bab iii deskripsi umum film “negeri 5 menara” - Unisnu Jepara

17
BAB III DESKRIPSI UMUM FILM “NEGERI 5 MENARA” A. FILM NEGERI 5 MENARA. Negeri 5 Menara merupakan film pendidikan pertama yang ditampilkan secara menarik oleh sutradara Affandi Abdul Rachman. 1 Film yang diproduksi oleh Million Pictures dan KG Production ini mendapat dukungan dari IB Perbankan Syariah dan Bank Indonesia sebagai seponsor utama. Film Negeri 5 Menara diangkat dari novel trilogi Ahmad Fuadi yang berjudul “Negeri 5 Menara”. 2 Dalam proses pembuatan film Negeri 5 Menara Affandi Abdul Rachman menggandeng penulis naskah tersohor bernama Salman Aristo yang juga sebagai penulis naskah film Ayat-Ayat Cinta, Laskar Pelangi dan Sang Penari. Film yang ini dirilis pada 1 Maret 2012 ini mengambil lokasi shooting di Maninjau Sumatera Barat, Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur, Bandung, hingga London. Film ini di setting untuk menceritakan kehidupan di era tahun 80-an. Hal ini sangat terasa dan terlihat dari berbagai properti dan pengambilan gambar yang diatur oleh sutradara. Tehnik 1 Affandi Abdul Rachman menyelesaikan studinya di Columbia College Of Hollywood, Los Angeles, California, dilahirkan pada 13 Desember 1976. Ia memfokuskan pada jurusan Directing dan Cinematography. Awal mula ia tertarik dalam dunia perfilman adalah saat dirinya mengikuti pelatihan 8 Weeks Film Bootcam Di New York Film Academy Universal Studios pada September 2002. Di sini dia menghasikan karya film pendek yang berjudul “PARANOID”. Affandi Abdul Rachman lulus pada tahun 2006 dan mendapatkan gelar Magna Cume Laude. Untuk memenuhi tugas akhirnya sebagai Mahasiswa ia membuat sebuah film yang berjudul PHOENIX. Lewat karya ini ia mendapat gelar sebagai The Most Professional Set. Sebelum menuai karya film Negeri 5 Menara, Affandi Abdul Rachman membuat beberapa karya film, yaitu film yang berujud Pencarian Terakhir pada tahun 2008, Heart Break pada tahun 2009, Aku Atau Dia pada tahun 2010 dan The Perfect Hous pada tahun 2011 2 Novel best seller pertama karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2009. Telah dicetak sebanyak 12 kali, serta telah mendapat penghargaan dari Anugerah Pembaca Indonesia tahun 2010 sebagai buku terfavorit. 36

Transcript of bab iii deskripsi umum film “negeri 5 menara” - Unisnu Jepara

BAB III

DESKRIPSI UMUM FILM “NEGERI 5 MENARA”

A. FILM NEGERI 5 MENARA.

Negeri 5 Menara merupakan film pendidikan pertama yang ditampilkan

secara menarik oleh sutradara Affandi Abdul Rachman.1 Film yang diproduksi

oleh Million Pictures dan KG Production ini mendapat dukungan dari IB

Perbankan Syariah dan Bank Indonesia sebagai seponsor utama. Film Negeri 5

Menara diangkat dari novel trilogi Ahmad Fuadi yang berjudul “Negeri 5

Menara”.2 Dalam proses pembuatan film Negeri 5 Menara Affandi Abdul

Rachman menggandeng penulis naskah tersohor bernama Salman Aristo yang

juga sebagai penulis naskah film Ayat-Ayat Cinta, Laskar Pelangi dan Sang

Penari.

