YUDID DWI SEPTYARINI-FDK.pdf
-
Upload
phungkhanh -
Category
Documents
-
view
252 -
download
3
Transcript of YUDID DWI SEPTYARINI-FDK.pdf
-
KOMODIFIKASI MNC MUSLIM
ANALISIS EKONOMI POLITIK MEDIA PADA
MNC GROUP
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam
(S.Kom.I)
Oleh:
Yudid Dwi Septyarini
109051000131
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H./2013 M.
-
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 16 September 2013
Yudid Dwi Septyarini
-
KOMODIFIKASI MNC MUSLIM
ANALISIS EKONOMI POLITIK MEDIA PADA
MNCGROUP
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam
(S.Kom.I)
Oleh:
Yudid Dwi Septyarini 109051000131
Pembimbing,
Dr. Gun Gun Heryanto, M. Si
NIP. 19760812 2005011 005
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIFEOCDAYATULLAH
JAKARTA
1434 D./2013 M.
-
i
ABSTRAK
Yudid Dwi Septyarini
Komodifikasi MNC Muslim: Analisis Ekonomi Politik Media pada MNC
Group
MNC Muslim merupakan channel religi yang dimiliki oleh MNC Group.
Kehadiran MNC Muslim yang notabene adalah media bernuansa Islami yang
merupakan bagian dari MNC Group, harus berbenturan dengan nilai kapitalisme
sebagai bagian dari bisnis media saat ini. Melihat persoalan tersebut, maka
perumusan masalah pada penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana komodifikasi
isi yang dilakukan oleh MNC Muslim sebagai saluran program televisi
berlangganan pada MNC Group? Kedua, bagaimana komodifikasi khalayak yang
dilakukan oleh MNC Muslim sebagai saluran program televisi berlangganan pada
MNC Group? Ketiga, Bagaimana komodifikasi pekerja yang dilakukan oleh MNC
Muslim sebagai saluran program televisi berlangganan pada MNC Group?
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
eksplanatif. Sumber data yang diperoleh adalah dari hasil observasi tidak
berstruktur (unstructure observation) dan wawancara mendalam. Selain itu, data
yang diperoleh juga dari data resmi dari pihak MNC Channels, buku, jurnal,
makalah, artikel, dan hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya yang relevan
dengan penelitian ini.
Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ekonomi
politik media yang dikemukakan oleh Vincent Mosco. Terdapat tiga entry concept
dalam teori ini, yaitu komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi. Untuk penelitian
ini, peneliti menggunakan kerangka konsep komodifikasi, baik itu komodifikasi
isi, khalayak, dan pekerja.
Hasil penelitian dan analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa konten
program yang ditayangkan di MNC Muslim, terlihat adanya komodifikasi Islam,
di mana simbol dan nilai-nilai keislaman dimodifikasi sedemikian rupa agar
menjadi komoditas yang dapat diperjualbelikan untuk mendapat keuntungan.
Adanya re-run program pun dilakukan agar mampu memaksimalkan pendapatan
dengan menayangkan kembali program-program yang masih diminati. Selain itu,
peran khalayak juga sangat besar karena sumber pemasukan terbesar dari MNC
Channels adalah dari iuran berlangganan pemirsa MNC Sky Vision (MSV).
Ditambah lagi, MSV adalah pay-tv terbesar di Indonesia, sehingga pemasukan
dari iuran berlangganan pun sangat besar. Komodifikasi pekerja pun terlihat
dalam hal produksi MNC Muslim yang dilaksanakan oleh MNC TV.
Jadi, komodifikasi yang dilakukan oleh MNC Muslim, jika dilihat dari segi
komodifikasi konten, khalayak, dan pekerja, dilakukan karena ada kepentingan
bisnis di dalamnya, di mana MNC Group memaksimalkan kekuatan group yang
dimiliki, demi menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
-
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur tak henti-hentinya peneliti panjatkan atas segala
nikmat sehat, ilmu, pengetahuan, dan karunia yang telah Allah SWT berikan
kepada peneliti, hingga akhirnya peneliti mampu menyelesaikan pendidikan
perkuliahan dan memperoleh gelar sarjana ini. Tanpa adanya ridho, kekuatan, dan
hidayah yang telah Allah berikan, peneliti tak akan bisa melewati dan
menyelesaikan segala tantangan, hambatan, cobaan, dan masalah yang ditemui.
Cucuran keringat dan air mata yang menetes telah menjadikan peneliti sebagai
hamba Allah yang makin kuat dalam menjalani hidup. Peneliti semakin percaya
bahwa Allah tidak akan memberikan masalah di luar kemampuan hamba-Nya,
asalkan hambanya mau berusaha, berdoa, dan selalu memohon kepada-Nya.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi, peneliti menemui
banyak cobaan dan hambatan untuk dilalui. Tetapi, hal tersebut dapat diatasi dan
terselesaikan dengan baik atas bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan beribu terima kasih dari lubuk
hati yang paling dalam kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Arief Subhan, M.A.,
Pembantu Dekan I Bidang Akademik, Drs. Wahidin Saputra, M.A.,
Pembantu Dekan II Bidang Administrasi Umum, Drs. Mahmud Jalal,
M.A., serta pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Drs. Study
Rizal L.K., M.A.
2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Drs. Jumroni, M.Si beserta Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, Umi Musyarofah, M.A.
3. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu serta pengetahuan
kepada peneliti selama menempuh masa perkuliahan. Semoga ilmu yang
diberikan dapat selalu bermanfaat bagi peneliti dan masyarakat, serta
-
iii
menjadi amal sholeh yang akan terus mengalir bagi bapak dan ibu
sekalian.
4. Dr. Gun-Gun Heryanto, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk selalu membimbing,
memberikan koreksi, saran, dan masukan kepada peneliti, sehingga
peneliti mampu menghasilkan karya yang terbaik.
5. Zakaria, M.A, selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan masukan, semangat, dan jalan keluar yang menenangkan
untuk peneliti dalam menghadapi setiap masalah dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
6. PT Media Nusantara Cipta, Tbk. dalam hal ini adalah MNC Channels
dan MNC TV sebagai tempat penelitian skripsi. Terima kasih atas
wawancara, bantuan, dan segala data-data yang peneliti butuhkan untuk
melengkapi skripsi ini. Terima kasih Pak Edi, Pak Budi, Mbak Nisa, Mas
Abdik, Mas Irwan, Mas Aryo, Ka Selly, dan pegawai MNC lainnya.
7. Bapak Moch Diono dan Ibu Zulaechah, selaku orang tua yang sangat
berarti dalam hidup peneliti. Terima kasih untuk kasih sayang yang tulus,
segala pengorbanan, cucuran keringat, tetesan air mata dalam setiap
untaian doa dan harapan yang selalu Bapak dan Ibu berikan kepada anak-
anaknya. Skripsi ini ananda persembahkan sebagai wujud terima kasih
yang tak terhingga untuk Bapak dan Ibu.
8. Kakak perempuan peneliti, Nurina Rahmadika, yang selalu memberikan
semangat dengan cara yang berbeda. Semoga adik dapat membalas
semua kebaikan yang telah kakak berikan selama ini. Untuk adik lelaki
peneliti, Muhammad Riza Yuliardi. Terima kasih untuk kasih sayang
yang selalu kau tunjukkan dengan cara yang berbeda. Semoga skripsi
kakak dapat memotivasimu untuk selalu memberikan yang terbaik dan
mampu membanggakan orang tua kita.
9. Keluarga besar peneliti, Mbah Usman, Mbah Aminah, alm. Mbah
Mahmudah, Pakde-Bude, Om-Tante, dan sepupu-sepupu yang selalu
mendoakan untuk kelancaran selama penelitian dan penulisan skripsi ini
-
iv
10. Teruntuk sahabat-sahabat terhebat, Noflim Trisna Ayuningsih, Nur
Oktaviani, Yulia Nur Rohmah, Zakiyah Al-Wahdah, dan Muhammad
Bushairi. Terima kasih untuk senyum, tawa, canda, air mata, dan segala
pelajaran hidup yang sangat berharga yang telah kalian berikan untuk
peneliti. Semoga persahabatan ini akan terus terjaga selamanya.
11. Kawan-kawan terbaik KPI D 2009 yang telah bersama selama 4 tahun
ini, Bintang, Reza Fahlevi, Yusuf, Arkho, Rizki Maulana, Eko, Zidni,
Mahdi, Bayu, Tika, Tari, Fitri, Fajrin, Hidayati Ririn, Devi, Yuli, Dina,
Nur Fajrina, Bowo, Ryan, Nofal, Fadli, Ijal, Ridwan, Erik, dan Riza.
12. Teman-teman, senior, dan junior jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam, serta jurusan lain di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Senang sekali menjadi bagian dari
keluarga besar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi ini.
13. Kawan-kawan KKN KITA, Nurul, Nabila, Nani, Nia, Nenden, Desi,
Iis, Sapta, Amri, Anam, Ipul, Rama, Saughie, Kevin, Budi, Ershad,
Hairul, Imron, serta warga Desa Sukajadi, Cariu, Bogor yang telah
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mendapatkan pengalaman
baru nan sangat berharga yang tidak akan pernah terlupakan.
14. Seluruh pihak yang selalu mengingatkan dan membantu peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penelitian dan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan
masukan, baik berupa saran maupun kritik yang membangun yang nantinya
diharapkan mampu memberikan pelajaran untuk ke depannya. Peneliti berharap
semoga apa yang telah peneliti tuliskan dalam skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi peneliti pada khususnya serta bagi pembaca pada umumya.
