10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Struktur ...

81
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Struktur dalam bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang diakibatkan adanya bangunan di atas tanah. Tujuan utama dari struktur adalah memberikan kekuatan pada suatu bangunan, struktur bangunan dipengaruhi oleh beban mati (dead load) berupa berat sendiri bangunan dan beban hidup (live load) berupa beban akibat penggunaan ruangan dan beban khusus seperti penurunan pondasi, tekanan tanah atau air, pengaruh temperatur dan beban akibat gempa.p Perencanaan merupakan pengetrapan cara-cara perhitungan atau percobaan yang rasional sesuai dengan prinsip-prinsip mekanika struktur yang lazim berlaku. Ditinjau dari ketinggian gedung dan spesifikasi perancangan dan syarat-syarat, bangunan bertingkat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : a. Bangunan bertingkat rendah (Low Rise Building) mempunyai 3-4 lapis lantai atau ketinggian. b. Bangunan bertingkat tinggi (High Rise Building) mempunyai lapis lantai lebih dari 4 dan ketinggian lebih dari 10 m. Bangunan Gedung A Fakultas Teknik Fakultas Teknik Universitas Semarang direncanakan sebagai bangunan bertingkat tinggi (High Rise Building) yang terdiri dari 5 lantai dengan ketinggian lantai 1 sampai lantai 5 adalah +18 ,00 m. 2.2. Perencanaan Pada perencanaan pembagunan gedung harus memperhatikan empat hal, diantaranya : a. Estetika Estetika merupakan dasar keindahan dan keserasian bangunan yang mampu memberikan rasa bangga kepada owner atau pemilik. b. Fungsional

Transcript of 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Struktur ...

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Umum

Struktur dalam bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban

yang diakibatkan adanya bangunan di atas tanah. Tujuan utama dari struktur

adalah memberikan kekuatan pada suatu bangunan, struktur bangunan

dipengaruhi oleh beban mati (dead load) berupa berat sendiri bangunan dan beban

hidup (live load) berupa beban akibat penggunaan ruangan dan beban khusus

seperti penurunan pondasi, tekanan tanah atau air, pengaruh temperatur dan beban

akibat gempa.p

Perencanaan merupakan pengetrapan cara-cara perhitungan atau percobaan

yang rasional sesuai dengan prinsip-prinsip mekanika struktur yang lazim berlaku.

Ditinjau dari ketinggian gedung dan spesifikasi perancangan dan syarat-syarat,

bangunan bertingkat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Bangunan bertingkat rendah (Low Rise Building) mempunyai 3-4

lapis lantai atau ketinggian.

b. Bangunan bertingkat tinggi (High Rise Building) mempunyai lapis

lantai lebih dari 4 dan ketinggian lebih dari 10 m.

Bangunan Gedung A Fakultas Teknik Fakultas Teknik Universitas

Semarang direncanakan sebagai bangunan bertingkat tinggi (High Rise Building)

yang terdiri dari 5 lantai dengan ketinggian lantai 1 sampai lantai 5 adalah +18 ,00

m.

2.2. Perencanaan

Pada perencanaan pembagunan gedung harus memperhatikan empat hal,

diantaranya :

a. Estetika

Estetika merupakan dasar keindahan dan keserasian bangunan yang

mampu memberikan rasa bangga kepada owner atau pemilik.

b. Fungsional

11

Perencanaan bangunan disesuaikan dengan pemanfaatan dan

penggunaanya sehingga dalam pemakaianya dapat memberikan

kenikmatan dan kenyamanan.

c. Struktural

Sebuah bangunan haruslah mempunyai struktur yang kuat sehingga

bisa memberikan rasa aman untuk tinggal didalamnya.

d. Ekonomis

Pendimensian elemen bangunan yang proporsional dan penggunaan

bahan bangunan yang memadai sehingga bangunan awet dan mempunyai

umur pakai yang panjang.

Beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam perancangan dan analisis

bangunan bertingkat sebagai berikut :

a. Tahap Arsitektur

Penggambaran denah semua lantai tingkat, potongan, tampak,

perspektif, detail, Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan Bestek (Rencana

Kerja dan Syarat-syarat /RKS).

b. Tahap Struktural

Menghitung beban-beban yang bekerja, merencanakan denah portal

untuk menentukan ltak kolom dan balok utamanya, analisa mekanika

untuk pendimensian elemen struktur dan peyelidikan tanah untuk

perencanaan pondasi.

c. Tahap Finishing

Memberikan sentuhan akhir untuk keindahan dan melengkapi

gedung dengan segala fasilitas alat-alat mekanikal elektrikal sebagai

pelayanan kepada penghuninya.

Peraturan yang digunakan dalam mendesain struktur Gedung A Fakultas

Teknik dalah :

a. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung

SNI03-2847-2002.

b. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI

03-1729-2002.

12

c. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung

SNI 03-1726-2012.

d. Pedoman Perencanaan Pembangunan untuk Rumah dan Gedung

(PPPURG 1987).

e. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, (Agus Setiawan,

2013).

f. Buku Teknik Sipil (Sunggono, 1984).

g. Dasar-dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang (Gedeon

Kusuma, 1993).

2.3. Persyaratan Bangunan Gedung

Bangunan gedung merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat

manusia melakukan kegiatannya untuk kegiatan hunian atau tinggal, kegiatan

usaha, kegiatan sosial, kegiatan budaya, dan/atau kegiatan khusus. Setiap

bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif baik pada tahap

pembangunan maupun pada tahap pemanfaatan bangunan gedung negara dan

persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan

administratif bangunan gedung negara meliputi :

a. Dokumen pembiayaan

b. Status hak atas tanah

c. Status kepemilikan

d. Perizinan mendirikan bangunan gedung

e. Dokumen perencanaan

f. Dokumen pembangunan

g. Dokumen pendaftaran

Persyaratan teknis bangunan gedung negara harus tertuang secara lengkap

dan jelas pada Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) dalam dokumen

perencanaan. Secara garis besar persyaratan teknis bangunan gedung negara

sebagai berikut :

a. Persyaratan tata bangunan dan lingkungan

Persyaratan tata bangunan dan lingkungan bangunan gedung negara

meliputi persyaratan :

- Peruntukan dan intensitas bangunan gedung

13

Persyaratan peruntukan merupakan persyaratan peruntukan

lokasi yang bersangkutan sesuai dengan RTRW kabupaten/kota,

RDTRKP, dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

(RTBL). Persyaratan intensitas bangunan gedung meliputi

persyaratan kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bengunan

gedung yang diterapkan untuk lokasi yang bersangkutan.

- Arsitektur bangunan gedung

- Persyaratan pengendalian dampak lingkungan

Persyaratan pengendalian dampak lingkungan meliputi

koefisien dasr bangunan (KDP), koefisien lantai bangunan (KLB),

koefisien daerah hijau (KDH) dan garis sempadam bangunan.

b. Persyaratan bahan bangunan

Bahan bangunan untuk bangunan gedung negara harus memenuhi

SNI yang dipersyaratkan, diupayakan menggunakan bahan bangunan

setempat atau produksi dalam negeri, termasuk bahan bangunan sebagai

bagian dari komponen bangunan sistem fabrikasi, dengan harus tetap

mempertimbangkan kekuatan dan keawetannya sesuai dengan peruntukan

yang telah ditetapkan.

c. Persyaratan struktur bangunan

Struktur bangunan gedung negara harus memenuhi persyaratan

keselamatan (safety) dan kelayakan (serviceability) serta SNI konstruksi

bangunan gedung, yang dibuktikan dengan analisis struktur sesuai

ketentuan. Persyaratan keselamatan meliputi persyaratan kemampuan

bangunan gedung untuk mendukung beban muatan.

Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan

kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan

memenuhi persyaratan kelayakan (serviceability) selama umur layanan

yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung,

lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh

aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur

14

layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan

sementara yang timbul akibat gempa dan angin.

Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara daktail

sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila

terjadikeruntuhan kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan

pengguna bangunan gedung menyelamatkan diri.

d. Persyaratan utilitas bangunan

Utilitas yang berada di dalam dan di luar bangunan gedung negara

harus memenuhi SNI yang dipersyaratkan. Meliputi persyaratan :

- Keselamatan

Persyaratan keselamatan meliputi persyaratan kemampuan

bangunan gedung dalam mencegah dan menaggulangi bahaya

kebakaran dan bahaya sambaran petir.

- Kesehatan

Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan

sistem penghawaan, pencahayaan, dan sanitasi bangunan gedung.

- Kenyamanan

Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi

kenyamanan runag gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara

dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat

kebisingan.

- Kemudahan

Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke,

dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana

dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung.

e. Persyaratan sarana penyelamatan

Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan sarana

penyelamatan dari bencana atau keadaan darurat, serta harus memenuhi

persyaratan standar sarana penyelamatan bangunan sesuai SNI yang

dipersyaratkan. Setiap pembangunan gedung negara yang bertingkat lebih

dari tiga lantai harus dilengkapi tangga darurat dan pintu darurat.

Pembangunan Gedung A Fakultas Teknik Universitas Semarang

15

direncanakan lima lantai, jadi harus dilengkapi dengan tangga darurat dan

pintu darurat.

Pembangunan bangunan gedung direncanakan melalui tahapan

perencanaan teknis dan pelaksanaan beserta pengawasanya. Agar

pelaksanaan pembangunan berjalan sesuai dengan rencana tepat biaya,

tepat waktu dan tepat mutu maka perlu dilakukan pengawasan konstruksi.

Tepat biaya dilakukan dengan mengontrol laporan harian, laporan

mingguan dan laporan bulanan, tepat waktu dilakukan dengan membuat

time schedule, sedangkan tepat mutu dilakukan dengan memeriksa bahan-

bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan selain itu juga

dilakukan pengujian lapangan terhadap hasil pekerjaan dilakukan pada

setiap penyelesaian suatu pekerjaan untuk mengetahui kualitasnya.

Jagka waktu bangunan dapat tetap memenuhi fungsi dan keandalan

bangunan diperhitungkan 50 tahun, sesuai dengan persyaratan yang telah

ditetapkan. Adapun ilustrasi tentang umur layanan rencana untuk setiap

bangunan gedung sebagai berikut :

Tabel 2.3.1. Umur Layanan Rencana

Kategori Umur Layanan

Rencana

Contoh Bangunan

Bangunan Sementara < 10 Tahun Bangunan tidak

permanen, rumah

pekerja sederhana,

ruang pamer

sementara.

Jangka Waktu

Menengah

25 – 49 Tahun Bangunan industri dan

gedung parkir.

Jangka Waktu Lama 50 – 99 Tahun Bangunan rumah,

komersial dan

perkantoran bangunan

rumah sakit dan

sekolah. Gedung parkir

dilantai besement atau

16

dasar.

Bangunan Permanen Minimum 100 Tahun Bangunan monumental

dan bangunan warisan

budaya.

Bangunan Gedung A Fakultas Teknik Fakultas Teknik Universitas

Semarang direncanakan sebagai gedung perkuliahan sehingga

dikategorikan jangka waktu lama dengan umur layanan rencana 50 – 99

tahun.

2.4. Konsep Perencanaan Gedung

Selain didesain dapat memikul beban vertical atau beban grafitasi struktur

bangunan tinggi juga harus direncanakan tahan terhadap gempa. Untuk itu

perencanaan harus memperhitungkan beban lateral (gempa). Tingkat keberatutan

bentuk bangunan yang akan direncanakan dapat mempengaruhi metode analisis

struktur apa yang akan digunakan. Konsep ini merupakan dasar teori perencanaan

dan perhitungan struktur, yang meliputi desain terhadap beban lateral (gempa) dan

metode analisis struktur yang digunakan.

2.4.1. Desain terhadap Beban Lateral

Dalam perencanaan struktur, kestabilan lateral adalah hal terpenting

karena gaya lateral mempengaruhi desain elemen – elemen vertikal dan horisontal

struktur. Mekanisme dasar untuk menjamin kestabilan lateral diperoleh dengan

menggunakan hubungan kaku untuk memperoleh bidang geser kaku yang dapat

memikul beban lateral.

Beban lateral yang paling berpengaruh terhadap struktur adalah beban

gempa dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih kompleks. Tinjauan

ini dilakukan untuk mendesain elemen – elemen struktur agar elemen – elemen

tersebut kuat menahan gaya gempa.

