rekonstruksi pola melodi melalui tonal dalam rim desa kilang ...

21
REKONSTRUKSI POLA MELODI MELALUI TONAL DALAM RIM DESA KILANG DAN DESA LATUHALAT NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Syaratan Mencapai Derajat Magister Dalam Bidang Seni, Minat Utama Pengkajian Musik Oleh Chrisema Ramayona Latuheru NIM: 1621004412

Transcript of rekonstruksi pola melodi melalui tonal dalam rim desa kilang ...

REKONSTRUKSI POLA MELODI MELALUI TONAL DALAM RIM

DESA KILANG DAN DESA LATUHALAT

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Syaratan Mencapai Derajat Magister

Dalam Bidang Seni, Minat Utama Pengkajian Musik

Oleh

Chrisema Ramayona Latuheru

NIM: 1621004412

1

A.Pendahuluan

Musik merupakan salah satu hal terpenting dalam kebudayaan manusia sebab

musik adalah cabang seni yang masih berkembang sampai saat ini dan menjaga

kebudayaan manusia. Bukan hanya sebagai wujud ekspresi atau menyatakan budaya

namun musik juga memiliki kemampuan untuk memperkuat identitas masyarakat.

Musik merupakan salah satu unsur dalam kebudayaan manusia karena musik

merupakan cabang dari seni yang secara umum dikembangkan manusia di dalam

kebudayaan, Maluku memiliki kekayaan budaya yang masih terpelihara sampai saat

ini. Masyarakat Maluku memiliki beragam nyanyian dan serangkaian instrumen

musik tradisi yang masih dijaga. Musik vokal yang dikenal sebagai nyanyian tanah

atau nyanyian rakyat disebut juga Kapata. Kapata adalah salah satu seni musik tradisi

Maluku yang menurut Tamaela (1995:121), Kapata merupakan tradisi menutur

peristiwa dan setengah berbicara (recitation atau chanting). Kapata sebagai sebuah

nyanyian, biasanya dinyanyikan dalam upacara ritual adat di Maluku seperti

pelantikan raja, pembangunan rumah adat (baeleo) yang diyakini apabila dinyanyikan

memiliki kekuatan magis yang berpengaruh terhadap seseorang ketika menyanyikan

lantunan kapata.

Selain nyanyian rakyat atau kapata, adapun jenis instrumen musik tradisional

masyarakat Maluku antara lain keku hatu (totobuang batu), tahuri bia (alat tiup yang

terbuat dari kulit siput), toleng – toleng bulu (kentongan), tifa/tibale (terbuat dari kulit

binatang dan sepotong kayu yang dilubangi sebagai ruang resonansi) dan totobuang

(bonang diatonis).

Perkembangan dunia saat ini menuntut masyarakat untuk mempertahankan

kebudayaannya dan tidak dapat dipungkiri dampak globalisasi, kreativitas budaya

suatu masyarakat dituntut untuk mempertahankan konsistensi kehidapan seni tradisi

sebagai ekspresi budaya lokal ditengah pusaran budaya global. Kebanggaan terhadap

2

identitas saat ini seharusnya menjadi bagian terpenting bagi masyarakat pemiliknya.

Menurut Tamaela (1995: 118) Musik tradisional Maluku adalah musik yang alami

dan yang diciptakan dan berkembang oleh masyarakat Maluku yang berakar dan

berkembang dari peristiwa – peristiwa budaya, adat istiadat dan pengalaman

kehidupan sehari – hari yang belum dipengaruhi oleh unsur – unsur budaya luar.

Kebiasaan membunyikan benda-benda di alam seperti batu, kayu sejak dahulu

masyarakat Maluku juga telah menggunakan musik vokal (suara) sebagai sarana

berkomunikasi saat bekerja dengan berteriak (huele) dan saat berperang.

Perkembangan musik tradisional Maluku mulai dipengaruhi oleh kontak

budaya dari luar yang diperkirakan penyebarannya sekitar awal abad ke-16,

bersamaan dengan kedatangan bangsa Portugis dalam rangka perdagangan rempah-

rempah dan penyebaran injil. Salah satu musik yang dikenal oleh masyarakat Maluku

untuk pertama kalinya adalah Musik Gregorian. Penyebarannya sampai ke seluruh

Maluku termasuk Ambon yang digunakan dalam kegiatan keagamaan di gereja

(Bramantyo, 2004:31-93). Selain bangsa Portugis, bangsa Belanda juga memiliki

pengaruh terhadap kehidupan musik di Maluku dengan mengembangkan sistem

tangga nada diatonik di wilayah Maluku.

