bab iii deskripsi umum film “negeri 5 menara” - Unisnu Jepara
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of bab iii deskripsi umum film “negeri 5 menara” - Unisnu Jepara
BAB III
DESKRIPSI UMUM FILM “NEGERI 5 MENARA”
A. FILM NEGERI 5 MENARA.
Negeri 5 Menara merupakan film pendidikan pertama yang ditampilkan
secara menarik oleh sutradara Affandi Abdul Rachman.1 Film yang diproduksi
oleh Million Pictures dan KG Production ini mendapat dukungan dari IB
Perbankan Syariah dan Bank Indonesia sebagai seponsor utama. Film Negeri 5
Menara diangkat dari novel trilogi Ahmad Fuadi yang berjudul “Negeri 5
Menara”.2 Dalam proses pembuatan film Negeri 5 Menara Affandi Abdul
Rachman menggandeng penulis naskah tersohor bernama Salman Aristo yang
juga sebagai penulis naskah film Ayat-Ayat Cinta, Laskar Pelangi dan Sang
Penari.
Film yang ini dirilis pada 1 Maret 2012 ini mengambil lokasi shooting
di Maninjau Sumatera Barat, Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
Jawa Timur, Bandung, hingga London. Film ini di setting untuk menceritakan
kehidupan di era tahun 80-an. Hal ini sangat terasa dan terlihat dari berbagai
properti dan pengambilan gambar yang diatur oleh sutradara. Tehnik
1 Affandi Abdul Rachman menyelesaikan studinya di Columbia College Of Hollywood,
Los Angeles, California, dilahirkan pada 13 Desember 1976. Ia memfokuskan pada jurusan
Directing dan Cinematography. Awal mula ia tertarik dalam dunia perfilman adalah saat dirinya
mengikuti pelatihan 8 Weeks Film Bootcam Di New York Film Academy Universal Studios pada
September 2002. Di sini dia menghasikan karya film pendek yang berjudul “PARANOID”.
Affandi Abdul Rachman lulus pada tahun 2006 dan mendapatkan gelar Magna Cume Laude.
Untuk memenuhi tugas akhirnya sebagai Mahasiswa ia membuat sebuah film yang berjudul
PHOENIX. Lewat karya ini ia mendapat gelar sebagai The Most Professional Set. Sebelum
menuai karya film Negeri 5 Menara, Affandi Abdul Rachman membuat beberapa karya film, yaitu
film yang berujud Pencarian Terakhir pada tahun 2008, Heart Break pada tahun 2009, Aku Atau
Dia pada tahun 2010 dan The Perfect Hous pada tahun 2011 2 Novel best seller pertama karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh Gramedia pada
tahun 2009. Telah dicetak sebanyak 12 kali, serta telah mendapat penghargaan
dari Anugerah Pembaca Indonesia tahun 2010 sebagai buku terfavorit.
36
pemgambilan gambar dan mampu membedakan suasana masa lampau di
Maninjau dan masa kini di London, Serta penata sinematografi yang sangat
cerdas dalam menangkap momen-momen keindahan panorama pedesaan
memberikan tampilan film menjadi sangat mengesankan. Didukung dengan
kesesuaian properti yang ada pada era 80-an memberikan keyakinan kepada
penonton bahwa film ini memang benar-benar menceritakan kehidupan dari
masa lampau. Mulai dari bentuk kalender, Toyota Kijang Kotak, Honda CB
100, Bus Harmonis tua, Televisi Kotak yang klasik, hingga penyebutan tokoh
penting seperti B.J Habibie. Selain hal itu yang paling mencolok adalah
visualisasi kehidupan di Pondok Modern.3
Awal cerita menggambarkan kehidupan Alif setelah lulus Madrasah
Tsanawiyah beserta keluarganya yang berada di Maninjau Sumatera Barat.
Diawal Film menceritakan kehidupan Alif di Maninjau sumatera barat yang
masih kental dengan kebudayaannya. Hal itu tergambar jelas pada saat ayah
Alif menjual kerbau miliknya. Dari model transaksi dan lingkungan yang ada
di sekitar masih kental dengan kebudayaan setempat. Di Maninjau ini ada tiga
tempat yang dijadikan sebagai lokasi shooting, yaitu rumah, danau,
persawahan, dan pasar.
