Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas...

40
Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhir Disusun Oleh: Shiren Junet Tomasoa 462013020 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Transcript of Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas...

Page 1: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon

Tugas Akhir

Disusun Oleh:

Shiren Junet Tomasoa

462013020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

Page 2: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon

Tugas Akhir

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

memperoleh gelar sarjana keperawatan

Disusun Oleh:

Shiren Junet Tomasoa

462013020

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

Page 3: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah
Page 4: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah
Page 5: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

i

Page 6: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

ii

Page 7: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

iii

Page 8: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

iv

Page 9: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

v

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR…..……… i

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR………… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………… iii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………... iv

DAFTAR ISI ………………………………………………………………... v

DAFTAR TABEL …………………………………………………………... vi

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. vii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… viii

ABSTRAK ………………………………………………………………….. ix

Pendahuluan ……………………..………………………………………….. 1

Metode ………………………………………………………………………. 5

Hasil ………………………………………………………………………… 6

Deskripsi Profil Sosiodemografi Responden ………………………... 6

Well-Being …………………………………………………………... 8

Well-Being dan Sosiodemografi …………………………………….. 10

Pembahasan ………………………………………………………………….. 11

Profil Sosiodemografi Responden ……………………………………. 11

Tingkat Well-Being ………………………………………………….. 12

Hubungan Well-Being dengan Sosiodemografi ……………………... 13

Penutup ………………………………………………………………………. 15

Kesimpulan ………………………………………………………….. 15

Saran …………………………………………………………………. 15

Daftar Pustaka ………………………………………………………………... 16

Page 10: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Profil Sosiodemografi Responden………………………………… 7

Tabel 2.1.1 Scale of Positif and Negative Experience (SPANE) …………... 8

Tabel 2.3.1 Scale of Psycological Well-Being (PWB) ……………………... 9

Tabel 3.1 Hasil uji korelasi SPANE dan Sosiodemografi …………………… 10

Tabel 3.2 Hasil uji korelasi PTS dan Sosiodemografi ………………………. 10

Tabel 3.3 Hasil uji korelasi PWB dan Sosiodemografi ……………………... 11

Page 11: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.2.1 Positive Thinking Scale (PTS) …………………………………. 9

Page 12: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Rekomendasi Ijin Penelitian WALIKOTA………………… 18

Lampiran 2. Surat Ijin di Lokasi Penelitian………………..…………………. 19

Lampiran 3.Kuesioner Penelitian…………………………………………….. 20

Lampiran 4. Inform Concent …………………………………………………. 24

Lampiran 5. Letter Of Acceptance (LoA) ……………………………………. 27

Page 13: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

ix

Well-being: Studi Sosiodemografi di Ambon

Desi1, Shiren Junet Tomasoa

1, Simon Peter Soegijono

2

1. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Kristen Satya Wacana

2. Universitas Kristen Indonesia Maluku

Email: [email protected]

Abstrak

Well-being diartikan sebagai suatu keadaan positif yang memungkinkan seseorang, kelompok,

ataupun suatu negara menjadi sejahtera. Kondisi ini sangatlah penting untuk dicapai dan terus

ditingkatkan karena setiap orang memiliki tujuan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik dan

mengarah pada kesejahteraan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara profil

sosiodemografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dengan

tingkat well-being yang diukur dari 3 hal yaitu afek positif dan negatif, pemikiran positif dan negatif

serta kesejahteraan psikologis masyarakat Kota Ambon khususnya di RT 004/03 Kelurahan Batu

Gajah Kecamatan Sirimau. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan analisis uji korelasi

Pearson Product Moment sedangkan pengumpulan data menggunakan kuesioner well-being yaitu

Scale of Positive and Negative Experince (SPANE), Positive Thinking Scale (PTS), dan Scale of

Psychological Well-Being (PWB) yang selanjutnya diadaptasi ke bahasa Indonesia. Hasil penelitian

yang ditemukan dalam profil sosiodemogarafi menunjukkan bahwa responden yang paling banyak

adalah responden pada usia produktif 17-25 tahun (36%), berjenis kelamin laki-laki (52,7%),

pendidikan SMA (74,1%), tidak bekerja (37,5%), berpendapatan Rp. 500.001- 1.500.000 (30%) dan

status pernikahan menikah (48,2%). Sebanyak 46,4% responden menilai bahwa mereka sering

mengalami afek positif, 69% responden memiliki pemikiran paling positif dan memiliki kesejahteraan

psikologis yang tinggi sebanyak 66% responden. Tidak ada hubungan antara afek positif dan negatif

serta pemikiran positif dan negatif terhadap sosiodemografi kecuali pada pekerjaan terhadap

pemikiran positif dan negatif. Ada hubungan yang signifikan pada variabel sosiodemografi usia dan

pekerjaan terhadap kesejahteraan psikologis.

Kata Kunci: Well-being, profil sosiodemografi

Well-Being: Sociodemograpich Studies in Ambon

Abstract

Well-being is deifined as a positive condition that enables an individual, a group, or a country to

become prosperous. This condition is highly essential to be achieved and improved, since everyone

has a purpose to get a better life towards the prosperity. This research was aimed to investigate the

relationship between sociodemographic (age, sex, marital status, occupation and income) and the

well-being level measured by 3 things, they were positive and negative affection, positive and negative

thoughts and psychological well-being in Ambon society, especially in RT 004/03 Kelurahan Batu

Gajah, Sirimau District. This study was using quantitative method with Pearson Product Moment

correlation test analysis and the data collection was using well-being questionnaires of Scale of

Positive and Negative Experince (SPANE), Positive Thinking Scale (PTS), and Scale of Psychological

Well-Being (PWB), which were further adapted to Indonesian Language. The obtained result showed

that most respondents were those in the productive age of 17-25 years old (36%), males (52,7%),

Senior High School graduates (74,1%), jobless people (37,5%), with the income Rp. 500.001-

1.500.000 (30%) and marital status (48,2%). A total of 46,4% respondents perceived that they often

experienced positive affection, 69% respondents had the most positive thoughts and had the high

psychological well-being were about 66% respondents. There was no relationship between positive

and negative affects as well as positive and negative thoughts on sociodemography except on the work

of positive and negative thinking. There was a significant association in the sociodemographic

variables of age and occupation toward psychological well-being.

Key Words: Sociodemographic profile, well-being,

Page 14: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

1

Pendahuluan

Seorang ahli filsuf terkenal Aristoteles, pernah menyatakan bahwa

kebahagiaan adalah tujuan utama dari eksistensi manusia dan kebahagiaan ini dapat

dirasakan seseorang jika seorang tersebut merasa sejahtera (dalam Djabumir, 2016).

