Waste Management.docx

47
Category Archives: Waste Management Tatalaksana Manajemen Limbah B3 MAR 14 Posted by Muhammad Yusuf Firdaus Penanganan Limbah B3 Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan. Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.

Transcript of Waste Management.docx

Category Archives:Waste ManagementTatalaksana Manajemen LimbahB3MAR 14Posted byMuhammad Yusuf FirdausPenanganan Limbah B3Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasukprosespengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam harus dapat menahanagarzat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifatself-reactivedan peroksida organik juga memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 22 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.Mengenai pengangkutan limbah B3, PemerintahIndonesiabelum memiliki peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk peraturan pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan. Limbah gas yang mudah terbakar harus dilengkapi denganhead shieldspada kemasannya sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus selain juga adanya kewajiban kelengkapanMaterial Safety Data Sheets(MSDS) yang ada di setiap truk dan di dinas pemadam kebakaran.Secured Landfill.Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan faktor-faktor lainnya harus diperhatikan agarsecuredlandfilltidak merusak lingkungan. Pemantauan pasca-operasi harus terus dilakukan untuk menjamin bahwa badan air tidak terkontaminasi oleh limbah B3.Pembuangan Limbah B3 (Disposal)Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 ialahlandfill(lahan urug) dandisposal well(sumur pembuangan). Di Indonesia, peraturan secara rinci mengenai pembangunan lahan urug telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) melaluiKep-04/BAPEDAL/09/1995.Landfilluntuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: (1)secured landfill double liner, (2)secured landfill single liner, dan (3)landfill clay linerdan masing-masing memiliki ketentuan khusus sesuai dengan limbah B3 yang ditimbun.Dimulai dari bawah, bagian dasarsecured landfillterdiri atas tanah setempat, lapisan dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah penghalang, sistem pengumpulan dan pemindahan lindi (leachate), dan lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di atas dan/atau di bawah sistem pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi geomembran. Sedangkan bagian penutup terdiri dari tanah penutup, tanahtudungpenghalang, tudung geomembran, pelapis tudung drainase, dan pelapis tanah untuk tumbuhan dan vegetasi penutup.Secured landfillharus dilapisi sistem pemantauan kualitas air tanah dan air pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui apakahsecured landfillbocor atau tidak. Selain itu, lokasisecured landfilltidak boleh dimanfaatkan agar tidak beresiko bagi manusia dan habitat di sekitarnya.DeepInjectionWell.Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi kontroversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek yang mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Amerika Serikat paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada sumur baru yang dibangun setelah tahun 1980.Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika Serikat sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquidhazardous wastes). Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3 ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wilayah setempat.Limbah B3 diinjeksikan se dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapisanimpermeablesepertishaleatau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan limbah tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari permukaan tanah.Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena beberapa jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur dan formasi penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari dengan tidak memasukkan limbah yang dapat mengalami presipitasi, memiliki partikel padatan, dapat membentuk emulsi, bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia, dan memiliki densitas dan viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami dalam formasi geologi.Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan limbah B3 ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada mengenai hal ini ditetapkan oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa:1. Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigrasi secara vertikal keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik temu dengan sumber air tanah.2. Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti disebutkan di atas, limbah telah mengalami perubahan higga tidak lagi bersifat berbahaya dan beracun.Posted inWaste Management1 CommentPengolahan Limbah CairIndustriFEB 25Posted byMuhammad Yusuf FirdausSetiap jenis industri mempunyai karakteristik limbah cair yang spesifik, yang berbeda dengan jenis industri lainnya, walaupun mungkin suatu jenis industri mempunyai beberapa parameter pencemar yang sama dengan industri lainnya. Perbedaan karakteristik limbah cair industri akan menyebabkan proses pengolahan limbah cair industri tersebut berbeda antara satu industri dengan industri lainnya.Limbah cair industri harus diolah sedemikian rupa sehingga tidak akan mencemari badan air setempat dimana limbah cair tersebut akan dibuang.Pemilihan suatu proses pengolahan limbah cair industri tergantung dari:1. Karakteristik limbah cair industri yang bersangkutan.Dalam hal ini penting dipertimbangkan bentuk dari zat pencemar, misalnya materi tersuspensi, koloid atau terlarut, kemampuan polutan tersebut untuk dapat terurai secara biologis (biodegradability); dan toksiksitas senyawa organik dan inorganik.2. Kualitas efluen yang diinginkan.Perlu dipertimbangkan pula kemungkinan dilakukannya batasan di masa yang akan datang, seperti misalnya batasan toksisitas kehidupan perairanbioassayefluen.3. Biaya dan ketersediaan lahan yang tersedia.Satu atau lebih kombinasi pengolahan dapat menghasilkan efluen yang diinginkan. Akan tetapi hanya satu dari alternatif tersebut yang paling efektif biayanya.Seberapa jauh kualitas effluent yang diharapkan juga akan menentukan jenis dan tingkat pengolahan yang akan dilakukan. Semakin baik kualitas effluent yang diharapkan yang akan dibuang ke badan air penerima, semakin tinggi tingkat pengolahan yang harus dilakukan, yang pada akhirnya membuat biaya pengolahan akan semakin tinggi.Sebelum menentukan jenis pengolahan yang akan digunakan, pertamakali harus dilakukan karakterisasi limbah cair industri,sehingga dapat diketahui jenis pencemar yang dominan (priority pollutants) pada suatu jenis industri . Secara umum limbah cair industri tersebut dapat dikelompokkan menjadi:1. Polutan anorganik:TSS, Cl2tersisa (khlor), Sulfida (sbg S), Zat padat terlarut*, Besi terlarut (Fe)*, Fluorida (F)*, Ammonia, TKN, Zat padat terlarut*, Nitrat, Nitrit, Fosfat (PO4).2. Polutan organik:BOD5, COD, Minyak & lemak, MBAS.3. Logam berat:Tembaga (Cu), Timbal (Pb), Seng (Zn), Khrom total (Cr), Nikel (Ni), Raksa (Hg), Sianida (CN), Khrom hexavalen (Cr(VI)) dan Total Chrom, Cadmium (Cd), Mangan (Mn), Titanium (Ti), Barium (Ba), Stanum (Sn), Arsen (As), Selenium (Se), Cobalt (Co), Radioaktivitas.Sedangkan untuk pH, karena merupakan parameter penting yang harus dikelola pada setiap jenis industri, maka fasilitas untuk mengontrol nilai pH harus ada.Berdasarkan pengelompokan karakteristik limbah cair industri, jenis pengolahan yang akan diterapkan untuk industri di Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi:1. Pengolahan Awal2. Pengolahan Fisika-kimia (Pengolahan Primer)3. Pengolahan Biologi (Pengolahan Sekunder)4. Pengolahan Lanjutan (Pengolahan Tersier)Air limbah yang keluar dari industri umumnya pertamakali harus melalui pengolahan awal, yang bertujuan untuk menyiapkan air limbah untuk pengolahan selanjutnya. Detailnya adalah agar beban limbah bisa berkurang, pemisahan material pengotor yang mungkin bisa merusak peralatan dan menganggu jalannya proses. Misalnya saringan (screening)digunakan untuk menghilangkan materi-materi kasar (coarse material) seperti plastik, daun-daunan, kertas, kayu dan lain-lain, dan materi-materi halus (fine material) seperti benang fiber, serta zat padat tersuspensi.Grit removaldigunakan untuk menghilangkan pasir. Pasir diendapkan dan dibuang dengan cara mengalirkan air limbah industri dengan kecepatan sekitar 0,4 m/det di dalam suatugrit chamber. Materi kasar dan halus, seperti pasir kasar dan halus harus dihilangkan terlebih dahulu, karena jika tidak, akan mempersulit pengolahan selanjutnya. Pengolahan awal akan mengurangi beban polutan, besarnya sangat tergantung dari jenis air limbah industri.Proses ekualisasi dapat digunakan untuk meredam fluktuasi karakteristik air limbah. Karakter yang berfluktuatif akan menyulitkan pengolahan diproses selanjutnya dan boros dalam pemakaian bahan kimia. Fasilitas yang ada adalah bak dengan volume yang cukup dan mixer sebagai pengaduk. Dengan fasilitas tersebut karakteristik air limbah relatif konstan.Proses netralisasi, jika diperlukan, diletakkan setelah proses ekualisasi, karena sebagian dari aliran dengan pH yang berbeda akan saling menetralisasi satu sama lainnya di bak ekualisasi. Proses neutralisasi bertujuan untuk menyiapkan kondisi yang sesuai untuk proses berikutnya.Pada prinsipnya pengolahan pendahuluan ini merupakan proses pengolahan secara fisik-kimia, akan tetapi karena pengolahan ini bertujuan untuk meringankan beban pengolahan selanjutnya, dan umumnya terdapat pada rangkaian pengolahan limbah cair di setiap industri, maka pengolahan ini dipisahkan pengelompokkannya dari pengolahan fisik-kimia.Pengolahan fisik-kimia artinya mengolah air limbah secara fisik atau kimia. Dalam proses pengolahan ini, obyek yang akan dibuang, dibuat lebih besar ukurannya sehingga dapat dengan mudah diendapkan (coagulation &flocculation process) di bak sedimentasi (bak pengendap), diapungkan (flotation process) serta disaring (filtration process). Memperbesar ukuran partikel dengan menambahkan koagulan diproses koagulasi sehingga terbentuk flok. Agar flok lebih besar lagi ukurannya bisa dengan penambahan flokulan (polymer) di proses flokulasi. Dengan lebih besar ukurannya, pemisahan dapat lebih mudah.Sebagian besar karakteristik air limbah mengandung kotoran bahan organik yang disebut dengan COD atau BOD. Pengolahan yang paling baik adalah dengan menguraikan bahan organik tersebut dengan bantuan mikroorganisme. Pengolahan secara biologi bisa dilakukan secara aerobik (memerlukan udara) atau secara anaerobik (tidak boleh ada udara). Metoda yang digunakan pada proses pengolahan biologis baik aerobik maupun anaerobik bisa secara tersuspensi (suspended growth) ataupun terlekat (attached growth). Pada umumnya, proses pengolahan biologis yang digunakan untuk limbah cair industri di Jawa Barat adalah proses lumpur aktif (activated sludge).Proses sedimentasi merupakan proses dimana benda-benda halus yang sudah menggumpal dan siap mengendap, sebagai hasil dari proses koagulasi & flokulasi atau dari lumpur biologi, dilewatkan dalam sebuah tanki/bak pengendap dengan waktu detensi tertentu, sehingga dapat mengendap dan tepisah dari air bersihnya.Adakalanya setelah proses sedimentasi baik dari proses fisika-kimia maupun biologi, masih terdapat materi-materi halus yang tidak dapat mengendap. Pada kasus ini diperlukan fasilitas tambahan yaitu saringan atau filter. Saringan umumnya terbuat dari pasir (single media) dengan diameter yang seragam (uniform), atau pasir dengan diameter yang tidak seragam (un-uniform), ataupun kombinasi dari pasir dan anthrasit (dual media) atau lainnya.Bebarapa industri, meski telah diterapkan sistem pengolahan awal, primer (fisika-kimia) dan sekunder (biologi), namun kualitas hasil olahan masih belum memenuhi persyaratan. Oleh karena itu pada sistem itu ditambahkan pengolahan lanjutan (pengolahan tersier). Biasanya pengolahan lanjutan diterapkan pada satu atau beberapa parameter saja. Pengolahan tersier juga biasanya diberlakukan terhadap air hasil olahan yang akan dipakai kembali (daur ulang/recycling) baik untuk dipakai di proses produksi, cuci lantai atau siram taman danlain-lain. Unit proses pengolahan lanjutan untuk keperluan recycling juga tergantung dari kualitas air yang akan digunakan.Proses teknologi membran (Reverse Osmosis (RO), Nanofiltration (NF), Ultrafiltration (UF), Microfiltration (MF)digunakan untuk menghilangkan zat padat koloid, tersuspensi atau solid yang terlarut. Proses penukar ion/resin (Ion Exchange) pada umumnya digunakan untuk menghilangkan logam berat. Metoda denitrifikasi dan dephosphorisasi biologis digunakan untuk menghilangkan zat-zat organik dengan menggunakan mikroorganisma; Proses adsorpsi dengan karbon aktif butiran (granular activated carbon, GAC) digunakan untuk menghilangkan zat organik; dan proses oksidasi secara kimia (chemical oxidation) juga digunakan untuk menghilangkan materi organik.Jika limbah cair industri mengandung bahan B3, maka diperlukan pengolahan secara khusus untuk mengolah limbah tersebut.Lumpur atau gumpalan yang dihasilkan dari proses filtrasi maupun sedimentasi dapat dikeringkan, dibakar atau dibuang untuk pengurugan tanah, jika tidak mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3). Materi inipun dapat diproses lebih lanjut dan dipakai ulang jika unsur B3nya telah diolah, sehingga tidak akan membahayakan penggunanya.Tabel 1.Karakteristik Pencemar Dominan pada Beberapa Jenis IndustriNoJenis industriPolutanLain-lain

