AKURASI METODE INTERPOLASI ISOHYET PADA APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of AKURASI METODE INTERPOLASI ISOHYET PADA APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
AKURASI METODE INTERPOLASI ISOHYET
PADA APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
DI SUMATERA SELATAN
Bambang Beny Setiaji
Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang
Email : [email protected]
ABSTRAK
Salah satu kelebihan aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografi) adalah
penentuan besar curah hujan pada suatu titik pada lintang dan bujur tertentu
di suatu tempat dengan menggunakan metode interpolasi isohyet, yakni garis
yang menghubungkan tempat-tempat yang memiliki curah hujan yang sama
pada peta.
Data yang diolah dalam tulisan ini adalah data yang diperoleh dari 22
stasiun penakar hujan di Sumatera Selatan dalam periode tahun 1990-1999.
Dengan membandingkan nilai curah hujan hasil interpolasi isohyet SIG dengan
data curah hujan hasil pengamatan pada 3 stasiun penakar hujan diperoleh
1
nilai r (korelasi) sebesar 0.70 dan RMSE (Root Mean Square Error) sebesar 107
mm untuk SMPK Sekayu, r sebesar 0.80 dan RMSE sebesar 88 mm untuk SMPK
Lubuk Linggau dan r sebesar 0.87 dan RMSE sebesar 80 mm untuk SMPK Cinta
Manis.
2
BAB I
PENDAHULUAN
Letak geografis Indonesia berada pada posisi 11
lintang utara sampai dengan 6 lintang selatan dan posisi
bujur 95 bujur timur sampai 141 bujur timur. Wilayah
Indonesia berada di antara benua Asia dan Benua
Australia.Wilayah ini juga berada di antara Samudra Hindia
dan Samudra Pasifik. Sebagai wilayah kepulauan terdiri atas
lebih dari 17.500 pulau. Sekitar 70 % wilayah Indonesia
oleh permukaan laut. Pulau-pulau di Indonesia pada umumnya
permukaan daratan yang bergunung-gunung. Terdapat dua
barisan pegunungan yang melintasi wilayah Indonesia yang
merupakan bagian dari barisan pegunungan di dunia. Barisan
pegunungan tersebut adalah Sirkum Pasifik yang melintasi
Pulau Irian dan Sirkum Mediterania yang melintasi Pulau
Sumatera, Jawa Nusa Tenggara, dan Sulawesi. Kedua barisan
pegunungan tersebut bertemu di Kepulauan Maluku. Di
Indonesia terdapat 180 gunung yang memiliki ketinggian
3
diatas 1500 meter secara umum Indonesia memiliki dua musim,
yakni musim hujan dan musim kemarau. Keadaan ini berkaitan
dengan system Monsun. Musim hujan biasanya terjadi selama
bulan Oktober – Maret setiap tahunnya (Swarinoto & Basuki,
2003).
Garis isohyet adalah garis di peta yang menghubungkan
tempat-tempat yang sama endapan hujannya dalam kurun waktu
tertentu (Rafii,1995), seperti pada Gambar.1.
Gambar 1. Peta Isohyet
4
Dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi
(SIG) dalam hal ini ArcView kita dapat dengan mudah membuat
peta isohyet. Aplikasi ArcView adalah tool yang mudah yang
digunakan, memungkinkan kita untuk melakukan organisasi,
me-maintain, menggambarkan dan menganalisa peta dan
informasi spatial. ArcView juga mempunyai kemampuan untuk
menggambarkan , menyelidiki dan melakukan query dan
melakukan analisa spatial. Dengan ArcView, kita dengan cepat
dapat mengubah simbol peta, menambah gambar citra atau5
grafik, menempatkan tanda arah utara, skala batang dan
judul serta mencetak peta dengan kualitas yang baik.
ArcView bekerja dengan data tabuler, citra, text file, data
spreadsheet dan data grafik (Guswanto, 2008). Tampilan
ArcView SIG seperti pada Gambar 2.
Gambar 2
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Endapan (Presipitasi) didefinisikan sebagai bentuk air
cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi. Meskipun
kabut, embun, dan embun beku (frost) dapat berperan dalam
alih kebasahan (moisture) dari atmosfer ke permukaan bumi,
unsur tersebut tidak ditinjau sebagai endapan. Bentuk
endapan adalah hujan, gerimis, salju, dan batu es
hujan(hail). Hujan adalah bentuk endapan yang sering
dijumpai, dan di Indonesia yang dimaksud endapan adalah
curah hujan (Tjasyono, 2004).
Curah hujan dan suhu merupakan unsur iklim yang sangat
penting bagi kehidupan di bumi. Jumlah curah hujan dicatat
7
dalam inci atau milimeter (1 inci = 2,54 mm). Jumlah curah
hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi
permukaan 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam
tanah atau menguap ke atmosfer (Tjasyono, 2004).
