Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi...

19

Transcript of Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi...

Page 1: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:
Page 2: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian (JIKK) merupakan media ilmiah berupa hasil pemikiran dan penelitian di bidang keimigrasian yang diterbitkan dua kali dalam

setahun pada bulan April dan Oktober. Pelindung : Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Penasehat : Direktur Jenderal Imigrasi Pembina : Kepala BPSDM Hukum dan HAM Penanggung Jawab : Direktur Politeknik Imigrasi Redaktur : Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Mitra Bestari : Prof. Dr. M. Iman Santoso, S.H., M.H., M.A. Dr. Muhammad Indra, S.H., M.H. Dr. Taswem Tarib, S.H., M.H. Dr. Asep Kurnia, S.H., M.M. Dr. Ir. Edy Santoso, S.T., M.ITM., M.H. Dr. Arisman, S.T., M.M. Agus Majid, M.P.A., Ph.D. Fidelia Fitriani, M.P.A. Akhmad Khumaidi, M.P.A. Editor Pelaksana : Andry Indrady, M.P.A., Ph.D. M. Alvi Syahrin, S.H., M.H., C.L.A. Ridwan Arifin, S.S., M.Hum. Intan Nurkumalawati, M.P.A. Agung S Purnomo , M.P.A Sri Kuncoro Bawono, M.P.A. Alih Bahasa : M. Ryanindityo S.S., M.Hum. Design Grafis : Wilonotomo, S.Kom., M.Si. Sekretaris Redaksi : Nurul Vita, S.Sos., M.Si. Rasona Sunara Akbar, S.P.d, M.M. Bobby Briando, S.E., M.S.A.

Alamat Redaksi

Jalan Raya Gandul Cinere Nomor 4 Kota Depok Telepon / Faximile : (021) 753 00001

Email : [email protected]

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian ISSN : 2622-4828

Volume 2, Nomor 1, April 2019

Page 3: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:
Page 4: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

DAFTAR ISI

9. PANDANGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PEMBIARAN ORANG DENGAN STATUS “STATELESS” DI INDONESIA (STUDI KASUS: DANKO NIZAR ZLAVIC M. RYANINDITYO AGUNG SULISTYO PURNOMO

HAL 93 – 100

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian ISSN : 2622-4828

Volume 2, Nomor 1, April 2019

Page 5: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:
Page 6: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah ىلاعتوھناحبس atas segala nikmat, rahmat, karunia dan perlindungan

yang telah diberikan kepada Tim Redaksi untuk menyelesaikan penerbitan jurnal ini. Shalawat serta

salam semoga selalu tercurahkan kepada Uswatun Hasanah, Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi wa

Sallam, beserta keluarga, sahabat yang telah menyampaikan ajaran tauhid, sehingga membawa umat

manusia beranjak dari zaman jahiliyah ke zaman hijriyah.

Politeknik Imigrasi telah menerbitkan Jurnal Ilmiah Kajian Keimigasian (JIKK) dalam Volume

2 Nomor 1 April 2019. JIKK merupakan media ilmiah yang diterbitkan Politeknik Imigrasi secara

berkala yang bertujuan sebagai sarana pengembangan kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat

bagi dosen, peneliti, maupun praktisi keimigrasian.

Dalam edisi ini, JIKK memuat tulisan yang mengutamakan karya-karya ilmiah berupa hasil

penetlitian / pemikiran ilmiah dari berbagai kalangan keimigrasian. Tema yang dibahas meliputi:

persoalan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi Laut dan Udara, Pengawasan Keimigrasian, Tindak Pidana

Keimigrasian, Kejahatan Transnasional, Kebijakan Pengungsi Indonesia, Penerbitan Paspor RI, Izin

Tinggal dan Status Keimigrasian, Manajemen dan Pengembangan SDM Keimigrasian, serta Migrasi

Internasional dan Keamanan Perbatasan.

Diharapkan dari hasil penerbitan JIKK ini dapat bermanfaat bagi pemangku kepentingan sebagai

bahan hukum regulasi dan non regulasi berupa kebijakan dalam pengembangan hukum dan

penyusunan peraturan perundang-undangan keimigrasian.

Kami menyampaikan terima kasih kepada Direktur Politeknik Imigrasi yang telah berkenan

membantu dalam penerbitan JIKK ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan juga kepada para penulis

yang telah memberikan kepercayaan kepada JIKK untuk menerbitkan hasil karyanya. Kami juga

mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah bersedia membantu memeriksa dan

mengoreksi tulisan dari para penulis dalam penerbitan ini.

Salam Takzim,

Depok, April 2019

Tim Redaksi

Page 7: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:
Page 8: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Politeknik Imigrasi

Vol. 2 No. 1 Tahun 2019 ISSN: 2622-4828

93

PANDANGAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PEMBIARAN ORANG DENGAN STATUS “STATELESS” DI INDONESIA

(STUDI KASUS: DANKO NIZAR ZLAVIC)

Mochammad Ryanindityo Dosen Tetap pada Politeknik Imigrasi

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Jl. Raya Gandul Nomor 4, Gandul-Cinere, Kota Depok, Jawa Barat

Telepon 081285747246, e-mail: [email protected]

Agung Sulistyo Purnomo Dosen Tetap pada Politeknik Imigrasi

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. Jl. Raya Gandul Nomor 4, Gandul-Cinere, Kota Depok, Jawa Barat

Telepon 08157071700, e-mail: [email protected]