OrganikAnorganikLogam berat

1TekstilTSS, BOD5, COD, Minyak & lemak, phenol.Sulfida (sbg S), ammonia.Khrom total (Cr)pH

2Makanan dan minumanTSS, COD, BOD, pH, minyak dan lemak.Ammonia, phospat,pH

3Pelapisan LogamTembaga (Cu), Timbal (Pb), Seng (Zn), Khrom total (Cr), Nikel (Ni), Khrom hexavalen (Cr+6), Cadmium (Cd), Sianida total (CN) tersisapH

4Sabun, Deterjen & Produk-produk Minyak NabatiTSS,BOD5, COD, Minyak & lemak, MBAS.PhosphatpH

5FarmasiTSS, BOD5, COD, Nitrogen total (sbg N)Fenol totalpH

Rencana pengolahan limbah cair diawali dengan memeriksa industri yang bersangkutan untuk beberapa faktor yang terkait, misalnya sumber air limbah, jenisnya, konsentrasinya, kandungannya, besar alirannya. Selain itu juga kondisi dari tujuan pembuangan (termasuk sistem saluran air limbah), penggunaan air yang dibuang, dan jika badan air penerima adalah sungai, maka harus diperhatikan arus air sungai, kualitasnya, standar baku mutu yang ada (baikstreammaupuneffluentstandard), metode pengolahan lumpur dsb. Data-data tadi sangat penting untuk dikumpulkan dan diidentifikasi dengan tujuan utama untuk mengolah air limbah industri secara efisien dan untuk melestarikan lingkungan. Untuk proses industri manufuktur, jenis bahan baku yang digunakan oleh industri tersebut harus diteliti dan diketahui. Setiap orang yang bertanggungjawab pada organisasi pabrik, terutama orang yang terkait dengan pengolahan limbah, harus ikut berpartisipasi dalam proses ini.Tindakan yang harus diambil dalam pembuatan rencana pengolahan air limbahPengurangan kuantitas dan konsentrasi buangan harus sedapat mungkin diupayakan. Banyaknya air yang dibuang bisa dikurangi dengan cara penghematan air, merubah atau memperbaiki proses produksi, pemakaian air limbah dalam berbagai tahapan (multi stage) dsb.Konsentrasi air limbah bisa dikurangi dengan merubah proses industri, memperbaiki peralatan, mengambil kembali dan mempergunakan produk sampingan, menerapkan pengendalian air limbah secara proporsional, memantau sistem atau jaringan pembuangan, dll. Semua hal yang disebutkan di atas harus diperbaiki secara menyeluruh sehingga pencapaian pengurangan konsentrasi air limbah dapat lebih maksimal.Prosedur perencanaan pengolahan air limbahSetelah dilakukan investigasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya di atas, maka kemudian dilakukan pemilihan metode pengolahan. Tahapan berikut ini dapat dipergunakan sebagai petunjuk.Pertama kali, lakukan pengklasifikasian air limbah sebagai organik atau anorganik. Air limbah organik bisa diolah secara biologis jika perbandingan BOD/CODnya lebih besar dari 60%, atau tidak boleh diolah jika perbandingan tersebut lebih kecil dari 20%. Kemudian, pastikanlah efek pengolahan dengan cara uji biologis.Untuk air limbah anorganik, lakukan uji pengendapan, jika mengandung zat padat tersuspensi. Jika hal ini tidak tepat, maka lakukan test koagulasi. Jika air limbah mengandung bahan toxic, maka identifikasikanlah metode pengolahan yang tepat untuknya. Jika air limbah keadaannya kental, maka selidikilah cara pengambilan kembali (recovery) dengan cara mengentalkan, membakar dll. Jika cara-cara tersebut tidak berhasil untuk mencapai kualiats air yang diinginkan, maka selidiki lebih lanjut dengan melakukan adsorpsi, pertukaran ion, dll.Setelah dilakukan penetapan metode pengolahan, maka tahap berikutnya adalah memilih jenis peralatan yang akan digunakan. Untuk hal ini, adalah penting untuk mengenali tempat instalasi pengolahan, biaya konstruksi, operasi & pemeliharaan serta manajemennya, kemampuan & efek pengolahan, kuantitas lumpur yang akan dihasilkan, tingkat kemudahan dalam pengolahan lumpur, tenaga teknik industri yang bersangkutan, standar yang ada, rehabilitasi, dll.Posted inWaste Management2 CommentsTeknologi MembranFEB 12Posted byMuhammad Yusuf FirdausMembran ialah sebuah penghalang selektif antara dua fasa. Membran memiliki ketebalan yang berbeda-beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis serta ada yang homogen dan ada juga ada heterogen. Ditinjau dari bahannya membran terdiri dari bahan alami dan bahan sintetis. Bahan alami adalah bahan yang berasal dari alam misalnya pulp dan kapas, sedangkan bahan sintetis dibuat dari bahan kimia, misalnya polimer.Membran berfungsi memisahkan material berdasarkan ukuran dan bentuk molekul, menahan komponen dari umpan yang mempunyai ukuran lebih besar dari pori-pori membran dan melewatkan komponen yang mempunyai ukuran yang lebih kecil. Larutan yang mengandung komponen yang tertahan disebut konsentrat dan larutan yang mengalir disebut permeat. Filtrasi dengan menggunakan membran selain berfungsi sebagai sarana pemisahan juga berfungsi sebagai sarana pemekatan danpemurniandarisuatu larutan yang dilewatkan pada membran tersebut.Beberapa keunggulan teknologi membran: Pemisahan dapat dilakukan secara continue Konsumsi energi umumnya relatif rendah Proses membran dapat dengan mudah digabungkan dengan proses pemisahan lainnya (hybrid processing) Pemisahan dapat dilakukan dengan kondisi operasi yang dapat diatur Mudah dalam scale up Tidak memerlukan bahan tambahan Pemakaiannya mudah diadaptasikan karena material penyusun membran yang bervariasiKekurangan teknologi ini antara lain adalah fluks dan selektivitas, karena pada proses pemisahan menggunakan membran umumnya fenomena yang terjadi adalah fluks berbanding terbalik dengan selektivitas. Semakin tinggi fluks sering kali berakibat menurunnya selektivitas, dan sebaliknya. Sedangkan yang diinginkan dalam proses pemisahan berbasis membran adalah mempertinggi fluks dan selektivitas.Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja membran antara lain:1. Ukuran molekul2. Bentuk molekul3. Bahan membran4. Karakteristik larutan5. Parameter operasional (tekanan, suhu, konsentrasi,pH, ion strength, polarisasi)Teknologimembran dalam pengolahan air dan limbah merupakan proses pemisahan secara fisika yang memisahkan komponen yang lebih besar dari yang lebih kecil. Berbagai jenis proses membran dikategorikan berdasarkandriving force, jenis dan konfigurasi membran dan kemampuan penyisihannya. Proses membran dipergunakan dalam sistem pengolahan air minum dan air buangan seperti dalam proses desalinasi, pelunakan, penyisihan bahan organik, penyisihan warna, partikel dan lain-lain. Proses membran telah ada sejak 25 tahun yang lalu dan saat ini proses tersebut telah mengalami perkembangan yang pesat.Proses membran dapat diklasifikasikan berdasarkandriving forceuntuk menyokong proses pengolahan air. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan teknologi membrane adalah: Tekanan Daya listrik Suhu Gradien konsentrasi Kombinasi lebih dari satudriving forceProses membran dengan menggunakan tekanan dan tenaga listrik hanya tersedia secara komersial dan telah umum dipergunakan untuk proses pengolahan air minum dan buangan.Proses membran yang paling umum adalah proses yang dijalankan dengan tekanan, dimana tekanan di dalam dan di luar membran berbeda.Berdasarkan ukuran pori membrane, membran dapat dibagi menjadi empat tipe:1. Reverse osmosis(RO)2. Nanofiltration(NF)3. Ultrafiltration (UF)4. Microfiltration (MF)Reverse osmosismerupakan proses filtrasi yang paling baik, yang dapat menyisihkan partikel-partikel berukuran 1Aosampai 10Ao, demikian pula dengan ultrafiltrasi yang mampu menyisihkan partikel berukuran 10Aosampai 1000Ao. Virus influenza dapat disisihkan oleh alat ini. Mikrofiltrasi dapat juga menyisihkan bakteri, pseudomonas dan bakteri-bakteri lainnya.Dalam proses filtrasi membran ini, terhadap air yang akan diolah harus dilakukan pengolahan pendahuluan supaya partikel-partikel yang berukuran besar tidak ikut masuk, sehingga tidak mengganggu kinerja alat yang nantinya akan merusak membran.Tabel 1. Ukuran Materi-materi yang Dapat Dipisahkan oleh Proses MembranMateri yang akan dipisahkanPerkiraan ukuran (nm)Proses

