92153-FITRAH NASUHA-FDK.pdf

123
PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI JAKARTA Skripsi Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) Oleh : FITRAH NASUHA 104054102113 KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 / 1429 H

Transcript of 92153-FITRAH NASUHA-FDK.pdf

  • PELAYANAN SOSIAL MEDIS

    BAGI PENDERITA PARAPLEGIA

    DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK

    RSUP FATMAWATI JAKARTA

    Skripsi

    Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

    Oleh :

    FITRAH NASUHA

    104054102113

    KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL

    JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

    FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2008 / 1429 H

  • PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    Skripsi berjudul Pelayanan Sosial Medis Bagi Penderita Paraplegia di Instalasi

    Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta telah diujikan dalam sidang

    munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta pada Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

    memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam pada Program Studi Kesejahteraan

    Sosial.

    Jakarta, 28

    Desember 2009

    Sidang Munaqasyah

    Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap

    Anggota

    Drs. Wahidin Saputra, MA Ismat Firdaus, M.

    Si

    NIP 19700903 199603 1 001 NIP 150411196

    Anggota

    Penguji I Penguji II

    Drs. Hj. Elidar Husein, MA Nurkhayati Nurbus,

    M. Si NIP 19451125 197106 2 001 NIP

    19740809 199803 2 002

    Pembimbing

    Siti Napsiah Arifuzzamah, MSW

    NIP 19740101 200112 2 003

  • ABSTRAK

    Fitrah Nasuha

    Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi

    Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta

    Paraplegia atau kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah (kaki)

    disebakan oleh kerusakan syaraf tulang belakang atau susmsum tulang belakang yang diakibatkan oleh suatu kecelakaan atau penyakit yang menyerang syaraf

    tulang belakang dan untuk pemulihannya memerlukan upaya rehabilitasi medis

    dalam memperbaiki dan mempertahankan fungsi-fungsi tubuh dan otot bagian

    perut keatas. Akan tetapi, permasalahan penderita paraplegia tidak hanya

    semata terfokus pada fisik namun juga mempengharui kondisi psikologi,

    ekonomi dan sosial, oleh karenanya jenis pelayanan sosial medis dibutuhkan

    sebagai pendukung dan penunjang di Instalasi Rehabilitasi Medik sebagai suatu

    pelayanan yang menangani masalah emosional, sosial dan ekonomi penderita.

    Berdasarkan hal tersebut penulis sangat tertarik mengadakan penelitian

    mengenai pelayanan sosial medis begi penderita paraplegia di instalasi

    rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.

    Metodelogi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang

    kemudian dituangkan dalam metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan

    dengan serangkaian obsevasi dan wawancara mendalam terhadap berbagai kegiatan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia yang dilakukan oleh

    pekerja sosial medis yang terdapat di instalasi rehabilitasi medik. Informan dalam penelitian ini berjumlah 4 orang yaitu; 2 orang pekerja sosial medis, 1

    orang pasien rawat jalan dan 1 orang pasien rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian, pelayanan sosial medis bagi penderita

    paraplegia yang diberikan oleh pekerja sosial medis menempuh tahap-tahap kegiatan, yang meliputi tahap pengungkapan masalah, penetapan tujuan dan

    rencana tindakan, tindakan dan evaluasi, pengakhiran dan tindak lanjut.

    Keseluruhan rangkaian tahapan tersebut berfungsi untuk mengembalikan

    keberfungsian sosial pasien dan membantu menyelesaikan permasalahan sosial,

    ekonomi dan emosional yang dihadapi oleh penderita paraplegia dengan

    kekuatannya sendiri. Meskipun, selama proses pelayanan sosial bagi penderita

    paraplegia berlangsung terdapat beberapa faktor penghambat yang secara

    otomatis menghambat proses penyembuhan dan penyelesaian masalah yang

    dihadapi oleh penderita. Adapun, pengahambat tersebut adalah kurangnya

    sumber daya manusia yang ahli dalam bidang pelayanan sosial medis dan

    adanya keterlambatan penyaluran dana bantuan untuk pasien tidak mampu dari

    pihak donatur terhadap penderita sehingga menyebabkan keterlambatan

    penderita untuk memiliki alat bantu. Selain faktor penghambat selama proses

    pelayanan sosial medis, adapula faktor pendukung pelayanan sosial medis.

    Faktor pendukung tesebut datang dari keluarga penderita dan penderita

    pareplegia, pihak rumah sakit dan pihak lembaga sosial atau rehabilitasi medis.

  • KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim

    Assalamualaikum wr. wb

    Segala puja dan puji senantiasa penulis panjatkan atas segala karunia

    Allah SWT, yang telah menciptakan makhluk-Nya dengan penuh cinta dan

    kasih serta mengajarkan manusia untuk mencintai sesama manusia hanya

    karena Allah semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan

    besar kita yakni Nabi Muhammad SAW, para keluarganya yang suci, para

    sahabatnya yang mulia serta para umatnya yang insya Allah hingga kini terus

    mencintainya.

    Skripsi dengan judul Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita

    Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta

    merupakan salah satu wujud upaya penulis dalam memberikan sedikit

    pengetahuan mengenai penderita paraplegia dan pelaayanan sosial medis yang

    memang belum begitu diketatahui atau dikenal.

    Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

    sempurna, hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan yang penulis miliki. Oleh

    karena itu segal kritikan dan masukan yang bertujuan membangun sungguh

    merupakan suatu masukan yang sangat berharga dan sangat membantu penulis

    dalam membuat skripsi ini. Karenanya, sudah sepantasnya penulis

    mengucapkan banyak terima kasih kepada :

    1. Dr. H. Arief Subhan, MA sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan

    Komunikasi UIN Syarifhidayatullah Jakarta, beserta Bapak Drs.

  • Wahidin Saputra, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang Akademik, Drs.

    H. Mahmud Jalal, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang Administrasi

    Umum dan Drs. Studi Rizal, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang

    Kemahasiswaan.

    2. Bapak Helmy Rustandi, MA selaku ketua jurusan Kessos, dan Bapak

    Ismet Firdaus,M.Si selaku ketua jurusan Kessos.

    3. Ibu Napsiyah, selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan

    dan bersabar membimbing penulis selama ini. Permohonan maaf tak

    lupa penulis ucapkan atas segala kesalah yang telah penulis lakukan

    4. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan seluruh Civitas

    Akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan dan

    membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta

    5. Dr. Peny Kusumastuti, SP. RM, selaku kepala pimpinan instalasi

    rehabilitasi medik yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

    melakukan penelitian skripsi di IRM RSUP Fatmawati.

    6. Ibu keduaku, Ibu Soraya selaku Pekerja Sosial Medis. Terima kasih atas

    segala didikannya dan kesabarannya dalam menjelaskan segala bentuk

    pelayanan sosial di IRM. Sukses S2-nya Bu

    7. Bapak Madina, selaku Pekerja Sosial medis. Terima kasih atas waktunya

    meski sibuk harus melakukan berbagai kunjungan Bapak bersedia

    meluangkan waktu untuk saya wawancarai.

    8. Mama dan Papa tercinta, terima kasih atas dukungannya selama ini dan

    maaf pita sering bikin pusing dan kesal.

  • 9. Kakakku yang paling cerewet kak Eci, terima kasih atas segala

    tempaannya insya Allah pita gak akan ngecewain kakak. Boar alias

    borin alias debo adikku termanja, pita sayang kamu. Zuki, si cuek yang

    sudah sidang terlebih dahulu, you are my best brother. Mbai, adik

    bungsuku semoga cepat lulus dan buat bangga kami semua. Kak yii,

    akhirnya pita bisa kak terima kasih untuk semua dukungan kalian

    semua, pita sayang kalian semua.

    10. Nda, terima kasih atas segala omelan dan dorongannya dan akhirnya aku

    selesai Nda. ya meski telat, tapi kan better late than never

    11. Ipul, terima kasih untuk semuanya you are my best friend. Semoga apa

    yang kamu harapkan tercapai dan membuat orang tua kamu bangga akan

    prestasi yang sudah kamu dapat. Sebagai teman sekaligus sahabat aku

    terus mendoakan kesuksesanmu. Semangat.

    12. Dha, adikku yang selalu baik dan berfikir positif. Selalu menerima orang

    lain dengan apa adanya. Selalu terbuka dan ramai. Pita selalu berdoa

    agar Dha mendapatkan yang terbaik dalam hidup dan terima kasih telah

    berbagi berbagai pengalaman sehingga pita dapat melihat segala sesuatu

    dari berbagai sudut pandang.

    13. Putri yang telah jauh. Setiap orang pernah melakukan kesalahan dan

    sudah menjadi kewajiban setiap orang mengakui kesalahan yang telah

    diperbuat serta memaafkan setiap kesalahan lainnya.

    14. Teman-temanku yang selalu ada saat aku merasa sendiri dan

    membutuhkan bantuan Ndy, Zee, Ade, Nana, Emy, Sarti Dea, Izul,

    Dedi, Jawa, Mus, Item, Didin dan Afif terima kasih atas bentuan kalian

  • selama ini. Terima kasih atas pengertian dan perhatiannya semoga kita

    selalu suksek.

    15. Semua anak Kessos yang tidak bisa disebutkan satu persatu, maju terus

    pantang mundur. Semangat.

    Sebagai kata terakhir penulis berharap skripsi ini bermanfaat baik bagi

    penulis, mahasiswa kesejahteraan sosial juga pembaca lainnya. Sekali lagi

    penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya semoga yang telah

    kita lakukan selama ini dapat menjadi amal shaleh dan diterima disisi Allah

    SWT. Amiin.

    Jakarta, 11 Desember 2009

    Fitrah Nasuha

    Penulis

  • DAFTAR TABEL

    Tabel

    1.1

    Subjek Penelitian

    .....................................................................

    11

    Tabel

    1.2

    Theorythical Sampling

    ............................................................

    12

    Tabel

    2.3

    Susunan Sumsum Tulang Belakang dan Pembagian Urat

    Saraf.

    .......................................................................................

    38

    Tabel

    3.4

    Jumlah Fasilitas Ruang Pelayanan di Instalasi Rehabilitasi

    Medik

    ......................................................................................

    52

    Tabel

    4.5

    Jumlah Pasien di Ruang Rawat inap Rehabilitasi Medik

    RSUP Fatmawati pada Bulan Mei 2009

    .................................

    61

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang

    ....................................................

    36

    Gambar 3.2 Alur Pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Medik

    ...................

    56

    Gambar 3.3 Struktur Oraganisasi Medik

    .................................................

    58

    Gambar 3.4 Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP

    Fatmawati

    .............................................................................