Abstrak Negara Indonesia bukan merupakan negara yang meratifikasi Konvensi PBB Tahun 1954 mengenai Status Orang-orang Tanpa Kewarganegaraan maupun Konvensi PBB Tahun 1961 tentang Upaya untuk Mengurangi Jumlah Orang-orang Tanpa Kewarganegaraan sehingga tidak mengenali istilah orang-orang tanpa kewarganegaraan atau lazim dikenal dengan istilah “stateless”. Oleh karena itu, penanganan orang-orang tanpa kewarganegaraan dilaksanakan oleh jajaran Imigrasi Indonesia sebagaimana penanganan imigran ilegal lainnya. Salah satu contoh kasus orang tanpa kewarganegaraan ini adalah Danko Nizar Zlavic, yang dikenakan Tindakan Administratif Keimigrasian berupa detensi selama sekitar lima belas tahun dengan alasan tidak memiliki dokumen perjalanan maupun Izin Tinggal yang sah dan masih berlaku di Indonesia karena tidak adanya pengakuan kewarganegaraan oleh perwakilan negaranya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab perwakilan negara Zlavic tidak mengakui kewarganegaraannya dan mengetahui sejauh mana kasus yang menimpa Zlavic tersebut jika dipandang dari sudut pandang Hak Asasi Manusia. Kata kunci : Hak Asasi Manusia, Orang-orang Tanpa Kewarganegaraan, Keimigrasian

Abstract The Republic of Indonesia is not a country that ratifies the 1954 Convention relating to the Status of Stateless Persons nor the 1961 Convention on the Reduction of Statelessness, therefore Indonesia does not recognize the term “stateless persons”. As a result, the treatment of stateless persons are carried out by the Indonesian Immigration as like any other illegal immigrants. One example of this stateless persons case is the case of Danko Nizar Zlavic, who was detained for more than fifteen years on the grounds of not having a valid travel document and/ or stay permit in Indonesia due to the absence of citizenship recognition or verification by his foreign representative in Indonesia. This research aims to determine the cause of the foreign representative not acknowledging or recognizing Zlavic as its citizen and to view the case of Zlavic from a human rights perspective. Keywords : Human Rights, Stateless, Immigration. PENDAHULUAN

Setiap orang asing yang masuk dan berada di Indonesia tidak selalu melalui jalur resmi. Perkembangan migrasi manusia saat ini ditambah dengan adanya pengetatan terhadap pola legal migration telah berdampak pada meningkatnya jumlah imigran ilegal yang masuk ke Indonesia. Ada beragam faktor yang memicu migrasi ilegal atau “illegal migration” tersebut, antara lain

1 Mary Crock and Ben Saul, Future Seekers-Refugees and The Law in Australia (NSW-Australia: The Federation Press, 2002).

pertumbuhan pesat penduduk dunia, kesenjangan ekonomi yang semakin lebar, bertambahnya pengangguran, konflik atau perang, kemiskinan, bencana alam dan lainnya.1

Diantara para imigran ilegal yang masuk ke Indonesia adalah orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan atau yang selanjutnya disebut dengan istilah “stateless”. Orang-orang “stateless” ini dianggap sebagai imigran ilegal

Page 9: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Politeknik Imigrasi

Vol. 2 No. 1 Tahun 2019 ISSN: 2622-4828

94

karena masuk dan berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen kependudukan, dokumen perjalanan, maupun dokumen keimigrasian yang sah dan masih berlaku.

Di dalam artikel 1, Konvensi PBB mengenai Status Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan Tahun 1954, ditegaskan bahwa seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan atau selanjutnya dikenal dengan istilah “stateless” adalah seseorang yang tidak dianggap warganegara oleh negara manapun di dalam hukum nasionalnya.

Namun negara Indonesia bukan merupakan negara yang meratifikasi Konvensi PBB Tahun 1954 tersebut maupun Konvensi PBB Tahun 1961 tentang Upaya untuk Mengurangi Jumlah Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan, sehingga pemerintah negara Indonesia tidak mengenali istilah orang-orang “stateless” dan tidak terikat oleh kewajiban-kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam konvensi tersebut untuk menanganinya. Dalam pada itu, maka penanganan orang-orang tanpa kewarganegaraan di Indonesia dilaksanakan oleh jajaran Imigrasi Indonesia sebagaimana penanganan imigran ilegal lainnya.

Mekanisme hukum bagi orang-orang tanpa kewarganegaraan yakni orang asing yang tidak memiliki dokumen perjalanan dan atau Izin Tinggal di Indonesia tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian adalah bahwa mereka ditempatkan dalam pendetensian sementara menunggu proses verifikasi oleh perwakilan negaranya di Indonesia guna pengambilan tindakan lebih lanjut.

Verifikasi atau pengakuan kewarganegaraan ini penting bagi orang tersebut guna memperoleh hak-hak dan segala bentuk bantuan yang diperlukan baginya yang dapat diberikan oleh negaranya. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang asing yang di detensi tersebut pada akhirnya di verifikasi atau diakui kewarganegaraannya oleh perwakilan negaranya. Sehingga sebagaimana dimaksud dalam pasal 85 ayat (2), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, Tentang Keimigrasian maka detensi dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun karena deportasi tidak dapat dilakukan mengingat orang tersebut tidak memiliki dokumen perjalanan yang sah. Selanjutnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (3), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian, bahwa apabila jangka waktu 10 (sepuluh) tahun tersebut terlampaui, maka deteni tersebut diberikan izin untuk berada di luar Rumah Detensi Imigrasi dengan menetapkan kewajiban melapor secara periodik.

Tidak adanya pengakuan kewarganegaraan orang asing tersebut akan berdampak pada ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum terkait keberadaan orang tersebut di Indonesia, karena di satu sisi orang tersebut bukan merupakan seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang berhak untuk tinggal di Indonesia, sementara di sisi lain orang tersebut juga bukan merupakan seorang Warga Negara Asing (WNA) yang dapat dipulangkan atau dideportasi kembali ke negara asalnya.

Salah satu contoh kasus ini adalah Danko Nizar Zlavic, yang di detensi di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta sejak tahun 2002 karena tidak memiliki dokumen perjalanan maupun Izin Tinggal yang sah dan masih berlaku di Indonesia. Hingga Danko Nizar Zlavic meninggal dunia pada tahun 2017 masih berstatuskan sebagai seorang deteni karena status kewarganegaraannya belum diketahui secara pasti.

