai oleh peserta

didik, nah bila itu dijumpai oleh guru PAI atas peserta didik non Islam yang tidak

mampu menyelesaikan tugasnya maka pak Ali cenderung untuk mencari jalan lain

sebagai gantinya, agar ketercapaian materi belajar tetap dapat didapatkan oleh

peserta didik. Pembelajaran di sekolah diawali dengan doa oleh salah seorang siswa

kemudian menyampaikan bahwa doa dipakai oleh peserta didik sesuai dengan

agama yang dianut. Tidak mengikuti doa sebagaimana doa yang menjadi ciri khas

sekolah ini. Berdoa menurut agama dan keyakinan masing-masing.159

Mungkin yang berbeda dengan yang disampaikan oleh guru PAI yang sudah

cukup lama mengajar di SMK Hikmah Yapis Jayapura bahwa berdoa di SMK itu

dengan doa yang diajarkan kepada mereka yaitu berdoa menurut agama Islam dan

berdoanya bersama-sama dilakukan dengan bersuara besar yang mana tujuan dari

berdoa bersama dengan suara yang besar agar peserta didik non Islam dapat

menyesuaikan bahkan dapat menghafalkan setiap bait-bait kalimat dari doa tersebut.

Namun bila dilihat dari lamanya kedua guru ini mengajar di SMK Hikmah Yapis

Jayapura maka apa yang dilakukan oleh guru PAI yang mengajar di kelas XI dan

XII adalah mengikuti pola yang sudah pernah terjadi di sekolah ini, dan pola itu

diturunkan dari guru PAI yang juga pernah menjabat kepala sekolah pada tahun

1980-1982. Sedangkan guru PAI yang mengajarkan doa sesuai dengan agama

masing-masing adalah guru PAI yang baru mengajar semester ganjil 2019-1. Guru

158

Ali Rumatiga, “Guru Pendidikan Agama Islam Kelas X (sepuluh)( SMK Hikmah

Yapis Jayapura” Wawancara, 20 Februari 2020. 159

Ali Rumatiga, “Guru Pendidikan Agama Islam Kelas X (sepuluh)( SMK Hikmah

Yapis Jayapura” Wawancara, 20 Februari 2020.

202

PAI yang baru setengah tahun mengajar di sekolah ini belum menyesuaikan dengan

pola yang sudah ada, dan kebiasaan yang telah terjadi selama ini.

Perlu adanya saling mengisi dan berkomunikasi antar guru PAI yang

mengajar di SMK Hikmah Yapis Jayapura. Agar pengajaran yang diberikan itu

berkesinambungan antara satu dengan lainnya. Sebagaimana kesinambungan

pengajaran yang telah dilakukan selama ini. Pertemuan dengan guru PAI yang baru

dengan guru PAI yang lama menurut pengamatan peneliti belum terlihat hal ini

dikarenakan guru PAI yang baru adalah guru pengganti saja di SMK karena guru

PAI yang telah ada di SMK sedang mengikuti program pelatihan pendidikan profesi

guru. Dengan jumlah kelas ada 11 ruangan dengan tuntutan harus mengajar 24 jam

pelajaran sebenarnya satu orang guru pun sudah memenuhi syarat yang diberikan

kepada guru PAI. Seorang guru harus mengajar sebanyak 24 jam selama seminggu.

Sebagaimana guru diwajibkan mengajar dalam seminggu yaitu 24 jam, hal tertuang

secara umumnya pada UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen kemudian

ditindaklanjuti dengan peraturan pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang guru

sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2017

tentang perubahan atas peraturan pemeritah no 74 tahun 2008 tentang guru. Namun

perhintungan beban ini untuk GPAI secara rinci belum ada petunjuknya. Oleh

karenanya petunjuk tersebut disusun lebih rinci lagi dengan petunjuk teknis dari

dirjen pendis yang berisi muatan kewajiban guru PAI dalam mengajar. Bahwa guru

PAI diberikan beban mengajar dalam satu minggu adalah 24 jam dan beban

maksimal 40 jam. Kewajiban 24 jam ini untuk dapat mencairkan tunjangan profesi

guru.

Untuk berdoa pada saat belajar di awal pertemuan maka semua siswa baik

yang Islam dan non Islam diajarkan doa belajar agar dalam pembelajaran dapat

berjalan dengan lancar. Doa ini juga dihapal oleh semua siswa. Memang di awal kali

mereka mengikuti pelajaran ini mengalami kecanggungan dalam beradaptasi dengan

pembelajaran PAI namun karena aktivitas ini dilakukan setiap saat, setiap belajar

agama mereka membaca doa belajar maka dengan sendirinya mereka pun menghafal

doa tersebut. Tentu sebuah usaha yang dilakukan setiap kali, akan memberikan hasil

yang cukup maksimal. Begitupun pada saat pembacaan asmaul husna. Pembacaan

asmaul husna ini biasanya dilakukan oleh guru sebelum memulai pelajaran, masing-

masing siswa diminta untuk membawa al-qur‟an atau lembaran-lembaran yang

memuat asmaul husna, setelah itu siswa membacanya secara bersama-sama. Untuk

kelas sepuluh menghafal asmaul husna dari 1-33, untuk kelas sebelas menghafal

asmaul husna dari 34-66, untuk kelas dua belas menghafal asmaul husna dari 67-

99.160

Dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh guru PAI ini bukan saja

sampai pada hafalan yang diberikan kepada peserta didik untuk menghafal beberapa

tugas di antara menghafal penggalan ayat, menghafal asmaul husna namun juga

pada akhir dari pemberian tugas tersebut akan diberikan ujian sebagai salah satu

item keberhasilan di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMK Hikmah

Yapis Jayapura.

160

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 29 Juli 2020.

203

Pembelajaran PAI pada aspek yang juga menjadi unik adalah memberikan

pengajaran Iqra pada siswa non Islam. Sebagaimana diketahui bahwa Iqra adalah

salah satu cara agar dapat membaca al-Qur‟an. Membacanya perlu dengan ilmu

yang dapat diketahui dan dipelajari melalui membaca buku Iqra yang dikarang oleh.

KH As‟ad Humam. Dengan menggunakan cara ini maka sudah dapat membaca al-

Qur‟an walau dengan cara membaca yang lambat dan tertatih. Program pemberian

materi ini diberikan kepada peserta didik karena keterkaitan pelajaran agama pada

aspek al-Qur‟an. Dimana peserta didik diharapkan dapat membaca dan

mengamalkan isinya. Bagi peserta didik muslim dapat melalui ujian ini namun bagi

peserta didik non muslim maka perlu upaya lebih dari guru untuk memberikan

pelajaran tambahan dalam membantu peserta didik untuk dapat tuntas pada materi

membaca al-Qur‟an dan mengamalkan isi kandungannya di dalam kehidupan sehari-

hari.

e. Muatan Materi Pluralis pada Pembelajaran PAI SMK

Pembelajaran PAI secara spesifik kepada pluralisme yang berkaitan dengan

toleransi antar umat beragama diajarkan oleh guru PAI sebagai upaya dalam

membendung sikap intoleran, sikap ekstrimis di kalangan siswa. Melalui

pembelajaran ini diharapkan mereka dapat menjadi siswa yang bersikap menghargai

perbedaan yang ada dan terjadi disekitarnya. Sikap intoleran dapat merusak

hubungan sesama siswa antar siswa dan lingkungan sekitar. Pembelajaran

pluralisme itu ada pada materi Qur‟an surat ke 109/al-kafirun pada ayat ke enam

yang berbunyi lakum dinukum waliya din yang artinya bagimu agamamu dan bagiku

agamaku. Kita berada pada langit yang sama di muka bumi, berada pada sekolah

yang sama, berada pada kelas yang sama dan berada pada kota yang sama.

Keberadaan kita ini untuk berbuat yang baik dan terbaik untuk kemajuan daerah

kita, kita berlomba lomba dalam mengerjakan kebaikan. Perlombaan dalam

mengerjakan kebaikan ini tentunya akan dihadapi dengan adanya konflik dan

gesekan yang kecil. Namun bila tidak diantisipasi gesekan-gesekan ini maka dapat

menimbulkan gesekan yang lebih besar dan lebih berbahaya. Perbuatan merugikan

orang lain itu dapat dihindarkan dengan memberikan pemahaman yang baik dan

komprehensif pada peserta didik terkait dengan pluralisme.161

Menjumpai siswa non muslim yang tidak mau menjawab salam pakai jawab

non muslim. Sekalipun nampak baik-baik saja, ada juga peserta didik non Islam

yang memberikan protes atas salam dan jawaban salam orang Islam. dalam tradisi

agama Islam bila memberikan salam itu dengan ucapan assalamu‟alaikum waroh

matullahi wabarokatuh dan dijawab dengan waalaikum salam warohmatullahi

wabarokatuh sebagaimana ini juga diajarkan kepada peserta didik non muslim.

Protes yang dilayangkan oleh siswa non Islam ini, dengan menginginkan agar tetap

jawaban salam yang dijawab oleh non Islam adalah sesuai dengan ajaran agama

mereka. Misalnya saja dalam ajaran agama Kristen karena agama ini menjadi agama

mayoritas kedua di SMK Hikmah Yapis Jayapura. Salam diucapkan dengan syaloom

dan dijawab dengan syaloom, ucapan dan jawaban sama ini, diinginkan oleh peserta

161

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 29 Juli 2020.

204

didik Kristen menjadi jawaban yang mereka berikan ketika menjawab salam dari

guru PAI. Keadaan ini tentunya perlu kebijakan dari guru maupun pihak sekolah di

dalam menyelesaikan permasalahan ini. Pemberian pemahaman terkait dengan

aturan jika bersekolah di SMK Hikmah Yapis Jayapura telah diberikan edukasi

untuk mematuhi aturan-aturan sekolah yang ada Yapis, misalnya dengan memakai

rok yang panjang sampai ke mata kaki walaupun siswa tersebut tidak berjilbab,

memberikan salam dengan salam agama Islam, mengikuti pelajaran agama Islam

walaupun siswa beragama non Islam dan aktivitas-aktivitas yang mendukung

program sekolah seperti halal bi halal, milad Yapis, upacara sekolah. Sehingga

program sekolah dapat berjalan dengan baik lancar dan sukses baik di intra sekolah

maupun antar sekolah se Jayapura. Khusus mengenai pertanyaan murid non Islam

mengikuti pelajaran pendidikan agama Islam biasanya ditanyakan oleh murid

pindahan dari sekolah lain masuk ke dalam Yapis sehingga perlu pemberitahuan

aktivitas sekolah yang telah berjalan selama ini.162

Bagi guru PAI dalam hal ini adalah ibu Siti, tidak mempermasalahkan

jawaban itu apakah mau menjawab dengan jawaban ala islam atau ala non Islam,

yang penting mereka menjawab salam yang diucapkan oleh guru kepada siswa.

Namun sebagai guru PAI, ibu Siti memberikan pengertian tentang salam dalam

Islam, bahwa salam dalam Islam mempunyai arti adalah semoga keselamatan dan

kesejahteraan dari Tuhan diberikan kepadamu demikian mungkin dari agama yang

dianut oleh siswa. yang diinginkan oleh guru untuk senantiasa memberikan salam,

mengucapkan salam sebagai bentuk untuk saling menyapa dan mengenal. Lebih dari

itu untuk saling mendoakan agar dapat selamat, sukses dan bahagia.163

Metode pembelajaran PAI yang bagi yang belum bisa mengaji. Peserta didik

yang masuk di SMK Hikmah Yapis Jayapura tidak semua berasal dari MTs atau

tidak pernah mondok di salah satu sekolah pesantren yang ada di Jayapura. Justru

kebanyakan dari sekolah negeri maupun swasta yang tidak konsern pada

pembelajaran agama sehingga pengetahuan agama yang dimiliki oleh peserta didik

belum mendukung pembelajaran PAI pada aspek pengetahuan al-Qur‟an khususnya

pada kemampuan peserta didik di dalam membaca al-Qur‟an. Maka sebagai guru

PAI menjumpai permalahan ini dengan memberikan waktu tambahan dan perlakuan

lebih untuk dapat mengejar ketertinggalan mereka pada pembelajaran ini. Biasanya

mereka yang terlambat atau bahkan tidak bisa membaca al-Qur‟an sama sekali guru

PAI memberikan privat tambahan pada hari dan jam yang ditentukan. Mewajibkan

mereka untuk membawa buku iqra, buku yang dikarang oleh As‟ad Humam sebagai

media untuk memudahkan peserta didik untuk dapat membaca al-Qur‟an. Bahkan

mereka yang non muslim diajarkan pula untuk membawa iqra untuk sebagai bahan

pengetahuan mereka pada pelajaran agama Islam pada aspek membaca al-Qur‟an.

Pada awal parmulaan untuk menghadapi siswa yang tidak bisa mengikuti

pelajaran PAI pada aspek membaca al-Qur‟an, mereka semuanya diminta untuk

membawa iqra karya Kiyai As‟ad namun melihat waktu yang butuhkan untuk cukup

lama dengan menggunakan metode tersebut maka guru PAI menggunakan metode

162

Gunanto, “Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara, 6 Januari 2020. 163

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 29 Juli 2020.

205

yang lain yang dapat mempercepat pengetahuan membaca al-Qur‟an melalui metode

yang berbeda dari yang ada. Guru PAI mencoba untuk menggunakan metode

pengajaran Ummy yang menurut kebanyakan metode ini sangat bagus dipakai di

dalam pembelajaran membaca al-Qur‟an dengan cepat, guru dapat memberikan

pengajaran pembacaan dengan cepat dalam waktu yang singkat. Guru tidak perlu

lagi menunggu sampai akhir semester untuk mengetahui akhir dari pembelajaran al-

Qur‟an namun dengan beberapa kali pertemuan sudah dapat memberikan hasil yang

baik. Antusias dari peserta didik terhadap metode ini pun sangat baik dan bagus, hal

ini dapat dirasakan oleh guru PAI ketika mengajarkan baca al-Qur‟an dengan

metode ini, para murid pun mengikuti dengan seksama untuk cepat membaca al-

Qur‟an dengan menggunakan metode ini. Guru pun kewalahan menghadapi siswa

yang banyak mau lebih dahulu diajarkan, atas keadaan ini guru PAI kemudian

memakai beberapa murid tingkat atas yang sudah memiliki pengetahuan lebih baik

di dalam membaca al-Qur‟an untuk turut serta membantu adik adik kelas mereka.

Ternyata cara ini juga efektif di dalam membantu kelemahan beberapa peserta didik

yang belum bisa mengaji. Dengan metode tutor sebaya dalam menambah cara

penanganan keterlambatan mengaji yang dijumpai oleh guru PAI.164

Metode ummy ini salah satu metode dari banyaknya metode yang digunakan

di dalam memudahkan orang untuk belajar membaca al-Qur‟an. Ummi itu sendiri

berarti seorang ibu yang memiliki keidentikan sebagai orang yang tabah, sabar dan

lembut. Prinsip yang dipakai di dalam menggunakan metode ummi ada 3 yaitu

mudah, menyenangkan dan menyentuh. Untuk menguasai al-Qur‟an dengan

menggunakan metode ini harus menguasai bacaan-bacaan panjang seperti mad

thabi‟i dan bacaan-bacaan lain dan penguasaan penguasaan lainnya. Ada juga

kekurangan dari metode ini, namun dengan begitu kelebihan dari metode ini

menurut guru PAI yaitu memudahkan pembelajaran membaca al-Qur‟an dengan

cepat bagi mereka yang sudah dewasa. Karena peserta didik di SMK Hikmah Yapis

Jayapura sudah dapat digolongkan dengan orang yang dewasa maka sangat tepat

untuk menggunakan metode ini.165

Siswa non muslim mengikuti arahan dari guru PAI. Semua siswa non muslim

mengikuti pembelajaran yang diajarkan oleh guru PAI dari kelas sepuluh sampai

kelas dua belas. Mereka masuk pelajaran yang diajarkan oleh guru dari pertemuan

pertama di semester ganjil sampai pada pertemuan yang terakhir di semester

tersebut. Mengikuti arahan untuk mengerjakan tugas, membuat tugas, dan

menghafal beberapa bait dari doa-doa agama yang ada serta mereka pun juga

mempresentasikan hasil tugas dan hafalan mereka di depan kelas. Mereka pun

menghafal asmaul husna. Mengikuti praktek sholat sebagaimana ibadahnya orang

Islam, diikuti oleh peserta didik non Islam.

Guru PAI yang juga pernah menjabat sebagai kepala sekolah SMK pada tahun

1980-1982 Hj. Asiah, telah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam yang

digabung dengan peserta didik non muslim, bahkan pada tahun 2000 peserta didik

164

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 29 Juli 2020. 165

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 29 Juli 2020.

206

non muslim justru lebih banyak yang menjadi siswa di SMEA SMK dibandingkan

dengan peserta didik Islam, pembelajaran yang diterapkan pula peserta didik non

Islam pun diajarkan materi pelajaran PAI. Pada praktek pelajaran tersebut misalnya

saja praktek pelaksanaan ibadah shalat, siswi non muslim memakai mukena166

di

dalam praktek yang diterapkan oleh ibu Asiah. Ini berlaku bagi siswa non muslim

yang perempuan maupun siswi. Untuk mengenai detail dari pelaksanaan

pembelajaran PAI pada aspek pelaksanaan ibadah sholat.167

Perlakuan yang berbeda pada aspek praktek pelaksaan ibadah sholat yang

dilakukan oleh Siti Zuhriyeh, guru PAI SMK yang tidak lagi mengikuti pelaksanaan

pembelajaran PAI pada siswi non Islam untuk memakai mukena di dalam

mempraktekkan tugas ibadah sholat, ataupun praktek-praktek lainnya. Hal ini

menjadi kehati-hatian saja dari guru PAI untuk menjaga kesucian mukena yang ada

di mushola sekolah, menjaga kehati-hatian saja dari kotoran yang tidak nampak oleh

mata. Maka pelaksaan praktek ibadah sholat dan praktek ibadah lainnya, siswa

diminta untuk melaksanakan praktek tersebut namun tidak lagi memakai

perlengkapan sholat sebagai prakteknya.168

Begitupun ketika mereka memasuki

mushola yang juga dapat digunakan sebagai tempat rapat pengurus OSIS, saya

mengharapkan mereka untuk senantiasa menjaga kebersihan dari mushola dengan

mencuci kaki, membersihkan tangan, bagi yang muslim saya minta kepada mereka

untuk berwudhu dulu sebelum melakukan rapat di mushola. Hal ini dilakukan untuk

menjaga kebersihan dan kesucian dari mushola yang dipakai juga sebagai ruang

rapat siswa.

Ucapan selamat natal. Islam sangat luwes di dalam berhubungan sosial

dengan umat lain dan dari dalam umat Islam itu sendiri. Menghargai dan

menghormati sesama manusia diajarkan di dalam Islam. Islam tidak memaksa

seseorang untuk masuk ke dalam Islam pun sebaliknya, tidak ada paksaan untuk

keluar dari Islam. Yang Islam ajarkan bila engkau masuk ke dalam Islam maka

lakukanlah perintah agama Islam dengan penuh tangung jawab, laksanakan setiap

perintah agama, dan berlaku baik dengan tetangga dan sanak famili. Bila dijumpai

ada keluarga yang dimiliki berbeda keyakinan dan amalan maka islam mengajarkan

untuk bertoleransi, menghargai perbedaan keyakinan yang miliki oleh orang lain. Di

Papua ini khususnya di SMK Hikmah Yapis Jayapura, perjumpaan dengan non

Muslim itu sering terjadi bahkan beberapa tahun yang silam sekolah ini pernah

menjadi sekolah yang mayoritas non Muslim, dan perserta didik non Muslim ini dari

putra asli Papua. Maka sikap yang dimunculkan adalah menghargai keyakinan

peserta didik non Muslim dan itu juga berlaku hingga sekarang, sekalipun peserta

didik non muslim bukanlah mayoritas di sekolah ini, mereka pun mendapat

perlakuan yang sama untuk bisa mengekspresikan keyakinannya tanpa ada kendala.

166

Busana perlengkapan ibadah sholat untuk perempuan khas Indonesia. Dalam Islam

tidak ada peraturan terperinci mengenai busana yang layak dipakai dalam sholat yang ada

adalah prinsip umum bahwa di dalam memakai mukena harus harus bersih dan suci, dan

kegunaan dari busana tersebut dapat menutup aurat. 167

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 29 Juli 2020. 168

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 29 Juli 2020.

207

Hanya saja untuk pelaksanaan ibadah natal di sekolah hingga saat ini belum pernah

terjadi, mungkin ada beberapa alasan yang menjadi penyebab mengapa pelaksanaan

itu tidak pernah terjadi di sekolah, pertama. Natal terjadi saat sekolah memasuki

liburan semester. Sehingga tidak mungkin pelaksanaan natal di lakukan di sekolah,

kedua, peserta didik non Islam pun telah melakukan natal di rumah dan gereja

mereka, ketiga, peserta didik yang mau melaksanakan ibadah natal sudah lewat

waktu dan beberapa alasan-alasan lainnya menyebabkan tidak pernah terjadi

pelaksaan ibadah natal di sekolah ini.169

Guru PAI, masih menjaga untuk tidak mengucapkan selamat natal, yang ada

adalah mengucapkan selamat memperingati hari raya. Mengunjungi guru non

muslim ketika merayakan hari raya Natal. Kedatangan guru PAI dengan beberapa

staff guru di rumah seorang guru non Islam untuk mendukung untuk saling

menghargai atas pelaksanaan ibadah yang dimiliki oleh guru non Islam. karena

kebiasaan ini dilakukan, begitupun ketika umat Islam memperingati idul fitri dan

idhul adha, guru non Islam pun melakukan hal yang sama dengan mengunjungi dan

bersilaturrahim dengan guru Islam.

Ada Guru Non Muslim. Ada guru non Muslim yang mengajar di SMK

Hikmah Yapis Jayapura, guru tersebut mengajar matematika. Dilihat dari riwayat

kehidupannya guru non Muslim ini juga memiliki keluarga yang plural agama di

rumah, sehingga hubungan dengan guru Muslim pun tidak mengalami kendala.

Khususnya kendala pada sisi agama. Karena siapapun yang mengajar, apapun

agamanya bukan menjadi konsern dari sekolah. Yang ada siapapun yang dapat

memberikan kontribusi bagi perkembangan sekolah selalu menjadi prioritas untuk

menjadi guru di tempat ini. Guru non Muslim belum pernah juga menjadi agen

untuk mengajar agama Kristen sedangkan di SMK ini non Islamnnya mencapai 15%

secara keseluruhan.

Salah satu aspek yang harus mereka kuasai adalah berakhlak mulia dengan

berkata jujur di dalam setiap kesempatan. Bila perlu jangan sampai berbohong.

Ketika menjelaskan aspek ini, maka semua siswa di dalam kelas saya menannyakan

tentang pelaksanaan sholat subuh. Siapa saja yang tadi pagi telah bangun dan

melaksanakan sholat subuh. Ternyata dalam satu kelas tersebut tidak ada yang

mengangkat tangan sebagai bentuk kejujuran mereka di dalam menerapkan apa yang

baru saja diajarkan oleh guru PAI. Namun inilah yang terjadi bahwa mereka pun

melaksanakan ibadah sholat dhuhur mungkin saja bukan karena mereka mau,

melainkan adanya sistem sekolah yang mewajibkan sholat dhuhur berjamaah. Maka

penting bagi sekolah untuk tetap melakukan kewajiban berjamaah sholat di sekolah

sebagai implementasi materi agama Islam melaksanakan ibadah.

Penilaian dari guru PAI terhadap pembelajaran yang diberikan kepada peserta

didik non Islam. Guru tidak menuntut siswa yang belajar agama dengan nilai yang

tinggi, namun dengan pembelajaran ini diharapkan mereka memiliki akhlak yang

baik, berbudi pekerti yang mulia, saling menghargai pendapat orang lain, saling

menghormati sesama mereka, dan tentunya dapat menghormati pilihan agama orang

lain yang memang berbeda dengan dirinya. Secara akademik memang siswa harus

169

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 29 Juli 2020.

208

mendapatkan nilai yang bagus untuk bisa berprestasi. Siswa harus sukses untuk

dapat dikatakan sebagai siswa teladan di sekolah. Namun lebih dari sekedar nilai

yang dimiliki oleh siswa, guru PAI meninginkan siswa untuk memiliki karakter

yang baik dan etika yang mulia.

Penilaian siswa non Islam pada raport yang dikeluarkan oleh dinas itu masih

menggunakan raport sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya yang mana siswa

non Islam pun mendapatkan nilai dari mata pelajaran pendidikan agama Islam, maka

tugas yang diberikan haruslah yang dapat membuat mereka mendapat nilai.

Biasanya ketercapaian nilai untuk seluruh siswa pada mata pelajaran PAI adalah 70

untuk memenuhi KKM, untuk siswa non Islam diturunkan KKM yaitu menjadi 60,

dengan seperti ini menjadikan siswa non Islam pun dapat lulus.

Membandingkan pembelajaran PAI di SMK di Jayapura dengan SMK di Jawa

atau luar Papua. Pernah guru PAI diberikan kesempatan untuk mengikuti PPG170

(pendidikan profesi guru) di Jawa Timur tepatnya di kabupaten Jember. Para siswa

yang mengikuti pelajaran PAI dengan baik, merekapun dapat mengikuti apa yang

saya arahkan termasuk mencoba mereka para siswa untuk melakukan membaca al-

Qur‟an. Para siswa dengan baik dan bagus dapat melakukan apa yang diarahkan

oleh guru. Hal ini masih jauh bila dibandingkan dengan yang ada di sekolah

Jayapura khususnya di SMK Hikmah Yapis Jayapura. Yang mengetahui membaca

al-Qur‟an itu ada dan lancar namun bila dilihat dari kebanyakannya maka mayoritas

dari peserta didik di sekolah ini belum mampu membaca dengan baik.

Tentunya banyak aspek yang masih jauh tertinggal dari sekolah di luar Papua

namun keingingan untuk berbenah dan bangkit menjadi spirit yang tidak padam dan

tetap menyala. Memang mengajar di SMK Hikmah Yapis bukan saja bekerja untuk

dapat membantu menafkahi keluarga bagi Guru PAI mengajar ini adalah bentuk

pengabdian atas ilmu yang didapatkan selama belajar sewaktu masih kuliah dulu.

Pengabdian inilah yang senantiasa menjadikan saya dan guru PAI lainnya sabar dan

terus memberikan pencerahan akan pentingnya ajaran agama dan pentingnya

menjadi orang yang taat terhadap agama. Ketika masih kuliah dulu, diamanahi oleh

Kiyai saya untuk mengajarkan apa yang telah dipelajari kepada orang lain dengan

ikhlas. Bila ada ikhlas dalam pekerjaan yang dikerjakan maka berkah dari langit

akan turun kepada kita semua. Inilah yang senantiasa membuat saya kuat di dalam

belajar dan mengajar di SMK Hikmah Yapis Jayapura.

f. Kegiatan Ektra Kurikuler

Kegiatan ekstra kurikuler yang dilakukan oleh SMK Hikmah Yapis Jayapura

dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan semisal saja pelaksanaan Isra

Mi‟raj dan Maulid Nabi yang diadakan oleh sekolah pada Sabtu atau hari libur,

peserta didik non Islam tidak diikutsertakan pada kegiatan tersebut. Kegiatan PHBI

170

Program Pendidikan profesi guru merupakan program pendidikan yang

diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 non kependidikan atau lulusan S1

kependidikan yang berminat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh

sesuai dengan standar nasional pendidikan. Untuk menjadi guru yang profesional dalam

melaksanakan tugasnya ditandai dengan penguasaan akademik kependidikan dan kompetensi

substansi sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki.

209

ini justru hanya diikuti dan diwajibkan bagi siswa muslim dari kelas X sampai kelas

XII. Hal ini dilakukan agar sekolah tidak disebut dengan mengislamkan orang yang

sudah beragama. Di samping tidak diwajibkan bagi peserta didik non Islam untuk

mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, namun bila ada peserta didik non Islam yang

menginginkan menghadiri kegiatan Maulid Nabi yang diadakan di sekolah maka,

pihak sekolah juga tidak melarang. Karena biasanya mereka juga penasaran dengan

aktivitas-aktivitas kegiatan keislaman.

Kegiatan keislaman lainnya seperti halal bi halal, yang diselenggarakan

setelah idhul fitri, maka semua siswa mengikuti kegiatan tersebut, termasuk siswa

non muslim. Karena kegiatan halal bi halal ini sekalipun dalam konsep sebagai

kegiatan keislaman, namun materi pembahasan di dalam kegiatan keagamaan ini

sifatnnya umum. Bukan lagi mengarah pada sisi agama namun lebih dari itu

bagaimana solidaritas, kekeluargaan, kebersamaan dengan semua unsur sekolah

dapat membaur dan bersama sama menjaga keharmonisan untuk memajukan

sekolah ke arah yang lebih baik.171

Pelaksanaan ini memang diawali dengan

pembacaan kalam ilahi, al-Qur‟an, kemudian beberapa sambutan dari kepala sekolah

dan diakhiri dengan pemberian ceramah keagamaan. Pemberian ceramah ini

biasanya juga tidak mengarah kepada satu agama sebagai agama yang lebih baik

namun dimunculkan persamaan-persamaan dalam setiap agama. Kemudian

memberikan motivasi agar saling memaafkan dan saling menyemangati untuk

berprestasi.

Materi pelajaran mengaji. Memberikan materi yang telah lewat, atau materi

yang tidak ada, dia hanya terkait dengan materi yang sedang diajarkan oleh guru.

Misalnya saja pada kelas sebelas, siswa diharapkan mampu untuk mengimani Allah

sebagai Tuhan sebagaimana yang termaktub di dalam al-Qur‟an surat al-Ikhlas ayat

sampai ayat 4. Secara hafalan mungkin telah dihafal oleh beberapa peserta didik

Islam namun secara bacaan ejaan maka kemampuannya menjadi bervariasi.

Terkadang sampaipun sebagian dari mereka tidak mampu menyebutkan huruf-huruf

dari al-Qur‟an tersebut. Strategi guru PAI di dalam menghadapi masalah

kemampuan peserta didik di dalam membaca al-Qur‟an maka diberikan privat

tambahan, pertemuan yang lebih di luar jam pelajaran agama Islam. Mungkin

dengan masuk kelas pada saat guru yang lain berhalangan mengajar maka dapat

diganti dengan pelajaran PAI, atau memanfaatkan waktu istirahat sholat dhuhur

yang sekaligus istirahat siang dengan mengisinya pada praktek membaca al-Qur‟an.

Pelajar yang tidak bisa membaca menjadi bisa mengaji. Pengetahuan dapat

membaca dan mengaji ini tidak semuanya sama antara satu dengan lainnya. Bila

dilihat pada aktivitas yang dikerjakan oleh guru PAI dengan memberikan les

tambahan, memanfaatkan waktu istirahat atau memakai jam pelajaran kosong maka

dapat dikatakan ada peningkatan pengetahuan membaca al-Qur‟an oleh peserta

didik. Hal ini dapat dikatakan langsung oleh guru PAI bahwa beberapa siswa yang

tadinya tidak bisa membaca al-Qur‟an, bisa bisa membaca iqra namun dengan

kesungguhan dari guru PAI dan didukung antusiasi oleh peserta didik maka

171

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 29 Juli 2020.

210

pembelajaran tersebut dapat membuahkan hasil dengan 90% dari peserta didik

tersebut jadi bisa membaca al-Qur‟an.

Banyaknya yang bisa membaca al-Qur‟an ini dengan cara yang dilakukan

oleh guru PAI belum bisa peneliti untuk mengetahui lebih dalam, seberapa banyak

siswa yang mengetahui belajar mengaji setelah diajar oleh guru PAI atau mereka

juga melakukan membaca al-Qur‟an dirumah setelah belajar di sekolah.

Siswa berkata kasar (B2 dan RW)172

. Ada yang menjadi kebiasaan siswa di

rumah yang terbawa ke sekolah dengan ucapan dan kata yang biasa di lingkungan

masyarakat namun tidak mencerminkan budaya sekolah yang tercermin dengan

sopan dan santun. Ucapan kemarahan dengan diikuti kata B2 dan RW telah menjadi

hal yang sulit dihilangkan oleh peserta didik. Maka pertama kali mengajar di

sekolah ini dan mendengar ucapan-ucapan yang kasar tersebut dan muncul dari

mulut beberapa peserta didik maka saya berusaha untuk merubah kebiasaan itu

dengan memberitahukan mereka untuk tidak mengucapkan kata-kata tersebut di

sekolah dan lebih baik lagi kalau ucapan tidak beradab itu dapat hilang sampai tidak

lagi mengucapkannya baik itu masih berada di lingkungan sekolah maupun telah

kembali ke masyarakat. Perlahan lahan saya ingatkan mereka untuk mengganti

kebiasaan itu dengan mengucapkan kata-kata yang lebih sopan. Syukur beberapa

tahun terakhir kebiasaan mengucapkan kata Anjing dan Babi disekolah telah

berkurang sampai 90%. Masih ada beberapa siswa yang tetap juga mengucapkan

kata-kata yang kotor namun ketika ditegur mereka pun menjawab bahwa lupa,

spontanitas saja ucapan itu.