    62

  • DAFTAR ISTILAH

    RSUP : Rumah Sakit umum Pusat

    IRM : Instalasi Rehabilitasi Medik

    PRM : Pusat Rehabilitsi Medik

    BAKORREPENCATU : Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Cacat

    Tubuh

    UPRM : Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik

    SMF : Satuan Medis Fungsional

    R3M : Ruang Rawat Rehabilitasi Medik

    IRNA : Instalasi Rawat Inap

    IRJ : Instalasi Rawat Jalan

    IGD : Instansi Gawat Darurat

    OT : Okupasi Terapi / pelatihan keseharian

    TW : Terapi Wicara / pelatihan bicara

    PO : Prostetik Ortetik / pembuatan alat bantu

    WS : Workshop / pembuatan kursi roda

    PSI : Psikologi

    PSM : Pekerja Sosial Medik

    Rounde : Kunjungan rutin setiap awal minggu kekamar-kamar

    pasien dan memantau perkembagan pasien

    Case Conference : Pertemuan rutin setiap awal minggu setelah

    kunjungan kekamar-kamar pasien membahas kondisi

    dan perkembagan pasien.

  • Family Meeting : Pertemuan setiap hari kamis dengan keluarga pasien

    dan tim rehabilitasi medik membahas kondisi pasien

    KOMDIK : Karyawan non Dokter

    WK.KA.BID : Wakil Kepala Bidang

    SDM : Sumber Daya Manusia

    DEPKES : Departemen Kesehatan

    MENKES : Menteri Kesehatan

    TM : Tidak Mampu

    Paraplegia : Kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah / kaki

    Paraplegic : Sebutan untuk pasien penderita kelumpuhan pada

    kedua anggota gerak bawah

    Cervical 1-4 : Saraf yang mengatur diafrakma

    Cervical 5 : Saraf yang mengatur mengangkat lengan kesamping

    dan menekuk siku

    Cervical 6 : Saraf yang mengatur pengulur pergelangan tangan

    Cervical 7 : Saraf yang mengatur meluruskan siku

    Cervical 8 : Saraf yang mengatur tangan dan jari-jari tangan

    Thoracic 1 : Saraf yang mengatur tangan dan jari-jari tangan

    Thoracic 2-8 : Saraf yang mengatur urat-urat dada

    Thoracic 6-12 : Saraf yang mengatur urat-urat perut

    Lumbar 1-5 : Saraf yang menagatur urat-urat kaki

    Sacral1 : Saraf yang mengatur urat-urat kaki

    Sacral 2-5 : Saraf yang mengatur usus besar dan kandung kemih

    Deltoid : Mengangkat lengan kesamping

  • Biceps : Menekuk siku

    Triceps : Meluruskan Siku

    Afasia : Kelainan bahasa

    Disartia : Kelainan Komunikasi

    Delayed Speech : Ruang Terapi Wicara

    DAFTAR ISI

  • ABSTRAK

    I

    KATA PENGANTAR

    ..

    Ii

    DAFTAR

    TABEL

    Vi

    DAFTAR GAMBAR

    ...

    vii

    DAFTAR ISTILAH

    .....................................................................................

    viii

    DAFTAR ISI

    .................................................................................................

    xi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Maslah . 1

    B. Perumusan dan Pembtasan Masalah

    1. Pembatasan Masalah . 8

    2. Perumusan Masalah

    ...

    8

    C. Tujuan Penelitian .. 7

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Akademis 7

  • 2. Manfaat Praktis . 8

    E. Metodologi Penelitian

    1. Pendekatan Penelitian ... 8

    2. Jenis-Jenis Penelitian

    .

    9

    3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

    4.Subjek, Informan dan Objek Penelitian . 11

    5. Sumber Data .. 13

    6. Teknik Pengumpulan Data 13

    7. Teknik Analisis Data . 14

    8. Teknik Keabsahan Data 15

    9. Instrumen dan Alat Bantu

    ..

    15

    10. Teknik Penulisan

    ..

    16

    F. Sistematika Penulisan

    16

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. Pelayanan Sosial

    1. Pelayanan Sosial

    18

    2. Jenis-Jenis Pelayanan Sosial 20

  • ..

    3. Tahapan Pelayanan Sosial

    ..

    22

    B. Pelayanan Sosial medis

    1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis

    ...

    24

    2. Tujuan Pelayanan Sosial Medis

    .

    24

    3. Fungsi Pelayanan Sosial Medis

    ..

    24

    4. Bentuk Pelayanan Sosial Medis

    .................

    25

    5. Ruang Lingkup Pelayanan Sosial Medis

    ...

    26

    C. Rehabilitsi Medik

    1. Sejarah Rehabilitasi Medik

    28

    2. Pengertian Rehabilitasi Medik

    ...

    29

    D. Paraplegia

    1. Pengertian Paraplegia

    .

    34

    2. Penyebab paraplegia

    ..

    35

    3. Tingkatan Paraplegia 39

  • ..

    4. Kemandirian Paraplegia

    .

    39

    BAB III GAMBARAN UMUM INSTALASI REHABILITASI

    MEDIK RSUP FATMAWATI

    A. Sejarah Singkat Instalasi Rehabilitasi Medik

    43

    B. Klasifikasi Lembaga

    ..

    45

    C.Visi, Misi, Falsafah, Tujuan dan Fungsi Instalasi

    Rehabilitasi Medik

    1. Visi

    .....

    46

    2. Misi

    47

    3. Falsafah

    ..

    47

    4. Tujuan

    47

    5. Fungsi

    .

    48

    D. Peran Instalasi Rehabilitasi Medik

    48

    E. Program kegiatan Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik 48

  • F. Sumber Dana dan Pola Pendanaan

    .

    56

    G.Organisasi dan Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi

    Medik.

    .

    57

    H. Jumlah Karyawan Instalasi Rehabilitasi Medik

    60

    I. Jumlah Pasien Rawat Inap di Ruang Rehabilitasi Medik

    ...

    61

    BAB IV TAHAPAN, FUNGSI DAN FAKTOR PENDUKUNG-

    PENGHAMBAT PELAYANA N SOSIAL MEDIS BAGI

    PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI

    REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI

    A. Tahapan Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita paraplegia

    di Instalasi Rehabilitasi Medik

    1. Tahap Intake

    ...

    64

    2. Tahap Assessmen

    a. Pengumpulan Data

    ...

    67

    b. Diagnosa Sosial

    68

    c. Fokus Pemecahan Masalah

    ..

    69

  • 3. Tahap Rencana intervensi

    ..

    70

    4. Tahap Impelmentasi Rencana Intervensi ..

    a. Penumbuhan Kesadaran .. 71

    b. Pemberian Kemampuan .. 73

    c. Pemberian Kesempatan

    74

    d. Mobilisasi Sumber

    ...

    75

    5. Tahap Monitoring dan Evaluasi

    .

    76

    6. Tahap Perncanaan dan Tindak Lanjut

    76

    7. Tahap Terminasi

    78

    B. Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia

    di Instalasi Rehabilitasi Medik

    ...

    80

    C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan Sosial Medis

    1. Faktor Pendukung

    ..

    2. Faktor Penghambat

    85

    86

    BAB V PENUTUP

  • A. Kesimpulan

    88

    B. Saran

    ..

    88

    DAFTAR PUSTAKA

    ...................................................................................

    91

    LAMPIRAN LAMPIRAN

    OUT LINE

    SKRIPSI

    BAB I PENDAHULUAN

  • A. Latar Belakang Masalah

    B. Pembatasan dan Fokus Masalah

    C. Tujuan dan Manfaat penelitian

    D. Metodologi Penelitian

    E. Jenis Penelitian

    F. Sistematika Penulisan

    BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG TEORI

    PELAYANAN SOSIAL MEDIS,

    PARAPLEGIA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

    A. Teori Pelayanan Sosial

    1. Pengertian Pelayanan Sosial

    2. Jenis-Jenis Pelayanan Sosial

    3. Tahapan-Tahapan Pelayanan Sosial

    B. Teori Pelayanan Sosial Medis

    1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis

    2. Tujuan Pelayanan Sosial Medis

    3. Fungsi Pelayanan Sosial Medis

    4. Ruang Lingkup Pelayanan Sosial Medis

    C. Rehabilitasi Medik

    1. Sejarah Rehabilitasi Medik

    2. Pengertian Rehabilitasi Medik

    D. Paraplegia

    1. Pengertian Paraplegia

  • 2. Penyebab Paraplegia

    3. Kemandirian Paraplegia

    BAB III GAMBARAN UMUM INSTALSI REHABILITASI

    MEDIK RSUP FATAMAWATI JAKARTA

    1. Sejarah Singkat Berdirinya Instalasi Rehabilitasi

    Medik RSUP Fatmawati Jakarta

    2. Klasifikasi Lembaga

    3. Peran dan Fungsi Lembaga

    4. Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik

    5. Visi. Misi, Falsafah dan Tujuan Instalasi Rehabilitasi

    Medik

    6. Sumber dana dan Pola Pendanaan

    7. Organisasi dan Struktur Organisasi Instalasi

    Rehabilitasi Medik

    8. Jumlah Karyawan di Instalasi Rehabilitasi Medik

    9. Jumlah Pasien di Ruang Rawat Inap Rehabilitasi

    Medik

    10. Kedudukan Pekerja Sosial Medis dalam Struktur

    Organisasi

    BAB IV FUNGSI PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI

    PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI

    REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI

    JAKARTA

  • 1. Proses Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita

    Paraplegia

    2. Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita

    Paraplegi

    3. Faktor Pendukung dan Penghambat

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan

    B. Saran saran

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Memiliki penampilan menarik serta sempurna adalah dambaan

    setiap manusia di bumi ini. Namun kenyataan hidup tak selalu sejalan

    dengan apa yang diharapkan dan diidamkan. Hal ini sebagaimana dialami

    oleh mereka yang lahir kedunia dalam keadaan tidak sempurna secara fisik

    atau dalam keadaan cacat. Meskipun kecacatan seseorang tidak hanya

    terjadi karena bawaan lahir namun juga karena suatu penyakit, kecelakaan,

    korban peperangan atau pun sebab lainnya yang mengakibatkan pada

    kelumpuhan permanen atau seumur hidup.

    Belum dapat diketahui secara pasti berapa jumlah penyandang cacat

    di Indonesia, namun berdasarkan hasil survey yang dilakukan Departemen

    Sosial RI tahun 1978 populasi penyandang cacat di Indonesia adalah 3,11%

    dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara menurut data yang berhasil

    dihimpun oleh WHO pada tahun 2004 penderita cacat tubuh di Indonesia

    mencapai 10 % dari jumlah penduduk Indonesia.1 Sedangkan menurut data

    kantor wilayah DKI tahun 2004 tercatat sekitar 3.849 penyandang cacat

    tubuh di Jakarta, akan tetapi data-data tersebut masih jauh dari kenyataan

    yang ada di masyarakat. Hal ini karena masih belum adanya kesadaran dari

    masyarakat untuk melapor pada pemerintah setempat tentang keberadaan

    1 www.depsos.go.id, 12 Januari 2009

    1

  • keluarga atau kerabat mereka yang mengalami kecacatan. Serta kurangnya

    pendataan yang dilakukan oleh pemerintah tentang berapa banyak populasi

    penyandang cacat tubuh di Indonesia. Seperti mereka yang mengalami

    kelumpuhan pada dua anggota gerak bawah atau kaki belum dapat diketahui

    berapa jumlah atau populasi mereka.