Setelah menceritakan adegan yang ada di Maninjau Sumatera Barat,
kemudian lokasi yang dijadikan shooting adalah Pondok Madani yang berada
di Ponorogo Jawa Timur. Pondok Pesantren ini berbeda dengan pondok
3 http://www.kompasiana.com/larose/pesantren-dan-falsafah-hidup-dalam-film-negeri-5-
menara_552b99e46ea834b9228b45f7 diakses Oleh di perpustakaan Unisnu Jepara pada 7
Februari 2017. Pukul 14:15 WIB.
pesantren lainnya. Pondok Madani ini digambarkan sebagai pondok pesantren
modern. Hal ini bisa dilihat dalam film tersebut yang menggambarkan berbagai
hal di Pondok Madani. Mulai dari tempat, konsep dan model belajar bahkan
pakaian yang dikenakan ustazd dan para santri.
Dalam pembelajaran, di Pondok Madani tidak hanya mengajarkan ilmu
agama saja, ilmu-ilmu umum juga dipelajari di sini. Dalam adegan durasi
menit ke-35:13, Kiyai Rais sebagai pengasuh pondok menyampaikan
pidatonya tentang pola dan konsep pembelajaran di Pondok Madani. Dalam
pidatonya beliau mengatakan:
“Ini bukan sekolah agama tok, tapi ini sekolah pembelajaran hidup
yang islami berdasarkan nilai dan jiwa pesantren. Di pondok ini kalian
juga akan belajar soal keilmuan, kepribadian, dan juga soal
kemasyarakatan. Jadi bukan hanya belajar soal bagaimana caranya
menghafal Al-qur’an, hadits, atau kitab kuning. Bukan hanya itu, kalian
akan kami didik untuk menjadi kader-kader pemimpin dan juga belajar
menjadi orang besar. Apa itu orang besar....? em... apakah mereka yang
menjadi pengusaha besar atau jadi ketua partai, ketua ormas Islam yang
besar...? Bukan itu yang saya maksud orang besar. Orang besar itu adalah
mereka yang lulus dan keluar dari pesantren ini dan kemudian dengan
ikhlas mengajarkan ilmunya di plosok-plosok desa sampai di kaki-kaki
gunung. Di manapun mereka berada di bukit atau di kolong jembatan
sekalipun. Itu yang saya maksud sebagai orang besar. Apakah kamu
termasuk orang besar itu”.4
Sepenggal pidato yang menunjukkan konsep dan model belajar yang
diterapakan dalam Pondok Madani. Selain itu juga kita dapat melihat adegan
durasi ke-38:35, Alif dan para santri lainnya sedang belajar bahasa Inggris.
bukan hanya belajar soal agama saja. Hal lain yang digambarkan dalam
4 www.Youtube Negeri 5 Menara Full.com. diakses pada 12 Januari 2017 di
perpustakaan Unisnu Jepara.
Pondok Madani tidak mengajarkan ilmu agama saja adalah pada adegan durasi
ke-01:33:42. Dalam adegan ini tertulis di papan tulis pelajaran dan teori
matematika. Inilah yang menjadi sebuah gambaran bahwa di Pondok Madani
ini mempelajari berbagai ilmu, bukan hanya ilmu agama saja.
Di tempat Pondok Madani terdapat beberapa tempat yang menjadi
lokasi pengambilan shooting. Rumah kiyai Rais, kelas belajar, masjid, halaman
masjid, di bawah menara, asrama untuk tidur dan tempat penerbitan majalah
“Syams”. Tempat-tempat inilah yang menjadi lokasi untuk menceritakan
kehidupan yang dilalui oleh keenam sahabat saat belajar di Pondok Madani.
Seluruh aktifitas baik dalam belajar maupun aktifitas lain. tempat ini
menggambarkan kehidupan ala pesantren yang mengangkat kesederhanaan.
Tempat tidur yang beralaskan tikar menjadi sebuah hal yang dapat dilihat
sebagai pola kehidupan yang sederhana. Ruang kelas belajar yang dilengkapi
dengan papan tulis disertai meja dan kursi yang tertata rapi. Masjid dijadikan
sebagai sentral dalam beribadah. Dan tempat yang paling menarik adalah
dibawah menara sebagai tempat berkumpulnya keenam sahabat dalam belajar
maupun kegiatan yang lain. Dengan seringnya keenam sahabat di bawah
menara tersebut, mereka dijuluki sebagai “Shahibul Menara” yang mempunyai
arti pemilik menara.
