DETERMINAN PENGGUNAAN METODE...

171
DETERMINAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP) PADA AKSEPTOR KB DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG TAHUN 2014 Skripsi Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh: PUTRI ANGGRAENI 1111101000045 PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Transcript of DETERMINAN PENGGUNAAN METODE...

Page 1: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

DETERMINAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI

JANGKA PANJANG (MKJP) PADA AKSEPTOR KB DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG

TAHUN 2014

Skripsi

Disusun untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

PUTRI ANGGRAENI

1111101000045

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi
Page 3: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

Skripsi, September 2015

Putri Anggraeni, NIM: 1111101000045

Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada

Akseptor KB Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Xix+128 halaman,17 tabel, 4 bagan, 4 lampiran

ABSTRAK

Angka kelahiran di Indonesia mengalami stagnansi pada 4 periode

terakhir. Dilihat dari cakupan penggunaan kontrasepsi, jenis kontrasepsi yang

digunakan di Indonesia didominasi oleh metode kontrasepsi jangka pendek (pil

dan suntik). Padahal metode kontrasepsi jangka pendek merupakan metode yang

paling banyak menyumbang angka drop out. Penggunaan kontrasepsi diarahkan

pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Puskesmas Pamulang

merupakan salah satu Puskesmas di Kota Tangerang Selatan yang mempunyai

cakupan MKJP rendah sebesar 6,4%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

determinan penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014.

Desain studi yang digunakan yaitu case control unmatched. Sampel

penelitian sebanyak 164 dengan perbandingan kasus kontrol 1:3. Sampel diambil

dari akseptor yang terdaftar pada kohort KB Puskesmas Pamulang tahun 2014.

Pengambilan sampel kasus dan kontrol dilakukan dengan cara purposive sampling

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar menggunakan KB suntik

(55,5%). Faktor yang memberi peluang akseptor menggunakan MKJP yaitu umur

lebih dari 30 tahun (OR=4,565), bekerja (OR=4,737), berpenghasilan tinggi

(OR=2,206), telah berdiskusi dengan suami tentang MKJP (OR=22,579),

memiliki anak hidup 3 atau lebih (OR=3,386), memiliki riwayat aborsi

(OR=3,284), dan memanfaatkan pelayanan swasta (OR=0,084), sedangkan faktor

yang tidak berhubungan yaitu pendidikan dan umur pertama kali melahirkan.

Peningkatan sosialisasi tentang MKJP dengan melakukan penyuluhan

pada pasangan usia subur baik yang baru menikah maupun yang berencana

mempunyai anak perlu dilakukan dengan menekankan bahwa MKJP merupakan

metode yang efektif, aman, dan murah. Selain itu perlu adanya pembinaan pada

BPS dan unit pelayanan swasta untuk turut serta meningkatkan cakupan MKJP.

Kata kunci: MKJP, Akseptor KB, Kontrasepsi, IUD, Implan, MOW

Daftar Bacaan: 72 (1995-2015)

Page 4: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

MAYOR OF PUBLIC HEALTH

DEPARTEMENT OF EPIDEMIOLOGY

Undergraduated Thesis, September 2015

Putri Anggraeni, NIM: 1111101000045

Determinants of Using Long-Term Contraception Method (LTCM) On

Acceptors FP In The Work Area of Pamulang CHC 2014

xix+128 page,17 tables, 4 chart, 4 attachments

ABSTRACT

The birth rate in Indonesia stagnant in the last four periods. Judging

from the coverage of contraceptive use, the type of contraception used in

Indonesia is dominated by short-term contraceptive methods (pills and

injections). Though short-term contraceptive method is the method most

contributors drop out rate. The use of contraceptives is directed at Long Term

Contraception Method (LTCM). Pamulang Community Health Center (CHC)

is one of the health centers in South Tangerang City that has LTCM coverage

was low by 6.4%. This study aims to determine the determinant of the use of

LTCM in Puskesmas Pamulang 2014.

The study design used is case control unmatched. The research sample

as many as 164 by the comparison case-control 1: 3. Samples were taken from

the acceptor registered at cohort FP CHC Pamulang 2014. Sampling of cases

and controls was done by purposive sampling based on inclusion criteria and

exclusion.

Results showed mostly using injections (55.5%). Factors that provide

opportunities acceptor using LTCM were age over 30 years (OR = 4.565),

work (OR = 4.737), higher income (OR = 2.206), had a discussion with her

husband about LTCM (OR = 22.579), have children living 3 or more (OR =

3.386), had a history of abortion (OR = 3.284), and utilize private services (OR

= 0.084), whereas the unrelated factors, namely education and the age of first

childbirth.

Increased socialization of LTCM to do counseling in couples of

childbearing age either recently married or are planning to have children needs

to be done to emphasize that the LTCM is a method that is effective, safe, and

inexpensive. Besides of this, need to guidance on BPS and private service units

to participate and improve coverage LTCM.

Key word: LTCM, Acceptor KB, contraception, IUDs, implants, MOW

Reading List: 72 (1995-2015)

Page 5: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi
Page 6: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi
Page 7: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Putri Anggraeni

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 14 September 1993

Jenis Kealamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Suku : Jawa

No. Telp : 085693149737

Alamat email : [email protected]

Alamat : Jln. H. Mencong IX Rt. 001/010 No. 5, Sudimara

Timur, Ciledug, Tangerang

Hobi : Membaca

Kemampuan : Pengoperasian komputer dan bahasa Inggris

Nama Orang Tua : Ayah: Yanta

Ibu : Titi Sularti (Alm.)

Pekerjaan Orang Tua : Ayah: Pensiunan PNS

Ibu : -

RIWAYAT PENDIDIKAN

Taman Kanak-Kanak : TPA Al-Hikmah (1997-1999)

Sekolah Dasar : SDN Larangan 09 (1999-2005)

Sekolah Menengah

Pertama

: SMPN 142 Jararta Barat (2005-2008)

Sekolah Menengah

Atas

: SMAN 101 Jakarta Barat (2008-2011)

Perguruan Tinggi : Peminatan Epidemiologi

Program Studi Kesehatan

Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu

(2011-sekarang)

Page 8: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

viii

Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN

ORGANISASI

: Anggota OSIS SMAN 101 Jakarta Periode 2009-2010

Anggota Teater Stratsone in Art SMAN 101 Jakarta

Periode 2009-2010

Anggota Paduan Suara SMAN 101 Jakarta Periode

2009-2010 dan Periode 2010-2011

Anggota Vokal Grup SMAN 101 Jakarta Periode

2009-2010 dan 2010-2011

Anggota Rohani Islam SMAN 101 Jakarta periode

2010-2011

Sekertaris Keputrian SMAN 101 Jakarta periode 2010-

2011

Ketua Divisi Pelatian Paduan Suara Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (PASIFIK) UIN

Syarif Hidayatullah jakarta periode 2013-2014

Deputi Kominfo Pami Jakarta Raya periode 2013-2014

Sekertaris Departemen Sosial Masyarakat (Sosmas)

Epidemiology Student Association (ESA) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN

PENELITIAN

Pola Distribusi Balita dengan Status Gizi Kurang dan

Gizi Buruk Berdasarkan Analisis Spasial di

Kelurahan Bakti Jaya, Kelurahan Muncul dan

Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu Tahun 2013

Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu terkait

Kelengkapan dan Ketepatan Pemberian Imunisasi

Dasar pada Anak Berusia 9-60 Bulan (Balita) di

Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2013

Faktor-faktor yang mempengaruhi gastritis pada

mahasiswi Asrama Putri Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Tahun 2013

Page 9: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

ix

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang

Penyakit Gastritis Mahasiswi Asrama Putri Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada Tahun 2013

Penyusunan Rencana Program Penanggulangan Status

Gizi Kurang dan Gizi Buruk Pada Balita di Kecamatan

Setu, Kota Tangerang Selatan Tahun 2014

(Pendekatan One Health)

Masalah Kesehatan Reproduksi Perempuan dan

Pencarian Pengobatan pada Mahasiswi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2014

PENGALAMAN

KERJA

Enumerator baseline data Kesehatan Masyarakat

Tahun 2013

Pengalaman Belajar Lapangan di Wilayah Puskesmas

Pamulang, Pamulang Tahun 2014

Orientasi Kerja di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas

1 Soekarno Hatta Tahun 2014

Magang di Puskesmas Pamulang Tahun 2015

Ciputat, 30 November 2014

Putri Anggraeni

Page 10: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis

dapat menyusun laporan skripsi ini. Laporan skripsi ini disusun untuk

mengetahui determinan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

(MKJP) pada Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun

2015.

Ucapan terimakasih penulis tuturkan secara ikhlas dan penuh dengan

kerendahan hati atas terselesaikannya laporan skripsi ini kepada:

1. Bapak Yamta dan (almh.) Ibu Titi Sularti selaku orang tua penulis yang

selalu menjadi semangat penulis dalam menyelesaikan laporan skripsi

2. Mas Agung, Mas Yudi, Mba Heni, Teteh Pepi dan Kak Fery selaku

kakak penulis yang selalu memberi semangat dan dukungan penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini

3. Ibu Minsarnawati SKM M.Kes selaku pembimbing 1 yang selalu siap

memberikan bimbingan akademik dan pengarahan membangun dalam

proses penyusunan laporan skripsi.

4. Ibu Fase Badriah Ph.D selaku pembimbing 2 yang selalu siap

memberikan bimbingan akademik dan pengarahan membangun dalam

proses penyusunan laporan skripsi.

5. Keponakan penulis (Anindita Lakeishia Maheswari dan Rayyandra

Abinaya Atharizki) yang selalu menjadi penyemangat penulis dikala

jenuh dalam menyelesaikan skripsi

6. Lina Sri Marlinawati selaku sahabat yang setia menemani turun lapangan

7. Teman-teman epidemiologi 2011 yang selalu memberi semangat dalam

penyelesaian laporan skripsi.

8. Eka Lestari Sitepu dan Ajrina Winasari selaku sahabat yang selalu

mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi

9. drg. Rosmawati, MM selaku kepala UPT Puskesmas Pamulang yang

telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di wilayah kerja

Puskesmas Pamulang

Page 11: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

xi

10. Ibu Ida Farida selaku pemegang program KB di Puskesmas Pamulang

yang selalu siap membantu penulis untuk menyediakan data terkait KB di

Puskesmas Pamulang

11. Ibu Kader di wilayah kerja Puskesmas Pamulang yang senantiasa

memudahkan penulis dalam mencari alamat responden

Sungguh Maha Sempurna itu adalah Allah SWT, kekurangan dan

kekhilafan mungkin terdapat pada laporan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik

dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan laporan

skripsi ini.

Ciputat, Mei 2015

Penulis

Page 12: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

xii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................ ii

ABSTRAK ...................................................................................................................... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................................. v

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................................... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................................. xii

DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xvi

DAFTAR BAGAN ..................................................................................................... xviii

DAFTAR ISTILAH ...................................................................................................... xxi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 9

C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 10

D. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 12

1. Tujuan Umum ........................................................................................... 12

2. Tujuan Khusus .......................................................................................... 12

E. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 14

F. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 15

Page 13: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

xiii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 16

A. Keluarga Berencana .......................................................................................... 16

B. Epidemiologi Keluarga Berencana .................................................................... 16

C. Kontrasepsi ........................................................................................................ 19

1. Definisi Kontrasepsi ............................................................................... 19

2. Macam-macam Metode Kontrasepsi...................................................... 21

3. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) ....................................... 21

D. Kontrasepsi dalam Perspektif Islam .................................................................. 28

E. Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) .......... 30

F. Kerangka Teori .................................................................................................. 50

BAB III KERANGKA KONSEP ................................................................................ 53

A. Kerangka Konsep .............................................................................................. 53

B. Definisi Operasional .......................................................................................... 57

C. Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 60

BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................... 61

A. Desain Penelitian ............................................................................................... 61

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 62

C. Populasi dan Sampel ......................................................................................... 62

1. Populasi .................................................................................................. 62

2. Sampel .................................................................................................... 65

D. Instrumen Penelitian ......................................................................................... 67

Page 14: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

xiv

E. Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 67

F. Manajemen Data ............................................................................................... 68

G. Analisis Data ..................................................................................................... 69

BAB V HASIL PENELITIAN...................................................................................... 72

A.Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................................. 72

B.Distribusi Frekuensi Jenis Kontrasepsi Akseptor KB di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014 .................................................................... 73

C.Distribusi Frekuensi Faktor Sosiodemografi dan Sosioekonomi

Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ................. 74

D.Distribusi Frekuensi Faktor Kognitif Akseptor KB di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014 .................................................................... 75

E.Distribusi Frekuensi Faktor Reproduksi Akseptor KB di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014 .................................................................... 76

F.Distribusi Frekuensi Faktor Pelayanan Akseptor KB di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014 .................................................................... 77

G.Determinan Penggunaan MKJP Akseptor KB di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014 .................................................................... 78

BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................................. 87

A.Keterbatasan dalam Penelitian ........................................................................... 87

B.Distribusi Frekuensi Jenis Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014 ....................................................................................... 87

C.Distribusi Frekuensi Faktor Sosiodemografi dan Sosioekonomi di

Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ............................................ 88

D.Distribusi Frekuensi Faktor Kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014 ....................................................................................... 91

E.Distribusi Frekuensi Faktor Reproduksi di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014 ....................................................................................... 91

Page 15: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

xv

F.Distribusi Frekuensi Faktor Pelayanan di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014 ....................................................................................... 93

G.Determinan Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014 ....................................................................................... 94

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 121

A. Simpulan ............................................................................................................ 121

B. Saran .................................................................................................................. 123

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 125

LAMPIRAN ................................................................................................................... xx

Page 16: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional` ...................................................................................... 57

Tabel 4.1 Besar Sampel Penelitian .................................................................................. 66

Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ............ 73

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Jenis Kontrasepsi

yang Digunakan di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 .......................... 73

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor

Sosiodemografi dan Sosioekonomi di Wilayah Kerja Puskesmas

PamulangTahun 2014 ...................................................................................................... 75

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Kognitif di

Wilayah Kerja Puskesmas PamulangTahun 2014 ........................................................... 76

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Reproduksi di

Wilayah Kerja Puskesmas PamulangTahun 2014 ........................................................... 77

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Pelayanan di

Wilayah Kerja Puskesmas PamulangTahun 2014 ........................................................... 77

Tabel 5.7 Analisis Hubungan Umur Akseptor KB dengan Penggunaan MKJP

di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ...................................................... 79

Tabel 5.8 Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ...................... 80

Tabel 5.9 Analisis Hubungan Status Pekerjaan Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ...................... 80

Tabel 5.10 Analisis Hubungan Tingkat Penghasilan Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ...................... 81

Tabel 5.11 Analisis Hubungan Akseptor KB yang Berdiskusi dengan Suami

dengan Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang .............................. 82

Tabel 5.12 Analisis Hubungan Umur Pertama Kali Melahirkan Akseptor KB

dengan Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun

2014 ................................................................................................................................. 83

Page 17: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

xvii

Tabel 5.13 Analisis Hubungan Jumlah Anak Hidup Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ...................... 84

Tabel 5.14 Analisis Hubungan Riwayat Aborsi Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 ...................... 85

Tabel 5.15 Analisis Hubungan Tempat Pelayanan KB dengan Penggunaan

MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 .......................................... 86

Page 18: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori .............................................................................................. 52

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................................... 56

Bagan 4.1 Desain Penelitian ........................................................................................... 62

Bagan 4.2 Sampel............................................................................................................ 66

Page 19: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

xix

DAFTAR ISTILAH

AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

ASEAN : Association of Southest Asian Nations

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

BPS : Bidan Praktik Swasta

IUD : Intrauterine Device

KB : Keluarga Berencana

MAL : Metode Amenore Laktasi

MKJP : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

MOP : Metode Operasi Pria

MOW : Metode Operasi Wanita

PLKB : Petugas Lapangan Keluarga Berencana

PUS : Pasangan Usia Subur

SDKI : Survei Demografi Kependudukan Indonesia

WUS : Wanita Usia Subur

Page 20: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kelahiran merupakan ukuran yang menunjukkan pertumbuhan

penduduk di suatu negara. Di tingkat ASEAN, pada tahun 2013 rata-rata angka

kelahiran sebesar 2,4 per 1.000 wanita usia subur. Laos merupakan negara dengan

angka kelahiran tertinggi sebesar 3,2 per 1000 wanita usia subur, sedangkan

Singapura mempunyai angka kelahiran terendah di tingkat ASEAN sebesar 1,3

per 1.000 wanita usia subur (Kemenkes, 2014). Indonesia memiliki angka

kelahiran diatas rata-rata negara ASEAN dan terus mengalami fase stagnan dalam

4 periode terakhir yaitu pada tahun 2002, 2007, 2012 dan 2013 sebesar 2,6 anak

per 1000 wanita usia subur. Melihat kondisi ini, target menurunkan angka

kelahiran menjadi 2,11 per 1000 wanita usia subur pada tahun 2015 memerlukan

usaha yang keras. Salah satu upaya konkrit dalam menurunkan angka kelahiran

adalah penerapan Keluarga Berencana (KB) dengan menggunakan kontrasepsi

(Kemenkes, 2013).

Penggunaan kontrasepsi berkaitan dengan kesehatan reproduksi dimana

komponen kesehatan reproduksi merupakan bagian dari kesehatan ibu. Program

KB berperan besar untuk mencapai pengurangan kematian ibu melalui

perencanaan keluarga dengan mengatur kehamilan yang aman, sehat dan

Page 21: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

2

diinginkan. Kehamilan yang tidak ideal (terlalu banyak, terlalu muda, terlalu tua,

dan terlalu dekat jarak kelahiran) akan sangat membahayakan bagi kesehatan ibu

(Kemenkes, 2013).

Dalam Islam, KB termasuk ke dalam aghayyuru al-ahkaami bitaghayyuri al-

azminati wa-al-amkinati wa al-ahwaali (hukum-hukum yang bisa berubah sesuai

dengan perubahan zaman, tempat dan keadaan) (Nurmila, 2011). Dilihat dari

keadaannya, Indonesia merupakan negara yang padat penduduk, namun terbatas

dalam ketersediaan lapangan kerja yang memadai serta lemah dalam penguasaan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Keadaan ini hanya akan meninggalkan generasi

yang banyak, tetapi lemah secara agama, ekonomi, serta lemah dalam penguasaan

ilmu pengetahuan dan teknologi (Sudaryanto dkk, 2014).

Firman Allah dalam surat An-Nisa’ (4): 9 menyebutkan bahwa: ”Dan

hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di

belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap

(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada

Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” Dalam ayat

tersebut, orang tua diperintahkan untuk melahirkan dan mendidik anak dengan

baik sehingga menciptakan generasi yang berkualitas dalam memimpin bangsa

(Nurmila, 2011). Melihat kemampuan Indonesia dalam mempersiapkan generasi

yang berkualitas sangat terbatas, maka Indonesia harus fokus dalam

mempersiapkan generasi yang kecil tetapi berkualitas. Langkah yang dapat

Page 22: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

3

dilakukan salah satunya dengan penerapan Keluarga Berencana (KB) (Sudaryanto

dkk, 2014).

Walaupun dalam Alqur’an tidak tertulis secara literal tentang KB, namun

secara substantif terdapat ayat-ayat Alqur’an dan hadist yang mendukung

pengaturan jarak kelahiran, misalnya Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2):

233 yang berisikan tentang anjuran menyusui anak hingga 2 tahun (Nurmila,

2011). Jika Alqur’an menyebutkan bahwa menyusui secara sempurna adalah 2

tahun, maka jarak kelahiran ideal antara anak yang satu dengan yang berikutnya

adalah minimal 2 hingga 3 tahun. Semakin jarang jarak kelahiran anak, semakin

menambah kekuatan fisik ibu untuk merawat dan membesarkan anak yang telah

dilahirkannya dan bertambah pula kesiapan mental untuk menyambut kelahiran

anak berikutnya (Nurmila, 2011).

Di negara-negara ASEAN, rata-rata penggunaan kontrasepsi dari 2005-

2012 tertinggi adalah Thailand yaitu 80%, kemudian kamboja 79%. Di Indonesia

penggunaan kontrasepsi masih di bawah Thailand dan Kamboja yaitu hanya 61%

(Kemenkes, 2013). Pada tahun 2013, cakupan KB aktif di Indonesia sebesar

75,88%. Berdasarkan provinsi, cakupan KB aktif tertinggi adalah Provinsi

Bengkulu sebesar 87,70% dan terendah yaitu Provinsi Papua sebesar 67,15%.

Provinsi Banten termasuk pada 3 provinsi terendah berdasarkan cakupan KB aktif

yaitu hanya sebesar 69,92% (Kemenkes, 2014).

Page 23: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

4

Di Indonesia, metode kontrasepsi yang digunakan akseptor KB

didominasi oleh metode kontrasepsi jangka pendek yaitu suntikan dan pil KB

dengan prevalensi berturut-turut 36% dan 15,1% (BKKBN, 2013). Padahal,

metode kontrasepsi suntikan dan pil selain merupakan metode kontrasepsi yang

paling banyak digunakan, juga penyumbang angka drop out paling banyak. Drop

out rate kontrasepsi suntik pada tahun 2003 sebesar 18,4% dan meningkat

menjadi 23 pada tahun 2007. Sedangkan drop out rate kontrasepsi pil pada tahun

2003 sebesar 31,9% dan meningkat menjadi 38,8% pada tahun 2007 (Kemenkes,

2013).

Mengingat tingginya angka drop out pada Metode Kontrasepsi Jangka

Pendek (non MKJP) maka pengguna KB aktif diarahkan untuk meningkatkan

cakupan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (selanjutnya akan disingkat MKJP).

Hal ini dikarenakan, MKJP lebih efektif dalam mencegah kehamilan tidak

diinginkan dari pada non MKJP (Winner dkk, 2012).

Penggunaan MKJP di Indonesia jauh dari target (26,7%) dan menurun tiap

tahunnya dari 13,7% pada tahun 1991 sampai 10,6% pada tahun 2012

(Kemenkes, 2013). Pada tahun 2013 berdasarkan survei mini Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), cakupan MKJP di Indonesia

hanya sebesar 12,4% dengan persentase berdasarkan jenis metode yaitu susuk

(implan) KB (5,2%), AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)/Intrauterine Device

(IUD) (4,7%), dan Metode Operasi Wanita (MOW) (2,2%), padahal target MKJP

yang diharapkan dapat dicapai adalah 26,7%.

Page 24: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

5

Dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, hanya 13 provinsi menunjukkan

prevalensi MKJP di atas angka nasional (Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatera

Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur,

Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan

Gorontalo). Prevalensi MKJP terendah ditemui di Provinsi Kalimantan Selatan

4,1%, sedangkan tertinggi di Provinsi Bali 29,7% (BKKBN, 2013).

Salah satu provinsi yang memiliki prevalensi MKJP di bawah nasional

adalah Provinsi Banten yang hanya sebesar 9,8% (BKKBN, 2013). Provinsi

Banten memiliki 8 kabupaten/kota. Tangerang Selatan merupakan kota yang pada

tahun 2013 memiliki prevalensi pemakaian MKJP paling tinggi yaitu 14,5%,

sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Pandeglang sebesar 5,4%. Walaupun

tertinggi diantara kota-kota di Provinsi Banten, persentase cakupan MKJP di

Tangerang Selatan masih jauh dibawah target nasional yaitu 26,7% (BKKBN,

2013).

Ketidakberhasilan kontrasepsi yang digunakan oleh pasangan usia subur

yang ingin menunda, menjarangkan, atau menghentikan kelahiran dapat

menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (Winner dkk, 2012).

Kontrasepsi yang sering menyebabkan kegagalan adalah kontrasepsi jangka

pendek. Risiko kegagalan kontrasepsi jangka pendek (pil atau kondom) sebesar

4,55 per 100 partisipan per tahun (Winner dkk, 2012). Dampak yang lebih serius

dapat terjadi jika kehamilan terjadi pada ibu dengan usia diatas 35 tahun atau

kurang dari 19 tahun, anak lebih dari 3, dan jarak kelahiran yang terlalu dekat

Page 25: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

6

dapat mengalami kehamilan risiko tinggi yang dapat meningkatkan risiko

kematian ibu (Kemenkes, 2013).

Kegagalan kontrasepsi juga dapat menyebabkan tingginya pertumbuhan

penduduk. Dampak negatif dari tingginya pertumbuhan penduduk dapat terjadi

akibat sarana dan prasarana tidak memadai dan mendukung keberlangsungan

hidup penduduk yang bersangkutan. Dari segi ekonomi, tingginya pertumbuhan

penduduk yang tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan yang cukup akan

menimbulkan tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. Kebutuhan

ekonomi yang tidak memadai juga dapat berpengaruh pada tingkat pendidikan

dan kesehatan seseorang. Kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan tidak akan

terpenuhi ketika ekonomi tidak memadai. Selain itu, masalah ekonomi juga dapat

menyebabkan angka kriminalitas yang meningkat akibat kebutuhan ekonomi yang

mendesak (BKKBN, 2012).

Banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan MKJP baik dari segi

program terkait ketersediaan layanan, dari segi lingkungan terkait peran orang-

orang terdekat dan media massa dalam pemberian informasi maupun dari segi

masing-masing individu sebagai pengguna layanan. Penggunaan MKJP sangat

dipengaruhi oleh faktor individu, karena keputusan akan menggunakan atau

tidaknya jenis kontrasepsi tetap berada pada level individu (BKKBN, 2009).

Faktor kognitif seperti pengetahuan (Dewi dan Notobroto, 2014; Getinet

dkk, 2014; Gebremichael dkk, 2013), sikap (Gebremichael dkk, 2013; Shegaw

Getinet dkk, 2014), diskusi dengan pasangan tentang penggunaan MKJP

Page 26: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

7

(Gudaynhe dkk, 2014; Yalew dkk, 2015) mempunyai hubungan dengan

penggunaan MKJP berdasarkan hasil yang diperoleh dari berbagai penelitian.

Penelitian Meskele dan Mekonnen (2014) memperoleh hasil wanita yang

memiliki sikap positif 2,5 kali lebih mungkin menggunakan MKJP dibandingkan

dengan wanita yang memiliki sikap negatif terhadap MKJP (Meskele dan

Mekonnen, 2014).

Faktor reproduksi yang merupakan bagian dari faktor individu juga dapat

mempengaruhi penggunaan MKJP seperti jumlah anak hidup (Nasution, 2011;

Kavanaugh dkk, 2011; Goldstone dkk, 2014), riwayat aborsi (Mestad dkk, 2011;

Connolly dkk, 2014; goldstone dkk, 2014; Kavanaugh dkk, 2011), umur pertama

melahirkan (Jingbo dkk, 2013; Teffera dan Wondifraw, 2015; Gudayne et al,

2014). Pada penelitian Teffera dan Wondifraw (2015), wanita yang memiliki

lebih dari 4 anak berpeluang 5,8 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan

wanita yang tidak memiliki anak. Pada penelitian Jingbo dkk (2013) diperoleh

adanya hubungan yang signifikan dan korelasi yang positif antara umur pertama

melahirkan dengan penggunaan MKJP.

Faktor sosiodemografi dan sosioekonomi seperti umur (Nasution, 2011;

Bernadus dkk, 2013; Getinet dkk, 2014; Goldstone dkk, 2014; Meskele dan

Mekonnen, 2014), tingkat pendidikan (Dewi dan Notobroto, 2014; Teffera dan

Wondifraw, 2015; Getinet dkk, 2014; Nasution, 2011), tingkat penghasilan

(Teffera dan Wondifraw, 2015; Kurniawati, 2002), status pekerjaan (Teffera dan

Wondifraw, 2015; Kurniawati, 2002) juga memiliki pengaruh terhadap

Page 27: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

8

penggunaan MKJP. Pada penelitian Shegaw Getinet et al (2014) wanita yang

memperoleh pendidikan formal mempunyai peluang 2 kali menggunakan MKJP

dibandingkan dengan wanita yang tidak memperoleh pendidikan formal. Pada

penelitian yang dilakukan di Etiopia, wanita yang memiliki pendidikan tinggi

memiliki peluang 2,8 kali memakai MKJP dibandingkan yang tidak

berpendidikan (Meskele dan Mekonnen, 2014). Selain pendidikan, pada

penelitian Teffera dan Wondifraw (2015) diperoleh hasil bahwa wanita yang

bekerja mempunyai peluang 1,7 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan

wanita yang tidak bekerja. Selain pendidikan dan pendapatan, pada penelitian

Teffera dan Wondifraw (2015) juga menemukan bahwa wanita dengan

pendapatan keluarga tinggi memiliki peluang 4,8 kali menggunakan MKJP

dibandingkan dengan wanita yang memiliki pendapatan keluarga rendah.