Terjadinya hujan dari awan diperlukan beberapa
mekanisme yang berfungsi mendinginkan udara sehingga
menjadikannya jenuh dan selanjutnya jatuh menjadi hujan.
Secara umum pendinginan yang diperlukan ini diperoleh dari
proses pengangkatan massa udara vertikal keatas sampai
mencapai ketinggian yang memenuhi syarat. Adapun mekanisme
pengangkatan ini terjadi melalui suatu sistem konvektif.
Dalam proses ini pengangkatan panas tidak hanya kearah
vertical, tetapi juga kearah horizontal. Proses gerakan
udara vertical dan horizontal yang berkesinambungan
kemudian dikenal sebagai sel konvektif. Pada kondisi
tersebut terdapat adanya aliran udara vertical di bagian
tengah. Aerosol yang bertindak sebagai inti kondensasi
menyebabkan perubahan kelembaban relative yang kemudian
8
akan membentuk tetes air dan pada akhirnya jatuh sebagai
hujan (Tjasyono, 2004).
Berdasarkan proses pembentukannya hujan dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yakni :
1. Hujan konvektif, terjadi bila udara basah naik
keatas pada ketinggian tertentu menyebabkan udara
terkondensasi. Hujan yang jatuh biasanya berupa
shower yang berasal dari jenis awan konveksi yaitu
cumulus dan cumulonimbus.
2. Hujan orografis, bila masa udara melalui pegunungan
naik terkondesasi. Hujan yang jatuh berupa Drizzle
(gerimis) pada sisi pegunungan sepanjang arah
datangnya angin. Sedangkan pada sisi sebaliknya
terdapat langit cerah atau sedikit berawan.
3. Hujan siklon, disebabkan oleh kondensasi gerakan
udara pada daerah konvergensi. Massa udara basah
yang terjadi ketika kurva isobar berbentuk siklon
akan terbentuk campuran awan cumulus dan
menghasilkan hujan lebat. Jika pergerakan sistem
9
siklon lambat maka hujan akan terjadi selama
beberapa jam hingga hari.
4. Hujan Frontal yang diakibatkan oleh bertemunya dua
massa udara yang konvergen horizontal yang
mempunyai temperature dan densitas yang berbeda.
Garis isohyet adalah garis di peta yang menghubungkan
tempat-tempat yang sama endapan hujannya dalam kurun waktu
tertentu (Rafii, 1995). Salah satu kelebihan aplikasi
ArcView Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah membuat
peta isohyet dengan menggunakan data curah hujan dari
beberapa stasiun penakar hujan dan menentukan besar curah
hujan pada suatu titik pada lintang dan bujur yang
diinginkan. Metode yang digunakan ArcView adalah metode
interpolasi grid secara Inverse Distance Weighted (IDW) yaitu
interpolasi yang mengasumsikan setiap nilai yang di
masukkan pada suatu titik mempunyai pengaruh lokal terhadap
titik lain sesuai jaraknya. Dengan memasukkan nilai curah
hujan pada titik pada peta maka interpolasi dengan metode
IDW akan menghasilkan peta isohyet seperti pada Gambar. 2
10
Gambar. 2
Dengan metode korelasi maka dapat dicari hubungan
linier antara nilai curah hujan berdasarkan perhitungan
interpolasi isohyet SIG dengan pengukuran nilai curah hujan
berdasarkan hasil observasi. Untuk mengetahui hubungan
liniernya maka dihitung koefesien korelasi dimana semakin
tinggi nilai koefesien korelasi positif (bersama fase)
menunjukan semakin kuat hubungan linier antara kedua
kelompok data tersebut.11
Adapun besarnya koefesien korelasi dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan seperti berikut Sugiyono,
2005:
Dengan: r(x,y) = nilai koefesien korelasi antara variabel
xi = nilai curah hujan hasil perhitungan interpolasi
isohyet SIG dengan yi = nilai curah hujan hasil Observasi.
Adapun kriteria nilai koefesien korelasi dari
persamaan diatas dapat ditunjukan sebagai berikut ini:
Jika harga r(x,y) bernilai positif berarti kedua variabel x
dan y berbanding lurus dan mendekati harga +1 berarti
hubungan antara kedua variabel x dan y bersifat sangat
kuat bersamaan fase.
Jika harga r(x,y) bernilai negatif berarti kedua variabel
berbanding terbalik dan mendekati harga –1 berarti
12
nxiyi – (xi)(yi)r(x,y) =
_____________________________________________ ............................2.1
hubungan antara kedua variabel x dan y bersifat sangat
kuat berlawanan fase.