Kasus Danko Nizar Zlavic menjadi titik tolak pembahasan dalam tulisan ini. Karena sebagai seorang manusia, Zlavic memiliki hak-hak yang selanjutnya dimanifestasikan sebagai hak asasi manusia, dan sebagai salah satu hak sipilnya (civil rights) Zlavic berhak untuk memperoleh kebangsaan atau kewarganegaraan (rights to nationality).

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang hendak dibahas dalam tulisan ini adalah: Mengapa perwakilan negara Zlavic tidak mengakui status kewarganegaraannya? Bagaimana pandangan Hak Asasi Manusia terhadap kasus yang menimpa Zlavic? Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui mengapa perwakilan negara Zlavic tidak mengakui kewarganegaraannya dan mengetahui sejauh mana kasus yang menimpa Zlavic tersebut jika dipandang dari sudut pandang Hak Asasi Manusia. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu dengan memberikan gambaran, menjelaskan, memberikan pemahaman mendalam, dan kemudian menganalisis permasalahan yang diteliti.

2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan

adalah dengan mengidentifikasi, dan mengumpulkan data yang memiliki keterkaitan dengan penelitian (yakni melalui studi kepustakaan) yang dapat memberikan penjelasan serta menjawab permasalahan penelitian.

3. Teknik Analisa Data

Page 10: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Politeknik Imigrasi

Vol. 2 No. 1 Tahun 2019 ISSN: 2622-4828

95

Data yang telah diidentifikasi dan dikumpulkan melalui studi kepustakaan akan diolah dan dianalisis secara kualitatif dan dijelaskan secara deskriptif, melalui penjelasan maupun uraian tentang keadaan yang sebenarnya terjadi.

PEMBAHASAN 1. Konsep Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum

Secara konseptual, Hak Asasi Manusia atau selanjutnya disingkat “HAM” merupakan suatu hak yang secara alami telah dimiliki oleh setiap manusia sejak berada dalam kandungan, praktis dikatakan karena dirinya adalah seorang manusia. Qamar menjelaskan bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hak yang secara kodrati dimiliki oleh manusia sebagai pemberian oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup, mempertahankan hidup dan perikehidupannya di dunia.2

Berdasarkan sumbernya, hak manusia dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (i) HAM (mensen rechten) yang merupakan hak yang diperoleh setiap manusia sebagai seorang manusia yang bersumber dari Tuhan, dan (ii) hak dasar (grond rechten) yang merupakan hak yang diperoleh setiap manusia karena ia merupakan warga negara dari suatu negara yang bersumber dari negara atau pemerintah.3 Jadi, ada hak yang secara alami diperoleh sebagai akibat seseorang adalah manusia dari Tuhan dan ada juga hak yang diperoleh seseorang yang diberikan sebagai akibat dirinya merupakan warga negara dari suatu negara.

Hukum dan Hak Asasi Manusia merupakan dua aspek yang saling berkaitan satu sama lain dan keduanya saling melengkapi. Adanya hukum di dalam suatu negara adalah untuk menjamin setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dengan perimbangan setiap orang juga taat dalam melaksanakan apa yang telah menjadi kewajibannya sebagai seorang warga negara. Dapat dikatakan bahwa hukum yang baik akan menjamin penghormatan dan penghargaan terhadap HAM, dan sebaliknya adanya penghormatan dan penghargaan terhadap HAM tersebut mengindikasikan bahwa hukum telah berjalan dengan baik. Di dalam suatu negara, hukum memiliki kedudukan tertinggi untuk 2 Nurul Qamar, Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi: Human Rights in Democratiche Rechstaat, ed. Ihsan, 1st ed. (Jakarta: Sinar Grafika, 2013). 3 Ibid. 4 Ibid. 5 Ibid. 6 Ibid. 7 United Nations, “United Nations Universal Declaration of Human Rights 1948,” Office of the High Comissioner for

dipatuhi (rechtssouvereigniteit) dan menjadikan hukum tersebut sebagai alat untuk mewujudkan ide, cita-cita, dan harapan perwujudan nilai-nilai keadilan kemanusiaan yang hanya akan ada jika HAM dihormati.4

Oleh karena setiap manusia dilahirkan dengan hak-hak yang bersifat bebas dan asasi, maka terbentuknya negara dan penyelenggaraan negara tidak boleh mengurangi arti atau makna hak-hak manusia yang asasi tersebut.5 Dalam pada itu, maka penghormatan dan perlindungan terhadap HAM adalah pilar yang sangat penting bagi setiap negara hukum.6

Dinamika HAM berkembang seiring dengan perkembangan hukum internasional dan hubungan internasional dan pertama kali hak asasi manusia secara resmi dilindungi secara universal dalam bentuk “Universal Declaration of Human Rights” atau disingkat UDHR (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau disingkat DUHAM) yang memuat hak dan kebebasan fundamental manusia.

Di dalam pembukaan UDHR telah tertuang aspirasi seluruh masyarakat dunia untuk menikmati kebebasan berbicara atau menyatakan pendapat, kepercayaan, bebas dari rasa takut, dan bebas untuk menyatakan keinginan serta dasar dari kebebasan, keadilan, dan perdamaian dunia itu sendiri adalah penghormatan terhadap martabat manusia.7 UDHR merupakan pengejawantahan seluruh umat manusia di dunia untuk menyuarakan kebebasan HAM.