Kemudian musik asing tersebut dianggap diwariskan dari generasi ke

generasi sebagai bagian dari musik tradisi. Hal ini juga dirasakan dan dilihat pada

keberadaan musik tradisi di Maluku. Rence Alfons mengatakan bahwa Maluku

memiliki nilai-nilai tradisi yang sudah ada turun temurun, namun seiring

perkembangannya nilai-nilai tradisi berangsur-angsur hilang1. Hal ini terlihat dalam

fenomena musik populer yang sebagian besar menjadi pilihan dikalangan generasi

muda sekarang ini. Untuk merevitalisasi musik tradisi yang telah hilang

membutuhkan literasi guna bertujuan untuk menjaga nilai-nilai budaya tradisi dan

pengembangan pada musik tradisi. Namun disayangkan kurangnya referensi seperti

1 Wawancara dengan Rence Alfons di desa Tuni, 21 Juni 2017

3

rekaman, buku, dan tulisan ilmiah dikarenakan pada masa tersebut semua kegiatan

tradisi disampaikan secara oral.

Maluku memiliki kurang lebih 40 Suku dengan berbagai macam ciri khas

yang berbeda, umumnya setiap daerah memiliki keunikannya masing-masing baik.

Fenomena menarik yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar

masyarakat Maluku ialah cara berbicara atau bahasa tutur yang lebih dikenal dengan

sebagai rim . Dalam KBBI adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut

pemakai misalnya bahasa dari suatu daerah tertentu atau kelompok sosial tertentu.

Dengan kata lain merupakan sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh suatu

masyarakat untuk membedakan dari masyarakat lain. Orang Maluku yang seolah-olah

seperti orang bernyanyi atau yang dikenal sebagai rim.

Walaupun dengan menggunakan bahasa tutur asli masing-masing daerah dan

umumnya hal itu terjadi disetiap daerah Maluku dan melekatnya tradisi pada rim juga

dapat dilihat dari nyanyian rakyat, atau nyanyian tanah yang disebut kapata. Musik

dan bahasa memiliki hubungan, bukan hanya karena musik merupakan bahasa

ekspresi jiwa maupun ekpresi itu sendiri (sebagai pesan), tetapi juga karena hakikat

dan keberadaannya, memiliki hubungan yang sangat erat dengan hakikat, serta

keberadaan bahasa. Para ahli bahasa mengatakan demikian.

Hakikat bahasa adalah sebuah sistem, bahasa berwujud lambang, bahasa

berupa bunyi, bahasa bermakna, bahasa itu universal, bahasa itu dinamis,

bahasa itu sebagai alat interaksi sosial, dan bahasa merupakan identitas

penuturnya.2

2 Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 33-41

4

Dilihat dari sisi hakikat bahasa, dapat dikatakan bahwa musik juga adalah

bahasa. Apabila hakikat bahasa tersebut merupakan kriteria basi satu bahasa, maka

musik telah memenuhi segenap kriteria tersebut. Sepereti dikatakan Khan, bahwa

musik menurut orang kuno, bukan ilmu pengetahuan mekanis atau kesenian: musik

adalah bahasa pertama. 3 Untuk dapat memahami lebih dalam mengenai hubungan

antara bahasa dengan musik (hubungan musikal, menyangkut unsur superasegmental

bahasa dengan elemen-elemen musikal), terlebih dulu perlu dipahami beberapa

bahwa dalam musik, unsur-unsur superasegmental bahasa sering diekspresikan

dengan beberapa cara atau variasi, seperti: Intonasi dalam bahasa kata diekspresikan

dalam musik dengan tinggi rendahnya. Tekanan dalam bahasa kata diekpresikan

dalam musik dengan nada-nada yang bertekanan atau nada yang panjang atau nada

tinggi, atau nada rendah, atau nada berornamen, atau nada melisma. Suku kata yang

panjang dan mendapat perhatian dalam bahasa kata diekspresikan dalam musik

dengan nada panjang atau nada yang berornamen atau nada melisma.