2.4.2. Analisis Struktur terhadap Gempa

Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah.Struktur

atas adalah bagian struktur gedung yang berada di atas permukaan tanah dan

Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang terletak di bawah

permukaan tanah yang dapat terdiri dari struktur basemen, dan atau struktur

pondasi lainya. (SNI 03-1726-2012) :

17

a. Persyaratan Dasar

Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam

perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya seperti yang

ditetapkan dalam pasal ini. Struktur bangunan gedung harus memiliki

sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap, yang mampu

memberikan kekuatan, kekakuan dan kapasitas disipasi energi yang cukup

untuk menahan menahan gerak tanah desain dalam batasan-batasan

kebutuhan deformasi dan dan kekuatan yang disyaratkan. Gerak tanah

desain harus diasumsikan terjadi di sepanjang setiap arah horizontal

struktur bangunan gedung.

b. Desain elemen struktur, desain sambungan dan batasan deformasi

Komponen/elemen struktur individu termasuk yang bukan

merupakan bagian sistem penahan gaya gempa harus disediakan

dengan kekuatan yang cukup untuk menahan geser, gaya aksial dan

momen yang ditentukan sesuai dengan tata cara ini, dan sambungan-

sambungan harus mampu mengembangkan kekuatan komponen/elemen

struktur yang disambung. Deformasi struktur tidak boleh melebihi batasan

yang ditetapkan pada saat struktur dikenakan beban gempa.

c. Lintasan beban yang menerus dan keterhubungan

Lintasan-lintasan beban yang menerus dengan kekakuan dan

kekuatan yang memadai harus disediakan untuk mentranfer semua gaya

dan titik pembebanan hingga titik akhir penumpuan. Semua bagian

struktur antara join pemisah harus terhubung untuk membentuk lintasan

menerus ke sistem penahan gaya gempa, dan sambungan harus mampu

menyalurkan gaya gempa yang ditimbulkan oleh bagian-bagian yang

terhubung.

d. Sambungan ke tumpuan

Sambungan pengaman untuk menahan gaya horisontal yang berkerja

pararel terhadap elemen struktur harus disediakan untuk setiap balok,

girder langsung ke elemen tumpuannya atau ke pelat yang di desain

bekerja sebagai diafragma, maka elemen tumpuan elemen struktur harus

18

juga dihubungkan pada diafragma itu. Sambungan harus mempunyai kuat

desain minimum sebesar 5% dari reaksi beban mati ditambah beban hidup.

e. Desain pondasi

Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan

mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah

desain. Sifat dinamis gaya, gerak tanah yang diharapkan, dasar desain

untuk kekuatan dan kapasitas disipasi energi struktur dan properti dinamis

tanah harus disertakan dalam penentuan kriteria pondasi. Pada gedung

tanpa basemen, taraf penjepitan lateral stuktur atas dapat dianggap terjadi

pada muka tanah atau lantai dasar.

Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan

atau tidak beraturan. Struktur yang tidak memenuhi ketentuan diatas

ditetapkan sebagai gedung tidak beraturan berdasarkan konfigurasi

horisontaldan vertikal bangunan gedung.

2.4.2.1.Ketidakberaturan Horisontal

Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidak

beraturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.1. harus dianggap mempunyai

ketidak beraturan struktur horisontal. Struktur-struktur yang dirancang untuk

kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam tabel 2.1. harus

memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel itu.

Tabel 2.4.1. Ketidakberaturan Horisontal Pada Struktur

19

Sumber : SNI 1726:2012 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur

Bangunan Gedung dan Non Gedung

2.4.2.2.Ketidakberaturan Vertikal

Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe

ketidakberaturan seperti dalam Tabel 2.2. harus dianggap mempunyai

ketidakberaturan vertikal. Struktur dirancang untuk kategori desain seismik

sebagaimana terdaftar Tabel 2.2. harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal

yang dirujuk dalam tabel itu.

Tabel 2.4.2. Ketidakberaturan Vertikal Pada Struktur

20

Sumber : SNI 1726:2012 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan

Gedung dan Non Gedung

2.5. Pembebanan Gedung

Pemisahan antara beban statis dan dinamis merupakan hal yang mendasar

dalam tahap analisa pembebanan untuk perencanaan bangunan tinggi. Konsep

pemisahan ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengelompokan

hubungannya dengan kombinasi pembebanan (load combination) untuk analisa

tahap selanjutnya.

2.5.1. Beban Statis

Beban statis adalah beban yang bersifat tetap sepanjang masa selama

bangunan masih tetap ada, bekerja secara terus-menerus pada struktur. Beban

statis pada umumya dapat dibagi menjadi beban mati, beban hidup dan beban

khusus. Beban Khusus adalah beban yang terjadi akibat penurunan pondasi atau

efek temperatur. Beban statis juga diasosiasikan dengan beban-beban yang secara

perlahan-lahan timbul serta mempunyai variabel besaran yang bersifat tetap

(steady states). Dengan demikian, jika suatu beban mempunyai perubahan

intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh

waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban

statis (static load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai

puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum.

a. Beban Mati

Beban mati (dead load) adalah berat sendiri dari semua bagian dari

suatu bangunan yang bersifat tetap, beban mati pada struktur bangunan

ditentukan oleh berat jenis bahan bangunan, berat ini terdiri atas berat

struktur dan beban lain yang ada pada struktur secara permanen. Beban

mati terdiri atas berat rangka, dinding, lantai, atap, plumbing.

21

Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk

Rumah dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi

2, yaitu beban mati akibat material konstruksi misalnya : balok, plat,

kolom, dinding geser, kuda-kuda dan lainnya serta beban mati akibat

komponen gedung misalnya : bata ringan, penggantung plafon, plafon,

keramik, kaca, kusen dan lainnya.

Tabel 2.5.1. Berat Sendiri Material Konstruksi

No. Material Berat Keterangan

1 Baja 7850 kg/m3

2 Batu alam 2600 kg/m3

3 Batu belah, batu bulat, batu gunung

1500 kg/m3 berat tumpuk

4 Batu karang 700 kg/m3 berat tumpuk

5 Batu pecah 1450 kg/m3

6 Besi tuang 7250 kg/m3

7 Beton 2200 kg/m3

8 Beton bertulang 2400 kg/m3

9 Kayu 1000 kg/m3 kelas I

10 Kerikil, koral 1650 kg/m3 kering udara sampai lembab, tanpa diayak

11 Pasangan bata merah 1700 kg/m3

12 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung

2200 kg/m3

13 Pasangan batu cetak 2200 kg/m3

14 Pasangan batu karang 1450 kg/m3

15 Pasir 1600 kg/m3 kering udara sampai lembab

16 Pasir 1800 kg/m3 jenuh air

17 Pasir kerikil, koral 1850 kg/m3 kering udara sampai lembab

18 Tanah, lempung dan lanau

1700 kg/m3 kering udara sampai lembab

22

19 Tanah, lempung dan lanau

2000 kg/m3 Basah

20 Timah hitam / timbel) 11400 kg/m3

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan

Gedung. 1987

Tabel 2.5.2. Berat Sendiri Komponen Gedung

No. Material Berat Keterangan

1 Adukan, per cm tebal : - dari semen - dari kapur, semen merah/tras

21 kg/m2 17 kg/m2

2 Aspal, per cm tebal : 14 kg/m2

3 Dinding pasangan bata merah : - satu batu - setengah batu

450 kg/m2 250 kg/m2

4 Dinding pasangan batako : - berlubang : tebal dinding 20 cm (HB 20) tebal dinding 10 cm (HB 10)

200 kg/m2

120 kg/m2

- tanpa lubang : tebal dinding 15 cm tebal dinding 10 cm

300 kg/m2 200 kg/m2

5 Langit-langit & dinding, terdiri : - semen asbes (eternit), tebal maks. 4 mm - kaca, tebal 3-5 mm

11 kg/m2

10 kg/m2

termasuk rusuk-rusuk, tanpa pengantung atau pengaku

6 Lantai kayu sederhana dengan balok kayu

40 kg/m2 tanpa langit-langit, bentang maks. 5 m, beban hidup maks. 200 kg/m2

7 Penggantung langit- 7 kg/m2 bentang maks. 5 m, jarak s.k.s.

23

langit (kayu) min. 0.80 m

8 Penutup atap genteng 50 kg/m2 dengan reng dan usuk / kaso per m2 bidang atap

9 Penutup atap sirap 40 kg/m2 dengan reng dan usuk / kaso per m2 bidang atap

10 Penutup atap seng gelombang (BJLS-25)

10 kg/m2 tanpa usuk

11 Penutup lantai ubin, /cm tebal

24 kg/m2 ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa adukan

12 Semen asbes gelombang (5 mm)

11 kg/m2

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan

Gedung. 1987

b. Beban Hidup

Beban hidup (live load) adalah beban yang terjadi akibat fungsi

pemakaian gedung seperti benda-benda pada lantai yang berasal dari

barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang

tidak dapat diganti.

Beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu

yang diberikan. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih

dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Beban yang

diakibatkan oleh hunian atau penggunaan (occupancy loads) adalah beban

hidup.

Tabel 2.5.3. Beban Hidup pada Struktur

No. Penggunaan Berat Keterangan

1 Lantai dan tangga rumah tinggal

200 kg/m2 kecuali yang disebut no.2

2 - Lantai & tangga rumah tinggal sederhana - Gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel

125 kg/m2

3 - Sekolah, ruang kuliah - Kantor

250 kg/m2

24

- toko, toserba - Restoran - Hotel, asrama - Rumah Sakit

4 Ruang olahraga 400 kg/m2

5 Ruang dansa 500 kg/m2

6 Lantai dan balkon dalam dari ruang pertemuan

400 kg/m2 masjid, gereja, ruang pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap

7 Panggung penonton 500 kg/m2 tempat duduk tidak tetap / penonton yang berdiri

8 Tangga, bordes tangga dan gang

300 kg/m2 no.3

9 Tangga, bordes tangga dan gang

500 kg/m2 no. 4, 5, 6, 7

10 Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7

11 - Pabrik, bengkel, gudang - Perpustakaan,r.arsip, toko buku - Ruang alat dan mesin

400 kg/m2 Minimum

12 Gedung parkir bertingkat : - Lantai bawah - Lantai tingkat lainnya

800 kg/m2 400 kg/m2

13 Balkon menjorok bebas keluar

300 kg/m2 Minimum

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan

Gedung. 1987

Untuk Reduksi beban dapat dilakukan dengan mengalikan beban

hidup dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada

penggunaan bangunan. Besarnya koefisien reduksi beban hidup untuk

perencanaan portal, ditentukan sebagai berikut :

Tabel 2.5.4. Beban Hidup pada Struktur

No Bagian Atap Berat Keterangan

1 Atap / bagiannya dapat dicapai orang, termasuk

100 kg/m2 atap dak

25

kanopi

2 Atap / bagiannya tidak dapat dicapai orang (diambil min.) : - beban hujan

- beban terpusat

(40-0,8.α) kg/m2 100 kg

α = sudut atap, min. 20 kg/m2, tak perlu ditinjau bila α > 50o

3 Balok/gording tepi kantilever

200 kg

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan

Gedung. 1987

Untuk memenuhi kebutuhan air pada bangunan tinggi, biasanya

digunakan sistem daur ulang air . Pada sistem ini air ditampung terlebih

dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai terendah bangunan atau

di bawah muka tanah), kemudian dipompakan kesuatu tangki atas yang

biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai tertinggi bangunan

kemudian didistribusikan ke seluruh toilet kemudian hasil limbah di

tampung lagi untuk didaur ulang dengan treatment tertentu hingga layak di

gunakan kembali kemudian dialirkan ke tangki bawah dan dipompa ke

atas lagi. Keberadaan air di tangki ini harus diperhitungkan dalam

perencanaan struktur.

Pada sistem pasokan ke bawah (down feed) pompa digunakan untuk

mengisi tangki air diatas atap. Dengan sakelar pelampung, pompakan

berhenti bekerja jika air dalam tangki sudah penuh dan selanjutnya air

dialirkan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

26

Gambar 2.5.1. Down Feed (Pasokan ke Bawah)

Sumber : dokumen pribadi

Perhitungan perkiraan kebutuhan air dimaksudkan untuk

memperoleh gambaran mengenai volume tangki penyimpanan air yang

perlu disediakan dalam suatu bangunan. Kebutuhan air dapat dihitung

berdasarkan jumlah standar pemakaian per hari per unit (orang, tempat

tidur, tempat duduk, dan lain-lain). Kebutuhan air per hari dapat dilihat

pada Tabel 2.7.

Tabel 2.5.5. Kebutuhan Air per Hari

No Penggunaan Gedung Pemakaian Air Satuan

1 Rumah Tinggal 120 Liter/penghuni/hari

2 Rumah Susun 100¹ Liter/penghuni/hari

3 Asrama 120 Liter/penghuni/hari

4 Rumah Sakit 500² Liter/Tempat tidur pasien/hari

5 Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari

6 SLTP 50 Liter/siswa/hari

7 SMU/SMK 80 Liter/siswa/hari

8 Ruko/Rukan 100 Liter/penghuni dan pegawai/hari

9 Kantor / Pabrik 50 Liter/pegawai/hari

10 Toserba, Toko Pengecer 5 Liter/m²

11 Restoran 15 Liter/Kursi

27

12 Hotel Berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari

13 Hotel Melati/ Penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari

14 Gd. Pertunjukan, bioskop 10 Liter/Kursi

15 Gd. Serba Guna 25 Liter/Kursi

16 Stasiun, Terminal 3 Liter/penumpang tiba dan pergi

17 Peribadatan 5 Liter/orang

Sumber : hasil pengkajian Puslitbang Permukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000² Permen

Kesehatan RI No : 986/Menkes/Per/Xl/1992

2.5.2. Beban Dinamis

Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur.