UDHR berbentuk deklarasi (declaration) dan bukan perjanjian internasional (international treaty) dengan maksud agar UDHR digunakan sebagai pedoman prinsip-prinsip HAM dan berdasarkan piagam PBB maka setiap negara terikat secara moral untuk mendukung dan menghormati UDHR.8

UDHR terdiri dari pembukaan dan beberapa pasal, yang didalamnya diatur dua kategori HAM yaitu hak-hak sipil dan politik serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.9 Hak-hak yang diatur dan dilindungi dalam UDHR sesungguhnya telah mencakup “broad spectrum” kehidupan manusia, artinya adalah bahwa hak-hak yang dijamin perlindungannya dalam UDHR tersebut secara garis besar telah mencakupi hampir seluruh dimensi kehidupan manusia. Hak-hak sipil dan

Human Rights (1948): 11, http://www.unic.org.in/items/Other_UniversalDeclarationOfHumanRights.pdf%5Cnhttp://www.ohchr.org/. 8 LG Saraswati et al., Hak Asasi Manusia: Teori, Hukum, Kasus, ed. Rocky Gerung, 1st ed. (Depok: Filsafat UI Press, 2006). 9 Ibid.

Page 11: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Politeknik Imigrasi

Vol. 2 No. 1 Tahun 2019 ISSN: 2622-4828

96

politik yang diatur dalam UDHR, antara lain adalah hak untuk hidup, hak untuk merdeka, hak untuk mencari suaka, hak untuk memiliki kewarganegaraan, sampai dengan hak politik berupa ikut serta dalam kegiatan pemerintah negara.10 Sedangkan untuk hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang diatur dalam UDHR antara lain adalah hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan tanpa didasari oleh bentuk diskriminasi apapun, hak untuk memperoleh pendidikan, hingga hak untuk bermasyarakat.11

Pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak sebagaimana yang dijabarkan di dalam UDHR tersebut hanya akan terwujud bila ada peran aktif dari setiap individu dan pemerintah negara. Martin Rex menjelaskan dalam artikelnya “Human Rights: Constitutional and International” bahwa UDHR dapat menjadi HAM yang aktif bila memenuhi syarat:12

(1) Merupakan cara bertindak atau diperlakukan yang dibenarkan bagi semua orang dengan ukuran menguntungkan bagi setiap orang dan bagi semua dan mungkin dibenarkan oleh ukuran moral lain; (2) sebagai cara bertindak dan diperlakukan yang dapat dibenarkan, ia mempunyai pengakuan institusional yang otoritatif (sesuai hukum atau diatur oleh lembaga sosial dan ekonomi); dan (3) Dipelihara dengan perilaku yang menyesuaikan dan ditunjang oleh pemerintah.

2. PBB dan Peranannya terhadap Orang dengan Status Tanpa Kewarganegaraan

Perkembangan hukum internasional (khususnya hak asasi manusia) telah membawa pengaruh terhadap kedaulatan negara, yakni dalam masalah kewarganegaraan dan perlindungan terhadap mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan.13

UNHCR didirikan oleh PBB pada tanggal 14 Desember 1950 yang pada awalnya bertugas untuk memberikan perlindungan internasional dan bantuan kemanusiaan. Namun seiring berjalannya waktu, tugas UNHCR tersebut berkembang yang meliputi penanganan pengungsi yang kembali ke negara asalnya dan juga menangani orang tanpa kewarganegaraan (stateless).14

Hak atas kewarganegaraan telah dinyatakan secara tegas di dalam pasal 15 UDHR, dan telah

10 Ibid. 11 Ibid. 12 David A. Reidy and Mortimer N.S. Sellers, eds., Universal Human Rights: Moral Order in a Divided World (Rowman & Littlefield Publishers, 2005). 13 Tang Lay Lee, Statelessness, Human Rights and Gender: Irregular Migrant Workers from Burma in Thailand

terdapat 2 (dua) buah hukum internasional yang mengatur mengenai orang-orang tanpa kewarganegaraan, yakni: Konvensi Tahun 1954 tentang Status Orang tanpa Kewarganegaraan dan Konvensi Tahun 1961 tentang Upaya untuk Mengurangi Jumlah Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Dalam pada itu, maka telah tersedia instrument legal yang menjamin hak setiap individu atas suatu status kewarganegaraan. Selain itu, telah menjadi kewajiban setiap negara (khususnya negara pihak) untuk mentaati ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam instrument-instrumen hukum internasional tersebut khususnya untuk melindungi orang-orang tanpa kewarganegaraan dan untuk melakukan naturalisasi dan asimilasi terhadap mereka secepat mungkin.15 3. Sekilas Kasus Danko Nizar Zlavic

Kasus Danko Nizar Zlavic bermula dari Zlavic yang dikenakan Tindakan Keimigrasian berupa karantina (istilah untuk “detensi” saat itu) di Bali karena tidak dapat memperlihatkan dokumen perjalanan atau dokumen keimigrasiannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 39, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (sebelum diubah menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian) saat itu. Selanjutnya pada tanggal 29 November 2002, Zlavic dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi Jakarta dan ditempatkan di sana hingga Zlavic meninggal dunia pada tahun 2017.

Penempatan Zlavic sebagai deteni di dalam Rumah Detensi Imigrasi pada tahun 2002 telah sah secara hukum karena Zlavic berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen perjalanan maupun dokumen keimigrasian yang sah dan masih berlaku di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian:

Setiap orang asing yang berada di Wilayah Indonesia dapat ditempatkan di Karantina Imigrasi: a. Apabila berada di Wilayah Indonesia

tanpa memiliki izin keimigrasian yang sah; atau

b. Dalam rangka menunggu proses pengusiran atau deportasi ke luar wilayah Indonesia.

(Refugees and Human Rights), Volume 9. (Boston: Brill Academic Pub, 2005). 14 Agita Chici Rosdiana and Bagas Jaya Putra, Kajian Stateless Person Terhadap Hak Asasi Manusia, 2017. 15 Ibid.