Selanjutnya ritme dalam bahasa kata diekspresikan dalam musik dengan ritme

panjang pendeknya bunyi, walaupun wujud ritme sangat dipengaruhi oleh tekanan

dan intonasi. Tempo dalam bahasa kata diekspresikan dalam musik dengan tempo.

Dan dinamika dalam bahasa kata diekpresikan dalam musik dengan dinamika. Secara

alamiah dinamika ini banyak dipengaruhi oleh tinggkan ketegangan emosi dan

karakter dari orang yang mengekspresikan. Biasanya, apabiala terdapat melodi

menaik atau menuju pada satu titik tekanan maka dinamika volumenya akan

menguat, demikian vice-versa untuk melodi yang menurun dan tidak bertekanan.

Dilihat dari pengamatan awal nyanyian rakyat atau nyanyian tanah memiliki

kesamaan dengan rim yang terdapat pola tonal dan disisi lain musik tradisi di Maluku

mulai hilang, sehingga hal ini menjadi menarik untuk diteliti. Upaya yang dilakukan

dengan penelusuran lewat rim yang berkedudukan antara gaya menyanyi dan gaya

3 Hazrat Inayat Khan, Dimensi Mistik Musik dan Bunyi. Terj. Subagijono dan Fungky Kusnaendy

Timur (Yogyakarta: Penerbit Pustaka Sufi, 2002), 59.

5

berbicara dengan keterikatan yang kuat pada ritme musik dan infleksi dalam bahasa,

bukan keterikatan pada pitch. Untuk mendeteksi pola tonal dibutuhkannya strategi

yang dapat membuktikan hasil dari penelitian ini. Maka sebagai langkah awal dari

strategi, peneliti mengambil sampel dari masyarakat setempat kemudian

direkonstruksi menggunakan aplikasi melodyne yang dilakukan setelah pengambilan

data.

Melodyne merupakan perangkat lunak pengubah file suara yang memiliki

pendekatan sistem yang berbeda dari ke banyakan software dengan fungsi sejenis.

Aplikasi ini melakukan analisis monoponik atas file suara yang dipilih baik suara

percakapan, suara angin, bernyanyi ataupun alat musik. Melodyne menawarkan

algoritma untuk setiap jenis audio: vokal, instrumen, suara perkusi, kebisingan,

seluruh campuran. Algoritma menentukan bagaimana materi audio akan ditafsirkan

dan ditampilkan. Melodyne membedakan antara tiga jenis parameter nada yang

berbeda untuk setiap nada: pusat nada, modulasi nada (atau 'vibrato'). Melodyne juga

memungkinkan untuk bekerja dengan skala dan tuning apa pun. Dari indikasi inilah

adanya ide bahwa dapat di rekonstruksi menjadi sebuah pola tonal yang merupakan

identitas masyarakat Maluku.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana pola tonal dalam rim dapat direkonstruksi.

a. Apa saja strategi penelusuran pola tonal bahasa pada rim desa Kilang dan

desa Latuhalat?

b. Bagaimana cara merekonstruksi pola tonal bahasa dari rim desa Kilang

dan desa Latuhalat?

6

B. Metode Penelitian

Penelitian terhadap fenomena ini menggunakan metode penelitian kualitatif

yang memfokuskan pada sumber atau data tentang penelusuran pola tonal pada

bahasa tutur atau rim dalam suatu masyarakat dengan berbagai bahasa tutur atau

rim yang berbeda. Alasan penggunaan metode penelitian kualitatif, karena data

yang diperoleh dari lapangan relatif banyak, sehingga memungkinkan peneliti

untuk mengklarifikasikan melalui penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan pendekatan etnografi sebagai dasar pengetahuan

mendeskripsikan suatu masyakakat sebagai sumber data penelitian. Pendekatan

tersebut bertujuan untuk mengetahui hakekat kasus tersebut. Kasus yang

dimunculkan dalam penelitian ini guna mengetahui metode penelusuran pola

tonal rim pada desa Kilang dang desa Latuhalat. Kajian penelitian ini bersifat

analisis deskriptif mengenai kasus yang dapat dibatasi atau dideskripsikan dengan

tujuan memaparkan tentang permasalahan yang diajukan dalam topik penelitian

ini.