Ciputat, September 2013
Yudid Dwi Septyarini
-
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 10
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 10
F. Metodologi Penelitian ................................................................ 12
G. Sistematika Penulisan ................................................................ 17
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Ekonomi Politik Media
1. Definisi Ekonomi Politik Media ............................................ 18
2. Entry Concept Teori Ekonomi Politik Media ........................ 23
3. Bentuk-bentuk Komodifikasi ................................................ 26
B. Konseptualisasi Lembaga Penyiaran Televisi ............................ 29
C. Konseptualisasi Televisi Berlangganan
1. Jenis-jenis Lembaga Penyiaran Berlanggan............................. 34
2. Televisi Berlangganan di Indonesia ...................................... 36
D. Media dan Kepentingan Bisnis .................................................. 39
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sejarah PT Media Nusantara Cipta, Tbk (MNC) ........................ 46
B. Visi dan Misi MNC .................................................................... 49
-
vi
C. Struktur Organisasi MNC .......................................................... 50
D. Struktur Perusahaan MNC ......................................................... 52
E. Profil MNC Muslim ................................................................... 59
F. Visi dan Misi MNC Muslim ...................................................... 60
G. Struktur Organisasi Divisi Programming MNC Channels ......... 60
H. Program-program MNC Muslim ................................................ 61
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Komodifikasi Isi MNC Muslim
1. Konten MNC Muslim ............................................................ 62
2. Logika Profit dalam Siaran Program MNC Muslim ............. 70
B. Analisis Komodifikasi Khalayak MNC Muslim
1. Target Khalayak MNC Muslim ............................................. 73
2. Strategi Persuasi Khalayak ................................................... 77
3. Komodifikasi Khalayak ......................................................... 83
C. Analisis Komodifikasi Pekerja MNC Muslim
1. Posisi Pekerja di MNC Muslim ............................................. 86
2. Pola Hubungan Pekerja di MNC Muslim .............................. 87
3. Komodifikasi Pekerja di MNC Muslim ................................ 93
D. Analisis Komodifikasi Isi, Khalayak, dan Pekerja di MNC
Muslim ....................................................................................... 95
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................. 101
B. Saran ......................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 105
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 109
-
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Grafik Tren Televisi Berlangganan di Indonesia ........................... 3
Gambar 2 Diagram Jumlah Pelanggan Televisi Berlangganan di Asia Pasifik
(2011) ............................................................................................. 4
Gambar 3 Konsumen Media .......................................................................... 41
Gambar 4 Struktur Organisasi PT Media Nusantara Cipta, Tbk. (MNC) ..... 50
Gambar 5 Struktur Perusahaan MNC ............................................................ 52
Gambar 6 Struktur Organisasi Department Planning Scheduling Research &
Development, Divisi Programming, MNC Channels ................... 60
Gambar 7 Header Facebook MNC Muslim .................................................. 78
Gambar 8 Header Twitter MNC Muslim (@MNCMuslim) ......................... 78
Gambar 9 Timeline Twitter MNC Muslim (@MNCMuslim) ...................... 80
Gambar 10 Timeline Facebook MNC Muslim ................................................ 81
Gambar 11 Komentar pada Facebook MNC Muslim ..................................... 82
Gambar 12 Posisi Dominan dalam Industri TV-Berlangganan di Indonesia .. 84
-
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Televisi Berlangganan di Indonesia ............................................. 38
Tabel 2 Dewan Komisaris dan Direksi PT Media Nusantara Cipta, Tbk. . 51
Tabel 3 Saluran Program dalam MNC Channels ...................................... 57
Tabel 4 Fresh Programs MNC Muslim .................................................... 65
Tabel 5 TOP 20 Program MNC Muslim Q1 (Jan-Mar) 2013 ................... 69
Tabel 6 Audience Share Channel Religi MNC Channel (Januari-Maret
2013) ............................................................................................. 74
Tabel 7 Audience Target MNC Muslim .................................................... 75
Tabel 8 Tugas Utama Planning Officer, Divisi Programming MNC
Channels ....................................................................................... 90
Tabel 9 Tugas Utama Scheduling Officer, Divisi Programming MNC
Channels ....................................................................................... 91
Tabel 10 Komodifikasi Isi, Khalayak, dan Pekerja di MNC Muslim ....... 100
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini industri media di Indonesia berkembang dengan sangat pesat.
Terlihat dengan munculnya berbagai macam perusahaan media, baik cetak
maupun elektronik. Bahkan, sekarang mulai merambah ke era digital. Hal ini jelas
tak dapat terlepas dari peran UU no. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Undang-
undang ini jelas telah berhasil mendorong demokratisasi informasi,
mengeluarkannya dari penjara otoriter penguasa Orde Baru, sekaligus membuka
pasar media yang luas.
Selama Orde Baru, bisnis media hanya terkonsentrasi kepada segelintir
pelaku bisnis dan aktor politik yang mempunyai akses kuat ke lingkar kekuasaan.
Pada saat itu, lembaga penyiaran yang ada hanya TVRI dan RRI. Kedua media
tersebut berada di bawah kekuasaan negara dan hanya sebagai corong
pemerintahan Orde Baru semata. Namun saat ini, berdasarkan data dari Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI), ada 11 stasiun televisi nasional dengan berbagai
kategori yang telah beroperasi dan lebih dari 80 stasiun regional swasta yang
masing-masing memegang satu ijin penyiaran untuk satu provinsi.
Selain televisi nasional dan lokal yang ada saat ini, kehadiran televisi
berlangganan juga turut meramaikan industri pertelevisian di Indonesia. Televisi
berlangganan adalah jasa penyiaran saluran televisi yang dilakukan khusus untuk
pemirsa yang bersedia membayar (berlangganan) secara berkala.
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Penyiaran&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Saluran_televisi&action=edit&redlink=1
-
2
Bermula pada tahun 1948, warga Pennsylvania, Amerika Serikat kesulitan
menerima siaran televisi karena terhalang perbukitan. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan John Walson, seorang salesman televisi, mendirikan sebuah menara
di gunung untuk menangkap sinyal dari Philadelphia ke kotanya di Mahanoy City,
Pennsylvania. Lama kelamaan, semakin banyak orang yang mengetahui tentang
sistem yang dilakukan oleh Walson. Warga setempat kemudian mulai
mengikutinya dengan memasang antena untuk menangkap sinyal UHF yang
dipakai dalam penyiaran program dengan cara menarik kabel dari antena tersebut
dan memasangnya ke rumah-rumah. Sistem televisi kabel lokal ini, kemudian
disebut dengan CATV (community antenna television).1 Peristiwa inilah yang
merupakan cikal bakal lahirnya televisi berlangganan di dunia, hingga akhirnya
sampai di Indonesia.
PT MNC Sky Vision (MSV) adalah pelopor industri televisi berlangganan di
Indonesia yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1988. MSV mulai memasarkan
televisi berbayar mereka yang berbasis satelit pada awal tahun 1994 dengan nama
Indovision. Indovision juga dikenal sebagai televisi berlangganan yang pertama
kali menggunakan satelit penyiaran langsung (Direct Broadcast Satellite (DBS)),
yaitu layanan analog dengan menggunakan satelit Palapa C-2.2
Meningkatnya teknologi informasi saat ini, diiringi oleh kebutuhan
masyarakat akan kebutuhan informasi yang lebih luas. Namun, hal ini tidak
sejalan dengan adanya peningkatan ragam tayangan yang disajikan oleh televisi
1 Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Jakarta:
Kencana, 2009), h. 91-92. 2 Indovision TV, Company Profile, diakses pada 22 Februari 2013, pukul 22.15 dari
http://www.indovision.tv/content/corporate/company-profile.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pennsylvaniahttp://www.langgananindovision.com/http://www.indovision.tv/content/corporate/company-profile
-
3
lokal maupun nasional (free to air) yang ada. Oleh karena itu, masyarakat yang
membutuhkan informasi yang lebih luas, baik itu dari dalam maupun luar negeri,
serta dalam hal keberagaman content itu sendiri, kemudian cenderung untuk
memilih televisi berlangganan yang memiliki pilihan tayangan yang cukup
banyak, walaupun harus mengeluarkan biaya.
Kehadiran televisi berbayar bukan lagi menjadi hal yang baru bagi
masyarakat Indonesia. Ini terbukti dari meningkatnya jumlah pelanggan televisi
berlangganan dari tahun ke tahun, seperti yang ditunjukkan dalam grafik berikut:
Gambar 1
Grafik Tren Televisi Berlangganan di Indonesia
Sumber: Public Expose Kinerja PT MNC Sky Vision, Tbk. Tahun 2012, h.3.
Meningkatnya jumlah pelanggan televisi berlangganan menyebabkan
semakin banyaknya industri televisi berlangganan di Indonesia. Hingga saat ini,
sudah banyak industri televisi berlangganan, mulai dari yang menggunakan kabel,
-
4
satelit, hingga yang terbaru adalah IPTV (internet protocol television). Di
antaranya adalah Indovision dan Top TV (PT MNC Sky Vision, Tbk.), OkeVision
(PT Nusantara Vision), TelkomVision dan Groovia (PT Telekomunikasi
Indonesia, Aora (PT Karyamegah Adijaya), Skynindo (PT Cipta Skynindo), First
Media (PT First Media, Tbk.), Orange TV (PT Mega Media Indonesia),
Nexmedia (Grup Emtek), Centrin TV (PT Cental TV Digital), Max 3 Biznet
(Biznet Networks), serta Topas TV (Grup Mayapada).3
Gambar 2
Diagram Jumlah Pelanggan Televisi Berlangganan di Asia Pasifik (2011)
Sumber: Public Expose Kinerja PT MNC Sky Vision, Tbk. Tahun 2012, h.3.