Page 12: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Politeknik Imigrasi

Vol. 2 No. 1 Tahun 2019 ISSN: 2622-4828

97

Saat di detensi, pihak Rumah Detensi Imigrasi Jakarta telah melaksanakan tugasnya dengan memberitahukan kepada pihak perwakilan negara di Indonesia dan mengupayakan untuk memverifikasi kewarganegaraan Zlavic. Dugaan awal saat itu adalah bahwa Zlavic merupakan seorang warga negara Kroasia karena didasarkan atas pengakuannya sendiri. Namun pihak perwakilan negara Kroasia tidak mengakui Zlavic sebagai salah seorang warga negaranya karena tidak adanya data dukung ataupun bukti tertulis yang menyatakan bahwa Zlavic adalah seorang Warga Negara Kroasia.

Selanjutnya, pihak Rumah Detensi Imigrasi Jakarta berupaya untuk memverifikasi kewarganegaraan Zlavic ke perwakilan negara Bosnia dan Herzegovina, namun tetap tidak menemui hasil. Selain itu, pihak Rumah Detensi Imigrasi Jakarta juga telah berupaya untuk berkoordinasi dengan pihak terkait, yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR) mengenai status Zlavic, namun upaya tersebut juga tidak menemui hasil.

Setelah mendekam di dalam Rumah Detensi Imigrasi Jakarta selama lebih dari 10 (sepuluh) tahun tanpa adanya kepastian status kewarganegaraan berakibat kepada Zlavic yang belum dapat dideportasi ke negara asalnya. Sehingga Zlavic dapat dikeluarkan dari Rumah Detensi Imigrasi dan memberikannya izin untuk berada di luar Rumah Detensi Imigrasi dengan ketetapan kewajiban melapor secara periodik. Ketentuan ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 Ayat (3), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian:

Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk dapat mengeluarkan Deteni dari Rumah Detensi Imigrasi apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui dan memberikan izin kepada Deteni untuk berada di luar Rumah Detensi Imigrasi dengan menetapkan kewajiban melapor secara periodik. Selanjutnya, dalam Pasal 221 Ayat (1),

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2013 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian ditegaskan bahwa:

Deteni yang mendapatkan izin berada di luar Rumah Detensi Imigrasi wajib melaporkan: a. keberadaannya secara periodik setiap 1 (satu)bulan; dan b. setiap perubahan mengenai:

1. status sipil;

2. pekerjaan; atau; 3. perubahan alamat.

Pemberian izin bagi deteni dengan status kewarganegaraan yang belum jelas sehingga belum dapat dipulangkan atau dideportasi ke negara asalnya untuk berada di luar Rumah Detensi Imigrasi tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan baginya menjalani kehidupan sebagaimana hak dasar manusia dengan tetap melakukan pengawasan melalui kewajiban melapor secara periodik.

Selama kurun waktu tersebut, pihak Rumah Detensi Imigrasi tetap mengupayakan proses verifikasi kewarganegaraan Zlavic dan agar Zlavic dapat di deportasi ke negara asalnya. Untuk meminimalisir dampak negatif yang mungkin dapat timbul sebagai akibat deteni yang diberikan izin di luar Rumah Detensi Imigrasi tersebut, maka diperlukan penjaminan baginya. Namun dalam kasus yang dialami oleh Zlavic, tidak ada pihak yang mau bertanggung jawab terhadap keberadaan maupun kegiatan Zlavic diluar Rumah Detensi Imigrasi Jakarta. Sehingga sebagai tindakan pengamanan, Zlavic ditempatkan kembali di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta dan selama kurun waktu tersebut, pihak Rumah Detensi Imigrasi Jakarta terus berkoordinasi dengan pihak perwakilan negara dan UNHCR guna penentuan status kewarganegaraan Zlavic. Namun pada tahun 2017 Zlavic menderita sakit dan meninggal dunia saat menjalani rawat inap akibat sakit yang dideritanya dengan masih berstatuskan sebagai seorang deteni dan status kewarganegaraan yang masih belum diketahui. 4. Kasus Danko Nizar Zlavic dalam Pandangan

Hak Asasi Manusia Dalam kasus Zlavic, pihak Imigrasi telah

berupaya untuk memverifikasi kewarganegaraan Zlavic melalui perwakilan-perwakilan negara di Indonesia dan berkoordinasi dengan pihak UNHCR agar Zlavic dapat diidentifikasi dan dicarikan solusi bagi status kewarganegaraannya. Namun hal tersebut tidak menemui hasil karena pihak perwakilan negara Kroasia dan Bosnia dan Herzegovina tidak mengakui Zlavic sebagai warganegaranya dengan alasan tidak adanya data dukung ataupun bukti tertulis yang menguatkan. Pihak UNHCR juga tidak dapat berbuat banyak dan belum dapat melakukan proses resettlement baginya.

Yang ingin disoroti dalam tulisan ini adalah bukan kepada lamanya jangka waktu pendetensian Zlavic, namun lebih kepada mencari akar permasalahan yang menyebabkan Zlavic didetensi dalam waktu yang cukup lama tersebut.

Page 13: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Politeknik Imigrasi

Vol. 2 No. 1 Tahun 2019 ISSN: 2622-4828

98

Tidak adanya pihak yang memverifikasi dan mengakui status kewarganegaraan Zlavic serta pembiaran Zlavic dengan status tanpa kewarganegaraan atau stateless yang menyebabkan Zlavic mendekam selama sekitar lima belas tahun sebagai seorang deteni hingga Zlavic meninggal dunia tersebut yang memiliki implikasi mendalam terhadap Hak Asasi Manusia.

