1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan ...

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan pangan menjadi sorotan besar bagi sebagian masyarakat.Selain bergizi dan enak, pangan juga dituntut untuk aman dikonsumsi. Isu boraks pada beberapa makanan mendapat perhatian yang cukup besar pada saat sekarang ini, upaya penyelidikan makanan yang mengandung boraks sudah dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), salah satu makanan yang diisukan mengandung boraks adalah mie basah (Sihombing, 2007). Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air, karbohidrat, protein, vitamin, lemak, enzim, pigmen dan lain- lain.Kandungan jenis bahan tersebut bergantung pada sifat alamiah dari bahan makanan tersebut. Adapun makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya tinggi, dengan arti lain kualitas dari suatu produk makanan sangat ditentukan oleh tingkat kesukaan konsumen terhadap makanan tersebut. Kualitas makanan adalah keseluruhan sifat-sifat dari makanan tersebut yang berpengaruh terhadap penerimaan dari konsumen. Atribut kualitas makanan adalah pertama, yaitu sifat indrawi/organoleptik yaitu sifat-sifat yang dapat dinilai dengan panca indra seperti sifat penampakan (bentuk, ukuran, warna), atau rasa (asam, asin, manis dan pahit) tekstur yaitu sifat yang dinilai dari indra peraba. Kedua, nilai gizi yaitu karbohidrat, protein, vitamin, mineral, lemak dan serat.Ketiga, keamanan makanan yang dikonsumsi yaitu terbebas dari bahan- 1

Transcript of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keamanan pangan menjadi sorotan besar bagi sebagian masyarakat.Selain

bergizi dan enak, pangan juga dituntut untuk aman dikonsumsi. Isu boraks pada

beberapa makanan mendapat perhatian yang cukup besar pada saat sekarang ini,

upaya penyelidikan makanan yang mengandung boraks sudah dilakukan oleh

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), salah satu makanan yang

diisukan mengandung boraks adalah mie basah (Sihombing, 2007).

Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa

seperti air, karbohidrat, protein, vitamin, lemak, enzim, pigmen dan lain-

lain.Kandungan jenis bahan tersebut bergantung pada sifat alamiah dari bahan

makanan tersebut. Adapun makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang

menarik meskipun kandungan gizinya tinggi, dengan arti lain kualitas dari suatu

produk makanan sangat ditentukan oleh tingkat kesukaan konsumen terhadap

makanan tersebut. Kualitas makanan adalah keseluruhan sifat-sifat dari makanan

tersebut yang berpengaruh terhadap penerimaan dari konsumen. Atribut kualitas

makanan adalah pertama, yaitu sifat indrawi/organoleptik yaitu sifat-sifat yang

dapat dinilai dengan panca indra seperti sifat penampakan (bentuk, ukuran,

warna), atau rasa (asam, asin, manis dan pahit) tekstur yaitu sifat yang dinilai dari

indra peraba. Kedua, nilai gizi yaitu karbohidrat, protein, vitamin, mineral, lemak

dan serat.Ketiga, keamanan makanan yang dikonsumsi yaitu terbebas dari bahan-

1

2

bahan pencemar atau racun yang bersifat mikrobiologis dan kimiawi (Anggraini,

2008).

Makanan yang dijajakan sekarang ini tidak terlepas dari zat atau bahan

yang mengandung unsur berbahaya dan pengawet yang dalam jumlah banyak

menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Jika suatu bahan makanan

mengandung bahan yang sifatnya berbahaya bagi kesehatan, maka makanan

tersebut dikategorikan sebagai bahan (penumpukan) boraks pada otak, hati, dan

ginjal.Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi,

kerusakan ginjal nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, radang kulit,

anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian (Tumbel, 2010).