Seiring dengan terjadinya revolusi teknologi penyiaran dan informasi,
korporasi-korporasi media terbentuk dan menjadi besar dengan cara kepemilikan
saham, penggabungan dalam joint-venture, pembentukan kerja sama, atau
3 Indonesia TV Guide, List TV Berbayar, diakses pada 18 Mei 2013, pukul 14.18 dari
http://www.infotelevisi.com/paytv-indonesia/.
http://www.infotelevisi.com/paytv-indonesia/
-
5
pendirian kartel komunikasi raksasa yang memiliki puluhan bahkan ratusan
media.4 Hal ini yang saat ini banyak dilakukan oleh banyak perusahaan media
untuk mempertahankan bisnis mereka. Bahkan, banyak pula yang melakukan
konsolidasi dengan cara merger dan akuisisi guna membentuk konglomerasi
media yang lebih besar.
Konsolidasi dan penggabungan kembali di industri televisi telah terjadi pada
5 tahun yang lampau. Pemain utama di industri ini termasuk: (1) MNC Group
dengan 3 stasiun nasional (RCTI, MNCTV, dan Global TV); (2) Emtek dengan 2
stasiun TV nasional (SCTV dan Indosiar); (3) Para Group dengan 2 stasiun TV
nasional (Trans TV dan Trans 7); dan Visi Asia Media dengan tambahan 2 stasiun
(ANTV dan TV One).5
Dapat dilihat dari data di atas bahwa PT Media Nusantara Cipta, Tbk
merupakan salah satu perusahaan media di Indonesia yang melakukan
konglomerasi dan memiliki jangkauan yang sangat luas. MNC Group memiliki 3
televisi Free-To-Air (FTA), yakni RCTI, MNCTV, dan GlobalTV, serta 16
channel yang diproduksi oleh MNC yang disiarkan di televisi berlangganan. Saat
ini MNC juga memiliki basis media dan usaha lainnya yang bertujuan untuk
mendukung bisnis inti MNC. Bisnis pendukung tersebut terdiri dari radio, media
cetak, media online, talent management, dan rumah produksi.6
Banyaknya industri media yang muncul saat ini, membuat persaingan
semakin ketat. Perusahaan media berlomba-lomba dalam hal produksi, reproduksi
4 Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah. Metode, & Terapan
di Dalam Media Massa, ed. ke-5, cet. ke-5 (Jakarta: Kencana, 2011), h. 434. 5 Laporan Tahunan (Annual Report) PT Media Nusantara Cipta, Tbk. Tahun 2011, h.74.
6 Laporan Tahunan (Annual Report) PT Media Nusantara Cipta, Tbk. Tahun 2012, h.37.
-
6
program, penguasaan pasar, sampai pada persaingan teknologi media yang
diharapkan mampu menaikkan rating program mereka. Semakin tinggi rating
suatu program, maka semakin banyak perolehan iklannya. Perolehan iklan inilah
yang digantungkan oleh pebisnis media untuk membiayai jalannya bisnis tersebut.
Vincent Moscow (1995) menyebutkan bahwa iklan dan strategi pemasaran
menjadi kekuatan utama dalam mendesain program kreatif televisi, yang
kemudian menyebabkan program-program televisi diproduksi hanya untuk
kepentingan komersial semata. Moscow menyatakan bahwa dalam kajian
ekonomi politik klasik, produk-produk yang mempunyai nilai memberikan
kepuasan terhadap kebutuhan spesifik manusia yang disebut dengan nilai
kegunaan, kemudian didasarkan pada kemampuan tukarnya, yang disebut sebagai
nilai tukar. Inilah yang disebut dengan konsep komodifikasi.7
Mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Berdasarkan hasil
sensus penduduk tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia
adalah pemeluk Islam.8 Pemirsa muslim yang menginginkan program-program
religi pun juga besar. Dari data Nielsen Media Research, pada pertengahan tahun
2011, jumlah rata-rata penonton religi meningkat 41% dari rata-rata 215 ribu
orang menjadi 303 ribu orang. Tidak mengherankan jika saat ini banyak program-
program bernuansa religius karena jika potensi pasar (pemirsa) besar, maka
potensi iklan di sana pun besar. Melihat potensi pasar yang besar itulah, selain
program religius, saat ini semakin banyak pula media religius yang bermunculan.
7 Henry Subiakto dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media, & Demokrasi (Jakarta:
Kencana, 2012), h. 133. 8 Badan Pusat Statistik, Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Agama yang Dianut,
diakses pada 20 Mei 2013, pukul 10.32 dari http://sp2010.bps.go.id/.
http://sp2010.bps.go.id/
-
7
Media religius adalah salah satu dari sekian banyak jenis dan segmentasi
media yang berkembang. Media ini menjadikan konsumen dengan ciri religiusitas
tertentu sebagai targetnya dan membawa misi dakwah agama. Eksistensi media
ini sebenarnya cukup lama dan bentuk yang berkembang adalah radio dan media
cetak, seperti majalah dan tabloid. Namun pada saat sekarang media televisi juga
dapat menjadi salah satu pilihan dari media dengan ciri religiusitas.9 Hal inilah
yang kemudian mendasari MNC Group kemudian membuat sebuah saluran
program televisi berlangganan dengan nuansa religi, salah satunya adalah MNC
Muslim.
MNC Muslim adalah sebuah saluran program televisi berlangganan
bernuansa religi yang tayang selama 24 jam. MNC Muslim merupakan saluran
milik Media Nusantara Citra yang hanya dapat disaksikan melalui televisi
berlangganan, yaitu pada channel 92 Indovision. Saluran ini sangat kental dengan
program-program yang bernuansakan nilai-nilai Islami, mulai dari talkshow,
berita, video klip, drama, dokumentasi, serta hiburan lainnya.
Di sini peneliti melihat ada beberapa hal yang menarik untuk diteliti.
Pertama, yaitu komodifikasi yang dilakukan oleh suatu media. Di dalamnya akan
terlihat bagaimana hubungan antara media, penonton, dan pengiklan, di mana
suatu media akan membuat program semenarik mungkin untuk menarik sebanyak
mungkin penonton. Dengan banyaknya penonton, itu berarti rating program
mereka tinggi yang kemudian akan mendatangkan pihak pengiklan.
9 Isna Siskawati, Komodifikasi Nilai-Nilai Agama dalam Sinetron: Analisis Wacana Kritis
terhadap Sinetron Takdir Ilahi di TPI, (Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia, 2006), h. 47.
-
8
Kedua, jika diterapkan dalam MNC Muslim, di mana MNC Muslim yang
notabene adalah media bernuansa Islami harus berbenturan dengan nilai
kapitalisme sebagai bagian dari bisnis media saat ini. Dalam hal ini agama akan
menjadi suatu komoditas yang dijual untuk pangsa pasar tertentu untuk
memperoleh keuntungan. Secara tidak langsung, nilai-nilai agama yang
ditampilkan pun bergeser dari tujuan utama untuk kepentingan agama menjadi
tujuan bisnis agar memperoleh profit finansial sebanyak-banyaknya.
Ketika nilai-nilai Islam yang disampaikan melalui kegiatan dakwah harus
berbenturan dengan nilai kapitalisme yang sangat mementingkan keuntungan bagi
suatu media, maka hal tersebut bertentangan dengan apa yang telah Allah
sampaikan dalam Q.S. Hud/11: 29
Dan (dia berkata): Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada
kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-
kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka
akan bertemu dengan Rabbnya akan tetapi aku memandangmu sebagai kaum yang
tidak mengetahui.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, kemudian peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Komodifikasi MNC Muslim:
Analisis Ekonomi Politik Media pada MNC Group.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
peneliti membatasi masalah agar ruang lingkup pembahasan pada penelitian
ini dapat lebih fokus, jelas, terarah, dan tidak meluas. Adapun batasan
-
9
masalahnya adalah pada komodifikasi yang dilakukan oleh MNC Muslim,
baik itu komodifikasi isi, khalayak, dan pekerja.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana komodifikasi isi yang dilakukan oleh MNC Muslim
sebagai saluran program televisi berlangganan pada MNC Group?
2. Bagaimana komodifikasi khalayak yang dilakukan oleh MNC Muslim
sebagai saluran program televisi berlangganan pada MNC Group?
3. Bagaimana komodifikasi pekerja yang dilakukan oleh MNC Muslim
sebagai saluran program televisi berlangganan pada MNC Group?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana komodifikasi isi yang dilakukan oleh MNC
Muslim sebagai saluran program televisi berlangganan pada MNC Group.
2. Untuk mengetahui bagaimana komodifikasi khalayak yang dilakukan oleh
MNC Muslim sebagai saluran program televisi berlangganan pada MNC
Group.
3. Untuk mengetahui bagaimana komodifikasi pekerja yang dilakukan oleh
MNC Muslim sebagai saluran program televisi berlangganan pada MNC
Group.
-
10
D. Manfaaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Akademis
a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan ilmiah ataupun sebagai
referensi dalam pengembangan ilmu komunikasi, khususnya pada
tataran kajian ekonomi politik media.
b. Mengetahui sejauh mana teori-teori komunikasi massa yang
dikemukakan oleh beberapa ahli dapat diterapkan, sehingga penelitian
dapat dijadikan pembuktian teori komunikasi massa dalam kenyataan
yang sebenarnya.
2. Manfaat Praktis
Adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang
positif dalam perkembangan studi tentang analisis media saat ini,
khususnya bagi peneliti dan bagi akademisi, maupun praktisi komunikasi
media yang lain, pada umumnya.
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum mengadakan penelitian ini, terlebih dahulu peneliti melakukan
tinjauan pustaka ke beberapa perpustakaan untuk mengetahui apakah penelitian di
bidang yang sama sudah dilakukan. Setelah melakukan penelusuran koleksi
skripsi pada Perpustakaan Utama dan Perpustakaaan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, peneliti menemukan beberapa
-
11
skripsi yang menggunakan analisis teori Ekonomi Politik (ekopol) Media di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pertama adalah skripsi milik Sagita Ning Tyas. Sagita menemukan bahwa
konglomerasi kepemilikan media di Indonesia lebih didorong oleh persaingan
dalam perebutan iklan serta efisiensi produksi.10
Persamaan dengan penelitian ini
adalah pada teori yang digunakan, yaitu teori Ekonomi Politik Media menurut
Vincent Mosco dan objek penelitian tentang MNC Group. Sedangkan
perbedaannya, penelitian ini hanya berfokus pada salah satu entry concept teori
ekonomi politik media, yaitu pada level komodifikasi dan hanya pada satu
channel pada MNC Channels, yaitu MNC Muslim.