Setelah berbagai kehidupan yang dijalani di Pondok Madani, pada
akhir cerita film ini menggambarkan kesuksesan keenam sahabat yang dinamai
Shahibul Menara. Namun, dalam film ini tidak digambarkan jelas tentang
kesuksesan apa saja yang mereka raih. Hanya diperlihatkan kesuksesan Alif
yang menjadi seorang Jurnalis dan Baso yang sukses dengan metode
pembelajaran Al-Qur’an yang ditekuninya. Di akhir cerita ini mereka
ditemukan kembali dalam dua lokasi yang berbeda. Alif, Atang dan raja di
London sedangkan Baso, Dul Majid dan Said di Jakarta sedang menghadiri
acara pertemuan Sekolah Islam Nasional. Dalam pembicaraan mereka lewat
telfon, mereka tetap menyuarakan simbol yang tetap melekat dari Pondok,
yaitu “Man Jadda Wajada”.
Hal yang menjadi menarik lagi dalam Pondok Madani ini adalah
para ustazd saat mengajar memakai baju berdasi, memakai celana dan sepatu
pantofel. Ibarat belajar mengajar di perguruan tinggi. Hal ini bisa kita lihat saat
proses belajar mengajar di Pondok pesantren pada umumnya biasanya
memakai baju dan bersarung, namun di Pondok Madani justru berpakaian
modern seperti dosen yang sedang mengajar mahasiswa.
Film Negeri 5 Menara menggambarkan kisah perjuangan menggapai
mimpi di balik persahabatan enam anak yang belajar di Pondok Madani.
Keenam sahabat tersebut adalah seorang Alif Fikri Chaniago asal Bukit Tinggi,
Sumatera Barat sebagai pemeran utama dengan kelima teman barunya: Baso
Salahuddin dari Gowa, Sulawesi Selatan, Atang Yunus dari Bandung, Jawa
Barat, Raja Lubis dari Medan, Sumatera Utara, Said Jufri dari Surabaya, Jawa
Timur, dan Dulmajid dari Sumenep, Madura.
Dalam adegan-adegan film ini tergambar jelas tentang konsep
ukhuwah berupa saling mengenal, saling memahami, memikul beban bersama
dan semangat berjuang mewujudkan cita-cita. Sebuah titik tekan adegan yang
menjadi inti dari cerita film ini adalah saat keenam sahabat ini berada di bawah
menara sebelah kanan masjid Jami’ Pondok Madani. Pada durasi ke-48 menit
38 detik5 tergambarkan mereka berimajinasi membentuk mimpi mereka dengan
memandang awan putih di langit yang biru. Dengan bentuk awan yang mereka
lihat berupa visualisasi tempat yang akan mereka kunjungi. Alif melihat awan
seperti Benua Amerika, Baso dan Atang yang sama-sama mengimajinasikan
seperti Benua Asia & Afrika, Raja yang mengilustrasikannya seperti Benua
Eropa, sedangkan Said dan Dulmajid sama-sama mengkhayalkannya seperti
Benua Asia mereka cinta Indonesia. Adegan inilah yang menjadi sebuah judul
dari novel dan film, kerena di setiap tempat yang mereka mimpikan terdapat
sebuah menara. Mereka membuat janji untuk membawa foto mereka masing-
masing dengan menara yang mereka ingin singgahi.
Yang menjadi tokoh utama dari film Negeri 5 Menara adalah Alif
setelah lulus sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Maninjau. Bersama
Randai yang mempunyai nama asli Raymond Jeffry, teman satu kelas sekaligus
sahabatnya, mereka mempunyai keinginan untuk melanjutkan sekolah ke SMA
Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Kemudian meneruskan belajar di ITB Bandung
seperti tokoh idola mereka saat itu, yaitu B.J. Habibie. Namun keinginan Alif
tersebut bertolak belakang dengan keinginan Amaknya.6 Amak Alif justru
sangat berkeinginan supaya Alif belajar di Pondok Pesantren untuk mendalami
ilmu agama. Dengan harapan kelak Alif menjadi orang yang berguna bagi
umat. Di sinilah cerita yang menggambarkan pergolakan batin seorang Alif
5 Ibid.
6 Panggilan untuk ibu di sebagian besar di Minang.
yang ingin mewujudkan kesuksesan menurut versi yang ia pahami. Namun,
mimpinya itu terkendala karena harus menuruti kemauan Amaknya tersebut
sebagai bukti baktinya sebagai anak.
