AKURASI METODE INTERPOLASI ISOHYET PADA APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

24
AKURASI METODE INTERPOLASI ISOHYET PADA APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI SUMATERA SELATAN Bambang Beny Setiaji Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Email : [email protected] ABSTRAK Salah satu kelebihan aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografi) adalah penentuan besar curah hujan pada suatu titik pada lintang dan bujur tertentu di suatu tempat dengan menggunakan metode interpolasi isohyet, yakni garis yang menghubungkan tempat-tempat yang memiliki curah hujan yang sama pada peta. Data yang diolah dalam tulisan ini adalah data yang diperoleh dari 22 stasiun penakar hujan di Sumatera Selatan dalam periode tahun 1990-1999. Dengan membandingkan nilai curah hujan hasil interpolasi isohyet SIG dengan data curah hujan hasil pengamatan pada 3 stasiun penakar hujan diperoleh 1

Transcript of AKURASI METODE INTERPOLASI ISOHYET PADA APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

AKURASI METODE INTERPOLASI ISOHYET

PADA APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

DI SUMATERA SELATAN

Bambang Beny Setiaji

Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang

Email : [email protected]

ABSTRAK

Salah satu kelebihan aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografi) adalah

penentuan besar curah hujan pada suatu titik pada lintang dan bujur tertentu

di suatu tempat dengan menggunakan metode interpolasi isohyet, yakni garis

yang menghubungkan tempat-tempat yang memiliki curah hujan yang sama

pada peta.

Data yang diolah dalam tulisan ini adalah data yang diperoleh dari 22

stasiun penakar hujan di Sumatera Selatan dalam periode tahun 1990-1999.

Dengan membandingkan nilai curah hujan hasil interpolasi isohyet SIG dengan

data curah hujan hasil pengamatan pada 3 stasiun penakar hujan diperoleh

1

nilai r (korelasi) sebesar 0.70 dan RMSE (Root Mean Square Error) sebesar 107

mm untuk SMPK Sekayu, r sebesar 0.80 dan RMSE sebesar 88 mm untuk SMPK

Lubuk Linggau dan r sebesar 0.87 dan RMSE sebesar 80 mm untuk SMPK Cinta

Manis.

2

BAB I

PENDAHULUAN

Letak geografis Indonesia berada pada posisi 11

lintang utara sampai dengan 6 lintang selatan dan posisi

bujur 95 bujur timur sampai 141 bujur timur. Wilayah

Indonesia berada di antara benua Asia dan Benua

Australia.Wilayah ini juga berada di antara Samudra Hindia

dan Samudra Pasifik. Sebagai wilayah kepulauan terdiri atas

lebih dari 17.500 pulau. Sekitar 70 % wilayah Indonesia

oleh permukaan laut. Pulau-pulau di Indonesia pada umumnya

permukaan daratan yang bergunung-gunung. Terdapat dua

barisan pegunungan yang melintasi wilayah Indonesia yang

merupakan bagian dari barisan pegunungan di dunia. Barisan

pegunungan tersebut adalah Sirkum Pasifik yang melintasi

Pulau Irian dan Sirkum Mediterania yang melintasi Pulau

Sumatera, Jawa Nusa Tenggara, dan Sulawesi. Kedua barisan

pegunungan tersebut bertemu di Kepulauan Maluku. Di

Indonesia terdapat 180 gunung yang memiliki ketinggian

3

diatas 1500 meter secara umum Indonesia memiliki dua musim,

yakni musim hujan dan musim kemarau. Keadaan ini berkaitan

dengan system Monsun. Musim hujan biasanya terjadi selama

bulan Oktober – Maret setiap tahunnya (Swarinoto & Basuki,

2003).

Garis isohyet adalah garis di peta yang menghubungkan

tempat-tempat yang sama endapan hujannya dalam kurun waktu

tertentu (Rafii,1995), seperti pada Gambar.1.

