" Rekonstruksi Obyek Dari Citra 3D berbasis Visual Hull"

14
1 Rekonstruksi Obyek Dari Citra 3D berbasis Visual HullSlamet Budiprayitno (1) , Eko Mulyanto Yuniarno (2) , Moch. Hariadi (3) , Mauridhi Hery P (4) 1,2,3,4 Pasca Sarjana Jaringan Cerdas Multimedia (Game Technology) Tehnik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jl. Keputih Sukolilo Surabaya 60111 Email: [email protected] (1) [email protected] (2) [email protected] (3) [email protected] (4) Abstract Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam hal rekonturksi obyek dari citra 3D berbasis visual hull untuk memenuhi Kebutuhan yang semakin besar akan model 3D yang lebih realistis, terutama dalam bidang 3D Vision dan Perfilman. Visual Hull merupakan objek yang konsisten dengan satu set silhouette dari objek sebenarnya. Visual hull dibangun dari satu set silhouette yang sudut pandangnya bersesuaian dari masing masing silhouette yang diketahui. Penulis ingin menunjukan bahwa proses rekonstruksi dapat dilakukan dengan sebuah system, menggunakan urutan gambar yang diambil pada satu sumbu dengan menggunakan meja putar. Kumpulan gambar yang bersesuaian dari objek rigid dan kandungan masing masing silhouette dapat di gabungkan kedalam satu set objek, dengan menggunakan parameter external kamera dari seluruh posisi pengambilan gambar objek. Parameter external kamera dapat dihitung dengan menggunakan konsistensi gambar dari masing masing posisi. Jadi, satu set parameter dari konsistensi silhouette dapat digunakan untuk membangun model visual hull sehingga memperoleh hasil lebih dekat dengan objek sebenarnya, dari pada visual hull yang dibangun dengan parameter gambar asli. Hasil estimasi parameter pada proses rekontruksi obyek dari citra 3D berbasis visual hull yang dilakukan dengan metode nonlinier Leventberg Marquardt dalam penelitian ini ditunjukkan dengan rms error proyeksi 1.75 pixel. Keywords: Rekontruksi Obyek 3D, Visual Hull, Meja Putar, Konsistensi Silhouette. 1. PENDAHULUAN Dewasa ini, rekontruksi Obyek tiga dimensi secara otomatis dari satu atau lebih gambar dua dimensi merupakan area penelitian aktif di bidang komputer grafik. Hasil dari rekontruksi tersebut penting bagi aplikasi-aplikasi seperti, virtual reality, visualisasi interaktif dari suatu obyek yang direkam oleh kamera video, modifikasi virtual dari gambar nyata untuk augmented reality dan lain-lain. Sampai saat ini belum terdapat solusi yang dapat diterapkan untuk semua bentuk obyek dikarenakan hampir semua obyek pada dunia nyata terdiri dari geometri yang kompleks dan menimbulkan kesulitan saat dilakukan rekontruksi untuk membentuk obyek tersebut dalam tiga dimensi. Sebuah Pendekatan yaitu image based modeling, dimana dengan pendekatan ini keluaran yang didapat adalah model tiga dimensi yang terbentuk dari geometri primitif. Selain itu ada pendekatan lain yang dapat dilakukan yaitu Pendekatan Volumetric. Pendekatan Volumetric merepresentasi-kan ruang tiga dimensi menjadi bentuk diskrit disebut Voxel yang biasanya berbentuk kubus kecil. Voxel-voxel tersebut tersusun pada ruang tiga dimensi membentuk ruang Voxel. Pendekatan volumetric diadopsi untuk merekonstruksi Visual Hull dari bayangan hitam (silhouettes) yang mempunyai kesederhanaan dan ketahanan. Akan tetapi rekontruksi bayangan hitam (silhouettes) berdasarkan konstruksi Volumetric mempunyai ketidak-mampuan yang pokok dalam mendeteksi kecekungan-kecekungan obyek. Di dalam penelitian ini Kami hadirkan beberapa hasil yang baru dengan cara metodologi kami yaitu dengan mengguakan Volume Carving sebagai bagian dari Shape form Silhouette (SFS) dengan estimasi parameter berdasarkan titik titik yang konsisten silhouette dari masing masing sudut pandang kamera. 2. Tinjauan Pustaka Berbagai cara telah digunakan untuk menentukan pose yang sesuai dengan masing masing sudut pandang silhouette. Niem dan Buschmann [9] menggunakan kamera tunggal dan suatu piring putar untuk memperoleh berbagai gambar silhouette dari suatu obyek pada sudut pandang berbeda. Pose relatif dari cara piring putar berkenaan dengan kamera ditentukan menggunakan obyek kalibrasi. Wong [12] juga menggunakan urutan piring putar, tetapi bisa menentukan pose relatif silhouette tanpa menggunakan objek kalibrasi; objek silhouette dimodelkan, bersama dengan gerak lingkar, digunakan untuk menentukan pose relatif itu, tetapi dalam hal ini wong menggunakan metode non linier gradient descent dengan meminimize cost function Epipolar

Transcript of " Rekonstruksi Obyek Dari Citra 3D berbasis Visual Hull"

1

“ Rekonstruksi Obyek Dari Citra 3D berbasis Visual Hull”

Slamet Budiprayitno(1)

, Eko Mulyanto Yuniarno(2)

, Moch. Hariadi(3)

, Mauridhi Hery P(4)

1,2,3,4

Pasca Sarjana Jaringan Cerdas Multimedia (Game Technology) Tehnik Elektro,

Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Jl. Keputih Sukolilo – Surabaya 60111

Email: [email protected](1)

[email protected](2)

[email protected](3)

[email protected](4)

Abstract – Penelitian yang dilakukan oleh penulis

dalam hal rekonturksi obyek dari citra 3D berbasis

visual hull untuk memenuhi Kebutuhan yang semakin

besar akan model 3D yang lebih realistis, terutama

dalam bidang 3D Vision dan Perfilman.

Visual Hull merupakan objek yang konsisten

dengan satu set silhouette dari objek sebenarnya.

Visual hull dibangun dari satu set silhouette yang

sudut pandangnya bersesuaian dari masing – masing

silhouette yang diketahui.

Penulis ingin menunjukan bahwa proses

rekonstruksi dapat dilakukan dengan sebuah system,

menggunakan urutan gambar yang diambil pada satu

sumbu dengan menggunakan meja putar. Kumpulan

gambar yang bersesuaian dari objek rigid dan

kandungan masing – masing silhouette dapat di

gabungkan kedalam satu set objek, dengan

menggunakan parameter external kamera dari seluruh

posisi pengambilan gambar objek.