Kondisi stateless akan menyebabkan kesulitan karena kewarganegaraan merupakan syarat praktis seseorang dalam proses politik, yudisial dan juga untuk memperoleh hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.16

Tanpa adanya status kewarganegaraan atau dokumen kependudukan apapun maka seseorang tidak dapat memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, maupun untuk bepergian. Orang dengan status stateless sangat rentan terhadap pendetensian dalam jangka waktu yang tidak terbatas jika memasuki suatu negara secara tidak sah dan tidak ada negara yang mau menerima mereka bila dipulangkan.17

Pentingnya status kewarganegaraan bagi seseorang merupakan salah satu hak yang diatur dalam Pasal 15 UDHR yang berbunyi:

(1) Everyone has the right to nationality; (2) No one shall be arbitrarily deprived of his nationality nor denied the right to change his/ her nationality. Jadi, setiap orang, tanpa terkecuali memiliki hak atas sebuah kewarganegaraan dan tidak ada yang boleh dengan sewenang-wenang mencabut kewarganegaraan seseorang ataupun menolak hak seseorang untuk mengganti kewarganegaraannya. Hak untuk menjadi bagian dari sebuah komunitas merupakan “rights to have rights” yaitu hak untuk memperoleh hak-hak.18 Dengan memberikan seseorang (dalam hal ini Zlavic) kewarganegaraannya, maka hak-hak dasar sebagai seorang warga negara secara langsung akan diperoleh dari negaranya dan Zlavic akan dapat memperoleh segala bentuk bantuan yang diperlukan baginya dari negara tersebut. Dengan kata lain, dengan adanya kewarganegaraan akan terdapat kepastian hukum dan akan menimbulkan hubungan timbal balik yang jelas antara Zlavic dengan negaranya.

Di Indonesia sendiri, pentingnya hak atas kewarganegaraan selain telah diatur dalam konstitusi negara, yakni dalam Pasal 28D, ayat 4, 16 David Weissbrodt, The Human Rights of Non-Citizens, 1st ed. (Oxford University Press, 2008). 17 Christopher Richter, “Statelessness in Australian Refugee Law: The (Renewed) Case for Complementary Protection,” The University of Queensland Law Journal (2005).

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, juga diatur dalam pasal 26 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selanjutnya ketentuan mengenai kewarganegaraan Republik Indonesia itu sendiri telah di elaborasi di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Namun Zlavic tidak termasuk ke dalam subjek atau kategori yang dapat menjadi Warga Negara sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia tersebut. Pihak terkait lainnya dalam kasus Zlavic, yaitu UNHCR seharusnya memiliki peran penting untuk membantu Zlavic, karena salah satu tugas UNHCR adalah untuk menangani “statelessness”. Upaya yang ditempuh UNHCR dalam menangani permasalahan orang-orang tanpa kewarganegaraan dibagi dalam empat kategori:19 (i) Identifikasi (yakni penyusunan strategi dengan mengidentifikasi penyebab statelessness, karakteristik penduduk dan masalah yang dihadapi); (ii) Pencegahan (dengan memberikan nasihat hukum kepada pemerintah negara agar hukum domestiknya selaras dengan standar internasional); (iii) Pengurangan Jumlah (dengan memberikan solusi yakni mengakuisisi sebuah kewarganegaraan, yang umumnya merupakan negara dimana seseorang yang stateless memiliki hubungan atau keterikatan yang paling kuat dengannya); (iv) perlindungan (yaitu memberikan jaminan atas perlindungan HAM seseorang hingga orang tersebut memperoleh kewarganegaraan).

Dengan adanya tugas dan tanggung jawab UNHCR tersebut, maka seharusnya UNHCR yang nantinya akan mengidentifikasi Zlavic dan kemudian mendesak pihak perwakilan negara dimana Zlavic memiliki ikatan atau hubungan yang paling erat untuk diverifikasi kewarganegaraannya atau setidaknya dapat dibantu dicarikan solusi kewarganegaraannya melalui sebuah proses resettlement. KESIMPULAN

Pihak Imigrasi (dalam hal ini Rumah Detensi Imigrasi Jakarta) telah melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun Indonesia bukan merupakan negara yang meratifikasi Konvensi PBB Tahun 1954 tentang Status of Stateless Persons maupun Konvensi PBB Tahun 1961 tentang Upaya untuk

18 Hannah Arendt, The Origins of Totalitarianism, 2nd ed. (New York: Meridian Books, 1958). 19 UNHCR, “How UNHCR Helps Stateless People,” https://www.unhcr.org/stateless-people.html.

Page 14: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Politeknik Imigrasi

Vol. 2 No. 1 Tahun 2019 ISSN: 2622-4828

99

Mengurangi Jumlah Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan, pemerintah Indonesia melalui Rumah Detensi Imigrasi telah berupaya untuk memenuhi hak asasi manusia Zlavic antara lain adalah dengan berupaya untuk memverifikasi status kewarganegaraannya.

Selain itu, pihak Rumah Detensi Imigrasi Jakarta telah berkoordinasi dengan pihak perwakilan negara dan UNHCR di Indonesia agar Zlavic dapat dicarikan solusi bagi status kewarganegaraannya. Namun pihak perwakilan negara Kroasia dan Bosnia dan Herzegovina tidak mengakui kewarganegaraan Zlavic dengan alasan tidak adanya data dukung atau bukti yang menguatkan. Lamanya jangka waktu pendetensian Zlavic di Rumah Detensi Imigrasi Jakarta disebabkan karena tidak ada pihak yang mengakui kewarganegaraan Zlavic. Pembiaran Zlavic dengan status tanpa kewarganegaraan atau stateless tersebut yang berimplikasi terhadap Hak Asasi Manusia-nya, karena hak atas sebuah kewarganegaraan merupakan salah satu hak dan kebebasan yang fundamental bagi manusia yang diatur secara universal dalam UDHR sehingga secara moral negara-negara pihak terikat untuk menegakkan dan menghormatinya. SARAN

Agar pihak perwakilan negara asing di Indonesia dapat membangun sebuah metode atau skema untuk dapat menidentifikasi dan mengkonfirmasi warga negaranya. Selain itu disarankan agar pihak UNHCR dapat lebih pro-aktif dalam menangani orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan atau stateless karena merupakan salah satu tugasnya dan agar dibangun sebuah skema yang dapat membantu orang-orang dengan status stateless tersebut untuk dapat direlokasi ke negara yang mau menerimanya dan akhirnya memperoleh kewarganegaraan melalui proses resettlement dalam waktu yang tidak terlalu lama dan prosedur yang tidak terlalu sulit.