    Jelas sekali bagi seseorang yang mengalami kelumpuhan akan

    mendapatkan kesulitan dalam bergerak dan beraktifitas dalam kehidupan

    sehari-hari. Dalam dunia kedokteran atau dunia medis seorang pasien yang

    mengalami kelumpuhan disebut juga sebagai paraplegics. Sedang,

    kelumpuhan itu sendiri dikenal dengan nama paraplegia. Paraplegia adalah

    terjadinya kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah yakni kaki, hal ini

    terjadi karena adanya penyepitan syaraf di tulang belakang yang disebabkan

    oleh kecelakaan, jatuh duduk, trauma atau pun karena suatu penyakit.

    Tingkat kelumpuhan yang dialami oleh setiap penderita sangat bervariasi

    mulai dari perlemahan gerakan kaki, kelayuan pada kaki, hilangnya rasa

    sakit, dan pada akhirnya mengalami kelumpuhan total mulai dari batas perut

    hingga ujung jari kaki.2

    Kondisi tersebut membuat para penderita paraplegia mengalami

    kelumpuhan secara permanen atau seumur hidup. Hal ini tentunya tidak

    dapat dengan mudah diterima oleh penderita, terlebih jika kelumpuhan

    tersebut terjadi bukan karena bawaan lahir melainkan karena suatu penyakit

    atau kecelakaan. Berbagai masalah akan timbul dengan kelumpuhan yang

    dialami oleh seseorang. Secara fisik jelas sekali mereka akan mengalami

    2 www.apparelyzed.com, 26 November 2008

  • keterbatasan gerak dan kesulitan beraktifitas. Kondisi psikis atau kejiwaan

    penderita paraplegi ini tentunya pun ikut berubah. Mereka akan mengalami

    depresi yang dalam, kehilangan kepercayaan diri, kehilangan semangat

    hidup dan akan mengalami keputusasaan yang dalam. Kondisi kejiwaan

    penderita paraplegia akan menjadi lebih labil dan sensitive dengan berbagai

    hal yang ada disekitar penderita paraplegia, terlebih jika lingkungan

    sosialnya (baik keluarga, sekolah, kantor dan masyarakat tempat tinggal)

    tidak dapat menerima penderita paraplegia ini dengan baik karena

    kelumpuhan yang ada pada dirinya. Dari segi finansial pun akan sangat

    berpengaruh, terutama bagi penderita paraplegia yang menjadi tulang

    punggung keluarga atau pencari nafkah. Beban hidup para penderita

    paraplegia bertambah karena seperti kita ketahui bahwa penderita paraplegia

    membutuhkan kursi roda, biaya obat-obatan dan kontrol ke rumah sakit,

    hingga biaya perubahan rumah demi menunjang kemudahan penderita

    paraplegia dalam beraktifitas di atas kursi rodanya. Jika penderita paraplegia

    ini tidak memiliki keterampilan khusus yang dapat menunjang penghidupan

    dan kehidupannya, karena seperti kita ketahui di Indonesia ini jarang sekali

    ada perusahaan atau perkantoran yang mau menerima para penderita

    paraplegia dengan segala keterbatasan yang mereka miliki.

    Dalam undang-undang kenegaraan telah dijelaskan secara jelas

    bahwa setiap manusia siapa pun itu memiliki hak dan kewajiban yang sama.

    Seperti yang tertera dalam UU RI NO. 4 tahun 1997 tentang penyandang

    cacat yang berbunyi;3

    3 UU RI No. 4/1997 Tentang Penyandang Cacat

  • bahwa penyandang cacat merupakan bagian dari masyarakat Indonesia

    yang juga memiliki hak, kedudukan, kewajiban dan peran yang sama.

    Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek

    kehidupan dan penghidupan.

    Oleh karenanya, para penderita paraplegia ini membutuhkan suatu

    lahan atau tempat rehabilitasi yang dapat mengembalikan keberfungsian

    sosial mereka. Seperti yang tertuang dalam UU RI No. 4 tahun 1997 pasal 7

    tentang penyandang cacat yang berbunyi;4

    Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan

    mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang cacat

    agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan

    bakat, kemampuan, pendidikan dan penglaman.

    Rehabilitasi bagi penderita paraplegia yang diselenggarakan di

    rumah sakit dikenal dengan istilah rehabilitasi medik, yaitu suatu bentuk

    pelayanan kesehatan total yang dilakukan secara multidisipliner untuk

    membantu memulihkan kemampuan-kemampuan fisik, mental dan sosial

    penderita paraplegia sehingga ia mampu melaksanakan fungsi dan perannya

    kembali di masyarakat secara optimal.5

    Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah salah satu rumah sakit

    yang menyediakan pelayanan rehabilitasi mediknya. Rehabilitasi medik ini

    dikenal dengan nama Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), dalam Instalasi

    Rehabilitasi Medik ini ada tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter

    ahli rehabilitasi, psikologi, perawat rehabilitasi, fisioterapi, okupasiterapi,

    prostetik ortetik, terapi wicara, bengkel kursi roda dan pekerja sosial medis.

    Tim ini bekerja sama memberikan pelayanan terbaik pada pasien paraplegia,

    4 UU RI No. 4 (Pasal 7)/1997 Tentang Penyandang Cacat

    5 Pedoman Rehabilitasi Medik Prevevtif di Rumah Sakit, 1997, hal. 5

  • tidak hanya membantu menangani masalah fisik sebagai akibat dari

    kelumpuhan yang disandangnya tetapi juga masalah fungsi sosial yang

    menyertainya. Pelayanan rehabilitai merupakan suatu usaha untuk

    memulihkan organ-organ yang tersisa, sehingga penderita paraplegia

    mampu menjalankan kembali fungsi sosialnya di masyarakat.

    Dari uraian di atas jelas bahwa penderita paraplegia mengalami

    berbagai gangguan pada fisiknya yang berpengaruh besar pada kondisi

    psikologis dan sosialnya, karena kelumpuhan yang dialaminya dapat

    membuat seseorang menjadi rendah diri, frustasi dan sebagainya. Dalam

    setting rumah sakit khususnya di instalasi rehabilitasi medik pelayanan

    sosial yang diberikan oleh pekerja sosial medis dianggap mampu

    menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada diri penderita paraplegia.

    Pelayanan sosial medis yang diberikan dapat dilakukan dengan cara

    menjalin hubungan baik dengan penderita paraplegia dalam rangka

    mengurangi tekanan sosial dan emosional yang dapat memperlambat

    penyembuhan penderita. Selain itu pelayanan yang dapat dilakukan oleh

    pekerja sosial medis adalah melakukan kunjungan rumah hal ini dilakukan

    agar pekerja sosial lebih memahami keadaan yang dihadapi oleh penderita

    paraplegia. Pelayanan yang dilakukan sampai pada tahap pemberian bantuan

    dalam mencarikan dana atau donatur untuk pembelian alat bantu hingga

    biaya perawatan.

    Berdasarkan pada uraian diatas penulis bermaksud mengadakan

    penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam skripsi, berjudul :

  • PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA DI

    INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI JAKARTA

    B. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah.

    1. Pembatasan Masalah

    Berdasarkan pada uraian di atas, maka penulis akan melakukan

    penelitian yang berfokus pada pelayanan sosial medis bagi penderita

    paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.

    2. Perumusan Masalah

    Menyadari keterbatasan penulis dalam berbagai hal seperti

    keterbatasan ilmu pengetahuan, waktu, biaya dan hal lainnya maka

    penelitian ini penulis batasi pada :

    1. Bagaimana tahapan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia

    di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta ?

    2. Bagaimana fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di

    instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta ?

    3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat proses pelayanan sosial

    medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP

    Fatmawati Jakarta?

    C. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

  • 1. Mengetahui tahapan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di

    instalasi rehabilitasi medik di RSUP Fatmawati Jakarta.

    2. Mengetahui fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di

    instalasi rehabilitasi medik di RSUP Fatmawati Jakarta.

    3. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pelayanan sosial

    medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP

    Fatmawati Jakarta.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Akademis

    Manfaat akademis yang diharapkan penulis dari penelitian ini

    adalah :

    a. Memberikan gambaran tentang proses pelayanan sosial medis yang

    diberikan oleh pekerja sosial medis di instalasi rehabilitasi medik

    terhadap penderita paraplegia.

    b. Memberikan sumbangsih pengetahuan kepada mahasiswa

    kesejahteraan sosial khususnya dan kepada masyarakat luas

    umumnya mengenai pelayanan sosial medis.

    2. Manfaat Praktis

  • Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan

    juga sebagai bahan kajian bagi para peminat studi kesjahteraan sosial,

    terutama bagi para mahasiswa kesejahteraan sosial.

    E. Metodologi Penelitian

    1. Pendekatan Penelitian

    Dalam penelitian ini pendekatan yang penulis gunakan adalah

    pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, pendekatan

    kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

    berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku dapat

    diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar individu tersebut secara

    utuh.6

    Sedangkan menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat

    diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi,

    dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan

    dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis

    maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan

    informasi-informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan

    menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia7.

    Pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti ingin

    mendeskripsikan, memperoleh gambaran nyata dan menggali informasi

    6 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja : Rosdakarya,

    1991)., h, 3. 7 Nawawi hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah Mada University

    Press, 1992) h. 209

  • yang jelas mengenai fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita

    paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta.

    2. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif

    yaitu metode yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang

    keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Tujuan

    utama meggunakan jenis penelitian ini adalah untuk menggambarkan

    sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian

    dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.8

    Metode deskriptif dapat diartikan pula sebagai upaya untuk

    melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu, sebagai prosedur

    pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau

    melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga,

    masyarakat dan lainnya) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta

    yang tampak atau sebagaimana adanya. Pada umumnya penelitian

    analisis deskriptif adalah penelitian non hipotesa sehingga dalam

    langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesa.9

    Penelitian deskriptif ditujukan untuk mengumpulkan data aktual

    secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah

    atau memeriksa kondisi atau praktek-praktek yang berlaku, juga

    menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah

    8 Consuelo G. Sevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta; Penerbit Universitas

    Indonesia (UI Prees), 2006), cet. 1, hal. 71 9 Dr. Suhasimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta; PT. Bina Aksara,1985), cet. 2, hal. 139

  • yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan

    rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.10

    Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif dengan

    pendekatan kualitatif yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah

    untuk menguraikan, memaparkan dan menggambarkan serinci mungkin

    program pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi

    rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.

