5 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan ...

52
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan merupakan suatu struktur yang berfungsi sebagai konektor antara dua tempat yang memiliki sebuah halangan atau rintangan. Rintangan yang dimaksud dapat berupa sungai, jurang, saluran drainase, rel kereta api, rawa danau dan lain lain. Pengertian yang lain dapat diartikan bahwa jembatan memiliki fungsi pemberian layanan infrastruktur keselamatan untuk para pengguna jasa lalu lintas, perencanaan jembatan harus mempertimbangkan beberapa hal salah satunya persyaratan teknis, kebutuhan dalam pemenuhan pelayanan transportasi, dan lain sebagainya. Jembatan merupakan bagian dari infrastruktur darat yang sangat krusial dalam mengontrol arus perjalanan (traffic flows). Selain memiliki fungsi sebagai penghubung atau konektor jalur transportasi, jembatan juga berperan penting dalam penyambung serta pengembang perekonomian bagi suatu daerah. Bahkan sebuah jembatan dapat dijadikan sebuah ikon/simbol dari daerah tersebut. Kesimpulan dari penjelasan di atas, bahwa jembatan merupakan bagian dari sistem transportasi yang terdiri dari: (Bambang Supriyadi, 2007) 1. Jika jembatan runtuh sistem akan lumpuh 2. Merupakan pengontrol kapasitas dari sistem, dan 3. Mempunyai biaya tertinggi per mil dari sistem Pada perencanaan jembatan mutu yang dimiliki struktur beton prategang tentunya di atas mutu rata-rata diatas mutu beton bertulang konvensional. Yang mana beton prategang terfokus pada pemberian tegangan internal dengan besaran dan distribusi sedemikian rupa untuk mengimbangi beban yang bekerja dari luar. Dalam pemilihan beton prategang sebagai komponen penyusun jembatan ini karena beton prategang memiliki beberapa kelebihan: 1. Dapat menahan beban yang lebih besar dibandingkan dengan beton normal.

Transcript of 5 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan ...

5

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Jembatan merupakan suatu struktur yang berfungsi sebagai konektor antara

dua tempat yang memiliki sebuah halangan atau rintangan. Rintangan yang

dimaksud dapat berupa sungai, jurang, saluran drainase, rel kereta api, rawa danau

dan lain lain. Pengertian yang lain dapat diartikan bahwa jembatan memiliki fungsi

pemberian layanan infrastruktur keselamatan untuk para pengguna jasa lalu lintas,

perencanaan jembatan harus mempertimbangkan beberapa hal salah satunya

persyaratan teknis, kebutuhan dalam pemenuhan pelayanan transportasi, dan lain

sebagainya.

Jembatan merupakan bagian dari infrastruktur darat yang sangat krusial

dalam mengontrol arus perjalanan (traffic flows). Selain memiliki fungsi sebagai

penghubung atau konektor jalur transportasi, jembatan juga berperan penting dalam

penyambung serta pengembang perekonomian bagi suatu daerah. Bahkan sebuah

jembatan dapat dijadikan sebuah ikon/simbol dari daerah tersebut.

Kesimpulan dari penjelasan di atas, bahwa jembatan merupakan bagian dari

sistem transportasi yang terdiri dari: (Bambang Supriyadi, 2007)

1. Jika jembatan runtuh sistem akan lumpuh

2. Merupakan pengontrol kapasitas dari sistem, dan

3. Mempunyai biaya tertinggi per mil dari sistem

Pada perencanaan jembatan mutu yang dimiliki struktur beton prategang

tentunya di atas mutu rata-rata diatas mutu beton bertulang konvensional. Yang

mana beton prategang terfokus pada pemberian tegangan internal dengan besaran

dan distribusi sedemikian rupa untuk mengimbangi beban yang bekerja dari luar.

Dalam pemilihan beton prategang sebagai komponen penyusun jembatan ini

karena beton prategang memiliki beberapa kelebihan:

1. Dapat menahan beban yang lebih besar dibandingkan dengan beton normal.

6

5

2. Untuk jembatan yang memilukan span panjang, dimensi penampang relatif

lebih kecil/ramping, sehingga berat profil menjadi lebih ringan dan efisien..

3. Tahan terhadap air dan tahan terhadap korosi.

2.1.1 Umur Rencana Jembatan

Beberapa jenis jembatan direncanakan memiliki umur 50 tahun, kecuali:

a. Direncanakan 20 tahun untuk jembatan sementara/demountable

b. Direncanakan 100 tahun untuk jembatan-jembatan khusus yang ditentukan

oleh pihak berwenang sebagai jembatan dengan spesifikasi luar biasa

penting dalam aspek perekonomian atau jembatan strategis

Perkiraan untuk umur rencana jembatan bukan dengan asumsi struktur

dipakai secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu tanpa adanya tindakan

pemeliharaan/maintenance secara teratur dan perlu adanya pemeriksaan secara

menyeluruh terhadap struktur jembatan, sehingga dapat digunakan sampai pada

akhir umurnya.

2.1.2 Klasifikasi Jembatan

Berbagai macam/jenis jembatan berdasarkan lokasi, fungsi, bahan

pembentuk, bahan konstruksi dan tipe struktur hingga saat ini telah mengalami

banyak perubahan-perubahan secara signifikan yang disebabkan oleh kebutuhan

dan perkembangan zaman. Struktur jembatan mempunyai beberapa klasifikasi

yaitu:

7

5

8

5

1.1.3 Tata Cara Pemilihan Jembatan

Dalam sebuah perencanaan struktur jembatan tentunya ada beberapa aspek

yang harus dipertimbangkan yang mempengaruhi perencanaan sebuah jembatan.

Kondisi geografis dan juga Spand jembatan sangat menentukan pemilihan tipe dari

struktur jembatan itu sendiri. Spand terpanjang sungai merupakan faktor penting

yang harus diperhatikan untuk merencanakan sebuah struktur jembatan.

Berdasarkan bentang jembatan, terdapat batasan dalam pemilihan struktur jembatan

dapat dilihat pada gambar di bawah ini: (bridge engineering, classification, design

loading, an analysis method 2017)

9

5

2.1.4 Jembatan Prategang

Jembatan beton prategang (Prestressed Concrete Bridge) merupakan

sebuah struktur yang terdiri dari beton bertulang yang diberikan tambahan kekuatan

dengan kabel baja yang dipasang menerus sepanjang gelagar jembatan. Pada

jembatan prategang untuk bahan yang digunakan dalam jembatan prategang ini

merupakan bahan kabel dan bahan beton. Dalam kedua material penyusun utama

beton prategang memiliki peranan dalam pemberian gaya tegangan awal yang

berupa gaya tarik pada beton dikarenakan beton yang notabene kuat terhadap gaya

tekan namun lemah terhadap gaya tarik. Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan

bahwasanya tegangan tarik dapat diatasi oleh struktur beton prategang yang

diakibatkan oleh beban yang bekerja. Material tendon terdiri dari beberapa bagian

kecil tendon (bar, strand, wire), angkur (angkur mati dan angkur hidup) dan

selongsong tendon. Jembatan beton prategang juga memiliki berbagai macam

bentuk dan dimensi untuk memenuhi kebutuhan konstruksi di suatu proyek. Berikut

macam profil jembatan prategang, yaitu:

1. Profil I

Profil I merupakan salah satu profil beton prategang yang mana

memfokuskan dalam mencapai keefektifan serat terluar dengan memberikan

kekuatan gaya tekan. Keuntungan dari profil I adalah kelangsingan profil yang

dimiliki serta inersia yang tinggi. Dari segi pelaksanaan penampang I juga

menjadi penampang yang paling mudah diaplikasikan pada site konstruksi.

