i USM UPAYA HUKUM ATAS HILANGNYA OBYEK HAK ...

91
i USM UPAYA HUKUM ATAS HILANGNYA OBYEK HAK TANGGUNGAN KARENA BENCANA ALAM DI MANGKANG WETAN KOTA SEMARANG SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Menyelesaikan Program Studi Stara 1 Ilmu Hukum Disusun Oleh : Nama : FIQI AZIS Nim : A.131.15.0114 UNIVERSITAS SEMARANG FAKULTAS HUKUM SEMARANG 2019

Transcript of i USM UPAYA HUKUM ATAS HILANGNYA OBYEK HAK ...

i

USM

UPAYA HUKUM ATAS HILANGNYA OBYEK

HAK TANGGUNGAN KARENA BENCANA ALAM

DI MANGKANG WETAN KOTA SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Dan Syarat-Syarat Guna Menyelesaikan

Program Studi Stara 1 Ilmu Hukum

Disusun Oleh :

Nama : FIQI AZIS

Nim : A.131.15.0114

UNIVERSITAS SEMARANG

FAKULTAS HUKUM

SEMARANG

2019

ii

iii

iv

v

DUKUMENTASI PERPUSTAKAAN

FAKULTAS ILMU HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG

Perpustakaan Fakultas Ilmu Hukum Universitas Semarang dengan ini

menerangkan, bahwa skripsi dibawah dengan keterangan sebagai berikut

dengan Judul :

UPAYA HUKUM ATAS HILANGNYA OBYEK

HAK TANGGUNGAN KARENA BENCANA ALAM

DI MANGKANG WETAN KOTA SEMARANG

Oleh :

Nama : Fiqi Azis

Nim : A.131.15.0114

Telah didokumentasikan dengan nomor : ..............................................

diperpustakaan Fakultas Ilmu Hukum Universitas Semarang untuk

dipergunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, 14 Februari 2019

Bagian Administrasi Perpustakaan

Fakultas Ilmu Hukum Universitas Semarang

( ...................................................... )

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat,

karunia dan hidayah-nya kepada penulis sehingga penulis dapat penyusunan

penulisan skripsi ini yang berjudul : “ Upaya Hukum Atas Hilangnya Obyek

Hak Tanggungan Karena Bencana Alam Di Mangkang Wetan Kota

Semarang “.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam

penyusunan penulisan skripsi ini tidak luput dari adanya kekeliruan-

kekeliruan maupun kekurangan-kekurangan, baik dari segi materi maupun

tata bahasa penulisan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan

penulisan skripsi ini banyak melibatkan berbagai pihak, oleh sebab itu

dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Ibu B. Rini Heryanti S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Semarang, yang secara langsung maupun tidak langsung

memberikan bantuan dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas

Semarang.

2. Bapak Dr. Amri P. Sihotang, S.S., S.H., M.Hum. selaku dosen wali

penulis, terima kasih untuk semua hal yang tak bisa penulis ucapkan satu

persatu kebaikan beliau semasa penulis menempuh pendidikan di

Universitas Semarang.

3. Ibu Dhian Indah Astanti, S.H., M.H. sebagai pembimbing I penulisan

dalam penyusunan penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu

vii

dan memberikan saran serta nasehat untuk perbaikan dan penyempurnaan

penyusunan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Supriyadi, S.H., M.Kn. sebagai pembimbing II dalam penyusunan

penulisan skripsi ini, yang dengan kebijaksanaannya serta kesabarannya

dalam mengarahkan dan memberikan arahan serta masukan terhadap

penyusunan penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Staf Pengajar atau Dosen Fakultas Hukum Universitas

Semarang yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis

untuk dapat menyusun penulisan skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis, ayahanda tercinta “ Rasman “ dan ibunda

tersayang “ Susilowati “, terima kasih atas segala kasih sayang dan telah

memberikan semangat kepada penulis.

7. Kepada kedua adikku tersayang, “ Fani Ifanka “ dan “ Farah Deas Oka “,

kakak bangga pada kalian berdua.

8. Kepada seseorang yang membuat hari-hari penulis menjadi begitu indah,

“ Nadia Oktaviana “, terima kasih telah membuat penulis terus semangat

menjalani semua ini.

9. Kepada pihak-pihak yang membantu baik moril maupun materiil, yang

tak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih yang sebanyak-

banyaknya, kalian terbaik.

10. Segenap sahabat-sahabat penulis selama menjalani masa perkuliahan di

Fakultas Hukum Universitas Semarang yang tak bisa disebutkan satu

per satu yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil.

viii

ix

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“ Sekali anda mengerjakan sesuatu, jangan takut gagal dan jangan

tinggalkan itu. Orang-orang yang bekerja dengan ketulusan hati adalah

mereka yang paling bahagia “.

# Chanakya

Kegagalan dalam hidup itu adalah hal yang biasa, yang luar biasa

adalah bagaimana kamu belajar dari kegagalan tersebut untuk mencapai

suatu keberhasilan. Berbahagialah ketika gagal karena disana Tuhan

memberikan pelajaran untuk itu.

Sebuah pelajaran bahwa bekerja bukan hanya untuk dinikmati dan

dipuji, tapi tidak lain untuk sebuah kebahagiaan. Rendah hati dan ketulusan,

itu tanda kebahagiaan. Kata kata motivasi kerja inilah yang perlu kamu

tanam dalam diri menuju suatu kesuksesan.

Saya persembahkan Skripsi ini kepada :

Yang terkasih dan tersayang :

Ayahanda tercinta “ Rasman “ dan ibunda tersayang “ Susilowati “,

Kedua adikku tersayang, “ Fani Ifanka “ dan “ Farah Deas Oka “, dan

Kepada terkasih dan tersayang, “ Nadia Oktaviana “.

x

ABSTRAK

Debitur selama menerima fasilitas kredit, bukti kepemilikan tanah

yang berupa sertifikat hak atas tanah akan dibebankan hak tanggungan, yang

menjadi permasalahan, apabila obyek jaminan hak tanggungan tersebut

hilang akibat peristiwa bencana alam yang mengakibatkan tanah yang

dijaminkan musnah, ini menimbulkan permasalahan. Maka permasalahan

yang akan dikemukakan adalah kekuatan hukum Sertifikat Hak Tanggungan

dalam hal Musnahnya Objek Hak Tanggungan karena Bencana Alam dan

perlindungan hukum bagi pemegang Sertifikat Hak Tanggungan yang

Objeknya Musnah Karena Bencana Alam di wilayah Mangkang Wetan Kota

Semarang. Metode Penelitian ini adalah yuridis empiris, spesifikasi

deskriptif analitis, metode pengumpulan data menggunakan teknik

pengumpulan data primer dan sekunder, analisis data menggunakan

deskriptif kualitatif. Kekuatan hukum Sertifikat Hak Tanggungan adalah

memiliki kekuatan hukum yang tetap dan sah yang mempunyai kekuatan

eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memiliki

kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek

sepanjang mengenai hak atas tanah tersebut. Jika terjadi suatu peristiwa

yang mengakibatkan musnahnya obyek yang diperjanjikan maka perjanjian

tersebut batal demi hukum karena perjanjian yang tidak menentukan jenis

barang, jumlah, atau keadaanya. Perlindungan hukum bagi pemegang

Sertifikat Hak Tanggungan yang Objeknya Musnah Karena Bencana Alam

yaitu yang di maksud adalah Bank BRI KCP Wilayah Mangkang dalam

upaya mengamankan kredit yang dijaminkan kepada debitor telah

mendapatkan perlindungan hukum yaitu dengan mengusulkan objek tanah

yang dibebani hak tanggungan diasuransikan dengan pihak asuransi yang

bekerja sama dengan pihak kreditur. Dengan adanya penggantian dari Pihak

Asuransi tersebut, pihak bank dapat berharap dapat dijadikan pelunasan

utang debitur terhadap kreditur.

Kata Kunci : Upaya Hukum, Hilangnya Obyek Hak Tanggungan,

Bencana Alam.

xi

ABSTRACT

Debtors as long as they receive credit facilities, proof of land

ownership in the form of land rights certificates will be borne by mortgages,

which becomes a problem, if the object of collateral rights is lost due to

natural disasters which result in collapsed land, this creates problems. Then

the problem that will be raised is the legal strength of the Underwriting

Rights Certificate in the event of the loss of Mortgage Rights Objects due to

Natural Disasters and legal protection for holders of Underwriting Rights

Certificates whose Objects Were Deterred by Natural Disasters in the

Mangkang Wetan area of Semarang City. This research method is empirical

juridical, analytical descriptive specifications, data collection methods

using primary and secondary data collection techniques, data analysis

using qualitative descriptive. The legal strength of the Underwriting Rights

Certificate is to have a permanent and legitimate legal force that has an

executive power similar to a court decision that has permanent legal force

and is valid as a substitute for hypotheek grosseacte insofar as it relates to

the land rights. If an event occurs that results in the destruction of the object

promised, the agreement is null and void due to an agreement that does not

determine the type of item, amount or condition. Legal protection for

holders of Underwriting Certificates whose objects are destroyed due to

natural disasters, namely the purpose of the BRI Bank KCP Mangkang

Region in an effort to secure loans guaranteed to debtors has obtained legal

protection, namely by proposing land objects that are covered by insured

rights with working insurance the same as the creditor. With the

replacement of the insurance company, the bank can expect to be repaid the

debtors debt to the creditor.

Keywords : Legal Efforts, Loss of Mortgage Objects, Natural Disasters.

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN MEMPERBANYAK .................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN ......................................................... iv

DUKUMENTASI PERPUSTAKAAN ........................................................ v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................ viii

ABSTRAK ................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... xi

BAB I : PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................ 8

D. Keaslian Penelitian ................................................................... 9

E. Sistematika Penulisan ............................................................... 9

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 11

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian ...................................... 11

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank ................. 17

C. Tinjauan Umum Hukum Jaminan ......................................... 20

D. Pengertian Hak Tanggungan ................................................. 23

E. Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Hak Kebendaan ............. 31

BAB III : METODE PENELITIAN ........................................................... 43

A. Jenis / Tipe Penelitian ............................................................ 44

xiii

B. Spesifikasi Penelitian ............................................................. 44

C. Metode Pengumpulan Data ................................................... 44

D. Metode Analisis Data ............................................................ 46

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 47

A. Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan dalam hal

Musnahnya Objek Hak Tanggungan karena Bencana Alam di

Wilayah Mangkang Wetan Kota Semarang .......................... 47

B. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Sertifikat Hak

Tanggungan yang Objeknya Musnah Karena Bencana Alam di

Wilayah Mangkang Wetan Kota Semarang .......................... 61

BAB V : PENUTUP ................................................................................... 68

A. Simpulan ................................................................................ 68

B. Saran ...................................................................................... 69

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada prinsipnya dalam kehidupan seseorang maupun perusahaan itu

tidaklah terlepas dari transaksi hutang-piutang yang mana di latarbelakangi

untuk pemenuhan suatu kebutuhan. Perikatan yang sering terjadi diantara

masyarakat sering kali didominasi oleh peristiwa perjanjian-perjanjian yang

dibuat oleh para pihak, selain perjanjian jual beli, perjanjian yang seringkali

dibuat dan disepakati para pihaknya adalah perjanjian utang-piutang, yang

mana sudah barang tentu perjanjian hutang-piutang ini dilakukan untuk

menopang kebutuhan persediaan dana yang sangat besar.

Meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang

ekonomi, yang mengelola kekuatan potensi ekonomi menjadi kekuatan

ekonomi riil dengan memanfaatkan sarana permodalan yang ada sebagai

sarana pendukung utama dalam pembangunan tersebut membutuhkan

penyediaan dana yang cukup besar. Peran masyarakat dalam pembiayaan

akan semakin besar, hal tersebut disebabkan dana yang diperlukan dalam

pembangunan berasal atau dihimpun dari masyarakat melalui perbankan,

yang kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat berupa pemberian

kredit, guna menuju kearah yang lebih produktif.

Pembiayaan tersebut menjamin penyalurannya sehingga menjadi

sumber pembiayaan yang riil, maka dana yang bersumber pada perkreditan

2

merupakan sarana yang mutlak diperlukan. Dengan semakin meningkatnya

pertumbuhan kredit biasanya disertai pula dengan meningkatnya kredit

yang bermasalah, walau prosentase jumlah dan peningkatannya kecil, tetapi

kredit bermasalah ini akan dapat mempengaruhi kesehatan perbankan.

Lesunya perekonomian domestik membuat kredit bermasalah ( NPL )

perbankan cenderung meningkat, sementara pertumbuhan kredit dan dana

pihak ketiga ( DPK ) cenderung melambat. Pada 2016, NPL perbankan

umum nasional mencapai 2,93 persen, naik dari tahun sebelumnya sebesar

2,49 persen. Bahkan NPL perbankan pada Januari 2017 telah mencapai 3,09

persen atau sekitar Rp 133,31 triliun dari total kredit yang diberikan kepada

pihak ketiga senilai Rp 4,31 kuadriliun.

Kredit bermasalah untuk modal kerja pada 2016 mencapai 3,59

persen ( Rp 73,59 triliun ), tertinggi dibandingkan dengan kredit investasi

sebesar 3,21 persen ( Rp 36,12 triliun ), dan kredit konsumsi sebesar 1,53

persen ( Rp 18,42 triliun ). Sedangkan menurut orientasi penggunaannya,

kredit bermasalah untuk ekspor mencapai 2,13 persen ( Rp 2,1 triliun ), dan

untuk impor sebesar 2,66 persen ( Rp 1,19 triliun ), sedangkan untuk kredit

lainnya sebesar 2,95 persen ( Rp 129,36 triliun ). Pertumbuhan kredit

sepanjang 2016 hanya mencapai 7,87 persen, lebih rendah dari tahun

sebelumnya. Demikian pula pertumbuhan DPK hanya sebesar 7,26 persen,

juga lebih rendah dari tahun sebelumnya.

Kegiatan menyalurkan kredit mengandung risiko yang dapat

mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Pelaksanaan

pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan mengadakan suatu

3

perjanjian. Perjanjian tersebut terdiri dari perjanjian pokok yaitu perjanjian

utang piutang dan diikuti dengan perjanjian tambahan berupa perjanjian

pemberian jaminan oleh pihak debitor.

Untuk mendapatkan kepastian dan keamanan dari kreditnya, Bank

melakukan tindakan-tindakan pengamanan dan meminta kepada calon

nasabah agar memberikan jaminan suatu barang tertentu sebagai jaminan di

dalam pemberian kredit dan yang diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. 1

Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau

pembiayaan berdasarkan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan

debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan

merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk

memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus

melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, agunan, modal dan

prospek usaha dari debitor.

Secara garis besar dikenal ada 2 ( dua ) bentuk jaminan, yaitu jaminan

perorangan dan jaminan kebendaan. Dalam praktek, jaminan yang paling

sering digunakan adalah jaminan kebendaan yang salah satunya adalah

tanah atau tanah beserta bangunan yang dijadikan jaminan atau dapat diikat

dengan Hak Tanggungan.

Dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( UUPA ), telah diatur suatu lembaga

jaminan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang disebut dengan Hak

_______________________

4

1 Muchdarsyah Sinungan, “ Kredit Seluk Beluk dan Pengelolaannya “, Cetakan

Kelima, ( Yogyakarta : Tograf, 2010 ), halaman 12.

Tanggungan, yang pengaturannya akan diatur lebih lanjut dengan suatu

Undang-Undang.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka lahirlah Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah atau tanah dan

bangunan, serta benda-benda yang berada diatas tanah atau tanah dan

bangunan. Dengan diundangkannya pada tanggal 9 April 1996 Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah serta

benda-benda yang berada diatas tanah atau tanah dan bangunan ( UUHT ),

maka segala ketentuan mengenai Creditverband dalam Buku II Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata yang diberlakukan berdasarkan Pasal 57

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria ( UUPA ) dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pemberian jaminan dengan hak tanggungan diberikan melalui Akta

Pemberian Hak Tanggungan ( APHT ) yang didahului dan / atau dengan

pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan ( SKMHT )

merupakan bagian yang terpisahkan dari perjanjian kredit. Perjanjian

kredit berkedudukan sebagai perjanjian pokoknya.

Perjanjian kredit dengan Jaminan hak tanggungan bukan merupakan

hak jaminan yang lahir karena Undang-Undang melainkan lahir karena

harus diperjanjian terlebih dahulu antar bank selaku kreditor dengan

nasabah selaku debitor. Oleh karena itu secara yuridis pengikatan jaminan

hak tanggungan lebih bersifat khusus jika dibandingkan dengan jaminan

yang lahir berdasarkan Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal

5

1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hak tanggungan tidak dapat

dibagi-bagi yang nampak dari ketentuan bahwa yang dapat diikat sebagai

hak tanggungan adalah hak atas tanah atau tanah beserta bangunan atau

benda-benda yang berada diatas tanah atau tanah beserta bangunan, yang

menjadi satu kesatuan dengan tanah.

Hal ini secara tegas tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

Hak Tanggungan bahwa Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat

dibagi-bagi. Larangan untuk membagi-bagi hak tanggungan tentunya

sangat merugikan pihak yang telah membayar lunas kreditnya, namun

karena masih dalam bentuk sertifikat induk, maka pembayaran tersebut

tidak menimbulkan roya, karena dibayarnya sebagian kredit tidak

mengakibatkan hapusnya seluruh kredit yang dijamin. Larangan dilakukan

pembagi-bagian hak tanggungan, larangan tersebut tidak mutlak, karena

masih memungkinkan hak tanggungan tersebut dibagi-bagi asalkan

diperjanjikan secara tegas antara debitor dengan kreditor yang dibuat dalam

suatu akta pemberian hak tanggungan di hadapan Pejabat Pembuat Akta

Tanah ( PPAT ).

Salah satu hak atas tanah yang dibuktikan dengan kepemilikan

Sertifikat oleh pemegang hak, adalah menjaminkan hak atas tanah, jaminan

dapat berupa surat-surat berharga, atau sertifikat tanah kepada pihak bank

dengan tujuan pengambilan dana tambahan atau pembiayaan tertentu,

dengan cara dibebani Hak Tanggungan. Tentunya apabila pemegang hak

atas tanah atau pemohon ingin menjaminkan tanahnya untuk mendapatkan

pinjaman dari bank, maka sertifikat merupakan syarat paling penting selain

6

identitas pemegang hak atau pemohon. Pihak bank dalam membebankan

hak tanggungan pada pemohon perlu melihat identitas dan sertifikat yang

diajukan sebagai jaminan lolos atau tidak. 2

Debitur selama menerima fasilitas kredit, bukti kepemilikan tanah

yang berupa sertifikat hak atas tanah akan dibebankan hak tanggungan.

Dalam hal ini yang menjadi permasalahan, apabila obyek jaminan hak

tanggungan tersebut hilang akibat peristiwa bencana alam yang

mengakibatkan tanah yang dijaminkan musnah seperti tanah longsor, banjir

bandang ataupun gempa, hal ini menimbulkan permasalahan.

Seperti yang terjadi di wilayah Mangkang Wetan Kota Semarang,

tepatnya di Jalan Kauman RT 02 RW 03 yang terkena banjir bandang pada

rabu sore tanggal 22 November Tahun 2017 tahun lalu. Tentunya sertifikat

tanah yang dijaminkan, yang kemudian diterbitkan Sertifikat Hak

Tanggungan menjadi tidak jelas kedudukannya, karena obyek yang tertera

penjelasan rincinya di dalam sertifikat telah musnah. Permasalahan ini

menimbulkan akibat hukum.

Mualif, seorang warga yang tinggal disekitar Sungai

Beringin mengatakan bahwa di wilayah Mangkang Wetan Kota

Semarang, tepatnya di Jalan Kauman RT 02 RW 03, mengalami

banjir bandang pada Rabu (22/11/2017) sekitar pukul 17.30

WIB. Banjir ini terjadi karena hujan deras yang turun seharian

dan mengakibatkan Sungai Beringin meluap. Tanggul setinggi

lima meter dan rumah-rumah di sekitarnya pun hancur akibat

banjir tersebut. banjir melahap rumahnya sampai 1 meter dan

menghancurkan sejumlah rumah dan mengakibatkan beberapa

rumah hilang karena longsor. 3

_______________________

2 Urip Santoso, “ Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah “, Edisi Pertama,

Cetakan ke-1, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010 ), halaman 408.

7

3 News Regional, “ Di Semarang, Banjir Bandang hingga 1 Meter Terjadi di

Mangkang Wetan “, ( http//: Kompas.com / Semarang / Rabu, 22 November 2017 | 21:27

WIB ), diakses pada 13 November 2018.

Kekuatan Sertifikat Hak Tanggungan secara hukum menjadi sulit

untuk dibuktikan, karena bukti fisik yang telah musnah. Selain itu timbul

permasalahan lain, yaitu perlindungan hukum bagi pemegang sertifikat Hak

Tanggungan dimana obyek yang dibebani Hak Tanggungan telah hilang.

Bagi pemegang sertifikat Hak Tanggungan akan sulit mendapatkan

perlindungan, karena hal ini belum diatur dalam Undang-Undang Hak

Tanggungan, sehingga menimbulkan kekosongan peraturan.

Tentunya ini sangat vital, karena peraturan hukum yang menjadi dasar

dan landasan pelaksanaan, dalam hal ini perlindungan bagi pemegang

Sertifikat Hak Tanggungan yang obyeknya musnah karena bencana alam

belum ada. Bagi pemegang Sertifikat Hak Tanggungan, apabila hal ini

terjadi akan merugikan. Sertifikat Hak Tanggungan jelas memiliki kekuatan

eksekutorial dan menjadi bukti yang kuat, apabila obyek hak tanggungan

musnah karena bencana alam, menjadi permasalahan serius. Berdasarkan

rumusan di atas, penulis tertarik untuk menyusun sebuah skripsi dengan

judul : “ Upaya Hukum Atas Hilangnya Obyek Hak Tanggungan Karena

Bencana Alam Di Mangkang Wetan Kota Semarang “.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang sebagaimana telah diuraikan, maka permasalahan

yang akan dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah kekuatan hukum Sertifikat Hak Tanggungan dalam hal

Musnahnya Objek Hak Tanggungan karena Bencana Alam di wilayah

Mangkang Wetan Kota Semarang ?

8

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang Sertifikat Hak

Tanggungan yang Objeknya Musnah Karena Bencana Alam di wilayah

Mangkang Wetan Kota Semarang ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan utama yang hendak dicapai peneliti dalam melakukan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kekuatan hukum Sertifikat Hak Tanggungan dalam

hal Musnahnya Objek Hak Tanggungan karena Bencana Alam di wilayah

Mangkang Wetan Kota Semarang.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pemegang Sertifikat Hak

Tanggungan yang Objeknya Musnah Karena Bencana Alam di wilayah

Mangkang Wetan Kota Semarang.

Kegunaan dan manfaat penelitian diharapkan dapat dipergunakan baik

secara teoritik maupun praktis.

1. Kegunaan Teoritik :

a) Dapat menambah bahan kepustakaan hukum tentang kekuatan hukum

Sertifikat Hak Tanggungan dalam hal Musnahnya Objek Hak

Tanggungan karena Bencana Alam khususnya di wilayah Mangkang

Wetan Kota Semarang.

b) Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi

mereka yang ingin mendalami masalah perlindungan hukum bagi

pemegang Sertifikat Hak Tanggungan yang Objeknya Musnah Karena

Bencana Alam.

9

2. Kegunaan Praktis :

a) Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya di

bidang Hukum Perdata terkait dengan perlindungan hukum bagi

pemegang Sertifikat Hak Tanggungan yang Objeknya Musnah

Karena Bencana Alam.

b) Dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis ataupun bagi seluruh

lapisan masyarakat.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan di Web dan

Perpustakan Fakultas Hukum Universitas Semarang dan universitas-

universitas manapun, belum ada penulisan yang serupa baik dari judul,

rumusan masalah, tujuan penelitian, maupun hasil penelitian. Oleh karena

itu, penulis menyatakan bahwa penulisan penelitian hukum ini belum

pernah dilakukan sebelumnya dan merupakan hasil karya asli dari penulis,

dan bukan merupakan duplikasi atau plagiasi dari hasil karya penulis lain.

E. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan, pada bab ini diuraikan tentang latar belakang

penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian dan

kegunaan penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka, pada bab ini berisi tinjauan umum hukum

jaminan, hak tanggungan sebagai jaminan hak kebendaan

meliputi prinsip absolut / mutlak hak tanggungan, prinsip Droit

De Suite hak tanggungan, prinsip Droit De Preference hak

tanggungan, prinsip spesialitas hak tangungan, prinsip publisitas

10

hak tanggungan, dan pengertian hak tanggungan meliputi ciri-

ciri dan sifat, obyek dan subyek, proses pemberian, berakhirnya,

dan roya hak tanggungan.

BAB III : Metode Penelitian, metode penelitian terdiri dari jenis / tipe

panelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

empiris, spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif

analitis, metode pengumpulan data menggunakan teknik

pengumpulan data primer dan sekunder, analisis data yang

dilakukan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.

BAB IV : Hasil Penelitian Dan Pembahasan, uraian tentang kekuatan

hukum Sertifikat Hak Tanggungan dalam hal Musnahnya Objek

Hak Tanggungan karena Bencana Alam di wilayah Mangkang

Wetan Kota Semarang, dan perlindungan hukum bagi pemegang

Sertifikat Hak Tanggungan yang Objeknya Musnah Karena

Bencana Alam di wilayah Mangkang Wetan Kota Semarang.

BAB V : Penutup, simpulan dari hasil penelitian, dan saran-saran.

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Pengertian perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji

kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal. maka timbullah suatu hubungan antara dua orang

tersebut yang dinamakan perikatan. Jadi, pengertian perikatan adalah suatu

perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana

pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak

yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 4

Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber-sumber lain.

Suatu perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang

membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa rangkaian perkataan

yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau dalam

bentuk tulisan untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta

kekayaan. Perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, dimana di

dalamnya juga mengatur tentang perikatan. Buku III KUH Perdata

menganut sistem terbuka, artinya memberikan kebebasan kepada

masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak

melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dari hukum

perjanjian merupakan apa yang dinamakan sebagai hukum pelengkap yang

_______________________

4 R. Subekti, “ Hukum Perjanjian “, Cetakan Ke-IV, ( Jakarta : PT Intermasa, 2014 ),

halaman 1.

12

artinya bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh

pihak-pihak yang membuat perjanjian. Para pihak yang membuat perjanjian

diperbolehkan mengatur sendiri kepentingannya dalam perjanjian yang

mereka mengadakan itu. Apabila para pihak tidak mengaturnya sendiri,

maka mau tidak mau akan tunduk kepada undang-undang.

Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menjelaskan mengenai lahirnya suatu

perikatan, bahwa lahirnya perikatan berasal dari dua sumber yaitu perikatan

yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan perikatan yang

bersumber dari perjanjian. perikatan yang bersumber dari undang-undang

diadakan oleh undang-undang diluar kemauan para pihak yang

bersangkutan. Sedangkan perikatan yang lahir dari perjanjian terjadinya

dikehendaki oleh para pihak yang membuat suatu perjanjian. Dalam Buku

III KUH Perdata disebutkan bahwa perikatan adalah hubungan hukum yang

terjadi antara dua orang atau lebih didalam lapangan harta kekayaan, dimana

pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lainnya berkewajiban atas

sesuatu. Pada Buku III KUH Perdata juga memberikan rumusan mengenai

pengertian perjanjian yaitu pada Pasal 1313 KUH Perdata. Perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih.

Pasal 1313 KUH Perdata juga menjelaskan bahwa adanya perjanjian

mengakibatkan para pihak saling terikat satu sama lainnya. Dengan kata

lain, dalam perjanjian timbul kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih

orang atau pihak ke satu atau lebih orang atau pihak lainnya yang berhak

atas prestasi tersebut. Suatu perjanjian dapat menimbulkan prestasi dan

13

kontra prestasi bagi para pihak dari perjanjian tersebut. Dengan kata lain,

bahwa perjanjian memberikan konsekuensi hukum bahwa perjanjian selalu

dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak yang satu mempunyai kewajiban

untuk memenuhi prestasi disatu pihak, sedangkan pihak yang lainnya

mempunyai hak prestasi tersebut.

Membahas mengenai subyek dari perjanjian dapat terdiri dari manusia

dan badan hukum. Dari penjelasan tersebut, dijelaskan bahwa perjanjian

hanya mungkin terjadi apabila ada suatu perbuatan yang nyata, baik dalam

bentuk ucapan maupun berupa tindakan fisik dan bukannya berupa pikiran

semata-mata. Meskipun dalam hukum perjanjian menganut sistem terbuka,

namun syarat sahnya perjanjian yang diharuskan oleh undang-undang

haruslah dipenuhi agar berlakunya perjanjian tanpa terjadi kesalahan. Syarat

sahnya yang terdapat dalam KUH Perdata yaitu pada Pasal 1320 KUH

Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan,

3. suatu hal tertentu, dan

4. suatu sebab yang halal. 5

Keempat syarat sahnya perjanjian diatas, dapat dibagi dalam dua

kelompok yaitu :

1. Syarat Subyektif

Adalah suatu syarat yang menyangkut pada subyek perjanjian apabila

yang menyangkut pada subyek ini tidak dipenuhi, maka salah satu pihak

______________________

5 Op.Cit., halaman 17.

14

dapat meminta supaya perjanjian tersebut dibatalkan. Pihak yang dapat

meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap ataupun tidak

sepakat. Syarat subyektif terdiri dari :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Maksud dari kata sepakat

adalah tercapainya persetujuan kehendak antara para pihak mengenai

pokok-pokok perjanjian yang dibuat itu. Kata sepakat itu dinamakan juga

perizinan, artinya bahwa kedua belah pihak yang mengadakan suatu

perjanjian harus bersepakat.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Pasal 1329 KUH Perdata

menerangkan yaitu bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat

perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak

cakap.