Faktor eksternal diluar inidividu juga dapat berpengaruh terhadap

penggunaan MKJP seperti tempat pelayanan KB (Greenberg dkk, 2013; Nasution,

2011). Pada penelitian Nasution (2011) di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara

diperoleh hasil akseptor KB yang mendapatkan pelayanan KB di fasilitas

pemerintah memiliki peluang 6,33 kali lebih besar menggunakan MKJP

dibandingkan dengan akseptor KB yang mendapatkan pelayanan KB di fasilitas

lainnya.

Kota Tangerang Selatan memiliki 25 Puskesmas di wilayah kerjanya.

Puskesmas Pamulang merupakan salah satu Puskesmas yang terdapat di

Tangerang Selatan. Cakupan MKJP di Puskesmas Pamulang masih jauh di bawah

Page 28: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

9

capaian Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. Cakupan MKJP di Puskesmas

Pamulang hanya 6,4% (Profil Dinkes Tangsel, 2013). Diantara 25 Puskesmas di

Kota Tangerang Selatan, Puskesmas Pamulang menempati urutan ke 20

berdasarkan persentase cakupan MKJP. Sebagai Puskesmas yang sudah lebih

dulu ada dibandingkan dengan Puskesmas lain di Tangerang Selatan, seharusnya

Puskesmas Pamulang dapat meningkatkan kualitas pelayanan dibandingkan

dengan Puskesmas lainnya, salah satunya dengan meningkatkan cakupan MKJP.

Puskesmas Pamulang, selain memiliki cakupan MKJP yang rendah, juga

memiliki persentase kehamilan risiko tinggi yang meningkat tiap tahun. Pada

tahun 2012 persentase kehamilan risiko tinggi di Puskesmas Pamulang mencapai

19%, pada tahun 2013 meningkat menjadi 20%. Dilihat dari situasi tersebut, perlu

adanya peningkatan cakupan MKJP.

Berdasarkan studi pendahuluan, pada tahun 2014 diantara akseptor KB di

wilayah Puskesmas Pamulang hanya 4,9% yang memakai MKJP, sedangkan

Januari 2015 sebesar 7,5%. Melihat rendahnya pemakaian MKJP di Wilayah

Kerja Puskesmas Pamulang, peneliti ingin mengetahui determinan penggunaan

metode kontrasepsi jangka panjang pada akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas

Pamulang tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

Angka kelahiran di Indonesia mengalami stagnansi dari 2002 sampai

2013. Target untuk menurunkan angka kelahiran belum tercapai. Salah satu

Page 29: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

10

langkah konkrit dalam penurunan angka kelahiran adalah dengan penggunaan

kontrasepsi. Penggunaan kontrasepsi selama ini didominasi oleh kontrasepsi

jangka pendek yaitu pil dan suntik yang memiliki angka drop out tinggi. Keadaan

ini mendorong adanya peningkatan penggunaan MKJP. Kontrasepsi yang tidak

efektif menyebabkan kehamilan tidak diinginkan. Banyak faktor yang

mendorong penggunaan MKJP diantaranya umur menggunakan KB, tingkat

pendidikan, status pekerjaan, tingkat penghasilan, jumlah anak hidup, riwayat

aborsi, umur melahirkan pertama kali, serta diskusi dengan pasangan tentang

penggunaan kontrasepsi dan tempat pelayanan KB. Puskesmas Pamulang

berdasarkan studi pendahuluan memiliki prevalensi MKJP rendah (<26,7%).

Oleh karena itu, peneliti tertarik mengetahui determinan penggunaan MKJP pada

Akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan jenis kontrasepsi

yang digunakan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014?

2. Bagaimana distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor

sosiodemografi dan sosioekonomi (umur menggunakan KB, tingkat

pendidikan, status pekerjaan dan tingkat penghasilan) di wilayah kerja

Puskesmas Pamulang tahun 2014?

Page 30: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

11

3. Bagaimana distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor kognitif

(status diskusi dengan suami tentang MKJP) di wilayah kerja Puskemas

Pamulang tahun 2014?

4. Bagaimana distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor reproduksi

(umur melahirkan, jumlah anak hidup, dan riwayat aborsi) di wilayah kerja

Puskesmas Pamulang tahun 2014?

5. Bagaimana distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor pelayanan

(tempat pelayanan KB) di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014?

6. Apakah umur menggunakan KB akseptor KB berpeluang terhadap

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

7. Apakah tingkat pendidikan akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

8. Apakah status pekerjaan akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan MKJP

di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

9. Apakah tingkat penghasilan akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

10. Apakah status diskusi dengan pasangan tentang MKJP berpeluang terhadap

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

11. Apakah umur pertama melahirkan akseptor KB berpeluang terhadap

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

12. Apakah jumlah anak hidup akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

Page 31: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

12

13. Apakah riwayat aborsi akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan MKJP

di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

14. Apakah tempat pelayanan KB berpeluang terhadap penggunaan MKJP di

wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya determinan penggunaan MKJP pada Akseptor KB di

Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan jenis

kontrasepsi yang digunakan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang

tahun 2014

b. Diketahuinya distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor

sosiodemografi dan sosioekonomi (umur menggunakan KB, tingkat

pendidikan, status pekerjaan dan tingkat penghasilan) di wilayah kerja

Puskesmas Pamulang tahun 2014

c. Diketahuinya distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor

kognitif (status diskusi dengan suami tentang MKJP) di wilayah kerja

Puskemas Pamulang tahun 2014

Page 32: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

13

d. Diketahuinya distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor

reproduksi (umur melahirkan, jumlah anak hidup, dan riwayat aborsi) di

wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014

e. Diketahuinya distribusi frekuensi akseptor KB berdasarkan faktor

pelayanan (tempat pelayanan KB) di wilayah kerja Puskesmas

Pamulang tahun 2014

f. Diketahuinya umur menggunakan KB akseptor KB yang berpeluang

terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014

g. Diketahuinya tingkat pendidikan akseptor KB yang berpeluang

terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014

h. Diketahuinya status pekerjaan akseptor KB yang berpeluang terhadap

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

i. Diketahuinya tingkat penghasilan akseptor KB yang berpeluang

terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014

j. Diketahuinya status berdiskusi dengan pasangan tentang MKJP

berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

Page 33: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

14

k. Diketahuinya umur pertama melahirkan akseptor KB berpeluang

terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014

l. Diketahuinya jumlah anak hidup akseptor KB berpeluang terhadap

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

m. Diketahuinya riwayat aborsi akseptor KB berpeluang terhadap

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

n. Diketahuinya tempat pelayanan KB berpeluang terhadap penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan diharapkan penelitian

ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pembuatan program untuk

meningkatkan cakupan penggunaan MKJP

2. Bagi Puskesmas Pamulang dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana

(PLKB)

Bagi Puskesmas Pamulang khususnya pemegang program KB dan

PLKB di masing-masing kelurahan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan masukan dalam strategi peningkatan cakupan penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang.

Page 34: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

15

3. Bagi masyarakat

Bagi masyarakat khususnya Wanita Usia Subur (WUS), penelitian ini

diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai MKJP sehingga dapat

termotivasi untuk menggunakan metode tersebut dalam mengontrol angka

kelahiran.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi terkait penggunaan

MKJP sebagai dasar pengembangan penelitian lebih lanjut.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan epidemiologi analitik dengan desain studi case

control unmatched. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui determinan

penggunaan MKJP pada akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Pamulang

tahun 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah akseptor KB yang tercatat di

register kohort KB di Puskesmas Pamulang. Kelompok kasus (MKJP) dan

kontrol (non MKJP) diambil secara purposive sampling berdasarkan status

penggunaan MKJP yang tercatat di kohort KB Puskesmas Pamulang tahun 2014.

Data di kumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Penelitian ini dilakukan

oleh mahasiswa peminatan Epidemiologi program studi Kesehatan Masyarakat

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Analisis data dilakukan dengan

perangkat lunak pengolah data untuk menggambarkan analisis univariat dan

bivariat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-September 2015.

Page 35: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keluarga Berencana

Berdasarkan Undang-Undang No.52/2009, keluarga berencana adalah

upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan umur ideal melahirkan, mengatur

kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak

reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (Bakar, 2014).

Keluarga berencana juga merupakan suatu proses yang disadari oleh pasangan

untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran serta waktu kelahiran anak

(Stright, 2004).

B. Epidemiologi Keluarga Berencana

Di dunia, Pada dari tahun 2005 sampai 2012 diantara Wanita Usia Subur

(WUS), CPR (Contraception Prevalens Rate) sebesar 63%. Negara dengan CPR

tertinggi adalah Norway dengan 87% dan negara terendah adalah Sudan Selatan

dengan 4%. Dari data tersebut, Indonesia memiliki CFR yang lebih rendah dari

capaian dunia yaitu 61% (WHO, 2013).

Di Indonesia, pada periode 2009-2011 prevalensi KB cenderung tetap

pada kisaran angka 67,5 persen. Pada tahun 2013, berdasarkan hasil survei 2013

prevalensi KB cara modern sebesar 64,6%. Secara keseluruhan terdapat 17

provinsi yang mencapai prevalensi KB modern di atas nasional (>64,6 persen). 16

Page 36: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

17

provinsi lainnya masih mencapai posisi prevalensi KB modern lebih rendah dari

angka nasional (<64,6 persen). 16 provinsi tersebut mencakup DI Yogyakarta,

Kalimantan Barat, Sumatra Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara,

Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Aceh,

Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan

Papua (BKKBN, 2013).

Metode kontrasepsi yang digunakan peserta KB didominasi oleh suntikan,

selanjutnya pil KB, berturut-turut 36,0 persen dan 15,1 persen. Metode

kontrasepsi yang dipakai berikutnya adalah susuk KB (5,2 persen), IUD (4,7

persen), dan MOW (2,2 persen). Sedangkan pemakaian metode kontrasepsi

modern untuk pria masih rendah yaitu 1,2 persen, terdiri dari sterilisasi pria 0,2

persen dan kondom 1,0 persen (BKKBN, 2013).

MKJP, termasuk IUD dan implan didalamnya, mempunyai efektifitas

tinggi dalam mencegah kehamilan tidak diinginkan. Di Amerika Serikat, sejak

digunakan tahun 2002, IUD menyumbang proporsi MKJP terbanyak.

Perbandingan 2006-2010 dengan 2011-2013, penggunaan IUD meningkat 83%

(dari 3,5% menjadi 6,4%), dibandingkan dengan penggunaan implan (dari 0,3

menjadi 0,8) (Branum and Jones, 2015).

Penggunaan MKJP lebih tinggi pada wanita umur 25-34 tahun

dibandingkan dengan umur 15-24 dan usia 35-44 tahun sejak tahun 2002 sampai

tahun 2013 di Amerika Serikat. Selain memiliki prevalensi yang lebih tinggi dari

pada kelompok umur lain, penggunaan MKJP umur 25-34 tahun juga meningkat

Page 37: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

18

tiap tahunnya, dari 2,9% pada tahun 2002 menjadi 5,3% pada tahun 2006-2010,

kemudian naik kembali menjadi 11,1% pada tahun 2011-2013. Peningkatan tiap

tahunnya juga terjadi pada penggunaan MKJP umur 15-24 tahun dan 35-44 tahun,

dari 0,6% dan 1,1% pada tahun 2002 menjadi 2,3% dan 3,8% pada tahun 2006-

2010. Prevalensi MKJP umur 15-24 tahun dan 35-44 tahun naik kembali pada

tahun 2011-2013 menjadi 5,0% dan 5,3% (BKKBN, 2013).

Di Indonesia, Dalam target RPJMN periode tahun 2010-2014, telah

ditetapkan bahwa target MKJP peserta KB aktif pada akhir 2014 adalah 27,5

persen (BKKBN, 2011, BKKBN, 2013). Selanjutnya pada target tahunan,

ditetapkan bahwa pada tahun 2013 target MKJP yang diharapkan dapat dicapai

adalah 26,7 persen. Namun demikian beberapa hasil penelitian kesertaan KB di

Indonesia belum mencapai angka tersebut.

Prevalensi MKJP (MOW, MOP, Susuk KB dan IUD) selama periode

survei 2003-2013 juga berfluktuasi. Pada awal tahun 2003 – 2004 prevalensi

MKJP mengalami kenaikan, yaitu dari 14,9% menjadi 16,2%. Hasil survei pada

tahun 2005-2010 mengalami penurunan, yaitu dari 13,7 p ke 11,6 persen;

kemudian meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 12,7% dan sedikit

menurun pada tahun 2013 menjadi 12,4% (BKKBN, 2013).

Bila diamati perkembangan mix MKJP yaitu peserta KB MKJP di antara

semua peserta KB modern juga menunjukkan pola serupa dengan perkembangan

prevalensi MKJP. Mix MKJP cenderung menurun pada 2003 s/d 2007, yaitu dari

22-24 persen menjadi 17,2%, selanjutnya secara perlahan meningkat sehingga

Page 38: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

19

menjadi 19,1% pada 2013. Sementara itu SDKI 2012 mencatat hasil mix MKJP

17,6%. Pencapaian MKJP bersumber utama dari pemakaian IUD dan Implan.

Penggunaan IUD sebelumnya terus menurun, namun tiga tahun terakhir tampak

bertahan atau tidak berubah. Perkembangan pemakaian implant relatif stabil.

Sementara pencapaian MOP, MOW sampai dengan sekarang relatif rendah dan

tidak terjadi peningkatan (BKKBN, 2013).

C. Kontrasepsi

Kontrasepsi merupakan suatu langkah pencegahan kehamilan yang masuk

kedalam program Keluarga Berencana pemerintah. Berikut penjelasannya:

1. Definisi Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan “konsepsi”. Kontra berarti

mencegah atau melawan; konsepsi berarti pertemuan antara sel telur (sel

wanita) yang matang dengan sel sperma yang mengakibatkan terjadinya

kehamilan. Kontrasepsi berarti menghindari/mencegah terjadinya pertemuan

antara sel telur yang matang dengan sel sperma, sehingga tidak terjadinya

kehamilan (BKKBN, 2015). Kontrasepsi adalah pencegahan kehamilan yang

disadari pemakainya. Keputusan dalam penggunaan kontrasepsi dapat

berimplikasi pada individu maupun sosial.

Dalam memilih kontrasepsi yang sesuai, seorang wanita harus

mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain orientasi agama, nilai-nilai

sosial dan budaya, kontraindikasi medis, kontraindikasi psikologis, ekspresi

Page 39: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

20

seksual individu, biaya, ketersediaan fasilitas kamar mandi dan kerahasiaan,

dukungan padangan dan kerelaan untuk bekerja sama, gaya hidup personal

(Stright, 2004).

Metode kontrasepsi yang paling baik adalah metode yang paling

nyaman dan alamiah bagi pasangan tersebut dan harus digunakan dengan

benar dan konsisten.

Efektivitas kontrasepsi (Stright, 2004):

a. Efektivitas maksimal adalah efektivitas metode dalam kondisi-kondisi

yang ideal (misalnya, bila metode secara lengkap dipahami dan

digunakan sesuai prosedur dan rekomendasi yang ada)

b. Efektivitas tipikal adalah efektivitas metode pada penggunaan aktual,

hal ini dapat terjadi saat sebagian orang menggunakan metode tersebut

dengan benar dan sesuai prosedur, namun sebagian lain menggunakan

metode tersebut secara sembarangan dan tidak tepat sehingga

menghasilkan efek yang berbeda tergantung dengan tipe pemakainya.

Contohnya, pada kontrasepsi pil, terdapat akseptor yang meminum pil

sesuai jadwal dan rekomendasi yang diberikan. Disisi lain terdapat

akseptor yang meminum pil tidak tepat waktu dan tidak sesuai dengan

rekomendasi yang diberikan. Hal ini menyebabkan risiko kehamilan

tidak diinginkan besar terjadi pada akseptor KB pil yang meminum

dengan jadwal yang tidak teratur dan tidak sesuai dengan rekomendasi.

Page 40: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

21

2. Macam-Macam Metode Kontrasepsi

Pilihan metode kontrasepsi yang ada sangat beragam. Selain beragam,

banyak pula kelompok pembagian metode kontrasepsi. Berdasarkan

kandungannya, kontrasepsi dapat dibagi menjadi kontrasepsi hormonal dan

kontrasepsi non hormonal. Kontrasepsi hormonal terdiri dari pil, injeksi

(suntik) dan implan sedangkan kontrasepsi non hormonal terdiri dari MAL

(Metode Amenore Laktasi), kondom, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

(AKDR) dan Kontrasepsi Mantap (Tubektomi dan Vasektomi) (BKKBN,

2012).

Kontrasepsi merupakan salah satu strategi pemerintah dalam upaya

menurunkan angka fertilitas. Dewasa ini, efektifitas metode kontrasepsi

menurun dikarenakan faktor pemakainya yang terkadang tidak patuh

prosedur. Terdapat pula pembagian metode kontrasepsi berdasarkan lama

efektivitasnya, kontrasepsi dibagi menjadi:

a. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang terdiri dari IUD,

implan, MOP, dan MOW (BKKBN, 2011).

b. Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non MKJP) yang terdiri dari

kondom, pil, suntik, dan metode-metode lain yang tidak termasuk dalam

MKJP.

3. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang atau disingkat dengan MKJP

merupakan kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama lebih

Page 41: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

22

dari 2 tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan

kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan atau sudah tidak

ingin tambah anak lagi (BKKBN, 2009). Kontrasepsi yang tergolong dalam

MKJP terdapat beberapa jenis. Implan, IUD, MOW dan MOP merupakan

jenis MKJP. Penjelasan lebih lanjut mengenai MKJP adalah sebagai berikut

(Glasier, 2005):

a. Kontrasepsi Implan

Metode kontrasepsi hormonal ini paling efektif, tidak permanen

dan dapat mencegah kehamilan antara 3 hingga 5 tahun. Terdapat

beberapa jenis kontrasepsi implan yaitu (Glasier, 2005):

1) Norplant

6 kapsul yang bermuatan 216 mg levonorgestrel, panjang kapsul 34

mm dengan diameter 2,4 mm, dipasang menurut konfigurasi kipas

di lapisan subdermal lengan atas

2) Jadell (Norplant)

2 kapsul, memakai levonorgestrel 150 mg dalam kapsul 43 mm dan

diameter 2,5 mm

3) Implanon (Organon, Oss, Netherlands)

Kapsul tunggal yang mengandung etonogestrel (3-ketodesogestrel),

dikemas dalam trokar steril yang sekaligus disertai dengan

pendorong (inserter) kapsul sehingga pemasangan hanya butuh

waktu 1-2, 5 menit, pemakaian hanya untuk 3 tahun. Keefektifan

Page 42: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

23

implanon mendekati 100% dalam mencegah kehamilan, pertama

dengan menghambat ovulasi dan kedua dengan mempertebal mukus

serviks (Andrews, 2009).

4) Implan lainnya

Implan-1 menggunakan Nestorone atau ST-1435, menghambat

ovulasi dan tidak terikat dengan sex hormone-binding globulin

(SHBG) serta tanpa efek estrogenik atau androgenik, satu kapsul.

Implan-2 setara dengan 1095-1460 pil progestin yang harus

diminum tiap hari, kemasan 2 kapsul yang masing-masing berisi 75

mg levonorgestrel dalam kantong plastik steril, diinsersikan

subdermal pakai trokar, hanya diperlukan pendorong untuk

menempatkan kedua kapsul pada lapisan subdermal pakai trokar,

hanya diperlukan pendorong untuk menempatkan kedua kapsul

pada lapisan subdermal lengan atas klien, masa pakai 3-4 tahun,

efektivitas tinggi.

Cara kerja kontrasepsi implan ini adalah dengan menghambat

ovulasi, menyebabkan endometrium tidak siap untuk nidasi dan

mempertebal lendir serviks serta menipiskan lapisan endometrium.

Efektivitas metode ini sangat tinggi, dengan tingkat kegagalan hanya 1-

3%. Metode ini tidak boleh dipakai oleh wanita dengan indikasi

hamil/diduga hamil, perdarahan pervaginam, tumor/keganasan, penyakit

jantung, kelainan haid, darah tinggi, kencing manis.

Page 43: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

24

b. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intrauterine Device (IUD)

Metode kontrasepsi IUD sangat efektif, reversibel dan berjangka

panjang (sampai 10 tahun: CuT-380°). Ketika memakai metode ini, haid

akan menjadi lebih lama dan lebih banyak. Metode ini juga dapat

dipakai oleh semua perempuan usia produktif. Namun, metode ini tidak

boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar Infeksi Menular Seksual

(IMS). Terdapat 2 jenis IUD yaitu IUD CuT-380° dan NOVA T

(Glasier, 2005).

Cara kerja metode kontrasepsi model ini adalah dengan

menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii, IUD juga

mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavunm uteri,

mencegah sperma dan ovum bertemu serta memungkinkan untuk

mencegah implantasi telur dalam uterus.

Sebagai salah satu metode kontrasepsi jangka panjang, pemakai

metode kontrasepsi jenis ini harus memenuhi syarat sebagai berikut:

usia produktif, keadaan nulipara (tidak hamil), menginginkan

kontrasepsi jangka panjang, status menyusui tidak dipermasalahkan

(AKDR tidak mempengaruhi produksi ASI), dapat dipasang pada wanita

setelah abortus atau setelah melahirkan, tidak menghendaki metode

hormonal, tidak menghendaki kehamilan dalam waktu dekat, dan tidak

mengidap penyakit menular seksual atau infeksi menular seksual

(BKKBN, 2011).

Page 44: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

25

IUD dapat dipasang setiap waktu dalam siklus haid (wanita

dipastikan tidak hamil), hari 1 sampai hari ke 7 siklus haid, segera

setelah persalinan (48 jam pertama atau 4 minggu pasca persalinan),

setelah 6 bulan bila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL),

setelah abortus (segera atau dalam kurun waktu 7 hari) apabila tidak ada

gejala infeksi, dan selama 1 sampai 5 hari setelah sanggama yang tidak

dilindungi (Glasier, 2005).

Pengguna metode IUD harus kembali memeriksakan diri ke

pelayanan kesehatan setelah 4 sampai 6 minggu pemasangan IUD.

Selama bulan pertama pemasangan IUD, benang IUD harus diperiksa

secara rutin terutama setelah haid, setelah melewati bulan pertama

pemasangan, pemeriksaan keberadaan benang hanya perlu dilakukan

setelah haid. Akseptor perlu kembali ke pelayanan kesehatan apabila

benang IUD tidak teraba, merasakan bagian yang keras dari IUD, IUD

terlepas, siklus terganggu atau meleset, keluar cairan dari vagina yang

mencurigakan dan adanya infeksi. Jenis IUD Copper T-380A perlu

dilepas setelah 10 tahun pemasangan, tetapi dapat dilakukan lebih awal

apabila diinginkan.

Efektivitas IUD sangat tinggi dapat mencapai 10 tahun. Namun,

IUD tidak dapat digunakan pada wanita yang memiliki indikasi

diantaranya, sedang hamil, perdarahan vagina, sedang mengalami

infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), sering menderita abortus septik,

Page 45: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

26

kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim, penyakit

tropoblas yang ganas, menderita TBC pelvik, kanker alat genital dan

ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Glasier, 2005).

c. Kontrasepsi Mantap

Kontrasepsi Mantap atau yang biasa disebut “Kontap” adalah

metode kontrasepsi dengan tindakan pembedahan pada saluran telur

wanita atau saluran mani pria yang mengakibatkan akseptor KB ini

tidak akan memperoleh keturunan. Karena kontrasepsi ini menyebabkan

akseptor tidak akan memperoleh keturunan selamanya (steril) maka

penggunaan kontrasepsi ini harus dilakukan atas dasar sukarela.

Terdapat beberapa metode kontrasepsi mantap yaitu (Glasier, 2005):

1) Tubektomi

Tubektomi atau Metode Operasi Wanita (MOW) adalah

salah satu metode Kontap dengan cara operasi pada wanita dengan

cara dilakukannya tindakan penutupan (pemotongan, pengikatan,

pemasangan cincin) pada kedua saluran telur kanan dan kiri

sehingga sel telur tidak dapat melewati saluran telur. Walaupun

masuk kedalam metode sterilisasi, tubektomi bukan merupakan

tindakan pengebirian atau pembuangan kedua indung telur.

Page 46: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

27

2) Vasektomi

Vasektomi atau Metode Operasi Pria (MOP) adalah salah

satu metode kontrasepsi mantap dengan cara operasi pada pria yang

dilakukan dengan menutup (pemotongan, pengikatan, atau

pemasangan cincin) terhadap kedua saluran mani kanan dan kiri

sehingga sel mani tidak bisa keluar pada waktu sanggama.

Walaupun masuk kedalam metode sterilisasi, tubektomi bukan

merupakan tindakan pengebirian atau pembuangan buah zakar.

Metode kontrasepsi mantap ini tidak dapat digunakan pada

Akseptor yang memiliki indikasi keadaan kesehatan kurang baik,

mengalami gangguan pembekuan darah, alergi terhadap obat-obat

anastesi, infeksi waktu melahirkan (intrapartum) dan nipas,

peradangan panggul dan atau organ reproduksi, obesitas, kelainan

patologik organ reproduksi.

Akseptor yang telah melakukan kontap seperti tubektomi dapat

melakukan rekanalisasi Tuba Falopii. Rekanalisasi tuba falopii adalah

operasi rekanalisasi dengan teknik bedah micro. Teknik ini selain

menyambung kembali tuba falopii juga menjamin kembalinya fungsi

tuba falopii. Namun, tidak semua pasien pasca tubektomi dapat mudah

menjalankan rekanalisasi.

Rekanalisasi tidak dapat dilakukan pada wanita yang usianya >

37 tahun, mempunyai masalah pada ovarium, memiliki suami

Page 47: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

28

oligospermi atau azoospermi, kesehatan tidak baik dimana kehamilan

dapat memperburuk kesehatannya, mengidap tuberkulosis genital

interna, perlekatan organ-organ pelvik yang luas dan berat, memiliki

tuba yang sehat terlalu pendek (kurang dari 4 cm) dan memiliki infeksi

pelvis yang masih aktif.

D. Kontrasepsi dalam Perspektif Islam

Kontrasepsi adalah alat atau obat yang bertujuan untuk menjarangkan

kehamilan atau membatasi jumlah anak (Sinsin, 2008). Pada orang yang telah

menikah keputusan untuk menunda kehamilan dan mencegah kehamilan

tergantung pada masing-masing pasangan. Dalam hal ini terdapat perbedaan

antara menunda kehamilan dan membatasi kehamilan (Sudaryanto, 2014).

Menunda kehamilan adalah ditundanya masa kehamilan pada waktu

tertentu. Sedangkan, membatasi kehamilan adalah masa kehamilan ditunda untuk

selama-lamanya. Dalam islam membatasi kehamilan dengan alasan yang tidak

jelas hukumnya haram. Sedangkan, untuk menunda kehamilan diperbolehkan

(Sudaryanto, 2014).

Islam memperbolehkan umatnya menggunakan KB jika jarak kehamilan

membuat ibu lebih sehat secara fisik dan ayah secara keuangan lebih nyaman dan

terlebih lagi karena tindakan ini tidak melanggar larangan dalam Al-Quran atau

tradisi Nabi (Sunnah). Jika kesuburan yang berlebihan menyebabkan risiko

kesehatan yang telah terbukti untuk ibu dan anak-anak, atau kesulitan ekonomi

Page 48: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

29

serta ketidakmampuan orang tua untuk membesarkan anak-anak mereka dengan

baik, umat Islam diizinkan untuk mengatur jumlah kehamilan (Azzam, 2012).