Tidak ada kata berhenti dan terlambat untuk saling ingat mengingatkan,

bahwa kata makian sedari mungkin untuk dihindari. Pengamatan peneliti ketika

melihat fenomena ini bukanlah hal yang aneh karena di tempat tinggal peneliti pun

masih dijumpai orang kata-kata makian seperti di atas. Tidak ada cara untuk

merubah kebiasaan makian dengan kata-kata tersebut karena sudah menjadi

kebiasaan yang ada. Maka tempat yang paling manjur untuk merubah karakter

peserta didik agar tidak memaki, salah satunya di sekolah. Sebagaimana yang telah

dilakukan oleh guru PAI yang tidak bosan-bosannya menegur langsung. Nasehat

yang disampaikan pernah mendapatkan penolakan dari siswa, karena berkelit tidak

mau disalahkan. Nasehat tetap diberikan kepada mereka karena guru mendengar

ucapan makian dikeluarkan oleh beberapa siswa yang sedang berkumpul. Bahwa

ucapan itu cerminan dari hati, kalau kata-kata yang keluar dari mulut itu baik maka

hatinya baik, namun bila yang keluar dari mulut adalah makian maka cerminan

hatinya juga tidak baik. Maka mulai saat ini kurangi dan bila perlu tidak lagi

menggunakan kata-kata kasar bernada makian kepada kawan sekolah.

Mengucapkan selamat idul fitri dan idul adha. Mengucapkan selamat hari raya

umat Islam saya biasa mengucapkannya kepada kawan-kawan muslim yang saya

ketahui, biasanya saya kirimkan lewat WA, begitupun sebaliknya saya juga

mendapatkan ucapan yang sama dari kawan-kawan bila memasuki tahun baru

masehi. Ucapan tersebut biasanya berbarengan dengan selamat tahun baru. Tentunya

saya sangat senang bila ada ucapan dari kawan dan teman terhadap hari raya natal.

172

B2 dan RW untuk sebuah ungkapan kata yang lebih sopan untuk tidak menyebut

kata Babi dan Anjing.

211

Karena mereka menghormati keyakinan saya, maka saya pun bila kawan kerabat

yang muslim juga akan saya kirimkan selamat hari raya idhul fitri.173

Ketertarikan peserta didik non muslim terhadap materi pelajaran agama Islam

di SMK Hikmah Yapis Jayapura itu ada. Namun tidak semuanya menyukai

pelajaran ini. Hal ini mungkin disebabkan karena dari awal mereka telah memiliki

agama non Islam sehingga mengikuti dan mempelajari agama Islam menjadi tidak

menyukai. Di samping itu mengikuti pelajaran ini karena memang diharuskan

mengikuti kegiatan belajar sebagai rangkaian kegiatan belajar mengajar di sekolah

berplatform Islam. sekalipun mungkin saja ada siswa yang tidak menyukai kegiatan

belajar mengajar ini namun yang pernah dialami oleh guru PAI sewaktu mengajar

pelajaran pendidikan agama. Ada seorang peserta didik non Islam yang senantiasa

mendendangkan sholawat-sholawat yang pernah dia dengar, dan juga menginginkan

agar diizinkan mengikuti sholat dhuhur di mushola sekolah. Atas keinginan dari

siswa tersebut maka guru PAI mengizinkan untuk mengikuti pelaksanaan sholat

dhuhur sekali dan dua kali. Sebagai pengetahuan bagi peserta didik tersebut, namun

untuk kali ketiga dan seterusnya guru PAI tidak mengizinkan khawatirnya dapat

menggangu kekhusyuan dari ibadah sholat yang sedang dilakukan oleh teman-teman

muslimnya.

Ketertarikan masuk kedalam Islam ini faktor hidayah dari Tuhan saja, guru

PAI tidak berani untuk terus memberikan izin kepada peserta didik non Islam untuk

melakukan sholat dhuhur (bukan praktek) bersama dengan teman-temannya sebagai

upayanya untuk mengenal Islam lebih jauh. Khawatir menjadi fitnah bahwa guru

SMK melakukan upaya pengislaman siswa yang telah beragama. Ini tentunya tidak

baik bagi sekolah, karena tujuan mereka sekolah untuk menuntut ilmu sedangkan

bila dalam perjalanan kedepan mereka memeluk Islam itu adalah anugerah yang

besar buat yang bersangkutan. Makanya kami tidak memaksa untuk memeluk agama

Islam jika berkenan sebagai bagian dari berpikir panjang dari aktivitas keagamaan

yang dialami. Sebagai guru PAI hanya bisa mendoakan yang terbaik di dalam

kehidupan siswa tentunya dari sisi kesuksesan di dalam karier, di dalam melanjutkan

sekolah ke jenjang yang lebih tinggi begitu pula dengan pilihannya kedepan. Namun

yang perlu digaris bawahi bahwa SMK tidak mengajak orang untuk masuk di dalam

Islam, SMK tidak mendoktrin mereka agar mereka menjadi agama Islam karena

memilih bersekolah di sekolah ini. Bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam di

SMK adalah murni konsekwensi peserta didik untuk menjadi bagian dari SMK

Hikmah Yapis Jayapura yang mana pembelajaran pendidikan agamanya mengikuti

platform dari yayasan yaitu agama Islam maka pelajaran agama islamlah yang

diberikan kepada peserta didik baik yang beragama Islam maupun yang non

Islam.174

Masuk Islam dan tertarik memeluk Islam sebagaimana di atas bahwa ada

faktor hidayah yang ada yang diberikan oleh Tuhan kepada yang bersangkutan, kita

sebagai guru PAI hanya menyampaikan akan ajaran agama Islam, bahwa Islam

173

Affila dan Alexia Tuo, “Siswa Non Islam Kelas XI Kelas XI SMK Hikmah Yapis

Jayapura” Wawancara, 20 Februari 2020. 174

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 20 Februari 2020.

212

senantiasa mengajarkan untuk berbuat baik, mengajarkan menghormati sesama,

sebagiamana ajaran di dalam agama lain pun menganjurkan untuk melakukan hal-

hal yang baik di dalam kehidupan.

Sepengetahuan dari guru PAI bahwa ada juga peserta didik non muslim yang

masuk di dalam agama Islam setelah lulus dari sekolah ini. Tidak pada saat mereka

menjadi bagian dari sekolah. Bukan pada waktu mereka masih menjadi siswa di

SMK Hikmah Yapis Jayapura. Sejauh ini belum ada peserta didik non muslim yang

dengan kesadaran sendiri masuk Islam selama menjadi siswa. Kalau setelah lulus,

yang pernah diketahuai oleh guru PAI memang pernah ada siswa yang masuk ke

dalam agama Islam namun setelah menamatkan studi sekolah ini. Guru PAI belum

menelusuri lebih dalam tentang adanya siswa yang masuk Islam hanya pernah

mendapatkan informasi bahwa siswa di angkatan tahun 2015 yang sudah

berkeluarga dengan orang Islam yang kemudian memutuskan untuk masuk ke dalam

agama Islam. Belum sampai menanyakan kepada yang besangkutan mengapa

kemudian memeluk agama Islam setelah keluar dari sekolah dan beberapa alasan

lain sehingga menjadi muslim. Sejak kapan mengenal Islam, masuk Islam kerana

pernah sekolah di SMK atau tidak dan lain sebagainya belum menjadi jawaban

karena hingga sekarang guru PAI belum juga bertemu dengan siswa tersebut.175

Tapi

dapat yang pastikan ada hubungan keluarganya dari kakek dan neneknya yang

memang beragama Islam kemudian dia mengikuti ayahnya beragama non Islam,

sekarang dia menjadi muslim karena menikah dengan orang Islam.

Syahbuddin dkk. menemukan model desain pembelajaran berbasis

multikultural di SMA Kartini Kab. Hilir Riau berpengaruh pada keberhasilan

pendidikan multikultural dan mengurangi konflik di kalangan siswa.176

Penelitian ini

bukan saja mengangkat metode perkuliahan yang argumentatif-dialogis namun juga

pemilihan materi ajar yang pluralis inklusif. Tema perkuliahan dipilih yang diduga

dapat meningkatkan keberagamaan yang damai, toleran dan moderat. Substansi

materi PAI yang dapat meningkatkan pemahaman dan toleransi beragama pada

pesertta didik yaitu ada 7 (1) makna beragama Islam adalah tunduk dan patuh

kepada Allah dan rasulNya; (2) tujuan utama agama Islam adalah menyempurnakan

akhlak; (3) meneladani kesempurnaan ketakwaan, keimanan, peribadahan, akhlak

mulia, dan ilmu rasulullah; (4) keragaman madzhab dan keyakinan religius dalam

Islam sebuah keniscayaan; (5) makna iman bukan hanya ditujukan kepada orang

Islam dan makna kafir bukan ditujukan kepada orang-orang yang beragama non

Islam; (6) karakter ahli kitab dalam al-Qur‟an ada yang jujur dan ada yang tidak

jujur, ada yang rendah hati dan ada yang sombong, ada yang beriman dan ada yang

kafir. Jadi tidak boleh divonis kafir; (7) kriteria Islam menyimpang adalah orang

Islam yang jelas jelas menyimpang dari Rukun Iman dan Rukun Islam. Hak

peroregatif Allah untuk menvonis seseorang itu kafir atau tidak.

175

Siti Zuhriyeh, “Guru Pendidikan Agama Islam SMK Hikmah Yapis Jayapura”

Wawancara, 20 Februari 2020. 176

Syahbudin, Z. & Hanafi, M., “The Model of Learning Design Based on Islamic

Multicultural Education to Prevent Clonficts of Behavior” Jurnal Pendidikan Agama Islam

UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Vol. 3 No. 2 2017, 155-168.

213

3. Pembelajaran PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura

Keadaan pembelajaran PAI yang ada di sekolah ini tidak jauh berbeda dengan

pembelajaran PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura, hal ini dapat diketahui pada

pertemuan dua pekanan guru guru PAI sekolah yang melibatkan seluruh sekolah

menengah yang ada di kota Jayapura. Jumlah sekolah menengah baik yang umum

maupun kejuruan yang mengajarkan pembelajaran PAI ada 17 sekolah negeri

maupun swasta. Dimana dalam pertemuan dua pekanan menyebutkan ada kesamaan

kurikulum ajar yang ada di SMK maupun yang ada di SMA sehingga kesamaan

menjadikan guru-guru PAI yang ada di sekolah umum dan kejuruan digabung

menjadi satu MGMP Kota Jayapura.

a. Tujuan Pembelajaran PAI

Tujuan pelajaran agama adalah untuk meningkatkan pengetahuan agama yang

diberikan sebelumnya, dan upaya untuk mengamalkan ajaran agama Islam yang

diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Seorang muslim membutuhkan

kesadaran agama melalui sarana pendidikan yang diberikan secara terus menerus.

Kesadaran tersebut menjadi masa transmisi dari kehidupan masa kanak-kanak

menjadi masa remaja, dimana masa ini peserta didik memiliki kondisi tidak stabil

maka penguatan pendidikan agama sangat diperlukan.

b. Kurikulum PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura

Kurikulum PAI yang dipakai di SMA Hikmah Yapis Jayapura itu

mengunakan kurikulum tahun 2013 dan pengimplementasian kurikulum ini

dilakukan oleh sekolah pada tahun 2018. Awalnya di saat pemerintah pusat

menerapkan kurikulum 2013, SMA Yapis sudah mulai menggunakannya dalam

bentuk terbatas. Namun banyak kendala yang dihadapi oleh guru-guru ketika itu

maka penerapan kurikulum K13 di SMA hikmah Yapis Jayapura baru benar

dilakukan pada tahun 2018. Hal ini terjadi karena penyesuaian dengan kurikulum

dari kurikulum KTSP ke kurikulum K13. Kurikulum yang ada ini seperangkat

rencana pengaturan dan kegiatan mengenai bahan dan isi pelajaran yang digunakan

untuk membantu sekelompok siswa di dalam mengetahui, memahami, dan

mengamalkan ajaran agama Islam dan menumbuhkan seperangkat nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya sehingga dengan kegiatan ini dapat menciptakan suasana

religius di sekolah dan juga setelah mereka kembali ke keluarga dan masyarakat.177

Kurikulum pendidikan agama Islam di SMA Hikmah Yapis Jayapura terdiri

dari beberapa aspek yang termuat di dalam pembelajaran tersebut yaitu dari aspek

al-Qur‟an dan Hadist, akidah atau keimanan, etika atau akhlak, fikih atau hukum di

dalam Islam, dan aspek tarikh atau yang berkaitan dengan sejarah di dalam agama

Islam. Pendidikan yang diberikan ini pada dasarnya ingin mengantarkan para peserta

didik agar memiliki kemantapan akidah dan kedalaman spiritual, beretika dengan

baik, dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan melalui sejarah di dalam agama

Islam. secara normatif pendidikan agama yang ada di sekolah umum sebagai

pemikiran pendidikan Islam, sosialisasi, internalisasi dan rekonstruksi dari

177

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20

Februari 2020.

214

pengetahuan agama dan nilai-nilainya yang mana hal bertujuan untuk

mengembangkan kepribadian peserta didik yang berkemampuan kognitif,

psikomotor dan afektif. Hal ini diharapkan peserta didik dapat mengembangkan

kepribadian seorang muslim yang baik, memahami dan mengamalkan ajaran agama

dan nilai-nilainya. Semua ini tidak hanya dipahami secara teori yang ada di kelas

namun dapat terimplementasi di dalam kehidupan sehari-hari.

Perbedaan yang terjadi pada kebijakan perubahan kurikulum untuk melihat

potensi yang dapat ditingkatkan menjadi lebih baik. Isi materi PAI yang diajarkan ke

peserta didik ada beberapa perubahan. Perubahan itu pada sisi penempatan materi.

Ada materi yang diajarkan di kelas X, baru diajarkan pada kelas XI atau XII, dan

ada pula materi yang diajarkan di kelas XII majukan menjadi materi pembelajaran

pada kelas X.

Pada sisi metode yang berbeda, adalah tuntutan untuk lebih kombinasi antara

metode ceramah yang dipakai oleh guru, dengan metode yang lain. Sepengetahuan

guru PAI bahwa pembelajaran PAI pada kurikulum KTSP lebih terjadi dengan

menggunakan metode ceramah dan sepertinya guru yang menjadi sumber

pengetahuan. Guru lebih banyak menyampaikan materi keagamaan sesuai dengan

topik yang dibahas oleh guru, dibanding dengan juga melibatkan peserta didik di

dalam pembelajaran. Nah pada kurikulum K13 yang diterapkan di SMA Hikmah

Yapis Jayapura, guru dituntut untuk menggunakan berbagai metode pembelajaran

yang ada. Tuntutan dari kurikulum 2013 diharapkan adanya kualitas dari

pembelajaran yang dapat menjadikan peserta didik memiliki sikap toleransi, empati,

kepemimpinan, solidartias, kerjasama, jiwanya mandiri, kreatif dan kecakapan hidup

serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa. Prinsip-prinsipnya yaitu

pembelajaran ini berpusat pada siswa; adanya pengembangan kreativitas; membuat

serta menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta menantang; bermuatan

nilai, etika, estetika, logika dan dan menyediakan pengalaman belajar yang beragam

dengan penerapan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang menyenangkan,

kontekstual, efisien, efektif dan bermakna.178

Tentang sejarah Islam (menggunakan metode role playing), yang sebuah

metode yang mana peserta didik memerankan keadaan sejarah pada masa rasulullah.

Role playing adalah suatu aktivitas di dalam pembelajaran yang dirancang untuk

mencapai tujuan dari pembelajaran itu yang lebih spesifik. Ada tiga aspek utama

dari pengalaman di dalam kehidupan sehari-hari. 1) mengambil peran (role taking)

yaitu pada penekanan terhadap ekspektasi-ekspektasi sosial terhadap pemegang

peran, 2) Membuat peran (role-making) yaitu adanya kemampuan pemeran untuk

berubah secara dramatis dari suatu aktivitas peran yang satu ke peran yang lain dan

dapat memodifikasi peran sesuai dengan yang diperlukan. 3) Tawar menawar peran

(role negotiation) yaitu peran-peran yang ada dinegosiasikan dengan pemegang

peran yang lain dalam parameter dan hambatan interaksi sosial. Kegiatan-kegiatan

pembelajaran pada aspek sejarah dengan menggunakan metode role playing dapat

memantaskan peserta didik dengan keadaan masa lalu dimana mereka dapat

178

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20

Februari 2020.

215

merasakan keadaan masa dengan peran yang mereka perankan sesuai dengan arahan

dari guru.179

Amanat dari undang-undang untuk sekolah memakai kurikulum K13

kurikulum yang dipakai di sekolah sejak tahun 2013, namun implementasian

kurikulum ini baru terlaksana pada tahun 2018. Hal ini terjadi karena sekolah baru

dapat siap melaksanakan kurikulum tersebut pada tahun 2017, maka pada tahun

berikutnya yaitu 2018 sekolah menerapkan kurikulum ini dari kelas 1 atau kelas X

kemudian pada tahun berikutnya pada kelas 2 atau kelas XI dan kemudian secara

penuh penerapan kurikulum di SMA Hikmah Yapis Jayapura dengan menggunakan

kurikulum K13 pada tahun 2020.180

c. Pembelajaran PAI pada Siswa SMA Hikmah Yapis Jayapura

Sebagai sekolah yang telah telah terakreditasi A pada tahun 2018 berusaha

dan berupaya untuk meningkatkan kualitas yang ada di sekolah ini. Salah satu item

untuk menjaga serta meningkatkan kualitas yang ada di sekolah ini adalah guru yang

mengajar di kelas. Maka ketika guru yang melamar untuk mengajar di SMA ini,

sebagai kepala sekolah dan waka kurikulum akan mengecek dan memverifikasi

berkas usulan menjadi guru di SMA Hikmah Yapis Jayapura. Salah item yang

menjadi perhatian kami adalah kesesuaian ijazah yang diterima oleh guru dengan

mata pelajaran yang akan diajar. Kesesuaian ini menjadi penting karena guru

dituntut bukan saja dapat mengajar namun juga mengajarkan pelajaran yang prima,

yang bagus sehingga nantinya lulusan dari sekolah ini menjadi lulusan yang

berkualitas. Guru yang mengajar haruslah memiliki kualifikasi sarjana karena

perkembangan dunia pendidikan yang semakin maju menuntut kehadiran guru di

sekolah yang memiliki jiwa profesional di dalam mengajar dan menguasai bidang

ilmu yang diajarkannya.181

Begitupun dengan guru bidang studi agama yang

diajarkan oleh Novita Sari, S.Pd.I. adalah guru bidang studi agama yang telah

mengabdi di SMA ini dari tahun 2012. Ketika mengajukan lamaran untuk menjadi

guru PAI maka kami dari pihak sekolah mengecek data yang dibawa oleh calon guru

tersebut dan melihat kesesuaian dengan mata pelajaran yang akan diajarkan oleh

guru. Kesesuain ini menjadikan guru PAI tersebut diterima mengajar hingga

sekarang.

Prinsip yang dipakai oleh sekolah untuk memilih seorang guru adalah

kesesuaian latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang akan diajar.

Memiliki kompetensi pedagogik, pribadi, profesional, dan sosial. Hal ini adalah hal

yang penting untuk dimiliki oleh seorang guru. Seorang guru apabila tidak memiliki

sikap profesional maka murid yang diajarpun akan sulit untuk tumbuh dan

berkembang dengan maksimal. Maka dengan adanya guru yang profesional serta

179

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20

Februari 2020. 180

Siti Hajerah, “Wakil Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura bidang Kurikulum,”

Wawancara, 17 Februari 2020. 181

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”

Wawancara, 17 Februari 2020.

216

memiliki kualitas yang mumpuni maka akan mampu mencetak anak bangsa yang

berkualitas juga.

Pembelajaran PAI yang diterapkan di SMA Hikmah yapis jayapura adalah

pembelajaran PAI sebagaimana aturan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk

memberikan pembelajaran pendidikan agama pada peserta didik sesuai dengan

agama yang dimiliki oleh siswa. namun pelaksanaan kegiatan pembelajaran tersebut

menggabungkan semua agama menjadi hanya mempelajari pelajaran pendidikan

agama Islam. artinya peserta didik non Islam diberikan pelajaran pendidikan agama

Islam saja, tidak diberikan pelajaran pendidikan agama lainnya. Hal ini terkait

dengan kebijakan yang diterapkan oleh lembaga pendidikan Yapis di Papua, dimana

semua siswa yang belajar di sekolah ini hanya diberikan materi pelajaran pendidikan

agama Islam. 182

Pembelajaran yang diterapkan kepada semua peserta didik ini sejauh yang

yang dihadapi oleh guru PAI belum menjumpai peserta didik yang menyatakan tidak

mau belajar PAI dengan alasan karena tidak sesuai dengan agama yang dianut.

Tidak pula dijumpai peserta didik yang kabur karena apa yang diajarkan

bertentangan dengan agama yang dianut oleh siswa. Semua siswa mengikuti

pelajaran PAI dari awal hingga akhir, semuanya juga mengikuti pelajaran dengan

seksama, mendengarkan, menyimak, dan memerankan peran sebagaimana arahan

yang diberikan oleh guru PAI peserta peserta didik non Islam.

Mengikuti pembelajaran PAI yang diberikan kepada non Islam menjadikan

pembelajaran ini dihadapi dengan kesulitan yang dialami oleh mereka yang memang

tidak mengetahui dan mengerti ajaran agama Islam. Biasanya siswa non Islam

duduk dibelakang sebagai cara mereka untuk tidak terlalu mengganggu kawan

mereka yang Isalm yang menyimak pelajaran agama Islam. Memang ada beberapa

siswa yang tidak menyimak dengan baik apa yang disampaikan guru PAI di kelas.

Misalnya saja pada aspek al-Qur‟an. Materi ini cukup sulit untuk diikuti oleh siswa

non Islam. jangan mereka yang bukan agama Islam, yang memeluk agama Islam

saja memiliki kelemahan untuk mengikuti dengan baik pembelajaran PAI pada

aspek ini. Hal ini dimungkinkan karena membaca al-Qur‟an dan menulisnya tidak

menjadi rutinitas peserta didik di rumah serta tidak melakukan pengembangan

pembacaan al-Qur‟an secara mandiri di rumah. Bahkan beberapa siswa yang

memang merupakan siswa pindahan dari sekolah lain yang mana di sekolah lamanya

bermasalah pada sisi akademik sehingga dipindah ke sekolah Yapis Jayapura.

Keadaan-keadaan ini tentunya mempengaruhi pembelajaran PAI di SMA Hikmah

Yapis Jayapura. Walau begitu, proses pembelajaran PAI yang terlaksana di sekolah

ini dapat berjalan dengan baik, lancar dan terlaksana dengan hasil yang baik.

Pelaksanaan pembelajaran PAI itu memuat tiga ranah, salah satunya adalah

ranah psikomotorik. Yaitu kemampuan peserta didik untuk mempraktekkan apa

yang diketehui dari pelajaran agama yang sudah dipelajari. Aspek ini

menitikberatkan pada kemampuan fisik dan kerja otot. Pada pembelajaran PAI

aspek ini lebih berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi-reaksi fisik

dan keterampilan tangan. Keterampilan ini akan berkembang jika dibiasakan dan

182

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20

Februari 2020.

217

dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam praktek yang dilihat dari rendah

sampai yang tinggi yaitu peniruan, kesiapan untuk bergerak, respon terpimpin

(imam sholat), mekanisme, adaptasi (penguasaan matorik pada dapat memodifikasi

dan menyesuaikan keterampilannya). Praktek yang wajib diberikan kepada peserta

didik non Islam berbeda dengan yang diberikan kepada siswa muslim. Kalau yang

muslim maka prakteknya sesuai dengan praktek keagamaan yang sudah ditetapkan

oleh guru, namun untuk non muslim prakteknya tidak sepertinya seharusnya namun

dengan menanyakan tahapan per tahapan yang dilakukan pada kegiatan praktek

keagamaan. Misalnya saja dalam kegiatan praktek wudhu. Kalau siswa Islam

langsung pada bacaan tahapan wuhdu dan mempraktekkannya. Sedangkan non

Islam pada tahapan-tahapannya setelah membasuh tangan lalu membasuh apalagi,

setelah, membasuh sebagian rambut lalu apalagi. Tahapan-tahapan inilah yang

dipakai oleh guru PAI dalam memberikan penilaian praktek PAI di SMA Hikmah

Yapis Jayapura.183

Mengikuti pembelajaran praktek dari ranah psikomotor diharuskan kepada

semua peserta didik di SMA Yapis, hanya saja ada perlakukan berbeda untuk

tahapan ini. Dimana peserta didik yang Islam mengikuti setiap tahapan tersebut dari

awal sampai akhir sendangkan siswa non Islam cukup menyebutkan setiap tahapan-

tahapan tersebut. Namun ada juga siswa non Islam yang memang menginginkan

agar dia tidak hanya menyebutkan tahapan-tahapan dari pelaksanaan pembelajaran

PAI, melainkan juga mengikuti praktek tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh

kawan mereka. Karena pelaksanaan praktek ya praktek, bukan hanya menyebutkan

tahapan-tahapan sebagaimana yang dipakai oleh guru PAI pada siswa non Islam.

mereka juga mau mencoba tahapan praktek tersebut sesuai dengan yang telah

dilakukan oleh siswa lainnya.

Siswa non Islam yang bernama Aflina adalah seorang penganut Kristen yang

sedang berada di kelas XI (sebelas), mengikuti kegiatan praktek dan

menginginkannya bukan hanya karena dia yang mau, namun ada faktor lain yang

membuat siswa non Islam tersebut ingin mengetahui lebih dalam tentang

pelaksanaan praktek ibadah wudhu agama Islam serta praktek-praktek keagamaan

lainnya, di antaranya karena siswa non Islam tersebut tidak tinggal dengan orang

tuanya namun hidup dibawah asuhan orang tua asuh yang beragama Islam. Dengan

begitu aktivitas keseharian dia selama berada di rumah dapat dipengaruhi oleh

kebiasaan orang tua asuhnya. Keinginan untuk mengetahui agama Islam dan tertarik

pada ajaran agama Islam dan sejumlah praktek ibadah itu menjadi hal yang

membuat dia menjadi ingin mengetahui pelajaran agama Islam lebih dari kawan-

kawannya yang sama-sama non Islam.184

Menurut Alfina, belajar agama bagi peserta didik non Islam. Keyakinan yang

dimiliki oleh peserta didik itu berbeda dengan apa yang ada di sekolah atau berbeda

ajaran pelajaran pendidikan agama yang diberikan oleh sekolah kepada kami

khususnya kami yang beragama Kristen. Sebagai peserta didik yang beragama kami

183

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20

Februari 2020. 184

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20

Februari 2020.

218

mengikuti apa yang diterapkan oleh lembaga pendidikan ini kepada kami, yaitu bila

kami diajarkan agama Islam maka kami akan mengikuti kegiatan tersebut. Dari

pertemuan pertama sampai pada pertemuan yang terakhir. Dari kelas sepuluh sampai

kami dinyatakan lulus di sekolah ini. Pelajaran agama khususnya yang diberikan

oleh guru PAI sangat seru dan menarik karena pelajaran ini kan berbeda dengan apa

yang selama ini kami dapat di rumah dan di keluarga besar kami. Pada keluarga

besar kami diajarkan untuk beribadah pada hari minggu sedangkan pada Islam

ibadah mingguannya pada hari jumat. Hal ini yang seru, kami pun mengetahui

adanya beberapa perbuatan yang harus dilakukan oleh orang Islam sebelum

melaksanakan ibadah, seperti harus mandi atau melepas sepatu dan sendal ketika

masuk ke rumah ibadah. Ibadah diawali dengan pemanggilan dengan menggunakan

adzan yang dikeluarkan di pengeras suara, memakai rok yang panjang bila memakai

kerudung.185

Aflina Booram yang berasal dari daerah Keerom mengatakan bahwa

pengetahuan agama Islam yang didapatkan di sekolah biasanya diperdalam

pengetahuan tersebut di rumah dengan orang tua asuhnya. Orang tua asuhnya

memberikan tambahan pengetahuan agama Islam di rumah dengan mengatakan

rangkaian ibadah orang Islam yang didapatkan Aflina di sekolah. Misalnya tentang

ibadah sholat. Sholat itu ibadah yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan

ucapan salam ke kanan dan salam ke kiri. Ibadah ini merupakan kewajiban seorang

muslim yang sudah mencapai masa balig (masa dimana sudah dapat membedakan

mana baik dan mana buruk). Ibadah ini dikerjakan selama lima waktu yaitu jam 12

siang disebut dengan sholat dhuhur, jam 3 sore dengan sholat ashar, jam 6 disebut

magrib, jam 7 malam disebut dengan sholat isya dan untuk pagi jam 4 atau setengah

5 ini disebut dengan sholat subuh. Kalau Aflina melihat bunda (panggilan untuk

orang tua asuh) dipagi hari bangun jam 5 untuk ibadah sholat maka sholat yang

dikerjakan itu adalah sholat subuh. Begitupun bila di sekolah melihat kawan-kawan

pergi ke masjid untuk melaksanakan ibadah sholat maka yang dilakukan adalah

sholat dhuhur. Perbuatan-perbuatan ini adalah bukti seorang itu dikatakan sebagai

orang yang beragama Islam dan menjalankan perintah agamanya.186

Sekolah yang saya ikuti dari SD, SMP dan sekarang SMA bergaul dengan

banyak orang, bergaul dengan banyak kalangan yang semuanya ada dari berbagai

kelangan, apa yang saya dapatkan di SMA Yapis ini khususnya pelajaran agama

Islam dapat menambah wawasan pengetahuan saya tentang agama ini, karena di

rumah juga saya bergaul dengan orang rumah yang semuanya beragama Islam.

sehingga dalam saat saat tertentu saya melihat aktivitas keagamaan bunda saya ingin

mengetahui lebih dalam. Informasi secara akademik saya dapat di sekolah

sedangkan informasi secara praktek saya dapatkan di rumah.

Apa yang saya rasakan sekarang sebenarnya biasa-biasa saja, yaitu saya tetap

beragama Katholik, saya juga tetap menghormati agama bunda saya, bunda juga

menghormati agama saya. Bahkan dalam perayaan keagamaan Kristen yaitu natal,

185

Aflina, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20 Februari

2020. 186

Aflina Booram, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20

Februari 2020.

219

bunda pun mengunjungi keluarga kami di Keerom yang berjarak kurang lebih 100

km dari rumahnya bunda. Ucapan pun keluar dari lisannya bunda akan perayaan

tersebut, mengatakan “selamat ya merayakan hari raya natal” di tahun ini dan

biasanya dirangkai dengan kata selamat untuk kita semua memasuki tahun baru. Ya

karena mendekati tahun baru masehi. Pertanyaan banyak saya utarakan ke bunda

untuk menanyakan tentang ibadah dan perayaan keagamaan orang Islam. Apa yang

saya dapat di sekolah mungkin dalam beberapa kesempatan saya malu bertanya

kepada guru PAI setelah belajar agama Islam, khawatirnya dikira saya mau masuk

ke dalam agama Islam. Biasanya sih begitu, kalau banyak bertanya tentang Islam

maka dikira tertarik dengan ajaran agama Islam dan kemungkinan akan memeluk

agama Islam. Maka, saya bertanya tentang agama Islam itu sama bunda di rumah,

kebetulan juga bunda sangat baik kepada saya, bunda juga sudah mengganggap saya

seperti anak sendiri. Jadi saya tidak canggung untuk bertanya tentang agama Islam

kepada orang rumah dimana saya tinggal sekarang.187

Pelajaran sekolah yang diberikan guru PAI selama ini dari kelas X sampai

kelas XII sekarang, saya belum tertarik untuk masuk Islam. Walau saya dalam

beberapa hal saya sukai namun hal itu bukan berarti saya akan memeluk agama

Islam. apa yang diajarkan oleh guru selama ini menjadi pengetahuan keagamaan

bagi saya di dalam menyesuaikan diri di lingkungan yang mayoritas beragama

Islam. Saya berjumpa dengan bunda itu sewaktu sekolah di SMP di Keerom dimana

bunda juga mengajar di SMP tersebut, melihat saya tinggal di asrama, saya di asuh

di asrama, orang tua kandung saya keduanya sudah meninggal maka ditawari untuk

tinggal sama bunda kebetulan bunda juga punya rumah yang cukup besar namun

tidak banyak orang yang menghuninya. Atas dasar itulah kemudian saya menerima

tawaran untuk tinggal dengan bunda sampai sekarang yang sudah berjalan 4 tahun.