Ion1-20Difusi ataureverse osmosis

Organik terlarut5-200Difusi

Organik koloidal yang tidak terlarut200-10.000Aliran berpori

Materi koloid & partikulat75.000Aliran berpori

Tabel 2. Teknologi Pemisahan dengan Membran untuk Pengolahan Air BuanganFeatureMFUFNFROPer-vaporation

Pemisahan zat padat tersuspensiSangat baikTidak praktisTidak praktisTidak praktisTidak cocok

Pemisahan zat organic terlarutTidak cocokSempurnaSangat baikSangat baikBaik

PemisahanVolatile Organic Carbon (VOC)Tidak cocokBurukCukupCukup-baikSangat baik

Pemisahan zat inorganic terlarutTidak cocokTidak cocokBaik (untuk garam inorganic terlarut)Sangat baik (pemisahan 90-99%)Tidak cocok

Efek tekanan osmosisTidak adaKecilSignifikanHighTidak ada

Batasan konsentrasitotal solid sampai dengan 5%total organic sampai dengan 50%sampai dengan 15%sampai dengan 15%Tidak cocok

Kualitas PermeateSangat baikSangat baikBaikSangat baikSangat baik

Tekanan Kerja1-3 bars3-7 bars5-10 bars15-70 bars Cr3+ + Fe3+ (proses reduksi)Cr3+ + 3OH-> Cr(OH)3(proses presipitasi)PengolahanCr(VI) bisa dengan cara lain yaitu dengan cara elektrolisa. Metode ini lebih cocok untuk cairan air limbah yang konsentrasinya tinggi, sesuai dengan reaksi berikut ini:Cr2O72- + 14H+ + 6e-> 2Cr3+ + 7H2OMetode lainnya yaitu dengan penukar ion meski jarang dilakukan karena memerlukan energi yang sangat tinggi dan bahan kimia yang sangat banyak. Untuk air limbah organik asam kromat digunakan resin penukar ion positif yang bersifat basa kuat. Metode lain yang juga dapat dipergunakan adalah reduksi fotokatalitik, di mana merupakan kombinasi proses fotokimia dan katalis yang terintegrasi untuk dapat melangsungkan suatu reaksi transformasi kimia yang berlansung pada permukaan bahan katalis semikonduktor yang terinduksi oleh sinar.Posted inWaste ManagementLeave a commentBrief of BioremediationDEC 6Posted byMuhammad Yusuf FirdausSENYAWA-SENYAWA PENCEMAR LINGKUNGAN Pencemar: senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam tetapijumlahnya (konsentrasinya) sangat tinggi tidak alami. Contoh: minyak mentah, minyak hasil penyulingan, fosfat, logam berat. Senyawaxenobiotik: senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang sebelumnya tidakpernah ditemukan di alam. Contoh: pestisida, herbisida, plastik, serat sintetis.REMEDIASI LINGKUNGAN Remediasi: Proses perbaikan. Prosesperbaikan lingkungan yang tercemar. Pendekatan-pendekatanyang dilakukan untuk menghilangkan pencemar dari lingkungan.TEKNOLOGI YANG DIGUNAKAN UNTUK MENGHILANGKAN SENYAWA PENCEMAR ORGANIK Ekstraksi uap tanah Tekanan udara Serapan panas Pencucian tanah Dehalogenasi kimiawi Ekstraksi tanah Penggelontoran tanahin situ BioremediasiBIOREMEDIASI Prosesmengubah senyawa pencemar organik yang berbahaya menjadi senyawa lain yanglebih aman dengan memanfaatkan organisme. Melibatkan proses degradasi molekular melalui aktifitas biologis. Campurtangan manusia untuk mempercepat degradasi senyawa pencemar yang berbahayaagar turun konsentrasinya atau menjadi senyawa lain yang lebih tidakberbahaya melalui rekayasa proses alami atau proses mikrobiologis dalamtanah, air dan udara.KEUNGGULAN BIOREMEDIASI SENYAWA ORGANIK Proses alami. Mengubah molekul senyawa pencemar organik, bukan hanya memindahkan. Biaya paling murah dibandingkan cara yang lain. Hasil akhir degradasi adalah gas karbon dioksida, air, dan senyawa-senyawa sederhana yang ramah lingkungan.ALASAN PENGGUNAAN PERLAKUAN BIOLOGISMurah, karena: Dapat digunakanin-situsehingga mengurangi biaya pengangkutan dan gangguan lingkungan. Mikroba alami dapat digunakan.PELAKU UTAMA: Mikroorganisme : Bakteria, Sianobakteria, dan fungi >Remediasi olehmikrobia Tanaman >FitoremediasiPENERAPAN BIOREMEDIASI Situs-situs yang sulit dijangkau Lingkungan di bawah permukaan tanah Air berminyak Limbah NuklirKEUNTUNGAN MENGGUNAKAN MIKROBIA UNTUK MENDEGRADASI SENYAWA PENCEMAR ORGANIK: Jumlahnya banyak dan ada dimana-mana Jalur metabolisme dalam aktivitas hidupnya dapat dimanfaatkan untuk mendegradasi senyawa pencemar organik dan mengubahnya menjadi senyawa yang lebih tidak berbahayaPERTIMBANGAN KIMIA DAN MIKROBIOLOGIS YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN:Apakah kontaminannya dapat terdegradasi secara biologis? hidrokarbon minyak bumi sederhana hidrokarbon aromatik (hingga 3 cincin) amina sederhana ester keton eterSENYAWA PENCEMAR ORGANIK YANG SECARA POTENSIAL DAPAT DIBIOREMEDIASI Mudah terdegradasi: BBM, minyak tanah, keton dan alkohol, aromatik monosiklik, aromatik bisiklik (naftalena) Sedikit terdegradasi: kreosol, tars, batu bara, pentaklorofenol (PCP) Sulit terdegradasi: pelarut terklorinasi (TCE), beberapa pestisida dan herbisida Umumnya tidak terdegradasi: dioksin, bifenil terpoliklorinasi (PCB)PENGOLAHAN BIOLOGIS LAHAN TERCEMAR SENYAWA ORGANIKPengolahan lahan tercemar senyawa organik dapat dikelompokkan ke dalam: Ex situpengolahan dilakukan di tempat lain sehingga perlu pemindahan. In situ pengolahan dilakukan di tempat pencemaran tanpa pemindahan.CONTOH PENGOLAHAN TANAH TERCEMAR SENYAWA ORGANIK SECARAEX SITU:Slurry Phase:bejana besar digunakan sebagai bio-reactor yang mengandung tanah, air, nutrisi dan udara untuk membuat mikroba aktif mendegradasi senyawa pencemar.Composting:limbah dicampur dengan jerami atau bahan lain untuk mempermudah masuknya air, udara, dan nutrisi. Tiga tipe pengomposan: Dalam Lubang Mechanically agitated in-vessel TumpukanBiopile:tanah tercemar tidak dipindahkan namun diangkat ke permukaan, ditumpuk, dan diberi perlakuan penambahan air, udara, dan nutrien.Landfarming:tanah terkontaminasi dipindahkan dan disebar di permukaan lapangan kemudian diperlakukan dengan penambahan bakteri, air, udara, dan nutrisi. Cara ini yang paling sering digunakan.CONTOH PENGOLAHAN TANAH TERCEMAR SENYAWA ORGANIKIN SITU: Bio-venting:pemompaan udara dan nutrisi melalui sumur injeksi. Air Sparging:pemompaan udara untuk meningkatkan aktifitas degradasi oleh mikroba. Injeksi Hidrogen Peroksida:menggunakan sprinkler atau pemipaan. Sumur Ekstraksi:untuk mengeluarkan air tanah yang kemudian ditambah nutrisi dan oksigen dan dimasukkan kembali ke dalam tanah melalui sumur injeksi.OPTIMASI BIOREMEDIASI LAHAN TERCEMAR SENYAWA ORGANIK1. Untuk mengoptimalkan dan mempercepat biodegradasi senyawa pencemar yang ada di dalam air dan tanah dapat digunakan mikroba yang telah beradaptasi dan digabungkan dengan: Menjamin ketersediaan air (kadar air antara 30-80%). Menambahkan nutrisi (nitrogen, fosfor, sulfur).2. Menjamin keterssediaan oksigen (jika tipe degradasi aerobik), yaitu2-3 kg oksigen per kg hidrokarbon yang didegradasi.3. Menjamin pH moderat Tidak terlalu masam maupun basa, antara 6-9.4. Menjamin suhu yang moderat 10oC to 40oC.5. Penambahan enzim, katalis kimia