Pada akhirnya Alif mengikuti apa kata amaknya, meskipun dengan
setengah hati. Saat Alif tiba di Pondok Madani ditemani ayahnya, hati Alif
merasa tambah remuk. Karena tempat itu benar-benar kampungan dan mirip
penjara di matanya. Ditambah lagi dalam belajar Alif diharuskan untuk mundur
satu tahun untuk mengikuti kelas adaptasi. Namun Alif tetap menguatkan
hatinya untuk mencoba menjalani proses belajar di Pondok Madani tersebut.
Pada mulanya Alif lebih sering menyendiri, tidak ingin bergaul
dengan teman-temannya yang belajar di Pondok Madani tersebut. Namun,
seiring berjalannya waktu, Alif mulai bersahabat dengan teman satu kamarnya.
Baso dari Gowa, Atang dari Bandung, Said dari Surabaya, Raja dari Medan,
dan Dul Majid dari Madura. Mereka berenam selalu berkumpul di menara
masjid dan menamakan diri mereka sebagai Sahibul Menara yang mempunyai
arti para pemilik menara.
Suasana kian menghangat, ketika Alif beserta kawan-kawannya
mendengar sentakan yang penuh semangat dari ustadznya yang bernama ustadz
Salman. “Man Jadda Wajada” itulah kalimat yang keluar dari lisan ustadz
Salman saat proses pembelajaran kelas pertama, kalimat ini mempunyai arti
“barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil”. Kalimat inilah
yang menambah semangat dari Alif dan kelima sahabatnya itu dalam
mewujudkan cita-cita mereka.
Keenam sahabat yang menamai sebagai Shahibul Menara ini selalu
berfikir visioner dari cerita-cerita besar. Mereka berambisi untuk menaklukan
dunia dengan mimpi-mimpi mereka. Dari tanah Indonesia, Eropa, Asia hingga
Afrika. Mereka yakin dengan tekad yang kuat dan sungguh-sungguh mereka
pasti berhasil mewujudkan cita-cita mereka. Di bawah menara Pondok Madani
mereka berjanji dan bertekad untuk bisa menaklukkan dunia dengan cita-cita
mereka. Dan suatu saat mereka mempunyai harapan menjadi orang besar yang
dapat bermanfa’at bagi kehidupan masyarakat banyak.7
Simbol Man Jadda Wajada ini menjadi sebuah dorongan kekuatan
untuk terus berjuang menggapai mimpi dan cita-cita. Sebuah kalimat yang
mengandung pesan moral dalam perjuangan. Simbol ini menjadi sebuah
pedoman para Shahibul Menara dalam melakukan aktifitasnya. Baik itu dalam
kegiatan belajar maupun yang lainnya. Yang menjadi titik tekan dari film ini
adalah penyampaian sebuah pesan dakwah Man jadda Wajada. Pesan moral
yang sangat kuat yang terkandung di dalam simbol tersebut.
B. SIMBOL “MAN JADDA WAJADA”.
Simbol Man Jadda Wajada menjadi pokok pembahasan dalam
penulisan karya ilmiyah ini. Simbol Man Jadda Wajada disampaikan dalam
film Negeri 5 Menara begitu dominan. Tercatat dalam film Negeri 5 Menara
simbol Man Jadda Wajada diulang hingga 29 kali. Maka dari itu, sangat
menarik jika diadakan sebuah analisis mengenai simbol ini, agar dapat
7 https://id.wikipedia.org/wiki/Negeri_5_Menara_%28film%29 diakses oleh Eko beni
Pratama pada 27 Januari 2017 Pukul 11:23 WIB di Perpustakaan UNISNU Jepara.
mengetahui makna dan efek dari simbol ini secara tepat. Untuk mempermudah
proses analisis simbol Man Jadda Wajada dalam film Negeri 5 Menara perlu
diadakan pemetaan dalam beberapa tipologi.