Ketertarikan dan keseriusan non Islam ini bukan ingin masuk ke dalam agama

Islam, bukan akan menjadikan dirinya memeluk agama Islam. Hanya lebih pada

penyesuaian-penyesuaian siswa non Islam untuk dapat memosisikan dirinya pada

tempat yang tepat ketika ada pengajian rutinan di rumah orang tua asuh, atau juga

mengetahui apa saja yang dilakukan oleh orang Islam pada jam dan waktu tertentu.

Sehingga kehadirannya tidak menjadi penghalang bagi orang tua asuhnya dalam

melaksanakan ibadah atau kegiatan kegiatan lainnya yang saling terkait.

Aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik sebagai kegiatan ekstrakurikuler,

usaha guru PAI di dalam memberikan tambahan jam pelajaran.

Pembelajaran PAI di SMA Hikmah Yapis Jayapura dilakukan sesuai dengan

jadwal pembelajaran yang diberikan. Jumlah yang diberikan itu adalah 45x3 jam

pelajaran sebagaimana dasar kurikulum yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu 3

jam pelajaran per minggu di jenjang menengah. Pelaksanaan pembelajaran ini

dinilai masih kurang jam pertemuan, oleh karenanya usaha guru PAI dalam

menyiasati ini dengan memberikan adanya kegiatan tadarus setiap hari jumat pagi

dan senam santri pada jum‟at berikutnya. Artinya tambahan ini walau belum

maksimal namun memberikan pengetahuan adanya usaha dari guru di dalam

187

Aflina Booram, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20

Februari 2020.

220

memberikan tambahan materi yang dianggap masih kurang dari rata-rata seluruh

siswa.

Jumlah guru PAI yang mengajar di SMA Hikmah Yapis Jayapura hanya ada

satu guru yaitu ibu Novita Sari, S.Pd.I. guru yang telah mengajar di sekolah ini

mulai dari tahun 2012 s.d sekarang. Guru yang cukup lama mengabdi pada lembaga

pendidikan Yapis Papua karena sudah 8 tahun mencurahkan energi dan tenaganya

untuk kemajuan dan pembengembangan pendidikan di Papua. Tidak ada guru PAI

yang mengajar di SMA selain hanya satu guru ini dikarenakan jumlah rombongan

belajar di sekolah yang sedikit yaitu ada 6 rombongan belajar. Yang terdiri dari

kelas X (sepuluh) satu rombongan belajar, kelas XI (sebelas) dua rombongan belajar

dengan pembagian jurusan IPA satu kelas dan jurusan IPS satu rombongan belajar,

dan kelas XII (dua belas) dua rombongan belajar yang memiliki jurusan sama

dengan jurusan yang ada pada kelas dibawahnya.188

Pembelajaran PAI yang diajar

oleh guru PAI itu ada pada setiap hari. Dengan jumlah kelas yang berjumlah 6,

sehingga kehadiran guru PAI sebagai guru pendidikan agama yang juga

digabungkan dengan budi pekerti menjadikan guru ini juga berposisi sentral sebagai

bagian untuk membina dan mengawasi sikap dan perilaku peserta didik disetiap

harinya.189

Sebagai sesama umat beragama yang ada di Papua khususnya di sekolah

Yapis, biasanya pemberian ucapan yang diberikan oleh siswa kepada gurunya ketika

merayakan Idul fitri. Ucapan yang diberikan oleh siswa ini bentuk hormat dan

penghargaan dari siswa kepada guru yang telah mengajarkan mereka untuk bersikap

sopan dan baik kepada orang yang lebih tua terkhusus kepada orang tua dan guru.

Guru yang menjadi orang tua mereka di sekolah mendapatkan ucapan selamat hari-

hari besar keagamaan. Ucapan itu diberikan oleh peserta didik dalam bentuk kiriman

ucapan melalui aplikasi WhatsApp. Biasanya pula mereka mendapatkan ucapan

tersebut dari grup atau orang lain kemudian mereka tinggal teruskan saja ke guru.

Memang mereka menulis ucapan itu, bahkan siswa muslim pun juga sama tidak

membuat redaksi ucapan selamat, namun dengan adanya ucapan dari siswa non

Islam kepada guru dan temannya dapat menunjukkan bahwa peserta didik non Islam

ikut senang atas apa yang sedang dirasakan oleh gurunya yang Islam akan hari raya

hari besar lainnya.

Bila hari raya peserta didik non Islam ini datang, maka guru PAI pun juga

memberikan ucapan yang sama dengan yang telah diterima oleh guru PAI.

Sedangkan dari siswa islampun memberikan ucapan selamat hari raya natal kepada

peserta didik yang beragama nasrani. Inipun dengan pola yang sama yaitu mereka

mendapatkan ucapan selamat natal dari grup sekolah kemudian mereka teruskan

ucapan tersebut kepada kawan-kawan mereka. Ucapan ini tidak ada sangkut pautnya

dengan agama masing-masing. Ucapan ini sebagai bentuk empati kebahagian yang

dirasakan oleh kawan-kawan sekelas yang sedang bergembira merayakan hari besar

keagamaan mereka. Begitupun bila masuk tahun baru masehi maupun tahun baru

188

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20

Februari 2020. 189

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20

Februari 2020.

221

Imlek. Saling mendukung dan memberikan ucapan kepada sesama peserta didik

terjadi di SMA Hikmah Yapis Jayapura.

Ucapan selamat idul fitri sebagaimana yang dikatakan oleh Alfina, bahwa

saya biasanya mengucapkan selamat idul fitri kepada guru maupun kepada orang tua

asuh saya di rumah. Ucapan ini saya berikan ketika hari raya keagamaan itu datang.

Maka saya ucapkan selamat merayakan idul fitri, bahkan saya pun ikut

mempersiapkan hidangan makan bagi tamu yang datang ke rumah. Bagi saya hal ini

biasa saja, tidak ada konsekwensi pindah agama. Saya senang dengan apa yang

dirasakan oleh keluarga di rumah, saya pun ikut merasakan kegembiraan dengan apa

yang dilakukan oleh orang sekitar saya. Sejauh ini tidak terpikir untuk yang lain,

atau ucapan ini tidak ada maksud saya selain ucapan memberikan selamat kepada

orang dekat saya sebagai ungkapan rasa senang sebagaimana rasa yang dialami oleh

mereka yang merayakan hari besar tersebut.190

Begitupun sebaliknya bunda pun disaat saya merayakan hari raya Natal di

tahun 2019 saya mendapatkan ucapan selamat natal dari kawan-kawan muslim.

Mereka mengucapkan kata itu ketika sebagai ucapan turut bahagia, turut senang

dengan apa yang dirasakan oleh saya yang sedang bergembira dengan perayaan ini.

Sepengetahuan saya, ucapan ini biasa saja, saya mengucapkan selamat idul fitri dan

idul adha, saya mengucapkan selamat maulid nabi begitupun sebaliknya siswa Islam

mengucapkan selamat natal, selamat hari paskah, selamat hari Injil masuk di tanah

Papua.

Proses penerimaan siswa baru. Dewan guru yang berada di SMA Hikmah

Yapis Jayapura atas bentukan dari kepala sekolah untuk membuat tim kecil yang

mana tim ini akan menyeleksi dan menvalidasi peserta didik yang masuk dan

diterima sebagai peserta didik pada tahun ajaran baru. Panitia kecil ini yang nantinya

mewawancarai peserta didik baru, dengan memberikan keterangan singkat mengenai

sekolah dan keadaannya, begitupun juga memberikan pemahaman akan

pembelajaran yang akan mereka terima selama berada di sekolah ini. Pembelajaran

yang paling spesifik yang menjadi ketegasan dari panitia kecil ini adalah mengenai

pembelajaran PAI pada peserta didik non Islam. Bila memasuki SMA Hikmah Yapis

Jayapura maka pelajaran agama yang ada mereka terima adalah pelajaran

pendidikan agama Islam. Bukan pelajaran pendidikan agama sebagaimana agama

yang dianut, pemberitahuan agama Islam sebagai mata pelajaran yang diajarkan oleh

sekolah akan tetap mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga

bersekolah di SMA Yapis sama saja dengan bersekolah dengan sekolah negeri

lainnya. Hanya ada pengecualian sekolah swasta yang berplatform agama seperti

Yapis lembaga agama lainnya.

Yapis Papua menurut guru PAI, sejak sekolah ini berdiri telah menerapkan

pola seperti ini, yaitu pola pembelajaran pendidikan agama Islam yang diberikan

kepada siswa yang belajar di sekolah di bawah naungan Yapis Papua. Siswa dari

agama dan aliran manapun ketika berada di sekolah ini harus mengikuti pola

pembelajaran ini. Secara undang-undang atau aturan yang diketahui oleh guru, pola

pembelajaran ini tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh pemerintah.

190

Aflina Booram, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20

Februari 2020.

222

Yang mana sekolah harus menyediakan guru agama sesuai dengan agama yang

dianut oleh peserta didik. Namun sisi positif dari pola pembelajaran ini yang diambil

oleh sekolah yaitu informasi keagamaan Islam dapat diketahui oleh peserta didik.

Misalnya saja berpakaian, bahwa berpakaian dalam agama Islam itu bagi laki-laki

menutup pusat sampai ke lutut, sedangkan perempuan itu menutup semua badannya

kecuali untuk wajah dan kedua telapak tangan. Begitupun dengan adzan atau

panggilan ibadah dalam agama Islam. Bagi peserta didik yang beragama Islam dapat

mengetahui ini dengan baik, namun bagi non Islam dapat disampaikan bahwa

aktivitas adzan itu artinya panggilan untuk beribadah, yang sama dengan bunyi

lonceng di gereja sebagai tanda telah masuk waktu ibadah, umat yang masih berada

di rumah untuk segera ke gereja.

Penilaian pembelajaran PAI

Dalam kurikulum K13 penilaian peserta didik meliputi tiga ranah yaitu ranah

kognitif, psikomotorik, dan afektif. Ketiga ranah ini menjadi penilaian di dalam

penilaian yang diberikan oleh guru kepada peserta didik. Penilaian pada

pembelajaran PAI pun meliputi tiga ranah ini, biasanya untuk penilaian kognitif

diambil dari penilaian pertemuan dan ulangan semester, sedangkan penilaian untuk

praktek diambil sebelum pelaksaan ulangan semester. Untuk penilaian dari sisi sikap

atau afektif akan berlangsung sepanjang hari. Secara penilaian untuk peserta didik,

kami dari pihak sekolah memberikan keleluasaan kepada guru untuk memberikan

nilai karena mereka yang mengetahui kelemahan dan kelebihan peserta didik di

dalam proses belajar mengajar. Bila nanti dalam proses penilaian dijumpai hambatan

dan rintangan maka guru ini akan berkoordinasi dengan waka kurikulum sekolah

atau langsung menghubungi kepala sekolah untuk dicarikan jalan keluarnya.191

Penilaian guru PAI pada pembelajaran PAI di SMA, Guru PAI melihat ada

perubahan format penilaian, dimana penilaian untuk pembelaran agama akan

mengikuti agama yang dianut oleh siswa. misalnya saja agama Islam maka siswa

tersebut dalam e-raport akan tertulis agama Islam. Bagi sekolah seperti yang Yapis

yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam pada peserta didik non Islam maka

nilai untuk pelajaran ini tidak tertulis lagi, siswa tersebut justru tidak mendapatkan

nilai agama baik itu agama Islam maupun agama lainnya. Proses penilaian ini belum

diterapkan di SMA Hikmah Yapis Jayapura namun beberapa tahun kedepan akan

diterapkan di sekolah ini. Makanya dengan metode penilaian seperti ini, sekolah

harus memberikan nilai agama. Bisa jadi yang diujikan dari praktek dan kognitif

pelajaran agama Islam, nilai tertulis adalah agama Kristen misalnya.

Namun sejauh yang masih dipakai oleh sekolah adalah penilain dengan

menggunakan format penilaian rapot yang telah berjalan selama ini. Sehingga tidak

perlu dikhawatirkan bagi guru agama. Namun bila nanti e-raport telah diterapkan

maka guru PAI harus mencari atau mempunyai formula tersendiri dalam penilaian

pembelajaran PAI pada siswa non Islam.

PAI dengan penilain e-raport. Penilaian guru terhadap pembelajaran PAI yang

dipakai selama ini yaitu menggunakan penilaian rapot yang tidak berbasis web.

Sedangkan penilaian PAI yang menggunakan e-raport adalah sebuah sistem yang

191

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”

Wawancara, 17 Februari 2020.

223

digunakan untuk mengubah pola kerja guru di dalam penilaian peserta didiknya,

dimana penilaian selama ini di isi dengan penilaian manual, melalui e-raport

membantu guru dalam penilaian pembelajaran bahkan sampai pada pencetakan

raport dan evaluasi guru terhadap hasil nilai belajar siswa. Guru PAI menilai proses

penilaian hasil belajar peserta didik oleh guru akan lebih sistematis, lebih akurat,

lebih komprehensif dan cepat. Mengapa demikian karena penilaian e-raport

terintegrasi dengan Data Pokok Pendidikan (DAPODIK). Namun pada sisi lainnya

terdapat kesulitan dan tingkat keribetan yang dijumpai oleh guru di dalam

menerapkan penilaian ini. Hal ini dilihat pada perlunya penyesuaian penilaian

dengan sistem ini, dimana guru harus mempersiapkan data untuk dientri untuk setiap

KD (kompetensi Dasar).

Umumnya yang namanya aplikasi pastinya akan memudahkan guru di dalam

mengelola pembelajaran, baik pembelajaran yang sifatnya online maupun sifatnya

ofline. Namun penyesuaian dengan aplikasi ini tentunya perlu tahap demi tahap agar

guru tidak disibukkan dengan aplikasi namun melupakan tugas utamanya yaitu

mengajar dan mendidik. E-raport yang diterapkan di SMA Hikmah Yapis Jayapura

baru diterapkan kepada kelas X (sepuluh) saja, dan itu masih dalam tarap uji coba.

Belum menjadi patokan penilaian di SMA untuk saat ini. Namun kedepannya akan

mengacu kepada penilaian e-raport yang telah dikeluarkan kemendikbud.192

Pelaksanaan praktek yang guru PAI berikan kepada peserta didik semuanya

itu berkaitan dengan thoharoh (wudhu dan memandikan serta mengkafani jenazah),

pelaksanaan ibadah sholat 5 waktu yang diambil hanya pelaksanaan sholat subuh,

kemudian melakukan dzikir setelah sholat. Berbagai macam praktek ini, diberikan

kepada siswa dari sepuluh sampai kelas dua belas. Apa yang dikerjakan oleh peserta

didik SMA dalam mengerjakan tugas ini sebagai salah satu aspek penilaian di dalam

pembelajaran terkesan sama seperti pula yang terjadi di SMP maupun bahkan

sewaktu mereka berada di sekolah dasar. Namun sejatinya inilah yang memang

dinilai kurang oleh guru PAI terhadap perkembangan pengetahuan dan pengamalan

agama di dalam kehidupan sehari-hari. Sekalipun mungkin saja ada kesamaan di

dalam pelaksanaan praktek keagamaan yang dirasakan oleh peserta didik sewaktu

berada di bangku sekolah tingkat dasar dan menengah pertama, tetapi ini

memperteguh pengetahuan keagamaan menjadi lebih baik lagi.

Tujuan dari pelaksanaan ini untuk mengetahui aspek teori yang telah

diketahui. Biasanya ada yang lupa atau selama ini belum menerapkan bacaan dalam

sholat yang belum sempurna maka melalui sarana praktek ini menguatkan kembali

mengingatkan kembali apa yang telah diketahui. Bentuk kemahiran di dalam

pelaksanaan ibadah ini dengan terampil melafalkan bacaan-bacaan sholat,

gerakannya, niatnya.

Ucapan salam (Assalamualaikum) dari peserta didik non Islam kepada guru.

Kebiasaan menjadi kunci keberhasilan dari pendidikan, apa yagn sudah diajarkan

kepada peserta didik sebisa mungkin untuk diterapkan dan diamalkan sehingga

pengetahuan tidak hanya sekedar pengetahuan namun juga dapat diimplementasikan

dalam keseharian. Kepada peserta didik seluruhnya bila bertemu memang diajarkan

192

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20

Februari 2020.

224

untuk selalu mengucapkan salam baik kepada guru maupun kepada sesama mereka

sebagai bentuk saling menghargai dan menghormati terhadap sesama siswa di

sekolah. Untuk siswa non Islam tidak diwajibkan untuk memberikan salam kepada

guru dengan ucapan “Assalamualaikum” namun dengan ucapan selamat pagi atau

ucapan yang umum dipakai oleh masyarakat sebagai ucapan sapa terhadap sekitar.

Tujuan ini dilakukan untuk saling sapa saling tegur dan untuk membentuk karakter

peserta didik mudah bergaul mudah bersosialisasi dengan sesama dan juga dapat

saling kenal mengenal di antara mereka.193

Pelaksanaan sholat dhuhur berjamaah adalah program dari sekolah untuk

memberikan waktu ibadah kepada peserta didik muslim untuk mengerjakan ibadah.

SMA ini menfasilitasi pelaksanaan ibadah dan bahkan menjadi tangung jawab

bersama, guru dan kepala sekolah menjadi contoh dengan pelaksanaan ibadah ini.

Keadaan sekolah yang berjarak sekitar 300 meter dari masjid menjadikan kontrol

akan ibadahnya menjadi lebih ekstra agar mereka dapat bersama-sama menuju ke

masjid di waktu yang tepat. Hal ini dilakukan agar peserta didik mengerjakan

perintah agama, membiasakannya dan dapat berdisiplin. Disiplin ini dapat

menjadikan peserta didik mampu membimbing dirinya sendiri dalam belajar,

menerapkan disiplin dalam berbagai situasi memang tidak mudah, akan tetapi

diperlukan usaha diri sendiri. Sesuatu dapat tercapai jika ada keinginan, niat serta

usaha. Untuk itu, disiplin dibutuhkan adanya kebiasaan dan kesadaran yang tinggi di

dalam menerapkan nilai tersebut dalam kehidupan ini.

Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru PAI di

SMA Hikmah Yapis Jayapura memberlakukan semua semua peserta didik yang

berjumlah 116 siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dari awal sampai

terakhir. Dalam kegiatan praktekpun semuanya diwajibkan ikut andil dalam kegiatan

tersebut karena selama proses praktek akan dinilai dan nilai tersebut akan dipakai

sebagai nilai kenaikkan kelas atau juga dipakai sebagai syarat kelulusan dari

sekolah. Oleh Alfina Booram beserta kawan-kawannya mengikuti kegiatan praktek

sholat yang diberikan oleh guru PAI yang mana prosesnya diawali dengan

mengucapkan takbir atau Allahu akbar kemudian membaca beberapa bacaan yang

harus diucapkan kemudian menunduk atau ruku, bangkit dari ruku lalu sujud

kemudian duduk di antara dua sujud lalu sujud kembali sampai kemudian berdiri

lagi untuk melanjutkan ke rakaat kedua sampai pada rakaat yang terakhir, kami yang

non Islam mengikutinya. Secara keyakinan agama kami tentunya tidak sama dengan

keyakinan agama orang Islam, keyakinan kebanyakan siswa yang bersekolah di

SMA ini, namun ketika kami mengikuti kegiatan ini bukan berarti kami akan masuk

di dalam agama Islam. Kami hanya mengikuti apa yang sudah seharusnya guru

berikan kepada peserta didik. Agama kami masilah agama Kristen, karena Kristen

bagi kami sebagai jalan selamat dan keselamatan untuk hidup di dunia sampai ke

sorga.194

Belum ada kepikiran untuk masuk Islam, justru beberapa kawan195

Alfina

193

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20

Februari 2020. 194

Aflina Booram, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20

Februari 2020.

225

saya semasa tinggal di asrama Katholik sewaktu mengatakan kepada saya bahwa

saya bersekolah di SMA Yapis akan menjadi domba-domba yang kehilangan arah.

Kegiatan ini dibimbing oleh guru utamanya guru PAI sebagai upaya

menjadikan sholat sebagai kebiasaan baik agar hal ini dapat meningkatkan

kedisiplinan peserta didik. Sholat dhuhur berjamaah di masjid dekat sekolah menjadi

kebiasaan baik yang dapat berpengaruh pada kehidupan siswa. Pembelajaran ini

melatih siswa menjadi manusia yang lebih teratur dan terarah dalam menjalankan

perintah agama. Pembiasaan akan meningkatkan tingkat kedisiplinan mereka,

keberhasilan menjalankan sholat yang tertib dan teratur dapat berimbas pada

kedisiplinan seseorang dalam mengerjakan pekerjaan.

Pelaksanaan ujian di tahun 2019/2020 ini masih menunggu informasi dari

kementrian pendidikan, apakah pelaksanaannya masih seperti dulu atau ada

perubahan. Karena informasi yang berkembang justru tetap ada ujian namun sekolah

yang menentukan kelulusan dari peserta didik tersebut. Namun hal ini menunggu

keputusan dari pemerintah pusat melalui kementrian pendididikan dan kebudayaan

Republik Indonesia.196

Pada pernyataan yang dikeluarkan kemendikbud pada 27 Maret 2020

menyatakan bahwa UN pada tingkat SMA dibatalkan pada tahun pelajaran

2019/2020 hal dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan dan kesehatan

peserta didik di tengah pandemi Covid-19. Ukuran siswa dapat dinyatakan lulus

melalui ujian yang diselenggarakan oleh sekolah (US), dengan syarat tidak

mengumpulkan siswa secara fisik atau pelaksanaan ujian sekolah secara online, US

dilakukan dengan portopolio dari nilai raport dan prestasi yang diperoleh

sebelumnya, bentuk penugasan atau penilaian/asesmen jarak jauh sebagai cara bila

US tidak dapat dilakukan secara daring.197

Pelaksana tugas Kabalitbang

kemendikbud mengatakan bahwa US tidak hanya mengacu pada ujian secara tulis,

tetapi juga mencakup prestasi dan nilai rapot yang dimiliki oleh peserta didik selama

menempuh pendidikan. Ujian daring, materi yang akan tertuang dalam US

merupakan kewenangan guru yang bersangkutan. Sekolah sekarang penentu

kelulusan siswa dengan berdasarkan evaluasi yang dilakukan guru sehingga

penguasaan materi sangat bergantung dari cara siswa dan guru di dalam

memaksimalkan pembelajaran online selama situasi darurat.

195

Kawan-kawan yang dimaksud adalah seperjuangan dengan Alfina yang bersekolah

di SMP Keerom 2016-2018 dan bertempat tinggal di asrama katholik. Asrama katholik ini

biasanya dipakai dan menampung para generasi muda Papua dari berbagai daerah di

pedalaman Papua dengan tujuan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di kota Jayapura.

Penghuni asrama dilarang untuk mengikuti kegiatan atau organisasi yang berada di luar

sekolah atau kampus. Penghuni asrama hanya diwajibkan untuk mengikuti pembinaan

sehari-hari di asrama setelah mereka pulang dari sekolah. 196

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura”, Wawancara 20

Februari 2020. 197

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/03/un-2020-dibatalkan-ini-syarat-

kelulusan-siswa, disadur 3 November 2020.

226

d. Alokasi Waktu Pembelajaran PAI

Jumlah jam di dalam pembelajaran PAI pada Kurikulum K13 adalah 3 jam

pelajaran x 45 menit dalam satu kali pertemuan dalam seminggu. Hal ini dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan psikis peserta didik yang mana selama ini pelajaran

pendidikan agama di sekolah hanya diberikan waktu 2 jam pelajaran. Sehingga

dinilai masih sangat kurang. Dengan penambahan jam pelajaran pada mata pelajaran

PAI dari 2 jam/minggu menjadi 3 jam/minggu. Sebagaimana pula yang disampaikan

oleh dinas pendidikan provinsi pada lokakarya kurikulum K13. Semangat

penambahan jumlah jam pelajaran PAI ini untuk memperbaiki moral bangsa, yang

mana sering kita dengar dan disaksikan di layar televisi dengan banyaknya tawuran,

seks bebas, perkelahian, bahkan tidak ada hormat kepada guru di sekolah. Maka

dengan bertambahnya jumlah jam pelajaran agama dapat menjawab kemerosotan

akhlak peserta didik. Sebenar di SMA Hikmah Yapis Jayapura telah menerapkan

pelajaran PAI dengan jumlah 3 jam/minggu. Yaitu 2 jam pelajaran yang

dialokasikan dalam kurikulum sebelumnya dan 1 jam sebagai penambahan untuk

pendalaman ciri khas dari yayasan yang digabung pada mata pelajaran pendidikan

agama Islam. hal ini dilakukan dengan harapan agar peserta didik mengetahui akan

pendidikan agama yang diajarkan di saat yang bersamaan juga mengetahui akan

lembaga Yapis dengan ciri khas agama Islam.

Sebagaimana ciri dari lembaga pendidikan ini untuk mewujudkan manusia

yang memiliki pengetahuan agama yang baik dan juga praktek keagamaan yang baik

maka perhatian terhadap pendidikan agama menjadi prioritas. Memang bukan saja

materi pelajaran agama yang menjadi prioritas, semua mata pelajaran memiliki hak

yang sama untuk menjadikan agen dalam mengangkat harkat dan pengetahuan

siswa. Namun dengan alokasi waktu 3 jam/minggu pada mata pelajaran pendidikan

agama Islam yang diajarkan oleh guru di sekolah Yapis dapat memberikan

penekanan tersendiri bagi warga sekolah di lingkungan Yapis Jayapura.

Kalau dilihat perbandingan antara pelajaran pendidikan agama Islam yang

diajarkan di sekolah umum dengan pendidikan agama di madrasah tentunya sangat

jauh. Pada madrasah mata pelajaran PAI itu telah terpecah menjadi mata pelajaran

tersendiri yaitu mata pelajaran al-Qur‟an hadis, akidah akhlak, sejarah, fikih.

Sedangkan pada sekolah umum semuanya materi tersebut terangkum dalam satu

pelajaran yaitu PAI dan diberikan dua jam pelajaran pada setiap kali pertemuan

selama satu semester. Lebih dalam lagi kalau dilihat dari sisi isi yang diajarkan

maka cukup luas seperti bacaan al-Qur‟an dengan tajwidnya serta hukum hukum

dalam membaca tersebut, materi sejarah, materi akidah. Melihat kenyataan yang

terjadi di sekolah terhadap pembelajaran pendidikan agama yang ada maka pihak

sekolah dari kepala sekolah, guru agama, dan guru-guru, memberikan solusi dengan

mengadakan pesantren kilat, mengadakan ektrakurikuler BTA (baca tulis Qur‟an),

yasinan jum‟at, keputrian jum‟at, yang semuanya ini dimaksud untuk menjadi jam

tambahan dari mata pelajaran PAI di luar kegiatan belajar mengajar di SMA Hikmah

Yapis Jayapura. Kegiatan ini dimaksudkan agar peserta didik dapat terbekali dari

aspek religinya atau keagamaan yang cukup dan dapat menjadi bekal bagi siswa

setelah mereka lulus dari sekolah ini.

227

e. Pembelajaran PAI pada Siswa Non Islam

Pembelajaran PAI pada siswa non Islam. Tidak ada kelas khusus bagi peserta

didik non Islam di SMA Hikmah Yapis Jayapura ketika mereka belajar pendidikan

agama. Pada pelajaran ini semua peserta didik yang beragama Islam dan non Islam

berada dalam satu kelas. Misalnya saja berada di kelas X IPS maka semua peserta

didik yang berada di dalam kelas itu mengikuti pelajaran agama Islam. begitu pun

ketika mereka berada di kelas lain, semuanya mendapatkan perlakuan yang sama

dalam pembelajaran ini. Karena disampaikan kepada peserta didik non Islam untuk

mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru PAI bahkan penyampaian ini

disampaikan jauh sebelum mereka belajar agama yaitu ketika mendaftar masuk di

sekolah.

Disampaikan kepada peserta didik dan orang tuanya bahwa di samping

diharuskan menaati peraturan-peraturan sekolah maka siswa pun harus mengikuti

pembelajaran PAI baik bagi yang muslim maupun yang non muslim. Penyampaian

ini dilakukan bukan saja dari pihak guru PAI yang diberi tugas untuk mengajarkan

pendidikan agama Islam pada peserta didik non Islam namun juga dari pihak

sekolah untuk mempertegas pernyataan itu di awal menjadi peserta didik di SMA

Hikmah Yapis Jayapura. Tidak ada paksaan apakah mereka mau masuk ke dalam

Yapis atau tidak. Tentunya sekolah memiliki keinginan agar peserta didik mau

masuk menjadi bagian dari SMA ini namun tentunya aturan di dalam menjadi siswa

telah ditegaskan oleh sekolah.

Sekalipun nantinya dalam pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru PAI

tidak membebani mereka dengan sesuatu yang di luar kemampuan mereka misalnya

saja menulis Arab, atau membaca al-Qur‟an yang memang siswa non Islam

memiliki keterbatasan itu, waka kurikulum memberikan arahan untuk mengambil

persamaan-persamaan dari setiap yang beda dari sisi agama. Karena kalau mau

dipaksakan siswa non Islam harus membaca al-Qur‟an, menulis dan baca bahasa

Arab maka hal ini akan membebani peserta didik. Bukannya menjadi bagian dari

upaya mencerdaskan bangsa namun memunculkan masalah baru. Penerimaan siswa

non Islam di tahun ajaran ini atau tahun 2019 cukup banyak sekitar 40% dari total

siswa baru yang masuk dari siswa non Islam. Ini menunjukkan bahwa tidak ada

perlakuan berbeda dengan peserta didik yang beragama Islam. Bila memiliki

keinginan untuk melanjutkan studi di SMA maka sekolah ini dapat menjadi pilihan

untuk menjadi sukses dimasa yang akan datang. Pertama sekolah ini sudah

terakreditasi A, dengan status sekolah yang telah terakreditasi menjadi informasi

banyak masyarakat khususnya orang tua peserta didik bahwa layanan pendidikan

yang diberikan oleh SMA Yapis cukup baik. Karena kinerja dari guru dan warga

sekolah telah mencapai tarap standar nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal

ini pula mendorong para guru untuk selalu meningkatkan diri dan bekerja keras

dalam memberikan layanan terbaik bagi peserta didik guna mempertahankan dan

meningkatkan mutu sekolah.198

Anis Kila Aiwei menjadi peserta didik yang belajar

di SMA Hikmah Yapis Jayapura adalah peserta didik non Islam dan berasal dari

suku Awyu dari daerah selatan Papua. memilih untuk menjadi peserta didik di SMA

198

Siti Hajerah, “Wakil Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura bidang Kurikulum,”

Wawancara, 17 Februari 2020.

228

Hikmah Yapis Jayapura adalah pilihan untuk dapat sukses di masa yang akan

datang. Belajar agama Islam memang bukanlah hal mudah, namun bila diiringi

dengan tekat yang kuat maka pembelajaran ini dapat memberikan pengetahuan

kepada saya untuk mengetahui tentang Islam. Ketika belajar juga tidak saya jumpai

yang menolak untuk mengikuti pelajaran agama Islam sekalipun tidak ada

penolakan namun beberapa kawan juga terlihat kesulitan untuk dapat menyesuikan

pembelajaran agama khususnya pada penyebutan tulisan Arab, atau membaca doa

dalam bahasa Arab.

Sewaktu mendaftar menjadi siswa baru maupun pindahan, penyampaian yang

disampaikan oleh pihak sekolah adalah salah satunya penyampaian pelajaran agama

yang diberikan kepada peserta didik, begitupun dengan orang tua yang mengantar

bahwa platform dari lembaga Yapis adalah Islam, sehingga pelajaran pendidikan

agama dan aturan-aturan sekolah harus menyesuaikan dengan kebijakan yayasan.

Bila orang tua dan peserta didik setuju maka dapat diterima menjadi peserta didik di

sekolah namun bila tidak maka juga tidak ada paksaan. Penyampaian ini menjadi

penting di awal, agar mereka mengikuti semua peraturan sekolah termasuk pelajaran

agama yang pelajaran kurikuler yang diikuti oleh semua siswa.