Kedua adalah skripsi milik Aimmatunnisa. Aimmatunnisa menyimpulkan
bahwa kemiskinan pada program reality show Jika Aku Menjadi di Trans TV
telah direduksi menjadi suatu komoditas yang merupakan anak kandung
kapitalisme.11
Persamaan dengan penelitian ini adalah pada teori yang digunakan
dan sama-sama hanya berfokus pada level komodifikasi. Perbedaannya, dalam
penelitian ini yang diteliti adalah komodifikasi isi, khalayak, dan pekerja yang
dilakukan oleh MNC Muslim sebagai salah satu saluran televisi berlangganan
pada MNC Group, sedangkan Aimmatunnisa meneliti komodifikasi kemiskinan
pada program Jika Aku Menjadi di Trans TV.
10
Sagita Ning Tyas, Konglomerasi Industri Media Penyiaran di Indonesia: Analisis
Ekonomi Politik pada Group Media Nusantara Citra (MNC), (Skripsi, Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010). 11
Aimmatunnisa, Komodifikasi Kemiskinan dalam Perspektif Ekonomi Politik Media:
Studi pada Program Reality Show Jika Aku Menjadi di Trans TV, (Skripsi, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012).
-
12
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian lebih berbicara mengenai bagaimana cara peneliti
untuk melihat dan mempelajari suatu gejala atau realitas sosial, yang
kesemuanya didasari pada asumsi dasar dari ilmu sosial.12
Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Bogdan dan Tylor
mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan sejumlah data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dengan orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam hal ini individu
atau organisasi harus dipandang sebagai bagian dari suatu keseluruhan.
Artinya tidak boleh diisolasikan ke dalam variabel atau hipotesis.13
2. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam jenis
penelitian eksplanatif. Jenis penelitian dengan tipe eksplanatif bertujuan
untuk menjelaskan sebuah permasalahan yang telah memiliki gambaran yang
jelas dan bermaksud menggali secara mendalam.14
Penelitian eksplanatif juga
bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih gejala atau
objek. Hubungan tersebut bisa berbentuk hubungan korelasional atau saling
hubungan, sumbangan atau kontribusi suatu objek terhadap objek lainnya.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengkaji lebih dalam bagaimana
12
Bambang Prasetyo dan Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005), h. 42. 13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. ke-26 (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 4. 14
Ipah Farihah, Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006).
-
13
hubungan antara media, khalayak, dan pengiklan yang merupakan komponen
dalam proses komodifikasi media, dalam hal ini adalah pada MNC Muslim.
3. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis.
Secara makro, Golding dan Murdock mengatakan bahwa perspektif ekonomi
politik bisa dibedakan menjadi dua macam, yaitu liberal dan kritikal. Liberal
political economy berfokus pada proses pertukaran di pasar, di mana
konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih komoditas-komoditas yang
sedang berkompetisi berdasarkan manfaat dan kepuasan yang ditawarkan.
Sebaliknya, critical political economy tertarik pada interaksi umum antara
organisasi ekonomi dan kehidupan politik, serta sosial dan budaya. Dengan
mengikuti Marx, critical political economy berfokus pada pengorganisasi
properti dan produksi industri budaya atau industri lainnya, bukan seperti
liberal political economy yang berfokus pada proses pertukaran.15
Golding
dan Murdock pun menempatkan perspektif ekonomi politik media dalam
paradigma kritis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kritik sosial yang berfokus pada
hubungan antara struktur ekonomi, dinamika industri media, dan konten
ideologis media di mana akan terlihat dari hubungan antara media, khalayak,
dan pengiklan. Oleh karena itu, paradigma ekonomi politik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah paradigma kritis.
15
Graham Murdock dan Peter Golding, Culture, Communications and Political Economy,
dalam James Curran dan Michael Gurevitch, ed., Mass Media and Society (London: Bloomsbury
Academic, 2005), h. 60-61.
http://www2.le.ac.uk/departments/media/dl/documents-and-pdfs/course-readers/mass-media-and-society/Mass%20Media%20and%20Society%20Reading%204.pdf
-
14
4. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang programming MNC Channels yang
berlokasi di Komplek RCTI Studio 4 lantai 3,5 dan bertemu dengan Bapak
Sri Budi Santoso, selaku Head of Programming MNC Channels pada hari
Kamis, 17 Mei 2013. Sedangkan untuk bagian produksi, peneliti melakukan
penelitian di Studio 1 MNC TV, yang bertempat di Jalan Pintu II Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) dan bertemu dengan Bapak Edi Santoso, selaku
produser program MNC TV pada hari Kamis, 11 April 2013.
5. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah MNC Muslim sebagai saluran
program televisi berlangganan pada MNC Group. Adapun objek
penelitiannya adalah komodifikasi, baik itu komodifikasi isi, khalayak, dan
pekerja yang dilakukan oleh MNC Muslim.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik untuk
mendapatkan data-data yang diperlukan, yaitu:
a. Wawancara Mendalam (depth interview)
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara mendalam
(depth interview), melalui metode tanya jawab berupa pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan langsung baik dengan menggunakan atau tanpa
menggunakan pedoman wawancara (interview guide) kepada key person.
Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada para narasumber yang
-
15
berhubungan dan menguasai tema yang relevan dengan substansi utama
penelitian agar mendapatkan data yang lengkap dan mendalam.
Informan dalam penelitian ini antara lain adalah Bapak Sri Budi
Santoso, selaku Head of Programming MNC Channels; Bapak Edi
Santoso, Produser program MNCTV; serta Abdik Destriana dan Andika
Aryo, selaku Scheduling and Planning Section Head MNC Channels.
b. Unstructure Observation
Observasi merupakan kegiatan mengamati secara langsung tanpa
mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang
dilakukan objek tersebut.16
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
observasi tidak berstruktur (unstructure observation), yaitu observasi
langsung yang tidak berstruktur dengan mengamati secara langsung
kinerja pada MNC Muslim sebagai salah satu saluran program televisi
berlangganan pada MNC Group. Dalam hal ini, peneliti hanya bertindak
sebagai observer (pengamat).
c. Dokumentasi
Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen tertulis. Dalam hal ini, peneliti berusaha untuk mengumpulkan,
membaca, dan mempelajari berbagai macam bentuk data yang diperoleh,
baik itu data yang diperoleh di lapangan, maupun data-data lain yang
berupa telaah dari berbagai buku, jurnal, makalah, artikel, bahkan hasil
16
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, cet. ke-3
(Jakarta: Kencana, 2008), h.108.
-
16
penelitian yang sudah ada sebelumnya yang relevan dengan penelitian
ini.
7. Teknik Analisis Data
Menurut John W Creswell, analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri
dari langkah persiapan dan pengorganisasian data (data tekstual ke transkrip,
data gambar ke dalam potograf) untuk dianalisis, kemudian mengurangi yang
tidak penting, mengelompokkan data ke dalam tema-tema tertentu (koding),
dan mempersingkat kode-kode dan menyajikan data ke dalam gambaran,
tabel, atau sebuah pembahasan.
Dalam penelitian ini, peneliti menyusun secara sistematis data yang telah
diperoleh dari dokumentasi, hasil wawancara, dan catatan lapangan dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori yang sesuai dengan kerangka
konsep komodifikasi pada Ekonomi Politik Media menurut Vincent Mosco
untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Kemudian,
menjabarkan ke dalam unit-unit, yang terdiri dari komodifikasi isi, khalayak,
dan pekerja yang dilakukan oleh MNC Muslim. Terakhir, membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.
8. Teknis Penulisan
Untuk teknik penulisan, peneliti akan berpedoman pada penulisan skripsi
berdasarkan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi), karya Hamis Nasuhi, dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center
for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2007.
-
17
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, penulis secara
sistematis membagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab. Adapun
sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan meliputi; Latar Belakang Masalah, Batasan dan
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Landasan Teori, di dalamnya diuraikan tentang Teori Ekonomi Politik
Media, Konseptualisasi Lembaga Penyiaran Televisi, Konseptualisasi
Televisi Berlangganan, Media dan Kepentingan Bisnis.
BAB III : Gambaran Umum, yang mengemukakan tentang Sejarah, Visi, Misi,
dan Tujuan, Struktur Organisasi, Struktur Bisnis Utama MNC Group,
serta Profil, Visi, Misi, serta Program-program MNC Muslim.
BAB IV : Temuan dan Analisis Data, di dalamnya diuraikan tentang hasil
temuan lapangan sesuai dengan pendekatan ekonomi politik media
Vincent Mosco, yang terdiri dari komodifikasi isi, khalayak, dan
pekerja pada MNC Muslim.
BAB V : Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
-
18
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Ekonomi Politik Media
1. Definisi Ekonomi Politik Media
Secara historis, Vincent Mosco mencatat sebelum menjadi disiplin ilmu,
dan sebelum dikukuhkan sebagai deskripsi intelektual bagi sistem produksi,
distribusi, dan pertukaran, ekonomi politik mengandung makna tradisi
sosial (social custom), praxis, dan pengetahuan untuk mengatur, pertama
rumah tangga, dan kemudian masyarakat. Secara khusus, term ekonomi
didasarkan pada kosakata Greek, oikos yang berarti rumah dan nomos yang
berarti hukum. Oleh karena itu, pada mulanya ekonomi merujuk pada
pengertian pengaturan rumah tangga. Sementara politik muncul dari kosa kata
Greek polis yang mengandung pemahaman city-state, unit dasar organisasi
politik semasa periode klasik. Oleh karena itu, terminologi ekonomi politik
asalnya dipakai dalam manajemen rumah tangga keluarga dan politik.1
Ekonomi politik saat ini terinspirasi dari karya abad kesembilan belas
politik ekonomi Karl Marx. Marx menulis, masyarakat berdasarkan pada
hubungan antara mereka yang memiliki alat-alat produksi dan masyarakat
yang bekerja untuk mereka. Dalam hal ini kepentingan pemilik tercermin dari
media dan budaya, karena kelompok dominan dalam masyarakatbiasanya
mereka yang memiliki perusahaan besar ingin membuat konsensus yang
1 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, 2
nd ed. (London: SAGE
Publications, 2009), h. 22-23.