Parameter external kamera dapat dihitung

dengan menggunakan konsistensi gambar dari masing

– masing posisi. Jadi, satu set parameter dari

konsistensi silhouette dapat digunakan untuk

membangun model visual hull sehingga memperoleh

hasil lebih dekat dengan objek sebenarnya, dari pada

visual hull yang dibangun dengan parameter gambar

asli.

Hasil estimasi parameter pada proses rekontruksi

obyek dari citra 3D berbasis visual hull yang

dilakukan dengan metode nonlinier Leventberg

Marquardt dalam penelitian ini ditunjukkan dengan

rms error proyeksi 1.75 pixel.

Keywords: Rekontruksi Obyek 3D, Visual Hull, Meja

Putar, Konsistensi Silhouette.

1. PENDAHULUAN

Dewasa ini, rekontruksi Obyek tiga dimensi

secara otomatis dari satu atau lebih gambar dua

dimensi merupakan area penelitian aktif di bidang

komputer grafik. Hasil dari rekontruksi tersebut

penting bagi aplikasi-aplikasi seperti, virtual reality,

visualisasi interaktif dari suatu obyek yang direkam

oleh kamera video, modifikasi virtual dari gambar

nyata untuk augmented reality dan lain-lain.

Sampai saat ini belum terdapat solusi yang dapat

diterapkan untuk semua bentuk obyek dikarenakan

hampir semua obyek pada dunia nyata terdiri dari

geometri yang kompleks dan menimbulkan kesulitan

saat dilakukan rekontruksi untuk membentuk obyek

tersebut dalam tiga dimensi. Sebuah Pendekatan yaitu

image based modeling, dimana dengan pendekatan ini

keluaran yang didapat adalah model tiga dimensi yang

terbentuk dari geometri primitif.

Selain itu ada pendekatan lain yang dapat

dilakukan yaitu Pendekatan Volumetric. Pendekatan

Volumetric merepresentasi-kan ruang tiga dimensi

menjadi bentuk diskrit disebut Voxel yang biasanya

berbentuk kubus kecil. Voxel-voxel tersebut tersusun

pada ruang tiga dimensi membentuk ruang Voxel.

Pendekatan volumetric diadopsi untuk merekonstruksi

Visual Hull dari bayangan hitam (silhouettes) yang

mempunyai kesederhanaan dan ketahanan. Akan

tetapi rekontruksi bayangan hitam (silhouettes)

berdasarkan konstruksi Volumetric mempunyai

ketidak-mampuan yang pokok dalam mendeteksi

kecekungan-kecekungan obyek.

Di dalam penelitian ini Kami hadirkan beberapa

hasil yang baru dengan cara metodologi kami yaitu

dengan mengguakan Volume Carving sebagai bagian

dari Shape form Silhouette (SFS) dengan estimasi

parameter berdasarkan titik – titik yang konsisten

silhouette dari masing – masing sudut pandang

kamera.

2. Tinjauan Pustaka

Berbagai cara telah digunakan untuk menentukan

pose yang sesuai dengan masing – masing sudut

pandang silhouette. Niem dan Buschmann [9]

menggunakan kamera tunggal dan suatu piring putar

untuk memperoleh berbagai gambar silhouette dari

suatu obyek pada sudut pandang berbeda. Pose relatif

dari cara piring putar berkenaan dengan kamera

ditentukan menggunakan obyek kalibrasi. Wong [12]

juga menggunakan urutan piring putar, tetapi bisa

menentukan pose relatif silhouette tanpa

menggunakan objek kalibrasi; objek silhouette

dimodelkan, bersama dengan gerak lingkar, digunakan

untuk menentukan pose relatif itu, tetapi dalam hal ini

wong menggunakan metode non linier gradient

descent dengan meminimize cost function Epipolar

2

Tengency. Dan juga Zang[] pekerjaannya yang juga

menggunakan urutan piring putar akan tetapi disini ia

menggunakan robust estimasi.

3. Metodologi Penelitian

Proses Rekonstruksi Objek 3D menggunakan

Visual Hull diharapkan dapat memperoleh hasil yang

lebih dekat dengan objek sebenarnya. Untuk

membentuk model Visual Hull, selain menggunakan

silhouette harus diketahui pose dan parameter internal

yang berhubungan dengan sudut pandang kamera.

Proses rekonstruksi objek 3D ditunjukkan dengan blok

diagram seperti terlihat pada gambar 3.1.

`

Gambar 3.1. Blok Diagram Proses Rekonstruksi Objek 3D dengan Visual Hull

Pada penelitian ini penulis menunjukkan bahwa,

untuk mendapatkan hasil yang baik pada objek kaku

(rigid object), maka dilakukan minimisasi nilai cost

function pada epipolar tangentcy. Sehingga diapatkan

nilai parameter eksternal dan parameter internal yang

baik. Proses ini harus melalui beberaapa tahapan

daintaranya mencari titik korespondensi pada pada

tepi silhouette dengan blok diagram seperti gambar

3.2 dan kemudian melakukan estimasi parameter

berdasarkan matrik Essential. Blok diagram proses

estimasi parameter dengan meminimisasi nilai cost

function dapat dilihat pada gambar 3.3.

`

Gambar 3.2. Blok Diagram Proses Pencarian Titik Korespondensi

Pada Silhouette

Proses ini dilakukan pada tiap 2 urutan gambar

secara bergantian terhadap semua data gambar citra

3D. sehingga didapatkan satu set titik korrespondensi

pada setiap silhouette.

Gambar 3.3 Blok diagram Peminimalisian nilai cost function

berdasarkan matrik Essential pada Epipolar Tangency

Proses penentuan Cost Function pada gambar 3.3

dilakukan pada seluruh set silhouette, ambil contoh

misalkan terdapat 4 urutan silhouette A, B, C, D maka

akan dicari error proyeksi pasangan silhouette AB,

AC, AD, BA, BC, BD, CA, CB, CD, DA, DB, DC.

Proses ini dilakukan berulang – ulang sampai didapat

nilai Cost Function kurang dari 2 pixel. Langkah

terakhir adalah melakukan proses rekonstruksi dengan

metode volume intersection.

3.1. Pengambilan Data Citra

Gambar yang dipakai dalam penelitian ini

diperoleh dengan menggunakan satu kamera digital.

yang diletakkan pada posisi tertentu dengan suatu alat

piring putar sederhana yang diputar secara manual

pada satu sumbu, seperti telihat pada gambar 3.4.