    3. Tempat dan Waktu Penelitian

    a. Lokasi penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP

    Fatmawati, jln. RS Fatmawati Jakarta Selatan.

    b. Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga bulan Mei 2009,

    sebelumnya penulis telah melakukan praktikum I selama 4 bulan yang

    dilakukan pada bulan September hingga Desember 2008

    4. Subjek, Informan dan Objek Penelitian

    Subjek penelitian ini adalah pekerja sosial medis selaku

    pelaksana pelayanan sosial medis dan pasien penderita paraplegia selaku

    penerima pelayanan sosial medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP

    Fatmawati Jakarta. Penulis berupaya melakukan penelitian ini dengan

    mengunakan sudut pandang orang-orang yang menjadi sumber data

    10

    Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2006),

    cet. 12, hal. 25

  • primer penelitian ini, melalui interaksi dengan subjek penelitian terjadi

    secara alamiah dan tidak memaksa, sehingga tindakan dan cara pandang

    subjek tidak berubah.11

    Oleh karenanya, peneliti menggambarkan tabel yang

    menjelaskan tentang subjek penelitian.

    NO Subjek Penelitian Posisi

    1. Gambaran Pelayana Sosial

    Medis, hasil yang telah

    dicapai serta faktor

    penghambat dan pendukung

    Pekerja Sosial Medis

    2. Gambaran pelaksanaan

    pelayanan sosial medis dan

    hasil dari pelayanan tersebut

    Penderita Paraplegia

    Tabel 1. Subjek Penelitian

    Informan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi

    mengenai situasi dan latar penelitian. Menurut Bogdan dan Biklen dalam

    buku Metodologi Penelitian Kualitatif karangan Moleong, pemanfaatan

    Informan dalam penelitian adalah agar dalam waktu yang singkat

    banyak informasi yang didapatkan.12

    Sedang menurut Neuman konsep

    sample dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan bagaimana

    11

    Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001). H. 25 12

    Ibid, h. 112

  • memiliki informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan

    informasi yang mantap dan terpercaya mengenai informasi-informasi

    yang ada.13

    Untuk memilih sampel informan lebih tepat dilakukan dengan sengaja

    (purpose sampling). Dalam penelitian ini penulis memilih informan

    yang berhubungan dengan pelayanan sosial medis, yaitu 2 orang pekerja

    sosial medis dan 2 orang pasien penderita paraplegia.

    Untuk itu peneliti menggambarkan dengan tabel sebagai berikut

    Informasi yang dicari Informan Jumlah

    Gambaran pelayanan

    sosial medis, hasil yang

    telah dicapai serta

    faktor pendukung dan

    penghambat

    Pekerja sosial medis 2 0rang

    Gambaran pelaksanaan

    pelayanan sosial medis

    dan hasil dari

    pelayanan tersebut

    Pesien penderita

    paraplegia

    2 orang

    Tabel 2

    Theorythical Sampling

    13

    Lawrence W. Neuman, Social Research Methods:Qualitatif dan Quantitatif Approaches

    (Needham Heights : Allyn & Bacon, 2000), h. 20-21

  • Sedangkan objek penelitian ini adalah pelayanan sosial medis

    bagi penderita paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP

    Fatmawati Jakarta.

    5. Sumber Data

    Sumber data penelitian ini penulis kategorikan sebagai berikut :

    a. Data Primer

    Data primer yang dimaksud adalah data pokok yang diperoleh melalui

    hasil observasi dan wawancara.

    b. Data Sekunder

    Data pendukung yang diperoleh dari buku , majalah dan berbagai

    literatur lainnya yang berkaitan dengan tema penelitian.

    6. Tehnik Pengumpulan Data

    Tehnik pengumpulan data yang peneliti pakai adalah tehnik

    pengumpulan data kualitatif. Pengumpulan data kualitatif berupa

    pengumpulan data dalam bentuk kalimat, pernyataan, kata dan gambar.14

    Pelaksanaan tehnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan:

    a. Observasi atau pengamatan, yaitu pengamatan langsung kepada

    suatu obyek yang diteliti15

    Peneliti menggunakan instrumen

    observasi dalam mengamati proses pelayanan sosial medis yang

    14

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial,

    (Jakarta : Fisip UI, 2001), h. 40 15

    Gorys Keraf, Komposisi; Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, h, 162.

  • dilakukan oleh pekerja sosial medis di instalasi rehabilitasi medik

    bagi penderita paraplegia.

    b. Interview atau wawancara merupakan salah satu bentuk alat

    pengumpulan informasi secara langsung tentang beberapa jenis

    data.16

    Peneliti melakukan wawancara demi memperoleh data yang

    diperlukan dan berhubungan dengan tema yang peneliti ajukan.

    Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan berbagai

    sumber. Diantaranya dengan staf pegawai instalasi rehabilitasi

    medik, kepala pimpinan instalasi rehabilitasi medik dan tentunya

    dengan pekerja sosial medis itu sendiri serta kepada penderita

    paraplegia.

    c. Metode dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang tidak

    dapat diperoleh dengan cara wawancara atau observasi. Tehnik

    dokumentasi penulis lakukan dengan cara menelaah buku-buku,

    majalah, artikel maupun sumber-sumber yang berkaitan dengan

    pelayanan sosial medis di instalasi rehabilitasi medik terhadap

    penderita paraplegia.

    7. Teknik Analisis Data

    Maksud dari analisis data adalah proses pengumpulan data dan

    mengurutkannya ke dalam pola dan pengelompokan data. Nasir

    mengemukakan analisis data merupakan bagian yang sangat penting

    16

    Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989) h. 49

  • dalam metode ilmiah, karena dalam analisis data tersebut dapat diberi

    arti dan makna yang berguna memecahkan masalah penelitian.17

    Dalam proses analisis data penulis menelaah semua sumber data

    yang tersedia, yang bersumber dari hasil wawancara dengan beberapa

    pihak staf, pekerja sosial medis dan penderita paraplegia. Pada tahap

    akhir dari analisis data ini penulis mengecek keabsahan data yang ada,

    agar menghasilkan data-data yang konkrit tentang pelayanan sosial

    medis yang dilakukan oleh pekerja sosial medis terhadap penderita

    paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati.

    8. Teknik Keabsahan Data

    Untuk memeriksa keabsahan data penulis menggunakan teknik

    triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan

    data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan

    pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi

    yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber lain.

    Dalam hal ini penulis menggunakan pasien penderita paraplegia sebagai

    sumber pengecekan keabsahan data yang penulis terima dari pekerja

    sosial medis mengenai pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia

    9. Instrumen dan alat bantu

    Pada penelitian kualitatif, kegiatan pencatatan data lebih banyak

    bergantung pada diri sendiri, dengan menjadi instrumen penelitian,

    17

    Moh. Nasir D. Metode Penelitian (Jakarta :Ghalia Indonesia, 1993)., h, 405.

  • peneliti dapat senantiasa menilai keadaan dan mengambil keputusan.18

    Namun demikian penulis memerlukan alat bantu dalam melakukan

    kegiatan pengumpulan dan pencatatan data. Alat bantu tersebut antara

    lain pedoman wawancara, alat perekam (tape recorder), dan catatan

    lapangan.

    Pedoman wawancara merupakan format wawancara terstruktur

    dengan terlebih dahulu menyusun pertanyaan-pertanyaan yang sesuai

    dengan masalah penelitian. Jawaban dari setiap pertanyaan dalam

    pedoaman wawancara terekam dengan menggunakan alat bantu tape

    recorder. Penggunakan alat bantu tape recorder untuk merekam hasil

    wawancara memerlukan persetujuan dari subjek penelitian yang

    diwawancarai. Sedang catatan lapangan merupakan alat bantu yang

    penting dalam penelitian kualitatif. Penulis membuat catatan lapangan

    untuk membantunya mencatat pengamatan lapangan dan membantu

    penulis ketika menganalisis data.19

    10. Teknik Penulisan

    Adapun teknik penulisan dan transliterasi yang digunakan

    berpedoman pada buku Pedoman Penulian Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis

    dan Disertasi) yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

    diterbitkan oleh UIN Jakarta Press. 2007. cet. Ke 2.

    18

    Dr. Lexy. J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja

    Rosdakarya, 2001). H. 19 19

    Ibid, h. 138-154

  • F. Sistematika Penulisan

    Pembahasan skripsi terdiri dari 5 bab, berikut adalah sistematika

    penulisan skripsi:

    BAB I Pendahuluan yang meliputi : Latar belakang masalah,

    perumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat

    penelitian, metodologi penelitian dan sistematik penulisan.

    BAB II Membahas mengenai Landasan Teori yang meliputi : pengertian

    pelayanan sosial, pengertian pelayanan sosial medis, sejarah

    rehabilitasi medik, pengertian paraplegia.

    BAB III Membahas mengenai Gambaran Umum Instalasi Rehabilitasi

    Medik RSUP Fatamawati yang terdiri dari ; latar belakang

    berdirinya instalasi rehabilitasi medik, klasifikasi lembaga, peran

    dan fungsi instalasi rehabilitasi medik, program pelayanan

    instalasi rehabilitasi medik, visi, misi, falsafah, tujuan, sumber

    dana dan pendanaan, organisasi dan struktur organisasi instalasi

    rehabilitasi medik dan proses pelayanan sosial medik.

    BAB IV Merupakan hasil penelitian dan analisis yang berisikan pelayanan

    sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi

    medik, hasil yang dicapai dan faktor pendukung serta

    penghambat pelayanan tersebut.

    BAB V Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran

    serta diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.

  • BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Pelayanan Sosial

    1. Pelayanan Sosial

    Dalam ilmu kesejahteraan sosial ada berbagai istilah pelayanan yang

    serupa dengan pelayanan sosial. Kesejahteraan sosial itu sendiri menurut

    Wilensky dan Lebeaux (1965), kesejahteraan sosial sebagai sistem yang

    terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang

    dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar

    mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan. Demi terciptanya

    hubungan-hubungan persoanal dan sosial yang memberi kesempatan kepada

    individu-individu mengembangkan kemampuan mereka seluas-luasnya dan

    meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan

    masyarakat.20

    Dalam undang-undang tentang ketentuan pokok kesejahteraan sosial

    No. 6/1974 yang menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah;21

    Sesuatu tata kehidupan dan penghidupan sosial maupun spiritual yang

    diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin.

