10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Umum
Struktur dalam bangunan merupakan sarana untuk menyalurkan beban
yang diakibatkan adanya bangunan di atas tanah. Tujuan utama dari struktur
adalah memberikan kekuatan pada suatu bangunan, struktur bangunan
dipengaruhi oleh beban mati (dead load) berupa berat sendiri bangunan dan beban
hidup (live load) berupa beban akibat penggunaan ruangan dan beban khusus
seperti penurunan pondasi, tekanan tanah atau air, pengaruh temperatur dan beban
akibat gempa.p
Perencanaan merupakan pengetrapan cara-cara perhitungan atau percobaan
yang rasional sesuai dengan prinsip-prinsip mekanika struktur yang lazim berlaku.
Ditinjau dari ketinggian gedung dan spesifikasi perancangan dan syarat-syarat,
bangunan bertingkat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Bangunan bertingkat rendah (Low Rise Building) mempunyai 3-4
lapis lantai atau ketinggian.
b. Bangunan bertingkat tinggi (High Rise Building) mempunyai lapis
lantai lebih dari 4 dan ketinggian lebih dari 10 m.
Bangunan Gedung A Fakultas Teknik Fakultas Teknik Universitas
Semarang direncanakan sebagai bangunan bertingkat tinggi (High Rise Building)
yang terdiri dari 5 lantai dengan ketinggian lantai 1 sampai lantai 5 adalah +18 ,00
m.
2.2. Perencanaan
Pada perencanaan pembagunan gedung harus memperhatikan empat hal,
diantaranya :
a. Estetika
Estetika merupakan dasar keindahan dan keserasian bangunan yang
mampu memberikan rasa bangga kepada owner atau pemilik.
b. Fungsional
11
Perencanaan bangunan disesuaikan dengan pemanfaatan dan
penggunaanya sehingga dalam pemakaianya dapat memberikan
kenikmatan dan kenyamanan.
c. Struktural
Sebuah bangunan haruslah mempunyai struktur yang kuat sehingga
bisa memberikan rasa aman untuk tinggal didalamnya.
d. Ekonomis
Pendimensian elemen bangunan yang proporsional dan penggunaan
bahan bangunan yang memadai sehingga bangunan awet dan mempunyai
umur pakai yang panjang.
Beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam perancangan dan analisis
bangunan bertingkat sebagai berikut :
a. Tahap Arsitektur
Penggambaran denah semua lantai tingkat, potongan, tampak,
perspektif, detail, Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan Bestek (Rencana
Kerja dan Syarat-syarat /RKS).
b. Tahap Struktural
Menghitung beban-beban yang bekerja, merencanakan denah portal
untuk menentukan ltak kolom dan balok utamanya, analisa mekanika
untuk pendimensian elemen struktur dan peyelidikan tanah untuk
perencanaan pondasi.
c. Tahap Finishing
Memberikan sentuhan akhir untuk keindahan dan melengkapi
gedung dengan segala fasilitas alat-alat mekanikal elektrikal sebagai
pelayanan kepada penghuninya.
Peraturan yang digunakan dalam mendesain struktur Gedung A Fakultas
Teknik dalah :
a. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung
SNI03-2847-2002.
b. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung SNI
03-1729-2002.
12
c. Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung
SNI 03-1726-2012.
d. Pedoman Perencanaan Pembangunan untuk Rumah dan Gedung
(PPPURG 1987).
e. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, (Agus Setiawan,
2013).
f. Buku Teknik Sipil (Sunggono, 1984).
g. Dasar-dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang (Gedeon
Kusuma, 1993).
2.3. Persyaratan Bangunan Gedung
Bangunan gedung merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya untuk kegiatan hunian atau tinggal, kegiatan
usaha, kegiatan sosial, kegiatan budaya, dan/atau kegiatan khusus. Setiap
bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif baik pada tahap
pembangunan maupun pada tahap pemanfaatan bangunan gedung negara dan
persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan
administratif bangunan gedung negara meliputi :
a. Dokumen pembiayaan
b. Status hak atas tanah
c. Status kepemilikan
d. Perizinan mendirikan bangunan gedung
e. Dokumen perencanaan
f. Dokumen pembangunan
g. Dokumen pendaftaran
Persyaratan teknis bangunan gedung negara harus tertuang secara lengkap
dan jelas pada Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) dalam dokumen
perencanaan. Secara garis besar persyaratan teknis bangunan gedung negara
sebagai berikut :
a. Persyaratan tata bangunan dan lingkungan
Persyaratan tata bangunan dan lingkungan bangunan gedung negara
meliputi persyaratan :
- Peruntukan dan intensitas bangunan gedung
13
Persyaratan peruntukan merupakan persyaratan peruntukan
lokasi yang bersangkutan sesuai dengan RTRW kabupaten/kota,
RDTRKP, dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL). Persyaratan intensitas bangunan gedung meliputi
persyaratan kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bengunan
gedung yang diterapkan untuk lokasi yang bersangkutan.
- Arsitektur bangunan gedung
- Persyaratan pengendalian dampak lingkungan
Persyaratan pengendalian dampak lingkungan meliputi
koefisien dasr bangunan (KDP), koefisien lantai bangunan (KLB),
koefisien daerah hijau (KDH) dan garis sempadam bangunan.
b. Persyaratan bahan bangunan
Bahan bangunan untuk bangunan gedung negara harus memenuhi
SNI yang dipersyaratkan, diupayakan menggunakan bahan bangunan
setempat atau produksi dalam negeri, termasuk bahan bangunan sebagai
bagian dari komponen bangunan sistem fabrikasi, dengan harus tetap
mempertimbangkan kekuatan dan keawetannya sesuai dengan peruntukan
yang telah ditetapkan.
c. Persyaratan struktur bangunan
Struktur bangunan gedung negara harus memenuhi persyaratan
keselamatan (safety) dan kelayakan (serviceability) serta SNI konstruksi
bangunan gedung, yang dibuktikan dengan analisis struktur sesuai
ketentuan. Persyaratan keselamatan meliputi persyaratan kemampuan
bangunan gedung untuk mendukung beban muatan.
Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan
kuat/kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan
memenuhi persyaratan kelayakan (serviceability) selama umur layanan
yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung,
lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh
aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur
14
layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan
sementara yang timbul akibat gempa dan angin.
Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara daktail
sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila
terjadikeruntuhan kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan
pengguna bangunan gedung menyelamatkan diri.
d. Persyaratan utilitas bangunan
Utilitas yang berada di dalam dan di luar bangunan gedung negara
harus memenuhi SNI yang dipersyaratkan. Meliputi persyaratan :
- Keselamatan
Persyaratan keselamatan meliputi persyaratan kemampuan
bangunan gedung dalam mencegah dan menaggulangi bahaya
kebakaran dan bahaya sambaran petir.
- Kesehatan
Persyaratan kesehatan bangunan gedung meliputi persyaratan
sistem penghawaan, pencahayaan, dan sanitasi bangunan gedung.
- Kenyamanan
Persyaratan kenyamanan bangunan gedung meliputi
kenyamanan runag gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara
dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat
kebisingan.
- Kemudahan
Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke,
dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana
dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung.
e. Persyaratan sarana penyelamatan
Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan sarana
penyelamatan dari bencana atau keadaan darurat, serta harus memenuhi
persyaratan standar sarana penyelamatan bangunan sesuai SNI yang
dipersyaratkan. Setiap pembangunan gedung negara yang bertingkat lebih
dari tiga lantai harus dilengkapi tangga darurat dan pintu darurat.
Pembangunan Gedung A Fakultas Teknik Universitas Semarang
15
direncanakan lima lantai, jadi harus dilengkapi dengan tangga darurat dan
pintu darurat.
Pembangunan bangunan gedung direncanakan melalui tahapan
perencanaan teknis dan pelaksanaan beserta pengawasanya. Agar
pelaksanaan pembangunan berjalan sesuai dengan rencana tepat biaya,
tepat waktu dan tepat mutu maka perlu dilakukan pengawasan konstruksi.
Tepat biaya dilakukan dengan mengontrol laporan harian, laporan
mingguan dan laporan bulanan, tepat waktu dilakukan dengan membuat
time schedule, sedangkan tepat mutu dilakukan dengan memeriksa bahan-
bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan selain itu juga
dilakukan pengujian lapangan terhadap hasil pekerjaan dilakukan pada
setiap penyelesaian suatu pekerjaan untuk mengetahui kualitasnya.
Jagka waktu bangunan dapat tetap memenuhi fungsi dan keandalan
bangunan diperhitungkan 50 tahun, sesuai dengan persyaratan yang telah
ditetapkan. Adapun ilustrasi tentang umur layanan rencana untuk setiap
bangunan gedung sebagai berikut :
Tabel 2.3.1. Umur Layanan Rencana
Kategori Umur Layanan
Rencana
Contoh Bangunan
Bangunan Sementara < 10 Tahun Bangunan tidak
permanen, rumah
pekerja sederhana,
ruang pamer
sementara.
Jangka Waktu
Menengah
25 – 49 Tahun Bangunan industri dan
gedung parkir.
Jangka Waktu Lama 50 – 99 Tahun Bangunan rumah,
komersial dan
perkantoran bangunan
rumah sakit dan
sekolah. Gedung parkir
dilantai besement atau
16
dasar.
Bangunan Permanen Minimum 100 Tahun Bangunan monumental
dan bangunan warisan
budaya.
Bangunan Gedung A Fakultas Teknik Fakultas Teknik Universitas
Semarang direncanakan sebagai gedung perkuliahan sehingga
dikategorikan jangka waktu lama dengan umur layanan rencana 50 – 99
tahun.
2.4. Konsep Perencanaan Gedung
Selain didesain dapat memikul beban vertical atau beban grafitasi struktur
bangunan tinggi juga harus direncanakan tahan terhadap gempa. Untuk itu
perencanaan harus memperhitungkan beban lateral (gempa). Tingkat keberatutan
bentuk bangunan yang akan direncanakan dapat mempengaruhi metode analisis
struktur apa yang akan digunakan. Konsep ini merupakan dasar teori perencanaan
dan perhitungan struktur, yang meliputi desain terhadap beban lateral (gempa) dan
metode analisis struktur yang digunakan.
2.4.1. Desain terhadap Beban Lateral
Dalam perencanaan struktur, kestabilan lateral adalah hal terpenting
karena gaya lateral mempengaruhi desain elemen – elemen vertikal dan horisontal
struktur. Mekanisme dasar untuk menjamin kestabilan lateral diperoleh dengan
menggunakan hubungan kaku untuk memperoleh bidang geser kaku yang dapat
memikul beban lateral.
Beban lateral yang paling berpengaruh terhadap struktur adalah beban
gempa dimana efek dinamisnya menjadikan analisisnya lebih kompleks. Tinjauan
ini dilakukan untuk mendesain elemen – elemen struktur agar elemen – elemen
tersebut kuat menahan gaya gempa.
2.4.2. Analisis Struktur terhadap Gempa
Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah.Struktur
atas adalah bagian struktur gedung yang berada di atas permukaan tanah dan
Struktur bawah adalah bagian dari struktur bangunan yang terletak di bawah
permukaan tanah yang dapat terdiri dari struktur basemen, dan atau struktur
pondasi lainya. (SNI 03-1726-2012) :
17
a. Persyaratan Dasar
Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam
perencanaan struktur bangunan gedung dan komponennya seperti yang
ditetapkan dalam pasal ini. Struktur bangunan gedung harus memiliki
sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap, yang mampu
memberikan kekuatan, kekakuan dan kapasitas disipasi energi yang cukup
untuk menahan menahan gerak tanah desain dalam batasan-batasan
kebutuhan deformasi dan dan kekuatan yang disyaratkan. Gerak tanah
desain harus diasumsikan terjadi di sepanjang setiap arah horizontal
struktur bangunan gedung.
b. Desain elemen struktur, desain sambungan dan batasan deformasi
Komponen/elemen struktur individu termasuk yang bukan
merupakan bagian sistem penahan gaya gempa harus disediakan
dengan kekuatan yang cukup untuk menahan geser, gaya aksial dan
momen yang ditentukan sesuai dengan tata cara ini, dan sambungan-
sambungan harus mampu mengembangkan kekuatan komponen/elemen
struktur yang disambung. Deformasi struktur tidak boleh melebihi batasan
yang ditetapkan pada saat struktur dikenakan beban gempa.
c. Lintasan beban yang menerus dan keterhubungan
Lintasan-lintasan beban yang menerus dengan kekakuan dan
kekuatan yang memadai harus disediakan untuk mentranfer semua gaya
dan titik pembebanan hingga titik akhir penumpuan. Semua bagian
struktur antara join pemisah harus terhubung untuk membentuk lintasan
menerus ke sistem penahan gaya gempa, dan sambungan harus mampu
menyalurkan gaya gempa yang ditimbulkan oleh bagian-bagian yang
terhubung.
d. Sambungan ke tumpuan
Sambungan pengaman untuk menahan gaya horisontal yang berkerja
pararel terhadap elemen struktur harus disediakan untuk setiap balok,
girder langsung ke elemen tumpuannya atau ke pelat yang di desain
bekerja sebagai diafragma, maka elemen tumpuan elemen struktur harus
18
juga dihubungkan pada diafragma itu. Sambungan harus mempunyai kuat
desain minimum sebesar 5% dari reaksi beban mati ditambah beban hidup.
e. Desain pondasi
Pondasi harus didesain untuk menahan gaya yang dihasilkan dan
mengakomodasi pergerakan yang disalurkan ke struktur oleh gerak tanah
desain. Sifat dinamis gaya, gerak tanah yang diharapkan, dasar desain
untuk kekuatan dan kapasitas disipasi energi struktur dan properti dinamis
tanah harus disertakan dalam penentuan kriteria pondasi. Pada gedung
tanpa basemen, taraf penjepitan lateral stuktur atas dapat dianggap terjadi
pada muka tanah atau lantai dasar.
Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan
atau tidak beraturan. Struktur yang tidak memenuhi ketentuan diatas
ditetapkan sebagai gedung tidak beraturan berdasarkan konfigurasi
horisontaldan vertikal bangunan gedung.
2.4.2.1.Ketidakberaturan Horisontal
Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidak
beraturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.1. harus dianggap mempunyai
ketidak beraturan struktur horisontal. Struktur-struktur yang dirancang untuk
kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam tabel 2.1. harus
memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel itu.
Tabel 2.4.1. Ketidakberaturan Horisontal Pada Struktur
19
Sumber : SNI 1726:2012 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung
2.4.2.2.Ketidakberaturan Vertikal
Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe
ketidakberaturan seperti dalam Tabel 2.2. harus dianggap mempunyai
ketidakberaturan vertikal. Struktur dirancang untuk kategori desain seismik
sebagaimana terdaftar Tabel 2.2. harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal
yang dirujuk dalam tabel itu.
Tabel 2.4.2. Ketidakberaturan Vertikal Pada Struktur
20
Sumber : SNI 1726:2012 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung
2.5. Pembebanan Gedung
Pemisahan antara beban statis dan dinamis merupakan hal yang mendasar
dalam tahap analisa pembebanan untuk perencanaan bangunan tinggi. Konsep
pemisahan ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam pengelompokan
hubungannya dengan kombinasi pembebanan (load combination) untuk analisa
tahap selanjutnya.
2.5.1. Beban Statis
Beban statis adalah beban yang bersifat tetap sepanjang masa selama
bangunan masih tetap ada, bekerja secara terus-menerus pada struktur. Beban
statis pada umumya dapat dibagi menjadi beban mati, beban hidup dan beban
khusus. Beban Khusus adalah beban yang terjadi akibat penurunan pondasi atau
efek temperatur. Beban statis juga diasosiasikan dengan beban-beban yang secara
perlahan-lahan timbul serta mempunyai variabel besaran yang bersifat tetap
(steady states). Dengan demikian, jika suatu beban mempunyai perubahan
intensitas yang berjalan cukup perlahan sedemikian rupa sehingga pengaruh
waktu tidak dominan, maka beban tersebut dapat dikelompokkan sebagai beban
statis (static load). Deformasi dari struktur akibat beban statik akan mencapai
puncaknya jika beban ini mencapai nilainya yang maksimum.
a. Beban Mati
Beban mati (dead load) adalah berat sendiri dari semua bagian dari
suatu bangunan yang bersifat tetap, beban mati pada struktur bangunan
ditentukan oleh berat jenis bahan bangunan, berat ini terdiri atas berat
struktur dan beban lain yang ada pada struktur secara permanen. Beban
mati terdiri atas berat rangka, dinding, lantai, atap, plumbing.
21
Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk
Rumah dan Gedung tahun 1987 beban mati pada struktur terbagi menjadi
2, yaitu beban mati akibat material konstruksi misalnya : balok, plat,
kolom, dinding geser, kuda-kuda dan lainnya serta beban mati akibat
komponen gedung misalnya : bata ringan, penggantung plafon, plafon,
keramik, kaca, kusen dan lainnya.
Tabel 2.5.1. Berat Sendiri Material Konstruksi
No. Material Berat Keterangan
1 Baja 7850 kg/m3
2 Batu alam 2600 kg/m3
3 Batu belah, batu bulat, batu gunung
1500 kg/m3 berat tumpuk
4 Batu karang 700 kg/m3 berat tumpuk
5 Batu pecah 1450 kg/m3
6 Besi tuang 7250 kg/m3
7 Beton 2200 kg/m3
8 Beton bertulang 2400 kg/m3
9 Kayu 1000 kg/m3 kelas I
10 Kerikil, koral 1650 kg/m3 kering udara sampai lembab, tanpa diayak
11 Pasangan bata merah 1700 kg/m3
12 Pasangan batu belah, batu bulat, batu gunung
2200 kg/m3
13 Pasangan batu cetak 2200 kg/m3
14 Pasangan batu karang 1450 kg/m3
15 Pasir 1600 kg/m3 kering udara sampai lembab
16 Pasir 1800 kg/m3 jenuh air
17 Pasir kerikil, koral 1850 kg/m3 kering udara sampai lembab
18 Tanah, lempung dan lanau
1700 kg/m3 kering udara sampai lembab
22
19 Tanah, lempung dan lanau
2000 kg/m3 Basah
20 Timah hitam / timbel) 11400 kg/m3
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan
Gedung. 1987
Tabel 2.5.2. Berat Sendiri Komponen Gedung
No. Material Berat Keterangan
1 Adukan, per cm tebal : - dari semen - dari kapur, semen merah/tras
21 kg/m2 17 kg/m2
2 Aspal, per cm tebal : 14 kg/m2
3 Dinding pasangan bata merah : - satu batu - setengah batu
450 kg/m2 250 kg/m2
4 Dinding pasangan batako : - berlubang : tebal dinding 20 cm (HB 20) tebal dinding 10 cm (HB 10)
200 kg/m2
120 kg/m2
- tanpa lubang : tebal dinding 15 cm tebal dinding 10 cm
300 kg/m2 200 kg/m2
5 Langit-langit & dinding, terdiri : - semen asbes (eternit), tebal maks. 4 mm - kaca, tebal 3-5 mm
11 kg/m2
10 kg/m2
termasuk rusuk-rusuk, tanpa pengantung atau pengaku
6 Lantai kayu sederhana dengan balok kayu
40 kg/m2 tanpa langit-langit, bentang maks. 5 m, beban hidup maks. 200 kg/m2
7 Penggantung langit- 7 kg/m2 bentang maks. 5 m, jarak s.k.s.
23
langit (kayu) min. 0.80 m
8 Penutup atap genteng 50 kg/m2 dengan reng dan usuk / kaso per m2 bidang atap
9 Penutup atap sirap 40 kg/m2 dengan reng dan usuk / kaso per m2 bidang atap
10 Penutup atap seng gelombang (BJLS-25)
10 kg/m2 tanpa usuk
11 Penutup lantai ubin, /cm tebal
24 kg/m2 ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa adukan
12 Semen asbes gelombang (5 mm)
11 kg/m2
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan
Gedung. 1987
b. Beban Hidup
Beban hidup (live load) adalah beban yang terjadi akibat fungsi
pemakaian gedung seperti benda-benda pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang
tidak dapat diganti.
Beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu
yang diberikan. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih
dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Beban yang
diakibatkan oleh hunian atau penggunaan (occupancy loads) adalah beban
hidup.
Tabel 2.5.3. Beban Hidup pada Struktur
No. Penggunaan Berat Keterangan
1 Lantai dan tangga rumah tinggal
200 kg/m2 kecuali yang disebut no.2
2 - Lantai & tangga rumah tinggal sederhana - Gudang-gudang selain untuk toko, pabrik, bengkel
125 kg/m2
3 - Sekolah, ruang kuliah - Kantor
250 kg/m2
24
- toko, toserba - Restoran - Hotel, asrama - Rumah Sakit
4 Ruang olahraga 400 kg/m2
5 Ruang dansa 500 kg/m2
6 Lantai dan balkon dalam dari ruang pertemuan
400 kg/m2 masjid, gereja, ruang pagelaran/rapat, bioskop dengan tempat duduk tetap
7 Panggung penonton 500 kg/m2 tempat duduk tidak tetap / penonton yang berdiri
8 Tangga, bordes tangga dan gang
300 kg/m2 no.3
9 Tangga, bordes tangga dan gang
500 kg/m2 no. 4, 5, 6, 7
10 Ruang pelengkap 250 kg/m2 no. 3, 4, 5, 6, 7
11 - Pabrik, bengkel, gudang - Perpustakaan,r.arsip, toko buku - Ruang alat dan mesin
400 kg/m2 Minimum
12 Gedung parkir bertingkat : - Lantai bawah - Lantai tingkat lainnya
800 kg/m2 400 kg/m2
13 Balkon menjorok bebas keluar
300 kg/m2 Minimum
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan
Gedung. 1987
Untuk Reduksi beban dapat dilakukan dengan mengalikan beban
hidup dengan suatu koefisien reduksi yang nilainya tergantung pada
penggunaan bangunan. Besarnya koefisien reduksi beban hidup untuk
perencanaan portal, ditentukan sebagai berikut :
Tabel 2.5.4. Beban Hidup pada Struktur
No Bagian Atap Berat Keterangan
1 Atap / bagiannya dapat dicapai orang, termasuk
100 kg/m2 atap dak
25
kanopi
2 Atap / bagiannya tidak dapat dicapai orang (diambil min.) : - beban hujan
- beban terpusat
(40-0,8.α) kg/m2 100 kg
α = sudut atap, min. 20 kg/m2, tak perlu ditinjau bila α > 50o
3 Balok/gording tepi kantilever
200 kg
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan
Gedung. 1987
Untuk memenuhi kebutuhan air pada bangunan tinggi, biasanya
digunakan sistem daur ulang air . Pada sistem ini air ditampung terlebih
dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai terendah bangunan atau
di bawah muka tanah), kemudian dipompakan kesuatu tangki atas yang
biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai tertinggi bangunan
kemudian didistribusikan ke seluruh toilet kemudian hasil limbah di
tampung lagi untuk didaur ulang dengan treatment tertentu hingga layak di
gunakan kembali kemudian dialirkan ke tangki bawah dan dipompa ke
atas lagi. Keberadaan air di tangki ini harus diperhitungkan dalam
perencanaan struktur.
Pada sistem pasokan ke bawah (down feed) pompa digunakan untuk
mengisi tangki air diatas atap. Dengan sakelar pelampung, pompakan
berhenti bekerja jika air dalam tangki sudah penuh dan selanjutnya air
dialirkan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
26
Gambar 2.5.1. Down Feed (Pasokan ke Bawah)
Sumber : dokumen pribadi
Perhitungan perkiraan kebutuhan air dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran mengenai volume tangki penyimpanan air yang
perlu disediakan dalam suatu bangunan. Kebutuhan air dapat dihitung
berdasarkan jumlah standar pemakaian per hari per unit (orang, tempat
tidur, tempat duduk, dan lain-lain). Kebutuhan air per hari dapat dilihat
pada Tabel 2.7.
Tabel 2.5.5. Kebutuhan Air per Hari
No Penggunaan Gedung Pemakaian Air Satuan
1 Rumah Tinggal 120 Liter/penghuni/hari
2 Rumah Susun 100¹ Liter/penghuni/hari
3 Asrama 120 Liter/penghuni/hari
4 Rumah Sakit 500² Liter/Tempat tidur pasien/hari
5 Sekolah Dasar 40 Liter/siswa/hari
6 SLTP 50 Liter/siswa/hari
7 SMU/SMK 80 Liter/siswa/hari
8 Ruko/Rukan 100 Liter/penghuni dan pegawai/hari
9 Kantor / Pabrik 50 Liter/pegawai/hari
10 Toserba, Toko Pengecer 5 Liter/m²
11 Restoran 15 Liter/Kursi
27
12 Hotel Berbintang 250 Liter/tempat tidur/hari
13 Hotel Melati/ Penginapan 150 Liter/tempat tidur/hari
14 Gd. Pertunjukan, bioskop 10 Liter/Kursi
15 Gd. Serba Guna 25 Liter/Kursi
16 Stasiun, Terminal 3 Liter/penumpang tiba dan pergi
17 Peribadatan 5 Liter/orang
Sumber : hasil pengkajian Puslitbang Permukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000² Permen
Kesehatan RI No : 986/Menkes/Per/Xl/1992
2.5.2. Beban Dinamis
Beban dinamis adalah beban yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur.
Pada umumya, beban ini tidak bersifat tetap (unsteady-state) serta mempunyai
karakterisitik besaran dan arah yang berubah dengan cepat. Deformasi pada
struktur akibat beban dinamik ini juga akan berubah-ubah secara cepat. Beban
dinamis ini terdiri dari beban gempa dan beban angin.
a. Beban Gempa
Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan
atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di
daerah patahan (fault zone). Gempa yang terjadi di daerah patahan ini pada
umumnya merupakan gempa dangkal karena patahan umumnya terjadi
pada lapisan bumi dengan kedalaman antara 15 sampai 50 km. Gempa
terjadi jika tekanan pada lapis batuan yang disebabkan oleh pergerakan
lempeng tektonik bumi, melebihi kekuatan dari batuan tersebut. Lapisan
batuan akan pecah di sepanjang bidang-bidang patahan. Jika rekahan ini
sampai ke permukaan bumi, maka akan terlihat sebagai garis atau zona
patahan. Jika terjadi pergerakan vertikal pada zona patahan di dasar lautan,
maka hal ini dapat menimbulkan gelombang pasang yang hebat yang
sering disebut sebagai tsunami.