Pada umumya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai

karakterisitik besaran dan arah yang berubah dengan cepat. Deformasi pada

struktur akibat beban dinamik ini juga akan berubah-ubah secara cepat. Beban

dinamis ini terdiri dari beban gempa dan beban angin.

a. Beban Gempa

Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan

atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di

daerah patahan (fault zone). Gempa yang terjadi di daerah patahan ini pada

umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan umumnya terjadi

pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai 50 km. Gempa

terjadi jika tekanan pada lapis batuan yang disebabkan oleh pergerakan

lempeng tektonik bumi, melebihi kekuatan dari batuan tersebut. Lapisan

batuan akan pecah di sepanjang bidang-bidang patahan. Jika rekahan ini

sampai ke permukaan bumi, maka akan terlihat sebagai garis atau zona

patahan. Jika terjadi pergerakan vertikal pada zona patahan di dasar lautan,

maka hal ini dapat menimbulkan gelombang pasang yang hebat yang

sering disebut sebagai tsunami.

Besarnya beban gempa yang terjadi pada struktur bangunan

tergantung dari beberapa faktor yaitu, massa dan kekakuan struktur, waktu

getar alami dan pengaruh redaman dari struktur, kondisi tanah, dan

wilayah kegempaan dimana struktur bangunan tersebut didirikan. Massa

dari struktur bangunan merupakan faktor yang sangat penting, karena

28

beban gempa merupakan gaya inersia yang besarnya sangat tergantung

dari besarnya massa dari struktur.

Pada bangunan gedung bertingkat, massa dari struktur dianggap

terpusat pada lantai-lantai dari bangunan, dengan demikian beban gempa

akan terdistribusi pada setiap lantai tingkat. Selain tergantung dari massa

di setiap tingkat, besarnya gaya gempa pada suatu tingkat tergantung juga

pada ketinggian tingkat tersebut dari permukaan tanah. Besarnya beban

gempa horisontal V yang bekerja pada struktur bangunan, dinyatakan

sebagai berikut :

dengan,

Sa = Spektrum respons percepatan desain (g);

Ie = Faktor keutamaan gempa;

R = Koefisien modifikasi respons;

W = Kombinasi dari beban mati dan beban hidup yang direduksi (kN).

Gambar 2.5.2. Beban Gempa pada Struktur Bangunan

Sumber : Aplikasi SNI Gempa 1726-2012

Besarnya koefisien reduksi beban hidup untuk perhitungan Wt,

ditentukan sebagai berikut,

- Perumahan/penghunian : rumah tinggal, asrama, hotel,

rumah sakit = 0,30

- Gedung pendidikan : sekolah, ruang kuliah = 0,50

- Tempat pertemuan umum, tempat ibadah, bioskop,

29

restoran, ruang dansa, ruang pergelaran = 0,50

- Gedung perkantoran : kantor, bank = 0,30

- Gedung perdagangan dan ruang penyimpanan, toko,

toserba, pasar, gudang, ruang arsip, perpustakaan = 0,80

- Tempat kendaraan : garasi, gedung parkir = 0,50

- Bangunan industri : pabrik, bengkel = 0,90

1. Wilayah Gempa dan Respon Spektrum

Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu struktur

tergantung pada lokasi dimana struktur bangunan tersebut akan

dibangun seperti terlihat pada Gambar Peta Wilayah Gempa

berikut.

Gambar 2.5.3. Respon Spektra Maksimum yang

Dipertimbangkan Resiko Tertarget

(Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk

Struktur Bangunan Gedung SNI 1726 : 2012 )

30

Gambar 2.5.4. Respon Spektra Percepatan Pendek yaitu

Percepatan 0,2 Detik

(Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk

Struktur Bangunan Gedung SNI 1726 : 2012 )

Gambar 2.5.5. Respon Spektra Percepatan Pendek yaitu

Percepatan 1 Detik

(Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk

Struktur Bangunan Gedung SNI 1726 : 2012 )

Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dari

diagram spektrum gempa rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan

kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.

2. Faktor Keutamaan Gedung (I)

Faktor Keutamaan adalah suatu koefisien yang diadakan untuk

memperpanjang waktu ulang dari kerusakan struktur – struktur

gedung yang relatif lebih utama, untuk menanamkan modal yang

relatif besar pada gedung itu. Waktu ulang dari kerusakan struktur

gedung akibat gempa akan diperpanjang dengan pemakaian suatu

faktor keutamaan. Faktor Keutamaan I menurut persamaan :

I = I1 x I2

Dimana, I1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan

periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas

terjadinya gempa selama umur gedung, sedangkan I2 adalah faktor

Keutamaan untuk menyesuaikan umur gedung tersebut.

31

Tabel 2.5.6. Faktor Keutamaan untuk Berbagai Gedung dan Bangunan

Kategori Gedung Faktor Keutamaan

I1 I2 I3

Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran 1,0 1,0 1,0

Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusai penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi. 1,4 1,0 1,4

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun. 1,6 1,0 1,6

Cerobong, tangki di atas menara. 1,5 1,0 1,5

3. Daktilitas Struktur Gedung

Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antara

simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa

rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan δm

dansimpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan

pertama δy,yaitu :

1,0 ≤ μ =δδ

≤ μ

Pada persamaan ini, μ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitasuntuk

struktur bangunan gedung yang berperilaku elastik penuh,sedangkan

μm adalah nilai faktor daktilitas maksimum yang dapatdikerahkan

oleh sistem struktur bangunan gedung yang bersangkutan.

Tabel 2.5.7. Parameter Daktilitas Struktur Gedung

Sistem dan sub sistem struktur gedung

Uraian sistem pemukul µm

Rm Pers. (6)

f Pers. (39)

1. Sistem dinding penumpu (Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding

1. Dinding geser beton bertulang 2,7 4,5 2,8 2. Dinding penumpu dengan rankga baja ringan bresing tarik

1,8 2,8 2,2

3. Rangka bresing dimana bresingnya memikul beban gravitasi.

32

geser atau rangka (Bresing). a. Baja 2,8 4,4 2,2 b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6 1,8 2,8 2,2

2. Sistem rangka gedung (sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).

1. Rangka bresing eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8 2. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8

3. Rangka bresing biasa

a. Baja 3,6 5,6 2,2 b. Beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 3,6 5,6 2,2 4. Rangka bresing konsentrik khusus

a. Baja 4,1 6,4 2,2 5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail 4,0 6,5 2,8 6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh 3,6 6,0 2,8 7. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial 3,3 5,5 2,8

3. Sistem rangka pemikul momen (sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur).

1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)

a. Baja 5,2 8,5 2,8

b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8 2. Rangka pemikul momen menengah beton (SRPMM) 3,3 5,5 2,8 3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)

a. Baja 2,7 4,5 2,8

b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8 4. Rangka batang baja pemikul momen khusus (SRBPMK) 4,0 6,5 2,8

4. Sistem ganda (terdiri dari: 1.) rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi; 2.) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-

1. Dinding geser a. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang 5,2 8,5 2,8 b. Beton bertulang dengan SRPMK baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMB beton bertulang 4,0 6,5 2,8

2. RBE baja

33

kurangnya 25% dari seluruh beban lateral; 3.) kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi/sistem ganda

a. Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8

b. Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8

3. Rangka bresing biasa a. Baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMk beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 4,0 6,5 2,8 d. Beton bertulang dengan SRPMB beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 2,6 4,2 2,8 4. Rangka bresing konsentrik khusus a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8

5. Sistem struktur gedung kolom kantilever: (Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral

Sistem struktur kolom kantilever

1,4 2,2 2

6. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka

Beton bertulang biasa (tidak untuk Wilayah 3,4,5 & 6 ) 3,4 5,5 2,8

7. Subsistem tunggal (Subsistem struktur bidang yang membentuk struktur gedung secara keseluruhan

1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8 2. Rangka terbuka beton bertulang 5,2 8,5 2,8 3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok beton pratekan (bergantung pada indeks baja total) 3,3 5,5, 2,8 4. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail penuh 4,0 6,5 2,8 5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail parsial 3,3 5,5 2,8

4. Pembatasan Waktu Getar

Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel,nilai

waktu getar struktur fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03-

1726-2002 diberikan batasan sebagai berikut :

34

T < ξ n

dimana :

T = waktu getar stuktur fundamental

n = jumlah tingkat gedung

ξ = koefisien pembatas (tabel 2.10)

Tabel 2.5.8. Koefisien Pembatas

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung

(SNI 03-1726-2002)

5. Jenis Tanah

Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari

hasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan

dasar ke muka tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan

dengan percepatan puncak untuk batuan dasar.

Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar di bawah

permukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini gelombang gempa

merambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau

amplifikasi bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada di atas

batuan dasar tersebut. Ada tiga kriteria yang dipakai untuk

mendefinisikan batuan dasar yaitu :

a) Standard penetrasi test (N)

b) Kecepatan rambat gelombang geser (Vs)

c) Kekuatan geser tanah (Su)

Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan

tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal 30 m paling atas

dipenuhisyarat-syarat yang terdapat dalam tabel 2.13

35

Tabel 2.5.8. Jenis-Jenis Tanah

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI 03-

1726-2002)

Perhitungan nilai hasil Test Penetrasi Standar rata-rata ( N ) :

N =∑

∑ t / N

dimana :

ti = Tebal lapisan tanah ke-i

Ni = Nilai hasil Test Penetrasi Standar lapisan tanah ke-i

m = Jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasar

b. Beban Angin

Beban angin (wind load) adalah semua beban yang bekerja pada

gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan

udara. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk

Rumah dan Gedung tahun 1987 beban angin ditentukan dengan

menganggap adanya tekanan positif (angin tekan) dan tekanan negatif

(angin hisap), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau.

Untuk atap pelana biasa harus memenuhi koefisien dalam tabel berikut :

Tabel 2.5.9. Koefisien angin untuk atap pelana

36

Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung.

1987

2.6. Perencanaan Beban

Struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi pembebanan

dari beberapa kasus pembebanan yang mungkin terjadi selama umur rencana.

Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung

1987, ada dua kombinasi pembebanan yang perlu ditinjau pada struktur yaitu:

Kombinasi pembebanan tetap dan kombinasi pembebanan sementara. Kombinasi

pembebanan tetap dianggap beban bekerja secara terus-menerus pada struktur

selama umur rencana.Kombinasi pembebanan tetap disebabkan oleh bekerjanya

beban mati dan beban hidup.Sedangkan kombinasi pembebanan sementara tidak

bekerja secara terus-menerus pada stuktur, tetapi pengaruhnya tetap

diperhitungkan dalam analisis struktur.

Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban

hidup, dan beban gempa. Nilai-nilai tersebut dikalikan dengan suatu faktor beban,

tujuannya agar struktur dan komponennya memenuhi syarat kekuatan dan layak

pakai terhadap berbagai kombinasi pembebanan.

Pada buku “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan

Gedung” SKSNI T-15-1991-03, disebutkan bahwa kombinasi pembebanan (U)

yang harus diperhitungkan pada perancangan struktur bangunangedung yang

sesuai dengan perencanaan gedung antara lain :

a. Kombinasi Pembebanan (U) untuk menahan beban mati (D)

palingtidak harus sama dengan :

U = 1,4 D

Kombinasi Pembebanan U untuk menahan beban mati D, beban

hidup L,dan juga beban atap atau beban hujan, paling tidak harus

sama dengan:

37

U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Beban Atap atau Beban hujan)

b. Ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus

diperhitungkandalam perencanaan, maka nilai kombinasi

pembebanan U harus diambilsebagai :

U = 1,2 D + 1,6 L ± 1,0 E (I/R)

atau

U = 0,9 D ± 1,0 E (I/R)

dimana:

D = Beban Mati L = Beban Hidup

R = Faktor Reduksi Gempa W = Beban Angin

I = Faktor Keutamaan Struktur E = Beban Gempa

Koefisien 1,0; 1,2; 1,6; 1,4 merupakan faktor pengali dari beban-

bebantersebut yang disebut faktor beban (load factor), sedangkan factor 0,5 dan

0,9 merupakan faktor reduksi beban.

Untuk keperluan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan gedung

perlu dilakukan analisis struktur dari portal dengan meninjau dua kombinasi

pembebanan yaitu pembebanan tetap dan pembebanan sementara.

Pada umumnya, sebagai gaya horisontal yang ditinjau bekerja pada sistem

struktur portal adalah beban gempa, karena di Indonesia beban gempa lebih besar

dibandingkan beban angin. Beban gempa yang bekerja pada sistem struktur dapat

berarah bolak-balik.

2.6.1. Faktor Reduksi Kekuatan Bahan (Strength Reduction Factors)

Faktor reduksi kekuatan bahan merupakan suatu bilangan yang bersifat

mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling

buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang

ditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan dalam perencanaan sebelumnya.

Besarnya faktor reduksi kekuatan bahan yang digunakan tergantung dari pengaruh

atau gaya yang bekerja pada suatu elemen struktur sesuai SKSNI T-15-1991-03.