Dalam hal ini terdapat 2 pandangan filsafat tentang kebahagiaan yaitu pandangan

hedonic dan eudaimonic. Keduanya berasal dari bahasa Yunani yang berarti

kesenangan dan kebahagiaan. Pandangan hedonic merupakan suatu pandangan yang

lebih memunculkan afek positif dan menghilangkan afek negatif. Pandangan ini lebih

subjektif sehingga fokusnya pada bagaimana cara seseorang mencari emosi positif

dalam kehidupan. Emosi positif dapat berupa rasa bahagia, senang, aman dan tidak

ada afek negatif. Sedangkan pandangan eudaimonic menunjukan bahwa untuk

mendapatkan level kebahagiaan dan kesejahteraan yang tinggi sesorang harus

menunjukan aktualisasi dan potensi dirinya dalam menghadapi tantangan kehidupan

(Keyes et al, 2002). Pandangan ini lebih berfokus pada aktivitas-aktivitas seseorang

yang mengejar kebahagiaan dan kepuasan untuk diri mereka. Artinya bahwa mereka

melakukan berbagai upaya dan cara untuk menggapai hidup yang lebih bermakna

bukan dengan cara bersenang-senang namun melakukan hal bermakna. Yang

membedakan kedua pandangan ini ialah sifatnya. Pandangan hedonic dapat

menciptakan kesejahteraan yang cepat namun dapat bersifat sementara. Sedangkan

pandangan eudaimonic dapat menciptakan kesejahteraan yang konsisten dan lebih

bertahan lama (Steger et al, 2007). Dalam teori dasar, kesejahteraan dan kebahagiaan

yang telah dipaparkan sebelumnya dikenal dengan istilah Well-Being. Istilah ini

muncul seiring dengan perkembangan ilmu psikologi positif (Susetyo dkk, 2012).

Huppert, Baylis dan Keverne mendefinisikan well-Being sebagai suatu

keadaan positif yang memungkinkan seseorang, kelompok, ataupun suatu negara

menjadi sejahtera (dalam Fiona, 2015). Dalam konteks individu, well-being mengacu

pada keadaan psikologis, fisik dan sosial yang positif sehingga individu tersebut

dapat menjalankan fungsi kehidupannya secara baik dan optimal (Fiona, 2015).

Diener dalam tulisannya tentang “New Measures of Well-Being” mengungkapkan

bahwa kesejahteraan seseorang dapat dievaluasi dari tiga aspek yaitu afek (perasaan)

positif, negatif dan balance yang dialami, pemikiran positif dan negatif yang

dimiliki, serta kesejahteraan psikologisnya (Diener et al, 2009). Evaluasi afek ini

merupakan penilaian individu terhadap suasana hati/ perasaan yang dialami. Tanda-

Page 15: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

2

tanda seseorang dengan afek positif yaitu merasa baik, nyaman, senang, dan puas,

sedangkan afek negatif meliputi perasaan buruk, tidak menyenangkan, sedih, takut

dan marah (Diener et al, 2009). Seseorang yang memiliki afek positif

berkemungkinan untuk dapat memiliki pemikiran positif. Dengan adanya pemikiran

positif seseorang akan cenderung menjalani hidup dengan rasa syukur. Selain itu

kesejahteraan psikologis juga memiliki peran yang penting dalam kesehatan mental

seseorang. Kesejahteraan psikologis tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi

yaitu penerimaan diri, hubungan positif, otonom, penguasaan lingkungan, tujuan

hidup dan pengembangan pribadi (Ryff, 1995).

Well-being seseorang salah satunya dipengaruhi oleh faktor sosiodemografis

seperti usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, budaya (Ryff dan Keyes, 1995),

pekerjaan dan status pernikahan (Oktavinur dan Fikri, 2017). Pada penelitian yang

dilakukan Karasawan dkk menunjukkan bahwa usia dapat mempengaruhi well-being

(Karawasa et al, 2011). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada orang dewasa

yang lebih tua memiliki skor yang tinggi dalam hal mengalami pertumbuhan pribadi

yang artinya mereka sudah melewati tahap-tahap perkembangan hidup dan

menyadari tentang potensi-potensi diri yang sudah dilakukan selama itu. Sedangkan

pada penelitian Ryff dan Keyes yang berjudul “The Structure of Psychological Well-

Being Revisited” menunjukkan bahwa perbedaan usia dapat mempengaruhi aspek-

aspek dalam well-being (Ryff dan Keyes, 1995). Dijelaskan bahwa, seiring dengan

bertambahnya usia seseorang akan cenderung memiliki kemampuan penguasaan

lingkungan dan otonomi dalam dirinya. Penelitiannya juga menunjukkan bahwa jenis

kelamin memberikan pengaruh dalam well-being yang menunjukkan wanita lebih

memiliki skor yang tinggi pada aspek hubungan positif dengan orang lain dibanding

dengan laki-laki. Ini menjadi salah satu aspek bahwa wanita dapat membangun well-

being mereka dengan menjalin hubungan baik dengan orang disekitar, karena

hubungan dan relasi merupakan salah satu komponen dalam kesehatan mental

seseorang.Sehingga hal ini juga sangat berperan dalam well-being. Terkait dengan itu

penelitian lain juga menyatakan bahwa perempuan memiliki tingkat well-being yang

lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek

yaitu pengalaman spiritual, hubungan positif dengan orang lain dan tujuan hidup

(Perez dan Jeannie, 2012 dalam Simarmata, 2015).

Faktor demografi lainnya yang juga mempengaruhi well-being seseorang

ialah status sosial ekonomi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wenas, Opod dan

Page 16: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

3

Pali menemukan bahwa terdapat hubungan antara kebahagiaan dengan status sosial

ekonomi (Wenas dkk, 2015). Seseorang yang menempati kelas sosial tinggi yang

memiliki pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang baik akan meningkatkan well-

beingnya, terutama dalam aspek penerimaan diri dan aspek tujuan hidup (Ryff,

1995). Sedangkan penilitian yang dilakukan oleh Biswas- Diener dan Diener di

Calcutta menemukan bahwa orang-orang penghuni daerah kumuh tidak selalu

menunjukkan kepuasan hidup yang rendah dibandingkan dengan orang-orang yang

lebih kaya dari mereka (dalam Royo dan Velazco, 2006). Hal ini terjadi karena

mereka lebih mementingkan hubungan sosial dan kepuasan tersendiri terhadap apa

yang mereka miliki. Sama halnya dengan yang dinyatakan Royo dan Velazco bahwa

ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah diperhadapkan dengan

pertanyaan tentang kebahagiaan atau kesejahteraan maka mereka akan lebih

mengutamakan hal-hal lain yang menjadi sumber kebahagiaan seperti hubungan

sosial, dukungan sosial dan hal-hal pribadi lainnya dibandingkan dengan pendidikan,

jenis rumah, perawatan dan kesehatan (Royo dan Velazco, 2006).

Pada faktor pekerjaan, Argyle dalam Fikri dan Oktavinur mendefinisikan

bahwa umumnya orang yang bekerja akan lebih memiliki kebahagiaan yang tinggi

dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja (Oktavinur dan Fikri, 2017). Salah

satu hal yang mengakibatkan mereka yang tidak bekerja (pengangguran) tidak

bahagia disebabkan karena afek positif dalam dirinya berkurang. Hal lain pada faktor

pernikahan menurut Eddington dkk menunjukan bahwa pernikahan memiliki

hubungan dengan kebahagiaan. Menurutnya bahwa mereka yang menikah akan lebih

bahagia dibandingkan dengan mereka yang tidak menikah ataupun bercerai (dalam

Oktavinur dan Fikri, 2017). Di Indonesia, survei terbaru tentang tingkat kebahagiaan

dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) ialah pada tahun 2014. Hasil survei yang

dirilis BPS menunjukkan hasil bahwa terdapat 3 provinsi yang memiliki indeks

kebahagiaan tertinggi antara lain Riau dengan indeks 72,42; Maluku dengan indeks

72,12 dan Kalimantan Timur dengan indeks 71,45 (Media Online;

Kabar24bisnis.com, 2015). Survei kebahagiaan ini menggunakan pendekatan

kepuasan hidup yang disusun dalam 10 aspek kehidupan yaitu kesehatan,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, keharmonisan keluarga,

ketersediaan waktu luang, hubungan sosial, kondisi rumah/ aset, keadaan lingkungan

dan kondisi keamanan. Jika ditilik secara teoritis, kepuasan hidup adalah bagian dari

Page 17: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

4

evaluasi subjective well-being (SWB), sehingga dapat dikatakan bahwa, survey yang

dilakukan oleh BPS belum mencakup keseluruhan aspek dalam well-being.