Film yang ini dirilis pada 1 Maret 2012 ini mengambil lokasi shooting

di Maninjau Sumatera Barat, Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo

Jawa Timur, Bandung, hingga London. Film ini di setting untuk menceritakan

kehidupan di era tahun 80-an. Hal ini sangat terasa dan terlihat dari berbagai

properti dan pengambilan gambar yang diatur oleh sutradara. Tehnik

1 Affandi Abdul Rachman menyelesaikan studinya di Columbia College Of Hollywood,

Los Angeles, California, dilahirkan pada 13 Desember 1976. Ia memfokuskan pada jurusan

Directing dan Cinematography. Awal mula ia tertarik dalam dunia perfilman adalah saat dirinya

mengikuti pelatihan 8 Weeks Film Bootcam Di New York Film Academy Universal Studios pada

September 2002. Di sini dia menghasikan karya film pendek yang berjudul “PARANOID”.

Affandi Abdul Rachman lulus pada tahun 2006 dan mendapatkan gelar Magna Cume Laude.

Untuk memenuhi tugas akhirnya sebagai Mahasiswa ia membuat sebuah film yang berjudul

PHOENIX. Lewat karya ini ia mendapat gelar sebagai The Most Professional Set. Sebelum

menuai karya film Negeri 5 Menara, Affandi Abdul Rachman membuat beberapa karya film, yaitu

film yang berujud Pencarian Terakhir pada tahun 2008, Heart Break pada tahun 2009, Aku Atau

Dia pada tahun 2010 dan The Perfect Hous pada tahun 2011 2 Novel best seller pertama karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh Gramedia pada

tahun 2009. Telah dicetak sebanyak 12 kali, serta telah mendapat penghargaan

dari Anugerah Pembaca Indonesia tahun 2010 sebagai buku terfavorit.

36

pemgambilan gambar dan mampu membedakan suasana masa lampau di

Maninjau dan masa kini di London, Serta penata sinematografi yang sangat

cerdas dalam menangkap momen-momen keindahan panorama pedesaan

memberikan tampilan film menjadi sangat mengesankan. Didukung dengan

kesesuaian properti yang ada pada era 80-an memberikan keyakinan kepada

penonton bahwa film ini memang benar-benar menceritakan kehidupan dari

masa lampau. Mulai dari bentuk kalender, Toyota Kijang Kotak, Honda CB

100, Bus Harmonis tua, Televisi Kotak yang klasik, hingga penyebutan tokoh

penting seperti B.J Habibie. Selain hal itu yang paling mencolok adalah

visualisasi kehidupan di Pondok Modern.3

Awal cerita menggambarkan kehidupan Alif setelah lulus Madrasah

Tsanawiyah beserta keluarganya yang berada di Maninjau Sumatera Barat.

Diawal Film menceritakan kehidupan Alif di Maninjau sumatera barat yang

masih kental dengan kebudayaannya. Hal itu tergambar jelas pada saat ayah

Alif menjual kerbau miliknya. Dari model transaksi dan lingkungan yang ada

di sekitar masih kental dengan kebudayaan setempat. Di Maninjau ini ada tiga

tempat yang dijadikan sebagai lokasi shooting, yaitu rumah, danau,

persawahan, dan pasar.

Setelah menceritakan adegan yang ada di Maninjau Sumatera Barat,

kemudian lokasi yang dijadikan shooting adalah Pondok Madani yang berada

di Ponorogo Jawa Timur. Pondok Pesantren ini berbeda dengan pondok

3 http://www.kompasiana.com/larose/pesantren-dan-falsafah-hidup-dalam-film-negeri-5-

menara_552b99e46ea834b9228b45f7 diakses Oleh di perpustakaan Unisnu Jepara pada 7

Februari 2017. Pukul 14:15 WIB.

pesantren lainnya. Pondok Madani ini digambarkan sebagai pondok pesantren

modern. Hal ini bisa dilihat dalam film tersebut yang menggambarkan berbagai

hal di Pondok Madani. Mulai dari tempat, konsep dan model belajar bahkan

pakaian yang dikenakan ustazd dan para santri.