Ada beberapa alasan dalam islam untuk memperbolehkan penggunaan

kontrasepsi diantaranya adalah (Azzam, 2012):

1. Menghindari risiko kesehatan untuk anak yang menyusui.

2. Menghindari risiko bagi ibu yang memiliki interval kelahiran yang

pendek.

3. Menghindari kehamilan istri yang sudah sakit.

4. Menghindari penularan penyakit dari orang tua kepada keturunannya.

Jika penggunaan kontrasepsi ini dengan alasan karena takut miskin, takut

tidak bisa membiayai kehidupan anak-anak, dsb, maka ini hukumnya haram

secara mutlak karena telah berprasangka buruk kepada Allah (Gray, 2010).

Terkait dengan kebijakan pemerintah dalam penggunaan kontrasepsi,

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai salah satu forum islam di Indonesia

mengeluarkan fatwa terkait dengan keluarga berencana dan kontrasepi. Isi dari

fatwa MUI tersebut adalah sebagai berikut:

1. Islam membenarkan isi pelaksanaan Keluarga Berencana yang ditujukan

demi kesehatan ibu dan anak, dan demi kepentingan pendidikan anak.

Pelaksanaannya harus dilakukan atas dasar sukarela, dan menggunakan

alat kontrasepsi yang tidak dilarang oleh Islam

2. Pengguguran kandungan dalam bentuk apa pun dan pada tingkat

kehamilan kapanpun diharamkan oleh islam, karena perbuatan itu

Page 49: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

30

tergolong pembunuhan. Ini termasuk pengaturan waktu haid dengan

menggunakan pil. Pengecualian diberikan hanya jika pengguguran

dilakukan demi menolong jiwa si ibu.

3. Vasektomi dan tubektomi dilarang dalam islam, kecuali dalam keadaan

darurat, seperti untuk menolong jiwa orang yang hendak menjalani

vasektomi atau tubektomi.

4. Penggunaan IUD (Intra Uterine Devices) dalam Keluarga Berencana

(KB) dibenarkan, asalkan pemasangannya dilakukan oleh dokter wanita

atau, dalam keadaan tertentu, oleh dokter lelaki dengan dihadiri oleh

kaum wanita lain atau suami pasien.

E. Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)

Banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan MKJP. Faktor eksternal

maupun faktor internal dapat mempengaruhi penggunaan MKJP. Berikut faktor-

faktor yang mempengaruhi status penggunaan MKJP berdasarkan hasil-hasil

penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:

1. Umur

Umur wanita usia subur berhubungan erat dengan penggunaan MKJP.

Umur dalam pengaruhnya dengan pemakaian KB berperan sebagai faktor

intrinsik. Umur berpengaruh dengan struktur organ, fungsi organ, komposisi

biokimiawi dan sistem hormonal. Pada suatu periode umur tertentu, dapat

menyebabkan perbedaan pada kontrasepsi yang dibutuhkan. Periode umur

Page 50: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

31

wanita di atas 30 tahun sebaiknya mengakhiri kehamilan setelah mempunyai 2

orang anak, sehingga pilihan utama alat kontrasepsinya adalah kontrasepsi

mantap misalnya vasektomi atau tubektomi, karena kontrasepsi ini dapat

dipakai untuk jangka panjang dan tidak menambah kelainan yang sudah ada.

Pada masa usia tua kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi, keganasan

dan metabolik biasanya meningkat, oleh karena itu sebaiknya tidak diberikan

cara kontrasepsi yang menambah kelainan tersebut (Dewi dan Notobroto,

2014).

Pada penelitian Mengistu Meskele dan Wubegzier Mekonnen (2014),

yang meneliti mengenai faktor yang berhubungan dengan minat wanita dalam

menggunakan MKJP, memperoleh hasil bahwa wanita dengan umur 25-34

tahun berpeluang 0,59 tidak berminat menggunakan MKJP dibandingkan

dengan wanita dengan umur 15-24 tahun, namun hasil yang tidak

berhubungan antara umur dengan penggunaan MKJP diperoleh saat analisis

dikontrol dengan variabel pengganggu (confounding).

Pada penelitian Dewi dan Notobroto (2014) diperoleh hasil bahwa

jumlah yang paling besar adalah akseptor KB pengguna non MKJP berumur

20-30 tahun sebesar 33,3%, sedangkan akseptor KB pengguna MKJP

persentase lebih besar berumur >30 tahun sebesar 29,8%. Uji logistik

pengaruh umur akseptor KB dengan rendahnya keikutsertaan PUS

menggunakan MKJP menunjukkan nilai p= 0,005 < α= 0,05 sehingga dapat

Page 51: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

32

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh umur responden dengan rendahnya

keikutsertaan PUS menggunakan MKJP.

Pada penelitian Nasution (2011) yang meneliti faktor-faktor

penggunaan MKJP di 6 Provinsi di Indonesia, diperoleh hasil umur juga

memiliki hubungan dengan penggunaan MKJP di Provinsi Jawa, Kalimantan,

Sulawesi, Maluku, Papua, serta Bali dan Nusa Tenggara. Umur Pasangan Usia

Subur (PUS) < 30 tahun memiliki risiko untuk tidak menggunakan MKJP

lebih tinggi dibandingkan dengan PUS umur > 30 tahun. Namun, Hasil yang

tidak berhubungan antara umur dengan penggunaan MKJP diperoleh pada

Provinsi Sumatera.

Pada penelitian Asih dan Oesman (2009) juga diperoleh hasil sejalan

dimana akseptor KB yang berumur 30 tahun atau lebih berpeluang 4,2 kali

menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang berumur kurang

dari 30 tahun. Pada penelitian Mestad dkk (2012) juga menunjukkan hasil

adanya hubungan antara umur dengan jenis kontrasepsi yang digunakan.

Pada penelitian Teferra dan Wondifraw (2015) pun demikian, didapatkan

hasil akseptor KB yang berumur 25-34 tahun berpeluang 1,99 kali

menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang berumur 15-24

tahun, sedangkan akseptor KB yang berumur ≥ 35 tahun berpeluang 2,12 kali

menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang berumur 15-24

tahun.

Page 52: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

33

Pada penelitian Shegaw Getinet dkk (2014) juga diperoleh hubungan

antara umur dengan pemakaian MKJP, umur 30-34 berpeluang 2 kali

menggunakan MKJP daripada umur 15-24 tahun. Namun hasil yang tidak

berhubungan juga diperoleh pada hubungan yang telah dikontrol dengan

variabel pengganggu.

Hasil yang berbeda didapat pada penelitian Gudaynhe dkk (2013).

Pada penelitian tersebut didapatkan hasil hubungan yang negatif antara wanita

dengan umur 30-34 terhadap penggunaan MKJP (AOR: 0,345). Hal ini berarti

wanita yang memiliki umur 20-24 tahun 3,69 kali mempunyai peluang untuk

menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang memiliki umur 30-34

tahun.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan menjadi salah satu faktor yang mencegah atau mendorong

seseorang dalam bertindak, misalnya dalam memilih metode kontrasepsi yang

akan digunakan. Pendidikan pada hakikatnya merupakan sesuatu yang

diberikan seseorang kepada orang lain yang sedang berusaha mencapai

kedewasaan dalam arti normatif dengan menggunakan cara berupa alat,

bahasa atau media guna mencapai perubahan tingkah laku dan tujuan

(Herijulianti, 2001). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi mampu menyerap

informasi dan lebih mampu mempertimbangkan hal-hal yang menguntungkan

atau efek samping bagi kesehatan. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi

seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya.

Page 53: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

34

Orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. (Dewi

dan Notobroto, 2014).

Menurut Teffera dan Wondifraw (2015) wanita yang berpendidikan

mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya keluarga

berencana untuk dirinya dan untuk keluarganya. Wanita yang berpendidikan

mempunyai pengetahuan yang lebih tentang ketersediaan metode kontrasepsi

dan mempunyai kesempatan untuk memutuskan tempat pelayanan yang

diinginkan.

Pada penelitian Shegaw Getinet dkk (2014), wanita yang memperoleh

pendidikan formal mempunyai peluang 2 kali menggunakan MKJP

dibandingkan dengan wanita yang tidak memperoleh pendidikan formal. Pada

penelitian Nasution (2011) juga diperoleh hasil tingkat pendidikan memiliki

hubungan dengan penggunaan MKJP di Provinsi Jawa, Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, serta Bali dan Nusa Tenggara. Hasil

penelitian menyatakan bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) dengan tingkat

pendidikan tidak sekolah/tidak tamat SLTP dan tamat SD/ tamat SLTP saja

memiliki peluang yang lebih tinggi untuk tidak menggunakan MKJP

dibandingkan dengan Pasangan Usia Subur (PUS) dengan tingkat pendidikan

tamatan SMA ke atas di 6 Provinsi yang menjadi wilayah penelitian. Pada

penelitian Dewi dan Notobroto, 2014 diperoleh hasil terdapat pengaruh

tingkat pendidikan responden dengan rendahnya keikutsertaan PUS

Page 54: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

35

menggunakan MKJP yang dapat dilihat dari hasil uji logistik menunjukkan

nilai p= 0,015 < α= 0,05.

Namun, pada penelitian Pangestika (2010) diperoleh hasil tidak ada

hubungan antara pendidikan dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian

Adhyani dkk (2011) juga diperoleh hasil yang tidak signifikan antara

pendidikan dengan penggunaan MKJP. Sama halnya pada hasil penelitian

Mestad dkk (2012) juga diperoleh hasil tidak ada hubungan antara pendidikan

SMA dengan pendidikan Perguruan Tinggi dalam penggunaan MKJP. Pada

penelitian Gudaynhe dkk (2014) yang dilakukan di Etiopia Barat juga

diperoleh hasil tidak ada hubungan antara akseptor KB yang tidak sekolah

atau jenjang pendidikan kedua dengan penggunaan MKJP jika dibandingkan

dengan akseptor yang kuliah.

3. Status Pekerjaan

Pekerjaan ada berbagai jenis, jenis pekerjaan adalah macam-macam

kegiatan melaksanakan tugas pokok, setiap pekerjaan juga mempunyai sifat

yang berbeda-beda, ada yang membutuhkan waktu 24 jam ada pula yang

hanya beberapa jam (Bratakusumah dan Solihin, 2004). Pekerjaan

mempengaruhi seseorang dalam menggunakan MJKP. Ibu yang bekerja

cenderung lebih mudah bergaul dan menerima informasi baru yang

didapatkan.

Hubungan antar status pekerjaan dengan pemakaian MKJP dapat

disebabkan karena akseptor KB yang bekerja memiliki kesempatan untuk

Page 55: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

36

memperoleh informasi baik dari teman kerja atau dari media lain sehingga

kesempatan untuk menggunakan MKJP dapat lebih besar. Selain itu, akseptor

KB yang bekerja juga mempertimbangkan berbagai hal seperti waktu

pemakainan KB jangka pendek (Non MKJP) yang harus diminum tiap hari

seperti pil atau tiap bulan seperti suntik yang dapat menyita banyak waktu

serta tidak efektif. Menurut Fienalia (2012), wanita bekerja kemungkinan

lebih menyadari kegunaan dan manfaat KB serta lebih mengetahui pilihan

metode yang ada jika dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja

Pada penelitian Teferra dan Wondifraw (2015) diperoleh hasil bahwa

wanita yang bekerja mempunyai peluang 1,7 kali (CI:1,3-2,2) menggunakan

MKJP dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Pada penelitian Asih

dan Oesman (2009) juga diperoleh hasil yang signifikan antara status

pekerjaan dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian tersebut diketahui

bahwa akseptor KB dengan status bekerja berpeluang 1,529 menggunakan

MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak bekerja. Namun hasil

yang berbeda diperoleh pada penelitian Kurniawati (2002) dimana diperoleh

hasil yang tidak berhubungan antara pekerjaan dengan penggunaan MKJP.

4. Tingkat Penghasilan

Penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang

dilakukan orang perorangan, badan, dan bentuk usaha lainnya yang dapat

digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsikan dan/atau

menimbun serta menambah kekayaan. Menurut Pasal 4 ayat 1 UU PPh yang

Page 56: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

37

dimaksudkan dengan penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari

Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi

atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama

dan dalam bentuk apapun (Judisseno, 2005).

Penghasilan memiliki pengaruh terhadap penggunaan MKJP. Semakin

tinggi penghasilan seorang keluarga/wanita semakin memungkinkan untuk

menggunakan MKJP. Hal ini dapat disebabkan karena dengan penghasilan

yang cukup dapat membuat seseorang mampu untuk membayar transportasi

dan biaya prosedural penggunaan MKJP (Teffera dan Wondifraw, 2015).

Berdasarkan penelitian Teffera dan Wondifraw (2015) diperoleh hasil

bahwa indeks kekayaan berpengaruh terhadap penggunaan MKJP. Wanita

yang memiliki indeks kekayaan tinggi memiliki peluang 4,8 kali

menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang memiliki indeks

kekayaan rendah. Pada penelitian Asih dan Oesman (2009) juga diperoleh

hubungan yang signifikan antara indeks kekayaan dengan status penggunaan

MKJP, dimana akseptor KB yang mempunyai indeks kekayaan dalam

kategori mampu berpeluang 1,440 kali menggunakan MKJP dibandingkan

dengan akseptor KB dengan kategori miskin.

Namun hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian Kurniawati (2002)

dimana diperoleh hasil yang tidak berhubungan antara penghasilan dengan

penggunaan MKJP. Pada penelitian Pangestika (2010) juga memperoleh hasil

Page 57: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

38

tidak ada hubungan antara penghasilan dengan penggunaan MKJP, begitu

pula yang ditemukan pada penelitian Fienalia (2012) diperoleh hasil tidak ada

hubungan antara tingkat penghasilan dengan status penggunaan kontrasepsi.

Kota Tangerang Selatan mempunyai UMK (Upah Minimum Kota) yang

lebih tinggi dibandingkan DKI Jakarta. Berdasarkan Badan Pusat Statistik

Tahun 2014, UMK Tangerang Selatan Mencapai 2.440.000 rupiah. Tahun

2015 UMK Tangerang Selatan naik kembali menjadi 2.710.000 rupiah

(Keputusan Gubernur, 2014).

5. Tempat Tinggal

Daerah tempat tinggal dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku

seseorang. Daerah tempat tinggal biasanya dibedakan berdasarkan rural dan

urban. Pada penelitian Nasution (2011) diperoleh hasil tempat tinggal

memiliki hubungan dengan penggunaan MKJP di Provinsi Sumatera,

Kalimantan, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara. Hasil penelitian

menyatakan bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) yang tinggal di perkotaan

memiliki peluang yang lebih tinggi untuk menggunakan MKJP dibandingkan

dengan Pasangan Usia Subur (PUS) yang tinggal di pedesaan di 4 Provinsi

yang menjadi wilayah penelitian. Hasil yang tidak berhubungan diperoleh

pada Provinsi Jawa dan Sulawesi.

6. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan

Page 58: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

39

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt

behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat terus

menerus dan bertahan lama (Sunaryo, 2004).

Proses adopsi perilaku menurut Rogers (1974) dimulai dari kesadaran

akan stimulus yang diberikan, kemudian ada rasa ketertarikan terhadap

stimulus, lalu dilanjutkan dengan proses menimbang-nimbang tentang baik

tidaknya stimulus tersebut. Setelah menimbang-nimbang, individu masuk

pada tahapan mencoba menerapkan perilaku baru yang dipaparkan, kemudian

setelah dicoba dan merasa nyaman, individu akan mengadopsi perilaku baru

sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus yang

diberikan (Sunaryo, 2004). Tingkatan pengetahuan didalam kognitif ada 6

yaitu (Sunaryo, 2004):

a. Tahu

Tahu artinya dapat mengingat suatu informasi yang telah

diberikan sebelumnya. Ukuran seseorang tahu akan sebuah informasi

adalah orang tersebut dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan

dan menyatakan. Tahu merupakan tingkatan paling rendah dalam

pengetahuan

b. Memahami

Pada tingkat memahami seseorang tidak hanya dapat

menyebutkan dan menguraikan, tetapi juga dapat menjelaskan,

Page 59: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

40

memberikan contoh dan juga dapat menyimpulkan suatu informasi yang

diberikan

c. Penerapan

Penerapan yaitu kemampuan menggunakan informasi yang

diterima pada situasi dan kondisi nyata.

d. Analisis

Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan objek kedalam

bagian-bagian kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut

dan masih terkait satu sama lain.

e. Sintesis

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menghubungkan

bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang ada. Ukuran seseorang memiliki pengetahuan pada tingkatan ini

adalah orang tersebut dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan,

dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu objek atau informasi yang diberikan. Evaluasi dapat

menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

Pengetahuan berhubungan dengan penggunaan MKJP. Pengetahuan

akseptor KB sangat erat kaitannya terhadap pemilihan alat kontrasepsi, karena

Page 60: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

41

dengan adanya pengetahuan yang baik terhadap metode kontrasepsi tertentu

akan merubah cara pandang akseptor dalam menentukan kontrasepsi yang

paling sesuai dan efektif digunakan sehingga membuat pengguna KB lebih

nyaman terhadap kontrasepsi tersebut. Pengetahuan yang baik akan alat

kontrasepsi dapat menghindari kesalahan dalam pemilihan alat kontrasepsi

yang paling sesuai bagi pengguna itu sendiri (Dewi dan Notobroto, 2014).

Pada penelitian Gebremichael dkk (2013) diperoleh hasil bahwa

wanita dengan pengetahuan sedang berpeluang 4,2 kali lebih besar

menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan pengetahuan

rendah, dan wanita dengan pengetahuan tinggi berpeluang 4,2 kali lebih besar

menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita dengan pengetahuan

rendah. Pada penelitian Shegaw Getinet dkk (2014), juga diperoleh hubungan

yang signifikan antara pengetahuan dengan penggunaan MKJP. Pengetahuan

menengah meningkatkan peluang 3,4 kali dan pengetahuan tinggi

meningkatkan peluang 2,3 kali menggunakan MKJP.

Pada penelitian Dewi dan Notobroto (2014), tingkat pengetahuan

responden kelompok pengguna non MKJP cenderung lebih kurang daripada

kelompok pengguna MKJP, dimana hasil persentase menunjukkan sebesar

91,7% dibandingkan reponden pengguna MKJP hanya 8,3%. Pengaruh

pengetahuan responden dengan rendahnya keikutsertaan PUS menggunakan

MKJP nilai p= 0,000 < α= 0,05. Disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

pengetahuan responden dengan rendahnya keikutsertaan PUS menggunakan

Page 61: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

42

MKJP. Namun, hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian Mengistu

Meskele dan Wubegzier Mekonnen (2014) yang memperoleh hasil bahwa

tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan minat wanita dalam

menggunakan MKJP.

7. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau

informasi, baik yang bersifat internal maupun eksternal sehingga

manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan

terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas

menunjukkan adanya kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu. Tingkatan

sikap adalah menerima, merespon, menghargai, dan bertanggung jawab

(Sunaryo, 2004).

Sikap berhubungan dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian

Gebremichael dkk (2013) diperoleh hasil bahwa wanita dengan sikap positif

terhadap MKJP mempunyai peluang 2 kali lebih besar menggunakan MKJP

dibandingkan dengan wanita yang memiliki sikap negatif terhadap MKJP.

Hasil yang serupa diperoleh pada penelitian Mengistu Meskele dan

Wubegzier Mekonnen (2014) yang memperoleh hasil wanita yang memiliki

sikap positif 2,5 kali lebih mungkin menggunakan MKJP dibandingkan

dengan wanita yang memiliki sikap negatif terhadap MKJP. Pada penelitian

Shegaw Getinet et al (2014) juga diperoleh hasil bahwa wanita dengan sikap

Page 62: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

43

positif berpeluang 3 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita

dengan sikap negatif terhadap MKJP.

8. Mendengar Mitos dan Kesalahpahaman tentang MKJP

Mitos adalah cerita-cerita yang menyingkapkan atau menerangkan

pandangan hidup seseorang. Pada zaman sekarang, pembuat mitos yang

paling berpengaruh adalah media massa (F Fore, 2002). Mitos dan

kesalahpahaman yang terdapat di masyarakat mengenai MKJP seperti IUD

dapat menyebabkan radang panggul, IUD dapat mengakibatkan kemandulan,

kontra indikasi pada wanita yang belum pernah hamil, MKJP dapat

meningkatkan berat badan, implan menyebabkan perdarahan, IUD tidak dapat

menghentikan kehamilan, MKJP menyebabkan kehamilan ektopik, MKJP

menyebabkan siklus menstruasi menjadi tidak teratur, IUD menyakitkan,

MKJP menyebabkan rambut rontok, MKJP menyebabkan osteoporosis, IUD

tidak muat di panggul wanita dan masih banyak lagi kesalahpahaman dan

mitos mengenai MKJP di masyarakat (SH&FPA, 2013 dan Russo et al, 2013).

Berbagai penelitian menunjukan adanya hubungan antara pernah

mendengar mitos dan kesalahpahaman terkait kontrasepsi dengan status

penggunaan kontrasepsi. Pada penelitian Mengistu Meskele dan Wubegzier

Mekonnen (2014), yang meneliti mengenai faktor yang berhubungan dengan

minat wanita dalam menggunakan MKJP, memperoleh hasil bahwa wanita

yang tidak pernah mendengar mitos dan kesalahpahaman tentang MKJP

berpeluang 1,7 kali menggunakan MKJP. Pada penelitian Kakaire O et al

Page 63: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

44

(2014) yang dilakukan dengan metode kualitatif juga memperoleh hasil bahwa

mitos dan kesalahpahaman mengenai MKJP dapat mempengaruhi persepsi

wanita.

9. Diskusi dengan Pasangan/Suami tentang MKJP

Ketika sudah menjadi pasangan suami istri, suami merupakan orang

pertama yang berpengaruh terhadap berbagai pengambilan keputusan. Salah

satunya adalah pilihan metode kontrasepsi yang akan digunakan. Suami

berperan penting dalam menentukan kontrasepsi yang akan dipakai sebagai

aplikasi program keluarga berencana. Salah satu hal yang memberikan

peluang akseptor untuk menggunakan MKJP adalah dengan berdiskusi oleh

pasangan (Gudaynhe dkk, 2014).

Adhyani dkk (2011) mengatakan bahwa seorang istri di dalam

pengambilan keputusan untuk memakai atau tidak memakai alat kontrasepsi

membutuhkan persetujuan dari suami karena suami dipandang sebagai kepala

keluarga, pelindung keluarga, pencari nafkah dan seseorang yang dapat

membuat keputusan dalam suatu keluarga. Pengetahuan yang memadai

tentang alat kontrasepsi, dapat memotivasi suami dan untuk menganjurkan

istrinya memakai alat kontrasepsi tersebut.

Berdasarkan penelitian Gudaynhe dkk (2014) diskusi suami istri

ditemukan memiliki hubungan yang signifikan, wanita yang sudah menikah

yang memiliki pengalaman berdiskusi dengan suami tentang kontrasepsi 1,8

kali memiliki peluang menggunakan MKJP dibandingkan dengan yang tidak

Page 64: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

45

pernah berdiskusi dengan suami [AOR (95%CI) = 1.876(1. 159, 3.036)]. Hal

ini mungkin terjadi karena jika tidak ada diskusi antara suami dan istri, akan

menghasilkan pengaruh yang negatif terhadap penggunaan MKJP. Pada

penelitian Yalew dkk (2015) diperoleh hasil wanita yang memiliki frekuensi

sering berdiskusi dengan pasangan tentang MKJP memiliki peluang 3,89 kali

lebih tinggi menggunakan MKJP dibandingkan dengan yang hanya berdiskusi

sekali atau dua kali saja.

10. Umur Pertama Melahirkan

Umur pertama melahirkan yang ideal, menurut UU no 1 tahun 1974

tentang perkawinan, ditentukan dan dipengaruhi oleh risiko yang diakibatkan

dari melahirkan, kemampuan tentang perawatan kehamilan, pasca persalinan

dan masa diluar kehamilan dan persalinan, serta derajat kesehatan reproduksi.

Di beberapa penelitian, umur pertama melahirkan dikaitkan dengan

penggunaan MKJP. Pada penelitian Jingbo dkk (2013) diperoleh adanya

hubungan antara umur pertama melahirkan dengan penggunaan MKJP

(p<0,001) dan korelasi yang positif (CC=0,598). Namun, banyak penelitian

yang mendapatkan hubungan yang tidak signifikan antara usia pertama

melahirkan dengan penggunaan MKJP seperti pada penelitian Teffera dan

Wondifraw (2015) dan penelitian Gudayne dkk (2014).

11. Jumlah Anak Hidup

Jumlah anak yang dimiliki Pasangan Usia Subur (PUS) dapat

mempengaruhi status penggunaan MKJP. Salah satu faktor yang menentukan

Page 65: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

46

keikutsertaan PUS dalam berKB adalah banyaknya anak yang dimilikinya,

diharapkan pasangan yang memiliki jumlah anak lebih banyak kemungkinan

untuk memulai kontrasepsi lebih besar dibandingkan pasangan yang

mempunyai anak lebih sedikit (Dewi dan Notobroto, 2014).

Jumlah anak mulai diperhatikan setiap keluarga karena semakin

banyak anak semakin banyak pula tanggungan kepala keluarga dalam

mencukupi kebutuhan materil selain itu juga untuk menjaga kesehatan sistem

reproduksi karena semakin sering melahirkan semakin rentan terhadap

kesehatan ibu. Semakin banyak anak yang dimiliki maka semakin besar

kecenderungan untuk menghentikan kesuburan sehingga lebih cenderung

untuk memilih metode kontrasepsi mantap. Jumlah anak hidup yang dimiliki

seorang wanita, akan memberikan pengalaman dan pengetahuan, sehingga

wanita dapat mengambil keputusan yang tepat tentang cara atau alat

kontrasepsi yang akan dipakai (Dewi dan Notobroto, 2014).

Berdasarkan laporan dari SDKI 2012, hampir 50% wanita menikah

menyatakan tidak ingin mempunyai anak lagi (termasuk yang telah

disterilisasi). Kelompok ini diharapkan akan melakukan penjarangan

kelahiran. Sekitar 15% wanita menikah menyatakan ingin menambah anak

segera; 6% belum memutuskan kapan ingin menambah anak; dan 5% belum

memutuskan apakah akan menambah anak. Sebagian besar (sekitar 50%)

responden SDKI 2012, baik wanita maupun pria, menyatakan ingin memiliki

Page 66: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

47

2 anak dan sekitar 20% menginginkan 3 anak. Relatif sedikit yang

menyebutkan ingin memiliki 5 anak atau lebih.

Pada penelitian Teffera dan Wondifraw (2015) diperoleh hasil yang

signifikan antara jumlah anak hidup dengan penggunaan MKJP. Wanita yang

memiliki lebih dari 4 anak berpeluang 5,8 kali menggunakan MKJP

dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki anak. Hal ini dapat

disebabkan wanita yang telah memiliki anak telah mencapai targetnya dalam

ukuran keluarga. Oleh karena itu, wanita lebih menyukai metode yang efektif

dalam mencegah kehamilan.

Pada penelitian Nasution (2011) yang dilakukan di 6 Provinsi di

Indonesia memperoleh hasil bahwa jumlah anak memiliki hubungan dengan

penggunaan MKJP di Provinsi Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,

Maluku, Papua, serta Bali dan Nusa Tenggara. Hasil penelitian menyatakan

bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) dengan jumlah anak 0-2 berpeluang lebih

tinggi tidak menggunakan MKJP dibandingkan dengan PUS yang memiliki

anak 3 atau lebih di 6 Provinsi di Indonesia yang menjadi tempat penelitian.

Penelitian Megan L. Kavanaugh dkk (2011) yang dilakukan di United

States menggunakan data sekunder pada tahun 2002 dan 2006-2008 juga

memperoleh hasil yang sejalan dengan penelitian Nasution (2011) yaitu

jumlah anak hidup dengan penggunaan MKJP baik tahun 2002 maupun 2006-

2008 memiliki hubungan signifikan (1-2 anak 2002 OR=5,8; 2006-2008 OR

22,1, ≥3 anak 2002 OR=5,0; 2006-2008 OR=8,7).

Page 67: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

48

Pada penelitian Dewi dan Notobroto (2014) diperoleh hasil responden

pengguna non MKJP sebagian besar memiliki anak >4 dibandingkan dengan

responden pengguna MKJP yang memiliki anak ≤2. Uji logistik menunjukkan

nilai p= 0,000 < α= 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

jumlah anak responden dengan rendahnya keikutsertaan PUS menggunakan

MKJP. Namun pada penelitian Philip Goldstone dkk (2014) diperoleh hasil

bahwa tidak ada hubungan jumlah anak dengan penggunaan MKJP.

12. Riwayat Aborsi

Aborsi adalah tindakan menggugurkan kandungan atau dalam dunia

kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”, yang berarti pengeluaran hasil

konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di

luar kandungan. Hal ini merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin

sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Aborsi pada wanita yang

sedang mengandung anak dapat terjadi dengan cara sengaja maupun tidak

sengaja (aborsi.org, 2004).

Aborsi dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan sifat kejadiannya yaitu

spontan/alamiah, aborsi sengaja, dan aborsi terapetik. Aborsi spontan/alamiah

berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang

baiknya kualitas sel telur dan sel sperma atau dapat disebabkan karena

kelalaian atau ketidaksiapan ibu saat mengandung seorang anak (Chang,

2009). Aborsi buatan/sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia

kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan

Page 68: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

49

disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter,

bidan atau dukun beranak). Aborsi terapeutik/medis adalah pengguguran

kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon

ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau

penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu

maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis

yang matang (aborsi.org, 2004).

Dalam berbagai penelitian, riwayat aborsi dihubung-hubungkan

dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian kavanaugh dkk (2011) riwayat

aborsi dihubungkan dengan penggunaan MKJP, namun diperoleh hasil yang

negatif antara riwayat aborsi dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian

goldstone dkk (2014) dibahas bahwa wanita yang memiliki riwayat aborsi

lebih dari 3 kali cenderung memilih IUD (RR: 3,30;95% CI, 2.67-4.85) dan

implant (RR,1,51;95%CI,1.12-2.03) dalam penggunaan kontrasepsi

dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat aborsi sebelumnya.

Pada penelitian Connolly dkk (2014) juga diperoleh hubungan yang signifikan

antara penurunan aborsi dengan penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang

(p=0,04) pada remaja. Pada penelitian Mestad dkk (2011) diperoleh hasil tidak

ada hubungan antara riwayat aborsi dengan penggunaan MKJP.

13. Tempat Pelayanan KB

Tempat pelayanan KB dapat menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi penggunaan MKJP. Fasilitas pelayanan KB dibagi atas

Page 69: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

50

pemerintah dan swasta. Baik pelayanan pemerintah maupun swasta, semua

fasilitas pelayanan KB harus melakukan upaya-upaya dalam peningkatan

akseptor KB. Salah satu peranan fasilitas pelayanan KB baik pemerintah

maupun swasta adalah melakukan pelayanan preventif yaitu dengan

mengutamakan metode terpilih MKJP (IUD, implan, MOW, MOP) selain non

MKJP) (BKKBN, 2014).

Pada penelitian Nasution (2011) diperoleh hasil sumber pelayanan KB

memiliki hubungan dengan penggunaan MKJP di Provinsi Jawa, Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi serta Bali dan Nusa Tenggara. Hasil penelitian

menyatakan bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) dengan sumber pelayanan

KB dari Pemerintah dan Swasta memiliki peluang yang lebih tinggi untuk

menggunakan MKJP dibandingkan dengan Pasangan Usia Subur (PUS)

dengan sumber pelayanan KB lain di 4 Provinsi yang menjadi wilayah

penelitian. Namun, hasil yang tidak berhubungan diperoleh pada Provinsi

Jawa dan Sumatera. Pada penelitian Katherine Blumoff Greenberg dkk

(2013), tempat pelayanan KB juga memiliki hubungan yang signifikan dengan

penggunaan MKJP.

F. Kerangka Teori

Banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan metode kontrasepsi

jangka panjang. Faktor sosiodemografi dan sosioekonomi adalah faktor yang

melekat dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi seseorang dalam

Page 70: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

51

melakukan suatu tindakan (Maulana, 2009). Faktor sosiodemografi yang

mempengaruhi seseorang dalam bertindak misalnya umur, jenis kelamin,

pendidikan dan tempat tinggal, sedangkan faktor sosioekonomi misalnya

pekerjaan dan pendapatan (Gaol, 2013).

Faktor kognitif adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

berpikir lebih kompleks, serta kemampuan penalaran dan pemecahan masalah.

Faktor kognitif seseorang dapat dibentuk oleh paparan lingkungan eksternal.

Suatu tindakan seperti pemilihan metode kontrasepsi dipengaruhi faktor kognitif

seperti pengetahuan, sikap, mitos yang didengar serta diskusi dengan pasangan

atau suami (Semiun, 2006).

Faktor reproduksi merupakan karakteristik yang terkait dalam sistem

reproduksi seorang wanita, yang juga menggambarkan risiko-risiko kesehatan

yang ada sehingga dapat dijadikan pertimbangan seseorang dalam hal kehamilan

dan kelahiran (BKKBN, 2011). Faktor reproduksi yang berpengaruh terhadap

penggunaan kontrasepsi yaitu jumlah anak hidup, umur pertama kali melahirkan,

dan riwayat aborsi.

KB merupakan suatu program yang dibuat pemerintah untuk menekan

laju pertumbuhan penduduk. Sebagai suatu program, faktor pelayanan sangat

berpengaruh terhadap tingkat penggunaan kontrasepsi di masyarakat (BKKBN,

2014). Faktor pelayanan yang dapat mempengaruhi pemilihan metode

kontrasepsi adalah tempat pelayanan KB. Berdasarkan sifatnya tempat pelayanan

KB dibagi berdasarkan kategori pelayanan swasta (praktik bidan swasta, RS

Page 71: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

52

swasta atau klinik swasta) dan pelayanan pemerintah (Puskesmas atau RS

pemerintah). Berikut kerangka teori determinan penggunaan MKJP:

Bagan 2.1

Kerangka Teori

Sumber: Dimodifikasi dari Gudayne dkk (2014)

Faktor Sosiodemografi dan

Sosioekonomi:

1. Umur

2. Tingkat pendidikan

3. Status pekerjaan

4. Tingkat penghasilan

5. Tempat tinggal

Faktor Reproduksi:

1. Umur pertama kali

melahirkan

2. Jumlah anak hidup

3. Riwayat aborsi

Faktor Kognitif:

1. Pengetahuan

2. Sikap

3. Mitos dan ketidakpahaman

tentang MKJP

4. Status diskusi dengan

suami tentang MKJP

Faktor Pelayanan:

1. Tempat pelayanan

Penggunaan

Metode

Kontrasepsi

Jangka Panjang

Page 72: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

53

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori yang akan

diteliti, untuk mendeskripsikan secara jelas antara variabel dependen dengan

variabel independennya (Kemenkes RI, 2012). Variabel independen yang diteliti

adalah faktor sosiodemografi dan sosioekonomi, faktor kognitif faktor

reproduksi, dan faktor pelayanan. Berikut penjelasan pentingnya variabel

tersebut diteliti:

1. Umur penting untuk diteliti, karena ketika seorang wanita sudah berada

pada umur yang cukup tua (>30 tahun) maka risiko kesehatan yang dialami

akan meningkat, sehingga berbahaya jika terjadi kehamilan. Hal tersebut

dapat mendorong wanita menggunakan metode kontrasepsi yang lebih

efektif untuk mencegah kehamilan seperti MKJP.

2. Tingkat Pendidikan juga penting untuk diteliti karena tingkat pendidikan

dapat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam menerima

informasi yang diberikan, salah satunya informasi mengenai pilihan

metode kontrasepsi. Hal ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan

terkait metode kontrasepsi yang akan digunakan.

Page 73: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

54

3. Status pekerjaan ibu juga penting untuk diteliti karena hal ini terkait

dengan akses terhadap informasi dan pengaruh orang sekitar yang dapat

berpengaruh terhadap pilihan metode kontrasepsi yang akan digunakan.

4. Tingkat penghasilan penting diteliti karena berpengaruh terhadap

penggunaan kontrasepsi. Hal ini menyangkut dengan biaya penggunaan

kontrasepsi jangka panjang dan biaya transportasi yang digunakan untuk

mengakses pelayanan.

5. Status diskusi dengan suami juga penting diteliti, karena suami merupakan

orang paling dekat dan orang pertama yang dapat memberikan pengaruh

pada akseptor. Diskusi dengan suami tentang MKJP dapat mempengaruhi

keputusan akseptor untuk menggunakan MKJP.

6. Umur melahirkan pertama kali juga penting diteliti karena umur

melahirkan memberikan pengaruh terhadap faktor reproduksi wanita.

Wanita akan memiliki risiko lebih besar terhadap komplikasi jika

melahirkan pada umur < 18 tahun.

7. Jumlah anak juga penting untuk diteliti karena ketika seseorang merasa

anak yang dimiliki sudah cukup maka orang tersebut cenderung untuk

memilih metode kontrasepsi yang lebih efektif untuk mencegah kehamilan.

8. Riwayat aborsi juga penting untuk diteliti karena aborsi/keguguran dapat

terjadi akibat kegagalan kontrasepsi. Wanita yang pernah memiliki riwayat

aborsi atau keguguran cenderung akan memilih metode kontrasepsi yang

lebih efektif untuk mencegah kehamilan.

Page 74: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

55

9. Tempat pelayanan KB juga penting untuk diteliti karena penggunaan

MKJP oleh akseptor KB dapat disebabkan oleh pengaruh tempat pelayanan

yang dikunjungi. Hal ini juga terkait dengan ketersediaan fasilitas di

pelayanan tersebut.

Berdasarkan kerangka teori yang ada, terdapat variabel yang tidak diteliti

dari kerangka teori yaitu pengetahuan, sikap, kesalahpahaman tentang MKJP

yang termasuk pada kategori faktor kognitif. Variabel ini tidak diteliti karena

penelitian ini merupakan penelitian retrospektif yaitu variabel ditanyakan adalah

variabel sebelum atau awal ketika menggunakan kontrasepsi. Maka akan

menimbulkan bias informasi jika variabel pengetahuan, sikap, dan

kesalahpahaman terhadap MKJP dijadikan variabel penelitian. Variabel lain yang

tidak diteliti adalah variabel tempat tinggal karena homogen. Semua wilayah

yang dijadikan lokasi penelitian masuk kedalam daerah urban.

Page 75: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

56

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Umur Menggunakan KB

Penggunaan

Metode

Kontrasepsi

Jangka Panjang

Status Pekerjaan

Tingkat Pendidikan

Tingkat Penghasilan

Status Diskusi dengan

Suami tentang MKJP

Umur Pertama Melahirkan

Jumlah Anak Hidup

Riwayat Aborsi

Tempat Pelayanan KB

Page 76: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

57

B. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 3.1

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Variabel Dependen

1. Penggunaan

Metode

Kontrasepsi

Jangka Panjang

Responden yang

menggunakan salah satu dari

MKJP seperti IUD, Implan,

atau MOW

Kuesioner

Dengan cara

menyebarkan

kuesioner

kepada

responden

0. Kasus (Jika

menggunakan

MKJP)

1. Kontrol (Jika tidak

menggunakan

MKJP)

Ordinal

Variabel Independen

1. Umur

menggunakan

KB

Umur responden setelah

persalinan terakhir dan mulai

menggunakan kontrasepsi

yang digunakan saat ini,

dihitung dalam tahun

Kuesioner Dengan cara

menyebarkan

kuesioner

kepada

responden

0. > 30 tahun

1. ≤ 30 tahun

(Asih dan Oesman, 2009)

Ordinal

2. Tingkat

Pendidikan

Jenjang sekolah formal

tertinggi yang dicapai oleh

responden pada saat awal

menggunakan kontrasepsi

yang saat ini digunakan

setelah persalinan terakhir

Kuesoiner Dengan cara

menyebarkan

kuesioner

kepada

responden

0. Pendidikan tinggi

(SMA, Diploma atau

Perguruan Tinggi)

1. Pendidikan rendah

(SD atau SMP)

(Nasution, 2011)

Ordinal

Page 77: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

58

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

3. Status Pekerjaan Kegiatan ekonomi yang

dilakukan responden dengan

maksud memperoleh

pendapatan atau keuntungan

saat mulai menggunakan

kontrasepsi yang sekarang

digunakan

Kuesioner Dengan cara

menyebarkan

kuesioner

kepada

responden

0. Bekerja

1. Tidak Bekerja

(Teferra dan Wondifraw,

2015)

Ordinal

4. Tingkat

Penghasilan

Penghasilan yang diperoleh

rumah tangga dalam 1 bulan

sebelum menggunakan

kontrasepsi yang sekarang

digunakan saat ini, bentuk

rupiah diklasifikasikan

berdasarkan Upah Minimum

Kota Tangerang Selatan

Kuesioner Dengan cara

menyebarkan

kuesioner

kepada

responden

0. Tinggi jika

>2.442.000

1. Rendah jika ≤

2.442.000

(BPS, 2014)

Ordinal

5. Status diskusi

dengan suami

tentang MKJP

Status responden pernah atau

tidak pernah

membicarakan/berbincang-

bincang/berdiskusi dengan

pasangan tentang MKJP

sebelum menggunakan

kontrasepsi yang digunakan

saat ini

Kuesioner Dengan cara

menyebarkan

kuesioner

kepada

responden

0. Ya (jika pernah

berdiskusi dengan

pasangan tentang

MKJP)

1. Tidak (jika tidak

pernah berdiskusi

dengan pasangan

tentang MKJP)

(Gunaydhe dkk, 2014)

Ordinal

6. Umur pertama

kali melahirkan

Umur saat responden

pertama kali melahirkan

dalam satuan tahun

Kuesioner Dengan cara

menyebarkan

kuesioner

kepada

responden

0. < 18 tahun

1. ≥ 18 tahun

(Getinet dkk, 2014)

Ordinal

Page 78: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

59

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

7. Jumlah anak

hidup

Total anak yang dilahirkan

dan masih hidup sampai pada

saat responden mulai

menggunakan kontrasepsi

yang digunakan saat ini

Kuesioner Dengan cara

menyebarkan

kuesioner

kepada

responden

0. 3 atau lebih

1. 1 atau 2

(Fienalia, 2012)

Ordinal

8. Riwayat Aborsi Pengalaman aborsi

responden baik aborsi

spontan maupun medis

sebelum menggunakan

kontrasepsi yang sekarang

digunakan

Kuesioner Dengan cara

menyebarkan

kuesioner

kepada

responden

0. Ada

1. Tidak ada

(Kavanaugh et al, 2011)

Ordinal

9. Tempat

pelayanan KB

Tempat awal responden

memperoleh pelayanan

kontrasepsi yang digunakan

saat ini

Kuesioner Dengan cara

menyebarkan

kuesioner

kepada

responden

0. Swasta (praktik

bidan swasta, RS

swasta, atau klinik

swasta)

1. Pemerintah

(Puskesmas dan RS

permerintah

(Nasution, 2011)

Ordinal

Page 79: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

60

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian. Dalam

penelitian ini yang dirancang oleh peneliti adalah:

1. Umur akseptor >30 tahun berpeluang terhadap penggunaan MKJP di

wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

2. Akseptor yang bekerja berpeluang terhadap penggunaan MKJP di wilayah

kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

3. Tingkat pendidikan tinggi akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

4. Tingkat penghasilan tinggi akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

5. Diskusi dengan suami tentang MKJP berpeluang terhadap penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

6. umur pertama kali melahirkan <18 tahun akseptor KB berpeluang terhadap

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

7. Jumlah anak hidup 3 atau lebih akseptor KB berpeluang terhadap

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

8. Adanya riwayat aborsi akseptor KB berpeluang terhadap penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

9. Tempat pelayanan KB di fasilitas swasta berpeluang terhadap penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Page 80: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

61

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan

desain studi case control unmatched. Studi kasus kontrol adalah rancangan

studi epidemiologi yang mempelajari hubungan sebab akibat (exposure-

outcome), dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok

kontrol berdasarkan status paparan. Dalam penelitian ini, kelompok kasus

adalah pengguna MKJP, sedangkan kelompok kontrol adalah bukan

pengguna MKJP (Non MKJP). Desain studi case control dalam penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui besar peluang dari faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas

Pamulang tahun 2014. Kelemahan desain case control adalah dapat terjadinya

bias informasi akibat pertanyaan yang bersifat masa lalu (recall). Oleh karena

itu, untuk meminimalisir bias informasi, informasi yang dikumpulkan sesuai

kondisi awal menggunakan kontrasepsi yang saat ini digunakan setelah

persalinan terakhir.

Page 81: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

62

Bagan 4.1

Desain Penelitian

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang,

yang terdiri dari 4 kelurahan yaitu kelurahan Pamulang Barat, Pamulang

Timur, Pondok Cabe Udik dan Pondok Cabe Ilir. Penelitian ini dilakukan

pada Februari-September 2015. Lokasi penelitian dipilih karena penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014 rendah yaitu hanya

6,4% dimana target BKKBN yang harus dicapai adalah 26,7%.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian (population study) adalah akseptor KB si

Puskesmas Pamulang tahun 2014. Populasi penelitian terdiri dari kelompok

kasus dan kontrol. Kelompok kasus merupakan akseptor KB yang

Apakah ada faktor

risiko/peluang?

Kasus (Pengguna Metode

Kontrasepsi Jangka

Panjang)

Kontrol (Pengguna

Metode Kontrasepsi Non

Jangka Panjang)

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Penelitian Mulai dari sini Retrospektif

Page 82: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

63

menggunakan MKJP yaitu IUD, implan atau MOW. Sedangkan kontrol

merupakan akseptor KB yang tidak menggunakan MKJP (Non MKJP) yaitu

suntik dan pil.

Selain itu, penentuan populasi penelitian yang dapat diteliti (eligible

population) adalah akseptor yang telah memenuhi kriteria inklusi dan

kriteria eksklusi pada masing-masing kelompok kasus maupun kontrol.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada kelompok kasus dan kontrol

yaitu:

a. Kasus

Kriteria inklusi dan eksklusi pada kelompok kasus adalah

sebagai berikut :

1) Kriteria Inklusi

a) Akseptor KB yang menggunakan salah satu MJKP yaitu

implan, IUD, atau MOW dan tercatat di kohort KB Puskesmas

Pamulang tahun 2014 (n=48)

b) Akseptor KB yang bertempat tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Pamulang. Wilayah kerja Puskesmas Pamulang

terdiri dari empat kelurahan yakni Kelurahan Pamulang Barat,

Pamulang Timur, Pondok Cabe Udik dan Pondok Cabe Ilir

(n=46).

2) Kriteria Eksklusi

a) Tidak mempunyai suami (meninggal/cerai) pada saat

penelitian (n=0)

Page 83: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

64

b) Tidak pernah melahirkan (n=0)

c) Alamat tempat tinggal tidak jelas (n=5)

Berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah diterapkan pada

kelompok kasus, diperoleh kasus yang eligible untuk diteliti sebanyak 41

akseptor KB MKJP.

b. Kontrol

Kriteria inklusi dan eksklusi pada kelompok kontrol adalah

sebagai berikut :

1) Kriteria Inklusi

a) Akseptor KB yang tidak menggunakan Metode Kontrasepsi

Jangka Panjang (Non MJKP) yaitu pil atau suntik minimal

sejak tahun 2014 (n=640).

b) Akseptor KB yang bertempat tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Pamulang. Wilayah kerja Puskesmas Pamulang

terdiri dari empat kelurahan yakni Kelurahan Pamulang Barat,

Pamulang Timur, Pondok Cabe Udik dan Pondok Cabe Ilir

(n=637).

2) Kriteria Eksklusi

a) Tidak mempunyai suami (meninggal/cerai) pada saat

penelitian (n=1)

b) Akseptor yang hamil pada saat penelitian (n=2)

c) Tidak pernah melahirkan (n=0)

d) Alamat tidak jelas pada kohort KB (n=58)

Page 84: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

65

Berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah diterapkan pada

kelompok kontrol, diperoleh kontrol yang eligible untuk diteliti sebanyak

576 akseptor KB Non MKJP.

2. Sampel

Besar sampel minimal yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu

(Ariawan, 1998)

dimana :

dan P = (P1 + kP2)/(1+k)

P1 : proporsi paparan pada kelompok kasus

P2 : proporsi paparan pada kelompok kontrol

Peneliti akan menggunakan :

a. Perbandingan jumlah kasus dan kontrol sebesar 1:3

b. Tingkat kemaknaan ( 2/1 z ) = 5% (1,96)

c. Kekuatan uji ( 1z )= 80% (0,84)

Dari penelitian sebelumnya, hasil sebagai berikut:

2

21

2

221112/1

)(

/))1(()1(()1()/11(

pp

kppppzppkzn

Page 85: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

66

Tabel 4.1

Besar Sampel Penelitian

Variabel P1 P2 OR N

Kasus

N

Kontrol

N

Total

Umur 0,87

(Asih dan

Oesman,

2009)

0,62 (Asih

dan

Oesman,

2009)

4,2 (Asih

dan

Oesman,

2009)

28,65=29 87 116

Jumlah

anak

0,60

(Fienalia

2012)

0,28

(Fienalia

2012)

3,9

(Fienalia

2012)

19,34=20 60 80

Diskusi

dengan

pasangan

terkait

penggunaan

kontrasepsi

0,87

(Yalew

dkk, 2015)

0,64

(Yalew

dkk, 2015)

3,89

(Yalew

dkk, 2015)

33,06=34 102 136

Berdasarkan perhitungan sampel diperoleh sampel minimal sebanyak

136 dengan 34 kasus dan 102 kontrol.

Bagan 4.2

Sampel

Catatan kohort KB Puskesmas Pamulang Tahun 2014 (n= 688)

Akseptor MKJP (Kasus) (n=48) terdiri

dari IUD 34, Implan 8, MOW 6

Akseptor Non MKJP (Kontrol) (n=640)

terdiri dari suntik 582 dan pil 58

Alamat tidak jelas (n=5) Alamat tidak lengkap (n=58)

Tinggal di luar wilayah (n=2) Tinggal di luar wilayah (n=3)

Tidak mempunyai suami

(meninggal/cerai) pada saat penelitian

(n=0)

Tidak mempunyai suami (meninggal/cerai)

pada saat penelitian (n=1)

Akseptor hamil saat penelitian (n=2)

Total Akseptor penggunan MKJP = 41 Total Akseptor Non MKJP = 576

Semua Kasus (n=41)

Kontrol dengan perbandingan 1:3 (n=123)

Page 86: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

67

Berdasarkan kohort KB Puskesmas Pamulang tahun 2014 didapatkan

pengguna MKJP sebanyak 48, namun 7 kasus dikeluarkan karena tidak

memenuhi kriteria inklusi dan memenuhi kriteria eksklusi. Dengan

demikian, sampel yang diteliti pada penelitian ini sebanyak 41 kasus dan

123 kontrol. Total sampel yang akan diambil adalah 164. Pengambilan

sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Kelompok kasus dan

kontrol dibagi berdasarkan status penggunaan KB akseptor yang terdapat

dikohort KB Puskesmas Pamulang tahun 2014.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Kuesioner. Kuesioner berisi pertanyaan tertutup dan terstruktur sesuai dengan

faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan MKJP. Variabel-variabel yang

ditanyakan dalam kuesioner yaitu umur menggunakan KB, pendidikan,

pekerjaan, penghasilan, umur pertama menikah, umur pertama melahirkan,

jumlah anak hidup, riwayat aborsi, dan tempat pelayanan KB.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua

cara yaitu tela’ah dokumen dan menyebar kuesioner yang berisi pertanyaan-

pertanyaan kepada responden terkait determinan penggunaan MKJP. Tela’ah

dokumen dilakukan pada kohort KB Puskesmas Pamulang tahun 2014 untuk

memperoleh jenis kontrasepsi (MKJP atau Non MKJP) yang digunakan

Akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Pamulang dalam menentukan

Page 87: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

68

sampel kasus dan kontrol, alamat lengkap, dan nama Pasangan Usia Subur

(PUS). Sedangkan, kuesioner yang digunakan dalam pengumpulan data pada

penelitian ini adalah kuesioner terstruktur dan tertutup. Kuesioner dibagikan

pada akseptor yang terdaftar di Kohort KB Puskesmas Pamulang dan masuk

sebagai sampel penelitian baik pada kelompok kasus maupun kelompok

kontrol. Peneliti mencari alamat responden yang masuk sebagai sampel

penelitian kemudian memberikan inform consent dan kuesioner untuk diisi.

F. Manajemen Data

Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan

penelitian setelah pengumpulan data. Data yang masih mentah (raw data)

perlu diolah sedemikian rupa sehingga menjadi informasi yang akhirnya

dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Pengolahan data ini

dilakukan dengan bantuan sofware pengolah data melalui tahap-tahap sebagai

berikut:

1. Editing

Peneliti melakukan pengecekan isian kuesioner responden dan

memastikan responden sudah mengisi dengan benar semua pertanyaan

yang telah disajikan. Data yang belum lengkap atau terjadi kekeliruan

dalam pengumpulan data diperbaiki dan dilakukan pendataan ulang

terhadap responden

2. Coding

Pengkodean dilakukan pertama kali dalam pembuatan jawaban

kuesioner. Pilihan jawaban menggunakan kode berupa angka untuk

Page 88: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

69

memudahkan dalam tahap pengelolahan data selanjutnya. Variabel

yang di coding yaitu status penggunaan MKJP, umur menggunakan

KB, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkatpenghasilan, diskusi

dengan suami tentang kontrasepsi, umur pertama kali melahirkan,

jumlah anak hidup, riwayat aborsi, dan tempat pelayanan KB.

3. Entry Data

Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden

dalam bentuk kode (angka) dimasukkan kedalam software pengolah

data.

4. Cleaning

Setelah data dimasukkan, dilakukan pengecekkan kembali data

yang telah dimasukkan. Pengecekkan kembali ini guna melihat

kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,

ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembenaran

atau koreksi.

G. Analisis Data

Analisis data yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi dua

tahapan, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan pada semua variabel penelitian

untuk melihat frekuensi (jumlah dan proporsi) dari setiap variabel

Page 89: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

70

penelitian. Hasil dari analisis univariat disajikan dalam bentuk tabel

frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini akan membandingkan

antara kelompok kasus dan kontrol untuk menghasilkan odds ratio

(OR) dengan 95% confidence interval (CI). Uji Chi-square digunakan

untuk melihat hubungan variabel dependen dengan variabel

independen. Data yang digunakan berupa data kategorik dan hasil

analisis berupa OR dan 95% CI pada tiap variabel. Odds Ratio (OR)

merupakan ukuran relatif studi kasus kontrol yang menunjukkan berapa

banyak kemungkinan paparan (odds exposure) antara kelompok kasus

dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kriteria odds ratio sebagai

berikut (Budiman, 2009):

1. Nilai OR = 1, bukan merupakan faktor yang berisiko/berpeluang

menyebabkan terjadinya kasus

2. Nilai OR > 1, merupakan faktor yang berisiko/berpeluang

menyebabkan terjadinya kasus

3. Nilai OR < 1, merupakan faktor protektif terjadinya kasus

Rumus dari Odds Ratio adalah:

OR= =

Keterangan:

OR :Odds ratio peluang terhadap penggunaan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang

Page 90: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

71

a/d :Rasio antara banyaknya kasus yang terpapar dan kasus

yang tidak terpapar

c/d :Rasio antara banyaknya kontrol yang terpapar dan

kontrol yang tak terpapar

Adapun signifikansi/kemaknaan nilai OR dalam interpretasi CI

95% yaitu jika rentang nilai lower limit dan upper limit tidak terdapat

nilai 1 maka disimpulkan OR bermakna. Sedangkan jika CI 95% dan

OR terdapat nilai 1, maka disimpulkan bahwa nilai OR tidak bermakna

(Szumilas, 2010).