-
19
mendasar, atau hegemoni, dari ideologi yang mendukung dominasi lanjutan
mereka.2
Menurut Mosco, pengertian ekonomi politik dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu pengertian sempit dan luas. Dalam pengertian sempit,
ekonomi politik berarti kajian tentang relasi sosial, khususnya relasi
kekuasaan, yang bersama-sama saling membentuk produksi, distribusi, dan
konsumsi sumber daya, terutama sumber daya komunikasi. Sedangkan dalam
pengertian luas, ekonomi politik berarti kajian mengenai kontrol dan
pertahanan kehidupan sosial. Proses kontrol ini secara luas bersifat politik
karena dalam proses tersebut melibatkan pengorganisasian sosial hubungan-
hubungan dalam sebuah komunitas. Proses bertahan (survival processes)
secara mendasar bersifat ekonomis karena berhubungan dengan persoalan
produksi dan reproduksi.3
Mosco merumuskan empat karakteristik ekonomi politik, antara lain
sebagai berikut4:
a. Ekonomi politik media merupakan studi tentang perubahan sosial dan
transformasi sejarah. Sedangkan varian lain yang lebih bersifat kritikal,
konteks sosial, dan kesejarahan secara khusus lebih tertarik dalam
menginvestigasi dan mendeskripsikan late capitalism. Isu dan fokusnya
terutama mengenai cara-cara bagaimana aktivitas komunikasi
2 Joseph Straubhaar, et.al., Media Now: Understanding Media, Culture, and Technology, 7
th
ed. (Boston: Wadsworth, 2012), h. 39. 3 Sunarto, Televisi, Kekerasan, dan Perempuan (Jakarta: Kompas, 2009), h. 14.
4 Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, cet. ke-2 (Jakarta: Kencana, 2007),
h. 84-85.
-
20
distrukturkan oleh distribusi yang tidak merata mengenai sumber daya
material dan simbolik.
b. Ekonomi-politik juga bermaksud untuk menguji relasi-relasi sosial
yang memengaruhi aspek ekonomi, politik, sosial, atau kultural. Bagi
Mosco, relasi sosial yang dimaksud berarti bahwa ekonomi politik
merupakan studi mengenai aturan-aturan yang menata hubungan individu
dan kelembagaan. Oleh karena itu, seluruh bidang sosial pada dasarnya
merupakan bidang analisis ekonomi-politik.
c. Ekonomi politik berhubungan dengan nilai moral secara filosofis, artinya
mengacu kepada nilai-nilai sosial (wants about wants) dan konsepsi
mengenai praktek sosial. Prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan public
goods merupakan reference utama dari pertanyaan moral yang mendasari
ekonomi politik. Perhatian ini tidak hanya ditujukan pada what is (apa
itu), tetapi what ought be (apa yang seharusnya).
d. Ekonomi politik memiliki karakteristik praxis, yakni suatu ide mengacu
kepada aktivitas manusia dan secara khusus mengacu pada aktivitas
kreatif dan bebas di mana orang menghasilkan dan mengubah dunia dan
diri mereka.
Secara makro, Golding dan Murdock mengatakan bahwa perspektif
ekonomi politik bisa dibedakan menjadi dua macam, yaitu liberal dan kritikal.
Liberal political economy berfokus pada proses pertukaran di pasar, di mana
konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih komoditas-komoditas yang
sedang berkompetisi berdasarkan manfaat dan kepuasan yang ditawarkan.
-
21
Sebaliknya, critical political economy tertarik pada interaksi umum antara
organisasi ekonomi dan kehidupan politik, serta sosial dan budaya. Dengan
mengikuti Marx, critical political economy berfokus pada pengorganisasi
properti dan produksi industri budaya atau industri lainnya, bukan seperti
liberal political economy yang berfokus pada proses pertukaran.5
Golding dan Murdock pun menempatkan perspektif ekonomi politik
media dalam paradigma kritis. Menurut mereka, perspektif ekonomi politik
kritis ini berbeda dengan arus utama dalam ilmu ekonomi dalam hal
holistisisme, historisisme, keseimbangan antara usaha kapitalis dengan
intervensi publik, serta keterkaitannya dengan persoalan-persoalan moralitas
semacam keadilan, kesamaan, dan kebaikan publik.6
Teori ekonomi politik (political economy theory) adalah pendekatan
kritik sosial yang berfokus pada hubungan antara struktur ekonomi dan
dinamika industri media, serta konten ideologis media. Dari sudut pandang
ini, lembaga media dianggap sebagai bagian dari sistem ekonomi yang
berhubungan erat dengan sistem politik.7
Teori ekonomi politik kritis berasumsi bahwa: (a) logika dan kontrol
ekonomi merupakan faktor determinan; (b) struktur media cenderung
mengarah pada konsentrasi; (c) terjadinya integrasi global media; (d)
terjadinya komodifikasi isi dan khalayak media; (e) penurunan keberagaman;
5 Graham Murdock dan Peter Golding, Culture, Communications and Political Economy,
dalam James Curran dan Michael Gurevitch, ed., Mass Media and Society (London: Bloomsbury
Academic, 2005), h. 60-61. 6 Eduardus Dosi, Media Massa dalam Jaring Kekuasaan (Flores: Ledalero, 2012), h. 75.
7 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail, ed. 6, buku 1, Penerjemah Putri Iva
Izzati (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), h. 105.
http://www2.le.ac.uk/departments/media/dl/documents-and-pdfs/course-readers/mass-media-and-society/Mass%20Media%20and%20Society%20Reading%204.pdf
-
22
(f) suara-suara alternatif dan oposisional dipinggirkan; (g) kepentingan publik
pada komunikasi disubordinasikan oleh kepentingan swasta.8
Persoalan media massa pada umumnya terkait dengan aspek budaya,
politik, dan ekonomi. Dari aspek budaya, media massa merupakan institusi
sosial pembentuk definisi dan citra realitas sosial, serta ekspresi identitas
yang dihayati bersama secara komunal. Dari aspek politik, media massa
memberikan ruang dan arena kepentingan berbagai kelompok sosial yang ada
di masyarakat dengan tujuan akhir untuk menciptakan pendapat umum
sebagaimana diinginkan oleh masing-masing kelompok sosial tersebut. Dari
aspek ekonomi, media massa merupakan institusi bisnis yang dibentuk
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan secara material bagi
pendirinya.9
Namun, perspektif ekonomi politik melihat persoalan ekonomi berada
dalam hubungan dengan kehidupan politik, sosial, dan budaya serta
memberikan penekanan pada relasi sosial (social relation) dan kekuasaan
(power). Institusi media harus dipandang sebagai bagian dari sistem ekonomi
yang mempunyai hubungan dekat dengan sistem politik. Karakter utama dari
apa yang diproduksi media dapat dijelaskan secara luas melalui pertukaran
nilai dari bermacam isi media di bawah tekanan untuk memperluas pasar, dan
melalui kepentingan ekonomi para pemilik dan pengambil keputusan.10
Oleh karena itu, ekonomi politik media sebenarnya adalah pertarungan
bagaimana aspek-aspek ekonomi dan politik telah memengaruhi produksi dan
8 Dosi, Media Massa Dalam Jaring Kekuasaan, h. 72.
9 Sunarto, Televisi, Kekerasan, dan Perempuan, h. 14.
10 Dosi, Media Massa Dalam Jaring Kekuasaan, h. 71-72.
-
23
reproduksi budaya sebagai komoditas media massa. Pendekatan ekonomi
politik media lebih melihat bagaimana konsepsi materialisme didistribusikan
dan disirkulasikan dalam praktik pelaksanaan produksi kultural.11
Pendekatan ekonomi-politik menekankan bahwa masyarakat kapitalis
terbentuk menurut cara-cara dominan dalam produksi yang menstrukturkan
institusi dan praktik sesuai dengan logika komodifikasi dan akumulasi
kapital. Produksi dan distribusi budaya dalam sistem kapitalis haruslah
berorientasi pada pasar dan profit.12
2. Entry Concept Teori Ekonomi Politik Media
Bagi Mosco, ada tiga entry konsep dalam penerapan ekonomi-politik
media, antara lain:
a. Commodification (komodifikasi)
Komodifikasi merupakan proses transformasi nilai guna (use value)
menjadi nilai tukar (exchange value), yang nilainya ditentukan oleh
kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan individu dan sosial ke
dalam produk yang nilainya ditetapkan oleh harga pasar. Menurut Mosco,
komodifikasi yaitu proses mengubah makna dari sistem fakta atau data
yang merupakan pemanfaatan isi media dilihat dari kegunannya sebagai
komoditi yang dapat dipasarkan.13
11
Henry Subiakto dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi (Jakarta:
Kencana, 2012), h. 134. 12
Sunarto, Televisi, Kekerasan, dan Perempuan, h. 16. 13
Mosco, The Political Economy of Communication, h. 132.
-
24
Dalam identifikasi Vincent Mosco, terdapat tiga bentuk komodifikasi
dalam media14
:
1. Komodifikasi isi, yakni proses mengubah pesan dan sekumpulan data
ke dalam sistem makna sedemikian rupa sehingga menjadi produk
yang dapat dipasarkan.