Jika harga r(x,y) ≥ +0,5 atau r(x,y) ≤ - 0,5 berarti
hubungan antara kedua varibel x dan y dianggap cukup
kuat.
Jika harga r(x,y) < +0,5 atau r(x,y) >- 0,5 berarti
hubungan antara kedua variabel x dan y dianggap lemah.
Dan untuk menghitung nilai kesalahan (error) antara
hasil perhitungan antara nilai curah hujan berdasarkan
perhitungan interpolasi isohyet SIG dengan pengukuran nilai
curah hujan berdasarkan hasil observasi dihitung dengan
menggunakan persamaan root mean square error (RMSE).
Persamaannya adalah sebagai berikut:
Dengan: RMSE = Root Mean Square Error , n = jumlah data nilai
curah hujan, baik dengan perhitungan interpolasi isohyet
SIG maupun dengan pengukuran observasi, RRhit = nilai curah
hujan hasil perhitungan interpolasi isohyet SIG (mm) dan
13
RMSE = ____ (RRhit - RRobs)2 .......................2.2
n i=1
1
RRobs = nilai curah hujan hasil observasi (mm). Dimana nilai
RMSE yang lebih kecil mendekati nilai 0 (nol) menunjukkan
bahwa nilai curah hujan hasil perhitungan interpolasi
isohyet SIG (RRhit) semakin mendekati nilai curah hujan
berdasarkan hasil observasi (RRobs). Sebaliknya semakin
besar nilai RMSE maka semakin jauh hasil perhitungan
terhadap nilai observasinya.
BAB III
DATA DAN METODE
3.1.Data
Data yang dipergunakan dalam kajian ini merupakan data
curah hujan bulanan dari 22 stasiun penakar hujan di
Sumatera Selatan dalam periode tahun 1990-1999 yang
14
diperoleh dari Stasiun Klimatologi Kenten Palembang. Format
data dibuat seperti pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1.
STASIUN HUJAN BUJUR LINTANG JAN 1990 … DES 1999Sanna 104.59 -2.96 RR Sanna 1 … RR Sanna 120
Alicia 104.54 -2.94 RR Alicia 1 … RR Alicia 120
Melania 104.56 -2.96 RR Melania 1 … RR Melania 120
Sungai Lilin 104.05 -2.52 RR Sungai Lilin 1 … RR Sungai Lilin 120
Belitang 104.65 -4.11 RR Belitang 1 … RR Belitang 120
Baturaja 104.17 -4.12 RR Baturaja 1 … RR Baturaja 120
Prabumulih 104.23 -3.44 RR Prabumulih 1 … RR Prabumulih 120
Gelumbang 104.45 -3.25 RR Gelumbang 1 … RR Gelumbang 120
Muara Beliti 103.04 -3.25 RR Muara Beliti 1 … RR Muara Beliti 120
Muara Rupit 102.92 -2.72 RR Muara Rupit 1 … RR Muara Rupit 120
Tugumulyo 102.95 -3.19 RR Tugumulyo 1 … RR Tugumulyo 120
Plaju 104.82 -3.00 RR Plaju 1 … RR Plaju 120
StaMet SMB II 104.70 -2.90 RR StaMet SMB II 1 … RR StaMet SMB II 120
StaKlim Kenten 104.77 -2.93 RR StaKlim Kenten 1 … RR StaKlim Kenten 120
SMPK Tanjung Tebat
103.46 -3.97 RR SMPK Tanjung Tebat 1 … RR SMPK Tanjung Tebat 120
Tebing Tinggi 103.08 -3.60 RR Tebing Tinggi 1 … RR Tebing Tinggi 120
Diperta Kab. Lahat
103.56 -3.76 RR Diperta Kab. Lahat 1 … RR Diperta Kab. Lahat 120
Indralaya 104.66 -3.23 RR Indralaya 1 … RR Indralaya 120
SMPK Kayu Agung 104.82 -3.40 RR SMPK Kayu Agung 1 … RR SMPK Kayu Agung 120
3.2. Metode
15
Format data seperti pada Tabel 1 diolah dengan
menggunakan aplikasi ArcView SIG selanjutnya ditentukan nilai
curah hujan yang diperoleh dengan interpolasi isohyet
(RRhit) pada 3 stasiun penakar hujan yakni Stasiun Penakar
Hujan Sekayu, Lubuk Linggau dan Cinta Manis dihitung
tingkat keakurasiannnya dengan metode statistik yakni
penentuan nilai korelasi (r) dan root mean sqare error (RMSE).
Format datanya seperti pada Tabel 2.