Gambar 1. Peta Isohyet

4

Dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografi

(SIG) dalam hal ini ArcView kita dapat dengan mudah membuat

peta isohyet. Aplikasi ArcView adalah tool yang mudah yang

digunakan, memungkinkan kita untuk melakukan organisasi,

me-maintain, menggambarkan dan menganalisa peta dan

informasi spatial. ArcView juga mempunyai kemampuan untuk

menggambarkan , menyelidiki dan melakukan query dan

melakukan analisa spatial. Dengan ArcView, kita dengan cepat

dapat mengubah simbol peta, menambah gambar citra atau5

grafik, menempatkan tanda arah utara, skala batang dan

judul serta mencetak peta dengan kualitas yang baik.

ArcView bekerja dengan data tabuler, citra, text file, data

spreadsheet dan data grafik (Guswanto, 2008). Tampilan

ArcView SIG seperti pada Gambar 2.

Gambar 2

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Endapan (Presipitasi) didefinisikan sebagai bentuk air

cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi. Meskipun

kabut, embun, dan embun beku (frost) dapat berperan dalam

alih kebasahan (moisture) dari atmosfer ke permukaan bumi,

unsur tersebut tidak ditinjau sebagai endapan. Bentuk

endapan adalah hujan, gerimis, salju, dan batu es

hujan(hail). Hujan adalah bentuk endapan yang sering

dijumpai, dan di Indonesia yang dimaksud endapan adalah

curah hujan (Tjasyono, 2004).

Curah hujan dan suhu merupakan unsur iklim yang sangat

penting bagi kehidupan di bumi. Jumlah curah hujan dicatat

7

dalam inci atau milimeter (1 inci = 2,54 mm). Jumlah curah

hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi

permukaan 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam

tanah atau menguap ke atmosfer (Tjasyono, 2004).

Terjadinya hujan dari awan diperlukan beberapa

mekanisme yang berfungsi mendinginkan udara sehingga

menjadikannya jenuh dan selanjutnya jatuh menjadi hujan.

Secara umum pendinginan yang diperlukan ini diperoleh dari

proses pengangkatan massa udara vertikal keatas sampai

mencapai ketinggian yang memenuhi syarat. Adapun mekanisme

pengangkatan ini terjadi melalui suatu sistem konvektif.

Dalam proses ini pengangkatan panas tidak hanya kearah

vertical, tetapi juga kearah horizontal. Proses gerakan

udara vertical dan horizontal yang berkesinambungan

kemudian dikenal sebagai sel konvektif. Pada kondisi

tersebut terdapat adanya aliran udara vertical di bagian

tengah. Aerosol yang bertindak sebagai inti kondensasi

menyebabkan perubahan kelembaban relative yang kemudian

8

akan membentuk tetes air dan pada akhirnya jatuh sebagai

hujan (Tjasyono, 2004).

Berdasarkan proses pembentukannya hujan dapat

diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yakni :

1. Hujan konvektif, terjadi bila udara basah naik

keatas pada ketinggian tertentu menyebabkan udara

terkondensasi. Hujan yang jatuh biasanya berupa

shower yang berasal dari jenis awan konveksi yaitu

cumulus dan cumulonimbus.

2. Hujan orografis, bila masa udara melalui pegunungan

naik terkondesasi. Hujan yang jatuh berupa Drizzle

(gerimis) pada sisi pegunungan sepanjang arah

datangnya angin. Sedangkan pada sisi sebaliknya

terdapat langit cerah atau sedikit berawan.

3. Hujan siklon, disebabkan oleh kondensasi gerakan

udara pada daerah konvergensi. Massa udara basah

yang terjadi ketika kurva isobar berbentuk siklon

akan terbentuk campuran awan cumulus dan

menghasilkan hujan lebat. Jika pergerakan sistem

9

siklon lambat maka hujan akan terjadi selama

beberapa jam hingga hari.

4. Hujan Frontal yang diakibatkan oleh bertemunya dua

massa udara yang konvergen horizontal yang

mempunyai temperature dan densitas yang berbeda.