Dalam pembelajaran, di Pondok Madani tidak hanya mengajarkan ilmu

agama saja, ilmu-ilmu umum juga dipelajari di sini. Dalam adegan durasi

menit ke-35:13, Kiyai Rais sebagai pengasuh pondok menyampaikan

pidatonya tentang pola dan konsep pembelajaran di Pondok Madani. Dalam

pidatonya beliau mengatakan:

“Ini bukan sekolah agama tok, tapi ini sekolah pembelajaran hidup

yang islami berdasarkan nilai dan jiwa pesantren. Di pondok ini kalian

juga akan belajar soal keilmuan, kepribadian, dan juga soal

kemasyarakatan. Jadi bukan hanya belajar soal bagaimana caranya

menghafal Al-qur’an, hadits, atau kitab kuning. Bukan hanya itu, kalian

akan kami didik untuk menjadi kader-kader pemimpin dan juga belajar

menjadi orang besar. Apa itu orang besar....? em... apakah mereka yang

menjadi pengusaha besar atau jadi ketua partai, ketua ormas Islam yang

besar...? Bukan itu yang saya maksud orang besar. Orang besar itu adalah

mereka yang lulus dan keluar dari pesantren ini dan kemudian dengan

ikhlas mengajarkan ilmunya di plosok-plosok desa sampai di kaki-kaki

gunung. Di manapun mereka berada di bukit atau di kolong jembatan

sekalipun. Itu yang saya maksud sebagai orang besar. Apakah kamu

termasuk orang besar itu”.4

Sepenggal pidato yang menunjukkan konsep dan model belajar yang

diterapakan dalam Pondok Madani. Selain itu juga kita dapat melihat adegan

durasi ke-38:35, Alif dan para santri lainnya sedang belajar bahasa Inggris.

bukan hanya belajar soal agama saja. Hal lain yang digambarkan dalam

4 www.Youtube Negeri 5 Menara Full.com. diakses pada 12 Januari 2017 di

perpustakaan Unisnu Jepara.

Pondok Madani tidak mengajarkan ilmu agama saja adalah pada adegan durasi

ke-01:33:42. Dalam adegan ini tertulis di papan tulis pelajaran dan teori

matematika. Inilah yang menjadi sebuah gambaran bahwa di Pondok Madani

ini mempelajari berbagai ilmu, bukan hanya ilmu agama saja.

Di tempat Pondok Madani terdapat beberapa tempat yang menjadi

lokasi pengambilan shooting. Rumah kiyai Rais, kelas belajar, masjid, halaman

masjid, di bawah menara, asrama untuk tidur dan tempat penerbitan majalah

“Syams”. Tempat-tempat inilah yang menjadi lokasi untuk menceritakan

kehidupan yang dilalui oleh keenam sahabat saat belajar di Pondok Madani.

Seluruh aktifitas baik dalam belajar maupun aktifitas lain. tempat ini

menggambarkan kehidupan ala pesantren yang mengangkat kesederhanaan.

Tempat tidur yang beralaskan tikar menjadi sebuah hal yang dapat dilihat

sebagai pola kehidupan yang sederhana. Ruang kelas belajar yang dilengkapi

dengan papan tulis disertai meja dan kursi yang tertata rapi. Masjid dijadikan

sebagai sentral dalam beribadah. Dan tempat yang paling menarik adalah

dibawah menara sebagai tempat berkumpulnya keenam sahabat dalam belajar

maupun kegiatan yang lain. Dengan seringnya keenam sahabat di bawah

menara tersebut, mereka dijuluki sebagai “Shahibul Menara” yang mempunyai

arti pemilik menara.

Setelah berbagai kehidupan yang dijalani di Pondok Madani, pada

akhir cerita film ini menggambarkan kesuksesan keenam sahabat yang dinamai

Shahibul Menara. Namun, dalam film ini tidak digambarkan jelas tentang

kesuksesan apa saja yang mereka raih. Hanya diperlihatkan kesuksesan Alif

yang menjadi seorang Jurnalis dan Baso yang sukses dengan metode

pembelajaran Al-Qur’an yang ditekuninya. Di akhir cerita ini mereka

ditemukan kembali dalam dua lokasi yang berbeda. Alif, Atang dan raja di

London sedangkan Baso, Dul Majid dan Said di Jakarta sedang menghadiri

acara pertemuan Sekolah Islam Nasional. Dalam pembicaraan mereka lewat

telfon, mereka tetap menyuarakan simbol yang tetap melekat dari Pondok,

yaitu “Man Jadda Wajada”.