Bila dikaji pada sisi materi pelajaran agama Islam, peserta didik non Islam

tidak juga diminta untuk membaca al-Qur‟an, diminta juga untuk mengikuti praktek

ibadah, atau juga memakai jilbab bagi putri non Islam. Karena hal-hal ini menjadi

keidentikan dalam ibadah yang dlaksankan oleh orang Islam sehingga yang diminta

oleh sekolah kepada peserta didik untuk mengikuti pelajaran pendidikan agama

dengan tujuan agar mereka dapat berakhlak mulia, dapat mandiri, dapat menjadi

pribadi yang santun dan bertutur kata yang sopan sesuai dengan ajaran agama.

Karena setiap agama itu memiliki kesamaan nilai, sama-sama menghormati yang

lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, sama-sama bertutur kata yang sopan dan

menghargai orang lain dalam berbicara, sama-sama menghargai jiwa dan nyawa

manusia dengan tidak melakukan pengrusakan pada tubuh dengan mengkonsumsi

obat-obatan, sama sama menganjurkan untuk berbuat baik dan berlomba-lomba

untuk menjadi yang terbaik di dalam kehidupan agar dapat sukses dalam karir,

sukses di tempat kerja.

Kesamaan-kesamaan nilai dalam ajaran agama inilah yang kami selaku kepala

sekolah tekankan kepada guru khususnya guru yang menangani pelajaran

pendidikan agama Islam untuk mencari titik kesamaan dari agama. Sehingga peserta

didik non Islam pun mengikuti pelajaran agama Islam dengan seksama karena apa

yang disampaikan oleh guru agama Islam juga ada pada agama yang dimiliki,

adanya anjuran menghormati orang tua, tidak mabuk-mabukan, tidak berjudi,

senantiasa menjalankan ibadahnya.199

Protes atau menolak mengikuti proses belajar.

Karena sudah ada penyampaian di awal pertemuan bahkan di saat mendaftar

menjadi peserta didik di sekolah maka sejauh yang diketahui oleh guru maupun saya

sebagai kepala sekolah belum ada peserta didik yang menolak secara verbal kepada

saya untuk tidak mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah.

199

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”

Wawancara, 17 Februari 2020.

229

Justru yang pernah saya jumpai pada saat supervisi internal. Kami ada supervisi

internal dari kepala sekolah kepada guru bidang studi. Sewaktu melakukan kegiatan

rutin dari sekolah menjadi supervisor di sekolah SMA Hikmah Yapis Jayapura

kepada guru mata pelajaran agama dan melihat keaktifan peserta didik non Islam

dalam pembelajaran PAI, justru banyak pertanyaan yang disampaikan oleh peserta

didik non Islam terhadap materi pelajaran pendidikan agama Islam, salah satu materi

yang mereka adalah materi tentang pembagian harta warisan dan pernikahan di

dalam agama Islam. mungkin mereka ini memasuki masa puber sehingga

keingintahuan mereka terhadap pernikahan yang besar sehingga saya menyaksikan

bahwa mereka mengutarakan banyak pertanyaan terhadap materi yang baru saja

disampaikan oleh guru PAI. Inilah mungkin yang hingga kini belum dijumpai oleh

guru PAI maupun pihak sekolah penolakan dari peserta didik non Islam dalam

kebijakan pembelajaran PAI pada siswa non Islam. Sebagai guru PAI juga perlu

untuk memperhatikan sisi yang mana materi pelajaran agama dapat menjcapai tujan

dari pembelajaran yang telah ditetapkan dalam RPP PAI namun juga menyinggung

sedikit yang memiliki kesamaan dalam materi yang ada pada ajaran agama

lainnya.200

Kelemahan peserta didik non Islam belajar PAI. Pembelajaran materi apa saja

pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan. Itu sudah menjadi kebiasan yang

umumnya terjadi di semua pelajaran, kemampuan peserta didik untuk mengikuti

pelajarann yang disampakain oleh guru menjadi kunci dalam memahami pelajaran

yang diajarkan oleh guru, kemampuan tersebut dapat menbantu peseta didik untuk

semua mata pelajaran. Bagi PAI ini yang juga menajdi kelemahan dalam

menyampaikan pelajaran agama Islam pada siswa non Islam. Ini tidaklah mudah

karena agama yang dmiliki oleh peserta didik yang beragam, agamanya ada yang

beragama Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Walau mayoritas beragama Islam di

sekolah ini, PAI yang diajarkan juga kepada non Islam. kelemahan yang pernah

diketahui di dalam pembelajaran PAI adalah berkaitan dengan pelajaran agama

Islam seperti praktek ibadah sholat, minimal gerakannya menulis Arab, praktek

wudhu, praktek pelaksanaan ibadah haji. Kelemahan ini yang terjadi di

pembelajaran PAI maka dari pihak sekolah meminta kepada guru PAI untuk

mencari alternatif lain dalam pemberian tugas pendidikan agama, misalnya dengan

mengganti dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dari peserta didik kepada

guru yang berkaitan dengan materi tersebut. Juga bisa dengan tugas yang dapat

membantu mereka dalam pelajaran ini. Atau mungkin juga memberikan keringanan

tugas, sehingga ketidak mamampuan peserta didik dalam mengikuti pelajaran ini

dapat dimengerti karena perbedaan dari agama.201

Berpakaian sekolah dan aturan yang ada di sekolah.

Aturan yang diterapkan disekolah, biasanya telah disosialisasikan di awal

tahun ajaran baru, atau di awal peserta didik mendaftar untuk menjadi bagian dari

SMA Hikmah Yapis Jayapura. Dari awal masuk, di dalam kelas, di luar kelas

200

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”

Wawancara, 17 Februari 2020. 201

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”

Wawancara, 17 Februari 2020.

230

sampai mereka berada di sekitar sekolah pun diberikan batasan-batasan perlakuan

dan perbuatan sehingga mereka tetap terjaga sikap dan perbuatan siswa di dalam

maupun di luar kelas. Dalam hal berpakaian sama seperti sekolah di tingkat SMA

lainnya yaitu berpakain baju putih dan celana/ abu-abu. Untuk putri non Islam tidak

diharuskan memakai jilbab, namun dalam rok yang harus dipakai sekalipun tidak

memakai jilbab, mereka tetap memakai rok yang panjang.202

f. Kegiatan Ektra Kurikuler

Hubungan siswa dengan siswa lainnya yaitu baik. Artinya tidak ada yang

bahaya dari pertemuan yang ada di sekolah. Perjumpaan antara peserta didik muslim

dan non Islam sudah terjadi sejak mereka berada di level dasar bahkan ketika berada

di masyarakat. Tidak canggung dan tidak ada rasa curiga yang muncul dalam

hubungan tersebut. Interaksi antara siswa yang muslim dengan non muslim di dalam

kelas seperti diskusi kelompok, persaingan akademik, dan penyelesaian masalah

yang dihadapi oleh sesamanya. Interaksi ini juga terjadi sebelum pembelajaran PAI

dimulai, interaksinya dalam bentuk tegur sapa satu dengan lainnya, melaksanakan

piket kebersihan kelas bersama, serta diskusi seputar mata pelajaran yang sedang

dan telah diajarkan oleh guru. Interaksi ini bukan saja dengan sesama peserta didik

yang non muslim namun juga interaksi dengan pengajar. Interaksi ini dimulai ketika

mengajar di depan kelas, memberikkan tugas sampai keluar dari ruang kelas.203

Hubungan dengan sesama siswa muslim dan non muslim di luar kelas

sebenarnya terjalin dengan baik karena hubungan antar siswa ini juga senantiasa

dipantau oleh kepala sekolah yang lokasi ruang kepala sekolah/ruang guru berada di

depan kelas. Interaksi tersebut terjalin seperti di luar kelas diskusi di kantin, kerja

kelompok di perpustakaan sekolah, kerjasama dalam kegiatan ekstrakurikuler,

kegiatan OSIS.

Ucapan selamat natal atau selamat idhul fitri. Moment yang senantiasa

menggembirakan bagi peserta didik yang muslim maupun yang non muslim ketika

memasuki hari raya. Kiriman ucapan selamat dari siswa kepada kawannya di dalam

merayakan hari besar keagamaan tersebut terjadi di luar kelas. Biasa ucapan selamat

idhul fitri diucapkan siswa non Islam kepada sesama kawannya yang beragama

Islam pada hari raya tersebut. Namun ucapan selamat natal dan tahun barupun

dilakukan oleh siswa muslim kepada koleganya yang non muslim. Namun sekolah

tidak merayakan natal itu karena suasana natal dan tahun baru terjadi di saat libur

sekolah. Di samping itu pula belum pernah sekolah melakukan kegiatan natal untuk

siswa non Islam. Ada 3 guru non muslim yang mengajar di SMA Hikmah Yapis

Jayapura, ketiganya telah mengajar lebih dari 5 tahun. Biasanya sekolah

memberikan apresiasi dalam bentuk bingkisan hari raya, baik itu hari raya natal

202

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”

Wawancara, 17 Februari 2020. 203

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”

Wawancara, 17 Februari 2020.

231

maupun hari raya idul fitri. Pemberian ini bentuk kepedulian sekolah terhadap guru

yang merayakan hari raya keagamaan. 204

Kegiatan halal bi halal. Kegiatan ekstrakurikuler yang terkait dengan

keagamaan ada di sekolah ini adalah kegiatan halal bi halal. Kegiatan ini melibatkan

bukan saja unsur siswa dengan siswa yang mengikuti kegiatan tersebut namun juga

melibatkan unsur guru, staff tata usaha dan seluruh warga sekolah di dalam

memperingati dan melaksanakan kegiatan ini. Yang berperan aktif di dalam

mensukseskan kegiatan dimotori oleh guru agama dibantu oleh OSIS SMA Hikmah

Yapis. Tujuan dari kegiatan ini yaitu dapat mengikat persaudaraan dan tali

pertemanan sesama warga sekolah, guru dengan guru, siswa dengan siswa, guru

dengan siswa. Saat bersilaturrahmi menghidupkan suasana keakraban yang mungkin

jarang dirasakan dihari-hari biasanya. Memupuk rasa cinta terhadap sesama,

meningkatkan kebersamaan dan rasa kekeluargaan, mempererat tali persaudaraan

dan tentunya akan menambah panjang umur. Keadaan ini dapat dimaksimalkan

dengan saling memaafkan kesalahan sesama peserta didik yang terjadi dengan

sengaja atau tidak sengaja. Di samping itu pula dengan suasana ini ketidak sempatan

guru datang ke rumah kepala sekolah, kepala sekolah memiliki keterbatasan

mendatangi semua guru, begitupun dengan siswa yang tidak sempat mendatangi

rumah guru serta kawan-kawannya maka melalui momen ini dapat menjadi

kesempatan untuk saling berinteraksi dan saling maaf memaafkan. Biasanya untuk

jabat tangan dilakukukan dari siswa yang paling tinggi kelasnya kemudian, siswa

kelas di bawahnya kemudian kelas sepuluh.205

Kegiatan lomba menyambut ulang tahun Yapis, Kegiatan lomba di

menyambut ulang tahun lembaga pendidikan Yapis Papua ini diikuti oleh semua

sekolah Yapis. Kegiatan dilakukan setelah ulangan semester ganjil. Biasanya

dilakukan pada tanggal 8-14 Desember setiap tahunnya dan diakhiri dengan upacara

memperingati hari berdirinya Yayasan ini. Kegiatan lomba yang diselenggarakan

oleh Yapis yang diikuti oleh SMA Hikmah Yapis Jayapura adalah lomba futsal,

lomba pidato, lomba hafalan surat-surat pendek di Juz Amma, lomba kebersihan

sekolah. Kegiatan lomba ini diselenggarakan oleh Yapis Papua sebagai wujud

kesyukuran kehadiran Yapis di tanah Papua dan juga sebagai dukungan terhadap

program pemerintah dengan mengadakan lomba kebersihan sekolah. Kegiatan 17

agustus. Kegiatan lain yang diikuti oleh SMA Hikmah Yapis Papua Jayapura adalah

kegiatan 17 agustus. Kegiatan ini diselenggrakan oleh pihak pemerintah kota

Jayapura di dalam menyambut ulang tahun negara kesatuan Republik Indonesia.

Kegiatan ini sebagai upaya dalam menggiatkan siswa di dalam kegiatan-kegiatan

positif. Selama masa pandemi covid19 yang telah mewabah seluruh dunia maka

kegiatan-kegiatan yang diselenggarakam oleh pihak sekolah untuk sementara

ditiadakan dahulu, hal ini dilakukan demi menjaga keselamatan dan kesehatan

204

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”

Wawancara, 17 Februari 2020. 205

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”

Wawancara, 17 Februari 2020.

232

peserta didik. Kegiatan ini akan diselenggarakan atau diikuti oleh sekolah bila

keadaan sudah normal dan pandemi dapat diatasi.206

206

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura Periode 2008-2022”

Wawancara, 17 Februari 2020.

233

BAB V

MASALAH-MASALAH DAN SOLUSI PEMBELAJARAN PAI

PLURALISTIK PADA YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM PAPUA

A. Masalah-Masalah Pembelajaran PAI pada Masyarakat Pluralistik

Pluralisme dipahami sebagai adanya keberagaman dan kemajemukan yang

ada di masyarakat dan di sekitar kita. Sebagai negara yang majemuk, kepluralan

antar masyarakat di Indonesia dapat menjadi kekuatan bangsa. Bukan menjadi titik

lemah, justru dengan kondisi keberagaman yang ada di sekitar kita kita saling

menjaga, saling menguatkan dan saling membantu. Sebagai lembaga pendidikan

yang majemuk bukan saja satu suku dan budaya yang ada Yapis Papua namun

berbagai suku dan etnis menjadi bagian dari lembaga pendidikan ini. Kemajemukan

bukanlah menjadi penghalang untuk bisa saling bekerjasama dalam mewujudkan

masyarakat Indonesia yang baik, yang santun dan berkebudayaan. Sesama warga

masyarakat bisa saling membantu satu sama lainnya tanpa memandang suku, agama,

ras dan antar golongan. Tentunya lembaga pendidikan Yapis Papua menciptakan

kesepahaman antar individu, keluarga, bertetangga, dan dalam masyarakat lingkup

kecil demi keselarasan hidup. Pluralisme bukan penghalang namun sebagai

pemerkaya jati diri bangsa.

Pluralisme dalam pendidikan agama yang diterapkan di lembaga pendidikan

Yapis Papua pada 3 lembaga pendidikan yang diteliti memberikan dampak positif

pada nilai-nilai kehidupan bermasyarakat di Indonesia khususnya di tanah Papua.

Hal ini dapat dilihat pada menjunjung hak dan kebebasan beragama, tinggi hak asasi

manusia, diberikan tempat di dalam melaksanakan rutinitas aktivitas agamanya

seperti tidak menggunakan jilbab bagi putri non muslim selama kegiatan ini tidak

bertentangan dengan peraturan yang ditetapkan oleh pihak yayasan.1

Secara spesifik Pembelajaran PAI di sekolah diberikan pada siswa sesuai

dengan agama yang dianut oleh peserta didik sebagaimana tertuang pada undang

undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.2 Pada pasal 12

ayat 1 butir 1 menyebutkan bahwa setiap peserta didik mendapatkan pelajaran

agama dan diajarkan oleh guru seagama. Pendidikan agama dapat menumbuhkan

sikap kritis, dinamis, dan inovatif sehingga dapat menjadi mendorong peserta didik

memiliki kompetensi dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, atau olahraga.

Pendidikan agama menciptakan keharmonisan, rasa hormat dan kerukunan di antara

pemeluk agama, bersikap jujur, disiplin, amanah, mandiri, bekerja keras, kompetitif,

kooperatif, tulus dan bertanggung jawab.

1. Guru PAI yang Kaku dalam Pembelajaran

Sebagai tenaga pendidik tentunya harus memiliki 4 kompetensi yang ada pada

diri seorang pendidik yaitu seorang pendidik harus memiliki kompetensi pedagogik

yaitu kompetensi yang mengarahkan pada kemampuan pendidik di dalam memiliki

1Azis Bauw, Wakil Ketua Yayasan Pendidikan Islam Pusat Papua, Wawancara, 23

Juni 2020. 2Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, (Bandung:

Fokus Media, 2006), h. 2.

234

syarat-syarat sebagai seorang pendidik, diberikan pelatihan. Kompetensi ini yang

menurut Abuddin Nata adalah kemampuan guru yang terkait dengan kemampuan

dan kesungguhannya di dalam mempersiapkan proses kegiatan pembelajaran, patuh

pada aturan akademik, penguasaan media elektronik, penguasaan materi, mengelola

kelas, kedisiplinan kemampuan melaksanakan penilaian yang objektif atas hasil

kerja peserta didik.3 Begitu juga guru memiliki kompetensi sosial, dimana seorang

guru harus dapat bersosialisasi dengan sekitarnya, di samping dia memiliki

keinginan yang kuat untuk mempersiapkan prosesi pembelajaran namun juga

memiliki sikap yang baik terhadap sekelilingnya. Kemudian juga seorang guru

memiliki kompetensi pribadi. Yaitu memiliki jiwa yang santun, pribadi yang mantap

dan memiliki tanggung jawab sebagai seorang pendidik. Sebagaimana yang

disampaikan oleh Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura bahwa:

Seorang pendidik khususnya pendidikan agama Islam, dia bukan saja menjadi

seorang pengajar di kelas namun juga kepribadiannya dapat diikuti oleh

peserta didik bahkan oleh guru-guru yang lain. Beberapa waktu yang lalu

sekitar tahun 2010, dimana seorang guru PAI tidak memberikan contoh yang

baik sebagai seorang guru di luar kelas dengan membuat kasus yang kurang

baik untuk dicontoh sebagai sebagai pribadi guru yang harusnya memberikan

contoh yang baik bukan memberikan contoh yang tidak baik. Sekarang telah

dikeluarkan guru PAI tersebut dari SMA dan diganti dengan guru PAI yang

lain.4

Ini juga diperkuat oleh Muhamad Thoif guru PAI SMA 2003-2008, bahwa

seorang guru khusunya guru PAI bukan saja menjadi seorang guru yang bisa

menyampaikan ilmu agama, menyampaikan akan perbuatan yang baik dan yang

buruk, menyampaikan akan adanya perbuatan yang disukai oleh orang kalau berbuat

baik, perbuatan tidak disukai oleh orang kalau berbuat buruk dan seterusnya. Namun

seorang guru juga harusnya menjadi contoh yang baik bukan saja memberikan

contoh, kalau memberikan contoh itu siapa saja bisa, orang lain pun bisa, guru dan

dosen selain PAI pun dapat dikerjakan namun menjadi contoh itu yang belum ada

dan belum banyak. Sebagai seorang guru harusnya dapat menjadi contoh sebagai

bagian dari syarat seorang guru memiliki kompetensi pribadi. Apa yang pernah

terjadi guru PAI di SMA Yapis itu seharusnya tidak boleh terjadi.5

Tenaga pendidik yang kaku dalam artian tidak mampu mengembangkan

pembelajaran yang ada di dalam kurikulum. Sebagai seorang pendidik tentunya

harus tidak kaku di dalam pembelajaran, kalau tidak ada di dalam kurikulum maka

tidak usah dikembangkan, kalau ada di kurikulum maka harus diajarkan. Hal ini

tentu akan mempengaruhi keadaan kelas yang tidak menyenangkan. Seorang guru

PAI haruslah melihat aspek mana dan dari materi-materi ajar mana yang dapat

diberikan kepada peserta didik yang beragam agama. Tenaga pendidik yang kaku

maka akan menyulitkan pengembangan pembelajaran di ruang kelas atau bahkan

3Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010), h. 167.

4Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura 2008-2020” Wawancara,

Oktober 2020 5Muhamad Thoif, “Guru PAI SMA Hikmah Yapis 2003-2008 dan Ka.Prodi PAI di

Universitas Yapis Papua Jayapura 2008-2017” Wawancara, 5 November 2020.

235

apa yang sudah termaktub di dalam kurikulum maka semuanya harus diajarkan.

Bagi Mukti yang pernah mengajar PAI di SMA Yapis periode 2001-2003, tidak

mesti seperti itu. Mukti mengatakan Pembelajaran PAI mengikuti kaidah di dalam

mencapai tujuan pembelajaran PAI. Bila di dalam kelas pembelajaran sebagaimana

yang ada di Yapis Papua maka perlu keluwesan pendidik dan kematangan pribadi di

dalam mengajarkan pelajaran pendidikan agama. Sebagaimana pengalaman yang

didapatkan secara pribadi yaitu ketika mengajarkan pendidikan agama maka

keluwesan sikap yang perlu dimiliki oleh pendidik.

2. Peserta Didik yang Kurang Memahami Agamanya

Sebagaimana diketahui bahwa pelajaran pendidikan agama Islam itu

berjenjang dari SD kemudian SMP dan SMA serta diperdalam di perguruan tinggi.

Pembelajaran ini tidak hanya berhenti setelah belajar di sekolah menengah namun

ada keberlanjutan.

Apa yang terjadi di Uniyap, SMK dan SMA Yapis tidak terjadi keberlanjutan

tersebut, dimana setiap jenjang menjadi keberlanjutan dari tingkat lebih yang lebih

rendah dari itu. Pada tingkatan ini peserta didik diminta untuk lebih menguasai

memahami materi ajar. Tidak lagi pada sisi dasar seperti membaca al-Qur‟an,

menulis bahasa Arab, menghafal do‟a-doa harian. Namun yang terjadi di Universitas

Yapis Papua, seorang pendidik tidak lagi mengajarkan membaca al-Qur‟an maupun

menghafal doa-doa. Pembelajaran dengan menulis dan menghafal doa-doa harian ini

sudah pernah dirasakan oleh peserta didik selama berada di tingkatan SD, SMP dan

SMA sehingga dosen yang mengajar PAI lebih mengutamakan adanya pengertian

dan pemahaman materi ajar. Disamping itu keadaan peserta didik yang dalam satu

kelas memiliki banyak peserta didik non muslim sebagaimana yang ada di

Universitas Yapis Papua. Maka materinya yang diberikan secara lebih bisa juga

diterima dan dipahami oleh non muslim. Karena cara seperti ini yang menghambat

pembelajaran pendidikan agama yang ada di Uniyap Jayapura. Demikian pula yang

ada di SMK Hikmah Yapis dimana, peserta didik yang belajar pendidikan agama

diminta untuk dapat membaca al-Qur‟an. Namun diantara mereka yang muslim

justru tidak mampu membaca al-Qur‟an karena tidak mendalami agama bahkan

sering bolos untuk pelajaran pendidikan agama. Sehingga menjadi beban dalam

mencapai tujuan pembelajaran di Universitas Yapis Papua. Maka dengan kembali

memberikan membaca al-Qur‟an atau menulis tulisan arab dan atau menghafal

beberapa doa-doa tidak menjadi perhatian dari pendidik, yang diutamakan adalah

pemahaman peserta didik di dalam pembelajaran.

3. Materi Pembelajaran Tidak Sesuai dengan Kemampuan Awal Siswa

Belajar pendidikan agama Islam di Yapis Papua memiliki kendala-kendala

dalam pembelajaran ini berkaitan dengan kemampuan awal siswa dimana mereka

tidak berasal dari madrasah yang mana pelajaran pendidikan agama mendapatkan

perhatian yang lebih. Sebagaimana yang dikatakan oleh Siti Zuhriyeh:

Pelajaran pendidikan agama Islam ini memiliki kendala dalam pembelajaran,

diantara yang sering saya jumpai pada pembelajaran di kelas adalah

kemampuan peserta didik yang tidak sama. Tidak semuanya mampu untuk

mengerjakan apa yang diminta oleh guru PAI, semisal bila dalam

236

pembelajaran kelas XII di semester V, pada awal pertemuan dimana

materinya berkaitan dengan materi Bersatu dalam Keragaman dan

Demokratis. Salah tujuan dari mengikuti proses pembelajaran ini adalah

peserta didik diharapkan mampu terbiasa membaca al-Qur‟an sebagai

pengalaman dengan meyakini bahwa agama mengajarkan kepada umatnya

untuk bersikap demokratis. Kemudian mampu menjelaskan cara membaca

Q.S Ali Imran/3 ayat 159 sesuai dengan kaidah tajwid. Tidak semua peserta

didik yang muslim dapat membaca dengan baik, bahkan ada yang sama sekali

tidak bisa membaca, tidak bisa mengenal huruf dari huruf Arab. Keadaan ini

tentunya sangat mempengaruhi keadaan pembelajaran materi pelajaran

pendidikan agama. Dari sisi siswa yang muslim, dan siswa non muslim pun

juga ketika masuk pada tujuan pembelajaran ini tentunya tidak seperti kawan

mereka yang beragama Islam. Guru cukup memberikan pengetahuan

pelajaran, sehingga mereka tetap bisa mengikuti pelajaran ini.6

Hal ini dapat dikatakan bahwa salah satu kendala yang dihadapi oleh guru di

sekolah pada pelajaran pendidikan agama Islam, bahwa pelajaran ini tidak semua

dapat mengerti dengan baik. Bahkan perlu diajari dengan kegiatan tambahan. Bagi

peneliti, ini menjadi beban bagi guru PAI yang mana diminta menjadi agen

perubahan karakter bagi peserta didik di sekolah namun input dari peserta didik

yang memang belum bagus dari pengetahuan agama, belum bisa membaca al-

Qur‟an. Kelemahan ini mempengaruhi proses pembelajaran pendidikan agama

Islam. bila ada strategi dari guru PAI di dalam mensiasati ini, didalam menghadapi

kesulitan ini maka dapat membuat pelajaran pendidikan agama Islam bisa mencapai

tujuan yang telah ditetapkan di dalam pembelajaran PAI.

4. Pembelajaran PAI pada Non Islam

Tidak dapat dihindari pembelajaran pendidikan agama Islam, yang diajarkan

pada peserta didik yang multi agama. Pembelajaran ini secara aturan agama tentunya

tidak sesuai dengan aturan tersebut namun sampai saat ini pembelajaran pendidikan

agama Islam masih saja terus berlangsung bahkan dengan 198 sekolah Yapis yang

ada di seluruh Papua. dengan 3 lembaga pendidikan yang diteliti oleh peneliti

menjadikan guru dan dosen menyesuaikan pembelajaran dengan keadaan peserta

didik yang plural agama di samping itu pula yang plural dalam suku dan budaya.

Maka menjadi kewajiban seorang guru di dalam mengajar untuk

memperhatikan penyampaian materi yang mana materi yang disampaikan dapat

mencapai tujuan pembelajaran PAI di Uniyap Jayapura, SMK Yapis dan SMA

Yapis. Guru tidak hanya mampu untuk memberikan pembelajaran PAI pada peserta

didik namun juga mampu mengelola pembelajaran PAI yang diberikan pada peserta

didik multi agama. Bila peserta didik yang multi agama hanya ada beberapa peserta

didik mungkin bisa tetap diberikan pelajaran pendidikan agama sesuai dengan

agama yang dianut oleh mayoritas peserta didik di dalam kelas walau ini saja sudah

tidak dibolehkan untuk dilakukan. apalagi kalau peserta didiknya menjadi mayoritas

non muslim di Yapis Papua. Bukan saja tidak akan tercapai tujuan dari pembelajaran

6Siti Zuhriyeh, “Guru PAI pada SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, Agustus

2020.

237

yang dibeirkan oleh guru atau dosen kepada peserta didik namun juga salah alamat.

Salah alamatnya mengajarkan orang agama Islam sendangkan agama yang dianut

adalah agama selain islam, ini yang dimaksud dengan salah alamat. Seharusnya

dalam pembelajaran itu pendidikan agama Islam diberikan kepada siswa Islam,

pendidikan agama Kristen diberikan kepada siswa yang beragama Protestan, siswa

yang beragama Katholik diberikan pelajaran pendidikan agama Katholik, siswa yan

beragama Hindu diberikan pelajaran pendidikan agama Hindu, siswa yang beragama

Budha diberikan pelajaran pendidikan agama Budha, dan tentunya siswa yang

beragama Konghuchu pun diberikan pendidikan agama Konghuchu.

Inilah yang dihadapi oleh guru PAI di satu sisi dia harus memberikan

pelajaran pendidikan agama sesuai dengan latar belakang yang dimiliki sejak

sekolah dari S1 bahkan sampai menyandang gelar doktoral pendidikan agama Islam

namun di lapangan tidak seperti itu. Sebagaimana kasus yang dialami oleh tenaga

pendidik yang mengajar pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan di bawah

Yapis Papua. bahkan dalam satu sekolah yang ada di bawah lingkungan Yapis

Papua mayoritas peserta didiknnya beragama non Islam sebagaimana di yang terjadi

di SMK Yapis Wamena di mana disebutkan bahwa mayoritas dari peserta didik

tersebut adalah non Islam, ini dapat dilihat dari buku Peran Yapis dalam membentuk

SDM terdidik yang ditulis Rudi bahwa pada tahun 2018 di SMK Wamena 93%

adalah asli Papua dan beragama Katholik. Begitupun pernyataan yang disampaikan

oleh Heri selaku sekretaris I Yapis melalui wawancara mengatakan disamping

Wamena ada juga sekolah yang 70% peserta didiknya beragama non Islam yaitu

yang berada di Biak. Sedangkan Universitas Yapis Papua sebagaimana data yang

diberikan oleh Huddy bagian pangkalan data bahwa agama peserta didiknya 54%

adalah non muslim. Sedangkan untuk SMA Hikmah Yapis Jayapura dan SMK

Hikmah Yapis Jayapura peserta didik non muslimnya berada pada 15-20%.

Keadaan inilah yang dihadapi oleh Yapis Papua dalam memberikan pelajaran

pendidikan agama Islam pada peserta didik non Islam. Jangankan untuk

memberikan PAI pada mayoritas non muslim, yang minoritasnya non muslim

mengalami kendala dalam pembelajaran apalagi peserta didiknya mayoritas non

muslim. Oleh karena itu berbagai usaha yang dilakukan tenaga pendidik agar

pembelajaran yang telah berjalan dari sejak berdirinya sekolah yapis yaitu Uniyap

Jayapura sejak 1974, SMK Hikmah Yapis sejak 1972, dan SMA Hikmah Yapis

Jayapura yang berdiri pada tahun 1993 telah memberlakukan pembelajaran ini.

Artinya dari sekian waktu yang telah berlalu tentunya keadaan ini tidak juga diprotes

oleh masyarakat, atau tidak juga diprotes peserta didik dalam pembelajaran yang

tidak mau mengikuti pembelajaran PAI.

Pernah terjadi pada tahun 2015 pada penerimaan mahasiswa baru di

lingkungan Universitas Yapis Papua, sebagaimana yang dituturkan oleh bagian

pendaftaran mahasiswa baru, bahwa orang tua calon mahasiswa menolak anaknya

menjadi mahasiswa di fakultas hukum Uniyap karena salah satu alasan penolakan

tersebut adalah pada pembelajaran pendidikan agama yang diajarkan oleh dosen

agama Islam dan mengajarkan PAI, sedangkan orang tua tersebut beragama non

Islam. Penolakan itu tidak lain karena tidak menginginkan anaknya menjadi murtad

keluar dari agama non Islam masuk menjadi beragama Islam. Keadaan ini

sebenarnnya menjadi berlawanan dengan pernyataan seorang guru di SMA Hikmah

238

Yapis Jayapura yang sudah lama mengajar di sekolah tersebut memanggil dan

berbincang-bincang santai dengan salah satu orang tua murid Papua non Muslim

yang hendak memasukkan anaknya di sekolah yang berada di bawah Yapis Papua.

Ketika ditanya mengapa memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan Yapis di

tanah Papua bukanlah di Yapis kan Islam. Dengan santai orang tua Papua yang non

muslim pun menjawab, bahwa saya juga lulusan Yapis, kan Pak guru (yang

memanggil orang tua tersebut) yang ajar saya, jadi saya tidak khawatir untuk

memasukkan anak saya ke sekolah ini, sebab saya juga bukan orang lain, saya

pernah sekolah disini dan saya mau anak saya bersekolah disini.

Kedua keadaan ini memiliki sikap yang berbeda ketika akan memasukkan

anaknya ke sekolah yang dikelola oleh lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua.

yang pertama menolak memasukkan anaknya karena belum mengetahui seperti apa

sistem pembelajaran pendidikan agama yang diajarkan oleh lembaga pendidikan ini

kepada peserta didik non Islam. Sedangkan yang kedua dengan senang hati lagi

mantap untuk memasukkan anaknya ke sekolah yang berada di bawah lingkungan

Yapis karena pernah mendapatkan pembelajaran yang diajarkan oleh guru dan dosen

di lembaga ini.