Besarnya beban gempa yang terjadi pada struktur bangunan
tergantung dari beberapa faktor yaitu, massa dan kekakuan struktur, waktu
getar alami dan pengaruh redaman dari struktur, kondisi tanah, dan
wilayah kegempaan dimana struktur bangunan tersebut didirikan. Massa
dari struktur bangunan merupakan faktor yang sangat penting, karena
28
beban gempa merupakan gaya inersia yang besarnya sangat tergantung
dari besarnya massa dari struktur.
Pada bangunan gedung bertingkat, massa dari struktur dianggap
terpusat pada lantai-lantai dari bangunan, dengan demikian beban gempa
akan terdistribusi pada setiap lantai tingkat. Selain tergantung dari massa
di setiap tingkat, besarnya gaya gempa pada suatu tingkat tergantung juga
pada ketinggian tingkat tersebut dari permukaan tanah. Besarnya beban
gempa horisontal V yang bekerja pada struktur bangunan, dinyatakan
sebagai berikut :
dengan,
Sa = Spektrum respons percepatan desain (g);
Ie = Faktor keutamaan gempa;
R = Koefisien modifikasi respons;
W = Kombinasi dari beban mati dan beban hidup yang direduksi (kN).
Gambar 2.5.2. Beban Gempa pada Struktur Bangunan
Sumber : Aplikasi SNI Gempa 1726-2012
Besarnya koefisien reduksi beban hidup untuk perhitungan Wt,
ditentukan sebagai berikut,
- Perumahan/penghunian : rumah tinggal, asrama, hotel,
rumah sakit = 0,30
- Gedung pendidikan : sekolah, ruang kuliah = 0,50
- Tempat pertemuan umum, tempat ibadah, bioskop,
29
restoran, ruang dansa, ruang pergelaran = 0,50
- Gedung perkantoran : kantor, bank = 0,30
- Gedung perdagangan dan ruang penyimpanan, toko,
toserba, pasar, gudang, ruang arsip, perpustakaan = 0,80
- Tempat kendaraan : garasi, gedung parkir = 0,50
- Bangunan industri : pabrik, bengkel = 0,90
1. Wilayah Gempa dan Respon Spektrum
Besar kecilnya beban gempa yang diterima suatu struktur
tergantung pada lokasi dimana struktur bangunan tersebut akan
dibangun seperti terlihat pada Gambar Peta Wilayah Gempa
berikut.
Gambar 2.5.3. Respon Spektra Maksimum yang
Dipertimbangkan Resiko Tertarget
(Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung SNI 1726 : 2012 )
30
Gambar 2.5.4. Respon Spektra Percepatan Pendek yaitu
Percepatan 0,2 Detik
(Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung SNI 1726 : 2012 )
Gambar 2.5.5. Respon Spektra Percepatan Pendek yaitu
Percepatan 1 Detik
(Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung SNI 1726 : 2012 )
Harga dari faktor respon gempa (C) dapat ditentukan dari
diagram spektrum gempa rencana, sesuai dengan wilayah gempa dan
kondisi jenis tanahnya untuk waktu getar alami fundamental.
2. Faktor Keutamaan Gedung (I)
Faktor Keutamaan adalah suatu koefisien yang diadakan untuk
memperpanjang waktu ulang dari kerusakan struktur – struktur
gedung yang relatif lebih utama, untuk menanamkan modal yang
relatif besar pada gedung itu. Waktu ulang dari kerusakan struktur
gedung akibat gempa akan diperpanjang dengan pemakaian suatu
faktor keutamaan. Faktor Keutamaan I menurut persamaan :
I = I1 x I2
Dimana, I1 adalah faktor keutamaan untuk menyesuaikan
periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas
terjadinya gempa selama umur gedung, sedangkan I2 adalah faktor
Keutamaan untuk menyesuaikan umur gedung tersebut.
31
Tabel 2.5.6. Faktor Keutamaan untuk Berbagai Gedung dan Bangunan
Kategori Gedung Faktor Keutamaan
I1 I2 I3
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran 1,0 1,0 1,0
Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusai penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi. 1,4 1,0 1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun. 1,6 1,0 1,6
Cerobong, tangki di atas menara. 1,5 1,0 1,5
3. Daktilitas Struktur Gedung
Faktor daktilitas struktur gedung μ adalah rasio antara
simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa
rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan δm
dansimpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan
pertama δy,yaitu :
1,0 ≤ μ =δδ
≤ μ
Pada persamaan ini, μ = 1,0 adalah nilai faktor daktilitasuntuk
struktur bangunan gedung yang berperilaku elastik penuh,sedangkan
μm adalah nilai faktor daktilitas maksimum yang dapatdikerahkan
oleh sistem struktur bangunan gedung yang bersangkutan.
Tabel 2.5.7. Parameter Daktilitas Struktur Gedung
Sistem dan sub sistem struktur gedung
Uraian sistem pemukul µm
Rm Pers. (6)
f Pers. (39)
1. Sistem dinding penumpu (Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding
1. Dinding geser beton bertulang 2,7 4,5 2,8 2. Dinding penumpu dengan rankga baja ringan bresing tarik
1,8 2,8 2,2
3. Rangka bresing dimana bresingnya memikul beban gravitasi.
32
geser atau rangka (Bresing). a. Baja 2,8 4,4 2,2 b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6 1,8 2,8 2,2
2. Sistem rangka gedung (sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).
1. Rangka bresing eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8 2. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8
3. Rangka bresing biasa
a. Baja 3,6 5,6 2,2 b. Beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 3,6 5,6 2,2 4. Rangka bresing konsentrik khusus
a. Baja 4,1 6,4 2,2 5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail 4,0 6,5 2,8 6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh 3,6 6,0 2,8 7. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail parsial 3,3 5,5 2,8
3. Sistem rangka pemikul momen (sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur).
1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)
a. Baja 5,2 8,5 2,8
b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8 2. Rangka pemikul momen menengah beton (SRPMM) 3,3 5,5 2,8 3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)
a. Baja 2,7 4,5 2,8
b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8 4. Rangka batang baja pemikul momen khusus (SRBPMK) 4,0 6,5 2,8
4. Sistem ganda (terdiri dari: 1.) rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi; 2.) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-
1. Dinding geser a. Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang 5,2 8,5 2,8 b. Beton bertulang dengan SRPMK baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMB beton bertulang 4,0 6,5 2,8
2. RBE baja
33
kurangnya 25% dari seluruh beban lateral; 3.) kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi/sistem ganda
a. Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8
b. Dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
3. Rangka bresing biasa a. Baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMk beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 4,0 6,5 2,8 d. Beton bertulang dengan SRPMB beton bertulang (tidak untuk Wilayah 5 & 6) 2,6 4,2 2,8 4. Rangka bresing konsentrik khusus a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8 b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8
5. Sistem struktur gedung kolom kantilever: (Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral
Sistem struktur kolom kantilever
1,4 2,2 2
6. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka
Beton bertulang biasa (tidak untuk Wilayah 3,4,5 & 6 ) 3,4 5,5 2,8
7. Subsistem tunggal (Subsistem struktur bidang yang membentuk struktur gedung secara keseluruhan
1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8 2. Rangka terbuka beton bertulang 5,2 8,5 2,8 3. Rangka terbuka beton bertulang dengan balok beton pratekan (bergantung pada indeks baja total) 3,3 5,5, 2,8 4. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail penuh 4,0 6,5 2,8 5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail parsial 3,3 5,5 2,8
4. Pembatasan Waktu Getar
Untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel,nilai
waktu getar struktur fundamental harus dibatasi. Dalam SNI 03-
1726-2002 diberikan batasan sebagai berikut :
34
T < ξ n
dimana :
T = waktu getar stuktur fundamental
n = jumlah tingkat gedung
ξ = koefisien pembatas (tabel 2.10)
Tabel 2.5.8. Koefisien Pembatas
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung
(SNI 03-1726-2002)
5. Jenis Tanah
Pengaruh gempa rencana di muka tanah harus ditentukan dari
hasil analisis perambatan gelombang gempa dari kedalaman batuan
dasar ke muka tanah dengan menggunakan gerakan gempa masukan
dengan percepatan puncak untuk batuan dasar.
Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar di bawah
permukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini gelombang gempa
merambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau
amplifikasi bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada di atas
batuan dasar tersebut. Ada tiga kriteria yang dipakai untuk
mendefinisikan batuan dasar yaitu :
a) Standard penetrasi test (N)
b) Kecepatan rambat gelombang geser (Vs)
c) Kekuatan geser tanah (Su)
Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan
tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal 30 m paling atas
dipenuhisyarat-syarat yang terdapat dalam tabel 2.13
35
Tabel 2.5.8. Jenis-Jenis Tanah
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur Bangunan Gedung(SNI 03-
1726-2002)
Perhitungan nilai hasil Test Penetrasi Standar rata-rata ( N ) :
N =∑
∑ t / N
dimana :
ti = Tebal lapisan tanah ke-i
Ni = Nilai hasil Test Penetrasi Standar lapisan tanah ke-i
m = Jumlah lapisan tanah yang ada di atas batuan dasar
b. Beban Angin
Beban angin (wind load) adalah semua beban yang bekerja pada
gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan
udara. Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk
Rumah dan Gedung tahun 1987 beban angin ditentukan dengan
menganggap adanya tekanan positif (angin tekan) dan tekanan negatif
(angin hisap), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau.
Untuk atap pelana biasa harus memenuhi koefisien dalam tabel berikut :
Tabel 2.5.9. Koefisien angin untuk atap pelana
36
Sumber : Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung.
1987
2.6. Perencanaan Beban
Struktur perlu diperhitungkan terhadap adanya kombinasi pembebanan
dari beberapa kasus pembebanan yang mungkin terjadi selama umur rencana.
Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung
1987, ada dua kombinasi pembebanan yang perlu ditinjau pada struktur yaitu:
Kombinasi pembebanan tetap dan kombinasi pembebanan sementara. Kombinasi
pembebanan tetap dianggap beban bekerja secara terus-menerus pada struktur
selama umur rencana.Kombinasi pembebanan tetap disebabkan oleh bekerjanya
beban mati dan beban hidup.Sedangkan kombinasi pembebanan sementara tidak
bekerja secara terus-menerus pada stuktur, tetapi pengaruhnya tetap
diperhitungkan dalam analisis struktur.
Kombinasi pembebanan ini disebabkan oleh bekerjanya beban mati, beban
hidup, dan beban gempa. Nilai-nilai tersebut dikalikan dengan suatu faktor beban,
tujuannya agar struktur dan komponennya memenuhi syarat kekuatan dan layak
pakai terhadap berbagai kombinasi pembebanan.
Pada buku “Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung” SKSNI T-15-1991-03, disebutkan bahwa kombinasi pembebanan (U)
yang harus diperhitungkan pada perancangan struktur bangunangedung yang
sesuai dengan perencanaan gedung antara lain :
a. Kombinasi Pembebanan (U) untuk menahan beban mati (D)
palingtidak harus sama dengan :
U = 1,4 D
Kombinasi Pembebanan U untuk menahan beban mati D, beban
hidup L,dan juga beban atap atau beban hujan, paling tidak harus
sama dengan:
37
U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Beban Atap atau Beban hujan)
b. Ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus
diperhitungkandalam perencanaan, maka nilai kombinasi
pembebanan U harus diambilsebagai :
U = 1,2 D + 1,6 L ± 1,0 E (I/R)
atau
U = 0,9 D ± 1,0 E (I/R)
dimana:
D = Beban Mati L = Beban Hidup
R = Faktor Reduksi Gempa W = Beban Angin
I = Faktor Keutamaan Struktur E = Beban Gempa
Koefisien 1,0; 1,2; 1,6; 1,4 merupakan faktor pengali dari beban-
bebantersebut yang disebut faktor beban (load factor), sedangkan factor 0,5 dan
0,9 merupakan faktor reduksi beban.
Untuk keperluan analisis dan desain dari suatu struktur bangunan gedung
perlu dilakukan analisis struktur dari portal dengan meninjau dua kombinasi
pembebanan yaitu pembebanan tetap dan pembebanan sementara.
Pada umumnya, sebagai gaya horisontal yang ditinjau bekerja pada sistem
struktur portal adalah beban gempa, karena di Indonesia beban gempa lebih besar
dibandingkan beban angin. Beban gempa yang bekerja pada sistem struktur dapat
berarah bolak-balik.
2.6.1. Faktor Reduksi Kekuatan Bahan (Strength Reduction Factors)
Faktor reduksi kekuatan bahan merupakan suatu bilangan yang bersifat
mereduksi kekuatan bahan, dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling
buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang
ditetapkan sesuai standar bahan yang ditetapkan dalam perencanaan sebelumnya.
Besarnya faktor reduksi kekuatan bahan yang digunakan tergantung dari pengaruh
atau gaya yang bekerja pada suatu elemen struktur sesuai SKSNI T-15-1991-03.