untuk mendegradasi senyawa-senyawa limbah.6. Penambahan surfaktan (detergen).KELEMAHAN PERLAKUAN BIOLOGISKadang-kadang tidak efektif di beberapa lokasi karena toksisitas pencemar: Logam Senyawa organik berkhlor Garam-garam anorganikWAKTU YANG DIPERLUKAN in situperlu waktu bervariasi antara 1 6 tahun. ex situantara 1-7 bulan.REMEDIASI LAHAN TERCEMAR SENYAWA ANORGANIK (LOGAM)LOGAM BERAT YANG DAPAT DIPERLAKUKAN Logamberacun: uranium, kromium, selenium, timbal (Pb), teknetium, raksa Logam lainnya: vanadium, molibdenum, tembaga, emas, perakBIOLEACHING1. Mekanisme mobilisasi logam2. Mikroba akan memproduksi asam organik atau asam sulfat yang dapat membentuk khelat logam Mikrobia heterotropik = asam organik Thiobacillusspp. = asam sulfat3. Me-leachinglogam dari padatan limbah kota : Zn, Cu, Cr, Pb, Ni, Al4. Ada hubungan antara efisiensi penghilangan dengan pHBIOSORPSI Biosorpsi merupakan salah satu mekanisme imobilisasi logam Logam terserap di permukaan sel oleh interaksi anion-kationOVERVIEW FITOREMEDIASI FITOEKSTRAKSI:Absorpsi logam berat oleh akar tanaman dan translokasinya dalam tanaman. RHIZOFILTRASI:Penghilangan logam dari lingkungan perairan. FITOSTABILISASI:Imobilisasi logam dalam tanah oleh penjerapan, pengendapan dan kompleksasi.Posted inWaste ManagementLeave a commentFundamentals of SBRNOV 26Posted byMuhammad Yusuf FirdausThere are a large number of different types of activated sludge process. The Activated Sludge process was developed inEnglandin 1914 by E. Ardenand W.T. Lockett. The Activated Sludge is defined as an activated mass of microorganisms capable of stabilizing waste aerobically. The Activated Sludge is the biomass contained in the Mixed Liquor.What Does SBR mean?SBR stands for Sequencing Batch Reactor: Sequencing- a series of steps that occur one after the other. Batch- it is a batch process, as opposed to a continuous process like most conventional biological treatment plants. Reactor- the vessel where all the steps in the Sequence take place, that makes up one Batch. Each step is a different type of Reaction.Why use SBRs?SBRs are well suited to the treatment of Landfill Leachate. Where as most continuous processes are based on fixed flow rates, such as municipal wastewater plants or wastewater treatment plants, SBRs are very flexible. During a dry period, (low precipitation) there is very little leachate generated, but it tends to be more concentrated in terms of contaminates. The strength of the contaminates is meaured using the parameters discussed in Lesson 1. During rainy periods, a lot of leachate is generated, but it tends to be more dilute with the level of contaminates being lower. During dry periods, the flexibility of the SBR, allows the cycle time to be extended (increased) and the biomass maintained. The extended reaction time and lower flow rates are usually necessary since the waste is stronger. During peak rainfall periods, the leachate becomes more dilute. The cylce time on the reactor can be reduced and the flow rates increased.Other advantages to SBRs include relatively low construction and operation costs.SBR Terminology (Modes of Operation)SBRS are operated in a number of Standard Modes. It is very important to understand the different modes as well as adopt a common terminology. Different test books may use conflicting terminology; this is the terminology we will use:React: Blower and Surface aerators on, no influent (feed into the reactor). This is when aerobic processes of carbonaceous BOD removal and nitrification take place.React-Fill: Blower and Surface aerators on, feed being pumped into the SBR. The difference between React and React-fill is that feed is being added to the reactor during React-fill. The same processes are taking place.Denite: Blower and Surface aerators off, no feed being pumped to the SBR. This is the same anoxic denitrification.Denite Fill: The blower and surface aerators are turned off; feed is being pumped to the reactor.Settle: The blower and surface aerators are turned off; no feed is being pumped to the reactor. This is the same equipment configuration as denite, however, this is a separate part of the process. The purpose of the Settle Mode is allowing the biomass to separate from the mixed liquor (sink to the bottom of the pond) so the SBR can be decanted. The Settle Mode will typically only take 0.5 to 1.0 hours. The purpose of the denite mode is to allow enough time for the complete depletion of oxygen in the reactor so that anoxic denitrification can take place.Decant: The treated effluent is withdrawn from the top to the SBR using the decant pump. The treated effluent is sometimes referred to as the supernate.Sludge Wasting: Following the decant is typically a period when solids, including some of the biomass is withdrawn from the bottom of the SBR.SBRs CycleThe above modes are put together in a series of steps to complete one cycle. The order the modes are placed, depends on what needs to be accomplished (treated). As example, if total nitrogen is a concern, then a denite or denite-fill mode maybe included following the decant and sludge wasting.Example of a typical cycle, Starting after the Sludge Wasting ModeDenite or Denite-Fill: With the blowers and the surface aerators off, feed may or may not be added to the SBR. The dissolved oxygen should already be very low (essentially zero) and provided enough substrate is present, anoxic denitrification will take place. If Denite-Fill is being conducted, caution not to overload the SBR must be practiced. Overloading is a condition when too much influent or feed is added to quickly. This can shock the bacteria causing inhibition. Inhibition is a condition where the bacteria to not function normally. During extreme shock (inhibition or overloading) it maybe necessary to reseed (add fresh bacteria) or dilute SBR with pond water to revive the bacteria.React or React-Fill: The blowers and surface aerators are started. Note: From experience, especially if gentrification is extremely aggressive, there maybe some odor released by the SBR for a short period following gentrification. This is the mode when most of the carbonaceous BOD removal and nitrification occur and is typically the longest mode.React: Normally before a decant, the SBR is allowed to react without adding any additional influent. This allows the complete reaction of any contaminates in the system that remain and can be oxidized.Settle: The Blowers and surface aerators are shut off and the biomass allowed to separate and settle out of the mixed liquor. The equipment configuration is the same as with denitrification (denite mode), but the Settle mode is typically a short mode lasting 0.5-1.5 hours. The