Hal yang menjadi menarik lagi dalam Pondok Madani ini adalah

para ustazd saat mengajar memakai baju berdasi, memakai celana dan sepatu

pantofel. Ibarat belajar mengajar di perguruan tinggi. Hal ini bisa kita lihat saat

proses belajar mengajar di Pondok pesantren pada umumnya biasanya

memakai baju dan bersarung, namun di Pondok Madani justru berpakaian

modern seperti dosen yang sedang mengajar mahasiswa.

Film Negeri 5 Menara menggambarkan kisah perjuangan menggapai

mimpi di balik persahabatan enam anak yang belajar di Pondok Madani.

Keenam sahabat tersebut adalah seorang Alif Fikri Chaniago asal Bukit Tinggi,

Sumatera Barat sebagai pemeran utama dengan kelima teman barunya: Baso

Salahuddin dari Gowa, Sulawesi Selatan, Atang Yunus dari Bandung, Jawa

Barat, Raja Lubis dari Medan, Sumatera Utara, Said Jufri dari Surabaya, Jawa

Timur, dan Dulmajid dari Sumenep, Madura.

Dalam adegan-adegan film ini tergambar jelas tentang konsep

ukhuwah berupa saling mengenal, saling memahami, memikul beban bersama

dan semangat berjuang mewujudkan cita-cita. Sebuah titik tekan adegan yang

menjadi inti dari cerita film ini adalah saat keenam sahabat ini berada di bawah

menara sebelah kanan masjid Jami’ Pondok Madani. Pada durasi ke-48 menit

38 detik5 tergambarkan mereka berimajinasi membentuk mimpi mereka dengan

memandang awan putih di langit yang biru. Dengan bentuk awan yang mereka

lihat berupa visualisasi tempat yang akan mereka kunjungi. Alif melihat awan

seperti Benua Amerika, Baso dan Atang yang sama-sama mengimajinasikan

seperti Benua Asia & Afrika, Raja yang mengilustrasikannya seperti Benua

Eropa, sedangkan Said dan Dulmajid sama-sama mengkhayalkannya seperti

Benua Asia mereka cinta Indonesia. Adegan inilah yang menjadi sebuah judul

dari novel dan film, kerena di setiap tempat yang mereka mimpikan terdapat

sebuah menara. Mereka membuat janji untuk membawa foto mereka masing-

masing dengan menara yang mereka ingin singgahi.

Yang menjadi tokoh utama dari film Negeri 5 Menara adalah Alif

setelah lulus sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri Maninjau. Bersama

Randai yang mempunyai nama asli Raymond Jeffry, teman satu kelas sekaligus

sahabatnya, mereka mempunyai keinginan untuk melanjutkan sekolah ke SMA

Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Kemudian meneruskan belajar di ITB Bandung

seperti tokoh idola mereka saat itu, yaitu B.J. Habibie. Namun keinginan Alif

tersebut bertolak belakang dengan keinginan Amaknya.6 Amak Alif justru

sangat berkeinginan supaya Alif belajar di Pondok Pesantren untuk mendalami

ilmu agama. Dengan harapan kelak Alif menjadi orang yang berguna bagi

umat. Di sinilah cerita yang menggambarkan pergolakan batin seorang Alif

5 Ibid.

6 Panggilan untuk ibu di sebagian besar di Minang.

yang ingin mewujudkan kesuksesan menurut versi yang ia pahami. Namun,

mimpinya itu terkendala karena harus menuruti kemauan Amaknya tersebut

sebagai bukti baktinya sebagai anak.

Pada akhirnya Alif mengikuti apa kata amaknya, meskipun dengan

setengah hati. Saat Alif tiba di Pondok Madani ditemani ayahnya, hati Alif

merasa tambah remuk. Karena tempat itu benar-benar kampungan dan mirip

penjara di matanya. Ditambah lagi dalam belajar Alif diharuskan untuk mundur

satu tahun untuk mengikuti kelas adaptasi. Namun Alif tetap menguatkan

hatinya untuk mencoba menjalani proses belajar di Pondok Madani tersebut.