Tipologi pertama, adegan semangat menyampaikan pesan. Dalam
tipologi ini terdapat beberapa adegan yang saling berkaitan. Yaitu pada durasi
ke-30:18 hingga 31:21. simbol Man Jadda Wajada dalam film ini disampaikan
oleh seorang ustazd yang bernama Salman Ali. Beliau menyampaikan simbol
Man Jadda Wajada dengan sebuah contoh yang membuat para santri
tercengang. Berikut uraian mengenai adegan-adegan tersebut:
Ustazd Salman: “Bukan yang
paling tajam, tapi yang
sungguh-sungguh. Man Jadda
Wajada”
Dalam durasi 30:18 menggambarkan pertemuan kelas pertama,
Ustazd Salman menyampaikan simbol Man Jadda Wajada dengan membawa
sebuah pedang berkarat dan satu buah kayu. Dengan semangat tinggi Ustazd
Salman memotong kayu tersebut memakai pedang berkarat tersebut. Berkali-
kali pedang yang berkarat itu dihantamkan ke sebuah kayu. Dengan
kesungguhan dan keteguhan ustazd Salman akhirnya kayu tersebut terpotong.
Ustazd Salman berkata: “Ingat, bukan yang paling tajam, tapi yang paling
bersungguh-sungguh Man Jadda Wajada”.
Para Santri: “Man Jadda
Wajada”.
Pada adegan berikutnya, durasi ke-31:06 digambarkan para santri
mengikuti ustazd Salman mengucapkan “Man Jadda Wajada”. Dengan
ekspresi yang sangat semangat dan suara yang keras. Para Santri telah
terhipnotis dengan apa yang disampaikan oleh Ustazd Salman tersebut.
Para Santri: Dengan suara
yang sangat keras “Man
Jadda Wajada”
Kemudian pada durasi ke-31:10 para santri mengucapkan Man
Jadda Wajada dengan suasana tambah semangat dan suara yang semakin
keras. Para santri semakin kompak dalam mengucapkan simbol Man Jadda
Wajada.
Tipologi kedua, adegan yang menunjukkan arti dari simbol Man
Jadda Wajada. Tergambar jelas dalam adegan durasi ke- 30:18, 01:34:06 dan
01:34:19.
Ustazd Salaman: “Barang
siapa yang bersungguh-
sungguh maka ia akan
berhasil”.
Dalam durasi 30:18 tergambar jelas semangat dari Ustazd Salman.
Dengan mengangkat pedang dan kayu yang terpotong tersebut, Ustazd Salman
mengatakan pada para santri. “Man Jadda Wajada. Barang siapa yang
bersungguh-sungguh maka ia kan berhasil”. Ustazd Salman memberikan
pengetahuan tentang arti dari simbol Man Jadda Wajada. Dalam adegan inilah
simbol Man Jadda Wajada tentu memiliki makna tertentu yang dapat
diungkap.
Alif : “Pasti ada jalan. Man
Jadda Wajada”.
Kemudian pada adegan durasi ke-01:34:06 Alif mengatakan: “Pasti
ada cara, Man Jadda Wajada”. Saat berbicara dengan Said tentang keinginan
keras Alif untuk pindah belajar ke SMA di Bandung. Dengan menanamkan
makna simbol Man Jadda Wajada, Alif berpandangan untuk pindah ke sekolah
yang ia idamkan tersebut pasti ada cara yang bisa ditempuh.
Said : “Alif, jangan pernah
menyalah artikan Man
Jadda Wajada.
Said mengatakan “Alif... lif... lihat aku... jangan menyalah artikan
Man Jadda Wajada”. Karena mendengar keputusan Alif untuk pindah belajar
dari Podok Madani ke SMA di Bandung. Memperkuat keyakinan dengan
menanamkan simbol Man Jadda Wajada.
Tipologi ketiga, adegan memberikan motivasi penyemangat. Dalam
tipologi adegan ini bisa kita lihat pada durasi ke-45:54, 51:19, 01:25:47 dan
01:26:10,01:51:10. Dalam adegan ini menggambarkan tentang penyampain
simbol Man Jadda Wajada dijadikan sebagai landasan untuk menumbuhkan
motivasi penyemangat untuk berjuang.
Baso : “apapun yang ada
dalam surat itu Alif, Man
Jadda Wajada”.