2.7. Spesifikasi Bahan Bangunan

Dalam suatu pekerjaan proyek faktor terpenting yang harus ada adalah

material atau bahan-bahan bangunan yang mendukung berdirinya suatu bangunan.

38

Material dengan mutu berkualitas akan menghasilkan bangunan yang berkualitas

juga. Penghematan bahan bangunan juga harus dilakukan dalam rangka

menghemat anggaran pembiayaan dalam suatu proyek.

Kekuatan dari suatu bangunan tidak hanya ditentukan oleh perhitungan

pada saat perencanaan tetapi juga ditentukan oleh kualitas material yang akan

digunakan. Material yang akan digunakan harus sesuai dengan standar dan

spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya agar diperoleh hasil sesuai yang

direncanakan.

Bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam pembangunan Gedung A

Fakultas Teknik Universitas Semarang adalah bahan atau material yang

dipergunakan dalam rangka mewujudkan bangunan yang diinginkan dan bahan

tersebut berupa bahan konstruksi langsung maupun bahan-bahan konstruksi yang

berfungsi sebagai bahan bantu.

Penyediaan bahan bangunan harus disesuaikan dengan kebutuhan bahan

bangunan yang ada di lapangan sehingga dapat dihindari penyimpanan yang

terlalu lama dari bahan bangunan agar kualitas mutu dari bahan bangunan yang

akan digunakan dalam suatu proyek dapat terjaga dengan baik. Selain itu harus

diperhatikan pula tentang cara penyimpanan bahan bangunan yang baik serta

diperhatikan juga kemampuan daerah sendiri dalam mensuplai bahan bangunan

yang dibutuhkan, agar didapat kemudahan dalam hal transportasinya menuju ke

lokasi tempat proyek tersebut.

Penyediaan dan pemasaran bahan juga memerlukan syarat-syarat yang

secara umum sudah ditetapkan dalam peraturan. Sebagai contoh untuk bahan

beton, maka bahan harus memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan

Beton Bertulang Indonesia (PBI) 1971 dan SKSNI 1991.

Pada sisi lain penyediaan bahan juga harus memenuhi kriteria yang

ditetapkan dalam: (1) Peraturan umum tentang pelaksanaan instalasi air minum

serta instalasi pembuangan dan perusahaan air minum; (2) Pekerjaan kelistrikan

juga harus memenuhi Peraturan Umum tentang Instalasi Listrik (PUIL) 1971; (3)

Kebutuhan semen disesuaikan dengan Peraturan Cement Portland Indonesia, NI-

8; (4) Pembebanan bangunan minimal harus disesuaikan dengan Peraturan

39

Pembebanan Indonesia untuk Gedung Tahun 1989; (5) dan persyaratan-

persyaratan lainnya.

Disisi lain penyediaan bahan juga harus sesuai dengan syarat-syarat yang

telah disepakati dalam RKS (Rencana Kerja dan Syarat-syarat), mudah didapatkan

dan dekat dengan lokasi proyek. Kesemuanya itu bertujuan untuk efisiensi waktu,

biaya dan hasil dari proyek yang sedang dikerjakan. Bahan-bahan yang digunakan

antara lain :

2.7.1. Semen Portland (PC)

Semen portland yang dipakai harus dari tipe I menurut Peraturan Semen

Portland Indonesia 1972 (NI-8) atau Semen harus sampai di tempat kerja dalam

kantong-kantong semen asli pabrik serta dalam kondisi baik dan kering. Merk PC

buatan dalam negeri seperti Semen Tiga Roda, Kujang, Gresik atau lainnya,

dengan persetujuan Konsultan Pengawas. Semen harus disimpan di dalam gudang

yang kering, tidak lembab atau bocor bila hujan, dan ditumpuk di atas lantai yang

bersih dan kering. Kantong-kantong semen tidak boleh ditumpuk lebih dari

sepuluh lapis. Penyimpanan selalu terpisah untuk setiap periode pengiriman.

Penyimpanan & pemakaian semen tidak boleh dicampur antara satu merk dengan

lainnya.

2.7.2. Air

Air untuk campuran dan untuk pemeliharaan beton harus dari air bersih

dan tidak mengandung zat yang dapat merusak beton. Air tersebut harus

memenuhi syarat-syarat menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 3.6. Apabila ada

keraguan-raguan mengenai kualitas air, maka kontraktor diharuskan mengirim

contoh air itu ke laboratorium pemeriksaan bahan-bahan yang diakui pemerintah

untuk di periksa/diselidiki atas biaya kontraktor. Penentuan laboratorium oleh

Konsultan Pengawas.

2.7.3. Pasir

Pasir yang digunakan harus pasir yang berbutir tajam dan keras. Kadar

lumpur yang terkandung dalam pasir tidak boleh lebih besar dari 5 % Pasir harus

memenuhi persyaratan.

40

2.7.4. Beton Ringan

Beton ringan harus mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang-

bidang sisinya harus datar, tidak menunjukkan retak-retak pembakarannya harus

merata dan matang. Beton ringan tersebut ukurannya harus memenuhi persyaratan

NI - 10 dan PUBB 1971 (NI -3). Beton ringan yang digunakan adalah batu bata

tanah liat biasa, produksi setempat ukuran nominal sesuai persetujuan Direksi.

Ukuran batu bata harus seragam, sesuai AV. Kerusakan akibat pengangkutan

tidak boleh melebihi 10 %. Bila ternyata persentase kerusakan diatas angka

tersebut, maka pengiriman batu bata tersebut dibatalkan/tidak diterima.

2.7.5. Batu Belah

Batu yang dipilih berasal dari belahan Batu gunung yang akan digunakan

untuk pondasi Batu Belah. Batu belah tersebut harus bersih dari kotoran, keras

dan memenuhi persyaratan yang ada di PUBI 1971 (NI - 3).

2.7.6. Kerikil (Split)

Kerikil (split) yang digunakan berasal dari batu gunung yang dipecah. Ada

dua cara pemecahan yaitu menggunakan manual (pecah tangan) dan pecah mesin.

Kedua sistem pemecahan tersebut harus memenuhi persyaratan PUBB 1971 dan

PBI 1971. Kerikil (split) harus cukup keras, bersih serta susunan butir gradasinya

menurut kebutuhan.

2.7.7. Batu Bata (Bata Merah)

Bata merah harus mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang-

bidang sisinya harus datar, tidak menunjukkan retak-retak pembakarannya harus

merata dan matang. Bata merah tersebut ukurannya harus memenuhi persyaratan

NI - 10 dan PUBB 1971 (NI- 3). Ukuran batu bata harus seragam, sesuai gambar

rencana Kerusakan akibat pengangkutan tidak boleh melebihi 20 %. Bila ternyata

persentase kerusakan diatas angka tersebut, maka pengiriman batu bata tersebut

dibatalkan/tidak diterima.

2.7.8. Kayu

Kayu adalah bahan bangunan yang tidak pernah bisa dipisahakan dari

pekerjaan proyek. Fungsi kayu dalam proyek ini ada berbagai macam, salah

satunya adalah sebagai bekisting. Pada fungsi ini kayu yang digunakan adalah

kruing. Seluruh pekerjaan kayu harus mengikuti persyaratan dalam PKKI.

41

2.7.9. Baja Tulangan

a. Besi tulangan yang dipakai harus dari baja mutu U-24 (fy=2400

kg/cm2) besi tulangan polos dan besi tulangan U-39 (fy = 3900

kg/cm2) tulangan berulir menurut PBI 1971 atau, kecuali disebutkan

lain dalam Gambar Rencana.

b. Bila besi tulangan oleh Konsultan Pengawas diragukan kualitasnya,

harus diperiksakan di Lembaga Penelitian Bahan-bahan yang diakui

pemerintah, atas biaya kontraktor.

c. Ukuran besi tulangan tersebut harus sesuai dengan gambar.

Penggantian dengan diameter lain, hanya diperkenankan atas

persetujuan tertulis Konsultan Pengawas. Bila penggantian disetujui,

maka luas penampang yang diperlukan tidak boleh kurang dari yang

tersebut di dalam gambar atau perhitungan. Segala biaya yang

diakibatkan oleh penggantian tulangan terhadap yang di gambar,

adalah tanggungan kontraktor.

d. Semua besi tulangan harus disimpan ditempat yang terlindung dan

bebas lembab, dipisahkan sesuai diameter, mutu baja serta asal

pembelian. Semua baja tulangan harus dibersihkan terhadap segala

macam kotoran, lemak serta karat.

2.7.10. Bahan Campuran Tambahan (Admixture)

a. Pemakaian bahan tambahan kimiawi (concrete admixture) kecuali

yang disebut tegas dalam gambar atau persyaratan harus seijin

tertulis dari Konsultan Pengawas, untuk mana kontraktor harus

mengajukan permohonan tertulis. Kontraktor harus mengajukan

merk dan tipe serta bukti penggunaan selama 5 tahun di sekitar

lokasi pembangunan ini.

b. Bahan tambahan yang mempercepat pengerasan permulaan (initial

set) tidak boleh dipakai, sedangkan untuk beton kedap air di bawah

tanah tidak boleh digunakan waterproofer yang mengandung garam-

garam yang bersifat racun (toxin).

c. Bahan campuran tambahan untuk memperlambat initialset "retarder"

hanya boleh digunakan dengan ijin tertulis dari Konsultan Pengawas

42

berdasarkan hasil uji dari laboratorium bahan-bahan yang diakui

pemerintah.

d. Dosis dan cara penggunaannya harus sesuai dengan petunjuk teknis

dari pabrik.

e. Pemakaian admixture tidak boleh menyebabkan dikuranginya kadar

semen dalam adukan.

2.8. Analisis dan Perhitungan

Teknis analisis data dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis

terhadap data, dengan tujuan mengolah data tersebut menjadi informasi, sehingga

karakteristik atau sifat-sifat datanya dpat dengan mudah dipahami dan bermanfaat

untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan perencanaan.

Dalam perencanaan struktur dan bangunannya serta ketahanan konstruksi

yaitu :

a. Langkah-langkah perencanaan dan perancangan komponen struktur

atas (atap, pelat, balok, dan kolom).

1. Mengumpulkan data perencanaan

2. Mengumpulkan data beban

3. Melakukan perhitungan struktur

b. Langkah-langkah perencanaan dan perancangan pondasi sub

strukture (struktur bawah).

1. Analisis dan penentuan parameter tanah

2. Pemilihan jenis pondasi

3. Analisis beban yang bekerja pada pondasi

4. Estimasi beban pondasi

5. Perhitungan daya dukung pondasi

6. Desain pondasi

2.9. Perencanaan Struktur

Tahapan perencanaan struktur pada redesain gedung A adalah melakukan

perancangan ulang komponen struktur terdiri dari pelat, kolom, dan balok. Acuan

43

yang dapat digunakan dalam perencanaan awal antara lain SNI Beton dan

beberapa rumus yang sudah digunakan.

2.9.1. Struktur Atas (Super Struktur)

Perencanaan struktur atas terdiri dari perencanaan atap, pelat, balok dan

kolom.

2.9.1.1.Perencanaan Struktur Atap

Konstruksi atap berbentuk limasan digunakan profil ganda dengan alat

sambung las dan baut mutu BJ 37.

Analisis beban atap diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, dan

beban angin. Beban mati meliputi berat sendiri, rangka dan penutup atap,

sedangkan beban hidup terdiri dari orang yang bekerja dan alat kerja. Beban angin

ditinjau dari kanan-kiri, yakni tegak lurus terhadap bidang atap. Analisis

pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Gedung.

Sedangkan analisis gaya batang kuda-kuda dengan menggunakan program SAP

2000.

a. Gording

Gording dianggap sebagai gelagar yang menumpu bebas di atas dua

tumpuan.

1. Mendimensi Gording

Gambar 2.9.1. Gording

Sumber : dokumunetasi pribadi, Program Autocad2017

Pembebanan:

Beban mati (D)

D = q = berat sendiri profil (qs) + berat atap / genteng (qa)

Beban hidup (L) = p

44

Tekanan angin (w)

2. Momen yang terjadi akibat pembebanan

Akibat muatan mati

Akibat muatan hidup

Akibat muatan angin hidup

- angin tekan

- angin hisap

3. Kontrol Kuat Tekan Lentur yang terjadi (SNI 2002)

Mu ≤ . Mn

Keterangan :

Mu : Kombinasi Beban Momen Terfaktor.

: Faktor Reduksi kekuatan.

Mn : Kekuatan Momen Nominal.

4. Kontrol lendutan (f) yang terjadi

keterangan notasi rumus kontrol tegangan dan lendutan

Mx : momen terhadap sumbu x-x

My : momen terhadap sumbu y-y

σx : tegangan arah sumbu x-x

σy : tegangan arah sumbu y-y

fx : lendutan arah sumbu x-x

0,04α 0,028

1Mx lw

04,0 8

1My 2 lw

2

sin α 81

My lq

2

cosα 4 1

Mx l p

lffff

lplqf

lplqf

5001ijin yx

48.E.Ix

y.

384.E.Ix

y.5.y

48.E.Iy

x.