Gambar objek yang diambil ditempatkan pada posisi

dimana bisa terlihat pada setiap posisi kamera. Pada

penelitian ini gambar diambil tiap 10o sampai 1

Proses Estimasi Parameter pada

tiap sudut pandang kamera

Pengambilan

Data Citra 3D

Pendeteksian

Foreground

Rekontruksi Obyek 3D berbasis

Visual Hull (Volume Carving)

Pengkonversian ForeGround ke

Biner (Silhouette)

Pencarian titik yang berpotensial (Harris Corner)

Mencari Titik Korespondensi (RANSAC)

Perhitungan Matrik F

Perhi

tung

an

Cost

Funct

ion

Update Matrik vector kamera

(8X1)

Matrik Rotasi Matrik Translasi

Peminisasian

Cost Function

(Levenberg

Marquardt)

ƒ (proyeksi)

Error proyeksi

(distance)

Cost Funtion (rms error)

√(∑dn/n)

Cost function < 2

dipr

oye

ksik

an

Data titik

korespondensi

Silhouette

Gambar 1

Gambar m

Matrik eksternal

(Pose)

Per

hitu

nga

n

Ma

trik

Ka

me

ra

Matrix E

Epipole

ƒ (SVD)

Matrik

Asimetrik

3

putaran penuh 360o sehingga didapat 36 gambar untuk

masing – masing objek.

Gambar 3.4 Proses pengambilan gambar dengan menggunakan

piring putar

3.2. Pendeteksi Foreground

Proses ini dimaksudkan untuk memisahkan

background dan foreground. Pada penelitian ini proses

ini dilakukan dengan langkah – langkah sebagai

berikut :

Langkah 1 : Membaca Gambar

Langkah 2 : Konversi gambar dari bentuk

warna RGB ke bentuk warna Lab (yang juga

dikenal dengan CIELAB atau CIE L*a*b*).

Ruang warna L*a*b* terdiri dari suatu

lapisan Luminosity ' L*', chromaticity-layer

'a*' menandakan warna yang berada

disepanjang merah sampai hijau, dan

chromaticity-layer 'b*' menandakan warna

yang berada disepanjang biru sampai kuning.

Langkah 3 : Kelompokkan warna di dalam

bentuk 'a*b*' menggunakan K-means

clustering.

Langkah 4 : Beri Label tiap – tiap pixel di

dalam gambar hasil dari K-means.

Langkah 5 : Memisahkan gambar RGB dengan

menggunakan pixel yang telah di beri label

dengan warna sehingga dihasilkan 3 gambar

yang berbeda.

Proses ini disebut juga proses segmentasi yang

berdasarkan pada intensitas warna (derajat keabuan).

Asumsinya objek yang akan dipisahkan cenderung

memiliki intensitas warna yang berbeda-beda dan

masing-masing objek memiliki warna yang hampir

seragam. Untuk dapat melihat intensitas warna ini

penulis representasikan dengan menggunakan

histogram intensitas warna.

Salah satu teknik segmentasi berdasarkan

intensitas warna adalah K-mean clustering. Pada K-

means clustering dilakukan pembagian citra dengan

membagi histogram citra.

Gambar 3.5. Illustrasi proses Clusterisasi dengan K-means

Berikut langkah-langkahnya :

Cari intensitas maksimum dan minimum yang

digunakan dalam citra

Dari intensitas minimum ke maksimum dilakukan

pembagian sejumlah N. N ini menentukan jumlah

objek yang diharapkan ada pada gambar.

Setelah dilakukan pembagian, histogram akan

terbagi menjadi bagian-bagian yang disebut

cluster (kelompok). Kemudian pada citra

dilakukan penelusuran untuk seluruh titik, setiap

titik akan digrupkan ke cluster terdekat sehingga

hasil akhir dari proses ini adalah jumlah warna

pada gambar menjadi N.

Cari hasil rata-rata / mean dari seluruh titik pada

setiap cluster, kemudian mengganti warna seluruh

titik dalam cluster-cluster tersebut dengan rata-

rata dari cluster masing-masing. Ilustrasinya dapat

dilihat pada gambar 3.5.

3.3. Pengkonversian Foreground ke biner

Proses Citra ke Biner merupakan proses

mendapatkan gambar silhouette yang akan dipakai

didalam rekonstruksi. Proses ini dikerjakan dengan

menggunakan tresholding sederhana.

Citra foreground yang didapat kemudian dihitung

nilai threshold global yang akan dipakai untuk

mengkonversi citra foreground ke citra biner. Nilai ini

berkisar antara 0 dan 1. Acuan hitungan mengikuti

metode Otsu[14]. Hasil perhitungan nilai threshold

pada citra ROI adalah 0,4196.

Setelah nilai threshold diketahui, maka citra

foreground dapat diubah menjadi citra biner dengan

acuan nilai yang lebih besar dari threshold menjadi

nilai 1 (warna putih) sedangkan yang di bawah nilai

threshold menjadi nilai 0 (warna hitam).

4

3.4. Proses Estimasi Parameter pada setiap sudut

pandang Kamera

Seperti yang telah diterangkan penulis, bahwa

nilai parameter eksternal dan parameter internal pada

masing – masing sudut pandang sangatlah penting.

Pada penelitian sebelumnya nilai parameter ini

ditentukan dengan kalibrasi kamera terhadap sebuah

papan chekboard yang disetting sedemikian rupa,

sehingga kesimpulan akhir dari penelitian sebelumnya

tidak diketahui apakah sudut putaran papan putar saat

kalibrasi sama dengan sudut saat pengambilan data.

Hal ini disebabkan karena proses rekonstruksi yang

penulis lakukan dalam penelitian ini menggunakan

satu kamera dengan papan putar yang diputar secara

manual. Berbeda jika proses rekonstruksi yang

kalibrasinya dilakukan dengan menggunakan

silhouette, cara ini akan lebih baik seperti yang telah

dilakukan dalam penelitian ini.

Nilai parameter eksternal dan parameter internal

tidak hanya digunakan untuk menghitung visual hull

tetapi juga berhubungan dengan inconsistensi

silhouette urutan gambar yang lain. Inconsistensi

disini biasanya juga disebabkan oleh lemahnya proses

segmentasi. Sehingga proses estimasi parameter pada

penelitian ini penulis lakukan dengan proses Non

Linier yaitu dengan menggunakan titik yang

bersesuian yang dilakukan dengan metode RANSAC,

dan untuk memperoleh hasil yang akurat peda

penelitian ini dilakukan proses minimisasi nilai cost

function pada epipolar tangentcy. Sesuai dengan

urutan penelitian seperti blok diagram, gambar 3.2.

dan gambar 3.3. Penjelasan selanjutnya penulis bahas

pada sub bab 3.4.1 dan seterusnya.

3.4.1. Proses Pencarian Titik Korespondensi Pada

Setiap Tepi Silhouette

Proses pencarian titik korespondensi

berdasarkan pada setiap tepi silhouette melalui

beberapa tahapan. Pertama dilakukan proses

penentuan titik yang berpotensial, yang dilakukan

dengan menggunakan Harris Corner Detection.

Kemudian untuk penentuan titik yang bersesuian

yang dilakukan dengan metode RANSAC, yang

akan dijelaskan lebih lanjut dalam sub bab 3.4.1.1

dan seterusnya.

3.4.1.1. Pencarian Titik Potensial

Pada penelitian ini pertama kita memakai

harris corner untuk mendapatkan titik – titik

potensial pada masing – masing gambar.

Proses ini pada dasarnya mencari area titik

yang mengandung sudut dalam sebuah gambar

dilakukan beberapa tahapan, diantaranya dengan

menentukan sebuah area dx dan dy, Kemudian

dibandingkan terhadap semua area gambar

grayscale. Sehingga dihasilkan titik – titik yang

mengacu sebagai sudut (Corner).

101

101

101

dx ,

dan

111

000

111

'dxdy

dyimageIy

dximageIx

Setelah itu dilakukan proses penghalusan

sudut dengan menggunakan filter Gaussian

dengan ukuran n x m terhadap kuadrat area yang

diperoleh. Kemudian menghitung titik yang

mengandung sudut pada gambar menggunakan

persamaan :

gaussianfilterG

GIyIxIxy

GIyIy

GIxIx

*

2

2

522

2,*.

eps

epsIyIx

IxyIyIxCim

Disini penulis menggunakan sedikit

perubahan algoritma dari algoritma sebenarnya

dari Harris Corner, algoritma Pendekatan

sebenarnya dari harris Corner mengikuti

persamaan berikut [Harris et al, 1988] :

22 **

04.0

IyIxkIxyIyIxC

k

im

Proses selanjutnya adalah mencari local

maximum yang dilakukan dengan proses

morfologi dilatasi pada area yang sudah didapat

dengan harris corner. Dan mencari area yang

sama dengan area sebelum dilakukan dilatasi dan

mencari apakah area yang didapat dengan harris

corner mempunyai harga lebih kecil dari nilai

tresholdnya. Proses ini dituliskan dengan

persamaan :

TreshCCCC imimim &maxmax_

Keterangan :

maxC = Hasil dilatasi pada Harris Corner.

imC = Hasil Harris Corner

Tresh = Konstanta Treshold

5

3.4.1.2. Pencarian Titik Korespondensi

Kemudian kita mencari titik – titik

korespondensi pada masing – masing urutan

gambar. Dalam penelitian ini dipakai metode

RANSAC. Dikarenaan dari fakta yang ada data

gambar yang diambil tidak bisa lepas dari

pengaruh pencahayaan sehingga menjadi kendala

dalam penelitian ini. Kendala lain yang terjadi

dalam proses ini adalah data gambar yang diambil

memiliki kelainan bentuk perspektif geometri

ketika objek diputar, skala yang berbeda dan

sebagainya.

Oleh karena itu penulis menggunakan

algoritma Ransac (Random Sample Consensus)

untuk mendapatkan hasil yang sempurna.

RANSAC merupakan suatu algoritma untuk

pencocokan model yang sempurna dengan

pemilihan suatu set contoh minimum yang

diperlukan untuk model itu. Model Yang berisi

outliers ditolak karena mereka tidak

menghasilkan konsensus cukup.

Algoritma Random Sample Consensus

(Ransac) merupakan algoritma yang diusulkan

oleh Fischler dan Bolles [1]. Algoritma ini

merupakan suatu pendekatan parameter umum

yang dirancang untuk mengatasi suatu kondisi

outlier besar pada data masukan. Tidak sama

dengan beberapa teknik estimasi Robust yang

umum seperti M-estimators dan least-median

square yang telah diadopsi oleh masyarakat visi

komputer dari literatur statistik, RANSAC telah

dikembangkan dari dalam masyarakat visi

komputer.

RANSAC adalah teknik resampling yang

menghasilkan solusi calon dengan penggunaan

pengamatan jumlah nomor minimum (data titik)

yang diperlukan untuk mengestimasi parameter

model dasar. Seperti yang ditunjukkan oleh

Fischler dan Bolles [1], tidak sama dengan teknik

sampling konvensional yang menggunakan

banyak data yang memungkinkan memperoleh

solusi awal dan kemudian memisahkan outliers,

RANSAC menggunakan kemungkinan data

terkecil dan memperbesar data dengan menata

data titik yang konsisten [1].

Adapun secara ringkas algoritma RANSAC

dapat dilihat sebagai berikut :

1. Memilih secara acak jumlah minimum data

titik yang diperlukan untuk menentukan

parameter model.

2. Menentukan berapa banyak data dari semua

titik – titik yang cocok dengan toleransi

yang sudah diketahui.

3. Jika pecahan jumlah inliers melebihi total

jumlah titik yang di-set melebihi threshold

yang sudah diketahui, estimasi ulang model

parameter menggunakan semua inliers yang

dikenali dan selesai.

4. Cara lainnya, mengulangi langkah 1 sampai 3

(maksimum untuk N waktu).

Jumlah iterasi, N, dipilih cukup tinggi untuk

memastikan bahwa kemungkinan p (umumnya

0.99) bahwa sedikitnya salah satu set sampel acak

tidak meliputi suatu outlier. Biarkan U

mendapatkan kemungkinan bahwa semua data

titik terpilih adalah suatu inlier dan uv 1

kemungkinan outlier yang diketahui. N iterasi

dari jumlah titik minimum yang dilambangkan

dengan m diperlukan, di mana

Nmup 11

dan dengan beberapa manipulasi,

mv

pN

11log

1log

3.4.1.3. Perhitungan Matrik F

Berdasarkan epipolar geometri terdapat

lokasi titik yang sama pada dua gambar.

Sehingga korespondensi titik tersebut dapat

dituliskan dalam persamaan :

0'T mFm

Idealnya rank matriks F adalah 2, tetapi

dalam banyak kasus, berkaitan dengan

ketidaktepatan, rank matriks yang diperoleh

sehingga matrik Fundamental 3x3 dapat di

perkirakan dengan langkah sederhana yaitu

dengan n titik yang bersesuaian.

T]33

,32

,31

,23

,22

,21

,13

,12

,11

[

dan,

1

1

''''''

111'

11'

11'

1'

11'

11'

dengan,

0

FFFFFFFFFf

nynxnynynynxnynxnynxnxnx

yxyyyxyxyxxx

A

fA

Dimana A merupakan kumpulan titik – titik

yang bersesuaian mi=[xi,yi,1] dan mi’=[xi’,yi’,1],

dengan i=1,…,n sebagai indek titik yang

bersesuaian. Kemudian matrik f dapat

dipecahkan menggunakan SVD (Singular Value

Decomposition) dari matrik A, jika kita memiliki

sedikitnya 8 titik yang bersesuaian [Davalos,

2008].

TVDUF **

3.4.1.4. Perhitungan Parameter Kamera

Berdasarkan epipolar geometri terdapat

lokasi titik yang sama pada dua gambar.

Sehingga korespondensi titik tersebut dapat

dituliskan dalam persamaan :

6

0'T mEm

Kemudian matrik Essential dapat dihitung

dengan menggunakan

RtE X .

Xt matrik Asimetrik yang dihitung dari

vector translasi zyx ttt ;; menggunakan

persamaan

0

0

0

xy

xz

yz

X

tt

tt

tt

t

Nilai parameter ekternal dan internal kamera,

Semua parameter yang termasuk didalamnya

matrik P, matrik R, matrik t dan focal length

sebagai parameter internal kamera. Dimulai dari

matrik rotasi yang dihitung dari vector rotasi

[X; Y; Z; W] didapat persamaan :

;Y-X-R

XW;YZR

YW;-XZR

XW;-YZR

;Z-X-R

ZW;XYR

YW;XZR

ZW;-XYR

;Z-Y-R

22

3,3

2,3

1,3

3,2

22

2,2

1,2

3,1

2,1

22

1,1

221

22

22

22

221

22

22

22

221

sehingga

3,32,31,3

3,22,21,2

3,12,11,1

RRR

RRR

RRR

R

Sehingga matrik P dapat dihitung dengan

persamaan

1000

3,32,31,3

3,22,21,2

3,12,11,1

z

y

x

t

t

t

RRR

RRR

RRR

P

Parameter eksternal untuk view yang lain

dapat dihitung dengan perklaian matrik yang

Rotasi 100 pada sumbu Z yang di dasarkan pada

aturan tangan kanan. sehingga persamaan P untuk

view yang lain :

n

z

n PinvR

invP *10

0)10(1

Epipole dapat dihitung dengan SVD dari

matrik E mengikuti persamaan :

);3(/

;/

);(,,

112

3,33:,1

eee

VVe

EsvdVDU

3.4.1.5. Perhitungan Cost Function pada Epipolar

Tangency

Proses minimisasi Nilai cost fuction

dilakukaan pada nilai inconsistency pada

silhouette. Karena satu silhouette memiliki m

inconsistency dan silhouette yang kedua memiliki

n inconsistenscy. Dan ini berlaku pada semua set

silhouette maka cost function dihitung mengikuti

persamaan [Forbes, 2003] :

m

i

n

j k

ijkdt1 1

1

0

2cos

Dimana ijkd jarak (error proyeksi) antara

epipolar tangency dan proyeksi garis epipolar

terbalik kearah kamera melalui titik tangency.

Berbeda dengan yang dilakukan oleh [Hernandez

et al, 2007] yang mengukur dengan mencari

consistency silhouette, akan tetapi perhitungannya

tidak efisien. Error proyeksi ijkd dapat diperoleh

dengan persamaan Sampson error untuk MLE

(Maximum Likelihood Estimation) persamaan ini

sama dengan Least Square Error untuk Gaussian

Noise

2

21

2

11

2

12

EmEm

Emmd

T

ijk

Minimisasi nilai cost fuction pada penelitian

ini menggunakan metode Levenberg Marquard.

Metode ini merupakan kombinasi dari dua metode

yaitu metoda Steepest Decent dan Gauss –

Newton. Ketika hasilnya jauh dari yang di

targetkan algoritma ini bertindak seperti Steepest

Decent, lambat tapi dijamin tercover dan ketika

hasilnya dekat dengan yang ditargetkan maka

metode ini bertindak seperti Gauss – Newton.

7

3.4.1.6. Peminimisasian Cost Function dengan

Leventberg Marquardt

Algoritma Levenberg-marquardt merupakan

pengembangan algoritma backpropagation

standar. Pada algoritma backpropagation, proses

update bobot dan bias menggunakan negative

gradient descent secara langsung sedangkan.

Algoritma Levenberg-Marquardt menggunakan

pendekatan matrik Hesian (H) yang dapat

dihitung dengan,

eJH T

sedangkan gradient dapat dihitung dengan,

JJg T

Dalam hal ini J merupakan sebuah matrik

jacobian yang berisikan turunanan pertama dari

error jaringan terhadap bobot dan bias jaringan.

Perubahan pembobot dapat dihitung dengan,

eJIJJX TT 1

sehingga perbaikan pembobot dapat ditentukan

dengan

eJIJJXX

XXX

TT 1

n

kpkpkpkp

n

kkkk

n

kkkk

n

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

x

xe

J

321

3

3

3

2

3

1

3

2

3

2

2

2

1

2

12

3

12

2

12

1

12

Keterangan :

X = fungsi bobot-bobot jaringan dan bias

e adalah vector yang menyatakan semua error

pada output jaringan

μ = konstanta learning

I = matrik identitas

Pada penelitian ini e didapat dari

perhitungan jarak (error proyeksi) antara epipolar

tangency ijkd terhadap seluruh set silhouette.

Seperti yang dijelaskan pada subbab 3.4.1.5.

Dan bobot jaringan X, didapat dari vector

kamera 8x1 yang berisi 4 vektor rotasi dan 4

vektor tanslasi.

Sehingga gambaran algoritma ietrasi yang

dilakukan dalam penelitian ditunjukkan dalam

gambar 3.6

Gambar 3.6 Algoritma Levenberg Marquardt

Penghitungan matrik J dilakukan dengan :

dardidapatyangXdarierrored

eXdx

dxeedJ

11

11:,

*25,0

/

;;;;;;;; 876543211 XXXXXXXdxXX

dardidapatyangXdarierrored

eXdx

dxeedJ

22

22:,

*25,0

/

;;;;;;;; 876543221 XXXXXXdxXXX

Dst;

3.5. Rekonstruksi Objek 3D

Setelah pose (parameter eksternal), parameter

internal (focal length) kamera, dan silhouette

diketahui, proses rekonstruksi berbasis visual hull

dapat dilakukan. untuk mendapatkan model 3D

penulis menjelaskan bahwa hal tersebut dapat

dilakukan dengan menggunakan metode Volume

Carving. Volume Carving ini dilakukan dengan

memotong semua voxel yang berada diluar kerucut

proyeksi silhouette. Seperti yang terlihat pada gambar

3.4. Perpotongan semua kerucut silhouette dari urutan

gambar yang banyak untuk mengestimasi geometri

sebuah objek disebut visual hull [laurentini, 1995,

matusik et al, 2000]

1. Inisialisasi

= 1

X = (8x1) vector kamera

e = (nx1) error proyeksi yang dihitung

dengan pendekatan Sampson terhadap

seluruh silhouette.