    Suatu kondisi kehidupan yang diharapkan sebagaimana tertera di

    atas tidak dapat terwujud jika usaha kesejahteraan sosial tidak

    20

    www.concern.net/pengertian_kesejahteraansosial.htm 21

    Puji Pujiono, Isu-Isu Kesejahteraan Sosial dan Peran Profesi Kesejahteraan Sosial, dalam

    Seminar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Maret 2005

    18

  • dikembangkan. Usaha kesejahteraan sosial (social [welfare] service) itu

    sendiri pada dasarnya merupakan program atau kegiatan yang didesain

    untuk menjawab masalah kebutuhan maupun taraf hidup masyarakat.22

    Untuk mencapai tujuan dari usaha kesejahteraan sosial yakni

    memenuhi kebutuhan dan taraf hidup masyarakat, maka dibutuhkan suatu

    sistem atau wadah yang mampu memenuhi kebutuhan serta meningkatkan

    taraf hidup masyarakat dan wadah atau sistem tersebut adalah pelayanan

    sosial.

    Pelayanan adalah suatu usaha pemberian bantuan atau pertolongan

    kepada orang lain baik berupa materi ataupun non-materi agar orang-orang

    tersebut dapat mengatasi masalahnya sendiri.23

    Ada beberapa istilah yang

    hampir mirip dengan pelayanan sosial, seperti pelayanan publik misalnya

    atau yang biasa lebih dikenal dengan pelayanan masyarakat. Pelayanan

    publik atau masyarakat ini adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam

    bentuk jasa publik maupun barang publik yang pada prinsipnya menjadi

    tanggung jawab instansi pemerintah di pusat, di daerah dan dilingkungan

    Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah

    (BUMD) dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun

    dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan undang-undang.24

    22

    Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial; Pengantar pada Pengertian dan beberapa

    pokok Bahasan, (Depok, FISIP UI Prees, 2004), cet. 1, hal. 50 23

    Depertement Sosial R.I, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial, Istilah Usaha

    Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; 1997), h. 19 24

    www.wikipedia.com/pelayanan_publik.htm

  • Dalam kamus The Social Worker (1999) menyebutkan;25

    Pelayanan sosial merupakan aktivitas pekerja sosial dan profesi lain

    dalam rangka membantu orang agar berkecukupan, mencegah ketergantungan,

    memperkuat relasi keluarga, memperbaiki keberfungsian sosial, individu,

    kelompok, keluarga dan masyarakat.

    Khan (1969) merumuskan konteks pelayanan sosial adalah sebagai

    berikut;26

    Program-program yang disediakan oleh selain kriteria pasar untuk

    menjamin suatu pemenuhan tingkat kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan

    kesejahteraan, untuk meningkatkan kebutuhan komunal dan keberfungsian sosial,

    untuk memfasilitasi akses terhadap pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga

    pada umumnya, dan untuk membantu warga masyarakat yang mengalami kesulitan

    dan pemenuhan kebutuhan kesejahteraan.

    Oleh karenanya, pelayanan sosial dapat pula diartikan sebagai suatu

    kondisi dimana adanya eksistensi program-program yang mengacu pada

    cakupan kesehatan, pendidikan dan tujuan kesejahteraan lainnya untuk

    meningkatkan kualitas dan fungsi dari kehidupan, memfasilitasi akses

    pelayanan dan membantu mereka yang berada dalam kesulitan.

    2. Jenis-Jenis Pelayanan Sosial

    Dwi Heru Sukoco, dalam bukunya Kemitraaan dalam Pelayanan

    menyebutkan ada sembilan jenis pelayanan sosial;27

    a. Pelayanan pengasramahan yakni pelayanan pemberian tempat tinggal

    sementara kepada klien. Dengan adanya pelayanan ini klien dapat

    25

    Dwi Heru Sukoco, Kemitraan dalam Pelayanan Sosial, dalam Isu-Isu Tematik Pembangunan

    Sosial, (Jakarta; 1997), h. 179 26

    Mohamad Suud, 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; Prestasi Pustaka, 2006), cet. ; h.

    9 27

    Dwi Heru Sukoco, Kemitraan dalam Pelayanan, (Jalarta; 1997), hal. 106-107

  • menginap, istirahat, tidur dan menyimpan barang-barang pribadi

    miliknya.

    b. Pelayanan pemakanan yaitu dimana pelayanan ini memberikan makan

    dan minum berdasarkan menu yang telah ditetapkan agar terjamin gizi

    dan kualitasnya.

    c. Pelayanan konsultasi, pelayanan ini berupa bimbingan untuk

    meningkatkan kemampuan dan kemauan berinteraksi dengan orang lain,

    menjalankan peranan sosial, memenuhi kebutuhan sosial hingga

    memecahkan suatu masalah.

    d. Pelayanan pemeriksaan kesehatan yaitu pelayanan pengontrol dan

    pengecekan kesehatan klien oleh tenaga medis profesional agar

    diketahui tingkat kesehatan klien.

    e. Pelayanan pendidikan, pemberian kesempatan kepada klien agar dapat

    mengikuti pendidikan formal.

    f. Pelayanan keterampilan yaitu pelayanan bimbingan keterampilan

    seperti; pertukangan, perbengkelan, perkebunan, salon dan lain

    sebagainya yang dapat menunjang kreatifitas klien sehingga klien dapat

    bekerja dengan keterampilan yang memadai.

    g. Pelayanan keagamaan yaitu pelayanan bimbingan mental spiritual

    dengan menjalankan aktivitas agama masing-masing dan mengikuti

    ceramah-ceramah keagamaan yang dianut atau diyakini oleh klien.

    h. Pelayanan hiburan yaitu pelayanan yang ditujukan untuk memberikan

    rasa gembira dan senang melalui berbagai hiburan seperti; musik, media

    entertaiment, serta kunjungan ketempat-tempat wisata atau rekreasi.

  • i. Pelayanan transportasi yaitu pelayanan untuk mempercepat daya

    jangkau klien, baik kekeluarga, pusat pelatyanan, lokasi rekreasi.

    3. Tahapan Pelayanan Sosial

    Pelayanan sosial memiliki beberapa tahapan, diantaranya;28

    a. Tahapan pendekatan awal yaitu suatu proses tahapan penjajagan

    awal, konsultasi dengan pihak-pihak terkait, sosialisasi program

    pelayanan, identifikasi calon penerimaan pelayanan, pemberian

    motivasi, seleksi, perumusan kesepakatan, penempatan calon

    penerima layanan, serta identifikasi sarana dan prasarana

    pelayanan.

    b. Pengungkapan dan pemahaman masalah (assessment) adalah

    suatu proses kegiatan pengumpulan dan analisis data untuk

    mengungkapkan dan memahami masalah, kebutuhan, dan sistem

    sumber penerima klien.

    c. Perencanaan pemecahan masalah (planning) adalah suatu proses

    perumusan tujuan dan kegiatan pemecahan masalah, serta

    penetapan berbagai sumber daya yang dibutuhkan untuk

    mencapai tujuan tersebut.

    d. Pelaksanaan pemecahan masalah (intervention) yaitu suatu

    proses penerapan rencana pemecahan masalah yang telah

    dirumuskan. Kegiatan pelaksanaan masalah yang dilaksanakan

    adalah melakukan pemeliharaan, pemberian motivasi, dan

    28

    Buku Saku Pekerja Sosial, (Jakarta; 2004), hal. 3

  • pendampingan kepada penerima pelayanan dalam bimbingan

    fisik, bimbingan keterampilan, bimbingan psikososial,

    bimbingan sosial, pengembangan mayarakat, resosialisasi dan

    advokasi.

    e. Tahapan bimbingan yaitu pelayanan yang diberikan kepada klien

    untuk memenuhi kebutuhan mental, jiwa, dan raga si klien.

    Bimbingan ini terdiri dari fisik, keterampilan, psikososial, sosial,

    resosialisasi, pengembangan masyarakat dan advokasi.

    f. Tahapan bimbingan dan pembinaan lanjutan adalah suatu proses

    pemberdayaan dan pengembangan agar penerima pelayanan

    dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan lingkungan

    sosialnya.

    g. Tahapan evaluasi yaitu proses kegiatan untuk mengetahui

    efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pemecahan masalah

    atau indikator-indokator keberhasilan pemecahan masalah.

    h. Tahapan terminasi, suatu proses kegiatan pemutusan hubungan

    pelayanan atau bantuan atau pertolongan antar lembaga dan

    penerima pelayanan (klien).

    i. Tahapan rujukan yaitu kegiatan merancang, melaksanakan,

    mensupervisi, mengevaluasi, dan menyusun laporan kegiatan

    rujukan penerima program pelayanan kesejahteraan sosial.

    B. Pelayanan Sosial Medis

    1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis

  • Pelayanan sosial medis adalah pelayanan yang diberikan kepada

    pasien untuk membantu menyelesaikan masalah sosial, ekonomi maupun

    emosional yang dihadapi oleh pasien akibat dari suatu penyakit atau

    kecacatan yang diderita, agar pasien dapat berfungsi sosial kembali di dalam

    keluarga maupun lingkungan sosialnya.29

    2. Tujuan Pelayanan Sosial medis

    Tujuan dari pelayanan sosial medis yang diberikan oleh pekerja

    sosial medis adalah demi membangun kembali kepercayaan diri pasien serta

    mengembalikan keberfungsian sosial pasien sehingga pasien dapat kembali

    pada keluarga dan dapat berbaur dengan lingkungan sosialnya.30

    3. Fungsi Pelayanan Sosial Medis

    Mary Johnston dalam bukunya Relasi Dinamis Antara Pekerja Sosial

    Medis Dengan Klien Dalam Setting Rumah Sakit, Secara rinci menjelaskan

    ada enem fungsi pokok dari pelayanan sosial medis, yakni sebagai berikut;

    31

    a. Memberikan bantuan dalam upaya menyelesaikan masalah-

    masalah emosional, sosial dan ekonomi seorang pasien yang

    timbul sebagai akibat penyakit yang dideritanya.

    b. Membina hubungan kekeluargaan yang baik.

    29

    Soraya , Pelayanan Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, dalam

    Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatan Kualitas Peran

    Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker Dharmais, Mei 2007),

    hal. 1 30

    Ibid, hal. 6 31

    Mary Johnston, Relasi Dinamis Antara Pekerja Sosial Dengan Klien Dalam Setting Rumah

    Sakit, (Surakarta ; 1988), hal. 48

  • c. Memperlancar hubungan antara rumah sakit, pasien dan keluarga.

    d. Membantu penyesuaian diri pasien dengan masyarakat dan

    sebaliknya.

    e. Mempersiapkan kelengkapan administrasi atau pembayaran bagi

    pasien.

    4. Bentuk Pelayanan Sosial Medis

    a. Memberikan bimbingan sosial

    b. Kelengkapan administrasi untuk pembayaran

    c. Kunjungan

    d. Memfasilitasi kebutuhan pasien donatur

    e. Persiapan rencana pemulangan pasien

    f. Penyaluran pasien kelembaga sosial32

    Dalam bukunya yang berjudul Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial

    dengan Klien dalam Setting Rumah Sakit, Mary Johnston membahas lebih

    mendalam tentang bimbingan sosial medis.