384.E.Iy

x.5.x

22

34

34

45

fy : lendutan arah sumbu y-y

q : beban merata

l : bentang gording

E : modulus elastisitas baja (E = 2,0.106 kg/cm2)

I : momen Inersia profil

wx : momen tahanan arah sumbu x-x

wy : momen tahanan arah sumbu y-y

b. Batang kuda-kuda

Desain kuda-kuda didesain dengan memperhatikan batasan-batasan

sebagai berikut dan untuk menghindari tekuk pada tahap pelaksanaan

maupun akibat gaya yang bekerja, kelangsingan maksimum batang harus

memenuhi ketentuan sebagai berikut :

- Konstruksi utama tidak boleh lebih dari 150.

- Konstruksi sekunder tidak lebih dari 200.

- Angka kelangsingan (λ) = Lk / i min

dimana :

Lk : panjang tekuk (m)

i min : jari-jari kelembaman minimum batang (m)

2.9.1.2.Perencanaan Pelat Lantai

Pelat lantai merupakan suatu konstruksi yang menumpu langsung pada

balok dan atau dinding geser. Pelat lantai dirancang dapat menahan beban mati

dan beban hidup secara bersamaan sesuai kombinasi pembebanan yang bekerja

diatasnya.

Gambar 2.9.2. Prinsip Desain Pelat

46

Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus

direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi

lendutkan/deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun

mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja (Pasal 11.5.1 SNI 03-

2847-2002).

Berdasarkan Pasal 15.3.6, perhitungan rata-rata rasio kekakuan lentur

penampang balok terhadap kekakuan lentur pelat (α) diperhitungkan dengan

rumus:

α =E IE I

sehingga harus dicari terlebih dahulu momen inersia balok (Ib) dan momen

inersia pelat (Ip).

Gambar 2.9.3. Bagian Pelat yang Diperhitungkan untuk Balok T

Sesuai Pasal 15.2.4 SNI 03-2847-2002 bahwa suatu balok meliputi juga

bagian dari pelat pada setiap sisi balok sebesar proyeksi balok yang berada di atas

atau di bawah pelat, sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.7.

Merujuk pada Pasal 10.10.2 SNI 03-2847-2002 bahwa lebar efektif sayap

(Be) dari masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi delapan kali tebal

pelat, maka:

Mencari titik berat balok T terhadap tepi atas:

Ht × Be ×12

Ht + Bw × Hw ×12

Hw + Ht

= (Ht × Be) + (Bw × Hw) ∙ y

Momen inersia balok T (Ib):

47

I =13

× Bw × (y − Ht) +1

12× Be × Ht

+ Be × Ht × y −12

Ht

+13

× Bw × Hw −12

Ht − y

Momen inersia pelat (Ip):

I =1

12× Ht × L

Pasal 15.3.6:

α =E IE I

Dimana:

α : rata-rata perbandingan kekakuan lentur penampang balok

terhadap kekakuan lentur pelat dengan lebar yang dibatasi

dalam arah lateral oleh sumbu dari panel yang bersebelahan

pada tiap sisi dari balok

Ecb : modulus elastisitas balok beton

Ecp : modulus elastisitas pelat beton

Ib : momen inersia balok

Ip : momen inersia pelat

a. Rasio Bentang Pelat

Rasio > 2 (desain pelat 1 arah)

Rasio = 1 2 (desain pelat 2 arah)

b. Menentukan tebal pelat

1. Desain 1 arah (one way slab)

- 2 tumpuan sederhana

ℎ =20

- Tumpuan jepit dengan satu ujung menerus

Ln

48

ℎ =24

- Tumpuan jepit 2 ujung menerus

ℎ =28

- Tumpuan kantilever

ℎ =10

Ln = bentang bersih (tepi balok – tepi balok) L = bentang bersih (as balok – as balok)

2. Desain 2 arah (two way slab)

Berdasarkan ketentuan Pasal 11.5.3.3.c SNI 03-2847-2002 bahwa untuk:

- α yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus menggunakan

pasal11.5(3(2)).

- α lebih besar dari 0,2, tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat

minimum harus memenuhi:

h =λn 0,8 +

fy1500

36 + 5β (α − 0,2)

dan tidak boleh kurang dari 120 mm

- α lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh

kurang dari:

h =λn 0,8 + fy

150036 + 9β

dan tidak boleh kurang dari 90 mm.

c. Menentukan pembebanan pelat

Wu = 1,2 DL + 1,6 LL

49

LL = beban hidup diambil sesuai fungsi pelat DL = beban mati

d. Menghitung Momen

Mu = 0,001 .Wu .Lx2. x

Mu = Momen pada pelat

Wu = Beban terbagi rata yang bekerja pada pelat

Lx = Bentang pelat arah x

x = Koefisien momen

e. Menentukan momen nominal (Mn) dan momen batas (Mu)

M = ρ ∙ f ∙ b ∙ d ∙ 1 − 0,59ρ ∙ f

f′

M = ∅ ∙ M atau M = A ∙ f (d − 0,5α)

f. Persentase rasio tulangan

ρ = β ∙ , ∙ → Tulangan seimbang (balance)

ρ = 0,75 ∙ ρ → Tulangan maksimal/over

ρ =, → Tulangan

ρ =Asbd

ρ = 0,3ρb s/d 0,5ρb ρ = tulangan direncanakan atau didesain Perlu diperhatikan pelat tipis tulangan banyak defleksi atau lentur besar-besar maka tebal pelat diambil maksimal.

g. Menentukan rasio tulangan

=0,85 ′

(1 − 1 − 2 ( 0,85

)

ρ < < ρ → ρ < ρ (runtuh tarik/lentur) ρ < ρ < ρ → ρ = ρ (runtuh tarik/lentur) ρ < < ρ → ρ > ρ (runtuh tekan/geser/mendadak) Sehingga rasio diarahkan ke 1 dan 2

50

h. Menentukan luas tulangan (As)

As =M

∅ ∙ f ∙ d − a2

→ maksimum

As = ρ ∙ b ∙ d Untuk pelat satu arah maka selanjutnya dicari tulangan susut: Assst = 0,002.b.h (fy = 300 MPa) Assst = 0,0018.b.h (fy = 400 MPa)

i. Menentukan jarak tulangan sengkang (s)

sperlu = π / 4 * Ø2 * b / As

smax = 2 h

smax = 250 mm

2.9.1.3.Perencanaan Tangga

Semua tangga direncanakan dengan menggunakan tipe K dengan pelat

miring sebagai ibu tangga. Perhitungan optrede dan antrede tangga menggunakan

rumus :

2 x optrede + antrede = 61 cm s/d 65 cm

keterangan :

optrede : langkah tegak

antrede : langkah datar

sudut tangga (α) = arc tan (x/y)

jumlah anterde = A

jumlah optred = O = A + 1

Analisa gaya yang bekerja pada tangga dengan menggunakan program

SAP2000 sedangkan desain struktur sama dengan desain pelat dan balok

sekunder.

2.9.1.4.Perencanaan Balok

Untuk struktur balok direncanakan dengan mengacu pada SNI 03-6814-

2002.

a. Perhitungan Balok

Balok berfungsi sebagai penyangga bangunan yang ada di atasnya,

adalah sebagai pelimpah beban kombinasi pada pelat dan atau atap. Beban

51

pelat dalam pelimpahannya dapat berupa sistem amplop yaitu berbentuk

segitiga atau trapesium.

Sumber : dokumentasi pribadi

Gambar 2.9.4. Beban Pelat dengan Sistem Amplop

1. Syarat kelangsingan balok

(tabel 9.1.a tebal minimum h) SNI 03-1728-2002hal.130

2. Penulangan pada balok

Sumber : dokumentasi pribadi

Gambar 2.9.5. Penulangan Pada Balok

As : tulangan tarik (As = . b . d)

As’ : tulangan tekan

d : tinggi efektif penampang

d’ : jarak sengkang

dimana :

x .pelat U . 21x lqq

x .pelat U . 21x lqq

h21b

terpanjang 16

1h min

l

2

pscd'

φφ

52

c : selimut beton

(c = 20 mm, untuk balok yang tidak langsung berhubungan

dengan cuaca/tanah).

(untuk balok yang berhubungan langsung dengan cuaca dan

kondisi tanah c = 40 mm, untuk tulangan <16,

sedangkan c = 50 mm, untuk tulangan >16).

s : diameter tulangan sengkang

p : diameter tulangan pokok

3. Perhitungan Tinggi Efektif Pada Balok

d = h – ( p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama)

d’ = p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama

dimana:

b = lebar balok (mm)

h = tinggi balok (mm)

d = tinggi efektif balok (mm)

p = tebal selimut beton (mm)

Ø = diameter tulangan (mm)

a. Rasio penulangan

(tabel 5.1.h mutu beton f’c301) SNI 03-6814-2002.)

b. Syarat pembatasan penulangan

syarat rasio tulangan : ρmin ≤ ρ ≤ ρmax

Perhitungan ρ max dan ρ min :

c. Perhitungan momen :

= * fy * (d – d’)

= Mn -

penulangan rasio tabelb.d

Mu2

fy

1,4min

fyx

cf

600

600

fy

'.10,85.b

b75,0max

53

d. Perhitunganρ1 (rasio pembesian) :

As1 = ρ * b * d

Perhitungan tulangan utama :

As = As1 + As2

Dalam pelaksanaan dipasang tulangan tekan

dimanaρ’ tidak boleh melebihi dari 0,5 ρb (SNI 03-1728-

2002). As’max = ρ’ . b . d

e. Mencari tulangan tumpuan

- Mencari jumlah tulangan yang dipasang

f. Mencari tulangan lapangan

- Mencari jumlah tulangan

Pada balok dipasang tulangan rangkap, dengan

perbandingan luas tulangan tekan (As’) dan luas

tulangan tarik (As)

- Jumlah tulangan yang dipasang

A"."sebesar φdengan tulangan n"" dipasang . . 4

1As

2

0,5.As)(As'tekan tulangan jumlah0,5As'

Asδ

A"."sebesar φdengan tulangan n"" dipasang . . 4

1As

2

54

Gambar 2.9.6. Pemasangan Tulangan Pokok Balok

Sumber : dokumentasi pribadi

g. Perhitungan tulangan geser (sengkang)

Gambar 2.9.7. Bidang Momen Dan Bidang Lintang Akibat Gaya Geser

Sumber : dokumentasi pribadi

- Gaya geser

- Tegangan geser

- Tegangan geser beton yang diijinkan sesuai mutu beton

(fc’)

Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih

kecil dari tegangan geser yang diijinkan (vc) vu <vc, maka

perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.

Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih

besar dari tegangan geser yang diijinkan (vc) vu >vc, maka

tidak perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.

MPaN/mmd . b

l .Vu u 2

2v

MPac' . 6

1 . 0,6c fv

KN .u . 21Vu lq

55

- Tegangan geser yang dapat dipikul oleh beton dengan

tulangan geser.

- Tegangan geser yang harus dipikul tulangan geser.

- Pendimensian balok.

jika vs<vsmaks dimensi balok rencana tidak perlu

diperbesar

jika vs>vsmaksdimensi balok rencana perlu diperbesar

- Gaya geser yang dapat dipikul oleh beton.

Gambar 2.9.8. Diagram Gaya Geser

Sumber : dokumentasi pribadi

Keterangan :

Gaya geser pada balok, sebagian dipikul oleh kuat geser

beton (Vc) dan sisanya dipikul dipikul oleh tulangan geser

(sengkang).

- Penentuan tulangan geser pada balok

Tulangan geser pada balok perlu dipasang sepanjang “y”

dari tumpuan.

Resultante gaya yang bekerja di sepanjang “y”

MPac' . 3

2 . 0,6s maks fv

MPacus vvv

KNd . b . cVc v

Vu

Vu

y

1/2 L

Vc (KN)Vc (KN)

dipikul oleh beton

dipakai tulangan

Vc . L21y)L2

1( .Vu Vu

Vc

L21

yL21

Vu (KN)

y

Vc (KN)Rx

56

Rv = (Vu – Vc) . y KN

Tulangan geser:

dimana : adalah faktor reduksi kekuatan untuk

perhitungan geser (= 0,6)

tulangan geser dipasang pada 2 sisi penampang balok

tulangan geser minimum :

jika Av > Avmin pada balok dipasang tulangan geser (Av).

- Jumlah tulangan geser

n meter per geser tulanganJumlah

- Perhitungan Tulangan Torsi

Cek kemampuan beton menahan torsi

Jika,Tu < Tc, tidak perlu tulangan puntir

Tu ≥ Tc, perlu tulangan punter

- Cek Pengaruh Momen Puntir (Tu)

Kategori komponen struktur non-prategang:

(pengaruh puntir dapat diabaikan)

2min mm

y . 3

y . b Av

f

2mmy .

Rv Av

cmn

100 s kanggeser/sengngan Jarak tula

mm y

Av

2

1 balok padameter per geser tulangan

mm y

Av balok padameter per geser tulangan

2

2

Pcp

Acp x

12

.' 2cfTc

A

Ay

Av

.