2. Syarat Obyektif

Syarat obyektif adalah syarat yang menyangkut pada obyek

perjanjian, yang meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Apabila syarat ini tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dianggap tidak

pernah lahir suatu perjanjian dan tidak pernah ada perikatan. Dengan

demikian tidak ada kata hukum untuk saling menuntut kepada hakim. Syarat

obyektif ini terdiri dari :

a. Suatu hal tertentu, maksudnya adalah obyek perjanjian. Obyek perjanjian

biasanya berupa barang atau benda. Menurut Pasal 1332 KUH Perdata

dirumuskan bahwa hanya barang-barang yang dapat menjadi pokok

persetujuan-persetujuan. Selain itu dalam Pasal 1333 ayat (1) KUH

Perdata dirumuskan bahwa suatu persetujuan harus mempunyai sebagai

15

pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Jadi

penentuan obyek perjanjian sangatlah penting untuk menentukan hak dan

kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian jika timbul perselisihan

dalam pelaksanaannya.

b. Suatu sebab yang halal, berhubungan dengan isi perjanjian, menurut

pengertiannya, “ sebab causa ” adalah isi dan tujuan perjanjian, dimana

hal tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban

umum dan kesusilaan ( Pasal 1337 KUH Perdata ). Sedangkan dalam

Pasal 1335 KUH Perdata dirumuskan bahwa suatu persetujuan tanpa

sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau

terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Berkaitan dengan hal ini, maka

akibat yang timbul dari perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal

adalah batal demi hukum. Dengan demikian tidak dapat memenuhi

pemenuhannya didepan hukum. 6

Terkait dengan hal tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam

perjanjian mengandung beberapa unsur-unsur sebagai berikut : 7

1. Adanya Pihak-Pihak. Pihak yang dimaksudkan disini yaitu paling sedikit

harus ada dua orang, para pihak bertindak sebagai subyek perjanjian

tersebut. Subyek bisa terdiri dari manusia atau badan hukum. Dalam hal

para pihak terdiri dari manusia maka orang tersebut haruslah telah

dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum.

_______________________

6 Op.Cit., halaman 20.

7 Abdul Kadir Muhammad, “ Hukum Perikatan “, Cet.Ke-III, ( Bandung : Citra

Aditya Bakti, 2012 ), halaman 78.

16

2. Adanya persetujuan para pihak. Para pihak sebelum membuat perjanjian

atau dalam membuat suatu perjanjian haruslah diberikan keduanya, hal

ini bisa disebut dengan asas konsensualitas dalam suatu perjanjian.

Konsesus harus ada tanpa disertai paksaan, tipuan dan keraguan.

3. Adanya tujuan yang akan dicapai. Suatu perjanjian harus mempunyai

satu atau beberapa tujuan yang hendak dicapai dan dengan perjanjian

itulah tujuan tersebut ingin dicapai atau dengan sarana perjanjian tersebut

suatu tujuan ingin mereka capai, baik yang dilakukan sendiri maupun

oleh pihak lain, yang dalam hal ini mereka selaku subyek dalam

perjanjian tersebut.

4. Adanya prestasi yang dilaksanakan. Para pihak dalam perjanjian

mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya

saling berlawanan. Apabila pihak yang satu dengan yang lain hal tersebut

adalah merupakan hak dan begitu pula sebaliknya.

5. Adanya syarat-syarat tertentu. Isi perjanjian harus ada syarat-syarat

tertentu, karena dalam perjanjian menurut ketentuan Pasal 1338 (1) KUH

Perdata mengatakan bahwa persetujuan yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya.

6. Adanya bentuk tertentu. Perjanjian menurut bentuknya dapat dibuat

secara lisan maupun tertulis, dalam hal suatu perjanjian dibuat secara

tertulis dan dibuat dalam bentuk akte otentik maupun dibawah tangan.

17

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank

Perjanjian kredit merupakan perikatan yang termasuk dalam

perjanjian pinjam-meminjam sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam

Pasal 1754 KUH Perdata. Istilah kredit berasal dari bahasa romawi yaitu

credere, yang berarti kepercayaan. Jadi, dasar kredit adalah kepercayaan /

keyakinan dari kreditur bahwa pihak lain pada masa yang akan datang

sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Kredit juga bisa

diartikan penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang disamakan dengan itu

berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dan lain pihak

dalam hal, pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan.

Berdasarkan Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan.

Menurut H. Salim HS, kredit adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga. Pengertian kredit tersebut memiliki unsur-

unsur yaitu sebagai berikut :

1. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu ;

2. Didasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam ;

3. Para pihak yaitu bank dan pihak lain ( nasabah ) ;

4. Kewajiban peminjam yaitu untuk melunasi hutangnya ;

5. Jangka waktu ; dan

6. Adanya bunga. 8

_______________________

8 H. Salim HS, “ Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia “, ( Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada, 2010 ), halaman 30.

18

Sedangkan menurut Hasanuddin Rahman, ditemukan

sedikitnya ada 4 ( empat ) unsur kredit, yaitu :

1. Kepercayaan, yaitu bahwa setiap pelepasan kredit, dilandasi

dengan adanya keyakinan oleh bank bahwa kredit tersebut

akan dapat dibayar kembali oleh debiturnya sesuai dengan

jangka waktu yang telah diperjanjikan ;

2. Waktu, yaitu bahwa antara pelepasan kredit oleh bank dengan

pembayaran kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu

yang bersamaan, tetapi dipisahkan oleh tenggang waktu ;

3. Risiko, yaitu bahwa setiap pelepasan kredit jenis apapun akan

terkandung risiko di dalamnya, yaitu risiko karena adanya

jangka waktu antara pelepasan kredit dengan pembayaran

kembali, artinya semakin panjang waktu kredit semakin

risiko yang terkandung didalamnya ;

4. Prestasi, yaitu bahwa setiap kesepakatan terjadi antara bank

dengan debitur / calon debiturnya mengenai suatu pemberian

kredit, maka pada saat itu akan terjadi suatu prestasi dan

kontra prestasi. 9

Berdasarkan pada pasal diatas, bahwa kredit merupakan perjanjian

pinjam meminjam antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai

debitur. Dalam perjanjian bank sebagai pemberi kredit percaya terhadap

nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan

(.dibayar ) lunas. Tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan

kembali prestasi ini adalah suatu hal abstrak, yang sukar untuk diraba

karena masa antara pemberian dan penerimaan prestasi tersebut dapat

berjalan dalam beberapa bulan, tetapi dapat pula berjalan beberapa tahun. 10

Perjanjian kredit menurut KUH Perdata termasuk dalam perjanjian

pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 sampai Pasal 1769

KUH Perdata. Menurut Pasal 1754 KUH Perdata, disebutkan mengenai

pengertian pinjam-meminjam, yaitu perjanjian dengan mana pihak yang satu

_______________________

9 Op.Cit., halaman 42.

10 Mgs. Edy Putra Tje’ Aman, “ Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis “,

Cetakan Ke III, ( Yogyakarta : Liberty, 2009 ), halaman 10.

19

memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang

yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang

belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama pula.

Dalam hal peminjam uang, utang yang terjadi karena hanyalah terdiri

atas jumlah utang yang disebutkan dalam perjanjian, apabila sebelum saat

pelunasan terjadi suatu kenaikan / kemunduran harga ( nilai ) atau ada

perubahan mengenai berlakunya mata uang, maka pengembalian jumlah

yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada waktu

pelunasan, dihitung menurut harganya ( nilainya ) yang berlaku pada saat itu

( Pasal 1756 KUH Perdata ). Dengan demikian maka, untuk menetapkan

jumlah uang yang terutang, kita harus berpangkal pada jumlah yang

disebutkan dalam perjanjian. 11

Perjanjian kredit seringkali merupakan suatu perjanjian baku. Yang

dimaksud dengan perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh

klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain

pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta

perubahan. Yang belum dilakukan hanyalah beberapa hal saja. Misalnya

yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa

hal lain yang spesifik dari obyek yang diperjanjikan. Dengan kata lain yang

dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausul-klausulnya. 12

_______________________

11 R. Subekti, “ Aneka Perjanjian “, Cetakan Ke II, ( Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti, 2015 ), halaman 176. 12

Munir Fuadi, “ Hukum Perkreditan Kontemporer “, ( Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti, 2016 ), halaman 41.

20

Kelemahan dari perjanjian baku ini adalah mengenai sifat /

karakternya karena ditentukan secara sepihak dan didalamnya ditentukan

sejumlah klausul yang membebaskan kreditur dari kewajiban ( eksenorasi

klausul ). Perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian secara khusus baik

oleh bank selaku kreditur ataupun debitur, dikarenakan perjanjian kredit

merupakan dasar hubungan kontraktual antara para pihak. Dari perjanjian

kredit dapat ditelusuri berbagai hal tentang pemberian, pengelolaan ataupun

penatausahaan kredit itu sendiri.

C. Tinjauan Umum Hukum Jaminan

Istilah hukum jaminan, berasal dari terjemahan Zakerheidesstelli atau

Security Of Law, disebutkan bahwa hukum jaminan meliputi pengertian,

baik jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Pengertian ini mengacu

pada jenis jaminan bukan pengertian hukum jaminan. 13

Selain itu, hukum jaminan adalah mengatur konstruksi yuridis yang

memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-

benda yang dibelinya sebagai jaminan. Adanya lembaga jaminan kiranya

harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar, dengan

jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah. 14

Selanjutnya hukum jaminan diartikan sebagai peraturan hukum yang

mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap debitor.

_______________________

13 Salim HS, “ Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia “, ( Jakarta : PT. Raja

Grafido Persada, 2009 ), halaman 5. 14

Sri Soedewi Masjchoe Sofyan, “ Kumpulan Kuliah Asas-Asas Hukum Perdata

Perutangan “, ( Yogyakarta : Yayasan Penerbit Gadjah Mada, 2010 ), halaman 5.

21

Definisi ini difokuskan hanya pada pengaturan hak-hak kreditur, tetapi

tidak memperhatikan hak-hak debitur. Padahal subyek hukum jaminan tidak

hanya menyangkut kreditor saja tetapi juga debitor, sedangkan yang

menjadi obyeknya adalah objek jaminan. 15

Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang

mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam

kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan

yang mengatur tentang hukum jaminan, maupun kajian terhadap berbagai

literatur tentang jaminan, maka ditemukan lima asas penting dalam hukum

jaminan sebagai berikut :

1. Asas Publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik Hak Tanggungan, Hak

Fidusia dan Hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan

supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa objek jaminan tersebut

sedang dilakukan pembebanan jaminan.

2. Asas Specialitet, yaitu bahwa Hak Tanggungan, Hak Fidusia dan Hipotek

hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah

terdaftar atas nama orang tertentu.

3. Asas tidak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak

dapat mengakibatkan dapat dibaginya Hak Tanggungan, Hak Fidusia dan

Hipotek dan Hak Gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.

_______________________

15 J. Satrio, “ Hukum Jaminan Hak-Hak Kebendaan “, Cetakan Ketiga, ( Bandung :

PT. Citra Aditya Bakti, 2012 ), halaman 3.

22

4. Asas inbezitstelling, yaitu barang jaminan ( gadai ) harus berada pada

penerima gadai.

5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan satu kesatuan. Hal ini

dapat dilihat dalam penggunaan Hak Pakai, baik Tanah Negara maupun

tanah Hak Milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau

pemberi tanggungan tetapi tanahnya milik orang lain. 16

Asas-asas hukum jaminan juga meliputi asas filosofis, asas

konstitusional, asas politis dan asas operasional yang bersifat umum. Asas

operasional dibagi menjadi asas sistem tertutup, asas absolut, asas mengikuti

benda, asas publikasi, asas specialitet, asas totalitas, asas asessi pelekatan,

asas konsistensi, asas pemisahan horizontal dan asas perlindungan hukum. 17

Apabila mengacu pada uraian tersebut di atas, maka obyek dari

Hukum Jaminan dapat dibagi menjadi 2 ( dua ) yaitu :

1. Obyek Materiil, yaitu bahan ( materill ) yang dijadikan sasaran dalam

penyelidikannya, dalam hal ini adalah manusia.

2. Obyek Formil, yaitu sudut pandang tertentu terhadap obyek materiilnya.

Jadi obyek Formal Hukum Jaminan adalah bagaimana subyek hukum

dapat membebankan jaminannya pada lembaga perbankan atau lembaga

keuangan nonbank. Pembebanan jaminan merupakan proses, yaitu

menyangkut prosedur dan syarat-syarat di dalam pembebanan jaminan. 18

_______________________

16 Ibid, halaman 9.

17 Mariam Darus Badrulzaman, “ Benda-benda yang Dapat Dilekatkan Sebagai

Obyek Hak Tanggungan dalam Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan

Perbankan”, Cetakan Ketiga, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2011 ), halaman 23. 18

Salim HS, Op.Cit., halaman 8.

23

D. Pengertian Hak Tanggungan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria ( UUPA ) sebagai induk peraturan perundang-

undangan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah, tidak

mengatur secara tegas tentang Hak Tanggungan. Berdasarkan ketentuan

Pasal 51 UUPA menyatakan, bahwa : “ Hak Tanggungan yang dapat

dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan

sebagaimana diatur dalam Pasal 25, 33 dan 39 dalam undang-undang ”.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Tanggungan

pengertian Hak Tanggungan adalah : “ Hak Tanggungan adalah hak atas

tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjunya

disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak

atas tanah yang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau

tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah-

tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan

diutamakan kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya ”.

Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 ( untuk

selanjutnya disebut UUHT ) tentang Hak Tanggungan, diharapkan akan

memberikan suatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan dengan

tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai

jaminan, yang selama ini pengaturannya menggunakan ketentuan-ketentuan

Creditverband dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

24

Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT pada dasarnya, adalah hak

tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun, pada

kenyataannya, seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman

dan hasil karya yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah

yang dijadikan jaminan turut pula dijaminkan. Sebagaimana diketahui,

bahwa Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum adat, yang

menggunakan asas pemisahan Horizontal, yang menjelaskan bahwa setiap

perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tidak dengan sendirinya

meliputi benda-benda tersebut. 19

Penerapan asas tersebut tidak mutlak, melainkan selalu menyesuaikan

dan memperhatikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam

masyarakat. Sehingga atas dasar itu, UUHT memungkinkan dilakukan

pembebanan Hak Tanggungan yang meliputi benda-benda diatasnya,

sepanjang benda-benda tersebut merupakan satu kesatuan dengan tanah

bersangkutan dan ikut dijadikan jaminan yang dinyatakan secara tegas

dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan ( APHT ). Mengenai ciri-ciri,

obyek dan subyek, proses pemberian, berakhirnya serta Roya Hak

Tanggungan akan di jelaskan sebagai berikut :

1. Ciri-Ciri dan Sifat Hak Tanggungan

Menurut Purwahid Patrik, dalam Penjelasan Umum Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan disebutkan, bahwa Hak

Tanggungan sebagai lembaga jaminan harus mengandung ciri-ciri : 20

_______________________

19 Herowati Poesoko, Op.Cit., halaman 82.

20 Ibid, halaman 53.

25

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada

pemegangnya ( Droit De Preference ), hal ini ditegaskan dalam Pasal 1

angka 1 dan Pasal 20 ayat (1). Apabila debitor cidera janji atau

wanprestasi, maka kreditor pemegang hak tanggungan berhak menjual

tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut melalui pelelangan

umum dengan hak mendahului dari kreditor yang lain.

b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek

itu berada ( Droit De Suite ), hal ini ditegaskan dalam Pasal 7. Sifat ini

merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang

Hak Tanggungan. Meskipun obyek Hak Tanggungan telah berpindah

tangan dan mejadi milik pihak lain, namun kreditor masih tetap dapat

menggunakan haknya untuk melakukan eksekusi apabila debitor cidera

janji atau wanprestasi.

c. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitor cidera janji

atau wanprestasi, maka kreditor tidak perlu menempuh acara gugatan

perdata biasa yang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Kreditor pemegang Hak Tanggungan dapat menggunakan haknya untuk

menjual obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum. Selain melalui

pelelangan umum, eksekusi obyek hak tanggungan juga dapat dilakukan

dengan cara “ Parate Executie ” bahkan dalam hal tertentu penjualan

dapat dilakukan di bawah tangan. 21

_______________________

21 Boedi Harsono, “ Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-

Undang Pokok Agraria, Isi serta Pelaksanaannya “, ( Jakarta : Djambatan, 2010 ),

halaman 420.

26

Hak Tanggungan memberbani secara utuh obyek hak tanggungan dan

setiap bagian darinya. Dengan telah dilunasinya sebagian dari hutang yang

dijamin hak tanggungan, tidak berarti terbebasnya sebagian obyek hak

tanggungan beban hak tanggungan, melainkan hak tanggungan tersebut

tetap membebani seluruh obyek hak tanggungan untuk sisa hutang.

Dengan demikian, pelunasan sebagian hutang debitor tidak

menyebabkan terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan. Menurut Pasal 2

ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dijelaskan, bahwa hak

tanggungan bersifat tidak dapat dibagi-bagi ( Ondeelbaarheid ). Sifat tidak

dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi, asal hal tersebut telah diperjanjikan

terlebih dahulu dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan ( APHT ).

Selanjutnya Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan

menyatakan, bahwa hal yang telah diperjanjikan terlebih dahulu dalam Akta

Pemberian Hak Tanggungan ( APHT ), adalah pelunasan hutang yang

dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran, yang besarnya sama dengan

nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek hak

tanggungan. Sehingga hak tanggungan hanya membebani sisa dari obyek

hak tanggungan, untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi, asalkan

hak tanggungan tersebut dibebankan kepada beberapa hak atas tanah, yang

terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan

yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri.

27

2. Obyek dan Subyek Hak Tanggungan

Obyek hak tanggungan, adalah sesuatu yang dapat dibebani dengan

hak tanggungan. Untuk dapat dibebani hak jaminan atas tanah, maka obyek

hak tanggungan harus memenuhi 4 ( empat ) syarat, yaitu : 22

a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang.

Maksudnya adalah jika debitor cidera janji maka obyek hak tanggungan

itu dapat dijual dengan cara lelang ;

b. Mempunyai sifat dapat dipindahkan, karena apabila debitor cidera janji,

maka benda yang dijadikan jaminan akan dijual. Sehingga apabila

diperlukan dapat segera direalisasikan untuk membayar utang yang

dijamin pelunasannya ;

c. Termasuk hak yang didaftar menurut peraturan pendaftaran tanah yang

berlaku, karena harus dipenuhi " syarat publisitas ". Maksudnya adalah

adanya kewajiban untuk mendaftarkan obyek hak tanggungan dalam

daftar umum, dalam hal ini adalah Kantor Pertanahan. Unsur ini

berkaitan dengan kedudukan diutamakan atau preferen yang diberikan

kepada kreditor pemegang hak tanggungan terhadap kreditor lainnya.

Untuk itu harus ada catatan mengenai hak tanggungan tersebut pada buku

tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dibebaninya ; dan

d. Memerlukan penunjukkan khusus oleh Undang-Undang.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan disebutkan bahwa

yang dapat dibebani dengan hak tanggungan adalah : 23

_______________________

22 Ibid., halaman 425.

23 Loc.Cit.

28

a. Hak Milik ( Pasal 25 UUPA ) ;

b. Hak Guna Usaha ( Pasal 33 UUPA ) ;

c. Hak Guna Bangunan ( Pasal 39 UUPA ) ;

d. Hak Pakai Atas Tanah Negara Pasal 4 ayat (d), yang menurut

ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat

dipindahtangankan. Maksud dari hak pakai atas tanah negara di atas

adalah hak pakai yang diberikan oleh negara kepada orang perseorangan

dan badan-badan hukum perdata dengan jangka waktu terbatas, untuk

keperluan pribadi atau usaha. Sedangkan hak pakai yang diberikan

kepada Instansi-instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan-badan

Keagamaan dan Sosial serta Perwakilan Negara Asing yang

peruntukkannya tertentu dan telah didaftar bukan merupakan hak

pakai yang dapat dibebani dengan hak tanggungan karena sifatnya

tidak dapat dipindahtangankan. Selain itu, Hak Pakai yang diberikan

oleh pemilik tanah juga bukan merupakan obyek hak tanggungan ;

e. Bangunan Rumah Susun dan Hak Milik Atas satuan Rumah Susun yang

berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,

dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara. ( Pasal 27 juncto Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun ).

Dalam Pasal 8 Undang-Undang Hak Tanggungan disebutkan, bahwa

pemberi hak tanggungan adalah orang atau badan hukum yang mempunyai

kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak

tanggungan yang bersangkutan. Pemberi hak tanggungan di sini adalah

pihak yang berutang atau debitor. Namun, subyek hukum lain dapat pula

29

dimungkinkan untuk menjamin pelunasan utang debitor dengan syarat

pemberi hak tanggungan mempunyai kewenangan untuk melakukan

perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan.

Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak

tanggungan harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran

hak tanggungan dilakukan, karena lahirnya hak tanggungan adalah pada saat

didaftarkan, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap

obyek hak tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak tanggungan pada

saat pembuatan buku tanah hak tanggungan. 24

Dengan demikian, pemberi hak tanggungan tidak harus orang yang

berutang atau debitor, akan tetapi bisa subyek hukum lain yang mempunyai

kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak

tanggungannya. Misalnya, pemegang hak atas tanah yang dijadikan

jaminan, pemilik bangunan, tanaman dan / hasil karya yang ikut dibebani

hak tanggungan.

Menurut Pasal 9 Undang-Undang Hak Tanggungan disebutkan,

bahwa : “ Pemegang Hak tanggungan adalah orang perseorangan atau

badan hukum, yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang “. Oleh

karena hak tanggungan sebagai lembaga jaminan hak atas tanah tidak

mengandung kewenangan untuk menguasai secara fisik dan menggunakan

tanah yang dijadikan jaminan, maka tanah tetap berada dalam penguasaan

pemberi hak tanggungan. Kecuali dalam keadaan yang disebut dalam Pasal

_______________________

24 Herowati Poesoko, Op.Cit., halaman 62.

30

11 ayat (2) huruf c Undang-Undang Hak Tanggungan, maka pemegang hak

tanggungan dapat dilakukan, oleh Warga Indonesia atau badan hukum

Indonesia dan dapat juga oleh Warga Asing atau Badan Hukum Asing. 25

3. Proses Pemberian Hak Tanggungan

Tahap pemberian hak tanggungan didahului dengan janji akan

memberikan hak tanggungan. Menurut Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang

Hak Tanggungan, janji tersebut wajib dituangkan dan merupakan bagian

yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian utang piutang. Proses pemberian

hak tanggungan dilaksanakan dalam 2 ( dua ) tahap, yaitu tahap pemberian

hak tanggungan dan tahap pendaftaran hak tanggungan :

a). Tahap Pemberian Hak Tanggungan

Menurut Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Hak tanggungan,

pemberian hak tanggungan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak

Tanggungan ( APHT ) oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ) adalah

pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah

dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, sebagai bukti

perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah

kerjanya masing-masing.

b). Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan

Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor

Pertanahan selambat-lambatnya 7 ( tujuh ) hari kerja setelah penanda-

tanganan APHT PPAT, wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan

_______________________

25 Loc.Cit.

31

warkah lain yang diperlukan. Warkah yang dimaksud, meliputi surat-surat

bukti yang berkaitan dengan obyek hak tanggungan dan identitas pihak-

pihak yang bersangkutan, termasuk di dalamnya sertipikat hak atas tanah

dan / atau surat-surat keterangan mengenai obyek hak tanggungan. PPAT

wajib melaksanakan hal tersebut, karena jabatannya dan sanksi atas

pelanggaran hal tersebut akan ditetapkan dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang jabatan PPAT. 26

Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan,

dengan membuat buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku

tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan serta menyalin

catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

Dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan

dijelaskan, bahwa sebagai bukti adanya hak tanggungan, Kantor Pertanahan

menerbitkan sertipikat hak tanggungan. Hal ini berarti, sertipikat hak

tanggungan merupakan bukti adanya hak tanggungan. Oleh karena itu,

maka sertipikat hak tanggungan dapat membuktikan sesuatu yang pada

saat pembuatannya sudah ada atau dengan kata lain yang menjadi patokan

pokok adalah tanggal pendaftaran atau pencatatannya dalam buku tanah

hak tanggungan. 27

_______________________

26 Sutardja Sudrajat, “Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbilan Sertiftkatnya “,

( Bandung : Mandar Maju, 2009 ), halaman 54. 27

Boedi Harsono dan Sudarianto Wiriodarsono, “ Konsepsi Pemikiran tentang

UUHT “,( Bandung : Makalah Seminar Nasional, 27 Mei 2016 ), halaman 17.

32

Sertipikat Hak Tanggungan memuat kalimat dengan kata-kata " Demi

keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa", dengan demikian sertipikat

hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui

tata cara dan menggunakan lembaga parate eksekusi, sesuai dengan

peraturan Hukum Acara Perdata Indonesia.

Apabila diperjanjikan lain, maka sertitikat hak atas tanah yang telah

dibubuhi catatan pembebanan hak tanggungan dikembalikan kepada

pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan untuk sertitikat hak

tanggungan diserahkan kepada pemegang hak tanggungan. Untuk

melindungi kepentingan kreditor, maka dapat saja sertipikat hak

tanggungan tetap berada ditangan kreditor. Hal ini dimungkinkan oleh Pasal

14 ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan yang menyatakan kecuali jika

diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan

pembebanan hak tanggungan dikembalikan kepada pemegang hak atas

tanah yang bersangkutan.

4. Berakhirnya Hak Tanggungan

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Hak Tanggungan,

maka hal-hal yang menyebabkan berakhirnya Hak Tanggungan adalah :

a) Hapusnya piutang yang dijamin, hal tersebut sebagai konsekuensi dari

sifat Accesoir Hak Tangungan ;

b) Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh kreditor pemegang Hak

Tanggungan yang dinyatakan dalam akta dan diberikan kepada Pemberi

Hak Tanggungan ;

33

c) Pembersihan Hak Tanggungan, berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan

Negeri atas permohonan pembeli obyek Hak Tanggungan, apabila hasil

penjualan obyek Hak Tanggungan tidak cukup untuk melunasi semua

utang debitor ;

d) Hapusnya hak atas tanah yang dijadikan jaminan. Hapusnya Hak

Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani tidak

menyebabkan hapusnya piutang yang dijamin. Piutang kreditor masih

tetap ada, tetapi bukan lagi piutang yang dijamin secara khusus

berdasarkan kedudukan istimewa kreditor. 28

5. Roya Hak Tanggungan

Kredit yang diberikan oleh bank kepada debitor dapat terlaksana

dengan dilakukannya perjanjian pokok dan perjanjian jaminan terhadap

sertipikat debitor, yaitu dengan dibuatnya Akta Perjanjian kredit di hadapan

Notaris dan Akta Pembebanan Hak Tanggungan ( APHT ) yang dibuat

dihadapan seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ).

Akta ini kemudian di daftarkan pada Kantor Pertanahan setempat di

mana lokasi tanah tersebut berada. Kantor Pertanahan selanjutnya akan

mengeluarkan Sertifikat Hak Tanggungan sebagai bukti bahwa sertifikat

tanah milik debitor tersebut sedang dijaminkan di bank. Pada saat

perjanjian kredit tersebut selesai pada waktunya dan hutang debitor telah

dibayar lunas, maka pihak bank akan mengeluarkan tanda pelunasan serta

mengembalikan sertifikat tanah kepada pemiliknya.

_______________________

28 Boedi Harsono, Op.Cit., halaman 436.

34

Pada waktu proses pendaftaran Aka Pemberian Hak Tanggungan yang

dilakukan sebelumnya, pada sertifikat milik debitor tersebut dicatat bahwa

sertifikat tersebut sedang dibebankan dan dijadikan hak tanggungan pada

bank yang bersangkutan selaku kreditor.

Pencatatan hapusnya hak tanggungan tersebut dilakukan oleh Kepala

Kantor Pertanahan dengan cara “ mencoret catatan “ adanya Hak

Tanggungan yang bersangkutan pada Buku-Tanah dan sertipikat obyek

yang dijadikan jaminan. Pencoretan catatan tersebut didasarkan pada

permohonan dari pihak yang berkepentingan dalam waktu 7 ( tujuh ) hari

kerja sejak permohonan tersebut diterima oleh Kantor Pertanahan. 29

E. Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Hak Kebendaan

Ketentuan hukum kebendaan atau hukum benda di dalam BW,

dapat dijumpai dalam Buku II BW yang mengatur mengenai hukum

kebendaan. Dalam Buku II BW tersebut diatur mengenai pengertian, cara

membedakan benda dan hak-hak kebendaan. Hal-hal yang diatur dalam

Buku II BW itu bila dirinci adalah sebagai berikut :

1. Tentang kebendaan dan cara-cara membedakan benda,

2. Tentang hak kebendaan yang memberikan kenikmatan,

3. Tentang kewarisan,

4. Tentang piutang-piutang yang diistimewakan, dan

5. Tentang hak kebendaan yang memberikan jaminan. 30

_______________________

29 Loc.Cit.

30 Rachmadi Usman, “ Hukum Jaminan Keperdataan “, ( Jakarta : Sinar Grafika,

2008 ), halaman 30.