Negara Indonesia menjamin hak atas kewarganegaraan sebagai salah satu hak konstitusional yang diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam Pasal 28 D, Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa:

Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Permasalahan orang tanpa status

kewarganegaraan bukan merupakan suatu hal yang baru dihadapi oleh Pemerintah Indonesia.

20 Dewi Anggrayni, “KJRI Davao Selesaikan Persoalan Status Kewarganegaraan Keturunan WNI Di Mindanao Selatan,” last modified 2019, accessed August 15, 2019,

Permasalahan orang tanpa status kewarganegaraan ini umumnya dijumpai di daerah perbatasan negara. Contohnya adalah permasalahan orang tanpa status kewarganegaraan di daerah perbatasan negara antara Indonesia dengan Filipina, yakni di daerah provinsi Sulawesi Utara (Indonesia) dengan provinsi Saranggani dan Balut (Filipina). Permasalahan orang tanpa status kewarganegaraan di daerah tersebut telah muncul sejak sekitar dua abad yang lalu, namun dengan upaya Pemerintah Indonesia maka perlahan masalah tersebut data teratasi. Langkah yang ditempuh oleh pihak perwakilan negara Indonesia (yakni melalui Konsulat Jenderal Indonesia) di Davao,Filipina adalah dengan melakukan registrasi dan konfirmasi kewarganegaraan bagi warga yang memiliki keturunan Indonesia atau lazim dikenal dengan istilah “Persons of Indonesia Descent” atau disingkat PIDs disana. Penentuan status kewarganegaraan Indonesia disana dilaksanakan melalui assessment oleh tim khusus dan selanjutnya ditindaklanjuti dengan pemberian suatu surat yang menegaskan status kewarganegaraan Republik Indonesia.20 Selanjutnya berdasarkan surat tersebut, mereka yang terkonfirmasi dapat diberikan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia untuk dapat pulang kembali ke tanah air bagi yang ingin kembali atau dokumen perjalanan tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memperoleh Izin Tinggal dari Pemerintah Filipina bagi mereka yang memilih untuk tetap tinggal di Filipina.

Jadi dari upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia tersebut dapat dijadikan contoh acuan skema yang dapat diadopsi oleh pihak perwakilan negara asing di Indonesia untuk menangani permasalahan orang tanpa status kewarganegaraan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN Buku: Arendt, Hannah. The Origins of Totalitarianism.

2nd ed. New York: Meridian Books, 1958. Crock, Mary, and Ben Saul. Future Seekers-

Refugees and The Law in Australia. NSW-Australia: The Federation Press, 2002.

Lee, Tang Lay. Statelessness, Human Rights and Gender: Irregular Migrant Workers from Burma in Thailand (Refugees and Human Rights). Volume 9. Boston: Brill Academic Pub, 2005.

Qamar, Nurul. Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi: Human Rights in

https://indonesiantoday.id/2019/06/25/kjri-davao-selesaikan-persoalan-status-kewarganegaraan-keturunan-wni-di-mindanao-selatan/.

Page 15: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Politeknik Imigrasi

Vol. 2 No. 1 Tahun 2019 ISSN: 2622-4828

100

Democratiche Rechstaat. Edited by Ihsan. 1st ed. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Reidy, David A., and Mortimer N.S. Sellers, eds. Universal Human Rights: Moral Order in a Divided World. Rowman & Littlefield Publishers, 2005.

Richter, Christopher. “Statelessness in Australian Refugee Law: The (Renewed) Case for Complementary Protection.” The University of Queensland Law Journal (2005).

Rosdiana, Agita Chici, and Bagas Jaya Putra. Kajian Stateless Person Terhadap Hak Asasi Manusia, 2017.

Saraswati, LG, Taufik Basari, Donny Gahral Adian, Singkop Boas Boangmanalu, Eko Wijayanto, Haryatmoko, Gadis Arivia, Irianto Wijaya, and Rocky (ed.) Gerung. Hak Asasi Manusia: Teori, Hukum, Kasus. Edited by Rocky Gerung. 1st ed. Depok: Filsafat UI Press, 2006.

Weissbrodt, David. The Human Rights of Non-Citizens. 1st ed. Oxford University Press, 2008

Sumber lain: Anggrayni, Dewi. “KJRI Davao Selesaikan

Persoalan Status Kewarganegaraan Keturunan WNI Di Mindanao Selatan.” Last modified 2019. Accessed August 15, 2019. https://indonesiantoday.id/2019/06/25/kjri-davao-selesaikan-persoalan-status-kewarganegaraan-keturunan-wni-di-mindanao-selatan/.

UNHCR. “How UNHCR Helps Stateless People.” https://www.unhcr.org/stateless-people.html.

United Nations. “United Nations Universal Declaration of Human Rights 1948.” Office of the High Comissioner for Human Rights (1948): 11. http://www.unic.org.in/items/Other_UniversalDeclarationOfHumanRights.pdf%5Cnhttp://www.ohchr.org/.

Page 16: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

PEDOMAN PENULISAN NASKAH JURNAL ILMIAH KAJIAN KEIMIGRASIAN

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian merupakan majalah ilmiah yang telah terakreditasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jurnal ini memfokuskan pada bidang Keimigrasian. Terbit sebanyak 2 (dua) nomor dalam setahun (April dan Oktober). Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian menerima naskah karya tulis Imiah hasil Penelitian di bidang dan tinjauan keimigrasian yang belum pernah dipublikasikan di media lain dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Redaksi menerima naskah/karya ilmiah bidang Keimigrasian dari dalam dan luar lingkungan Politeknik Imigrasi.

2. Jurnal Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian mengunakan sistem Peer-Review dan Redaksi. Dewan redaksi dan Mitra Bestari akan memeriksa naskah yang masuk ke Redaksi dan berhak menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi ketentuan.

