Yankes Bell's Palsy Ary
-
Upload
aryanty-nasution -
Category
Documents
-
view
111 -
download
6
Transcript of Yankes Bell's Palsy Ary
Makalah
PERENCANAAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN
PADA BELL’S PALSY
Disusun oleh:
Yanie Aryanty
04108705026
Pembimbing:
Dr.dr.H. Fachmi Idris, M.Kes
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas makalah yang berjudul : Program Pelayanan Kesehatan Pada Bell’s Palsy
Oleh : Yanie Aryanty (04108705026)
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
periode 21 Mei 2012 – 30 Juli 2012
Palembang, Mei 2012
Pembimbing,
Dr.dr.H. Fachmi Idris, M.Kes
PENDAHULUAN
1. Pengertian dan Prevalensi
Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis tipe lower
motor neuron akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut
dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa
disertai adanya penyakit neurologis lainnya.1,2
Paralisis fasial idiopatik atau Bell’s palsy, ditemukan oleh Sir Charles
Bell, dokter dari Skotlandia. Bell’s palsy sering terjadi setelah infeksi virus
atau setelah imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita hamil dan penderita
diabetes serta penderita hipertensi. Bukti-bukti dewasa ini menunjukkan
bahwa Herpes simplex tipe 1 berperan pada kebanyakan kasus. Berdasarkan
temuan ini, paralisis fasial idiopatik sebagai nama lain dari Bell’s palsy
tidak tepat lagi dan mungkin lebih baik menggantinya dengan istilah
paralisis fasial herpes simpleks atau paralisis fasial herpetik.3,4
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari
paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori,
Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997.
Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per
100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-
rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai
resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai
laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita
muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki
pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur,
namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan
trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya
Bell’s palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai
10 kali lipat.2, 5, 6
2. Faktor-faktor Penyebab
Diperkirakan faktor penyebab Bell’s palsy adalah virus. Akan tetapi,
baru beberapa tahun terakhir ini dapat dibuktikan etiologi ini secara logis
karena pada umumnya kasus Bell’s palsy sekian lama dianggap idiopatik.
Telah diidentifikasi gen Herpes Simpleks Virus (HSV) dalam ganglion
genikulatum penderita Bell’s palsy. Dulu, masuk angin (misalnya hawa
dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela terbuka) dianggap sebagai
satu-satunya pemicu Bell’s palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini
HSV sebagai penyebab Bell’s palsy.
Tahun 1972, Mc Cormick pertama kali mengusulkan HSV sebagai
penyebab paralisis fasial idiopatik. Dengan analogi bahwa HSV ditemukan
pada keadaan masuk angin (panas dalam/cold sore), dan beliau memberikan
hipotesis bahwa HSV bisa tetap laten dalam ganglion genikulatum. Sejak
saat itu, penelitian biopsi memperlihatkan adanya HSV dalam ganglion
genikulatum pasien Bell’s palsy. Murakami at.all melakukan tes PCR
(Polymerase-3 Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita
Bell’s palsy berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam
cairan endoneural. Apabila HSV diinokulasi pada ntelinga dan lidah tikus,
maka akan ditemukan antigen virus dalam nervus fasialis dan ganglion
genikulatum. Varicella Zooster Virus (VZV) tidak ditemukan pada
penderita Bell’s palsy tetapi ditemukan pada penderita Ramsay Hunt
syndrome.1,.4,5
Tabel 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Bell’s Palsy
Faktor Genetik Faktor Lingkungan Faktor Prilaku Faktor Pelayanan
Kesehatan
- Wanita muda yang
berumur 10-19 tahun
lebih rentan terkena
daripada laki-laki
pada kelompok umur
yang sama.
· Diabetes
Penderita diabetes
mempunyai resiko
29% lebih tinggi
menderita bells palsy
dibandingkan
nondiabetes.
- Tempat kerja atau
tempat yang selalu
menggunakan
pendingin ruangan.
- Kontak dengan
penderita HSV
ataupun VZV.
- Hawa dingin atau
AC pada satu sisi
wajah.
· Menyetir mobil
dengan jendela
terbuka.
· Mengendarai motor
tanpa helm tertutup.
· Tidak mau mencari
pengobatan saat
menderita HSV
ataupun VZV.
- Sosialisasi oleh
petugas kesehatan
mengenai bahaya
paparan udara
dingin pada satu
sisi wajah yang terus
menerus.
- Sosialisasi oleh
petugas kesehatan
mengenai
komplikasi yang
dapat ditimbulkan
HSV ataupun VZV.
3. Faktor yang Paling Berperan
Faktor yang paling berperan mempengaruhi Bell’s Palsy adalah faktor
perilaku.
4. Akar-akar Permasalahan
Kebiasaan warga terpapar dengan udara dingin pada satu sisi wajah
dan penderita HSV dan VZV yang tidak mencari pengobatan.
5. Akar Masalah Utama
Faktor perilaku yang menjadi masalah utama dalam kasus Bell’s Palsy
adalah kebiasaan warga terpapar dengan udara dingin pada satu sisi wajah
dan penderita HSV dan VZV yang tidak mencari pengobatan. Hal ini
disebabkan karena kurangnya pengetahuan warga mengenai bahaya
terpapar dengan udara dingin pada satu sisi wajah dan komplikasi HSV dan
VZV jika tidak diobati.