35

Konstruksi hukum akan adanya hak kebendaan, dapat secara singkat

dijelaskan sebagai berikut. Lahirnya perjanjian kredit antara debitor dan

kreditor yang mana merupakan perjanjian obligatoir dan hak yang lahir

adalah hak pribadi serta tunduk pada Buku III BW. Lalu terhadap

perjanjian hutang-piutang tersebut dikuatkanlah posisi kreditornya

dengan disepakatinya perjanjian jaminan, perjanjian jaminan ini adalah

perjanjian jaminan kebendaan karena adanya satu benda tertentu yang

diikat untuk pelunasan hutang, karena dalam hal ini obyeknya adalah tanah,

maka sebagai benda tidak bergerak perjanjian jaminannya jatuh pada

perjanjian jaminan Hak Tanggungan, perjanjian jaminan Hak Tanggungan

ini merupakan perjanjian kebendaan, dan karena itu tunduk pada Buku II

BW, dan kemudian lahirlah hak kebendaan ( Zaakelijkerecht ).

Pada dasarnya seluruh harta seseorang itu dijadikan jaminan bagi

para kreditornya ( Pasal 1131 BW ), dan pelunasannya akan dilakukan

dengan pembagian secara adil menurut besar kecilnya utang. Dalam Pasal

1133 BW diadakan pengecualian bagi kondisi diatas, bahwa bilamana ada

diantara si berpiutang itu yang mempunyai alasan-alasan yang sah untuk

didahulukan, maka pembayarannya akan didahulukan. Alasan-alasan yang

sah untuk didahulukan inilah yang mana di dalamnya ada jaminan hak

kebendaan, yang mana merubah kedudukan kreditor yang awalnya

konkuren, menjadi kreditor yang diutamakan yaitu kreditor preferen.

Pada dasarnya, perjanjian dapat dibedakan menjadi 2 ( dua ) macam,

yaitu perjanjian pokok dan perjanjian Accesoir. Perjanjian pokok adalah

perjanjian-perjanjian yang untuk adanya mempunyai dasar yang mandiri.

36

Keberadaan jaminan kebendaan ini merupakan perjanjian tambahan

(.Accessoir ), yang mana merupakan pendukung perjanjian pendahulunya

atau perjanjian pokoknya yang telah disepakati para pihak yang berupa

perjanjian utang piutang, dengan demikian sifat perjanjian tambahan ini

yaitu mengikuti atau bergantung pada perjanjian pokoknya. 31

Dikemukakan oleh Sri Soedewi bahwa Jaminan dikonstruksikan

sebagai perjanjian yang bersifat asesoir yaitu senantiasa

merupakan perjanjian yang dikaitkan dengan perjanjian pokok,

dan mengabdi pada perjanjian pokok. 32

Dikemukakan hal serupa oleh Mariam Darus Badrulzaman

bahwa Sifat asesoir sesuai sifat yang melekat pada hukum

jaminan. Gadai dan Hipotek, lahir dan berakhirnya penyerahan

Hak Milik bergantung pada hutang pokok. 33

Perjanjian utang piutang kedudukan-nya akan semakin kokoh

manakala didukung oleh perjanjian jaminan teutama adanya perjanjian

kebendaan. Begitu pula bilamana perjanjian obligatoir termasuk perjanjian

kredit yang bermula memiliki sifat relatif sehingga kreditornya hanya

bersifat kreditor konkuren, bila kemudian didukung oleh perjanjian jaminan

yang memiliki sifat kebendaan, mengakibatkan kreditor yang bersangkutan

berubah posisi menjadi kreditor preferen dengan hak yang lebih istimewa.

_______________________

31 Op.Cit.

32 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, “ Hukum Jaminan di Indonesia : Pokok-Pokok

Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan “, Cetakan Ke-5, ( Yogyakarta : Liberty, 2010 ),

halaman 37. 33

Mariam Darus Badrulzaman, “Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai,

Fidusia“, Cetakan Keempat, ( Bandung : Alumni, 2009 ), halaman 96.

37

Sutan Remy meneegaskan bahwa Jaminan hak tangungan ini

termasuk dalam jaminan kebendaan, hal ini karena jaminan Hak

Tanggungan lahir dari perjanjian yang bersifat Accessoir.

Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang

berdiri sendiri. Keberadaannnya adalah karena adanya

perjanjian lain yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk

bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian hutang

piutang yang menimbulkan hutang yang dijamin, dengan kata

lain perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian Accesoir, dan

merupakan perjanjian jaminan kebendaan. 34

Oleh karena hak tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau

accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian

utang piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya

ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Sifat Accesoir

juga ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang menyebutkan bahwa :

1. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menentukan

bahwa perjanjian untuk memberikan hak tanggungan merupakan bagian

tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan.

2. Pasal 18 ayat (1) huruf (a) menentukan hak tanggungan hapus karena

hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan.

Dengan demikian, maka bilamana para pihak membuat perjanjian

gadai, maka lahirlah hak gadai bagi kreditornya, bilamana para pihak

membuat perjanjian hipotek maka lahirlah hak hipotek, begitu juga bila para

pihak membuat perjanjian jaminan hak tanggungan, maka lahirlah hak

tanggungan.Hak tanggungan lahir dari perjanjian dan berkedudukan sebagai

_______________________

34 Sutan Remy Sjahdeini, “ Hak Tanggungan – Asas-Asas, Ketentuan Pokok dan

Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan “,Cetakan Kedua, ( Bandung : Alumni, 2009 ),

halaman 29.

38

hak kebendaan, maka melekat juga sifat-sifat istimewa yang umumnya ada

pada hak kebendaan. Sifat-sifat istimewa yang pada umumnya ada dalam

hak kebendaan itu di antara :

1. Prinsip Absolut / Mutlak Hak Tanggungan

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 sifat hak kebendaan

secara implisit disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1996, yang mana menyebutkan bahwa : “ Hak Tanggungan atas tanah

beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut

benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, tuk

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain “.

Sri Soedewi menyatakan bahwa yang dimaksud hak

kebendaan ( Zakelijkrecht ), yaitu hak mutlak atas sesuatu

benda, dimana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas

sesuatu benda, dan dapat dipertahankan kepada siapapun juga.

Hak kebendaan adalah absolut, artinya hak ini dapat

dipertahankan terhadap setiap orang. Pemegang hak itu berhak

menuntut setiap orang yang mengganggu hak nya itu. 35

Sudargo Gautama mengungkapkan bahwa dalam

ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tersebut tidak secara jelas disebutkan bahwa Hak Tangungan

merupakan Hak Kebendaan dan mempunyai sifat absolut, oleh

karena itu sifat hak kebendaan ada karena pemilik hak-hak

tersebut memiliki wewenang untuk mengalihkan atau

mengasingkan obyek nya. 36

_____________________________

35 Sri Soedewi Machsoen Sofwan, “ Hukum Benda “, Cetakan Ke-4, ( Yogyakarta :

Liberty, 2011 ), halaman 24. 36

Sudargo Gautama ( Gauw Giok Siong ), Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria,

Cetakan Ke-6, ( Jakarta : Keng Po, 2013 ), halaman 27.

39

Mariam Darus Badrulzaman menambahkan bahwa

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 mengenal hak kebendaan

bukan hanya pemilik mempunyai wewenang untuk mengalihkan

atau mengasingkan, tetapi juga karena hak-hak itu tunduk

pada pendaftaran. Lembaga pendaftaran inilah yang menjadi

ukuran bagi lahirnya hak kebendaan. Pendaftaran tanah dalam

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 menunjukkan sifat

kebendaan itu merupakan bawaan lahir dari Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 dan bukan merupakan sifat yang

diberikan. Hal ini berdasarkan Pasal 528 BW, karena itulah

Hak Tanggungan dapat dikatakan mempunyai sifat hak

kebendaan, karena ciri-ciri / sifat hak kebendaan pada Hak

Tanggungan memang sengaja diberikan oleh pembentuk

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Oleh karenanya

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 merupakan Hak

kebendaan, maka mempunyai sifat yang absolut. 37

2. Prinsip Droit De Suite Hak Tanggungan

Droit De Suite atau Zaaksgevolg merupakan sifat hak kebendaan,

namun dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 sebagai landasan

lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tidak secara tegas

menyebutkan adanya hak kebendaan. Dalam hak kebendaan ini berarti

bahwa hak kebendaan itu bersifat hak itu terus mengikuti bendanya

dimanapun juga ( dalam tangan siapapun juga ) barang itu berada. Hak ini

terus saja mengikuti orang yang mempunyainya. 38

Dalam Hak Tanggungan, hal ini diatur jelas dalam Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 yang mana tampak jelas pada Pasal 7 yang

menyatakan bahwa hak tanggungan itu tetap mengikuti obyeknya dalam

tangan siapapun obyek tersebut berada. Oleh karena itu, walaupun obyek

hak tanggungan itu sudah berpindah tangan dan menjadi hak milik orang

_____________________________

37 Mariam Darus Badrulzaman, “ Bab-Bab Tentang Hypotheek “, ( Bandung : Citra

Aditya Bakti, 2011 ), halaman 19. 38

Sri Soedewi Machsoen Sofwan, “ Hukum Perdata : Hukum Benda “, Cetakan

Kelima, ( Yogyakarta : Liberty, 2014 ), halaman 25.

40

lain, namun hak tanggungan itu selalu mengikuti di dalam tangan siapapun

obyek hak tanggungan berpindah, yang berarti prinsip droit de suite tersebut

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. 39

3. Prinsip Droit de Preference Hak Tanggungan

Dalam BW, bentuk perlindungan istimewa kian diberikan kepada

pemegang jaminan hak kebendaan, pemberian ini berdasar pada Pasal 1133

BW, yang menyatakan bahwa hak untuk didahulukan diantara para kreditor

itu timbul dari hak istimewa, gadai dan hipotek. Dalam perkembangan

hukum di Indonesia, perlindungan istimewa itu juga berlaku bagi hak

tanggungan ( Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 ) dan fidusia ( Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 ). 40

Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang kedudukan

yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain,

semula ditentukan pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996, yang mana menyebutkan bahwa : " Hak Tanggungan adalah hak

jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang memberikan kedudukan

diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lainnya ".

Penjabaran lebih lanjut terdapat dalam Penjelasan Umum Angka (4)

Alinea (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang menjelaskan

bahwa : “ Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan

hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada

kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika

_______________________

39 Herowati Poesoko, “Dinamika Hukum Parate Eksekusi Obyek Hak Tanggungan“,

( Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2012 ), halaman 72. 40

Ibid.

41

debitor cidera janji, kreditor pemegang hak tanggungan berhak menjual

melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu

daripada kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah

barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang Negara menurut

ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku “. Adanya prinsip Droit De

Preference dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 ini sudah barang

tentu sangatlah menguntungkan bagi kreditor pemegang hak tanggungan

dalam hak pelunasan hutang.

4. Prinsip Spesialitas Hak Tangungan

Prinsip spesialitas ini menentukan bahwa pembebanan suatu obyek

jaminan itu haruslah ditentukan secara spesifik obyeknya. Dalam hak

tanggungan, asas ini tercermin dari Pasal 1174 BW yang mengatur asas

spesialitas untuk lembaga jaminan hipotek, hal ini dikarenakan hak

tanggungan merupakan transformasi dari lembaga jaminan hipotek.

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, asas ini jelas

ditentukan dalam Pasal 11 ayat (1) huruf (e) Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1996, yang mana menentukan bahwa : " di dalam Akta Pemberian

Hak Tanggungan wajib dicantumkan uraian yang jelas mengenai obyek hak

tanggungan ".

Kata-kata uraian yang jelas mengenai obyek hak tanggungan dalam

Pasal 11 ayat (1) huruf (e) tersebut menunjukkan bahwa obyek Hak

Tanggungan harus secara spesifik dapat ditunjukkan dalam Akta Pemberian

Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dan oleh karenanya, dalam hak

42

tanggungan ini berarti juga terdapat sifat hak kebendaan pada umumnya

yaitu adanya asas spesialitas.

5. Prinsip Publisitas Hak Tanggungan

Asas publisitas ini pun juga merupakan asas dalam lembaga jaminan

hipotek pada awal mulanya, asas ini juga diberlakukan pada hak

tanggungan karena hak tanggungan merupakan transformasi dari lembaga

jaminan hipotek yang pada awal mulanya merupakan lembaga jaminan

untuk obyek tanah. Asas ini berada dalam Pasal 1179 BW yang mana

menurut pasal tersebut, pembukuan hipotek harus dilakukan dalam regiter-

register umum yang memang khusus disediakan untuk itu. Jika pembukuan

demikian tidak dilakukan maka hipotek yang bersangkutan tidak

mempunyai kekuatan apapun. 42

Dari pasal di atas, menentukan bahwa hak jaminan baru lahir ketika

dilakukan pendaftaran dangan register umum, yang mana sebenarnya saat

pendaftaran itu dilakukan, itu juga mengikat pihak ketiga yang tidak

memiliki hubungan apa-apa dengan jaminan hipotek yang bersangkutan,

agar menghormati jaminan hipotek tersebut dan waspada bila ingin

mengadakan suatu perbuatan hukum terhadap obyek jaminan tersebut.

_______________________

42 Ibid, halaman 80.

43

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian

bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis,

dan konsisten. Penelitian dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna

memperoleh pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban atas pokok-

pokok permasalahan yang dirumuskan dalam bab I Pendahuluan, sehingga

diperlukan rencana yang sistematis, metodelogi merupakan suatu logika

yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya pada saat

melakukan penelitian seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan

yang menjadi induknya. 43

Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan

penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan

untuk mempelajari satu atau segala hukum tertentu dengan jalan

menganalisanya. Pada penelitian hukum ini, peneliti menjadikan

bidang ilmu hukum sebagai landasan ilmu pengetahuan

induknya. Oleh karena itu maka penelitian yang digunakan

adalah penelitian hukum. 44

Dalam penelitian hukum juga dilakukan pemeriksaan yang mendalam

terhadap fakta-fakta hukum untuk selanjutnya digunakan dalam menjawab

permasalahan-permasalahan. Supaya mendapat hasil yang lebih maksimal

maka peneliti mengunakan metode-metode sebagai berikut :

_______________________

43 Soemitro Ronny Hanintijo, “ Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri “,

(.Jakarta : Ghalia Indonesia, 2008 ), halaman 9. 44

Soerjono Soekanto, “ Pengantar Penelitian Hukum “, Cetakan kelima, ( Jakarta :

UI, 2013 ), halaman 43.

44

A. Jenis / Tipe Panelitian

Jenis atau tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

yuridis empiris, yaitu penelitian hukum dengan cara pendekatan fakta yang

ada dengan jalan mengadakan pengamatan dan penelitian dilapangan

kemudian dikaji dan ditelaah berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang terkait sebagai acuan untuk memecahkan masalah. 45

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis.

Penelitian ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu

menganalisis dan menyajikan fakta secara sistimatis sehingga dapat lebih

mudah untuk difahami dan disimpulkan. 46

Deskriptif, dalam arti bahwa

dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menggambarkan dan

melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh mengenai Upaya

Hukum Atas Hilangnya Obyek Hak Tanggungan Karena Bencana Alam Di

Mangkang Wetan Kota Semarang.

C. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik untuk mengumpulkan

dari salah satu atau beberapa sumber data yang ditentukan. Untuk

memperoleh data yang lengkap, maka jenis data yang digunakan dalam

penulisan ini adalah sebagai berikut :

_______________________

45 Soemitro Rony Hanitijo, Op.Cit., halaman 52.

46 Irawan Soehartono, “ Metode Peneltian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial Lainnya “, ( Bandung : Remaja Rosda Karya, 2009 ), halaman 63.

45

1) Data Primer, yang diperoleh langsung dari sumbernya dengan metode :

a) Wawancara, yaitu pengumpulan data mengadakan tanya-jawab

kepada staf bagian pendaftaran dan Notaris / PPAT di Wilayah

Semarang sebagai responden di obyek penelitian.

b) Metode angket / questioner, yaitu suatu pengumpulan data dengan

menggunakan daftar pertanyaan kepada responden.

2) Data Sekunder, yaitu data yang secara tidak langsung diperoleh dari

sumbernya, tetapi melalui pihak kedua. Data sekunder ini bisa

didapatkan dengan cara Liberary Research ( Riset Kepustakaan ), data

sekunder di bidang hukum terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer, yang dalam penelitian ini terdiri dari:

a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

atas Tanah serta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.

b) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah.

c) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan

Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

b. Bahan Hukum Sekunder, berupa buku-buku mengenai hukum

perjanjian, perjanjian kredit, hukum jaminan, jaminan hak

tanggungan, hukum agraria Indonesia, dan hukum kenotariatan.

c. Bahan Hukum Tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen. Serta Majalah, jurnal,

artikel media massa maupun berbagai bahan bacaan termasuk bahan

kuliah dan kepustakaan lainnya.

46

D. Metode Analisis Data

Analisis data yang dilakukan menggunakan metode analisis Deskriptif

Kualitatif, yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dari

individu tersebut secara holistik ( utuh ). Jadi dalam hal ini, tidak boleh

mengisolasikan individu atau institusi ke dalam variabel atau hipotesis,

tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. 47

_______________________

47 Lexy Moeleong, “ Metode Penelitian Kualitatif “, Cetakan Ketiga, ( Bandung :

Remaja Rosdakarya, 2010 ), halaman 3.

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Tanggungan dalam hal Musnahnya

Objek Hak Tanggungan karena Bencana Alam di Wilayah Mangkang

Wetan Kota Semarang.

Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah dalam hal Musnahnya

Objek Hak Tanggungan karena Bencana Alam di Wilayah Mangkang

Wetan Kota Semarang, yaitu meliputi :

1. Kepastian hukum status hak atas tanah yang didaftar,

2. Kepastian hukum subyek hak atas tanah, dan

3. Kepastian hukum obyek hak atas tanah.

Kekuatan Hukum Sertipikat Hak Atas Tanah dalam hal Musnahnya

Objek Hak Tanggungan karena Bencana Alam di Wilayah Mangkang

Wetan Kota Semarang yang merupakan surat tanda bukti hak yang kuat

tetapi tidak mutlak yang dapat dilihat dalam penjabaran ketentuan Pasal 19

Ayat (2) huruf c, Pasal 23 Ayat (2), Pasal 32 Ayat (2), dan Pasal 38 Ayat (2)

UUPA, yang menyebutkan bahwa sistem publikasi pendaftaran tanah yang

dianut adalah sitem publikasi negatif, yaitu sertipikat hanya merupakan

surat tanda bukti hak yang bersifat kuat dan bukan merupakan surat tanda

bukti hak yang bersifat mutlak. Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak

yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan

data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis

tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak

48

yang bersangkutan. Kelemahan sistem publikasi negatif bertendensi positif,

antara lain sebagai berikut :

1. Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang

disajikan dan tidak adanya jaminan bagi pemilik sertipikat dikarenakan

sewaktu-waktu akan mendapatkan gugatan dari pihak lain yang merasa

dirugikan atas diterbitkannya sertipikat.

2. Dalam sistem publikasi negatif, sertipikat hak atas tanah bukan satu-

satunya alat bukti kepemilikan tanah yang diterima oleh pengadilan,

apabila terjadi gugatan dengan membuktikan dengan alat bukti lain maka

pengadilanlah yang berwenang memutuskan alat bukti mana yang benar

dan apabila terbukti sertipikat tersebut tidak benar, maka diadakan

perubahan dan pembetulan sebagaimana mestinya. 48

Kelemahan tersebut telah ditutupi dengan ketentuan Pasal 32 Ayat (2)

PP No. 24 Tahun 1997, yang menyebutkan bahwa dalam hal atas suatu

bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau

badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan

secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak

atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila

dalam waktu lima tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan

keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor

Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke

Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.

_______________________

48 Urip Santoso, “ Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah “, ( Jakarta : Kenana

Prenada Group, 2010 ), halaman 319.

49

Sertipikat hak atas tanah dapat berubah menjadi surat tanda bukti hak

yang bersifat mutlak apabila memenuhi persyaratan-persyaratan atau unsur-

unsur secara komulatif, yaitu sebagai berikut :

1. Sertipikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum ;

2. Tanah diperoleh dengan itikat baik ;

3. Tanah dikuasai secara nyata ; dan

4. Dalam waktu 5 ( lima ) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak ada

yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat

dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota setempat ataupun tidak

mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau

penerbitan sertipikat. 49

Ketentuan mengenai batas lampaunya waktu 5 ( lima ) tahun

sebenarnya bertentangan dengan sifat pembuktian sertipikat hak atas tanah

yang hanya merupakan surat tanda bukti hak yang kuat tetapi tidak mutlak,

dan sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA maupun PP

No. 24 Tahun 1997, yang menyebutkan tentang sistem publikasi negatif

meskipun dalam pelaksanaannya mengandung unsur secara positif atau

bertendensi positif.

Kasus yang terjadi di Wilayah Mangkang Wetan Kota Semarang,

tepatnya di Jalan Kauman RT 02 RW 03 yang terkena banjir bandang dan

tanah longsor antara salah satu bank pemerintah ( BUMN ) yaitu Bank

Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Wilayah Mangkang, sebagai

pemegang Hak Tanggungan dengan salah satu nasabah atau debiturnya

_______________________

49 Op.Cit., halaman 322.

50

sebagai penerima Hak Tanggungan. Penerima Hak Tanggungan

menjaminkan tanah beserta bangunan diatasnya sebagai objek Hak

Tanggungan. Proses dari pengajuan kredit, prosedur pemberian kredit dan

kemudian prosedur diterbitkannya Akta Pembebanan Hak Tanggungan

hingga pendaftaran dan diterbitkannya Sertifikat Hak Tanggungan oleh

Badan Pertanahan Nasional ( BPN ) semua berjalan dengan lancar dan

sesuai dengan prosedur.

Pada suatu kejadian yang menyebabkan objek yang dibebankan hak

tanggungan menjadi musnah, baik tanah dan bangunan diatasnya,

dikarenakan terkena bencana alam. Musibah banjir dan tanah longsor yang

terjadi di wilayah Mangkang Wetan Kota Semarang menyebabkan seluruh

bangunan dan tanah yang dijadikan objek Hak Tanggungan menjadi

musnah, disisi lain pinjaman yang diberikan kreditur sebagai pemegang Hak

Tanggungan belum lunas. Hal ini yang membuat rancu, mengenai Sertifikat

Hak Tanggungan yang sudah terbit apakah masih berlaku dan bagaimana

kekuatan hukum Sertifikat Hak Tanggungan tersebut. Musnahnya objek hak

tanggungan sangat berdampak pada kekuatan hukum sertifikat hak

tanggungan, hal ini dikarenakan objek atau tanah yang terikat oleh hak

tanggungan telah musnah.

Kekuatan hukum sertifikat hak tanggungan dapat dilihat dari

keabsahan sertifikat hak tanggungan itu sendiri, dimana sah atau tidaknya

sebuah sertifikat hak tanggungan dapat dilihat dari terpenuhinya syarat-

syarat dan prosedur pemberian hak tanggungan yang secara jelas sudah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

51

Tanggungan, dimana disebutkan dalam Bab IV tentang Tata Cara

Pemberian, Pendaftaran, Peralihan, dan Hapusnya Hak Tanggungan, dengan

rincian sebagai berikut :

1). Proses Pemberian Hak Tanggungan

Tata cara penetapan pemberian hak tanggungan dalam Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dibedakan menjadi

dua, yaitu yang pertama pemberian hak tanggungan melalui Surat Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan ( SKMHT ) yang dilanjutkan dengan Akta

Pemberian Hak Tanggungan ( APHT ) dan yang kedua melalui APHT.

Penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan menyebutkan SKMHT dapat digunakan dalam hal

pemberi hak tanggungan andai pihak yang bersangkutan tidak dapat hadir

dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ), dapat memperkenankan

penggunaan SKMHT. Sejalan dengan itu, surat kuasa tersebut harus

diberikan langsung oleh pemberi hak tanggungan dan harus memenuhi

persyaratan. Untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar, wajib diikuti dengan

pembuatan APHT selambat-lambatnya satu bulan sesudah diberikan,

sedangkan terhadap hak atas tanah yang belum terdaftar harus dipenuhi

dalam waktu tiga bulan. 50

Alasan lain penggunaan SKMHT adalah sertifikat hak atas tanah yang

akan menjadi jaminan belum melalui proses cheking pada kantor Badan

Pertanahan Nasional setempat. Sehingga tidak bisa dilakukan pengikatan

______________________

50 Adrian Sutedi, “ Hukum Hak Tanggungan “, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2010 ),

halaman 62.

52

dengan APHT langsung. Pemberian hak tanggungan yang didasarkan oleh

SKMHT diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan.

SKMHT merupakan kuasa untuk membebankan hak tanggungan, ini

meliputi kuasa untuk menghadap pejabat yaitu Notaris atau PPAT dan

pejabat di Kantor Badan Pertanahan Nasional untuk memberikan

keterangan-keterangan yang diperlukan dalam proses pemberian dan

pendaftaran hak tanggungan tersebut, serta memperlihatkan dan

menyerahkan syarat-syarat yang akan diminta, membuat atau minta

dibuatkan dan menandatangani APHT serta surat-surat lain yang akan

diperlukan dalam proses nantinya.

Dalam SKMHT pemberi kuasa memberi pernyataan bahwa obyek hak

tanggungan benar milik pemberi kuasa, tidak tersangkut dalam masalah atau

sengketa, bebas dari sitaan dan dari beban-beban apapun. Selain itu dalam

SKMHT juga mencantumkan janji-janji dari pemberi kuasa yaitu debitur

atau penjamin dan dari penerima kuasa yaitu kreditur. Kuasa yang diberikan

dengan SKMHT ini tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa dan

tidak berakhir karena sebab apapun kecuali telah dilaksanakan pembuatan

APHT. Pemberian hak tanggungan dengan APHT diatur dalam Pasal 10

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan menentukan isi

yang sifatnya wajib untuk sahnya APHT. Ketentuan mengenai isi APHT

tersebut yang sifatnya wajib bagi sahnya pemberian hak tanggungan yang

53

bersangkutan. Jika tidak dicantumkan secara lengkap maka APHT yang

bersangkutan batal demi hukum. 51

Substansi dari APHT diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Pendaftaran APHT dirumuskan

dalam Pasal 13 hingga Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan. Setelah APHT dibuat oleh PPAT dan kemudian

ditandatangani oleh para pihak, lalu APHT tersebut bersama warkah atau

dokumen yang merupakan alat bukti serta sertifikat tanda bukti hak atas

tanah yang didaftarkan di kantor pertanahan setempat.

Tidak dilakukannya pencatatan akan mengakibatkan tidak berlakunya

perbuatan hukum yang dikehendaki oleh para pihak terhadap pihak ketiga.

Pihak ketiga boleh percaya pada publikasi yang telah dilakukan, pencatatan

dalam publikasi tidak dapat dipergunakan untuk merugikan hak dan

kepentingan pihak ketiga yang beritikad baik. Hak tersebut berarti publikasi

dan pencatatan telah diabaikan, maka para pihak tidak dapat mendalilkan

hubungan yang ada diantara para pihak terhadap pihak ketiga. APHT

bersama warkah dan sertifikat tanda bukti hak atas tanah harus didaftarkan

di kantor pertanahan setempat paling lambat 7 ( tujuh hari ) setelah

ditandatangani. Badan Pertanahan Nasional membuat buku tanah hak

tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi

obyek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak

atas tanah yang bersangkutan. Kemudian dikeluarkan sertifikat hak

______________________

51 Boedi Harsono, “ Hukum Agraria Indonesia dan Sejarah Pembentukan Undang-

Undang Pokok Agraria “, Cetakan Ketiga, ( Jakarta : Djambatan, 2009 ), halaman 441.

54

tanggungan dan sertifikat hak atas tanah yang sudah dibebani hak

tanggungan tersebut. 52

Apabila sudah memenuhi syarat-syarat dan melalui prosedur dari

ketentuan-ketentuan dalam Pasal diatas. Sertifikat Hak Tanggungan

memiliki kekuatan hukum tetap dan eksekutorial yang sah. Dalam hal ini,

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan belum

mengatur kedudukan sertifikat hak tanggungan yang obyeknya musnah

karena bencana alam. Kondisi ini merupakan kekosongan norma dalam

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Kekosongan norma tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum atas

peristiwa musnahnya seluruh obyek hak tanggungan yang diakibatkan oleh

bencana alam.

2). Hapusnya Hak Tanggungan

Berdasarkan ketentuan Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 Undang-

Undang Pokok Agraria yang mengatur tentang hapusnya hak milik, hak

guna usaha, dan hak guna bangunan, salah satunya disebabkan oleh faktor

yang sama yaitu musnahnya tanah tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa di

dalam KUH Perdata maupun UUPA hak atas tanah dapat hapus apabila

tanah tersebut musnah. Salah satunya karena terkena bencana alam yang

mengakibatkan tanah tersebut musnah.

Namun dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah

______________________

52 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, “ Kebendaan Pada Umumnya “, Cetakan

Ke-II, ( Jakarta : Prenada Media, 2013 ), halaman 67.