2.7. Spesifikasi Bahan Bangunan
Dalam suatu pekerjaan proyek faktor terpenting yang harus ada adalah
material atau bahan-bahan bangunan yang mendukung berdirinya suatu bangunan.
38
Material dengan mutu berkualitas akan menghasilkan bangunan yang berkualitas
juga. Penghematan bahan bangunan juga harus dilakukan dalam rangka
menghemat anggaran pembiayaan dalam suatu proyek.
Kekuatan dari suatu bangunan tidak hanya ditentukan oleh perhitungan
pada saat perencanaan tetapi juga ditentukan oleh kualitas material yang akan
digunakan. Material yang akan digunakan harus sesuai dengan standar dan
spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya agar diperoleh hasil sesuai yang
direncanakan.
Bahan-bahan bangunan yang digunakan dalam pembangunan Gedung A
Fakultas Teknik Universitas Semarang adalah bahan atau material yang
dipergunakan dalam rangka mewujudkan bangunan yang diinginkan dan bahan
tersebut berupa bahan konstruksi langsung maupun bahan-bahan konstruksi yang
berfungsi sebagai bahan bantu.
Penyediaan bahan bangunan harus disesuaikan dengan kebutuhan bahan
bangunan yang ada di lapangan sehingga dapat dihindari penyimpanan yang
terlalu lama dari bahan bangunan agar kualitas mutu dari bahan bangunan yang
akan digunakan dalam suatu proyek dapat terjaga dengan baik. Selain itu harus
diperhatikan pula tentang cara penyimpanan bahan bangunan yang baik serta
diperhatikan juga kemampuan daerah sendiri dalam mensuplai bahan bangunan
yang dibutuhkan, agar didapat kemudahan dalam hal transportasinya menuju ke
lokasi tempat proyek tersebut.
Penyediaan dan pemasaran bahan juga memerlukan syarat-syarat yang
secara umum sudah ditetapkan dalam peraturan. Sebagai contoh untuk bahan
beton, maka bahan harus memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan
Beton Bertulang Indonesia (PBI) 1971 dan SKSNI 1991.
Pada sisi lain penyediaan bahan juga harus memenuhi kriteria yang
ditetapkan dalam: (1) Peraturan umum tentang pelaksanaan instalasi air minum
serta instalasi pembuangan dan perusahaan air minum; (2) Pekerjaan kelistrikan
juga harus memenuhi Peraturan Umum tentang Instalasi Listrik (PUIL) 1971; (3)
Kebutuhan semen disesuaikan dengan Peraturan Cement Portland Indonesia, NI-
8; (4) Pembebanan bangunan minimal harus disesuaikan dengan Peraturan
39
Pembebanan Indonesia untuk Gedung Tahun 1989; (5) dan persyaratan-
persyaratan lainnya.
Disisi lain penyediaan bahan juga harus sesuai dengan syarat-syarat yang
telah disepakati dalam RKS (Rencana Kerja dan Syarat-syarat), mudah didapatkan
dan dekat dengan lokasi proyek. Kesemuanya itu bertujuan untuk efisiensi waktu,
biaya dan hasil dari proyek yang sedang dikerjakan. Bahan-bahan yang digunakan
antara lain :
2.7.1. Semen Portland (PC)
Semen portland yang dipakai harus dari tipe I menurut Peraturan Semen
Portland Indonesia 1972 (NI-8) atau Semen harus sampai di tempat kerja dalam
kantong-kantong semen asli pabrik serta dalam kondisi baik dan kering. Merk PC
buatan dalam negeri seperti Semen Tiga Roda, Kujang, Gresik atau lainnya,
dengan persetujuan Konsultan Pengawas. Semen harus disimpan di dalam gudang
yang kering, tidak lembab atau bocor bila hujan, dan ditumpuk di atas lantai yang
bersih dan kering. Kantong-kantong semen tidak boleh ditumpuk lebih dari
sepuluh lapis. Penyimpanan selalu terpisah untuk setiap periode pengiriman.
Penyimpanan & pemakaian semen tidak boleh dicampur antara satu merk dengan
lainnya.
2.7.2. Air
Air untuk campuran dan untuk pemeliharaan beton harus dari air bersih
dan tidak mengandung zat yang dapat merusak beton. Air tersebut harus
memenuhi syarat-syarat menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 3.6. Apabila ada
keraguan-raguan mengenai kualitas air, maka kontraktor diharuskan mengirim
contoh air itu ke laboratorium pemeriksaan bahan-bahan yang diakui pemerintah
untuk di periksa/diselidiki atas biaya kontraktor. Penentuan laboratorium oleh
Konsultan Pengawas.
2.7.3. Pasir
Pasir yang digunakan harus pasir yang berbutir tajam dan keras. Kadar
lumpur yang terkandung dalam pasir tidak boleh lebih besar dari 5 % Pasir harus
memenuhi persyaratan.
40
2.7.4. Beton Ringan
Beton ringan harus mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang-
bidang sisinya harus datar, tidak menunjukkan retak-retak pembakarannya harus
merata dan matang. Beton ringan tersebut ukurannya harus memenuhi persyaratan
NI - 10 dan PUBB 1971 (NI -3). Beton ringan yang digunakan adalah batu bata
tanah liat biasa, produksi setempat ukuran nominal sesuai persetujuan Direksi.
Ukuran batu bata harus seragam, sesuai AV. Kerusakan akibat pengangkutan
tidak boleh melebihi 10 %. Bila ternyata persentase kerusakan diatas angka
tersebut, maka pengiriman batu bata tersebut dibatalkan/tidak diterima.
2.7.5. Batu Belah
Batu yang dipilih berasal dari belahan Batu gunung yang akan digunakan
untuk pondasi Batu Belah. Batu belah tersebut harus bersih dari kotoran, keras
dan memenuhi persyaratan yang ada di PUBI 1971 (NI - 3).
2.7.6. Kerikil (Split)
Kerikil (split) yang digunakan berasal dari batu gunung yang dipecah. Ada
dua cara pemecahan yaitu menggunakan manual (pecah tangan) dan pecah mesin.
Kedua sistem pemecahan tersebut harus memenuhi persyaratan PUBB 1971 dan
PBI 1971. Kerikil (split) harus cukup keras, bersih serta susunan butir gradasinya
menurut kebutuhan.
2.7.7. Batu Bata (Bata Merah)
Bata merah harus mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang-
bidang sisinya harus datar, tidak menunjukkan retak-retak pembakarannya harus
merata dan matang. Bata merah tersebut ukurannya harus memenuhi persyaratan
NI - 10 dan PUBB 1971 (NI- 3). Ukuran batu bata harus seragam, sesuai gambar
rencana Kerusakan akibat pengangkutan tidak boleh melebihi 20 %. Bila ternyata
persentase kerusakan diatas angka tersebut, maka pengiriman batu bata tersebut
dibatalkan/tidak diterima.
2.7.8. Kayu
Kayu adalah bahan bangunan yang tidak pernah bisa dipisahakan dari
pekerjaan proyek. Fungsi kayu dalam proyek ini ada berbagai macam, salah
satunya adalah sebagai bekisting. Pada fungsi ini kayu yang digunakan adalah
kruing. Seluruh pekerjaan kayu harus mengikuti persyaratan dalam PKKI.
41
2.7.9. Baja Tulangan
a. Besi tulangan yang dipakai harus dari baja mutu U-24 (fy=2400
kg/cm2) besi tulangan polos dan besi tulangan U-39 (fy = 3900
kg/cm2) tulangan berulir menurut PBI 1971 atau, kecuali disebutkan
lain dalam Gambar Rencana.
b. Bila besi tulangan oleh Konsultan Pengawas diragukan kualitasnya,
harus diperiksakan di Lembaga Penelitian Bahan-bahan yang diakui
pemerintah, atas biaya kontraktor.
c. Ukuran besi tulangan tersebut harus sesuai dengan gambar.
Penggantian dengan diameter lain, hanya diperkenankan atas
persetujuan tertulis Konsultan Pengawas. Bila penggantian disetujui,
maka luas penampang yang diperlukan tidak boleh kurang dari yang
tersebut di dalam gambar atau perhitungan. Segala biaya yang
diakibatkan oleh penggantian tulangan terhadap yang di gambar,
adalah tanggungan kontraktor.
d. Semua besi tulangan harus disimpan ditempat yang terlindung dan
bebas lembab, dipisahkan sesuai diameter, mutu baja serta asal
pembelian. Semua baja tulangan harus dibersihkan terhadap segala
macam kotoran, lemak serta karat.
2.7.10. Bahan Campuran Tambahan (Admixture)
a. Pemakaian bahan tambahan kimiawi (concrete admixture) kecuali
yang disebut tegas dalam gambar atau persyaratan harus seijin
tertulis dari Konsultan Pengawas, untuk mana kontraktor harus
mengajukan permohonan tertulis. Kontraktor harus mengajukan
merk dan tipe serta bukti penggunaan selama 5 tahun di sekitar
lokasi pembangunan ini.
b. Bahan tambahan yang mempercepat pengerasan permulaan (initial
set) tidak boleh dipakai, sedangkan untuk beton kedap air di bawah
tanah tidak boleh digunakan waterproofer yang mengandung garam-
garam yang bersifat racun (toxin).
c. Bahan campuran tambahan untuk memperlambat initialset "retarder"
hanya boleh digunakan dengan ijin tertulis dari Konsultan Pengawas
42
berdasarkan hasil uji dari laboratorium bahan-bahan yang diakui
pemerintah.
d. Dosis dan cara penggunaannya harus sesuai dengan petunjuk teknis
dari pabrik.
e. Pemakaian admixture tidak boleh menyebabkan dikuranginya kadar
semen dalam adukan.
2.8. Analisis dan Perhitungan
Teknis analisis data dapat diartikan sebagai cara melaksanakan analisis
terhadap data, dengan tujuan mengolah data tersebut menjadi informasi, sehingga
karakteristik atau sifat-sifat datanya dpat dengan mudah dipahami dan bermanfaat
untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan perencanaan.
Dalam perencanaan struktur dan bangunannya serta ketahanan konstruksi
yaitu :
a. Langkah-langkah perencanaan dan perancangan komponen struktur
atas (atap, pelat, balok, dan kolom).
1. Mengumpulkan data perencanaan
2. Mengumpulkan data beban
3. Melakukan perhitungan struktur
b. Langkah-langkah perencanaan dan perancangan pondasi sub
strukture (struktur bawah).
1. Analisis dan penentuan parameter tanah
2. Pemilihan jenis pondasi
3. Analisis beban yang bekerja pada pondasi
4. Estimasi beban pondasi
5. Perhitungan daya dukung pondasi
6. Desain pondasi
2.9. Perencanaan Struktur
Tahapan perencanaan struktur pada redesain gedung A adalah melakukan
perancangan ulang komponen struktur terdiri dari pelat, kolom, dan balok. Acuan
43
yang dapat digunakan dalam perencanaan awal antara lain SNI Beton dan
beberapa rumus yang sudah digunakan.
2.9.1. Struktur Atas (Super Struktur)
Perencanaan struktur atas terdiri dari perencanaan atap, pelat, balok dan
kolom.
2.9.1.1.Perencanaan Struktur Atap
Konstruksi atap berbentuk limasan digunakan profil ganda dengan alat
sambung las dan baut mutu BJ 37.
Analisis beban atap diperhitungkan terhadap beban mati, beban hidup, dan
beban angin. Beban mati meliputi berat sendiri, rangka dan penutup atap,
sedangkan beban hidup terdiri dari orang yang bekerja dan alat kerja. Beban angin
ditinjau dari kanan-kiri, yakni tegak lurus terhadap bidang atap. Analisis
pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Gedung.
Sedangkan analisis gaya batang kuda-kuda dengan menggunakan program SAP
2000.
a. Gording
Gording dianggap sebagai gelagar yang menumpu bebas di atas dua
tumpuan.
1. Mendimensi Gording
Gambar 2.9.1. Gording
Sumber : dokumunetasi pribadi, Program Autocad2017
Pembebanan:
Beban mati (D)
D = q = berat sendiri profil (qs) + berat atap / genteng (qa)
Beban hidup (L) = p
44
Tekanan angin (w)
2. Momen yang terjadi akibat pembebanan
Akibat muatan mati
Akibat muatan hidup
Akibat muatan angin hidup
- angin tekan
- angin hisap
3. Kontrol Kuat Tekan Lentur yang terjadi (SNI 2002)
Mu ≤ . Mn
Keterangan :
Mu : Kombinasi Beban Momen Terfaktor.
: Faktor Reduksi kekuatan.
Mn : Kekuatan Momen Nominal.
4. Kontrol lendutan (f) yang terjadi
keterangan notasi rumus kontrol tegangan dan lendutan
Mx : momen terhadap sumbu x-x
My : momen terhadap sumbu y-y
σx : tegangan arah sumbu x-x
σy : tegangan arah sumbu y-y
fx : lendutan arah sumbu x-x
0,04α 0,028
1Mx lw
04,0 8
1My 2 lw
2
sin α 81
My lq
2
cosα 4 1
Mx l p
lffff
lplqf
lplqf
5001ijin yx
48.E.Ix
y.