6. Rencana Program Kegiatan
Pilihan program untuk meningkatkan pengetahuan warga antara lain :
a. Memberikan edukasi berupa penyuluhan dan diskusi kelompok, serta
publikasi melalui radio, penyebaran leaflet dan pemasangan poster
dipinggir jalan. mengenai bahaya terpapar dengan udara dingin pada
satu sisi wajah dan komplikasi HSV dan VZV jika tidak diobati.
b. Mengadakan pendekatan kepada pimpinan atau pengambil keputusan
sehingga memberikan dukungan, kemudahan, perlindungan dalam
upaya mengubah perilaku warga tidak mencari pengobatan meski
menderita HCV atau VZV. Antara lain kepada: kepala daerah, tokoh
masyarakat, dan pemuka agama.
Dari program kerja di atas, alternatif terbaik dalam mengatasi kasus
Bell’s palsy adalah dengan memberikan edukasi berupa penyuluhan dan
diskusi kelompok, serta publikasi melalui radio, penyebaran leaflet dan
pemasangan poster dipinggir jalan mengenai bahaya terpapar dengan udara
dingin pada satu sisi wajah dan komplikasi HSV dan VZV jika tidak
diobati. Umumnya keterlambatan diagnosis dan terapi terjadi karena
minimnya pengetahuan warga mengenai bahaya terpapar dengan udara
dingin pada satu sisi wajah dan komplikasi HSV dan VZV jika tidak
diobati.
7. Rencana dan Jadwal Kegiatan
a. Rencana Kegiatan Persiapan
Penyusunan proposal.
Perencanaan anggaran biaya.
Kegiatan edukasi berupa penyuluhan dan diskusi
kelompok.
Publikasi melalui radio, penyebaran leaflet dan
pemasangan poster.
Persiapan materi edukasi.
Persiapan tim pemberi edukasi.
Persiapan tempat, peralatan, dan waktu yang tepat
untuk memberikan edukasi.
b. Rencana Kegiatan Pelaksanaan
Penyuluhan
Hari/Tanggal : Sabtu, 26 Maret 2012
Waktu : 09.00-11.00
Tempat : Balai desa di setiap wilayah kerja
puskesmas
Sasaran : Warga desa di setiap wilayah kerja
puskesmas
Target : 200 peserta di setiap wilayah kerja
puskesmas
Diskusi Kelompok
Hari/Tanggal : Sabtu, 26 Maret 2012
Waktu : 15.00-17.00
Tempat : Balai desa di setiap wilayah kerja
puskesmas
Sasaran : Remaja di setiap wilayah kerja
puskesmas
Target : 50 peserta di setiap wilayah kerja
puskesmas
8. Rencana Pembiayaan
Kegiatan Jumlah (Rp) Sumber
Pembuatan
proposal
50.000
Bantuan Dinas
Kesehatan Kota
dan Sponsor
Publikasi Pembuatan poster 200.000,-
Pembuatan leaflet 100.000,-
Radio 1.000.000,-
Edukasi Materi edukasi 200.000,-
Biaya edukasi 200.000,-
Transportasi 500.000,-
Sewa peralatan 1.500.000,-
Dokumentasi 100.000,-
Keamanan 200.000,-
Total 4.000.000,-
9. Evaluasi
Keberhasilan unsur masukan: jumlah patisipan
memenuhi target, ketersediaan dana, sarana dan
prasarana yang mendukung pelaksanaan program.
Keberhasilan unsur proses : terselenggaranya kegiatan
edukasi dan publikasi dengan baik.
Keberhasilan unsur keluaran : meningkatnya
pengetahuan warga mengenai bahaya bahaya terpapar
dengan udara dingin pada satu sisi wajah dan
komplikasi HSV dan VZV jika tidak diobatai.
10. Pemantauan
Pemantauan program intervensi pada warga dilakukan setiap
6 bulan. Pemantauan ini dilakukan dengan kunjungan rumah
untuk mngetahui bagaimana kesadaran warga dalam
mengubah perilaku tidak mau berobat saat menderita HSV
dan VZV.
Jadwal Program Pelayanan Kesehatan
No Kegiatan Waktu (dalam minggu)
I II III IV V
1. Penyusunan proposal
2. Pencarian dana
3. Pengadaan sarana edukasi
4. Edukasi & Publikasi
6. Evaluasi
7. Pemantauan Setiap 6 bulan
DAFTAR PUSTAKA
1. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon, RP, editors. Mononeuropathy
Simplex. A Lange Medical Book Clinical Neurology. 3th ed. USA:
Appleton & Lange;
1993. p 171
2. Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta
neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2003. p 297-300
3. Campbell WW, editor. The Facial Nerve. DeJong’s The Neurologic
Examination. 6th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 1992. p 208-
211.
4. Ropper AH, Brown RH, editors. The Seventh, or Facial Nerve. Adams and
Victor’s Principles of Neurology. 8th ed. New York: MacGraw-Hill; 2003.
p1180-1182.
5. Monnell K. Bell’s palsy. [online]. 2006. [cited 23 jan 2008]. Available
from:
URL:www.eMedicine.com
6. Sidharta Priguna, M. D., Ph. D. Neurologi Klinik Dalam Praktek Umum,
cetakan kelima, PT. Dian Rakyat, Jakarta, 2005,403.