55

yang selanjutnya disebut UUHT tidak menyebutkan secara rinci atau tidak

ada klausula yang menyebutkan bahwa hapusnya hak atas tanah salah

satunya dikarenakan tanahnya musnah. Berakhirnya hak tanggungan

tertuang dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUHT, yang menyatakan bahwa

hak tanggungan akan berakhir atau hapus dikarenakan beberapa hal, yaitu

sebagai berikut :

1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan,

2. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh Pemegang Hak Tanggungan,

3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh

Ketua Pengadilan Negeri, dan

4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

Hal ini menjadi menarik, dimana UUHT sebagai dasar hukum dalam

melakukan pembebanan Hak Tanggungan baik melalui SKMHT maupun

APHT terhadap objek yang dijaminkan oleh debitur tidak secara rinci

menyebutkan mengenai akibat musnahnya tanah objek hak tanggungan

terhadap sertifikat hak tanggungan. Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (1)

huruf d UUHT, secara mendalam dapat diartikan bahwa Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan merumuskan salah satu

faktor yang dapat menghapuskan hak tanggungan adalah hapusnya hak atas

tanah yang dibebani hak tanggungan, jadi musnahnya seluruh tanah yang

menjadi obyek hak tanggungan karena suatu peristiwa diluar keinginan

debitur dan kreditur yaitu bencana alam akan mengakibatkan hapusnya atau

tidak berlakunya sertifikat hak tanggungan atas obyek tersebut atau kembali

lagi melihat ketentuan didalam KUH Perdata dan UUPA, dimana beberapa

56

alasan-alasan hapusnya hak atas tanah disebutkan sudah disebutkan dengan

sangat jelas. 53

Alasan hapusnya hak tanggungan yang disebabkan karena hapusnya

hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tidak lain adalah sebagai

akibat tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian khususnya yang

berhubungan dengan kewajiban adanya objek tertentu yang salah satunya

meliputi keberadaan dari sebidang tanah tertentu yang dijaminkan. Dengan

demikian, berarti setiap pemberian hak tanggungan harus memperhatikan

dengan cermat hal-hal yang dapat menyebabkan hapusnya hak atas tanah

yang dibebankan dengan hak tanggungan. Oleh karena itu, setiap hal yang

menyebabkan hapusnya hak atas tanah tersebut demi hukum juga akan

menghapuskan hak tanggungan yang dibebankan diatasnya, meskipun

bidang tanah dimana hak atas tanahnya tersebut hapus tetapi masih tetap ada

dan selanjutnya telah diberikan pula hak atas tanah yang baru atau yang

sama jenisnya. Dalam hal yang demikian, maka kecuali kepemilikan hak

atas tanah telah berganti, maka perlu dibuatkan lagi perjanjian pemberian

hak tanggungan yang baru, agar hak kreditor untuk memperoleh pelunasan

dapat dipertahankan. 54

Hak atas tanah dapat hapus karena hal-hal sebagaimana disebut dalam

Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Agraria atau Peraturan Perundang-

______________________

53 “ Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan “, ( http:// repository. unej. ac. Id /

handle / Aspek Hukum Janji / html ), diakses pada tanggal 20 November 2018. 54

“ Akta Pembebanan Hak Tanggungan “, ( http:// repository. unej. ac. Id / handle /

Aspek Hukum Janji / html ), diakses pada tanggal 20 November 2018.

57

undangan lainnya yang mengatur tentang hal-hal yang dapat mengakibatkan

hapusnya hak atas tanah. Dalam hal hak guna usaha, hak guna bangunan

atau hak pakai yang dijadikan objek hak tanggungan berakhir jangka waktu

berlakunya, dan diperpanjang berdasarkan permohonan yang diajukan

sebelum berakhirnya jangka waktu tersebut. Hak tanggungan yang

dimaksud tetap melekat pada hak atas tanah yang bersangkutan.

Menurut Pasal 22 UUHT hapusnya Hak Tanggungan karena longsor

membawa dampak pada sistem administratif yang menghapus beban hak

tanggungan pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang menjadi

objek hak tanggungan oleh Kantor Pertanahan setempat berdasarkan surat

pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan dari pemegang

hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan sehubungan dengan

pelunasan utangnya oleh sipiutang atau debitur. Setelah hak tanggungan

dihapus, lalu dari Kantor Pertanahan mencoret catatan hak tanggungan

tersebut pada bukti tanah hak atas tanah beserta sertifikatnya. Adapun

sertifikat hak tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama pada

dokumen hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor

Pertanahan. 55

Dalam musnahnya objek hak tanggungan memiliki konsekuensi bagi

kedua belah pihak, bagi pemegang hak tanggungan atau kreditur maupun

bagi penerima hak tanggungan yaitu debitur, walaupun tanah yang dibebani

______________________

55 Mohammad Machfudh Zarqoni, “ Hak Atas Tanah Perolehan, Asal Dan

Turunannya, Serta Kaitannya Dengan Jaminan Kepastian Hukum ( Legal Guarantee )

Maupun Perlindungan Hak Kepemilikannya ( Property Right ) “, ( Jakarta : Prestasi

Pustaka Publisher, 2015 ), halaman 57.

58

hak tanggungan musnah karena terkena bencana alam, yang terjadi di luar

kekuasaan atau kekuatan dari kreditur maupun debitur itu sendiri yang

kemudian menimbulkan keadaan memaksa atau yang disebut overmacht

atau dapat juga disebut force majeur.

Konsekuensinya terhadap debitur adalah walaupun tanah yang

dijaminkan telah musnah karena bencana alam, debitur tetap harus melunasi

kewajibannya terhadap kreditur sampai selesai. Kondisi ini tidak

menguntungkan bagi debitur, karena selain masih harus melunasi

kewajiban, tanahnya yang dibebani hak tanggungan pun telah musnah.

Hapusnya hak tanggungan tidak mengakibatkan hilangnya kewajiban

debitur untuk melunasi kewajibanya kepada kreditur tersebut.

Selain itu, kondisi tidak menguntungkan juga dialami oleh kreditur

selaku pemegang hak tanggungan. Dimana kreditur telah melaksanakan

kewajibannya kepada debitur, tetapi kreditur telah kehilangan objek yang

dijadikan jaminan untuk dibebankan hak tanggungan. Begitu juga mengenai

status dari kreditur tersebut, dimana pada saat lahirnya hak tanggungan

status dari kreditor adalah kreditur preference atau yang diutamakan, tetapi

karena musnahnya objek hak tanggungan yang mengakibatkan hapusnya

sertifikat hak tanggungan statusnya berubah menjadi kreditor konkuren,

sehingga kreditor tidak memiliki hak jaminan yang kuat dan kepastian

hukum akan dilunasinya hutang debitur tersebut.

Hapusnya hak tanggungan akan menimbulkan ketidakpastian hukum

bagi bank selaku kreditur, atas ketidakpastian ini maka diperlukan

pelindungan hukum bagi kreditur. Untuk menyelesaikan masalah keabsahan

59

sertifikat hak tanggungan yang obyeknya musnah karena bencana alam,

maka digunakan metode kontruksi argumentum per analogiam ( analogi ).

Analogi yang digunakan adalah menganalogikan sertifikat hak tanggungan

sebagai sebagai suatu perjanjian. 56

Syarat sahnya suatu perjanjian telah diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata yang merumuskan bahwa untuk sahnya

persetujuan-persetujuan itu diperlukan empat syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan,

3. Suatu hal tertentu, dan

4. Suatu sebab yang halal.

Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat kesepakatan dan

kecakapan maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan apabila

perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat suatu hal tertentu dan klausa yang

halal maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Berdasarkan syarat-syarat

perjanjian maka salah satu unsur perjanjian yaitu suatu hal tertentu yang

dimaksud adalah obyek perjanjian yaitu tanah yang telah musnah

diakibatkan oleh suatu peristiwa bencana alam sehingga termasuk suatu

keadaan yang overmacht. Tanpa obyek yang jelas, perjanjian sulit atau

bahkan mustahil dilakukan oleh para pihak. Perjanjian yang tidak jelas

obyeknya bukanlah perjanjian yang sah sehingga batal demi hukum. 57

______________________

56 Lukman Hakim, “ Argumentum Per Analogiam ( Analogi ) - Aspek Hukum

Peranjian “, ( http://@hackeem_luckmand.Usm.Pasca.ac.id / html. ), diakses pada tanggal

20 November 2018. 57

Elly Erawati dan Herlien Budiono, “ Penjelasan Hukum Tentang Pembatalan

Perjanjian “, ( Jakarta : Nasional Legal Reform Program, 2010 ), halaman 9.

60

Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan merumuskan tentang hapusnya hak tanggungan yang

dikarenakan hapusnya hak atas tanah tidak menyebabkan piutang yang

dijaminkan menjadi hapus. Piutang kredit masih tetap ada, akan tetapi

bukan lagi piutang yang dijamin secara khusus berdasarkan kedudukan

istimewa kreditor. Hapusnya hak atas tanah tersebut terjadi karena adanya

overmarcht berupa bencana alam yang menyebabkan musnahnya seluruh

obyek hak tanggungan yang menjadi jaminan pada bank, sehingga dalam

hal ini debitur tidak dapat diminta pertanggungjawabannya atas musnahnya

obyek jaminan yang dibebankan hak tanggungan tersebut.

Apabila dihubungkan dengan kekuatan hukum sertifikat hak

tanggungan yang obyeknya musnah karena bencana alam, maka

berdasarkan ketentuan syarat perjanjian, yaitu obyek hak tanggungan berupa

tanah yang telah musnah seluruhnya karena bencana alam, maka sertifikat

hak tanggungan tersebut tidak memenuhi salah satu syarat sahnya perjanjian

dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu suatu hal tertentu, sehingga sertifikat

hak tanggungan tersebut batal demi hukum ( neitigbaarheid ).

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa, jika

terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan musnahnya obyek yang

diperjanjikan, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Perjanjian yang

tidak menentukan jenis barang, jumlah, atau keadaanya adalah batal demi

hukum. Jika dikaitkan dengan permasalahan musnahnya seluruh obyek hak

tanggungan karena bencana alam, maka sertifikat hak tanggungan tersebut

batal demi hukum.

61

Sertifikat hak tanggungan tersebut batal demi hukum karena obyek

seluruhnya telah musnah terkena bencana alam, sehingga tidak memenuhi

salah satu syarat sahnya suatu perjanjian yaitu dalam hal tertentu ( obyek )

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Kekuatan

eksekutorial sertifikat hak tanggungan yang seluruh obyeknya musnah

karena bencana alam menjadi hapus, sebagaimana yang dirumuskan dalam

Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan yang merumuskan bahwa hak tanggungan menjadi hapus

karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan. Dan apabila

UUHT belum mengatur secara rinci mengenai kekuatan hukum sertifikat

hak tanggungan apabila objeknya musnah karena bencana alam, maka dapat

menggunakan ketentuan didalam UUPA atau ketentuan didalam KUH

Perdata dimana secara jelas dituliskan bahwa Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan merupakan bagian dari KUH Perdata

( Lex Specialis ).

D. Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Sertifikat Hak Tanggungan yang

Objeknya Musnah Karena Bencana Alam di Wilayah Mangkang

Wetan Kota Semarang.

Dalam kasus musnahnya objek Hak Tanggungan karena bencana alam

akibat banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Jalan Kauman

Mangkang Wetan Kota Semarang, ternyata dalam wawancara dengan Bank

BRI KCP Mangkang Kota Semarang ada tindakan pencegahan yang

dilakukan oleh pihak bank atau kreditur, selain melakukan seleksi dengan

62

berbagai tahapan prosedur pemberian kredit hingga tahapan pembuatan akta

di kantor Notaris dan atau PPAT hingga penerbitan sertifikat Hak

Tanggungan oleh BPN. Pihak kreditur memiliki cara lain yaitu dengan

mengusulkan objek tanah yang dibebani hak tanggungan diasuransikan

dengan pihak asuransi yang bekerja sama dengan pihak kreditur. 58

Dengan adanya penggantian dari Pihak Asuransi tersebut, pihak bank

dapat berharap dapat dijadikan pelunasan utang debitur terhadap kreditur.

Oleh karena itu, hapusnya hak atas tanah karena bencana alam ini, tidak

menyebabkan piutang yang dijamin menjadi hapus, sehingga dalam hal ini

pihak yang bertanggung jawab mengganti kerugian adalah pihak Asuransi.

Jadi, dalam hal ini piutang kreditor masih tetap ada, namun bukan lagi

sebagai piutang yang dijamin secara khusus berdasarkan kedudukan

istimewa kreditur tetapi hanyalah sebagai piutang yang dijamin secara

umum dan kedudukan krediturnya sebagai kreditur kongkuren.

Dengan adanya bukti kepemilikan hak atas tanah yang dipegang oleh

pihak bank, maka kedudukan bank sebagai kreditor benar-benar sangat

terjamin. Selain hal tersebut, berdasarkan Keputusan Gubernur Bank

Indonesia Nomor : 9 / 7 / KEP.GBI / 2007 tentang Perlakuan Khusus

Terhadap Kredit Bank, dimana memberikan perlakuan khusus bagi daerah

yang terkena bencana alam, dan sebagai daerah yang memerlukan perlakuan

khusus terhadap kredit bank, pihak bank sebagai kreditur juga tidak terlalu

khawatir akan dampak belum dibayarnya piutang karena dalam keputusan

______________________

58 Hasil Wawancara dengan Priyanto Purwadi Nugroho, pihak Bank BRI KCP

Mangkang Kota Semarang dengan Bagian Sales dan ADK perihal prosedur pemberian

kredit pada tanggal 3 November 2018.

63

tersebut ada daerah yang mendapat perlakuan khusus untuk kredit-kredit

yang berada didaerah yang terkena bencana alam. 59

Pada pelaksanaan perjanjian kredit juga tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Adanya tunggakan pembayaran kredit sehingga mengakibatkan

kreditor mengalami kerugian. Bank sebagai kreditur hal ini tentunya sangat

tidak diharapkan. Namun dengan adanya perlakuan khusus yang diberikan

sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, maka pihak bank sebagai kreditor

melakukan Penjadwalan Kembali ( rescheduling ) terhadap Perjanjian

Kredit ( PK ) nya. Dengan adanya penjadwalan kembali tersebut, maka bank

membuat Perjanjian Perubahan Perjanjian Kredit ( PPPK ) dengan

persetujuan debitor untuk menggantikan perjanjian kredit yang lama.

Mengingat syarat pembayaran yang dilakukan oleh pihak Asuransi

adalah dengan menyerahkan bukti kepemilikan tanah dan bangunan, bagi

yang memiliki tunggakan kredit maka bukti kepemilikan tanah dan

bangunan berada di bank. Oleh karena itulah bank mengajukan permohonan

untuk dilakukan peninjauan melalui bank tempat perjanjian kredit dibuat.

Langkah ini diambil karena untuk menyelesaikan sisa angsuran kredit.

Pada Bank BRI KCP Mangkang Kota Semarang, masalah bencana

alam yang terjadi di Wilayah Mangkang Wetan Kota Semarang bukan

menjadi kendala yang berarti yang dapat mengancam tingkat kesehatan

bank tersebut. Jadi, hal itu tidak membuat pihak bank merasa khawatir

apabila debitor tersebut tidak melakukan pembayaran tepat waktu, pihak

bank hanya menunggu dan melihat perkembangan situasi yang ada.