2. Komodifikasi khalayak, yakni proses media menghasilkan khalayak
untuk kemudian "menyerahkan" kepada pengiklan.
3. Komodifikasi tenaga kerja merupakan proses pemanfaatan pekerja
sebagai penggerak kegiatan produksi, sekaligus distribusi dalam
rangka penghasilan komoditas barang dan jasa.
b. Spatialization (spasialisasi)
Spasialisasi, yakni proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu
dalam kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam bentuk perluasan
usaha. Bahasan Mosco tentang spasialisasi adalah mengenai integrasi
secara horizontal dan vertikal.
Integrasi horizontal adalah ketika sebuah perusahaan yang berada di
jalur media yang sama membeli sebagian besar saham pada media lain,
yang tidak ada hubungannya langsung dengan bisnis aslinya atau ketika
perusahaan mengambil alih sebagian besar saham dalam suatu perusahaan
yang sama sekali tidak bergerak dalam bidang media.15
14
Mosco, The Political Economy of Communication, h. 133-141. 15
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra (Jakarta: PT Lasswell
Visitama, 2010), h. 282.
-
25
Integrasi vertikal adalah konsentrasi perusahaan dalam satu jalur
usaha atau garis bisnis yang memperluas kendali sebuah perusahaan atas
produksi. Pada prakteknya, integrasi vertikal adalah cross-ownership
(kepemilikan silang) beberapa jenis media seperti surat kabar, stasiun
radio, majalah, dan tabloid oleh suatu grup perusahaan media massa.
c. Structuration (strukturasi)
Strukturasi, yakni proses penggabungan agensi manusia (human
agency) dengan proses perubahan sosial ke dalam analisis struktur-
struktur. Dengan memberikan posisi-posisi jabatan struktur yang ada
dalam kelompok tersebut, diharapkan dapat memainkan peranan penting
dalam setiap bidang yang telah diembannya.
Strukturasi ini menyeimbangkan kecenderungan dalam analisis
ekonomi politik media untuk menggambarkan struktur seperti lembaga
bisnis dan pemerintahan dengan menunjukkan dan menggambarkan ide-
ide agensi, hubungan sosial, proses, dan praktek sosial. Agensi manusia
merupakan konsepsi sosial fundamental yang mengacu kepada peran para
individu sebagai aktor sosial yang perilakunya dibangun oleh matriks
hubungan sosial dan positioning termasuk kelas, ras, dan gender.16
Proses
strukturasi ini mengkonstruksi hegemoni, sesuatu yang apa adanya, masuk
akal, dialamiahkan dan cara berfikir tentang dunia termasuk segala sesuatu
16
Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, h. 215.
-
26
dari kosmologi melalui etika. Pada praktek sosial yang digambarkan dan
dikontekskan dalam kehidupan struktur.
3. Bentuk-bentuk Komodifikasi
Terkait dengan komodifikasi yang terjadi di media, Mosco
memformulasikan tiga bentuk komodifikasi, yakni17
:
a. Komodifikasi Isi
Ketika ekonom politik memikirkan bentuk komoditas dalam
komunikasi, mereka cenderung untuk memulainya dengan konten media.
Secara khusus, dari sudut pandang ini, proses komodifikasi dalam
komunikasi melibatkan transformasi pesan, mulai dari mengubah data ke
sistem pemikiran yang berarti, yang kemudian akan menjadi sebuah
produk yang dapat dipasarkan.18
Menurut pandangan Marxisme klasik, isi media merupakan
komoditas untuk dijual di pasaran, dan informasi yang disebarkan diatur
oleh apa yang akan diambil oleh pasar.19
Hal ini berarti bahwa apa yang
diproduksi oleh media adalah apa yang dikehendaki oleh pasar.
Kita dapat melihat contoh dari apa yang terjadi di media saat ini.,
yaitu adanya program-program reality show di televisi. Program tersebut
diproduksi dengan sedemikian rupa oleh media, sehingga masyarakat
benar-benar akan menyukainya, meskipun hal tersebut bukanlah fakta
17
Mosco, The Political Economy of Communication, h. 168-170. 18
Mosco, The Political Economy of Communication, h. 133. 19
Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi, Edisi 9 (Jakarta: Salemba
Humanika, 2011), h.433.
-
27
dan kebutuhan publik. Yang terpenting bagi media adalah, mereka
mampu membuat suatu produk yang disukai dan dapat dipasarkan.
Memasuki era digital seperti saat ini, kehadiran media baru pun
semakin memperluas kesempatan mengkomodifikasi konten karena pada
dasarnya media baru didasarkan pada proses digitalisasi yang mengacu
pada transformasi komunikasi, termasuk data, kata-kata, gambar, gambar
bergerak, dan suara, menjadi bahasa umum yang dipahami saat ini.
b. Komodifikasi Khalayak
Dallas Smythe (1977) memiliki pandangan bahwa penonton adalah
komoditas utama dari media massa. Menurutnya, media massa
merupakan konsep sebuah proses yang sebenarnya memproduksi
penonton dan mengantarkannya kepada pihak pengiklan. Program media
kemudian dikreasi dan diproduksi sedemikian rupa untuk menarik
penonton.20
Dalam hal ini, sebenarnya khalayak tidak secara bebas hanya
sebagai penikmat dan konsumen dari budaya yang didistribusikan
melalui media. Khalayak pada dasarnya merupakan entitas komoditi itu
sendiri yang bisa dijual.21
Bagi Smythe, hubungan segitiga antara perusahaan media, penonton,
dan pengiklan dapat dilihat sebagai hubungan yang saling
menguntungkan. Perusahaan media menggunakan program mereka untuk
menciptakan penonton; pengiklan membayar perusahaan media untuk
20
Mosco, The Political Economy of Communication, h.136-137. 21
Rulli Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya: di Era Budaya Siber (Jakarta: Kencana, 2012),
h. 169.
-
28
akses ke penonton; dengan demikian, penonton dikirim ke pihak
pengiklan.22
Proses komodifikasi ini pada akhirnya berintegrasi secara
komprehensif dengan industri media ke dalam sistem ekonomi kapitalis,
tidak hanya dengan memproduksi produk yang berbau ideologis tetapi
juga memproduksi penonton secara massal dan secara khusus,
berdasarkan kondisi demografisnya yang dipakai untuk dijual kepada
pengiklan.23
c. Komodifikasi Pekerja
Pada awalnya ada suatu kecenderungan mengabaikan komoditas
pekerja dan proses yang terjadi pada titik produksi dalam komodifikasi.
Kemudian Braverman (1974) memunculkan sebuah gagasan dengan
menghadapi transformasi proses kerja dalam kapitalisme secara
langsung. Menurutnya, tenaga kerja merupakan sebuah kekuatan untuk
membayangkan, menggambarkan, mendesain suatu pekerjaan, dan
kemudian mewujudkannya dalam kenyataan.24
Ketika seseorang bekerja dalam suatu media, tetap ada kontrol
sistem birokrasi yang mengelola tentang proses-proses yang kompleks,
terutama dalam hal produksi berita. Mereka harus bekerja mengikuti
perencanaan organisasi, mulai dari mengumpulkan bahan, mengemas,
serta mendistribusikan berita dan informasi. Hal inilah yang kemudian
22
Mosco, The Political Economy of Communication, h. 137. 23
Subiakto dan Ida, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi, h. 134. 24
Mosco, The Political Economy of Communication, h. 138-139.
-
29
dianggap penting bagi ekonomi politik yang membahas proses kerja,
karena di sini telah tergambarkan secara terperinci proses sosio-teknis
yang telah membentuk proses produksi media, serta para tenaga kerja
yang kemudian juga menjadi komoditas yang berharga.
Perusahaan media massa pada kenyataannya tak berbeda dengan
pabrik-pabrik. Para pekerja tidak hanya memproduksi konten dan
mendapatkan penghargaan dalam upaya menyenangkan khalayak melalui
konten tersebut, melainkan juga menciptakan khalayak sebagai pekerja
yang terlibat dalam mendistribusikan konten sebagai sebuah komoditas.25
B. Konseptualisasi Lembaga Penyiaran Televisi
Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang
menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara
umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan.26
Televisi juga dapat dikelompokkan sebagai media yang
menguasai ruang tetapi tidak menguasai waktu. Artinya, siaran televisi dapat
diterima di mana saja dalam jangkauan pancarannya, tetapi siarannya tidak dapat
dilihat kembali.27
Dalam Undang-undang no. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, digunakan
istilah lembaga penyiaran yang dalam ketentuan umum Bab I Pasal (1) poin 9
disebutkan bahwa jenis stasiun lembaga penyiaran adalah penyelenggara
25
Nasrullah, Komunikasi Antarbudaya: di Era Budaya Siber, h. 170. 26
Pasal 1 ayat 4, Undang-Undang Penyiaran no. 32 tahun 2002. 27
Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Jakarta:
Kencana, 2009), h. 12.
-
30
penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga
penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam
melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1. Televisi Publik (Public Television)
Dalam UU no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran disebutkan bahwa
lembaga penyiaran publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan
hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak
komersil, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
Televisi publik lahir sebagai televisi alternatif atau reaksi terhadap
Televisi Pemerintah (Government Television) yang sangat mengutamakan
kepentingan pemerintah yang berkuasa dan Televisi Komersial (Commercial
Television) yang sangat mengutamakan kepentingan bisnis (keuntungan),
sehingga kedua-duanya cenderung mengabaikan kepentingan publik.
Undang-undang penyiaran kemudian memberikan tugas kepada Televisi
Republik Indonesia (TVRI) untuk memberikan pelayanan informasi,
pendidikan, hiburan yang sehaat, kontrol, dan perekat sosial serta
melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat
melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang menjangkau seluruh wilayah
Indonesia.28
28
Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, h. 99.