Menarik untuk diteliti, meskipun menempati urutan kedua dengan tingginya

tingkat kebahagiaan, pada kenyataannya Maluku menduduki urutan keempat dalam

masalah kemiskinan di Indonesia (Media online; Tribun-Maluku.com, 2015). Hal ini

memperkuat dukungan terhadap pernyataan pada paragraf sebelumnya bahwa survey

BPS menggunakan evaluasi SWB dan tidak menghubungkannya dengan aspek

sosiodemografi (Media online; Tribun-Maluku.com, 2015).

Provinsi Maluku terbagi atas 9 kabupaten dan 2 kota, salah satunya Kota

Ambon. Kota Ambon merupakan Ibukota Provinsi yang memiliki tingkat kepadatan

penduduk tertinggi di Maluku (Profil Kesehatan Maluku, 2014). Jumlah penduduk

Kota Ambon tahun 2015 dalam indikator kesejahteraan rakyat Kota Ambon adalah

sebanyak 411.617 jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 205.684 jiwa dan

perempuan sebanyak 205.933 jiwa (Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Ambon,

2015).

Ditinjau dari profil demografi, tingkat pendidikan masyarakat kota Ambon

bervariasi dari yang tidak bersekolah hingga lulusan S3. Demikian halnya dengan

jenis pekerjaan yang bervariasi mulai dari tidak bekerja, bersekolah, PNS, Ibu

Rumah Tangga, pegawai swasta, wirausaha dan lain-lain. Sementara untuk status

status perkawinan, sebesar 45,93% penduduk belum kawin, kawin 47,59%, cerai

hidup 1,55% dan cerai mati sebanyak 4,93%. Pada komposisi usia, penduduk Kota

Ambon tahun 2015 didominasi oleh struktur usia produktif (usia 15-64 tahun) yaitu

sebanyak 285.136 jiwa, diikuti oleh usia muda (0-14 tahun) sebanyak 111.359 jiwa

dan usia lanjut (65 tahun ke atas) sebanyak 15.122 jiwa (Indikator Kesejahteraan

Rakyat Kota Ambon, 2015).

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengidentidikasi dan mendeskripsikan

profil sosiodemografi (usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, jenis

pekerjaan, pendapatan per bulan, dan status perkawinan), tingkat well-being yang

diukur dari 3 aspek yaitu afek positif dan negatif, pemikiran positif atau negatif dan

kesejahteraan psikologis, serta adakah hubungan antara sosiodemografi dengan

tingkat well-being pada masyarakat Kota Ambon, Maluku.

Page 18: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

5

Metode

Penelitian ini merupakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif

korelasional. Pengambilan sampel menggunakan teknik Stratified Random Sampling

pada populasi. Teknik ini dilakukan dengan memperhatikan strata (tingkatan) dalam

suatu populasi. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau

Kota Ambon khususnya di RT 004/03. Populasi dalam penelitian ini yaitu

masyarakat RT 004/03 Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau Kota Ambon,

sedangkan sampel dalam penelitian ini yaitu semua yang termasuk dalam kriteria

inklusi yaitu mereka yang masuk katergori remaja awal hingga lansia (12 tahun ke

atas) menurut Departemen Kesehatan (2009), bisa baca tulis dan sehat secara fisik

dan psikis, namanya tercantum dalam surat Kartu Keluarga (KK) dan ada di tempat

pada saat pengambilan data berlangsung dan bersedia berpartisipasi sebagai

responden penelitian. Jumlah sampel diambil dengan menggunakan rumus Slovin.

Keseluruhan populasi yaitu berjumlah 155 jiwa sehingga sampel yang didapat

berjumlah 112 responden.

Pada pengumpulan data peneliti menggunakan teknik survei dengan alat

pengumpulan data berupa kuesioner evaluasi diri (Administered Questionnaire).

Selain lembar profil sosiodemografi, kuesioner yang digunakan untuk mengukur

well-being ada sebanyak tiga. Variabel sosiodemografi berupa isian yang terdiri dari

usia, jenis kelamin, pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan per bulan, dan status

perkawinan. Sedangkan kuesioner well-being menggunakan versi adaptasi dari

kuesioner baku milik Ed Diener and Robert Biswas- Diener (2009) yang sudah diuji

validitas dan reliabilitasnya meliputi Scale of Positive and Negative Experience

(SPANE) memiliki nilai reliabiltas cronbach’s alpha sebesar 0,871, Positive

Thinking Scale (PTS) dengan nilai reliabiltas cronbach’s alpha 0,823, dan

Psychological Well-Being Scale (PWB) yang memiliki nilai reliabiltas cronbach’s

alpha 0,833. SPANE merupakan kuesioner untuk mengukur afek positif dan negaitf.

Kuesioner ini terdiri dari 12 pernyataan (6 pernyataan positif dan 6 pernyataan

negatif) pemberian skor pada skala ini berkisar 1-5. Untuk melihat hasil maka setiap

skala memiliki interpretasi yang berbeda-beda. Pada SPANE yaitu skor 17 – 26

dinyatakan selalu memiliki perasaan positif, 7– 16 adalah sering, -3 – 6 kadang-

kadang, -13 sampai - 4 jarang dan skor yang dinyatakan tidak pernah memiliki

perasaan positif berkisar -24 sampai -14. Selanjutnya PTS, yang merupakan skala

yang digunakan untuk mengukur pemikiran positif dan negatif seseorang terdiri dari

Page 19: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

6

16 pernyataan (10 positif dan 6 negatif) pemberian skor pernyataan positif 1 “Ya”

dan 0 “Tidak”, untuk item negatif 1 “Tidak” dan 0 “Ya”. Interpretasi hasil pada PTS

yaitu 0 – 8 dinyatakan berpikir paling negatif dan 9 – 16 berpikir paling positif.

Sedangkan PWB, digunakan untuk mengukur kesejahteraan psikologis seseorang

terdiri dari 8 pernyataan, setiap pernyataan diberi skor 1-5 dengan interpretasi yaitu

36 – 40 memiliki kesejahteraan psikologis yang sangat tinggi, 29 – 35 tinggi, 22 – 28

sedang, 15 – 21 rendah dan 8 – 14 untuk yang memiliki kesejahteraan psikologis

yang sangat rendah. Form sosiodemografi dan 3 kuesioner di berikan bersamaan

dengan lembar informed consent sebagai bukti persetujuan keikutsertaan.

Hipotesis Nol (H0) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

sosiodemografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, latar belakang pendidikan,

jenis pekerjaan, dan pendapatan per bulan) dengan well being; Afek positif atau

negatif, pemikiran positif atau negatif dan kesejahteraan psikilogis, diuji

menggunakan “Korelasi Pearson Product Moment” dengan taraf signifikansi 0,05.

Dasar pengambilan keputusan yaitu apabila p-value lebih besar dari nilai

signifikansi, maka tidak terdapat hubungan antar kedua variabel (H0 diterima),

sedangkan jika p-value lebih kecil dari nilai signifikan, maka terdapat hubungan

antar kedua variabel (H0 ditolak). Penelitian ini telah dilakukan selama kurang lebih

2 bulan di Kota Ambon.