2

1

Pcp

Acp x

12

.' 2cfTc

57

Acp = luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang

beton mm2

Pcp = keliling luar penampang beton mm

- Menghitung Properti Penampang

Keterangan:

x1 = jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah

sumbu x mm

y1 = jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah

sumbu y mm

Aoh = luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat

tulangan sengkang terluar mm2

Ao = 0,85×Aoh=dalam satuan mm2

d = jarak dari serat tekan terluar beton ke pusat

tulangan tarik mm

Ph = keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi

terluar mm

- Cek Penampang Balok

Kategori penampang solid:

(Penampang Memenuhi)

Dimana :

58

- Menentukan Torsi Transversal

Dimana Ø : 0,85

Ө : 45 (Berdasarkan SNI Beton Bertulang (13.6.3.6))

(dalam satuan mm ⁄mm untuk 1 kaki dari sengkang)

- Menghitung Tulangan Torsi Longitudinal

Syarat:

Dengan ketentuan Tulangan Longitudinal tambahan untuk

menahan puntir harus di distribusikan di sekeliling parameter

sengkang tertutup dengan spasi tidak melebihi 300 mm,

dengan posisi berada di dalam sengkang (SNI Beton Bertulang

2002-13.6.6.2)

2.9.1.5.Perencanaan Kolom

Kolom adalah suatu elemen tekan dan merupakan struktur utama dari

bangunan yang berfungsi untuk memikul beban vertikal yang diterimanya. Pada

umumnya kolom tidak mengalami lentur secara langsung.

Gambar 2.9.9. Jenis Kolom Beton Bertulang

Tu

Tn

cot..A . 2 o yv

n

f

T

s

At

59

Kolom beton bertulang secara garis besar dibagi dalam tiga kategori,

yaitu :

a. Blok tekan pendek

b. Kolom pendek

c. Kolom panjang atau langsing

Berdasarkan Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung,

kuat tekan rencana dari komponen struktur tekan tidak boleh diambil lebih besar

dari ketentuan berikut:

Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan spiral atau

komponen struktural tekan komposit.

ФPn (max) = 0,85 Ф [0,85 x f’c (Ag - As) + fy x As]

a. Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan pengikat

ФPn (max) = 0,80 Ф [0,85 x f’c (Ag - As) + fy x As]

Kolom panjang atau langsing merupakan salah satu elemen yang

perlu diperhatikan. Proses perhitungannya didasari oleh konsep perbesaran

momen. Momen dihitung dengan analisis rangka biasa dan dikalikan oleh

faktor perbesaran momen yang berfungsi sebagai beban tekuk kritis pada

kolom.

Parameter yang berpengaruh dalam perencanaan kolom beton

bertulang panjang adalah :

1. Panjang bebas (Lu) dari sebuah elemen tekan harus diambil

sama dengan jarak bersih antara pelat lantai,balok, atau

komponen lain yang mampu memberikan tahanan lateral dalam

arah yang ditinjau. Bila terdapat kepala kolom atau perbesaran

balok, maka panjang beban harus diukur terhadap posisi

terbawah dari kepala kolom atau perbesaran balok dalam bidang

yang ditinjau.

2. Panjang efektif (Le) adalah jarak antara momen-momen nol

dalam kolom. Prosedur perhitungan yang digunakan untuk

menentukan panjang efektif dapat menggunakan kurva

alinyemen. Untuk menggunakan kurva alinyemen dalam kolom,

faktor Ψ dihitung pada setiap ujung kolom.

60

Gambar 2.9.10. Panjang Efektif Kolom Tumpuan Jepit dan Sendi

Gambar 2.9.11. Kurva Alinyemen untuk Portal Tak Bergoyang dan Portal

Bergoyang

Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung(SNI 03-

1726-2002)

Selain itu, nilai k untuk portal bergoyang juga dapat dihitung

melalui persamaan :

61

Dengan ѱ m merupakan rata-rata ѱ A dan ѱ B

Untuk pembahasan kolom ini, perlu dibedakan antara portal

tidak bergoyang dan portal bergoyang. Suatu struktur dapat dianggap

rangka portal bergoyang jika nilai indeks stabilitas (Q) > 0,05.

dimana :

Pu = Beban Vertikal

Vu = Gaya geser lantai total pada tingkat yang ditinjau

Δo = Simpangan relatif antar tingkat orde pertama

Lc = Panjang efektif elemen kolom yang tertekan

Properti yang digunakan untuk menghitung pembesaran momen

yang nantinya akan dikalikan dengan momen kolom, diantaranya adalah :

a. Modulus elastisitas ditentukan dari rumus berikut:

Ec = , 0,043 ` (MPa)

Untuk wc antara 1500 dan 2500 kg/m3 atau 4700 ` untuk beban

normal.

b. Momen inersia dengan Ig = momen inersia penampang bruto terhadap

sumbu pusat dengan mengabaikan penulangan :

Tabel 2.9.1. Momen Inersia Elemen Struktur

Dalam portal bergoyang untuk setiap kombinasi pembebanan perlu

menentukan beban mana yang menyebabkan goyangan cukup berarti

(kemungkinan beban lateral) dan mana yang tidak. Momen ujung terfaktor

yang menyebabkan goyangan dinamakan M1s dan M2s, dan keduanya harus

62

diperbesar karena pengaruh PΔ. Momen ujung lain yang tidak menyebabkan

goyang cukup berarti adalah M1ns dan M2ns. Momen ini ditentukan dari

analisis orde pertama dan tidak perlu diperbesar.

Pembesaran momen δsMs dapat ditentukan dengan rumus berikut :

dimana:

Pu = beban vertikal dalam lantai yang ditinjau

Pc = beban tekuk Euler untuk semua kolom penahan goyangan

dalam lantai tersebut, dicari dengan rumus:

Sehingga momen desain yang digunakan harus dihitung dengan

rumus :

= ns + δs s

= ns + δs s

Terkadang titik momen maksimum dalam kolom langsing dengan

beban aksial tinggi akan berada di ujung–ujungnya, sehingga momen

maksimum akan terjadi pada suatutitik di antara ujung kolom dan akan

melampaui momen ujung maksimum lebih dari 5%. Hal ini terjadi bila :

untuk kasus ini, momen desain ditentukan dengan rumus berikut:

Mc = δns ( ns + δs s)

Selain itu, portal bergoyang mungkin saja menjadi tidak stabil akibat

adanya beban gravitasi, sehingga harus dilakukan kontrol terhadap ketidakstabilan

beban gravitasi. Portal menjadi tidak stabil akibat gravitasi apabila δs > 2,5

sehingga portal harus diperkaku. Elemen kolom menerima beban lentur dan

bebanaksial, menurut SNI 03-1728-2002 untuk perencanaan kolom yang

menerima beban lentur dan beban aksial ditetapkan koefisien reduksi bahan 0,65

)( 2

ukl

EIPc

.`

35

Agcf

Pur

Lu

63

sedangkan pembagian tulangan pada kolom (penampang segi empat) dapat

dilakukan dengan:

a. Tulangan dipasang simetris pada dua sisi kolom (two faces)

b. Tulangan dipasang pada empat sisi kolom (four faces)

Pada perencanaan gedung kuliah ini digunakan perencanaan kolom dengan

menggunakan tulangan pada empatsisi kolom (four faces).

Perhitungan gaya-gaya dalam berupa momen, gaya geser, gaya normal

maupun torsi pada kolom. Dari hasil output gaya-gaya dalam tersebut kemudian

digunakan untuk menghitung kebutuhan tulangan pada kolom.

Penulangan dalam kolom juga merupakan salah satu faktor yang ikut

membantu komponen beton dalam mendukung beban yang diterima.

Penulangan pada kolom dibagi menjadi tiga jenis, diantaranya adalah :

1. Tulangan Utama Kolom

Tulangan utama (longitudinal reinforcing) merupakan tulangan yang

ikut mendukung beban akibat lentur (bending).Pada setiap penampang dari

suatu komponen struktur luas,tulangan utama tidak boleh kurang dari :

As min = √ b d<As min =

,b d

dimana:

As = luas tulangan utama

fc’ = tegangan nominal dari beton

fy = tegangan leleh dari baja

b = lebar penampang

d = tinggi efektif penampang

Luas tulangan utama komponen struktur tekan non komposit tidak

boleh kurang dari 0.01 ataupun lebih dari 0.08 kali luas bruto penampang

Ag. Jumlah minimum batang tulangan utama pada komponen struktur

tekan dalam sengkang pengikat segiempat atau lingkaran adalah 4 batang.

2. Tulangan Geser Kolom

Tulangan geser (shear reinforcing) merupakan tulangan yang ikut

mendukung beban akibat geser (shear). Jenis tulangan geser dapat berupa :

a. Sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen

struktur

64

b. Jaring kawat baja las dengan kawat – kawat yang dipasang tegak

lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur

c. Spiral, sengkang ikat bundar atau persegi

Gambar 2.9.12. Jenis Sengkang Pengikat

Berdasarkan Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan

gedung, perencanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada :

Ø Vn ≥ Vu

Vn = Vc+ Vs

keterangan :

Vc= Gaya geser nominal yang disumbangkan olehbeton (N)

Vs = Gaya geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser (N)

Vu = Gaya geser ultimate yang terjadi (N)

Vn = ∅

, dimana Ø = 0,75

Kuat geser maksimum untuk komponen struktur (SNI 03-2847-2002

pasal 13.3.2.2) yaitu:

Vc = 0,3. ′ .b.d. 1 +,

Vs = . ′ .b.d.

dimana :

Vn = kuat geser nominal (N)

Ø = faktor reduksi

f’c = kuat tekan beton (MPa)

b = lebar penampang kolom (mm)

d = tinggi efektif penampang kolom (mm)

65

Nu = gaya aksial yang terjadi (N)

Agr = luas penampang kolom (mm2)

Jika :

(Vn – Vc) <Vs , maka penampang cukup

(Vn – Vc) ≥ Vs , maka penampang harus diperbesar

Vu < Ø Vc , maka tidak perlu tulangan geser

Vu ≥ Ø Vc , maka perlu tulangan geser

Jika tidak dibutuhkan tulangan geser, maka digunakan tulangan

geser minimum (Av) permeter. Luas tulangan geser minimum untuk

komponen struktur non prategang dihitung dengan :

Av min =′ . .

<Av =.

dengan demikian diambil Av terbesar, jarak sengkang dibatasi

sebesar .

2.9.1.6.Perencanaan Lift

a. Kapasitas dan jumlah lift

Kapasitas dan jumlah lift akan disesuaikan dengan perkiraan jumlah

pemakai lift, mengingat dari segi manfaat dan efisiensi biaya, serta dilihat

dari kelayakan dan besarnya bangunan.

b. Perencanaan konstruksi

1. Mekanikal

Secara mekanikal perencanaan konstruksi lift tidak direncanakan

di sini karena sudah direncanakan di pabrik dengan spesifikasi

tertentu, sebagai dasar perencanaan konstruksi dimana lift tersebut

akan diletakkan.

2. Konstruksi ruang dan tempat lift

Lift terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:

a. Mesin dengan kabel penarik serta perangkat lainnya.

b. Trace / traksi / kereta penumpang yang digunakan untuk

mengangkut penumpang dengan pengimbangnya.

c. Ruangan dan landasan serta konstruksi penumpang untuk

mesin, kereta, beban dan pengimbangnya.

66

Ruangan dan landasan lift direncanakan berdasarkan kriteria

sebagai berikut :

a. Ruang dan tempat mesin lift diletakkan pada lantai teratas

bangunan. Oleh karenanya perlu dibuat dinding penutup

mesin yang memenuhi syarat yang dibutuhkan mesin dan

kenyamanan pemakai gedung.

b. Mesin lift dengan beban-beban (q) sama dengan jumlah dari

berat penumpang, berat sendiri, berat traksi, dan berat

pengimbangnya yang ditumpukan pada balok portal.

c. Ruang terbawah diberi kelonggaran untuk menghindari

tumbukan antara lift dan lantai dasar. Ruang terbawah ini

juga direncanakan sebagai tumpuan yang menahan lift pada

saat maintenance.

c. Spesifikasi lift yang dipakai

Lift yang digunakan dengan spesifikasi sebagai berikut :

a. Dapat memuat penumpang 10 orang.

b. Dapat menahan beban 1500 kg.

c. Kecepatan = 150 m/menit.

d. Berat lift = 10 KN.

Gambar 2.9.13. Potongan Lift

Sumber : dokumentasi pribadi

67

2.9.1.7.Perencanaan Penyalur Petir Untuk Bangunan Gedung

Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya instalasi penyalur petir

ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan serta bahaya yang ditimbulkan

bila bangunan tersebut tersambar petir.

Besarnya kebutuhan tersebut dapat ditentukan secara empiris berdasarkan

indeks-indeks yang menyatakan faktor-faktor tertentu, sedangkan pada tabel 7

merupakan penjumlahan dari indeks-indeks yang dipilih dari tabel sebelumnya,

dimana hasil penjumlahan tersebut (R) merupakan indeks-indeks perkiraan

bahaya akibat sambaran petir.

jadi : R = A + B + C + D + E

Jelas bahwa semakin besar R, semakin besar pula bahaya serta kerusakan

yang timbul oleh sambaran petir, berarti semakin besar pula kebutuhan bangunan

tersebut akan adanya sistem penangkal petir.