Agar penelitian ini dapat terencana dengan baik maka ditetapkan

prosedur pengumpulan data untuk menunjang kegiatan penelitian mulai dari tiba

dilapangan sampai selesainya penelitian. Data pada penelitian ini dilakukan

dengan mengambil sumber tertulis dan tidak tertulis. Data tersebut diperoleh

melalui : observasi, wawancara, dokumentasi dan beberapa buku mengenai

sejarah Maluku, desa Kilang dan desa Latuhalat , karena belum ada buku yang

secara langsung membahas musik Maluku, desa Kilang dan desa Latuhalat. Selain

itu juga untuk data pendukung ada penelusuran dan tinjauan pada beberapa

artikel, jurnal dan website.

C. Hasil dan Pembahasan

Sebagai salah satu unsur budaya, musik senantiasa hadir dalam setiap

gerak perilaku manusia. Bahkan musik merupakan perilaku sosial yang

7

kompleks dan universal (Djohan, 2008: 41). Artinya setiap masyarakat

memiliki apa yang disebut dengan musik, oleh karena masyarakat adalah

potret dari kehidupam musikal. Karena musik hadir dalam setiap gerak

perilaku manusia, maka ia akan menyelaraskan diri dengan keinginan-

keinginan ekspresif dan emosional manusia. Dengan demikian musik juga

mempunya sifat elastisitas dan fleksibelitas terhadap tuntutan zaman yang

senantiasa berubah (Mayakania, 2008: 127).

Berdasarkan kedua pemahaman di atas, maka dengan seni musik

tradisonal Maluku berbagai jenis unsur dan ragam musik yang telah lahir dan

berkembang serta dilestarikan oleh masyarakat Maluku yang di dalamnya

terkandung nilai-nilai kepercayaan atau keyakinan. Oleh sebab itu musik

tradisional Maluku tidaklah terbatas pada nilai dan unsur budayanya saja

tetapi mencakup nilai dan budaya luar yang telah mengalami proses alkuturasi

dengan budaya lokal.

Menurut Tamaela (1995: 118), proses perkembangan musik tradisional

dimulai dari perkembangan bunyi-bunyian di alam. Para leluhur mencari dan

mengelola benda-benda atau bahan-bahan dari alam di sekelilingnya untuk

membuat alat-alat musik yang kemudian digunakan oleh masyarakat sebahagi

media komunikasi dan informasi melalui tanda-tanda bunyi untuk

menyampaikan suatu pesan tertentu. Tifa dan tahuri sebagai tanda

menyampaikan pesan kepada orang lain misalnya untuk mengumpulkan

masayarakat, mengisyartkan bahasa dan memberi semangat dalam bekerja.

Walaupun bunyi-bunyian tersebut belum tertata menurut tuntutan ilmu musik

namun sesungguhnya memiliki nilai-nilai musikal yang sangat berarti bagi

masyarakat pada saat itu.

Berdasarkan hasil pengamatan, dewasa ini berbagai unsur musik asing

yang mengalami proses alkuturasi dengan budaya Maluku, dapat ditemukan

dan masih dipraktekan sebagai bentuk ekspresi kultural masyarakat. Misalnya,

musik Zamrah atau Hadrat, alat musik pengiringnya berupa alat musik

8

gambus, tifa marwas dan rebana sebagai peninggalan budaya Islam masih

ditemukan pada desa yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam.

Sedangkan masyarakat yang mayoritas beragama Kristen, pengaruh musik

barat seperti gitar, biola, suling bamboo, sampai dengan paduan suara dengan

nyanyian-nyanyian gerejawinya pada masa lampau masih digunakan dalm

aktiftas peribadahan umat di Gereja sampai saat ini.

Menyadari bahwa pengaruh perkembangan kontak budaya luar melalui

penyebaran unsur-unsur musik barat yang dilakukan baik komunikasi maupun

akibat perkembangan teknologi industri ini telah mempengaruhi gaya musikal

masyarakat dan para musisi, bahkan semakin mendominasi pentas proses

berkesenian orang Maluku saat ini.