Garis isohyet adalah garis di peta yang menghubungkan

tempat-tempat yang sama endapan hujannya dalam kurun waktu

tertentu (Rafii, 1995). Salah satu kelebihan aplikasi

ArcView Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah membuat

peta isohyet dengan menggunakan data curah hujan dari

beberapa stasiun penakar hujan dan menentukan besar curah

hujan pada suatu titik pada lintang dan bujur yang

diinginkan. Metode yang digunakan ArcView adalah metode

interpolasi grid secara Inverse Distance Weighted (IDW) yaitu

interpolasi yang mengasumsikan setiap nilai yang di

masukkan pada suatu titik mempunyai pengaruh lokal terhadap

titik lain sesuai jaraknya. Dengan memasukkan nilai curah

hujan pada titik pada peta maka interpolasi dengan metode

IDW akan menghasilkan peta isohyet seperti pada Gambar. 2

10

Gambar. 2

Dengan metode korelasi maka dapat dicari hubungan

linier antara nilai curah hujan berdasarkan perhitungan

interpolasi isohyet SIG dengan pengukuran nilai curah hujan

berdasarkan hasil observasi. Untuk mengetahui hubungan

liniernya maka dihitung koefesien korelasi dimana semakin

tinggi nilai koefesien korelasi positif (bersama fase)

menunjukan semakin kuat hubungan linier antara kedua

kelompok data tersebut.11

Adapun besarnya koefesien korelasi dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan seperti berikut Sugiyono,

2005:

Dengan: r(x,y) = nilai koefesien korelasi antara variabel

xi = nilai curah hujan hasil perhitungan interpolasi

isohyet SIG dengan yi = nilai curah hujan hasil Observasi.

Adapun kriteria nilai koefesien korelasi dari

persamaan diatas dapat ditunjukan sebagai berikut ini:

Jika harga r(x,y) bernilai positif berarti kedua variabel x

dan y berbanding lurus dan mendekati harga +1 berarti

hubungan antara kedua variabel x dan y bersifat sangat

kuat bersamaan fase.

Jika harga r(x,y) bernilai negatif berarti kedua variabel

berbanding terbalik dan mendekati harga –1 berarti

12

nxiyi – (xi)(yi)r(x,y) =

_____________________________________________ ............................2.1

hubungan antara kedua variabel x dan y bersifat sangat

kuat berlawanan fase.

Jika harga r(x,y) ≥ +0,5 atau r(x,y) ≤ - 0,5 berarti

hubungan antara kedua varibel x dan y dianggap cukup

kuat.

Jika harga r(x,y) < +0,5 atau r(x,y) >- 0,5 berarti

hubungan antara kedua variabel x dan y dianggap lemah.

Dan untuk menghitung nilai kesalahan (error) antara

hasil perhitungan antara nilai curah hujan berdasarkan

perhitungan interpolasi isohyet SIG dengan pengukuran nilai

curah hujan berdasarkan hasil observasi dihitung dengan

menggunakan persamaan root mean square error (RMSE).

Persamaannya adalah sebagai berikut:

Dengan: RMSE = Root Mean Square Error , n = jumlah data nilai

curah hujan, baik dengan perhitungan interpolasi isohyet

SIG maupun dengan pengukuran observasi, RRhit = nilai curah

hujan hasil perhitungan interpolasi isohyet SIG (mm) dan

13

RMSE = ____ (RRhit - RRobs)2 .......................2.2

n i=1

1

RRobs = nilai curah hujan hasil observasi (mm). Dimana nilai

RMSE yang lebih kecil mendekati nilai 0 (nol) menunjukkan

bahwa nilai curah hujan hasil perhitungan interpolasi

isohyet SIG (RRhit) semakin mendekati nilai curah hujan

berdasarkan hasil observasi (RRobs). Sebaliknya semakin

besar nilai RMSE maka semakin jauh hasil perhitungan

terhadap nilai observasinya.

BAB III

DATA DAN METODE

3.1.Data

Data yang dipergunakan dalam kajian ini merupakan data

curah hujan bulanan dari 22 stasiun penakar hujan di

Sumatera Selatan dalam periode tahun 1990-1999 yang

14

diperoleh dari Stasiun Klimatologi Kenten Palembang. Format

data dibuat seperti pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1.