Pada tabel-tabel tersebut diperoleh :

- Macam penggunaan bangunan diperoleh indeks : 2

- Konstruksi bangunan diperoleh indeks : 2

- Tinggi bangunan diperoleh indeks : 4

- Situasi bangunan diperoleh indeks : 0

- Hari guntur per tahun diperoleh indeks : 5

2.9.2. Struktur Bawah (Sub Stucture)

Struktur bawah pada struktur bangunan gedung disebut pondasi, pondasi

bertugas menerima beban bangunan diatasnya atau disampingnya ke tanah,

sedemikian tanah cukup kuat mendukung beban tersebut. Agar dapat dihindari

kegagalan fungsi dari pondasi, maka pondasi harus diletakkan pada lapisan tanah

yang cukup kuat/keras serta kuat mendukung beban bangunan tanpa timbul

penurunan yang berlebihan, dan untuk mengetahui letak kedalaman lapisan padat

dengan kemampuan dukung yang cukup besa, maka perlu dilakukan penyeledikan

tanah.

Sehingga dapat dikatakan stabilitas suatu pondasi adalah :

a. Kemampuan dukungnya ≥ Tegangan kontak yang terjadi (Tegangan

yang diterimanya)

b. Penurunan yang diijinkan ≥ Penurunan yang terjadi

68

Pondasi bangunan biasanya dibedakan menjadi pondasi dangkal dan

pondasi dalam, dikategorikan pondasi dangkal bila Df/B < 1, pondasi sumuran

Df/B > 4, dan pondasi dalam Df/B > 10. Adapun macam-macam pondasi sebagai

berikut :

a. Pondasi memanjang

b. Pondasi telapak

c. Pondasi rakit

d. Pondasi sumuran

e. Pondasi tiang

Pada perencanaan struktur bawah Gedung A Fakultas Teknik Universitas

Semarang dilakukan penyelidikan tanah meliputi pekerjaan Booring, Conus

Penetration Test, Sievee Analysis dan Direct Shear Test.

2.9.2.1.Daya Dukung Tanah

Kapaitas/daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kekuatan tanah

untuk menahan suatu beban yang bekerja padanya yang biasanya disalurkan

melalui pondasi. Kapasitas/daya dukung batas (qu = qult = ultimate bearing

capacity) adalah tekanan maksimum yang dapat diterima oleh tanah akibat beban

yang bekerja tanpa menimbulkan keruntuhan geser pada tanah pendukung tepat di

bawah dan sekeliling pondasi. Bila dinyatakan dalam persamaan, maka :

=

dengan,

qu = kapasitas dukung utimit atau kapasitas dukung batas (kN/m2)

Pu = beban ultimit atau beban batas (kN)

A = luas beban (m2)

Apabila beban terbagi rata q = qu (qu = daya dukung tanah batas) telah

dicapai, maka keruntuhan daya dukung akan terjadi, smenyebabkan pondasi

mengalami penurunan yang sangat besar tanpa penambahan beban q.

69

Gambar 2.9.14. Daya Dukung Tanah Batas untuk Kondisi Dangkal

a. Model pondasi

b. Grafik hubungan antara beban dan penurunan

Dengan menggunakan kelompok tiang pancang (pile group)

sehingga digunakan rumus Tarzaghi untuk menghitung daya dukung

tanah :

= . + . . + 0,5

dengan :

c = kohesi (kN/m2)

Df = kedalaman pondasi (m)

γ = berat volume tanah (kN/m3)

B = lebar pondasi (m)

Nc, Nq, Nγ = faktor kapasitas dukung tanah

Rumus daya dukung tanah sesuai dengan bentuk pondasi

1. Pondasi lajur memanjang

= . + . . + 0,5

2. Pondasi berbentuk bujur sangkar

= 1,3. + . . + 0,4

3. Pondasi berbentuk lingkaran

= 1,3. + . . + 0,3

Desain struktur aman terhadap daya dukung ijin

Dimana :

q all =

=

70

qu = Daya dukung batas DDT = Daya Dukung Tanah

qc = Nilai conus

Fk = Fs = Faktor keamanan → = 2 – 3

q all = q ijin = daya dukung ijin

TABSIR DDT di ujung pondasi tiang dengan nilai conus (qc)

1. data langsung penyelidikan / CPT = Cone Penetometer Test.

2. CPT datanya langsung sehingga kesalahan alat / mausia kecil.

Alat Untuk Mendapatkan Tekanan Conus (qc)

1. Alat Vicat → Collin pracis 1846

Ø 10mm = 1cm

Beban = 1 kg

Penyelidikan tanah

Dikembangkan DANISH RAIL ROADS 1931

Ø jarum = 19 mm

β sudut conus

Beban variabel = 100kg (=P)

Dimana :

C = kohesi tanah

K = kos tanah 2,5 – 4

h = kedalaman ujung conus

β = sudut ujung conus

Gambar 2.9.15. Gambar Conus

qc = C = ( . )²

h ß

71

2. SONDIR → 1936 P.BARENSEN

a. Keadaan tanah dapat diperoleh dengan beda suara pukulan besi

sondir.

→ nyaring = Tanah keras.

→ Tidak nyaring = Tanah lunak.

b. 1936 P.BARENSEN → membuat alat penetrometer luas conus

10 cm², β = 60º

qc dapat dibaca langsung pada manometer penggerak hidrolik,

ujung conus muka tekanan tanah tekanan ke bawah dengan

tenaga manusia. Kemampuan 120kg / qc = 12 kg/cm²

(Kapasitas) kedalaman 10m

c. 1946 GOUDE MACHIN →BELANDA, Buat mesin sondir

tenaga manusia kapasitas 2500kg = qc = 250 kg/cm², kedalaman

10m. 1959 → Alat sama sondir dengan tenaga mesin kapasitas

17500kg = qc = 1750 kg/cm². 1965 → Begman → melengkapi

mesin sondir dengan BICOMES → Baca lekatan tanah

MANOMETER → Baca tekanan tanah.

d. America 1965 → Poeket penetrometer

Penetrometer beban 50kg, tinggi jatuh 50cm, Øconus 44m,

otomatis.

e. 1966 →Rusia Buat alat Penetrometer untuk penyelidikan tanah

di bulan.

Nilai qc untuk menghitung kuat tanah di ujung pondasi tiang

a. TEORI DEBEER

P = qc . A/2 → Tanah pasir non kohesif

= . . .

3→ ℎ ℎ

qc = tekanan conus

A = Luas Tp Tiang

U = Keliling tiang

Of = Jumlah hambatan pelekat / friksi 1 san 2

Faktor keamanan.

P = Kuat pondasi tiang.

72

b. DUTEH TEORIS

Berdasarkan luas longsoran tanah di ujung tiang dalam

menahan beban. Menghitung daya dukung tiang adalah qc rata-

rata pada kedalaman = 3,5 x Ø dari ujung tiang.

= 1 . 2 .

Tomlison → qc rata-rata di out

qc → 3 x Ø diatas ujung tiang

1 x Ø dibawah ujung tiang

Prof Begnan

= 1 + 2

2

Dimana :

qc1 = rata-rata SPJ 8 x d

qc2 = rata-rata SPJ 3,75 x d

d = diameter tiang

c. Static Penetrometer → USA & CANADA

Elrowthe → 1963

Menentukan angka qc

qc = 2 x N → tanah kohesif

qc = 4 x N → tanah non kohesih

N = Jumlah pukulan pada standart penetrasi test.

Mayer hoof

qc = 4 x N

Q = qp x A qc = qp

qp = ⅔ - 3/2 qc

1 d3 d8d Garis longsor

73

qc dipakai untuk menghitung daya dukung tiang (DDT) yang

terkecil → sehingga penurunan di bawah ujung tiang kecil.

ANGKA KEAMANAN

Angka keamanan untuk menghitung beban kerja ditetukan

dengan cara :

a) Tanah sekitar tiang, bawah tiang compasibility tinggi /

rendah → tinggi angka aman tinggi.

b) Beban tetap / sementara

Beban tetap angka aman = 1,5 x beban sementara.

c) Fungsi / jenis material menjadi pertimbangan SK hubungan

dan penurunan ijin.

d) Untuk angka aman proporsional lihat tabel hasil sondir test.

e) Dari tabel loading tetst.

Rasio Pu/p = 2-3 →

Misal rasio Pu/P = 240t/120t = 2 →0,4cm

Pu/P = 190t/60t = 3 → 1cm

Diambil angka 3 aman sesuai jenis tanah pada beban tetap.

a. END BEARING PILE → Tanah keras / non kohesif

tahanan ujung.

=min.

3

b. FRICTION PILE → Tanah kohesif / tanah lunak

lekatan tiang.

=min.

3+

.5

P = Kuat pondasi tiang/beban kerja/kuat tanah ujung

pondasi.

Of = Keliling tiang.

U =

c. Kontrol pondasi tiang pancang dari data-data

kalendering pemancangan sehingga akan dapat pasti

kuat pondasi.

74

Nc, Nq, Nγ → faktor daya dukung dapat dihitung

dengan rumus KRIZEX.

= 228 + 4 . 3

40 −

= 40 + 540 −

= 6

40 −

α = sudut pelawanan geser.

2.9.2.2.Tegangan Kontak

Tegangan kontak yang bekerja di bawah pondasi akibat beban struktur di

atasnya (upper structure) diberi nama tegangan kontak (contact pressure).

Menghitung tegangan kontak memakai persamaan sebagai berikut :

dimana :

σ :tegangan kontak (kg/cm2)

Q :beban aksial total (ton)

A :luas bidang pondasi (m2)

Mx, My : momen total sejajar respektif terhadap sumbu x dan

sumbu y (tm)

x, y : jarak dari titik berat pondasi ke titik dimana tegangan

kontak dihitung sepanjang respektif sumbu x dan sumbu y

(m).

Ix, Iy :momen Inersia respektif terhadap sumbu x dan sumbu

y(m4).

Ix

y .My

Iy

x.Mx

A

A

75

Gambar 2.9.16. Tegangan Kontak Akibat Beban Aksial

Pengertian tegangan kontak ini akan sangat berguna terutama

didalam penentuan faktor keamanan (S.F / Safety Factor).

Secara umum faktor keamanan didefinisikan sebagai berikut :

Hubungan antara keduanya dinyatakan dalam bentuk faktor

keamanan

dimana :

- S.F = 1, artinya tegangan kontak sama dengan kapasitas daya

dukung (bearing capacity).

- S.F > 1, artinya tegangan kontak lebih dari mobilisasi kapasitas

daya dukung. Lapis tanah dapat menerima beban.

- S.F < 1, artinya tegangan kontak lebih besar dari mobilisasi

kapasitas daya dukung. Lapis tanah tidak dapat menerima beban.

2.9.2.3.End Bearing Pile

Tiang pancang dihitung berdasarkan tahanan ujung pada lapisan tanah

keras. Adapun ketentuan tanah keras adalah sebagai berikut :

a. Sampai dengan batu-batuan sangat keras, apabila tanah keras →

Penentuan daya dukung tiang (DDT) tidak masalah, DDT Tingkat

kuat bahan tiang.

b. Bila tanah keras berpasir → DDT tergantung sifat pasir, mengenai

kepadatan pasir.

c. Menafsir gaya lawan lapisan tanah keras terhadap ujung tiang ada

beberapa cara.

kontaktegangan

dukung daya kapasitas

beban

kapasitasS.F

76

1. EROPA → ONG SONDIR

Dengan alat ini dapat menentukan berapa dalam tiang,

Berapa DDT tanah terhadap ujung tiang.

Rumus kuat tekan tiang :

Terhadap kekuatan tanah :

a. BDSK Conus

=At

3

b. Rumus TERZAGHI

=At

3

Dimana :

Ρtiang = Kuat ijin tiang pancang → Kg

σbahan = Tegangan ijin bahan → Kg/cm²

Atiang = Luas Tp Tiang → Cm²

Qt = Daya dukung keseimbangan tiang → Kg

P = Nilai Conus → SONDIR →Kg/cm

3 = Faktor keamanan

q = Daya dukung keseimbangan tanah →Kg/cm²

P = Nilai conus sondir → diambil

4D → atas ujung bawah tiang

4D → dibawah ujung bawah tiang

D → diameter tiang

2.9.2.4.Friction Pile

Penyaluran beban dimana sebagian besar daya dukungnya adalah akibat

dari gesekan antara tanah dengan sisi- sisi tiang pancang, atau dengan kata lain

kemampuan tiang pancang dalam menahan beban hanya mengandalkan gaya

geseran antara tiang dengan tanah disekelilingnya.

Persamaan yang digunakan untuk menentukan daya dukung tanah

terhadap tiang adalah :

Ρtiang =

σbahan x Atiang

77

a. Berdasarkan SONDIR

= . .