1. Musik Tradisional di Maluku

Musik tradisional di Maluku dipahami sebagai musik yang berasal dari

budaya musik luar (asing) yang diterima dan dikembangkan sebagai musik

tradisional Maluku. Artinya musik-musik tersebut tidak berasal dari Maluku

atau tidak diciptakan dan tidak bersal dari alam dan masyarakat pribumi

setempat. Masuknya pengaruh musik dari luar tersebut berkaitan dengan

terjadinya kontak budaya yang berbeda dan dibawa masuk, dikembangkan

sampai dengan diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bagian dari musik

tradisi. Penyebaran agama Islam dari Jawa dan Arab pada abad ke -15, turut

,membawa alat-alat musik tabuhan berjenis gong yang serupa dengan alat

musik kenong dalam musik gamelan di Pulau Jawa (Tamaela, 1995: 116).

Ketika pada abad ke-16, bangsa Portugis masuk sebagai penyebar

agama Kristen Katolik dan masuk pula musik mereka seoerti musik

keroncong yang menggunakan alat musik gitar, ukulele, biola, bua rumba,

contra bass serta lagu-lagu bertangga nada diatonis (Tamaela, 1995: 121), dan

pada saat itu juga penduduk asli Maluku pertama kali mengenal musik

Gregorian, musik gerejawi (2004: 4). Kedatangan bangsa Portugis ke Maluku

sekaligus merupakan awal masuknya musik barat ke timur Indonesia.

9

Kedatangan bangsa Belanda ke Maluku dapat dilihat dari masuknya musik

korps (corps music) lalu berkembanglah instrumen suling bambu yang ditiup

horizontal.

Elemen – elemen musik yang ada dalam penemuan ini kemudian

dianalisa dengan elemen – elemen musik sebagai berikut : (1) Nada, (2)

jumlah nada notasi angka, (3) nada yang sering kali muncul dalam

percakapan, (3) jarak nada – nada dalam tiap frase, (4) jarak nada dengan

berbagai posisi interval .

1. Pola melodi tonal Rim Desa Latuhalat

Gambar 1.1

Pada gambar diatas dapat kita lihat bahwa umumnya rim Latuhalat

memiliki ciri khas yaitu dengan penekanan pada suku kata dengan intonasi

nada yang tinggi dan biasanya sedikit diperpanjang atau ditarik.

Berikut analisis dari rim Latuhalat gambar 1.1 :

10

a. Di dalam kalimat Mama su pulang pasar ka blom? (Mama sudah pulang pasar

belum) terdiri dari tujuh nada yakni 1/(di) – 4 – 7 – 3 – 3 – 7 – 2/(ri)

b. Nada yang biasa muncul (tonal center) adalah 7 (si) dan 3 (mi) masing –

masing sebanyak 2 kali.

c. Jarak nada dengan berbagai posisi interval :

1/ (di) ke 1/ (di) dengan nama interval Prime murni yang berjarak 0 nada

1/ (di) ke 4 (fa) dengan nama interval Terts besar yang berjarak 2 nada

4 (fa) ke 7 (si) dengan nama interval Terts yang berjarak 3 nada

7 (si) ke 3 (mi) dengan nama interval Kuart murni yang berjarak 2

nada

3 (mi) ke 3 (mi) dengan nama interval Prime murni 0 nada

3 (mi) ke 7 (si) dengan nama interval Kwint murni yang berjarak 3

nada

7 (si) ke 2/ (ri) dengan nama interval Terts besar yang berjarak 2 nada

Gambar 1.2

Berikut analisis dari rim Latuhalat gambar 1.2 :

11

a. Di dalam kalimat Mama katong pi sama-sama jua (Mama kita pergi sama-

sama) terdiri dari sembilan nada yakni 1/ (di) – 5 – 2/ (ri) – 2/ (ri) – 6 – 2/ (ri)

– 2/ (ri) – 2/ (ri) – 1/ (di)

b. Nada yang biasa muncul (tonal center) adalah 2 (ri) sebanyak 5 kali

c. Jarak nada dengan berbagai posisi interval :