Page 91: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

72

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Pamulang adalah salah satu puskesmas di Kota

Tangerang Selatan. Puskesmas Pamulang menempati tanah seluas ± 2400

m2 di Jalan Surya Kencana No. 1, RT 01, RW 22, Kecamatan Pamulang,

Kota Tangerang Selatan. Jumlah penduduk berdasarkan data dari

Kecamatan di wilayah kerja Puskesmas Pamulang sebanyak 155.016

orang dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 33.047 kepala keluarga,

tersebar di empat kelurahan. Jumlah Posyandu yang ada sebanyak 69,

Posbindu sebanyak 19, dan Puskesmas Pembantu (Pustu) sebanyak 1 buah

di Kelurahan Pondok Cabe Udik. Jumlah BPS (Bidan Praktik Swasta)

yang ada dan memberikan laporan ke Puskesmas Pamulang sebanyak 27

BPS. UPT Puskesmas Pamulang berada di sebelah timur Kota Tangerang

Selatan, terletak di wilayah Kecamatan Pamulang dan mempunyai luas

wilayah 16,38 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Setu

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Depok

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Timur dan

Kota Depok

Puskesmas Pamulang mempunyai 4 Kelurahan dalam wilayah kerjanya,

yaitu:

Page 92: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

73

Tabel 5.1

Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

No Nama Kelurahan Jumlah Penduduk

1 Pamulang Barat 56.458

2 Pamulang Timur 36.951

3 Pondok Cabe Ilir 37.663

4 Pondok Cabe Udik 23.944

Jumlah 155.016

Sumber: Data Kecamatan Pamulang Tahun 2014

Dari tabel 5.1 tersebut terlihat bahwa kelurahan yang mempunyai

jumlah penduduk paling banyak adalah Kelurahan Pamulang Barat,

sedangkan kelurahan yang mempunyai jumlah penduduk paling sedikit

adalan Kelurahan Pondok Cabe Udik.

B. Distribusi Frekuensi Jenis Kontrasepsi Akseptor KB di Wilayah

Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Pamulang menggunakan

berbagai jenis kontrasepsi yang dikelompokkan berdasarkan MKJP (IUD,

implan, MOW) dan non MKJP (suntik dan pil). Dapat dilihat distribusi

frekuensi jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor KB di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014 pada tabel berikut:

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Jenis Kontrasepsi yang

Digunakan di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Jenis Kontrasepsi Jumlah Persentase (%)

Non MKJP Pil 32 19,5

Suntik 91 55,5

MKJP IUD 28 17,1

Implan 7 4,3

MOW 6 3,7

Total 164 100,0

Page 93: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

74

Berdasarkan tabel 5.2, dapat dilihat bahwa sebagian besar akseptor

KB menggunakan jenis metode kontrasepsi non MKJP yaitu suntik

(55,5%). Pada penelitian ini, akseptor KB pengguna MKJP adalah

kelompok sampel kasus yang berjumlah 41 akseptor, terdiri dari 27 IUD, 7

implan dan 6 MOW. Sedangkan pengguna non MKJP adalah kelompok

sampel kontrol yang berjumlah 123 akseptor, terdiri dari 31 pil dan 91

suntik.

C. Distribusi Frekuensi Faktor Sosiodemografi dan Sosioekonomi

Akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Faktor sosiodemografi akseptor KB diwilayah kerja Puskesmas

Pamulang yang diteliti pada penelitian ini yaitu umur menggunakan KB

dan tingkat pendidikan, sedangkan faktor sosioekonomi yang diteliti yaitu

status pekerjaan dan tingkat penghasilan. Dapat dilihat distribusi frekuensi

faktor sosiodemografi dan sosioekonomi pada akseptor KB di Wilayah

Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 pada tabel berikut:

Page 94: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

75

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi dan

Sosioekonomi di Wilayah Kerja Puskesmas PamulangTahun 2014

Kategori Akseptor KB

n (%)

Umur Menggunakan KB

>30 tahun 76 (46,3)

≤30 tahun 88 (53,7)

Jumlah 164 (100,0)

Tingkat Pendidikan

Tinggi (SMA, Diploma, atau Perguruan Tinggi) 87 (53,0)

Rendah (Tidak sekolah, Tidak lulus SD, SD, atau SMP) 77 (47,0)

Jumlah 164 (100,0)

Status Pekerjaan

Bekerja (Buruh, Wiraswasta, PNS, pegawai BUMN/Swasta) 33 (20,1)

Tidak Bekerja 131 (79,9)

Jumlah 164 (100,0)

Tingkat Penghasilan

Tinggi (>2.442.000) 72 (43,9)

Rendah (≤2.442.000) 92 (56,1)

Jumlah 164 (100,0)

Berdasarkan tabel 5.3 terlihat bahwa akseptor KB lebih banyak

yang berumur kurang atau sama dengan 30 tahun yaitu sebesar 53,7%.

Dari segi pendidikan, lebih banyak yang memiliki kategori pendidikan

tinggi (53,0%), sedangkan dari status pekerjaan, sebagian besar akseptor

KB tidak bekerja (79,9%). Pada kategori penghasilan, lebih banyak

akseptor yang berpenghasilan rendah (56,1%).

D. Distribusi Frekuensi Faktor Kognitif Akseptor KB di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Faktor kognitif akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Pamulang

pada penelitian ini diukur melalui status diskusi akseptor KB dengan

suami tentang MKJP. Dapat dilihat distribusi frekuensi faktor kognitif

Page 95: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

76

akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014 pada

tabel berikut:

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Kognitif di Wilayah

Kerja Puskesmas PamulangTahun 2014

Kategori Akseptor KB

n (%)

Status Diskusi dengan Suami tentang MKJP

Ya 96 (58,5)

Tidak 68 (41,5)

Jumlah 164 (100,0)

Berdasarkan tabel 5.4 terlihat bahwa sebelum menggunakan

kontrasepsi, akseptor KB lebih banyak yang melakukan diskusi dengan

suami terlebih dahulu tentang MKJP (58,5%).

E. Distribusi Frekuensi Faktor Reproduksi Akseptor KB di Wilayah

Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Faktor reproduksi akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas

Pamulang pada penelitian ini terdiri dari umur melahirkan pertama kali,

jumlah anak hidup dan riwayat aborsi. Dapat dilihat distribusi frekuensi

faktor reproduksi akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014 pada tabel berikut:

Page 96: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

77

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Reproduksi di

Wilayah Kerja Puskesmas PamulangTahun 2014

Kategori Akseptor KB

n (%)

Umur Pertama Kali Melahirkan

Umur < 18 tahun 10 (6,1)

Umur ≥ 18 tahun 154 (93,9)

Jumlah 164 (100,0)

Jumlah Anak Hidup

3 atau lebih anak 47 (28,7)

1 atau 2 anak 177 (71,3)

Jumlah 164 (100,0)

Riwayat Aborsi

Ada 21 (12,8)

Tidak Ada 143 (87,2)

Jumlah 164 (100,0)

Berdasarkan tabel 5.5 terlihat bahwa sebagian besar akseptor KB

melahirkan pada umur diatas 18 tahun (93,9%), memiliki anak 1 atau 2

(71,3%) dan tidak memiliki riwayat aborsi/keguguran (87,2%).

F. Distribusi Frekuensi Faktor Pelayanan Akseptor KB di Wilayah

Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Faktor pelayanan akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas

Pamulang dilihat berdasarkan tempat pelayanan yang dikunjungi. Dapat

dilihat distribusi frekuensi faktor pelayanan akseptor KB di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014 pada tabel berikut:

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Pelayanan di

Wilayah Kerja Puskesmas PamulangTahun 2014

Kategori Akseptor KB

n (%)

Tempat Pelayanan KB

Swasta (Bidan Swasta, Klinik Swasta, RS Swasta) 127 (77,4)

Pemerintah (Puskesmas, RS Pemerintah) 37 (22,6)

Jumlah 164 (100,0)

Page 97: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

78

Berdasarkan tabel 5.6 terlihat bahwa sebagian besar akseptor KB

lebih banyak mengunjungi tempat pelayanan kesehatan swasta (77,4%)

dibandingkan dengan pelayanan kesehatan pemerintah untuk mendapatkan

pelayanan Keluarga Berencana (KB).

G. Determinan Penggunaan MKJP Akseptor KB di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Penggunaan MKJP oleh Akseptor KB dipengaruhi oleh berbagai

faktor. Pada penelitian ini, faktor-faktor yang dianalisis untuk mengetahui

peluang akseptor KB dalam menggunakan MKJP adalah umur

menggunakan KB, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat

penghasilan, status diskusi dengan suami tentang MKJP, riwayat aborsi,

umur pertama kali melahirkan, jumlah anak hidup, dan jenis tempat

pelayanan KB yang dikunjungi. Dapat dilihat analisis determinan

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang tahun 2014

sebagai berikut:

1. Umur Akseptor KB dengan Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Analisis umur akseptor KB dengan penggunaan MKJP di

wilayah kerja Puskesmas Pamulang akan dijelaskan pada tabel

berikut:

Page 98: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

79

Tabel 5.7

Analisis Hubungan Umur Akseptor KB dengan Penggunaan MKJP di

Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Umur

Menggunakan

KB

Akseptor KB Total OR 95% CI

MKJP Non MKJP

n % n % N %

>30 tahun 30 73,2 46 37,4 76 46,3 4,565 2,090-9,973

≤30 tahun 11 26,8 77 62,6 88 53,7

Jumlah 41 100,0 123 100,0 164 100,0

Berdasarkan tabel 5.7 terlihat bahwa jumlah akseptor KB

pengguna MKJP lebih banyak pada kelompok yang berumur lebih

dari 30 tahun (73,2%), sedangkan pada akseptor KB pengguna non

MKJP lebih banyak pada kelompok yang berumur kurang atau sama

dengan 30 tahun (62,6%). Adapun nilai OR yang diperoleh pada CI

95% adalah sebesar 4,565 (2,090-9,973), dengan demikian nilai OR

bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa akseptor KB yang

berumur lebih dari 30 tahun berpeluang 4,565 kali menggunakan

MKJP dari pada akseptor KB yang berumur kurang atau sama dengan

30 tahun.

2. Tingkat Pendidikan Akseptor KB dengan Penggunaan MKJP di

Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Analisis tingkat pendidikan akseptor KB dengan penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang akan dijelaskan pada

tabel berikut:

Page 99: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

80

Tabel 5.8

Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014

Tingkat

Pendidikan

Akseptor KB Total OR 95% CI

MKJP Non MKJP

n % n % N %

Tinggi 22 53,7 65 52,8 87 53,0 1,033 0,509-2,099

Rendah 19 46,3 58 47,2 77 47,0

Jumlah 41 100,0 123 100,0 164 100,0

Berdasarkan tabel 5.8 terlihat bahwa jumlah akseptor KB

pengguna MKJP lebih banyak pada kelompok pendidikan tinggi

(53,7%) dibandingkan dengan kelompok pendidikan rendah (46,3%),

begitu pula pada akseptor KB pengguna non MKJP menunjukkan pola

distribusi yang sama. Nilai OR yang diperoleh pada CI 95% yaitu

sebesar 1,033 (0,509-2,099), dengan demikian nilai OR tidak

bermakna.

3. Status Pekerjaan Akseptor KB dengan Penggunaan MKJP di

Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Analisis status pekerjaan akseptor KB dengan penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang akan dijelaskan pada

tabel berikut:

Tabel 5.9

Analisis Hubungan Status Pekerjaan Akseptor KB dengan Penggunaan

MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014

Status

Pekerjaan

Akseptor KB Total OR 95% CI

MKJP Non MKJP

n % n % N %

Bekerja 17 41,5 16 13,0 33 20,1 4,737 2,100-10,687

Tidak bekerja 24 58,5 107 87,0 131 79,9

Jumlah 41 100,0 123 100,0 164 100,0

Page 100: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

81

Berdasarkan tabel 5.9 terlihat bahwa jumlah akseptor KB

pengguna MKJP lebih banyak pada kelompok tidak bekerja (58,5%)

dibandingkan kelompok bekerja (41,5%), sedangkan akseptor KB

pengguna non MKJP sebagian besar tidak bekerja (87,0%). Adapun

nilai OR yang diperoleh pada CI 95% yaitu sebesar 4,737 (2,100-

10,687), dengan demikian nilai OR bermakna, sehingga dapat

disimpulkan bahwa akseptor KB yang bekerja berpeluang 4,737 kali

menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak

bekerja.

4. Tingkat Penghasilan Akseptor KB dengan Penggunaan MKJP di

Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Analisis tingkat penghasilan akseptor KB dengan penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang akan dijelaskan pada

tabel berikut:

Tabel 5.10

Analisis Hubungan Tingkat Penghasilan Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014

Tingkat

Penghasilan

Akseptor KB Total OR 95% CI

MKJP Non MKJP

n % n % N %

Tinggi 24 58,5 48 39,0 72 43,9 2,206 1,075-4,528

Rendah 17 41,5 75 61,0 92 56,1

Jumlah 41 100,0 123 100,0 164 100,0

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa jumlah akseptor KB

pengguna MKJP lebih banyak pada kelompok dengan tingkat

penghasilan tinggi (58,5%), sedangkan pada akseptor KB pengguna

non MKJP lebih banyak pada kelompok dengan tingkat penghasilan

Page 101: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

82

rendah (61,0%). Adapun nilai OR yang diperoleh pada CI 95% yaitu

sebesar 2,206 (1,075-4,528), dengan demikian nilai OR bermakna,

sehingga dapat disimpulkan bahwa akseptor KB yang berpenghasilan

tinggi berpeluang 2,206 kali menggunakan MKJP dibandingkan

dengan akseptor KB yang berpenghasilan rendah.

5. Status Diskusi dengan Suami tentang MKJP dengan Penggunaan

MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Analisis status diskusi dengan suami akseptor KB dengan

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang akan

dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 5.11

Analisis Hubungan Akseptor KB yang Berdiskusi dengan Suami dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014

Status Diskusi

dengan Suami

Akseptor KB Total OR 95% CI

MKJP Non MKJP

n % n % N %

Ya 39 95,1 57 46,3 96 58,5 22,579 5,220-97,665

Tidak 2 4,9 66 53,7 68 41,5

Jumlah 41 100,0 123 100,0 164 100,0

Berdasarkan tabel 5.11 terlihat bahwa sebagian besar (95,1%)

akseptor KB pengguna MKJP melakukan diskusi dengan suami

tentang MKJP, sedangkan pada akseptor KB pengguna non MKJP

lebih banyak yang tidak berdiskusi dengan suami (53,7%)

dibandingkan dengan yang berdiskusi dengan suami (46,3%). Adapun

nilai OR yang diperoleh pada CI 95% yaitu sebesar 22,579 (5,220-

97,665), dengan demikian nilai OR bermakna, sehingga dapat

disimpulkan bahwa akseptor KB yang telah berdiskusi dengan suami

Page 102: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

83

tentang MKJP terlebih dahulu berpeluang 22,579 kali menggunakan

MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak berdiskusi

dengan suami mengenai MKJP.

6. Umur Pertama Kali Melahirkan Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014

Analisis umur pertama kali melahirkan akseptor KB dengan

penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang akan

dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 5.12

Analisis Hubungan Umur Pertama Kali Melahirkan Akseptor KB

dengan Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

Umur

Pertama Kali

Melahirkan

Akseptor KB Total OR 95% CI

MKJP Non MKJP

n % n % N %

Umur < 18 tahun 2 4,9 8 6,5 10 6,1 0,737 0,150-3,620

Umur ≥ 18 tahun 39 95,1 115 93,5 154 93,9

Jumlah 41 100,0 123 100,0 164 100,0

Berdasarkan tabel 5.12 terlihat bahwa sebagian besar akseptor

KB melahirkan pertama kali pada umur 18 tahun atau lebih, baik pada

akseptor KB pengguna MKJP (95,1%) maupun akseptor KB

pengguna non MKJP (93,5%). Adapun nilai OR yang diperoleh pada

CI 95% yaitu sebesar 0,737 (0,150-3,620), dengan demikian nilai OR

tersebut tidak bermakna.

Page 103: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

84

7. Jumlah Anak Hidup Akseptor KB dengan Penggunaan MKJP di

Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Analisis jumlah anak hidup akseptor KB dengan penggunaan

MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang akan dijelaskan pada

tabel berikut:

Tabel 5.13

Analisis Hubungan Jumlah Anak Hidup Akseptor KB dengan

Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014

Jumlah

Anak

Hidup

Akseptor KB Total OR 95% CI

MKJP Non MKJP

n % n % N %

3 atau lebih 20 48,8 27 22,0 47 28,7 3,386 1,605-7,144

1 atau 2 21 51,2 96 78,0 117 71,3

Jumlah 41 100,0 123 100,0 164 100,0

Berdasarkan tabel 5.13 terlihat bahwa jumlah akseptor KB

pengguna MKJP lebih banyak yang memiliki anak 1 atau 2 (51,2%)

dibandingkan dengan yang memiliki anak 3 atau lebih (48,8%)

sedangkan pada akseptor KB pengguna non MKJP sebagian besar

memiliki anak 1 atau 2 (78%). Adapun nilai OR yang diperoleh pada

CI 95% yaitu sebesar 3,386 (1,605-7,144), dengan demikian nilai OR

tersebut bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa akseptor KB

yang memiliki anak 3 atau lebih berpeluang 3,386 kali menggunakan

MKJP dibandingkan dengan akseptor yang memiliki anak 1 atau 2.

Page 104: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

85

8. Riwayat Aborsi Akseptor KB dengan Penggunaan MKJP di

Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Analisis riwayat aborsi akseptor KB dengan penggunaan MKJP

di wilayah kerja Puskesmas Pamulang akan dijelaskan pada tabel

berikut:

Tabel 5.14

Analisis Hubungan Riwayat Aborsi Akseptor KB dengan Penggunaan

MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Riwayat

Aborsi

Akseptor KB Total OR 95% CI

MKJP Non MKJP

n % n % N %

Ada 10 24,4 11 8,9 21 12,8 3,284 1,278-8,444

Tidak Ada 31 75,6 112 91,1 143 87,2

Jumlah 41 100,0 123 100,0 164 100,0

Berdasarkan tabel 5.14 terlihat bahwa jumlah akseptor KB

pengguna MKJP lebih banyak yang memiliki tidak memiliki riwayat

aborsi (75,6%) dibandingkan yang memiliki riwayat aborsi (24,4%),

sedangkan pada akseptor KB pengguna non MKJP sebagian besar

memiliki tidak memiliki riwayat aborsi (91,1%). Adapun nilai OR

yang diperoleh pada CI 95% yaitu sebesar 3,284 (1,278-8,444),

dengan demikian nilai OR bermakna, sehingga dapat disimpulkan

bahwa akseptor KB yang memiliki riwayat aborsi berpeluang 3,284

kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang

tidak memiliki riwayat aborsi.

Page 105: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

86

9. Tempat Pelayanan KB dengan Penggunaan MKJP di wilayah

Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Analisis tempat pelayanan KB yang dimanfaatkan akseptor KB

dengan penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas Pamulang

akan dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 5.15

Analisis Hubungan Tempat Pelayanan KB dengan Penggunaan MKJP

di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Tempat

Pelayanan

KB

Akseptor KB Total OR 95% CI

MKJP Non MKJP

n % n % N %

Swasta 17 41,5 110 89,4 127 77,4 0,084 0,036-0,195

Pemerintah 24 58,5 13 10,6 37 22,6

Jumlah 41 100,0 123 100,0 164 100,0

Berdasarkan tabel 5.15 terlihat bahwa jumlah akseptor KB

pengguna MKJP lebih banyak yang memanfaatkan tempat pelayanan

KB pemerintah (58,5%) dibandingkan dengan yang memanfaatkan

pelayanan KB swasta (41,5%), sedangkan akseptor KB pengguna non

MKJP sebagian besar memanfaatkan pelayanan swasta (89,4%).

Adapun nilai OR yang diperoleh pada CI 95% yaitu sebesar 0,084

(0,036-0,195), dengan demikian nilai OR bermakna namun bersifat

protektif, sehingga dapat disimpulkan bahwa akseptor yang

memanfaatkan tempat pelayanan KB di swasta mencegah penggunaan

MKJP sebesar 0,084 kali dibandingkan dengan akseptor yang

memanfaatkan tempat pelayanan KB di Pemerintah.

Page 106: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

87

BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan dalam Penelitian

1. Pada hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat nilai OR

yang memiliki rentang CI (Confident Interval) cukup lebar yaitu pada

variabel status diskusi dengan suami tentang MKJP. Walaupun nilai OR

yang didapat bermakna, namun rentang yang terlalu lebar ini menandakan

nilai presisi pada analisis tersebut rendah sehingga informasi yang

didapatkan kurang bernilai. Rentang CI yang terlalu lebar ini dapat

mengindikasikan bahwa jumlah sampel terlalu sedikit.

2. Pada penelitian ini tidak diteliti faktor terkait budaya seperti mitos dan

ketidakpahaman mengenai MKJP yang hanya dapat digali informasinya

secara mendalam dengan cara kualitatif

B. Distribusi Frekuensi Jenis Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

Kontrasepsi adalah tindakan menghindari/mencegah terjadinya

pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma, sehingga tidak

terjadinya kehamilan (BKKBN, 2015). Terdapat berbagai macam metode

kontrasepsi. Berdasarkan lama efektifitasnya, kontrasepsi dibagi menjadi

MKJP dan non MKJP. Kontrasepsi yang termasuk dalam kelompok MKJP

yaitu IUD, implan, MOP, dan MOW, sedangkan kontrasepsi yang termasuk

dalam kelompok non MKJP yaitu kondom, pil, suntik, dan metode-metode

lain yang tidak termasuk dalam MKJP (BKKBN, 2011).

Page 107: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

88

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa metode kontrasepsi yang

paling banyak digunakan adalah suntik sebesar 55,5%. Sebagian besar

masyarakat Indonesia memang masih banyak yang menggunakan metode

kontrasepsi jangka pendek seperti suntik dan pil. Padahal, angka kegagalan

metode KB non MKJP masih cukup tinggi. Angka kegagalan suntik

mencapai 6 per 100 akseptor pengguna suntik, yang artinya 6 dari 100

penggunanya tetap mengalami kehamilan setelah menggunakan kontrasepsi

suntik, sedangkan angka kegagalan pil mencapai 6-8 kehamilan dari 100

akseptor pengguna pil (Susanto, 2015).

Berdasarkan penelitian Asih dan Oesman (2009) yang melakukan

analisis lanjut pada data SDKI diperoleh jumlah pemakaian non MKJP

sebesar 82,2% sedangkan pemakai MKJP hanya sebesar 17,8%. Data yang

diperoleh BKKBN terkait metode kontrasepsi yang digunakan di Indonesia

juga menunjukkan hasil sejalan yaitu metode kontrasepsi yang digunakan

akseptor KB didominasi oleh suntikan (36%) dan pil KB (15,1%). Oleh

karena itu pemerintah sedang melakukan upaya untuk peningkatan MKJP

karena dinilai lebih efektif dalam menekan laju pertumbuhan penduduk

(Dewi, 2013).

C. Distribusi Frekuensi Faktor Sosiodemografi dan Sosioekonomi di

Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Faktor sosiodemografi dan sosioekonomi adalah faktor yang melekat

dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan

suatu tindakan (Maulana, 2009). Faktor sosiodemografi yang mempengaruhi

seseorang dalam bertindak misalnya umur, jenis kelamin dan pendidikan,

Page 108: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

89

sedangkan faktor sosioekonomi misalnya pekerjaan dan pendapatan (Gaol,

2013). Faktor sosiodemografi dan sosioekonomi yang diteliti dalam

penelitian ini yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

Pada penelitian ini, diperoleh hasil lebih banyak akseptor

menggunakan KB pada umur kurang atau sama dengan 30 tahun (53,7%).

Menurut Fienalia (2012), umur akseptor KB mempengaruhi metode

kontrasepsi yang akan digunakan. Hal ini sejalan jika dilihat dari jenis

kontrasepsi yang banyak dipakai adalah non MKJP. Akseptor non MKJP

sebagian besar adalah ibu-ibu muda yang memiliki umur kurang dari 30

tahun. Hasil yang diperoleh pada penelitian Nasution (2011) juga diperoleh

jumlah Non MKJP di Papua dan Maluku lebih banyak pada umur kurang dari

30 tahun yaitu sebesar 84,91%. Pada penelitian Dewi dan Notobroto (2014)

diperoleh hasil bahwa akseptor KB pengguna non MKJP lebih banyak

berumur 20-30 tahun (33,3%), sedangkan akseptor KB pengguna MKJP lebih

banyak berumur >30 tahun (29,8%).

Berdasarkan kategori pendidikan lebih banyak yang memiliki

pendidikan tinggi sebesar 53%. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang

menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya suatu

hal termasuk dalam pemilihan kontrasepsi (Fienalia, 2012). Pada penelitian

Meskele dan Mekonnen (2014) di Etiopia Selatan juga memperoleh hasil

pendidikan tinggi memiliki jumlah yang cukup besar pada kelompok

pengguna MKJP yaitu sebesar 63,2%. Di Indonesia, pada penelitian Cindra

Paskaria (2015) juga memperoleh hasil lebih banyak kategori pendidikan

tinggi yaitu 68,77%, sedangkan pada penelitian Asih dan Oesman (2009)

Page 109: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

90

menunjukkan jumlah yang sedikit berbeda dimana lebih tinggi pendidikan

rendah yaitu 53,7% dari pada pendidikan tinggi, walaupun tidak terpaut jauh.

Pada kategori status pekerjaan, lebih banyak Akseptor KB yang tidak

bekerja yaitu 79,9%. Pada penelitian Gudaynhe dkk (2014) di Barat Laut

Etiopia juga diperoleh jumlah akseptor KB yang tidak bekerja (ibu rumah

tangga) lebih banyak dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain yaitu sebesar

32,5% pada kelompok MKJP dan 39,5% pada kelompok Non MKJP. Di

Indonesia, pada penelitian Asih dan Oesman (2009), diperoleh hasil yang

berbeda dimana jumlah akseptor KB yang bekerja lebih banyak dibandingkan

dengan akseptor KB yang tidak bekerja yaitu sebesar 59,2%.

Berdasarkan tingkat penghasilan, lebih banyak akseptor KB yang

memiliki penghasilan rendah yaitu sebesar 56,1%, walaupun tidak terpaut

jauh dengan akseptor KB yang memiliki penghasilan tinggi (43,9%). Menurut

Fienalia (2012) penghasilan seseorang dapat berpengaruh dalam keikutsertaan

akseptor menggunakan KB. Pada penelitian Mestad dkk (2012) juga

menunjukkan akseptor KB dengan kategori penghasilan rendah lebih banyak

yaitu sebesar 73,4%. Namun, pada penelitian Asih dan Oesman, berdasarkan

kategori indeks kekayaan menunjukkan hasil yang berbeda dimana lebih

banyak akseptor KB yang berada pada kategori mampu yaitu sebesar 63,2%.

Begitu pula pada penelitian Paskaria (2015) ditemukan lebih banyak akseptor

KB berada pada kategori sosial ekonomi mampu (58,64%) dari pada sosial

ekonomi miskin.

Page 110: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

91

D. Distribusi Frekuensi Faktor Kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

Faktor kognitif adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

berpikir lebih kompleks, serta kemampuan penalaran dan pemecahan

masalah. Faktor kognitif seseorang dapat dibentuk oleh paparan lingkungan

eksternal. Suatu tindakan seperti pemilihan metode kontrasepsi sangat

berpengaruh terhadap pengaruh eksternal terutama dari pasangan atau suami.

Faktor kognitif yang diteliti pada penelitian ini adalah status telah atau tidak

pernah akseptor KB berdiskusi dengan suami tentang MKJP (Semiun, 2006).