Pada mulanya Alif lebih sering menyendiri, tidak ingin bergaul

dengan teman-temannya yang belajar di Pondok Madani tersebut. Namun,

seiring berjalannya waktu, Alif mulai bersahabat dengan teman satu kamarnya.

Baso dari Gowa, Atang dari Bandung, Said dari Surabaya, Raja dari Medan,

dan Dul Majid dari Madura. Mereka berenam selalu berkumpul di menara

masjid dan menamakan diri mereka sebagai Sahibul Menara yang mempunyai

arti para pemilik menara.

Suasana kian menghangat, ketika Alif beserta kawan-kawannya

mendengar sentakan yang penuh semangat dari ustadznya yang bernama ustadz

Salman. “Man Jadda Wajada” itulah kalimat yang keluar dari lisan ustadz

Salman saat proses pembelajaran kelas pertama, kalimat ini mempunyai arti

“barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil”. Kalimat inilah

yang menambah semangat dari Alif dan kelima sahabatnya itu dalam

mewujudkan cita-cita mereka.

Keenam sahabat yang menamai sebagai Shahibul Menara ini selalu

berfikir visioner dari cerita-cerita besar. Mereka berambisi untuk menaklukan

dunia dengan mimpi-mimpi mereka. Dari tanah Indonesia, Eropa, Asia hingga

Afrika. Mereka yakin dengan tekad yang kuat dan sungguh-sungguh mereka

pasti berhasil mewujudkan cita-cita mereka. Di bawah menara Pondok Madani

mereka berjanji dan bertekad untuk bisa menaklukkan dunia dengan cita-cita

mereka. Dan suatu saat mereka mempunyai harapan menjadi orang besar yang

dapat bermanfa’at bagi kehidupan masyarakat banyak.7

Simbol Man Jadda Wajada ini menjadi sebuah dorongan kekuatan

untuk terus berjuang menggapai mimpi dan cita-cita. Sebuah kalimat yang

mengandung pesan moral dalam perjuangan. Simbol ini menjadi sebuah

pedoman para Shahibul Menara dalam melakukan aktifitasnya. Baik itu dalam

kegiatan belajar maupun yang lainnya. Yang menjadi titik tekan dari film ini

adalah penyampaian sebuah pesan dakwah Man jadda Wajada. Pesan moral

yang sangat kuat yang terkandung di dalam simbol tersebut.

B. SIMBOL “MAN JADDA WAJADA”.

Simbol Man Jadda Wajada menjadi pokok pembahasan dalam

penulisan karya ilmiyah ini. Simbol Man Jadda Wajada disampaikan dalam

film Negeri 5 Menara begitu dominan. Tercatat dalam film Negeri 5 Menara

simbol Man Jadda Wajada diulang hingga 29 kali. Maka dari itu, sangat

menarik jika diadakan sebuah analisis mengenai simbol ini, agar dapat

7 https://id.wikipedia.org/wiki/Negeri_5_Menara_%28film%29 diakses oleh Eko beni

Pratama pada 27 Januari 2017 Pukul 11:23 WIB di Perpustakaan UNISNU Jepara.

mengetahui makna dan efek dari simbol ini secara tepat. Untuk mempermudah

proses analisis simbol Man Jadda Wajada dalam film Negeri 5 Menara perlu

diadakan pemetaan dalam beberapa tipologi.

Tipologi pertama, adegan semangat menyampaikan pesan. Dalam

tipologi ini terdapat beberapa adegan yang saling berkaitan. Yaitu pada durasi

ke-30:18 hingga 31:21. simbol Man Jadda Wajada dalam film ini disampaikan

oleh seorang ustazd yang bernama Salman Ali. Beliau menyampaikan simbol

Man Jadda Wajada dengan sebuah contoh yang membuat para santri

tercengang. Berikut uraian mengenai adegan-adegan tersebut:

Ustazd Salman: “Bukan yang

paling tajam, tapi yang

sungguh-sungguh. Man Jadda

Wajada”

Dalam durasi 30:18 menggambarkan pertemuan kelas pertama,

Ustazd Salman menyampaikan simbol Man Jadda Wajada dengan membawa

sebuah pedang berkarat dan satu buah kayu. Dengan semangat tinggi Ustazd

Salman memotong kayu tersebut memakai pedang berkarat tersebut. Berkali-

kali pedang yang berkarat itu dihantamkan ke sebuah kayu. Dengan

kesungguhan dan keteguhan ustazd Salman akhirnya kayu tersebut terpotong.

Ustazd Salman berkata: “Ingat, bukan yang paling tajam, tapi yang paling

bersungguh-sungguh Man Jadda Wajada”.

Para Santri: “Man Jadda

Wajada”.

Pada adegan berikutnya, durasi ke-31:06 digambarkan para santri

mengikuti ustazd Salman mengucapkan “Man Jadda Wajada”. Dengan

ekspresi yang sangat semangat dan suara yang keras. Para Santri telah

terhipnotis dengan apa yang disampaikan oleh Ustazd Salman tersebut.

Para Santri: Dengan suara

yang sangat keras “Man

Jadda Wajada”

Kemudian pada durasi ke-31:10 para santri mengucapkan Man

Jadda Wajada dengan suasana tambah semangat dan suara yang semakin

keras. Para santri semakin kompak dalam mengucapkan simbol Man Jadda

Wajada.

Tipologi kedua, adegan yang menunjukkan arti dari simbol Man

Jadda Wajada. Tergambar jelas dalam adegan durasi ke- 30:18, 01:34:06 dan

01:34:19.

Ustazd Salaman: “Barang

siapa yang bersungguh-

sungguh maka ia akan

berhasil”.

Dalam durasi 30:18 tergambar jelas semangat dari Ustazd Salman.

Dengan mengangkat pedang dan kayu yang terpotong tersebut, Ustazd Salman

mengatakan pada para santri. “Man Jadda Wajada. Barang siapa yang

bersungguh-sungguh maka ia kan berhasil”. Ustazd Salman memberikan

pengetahuan tentang arti dari simbol Man Jadda Wajada. Dalam adegan inilah

simbol Man Jadda Wajada tentu memiliki makna tertentu yang dapat

diungkap.

Alif : “Pasti ada jalan. Man

Jadda Wajada”.

Kemudian pada adegan durasi ke-01:34:06 Alif mengatakan: “Pasti

ada cara, Man Jadda Wajada”. Saat berbicara dengan Said tentang keinginan

keras Alif untuk pindah belajar ke SMA di Bandung. Dengan menanamkan

makna simbol Man Jadda Wajada, Alif berpandangan untuk pindah ke sekolah

yang ia idamkan tersebut pasti ada cara yang bisa ditempuh.

Said : “Alif, jangan pernah

menyalah artikan Man

Jadda Wajada.

Said mengatakan “Alif... lif... lihat aku... jangan menyalah artikan

Man Jadda Wajada”. Karena mendengar keputusan Alif untuk pindah belajar

dari Podok Madani ke SMA di Bandung. Memperkuat keyakinan dengan

menanamkan simbol Man Jadda Wajada.

Tipologi ketiga, adegan memberikan motivasi penyemangat. Dalam

tipologi adegan ini bisa kita lihat pada durasi ke-45:54, 51:19, 01:25:47 dan

01:26:10,01:51:10. Dalam adegan ini menggambarkan tentang penyampain

simbol Man Jadda Wajada dijadikan sebagai landasan untuk menumbuhkan

motivasi penyemangat untuk berjuang.

Baso : “apapun yang ada

dalam surat itu Alif, Man

Jadda Wajada”.

Pada adegan 24:54 digambarkan suasana pondok saat istirahat.