denite mode is typically much longer.Decant: During the decant mode the treated effluent is discharged (pumped) from the SBR.Sludge Wasting: As required, sludge is withdrawn from the bottom to the SBR, before starting the next cycle.SBRs MonitoringThe SBR is a living group of organisms. Therefore, the proper environment must be maintained to support those organisms.pH: Nitrification will occur in the range of 7.2-9.0 pH units. Denitrification will occur in the range of 6.5 to 7.5 pH units, 7.0 being optimal. The optimal pH for bacteria growth is 6.5 to 7.5 pH units. From experience, the best results are achieved with the pH between 7.0 and 7.5 pH units. Most bacteria will not tolerate pH less then 4.0 or greater than 9.5.Dissolved Oxygen: The DO needs to be greater then 2.0 mg/l for nitrification and close to 0 (zero) for denitrification.Temperature: As with most processes, the higher the temperature the faster the process. This is true for both nitrification and denitrification. However, as temperature increases, the solubility of oxygen (all gases) decreases. At temperature higher then 40oC, it becomes difficult to maintain proper DO levels.Nutrients: Bacterias require are large number of trace nutrients (same as humans). Fortunately, leachate contains most of them with the exception of phosphorous. This is why H3PO4 is added to the SBRs as a supplement.SBRs Process ControlObviously from the dicussion regarding the SBRs Monitoring, it is necessary to monitor pH and DO on a regular basis. We cannot control temperature, but if low DO is a problem, temperature is a good parameter to check.Ammonia levels are the best indicators as to whether the bacteria in the SBR are active. In general carbonaceous BOD is easier to oxidize (remove or treat) then ammonia. Known as the OLeary Pizza and Spinach Theory, the bacteria will eat the pizza (carbonaceous BOD) first and the ammonia second. Therefore, if waste-containing ammonia is being fed into the SBR, and the ammonia is being reacted, then the carbonaceous BOD should be reacting as well. It is also important to note that for every pound of ammonia oxidized, 7.14 pounds of alkalinity as CaCO3is removed.Therefore, if high concentrations of ammonia are being treated, it is normal to see a decrease in SBR pH levels.One of the most overlooked parts of the SBR process is time. During each mode the process essentially changes. The plant manager and operator, particularly when trouble shooting, need to be able to correlate all the functions of the SBR and the plant as a whole with time.Posted inWaste ManagementLeave a commentDefinitions in BioplantOCT 21Posted byMuhammad Yusuf FirdausAerobic Processes- are biological treatment processes that occur in the presence of oxygen.Anaerobic Processes- are biological treatment processes that occur in the absence of oxygen.Anoxic Denitrification- is a process by which nitrate nitrogen is converted biologically to nitrogen gas in the absence of oxygen. This process is also known as anaerobic denitrification.Biological Nutrient Removal- is the term applied to the removal of nitrogen and phosphorous in biological treatment processes.Facultative processes- are biological treatment processes in which the organisms can function in the presence or absence of molecular oxygen.Carbonaceous BOD removal- is the biological conversion of the carbonaceous organic matter in the wastewater to cell tissue and various gaseous end products. In the conversion, it is assumed that nitrogen present in the various compounds is converted to ammonia.Nitrification- is the biological process by which nitrate is converted first to nitrite and then to nitrate.Denitrification- is the biological process by which nitrate is converted to nitrogen and other gaseous products.Substrate- is the term used to denote the organic matter or nutrients that are converted during biological treatment or that may be limiting in biological treatment.Suspended-growth processes- are biological treatment processes in which the microorganisms responsible for the conversion of organic matter or other constituents in the wastewater to gases or cell tissue are maintained in suspension within the liquid.Attached-growth processes- are biological treatment processes in which the microorganisms responsible for the conversion of organic matter or other constituents in the wastewater to gases or cell tissue are attached to some inert medium such as rocks, slag, or specially designed ceramic or plastic materials. Also known as fixed film processes.Mixed Liquor- is the term used to refer to the biomass in a Suspended Growth Process.Chemical TerminologyThe following definitions relate to lab analysis. Lab analysis is on of the fundamentals of plant operation, but before discussing operation; let us first discuss some of the tests.pH- Mathematically, pH is the inverse log of the hydrogen ion concentration. More practically it can be though of as the intensity of the acidic or basic characteristic of a solution.For base the pH range is 7.0 to 14.0, 14.0 being very basic, in fact even corrosive. Liquids with a pH greater than 12.5 are considered characteristically hazardous.For acid the pH range is 0.0 to 7.0, 0.0 being very acidic, in fact even corrosive. Liquids with a pH less than 2.0 are considered characteristically hazardous.Chemical Oxygen Demand (COD) is used as a measure of the oxygen equivalent of the organic matter content of a sample that is susceptible to oxidation by a strong chemical oxidant. COD is a very rigorous test and will always produce a higher mg/l value then BOD.Biological Oxygen Demand (BOD) is an empirical test based on how much dissolved oxygen is depleted from a container of water saturated with oxygen and combined with sample over a five day test period.Total Dissolved Solids (TDS) is a measure of portion of solids that passes through a 2.0 micron filter. This includes dissolved minerals and salts.Total Suspended Solids (TSS), also sometimes denoted as Suspended Solids (SS) is a measure of solids that do not filter, but are retained by the filter and can be measured after drying.Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS)- This is a portion of mixed liqueur filtered and dried at 103-105 deg. Celsius. This test only applies to samples from the SBR.Mixed Liquor Volatile Suspended Solids-This the remaining residue after the MLSS is ignited at 550 deg. Celsius.Nitrogen-In order of decreasing oxidation state are nitrate, nitrite, ammonia and organic.Nitrate-Nitrogen (NO3-N) is the highest oxidation state of nitrogen and is the end product of the nitrification cycle.Nitrite-Nitrogen (NO2-N)- is the second highest oxidation state of nitrogen and is an intermediate between ammonia-nitrogen and nitrate-nitrogen.Ammonia-Nitrogen (NH3-N) is a measure of nitrogen compounds in the second lowest oxidation state of nitrogen.Organic Nitrogen (Norg) is the lowest oxidation state of nitrogen, and is a combination of a proteins, peptides, nucleic acids, urea and in leachate any number of complex synthetic nitrogen compounds.Kjeldahl Nitrogen- is an analytical method used to measure the combined Organic-Nitrogen and Ammonia-Nitrogen. Note: Kjeldahl Nitrogen typically includes the ammonia nitrogen, but depending on the specific laboratory procedure, may exclude the ammonia-nitrogen value.Total Nitrogen- is the sum of the Nitrite-Nitrogen, Nitrate-Nitrogen and Kjeldahl Nitrogen (Ammonia included).Posted inWaste ManagementLeave a commentOzonasi FenolOCT 19Posted byMuhammad Yusuf FirdausFenolFenol, juga dikenal sebagaicarbolic acid,hydroxy benzene,phenyl hydroxide,monohydroxybenzene, danphenyl alcohol, adalah cairan tidak berwarna dengan bau yang khas dan tajam. Rumus kimianya adalah C6H5OH dengan gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada cincin fenil membentuk senyawa aromatik. Berat molekulnya 94,11 gram / mol, meleleh pada 40,5oC, mendidih pada 181,7oC, dan densitasnya 1,07 gram / cm3(GS Brady, 1984).Gugus OH merupakan aktivator kuat dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik. Karena ikatan karbonsp2lebih kuat daripada ikatan oleh karbonsp3, maja ikatan C-O dari suatu fenol tidak mudah terputuskan. Fenol tidak bereaksi SN1 atau SN2 atau reaksi-reaksi eliminasi seperti alkohol. Meskipun ikatan C-O fenol tidak mudah patah, ikatan OH mudah putus. Fenol, dengan pKa= 10, merupakan asam yang lebih kuat daripada alkohol atau air (RJ FessendendanJS Fessenden, 1993).Fenol menguap lebih lambat daripada air dan mudah hilang dalam air. Hal ini disebabkan fenol dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air. Fenol sangat larut dalam metil eter dan etil alkohol, karbon tetraklorida, asam asetat, gliserol, dan benzena. Fenol larut pula dalam hidrokarbon parafin dan dapat menarik api. Kelarutan fenol dalam air terbatas. Delapan gram fenol dapat larut dalam 100 gram air (www.msdssearch.com, 2005).Fenol dapat tinggal dalam udara, tanah, dan air dalam waktu lama jika terlepas dalam jumlah besar sekaligus atau secara konstan terlepas ke lingkungan dari sumbernya. Fenol dalam jumlah kecil tidak akan tinggal dalam udara lebih dari sehari, dalam tanah tidak lebih dari 2 5 hari,dan dalam air tidak lebih dari 9 hari (www.cdc.gov/niosh/ipcsneng/nengsyn.html,2005).Pembuatan dan Manfaat FenolFenol pertama kali diisolasi dari tar batubara pada 1834. pada mulanya senyawa ini ditemukan dan digunakan untuk mengobati luka. Setelah itu fenol mulai dibuat secara sintetis, dan beberapa turunannya mulai dibuat.Fenol dapat dibuat melalui oksidasi parsial terhadap benzena, melalui proses Cumene, atau melalui proses Raschig. Fenol juga dapat ditemukan sebagai produk dari oksidasi batubara. Fenol dapat digunakan dalam bidang kesehatan antara lain sebagaislimicide, yaitu senyawa kimia yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri dan jamur pada lendir. Selain itu fenol dapat pula digunakan sebagai bahan anestesi pada salep, obat tetes telinga dan hidung, lotion antiseptik, lotion penghilang perih, disinfektan, serta campuran pada obat batuk dan penyegar mulut (www.cdc.gov/niosh/ipcsneng/nengsyn.html,2005).Efek FenolFenol dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian jika tertelan, terhirup, atau terabsorbsi melalui kulit. Absorbsi pada sistem organ dapat menyebabkan kejang-kejang, seperti yang ditimbulkan oleh kerusakan ginjal dan liver. Jika masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan rasa nyeri seperti terbakar pada mulut dan tenggorokan, diare berdarah, muka pucat, berkeringat, lesu, sakit kepala, pening, nyeri dan sakit otot, jantung berdebar dan sentakan, telinga berdengung, suhu tubuh turun drastis, serta iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan(www.osha.gov,2005)Jika terhirup melalui mulut dapat menyebabkan nafas berbunyi, mulut dan hidung berbusa, korosi berkepanjangan pada kelenjar lendir, menurunkan kerja sistem syaraf pusat, dan dapat menyebabkan kematian. Fenol yang terkandung pada air minum dapat menyebabkan diare dan mulut pedih jika dikonsumsi terus-menerus (www.msdsonline.com, 2005).Jika terserap melalui kulit dapat menyebabkan luka dan membakar kulit disertai mati rasa dan dermatitis. Ketika fenol terserap kulit, ukuran luas permukaan yang terserap oleh kulit dapat mempengaruhi kekuatan dari efek racun (www.msdsonline.com, 2005).OzonSifat Fisika dan Kimia OzonOzon, dengan rumus molekul O3, merupakan bentuk alotropik dari senyawa oksigen (O2). Senyawa ini merupakan gas tidak berwarna (pada suhu kamar), yang mengembun membentuk suatu cairan biru pada temperatur -112oC, dan membeku pada suhu -251,4oC. Pada suhu di atas 100oC ozon akan cepatmengalami dekomposisi. Spesifikasi ozon adalah sebagai berikut: Berat molekul : 48 gr/mol Kerapatan relatif terhadapudara: 1,667 Berat jenis pada 0oCdan 1 atm : 2,143 kg/m3 Panas pembentukan padavolume tetap : 143 kJ/molOzon merupakan gas yang mempunyai bau pedas (pungent), tajam (acrid), dan tidak enak seperti bau bahan pemutih klorin. Ozon merupakan gas yang sangat beracun, lebih beracun dari sianida (CN), striknina, dan karbon monoksida.Ozon merupakan oksidator kuat melebihi oksigen (O2) dengan potensial oksidasi sebesar 2,07 Volt. Bersifat sangat reaktif dan mampu mengoksidasi senyawa organik maupun anorganik. Kelebihan lain dari ozon adalah dapat mengubah senyawa kompleks menjadi senyawayang lebih sederhana sehingga dapat meningkatkan sifatbiodegradablesuatu senyawa. Ozon memiliki kelarutan di dalam air, bersih dan aman untuk proses oksidasi, serta mampu menghilangkan bau.Ozon merupakan zat yang keberadaannya kurang stabil dengan titik didih sebesar -112oC pada tekanan atmosfer. Dalam larutan cair ozon relatif tidak stabil di mana memiliki waktu paruh (half-time) sekitar 20 30 menit di dalam air destilat pada suhu 20oC. Tetapi pada udara kering, ozon akan lebih stabil dengan waktu paruh sekitar 12 jam (RisedanBrowning, 1981).Ozon berbentuk gas pada temperatur dan tekanan normal. Kelarutan ozon dalam air tergantung pada temperatur dan tekanan parsialnya dalam fase gas, di samping adanya pengaruh pH cairan. Sebagai senyawa tak stabil yang mudah terurai kembali menjadi oksigen, laju dekomposisinya bertambah besar sebanding dengan kenaikan suhu dan pH.Pengaruh temperatur terhadap kelarutan ozon dalam air dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 1. Kelarutan ozon dalam airSuhu (oC)Kelarutan O3(mg/l)Kelarutan O2(mg/l)