1/ (di) ke 1/ (di) dengan nama interval Prime murni yang berjarak 0 nada

1/(di) ke 5 (sol) dengan nama interval Kwart yang berjarak 4 nada

5 (sol) ke 2/ (ri) dengan nama interval Kwart yang berjarak 4 nada

2/ (ri) ke 2/ (ri) dengan nama interval Prime murni yang berjarak 0 nada

2/ (ri) ke 6 (la) dengan nama interval Terts yang berjarak 3 nada

6 (la) ke 2/ (ri) dengan nama interval Kwart yang berjarak 4 nada

2/ (ri) ke 2/ (ri) dengan nama interval Prime murni yang berjarak 0 nada

2/ (ri) ke 2/ (ri) dengan nama interval Prime murni yang berjarak 0 nada

2/ (ri) ke 1/(di) dengan nama interval Kwint yang berjarak 5 nada

Gambar 1.3

12

Berikut analisis dari rim Latuhalat gambar 1.3 :

a. Di dalam kalimat Mama seng pi ibadah ka? (Mama tidak pergi ibadah?)

terdiri dari tujuh nada yakni : 2 – 3 – 7 – 1/ (di) – 2 – 2/ (ri) – 2/ (ri)

b. Nada yang biasa muncul (tonal center) adalah 2 (re) dan 2/ (ri) masing –

masing sebanyak 2 kali.

c. Jarak nada dengan berbagai posisi interval :

2 (re) ke 2 (re) dengan nama interval Prime murni yang berjarak 0

nada

2 (re) ke 3 (mi) dengan nama interval Sekonde besar yang berjarak 1

nada

3 (mi) ke 7 (si) dengan nama interval Kwint murni yang berjarak 3

nada

7 (si) ke 1/ (di) dengan nama interval Sekonde besar yang berjarak 1

nada

1/ (di) ke 2 (re) dengan nama interval yang berjarak

2 (re) ke 2/ (ri) dengan nama interval Terts kecil yang berjarak 1

nada

2/ (ri) ke 2/ (ri) dengan nama interval Prime murni yang berjarak 0

nada.

Berdasarkan analisis di atas dapat disimpukan bahwa dalam kalimat percakapan

pada gambar 1.1 Mama katong pi sama-sama jua (Mama kita pergi sama-sama)

memiliki sembilan nada yakni 1 (di) – 5 – 2/ (ri) – 2/(ri) – 6 – 2/ (ri) – 2/ (ri) – 2/

(ri) – 1/(di) dan dua nada 7 (si) dan 3 (mi) yang sering muncul sebanyak 2 kali

dalam kalimat percakapan, pada gambar 1.2 Mama katong pi sama-sama jua

(Mama kita pergi sama-sama) memiliki sembilan nada yakni 1/ (di) – 5 – 2/ (ri) –

2/ (ri) – 6 – 2/ (ri) – 2/ (ri) – 2/ (ri) – 1/ (di) dan dua nada dan satu nada yakni 2

(ri) yang muncul sebanyak 5 kali. Sedangakan gambar 1.3 Mama seng pi ibadah

ka? (Mama tidak pergi ibadah?) memiliki tujuh nada yakni : 2 – 3 – 7 – 1/ (di) – 2

13

– 2/ (ri) – 2/ (ri) dan nada 2 (re) dan 2/ (ri) yang muncul sebanyak dua kali. Jarak

nada dengan berbagai interval sangat bervariatif dengan intonasi yang menaik dan

menurun sehingga membuat banyaknya variasi interval melodi dalam masing -

masing kalimat percakapan.

2. Pola melodi tonal Rim Desa Kilang

Secara umum masyarakat rim pada desa Kilang dimulai dengan cengkokan

dengan intonasi nada rendah ke nada tinggi yang bunyinya terasa seperti

melengkung dan nada menurun pada akhir kalimat.

Gambar 2.1

14

Berikut ini analisis dari rim Kilang pada gambar 2.1 :

a. Di dalam kalimat Mama su pulang pasar ka blong? (Mama sudah pulang

pasar belum?) terdiri dari enam nada yakni 1 – 7 – 5/ (sel)– 5/ (sel) – 7/

(sa) - 7/ (sa) – 7/ (sa) – 6

b. Nada yang biasa muncul (tonal center) adalah 7// (sa) sebanyak 3 kali.

c. Jarak nada dengan berbagai posisi interval :

1 (do) ke 1 (do) dengan nama Prime Murni yang berjarak 0 nada.