STASIUN HUJAN BUJUR LINTANG JAN 1990 … DES 1999Sanna 104.59 -2.96 RR Sanna 1 … RR Sanna 120

Alicia 104.54 -2.94 RR Alicia 1 … RR Alicia 120

Melania 104.56 -2.96 RR Melania 1 … RR Melania 120

Sungai Lilin 104.05 -2.52 RR Sungai Lilin 1 … RR Sungai Lilin 120

Belitang 104.65 -4.11 RR Belitang 1 … RR Belitang 120

Baturaja 104.17 -4.12 RR Baturaja 1 … RR Baturaja 120

Prabumulih 104.23 -3.44 RR Prabumulih 1 … RR Prabumulih 120

Gelumbang 104.45 -3.25 RR Gelumbang 1 … RR Gelumbang 120

Muara Beliti 103.04 -3.25 RR Muara Beliti 1 … RR Muara Beliti 120

Muara Rupit 102.92 -2.72 RR Muara Rupit 1 … RR Muara Rupit 120

Tugumulyo 102.95 -3.19 RR Tugumulyo 1 … RR Tugumulyo 120

Plaju 104.82 -3.00 RR Plaju 1 … RR Plaju 120

StaMet SMB II 104.70 -2.90 RR StaMet SMB II 1 … RR StaMet SMB II 120

StaKlim Kenten 104.77 -2.93 RR StaKlim Kenten 1 … RR StaKlim Kenten 120

SMPK Tanjung Tebat

103.46 -3.97 RR SMPK Tanjung Tebat 1 … RR SMPK Tanjung Tebat 120

Tebing Tinggi 103.08 -3.60 RR Tebing Tinggi 1 … RR Tebing Tinggi 120

Diperta Kab. Lahat

103.56 -3.76 RR Diperta Kab. Lahat 1 … RR Diperta Kab. Lahat 120

Indralaya 104.66 -3.23 RR Indralaya 1 … RR Indralaya 120

SMPK Kayu Agung 104.82 -3.40 RR SMPK Kayu Agung 1 … RR SMPK Kayu Agung 120

3.2. Metode

15

Format data seperti pada Tabel 1 diolah dengan

menggunakan aplikasi ArcView SIG selanjutnya ditentukan nilai

curah hujan yang diperoleh dengan interpolasi isohyet

(RRhit) pada 3 stasiun penakar hujan yakni Stasiun Penakar

Hujan Sekayu, Lubuk Linggau dan Cinta Manis dihitung

tingkat keakurasiannnya dengan metode statistik yakni

penentuan nilai korelasi (r) dan root mean sqare error (RMSE).

Format datanya seperti pada Tabel 2.

Tabel 2

 Stasiun Penakar Hujan

 

Tanggal RRObs RRHit (RRHit-RRObs)2

Jan-90 RRObs1 RRHit1 (RRHit-RRObs)21

… … … …

Dec-99 RRObs120 RRHit120 (RRHit-RRObs)2120

r (korelasi) r

RMSE RMSE

16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Koefisien Korelasi (r)

Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi (r) yang

diperoleh dari aplikasi persamaan (2.1) antara nilai curah

hujan berdasarkan perhitungan interpolasi isohyet SIG

(RRhit) dengan pengukuran nilai curah hujan berdasarkan

hasil observasi (RRobs) adalah seperti pada Tabel 1 berikut:

Tabel 3

Stasiun Penakar

Hujan

r (Koefisien

Korelasi)

SMPK Sekayu 0.70

SMPK Lubuk 0.80

17

Linggau

SMPK Cinta Manis 0.87

artinya derajat hubungan linear antara kedua kelompok data

sampel RRhit dan RRobs di semua stasiun penakar hujan di atas

ternyata kuat dan juga memiliki kesamaan fase. Berikut

grafik nilai curah hujan berdasarkan perhitungan

interpolasi isohyet SIG (RRhit) dengan pengukuran nilai

curah hujan berdasarkan hasil observasi (RRobs) pada masing-

masing stasiun :