Hasil Penelitian

1. Deskripsi Profil Sosiodemografi Responden

Profil sosiodemografi didata dengan tujuan untuk melihat latarbelakang masing-

masing responden. Profil sosiodemografi meliputi sub variabel usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan perbulan dan status perkawinan. Pada penelitian

ini dipaparkan dalam tabel 1.1.

Page 20: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

7

Tabel 1.1 Profil sosiodemografi responden

Karakteristik Jumlah Responden (n=112)

(n) (%)

Usia

1. 12-16 tahun

2. 17-25 tahun

3. 26-35 tahun

4. 36-45 tahun

5. 46-55 tahun

6. 56-65 tahun

7. >65 tahun

6

40

19

17

8

12

10

5 %

36 %

17 %

15 %

7 %

11 %

9 %

Jenis Kelamin

1. Laki-laki

2. Perempuan

59

53

52,7 %

47,3 %

Pendidikan

1. Tidak Sekolah

2. SD

3. SMP

4. SMA

5. Diploma

6. Sarjana

7. Pasca Sarjana

0

0

3

83

4

22

0

0 %

0 %

2,7 %

74,1 %

3,6 %

19,6 %

0 %

Pekerjaan

1. Tidak Bekerja

2. Pensiunan

3. Wiraswasta

4. PNS

5. Petani/ Pekebun

6. Ibu Rumah Tangga

7. Lainnya

42

9

14

12

5

16

14

37,5 %

8 %

12,4 %

11 %

4,4 %

14,2 %

12,5 %

Pendapatan

1. <Rp. 500.000

2. Rp. 500.001- 1.500.000

3. Rp. 1.500.001- 2.500.000

4. Rp. 2.500.001- 3.500.000

5. >Rp. 3.500.000

33

34

21

13

11

29 %

30 %

19 %

12 %

10 %

Status Perkawinan

1. Belum Menikah

2. Menikah

3. Cerai hidup

4. Cerai Mati

5. Nikah Siri

53

54

0

5

0

47,3 %

48,2 %

0 %

4,5 %

0 %

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang berusia 17-25 tahun yaitu

sebanyak 40 responden, usia 26-35 tahun sebanyak 19 responden, usia 36-45 tahun

sebanyak 17 responden, usia 56-65 tahun sebanyak 12 responden, >65 tahun

sebanyak 10 responden, usia 46-55 tahun sebanyak 8 responden dan yang paling

sedikit pada usia 12-16 yaitu sebanyak 6 responden. Responden berjenis kelamin

laki-laki sebanyak 59 responden dan perempuan sebanyak 53 responden.

Karakteristik pendidikan responden paling banyak yaitu pada responden dengan latar

Page 21: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

8

belakang pendidikan SMA sebanyak 83 responden (74,1%), diikuti oleh sarjana

sebanyak 22 , diploma sebanyak 4 dan SMP sebanyak 3 responden. Responden yang

tidak bekerja sebanyak 42 responden, pensiunan 9 responden, wiraswasta 14

responden, PNS 12 responden, petani/ pekebun 5 responden, ibu rumah tangga 16

responden dan lainnya sebanyak 14 responden. Responden yang berpendapatan

sebesar <Rp. 500.000 sebanyak 33 responden,. Rp. 500.001- 1.500.000 sebanyak 34

responden, 21 responden berpendapat Rp. 1.500.001- 2.500.000, 13 responden

berpendapat 2.500.001- 3.500.000 dan responden yang berpendapatan sebesar >Rp.

3.500.001 sebanyak 11 responden. Status perkawinan responden yang belum

menikah dan menikah hanya berbeda 1 angka yaitu belum menikah sebanyak 53

responden dan yang menikah sebanyak 54 responden serta pada responden cerai mati

terdapat sebanyak 5 responden.

2. Well-Being

Well-being adalah suatu konsep umum yang dalam pengukurannya melibatkan

banyak aspek seperti pengalaman perasaan/emosi, pemikiran positif/negatif dan

kesejahteraan psokologis.

2.1. Scale of Positive and Negative Experince (SPANE)

Skala ini merupakan skala yang dipakai untuk mengukur afek positif dan

negatif seseorang yang dirasakan selama 4 minggu terakhir mereka. Dalam

skala ini digunakan 5 kategori untuk menginterpretasi tingkatannya. Setelah

peneliti mengambil data dan melakukan tabulasi serta analisa data maka hasil

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1.1 Scale of Positive and Negative Experince (SPANE)

Berdasarkan tabel 2.1.1 maka dapat diketahui pada SPANE responden yang

selalu mengalami afek positif terdapat sebanyak 4 responden (3,6%), sering

Skala

(SPANE)

Jumlah Responden

(n=112)

(n) (%)

1. Selalu mengalami perasaan positif

2. Sering mengalami perasaan positif

3. Kadang-kadang mengalami perasaan

positif

4. Jarang mengalami perasaan positif

5. Tidak pernah mengalami perasaan positif

4

52

50

6

0

3,6 %

46,4 %

45 %

5 %

0 %

Page 22: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

9

mengalami afek positif 52 responden (46,4%), kadang-kadang mengalami

afek positif sebanyak 50 responden (45%), jarang mengalami afek positif

sebanyak 6 responden (5%) dan tidak ada dari responden yang tidak pernah

mengalami afek positif.

2.2. Positive Thinking Scale (PTS)

Positive Thinking Scale merupakan skala yang digunakan untuk mengukur

pemikiran positif dan negatif seseorang. Dari hasil tabulasi yang sudah

dilakukan maka untuk melihat tingkat pemikiran positif dan negatif

responden maka disajikan chart di bawah ini.

Chart 2.2.1 Positive Thinking Scale (PTS)

Pada PTS, responden yang berpikir paling positif menduduki urutan pertama

yaitu sebanyak 77 responden atau 69% dan 35 responden atau 31% yang

memiliki cara berpikir paling negatif.

2.3. Scale of Psychological Well-Being (PWB).

Skala ini merupakan skala yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan

psikologis seseorang. Dalam skala ini digunakan 5 kategori yaitu sangat tinggi,

tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Hasil tabulasi yang sudah dilakukan

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.3.1 Scale of Psychological Well-Being (PWB)

Skala

(PWB)

Jumlah Responden

(n=112)

(n) (%)

1. Memiliki kesejateraan psikologi yang sangat tinggi

2. Memiliki kesejateraan psikologi yang tinggi

3. Memiliki kesejateraan psikologi yang sedang

4. Memiliki kesejateraan psikologi yang rendah

5. Memiliki kesejateraan psikologi yang sangat rendah

11

74

25

2

0

10 %

66 %

22 %

2 %

0 %

Page 23: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

10

Dalam perhitungan skala PWB mendapatkan bahwa responden paling

banyak memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi yaitu sebanyak 74

responden atau 66%.

3. Well-being dan Sosiodemografi

Inti dari penelitian ini adalah untuk mencari tahu hubungan antara well-being: Scale

of Positive and Negative Experince (SPANE), Positive Thinking Scale (PTS) dan

Scale of Psychological Well-Being (PWB) dengan profil sosiodemografi: usia, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan status perkawianan.

3.1. Scale of Positive and Negative Experince (SPANE) dan sosiodemografi

Pada tabel dibawah ini, didipaparkan hasil uji statistik terkait hubungan

antara well-being: afek positif dan negatif terhadap sosiodemografi.