Profil I sering menjadi pilihan untuk dijadikan pilihan untuk perencanaan

jembatan dengan bentang kecil sampai menengah. ketika saat peralihan

ataupun pada saat beban batas dan beban bekerja.

10

5

2. Profil T (T-Beams)

T-Girder merupakan salah satu macam profil yang biasa dipakai pada

perencanaan jembatan. Keuntungan dari T-Girder sendiri yaitu waktu

pelaksanaan proyek menjadi lebih cepat karena pelat lantai kendaraan sudah

menjadi satu kesatuan dalam profil T-girder. Perbandingan rasio beban mati

dengan beban hidup yang cukup besar tidak menimbulkan masalah pada

penggunaan penampang T yang diakibatkan adanya tegangan tekan yang

cukup besar pada bagian serat bawah ketika tahap transfer, yang menjadi salah

satu keunggulan profil T.

11

5

3. Profil Kotak (Box-Beams)

Box beam merupakan profil yang sering kali menjadi pilihan sebagai profil

untuk beam, yang mampu menahan beban lateral karena stabilitas penampang

terhadap beban lateral. Selain itu juga profil box juga memiliki kelebihan menjadi

momen puntir.

2.2 Jembatan Box girder

Box girder adalah salah satu produk jenis profil jembatan beton prategang

(precast) dimana bentuk profil berupa balok berongga. Jenis profil ini memiliki

beberapa keuntungan, antara lain memiliki inersia yang tinggi yang berpengaruh

kepada tahanan momen statis serta kuat terhadap torsi. Selain itu juga memiliki

berat sendiri yang tidak terlalu besar dari dimensi utuhnya, karena pada umumnya

profil Box Girder memiliki rongga pada tengan profilnya. Box Girder dengan

penampang trapezium merupakan salah satu dari sekian banyak tipe profil yang

sering menjadi pilihan untuk perencanaan jembatan dengan bentang menengah,

serta penampang trapesium yang memiliki kelebihan dapat didesain sesuai dengan

kebutuhan dari perencanaan di lapangan. Gelagar Box Girder yang akan digunakan

dalam sebuah perencanaan konstruksi akan terlebih dahulu di desain serta

dipabrikasi di pabrik guna menjaga serta mengontrol kualitas.

12

5

2.2.1 Desain Perencanaan Awal

Batasan dalam perencanaan dimensi box girder adalah 1/15<H/L<1/3 serta

nilai optimum sebesar 1/18-1/20 (Bambang Supriyadi, Jembatan). Untuk bagian

yang belum ditentukan ditentukan menggunakan acuan Podolny dan Muller (1982):

2.3 Struktur beton prategang

2.3.1 Definisi

Beton merupakan material yang sangat kuat dalam menahan gaya tekan,

namun kelemahan beton tidak kuat menahan gaya tarik yang terjadi. Berlawanan

dengan material beton, material baja merupakan material yang kuat menahan gaya

tarik namun lemah akan terhadap gaya tekan. Kedua material ini apabila

dikombinasikan akan menjadi struktur beton bertulang (reinforced concrete) yang

mampu bekerja sama dalam menahan gaya tekan dan tarik. Namun dari dua

komponen di atas masih bekerja tidak dalam satu kesatuan dalam menahan gaya

13

5

yang bekerja. Akibatnya penampang beton bertulang tidak dapat bekerja secara

efektif.

Berat isi beton bertulang yang cukup besar yaitu 2.400 kg/m3 menjadikan

sebuah kelemahan, dapat dibayangkan berapa berat penampang yang tidak

diperhitungkan untuk memikul tegangan (bagian tarik). Untuk mengatasi ini pada

beton diberi tekanan awal sebelum beban-beban bekerja, sehingga seluruh

penampang beton dalam keadaan tertekan seluruhnya, inilah yang kemudian

disebut beton prategang (prestressed concrete).

Beton prategang juga dapat diartikan sebagai beton yang dimana tegangan

tariknya pada saat kondisi pembebanan tertentu dihilangkan atau dikurangi sampai

batas aman dengan adanya pemberian gaya tekan permanen, dan baja prategang

yang digunakan untuk keperluan struktur ini ditarik sebelum beton mengeras

(pretension) atau setelah beton sudah mencapai umur siap (posttension).

Perbedaan utama antara beton bertulang dan beton prategang:

● Beton bertulang: Beton dan baja dikombinasikan membentuk kombinasi

struktur beton bertulang. Yang mana baja menahan gaya tarik sedangkan

beton menahan gaya tekan. Penempatan yang tepat untuk tulangan lentur,

Tegangan yang bekerja yaitu tarik dan tekan dapat dipikul.

● Beton prategang: Dengan mutu beton dan baja yang memiliki spesifikasi

mutu tinggi dapat dikombinasi secara aktif, namun kombinasi dari beton

bertulang merupakan kombinasi pasif dikarenakan kedua material tidak

14

5

bekerja dalam satu kesatuan. Penarikan baja lalu ditahan oleh beton

merupakan salah satu cara mengkombinasikan kedua material secara aktif,

sehingga beton dalam keadaan tertekan. Tegangan tarik yang terjadi akibat

beban yang bekerja dapat diminimalisir dengan kondisi beton yang

sebelumnya dalam keadaan tertekan. Berikut ilustrasi hasil penjabaran di

atas pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Ilustrasi Beton Prategang

(Sumber: Bamabang Supriyadi, 2007)

2.3.2 Konsep Prategang

Beton yang mengalami tegangan internal akibat penarikan/stressing dan

penyaluran sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu

tegangan yang terjadi akibat beban eksternal merupakan pengertian dari beton

prategang (T.Y.Lin, 2000). Terlebih dahulu dilakukan pemberian gaya tekan untuk

mencegah retak-retak akibat tegangan tarik sedangkan dilakukan penarikan terlebih

dahulu terhadap baja yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pemanjangan yang

berlebihan pada saat pembebanan.

Pada dasarnya beton sangat rentan terhadap gaya tarik, namun sangat kuat

menahan gaya tekan. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan menambahkan

tegangan gaya tekan agar dapat melawan tegangan tarik yang terjadi akibat beban

yang kerja yang terjadi pada bagian penampang.