-
31
TVRI sebagai organisasi memiliki kedudukan berada di bawah presiden
dan bertanggung jawab kepada presiden. Stasiun pusat penyiaran TVRI
berada di ibukota negara dan berdasarkan UU Penyiaran, di daerah provinsi,
kabupaten atau kota dapat didirikan stasiun penyiaran publik lokal.
Organisasi TVRI terdiri atas: a) dewan pengawas; b) dewan direksi; c) stasiun
penyiaran; d) stasiun pengawas intern; dan e) pusat dan perwakilan.29
Sumber pembiayaan media penyiaran publik di Indonesia berasal dari: 1)
iuran penyiaran yang berasal dari masyarakat; 2) Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD); 3) sumbangan masyarakat; 4) siaran iklan.30
Televisi Publik boleh
menyiarkan iklan namun dilakukan secara selektif, sehingga penerimaan
Televisi Publik dari penyiaran iklan pada umumnya tidak cukup untuk
menutup biaya operasionalnya apalagi untuk biaya investasi. Kekurangan
biaya operasional dan investasi tersebut menjadi kewajiban pemerintah untuk
menyediakannya melalui APBN maupun APBD.
2. Televisi Swasta (Commercial Television)
Ketentuan dalam undang-undang penyiaran menyebutkan bahwa
lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial
berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. Dalam hal ini, stasiun
swasta didirikan dengan tujuan mengejar keuntungan yang sebagian besar
29
Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, h.99. 30
Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, h. 100.
-
32
berasal dari penayangan iklan dan juga usaha-usaha lainnya yang terkait
dengan penyelenggaraan penyiaran.31
Lembaga penyiara swasta mendapatkan anggaran operasional secara
swadaya melalui potensi siaran iklan dan jasa-jasa yang lain seperti
pembuatan produksi yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Selain
itu, lembaga penyiaran swasta mempunyai wilayah siaran secara lokal dan
berjaringan secara terbatas, yaitu hanya dapat menyelenggarakan satu siaran
dengan satu saluran siaran pada satu cakupan wilayah siaran.32
3. Televisi Komunitas (Community Televison)
Stasiun penyiaran komunitas harus berbentuk badan hukum Indonesia
yang didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen dan tidak
komersial dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayahnya terbatas
serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. Dengan kata lain, stasiun ini
didirikan tidak untuk mencari keuntungan atau tidak menjadi bagian
perusahaan yang mencari keuntungan semata.33
Selain itu, stasiun penyiaran
komunitas mempunyai wilayah siaran yang terbatas yaitu dalam radius 2,5
km dan berdaya pancar maksimal 50 watt.
Stasiun komunitas didirikan dengan modal awal yang diperoleh dari
kontribusi komunitasnya yang berasal dari tiga orang atau lebih yang
selanjutnya menjadi milik komunitas. Stasiun ini dapat memperoleh sumber
31
Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, h. 80. 32
Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin, Dasar-dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi,
Operasional, dan Regulasi (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 60. 33
Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, h. 96.
-
33
pembiayaan dari sumbangan, hibah, sponsor, dan sumber lain yang sah dan
tidak mengikat. Dalam UU penyiaran, lembaga penyiaran komunitas dilarang
untuk mendapatkan dana dari siaran iklan.
4. Televisi Berlangganan (Subscription Television)
Yang dimaksud dengan televisi berlangganan adalah siaran yang
melayani penontonnya dan untuk jasa layanan itu, penonton harus membayar
bisa per bulan, per dua bulan, per enam bulan, atau bahkan hitungan tahun.
Berbeda dibandingkan dengan siaran televisi pada umumnya yang tidak
memungut bayaran sama sekali.34
Lembaga penyiaran berlangganan merupakan lembaga penyiaran
berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu
memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan. Lembaga
penyiaran berlangganan memperoleh anggaran operasional secara swadaya
melalui potensi iklan, iuran para pelanggan, dan jasa-jasa yang lain, seperti
pembuatan produksi, maupun jasa akses internet.
34
RM Soenarto, Programa Televisi dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran (Jakarta:
Fakultas Film dan Televisi-Institut Kesenian Jakarta Press, 2007), h.23.
-
34
C. Konseptualisasi Televisi Berlangganan
1. Jenis-jenis Lembaga Penyiaran Berlanggan
a. Lembaga penyiaran berlangganan melalui satelit
Dalam UU penyiaran no 32 tahun 2002, telah dijelaskan dalam pasal
27 bahwa lembaga penyiaran berlangganan melalui satelit harus memenuhi
beberapa ketentuan, antara lain: pertama, memiliki jangkauan siaran yang
dapat diterima di wilayah Negara Republik Indonesia; kedua, memiliki
stasiun pengendali siaran dan stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di
Indonesia; ketiga, menggunakan satelit yang mempunyai landing right di
Indonesia; dan keempat, menjamin agar siarannya hanya diterima oleh
pelanggan.
DBS (Direct Brodcasting Satelite) adalah siaran televisi melalui satelit
langsung ke pesawat televisi (melalui antena). Untuk satelit komunikasi
sendiri ada yang memiliki 12, 24, 62, dan atau lebih 100 transponder. Satu
transponder dapat dipergunakan untuk 1300 saluran telepon, atau 12
saluran radio siaran, atau satu saluran televisi berwarna.
Sistem DBS inilah yang saat ini banyak digunakan oleh perusahaan
televisi berlangganan di dunia, termasuk Indonesia. Mekanisme penyiaran
satelit untuk televisi berlangganan, yaitu dimulai oleh provider yang
memancarkan siarannya ke satelit (uplink), lalu sinyal tersebut ditransfer
dan dikirim lagi menuju ke bumi (downlink).
-
35
b. Lembaga penyiaran berlangganan melalui kabel
Dalam sistem televisi kabel terdapat tiga komponen utama yang
bekerja, yaitu: 1) CSO atau headend; 2) sistem distribusi; dan 3) saluran
rumah. CSO terdiri atas antena dan sejumlah peralatan penerima yang
berfungsi menangkap sinyal dari stasiun televisi yang lokasinya jauh dari
CSO. Namun, saat ini CSO juga menangkap sinyal program televisi yang
dikirim melalui satelit atau melalui microwave.35
Cara kerja sistem penyiaran berlangganan dengan menggunakan kabel
adalah signal listrik disalurkan melalui kabel untuk sampai ke pesawat
penerima. Dengan demikian, antara stasiun televisi kabel dan pelanggan
dihubungkan dengan kabel. Walaupun mekanisme pendistribusiannya
sederhana, sistem kabel dalam layanan televisi berlangganan
membutuhkan dana operasional yang sangat besar karena ketersediaan
layanan ini sangat bergantung pada berapa banyak kabel yang dimiliki
oleh provider dan wilayah mana saja yang akan menjadi target
pemasarannya.
c. Lembaga penyiaran berlangganan melalui teresterial
Penyiaran radio dan televisi biasanya menggunakan sistem teresterial,
yakni sistem yang penyiarannya dilakukan dengan cara memancarkan
signal di atas permukaan tanah dengan menggunakan microwave antena di
mana pancaran SHF (Super High Frequency) harus bebas hambatan.
Namun, yang dimaksud dengan sistem teresterial pada lembaga penyiaran
35
Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio dan Televisi, h. 92.
-
36
berlangganan adalah sistem yang beroperasi dengan sistem MMDS
(Multichannel Multipoint/ Microwave Distribution Services). MMDS
bekerja pada pita frekuensi 2,5 GHz dan dikenal dengan sebutan wireless
cable.36
2. Televisi Berlangganan di Indonesia
Industri televisi berlangganan di Indonesia dimulai oleh PT MNC
Skyvision (MSV) yang menjadi pelopor industri televisi berlangganan di
Indonesia. Didirikan pada tanggal 8 Agustus 1988, MSV mulai memasarkan
televisi berbayar mereka yang berbasis satelit pada awal 1994 dengan nama
merek Indovision. Indovision juga dikenal sebagai televisi berlangganan yang
pertama kali menggunakan satelit penyiaran langsung (Direct Broadcast
Satellite (DBS)), layanan analog dengan menggunakan satelit Palapa C-2.37
Pada awal kemunculannya, Indovision memang tidak secara langsung
mampu merambah pasar secara luas karena harganya yang masih mahal,
sehingga sebagian besar pelanggannya hanya masyarakat golongan menengah
ke atas. Namun, kemunculan Indovision sebagai penyedia layanan televisi
berlangganan pertama di Indonesia membawa pengaruh yang besar pada
perkembangan industri televisi berlangganan Indonesia. Hal ini terlihat dari
munculnya pemain-pemain baru dalam industri televisi berlangganan pada
tahun-tahun berikutnya.