Keadaan ini tentunya di samping adanya sisi positif dari pembelajaran yang

diberikan kepada peserta didik non Islam melalui pembelajaran PAI namun juga

terdapat sisi negatif yang tidak bisa kita katakan sebagai kendala yang biasa. Oleh

sebab itu maka seorang pendidik khususnya kepada 3 tempat yang menjadi lokasi

penelitian peneliti yaitu Universitas Yapis Papua Jayapura, SMK Hikmah Yapis

Jayapura dan SMA Hikmah Yapis Jayapura, harus dapat menempatkan diri yang

baik dan profesional di dalam mengelola pembelajaran. Meskipun kurikulum yang

dipakai oleh lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua mengacu kepada kurikulum

nasional, artinya tidak ada kurikulum tertentu yang dipakai sebagai acuan dari dosen

maupun guru untuk mengajarkan agama Islam, cukup mengikuti apa yang dilakukan

oleh dinas pendidikan dan kementrian agama kota Jayapura memberikan rambu-

rambu yang harus diikuti oleh tenaga pendidik di dalam pembelajaran. Maka perlu

kecermatan pendidik di dalam mengelola kelas ini. Sehingga pembelajaran tetap

berjalan dan peserta didik non Islam terpenuhi nilai-nilai yang sama yang ada pada

agamanya melalui kesamaan nilai pada PAI.

Tenaga pendidik perlu pengetahuan yang lebih untuk dapat menyesuaikan

keadaan ini dengan telah menjadi tenaga pendidik PAI lebih dari 3 tahun. Karena

dengan mengajar lebih dari tahun tahun yang lama maka dapat menyesuaikan

pembelajaran PAI pada peserta didik non Islam. Keadaan ini tidak dapat dirumuskan

begitu saja oleh pendidik tanpa melewati masa-masa itu, bila sudah melewati masa

lebih dari 3 tahun maka dengan keadaan itu dapat untuk mengetahui kelebihan dan

kekurangan dari pembelajaran ini. Kalau tahun pertama di SMA dan SMK akan

fokus pada kelas X (sepuluh), pada tahun kedua fokus pada kelas XI (sebelas, dan

pada tahun ketiga akan fokus ke kelas XII (dua belas). Barulah dapat dengan

maksimal memotret keadaan untuk menjadi solusi di dalam pembelajarann PAI pada

peserta didik non Islam di lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua.

239

B. Solusi Pembelajaran PAI pada Masyarakat Pluralistik

Kebijakan yang diterapkan oleh Yapis Papua dalam pembelajaran PAI pada

peserta didik non muslim selain berdampak positif juga memiliki dapat yang negatif

bagi lembaga pendidikan, bagi peserta didik, dan bagi masyarakat sekitar. Meski

secara yuridis dan juga teori telah dinyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama

Islam (PAI) di sekolah umum memiliki dasar yang kuat dalam implementasi dasar

kegiatan tersebut namun dalam pelaksaannya masih menghadapi kendala dari sisi

platform dari lembaga pendidikan Yapis di tanah Papua yang bercirikan agama

Islam. Posisi ini sebagai tata pengetahuan mendalam juga dapat dijadikan sebagai

pola gagasan khusus yang dinamis serta berfungsi sebagai pengarah tindakan pada

ranah sosial.7

Oleh karena itu, arah pengelolaan lembaga pendidikan di bawah Yapis Papua

sebagai lembaga pendidikan umum bercirikan agama cenderung mengacu pada

sistem platform lembaga atau ideologi. Pembentukan ideologi berbasis agama dalam

lembaga pendidikan pun dapat terjadi dan menjadi fenomena di sekolah ini. Menurut

Kuntowijoyo, formalisasi pendidikan agama di sekolah merupakan faktor yang

sangat penting terjadinya integrasi sosial dan Islam di Indonesia.8

Kebijakan pelajaran agama di Indonesia bila dilihat dari penerapannya dapat

digolongkan pada tiga periode atau tahap. Periode awal yaitu dimulai pada saat

Indonesia merdeka 1945 sampai dengan tahun 1966, periode ini dapat dikatakan

sebagai peletak dasar pendidikan agama di sekolah, tahap ini dapat digolongkan

usaha mengakomodir pendidikan agama dengan mencari bentuk dan model dari

pendidikan agama di Indonesia. Periode kedua adalah pengajaran pendidikan agama

diajarkan dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi, periode ini berlaku

setelah sidang umum MPRS/1966, dalam item Pasal 1 ketetapan MRPS nomor 27,

menyebutkan pendidikan agama menjadi pelajaran yang diajarkan di sekolah dari

SD s.d. Perguruan Tinggi. Dan pasal 4 menyebutkan, isi dari proses di dalam

pendidikan adalah memperkuat pendidikan agama, poin (a) mengangkat moral, budi

pekerti, mental, dan memperkuat keyakinan beragama. Periode ketiga, yaitu dimana

pendidikan agama menjadi pelajaran yang wajib diajarkan pada setiap, jenis, jenjang

dan jalur pendidikan sejak aada UU Sisdiknas No. 2 tahun 19899

Solusi pembelajaran dalam kurikuler dimana materi dan metode pendidikan

agama mengenalkan tentang agama lain, bukan dalam bentuk perbandingan isi

agama mana yang benar dan mana yang salah, mana yang masuk surga dan mana

yang masuk neraka namun lebih kepada pemahaman secara sosiologis. Pendidikan

agama yang dilakukan dengan memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk

berinteraksi dengan pemeluk agama baik di lingkungan sekolah maupun ketika

kembali ke masyarakat.

7William F. O‟neil, Educational Ideologies. Diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 33. 8Kuntowijoyo, Konvergensi dan Politik Baru Islam, dalam Abdul Munir Mulkhan,

Runtuhnya Mitos Politik Santri (Yogyakarta: Sipress, 1999), h. xi. 9Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di

Indonesia, (Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2007), h. 150-151.

240

1. Materi PAI yang Mengakomodir Nilai Agama Lain

Tidak dapat dihindari bagi seorang guru dan dosen dalam keadaan ini dimana

harus mengajar sebagai tuntutan agar menjadi tenaga pendidik profesional tenaga

yang juga diberikan tunjangan sertifikasi, namun pada sisi yang berbeda harus dapat

mengajarkan pendidikan agama Islam ini supaya dapat diterima dengan baik oleh

peserta didik dan juga dapat menjadi pengetahuan tambahan bagi peserta didik non

Islam. Sebagaimana yang terjadi bahwa kegiatan pembelajaran ini telah berlangsung

lama bahkan sejak sekolah ini berdiri. Perlu ada upaya lain yang dilakukan oleh

dosen dan guru PAI di dalam mengelola pembelajaran ini.

Upaya yang dilakukan oleh tenaga pendidik yaitu dengan mengakomodir

kesamaan-kesamaan yang ada pada setiap agama. Kesamaan ini tentunya tidak

menjadikan agama-agama yang dianut oleh siswa kemudian membentuk sebuah

agama baru yaitu sinkritisme. Yaitu aliran yang menghubungkan semua agama,

mengambil praktek ibadah dan doa yang ada dari setiap agama yang dapat diterima

oleh umat lalu kemudian membentuk sebuah agama baru yang merupakan kumpulan

agama-agama tadi. Upaya ini juga bukan mengganggap bahwa kegiatan ini adalah

relativisme. Yaitu suatu paham bahwa tidak ada agama yang benar, semua agama

yang ada di dunia ini relatif kebenarannya, tentunya ini ditolak oleh Islam dan

tentunya agama agama lainnnya karena mereka (agama lain) pun menganggap

kegiatan pluralisme ini bukanlah menganggap agama lain lebih benar, karena dalam

Kristen pun menyebutkan bahwa tidak ada keselamatan di luar gereja. Namun

mengakomodir nilai di dalam agama lain untuk dapat diterima pembelajaran PAI

oleh peserta didik yang menjadi bagian dari lembaga pendidikan Yapis di tanah

Papua.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Neti S, Muhamad Thoif, Muh. Mukti, Ali

Mahmudi, Zaidir kesemuanya adalah dosen PAI pada Universitas Yapis Papua

bahwa pembelajaran PAI di lembaga ini perlu adanya memasukkan unsur-unsur

agama lain di dalam pembelajaran tersebut sebagai solusi yang dipakai oleh tenaga

pendidik dalam menghadapi persoalan pembelajaran PAI pada siswa non muslim.

Pertemuan pertama, salah yang menjadi penyampaian yang penting yang

disampaikan bahwa pembelajaran ini hanya satu mata kuliah yaitu mata kuliah

pendidikan agama Islam, sekalipun ada peserta didik yang beragama non Islam

maka kewajiban dari mahasiswa adalah menghadiri pertemuan dari pertemuan

pertama sampai pada pertemuan yang terakhir. Karena dengan menghadiri

pertemuan yang telah disepakati dengan dosen maupun jadwal yang telah

dikeluarkan oleh institusi maka muslim maupun non muslim semuanya mengikuti

pembelajaran PAI. Meskipun pembelajaran PAI akan banyak diwarnai oleh materi

agama Islam namun dosen pun akan memadukan memasukkan unsur nilai yang

sama yang ada pada agama lain pada pembelajaran ini. Sehingga tidak perlu

khawatir dan takut, bahwa pembelajaran ini adalah bagi peserta didik muslim sudah

menjadi kewajiban mereka untuk menjalankan perintah agama sebagaimana materi

yang diberikan di dalam kelas, sedangkan bagi non muslim maka cukup saja

mengetahui pembelajaran ini, bahwa agama Islam seperti yang dijelaskan oleh

dosen di depan kelas.

Pada materi penyampaian tentang perlunya ber-Tuhan. Dimana materi ini

dosen memasukkan untuk agama lain seperti konsep ketuhanan menurut agama

241

Islam, konsep ketuhanan menurut agama Kristen Protestan, begitu juga konsep

ketuhanan menurut agama Katholik, lalu juga melihat bagaimana konsep ketuhanan

di dalam agama Hindu, dan juga bagaimana konsep Tuhan dalam agama Budha.

Penyampaian materi ini tentunya bukan hanya Islam yang disampaikan bahwa

semua orang yang merasa dirinya hamba tentu akan membutuhkan bantuan

kekuatan, kekuatan diluar kekuatan yang dimiliki oleh setiap manusia yang dalam

pandangan semua agama itulah Tuhan. Kebutuhan manusia dengan adanya Tuhan

menjadikan makhluk membutuhkan Khaliq. Sang Khaliq ini tentunya memiliki

kekuatan melebihi kekuatan yang ada pada diri manusia, tidak sekedar disembah

namun juga memberikan jawaban-jawaban atas persoalan hidup yang sedang

dihadapi oleh manusia. Bukan sekedar disembah namun juga menuntun umat

manusia agar dapat kembali ke Tuhannya dalam keadaaan selamat dan bahagia.

Materi yang berikutnya juga memasukkan unsur agama lain sebagai upaya

mengakomodir pembelajaran PAI dapat diserat pula oleh peserta didik non Islam.

yaitu pada materi Pembuktian adanya Tuhan. Materi ini mengajak kepada peserta

didik untuk melihat tanda adanya Tuhan melalui ciptaannya. Dengan ciptaanya

langit dan bumi dapat dikatakan bahwa ada yang lebih besar dari pada langit dan

bumi, dan yang menciptakannya bukan makhluk biasa namun yang pasti bahwa

kekuatan yang melebihi kekuatan dari manusia yaitu Tuhan. Pada materi ini

meskipun diajarkan oleh dosen PAI, namun ada juga yang tidak mengajarkannya

materi ini karena materi ini dapat menimbulkan permasalahan pada aspek

pembahasan tentang Tuhan. Cukup saja menyampaikan tentang konsep Tuhan dari

agama-agama yang diakui oleh pemerintah. Tidak perlu sampai kepada pembahasan

tentang pembuktian adanya Tuhan karena berbeda persepsi dari setiap agama peserta

didik. Pembelajaran ini dengan memasukkan unsur lain maka perlu waktu ekstra di

dalam membahas materi tentang teori pembuktian adanya Tuhan. Cukup dengan

adanya Tuhan kita menyembah sesuai dengan ajaran agama masing-masing.

Memasukkan materi yang ada pada ajaran agama lainpun dilakukan oleh

dosen pada materi pembahasan tentang manusia. Pada materi ini memasukkan juga

pandangan agama-agama terhadap manusia, dan tugas yang diemban oleh seorang

manusia di muka bumi. Manusia dalam pandangan Islam seperti apa, manusia dalam

pandangan agama Kristen seperti apa, manusia dalam pandangan agama Hindu

seperti apa dan juga agama Budha melihat manusia. Keadaan ini tentunya sebagai

seorang pendidik bukan saja mengajarkan apa yang diketahui dari sisi agama Islam

namun juga mengajarkan apa yang diketahui dari sisi agama yang lain. Sehingga

komprehensif pembelajaran ini bukan saja dari agama Islam secara dominan namun

juga memasukkan materi agama lain sebagai bagian dalam mengatasi pembelajaran

PAI pada peserta didik beda agama.

Pada materi berikutnya juga dosen memasukkan materi agama lain ketika

mengajarkan tentang al-Qur‟an sebagai sumber hukum Islam. Di dalam pembahasan

materi ini maka yang dimunculkan adalah ayat al-Qur‟an yang berkaitan dengan

larangan untuk mabuk-mabukan, dimana mabuk judi mengundi nasib itu bukan saja

menjadi larangan satu agama yaitu agama Islam namun juga dapat dilihat dari ajaran

agama lain bahwa terdapat larangan untuk melakukan pengrusakan terhadap diri,

tidak boleh seorang muslim melakukan perbuatan yang merusak dirinya, begitu pula

dalam agama Kristen yang memuat sepuluh perintah Tuhan, juga dalam ajaran

242

agama lain yang mengajarkan untuk tidak melakukan pengrusakan pada diri. Secara

umum seorang dosen ketika menjelaskan tentang materi ini maka dimulai dengan

status al-Qur‟an sebagai sumber hukum Islam, ada ayat yang diturunkan kemudian

dihapus hukumnya dengan ayat yang turun berikutnya. Penghapusan ayat ini bukan

berkaitan dengan ayatnya dihilangkan, ayatnya tetap ada namun yang dihapus

adalah hukumnya, bila yang awal membolehkan sedangkan yang kedua ada manfaat

dan mudorot sedangkan yang ketiga larangan. Setelah itu, menguatkan agar

pelarangan menggunakan alkohol itu juga dilihat dari unsur agama lain. Dimana

agama lain pun memperlakukan demikian, maka agar peserta didik dapat

mengimplementasi larangan menegak minuman keras, perlu keterlibatan agama lain

di dalam penyampaian pesan agama Islam. Ini juga selaras dengan keinginan pesan

yang ingin disampaikan pada peserta didik bahwa hidup bukan sekedar senang dan

berfoya-foya namun hiduplah dengan menjaga kesehatan tubuh melalui menghindari

minuman yang memabukkan.

Apa yang ada di Uniyap Jayapura yang diajarkan oleh dosen PAI, juga

dilakukan oleh guru PAI di SMK Hikmah Yapis Jayapura dan SMA Hikmah Yapis

Jayapura. Ada kesamaan pesan moral yang ingin disampaikan oleh guru bahwa

khomr atau minuman yang memabukkan itu tidak baik bagi kesehatan. Agama

melarang itu pula baik dalam agama Islam maupun dalam agama lain. Al-Qur‟an

dan Hadis sebagai sumber hukum Islam pun dijadikan penguat untuk

menghindarkan perbuatan yang merugikan. Keinginan untuk menghidarkan peserta

didk agar menghindari perilaku tercela perlu dilakukan bukan saja dengan

memunculkan ajaran agama Islam namun juga menyinggungnya ajaran lainnya

dalam menghindari perilaku tercela.

2. Waktu Tambahan

Bila menjumpai peserta didik yang tidak dapat mengikuti pembelajaran PAI

dengan baik maka sebagai seorang tenaga pendidik mencari solusi dari keterbatasan

yang dijumpai di dalam proses belajar mengajar. Misalnya saja di SMA maupun

SMK Yapis merasakan adanya kekurangan waktu pembelajaran yang diberikan oleh

pemerintah yaitu memberikan waktu jam belajar agama yaitu ada 3 jam atau

45menitx3 pada kurikulum K13 namun tetap saja hal ini masih dinilai kurang oleh

guru PAI karena materi yang digabung dengan budi pekerti.

Sebagai seorang guru PAI maka memberikan jam tambahan di luar jam

yang telah ditetapkan di sekolah yaitu dengan memakai jam istirahat untuk

pendalaman, atau memakai jam lain yang gurunya tidak masuk pada waktu itu.

Kepiawaian guru di dalam mengelola kelas sebelum masuk di dalam kelas menjadi

penentu agar pelajaran ini dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Mengikuti Kegiatan Keagamaan dalam Bentuk Lomba MTQ

Salah cara yang dapat dilakukan oleh guru PAI di dalam mengatasi

kekurangan ini dengan menjadikan beberapa kegiatan keagamaan sebagai ajang

untuk menambah pengetahuan peserta didik muslim terhadap agamanya. Beberapa

tahun terakhir sekitar 5 tahunan, kegiatan MTQ tingkat distrik Jayapura Utara diikuti

beberapa peserta didik dari SMK Hikmah Yapis Jayapura dan juga dari SMA

Hikmah Yapis Jayapura. Keikutsertaan ini adalah bagian dari upaya guru dalam

243

mengaktualisasikan ilmu yang telah didapatkan oleh peserta didik di dalam ruang

kelas dengan praktek pada perlombaan yang diadakan oleh lembaga pengembangan

tilawatil qur‟an. Bahkan kegiatan ini yang pernah diikuti oleh peserta didik dari

SMK Yapis mendapat nilai yang bagus sehingga juara di tingkat distrik, juara di

tingkat kota, dan bahkan mengikuti kegiatan lomba ini sampai tingkat provinsi.

Sekalipun hanya sampai pada tingkat provinsi paling tidak telah membawa nama

baik bagi sekolah di dalam prestasi yang ditunjukkan oleh peserta didik.

Lomba yang diikuti sebagaimana yang disampaikan oleh guru PAI SMK

Yapis adalah membaca al-Qur‟an, Fahmil Qur‟an, dan Syarhil Qur‟an. Ketiga lomba

yang diikuti oleh SMK Yapis dapat menjadi nilai tambah bagi peserta didik muslim

yang dalam pembelajaran pendidikan agama mendapatkan pelajaran dari sisi teori di

dalam kelas. Sedangkan mengikuti perlombaan ini maka peserta didik dapat terus

mengasah pengetahuan agamanya.

4. Pesantren Kilat

Salah satu upaya di dalam menghadapi pembelajaran PAI yang ada juga non

muslim yang mempengaruhi tingkat pengetahuan agama peserta didik yang muslim

menjadi kurang. Maka solusi yang dilakukan oleh sekolah adalah dengan

mengadakan pesantren kilat. Pesantren itu sendiri berarti adanya beberapa orang

yang ingin menimba ilmu pada seseorang dan orang tersebut bertempat tinggal di

sebuah asrama. Namun karena hanya beberapa hari saja maka disebut dengan

pesantren kilat. Tujuan dengan mengadakan kegiatan ini di SMA dan SMK Yapis

untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah terutama di kalangan remaja. Serangkain

kegiatan ini dilakukan selama memasuki bulan ramadhan dan beberapa hari di

dalam bulan ramadhan, namun di saat kondisi kovid pada tahun ini maka kegiatan

ini tidak berjalan. Materi yang disampaikan selama kegiatan tersebut terdiri dari

beberapa macam yaitu tentang akidah, pendalaman akidah, syariat, pendalaman

syariat dan kewajiban seorang muslim di dalam bulan ramadhan. Dalam beberapa

kesempatan yang telah berlalu yaitu di tahun 2018 maupun di tahun 2017, kegiatan

pesantren kilat ini yang diadakan oleh SMA maupun SMK mengadakan kerjasama

dengan perguruan tinggi, utamanya di Yapis Papua karena salah satu program studi

yang ada di lembaga tersebut adalah program studi pendidikan agama Islam.

program studi ini sangat selaras dengan yang sedang dihadapi oleh peserta didik.

Sekolah dalam hal ini siswa mendapatkan ilmu dari mahasiswa program studi PAI,

sedangkan mahasiswa sekalipun masih menjadi mahasiswa namun sudah bisa terjun

sebagai calon guru PAI di masa yang akan datang.

5. Kegiatan Bersama di Lembaga Kegiatan Yapis

Kegiatan ini yang melibatkan semua unsur yang ada di sekolah bukan

kegiatan yang hanya diingini oleh guru PAI dalam mengoptimalkan potensi yang

ada agar dapat mencapai tujuan dari pembelajaran PAI namun semua unsur yang ada

di sekolah maupun yang ada di perguruan tinggi untuk itu ambil bagian dalam

kegiatan tersebut. Sebab kegiatan bersama di dalam lingkungan Yapis Papua selalu

dilibatkan semua unsur yang ada di bawah Yapis Papua. Misalnya saja halal bi halal,

sekalipun sekolah mungkin juga melaksanakan halal bi halal untuk setiap sekolah

yang ada namun juga sebagai bentuk cara Yapis di dalam meningkatkan hubungan

244

tali silaturrahmi sesama guru di bawah Yapis Papua dengan melakukan kegiatan

bersama. Untuk kegiatan ini biasanya hanya melibatkan guru-guru dari 21 sekolah

dari TK sampai SMA/K dan Uniyap Jayapura sebagai perguruan tinggi yang berada

dalam satu kota. Sedangkan peserta didik akan melakukan halal bihalal di sekolah

yang dipandu oleh kepala sekolah masing-masing.

Kegiatan halal bi halal sesama mahasiswa belum pernah terjadi baik secara

fakultas maupun secara universitas, mungkin karena pelaksanaan halal bi halal.

Namun sesama pegawai dan dosen setiap tahunnya selalu diadakan kegiatan tersebut

sebagai kegiatan untuk menambah keakraban dan kedekatan sesama pegawai di

lingkungan Univesitas Yapis Papua Jayapura.

SMK Hikmah Yapis Jayapura maupun di SMA Hikmah Yapis Jayapura

diadakan halal bi halal baik sesama guru maupun juga dengan melibatkan siswa di

dalam kegiatan tersebut. Kegiatan ini diawali dengan siswa berkeliling bersalam-

salaman dari kelas yang paling kecil sampai kelas yang paling besar. Kemudian

bersalaman dengan guru bersama dengan pegawai, tidak lupa juga kepala sekolah

sebagai pemimpin di tingkat unit pelaksana tugas. Kegiatan ini berlangsung sampai

selesai kemudian ditutup dengan doa dengan harapan agar hubungan persaudaraan

persamaan sama-sama berada di lingkungan ini untuk saling menghargai dan

menghormati sesama, dan juga saling mendukung untuk berlomba-lomba di dalam

kebaikan.

Selain halal bi halal, kegiatan yang dilakukan secara bersama yaitu pada

peringatan berdirinya Yapis di tanah Papua yaitu pada setiap tanggal 15 Desember

setiap tahunnya. Kegiatan ini biasanya diawali dengan perlombaan antar kelas, antar

sekolah dan juga perlombaan antar guru. Kemudian pada puncak acara dengan

mengadakan upacara bendera di lapangan Yapis kemudian terakhir diisi dengan

ramah tamah antar pengurus dan pegawai dan juga segenap guru serta kepala

sekolah di lingkungan Yapis Papua.

Selain itu pula ada kegiatan yang dilakukan bersama sebagai bagian dari cara

Yapis Papua dalam mempererat tali persaudaraan di antara warga Yapis Papua yaitu

dengan menyemarakkan hari proklamasi kemerdekaan RI setiap tahunnya. Kegiatan

ini juga diisi dengan upacara bendera yang diikuti oleh siswa Yapis, namun bila

sekolahnya jauh dari Yapis Pusat maka diminta untuk melaksanakan kegiatan ini di

sekolah masing-masing, misalnya saja pada SD, SMP dan SMA Pembangunan V

Yapis Jayapura sekalipun berada di kota Jayapura namun karena lokasinya cukup

jauh yaitu 25 KM maka tetap melaksanakan upacaranya yang dilaksanakan di

sekolah masing-masing.

Selain itu pula kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh sekolah maupun

perguruan tinggi sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama. Tahun lalu sebelum

covid melanda dunia telah terjadi banjir bandang di kabupaten tetangga yaitu

Kabupaten Jayapura dimana lokasinya berjarak 50 KM dari Yapis Papua, maka

Yapis dan segenap sekolah yang berada di bawah Yapis datang membawa bantuan

sebagai wujud kepedulian terhadap sesama. Sebagai bentuk kepedulian terhadap

musibah yang dialami oleh warga Sentani, yang juga ada mahasiswa kampus II

Sentani yang rumahnya menjadi korban dari Banjir Bandang Sentani pada 19 Maret

2020. Tim Uniyap Jayapura dan juga sekolah Yapis berangkat menuju lokasi banjir

245

untuk memberi bantuan barang kebutuhan sehari-hari seperti makanan, pakaian

kebutuhan bayi dan perlengkapan lainnya.

6. Penilaian Guru pada Sistem Akademik

Penilaian adalah aspek yang dinilai sebagai hasil akhir dari sebuah proses

pembelajaran di lembaga pendidikan buat peserta didik. Penilaian peserta didik ini

dilakukan dimana penelian yang dilakukan dosen PAI pada universitas Yapis Papua

yaitu dengan tiga item penilaian yaitu dengan kehadiran, tugas harian, mid semester

dan akhir semester. Penilaian ini hanya terkait dengan penilaian koginif dan

penilaian afektif. Yaitu penilaian yang dilakukan di saat pembelajaran berlangsung

dengan menilai kehadiran. Penilaian kehadiran ini menjadi hal utama dari semua

penilaian yang ada di Uniyap. Mengapa penilaian kehadiran menjadi aspek utama

karena peserta didik yang hadir itu terdapat non muslim dan menjadi mayoritas pada

beberapa kelas yang ada di Uniyap misalnya saja di prodi Ilmu Hukum, di prodi

teknik sipil, diprogram studi ilmu pemerintahan, dan diprogram ilmu administrasi

negara, dan program studi budidaya perairan. Sedangkan pada program studi

manajemen maupun akuntani masih berimbang, ada kelas yang justru mayoritasnya

muslim dengan perbandingan 70:30, 70% muslim dan 30% non muslim.

Maka penilaian kehadiran menjadi penilaian utama bagi dosen PAI di

Universitas Yapis Papua. Kehadiran mereka sebagai informasi tambahan dalam

mengetahui agama Islam. Sedangkan untuk penilain tugas, mid semester dan akhir

semester adalah penilaian tambahan dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Berbeda dengan di Universitas Yapis, yang dilakukan oleh SMA Hikmah

Yapis dan SMK Hikmah Yapis, dimana penilaian dari sekolah ini mengacu pada

penilaian raport yang mengacu pada 3 hal yaitu penilaian kognitif, penilaian afektif

dan juga penilaian psikomotorik. Ketiga telah menjadi penilaian yang ada di

sekolah. Untuk tahun ajaran baru ini akan diberlakukan penilaian e-raport yang sulit

namun memudahkan guru pada rekap hasil dari pembelajaran PAI yang telah

berlangsung selama ini.

Namun kesamaan dari SMA dan SMK Yapis dari sisi penilaian siswa muslim,

dimana penilaian ini tidak bisa tetapkan sebagaimana penilaian untuk siswa non

muslim pada pembelajaran ini. Dimana penilaian non muslim untuk dapat dikatakan

lulus dengan menurunkan standar minimal untuk lulus yaitu bila standar KKM nya

adalah 70 maka untuk siswa non muslim yaitu 50. Bila peserta didik non muslim

dapat nilai diatas itu maka akan dinyatakan sebagai peserta didik yang sudah

memenuhi kriteria ketuntasan minimal pada penilain kognitif. Begitu dengan nilai

pada psikomotorik, bila peserta didik non muslim mengerjakan praktek ibadah maka

yang menjadi penilaian ini adalah kemampuan menyebutkan tahapan demi tahapan

dari ibadah, misalnya sholat. Maka non muslim menyebutkan tahapan setelah

takbiratul ihram itu apa, setelah ruku itu ada, dan sholat diakhiri dengan apa. Bila

peserta didik non muslim dapat menyebutkan tahapan tahapan itu maka dapat

dinyatakan sebagai lulus dari pembelajaran PAI di sekolah.

Guru PAI tidak menuntut peserta didik yang belajar agama dengan nilai yang

tinggi, namun dengan pembelajaran ini lebih diharapkan mereka memiliki akhlak

yang baik, saling menghargai pendapat orang lain, saling menghormati sesama

mereka, dan tentunya dapat menghormati pilihan agama orang lain yang memang

246

berbeda dengan dirinya. Secara akademik memang siswa harus mendapatkan nilai

yang bagus untuk bisa berprestasi. Siswa harus sukses untuk dapat dikatakan sebagai

siswa teladan di sekolah. Namun lebih dari sekedar nilai yang dimiliki oleh siswa,

guru PAI meninginkan siswa untuk memiliki karakter yang baik dan etika yang

mulia.

7. Komponen Guru/Dosen yang Profesional

Seorang pendidik dituntut untuk menjadi pendidik profesional yaitu seorang

tenaga pendidik yang profesional dengan tugas utamanya menyampaikan,

menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi juga seni melalui penelitian,

pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat. Inilah salah satu hal yang harus

dimiliki oleh tenaga pendidik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Rasyid:

Tenaga pendidik yang mengajar di Universitas Yapis Papua Jayapura adalah

dosen yang memenuhi kualifikasi tenaga pendidik sebagai seorang pengajar

yang sesuai dengan bidang keahliannya, dan telah memenuhi syarat menjadi

tenaga pendidik minimal memiliki gelar magister sesuai dengan rumpun ilmu

dan mata kuliah yang diajarkan. Kualifikasi akademik yang dimiliki oleh

tenaga pengajar yang ada di lembaga ini 20%nya telah bergelar doktor, dan

akan terus bertambah seiring dengan program dari rektor menyekolahkan

dosen yang masih bergelar magister di semua fakultas. dan akan mencapai 50

Doktor dari total 200 dosen pada tahun 2022. Dengan gelar akademik yang

dimiliki oleh tenaga pengajar maka dapat meningkatkan profesional tenaga

pendidik di dalam memberikan materi kuliah di dalam kelas.10

Menjadi dosen yang profesional tidaklah mudah banyak tuntutan yang harus

dipenuhi agar dapat dikatakan sebagai dosen yang profesional. Profesional itu

sendiri diartikan sebagai sesuatu yang memerlukan kepandaian khusus untuk

menjalankannya, dalam kamus Merriam-Webster Dictionary mengatakan

profesional dikarakteristikan oleh atau sesuai dengan standar teknis atau etika

profesi.11

Keprofesionalan ini tentunya akan memudahkan di dalam penyampaian

materi ajar PAI kepada peserta didik. Dalam pembelajaan ada empat tahap yang

dilaksanakan dengan baik untuk dapat menjadi tenaga pendidik yang profesional

yaitu, 1) tahap persiapan, yang mana pendidik memunculkan minat belajar peserta

didik, 2), tahap penyampaian, yang mana pemberian materi disajikan dengan

menarik, relevan dan bisa diterapkan dalam kehidupan dengan gaya cara yang tidak

membosankan. 3) tahap pelatihan, bertujuan membawa peserta didik untuk dapat

memadukan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan. 4) tahap penampilan

hasil, dimana pendidik membantu peserta didik dalam menerapkan

mengembangkan, dan melekatkan ilmu dan prakteknya sehingga bisa berprestasi

dan peka terhadap kondisi sosial sekitar.

Menghadapi peserta didik yang beragam agama tidaklah mudah untuk

mengajar dan menyampaikan pembelajaran pendidikan agama Islam. Sebagaimana

yang dikatakan oleh Muhamad Thoif:

10

Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Universitas Yapis Papua Jayapura, Wawancara, 10

Oktober 2020. 11

Meeriam-Webster Dictionary, h.