Untuk pemberian tegangan tekan dengan cara menambahkan tendon baja

dengan mutu tinggi kedalam beton sebesar dengan nilai gaya prategang yang telah

direncanakan. Tegangan yang terjadi akibat penambahan gaya prategang dapat

15

5

berupa kondisi tertekan pada seluruh bentang atau terdapat bagian yang

diperkenankan adanya gaya tarik. Tergantung jenis perencanaan serta ditinjau dari

kontrol keamanan dan kelayakan.

a. Konsep Pertama

β€œSistem Prategang untuk mengubah material beton menjadi material yang elastis

dari sifat awalnya yang getas”

Eugene Freyssinet menggambarkan dengan pemberian gaya tekanan

terlebih dahulu pada beton akan merubah beton menjadi material yang elastis, yang

pada dasarnya memiliki sifat yang getas. Dengan adanya gaya tekan, membuat

beton menjadi kuat memikul tekanan yang semula bersifat getas. Dikarenakan

adanya tekanan internal, dapat menahan tegangan tarik akibat beban eksternal yang

bekerja. Berikut penjabaran dari penjelasan di atas:

16

5

Terjadi tegangan tekan pada pusat penampang beton sebesar P/A, di mana

β€œP” merupakan gaya tekan dan β€œA” merupakan luas dari penampang beton. Serta

ditambah dengan akibat pembebanan (beban merata dan berat sendiri beton) akan

menyebabkan terjadinya tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan

terjadi di atas garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah:

Tegangan: 𝑓 =𝑀 π‘₯ 𝑐

𝐼 (Sumber: Nawy,2011)

Pada serat atas balok terjadi tegangan tekan akibat gaya prategang yang

dikombinasikan dengan tegangan akibat pembebanan (βˆ’π‘€ π‘₯ 𝑐

𝐼). Oleh karena itu

akibat pembebanan serta pemberian gaya prategang, nilai kapasitas tegangan tekan

balok akan relatif berkurang untuk memikul beban luar yang bekerja. Dengan

demikian, posisi tendon prategang di bawah sumbu netral, agar menciptakan

tegangan tarik di serat atas. Apabila tendon diletakkan pada eksentrisitas (e) dari

17

5

pusat beban beton maka disebut garis cgc sehingga akan timbul momen Pe, dan

tegangan dibawah bentang menjadi:

Pada konsep ini untuk mendesain elemen beton prategang, beton harus

ditinjau dari tegangan akibat gaya luar yang bekerja secara transversal maupun

secara longitudinal. Sehingga gaya prategang awal dan gaya prategang saat beban

bekerja dapat dihitung dengan persamaan berikut:

18

5

● Seluruh beban bekerja

Intensitas penuh beban setelah pelaksanaan yang terjadi pada kurun waktu

mengakibatkan kehilangan gaya prategang. Dengan demikian gaya prategang yang

digunakan adalah gaya prategang efektif. Jika momen total akibat beban gravitasi

adalah MT maka:

19

5

b. Konsep Kedua

β€œSistem Prategang dengan Kombinasi Material Baja dan Beton dengan Mutu

Tinggi”

Pada konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi

dari baja dan beton seperti pada beton bertulang, di mana baja merupakan material

yang mampu menahan gaya tarik dan beton sebagai material yang mampu menahan

gaya tekan. Dengan demikian tahanan untuk menahan momen eksternal terbentuk

dari kedua material:

Untuk melawan momen akibat beban luar, suatu kopel momen terbentuk

dengan gaya tekan C pada beton serta baja prategang ditarik dengan gaya prategang

sebesar (T). Baja mutu tinggi dipakai dengan cara menariknya sebelum

kekuatannya dimanfaatkan sepenuhnya. Jika baja mutu-tinggi ditanamkan pada

beton, seperti pada beton bertulang biasa, beton sekitarnya akan menjadi retak berat

sebelum seluruh kekuatan baja digunakan. Oleh karena itu, baja perlu ditarik

sebelum nya terhadap beton.

Secara sederhana dapat dilihat dari diagram benda bebas berikut:

Gambar 2. 12 Diagram beda beban untuk mencari garis C (pusat tekanan)

20

5

(Sumber: Nawy, 2011)

𝑓𝑑 = βˆ’π‘ƒπ‘’

𝐴𝑐(1 βˆ’

𝑒′𝑐𝑑

π‘Ÿ2)

𝑓𝑏 = βˆ’π‘ƒπ‘’

𝐴𝑐(1 +

𝑒′𝑐𝑏

π‘Ÿ2)

21

5

c. Konsep Ketiga

β€œSistem Prategang untuk Mencapai Perimbangan Beban”

Dalam hal ini struktur beton prategang, pengaruh prategang diasumsikan

sebagai gaya yang mampu menyeimbangankan berat sendiri, sehingga tidak terjadi

tegangan lentur pada saat dibebani. Teknik ini didasarkan pada penggunaan gaya

vertikal atas pada tendon prategang, untuk mengimbangi beban yang bekerja pada

suatu balok. Berikut ilustrasi dari penjabaran di atas:

Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda-bebas

dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya yang bekerja pada beton sepanjang

bentang.

Gambar 2. 14 Tendon yang mengalami beban transversal

(Sumber: Nawy, 2011)

22

5

Ilustrasi dari gambar diatas, distribusi dari beban akibat gaya prategang secara

merata ke arah atas dinyatakan sebagai berikut:

𝑇 =π‘žπ‘™2

8π‘Ž

Apabila layout tendon berbentuk parabolik dan gaya prategang ditulis dengan P,

maka intensitas beban akan seimbang dan persamaan menjadi:

2.3.3 Metode Beton Prategang

1) Metode Konsep Dasar

Dalam perencanaan komposisi beton prategang, maka gaya tegang pada

bagian serat akan secara langsung diperhitungkan dari gaya eksternal yang akan

bekerja pada beton yang mengakibatkan pemberian prategang longitudinal dan

beban eksternal transversal.

23

5

2) Metode Garis C (Metode Elastis)

Di dalam konsep thrust atau line-of-pressure, dengan menggunakan

prinsip statika, serta asumsi berupa balok elastis dari beton kemudian

dianalisis. Gaya tekan eksternal diasumsikan sebagai gaya prategang,

dengan gaya tarik konstan β€œT” di tendon seluruh bentang. βˆ‘H = 0 dan

βˆ‘M = 0 merupakan persamaan keseimbangan yang dipakai untuk

mempertahankan keseimbangan penampang. Kondisi-kondisi di atas

dapat diilustrasikan pada gambar berikut:

24

5

3) Metode Penyeimbangan Beban

Metode penyeimbangan beban ini dengan lintasan tendon harped dan

draped sangat diuntungkan pada penggunaan gaya horizontal (ke atas), yang

berfungsi sebagai penyeimbang reaksi dari beban gravitasi yang bekerja pada balok

prategang. Sehingga metode penyeimbang beban ini digunakan ketika tendon

prategang dengan lintasan yang membentuk lintasan lengkung (parabolik),

sebagaimana yang telah diilustrasikan dalam gambar 2.17.