Beberapa bahan atau zat yang sering salah digunakan dalam pengolahan

makanan yang bersifat toksis antaralain adalah boraks. Boraks bersifat anti septik

hingga sering dimanfaatkan sebagai pengawet sekaligus sebagai pengenyal

makanan misalnya pada mie basah dan bakso. Namun dapat merusak system saraf

pusat (Riandini, N. 2008.)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 33 tahun 2012 pasal 3,

pemerintah telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan makanan,sesuai

ketentuan dalam Undang-Undang Kesehatan dan Keselamatan Nasional. Boraks

juga telah dimasukkan sebagai bahan tambahan yang dilarang sebagai zat adiktif,

yang dimaksud zat adiktif yaitu bahan yang sengaja ditambahkan dan

dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu

makanan.Tetapi pada saat sekarang masyarakat banyak yang salah menggunakan

boraks.Boraks yang digunakan untuk produk pangan sesungguhnya tidak sesuai

3

dengan penggunaannya seperti pada mie basah dan apabila dikonsumsi dalam

jangka panjang maka dapat memicu penyakit seperti kanker.

Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama Natrium Tetraborat.

secara lokal boraks dikenal sebagai pengeyal, pengawet yang ditambahkan

kedalam bahan pangan misalnya pada pembuatan mie basah,Penggunaan boraks

ternyata telah salah digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks juga dapat

menimbulkan efek racun pada manusia tetapi mekanisme toksisitas nya berbeda

dengan formalin.Toksisitas boraks yang terkandung didalam makanan tidak

langsung dirasakan oleh konsumen.Boraks yang terdapat dalam makanan akan

diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis

(buah zakar) dan apabila dosis boraks dalam tubuh semakin tinggi maka dapat

membahayakan kesehatan manusia. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam

tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang

dewasa kematian akan terjadi jika dosis nya akan mencapai 10-20 gram atau

lebih. Jadi, apabila mengkonsumsi terus menerus maka akan mengakibatkan

kematian (Khamid, 2006).

Melihat dari jenis makanan yang diawetkan seperti mie basah yang dikenal

luas dan disukai oleh masyarakat banyak yang sebagian besar diproduksi oleh

industri rumah tangga, industri kecil danindustri menengah.Tanpa penambahan

bahan pengawet, masapenyimpanan mie basah relatife pendek sekitar 16-20 jam

jika disimpan pada suhu ruang. Jadi pengusaha mie sering dirugikan oleh mie

yang cepat basi tanpa bahan pengawet dan akhirnya para sebagian pengusaha mie

basah mengambil inisiatif dengan menggunakan bahan pengawet seperti boraks

4

yang dimasukkan pada saat pengolahan mie basah tersebut. Penggunaan boraks

tidak sesuai lagi dengan takaran yang dianjurkan, sehingga apabila dikonsumsi

dalam jangka panjang maka akan mengganggu kesehatan manusia (Chamdani,

2005).

Adanya formalin dan boraks dalam sejumlah jajanan yang ada di lapangan

Garuda Indonesia, diketahui dari uji sampel oleh tim Balai Besar Pengawasan

Obat dan Makanan (BBPOM) Aceh. Berdasarkan hasil tes, ada sembilan makanan

yang mengandung formalin dan boraks. Uji makanan yang dijual di lapangan

Garuda Indonesia sudah dilakukan sejak Maret 2013.Dalam kurun waktu tiga

bulan, BBPOM telah menguji 98 sampel makanan, dan 18 di antaranya positif

mengandung formalin dan boraks. Kalau yang rata-rata mengandung zat

berbahaya itu adalah mie kuning, batagor, dan bakso goreng (Sjamsuliani,2013).

Aceh Barat Daya merupakan kabupaten yang ada diwilayah propinsi

Aceh, dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 133.191 Jiwa, terdiri

dari 661.54 laki-laki dan 670.37 perempuan (BPS Aceh Barat Daya 2014).

Dengan banyaknya jumlah penduduk maka terdapat pula warung atau tempat

jajanan yang menjajakan makanan seperti mie basah.

Berdasarkan uraian diatas akan besarnya dampak boraks bagi kesehatan

masyarakat, maka peneliti tertarik untuk meneliti ada tidaknya boraks dalam mie

basah yang diproduksi dan dijual dipasar Blang Pidie. Adapun judul penelitian

adalah “Analisis Penggunaan Boraks pada Mie Basah di Pasar Blang Pidie

Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2014”.

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi masalah adalah :

1. Apakah Terdapat Kandungan Boraks pada Mie Basah yang beredar diPasar

Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.

2. Untuk mengetahui kadar boraks pada mie basah yang beredar di Pasar Blang

Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

1. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks sebagai bahan tambahan

pada mie basah diPasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya sebagai

informasi nantinya.

2. untuk mengetahui apakah terdapat kandungan boraks pada mie basah di Pasar

Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui ada tidaknya Boraks pada mie basah di Pasar Blang Pidie

Kabupaten Aceh Barat Daya.

2. Untuk mengetahui tempat-tempat pembuat mie basah yang terdeteksi adanya

Boraks pada mie basah di Pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.

3. Masukan kepada pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan agar

mengontrol pembuat mie basah demi terjaganya kesehatan dan keselamatan

masyarakat diPasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.

6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk masukan dalam rangka menambah

wacana keilmuan di dunia kesehatan.

2. Untuk menambah wawasan atau sebagai pedoman dikalangan masyarakat

tentang bahayanya zat pengawet yang berbahan kimia.

3. Untuk menambah pengetahuan dalam pengembangan wawasan berfikir

penulis dalam mengaplikasi teori dengan kenyataan serta menggunakan cara

mengkaji ilmiah dalam menyikapi permasalahan tentang indikasi kandungan

boraks pada mie basah.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Informasi kepada penjual dan konsumen untuk proaktif mengetahui agar

menghentikan menjual atau mengkonsumsi mie basah yang mengandung

boraks.

2. Masukan kepada pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan

Kabupaten Aceh Barat Daya, khususnya tentang kadar kandungan boraks

pada mie basah yang dipasarkan di Kota Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat

Daya.

7

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Boraks

2.1.1 Definisi Boraks

Borax (Boraks), atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai Sodium

tetraborate decahydrate, merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat

awam untuk mengawetkan kayu, anti septik kayu, dan pengontrol kecoa.

Tampilan fisik boraks adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks yang

mempengaruhi kesehatan tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera

pencium serta tidak larut dalam alkohol (Kementerian Koordinator Bidang

Kesejahteraan Rakyat, 2008).

Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil

pada suhu dan tekanan normal. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama

natrium tetraborat (NaB4O710H20). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida

dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk

bahan pembuat deterjen, mengurangi kesadarahan air dan antiseptik (Tumbel,

2010).

Boraks juga biasa digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, industri

kertas, gelas, pengawet kayu, keramik, antiseptik dan pembasmi kecoak, dan

mengurangi kesadahan air. Boraks dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika

larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3).

atau yang lazim kita kenal dengan nama Bleng. Asam borat (H3BO3) merupakan

asam organik lemah yang sering digunakan sebagai antiseptik, dan dapat dibuat

7

8

dengan menambahkan asam sulfat (H2SO4).atau asam khlorida (HCl) pada boraks.

Asam borat juga sering digunakan dalam dunia pengobatan dan kosmetika.

Misalnya, larutan asam borat dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata

dan dikenal sebagai boorwater (Tumbel. 2010).

Boraks seringkali disalah gunakan dalam proses pembuatan bahan

makanan, bahkan penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah

meluas di Indonesia. Padahal Pemerintah telah melarang penggunaan boraks

berlebihan, Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 33 tahun 2012 pasal

3, Pemerintah telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan makanan, sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang Kesehatan dan Keselamatan Nasional.

Selain itu, boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur

makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus. Contoh makanan yang dalam

pembuatannya sering menggunakan boraks adalah mie basah, boraks merupakan

bahan tambahan yang sangat berbahaya bagi manusia karena mengandung racun

dan apabila dikonsumsi dalam dosis tinggi racunnya akan mempengaruhi kerja

syaraf. Secara awam kita tidak dapat mengetahui seberapa besar kadar boraks

yang digunakan dalam suatu makanan. Oleh karena itu lebih baik hindari

makanan yang mengandung boraks (Khamid, 2006).

2.1.2 Karakteristik Boraks

Menurut Tumbel 2010, Karakteristik boraks antara lain:

1. Berbentuk kristal putih.

2. Larut dalam air

3. Stabil pada suhu serta tekanan normal

9

4. Boraks dipasaran terkenal dengan nama pijer, petitet, bleng, gendar dan

air kl.

2.1.3 Ciri – Ciri mie yang Mengandung Borak

Menurut Chamdani 2005, ciri-ciri mie yang mengandung boraks sebagai berikut :

1. Bau sedikit menyengat.

2. Awet, tahan dua hari dalam suhu kamar (25º Celsius).

3. Pada suhu 10ºC dalam lemari es bisa tahan lebih 15 hari.

4. Mie tampak mengkilat (seperti berminyak), liat (tidak mudah putus), dan

tidak lengket.

2.2 Dampak Negatif atau Bahaya Boraks Terhadap Kesehatan

Menurut Tumbel 2010, banyak zat-zat berbahaya yang langsung dicampur

sebagai bahan pembuat makanan, salah satu zat yang sering digunakan yaitu

„Boraks‟ atau„Bleng‟.Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang

tidak serta berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit

demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Seringnya

mengonsumsi makanan mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak,

hati, dan ginjal. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan, namun juga

melalui kulit. Boraks akan menganggu enzim-enzim metabolisme.

Ada beberapa ciri gejala keracunan boraks, antara lain sebagai berikut:

a. Keadaan umum: lemah, sianosis, hipotensi

b. Terhirup: iritasi membran mukosa, tenggorokan sakit, dan batuk, efek pada

sistem saraf pusat berupa hiperaktifitas, agitasi dan kejang. Aritmia berupa

10

atrial fibrilasi, syok dan asidosis metabolik. Kematian dapat terjadi setelah

pemaparan, akibat syok, depresi saraf pusat atau gagal ginjal.

c. Kontak dengan kulit: Eritrodemik rash (merah), iritasi dan gejala seperti

orang mabuk, deskuamasi dalam 3-5 hari setelah pemaparan.

d. Tertelan: mual, muntah, diare, gangguan pencernaan, denyut nadi tidak

beraturan, nyeri kepala, gangguan pendengaran dan penglihatan, sianosis,

kejang dan koma. Keracunan berat dan kematian umumnya terjadi pada bayi

dan anak-anak dalam 1-7 hari setelah penelanan, sedangkan pada orang

dewasa jarang terjadi.

2.3 Dampak Positif atau Manfaat Boraks

Menurut Khamid 2006, pemanfaatan boraks pada selain makanan:

a. Salah satu bahan untuk membuat keramik

b. Campuran membuat kertas

c. Pembasmi kecoa

d. Dapat digunakan untuk mengurangi kesadahan air.

Namun, ada beberapa manfaat boraks dalam makanan antara lain :

a. Memberi tekstur yang bagus dan memberi kesan menarik

b. Mengawetkan makanan

c. Mengenyalkan dan memberi rasa gurih.

11

2.4 Mie Basah

2.4.1 Pengertian Mie Basah

Mie basah adalah jumlah mie yang mengalami proses perebusan setelah

tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52%

sehingga daya tahan simpan relatif singkat, mie basah dikenal sebagai mie kuning

(Widyaningsih, 2006).

Mie basah banyak diproduksi dalam skala rumah tangga atau industri-

industri kecil, mie basah bersifat tidak tahan lama, agar awet biasanya ditambah

bahan pengawet untuk mencegah mie berlendir dan berjamur bahkan ada juga

yang menggunakan pengawet kedalam makanan seperti boraks (Pahrudin, 2005).

2.4.2 Pembuatan Mie Basah

Berdasarkan pembuatannya, mie dibedakan menjadi mie basah mentah

dan mie basah matang. Menurut Chamdani 2005 mie berdasarkan kadar air dan

tahap pengolahannya, dibagi menjadi lima golongan yaitu: (1) mie basah mentah/

segar, yang dibuat langsung dari proses pemotongan lembaran dengan kadar air

35% (2) mie basah matang, yaitu miebasah mentah yang telah mengalami

perebusan dalam air mendidih sebelum dipasarkan dengan kadar air 52% (3) mie

kering, yaitu mie basah mentah yang langsung dikeringkan dengan kadar air 10%

(4) mie goreng, yaitu mie basah mentah yang lebih dahulu digoreng sebelum

dipasarkan (5)mie instan, yaitu mie basah mentah yang telah mengalami

pengukusan dan pengeringan sehingga menjadi mie instan atau digoreng sehingga

menjadi mie instan goreng.

12

Mie basah mentah umumnya terbuat dari tepung gandum (tepung terigu),

air dan garam. Terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan mie basah,

fungsi terigu adalah sebagai bahan pembentuk stuktur, sumber karbohidrat,

sumber protein, dan pembentukan sifat kenyal gluten. Garam berfungsi sebagai

memberikan rasa, memperkuat tekstur dan mengikat air (Widyaningsih, 2006).

Bobot bahan–bahan yang digunakan pada pembuatan mie basah adalah

100% tepung terigu, 35% air, 10% garam. Tepung terigu yang biasanya

digunakan adalah tepung terigu dengan kandungan protein yang tinggi, tepung

terigu jenis ini akan menghasilhan adonan yang kuat (Pahrudin, 2005).

Proses pembuatan mie basah terdiri atas beberapa tahap, yaitu

penimbangan bahan, pencampuran, pengadukan, pembentukan lembaran,

pengistirahatan dan pemotongan, untuk pembuatan mie basah mentah dilanjutkan

dengan pemupuran dengan tapioka sedangkan mie basah matang dilanjutkan

dengan perebusan atau pengukusan dan pelumuran dengan minyak kelapa

(Widyaningsih, 2006).

2.4.3 Kerusakan mie basah

Mie basah mentah memiliki umur simpan 24 jam pada suhu ruangan.

Kerusakan pada mie basah, baik mentah maupun matang biasanya ditandai

adanya bakteri, hal ini disebabkan oleh kadar air mie basah yang cukup tinggi

yaitu 35% (mie basah mentah) dan 52% (mie basah matang). Tinggi kadar air

pada mie basah matang disebabkan karena mie telah mengalami perebusan atau

pengukusan (Chamdani, 2005).

13

Selain pertumbuhan bakteri pada mie basah mentah juga terjadi perubahan

warna mie menjadi lebih gelap. Perubahan warna ini diperkirakan karena adanya

enzim polifenoloksidase yaitu enzim yang menyebabkan terjadinya browning.

Enzim polifenoloksidase pada mie berasal dari tepung terigu, tepung terigu dengan

kandungan protein tinggi yaitu yang biasa digunakan untuk pembuatan mie

memiliki aktivitas enzimpolifenoloksidase yang tinggi. Sedangkan pada mie

basah matang, tidak terjadi perubahan warna karena enzim polifenoloksidase telah

rusak selama proses perebusan, perubahan- perubahan yang terjadi lainnya adalah

munculnya bau asam, tekstur mie menjadi lengket, hancur, patah- patah dan

lembek (Gracecia, 2005).

14

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Rancangan

Menurut Notoatmodjo (2010), Jenis penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif melalui uji laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya kandungan

Boraks pada Mie Basah yang ada di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat

Daya.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.

Kemudian sampel yang didapat tersebut di uji di Laboratorium FMIPA Jurusan

Kimia Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Waktu penelitian yaitu pada tanggal

15 september 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Menurut Notoatmodjo (2010), populasi adalah keseluruhan objek yang

diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang mie basah di pasar

Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu 6 tempat penjualan Mie Basah

yang ada disana.

3.3.2 Sampel

Menurut Sumantri (2011), sampel yaitu sebagian populasi yang ciri-

cirinya diselidiki atau diukur. Sampel pada penelitian ini sampling yaitu semua

14

15

pedagang mie basah dipasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya. Yaitu

sebanyak 6 penjual mie basah, Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara

mengambil contoh mie basah disetiap produsen mie basah masing – masing

sebanyak 1 kilogram di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.

3.4 Uji Laboratorium

1. Alat dan bahan

a. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan cosin, korek api,

pipet ukur, mortal, gelas, timbangan, sendok.

b. Bahan

bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah H2SO4 dan methanol.

2 Proses pengujian

Langkah-langkah dalam menguji boraks pada mie basah adalah sebagai

berikut:

a. Uji kualitatif

Dengan menggunakan uji nyala api atau warna

- Sample digerushingga halus dengan menggunakan mortar

- Setelah digerus halus, sampel diisi kedalam gelas

- Sampel tersebut ditimbang masing- masing sebanyak 3 gram dan

diisi kedalam cawan kosin

- Kemudian tambahkan H2SO45 ml dan methanol 10 ml dengan

menggunakan pipet ukur

16

- Bakar dan perhatikan apinya, jika api berwarna biru maka

sampel tersebut tidak mengandung boraks dan jika apinya

berwarna hijau maka sampel tersebut mengandung boraks.

Api berwarna hijau karena disebabkan terbentuknya metil borat B (OCH3)3.

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Data Primer

Pengumpulan data dilakukan secara observasi langsung ketempat penjualan

mie basah yang ada di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya, kemudian

diperiksa di Laboratorium FMIPA Jurusan Kimia Universitas Syiah Kuala Banda

Aceh.

3.5.2 Data Sekunder

Pengumpulan data dilakukan dari berbagai informasi baik media massa,

studi perpustakaan dan internet.

3.6 Analisis Data

Kadar boraks yang diperoleh melalui uji kuantitatif kemudian dibandingkan

dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 33 tahun 2012 pasal 3, pemerintah

telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan makanan,harus sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang Kesehatan dan Keselamatan Nasional. Pemerintah

juga telah melarang penggunaan boraks karena dapat merugikan dan bahkan

mengancam kesehatan konsumen yang berakibat fatal bagi kesehatan mereka

kelak nantinya.

17

3.7 Skema Alur Penelitian

Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian

Uji Laboratorium

(Kualitatif)

Positif Boraks Negatif Boraks Permenkes RI No. 33

tahun 2012 pasal 3

Aman Dikonsumsi Tidak Aman

Dikonsumsi

Sampel

(Mie Basah)

18

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian bertempat dipasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya

tempatnya sekitar 5 Kilo Meter dari pusat administratif Kabupaten Aceh Barat

Daya ke arah barat. Untuk penelitian diambil dari 6 tempat pedagang mie basah

yang diduga menggunakan boraks pada mie basah yang dipasarkan sekitar pasar

Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya tersebut.

4.2 Hasil Uji Laboratorium

4.2.1 Hasil Uji Kualitatif Boraks Pada Mie Basah

Uji kualitatif boraks dilakukan untuk melihat ada tidaknya kandungan

boraks pada mie basah, dengan cara menggunakan uji nyala api atau warna.

Sampel digerus hingga halus dengan menggunakan mortal, setelah

digerus, sampel diisi kedalam gelas, sampel tersebut ditimbang masing- masing

sebanyak 3 gram dan diisi kedalam cawan kosin, kemudian tambahkan H2SO45

ml dan methanol 10 ml dengan menggunakan pipet ukur, kemudian dibakar dan

perhatikan apinya, jika api berwarna biru maka sampel tersebut tidak mengandung

boraks dan jika apinya berwarna hijau maka sampel tersebut mengandung boraks.

Api berwarna hijau karena disebabkan terbentuknya metiborat B (OCH3)3

(Anonim, 1993).

Hasil uji analisis kualitatif penggunaan boraks pada mie basah yang berada

di pasar Blang Pidie dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut :

18

19

Tabel 4.1 Hasil uji analisis kualitatif penggunaan boraks

No

Penggunaan Borak

Hasil

Positif Negatif

1 Mie 1 -

2 Mie 2 -

3 Mie 3 -

4 Mie 4 -

5 Mie 5 -

6 Mie 6 -

Total

Keterangan;

(-) tidak mengandung boraks

Berdasarkan tabel 4.1 tentang hasil analisis kualitatif di laboratorium

dengan menggunakan uji nyala api yang di lakukan peneliti terhadap 6 sampel

untuk memeriksa kandungan boraks pada mie basah, melalui uji kualitatif boraks

dapat diketahui bahwa sampel yang berada disekitar pasar Blang Pidie semua

negatif mengandung boraks yaitu sebanyak 6 jenis sampel mie basah. Dalam

proses penelitian mie basah sampelnya di bakar apinya berwarna biru berarti

hasilnya menunjukkan ke-6 sampel tersebut tidak mengandung boraks.

20

4.3 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah terdapat kandungan boraks

pada mie basah. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama Natrium

Tetraborat, sebagai bahan pengenyal dan pengawet makanan (Khamid, 2006).

Oleh karena itu, untuk melihat ada tidaknya penggunaan boraks pada mie

basah dipasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya melalui proses analisis

boraks pada mie basah, diawali dengan uji kualitatif. uji kualitatif ini dilakukan

untuk melihat uji nyala apinya, jika api berwarna biru maka sampel tersebut tidak

mengandung boraks dan jika apinya berwarna hijau maka sampel tersebut

mengandung boraks.

Mie basah yang ada di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya

telah di uji di Laboratorium FMIPA Unsyiah Banda Aceh hasilnya tidak

mengandung boraks, hal ini disebabkan karena pedagang mie basah mendapatkan

informasi dari media massa tentang bahaya yang akan ditimbulkan jika

mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks. Gejala keracunan boraks

meliputi rasa mual, muntah–muntah, diare, kejang, bercak-bercak pada kulit,

dapat menyebabkan demam, anoreksia, anuria, kerusakan ginjal, depresi, bingung,

suhutubuh menurun, ruam iritema kulit yang menyerupai campak dan kerusakan

pada ginjal, gelisah dan lemah juga dapat terjadi kematian (Asterina, 2006).

Mie basah yang ada di pasar Blang Pidie sangat diminati masyarakatnya,

sehingga produsen tidak perlu menambahkan boraks untuk mengawetkan

makanan.Selain itu, jika mie basah tidak habis terjual, maka produsen bisa

menyimpannya kedalam lemari pendingin supaya tidak cepat basi.

21

Departemen Kesehatan dan BPOM selama ini telah bekerja keras untuk

mensosialisasikan bahan tambahan makanan yang diperbolehkan dan dilarang

penggunaannya pada makanan dan minuman kepada masyarakat.Hal ini

menyebabkan masyarakat lebih mengetahui dan menyadari tentang dampak buruk

penggunaan bahan tambahan makanan yang dilarang terhadap kesehatan

tubuh.Hal ini tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 33 tahun

2012.Selain mengatur aspek keamanan mutu dan gizi, juga mendorong

terciptanya pedagang yang jujur dan bertanggung jawab serta terwujudnya tingkat

kecukupan pangan yang terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat.

Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan makanan sangat dilarang

oleh pemerintah karena sifatnya sangat berbahaya bagi kesehatan. Menurut Tanu

(1987), kandungan boraks dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa

dengan dosis 15-20 gram dan pada anak-anak dengan dosis 5-6 gram. Laporan

Badan POM tahun 1992 menunjukkan bahwa dari 29 sampel mie basah yang

dijual di pasar Jawa Barat, 2 sampel mengandung boraks, sedangkan 22 sampel

mengandung formalin dan boraks, dan hanya 4 sampel yang dinyatakan aman dari

formalin dan boraks (Asterina, 2006).

Penelitian yang telah dilakukan di pasar Raya Padang oleh Endrinaldi

(2014) pada 10 tempat penjual mie basah, untuk mengetahui penentuan

kadarboraks pada mie basah, dengan menggunakan uji kualitatif, hasil

penelitiannya tidak ada satupun sampel mie basah yang mengandung boraks.

Penelitian yang sama juga dilakukan pada mie yang diperoleh dari

beberapa industri pembuatan mie yang ada di kota Makassar. Hasil penelitian

22

menunjukkan bahwa industri pembuat mie yang tidak menggunakan boraks

sebagai bahan pengawet mie. Mie yang diproduksi diindustri ini sebagian dipasok

untuk warung dan gerobak mie, serta pedagang atau penjual mie dipasar-pasar

tradisional, akan tetapi ada pula masyarakat umum yang langsung membeli

diindustri dalam jumlah sedikit dengan alasan mie yang relatif lebih baru

dibanding mie yang ada dipasar. Untuk mengetahui kadar boraks yang terkandung

dalam bahan makanan dapat dilakukan dengan uji kuantitatif dengan

menggunakan spektrofotometri, dengan pengukuran serapan cahaya dari sampel

pada panjang gelombang tertentu. Akan tetapi dalam penelitian ini tidak

dilakukan uji tersebut karena pada uji kualitatif menunjukkan tidak adanya

kandungan boraks dalam sampel yang diuji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

semua sampel yang diuji memenuhi standar untuk dikonsumsi (layak untuk

dikonsumsi) dan tidak membahayakan kesehatan karena semua sampel tidak

mengandung boraks (Tumbel, 2010).

Penelitian Tumbel 2010 juga menggunakan alat yang sama dalam

penelitian ini seperti cawan cosin, korek api, pipet ukur, mortal, gelas, timbangan,

sendok. Demikian juga dengan bahannya yaitu H2SO4 dan methanol.

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa mie basah yang ada

pada 6 pedagang di pasar Blang Pidie tidak mengandung boraks. Jika dikonsumsi

oleh masyarakat dinyatakan aman dan tidak berbahaya bagi kesehatannya karena

memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 33 tahun 2012.

23

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang uji kandungan

boraks pada mie basah yang ada di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat

Daya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

Dari 6 sampel yang diperoleh dari pedagang mie basah yang ada di pasar

Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya, setelah melalui pemeriksaan secara

kualitatif di FMIPA Jurusan Kimia Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

menunjukkan bahwa hasil penelitian tidak mengandung boraks, sehingga semua

sampel yang diuji memenuhi standar untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan

kesehatan karena sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No 33 tahun 2012.

Sampel mie basah yang ada di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat

Daya aman dari bahaya boraks akan tetapi belum tentu aman dari pengawet yang

lainnya seperti formalin.

5.2 Saran

1. Bagi pedagang yang tidak menggunakan boraks pada mie basah maka

tetap mempertahankan mie yang diproduksinya demi terjaganya kesehatan

masyarakat.

2. Jika ada pedagang yang menggunakan boraks pada mie basah, maka

disarankan Koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Instansi terkait

23

24

dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Daya, memberi

penyuluhan atau informasi kepada masyarakat tentang bahaya boraks bagi

kesehatan bila mengunakan boraks sebagai bahan pengawet makanan.

3. Kepada konsumen diharapkan lebih selektif dalam memilih mie basah

yang dikonsumsi. Dengan memperhatikan ciri-ciri mie basah yang tidak

mengandung boraks.

4. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian

terhadap bahan pengawet lainnya seperti formalin, kalium klorat dan

sebagainya.