384.E.Ix
y.5.y
48.E.Iy
x.
384.E.Iy
x.5.x
22
34
34
45
fy : lendutan arah sumbu y-y
q : beban merata
l : bentang gording
E : modulus elastisitas baja (E = 2,0.106 kg/cm2)
I : momen Inersia profil
wx : momen tahanan arah sumbu x-x
wy : momen tahanan arah sumbu y-y
b. Batang kuda-kuda
Desain kuda-kuda didesain dengan memperhatikan batasan-batasan
sebagai berikut dan untuk menghindari tekuk pada tahap pelaksanaan
maupun akibat gaya yang bekerja, kelangsingan maksimum batang harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
- Konstruksi utama tidak boleh lebih dari 150.
- Konstruksi sekunder tidak lebih dari 200.
- Angka kelangsingan (λ) = Lk / i min
dimana :
Lk : panjang tekuk (m)
i min : jari-jari kelembaman minimum batang (m)
2.9.1.2.Perencanaan Pelat Lantai
Pelat lantai merupakan suatu konstruksi yang menumpu langsung pada
balok dan atau dinding geser. Pelat lantai dirancang dapat menahan beban mati
dan beban hidup secara bersamaan sesuai kombinasi pembebanan yang bekerja
diatasnya.
Gambar 2.9.2. Prinsip Desain Pelat
46
Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus
direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi
lendutkan/deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun
mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja (Pasal 11.5.1 SNI 03-
2847-2002).
Berdasarkan Pasal 15.3.6, perhitungan rata-rata rasio kekakuan lentur
penampang balok terhadap kekakuan lentur pelat (α) diperhitungkan dengan
rumus:
α =E IE I
sehingga harus dicari terlebih dahulu momen inersia balok (Ib) dan momen
inersia pelat (Ip).
Gambar 2.9.3. Bagian Pelat yang Diperhitungkan untuk Balok T
Sesuai Pasal 15.2.4 SNI 03-2847-2002 bahwa suatu balok meliputi juga
bagian dari pelat pada setiap sisi balok sebesar proyeksi balok yang berada di atas
atau di bawah pelat, sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.7.
Merujuk pada Pasal 10.10.2 SNI 03-2847-2002 bahwa lebar efektif sayap
(Be) dari masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi delapan kali tebal
pelat, maka:
Mencari titik berat balok T terhadap tepi atas:
Ht × Be ×12
Ht + Bw × Hw ×12
Hw + Ht
= (Ht × Be) + (Bw × Hw) ∙ y
Momen inersia balok T (Ib):
47
I =13
× Bw × (y − Ht) +1
12× Be × Ht
+ Be × Ht × y −12
Ht
+13
× Bw × Hw −12
Ht − y
Momen inersia pelat (Ip):
I =1
12× Ht × L
Pasal 15.3.6:
α =E IE I
Dimana:
α : rata-rata perbandingan kekakuan lentur penampang balok
terhadap kekakuan lentur pelat dengan lebar yang dibatasi
dalam arah lateral oleh sumbu dari panel yang bersebelahan
pada tiap sisi dari balok
Ecb : modulus elastisitas balok beton
Ecp : modulus elastisitas pelat beton
Ib : momen inersia balok
Ip : momen inersia pelat
a. Rasio Bentang Pelat
Rasio > 2 (desain pelat 1 arah)
Rasio = 1 2 (desain pelat 2 arah)
b. Menentukan tebal pelat
1. Desain 1 arah (one way slab)
- 2 tumpuan sederhana
ℎ =20
- Tumpuan jepit dengan satu ujung menerus
Ln
48
ℎ =24
- Tumpuan jepit 2 ujung menerus
ℎ =28
- Tumpuan kantilever
ℎ =10
Ln = bentang bersih (tepi balok – tepi balok) L = bentang bersih (as balok – as balok)
2. Desain 2 arah (two way slab)
Berdasarkan ketentuan Pasal 11.5.3.3.c SNI 03-2847-2002 bahwa untuk:
- α yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus menggunakan
pasal11.5(3(2)).
- α lebih besar dari 0,2, tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat
minimum harus memenuhi:
h =λn 0,8 +
fy1500
36 + 5β (α − 0,2)
dan tidak boleh kurang dari 120 mm
- α lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh
kurang dari:
h =λn 0,8 + fy
150036 + 9β
dan tidak boleh kurang dari 90 mm.
c. Menentukan pembebanan pelat
Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
49
LL = beban hidup diambil sesuai fungsi pelat DL = beban mati
d. Menghitung Momen
Mu = 0,001 .Wu .Lx2. x
Mu = Momen pada pelat
Wu = Beban terbagi rata yang bekerja pada pelat
Lx = Bentang pelat arah x
x = Koefisien momen
e. Menentukan momen nominal (Mn) dan momen batas (Mu)
M = ρ ∙ f ∙ b ∙ d ∙ 1 − 0,59ρ ∙ f
f′
M = ∅ ∙ M atau M = A ∙ f (d − 0,5α)
f. Persentase rasio tulangan
ρ = β ∙ , ∙ → Tulangan seimbang (balance)
ρ = 0,75 ∙ ρ → Tulangan maksimal/over
ρ =, → Tulangan
ρ =Asbd
ρ = 0,3ρb s/d 0,5ρb ρ = tulangan direncanakan atau didesain Perlu diperhatikan pelat tipis tulangan banyak defleksi atau lentur besar-besar maka tebal pelat diambil maksimal.
g. Menentukan rasio tulangan
=0,85 ′
(1 − 1 − 2 ( 0,85
)
ρ < < ρ → ρ < ρ (runtuh tarik/lentur) ρ < ρ < ρ → ρ = ρ (runtuh tarik/lentur) ρ < < ρ → ρ > ρ (runtuh tekan/geser/mendadak) Sehingga rasio diarahkan ke 1 dan 2
50
h. Menentukan luas tulangan (As)
As =M
∅ ∙ f ∙ d − a2
→ maksimum
As = ρ ∙ b ∙ d Untuk pelat satu arah maka selanjutnya dicari tulangan susut: Assst = 0,002.b.h (fy = 300 MPa) Assst = 0,0018.b.h (fy = 400 MPa)
i. Menentukan jarak tulangan sengkang (s)
sperlu = π / 4 * Ø2 * b / As
smax = 2 h
smax = 250 mm
2.9.1.3.Perencanaan Tangga
Semua tangga direncanakan dengan menggunakan tipe K dengan pelat
miring sebagai ibu tangga. Perhitungan optrede dan antrede tangga menggunakan
rumus :
2 x optrede + antrede = 61 cm s/d 65 cm
keterangan :
optrede : langkah tegak
antrede : langkah datar
sudut tangga (α) = arc tan (x/y)
jumlah anterde = A
jumlah optred = O = A + 1
Analisa gaya yang bekerja pada tangga dengan menggunakan program
SAP2000 sedangkan desain struktur sama dengan desain pelat dan balok
sekunder.
2.9.1.4.Perencanaan Balok
Untuk struktur balok direncanakan dengan mengacu pada SNI 03-6814-
2002.
a. Perhitungan Balok
Balok berfungsi sebagai penyangga bangunan yang ada di atasnya,
adalah sebagai pelimpah beban kombinasi pada pelat dan atau atap. Beban
51
pelat dalam pelimpahannya dapat berupa sistem amplop yaitu berbentuk
segitiga atau trapesium.
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 2.9.4. Beban Pelat dengan Sistem Amplop
1. Syarat kelangsingan balok
(tabel 9.1.a tebal minimum h) SNI 03-1728-2002hal.130
2. Penulangan pada balok
Sumber : dokumentasi pribadi
Gambar 2.9.5. Penulangan Pada Balok
As : tulangan tarik (As = . b . d)
As’ : tulangan tekan
d : tinggi efektif penampang
d’ : jarak sengkang
dimana :
x .pelat U . 21x lqq
x .pelat U . 21x lqq
h21b
terpanjang 16
1h min
l
2
pscd'
φφ
52
c : selimut beton
(c = 20 mm, untuk balok yang tidak langsung berhubungan
dengan cuaca/tanah).
(untuk balok yang berhubungan langsung dengan cuaca dan
kondisi tanah c = 40 mm, untuk tulangan <16,
sedangkan c = 50 mm, untuk tulangan >16).
s : diameter tulangan sengkang
p : diameter tulangan pokok
3. Perhitungan Tinggi Efektif Pada Balok
d = h – ( p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama)
d’ = p + Øsengkang + 1/2 Øtulangan utama
dimana:
b = lebar balok (mm)
h = tinggi balok (mm)
d = tinggi efektif balok (mm)
p = tebal selimut beton (mm)
Ø = diameter tulangan (mm)
a. Rasio penulangan
(tabel 5.1.h mutu beton f’c301) SNI 03-6814-2002.)
b. Syarat pembatasan penulangan
syarat rasio tulangan : ρmin ≤ ρ ≤ ρmax
Perhitungan ρ max dan ρ min :
c. Perhitungan momen :
= * fy * (d – d’)
= Mn -
penulangan rasio tabelb.d
Mu2
fy
1,4min
fyx
cf
600
600
fy
'.10,85.b
b75,0max
53
d. Perhitunganρ1 (rasio pembesian) :
As1 = ρ * b * d
Perhitungan tulangan utama :
As = As1 + As2
Dalam pelaksanaan dipasang tulangan tekan
dimanaρ’ tidak boleh melebihi dari 0,5 ρb (SNI 03-1728-
2002). As’max = ρ’ . b . d
e. Mencari tulangan tumpuan
- Mencari jumlah tulangan yang dipasang
f. Mencari tulangan lapangan
- Mencari jumlah tulangan
Pada balok dipasang tulangan rangkap, dengan
perbandingan luas tulangan tekan (As’) dan luas
tulangan tarik (As)
- Jumlah tulangan yang dipasang
A"."sebesar φdengan tulangan n"" dipasang . . 4
1As
2
0,5.As)(As'tekan tulangan jumlah0,5As'
Asδ
A"."sebesar φdengan tulangan n"" dipasang . . 4
1As
2
54
Gambar 2.9.6. Pemasangan Tulangan Pokok Balok
Sumber : dokumentasi pribadi
g. Perhitungan tulangan geser (sengkang)
Gambar 2.9.7. Bidang Momen Dan Bidang Lintang Akibat Gaya Geser
Sumber : dokumentasi pribadi
- Gaya geser
- Tegangan geser
- Tegangan geser beton yang diijinkan sesuai mutu beton
(fc’)
Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih
kecil dari tegangan geser yang diijinkan (vc) vu <vc, maka
perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.
Jika tegangan geser yang terjadi akibat beban (vu) lebih
besar dari tegangan geser yang diijinkan (vc) vu >vc, maka
tidak perlu dipasang tulangan geser/sengkang pada balok.
MPaN/mmd . b
l .Vu u 2
2v
MPac' . 6
1 . 0,6c fv
KN .u . 21Vu lq
55
- Tegangan geser yang dapat dipikul oleh beton dengan
tulangan geser.
- Tegangan geser yang harus dipikul tulangan geser.
- Pendimensian balok.
jika vs<vsmaks dimensi balok rencana tidak perlu
diperbesar
jika vs>vsmaksdimensi balok rencana perlu diperbesar
- Gaya geser yang dapat dipikul oleh beton.
Gambar 2.9.8. Diagram Gaya Geser
Sumber : dokumentasi pribadi
Keterangan :
Gaya geser pada balok, sebagian dipikul oleh kuat geser
beton (Vc) dan sisanya dipikul dipikul oleh tulangan geser
(sengkang).
- Penentuan tulangan geser pada balok
Tulangan geser pada balok perlu dipasang sepanjang “y”
dari tumpuan.
Resultante gaya yang bekerja di sepanjang “y”
MPac' . 3
2 . 0,6s maks fv
MPacus vvv
KNd . b . cVc v
Vu
Vu
y
1/2 L
Vc (KN)Vc (KN)
dipikul oleh beton
dipakai tulangan
Vc . L21y)L2
1( .Vu Vu
Vc
L21
yL21
Vu (KN)
y
Vc (KN)Rx
56
Rv = (Vu – Vc) . y KN
Tulangan geser:
dimana : adalah faktor reduksi kekuatan untuk
perhitungan geser (= 0,6)
tulangan geser dipasang pada 2 sisi penampang balok
tulangan geser minimum :
jika Av > Avmin pada balok dipasang tulangan geser (Av).
- Jumlah tulangan geser
n meter per geser tulanganJumlah
- Perhitungan Tulangan Torsi
Cek kemampuan beton menahan torsi
Jika,Tu < Tc, tidak perlu tulangan puntir
Tu ≥ Tc, perlu tulangan punter
- Cek Pengaruh Momen Puntir (Tu)
Kategori komponen struktur non-prategang:
(pengaruh puntir dapat diabaikan)
2min mm
y . 3
y . b Av
f
2mmy .
Rv Av
fφ
cmn
100 s kanggeser/sengngan Jarak tula
mm y
Av
2
1 balok padameter per geser tulangan
mm y
Av balok padameter per geser tulangan
2
2
Pcp
Acp x
12
.' 2cfTc
A
Ay
Av
.