25

5

2.3.4 Keuntungan Beton Prategang

Keuntungan dari beton prategang antara lain:

1. Lebih kuat dalam menahan torsi

2. Struktur beton prategang memiliki profil yang lebih relatif ramping.

3. Seluruh bagian penampang pada beton prategang akan lebih efektif,

namun pada beton tulangan hanya berada pada atas cgc yang lebih

relatif efektif,

4. Terjadi lendutan yang relatif lebih kecil,

5. Keretakan pada bagian struktur beton prategang relatif lebih kecil,

6. Efektif dalam segi kebutuhan dikarenakan penggunaan material mutu

tinggi.

7. Daya tahan akan kondisi berkarat akan lebih relatif kecil.

26

5

2.3.5 Material Beton Prategang

a. Beton Mutu Tinggi

Pada struktur beton prategang, bahan yang digunakan merupakan bahan

yang relatif memiliki mutu tinggi, seperti beton mutu tinggi dimana menurut ACI

318, beton yang mempunyai kuat tekan silinder melebihi 6.000 Psi (41,4 Mpa).

Kekuatan dengan nilai tersebut diperlukan beton untuk menahan gaya tekan yang

diberikan pada struktur beton prategang agar tidak mengalami keretakan maupun

kerusakan. Berikut ini karakteristik untuk beton dengan mutu tinggi:

● Mempunyai kekuatan menahan gaya tekan yang relatif tinggi. Kuat tekan beton

(fc’) relative adalah lebih dari 30 MPa.

● Daya ikat baik terutama untuk sistem pratarik.

Dalam SNI 03-2874-2002 ditentukan bahwa kuat tarik pada beton ts’ = 0,50

fc’ sedangkan untuk ACI ditetapkan nilai Οƒts’ = 0,60 fc’. Dengan modulus

elastisitas pada beton E dalam SNI 03-2874-2002 ditentukan:

Ec = (wc’) 1,5 x 0,043 fc’

Keterangan:

Ec = Modulus elastisitas beton (MPa)

wc’ = berat volume beton (kg/m3)

fc’ = tegangan tekan beton (Mpa)

sedangkan untuk beton normal diambil Ec = 4700 fc’ (MPa)

27

5

Gambar 2. 18 Sifat utama beton yang baik

(Sumber: Beton Prategang Nawy, 2001)

b. Tendon Baja Prategang

Baja prategang dipakai untuk mengantisipasi kehilangan gaya prategang

akibat susut beton dan rangkak. Sehingga material prategang efektif menggunakan

spesifikasi mutu sangat tinggi dengan nilai mencapai 270.000 Psi atau lebih (1862

MPa atau relatif lebih tinggi lagi). Baja prategang yang memiliki mutu tinggi dapat

menstabilkan kehilangan di beton sekitarnya dan memiliki nilai tegangan sisa yang

bisa menahan gaya prategang. Besarnya kehilangan prategang normal diperkirakan

antara rentan 35.000 sampai 60.000 Psi (241 sampai 414 MPa). Ciri fisik yang

dimiliki baja berkekuatan tinggi yaitu:

● Baja dengan kuat tarik tinggi

● Modulus elastis rendah

● Batas elastis tinggi

28

5

● Relaksasi rendah

● Tahan korosi

Bentuk dari baja prategang dapat berupa kawat tunggal, strands (terdiri atas

beberapa kawat yang dipuntir) membentuk elemen tunggal dan batang-batang

bermutu tinggi.

29

5

c. Selongsong Tendon (Duct)

Selongsong merupakan saluran yang diperuntukkan untuk kabel prategang

yang terbuat dari lapisan tipis. Bahan dari saluran harus dapat ditembus oleh pasta

semen dan juga menyalurkan tegangan lekat yang dibutuhkan serta dapat

mempertahankan bentuknya.

Pada sistem pasca tarik pada selongsong harus memenuhi syarat sebagai berikut:

● Harus kedap mortar

● Tidak reaktif dengan beton, baja prategang, atau bahan grouting yang

akan digunakan

Minimal diameter untuk selongsong adalah 6 mm lebih besar dari diameter

tendon ataupun minimal luas sebesar 2 kali luas tendon.

d. Angkur

Spesifikasi angkur yang akan digunakan harus memiliki spesifikasi tinggi

serta jaminan mutu serta dipabrikasi oleh pabrikator yang berkompeten. Dimana

mutu angkur sudah dipastikan sesuai dengan spesifikasi Teknik serla lolos dalam

tahap pengujian. Penarikan dan penjangkaran strand pada ujung balok serta saluran

tandon diletakkan pada angkur. Terdapat dua macam tipe angkur dalam sistem

prategang, yaitu angkur mati dan angkur hidup.

30

5

e. Penyambung (Coupler)

Penyambung (coupler) harus dapat menyalurkan gaya tarik yang besar dari

material yang disambungkan. Penyambung diposisikan pada area yang telah

direncanakan dengan sedemikian rupa untuk memungkinkan terjadinya gerakan

yang diperlukan.

f. Baja Non Prategang

Penulangan baja untuk beton terdiri dari batang tulangan, kawat (jalinan dan

di las), dimana semuanya material dibuat sesuai dengan standar ASTM. Syarat

mutu pada baja tulangan adalah:

1. Modulus Elastisitas (E)

2. Kuat Leleh (fy)

3. Kuat Ultimit (fu)

4. Notasi mutu baja

5. Ukuran diameter batang atau kawat

Untuk meningkatkan daya ikat antara baja dan beton maka dilakukan

deformatif, serta penempatan pada daerah permukaan batang sesuai dengan

spesifikasi ASTM. Spesifikasi untuk deformasi adalah spesifikasi ASTM A616-76

haruslah memenuhi dalam spesifikasi ASTM A616-76, sehingga batang dapat

dikatakan sebagai deformed atau berulir.

31

5

2.3.6 Metode Penegangan

Ada dua macam jenis beton prategang, yaitu:

a. Sistem Pratarik (Pretension)

Dalam metode ini, beton pertama-tama akan dituangkan serta dicetak, dan

kemudian tendon ditarik untuk diberikan gaya prategang. Gaya prategang melewati

beton prategang pada sambungan ketika beton cukup mengeras kemudian

dilakukan pemotongan tendon. Metode aplikasi pratarik ini sangat cocok untuk

produksi secara massal. Setelah tahap pengecoran selesai, dilanjutkan dengan

meregangkan baja prategang ke angkur independen. Biasanya, gaya pratekan

diberikan di lokasi pabrikasi.

Gambar 2. 24 Prinsip Pratarik (Pre-tension)

Tahap A

32

5

Pemasangan kabel baja terlebih dahulu pada cetakan balok pratarik.

Kemudian tendon pada balok prategang diberikan gaya prategang atau ditarik

sesuai dengan kekuatan rencana. Kemudian tendon akan ditahan oleh angkur yang

berada di kedua sisi ujung balok. (gambar 2.25.A).