5

= .5

b. Cara teoritis

Qtiang = C.Nc.A+K.C.O.L

Syarat N ≤ Qtiang →AMAN

N ≤ Ptiang →AMAN

Dimana :

Qt = daya dukung tiang (DDT) → kg

O = keliling tiang → cm

L = Panjang tiang → cm

C = Harga cleef rata-rata → kg/cm²

5 = Sefty Faktor = angka keamanan

A = Luas tiang

Nc = Faktor daya dukung

Nq = Pondasi dangkal dekat TERZAGHI

Nγ = Pondasi dalam dekat nilai MAYERHOOF

K = Rasio gayalekatan dan kuat geser tanah

N = Beban yang dapat dipikul tiang

Pt = Kuat pondasi tiang / kuat tanah ujung pondasi

Qt = Daya dukung keseimbangan tiang

2.9.2.5.End Bearing Pile and Friction Pile

Apabila perhitungan tiang pancang berdasarkan tahanan ujung dan

pelekatan antara tanah dengan sisi tiang pancang. Daya dukung tiang dihitung

berdasarkan → tahanan ujung/ End bearing pile.

→ cleef / friction pile.

L

N

78

Perhitungan berdasarkan kuat bahan tiang pancang. Kuat tiang dihitung:

a. Berdasarkan kuat bahan tiang.

b. Terhadap kuat tanah.

Kuat / Kemampuan tiang

a. Terhadap kuat bahan tiang

Pt = σ Bahan . Atiang

b. Terhadap kuat Tanah. (Daya Dukung Keseimbangan)

= .2

+ . .

5 →

= .3

+ . .

5 → /

= .5

+ . .

8 → , , ℎ

c. Syarat beban dapat dipikul / Aman

N ≤ Qtiang →AMAN

N ≤ Ptiang →AMAN

Dimana :

Pt = Kuat ijin tiang pancang → kg

σBahan= Tegangan ijin bahan tiang → kg/cm²

Atiang = Luas taampang tiang → cm²

Qt = Daya dukung keseimbangan tiang

P = Nilai conus sondir → kg/cm²

O = keliling tiang → cm

C = Harga cleef rata-rata → kg/cm²

N = Beban yang dapat dipikul tiang

79

Jika kita memancang tiang sampai ke tanah keras melalui lapisan tanah

lempung, maka untuk menghitung daya dukung tiang disini kita perhitungkan

baik berdasarkan pada tahanan ujung (End Bearing) maupun cleef (friction pile).

Demikian pula disini harus kita perhitungkan terhadap kekuatan bahan tiang

pancang itu sendiri.

a. Terhadap kekuatan bahan tiang.

= ℎ +

Berdasarkan End bearing pile = tahanan ujung

Friction pile = cleef = pelekatan tanah tiang

Dimana :

P tiang = P ijin = P

P tiang = kekuatan yang diijinkan pada tiang pancang (kg)

σ Bahan = Tegangan tekan ijin bahan tiang (kg/cm²)

A tiang = Luas penampang tiang pancang (cm²)

b. Terhadap kekuatan tanah

Daya dukung keseimbangan tiang

1) Beban sementara :

=

2+

5

2) Beban tetap/statis :

=

3+

5

3) Beban dinamis/gerak/berubah :

L

Tanah Pasir

TanahLempung

80

=

5+

8

Dimana =

Qtiang = daya dukung keseimbangan tiang (kg)

P = nilai conus dari hasil test sondir (kg/cm²)

O = keliling tiang pancang (cm)

L = Panjang tiang yang berada dalam tanah (cm)

C = harga cleef rata-rata (kg/cm²)

N = beban netto yang diperkenankan pada tiang

Beban yang dapat dipikul oleh tiang adalah

N ≤ Ptiang N ≤ Qtiang

2.9.2.6.Pile Group (Tiang Pancang Kelompok)

Kelompok tiang merupakan kumpulan dari beberapa tiang yang bekerja

sebagai satu kesatuan. Kelompok tiang umumnya digunakan bila beban yang

diterima oleh pondasi tiang terlalu besar, sehingga tidak mampu jika hanya

menggunakan satu tiang. Penyatuan kelompok tiang dengan pelat beton disebut

pile cap (poer).

a. Jarak Antar Tiang Pada Pile Group

DDT = Daya Dukung Tanah.

Berdasarkan DDT → Bina Marga → Syarat.

S ≥ 2,5 D

S ≥ 3 D

Smin = 60 cm, Smax = 2,00m

S = Jarak antar tiang.

D = Diameter tiang.

81

Kalau S < 2,5 D

Tanah sekitar tiang akan naik saat dipancang.

Terangkat tiang disekitarnya yang telah dipancang.

Kalau S > 3 D

Tidak ekonomis → POER Boros.

Desain pondasi tiang sehingga jumlah tiang jark tiang ditentukan

→ Dimensi POER ketemu sehingga luas POER ketemu.

Luas POER total < ½ luas bangunan dipakai pondasi setempat →

POER diatas klompok tiang.

Luas POER total > ½ luas bangunan dengan pondasi (Raft

pondation) diatas tiang pancang.

b. Hitungan Pembagian Tekanan Pada Pile Group

1. PILE GROUP terhadap beban sentris.

Beban V sentris bila berimpit dengan garis titik berat

kelompok tiang.

Beban terhadap tiap tiang.

= ∑

→ = ∑

Dimana :

N = beban tiap tiang.

∑V = Resultan gaya normal bekerja sentris.

PV = Beban normal sentris.

S

Sd

82

2. PILE GROUP terhadap Beban sentris + Momen

a. Akibat beban sentris = ∑

b. Akibat momen POER kaku momen dibagi ke kelompok

tiang, letak jauh dari titik bebrat beban akan Max / Min.

2 ∶ 1 = 2 ∶ 1

2 = 1 . 2

1

3 ∶ 1 = 3 ∶ 1

3 = 1 . 3

1

4 = 1 . 4

1 → ( )

= 1 1 + 2 2 + 3 3 + 4 4

= 1 1 + 121

. 2 + 131

. 3 + 141

. 4

= 1 1 + 1

221

+ 1

231

+ 1

241

= 11

∑ → 1 = 1 ∑

1 = 1

∑ 2→ 2 (1 2 )

1 = 1

2∑ 2→ 1

c. Beban Max Tiang terjauh (Pmax)

= ∑ ²

= +

xv POER

y

y = titik berat

M

y

x

Ev/n Ev/n Ev/n Ev/n

P1 P2 P4P3x2 x3

x1 y1

v

83

= ∑

± . ∑

Dimana :

P max = beban max 1 tiang.

∑V = Jumlah beban vertikal ≈ dari kolom

n = banyak tiang

Xmax = jarak terjauh tiang dari titik berat pile group

M = momen pada kelompok tiang.

Ny = banyak tiang 1 baris y

X² = jumlah kuadrat jarak tiang ke pusat berat pile

group.

3. PILE GROUP terhadap Beban sentris + momen 2 arah (x dan y)

Cara sama dengan No.2 hanya momen 2 arah (x,y)

= ± ±

= ∑

±.. ∑ ²

±.. ∑ ²

Dimana:

Pmax = beban max tiang pancang

Mx = jumlah beban vertikal / normal ≈ dari kolom

Mx = momen pada bidang tegak lurus sumbu x

My = momen pada bidang tegak lurus sumbu y

N = jumlah tiang pada pile group

y

vMy

x

vMx

cara samaNo.2 hanyamomen 2arah ( x,y )

84

X max = jarak tiang terjauh dari titik berat / absis

Y max = koordinat terjauh dari titik berat

Ny = banyak tiang pada baris y

Nx = banyak tiang pada baris x

∑x² = jumlah kuadrat absis-absis tiang

∑y² = jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang

c. Daya Dukung Pile Group / Kelompok Tiang

Analisis kapasitas dukung kelompok tiang dibedakan sebagai

berikut :

1. END BEARING PILE

Tahanan ujung pada tanah keras / non kohesif.

2. FRICTION PILE

Pelekatan tiang, perlawanan geser tiang pada tanah lunak /

kohesif.

Perpindahan Beban Tiang Pile Group Ke Tanah

1. Pile group → End bearing pile

Tiang dipancang sampai dengan tanah keras.

Hitung DDT berdasarkan tahanan ujung (end bearing).

Kemampuan tiang pile group = kemampuan single pile x

banyak tiang dalam pile group.

=

Dimana :

Qpg = daya dukung kelompok tiang (pile group)

Qsp = daya dukung single pile (1 tiang)

N = banyak tiang pancang.

tanah keras

85

2. Friction Pile (cleef) pada pile group

Tidak dipancang sampai dengan tanah keras.

Tanah keras dalam.

Dipancang pada lapisan lempung / lanau dengan conus = 0

→ daya dukung dihitung berdasarkan friction (cleef) dan

conus.

Menghitung daya dukung pile group berdasarkan (cleef dan

conus) ada beberapa rumus.

1. Hitungan daya dukung tanah

Tekanan max yang dapat ditahan pada dasar pile

group.

Perlawanan geser / friction pile group.

Pada tanah lunak / pelekatan

= . . + 2 ( + ) .

= 3

=13

( . . + 2( + ) . )

= →

Dimana :

Qpg = daya dukung ijin pile group

Qt = daya dukung keseimbangan

Qs = daya dukung tiang single pile

C = kuat geser tanah / friction / cleef / kohesi

Nc = faktor daya dukung → dengan grafik

A = B x y = luas pile group

B = lebar pile group

Y = panjang pile group

L = dalam tiang

tanah lunak

kuat geser

86

N = banyak tiang pancang

Qd = beban ijin 1 tiang

γ = berat min tanah

Ø = sudut geser

S = kuat geser

D = dalam pancang

Tabel 2.9.2. Berat Jenis Tanah

2. Berdasarkan Efisiensi / Ekonomis Pile Group

a. Metode Feld

Gambar pile group = 16 buah

Tiang A

Dipengaruhi 8 tiang sekelilingnya.

∑ = 1 −

=1616

−8

16=

816

∑ff B dipengaruhi 5 tiang

C

B

B

C

B

A

A

B

B

A

A

B

C

B

B

C

87

∑ = 1 −3

16=

1616

−5

16

=1116

∑ff C dipengaruhi 3 tiang

∑ = 1 −3

16=

1616

−3

16

=1316

EFF Klompok tiang pile group

4 tiang A = 4 x Eff A = 4 x =

8 tiang B = 8 x Eff B = 8 x =

4 tiang C = 4 x Eff C = 4 x = +

TOTAL Eff = = 10,75

Maka :

Eff kelompok tiang 16 buah = 10,75 tiang

Eff 1 tiang N= 10,75 : 16 = 0,672 tiang

Daya dukung tiap tiang dalam kelompok

N x Qt → single pile

Dimana :

N =ddd

Qt = Daya Dukung Tiang

b. Rumus UNIFORM BUILDING CODE →AASHO

dd

dd

s s

ss

s

n=4

88

Disyaratkan :

≤ 1,57 . .

+ − 2

. = 1 −90

[( − 1) + ( − 1)

.]

:

S = jarak antar tiang

D = diameter tiang

M = jumlah baris

N = jumlah tiang dalam 1 baris

Eff = effisiensi pile group 1 klompok tiang

Θ = Arc tg d/s (drajat)

c. Menentukan los angles group →action formula

.

= 1 −

[ ( − 1) + ( − 1)

+ 2( − 1)( − 1)

N = banyak tiang pancang perbaris

M = banyak baris

D = diameter tiang

S = jarak antar tiang (As-As)

Π = 3,14

d. Rumus SELLER – KEENY

. = 1 −11

7( − 1)+

+ − 2+ − 1

+0,3+

Dimana :

S = jarak tiang (As-As)

M = banyak baris

N = banyak tiang perbaris

89

M M

M

a aL - 2 a

2.9.2.7.Pemindahan Tiang Pancang

Pemindahan tiang pancang didasarkan pada pengangkatan :

a. Pemindahan lurus

Gambar 2.9.17. Pemindahan Tiang Pancang Lurus

M = 12 × q × a

M = q × (L − 2a)

8−

qa2

M = M

4a + 4a. L − L = 0 → L = 10

4a + 4a. 10 − 10 = 0

a , = −b ± √b − 4ac

2a

a , = −4L ± 16L − 4.4. (−L)

2.4

a , = −4L ± √32L

8

a , = −4L ± 4L√2

8

a , = ½ −L ± L√2

a = 0,207 L

a = 1,207 L

90

b. Pengangkatan dan pemasangan tiang pancang

Gambar 2.9.18. Pengangkatan dan PemasanganTiang Pancang

Sumber : Dokumen Pribadi, Program Autocad

a = . .

.( )

L2 – 2aL = 2aL – 2a2

2a2 – 4aL + L2 = 0

a1,2 = ±√

a1,2 = ±√ . .

.

a1,2 = ±√ .

a1,2 = ± √

a1,2 = L(-1±½.√6)

a1 = 2,929.L

a2 = 17,071.L

c. Jadi yang berpengaruh adalah saat kondisi 2 (Pengangkatan dan pemasangan tiang pancang)

M =M8

K =M

b . d . Rλ

F = 1 − √1 − 2k

ρ =F . Rλ2400

A = ρ . b . d