Tabel 3.1 Hasil uji korelasi SPANE dan Sosiodemografi

Variabel Pengujian (Analisis Korelasi

Pearson Product moment)

Interpretasi

(a=0,05)

SPANE dan Usia

SPANE dan Jenis Kelamin

SPANE dan Pendidikan

SPANE dan Pekerjaan

SPANE dan Pendapatan

SPANE dan Status Perkawinan

r = 0,096 p-value = 0,314

r = 0,042 p-value = 0,657

r = -0,038 p-value = 0,691

r = 0,072 p-value = 0,449

r = -0,078 p-value = 0,415

r = 0,005 p-value = 0,957

Tidak signifikan

Tidak signifikan

Tidak signifikan

Tidak signifikan

Tidak signifikan

Tidak signifikan

Tabel di atas menjelaskan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara well-being; afek positif atau negatif dengan faktor

sosiodemografi. Hal ini ditunjukkan pada nilai signifikan yang lebih besar

daripada p-value.

3.2. Positive Thinking Scale (PTS)

Uji statistik korelasi antara pemikiran positif dan negatif terhadap faktor

sosiodemografi ditampilkan dalam tabel 3.2

Tabel 3.2 Hasil uji korelasi PTS dan Sosiodemografi

Variabel Pengujian

(Analisis Korelasi Pearson Product

moment)

Interpretasi

(a=0,05)

PTS dan Usia

PTS dan Jenis Kelamin

PTS dan Pendidikan

PTS dan Pekerjaan

PTS dan Pendapatan

PTS dan Status Perkawinan

r = -0,013 p-value = 0,893

r = -0,055 p-value =0,561

r = 0,001 p-value = 0,988

r = -0,211 p-value = 0,025

r = 0,040 p-value = 0,673

r = 0,015 p-value = 0,873

Tidak signifikan

Tidak signifikan

Tidak signifikan

Signifikan

Tidak signifikan

Tidak signifikan

Tabel 3.2 menampilkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara well-being; pemikiran positif dan negatif dengan 5 variabel

Page 24: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

11

sosiodemografi yaitu uisa, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan status

perkawinan dikarenakan p-value lebih besar dari taraf signifikansi.

3.3. Scale of Psychological Well-Being (PWB) dan sosiodemografi

Tabel 3.3. dibawah ini menampilkan hasil dan interpretasi data uji korelasi

antara tingkat kesejahteraan psikologis dengan profil sosiodemografi.

Tabel 3.3 Hasil uji korelasi PWB dan Sosiodemografi

Variabel Pengujian

(Analisis Korelasi Pearson Product

Moment)

Interpretasi

(a=0,05)

PWB dan Usia

PWB dan Jenis Kelamin

PWB dan Pendidikan

PWB dan Pekerjaan

PWB dan Pendapatan

PWB dan Status Perkawinan

r = 0,273 p-value = 0,004

r = 0,103 p-value = 0,281

r = -0,111 p-value = 0,245

r = 0,227 p-value = 0,016

r = -0,041 p-value = 0,670

r = 0,164 p-value = 0,084

Signifikan

Tidak signifikan

Tidak signifikan

Signifikan

Tidak signifikan

Tidak signifikan

Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa ada 2 dari 6 faktor

sosiodemografi yang memiliki hubungan signifikan dengan pemikiran positif

dan negatif, yaitu usia dan pekerjaan. Ini dapat dilihat pada p-value yang

lebih kecil angkanya dari taraf signifikansi penelitian ini.

Pembahasan

Profil Sosiodemografi Responden

Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden ada dalam

kategori usia produktif. Hal ini didukung oleh data yang ditemukan dalam Rencana

Kerja Pembangunan Daerah Kota Ambon tahun 2016 bahwa masyarakat kota

Ambon didominasi oleh usia produktif sebanyak 68,46% (Peraturan Walikota

Ambon Nomor 19, 2015).

Sebanyak 40 responden ada pada rentang usia 17-25 tahun dapat dijadikan

kemungkinan alasan mengapa pada tingkat pendidikan responden didominasi oleh

mereka yang latar belakang pendidikannya ialah SMA yaitu sebanyak 83 responden

(74,1%). Hal ini jugalah yang kemudian turut mempengaruhi jumlah responden yang

tidak bekerja menduduki posisi terbanyak yaitu sebesar 37,5%. Tidak hanya itu,

masuknya kategori pendapatan pada level rendah (Rp. 500.001- Rp. 1.500.000) dan

sangat rendah (<Rp. 500.000) pun mendukung hasil sub variabel sosiodemografi

yang telah disebutkan di atas.

Page 25: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

12

Tingkat Well-being

Tingkat well-being responden diukur dari 3 hal yaitu afek positif dan negatif,

pemikiran positif dan negatifnya, serta tingkat kesejahteraan psikologis. Penelitian

ini memberikan hasil bahwa rata-rata responden sering mengalami perasaan positif.

Hal ini dimungkinkan karena responden dalam penelitian ini banyak yang ada dalam

kategori usia produktif dan sebagian masih ada di bangku pendidikan maka tidak

menutup kemungkinan mereka sering menghabiskan waktu mereka dengan

melakukan kegiatan-kegiatan positif bersama orang-orang disekitar. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Elfida dkk bahwa hubungan sosial adalah

faktor yang sangat dominan dalam memunculkan kebahagiaan serta pihak yang

mendukung dirasakannya kebahagiaan adalah keluarga dan teman (Efilda dkk,

2014). Sama halnya dengan penelitian Yulianti dan Harmaini menemukan bahwa

peristiwa yang membuat seorang remaja bahagia adalah peristiwa yang melibatkan

suatu relasi (58,0%). Relasi yang dimaksud adalah relasi dengan orang tua, keluarga

dan teman (Yulianti dan Harmaini, 2014).

Pada pengukuran pemikiran positif (PTS) sebagian besar responden ada

dalam kategori memiliki cara berpikir paling positif. Responden mungkin memiliki

pemikiran positif kerena dipengaruhi oleh pengalaman dan perasaan mereka sehari-

hari yang baik. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang hidup di

lingkungan yang memiliki relasi yang baik. Setiap minggunya masyarakat selalu

terlibat dalam kegiatan ibadah baik di tempat ibadah (gereja) ataupun kunjungan

persekutuan tiap rumah. Hal positif ini dapat membuat masyarakat untuk selalu

bersyukur atas hidupnya dan dengan begitu dapat meningkatkan pemikiran positif

mereka. Hal ini juga yang memberikan pengaruh dalam kesejahteraan psikologis

masyarakat yang ditemukan dalam hasil penelitian bahwa sebagian responden

memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi. Seperti penelitian yang dilakukan

oleh Amawidyati dan Utami yang mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara

religiutas seseorang dengan kesejahteraan psikologis (Amawidyati dan Utami, 2007).

Dalam penelitiannya masyarakat yang ada dalam beban psikologis yang berat dapat

bertahan ditengah keadaannya karena memiliki kepercayaan yang kuat terhadap

agamanya. Begitupun rasa syukur akan membangkitkan kembali kesejahteraan

psikologis seseorang. Mengingat bahwa dalam penelitian ini banyak responden

memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi yaitu sebanyak sebesar 66%. Hal

inilah yang mungkin memberikan pengaruh dalam kesejahteraan psikologis mereka.

Page 26: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

13

Hubungan Well-being dengan Sosiodemografi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara well-being;

perasaan positif atau negatif (SPANE), berpikir positif dan negatif (PTS) serta

kesejateraan psikologis (PWB) dengan faktor sosiodemografi; usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan status perkawinan.