Pada penelitian ini diperoleh lebih banyak akseptor KB yang

melakukan diskusi dengan suami tentang MKJP yaitu sebesar 58,5%. Pada

penelitian Gudaynhe dkk (2014) juga diperoleh hasil lebih banyak akseptor

KB yang melakukan diskusi dengan pasangan baik pada kelompok MKJP

(80,8%) maupun pada kelompok Non MKJP (70%). Namun pada penelitian

yalew dkk (2015) diperoleh hasil lebih banyak akseptor yang jarang

melakukan diskusi dengan suami dibandingkan yang sering melakukan

diskusi dengan suami yaitu sebesar 74,7%.

E. Distribusi Frekuensi Faktor Reproduksi di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

Faktor reproduksi merupakan karakteristik yang terkait dalam sistem

reproduksi seorang wanita, yang juga menggambarkan risiko-risiko kesehatan

yang ada sehingga dapat dijadikan pertimbangan seseorang dalam hal

kehamilan dan kelahiran (BKKBN, 2011). Pada penelitian ini, faktor

reproduksi yang diteliti yaitu jumlah anak hidup, umur pertama kali

melahirkan, dan riwayat aborsi.

Page 111: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

92

Pada penelitian ini, diperoleh hasil berdasarkan kategori jumlah anak

akseptor KB sebagian besar memiliki jumlah anak 1 atau 2 (71,3%). Menurut

Fienalia (2012), jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita akan

mempengaruhi tingkat pemakaian kontrasepsi. Jika dilihat dari jenis

kontrasepsi yang paling banyak dipakai adalah non MKJP (suntik 55%), hal

ini menunjukkan terdapat pola kecenderungan antara umur dan jenis

kontrasepsi, dimana peserta non MKJP sebagian besar adalah ibu yang masih

ingin memiliki anak lagi. Data SDKI 2012, jumlah anak yang dimiliki

akseptor KB sebagian besar (70,96%) (Paskaria, 2015). Pada penelitian

Meskele and Mekonnen (2014) di Etiopia Selatan diperoleh hasil yang sedikit

berbeda, akseptor KB justru lebih banyak yang memiliki anak 3 atau lebih

yaitu sebesar 50,4%, walaupun tidak terpaut jauh dengan yang memiliki anak

1 atau 2.

Pada kategori umur melahirkan, sebagian besar (93,3%) akseptor KB

melahirkan pertama kali pada usia 18 tahun atau 18 tahun keatas. Pada

penelitian Gudaynhe dkk (2014) juga diperoleh hasil bahwa lebih banyak

akseptor KB melahirkan pertama kali pada umur diatas 18 tahun yaitu sebesar

41,7% pada kelompok kasus (MKJP) dan 51,7% pada kelompok kontrol (non

MKJP). Pada penelitian Gebremichael dkk (2014) juga demikian, jumlah

akseptor yang melahirkan diatas usia 18 tahun lebih banyak dari usia dibawah

18 tahun yaitu sebesar 84,3%.

Pada kategori riwayat aborsi, sebagian besar akseptor KB tidak

memiliki riwayat aborsi (87,2%). Pada penelitian Gebremichael dkk (2014)

juga diperoleh hasil bahwa sebagian besar akseptor KB tidak memiliki

Page 112: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

93

riwayat aborsi yaitu sebesar 89,5%. Penelitian lain yaitu penelitian Mestad

dkk (2012) juga diperoleh hasil lebih banyak yang tidak memiliki riwayat

aborsi yaitu sebesar 75,8% dibandingkan yang memiliki riwayat aborsi. Jika

dilihat berdasarkan kelompok MKJP dan non MKJP pun pada kedua

kelompok lebih banyak yang tidak memiliki riwayat aborsi yaitu berturut-

turut sebesar 75,6% dan 76%.

F. Distribusi Frekuensi Faktor Pelayanan di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

KB merupakan suatu program yang dibuat pemerintah untuk menekan

laju pertumbuhan penduduk. Sebagai suatu program, faktor pelayanan sangat

berpengaruh terhadap tingkat penggunaan kontrasepsi di masyarakat. Pada

penelitian ini faktor pelayanan yang diteliti adalah tempat pelayanan KB yang

dibagi berdasarkan kategori pelayanan swasta (praktik bidan swasta, RS

swasta atau Klinik swasta) dan pelayanan pemerintah (Puskesmas atau RS

pemerintah).

Tempat pelayanan KB yang banyak dipilih oleh akseptor KB adalah

pelayanan swasta yaitu sebesar 77,4%. Pada penelitian Nasution (2011) di

Provinsi Maluku dan Papua pada kelompok MKJP paling banyak yang

memanfaatkan pelayanan pemerintah yaitu sebesar 29,49% sedangkan pada

kelompok Non MKJP paling banyak yang memanfaatkan pelayanan swasta

yaitu sebesar 90,29%. Namun hasil yang berbeda di dapat di Provinsi Bali

dan Nusa Tenggara dimana kelompok MKJP lebih banyak yang

memanfaatkan pelayanan swasta yaitu sebesar 35,86% dan pada kelompok

non MKJP lebih banyak yang memanfaatkan pelayanan pemerintah yaitu

Page 113: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

94

sebesar 64,84%. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan ketersediaan tempat

pelayanan di masing-masing daerah.

G. Determinan Penggunaan MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014

Penggunaan MKJP dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada

penelitian ini, faktor-faktor yang dihubungkan mempunyai pengaruh terhadap

penggunaan MKJP yaitu umur menggunakan KB, tingkat pendidikan, status

pekerjaan, tingkat penghasilan, status diskusi dengan pasangan/suami, umur

melahirkan pertama kali, riwayat aborsi, jumlah anak hidup, dan tempat

pelayanan KB. Berikut pembahasan dari hasil statistik yang diperoleh

berdasarkan determinan penggunaan MKJP di wilayah kerja Puskesmas

Pamulang tahun 2014:

1. Umur Akseptor KB dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka

Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Umur Wanita Usia Subur (WUS) dapat mempengaruhi metode

kontrasepsi yang akan digunakan. Umur merupakan faktor instrinsik yang

mempengaruhi keputusan seseorang dalam menggunakan metode

kontrasepsi. Umur berpengaruh dengan struktur organ, fungsi organ,

komposisi biokimiawi dan sistem hormonal (Dewi dan Notobroto, 2014).

Pada penelitian ini, nilai OR yang diperoleh pada CI 95% sebesar

4,565 (2,090-9,973), dengan demikian nilai OR tersebut bermakna,

sehingga dapat disimpulkan bahwa akseptor KB yang berumur lebih dari

30 tahun berpeluang 4,565 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan

akseptor KB yang berumur kurang atau sama dengan 30 tahun. Pada

analisis univariat terlihat pula bahwa jumlah Akseptor KB pengguna

Page 114: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

95

MKJP lebih banyak yang berumur lebih dari 30 tahun sebesar 73,2%,

sedangkan jumlah Akseptor KB pengguna non MKJP lebih banyak yang

berumur kurang atau sama dengan 30 tahun sebesar 62,2%, dengan

demikian terlihat bahwa terdapat kecenderungan umur dengan penggunaan

metode kontrasepsi.

Di wilayah kerja puskesmas pamulang, akseptor KB yang

menggunakan kontrasepsi jangka pendek seperti pil dan suntik didominasi

ibu muda yang masih ingin memiliki anak lagi. Hubungan antara umur

dengan penggunaan MKJP yang didapatkan pada analisis juga

menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang menganggap MKJP

hanya digunakan ketika sudah tidak menginginkan anak lagi untuk

menghentikan kehamilan. Padahal MKJP merupakan kontrasepsi yang

juga efektif untuk menjarangkan kelahiran dan tidak berpengaruh terhadap

tingkat kesuburan contohnya implan dan IUD. Menurut Rosana (2013),

memang paradigma masyarakat di Indonesia masih menganggap bahwa

MKJP hanya digunakan ketika ingin menghentikan kehamilan.

Periode umur tertentu, misal umur diatas 30 tahun, dapat

meningkatkan risiko-risiko kelainan seperti penyakit jantung, darah tinggi,

keganasan dan penyakit metabolik lainnya. Risiko kelainan tersebut dapat

membahayakan keselamatan jiwa, terlebih ketika terjadinya kehamilan.

Hal ini membuat seseorang membutuhkan alat kontrasepsi yang lebih

efektif untuk mencegah kehamilan, karena semakin tinggi umur seseorang,

risiko kesehatan yang terjadi dapat semakin berat (Dewi dan Notobroto,

2014).

Page 115: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

96

Pada penelitian yang dilakukan Dewi dan Notobroto (2014)

diperoleh hasil sejalan dengan penelitian ini, yaitu adanya pengaruh antara

umur akseptor KB dengan rendahnya keikutsertaan PUS menggunakan

MKJP. Pada analisis univariat diketahui bahwa pada kelompok MKJP

lebih banyak pada umur >30 tahun (29,8%) sedangkan kelompok non

MKJP lebih banyak pada umur 20-30 tahun (33,3%).

Penelitian lain yang sejalan yaitu penelitian Nasution (2011) yang

meneliti faktor-faktor penggunaan MKJP di 6 Provinsi di Indonesia,

diperoleh hasil umur memiliki hubungan dengan penggunaan MKJP di 5

provinsi yaitu Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, serta Bali dan

Nusa Tenggara. Penelitian tersebut menarik kesimpulan bahwa umur

Pasangan Usia Subur (PUS) < 30 tahun memiliki risiko untuk tidak

menggunakan MKJP lebih tinggi dibandingkan dengan PUS umur > 30

tahun. Namun, hasil yang tidak berhubungan antara umur dengan

penggunaan MKJP diperoleh pada Provinsi Sumatera.

Pada penelitian Asih dan Oesman (2009) juga diperoleh hasil

sejalan dimana akseptor KB yang berumur 30 tahun atau lebih berpeluang

4,2 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang

berumur kurang dari 30 tahun. Pada penelitian Mestad et al (2012) juga

menunjukkan hasil adanya hubungan antara umur dengan jenis kontrasepsi

yang digunakan. Pada penelitian Teferra dan Wondifraw (2015) pun

demikian, didapatkan hasil akseptor KB yang berumur 25-34 tahun

berpeluang 1,99 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor

KB yang berumur 15-24 tahun, sedangkan akseptor KB yang berumur ≥

Page 116: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

97

35 tahun berpeluang 2,12 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan

akseptor KB yang berumur 15-24 tahun.

Hasil yang berbeda didapat pada penelitian Gudaynhe dkk (2013).

Pada penelitian tersebut didapatkan hasil hubungan yang protektif antara

akseptor KB dengan umur 30-34 terhadap penggunaan MKJP. Pada

penelitian tersebut, wanita yang memiliki usia 20-24 tahun 3,69 kali

mempunyai peluang untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan

wanita yang memiliki umur 30-34 tahun. Namun, hasil yang tidak sejalan

dengan penetilian ini juga diperoleh pada penelitian Meskele dan

Mekonnen (2014) dan Shegaw Getinet dkk (2014) dimana diperoleh hasil

tidak ada hubungan antara umur dengan keinginan menggunakan MKJP.

Hubungan yang diperoleh antara umur dengan penggunaan MKJP

pada penelitian ini dapat dijadikan masukkan untuk meningkatan cakupan

penggunaan MKJP. Hal ini dapat dilakukan dengan penyuluhan yang

difokuskan pada akseptor KB berumur kurang atau sama dengan 30 tahun

tentang kelemahan dan kelebihan tiap metode kontrasepsi dan penekanan

bahwa MKJP merupakan metode yang aman dan efektif dalam menunda

atau menjarangkan kelahiran.

2. Tingkat Pendidikan Akseptor KB dengan Penggunaan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

Pendidikan menjadi salah satu faktor yang mencegah atau

mendorong seseorang dalam bertindak, misalnya dalam memilih metode

kontrasepsi yang akan digunakan. Pendidikan pada hakikatnya merupakan

sesuatu yang diberikan seseorang kepada orang lain yang sedang berusaha

Page 117: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

98

mencapai kedewasaan dalam arti normatif dengan menggunakan cara

berupa alat, bahasa atau media guna mencapai perubahan tingkah laku dan

tujuan (Herijulianti, 2001). Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang

dalam menyerap informasi dan mempertimbangkan hal-hal yang

menguntungkan atau efek samping bagi kesehatan terhadap pilihan metode

kontrasepsi yang ada. Orang yang berpendidikan akan lebih mudah

menerima gagasan baru (Dewi dan Notobroto, 2014).

Pada penelitian ini, diperoleh nilai OR pada CI 95% yaitu sebesar

1,033 (0,509-2,099), dengan demikian nilai OR tersebut tidak bermakna.

Hal ini dimungkinkan karena pada penelitian ini distribusi pendidikan baik

pada kelompok kasus maupun kontrol sama-sama lebih banyak pada

akseptor KB kelompok pendidikan tinggi.

Hasil yang tidak berhubungan juga dapat dikarenakan pemilihan

metode kontrasepsi yang akan digunakan tidak hanya diputuskan oleh

akseptor, tetapi terdapat pengaruh dari orang-orang disekitar akseptor

misalnya suami, orang tua atau teman dekat maupun tokoh yang dianggap

penting seperti kader kesehatan dan petugas kesehatan di wilayah

setempat. Hal ini didukung oleh Faizahlaili (2009) yang mengatakan

bahwa penggunaan kontrasepsi dipengaruhi berbagai faktor salah satunya

pengaruh orang-orang terdekat.

Selain itu, hasil yang tidak berhubungan pada penelitian ini dapat

dikarenakan kategori pengelompokkan yang digunakan dimana pendidikan

SMA masuk pada kategori pendidikan tinggi sehingga baik kelompok

MKJP maupun non MKJP lebih banyak pada kategori pendidikan tinggi.

Page 118: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

99

Walaupun pemerintah masih menerapkan wajib belajar 9 tahun yaitu

sampai SMP, masyarakat di kota besar saat ini seperti Tangerang Selatan

sudah banyak yang mencapai pendidikan sampai SMA.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pangestika (2010)

diperoleh hasil tidak ada hubungan antara pendidikan dengan penggunaan

MKJP. Pada penelitian Adhyani dkk (2011) juga diperoleh hasil yang

tidak signifikan antara pendidikan dengan penggunaan MKJP. Sama

halnya pada hasil penelitian Mestad dkk (2012) juga diperoleh hasil tidak

ada hubungan antara pendidikan SMA dengan pendidikan Perguruan

Tinggi dalam penggunaan MKJP. Pada penelitian Paskaria (2015) yang

menganalisis data SDKI tahun 2012 juga diperoleh hasil tidak ada

hubungan antara tingkat pendidikan akseptor KB dengan penggunaan

MKJP.

Pada penelitian Gudaynhe dkk (2014) yang dilakukan di Etiopia

Barat juga diperoleh hasil tidak ada hubungan antara akseptor KB yang

tidak sekolah atau jenjang pendidikan kedua dengan penggunaan MKJP

jika dibandingkan dengan akseptor yang kuliah. Namun hasil yang

berhubungan diperoleh pada kelompok pendidikan perguruan tinggi

dengan pendidikan primer, yang berarti akseptor KB yang mencapai level

pendidikan sampai perguruan tinggi berpeluang menggunakan MKJP

dibandingkan dengan akseptor KB yang hanya mencapai level pendidikan

primer.

Hasil yang berbeda didapatkan pada penelitian Asih dan Oesman

(2009) dimana pada penelitian tersebut disimpulkan akseptor KB dengan

Page 119: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

100

pendidikan diatas SLTP berpeluang 1,086 kali menggunakan MKJP

dibandingkan dengan akseptor KB dengan pendidikan SLTP kebawah.

Perbedaan hasil juga ditemukan pada penelitian Meskele dan Mekonnen

(2014) yang memperoleh hasil bahwa akseptor KB dengan tingkat

pendidikan tinggi berpeluang 2,8 kali meningkatkan keinginan untuk

menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak

berpendidikan.

Hasil yang tidak berhubungan pada penelitian ini dapat dijadikan

masukkan untuk meningkatkan cakupan MKJP dengan pemberian edukasi

yang tidak hanya pada wanita usia subur saja melainkan juga kepada

orang-orang terdekat akseptor seperti suami, agar mendorong dan

mendukung pasangannya menggunakan MKJP. Selain itu, peran orang

berpengaruh seperti kader kesehatan dan petugas kesehatan dengan cara

menjadi role model di masyarakat dengan menggunakan MKJP juga dapat

dilakukan dalam upaya peningkatan cakupan MKJP.

3. Status Pekerjaan Akseptor KB dengan Penggunaan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

Pekerjaan ada berbagai jenis, jenis pekerjaan adalah macam-

macam kegiatan melaksanakan tugas pokok, setiap pekerjaan juga

mempunyai sifat yang berbeda-beda, ada yang membutuhkan waktu 24

jam ada pula yang hanya beberapa jam (Bratakusumah dan Solihin, 2004).

Pekerjaan mempengaruhi seseorang dalam menggunakan Metode MJKP.

Pada penelitian ini pekerjaan dibagi berdasarkan status bekerja dan tidak

bekerja.

Page 120: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

101

Pada penelitian ini, diperoleh nilai OR pada CI 95% yaitu sebesar

4,737 (2,100-10,687), dengan demikian nilai OR bermakna, sehingga

dapat disimpulkan akseptor KB yang bekerja berpeluang 4,737 kali

menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak

bekerja. Pada analisis univariat terlihat pula adanya kecenderungan dimana

kelompok non MKJP sebagian besar berstatus tidak bekerja (87%).

Akseptor KB di wilayah kerja Puskesmas Pamulang memang

sebagian besar merupakan ibu rumah tangga sehingga lebih memiliki

banyak waktu untuk menggunakan kontrasepsi jangka pendek seperti pil

dan suntik. Akseptor KB yang bekerja berpeluang lebih untuk

menggunakan MKJP karena mempertimbangkan berbagai hal seperti

waktu pemakaian KB jangka pendek (Non MKJP) yang harus diminum

tiap hari seperti pil atau tiap bulan seperti suntik yang dapat menyita

banyak waktu serta tidak efektif. Selain itu, Akseptor KB yang bekerja

memiliki kesempatan untuk memperoleh informasi baik dari teman kerja

atau dari media lain sehingga kesempatan untuk menggunakan MKJP

dapat lebih besar. Menurut Fienalia (2012), wanita bekerja kemungkinan

lebih menyadari kegunaan dan manfaat KB serta lebih mengetahui pilihan

metode yang ada jika dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja.

Pada penelitian Teferra dan Wondifraw (2015) diperoleh hasil

sejalan dengan penelitian ini, yaitu wanita yang bekerja mempunyai

peluang 1,7 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan wanita yang

tidak bekerja. Pada penelitian Yalew dkk (2015) di Barat Laut Etiopia,

Page 121: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

102

juga diperoleh hubungan antara pekerjaan dengan penggunaan MKJP

dimana akseptor KB dengan pekerjaan buruh dan pelajar meningkatkan

peluang menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor yang tidak

bekerja.

Pada penelitian Asih dan Oesman (2009) juga diperoleh hasil yang

signifikan antara status pekerjaan dengan penggunaan MKJP. Pada

penelitian tersebut diketahui bahwa akseptor KB dengan status bekerja

berpeluang 1,529 menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB

yang tidak bekerja. Namun, hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian

Kurniawati (2002) dimana diperoleh hasil yang tidak berhubungan antara

pekerjaan dengan penggunaan MKJP.

Hasil yang berhubungan antara pekerjaan dengan penggunaan

MKJP ini dapat dijadikan masukan untuk meningkatkan cakupan

penggunaan MKJP yaitu dengan melakukan penyuluhan tentang MKJP

yang difokuskan pada ibu-ibu rumah tangga melalui kegiatan-kegiatan di

lingkungan Rumah Tangga (RT) seperti arisan atau pengajian ibu-ibu oleh

kader kesehatan atau ibu-ibu PKK wilayah setempat.

4. Tingkat Penghasilan Akseptor KB dengan Penggunaan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

Penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang

dilakukan orang perorangan, badan, dan bentuk usaha lainnya yang dapat

digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsikan dan/atau

menimbun serta menambah kekayaan. Menurut Pasal 4 ayat 1 UU PPh

yang dimaksudkan dengan penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan

Page 122: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

103

ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari

Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi

atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan

nama dan dalam bentuk apapun (Judisseno, 2005).

Penghasilan memiliki pengaruh terhadap penggunaan MKJP. Pada

penelitian ini, penghasilan akseptor KB dibagi menjadi 2 kategori yaitu

tinggi dan rendah. Kategori penghasilan tinggi adalah penghasilan diatas

upah minimum kota Tangerang Selatan tahun 2014 berdasarkan Badan

Pusat Statistik (BPS) yaitu > 2.442.000, sedangkan penghasilan rendah

yaitu ≤ 2.442.000. Berdasarkan analisis diperoleh nilai OR pada CI 95%

sebesar 2,206 (1,075-4,528), dengan demikian nilai OR bermakna,

sehingga dapat disimpulkan akseptor KB yang berpenghasilan tinggi

berpeluang 2,206 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor

KB yang berpenghasilan rendah.

Pada analisis univariat terlihat pula bahwa jumlah Akseptor KB

pengguna MKJP lebih banyak yang berpenghasilan tinggi (58,5%),

sedangkan jumlah Akseptor KB pengguna non MKJP lebih banyak yang

berpenghasilan rendah sebesar 62,2%, dengan demikian terlihat bahwa

terdapat kecenderungan tingkat penghasilan dengan penggunaan metode

kontrasepsi.

Penghasilan yang rendah dapat berpengaruh terhadap pilihan metode

kontrasepsi yang akan digunakan karena berkaitan dengan kemampuan

akseptor dalam membayar biaya pelayanan. Kelompok penghasilan tinggi

memiliki kesempatan lebih besar menggunakan MKJP karena memiliki

Page 123: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

104

aksesibilitas yang lebih tinggi khususnya dalam segi finansial untuk

membayar biaya pemasangan MKJP. Akseptor KB pengguna non MKJP

di wilayah kerja Puskesmas Pamulang yang menjadi sampel lebih banyak

pada kategori penghasilan rendah dan sebagian besar mengakses

pelayanan swasta.

Biaya pemasangan MKJP di pelayanan swasta memang lebih mahal

dibandingkan dengan pelayanan pemerintah. Namun, jika dihitung biaya

yang dikeluarkan perbulan untuk KB non MKJP dibandingkan dengan

sekali pemasangan MKJP yang memberikan efektiftifitas beberapa tahun,

lebih banyak uang yang dihabiskan untuk menggunakan non MKJP

perbulan (Yudi, 2015). Selain itu, subsidi terhadap MKJP juga telah

dilakukan pemerintah. Rata-rata pada setiap tahunnya, BKKBN

mengeluarkan alokasi dana hingga Rp500 miliar (Susanto, 2015). Bahkan,

Puskesmas Pamulang sebagai salah satu institusi kesehatan pemerintah

yang berada di wilayah tempat tinggal responden tidak memungut biaya

untuk pelayanan KB termasuk pelayanan pemasangan MKJP.

Menurut Teffera and Wondifraw (2015) Semakin tinggi

penghasilan seorang keluarga/wanita semakin memungkinkan untuk

menggunakan MKJP. Hal ini dapat disebabkan karena dengan penghasilan

yang cukup dapat membuat seseorang mampu untuk membayar

transportasi dan biaya prosedural penggunaan MKJP.

Berdasarkan penelitian Teffera dan Wondifraw (2015) diperoleh

hasil sejalan dengan penelitian ini yaitu indeks kekayaan berpengaruh

terhadap penggunaan MKJP. Wanita yang memiliki indeks kekayaan

Page 124: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

105

tinggi memiliki peluang 4,8 kali menggunakan MKJP dibandingkan

dengan wanita yang memiliki indeks kekayaan rendah. Pada penelitian

Asih dan Oesman (2009) juga diperoleh hubungan yang signifikan antara

indeks kekayaan dengan status penggunaan MKJP, dimana akseptor KB

yang mempunyai indeks kekayaan dalam kategori mampu berpeluang

1,440 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB dengan

kategori miskin.

Pada penelitian Paskaria (2015) yang menganalisis lanjut data

SDKI 2012 juga diperoleh hasil adanya hubungan antara status ekonomi

dengan penggunaan MKJP. Akseptor KB dengan status ekonomi mampu

berpeluang 1,76 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor

KB dengan status ekonomi miskin. Pada penelitian Arliana dkk (2013)

juga diperoleh adanya hubungan antara pendapatan keluarga dengan

pilihan metode kontrasepsi, akseptor non MKJP cenderung pada kelompok

yang memiliki pendapatan rendah.

Namun hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian Kurniawati

(2002) dimana diperoleh hasil yang tidak berhubungan antara penghasilan

dengan penggunaan MKJP, begitu pula yang ditemukan pada penelitian

Fienalia (2012) diperoleh hasil tidak ada hubungan antara tingkat

penghasilan dengan status penggunaan kontrasepsi.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat dijadikan masukan

untuk meningkatkan cakupan penggunaan MKJP dengan melakukan

penyuluhan pada kelompok berpenghasilan rendah mengenai manfaat

menggunakan MKJP baik segi efektifitas dan finansial serta sosialisasi

Page 125: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

106

mengenai pemasangan MKJP yang tidak dipungut biaya di Puskesmas

Pamulang.

5. Status Diskusi dengan Suami tentang MKJP dengan Penggunaan

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Salah satu hal yang memberikan peluang akseptor untuk

menggunakan MKJP adalah dengan berdiskusi oleh pasangan/suami

(Gudaynhe dkk, 2014). Pada penelitian ini, nilai OR yang diperoleh pada

CI 95% sebesar 22,579 (5,220-97,665), dengan demikian nilai OR

bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa akseptor KB yang telah

berdiskusi dengan suami tentang MKJP berpeluang 22,579 kali

menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak pernah

berdiskusi dengan suami mengenai MKJP. Pada analisis univariat terlihat

pula bahwa jumlah Akseptor KB pengguna MKJP sebagian besar telah

berdiskusi dengan suami tentang MKJP (95,1%), sedangkan jumlah

Akseptor KB pengguna non MKJP lebih banyak yang tidak berdiskusi

dengan suami tentang MKJP (53,7%), dengan demikian terlihat bahwa

terdapat kecenderungan status diskusi dengan suami tentang MKJP

terhadap penggunaan metode kontrasepsi.

Ketika sudah menjadi pasangan suami istri, suami merupakan

orang pertama yang berpengaruh terhadap berbagai pengambilan

keputusan. Salah satunya adalah pilihan metode kontrasepsi yang akan

digunakan. Suami berperan penting dalam menentukan kontrasepsi yang

akan dipakai sebagai aplikasi program keluarga berencana. Akseptor KB

di wilayah kerja Puskesmas Pamulang yang menjadi sampel dalam

Page 126: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

107

penelitian ini sebagian besar melakukan diskusi dengan suami tentang

MKJP pada kelompok MKJP, hal ini menunjukkan adanya kontribusi

suami dalam mempengaruhi keputusan seorang istri dalam memilih

kontrasepsi.

Adhyani dkk (2011) mengatakan bahwa seorang istri di dalam

pengambilan keputusan untuk memakai atau tidak memakai alat

kontrasepsi membutuhkan persetujuan dari suami karena suami dipandang

sebagai kepala keluarga, pelindung keluarga, pencari nafkah dan seseorang

yang dapat membuat keputusan dalam suatu keluarga. Pengetahuan yang

memadai tentang alat kontrasepsi, dapat memotivasi suami dan untuk

menganjurkan istrinya memakai alat kontrasepsi tersebut.

Pada penelitian Yalew dkk (2015) di Barat Laut Etiopia, diperoleh

hasil sejalan dengan penelitian ini yaitu frekuensi sering berdiskusi

akseptor KB dengan suami memberikan peluang untuk menggunakan

MKJP lebih besar dibandingkan dengan akseptor KB yang jarang

berdiskusi dengan suami. Berdasarkan penelitian Gudaynhe dkk (2014)

diskusi suami istri juga ditemukan memiliki hubungan yang signifikan,

wanita yang sudah menikah yang memiliki pengalaman berdiskusi dengan

suami tentang kontrasepsi 1,8 kali memiliki peluang menggunakan MKJP

dibandingkan dengan yang tidak pernah berdiskusi dengan suami. Hal ini

berarti jika pasangan suami istri tidak berdiskusi tentang pilihan metode

KB yang akan digunakan khususnya terkait MKJP akan memberikan

pengaruh negatif terhadap penggunaan MKJP.