Grafik 1. SMPK Sekayu

0100200300400500600700

Jan-9

0

Jan-9

1

Jan-9

2

Jan-9

3

Jan-9

4

Jan-9

5

Jan-9

6

Jan-9

7

Jan-9

8

Jan-9

9

RRObs (mm)RRHit (mm)

18

Grafik 2. SMPK Lubuk Linggau

0100200300400500600700

Jan-9

0

Jan-9

1

Jan-9

2

Jan-9

3

Jan-9

4

Jan-9

5

Jan-9

6

Jan-9

7

Jan-9

8

Jan-9

9

RRObs (mm)RRHit (mm)

Grafik 2. SMPK Cinta Manis

0100200300400500600700800

Jan-9

0

Jan-9

1

Jan-9

2

Jan-9

3

Jan-9

4

Jan-9

5

Jan-9

6

Jan-9

7

Jan-9

8

Jan-9

9RRObs (mm)RRHit (mm)

4.2. Hasil Root Mean Square Error (RMSE)

Hasil perhitungan nilai Root Mean Square Error (RMSE)

yang diperoleh dari aplikasi persamaan (2.2) antara nilai

curah hujan berdasarkan perhitungan interpolasi isohyet SIG

(RRhit) dengan pengukuran nilai curah hujan berdasarkan

hasil observasi (RRobs) adalah seperti pada Tabel 1 berikut:

19

Stasiun Penakar

Hujan

RMSE (Root Mean Square

Error)

SMPK Sekayu 107 mm

SMPK Lubuk

Linggau

84 mm

SMPK Cinta Manis 80 mm

artinya nilai curah hujan berdasarkan perhitungan

interpolasi isohyet SIG pada SMPK Cinta Manis paling

mendekati nilai curah hujan berdasarkan hasil observasinya

dengan RMSE (Root Mean Square Error) sebesar 80 mm.

20

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Bardasarkan pada uraian tersebut di atas dapat

diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai koefisien korelasi (r) antara nilai curah hujan

berdasarkan perhitungan interpolasi isohyet SIG (RRhit)

dengan pengukuran nilai curah hujan berdasarkan hasil

observasi (RRobs) menunjukkan bahwa keduanya memiliki

kaitan linear yang kuat dan juga kesamaan fase.

2. Nilai Root Mean Square Error (RMSE) menunjukkan bahwa

nilai curah hujan berdasarkan perhitungan interpolasi

isohyet SIG (RRhit) mendekati nilai curah hujan

berdasarkan hasil observasi (RRobs).

3. Ternyata aplikasi ArcView pada Sistem Informasi

Geografis cukup memadai untuk digunakan secara

21

operasional dalam memenuhi keperluan meteorologi

khususnya dalam pembuatan peta isohyet dan penentuan

nilai interpolasi curah hujan.

5.2 Saran

1. Menggunakan ArcView pada Sistem Informasi Geografis

(SIG) pada stasiun-stasiun BMG yang lain dalam

pembuatan peta isohyet dan penentuan nilai interpolasi

curah hujan.

2. Menggunakan data curah hujan yang diperoleh dari

jaringan stasiun penakar hujan yang merata dan banyak

akan meningkatkan ketepatan interpolasi isohyet pada

aplikasi ArcView pada Sistem Informasi Geografis (SIG).

22

DAFTAR PUSTAKA

Drs. SURYATNA RAFII. Meteorologi dan Klimatologi, Jakarta 1995.

BAYONG TJASYONO .HK. Klimatologi, Bandung 2004.

GUSWANTO, MSi. Aplikasi Sistem Informasi Geografi dalam Bidang Meteorologi

dan Geofisika, Jakarta 2008

23

GUSWANTO, MSi. Modul Penggunaan ArcView, Jakarta 2008

SUGIYONO. Statistik untuk Penelitian, Bandung 2005.

YUNUS S.SWARINOTO & BASUKI,Evaluasi Curah Hujan dalam 20 TahunTerakhir di Surabaya, Jakarta 2003.

24