    Lebih lanjut Mery Johnston menyebutkan bahwa bimbingan sosial

    dalam prakteknya dibagi menjadi dua bagian yakni bimbingan sosial

    perseorangan atau case work, dan bimbingan sosial kelompok atau group

    work.33

    32

    Soraya , Pelayanan Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, dalam

    Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatan Kualitas Peran

    Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker Dharmais, Mei 2007),

    hal. 6 33

    Mary Johnston, Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah

    Sakit, (Surakarta; 1988), hal. 46

  • 5. Ruang Lingkup Pelayanan Sosial Medis

    Istilah pelayanan sosial medis pada perkembangan lebih lanjut

    mengalami pergeseran sesuai dengan perubahan paradigma pelayanan sosial

    dan pelayanan kesehatan dengan istilah pelayanan sosial dalam

    pemeliharaan kesehatan (social service in health care).

    Dewasa ini praktik pelayanan sosial dalam pemeliharaan kesehatan

    meliputi empat jenis pelayanan;

    a. Pelayanan sosial di rumah sakit (hospital base service)

    b. Pelayanan sosial dalam pusat jagaan kesehatan primer (social service

    in primary health care)

    c. Pelayanan sosial dalam kesehatan masyarakat (social sevice in

    public health)

    d. Pelayanan sosial dalam jagaan atau perawatan jangka panjang

    (social sevice in long term care)34

    Bracht, 1995 dan Moroney, 1995 dalam bukunya Social Work in

    Health Care mengemukakan pelayanan sosial dalam kesehatan masyarakat

    memfokuskan pada aspek sosial, kesehatan dan ditinjau dari kondisi sosial

    dari kesehatan dan kesejahteraan.35 Seting kesehatan masyarakat termasuk

    klinik bersalin dan kesehatan anak, lembaga perencanaan kesehatan dan

    34

    Adi Fahrudi , Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit; Tinjauan Konseptual, dalam Seminar

    Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatkan Kualitas Pekerja

    Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker Dharmais, Mei 2007), hal. 3 35

    Braht, N.F, Social Work in Health Care, (New York; The Howard Press, 1978)

  • juga dalam organisasi kesehatan di tingkat nasional dan juga internasional

    separti WHO.36

    Pelayanan sosial dalam jagaan kesehatan primer pula berurusan

    dengan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat termasuk pencegahan

    penyakit. Pelayanan sosial bekerja dalam berbagai badan kesehatan primer

    termasuk pusat ketetanggaan, klinik, dan organisasi pelayanan kesehatan.37

    Pelayanan sosial dalam rumah sakit baik rumah sakit besar ataupun

    rumah sakit kecil biasanya membutuhkan spesifikasi pelayanan sosial

    tersendiri yang terdiri dari pediatrik, pusat trauma, rehabilitasi orthopedik,

    dialisis, neonatal, onkologi (kanker), dan pelayanan dalam ruang gawat

    darurat.38

    C. Rehabilitasi Medik

    1. Sejarah Rehabilitasi Medik

    Tahun 1946 sesudah perang Dunia Kedua, Revolusi Indonesia

    berkecamuk dengan hebat dan terdapat banyak korban peperangan yang

    anggota badannya. Pada saat yang kritis seperti itu di sebuah Rumah Sakit

    Solo Dr. Soeharso dan Suroto R memulai pekerjaannya membuat kaki-kaki

    palsu dan alat bantu lainnya dengan alat yang sederhana untuk membatu

    mereka yang mengalami amputasi atau kecacatan. Kemudian pada tahun

    1951 secara resmi didirikan sebuah Rehabilitation Center di Solo guna

    membantu pasien korban peperangan yang mangalami kecacatan dengan

    36

    Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and

    Bacon, 1999) 37

    Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and

    Bacon, 1999) 38

    Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and

    Bacon, 1999)

  • memberikan pelatihan okupasional dan membuatkan kaki-kaki palsu atau

    alat bantu lainnya demi mempermudah pekrjaan sehari-hari para korban

    peperangan.

    Dalam perkembangannya sendiri rehabilitasi medik di Indonesia

    pada awalnya mengalami berbagai hambatan seperti pertentangan dari

    berbagai pihak, baik dari fakultas-fakultas kedokteran, pemerintah hingga

    masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, setelah Rehabilitation Center ini

    didirikan secara berangsur baik instansi pendidikan kedokteran,

    pemerintahan dan masyarakat dapat menerima keberadaan rehabilitasi

    medik.

    Rehabilitation Center ini baru diresmikan pada tahun 1978, jadi

    setelah 27 tahun Rehabilitation Center ini berdiri barulah keluar Surat

    Keputusan Menteri Kesehatan No. 134 Tahun 1978 yang mengatakan

    bahwa di seluruh rumah sakit di Indonesia, yaitu rumah sakit tipe A, B dan

    C haruslah terdapat unit rehabilitasi medik. Kemudian pada tahun 1982

    keluarlah Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang berlakunya Sistem

    Kesehatan Nasional, yang didalamnya menyatakan bahwa upaya kesehatan

    perlu dilaksanakan dengan peran serta masyarakat yang mencakup upaya

    promotif, kuratif dan rehabilitasi medik.39

    2. Pengertian Rehabilitasi Medik

    Pada umumnya rehabilitasi diartikan sebagai pemulihan atau

    penyembuhan, dan kegiatan rehabilitasi adalah suatu rangkaian kegiatan

    39

    Albert Hutapea, Dasar Rehabilitasi Medik, (Jakarta; 1986)

  • penyembuhan masalah-masalah yang diakibatkan oleh kecacatan serta

    memulihkan kemampuan-kemapuan untuk melaksanakan peran sosial dalam

    rangka peklaksanaan tugas-tugas atau kegiatan kehidupan sehari-harinya.

    Dalam bukunya yang berjudul Para Cacat Henry H. Keser

    mendefinisikan bahwa rehabilitasi adalah suatu pemulihan (restorasi)

    kepada penderita cacat sehingga dapat mencapai kegunaan seppenuh

    mungkin dari kemampuan jasmani, mental, sosial, jabatan dan penghidupan

    ekonomi.40

    Dari definisi tersebut nampak bahwa kegiatan rehabilitasi medik

    tidak hanya ditujukan pada pulihnya kemapuan jasmani saja akan tetapi

    meliputi kemampuan mental, sosial, pekerjaan dan penghidupan ekonomi.

    Pengertian rehabilitasi medik dalam buku Pedoman Rehabilitasi

    Medik Preventif di Rumah Sakit adalah sebagai berikut;

    Rehabilitasi medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan total

    yang dilakukan secara multidisipliner, untuk membantu memulihkan

    kemampuan-kemampuan fisik, mental dan sosial penderita yang terganggu

    akibat penyakit dan lain-lain sehingga ia mampu melakukan fungsi dan

    peranannya kembali di masyarakat secara ooptimal.41

    Rehabilitasi medik dalam pelaksanaanya haruslah sesuai dengan apa

    yang menjadi ketentuan sebagai usaha pelayanan dalam bidang kesehatan,

    yakni yang meliputi usaha-usaha sebagai berikut;

    1. Peningkatan (Promotif)

    Promotif adalah usaha dalam hal penigkatan kesehatan

    masyarakat. Peningkatan ini dapat dicapai melalui pendidikan

    40

    Henry H. Keser, Para Cacat, (1982), hal ; 20 41

    Pedoman Rehabilitasi Medik Preventif di Rumah Sakit, (1997), hal. 5

  • mengenai kesehatan masyarkat, seperti tentang hidup sehat dengan

    gizi baik, lingkungan hidup bersih, termasuk menghindari kecacatan.

    Secara spesifik contoh kegiatan ini adalah penyuluhan tentang sikap

    tubuh yang baik untuk mengurangi resiko kecacatan.

    2. Pencegahan (Preventif)

    Preventif adalah usaha pencegahan terhadap suatu penyakit,

    dalam halnya masalah penderita cacat, usaha ini berupa pencegahan

    terhadap terjadinya kecacatan yang lebih lanjut akibat penyakit.

    Secara rinci, tahapan pencegahan di bidang rehabilitasi medik

    mencakup yang dilakukan oleh tim;

    a. Mencegah atau mengurangi angka kesakitan

    b. Mengurangi akibat lanjut kelainan.

    c. Mencegah mengurangi terjadinya ketidakmampuan akibat

    kelainan.

    d. Mencegah terjadinya ketunaan setelah keadaan ketidakmampuan.

    3. Penyembuhan (Kuratif)

    Kuratif adalah usaha penyembuhan terhadap suatu penyakit,

    usaha ini juga termasuk usaha pengobatan dan perawatan.

    4. Pemulihan (Rehabilitasi)

    Rehabilitasi adalah usaha pemulihan kesehatan dari sakit,

    cidera, cacat pada umumnya yang dilakukan oleh tim, yaitu;

    a. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik

    b. Psikologi.

    c. Fisioterapi

  • d. Terapi Wicara.

    e. Okupasi Terapi.

    f. Prostetik Ortetik.

    g. Pekerja Sosial Medis.

    h. Perawat Rehabilitasi Medik.42

    Dalam hasil dari lokakarya Rehabilitasi Medik Indonesia,

    WHO memberikan batasan pengertian rehabilitasi medik, yaitu;

    Rehabilitasi medik adalah proses pelayanan medik yang

    bertujuan mengembangkan kesanggupan fungsional dan psikologik

    seseorang dan bila perlu mengembangakan mekanisme kompensatorik, sehingga memungkinkan bebas dari ketergantungan

    dan mengalami hidup yang aktif.43

    Dari pernyataan diatas, jelas bahwa ukuran keberhasilan

    suatu usaha rehabilitasi medik adalah sejauhmana yang bersangkutan

    (pasien atau si penderita sakit) dapat melepaskan diri dari

    ketergantungan pada orang lain, serta kemapuannya untuk

    meningkatkan kondisi-kondisi kehidupannya. Untuk itu dalam

    mencapai tujuan rehabilitasi medik dibutuhkan beberapa keahlian

    khusus, antara lain;

    a. Fisio Terapi

    Fisio terapi dalam rehabilitasi medik mempunyai fungsi

    untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, melatih serta

    memperkuat otot-otot dan memperbaiki koordinasi otot-otot agar

    42

    Albert Hutapea, Dasar Rehabilitasi Medik, (Jakarta; 1986) 43

    Naskah Lengkap dan Hasil Lokakarya Rehabilitasi Medik Indonesia I, Lokakarya

    Rehabilitasi Medik dan Unit rehabilitasi RSCM, (Jakarta; 1980), hal. 249

  • pasien dapat berfungsi kembali semaksimal mungkin dengan

    cacatnya. Seorang fisio terapi (fisioterapis) haruslah memiliki

    keahlian dalam gerakan dan fungsi bagian-bagain tubuh, namun

    adakalanya seorang fisioterapis juga melakukan tindakan-tindakan

    yang bersifat preventif dan promotif, misalnya latihan relax bagi

    orang-orang yang kelewat sibuk atau memperkuat otot-otot untuk

    mencegah sobekan pada para olahragawan.

    b. Okupasi Terapi

    Terapi okopasional atau okupasi terapi adalah suatu usaha

    untuk membantu pasien dengan memberikan terapi berupa latihan

    kerja atau beberapa kegiatan untuk melatih otot-otot anggota badan

    yang menjadi kaku karena suatu penyakit, misalnya pemberian

    latihan menyulam, menganyam, menjahit, melukis dengan benang

    dan lain-lain. Pelayanan yang diberikan oleh seorang okupasional

    terapis berupa kegiatan-kegiatan mental maupun fisik yang

    merangsang pertumbuhan pasien agar dapat berfungsi secara

    maksimal dalam kegiatan di rumah, di tempat kerja maupun di

    lingkungan.

    c. Ortetik Prostetik

    Ortetik prostetik atau OP merupakan dua pengetahuan

    penting tentang cara-cara pengukuran, pembuatan dan pemasangan

    alat-alat penguat atau pengganti tubuh yang lumpuh.

    d. Psikologi.