Tahap B

Kemudian material beton dicor ke dalam bekisting yang telah disiapkan

sesuai bentuk profil dengan keadaan tendon sudah diberikan gaya tarik rencana.

Pengecoran dilakukan dengan sangat teliti. Jangan sampai terdapat area yang tidak

terisi oleh beton dengan sempurna. Hal tersebut akan mengurangi kualitas dari

produksi profil prategang. (gambar 2.25.B).

Tahap 3

Ketika beton sudah mengering, berarti beton telah mencapai umur normal

beton, yang artinya segi umur beton mampu menerima gaya prategang yang telah

diberikan. Selanjutnya tendon akan dipotong dan dilepas dari angkur yang menahan

selama proses pengeringan beton, sehingga gaya prategang akan ditransfer ke beton

dan siap dalam kondisi layan. Pada tahap ini beton akan mengalami Chamber

dikarenakan pemberian gaya prategang serta beton belum mendapatkan beban

tambahan dari luar. (gambar 2.25.C).

b. Sistem Pasca Tarik (Posttension)

Untuk metode pasca-tarik, selongsong tendon akan dipasang terlebih dahulu

sesuai dengan layout rencana. Kemudian dilakukan pengecoran sesuai dengan

profil yang telah didesain. Beton akan dicor terlebih dahulu kemudian dilakukan

penarikan pada tendon merupakan prinsip dari metode pasca-tarik. Pada metode ini,

layout dari selongsong akan dipasang terlebih dahulu sebelum pengecoran

dilakukan. Ketika beton telah selesai pengecoran, dilanjutkan dengan pemasangan

tendon ke dalam selongsong tendon. Setelah beton mencapai umur siap kekuatan

direncanakan akan dilanjutkan dengan pemberian gaya prategang sesuai dengan

desain rencana. Pada tahap akhir selongsong tendon diberikan bahan grouting untuk

memenuhi ruang-ruang kosong di dalam selubung tendon.

33

5

Gambar 2. 25 Prinsip Pascatarik (Post-tension)

Tahap A

Pada saat sebelum pengecoran pada balok prategang, akan dipasang terlebih

dahulu Duct atau selongsong tendon yang sudah di plot posisinya sesuai dengan

desain rencana. Pada bekisting sudah siap dengan tulangan akan dilakukan

pengecoran secara bertahap. Kemudian dilanjutkan dengan proses pengecoran

beton ke dalam cetakan/bekisting. (gambar 2.26 A).

Tahap B

Saat beton sudah mencapai umur normal beton atau sudah dalam kondisi

siap layan, tendon dimasukkan ke dalam selongsong (duct) serta tendon diberikan

gaya prategang sesuai dengan kekuatan rencana. Pada metode ini pemberian gaya

prategang dapat dilakukan dengan cara penarikan dari salah satu sisi saja (sisi lain

ditahan oleng angkur mati). Kemudian dapat juga dilakukan dengan cara penarikan

tendon di kedua sisi balok. Kemudian setelah selesai pemberian gaya prategang

sesuai dengan kuat rencana. Setelahnya adalah proses grouting yaitu menyuntikkan

bahan grouting melewati lubang inlet dengan tekanan tinggi. (gambar 2.26 B).

Tahap C

Pada tahap akhir balok mengalami kondisi tertekan setelah dilakukan

pemberian gaya prategang yang telah dikunci/diangker sehingga gaya prategang

34

5

akan ditransfer serta ditahan oleh beton. Gaya prategang pada tendon mampu

memberikan beban yang merata pada balok yang arahnya ke atas karena tendon

dipasang parabola sehingga balok melengkung ke atas (chamber). (gambar 2.26 C).

2.3.7 Tahap Pembebanan

Pembebanan pada struktur beton prategang tidak seperti pembebanan pada

beton bertulang konvensional, namun pembebanan struktur beton prategang

memiliki 2 tahap bagian pembebanan. Pemeriksaan ini harus selalu dilakukan

ketika terjadi dalam kondisi tertekan ataupun kondisi tertarik di setiap penampang

selama dalam fase pembebanan. Terdapat 2 tahap pembebanan pada struktur beton

prategang yaitu:

a. Tahap Transfer

Tahap transfer merupakan kondisi dimana beton mulai mengalami proses

pengeringan dan tendon-tendon prategang diberikan gaya prategang. Pada tahap ini,

beban yang bekerja hanya beban mati struktur (selfweight, beban pekerja, beban

alat). Selama tahap transfer, beban hidup tidak berpengaruh, momen kerja paling

kecil, dan gaya kerja paling besar, karena belum terjadi kehilangan prategang.

b. Tahap Servis

Tahap servis merupakan kondisi penggunaan beton prategang sebagai

elemen struktur. Beban eksternal (beban mati, beban angin, beban hidup dan beban

seismik) sudah mulai berlaku. Kondisi ini didapatkan setelah mempertimbangkan

semua kehilangan gaya prategang. Pada tahap servis, nilai dari gaya prategang

menunjukkan nilai minimum, namun untuk nilai dari beban eksternal yang bekerja

menunjukkan nilai maksimum.

35

5

2.3.8 Kehilangan Prategang

Kehilangan prategang dapat didefinisikan sebagai tahapan kehilangan

kekuatan gaya tegang/tekan pada tendon prategang yang tereduksi akibat beberapa

faktor/penyebab. Perlu di perhatikan dengan seksama bahwa tegangan tersebut

tidak akan bertahan secara konstan seiring dengan berjalannya waktu. Tegangan

akan berubah-ubah setiap waktu uang disebabkan oleh peningkatan tegangan tekan

beton yang berimplikasi pada meningkatnya modulus elastisitas beton. Berikut

pembagian kehilangan gaya prategang secara umum:

Tabel 2. 4 Tipe Kehilangan Gaya Prategang

Kategori

Tipe

Kehilangan

Prategang

Metode Transfer Kehilangan Tegangan

Pre-

Tensioned

Post-

Tensioned

Interval

Waktu Total

Immediate

Loss

Elastic

Shortening (ES)

Saat

Transfer

Saat Transfer

Berurutan - Ξ”fpES

Friction (F)

Sebelum

dan

Sesudah

Transfer

Sesudah

Transfer Ξ”fpF (ti,tj) Ξ”fpF

Anchorage

Setting Loss (A)

Sesudah

Transfer

Sesudah

Transfer Ξ”fpA (ti,tj) Ξ”fpA

Time-

Dependent

Loss

Relaxation of

Tendons (R)

Sesudah

Transfer

Sesudah

Transfer Ξ”fpR (ti,tj) Ξ”fpR

Creep of

Concrete (CR) - Saat Jacking - Ξ”fpCR

Shrinkage of

Concrete (SH) - Saat Jacking - Ξ”fpSH

(Sumber: Perancangan Beton Prategang, ITB)

a. Kehilangan Elastis Segera (Immediate elastic losses)

Pada sistem beton pratarik, kehilangan diakibatkan oleh Elastic Shortening

akibat perpendekan beton. Adapun pada sistem beton prategang pasca tarik, Elastic

Shortening tidak terjadi karena pengurangan tegangan elastic sudah terjadi pada

saat penarikan sebelum tendon di angkur. Tetapi, apabila tendon ditarik secara

bergantian satu persatu, maka kehilangan prategang pada satu tendon akan terjadi

dikarenakan oleh tendon yang lain ditarik (setelah pengangkuran).