Hasil penelitian ini ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara well-being; perasaan positif atau negatif (SPANE) dengan faktor

sosiodemografi. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Simarmata. Dalam penelitiannya yang melibatkan salah satu faktor sosiodemografi

(pekerjaan) menemukan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang erat dengan

well-being (Simarmata, 2015). Hal ini dapat disebabkan karena pekerjaan merupakan

bagian yang penting dalam kehidupan seseorang. Artinya seseorang bekerja karena

untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tentunya akan meningkatkan well-being

mereka. Dalam penelitianya bila seorang karyawan puas dengan pekerjaannya maka

akan meningkatkan well-being-nya. Sedangkan pada penelitian ini menunjukkan

bahwa tidak terdapat hubungan. Ini memberikan arti bahwa pada dasarnya setiap

orang memiliki tujuan hidup untuk meraih kebahagiaan baik mereka yang berusia

produktif, lansia, bekerja, tidak bekerja, masih sekolah, menikah, belum menikah dan

lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak selalu didasarkan pada

status sosiodemografi. Seperti yang dikemukakan oleh Diponegoro dan Mulyono

bahwa kebahagiaan merupakan sesuatu yang ingin dicapai setiap orang baik yang

kaya, miskin, pejabat maupun buruh (Diponegoro dan Mulyono, 2015). Dikatakan

pula bahwa permasalahan yang dialami setiap orang tidak akan membatasi mereka

untuk berhenti mengejar dan mencari kebahagiaan. Dilihat pada keterlibatan banyak

orang dalam rentang usia 17-25 tahun pada penelitian ini, dapat mengindikasikan

bahwa sebagian responden masih dalam masa pendidikan/sekolah atau bahkan belum

memiliki pekerjaan dengan status tidak bekerja. Namun mereka akan berusaha

mencari hal yang membuat mereka memiliki afek positif. Pada rentang usia ini juga,

mereka sedang dalam masa pencarian jati diri dimana mereka akan lebih banyak

mencari kesenangan bersama teman-teman sebaya (Boero, 2006).

Pun selanjutnya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara well-being;

pemikiran positif dan negatif (PTS) dengan 5 faktor sosiodemografi terkecuali pada

faktor pekerjaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wenas dkk tahun 2015

menemukan bahwa kebahagiaan memiliki hubungan dengan status sosial ekonomi

Page 27: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

14

namun dengan tingkat hubungan yang rendah yang berarti bahwa kebahagiaan tidak

selamanya ditentukan oleh status sosial ekonomi yang salah satunya adalah

pendapatan (Wenas dkk, 2015). Menurutnya kebahagiaan dapat terwujud bila adanya

rasa aman, nyaman, saling mencintai dan menghargai walaupun seseorang dalam

kondisi status ekonomi yang rendah (Wenas dkk, 2015). Hal tersebut memberikan

arti bahwa kebahagiaan bisa didapat salah satunya dengan berpikir positif.

Pendapatan hanya faktor pendukung yang bisa terus diusakan dengan berpikir positif.

Begitupun pada responden dalam penelitian ini. Faktor yang mungkin dapat

membuat mereka memiliki pemikiran positif yaitu dengan adanya dukungan

keluarga, relasi yang baik dengan orang disekitar, lingkungan, religiutas dan lainnya.

Diketahui bahwa masyarakat di Ambon masih sangat memegang nilai budaya yang

salah satunya adalah “Pela Gandong”. Pela gandong merupakan istilah yang

menjelaskan tentang hubungan persaudaraan di tengah perbedaan masyarakat

Ambon. Dengan ini maka hubungan antar masyarakat akan dijaga nilai

kekeluargaannya dan itu dapat dirasakan oleh siapa saja baik mereka yang muda, tua,

status sosial ekonomi yang rendah atau tinggi, menikah, belum menikah dan lain

sebagainya. Hal ini menggambarkan suatu keharmonisan antar sesama, karena jika

ada yang susah maka masyarakat akan saling tolong menolong. Relasi yang baik

inilah yang dapat memberikan pemikiran yang positif dalam diri mereka. Namun

disisi lain pada faktor pekerjaan yang memiliki hubungan signifikan dengan

pemikiran positif dan negatif menunjukkan bahwa pekerjaan juga dapat memberikan

pengaruh terhadap seseorang dalam menilai sesuatu. Pemikiran yang positif akan ada

ketika seseorang memiliki pekerjaan (kecuali yang masih sekolah) yang membuatnya

merasa nyaman, senang dan sesuai bidangnya.

Sedangkan pada pengukuran well-being: kesejahteraan psikologis, terdapat

hubungan yang signifikan dengan faktor usia dan pekerjaan. Hasil ini hampir serupa

dengan penelitian Rahayu yang menemukan bahwa usia dan kebahagiaan memiliki

hubungan yang membentuk seperti huruf U (Rahayu, 2016). Dijelaskan bahwa

semakin tinggi usia seseorang maka semakin rendah kebahagiaan namun pada titik

tertentu semakin bertambahnya usia seseorang akan lebih bahagia. Ia mencontohkan

bahwa hal-hal yang membuat terjadi perubahan psikologis dalam kehidupan seorang

yang sudah lanjut usia seperti perasaan tersisih, tidak dibutuhkan lagi, tidak

menerima kematian pasangan, penyakit dan lainnya (Rahayu, 2016). Namun disisi

lain dengan adanya peningkatan usia maka seseorang juga akan memiliki

Page 28: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

15

kemampuan untuk beradaptasi dan mengolah perasaannya. Lain halnya dengan

pekerjaan, tekanan psikologis yang besar akan dirasakan oleh mereka yang tidak

memiliki pekerjaan (kecuali mereka yang sedang bersekolah). Stigma tentang

ketidakmampuan dan tidak berkualitasnya seseorang kadang masih disematkan

kepada mereka yang belum beruntung dengan pekerjaan mereka.

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa responden yang paling banyak

adalah responden pada usia produktif 17-25 tahun (36%), berjenis kelamin laki-laki

(52,7%), pendidikan SMA (74,1%), tidak bekerja (37,5%), berpendapatan Rp.

500.001- 1.500.000 (30%) dan status pernikahan menikah (48,2%).

Tingkat well-being yang ditemukan paling tertinggi dalam setiap skala yaitu

SPANE: sering mengalami perasaan positif (46,4%), PTS: berpikir paling positif

(69%) dan PWB: kesejahteraan psikologis yang tinggi (66%). Hal ini disebabkan

karena masyarakat memiliki relasi yang baik antar sesama.

Pada variabel sosiodemografi hanya ada 2 subvariabel yaitu usia dan pekerjaan

yang memiliki hubungan dengan kesejahteraan psikologis, sedangkan pada variabel

afek positif dan negatif serta pemikiran positif dan negatif tidak memiliki hubungan

yang signifikan dengan variabel sosiodemografi kecuali pekerjaan dengan pemikiran

positif dan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan seseorang tidak selalu

berhubungan dengan faktor sosiodemografi seperti usia, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, pendapatan dan status perkawinan. Ada faktor lain yang bisa membuat

seseorang menjadi bahagia dan sejahtera seperti relasi yang baik dengan Tuhan dan

sesama.

Saran

Faktor-faktor lain seperti budaya, lingkungan, relasi mungkin dapat memiliki

hubungan dengan well-being yang dalam penelitian ini tidak diujikan sehingga ini

menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.