3. Naskah Tulisan dapat berupa : Artikel hasil Penelitian (penelitian empiris maupun penelitian normatif atau studi dokumenter); Artikel hasil Kajian; Artikel Konseptual (tulisan lepas/Karya tulis pendek) di bidang Kajian Keimigrasian, baik dalam lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia maupun dari luar.

4. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, dikirim dalam bentuk soft file melalui e-mail menggunakan program aplikasi office MS-Word atau dalam bentuk print-out (hard copy) yang dikirimkan ke alamat redaksi dan di sertai Curriculum Vitae.

5. Jumlah halaman naskah minimal 10 halaman dan maksimal 20 halaman, termasuk abstrak gambar, table dan daftar pustaka, bila lebih dari 20 halaman, redaksi berhak menyunting ulang dan apabila dianggap perlu akan berkonsultasi dengan penulis.

6. Sistematika artikel hasil Penelitian / Kajian harus mencakup : Judul; Judul di tulis dalam 2 bahasa, Bahasa Indonesia mengunakan huruf kapital 12 untuk bahasa Indonesia, judul bahasa inggris mengunakan huruf kecil Times New Roman 11.5. Judul ditulis maksimal 14 kata.

7. Nama Penulis (diketik dibawah judul ditulis lengkap tanpa menyebutkan gelar. Jika penulis terdiri lebih dari satu orang maka harus ditambahkan kata penghubung “dan” (bukan lambang ‘&’). Nama Instasi Penulis (tanpa menyebutkan jabatan atau pekerjaan di instasi) ditulis mengunakan huruf kecil font Times New Roman 11.5.

Sistematika Penulisan:

A. NASKAH ARTIKEL HASIL PENELITIAN EMPIRIS:

ABSTRAK

Abstrak ditulis dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris disertai kata kunci minimal 3 (tiga) kata dan maksimal 5 (lima) kata. Abstak berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Kegunaan, Metode, Isi Pembahasan, Analisis, Kesimpulan dan Saran Temuan ditulis dalam satu spasi; 150 kata (10-30 baris/ satu (1) paragraf) diketik menggunakan huruf Times New Roman; font 11.5 italic; ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

PENDAHULUAN

Berisi latar belakang masalah dan rumusan masalah, tujuan, kegunaan, kerangka Teori/Konsep, Metode (metode penelitian yang digunakan, di antaranya meliputi jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data).

Page 17: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

PEMBAHASAN Berisi, pembahasan terhadap masalah yang diteliti.

ANALISIS Berisi analisis dari semua pokok pembahasan.

PENUTUP Berisi Kesimpulan dan saran. Kesimpulan dan saran ditulis dalam bentuk uraian bukan dalam bentuk angka.

DAFTAR KEPUSTAKAAN Daftar Pustaka : ditulis berdasarkan abjad, dengan urutan : Nama pengarang. Judul buku. Kota penerbit : nama penerbit, tahun penerbitan.

Contoh..... Hamzah. Andi, Bantuan Hukum suatu Tinjauan Yuridis. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.

B. NASKAH ARTIKEL ULASAN HASIL PENELITIAN NORMATIF (STUDI DOKUMENTER), PEMIKIRAN DAN INFORMASI LAIN YANG BERSIFAT ILMIAH:

JUDUL AKTUAL Menggambarkan isi naskah dan maksimal 14 kata ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

NAMA PENULIS Tanpa gelar akademik, jabatan, kepangkatan, alamat lembaga/instansi dan e-mail.

ABSTRAK Berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Kegunaan, Metode, Isi Pembahasan, Analisis, Kesimpulan dan Saran Temuan ditulis dalam satu spasi; 150 kata (10-30 baris/ satu (1) paragraf) diketik menggunakan huruf Times New Roman; font 11 italic; ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

KATA KUNCI Mengandung yang di indekskan ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris minimal 3 kata maksimal 5 kata.

PENDAHULUAN Latar belakang masalah dan rumusan masalah.

PEMBAHASAN Berisi, pembahasan terhadap masalah yang dikaji.

ANALISIS Berisi analisis dari semua pokok pembahasan.

PENUTUP Berisi Kesimpulan dan Saran. Ditulis dalam bentuk uraian bukan dalam bentuk angka.

DAFTAR KEPUSTAKAAN Daftar Pustaka : ditulis berdasarkan abjad, dengan urutan : Nama pengarang. Judul buku. Kota penerbit : nama penerbit, tahun penerbitan. Contoh..... Hamzah. Andi, Bantuan Hukum suatu Tinjauan Yuridis. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.

Page 18: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus:

C. PERSYARATAN LAINNYA:

1. Naskah dilengkapi dengan indeks.

2. Naskah diketik rapi 1.15 spasi di atas kertas A4; menggunakan huruf Times New Roman; Font 11.5; antara 10-20 halaman; Ukuran margin kanan, kiri, atas dan bawah 2.25 cm; di print-out atau soft-copy.

3. Isi tulisan di luar tanggungjawab redaksi. Dan redaksi berhak mengedit redaksional tanpa merubah arti.

4. Naskah yang belum memenuhi syarat akan dikonfirmasikan atau dikembalikan untuk diperbaiki.

5. Naskah yang diusulkan wajib dikirim melalui email ke: [email protected].

6. Komunikasi terkait Karya Tulis Ilmiah yang diusulkan dapat menghubungi redaksi Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian melalui email : [email protected].

Selanjutnya, Naskah yang di print-out dapat dikirim atau diserahkan secara langsung kepada :

Redaksi Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian

Politeknik Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jalan Raya Gandul Cinere Nomor 4 Kota Depok Telepon / Faximile : (021) 753 00001 Email : [email protected]

Page 19: Volume 2, Nomor 1, April 2019 - Imigrasi · 2020. 3. 2. · daftar isi 9. pandangan hak asasi manusia terhadap pembiaran orang dengan status “stateless” di indonesia (studi kasus: