1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keamanan ...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keamanan pangan menjadi sorotan besar bagi sebagian masyarakat.Selain
bergizi dan enak, pangan juga dituntut untuk aman dikonsumsi. Isu boraks pada
beberapa makanan mendapat perhatian yang cukup besar pada saat sekarang ini,
upaya penyelidikan makanan yang mengandung boraks sudah dilakukan oleh
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), salah satu makanan yang
diisukan mengandung boraks adalah mie basah (Sihombing, 2007).
Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa
seperti air, karbohidrat, protein, vitamin, lemak, enzim, pigmen dan lain-
lain.Kandungan jenis bahan tersebut bergantung pada sifat alamiah dari bahan
makanan tersebut. Adapun makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang
menarik meskipun kandungan gizinya tinggi, dengan arti lain kualitas dari suatu
produk makanan sangat ditentukan oleh tingkat kesukaan konsumen terhadap
makanan tersebut. Kualitas makanan adalah keseluruhan sifat-sifat dari makanan
tersebut yang berpengaruh terhadap penerimaan dari konsumen. Atribut kualitas
makanan adalah pertama, yaitu sifat indrawi/organoleptik yaitu sifat-sifat yang
dapat dinilai dengan panca indra seperti sifat penampakan (bentuk, ukuran,
warna), atau rasa (asam, asin, manis dan pahit) tekstur yaitu sifat yang dinilai dari
indra peraba. Kedua, nilai gizi yaitu karbohidrat, protein, vitamin, mineral, lemak
dan serat.Ketiga, keamanan makanan yang dikonsumsi yaitu terbebas dari bahan-
1
2
bahan pencemar atau racun yang bersifat mikrobiologis dan kimiawi (Anggraini,
2008).
Makanan yang dijajakan sekarang ini tidak terlepas dari zat atau bahan
yang mengandung unsur berbahaya dan pengawet yang dalam jumlah banyak
menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Jika suatu bahan makanan
mengandung bahan yang sifatnya berbahaya bagi kesehatan, maka makanan
tersebut dikategorikan sebagai bahan (penumpukan) boraks pada otak, hati, dan
ginjal.Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi,
kerusakan ginjal nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, radang kulit,
anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian (Tumbel, 2010).
Beberapa bahan atau zat yang sering salah digunakan dalam pengolahan
makanan yang bersifat toksis antaralain adalah boraks. Boraks bersifat anti septik
hingga sering dimanfaatkan sebagai pengawet sekaligus sebagai pengenyal
makanan misalnya pada mie basah dan bakso. Namun dapat merusak system saraf
pusat (Riandini, N. 2008.)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 33 tahun 2012 pasal 3,
pemerintah telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan makanan,sesuai
ketentuan dalam Undang-Undang Kesehatan dan Keselamatan Nasional. Boraks
juga telah dimasukkan sebagai bahan tambahan yang dilarang sebagai zat adiktif,
yang dimaksud zat adiktif yaitu bahan yang sengaja ditambahkan dan
dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu
makanan.Tetapi pada saat sekarang masyarakat banyak yang salah menggunakan
boraks.Boraks yang digunakan untuk produk pangan sesungguhnya tidak sesuai
3
dengan penggunaannya seperti pada mie basah dan apabila dikonsumsi dalam
jangka panjang maka dapat memicu penyakit seperti kanker.
Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama Natrium Tetraborat.
secara lokal boraks dikenal sebagai pengeyal, pengawet yang ditambahkan
kedalam bahan pangan misalnya pada pembuatan mie basah,Penggunaan boraks
ternyata telah salah digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks juga dapat
menimbulkan efek racun pada manusia tetapi mekanisme toksisitas nya berbeda
dengan formalin.Toksisitas boraks yang terkandung didalam makanan tidak
langsung dirasakan oleh konsumen.Boraks yang terdapat dalam makanan akan
diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis
(buah zakar) dan apabila dosis boraks dalam tubuh semakin tinggi maka dapat
membahayakan kesehatan manusia. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam
tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang
dewasa kematian akan terjadi jika dosis nya akan mencapai 10-20 gram atau
lebih. Jadi, apabila mengkonsumsi terus menerus maka akan mengakibatkan
kematian (Khamid, 2006).
Melihat dari jenis makanan yang diawetkan seperti mie basah yang dikenal
luas dan disukai oleh masyarakat banyak yang sebagian besar diproduksi oleh
industri rumah tangga, industri kecil danindustri menengah.Tanpa penambahan
bahan pengawet, masapenyimpanan mie basah relatife pendek sekitar 16-20 jam
jika disimpan pada suhu ruang. Jadi pengusaha mie sering dirugikan oleh mie
yang cepat basi tanpa bahan pengawet dan akhirnya para sebagian pengusaha mie
basah mengambil inisiatif dengan menggunakan bahan pengawet seperti boraks
4
yang dimasukkan pada saat pengolahan mie basah tersebut. Penggunaan boraks
tidak sesuai lagi dengan takaran yang dianjurkan, sehingga apabila dikonsumsi
dalam jangka panjang maka akan mengganggu kesehatan manusia (Chamdani,
2005).
Adanya formalin dan boraks dalam sejumlah jajanan yang ada di lapangan
Garuda Indonesia, diketahui dari uji sampel oleh tim Balai Besar Pengawasan
Obat dan Makanan (BBPOM) Aceh. Berdasarkan hasil tes, ada sembilan makanan
yang mengandung formalin dan boraks. Uji makanan yang dijual di lapangan
Garuda Indonesia sudah dilakukan sejak Maret 2013.Dalam kurun waktu tiga
bulan, BBPOM telah menguji 98 sampel makanan, dan 18 di antaranya positif
mengandung formalin dan boraks. Kalau yang rata-rata mengandung zat
berbahaya itu adalah mie kuning, batagor, dan bakso goreng (Sjamsuliani,2013).
Aceh Barat Daya merupakan kabupaten yang ada diwilayah propinsi
Aceh, dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 sebanyak 133.191 Jiwa, terdiri
dari 661.54 laki-laki dan 670.37 perempuan (BPS Aceh Barat Daya 2014).
Dengan banyaknya jumlah penduduk maka terdapat pula warung atau tempat
jajanan yang menjajakan makanan seperti mie basah.
Berdasarkan uraian diatas akan besarnya dampak boraks bagi kesehatan
masyarakat, maka peneliti tertarik untuk meneliti ada tidaknya boraks dalam mie
basah yang diproduksi dan dijual dipasar Blang Pidie. Adapun judul penelitian
adalah “Analisis Penggunaan Boraks pada Mie Basah di Pasar Blang Pidie
Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2014”.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi masalah adalah :
1. Apakah Terdapat Kandungan Boraks pada Mie Basah yang beredar diPasar
Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
2. Untuk mengetahui kadar boraks pada mie basah yang beredar di Pasar Blang
Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
1. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks sebagai bahan tambahan
pada mie basah diPasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya sebagai
informasi nantinya.
2. untuk mengetahui apakah terdapat kandungan boraks pada mie basah di Pasar
Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui ada tidaknya Boraks pada mie basah di Pasar Blang Pidie
Kabupaten Aceh Barat Daya.
2. Untuk mengetahui tempat-tempat pembuat mie basah yang terdeteksi adanya
Boraks pada mie basah di Pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
3. Masukan kepada pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan agar
mengontrol pembuat mie basah demi terjaganya kesehatan dan keselamatan
masyarakat diPasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
6
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk masukan dalam rangka menambah
wacana keilmuan di dunia kesehatan.
2. Untuk menambah wawasan atau sebagai pedoman dikalangan masyarakat
tentang bahayanya zat pengawet yang berbahan kimia.
3. Untuk menambah pengetahuan dalam pengembangan wawasan berfikir
penulis dalam mengaplikasi teori dengan kenyataan serta menggunakan cara
mengkaji ilmiah dalam menyikapi permasalahan tentang indikasi kandungan
boraks pada mie basah.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Informasi kepada penjual dan konsumen untuk proaktif mengetahui agar
menghentikan menjual atau mengkonsumsi mie basah yang mengandung
boraks.
2. Masukan kepada pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Barat Daya, khususnya tentang kadar kandungan boraks
pada mie basah yang dipasarkan di Kota Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat
Daya.
7
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Boraks
2.1.1 Definisi Boraks
Borax (Boraks), atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai Sodium
tetraborate decahydrate, merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat
awam untuk mengawetkan kayu, anti septik kayu, dan pengontrol kecoa.
Tampilan fisik boraks adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks yang
mempengaruhi kesehatan tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera
pencium serta tidak larut dalam alkohol (Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, 2008).
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil
pada suhu dan tekanan normal. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama
natrium tetraborat (NaB4O710H20). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida
dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk
bahan pembuat deterjen, mengurangi kesadarahan air dan antiseptik (Tumbel,
2010).
Boraks juga biasa digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, industri
kertas, gelas, pengawet kayu, keramik, antiseptik dan pembasmi kecoak, dan
mengurangi kesadahan air. Boraks dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika
larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3).
atau yang lazim kita kenal dengan nama Bleng. Asam borat (H3BO3) merupakan
asam organik lemah yang sering digunakan sebagai antiseptik, dan dapat dibuat
7
8
dengan menambahkan asam sulfat (H2SO4).atau asam khlorida (HCl) pada boraks.
Asam borat juga sering digunakan dalam dunia pengobatan dan kosmetika.
Misalnya, larutan asam borat dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata
dan dikenal sebagai boorwater (Tumbel. 2010).
Boraks seringkali disalah gunakan dalam proses pembuatan bahan
makanan, bahkan penggunaan boraks sebagai komponen dalam makanan sudah
meluas di Indonesia. Padahal Pemerintah telah melarang penggunaan boraks
berlebihan, Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 33 tahun 2012 pasal
3, Pemerintah telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan makanan, sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Kesehatan dan Keselamatan Nasional.
Selain itu, boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur
makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus. Contoh makanan yang dalam
pembuatannya sering menggunakan boraks adalah mie basah, boraks merupakan
bahan tambahan yang sangat berbahaya bagi manusia karena mengandung racun
dan apabila dikonsumsi dalam dosis tinggi racunnya akan mempengaruhi kerja
syaraf. Secara awam kita tidak dapat mengetahui seberapa besar kadar boraks
yang digunakan dalam suatu makanan. Oleh karena itu lebih baik hindari
makanan yang mengandung boraks (Khamid, 2006).
2.1.2 Karakteristik Boraks
Menurut Tumbel 2010, Karakteristik boraks antara lain:
1. Berbentuk kristal putih.
2. Larut dalam air
3. Stabil pada suhu serta tekanan normal
9
4. Boraks dipasaran terkenal dengan nama pijer, petitet, bleng, gendar dan
air kl.
2.1.3 Ciri – Ciri mie yang Mengandung Borak
Menurut Chamdani 2005, ciri-ciri mie yang mengandung boraks sebagai berikut :
1. Bau sedikit menyengat.
2. Awet, tahan dua hari dalam suhu kamar (25º Celsius).
3. Pada suhu 10ºC dalam lemari es bisa tahan lebih 15 hari.
4. Mie tampak mengkilat (seperti berminyak), liat (tidak mudah putus), dan
tidak lengket.
2.2 Dampak Negatif atau Bahaya Boraks Terhadap Kesehatan
Menurut Tumbel 2010, banyak zat-zat berbahaya yang langsung dicampur
sebagai bahan pembuat makanan, salah satu zat yang sering digunakan yaitu
„Boraks‟ atau„Bleng‟.Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang
tidak serta berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit
demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif. Seringnya
mengonsumsi makanan mengandung boraks akan menyebabkan gangguan otak,
hati, dan ginjal. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan, namun juga
melalui kulit. Boraks akan menganggu enzim-enzim metabolisme.
Ada beberapa ciri gejala keracunan boraks, antara lain sebagai berikut:
a. Keadaan umum: lemah, sianosis, hipotensi
b. Terhirup: iritasi membran mukosa, tenggorokan sakit, dan batuk, efek pada
sistem saraf pusat berupa hiperaktifitas, agitasi dan kejang. Aritmia berupa
10
atrial fibrilasi, syok dan asidosis metabolik. Kematian dapat terjadi setelah
pemaparan, akibat syok, depresi saraf pusat atau gagal ginjal.
c. Kontak dengan kulit: Eritrodemik rash (merah), iritasi dan gejala seperti
orang mabuk, deskuamasi dalam 3-5 hari setelah pemaparan.
d. Tertelan: mual, muntah, diare, gangguan pencernaan, denyut nadi tidak
beraturan, nyeri kepala, gangguan pendengaran dan penglihatan, sianosis,
kejang dan koma. Keracunan berat dan kematian umumnya terjadi pada bayi
dan anak-anak dalam 1-7 hari setelah penelanan, sedangkan pada orang
dewasa jarang terjadi.
2.3 Dampak Positif atau Manfaat Boraks
Menurut Khamid 2006, pemanfaatan boraks pada selain makanan:
a. Salah satu bahan untuk membuat keramik
b. Campuran membuat kertas
c. Pembasmi kecoa
d. Dapat digunakan untuk mengurangi kesadahan air.
Namun, ada beberapa manfaat boraks dalam makanan antara lain :
a. Memberi tekstur yang bagus dan memberi kesan menarik
b. Mengawetkan makanan
c. Mengenyalkan dan memberi rasa gurih.
11
2.4 Mie Basah
2.4.1 Pengertian Mie Basah
Mie basah adalah jumlah mie yang mengalami proses perebusan setelah
tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat mencapai 52%
sehingga daya tahan simpan relatif singkat, mie basah dikenal sebagai mie kuning
(Widyaningsih, 2006).
Mie basah banyak diproduksi dalam skala rumah tangga atau industri-
industri kecil, mie basah bersifat tidak tahan lama, agar awet biasanya ditambah
bahan pengawet untuk mencegah mie berlendir dan berjamur bahkan ada juga
yang menggunakan pengawet kedalam makanan seperti boraks (Pahrudin, 2005).
2.4.2 Pembuatan Mie Basah
Berdasarkan pembuatannya, mie dibedakan menjadi mie basah mentah
dan mie basah matang. Menurut Chamdani 2005 mie berdasarkan kadar air dan
tahap pengolahannya, dibagi menjadi lima golongan yaitu: (1) mie basah mentah/
segar, yang dibuat langsung dari proses pemotongan lembaran dengan kadar air
35% (2) mie basah matang, yaitu miebasah mentah yang telah mengalami
perebusan dalam air mendidih sebelum dipasarkan dengan kadar air 52% (3) mie
kering, yaitu mie basah mentah yang langsung dikeringkan dengan kadar air 10%
(4) mie goreng, yaitu mie basah mentah yang lebih dahulu digoreng sebelum
dipasarkan (5)mie instan, yaitu mie basah mentah yang telah mengalami
pengukusan dan pengeringan sehingga menjadi mie instan atau digoreng sehingga
menjadi mie instan goreng.
12
Mie basah mentah umumnya terbuat dari tepung gandum (tepung terigu),
air dan garam. Terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan mie basah,
fungsi terigu adalah sebagai bahan pembentuk stuktur, sumber karbohidrat,
sumber protein, dan pembentukan sifat kenyal gluten. Garam berfungsi sebagai
memberikan rasa, memperkuat tekstur dan mengikat air (Widyaningsih, 2006).
Bobot bahan–bahan yang digunakan pada pembuatan mie basah adalah
100% tepung terigu, 35% air, 10% garam. Tepung terigu yang biasanya
digunakan adalah tepung terigu dengan kandungan protein yang tinggi, tepung
terigu jenis ini akan menghasilhan adonan yang kuat (Pahrudin, 2005).
Proses pembuatan mie basah terdiri atas beberapa tahap, yaitu
penimbangan bahan, pencampuran, pengadukan, pembentukan lembaran,
pengistirahatan dan pemotongan, untuk pembuatan mie basah mentah dilanjutkan
dengan pemupuran dengan tapioka sedangkan mie basah matang dilanjutkan
dengan perebusan atau pengukusan dan pelumuran dengan minyak kelapa
(Widyaningsih, 2006).
2.4.3 Kerusakan mie basah
Mie basah mentah memiliki umur simpan 24 jam pada suhu ruangan.
Kerusakan pada mie basah, baik mentah maupun matang biasanya ditandai
adanya bakteri, hal ini disebabkan oleh kadar air mie basah yang cukup tinggi
yaitu 35% (mie basah mentah) dan 52% (mie basah matang). Tinggi kadar air
pada mie basah matang disebabkan karena mie telah mengalami perebusan atau
pengukusan (Chamdani, 2005).
13
Selain pertumbuhan bakteri pada mie basah mentah juga terjadi perubahan
warna mie menjadi lebih gelap. Perubahan warna ini diperkirakan karena adanya
enzim polifenoloksidase yaitu enzim yang menyebabkan terjadinya browning.
Enzim polifenoloksidase pada mie berasal dari tepung terigu, tepung terigu dengan
kandungan protein tinggi yaitu yang biasa digunakan untuk pembuatan mie
memiliki aktivitas enzimpolifenoloksidase yang tinggi. Sedangkan pada mie
basah matang, tidak terjadi perubahan warna karena enzim polifenoloksidase telah
rusak selama proses perebusan, perubahan- perubahan yang terjadi lainnya adalah
munculnya bau asam, tekstur mie menjadi lengket, hancur, patah- patah dan
lembek (Gracecia, 2005).
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Rancangan
Menurut Notoatmodjo (2010), Jenis penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif melalui uji laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya kandungan
Boraks pada Mie Basah yang ada di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat
Daya.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
Kemudian sampel yang didapat tersebut di uji di Laboratorium FMIPA Jurusan
Kimia Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Waktu penelitian yaitu pada tanggal
15 september 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Menurut Notoatmodjo (2010), populasi adalah keseluruhan objek yang
diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang mie basah di pasar
Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu 6 tempat penjualan Mie Basah
yang ada disana.
3.3.2 Sampel
Menurut Sumantri (2011), sampel yaitu sebagian populasi yang ciri-
cirinya diselidiki atau diukur. Sampel pada penelitian ini sampling yaitu semua
14
15
pedagang mie basah dipasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya. Yaitu
sebanyak 6 penjual mie basah, Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara
mengambil contoh mie basah disetiap produsen mie basah masing – masing
sebanyak 1 kilogram di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya.
3.4 Uji Laboratorium
1. Alat dan bahan
a. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan cosin, korek api,
pipet ukur, mortal, gelas, timbangan, sendok.
b. Bahan
bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah H2SO4 dan methanol.
2 Proses pengujian
Langkah-langkah dalam menguji boraks pada mie basah adalah sebagai
berikut:
a. Uji kualitatif
Dengan menggunakan uji nyala api atau warna
- Sample digerushingga halus dengan menggunakan mortar
- Setelah digerus halus, sampel diisi kedalam gelas
- Sampel tersebut ditimbang masing- masing sebanyak 3 gram dan
diisi kedalam cawan kosin
- Kemudian tambahkan H2SO45 ml dan methanol 10 ml dengan
menggunakan pipet ukur
16
- Bakar dan perhatikan apinya, jika api berwarna biru maka
sampel tersebut tidak mengandung boraks dan jika apinya
berwarna hijau maka sampel tersebut mengandung boraks.
Api berwarna hijau karena disebabkan terbentuknya metil borat B (OCH3)3.
3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Data Primer
Pengumpulan data dilakukan secara observasi langsung ketempat penjualan
mie basah yang ada di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya, kemudian
diperiksa di Laboratorium FMIPA Jurusan Kimia Universitas Syiah Kuala Banda
Aceh.
3.5.2 Data Sekunder
Pengumpulan data dilakukan dari berbagai informasi baik media massa,
studi perpustakaan dan internet.
3.6 Analisis Data
Kadar boraks yang diperoleh melalui uji kuantitatif kemudian dibandingkan
dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No 33 tahun 2012 pasal 3, pemerintah
telah melarang penggunaan boraks sebagai bahan makanan,harus sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Kesehatan dan Keselamatan Nasional. Pemerintah
juga telah melarang penggunaan boraks karena dapat merugikan dan bahkan
mengancam kesehatan konsumen yang berakibat fatal bagi kesehatan mereka
kelak nantinya.
17
3.7 Skema Alur Penelitian
Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian
Uji Laboratorium
(Kualitatif)
Positif Boraks Negatif Boraks Permenkes RI No. 33
tahun 2012 pasal 3
Aman Dikonsumsi Tidak Aman
Dikonsumsi
Sampel
(Mie Basah)
18
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian bertempat dipasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya
tempatnya sekitar 5 Kilo Meter dari pusat administratif Kabupaten Aceh Barat
Daya ke arah barat. Untuk penelitian diambil dari 6 tempat pedagang mie basah
yang diduga menggunakan boraks pada mie basah yang dipasarkan sekitar pasar
Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya tersebut.