Kemudian Baso melihat Alif yang sedang sedih. Baso berkata pada Alif,

“Apapun yang ada dalam surat itu lif, Man Jadda Wajada”. Baso mengatakan

tersebut memberikan semangat pada alif setelah membaca surat dari temannya

yang bernama Randai yang bersekolah di SMA Bandung. Dalam surat itu

dituliskan tentang apa yang dialami Randai di SMA Bandung. Sehingga Alif

yang sangat mengidolakan untuk sekolah di tempat tersebut menjadi semakin

bingung saat belajar di Pondok Madani. Sehingga Alif ingin pindah ke SMA di

Bandung tersebut.

Shahibul Menara: “Man

Jadda Wajada”.

Setelah itu pada durasi ke-51:19 tergambar Shahibul Menara sedang

duduk santai di bawah menara. Mereka membicarakan berbagai cita-cita dan

harapan yang inngin mereka capai masing-masing di tempat yang mereka

impikan. Mereka membuat janji untuk membawa foto mereka didepan menara

dimana mimpi mereka berada. Dari benua Asia, Eropa hingga Amerika. Dalam

kebersamaan mereka menyuarakan: “Man Jadda Wajada”.

Baso : “Apa

yang tidak untuk Man

Jadda Wajada”.

Kemudian pada durasi 01:25:47 Baso mengatakan: “Apa yang tidak

untuk Man Jadda Wajada”. Baso meyakinkan teman-temannya untuk

membuat sejarah dengan menampilkan karya seni mereka dalam pementasan

kelas akhir. Awalnya teman-temannya ragu dengan hal ini karena pesertanya

diambil dari kelas 3 dan 4 sedangkan mereka baru kelas 2. Namun Baso tetap

meyakinkan teman-temannya untuk mengikuti pementasan tersebut. Dan pada

akhirnya Shahibul Menara sepakat dan semangat untuk mengikuti acara

pementasan tersebut.

Shohibul menara : “Man

Jadda Wajada”.

Sambung dari adegan di atas, pada durasi 01:26:10 dalam

kebersamaan Shahibul Menara mengatakan secara bersama-sama “Man Jadda

Wajada”. Setelah sepakat untuk mengikuti pementasan seni dalam acara kelas

akhir di pondok madani yang secara langsung dinilai oleh kiyai Rais pengasuh

pondok.

Ditempat yang berbeda enam

sahabat menyuarakan simbol

Man Jadda Wajada.

Yang terakhir adalah pada durasi ke-10:51:10 menceritakan

kesuksesan Shahibul Menara dalam menggapai cita-cita mereka masing-

masing. Mereka tetap dalam kebersamaan menyuarakan Man Jadda Wajada

meski di tempat yang berbeda. Mereka terlihat masih sangat kompak seperti

saat masih berada di Pondok Madani. Pesan Man Jadda Wajada masih begitu

lekat dan kuat teringat dalam pikiran mereka. Man Jadda Wajada ini menjadi

sebuah pedoman yang sangat kuat dalam bersungguh mengejar mimpi dan cita-

cita.

Potongan adegan di atas merupakan contoh dari adegan-adegan yang

ada dalam film Negeri 5 Menara. Adegan-adegan dalam film yang mengangkat

arti simbol Man Jadda Wajada. Dikemas dengan konsep dramatisasi yang

sangat kuat dari para aktornya memberikan sentuhan pada penontonnya. Proses

dramatisasi inilah yang membuat pesan dakwah menjadi berkesan terhadap

penonton dalam hal ini adalah mad’u.

Dalam setiap adegan yang mengangkat simbol Man Jadda Wajada

ini perlu kita perhatikan dan cermati secara teliti. Dalam adegan tersebut

terdapat hal yang sangat menarik untuk disimak agar mengetahui makna dan

maksud dari pesan dakwah yang diangkat dalam film ini. Potongan adegan

inilah yang nantinya akan dianalisa lebih lanjut untuk mengetahui pokok pesan

yang disampaikan dalam Film Negeri 5 Menara. Mengetahui makna dan efek

yang muncul saat simbol Man Jadda Wajada yang disampaikan. Dan nantinya

akan dikaji lebih lanjut dan dikaitkan dengan ilmu dakwah.