  • Pengetahuan ini dipakai untuk membantu pasien dalam

    mengatasi berbagai kesulitan yang berhubungan dengan masalah

    psikologis yang sering timbul akibat penyakit yang diderita. Selain

    itu juga untuk mengurangi depresi, membantu mendorong pasien

    mengembalikan rasa percaya diri dengan memberikan psikoterapi.

    Fungsi dari psikologi itu sendiri adalah untuk menangani

    permasalahan psikis penderita atau pasien.

    e. Terapi Wicara

    Keahlian ini dipakai untuk mengembalikan dan membatasi

    kecacatan dalam hal kemampuan berbahasa dan berbicara.

    f. Pekerja Sosial Medis

    Keahlian ini mempunyai tanggung jawab dalam mengatasi

    atau memperbaiki fungsi sosial pasien yang terganggu akibat cacat

    yang disandangnya. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut,

    pekerja sosial melakukan pendekatan dengan pasien, keluarga pasien

    dan lingkungan pergaulan serta masyarakat di mana pasien tinggal.

    Dalam melakukan pendekatan ini, pekerja sosial dapat menerapkan

    metode-metode pekerjaan sosial yang dapat dipakai dalam pekerjaan

    sosial di rumah sakit.44

    D. Paraplegia

    1. Pengertian Paraplegia

    44

    Manihuruk, Majalah Penderita Cacat dan Usaha Rehabilitasinya, Majalah Gema Insani Para

    Penyandang Cacat, (Jakarta; 1981)

  • Ada beberapa definisi mengenai paraplegia Bernaddete Fallon dalam

    bukunnya yang berjudul So You Are Paralyed mendefinisikan bahwa

    paraplegia adalah kelumpuhan pada kaki dan bagian batang tubuh (tulang

    belakang) yang diakibatkan kerusakan atau penyakit sumsum tulang

    belakang.45

    Sedangkan dalam sebuah artikel kesehatan mendefinikan paraplegia

    adalah kelumpuhan dua anggota gerak bawah yang diakibatkan cederanya

    tulang belakang atau kerusakan pada syaraf tulang belakang.46

    Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan secara garis besar

    paraplegia adalah kelumpuhan pada dua anggota gerak bawah atau kaki

    yang diakibatkan oleh kecelakaan atau penyakit yang secara langsung

    menyerang syaraf tulang belakang.

    2. Penyebab Paraplegia

    Berdasarkan dari penjelasan definisi pada sebelumnya bahwa

    penyebab dari seseorang menjadi paraplegic atau mengalami kelumpuhan

    adalah diakibatkan oleh kecelakaan atau penyakit yang menyerang secara

    langsung syaraf tulang belakang atau sumsum tulang belakang.

    Seseorang yang mengalami kecelakaan atau kerusakan pada syaraf

    atau sumsum tulang belakang tidak serta merta langsung mengalami

    kelumpuhan. Tingkat di mana seseorang mengalami kelumpuhan bervariasi

    mulai dari perlemahan gerakan kaki, pada bagian yang lumpuh biasanya

    45

    Fallon Bernaddete, So You Are Paralyed, hal. 1 46

    www.Apparelyzed.com, Jenis Kelumpuhan-Quadriplegia (Tertraplegia) dan Paraplegia,

    Diakses pada November 2008

  • penderita tidak dapat merasakan tekanan atau mati rasa, hingga pada

    akhirnya penderita tidak dapat merasakan apa apa pada kedua tungkai

    kakinya.

    Tulang belakang itu sendiri terdiri atas suatu rantai lingkaran-

    lingkaran tulang, vertebrae (tulang belakang / punggung), agak menyerupai

    gulungan-gulungan benang yang banyak tersusun satu di atas yang lainnya

    masing-masing dengan suatu badan tulang di depan. Ada 24 buah

    lingkaran, 7 buah lingkaran di leher yang biasa disebut cervical, 12 buah di

    bagian dada sebelah belakang thoracic, dan 5 di bagian belakang yang

    paling sempit atau lumbar. Berikut gambar tulang belakang itu sendiri;

    GAMBAR I. Struktur Tulang Belakang47

    Pada lingkar-lingkar tulang belakang terdapat piringan sendi,

    penyangga elastik untuk menerima sentakan-sentakan sehari-hari. Selain itu

    pada kanal tulang belakang paling ujung yang terhubung langsung ke otak

    ekor abu-abu tersebut biasa dikenal dengan sebutan sumsum tulang

    belakang.48

    Sumsum tulang belakang bekerja seperti kabel telepon dua arah

    47

    www. Apparelyzed.com, Jenis Kelumpuhan - Quadriplegia (Tetraplegia) dan Paraplegia,

    diakses pada November 2008 48

    Bernaddete Fallon, So You Are Paralyed (Jadi, Anda Lumpuh), hal. 1

  • yang melayani pertukaran berita bagian otak, dimana sumsum tulang

    belakang menyampaikan berita dari otak baik untuk bergerak atau diam dan

    berita dari seluruh badan ke otak mengenai perasaan (rasa sakit, panas dan

    dingin dan sebagainya).49

    Oleh karenanya, jika seseorang mengalami suatu

    kecelakaan yang meremukkan atau merusak tulang belakang dan sumsum

    tulang belakang, maka syaraf-syaraf dalam sumsum tulang belakang yang

    berfungsi menghantarkan pesan keotak terputus dan sehingga perintah untuk

    menggerakkan kaki tidak tersampaikan. Dalam suatu kecelakaan lingkar-

    lingkar tulang belakang akan mengalami kerusakan atau perubahan letak

    secara paksa hal ini menyebabkan tulang belakang berhenti berfungsi.

    Kerusakan dapat pula terjadi disebabkan oleh suatu penyakit yang

    menyerang sumsum tulang belakang yang pada akhirnya pun mengganggu

    fungsi tulang belakang tersebut.

    Pengaruh lain dari kerusakan syaraf tulang belakang sumsum tulang

    belakang beragam, menurut bagian sumsum tulang belakang yang terluka

    dan menurut berat tingkat kerusakannya. Paraplegia disamakan dengan

    kelumpuhan autonomik, disamping kerusakan sumsum tulang belakang dan

    otak ada sistem saraf autonomic atau vegetative yang berada diluar

    sumsum tulang belakang namun masih berhubungan dengan sumsum tulang

    belakang. Fungsi utamanya adalah untuk mengatur keluarnya air seni dan

    kotoran, fungsi seksual untuk laki-laki, fungsi untuk sirkulasi darah yang

    dipompa melalui pembuluh darah serta fungsi untuk mengeluarkan keringat.

    Disebut demikian karena terdapat banyak syaraf yang terbagi sepanjang

    49

    Ibid, hal. 2

  • sumsum tulang belakang ke dalam akar-akar urat saraf yang terkumpul dari

    berbagai bagian tubuh yang menunjukkan bagian mana dari sumsum tulang

    belakang yang masih utuh, semantara perasaan dan gerakan telah terganggu

    atau terhenti fungsinya.50

    Berikut tabel susunan sumsum tulang belakang

    dan pembagian urat sarafnya;

    Tabel 3

    Susunan Sumsum Tulang Belakang dan Pembagian Urat

    Sarafnya.51

    No Susunan Sumsum Tulang

    Belakang

    Pembagian Urat Saraf

    1 Cervical 1-4 Diafrakma

    2 Cerfical 5 Deltoid (mengangakat lengan ke

    samping) dan Biceps (menekuk

    siku)

    3 Cervical 6 Pengulur pergelangan tangan

    4 Cervical 7 Triceps (meluruskan siku)

    5 Cervical 8 dan Thoracic

    1

    Tangan dan jari-jari tangan

    6 Thoracic 2-8 Urat-urat dada

    7 Thoracic 6-12 Urat-urat perut

    8 Lumbar 1-5 dan Sacral 1 Urat-urat kaki

    9 Sacral 2-5 Usus besar dan kandung kemih

    Tabel di atas menjelaskan bahwa seseorang menderita paraplegia

    jika ia mengalami taruma dibawah T12 (Thoracic 12) yang mempengaruhi

    50

    Ibid, hal. 6 51

    Bernadette Fallo, Jadi, Anda Lumpuh, hal. 7

  • otot-otot kaki, usus besar serta kandung kemih sementara urat-urat perut ke

    atas masih berfungsi dengan baik.

    3. Tingkatan Paraplegia

    Tingkat awal tanggapan tubuh terhadap kelumpuhan sumsum tulang

    belakang dan sistem saraf autonomik berlangsung sekitar tiga sampai enam

    minggu. Penderita paraplegia yang disebabkan karena suatu kecelakaan

    membutukan waktu untuk sembuh antara delapan sampai empat belas

    minggu, dan selama masa perawatan penderita paraplegia ini dilarang duduk

    atau bangun dari tempat tidur sebab hal ini dapat membuat kerusakan yang

    makin parah.

    4. Kemandirian Paraplegia

    Untuk kembali menjadi mandiri seorang penderita paraplegia

    membutuhkan waktu antara empat sampai dua belas bulan.

    Kemandirian yang diberikan oleh para perawat dan fisioterapis

    berupa

    1. Cara Duduk Tegak

    Pada awal pertama penderita paraplegia akan ditegakan

    perlahan-lahan membentuk sudut 45 derajat selama kurang lebih

    sepuluh menit, kemudian hingga 90 derajat atau duduk tegak

    selama tiga puluh menit. Setelah penderita paraplegia siap maka

    terapis akan membantu duduk di atas kursi untuk beberapa menit

    dan sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama.