Page 29: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

16

Daftar Pustaka

Amawidyati S A G, Utami M S. (2007). Religiutas dan psychological well-being pada

korban gempa. Jurnal Psikologi, 2 (34), 164-176

Ariyanti, D S. (2015, February 05). Penduduk di 3 provinsi ini paling bahagia se-

Indonesia. Media Online; Kabar24bisnis.com, 05 februari, 2015. Retrieved from

http://kabar24.bisnis.com/read/20150205/15/399268/penduduk-di-3-provinsi-ini-paling-

bahagia-se-indonesia

Boere, C. G. (2006) Personality theories Erik Erikson 1902-1994. Psycholgy

Departement Shippensburg University, 1-17

Djabumir, N. (2016). Hubungan antara family functioning dan psychological wellbeing

pada emerging adulthood. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 5(1), 1-16

Diener Ed, Wirtz D, Diener R B, Tov W, Prieto C K, Choi DW, Oishi S. (2009). New

measures of well-being. In: Diener E. (eds) Assesing Well-Being. Social Indicators

Research Series 39, 247-266. doi: 10.1007/978-90-481-2354-4_12.

Diponegoro A M, Mulyono. (2015). Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi

kebahagiaan pada lanjut usia suku Jawa di Klaten. Psikopedagogia, 4 (1), 13-19

Efilda D, Lestari Y I, Diamera A, Angraeni R, Islami S. (2014). Hubungan baik dengan

orang yang signifikan dan kontribusinya terhadap kebahagiaan remaja Indonesia. Jurnal

Psikologi, 10 (2), 66-73

Fiona. (2015). Wellbeing concepts and challenges. Discussion paper; Sustainable

development research Network.

Indikator kesejahteraan rakyat Kota Ambon 2015: Badan pusat statistik Kota Ambon.

Retrieved from https://ambonkota.bps.go.id/

Keyes, C L M., Ryff, C D., and Shmotkin, D. (2002). Optimizing well-being : The

empirical encounter of two traditions. Journal of Personality and Social Psychology, 82

(6), 959‐97

Karasawa, Churchan K B, Markus H R, Kitayama S S, Dienberg L G, Radler B T, Ryff,

C. D. (2011). Cultural perspectives on aging and well-being: A comparison of Japan and

the U.S. Int J Aging Hum Dev, 73 (1): 73-98. doi: 10.2190/AG.73.1.d

Oktavinur S S, Fikri H T. (2017). Kebahagiaan pada istri yang menjalani pernikahan

jarak jauh. Jurnal PSYCHE 165 fakultas psikologi, 10(1), 19-28

Page 30: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

17

Profil Kesehatan Maluku. (2014). Dinas Kesehatan Provinsi Maluku.

Peraturan Walikota Ambon Nomor 19 tahun 2015: Rencana kerja pembangunan daerah

(RKPD) Kota Ambon Tahun 2016

Ryff, C. D. (1995) Psychological well-being in adult life. Cambridge University Press,

4(4), 99-104

Ryff, C. D, Keyes, C. L. M. (1995). The structure of psychological well-being revisited.

Journal of Personality and Social Psychology, 69(4), 719-727

Royo, M. G & Velazco, J. (2006). Exploring the relationship between happiness,

objective and subjective well-being: Evidence From Rural Thailand. WeD Working

Paper 16

Rahayu T P. (2016). Determinan kebahagiaan di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis,

19(1), 149-170

Redaksi. Indeks kebahagiaan diperoleh secara subjektif. (2015). Media Online; Tribun-

Maluku.com, 03 Maret 2015. Retrieved from http://www.tribun-

maluku.com/2015/03/indeks-kebahagiaan-diperoleh-secara.html

Steger, M F., Kashdan, T. Oishi, S. (2008). Being good by doing good: daily eudaimonic

activity and well-being. Journal of Research in Personality, 42(1), 22-42

Susetyo Y F, Faturochman, Kumara A, Saptandari E W, Istiqomah N A, Kisriyanti A,

Helmi A F, Pertiwi Y G, et al. (2012). Psikologi untuk kesejahteraan masyarakat.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Simarmata N. (2015). Pengaruh kepuasan kerja terhadap well-being karyawan in Pt.

Intan havea industry, Medan. 2015. Jurnal Psikologi Universitas HKBP Nommensen,

1(1), ISSN : 2460-7835

Wenas G E, Opod H, Pali C. (2015). Hubungan kebahagiaan dan status sosial ekonomi

keluarga di keluraham artembaga II Kota Bitung. Jurnal e-Biomedik (eBm), 3(1), 532-

538

Yulianti A, Harmaini. (2014). Peristiwa- peritiwa yang membuat bahagia. Jurnal Ilmiah

Psikologi, 2 (1), 109-119

Page 31: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

18

Lampiran 1.

Surat Rekomendasi Ijin Penelitian

Page 32: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

19

Lampiran 2.

Surat Ijin di Lokasi Penelitian

Page 33: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

20

Lamporan 3.

PENELITIAN

WELL BEING: STUDI SOSIODEMOGRAFI DI AMBON

KUESIONER PENELITIAN

Inisial:

Umur:

No Responden:

A. Variabel Sosiodemografi

Dibawah ini adalah faktor sosiodemografi Anda, berikan tanda centang (√) pada kotak

sesuai dengan keadaan Anda.

1 Usia 12- 16 tahun 36- 45 tahun > 65 tahun

17- 25 tahun 46 – 55 tahun

26- 35 tahun 56 – 65 tahun

2 Jenis Kelamin Laki- laki

Perempuan

3 Pendidikan Terakhir Tidak Sekolah

SD Diploma

SMP Sarjana ( S1)

SMA Pasca Sarjana ( S2)

4 Pekerjaan Tidak Bekerja PNS

Lainnya...

Pensiunan Petani/ Pekebun

Wiraswasta Ibu Rumah Tangga

5 Pendapatan Perbulan < Rp. 500.000

Rp. 500.001 – Rp. 1.500.000

Rp 1.500.001 s/d 2.500.000

Rp 2.500.001 s/d 3.500.000

> Rp. 3.500.000

6 Status Perkawinan Belum Menikah Cerai Mati

Menikah Nikah Siri

Cerai Hidup

Page 34: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

21

B. Variabel Well-being:

Scale of Positive and Negative Experience (SPANE)

© Copyright by Ed Diener and Robert Biswas-Diener, January 2009

Berikut terdapat beberapa perasaan. Anda diminta untuk mengemukakan perasaan Anda

selama 4 minggu terakhir ini, dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu

pilihan jawaban yang tersedia yaitu “Sangat Jarang/ Tidak”, “Jarang”, “Terkadang”,

“Sering” dan “Sangat Sering/ Selalu”.

No Skala Sangat

Jarang/

tidak

Jarang Terkadang Sering Sangat

Sering/ selalu

1 2 3 4 5

1 Positif (P)

2 Negatif (N)

3 Baik (P)

4 Buruk (N)

5 Nyaman (P)

6 Tidak menyenangkan

7 Senang (P)

8 Sedih (N)

9 Takut (N)

10 Menyengkan (P)

11 Marah (N)

12 Puas (P)

Positive Thinking Scale (PTS)

Berikut terdapat sejumlah pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan.

Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri

Anda, dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang

tersedia, yaitu: “Ya” atau “Tidak”

No Pernyataan Ya Tidak

1 Lingkungan sekitar saya merupakan tempat yang baik/ layak. (P)

2 Ketika saya memikirkan diri saya, saya merasa banyak

kekurangan. (N)

3 Saya menganggap diri saya sebagai orang yang memiliki banyak

kelebihan. (P)

4 Saya yakin dengan masa depan saya. (P)

Page 35: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

22

5 Ketika saya mendapat masalah/ musibah saya lebih sering berpikir

positif. (P)

6 Terkadang saya merasa beruntung terhadap hidup yang saya

jalani. (P)

7 Ketika saya mendapat keberuntungan, saya berpikir mungkin

orang lain lebih beruntung dari saya. (N)

8 Saya sering membandingkan diri saya dengan orang lain. (N)

9 Saya sering kepikiran tentang kesempatan-kesempatan yang saya

lewatkan. (N)

10 Saya merasa lebih banyak mengalami hal-hal membahagiakan di

“masa lalu” saya. (P)

11 Saya suka mengenang masa lalu yang menyenangkan. (P)

12 Saya ikut merasa bahagia jika orang lain bahagia/ sukses. (P)

13 Ketika mengenang masa lalu entah mengapa saya merasa banyak

mengalami hal-hal buruk. (N)

14 Banyak masalah di sekitar (dunia) tetapi bagi saya hidup ini indah

saat dijalani dengan baik. (P)

15 Jika ada masalah saya selalu kepikiran. (N)

16 Saya selalu berprasangka baik terhadap orang lain. (P)

Psychological Well-Being Scale (PWB)

© Copyright by Ed Diener dan Robert Biswas-Diener, Januari 2009.

Berikut terdapat sejumlah pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan.

Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan tersebut sesuai dengan diri

Anda, dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang

tersedia, yaitu:

Sangat tidak setuju ( STS )

Tidak Setuju ( TS)

Netral (N)

Setuju (S)

Sangat setuju (SS)

Page 36: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

23

No Pernyataan STS TS N S SS

1 2 3 4 5

1 Saya menjalani kehidupan dengan penuh makna

dan berarti.

2 Hubungan sosial saya dengan orang lain sangat baik

dan bermanfaat.

3 Saya menyenangi kegiatan/ aktivitas saya sehari-

hari.

4

Apa yang saya lakukan turut terlibat dalam

membuat orang lain bahagia.

5

Saya mampu melakukan aktivitas- aktivitas yang

penting bagi saya.

6 Saya orang yang baik dan kehidupan saya pun baik.

7 Saya sangat yakin dengan masa depan saya.

8

Orang- orang menghargai saya.

Page 37: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

24

Lampiran 4

PENELITIAN

WELL BEING: STUDI SOSIODEMOGRAFI DI AMBON

LEMBAR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN

(Informed Consent)

Judul Penelitian:

“Well-Being; Studi Sosiodemografi di Ambon”

Undangan:

Peneliti meminta kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai

partisipan penelitian. Silahkan membaca lembar persetujuan ini. Jika ada pertanyaan,

jangan sungkan atau ragu untuk menanyakannya.

Eligibilitas:

Partisipan dalam penelitian ini adalah masyarakat RT 004/03 Kelurahan Batu Gajah

Kecamatan Sirimau Kota Ambon yang memiliki kriteria:

1. Masuk katergori diatas remaja awal (12 tahun)

2. Bisa baca tulis dan sehat secara fisik dan psikis

3. Namanya tercantum dalam surat Kartu Keluarga (KK) dan ada di

tempat pada saat pengambilan data berlangsung, dan

4. Bersedia berpartisipasi sebagai responden penelitian.

Tujuan penelitian:

Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan sosiodemografi terhadap

well-being pada masyarakat RT 004/03 Kelurahan Batu Gajah Kecamatan Sirimau

Kota Ambon.

Keterlibatan Partisipan:

Selama penelitian ini, peneliti membutuhkan kesediaan Anda untuk meluangkan

waktu. Peneliti akan menemui Anda dengan maksud:

1. Meminta Anda membaca dan menandatangani lembar persetujuan partisipasi

dalam penelitian.

2. Meminta Anda untuk membaca dan mengisi kuesioner yang diberikan oleh

peneliti dengan jujur dan lengkap tidak ada pernyataan yang terlewat.

Page 38: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

25

Jika ada sesuatu yang membuat Anda terganggu selama penelitian, Anda bisa

menceritakan dengan peneliti dalam rangka mencari solusi terbaik.

Penjelasan Prosedur:

Peneliti akan melakukan pengambilan data dengan menggunakan kuesioner. Data

yang didapat akan dijaga kerahasiaannya. Kuesioner berisi pertanyaan tentang Well-

Being (kebahagiaan) dan Sosiodemografi (usia, jenis kelamin, status pernikahan,

latar belakang pendidikan, jenis pekerjaan, dan pendapatan per bulan). Untuk

menjaga kebenaran dalam penelitian ini, Anda bisa membaca kembali/ mengoreksi

kuesioner yang sudah diisi. Semua informasi yang Anda berikan benar-benar dijaga

kerahasiaannya.

Manfaat dan Resiko:

Peneliti mengharapkan ketulusan Anda untuk berpartisipasi. Penelitian ini nantinya

diharapkan bermanfaat untuk:

1. Teoritis : Memberikan informasi bagi perkembangan ilmu kesehatatan

mental, serta mendorong munculnya penelitian lain yang dapat mengungkap

sisi lain yang belum dapat diungkap oleh peneliti mengenai Well Being; Studi

Sosiodemografi Di Ambon

2. Praktis :

a. Manfaat bagi masyarakat, penelitian ini diharapakan dapat memberikan

informasi, sehingga masyarakat lebih bijaksana dalam berfikir dan

mentukan tindakan.

b. Perawat menindaklanjuti perannya yang salah satunya sebagai advokat,

dimana perawat dapat membimbing klien dalam mentukan persetujuan

atas tindakan keperawatan jika dilihat dari kondisi sosiodemografi pada

klien.

Penelitian ini tidak memiliki resiko yang akan membahayakan Anda secara fisik.

Jaminan kerahasiaan:

Kerahasiaan Anda akan peneliti jaga. Peneliti tidak akan menyebutkan nama Anda.

Peneliti hanya akan memberikan nama samaran atau inisial. Semua informasi yang

Anda berikan akan dijaga kerahasiaannya sehingga identitas Anda tetap terlindungi.

Data yang didapatkan akan diolah menggunakan program SPSS berupa data ststistik.

Page 39: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

26

Semua informasi menjadi rahasia peneliti. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan di

Jurnal Penelitian.

Hak untuk Berpartisipasi dan Mengundurkan Diri:

Anda memiliki hak jika sewaktu-waktu mengundurkan diri dari penelitian ini. Jika

ada pertanyaan, Anda tidak perlu sungkan atau ragu untuk bertanya melalui nomor

kontak yang tertera di bawah dokumen ini.

Partisipan memahami semua informasi di atas dan dengan ini menyatakan kesediaan

untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Tanda Tangan Partisipan Tanggal

Inisial Partisipan: _____.

Peneliti telah menjelaskan penelitian ini kepada partisipan di atas sebelum meminta

persetujuannya untuk terlibat dalam penelitian ini.

Tanda Tangan Peneliti Tanggal

Mahasiswa Peneliti: Dosen Pembimbing:

Pembimbing I:

Desi, S.Kep, MSN.

(Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UKSW)

Pembimbing II:

Dr. Simon Pieter Soegijono, SE, M.Si.

(PR 1 Universitas Kristen Indonesia Maluku)

Shiren J Tomasoa

Mahasiswa Fak. Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UKSW

Tlp: 0853-4337-3775

e-mail : [email protected]

Page 40: Well-Being: Studi Sosiodemografi di Ambon Tugas Akhirrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15928/2/T1_462013020_Full... · ketika orang-orang yang berstatus sosial ekonomi rendah

27

Lampiran 5

Letter of Acceptance (LoA)