36
Djamal dan Fachruddin, Dasar-dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan
Regulasi, h.42. 37
Indovision TV, Company Profile, artikel diakses pada 22 Februari 2013, pukul 22.15
dari http://www.indovision.tv/content/corporate/company-profile.
http://www.langgananindovision.com/http://www.indovision.tv/content/corporate/company-profile
-
37
Hingga saat ini, sudah banyak televisi berlangganan yang ada di
Indonesia, baik itu yang melalui kabel, satelit, atau terestrial. Bahkan, saat ini
muncul sebuah layanan platform yang lebih maju dari perkembangan
interaksi multimedia yang ada sebelumnya, yaitu Internet Protocol Television
(IPTV) yang hanya dapat diakses melalui koneksi internet dengan
menggunakan Set Top Box (STB) yang terhubung dengan Speedy. Groovia
merupakan bentuk sinergi antara internet dan web kekuatan interaksi
dikombinasikan dengan kekuatan media televisi.
http://id.wikipedia.org/wiki/Internethttp://id.wikipedia.org/wiki/Speedy
-
38
Tabel 1
Televisi Berlangganan di Indonesia
No. Televisi
Berlangganan Pemilik Jenis
1. Indovision
PT MNC Sky Vision (MSV) Satelit (DTH)
2. First Media
PT First Media, Tbk Kabel
3. Telkom Vision
PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk
Kabel & Satelit
(DTH)
4. Skynindo
PT Cipta Skynindo Satelit (DTH)
5. Groovia TV PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk
IPTV
6. Aora
PT Karyamegah Adijaya Satelit (DTH)
7. Orange TV
PT Mega Media Indonesia Satelit (DTH)
8. Centrin PT Central Tivi Digital Satelit (DTH)
9. Nexmedia
Grup Emtek Teresterial (DVB-T)
10. Topas TV Grup Mayapada Satelit (DTH)
11. Max 3 Biznet
Biznet Networks Kabel
Sumber: http://www.infotelevisi.com/paytv-indonesia/
http://www.infotelevisi.com/paytv-indonesia/
-
39
D. Media dan Kepentingan Bisnis
Media adalah entitas yang menyiarkan berita kepada masyarakat luas. Namun
tak dapat dipungkiri bahwa media tidak semata-mata sebagai wahana untuk
menyediakan informasi kepada masyarakat, tetapi juga sebagai lahan bisnis
(industri) yang bisa mendatangkan keuntungan yang besar. Artinya, media
(massa) tidak semata-mata untuk kepentingan idealisme menyediakan informasi
yang akurat dan mencerahkan/ mencerdaskan kepada masyarakat, misalnya
tetapi juga pasti terselip kepentingan bisnis di dalamnya.38
Media sebagai lahan bisnis bisa terlihat dari informasi yang disampaikan oleh
media dapat memengaruhi iklim berusaha (business climate). Para pelaku bisnis
berkepentingan dengan iklim usaha yang kondusif, untuk pengembangan usaha
mereka.39
Inilah mengapa, saat ini media dan kepentingan bisnis menjadi suatu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Bahkan, tidak heran bila ada orang yang
menyebutkan bahwa membangun media berarti membangun kerajaan bisnis.
Bisnis media adalah pengelolaan media secara ekonomi, atau usaha (bisnis)
media secara ekonomis dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan (konsumsi),
baik individu, organisasi, maupun masyarakat, dan para pemangku kepentingan
(stakeholder) lainnya dalam rangka mencari laba.40
Namun, bisnis media berbeda
dengan bisnis lainnya. Perbedaannya terletak pada fungsi dan tujuan utamanya di
mana media memiliki wilayah yang tidak dimiliki oleh lahan bisnis yang lainnya.
Bisnis media saat ini selain merupakan suatu kegiatan memproduksi barang dan
38
Mohamad Nabil, Absennya Media dalam Memperkuat Integrasi Sosial: Studi Awal Atas
Media Lokal di Sumatera Utara dan Bali, dalam Irfan Abubakar dan Muchtadlirin, ed., Media
dan Integrasi Sosial: Jembatan antar Umat Beragama (Jakarta: CSRC UIN Jakarta, 2011), h.117. 39
Henry Faizal Noor, Ekonomi Media (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 300. 40
Noor, Ekonomi Media, h. 13.
-
40
jasa media untuk memuaskan konsumen, memberikan nilai tambah spesifik pada
kehidupan sosial masyarakat, melalui berbagai informasi yang disiarkannya, juga
digunakan untuk memuaskan pihak-pihak terkait (stakeholder) guna mendapatkan
keuntungan yang besar.
Pada dasarnya, ada tiga sumber utama yang menjadi sumber penunjang
kehidupan industri media, yakni41
: Pertama, modal (capital), misalnya pemasukan
iklan dan iuran berlangganan. Kedua, jenis isi media (type of content), misalnya
acara kuis, sinetron, dan informasi. Ketiga, jenis khalayak sasaran (types of
audience), misalnya berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan, dan lain sebagainya.
Pada bisnis media, hubungan antara biaya produksi (output) dan pendapatan
(revenue) terjadi tidak langsung. Hal ini disebabkan pendapatan dari bisnis media
utamanya adalah dari iklan, bukan dari output media. Para pemasang iklan akan
tertarik untuk menggunakan suatu media untuk beriklan, bila rating atau peringkat
acara dari media tersebut tinggi di mata konsumen. Rating acara suatu media,
tidak ditentukan oleh kualitas acara yang ditayangkan, tetapi ditentukan oleh
banyaknya pemirsa (audience) yang menonton acara yang disiarkan.42
Pemasangan iklan mendatangkan pendapatan pada perusahaan media. Oleh
karena itu, potensi iklan sangat berperan dalam menentukan pendapatan atau
hidup matinya (eksistensi atau survival) suatu media. Media yang tidak mendapat
iklan tentu pedapatannya akan sangat kecil atau bahkan tidak ada, sehingga
41
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset
Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, cet. ke-3
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 275. 42
Noor, Ekonomi Media, h. 15.
-
41
membuat media tersebut tidak bisa survive. Artinya, sepanjang ada prospek iklan
yang cukup, maka produsen media akan menawarkan produksinya ke masyarakat.
Oleh karena itu, hubungan antara konsumen, pemasang iklan, dan perusahaan
media dapat terlihat seperti pada gambar berikut:
Gambar 3
Konsumen Media
Sumber: Henry Faizal Noor, Ekonomi Media (2010: 42)
Perolehan iklan yang didapat oleh perusahaan media dari pihak pemasang
iklan, biasanya dilihat dari bagaimana rating program media tersebut. pada
prinsipnya bagia medi televisi, TV Rating digunakan untuk melihat sukses
tidaknya perolehan pemirsa atas suatu program dan atau kondisi perolehan rat-rata
pemirsa suatu stasiun dibanding stasiun lain.sedangkan bagi pengiklan, TV Rating
digunakan untuk menentukan penempatan iklannya pada program-program
televisi yang sesuai dengan target konsumennya.
Perhitungan rating suatu program diperoleh dari jumlah pemirsa atau target
pemirsa pada satu satuan waktu tertentu terhadap suatu populasi:
Rating Content Media
Iklan Content
Perusahaan
Media
Masyarakat Pemasangan
Iklan
-
42
Selain rating, istilah audience share atau umumnya disingkat dengan istilah
share juga dikenal dalam dunia pertelevisian. Bagi stasiun televisi, besaran rata-
rata dari share digunakan untuk melihat posisi stasiun di dalam industri atau untuk
melihat posisi satu program dibanding program yang lain. Sedangkan untuk
pengiklan, umumnya digunakan sebagai patokan alokasi (penyebaran) belanja
iklan pada masing-masing stasiun.
Selain rating dan share, ada satu istilah lagi yang dikenal yaitu program
index. Angka kecenderungan kepemirsaan ini umumnya digunakan untuk
memastikan apakah suatu program memang sudah tepat dengan target konsumen
suatu produk atau belum. Untuk menentukan audience target, digunakan angka
100 sebagai dasarnya. Ketika angka index di atas 100, maka dianggap sudah
efektif dan tepat sasaran. Jika masih di bawah 100, berarti dianggap belum efektif.
Seperti kegiatan ekonomi pada umumnya, pelaku kegiatan ekonomi media,
secara umum dapat dikelompokkan menjadi beberapa pelaku, yaitu konsumen
yang mengonsumsi produk media, produsen (perusahaan media), penyelenggara
negara, baik pemerintah, maupun lembaga kuasi negara, seperti KPU dan KPPU,
-
43
yang melakukan pengaturan atau mengawasi pelaksanaan aturan yang sudah
diundangkan.43
Selain itu, karakteristik ekonomi dari media:44
1. Bisnis media mengelola dua kelompok pasar yang berbeda dalam waktu yang
sama, yaitu pasar produk yang dihasilkan (pembaca, pendengar, dan pemirsa)
dan pasar pemasang iklan.
2. Bisnis media menghasilkan dua jenis produk dalam waktu yang sama, yaitu
isi (content) dan konsumen (audience). Konsumen atau audience ini yang
akan menghasilkan peringkat (rating) yang menjadi modal untuk menarik
para pemasang iklan.
3. Bisnis media tidak dibatasi oleh sumber daya dalam menghasilkan
produknya, atau sumber daya bisnis media tidak terbatas dalam menghasilkan
output-nya karena berbagai peristiwa yang terjadi di masyarakat setiap hari
merupakan sumber daya atau input bagi media.
4. Bisnis media, tidak spesifik menghasilkan komersial produk, tetapi
menghasilkan produk kultural (cultural product), yang memperkaya
khazanah dan keragaman budaya di masyarakat. Dengan demikian, ekonomi
media dapat berkontribusi pada pencerahan dan peningkatan wawasan
masyarakat.
5. Bisnis media menghasilkan produk yang berkaitan dengan pesan (messages)
dan makna (meaning), perlambang (attribute), serta nilai-nilai (values) di
masyarakat. Oleh karena itu, isi (content) produk media bersifat nonfisik
43
Noor, Ekonomi Media, h. 17. 44
Noor, Ekonomi Media, h. 15-16.
-
44
(intangible), sehingga satuan unit (unit content) dari produk media sering kali
sulit didefinisikan.
6. Bisnis media menghasilkan produk yang tidak habis, atau tidak berkurang
setelah dikonsumsi oleh konsumen, baik pembaca, pendengar, ataupun
pemirsa (it does not get used up or destroyed in the act of consumption). Bila
seseorang atau beberapa orang menonton televisi atau mendengar radio, maka
ini tidak menghilangkan kesempatan pada orang lain untuk melakukan hal
yang sama, baik pada waktu dan tempat yang sama, maupun berbeda. Dengan
demikian, produk media ini masuk klasifikasi barang pblik (public goods).
Sementara bisnis lainnya pada umumnya menghasilkan barang dan jasa privat
(private goods).
7. Bisnis media dapat menyajikan produk yang sudah dihasilkannya berkali-kali