S = Sum of Square error n

S

eX = ones(8x1); ef = 1;

2. menghitung matrik J(nx8)

3. Menghitung matrik H

4. Menghitung matrik g

5. Jika (X <= eX) dan (semua e <= ef)

a. Tentukan perubahan pembobot X

b. Mengupdate nilai X = X - X

c. menentukan nilai Sum of Square (S)

d. update nilai :

i. jika nilai S(k) < S(k-1) maka

dikurangi 1

ii. jika nilai S(k) > S(k-1) maka

ditambah 1

e. Kemudian ulangi langkah 2 dengan

error proyeksi yang sudah di update

berdasarkan X yang baru

8

Gambar 3.7 Konsep dasar proses menghitung visual hull dari

persepektif geometri

Untuk mendapatkan model visual hull dari sebuah

silhouette sesuai dengan gambar 3.7. Pertama

dibangun sebuah kubus voxel pada koordinat dunia

dengan ukuran N3. Kemudian dengan bantuan pose

dan internal parameter, masing - masing voxel pada

koordinat dunia di proyeksikan terbalik pada gambar

silhouette. Jika hasil proyeksi tersebut merupakan

pixel background, maka voxel ini ditandai dengan

logika nol atau dihapus (Voting). Algoritma ini

termasuk dalam satu set metode yang disebut

Structure-From-Motion (SFM) [Vincent Fremont et al,

2004]. Hasil dari proses ini yang dilakukan pada satu

gambar dilakukan berulang pada gambar berikutnya.

Sehingga bisa digambarkan seperti gambar 3.8.

Karena proses menghitung visual hull merupakan

reproyeksi dari gambar silhouette menembus kubus

voxel maka batas – batas silhouette sangat

menentukan keakurasian bentuk rekonstruksi objek

3D.

Agar lebih jelas algoritma diatas penulis

kemukakan dengan langkah – langkah sebagai

berikut :

1. Menentukan daerah yang aktif berada didalam

garis proyeksi silhouette

2. Kumpulkan semua voxel yang bersesuaian

dalam masing – masing cell voxel awal

3. Ubah voxel yang tidak berada dalam daerah

aktif menjadi Nol.

Gambar 3.8. Rekonstruksi dari 2 gambar silhouette

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penggunaan silhouette serta proses

perhitungkan parameter external dan parameter

internal yang berhubungan dengan sudut pandang

kamera, dalam proses rekontruksi objek 3D

menggunakan visual hull dijabarkan pada sub bab

berikut.

4.1. Data Citra

Dari proses pengambilan data citra yang

dilakukan dalam penelitian ini seperti yang telah

dijelaskan dalam proses sebelumnya. Diperoleh data

urutan citra sebagai berikut :

Gundul, 36 gambar

Gambar 4.1 beberapa contoh data urutan citra yang telah diambil.

Dari data gambar 4.1 dapat dilihat kualitas citra

yang diperoleh sangat bervariasi. Didalam gambar

masih terdapat bayangan pada bidang piring putar

yang tentunya dipengaruhi oleh faktor pencahayaan.

Dari gambar tersebut juga bisa dilihat bahwa

terdapat perbedaan warna antara backgroundnya

sendiri dengan warna bidang piring putar. Dari

backgroundnya sendiri terdapat degradasi warna

yang sangat terlihat yang kemungkinannya

dipengaruhi oleh faktor pencahayaan. Pada

objeknya juga terlihat pantulan warna biru yang

menjadi warna background dalam penelitian ini

sehingga hal ini akan menjadi kendala dalam proses

mendapatkan silhouette.

4.2. Hasil Pendeteksian Foreground

Hasil pendeteksian warna dari proses clustering

dalam bentuk warna a*b dengan metode K-mean

yang dilakukan terhadap citra dengan model warna

CIE L*a*b, dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.2 Contoh Urutan citra hasil peng-cluster-an dengan K-Mean

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa warna

foreground dan background sudah terpisah. Untuk

mencapai ini melalu beberapa tahapan, antara

lain:

1. Pengubahan warna RGB ke warna CIE L*a*b

Untuk mendiskripsikan hal ini penulis jelaskan

dengan histogram warna. Histogram Warna awal

dari salah satu gambar gundul dapat dilihat pada

gambar 4.3.

9

0

1

2

x 104

0 50 100 150 200 250

0

5000

0 50 100 150 200 250

0

5000

10000

0 50 100 150 200 250

Gambar 4.3 Histogram RGB dari objek gundul uasli

Gambar 4.3 menunjukkan warna Biru memiliki

intensitas warna yang lebih tinggi dibandingkan

warna warna lainnya. Sehingga bisa disimpulkan

bahwa warna biru akan sangat mempengaruhi warna

yang lain yang berada pada daerah yang lebih

rendah.

Setelah dirubah kedalam bentuk CIE L*a*b

maka histogram warna berubah seperti terlihat pada

gambar 4.4.

0

5000

0 50 100 150 200 250

0

10000

0 50 100 150 200 250

0

1

2x 10

4

0 50 100 150 200 250

Gambar 4.4 Histogram warna CIE L*a*b dari salah satu objek

gundul

Gambar 4.4 menunjukkan intensitas warna

lapisan Luminosity (L), lapisan chromaticity-layer

'a*', dan chromaticity-layer 'b*' berada pada daerah

yang hampir sama.

2. Proses clustering dengan metode K-Mean

Proses clustering merupakan proses untuk

mengelompokkan warna menggunakan metode K-

Mean. Proses pengelompokan warna bertujuan

untuk memisahkan ruang warna yang berupa lapisan

Luminosity (L) terhadap lapisan chromaticity-layer

'a*', dan chromaticity-layer 'b*'. Hasil dari

pengelompokan warna dengan metode K-Mean

didiskripsikan dengan gambar 4.5

Gambar 4.5 Grafik hasil peng - cluster - an warna

Berdasarkan gambar 4.6 terdapat 3 cluster yaitu

cluster 1(yang diberi warna biru), cluster 2 (yang

diberi warna hijau), dan cluster 3 (yang diberi warna

merah). Sedangkan setiap cluster mempunyai titik

pusat, dimana penentuan titik pusat menggunakan

metode K – Mean seperti yang telah dijelaskan pada

bab sebelumnya.