2
1
Pcp
Acp x
12
.' 2cfTc
57
Acp = luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang
beton mm2
Pcp = keliling luar penampang beton mm
- Menghitung Properti Penampang
Keterangan:
x1 = jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah
sumbu x mm
y1 = jarak antar pusat tulangan sengkang dalam arah
sumbu y mm
Aoh = luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat
tulangan sengkang terluar mm2
Ao = 0,85×Aoh=dalam satuan mm2
d = jarak dari serat tekan terluar beton ke pusat
tulangan tarik mm
Ph = keliling dari garis pusat tulangan sengkang torsi
terluar mm
- Cek Penampang Balok
Kategori penampang solid:
(Penampang Memenuhi)
Dimana :
58
- Menentukan Torsi Transversal
Dimana Ø : 0,85
Ө : 45 (Berdasarkan SNI Beton Bertulang (13.6.3.6))
(dalam satuan mm ⁄mm untuk 1 kaki dari sengkang)
- Menghitung Tulangan Torsi Longitudinal
Syarat:
Dengan ketentuan Tulangan Longitudinal tambahan untuk
menahan puntir harus di distribusikan di sekeliling parameter
sengkang tertutup dengan spasi tidak melebihi 300 mm,
dengan posisi berada di dalam sengkang (SNI Beton Bertulang
2002-13.6.6.2)
2.9.1.5.Perencanaan Kolom
Kolom adalah suatu elemen tekan dan merupakan struktur utama dari
bangunan yang berfungsi untuk memikul beban vertikal yang diterimanya. Pada
umumnya kolom tidak mengalami lentur secara langsung.
Gambar 2.9.9. Jenis Kolom Beton Bertulang
Tu
Tn
cot..A . 2 o yv
n
f
T
s
At
59
Kolom beton bertulang secara garis besar dibagi dalam tiga kategori,
yaitu :
a. Blok tekan pendek
b. Kolom pendek
c. Kolom panjang atau langsing
Berdasarkan Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung,
kuat tekan rencana dari komponen struktur tekan tidak boleh diambil lebih besar
dari ketentuan berikut:
Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan spiral atau
komponen struktural tekan komposit.
ФPn (max) = 0,85 Ф [0,85 x f’c (Ag - As) + fy x As]
a. Untuk komponen struktur non-prategang dengan tulangan pengikat
ФPn (max) = 0,80 Ф [0,85 x f’c (Ag - As) + fy x As]
Kolom panjang atau langsing merupakan salah satu elemen yang
perlu diperhatikan. Proses perhitungannya didasari oleh konsep perbesaran
momen. Momen dihitung dengan analisis rangka biasa dan dikalikan oleh
faktor perbesaran momen yang berfungsi sebagai beban tekuk kritis pada
kolom.
Parameter yang berpengaruh dalam perencanaan kolom beton
bertulang panjang adalah :
1. Panjang bebas (Lu) dari sebuah elemen tekan harus diambil
sama dengan jarak bersih antara pelat lantai,balok, atau
komponen lain yang mampu memberikan tahanan lateral dalam
arah yang ditinjau. Bila terdapat kepala kolom atau perbesaran
balok, maka panjang beban harus diukur terhadap posisi
terbawah dari kepala kolom atau perbesaran balok dalam bidang
yang ditinjau.
2. Panjang efektif (Le) adalah jarak antara momen-momen nol
dalam kolom. Prosedur perhitungan yang digunakan untuk
menentukan panjang efektif dapat menggunakan kurva
alinyemen. Untuk menggunakan kurva alinyemen dalam kolom,
faktor Ψ dihitung pada setiap ujung kolom.
60
Gambar 2.9.10. Panjang Efektif Kolom Tumpuan Jepit dan Sendi
Gambar 2.9.11. Kurva Alinyemen untuk Portal Tak Bergoyang dan Portal
Bergoyang
Sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung(SNI 03-
1726-2002)
Selain itu, nilai k untuk portal bergoyang juga dapat dihitung
melalui persamaan :
61
Dengan ѱ m merupakan rata-rata ѱ A dan ѱ B
Untuk pembahasan kolom ini, perlu dibedakan antara portal
tidak bergoyang dan portal bergoyang. Suatu struktur dapat dianggap
rangka portal bergoyang jika nilai indeks stabilitas (Q) > 0,05.
dimana :
Pu = Beban Vertikal
Vu = Gaya geser lantai total pada tingkat yang ditinjau
Δo = Simpangan relatif antar tingkat orde pertama
Lc = Panjang efektif elemen kolom yang tertekan
Properti yang digunakan untuk menghitung pembesaran momen
yang nantinya akan dikalikan dengan momen kolom, diantaranya adalah :
a. Modulus elastisitas ditentukan dari rumus berikut:
Ec = , 0,043 ` (MPa)
Untuk wc antara 1500 dan 2500 kg/m3 atau 4700 ` untuk beban
normal.
b. Momen inersia dengan Ig = momen inersia penampang bruto terhadap
sumbu pusat dengan mengabaikan penulangan :
Tabel 2.9.1. Momen Inersia Elemen Struktur
Dalam portal bergoyang untuk setiap kombinasi pembebanan perlu
menentukan beban mana yang menyebabkan goyangan cukup berarti
(kemungkinan beban lateral) dan mana yang tidak. Momen ujung terfaktor
yang menyebabkan goyangan dinamakan M1s dan M2s, dan keduanya harus
62
diperbesar karena pengaruh PΔ. Momen ujung lain yang tidak menyebabkan
goyang cukup berarti adalah M1ns dan M2ns. Momen ini ditentukan dari
analisis orde pertama dan tidak perlu diperbesar.
Pembesaran momen δsMs dapat ditentukan dengan rumus berikut :
dimana:
Pu = beban vertikal dalam lantai yang ditinjau
Pc = beban tekuk Euler untuk semua kolom penahan goyangan
dalam lantai tersebut, dicari dengan rumus:
Sehingga momen desain yang digunakan harus dihitung dengan
rumus :
= ns + δs s
= ns + δs s
Terkadang titik momen maksimum dalam kolom langsing dengan
beban aksial tinggi akan berada di ujung–ujungnya, sehingga momen
maksimum akan terjadi pada suatutitik di antara ujung kolom dan akan
melampaui momen ujung maksimum lebih dari 5%. Hal ini terjadi bila :
untuk kasus ini, momen desain ditentukan dengan rumus berikut:
Mc = δns ( ns + δs s)
Selain itu, portal bergoyang mungkin saja menjadi tidak stabil akibat
adanya beban gravitasi, sehingga harus dilakukan kontrol terhadap ketidakstabilan
beban gravitasi. Portal menjadi tidak stabil akibat gravitasi apabila δs > 2,5
sehingga portal harus diperkaku. Elemen kolom menerima beban lentur dan
bebanaksial, menurut SNI 03-1728-2002 untuk perencanaan kolom yang
menerima beban lentur dan beban aksial ditetapkan koefisien reduksi bahan 0,65
)( 2
ukl
EIPc
.`
35
Agcf
Pur
Lu
63
sedangkan pembagian tulangan pada kolom (penampang segi empat) dapat
dilakukan dengan:
a. Tulangan dipasang simetris pada dua sisi kolom (two faces)
b. Tulangan dipasang pada empat sisi kolom (four faces)
Pada perencanaan gedung kuliah ini digunakan perencanaan kolom dengan
menggunakan tulangan pada empatsisi kolom (four faces).
Perhitungan gaya-gaya dalam berupa momen, gaya geser, gaya normal
maupun torsi pada kolom. Dari hasil output gaya-gaya dalam tersebut kemudian
digunakan untuk menghitung kebutuhan tulangan pada kolom.
Penulangan dalam kolom juga merupakan salah satu faktor yang ikut
membantu komponen beton dalam mendukung beban yang diterima.
Penulangan pada kolom dibagi menjadi tiga jenis, diantaranya adalah :
1. Tulangan Utama Kolom
Tulangan utama (longitudinal reinforcing) merupakan tulangan yang
ikut mendukung beban akibat lentur (bending).Pada setiap penampang dari
suatu komponen struktur luas,tulangan utama tidak boleh kurang dari :
As min = √ b d<As min =
,b d
dimana:
As = luas tulangan utama
fc’ = tegangan nominal dari beton
fy = tegangan leleh dari baja
b = lebar penampang
d = tinggi efektif penampang
Luas tulangan utama komponen struktur tekan non komposit tidak
boleh kurang dari 0.01 ataupun lebih dari 0.08 kali luas bruto penampang
Ag. Jumlah minimum batang tulangan utama pada komponen struktur
tekan dalam sengkang pengikat segiempat atau lingkaran adalah 4 batang.
2. Tulangan Geser Kolom
Tulangan geser (shear reinforcing) merupakan tulangan yang ikut
mendukung beban akibat geser (shear). Jenis tulangan geser dapat berupa :
a. Sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen
struktur
64
b. Jaring kawat baja las dengan kawat – kawat yang dipasang tegak
lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur
c. Spiral, sengkang ikat bundar atau persegi
Gambar 2.9.12. Jenis Sengkang Pengikat
Berdasarkan Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan
gedung, perencanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada :
Ø Vn ≥ Vu
Vn = Vc+ Vs
keterangan :
Vc= Gaya geser nominal yang disumbangkan olehbeton (N)
Vs = Gaya geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser (N)
Vu = Gaya geser ultimate yang terjadi (N)
Vn = ∅
, dimana Ø = 0,75
Kuat geser maksimum untuk komponen struktur (SNI 03-2847-2002
pasal 13.3.2.2) yaitu:
Vc = 0,3. ′ .b.d. 1 +,
Vs = . ′ .b.d.
dimana :
Vn = kuat geser nominal (N)
Ø = faktor reduksi
f’c = kuat tekan beton (MPa)
b = lebar penampang kolom (mm)
d = tinggi efektif penampang kolom (mm)
65
Nu = gaya aksial yang terjadi (N)
Agr = luas penampang kolom (mm2)
Jika :
(Vn – Vc) <Vs , maka penampang cukup
(Vn – Vc) ≥ Vs , maka penampang harus diperbesar
Vu < Ø Vc , maka tidak perlu tulangan geser
Vu ≥ Ø Vc , maka perlu tulangan geser
Jika tidak dibutuhkan tulangan geser, maka digunakan tulangan
geser minimum (Av) permeter. Luas tulangan geser minimum untuk
komponen struktur non prategang dihitung dengan :
Av min =′ . .
<Av =.
dengan demikian diambil Av terbesar, jarak sengkang dibatasi
sebesar .
2.9.1.6.Perencanaan Lift
a. Kapasitas dan jumlah lift
Kapasitas dan jumlah lift akan disesuaikan dengan perkiraan jumlah
pemakai lift, mengingat dari segi manfaat dan efisiensi biaya, serta dilihat
dari kelayakan dan besarnya bangunan.
b. Perencanaan konstruksi
1. Mekanikal
Secara mekanikal perencanaan konstruksi lift tidak direncanakan
di sini karena sudah direncanakan di pabrik dengan spesifikasi
tertentu, sebagai dasar perencanaan konstruksi dimana lift tersebut
akan diletakkan.
2. Konstruksi ruang dan tempat lift
Lift terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:
a. Mesin dengan kabel penarik serta perangkat lainnya.
b. Trace / traksi / kereta penumpang yang digunakan untuk
mengangkut penumpang dengan pengimbangnya.
c. Ruangan dan landasan serta konstruksi penumpang untuk
mesin, kereta, beban dan pengimbangnya.
66
Ruangan dan landasan lift direncanakan berdasarkan kriteria
sebagai berikut :
a. Ruang dan tempat mesin lift diletakkan pada lantai teratas
bangunan. Oleh karenanya perlu dibuat dinding penutup
mesin yang memenuhi syarat yang dibutuhkan mesin dan
kenyamanan pemakai gedung.
b. Mesin lift dengan beban-beban (q) sama dengan jumlah dari
berat penumpang, berat sendiri, berat traksi, dan berat
pengimbangnya yang ditumpukan pada balok portal.
c. Ruang terbawah diberi kelonggaran untuk menghindari
tumbukan antara lift dan lantai dasar. Ruang terbawah ini
juga direncanakan sebagai tumpuan yang menahan lift pada
saat maintenance.
c. Spesifikasi lift yang dipakai
Lift yang digunakan dengan spesifikasi sebagai berikut :
a. Dapat memuat penumpang 10 orang.
b. Dapat menahan beban 1500 kg.
c. Kecepatan = 150 m/menit.
d. Berat lift = 10 KN.
Gambar 2.9.13. Potongan Lift
Sumber : dokumentasi pribadi
67
2.9.1.7.Perencanaan Penyalur Petir Untuk Bangunan Gedung
Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya instalasi penyalur petir
ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan serta bahaya yang ditimbulkan
bila bangunan tersebut tersambar petir.