  • 2. Keseimbangan

    Pertama kali penderita paraplegia akan belajar menyesuaikan

    perasaan mengenai keseimbangan yang hilang dengan

    menggunakan matanya dan menggunakan otot-otot yang masih

    berfungsi setelahnya penderita paraplegia ini akan mampu

    menarik tubuhnya kebelakang dalam posisi tegak lurus. Hal ini

    membutuhkan waktu yang cukup hingga pada akhirnya penderita

    pareplegia akan mampu melakukan hal terebut dengan

    sendirinya tanpa bantuan atau topangan dari orang lain.

    3. Berpakaian

    Sementara penderita paraplegia belajar akan keseimbangan

    mereka juga belajar bagaimana cara memakai baju sendiri.

    Umumnya hal ini tidak terlalu sulit untuk penderita paraplegia

    karena bagian atas tubuh mereka tidak mengalami kerusakan

    atau kelumpuhan hanya saja waktu yang mereka gunakan untuk

    memakai baju menjadi agak lama terutama saat mereka memakai

    celana dan ini butuh latihan yang intensif.

    4. Latihan berdiri dan berjalan

    Latihan ini brfungsi untuk menjaga agar lutut-lutut pendertia

    paraplegia tetap lurus dan kaki-kaki tidak terseret ke lantai.

    Penderita paraplegia ini akan belajar dengan menggunakan

    palang sejajar yang terdapat pada rumah sakit rehabilitasi pada

    umumnya, setelah menjalani latihan yang cukup penderita

  • paraplegia akan mulai belajar dengan menggunakan kruk untuk

    berjalan sedikit demi sedikit. Hal ini hanya dapat dilakukan pada

    penderita paraplegia yang mengalami tingkat cedera dibawah L3

    sedang pada penderita paraplegia yang mengalami tingkat cedera

    pada T12 kemungkinan ini sangat kecil, namun latihan harus

    tetap dilakukan untuk menjaga terjadinya contracture atau

    pemendekan otot tetap, memperbaiki sirkulasi darah dan

    membantu ginjal agar dapat bekerja secara semestinya.

    5. Makanan

    Seperti yang telah dijelaskan bahwa penderita paraplegia juga

    akan kehilangan kontrol buang air kecil dan besar sehingga pada

    tahap awal kelumpuhan mereka membutuhkan makanan khusus

    yang menghindarkan penderita mengalami komplikasi, setelah

    lewat masa perawatan penderita paraplegia setelah mendapat izin

    dari dokter diperbolehkan memakan makanan pada umumnya.

    Hanya saja mereka tidak boleh memakan makanan yang dapat

    menyebabkan kegemukan selain berbahaya karena kondisi

    mereka kegemukan juga dapat menyebabkan terjadinya

    komplikasi pada penderita pareplegia. Selain itu penderita

    paraplegia diharuskan memakan makanan yang banyak

    mengandung serat dan mineral guna menghindarkan sembelit.

    6. Berkeringat

    Berkeringat biasanya terjadi hanya pada bagian-bagian yang

    masih berfungsi saja atau pada bagian yang masih memiliki rasa.

  • Seorang penderita paraplegia berkeringat biasanya terjadi akibat

    dari gangguan usus besar dan kandung kemih yang harus

    dikosongkan, atau pada saat tidur maka posisi tidur dari

    penderita pareplegia ini harus diubah atau pada saat berada di

    kursi roda oleh karenanya posisi duduknya harus dirubah.

    7. Naik turun dari kloset

    Dalam hal ini penderita paraplegia membutuhkan beberapa

    peralatan seperti tali atau rantai yang di gantung di langi-langit

    kamar mandi, hal ini berfungsi untuk membantu penderita

    paraplegia naik dan turun dari kloset.52

    52

    Ibid, hal. 11-18

  • BAB III

    GAMBARAN UMUM INSTALASI REHABILITASI MEDIK

    RSUP FATMAWATI JAKARTA

    A . Sejarah Singkat Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawti

    Instalansi rehabilitasi medik pada awalnya bernama Pusat

    Rehabilitasi (rehabilitation center) yang didalamnya terdapat fasilitas

    orthopedi. Pengadaan fasilitas orthopedi ini bertujuan untuk memberikan

    pengobatan dan rehabilitasi semaksimum mungkin pada penderita cacat

    tubuh dan demi memaksimalkan pelayanan terhadap pasien penderita cacat

    tubuh Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati mendirikan Pusat Rehabilitasi

    Medik (PRM) yang secara khusus melayani penderita cacat tubuh

    Berdasarkan SK. NO. 5/1/2/1972, terbentuklah Badan Koordinasi

    Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh (BAKORREPENCATU), yang pada

    akhirnya pusat rehabilitasi Jakarta diresmikan oleh (alm) Ibu Presiden Tien

    Soeharto yang bertepat di Rumah Sakit Fatmawati pada bulan April 1973.

    Pada bulan Oktober 1978, terdapat bantuan peralatan dari Australia,

    Amerika Serikat, Kanada, Singapura, India dan Prancis dengan bantuan

    peralatan yang memadai tersebut dapat menunjang tujuan akhir dari

    orthopedi tersebut yakni pengobatan dan rehabilitasi semaksimum mungkin

    untuk para penderita.

    43

  • Pada tahun 1984 Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik (UPRM)

    berganti nama menjadi Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), diikuti dengan

    perubahan status Rumah Sakit Umum Fatmawati menjadi Rumah Sakit

    Umum Pusat Fatmawati berdasarkan SK Menkes RI No. 551/1994.

    Berdasarkan SK Menteri RI. 134 Tahun 1978 yang menyatakan;53

    Seluruh rumah sakit di Indonesia dibagi menjadi tipe A, B dan C dimana

    masing-masing tipe rumah sakit memiliki Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik

    (UPRM).

    Yang dimaksud dengan rumah sakit umum tipe A, B dan C adalah

    sebagai beriku;

    a. Rumah sakit umum kelas C yakni, Fasilitas dan kemampuan

    untuk memberikan pelayanan medik spesialistik dasar

    b. Rumah sakit umum kelas B, yakni fasilitas dan kemampuan

    untuk memberikan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11

    spesialistik dan sub spesialistik terbatas

    c. Rumah sakit umum kelas A, yakni fasilitas dan kemampuan

    untuk meberikan pelayanan medik spesialistik luas dan sub

    spesialistik luas.54

    53

    Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bagian Pelayanan Sosial

    Medis, Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007),hal. 2-3 54

    Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan, Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di

    Rumah Sakit Kelas A, B dan C, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan,

    (Jakarta; 1997), hal. 14-15

  • Rumah Sakit Fatmawati termasuk kedalam rumah sakit tipe B,

    dimana didalamnya telah resmi didirikan UPRM dengan tugas

    melaksanakan dengan tugas melaksanakan rehabilitasi medik yang

    mencakup pelayanan fisioterapi, pembuatan alat bantu dan latihan kerja,

    perawatan serta pengobatan.

    Instalasi rehabilitasi medik merupakan salah satu dari beberapa

    instalasi yang ada di RSUP Fatmawati yang masih berada di bawah naungan

    DEPKES RI dan yang menjadi sponsor utama bagi IRM adalah pemerintah

    pusat.

    Sesuai dengan namanya yaitu IRM Fatmawati maka instalasi ini

    terletak dalam lingkungan RSUP Fatamawati yang bertempat di Jl. Raya

    Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan. Berdiri diatas tanah seluas 358. 790

    M2, dengan luas bangunan 52.761 M2 sedang IRM itu sendiri menempati

    dari sebgian area tersebut atau lebih tepatnya sekitar 2121 M2.

    B. Klasifikasi Lembaga

    Berdasarkan SK MENKES RI No. 134 tahun 1978 menyebutkan

    bahwa seluruh rumah sakit di Indonesia dibagi menjadi tiga tipe A, B dan C

    di mana masing-masing tipe rumah sakit memiliki unit pelayanan

    rehabilitasi medik (UPRM). Rumah Sakit Fatmawti termasuk dalam rumah

    sakit tipe B di mana telah resmi diadakan UPRM dengan tugas

    melaksanakan rehabilitasi medik yang mencakup pelayanan fisioterapi,

    pembuatan alat bantu dan latihan kerja, perawatan dan pengobatan.

  • Instalasi rehabilitasi medik merupakan salah satu dari instalasi yang

    ada di RSUP Fatmawati yang masih berada di bawah naungan dari

    Departemen Kesehatan RI dan yang menjadi sponsor utama RSUP

    Fatmwati adalah pemerintah.

    Pasien yang ditangani atau dilayani oleh IRM RSUP Fatmawati

    meliputi pasien dewasa baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak dan

    lansia yang mengalami disfungsi fisik seperti paraplegia (kelumpuhan dua

    anggota gerak bawah), tetraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak atas),

    kesulitan bicara, stroke atau pasca stroke dan penyakit yang berhubungan

    dengan syaraf tulang belakang.

    Jenis pelayanan yang ada di IRM RSUP Fatamawati adalah rawata

    jalan dan rawat inap. Pelayanan yang diberikan IRM RSUP Fatmawati

    kepada pasien merupakan pelayanan langsung, di mana pasien mendapatkan

    jenis pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan.55

    C. Visi, Misi, Falsafah, Tujuan dan Fungsi Instalasi Rehabilitasi Medik.56

    1. Visi

    Visi dari instalasi rehabilitasi medik adalah Menjadi pusat rujukan

    Rehabilitasi Medis terbaik di Indonesia.

    2. Misi

    55

    Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bagian Pelayanan Sosial

    Medis, Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007),hal. 3 56

    Profil Instalasi REhabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2006), hal. 2-5

  • Misi dari instalasi yang secara khusus melayani pasien disfungsi

    fisik seperti paraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak bawah), tetraplegia

    (kelumpuhan dua anggota gerak atas), kesulitan bicara, stroke atau penyakit

    yang berhubungan dengan syaraf tulang belakang ini adalah sebagai berikut;

    a. Melaksanakan Pelayanan Rehabilitasi Medik dengan mutu yang prima,

    terjangkau, efektif dan efisien dengan landasan sentuhan manusiawi.

    b. Melakukan inovasi secara terus menerus dalam mengembangkan

    pelayanan rehabilitasi medis.

    c. Meningkatkan kesejahteraan SDM yang merupakan aset dalam

    pelayanan rehabilitasi medis.

    3. Falsafah

    Falsafah dari instalasi rehabilitasi medik ini adalah Meningkatkan

    kemampuan fungsional pasien berdasarkan kemapuan yang masih

    dimilikinya.

    4. Tujuan

    Instalasi rehabilitasi medik memiliki tujuan yang mulia dalam

    melayani semua pasien penderita cacat, adapun tujuan tersebut adalah

    sebagai berikut;

    a. Pelayanan rehabilitasi medis ditujukan untuk