3. Hasil citra proses clustering

Hasil citra dari peng – cluster – an yang

didapat, akan terlihat seperti gambar 4.6 dan yang

diambil untuk pengolahan selanjutnya dalam

penelitian ini adalah salah satu dari hasil clustering

objects in cluster 1

objects in cluster 2

objects in cluster 3

Gambar 4.6 Hasil cluster warna a*b dari warna L*a*b

dengan K-Mean

4.3. Hasil Pengkonversian Foreground ke biner

Dari data citra foreground yang diperoleh

dilakukan proses treshold sederhana seperti yang telah

10

dijelaskaan dalam bab sebelumnya maka akan

didapatkan haasil sepeerti terlihat pada gambar 4.7

Gambar 4.7 Contoh Urutan silhouette hasil dari proses binerisasi

4.4. Hasil Estimasi Parameter

Untuk melakukan proses rekontruksi obyek 3D

berbasis visual hull maka perlu dilakukan proses

estimasi parameter dengan menggunakan informasi

dari urutan citra, yang biasa dikenal dengan self

calibration. Seperti yang telah dijelaskan dalam bab 3

proses ini melalui beberapa tahapan. Berikut hasil dari

setiap tahapan yang telah dilakukan pada setiap 2

urutan gambar, yang akan dijelaskan pada subbab

berikut ini.

4.4.1. Hasil pencarian titik potensial

Proses pencarian titik potensial ini dilakukan

pada dengan metode Harris seperti yang telah

dijelaskan dalam bab 3. Sehingga diperoleh hasil

sebagai berikut :

Gambar 4.8 Pembentukan corner dengan metode Harris pada

gambar gundul 1

Gambar 4.9 Pembentukan corner dengan metode Harris pada

gambar gundul 2

Di dasarkan pada gambar 4.8 dan gambar 4.9

diketahui bahwa proses estimasi dengan metode

Harris dilakukan pada tiap 2 urutan gambar secara

bergantian terhadap semua data gambar citra 3D.

sehingga didapatkan satu set parameter pada masing

– masing posisi gambar.

Gambar 4.10. Hasil penetuan corner pada gambar gundul 1

Gambar 4.11 Hasil penentuan corner pada gambar gumdul 2

Gambar 4.10 dan gambar 4.11 merupakan hasil

dari deteksi corner yang berdasarkan pembentukan

corner dengan metode Harris pada gambar 4.8 dan

gambar 4.9. Deteksi corner yang diperoleh berupa

titik berwarna merah pada tiap sudut yang terdapat

pada obyek. Penentuan deteksi corner dilakukan

terhadap semua data gambar citra 3D.

4.4.2. Hasil pencarian titik korepondensi

Pertama dicari titik – titik yang dianggap

bersesuaian dengan menggunakan metode

pencocokan sederhana.

Berdasarkan epipolar geometri terdapat lokasi

titik yang sama pada dua gambar. Titik

korespondensi tersebut dapat dituliskan dalam

persamaan :

0'T mFm

Tapi berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan msih terdapat error pixel yang sangat

besar. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah

ini.

11

0 1 2 3 4 5 6

x 104

0

20

40

60

80

100

120

140

160Error Reproyeksi Pada Gambar 1

Gambar 4.12 Error pixel yang terjadi pada gambar gundul 1

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

x 10-3

0

5

10

15

20

25Error Reproyeksi Pada Gambar 2

Error (pixels)

Jum

lah C

orr

espondin

g P

oin

ts

Gambar 4.13 Error pixel yang terjadi pada gambar gundul 2

Dari gambar 4.12 dan 4.13 menjelaskan bahwa

jumlah titik terdapat sekitar 150 an titik yang

bereputasi baik atau dianggap bersesuaian yang

dimana memiliki error yang sangat besar dengan

error RMS sebesar 217.98 pixel.

Tetapi setelah dilakukan perbaikan dengan

mengunakan metode RANSAC maka didapatkan

data titik sebagai berikut :

-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 20

10

20

30

40

50

60Error pixel correspondence melalui F

error (Pixels)

Jum

lah T

itik

(P

ixels

)

Gambar 4.14 Error pixel setelah dilakukan perbaikan dengan

metode RANSAC

Dari grafik gambar 4.14 maka dapat di hitung

jumlah titik yang berkorespondensi semakin

berkurang yaitu sekitar 78 titik dengan error RMS

sebesar 4.28

4.4.3. Hasil Peminimisasian nilai cost Function

Proses minimisasi nilai cost funtion dapat

digambarkan dengan grafik root mean square error

proyeksi seperti gambar 4.15

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 500

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Iterasi

Rm

s e

rror

Gambar 4.15. Grafik RMS Error Proyeksi hasil iterasi

proses estimasi cost function

Dari grafik diatas dapat dilihat RMS error

proyeksi mengalami penurunan sampai mencapai 1.7

pixel.

4.5. Rekonstruksi Obyek 3D

Hasil dari proses rekonstruksi berdasarkan dari

hasil estimasi parameter kamera yang dilakukan tanpai

meminimisasi cost function dengan RMS error

proyeksi 4,28 pixel, didapatkan hasil seperti yang

terlihat pada gambar 4.16 dan 4.17 hal ini di coba

dengan menggunakan resolusi 2. Dan ukuran voxel

awal 6000003.

Gambar 4.16 Hasil setelah 1 carving

Setelah melalui 3 tahapan pemotongan maka

akan didapatkan hasil seperti gambar 4.16

12

Gambar 4.17 Hasil setelah 3 carving

Dengan posisi kamera seperti terlihat pada

gambar 4.18.

Gambar 4.18. Posisi kamera dalam ruang 3D

Hasil dari proses rekonstruksi pada objek

gundul berdasarkan dari hasil estimasi parameter

kamera yang dilakukan meminimisasi cost function

epipolar tangentcy, didapatkan hasil seperti yang

terlihat pada gambar 4.19 dan 4.20

Gambar 4.19 Hasil Visual Hull dan Posisi Kamera yang dilihat dari

atas

(a)

(b)

Gambar 4.20 Visual Hull objek gundul

(a). Representasi Visual Hull dengan Voxel (Point Cloud),

(b). Representasi Visual Hull dengan surface

5. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini,

antara lain:

1. Metode clusterisasi dengan K – Mean yang

dipakai dalam penelitian ini ternyata menjadi

salah satu cara yang dapat digunakan dalam

memisahkan foreground dan background.