1 (do) ke 7 (si) dengan nama interval Terts besar yang berjarak 5 nada

7 (si) ke 5/ (sel) dengan nama interval Sekst yang berjarak 4

5/ (sel) ke 5/ (sel) dengan nama interval Prime murni yang berjarak 0

nada

5/ (sel) ke 7/ (sa) dengan nama interval Kuart yang berjarak 2

7/ (sa) ke 7/ (sa) dengan nama interval Prime murni yang berjarak 0

nada

7/ (sa) ke 7/ (sa) dengan nama interval Prime murni yang berjarak 0

nada

7/ (sa) ke 6 (la) dengan nama interval Terts besar yang berjarak 5

nada

15

Gambar 2.2

Berikut analisis dari rim Kilang pada gambar 2.2 :

a. Di dalam kalimat Mamayo katong pi sama – sama jua (Mama kita

pergi sama – sama ) terdiri dari delapan nada yakni 7 – 4 – 6 /(sa) – 6/

(sa) – 4 – 5 /(sel) – 5/ (sel) – 1/ (di)

b. Nada yang biasa muncul (tonal center) adalah not 6/ (sa) dan 5 /(sel)

c. Jarak nada dengan berbagai posisi interval

7 (si) ke 7 (si) dengan nama interval Prime murni yang berjarak 0

nada

7 (si) ke 4 (fa) dengan nama interval Kwint murni yang berjarak 3

nada

4 (fa) ke 6/ (sa) dengan nama interval Kwint murni yang berjarak

3

nada

6/ (sa) ke 6/ (sa) dengan nama interval Prime murni yang berjarak

0 nada

16

6/ (sa) ke 4 (fa) dengan nama interval Kwint murni yang berjarak

3

nada

4 (fa) ke 5/ (sel) dengan nama interval Terts kecil yang berjarak

1

nada

5/ (sel) ke 5/ (sel) dengan nama interval Prime murni yang

berjarak 0 nada

5/ (sel) ke 1/ (di) dengan nama interval Kwart murni yang berjarak

2

Gambar 2.3.

Berikut analisis dari rim Kilang pada gambar 2.3:

a. Di dalam kalimat Mamayo seng pi ibadah yo? (Mama tidak pergi

ibadah?) terdiri dari tujuh nada yakni 5 – 7 – 5 – 7 – 6 – 7 – 2

b. Nada yang biasa muncul adalah 7 sebanyak 3 kali.

c. Jarak nada dengan berbagai posisi interval :

17

5 (sol) ke 5 (sol) dengan nama interval Prime Murni yang berjarak

0 nada

5 (sol) je 7 (si) dengan nama interval Terts besar yang berjarak 2

nada

7 (si) ke 5 (sol) dengan nama interval Kwart yang berjarak 4 nada

5 (sol) ke 7 (si) dengan nama interval Terts besar yang berjarak 2

nada

7 (si) ke 6 (la) dengan nama interval Kwint yang berjarak 5 nada

6 (la) ke 7 (si) dengan nama interval Terts besar yang berjarak 2

nada

7 (si) ke 2 (re) dengan nama interval Terts kecil yang berjarak 1

Berdasarkan analisa di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kalimat

percakapan pada gambar 2.1 Mama su pulang pasar ka blong? (Mama sudah

pulang pasar belum?) memiliki enam nada yakni 1 – 7 – 5/ (sel)– 5/ (sel) – 7/

(sa) - 7/ (sa) – 7/ (sa) – 6 dan nada 7/ (sa) yang muncul sebanyak 3 kali dalam

percakapan. Pada gambar 2.2 Mamayo katong pi sama – sama jua (Mama kita

pergi sama – sama ) memiliki delapan nada yakni 7 – 4 – 6/ (sa) – 6/ (sa) – 4

– 5 /(sel) – 5/ (sel) – 1/ (di) dan dua nada 6 /(sa), 5 /(sel) masing – masing

muncul sebanyak 2 kali dalam percakapan. Sedangkan pada gambar 2.3

Mamayo seng pi ibadah yo? (Mama tidak pergi ibadah?) memiliki tujuh nada

yakni 5 – 7 – 5 – 7 – 6 – 7 – 2 dan nada 7 (si) yang muncul sebanyak 3 kali

dalam percakapan.