Pada adegan 24:54 digambarkan suasana pondok saat istirahat.
Kemudian Baso melihat Alif yang sedang sedih. Baso berkata pada Alif,
“Apapun yang ada dalam surat itu lif, Man Jadda Wajada”. Baso mengatakan
tersebut memberikan semangat pada alif setelah membaca surat dari temannya
yang bernama Randai yang bersekolah di SMA Bandung. Dalam surat itu
dituliskan tentang apa yang dialami Randai di SMA Bandung. Sehingga Alif
yang sangat mengidolakan untuk sekolah di tempat tersebut menjadi semakin
bingung saat belajar di Pondok Madani. Sehingga Alif ingin pindah ke SMA di
Bandung tersebut.
Shahibul Menara: “Man
Jadda Wajada”.
Setelah itu pada durasi ke-51:19 tergambar Shahibul Menara sedang
duduk santai di bawah menara. Mereka membicarakan berbagai cita-cita dan
harapan yang inngin mereka capai masing-masing di tempat yang mereka
impikan. Mereka membuat janji untuk membawa foto mereka didepan menara
dimana mimpi mereka berada. Dari benua Asia, Eropa hingga Amerika. Dalam
kebersamaan mereka menyuarakan: “Man Jadda Wajada”.
Baso : “Apa
yang tidak untuk Man
Jadda Wajada”.
Kemudian pada durasi 01:25:47 Baso mengatakan: “Apa yang tidak
untuk Man Jadda Wajada”. Baso meyakinkan teman-temannya untuk
membuat sejarah dengan menampilkan karya seni mereka dalam pementasan
kelas akhir. Awalnya teman-temannya ragu dengan hal ini karena pesertanya
diambil dari kelas 3 dan 4 sedangkan mereka baru kelas 2. Namun Baso tetap
meyakinkan teman-temannya untuk mengikuti pementasan tersebut. Dan pada
akhirnya Shahibul Menara sepakat dan semangat untuk mengikuti acara
pementasan tersebut.
Shohibul menara : “Man
Jadda Wajada”.
Sambung dari adegan di atas, pada durasi 01:26:10 dalam
kebersamaan Shahibul Menara mengatakan secara bersama-sama “Man Jadda
Wajada”. Setelah sepakat untuk mengikuti pementasan seni dalam acara kelas
akhir di pondok madani yang secara langsung dinilai oleh kiyai Rais pengasuh
pondok.
Ditempat yang berbeda enam
sahabat menyuarakan simbol
Man Jadda Wajada.
Yang terakhir adalah pada durasi ke-10:51:10 menceritakan
kesuksesan Shahibul Menara dalam menggapai cita-cita mereka masing-
masing. Mereka tetap dalam kebersamaan menyuarakan Man Jadda Wajada
meski di tempat yang berbeda. Mereka terlihat masih sangat kompak seperti
saat masih berada di Pondok Madani. Pesan Man Jadda Wajada masih begitu
lekat dan kuat teringat dalam pikiran mereka. Man Jadda Wajada ini menjadi
sebuah pedoman yang sangat kuat dalam bersungguh mengejar mimpi dan cita-
cita.
Potongan adegan di atas merupakan contoh dari adegan-adegan yang
ada dalam film Negeri 5 Menara. Adegan-adegan dalam film yang mengangkat
arti simbol Man Jadda Wajada. Dikemas dengan konsep dramatisasi yang
sangat kuat dari para aktornya memberikan sentuhan pada penontonnya. Proses
dramatisasi inilah yang membuat pesan dakwah menjadi berkesan terhadap
penonton dalam hal ini adalah mad’u.
Dalam setiap adegan yang mengangkat simbol Man Jadda Wajada
ini perlu kita perhatikan dan cermati secara teliti. Dalam adegan tersebut
terdapat hal yang sangat menarik untuk disimak agar mengetahui makna dan
maksud dari pesan dakwah yang diangkat dalam film ini. Potongan adegan
inilah yang nantinya akan dianalisa lebih lanjut untuk mengetahui pokok pesan
yang disampaikan dalam Film Negeri 5 Menara. Mengetahui makna dan efek
yang muncul saat simbol Man Jadda Wajada yang disampaikan. Dan nantinya
akan dikaji lebih lanjut dan dikaitkan dengan ilmu dakwah.