Setelah pemberian gaya prategang langsung terjadi kehilangan prategang

merupakan pengertian dari kehilangan elastis segera. Penyebab dari kehilangan

gaya prategang segera yaitu:

36

5

b. Kehilangan Bergantung Waktu (Time Dependent Losses)

Waktu dari dimulainya proses pengecoran sampai dengan pelepasan kabel

prategang pada beton tersebut sebenarnya sangat penting dalam merencanakan

konstruksi untuk memastikan bahwa kekuatan beton yang di fabrikasi sudah sesuai

dengan kekuatan rencana desain. Kehilangan gaya prategang akibat susut dan

rangkak creep and shrinkage) maupun relaksasi dari baja merupakan fenomena

kehilangan gaya prategang yang dipengaruhi oleh waktu serta independen. Hal

tersebut dikarenakan bahan penyusun beton prategang memiliki properti yang

sangat bergantung dengan waktu. Penyebab kehilangan gaya prategang yang

dipengaruhi oleh waktu adalah:

● Beton Prategang terjadi susut

● Rangkak (creep)

● Baja mengalami relaksasi

1) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Perpendekan Elastis Beton (ES)

Elastic Shortening akibat perpendekan beton terjadi pada beton pratarik.

Sedangkan, Elastic Shortening tidak terjadi pada beton pasca-tarik dikarenakan

pengurangan tegangan elastis telah terjadi saat penarikan sebelum tendon di angkur.

● Sistem Pratarik

Rasio antara modulus elastisitas beton dan tegangan beton menjadi salah

satu faktor kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis (elastic shortening)

dimana baja prategang terletak dan dapat dinyatakan oleh persamaan:

Keterangan:

37

5

- 𝑛 = 𝐸𝑠

𝐸𝑐𝑖

- 𝑓𝑐𝑠 = βˆ’π‘ƒπ‘–

𝐴𝑐(1 +

𝑒2

π‘Ÿ2) +

𝑀𝐷 𝑒𝑏

𝐼𝑐

● Sistem Pasca-Tarik

Metode post-tension (pasca–tarik) kehilangan akibat perpendekan elastis

beton tidak terjadi pada kabel tunggal, gaya prategang diukur setelah perpendekan

elastis beton terjadi. Apabila digunakan kabel prategang lebih dari satu kabel

prategang, kabel pertama yang telah ditarik menjadi penentu kehilangan gaya

prategang serta nilai yang digunakan adalah setengahnya, untuk memperoleh nilai

rerata dari kabel secara keseluruhan. Sehingga kehilangan gaya prategang pada

metode post-tension dapat dinyatakan dalam persamaan:

2) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Friksi (F)

Pada struktur beton prategang terdapat gesekan antara penarik dan ankur

dengan beton dikarenakan oleh jalur tendon yang melengkung, sehingga tegangan

pada tendon menjadi lebih kecil dari pada nilai pada alat baca tegangan (pressure

gauge). Berikut beberapa penyebab kehilangan prategang akibat gesekan:

● Pergerakan dari selongsong (wobble) kabel prategang, untuk itu dipergunakan

koefisien wobble K

● Kelengkungan tendon/kabel prategang, untuk itu digunakan koefisien gesekan

ΞΌ

Pengaruh dari kelengkungan itu sendiri merupakan layout tendon yang

mana kelengkungan dari tendon akan sangat berpengaruh, sedangkan untuk efek

wobble dapat diartikan hasil dari ketidaktepatan alinyemen yang disengaja maupun

tidak disengaja, karena layout perletakan saluran tidak dapat secara sempurna.

Keterangan:

- 𝛼 = 8𝑦

π‘₯

- Besaran dari K dan L dapat dilihat pada tabel.

38

5

3) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Pengangkuran (A)

Akibat adanya blok-blok pada angker pada saat proses jacking struktur beton

prategang pasca-tarik, mengalami kehilangan gaya prategang akibat pengangkuran.

Kehilangan gaya prategang ini juga terjadi pada perletakan bekisting prategang

pada metode pratarik sebab adanya penyesuaian terhadap gaya prategang yang

ditransfer ke perletakan.

4) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Rangkak pada Beton (CR)

Rangkak (creep) merupakan gerakan lateral pada struktur akibat adanya

tegangan longitudinal serta pembebanan. Regangan elastis merupakan deformasi

yang terjadi di awal akibat beban yang bekerja biasa, sedangkan regangan rangkak

merupakan nilai tambahan yang terjadi akibat beban yang bekerja secara terus

menerus.

39

5

5) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Susut (SH)

Sama halnya pada rangkak, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

adanya kehilangan gaya prategang akibat susut. Faktor-faktor yang mempengaruhi

meliputi waktu antara akhir perawatan eksternal, pemberian prategang, dan waktu

perawatan, proporsi jenis agregat, jenis semen, campuran, dimensi struktur dan

kondisi lingkungan. Kehilangan prategang akibat susut relatif lebih kecil untuk

metode pasca-tarik, hal itu disebabkan karena susut telah terjadi sebelum pemberian

pasca tarik.

40

5

6) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Relaksasi Baja (R)

Tendon stress-relieved akan merupakan kehilangan gaya prategang akibat

perpanjangan konstan oleh waktu. Rasio antara prategang awal dan kuat leleh baja

prategang (𝑓𝑝𝑖

𝑓𝑝𝑦) juga menjadi penyebab kehilangan prategang.

2.4 Lintasan Tendon

Lintasan/jalur tendon adalah area/daerah sepanjang jembatan yang akan

dilalui atau dipasang tendon. Dengan beberapa macam tipe lintasan tendon seperti

titik berat dari tendon prategang (center gravity of steel / CGS) dengan lintasan

lurus, lintasan dengan persamaan linear dari tumpuan ke tengah bentang yang

memiliki eksentrisitas yang besar pada tengah bentang (harping), serta tendon yang

memiliki lintasan dengan jalur membentuk garis lengkung/parabolic (draped)

Berikut persamaan parabolik yang ditentukan dengan titik-titik:

41

5

2.5 Daerah Aman Kabel

Daerah aman tendon diperuntukkan agar memberikan batasan batasan

terhadap eksentrisitas tendon pada sebuah balok sederhana. Pemberian batasan ini

bertujuan untuk mengetahui apakah dalam desain rencana diperbolehkan terjadi

tegangan tarik atau tidak. Serta untuk memberikan batasan posisi ordinat

maksimum dan minimum kabel dari selubung atas dan bawah terhadap kern atas

dan kern bawah.