Sehingga dengan cara yang cukup sederhana

hasil dari proses clusterisasi ini dapat dirubah

kebentuk silhouette.

2. Metode Estimasi parameter kamera dengan

menggunakan metode Leventberg Marquardt

yang dipakai dengan menggabungkan seluruh

urutan silhouette, dalam penelitian ini

menjadi sangat efisien, di tunjukkan dengan

RMS error proyeksi mencapai 1.7 pixel.

13

3. Hasil rekonstruksi volume carving dengan

hasil estimasi parameter yang diperoleh

menggunakan metode Leventberg Marquardt

manjadi lebih baik dibandingkan dengan

hasil rekonstruksi berdasarkan parameter

kamera yang di estimasi dengan

menggunakan metode RANSAC untuk

menurunkan nilai cost fuction error proyeksi.

Berdasarkan pengetahuann yang didapat selama

proses penelitian, didapatkan bebrapa saran

sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang

mungkin bias dilakukan

1. Pada Proses pemisahan foreground dan

background penulis berharap pada penelitian

selanjutnya dapat dilakukan dengan

menggunakan metode yang lain sehingga

menjadi lebih efisien, terutama terhadap

benda yang bergerak.

2. Proses rekonstruksi disini masih berhenti

pada hasil yang berupa point cloud.

Diharapkan penelitian selanjutnya difokuskan

pada pewarnaan voxel.

3. Proses estimasi parameter pada penelitian

selanjutnya dapat difokuskan pada konsep

mirror dan estimasi yang berdasarkan satu

silhouette.

DAFTAR REFERENSI

[1] S. Seitz, Charles R. Dyer, “Photorealistic Scene

Reconstruction by Voxel Coloring”,

Proceedings of Computer Vision and Pattern

Recognition Conference, 1997, pp. 1067-1073.

[2] K. N. Kutulakos and S. M. Seitz, “What Do N

Photographs Tell Us about 3D Shape?” TR680,

Computer Science Dept. U. Rochester, January

1998.

[3] S. Seitz, Charles R. Dyer, “View Morphing”,

Proceedings of SIGGRAPH 1996, pp. 21-30.

[4] M. Levoy and P. Hanrahan, “Light Field

Rendering”, Proceedings of SIGGRAPH 1996,

pp. 31-42.

[5] S. Gortler, R. Grzeszczuk, R. Szeliski, M.

Cohen, “The Lumigraph”, Proceedings of

SIGGRAPH 1996, pp. 43-54.

[6] H. Shum, H. Li-Wei, “Rendering with

Concentric Mosaics”, Proceedings of

SIGGRAPH 99, pp. 299-306.

[7] O. Faugeras, R. Keriven, “Complete Dense

Stereovision using Level Set Methods”, Fifth

European Conference on Computer Vision,

1998.

[8] H. Saito, T. Kanade, “Shape Reconstruction in

Projective Grid Space from Large Number of

Images”, Proceedings of Computer Vision and

Pattern Recognition Conference, 1999, volume

2, pp. 49-54.

[9] N. Max, “Hierarchical Rendering of Trees from

Precomputed Multi-Layer Z-Buffers”,

Eurographics Rendering Workshop 1996, pp

165-174.

[10] J. Shade, S. Gortler, L. He, R. Szeliski, “Layered

Depth Images”, Proceedings of SIGGRAPH 98,

pp. 231-242.

[11] Teresa C. S. Azevedo, João Manuel R. S.

Tavares and Mário A. P. Vaz.” Building external

anatomical structures from images using a single

off-the-shelf camera ”, III International

Congress on Computational Bioengineering,

2007.

[12] A. Laurentini, The visual hull concept for

silhouette-based image understanding, IEEE

Transactions on Pattern Analysis and Machine

Intelligence, 16 (2), 150-162, 1994.

[13] G. Slabaugh, W. B. Culbertson, T. Malzbender

and R. Shafer, A survey of methods for

volumetric scene reconstruction from

photographs, International Workshop on Volume

Graphics, New York, USA, 21-22, 2001.

[14] K. Sande, A Practical Setup for Voxel Coloring

using off-the-shelf Components, Bachelor

Project, Universiteit van Amsterdam,

Netherlands, 2004.

[15] M. Loper, Archimedes: Shape Reconstruction

from Pictures -A Generalized Voxel Coloring

14

Implementation,

http://matt.loper.org/Archimedes/Archimedes_d

ocs/html/ index.html , 2002.

[16] Yasutaka Furukawa, Ponce, “Carved Visual

Hulls for High-Accuracy Image-Based

Modeling”, Proceedings of SIGGRAPH 2005.

[17] Phillip Milne, Fred Nicolls, Gerhard de Jager,

“Visual Hull Surface Estimation”, Proceeding of

Pattern Analysis and Machine Intelligence,

2004.

[18] W. Matusik, C. Buehler, R. Raskar, S. J. Gortler,

and L. McMillan, “Image-Based Visual Hulls,”

Proc. SIGGRAPH 2000, pages 369-374,2000.

[19] R. I. Hartley and A. Zisserman. “Multiple View

Geometry in Computer Vision”. Cambridge

University Press, 2000.

[20] K.-Y. K. Wong. “Structure and Motion from

Silhouettes”. PhD thesis, University of

Cambridge, October 2001.

[21] Keith Forbes. “Calibration, Recognition, and

Shape from Silhouettes of Stone”. PhD thesis,

University of Cape Town, June 2007.

[22] C. Harris & MJ. Stephens. “A Combined Corner

and Edge Detector”. Plessey Research Roke

Manor, Unite Kingdom, 1988.

[23] Rahmat, Rachmad Setiawan, Mauridhi Hery

Purnomo. “Perbandingan Algoritma Levenberg

Marquardt Dengan Metode Backpropagation

pada Proses Jaringan Saraf Tiruan Untuk

Pengenalan Pola Sinyal ElektroKardiograf”.

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi,

Yogyakarta, 2006.

[24] Youngbae Hwang, Jun-Sik Kim, Inso Kweon.

“Silhouette Extraction for Visual Hull

Reconstruction”. IAPR Conference on Machine

VIsion Applications, Tsukuba Science City,

Japan, May 16-18, 2005.

[25] Hui Zhang, Kwan-Yee K. Wong, “Self-

Calibration of Turntable Sequences from

Silhouettes”. IEEE TRANSACTIONS ON

PATTERN ANALYSIS AND MACHINE

INTELLIGENCE, VOL. XX, NO. Y, March 4,

2008.

[26] Fletcher, R., “A Modified Marquardt Subroutine

for Nonlinier Least Square”. Rpt. AERE-R 6799,

Harwell, 1971.