247

Mengajar di lingkungan Yapis Papua khususnya mengajar pelajaran agama

Islam diperlukan ilmu dan diperlukan rasa. Ilmu ini berkaitan dengan materi

ajar yang akan disampaikan di depan kelas juga diperlukan rasa yang

berkaitan dengan keadaan peserta didik yang berbeda agama dan berbeda

keyakinan. Ilmu yang diajarkan bukan saja tekstual sesuai dengan buku

namun juga sesuai dengan momen, seperti beberapa tahun yang lalu materi

yang diajarkan tentang Haji diajarkan diakhir semester ganjil sedangkan

suasana haji sudah dirasakan oleh masyarakat sekitar, maka materi tentang

haji dimajukan diawal semester ganjil.12

Thoif yang juga pernah mengajar Pendidikan Agama Islam di SMA Hikmah

Yapis Jayapura dari tahun 2003 sd. 2008 bahwa profesional dalam mengajar PAI di

lingkungan Yapis Papua bukan hanya mampu secara teknis secara gelar akademik

dimiliki, ilmu agama juga dipunyai, pengalaman mengajar juga pernah dilakukan

namun lebih dari pada itu rasa di dalam mengajar. Rasa cocok dan tidak cocok

materi disampaikan kepada peserta didik plural agama. Bila dalam silabus PAI ada

materi tentang Syariah misalnya saja makanan yang haram dan makanan yang tidak

haram yang boleh dikonsumsi. Yang mana materi tersebut harus disampaikan

namun nantinya akan menimbulkan perselisihan di kalangan peserta didik maka

cukup dengan menyampaikan bahwa dalam Islam makanan-makanan ini tergolong

tidak dikonsumsi oleh orang Islam. Sekiranya nantinya ada undangan acara

pernikahan atau acara keluarga kemudian mengundang teman dan kawan muslim

maka kedepankan makanan yang dapat dicicipi oleh semua undangan.

Perlu pengetahuan ekstra dan cara yang berbeda yang dipersiapkan oleh

dosen/guru untuk menyampaikan pendidikan agama di depan kelas. Bagi Neti

aktivitas pembelajaran agama pada non muslim bukanlah hal yang mudah perlu

kesiapan ekstra, pengetahuan yang mumpuni dan kehati-hatian dalam

menyampaikan:

Sebagai dosen yang telah mengajar di Uniyap Jayapura dari tahun 2006

sampai sekarang memang dituntut untuk menyesuaikan pembelajaran PAI

pada mahasiswa yang multi agama, khususnya pembahasan pada sisi

keimanan dan keyakinan agama Islam, di dalam dalam agama Islam bahwa

Tuhan adalah Allah Yang Esa, sedangkan dalam Kristen adalah Yesus kristus,

dalam Katholik adalah Tuhan Bapa atau Allah, dalam agama Hindu adalah

Dewa, dan Tuhan dalam Budha adalah Sidartha Gautama. Dalam pandangan

masing-masing agama bahwa Tuhanyalah yang disembah dan paling agung.

Sebagai dosen agama tentunya mengajarkan bahwa masing-masing pemeluk

agama menyembah Tuhan yang disembah sebagai Tuhan Yang Maha Agung.

Penyembahan ini adalah bentuk pengabdian dan pengagungan umat manusia

kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini bukan berarti bahwa semua agama

kemudian menyatukan diri dalam sebuah agama lalu membentuk sebuah

agama yang baru.13

12

Muhamad Thoif, “Dosen Pendidikan Agama Islam Uniyap Jayapura, Wawancara,

September 2019. 13

Neti S, Dosen PAI pada Perguruan Tinggi Uniyap Jayapura, Wawancara, 2

November 2020.

248

Keprofesionalan seorang pendidik juga ditunjukkan ketika memberikan

pengajaran pelajaran agama pada definisi jenis dari agama. Sebagaimana pula yang

disampaikan oleh Neti bahwa agama yang ada di bumi ini dibagi menjadi dua jenis

agama yaitu agama yang sawami dan agama ardhi. Agama samawi menunjukkan

bahwa agama tersebut berasal pencipta jagat raya ini atau agama yang berasal dari

Tuhan dan diturunkan kepada umat manusia melalui seorang nabi yang diutus untuk

menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan. Agama samawi seperti agama Yahudi, Nasrani

dan Islam. Agama itu sendiri dalam kamus besar bahasa indonesia adalah sistem

yang mengatur kepercayaan dan peribadahan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta

cara beriteraksi manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan lingkungan

sekitar.14

Sedangkan agama ardhi adalah agama yang berkembang berdasarkan hasil

pemikiran, daerah dan budaya yang kemudian cipta karya ini diterima secara global.

Ciri dari agama yang lahir dari daerah, budaya dan pemikiran ini memiliki ciri yaitu

agama diciptakan oleh tokoh agama, tidak memiliki kitab suci, tidak memiliki

seorang nabi, berasal dari kepercayaan masyarakat atau daerah, ajarannya dapat

berubah-ubah sesuai dengan perubahan akal pikiran dari penganutnya, dan konsep

dari ketuhanannya adalah dinamisme dan aminisme.15

Kehati-hatian di dalam mengajar serta keprofesionalan seorang pendidik

terlihat pada saat mengajar materi-materi yang memang membutuhkan cara dan

penyampaian yang baik dan bisa diterima oleh peserta didik di dalam kelas

pembelajaran. Tidak semua yang disampaikan oleh pengajar dapat diterima oleh

peserta didik yang beragam agama pada pelajaran PAI ini. Apalagi menyangkut

masalah keimanan dan akidah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini pula yang

dirasakan oleh dosen PAI ketika menjelaskan tentang pembagian dari agama ada

agama yang datangnya dari Tuhan dan juga agama yang datangnya dari hasil cipta

karya dan pemikiran seorang tokoh agama serta diterima oleh masyarakat global

akan diterima bila peserta didiknya beragama dari agama samawi, namun bila peseta

didiknya dari agama non samawi maka akan ada penolakan dari peserta didik,

bagaimana mungkin agama yang sudah dianut oleh peserta didik dikatakan sebagai

hasil cipta dan karya manusia, bagaimana mungkin agamanya dianggap sebagai

agama yang bukan berasal dari Tuhan.

Inilah bentuk kehati-hatian seorang pengajar dan pendidik di lembaga

Pendidikan Yapis Papua di dalam menyampaikan materi khusunya materi

pendidikan agama Islam pada peserta didik yang multi agama. Apa yang dilakukan

oleh Yapis Papua dengan 198 sekolah dan perguruan tinggi se-Papua dan Papua

Barat dapat dilihat yang dilakukan oleh beberapa negara Eropa dalam memberikan

materi pelajaran agama pada peserta didik yang multi agama. Seperti di Norwegia

yang masyarakat beretnis homogen keturunan Jerman Utara, pada tahun 1997

Pendidikan agama yang diajarkan adalah pendidikan agama Kristen aliran Lutheran.

diubah menjadi pendidikan agama yang tanpa aliran keagamaan, hal ini dimulai

dengan memasukkan ajaran agama-agama dan aliran-aliran dunia khususnya pada

agama Islam, Hindu, Yahudi, Humanis Sekuler dan Budha. Pendidikan agama yang

14

Kamus Besar Bahasa Indonesia 15

Neti S, Dosen PAI pada Perguruan Tinggi Uniyap Jayapura, Wawancara, 2

November 2020.

249

memuat materi pada tiga hal yang pertama tentunya dari unsur agama yang dominan

yaitu unsur-unsur pelajaran Agama Kristen, yang kedua pendidikan moral, dan yang

ketiga pengetahuan agama lain harus diikuti oleh semua peserta didik dari tingkat

dasar sampai perguruan tinggi. Perubahan yang dilakukan ini demi membentuk

keutuhan masyarakat dan solidaritas nasional pada satu sisi, di sisi lain demi

kepentingan politik.16

Apa yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan di negara

Norwegia tentang pelajaran pendidikan agama yang memuat 3 hal di atas yaitu

pengetahuan agama lain, moral dan pendidikan agama Kristen telah mendapat

penolakan dari orang tua murid yang menyampaikan dan menyuarakan bahwa bila

pelajaran pendidikan agama yang juga memuat unsur-unsur ajaran agama lain dan

mewajibkannya maka hal ini adalah upaya terselubung tersembunyi dan gerakan

bawah tanah di dalam indoktrinasi Kristen, relativitas agama dan menafikan klaim

agama Kristen sebagai sumber kebenaran.17

Upaya memasukkan unsur agama lain di dalam pelajaran pendidikan agama di

Norwegia mendapat dukungan karena dengan memasukkan unsur agama lain, para

siswa dapat mengetahui ajaran dan nilai dari agama lain dan bukan saja agama

Kristen.

Sisi positif di dalam memasukkan unsur-unsur lain di dalam ajaran agama

yaitu 1) Guru secara umum terlihat mampu menyesuaikan suasana di dalam kelas

baik dari sisi materi dan metode yang digunakan. 2) Peserta didik juga menyukai

pendidikan agama dengan cara dan model ini, hal ini dapat dijelaskan fakta bahwa

anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang alami mengenai macam macam agama, dan

pendekatan multi agama di dalam pembelajaran dan diskusi serta dialog.18

3)

Pemberian pendidikan agama ini menjadikan informasi agama yang beragam, tidak

hanya agama Kristen aliran Lutheran yang didapatkan namun juga nilai dan aktivitas

dari agama lainpun dapat diketahui. KRL atau Kristendoms-Religions-og

Livssynkunnskap yang disebut sebagai kurikulum pendidikan agama di Norwegia

menjadi faktor penentu masa depan pluralitas keagamaan.

Pendidikan agama di Inggris dan Wales yang diterapkan di sekolah negeri dan

swasta adalah terpadu. Keterpaduan tersebut bukan saja dari sisi pembelajarannya

namun semua anak di kelas, baik yang ateis maupun yang beragama harus

mengikuti pelajaran Pendidikan Agama untuk mempelajari berbagai tradisi

keagamaan. Ada dua faktor yang membawa perubahan karakter mata pelajaran

pendidikan agama di negara tersebut yaitu pertama, adanya jurusan ilmu agama-

agama. Dan kedua adalah pengarahan kepada perubahan karakter peserta didik.19

Pendidik pendidikan agama di negara tersebut mungkin menganut agama tertentu

16

Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”, Harmoni

Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding Konferensi Regional,

International Association for The History of Religions, Yogyakarta dan Semarang, Indonesia

27 September – 03 Oktober 2004. h. 252. 17

Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”,… h. 253. 18

Einar Thomassen, “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”,… h. 258. 19

Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, Harmoni

Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding Konferensi Regional,

International Association for The History of Religions, Yogyakarta dan Semarang, Indonesia

27 September – 03 Oktober 2004. h. 263.

250

atau atheis, memiliki kualifikasi akademik atau didaktik relevan bagi pengangkatan

pengajar. Guru SMP umumnya memiliki ijazah diploma 1 dalam ilmu agama,

teologi atau mata pelajaran terkait, kemudian mengikuti pelatihan mengajar dimana

mereka belajar cara mengajarkan beberapa agama dalam pendidikan agama. sifat

dasar sekuler profesi guru pendidikan agama dapat dianggap sebagai landasan

keberadaan pendidikan agama terpadu di sekolah sekolah negeri dalam lingkup

demokrasi multikultural. Pendidikan agama di Swedia pun tidak jauh berbeda

dengan Inggris, di Swedia dimana terjadi reformasi dalam pendidikan agama, dalam

konteks kurikulum tahun 1962, pelajaran Kristendom menjadi kristendomskunskap

(yakni dari pendidikan agama Kristen menjadi ilmu tentang Kristen). Adanya

netralitas, toleransi, dan objetivitas menjadi kriteria mata pelajaran tersebut, di mana

untuk kali pertama pelajaran agama Kristen maupun tradisi dan materi agama

lainnya diajarkan di pelajaran pendidikan agama.20

Tujuan perubahan dari

pengajaran pendidikan agama terpadu adalah pengembangan pandangan hidup

manusia yang pluralis, toleran melalui studi tradisi agama-agama dan non agama

yang berbeda-beda. Konsep utama pendidikan agama di Swedia adalah harus

dikaitkan dengan hidup dan interpretasi dari hidup: persoalan hidup, pandangan

hidup, dan interpretasi hidup.

Pelaksanaan dari pembelajaran menjadi perhatian utama dari Yapis Papua,

didalam melaksakan proses pembelajaran pendidik di Yapis diberikan kewenangan

untuk mengembangkan materi ajar sesuai dengan karakter dan kompetensi siswa

dengan tetap pada jalur sesuai dengan kurikulum yang telah disepakati. Tentunya

dengan kewenangan ini guru dapat kreatif di dalam mengembangkan materi

pelajaran sehingga apa yang disampaikan oleh guru dapat mudah dipahami oleh

peserta didik dan membentuk karakter berdasarkan materi pelajaran tersebut.

Profesionalitas guru PAI dalam mengembangkan sikap religi terutama perubahan

sikap perilaku peserta didik.

Profesional seorang tenaga pendidik keagamaan di Yapis Papua dengan

adanya pelajaran pendidikan agama yang diajarkan pada peserta didik yang berbeda

agama maka seorang tenaga pendidik dituntut untuk dapat menyesuaikan dengan

keadaan kelas yang plural agama, yang plural etnis dan diajarkan hanya pelajaran

pendidikan agama yaitu pelajaran pendidikan agama Islam dapat menjadi masa

depan pluralitas keagamaan di Indonesia khususnya di tanah Papua yaitu: Pertama,

tenaga pendidik secara umum terlibat mampu menyesuaikan diri dengan suasana di

ruang kelas, mayoritas peserta didik sadar kebutuhan dan perasaan pribadi murid

dan telah mampu menunjukkan pada mereka penghormatan yang setara. Hal ini

dapat dilihat dengan sangat sedikit keberatan terhadap tata cara pendidikan agama

Islam yang diajarkan. Hal ini menunjukkan bahwa ada persoalan yang tampaknya

secara teori tak terpecahkan, dalam praktiknya diselesaikan dengan sempurna; para

guru mampu memberikan pengetahuan yang memadai tentang berbagai agama yang

mereka ajarkan dan memperlakukan setiap murid dengan respek. Kedua, para

peserta didik juga menyukai pendidikan agama dengan mengatakan bahwa pelajaran

pendidikan agama ini seru-seruan saja. Juga bahwa anak-anak memiliki rasa ingin

20

Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, …. h. 266.

251

tahu mengenai ragam agama dan pendekatan agama. Hal ini dikhususkan bila guru

mampu mendorong murid-murid aktif dalam dialog dan diskusi.

8. Pluralisme Peserta didik di Lembaga Pendidikan Yapis Papua

Pluralisme peserta didik Yapis Papua adalah keniscayaan yang terjadi karena

muatan dari pluralisme itu sendiri adalah keragaman yang mana keragaman itu

terdiri dari berbagai latar belakang suku dan agama, budaya dan etnis. Pluralisme

memang dari Barat, namun tidak semua yang datangnya dari barat itu sesuatu yang

jelek dan tidak bagus, tergantung dari manusia yang menyikapi dan cara

menggunakannya. Contohnya kalau manusia tidak dapat secara arif dan bijaksana

menggunakan teknologi dan sains maka hal ini dipastikan akan berakibat buruk buat

kehidupan manusia, yaitu menyebabkan terjadinya krisis dalam berbagai kehidupan

bukankan ini juga berlaku paham pluralisme.21

Peserta didik yang berada di lingkungan Yapis Papua sangat beragam, tidak

hanya beragam karena beda agama namun juga beragam dari suku dan budaya.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Rasyid:

Peserta didik yang menjadi bagian dari Universitas Yapis Papua adalah dari

berbagai agama yaitu dari Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Ada juga dari

Konghuchu walau dengan jumlah yang sangat terbatas. Namun ada peserta

didik yang beragam agama khususnya agama yang diakui di Indonesia. Inilah

pluralis yang ada di Universitas Yapis, tidak membedakan suku dan agama.

Asal mau kuliah dan telah lulus SMA/K maka Uniyap sangat terbuka di

dalam menerima dan mengakomodir peserta didik dari berbagai agama.22

Demikian pula yang disampaikan oleh Gunanto:

SMK Hikmah Yapis Jayapura telah lama hadir di Papua bahkan 4 tahun

setelah berdirinya Yapis Papua pada 15 Desember 1968, kehadiran yang

cukup lama dan tentunya matang dan sangat memahami kondisi kelas dan

sekolah yang beragam budaya serta agama. Tidak ada paksaan untuk masuk

dan menjadi bagian dari SMK ini namun tetap pada tata tertib di dalam

menjadi siswa, misalnya saja menggunakan rok yang panjang sekalipun non

muslim, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di dalam sekolah maupun yang di

luar sekolah.23

Keadaan plural agama yang ada di SMA Hikmah Yapis Jayapura dipertegas

lagi oleh Joko Sriyanto:

Menjadi keniscayaan bahwa siswa itu beragam baik dari sisi etnis, budaya,

suku dan agama karena memang Tuhan menciptakan kita beragam. Tidak ada

yang bisa melawan itu, hanya jangan sampai keberagaman ini menjadi

musibah karena tidak adanya saling menghargai dan saling menghormati antar

siswa oleh karena kenyataan memang diciptakan beragam perlu adanya saling

mendukung dalam hal yang baik dan juga saling mendukung di dalam

21

Mutakallim, “Pendidikan Pluralisme Melalui Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Berbasis Kemajemukan”, Volume VII, No.2 Juli-Desember 2018. h. 308. 22

Abdul Rasyid, “Wakil Rektor I Uniyap Jayapura” Wawancara, 10 Oktober 2020. 23

Gunanto, “Kepala SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, 17 Februari 2020.

252

kompetisi ektra kurikuler yang diikuti oleh SMA. Pada pelaksanaan lomba

futsall yang diselenggarakan oleh Yapis Papua maka SMA mengikuti lomba

tersebut, peserta didik dari etnis Papua justru menjadi pemain dalam

permainan tersebut. Hal ini menggambarkan adanya pluralisme peserta didik

di SMA Hikmah Yapis Jayapura.24

Telah menjadi fakta bahwa negara ini menjadi negara yang plural karena

dalam segala dimensi kehidupan masyarakat yang beragam agama, bahasa, ras dan

budaya. Pluralitas ini telah diterima dan dihayati sebagai kekayaan bangsa. Namun

menurut Nurcholish Madjid bahwa pluralitas yang dimiliki oleh bangsa ini tidak

layak untuk dibanggakan secara berlebihan, pluralitas itu tidaklah selalu istimewa

yang berlebihan. Secara keniscayaan bahwa tidak ada masyarakat yang memang

tunggal tanta adanya unsur lain di dalamnya.25

Oleh karenanya perlu adanya

memperkenalkan dan mengimplementasikan ide ini di sekolah sebagai lembaga

pendidikan bagi umat manusia. Setiap warga sekolah yang ada harus mempunyai

pemahaman yang bagus tentang pluralisme dalam segala bentuknya.

Pendidikan agama yang diajarkan di Yapis Papua tidak diposisikan sebagai

doktrinal ideologi agama yang dianut oleh platform lembaga tetapi pendidikan

agama diekspresikan dalam sebuah kegiatan bersama di dalam sekolah maupun

kegiatan di luar sekolah. Nuansa kebersamaan dalam setiap kegiatan inilah yang

kemudian membangun komunitas inklusif dan multikultur. Kondisi multi agama di

sekolah Yapis dapat membentuk kesepakatan bersama untuk hidup bersama.

Idealitas pendidikan agama Islam di lembaga pendidikan Yapis Papua dibangun

berdasarkan nilai-nilai multikultural dan keterbukaan. Pendidikan agama Islam yang

ideal untuk diterapkan di sekolah Yapis Papua pendidikan agama berbasis

pluralisme. Pendidikan agama Islam tidak disampaikan secara tekstual-doktrinel

tetapi perlu dikembangkan dengan nilai-nilai pluralisme.26

Nurcholis Madjid juga mengemukakan ketidak setujuannya pada absolutisme

agama yang mengarah pada kelas dua dan kelas satu dalam agama yang dapat

menganggu dan merusak ukhuwah. Sebab siapa tahu yang dianggap rendah justru

lebih tinggi, yang dianggap tinggi justru lebih rendah. Hal ini mengajarkan kepada

kita untuk tidak melakukan absolutisme dalam agama. Umat Islam tidak dilarang

untuk berbuat baik kepada siapa saja dari kalangan muslim maupun kalangan non

muslim yang mana mereka tidak menunjukkan sikap perlawanan, baik itu atas nama

agama maupun atas bukan agama.27

Adanya perbedaan dari agama yang dianut oleh

peserta didik maka perlu dicarikan titik temu berupa kesatuan yang besifat sosial,

teologi, dan moral. Selain itu, titik temu bukan hanya berarti dimensi eksoteris

(lahiriyah) agama yang dianut, tetapi juga dari sisi esoterisnya (bathinnya). Titik

temu ini bukan sesuatu yang diharamkan, karena Al-Qur‟an juga menganjurkan

untuk mencari persamaan dari pada perbedaan di dalam surat ali imran ayat 64.

24

Joko Sriyanto, “Kepala SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, 17 Februari

2020 . 25

Fathonah Dzakie, “Meluruskan Pemahaman Pluralisme dan Pluralisme Agama di

Indonesia, Jurnal Al-Adyan, No.1 Januari 2014, h. 79. 26

Azis Bauw, “Wakil Ketua Yapis Pusat Papua” Wawancara, 3 September 2020. 27

Andito (ed), Atas Nama Agama: Wacana Agama Dalam Dialog “Bebas” Konflik,

(Bandung: Pustaka Hidayah, 1998), h. 259.

253

Pandangan al-Qur‟an tentang pluralitas sebagaimana terdapat di dalam Qur‟an

surat al-Hujurot ayat 13 yang artinya : sesungguhnya kami menciptakan kamu

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa

dan bersuku supaya saling kenal mengenal. Ayat mengisyaratkan adanya kepluralan

peserta didik dan memang sudah menjadi ketentuan dan rahasia Allah, kemudian

dengan adanya perbedaan ini bukan kuasa manusia untuk menjawabnya, karena

memang Allah menciptakan perbedaan itu untuk saling kenal dan mengenal,

hubungan antara satu dengan lainnya menjadi baik, menjadi lebih bagus, dan

tercetus persaudaraan yang kuat. Kemajemukan peserta didik secara historis-

sosiologi adalah fenomena dan kenyataan yang tidak dapat dihindari yang

merupakan kehendak dari Allah. Sesuai dengan sunnatullah, semua yang ada ini di

dunia diciptakan beragam.28

Di samping itu al-Maidah ayat 48 memberikan

penegasan tentang kemajemukan dalam pandangan dan cara hidup antara manusia

yang takutkan dan dengan keragaman dipakai sebagai sarana untuk saling berlomba-

lomba dalam kebaikan.

9. Satu Tungku Tiga Batu

Semboyan negara yang tertulis di dalam kitab sutasoma Bhineka Tunggal Ika,

tegas menggambarkan masyarakat yang ada di nusantara telah membina kehidupan

masyarakat yang saling menghormati, hidup berdampingan. Namun akhir-akhir ini

ruang publik sering kali diisi dengan sentimen suku, agama, antar golongan dan ras,

serta permusahan di dunia maya. Apabila hal ini dibiarkan tanpa ada kesadaran

bersama untuk menjaga keragaman, dikhawatirkan berdampak negatif bagi

kehidupan bermasyarakat. Dalam menjaga persaudaraan yang telah terjalin serta

keutuhan bangsa ini, maka perlu lebih memahami makna pluralis toleran. Secara

kebudayaan telah banyak diajarkan dalam masyarakat di Papua yaitu dengan

semboyan satu tungku tiga batu.29

Satu tungku tiga batu ini menggambarkan adanya pertalian yang kuat sebagai

dasar kerukunan di Papua. tungku adalah simbol dari kehidupan sedangkan tiga batu

adalah simbol dari kamu, saya dan dia yang berada dalam satu wadah yaitu

persaudaraan. Satu tungku atau kuali kemudian tiga batu yang berukuran sama

menopang kuali atau tungku untuk memasak. Batunya harus kokoh dan tidak boleh

yang mudah pecah untuk dapat menopang tungku. Keadaan ini diwariskan turun

temurun sebagai simbol di dalam keluarga. Pada masa sekarang satu tungku tiga

batu masih dipakai sebagai simbol dari adat, agama dan pemerintah. Yang mana

ketiganya saling menopang di dalam mengasa, membina dan memberdayakan

masyarakat di tanah Papua. menurut Daud Alfons Pandie mengatakan bahwa konsep

satu tungku tiga batu ini mengarah pada orang Papua asli yang dalam satu keluarga

terdiri dari tiga agama, yaitu Islam, Protestan dan Katholik, yang mana ketiganya

hidup dalam satu kesukuaan yang ada di Papua. Masyarakat yang bersifat heterogen

yang berada dalam berbagai etnis, seperti Ayamaru, Kaimana, Kokonau, Biak,

28

Neti S. “Dosen PAI pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uniyap Jayapura”

Wawancara, 19 September 2020. 29

Afnan Fuadi, Keragaman Dalam Dinamika Sosial Budaya: Kompetensi Sosial

Kultural Perekat Bangsa, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020), h. v.

254

Serui, Agimuga, dan Iwanwatan yang telah lama mendiami wilayah tersebut.30

Masyarakat di Papua dewasa ini menganut tiga agama besar di atas yang mana pada

mulanya menganut agama suku. Cara hidup mereka untuk dapat bertahan serta

mempertahankan tempat tinggalnya dengan cara berperang, keadaan sering terjadi

karena tidak mau menerima orang lain diluar komunitas yang sudah ada.

Kondisi ini mencerminkan kesatuan realitas antara pluralitas agama dengan

tekad untuk bersatu antar orang sesama suku. Agar kebersamaan tetap terjalin,

keharmonisan dapat diraih maka mereka membuat konsensus bersama untuk

menciptakan suatu sistem budaya, yang disebut dengan Satu Tungku Tiga Batu.

Kesatuan ini tetap kokoh hingga sekarang, persaudaraan etnis Papua, walau berbeda

agama. Hal ini senada yang disampaikan oleh Toni Wanggai:

Bahwa keunikan yang ada di Papua adalah satu suku atau keluarga yang mana

satu marga yang tinggal dalam satu rumah terdiri dari tiga agama yang diakui

oleh negara yaitu agama Islam, agama Kristen, dan agama Katholik. Konsep

ini memang bukan merupakan hukum tertulis yang menciptakan nilai-nilai

baru, tetapi kesepakatan ini telah berakar dalam budaya di Papua.31

Interaksi di dalam keluarga dapat menjembatani jurang dari setiap agama dan

budaya yang ada di Papua. pendekatan di dalam interaksi ini harus bertolak dari dua

sisi yaitu sisi pemahaman bahwa Indonesia adalah tanah dan rumah bagi semua. Sisi

kedua adalah keragaman agama dan budaya yang memiliki nilai-nilai hidup yang

universal. Belajar dari interaksi yang terjadi antarumat beragama maka perlu

dikembangkan suatu pendekatan interaksi yang bersifat inklusif dan konprehensif

yang mencakup semua orang. Nah pendekatan ini yang menjembatani sekat-sekat

yang tinggi dan batas-batas kelompok dan agama di Papua.

Yapis diterima oleh masyarakat itu karena dan masyarakat Papua mau

menyekolahkan anaknya di Yapis di samping adanya cara pendekatan secara kultur

karena beberapa pengurus Yapis adalah orang Papua muslim, juga tidak ada batasan

bahkan melarang Papua non muslim untuk bersekolah di Yapis. Bahkan beberapa

sekolah yang berada di bawah Yapis peserta didiknya mayoritas beragama non

Islam, sebagaimana yang ada di Biak dan Wamena. Kedua daerah ini Yapis diminati

oleh peserta didik non Islam.32

Peserta didik di Universitas Yapis Papua Jayapura juga merasakan bahwa ada

di antara mahasiswa yang beragama agama dalam satu keluarga sebagaimana

wawancara dengan Nur Hanifah Pawa yang muslim karena orang tua (mama) yang

mengikuti agamanya Bapak yaitu Islam. Dalam keluarganya Pawa masih

berhubungan baik dengan keluarga Pawa non muslim. Sekalipun sudah tidak dalam

satu ajaran agama yang sama namun keluarga masih menjadi pemersatu. Pawa

mengatakan:

30

Daud Alfons Pandei, “Konsep “Satu Tungku Tiga Batu: Sosio-Kultural Fakfak

Sebagai Model Interaksi Dalam Kehidupan Antarumat Beragama”, Societas Dei 4, ISSN

2407-0556, Vol. 5 No.1 April 2018. h. 50. 31

Toni V.M. Wanggai, “Anggota Majelis Rakyat Papua Periode 2017-2022”

Wawancara, September 2019. 32

Heri, “Wakil Sekretaris Yapis Pusat Papua 2017-2022” Wawancara, Oktober 2020.

255

Keluarga saya dari jalur mama ada yang masih beragama Kristen tidak

mengikuti mama yang menjadi muallaf mengikuti agamanya bapak yaitu

Islam, hingga sekarang keluarga masih memeluk agama Kristen bahkan kakak

sepupu dari Dini adalah seorang pendeta dan aktif berkhotbah di keluarga

kami untuk mematuhi ajaran agama Kristen. Bapak dari Dini (mahasiswa

Uniyap) tidak memekankan untuk bersikap memusuhi keluarga dari Ibu. Hal

ini untuk menjaga hubungan keluarga yang tidak putus setelah berbeda agama

bahkan yang dianjurkan oleh bapak untuk datang menghadiri kegiatan Natal

keluarga yang diselenggarakan sehari setelah 25 Desember.33

Perbedaan dari sisi agama yang berada di keluarga kami tidak menjadikan

kami harus berpisah hubungan keluarga karena keluarga adalah induk terkecil yang

kami miliki yang juga menjadi sandaran kami. Kekerabatan itu berlanjut sampai

kami pun dari agama Islam dikunjungi oleh keluarga non Islam ketika merayakan

halal bi halal setelah Idhul Fitri dan Idhul Adha. Perbedaan yang dirasakan oleh

keluarga tidak menghalangi keluarga besar Depapre untuk tetap menghormati

pilihan mama untuk mengikuti bapak (beragama Islam) yang berasal dari Jawa,

namun juga tidak menghalangi keluarga yang masih non Islam untuk tetap rukun

dan damai dalam kemajemukan agama di dalam suku.

Demikian juga yang dirasakan oleh Alfina siswi SMA Hikmah Yapis

Jayapura yang juga tinggal dengan keluarga muslim, mengatakan:

Saya berjumpa dengan bunda itu sewaktu sekolah di SMP di Keerom dimana

bunda juga mengajar di SMP tersebut, melihat saya tinggal di asrama, saya di

asuh di asrama, orang tua kandung saya keduanya sudah meninggal maka

ditawari untuk tinggal sama bunda kebetulan bunda juga punya rumah yang

cukup besar namun tidak banyak orang yang menghuninya. Atas dasar itulah

kemudian saya menerima tawaran untuk tinggal dengan bunda sampai

sekarang yang sudah berjalan 4 tahun. Hubungan saya dengan keluarga yang

masih tetap terjaga dan saya pun tidak keluar dari agama artinya masih

beragama Kristen 34

Pengembangan konsep satu tungku tiga batu sebagai sarana untuk

mengantisipasi konflik yang sering muncul yang diawali dari hal-hal yang sepele

berujung pada perpecahan, misal isu pribumi dan pendatang, kalau pribumi adalah

Kristen kalau pendatang adalah Islam. hal ini tentunya tidak benar bahwa pribumi

Kristen dan Islam adalah pendatang. Karena dilihat dari sejarah kedua agama ini

masuk ke tanah Papua.

10. Semangat Kerjasama melalui Pembiasaan

Kerjasama dalam berbagai hal dan kesempatan menjadi faktor positif yang

dimiliki oleh Yapis di dalam menerapkan pluralisme di kalangan peserta didik.

Dengan adanya kerjasama menjadi penguat dalam mengokohkan kehidupan

berbangsa dan bernegara di Papua. Lembaga pendidikan Yapis begitu concern

33

Nur Hanifah Pawa, Mahasiswi Uniyap Fakultas Ekonomi Bisnis Program Studi

Akuntansi, Wawancara, 10 Oktober 2020. 34

Aflina Booram, “Siswa Kelas XII SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara 20

Februari 2020.

256

dalam memberikan layanan pendidikan agama Islam yang terbaik, mendesain

pembelajaran yang menarik agar bisa mendekatkan antara ranah pengetahuan

dengan ranah perilaku sosial. Kurikulum PAI di Uniyap, di SMK Yapis, dan di

SMA Yapis menjadi perantara terciptanya keseimbangan antara pengetahuan dengan

praktek yaitu dengan mengkombinasikan antara kegiatan intra kurikuler dengan

ekstra kurikuler yang diformulasikan menjadi satu kesatuan yang utuh.

Kerjasama yang dilakukan melalui pembiasaan di Uniyap, SMK Yapis dan

SMA Yapis dengan mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak

lembaga sendiri atau mengikuti kegiatan yang berasal dari luar lembaga pendidikan.

Didik Mabui mengatakan:

Proses pembelajaran yang dilaksanakan di ruang kelas perlu juga untuk

diterapkan di dalam kehidupan agar ilmu itu selaras dengan praktek.