Jika MD adalah momen yang terjadi akibat beban mati serta MT adalah

momen total yang terjadi akibat semua beban yang bekerja, sehingga lengan kopel

antara garis tekan pusat (garis C) dan pusat garis tendon prategang (garis cgs) yang

disebabkan MD dan MT masing-masing adalah amin d

42

5

kern bawah, sehingga mencegah terjadinya tegangan tarik di serat ekstrim atas.

Dengan demikian, eksentrisitas bawah yang membatasi adalah

Persamaan tersebut dapat diartikan bahwa jarak minimum dibawah kern

atas, garis cgs ditentukan sedemikian hingga garis C tidak terletak di atas garis kern

atas, sehingga tegangan tarik di serat ekstrim bawah tidak terjadi. Dengan demikian,

eksentrisitas atas yang membatasi adalah:

Et = (amax – kt)

Gambar 2. 27 Daerah Aman Kabel

43

5

2.6 Balok Ujung

Tekanan yang besar terjadi di arah longitudinal pada penampang tumpuan

di segmen kecil dimuka ujung balok, baik pada balok pratarik maupun pada balok

pasca tarik, akibat dari gaya prategang yang besar. Pada balok pratarik transfer

beban yang terpusat dari gaya prategang ke beton di sekitarnya secara gradual

terjadi di seluruh panjang 𝑙𝑑 (𝑙𝑑 =1

1000(

𝑓𝑝𝑒

3) 𝑑𝑏) muka penampang tumpuan. Pada

balok pasca tarik, transfer dan distribusi beban secara gradual tidak mungkin terjadi

karena gayanya bekerja secara langsung di muka ujung balok melalui plat tumpu

dan angker. Kadang-kadang luas penampang perlu diperbesar secara gradual di

lokasi yang semakin mendekati tumpuan dengan cara membuat lebar badan di

tumpuan sama dengan lebar sayap untuk mengakomodasi tendon yang ditinggikan.

Namun, peningkatan luas penampang tersebut tidak berkontribusi dalam mencegah

retak spalling atau bursting, dan tidak mempunyai pengaruh pada pengurangan

tarik transversal di beton. Ilustrasi untuk zona angker tendon sebagai berikut:

44

5

Guna mencegah retak spalling dan bursting maka perkuatan pengangkuran

sangat dibutuhkan di daerah transfer beban dalam bentuk tulangan tertutup,

sengkang, atau alat – alat penjangkaran yang menutupi semua prategang utama dan

penulangan longitudinal non – prategang. Persamaan yang direkomendasikan untuk

menghitung gaya tarikan memecah (bursting) yaitu :

Tegangan bantalan izin tergantung pada beberapa faktor , seperti luas

tulangan pada angkur, perbandingan luas bantalan terhadap luas total dan metode

perhitungan tegangan. Berikut persamaan untuk menghitung tegangan tumpuan

rata-rata di beton.

2.7 Tulangan Geser

Keretakan diagonal dalam struktur beton prategang dapat dicegah dengan

adanya perencanaan tulangan geser. Pada dasarnya fungsi tulangan geser adalah:

1. Gaya geser terfaktor eksternal Vu dipikul sebagian oleh penulangan

tersebut.

2. Penulangan tersebut menahan posisi batang tulangan utama longitudinal

agar dapat memberikan pengekangan terhadap beton di daerah tekan jika

sengkang yang digunakan adalah sengkang tertutup.

3. Retak diagonal dapat dibatasi oleh penulangan tersebut.

45

5

Gambar 2. 30 Sengkang Vertikal

Kekuatan geser batas beton (Vc) merupakan tahanan geser nominal beton

polos di bagian badan serta dapat dihitung berdasarkan retak geser terlentur (Vci)

dan kondisi retak geser bagian badan (Vcw) berikut ini:

𝑉𝑐𝑖 = (1

20βˆšπ‘“β€²π‘ π‘₯ 𝑏𝑀π‘₯ 𝑑𝑝) + 𝑉𝑑 +

𝑉𝑖

π‘€π‘šπ‘Žπ‘˜π‘ (π‘€π‘π‘Ÿ)

𝑉𝑐𝑀 = [0,3 (βˆšπ‘“β€²π‘

+ 𝑓𝑝𝑐)] π‘₯ 𝑏𝑀 π‘₯ 𝑑𝑝 + 𝑉𝑑

Sedangkan jarak antar sengkang:

𝑠 = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑

(𝑉𝑒

πœ™ ) βˆ’ 𝑉𝑐

=π΄π‘£πœ™π‘“π‘¦π‘‘

𝑉𝑒 βˆ’ πœ™π‘‰π‘

46

5

Gambar 2. 31 Jarak Tulangan Badan

2.8 Sambungan Antar Segmen

Terjadinya gaya geser antar segmen Girder yang dipasang secara segmental

pada titik sambung (joint), memerlukan perencanaan kuncian antar segmen

sehingga mencegah terjadinya geser. Terdapat dua desain dari pengunci geser antar

segmen (shear key) yaitu sambungan kering dan sambungan basah. Kekuatan tahan

47

5

geser menjadi kekuatan utama dalam menahan gaya geser yang terjadi. Namun

pada sambungan basah sambungan geser terdapat bahan tambahan lem untuk

menahan terjadinya gaya geser.

2.9 Lendutan Jembatan

Pada saat kondisi transfer, akibat adanya gaya prategang yang diberikan

pada struktur dan beban luar yang bekerja relatif kecil, maka jembatan beton

prategang akan mengalami defleksi ke arah atas (chamber). Namun, pada saat

servis maka jembatan beton prategang akan mengalami defleksi ke bawah atau

melendut. Nominal lendutan pada batang prategang dapat dihitung dengan rumus :

2.10 Metode Konstruksi

2.10.1 Prinsip Konstruksi

Secara umum metode konstruksi untuk jembatan beton dibagi menjadi dua

yaitu Cast in situ dan Precast Segmental. Cast In Situ merupakan metode

pelaksanaan dimana bagian dari jembatan dibuat/dipabrikasi di area site konstruksi.

Sedangkan untuk Precast Segmental bagian dari jembatan dibuat/dipabrikasi di

48

5

pabrik pembuatan. Yang kemudian hasil dari fabrikasi dikirim ke site konstruksi

untuk dilakukan pemasangan.

Metode Cast In Situ terdiri dari beberapa metode pelaksanaan antara lain:

1. Movable Scaffolding System

2. Incremental Launching Method

3. Balanced Cantilever dengan Form Work

4. Cable Stayed dengan Form Traveller

Sedangkan untuk metode Precast Segmental terdiri dari:

1. Balanced Cantilever Erection with Launching Gantry

2. Balanced Cantilever Erection with Lifting Frames

3. Span by Span with Launching Gantry

4. Balanced Cantilever Erection with Cranes

Gambar 2. 33 Metode Span by Span

2.10.2 Penarikan Kabel Prategang

Sebelum melakukan penarikan kabel prategang, kabel terlebih dahulu

dibersihkan dari material-material yang dapat mengganggu proses penarikan kabel

dengan cara meniupkan udara bertekanan ke dalam selongsong. Kemudian

dilakukan penarikan pendahuluan kabel, yang bertujuan untuk menegangkan kabel

dari posisi lepas. Kemudian dilakukan penarikan sesuai dengan kekuatan tarik

rencana. Biasanya pada ujung kabel diberikan tanda sebagai batas pemuluran kabel.