Page 127: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

108

Pada penelitian Paskaria (2015) yang menganalisis lanjut data

SDKI 2012 diperoleh hasil adanya hubungan antara peran suami dengan

status penggunaan MKJP. Pada penelitian tersebut diperoleh kesimpulan

suami yang berperan dalam pemilihan kontrasepsi berpeluang 11,9 kali

menggunakan MKJP dibandingkan dengan suami yang tidak berperan

dalam pemilihan kontrasepsi.

Hasil yang bermakna pada penelitian ini dapat dijadikan masukan

untuk meningkatkan cakupan penggunaan MKJP dengan melakukan

sosialisasi dan penyuluhan tentang metode kontrasepsi khususnya MKJP

pada pasangan usia subur sehingga baik istri maupun suami dapat

mengetahui pilihan metode kontrasepsi yang efisien dan efektif.

6. Umur Pertama Kali Melahirkan Akseptor KB dengan Penggunaan

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja

Puskesmas Pamulang Tahun 2014

Umur pertama melahirkan yang ideal, menurut UU no 1 tahun

1974 tentang perkawinan, ditentukan dan dipengaruhi oleh risiko yang

diakibatkan dari melahirkan, kemampuan tentang perawatan kehamilan,

pasca persalinan dan masa diluar kehamilan dan persalinan, serta derajat

kesehatan reproduksi. Di beberapa penelitian, umur pertama melahirkan

dikaitkan dengan penggunaan MKJP. Pada penelitian ini, dilihat dari OR

yang diperoleh pada CI 95% sebesar 0,737 (0,150-3,620), dengan

demikian nilai OR tersebut bersifat protektif namun tidak bermakna. Hal

ini disebabkan baik kelompok kasus (MKJP) maupun kontrol (Non MKJP)

sebagian besar melahirkan pada umur lebih dari 18 tahun.

Page 128: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

109

Efek protektif yang terjadi menandakan bahwa umur melahirkan

pertama kali kurang dari 18 tahun mencegah orang untuk menggunakan

MKJP. Walaupun hasil yang diperoleh pada analisis hubungan tidak

bermakna, namun hal ini menunjukkan bahwa semakin muda umur

akseptor ketika melahirkan pertama kali mencegah terhadap penggunaan

MKJP. Hasil yang tidak berhubungan ini dapat disebabkan pengkategorian

umur yaitu 18 tahun, terdapat sumber yang mengatakan bahwa batas umur

melahirkan pertama kali yang ideal adalah 20 tahun keatas (Desefentison,

2013). Selain itu hasil yang tidak berhubungan dapat juga terjadi akibat

tidak dilakukannya matching sampel terhadap potensi variabel

counfonding yang mungkin ada.

Hasil yang tidak berhubungan seperti pada penelitian ini ditemukan

pula di berbagai penelitian terdahulu, seperti penelitian Teffera dan

Wondifraw (2015) dan penelitian Gudayne dkk (2014) yang memperoleh

hasil bahwa umur pertama melahirkan tidak memiliki hubungan dengan

status penggunaan MKJP. Namun, hasil berbeda diperoleh pada penelitian

Jingbo dkk (2013) diperoleh adanya hubungan antara umur pertama

melahirkan dengan penggunaan MKJP dan korelasi yang positif.

Efek protektif pada hasil analisis hubungan yang diperoleh perlu

dipertimbangkan untuk dijadikan masukan terhadap peningkatan

penggunaan MKJP pada PUS yang menikah namun umur istri belum

cukup untuk melahirkan. Hal ini dikarenakan, umur pertama melahirkan

masuk ke dalam faktor risiko maternal. Umur melahirkan yang terlalu

muda dapat meningkatkan risiko perdarahan dan infeksi serta dapat

Page 129: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

110

meningkatkan risiko kematian ibu. Selain itu, melahirkan usia muda juga

dapat meningkatkan risiko keguguran, persalinan prematur dan cacat

bawaan pada anak (Anggarani dan Subakti, 2013).

Risiko-risiko melahirkan terlalu dini juga diperparah dengan

kurangnya pengetahuan dan informasi tentang kehamilan dan kelahiran

sehat (Anggarani dan Subakti, 2013). Oleh karena itu, perlu adanya

penyuluhan pada pasangan usia subur ketika awal menikah mengenai

risiko kesehatan reproduksi yang mungkin terjadi, misalkan jika umur istri

ketika pernikahan masih terlalu muda, pasangan tersebut dapat

menggunakan kontrasepsi terlebih dulu sampai umur istri matang untuk

mengalami kehamilan dan melahirkan.

7. Jumlah Anak Hidup Akseptor KB dengan Penggunaan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

Salah satu faktor yang menentukan keikutsertaan PUS dalam

berKB adalah banyaknya anak yang dimilikinya. PUS yang memiliki

jumlah anak lebih banyak kemungkinan untuk memulai kontrasepsi lebih

besar dibandingkan daripada pasangan yang mempunyai anak lebih sedikit

(Dewi dan Notobroto, 2014).

Pada penelitian ini, nilai OR yang diperoleh pada CI 95% sebesar

3,386 (1,605-7,144), dengan demikian nilai OR bermakna, sehingga dapat

disimpulkan bahwa akseptor KB yang memiliki anak 3 atau lebih

berpeluang 3,386 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor

yang memiliki anak 1 atau 2. Pada analisis univariat terlihat pula

Page 130: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

111

kecenderungan dimana pada kelompok non MKJP sebagian besar

memiliki anak 1 atau 2 (78,0%).

Hubungan antara jumlah anak 3 atau lebih dengan penggunaan

MKJP ini menggambarkan pola kecenderungan di masyarakat yang

menganggap bahwa MKJP hanya cocok untuk dipakai ketika jumlah anak

yang dimiliki sudah cukup (tidak menginginkan anak lagi). Padahal MKJP

tidak hanya efektif untuk mengakhiri kehamilan tetapi juga menjarangkan

kelahiran. WUS yang memiliki anak 1 atau 2 tetap memiliki risiko

kesehatan apabila jarak antara anak satu dengan yang lain berdekatan,

sehingga perlu penggunaan MKJP seperti IUD dan implan sebagai metode

yang efektif dalam menjarangkan kelahiran dan tidak berpengaruh

terhadap tingkat kesuburan.

Jumlah anak mulai diperhatikan setiap keluarga karena semakin

banyak anak semakin banyak pula tanggungan kepala keluarga dalam

mencukupi kebutuhan materil. Selain itu, pembatasan jumlah anak juga

dilakukan untuk menjaga kesehatan sistem reproduksi, karena semakin

sering melahirkan semakin rentan terhadap kesehatan ibu. Semakin

banyak anak yang dimiliki PUS maka semakin besar kecenderungan untuk

menghentikan kesuburan sehingga lebih cenderung untuk memilih metode

kontrasepsi yang lebih efektif. Jumlah anak hidup yang dimiliki seorang

wanita, akan memberikan pengalaman dan pengetahuan, sehingga wanita

dapat mengambil keputusan yang tepat tentang cara atau alat kontrasepsi

yang akan dipakai (Dewi dan Notobroto, 2014).

Page 131: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

112

Menurut Teffera dan Wondifraw (2015), jumlah anak yang

dimiliki berpengaruh terhadap pilihan metode kontrasepsi yang digunakan

dikarenakan ketika seseorang telah memiliki anak sesuai dengan target

anak yang ingin dimiliki, maka orang tersebut akan memilih metode

kontrasepsi yang lebih efektif untuk mencegah kehamilan.

Pada penelitian Teffera dan Wondifraw (2015) diperoleh hasil

yang signifikan antara jumlah anak hidup dengan penggunaan MKJP.

Wanita yang memiliki lebih dari 4 anak berpeluang 5,8 kali menggunakan

MKJP dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki anak. Pada

penelitian Nasution (2011) yang dilakukan di 6 Provinsi di Indonesia

memperoleh hasil bahwa jumlah anak memiliki hubungan dengan

penggunaan MKJP di Provinsi Jawa, Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara,

Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Hasil penelitian menyatakan

bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) dengan jumlah anak 0-2 berpeluang

lebih tinggi tidak menggunakan MKJP dibandingkan dengan PUS yang

memiliki anak 3 atau lebih di 6 Provinsi di Indonesia yang menjadi tempat

penelitian.

Penelitian Megan L. Kavanaugh dkk (2011) yang dilakukan di

Amerika Serikat menggunakan data sekunder pada tahun 2002 dan 2006-

2008 juga memperoleh hasil yang sejalan dengan penelitian ini, dimana

jumlah anak hidup dengan penggunaan MKJP baik tahun 2002 maupun

2006-2008 memiliki hubungan signifikan. Akseptor KB yang mempunyai

anak 1-2 mempunyai peluang 5,8 kali (pada tahun 2002) dan 22,1 kali

(pada tahun 2006-2008) menggunakan MKJP dibandingkan dengan

Page 132: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

113

akseptor KB yang tidak memiliki anak, sedangkan akseptor KB yang

memiliki anak ≥ 3 mempunyai peluang 5 kali (pada tahun 2002) dan 8,7

kali (pada tahun 2006-2008) menggunakan MKJP dibandingkan dengan

akseptor KB yang tidak memiliki anak.

Pada penelitian Dewi dan Notobroto (2014) diperoleh hasil

responden pengguna non MKJP sebagian besar memiliki anak > 4

dibandingkan dengan responden pengguna MKJP yang memiliki anak ≤ 2.

Uji logistik menunjukkan terdapat pengaruh jumlah anak responden

dengan rendahnya keikutsertaan PUS menggunakan MKJP. Pada

penelitian Asih dan Oesman (2009) ditemukan adanya efek protektif

dimana akseptor KB yang memiliki anak 0-2 mencegah penggunaan

MKJP 0,493 kali dibandingkan dengan akseptor KB yang memiliki anak

lebih dari 2.

Pada penelitian Yalew dkk (2015) di Barat Laut Etiopia, juga

diperoleh hasil akseptor KB yang memiliki anak 5 atau lebih berpeluang

menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak

memiliki anak. Namun, hasil yang tidak berhubungan diperoleh pada

akseptor KB yang memiliki jumlah anak 1-4 dibandingkan dengan

akseptor yang tidak mempunyai anak. Penelitian Philip Goldstone dkk

(2014) juga memperoleh hasil tidak sejalan yaitu tidak ada hubungan

jumlah anak dengan penggunaan MKJP.

Hasil yang bermakna pada penelitian ini dapat dijadikan masukan

untuk meningkatkan pengguna MKJP dengan meningkatkan sosialisasi

dan ajakan pada akseptor KB yang memiliki anak 1 atau 2 untuk mau

Page 133: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

114

menggunakan MKJP dengan menekankan informasi bahwa MKJP tidak

hanya efektif untuk menghentikan kehamilan namun juga efektif untuk

menunda kehamilan dan menjarangkan kelahiran tanpa mempengaruhi

kesuburan.

8. Riwayat Aborsi Akseptor KB dengan Penggunaan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

Aborsi adalah tindakan menggugurkan kandungan atau dalam

dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”, yang berarti

pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum

janin dapat hidup di luar kandungan. Hal ini merupakan suatu proses

pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.

Aborsi pada wanita yang sedang mengandung anak dapat terjadi dengan

cara sengaja maupun tidak sengaja (aborsi.org, 2004).

Aborsi dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan sifat kejadiannya yaitu

spontan/alamiah, aborsi sengaja, dan aborsi terapetik. Aborsi

spontan/alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan

disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma atau

dapat disebabkan karena kelalaian atau ketidaksiapan ibu saat

mengandung seorang anak (Chang, 2009). aborsi buatan/sengaja adalah

pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu

akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si

pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Aborsi

terapeutik/medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan

atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi

Page 134: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

115

mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang

parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang

dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang

dan tidak tergesa-gesa (aborsi.org, 2004).

Dalam berbagai penelitian, riwayat aborsi dihubung-hubungkan

dengan penggunaan MKJP. Salah satu jenis MKJP adalah IUD atau spiral,

kontrasepsi ini aman dipasang pasca terjadinya aborsi atau keguguran.

Selain aman, IUD juga memiliki efektifitas tinggi hingga 5 tahun.

Pemakaian IUD pasca keguguran atau aborsi sangat dianjurkan karena

IUD merupakan metode non hormonal yang efektifitasnya tinggi

(Bednarek dan Edelma, 2011).

Pada penelitian ini, dilihat dari OR yang diperoleh pada CI 95%

sebesar 3,284 (1,278-8,444), dengan demikian nilai OR bermakna,

sehingga dapat disimpulkan bahwa akseptor KB yang memiliki riwayat

aborsi berpeluang 3,284 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan

akseptor KB yang tidak memiliki riwayat aborsi. Pada analisis univariat

terlihat kecenderungan dimana kelompok non MKJP sebagian besar tidak

memiliki riwayat aborsi (91,1%).

Hasil yang bermakna pada penelitian ini menandakan bahwa

pengalaman aborsi atau keguguran yang dialami akseptor KB

meningkatkan peluang akseptor KB dalam menggunakan MKJP. Namun,

penelitian ini merupakan penelitian retrospektif bukan penelitian

prospektif sehingga tidak dapat memastikan apakah pengalaman aborsi

atau keguguran yang dialami memang merupakan faktor yang

Page 135: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

116

menyebabkan seseorang menggunakan MKJP. Tetapi jika aborsi atau

keguguran yang dialami merupakan efek dari kegagalan kontrasepsi yang

digunakan akseptor KB, tentu akan mendorong akseptor KB menggunakan

metode kontrasepsi yang lebih efektif dalam mencegah kehamilan seperti

MKJP.

Berdasarkan penelitian Collony dkk (2014) MKJP efektif untuk

menurunkan angka aborsi akibat kehamilan tidak diinginkan. Kasus

kehamilan tidak diinginkan paling banyak disebabkan karena

ketidakpatuhan menggunakan alat kontrasepsi. MKJP merupakan

kontrasepsi jangka panjang yang praktis, sekali dilakukan pemasangan

bisa efektif hingga jangka waktu yang lama. Pada penelitian Ford dan

MacCormac (1995) diperoleh hasil menggunakan kontrasepsi pil 9 tahun

atau lebih berhubungan dengan jumlah aborsi spontan (keguguran) sebesar

11,3%. Hasil penelitian kualitatif Prassana (2014) mengungkapkan bahwa

abortus yang dialami informan dalam penelitiannya disebabkan oleh faktor

kegagalan KB karena informan merupakan akseptor KB Pil dan responden

tidak mengkonsumsi pil KB tersebut sesuai dengan aturan konsumsi.

Pada penelitian yang dilakukan Bednarek dan Edelman (2011)

yang meneliti efek komplikasi pada wanita yang memasang IUD setelah

keguguran atau aborsi dibandingkan dengan wanita yang memasang IUD

untuk menunda kehamilan, diperoleh hasil yaitu tidak ada perbedaan

komplikasi yang terjadi pada dua kelompok, artinya pemasangan IUD

setelah keguguran atau aborsi aman dan tidak menimbulkan komplikasi

tambahan. Selain itu, perempuan yang menggunakan IUD pasca aborsi

Page 136: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

117

memiliki risiko melakukan aborsi ulangan yang lebih rendah (Bednarek

dan Edelman, 2011).

Pada penelitian Goldstone dkk (2014) diperoleh hasil yang sejalan

dengan penelitian ini. Goldstone dkk menyebutkan bahwa wanita yang

memiliki riwayat aborsi lebih dari 3 kali cenderung memilih IUD dan

implant dalam penggunaan kontrasepsi dibandingkan dengan wanita yang

tidak memiliki riwayat aborsi sebelumnya. Pada penelitian Connolly dkk

(2014) juga diperoleh hubungan yang signifikan antara penurunan aborsi

dengan penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang pada remaja.

Hasil yang tidak sejalan diperoleh pada penelitian Kavanaugh dkk

(2011) yang memperoleh hasil yang negatif antara riwayat aborsi dengan

penggunaan MKJP. Hasil yang tidak sejalan dengan penelitian ini juga

diperoleh pada penelitian Mestad dkk (2011) dan Gebremichael dkk

(2014). Pada dua penelitian tersebut diperoleh hasil tidak ada hubungan

antara riwayat aborsi dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka

panjang.

Riwayat aborsi atau keguguran dapat terjadi akibat kegagalan

kontrasepsi. Kegagalan KB dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak

direncanakan. Kehamilan yang terjadi pada usia diatas 35 tahun sangat

mungkin menimbulkan kelainan pada janin yang lebih besar dan sangat

berisiko menyebabkan abortus spontan (keguguran) (Desefentison, 2013).

Kehamilan yang tidak direncanakan juga dapat menyebabkan keguguran

karena endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil

konsepsi atau dapat juga terjadi akibat gizi wanita kurang karena terlalu

Page 137: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

118

pendek jarak kehamilan sehingga risiko keguguran atau aborsi spontan

menjadi lebih tinggi (Manuaba, 2000).

Hubungan yang bermakna antara riwayat aborsi dengan

penggunaan MKJP ini dapat dijadikan acuan untuk memberikan

pemahaman pada pasangan usia subur mengenai kehamilan risko tinggi

(risti) sehingga PUS dapat waspada jika istri telah masuk kedalam

golongan risti pilihan metode kontrasepsi yang digunakan akan lebih

efektif untuk mencegah kehamilan. Selain itu, jika akseptor memang sudah

tidak berkeinginan memiliki anak lagi disarankan untuk menggunakan

metode kontrasepsi yang lebih efektif sehingga tidak terjadi kehamilan

yang tidak diinginkan dan tidak meningkatkan risiko aborsi atau

keguguran.

9. Tempat Pelayanan KB Akseptor KB dengan Penggunaan Metode

Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas

Pamulang Tahun 2014

Tempat pelayanan KB dapat menjadi salah satu faktor yang

mempengaruhi penggunaan MKJP. Fasilitas pelayanan KB dibagi atas

pemerintah dan swasta. Baik pelayanan pemerintah maupun swasta, semua

fasilitas pelayanan KB harus melakukan upaya-upaya dalam peningkatan

akseptor KB. Salah satu peranan fasilitas pelayanan KB baik pemerintah

maupun swasta adalah melakukan pelayanan preventif yaitu dengan

mengutamakan metode terpilih MKJP (IUD, implan, MOW, MOP) selain

non MKJP (BKKBN, 2014).

Pada penelitian ini, diperoleh nilai OR pada CI 95% sebesar 0,084

(0,036-0,195), dengan demikian nilai OR bermakna, sehingga dapat

Page 138: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

119

disimpulkan bahwa akseptor KB yang memanfaatkan tempat pelayanan

KB di swasta mencegah penggunaan MKJP sebesar 0,084 kali

dibandingkan dengan akseptor yang memanfaatkan tempat pelayanan KB

di Pemerintah. Pada analisis univariat terlihat kecenderungan dimana

Akseptor KB pengguna MKJP justru lebih banyak memanfaatkan

pelayanan pemerintah (58,5%) sedangkan akseptor KB pengguna non

MKJP sebagian besar memanfaatkan pelayanan swasta (77,4%)

Efek protektif yang didapat pada penelitian ini terjadi dikarenakan

pengguna Non MKJP seperti pil dan suntik sebagian besar memanfaatkan

tempat pelayanan bidan swasta dibandingkan pelayanan pemerintah

seperti Puskesmas. Hal ini juga dapat disebabkan oleh jarak pelayanan

antara bidan swasta lebih dekat dibandingkan dengan puskesmas (BPS

yang ada dan melapor ke Puskemsas junlahnya 27 BPS), serta

ketersediaan layanan yang diberikan oleh puskesmas karena puskesmas

Pamulang hanya memberikan pelayanan KB suntik 3 bulan dan tidak

melayani KB Suntik 1 bulan.

Pada penelitian Nasution (2011) diperoleh hasil sumber pelayanan

KB memiliki hubungan dengan penggunaan MKJP di Provinsi

Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara. Pada penelitian tersebut

diperoleh hasil bahwa pelayanan akseptor KB yang mendapatkan sumber

pelayanan pemerintah meningkatkan peluang menggunakan MKJP

dibandingkan dengan akseptor KB yang memanfaatkan pelayanan selain

pemerintah. Namun, hasil yang tidak berhubungan diperoleh pada Provinsi

Jawa dan Sumatera. Pada penelitian Katherine Blumoff Greenberg dkk

Page 139: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

120

(2013), tempat pelayanan KB juga memiliki hubungan yang signifikan

dengan penggunaan MKJP.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan penggunaan MKJP di

wilayah kerja Puskesmas Pamulang, dapat dilakukan dengan pembinaan

yang dilakukan oleh dinas kesehatan kepada Bidan Praktik Swasta (BPS)

untuk turut berpartisipasi dalam upaya peningkatan MKJP dengan cara

mengajak dan mendorong akseptor KB yang datang ke BPS untuk

memilih MKJP sebagai pilihan metode kontrasepsi yang akan digunakan.

Page 140: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

121

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Sebagian besar akseptor KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

menggunakan metode non MKJP yaitu suntik sebesar 55,5%

2. Akseptor KB lebih banyak menggunakan KB umur kurang atau 30

tahun (53,7%) dan lebih banyak yang memiliki tingkat pendidikan

tinggi (53,0%). Sebagian besar akseptor KB merupakan ibu rumah

tangga (tidak bekerja) yaitu sebesar 79,9%, sedangkan tingkat

penghasilan akseptor KB lebih banyak pada kelompok penghasilan

rendah yaitu 56,1%

3. Sebagian besar Akseptor KB melakukan diskusi dengan suami tentang

MKJP (58,5%).

4. Sebagian besar akseptor KB memiliki umur pertama kali melahirkan 18

tahun keatas (93,9%), jumlah anak yang dimiliki anak 1 sampai 2 anak

(71,3%) dan tidak memiliki riwayat aborsi (87,2%)

5. Sebagian besar akseptor KB memanfaatkan pelayanan swasta (77,4 %)

6. Akseptor KB yang berumur lebih dari 30 tahun berpeluang 4,565 kali

menggunakan MKJP dari pada akseptor KB yang berumur kurang atau

sama dengan 30 tahun

7. Tingkat pendidikan akseptor KB bukan faktor yang berpeluang

mendorong akseptor menggunakan MKJP

Page 141: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

122

8. Akseptor KB yang bekerja berpeluang 4,737 kali menggunakan MKJP

dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak bekerja

9. Akseptor KB yang berpenghasilan tinggi berpeluang 2,206 kali

menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang

berpenghasilan rendah

10. Akseptor KB yang pernah berdiskusi dengan suami terkait MKJP

berpeluang 22,579 kali menggunakan MKJP dibandingkan dengan

akseptor KB yang tidak pernah berdiskusi dengan suami mengenai

MKJP

11. Umur pertama melahirkan akseptor KB bukan merupakan faktor yang

berpeluang mendorong akseptor menggunakan MKJP

12. Akseptor KB yang memiliki anak 3 atau lebih berpeluang 3,386 kali

menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor yang memiliki

anak 1 sampai 2

13. Akseptor KB yang memiliki riwayat aborsi berpeluang 3,284 kali

menggunakan MKJP dibandingkan dengan akseptor KB yang tidak

memiliki riwayat aborsi.

14. Akseptor yang memanfaatkan tempat pelayanan KB di swasta

mencegah penggunaan MKJP sebesar 0,084 kali dibandingkan dengan

akseptor yang memanfaatkan tempat pelayanan KB di Pemerintah.

Page 142: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

123

B. Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Melakukan pembinaan kepada Bidan Praktik Swasta (BPS) agar

turut serta mengajak akseptor KB untuk menggunakan atau mau

beralih menggunakan MKJP

2. Bagi Puskesmas Pamulang dan Petugas Lapangan Keluraga Berencana

a. Meningkatkan penyuluhan dan sosialisasi mengenai pilihan

metode kontrasepsi terutama MKJP pada Pasangan Usia Subur

(PUS) baik suami maupun istri, kelompok akseptor KB yang

tidak bekerja (ibu rumah tangga), kelompok akseptor KB

berpenghasilan rendah, akseptor KB berumur < 30 tahun serta

akseptor KB yang memiliki 1 atau 2 anak .

b. Memberikan penyuluhan terkait kondisi-kondisi kehamilan

risiko tinggi pada akseptor KB sehingga dapat menjadi

pertimbangan dalam pemilihan metode kontrasepsi.

c. Menjadi role model di masyarakat dengan menggunakan atau

ikut serta dalam penggunaan MKJP

3. Bagi Pasangan Usia Subur (PUS)

Disarankan pada Pasangan Usia Subur (PUS) untuk memilih

MKJP sebagai pilihan metode kontrasepsi karena lebih efektif baik

untuk menjarangkan kehamilan atau pengakhiri kelahiran.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti lain dapat melakukan penelitian lanjutan terkait MKJP

dengan desain yang berbeda misalnya dengan desain studi kohort

Page 143: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

124

yaitu dengan mengikuti wanita usia subur yang baru melakukan

persalinan atau baru mengalami aborsi, kemudian untuk menggali

informasi lebih dalam dapat dilakukan dengan metode kualitatif.

Page 144: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

125

DAFTAR PUSTAKA

Aborsi.org. 2004. Definisi Aborsi. Diakses pada 14 September 2015 dari

http://www.aborsi.org/definisi.htm

Adhyani, Annisa Rahma, dkk., 2011. Faktor yang Berhubungan dengan

Pemilihan Kontrasepsi Non IUD Pada Akseptor KB Wanita Usia 20-39

Tahun. Universitas Diponegoro. Semarang

Anggarani, Deri Rizki dan Subakti, Yazid. Kupas Tuntas Seputas Kehamilan.

Cetakan I. Jakarta: AgroMedia Pustaka, 2013

Arliana, Wa Ode Dita, dkk. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Bagi Akseptor KB di

Puskesmas Jailolo. Jurnal e-NERS (eNS), Volume 1, Nomor 1, Maret 2013,

hlm. 1- 10

Azzam, Ummu. La Tahzan untuk Wanita Haid. Jakarta: Qultum Media, 2012

Bednarek, Paula H and Edelman. 2011. Contraception Following Ectopic

Pregnancy, and Induced or Spontaneous Abortion. Contraception. Willey

online Library. DOI: 10.1002/9781444342642.ch24

Bernadus, Johana D dkk. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Pemilihan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (Akdr) Bagi Akseptor Kb Di

Puskesmas Jailolo. Jurnal e-NERS (eNS), Volume 1, Nomor 1, Maret 2013,

hlm. 1- 10

BKKBN. 2014. Peranan Rumah Sakit Swasta dalam Mendukung Pelayanan KB.

Subid Bina Kesertaan KB Jalur Pemerintah dan Swasta.

BKKBN, 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan MKJP.

Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga

Berencana Nasional

BKKBN. 2011. Kajian Implementasi Kebijakan Penggunaan Kontrasepsi IUD.

Pusat Penelitian dan Pengembangan KB-KS.

BKKBN, 2012. Analisis Dampak Kependudukan Terhadap Ketahanan Pangan. Direktorat Analisis Dampak Kependudukan, Jl. Permata No. 1 Halim

Perdanakusuma, Jakarta Timur

BKKBN, 2012. “Metode Kontrasepsi”, diakses pada 27 November 2014 dari

http://www.bkkbn.go.id/infoprogram/Documents/METODE%20%20KONT

RASEPSI%20BERDASARKAN%20SARAN%20DITJALPEM.pdf

Page 145: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

126

BKKBN. 2013. Pemantauan Pasangan Usia Subur Melalui Mini Survei

Indonesia. Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

BKKBN. Cara-cara Kontrasepsi yang Digunakan Dewasa Ini. Diakses pada 8

Oktober 2015 dari http://www.bkkbn-jatim.go.id/bkkbn-jatim/html/cara.htm

Bratakusumah, Deddy Supriady dan Solihin, Dadang. Otonomi Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah. Cetakan IV. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

Agustus 2004.