Sebagaimana di Uniyap Jayapura mengaplikasikan ilmu pengetahuan dengan

praktek di lapangan misalnya saja dengan bagian kemahasiswaan mendukung

beberapa mahasiswa muslim untuk mengikuti kegiatan MTQ Papua yang

diselenggarakan di kota Jayapura pada tahun 2020, dimana mahasiswa dari

program studi Akuntansi memiliki kemampuan di dalam mengikuti lomba

musabaqah syarhil qur‟an yang mana secara keilmuan yang dimiliki tentunya

tidak seirama namun sebagai lembaga pendidikan tentunya mengapresiasi

kemampuan yang dimiliki dan disalurkan.

Lebih luas dari itu bahwa dalam menumbuhkan semangat saling bekerjasama

di luar pembelajaran maka Biro Kemahasiswaan atas ijin dari pimpinan yaitu Rektor

Uniyap juga mengikutkan peserta didik pada kegiatan sepakbola tingkat mahasiswa

se-Papua, kompetensi akuntansi, kompetensi futsall mahasiswa yang mana di dalam

kegiatan-kegiatan ini menumbuhkan sikap saling kerjasama, saling bahu membahu

dan juga saling gotong royong.35

Apa yang dilakukan oleh Uniyap Jayapura dengan segala usaha membantu

dan meningkatkan potensi peserta didik demikian pula yang dilakukan oleh SMK

Hikmah Yapis Jayapura dalam bekerja sama sebagaimana yang dikatakan oleh Guru

PAI Siti Zuhriyeh bahwa:

Kerjasama adalah hal positif yang dimunculkan dari nilai-nilai yang

didapatkan peserta didik di sekolah. Pada kegiatan pembelajaran PAI yang

multi agama, menjadikan sekat-sekat pribadi sesama peserta didik yang

berbeda agama dapat dihilangkan, minimal dengan pembelajaran ini

mengurangi rasa takut, rasa khawatir akan hubungan dengan agama lain

khususnya agama Islam. pembelajaran ini sebenarnya juga menyampaikan

perlu adanya sikap saling bersama dan bekerjasama dalam banyak hal. Karena

agama tidak menjadikan penghalang untuk saling membantu, saling

mendukung. Justru dengan adanya pendidikan agama dapat mendamaikan

orang yang berbeda aliran dan paham.36

35

Didik Surya Mabui, “Dosen dan Ka.Biro Kemahasiswaan Uniyap Jayapura”

Wawancara, 10 Oktober 2020. 36

Siti Zuhriyeh, “Guru PAI pada SMK Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, Oktober

2020.

257

Apa yang dikatakan oleh guru PAI di SMK Yapis juga dilakukan oleh guru

PAI SMA bahkan adanya pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan oleh SMA

sebagai upaya dalam membangun sikap saling bekerja sama dalam hal-hal yang

positif. Misalnya pada kegiatan di sekolah yaitu kegiatan hari Jum‟at dengan

pembiasaan membaca asmaul husma. Tujuan kegiatan ini dilaksanakan menurut

kepala sekolah, untuk merubah akhlak peserta didik, karena kegiatan ini adalah

pembiasaan-pembiasaan maka yang penting dari kegitan ini mereka terbiasa berbuat

baik dengan mengikuti pembacaan asmaul husna, juga pembacaan yasin bersama

yang mana pembacaan ini adalah menanamkan pengetahuan adanya Allah,

menghadirkan Allah di dalam hati mereka, bila mereka telah mengontrol bahwa

Allah telah ada di dalam hati mereka maka peserta didik pun dapat mengontrol

dirinya masing-masing. Bila dapat mengontrol diri masing-masing dengan

kemampuan pengedalian diri sehingga mereka dapat melakukan perbuatan baik di

dalam kehidupan mereka.37

Pembelajaran PAI pada siswa non Islam memang ada sisi positifnya yaitu

adanya kebiasaan yang harus dilakukan oleh tenaga pendidik dengan mengupgrade

ilmu yang telah dimiliki dan melihat juga suasana dan keadaan di ruang kelas. Tidak

hanya mampu untuk mengajar pelajaran pendidikan agama namun juga bagaimana

seorang pendidik dapat menyesuaikan diri dengan suasana peserta didik yang

beragam agama. Sisi positifnya juga dengan adanya pembelajaran ini peserta didik

non Islam mengetahui akan ajaran agama Islam, mengetahui aktivitas yang

dilakukan oleh orang Islam dari awal hingga akhirnya sehingga dapat merubah

Islam bahwa Islam dan umat Islam indentik dengan kekerasan, identik dengan

pemaksaan, juga indentik dengan tidak toleran. Melalui pembelajaran pendidikan

agama Islam pada peserta didik didik non Islam menjadikan pemikiran negatif

terhadap Islam itu dapat dirubah.

Memang menjumpai secara parsial bahwa umat Islam yang cenderung radikal,

umat Islam yang cenderung ekstrim, umat Islam yang tidak tolerann. Keadaan itu

hanyalah sebagain kecil bahkan sangat kecil karena bukan mewakili adanya Islam

secara menyeluruh. Bukan melihat agama Islam dari segala sisi dan keadaan.

Sisi positifnya juga dari pembelajaran ini guru yang dituntut untuk dapat

mengajar dengan baik, bukan saja dapat mengajarkan pelajaran agama sesuai dengan

teks buku di kurikulum atau buku yang diwajibkan oleh sekolah untuk dimiliki oleh

peserta didik namun juga guru materi yang disampaikan tentunya disesuaikan pula

keadaan siswa yang beragam agama. Dari satu sisi memang belajar harus sesuai

dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kurikulum pembelajaran namun disisi lain

kalau pembelajaran tidak melihat keadaan kelas maka justru nantinya pembelajaran

ini tidak akan mencapai tujuan pembelajaran. Karena suasana kelas yang tidak

kondusif. Oleh karena memang keadaan kelas khususnya pelajaran pendidikan

agama Islam yang beragam agama ini diperlukan guru yang profesional dalam

mengelola kelas di sekolah yang berada di Yapis Papua Jayapura.

Materi ajar yang mengakomodir nilai-nilai agama yang terdapat pada ajaran

agama peserta didik yang plural akan dapat diterima oleh peserta didik.

37

Novita Sari, “Guru PAI pada SMA Hikmah Yapis Jayapura” Wawancara, 17

Februari 2020.

258

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa pendidik diawal pembelajaran

merasakan kekhawatiran akan belajar agama Islam dan juga merasa ketakukan akan

berpindah agama menjadi agama Islam. Namun setelah mengikuti pembelajaran

agama Islam dari pertemuan pertama sampai akhir pertemuan terakhir peserta didik

dapat mengikuti dengan selesai dan tidak pula dijumpai peserta didik yang keluar

dari agama Islam.

259

BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diungkapkan

kesimpulan dan saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Temuan penelitian ini adalah bahwa semakin mengadopsi materi agama non

muslim maka pembelajaran PAI pada peserta didik plural agama dapat diterima. Hal

ini terus terlaksana karena tidak dijumpai peserta didik pluralistik mengkonversi

agamanya menjadi agama Islam. Pembelajaran PAI pada peserta didik plural agama

tersebut dilakukan hanya pada aspek pengetahuan. Pelaksanaan ini dapat terus

berlangsung dapat diketahui melalui beberapa hal:

Kebijakan Yapis Papua dalam Pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik

yang mana pembelajaran pada masyarakat pluralistik tidak memperhatikan

keagamaan yang dianut para siswa melainkan hanya mengajarkan agama tertentu

terhadap para siswa yang beragam keagamaannya. Namun demikian, cara

pembelajaran PAI yang demikian itu dapat berjalan secara efektif atau tidak

menimbulkan penolakan atau resistensi. Hal ini terjadi disebabkan pembelajaran di

Yapis Papua tidak bertujuan mengganti keagamaan para siswa, tidak memaksa

peserta didik menkonversi agamanya ke dalam agama Islam, tidak mewajibkan

penghayatan dan pengamalan pengetahuan agama Islam. Penerapan pembelajaran

ini dilakukan tidak sepenuhnya misi idiologi tetapi lebih didasari pada pertimbangan

misi sosial terutama pengenalan Islam, karena pembelajaran pendidikan agama

Islam diberikan kepada siswa non muslim tidak menjadikan mereka keluar dari

agamanya justru menjadikan pelajaran pendidikan agama sebagai sarana

memperkenalkan agama Islam.

Penerapan pembelajaran PAI pada 3 satuan pendidikan Yapis Papua yaitu

Universitas Yapis Papua, SMK Hikmah Yapis dan SMA Hikmah Yapis dengan

menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru sebagai ahli yang

memegang kontrol selama proses pembelajaran, model teacher centris, strategi

pembelajaran ekspositori. Guru/Dosen sebagai subyek dalam pembelajaran PAI

dimana pendidik tidak mengharuskan peserta didik pluralis mengamalkan ajaran

agama Islam, memasukkan unsur nilai dan ajaran agama non muslim di dalam

materi pembelajaran PAI, guru menurunkan nilai standar kriteria ketuntasan

minimal bagi peserta didik non muslim. Pada sisi kognitif menyadur ajaran agama

peserta didik pluralistik. Pada sisi psikomotorik mereka hanya mengetahui praktek

keagamaan namun tidak dilaksanakan. Pada sisi afektif, mengambil nilai-nilai yang

sama dengan ajaran agama lain yang sesuai dengan afektif dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam.

Masalah di dalam pembelajaran PAI pada masyarakat pluralistik yaitu peserta

didik yang tidak memahami materi ajar, materi pembelajaran yang diberikan tidak

sesuai dengan kemampuan awal peserta didik, dan perbedaan keyakinan. Solusi

yang dilakukan oleh Yapis Papua dengan menjadikan pembelajaran PAI bukanlah

misi ideologi bagi peserta didik pluralistik sedangkan untuk peserta didik muslim

260

tetap mewajibkan mereka mengamalkan ajaran agama Islam, memberikan waktu

tambahan.

B. Saran

Meskipun proses pembelajaran PAI di lembaga pendidikan di bawah Yapis

Papua telah dapat menciptakan budaya plural di kalangan peserta didik, tetapi

penulis merasa untuk memberikan saran dan rekomendasi kepada pihak terkait,

antara lain:

1. Saran bagi lembaga pendidikan Yapis Papua hendaknya mengikuti aturan dalam

pembelajaran agama yaitu dengan menyiapkan guru atau dosen yang sesuai

dengan ajaran agama peserta didik. Atau dengan memberikan kesempatan kepada

peserta didik non muslim untuk berada di luar kelas selama pembelajaran PAI.

Karena bila tidak menyediakan maka dapat dikatakan melanggar peraturan dari

pemerintah dan undang-undang yang telah ditetapkan oleh eksekutif dan

legislatif.

2. Saran bagi kementrian agama provinsi Papua agar dapat memantau terlaksananya

kegiatan pembelajaran pada peserta didik yang sesuai dengan agamanya serta

dapat memberikan pembinaan bagi perguruan tinggi berciri khas agama agar

peserta didik dapat menerima agama sesuai dengan agama yang dianut.

3. Bagi peneliti berikutnya, untuk meneliti pada aspek eksistensi lembaga

pendidikan Yapis di tanah Papua yang dapat eksis di daerah minoritas muslim

bahkan memiliki jaringan sekolah sampai ke daerah yang sulit dijangkau dan

minim fasilitas sekolah namun justru sekolah Yapis menjadi sekolah yang

diminati peserta didik non muslim.

4. Perlu meneliti apakah lembaga pendidikan non muslim juga menerapkan keadaan

yang sama, yaitu bila peserta didik muslim masuk sekolah non muslim maka

akan diajarkan pembelajaran pendidikan agama yang sesuai dengan flatform dari

lembaga pendidikan tersebut. Bila terjadi maka ada kesamaan dalam pelaksanaan

pendidikan agama yang berada di bawah naungan sebuah yayasan pendidikan.

1

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. Studi Agama Normativitas atau Historisitas. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1999.

Abdullah, M. Amin. Pendidikan Agama Era Multikultural-Multireligius. Cet.

Jakarta: PSAP, 2005.

Achmad, Nur. Pluralitas Agama: Kerukunan Dalam Beragama, (Jakarta: Penerbit

Buku Kompas, 2001.

Ahmad, Nurwajdah. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan: Menyingkap Pesan-Pesan

Pendidikan Dalam al-Qur‟an. Cet. 4; Bandung: Marja, 2018.

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam, Secularism and the Philosophy of the

Future, (London: Mansell Publishing Limited, 1985).

Alavi, Hamdi Reza. Religious Foundations of Education: Perspektives of Muslim

Scholars (International Handbooks of religion and Education: Vol. 3, 2010.

Ali, Mohammad. Penelitian Pendidikan: Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa,

1992.

Ali, Mukti. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia. Bandung: Mizan, 1998.

Ali, Tariq. The Clash of Fundamentalisms: Crusides, Jihads, and Modernity,

(London: Versco, 2003).

Alma, Buchari. Moral dan Kognisi Islam. Bandung: Alfabeta, 2006.

Al-Majali, Muhammad Khazer. Islamic Culture Thought. (ed.5. Amman: Qur‟an

Society, 2014).

al-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat.

al-Syaibani, Omar Muhammad al-Toumy. Filsafat Pendidikan Islam, Penerjemah

Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Amin, A. Rifqi. Sistem Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Perguruan

Tinggi Umum, h. 93.

Andito (ed). Atas Nama Agama: Wacana Agama Dalam Dialog “Bebas” Konflik.

Bandung: Pustaka Hidayah, 1998.

Ansary, Abdou Filali. Introduction: Theoretical Approaches to Cultural Diversity,

in the Challenge of Pluralism: Paradigms From Muslim Contexts, eds.

Edinburg: Edinburg University Press, 2009.

Archard, David. Philosophy and Pluralism, (ed. Cambridge: Cambridge University

Press, 1996).

Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta:

Ciputat Press, 2002.

Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat

Pers, 2002.

Arief, Mahmud. Pendidikan Islam Tranformatif. Yogyakarta: LKiS, 2008.

Arifin, Muzayyin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Karsa, 2003.

Asad, Talal. Formations of The Secular: Christianity, Islam, Modernity, (Stanford:

Stanford University Press, 2003).

Assagaf, Husen. Toleransi Beragama Berbasis Budaya Lokal. Tangerang: Cordova

Corporation, 2017.

262

Assegaf, Abd. Rachman. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2011.

Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2011.

Azra, Azyurmardi. Dari Harvard hingga Mekkah. Jakarta: Penerbit Republika,

2005.

-------. “Pluralism Coexistence and Religious Harmony in Southeast Asia Indonesian

Experience in the Middle Path”, in Contemporary Islam: Dynamic Not

Static, Abdul Said and Others (London and New York: Routledge, 2006.

-------.“Managing Pluralism in Southeast Asia: Indonesian Experience”, Peace

Research,. 2004.

-------. Pendidikan Islam, Tradisi, dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium

III.

Bachtiar, Harsja W. Sejarah Irian Barat, Penduduk Irian Barat, (Jakarta: Penerbitan

Universitas, 1963.

Baidhawy, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta:

Erlangga, 2007.

-------. Ambivalensi Agama Konflik dan Nirkekerasan. Yogyakarta: LESFI, 2002.

Banchoff, Thomas, Religious Pluralism, Globalization and Word Politics, (New

York: Oxford University Press, 2008).

Banks James A. and Cheryl A. McGee, Multicultural Education. USA: Alley and

Bacon, 1993.

Beckford, James A. “Re-Thinking Religious Pluralism”, in Religious Pluralism

Framing Religious Diversity in the Contemporary World, eds, Giuseppe

Giordan dan Enzo Pace. New York: Springer, 2014.

Berg, Bruce Lawrence & Howard Lune. Qualitative Research Methods for the

Sosial Sciences. Boston: Pearson, 2004.

Blackburn, Simon. Oxford Dictionary of Philosophy. Oxford: Oxford University

Press.

Braaten, Carl E. dan Robert W. Jenson, A Map of Twentieth Century Theology:

Readings from Karl Barth to Radical Pluralism. Minneapolis, Fortrees

Press, 1995.

Brown B, L. Applying Constructivism in Covational and Career Education,

Information Series No. 378, Colombus: ERIC Clearinghouse on Adult,

Career, and Covational Education, Center on Education and Training for

Employement, College of Education, The Ohio State University, 1998.

Bruce Steve, Fundamentalisme: Pertautan Sikap Keberagamaan dan Modernitas,

(Jakarta: Erlangga, 2000).

Buijs, Joseph A. Faith Reason, and Worldvies- A Critical Response to William

Sweet and Hendrik Hart, Responses to the Enlightenment: An Exhange on

Foundations, Faith, and Community (Amsterdam and New York: Rodopi,

2013.

Byne, Peter. Prolegomena to Religion Pluralism: Reference and Realism in

Religion. London and New York: Maemillan Press and St. Martin‟s Press.

263

Connolly, Peter. Aneka Pendekatan Studi Agama. Cet. 2; Yogyakarta: LKis, 2009.

Craig, Edward. “Pluralism” In the Shorter Routledge Encyclopedia of Philosophy,

eds., London and New York: Routledge, 2005.

Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

-------. dkk. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2004.

Daud, Wan Mohd. Nor Wan. Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed

Muhammad Naquib al-Attas. Bandung: Mizan, 1998.

Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di

Indonesia. Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2007.

Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di

Indonesia. Cet. 2; Jakarta: Kencana, 2007.

Degenhardt, Jane Hwang. Islamic Conversion and Christian Resistance on The

Early Modern Stage (Cet. 1; England: Edinburgh University Press, 2015).

Departemen Agama RI, Pendidikan Islam dan Pendidikan Naisonal. Jakarta:

Direktorat Jenderal Keagamaan Islam, 2005.

Durka, Gloria. The Philosophical and Theoretical Aspects of Interreligious

Education (International Handbook of Inter-Religious Education: Springer

Dordrecht Heidelberg London New York, 2010.

Eck, Diana L. A New Religious America. “Christian Country” Has Becomes

World‟s Most Religiously Diverse. New York: Harper San Fransisco, 2001.

Eechoud, J.P.K. Van. Vergeten Aarde: Nieuw Guinea, (Amsterdam: De Boer, 1951.

Efendi, Djohan. Merayakan Kebebasan Beragama. Cet. 1; Jakarta: Indonesia

Conference On Religion and Peace, 2009.

Effendi, Bachtiar. Masyarakat, Agama dan Pluralisme Keagamaan. Yogyakarta:

Galang Press, 2002.

Fauzi, Ihsan Ali. et al, Membela Kebebasan beragama Percakapan Tentang

Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme. Jakarta: Democracy Project

Yayasan Abad Demokrasi, 2011.

Freire, Paulo. Pendidikan Pembebasan. Jakarta: LP3S, 2000.

-------. Politik Pendidikan: Pendidikan, Kekuasaan, dan Pembebasan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007.

Fuadi, Afnan. Keragaman Dalam Dinamika Sosial Budaya: Kompetensi Sosial

Kultural Perekat Bangsa. Yogyakarta: CV Budi Utama, 2020.

Geertz. Clifford. The Interpretation of Cultures (New York: Basic Book, Inc

Publishers, 1973.

Gelpke, J.H.F. Sollewijn. On The Origin of The Name Papua, 1993.

Ghafur, Hanief Saha. Manajemen Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi di Indonesia:

Suatu Analisis Kebijakan. Cet. 2; Jakarta: Bumi Aksara,2010.

Ghufron. Relasi Antar Kelompok Agama Berbeda: Studi tentang PErdamaian dan

Ketegangan Muslim Kristen. Cet. 1; Jawa Tengah: Penerbit Parist, 2016.

Gibson, Janice T. Educational Psychology. New York: Appleton Century Crofts,

1972.

264

Halili. Indeks Kota Toleran (IKT) Tahun 2018. Cet. 1; Jakarta Selatan: Pustaka

Masyarakat Setara, 2018.

Hamdie, Ilham Masykuri. “Akar-akar Pluralisme dan Dialog Antar Agama dalam

Sufisme,” dalam Abd. Muqshit dan Djohan Effendi. Merayakan Kebebasan

Beragama: Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi. Jakarta:

Buku Kompas, 2009.

Hardjana, AM. Penghayatan Agama: Yang Otentik dan Tidak Otentik. Yogyakarta:

Kanisius, 1993.

Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Ed. Revisi; Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2009.

Helmawati dan Rudihartono Ismail, Pendidikan Meningkatkan Kualitas Manusia:

Peran Yapis Membentuk SDM Terdidik di Tanah Papua. Cet. 1; Bandung:

Alfabeta, 2018.

Hick, John “Religious Pluralism and Salvation” dalam Philip L. Quinn dan Kevin

Meeker (ed), The Philosophical Challenge of Religious Diversity. Oxford:

Oxford University Press, 2000.

------- “A Philosophy of Religious Pluralism”, dalam Paul Badham (ed), A John

Bick Reader, (London: Macmillan, 1990.

-------. God Has Many Names, (Philadelphia: The Westminster Press, 1982.

Hidayat, Komaruddin. Menafsirakan Kehendak Tuhan.Jakarta: Teraju, 1998.

Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Mesir: Maktabah wa Matba‟ah Mustafa al-Bab al-

Halabi, 1375.

Husaini, Adian. Islam Liberal, Pluralisme Agama dan Diabolisme Intelektual. Cet.

1; Surabaya: Risalah Gusti, 2005.

-------. Wajah Peradaban Barat. Jakarta: Gema Insani, 2005.

Ibnu Katsir, Imaduddin Abul Fida Ismail Khatib Abu Hafs Umar. Tafsir Ibnu

Katsir.(Cet. ..; Beirut: ,

J. M, Dirkx, and Haston L., Context in the Xontextualized Curriculum: Adult life

world as unitary or Multoplistic ? “ (St. Louis: University of Missoury at St.

Louis, 1999.

Jatmiko, Y. Sari. dan A. Feri T. Indarto. Pendidikan Multikultural Yang Berkeadilan

Sosial (Yogyakarta: Dinamika Edukasi Dasar, 2006.

Jena, Jeremias. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Galaxy

Puspa Mega, 2001.

Kaelan. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma, 1996.

Kamma, Dit Wonderlijke Werk, 1976, diterjemahkan oleh Koesalah Soebagyo Toer

Ajaib di Mata Kita: Masalah Komunikasi antara Timur dan Barat dilihat

dari sudut pengalaman selama seabad pekabaran Injil di Irian Jaya.

Kasiyanto. Analisis Wacana dan Teoritis Penafsiran Teks, Burhan Bungin, Analisis

Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo, 2003.

Khisbiya, Yayah, dkk. Mencari Pendidikan Yang Menghargai Pluralisme dalam

Membangun Masa Depan Anak-Anak Kita.Yogyakarta: Lkis, 2008.

265

Khoirunnisa. Multikulturalisme dan Politik Identitas. Cet. 1; Ciputat Timur: Young

Progresive Muslim, 2012.

Knitter, Paul F. No Other Name? A Critical Survey of Christian in Human Nature.

Harmondsworth: Penguin Books, 1982.

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi. Pustaka Antara, 1970.

Kuntowijoyo, Konvergensi dan Politik Baru Islam, dalam Abdul Munir Mulkhan,

Runtuhnya Mitos Politik Santri. Yogyakarta: Sipress, 1999.

Legenhausen, Muhammad. Islam dan Religious Pluralism. London: Al-Hoda, 1999.

Lewis, K. Character Education Manifesto. New York: Boston University, 1996.

Lickona, T. Education fo Character Education: How Our School Can Teach

Respect and Responsibility, (New York: Bantam, 1991).

Lumintang, Stevri I. Theologia Abu-Abu: Tantangan dan Ancaman Racun

Pluralisme dalam Teologi Kristen Masa Kini. Malang: Gandum Press, 2004.

M., Clifford, and Wilson, M., Contextual Teaching, Professional Learning, and

Student Experiences: Lessons Learned From Implementation. Educational

Brief No. 2. Madison: Center on Education and Work, University of

Wisconsin-Madison, Desember 2000.

Madjid, Nur Cholis. Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan. Jakarta: Paramadina,

1995.

Mahfud, Choirul. Pendidikan Multikultural, (Cet. 4; Jogjakarta: Pustaka Pelajar,

2010.

Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme, dan

Sekularisme Agama, (Nomor: 7/Munas VII/MUI/11/2005.

Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, Konsep

dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Maksum, Ali. Pluralisme dan Multikulturalisme: Paradigma Baru Pendidikan

Agama Islam di Indonesia. Malang: Aditya Media Publishing, 2011.

Mandzur, Ibnu. Lisan al-Arab, Jilid III (Kairo: Dar al-Hadits, 2003.

Manser, Martin. H. Oxford Learner, Pocket Dictionary. Cet. 5; Oxford: University

Press, 1995.

Mansoben, Johszua Robert. Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya. Jakarta: LIPI,

1995.

Marshall, Andrew J. Ekologi Papua. Cet. IV; Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2007.

Masduqi, Irwan. Berislam Secara Toleran: Teologi Kerukunan Umat Beragama.

Cet. 1; Bandung: PT Mizan Pustaka, 2011.

Mashad, Dhurorudin. Muslim Papua: Membangun Harmoni Berdasar Sejarah

Agama di Bumi Cenderawasih. Cet. 1; Pustaka Al-Kautsar: 2020.

McMahan, D.L. The Making of Buddhist Modernism. (Oxford: Oxford University

Press, 2008).

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya, 1995.

Mook, J.H. Van. Indonesie, Nederland en de Wereld. Amsterdam: 1949.

266

Muchsin, M. Bashori. Dkk. Pendidikan Islam Humanistik: Alternatif Pendidikan

Pembebasan Anak. Cet. 1; Bandung: PT. Refika Aditama, 2010.

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,

Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005.

-------. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama

Islam di Sekolah. Bandung: PR Remaja Rosdakarya, 2012.

-------. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.

-------. Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mulyana, Rohmat. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai.Bandung: Alfabeta, 2004.

Nafis, Muhammad Wahyuni. eds. Pluralisme Keberagaman: Sebuah Tanggung

Jawab Bersama, dalam Kontekstualisasi Ajaran Islam. Jakarta: Paramadina,

1995.

Naim, Ngainun. dan Ahmad Sauqi. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi.

Yogyakarta: Ar Ruzz Media Group, 2008.

Nasution, Harun. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia, 2005.

Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner:

Normatif Parenalis, Sejarah, Filsafat, Psikologi, Sosiologi, Manajemen,

Teknologi, Informasi, Kebudayaan, politik, hukum. Cet; Jakarta: Rajawali

Press, 2009.

-------. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2010.

-------. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Grafindo, 2000.

-------. Pendidikan Islam di Era Global: Pendidikan Multikultural, Pendidikan Multi

Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika, Cet; Jakarta: UIN Jakarta Press,

2005.

Nawawi, Hadari dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Cet. 2;

Yogyakarta: Gajah Mada Univeristy Press, 1995.

Nugiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 1995.

Oemar Hamalik. Kurikulum dan Pembelajaran. Cet. 4; Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Osman, M. Fathi. Islam, Pluralisme, dan toleransi Keagamaan: Pandangan al-

Qur‟an, Kemanusiaan, Sejarah dan Peradaban. Jakarta: Democracy Project

Yayasan Abad Demokrasi, 2012.

Peraturan Menteri Agama No. 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan

Agama pada Sekolah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Nomor 16 Tahun 2007

tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan

Keagamaan.

Pijnappel, J. Gz. Tinjauan Buku: The Native Races of the Indian Archipelago:

Papuans by George Windsor Earl, London: 1853.

267

Rachman, Budhy Munawar. Argumen Islam Untuk Pluralisme: Islam Progresif dan

Perkembangan Diskursusnya. Jakarta: Kompas Gramedia, 2010.

-------. Resolusi Konflik Agama dan Masalah Klaim Kebenaran: Dari Seragam

Menuju Keberagaman. Jakarta: Wacana Multikultural Dalam Media, 1999.

Rahardjo, Dawam. Merayakan Kemajemukan Kebebasan dan Kebangsaan. Cet. 1;

Jakarta: Kencana, 2010.

Rahman, Fazlur. Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition.

Chicago & London: The University of Chicago Press, 1982.

Riyanto, Yatim. Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik

dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Cet. 2;

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Rochmat Wahab, Pembelajaran PAI di PTU: Strategi Pengembangan Kegiatan

Kurikuler dan Ekstra Kurikuler: dalam Dinamika Pemikiran Islam di

Perguruan Tinggi, ed. Fuaduddin & Cik Hasan Bisri (Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1999.

Rosyada, Dede. Madrasah dan Profesionalisme Guru: Dalam Arus Dinamika

Pendidikan Islam di Era Otonomi Khusus. Cet. 1; Depok: PT. Kharisma

Putra Utama, 2017.

Rouffaer, G.P. De Javaansche Naam „Seran‟ van Zuid West Nieuw-Guinea voor

1545; en een Raport van Rumphius over die Kust van 1684. ( 1915, TAG

25: 308-347), h. Cf.

Rumadi (ed). Membangun Demokrasi Dari Bawah, Pusat Pengembangan Sumber

Daya Manusia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Cet. 1; Jakarta: PPSD,

2006.

Rusman. Seri Manajemen Sekolah Bermutu: Model-Model Pembelajaran,

Mengembangkan Profesionalisme Guru. Cet. 2; Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2011.

Sachedina, Abdul Aziz. Beda Tapi Setara: Pandangan Islam terhadap Non-Islam,

terj. Satrio Wahono. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004.

-------. Dialogical Conversation to Search for Principles of Interfaith Relations: The

Future of Pluralistik World Other, in Joint Cristian-Muslim Theological

Reflections, (German: The Lutheran World Fereation, 2015.

-------. The Islamic Roots of Democratic Pluralism. New York: Oxford University

Press, 2001.

Sagala, Syaiful. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.

Bandung: Alfabeta, 2009.

Saihu. Pendidikan Pluralisme Agama di Bali. Disertasi; Tangerang Selatan: Cinta

Buku Media, 2018.

Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Cet. 3; Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2010.

Sarojo, Riyadi. Penelitian Kualitatif Pendidikan, Cet. 1; Malang: PPs IKIP Malang,

1992.

268

Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Prasangka Orang Indonesia: Kumpulan Studi

Empirik Prasangka dalam Berbagai Aspek Kehidupan Orang Indonesia.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Sen, Amarty. Identity And Violence: The Illusion of Destiny. London: W.

Norton.Co, 2006.

Shihab, M. Quraish. al-Qur‟an dan Dinamika Kehidupan Masyarakat. Jakarta:

Lentera Hati, 2006.

-------. Membumikan al-Qur‟an. Bandung: Mizan, 1992.

Sihab, Alwi. Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama. Bandung:

Mizan, 2001.

Simatupang, T.B. dkk. Peranan Agama-Agama dan kepercayaanTerhadap Tuhan

Yang Maha Esa dalam Negara Pancasila yang Membangun. Jakarta: BPK.

Gunung Mulia, 1987.

Simuh dkk. Islam dan Hegemoni Sosial. Cet. 2; Jakarta: Mediacita, 2002.

Soerat Chabar Penjoeloeh 8 September 1946 dan penjelasan pribadi Kasiepo kepada

Sollewijn Gelpke, 1993.

Sopingi, Imam. Pendidikan Agama Islam Berwawasan Pluralisme. Cet. 1; Bandung:

Pustaka Aura Semesta, 2015.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Cet. IV; Bandung: Alfabeta, 2010.

-------. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D. Cet. Bandung: Penerbit

Alfabeta, 2008.

Suparta, Mundzier. Pendidikan Kedewasaan Beragama. Jakarta: Gifani Alfatama

Sejahtera, 2009.

Suryadi, Ace. dan Dasim Budimansyah, Paradigma Pembangunan Pendidikan

Nasional. Bandung: Widya Aksara Press, 2009.

Syaefullah, Asep. Merukunkan Umat Beragama Studi Pemikiran Tarmizi Taher

tengan Kerukukunan Umaat Beragama. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu,

2007.

Tang, Muhammad. dkk, Pendidikan Multikultural: Telaah Pemikiran dan

Implementasinya dalam Pembelajaran PAI.Yogyakarta: Idea Press, 2009.

Taufan, Aneu. Pendidikan Toleransi Beragama: Kajian Atas Pembelajaran Agama

di Binus School Jakarta. Cet. 1; Jakarta: Cinta Buku Media, 2016.

Teguh, Muhammad. Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi (Ed. I.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

The New International Webster‟s Comprehensive Dictionary fo The English

Language, (Chicago: Trident Press International, 1996.

Thoha, Anis Malik. Tren Pluralisme Agama. Jakarta: Gema Insani Press, 2007.