Besarnya kebutuhan tersebut dapat ditentukan secara empiris berdasarkan
indeks-indeks yang menyatakan faktor-faktor tertentu, sedangkan pada tabel 7
merupakan penjumlahan dari indeks-indeks yang dipilih dari tabel sebelumnya,
dimana hasil penjumlahan tersebut (R) merupakan indeks-indeks perkiraan
bahaya akibat sambaran petir.
jadi : R = A + B + C + D + E
Jelas bahwa semakin besar R, semakin besar pula bahaya serta kerusakan
yang timbul oleh sambaran petir, berarti semakin besar pula kebutuhan bangunan
tersebut akan adanya sistem penangkal petir.
Pada tabel-tabel tersebut diperoleh :
- Macam penggunaan bangunan diperoleh indeks : 2
- Konstruksi bangunan diperoleh indeks : 2
- Tinggi bangunan diperoleh indeks : 4
- Situasi bangunan diperoleh indeks : 0
- Hari guntur per tahun diperoleh indeks : 5
2.9.2. Struktur Bawah (Sub Stucture)
Struktur bawah pada struktur bangunan gedung disebut pondasi, pondasi
bertugas menerima beban bangunan diatasnya atau disampingnya ke tanah,
sedemikian tanah cukup kuat mendukung beban tersebut. Agar dapat dihindari
kegagalan fungsi dari pondasi, maka pondasi harus diletakkan pada lapisan tanah
yang cukup kuat/keras serta kuat mendukung beban bangunan tanpa timbul
penurunan yang berlebihan, dan untuk mengetahui letak kedalaman lapisan padat
dengan kemampuan dukung yang cukup besa, maka perlu dilakukan penyeledikan
tanah.
Sehingga dapat dikatakan stabilitas suatu pondasi adalah :
a. Kemampuan dukungnya ≥ Tegangan kontak yang terjadi (Tegangan
yang diterimanya)
b. Penurunan yang diijinkan ≥ Penurunan yang terjadi
68
Pondasi bangunan biasanya dibedakan menjadi pondasi dangkal dan
pondasi dalam, dikategorikan pondasi dangkal bila Df/B < 1, pondasi sumuran
Df/B > 4, dan pondasi dalam Df/B > 10. Adapun macam-macam pondasi sebagai
berikut :
a. Pondasi memanjang
b. Pondasi telapak
c. Pondasi rakit
d. Pondasi sumuran
e. Pondasi tiang
Pada perencanaan struktur bawah Gedung A Fakultas Teknik Universitas
Semarang dilakukan penyelidikan tanah meliputi pekerjaan Booring, Conus
Penetration Test, Sievee Analysis dan Direct Shear Test.
2.9.2.1.Daya Dukung Tanah
Kapaitas/daya dukung tanah (bearing capacity) adalah kekuatan tanah
untuk menahan suatu beban yang bekerja padanya yang biasanya disalurkan
melalui pondasi. Kapasitas/daya dukung batas (qu = qult = ultimate bearing
capacity) adalah tekanan maksimum yang dapat diterima oleh tanah akibat beban
yang bekerja tanpa menimbulkan keruntuhan geser pada tanah pendukung tepat di
bawah dan sekeliling pondasi. Bila dinyatakan dalam persamaan, maka :
=
dengan,
qu = kapasitas dukung utimit atau kapasitas dukung batas (kN/m2)
Pu = beban ultimit atau beban batas (kN)
A = luas beban (m2)
Apabila beban terbagi rata q = qu (qu = daya dukung tanah batas) telah
dicapai, maka keruntuhan daya dukung akan terjadi, smenyebabkan pondasi
mengalami penurunan yang sangat besar tanpa penambahan beban q.
69
Gambar 2.9.14. Daya Dukung Tanah Batas untuk Kondisi Dangkal
a. Model pondasi
b. Grafik hubungan antara beban dan penurunan
Dengan menggunakan kelompok tiang pancang (pile group)
sehingga digunakan rumus Tarzaghi untuk menghitung daya dukung
tanah :
= . + . . + 0,5
dengan :
c = kohesi (kN/m2)
Df = kedalaman pondasi (m)
γ = berat volume tanah (kN/m3)
B = lebar pondasi (m)
Nc, Nq, Nγ = faktor kapasitas dukung tanah
Rumus daya dukung tanah sesuai dengan bentuk pondasi
1. Pondasi lajur memanjang
= . + . . + 0,5
2. Pondasi berbentuk bujur sangkar
= 1,3. + . . + 0,4
3. Pondasi berbentuk lingkaran
= 1,3. + . . + 0,3
Desain struktur aman terhadap daya dukung ijin
Dimana :
q all =
=
70
qu = Daya dukung batas DDT = Daya Dukung Tanah
qc = Nilai conus
Fk = Fs = Faktor keamanan → = 2 – 3
q all = q ijin = daya dukung ijin
TABSIR DDT di ujung pondasi tiang dengan nilai conus (qc)
1. data langsung penyelidikan / CPT = Cone Penetometer Test.
2. CPT datanya langsung sehingga kesalahan alat / mausia kecil.
Alat Untuk Mendapatkan Tekanan Conus (qc)
1. Alat Vicat → Collin pracis 1846
Ø 10mm = 1cm
Beban = 1 kg
Penyelidikan tanah
Dikembangkan DANISH RAIL ROADS 1931
Ø jarum = 19 mm
β sudut conus
Beban variabel = 100kg (=P)
Dimana :
C = kohesi tanah
K = kos tanah 2,5 – 4
h = kedalaman ujung conus
β = sudut ujung conus
Gambar 2.9.15. Gambar Conus
qc = C = ( . )²
h ß
71
2. SONDIR → 1936 P.BARENSEN
a. Keadaan tanah dapat diperoleh dengan beda suara pukulan besi
sondir.
→ nyaring = Tanah keras.
→ Tidak nyaring = Tanah lunak.
b. 1936 P.BARENSEN → membuat alat penetrometer luas conus
10 cm², β = 60º
qc dapat dibaca langsung pada manometer penggerak hidrolik,
ujung conus muka tekanan tanah tekanan ke bawah dengan
tenaga manusia. Kemampuan 120kg / qc = 12 kg/cm²
(Kapasitas) kedalaman 10m
c. 1946 GOUDE MACHIN →BELANDA, Buat mesin sondir
tenaga manusia kapasitas 2500kg = qc = 250 kg/cm², kedalaman
10m. 1959 → Alat sama sondir dengan tenaga mesin kapasitas
17500kg = qc = 1750 kg/cm². 1965 → Begman → melengkapi
mesin sondir dengan BICOMES → Baca lekatan tanah
MANOMETER → Baca tekanan tanah.
d. America 1965 → Poeket penetrometer
Penetrometer beban 50kg, tinggi jatuh 50cm, Øconus 44m,
otomatis.
e. 1966 →Rusia Buat alat Penetrometer untuk penyelidikan tanah
di bulan.
Nilai qc untuk menghitung kuat tanah di ujung pondasi tiang
a. TEORI DEBEER
P = qc . A/2 → Tanah pasir non kohesif
= . . .
3→ ℎ ℎ
qc = tekanan conus
A = Luas Tp Tiang
U = Keliling tiang
Of = Jumlah hambatan pelekat / friksi 1 san 2
Faktor keamanan.
P = Kuat pondasi tiang.
72
b. DUTEH TEORIS
Berdasarkan luas longsoran tanah di ujung tiang dalam
menahan beban. Menghitung daya dukung tiang adalah qc rata-
rata pada kedalaman = 3,5 x Ø dari ujung tiang.
= 1 . 2 .
2Ø
Tomlison → qc rata-rata di out
qc → 3 x Ø diatas ujung tiang
1 x Ø dibawah ujung tiang
Prof Begnan
= 1 + 2
2
Dimana :
qc1 = rata-rata SPJ 8 x d
qc2 = rata-rata SPJ 3,75 x d
d = diameter tiang
c. Static Penetrometer → USA & CANADA
Elrowthe → 1963
Menentukan angka qc
qc = 2 x N → tanah kohesif
qc = 4 x N → tanah non kohesih
N = Jumlah pukulan pada standart penetrasi test.
Mayer hoof
qc = 4 x N
Q = qp x A qc = qp
qp = ⅔ - 3/2 qc
1 d3 d8d Garis longsor
73
qc dipakai untuk menghitung daya dukung tiang (DDT) yang
terkecil → sehingga penurunan di bawah ujung tiang kecil.
ANGKA KEAMANAN
Angka keamanan untuk menghitung beban kerja ditetukan
dengan cara :
a) Tanah sekitar tiang, bawah tiang compasibility tinggi /
rendah → tinggi angka aman tinggi.
b) Beban tetap / sementara
Beban tetap angka aman = 1,5 x beban sementara.
c) Fungsi / jenis material menjadi pertimbangan SK hubungan
dan penurunan ijin.
d) Untuk angka aman proporsional lihat tabel hasil sondir test.
e) Dari tabel loading tetst.
Rasio Pu/p = 2-3 →
Misal rasio Pu/P = 240t/120t = 2 →0,4cm
Pu/P = 190t/60t = 3 → 1cm
Diambil angka 3 aman sesuai jenis tanah pada beban tetap.
a. END BEARING PILE → Tanah keras / non kohesif
tahanan ujung.
=min.
3
b. FRICTION PILE → Tanah kohesif / tanah lunak
lekatan tiang.
=min.
3+
.5
P = Kuat pondasi tiang/beban kerja/kuat tanah ujung
pondasi.
Of = Keliling tiang.
U =
c. Kontrol pondasi tiang pancang dari data-data
kalendering pemancangan sehingga akan dapat pasti
kuat pondasi.
74
Nc, Nq, Nγ → faktor daya dukung dapat dihitung
dengan rumus KRIZEX.
= 228 + 4 . 3
40 −
= 40 + 540 −
= 6
40 −
α = sudut pelawanan geser.
2.9.2.2.Tegangan Kontak
Tegangan kontak yang bekerja di bawah pondasi akibat beban struktur di
atasnya (upper structure) diberi nama tegangan kontak (contact pressure).
Menghitung tegangan kontak memakai persamaan sebagai berikut :
dimana :
σ :tegangan kontak (kg/cm2)
Q :beban aksial total (ton)
A :luas bidang pondasi (m2)
Mx, My : momen total sejajar respektif terhadap sumbu x dan
sumbu y (tm)
x, y : jarak dari titik berat pondasi ke titik dimana tegangan
kontak dihitung sepanjang respektif sumbu x dan sumbu y
(m).
Ix, Iy :momen Inersia respektif terhadap sumbu x dan sumbu
y(m4).
Ix
y .My
Iy
x.Mx
A
Qσ
A
Qσ
75
Gambar 2.9.16. Tegangan Kontak Akibat Beban Aksial
Pengertian tegangan kontak ini akan sangat berguna terutama
didalam penentuan faktor keamanan (S.F / Safety Factor).
Secara umum faktor keamanan didefinisikan sebagai berikut :
Hubungan antara keduanya dinyatakan dalam bentuk faktor
keamanan
dimana :
- S.F = 1, artinya tegangan kontak sama dengan kapasitas daya
dukung (bearing capacity).
- S.F > 1, artinya tegangan kontak lebih dari mobilisasi kapasitas
daya dukung. Lapis tanah dapat menerima beban.
- S.F < 1, artinya tegangan kontak lebih besar dari mobilisasi
kapasitas daya dukung. Lapis tanah tidak dapat menerima beban.
2.9.2.3.End Bearing Pile
Tiang pancang dihitung berdasarkan tahanan ujung pada lapisan tanah
keras. Adapun ketentuan tanah keras adalah sebagai berikut :
a. Sampai dengan batu-batuan sangat keras, apabila tanah keras →
Penentuan daya dukung tiang (DDT) tidak masalah, DDT Tingkat
kuat bahan tiang.
b. Bila tanah keras berpasir → DDT tergantung sifat pasir, mengenai
kepadatan pasir.
c. Menafsir gaya lawan lapisan tanah keras terhadap ujung tiang ada
beberapa cara.
kontaktegangan
dukung daya kapasitas
beban
kapasitasS.F
76
1. EROPA → ONG SONDIR
Dengan alat ini dapat menentukan berapa dalam tiang,
Berapa DDT tanah terhadap ujung tiang.
Rumus kuat tekan tiang :
Terhadap kekuatan tanah :
a. BDSK Conus
=At
3
b. Rumus TERZAGHI
=At
3
Dimana :
Ρtiang = Kuat ijin tiang pancang → Kg
σbahan = Tegangan ijin bahan → Kg/cm²
Atiang = Luas Tp Tiang → Cm²
Qt = Daya dukung keseimbangan tiang → Kg
P = Nilai Conus → SONDIR →Kg/cm
3 = Faktor keamanan
q = Daya dukung keseimbangan tanah →Kg/cm²
P = Nilai conus sondir → diambil
4D → atas ujung bawah tiang
4D → dibawah ujung bawah tiang
D → diameter tiang
2.9.2.4.Friction Pile
Penyaluran beban dimana sebagian besar daya dukungnya adalah akibat
dari gesekan antara tanah dengan sisi- sisi tiang pancang, atau dengan kata lain
kemampuan tiang pancang dalam menahan beban hanya mengandalkan gaya
geseran antara tiang dengan tanah disekelilingnya.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan daya dukung tanah
terhadap tiang adalah :
Ρtiang =
σbahan x Atiang
77
a. Berdasarkan SONDIR
= . .