Jarak nada dengan nada yang lain sangat bervariatif namun intonasi

dalam kalimat percakapan dari gambar – gambar di atas menunjukan bahwa

intonasi dari nada tinggi pada suku kata awal dan pada suku kata terakhir

menjadi nada rendah dengan cengkokan atau gaya berbicara yang sangat

mempengaruhi gerakan nada yang terlihat pada gambar – gambar di atas.

18

D. Kesimpulan

Maluku memiliki tradisi menjaga peristiwa yang telah terjadi pada kehidupan

mereka di masa lampau. Peristiwa tersebut ada yang dibukukan akan tetapi banyak

yang diceritakan dari mulut ke mulut ataupun bernyanyi dengan rim yang ada pada

masing-masing desa. Hal ini disebabkan karena orang Maluku terlambat mengenal

budaya tulisan dan sampai ini yang masih dijaga ialah budaya lisan. Kebiasaan orang

Maluku dengan budaya lisan tersebut yang menarik perhatian untuk diteliti sebagai

jejak awal merevitalisasi pola tonal.

Melalui rim, kemampuan untuk mengungkap kembali dan menjaga nilai

identitas sebagai orang Maluku pada bidang musik dapat diperbaharui dan

dikembangkan. Desa Kilang dan Desa Latuhalat adalah dua desa yang berada di

pulau Ambon dengan perbedaan geografis yang signifikan menjadikan rim yang

dimiliki kedua desa ini sangat berbeda. Latuhalat memiliki rim dengan penekanan

pada suku kata dengan intonasi nada yang tinggi, biasanya sedikit diperpanjang atau

ditahan. Sedangkan kilang memiliki rim yang dimulai dengan cengkokan intonasi

nada rendah ke nada tinggi yang bunyinya terasa seperti melengkung dan nada akan

menurun pada akhir suku kata. Rim sendiri memiliki pengertian sebagai logat dialek

yang hampir seperti orang bernyanyi atau berlagu.

E. Daftar Pustaka

Bramantyo, T. (2004). Disseminasi Musik Barat di Timur. Yogyakarta: Yayasan

Untuk Indonesia.

Djohan. (2008). Psikologi Musik. Yogyakarta: Joglo Alit.

Heuven, v. (1994). Temporal Distribution of Interrogativity Marker. Cambridge:

Cambridge University: Dalam Gussenhoven, Carlos, T. Rietveld, and N.

Warner.

19

Kunst. (1959). Etnomusicology. Third Edition, The Hague: Martimus Nijhoff.

Malm, W. (1988). Musi Culture of The Near East and Asia, 2rd, Prentice Hall, Inc.

New Jersy: Enblewood.

Maluku, T. T. (2004). Kapata: Nyanyian Tradisi di Maluku. Ambon: Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Maluku.

Mayakarina, N. D. (2008). "Peran Musik dalam Kreatifitas Manusia" dalam Tradisi

sebagai Tumpuan Kreatifitas Seni,. Bandung: Sunan Ambu STSI Press.

Rohani , & Silfana. (2013). “Prosodic Features of East Acehnese Dialect Based on

Age Factor: An Experimental Phonetic Study”.

Syarfina. (2014). Acoustic Characteristic Of Batubara Dialect Malay Language.

Sumatera Utara: Balai Bahasa.

Seeger, C. (1982). "Foreword", dalam Mantle Hood, The Etnomusicologist.

Kent,Ohio: Kent State University Press.

Tamaela, C. (1995). Musik Tradisional Maluku Sebagai Sarana Komunikasi Injil

Dalam Jemaat GPM dalam Gereja Pulau-pulau Toma Arus Sibak Ombak

Tegar. Ambon: Fakultas Theologi UKIM.

Whalen, DH. (1995). Intrinsic F0 of vowels in the babbling of 6-, 9-, and 12-month-

old French- and English-learning infants. US: Nasional Library of Medicine

Institutes of Health.

20