Tim Peneliti Staf Ahli Bidang Sosial Budaya Badan Intelijen Negara, Deradikalisasi

(Jakarta: BIN RI, 2009.

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan

Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Undang-Undang Nomor 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

269

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Weber, Max. Sosiologi Agama.Yogyakarta: IRCisoD, 2002.

Wijnen, D.J. Van. Pangkal Pinang: Werkelijkheden der Minderheden. Batavia:

Regerings Voorlichtings Dienst, 1946.

William F. O‟neil, Educational Ideologies. Diterjemahkan oleh Omi Intan Naomi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

William Jeynes, Religion, Education, and Academic Success, Cet. United States:

Libraryof Congress in-Publication Data, 2003.

Yakin, Ayang Utriza. Islam Moderat dan Isu-Isu Kontemporer. Cet. 1; Jakarta:

Kencana, 2016.

Yaqin, M. Ainul. Pendidikan Multikultural: Cross-Understanding untuk Demokrasi

dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media, 2005.

Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Hidakarya

Agung, 1993.

Zainudin, M. Pluralisme Agama: Pergulatan Dialogis Islam-Kristen di Indonesia

(Malang: UIN Maliki Press, 2010.

Daradjat, Zakiah. dkk. Ilmu Pengetahuan Islam. Cet. 8; Jakarta: Bumi Aksara-

Depag RI, 2008.

Zebiri. Muslim and Christian: Face to Face. Oxford: Oneworld Kate, 1997.

JURNAL

Abdullah, Irwan. “Dari Bounded System ke Borderless Society: Krisis Metode

Antropologi dalam Memahami Masyarakat Masa Kini”, Jurnal Antropologi

Indonesia, Volume 30 Nomor 2, 2006.

Abdullah, Rachmad. “Pengaruh Agama Liberalisme Radikal Dalam Kurikulum

Pendidikan Nasional”. Jurnal Tawazun, Volume 8 Nomor 2, Juli 2015.

Achmad. “Pluralisme Dalam Problema”. Jurnal Jsh: Jurnal Sosial Humaniora,

Volume 7 Nomor 2, November 2014.

Ahmad, Rois. “Pendidikan Islam Multikultural”. Jurnal Episteme: Jurnal

Pengembangan Ilmu Keislaman, Volume 8 Nomor 2, Nopember 2013. ISSN

1907-7491.

Albert, Wanda. “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, Harmoni

Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding

Konferensi Regional, International Association for The History of Religions,

Yogyakarta dan Semarang, Indonesia 27 September – 03 Oktober 2004.

Al-Mufti, Alex Yusron. “Media dan Kontribusinya dalam Internalisasi Nilai

Pluralisme Agama di Indonesia”. Jurnal Fikrah: Jurnal Ilmu Aqidah dan

Studi Keagamaan. Volume 5 Nomor 2, 2017, ISSN 2354-6147 EISSN

2476-9649.

Anam, Ahmad Muzakkil. “Konsep Pendidikan Pluralisme Abdurrahman Wahid

(Gusdur)”. Jurnal Cendekia, Volume 17, Nomor 1, Januari 2019.

Asrori, Ahmad. “Rekonstruksi dan Reposisi Pendidikan Islam di Indonesia Berbasis

Pendekatan Multikultural” Akademika, Vol. 21, No. 1 Januari-Juni 2016.

270

Ayazi, Michelle. “Islamic Sufism and Education for Peace”, dalam Spirituality

Religion and Peace Education, Editor Edwar J Brantmejer, dkk. Charlotte,

North Carolina: Information Age Publishing, 2010.

Azra, Azyumardi. “Managing Pluralism in Southeast Asia: Indonesian Experience”,

Peace Research, 2004.

Basya, M. Hilaly. “The Concept of Pluralism in Indonesia: a Study of MUI‟s Fatwa

and The Debate Among Muslim Scholars”, dalam Indonesian Journal of

Islam and Muslim Societies (IJIMS), Volume 1 Number 1, 2011.

Biyanto. “Pluralism in The Perspective of Semitic Religions”. Indonesian Journal of

Islam and Muslim Societies. Volume 5, Number 2, 2015. pp.255-282, doi:

10.18326/ijims.v5i2.255.282.

Burley, Mikel. “Religious Pluralisms: From Homogenization to Radicality”, Journal

Sophia. 2018. doi: 10.1007/s11841-017-0636-3.

Casram. “Membangun Sikap Toleransi Beragama dalam Masyarakat Plural”. Jurnal

Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Volume 1 Nomor 2, Juli 2016.

Chaer, Moh. Toriqul, “Islam dan Pendidikan Cinta Damai”. Jurnal Pendidikan

Islam, Volume 2 Nomor 1, 2016.

Dastmalchian, Amir. “Hick‟s Theory of Religion and the Traditional Islamic

Narrative”, Sophia, 53 2014.

Deda dan Mofu. “Masyarakat Hukum Adat dan Hak Ulayat di Provinsi Papua Barat

sebagai Orang Asli Papua ditinjau dari sisi adat dan budaya”. Jurnal

Adminstrasi Publik, Volume 11, Nomor 2, 2 2014.

Dzakie. Fathonah. “Meluruskan Pemahaman Pluralisme dan Pluralisme Agama di

Indonesia, Jurnal Al-Adyan, No.1 Januari 2014.

Fahy, John. “Emergent Religious Pluralism”. Journal.researchgate.net Januari

2019. /publication/ 336046138. doi: 10.1007/978-3-030-13811-0.

Farhana, Nur. “Religious Tolerance: Problems and Challenges”, International

Journal of Islamic Thought, Vol. 3 No. 1 Juni 2013.

Farhana, Nur. “Religious Tolerance: Problems and Challenges”. International

Journal of Islamic Thought, Volume 3, 2016.

Fata, Ahmad Khoirul. “Diskursus dan Kritik Terhadap Teologi Pluralisme Agama di

Indonesia”. Jurnal Miqot. Volume 42 Nomor 1, Januari 2018.

Fawwaz, Ahmad Ghiyats. “Religious Pluralism in Indonesia: Its Advantages And

Challenges”. Journal.researchgate.net. Desember 2018. publication/

330311757, doi: 10.13140/RG.2.2.20955.62241.

Firdausia, Nury. “Al Quran Menjawab Tantangan Pluralisme Terhadap Kerukunan

Umat Beragama”. Jurnal Ulul Albab, Volume 14 Nomor 1, Tahun 2013.

Fitri, Agus Zaenul. “Masa Depan Perguruan Tinggi Islam”. Jurnal Episteme: Jurnal

Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 8, Nomor 2 November 2013. ISSN

1907-7491.

Fitrijah, Hidayati, dkk. “Madrasah dan Sejarah Sosial Pendidikan Islam”. Jurnal Nur

El-Islam, Volume 6, Nomor 1, April 2019.

271

Gada, Mohd Yaseen. “On Pluralism, Religious „Other‟, And The Quran: a Post

September-11 Discourse”. Indonesian Journal of Islam and Muslim

Societies. Volume 6 Number 2, 2016. Pp.241-271, doi: 10.18326 /

ijims.v6i2.241-271,

Ghazali, Adeng Muchtar, “The Concept of Tolerance in Islamic Education”. Journal

of Education, Volume 1, 2014.

Hapsin, Abu. Komarudin, M. Arja Imroni. “Urgensi Regulasi Penyelesaian Konflik

Umat Beragama: Perspektif Tokoh Lintas Agama”. Jurnal Walisongo,

Volume 22 Nomor 2, November 2014.

Hersh, Ricard H. “Moral and Character Education: A Ground Truth Perspective”.

Journal of Character Education Volume 11, 2015.

Ibrahim, Rustam. “Pendidikan Multikultural: Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya

dengan Tujuan Pendidikan Islam”. Jurnal Addin, Volume 7 Nomor 1

Februari 2013.

Janah, Nasitotul. “Merumuskan Kembali Teologi Hubungan Lintas Agama di

Tengah Pengalaman Kemajemukan: Sebuah Pendekatan Terhadap Ayat

Makkiyah dan Madaniyah”. Jurnal Tarbiyatuna, Volume 7 Nomor 1, Juni

2016.

Karomi, Kholid. “Penolakan Ibnu Arabi Terhadap Pluralisme Agama”. Jurnal

Kalimah, Volume 12 Nomor 1, Maret 2014.

Khaerurrozikin, Ahmad. “Problem Sosiologis Pluralisme di Indonesia”. Jurnal

Kalimah, Volume 13 Nomor 1, Maret 2015.

Kumbara, A.A. Ngurah Anom, “Pluralisme dan Pendidikan Multikultural di

Indonesia”. Jurnal Jantra: Jurnal Sejarah dan Budaya, Volume 4 Nomor 7,

2009.

Lehe, Robert T., “A. Critique of Peter Byne‟s Religious Pluralism”. Journal

Religious Studies, 2014.

Ma‟mun, Sukron. “Pluralisme Agama dan Toleransi dalam Islam Perspektif Yusuf

al-Qardhawi”. Journal Binu University: Humaniora, Volume 4 Number 2,

2013.

Magdalena, “Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum”, Jurnal Ta‟allum: Jurnal

Pendidikan Islam, Volume 1 Nomor 2, Nopember 2013. ISSN: 2337-1891.

Mahali, Imam. “Peace Education dan Deradikalisasi Agama”. Jurnal Pendidikan

Islam, Volume 2 Nomor 1, 2013.

Mahmudin, Afif Syaiful. “Pendidikan Islam dan Kesadaran Pluralisme” Ta‟limuna,

Vol. 7 No. 1 Maret 2018, ISSN 2085-2975, h. 36.

Mahmudin, Afif Syaiful. “Pendidikan Islam dan Kesadaran Pluralisme”. Jurnal

Ta‟limuna: Jurnal Pendidikan Islam. Volume 7 Nomor 1, Maret 2018. ISSN

2085-2975.

Mampioper, A. Sistem Birokrasi dan Institusi Budaya Irian Jaya: Pokok

Pembahasan tentang Sejarah Perjalanan Pemerintahan di Irian Jaya

sebelum tahun 1963 dan sebelum berlakunya UU No. 5 Tahun 1979,

Makalah disampaikan dalam Seminar Pembangunan Irian Jaya dan

272

Penelitian Indonesia Bagian Timur II (18-23 Juli 1988), Jayapura: Uncen,

1988.

Mansyur, Saidin. “Agama dan Konflik Sosial: Upaya Merajut Harmoni dalam

Keragaman”, Jurnal Equilibrium: Jurnal Pendidikan, Volume 1 Nomor 2,

2013.

Mardhatillah, Fuad. “Paradigma “Perlawanan” Dalam Konstruksi Pendidikan

Islam”. Jurnal Mudarrisuna, Volume 3 Nomor 2, Juli 2013.

Masyithoh, Novita Dewi. “Dialektika Pluralisme Hukum: Upaya Penyelesaian

Masalah Ancaman Keberagaman dan Keberagamaan di Indonesia”. Jurnal

Penelitian Sosial Keagamaan, Volume 24 Nomor 2, November 2016.

McGrath, Alister, “The Challenge of Pluralism for The Contemporary Christian

Church”, Journal JETS, Vol. 35, No. 3, September 1992.

Miller, John P. “Educating for Wisdom”, dalam Spirituality Religion and Peace

Education, Editor Edwar J Brantmejer, dkk. Charlotte, Nort Carolina:

Information Age Publishing, 2010.

Misbah, M. Islahuddin. dkk., “Pendidikan Toleransi dalam Keluarga Beda Agama”.

Jurnal Mu‟allim, Volume 1 Nomor 1, 2019. E-ISSN: 2655-8912.

Muawanah. “Pentingnya Pendidikan Untuk Tanamkan Sikap Toleran di

Masyarakat”. Jurnal Vijjacariya, Volume 5 Nomor 1, 2018.

Mursalin. “Pendidikan Berbasis Karakter”, The Globe Journal, Vol. 3 No.1 Februari

2013.

Mutakallim, “Pendidikan Pluralisme Melalui Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Berbasis Kemajemukan”, Volume VII, No.2 Juli-Desember 2018.

Nadirsyah Hosen, “Pluralism, Fatwa, and Court in Indonesia: the Case of Yusman

Roy”, Journal of Indonesian Islam, Volume 6 Number 1, Juni 2012, ISSN:

1978-6301.

Pandei, Daud Alfons. “Konsep “Satu Tungku Tiga Batu: Sosio-Kultural Fakfak

Sebagai Model Interaksi Dalam Kehidupan Antarumat Beragama”, Societas

Dei 4, ISSN 2407-0556, Vol. 5 No.1 April 2018.

Rouf, Abdul. “Potret Pendidikan Agama Islam di Sekolah” Jurnal Pendidikan

Agama Islam, Vol.3 No.1. Mei 2015.

Sabara “Kiprah Setengah Abad Yayasan Pendidikan Islam (YAPIS) Papua:

Membangun Harmoni Beragama Melalui Dunia Pendidikan” Jurnal Al-

Qalam” Volume 24 Nomor 1 Juni 2018.

Sahidul, Hasan. “The Pala Dynasty and Religious Pluralism in Bengal”.

Jurnal.researchgate./publication/ 335055943/ Maret 2019.

Saihu,dkk. “Implementasi Pendidikan Pluralisme pada Mata Pelajaran PAI”

Belajea: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 5 No. 1 2020. p-ISSN 2548-3390; e-

ISSN 2548-3404.

Sakirin, Ahmad. “Mengenal Pluralisme Disintegratif Menuju Pluralisme Integratif

Masyarakat Beda Agama”. Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis

Sains, Volume 3 Nomor 2, Tahun 2018.

273

Salman, Abdul Matin bin. “Tuhan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”.

Jurnal el-Tarbawi: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10 Nomor 1, 2017.

Samiyono, David. “Resistensi Agama dan Budaya Masyarakat”. Jurnal Walisongo,

Volume 21 Nomor 2, November 2013.

Setiawan, Johan. “Pemikiran Nurcholish Madjid Tentang Pluralisme Agama Dalam

Konteks Keindonesiaan” Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 5. No. 1

Juli 2019,

Setyanto, Eddy. Hardianto. “Developing Trust Towards Educational Institutions in

Indonesia”. Journal.researchgate.net /publication/333185410. doi:

10.4108/eai.21-11-2018.2282036, Maret 2019.

Siddiq, Akhmad. “Islamic Pluralism In Indonesia: Comparing Fundamentalist And

Liberalist View”. Jurnal Teosofi: Tasawuf dan Pemikiran Islam, Volume 1

Nomor 1, Juni 2011.

Slamet. “Nahdlatul Ulama dan Pluralisme: Studi Pada Strategi Dakwah Pluralisme

NU di Era Reformasi”. Jurnal Komunika, Volume 8 Nomor 1, Januari 2014.

Sugiyarto, “Tantangan Terhadap Eksistensi Negara Bangsa dan Pemaknaan Kembali

Nasionalisme”. Humanika, Volume 16 Nomor 9, tahun 2012.

Sujadmoko, Emmanuel. “Hak Warga Negara Memperoleh Pendidikan”. Jurnal

Konstitusi, Volume 7 Nomor 1, Februari 2010.

Sulisto, Kristian. “Teologi Pluralisme Agama John Hick: Sebuah Dialog Kritis dari

Perspektif Partikularis”, Jurnal Veritas Vol. 2, No. 1, April 2001.

Susanto, Edi. “Pemahaman Pluralisme Agama Pada Mahasiswa STAIN

Pamekasan”. Jurnal Nuansa, Volume 10 Nomor 1, Januari 2013.

Suyatno. “Multikulturalisme Dalam Sistem Pendidikan Agama Islam: Problematika

Pendidikan Agama Islam di Sekolah”. Jurnal Addin, Volume 7 Nomor 1,

Februari 2013.

Syakban, Ismail. “Studi Kritis Konsep Pendidikan Berbasis Pluralisme di Maarif

Isntitute” Tawazun: Jurnal Pendidikan Islam, Vol.12 No. 1 Juni 2019, e-

ISSN: 2654-5845, h. 128-150.

Tahir, Saidna Zulfiqar Bin. “Religious Pluralism of The Indonesian Traditional

Islamic Education Institutions”. Journal.researchgate.net. /publication/

392414556, Desember 2018.

Thomassen, Einar. “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”, Harmoni

Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding

Konferensi Regional, International Association for The History of Religions,

Yogyakarta dan Semarang, Indonesia 27 September – 03 Oktober 2004. h.

252.

Thomassen, Einar. “Pendidikan Agama Dalam Masyarakat Plural”, Harmoni

Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding

Konferensi Regional, International Association for The History of Religions,

Yogyakarta dan Semarang, Indonesia 27 September – 03 Oktober 2004.

Tjeppy. “Understanding of Religious Values As A Means To Prevent Violence In

Educational Institutions In Indonesia”. Journal Mimbar. Vol. 32 No.1 2019.

274

Umam, Khaerul dan Abdul Muiz Ghazali. “Pandangan Tokoh Agama di

Karesidenan Cirebon Dalam Memandang Pluralitas Beragama”. Jurnal

Nuansa: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial dan Keagamaan Islam. Volume 16

Nomor 1, Januari 2019.

Utoyo, Marsudi. “Akar Masalah Konflik Keagamaan di Indonesia”. Jurnal Ilmu

Hukum, Volume 3 No. 1, Desember 2016. doi: http: //doi.org/ 10.5281/

zenodo.1257747.

Utoyo, Marsudi. “Wewenang dan Tugas Pemerintah dalam Perkembangan Paham

Pluralisme Agama”. Jurnal Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 2,

Nomor 1, Desember 2015, p-issn: 2407-3849, e-issn: 2621-9867, doi:

10.5281/zenodo.1257415.

Waghid, Yusef. “Conceptions Of Islamic Education: Pedagogical Framings”. Vol.3;

New York: Peter Lang Publising, 2011.

Wahid, Abdul. “Tendensi Pluralisme dalam Pendidikan Agama Islam: Kritik Teks

Buku Ajar PAI SMU/SMK,” Ulumuna: Jurnal Studi Islam dan Masyarakat,

Vol. 12. No. 2 Juli – Desember 2003.

Wanda Albert, “Model-Model Pendidikan Agama Terpadu di Eropa”, Harmoni

Kehidupan Beragama: Problem, Praktik & Pendidikan, Procedding

Konferensi Regional, International Association for The History of Religions,

Yogyakarta dan Semarang, Indonesia 27 September – 03 Oktober 2004. h.

263.

Wasino. “Indonesia: From Pluralism to Multiculturalism”. Dalam Jurnal Paramita.

Volume 23, Nomor 2, Juli 2013. ISSN: 0854-0039.

Wekke, Ismail Suardi. “Islam di Papua Barat: Tradisi dan Keberagaman”. Jurnal

Pendidikan Antropologi Sosial UNY.

Wibisono, M. Yusuf. “Agama, Kekerasan dan Pluralisme Dalam Islam”. Jurnal

Studi Agama dan Pemikiran Islam. Volume 9 Nomor 2, Desember 2015.

Wibisono, Yusuf. “Agama, Kekerasan dan Pluralisme dalam Islam” Kalam: Jurnal

Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 9, No. 2, Desember 2015.

Wichmann, A. Nova Guinea: Entdeckungsgerschichte von Neu-Guinea [2 Vol.]

(Leiden: Brill, 1909-1910), h. 1-5.

Wichmann, Nova Guinea: Entdeckungsgeschichte von Neu-Guinea, (Leiden: Brill,

1909) (2 Vol.1) 10 h. 10-13, cf. M.W. Stirling, The Native People of New

Guinea. Washington: Smithsonian Institute, 1943.

Wimberley, James. Education for Intercultural and Interfaith Dialogue: A New

Initiative by The Council of Europe Prospects, Vol. 33. No. 2, 2003.

Yahya, Muhammad. “Pendidikan Islam Pluralis dan Multikultural” Lentera

Pendidikan, Vol. 13. No. 2 Desember 2010.

Yahya, Muhammad. “Pendidikan Islam Pluralisme”. Jurnal :Lentera Pendidikan

Vol. 13 No. 2 Desember 2010.

Yani, M. Turhan, dkk. “The Religious Construction of Kiai on Pluralism and

Multiculturalism”. Jurnal el Harakah, Volume 20, Number 2, 2018.

doi:10.18860/el.v20i2.5074.

275

Zuhdi, Muhammad Harfin. “Pluralisme dalam Perspektif Islam”, Jurnal Akademia:

Jurnal Pemikiran Islam, Volume 17 Nomor 1 2012. ISSN 2356-2420.

DISERTASI

Aneu, Taufan. Pendidikan Toleransi Beragama: Kajian Atas Pembelajaran Agama

di Binus School Jakarta, Disertasi SPs UIN Jakarta, Cet. 1; Jakarta: Cinta

Buku Media, 2016.

Assagaf, Husen. Toleransi Beragama Berbasis Budaya Lokal. Disertasi SPs UIN

Jakarta, Tangerang: Cordova Corporation, 2017.

Saihu. Pendidikan Pluralisme Beragama di Bali. Disertasi SPs UIN Jakarta, Cet.1;

Tangerang Selatan: Cinta Buku Media, 2018.

Salim, Arhanuddin. Pendidikan Agama Lintas Iman. Disertasi SPs UIN Jakarta,

Tahun 2016.

Sari, Ramadhanita Mustika. Toleransi Pada Masyarakat Akademik: Studi Kasus di

SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Disertasi SPs UIN Jakarta, Tangerang

Selatan: Young Progressive Muslim, 2015.

Slamet, Mohamad Ibnu Sulaiman. Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat

Majemuk. Disertasi PPs UIN Makassar, 2011, diterbitkan di repositori UIN

Alauddin Makassar.

Wanggai, Toni V.M., Rekonstruksi Sejarah Agama Islam di Papua, Disertasi SPs

UIN Jakarta, Cet. 1; Bandung: 2008.

276

Biodata Penulis

Penulis adalah orang Papua secara geografis karena lahir dan besar

di Papua pada tahun 1981 tanggal 23 Januari, sekalipun disebut

sebagai Papua namun penulis secara etnografi berasal dari suku

Buton karena orang tua dari Sulawesi Tenggara hal ini dapat

diketahui dari nama orang tua La Rakedu dan Ibu Wa Hante, kedua

orang tua inilah penulis diberi nama Hasruddin Dute. Berada di

tengah-tengah keluarga sangat sederhana dan dibesarkan pada kelurahan tanjung ria

dok IX Jayapura, penulis merupakan anak ke-4 dari 7 (tujuh) bersaudara yang

tumbuh dan besar di Jayapura Papua. Pendidikan dasar diselesaikan pada Madrasah

Ibtidaiyah Nurul Huda Yapis Jayapura di sore hari. Kemudian di tahun 1993, penulis

melanjutkan pendidikan M.Ts. pada Pondok Pesantren Babussalam Dolopo Madiun,

belum genap setahun menimba ilmu, penulis melanjutkan pendidikan di Pondok

Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur selama enam tahun untuk

jenjang yang setara dengan madrasah Tsanawiyah dan Aliyah selesai di tahun 1999.

Pendidikan tinggi diselesaikan tahun 2002-2007 pada Universitas Yapis

Papua Jayapura dengan minat PAI pada Fakultas Agama Islam. Pendidikan Magister

diselesaikan tahun 2010-2012 melalui beasiswa kemenag Affirmative Action Dosen

Indonesia Timur pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dengan

konsetrasi Pendidikan dan Keguruan. Pengembaraan menimba ilmu penulis lakukan

lebih jauh lagi dari Makassar dengan bersekolah pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan konsentrasi pilihan

Pendidikan Agama Islam, pada 2018 dan selesai 4 Agustus 2021.

Mengawali karier sebagai guru dimulai pada pondok pesantren Al-Syaikh

Abdul Wahid Bau-Bau selama setahun di tahun 2000, guru pengabdian setelah lulus

sebagai santri Gontor, kemudian pengembaraan pengabdian dilakukan di Jayapura

dengan menjadi guru ngaji di masjid al-Ikhlas dok IX Jayapura serta guru ngaji

privat di tahun 2001. Tahun berikutnya mengadu nasib dijalur yang berbeda dengan

berprofesi sebagai ojek pangkalan, kerja di toko buku, pendistribusi ikan-ikan laut

ke beberapa warung makan. Aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan sambil

melanjutkan pendidikan sarjana pada Sekolah Tinggi Agama Islam Yapis Papua,

dimana pada tahun 2006 STAIS Yapis dimarger menjadi salah satu fakultas agama

Islam pada perguruan tinggi Universitas Yapis Papua, pada kampus tersebutlah

penulis menyelesaikan stata satu yang ditempuh selama 5 tahun.

Selama menjadi mahasiswa dan dalam penyelesaian studi, penulis sepertinya

harus kembali ke basic keilmuan yaitu guru dengan mengajar pada SMA Hikmah

Yapis Jayapura sampai lulus sarjana. Menjadi guru tetap dilakukan pasca lulus dari

FAI Uniyap Jayapura dengan mengajar di SMAN 5 Jayapura. Tahun 2010

dipekerjakan paruh waktu pada program studi PAI Uniyap Jayapura yang menjadi

jalan bagi penulis mendapatkan beasiswa Affirmasi Dosen Indonesia Timur dari

Kemenag RI yang menjadikan penulis dapat melanjutkan studi S2 di Makassar.

Setelah penyelesaian studi magister 2012, penulis kembali ke Jayapura mengabdi

sebagai guru pada perguruan tinggi Yapis hingga sekarang. Kemudian melanjutkan

277

studi S3 pada tahun 2018 mendapatkan beasiswa 5000 Doktor dan dapat

menyelesaikan studi S3 SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 4 Agustus 2021.

Riwayat organisasi, menjadi bagian dari Banser atau barisan anshor serbaguna

ketika menjadi mahasiswa. Kemudian pada tahun 2015 dipercaya menjadi bagian

dari pengurus cabang Nahdlatul Ulama kota Jayapura hingga sekarang.

Karya Ilmiah yang penulis lakukan pada skripsi: Pengaruh sholat pada

disiplin belajar siswa SMA Hikmah Yapis Jayapura, Manajemen Peserta Didik

SMA Negeri 5 Jayapura termuat di Jurnal Khazanah Provinsi Papua; Peranan

Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Sikap Toleransi Beragama Siswa di

SMA Negeri 4 Jayapura, termuat di Tesis; Peranan PAI dalam Meningkatkan

Toleransi Beragama, termuat di Jurnal Tadib; Kebijakan Pemerintah Terhadap

Pendidikan Agama di Sekolah Umum pada Pra Kemerdekaan dan Pasca

Kemerdekaan, Jurnal At-Ta‟dib; Pendidikan Toleransi Hidup Beragama di Yapis

Papua, Jurnal Ilmu Al-Qur‟an; Pembelajaran PAI pada Mahasiswa Multikultural;

Jurnal At-Ta‟dib; Hak Asasi Manusia di Dunia Islam, Jurnal At-Tadib.

Jayapura, 20 Agustus 2021

Hasruddin Dute

278

INDEKS

Lembaga pendidikan, 2, 3, 13, 30, 33,

88, 117, 122, 123, 124, 125, 159

MASYARAKAT PLURALISTIK, i,

x, xiv, 32

non Muslim, 11, 14, 18, 26, 122, 125,

126, 127, 161, 163, 169, 182, 187,

196, 199, 210, 241

PAI, ii, vii, x, xii, xiii, xiv, xv, 1, 3, 4,

10, 11, 12, 13, 14, 21, 24, 26, 27,

30, 43, 44, 51, 54, 59, 69, 87, 89,

93, 96, 130, 131, 137, 139, 140,

141, 142, 143, 144, 151, 152, 155,

156, 157, 158, 159, 162, 164, 165,

166, 167, 168, 169, 170, 171, 172,

173, 174, 175, 177, 178, 179, 180,

181, 183, 184, 185, 186, 187, 188,

189, 190, 191, 192, 193, 194, 195,

196, 197, 199, 200, 201, 202, 203,

204, 205, 206, 207, 208, 209, 210,

211, 212, 213, 214, 215, 216, 217,

218, 219, 220, 221, 222, 223, 224,

225, 226, 227, 228, 229, 230, 231,

233, 234, 236, 237, 238, 239, 240,

241, 242, 243, 244, 245, 246, 248,

249, 250, 251, 253, 256, 259, 260,

262, 7, 8, 13, 14, 5, 6

Papua, ii, iv, v, vi, vii, x, xii, xiii, xv,

1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,

14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23,

24, 25, 26, 27, 30, 32, 99, 100, 101,

102, 103, 104, 105, 106, 107, 108,

109, 110, 111, 112, 113, 114, 115,

116, 117, 118, 119, 121, 122, 123,

124, 125, 126, 127, 128, 129, 130,

131, 132, 134, 135, 136, 138, 139,

140, 141, 142, 143, 144, 145, 146,

147, 148, 149, 150, 151, 152, 153,

154, 155, 156, 158, 159, 160, 161,

162, 163, 164, 165, 169, 170, 171,

172, 175, 176, 177, 180, 182, 184,

185, 186, 188, 189, 191, 192, 194,

195, 200, 201, 210, 211, 212, 219,

223, 224, 225, 228, 231, 235, 236,

237, 238, 239, 240, 241, 242, 243,

246, 247, 248, 249, 250, 251, 253,

254, 255, 256, 257, 258, 259, 261,

262, 263, 3, 4, 5, 10, 13, 14, 15, 5,

7, 8

Pendidikan, ii, iv, v, vi, vii, x, xiii,

xiv, xv, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11,

12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20,

21, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 32,

33, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42,

43, 44, 45, 46, 47, 48, 50, 51, 52,

55, 56, 57, 59, 69, 73, 74, 75, 79,

85, 86, 87, 89, 90, 91, 94, 95, 96,

97, 98, 109, 110, 112, 113, 114,

115, 116, 117, 119, 120, 125, 126,

127, 128, 130, 131, 136, 137, 138,

142, 143, 144, 145, 147, 149, 150,

153, 154, 155, 156, 157, 158, 159,

160, 161, 162, 163, 164, 165, 167,

168, 169, 170, 171, 172, 174, 176,

182, 183, 184, 186, 192, 193, 194,

195, 197, 198, 200, 204, 205, 206,

207, 208, 209, 210, 211, 212, 215,

216, 226, 232, 236, 237, 242, 250,

251, 252, 253, 254, 255, 262, 1, 2,

3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,

15

pluralistik, vii, 1, 3, 4, 10, 11, 12, 13,

14, 30, 32, 33, 45, 97, 131, 145,

147, 152, 155, 262

SMA Hikmah Yapis Jayapura, x, xii,

xv, 11, 14, 26, 131, 132, 133, 134,

147, 148, 151, 152, 157, 158, 162,

192, 216, 217, 218, 219, 220, 221,

222, 223, 224, 225, 226, 227, 228,

229, 230, 231, 232, 233, 234, 235,

237, 240, 241, 245, 247, 250, 255,

258, 259, 260, 2, 3, 9

279

SMK Hikmah Yapis Jayapura, x, xii,

14, 26, 131, 134, 135, 136, 137,

147, 151, 152, 157, 158, 162, 192,

193, 194, 195, 196, 197, 198, 199,

200, 201, 202, 203, 204, 205, 206,

207, 208, 209, 210, 212, 214, 215,

216, 239, 240, 241, 245, 247, 254,

260, 2, 3

strategi pembelajaran, vii, 2, 14, 24,

60, 61, 62, 63, 64, 66, 67, 69, 159,

218, 262

Undang-undang nomor 20 tahun

2003, 6, 39, 47

Universitas Yapis Papua Jayapura,

14, 24, 128, 155, 177, 188

YAPIS, x, xiii, 1, 30, 113, 114, 116,

136, 161, 13

Yayasan Pendidikan Islam, iv, v, vi,

vii, 12, 13, 21, 30, 113, 114, 115,

128, 136

282

B. Foto Dokumentasi

Wawancara SMK Hikmah Yapis Jayapura, Wawancara Dengan Yapis Kota

Praktek Ibadah SMA Hikmah Yapis Jayapura

283

Wawancara Dengan Guru SMA Yapis Wa. Dengan Siswi SMK Yapis

Wawancara Dengan Guru PAI Wawancara Wakil Ketua Yapis Papua

Sekolah dan Kepala Sekolah dibawah Yapis Cabang Kota Jayapura

284

Pembelajaran PAI Pada FTSI dan Fakultas Ilmu Hukum UNIYAP

Wawancara Dengan Mahasiswa FEB Kampus II dan Fakultas Ilmu Hukum

Wawancara Mahasiswa FEBI Uniyap Wawancara Mahasiswa FTSI

285

Wawancara Dengan Tokoh Muslim Papua

Lokasi Penelitian.

1

B. Cek Turnitin 25 Juni 2021 untuk Daftar Ujjian Promosi Doktor