_______________________

59 Ibid.

64

Dalam dunia perbankan, dikenal adanya lembaga jaminan. Dimana

istilah jaminan merupakan penjelasan secara umum cara-cara kreditur

menjamin dipenuhinya tagihan disamping pertanggungjawaban umum

debitur terhadap objek piutang. Fungsi utamanya adalah untuk memperkecil

dan mengurangi resiko yang dapat dialami oleh kreditur atau pihak bank

sebagai penyalur kredit. Dengan kata lain fungsinya adalah sebagai sarana

perlindungan bagi keamanan kreditur mengenai kepastian pelunasan hutang

oleh debitur atau penjamin debitur untuk memastikan debitur dalam

melaksanakan segala kewajiban prestasinya.

Kajian hukum jaminan meliputi jaminan umum dan

jaminan khusus. Jaminan khusus dibagi menjadi dua (2) macam,

yaitu sebagai berikut :

1. Jaminan perorangan, hak jaminan perorangan timbul dari

perjanjian jaminan antara kreditur ( bank ) dan pihak ketiga.

Perjanjian jaminan perorangan merupakan hak relatif, yaitu

hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu

yang terikat dalam perjanjian.

2. Jaminan kebendaan, merupakan hak mutlak ( absolut ) atas

suatu benda tertentu yang menjadi objek jaminan suatu

hutang yang suatu waktu dapat diuangkan bagi pelunasan

hutang debitur apabila debitur ingkar janji. Dengan

mempunyai berbagai kelebihan yaitu sifat-sifat yang

dimilikinya, antara lain sifat absolut dimana setiap orang

harus menghormati hak tersebut, memiliki droit de

preference, droit de suite, serta asas-asas yang terkandung

padanya, seperti asas spesialitas dan publisitas telah

memberikan kedudukan dan hak istimewa bagi pemegang

hak tersebut atau kreditur, sehingga dalam praktek lebih

disukai oleh pihak kreditur daripada jaminan perorangan. 60

Menurut hukum, benda dapat dibedakan dengan berbagai cara, yaitu

terdapat di dalam Pasal 503, Pasal 504, dan Pasal 505 KUH Perdata.

Dimana dalam kasus bencana alam berupa banjir bandang dan tanah longsor

______________________

60 Djuhaendah Hasan dan Salmidjas Salam, “ Aspek Hukum Hak Jaminan

Perorangan dan Kebendaan “, ( Jakarta : Pustaka Publisher, 2010 ), halaman 210.

65

yang terjadi di Jalan Kauman RT 02 RW 03 Mangkang Wetan Kota

Semarang ini, yang dijamin dengan benda tidak bergerak yaitu tanah SHM.

Apabila debitur melaksanakan kewajibannya dengan baik maka peranan

atau fungsi dari benda jaminan tidak akan terlihat, fungsi benda jaminan

akan tampak pada saat debitur lalai atau tidak melaksanakan kewajibannya

atau wanprestasi, baik itu di sengaja maupun tidak disengaja.

Untuk dapat memberikan hak tanggungan didahului dengan perjanjian

utang piutang yang didalamnya terdapat klausula tentang pemberian hak

tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang, dan dituangkan dalam akta

yaitu Akta Pemberian Hak Tanggungan ( APHT ) yang dibuat oleh PPAT

yang tertera dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan. Dalam APHT wajib memenuhi Asas Spesialiteit

dan Asas Publisiteit. Pada APHT juga diperkenankan mencantumkan janji

yaitu janji asuransi tertera pada Pasal 11 ayat (2) huruh i UUHT. Sebagai

pelaksanaannya, kreditor meminta agar debitor mengasuransikan obyek hak

tanggungan. Untuk mengasuransikan obyek hak tanggungan, dibuatkan

suatu perjanjian tanggung kerugian yang termuat dalam suatu akta yaitu

polis. Polis tersebut secara hukum menimbulkan kewajiban bagi penjamin

kepada kreditor apabila terjadi peristiwa yang dapat mengakibatkan musnah

atau rusaknya obyek hak tanggungan sebagai pelunasan utang debitor. 61

Dalam APHT dapat dicantumkan janji untuk mengasuransikan obyek

hak tanggungan, maka sebagai tindak lanjut diadakannya perjanjian

______________________

61 Balkis Sakina, “ Aspek Hukum Janji Mengasuransikan Obyek Hak Tanggungan

Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan ( APHT ) “, ( http:// repository. unej. ac. Id /

handle / html. ), diakses pada tanggal 30 September 2018.

66

pertanggungan kerugian. Jika terjadi musnahnya obyek hak tanggungan

kreditor dapat mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi atas nama

debitor yaitu sebagai penerima kuasa dari debitor untuk menerima uang

ganti rugi sebagai pelunasan utang debitor.

Apabila terjadi kredit macet, obyek hak tanggungan

musnah apabila obyek hak tanggungan diasuransikan, kreditor

dapat meminta ganti kerugian kepada penanggung obyek dengan

mengajukan klaim atas nama penerima kuasa dari debitor

terhadap obyek hak tanggungan yang diasuransikan. Sedangkan

bila obyek hak tanggungan tidak diasuransikan, untuk

mengambil pelunasan piutang debitor maka jaminan khusus

akan berubah menjadi jaminan umum. Dalam pemberian kredit,

bank selalu menggunakan prinsip kehati-hatian maka untuk

menghindari risiko terjadinya kredit macet oleh debitor, bank

dapat mencantumkan janji agar debitor mengasuransikan benda

jaminan sebagai pelunasan utang apabila benda jaminan rusak

atau musnah. 62

Dalam hal debitur mengajukan permohonan kredit pada pihak Bank,

khususnya pada Bank BRI KCP Mangkang Kota Semarang, ada tahapan

dimana debitur dibacakan atau dipersilakan untuk membaca persyaratan

terlebih dahulu dan kemudian apabila disetuju dan dimengerti, maka

diminta untuk tanda tangan dan memberikan nama terang pada formulir

sebagai syarat umum. Formulir syarat umum yang dibubuhi materai dan

stempel oleh Notaris atau PPAT ini berisi tentang persyaratan dan peraturan

dari pihak Bank dalam proses Hak Tanggungan.

Adanya formulir ini juga salah satu bentuk pencegahan dan

perlindungan bagi pihak kreditur. Apabila debitur telah tanda tangan di atas

formulir syarat umum yang dibubuhi materai dan stempel Notaris atau

PPAT di tiap halamannya maka pihak debitur dianggap mengerti dan setuju

______________________

62 Priyanto Purwadi Nugroho, Ibid.

67

dengan semua persyaratan dan peraturan pihak kreditur. Sehingga perlu

adanya penambahan klausula tentang musnahnya objek hak tanggungan

karena bencana alam dan bagaimana prosedurnya.

Apabila didalam prakteknya terdapat kasus seperti

musnahnya objek yang telah dibebani hak tanggungan, maka

harus ada perlindungan yang lebih, salah satunya adalah solusi

yang terdapat dalam formulir, dimana debitur juga telah

membaca atau dibacakan dan bersedia serta setuju tanpa adanya

paksaan dari pihak manapun. Sehingga timbul kekuatan hukum

yang cukup kuat dalam penandatanganan di atas materai dalam

formulir tersebut. 63

Dengan banyaknya tahapan yang harus dilalui untuk melakukan

permohonan pengajuan kredit baik tahapan dari pihak kreditur hingga

tahapan pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan di Notaris dan atau

PPAT, hal ini berguna untuk menilai apakah seorang calon debitur layak

untuk diberikan bantuan kredit dari pihak kreditur, kemudian dapat

memperkecil resiko terjadinya kredit macet atau debitur cidera janji dalam

melaksanakan kewajibannya, walaupun dalam prakteknya masih ada kasus

debitur melakukan wanprestasi. Dengan melaksanakan prinsip kehati-

hatian, pihak kreditur dapat meminimalisir kerugian yang ada, karena

dengan melalui banyak tahapan prosedur dan debitur dinyatakan layak oleh

kreditur, maka seorang debitur dianggap mampu dalam melaksanakan

kewajibannya.

______________________

63 Ibid.

68

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

1. Kekuatan hukum Sertifikat Hak Tanggungan dalam hal Musnahnya

Objek Hak Tanggungan karena Bencana Alam di wilayah Mangkang

Wetan Kota Semarang adalah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan

sah yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan

pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan berlaku

sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengenai hak atas

tanah tersebut. Jika terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan

musnahnya obyek yang diperjanjikan maka perjanjian tersebut batal demi

hukum karena perjanjian yang tidak menentukan jenis barang, jumlah,

atau keadaanya. Jika dikaitkan dengan permasalahan musnahnya seluruh

obyek hak tanggungan karena bencana alam, maka sertifikat hak

tanggungan tersebut batal demi hukum karena obyeknya seluruhnya telah

musnah terkena bencana alam, sehingga tidak memenuhi salah satu

syarat sahnya perjanjian yaitu suatu hal tertentu ( obyek ) sebagaimana

yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

2. Perlindungan hukum bagi pemegang Sertifikat Hak Tanggungan yang

Objeknya Musnah Karena Bencana Alam di wilayah Mangkang Wetan

Kota Semarang yaitu yang di maksud adalah Bank BRI KCP Wilayah

Mangkang dalam upaya mengamankan kredit yang dijaminkan kepada

debitor telah mendapatkan perlindungan hukum yaitu dengan

69

mengusulkan objek tanah yang dibebani hak tanggungan diasuransikan

dengan pihak asuransi yang bekerja sama dengan pihak kreditur. Dengan

adanya penggantian dari Pihak Asuransi tersebut, pihak bank dapat

berharap dapat dijadikan pelunasan utang debitur terhadap kreditur.

B. Saran

1. Didalam Sertifikat hak tanggungan dan APHT tidak tertera klausula yang

mengatur tentang kekuatan hukum sertifikat hak tanggungan yang

obyeknya musnah karena bencana alam. Selain itu juga dapat dimasukan

alasan-alasan lain yang dapat menghapuskan kekuatan hukum sertifikat

hak tanggungan yaitu dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak

tanggungan berdasarkan penetapan oleh Ketua Pengadilan Negeri.

2. Diperlukan kedekatan secara sosial antara kreditur dan debitur, tidak

sebatas dalam perjanjian kredit saja antara kedua belah pihak, namun

pendekatan secara kekeluargaan seharusnya tidak mempengaruhi

tahapan-tahapan dari prosedur pemberian kredit, karena dalam setiap

tahapan perlu adanya penilaian yang mendalam yang dapat memberikan

perlindungan bagi kreditur.

70

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Aman, Mgs. Edy Putra Tje’. Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis,

Cetakan Ke III, Yogyakarta : Liberty, 2009.

Badrulzaman, Mariam Darus. Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai,

Fidusia, Cetakan Keempat, Bandung : Alumni, 2009.

________________________. Bab-Bab Tentang Hypotheek, Bandung :

Citra Aditya Bakti, 2011.

________________________. Benda-benda yang Dapat Dilekatkan

Sebagai Obyek Hak Tanggungan dalam Persiapan Pelaksanaan Hak

Tanggungan di Lingkungan Perbankan, Cetakan Ketiga, Bandung :

Citra Aditya Bakti, 2011.

Erawati, Elly. dan Herlien Budiono, Penjelasan Hukum Tentang

Pembatalan Perjanjian, Jakarta : Nasional Legal Reform Program,

2010.

Fuadi, Munir. Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti, 2016.

Gautama, Sudargo. ( Gauw Giok Siong ), Tafsiran Undang-Undang Pokok

Agraria, Cetakan Ke-6, Jakarta : Keng Po, 2013.

Hanintijo, Soemitro Ronny. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri,

.Jakarta : Ghalia Indonesia, 2008.

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan

Undang-Undang Pokok Agraria, Isi serta Pelaksanaannya, Jakarta :

Djambatan, 2010.

Hasan, Djuhaendah. dan Salmidjas Salam, Aspek Hukum Hak Jaminan

Perorangan dan Kebendaan, Jakarta : Pustaka Publisher, 2010.

Moeleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif, Cetakan Ketiga, Bandung :

Remaja Rosdakarya, 2010.

Muhammad, Abdul Kadir. Hukum Perikatan, Cet.Ke-III, Bandung : Citra

Aditya Bakti, 2012.

Muljadi, Kartini. dan Gunawan Widjaja, Kebendaan Pada Umumnya,

Cetakan Ke-II, Jakarta : Prenada Media, 2013.

71

Poesoko, Herowati. Dinamika Hukum Parate Eksekusi Obyek Hak

Tanggungan, Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2012.

Salim HS, H. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta : PT.

Raja Grafido Persada, 2009.

Santoso, Urip. Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Edisi Pertama,

Cetakan ke-1, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010.

Satrio, J. Hukum Jaminan Hak-Hak Kebendaan, Cetakan Ketiga, Bandung :

PT. Citra Aditya Bakti, 2012.

Sinungan, Muchdarsyah. Kredit Seluk Beluk dan Pengelolaannya, Cetakan

Kelima, Yogyakarta : Tograf, 2010.

Sjahdeini, Sutan Remy. Hak Tanggungan – Asas-Asas, Ketentuan Pokok dan

Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Cetakan Kedua, Bandung :

Alumni, 2009.

Soehartono, Irawan. Metode Peneltian Sosial Suatu Teknik Penelitian

Bidang Kesejahteraan Sosial Lainnya, Bandung : Remaja Rosda

Karya, 2009.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan kelima, Jakarta :

UI, 2013.

Sofwan, Sri Soedewi Machsoen. Hukum Benda, Cetakan Ke-4, Yogyakarta :

Liberty, 2011.

Subekti, R. Aneka Perjanjian, Cetakan Ke II, Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti, 2015.

Sudrajat, Sutardja. Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbilan

Sertiftkatnya, Bandung : Mandar Maju, 2009.

Sutedi, Adrian. Hukum Hak Tanggungan, Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

Usman, Rachmadi. Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta : Sinar Grafika,

2008.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Sekretariat Negara Republik Indonesia.

72

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah

serta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Makalah

Harsono, Boedi. dan Sudarianto Wiriodarsono, Konsepsi Pemikiran tentang

UUHT, Bandung : Makalah Seminar Nasional, 27 Mei 2016.

Wawancara

Nugroho, Priyanto Purwadi. pihak Bank BRI KCP Mangkang Kota

Semarang dengan Bagian Sales dan ADK perihal prosedur pemberian

kredit pada tanggal 3 November 2018.

Website

Akta Pembebanan Hak Tanggungan, ( http:// repository. unej. ac. Id / Aspek

Hukum Janji / html ), diakses pada tanggal 20 November 2018.

Hakim, Lukman. Argumentum Per Analogiam ( Analogi ) - Aspek Hukum

Peranjian, ( http://@hackeem_luckmand.Usm.Pasca.ac.id / html. ),

diakses pada tanggal 20 November 2018.

Sakina, Balkis. Aspek Hukum Janji Mengasuransikan Obyek Hak

Tanggungan Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan ( APHT ),

(.http:// repository. unej. ac. Id / handle / html. ), diakses pada tanggal

30 September 2018.

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, ( http:// repository. unej. ac.

Id / handle / Aspek Hukum Janji / html ), diakses pada tanggal 20

November 2018.

73

74

75

76

77

78