Tabel 2
Stasiun Penakar Hujan
Tanggal RRObs RRHit (RRHit-RRObs)2
Jan-90 RRObs1 RRHit1 (RRHit-RRObs)21
… … … …
Dec-99 RRObs120 RRHit120 (RRHit-RRObs)2120
r (korelasi) r
RMSE RMSE
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Koefisien Korelasi (r)
Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi (r) yang
diperoleh dari aplikasi persamaan (2.1) antara nilai curah
hujan berdasarkan perhitungan interpolasi isohyet SIG
(RRhit) dengan pengukuran nilai curah hujan berdasarkan
hasil observasi (RRobs) adalah seperti pada Tabel 1 berikut:
Tabel 3
Stasiun Penakar
Hujan
r (Koefisien
Korelasi)
SMPK Sekayu 0.70
SMPK Lubuk 0.80
17
Linggau
SMPK Cinta Manis 0.87
artinya derajat hubungan linear antara kedua kelompok data
sampel RRhit dan RRobs di semua stasiun penakar hujan di atas
ternyata kuat dan juga memiliki kesamaan fase. Berikut
grafik nilai curah hujan berdasarkan perhitungan
interpolasi isohyet SIG (RRhit) dengan pengukuran nilai
curah hujan berdasarkan hasil observasi (RRobs) pada masing-
masing stasiun :
Grafik 1. SMPK Sekayu
0100200300400500600700
Jan-9
0
Jan-9
1
Jan-9
2
Jan-9
3
Jan-9
4
Jan-9
5
Jan-9
6
Jan-9
7
Jan-9
8
Jan-9
9
RRObs (mm)RRHit (mm)
18
Grafik 2. SMPK Lubuk Linggau
0100200300400500600700
Jan-9
0
Jan-9
1
Jan-9
2
Jan-9
3
Jan-9
4
Jan-9
5
Jan-9
6
Jan-9
7
Jan-9
8
Jan-9
9
RRObs (mm)RRHit (mm)
Grafik 2. SMPK Cinta Manis
0100200300400500600700800
Jan-9
0
Jan-9
1
Jan-9
2
Jan-9
3
Jan-9
4
Jan-9
5
Jan-9
6
Jan-9
7
Jan-9
8
Jan-9
9RRObs (mm)RRHit (mm)
4.2. Hasil Root Mean Square Error (RMSE)
Hasil perhitungan nilai Root Mean Square Error (RMSE)
yang diperoleh dari aplikasi persamaan (2.2) antara nilai
curah hujan berdasarkan perhitungan interpolasi isohyet SIG
(RRhit) dengan pengukuran nilai curah hujan berdasarkan
hasil observasi (RRobs) adalah seperti pada Tabel 1 berikut:
19
Stasiun Penakar
Hujan
RMSE (Root Mean Square
Error)
SMPK Sekayu 107 mm
SMPK Lubuk
Linggau
84 mm
SMPK Cinta Manis 80 mm
artinya nilai curah hujan berdasarkan perhitungan
interpolasi isohyet SIG pada SMPK Cinta Manis paling
mendekati nilai curah hujan berdasarkan hasil observasinya
dengan RMSE (Root Mean Square Error) sebesar 80 mm.
20
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bardasarkan pada uraian tersebut di atas dapat
diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai koefisien korelasi (r) antara nilai curah hujan
berdasarkan perhitungan interpolasi isohyet SIG (RRhit)
dengan pengukuran nilai curah hujan berdasarkan hasil
observasi (RRobs) menunjukkan bahwa keduanya memiliki
kaitan linear yang kuat dan juga kesamaan fase.
2. Nilai Root Mean Square Error (RMSE) menunjukkan bahwa
nilai curah hujan berdasarkan perhitungan interpolasi
isohyet SIG (RRhit) mendekati nilai curah hujan
berdasarkan hasil observasi (RRobs).
3. Ternyata aplikasi ArcView pada Sistem Informasi
Geografis cukup memadai untuk digunakan secara
21
operasional dalam memenuhi keperluan meteorologi
khususnya dalam pembuatan peta isohyet dan penentuan
nilai interpolasi curah hujan.
5.2 Saran
1. Menggunakan ArcView pada Sistem Informasi Geografis
(SIG) pada stasiun-stasiun BMG yang lain dalam
pembuatan peta isohyet dan penentuan nilai interpolasi
curah hujan.
2. Menggunakan data curah hujan yang diperoleh dari
jaringan stasiun penakar hujan yang merata dan banyak
akan meningkatkan ketepatan interpolasi isohyet pada
aplikasi ArcView pada Sistem Informasi Geografis (SIG).
22
DAFTAR PUSTAKA
Drs. SURYATNA RAFII. Meteorologi dan Klimatologi, Jakarta 1995.
BAYONG TJASYONO .HK. Klimatologi, Bandung 2004.
GUSWANTO, MSi. Aplikasi Sistem Informasi Geografi dalam Bidang Meteorologi
dan Geofisika, Jakarta 2008
23