5
= .5
b. Cara teoritis
Qtiang = C.Nc.A+K.C.O.L
Syarat N ≤ Qtiang →AMAN
N ≤ Ptiang →AMAN
Dimana :
Qt = daya dukung tiang (DDT) → kg
O = keliling tiang → cm
L = Panjang tiang → cm
C = Harga cleef rata-rata → kg/cm²
5 = Sefty Faktor = angka keamanan
A = Luas tiang
Nc = Faktor daya dukung
Nq = Pondasi dangkal dekat TERZAGHI
Nγ = Pondasi dalam dekat nilai MAYERHOOF
K = Rasio gayalekatan dan kuat geser tanah
N = Beban yang dapat dipikul tiang
Pt = Kuat pondasi tiang / kuat tanah ujung pondasi
Qt = Daya dukung keseimbangan tiang
2.9.2.5.End Bearing Pile and Friction Pile
Apabila perhitungan tiang pancang berdasarkan tahanan ujung dan
pelekatan antara tanah dengan sisi tiang pancang. Daya dukung tiang dihitung
berdasarkan → tahanan ujung/ End bearing pile.
→ cleef / friction pile.
L
N
78
Perhitungan berdasarkan kuat bahan tiang pancang. Kuat tiang dihitung:
a. Berdasarkan kuat bahan tiang.
b. Terhadap kuat tanah.
Kuat / Kemampuan tiang
a. Terhadap kuat bahan tiang
Pt = σ Bahan . Atiang
b. Terhadap kuat Tanah. (Daya Dukung Keseimbangan)
= .2
+ . .
5 →
= .3
+ . .
5 → /
= .5
+ . .
8 → , , ℎ
c. Syarat beban dapat dipikul / Aman
N ≤ Qtiang →AMAN
N ≤ Ptiang →AMAN
Dimana :
Pt = Kuat ijin tiang pancang → kg
σBahan= Tegangan ijin bahan tiang → kg/cm²
Atiang = Luas taampang tiang → cm²
Qt = Daya dukung keseimbangan tiang
P = Nilai conus sondir → kg/cm²
O = keliling tiang → cm
C = Harga cleef rata-rata → kg/cm²
N = Beban yang dapat dipikul tiang
79
Jika kita memancang tiang sampai ke tanah keras melalui lapisan tanah
lempung, maka untuk menghitung daya dukung tiang disini kita perhitungkan
baik berdasarkan pada tahanan ujung (End Bearing) maupun cleef (friction pile).
Demikian pula disini harus kita perhitungkan terhadap kekuatan bahan tiang
pancang itu sendiri.
a. Terhadap kekuatan bahan tiang.
= ℎ +
Berdasarkan End bearing pile = tahanan ujung
Friction pile = cleef = pelekatan tanah tiang
Dimana :
P tiang = P ijin = P
P tiang = kekuatan yang diijinkan pada tiang pancang (kg)
σ Bahan = Tegangan tekan ijin bahan tiang (kg/cm²)
A tiang = Luas penampang tiang pancang (cm²)
b. Terhadap kekuatan tanah
Daya dukung keseimbangan tiang
1) Beban sementara :
=
2+
5
2) Beban tetap/statis :
=
3+
5
3) Beban dinamis/gerak/berubah :
L
Tanah Pasir
TanahLempung
80
=
5+
8
Dimana =
Qtiang = daya dukung keseimbangan tiang (kg)
P = nilai conus dari hasil test sondir (kg/cm²)
O = keliling tiang pancang (cm)
L = Panjang tiang yang berada dalam tanah (cm)
C = harga cleef rata-rata (kg/cm²)
N = beban netto yang diperkenankan pada tiang
Beban yang dapat dipikul oleh tiang adalah
N ≤ Ptiang N ≤ Qtiang
2.9.2.6.Pile Group (Tiang Pancang Kelompok)
Kelompok tiang merupakan kumpulan dari beberapa tiang yang bekerja
sebagai satu kesatuan. Kelompok tiang umumnya digunakan bila beban yang
diterima oleh pondasi tiang terlalu besar, sehingga tidak mampu jika hanya
menggunakan satu tiang. Penyatuan kelompok tiang dengan pelat beton disebut
pile cap (poer).
a. Jarak Antar Tiang Pada Pile Group
DDT = Daya Dukung Tanah.
Berdasarkan DDT → Bina Marga → Syarat.
S ≥ 2,5 D
S ≥ 3 D
Smin = 60 cm, Smax = 2,00m
S = Jarak antar tiang.
D = Diameter tiang.
81
Kalau S < 2,5 D
Tanah sekitar tiang akan naik saat dipancang.
Terangkat tiang disekitarnya yang telah dipancang.
Kalau S > 3 D
Tidak ekonomis → POER Boros.
Desain pondasi tiang sehingga jumlah tiang jark tiang ditentukan
→ Dimensi POER ketemu sehingga luas POER ketemu.
Luas POER total < ½ luas bangunan dipakai pondasi setempat →
POER diatas klompok tiang.
Luas POER total > ½ luas bangunan dengan pondasi (Raft
pondation) diatas tiang pancang.
b. Hitungan Pembagian Tekanan Pada Pile Group
1. PILE GROUP terhadap beban sentris.
Beban V sentris bila berimpit dengan garis titik berat
kelompok tiang.
Beban terhadap tiap tiang.
= ∑
→ = ∑
Dimana :
N = beban tiap tiang.
∑V = Resultan gaya normal bekerja sentris.
PV = Beban normal sentris.
S
Sd
82
2. PILE GROUP terhadap Beban sentris + Momen
a. Akibat beban sentris = ∑
b. Akibat momen POER kaku momen dibagi ke kelompok
tiang, letak jauh dari titik bebrat beban akan Max / Min.
2 ∶ 1 = 2 ∶ 1
2 = 1 . 2
1
3 ∶ 1 = 3 ∶ 1
3 = 1 . 3
1
4 = 1 . 4
1 → ( )
= 1 1 + 2 2 + 3 3 + 4 4
= 1 1 + 121
. 2 + 131
. 3 + 141
. 4
= 1 1 + 1
221
+ 1
231
+ 1
241
= 11
∑ → 1 = 1 ∑
1 = 1
∑ 2→ 2 (1 2 )
1 = 1
2∑ 2→ 1
c. Beban Max Tiang terjauh (Pmax)
= ∑ ²
= +
xv POER
y
y = titik berat
M
y
x
Ev/n Ev/n Ev/n Ev/n
P1 P2 P4P3x2 x3
x1 y1
v
83
= ∑
± . ∑
Dimana :
P max = beban max 1 tiang.
∑V = Jumlah beban vertikal ≈ dari kolom
n = banyak tiang
Xmax = jarak terjauh tiang dari titik berat pile group
M = momen pada kelompok tiang.
Ny = banyak tiang 1 baris y
X² = jumlah kuadrat jarak tiang ke pusat berat pile
group.
3. PILE GROUP terhadap Beban sentris + momen 2 arah (x dan y)
Cara sama dengan No.2 hanya momen 2 arah (x,y)
= ± ±
= ∑
±.. ∑ ²
±.. ∑ ²
Dimana:
Pmax = beban max tiang pancang
Mx = jumlah beban vertikal / normal ≈ dari kolom
Mx = momen pada bidang tegak lurus sumbu x
My = momen pada bidang tegak lurus sumbu y
N = jumlah tiang pada pile group
y
vMy
x
vMx
cara samaNo.2 hanyamomen 2arah ( x,y )
84
X max = jarak tiang terjauh dari titik berat / absis
Y max = koordinat terjauh dari titik berat
Ny = banyak tiang pada baris y
Nx = banyak tiang pada baris x
∑x² = jumlah kuadrat absis-absis tiang
∑y² = jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang
c. Daya Dukung Pile Group / Kelompok Tiang
Analisis kapasitas dukung kelompok tiang dibedakan sebagai
berikut :
1. END BEARING PILE
Tahanan ujung pada tanah keras / non kohesif.
2. FRICTION PILE
Pelekatan tiang, perlawanan geser tiang pada tanah lunak /
kohesif.
Perpindahan Beban Tiang Pile Group Ke Tanah
1. Pile group → End bearing pile
Tiang dipancang sampai dengan tanah keras.
Hitung DDT berdasarkan tahanan ujung (end bearing).
Kemampuan tiang pile group = kemampuan single pile x
banyak tiang dalam pile group.
=
Dimana :
Qpg = daya dukung kelompok tiang (pile group)
Qsp = daya dukung single pile (1 tiang)
N = banyak tiang pancang.
tanah keras
85
2. Friction Pile (cleef) pada pile group
Tidak dipancang sampai dengan tanah keras.
Tanah keras dalam.
Dipancang pada lapisan lempung / lanau dengan conus = 0
→ daya dukung dihitung berdasarkan friction (cleef) dan
conus.
Menghitung daya dukung pile group berdasarkan (cleef dan
conus) ada beberapa rumus.
1. Hitungan daya dukung tanah
Tekanan max yang dapat ditahan pada dasar pile
group.
Perlawanan geser / friction pile group.
Pada tanah lunak / pelekatan
= . . + 2 ( + ) .
= 3
=13
( . . + 2( + ) . )
= →
Dimana :
Qpg = daya dukung ijin pile group
Qt = daya dukung keseimbangan
Qs = daya dukung tiang single pile
C = kuat geser tanah / friction / cleef / kohesi
Nc = faktor daya dukung → dengan grafik
A = B x y = luas pile group
B = lebar pile group
Y = panjang pile group
L = dalam tiang
tanah lunak
kuat geser
86
N = banyak tiang pancang
Qd = beban ijin 1 tiang
γ = berat min tanah
Ø = sudut geser
S = kuat geser
D = dalam pancang
Tabel 2.9.2. Berat Jenis Tanah
2. Berdasarkan Efisiensi / Ekonomis Pile Group
a. Metode Feld
Gambar pile group = 16 buah
Tiang A
Dipengaruhi 8 tiang sekelilingnya.
∑ = 1 −
=1616
−8
16=
816
∑ff B dipengaruhi 5 tiang
C
B
B
C
B
A
A
B
B
A
A
B
C
B
B
C
87
∑ = 1 −3
16=
1616
−5
16
=1116
∑ff C dipengaruhi 3 tiang
∑ = 1 −3
16=
1616
−3
16
=1316
EFF Klompok tiang pile group
4 tiang A = 4 x Eff A = 4 x =
8 tiang B = 8 x Eff B = 8 x =
4 tiang C = 4 x Eff C = 4 x = +
TOTAL Eff = = 10,75
Maka :
Eff kelompok tiang 16 buah = 10,75 tiang
Eff 1 tiang N= 10,75 : 16 = 0,672 tiang
Daya dukung tiap tiang dalam kelompok
N x Qt → single pile
Dimana :
N =ddd
Qt = Daya Dukung Tiang
b. Rumus UNIFORM BUILDING CODE →AASHO
dd
dd
s s
ss
s
n=4
88
Disyaratkan :
≤ 1,57 . .
+ − 2
. = 1 −90
[( − 1) + ( − 1)
.]
:
S = jarak antar tiang
D = diameter tiang
M = jumlah baris
N = jumlah tiang dalam 1 baris
Eff = effisiensi pile group 1 klompok tiang
Θ = Arc tg d/s (drajat)
c. Menentukan los angles group →action formula
.
= 1 −
[ ( − 1) + ( − 1)
+ 2( − 1)( − 1)
∶
N = banyak tiang pancang perbaris
M = banyak baris
D = diameter tiang
S = jarak antar tiang (As-As)
Π = 3,14
d. Rumus SELLER – KEENY
. = 1 −11
7( − 1)+
+ − 2+ − 1
+0,3+
Dimana :
S = jarak tiang (As-As)
M = banyak baris
N = banyak tiang perbaris
89
M M
M
a aL - 2 a
2.9.2.7.Pemindahan Tiang Pancang
Pemindahan tiang pancang didasarkan pada pengangkatan :
a. Pemindahan lurus
Gambar 2.9.17. Pemindahan Tiang Pancang Lurus
M = 12 × q × a
M = q × (L − 2a)
8−
qa2
M = M
4a + 4a. L − L = 0 → L = 10
4a + 4a. 10 − 10 = 0
a , = −b ± √b − 4ac
2a
a , = −4L ± 16L − 4.4. (−L)
2.4
a , = −4L ± √32L
8
a , = −4L ± 4L√2
8
a , = ½ −L ± L√2
a = 0,207 L
a = 1,207 L
90
b. Pengangkatan dan pemasangan tiang pancang
Gambar 2.9.18. Pengangkatan dan PemasanganTiang Pancang
Sumber : Dokumen Pribadi, Program Autocad
a = . .
.( )
L2 – 2aL = 2aL – 2a2
2a2 – 4aL + L2 = 0
a1,2 = ±√
a1,2 = ±√ . .
.
a1,2 = ±√ .
a1,2 = ± √
a1,2 = L(-1±½.√6)
a1 = 2,929.L
a2 = 17,071.L
c. Jadi yang berpengaruh adalah saat kondisi 2 (Pengangkatan dan pemasangan tiang pancang)
M =M8
K =M
b . d . Rλ
F = 1 − √1 − 2k
ρ =F . Rλ2400
A = ρ . b . d