4.2 Hasil Uji Laboratorium
4.2.1 Hasil Uji Kualitatif Boraks Pada Mie Basah
Uji kualitatif boraks dilakukan untuk melihat ada tidaknya kandungan
boraks pada mie basah, dengan cara menggunakan uji nyala api atau warna.
Sampel digerus hingga halus dengan menggunakan mortal, setelah
digerus, sampel diisi kedalam gelas, sampel tersebut ditimbang masing- masing
sebanyak 3 gram dan diisi kedalam cawan kosin, kemudian tambahkan H2SO45
ml dan methanol 10 ml dengan menggunakan pipet ukur, kemudian dibakar dan
perhatikan apinya, jika api berwarna biru maka sampel tersebut tidak mengandung
boraks dan jika apinya berwarna hijau maka sampel tersebut mengandung boraks.
Api berwarna hijau karena disebabkan terbentuknya metiborat B (OCH3)3
(Anonim, 1993).
Hasil uji analisis kualitatif penggunaan boraks pada mie basah yang berada
di pasar Blang Pidie dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut :
18
19
Tabel 4.1 Hasil uji analisis kualitatif penggunaan boraks
No
Penggunaan Borak
Hasil
Positif Negatif
1 Mie 1 -
2 Mie 2 -
3 Mie 3 -
4 Mie 4 -
5 Mie 5 -
6 Mie 6 -
Total
Keterangan;
(-) tidak mengandung boraks
Berdasarkan tabel 4.1 tentang hasil analisis kualitatif di laboratorium
dengan menggunakan uji nyala api yang di lakukan peneliti terhadap 6 sampel
untuk memeriksa kandungan boraks pada mie basah, melalui uji kualitatif boraks
dapat diketahui bahwa sampel yang berada disekitar pasar Blang Pidie semua
negatif mengandung boraks yaitu sebanyak 6 jenis sampel mie basah. Dalam
proses penelitian mie basah sampelnya di bakar apinya berwarna biru berarti
hasilnya menunjukkan ke-6 sampel tersebut tidak mengandung boraks.
20
4.3 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah terdapat kandungan boraks
pada mie basah. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama Natrium
Tetraborat, sebagai bahan pengenyal dan pengawet makanan (Khamid, 2006).
Oleh karena itu, untuk melihat ada tidaknya penggunaan boraks pada mie
basah dipasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya melalui proses analisis
boraks pada mie basah, diawali dengan uji kualitatif. uji kualitatif ini dilakukan
untuk melihat uji nyala apinya, jika api berwarna biru maka sampel tersebut tidak
mengandung boraks dan jika apinya berwarna hijau maka sampel tersebut
mengandung boraks.
Mie basah yang ada di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya
telah di uji di Laboratorium FMIPA Unsyiah Banda Aceh hasilnya tidak
mengandung boraks, hal ini disebabkan karena pedagang mie basah mendapatkan
informasi dari media massa tentang bahaya yang akan ditimbulkan jika
mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks. Gejala keracunan boraks
meliputi rasa mual, muntah–muntah, diare, kejang, bercak-bercak pada kulit,
dapat menyebabkan demam, anoreksia, anuria, kerusakan ginjal, depresi, bingung,
suhutubuh menurun, ruam iritema kulit yang menyerupai campak dan kerusakan
pada ginjal, gelisah dan lemah juga dapat terjadi kematian (Asterina, 2006).
Mie basah yang ada di pasar Blang Pidie sangat diminati masyarakatnya,
sehingga produsen tidak perlu menambahkan boraks untuk mengawetkan
makanan.Selain itu, jika mie basah tidak habis terjual, maka produsen bisa
menyimpannya kedalam lemari pendingin supaya tidak cepat basi.
21
Departemen Kesehatan dan BPOM selama ini telah bekerja keras untuk
mensosialisasikan bahan tambahan makanan yang diperbolehkan dan dilarang
penggunaannya pada makanan dan minuman kepada masyarakat.Hal ini
menyebabkan masyarakat lebih mengetahui dan menyadari tentang dampak buruk
penggunaan bahan tambahan makanan yang dilarang terhadap kesehatan
tubuh.Hal ini tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 33 tahun
2012.Selain mengatur aspek keamanan mutu dan gizi, juga mendorong
terciptanya pedagang yang jujur dan bertanggung jawab serta terwujudnya tingkat
kecukupan pangan yang terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat.
Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan makanan sangat dilarang
oleh pemerintah karena sifatnya sangat berbahaya bagi kesehatan. Menurut Tanu
(1987), kandungan boraks dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa
dengan dosis 15-20 gram dan pada anak-anak dengan dosis 5-6 gram. Laporan
Badan POM tahun 1992 menunjukkan bahwa dari 29 sampel mie basah yang
dijual di pasar Jawa Barat, 2 sampel mengandung boraks, sedangkan 22 sampel
mengandung formalin dan boraks, dan hanya 4 sampel yang dinyatakan aman dari
formalin dan boraks (Asterina, 2006).
Penelitian yang telah dilakukan di pasar Raya Padang oleh Endrinaldi
(2014) pada 10 tempat penjual mie basah, untuk mengetahui penentuan
kadarboraks pada mie basah, dengan menggunakan uji kualitatif, hasil
penelitiannya tidak ada satupun sampel mie basah yang mengandung boraks.
Penelitian yang sama juga dilakukan pada mie yang diperoleh dari
beberapa industri pembuatan mie yang ada di kota Makassar. Hasil penelitian
22
menunjukkan bahwa industri pembuat mie yang tidak menggunakan boraks
sebagai bahan pengawet mie. Mie yang diproduksi diindustri ini sebagian dipasok
untuk warung dan gerobak mie, serta pedagang atau penjual mie dipasar-pasar
tradisional, akan tetapi ada pula masyarakat umum yang langsung membeli
diindustri dalam jumlah sedikit dengan alasan mie yang relatif lebih baru
dibanding mie yang ada dipasar. Untuk mengetahui kadar boraks yang terkandung
dalam bahan makanan dapat dilakukan dengan uji kuantitatif dengan
menggunakan spektrofotometri, dengan pengukuran serapan cahaya dari sampel
pada panjang gelombang tertentu. Akan tetapi dalam penelitian ini tidak
dilakukan uji tersebut karena pada uji kualitatif menunjukkan tidak adanya
kandungan boraks dalam sampel yang diuji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semua sampel yang diuji memenuhi standar untuk dikonsumsi (layak untuk
dikonsumsi) dan tidak membahayakan kesehatan karena semua sampel tidak
mengandung boraks (Tumbel, 2010).
Penelitian Tumbel 2010 juga menggunakan alat yang sama dalam
penelitian ini seperti cawan cosin, korek api, pipet ukur, mortal, gelas, timbangan,
sendok. Demikian juga dengan bahannya yaitu H2SO4 dan methanol.
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa mie basah yang ada
pada 6 pedagang di pasar Blang Pidie tidak mengandung boraks. Jika dikonsumsi
oleh masyarakat dinyatakan aman dan tidak berbahaya bagi kesehatannya karena
memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 33 tahun 2012.
23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang uji kandungan
boraks pada mie basah yang ada di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat
Daya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Dari 6 sampel yang diperoleh dari pedagang mie basah yang ada di pasar
Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya, setelah melalui pemeriksaan secara
kualitatif di FMIPA Jurusan Kimia Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
menunjukkan bahwa hasil penelitian tidak mengandung boraks, sehingga semua
sampel yang diuji memenuhi standar untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan
kesehatan karena sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No 33 tahun 2012.
Sampel mie basah yang ada di pasar Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat
Daya aman dari bahaya boraks akan tetapi belum tentu aman dari pengawet yang
lainnya seperti formalin.
5.2 Saran
1. Bagi pedagang yang tidak menggunakan boraks pada mie basah maka
tetap mempertahankan mie yang diproduksinya demi terjaganya kesehatan
masyarakat.
2. Jika ada pedagang yang menggunakan boraks pada mie basah, maka
disarankan Koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Instansi terkait
23
24
dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Daya, memberi
penyuluhan atau informasi kepada masyarakat tentang bahaya boraks bagi
kesehatan bila mengunakan boraks sebagai bahan pengawet makanan.
3. Kepada konsumen diharapkan lebih selektif dalam memilih mie basah
yang dikonsumsi. Dengan memperhatikan ciri-ciri mie basah yang tidak
mengandung boraks.
4. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian
terhadap bahan pengawet lainnya seperti formalin, kalium klorat dan
sebagainya.