49

5

2.10.3 Grouting

Pekerjaan grouting dilakukan dengan cara menginjeksi pasta semen grouting

dari ujung ke ujung girder. Akan tetapi sebelum penginjekan selubung kabel (duct)

akan dialiri air terlebih dahulu melalui lubang inlet. Setelah itu baru pekerjaan

grouting dapat dilakukan sampai semua selubung (duct) terpenuhi dengan cairan

grouting. Kemudian menutup kedua ujung girder dengan campuran semen, pasir,

dan air, disebut dengan patching mortar. Tujuannya adalah untuk menutup rongga

di dalam tendon yang tidak penuh dengan untaian strand sehingga strand ter-

bounding dan melekat menyatu dengan beton.

2.11 Pembebanan Pada Jembatan

Dalam perencanaan suatu jembatan syarat utama adalah melakukan

pembebanan rencana yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. SNI 1725:2016

(Standar Pembebanan untuk Jembatan) merupakan standar pembebanan yang

berlaku serta digunakan dalam perencanaan struktur jembatan beton prategang.

Pada suatu perencanaan jembatan harus memperhitungkan gaya gaya dalam yang

terjadi akibat pemberian beban rencana pada struktur jembatan serta adanya

kombinasi-kombinasi pembebanan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal

tersebut dilakukan sebagai upaya dalam perencanaan struktur jembatan yang

kokoh.

Pada perencanaan jembatan beton prategang ini beban yang bekerja secara

keseluruhan pada konstruksi akan dihitung berlandaskan SNI 1725:2016. Terdapat

beberapa jenis beban yang dipakai dalam perencanaan pembebanan yaitu beban

mati, beban hidup dan aksi lingkungan.

2.11.1 Beban Mati (Dead Load)

a. Berat Sendiri/Selfweight (MS)

Berat sendiri/Selfweight adalah berat dari bagian dari konstruksi jembatan

tersebut serta bagian struktural lain yang ditahannya. Seperti halnya adalah berat

bahan dan bagian jembatan, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap

50

5

tetap. Adapun nilai faktor beban yang digunakan untuk berat sendiri dapat dilihat

pada tabel berikut.

b. Berat Mati Tambahan/Utilitas (MA)

Beban mati tambahan adalah berat dari seluruh bahan yang nonstruktural,

dan dapat berubah-ubah selama umur jembatan yang direncanakan.

2.11.2 Beban Hidup (Live Load)

a. Beban Lajur β€œD” (TD)

Beban terbagi rata (BTR) dan beban garis (BGT) merupakan bagian dari

beban lajur (D) yang saling berhubungan seperti pada gambar yang disajikan. Nilai

faktor beban yang digunakan untuk beban lajur "D" seperti pada tabel tersebut:

51

5

Berdasarkan SNI 1729:2016 Beban terbagi rata (BTR) mempunyai

intensitas q kPa dengan besaran q tergantung pada panjang total yang dibebani L

yaitu seperti berikut:

Keterangan:

q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan

(kPa)

L = panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Gambar 2. 34 Beban Lajur β€œD”

b. Beban Truk β€œT” (TT)

Beban truk "T" bekerja pada pelat lantai. Serta pada SNI 1725:2016 tertera

bahwa beban truk β€œT” dengan beban "D" tidak dapat digunakan bersamaan. Beban

β€œT” hanya diperbolehkan untuk perhitungan struktur lantai. Nilai factor untuk

beban "T" yaitu:

52

5

Gambar 2. 35 Pembebanan Truk β€œT”

c. Gaya Rem (TB)

Asumsi penempatan gaya rem yaitu secara horizontal pada jarak 1800 mm

pada permukaan lantai kendaraan dengan arah masing-masing arah longitudinal

serta dipilih yang paling menentukan. Gaya rem harus diambil yang terbesar dari :

● 25 % dari berat gandar truk desain atau

● 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR

d. Gaya Sentrifugal (TR)

Untuk tujuan menghitung gaya radial atau efek guling dari beban roda,

pengaruh gaya sentrifugal pada beban hidup harus diambil sebagai hasil kali dari

berat gandar truk rencana dengan faktor C sebagai berikut:

53

5

2.11.2 Aksi Lingkungan

a. Beban Angin

Beban angin horizontal dapat diasumsikan yang disebabkan oleh angin

rencana dengan kecepatan dasar (VB). Untuk jembatan atau bagian jembatan

dengan elevasi lebih tinggi dari 10 meter diatas permukaan tanah atau permukaan

air, kecepatan angin rencana, harus dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

54

5

Arah angin harus diasumsikan horizontal, kecuali ditentukan dalam Pasal

9.6.3 (SNI 1725-2016). Apabila terhambat dengan data yang tidak lengkap, maka

tekanan angin rencana dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus seperti

dibawah ini:

𝑃𝐷 = 𝑃𝐡 (𝑉𝐷𝑍

𝑉𝐡)

2

Keterangan:

PB = tekanan angin dasar

Total beban angin pada struktur jembatan beton prategang, tidak boleh lebih

kecil dari 4,4 kN/mm pada bidang tekan serta 2,2 kN/mm.

Beban dari struktur atas, jika angin bekerja tidak tegak lurus struktur, maka

tekanan angin dasar dalam berbagai sudut serang maka harus dikerjakan pada titik

berat dari area yang terkena beban angin dan dapat diambil seperti yang ditentukan

55

5

dalam Tabel 2.13. Pada arah sudut serang ditentukan tegak lurus terhadap arah

longitudinal. Arah angin pada perencanaan harus menghasilkan pengaruh yang

paling buruk pada komponen jembatan yang ditinjau. Tekanan angin melintang dan

memanjang harus diaplikasikan secara bersamaan dalam perencanaan.

b. Beban Gempa

Dalam mendesain sebuah struktur jembatan harus dipertimbangkan juga

terhadap beban gempa. Struktur jembatan harus bisa menahan gaya gempa agar

tidak jadi kerusakan ataupun sampai terjadi keruntuhan pada jembatan. Beban

rencana gempa menggunakan rumus periode alami ditentukan berdasarkan sistem

dinamis dengan satu derajat kebebasan tunggal sebagai berikut:

Sedangkan untuk gaya horizontal yang dapat ditentukan berdasarkan rumus

seperti di bawah ini yakni:

56

5

Nilai koefisien respon elastik (Csm) dapat dilihat dari peta percepatan

batuan dasar dan periode ulang gempa rencana serta spektra percepatannya

disesuaikan dengan peta daerah gempa. Angka koefisien percepatan yang didapat

berdasarkan pada peta gempa yang dikalikan dengan faktor amplifikasi yang sesuai

dengan keadaan tanah sampai kedalaman 30 m di bawah struktur jembatan.