Budiman, Chandra. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta: EGC,

2009

Chang, William. Bioetika Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius, 2009

Connolly, Anne dkk. 2014. Association between long-acting reversible

contraceptive use, teenage pregnancy, and abortion rates in England.

International Journal of Women’s Health 2014:6 961–974

Desefentison, W. Ngir. Bukan Lagi Dua Melainkan Satu, Panduan Konseling

Pranikah dan Pascanikah. PT Visi Anugerah Indonesia: Bandung, 2013

Dewi, Denok Maya. 2013. MKJP Lebih Efektif Dalam Mencegah Kematian Ibu.

Diakses pada 3 September 2015 dari

http://kepri.bkkbn.go.id/_layouts/mobile/dispform.aspx?List=c5f91c96-

5b3c-4ed9-ae57-fd504e8beabe&View=83451488-c54c-4643-

a629eda410c30b13&ID=4094

Dewi, Putri Hariyani Chandra dan Notrobroto, Hari Basuki. Rendahnya

Keikutsertaan Pengguna Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Pada

Pasangan Usia Subur. Jurnal Biometrika dan Kependudukan, Vol. 3, No. 1

Juli 2014: 66-72

Faizahlaili, Gadi Gusnanti. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Praktek Keluarga Berencana (KB) Wanita Usia Subur (WUS) (Studi

Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat) Tahun 2009. Universitas

Indonesia, Depok.

Fore, Wiliam. Para Pembuat Mitos: Injil, kebudayaan dan media. Penerjemah:

Wenas Kalangit. Cet. 3. Jakarta: Gunung Mulia, 2002

Fienalia, Rainy Alus. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja

Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok Tahun 2011. Depok. FKM UI

Page 146: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

127

Ford JH dan MacCormac L. Pregnancy and lifestyle study: the long-term use of

the contraceptive pill and the risk of age-related miscarriage. Human

Reproductive 1995 Jun;10(6):1397-402.

Gaol, Tiomarni Lumban. 2013. Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi

dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pencarian Pengobatan

Di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013. Universitas Sumatera Utara

Gebremichael, Hailay dkk. 2014. Acceptance Of Long Acting Contraceptive

Methods And Associated Factors Among Women In Mekelle City, Northern

Ethiopia. Science Journal of Public Health

Getinet, Shegaw dkk. 2014. Long Acting Contraceptive Method Utilization and

Associated Factors among Reproductive Age Women in Arba Minch Town,

Ethiopia. Greener Journal of Epidemiology and Public Health.

Glasier, Anna. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Edisi 4. Jakarta:

EGC, 2005

Goldstone, Philip dkk. 2014. Factors predicting uptake of long acting reversible

methods of contraception among women presenting for abortion. The

medical journal of Australia

Greenberg, Katherine Blumoff dkk. 2013. Factors associated with provision of

long-acting reversible contracepton among adolescent health care

providers. Journal Adolescent health

Gudaynhe, Shimels Wudie dkk. 2014. Factors Affecting the use of Long-Acting

Reversible Contraceptive Methods among Married Women in Debre

Markos Town, Northwest Ethiopia 2013. Global Journal of Medical

Research: Gynecology and Obstetrics Volume 14 Issue 5 Version 1.0 Year

2014 Type: Double Blind Peer Reviewed International Research Journal

Publisher: Global Journals Inc. (USA) Online ISSN: 2249-4618 & Print

ISSN: 0975-5888

Hastono, Sutanto Priyo. Analisis Data Kesehatan. Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Universitas Indonesia. 2007

Herijulianti, Eliza. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC, 2001

Jingbo yu, Merck dkk. 2013. Association of Long Acting Reversible Contraceptive

Use and Public Health Measures in Kenya and Ethiopia. International

Conference on Family Planning

Page 147: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

128

Judisseno, Rimsky K. Pajak dan Strategi Bisnis: Suatu Tinjauan tentang

Kepastian Hukum dan Penerapam Akuntansi di Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2005

Kakaire O et al. 2014. Post Abortion Women’s Perceptions of Utilizing Long

Acting Reversible Contraceptive Methods in Uganda. A Qualitative Study.

Journal of Obstetrics and Gynecology

Kavanaugh, Megan L. 2011. Characteristics of women in the united states who

use long-acting reversible contraceptive methods. Journal of obstetricians

and gynecologists vol. 117 no. 6, june 2011

Kemenkes RI. 2012. Panduan Penyusunan Proposal, Protokol dan Laporan Akhir

Penelitian. Jakarta: Balitbangkes, Kemenkes RI

Kemenkes. 2013. Buletin Kesehatan Reproduksi, Situasi Keluarga Berencana di

Indonesia. Semester II ISSN 2088-270x

Kemenkes. 2014. Situasi dan Analisis Keluarga Berencana. Infodatin. Pusat Data

dan Informasi Kementerian Kesehatan.

Keputusan Gubernur No:561/Kep.506.Huk/2014 tentang Penetapan Upah

Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2015

Kurniawati, Ediana. 2002. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan

Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Ibu Pasangan Usia Subur Di Desa

Hargorejo Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo DIY Tahun 2002.

Yogyakarta

Laporan Tahunan 2013. Dinas Kesehatan Tangerang Selatan

Loue, Sana. Gender, Ethnicity, and Health Research. Kluwer Academic/Plenum

Publishers. United States : 1999.

MacNaughton, Neil Scot. Health-Seeking Behaviour and Health Services Use by

Latino Men in Rural. ProQuest Information and Learning Company, United

States: 2006.

Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu kebidanan, peyakit kandungan dan keluarga

berencana untuk pendidikan. Jakarta: EGC, 2000

Maulana, Heri D.J. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC, 2009

Page 148: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

129

Meskele, Mengistu dan Mekonnen, Wubegzier. 2014. Factors affecting women’s

intention to use long acting and permanent contraceptive methods in

wolaita Zone, Southern Ethiopia: A cross sectional study. BMC Women’s

Health

Mested, Renee dkk. 2011. Acceptance Of Long-Acting Reversible Contraceptive

Methods by Adolescent Participants in The Contraceptive CHOICE Project.

NIH Public Access. Contraception. 2011 November ; 84(5): 493–498.

doi:10.1016/j.contraception.2011.03.001

Mochtar. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC, 2009 Murti, Bhisma. 2011. Struktur Riset. Fakultas Kedokteran, UNS

Nasution, Sri Lilestina. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan

MKJP Di Enam Wilayah Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan

KB dan Keluarga Sejahtera. BKKBN

Nurmila, Nina. 2011. Tafsir Edisi 36: Keluarga Berencana dan Pemberdayaan

Perempuan. Rahima (Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak-Hak

Perempuan. Diakses pada 2 Maret 2015 dari

http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=

827:tafsir-alquran-keluarga-berencana-dan-pemberdayaan-

perempuan&catid=35:tafsirtafsiralquran&Itemid=306

Nuryati, Sinta dan Fitria, Dedes. 2014. Pengaruh Faktor Internal dan Faktor

Eksternal terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi pada Akseptor KB Baru di

Kabupaten Bogor. Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 5

Tahun 2014. ISSN: 2302-1721

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi.

Cet. I, Jakarta: Rineka Cipta

Pangestika, Meitri Widya. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Pemilihan Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Usia Subur Di Desa

Kaligangsa Kulon Kecamatan Brebes Tahun 2010. Program Studi S1

Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Dian Nuswantoro. Semarang

Paskaria, Cindra. 2015. Faktor - Faktor Non Medis Yang Mempengaruhi

Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Pada Wanita

Pascasalin Di Indonesia. Journal of Medicine and Health Vol. 1 No. 2.

August 2015

Page 149: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

130

Prassana, Rhaditya. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya

Abortus Di Badan Layanan Umum Daerah (Blud) Rumah Sakit Umum Kota

Banjar. Jurnal Penelitian

Rosana, Dolly. 2013. BKKBN Optimis Peserta KB Beralih ke MKJP. Diakses

pada 4 September 2015 dari

http://www.antarasumsel.com/berita/279154/bkkbn-optimistis-peserta-kb-

beralih-ke-mk

Russo, Jennefer A dkk. 2013. Myths and Misconceptions About Long-Acting

Reversible Contraception (LACR). Journal of Adolescent Health 52 (2013)

S14-S21.

Semiun, Yustinus. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta, Kanisius: 2006

SH&FPA, 2013. Time For A Change: Increasing The Use Of Long Acting

Reversible Contraseptive Methods in Australia. Sexual Health and Famili

Planing Australia and Public Health Association Australia.

Sinsin, Iis. Seri Kesehatan Ibu dan Anak Masa Kehamilan dan Persalinan.

Gramedia, Jakarta: 2008.

Sudaryanto dkk. 2014. Buku Panduan Program Kependudukan Dan KB Sebagai

Materi Khotbah Jum’at di Jawa Tengah. Tim Penyusun: Majelis Uiama

Indonesia (MUI), BKKBN, Biro Bina Mental dan Sosial, BP3AKB, IAIN

Walisongo

Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC, 2004

Susanto, Cornelius Eko. 2015. Pemakaian MKJP Menurun. Diakses pada 4

September 2015 dari

http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/13420/Pemakaian-MKJP-

Menurun/2015/07/11

Szumilas, Magdalena. Explaining Odds Ratios. J Can Acad Child Adolesc

Psychiatry, 19:3, August 2010

Teffera, Alemayehu Shimeka and Wondifraw, Abebach Asmamaw. 2015.

Determinants of long acting contraceptive use among reproductive age

women in Ethiopia: Evidence from EDHS 2011. Science Journal of Public

Health 2015; 3(1): 143-149. ISSN: 2328-7942 (Print); ISSN: 2328-7950

(Online)

Page 150: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

131

Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan undang-undang

nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga-

Cetakan 1. Jakarta: Visimedia, 2007

Winner, Brooke dkk. 2012. Effectiveness of Long-Acting Reversible

Contraception. The New England Journal of Medicine

Yudi. 2015. Program Keluarga Berencana di Kuningan Terus Digaungkan.

Diakses pada 22 September 2015 dari

http://infopublik.id/read/122579/program-keluarga-berencana-di-kabupaten-

kuningan-terus-digaungkan.html

Page 151: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

xx

LAMPIRAN

Page 152: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Lampiran 1

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

DETERMINAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMULANG

TAHUN 2014

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saya, Putri Anggraeni mahasiswa semester 8 Peminatan Epidemiologi Program Studi

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dalam melakukan penelitian terkait “Determinan Penggunaan

Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang

Tahun 2014” memohon kesediaan Ibu menjadi partisipan dalam penelitian ini. Adapun

pertanyaan dalam kuesioner ini bersifat sangat pribadi dan sensitif sehingga mungkin

dapat mengganggu kenyamanan dan privasi Anda. Semua informasi yang Ibu berikan

terjamin kerahasiannya. Kejujuran Ibu dalam menjawab setiap pertanyaan sangat

diharapkan demi kevalidan dan kebenaran data.

Setelah Ibu membaca maksud dan tahapan penelitian di atas, maka saya mohon untuk

mengisi nama dan tanda tangan dibawah ini sebagai persetujuan. Demikian lembar

persetujuan ini saya buat. Atas perhatian dan kerjasama Ibu, saya ucapkan terimakasih.

Contact Peneliti: 089519725889

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian dan bersedia mengisi lembar kuesioner yang

telah disediakan dibawah ini dengan sadar tanpa paksaan.

__________, 2015

(.........................................)

Page 153: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

BACALAH PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER

IR. IDENTITAS PARTISIPAN

Identitas partisipan diperlukan untuk menghindari pemberian kuesioner pada orang yang sama dan

untuk mengkonfirmasi ketika ada pertanyaan yang belum dijawab atau ada jawaban partisipan yang

kurang jelas.

IR1 Kelurahan

IR2 Nama Ibu

IR3 Tanggal Lahir, Umur

IR4 No Telp/HP (Mohon diisi)

IR5 Jumlah anggota dalam keluarga _____ jiwa

IR6 Alamat sekarang (sesuai tempat

tinggal)

IR7 Metode kontrasepsi apa yang

sekarang ibu gunakan?

1. Pil

2. Suntik

3. IUD/spiral

4. Implan/susuk

5. MOW/steril wanita

A. SOSIODEMOGRAFI DAN EKONOMI

BERIKAN TANDA SILANG (X) PADA PILIHAN JAWABAN ANDA. Diisi

Petugas

A1 Tahun berapa ibu pertama

menggunakan alat KB yang

sekarang ibu pakai?

Bulan________Tahun ________

A2. Berapa usia ibu ketika persalinan

terakhir dan menggunakan alat KB

yang sekarang ibu pakai?

________________Tahun

A3. Saat mulai menggunakan alat KB

yang ibu gunakan saat ini, Apa

pendidikan terakhir ibu?

0. Tidak Sekolah

1. Tidak Tamat SD

2. Tamat SD

3. Tamat SMP

4. Tamat SMA

5. Tamat Akademi (Diploma)

6. Tamat Perguruan Tinggi S1/S2/S3

[ ]

A4 Saat mulai menggunakan alat KB

yang ibu gunakan saat ini, Apa

pekerjaan ibu pada ?

0. Tidak bekerja

1. Buruh

2. Wiraswasta/ Pedagang

3. PNS

4. Pegawai BUMN/SWASTA

5. Lainnya.......................(sebutkan)

[ ]

Page 154: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

A5. Saat mulai menggunakan alat KB

yang ibu gunakan saat ini, berapa

rata-rata pendapatan perbulan

keluarga?

___________________ rupiah

B. FAKTOR KOGNITIF

B1 Apakah ibu berdiskusi dengan

suami ketika akan menggunakan

alat KB?

1. Selalu (lanjut B2)

2. Sering (lanjut B2)

3. Jarang (lanjut B2)

4. Tidak pernah

[ ]

B1a Jika jawaban jarang atau tidak

pernah, mengapa? ________________

B2 Apakah ibu pernah berdiskusi/

membicarakan/berbincang-bincang

dengan suami tentang alat KB

jangka panjang seperti IUD/spiral,

susuk/implan, atau steril wanita?

1. Selalu (lanjut C1)

2. Sering (lanjut C1)

3. Jarang (lanjut C1)

4. Tidak pernah

B2a Jika jawaban jarang atau tidak

pernah, mengapa? ________________

C. FAKTOR REPRODUKSI

C1 Berapa umur ibu ketika pertama kali

melahirkan?

_______________ tahun

C1a Tanggal lahir anak pertama Tanggal__ Bulan__ Tahun_____

C2 Apakah ibu pernah mengalami

aborsi/keguguran?

1. Ya

2. Tidak (lanjut C4) [ ]

C2a Jika ya, berapa kali? _________ kali

C3

Berapa jumlah anak kandung yang

ibu lahirkan dan masih hidup?

_________ orang

Laki-laki = ______orang

Perempuan = ______ orang

D. FAKTOR PELAYANAN

D1 Dimana ibu paling sering

memperoleh pelayanan KB yang ibu

gunakan saat ini?

1. Puskesmas

2. Bidan Swasta

3. Rumah Sakit Pemerintah

4. Rumah Sakit Swasta

5. Lainnya_______________

[ ]

Page 155: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Lampiran 2 1. Analisis Univariat

Metode_KB

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Pil 32 19.5 19.5 19.5

Suntik 91 55.5 55.5 75.0

IUD 28 17.1 17.1 92.1

Implan 7 4.3 4.3 96.3

MOW 6 3.7 3.7 100.0

Total 164 100.0 100.0

Jenis_KB

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid MKJP 41 25.0 25.0 25.0

Non MKJP 123 75.0 75.0 100.0

Total 164 100.0 100.0

kategori_umurKB

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid umur KB>30 tahun 76 46.3 46.3 46.3

umur KB <= 30 tahun 88 53.7 53.7 100.0

Total 164 100.0 100.0

kategori_pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid pendidikan tinggi 87 53.0 53.0 53.0

pendidikan rendah 77 47.0 47.0 100.0

Total 164 100.0 100.0

pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid bekerja 33 20.1 20.1 20.1

tidak bekerja 131 79.9 79.9 100.0

Total 164 100.0 100.0

Page 156: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

kategori penghasilan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid penghasilan tinggi >2442000 72 43.9 43.9 43.9

penghasilan rendah

<=2442000 92 56.1 56.1 100.0

Total 164 100.0 100.0

diskusi_MKJP

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 96 58.5 58.5 58.5

tidak 68 41.5 41.5 100.0

Total 164 100.0 100.0

umur melahirkn

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid umur < 18 tahun 10 6.1 6.1 6.1

umur >= 18 tahun 154 93.9 93.9 100.0

Total 164 100.0 100.0

jumlah anak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 3 atau lebih anak 47 28.7 28.7 28.7

0 sampai 2 anak 117 71.3 71.3 100.0

Total 164 100.0 100.0

riwayat_aborsi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 21 12.8 12.8 12.8

tidak 143 87.2 87.2 100.0

Total 164 100.0 100.0

Page 157: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Kat_tempatpelayanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid swasta 127 77.4 77.4 77.4

pemerintah 37 22.6 22.6 100.0

Total 164 100.0 100.0

2. Analisis Bivariat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kategori_umurKB *

Jenis_KB 164 100.0% 0 .0% 164 100.0%

kategori_pendidikan *

Jenis_KB 164 100.0% 0 .0% 164 100.0%

pekerjaan * Jenis_KB 164 100.0% 0 .0% 164 100.0%

kategori penghasilan *

Jenis_KB 164 100.0% 0 .0% 164 100.0%

diskusi_MKJP * Jenis_KB 164 100.0% 0 .0% 164 100.0%

umur melahirkn * Jenis_KB 164 100.0% 0 .0% 164 100.0%

jumlah anak * Jenis_KB 164 100.0% 0 .0% 164 100.0%

riwayat_aborsi * Jenis_KB 164 100.0% 0 .0% 164 100.0%

Kat_tempatpelayanan *

Jenis_KB 164 100.0% 0 .0% 164 100.0%

A. kategori_umurKB * Jenis_KB

Crosstab

Jenis_KB

Total MKJP Non MKJP

kategori_umurKB umur KB>30 tahun Count 30 46 76

Expected Count 19.0 57.0 76.0

% within Jenis_KB 73.2% 37.4% 46.3%

umur KB <= 30 tahun Count 11 77 88

Expected Count 22.0 66.0 88.0

% within Jenis_KB 26.8% 62.6% 53.7%

Total Count 41 123 164

Expected Count 41.0 123.0 164.0

% within Jenis_KB 100.0% 100.0% 100.0%

Page 158: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 15.825a 1 .000

Continuity Correctionb 14.419 1 .000

Likelihood Ratio 16.170 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 15.728 1 .000

N of Valid Casesb 164

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .311 .072 4.159 .000c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .311 .072 4.159 .000c

N of Valid Cases 164

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

kategori_umurKB (umur

KB>30 tahun / umur KB <=

30 tahun)

4.565 2.090 9.973

For cohort Jenis_KB =

MKJP 3.158 1.701 5.864

For cohort Jenis_KB = Non

MKJP .692 .567 .843

N of Valid Cases 164

Page 159: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

B. kategori_pendidikan * Jenis_KB

Crosstab

Jenis_KB

Total MKJP Non MKJP

kategori_pendidikan pendidikan tinggi Count 22 65 87

Expected Count 21.8 65.2 87.0

% within Jenis_KB 53.7% 52.8% 53.0%

pendidikan rendah Count 19 58 77

Expected Count 19.2 57.8 77.0

% within Jenis_KB 46.3% 47.2% 47.0%

Total Count 41 123 164

Expected Count 41.0 123.0 164.0

% within Jenis_KB 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .008a 1 .928

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .008 1 .928

Fisher's Exact Test 1.000 .537

Linear-by-Linear

Association .008 1 .928

N of Valid Casesb 164

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,25.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .007 .078 .090 .929c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .007 .078 .090 .929c

N of Valid Cases 164

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Page 160: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

kategori_pendidikan

(pendidikan tinggi /

pendidikan rendah)

1.033 .509 2.099

For cohort Jenis_KB =

MKJP 1.025 .602 1.744

For cohort Jenis_KB = Non

MKJP .992 .831 1.184

N of Valid Cases 164

C. kategori pekerjaan * Jenis_KB

Crosstab

Jenis_KB

Total MKJP Non MKJP

pekerjaan Bekerja Count 17 16 33

Expected Count 8.2 24.8 33.0

% within Jenis_KB 41.5% 13.0% 20.1%

tidak bekerja Count 24 107 131

Expected Count 32.8 98.2 131.0

% within Jenis_KB 58.5% 87.0% 79.9%

Total Count 41 123 164

Expected Count 41.0 123.0 164.0

% within Jenis_KB 100.0% 100.0% 100.0%

Page 161: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 15.491a 1 .000

Continuity Correctionb 13.771 1 .000

Likelihood Ratio 13.959 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 15.396 1 .000

N of Valid Casesb 164

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,25.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .307 .086 4.111 .000c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .307 .086 4.111 .000c

N of Valid Cases 164

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pekerjaan

(bekerja / tidak bekerja) 4.737 2.100 10.687

For cohort Jenis_KB =

MKJP 2.812 1.722 4.591

For cohort Jenis_KB = Non

MKJP .594 .414 .852

N of Valid Cases 164

Page 162: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

D. kategori penghasilan * Jenis_KB

Crosstab

Jenis_KB

Total MKJP Non MKJP

kategori penghasilan penghasilan tinggi >2442000 Count 24 48 72

Expected Count 18.0 54.0 72.0

% within Jenis_KB 58.5% 39.0% 43.9%

penghasilan rendah

<=2442000

Count 17 75 92

Expected Count 23.0 69.0 92.0

% within Jenis_KB 41.5% 61.0% 56.1%

Total Count 41 123 164

Expected Count 41.0 123.0 164.0

% within Jenis_KB 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 4.754a 1 .029

Continuity Correctionb 3.994 1 .046

Likelihood Ratio 4.731 1 .030

Fisher's Exact Test .045 .023

Linear-by-Linear

Association 4.725 1 .030

N of Valid Casesb 164

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .170 .078 2.199 .029c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .170 .078 2.199 .029c

N of Valid Cases 164

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Page 163: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kategori

penghasilan (penghasilan

tinggi >2442000 /

penghasilan rendah

<=2442000)

2.206 1.075 4.528

For cohort Jenis_KB =

MKJP 1.804 1.052 3.094

For cohort Jenis_KB = Non

MKJP .818 .676 .989

N of Valid Cases 164

E. diskusi_MKJP * Jenis_KB

Crosstab

Jenis_KB

Total MKJP Non MKJP

diskusi_MKJP ya Count 39 57 96

Expected Count 24.0 72.0 96.0

% within Jenis_KB 95.1% 46.3% 58.5%

tidak Count 2 66 68

Expected Count 17.0 51.0 68.0

% within Jenis_KB 4.9% 53.7% 41.5%

Total Count 41 123 164

Expected Count 41.0 123.0 164.0

% within Jenis_KB 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 30.147a 1 .000

Continuity Correctionb 28.171 1 .000

Likelihood Ratio 36.711 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 29.963 1 .000

N of Valid Casesb 164

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,00.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 164: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .429 .051 6.040 .000c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .429 .051 6.040 .000c

N of Valid Cases 164

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

diskusi_MKJP (ya / tidak) 22.579 5.220 97.665

For cohort Jenis_KB =

MKJP 13.812 3.452 55.268

For cohort Jenis_KB = Non

MKJP .612 .516 .726

N of Valid Cases 164

F. umur melahirkn * Jenis_KB

Crosstab

Jenis_KB

Total MKJP Non MKJP

umur melahirkn umur < 18 tahun Count 2 8 10

Expected Count 2.5 7.5 10.0

% within Jenis_KB 4.9% 6.5% 6.1%

umur >= 18 tahun Count 39 115 154

Expected Count 38.5 115.5 154.0

% within Jenis_KB 95.1% 93.5% 93.9%

Total Count 41 123 164

Expected Count 41.0 123.0 164.0

% within Jenis_KB 100.0% 100.0% 100.0%

Page 165: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .142a 1 .706

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .149 1 .700

Fisher's Exact Test 1.000 .523

Linear-by-Linear

Association .141 1 .707

N of Valid Casesb 164

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,50.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R -.029 .073 -.375 .708c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.029 .073 -.375 .708c

N of Valid Cases 164

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for umur

melahirkn (umur < 18 tahun

/ umur >= 18 tahun)

.737 .150 3.620

For cohort Jenis_KB =

MKJP .790 .222 2.809

For cohort Jenis_KB = Non

MKJP 1.071 .775 1.480

N of Valid Cases 164

Page 166: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

G. jumlah anak * Jenis_KB

Crosstab

Jenis_KB

Total MKJP Non MKJP

jumlah anak 3 atau lebih anak Count 20 27 47

Expected Count 11.8 35.2 47.0

% within Jenis_KB 48.8% 22.0% 28.7%

0 sampai 2 anak Count 21 96 117

Expected Count 29.2 87.8 117.0

% within Jenis_KB 51.2% 78.0% 71.3%

Total Count 41 123 164

Expected Count 41.0 123.0 164.0

% within Jenis_KB 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 10.826a 1 .001

Continuity Correctionb 9.553 1 .002

Likelihood Ratio 10.213 1 .001

Fisher's Exact Test .002 .001

Linear-by-Linear

Association 10.760 1 .001

N of Valid Casesb 164

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,75.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .257 .082 3.384 .001c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .257 .082 3.384 .001c

N of Valid Cases 164

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Page 167: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for jumlah anak

(3 atau lebih anak / 0 sampai

2 anak)

3.386 1.605 7.144

For cohort Jenis_KB =

MKJP 2.371 1.423 3.949

For cohort Jenis_KB = Non

MKJP .700 .540 .908

N of Valid Cases 164

H. riwayat_aborsi * Jenis_KB

Crosstab

Jenis_KB

Total MKJP Non MKJP

riwayat_aborsi ya Count 10 11 21

Expected Count 5.2 15.8 21.0

% within Jenis_KB 24.4% 8.9% 12.8%

tidak Count 31 112 143

Expected Count 35.8 107.2 143.0

% within Jenis_KB 75.6% 91.1% 87.2%

Total Count 41 123 164

Expected Count 41.0 123.0 164.0

% within Jenis_KB 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 6.572a 1 .010

Continuity Correctionb 5.261 1 .022

Likelihood Ratio 5.859 1 .015

Fisher's Exact Test .015 .014

Linear-by-Linear

Association 6.532 1 .011

N of Valid Casesb 164

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,25.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 168: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R .200 .089 2.600 .010c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation .200 .089 2.600 .010c

N of Valid Cases 164

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

riwayat_aborsi (ya / tidak) 3.284 1.278 8.444

For cohort Jenis_KB =

MKJP 2.197 1.272 3.793

For cohort Jenis_KB = Non

MKJP .669 .441 1.015

N of Valid Cases 164

I. Kat_tempatpelayanan * Jenis_KB

Crosstab

Jenis_KB

Total MKJP Non MKJP

Kat_tempatpelayanan swasta Count 17 110 127

Expected Count 31.8 95.2 127.0

% within Jenis_KB 41.5% 89.4% 77.4%

pemerintah Count 24 13 37

Expected Count 9.2 27.8 37.0

% within Jenis_KB 58.5% 10.6% 22.6%

Total Count 41 123 164

Expected Count 41.0 123.0 164.0

% within Jenis_KB 100.0% 100.0% 100.0%

Page 169: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi

Chisquare Test

Value Df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 40.497a 1 .000

Continuity Correctionb 37.798 1 .000

Likelihood Ratio 36.485 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear

Association 40.250 1 .000

N of Valid Casesb 164

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,25.

b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Interval by Interval Pearson's R -.497 .079 -7.288 .000c

Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.497 .079 -7.288 .000c

N of Valid Cases 164

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Based on normal approximation.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

Kat_tempatpelayanan

(swasta / pemerintah)

.084 .036 .195

For cohort Jenis_KB =

MKJP .206 .125 .341

For cohort Jenis_KB = Non

MKJP 2.465 1.583 3.840

N of Valid Cases 164

Page 170: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi
Page 171: DETERMINAN PENGGUNAAN METODE …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37753/1/PUTRI... · Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Berdasarkan Faktor Sosiodemografi