0206,9

2106,6

208,924,3

281,53,7

Sumber: Bruno Langlais et al., 2004.Semakin besar suhu maka kelarutan ozon dalam air akan semakin berkurang, karena sebagian akan menguap atau terdekomposisi, sehingga jumlah ozon terlarut semakin kecil.OzonasiSaat ini metode pengolahan limbah cair secara kimiawi dipilih sebagai alternatif karena waktu prosesnya yang jauh lebih cepat daripada proses pengolahan secara biologis. Di samping itu kebutuhan ruang untuk proses kimiawi ini umumnya jauh lebih kecil daripada yang dibutuhkan oleh metode biologis. Tetapi metode kimiawi memiliki kendala besar dalam hal kerumitan pengoperasian dan perawatan. Kerumitan proses kimiawi ini kebanyakan disebabkan oleh dampak lain dari sifat reaksi kimia dalam sistem pengolahan limbah tersebut, misalnya korosi, pembentukan kerak, atau endapan lainnya. Sebagai alternatif lain yang diberikan adalah dengan menggunakan teknik ozonasi.Proses ozonasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan oleh Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonasi kemudian berkembang pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan ozonasiuntuk proses sterilisasinya di Amerika (www.lipi.gov, 2002).Dewasa ini, metode ozonasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran. Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa di sekitarnya) serta memiliki potensial oksidasi yang besar (2,07 Volt). Selain itu ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperticorona discharge(Anto Tri SugiartodanSuherman, 2002).Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisme seperti bakteriEscherichia coli,Salmonella enteriditis,Hepatitis A Virusserta berbagai mikroorganisme patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung, ozon akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisme (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hidrogen peroksida (HO2) dan radikal hidroksil (OH.) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri. Ozon dalam pengolahan limbah cair digunakan untuk pengendalian bau serta penghilangan zat-zat organik berbahaya yang terlarut di dalam limbah cair tersebut. Saat ini di Indonesia penggunaan ozon sebagai senyawa pengoksidasi dalam industri masih sangat terbatas dan umumnya hanya digunakan sebagai senyawa disinfektan untuk sterilisasi industri air minum.Ozonasi senyawa aromatis secara langsung terjadi melalui reaksi subtitusi elektrofilik, di mana muatan positif dari ozon menyerang posisi senyawa aromatik yang banyak mengandung muatan negatif (posisi orto dan para). Penyerangan terhadap inti aromatis terjadi secara kompetisi. Lanjutan dari hasil ozonasi adalah desiklinasi, yaitu penghilangan struktur aromatik. Untuk senyawa aromatik yang kurang reaktif terhadap ozon, maka diperlukan sistem oksidasi dengan menggunakan radikal bebas yang dihasilkan oleh dekomposisi ozon.Pengolahan Fenol dengan OzonasiOzonasi senyawa fenol dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Ozonasi senyawa fenol secara langsung terjadi pada suasana asam melalui reaksi substitusi elektrofilik dari oksidator pada posisi orto atau para dari substituen donor atau pada posisi meta. Pada proses ini oksidator yang dominan adalah ozon (O3) itu sendiri. Dalam substitusi pada posisi orto-para, oksigen dari gugus OH membantu membagikan muatan positif sehingga menstabilkan intermediet yang terbentuk dengan jalan delokalisasi muatan. Bila substitusi masuk pada posisi meta, oksigen tidak dapat membantu membagi muatan. Intermediet meta dan bentuk transisinya mengandung energi yang lebih besar daripada transisi substitusi orto-para. Karena energi aktivasinya lebih tinggi, maka kemungkinan untuk terjadi reaksi substitusi pada posisi metasangat sedikit (RJ FessendendanJS Fessenden, 1997).Penyerangan terhadap inti aromatis terjadi secara kompetisi. Penyerangan pada posisi orto dan para akan menghasilkanhydroquinonedanpyrocatechinol(Decoret etal., 1984;GuroldanVatistas, 1987;DordanLegube, 1983;Eisenhauer, 1968, 1971). Oksidasi selanjutnya akan menyebabkan desiklinasi, yaitu penghilangan struktur aromatik, yang menghasilkan asam mukonat, mukonaldehid, serta asam maleat dan asam fumarat. Senyawa-senyawa ini kemudian dioksidasi kembali menjadi asam oksalat, asam glioksal, glioksaldehid, dan asam formiat, yang merupakan senyawa-senyawa organik yang lebih sederhana yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang ada di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air (AntoTri SugiartodanSuherman, 2002).Selain ozonasi secara langsung, terdapat pula sistem oksidasi dengan menggunakan radikal bebas yang dihasilkan oleh ozon. Ozon akan larut dalam air dan terdekomposisi menghasilkan hidroksil radikal (OH.), sebuah radikal bebas yang memiliki potensial oksidasi sangat tinggi (2,8 Volt), jauh melebihi ozon (2,07 Volt) dan klorin (1,36 Volt). Hidroksil radikal inilah yang merupakan bahan oksidator yang dapat mengoksidasi senyawa fenol. Proses ini merupakan oksidasi secara tidak langsung dalam suasana basa, di mana oksidator yang lebih banyak berperan adalahhidroksil radikal. Makin basa maka dekomposisi ozon menjadi hidroksil radikal makin cepat, sehingga hidroksil radikal yang dihasilkan makin banyak (GuroldanVatistas, 1987).Apapun mekanisme yang digunakan, baik secara langsung maupun tidak langsung, produk yang dihasilkan tetaplah sama. Namun demikian, pengolahan ini tetap dilanjutkan dengan proses oksidasi tingkat lanjut (Advance Oxidation Process) untuk mendapatkan hasil yang optimal. Dalam aplikasi, sistem ozonasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau hidrogen peroksida. Dengan menggunakankombinasi ini dengan mudah akan didapatkan hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa fenol (Anto Tri SugiartodanSuherman, 2002). Gurol dan Vatistas (1987) mengusulkan urutan keampuhan proses oksidasi fenol sebagai berikut:O3+ UV > O3> UVSubstitusi elektrofilik pada fenol merupakan kinetika kimia orde satu sesuai persamaan (HoigndanBader, 1983;GuroldanNekuoinaini, 1984):d[fenol] / dt = k [O3] [fenol]Berdasarkan strukturnya, laju reaksi senyawa fenol meningkat ketika densitas elektron pada cincin aromatik diperbesar dan berkurang dengan penambahan ukuran substituen (Gould, 1987). Juga terdapat konsensus mengenai kenaikan laju reaksi pada pH yang lebih tinggi berkaitan dengan disosiasi ion fenol menjadi ion fenolat (C6H5O). Data yang diperoleh bervariasi sesuai dengan sumbernya. Hoign dan Bader (1983) memberikan data berikut ini untuk fenol kisaran pH 2 6:k fenol yang tidak terdisosiasi = 1,3+0,2 x 103M-1s1k ion fenolat = 1,4+0,4 x 109M-1s-1Kedua peneliti ini telah menentukan konstanta laju reaksi untuk senyawa fenol lainnya sebesar 103 104M-1s-1untuk spesi yang tidak terdisosiasi, dan 109untuk spesi yang terdisosiasi. Kesimpulannya adalah bahwa laju reaksi keseluruhan meningkat sepuluh kali dengan masing-masing pH. Di lain pihak, Anderson (1977) melaporkan bahwa laju reaksi ozon dengan ion fenolat hanya 27 menit pada fenol yang tidak terdisosiasi. Dengan memvariasikan pH , Joshi dan Shaumbaugh (1982) memperoleh daftar konstanta keseluruhan sebagai berikut:Tabel 2. Oksidasi fenol dan efek pH pada kinetika reaksi*.pH S (mol fenol / mol ozon)k2 (M-1s-1)6,0 0,240 0,09 x 1037,0 0,240 0,140 x 1038,0 0,226 0,180 x 1039,0 0,420 0,246 x 103* Kondisi percobaan: temperatur 20oC, konsentrasi awal fenol = 1,0632 M / mL, konsentrasi ozon pada umpan gas = 3% berat, total laju alir gas masuk reaktor = 1,4331 NTP / menit.Pemutusan cincin fenol membutuhkan 4 6 mol ozon / mol fenol (GoulddanWeber, 1976;Dor et. al., 1978;Gilbert, 1974).Hidroksil radikal yang berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik dan anorganik juga dapat digunakan dalam proses sterilisasi mikroorganisme, menghilangkan bau, dan menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik dan anornganik serta membunuh bakteri patogen yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit.Teknologi ozonasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun (fenol) yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonasitidak hanya dapat mengolah limbah tapi juga dapat menggunakan kembali air umpan yang telah diproses (didaur ulang). Teknologi ini selain efisien waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas (Anto Tri SugiartodanSuherman, 2002).